Pendekar Panji Sakti 16
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Bagian 16
"Pedang itu sudah dilumuri racun, jangan disentuh"
Dengan terperanjat Li Kiam-pek menarik kembali tangannya, benar saja, dia saksikan pedangnya yang semula berkilauan kini telah berubah jadi hijau kusam dan sama sekali tidak bersinar, tentu saja dia semakin tidak berani untuk menerimanya.
Hanya dalam sekali sentuhan, si kakek beracun ini mampu meracuni seluruh tubuh pedang tersebut, kemampuannya melepaskan racun boleh dibilang sangat menakutkan, kenyataan ini bukan saja membuat Li Lok-yang dan putranya menjadi terperanjat, semua orang yang hadir pun berubah hebat wajahnya.
Terdengar si kakek beracun dari kutub selatan itu tertawa terbahak-bahak, katanya.
"Hahahaha... memangnya kau anggap julukan-ku sebagai si kakek beracun hanya julukan kosong!"
Begitu tangannya digetarkan, dua titik cahaya pedang segera meluncur menembusi angkasa.
"Sayang kalau pedang sebagus itu dibuang begitu saja!"
Teriak si rase kemala Yo Kun tertawa.
Tubuhnya segera melesat ke depan, ternyata gerakan tubuhnya jauh lebih cepat ketimbang gerakan pedang itu, dalam sekali gulungan tahu-tahu dia sudah menggulung kedua potongan pedang itu ke dalam sakunya.
Hanya dalam waktu singkat dia dapat menangkap pedang itu dan melayang balik ke posisi semula, bukan saja gerakannya cepat bagai petir bahkan gayanya sangat indah.
Menyaksikan kehebatan ilmu meringankan tubuh yang di demonstrasikan si Rase kemala, baik lawan maupun kawan serentak bersorak memuji.
Hanya sederet perempuan berjubah hitam berkain cadar yang tetap berdiri tanpa gerak, bila orang tidak menaruh perhatian secara khusus, sulit rasanya untuk mengetahui kehadiran mereka.
Tampak si Rase kemala menggetarkan sepasang ujung lengannya, kutungan pedang segera berserakan diatas lantai.
"Sayang kalau dibuang"
Seru Lu Pin sambil tertawa.
"lebih baik digunakan sebagai barang rongsok saja!"
Dia membungkukkan tubuh sambil memungut kutungan pedang itu, lalu sambil berjalan menuju ke tiang batu yang gumpil berkat gempuran dari Sin lek Pa ong tadi, ujarnya lebih jauh sambil tertawa.
"Walaupun tenaga sakti milik Siang sicu menakutkan, sayang tindakannya kurang menghormati tuan rumah, masa sebuah tiang batu yang bagus dibikin gumpil, biarlah pinto menggunakan kutungan pedang ini untuk memperbaikinya kembal!"
Sambil berkata dengan tangan kanan memegang kutungan pedang, tangan kiri memegang gumpilan batu cadas, dia menghimpun tenaga dalamnya di dada.
Diiringi suara pekikan nyaring, tahu-tahu dia tancapkan kutungan pedang itu ke dalam gumpilan batu, kemudian memantek gumpilan tadi diatas tiang bekas gumpilan.
Biarpun batu cadas itu keras namun orang ini mampu menembusi batu tadi bagaikan menusuk sepotong tahu saja, bukan saja gampang bahkan tidak menimbulkan suara, hal ini segera memancing aplus keras dari semua yang hadir.
Selesai memperbaiki gumpilan batu cadas itu, Lu Pin bertepuk tangan sambil berkata lagi.
"Liatwi tidak perlu bersorak memuji, sebab tanpa obat penawar racun yang sudah kulumurkan terlebih dulu ditanganku, niscaya saat ini aku sudah mati keracunan!"
Tanpa berubah muka, dengan tinjunya raja bengis bertenaga sakti berhasil menghancurkan batu cadas, kakek beracun dari kutub selatan mematahkan pedang bagai mematahkan bambu bahkan berhasil melumurinya dengan racun, kemudian Rase kemala mampu mengejar pedang secepat petir, Lu Pin menusuk batu bagai menusuk tahu.
Demonstrasi kemampuan yang dilakukan ke empat orang ini boleh dibilang mengerikan sekali.
Tanpa terasa Thiat Tiong-tong dan Sui Lengkong saling berpegangan tangan dengan kencang, mereka benar-benar tercekat dibuatnya.
Dalam pada itu si kakek racun dari kutub selatan telah mengerling sekejap ke arah Li Kiam-pek sambil berkata.
"Dengan kemampuan yang kami berempat miliki, apakah cukup pantas untuk berebut denganmu?"
Li Kiam-pek berdiri terbelalak dengan mulut melongo, untuk sesaat dia tak mampu berkata kata. Sambil tertawa tergelak manusia aneh itupun berseru.
"Kalau toh sudah berhasil berebut tempat, silahkan turun tangan, tidak kusangka dalam belasan tahun terakhir kungfu yang kalian berempat miliki telah bertambah maju pesat!"
"Biarpun telah maju pesat namun sayang masih belum bisa menandingimu"
Kata kakek racun dari kutub selatan sambil tertawa seram.
"setelah kami berempat rundingkan, terpaksa kami akan turun tangan bersama-sama!"
Dengan cepat ke empat orang itu menyebarkan diri ke empat penjuru dan mengepung manusia aneh itu ditengah arena.
Manusia aneh itu sendiri meski berdiri santai tanpa berubah wajah, padahal secara diam-diam dia telah bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.
"Hati-hati"
Seru si Rase kemala kemudian sambil menjura.
"aku...."
"Tunggu sebentar!"
Tiba-tiba terdengar seseorang membentak nyaring.
Meski suara itu tidak terlalu keras namun terdengar seperti tusukan jarum yang menembusi gendang telinga, membuat telinga setiap orang terasa sakit sekali.
Dengan perasaan terkejut si Rase kemala berempat berpaling, sekarang mereka baru melihat ada dua orang wanita berjubah hitam berkain cadar perlahan lahan berjalan mendekat.
Cara berjalan ke dua orang ini sangat aneh, meski sedang melangkah ke depan namun bahunya tidak bergerak, kaki pun tidak bertekuk, seolah-olah mereka sedang melayang di antara mega saja.
Baru saja semua orang melihat jubah panjangnya bergoyang, tahu-tahu mereka sudah tiba di depan arena.
Baik manusia aneh maupun si rase kemala sekalian sama-sama merasa tercengang, ternyata mereka tidak dapat menebak siapa gerangan perempuan bercadar itu, datang dari mana dan apa tujuan kedatangannya.
Lu Pin segera menyapa dengan lantang.
"Apakah li-sicu ada petunjuk?"
"Kalian berempat tidak boleh turun tangan"
Jawab perempuan bercadar yang ada disisi kiri lembut.
