Ceritasilat Novel Online

Misteri Pulau Neraka 18


Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 18


inya.

   Kenyataan pada waktu itu Oh Put Kui berhasil memaksa permainan kapak si kakek pencari kayu dari bukit utara Siang Ki-pia sama sekali tak berfungsi lagi, sebaliknya ilmu pukulan Hong-hui-ciangnya justru malang melintang menguasai seluruh arena.

   Hampir setiap jago yang berada dalam ruangan dibuat terkejut dan berdebar hatinya menghadapi kejadian tersebut.

   Ku Bun-wi mengerutkan pula alis matanya sehingga berubah menjadi satu garis, baru hari ini dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa sempurna kepandaian silat yang dimiliki Oh Put Kui.

   Sebaliknya si tukang ramal setan Li Hong Sian segera berseru kaget setelah menghela napas panjang.

   "Lima tahun kemudian, orang ini pasti dapat malang melintang tanpa tandingan di kolong langit............."

   Apa yang diucapkan olehnya memang tidak terlalu berlebihan.

   Hampir semua orang yang hadir dalam arena sama-sama mengakui bahwa ucapan dari Li Hong-siang ini tepat sekali.

   Bahkan diantara mereka, Lian-peng dan Ku Bun-wi berdualah yang merasa paling tidak tentram.

   Tanpa disangsikan lagi Oh Put Kui telah menjadi suatu ancaman yang serius bagi rencana busuk mereka.

   Bahkan ancaman itu rasanya datang secara langsung, ancaman yang langsung akan mempengaruhi tindak tanduk pihak Sian Hong-hu selanjutnya didalam dunia persilatan............

   Dan sekarang mereka harus memikul beban ketakutan, kuatir dan ngeri yang besar sekali.

   Disamping itu mereka pun tak dapat menghilangkan niat mereka untuk melenyapkan Oh Put Kui dari muka bumi, tapi sayang keinginan tersebut justru mendatangkan beban yang beratus kali lipat lebih berat dalam hati mereka.

   Dalam pada itu, Siang Ki-pia yang berada dalam arena telah mencapai keadaan yang paling kritis dan sulit.

   Serangan demi serangan yang dilancarkan Oh Put Kui datang melanda bagaikan tindihan bukit karang yang berlapis lapis.

   Ditengah bayangan tangan yang menderu deru memancarkan udara panas yang menyengat badan, kapak pendek Siang Ki-pia justru berubah seakan akan beratnya mencapai sepuluh ribu kati........

   dia sudah mulai tak mampu mengendalikan permainan senjatanya secara lancar........

   Tapi sebaliknya Oh Put Kui justru tidak menunjukkan gejala akan menarik kembali serangannnya.

   Jelas terlihat sepuluh gebrakan lagi, Siang Ki-pia tentu tak akan terlepas dari ancaman serangan pemuda itu.

   Ketika Kakek latah awet muda menyaksikan Oh Put Kui bersikap seperti kehilangan kontrol sehingga cuma tahu menyerang dengan sepenuh tenaga tanpa memikirkan apakah lawannya mampu menahan diri atau tidak, dalam hati kecilnya merasa terkejut sekali.

   Dengan amat jelas ia telak mendengar pembicaraan antara lawan dengan Oh Put Kui semalam, tapi mengapa Oh Put Kui justru menyerang secara bersungguh-sungguh saat ini tanpa niat menghentikan serangan? Suatu kejadian yang tidak dimengerti olehnya.

   Bukan hanya si kakek latah awet muda merasa keheranan, bahkan sipengemis pikun yang selalu pikun pun turut dibuat terperanjat.

   Dia berpaling sekejap kearah kakek latah awet muda, akhirnya tak tahan lagi teriaknya.

   "Oh lote, apakah kau hendak menghancurkan nama baik si tukang pencari kayu tua itu dengan begitu saja? Bagaimana kalau lote memberi muka kepadaku dengan menyudahi pertarungan sampai disini saja?"

   Teriaknya itu memang persis pada saatnya.

   Bila terlambat sedetik saja, niscaya Siang Ki-pia akan mendapat malu besar.

   Padahal Oh Put Kui memang tidak berniat melukai perasaan Siang Ki-pia.

   Hal ini bisa terjadi karena baru pertama kali ini dia mencoba kehebatan ilmu pukulan Hong-hui-ciang tersebut, apalagi bertarung dengan seseorang, saking asyiknya bertarung, hampir saja ia lupa untuk menilai kemampuan lawannya.......

   Untung saja pengemis pikun berteriak tepat pada waktunya sehingga Oh Put Kui cepat cepat menghentikan serangannya.

   Begitu serangan ditarik kembali, dia segera melompat mundur sejauh tiga langkah.

   Derua angin pukulan yang panas menyengatpun seketika hilang lenyap tak berbekas.

   Setelah berdiri tegak Oh Put Kui baru menjura dan berkata sambil tertawa.

   "Siang tua, aku lupa diri sehingga hampir saja melukai anda, untuk keteledoranku ini harap kau sudi memaafkan......."

   Waktu itu Siang Ki-pia telah mandi keringat, pelan-pelan dia menyelipkan kembali kampaknya dipinggang, kemudian sambil menghela napas panjang katanya.

   "Aaaaaaiiii, aku memang sudah tua..........."

   Biarpun cuma beberapa patah kata yang singkat, tapi nadanya justru mengenaskan hati. Kemudian setelah menjura dan mengulumkan senyuman yang getir, dia berkata lagi.

   "Lote, aku benar-benar takluk kepadamu."

   Kemudian dengan langkah lebar segera mengundurkan diri dari situ. Oh PutKui sendiri berdiri dengan wajah serius, menanti Siang Ki-pai telah duduk kembali, dia baru berpaling kearah Lian Peng dan berkata lantang.

   "Bibi Lian, bila aku telah menyusahlan jago anda, harap kau sudi memaafkan......."

   Selesai berkata, dengan langkah yang santaipun dia berjalan kembali ketempat duduknya.

   Sambil tertawa Lian Peng segera berkata "Ilmu silat yang kongcu miliki benar-benar sangat hebat! Sudah lumrah jika dalam suatu pertarungan ada pihak yang menang ada pula yang kalah, terbukti sekarang kongcu memang unggul karena kehebatan ilmu silatmu, apapula yang membuat kau risau?"

   Lalu setelah berhenti sejenak, sambil mengangkat kembali cawannya dia berkata lebih jauh.

   "Kongcu, terimalah hormat secawan arakku ini sebagai ucapan selamat kami......."

   Sambil tersenyum Oh Put Kui meneguk isi cawannya. Sementara itu Nyoo Siau-sian telah berbisik pelan.

   "Toako, sungguh hebat ilmu pukulanmu tadi............."

   "Sayang tenaga dalamku masih belum cukup sempurna,"

   Kata Oh Put Kui sambil tertawa.

   "andaikata orang tuamu yang mewariskan ilmu tersebut kepadaku yang memainkannya, mungkin seluruh ruangan ini sudah hancur lebur menjadi puing berserakan."

   Mendengar perkataan tersebut Nyoo Siau-sian segera menjulur lidahnya. Lian Peng tertawa terkekeh-kekeh, katanya pula.

   "Ilmu pukulan hong-hwee ciang ini merupakan pukulan yang diandalkan It-gi Kitsu dalam berkelana dalam dunia persilatan dimasa lampau, sebagai seorang jago yang termashur karena ilmu pukulannya, bilamana ilmu tersebut digunakan sendiri oleh si tua Ku, sudah barang tentu kelihayannya akan berlipat ganda.........."

   Baru selesai perkataan itu diutarakan, tiba-tiba kakek latah awet muda berkata pula sambil tertawa.

   "Nona Lian, tolong tanya perjamuan ini akan diselenggarakan sampai kapan?"

   Tertegun Lian Peng menghadapi pertanyaan tersebut, sahutnya kemudian.

   "Ban tua, sayur yang dihidangkan pun baru separuh."

   "Kalau begitu cepat sayur yang lain dihidangkan, makin cepat transaksi diantara kita diwujudkan, hal ini semakin baik."

   "AKu rasa kau orang tua kan tak usah terburu napsu,"

   Kata Lian Peng sambil tertawa hambar.

   Ilmu silat yang dimiliki Oh Put Kui nampaknya telah menggemparkan semua jago lihay dari gedung Sian-hong-hu.

   Perjamuan yang diselenggarakan kali ini akhirnya bisa diakhiri dalam suasana yang tenang.

   Kiau Hui-hui benar-benar merasa lega sekali ketika perjamuan ini dinyatakan selesai.

   Bahkan Nyoo Siau-sian sendiripun turut menghembuskan napas lega.

   Sebaliknya keadaan Oh Put Kui seperti dihari hari biasa, ia tak nampak kaget tak nampak pula gembira, ketika selesai bersantap, diapun kembali kegedung tamu agung untuk beristirahat.

   Kakek latah awet muda sendiri diundang langsung memasuki gedung belakang.

   Oh Put Kui tahu, orang tua ini sedang membicarakan transaksi jual belinya dengan Lian Peng.

   Tapi hal yang paling menggelisahkan hatinya adalah sampai senja menjelang tiba, belum juga nampak kakek itu munculkan diri.

   Pengemis pikun sudah mulai habis kesabarannya.

   Untung saja Oh Put Kui berhasil mencegah pengemis itu untuk tidak melakukan hal-hal yang tak diinginkan.

   Sebagai seorang tokoh tua yang berpengalaman dan berkepandaian tinggi.

   Kakek latah awet muda tak mungkin bisa dicelakai orang-orang Sian-hong-hu dengan begitu saja.

   Menjelang kentongan pertama, dia bersama pengemis pikun secara diam-diam berangkat meninggalkan gedung tamu agung.

   Suasana didasar loteng Seng-sim-lo gelap gulita tak nampak sedikit cahayapun.

   Oh Put Kui dan sipengemis pikun bergerak secara pelan- pelan ditengah kegelapan malam.

   Tapi dengan mengandalkan ketajaman mata Oh Put Kui yang mampu memandang dibalik kegelapan ditambah pula kecerdasan otaknya yang mengagumkan, tak selang beberapa saat kemudian mereka telah berhasil menemukan pintu gerbang menuju kepenjara kematian tersebut.

   Seluruh bangunan itu sudah mereka cari dan periksa secara merata, namun orang yang dicari tak berhasil juga ditemukan.

   Pengemis pikun mulai menghela napas dan menggelengkan kepalanya dengan hati kecewa.

   Sedangkan Oh Put Kui? dia tak percaya kalau jalan menuju kedalam penjara kematian dibangun sedemikian rahasia dan hebatnya.

   @oodwoo@

   Jilid 37 Kalau bisa, dia ingin mencabut keluar pedang karat cing- peng-kiamnya dan menghancurkan bangunan dibawah tanah itu sampai rata dengan tanah.

   Suatu ketika, mendadak.............

   Oh Put Kui merasa terperanjat sekali.

   Ia tidak melakukan pencarian lagi atas pintu rahasia dari penjara kematian itu.

   Dengan suatu gerakan cepat dia menarik tangan sipengemis pikun kemudian secepat sambaran kilat menyembunyikan diri dibawah meja altar..........

   "Ssssst Liok loko, ada orang datang !"

   Waktu itu si pengemis pikun pun sudah mendengar ada seseorang datang kesitu dengan kecepatan tinggi.

   Serta merta mereka menyembunyikan diri dibawah kolong meja dan tak berani berkutik.

   Tak selang lama kemudian terdengar pintu loteng dibuka orang.

   Menyusul kemudian terlihat setitik cahaya lampu memancar masuk kedalam ruangan loteng itu.

   Lalu terdengar pula suara Lian Peng sedang berbisik.

   "Saudara Ku, aku menduga mereka tak akan kemari, bagaimana? Disini tak nampak sesosok bayangan manusiapun bukan? Aku rasa saudara Ku kelewat banyak curiga."

   Dengan suara agak sangsi Ku Bun-wi segera berkata "Tapi nona Lian....... sudah jelas aku memperoleh laporan rahasia......."

   Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berseru lagi dengan terperanjat.

   "Nona Lian, mungkinkah mereka telah berhasil menemukan pintu masuknya?"

   Tiba-tiba Lian Peng tertawa.

   "Penjara kematian ini dibangun secara kuat dan penuh kerahasiaan, bagaimana mungkin mereka dapat menemukan pintu rahasia tersebut? Bila saudara Ku tidak percaya, silahkan kau buka pintu tersebut serta melakukan pemeriksaan!"

   Oh Put Kui serta pengemis pikun yang mendengar perkataan tersebut menjadi tegang sekali dibuatnya. Mereka sangat berharap Ku Bun-wi dapat segera membuka pintu penjara tersebut secepatnya........ Sayang sekali Ku Bun-wi segera menyahut.

   "Nona Lian, aku rasa tak usah diperiksa lagi, bayangkan saja si kakek latah awet muda Ban Sik-tong pun dapat tersekap disitu, apalagi yang mesti kita takuti dengan Oh Put Kui? Hanya saja........."

   Tiba-tiba ia termenung sampai lama sekali dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya.

   Tapi Oh Put Kui serta pengemis pikun yang menyadap pembicaraan itu menjadi terkejut sekali.

   Benarkah si kakek latah awet mudapun terkurung dibawah penjara kematian? Berita tersebut pada hakekatnya sukar unutk dipercaya dengan begitu saja.

