Ceritasilat Novel Online

Misteri Pulau Neraka 13


Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 13


t manusia Siau Hian!"

   "Boanpwe rasa tidak mungkin, kakek Ban terlalu menilai tinggi kemampuan dari Li Kaucu itu,"

   Seru Oh Put Kui terkejut bercampur keheranan.

   "Kalau kau tidak percaya anak muda, sebentar saksikan sendiri!"

   Sementara pembicaraan berlangsung sampai disitu, dalam arena kembali telah terjadi perubahan. Rupanya Sik Keng-seng telah mengayunkan telapak tangannya dan melepaskan sebuah serangan dahsyat kearah Li Cing-siu.

   "Li Cing-siu!"

   Terdengar ia berkaok-kaok.

   "sebetulnya aku tidak berniat membunuhmu, tapi kalau toh kau ingin mencari mampus, terpaksa aku harus memenuhi keinginanmu itu...."

   Angin pukulan yang menderu deru dengan membawa kekuatan yang sangat dahsyat segera menggulung kedepan. Li Ceng-siu kembali tertawa nyaring.

   "Haaaahh.....haaaahhhh..... Sik Keng-seng, kali ini tiba giliranmu yang sedang bermimpi!"

   Tubuhnya segera miring kesamping buat menghindari serangan dahsyat dari Sik Keng-seng, kemudian tangan kirinya berputar dan melilitkan ruyung penakluk iblis tersebut keatas pinggangnya. Setelah itu dia baru berkata lagi sambil tertawa.

   "Sik Keng-seng, selama hidup kerja adalah berburu burung manyar, memangnya kau anggap mataku mudah dipatuk oleh burung manyar semacam dirimu itu? Kalau sampai begitu, apakah orang persilatan tak akan mentertawakan aku sampai copot giginya?"

   Setelah serangannya mengenai sasaran yang kosong, sekali lagi paras muka Sik Keng-seng berubah hebat. Bagaimanapun juga dia tak menyangka kalau Li Cing-siu adalah seorang jago yang memiliki ilmu silat jauh diluar perhitungannya semula.....

   "Li Cing-siu, aku telah menilaimu terlalu rendah....."

   Teriaknya.

   Sambil berkata, sebuah pukulan dahsyat sekali lagi dilontarkan kemuka.

   Berkilat sepasang mata Li Cing-siu menghadapi kejadian tersebut, tiba-tiba dia tertawa nyaring, kemudian tangan kirinya diayunkan kemuka untuk menyambut datangnya serangan dahsyat dari Sik Keng-seng itu, sementara tangan kirinya dibalik dan tiba-tiba menekan kebawah, bentaknya keras.

   "Sik Keng-seng, coba kaupun rasakan kelihayan dari ilmu pukulan penghancur bukitku ini!"

   Angin pukulan yang menderu-deru dan amat memekikan telinga segera meluncur ketengah udara. Sik Keng-seng terkesiap sekali, sekuat tenaga dia melompat mundur sejauh satu lima depa sambil berseru.

   "Kau... kau bukan Li Cing-siu.....?"

   Agaknya perkataan "ilmu pukulan penghancur bukit"

   Telah memecahkan nyalinya.

   Secara tiba-tiba saja dia teringat akan seorang gembong iblis yang mempunyai kedudukan dan nama besar jauh melebihi dirinya, sudah barang tentu ia tak berani menerima serangan tersebut dengan keras melawan keras.

   Disamping itu, diapun tak tahan segera membentak.......

   Li Ceng-siu tertawa seram.

   "Sik Keng-seng, tentang keahlianmu dalam ilmu menyaru muka sudah lama kudengar, tapi bila kau ingin mengandalkan sedikit kepandaianmu itu untuk bermain gila dihadapanku, maka kau masih ketinggalan jauh sekali, sekalipun aku bukan cikal bakalnya penemu ilmu menyaru muka, namun dalam dunia persilatan saat ini, aku masih pantas disebut rajanya raja ilmu menyaru muka...... Hmmm, kalau manusia macam kau mah belum pantas memusuhi diriku, bahkan menjadi cucu muridkupun belum pantas..."

   Kata-kata tersebut amat sombong dan tekebur, seakan akan dia tidak memandang sebelah matapun terhadap orang lain.

   Oh Put Kui tidak kenal dengan manusia itu, sudah barang tentu diapun tidak mengetahui apakah kata-kata itu kelewat tekebur atau memang demikianlah sesungguhnya.

   Berbeda sekali dengan Sik Keng-seng, dia justru kenal baik dengan orang itu.

   Dari nada pembicaraan Li Cing-siu tadi, ia sudah menduga siapa gerangan lawannya ini.

   "Bukankah kau adalah kakek penggetar langit Siau Hian?"

   Sapanya kemudian.

   Kalau tadi sikap Sik Keng-seng begitu sombong dan tekebur, maka saat ini semua keangkuhannya telah hilang lenyap tak berbekas, sebagai gantinya dia tampak munduk- munduk dan patut dikasihani.

   Manusia yang nampaknya sedang menyaru sebagai Li Cing-siu, ketua Pay-kau ini segera mengernyitkan alis matanya yang putih dan tertawa terbahak bahak.

   "Haaaahhhh..... haaahhhh.... haaahhhh..... tak nyana kau manusia she Sik masih tahu diri, hanya sayangnya ruyung mestika Mu-ni-ciang-mo-pian ini sudah terjatuh ketanganku, jadi terpaksa kau hanya bisa menggigit jari saja......"

   Pelan-pelan Sik Keng-seng bangkit berdiri, lalu ujarnya sambil tersenyum.

   "Kalau toh kau orang tua sudah datang, apalagi yang dapat boanpwe katakan?"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil menjura katanya pula.

   "Siau tua, setelah ruyung mestika itu kau dapatkan, boanpwe tak berani berangan-angan lagi......"

   "Seharusnya kau sudah tahu diri sedari tadi!"

   Bentak kakek penggetar langit Siau Hian dengan marah. Meskipun Sik Keng-seng merasa terkejut, namun dia berkata juga sambil tersenyum.

   "Kalau semenjak tadi boanpwe sudah tahu akan kehadiran cianpwe, tentu saja boanpwe tak akan berani mencampuri urusan ini lagi, Siau tua, sekarang kau telah memperoleh ruyung mestika itu, bagaimana kalau boanpwe mohon diri lebih dahulu?"

   Sikap maupun caranya berbicara makin lama semakin mengenaskan sehingga patut dikasihani.

   Oh Put Kuipun sama sekali tidak menyangka kalau pengaruh dari Kakek penggetar langit ini tidak berada dibawah pengaruh kakek setan berhati cacad Siau Lun serta kakek patah hati.

   Tidak heran kalau kakek latah awet muda menyebut mereka bertiga sebagai tiga kakek iblis dari dunia persilatan.

   Sementara itu kakek penggetar langit Siau Hian telah berkata lagi dengan suara dalam.

   "Sik Keng-seng, bila kau ingin pergi, akupun tidak berusaha menghalangimu, tapi aku perlu memberitahukan satu hal kepadamu, andaikata didalam dunia persilatan ada orang yang mengetahui bahwa ruyung tersebut berada ditanganku, haaaahhh.... haaahhhh.... haaahhhh... Sik Keng-seng, sampai waktunya aku percaya kau tentu mengetahui apa yang bakal kuperbuat terhadap dirimu......"

   Sik Keng-seng benar-benar merasa terkejut sekali oleh perkataan tersebut.

   "Siauw tua, tentang persoalan ini boanpwe tak berani bertanggung jawab, apalagi orang yang menyaksikan peristiwa ini paling tidak ada lima ratus orang lebih, seandainya ada diantara mereka yang membocorkan rahasia ini, bukankah aku yang harus menanggung resikonya....?"

   "Kau tidak usah kuatir,"

   Kakek penggetar langit Siau Hian tertawa dingin.

   "tak seorangpun diantara mereka yang hadir dalam arena sekarang mempunyai kesempatan untuk membocorkan rahasia ini."

   "Haaahhh.... haaahhhh.... haaaahhhh.... maksudmu, kau hendak membantai mereka semua sampai habis?"

   Tanya Sik Keng-seng dengan mata berkilat tajam.

   "Anggap saja kau memang pandai, dugaanmu memang tepat sekali....."

   Gelak tertawa yang keras itu segera menyadarkan kembali Leng ho cinjin Cu Kong-to yang selama ini dibikin kebingungan dan tak tahu apa yang telah terjadi itu. Manusia memang mempunyai firasat yang tajam terhadap setiap ancaman kematian.

   "Haaahhh..... haaaahhhh Cu Kong-to, seandainya aku benar-benar menjadi ketua kalian, mungkin Pay-kau sudah mempunyai kedudukan jauh diatas lima partai besar dan termashur diseluruh dunia persilatan....."

   Kemudian setelah berhenti sejenak dan mengalihkan pandangannya ke wajah ratusan orang pekerja yang masih bekerja memotongi kayu itu, dia berkata lagi sambil tertawa seram.

   "Celakanya aku hanya bersedia menyaru selama sehari setengah, tapi hitung-hitung akupun telah membantu kalian untuk melenyapkan tiga orang musuh tangguh dari Tibet sehingga menghindarkan perkumpulan kalian dari kemusnahan, bila beratus lembar jiwa kalian kutuntut sebagai pembayarannya, toh transaksi perdagangan ini masih tetap meenguntungkan pihakmu?"

   Semakin mendengarkan pembicaraan tersebut, Cu Kong to merasa hatinya semakin tak karuan, akhirnya dia membentak gusar lalu sambil menayunkan pedangnya menuding Kakek penggetar langit, teriaknya keras keras .

   "Siau Hian, orang lain mungkin tidak takut kepadamu, tapi pinto tak akan takut menghadapimu, tinggalkan ruyung Mu-ni- ciang-mo pian itu, memandang pada nama besarmu dimasa silam, pinto bersedia melepaskan kau pergi dari sini."

   Sekalipun orang ini berbicara dengan nada sungguh- sungguh dan sejujurnya, namun Oh Put Kui yang ikut mendengarkan perkataan itu hampir saja tertawa tergelak saking gelinya.

   Tentu saja Kakek penggetar langit Siauw Hian lebih-lebih tak sanggup menahan rasa gelinya, dia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaah... Cu Kong to, kalau ingin berbicara, coba kencing dulu dan gunakan air kencingmu untuk bercermin, sekarang ruyung Mu-ni-ciang mo pian telah berada ditanganku, bila kau ingin menahannya, itu mah gampang sekali, aku akan meletakkan ruyung tersebut satu kaki dihadapanku, bila kau mampu mendapatkannya, aku segera akan tepuk pantat dan angkat kaki dari sini, bagaimana?"

   Walaupun Cu Kong to dipaksa oleh keadaan sehingga mesti mengucapkan kata-kata yang kaku tadi, namun sesungguhnya dia cukup mengerti tentang keadaan yang sebenarnya.

   Bila sungguh sungguh bertarung mungkin Kakek penggetar langit hanya cukup membutuhkan lima gebrakan saja untuk menghabisi selembar jiwanya.

   Tapi diapun tidak mengira kalau Kakek penggetar langit Siau Hian justru berbuat begitu tekebur dengan memberi kesempatan semacam ini kepadanya, sudah barang tentu dia tak akan melepaskan kesempatan yang sangat baik itu dengan begitu saja.

   "Baik, baik, pinto sangat setuju dengan usulmu itu,"

   Seru Cu Kong-to kemudian dengan lantang.

   Kakek penggetar langit Siau Hian tertawa terbahak-bahak, dia segera melepaskan kembali ruyung Mu-ni-pian yang hitam pekat tanpa sesuatu keistimewaan itu, kemudian betul-betul diletakkan pada jarak satu kaki dari hadapannya.

   Kemudian diapun berseru.

   "Nah Cu Kong-to, sekarang kau boleh mencobanya!"

   Pelan pelan Leng-co cinjin Cu Kong-to mengalihkan sorot matanya dan memandang sekejap ke sekeliling tempat itu, tiba-tiba saja dia merasa bahwa tanggung jawab yang diletakkan diatas bahunya benar-benar amat berat, sebab lima ratusan lembar jiwa telah berada dalam cengkeramannya dan tergantung hasil pertaruhan ini.

   Diam-diam ia bertekad untuk mendapatkan ruyung tersebut, entah dengan cara apapun.

   Oleh sebab itu begitu Kakek penggetar langit selesai berkata, dia sama sekali tidak turun tangan segera.

   Melihat itu, Kakek penggetar langit segera berseru sambil tertawa seram.

   "Cu Kong-to, aku tidak mempunyai cukup waktu untuk menantimu...!"

   Cu Kong-to cukup sadar, berhasil atau gagal semua tergantung pada tindakan yang bakal dilakukannya nanti.

   Dia menjadi nekad, sambil berpekik nyaring tiba-tiba saja tubuhnya melejit kemuka dan menerjang ke arah ruyung Mu ni ciang mo pian tersebut.

   Ketika tangannya hampir menyentuh ujung ruyung tersebut, tiba-tiba saja pandangan matanya menjadi silau, dan ruung Mu-ni-pian tersebut telah melayang kearah tangan Siau Hian.

   Menyaksikan keadaan ini, Cu Kong-to menghela napas panjang dan segera menghentikan langkahnya.

   Dengan cepat dia meloloskan pedangnya dan siap digorokkan ke leher sendiri untuk mengakhiri hidupnya...