Suaranya enteng, datar, sama sekali tidak emosi, namun nadanya tegas bagaikan sedang memberi suatu perintah, seolah-olah perkataan yang telah dia ucapkan, orang lain tidak dapat merubahnya kembali.
Si Rase kemala sekalian berdiri tertegun, tapi kemudian mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
Hanya si kakek racun dari kutub selatan yang tidak berubah paras mukanya, dengan suara mendalam tanyanya.
"Kenapa kami berempat tidak boleh turun tangan?"
"Sebab ditempat luaran, kalian berempat pun banyak membunuh dan memperkosa wanita baik-baik. Bila kau boleh menodai bini orang, kenapa orang lain tidak boleh menodai binimu, apa hak kalian untuk turun tangan?"
"Manusia macam apa kau ini, berani amat mencampuri urusan kami!"
Bentak Siang pa-ong gusar.
"Thian punya kuasa tidak punya kekuatan, tidak bisa turun tangan sendiri mencampuri urusan dunia, oleh sebab itu Beliau tidak segan meminjam tangan kami untuk menuntut keadilan bagi umat wanita di dunia ini"
"Hahahaha.... kalau begitu kalian mengaku sebagai utusan Thian?"
"Tepat sekali!"
Setiap perkataan yang diucapkan perempuan bercadar ini selalu datar, lembut, penuh kedamaian, tidak seorangpun dapat melihat bagai-mana mimik muka mereka dibalik kain cadarnya. Tapi jawaban "tepat sekali"
Itu disampaikan dengan daya pengaruh yang sangat luar biasa, membuat orang tidak berani menyangkal kalau mereka benar-benar utusan yang datang dari langit, membuat setiap umat dunia tidak berani membangkang perintah mereka.
Sekalipun siang Pa-ong terhitung seseorang yang keras kepala pun tidak urung bergidik juga sehabis mendengar perkataan itu, untuk sesaat semua orang hanya bisa saling berpandangan dengan mulut membungkam.
Lewat berapa saat kemudian, Lu Pin baru mendehem perlahan dan berkata sambil menuding ke arah manusia aneh itu.
"Kalau kalian ingin menuntut keadilan bagi kaum wanita, kenapa tidak kau urus bajingan itu, buat apa kalian malah mengurusi kami?"
"Kedatangan kami memang ingin menyaksikan bagaimana pembalasan menimpa dirinya"
Sahut perempuan bercadar itu.
"tapi sekarang waktunya belum tiba, tentu saja kami tidak akan membiarkan kalian berempat turun tangan terlebih dulu"
"Lalu siapa yang lebih berhak untuk turun tangan?"
"Orang yang khusus diutus Thian!"
Tiba-tiba Siang Pa-ong membentak gusar.
"Apa itu utusan Thian, utusan Tee, berlagak sok tahyul, aku tidak percaya dengan permainan busuk macam begitu, enyah kau dari sini!"
Sebuah pukulan langsung dilontarkan ke tubuh perempuan itu.
"Mana mungkin tenaga manusia bisa melawan tenaga langit, kau berani turun tangan?"
Jengek perempuan bercadar itu. Sementara Siang Pa-ong masih melengak, ujung lengan baju perempuan bercadar itu telah balik menumbuk keluar. Cepat siang Pa-ong menarik kembali serangannya sambil membentak.
"Kita maju bersama, biar dia berangkat duluan!"
Ditengah bentakan nyaring secara beruntun lima pukulan dilontarkan, dengan tenaga gwakangnya yang sempurna, boleh dibilang serangan ini mengerikan sekali.
Perempuan bercadar hitam itu hanya sedikit menggerakkan tubuhnya, tahu-tahu dia sudah menghindari keempat buah pukulan pertama, menanti Siang Pa-ong melepaskan pukulan yang terakhir, mendadak perempuan itu menghentikan tubuhnya dan sama sekali tidak menghindar lagi.
Sewaktu menggempur batu tiang cadas tadi, semua orang telah menyaksikan betapa dahsyatnya tenaga pukulan yang dimiliki Sin-lek-Pa-ong, maka betapa terkejutnya semua orang ketika menyaksikan gempuran dahsyat itu langsung menghantam ke tubuh perempuan itu, dalam perkiraan mereka, tulang belulang perempuan bercadar itu tentu akan hancur berantakan.
Siang Ji-yu sendiripun merasa kegirangan setengah mati, dia sangka pukulannya bakal merobohkan lawan.
Siapa tahu baru saja ujung kepalan itu menyentuh pakaian yang dikenakan perempuan bercadar itu, tiba-tiba pakaian tersebut bergeser cekung ke dalam, tenaga pukulan yang amat dahsyat itu seolah kerbau lumpur yang tercebur ke dasar samudra, hilang lenyap dengan begitu saja.
Tidak terlukis rasa terkejut yang dialami si raja bengis Siang, tapi dia tidak sempat berpikir lebih jauh karena perempuan bercadar itu sudah berbalik menggulung lengannya dengan ujung bajunya.
Dalam waktu sekejap dia rasakan segulung tenaga murni yang tidak dapat dilawan menyusup masuk melalui ujung baju itu, tidak kuasa lagi tubuhnya terangkat meninggalkan permukaan tanah dan tahu-tahu tubuhnya yang tinggi besar itu sudah melayang di udara, melewati diatas kepala si Rase kemala dan...
"Blaaam!"
Menumbuk diatas dinding ruangan, terperosok ke lantai dan tidak sanggup merangkak bangun lagi.
Meskipun si Rase kemala sekalian tahu kalau lawan telah menggunakan ilmu tenaga dalam sebangsa Can ie cap pwee tiap (menyentuh baju terperosok delapan belas kali), tidak urung perasaan hati mereka tercekat juga.
Biarpun tidak jelas berapa usia perempuan bercadar itu, namun mereka sadar bahwa dikolong langit dewasa ini hanya berapa gelintir manusia yang berhasil mencapai tingkatan ilmu sehebat itu.
Sebagaimana diketahui, tadi perempuan bercadar itu hanya menghisap dengan bajunya, tahu-tahu seluruh tenaga pukulan dari Siang pa-ong sudah lenyap tidak berbekas, lalu ketika mengebaskan bajunya, tahu-tahu tubuhnya sudah terpelanting, sampai matipun Siang pa-ong tidak menyangka kalau dia bakal dipecundangi dalam keadaan yang begitu mengenaskan.
Begitu mencium lantai, dia jatuh pingsan berapa saat, kemudian ketika mencoba merangkak bangun, lagi lagi kepalanya terasa amat pening hingga untuk ke dua kalinya dia mencium lantai.
Dalam pada itu perempuan bercadar tadi telah berpaling ke arah si Rase kemala Yo Kun, ujarnya lembut.
"Sekarang kau sudah percaya bukan kalau tenaga manusia tidak akan menangkan tenaga langit?"