   Mendadak Lian Peng berkata sambil tertawa.

   "Saudara Ku, lebih baik kau buka pintu rahasia itu, mari kita turun kebawah melakukan pemeriksaan."

   Ku Bun-wi segera tertawa dingin.

   "Baiklah, andaikata Oh Put-kui dan sipengemis sialan itu benar-benar berhasil menemukan pintu rahasia tersebut, mungkin saat inipun mereka sudah terkurung didalam."

   "Kalau dilihat dari wajah mereka yang tersekap semua disitu, bisa kubayangkan tentu menarik sekali........."

   Lian Peng menambahkan sambil tertawa.

   Dalam pada itu Ku Bun-wi telah mengalihkan langkah menuju kearah meja altar.

   Oh Put Kui serta pengemis pikun kontan saja merasa hatinya sangat tegang, sedemikian tegangnya sampai tenggorokkan pun terasa amat kering.

   Mereka kuatir sekali apabila Ku Bun-wi menyingkap meja dan mengintip kekolong meja tersebut.

   Secara diam-diam Oh Put Kui segera menghimpun tenaga dalamnya mencapai sepuluh bagian dan bersiap sedia melancarkan serangan, apabila Ku Bun-wi benar-benar mengintip kekolong meja, dia segera akan menyerangnya lebih dulu secara ganas.

   Untung sekali Ku Bun-wi tidak berbuat demikian.

   Dia menuju kesebuah lampu gantung dibelakang meja dan menariknya...........

   "Kraaaaaaaaakk........... kraaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkk...........

   "

   Diiringi suara yang nyaring, tiba-tiba muncul sebuah pintu rahasia disisi sebelah kiri meja tersebut.

   Dengan langkah lebar Ku Bun-wi serta Lian Peng segera melangkah masuk kebalik pintu rahasia tersebut.

   Diam-diam Oh Put Kui menghembuskan napas lega setelah menyaksikan kesemuanya ini.

   Sebaliknya pengemis pikun menyeka keringat yang mengalir ditubuhnya itu dengan perasaan lega.

   Meski begitu, kedua orang itu belum berani berkutik dari tempatnya semula.

   Lebih kurang setengah perminum teh kemudian, Ku Bun-wi dan Lian Peng muncul kembali dari balik pintu rahasia dengan senyum dikulum.

   "Sangat aneh, kemana perginya sipengemis busuk dan bicah keparat itu?"

   Ku Bun-wi nampak sangat jengkel dan kesal.

   "nona Lian, mungkinkah mereka sudah menuju keruang belakang.................."

   Mendadak Lian Peng kelihatan tegang sekali, segera sahutnya.

   "Benar, hampir saja aku lupa dengan ruang belakang, terutama Kiau Hui-hui, bisa jadi satu komplotan dengan mereka. Bila Oh Put Kui pergi bertanya kepada mereka, bukankah semua rahasia yang tak ingin kita beritahukan kepada Siau-sian akan terbongkar? Mereka tentu tahu kalau perbuatan kita yang mengatakan kakek Ban serta pengemis pikun telah pergi lebih dulu adalah pemberitaan bohong."

   Sambil berkata dia segera lari menuju keluar ruangan. Melihat kepanikan yang melanda Lian Peng, cepat-cepat Ku Bun-wi berseru dengan lantang.

   "Benar, nona Lian harus melakukan pemeriksaan keruang belakang, sedang aku akan melakukan pemeriksaan kebagian kebun yang lain.........."

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Lampu lentera segera menjadi redup dan kedua orang itu telah beranjak meninggalkan tempat tersebut.

   Sepeninggal kedua orang itu, Oh Put Kui menghembuskan napas panjang dan segera merangkak keluar dari kolong meja.

   Pengemis pikun kelihatan sangat gembira katanya kemudian sambil tertawa.

   "Lote, nasib kita benar bagus, dalam keputus asaan ternyata mereka muncul disini sambil memberi kesempatan baik kepada kita untuk bertindak........."

   "Liok loko, kau jangan keburu merasa gembira, siapa tahu kalau perbuatan mereka ini hanya suatu perangkap!"

   Kata Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Apa?"

   Pengemis pikun tertegun.

   "Kau maksudkan.............."

   Oh Put Kui memandang sekejap kearah lampu gantung itu kemudian katanya sambil tertawa.

   "Liok loko, sekalipun hal ini merupakan sebuah perangkap, namun kita tetap akan menerjangnya......... aku lihat sudah tiada jalan lain lagi buat kita..............."

   "Lote, apakah kau menganggap secara yakin bahwa semuanya ini merupakan perangkap yang sengaka mereka atur?"

   Tanya pengemis pikun dengan wajah tertegun. Tampaknya pengemis pikun inipun telah berhasil menebak keadaan yang sebenarnya secara samar.

   "Siapa bilang tidak mungkin?"

   Kata Oh Put Kui sambil tertawa.

   "siapa tahu kalau mereka sesungguhnya tahu kalau kita sedang bersembunyi dibawah kolong meja? Kalau tidak, mengapa mereka tidak melakukan pemeriksaan diseluruh ruangan loteng ini?"

   "Tidak benar jika kau berkata demikian,"

   Seru pengemis pikun sambil tertawa,"

   Lote, andaikata mereka tahu kalau kita bersembunyi disini, mengapa pula mereka harus membuka pintu rahasia tersebut serta melakukan pemeriksaan dibawah penjara?"

   "Disinilah terletak perangkap mereka, mereka ingin agar kitapun terkurung juga dalam penjara ini,"

   Kata Oh Put Kui sambil tertawa. Mendengar perkataan tersebut si pengemis pikun segera menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya cepat.

   "Omong kosong, masa mereka dapat mengurung dirimu?"

   Oh Put Kui menghela napas panjang.

   "Mungkin juga penjara tersebut benar-benar dapat mengurung kita, kalau tidak mengapa sampai sekarang belum juga kita peroleh kabar berita dari Ban tua?"

   Berubah hebat paras muka pengemis pikun setelah mendengar perkataan itu. Cepat-cepat dia mundur sejauh tiga langkah kebelakang, kemudian serunya.

   "Lote, kalau memang tempat ini merupakan sebuah perangkap yang disediakan untuk menjebak kita, lebih baik kita tak usah memasukinya."

   "Tidak, kita harus memasukinya,"

   Kata Oh Put Kui sambil tertawa.

   "loko, lebih baik kau tetap berada diatas."

   Sambil berkata dia segera menekan lampu gantung diatas dinding.

   Diiringi suara gemuruh, pintu penjara itu segera terbuka lebar.

   Mendadak pengemis pikun menyelinap lebih dulu kedalam pintu rahasia itu seraya serunya "Lote, biar harus mengorbankan jiwa, aku sipengemis tetap akan menemanimu.........."

   "Tidak usah,"

   Tukas Oh Put Kui dengan kening berkerut,"

   Lebih baik engkoh tua menunggu diatas saja, dengan begitu kita bisa saling bantu membantu........."

   "lote, kali ini kau keliru besar, bila aku tetap tinggal diluar, mungkin keselamatan jiwaku jauh lebih terancam daripada mengikuti dirimu memasuki penjara kematian........"

   "OOdwOoooh, rupanya engkoh tua kuatir tak mampu menghadapi kerubutan mereka?"

   "Siapa bilang tidak?"

   Sahut pengemis pikun sambil melompat masuk kedalam pintu rahasia.

   "kau anggap mereka tak dapat berbuat demikian terhadapku?"

   Selesai berkata dia segera berjalan lebih dulu memasuki pintu rahasia tersebut.

   Terpaksa Oh Put Kui hanya tertawa dan tidak banyak berbicara lagi.

   oOdwOoo0dw0oOdwOoo Setelah menuruni tujuh belas tingkat undakan batu, sampailah mereka disebuah ruangan batu kecil yang gelap gulita tak nampak setitik cahayapun.

   Ditengah ruangan hanya terdapat sebuah kasur untuk alas duduk orang.

   Pada muka ruangan terdapat sebuah pintu selebar beberapa depa, dibalik pintu itu tampak setitik cahaya lampu memancar keluar, suasananya sungguh mengerikan hati.

   Dengan suatu gerakan cepat Oh Put Kui menyelinap menuju kearah pintu tersebut.

   Ternyata dibalik pintu itu merupakan sebuah ruang batu yang jauh lebih besar daripada ruang batu didepan.

   Ditengah ruangan itu terdapat sebutir mutiara besar, Pada tiga bagian dinding ruangan, masing-masing terdapat tiga buah goa sebesar mangkuk yang tingginya tiga depa dari permukaan tanah, gua itu gelap gulita sehingga tidak nampak sesuatu apapun.

   Oh Put Kui memperhatikan sekejap keadaan disekeliling tempat itu, tiba-tiba serunya.

   "Ban tua, berada dimanakah kau?"

   Bentakan keras yang ditemukan dibawah ruangan ini benar-benar menghasilkan suatu dengungan yang keras sekali. Dengan perasaan terkesiap pengemis pikun segera berpikir.

   "Sialan, siapa suruh kau berteriak keras?"

   Tapi belum habis ingatan tersebut melintas lewat, dari balik goa kecil disebelah kiri sudah kedengaran seorang tertawa terbahak bahak dengan keras. Suara tersebut tak lain adalah suara dari si kakek latah awet muda.

   "Anak muda"

   Kedengaran dia berseru.

   "sudah kuduga kau pasti akan mencari sampai disini..........."

   Oh Put Kui menjadi tertegun setelah mendengar suara itu, segera pikirnya.

   "Tampaknya kakek ini tidak tahu apa artinya duka, andaikata aku tidak kemari........."

   Sementara itu diluarnya dia segera menjawab.

   "Ban tua, boanpwe tidak menerima kalau kau benar-benar terkurung disini........."

   Mendengar itu kembali kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Benar, aku memang terkurung disini........"

   Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba kedengaran dia berseru lagi dengan suara dalam.

   "Mana sipengemis ?"

   Sebelum Oh Put Kui sempat menjawab, pengemis pikun telah menyahut dengan lantang.

   "Aku sipengemis berada disini........."

   "Haaaaaaaaaahhhhhhhhh........ haaaaaahhhhh........ hhhhaaaaahhhhh.......... bagus sekali,"

   Seru kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.

   "apabila kau tak berani memasuki penjara bawah tanah hari ini, aku sudah bersiap- siap memunahkan semua kepandaian silatmu begitu lolos dari kurungan disini........."

   Mendengar ancaman tersebut sipengemis pikun segera menjulurkan lidahnya dengan perasaan ngeri, teriaknya.

   "Empek Ban, kapan sih aku sipengemis telah membuat gara-gara kepadamu?"

   "Masa kau berani? Coba bayangkan saja apakah aku mesti berpeluk tangan saja melihat seorang pengemis kecil macam kau hidup sebagai pengecut yang takut mampus?"

   Baru sekarang pengemis pikun dapat bersyukur didalam hati, untung saja dia nekad turut masuk kedalam penjara bawah tanah, seandainya dia tetap tinggal diluar pintu rahasia tadi, sudah jelas dia tak akan terlepas dari tuduhan sebagai pengecut yang takut mati.

   Biarpun merasa terkejut didalam hati, namun diluarnya dia berseru dengan penuh bersemangat.

   "Empek Ban, siapa bilang aku sipengemis adalah seorang pengecut yang takut mati?"

   Baru selesai dia berkata, kakek latah awet muda telah menyambung sambil tertawa.

   "Aku percaya kepada mu........."

   Baru sekarang Oh Put Kui berkata sambil tertawa.

   "Ban tua, perlukah kubukakan tembok penghalang ini?"

   Mendadak kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Haaaaaaaaaaahhhhh........... haaaaaaaaaaaahhh........... haaaaaaaaaahhhhhhhh..... anak muda, kau anggap aku benar-benar terkurung disini?"

   Oh Put kui segera menjadi tertegun setelah mendengar perkataan tersebut, dia berpaling dan memandang sekejap kearah goa kecil dihadapannya, lalu bertanya sambil tertawa.

   "Apakah kau orang tua mampu keluar dari situ?"

   "Tentu saja........"

   Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "kalau cuma dinding batu setebal tiga depapun sudah dapat mengurung diriku, buat apa orang menyebutku sebagai situa Ban yang serba tahu dan serba bisa?"

   "Kalau toh kau orang tua tidak tersekap, mengapa tidak segera keluar dari sini?"

   Tanya sang pemuda kemudian sambil tertawa.

   "Haaaaahhhhhh.......... hhhhhhaaaaaaahhhhhhhh...... haaaahhhhh....... aku ingin mencoba sampai dimanakah kemampuanmu, kecerdasanmu serta keberanianmu............."

   "Ban tua, tentunya kau sudah mencobanya bukan sekarang?"

   "Yaaa, sudah kubuktikan, ternyata kau memang seorang pemuda yang berhati mulia......"

   Oh Put Kui tertawa geli oleh perkataan tersebut. SEmentara si pengemis pikun berteriak keras tiba-tiba.

   "Ban tua, ayoh cepat keluar!"

   "Hey pengemis cilik, aku saja tidak cemas apa pula yang kau gelisahkan?"

   "Ban tua, kau tahu perempuan she Lian itu sengaja membuat perangkap disini agar aku sipengemis dan Oh lote terjebak didalamnya, bila kau tidak segera keluar dan sampai mereka berdatangan semua disini, urusannya tentu akan bertambah repot........."

