Ceritasilat Novel Online

Misteri Pulau Neraka 20


Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 20


engan begitu saja.

   Tapi nyatanya dia justru membela Oh Put Kui dan merasa tak puas bagi tegurannya, dari sini membuktikan kalau Leng To telah berhasil melihat bahwa anaknya bakal berhasil dikemudian hari menjadi seseorang yang berguna.

   Oleh karena itulah Oh Ceng-thian merasa gembira dan riang.

   Setelah tertawa terbahak-bahak segera ujarnya.

   "Teguran saudara Leng memang benar, aku memang sudah menyalahkan bocah ini!"

   "Kau bisa mempunyai seorang anak semacam ini, sudah sepantasnya bila suadara Oh bergembira................"

   Kembali Leng To berkata dengan suara dingin. Tiba-tiba Tu Ji-khong si pemabok dari Tiang-pek-san menyela sambil tertawa tergelak.

   "saudara Oh, bocah ini merupakan ahli waris kita bertujuh, kau jangan membentak dia terus menerus, kalau sampai membuat ia menjadi ketakutan, hmmmm! Aku tak akan terima..................."

   Mi-sim-kui-to segera berseru pula sambil tertawa.

   "Sesungguhnya persoalan ini tak perlu diributkan terus, tapi kalian malah cekcok sendiri karena masalah sepele, benar- benar keterlaluan. Ketika bocah ini datang untuk pertama kalinya dulu, kita masing-masing telah mewariskan semacam ilmu silat kepadanya, padahal sejak itu soal hubungan sudah resmi ada, tapi sekarang kalian malah meributkannya kembali, apakah hal ini tidak berlebihan? Nah, mari kita beralih kesoal yang serius saja. Barusan aku teringat kembali dengan ayah mertua saudara Oh, mengapa sekian lama belum juga ada kabar berita tentangnya? Nak, apakah kau pernah bersua dengannya didaratan Tionggoan?"

   Baru sekarang Oh Put Kui teringat kalau dia sudah lupa menceritakan tentang Kakek luarnya itu. Maka sambil tertawa segera katanya.

   "Boanpwe telah bertemu dengan gwakong!"

   "Nak, dimanakah gwakongmu sekarang?"

   Seru Oh Ceng- thian dengan emosi.

   "Ketika ananda berangkat kemari, dia orang tua melakukan perjalanan bersama-sama si tua Ban, mungkin disaat kita sampai dikota Kim Leng, dia telah menunggu kedatangan kita disitu!"

   Oh Ceng-thian segera menghembuskan napas panjang, katanya kemudian.

   "Nak, apakah gwakongmu juga belum tahu siapa yang telah membunuh ibumu?"

   "Gwakong telah dikurung Wi Thian-yang dalam penjara bawah tanah selama delapan belas tahun lamanya, justru ananda bertemu kembali dengan gwakong setelah berhasil menolongnya dari gedung Sian-hong-hu diibu kota...................." @oodwoo@

   Jilid 41

   "Kalau begitu Wi Thian-yang benar-benar patut dicurigai.........."

   "Baik boanpwe maupun gwakong serta si tua Ban, semuanya berpendapat demikian.........."

   "Haaaaaaaahhhh.......... haaaaaahhh......... haaaaaahh........"

   Tu Ji-khong tertawa tergelak pula.

   "saudara Ku, kedatangan kita ke daratan Tionggoan kali ini tentu bertambah semarak, malahan bisa jadi akan disuguhi tontonan yang menarik! Selain empat buah peristiwa berdarah, masalah enso Oh pun sudah cukup memusingkan kepala orang."

   "Lote pemabuk, apakah kau tidak merasa terlalu awal untuk menduga mulai sekarang? Siapa tahu disaat kita tiba disitu, segala urusan telah terselesaikan, nah kalau sampai begitu, apa pula yang bakal merepotkan dirimu?"

   "Tampaknya Ku lotoa sudah terlanjur malas, andaikata segala sesuatunya berlangsung seperti apa yang kau duga, sebelum kita sampai urusan telah beres, bukankah dunia persilatan sudah lama menjadi tenang kembali?"

   "Yaa, betul, bukankah kau berharap dunia persilatan cepat tenang kembali sehingga kau punya waktu luang untuk minum arak setiap hari?"

   "Lotoa, bila aku minum arak setiap hari, mungkin para iblis kembali akan merajalela."

   Perkataan tersebut segera disambut oleh rekan-rekannya dengan gelak tertawa keras.

   Dibawah kemudi si kakek nelayan dari lautan timur yang amat cekatan, tidak sampai beberapa jam kemudian perahu sudah merapat didermaga kota Giok-huan.

   Kakek nelayan dari lautan timur segera mempersilahkan ketujuh orang tua itu naik keatas daratan.

   Tiba-tiba Coat-cing kongcu Leng To menghela napas panjang, katanya.

   "Delapan belas tahun lamanya aku tak pernah menyaksikan keramaian kota dan kesemarakan rumah makan, setelah menjumpainya kembali hari ini, rasanya segala sesuatunya serba asing......"

   "Haaaahhhhh........ haaaaaaaaahhhh......... hhhhaaaaaaaahhhhhh........ perasaan dari saudara Leng ini sungguh diluar dugaan kamu semua!"

   Katan Tu Ji-khong menanggapi.

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, mendadak dari kejauhan sana berkumandang suara pujian kepada sang Buddha, menyusul kemudian tampak tiga sosok bayangan manusia meluncur tiba dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.

   Ketajaman mata Oh Ceng-thian memang jauh melebihi rekan-rekannya, mendadak ia tertawa tergelak seraya berseru keras.

   "Kedatangan sam-sian sungguh mengejutkan hati kami semua.........."

   Rupanya Hong-gwa-sam-sian telah muncul bersama-sama ditempat itu........... Satu ingatan segera melintas dalam benak Oh Put Kui, pikirnya.

   "Cepat amat mereka peroleh kabar..............."

   Dalam pada itu, Pendeta liar dari Hoa-san Poan-cay siauceng, tosu bungkuk dari Soat-sia Thian-hian Cinjin serta Pendeta sakti dari Giok-hong It-ing taysu telah muncul dihadapan ketujuh orang tua tersebut.............

   Sambil tertawa Poan-cay siansu segera berkata.

   "Lolap Poan-cay mengucapkan selamat atas keberhasilan kalian bertujuh didalam meyakinkan ilmu silat serta balik kembali kedaratan Tionggoan!"

   Thian-hian cinjin dan It-ing taysu segera memberi hormat pula seraya berkata.

   "Keberhasilan sicu bertujuh dalam ilmu silat cukup membuat kami merasa kagum!"

   Dari ketujuh orang yang hadir, kecuali Coat-cing kongcu Leng To serta sastrawan latah Liong Ciok-thian yang cuma berdiri kaku, lima orang lainnya segera membalas hormat sambil tertawa.

   Oh Put Kui yang terbilang sebagai angkatan muda, hanya berdiri disamping dengan mulut membungkam.

   Tiba-tiba Poan-cay siansu berpaling kearahnya, lalu menegur sambil tertawa.

   "Siau-sicu, baik-baikkah kau semenjak waktu perpisahan dulu?"

   "Cepat nian kedatangan siansu,"

   Jawab Oh Put Kui sambil tertawa tergelak.

   "boanpwe betul-betul merasa kagum!"

   "Ketika Ban losicu mengutus orang memberi kabar, tentu saja lolap tak berani berayal. Pembicaraan dengan siau sicu dikuil Kek-cing-si tempo hari telah banyak membuka pikiran lolap, siau-sicu memang tidak malu menjadi ahli waris dari Tay-gi dan Thian-liong suheng, kemampuanmu membuat lolap betul-betul merasa sangat kagum..........."

   Kemudian sambil menjura kepada Oh Ceng-thian, kembali dia berkata.

   "Oh sicu bisa memperoleh bocah sehebat ini, tentu bahagia hidupmu dikemudian hari."

   "Aaaah, lo-siansu terlalu memuji, pujianmu membuat aku merasa tak tentram....."

   Kata Oh Ceng-thian sambil tertawa. Tiba-tiba Thian-hian cinjin berkata pula.

   "Kereta telah dipersiapkan didepan sana, bagaimana kalau pembicaraan kita lanjutkan setibanya dikota Kim-leng nanti?"

   Persiapan yang diatur ketiga dewa ini benar-benar amat sempurna, nyatanya sampai keretapun telah dipersiapkan. Ku Put-beng segera tertawa tergelak.

   "Waaaah, rupanya merepotkan kalian bertiga saja, kami benar-benar telah menyusahkan kalian."

   "Haaaaaaaaahhhhh......... haaaaahhhhh........ haaaaaaaahhhhhhhh....... asal sicu bertujuh tidak mengingat kembali perbuatan kami yang telah memaksa kalian mengasingkan diri dulu, pinto sekalian sudah merasa terima kasih sekali."

   Baru selesai Thian-hian tootiang berkata, sastrawan latah berpedang kutung telah menyambung sambil tertawa dingin.

   "Hidung kerbau, selewatnya hari ini, aku she Liong pasti akan mencarimu dan mengajak kau bertarung sebanyak tiga ribu jurus lagi!"

   Mula-mula Thian hian cinjin nampak tertegun setelah mendengar perkataan itu, tapi kemudian sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya.

   "Boleh, boleh saja, bila sicu memang berminat, biar harus mempertaruhkan nyawapun pinto pasti akan mengiringi keinginanmu itu."

   "Hmmmmm, kau sendiri yang berkata begitu, sampai waktunya harap kau sihidung kerbau jangan mangkir!"

   "Haaaaaahhhhhhhh..... haaaaaaaahhhhh......... haaaaaaaaahhhhh........... pinto bukan seorang yang gemar mengingkari janji."

   Dalam kesempatan itu si kongcu tak berperasaan Leng To telah berkata pula kepada It-ing taysu.

   "Bila ada kesempatan aku she Leng pun ingin meminta petunjuk dari sinni degnan menggunakan serulingku ini!"

   Agaknya dua orang tua yang sombong dan latah ini masih tetap memendam rasa mangkel dan mendongol kerena kekalahan yang pernah dideritanya dimasa lampau.

   Mendengar perkataan tersebut It-ing taysu segera merangkap tangannya didepan dada dan menyahut sambil tertawa.

   "Setelah melakukan latihan tekun hampir delapan belas tahun lamanya, pinni percaya ilmu seruling Liu-ho-siau-hoat pun telah mencapai tingkatan yang hebat, tapi pinni sadar kalau bukan tandinganmu lagi, aku rasa lebih baik pertarungan semacam ini diurungkan saja."

   Leng To kembali tertawa dingin.

   "Hmmm, apabila taysu tidak kuatir menurunkan pamor dari tiga dewa, aku sih mau-mau saja membatalkan pertarungan tersebut!"

   Dengan diutarakan perkataan itu, mau tak mau Giok-hong sinni It-ing taysu harus menerima tantangan tersebut.

   Ketika persoalan tersebut dapat diputuskan olehnya sendiri tanpa mempengaruhi nama baik Hong-gwa-sam-sian, sinni itupun segera menghadapinya dengan lega.

   Apalagi Thian-hian cinjin sudah menerima pula tantangan dari Liong Ciok-thian, andaikata menampik,bukankah pamor Hong-gwa-sam-sian betul-betul akan merosot? Maka setelah memutar pandangan matanya sejenak, It-ing tausupun segera berkata sambil tertawa hambar.

   "Jadi Leng sicu memaksa pinni untuk menerima tantanganmu itu.......?"

   "Tak ada salahnya bagi taysu untuk memutuskan sendiri!' jengek Leng-to sambil tertawa dingin.

   "Buddha maha pengasih, terpaksa tecu pinni bersedia menerima tantanganmu itu."

   "Bagaimana kalau sekarang juga?"

   Seru Leng-to lagi sambil tertawa tergelak.

   "TErserah kepada sicu!"

   Leng To segera tertawa dingin, dengan cepat dia mencabut keluar serulingnya, kemudian membentak.

   "Nah berhati-hatilah sinni........."

   Tampak cahaya merah berkelebat lewat secara beruntun dia melancarkan tiga buah serangan berantai. Secepat kilat It-ing taysu meloloskan pula pedang penakluk iblisnya seraya memuji.

   "Ilmu seruling dari sicu memang benar-benar luar biasa..........."

   "Sreeeet, sreeet........."

   Secara berantai dia lepaskan dua buah serangan yang segera membendung ancaman dari seruling Leng To.

   Melihat kejadian ini, Leng To mendengus marah, serulingnya segera diputar kencang bagaikan titiran air hujan, dalam waktu singkat daerah seluas beberapa kaki telah tergulung dibalik cahaya merah yang amat tebal itu dan mengurung tubuh nikoh itu rapat-rapat.

   Akan tetapi ilmu pedang ciang-mo-kiam-hoat dari It-ing taysu pun sangat hebat, ditengah gulungan cahaya merah, cahaya pedangnya berulang kali menyambar kian kemari.

   Melihat jalannya pertarungan itu, keenam orang kakek lainnya maupun Poan-cay taysu serta Hian-hian tojin hanya bisa menghela napas panjang.

   Oh Put Kui sendiri sebagai angkatan yang jauh lebih muda, tentu saja tak dapat mencampuri urusan tersebut.

   Dalam waktu singkat pertarungan yang berlangsung antara kedua orang jago itu, sudah mencapai pada puncaknya, serangan demi serangan yang dilancarkan juga makin hebat dan berbahaya, kini Leng To sudah mulai menyerang tanpa memperdulikan keselamatan sendiri, sebaliknya dari balik pedang It-ing taysu pun sudah mulai memancarkan hawa pembunuhan.