"Soal ini...."
Berubah paras muka si Rase kemala Yo Kun, tiba-tiba dia menghela napas panjang.
"percaya, aku percaya.... !"
Sambil berkata dia menjura dan menyembah.
Pada saat itulah mendadak terlihat puluhan titik cahaya perak yang lembut bagaikan bulu melesat keluar dari punggungnya dan langsung menyergap dada serta lambung perempuan itu.
Senjata rahasia itu dilepaskan tanpa memberi tanda, begitu meluncur, kecepatannya melebihi sambaran kilat, sungguh membuat orang diluar dugaan dan sulit untuk menghindar.
Inilah ilmu yang paling diandalkan dan dibanggakan selama ini.
"Cing pai hoa cuang toan hun ciam (jarum pemutus nyawa dalam kemasan punggung), selain sangat lihay dan beracun, banyak sudah jagoan tangguh dalam dunia persilatan yang kehilangan nyawa diujung jarumnya. Perubahan ini terjadi diluar dugaan, saking kagetnya Sui Leng-kong yang bersembunyi diluar jendela sampai menjerit tertahan. Siapa sangka perempuan bercadar iu hanya mengembangkan ujung bajunya, tahu-tahu seluruh hujan jarum perak itu sudah tergulung ke balik pakaiannya dan lenyap dengan begitu saja. Mendadak si Rase kemala, Lu Pin serta kakek racun dari kutub selatan menjerit kaget, sambil menuding ke arah perempuan bercadar itu mereka bertiga berseru dengan nada gemetar.
"Kau.... kau.... kau...."
"Jadi kalian sudah tahu siapakah kami?"
Tukas perempuan bercadar itu tenang. Tiba-tiba manusia aneh mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, selanya.
"Hahahaha.... mungkin baru sekarang mereka tahu, padahal semenjak kalian masuk kemari, aku sudah tahu siapa gerangan kalian semua"
"Memang paling baik kalau sudah tahu"
"Tidak nyana kalian bakal membantuku...."
"Orang yang semestinya datang menuntut balas kepadamu hingga kini belum muncul, kami hanya kuatir kau mampus duluan ditangan orang lain!"
Potong perempuan itu dingin. Manusia aneh itu tertawa tergelak.
"Hahahaha.... memangnya kau anggap dengan andalkan beberapa orang ini sudah mampu melukai aku!"
Tiba-tiba dia turun tangan secepat kilat, cakarnya langsung mencengkeram tengkuk si kakek racun dari kutub selatan dan mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi di udara.
Selama ini kawanan jago itu belum pernah menyaksikan dia mendemonstrasikan kemampuan silatnya, tidak terlukiskan rasa terperanjat mereka setelah menyaksikan kemampuannya mencengkeram si kakek racun hanya dalam satu gebrakan tanpa ada perlawanan sedikitpun.
Si kakek racun dari kutub selatan sendiripun seakan merasakan sekujur tubuhnya lemas tidak bertenaga, nyaris dia tidak mampu bergerak, bisa dibayangkan sampai dimana rasa ngeri dan takutnya saat itu.
"Mau.... mau apa kau?"
Jeritnya ketakutan.
"Serahkan dulu obat penawar racunmu"
Perintah manusia aneh itu sambil tertawa.
"Ada.... ada disaku ku, yang merah dioleskan dihidung, yang putih ditelan"
Belum selesai ia berkata, manusia aneh itu sudah mengeluarkan sebuah kotak emas dari sakunya dan berkata sambil tersenyum.
"Aku yakin kau tidak berani berbohong.... ambillah!"
Tiba-tiba dia melemparkan kotak itu ke arah perempuan bercadar itu.
"Buat apa benda ini?"
Tanpa terasa perempuan itu bertanya. Manusia aneh itu tertawa, katanya.
"Kelihatannya kalian berdua adalah para dewi yang baru saja masuk ke dalam kalangan dewa dewi hingga pengalamannya sangat cetek, kalian terlalu pandang rendah kemampuan kakek racun"
"Jangan-jangan...."
"Hahahaha.... ketika kakek racun menuding dengan jari tangannya tadi, kau sudah terkena racun jahatnya!"
Sekujur tubuh perempuan bercadar itu bergetar keras, secara beruntun dia mundur berapa langkah.
"Obat pemunah racun telah kuserahkan, kenapa kau belum lepaskan aku?"
Terdengar kakek racun dari laut selatan berteriak.
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tahu, kau licik dan banyak akal busuknya, meski kami tidak takut menghadapimu tapi kehadiranmu ditempat ini sangat memuakkan, pergilah!"
Dia segera melemparkan tubuh kakek racun itu keluar dari pintu gerbang, sementara tubuhnya menerjang ke sela tubuh si Rase kemala dan Lu Pin sambil melepaskan satu pukulan.
Dengan hati tercekat si Rase kemala berkelit ke samping sementara Lu Pin buru-buru membalikkan tubuh sambil mencabut pedangnya, tapi sayang baru saja pedang itu dicabut setengah inci, pukulan si manusia aneh yang semula tertuju ke tubuh Yo Kun tahu-tahu sudah berganti menceng-keram tubuhnya.
Sepanjang hidup belum pernah Lu Pin menghadapi serangan sedemikian cepatnya, sambil berjumpalitan di udara dan kabur keluar pintu, teriaknya keras.
"Belum terlambat bagi seorang Kuncu untuk membalas dendam tiga tahun kemudian, tunggu saja pembalasanku!"
Belum selesai dia berbicara, lagi-lagi terlihat sesosok bayangan manusia meluncur keluar, dia sangka manusia aneh itu mengejarnya, saking kagetnya dia sampai bergulingan beberapa kali diatas tanah.
Ternyata bayangan tubuh itu terbanting persis disamping tubuhnya, orang itu tidak lain adalah si Rase kemala Yo Kun.
"Kenapa kaupun terlempar keluar...."
Tanya Lu Pin terkesap. Yo Kun menghela napas panjang, sahutnya.
"Bangsat ini sangat lihay, kecepatan geraknya melebihi setan, belum sempat aku melihat jelas tahu-tahu...."
Belum selesai dia bicara, kembali terlihat sesosok bayangan tubuh terlempar ke udara, kali ini yang dilempar keluar adalah si raja bengis bertenaga sakti Siang Ji-yu.
Suto Siau sekalian mulai kuatir dengan keselamatan mereka, perasaan ngeri dan takut mulai mencekam perasaan masing-masing, mereka tidak menyangka kalau manusia aneh itu mampu melempar keluar empat jago tangguh dari dunia persilatan dalam waktu singkat.
Sementara itu dua orang wanita bercadar hitam tadi telah mundur ke sudut ruangan, tapi obat penawar racun itu belum ditelan, tampaknya dia sedang berunding masalah itu dengan beberapa orang wanita lainnya.