   "Perangkap? Perangkap apa?"

   Kata kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "Ban tua, kau anggap kami sendiri yang berhasil menemukan alat rahasia pembuka pintu bawah tanah ini?"

   "Kalau bukan dicari sendiri, memangnya ada orang yang sengaja membukakan pintu untuk melepaskan kalian masuk?"

   "Memang begitulah, cuma mereka bukakan pintu tersebut secara diam-diam.........."

   "Siapa yang telah memberi petunjuk kepada kalian?"

   "Lian Peng serta Ku Bun-wi?"

   "LhoOdwOo, kok bisa mereka?"

   Seru kakek latah awet muda agak tertegun.

   "Itulah sebabnya kubilang hal ini merupakan suatu perangkap, dia ingin mengurung pula aku serta oh lote disini..........."

   "Benarkah demikian?"

   "Memang begitulah keadaan yang sebenarnya,"

   Sahut Oh Put Kui sambil tertawa. Tiba-tiba kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Anak muda, bukan saja kau berhati mulia, pada hakekatnya kau lebih mengutamakan urusan dinas daripada kepentingan sendiri, memandang kematian bagaikan berpulang biasa............"

   "Pujian yang kelewatan..........."

   Batin Oh Put Kui. Dalam pada itu si kakek latah awet muda telah berkata lagi setelah berhenti sejenak.

   "Anak muda, dimanakah Lian Peng serta Ku Bun-wi sekarang?"

   "Aku rasa mereka segera akan menyusul kemari........."

   Mendadak dari arah pintu yang memisahkan ruang depan dengan ruang dalam kedengaran suara gemerincing yang amat nyaring.............

   Menyusul kemudian tampak pintu sempit tersebut sudah tertutup rapat-rapat.

   Pada saat itulah kedengaran Lian Peng berseru sambil tertawa dingin.

   "Oh Kongcu, tentunya kedatanganku tepat pada waktunya bukan..........."

   Disaat pintu batu itu hampir menutup, pengemis pikun cepat-cepat menyerbu keluar dan menghantam pintu tersebut dengan sepenuh tenaga......... Sambil menggempur pintu, teriaknya keras-keras.

   "Nona Lian, jangan kau tutup pintu ini, aku sipengemis akan keluar untuk kencing..........."

   Tapi sayang pintu batu tersebut sudah tertutup rapat-rapat. Kakek latah awet muda yang mendengar perkataan tersebut segera berseru sambil tertawa.

   "Pengemis kecil, kalau ingin kencingpun tak usah terburu nafsu............."

   Sementara itu Oh Put Kui telah berkerut kening.

   Dia menjumpai kalau suara pembicaraan dari Lian Peng berasal dari atas ruangan batu itu.

   Padahal diatas langit-langit ruangan batu itu sama sekali tidak terdapat sedikit celahpun.

   Dia tak habis mengerti bagaimana cara Lian Peng menyampaikan suara pembicaraannya kebawah ruangan, bilamana ruangan tersebut tertutup begitu rapat.

   Setelah termenung sejenak, Oh Put Kui segera berkata sambil tertawa tergelak.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Bibi Lian, beginikah caramu melayani tamu?"

   Lian Peng tertawa terkekeh-kekeh.

   "Oh kongcu, saat ini kau sudah bukan merupakan tamu agung gedung kami lagi..........."

   Untuk berhasil menemukan dariamanakah sumber suara dari Lian Peng tersebut, tentu saja Oh Put Kui tak ingin memutuskan pembicaraan antara mereka dengan begitu saja, mendengar perkataan tersebut ia segera berkata sambil tertawa tergelak.

   "Bibi Lian, jadi kau yakin kalau aku tak sanggup keluar lagi dari sini?"

   "Yaaaa, pada hakekatnya kau memang tak bisa keluar lagi dari situ."

   Dalam waktu singkat Oh Put Kui telah berhasil menemukan sesuatu titik terang. Tapi dia belum berani memastikan seratus persen, maka kembali ujarnya sambil tertawa.

   "Bibi Lian, adik Siau-sian tentu akan menanyakan persoalan ini kepadamu!"

   Mendadak Lian Peng tertawa cekikikan, serunya.

   "Tentu saja dia akan menanyakan persoalan ini, tapi kau tak usah kuatir, aku dapat membuatnya percaya dengan perkataanku, bukan saja tidak cemas malahan justru bertambah gembira.............."

   "Jawaban apakah yang hendak bibi Lian sampaikan kepada adik Siau-sian sehinggga membuatnya merasa gembira?"

   Lian Peng tertawa.

   "Oh kongcu, sebenarnya aku tak ingin menjawab pertanyaanmu itu, tapi berhubung kau memang tak bisa keluar lagi dari penjara kematian untuk selamanya, baiklah akan kuberi kesempatan kepadamu untuk bertanya sampai jelas.........."

   Sementara itu sipengemis pikun sudah berapa kali ingin mencaci maki lawannya, tapi niat tersebut selalu berhenti dicegah oleh Oh Put Kui, sebab dia menganggap segala umpatan tersebut sama sekali tak ada manfaatnya.

   Disaat Lian Peng berhenti berbicara, Oh Put Kui segera berseru lagi.

   "Bibi Lian, kau memang berbesar jiwa."

   Lian Peng tertawa dingin.

   "Terhadap seseorang yang sudah tak punya harapan lagi untuk hidup bebas, aku memang perlu berbesar jiwa.........."

   Sejenak kemudian dengan suara yang lebih lembut dia berkata kembali.

   "Oh kongcu, akan kukatakan kepada anak sian bahwa kau bersama kakek latah awet muda dan pengemis pikun telah pergi lebih dulu, dia tentu akan percaya dengan perkataanku ini."

   Oh Put Kui segera berpikir.

   "Bisa saja dia berbuat demikian..........."

   Ketika Lian Peng tidak mendengar jawaban dari Oh Put Kui, dia segera berkata lagi.

   "Oh Kongcu, tentunya kau mengakui bukan kalau perkataanku ini tepat sekali?"

   "Tapi aku rasa alasanmu itu tak akan bisa mengembalikan hati adik Siau-sian."

   Lian Peng segera tertawa.

   "Andaikata akupun memberitahukan kepadanya bahwa kalian telah berhasil menolong seorang tokoh silat yang terkurung ddalam penjara kematian, bukankah dia akan bergembira sekali?"

   "Haaaaahhhhh......... haaaaahhh......... haaaaaaaaahhhhhh........ mana mungkin dia akan percaya ?"

   Seru Oh Put Kui sambil tertawa tergelak.

   "apalagi rahasia penjara kematian kau bakal bocor?"

   Dia menganggap perkataan dari Lian Peng ini tidak tepat, orang yang berada dalam penjara kematian disekap oleh Lian Peng sendiri, bagaimana mungkin dia bisa memberi penjelasan kepada Siau-sian? Tapi Lian Peng segera tertawa terkekeh-kekeh sambil katanya.

   "Asalkan kulimpahkan semua tanggung jawab kini kepada mendiang suamiku, anak Sian pasti tak akan menaruh curiga lagi.............."

   Mau tak mau Oh Put Kui harus mengakui juga akan kelicikan serta kecerdikan perempuan ini.

   Seandainya dia benar-benar berkata demikian, Nyoo Siau- sian pasti akan percaya penuh dengan perkataannya.

   Dalam pada itu Oh Put Kui telah berhasil pula membuktikan bahwa apa yang diduganya memang benar.

   Ternyata suara pembicaraan dari Lian Peng disalurkan melalui balik tirai besi diantara mutiara yang berada dalam ruangan, bahkan bisa jadi dibalik tirai besi itu terdapat sebuah lubang kecil yang dapat dipakai untuk mengintip keadaan dalam ruangan tersebut.

   Setelah termenung sejenak, tiba-tiba dia berkata lagi sambil tertawa.

   "Bibi Lian, semua perhitunganmu cukup membuat aku kagum, hanya sayang kesalahanmu yang terbesar tak pernah terpikirkan olehmu.............."

   "Aku tidak percaya kalau aku telah melakukan kesalahan!"

   Kata Lian Peng sambil tertawa dingin.

   "Bibi Lian, kau harus tahu penjara kematian ini tak akan mampu mengurung kami!"

   Seru sang pemuda sambil tertawa. Baru selesai perkataan itu diutarakan, Lian Peng tak bisa menahan diri lagi untuk tertawa tergelak.

   "Oh kongcu, bagaimanakah kemampuanmu bila dibandingkan dengan kemampuan Ban Sik-tong?"

   "Tentu saja tak bisa ditandingi, Ban tua merupakan seorang tokoh persilatan yang luar biasa."

   "Itulah dia, bahkan Ban Sik-tong pun terkurung disini.............."

   Belum habis perkataan itu diutarakan kakek latah awet muda telah berseru sambil tertawa tergelak.

   "Budak Lian, kau tak usah mengigau lebih dulu, sebetulnya aku masih ingin berdiam beberapa lama lagi dalam ruangan yang kau sebut sebagai penjara kematian ini, tapi berhubung aku mendongkol setelah mendengar ejekanmu ini, maka terpaksa aku akan keluar lebih awal..................."

   Begitu selesai berkata, mendadak terdengar suara bentakan keras berkumandang dalam ruangan.

   Sementara Oh Put Kui masih tertegun, dinding batu setebal tiga depa itu sudah retak sepanjang beberapa kaki dengan lebar beberapa depa............

   Kemudian disusul kakek latah awet muda pun menerobos keluar dari situ.

   Oh Put Kui segera mendengar jeritan kaget dari Lian Peng bergema tiba.

   "Bagaimana anak muda?"

   Terdengar kakek latah awet muda berseru kepada Oh Put Kui sambil menepuk bahunya.

   "aku tidak mengibul bukan...............?"

   Oh Put Kui tertawa.

   "Sejak tadi boanpwe sudah percaya!"

   Kakek latah awet muda segera mendongakkan kepalanya, lalu berseru sambil tertawa tergelak.

   "Hey budak, apakah kau masih berada disitu?"

   Tentu saja tidak ada. Disaat kakek latah awet muda menjebol dinding tadi, Lian Peng sudah kabur terbirit-birit karena ketakutan.

   "Ban tua, dia sudah lari ketakutan !"

   Seru Oh Put Kui kemudian sambil tertawa.

   "Anak muda, aku rasa dia bukan lari karena ketakutan............"

   "Empek tua, kau anggap apa yang sedang dilakukan Lian Peng?"

   Tanya pengemis pikun tertegun.

   "Tentu saja mencari akal jahat lain untuk memendam hidup-hidup kita semua disini..........."

   "Mati tertimbun paling tak enak, Ban tua, lote, ayoh cepat kita kabur dari sini............."

   Teriak pengemis pikun ketakutan.

   "Tak usah terburu napsu,"

   Oh Put Kui menggeleng sambil tertawa.

   "Ban tua, apakah gwakongku berada disini?"

   "Yaaa, benar!"

   "Mengapa boanpwe tidak mendengar suaranya?"

   "Haaaaahhhh.......... hhhaaaaaahhhhhhhhh........ hhhhhaaaaahhhhhh.......... karena aku telah menotok jalan darah tidurnya."

   "Mengapa begitu?"

   "Si tua aneh she Lan ini kelewat berangasan. Aku kuatir setelah lolos dari sini nanti kelewat banyak membunuh orang, oleh sebab itu mau tak mau aku harus menotok jalan darah tidurnya lebih dulu, apalagi aku pun tak tega membiarkan dia tahu dengan mata kepalanya sendiri bagaimana dirinya ditolong orang........."

   Oh Put Kui bukan orang bodoh, dia segera mengerti bahwa dibalik kesemuanya ini tentu ada hal-hal yang tak beres. Maka sambil tertawa hambar katanya.

   "Ban tua, apakah gwakongku telah mendapat musibah?"

   "Anak muda kau memang cerdik sekali.........."

   Puji kakek latah awet muda setelah tertegun sejenak. Oh Put Kui merasa amat terperanjat, cepat-cepat dia berseru.

   "Ban tua, luka apakah yang diderita dia orang tua?"

   Tiba-tiba kakek latah awet muda menghela napas panjang.

   "Kakek luarmu telah dibelenggu tulang pie-pa-kutnya oleh Wi Thian-yang dengan rantai tembaga yang terbuat dari baja berumur selaksa tahun, akibatnya meskipun memiliki ilmu silat yang tinggi namun tak dapat digunakan.........."

   "Jadi ilmu silat yang dimiliki gwakongku telah punah?"

   Tanya Oh Put Kui dengan perasaan ngenes.

   "Siapa yang mampu memunahkan ilmu silat dari situa aneh she Lan? Anak muda, kakek luarmu hanya terluka pada goan- khinya, asal beristirahat barang sepuluh hari sampai dengan setengah bulan, kesehatannya tentu akan pulih kembali."

   Oh Put Kui baru merasa lega setelah mendengar perkataan ini, katanya kemudian.

   "Kalau begitu biar boanpwe masuk kedalam untuk membopong keluar dia orang tua."

   "Tidak usah kau sendiri, biar sipengemis cilik yang melakukan tugas tersebut!"

   Tapi Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Tidak bisa jadi, sudah menjadi kewajiban boanpwe untuk mengurusi kakek luarku, masa aku harus merepotkan Liok loko untuk membopongnya?"