   Tapi...

   pada saat itu pula terdengar Siau Hian sedang membentak penuh amarah.

   "Siapa yang berani bermain setan dihadapanku?"

   Dengan perasaan terkejut Cu Kong to segera berpaling kearah mana berasalnya suara itu.

   Ternyata ruyung Mu-ni-pian tersebut telah terhenti di tengah udara dan sama sekali tak berkutik lagi.

   Sebaliknya Kakek penggetar langit Siau Hian dengan rambut berdiri kaku seperti landak sedang menggerakkan tangannya berulang kali untuk menangkap kembali ruyung itu.

   Sayang sekali, bagaimana pun dia telah berusaha untuk menangkap ruyung itu, nyatanya ruyung tersebut sama sekali tidak bergerak.

   Sekulum senyuman dengan cepat menghiasi wajah Cu Kong to, dia tahu disitu telah hadir kembali seorang jago yang amat lihay.

   Pada saat itulah dari balik tumpukan kayu berjalan keluar tiga sosok bayangan manusia.

   Kakek latah awet muda berjalan ditengah Oh Put Kui disebelah kanan dan pengemis sinting berada disebelah kiri.

   Dari ketiga orang itu, ternyata tak seorang pun diantara mereka yang menggerakkan tangannya.

   Sekalipun begitu, nyatanya ruyung itu masih tetap terhenti di tengah udara seakan akan terhisap oleh sesuatu kekuatan yang amat besar, kendati pun Kakek penggetar langit Siau Hian telah berusaha menghisapnya kembali dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, namun ruyung itu masih tetap tak berkutik dari posisi semula.

   Begitu munculkan diri, dengan langkah lebar Oh Put Kui segera berjalan menghampiri ruyung mestika tersebut.

   Kemudian sambil berpaling ke arah Siau Hian, katanya sambil tertawa lebar.

   "Siau lojin, bagaimana kalau kuwakilimu untuk mengambil kembali ruyung ini?"

   Kemudian tanpa menanti jawaban dari Siau Hian, dia rentangkan sepasang lengannya melejit dua kaki ke udara, kemudian tangan kanannya cepat menyambar ruyung Mu-ni- pian tersebut dan melayang turun kembali ke atas tanah.

   Pada saat inilah Kakek penggetar langit Siau Hian merasakan tenaga murni yang dipancarkan olehnya seakakn- akan kena digempur oleh guntur yang maha dahsyat, andaikata reaksinya tidak cepat, hampir saja dia tak mampu untuk berdiri.

   Tentu saja Siau Hian merasa terkejutnya bukan alang kepalang...

   Namun ketika dia melihat jelas siapa gerangan kakek berambut putih itu, semua amarah dan rasa kagetnya seketika hilang lenyap seperti terhembus angin lembut.

   Malahan sambil menjura dia berkata sungkan-sungkan.

   "Ooh, rupangan Ban tua pun ikut datang Siau Hian benar benar punya mata tak mengenali bukit Thay san!"

   Setelah berpaling pula ke arah Oh Put Kui, kembali dia berkata.

   "Saudara cilik, atas budi kebaikanmu ketika berada dalam kuil Thay siang-kok-si tempo hari, kuucapkan pula banyak terima kasih..."

   Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... Siau Hian, kepandaianmu yang biasanya menggetarkan langit, menggemparkan bumi, kali ini benar benar sudah ketanggor batunya."

   "Selama berada dihadapan kau orang tua, mana mungkin Siau Hian masih mempunyai tempat?"

   Sahut Siauw Hian sambil tertawa paksa, . bukan cuma ketanggor batunya saja, sekalipun kau orang tua menghendaki selembar nyawa aku orang she Siau pun, apa pula yang berani kukatakan?"

   Ditinjau dari nada pembicaraannya, orang ini benar-benar lebih rendah dan tak tahu malu ketimbang Sik Keng-seng tadi Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.

   "Siau Hian, apakah kau masih menginginkan ruyung mestika ini?"

   "Tentu saja masih..."

   Jawab Siau Hian tanpa sadar. Tapi begitu ucapan tersebut diutarakan, ia segera menyadari akan kesalahannya. Kontan saja Kakek latah awet muda tertawa keras.

   "Siau Hian, beginikah caramu berbicara denganku?"

   Cepat-cepat Siau Hian menggelengkan kepalanya berulang kali, lalu ujarnya.

   "Aku hanya salah berbicara... harap Ban tua memaafkan, aku ... aku tak ingin mendapatkan ruyung itu lagi..."

   "Nah, begitu baru bagus..."

   Seru kakek latah sambil tertawa dalam. Sementara itu Oh Put Kui telah menekuk ruyung itu menjadi tiga bagian dan diserahkan kepada pengemis sinting, kemudian dia menyela.

   "Siau lojin, bagaimana dengan kelima ratus lembar jiwa dari orang-orang Pay-kau?"

   "Ruyung mestika saja sudah tidak kumaui, tentu saja transaksi perdagangan ini kuanggap batal."

   Sahut Siau Hian sambil tertawa. Oh Put Kui segera manggut-manggut.

   "Ehmm, Siau tua memang tidak malu disebut seorang gembong iblis yang perkasa."

   "Harap Oh sauhiap jangan mentertawakan..."

   Siau Hian mengernyitkan alis matanya. Oh Put Kui tertawa hambar, kembali ujarnya.

   "Siau lojin, kau bisa datang dengan menyamar sebagai ketua Pay-kau Li Cing siu, tolong tanya Li Cing-siu pribadi berada di mana sekarang..."

   "Di Seng-ciu!"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kau telah melukainya?"

   Tanya Oh Put Kui terkejut.

   "Tidak, aku hanya menotok jalan darah tidurnya, agar dia bisa beristirahat sehari penuh!"

   Oh Put Kui baru merasa berlega hati setelah mendengar jawaban tersebut.

   Sebaliknya Kakek latah awet muda segera membentak pula Siau Hian, mengapa secara tiba-tiba kau menyamar sebagai ketua Pay-kau? Apakah kau sudah mengetahui kalau ruyung Mu ni pian tersebut memang disembunyikan orang didalam balok kayu?"

   "Benar, sekalipun boanpwee mengetahui akan hal ini... cuma kurang jelas!"

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... betul dengan menyamar sebagai kaucu dari Pay-kau, tentunya kau berniat hendak mengorek keterangan dari tiga pendeta asing itu bukan?"

   Tanya Kakek latah sambil tertawa tergelak.

   "Benar."

   "Lantas siapa yang memberitahukan soal ini kepadamu?"

   "Wi Thian-yang!"

   "Siapa?"

   Oh Put Kui ikut bertanya dengan perasaan terperanjat.

   "Oh lote, tentunya kau pernah mendengar tentang Raja setan penggetar langit Wi Thian Yang bukan? Aku telah bertemu dengannya dibukit Hu gou-san dan ia memberitahukan soal ini kepadaku cuma saja Wi Thian-yang sendiripun tidak begitu jelas, dia hanya bilang dibalik kayu kayu yang dikirim pihak Pay-kau terdapat salah satu diantara tujuh mestika dunia persilatan, dan mestika tersebut telah diketahui pendeta pendeta dari Tibet yang sedang mengatur penghadangan di kota Kang-ciu, dia minta kepadaku untuk menyaru sebagai Li Cing-siu dan mencoba adu untung."

   Mendengar keterangan tersebut, Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.

   "Nyatanya kau benar-benar telah datang, cuma... Siau Hian, akhir dari peristiwa ini ternyata jauh diluar dugaanmu, apakah kau tidak merasa bahwa kejadian ini sangat merusak pemandangan?"

   Siau Hian tertawa getir.

   "Aku orang she Siau memang tidak menyangka kalau kau orang tua bakal ikut serta didalam persoalan ini, semestinya dengan aku menyaru sebagai Li Cing-siu, maka setelah ketiga pendeta dari See-ih itu dibekuk, yang tertinggal hanya penyelesaian soal urusan dalam perkumpulan Pay-kau saja, seharusnya kau orang tuapun tak akan menyusulku sampai di sini, apalagi aku sudah menerangkan bahwa pihak kami belum pernah menjumpai ruyung Mu-ni-pian tersebut, tapi anehnya mengapa pengakuanku yang bisa memperoleh kepercayaan dari si nona istana Sian-hong-hu itu, justru tak mampu mengelabuhi dirimu?"

   "Haaah... haaah... haaah... hal ini disebabkan kau telah melalaikan satu hal."

   "Di manakah kesalahanku?"

   "Coba bayangkan sendiri, sampai dimanakah kehebatan dari ilmu silat yang dimiliki tiga pendeta dari Tibet itu?"

   "Mereka mampu menandingi jago lihay kelas satu dari daratan Tionggoan!"

   "Nah, itulah dia! Li Cing-siu tak lebih hanya seorang lihay kelas satu, bagaimana mungkin ia sanggup merobohkan dua orang jago silat yang memiliki ilmu silat hampir seimbang dengannya secara santai dan mudah?"

   Siau Hian segera tertawa tertahan, serunya tanpa terasa.

   "Yaa betul, rupanya aku sudah melupakan hal tersebut pada waktu itu..."

   Sambil berpaling ke arah Cu Kong-to, kembali kakek latah awet muda berseru sambil tertawa tergelak.

   "Yang paling menggelikan lagi adalah adik seperguruan dari Li Cing siu yang bernama Cu Kong-to ini, masa kau tidak mengetahui sampai dimanakah kemampuan ilmu silat yang dimiliki Li Cing-siu?"

   OOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdw Oo Dengan wajah merah padam karena jengah, Cu Kong-to segera menyambut.

   "Boanpwee mengira suheng memang sengaja menyembunyikan ilmu silatnya dihari-hari biasa atau mungkin juga suhu telah mewariskan kepandaian lain yang hebat kepadanya karena dia adalah seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, maka sama sekali tidak menaruh kecurigaan apa-apa"

   "Kau benar benar kelewat jujur dan polos sehingga menggelikan sekali..."

   Siau Hian berkata pula sambil tertawa.

   "Ban tua, sewaktu aku tutun tangan tadi, gerak seranganku itu kulakukan amat cepat, rasanya selain kau orang tua, siapa pun tak akan mengetahui kalau aku telah pergunakah ilmu jari penghancur hati Jui-sim-sin ci."

   "Seandainya ilmu Jui-sim-sin-ci itu tidak kau pergunakan kelewat awal, mungkin aku sendiripun turut kau kelabuhi, inilah yang dinamakan terburu napsu membawa akibat celaka, kalau tidak, bukankah ruyung Mu-ni-pian ini sudah menjadi milikmu?"

   "Ban tua, memang kejadian didunia ini tak bisa diramalkan sebelumnya, aku akui nasibku memang belum untung."

   "Kalau tahu diri, memang itu paling baik,"

   Kata Kakek latah sambil tertawa. Kemudian sambil berpaling ke arah Cu Kong-to, serunya lagi.

   "Cepat suruh orang-orang itu menghentikan pekerjaan, memangnya kayu kayu tersebut sudah tidak terpakai lagi?"

   Setelah didengar, CU Kong-to baru teringat akan persoalan ini, maka dia segera berteriak "Hentikan semua pekerjaan, kayu-kayu yang telah digergaji, singkirkan kesamping."

   Kawanan pekerja kasar itu tersentak menghentikan pekerjaannya dan membereskan kayu-kayu tersebut. Pada saat itulah Oh Put Kui baru berpaling kearah Sik Keng-seng sambil membentak.

   "Sobat she Sik, kau telah apakan Ciu It-cing?"

   Semenjak tadi Sik Keng seng sudah dibikin terbungkam dalam seribu bahasa, bahkan berkentutpun tidak berani. Ketika Oh Put Kui mengajukan pertanyaan kepadany, dia segera menjawab dengan segera.

   "Sudah dikirim kembali ke Seng-ciu!"

   "Apakah kau telah melukainya?"

   "Aku dengannya sama sekali tidak terikat dengan sakit hati apa pun, kenapa mesti melukainya?"

   Semenjak berada di perkampungan Siu-cing-ceng, Oh Put Kui sudah menaruh kesan yang baik terhadap Ciu It-cing, oleh sebab itu dia menaruh perhatian khusus kepadanya.

   itulah sebabnya sekalipun Sik Keng seng tidak sampai melukainya, namun Oh Put Kui masih tetap merasa tidak lega hati.

   Mendadak dengan kening berkerut dia bertanya lagi.

   "Sobat Sik, sewaktu berada di kuil Tay-siang kok-si tadi, darimana kau bisa mengetahui namaku?"

   Sik Keng-seng segera tertawa.

   "Ketika Lamkiong ceng kawin tempo hari, aku dan Oh sauhiap duduk bertetangga meja, oleh sebab itu aku cukup mengetahui tentang hubungan antara Oh sauhiap dengan Ciu It-cing."

   "Kalau begitu kau benar-benar seorang yang mempunyai tujuan!"

   Seru Oh Put Kui sambil tertawa. Sik Keng-seng turut tertawa.

   "Pada mulanya aku hanya merasa kaget dan kagum atas kepandaian silat yang diperlihatkan siauhiap."

   Tiba-tiba Oh Put Kui teringat lagi akan suatu persoalan, sambil tertawa katanya kemudian.

   "Sahabat Sik, darimana kau memperoleh berita tentang disembunyikannya mestika tersebut dalam kayu yang dikirim pihak Pay-kau?"

   "Nyoo Ban-bu yang memberitahukan persoalan ini kepadaku."