Sambil tersenyum manusia aneh itu berseru.
"Kenapa kalian berdua tidak segera menelan obat penawar racun itu? Jangan-sampai gagal masuk ke lingkungan dewi akhirnya malah terjerumus ke liang iblis...."
Seorang wanita bercadar dengan perawakan tubuh paling kecil dan pendek, tiba-tiba mengambil kotak itu sambil tampil ke depan, katanya.
"Kau anggap para dewi dari perguruan Ong bo (ibu suri) gampang mati karena keracunan!"
Nada suara orang ini jauh lebih dingin, kaku dan keras ketimbang dua orang rekannya, bahkan sama sekali tidak berperasaan. Agak berubah paras muka manusia aneh itu, serunya.
"Jadi kalian enggan...."
"Betul, kami enggan menerima kebaikanmu!"
Tukas perempuan kecil pendek itu sambil membuang kotak tadi ke lantai kemudian berjalan balik ke rombongannya tanpa melirik sekejap pun ke arah manusia aneh itu.
Thiat Tiong-tong merasa hatinya tergerak setelah menyaksikan gerak-gerik yang aneh dari kawanan perempuan itu, khususnya setelah mendengar sebutan "thian"
Dan "Dewi"
Yang mengandung unsur tahyul. Pikirnya dengan hati terkejut bercampur girang.
"Jangan-jangan mereka adalah para jago yang pernah disinggung dalam Bi hay hu...."
Mendadak terasa pandangan mata jadi kabur, kembali ada empat sosok bayangan manusia yang terlempar masuk satu demi satu dan bertumpukkan menjadi satu.
Tampak ke empat orang itu tergeletak tanpa bergerak maupun bersuara, mereka tidak lain adalah si Rase kemala sekalian.
"Siapa?"
Bentak manusia aneh itu dengan wajah berubah.
"Sebelum kami tiba, siapa pun dilarang keluar dari sini!"
Seseorang menyahut dengan suara yang aneh, suara itu seakan wujud seakan pula tidak berwujud.
"Kalau memang sudah datang, kenapa tidak segera masuk?"
Hardik manusia aneh itu. Siucay muda yang selama ini hanya duduk diatas bangku batu itu tiba-tiba tertawa dingin, katanya sepatah demi sepatah berkata.
"Kalau saatnya telah tiba, tentu saja mereka akan masuk"
"Siapa pula kau?"
Tegur manusia aneh itu.
Pemuda siucay itu hanya membalikkan biji matanya tanpa menjawab, kelihatannya manusia aneh itu ingin bertanya lebih lanjut, tapi pada saat yang bersamaan dari luar pintu kembali muncul serombongan manusia.
BAB 20 Sukma Terbang Nyawa Buyar Waktu itu, keadaan para jago sudah macam burung yang ketakutan oleh suara busur, begitu mendengar suara langkah manusia, serentak mereka berpaling dengan perasaan kebat kebit.
Ternyata rombongan manusia yang muncul kali ini adalah kawanan gadis anak buah manusia aneh itu.
Tampaknya manusia aneh itupun sedikit tercengang melihat kemunculan mereka, baru saja akan menegur Yin Gi, begitu berpaling dia menjumpai kalau dua bersaudara Yin ternyata sudah kabur dari situ.
Perginya dua bersaudara Yin dan munculnya kawanan gadis yang tertawan merupakan peristiwa yang diluar dugaan siapa pun, hal ini menunjukkan kalau peristiwa itu berkembang semakin aneh dan penuh misterius.
Kawanan gadis itu muncul dengan rambut awut-awutan tidak karuan, pakaian lusuh dan wajah pucat pias bagaikan mayat, bahkan sorot mata mereka yang semula jeli pun kini kelihatan buram seperti orang blo'on.
Begitu melihat mimik muka kawanan gadis tersebut, dengan wajah berubah manusia aneh itu segera berseru.
"Kiu yu in hong! (angin dingin sembilan sukma)"
Begitu mendengar teriakan tersebut, perempuan bercadar hitam yang berada disitupun nampak bergetar keras tubuhnya. Tiba-tiba siucay muda itu mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, katanya.
"Hahahaha.... ternyata kau cukup berpengalaman, dalam sekilas pandang sudah mengenali ilmu simpanan perguruan kami!"
"Apa hubunganmu dengan Hong Lo-su?"
Bentak manusia aneh itu lagi.
"Kurang ajar!"
Umpat siucay muda itu dengan gusar.
"berani amat kau sebut nama guruku, hmm! Tidak nyana nyalimu cukup besar!"
Manusia aneh itu segera menghentakkan kakinya berulang kali, sambil menarik Li Lok-yang, katanya serius.
"Saudara Li, kau harus segera mundur dari sini, kawanan gadis itu sudah tertiup buyar sukmanya oleh ilmu Kiu yu in hong, kini kesadaran mereka sudah hilang, jangan lagi terhadapmu, aku pun bisa jadi akan mereka lukai"
Bergidik hati Li Lok-yang mendengar perkataan itu, jeritnya tertahan.
"Kiu yu in hong? Tertiup buyar sukmanya...."
Belum selesai dia bergumam, tiba-tiba dari tengah udara telah berkumandang suara yang sangat aneh.
"Terlambat! Terlambat sudah! Tidak ada yang bisa lolos.... tidak ada yang bisa kabur...."
Paras muka manusia aneh itu kelihatan semakin tegang, baru saja dia dorong Li Lok-yang dan Li Kiam-pek masuk ke balik pintu di mana Thiat Tiong-tong sedang menyembunyikan diri, kawanan gadis itu sudah mulai menggerakkan tubuhnya.
Li Lok-yang berdua kelihatan agak tertegun juga ketika menyaksikan kehadiran Sui Leng-kong di tempat itu, namun mereka berempat sama sekali tidak berbicara karena perhatiannya segera tersedot oleh kejadian yang sedang berlangsung diluar sana.
Tampak belasan gadis itu sudah mulai bergerak mengepung manusia aneh itu, walaupun kesadaran mereka telah hilang namun serangan yang dilancarkan tetap ganas, keji dan mematikan, malahan mereka lebih banyak menyerang daripada bertahan, seakan-akan sudah tidak ambil perduli lagi dengan keselamatan diri.
Karena jurus nekad mereka, otomatis muncul banyak kelemahan di antara gerak serangannya, tapi manusia aneh itu merasa sayang dan kasihan untuk turun tangan keji, mana mungkin dia tega membunuh kawanan gadis yang selama ini disayanginya? Oleh sebab itulah kendatipun dalam jurus serangannya kawanan gadis itu banyak memperlihatkan titik kelemahan, dia hanya bisa menghela napas sambil mengabaikan kesempatan baik itu, tidak heran kalau dalam waktu singkat dia sudah dibikin kalang kabut oleh kerubutan itu.