   Dalam pada itu sipengemis pikun telah menerobos masuk kedalam penjara kematian tanpa mengucapkan sepatah katapun.

   Dalam waktu singkat dia telah muncul kembali dari balik goa dengan membopong seorang kakek berbaju biru yang berjenggot putih.

   Betul juga, kakek berbaju biru itu sudah tertidur sangat nyenyak..........

   Jubah biru yang dikenakan olehnya sudah compang camping...........

   dibagian bawah bahunya terdapat dua buah lubang besar, mungkin disitulah rantai baja yang semula membelenggunya berada.

   Dengan sedih Oh Put Kui menjura kepada Peng-goan- koay-kek Lan Ciu-sui yang tertidur nyenyak itu, lain gumamnya.

   "Cucunda menjumpai gwakong........."

   Tanpa disadari titik air mata telah jatuh berlinang membasahi pipinya. Melihat hal tersebut, kakek latah awet muda segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil tertawa.

   "Anak muda, kau jangan bersedih hati, mari kita buka pintu dan menerobos keluar dari sini........."

   "Boanpwe turut perintah.........."

   Dengan langkah lebar dia berjalan menuju kedepan pintu batu yang btertutup rapat itu, lalu menarik napas panjang, menghimpun tenaga dalam sebesar sepuluh bagian dalam telapak tangannnya, dan diiringi suara bentakan keras segera dilontarkan kedepan.

   "Blaaaaaaammmmm............."

   Pintu batu itu segera hancur berkeping-keping dan roboh keatas tanah.

   "Ilmu pukulan yang sangat hebat, anak muda, ternyata kau mampu menghancurkan seluruh pintu batu tersebut!"

   Padahal secara diam-diam Oh Put Kui sendiripun merasa sangat terkejut.

   Ia tak habis mengerti darimanakah datangnya tenaga serangan yang begini dahsyat.

   Tapi dia lupa, serangan tersebut dilancarkan olehnya dalam keadaan sedih dan marah, tak heran kalau tenaga yang terpancar kemudian sama sekali diluar dugaan bahkan satu kali lipat lebih dahsyat daripada kemampuannya semula.

   Dengan cepat mereka bertiga melangkah keluar dari pintu batu tersebut.

   Tapi pintu keluar diatas permukaan tanah ternyata disumbat pula rapat-rapat.

   Kakek latah awet muda segera berseru sambil tertawa.

   "Anak muda, pergunakan pedangmu."

   Oh Put Kui menurut dan segera mencabut keluar pedang karatnya, baru saja siap akan dibacokkan keatas, mendadak kakek latah awet muda menghalangi kembali seraya berseru.

   "Berikan pedang itu kepadaku!"

   Oh Put Kui berdiri tertegun setelah mendengar seruan itu, tapi dia segera menyodorkan pedang karat itu kedepan. Setelah menerima pedang tersebut, kakek latah awet muda baru berkata sambil tertawa tergelak.

   "Anak muda, tahukah kau apa kegunaaan pedang yang kupinjam ini..........."

   Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Biarpun boanpwe tidak tahu setepatnya namun masih dapat menduga, bukankah kau ingin menggunakan ketajaman pedang tersebut untuk membelah pintu tersebut..............."

   "Kau hanya betul separuh anak muda!"

   Seru kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "Hanya betul separuh?"

   "Aku tak akan mempergunakan ketajaman dari pedang tersebut, melainkan menggunakan sari hawa sakti dari ketajaman pedang tersebut.............."

   Setelah berhenti sejenak, kakek itu berkata lebih jauh.

   "Pedang ini merupakan senjata tajam yang luar biasa, apa bila digunakan oleh orang yang bertenaga dalam tinggi, dan menyalurkan seluruh kemampuan kedalam pedang tersebut, maka baja yang berada sepuluh kaki jauhnyapun akan tertembus juga...................."

   "Boanpwe sudah mengerti!"

   Oh Put Kui tertawa.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Apa yang kau pahami?"

   "Pintu batu yang tembus keatas ini tebalnya mencapai berapa kaki, kau orang tua tentu kuatir boanpwe tidak memahami rahasia tersebut sehingga membuang tenaga dengan percuma tanpa memberikan hasil yang nyata, bukankah demikian?"

   "Ya memang begitulah................"

   Kakek latah awet muda tertawa.

   Begitu selesai berkata, pedangnya yang berada ditangan kanan segera ditusukkan kearah pintu batu yang tebal itu.

   Dengan sebilah pedang yang sama, namun memberikan pengaruh yang berbeda ditangan kakek tersebut.

   Oh Put Kui segera menyaksikan disaat ujung pedang karat cing-peng-kian itu hampir mencapai pintu batu itu, tiba-tiba menyembur keluar segulung hawa pedang berwarna hijau yang langsung menembusi batu tersebut.

   Ketika kakek latah awet muda mengerahkan tenaganya sambil memutar pergelangan tangan.

   Hancuran batu segera berguguran keatas tanah bagaikan hujan gerimis.

   Secara beruntun kakek latah awet muda melancarkan tiga buah serangan berantai.

   Diatas pintu batu yang sangat tebal itu segera muncul tiga retakan besar yang membelah batu besar menjadi tiga bagian.

   Tidak sampai disitu batu raksasa seberat ribuan kati itu rontok keatas tanah, tiba-tiba kakek latah awet muda mengayunkan tangan kirinya melepaskan sebuah pukulan dahsyat setelah itu baru serunya sambil tertawa tergelak.

   "Anak muda, bagaimana hasilnya............."

   Ternyata pintu batu itu sudah terbelah sehingga muncul sebuah lubang yang besar.

   Sebaliknya hancuran batu yang terbelah oleh pedang tadi sudah mencelat sejauh dua kaki lebih oleh tenaga pukulan kakek latah awet muda, terbukti timbul suara gemuruh yang keras diatas permukaan tanah sebelah atas.

   "Ban tua, kekuatan tenaga pukulanmu benar-benar mengagumkan boanpwe.........."

   Puji Oh Put Kui kemudian sambil tertawa.

   kakek latah awet muda tertawa terbahak bahak, setelah mengembalikan pedang ketangan Oh Put Kui, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia menerobos keluar dari pintu rahasia tersebut.

   Setelah menyarungkan pedangnya, Oh Put Kui malah mundur selangkah kebelakang.

   Dia membiarkan pengemis pikun yang membopong kakeknya keluar lebih dulu sebelum dia menyusul dibelakangnya.

   Ketika mereka bertiga sudah keluar dari penjara bawah tanah, ditemukan ruangan loteng Seng-sim-lo telah terang benderang bermandikan cahaya lentera.

   Meja altar yang berada dalam ruangan telah hancur berantakan tertumbuk oleh pintu batu yang mencelat terkena pukulan tadi.

   Setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kakek latah awet muda segera berseru.

   "Anak muda, mari kita balik dulu ke gedung penerimaan tamu..........."

   "Silahkan kau orang tua mengambil tampuk pimpinan!"

   Sahut Oh Put Kui tertawa. Mendadak pengemis pikun menggelengkan kepalanya berulang kali seraya berseru.

   "Aku rasa tak baik, kita tak boleh terlalu lama berdiam didalam sarang harimau..........."

   "Huuuuuuh, tempat macam inipun disebut sarang harimau?"

   Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "kentut anjing, hey ppengemis cilik, jika nyalimu kelewat kecil lebih baik cepat-cepat menggelinding pergi dari sini, aku kuatir kau akan membikin malu perkumpulanmu saja........"

   "Aaaaaaakh, tindakan pengamanan seperti ini bukan termasuk perbuatan yang memalukan,"

   Teriak pengemis pikun.

   "Ban lopeh, ini namanya orang yang tahu diri."

   "Huuuuuuh, tahu diri apa.........."

   Ejek Oh Put Kui tertawa geli.

   "Hey kunyuk,"

   Seru kakek latah pula.

   "ini bukan namanya tahu diri, tapi pengecut takut mati !"

   "Aku sipengemis bukan seorang pengecut yang takut mati.

   "

   Seru pengemis pikun sambil membalikkan biji matanya.

   "yang benar, Lan cianpwe ini tak boleh sampai memperoleh rasa kaget lagi akibat gangguan dari mereka !"

   Diam-diam terkejut juga Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu, dia merasa apa yang dikatakan sipengemis pikun memang beralasan sekali. Tapi si kakek latah awet muda segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Siapa yang berani berbuat demikian? Selama aku berada disini, tak nanti mereka berani mencoba mencabut gigi dari mulut harimau............."

   Memang apa yang dikatakanpun bukan sebuah kibulan kosong belaka.

   Sudah barang tentu pengemis pikunpun tak berani banyak berbicara lagi.

   Dengan dipimpin oleh si kakek latah awet muda, berangkatlah ketiga orang itu menuju ke gedung tamu agung.

   Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera pula direbahkan diatas pembaringan dalam kamar kakek latah awet muda.

   Sedangkan Oh Put Kui balik pula kedalam kamar sendiri.

   Hanya pengemis pikun seorang yang mengomel tiada hentinya.

   "Sialan........ benar-benar lagi apes.........."

   Rupanya lagi-lagi mendapat tugas untuk menjaga pintu.

   Padahal apa yang diperbuat mereka saat ini sama sekali tak ada artinya, karena segenap pemimpin dalam gedung Sian-hong-hu telah mengambil langkah seribu dan tak seorangpun yang ketinggalan.

   Yang masih tetap berada disitu hanya sikakek pencari kayu dari bukit utara serta situkang ramal setan.

   Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui juga tidak pergi.

   Lian Peng tidak memberi kabar kepada mereka, diapun tak berani mengabarkan kejadian tersebut kepada mereka.

   Oleh sebab itulah disaat fajar telah menyingsing dan mereka berdua berniat memberi salam kepada Lian Peng, baru saat itulah diketahui kalau Lian peng sudah tidak berada ditempat.

   Nyoo Siau-sian sama sekali tidak merasakan sesuatu gejala yang tidak beres.

   Sebab dimasa-masa lalupun bibi Liannya seringkali pergi meninggalkan rumah tanpa pamit.

   Berbeda sekali dengan Kiau Hui-hui, dia segera merasakan ada sesuatu yang tak beres.

   "Adik Sian,"

   Demikian ia berkata kemudian.

   "mari kita pergi menengok Oh toako, apakah dia masih berada ditempat.........."

   Pertanyaan ini serta merta meningkatkan kewaspadaan Nyoo Siau-sian, dia tahu tentu ada yang tak beres dalam gedungnya.

   "Betul enci Kiau,"

   Sahutnya segera.

   "apakah kau merasakan sesuatu gejala yang kurang beres?"

   Kiau Hui-hui manggut-manggut.

   "Yaaa, aku kuatir kalau kepergian bibi Lian secara mendadak ini ada sangkut pautnya dengan oh toako!"

   "Kalau begitu, mari kita segera berangkat..........."

   Kata Nyoo Siau-sian dengan wajah berubah.

   Bagaikan hembusan angin, serentak berangkatlah kedua orang gadis itu menuju kegedung tamu agung.

   Sungguh diluar dugaan ternyata persoalan yang dijumpai sama sekali berjalan lancar dan tanpa halangan.

   Tapi kejadian ini pun membuat Nyoo Siau-sian merasakn hatinya makin pedih dan menderita.

   Ia merasakan hatinya resah dan duka.

   Diapun merasakan cekaman yang begitu besar dan mengerikan tentang asal usulnya.

   Dan saat ini , dia seolah olah merasa dirinya sudah menjadi puteri Nyoo Thian-wi serta memperoleh cemoohan, hinaan dan caci maki dari umat persilatan.

   Tapi dengan munculnya kedua orang gadis itu, Oh Put Kui pun menjadi semakin yakin bahwa gedung Sian-hong-hu memang terdapat masalah yang kurang beres, bahkan bisa jadi seluruh peristiwa yang terjadi selama ini didalangi oleh mereka.

   sambil tertawa terbahak-bahak kakek latah awet muda segera berkata.

   "Hey budak, bukankah Lian Peng hilang secara mendadak?"

   "Betul, semenjak pagi tadi, tak seorang manusiapun yang berhasil kami jumpai!"

   Sahut Kiau Hui-hui sambil tertawa getir. Kembali kakek latah awet muda tertawa.

   "Sudah kuketahui sejak tadi, ia tentu sudah melarikan diri............."

   "Sudah kau duga?"

   Tanya Oh Put Kui tercengang.

   "Haaaaahhhhhh......... haaaaahhhhhhhh.......... haaaaaahhhhhh......... aku bukan cuma menduga, bahkan dugaanku amat tepat sekali. Demi keselamatan jiwanya sudah barang tentu Lian Peng tak akan berani bercokol dalam gedung lagi!"

   "Tapi mungkinkah dia kabur kemana?"

   Tanya Nyoo Siau- sian dengan perasaan kaget. Bagi pendapat Nyoo Siau-sian, kepergian Lian Peng tanpa pamit merupakan suatu peristiwa yang sukar dimengerti.

   "Menurut pendapatmu dia bisa pergi kemana?"

   Kakek latah awet muda balik bertanya.

   "Boanpwe tidak tahu....."

   "Hey budak, biasanya apakah dia seringkali pergi meninggalkan gedung.............?"

   "Betul,"

   Gadis itu mengangguk.

   "bibi Lian memang seringkali pergi meninggalkan rumah."

   "Tahukah kau kemana dia pergi?"