   "Apa? Nyoo Ban-bu yang memberitahukan kepadamu?"

   Tanya Oh Put Kui dengan tubuh bergetar keras.

   "Betul, memang Nyoo Ban bu yang memberitahukan kepadaku."

   "Sahabat Sik, apakah kau tidak lagi mengaco belo disini?"

   Oh Put Kui mengejek secara tiba-tiba sambil tertawa dingin.

   "Mengapa aku mesti mengaco belo?"

   Tanya Sik Keng seng sambil berkerut kening.

   "Seandainya Nyoo Ban-bu mengetahui kalau didalam kayu yang diangkut pihak Pay-kau terdapat benda mestika milik adiknya, mengapa dia tidak menyinggung persoalan ini kepada nona Nyoo, sebaliknya justru mengungkap masalah ini kepadamu?"

   "Soal ini mah... aku tidak tahu,"

   Kata Sik Keng seng sambil menggelengkan kepalanya.

   "Aku rasa sahabat Sik masih berbohong..."

   Jengek Oh Put Kui sambil tertawa hambar. Tiba-tiba Sik Keng seng tertawa dingin, lalu serunya.

   "Sekalipun ilmu silat yang kumiliki belum mampu memadahi sauhiap, tapi aku belum pernah berbohong kepada siapapun!"

   Dari perubahan mimik mukanya, Oh Put Kui dapat melihat bahwa orang itu memang tidak bohong.

   Kenyataan tersebut tentu saja amat memusingkan pikirannya.

   Bila ditinjau dari perkembangan yang terjadi sampai sekarang, agaknya Nyoo Ban bu sudah tahu siapakah yang telah mencuri ruyung Mu-ni-pian milik Nyoo Siau-sian, tapi dia sengaja merahasiakan persoalan ini terhadap adiknya.

   Tapi anehnya, bukan saja ia tidak memberitahukan soal ini kepada Nyoo Siau-sian, sebaliknya dia justru membeberkan rahasia ini kepada orang lain, lantas apakah maksu dan tujuannya berbuat begiut? Mungkinkah dibalik perbuatannya itu terselip suatu rencana yang keji? Untuk sesaat lamanya dia terbungkam dalam seribu bahasa.

   Bagaimana pun juga dia mencoba untuk memutar otak, alhasil tak satu titik terang pun yang berhasil ditemukan.

   Pada saat itulah, tiba tiba dia mendengar Kakek latah awet muda sedang berseru lantang kepada Kakek penggetar langit.

   "siau Hian, saat ini Wi Thian-yang berada dimana?"

   Kakek penggetar langit menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya.

   "Semenjak berpisah di Hu-gou-san, dia mengatakan hendak memenuhi suatu perjanjian yang dibuat pada empat puluh tahun berselang, sedangkan aku yang waktu itu ingin cepat-cepat mendapatkan mestika tersebut, tak berminat pula bertanya lebih jauh kepadanya."

   "Kau betul-betul seorang tolol,"

   Umpat kakek latah awet muda sambil berkerut ekning.

   "coba pikirkan bagaimanakah watak dari Wi Thian-yang itu, apakah dia tak ingin memperoleh mestika tersebut seandainya berita itu benar- benar tak mengandung tujuan lain?"

   Untuk sesaat kakek penggetar langit termenung sambil memutar otak, kemudian dia baru berkata dengan suara pelan dan masgul.

   "Betul, perkataanmu memang benar, heran, mangapa secara tiba-tiba Wi Thian-yang dapat bersikap begitu sosial? Jangan-jangan sekapannya selama empat tahun ini telah merubah wataknya sama sekali?"

   "Siau Hian, siapapun dapat merubah wataknya,"

   Kata kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "tapi cuma Wi Thian-yang sibocah keparat ini saja yang berani kutanggung tak mungkin dapat merubah watak setannya itu "Menurut pendapat kau orang tua, apa sebabnya Wi Thian- yang memberitahukan soal senjata mestika itu kepadaku?"

   Tanya Siau Hian kemudian sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa.

   "Haaah... haaah... haah... bisa jadi hal ini merupakan sebuah perangkap..."

   "Tidak mungkin!"

   Seru Siau Hian tidak percaya.

   "Darimana kau bisa tahu kalau hal ini tidak mungkin?"

   "Aku dengan dia sama sekali tidak pernah terjalin perselisihan apapun, lagipula aku she Siau sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap kepandaian silat yang dimilikinya, buat apa dia mesti mencari penyakit buat diri sendiri?"

   "Kau anggap dia takut kepadamu?"

   "Ban tua, aku orang she Siau lebih-lebih tidak takut kepadanya!"

   Siau Hian tergelak.

   "Itu sih susah untuk dibicarakan, berbicara seperti apa yang kau alami sekarang, andaikata aku tidak melepaskan dirimu sekarang, apa pula yang dapat kau perbuat? Apakah ingin beradu jiwa? Bersediakah kau untuk melakukannya?"

   Siau Hian seketika itu juga dibuat tertegun.

   Betul juga, pada hakekatnya hal ini merupakan suatu jebakan yang berbahaya sekali.

   Tapi, dimanakah maksud dan tujuan Wi Thian-yang dengan perbuatannya itu? Pertanyaan yang sama, namun tak berhasil memperoleh jawaban yang pasti.

   Siau Hian telah pergi, pergi dengan membawa kecurigaan dan kemasgulan yang sangat tebal.

   Sik Keng-seng pun telah pergi, namun dia pergi dengan membawa perasaan murung bercampur kesal.

   Leng-ho cinjin Cu Kong-to juga telah pergi.

   Ia pergi bersama sama segenap anggota perkumpulan pay- kau nya dengan perasaan terharu dan penuh rasa terima kasih.

   Oh Put Kui, pengemis sinting dan Kakek latah awet muda tidak pergi dari situ, mereka masih tetap tinggal di Kang ciu.

   Sebab Oh Put Kui tidak menyangka kalau persoalan "mu- ni-pian"

   Telah mendatangkan banyak kesulitan dan persoalan bagi mereka bertiga.

   Sebilah pedang Cing-peng-siu-kiam sudah cukup memusingkan kepalanya, apalagi ditambah dengan ruyung mestika Mu-ci-ciang-mo-pian yang begitu berharga.

   Maka secara berpisah pun mereka berangkat untuk menelusuri jejak Nyoo Siau-sian.

   Alhasil, si ular aneh Wan Sam lah yang berhasil menemukan kabar berita tentang nona tersebut.

   Ternyata Nyoo Siau-sian telah pergi dari situ.

   Dia pergi bersama-sama dengan Perempuan petani dari Lam-wan Ku Giok-hun, Leng Seng-luan dan segenap jago dari istana Sian-hong-hu.

   Mungkinkah mereka berangkat ke ibu kota? Sayang sekali Wan Sam tidak berhasil memperoleh kabar kepastian tentang soal ini.

   Tanpa terasa Oh Put Kui yang mendapat kabar itu menghela napas panjang.

   Sebaliknya kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak sambil berkata.

   "Anak muda, lebih baik jangan mencari kesulitan buat diri sendiri, perempuan adalah makhluk yang sangat berbahaya untuk didekati, sekali didekati, maka selama hidup kau si bocah muda akan terikat dan dipenuhi berbagai kesulitan."

   Pemandangan alam di telaga Phoa-yang-oh termasuk sangat indah dan menawan sekali, kesulitan dan kemurungan yang mencekam perasaan Oh Put Kui pun sudah jauh berkurang.

   Sambil meneguk arak menghibur diri, pemuda itu dapat menyerap dan menikmati keindahan alam yang terbentang disekelilingnya.

   Bagi pengemis sinting, asalkan tersedia arak maka persoalan apapun tak akan dicampuri olehnya.

   Untuk kesekian kalinya Kakek latah awet muda mendesak Oh Put Kui untuk mempelajari kepandaian "merebut langit mengetahui segala urusan"

   Andalannya.

   Tapi kembali tawaran tersebut ditampik oleh Oh Put Kui Tentu saja kakek latah awet muda dibuat apa boleh buat dan kehabisan daya, terpaksa dia hanya bisa tertawa getir belaka.

   Benak Oh Put Kui saat itu hanya dipenuhi oleh satu masalah, yakni dendam kesumat dari ibunya.

   "Mungkinkah Im-tiong-hok adalah manusia semacam itu? Rasanya hal ini mustahil"

   Pikir punya pikir, akhirnya ia berhasil juga menarik sebuah kesimpulan.

   Setiap persoalaln yang dijumpainya belakangnan ini, hampir boleh dibilang demikian semuanya.

   Sekalipun terdapat setitik petunjuk terang namun gagal untuk menemukan kunci pemecahannya.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Hasil semacam ini membuat Oh Put Kui terpaksa hanya mengisi waktunya dengan meneguk arak.

   Sedang kakek latah awet muda dengan perasaan kurang senang hanya bisa mengawasinya dengan kening berkerut.

   Orang tua ini memang tak bisa dibiarkan menganggur saja, dia selain ingin mencari persoalan untuk mengisi waktu.

   Tapi suasana tiap malam di telaga Phoa-yang-oh selain hening, sepi, sepi tenang dan tak ada sesuatu apa pun.

   Akhirnya Kakek latah awet muda tak dapat menahan diri lagi, dia menghela napas panjang.

   "Pemandangan alam begini indah, cuaca begini cerah, namun tiada orang yang dapat menikmatinya, sungguh..."

   Belum selesai dia berkata, mendadak dari kejauhan sana berkumandang datang suara pekikan panjang yang amat keras. Disusul kemudian terdengar seseorang bersenandung dengan suara yang amat nyaring.

   "Tepukan mabuk mencari kenangan indah."

   Perpisahan meninggalkan sedih dan duka. Rumpu liar tumbuh setiap tahun. Sinar matahari senja menyinari ujung loteng..."

   Senandung itu merdu dan menawan hati, pekikan itupun nyaring menembusi awan.

   Oh Put Kui segera dibuat tertegun oleh munculnya suara- suara tersebut.

   Malam sudah begini kelam, dari mana datangnya seniman yang menikmati keheningan malam tersebut? Sebaliknya kakek latah awet muda telah berseru sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Haaah... haaah... haaah... bagus, bagus sekali, baru saja bincang jago lihay, si jago lihay sudah muncul, hey tukang perahu ayoh dayung agak cepat, kita harus menemui seniman tadi."

   Mendengar ucapan tersebut, si tukang perahu segera mendayung perahunya keras-keras dan meluncur kearah mana berasalnya suara tertawa tadi.

   Dalam pada itu si Kakek latah awet muda telah berlarian menuju keujung geladak.

   Oh Put Kui segera mengikuti pula di belakangnya...

   Tak sampai seperminum teh kemudian, mereka telah melihat dibawah sinar rembulan tampak sebuah perahu sedang bergerak menuju ke tengah telaga.

   Tak lama kemudian kedua buah perahu itu sudah saling beriringan satu dengan lainnya.

   Dari jarak sejauh sepuluh kaki, Kakek latah awet muda segera berseru sambil tertawa tergelak.

   "Sobat yang bersenandung diperahu depan, bagaimana kalau munculkan diri untuk bersua?"

   Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, dari perahu seberang telah muncul dua sosok bayangan manusia.

   Ketika Oh Put Kui mengamati orang tersebut dengan seksama, ternyata mereka adalah dua orang kakek.

   Yang berada disebelah kiri mengenakan baju biru, kepala botak dan beralis mata putih, jenggotnya keren dan gerak geriknya anggun.

   Dia membawa sebuah tongkat kayu.

   Disebelah kanan adalah seorang kakek berjubah panjang warna abu-abu, mukanya bulat seperti rembulan dan matanya tajam bagaikan bintang, alis matanya tajam dengan hidung yang mancung.

   Orang ini membawa sebilah pedang.

   Begitu munculkan diri diujung geladak, kedua orang itu segera tertawa terbahak-bahak.

   Tiba-tiba terdengar suara kakek berbaju putih itu menegur.

   "Apakah orang yang berada diperahu depan adalah saudara Ban?"

   Oh Put Kui yang mendengar seruan tersebut diam-diam berkerut kening sambil pikirnya.

   "Ternyata mereka adalah sobat karib!"

   Sementara itu Kakek latah awet muda pun sudah melihat jelas siapa gerangan kedua orang itu, dia segera tertawa tergelak pula.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... mimpi pun tidak menyangka kalau yang datang adalah kalian berdua, sungguh tak nyana kalau Sau Suma dan Han Lim-kong mempunyai jiwa seni yang begitu tinggi, bermain sampan sambil bersenandung, sungguh amat santai hidup kalian"

   Belum habis dia berkata, Kakek berbaju hijau itu sudah berkata sambil tertawa tergelak.

   "Saudara Ban, sebagai menteri dari negara yang telah punah, darimana datangnya pangkat dan kedudukan lagi? Bila kau hendak mengumpat kami mengapa belum juga mampus, tak ada salahnya untuk diumpatkan secara langsung, agar kami pun turut merasa terlampiaskan, kalau tidak... bila loko sampai mendongkol, kami bisa berabe dibuatnya."

   Kakek latah awet muda tertawa aneh.

   "Rupanya Sau-suma takut diumpat? Sampai sekarang aku baru tahu akan hal ini, sayang sekali aku adalah rakyat jelata dari luar daerah, kalau tidak... haaah... haaahhh... aku tentu akan mengumpat lebih hebat lagi."

   Kakek berjubah putih yang berada diperahu seberang segera berseru sambil tertawa.