   Tiba-tiba.............

   Leng To serta It-ing sinni sama-sama menjerit kaget.

   Rupanya disaat Leng-to dan It-ing sinni menjerit kaget tadi, sesosok bayangan manusia telah berkelebat lewat dari antara kedua orang tersebut.

   "Hey, apakah kalian sudah bosan hidup?"

   Teguran lantang bergema memecahkan keheningan. Suara teguran itu sangat dikenal oleh Oh Put Kui.

   "Bagus sekali.............. Ban tua, kedatanganmu memang tepat pada saatnya........"

   Teriak Oh Put Kui kemudian sambil tertawa.

   Munculnya sikakek latah awet muda secara tiba-tiba sungguh berada diluar dugaan siapapun.

   Andaikata kakek tersebut telah muncul tepat pada saatnya, mungkin situasi dalam arena dapat berubah semakin gawat.

   Atau paling tidak pertarungan antara Leng To melawan It- ing taysu bisa berakibat terlukanya kedua belah pihak.

   Cepat-cepat Poan-cay siansu maju kedepan dan memberi hormat, katanya.

   "Lo sicu pinceng Poan-cay memberi hormat kepadamu!"

   Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaaaaaaahhhhhh.............. haaaaaaaaahhhhhh........... haaaaaaaaaahhhh........ hwesio cilik, bagus juga sepak terjangmu selama ini, paling tidak nama besar Hong-gwa-sam- sian sudah cukup mentereng dalam dunia persilatan dan disegani setiap orang!"

   Merah jengah selembar wajah Poan-cay siansu setelah mendengar ucapan itu, sahutnya agak tersipu.

   "Harap lo-sicu jangan menertawakan! Bila kemampuan pinceng sekalian dibandingkan dengan kau orang tua, keadaan kami betul-betul ibarat kunang-kunang dengan sinar rembulan, bagaimana mungkin dapat menandingimu? Apabila nama kosong pinceng sekalian masih bisa berkenan dalam pandanganmu, rasa kehidupan pinceng selama ini memang tidak sia-sia belaka."

   "Sudah cukup, tak nyana kau sihwesio kecilpun pandai membari topi kebesaran kepada orang lain,"

   Teriak kakek latah awet muda dengan keras. Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berpaling kearah Oh Put Kui sambil serunya pula.

   "Anak muda, mengapa perjalananmu begitu lambat? Masa baru hari ini kau pulang dari pulau neraka?"

   "Ban tua, sesungguhnya boanpwe tak pernah berhenti barang seharipun, bukankah hari Peh-cun baru saja lewat?"

   Sahut Oh Put Kui tertawa.

   "Apakah kau tetap berpegang teguh pada janjimu akan berangkat setelah lewat hari Peh-cun?"

   "Ki......... kuncu yang memberi perintah, tentu saja boanpwe harus turut perintah."

   "Baiklah, anggap saja kau memang beralasan.......... tapi, mana kedua orang yang lain?"

   Oh Put Kui menjadi tertegun setelah mendapat pertanyaan itu. Masih ada dua orang lagi? Siapakah kedua orang itu? "Masih ada dua orang?........... boanpwe datang kemari seorang diri!"

   "Omong kosong!"

   Bentak kakek latah awet muda dengan marah.

   "Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui menyusul dibelakangmu, apakah kau tidak tahu? Heran mengapa kau meniru seperti Liok Jin-khi, pikunnya setengah mati?"

   Tak terlukiskan rasa kaget Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu, serunya pula.

   "Apa? Jadi nona Nyoo dan nona Kiau juga turut kemari?"

   "Hey, tampaknya kau seperti benar-benar tidak tahu?"

   "Yaaa, boanpwe memang benar-benar tidak tahu! Ban tua, mengapa kau tidak berusaha menghalangi niat mereka?"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.

   "Bocah muda, kau menyalahkan diriku karena tidak berusaha untuk menghalangi, niatnya? Tapi mengapa pula kau tidak cukup waspada sepanjang jalan? Sudah sekian lama orang lain menguntilmu ternyata kau sama sekali tak tahu, coba kalau orang jahat yang berniat mencelakaimu, bukankah kau sudah mampus sedari dulu........."

   Mendengar itu Oh Put Kui segera tertawa.

   "Ban tua, boanpwe rasa seceroboh cerobohnya boanpwe tak nanti kecerobohanku bisa mencapai ketingkatan semacam itu."

   Tiba-tiba Oh Ceng Thian membentak keras.

   "Nak, mengapa kau bersikap demikian terhadap Ban tua?"

   Buru-buru Oh Put Kui menyahut.

   "Ayah, lain kali ananda tentu akan berusaha untuk merubah sikap ini."

   Biarpun dia sudah mengaku salah, namun si Kakek latah awet muda bukan saja tidak menjadi senang, malah serunya kepada Oh Ceng-thian.

   "Oh loji, kau jangan mengumpat bocah itu dulu, memang begitulah cara kami berbicara sedari dulu!"

   "Kau orang tua mana boleh bersikap begitu bebas kepadanya? Nanti dia bisa kurang ajar..............."

   "Haaaaaaaahhhhhh........... haaaaahhh........ haaaahhhh........ Oh loji, hitung-hitung aku masih merupakan sahabat karib dengannya, kenapa mesti kuurusi sial tetek bengek macam begitu? Lagipula aku masih berhutang budi kepada anakmu itu!"

   Kata-kata yang terakhir ini kontan saja membuat Oh ceng- thian tertegun, ia segera berkata.

   "Aaaahh, kau orang tua kelewat menyanjung bocah ini, berapa besar sih kemampuannya sehingga dapat melepaskan budi kepadmu?"

   "Haaaaaahhh............ haaaaaaaaahhhh............. haaaaaaaaahhh...... Oh loji, andaikata tiada putramu, mungkin aku masih tersekap didalam rumah loteng itu, bahkan bisa jadi sampai matipun tak dapat keluar untuk menghirup udara segar!"

   "Oya?"

   Kembali Oh Ceng-thian dibuat tertegun. Bukan cuma dia , bahkan Hong-gwa-sam-sian serta keenam orang kakek lainnyapun turut tertegun. Dengan wajah riang gembira kembali Kakek latah awet muda berkata.

   "Kalian tak usah kaget atau tercengang, tapi nyatanya memang bocah ini yang telah membantu aku untuk menangkan Kit Put Shia, sehingga akupun mendapatkan kesempatan untuk terlepas dari kurungan, budi kebaikan semacam ini tak pernah akan aku lupakan untuk selamanya.................."

   Oh Put Kui yang ikut mendengarkan perkataan itu dari samping, mendadak teringat akan sesuatu, segera serunya.

   "Ban tua, tahukah kau ketika boanpwe membantumu menghadapi Kit Put-shia di lembah Sin-mo-kok tempo hari, apa yang telah kuperbuat dalam uang yang terlempar kebawah itu?"

   "Anak muda, masa kau lupa dengan julukanku? Bukan saja perbuatan yang kau lakukan untuk membantuku mengungguli Kit Put-shia dapat kuketahui, sekalipun apa yang diperbuat Kit Put-shia dalam mengungguli diriku pada dua puluh tahun berselangpun tak akan bisa mengelabuhi aku."

   Selembar wajah Oh Put Kui menjadi merah padam seperti kepiting rebus, segera katanya sambil tertawa.

   "Kalau toh kau orang tua sudah tahu, mengapa tidak kau siapkan waktu itu?"

   "Aku tidak membongkar rahasia tersebut karena aku ingin tahu sebenarnya Kit Put-shia ingin berbuat apa terhadapku, sedangkan mengenai soal bantuan yang kau berikan, hal ini lebih gampang lagi, aku cuma ingin menggunakan cara yang sama untuk disuguhkan kepadanya, bukankah adil sekali namanya?"

   "Yaa, memang adil sekali, entah Kit Put Shia mengetahui rahasia tersebut atau tidak?"

   "Haaaaahhh......... haaaaaahhhhhh........ haaaaaahhhhhhhh......... aku rasa Kit Put-shia tidak akan lebih bodoh daripada aku!"

   "Ban tua, mengapa Kit Put-shia juga tidak membongkar rahasia tersebut waktu itu?"

   "Aaaah, masa dia tidak rikuh untuk berbuat demikian? Pertama-tama dia dulu yang menipu orang, setelah orang lainpun mengunggulinya dengan cara yang sama, tentu saja dia menjadi rikuh sendiri untuk mengutarakannya keluar."

   "Ban tua, ada suatu persoalan yang tidak kuketahui. Haruskah kutanyakan kepadamu?"

   "Kalau memang ingin bertanya, tanyalah cepat-cepat."

   "Seandainya Kit Put-shia berani membongkar rahasia tersebut waktu itu, apapula yang hendak kau perbuat?"

   "Haaaaaaaaaahh........ haaaahhh....... haaahhh........ mana ia berani berbuat begitu?"

   "Dalam hal ini masalanya bukan berani atau tidak, aku cuma pingin tahu andaikata dia sampai berbuat demikian, apa pula yang akan kau lakukan?"

   "Seandainya Kit Put-shia benar-benar berani berbuat demikian, paling tidak akupun akan menuntut ganti kerugian kepadanya karena telah mengekang kebebasanku selama dua puluh tahun. Nah, bayangkan saja, apakah dia berani menanggung resiko ini?"

   "Yaaa, betul juga perkataanmu, biarpun Kit Put-shia punya nyali sebesar kepalapun tak nanti ia berani menyerempet bahaya."

   "Itulah dia, oleh sebab itu akupun berlega hati membiarkan kau bermain gila..........."

   "Permainanmu betul-betul sangat tepat dan hebat, membuat boanpwe merasa sangat kagum!"

   "Sudahlah bocah muda, aku tak usah menjilat pantat terus,"

   Tukas Kakek latah awet muda tiba-tiba.

   "ayoh jawab dulu mana kedua orang budak itu? Bagaimanapun juga kau harus mencarinya sampai dapat, coba kau lihat, gurunya si budak Kiaupun berada disini."

   Kemudian setelah berhenti sebentar, katanya pula kepada It-ing taysu.

   "Nikou kecil, muridmu sudah lenyap. Mengapa kau tidak menagih kepada pemuda ini?"

   SEraya menyarungkan kembali pedangnya kedalam sarung, It-ing taysu menyahut sambil tertawa.

   "Ban-lo-sicu, Hui-hui pernah mendapatkan budi pelajaran silat darimu, apabila terjadi sesuatu hal atas dirinya, masa kau orang tua tidak ikut panik? Kalau toh kau sendiri tenang, buat apa boanpwe mesti gelisah?"

   "Betulkah demikian?"

   Seru Kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.

   "haaahhhh........ haaahhh....... haaaahhhh....... kau si nikoh cilik memang sangat lihay, tampaknya usahaku untuk mengadu domba tak akan tercapai........"

   Berbicara sampai disini, tiba-tiba dia berpaling seraya teriaknya keras-keras.

   "Mengapa kalian masih bersembunyi terus disitu? Ayoh cepat keluar........"

   Oh Put Kui segera dibuat tertegun oleh teriakan itu. Sementara dia masih termangu, dari balik kegelapan telah muncul dua sosok bayangan manusia. Ternyata mereka tak lain adalah Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui yang baru saja diributkan.

   "Suhu!"

   "Susiok!"

   Dua orang gadis itu langsung menuju kehadapan It-ing taysu.

   "Nak, mengapa kalianpun datang kemari?"

   It-ing taysu segera menegur sambil tertawa.

   "Kami datang kemari dengan mengikuti dibelakang Oh toako,"

   Sahut Kiau Hui-hui sambil tertawa.

   "ketika Oh toako sudah naik keperahu, kami gagal menemukan kapal yang bisa mengarungi samudra, karena itu terpaksa menunggu disini sampai sekembalinya, siapa tahu kami telah ditemukan oleh Ban-locianpwe!"

   "Nyali kalian berdua memang amat besar,"

   Ujar It-ing taysu sambil tertawa ramah.

   "Ehmm, Sian-ji juga ikut kemari, ayoh kalian berdua segera menjumpai tujuh malaikat dunia persilatan."

   Diperkenalkan oleh sinni, Kiau Hui-hui serta Nyoo Siau-sian segera maju kemuka dan memberi hormat kepada tujuh orang tua tersebut. Sambil tertawa tergelak Tu Ji-khong segera berseru.

   "Taysu, kau boleh berbahagia dengan mempunyai murid sebagus ini..........."

   "Ehmmm, bakat bagus,"

   Puji Oh Ceng-thian pula dengan gembira.

   "kuucapkan selamat kepada taysu karena mempunyai ahli waris yang hebat..........."

   Kemudian sambil berpaling kearah Nyoo Siau-sian, tanyannya pula.

   "Nona, siapakah gurumu?"

   Nyoo Siau-sian tahu kakek kurus ini adalah ayah kandung Oh Put Kui, tiba-tiba muncul suatu perasaan yang sangat aneh didalam hati kecilnya. Ketika mendengar pertanyaan tersebut, segera sahutnya sambil tersenyum.

   "Guru boanpwe adalah Wi-in........."

   "Ooh, gurumu adalah Hian leng Amcu? Nona harus berbahagia karena mempunyai guru yang hebat."

   "TErima kasih atas pujian cianpwe......."

   Saat itulah Oh Put Kui baru maju kedepan dan menjumpai kedua orang nona itu, katanya sambil tertawa.