   Nyoo Siau-sian berpikir sebentar, lalu jawabnya .

   "Agaknya suatu kali bibi Lian pernah bilang hendak pergi ke Tay-tong........."

   "Tay-tong diShoa-say?"

   Tanya kakek latah awet muda dengan kening berkerut.

   "Betul!"

   "Waaaaah tidak betul !"

   Seru kakek latah awet muda sambil garuk-garuk kepala dan menggeleng berulang kali.

   "seharusnya dia mesti pergi ke Biau-hong-san!"

   "Biau-hong-san?"

   Kembali Oh Put Kui tertegun. Kakek latah awet muda segera tertawa.

   "Anak muda, tahukah kau apa sebabnya aku mengatakan bahwa dia seharusnya pergi ke Biau-hong-san ?"

   "Boanpwe memang ingin mohon petunjuk!"

   "sebab diatas bukit Biau-hong-san berdiam seorang manusia aneh dari dunia persilatan!"

   Oh Put Kui tidak percaya, mungkinkah dibukit Biau-hong- san berdiam manusia aneh dari dunia persilatan? Sambil tertawa segera ujarnya.

   "Boanpwe merasa kurang percaya!"

   "Anak muda, pernahkah kau mendengar tentang dua manusia aneh tertawa dan menangis?"

   Setelah tertegun sejenak sahut Oh Put Kui.

   "Boanpwe pernah bersua dengan Tiang-siau-sin-ang (Kakek sakti tertawa keras) Beng Pek-tim, mungkinkah kakek Beng berdiam diatas bukit Biau-hong-san yang banyak dikunjungi pelancong itu?"

   Timbul perasaan tertarik dalam hati kakek latah awet muda setelah mendengar ucapan ini, dia segera bertanya.

   "Anak muda, kapan sih kau pernah bersua dengan si cebol Beng........?"

   "Boanpwe pernah bersua dengan mereka ketika berada diperkampungan Tang-mo-san-ceng!"

   "Kau pernah beradu kepandaian dengan sicebol she Beng itu?"

   "Belum pernah!"

   Oh Put Kui menggeleng. Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.

   "untung saja kau tidak mencobanya, kalau tidak kau benar- benar tak akan mampu berbuat apa-apa terhadapnya!"

   Oh Put Kui tertawa hambar sesudah mendengar ucapan tersebut.

   "Jadi kau tidak percaya?"

   Tanya kakek latah awet muda sambil mendelik.

   "Boanpwe mengerti kalau bukan tandingan dari kakek Beng, itulah sebabnya tak sampai bertarung dengannya,"

   Pemuda itu tertawa. Mendadak terdengar pengemis pikun yang berada didepan pintu berteriak.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Lote, kau jangan kelewat merosotkan kemampuan sendiri!"

   "Tapi loko......... aku toh tidak bertarung dengannya waktu itu,"

   Bantah Oh Put Kui.

   "Siapa bilang tidak? Bukankah kau telah memperlihatkan kehebatan ilmu Thian-liong-sian-kang mu?"

   "Aaaaahh, itu sih tidak terhitung seberapa............."

   Kata Oh Put Kui sambil tertawa. Mendadak kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Haaaaahhhh.......... haaaaaaaaahhhh........ haaaaaahhhhhh......... aku tahu sekarang, rupanya disebabkan kau telah mendemontrasikan kehebatan ilmu sakti tersebut, maka tua bangka itu dipaksa mundur sebelum bertarung.........."

   "Memang begitulah keadaan yang sebenarnya !"

   Kakek latah awet muda segera berpaling kearah pengemis pikun, lalu serunya.

   "Pengemis kecil, bukankah kau yang memberitahukan soal ini kepadanya?"

   Pengemis pikun tertawa.

   "Aku si pengemis adalah orang yang takut menderita rugi!"

   "Nah itulah dia,"

   Seru kakek latah awet muda lagi.

   "seandainya mereka berdua betul bertarung, yang jelas bocah muda ini pasti akan menderita kekalahan........"

   Pengemis pikun segera menjulurkan lidahnya sambil menarik kembali kepalanya. Sedangkan Oh Put Kui bertanya lagi sambil tertawa hambar.

   "Ban tua, apakah Beng lojin berdia di bukit Biau-hong-san?"

   "Bukan hanya sicebol Beng, kakek cengeng beralis putih Cin Huay-wan sisetan ceking itupun berdiam pula disana."

   Oh Put Kui terkejut sekali, sedangkan Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui dibuat tertegun. Sebenarnya hubungan apakah yang terjalin antara bibi Lian dengan kakek cengeng beralis putih itu? Tak tahan lagi mereka segera bertanya.

   "Ban tua, sebenarnya apa sih hubungan bibi Lian dengan si manusia cengeng itu?"

   "Tunggu saja setelah bertemu dengan setan ceking itu, kau boleh bertanya sendiri kepadanya............."

   "Jadi kita pergi mencari si manusia cengeng itu?"

   Tiba-tiba Nyoo Siau-sian bertanya dengan wajah tertegun. Seakan-akan teringat akan sesuatu, kakek latah awet muda segera berkata sambil tertawa.

   "Budak, pernahkah kau bertemu dengan si ceking she Cin itu?"

   Nyoo Siau-sian mengangguk.

   "Yaaa, pernah bertemu dua kali!"

   "Apakah bertemu didalam gedung?"

   "Ayah boanpwe yang mengundang kehadirannya.........."

   "Nah itulah dia, apa sebabnya Lian Peng pergi mencarinya tentu sudah kau pahami bukan !"

   Nyoo Siau-sian menjadi terperanjat sekali teriaknya tanpa terasa.

   "Ban tua, jadi maksudmu ayahku............."

   Dia tak ingin mengetahui kalau ayahnya mempunyai watak berganda dengan peran yang berbeda.

   Dia lebih suka menjumpai ayahnya mati dari pada menemukan hal yang lain, sebab hal semacam itu pasti akan mendatangkan penderitaan penghinaan baginya.

   Itulah sebabnya dia tak ingin mendengar kalau ayahnya berada ditempat kediaman si manusia cengeng.

   Kakek latah awet muda segera tertawa katanya.

   "Budak, besar kemungkinannya bapakmu yang sebentar mati sebentar hidup kembali itu saat ini sudah berada didalam istana Pek soat goan-kunnya dibukit Biau-hong-san!"

   "Tidak........ tidak.........

   "

   Mendadak Nyoo Siau-sian menutupi wajah sendiri sambil menangis tersedu-sedu. Melihat keadaan itu, Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas, bisiknya.

   "Adik Sian, kau tak usah menyiksa diri........."

   Tapi perkataan ini justru makin melukai perasaan Nyoo Siau-sian, bagaimana mungkin ia tak sedih mengetahui semuanya itu? Kakek latah awet muda sama sekali tidak ambil pusing akan keadaan tersebut, kembali dia berkata.

   "Apa sih yang perlu kau sedihkan? Hey budak, ayahmu toh bernama Nyoo Thian-wi, setelah bertemu dengan Wi Thian- yang nanti, asal kau tak mau mengenalinya toh urusan jadi beres?"

   Tapi mungkinkah hal ini bisa dilakukan? Mungkinkah Nyoo Siau-sian bisa tak mengenalinya? Tak heran kalau gadis itu menangis semakin sedih.

   Kiau Hui-hui berusaha untuk menghibur hatinya, sayang hal ini pun tak ada gunanya.

   Oh Put Kui mengerutkan dahinya, tiba-tiba dengan perasaan tak sabar dia beranjak dari ruangan dan menuju keluar ruangan.............

   @oodwoo@

   Jilid 38 Kakek latah awet muda yang menyaksikan kejadian ini menjadi gelisah sekali.

   "Hey anak muda, jangan mencoba kabur............."

   Ia segera bangkit berdiri dan siap mengejar keluar. Oh Put Kui berhenti didepan pintu lain sahutnya sambil tertawa.

   "Boanpwe hanya ingin bersemedhi sebentar mumpung waktu masih pagi.................."

   "Tidak bisa, kau tidak bisa meninggalkan aku seorang untuk menghadapi kedua orang bocah perempuan itu, dulu gara gara Hian-hian akupun sudah cukup dibikin pusing................."

   "Mereka kan masih muda, apa yang mesti kau takuti?"

   Ujar Oh Put Kui sambi tertawa. Sambil membenarkan rambutnya yang beruban, kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Anak muda, kau terlalu sedikit yang diketahui................"

   Setelah berhenti sejenak dan menghela napas, terusnya.

   "Dulu, bukankah nona Hian-hian pun munculkan diri sebagai seorang angkatan muda?"

   "Tapi waktu itu usiamu kan masih muda?"

   Kembali kakek latah awet muda tertawa.

   "Anak muda, bagaimanapun juga kau memang belum banyak berpengalaman, kau tahu, belakangan ini anak gadis lebih suka mencari kaum tua, terutama lelaki yang sudah banyak pengalaman tapi lemah lembut dan tahu mengasihinya, tidak seperti kalian kaum muda, sedikit-sedikit lantas ngambek dan diajak bercekcok.................."

   Oh Put Kui merasa geli sekali dan ingin sekali tertawa tergelak, dia tak menyangka kalau begitu banyak persoalan yang diketahui oleh si kakek latah awet muda. Tapi dia tak sampai tertawa, hanya ujarnya dengan tertawa hambar.

   "Ban tua, belum pernah boanpwe bayangkan persoalan- persoalan semacam ini............."

   "Itulah sebabnya kau harus banyak berpikir kesana dikemudian hari.........."

   Mendadak pengemis pikun bangkit berdiri dan menyela sambil tertawa.

   "Ban tua, sesungguhnya dia sudah memikirkan persoalan ini sedari dulu."

   Lalu sambil memonyongkan bibirnya menunjuk kedalam kamar, dia berkata lebih jauh.

   "Ban tua, seandainya dia tidak memikirkan persoalan ini, buat apa mesti melakukan perjalanan dengan membawa serta kedua orang perempuan itu? Bukankah hal ini terlalu merepotkan dan menjemukan?"

   Oh Put Kui memandang sekejap kearah pengemis pikun itu, kemudian tertawa getir. Sebaliknya kakek latah awet muda segera tertawa terbahak bahak.

   "Tak kusangka pengemis cilik ini makin lama semakin bertambah pintar.........."

   Pada saat itulah, mendadak Nyoo Siau-sian berjalan keluar dari dalam kamar, lalu bertanya dengan sedih.

   "Toako, apakah kau sedang marah kepadaku?"

   "Tidak!"

   Oh Put Kui menggeleng.

   "aku cuma ingin beristirahat dan mengatur pernapasan sebentar!"

   Nyoo Siau-sian segera menyeka airmatanya, lalu berkata lagi dengan lirih.

   "Toako, aku tak akan menangis lagi, mau bukan kau jangan marah lagi?"

   Mendengar perkataan itu Oh Put Kui merasakan hatinya bergetar sekali.

   Ia sadar, bila kedudukannya didalam hati kecil Nyoo Siau- sian jauh melebihi kedudukan ayahnya, maka banyak kesulitan yang bakal dihadapinya dikemudian hari.

   Diapun segera merasakan bahwa dia berusaha untuk menghindarkan diri.

   Tapi, sanggupkah dia untuk menghindarkan diri? .Aku tak akan marah adik Sian, pulanglah dulu keruang belakang bersama nona Kiau, bagaimana pun juga gedung Sian-hong-hu ini toh tak bisa tanpa kepala keluarga....................."

   Lalu setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh.

   "Bagaimana kalau adik Sian mengumpulkan terlebih dahulu segenap jago yang belum pergi lalu merundingkan persoalan ini secara baik-baik."

   "Toako, kau masih begitu menguatirkan persoalanku??"

   Nyoo Siau-sian tertawa sedih. Mendengar itu Oh Put Kui segera berpikir.

   "Bila kau tidak menguatirkan permintaanmu, tak akan nanti kutempuh perjalanan kemari........"

   Tapi diluarnya dia segera menyahut.

   "Tentu saja adik Sian, oh ya, tiba-tiba saja aku teringat akan suatu persoalan................"

   "Soal apakah itu?"

   "Lebih baik adik Sian lakukan pemeriksaan yang teliti, coba lihat apakah ciangbunjin dari keempat partai besar serta Wiei tianglo dari Kay-pang masih berada didalam gedung.........."

   "Agaknya mereka sudah berlalu dari sini.........."

   Sahut Nyoo Siau-sian cepat. Tapi setelah berhenti sejenak dia menambahkan.

   "Mereka datang bersama engkohku, mungkin pergi juga bersama-sama engkohku, tapi tentu akan kuselidiki persoalan ini dari mereka yang masih berada disini..............."

   Sambi tertawa Oh Put Kui segera manggut-manggut.

   "Yaaaa betul, kau memang harus menyelidikinya kembali, mungkin aku dan Ban tua berniat mengganggu di gedung kalian ini barang setengah bulan lamanya, adik Sian, pergunakanlah waktu selama belasan hari ini untuk menyelesaikan semua masalah besar didalam gedung ini !"

   "Toako, kau tak akan mengurusinya ?"

   Tanya Nyoo Siau- sian sambil berkerut kening.

   "Persoalan apa yang harus kuurusi?"

   Oh Put Kui balik bertanya dengan wajah tertegun.

   "Tentu saja urusan dalam gedung ini."

   Oh Put Kui segera tertawa.