   "Saudara Ban, banyak tahun tak bersua, tampaknya penyakit lamamu belum juga berubah!"

   Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak.

   "Inikah yang dinamakan "Perangai sukar dirubah"... aaai, sekarang aku baru teringat, bukankah kalian hidup santai di Thian-tok? Mengapa muncul di Phoa-yang sekarang? Ada urusan apa sih?"

   "Haaah... haaah... haaaaahhhh... kami sedang memenuhi undangan dari seorang sahabat!"

   Kata Kakek berbaju hijau itu sambil tertawa.

   "Wah, siapa sih sahabat karibmu itu?"

   Kakek berbaju putih tertawa dingin lalu menjawab.

   "Wi Thian-yang!"

   OOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdwOooOdw Oo Nama dari "Wi Thian yang"

   Tersebut dengan cepat membuat Oh Put Kui merasa tertegun. Sebaliknya Kakek latah awet muda segera tertawa menghina.

   "Kalian berdua benar benar memandang tinggi orang tersebut, dengan kemampuan Wi Thian-yang, masa kalianpun bersedia menuruti kemauannya? Sungguh mengenaskan..."

   "Saudara Ban, kau jangan memandang rendah kemampuan dari manusia she Wi tersebut,"

   Seru kakek berbaju putih sambil tertawa.

   "Hmm, dengan mengandalkan kemampuannya apakah aku harus memandang hormat kepadanya? Jangan bermimpi disiang hari bolong..."

   Sementara itu Oh Put Kui sedang memutar otak sambil mencari tahu asal usul dari kedua orang kakek tersebut.

   Kalau ditinjau dari sikap mereka yang memanggil Kakek latah awet muda sebagai saudara, sudah jelas merekapun terhitung seorang tokoh sakti dari dunia persilatan, hanya saja dia tidak tahu siapa gerangan mereka berdua? Sementara itu kedua buah perahu itu sudah semakin mendekat satu sama lainnya.

   Sambil menjura kakek berbaju putih itu segera berkata.

   "Saudara Ban, bagaimana kalau menyeberang kemari untuk berbincang-bingang?"

   "Tentu saja harus menyeberang ke perahumu, cuma kami bertiga.................."

   "Sahabat dari saudara Ban, tentu saja merupakan tamu agung kami, silahkan.................."

   Saat itulah si Kakek latah awet muda baru berpaling dan serunya sambil tertawa.

   "Anak muda, panggil si pengemis untuk turut serta..."

   Selesai berkata dia sudah menyeberang lebih dulu.

   Hanya didalam tiga langkah saja dia sudah menyeberang ke atas perahu lawan.

   Diam diam Oh Put Kui berpekik memuji dia tak mengira kalau kemampuan dari Kakek tersebut benar benar sudah mencapai tingkatan yang luar biasa.

   Kakek berbaju hijau itupun berseru sambil tertawa terbahak-bahak.

   "saudara Ban, tampaknya ilmu Leng-siu-pohmu semakin lama semakin sempurnya saja!"

   "Bagaimana jika dibandingkan dengan Huan im-poh mu? Masih selisih berapa jauh?"

   "Nah... nah... kembali saudara Ban mengumpat orang!"

   Seru si Kakek baju hijau itu sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa.

   Ditengah gelak tertawa dari ketiga orang Kakek itu, Oh Put Kui serta pengemis sinting yang masih terkantuk-kantuk karena mabuk itu sudah menyeberang semua ke perahu seberang.

   Setibanya diruang perahu, baru saja Oh Put Kui hendak melangkah masuk, mendadak tampak olehnya si pengemis sinting telah melompat kedepan lalu berlutut dihadapan kedua orang Kakek tersebut sambil berkata.

   "Boanpwee Liok Jin-ki dari Kay-pang menjumpai locianpwee berdua................."

   Sekali lagi Oh Put Kui dibuat tertegun.

   Sudah jelas si pengemis sinting tidak mabuk barang sedikitpun juga, bahkan dia sadar dan berpikiran jernih sehingga dapat megenali siapa gerangan kedua orang Kakek itu.

   Saat itulah si Kakek berbaju hijau itu mengulapkan tangannya seraya berkata.

   "Ayoh cepat bangun, baik baikkah Kong-sun pangcu?"

   Pengemis sinting menyahut dan bangkit berdiri, lalu dengan sikap yang sangat hormat jawabnya.

   "Pangcu kami sudah banyak tahun menutup diri untuk berlatih keras............."

   "Apakah Kongsun Liang telah berhasil menemukan kitab pusaka tentang ilmu tongkat iblis tersebut?"

   Tanya Kakek baju putih itu sambil tertawa.

   "Sudah!"

   "Nyatanya Kongsun pangcu memang tidak menyia nyiakan harapan dari banyak orang....................."

   Dalam pada itu, Kakek latah awet muda telah menggapai ke arah Oh Put Kui sambil serunya.

   "Hey anak muda, ayoh masuk!"

   Dengan langkah pelan Oh Put Kui berjalan masuk dan menuju ke hadapan ketiga orang itu. Sambil menuding ke arah dua orang Kakek itu, kata Kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "Anak muda, kedua orang Kakek ini adalah dua tokoh sakti dunia persilatan yang tinggal di puncak Thian tok-hong disebut orang sebagai Thian-tok-siang-coat (sepasang manusia sakti dari Thain-tok), mereka adalah Kakek tanpa bayangan baju hijau Samwan To dan Kakek tanpa kemurungan berbaju putih Ibun Hau!"

   Oh Put Kui segera merasakan hatinya bergetar keras sesudah mendengar nama kedua orang itu.

   Rupanya mereka adalah dua orang pendekar aneh yang luar biasa dan bernama besar itu.

   Tapi dengan cepat pula dia teringat akan suatu persoalan yang lain.................."

   Ayahnya yang berada di Pulau Neraka tak lain disekap disitu selama delapan belas tahun karena desakan dari kedua oarng Kakek ini bersama tiga dewa dari luar jagad.

   Oleh karena itu selain menaruh hormat dan kagum kepada kedua orang Kakek ini didalam hati kecilnya pun timbul suatu perasaan yang menentang, sekalipun perasaan menentang tersebut berhasil ditawarkan sedikit oleh penjelasan dan petunjuk dari Thian-hian Hui-cui, akan tetapi dia tak pernah dapat melupakan kejadian ini, sebab dia sangat merindukan ayahnya.

   Oh Put Kui memandang sekejap kedua orang Kakek yang duduk dihadapannya, kemudian sambil menjura katanya.

   "Boanpwee Oh Put Kui menjumpai kalian dua orang jago!"

   Ternyata pemuda itu enggan menggunakan kata "locianpwee"

   Untuk membahasai kedua orang itu.

   Dengan perasaan tercengang dan sedikit diluar dugaan, Kakek latah awet muda melotot sekejap ke arah Oh Put Kui.

   Namun Thian tok siang coat sama sekali tidak menjadi marah karenanya, mereka malah tertawa.

   Dengan kening berkenyit Kakek tanpa bayangan berbaju hijau berkata sambil tertawa.

   "Bukankah kau adalah Oh Put Kui? Benar benar seorang manusia yang berbakat bagus sekali dan jarang ditemui dalam seabad ini!"

   Oh Put Kui tertegun, diam diam ia merasa sangat keheranan, dia tak mengira kalau orang tua tersebut mengetahui namanya dengan begitu jelas.

   "Benar, memang boanpwee adanya!"

   Sahut pemuda itu kemudian. Sambil tertawa nyaring Ibun Hau berkata pula.

   "Ceng-thian lote suami istri benar benar telah melahirkan seorang anak berbakat yang luar biasa dan berguna bagi dunia persilatan... saudara Sam-wan, tampaknya persoalan yang kita hadapi sudah ada penerusnya!"

   Ucapan dari Ibun Hau tersebut segera menimbulkan perasaan tak senang dalam hati kecil Oh Put Kui, keningnya segera berkerut dan pikirnya dengan gusar.

   "Perkataan macam apakah itu............."

   Dalam pada itu Samwan To telah berkata pula sambil tertawa. @oodwoo@

   Jilid 27

   "Ucapan saudara Ibun memang benar, kalau tidak saudara Oh Sian dan saudara Thian-liong tak akan membuang tenaga dan pikiran yang banyak untuk menciptakan bocah ini........."

   Setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan.

   "Saudara Ban, bagaimana dengan kau? Bocah ini telah memperlajari apa saja darimu?"

   Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya sambil tertawa aneh, sahutnya.

   "Mempelajari apa? Dia tak sudi mempelajari apapun, bahkan orang lain memohon pun tak berhasil, dia anggap seolah-olah tak berguna pelajaranku, aaai, aku dibuat mati kutu olehnya."

   "Benarkah begitu?"

   Ibun Hau tertawa tergelak.

   "masa saudara Ban pun bisa dibuat mati kutu olehnya?"

   "Haaaaahhhh........ haaaaaahhhhh........ hhaaaaaahhhhh........ Ibun lote, aku Ban Sik-tek bukan melalaikan atau lupa, justru bocah inilah tindak tanduknya maupun cara berbicaranya membawa tiga bagian hawa dewa........."

   "Baru pertama kali ini kudengar saudara Ban mengucapkan perkataan semacam ini,"

   Seru Samwan To sambil tertawa. Kakek latah awet muda tertawa aneh.

   "Seandainya bocah muda itu tak pernah muncu, selama hidup pun aku tak akan mengucapkan perkataan semacam ini..."

   Selama pembicaraan masih berlangsung, Oh Put Kui sendiri hanya tersenyum hambar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Baru sekarang Ibun Hau menemukan kalau si pengemis sinting masih berlutut diatas tanah, katanya kemudian sambil tertawa.

   "Liok Jin Ki, ayoh cepat bangun dan duduk!"

   Pengemis sinting baru bangkit berdiri dan mengambil tempat duduk...

   Sementara itu Samwan To juga telah mempersilahkan Oh Put Kui untuk mengambil tempat duduk.

   Tapi tawaran tersebut segera ditampik oleh Oh Put Kui.

   Dengan perasaan tidak habis mengerti Kakek latah awet muda segera bertanya sambil tertawa.

   "Hey anak muda, mengapa sih kau ini? Kenapa sikapmu tak bisa gagah dan bebas?"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dengan hambar Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali, kemudian menjawab lirih.

   "Dalam hati kecil boanpwee masih terdapat satu masalah yang rasanya masih mengganjal di dalam hati!"

   "Kau begitu duduklah lebih dulu sebelum dibicarakan."

   Tapi Oh Put Kui kembali menggeleng.

   "Persoalan ini sudah sepantasnya bila kuajukan sambil berdiri daja..."

   Jawaban tersebut tentu saja membuat Kakek latah awet muda menjadi tertegun.

   Bahkan Samwan To dan Ibun Hau pun ikut dibuat tertegun dan penuh perasaan tidak mengerti.

   Hanya si pengemis sinting seorang yang memahami beberapa bagian atas peristiwa tersebut.

   "Hey anak muda, penyakit apa sih yang telah menyerang dirimu kali ini?"

   Tegur Kakek latah kemudian.

   "Berhubung persoalan itu menyangkut soal ayahku oleh sebab itu sudah seharusnya bila dibicarakan sambil berdiri..."

   "Banyak amat tingkah lakumu!"

   Sambil tertawa getir Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "ada kalanya aku lihat kau si anak muda kolot dan amat keras kepala..."

   Namun berbeda sekali dengan pendapat dari Samwan To serta Ibun Hau dua orang kakek ini.

   Sebagaimana diketahui, Samwan To selalu pernah menjadi teman baca dari kaisar Tiong-cong.

   lagipula pernah menjabat sebagai seorang pembesar dibidang militer, sedangkan Ibun Hau pun merupakan seorang pembesar kerajaan, oleh sebab itu mereka sangat menghormati tata cara.

   itulah sebabnya sikap yang ditampilkan Oh Put Kui saat ini seratus persen cocok dengan selera mereka.

   "Nak, kau memang tidak kehilangan kesopanan seorang manusia sejati..."

   Kata dua orang Kakek itu sambil tertawa.

   "Terima kasih banyak atas pujian lojin berdua!"

   Sahut Oh Put Kui dengan hambar. Kemudian dengan mata berkilat teriaknya lagi.

   "Tentunya kalian berdua kenal dengan ayahku bukan?"

   "Sebagai sobat karib selama banyak tahun, masa kami tidak saling mengenal?"

   Jawab Ibun Hau tertawa.

   "Bagaimana dengan Samwan lojin?"

   Tiba tiba Oh Put Kui bertanya lagi sambil tertawa hambar. Sesungguhnya pertanyaan itu merupakan suatu pertanyaan yang berlebihan dan sama sekali tak berguna. Tapi Samwan To tidak menjadi marah, malahan sahutnya sambil tertawa ramah.

   "Ceng-thian lote dengan aku boleh dibilang bersahabat karib!"

   Sorot mata penuh kepedihan segera memancar keluar dari balik mata Oh Put Kui, sebetulnya dia ingin mendongakkan kepalanya dan tertawa panjang, tapi ia tak tega untuk berbuat demikian, sebab ia merasa bahwa kedua orang Kakek itu termasuk orang baik.

   "Kalau toh lojin berdua bersahabat karib dengan ayahku, tentunya kalian tahu bukan kalau ayahku disekap di Pulau Neraka?"

   "Tentu saja tahu!"

   Jawab Samwan To dan Ibun Hau bersama-sama.