Saat itu walaupun suara yang bergema di udara telah berhenti, namun sebagai gantinya muncul suara suitan yang terkadang muncul terkadang hilang, suara itu mengalun semakin mendekat dan nadanya bagaikan jeritan serta tangisan setan.
Perempuan pendek kecil yang menonton jalannya pertarungan itu tiba-tiba membentak nyaring.
"Kenapa kau masih menyayangi nyawa perempuan- perempuan itu? Memangnya kau sudah bosan hidup?"
Manusia aneh itu menghela napas panjang, dengan cepat dia menotok roboh seorang gadis, tapi kawanan gadis lainnya seakan sama sekali tidak melihat, mereka masih menerjang ke depan tanpa memperdulikan keselamatan sendiri.
"Mari kita turun tangan!"
Bentak perempuan kecil pendek itu tiba-tiba. Dengan kening berkerut siucay muda itu segera menghadang dihadapan mereka, tegurnya dengan nada dingin.
"Sisa sukma yang gentayangan di angkasa belum pupus, tidak seorang manusiapun didunia ini yang boleh mencampurinya!"
"Kecuali utusan dari Langit, siapa pun dilarang mencabut nyawanya"
Tukas perempuan bercadar itu cepat.
Begitu mereka berdua berdiri saling berhadapan, masing-masing pihak segera merasakan hawa dingin yang memancar keluar dari tubuh lawannya.
Mendadak dari kejauhan berkumandang suara pekikan nyaring bagaikan pekikan burung hong yang segera membuyarkan suara jeritan tangis macam teriakan setan itu.
"Aaah datang sudah!"
Pekik perempuan bercadar itu tanpa sadar, meski tidak nampak perubahan mimik mukanya namun dapat ditangkap nada girang dibalik ucapan tersebut.
"Hong Lo-su, mau apa kau datang kemari?"
Terdengar suara yang merdu bagai pekikan burung hong itu menegur.
"Dimana angin dingin dari sembilan sukma datang menyatroni, tentu saja akan ada nyawa yang terbang dan sukma yang buyar!"
Sahut suara seperti tangisan setan itu sepatah demi sepatah, meski diucapkan sangat lambat namun kedengaran amat menyeramkan.
"Kau tidak boleh mengusik orang yang berada disini"
"Siapa datang duluan, dia yang berhak turun tangan, siapa datang belakangan, dipersilahkan segera angkat kaki!"
"Kalau begitu kau ingin menjajal kemampuanku?"
Pembicaraan kedua orang itu seolah datang dari atas awan, membuat siapa pun yang mendengar tidak bisa membedakan suara tersebut berasal dari kejauhan atau dari tempat yang dekat.
Setelah berhenti sesaat, terdengar suara lengking seperti tangisan setan itu kembali berkumandang.
Walaupun berasal dari satu sumber namun kedengaran seolah datang dari empat arah delapan penjuru.
Tiba-tiba terdengar pekikan nyaring bergema menembusi angkasa, namun suara tangisan setan itu masih bergema tiada hentinya.
Dua macam suara itupun bergema silih berganti, bukan saja menggema di seluruh angkasa bahkan membuat siapa pun merasakan hatinya bergidik dan bulu roma pada bangun berdiri.
Manusia aneh itu memandang sekejap sekeliling ruangan, tiba-tiba tubuhnya berputar kencang, bagaikan sebuah kincir angin dia menembusi angkasa, melepaskan diri dari kepungan para gadis dan melesat ke luar pintu gerbang.
Belum lagi tubuhnya hinggap di tanah, bentaknya lirih "cepat ikut aku!"
Tanpa berpikir panjang Thiat Tiong-tong sekalian segera mengintil di belakangnya, menelusuri jalanan yang berliku-liku dan melewati berlapis-lapis pintu gerbang tebal.
Setiap kali sehabis mereka melewati pintu gerbang itu, si manusia aneh tadi segera menekan sebuah tombol rahasia, sebuah lapisan batu cadas yang amat besar dan berat pun seketika menutup jalan lewat.
Dari sikap gugup, gelagapan dan panik yang diperlihatkan manusia aneh itu, Thiat Tiong-tong sadar bahwa musuh yang munculkan diri tentu merupakan musuh dengan kungfu yang luar biasa hebatnya.
Tidak tahan iapun bertanya.
"Apakah yang datang adalah orang orang dari Bi hay hu?"
"Dari mana kau tahu?"
Tanya manusia aneh itu tertegun. Thiat Tiong-tong menghela napas panjang, belum sempat mengucapkan sesuatu tiba-tiba manusia aneh itu berkata lagi sambil tertawa dingin.
"Kau anggap aku benar-benar takut menghadapi mereka? Hmmm, hmmm, siapa pun yang bakal datang, aku tidak bakal takut"
"Kalau memang tidak takut, kenapa mesti kabur?"
Tanya Sui Leng-kong. Sekali lagi manusia aneh itu menghela napas sedih, ujarnya.
"Kenapa lagi kalau bukan demi kau"
"Kabur demi aku?"
Sui Leng-kong semakin keheranan.
"Walaupun aku tidak takut menghadapi mereka, tapi kepandaian silat yang dimiliki orang itu kelewat tangguh, untuk menjaga ke selamatan-ku sendiri mah tidak masalah, tapi aku tahu dari kelompok yang datang saat ini paling tidak ada sebagian orang yang datang demi kalian berdua, kalau sampai waktu itu ada orang hendak mencelakaimu, apa dayaku?"
Tiba-tiba serunya lagi dengan suara keras.
"Bagaimana pun kalian adalah tamuku, sekalipun aku mesti mati karena tidak sanggup menghadapi mereka, tidak akan kubiarkan orang lain melukai kalian, itulah sebabnya terpaksa aku harus membawa kalian menuju ke tempat yang aman lebih dulu!"
"Aaah, tidak kusangka ternyata kau adalah orang baik"
Sui Leng-kong menghela napas panjang.
"terima kasih banyak.... tapi sekarang, sekeliling tempat ini sudah terkepung rapat, memangnya masih ada tempat lain yang aman?"
"Tentu saja ada, disinilah tempatnya"
Menengok tempat yang dituding orang itu, tanpa terasa semua yang hadir jadi tertegun.
Rupanya mnusia aneh itu telah membawa mereka balik ke ruang gedung semula, sementara tempat yang ditunjuk tidak lain adalah pintu hitam di antara delapan pintu warna-warni lainnya.
Menduga dibalik pintu tersebut tentu tersedia pelbagai alat jebakan dan alat rahasia, semua orang mulai merasa sedikit agak lega.
Tiba di depan pintu berwarna hitam itu, mimik muka manusia aneh itu berubah jadi amat serius, langkahnya semakin diperingan, dengan sikap yang amat menghormat dia menyingkap tirai di depan pintu dan masuk ke dalam.