   "Setelah kalian datang kemari, mengapa tidak langsung menjumpai diriku? Aaaaaiiii........... untung saja tidak terjadi sesuatu disepanjang jalan, kalau tidak bagaimana caraku untuk bertanggung jawab dihadapan kedua orang sinni?"

   Walaupun kata-kata itu merupakan teguran secara langsung, namun kedua orang gadis itu menerimanya dengan bersuka cita, sebab paling tidak mereka tahu kalau pemuda ini sangat memperhatikan keselamatan mereka berdua.

   Sambil tersenyum Nyoo Siau-sian segera berkata.

   "Oh toako, kami........ kami takut kau tidak mengijinkan kami turut serta, itu sebabnya kami mengikuti pun tanpa ragu."

   "Aaaaai, mana mungkin aku berbuat demikian........."

   Sambil tertawa Oh Put Kui menggelengkan kepalanya. Belum selesai dia berkata, tiba-tiba Kakek latah awet muda sudah menyela sambil tertawa tergelak.

   "Hey anak muda, bagaimana kalau kau jangan bermesraan terus dihadapan kami semua?"

   Teriakan ini segera saja disambut Oh Put Kui dengan wajah yang berubah merah, dia tak mampu melanjutkan lagi kata-katanya.

   Sedangkan Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui segera menundukkan kepalanya rendah-rendah, seandainya disitu terdapat lubang mungkin mereka sudah menyembunyikan diri disitu.

   Dalam pada itu Ku Put Beng sekalianpun segera menggunakan kesempatan mana untuk bertemu dengan Kakek latah awet muda.

   Kepada ketujuh orang tua itu, Kakek latah awet muda segera berkata sambil tertawa.

   "Kalau dibicarakan sesungguhnya, nasib kalian masih jauh lebih mujur ketimbang aku, paling-paling kalian cuma berdiam selama delapan belas tahun diatas pulau, lagipula ada tujuh teman yang bisa diajak ngobrol dan berkelahi, kalianpun bisa melihat birunya langit dan hijaunya hamparan laut, semuanyan itu cukup mendatangkan kegembiraan buat kalian! Hey bocah muda she Leng, kalau dilihat dari pertarungan melawan nikou kecil tadi, rasanya kau tidak seberapa hebat?"

   Ketujuh orang tua itu hanya tertawa tersipu-sipu saja menanggapi ucapan tersebut.

   Terutama sekali Leng To, terhadap orang lain dia bisa berbicara dengan ketus dan dingin, tapi terhadap Kakek latah awet muda Ban Sik Tong ia tak berkutik, sebab sebagaimanapun juga orang tua ini masih terhitung angkatan tuanya.

   Setelah hening sesaat, kembali Kakek latah awet muda berkata.

   "Nah si hwesio, si tosu dan si nikou telah menyiapkan kereta untuk kalian semua, kalian diundang pergi ke kota Kim- leng untuk menjumpai Thian-hian Huicu, apakah kalian ada minat?"

   Pertanyaan tersebut diajukan secara tiba-tiba dan diutarakan secara aneh. Ku Put-beng sebagai pemimpin dari ketujuh orang tua itu segera menjawab sambil tertawa.

   "Menurut pendapat kau orang tua, perlukah buat kami semua berangkat kesitu?"

   Tindakan Ku Put-beng yang balik bertanya ini kembali diluar dugaan semua orang. Tampaknya Kakek latah awet muda sudah mempunyai rencana yang cukup masak, ia segera menjawab sambil tertawa.

   "Kalian tak usah kesana lagi, sebab gedung Un-hian-lo sudah kosong tiada penghuninya lagi!"

   Begitu perkataan tersebut diutarakan, Hong-gwa-sam-sian sama-sama tertegun dibuatnya. Poan-cay siansu segera bertanya dengan keheranan.

   "Apakah lo sicu baru saja datang dari Kim-leng?"

   "Siapa bilang tidak? Nyatanya Ki Un-hong sudah pergi meninggalkan gedungnya."

   Thian-hian tojin yang sudah bungkuk nampak semakin bungkuk lagi karena harus menjura, dia berkata pula.

   "Dapatkah lo-sicu memberi penjelasan kepada kami? Apa sebabnya tuan putri meninggalkan gedung Un-hiang-lo secara tiba-tiba? Mungkinkah sudah terjadi suatu peristiwa dikota Kim-leng?"

   Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya.

   "Tidak akan terjadi sesuatu peristiwa dikota Kim-leng, kau si hidung bungkuk jangan sembarangan bicara."

   "Lo-sicu,"

   Seru Poan-cay siansu kemudian setelah agak tertegun.

   "justru tuan putri yang minta kepada pinceng sekalian untuk menjemput tujuh malaikat dan Oh siau-sicu agar diantar kekota Kim-leng, mengapa dia sendiri malah pergi dari situ?"

   "Andaikata tiada urusan penting, mana mungkin Ki Un-hong akan pergi dari situ? Ketika menempuh perjalanan kemari tadi, kami telah berpapasan muka ditengah jalan, masa kalian masih tetap tidak percaya?"

   "Pinceng bukannya tidak percaya, hanya merasa heran dan tidak habis mengerti."

   "Haaaaaaahhhh.............. haaaaahhhh........... haaaaaahhhhh.......... hwesio cilik, kapan sih aku pernah membohongi kalian?"

   "Tidak berani, perkataan lo-sicu terlalu serius!"

   Berkilat sepasang mata Kakek latah awet muda, segera ujarnya lagi sambl tertawa.

   "Apabila kalian bersepuluh yang mengaku sebagai dewa dan malaikat ini percaya dengan perkataanku, perjalanan menuju ke Kim-leng boleh diurungkan.........."

   Tiga dewa dan tujuh malaikat sama-sama tersenyum mendengar perkataan itu. Selang sesaat kemudian Poan-cay siansu baru berkata lagi.

   "Tentu saja boanpwe sekalian percaya kepada lo-sicu."

   "Kalau memang percaya, bagaimana kalau turut aku saja berkunjung ke lembah Sin-mo-kok?"

   Kembali semua orang dibuat terkejut. Pergi kelembah Sin-mo-kok? Mau apa? Menyaksikan mimik wajah orang-orang itu, si Kakek latah awet muda segera berkata.

   "Anak-anak muda, segenap jago sesat dan lurus dari dunia persilatan telah berkumpul semua dalam lembah Sin-mo-kok, apakah kalian tidak berniat untuk ikut hadir dalam keramaian yang luar biasa ini.............?"

   Kalau ditanya berniat atau tidak, tentu saja semua orang berminat,.............

   Karena itu walaupun tidak diperoleh jawaban, semua dari mimik wajah mereka si Kakek latah awet muda dapat menyimpulkan atas persetujuan dari orang-orang itu.

   Karena sambil tertawa serunya.

   "Kalau toh dalam hati pingin pergi, kenapa kalian masih tetap berdiri disitu? Ayoh kita berangkat................"

   Bagikan hembusan angin puyuh, dalam waktu singkat semua orang sudah berangkat meninggalkan tempat itu.

   Kini hanya tinggal si kakek nelayan dari lautan timur seorang tetap berdiri ditempat dengan kening berkerut dan menghela napas panjang..............

   Dari lautan timur menuju bukit Ci-lian-san merupakan suatu jarak perjalanan yang cukup jauh.

   Biarpun keempat belas orang tersebut rata-rata merupakan jago kelas satu didalam dunia persilatan, mereka pun membutuhkan waktu selama belasan hari sebelum tiba di tempat tujuan.

   untung saja pertemuan puncak diselenggarakn dalam lembah Sin-mo-kok belum lagi dilangsungkan.

   Menurut pemberitahuan dari Kakek latah awet muda, pihak lembah sin-mo-kok atas nama si pedang sakti bertenaga raksasa Kit Pit-shia, kakek pengejut langit Siau-Hian, jago pemabuk dari loteng merak Siau Yau serta raja setan penggetar langit Wi Thian-yang telah menyebar kartu undangan Liok-lim-tiap keseluruh dunia persilatan.

   Kartu undangan tersebut berisikan pemberitahuan kepada segenap umat persilatan bahwa pada bulan enam tanggal satu akan diselenggarakan pertemuan besar selaksa iblis dilembah sin-mo-kok dan mengundang segenap jago dari golongan putih maupun hitam untuk datang menghadirinya.

   Ketika Kakek latah awet muda bersua dengan Thian-hian huicu Ki Un-hong dikota Kim-leng tempo hari, mereka telah berunding cukup lama dan akhirnya menyetujui usul dari jago berbaju putih Ibun Han untuk menghubungi segenap jago sealiran untk bekerja sama dan memanfaatkan kesempatan ini untuk membasmi kaum iblis tersebut dari muka bumi.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Disamping itu merekapun hendak menggunakan kesempatan ini untuk membuat penyelesaian atas beberapa kasus peristiwa berdarah yang terjadi dalam dunia persilatan.

   Setelah keputusan diambil, Kakek latah awet mudapun berangkat kelautan timur.

   Ki Un-hong dengan mengajak keempat orang dayangnya berangkat ke bukit Ci-lian-san.

   Si kakek tanpa wujud Samwan To mendapat tugas untuk menghubungi Bu-tong-pay dan Hoa-san-pay.

   Jago berbaju putih Ibun Hau mendapat menghubungi Siau- lim-pay serta Pay-kau.

   Urusan tentan Kay-pang diserahkan kepada pengemis pikun.

   Sebaliknya Go-bi-pay yang terletak jauh di Kuan-tiong ditugaskan kepada pihak Kay-pang untuk menghubunginya.

   Sampai saat itulah Oh Put Kui baru tahu kalau kakek luarnya, Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui telah pergi seorang diri.

   Tak seorangpun yang tahu kemana dia telah pergi.

   Tapi semua orang telah berjanji akan berkumpul dibukit Ci- lian-san pada akhir bulan lima.

   Tatkala Oh Put Kui selesai mendengar penjelasan dari Kakek latah awet muda itu, dia segera berkata sambil tertawa.

   "Ban tua, mengapa kau sama sekali tidak menyinggung tentang guruku?"

   "Haaaaaaahhhh............ haaaaaaaaaaahhhhhh.......... haaaaaaaaaahhhh........ sudah kuduga kau tentu akan bertanya demikian, itulah sebabnya aku tidak menyinggung sama sekali, ternyata dugaanku betul, kau memang tak dapat menguasai diri serta mengajukan pertanyaan itu kepadaku."

   Oh Put Kui turut tertawa setelah mendengar itu, segera ujarnya.

   "Apakah aku salah bertanya?"

   "Tidak, kau tidak salah bertanya anak muda, tapi kau tidak usah kuatir, toa supekmu pasti akan datang, bahkan suhumu Thian-liong si hwesio kecil itupun mungkin akan munculkan diri pula."

   Tak terlukiskan rasa kaget dan gembira Oh Put Kui setelah memperoleh berita ini.

   Ia Pasti ingat Thian-liong sangjin pernah berkata kepadanya, dia bakal mengalami sebuah badai besar lebih dulu sebelum akhirnya memperoleh ketenangan lahir batin.

   Mungkinkah Thian-liong sangjin sudah mengetahui bakal terjadi peristiwa semacam ini? Berpikir akan hal tersebut, diam-diam ia menjadi termangu.

   Tapi satu ingatan segera melintasi kembali didalam benaknya, cepat dia bertanya lagi.

   "Ban tua, dimanakah kelima orang ciangbunjin itu? Apakah kau berhasil menyeledikinya?"

   "Entah!"

   Jawab Kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "bukankah budak Nyoo bilang ke lima orang ciangbunjin itu sudah pergi meninggalkan gedung Sian-hong-hu bersama- sama kakaknya Nyoo Ban-bu? Andaikata apa yang dikatakan budak ini benar, delapan puluh persen kelima orang ciangbunjin itu telah tiba didalam lembah Sin-mo- kok....................."

   "Mungkinkah jiwa mereka terancam?"

   Seru Oh Put Kui dengan perasaan terkejut. Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya, lalu sambil tertawa katanya pula.

   "Anak muda, menjelang pertarungan besar setara kaum lurus dan sesat ini, ada beberapa persoalan. Jangan lupa kau selesaikan!"

   "Beberapa persoalan yang mana?"

   "Tentu saja tentang kasus kematian dari Hu-mo-suthay di Cing-shia-san, Sin-ou, dipuncak Go-bi, suami istri Leng-hong dikebun Cay-wi-wan serta Kakek suci berhati mulia Nyoo Thian-wi, kau harus dapat memecahkan kasus-kasus tersebut didalam pertemuan besar tersebut..............."

   "Tapi boanpwe sama sekali tidak memperoleh data apapun tentang peristiwa tersebut, bagiamana mungkin dapat memecahkannya?"

   Sahut Oh Put Kui tertegun.

   "Bila kau belum berhasil memperoleh sesuatu data apapun, sudah sepantasnya bila kau pergi mencari."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kemudian Kakek latah awet muda berkata lagi.

   "Tentang persoalan yang menyangkut ibumu, lebih baik diselesaikan juga dalam pertemuan itu, mengerti?"

   "Tentu saja............."

   Sesudah tertawa rendah, Kakek latah awet muda berkata lebih lanjut.

   "Anak muda, mungkin kita akan tiba di Ci-lian-san pada bulan lima tanggal dua puluh tujuh, berarti masih ada sisa waktu tiga hari tiga malam sebelum pertemuan itu diselenggarakan, kita harus memanfaatkan waktu yang cuma tiga hari itu dengan sebaik-baiknya, bukankah perkataanku ini betul?"