   "Bagaimana pun juga aku termasuk orang luar, mana boleh mencampuri rumah tangga adik Sian ?"

   Cepat-cepat Nyoo Siau-sian menggelengkan kepalanya, dia berkata.

   "Toako, urusan ini kan bukan urusan rumahku, kehadiran Sian-hong-hu dalam dunia persilatan cukup berbobot, masa toako akan cuci tangan begitu saja?"

   Tanpa terasa Oh Put Kui berpaling dan memandang sekejap kearah si kakek latah awet muda.

   Sebaliknya kakek latah awet muda pun sedang memandang kearahnya sambil tersenyum.

   Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan wajahnya menjadi panas, cepat-cepat dia menggelengkan kepalanya seraya berkata.

   "Adik Sian, lebih baik semua urusan tentang gedung ini kau selesaikan sendiri, andaikata timbul banyak persoalan dikemudian hari, dengan kehadiran kakek Ban disini, tentunya kau tak usah menguatirkan lagi.........."

   Belum habis perkataan itu diutarakan, kakek latah awet muda sudah berkaok-kaok.

   "Anak muda apa sangkut pautnya persoalan itu dengan aku..............?"

   "Haaaaaaaaahhhhhhhhh......... hhhaaaaaaaaaahhhhh........ hhhaaaaaahhhhhhhhh...... ban tua, kau toh tak akan bisa melepaskan tanggung jawab tersebut dengan begitu saja,"

   Sahut sang pemuda sambil tertawa. Suatu tindakan yang benar-benar mencekik leher kakek latah awet muda sehingga dia tak mampu berkutik lagi.

   "Aku tak bisa melepaskan tanggung jawab ini?"

   Kakek latah awet muda segera mendelik.

   "bocah muda, kau sendiripun jangan harap bisa enak-enakkan belaka."

   Oh Put Kui tertawa makin keras.

   "Tentu saja, sebab boanpwe memang sudah bertekad akan mengiringi disisimu."

   "Waaaaah, aku memang sial banget........... tak nyana aku mesti bertemu setan cilik macam kau........"

   "Tampaknya kau seperti menyesal karena harus meninggalkan bangunan loteng batu ini?"

   Ejek pemuda itu.

   "Tidak, tidak...."

   Cepat-cepat kakek latah awet muda berteriak keras.

   "siapa bilang aku menyesal? Setiap kali mendengar nama loteng batu itu, kepalaku segera menjadi pusing lagi."

   "Nah, kalau memang begitu kau orang tua tak usah menggerutu lagi, bila kau tak mau mencampuri urusan besar dunia persilatan lagi, mungkin sepuluh tahun kemudian orang orang dari golongan putih cuma tinggal separuhnya saja.........."

   Kata-kata yang terakhir ini sangat berbobot dan benar- benar memberikan daya pengaruh yang amat besar. Pengemis pikun segera berseru pula sambil manggut- manggut.

   "Betul, perkataan lote memang tepat sekali !"

   "Kentutnya yang tepat !"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Umpat kakek latah awet muda sambil tertawa gemas.

   "Seorang bocah muda cukup memusingkan, apanya yang betul? Dia catut namaku tak lebih hanya merupakan kembangan saja........ padahal aku disuruhnya menjadi mak comblang.........."

   Tiba-tiba paras muka Oh Put Kui berubah menjadi merah padam.

   Sebab dia menemukan bahwa perkataan dari kakek latah awet muda itu sangat mengena dihatinya.

   Dia memang sedang membonceng kakek tersebut untuk mempersatukan kekuatan kaum lurus dan bersama-sama membasmi kaum jahat.

   Hanya saja persoalan tersebut tak pernah terpikirkan olehnya selama ini.

   "Nah, bagaimana anak muda? Apa yang kukatakan betul bukan..........?"

   Kembali kakek latah awet muda itu mengejek. Oh Put Kui segera tertawa.

   "Boanpwe tahu bahwa persoalan ini memang tak bisa mengelabui kau orang tua....... hanya saja........."

   Dia ingin sekali memberikan suatu penjelasan. Dan pengemis pikun serta Nyoo Siau-sian pun berniat mendengarkan penjelasan tersebut. Tapi kakek latah awet muda segera menukas dengan cepat.

   "Sudahlah, kau tak usah banyak bicara lagi, asal aku sudah tahu, ini sudah cukup."

   Oh Put Kui tertawa hambar dan tidak bicara lagi. Nyoo Siau-sian pun tidak merasa sedih lagi, tiba-tiba ia berkata kepada Kiau Hui-hui.

   "Enci Kian, mari kita kembali keruang belakang."

   "Adik Sian, kau..........."

   Sebetulnya Kiau Hui-hui ingin bertanya apakah gadis itu sudah dapat menembusi masalah tersebut, tapi ketika sampai dibibir, tiba-tiba saja dia merasa pertanyaan itu tak ada gunanya, karena itu segera diurungkan kembali.

   Sambil tertawa Nyoo Siau-sian segera berkata.

   "Mari enci Kiau, kita periksa dulu masih ada siapa saja yang tetap tinggal didalam gedung ini............."

   Kiau Hui-hui tersenyum dan manggut-manggut.

   Mereka berduapun segera memberi hormat kepada kakek latah awet muda serta pengemis pikun, lalu setelah minta diri kepada Oh Put Kui berangkatlah kedua orang itu meninggalkan ruangan tersebut.

   Memandang bayangan punggung kedua orang gadis itu, Oh Put Kui menghela napas lirih.

   "Aaaaaiiii, betapa malang nasib mereka.............."

   OOdwOooo0dw0oOdwOooo Suasana didalam gedung Sian-hong-hu tetap tenang seperti sedia kala.

   Lian Peng, siperempuan bunga dari Thian he wan itu tak pernah muncul kembali.

   Panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi juga tak pernah muncul kembali disitu.

   Kini, untuk sementara waktu Nyoo Siau-sian menjadi tuan rumah gedung tersebut.

   Dan semua masalah yang dihadapipun telah diatasi oleh si tukang ramal setan Li Hong-siang serta kakek pencari kayu dari bukit utara Siang Ki-pia.

   Sepuluh hari lewat dengan cepat.

   Didalam sepuluh hari ini, Oh Put Kui selalu merawat keadaan luka dari Peng-goan-koay-kek dengan teliti dan seksama.

   Kini, Lan Ciu-sui telah sehat dan tumbuh kembali seperti sedia kala.

   Terhadap cucu luar yang satu ini, Lan Ciu-sui kelihatan amat senang dan menyayanginya sepenuh hati, oleh sebab itu tak heran kalau Oh Put Kui juga memperoleh banyak keuntungan dari kakek luarnya ini.

   Disamping itu, dari pembicaraan kakek luarnya diapun memperoleh berita tentang suatu rencana busuk yang maha besar.

   Rupanya Wi Thian-yang adalah utusan yang dikirim untuk membunuh ibunya.

   Ia berbuat demikian karena ingin mendapatkan jubah wasiat Thian-sun-gwat-lo-san.

   Dan konon jubah wasiat Thian-sun-gwat-lo-san ini hendak dihadiahkan kepada seseorang.

   Satu-satunya persoalan yang paling disesali oleh Lan Ciu- sui adalah ketidak berhasilannya untuk menyelediki siapa gerangan orang yang bakal diberi jubah wasiat tersebut oleh Wi Thian-yang.

   Atas persoalan yang pelik ini, Oh Put Kui mulai murung dan risau sekali.

   Sebenarnya dia berniat langsung pergi mencari Wi Thian- yang.

   Tapi Lan Ciu-sui tidak setuju, sebab Wi Thian-yang belum berhasil mendapatkan jubah wasiat Thian-sun-gwat-lo-san tersebut, disamping itu dia sendiripun harus menderita terkurung dalam penjara bawah tanah selama hampir dua puluh tahun lamanya gara-gara kena dicelakai oleh Wi Thian- yang.

   Itulah sebabnya Lan Ciu-sui minta kepada Oh Put Kui agar mau bersabar sejenak.

   Tentu saja Oh Put Kui tidak ingin menolak permintaan dari kakek luarnya ini.

   Tapi diapun balik bertanya.

   "Yaya, mana jubah wasiat milik ibuku. Apakah tidak kau pakai ditubuhmu?"

   Menghadapi pertanyaan ini Lan Ciu-sui segera tertawa.

   Seandainya jubah Thian-sun-gwat-lo-san dikenakan ibunya, tak mungkin ibunya akan tewas, sebab dengan kemampuan dari Oh Ceng-thian serta Lan Hong suami istri, andaikata Pek-ih-ang-hud Lan Hong tidak terluka lebih dulu, tak mungkin mereka akan menderita kekalahan total.

   Lan Ciu-sui pun memberitahukan kepada Oh Put Kui bahwa baju wasiat itu telah dipinjamkan ibunya kepada Thian- hian-huicu.

   Sekarang Oh Put Kui baru mengerti, apa sebabnya selama dua puluh tahun Wi Thian-yang belum berhasil juga menemukan jejak dari baju wasiat Thian-sun-gwat-lo-san tersebut, rupanya baju itu sudah dipinjamkan kepada Thian- hian-Huicu Ki Un-hong.

   Tiba-tiba satu ingatan melintas lewat dalam benak Oh Put Kui...........

   Ia seperti mempunyai firasat bahwa diantara dipinjamnya baju wasiat gwat-lo-san tersebut dengan kematian yang menimpa ibunya terdapat suatu sangkut paut yang sangat erat.

   Tapi disaat ia mencoba untuk memikirkan persoalan ini lebih jauh, diapun merasa agak bingung.

   Kini, Lan Ciu-sui telah mengatakan bahwa raja setan penggetar langit Wi Thian-yang merupakan dalang yang membunuh ibunya, dalam hal ini ia tidak menaruh curiga lagi, tapi dia tetap beranggapan bahwa mencari tahu baju wasiat itu hendak dihadiahkan Wi Thian-yang kepada siapa mungkin jauh lebih berharga.

   Karena itulah diapun berkata kepada kakek latah awet muda bahwa dia bermaksud hendak berangkat ke Biau-hong- san lebih dulu.

   kakek latah awet muda segera menggelengkan kepalanya berulang kali seraya berkata.

   "Tunggulah tiga hari lagi, kakekmu perlu beristirahat lagi selama tiga hari sebelum berbuat sesuatu."

   Terpaksa Oh Put Kui harus menanti lebih jauh.

   Tapi menunggu selama tiga hari ini ternyata memberikan manfaat yang sangat besar kepadanya.

   Ternyata pada hari kedua, Bong-ho siansu serta Kit Bun-siu munculkan diri disitu.

   Menurut perkiraan Oh Put Kui, munculnya dua orang tokoh silat ini sudah pasti karena dihubungi oleh situkang ramal setan Li Hong-siang.

   Bagaimanapun juga secara diam-diam Oh Put Kui harus mengakui atas ketelitian dari Li Hong-siang.

   Sebab situkang ramal setan telah memberitahukan kepada Nyoo Siau-sian bahwa sebagian besar jago yang berada digedung Sian-hong-hu sekarang, dimasa lampau mereka adalah anak buah dari Kit Bun-siu.

   Padahal Kit Bun-siu sendiripun merupakan orang yang paling dipercaya dari Bong-ho siansu.

   Oleh sebab itu dengan mendapatkan dukungan dari Bong- ho siansu, hal ini sama artinya dengan memperoleh dukungan penuh dari segenap jago yang masih tersebar dalam gedung Sian-hong-hu.

   Sudah barang tentu Nyoo Siau-sian amat setuju dengan usul dari Li Hong-siang ini.

   Itulah sebabnya Li Hong-siang segera menulis surat dan memberi kabar kepada Bong-ho siansu.

   Bahkan bersama-sama Kit Bun-siu, mereka muncul bersama diibukota.

   Malam itu, diruang Wan-sim-teng diselenggarakan sebuah perjamuan kecil untuk merayakan kedatangan Bong-ho siansu serta Kit Bun-siu, tapi dalam kenyataan pesta itu khusus diadakan untuk menyambut munculnya wadah dan wajah baru dalam gedung Sian-hong-hu.......

   oOdwOooOdwOo0dw0oOdwOooo Pada hari keempat, Oh Put Kui minta diri kepada Nyoo Siau-sian.

   Diluar dugaan ternyata Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui telah menyiapkan pula barang-barang perbekalannya, mereka berdua telah bertekad akan mengikuti Oh Put Kui kemanapun pemuda itu hendak pergi...........

   Menghadapi keadaan tersebut, Oh Put Kui segera berkerut kening sambil tertawa getir.

   Sebaliknya kakek latah awet muda menyambutnya dengan gelak tertawa keras.

   Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui sendiri hanya tersenyum menyaksikan kesemuanya ini.

   Akhirnya merekapun berangkat mengikuti Oh Put Kui.

   Pengemis pikun segera mendekati Oh Put Kui dan berbisik lirih.

   "Lote, aku lihat kau memang muur sekali nasibnya, sekali panah memperoleh dua gadis manis sekaligus................"

   Istana Pek-soat-goan-kun dibukit Biau-hong-san berdiri megah dan mentereng.

   Hari ini, didepan istana tiba-tiba muncul empat orang lelaki dan dua orang gadis muda.

   Dari ke tujuh orang itu, tiga orang sudah lanjut usia dan tiga yang lainnya masih muda.