Ternyata dibalik tirai itu merupakan sebuah pintu yang terbuat dari batu cadas, pintu itu pelahan-lahan bergerak naik ke atas, kalau didengar dari suaranya, dapat diduga kalau batu cadas itu beratnya luar biasa.
Ketika semua orang menyaksikan apa yang terbentang dibelakang pintu batu itu, sekali lagi mereka dibuat tercekat.
Ternyata dibelakang pintu batu terbentang sebuah lorong batu yang panjangnya berapa meter, diujung lorong merupakan sebuah kolam yang lebar dengan gemercik air yang lirih.
Sejauh mata memandang, air dalam kolam iu berwarna hijau muda dengan disekelilingnya tumbuh aneka pepohonan, sebuah pemandangan alam yang sangat indah.
Tapi begitu berjalan mendekat, semua orang baru tahu kalau kolam air itu luasnya hanya belasan meter, adapun pepohonan hijau yang berada disekelilingnya tidak lebih hanya lukisan yang ditempelkan di atas dinding sekeliling sana, lukisan itu sedemikian hidupnya sehingga ketika dipandang dari kejauhan, orang akan mengira mereka berada disebuah tanah pegunungan yang indah.
Diatas kolam yang sejuk dengan air yang jernih itu terlihat beberapa ekor angsa sedang berenang dengan santainya, selain itu tampak pula sebuah sampan kecil yang mengapung diatas permukaan, sekeliling sampan tertutup oleh kain sutera berwarna hitam sehingga sulit bagi orang luar untuk melihat jelas keadaan dalam sampan tersebut.
Yang terlihat hanya kepulan asap dupa berbau harum yang menyebar keluar dari balik kain sutera dan menyebar kemana-mana, bau harum semerbak yang membuat suasana disana lebih mirip dengan sebuah nirwana.
Kalau tadi semua orang dicekam dalam suasana tegang dan penuh dengan hawa pembunuhan, maka sekarang yang tampak justru ketenangan dan kelegaan, membuat semua orang mabuk kepayang, terbuai oleh keadaan yang mengesankan.
Dalam pada itu manusia aneh tadi sudah menjatuhkan diri berlutut, wajahnya nampak amat hormat dan serius, setelah menyembah berapa kali ujarnya perlahan.
"Ananda memberi hormat kepada ibu"
Sementara semua orang masih keheranan menyaksikan sikap hormat orang itu, ucapannya semakin membuat semua orang terperangah, pikirnya tanpa terasa.
"Ternyata dia masih mempunyai seorang ibu.... tapi kenapa ibunya berdiam di tempat yang begitu terpencil dan rahasia?"
Dari balik kain sutera yang mengelilingi sampan itu terdengar suara seorang wanita bertanya.
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ooh, kau telah datang? Mau apa datang kemari?"
Nada suaranya begitu halus, lembut dan sedap didengar, jauh lebih lembut ketimbang suara Un Tay-tay, lebih menawan daripada suara Sui Lengkong, sedikitpun tidak terkesan suara seorang ibu terhadap putranya.
Sekali lagi semua orang tercengang, coba kalau manusia aneh itu tidak memanggilnya "ibu", dapat dipastikan semua orang akan menyangka perempuan yang berada disampan itu adalah seorang nona muda dan bukan ibu kandungnya.
Dengan cepat manusia aneh itu berkata.
"Sebenarnya ananda tidak berani datang mengusik kau orang tua, tapi...."
"Delapan belas tahun berselang kau telah bersumpah, sebelum mencapai kesuksesan kau tidak akan menginjak lagi sampan ini dan bertemu denganku, masa kau sudah lupa?"
Ujar perempuan itu dingin.
"Tapi hari ini ananda harus berjumpa dengan ibu karena...."
Kembali perempuan dalam sampan itu menukas sambil tertawa dingin.
"Sewaktu aku mengangkat sumpah, kalian ayah beranak toh sudah tahu kalau aku akan mulai melatih ilmu sinkang ini dan sejak itu sulit bertemu lagi dengan kalian berdua, tapi waktu itu kalian berdua sedang asyik-asyiknya menjadi kesenangan diluaran, main perempuan ke sana kemari, karena kuatir kehadiranku akan meng-halangi ulah kalian maka siapa pun enggan mencegah aku! Khususnya bapakmu, dia secara khusus mendirikan tempat latihan bagiku disini, kelihatannya saja dia kuatir aku kesepian di saat sedang berlatih diri, padahal...."
"Ibu, disini hadir orang luar"
Tukas manusia aneh itu rikuh. Tapi perempuan dalam sampan itu seakan tidak mendengar, lanjutnya.
"Padahal dia ingin secepatnya menyingkirkan aku, agar ulahnya diluar tidak terganggu...."
Tampaknya sudah lama perempuan itu memendam perasaan hatinya sehingga begitu diutarakan, semua perkataan mengalir keluar bagaikan gulungan arus sungai, membuat semua orang melongo dan terbungkam dalam seribu bahasa.
Dengan wajah masam manusia aneh itu berseru.
"Ibu, waktu itu kau bertekad ingin mempelajari lmu sakti itu, meski ananda sadar bahwa hal ini tidak gampang namun ananda tidak berani menghalangi niat ibu...."
"Jika dulu tidak menghalangi aku, mau apa hari ini datang menjumpai aku?"
Tukas perempuan dalam sampan itu.
"Hari ini ananda sedang dirundung masalah besar, karena itu ananda ingin meminjam tempat tinggal kau orang tua untuk menghindari musibah ini, kalau tidak, mungkin hari ini ananda...."
"Kalau tahu bakal begini, kenapa berbuat tidak senonoh dimasa lalu"
Tukas perempuan itu sambil tertawa dingin.
"aku percaya inilah hutang yang dibuat oleh kalian ayah beranak dimasa lalu hingga sekarang mereka berdatangan kemari untuk menagih hutang, bukan begitu?"
Manusia aneh itu menunduk rendah tanpa menjawab.
"Tapi siapa sih yang telah datang? Kenapa membuat kau ketakutan? Sungguh aneh"
Kembali perempuan itu berkata.
"Yang datang adalah Coh Sam-nio dan Hong Lo-su, ibu, sekalipun kau enggan menolongku, masa akan kau biarkan mereka berdua bertindak semena-mena dihadapanmu?"
"Apa? Coh Sam-nio dan Hong Lo-su?"
Perempuan dalam sampan itu berseru kaget.
Kalau didengar dari nada suaranya, tampak kalau perempuan yang sudah lama menutup diri ini tergerak hatinya setelah mendengar kedua nama itu, lamat-lamat paras muka manusia aneh itu kelihatan kegirangan.
Lewat lama kemudian terdengar perempuan dalam sampan itu berkata lagi dengan nada perlahan.
"Aku yang hidup seorang diri disini sudah matikan perasaan, sekalipun seluruh anggota Bi hay-hu datang kemaripun, hatiku tidak bakal tergerak, pergilah kau dari sini!"