   Tergerak hari Oh PutKui setelah mendengar perkataan tersebut, sahutnya dengan cepat.

   "Betul,asalkan kita memiliki waktu selama tiga hari, berarti kita masih mempunyai waktu untuk menyelidiki banyak persoalan........ Ban tua, apakah kau sendiri akan turun tangan? Ataukah hendak mengundang..........."

   "Haaaaaaahhh.......... haaaahhh........... haaaaahhh........ dengan tenaga gabungan kita berdua, masa belum cukup?"

   OOdwOoo0dw0oOdwOoo Menjelang tengah hari bulan lima tanggal dua puluh enam, Hong-gwa-sam-sian, Bu-lim-jit-seng, Kakek latah awet muda, Oh Put Kui, Kiau Hui-hui serta Nyoo Siau-sian empat belas orang, betul-betul telah tiba di lembah Sin-mo-kok dibukit Ci- lian-san.

   Didepan lembah Sin-mo-kok telah didirika sebuah panggung setinggi tiga kaki lebih.

   Ditengah-tengah panggung itu terpampang sebuah tulisan yang bertuliskan.

   "PErtemuan sehati sejuta iblis"

   Dibawah panggung tadi berjajar dua baris lelaki kekar berbaju hitam, semuanya kelihatan gagah, bersemangat tinggi serta memeluk sebilah golok berpita merah, suasana nampak cukup menyeramkan.

   Di bagian tengah panggung berdiri pula dua baris gadis muda yang masing-masing membawa sebilah pedang, mereka bertugas menyambut kedatangan para tamu.

   Dalam sekilas pandangan saja, dapat diketahui jumlah mereka mencapai dua tiga puluh orang.

   Diantara kelompok manusia tersebut, tampaknya tak seorangpun yang merupakan pimpinan.

   Oh Put Kui dengan membawa kartu nama yang bertuliskan nama Hong-gwa-sam-sian serta Bu-lim-jit-seng, pelan-pelan mendekati panggung tersebut.

   Kakek latah awet muda ternyata mengikuti pula dibelakang dengan langkah yang tenang.

   Oh Put Kui langsung menuju kedepan barisan gadis-gadis muda itu, ketika mereka mencapai jarak satu kaki dari panggung tersebut, tiba-tiba muncul seorang kakek botak dari balik pintu berpagar dan berjalan keluar dari balik sebuah pintu kecil.

   Melihat wajah orang itu, Oh Put Kui segera berpikir dengan kening berkerut.

   "Bukankah orang ini adalah si kakek patah hati putus usus Hui Lok.........?"

   Berpikir demikian diapun menegur dengan suara keras.

   "Hui tua, aku Oh Put Kui menjumpai dirimu!"

   Ketika Hui Lok melihat kemunculan Oh Put Kui disitu, selintas perubahan wajah yang sukar diartikan dengan kata- kata melintas lewat, tapi begitu pemuda tersebut selesai berkata, ia sudah menyahut sambil tertawa tergelak.

   "Saudara Oh, rupanya kaupun ikut kemari?"

   Sambil berkata dia sambut kartu merah yang berada ditangan Oh Put Kui itu, bersamaan pula waktunya sorot matanya dialihkan ke wajah Kakek latah awet muda yang berada dibelakang pemuda tersebut.

   Mendadak paras muka Hui Lok berubah hebat, cepat-cepat dia maju kemuka dan menjura dalam-dalam seraya berseru.

   "Hui Liok menjumpai Ban tua.........."

   "Haaaahh........ hhaaahhh.......... haaahhh....... tak usah banyak adat,"

   Tukas Kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.

   "cepat bawa kartu nama itu dan beritahu kepada para gembong iblis tua, bahwa tiga dewa dan tujuh malaikat telah berdatangan semua, bahkan termasuk diriku terdapat empat belas orang yang datang untuk menonton keramaian........."

   Baru saja Kakek latah awet muda itu selesai berkata, Hui Lok telah mengiakan dan cepat-cepat berlalu dari situ.

   Tak selang beberapa saat kemudia Kit Put-shia telah muncul dengan langkah cepat.

   Gembong iblis yang bertampang gagah ini segera mengulumkan senyuman palsunya diujung bibir, seakan-akan dia sedang menyambut konco-konco segolongannya saja.

   Dengan cepat keempat belas orang jago itu disambut masuk kedalam kelembah Sin-mo-kok.

   Oh Put Kui sekalian tidak ditempatkan dalam kota kematian.

   Rupanya untuk menyambut kedatangan para jago dari pelbagai aliran yang akan mengikuti pertemuan besar itu, mereka telah membangun tenda sepanjang bermil-mil panjangnya untuk menampun tamu-tamunya, semua tenda tersebut dibangun degnan mengitari sungai pelindung kota, sehingga mendatangkan kesan seolah-olah berada diluar perbatasan saja.

   Akan tetapi mereka pun tidak diberi tenda sebagai tempat untuk beristirahat.

   Kit Put-shia langsung mengantar mereka menuji kedalam sebuah kuil besar yang berada di kaki bukit Ci-lian-san diluar kota kematian.

   Dahulu kuil tersebut merupakan markas besar dari partai Ci-lian-pay, tapi kemudian ketika ilmu silat partai mereka kian lama kian melemah sehingga akhirnya kehilangan syarat sebagai sebuah partai dalam dunia persilatan, maka Kit Put Shia pun membeli markas mereka itu serta dijadikan kuil pelindung bagi kota kematiannya.

   Bahkan oleh si jago pemabuk dari loteng merah Siau Yau, kuil itu dinamakan Tay kong-sian-si.

   Ruangan yang berada dalam kuil Tay-kong-sian-si semuanya berada dalam keadaan bersih dan rapi.

   Oh Put Kui dengan rombongannya memperoleh jatah sebuah halaman khusus didalam kuil tersebut, dibalik halaman itu tersedia delapan buah kamar yang terdiri dari kamar besar maupun kecil, untuk mereka berempat belas orang, ruangan yang tersedia lebih dari cukup.

   Sebelum mengundurkan diri Kit Put-shia sempat memberitahukan kepada Kakek latah awet muda bahwa kuil Tay-kong-si ini khusus disediakan untuk menampung kawanan jago persilatan kelas satu serta mereka yang setarahf dengan seorang ciangbunjin suatu partai besar.

   HAri ini rombongan dari Kakek latah awet muda menjadi rombongan pertama yang menempati kuil Tay-kong-si tersebut.

   Bahkan Kit Put-shia pun menugaskan si saudagar kaya dari kota naga Ku Yu-gi untuk melayani kebutuhan mereka sebelum akhirnya dia mengundurkan diri.

   Menunggu sampai Kit Put Shia telah pergi, kakek latah awet muda baru berkata sambil tertawa tergelak.

   "Gembong iblis ini betul-betul sangat lihay......... ternyata dia telah memisahkan kami semua sedemikan jauhnya dari pusat pertemuan........"

   Malam itu, Oh Put Kui dan Kakek latah awet muda tidak melakukan suatu gerakan.

   Ketika mereka kembali kekuil setelah menghadiri perjamuan yang diselenggarakan Kit Put-shia serta dua bersaudara Siau, waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam.

   Tapi secara lamat-lamat Oh Put Kui merasa sangat tidak tenang, apa sebabnya Wi Thian-yang tak nampak batang hidungnya? Orang yang mempunyai perasaan yang sama dengannya adalah Nyoo S iau-sian, dalam hati keculnya timbul pula suatu perasaan bimbang dan ragu ketika ia tidak menjumpai ayahnya yang mungkin merupakan gembong iblis itu munculkan diri sebagai tuan rumah.

   Mungkinkah Wi Thian-yang bukan Nyoo Thian-wi seperti apa yang diduga.......? Dia ingin sekali mencari Oh Put Kui untuk diajak berbincang-bincang, tapi ia menjumpai Oh Toakonya berada bersama-sama dengan ayahnya, hal ini membuatnya tak berani berkutik, karena dia merasa agak takut terhadap Oh Ceng-thian.

   Keesokan harinya, Thian-hian Huicu dan rombongan telah tiba pula disitu, yang bergabung dalam rombongannya terdapat sipengemis pikun Liok JinKhi, ketua kay-pang si kakek bintang pencabut nyawa Kongsun Liang, keempat tiangloonya masing-masing bernama si sembilan toya pengurung naga HE Bu-hui, kakek pemabuk dari Kang lam Ting Tin-shia, guntur membelah bumi Kay Sian-bu serta si pukulan geledek Cian-siu.

   Otomatis suasana didalam kuil Tay-kong-s pun menjadi sangat ramai.

   Sore itu si kakek bayangan semu berbaju hijau Samwan To muncul pula disertai para tianglo dari Bu-tong-pay serta Hoa- san-pay.

   Jago berbaju putih Ibun Han disertai dua orang tianglo dari Siau lim pay dan cousu dari Pay kau muncul pula hampir bersamaan waktunya.........

   Malam itu, dipihak para jago golongan lurus diselenggarakan pula sebuah pertemuan yang dipimpin oleh Thian-hian huicu, dalam pertemuan tersebut dirundingkan pelbagai cara untuk menghadapi lawan, terutama dalam pertarungan melawan kaum iblis di hari pertemuan tersebut..........

   Sayang sekali pertemuan ini tiada mendatangkan hasil seperti apa yang diharapkan, sebab bagaimanapun juga Thian-hian Huicu sekalian belum berhasil mengetahui secara pasti siapa-siapa saja yang berada dipihak lawan.

   Malam itu, Oh Put Kui dan kakek latah awet muda meninggalkan kuil Tay-kong-si secara diam-diam.

   Ditengah kegelapan malam, dua sosok bayangan manusia itu bagaikan dua lembar sukma gentayangan saja langsung menerobos masuk kedalam kota kematian.

   Mereka langsung menuju kewarung penjual beras dimana Kit Put Shia berdiam.

   Diluar dugaan, ternyata gembong-gembong iblis tersebut sudah pada tidur dengan nyenyaknya.

   Oh Put Kui serta kakek latah awet muda yang menyaksikan kejadian itu segera bertukar pandangan sekejap dengan perasaan amat kecewa, dengan perasaan tak rela mereka melakukan perondaan lagi hampir satu kentongan, namun akhirnya harus pulang dengan tangan hampa.

   Malam berikutnya sekali lagi mereka melakukan penyelidikan.

   Namun alhasil seperti juga dalam gerakan pertama, kali ini pun mereka harus pulang dengan tanpa hasil.

   Oh Put Kui segera merasa kalau ada sesuatu yang tak beres, ditengah perjalanan kembali segera bisiknya.

   "Ban tua, apakah kau tidak merasa kalau persoalan ini rada kurang beres?"

   "Yaa betul, aneh betul jika mereka bersikap begitu tenang. Anak muda, agaknya kita mesti memutar otak mencari jalan lain, coba bayangkan, mungkinkah Kit Put Shia masih mempunyai tempat tinggal lain yang dipakainya........"

   Mendadak sepasang mata kakek latah awet muda itu berkilat, dia mencegah pembicaraan lebih lanjut lalu memberi kode rahasia kepada Oh Put Kui.

   Dalam pada itu Oh Put Kui sendiripun dapat merasakan ada sesuatu yang tak beres.

   Waktu itu mereka sudah ada dalam perjalanan bukit lebih kurang satu li dari kuil Tay-kong-si, dari situ semua pemandangan di kota kematian dapat terlihat jelas.

   Begitu kakek latah awet muda memberikan kode rahasianya, Oh Put Kui segera tertawa tergelak seraya berseru.

   "Ban tua, pemandangan alam disini sungguh indah..............."

   Belum habis dia berkata, tiba-tiba tubuhnya melejit keudara dan meluncur kebelakang sebuah batu besar dan bentaknya.

   "Sobat, ayoh keluar........."

   Bersamaan dengan bentakan itu, dari balik batu cadas kedengaran seorang menyahut sambil tertawa keras.

   "Lote, kau memang sangat lihay..........."

   SEorang kakek berbaju putih dengan tubuh gemuk pendek dan berwajah bulat telah munculkan diri dengan langkah lebar.

   "Ooh, bukankah kau adalah kakek sakti tertawa keras Beng tua?"

   Seru Oh Put Kui tertegun.

   "hampir saja boanpwe akan berbuat lancang kepadamu,......."

   "Haaaaaaahhhh.......... haaaaaaaaaaaahhhhhhhh......... haaaaaahhhhhh...... lote tak udsah merendahkan diri! Ehmmm, Ban tua, baik-baikkah kau?"

   Seraya berkata dia menjura pula kearah kakek latah awet muda. Sebaliknya si kakek latah awet muda nampak gembira sekali setelah mengetahui kalau orang yang muncul adalah kakek sakti tertawa keras.

   "Hey si cebol Beng, rupanya kau! Aku masih menduga siapakah yang bernyali besar dan berkepandaian begitu tinggi menyembunyikan diri dibalik batu, ternyata kau orangnya........"

   "Cebol Beng, ada urusan apa kau bersembunyi disitu?"

   "Apalagi kalau bukan menyampaikan kabar buat engkoh tua serta Oh lote, kunasehati kepada kalian agar tak usah bersusah payah lagi masuk keluar kota kematian tanpa hasil."

   Kakek latah awet muda berkata pula diiringi senyumannya.

   "Cebol Beng, apakah kalian bersembunyi disuatu tempat dalam kota..........?"

   "Tidak, kami berada diluar kota."