   "Tahukah lojin berdua, siapa yang telah memaksa ayahku untuk hidup mengasingkan diri di pulau neraka tersebut?"

   "Haaah.. haaah... haaah... hiantit memang bertanya kepada orang yang tepat, sebab memang aku bersama saudara Samwan dan tiga dewa Hong-gwa-sam-sian yang mengundang ayahmu sekalian untuk menetap di pulau tersebut."

   Sekalipun Oh Put Kui sudah mengetahui tentang kejadian ini, namun tak urung dibuat tertegun juga setelah mendengar pengakuan tersebut.

   Karena menurut perkiraannya, kedua orang Kakek itu pasti tak akan mengakui secara terus terang, bahkan menurut perhitungannya sekalipun kedua orang Kakek itu akhirnya mengaku juga, hal ini dikarenakan desakannya yang bertubi- tubi.

   Tapi kenyataannya sekarang, pihak lawan telah memberikan jawaban secara sportip dan jujur.

   Hal ini membuatnya mengambil dua kesimpulan atas kejadian tersebut...

   Kesatu, pihak lawan merasa menyesal karena perbuatannya itu, dan kedua pihak lawan terlalu tinggi hati sehingga pada hakekatnya tidak memandang sebelah matapun terhadap diri dan ketujuh orang Kakek tersebut.

   Sekalipun demikian, dia merasa kedua macam alasan ini sama-sama membuatnya merasa tak tahan untuk berdiam diri saja.

   Maka dengan suara yang sangat dingin ia berkata lagi.

   "Apakah ayahku telah banyak melakukan kejahatan atau mempunyai nama jelek di dalam dunia persilatan?"

   "Cong-thian lote sama sekali tidak mempunyai nama jelek!"

   Jawab Samwan To tertawa.

   "Bagaimana pula dengan keenam orang lainnya..."

   "Nama jelek sih tak ada, cuma cara kerjanya saja terlalu menuruti adat..."

   "Apakah dikarenakan cara kerja mereka terlalu menuruti adat, maka kalian lantas memaksa mereka untuk hidup mengasingkan diri di pulau neraka?"

   Sekarang Samwan to dan Ibun Hau baru memahami maksud tujuan dari Oh Put Kui, rupanya pemuda tersebut merasa tak puas karena mereka telah memaksa ayahnya untuk hidup mengasingkan diri di pulau tepencil tersebut.

   Samwan To segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahh... haaahh.. haaahh.. ucapanmu memang benar sekali nak!"

   "Tidakkah kalian berdua rasakan bahwa tindakan tersebut terlalu keji dan buas?"

   Desak Oh Put Kui lebih jauh dengan kening berkerut. Samwan To segera tertawa.

   "Nak, apakah kau beranggapan bahwa tidak seharusnya kami mendesak ayahmu sekalian untuk hidup terpencil di pulau neraka?"

   "Bagaimanapun juga, boanpwee menganggap tindakan yang dilakukan kalian berdua kelewat batas!"

   "Nak, aku rasa tindakan ini tidak kelewat batas.."

   Kata Samwan lojin sambil tertawa. Kakek latah awet muda yang ikut mendengarkan dari samping segera mengernyitkan alis matanya yang putih sambil menyela.

   "Anak muda, sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan?"

   Oh Put Kui tertawa hambar dan secara ringkas menceritakan bagaimana ayahnya bertujuh dipaksa hidup terpencil di Pulau Neraka dan baru boleh meninggalkan pulau itu bila ia sudah mengunjungi mereka.

   Ketika selesai mendengarkan penjelasan tersebut, Kakek latah awet muda nampak tertegun, lalu serunya kepada Samwan To.

   "Lote berdua benar-benar gemar mencari urusan, buat apa sih kalian mesti berbuat begitu?"

   "Saudara Ban. ha! ini terjadi karena ada suatu alasan tertentu,"

   Kata Samwan To sambil tertawa. Ibun Hau ikut menimbrung pula dengan senyum dikulum.

   "Saudara Ban, bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya kurang leluasa untuk dibicarakan pada saat ini, tapi aku berani menjamin kehidupan mereka selama delapan belas tahun di pulau terpencil tersebut justru mendatangkan keuntungan yang besar bagi ketujuh manusia aneh dari dunia persilatan itu."

   "Apa maksud perkataanmu itu?"

   Seru Kakek latah awet muda sambil tertegun.

   "masa seseorang yang disekap dalam pulau terpencil justru mendatangkan keuntungan baginya, mana ada kejadian semacam ini?"

   Tiba tiba Ibun Hau berpaling kearah Oh Put Kui dan berkata sambil tertawa.

   "Bukankah keponakan telah berkunjung ke pulau tersebut? Tentunya kau mengetahui bukan sampai dimanakah kepandaian silat yang dimiliki ketujuh orang Kakek tersebut?"

   "Yaa, ilmu silat mereka telah mencapai tingkatan yang paling sempurna!"

   "Nah bagaimana saudara Ban?"

   Ibun Hau tertawa.

   "bagaimana pula dengan ilmu silat yang mereka miliki tempo dulu? Bukan aku sengaja menghina, tapi kenyataanya saja meski mereka tergolong jago kelas satu di dalam dunia persilatan, namun belum mencapai tingkatan yang sempurna, tapi sekarang andaikata aku diharuskan bertarung satu lawan satu, belum tentu aku dapat menangkan pertarungan itu."

   Kemudian setelah ebrhenti sejenak, katanya pula kepada Oh Put Kui sambil tersenyum.

   "Keponakanku, tahukah kau sebelum mereka disekap dalam pulau neraka, dengan kemampuanku seorang masih sanggup untuk mengungguli kerubutan mereka bertiga sekalipun!"

   Oh Put Kui segera mengerutkan dahinya.

   Ia jadi teringat dengan perkataan dari Thian-hiang Huicu yang berpesan agar dia tidak menjemput ketujuh orang Kakek itu sebelum sembahyang Bakcang, mungkinkah mereka memang mempunyai suatu maksud tujuan tertentu?"

   Sementara dia masih termenung, Kakek latah awet muda telah berkata sambil tertawa.

   "Tampaknya lote berdua telah membantu ketujuh manusia aneh itu untuk memenuhi pengharapan mereka?"

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... saudara Ban, kesemuanya ini bukan jasa kami,"

   Kata Samwan To sambil tertawa tergelak.

   "melainkan pemberian dari toa kuncu..."

   Tapi secara tiba tiba dia menggeleng dan berkata lagi sambil tertawa.

   "Aaaai, aku memang sukar untuk merubah panggilan itu... Kakek latah awet muda yang mendengar ucapan tersebut segera tertawa tergelak.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... apa salahnya memanggil? Asalkan saja tidak salah menyebut sewaktu berada di ibu kota, aku percaya tak akan ada orang yang mencap dirimu sebagai penghianat..."

   Sambil tertawa Ibun Hau segera berkata.

   "Saudara Ban, sebagai pembesar dari negara yang telah ditumpas, lebih baik kalau tidak mempergunakan sebutan semacam itu lagi."

   "Terserah kalian. pokoknya aku memang tak pernah suka dengan cara semacam itu!"

   "Tentang urusan tujuh manusia aneh dari dunia persilatan, kalau toh nona Ki sudah memberi petunuk, aku rasa tak bakal salah lagi."

   Tiba tiba Oh Put Kui berkata sambil tertawa.

   "Ban tua, Ki locianpwee pernah berpesan kepada boanpwee agar datang lebih lambat ke pulau tersebut." -oo0dw0oo- "Benarkah? Bukankah kau pernah bilang kalau bapakmu telah membangun pagoda menanti putra di pulau tersebut? Mengapa kau justru agak terlambat kesana? Lagipula bukankah barusan kau seperti hendak mencari gara gara dengan kedua orang bekas pembesar ini sebenarnya karena apa sih?"

   Sambil tertawa Oh Put Kui menyahut.

   "Sebelum duduknya persoalan menjadi jelas, sedikit banyak boanpwee merasa tak senang hati juga karena persoalan itu..."

   Samwan To segera tertawa tergelak.

   "Haaaahhh... haaahhh... haaahh... sebagai anak muda, tidak seharusnya kau kaya akan perasaan permusuhan, tentunya keponakan sudah paham bukan sekarang?"

   "Ya, setelah mendengar menjelasan dari locianpwee berdua, ditambah lagi dengan pesan dari Ki locianpwee serta bukti bahwa ayah bertujuh yang tinggal di pulau neraka memang memiliki kepandaian silat yang amat sempurna, maka aku percaya bahwa apa yang telah dijelaskan locianpwee berdua memang tidak bermaksud untuk membohongi boanpwee..."

   Ibun Hau segera tertawa tergelak.

   "Haaah... haaah... haaahh.. jika keponakan masih belum juga mengerti, aku berdua tentu akan kena didamprat..."

   Merah padam selembar wajah Oh Put Kui dibuatnya, baru saja dia hendak mengucapkan terima kasih, tiba-tiba Kakek latah awet muda telah berseru kepada Samwan To dan Ibun Hau sambil tertawa.

   "Nah mereka telah datang!"

   "Siapa?"

   Tanya Ibun Hau tanpa terasa.

   "Siapa lagi, tentu saja sahabat yang mengundang kedatangan kalian berdua!"

   "Aaah betul, ternyata sudah datang..."

   Kata Samwan To pula sambil tertawa. Sementara itu Oh Put Kui juga sudah merasa kalau dari kejauhan saja berkumandang datang suara air yang memecah kesepian. Dengan kening berkenyit Ibun Hau kembali berkata.

   "Saudara Samwan, tampaknya Wi Thian-yang tidak datang seorang diri..."

   "Setelah menderita kerugian satu kali, mana mungkin Wi Thian-yang sudi tertipu lagi? Mungkin kedatangannya hari ini disertai dengan suatu perencanaan yang matang..."

   Kalau memang demikian, hal ini lebih baik lagi."

   Kata Ibun Hau tertawa tergelak.

   "siaute memang ingin sekali menyaksikan kawanan setan dan kepala kerbau mukakuda dari Tong-thiau-kui-hu, ingin kulihat sampai dimanakah kemampuan yang mereka miliki."

   Belum habis Ibun hau berbicara, dari kejauhan sana telah berkumandang datang suara tertawa dingin.

   Sekalipun suara tertawa dingin itu tidak begitu keras, namun cukup membuat kelima orang yang berada dalam ruang perahu itu berubah wajahnya.

   Sambil tertawa Kakek latah awet muda segera berkata.

   "Sungguh tak disangka setelah berpisah selama empat puluh tahun, kemampuannya bisa bisa berubah menjadi begini sempurnanya..."

   Rupanya suara tertawa dingin tadi telah dipancarkan dengan disisipkan dalam pancaran hawa murni, membuat kawanan jago tersebut merasakan hatinya sangat bergetar.

   Benarkah Wi Thian yang memiliki kemampuan yang begitu sempurna? Tak aneh kalau Kakek latah awet muda pun merasa kurang percaya dengan kenyataan tersebut.

   "Hal ini sulit untuk dikatakan..."

   Kata samwan To sambil menggelengkan kepalanya Tapi Ibun Hau segera menyela sambil tertawa.

   "Saudara Ban, orang ini bukan Wi Thian-yang!"

   "Kalau bukan Wi Thian-yang lantas siapa?"

   Tanya Kakek latah awet muda dengan wajah tertegun.

   "Sekalipun Wi Thian-yang pernah memperoleh pengalaman luar biasa, namun sulit baginya untuk menguasai hawa murni Hian-im-cing-khi tersebut hingga mencapai tingkat macam ini, karena itu kuyakin suara tertawa dingin itu berasal dari orang lain..."

   Belum selesai dia berkata, seseorang telah menyambung.

   "Tak nyana kalau jago tanpa kemurungan berbaju putih Ibun Hau memiliki kemampuan yang begitu hebat, bilamana ada kesempatan aku harus meminta petunjuk darimu..."

   "Haaah... haaah... haaahh... saudara terlalu memuji, Ibun Hau pasti akan mengulangi setiap saat..."

   Jawab Ibun Hau sambil tertawa keras.

   Sementara pembicaraan masih berlangsung, dua buah peranu besar telah meluncur mendekat.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Cahaya lentera yang terang benderang menerangi seluruh perahu besar itu.

   Ketika jaraknya tinggal dua kaki perahu itu telah berhenti berlayar bahkan menurukan jangkar.

   Menyusul kemudian Raja setan penggetar langit Wi Thian- yang dengan perawakan tubunya yang tinggi besar telah munculkan diri diujung geladak.

   Pada saat itulah Kakek latah awet muda berkata kepada sepasang jago dari Thian-tok ini sambil tertawa.

   "Lote berdua, aku tak usah munculkan diri daripada pihak lawan menuduh kita mengandalkan jumlah yang banyak, cuma kau boleh saja mengajak serta bocah muda ini..."

   "Apa yang diperintahkan saudara Ban tentu akan kami turuti!"

   Sahut Samwan To tertawa. Ibun Hau juga segera bertanya kepada Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Keponakanku, pernahkah kau berjumpa dengan Wi Thian- yang sebelum pertemuan hari ini?"

   "Pernah, bahkan sudah pernah bentrok satu kali."

   "Kalau didegnar dari nada pembicaraan keponakan, tampaknya Wi Thian yang tidak berhasil mendapatkan keuntungan apa-apa?"

   Oh Put Kui hanya tertawa hambar tanpa menjawab. Sambil manggut-manggut Ibun Hau segera berkata.