Biarpun dia berbicara dengan suara lambat, namun nadanya menunjukkan kalau dia sama sekali tidak tergerak hatinya.
Agaknya manusia aneh itupun tahu kalau keputusan ibunya sudah bulat dan tidak mungkin bisa dirubah lagi, perasaan kecewa bercampur sedih melintas diwajahnya, sambil bangkit berdiri ujarnya.
"Kalau memang begitu, ananda mohon diri!"
Semua orang yang hadir bukan orang bodoh, dari pembicaraan antara ibu beranak itu mereka segera dapat menyimpulkan bahwa perempuan itu dimasa lalu pasti pernah merasa sakit hati karena melihat ulah suami dan putranya yang bermain wanita dimana-mana, dalam keputus asaan diapun memutuskan untuk melatih sejenis ilmu silat yang amat sulit.
Dari sini dapat disimpulkan juga bahwa dimasa lampau perempuan ini tentu mempunyai nama dan kedudukan yang tinggi didalam dunia persilatan, buktinya manusia macam Coh Sam-nio dan Hong Lo-su pun menaruh perasaan segan terhadapnya.
Melihat perempuan itu menolak permintaan putranya meski tahu kalau mara bahaya sedang mengancam, kembali semua orang menghela napas panjang, mereka merasa sikap perempuan itu kelewat tega.
Hanya Sui Leng-kong seorang yang tidak tahan untuk menghela napas sedih, karena tanpa terasa dia terbayang kembali masa kesepian yang dialaminya hampir delapan belas tahun, karena dia tahu betapa tersiksanya rasa kesepian, betapa menderitanya hidup seorang diri.
Kebetulan Thiat Tiong-tong sedang berpaling memandang ke arahnya, dengan cepat pemuda itupun dapat menyelami perasaan hatinya saat itu.
Kembali ke ruang utama, paras muka semua orang nampak murung dan berat, tidak tahan Li Lok-yang berkata sambil menghela napas.
"Bukan siaute banyak mulut, tabiat ibumu benar-benar kelewat aneh"
Tidak menunggu manusia aneh itu menjawab, dengan suara berat Thiat Tiong-tong telah menyela.
"Jika saudara Li pernah merasakan betapa tersiksa dan menderitanya hidup seorang diri, tidak mungkin kau akan mengucapkan perkataan itu!"
Dengan pandangan terharu dan penuh rasa terima kasih, Sui Leng-kong memandang sekejap ke arah pemuda itu. Sekonyong-konyong terdengar suara Hong Lo-su kembali berkumandang.
"Coh Sam-nio, kita berdua tidak usah saling berebut lagi, bagaimana kalau kita bicarakan tentang pertukaran syarat?"
"Apa syaratmu, cepat katakan!"
Seru Coh Sam-nio dengan suaranya yang merdu bagaikan burung hong.
"Semua perempuan yang hadir disini boleh kau bawa pergi, sementara yang lelaki tinggalkan untukku"
Sebelum Coh Sam-nio menjawab, kembali Hong Lo-su berkata lebih jauh.
"Kalau kita berdua mesti bertarung lagi, paling tidak kau maupun aku mesti bertarung hampir delapan sampai sepuluh tahun, apa gunanya?"
"Bagaimana dengan kawanan gadis yang sudah dibuat sinting olehmu?"
"Aku bertanggung jawab untuk membuatnya tersadar kembali"
"Baik! kita putuskan begitu saja"
Walaupun terhalang oleh dinding ruangan yang sangat tebal, ternyata suara pembicaraan ke dua orang itu masih mampu menembusinya, bahkan terdengar amat jelas, kedahsyatan tenaga dalam yang dimiliki ke dua orang tokoh persilatan itu kontan saja membuat semua jago saling berpandangan dengan hati tercekat.
Setelah menghela napas, ujar manusia aneh itu.
"Bila mereka berdua bertarung duluan, kita bisa menjadi nelayan beruntung yang tinggal memungut hasil, siapa tahu.... aaai, kenapa watak mereka berdua bisa berubah banyak!"
Tiba-tiba terdengar Hong Lo-su berseru sambil tertawa.
"Hey Siau hong liu (tukang pemogoran cilik), kau tidak usah duduk tenang sambil menonton harimau berkelahi, lebih baik tampilkan dirimu, memandang diatas wajah ayah ibumu, locu tidak akan menyusahkan kau!"
"Kalau mampu masuklah sendiri, kami akan menunggu kedatangan mu!"
Tantang manusia aneh itu dengan lantang. Suara teriakannya nyaring dan jelas, tajam bagaikan emas yang menembusi batu cadas. Hong Lo-su segera tertawa tergelak.
"Hahahaha.... kau sangka locu tidak mampu masuk?"
Tiba tiba bentaknya.
"Sin hu lek si (kapak sakti bertenaga kuat) ada dimana?"
"Siap!"
Seseorang segera menyahut. Jawaban itu diucapkan dengan suara bagaikan guntur, membuat kendang telinga semua orang bergetar dan mendengung keras.
"Ngo ting-kay-san siap membantu, hancurkan lapisan batu itu hingga remuk berkeping!"
"Baik!"
Menyusul kemudian terdengar suara getaran keras bergema diseluruh ruangan, tampaknya Sin-hu-lek-si dan Ngo-teng-kay-san, dua orang anak buah Hong Lo-su yang bertenaga raksasa mulai turun tangan membongkar lapisan batu cadas, tidak lama kemudian lapisan pintu batu pertama berhasil dihancurkan.
"Apakah masih ada jalan lewat di belakang sana?"
Tanya Li Lok-yang dengan kening berkerut.
"Bangunan ini dibangun dengan bersandar pada bukit, kecuali kita memiliki ilmu menembus batu karang, kalau tidak.... aaai, kalau tidak meski punya sayap pun sulit untuk melewatinya!"
Li Lok-yang termangu berapa saat lamanya, kemudian sambil menatap wajah Li Kiam-pek dan menghela napas, katanya.
"Aaai, tidak seharusnya kuajak kau datang kemari!"
"Ayah yang tidak seharusnya datang kemari!"
Sela Li Kiam-pek cepat. Ayah dan anak berdua itu saling menguatirkan keselamatan lawannya sehingga keselamatan sendiri malah terabaikan. Thiat Tiong-tong sendiripun sambil menatap wajah Sui Leng-- kong katanya sedih.
"Adikku, kau...."
"Aku tak mau menjadi adikmu"
Tukas Sui Lengkong sambil menggeleng dan tertawa pedih. Jawaban tersebut membuat Thiat Tiong-tong tertegun, serunya tertahan.
"Ke.... kenapa?"
"Karena aku ingin menjadi istrimu, bukan jadi adikmu!"
Thiat Tiong-tong merasakan hatinya jadi kecut, bisiknya.