   Mula- mula kakek latah awet muda nampak tertegun lalu dia balik bertanya.

   "Kenapa?"

   "Sebab aku sudah mengetahui akan persoalan tersebut."

   "Wah celaka, kenaoa kami tidak sampai berpikir kesitu?"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Seru kakek latah awet muda kemudian sambil garuk-garuk kepala.

   "Hey anak muda, apa sebenarnya maksudmu...................?"

   "Beng loko bukan orang-orang dari golongan iblis, sekalipun dia tampil sebagai saksi namun belum tentu ada orang yang percaya maka menurut pendapat boanpwe, paling baik lagi jika dipihak kaum iblispun ada yang mau tampil sebagai saksi..............."

   "Lote, bagaimana kalau Siau Lun yang tampilkan diri?"

   "Sudah pasti orang akan puas!"

   "Kalau begitu biar aku yang menghubungi Siau loko nanti......................."

   Beng Pak tim berjanji.

   "Apakah Siau Lun juga datang..........?"

   "Bagus sekali, ini yang dinamakan kaum iblis berpesta pora.........................."

   Seru kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak. Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba kakek latah awet muda berkata dengan kening berkerut.

   "Cebol Beng, darimana kau tahu kalau keempat kasus berdarah itu merupakan hasil karya mereka?" @oodwoo@

   Jilid 42 Tmt "KIT PUT SHIA sendiri yang mengungkap persoalan itu kepada kami, aku rasa tak bakal keliru lagi."

   "Beng tua, apa sebabnya Kit Put Shia menyinggung kembali peristiwa berdarah yang dilakukannya secara bersih dan rapi itu kepada orang luar? Apakah dia tidak kuatir rahasia tersebut sampai bocor dan diketahui oleh golongan putih? Lagipula menurut pengetahuan boanpwe, Kim-teng-sin-oh yang terbunuh tak lain adalah istri Kit Put-shia sendiri.................."

   "Lote hanya tahu satu tak tahu yang lain, tak heran bila kau tak percaya. Perlu diketahui tindakanku memberitahukan persoalan ini kepada kalian sesungguhnya merupakan tindakan menyerempet bahaya..........."

   "Ooh......."

   Oh Put Kui sangat terkejut. Sebaliknya Kakek latah awet muda berseri pula tanpa terasa.

   "Siapa yang mampu merenggut selembar nyawamu?"

   "Kecuali tuan putri ke dua Cu Yu-hun, siapa lagi yang sanggup berbuat begitu?"

   Oh Put Kui tertegun dan untuk beberapa saat lamanya tak mampu bersuara. Sebaliknya Kakek latah awet muda berseru pula dengan perasaan tercengang.

   "Jadi sipenyelenggara pertemuan ini bukan Kit Put-shia?"

   "Bukan, Kit Put-shia cuma anak buahnya yang paling diandalkan..........."

   Tiba-tiba Oh Put Kui berseru.

   "Beng tua, tahukah kau bahwa Cu Yu-hun selalu mencatut nama Thian-hian Huicu selama ini?"

   "Yaa aku tahu, dia sendiri tak pernah menyangkal akan perbuatannya itu."

   "Betulkah demikian? Tapi........... bagaimana caranya untuk menguasai kalian sehingga kalian mau menuruti perintahnya? Disamping itu, kalau ku dengar dari pembicaraanmu barusan, tampaknya Cu Yu-hun seperti mempunyai kemampuan untuk membinasakan kalian. Peristiwa ini sangat mengherankan, sebetulnya tindakan apakah yang telah dipergunakan olehnya? Kalau dibilang mengandalkan ilmu silat, rasanya hal ini susah untuk dipercaya."

   "Haaaaaaaaaaaaahhhh........... haaaaaaaaahhhhhh.......... haaaaaaaahhhhhh...... dugaan lote memang tepat sekali, dia memang tidak mengandalkan ilmu silat untuk menguasai kaum iblis tersebut."

   "Cebol Beng,"

   Tiba-tiba Kakek latah awet muda menyela pula.

   "kalau memang bukan ilmu silat yang diandalkan, lantas apa yang dia andalkan? Aku tidak percaya kalau dia sanggup berbuat sesuatu didalam tubuh kalian semua."

   Walaupun Beng Pek-tim berada dalam keadaan begitu, dia tertawa tergelak juga setelah mendengar perkataan itu, ujarnya.

   "Semestinya Cu Yu-hun memang tak akan mampu berbuat sesuatu didalam tubuh siaute, tapi didalam kenyataannya aku memang sudah termakan oleh serangan bokongan dari budak tersebut sehingga mau tak mau harus menuruti perintahnya."

   "Betulkah demikian? Tapi........... bagaimana caranya untuk menguasai kalian sehingga kalian mau menuruti perintahnya? Disamping itu, kalau ku dengar dari pembicaraanmu barusan, tampaknya Cu Yu-hun seperti mempunyai kemampuan untuk membinasakan kalian. Peristiwa ini sangat mengherankan, sebetulnya tindakan apakah yang telah dipergunakan olehnya? Kalau dibilang mengandalkan ilmu silat, rasanya hal ini susah untuk dipercaya."

   "Haaaaaaaaaaaaahhhh........... haaaaaaaaahhhhhh.......... haaaaaaaahhhhhh...... dugaan lote memang tepat sekali, dia memang tidak mengandalkan ilmu silat untuk menguasai kaum iblis tersebut."

   "Cebol Beng,"

   Tiba-tiba Kakek latah awet muda menyela pula.

   "kalau memang bukan ilmu silat yang diandalkan, lantas apa yang dia andalkan? Aku tidak percaya kalau dia sanggup berbuat sesuatu didalam tubuh kalian semua."

   Walaupun Beng Pek-tim berada dalam keadaan begitu, dia tertawa tergelak juga setelah mendengar perkataan itu, ujarnya.

   "Semestinya Cu Yu-hun memang tak akan mampu berbuat sesuatu didalam tubuh siaute, tapi didalam kenyataannya aku memang sudah termakan oleh serangan bokongan dari budak tersebut sehingga mau tak mau harus menuruti perintahnya."

   "Serangan apakah itu sehingga membuat jago lihay macam kaupun kehabisan daya?"

   "Racun Tok-ku dari wilayah Biau!"

   Kakek latah awet muda benar-benar mengerutkan dahinya, dia tak mengira kalau lawan akan mempergunakan racun yang paling keji dari wilayah Biau itu. Sebaliknya Oh Put Kui segera bertanya sambil tertawa hambar.

   "Beng tua, tahukah kau jenis racun tok-ku apakah yang telah ditanamkan Cu Yu-hun kedalam tubuhmu?"

   "Untuk menghadapi manusia macam diriku ini, kecuali menggunakan racun Kim-jian-tok-ku dari ular sutera emas, racun apa pula yang dapat bereaksi dalam tubuhku?"

   "Beng tua, kebetulan sekali boanpwe mempunyai kemampuan untuk memunahkan pengaruh racun itu, bagaimana kalau kubantu dirimu untuk mencabutnya keluar lebih dulu?"

   "Sungguh?"

   Seru Beng-pek-tim dengan wajah berseri.

   "Buat apa boanpwe mesti bergurau denganmu? Tentu saja sungguh............"

   Beng Pek-tim segera tertawa tergelak-gelak.

   "Haaaahhhh....... haaahhhh....... hhaaaaahhhhh.......... asal lote benar-benar memiliki kemampuan tersebut, urusan menjadi lebih muda lagi untuk diselesaikan, sekarang belum waktunya untuk memunahkan racun itu."

   "Kenapa?"

   Tanya kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "cebol Beng, siapa yang melepaskan racun itu? Apakah Cu Yu-hun sendiri?"

   "Bukan! Tapi Cu Yu-hun sendiripun pandai melepaskan racun tok-ku, bila racunku dipunahkan sekarang, bukankah tindakan ini sama artinya dengan menggebuk rumput mengejutkan sang ular?"

   "Apabila aku bisa menangkap orang yang melepaskan racun tok-ku tersebut, bukankah semua urusan akan beres dengan sendirinya?"

   Beng Pek-tim tertawa.

   "Soal ini tak perlu Ban loko risaukan, tay-gi sangjin serta Thian-liong sangjin telah berangkat ke wilayah Biau, mungkin pada tanggal satu nanti mereka sudah muncul kembali di Ci- lian-san."

   "Benarkah itu?"

   Seru Oh Put Kui gembira.

   "Beng tua, benarkah kedua suhu boanpwe telah pergi?"

   "Buat apa aku mesti bohong? Lote, pembunuh dari keempat kasus pembunuh berdarah serta pembunuh dari Lan Hong tak lain adalah Wi Thian-yang......"

   "Jadi benar-benar dari perbuatan Wi Thian-yang?"

   Seru Oh Put Kui tertahan, tubuhnya seperti disambah geledek disiang hari bolong.

   "Yaaa, dia adalah biang keladinya, sedang beberapa orang pembantunya terdiri dari Siau Yau dan Kit Put Shia sendiri. Kuharap dalam pertemuan puncak tanggal satu bulan enam nanti, Ban Loko dan Oh lote jangan sampai salah menuduh orang baik..........."

   Oh Put Kui segera merasakan darah didalam tubuhnya mendidih keras, kalau bisa dia ingin mencari Wi Thian-yang sekarang juga untuk beradu jiwa dengannya. Kakek latah awet muda yang menyaksikan tingkah lakunya itu kontan saja menegur sambil tertawa.

   "Anak muda, tunggulah satu hari lagi, sekarang kita harus kembali dulu untuk merundingkan persoalan ini dengan semua kawan.........."

   Begitu selesai berkata mendadak ia totok jalan darah Oh Put Kui untuk mencegah gejolak emosi yang kelewat batas bakal melukai isi perutnya, setelah membopongnya dia baru berkata kepada Beng Pek-tim.

   "Nah cebol, sampai jumpa dalam pertemuan puncak tanggal satu nanti........"

   Tubuhnya segera berkelebat balik ke kuil Tay-kong-si.

   Tengah hari tanggal satu bulan enam telah tiba.

   Ditanah lapang didepan kuil Tay-kong-si telah dibangun sebuah panggung seluas beberapa kaki dengan lebar puluhan kaki.

   Diatas panggung pada bagian belakang disediakan sederet kursi, pada kursi utama duduklah seorang perempuan cantik berbaju putih.

   Dihadapannya berderet pula belasan buah kursi.

   Diantara deretan kursi itu duduklah Kit Put Shia, Siau Hian, Siau Yau dan sekalian jago-jago kaum sesat.

   Wi Thian-yang sendiri justru berdiri disamping perempuan cantik berbaju putih itu.

   Dibawah panggung inilah kawanan jago dari berbagai golongan berkumpul.

   Disebelah kanan panggung tersedia pula lima buah meja besar, disekeliling meja duduklah Thian-hian Huicu, Hong- gwa-sam-sian, Thian-tok-siang-coat, Bu-lim-jit-seng, Kakek latah awet muda, pengemis pikun, Oh Put Kui, Nyoo Siau- sian, Kiau Hui-hui, Liok lim bengcu Im Tiong-hok serta para wakil dan tianglo dari lima partai serta aliran lainnya.

   Sebagai pemimpin dari rombongan besar ini tak lain adalah Thian-hian Huicu.

   Persis pada tengah hari, mercon dibunyikan berdentum- dentum, lalu tampak Kit Put Shia bangkit berdiri.

   Sambil melangkah kedepan sambil membawa sebuah poci emas, dia berseru sambil tertawa lantang.

   "Kit Put Shia menyampaikan salam kepada segenap sobat dan rekan-rekan dunia persilatan yang telah berkumpul disini hari ini............."

   Kemudian setelah tertawa nyaring, dia melanjutkan.

   "Selama ribuan tahun lamanya, kaum putih dan kaum hitam didalam dunia persilatan selalu hidup bermusuhan bagaikan air dan api, selama ini pula belum pernah ada seorang tokoh yang mampu menaklukkan jago-jago dari kedua belah pihak serta mempersatukan mereka dalam suatu wadah yang penuh kedamaian.......... Semenjak aku she Kit berdiam di Ci-lian- san, hampir selama tiga puluh tahun lamanya kucoba berpikir dan mencari jalan untuk mewujudkan harapan tersebut, aku ingin hidup secara damai dan berdampingan diantara sesama golongan, tapi sayang kemampuan terbatas sehingga cita-cita ini tak pernah terwujud! Untunglah pada tahun berselang dua bersaudara Siau serta dua bersaudara cengeng dan tertawa bersedia membantu usaha kami untuk mewujudkan cita-cita tersebut, itulah sebabnya pertemuan puncakpun diselenggarakan pada hari ini............."

   "Selama ribuan tahun lamanya, kaum putih dan kaum hitam didalam dunia persilatan selalu hidup bermusuhan bagaikan air dan api, selama ini pula belum pernah ada seorang tokoh yang mampu menaklukkan jago-jago dari kedua belah pihak serta mempersatukan mereka dalam suatu wadah yang penuh kedamaian.......... Semenjak aku she Kit berdiam di Ci-lian- san, hampir selama tiga puluh tahun lamanya kucoba berpikir dan mencari jalan untuk mewujudkan harapan tersebut, aku ingin hidup secara damai dan berdampingan diantara sesama golongan, tapi sayang kemampuan terbatas sehingga cita-cita ini tak pernah terwujud! Untunglah pada tahun berselang dua bersaudara Siau serta dua bersaudara cengeng dan tertawa bersedia membantu usaha kami untuk mewujudkan cita-cita tersebut, itulah sebabnya pertemuan puncakpun diselenggarakan pada hari ini............."