   "Kalau begitu akupun tak usah kuatir..."

   Tampaknya dia tetap menguatirkan kepandaian silat dari Oh Put Kui, takut dia sebagai seorang pemuda yang berdarah panas akan mencari gara-gara sehingga merugikan pihaknya sendiri, bila pemuda itu sampai celaka, niscaya merekalah yang akan merasa tak enak.

   Sementara itu Samwan To telah berkata pula lirih.

   "Keponakanku, andaikata jago lihay yang tak diketahui namanya munculkan diri nanti, harap kau jangan berkeras kepala untuk menghadapinya lebih dulu, tampaknya kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki orang itu tidak berada dibawah kemampuan Kakek Ban."

   "Boanpwee mengerti,"

   Oh Put Kui tertawa hambar.

   Padahal pikirannya berpendapat lain, dia justru ingin mencari kesempatan untuk mencoba kemampuan yang dimiliki orang yang memperdengarkan suara tertawa dingin tadi.

   Baru selesai mereka bertiga berbicara, dari arah seberang telah terdengar lagi suara Wi Thian-yang sedang berkata sambil tertawa.

   "Samwan To, Ibun Hau, mengapa kalian berdua belum juga menampakkan diri? Apakah kalian berdua tahu diri dan bersedia menerima hukuman dariku?"

   Sambil tertawa terbahak-bahak Samwan To segera munculkan diri dari perahunya, lalu sambil mengelus jenggotnya dia berkata.

   "Wi lote, hadiah sebuah jari tanganku ternyata tak pernah kau lupakan selama empat puluh tahun terakhir ini, daya ingatmu yang begitu hebat dan tekadmu yang begitu membara sungguh membuat aku merasa amat kagum!"

   Kemudian setelah berhenti sejenak dan kembali tertawa tergelak, terusnya.

   "setelah kau undang kehadiran kami hari ini, bisakah kutahu dengan cara bagaimana kau hendak menyelesaikan perselisihan ini?"

   Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang tertawa seram.

   "Bagaimana pula menurut penapat saudara Samwan untuk menyelesaikan perselisihan ini?"

   "Haaah... haaah... haaah... masa aku yang mesti memutuskan penyelesaian persoalan ini? Bila kuusulkan untuk menyudahi saja peristiwa tersebut, apakah kau bisa menyanggupinya?"

   "Keterus terangan saudara ternyata masih tetap seperti sedia kala, sungguh mengagumkan hati orang saja,"

   Wi Thian- yang tertawa.

   "kalau toh saudara Samwan enggan mengajukan usul, baiklah kalau aku saja yang mengajukan suatu usul untuk menyelesaikan masalah ini, bagaimana menurut pendapatmu?"

   "Aku akan mendengarkan dengan seksama!"

   Setelah tertawa seram raja setan penggetar langit berkata lagi.

   "Dahulu saudara Samwan telah melukai diriku dengan ilmu Sam-yang-ci, maka hari ini akupun bersedia mempergunakan ilmu Tong-thian-ci untuk bertempur melawan saudara Samwan."

   "Baik, baik sekali, aku setuju!"

   Kemudian setelah berhenti sejenak terusnya.

   "Cuma perlu kutanyakan, pertarungan ini dibatasi saling menutul ataukah bertarung sampai salah satu diantara kita mampus?"

   Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang tertawa nyaring.

   "Tempo hari saudara hanya melukai aku, mengapa pula pertarungan yang akan berlangsung hari ini harus diakhiri bila satu pihak sudah mampus? Tapi, bila saudara Samwan berkeinginan untuk melangsungkan pertarungan ini sampai ada yang mampus, sudah barang tentu aku bersedia mengiringinya."

   Oh Put Kui yang mencuri dengar pembicaraan tersebut dari balik perahu menjadi terkejut bercampur keheranan.

   Bagaimana pun juga ia dapat menangkap betapa liciknya manusia yang bernama Wi Thian-yang ini.

   Seolah-olah saja dia datang karena memenuhi undangan, sehingga bagaimanakah akhir dari pertarungan tersebut ia melepaskan diri dari segala pertanggungan jawabnya.

   Dari sini pula bisa disimpulkan betapa licik, berbahaya dan menakutkannya orang ini.

   Selain itu, Oh Put Kui pun teringat kembali dengan masalah tentang ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian tersbut.

   Tiba-tiba saja dia seperti mendapat suatu firasat, bahwa antara Wi Thian-yang dengan majikan muda dari Sian hong- hu yaitu Nyoo Ban-bu pasti mempunyai suatu hubungan yang luar biasa.

   Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, dari luar ruang perahu telah berkumandang datang suara gelak tertawa Samwan To yang amat keras.

   "Wi lote, setelah memunculkan diri kembali ke dalam dunia persilatan, mengapa caramu berbicara berubah menjadi begini merendah? Tampaknya aku harus meningkatkan kewaspadaanku..."

   Mendengar hal itu, Wi Thian-yang segera tertawa.

   "Saudara Samwan, setelah empat puluh tahun lamanya duduk menghadap ke dinding, manusia baja pun pasti akan berubah menjadi manusia tanah liat, semua keberangasan dan kekejamanku dulu, kini sudah tersapu habis bersamaan dengan berputarnya waktu selama empat puluh tahun."

   Samwan To merasa amat gembira sekali, segera ujarnya cepat.

   "Buddha berkata. Siapa yang bersedia meletakkan golok pembunuh, dia akan diterima kembali sebagai murid Buddha, bila Wi lote benar-benar sudah berubah menjadi seorang yang lain karena hidup dalam pengasingan selama empat puluh tahun, bukan saja aku perlu bersyukur demi kebahagiaan umat persilatan, terlebih-lebih harus mengucapkan selamat buat Wi lote sendiri!"

   "Saudara Samwan terlalu memuji!"

   Tukas Wi Thian-yang sambil tertawa. Kembali Samwan To tertawa terbahak-bahak.

   "Kalau toh Wi lote sudah dapat melenyapkan sifat dan perangaimu yang dahulu, menurut pendapatku lebih baik anggap saja aku yang kalah dalam pertarungan hari ini dan anggap saja urusan dulu sebagai sudah beres, entah bagaimana menurut pendapatmu?"

   Ternyata nada pembicaraan dari Samwan To ikut pula berubah menjadi amat sungkan.

   "Haaahhh... haaahh... haaahh... tidak bisa jadi!"

   Seru Wi Thian yang kembali sambil tertawa.

   "sebab niat pertamaku setelah terjun kembali ke dunia persilatan adalah membereskan masalah budi dan dendamku di masa lalu, siapa yang merasa berhutang, dia harus membayar kembali hutang tersebut..."

   Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, Samwan To kembali telah menyela.

   "Wi lote, buat apa sih kau mesti berbuat demikian? Masalah budi dan dendam akan beres dan terselesaikan dengan sendirinya, bila kita bersedia untuk berlapang dada, bila urusan semacam inipun masih diributkan, bukankah hal ini akan merusak suasana?"

   "Biarpun segala sesuatunya akan menjadi hambar, soal budi dan dendam harus diselesaikan dahulu hingga tuntas!"

   Teriak Wi Thian-yang dengan suara lantang. Kemudian setelah berhenti sejenak tiba-tiba dia menjura kepada Samwan To sambil ujarnya lagi.

   "Saudara Samwan, bagaimana kalau kita selesaikan dahulu perselisihan tersebut?"

   Melihat kekerasan kepala orang, Samwan To menghela napas panjang.

   "Aaai, kalau toh Wi lote bersikeras hendak menyelesaikan dahulu perselisihan tersebut, sudah barang tentu aku tak dapat menampik terus, tapi bagaimanakah cara kita untuk bertarung diatas permukaan air telaga ini?"

   "Bagaimana kalau kita saling melancarkan ilmu jari kita ke tengah udara dalam jarak dua kaki ini?"

   Samwan To yang mendengar usul tersebut, diam-diam kembali merasa terkejut.

   Dia tahu kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya masih jauh melebihi gembong iblis tersebut.

   Tapi kenyataannya sekarang, gembong iblis itu berani menantangnya untuk saling beradu ilmu jari ditengah udara, itu berarti seandainya ia tidak peroleh kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu silatnya selama empat puluh tahun belakangan ini, sudah jelas iblis tersebut telah berhasil memperlajari sejenis ilmu silat yang lain.

   Tentu saja diapun sudah mempertimbangkan bahwa cara ini dipergunakan karena gembong iblis ini telah bertobat sehingga dia mengajak penyelesaian cara begitu untuk membereskan persoalannya secara damai saja.

   Berpikir demikian, Samwan To pun segera berkata sambil tertawa nyaring.

   "Setelah hidup mengasingkan diri selama empat puluh tahunan dipegunungan yang terpencil. aku kira ilmu silat yang dimiliki Wi lote pasti sudah peroleh kemajuan yang pesat, padahal aku sudah lama melalaikan latihanku. karenanya didalam pertarungan yang berlangsung hari ini, kuharap lote sudi melepaskan budi untukku."

   Selesai berkata, dia segera menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.

   "Nah, berhati-hatilah saudara Samwan!"

   Seru Wi Thian- yang kemudian dengan lantang. Seusai berkata, dia segera melepaskan sebuah serangan jari kearah depan. Tiba-tiba Samwan To berkelebat kesamping dan berseru sambil tertawa .

   "Wi lote, kita harus membuat suatu perjanjian lebih dulu sebelum melangsungkan pertarungan ini."

   Gagal dengan serangannya, Wi Thian-yang menegur.

   "Perjanjian apa lagi?""

   "Kita harus membatasi masing-masing pihak dengan berapa jurus serangan saja."

   "Betul, kita memang harus membuat pembatasan."

   Kemudian setelah berpikir sebentar katanya lagi.

   "Samwan To, bagaimana kalau kita membatasi dengan sepuluh jurus serangan sjaa?"

   "Sepuluh jurus? Menurut pendapatku, lima juruspun sudah lebih dari cukup!"

   "Baik, kalau begitu kita tetapkan lima jurus saja!"

   "Wi lote"

   Samwan To kembali berkata.

   "kita akan melancarkan serangan bersama-sama ataukah setiap orang dibatasi dengan lima buah serangan lebih dulu?"

   "Haaah... haaah... haaah... paling baik kalau kita melancarkan serangan bersama-sama, selain itu..."

   Tiba-tiba dia tertawa seram dan menambahkan.

   "Sewaktu pihak lawan melancarkan serangannya, maka dilarang untuk menghindarkan diri."

   Dari perkataan tersebut, Samwan To mengetahui kalau lawannya sedang mengejek dirinya karena menghindarkan diri tadi. Namun Samwan To sama sekali tidak menggubris ejekan itu, katanya segera.

   "Tentu saja, aku menyetujuinya sama sekali."

   "Haaahhh.. haaahh... haaahh... kalau begitu maaf saudara Samwan!"

   Tiba-tiba saja dia melancarkan sebuah serangan jari tangan ke arah depan.

   Samwan To tertawa hambar, diapun menggerakkan jari tangannya sambil balas melancarkan sebuah serangan.

   Tenaga serangan yang dihasilkan dari lima Sam-yang ci ini benar-benar sangat hebat, diiringi desingan suara yang amat tajam dan menggidikkan hati, angin serangan tersebut meluncur ke muka dengan kecepatan luar biasa.

   Namun tenaga serangan dari Tong-thian-ci ternyata tidak menimbulkan bekas apapun.

   Dalam waktu singkat tenaga serangan keras dan lunak itu telah saling bertemu satu sama lainnya pada jarak berapa kaki ditengah udara...

   "Bluuukkk!"

   Diiringi suara benturan keras, kedua belah pihak sama- sama tertawa lebar. Samwan To segera berseru.

   "Wi lote benar-benar hebat, tampaknya empat puluh tahun hidup mengasingkan diri membuat tenaga seranganmu dalam ilmu Tong-thian-ci ini bertambah sempurna, mau tak mau aku harus menyatakan juga akan kekagumanku..."

   Wi Thian-yang segera berseru pula dengan suara keras.

   "Ilmu jari Sam-yang-ci dari saudara Samwan jauh lebih menggidikkan hatiku!"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, diiringi suara tertawa yang memanjang ia berseru kembali.

   "Saudara Samwan, lihatlah serangan jariku yang kedua!"

   Baru selesai dia berkata, angin serangan telah memancar keluar dengan hebatnya.

   "Saudara benar-benar sangat hebat!"

   Bentak Samwan-to dengan sorot mata berkilat. Tangan kanannya segera diayunkan ke muka, dengan mengerahkan seluruh kekuatan Sam-yang-ci nya dia melepaskan sebuah totokan kilat.

   "Blummm..."

   Lagi-lagi bentrokan tersebut menghasilkan keadaan yang seimbang alias setali tiga uang. Pada saat itulah mendadak sekulum senyuman licik tersungging diujung bibir Wi Thian-yang.

   "Saudara Samwan,"

   Katanya.

   "aku lihat susah juga buat kita untuk menentukan siapa menang siapa kalah dalam pertarungan ini... aaai, aku sungguh merasa malu dan menyesal, ternyata latihan tekunku selama empat puluh tahun belum berhasil juga membawa kepandaian silatku mencapai puncak kesempurnaan!"

   Samwan-to segera tertawa tergelak. Wi lote, kalau toh kau sudah mengerti bahwa menang kalah adalah sudah ditentukan, bagaimana kalau kita sudahi saja pertarungan ini sampai disini saja?"