   Mereka bukan peziarah, tapi keenam orang itu langsung menuju kehalaman belakang bangunan istana.

   Pengemis pikun dengan rambutnya yang awut-awutan berjalan dipaling muka.

   Pengurus istana Pek-soat-kiong berniat menghalangi mereka, tapi usaha tersebut tak berhasil dalam waktu singkat keenam orang itu sudah memasuki halaman belakang.

   Halaman belakang istana Pek-soat-kiong luas sekali, pepohonan tumbuh disitu dengan rimbunnya.

   Ketika pengemis pikun berjalan menembusi sebuah hutan bwee, mendadak dia menghentikan langkahnya.

   Dengan perasaan tegang Nyoo Siau-sian segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu tanyanya.

   "Liok tua, ada dimana?"

   Dimana? Pengemis pikun membelalakan matanya lebar-lebar, dia sendiripun tidak tahu. Kiau Hui-hui segera berkata sambil tertawa.

   "Adik Sian, Liok tua sendiripun tidak tahu!"

   Pada saat itulah Oh Put Kui telah berkata sambil tertawa.

   "Liok loko, bagaimana kalau kita lakukan pemeriksaan lebih dahulu disekitar tempat ini ?"

   Pengemis pikun memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, disitu semuanya terdapat empat buah pesanggarahan indah, sambil menggelengkan kepala segera katanya.

   "Tidak usah diperiksa lagi, asal diumpat diakan bakal muncul dengan sendirinya!"

   "Aaaaahh, mana boleh begitu..........."

   Seru Oh Put Kui sambil berkerut kening. Mendadak............. Kakek latah awet muda telah tertawa tergelak sambil berteriak keras.

   "Setan kurus she Cin, kau keluar tidak? Jangan dikira permainanmu itu dapat menghalangiku..............."

   Bersamaan dengan teriakan dari kakek latah awet muda itu mendadak muncul segulung asap tipis dari sisi kanan dimana keenam orang itu berada.

   Andaikata kakek latah awet muda tidak keburu berteriak lebih dulu, Oh Put Kui sekalian tak nanti akan menaruh perhatian ke situ, dan bisa jadi mereka akan termakan oleh serangan gelap tersebut.

   Begitu asap tipis itu muncul, Peng-goan-koay-kek Lan Ciu- sui segera tersenyum.

   Dia segera mengebaskan ujung bajunya kedepan, asap tipis itupun hilang lenyap tak berbekas.

   Pada saat itulah..........

   Dari balik sebuah pesanggarahan disisi kanan berkumandang datang suara jeritan aneh yang jauh lebih tak sedap didengar daripada suara tangisan.

   "Kau situa bangka celaka ada urusan apa datang mencariku? Hey........."

   Setelah terhenti sejenak, orang itu berseru lagi.

   "Siapa yang telah menghancurkan dupa sepuluh li ku itu?"

   Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera tertawa tergelak.

   "Haaaaaaaaahhhhhh............. haaaaaaaaaaahhhhh.......... haaaaahhhhhhhh........ siapa lagi, tentu saja aku si Lan manusia aneh!"

   Tampaknya orang itu merasa terkejut sekali disamping rasa herannya, kembali dia berteriak.

   "Hey Lan lokoay, kau telah berhasil memulihkan kembali seluruh tenaga dalammu?"

   Lan Ciu-sui tertawa seram.

   "Permainan busuk dari Wi Thian-yang masih belum cukup untuk menhancurkan diriku secara keseluruhan.............."

   Sementara itu kakek latah awet muda telah berteriak pula keras-keras.

   "Hey setan kurus, kau bersedia keluar tidak?"

   Hening sesaat, kembali dia berteriak.

   "Terus terang kubilang, andaikata kau tidak keluar lagi dari sini, jangan salahkan bila aku tak akan sungkan-sungkan, kau anggap pesanggrahan kecilmu itu mampu menahan sebuah seranganku..........."

   Belum habis perkataan itu bergema, suara yang menyerupai orang menangis itu telah bergema lagi.

   "Tua bangka celaka, kau jangan berbuat semaunya sendiri........!"

   Bersamaan itu pula didepan pintu pesanggrahan telah muncul seorang kakek bertubuh kurus bagaikan bambu, dengan ketinggian sembilan depa dan memakai jubah berwarna hitam.

   Oh Put Kui segera menjumpai kalau paras muka kakek itu pucat pias tak ubahnya seperti sesosok mayat.

   Dalam pada itu kakek latah awet muda telah berjalan lebih dulu menghampiri pesanggrahan tersebut dengan langkah lebar.

   "SEtan kurus, lebih baik kita berbicara didalam rumah saja.........."

   Ajaknya.

   "Silahkan!"

   Sahut kakek kurus itu sambil berkerut kening.

   "setelah bertemu dengan tua bangka semacam kau, memang aku tak bisa banyak berkutik........."

   Dibalik pintu merupakan sebuah ruang tamu kecil, dikedua sisinya merupakan kamar tidur yang tertutup dengan tirai tebal, sehingga orang yang berada diluar sulit untuk melihat keadaan didalamnya.

   Begitu melangkah masuk kedalam ruang tamu, kakek latah awet muda segera menempati kursi utama.

   "Lan lote, silahkan duduk disini!"

   Serunya kemudian.

   Bukan saja dia sendiri menempati kursi utama, bahkan mengundang pula Lan Ciu-sui untuk menempati disampingnya.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kakek kurus beralis putih itu tidak banyak berbicara, dia hanya mengawasi sampai keenam orang tamunya duduk semua.

   Kemudian Lan Ciu-sui baru bertanya sambil tertawa.

   "Saudara Ciu, mana Wi Thian-yang?"

   Sekarang Oh Put Kui sudah tahu kalau kakek kurus itu tak lain adalah kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan, satu diantara dua manusia menangis dan tertawa, tapi sebelum diperkenalkan dia tak ingin turut menimbrung dalam pembicaraan tersebut.

   Mendadak terdengar kakek cengeng beralis putih menjerit lengking .

   "Wi Thian-yang tidak berada disini!"

   "Apa? Wi Thian-yang tidak berada disini?"

   Seru Lan Cui-siu dengan kening berkerut.

   "Betul!"

   "Aku tidak percaya!"

   Mendadak kakek cengeng beralis putih menjerit lagi dengan suara yang melengking.

   "Aku paling tak suka berbohong dengan orang, apabila saudara Lan tidak percaya, akupun tak ingin memberi penjelasan lebih lanjut, terserah kepadamu sendiri..............."

   Berkilat-kilat sepasang mata Lan Ciu-sui memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu setelah tertawa dingin serunya kembali.

   "Mana Ku Bun-wi?"

   "Diapun tak ada disini !!"

   "Saudara Ciu,"

   Dengan gusar Lan Ciu-sui segera berseru.

   "aku harap kau jangan bermain gila dihadapan kami !"

   Kakek cengeng beralis putih pun segera tertawa menyeramkan.

   "Heeeeeehhhhhh......... hhhhheeeeeeeeehhhhhh.......... heeeeehhhhhhhhh........ saudara Lan, terhadap kalian semua tak perlu ku gunakan sesuatu tingkah, memang dalam kenyataannya mereka sudah pergi meninggalkan bukit Biau- hong-san ini semenjak lima hari berselang.........."

   "Kemana mereka telah pergi ?"

   Tiba-tiba kakek latah awet muda menimbrung.

   "Aku sendiripun tak tahu..............."

   "Kau berani mengulangi sekali lagi?"

   Teriak kakek latah awet muda sambil melotot besar.

   Mencorong sinar mata yang mengerikan hati dari balik mata orang tua itu.

   Kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan benar-benar tak berani mengulangi kata-katanya sekali lagi.

   Dia mengangkat bahunya lalu berteriak.

   "Tua bangka Ban, mengapa sih kau bersikap galak dan garang terhadapku?"

   "Untuk menghadapi manusia-manusia macam kau, selain bersikap garang rasanya tak ada cara lain lagi yang bisa kulakukan, apa boleh buat..............."

   "Hey, kau memang tua bangka yang tak mau mampus.............?"

   Umpat kakek cengeng lagi sambil gelengkan kepala. Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berkata lagi dengan suara lirih.

   "Mereka telah pergi ke Ngo Tay-san!"

   "Bukit Ngo Tay-san?"

   "Benar!"

   "Mau apa mereka pergi ke bukit Ngo-tay-san?"

   Desak kakek latah awet muda lebih jauh dengan kening berkerut.

   "Aku juga tidak tahu!"

   Kali ini si kakek latah awet muda tidak mendesak lebih jauh, seakan-akan dia tahu kalau orang itu juga tak tahu. Lan Ciu-sui segera bertanya pula.

   "Berapa orang yang telah pergi kesana?"

   "Mungkin terdiri dari belasan orang !"

   Lan Ciu-sui menjadi tertegun.

   Sudah hampir dua puluh tahun lamanya dia dikurung dalam penjara, sudah barang tentu diapun tidak mengetahui segala sesuatu tentang dunia persilatan secara jelas.

   Siapa-siapa saja yang kini menjadi anak buah Wi Thian- yang? Tentu saja dia tak tahu secara pasti.

   Sementara itu kakek latah awet muda telah bertanya lagi sambil tertawa tergelak.

   "Setan kurus, mengapa kau sendiri tidak ikut pergi?"

   Ketika mendengar pertanyaan ini, diam-diam Oh Put Kui berpikir.

   "Pertanyaan dari Ban tuan ini memang tepat sekali, aku sendiripun merasa keheranan apa sebabnya si tua Ciu ini tidak ikut pergi bersama mereka.............."

   Kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya.

   "Aku malas untuk berjalan jauh!"

   "Apanya yang malas berjalan jauh?"

   Jengek Lan Ciu Sui sambil tertawa dingin.

   "sudah jelas kau bermaksud duduk dirumah sambil berusaha mengumpulkan berita dari mana- mana, bukan kah begitu tujuanmu..........."

   Kakek cengeng beralis putih kembali tertawa seram.

   "Kau anggap aku adalah seorang pencari berita untuk kepentingan orang lain?"

   "siapa tahu memang begitu............"

   Kembali Lan Cui-siu mengejek sinis. Kakek latah awet muda segera menambahkan pula sambil tertawa.

   "Setan kurus, selain kau, siapa saja yang masih tertinggal dibukit Biau-hong-san ini?"

   "Tak ada siapa-siapa lagi, semua anak buah Wi Thian-yang telah pergi dari sini!"

   "Bagaimana dengan keempat pengawal pedangnya?"

   Pada saat itulah tiba-tiba Oh Put Kui menimbrung.

   "Mereka juga ikut pergi!"

   Tapi setelah berbicara sampai ditengah kalimat, tiba-tiba dengan marah kakek cengeng beralis putih berteriak.

   "Siapakah kau sianak muda? Berani amat mengajak bicara diriku?"

   Mendengar perkataan tersebut Oh Put Kui segera tertawa hambar, katanya.

   "Masa untuk berbicara dengan kau pun masih dibedakan juga siapa yang berhak dan siapa yang tidak?"

   Kakek cengeng beralis putih segera berteriak aneh.

   "Tentu saja harus dibedakan mana yang berhak dan mana yang tidak.............. bocah keparat, siapakah kau?"

   Oh Put Kui tertawa tergelak.

   "Aku she Oh bernama Put Kui.........."

   "Oohh, jadi kau yang bernama Oh Put Kui?"

   Teriak kakek cengeng beralis putih tiba-tiba sambil berkerut kening.

   "Betul, kau katakan cukup berhak tidak untuk berbicara denganmu?"

   Kakek cengeng beralis putih melototkan matanya bulat- bulat, agaknya dia hendak mengumbar hawa amarahnya. Tapi kemudian dia gelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas panjang, kembali katanya.

   "Cukup, cukup! Dengan memandang diatas wajah saudara Beng, aku tak akan menyalahkan dirimu lagi!"

   Suatu perkataan yang ingin mencari menangnya sendiri.

   Agaknya dia mau mengalah karena memandang diatas wajah si kakek sakti tertawa panjang Beng Pek-tim.

   Sudah barang tentu Oh Put Kui tak sudi menerima keramahan tersebut karena membonceng kemampuan orang.

   Tiba-tiba sja dia tertawa dingin, lalu berseru.

   "Kau maksudkan memandang diatas wajah si kakek sakti she Beng..........?"

   "Yaa, andaikata aku tidak memandang diatas wajah saudara Beng, tak nanti akan mengampuni dirimu."

   Dengan menguarnya perkataan tersebut, suatu kesempatan baik buat Oh Put Kui telah tiba.

   Sesungguhnya sianak muda itu memang berniat untuk mengobarkan hawa amarahnya, dan sekarang dia telah memperoleh peluang yang baik untuk keberhasilan rencananya itu.

   Serta merta dia pun berseru keras.

   "Aku rasa kau tidak usah memperdulikan soal kakek sakti she Beng lagi, disamping itu akupun yakin tak perlu menggantungkan diri pada kebolehan orang lain, tanpa dukungan orang lain, aku merasa diriku cukup berhak!"

   "Bocah keparat, kau betul-betul keras kepala........."

   Seru kakek cengeng beralis putih dengan kening berkerut. Oh Put Kui kembali tertawa.

   "Bila kau tak percaya, mengapa kita tidak mencoba-coba kemampuan masing-masing?"

   Begitu ucapan tersebut diutarakan, Lan Ciu-sui segera mengerutkan dahinya rapat-rapat.