   Berbicara sampai disitu Kit Put-shia berhenti sejenak dan memandang sekejap kearah tiga dewa sekalian kemudian lanjutnya.

   "Aku she Kit yang berasal dari golongan sesat, tentu saja tak akan mengaku golongan putih, sebab itu dalam pertemuan inipun aku tak ingin melampaui wewenangku dengan terpaksa memakai sebutan 'Sejuta iblis sehati' untuk pertemuan hari ini. Tapi tujuan yang sebenarnya bukanlah ingin membentuk semacam perkumpulan kaum iblis atau sebangsa Mo Kau, sebaliknya aku justru berharap kawan-kawan dunia persilatan mau melepaskan dendam sakit hati masing-masing dan hidup berdampingan secara damai mulai saat ini, bila ada yang berusaha menentang usul ini, terpaksa aku she Kit sekalianpun akan membekuknya dengan kekerasan..............."

   "Aku she Kit yang berasal dari golongan sesat, tentu saja tak akan mengaku golongan putih, sebab itu dalam pertemuan inipun aku tak ingin melampaui wewenangku dengan terpaksa memakai sebutan 'Sejuta iblis sehati' untuk pertemuan hari ini. Tapi tujuan yang sebenarnya bukanlah ingin membentuk semacam perkumpulan kaum iblis atau sebangsa Mo Kau, sebaliknya aku justru berharap kawan-kawan dunia persilatan mau melepaskan dendam sakit hati masing-masing dan hidup berdampingan secara damai mulai saat ini, bila ada yang berusaha menentang usul ini, terpaksa aku she Kit sekalianpun akan membekuknya dengan kekerasan..............."

   Setelah berhenti sejenak dan tertawa, diapun meneruskan.

   "Atau mungkin juga ada banyak sobat yang hadir didalam arena ini tak setuju dengan pandanganku ini, maka akupun dapat memberitahukan kepada kalian bahwa yang dimaksud tak boleh saling bermusuhan lagi adalah setelah pertemuan ini selesai diselenggarakan, karenanya aku serta saudara Siau sekalian bersedia menjadi saksi dalam penyelesaian tersebut!"

   Begitu Kit Put-shia selesai berkata, tampak sorak yang gegap gempita segera bergema dari bawah panggung. Sebaliknya Oh Put Kui tertawa dingin, gumamnya.

   "Hmmmm....... pandai amat bajingan tua itu berpidato........"

   Semenatara itu Kit Put Shia telah berkata lebih lanjut.

   "Berhubung tempat tinggal aku jauh dari kota, maaf bila tiada hidangan mewah yang dapat disuguhkan, harap kalian mau bersantap seadanya untuk bersama-sama meramaikan pertemuan ini."

   Kemudian dia berkata kembali.

   "Jika genta dibunyikan tiga kali nanti, sahabat yang mempunyai persoalan atau perselisihan tak ada salahnya untuk naik kepanggung sambil mengemukakan alasannya..... bahkan mereka yang mempunyai permusuhan dengan diriku pun dipersilahkan naik keatas panggung.........."

   Setelah berbicara sampai disitu, ia tertawa tergelak dan pelan-pelan mengundurkan diri dari situ. Tak lama kemudian suara gentapun dibunyikan tiga kali.

   "Taaaaaang........ taaaaaaaaang........ taaaaaaaaang........"

   Pada saat genta terakhir berbunyi, dua sosok bayangan manusia telah melompat naik keatas panggung.

   Diluar dugaan, ternyata orang yang naik keatas panggung adalah pemilik perkampungan Tang-mo-san-ceng, yaitu Hoa- tay-siu suami istri.

   Kakek latah awet muda segera berkata kepada Oh Put Kui.

   "Anak muda, mengapa a-ik dan ik-thio mu datang juga kemari?"

   Rupanya tak lama setelah Oh Put Kui meninggalkan perkampungan Tang-mo-san-ceng itu, dia baru mendapat tahu kalau Hoa hujin Hoa Ting-go adalah a-ik nya. Mendengar ucapan mana, dia segera tertawa.

   "Ban tua, demi nama baik perkampungannya sebagai perkampungan pembasmi iblis, mau tak mau mereka harus datang kemari."

   Baru selesai dia berkata, Hoa-tay-siu yang berada dipanggung telah menunding kearah Kit Putshia sambil berseru.

   "Saudara Kit, aku orang she Hoa ingin memohon keadila dari Siau Hian dan Siau Yau dua bersaudara."

   Kit Put-Shia tertawa ewa.

   "Saudara Hoa bersedia muncul pada babak pertama, lagi pula langsung mencari penyelenggara pertemuan ini, boleh dibilang kejadian ini patut digirangkan, tapi perselisihan apakah yang telah terjalin antara saudara Hoa dengan saudara Siau? Harap kau kemukakan kepada umum, sehingga dua bersaudara cengeng dan tertawa bisa memberikan pertimbangan secara adil..........."

   Sementara itu Siau hian telah tampil ketengah panggung dengan langkah lebar.

   Sebaliknya si jago pemabuk dari loteng merah Siau Yau dengan langkah yang lembut dan menggoyang-goyangkan kipas kertasnya, pelan-pelan berjalan menuju kehadapan suami istri she Hoa ini.

   Siau Hian tertawa pelan, kemudian berseru.

   "Saudara Hoa menuduh kami dua bersaudara Siau mempunyai perselisihan denganmu, sesungguhnya perselisihan apakah yang kau maksudkan? Seingatku, rasanya diantara kita berempat, tak pernah terjalin perselisihan apa pun."

   "Siau Hian,"

   Seru Hoa Tay-siu dengan kening berkerut.

   "antara aku dengan kau memang tak ada perselisihan apa- apa, tapi aku hendak menuntut balas bagi beberapa orang jago persilatan yang telah tewas ditanganmu."

   Mendengar ucapan mana Siau Hian segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh....... haaahhhh......... haaahhh...... rupanya saudara Hoa sedang mewakili orang lain, tapi siapa-siapa saja yang menurut saudara Hoa telah tewas ditanganku? Aku ingin tahu manusia manakah yang begitu berharga bagi kalian sehingga kamu berdua tak segan-segan datang mewakilinya?"

   Hoa Tay-siu tertawa dingin.

   "Aku datang kemari hendak menuntut keadilan bagi kematian dari Hu mo suthay dari Cing-shia-pay, Kim-teng-sin- oh dari Go-bi-pay dan Leng Hong-bin suami istri dari kebun Cay-wi-wan."

   Siau Hian nampak tertegun setelah mendengar ucapan tersebut, dia segera berseru.

   "Mengapa saudara Hoa menuduh kasus-kasus pembunuhan berdarah itu merupakan hasil karya kami? Apakah saudara Hoa telah dihasut seseorang.........? Kalau tidak mengapa kau sembarangan menuduh tanpa disertai bukti?"

   Sementara itu Siau Yau telah mengulumkan senyum liciknya diujung bibir, tapi selain Oh Put Kui serta Kakek latah awet muda, rasanya orang lain tak akan memperhatikan hal itu. Sementara itu Hoa Tay-siu telah berkata lagi dengan suara dingin.

   "Orang she Siau, bila aku tanpa bukti, tak nanti kami akan kemari untuk mencari kalian."

   Sambil berkata dia merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar kain kumal, kemudian serunya lagi sambil tertawa dingin.

   "Siau Hian, kau boleh periksa sendiri benda tersebut."

   Dengan kening berkerut Siau hian menerima kain kumal itu serta diperhatikan dengan seksama. mendadak gembong iblis ini mengerutkan dahinya semakin kencang, lalu sambil menarik muka bentaknya.

   "Saudara Hoa, tulisan siapakah ini?"

   "Tulisan dari Kim-teng-sin-oh, apakah keliru? Kau anggap tulisan yang mengatakan Loteng Keng-thian-lo Siau tersebut masih belum cukup membuktikan bahwa pembunuhnya adalah kalian berdua?"

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Lima orang ciangbunjin yang pernah memeriksa ditempat kejadian setelah peristiwa berdarah itu berlangsung menjadi tertegun setelah melihat kejadian tersebut, padahal sewaktu melakukan pemeriksaan dulu, mereka sama sekali tak berhasil menemukan tanda-tanda apapun.

   Lantas darimanakah Hoa Tay-siu bisa memperoleh robekan kain kumal itu? Mendadak terdengar Siau Hian bertanya sambil tertawa.

   "Saudara Hoa, darimana kau peroleh sobekan kain kumal tersebut?"

   "Siau Hian, jika tak ingin diketahui perbuatannya, lebih baik janganlah berbuat,"

   Seru Hoa Tay-siu sambil tertawa dingin.

   "sehari setelah kalian melakukan perbuatan tersebut, secara kebetulan Thian-liong-sang-jin melewati kota Kim-leng dan berhasil mendapatkan barang bukti itu. Nah Siau-hian, apakah kalian masih ingin menyangkal?"

   Siau Hian segera melemparkan robekan kain kumal itu kearah Hoa Tay-siu, kemudian setelah tertawa tergelak, ujarnya.

   "Saudara Hoa, kalau memang Thian-liong-sang-jin yang menemukan benda tersebut, aku rasa hal ini tak bakal salah lagi, tapi akupun perlu memberitahukan kepada saudara Hoa, disaat Kim-teng-sin-oh terbunuh, aku sedang bertamu di gua setannya si kakek cengeng beralis putih Ciu loko......"

   Dengan dikemukakannya alibi tersebut sudah jelas hal mana tak bisa diragukan lagi, sebab si kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan telah bangkit berdiri serta memberikan kesaksian baginya.

   Memang selama beberapa bulan lamanya pada tahun berselang, mereka sedang berada dalam goa setan dan bersama-sama menyelidiki sejenis ilmu silat.........

   Mungkin orang lain tak akan percaya dengan keterang tersebut, namun bagi pendengaran Hoa Tay-siu sekalian mau tak mau mereka harus percaya juga.

   Sebab bagi mereka semacam Siau Hian, dia pasti berani berbuat berani pula bertanggung jawab.

   Dengan kening berkerut Hoa Tay-siu segera bergumam.

   "Mungkinkah Sin-oh telah salah lihat..........?"

   "Mungkin juga........."

   Jawab Siau Hian sambil tertawa. Mendadak Nyonya Hoa Tay-siu, si dewi dari nirwana Lan Tin-go maju kedepan dan berseru sambil tertawa.

   "Siangkong, jangan-jangan yang dimaksud adalah pemilik gedung Keng-thian-lo, Siau Yau?"

   Sementara Hoa Tay-siu masih tertegun, si jago pemabuk dari loteng merah Siau Yau telah tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaaaaaaaahhh............. haaaaaaaaaaahhh............... haaaaaaaaaahhh......... bagaimanapun juga Hoa hujin memang jauh lebih teliti, Hoa Tay-siu, selama puluhan tahun ini kau cuma hidup dengan sia-sia, masa berapa tulisan itupun tak mampu kau pecahkan? Benar-benar menggelikan hati."

   Kontan saja Hoa Tay-siu membentak gusar.

   "Siau Yau, rupanya kaulah pembunuhnya."

   "Haaaaaaahhhh......... haaaaaaaahhhh......... haaaaaaahhhhh........... kalau benar mau apa? APakah kalian she Hoa berdua akan membalas dendam bagi kematiannya?"

   Mencorong sinar tajam dari balik mata Hoa Tay-siu setelah mendengar perkataan tersebut, segera bentaknya.

   "Orang she Siau, aku akan mencincang tubuhnya menjadi berkeping-keping untuk membalaskan dendam bagi kematian mereka!"

   Sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilontarkan kearah depan.......... Siau Yau kembali tertawa tergelak, dia membuat sebuah lingkaran dengan kedua belah tangannya kemudian berseru.

   "Lebih baik kalian berdua maju bersama-sama saja, adik Hian kau menyingkir dulu."

   Siau Hian menurut dan segera mengundurkan diri.

   Sebaliknya Lan Tin-go mengayunkan pula telapak tangannya, bersama-sama suaminya mengerubuti Siau Yau seorang.

   Pertarungan yang kemudian berlangsung benar-benar amat seru, biarpun Siau Yau mesti menghadapi dua orang sekaligus, nyatanya dia masih mampu melepaskan serangan yang mematikan.

   Oh Put Kui yang menyaksikan jalannya pertarungan itu segera berkerut kening, mendadak bisiknya kepada Kakek latah awet muda.

   "Ban tua, ilmu silat yang dimiliki gembong iblis tua ini kelewat tangguh, perlukah aku tampilkan diri?"

   "Anak muda, gurumu belum datang, lebih baik jangan bertindak gegabah,"

   Cegah Kakek latah awet muda dengan cepat.

   "Tapi bagaimana seandainya A-ik dan Ik-thio terancam oleh bahaya maut?"

   "Kau tak usah kuatir, aku pasti akan menampilkan orang lain untuk membantunya."

   Sementara pembicaraan masih berlangsung, Hoa Tay-siu suami istri telah berulang kali terancam bahaya maut. Dengan perasaan terkejut cepat-cepat Kakek latah awet muda berseru keras.

   "Kemanakah ciangbunjin dari Siau-lim-pay, Bu-tong-pay, Hoa-san-pay serta Go-bi-pay? Kalian merupakan saksi yang menyaksikan peristiwa berdarah itu, sekarang pembunuhnya sudah muncul, mengapa kalian tidak segera naik ke panggung untuk membekuknya?"