   "Tidak bisa, budi harus dibalas budi, dendam harus dibayar dendam, hutangmu dulu harus dibayar dulu sampai lunas!"

   Kembali dia melepaskan serangan ilmu Tong-thian-ci untuk ketiga kalinya.

   "Berhati-hatilah saudara!"

   Serunya keras.

   Setelah dua kali bentrokan tadi, Samwan-to telah mengetahui bahwa ilmu jari Tong-thian-ci dari lawannya ini meski tangguh manum masih belum mampu untuk mengungguli kehebatan dari Sam-yang-ci andalannya.

   Oleh sebab itu sahutnya sambil tersenyum.

   "Wi lote, tampaknya pertarungan ini pun harus diakhiri dengan seimbang dan sama kuat."

   Tapi secara tiba-tiba saja perkataan dari Samwan to itu terhenti sampai ditengah jalan. Disusul kemudian ia membentak penuh kegusaran.

   "Besar amat nyalimu, kau berani bemain gila denganku..."

   "Blaaammm..."

   Tahu-tahu saja tubuh Samwan-to yang itnggi besar itu sudah roboh terjengkang ke atas geladak. Sedangkan Wi Thian-yang yang berada di perahu seberang segera tertawa seram.

   "Samwan-to, kau tak menyangka akan mengalami nasib seperti hari ini bukan..."

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ketika peristiwa yang berlangsung digeladak tersebut terlihat oleh Ibun Hau, tokoh sakti yang gemar mengenakan baju berwarna putih ini benar-benar merasa amat terkejut.

   Sebenarnya permainan setan apakah yang sedang dilakukan oleh Wi Thian-yang? -oo0dw0oo- Secepat sambaran petir Ibun Hau menyelinap keluar dari ruangan perahu.

   Oh Put Kui ikut menerjang keluar dari tempat persembunyiannya dan langsung menghampiri Samwan-to yang terluka.

   Ketika denyut nadinya diperiksa, ia segera berseru dengan wajah berubah.

   "Ibuh cianpwee, Samwan lojin terkena racun hawa dingin!"

   Ibun Hau mendengus dingin, lalu katanya.

   "Nak, bopong dia masuk kedalam, Ban tua pasti dapat menyembuhkan lukanya..."

   Oh Put Kui mengangguk dan segera membopong masuk Samwan-to kedalam ruang perahu. Sedangkan Ibun Hau sendiri dengan wajah dingin bagaikan es dan hawa napsu membunuh menyelimuti wajahnya membentak kearah Wi Thian-yang dengan suara keras.

   "Wi Thian-yang, kau betul-betul tak tahu malu!"

   "Saudara Ibun, mengapa kau berkata demikian?"

   Seru Wi Thian-yang sambil tertawa seram.

   "bukankah tempo hari Samwan-to juga melukai dengan serangan ilmu jarinya? Tidak pantaskah bila empat puluh tahun kemudian Wi Thian-yang balas melukainya dengan ilmu jariku?"

   Ibun Hau tertawa dingin, tegurnya lagi.

   "Wi Thian-yang, ilmu jari apakah yang barusan kau pergunakan...?"

   "Ilmu jari Tong thian ci!"

   "Betulkah ilmu jari Tong-thian-ci?"

   Seru Ibun Hau sambil tertawa dingin.

   "aku yakin kau lebih mengerti daripadaku, belum pernah kudengar kalau dibalik kekuatan ilmu jari Tong- thian-ci, terselip pula hawa dingin beracun Peng-pok-han tok!"

   "Haaah... haaah... haaah... saudara Ibun, ilmu jari Tong- thian-ci ku ini memang jauh berbeda dengan kepandaian lain, selain terselip hawa murni cing-khi yang murni, sesungguhnya terselip juga hawa dingin beracun Peng-pok-han-tok..."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya sambil tertawa dingin.

   "samwan-to terlalu sombong dan ingin mencari penyakit buat diri sendiri, apa sangkut pautnya denganku?"

   "Enak amat pembicaraan itu... sayang sekali Ibun Hau rada kurang percaya."

   "Kalau kurang percaya lantas apa yang hendak kau perbuat?"

   Seru Wi Thian-yang sambil tertawa dingin.

   "Aku ingin sekali mencoba kelihayan ilmu jari Tong-thian-ci mu itu..."

   "Haaah... haaah... haaah... apakah kau memang lebih hebat daripada Samwan-to? Ibun Hau, bukan aku she Wi sengaja memandang rendah dirimu, tapi aku yakin kau pun tak nanti mampu untuk bertahan atas serangan jariku ini..."

   Belum habis perkataan tersebut diucapkan, tiba-tiba saja Ibun Hau telah berkerut kening.

   Lalu ujung bajunya dikebaskan kedepan dan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat bagaikan amukan ombak besar ditengah samudra langsung menyambar kedepan.

   Bersamaan itu juga terdengar Ibun Hau membentak keras.

   "Wi Thian-yang, kau harus merasakan dulu kelihayanku ini..."

   Perkataan dari Wi Thian-yang yang belum selesai diutarakan itu segera berhenti di tengah jalan, cepat-cepat dia mengebaskan pula sepasang ujung bajunya dengan mata melotot besar.

   Sekalipun begitu, dia toh belum juga mampu untuk menahan serangan dahsyata dari Ibun Hau, seketika itu juga tubuhnya tergetar mundur sejauh tiga langkah kebelakang.

   Akibatnya Wi Thian-yang menjadi naik pitam, seluruh rambut dan jenggotnya pada berdiri kaku semua bagaikan landak.

   "Ibun Hau, main sergap secara licik seperti apa yang kau lakukan hanya akan memalukan dirimu, apakah kau tidak kuatir merosotkan pamormu?"

   Ditengah bentakan tersebut, tiba-tiba tubuhnya maju ke muka, lalu dengan telapak tangan di katan dan jari tangan di kiri, dia serang dada Ibun Hau dengan dahsyatnya. Baru saja Ibun Hau tertawa tergelak sambil membentak.

   "Wi Thian-yang, kau tak usah berlagak..."

   Mendadak...

   sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat telah menyusup ke hadapan tubuhnya.

   Kebasan ujung baju dari Ibun Hau segera ditarik kembali dengan cepat, ringan dan indah.

   Kemudian sambil bergendong tangan ternyata dia mengundurkan diri kesamping.

   Dengan demikian, pukulan telapak tangan dan serangan jari tangan dari Wi Thian-yang tersebut langsung menghantam keatas bayangan tubuh yang menerjang tiba itu.

   Disaat tubuhnya hampir termakan oleh serangan musuh yang maha dahsyat itu, ternyata dia malahan berpekik nyaring.

   Bahkan pekikan tersebut keras dan kuat, ditengah keheningan malam yang mencekam telaga Phoa-yang-oh tersebut, suaranya dapat berkumandang sampai jarak sejauh sepuluh li lebih.

   Tanpa terasa Wi Thian-yang mengerutkan dahinya.

   Siapa gerangan orang itu? Dengan cepat dia mendongakkan kepalanya sambil memperhatikan orang tersebut dengan seksama, tapi dengan cepat paras mukanya berubah sangat hebat.

   Oh Put Kui...

   Hampir saja dia berteriak keras, tapi bagaimana mungkin bocah keparat itu bisa berada bersama-sama Thian tok-siang- coat? Wi Thian-yang dengan julukannya si Raja setan memang tak perlu takut terhadap Thian-tok-siang-coat, tapi terhadap Oh Put Kui yang cuma seorang berandal dunia persilatan ini justru merasa segan untuk memusuhinya.

   Tanpa terasa dengan kening berkerut dia termenung sambil memutar otak.

   Apakah dia harus memanfaatkan peluang di saat masih berpekik nyaring itu diam diam ia lepaskan sebuah serangan...? Tapi akhirnya dia berhasil mengendalikan diri dan tidak melepaskan serangan mautnya.

   Sebab dia cukup tahu diri bagaimana pun dia menyergapnya tak mungkin bocah tersebut dapat dilukainya.

   Dalam pada itu suara pekikan panjang dari Oh Put Kui telah terhenti.

   Dengan sorot mata yang tajam ditatapnya wajah Wi Thian- yang tajam-tajam, lalu tegurnya sambil tertawa.

   "Wi tua, baik-baikkah kau selama ini?"

   Wi Thian-yang tertawa tergelak.

   "Lote, mengapa kaupun datang ke Phoa-yang-oh? Kau tentu merasa gembira bukan dengan arak kegirangan di perkampungan Sin-ling-ceng? Apakah Siau lojin datang bersamamu?"

   "Siau tua masih berada di perkampungan Sin-ling-ceng..."

   Sahut Oh Put Kui sambil tertawa.

   Selintas rasa girang segera menghiasi wajah Wi Thian- yang.

   Oleh karena Siau Lun tidak datang, maka dia merasa nyalinya semakin berani.

   Sudah barang tentu dia tak pernah menyangka kalau dibelakang Oh Put Kui masih terdapat seseorang yang berapa kali lipat lebih tangguh dan hebat daripada Siau Lun yang saat itu sedang mengawasinya dengan seksama, serta menunggunya mengalami kejelekan...

   "Kenapa Siau lojin tidak ikut kemari?"

   Wi Thian-yang tak dapat menahan rasa gembiranya lagi, dia segera tertawa tergelak sambil katanya.

   "Siau-lote, barusan kau telah menampilkan diri dan mewakili Ibun Hau untuk menerima pukulan dan totokan jariku, apakah kau hendak mewakili Ibun Hau untuk..."

   "Kalau benar kenapa?"

   Sahut Oh Put Kui sambil tersenyum. Wi Thian yang menjadi tertegun.

   "Apakah siau-lote tidak menganggap tindakanmu itu kelewat latah dan ceroboh?"

   "Haaah... haaah... haaah... seingatku, kaupun pernah mengucapkan kata yang sama ketika berada di perkampungan Sin-ling-ceng tempo hari..."

   "Heeeh... heeeh... heeeh... itu mah persoalan lalu, sebab aku tak ingin melakukan kesalahan terhadap Siau Lun."

   "Ooh, jadi rupanya kau takut terhadap Siau Lun?"

   Paras muka Wi Thian-yang segera berubah menjadi amat rikuh, malu dan sangat tak sedap dipandang.

   Dapatkah dia mengakui rasa "takut"nya itu? "Ngaco belo, siapa bilang aku takut kepadanya? Cuma saja aku tak ingin bermusuhan apalagi mencari gara-gara dengannya..."

   "Wi tua, jadi kau telah bertekad akan mencari gara-gara denganku hari ini...?"

   "Heeeh... heeehh... heeeh.. andaikata Siau lote beranggapan demikian, akupun tak akan menolak!"

   Sahut Wi Thian-yang sambil tertawa seram. Oh Put Kui kembali tertawa hambar.

   "Wi tua memang seorang yang berlapang dada..."

   Lalu setelah berhenti sejenak, terusnya.

   "Tapi sebelum kita saling berhadapan sebagai musuh, ada satu hal yang ingin kutanyakan dahulu kepadamu!"

   "Soal apa?"

   "Nyoo Siau-sian dari Istana Sian-hong hu telah kehilangan sebuah senjata mestikanya Mu-ni-ciang-mo-pian, aku ingin bertanya apakah Wi tua yang mengambil benda tersebut?"

   Wi Thian-yang segera merasakan hatinya terkesiap sesudah mendengar perkataan tersebut, namun diluarannya dia berdiri seakan-akan seseorang yang sedang tertegun.

   "Siau-lote, mengapa kau memfitnah orang semuanya sendiri sehingga aku pun kau tuduh yang bukan-bukan?"

   "Jadi bukan kau yang mengambil?"

   Ejek Oh Put Kui sambil tertawa. Dengan cepat Wi Thian-yang menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Aku toh bukan manusia sembarangan, buat apa sih mencuri sebuah senjata milik seorang boanpwee?"

   "Haaah... haaah... haaah..."

   Oh Put Kui tertawa tergelak.

   "aku justru beranggapan bahwa sembilan puluh persen peristiwa pencurian itu merupakan hasil perbuatanmu."

   "Lote!"

   Tegur Wi Thian-yang dengan kening berkerut, atas dasar apa kau berani mengatakan begitu?"

   "Aku pernah bersua dengan Kakek penggetar langit Siau Hian ketika berada di kota Kang-ciu!"

   Kali ini Wi Thian yang kelihatan benar-benar sangat terkejut.

   "Siau Hian? Apa yang telah diocehkan tua bangka tersebut kepadamu........"

   Dia masih juga tidak mengakui bahkan sikapnya seolah- olah berlagak pilon. Oh Put Kui tertawa dingin.

   "Siau tua memberitahukan kepadaku bahwa kau pernah memberi kabar kepadanya kalau senjata Mu-ni-pian telah terjatuh di tangan tiga pendeta dari Tibet..."

   "Sialan........."

   Umpat Wi Thian-yang tanpa terasa.

   "Siau Hian betul-betul seorang manusia bedebah yang tolol........"

   "Wi tua, ternyata persoalaln tersebut sama sekali tak pernah kau duga bukan?"

   Ejek Oh Put Kui sambil melototkan matanya.

   "Hal inipun belum dapat membuktikan kalau akulah yang telah mencuri ruyung tersebut."

   Kata Wi Thian-yang dengan gusar.

   "kau harus tahu Hian-long lhama dari Tibet sendiripun tidak tahu ruyung tersebut sudah terjatuh ke tangan siapa?"