   Sebagai seorang kakek yang baru bersua dengan cucunya, sudah barang tentu dia tak ingin menyaksikan cucunya menderita kerugian ditangan orang lain, segera serunya pula sambil tertawa dingin.

   "Bocah ini adalah cucu luarku, saudara Ciu apakah kau masih merasa kurang puas?"

   Kakek cengeng beralis putih nampak tertegun setelah mendengar perkataan itu, serunya kemudian.

   "Dia adalah cucumu?"

   "Yaaa, dia adalah putra dari putri sulungku, kalau bukan cucuku lantas apa namanya?"

   Kakek cengeng beralis putih segera termenung dan membungkam diri dalam seribu bahasa. Lama kemudian................ Kakek cengeng beralis putih membuka matanya kembali, lalu berkata dengan lantang.

   "Saudara Lan, aku tetap akan mencoba kemampuan dari bocah muda ini..........."

   Timbul hawa amarah diatas wajah Lan Ciu-sui, agaknya dia menjadi berang karena perkataan itu, baru saja hendak mengumbar hawa amarahnya, tiba-tiba kakek latah awet muda menimbrung dari samping sambil tertawa tergelak.

   "SEtan kurus, jika kau kurang percaya tentu saja boleh mencoba kemampuannya, tapi aku rasa nama besarmu tidak gampang diperoleh, lebih baik tak usah mencari penyakit buat diri sendiri..........."

   Dengan perkataan dari kakek latah tersebut, kakek cengeng beralis putih tak bisa mengundurkan diri lagi dari keadaan tersebut, bagaimanapun juga dia harus mencoba kemampuan dari lawan mudanya ini................

   Sebab perkataan tersebut sangat mengena dihatinya memaksa dia tak mungkin berpeluk tangan belaka.

   Dengan penuh amarah kakek cengen beralis putih segera berteriak keras.

   "Ban tua, terima kasih banyak atas maksud baikmu memperingatkan aku, tapi bagaimanapun juga aku tetap akan mencoba kemampuan dari bocah keparat ini!"

   Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berpaling kearah Oh Put Kui sambil serunya pula.

   "Hey, anak muda, aku telah bertekad akan mencoba kemampuan yang kau miliki itu........"

   "Bagus sekali, aku sendiripun mempunyai keinginan yang sama,"

   Jawab Oh Put Kui tertawa. Setelah berhenti sejenak, segera bisiknya pula kepada Lan Ciu-sui, kakeknya.

   "Yaya, cucunda tidak takut dengannya!"

   "Tapi kau mesti berhati-hati, tenaga dalam yang dimiliki mahluk tua itu amat lihay!"

   Kata Lan Ciu-sui sambil memberi peringatan.

   "Cucunda tahu.................."

   Dalam pada itu kakek cengeng beralis putih telah menjerit keras dengan suara melengking.

   "Hey anak muda, aku ingin mencoba tenaga dalam lebih dulu............."

   "AKu yakin cukup mampu untuk menghadapimu, tapi kau harus berhati-hati, jangan sampai mendapat malu nanti..............."

   Seru sang pemuda sambil tertawa.

   Perkataan dari anak muda itu benar-benar sangat lihay, lagi pula tajam sekali.

   Kakek cengeng beralis putih benar-benar dibuat naek darah sesudah mendengar perkataan tersebut.

   SEpanjang alis matanya segera berkerut, kemudian setelah tertawa seram katanya.

   "Bajingan muda, berhati-hatilah kau.............."

   Mendadak Oh Put Kui merasa hatinya bergetar keras.

   Rupanya bersama dengan selesainya perkataan lawan, sikakek cengen beralis putih telah mengerahkan ilmu Jut-siaw- kui-ku (tangis setan berhati remuk) yang merupakan ilmu sakti andalannya selama ini.

   Berhubung diarena masih hadir dua gadis dan pengemis pikun, maka sikakek cengeng beralis putih terpaksa mengerahkan ilmu tangisan setan penghancur hatinya dengan lewat cara ilmu menyampaikan suara.........

   Dengan begitu orang lain tak akan mendengar sura tersebut, tapi Oh Put Kui seorang diri dapat menangkap serangan tersebut secara nyata sekali.

   Dengan perasaan tergetar, cepat-cepat Oh Put Kui duduk bersila diatas tanah sambil mengatur pernapasan.

   Ilmu Thian-liong-sian-kang yang maha dahsyatnyapun dikerahkan untuk melindungi detak jantungnya.

   Suara tangisan sikakek cengeng beralis putih itu memang sangat hebat dan sanggup membetot sukma siapapun yang tak kuat mendengarnya, kini walaupun sudah dioancarkan dengan sangat hebat, tapi bagi Oh Put Kui, serangan tersebut sama sekali tidak mendatangkan daya pengaruh apapun.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Pemuda tersebut tetap duduk bersila dengan tenang, mantap dan kuat tak ubahnya seperti seorang hwesio.

   Menyaksikan kejadian tersebut, diam-diam si kakek cengeng beralis putih menjadi terkejut sekali.

   Dia tidak menyangka kalau kemampuan yang dimiliki Oh Put Kui telah mencapai tingkatan sedemikian hebatnya..........

   Biarpun dia sudah mengerahkan ilmu tangisan setan penghancur hatinya sampai paling puncak, namun daya pengaruh tersebut tidak berhasil mengalutkan jalan pikiran lawan.

   Dalam keadaan demikian, tiba-tiba saja timbul niat jahat dalam hati kakek cengeng tersebut, mendadak dia melancarkan serangan yang mematikan.

   Tenaga dalamnya segera dikerahkan mencapai dua belas bagian, tangisan keras macam lolongan serigala itu makin lama semakin bertambah merendah, lalu setelah dihimpun dalam pusar, secara tiba-tiba saja dia menangis kembali sekeras-kerasnya.

   Tenaga serangan yang digabungkan menjadi satu ini benar-benar mendatangkan daya pengaruh yang luar biasa.

   Walaupun Oh Put Kui mengandalkan ilmu Thian-liong-sian- kang untuk melindungi badan, nyaris juga kena kebobolan oleh serangan suara tangisan yang membetot sukmanya sehingga hawa murninya hampir saja buyar.

   Tapi untung saja pihak lawan hanya mampu mengerahkan semacam itu hanya satu kali saja.

   Andaikata secara beruntun kakek cengeng beralis putih dapat melakaukan dua kali penyerangan secara beruntun, mungkin saja Oh Put Kui tak akan mampu menahan diri sehingga isi perutnya menderita luka parah..............

   Padahal waktu itu si kakek cengeng beralis putih telah kehabisan tenaga sama sekali.

   Atas getaran akibat serangan maut itu Oh Put Kui masih tetap duduk tenang di tempat semula.

   Peristiwa ini kontan saja membuat kakek cengeng beralis putih menjadi kaget bercampur tertegun.

   Nyata sekali kemampuan yang dimiliki bocah muda ini memang sangat hebat dan luar biasa.

   Padahal kakek cengeng beralis putih yakin, apabila tenaga dalamnya dihimpun menjadi satu dan ilmu tangisan setan penghancur hatinya dipancarkan secara langsung terhadap seseorang, biar dia seorang ketua dari sebuat partai besarpun, tak nanti ada orang yang akan sanggup untuk mempertahankan diri.

   Tapi kenyataannya bocah muda she Oh masih sanggup untuk menerima serangannya tanpa kekurangan sedikit apa pun, mungkinkah kemampuan yang dimiliki bocah muda ini jauh lebih tangguh daripada kemampuan para ketua partai lainnya? Padahal Oh Put Kui sendiripun dibuat terperanjat sekali atas kehebatan lawannya.

   Dia bisa mempertahankan diri tanpa menderita kalah tak lain tak bukan karena mengandalkan hawa murninya.

   Andaikata si kakek cengeng beralis putih mampu menghimpun kembali sisa kekuatan hawa murninya serta sakali lagi melancarkan serangan dengan ilmu tangisan setan penghancur hati, tak disangkal lagi Oh Put Kui tentu akan menderita kerugian besar................

   Dengan demikian kedua belah pihak sama-sama dibuat terkesiap oleh kemampuan lawannya.

   Tapi dengan kejadian itu pula mereka berdua sama-sama memperoleh kesan bahwa mereka tak boleh memandang enteng kemampuan yang dimiliki lawannya.

   Kakek cengeng beralis putih mengernyitkan alis matanya, lalu setelah membuyarkan hawa murninya, dia berseru keras.

   "HEy anak muda, kau telah unggul! Selama hidup meskipun aku enggan tunduk kepada orang lain, tapi hari ini mau tak mau aku harus takluk kepadamu.........."

   Setelah menggelengkan kepalanya berulang kali diiringi helaan napas panjang kakek yang kurus lagi jangkung kembali berkata.

   "Bocah muda, aku yakin Beng loko pasti pernah menderita kerugian pula secara diam-diam sehingga waktu itu dia mundurkan diri sebelum melakukan pertarungan denganmu..........?"

   Rupanya kakek cengeng beralis putih tetap enggan mengakui kelemahannya, terutama dengan rekannya sikakek sakti tertawa panjang.............. Oh Put Kui membuyarkan kembali hawa murninya kemudian berkata sambil tertawa.

   "Kakek Ciu terlalu merendah, sesungguhnya Beng tua memang pernah beradu ilmu denganku sebelum mengundurkan diri tempo hari.............."

   Kakek cengeng beralis putih segera tertawa keras, meski suara tertawanya jauh lebih mirip dengan tangisan seseorang.

   "Apakah kau pergunakan ilmu Thian-liong-ci waktu itu?"

   Tanyanya cepat.

   "Betul, memang ilmu jari tersebut yang kugunakan."

   "Itulah dia anak muda............."

   Setelah berhenti sejenak, dia berpaling kearah Lan Ciu-sui dan berkata lebih jauh.

   "Saudara Lan, kuucapkan selamat kepadamu karena kau mempunyai seorang cucu yang sangat hebat!"

   Dari mimik wajahnya dapat diketahui kalau perkataan tersebut diutarakan setulus hatinya tanpa sesuatu paksaan sedikitpun juga................ Peng-goan-koay-kek Lan Cui-siu segera tertawa terbahak- bahak karena girang.

   "Saudara Ciu, aku segera akan menyuruh cucuku minta maaf kepadamu, disamping itu ku ucapkan terima kasih juga kepadamu karena telah berbelas kasih dengan menjaga nama baik cucuku ini."

   Cepat kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya berulang kali, dia berkata.

   "Saudara Lan, bila kau lakukan hal tersebut, maka sama artinya dengan mengejek diriku.............."

   Tiba-tiba kakek latah awet muda tertawa tergelak, selanya.

   "HEy, bagaimana kalau kalian berdua tak usah bersungkan-sungkan terus? Setan kurus she Ciu, kau berdiam di bukit Biau-hong-san selama ini apakah bermaksud menjadi tulang punggung si raja setan penggetar langit?"

   "Tidak!"

   Diluar dugaan kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya.

   Jawaban yang diberikan ini kontan saja membuat kakek latah awet muda sekalian menjadi tertegun.

   Mereka tidak menyangka kalau kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan yang bersahabat dengan raja setan penggetar langit Wi Thian-yang, ternyata tidak berkomplot dengannya bahkan tidak pula memberi dukungan kepada rekannya itu.

   Tak heran kalau semua orang dibuat terbelalak dan berdiri termangu..........

   Kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan memandang sekejap wajah orang-orang itu, kemudian serunya lagi dengan suara lengking.

   "Ban tua, sesungguhnya aku sendiripun dijadikan sandera.............."

   "Oleh siapa?"

   Hampir saja kakek latah awet muda melompat bangun saking kagetnya.

   Benarkah dua manusia aneh tertawa dan menangis telah dijadikan sandera? Tapi oleh siapa? Yaa, oleh siapa? Mereka tidak percaya kalau raja setan penggetar langit mempunyai kemampuan sehebat ini.

   Tapi selain Wi Thian-yang, siapa pula yang memiliki kemampuan semacam ini? Biarpun dalam dunia persilatan terdapat banyak sekali jago-jago berilmu tinggi, tapi siapakah diantara mereka yang mampu menguasai dua manusia aneh tertawa dan menangis sekaligus? Pertanyaan yang diajukan oleh kakek latah awet muda ternyata tidak memperoleh jawaban yang memuaskan hati.

   Kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya dan menyahut dengan suara dalam.

   Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera berseru pula dengan suara dalam.

   "Saudara Ciu, mengapa sih kau nampak ragu untuk mengutarakannya keluar?"

   Kakek cengeng beralis putih segera memperdengarkan suara tertawanya yang mirip dengan lolongan serigala.

   "Saudara Lan, aku bukannya ragu untuk berbicara, tapi sesungguhnya terikat oleh sumpah..........."

   "Kaupun terikat oleh sumpah?"

   Kakek latah awet muda segera tertawa keras sesudah mendengar perkataan ini.

   "hey si kurus, kalau dilihat dari kemampuan orang tersebut untuk memaksa kau si manusia cengengpun harus pegang teguh sumpahmu, bisa kuduga dia tentunya seorang tokoh ternama didalam dunia persilatan."

   Kakek cengeng beralis putih tidak menjawab, dia han


Tusuk Kondai Pusaka Karya SD Liong Misteri Bayangan Setan -- Khu Lung Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung

Cari Blog Ini