   Begitu seruan bergema, beberapa orang ciangbunjin itu segera menyadari apa yang mesti diperbuat.

   Hui-sin Taysu segera berseru memuji keagungan Budha, kemudian menerjang lebih dulu keatas panggung.

   Disusul kemudian Hian-hek cinjin dari Bu-tong-pay, Bwee Kun-peng dari Hoa-san-pay dan Wici BIn dari Kay-pang bersama-sama melompat naik keatas panggung.

   Begitu tiba di panggung, Hui-sin taysu segera berseru sambil mendengus dingin.

   "Ho sicu, lolap sekalian sudah kelewat lama dibodohi oleh Siau sicu, kejadian ini benar-benar membuat kami tak terima, bagaimana jika persoalan ini diserahkan saja penyelesaiannya kepada lolap sekalian...........?"

   Mendengar seruan itu, Hoa Tay-siu suami istri secara beruntun melancarkan tiga buah pukulan dan dua tendangan kilat, kemudian sambil melompat mundur dari arena, katanya.

   "Kalau memang Ciangbunjin berpendapat demikian, tentu saja kami akan turut perintah."

   Selesai berkata merekapun melompat turun kebawah panggung.

   Dengan ditemukannya pembunuh yang asli, maka Hoa-tay- siu pun berhasil mencapai keinginannya untuk membasmi kaum iblis dari muka bumi, maka tindakan mereka yang mengundurkan diri dari arenapun tidak sampai menimbulkan ejekan orang.

   Dalam pada itu keempat ciangbunjin ditambah seorang tianglo yang berada diatas panggung telah mengurung Siau Yau rapat-rapat.

   Siau Yau sendiri sama sekali tak nampak takut atau gentar, dia malahan berdiri tak berkutik sambil tertawa dingin tiada hentinya.

   "Siau sicu,"

   Cui sian sangjin dari Go-bi-pay segera menegur.

   "sudah hampir dua puluh tahun lamanya aku tak pernah melanggar pantangan membunuh, tapi hari ini terpaksa harus kulanggar kembali, semoga siau sicu bisa baik-baik menjaga diri.........."

   Begitu selesai berkata, ujung bajunya segera dikebaskan kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyat ketubuh Siau Yau.

   Terkesiap juga Siau Yau menghadapi ancaman tersebut, cepat-cepat dia menghindarkan diri sejauh lima langkah lebih.

   Begitu dia berkelit, tubuhnya menjadi berdiri dihadapan Wici Bin, dengan kening berkerut Wici Bin segera melepaskan sebuah pukulan juga sambil membentak.

   "Gembong iblis, serahkan nyawamu!"

   Siau Yau tertawa seram, dia tidak menghindar, kali ini disambutnya ancaman dari Wici BIn itu dengan kekerasan.

   Jangan dilihat dia tak berani menyambut serangan dari Cui- sian sangjin, tapi terhadap ancaman dari Wici Bin sama sekali tak dipandang sebelah matapun.

   Begitu sepasang telapak saling beradu, Wici Bin segera terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih.

   Pada saat itulah mendadak Kit Put-shia tampil kedepan dengan langkah lebar, serunya kemudian.

   "Empat orang ciangbunjun mengerubuti saudara Siau seorang, rasanya tindakan ini kurang adil, mari, mari, biat akupun ikut membantu saudara Siau."

   Begitu selesai berkata, dia lantas melepaskan sebuah pukulan dahsyat kearah ketua Siau Lim-pay dan ketua Bu- tong-pay.

   Dalam waktu singkat ketujuh orang itu sudah terlibut dalam suatu pertempuran yang amat seru.

   Siau Hian sendiri hanya berdiri ditepi arena tanpa berbicara maupun bergerak barang sedikitpun jua.

   Oh Put kui yang melihat hal ini segera berkata sambil tertawa.

   "Ban tua, apa yang terjadi? Mengapa Siau Hian tidak turut terlibat dalam pertarungan itu?"

   Kakek latah awet muda tertawa.

   "Anak muda, Siau Hian bukan orang jahat, tentu saja dia tak sudi turun tangan."

   Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berkata lagi sambil tertawa tergelak.

   "Nah, kau boleh naik kepanggung sekarang, kedua orang suhumu sudah datang."

   "Dimana?"

   Tanya Oh Put Kui tertegun.

   "Sudahlah tak usah banyak bicara lagi, pokoknya kau hanya tahu naik kepanggung."

   Mendadak Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya.

   "Ban tua, boanpwe mesti menggunakan alasan apa untuk naik kepanggung?"

   "Terserah alasan apapun yang hendak kau gunakan, asalkan kau bisa menumbangkan pamor dari beberapa orang tua bangka tersebut, bahkan biar kau mesti melukai perasaan kelima orang ciangbunjin itupun tidak menjadi soal."

   Oh Put Kui termenung sebentar, lalu sahutnya sambil tertawa.

   "Baiklah!"

   Selesai berkata, dia segera melejit ketengah udara, bersamaan itu pula bentaknya.

   "Tahan!"

   Bentakan keras yang menggelegar bagaikan guntur ini seketika mengejutkan tujuh orang yang sedang bertarung itu sehingga masing-masing menghentikan serangannya. Secepat kilat Oh Put Kui melayang turun ditengah arena, lalu bentaknya lagi.

   "Harap para ciangbunjin mundur dulu kebelakang, aku ingin menyelesaikan sedikit perselisihan dulu dengan keduan orang gembong iblis tersebut........."

   Tidak menunggu beberapa orang ciangbunjin itu menjawab, dia telah berpaling seraya menyapa.

   "Kit shiacu, baik-baikkah kau?"

   Dikala melihat Oh Put Kui tampilkan diri tadi, Kit Pus Shia sudah merasa berdebar hatinya, mendengar teguran itu terpaksa sahutnya sambil tertawa paksa.

   "Ooh, rupanya Oh sauhiap..... maaf kalau aku kurang hormat!"

   Mendadak Siau Yau melotot besar seraya membentak marah.

   "Hay anak muda, siapakah kau? Aku belum pernah bertemu muka denganmu, darimana datangnya perselisihan diantara kita?"

   Oh Put Kui tertawa tergelak.

   "Aku bernama Oh Put Kui, dengna anda memang tak pernah terjalin perselisihan apapun, tapi aku ingin sekali menyelidiki suatu persoalan darimu, apakah kau bersedia memberi jawaban?"

   Siau Yau tertawa dingin.

   "Aku berani mengakuinya bahwa ketiga kasus berdarah itu merupakan hasil perbuatanku, persoalan apa lagi yang tidak berani aku katakan.........."

   "Bagus sekali, kalau begitu aku dapat mempercayai perkataanmu itu............."

   Setelah berhenti sejenak, dia lantas menggapai kearah raja setan penggetar langit Wi Thian-yang yang berdiri disamping perempuan berbaju putih dibelakang punggung itu, lalu serunya.

   "Wi Thian-yang, bagaimana kalau kau pun kemari?"

   Wi Thian-yang nampak tertegun setelah mendengar teguran itu, tanpa terasa dia memandang sekejap kearah perempuan cantik berbaju putih itu. Setelah perempuan cantik berbaju putih itu mengangguk, Wi Thian-yang baru maju kedepan dengan langkah lebar.

   "Lote, ada urusan apa kau mencariku?"

   Tegurnya.

   "Apakah kau adalah jelmaan dari Nyoo Thian-wi?"

   Tanya Oh Put Kui sambil tertawa.

   Pertanyaan yang diajukan secara langsung ini seketika mengejutkan semua jago yang berada dibawah panggung, dengan penuh perhatian semua orang mengalihkan pandangannya kewajah Wi Thian-yang, menantikan jawaban darinya.

   Wi Thian-yang tidak nampak kaget atau tercengang menghadapi pertanyaan tersebut, sahutnya sambil tertawa.

   "Lote, bila ingin mencari orang yang paling pandai dalam dunia persilatan saat ini, mungkin lotelah orangnya."

   Dengan jawaban tersebut, sama saja artinya bahwa dia telah mengakui kalau perkataan dari Oh Put Kui itu memang benar.

   Tak heran kalau suasana dibawah panggung menjadi amat gaduh karena gempar.

   Nyoo Siau-sian yang duduk disamping Kiau Hui-huipun nampak berubah menjadi pucat pias, lalu meledaklah isak tangisnya yang amat memilukan hati.

   Sementara itu Oh Put Kui telah tertawa hambar.

   "Ucapan mu kelewat memuji, ada satu persoalan lagi ingin juga kutanyakan kepadamu."

   "Silahkan bertanya!"

   "Pek-ih-hud Lan lihiap apakah juga tewas ditanganmu?"

   Ketika mendengar pertanyaan tersebut, Wi Thian-yang memandang sekejap kearah Kit Put Shia serta Siau-Yau, lalu jawabnya sambil tertawa pula.

   "Lote, Lan Hong memang tewas ditanganku, darimana kau bisa tahu.........?"

   Perasaan Oh Put Kui waktu itu benar-benar sakit sekali, hatinya seperti diiris-iris dengan pisau tajam, namun perasaan mana sama sekali tidak ditampilkan diatas wajahnya, dia malahan tersenyum.

   "Titik terang ini berhasil kutemukan dari loteng Seng-sim-lo digedung Sian-hong-hu mu itu, cuma aku tak percaya kalau kau seorang mampu melakukan hal tersebut!"

   Belum selesai dia berkata, Siau Yau telah menyela sambil tertawa tergelak.

   "Bocah muda, kau memang cerdik, selain Wi lote, aku dan Kit shiacu memang terlibat dalam penyergapan terhadap Oh Ceng-thian suami istri waktu itu."

   "Benarkah begitu?"

   Oh put Kui tertawa pedih.

   "kau berani mengakui perbuatan tersebut, apakah kalian tidak kuatir ada yang datang menuntut balas buat dirinya?"

   "Kau hendak menuntut balas?"

   Jengek Siau Yau sambil tertawa.

   "apa hubunganmu dengan Lan Hong?"

   Sekali lagi Oh Put Kui tertawa pedih.

   "Anaknya! Cukup berhak bukan?"

   Jawaban ini kembali membuat Siau Yau tertegun. Bukan cuma dia, bahkan Kit Put Shia Wi Thian-yang pun turut merasa amat terperanjat setelah mendengar jawaban tersebut.

   "Jadi kau.............. kau adalah putra Oh Ceng Thian?"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Seru Wi Thian-yang tergagap. Sebelum Oh Put Kui sempat menjawab, tiba-tiba muncul sesosok bayangan manusia ditengah arena, lalu terdengar orang itu menyambut sambil tertawa dingin.

   "Betul, dia adalah putraku!"

   Ternyata orang yang munculkan diri tak lain adalah sipedang iblis pencabut nyawa Oh Ceng Thian. dengan hati terkesiap Siau Yau segera berseru.

   "Oh Ceng-thian, kau belum mampus?"

   "Haaaahhh......... hhaaaaaahhhh........ haaaahhhh....... dengan mengandalkan kemampuanmu itu masih ingin mencabut nyawaku? Hmmmm............."

   Berbicara sampai disitu, secepat kilat dia telah meloloskan pedangnya.

   "Haaaahhhh......... haaaaaaahhhhhh........ haaahhhh......... panglima yang pernah kalah perangpun berani omong besar?"

   Ejek Siau Yau sambil tertawa tergelak. Dia mengira kemampuan Oh Ceng Thian masih seperti pedang iblis pencabut nyawa yang dulu. Oh Ceng-thian tertawa dingin, segera teriaknya.

   "Siau Yau, lebih baik kau maju bersama-sama Kit Put-shia!"

   "Bagus sekali,"

   Sahut Kit Put Shia setelah mendengar perkataan itu.

   "aku memang ingin mencoba sampai seberapa jauhkah kemajuan yang berhasil dicapai saudara Oh selama delapan belas tahun terakhir ini................"

   Seusai berkata dia segera mencabut pedangnya dan langsung ditusukkan ketubuh Oh Ceng-thian.

   Hampir pada saat yang bersamaan Siau yau melancarkan pula sebuah pukulan dengan dua serangan kipas.

   Oh Ceng-thian segera menggetarkan pedangnya menciptakan serentetan cahaya pelangi, tahu-tahu saja serangan kedua orang itu sudah berhasil dipunahkan.

   Dalam pada itu keempat ciangbunjin serta Wici Bin telah mengundurkan diri dari atas panggung, mereka merasa Oh Ceng-thian serta Oh Put Kui jauh lebih berhak untuk menghadapi musuh-musuhnya demi membalaskan dendam bagi kematian istri serta ibunya.

   Waktu itu Oh Put Kui dan Wi thian-yang belum sampai melangsungkan pertarungan.

   Sebab sebelum pertarungan dimul;ai, dia ingin menanyakan sebuah persoalan lebih dulu sampai jelas.

   Maka setelah tertawa dingin katanya.

   "Wi Thian-yang selama dua puluh tahunan terakhir ini kau tak pernah menyingkapkan bahwa kaulah pembunuh ibuku, apa sebabnya kau mempunyai keberanian untuk mengakui perbuatan tersebut hari ini?"

   Wi Thian-yang tertawa tergelak.

   "Haaaahhhh........ haaaaahhhh...... haaaahhhh....... segenap orang yang menghadiri pertemuan hari ini bakal menjadi anggota Mo-kau semua, kalau tidak maka sulit baginya untuk meloloskan diri dari sini dalam keadaan selamat. Demikian juga bagi lote, hanya ada dua jalan yang bisa kau tempuh, setelah aku mempunyai keyakinan untuk membunuh kau sibajingan cilik, apa sebabnya tak berani mengakui perbuatanku itu?"