   "Betul, Lhama dari Tibet itu hanya pantas dicurigai saja."

   "Lote, mengapa kau tidak pergi mencari mereka?"

   Jengek Wi Thian-yang sambil tertawa seram.

   "Aku percaya Put-khong siansu, seorang dari tiga pelindung hukum aliran Tibet tidak akan membohongi diriku, karenanya akupun membebaskan mereka bertiga..."

   Dalam pada itu sorot mata yang memancar keluar dari balik mata Wi Thian-yang berkilat tak menentu.

   Ia sudah dapat mendengar arti lain dari perkataan Oh Put Kui tersebut, seakan-akan ketiga pendeta dari Tibet itu telah membeberkan segala sesuatunya, namun dia tak ingin mengakui sesuatau persoalan pun sebelum posisinya betul- betul terdesak dan menjumpai jalan buntu.

   Karena itu sambil tertawa seram kembali katanya.

   "Lote, tampaknya kau seperti menuduh aku!"

   "Itu mah hanya saudara sendiri yang mengerti, apakah tuduhan tersebut betul atau salah"

   Sambung Oh Put Kui tertawa.

   "Lote, aku perlu menjelaskan kepadamu, bukan saja aku tak pernah mencuri ruyung Mu-ni-pian tersebut, sekalipun aku pernah mencuri benda itu, atas dasar apa pula lote mencari gara gara dan permusuhan denganku."

   Oh Put Kui tertawa tergelak.

   "Haaaaaahhhh......... haaaaahhhhh........ hhaaaaaahhhhh........ aku mah tiada maksud untuk meminta kembali ruyung tersebut darimu......."

   "Lantas buat apa lote mencampuri urusan ini?"

   Tanya Wi Thian-yang tertegun.

   "Aku cuma ingin tahu, sesungguhnya siapa yang telah mencuri ruyung mestika itu?"

   Berkilat sepasang mata Wi Thian-yang sehabis mendengar perkataan itu, ia tertawa tergelak.

   "Lote, apakah sekarang kau sudah tahu?"

   "Betul, aku memang sudah tahu!"

   Mendadak Wi Thian-yang mendehem berulang kali, lalu katanya.

   "Lote, persoalan apa lagi yang hendak kau utarakan?"

   "Ada, yaitu aku pingin tahu benarkah Nyoo Ban-bu adalah muridmu...?"

   "Bukan!"

   Sahut Wi Thian-yang sambil menggeleng.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Sudah lamakah kalian berkenalan?"

   "Tidak lama!"

   "Saudara, jawabmu keterlaluan, janganlah berbohong untuk mempermainkan orang."

   "Lote, belum lama aku terlepas dari sekapan, tahukah kau akan hal ini?"

   Wi Thian-yang balik bertanya sambil tertawa.

   "Aku tentu saja tahu, tapi hal inipun bukan berarti kau sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk berkenalan dengan Nyoo Ban-bu, lagi pula mesti saudara agak lambat keluar gunung, namun melepaskan diri dari kurungan justru sudah sangat lama."

   Padahal apa yang diucapkan hanya merupakan semacam rabaan atau dugaan belaka.

   Dugaan tersebut berdasarkan bahwa Nyoo Ban-bu dan Wi Thian-yang bersama-sama mengetahui kalau ruyung Mu-ni- pian sudah berada didalam kiriman kayu dari pihak Pau kau namun kenyataannya mereka tak berani mengambilnya dan malahan memberitahukan soal ini kepada orang lain.

   Dari sini dapatlah diketahui bahwa dibalik peristiwa itu jelas tersembunyi semacam tipu muslihat yang amat jahat........

   dan tipu muslihat itu pastilah hasil perbuatan dari mereka berdua.......

   Sementara itu Wi Thian-yang telah tertawa lebar.

   "Lote, kau benar-benar amat pintar berbicara ngaco belo tak karuan........"

   "Jadi kau beranggapan aku sedang mengaco belo?"

   Oh Put Kui balik bertanya sambil tertawa.

   "Apa yang lote katakan, hampir semuanya berupa dugaan yang sama sekali tanpa dasar."

   Tiba-tiba berkilat sepasang mata Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu, setelah tertawa hambar katanya.

   "Tahukah saudara bahwa Nyoo Ban-bu pun juga tahu kalau Mu-ni-pian sudah terjatuh ketangan Pay-kau? Lagipula dia memberitahukan persoalan ini kepada si toya emas tangan sakti Sik Keng-seng........"

   "Lote, apa salahnya dengan peristiwa ini? soal Nyoo Ban- bu pun mengetahui persoalan ini, apa pula sangkut pautnya denganku? Apalagi kalau toh orang she Nyoo itupun tahu, bukankah hal ini berarti lebih banyak orang yang pantas dicurigai?"

   "Hhaaaaahh........ haaahhhh......... haaahhhh......... memang begitulah Nyoo Ban-bu memang sangat mencurigakan.........."

   Lalu setelah berhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi sambil tertawa dingin.

   "Seandainya kau tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Nyoo Ban-bu, mengapa pula kau belum pernah menyinggung soal dendam lamamu dimana hampir saja kau mampus ditangan ayahmu tempo hari?"

   Pertanyaan semacam ini betul-betul merupakan suatu pertanyaan yang hebat dan sangat memojokkan posisi orang. Akan tetapi Wi Thian-yang sama sekali tidak ambil perduli, malahan katanya pula sambil tertawa.

   "Lote, kau sudah menganggap aku ini sebagai manusia apa? Memangnya aku adalah seorang pembunuh yang sudi turun tangan terhadap seorang boanpwee?"

   Jawaban yang diberikan pun sangat tepat dan mantap. Oh Put Kui segera berseru sambil tertawa dingin.

   "Jadi anda tidak mau mengakui kalau kalian sudah lama saling berkenalan?"

   "Dalam kenyataan memang begitu, tapi mereka justru bersikeras menambahkan nama kepadaku, apakah lote memang berniat untuk melakukan sesuatu tindakan kepadaku......."

   "Haaahhhh...... haaahhhh...... haaahhhh....... menurut pendapat saudara, tindakan apa yang hendak kulakukan? Malah saudara pernah menuduh Hut Lok sebagai pembunuh Nyoo Thian-wi, tentang hal inipun aku sudah tidak percaya."

   "Mau percaya atau tidak, tak perlu kurisaukan, aku cuma ingin mencari Hui Lok dan menuntut balas dengan kemampuan sendiri..."

   "Maksud dan tujuan saudara ini benar-benar membuat hati orang merasa terkejut bercampur keheranan!"

   Oh Put Kui tertawa hambar.

   "Hhaaaaaahhhhh...... haaaaahhhhh....... haaahh...... sejak dulu cara kerjaku memang sukar diraba orang......"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya.

   "Apakah benda itu adalah Mu-ni-pian yang menjadi senjata mestika Wi-in-loni?"

   "Yaa betul, memang ruyung tersebut!" @oodwoo@

   Jilid 28 Tiba-tiba Ibun Hau tertawa hambar dan berkata kepada Wi Thian-yang.

   "Mengapa Wi lote pun ikut melakukan perbuatan tengik macam pencuri saja? Atau mungkin pemunculanmu untuk kedua kalinya ini telah membuat kau merubah lebih rendah dan hina daripada dulu?"

   Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang tertawa seram.

   "Ibun Hau, kau pun sudah mulai belajar memfitnah orang? Kau anggap aku orang she Wi akan memandang sebelah matapun terhadap ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian tersebut?"

   Berkilat sepasang mata Ibun Hau, serunya pula sambil tertawa dingin.

   "Wi Thian-yang, apakah kau tidak merasa kalau bacotmu itu kelewat latah?"

   "Haaahh... haaahh... haaahh... dengan mata kepala sendiri aku orang she Wi menyaksikan ruyung tersebut disembunyikan kedalam balok kayu, tapi aku menganggapnya seperti tak berarti malahan sengaja kusampaikan rahasia tersebut kepada orang lain, bagaimana mungkin aku bisa dibilang latah?"

   Baru selesai Wi Thian-yang tertawa, Oh Put Kui telah menyambung sambil tertawa.

   "Ternyata cara kerja anda benar-benar sukar diraba.."

   Pada saat itulah Ibun Hau yang berdiri disampingnya sambil berpeluk tangan itu berkata sambil tertawa.

   "Keponakanku, buat apa sih kau mesti banyak berbicara dengannya?"

   "Boanpwee hanya ingin membuktikan suatu persoalan..."

   Kata Oh Put Kui sambil tersenyum.

   "Persoalan apa? Apakah hiantit sudah berhasil membuktikannya?"

   "Boanpwee telah berhasil membuktikan delapan-sembilan puluh persen, aku yakin ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian yang hilang dari Istana Siang-hong-hu adalah merupakan hasil curian dari Nyoo Ban bu dan Wi Thian-yang yang berkomplot." -oo0dw0oo- "Dapatkah perkataannya dipercaya?"

   Baru selesai Ibun Hau berkata, Oh Put Kui telah menyambung dengan cepat.

   "Ibun tua, kali ini pengakuan Wi-thian-yang adalah sejujurnya!"

   "Apa? Kau percaya kalau ia tidak berniat mengincar ruyung mestika itu?"

   "Tidak..."

   Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "aku bukan bermaksud demikian, Wi thian-yang bukan lantaran mengincar ruyung tersebut maka dia mencuri benda mestika itu, sebaliknya ia berbuat demikian karena mempunyai suatu rencana busuk."

   "Oya...?"

   Ibun Hau segera tertawa dingin. Sebaliknya Wi-thian-yang tertawa seram.

   "Bocah keparat, kau benar-benar menurut suara hati sendiri tanpa memperdulikan bagaimana pendapat orang."

   "Aku rasa justru kau sendiri yang terlalu menuruti suara hati sendiri tanpa memperdulikan bagaimana pendapat orang lain,"

   Seru Oh Put Kui sambil tertawa.

   "coba bayangkan saja caramu memfitnah orang, tak segan mengadu domba sesama umat persilatan, tidakkah kau rasakan betapa keji dan buasnya tindakan tersebut."

   Tiba-tiba Wi-thian yang mendongakkan kepalanya dan tertawa keras.

   "Orang yang berjiwa sempit bukan seorang Kuncu, orang yang tidak berhati keji bukan seorang lelaki sejati, bocah keparat, kau masih ketinggalan jauh sekali..."

   "Wi Thian-yang, tampaknya kau benar-benar berniat mencelakai umat persilatan lagi?"

   Tiba-tiba Ibun Hau menegur sambil tertawa dingin.

   "Demi rejeki atau demi keuntungan hanya selisih dalam satu ingatan, saudara Ibun darimana kau tahu kalau semua perbuatanku ini bukan demi melenyapkan bibit bencana dari dunia persilatan?"

   Jago tanpa kemurungan berbaju putih Ibun Hau mengelengkan kepalanya seraya tertawa sahutnya.

   "Andaikan Raja setan penggetar langit yang dimasa lalu banyak melakukan kejahatan dan kekejaman pun berniat melenyapkan bibit bencana dari dunia persilatan, aku jadi tak tahu manusia manakah dalam dunia persilatan ini yang bisa dikatakan sebagai orang jahat lagi?"

   "Saudara Ibun terlalu memandang hina diriku...!"

   Pekik Wi Thian-yang tertawa. Kemudian sambil berpaling pada Oh Put Kui, kembali serunya sambil tertawa.

   "Bocah keparat, hari ini kau telah mencari gara-gara denganku."

   Setelah berhenti sebentar, ia baru berkata lagi pada Ibun Hau sambil tertawa seram.

   "Saudara Ibun, anda tak usah melotot penuh amarah, malam ini sudah pasti ada orang yang akan menemani kau mampus di atas telaga Pho yang Oh ini, dan sekarang aku hendak beradu kemampuan lebih dulu dengan bocah keparat ini."

   "Haaahh... haaahh... haaahh sejak tadi aku sudah tahu kalau didalam ruang perahumu masih hadir seseorang yang lain,"

   Ucap Ibun Hau sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Wi Thian-yang, kalau toh kalian sudah datang, mengapa harus malu bersembunyi, takut berjumpa dengan orang?"

   Baru selesai ucapan itu diutarakan, dari balik ruang perahu itu sudah berkumandang suara tertawa dingin.

   Menyusul bergemanya suara tertawa dingin itu, dari ujung geladak telah muncul seorang tua berjenggot putih yang bertubuh kurus kering.

   Berkilat sepasang mata Oh Put Kui melihat kemunculan orang itu, segera diamatinya sekejap kakek tersebut dengan pandangan seksama.

   Ternyata orang itu berambut putih berjenggot putih, berbaju putih dan bersepatu putih, seluruh tubuhnya berwarna putih semua.

   Sekalipun wajahnya keren dan gagah, namun terselip juga sikap dingin dan ketus yang menyeramkan.

   Begitu melihat kemunculan Kakek tersebut, diam-diam Ibun Hau segera berkerut kening.

   Kemudian umpatnya di dalam hati.

   "Sialan betul orang she Wi itu..."

   Sementara itu Oh Put Kui telah berseru.

   "Ibun tua, orang ini sangat licik dan amat berbahaya, menurut pendapat boanpwee, sudah seharusnya kalau kita manfaatkan keadaan dan saat seperti ini untuk mendesaknya agar berbicara sampai jelas..


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Rahasia Peti Wasiat -- Gan K L Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL

Cari Blog Ini