   "Haaaahhhh........ haaaaahhhh...... haaaahhhh....... segenap orang yang menghadiri pertemuan hari ini bakal menjadi anggota Mo-kau semua, kalau tidak maka sulit baginya untuk meloloskan diri dari sini dalam keadaan selamat. Demikian juga bagi lote, hanya ada dua jalan yang bisa kau tempuh, setelah aku mempunyai keyakinan untuk membunuh kau sibajingan cilik, apa sebabnya tak berani mengakui perbuatanku itu?"

   Oh Put Kui merasakan hatinya terkesiap, segera serunya.

   "Apa yang telah kalian lakukan disini?"

   "Didalam hidangan yang kalian makan telah dicampuri racun tok-ku dari wilayah Biau, itu berarti kalian taka akan lolos dari cengkeraman ji-kuncu."

   "Siapa sih Ji kuncu itu?"

   Tanya Oh Put Kui tertegun. Sambil tertawa Wi Thian-yang segera menunjuk kearah perempuan cantik berbaju putih itu seraya ujarnya.

   "Ji kuncu adalah kuncu dari Ban-mo-teng-sim-hwee, nanti lote mesti maju memberi hormat kepadanya. Nah lote, selanjutnya kau akan menjadi anggota perkumpulan kami, bukankah semua perselisihan pun akan berakhir dengan begini saja?"

   Mendengar sampai disitu Oh Put Kui segera tertawa dingin.

   "Wi Thian-yang, sekarang aku sudah mengerti!"

   Dalam pada itu suasana dibawah panggung telah terjadi kegaduhan, sebab perkataan dari Wi Thian-yang telah mengejutkan mereka semua, tanpa terasa peluh dingin jatuh bercucuran, malahan ada pula yang wajahnya berubah menjadi pucat pias.

   Disaat Oh Put Kui selesai berkata tadi, tiba-tiba Wi Thian- yang berkata lagi sambil tertawa.

   "Lote, kau benar-benar ingin beradu jiwa?"

   "Wi Thian-yang!"

   Mendadak Oh Put Kui berteriak keras.

   "kau harus merasakan kelihayan dari pedang karat cing-peng- siu-kiam ku lebih dahulu!"

   Cahaya tajam berkelebat lewat, tahu-tahu pedang karat itu sudah melancarkan tujuh buah serangan secara beruntun.

   Wi Thian-yang sama sekali tidak menyangka kalau serangan pedang dari Oh Put Kui begitu tajam dan hebat, seketika itu juga dia terdesak sehingga mundur delapan langkah secara beruntun.

   Andaikata Oh Put Kui tidak menghentikan serangannya dengan segera, niscaya Wi Thian-yang akan mengalami keadaan yang tragis.

   Wi Thian-yang segera mengerutkan alis matanya rapat- rapat, menggunakan kesempatan disaat Oh Put Kui menghentikan serangannya, dia segera meloloskan pedang antiknya, dan berseru sambil tertawa seram.

   "Bajingan keparat, aku akan memusuhi harapan itu, segera akan kukirimkan kau menjumpai ibumu...........!"

   "Sreeeeeet, sreeeeeeet........!"

   Secara beruntun dia melancarkan lima buah serangan berantai, ternyata tenaga dalam yang dimilikinya tak kalah dari Oh Put Kui. Oh Put Kui tertawa seram segera teriaknya.

   "Wi Thian-yang, saat ajalmu telah tiba......"

   "Traaaaaaaaaaang.............."

   Mendadak pedang karat cing-peng-kiam itu diayunkan keatas langsung membentur pedang antk dari Wi Thian-yang, menyusul bentrokan itu, Wi Thian-yang merasakan peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.

   Ternyata pedang andalannya telah kutung menjadi dua.

   Ia sadar situasi tidak menguntungkan baginya, dengan segera seraya melayang meninggalkan raganya cepat-cepat dia mengundurkan diri kebelakang.

   Sudah barang tentu Oh Put Kui tak akan membiarkan musuhnya menghindarkan diri, dimana pedangnya berkelebat lewat, mata pedang langsung membacok bahu kiri siraja setan penggetar langit.

   "Omitohud......"

   Tiba-tiba dari kejauhan bergema suara pujian.

   "siau sicu, ampunilah selembar jiwanya..........."

   Sayang keadaan sudah terlambat.

   Percikan darah tampak berhamburan kemana-mana, tubuh Wi Thian-yang sudah terbabat pedang Oh Put Kui dan roboh terkapar diatas tanah.............

   Saat itulah sesosok bayangan manusia melayang turun diatas panggung, ternyata orang itu adalah Wi-in sinni.

   Melihat Wi Thian-yang sudah terkapar bermandikan darah, sementara Oh Put Kui berdiri sambil menyeka air mata, dia menghela napas panjang sambil katanya.

   "Siau sicu, bencan yang kau lakukan kali ini betul-betul kelewat besar!"

   Belum habis perkataan dari nikou itu, kembali tampak dua sosok bayangan manusia melayang naik keatas panggung.

   Orang yang pertama segera berjongkok dan membopong tubuh Wi Thian-yang lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun melompat turun dari panggung dan segera kabur menuju keluar bukit.

   Orang itu tak lain adalah Nyoo Ban-bu.

   sedangkan orang kedua tetap berdiri dihadapan Oh Put Kui tanpa mengucapkan sepatah katapun.

   Dengan perasaan tak tenang Oh Put Kui mendongakkan kepalanya, ternyata orang itu tak lain adalah Nyoo Siau-sian.

   Agaknya semua kesadaran Nyoo Siau-sian sudah hilang, ia berdiri termangu-mangu sambil mengawasi wajah pemuda itu tanpa berkedip selang beberapa saat kemudian tiba-tiba ia perdengarkan suara yang menyeramkan bagaikan lolongan serigala.

   Suara tertawa itu boleh dibilang jauh lebih tak sedap didengar dari pada suara tangisan kuntilanak.

   Dengan perasaan iba Oh Put Kui memandang sekejap kearahnya, namun tak sepatah katapun berani diutarakan.

   Mendadak Nyoo Siau-sian menghentikan suara tertawanya, kemudian berseru sambil menangis.

   "Oh toako...... Oh Put Kui..... bagus sekali perbuatanmu, ternyata dia memang ayahku; aku.......... aku tidak membencimu......... tidak membencimu......... aku tidak!........ Oh Put Kui......... aku sangat membencimu!........ Mendadak dia membalikkan tubuh lalu melompat turun dari atas panggung, rambutnya yang terurai dibiarkan tergantung dibelakang punggung seperti orang gila.

   "Oh toako...... Oh Put Kui..... bagus sekali perbuatanmu, ternyata dia memang ayahku; aku.......... aku tidak membencimu......... tidak membencimu......... aku tidak!........ Oh Put Kui......... aku sangat membencimu!........ Mendadak dia membalikkan tubuh lalu melompat turun dari atas panggung, rambutnya yang terurai dibiarkan tergantung dibelakang punggung seperti orang gila. Dengan langkah sempoyongan, tiba-tiba dia membalikkan badan dan lari meninggalkan tempat itu.

   "Anak Sian!"

   Wi-in sinni segera berteriak keras, dengan cepat dia menyusul dibelakangnya.

   Oh Put Kui yang berada diatas panggung cuma bisa berdiri termangu-mangu bagaikan patung.

   Mendadak percikan darah memancar keluar dari sisi tubuhnya.

   Pedang Thian-lui-kiam dari Oh ceng-thian telah meluncur ketengah udara, hawa pedang yang tajam telah menerkang kemuka dan menyambar tubuh Kit Put shia serta Siau Yau yang berada lima depa dihadapannya.

   "Bluuuuuuuuuukkkk, bluuuuukkkkk..........!"

   Bersamaan waktunya Kit Put Shia dan Siau Yau kehilangan batok kepalanya dan bersama-sama roboh terkapar diatas tanah.

   Pada saat itu juga, perempuan cantik berbaju putih yang duduk diatas panggung itu melompat bangun kemudian melompat kebawah dan berusaha melarikan diri.

   Mendadak sesosok bayangan manusia berwarna putih muncul dari samping panggung dan mengejar perempuan cantik berbaju putih itum, dalam sekali sambaran saja ia sudah berhasil membekuk lawan serta menyeretnya kembali keatas panggung.

   Ternyata orang ini adalah Thian-hian Huicu Cu Yu-hong, akhirnya ia berhasil juga membekuk kembali adiknya yang sesat.

   Dengan sepasang mata berkaca-kaca Cu Yu-hong segera berkata kepada Oh Ceng-thian.

   "Jite, aku akan pulang kegunung, biar urusan ditempat ini diselesaikan oleh Siau toako serta Ban tua.............."

   Berbicara sampai disitu ia segera melejit ketengah udara dan meluncur keluar lembah... Oh Ceng-thian menghela napas panjang, setelah menyarangkan kembali pedangnya, dia berseru kepada Kakek latah awet muda.

   "Ban tua, toa kuncu menyuruh kau yang memimpin penyelesaian dalam tempat ini."

   "Tak usah kuatir, aku sudah mendengar ucapan tersebut!"

   Jawab Kakek latah awet muda sambil tertawa. Kemudian sambil berpaling kearah kuil Tay-kong-si, teriaknya pula.

   "Oh Sian, bila kau bersama Thian-liong, Lan Ciu-sui dan Pek Bian-peng berempat tidak segera tampilkan diri, akupun tak akan mencampuri urusan ini lagi."

   Puji syukur kepada sang Buddha dan gelak tertawa nyaring segera bergema memecahkan keheningan.

   Tay-gi-sangjin, Thian-liong-sang-jin, Peng-goan-koay-kek Lan Cui-siu, seribu li pencabut nyawa Pek Bian-peng, serta seorang perempuan suku Biau setengah telanjang yang diseret, pelan-pelan munculkan diri dari balik pintu kuil Tay- kong-si.

   Sambi tertawa tergelak Kakek latah awet muda segera berseru.

   "Oh sian, bebaskan dulu semua teman-teman yang berada disini dair pengaruh racun Tok-ku!"

   "Tak usah kuatir, segera akan kulaksanakan perintah lo sicu........."

   Jawab Tay-gi sang-jin sambil tersenyum.

   Semua orang repot bekerja untuk membebaskan para jago yang hadir dari pengaruh racun tok-ku serta menyelesaikan persoalan disitu.

   Tapi ada satu orang yang sama sekali tidak ikut campur.

   Sambil menggenggam pedang karatnya, dia berdiri termangu-mangu diatas panggung...........

   Lama kemudian, selangkah demi selangkah dia baru berjalan meninggalkan tempat itu menuruni bukit Ci-lian-san.

   Paras mukanya hambar tanpa emosi, pikirannya bagaikan kosong tak berisi, tapi jalanan yang ditempuh justru merupakan jalan perbukitan yang curam, terjal dan penuh dengan semak belukar yang berduri.

   Mungkin ia sedang memikirkan suatu persoalan.

   Tapi semua persoalan sudah tidak terlalu penting lagi baginya, sebab ia merasa dendam sakit hatinya telah terbalas, bukankah begitu? Musuh besar pembunuh ibunya telah tewas pula diujung pedangnya.

   Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya, dia teringat bahwa dia telah menjadi seorang pembunuh, seorang pembunuh yang telah membinasakan ayah orang lain pula.

   Mungkinkah dia akan membalas dendam kepadanya? Mungkinkah hal ini terjadi? Pikiran tersebut berputar dan melintas tiada hentinya dalam benaknya.

   Beberapa tetes air mata bercampur darah menetes membasahi wajahnya...............

   Dia seperti merasa agak lelah, tapi dia bertekad akan mengembara lebih jauh.

   Sebab dia lamat-lamat merasa bahwa dia harus menghilangkan pikiran dan perasaan berdosa yang membebani hatinya selama ini, dia harus menghilangkannya, sekalipun hal ini akan terjadi disaat rambutnya telah beruban semua.

   Jalan bukit yang berliku-liku tak diperduli, dia berjalan terus menuruti suara hatinya.

   Ia berjalan dan berjalan terus.............

   begitu asyik dia berjalan sehingga sama sekali tak terasa olehnya ada dua orang sedang mengikuti pula dibelakangnya.

   "Liok tua, kenapa dengan Oh toako? Aku merasa amat cemas!"

   "Nona Kiau, asal aku sipengemis dan kau mengikutinya terus, tak nanti dia akan tertimpa sesuatu musibah!"

   "Aaaaaaaaaaaaaai,,,,,,,,,,,,,, Liok tua, terpaksa kita harus mengikutinya terus, kemanapun dia akan pergi.............."

   Helaan napas panjang yang dalam dan berat bergema diudara, andaikata lapisan salju dibukit Ci-lian-san tidak menebal hingga membatu, mungkin helaan napas yang begitu berat itu dapat menggugurkan salju-salju tersebut.............

   Lambat laun.............

   Bayangan-bayangan manusia itupun makin lama makin jauh dan makin buram sebelum akhirnya lenyap dikejauhan sana.

   Ditengah udara hanya tertinggal suara langkah yang berat serta helaan napas yang dalam...........

   Dan sampai disini pula kisah "Pulau neraka"

   Ini, sampai berjumpa dilain kesempatan. -TAMAT-

   

   


Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen Kilas Balik Merah Salju -- Gu Long Perguruan Sejati -- Khu Lung

Cari Blog Ini