"Tapi...."
Sebenarnya dia ingin bilang kalau Thian telah menakdirkan mereka tidak bisa jadi suami istri maka siapa pun tidak dapat merubah suratan tersebut, namun terbayang bagaimana saat itu mereka sedang menghadapi kesulitan, apa gunanya menyakitkan hati si nona lagi, maka dia pun menutup rapat mulutnya.
Namun dihati kecilnya dia segera mengambil keputusan, apabila mereka masih bisa keluar dari situ dalam keadaan selamat maka dia harus menyingkir jauh-jauh, agar tali cinta mereka berdua tidak terikat semakin mendalam yang pada akhirnya susah dicabut kembali.
Tiba-tiba terdengar manusia aneh itu berkata dengan nada dingin.
"Kalau dilihat dari situasi sekarang, tampaknya bukan saja kau gagal menjadi adiknya, apalagi menjadi bininya!"
Sementara itu suara batu cadas yang dibongkar orang terdengar makin lama semakin mendekat, diam-diam Thiat Tiong-tong menghela napas sedih, dia sadar apa yang diucapkan memang bukan perkataan bohong.
Mendadak terdengar Li Kiam-pek berseru sambil membusungkan dada.
"Masa dengan tenaga gabungan kita berlima pun masih tidak sanggup menghadapi mereka?"
"Kalau manusia semacam kau mah biar ditambah lima puluh orang lagi juga tidak bakal mampu menahan setengah jurus serangan lawan!"
Sahut manusia aneh itu dingin.
"Kau...."
Dengan perasaan tersinggung Li Kiam-pek membentak. Tapi belum sempat mengucapkan sesuatu, lagi-lagi dia sudah ditarik ayahnya. Sambil menghela napas ujar Li Lok-yang kemudian.
"Sebenarnya siapa yang telah datang? Kenapa begitu lihay? Apa yang dinamakan orang orang dari Bi hay hu?"
Pertanyaan itu persis seperti apa yang ingin diketahui oleh Thiat Tiong-tong serta Sui Leng-kong, sudah berapa kali mereka ingin melontarkan pertanyaan itu namun tidak juga ada kesempatan, maka saat ini mereka segera pasang telinga dan mendengarkan dengan seksama.
Manusia aneh itu menghela napas panjang, katanya.
"Dari luar sampai disini semuanya terdapat sebelas buah pintu batu cadas, sampai sekarang mereka masih belum berhasil menjebol enam lapis pintu, mumpung masih ada waktu, baiklah, akan kuterangkan sedikit asal usul dari beberapa orang itu"
Dia memandang sekejap sekeliling tempat itu, melihat tidak ada yang membantah maka diapun berkata lebih jauh.
"Bait pertama dari syair Bi hay hu mengisahkan tentang enam orang tokoh maha sakti yang bercokol dikolong langit saat ini...."
Biarpun Li Lok-yang ayah beranak memiliki pengetahuan yang amat luas pun kelihatannya mereka belum pernah mendengar tentang syair Bi hay hu, tanpa terasa tanyanya.
"Boleh tahu apa kata bait pertama dari syair tersebut?"
Dengan mata terpejam pelan pelan manusia aneh itu berbisik.
"Bila kau bergerak, hujan angin bagaikan kegelapan, kilat guntur jalan beriring, bila kau tenang, tubuh bersih bagai cermin, sinar hijau menyelimuti angkasa"
Sewaktu mengucapkan bait syair itu, nada suara manusia aneh itu kedengaran khusus dan menaruh hormat, mimik mukanya pun memper-lihatkan keseriusan.
"Jadi siapa saja ke enam orang tokoh sakti itu?"
Tanya Li Lokyang lagi.
"Angin, hujan, petir dan guntur, empat tokoh sakti dari dunia persilatan!"
"Bila angin, hujan, petir dan guntur melambangkan nama empat orang tokoh, berarti Hong Lo-su si angin dari keempat adalah salah satu di antaranya!"
Manusia aneh itu tertawa, ucapnya.
"Walaupun ilmu pukulan Kiu yu in hong ciang sangat beracun dan jahat, walaupun ilmu pembuyar sukmanya menakutkan, sesungguhnya Hong Kiu-yu hanya menempati urutan paling buncit di antara ke empat orang tokoh itu"
"Bagaimana dengan Coh Sam-nio?"
"Si Sambaran kilat Coh Sam-nio tiada tandingannya dalam ilmu meringankan tubuh!"
Tergerak hati Thiat Tiong-tong setelah mendengar perkataan itu, selanya.
"Ruyung guntur merontokkan bintang dan hujan...."
"Ruyung guntur Lui Toa-bong merajai sembilan propinsi, dia menempati urutan pertama, si hujan asap Hoa Siang-soat tiada tandingan dalam ilmu senjata rahasia, dia menempati urutan ke dua"
"Berarti yang dimaksudkan peluru angin pemutus sukma adalah Hong Lo-su!"
Kata Thiat Tiong-tong lagi.
"Benar!"
Thiat Tiong-tong termenung sejenak, kemudian.
"Bila ditinjau dari bait syair yang tercantum dalam Bi hay hu, meski ke empat tokoh sakti itu sangat tangguh, namun kelihatannya mereka masih harus waspada terhadap orang yang disebut "kau"
Dalam syair itu, apakah "kau"
Disini melambangkan seseorang yang memiliki posisi amat tinggi dan ilmu silat yang jauh diatas kemampuan ke empat orang itu? Lalu siapakah tokoh maha sakti itu?"
"Hey anak muda, ternyata kau memang cerdik"
Puji manusia aneh itu sambil tertawa.
"walaupun kata "kau"
Hanya terdiri dari satu suku kata, sebenarnya dia melambangkan dua orang, seorang lelaki, seorang wanita, yang satu gerak, yang lain tenang, merekalah yang memimpin dunia persilatan selama ini"
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Boleh tahu siapa nama mereka berdua?"
Tiba-tiba paras muka manusia aneh itu berubah amat serius, katanya.
"Jit-ho (ratu siang) memiliki watak bergerak bagaikan matahari, dia suka mencampuri ketidak adilan yang ada di dunia ini, Ya-tee (kaisar malam) memiliki watak tenang, yang dia utamakan adalah keselamatan dan kenikmatan tubuh!"
Dalam pada itu suara batuan yang hancur terdengar semakin mendekat dan semakin nyaring, tapi pikiran dan perhatian semua orang sedang terhanyut oleh kisah dongeng tersebut hingga tidak seorangpun yang menggubris.
Li Lok-yang tidak kuasa menahan diri, kembali dia bertanya.
"Bila ke enam orang itu adalah tokoh paling sakti dalam dunia persilatan, seharusnya nama mereka amat tersohor dan menggetarkan kolong langit, kenapa cayhe sekalian tidak pernah mendengarnya?"
Manusia aneh itu tertawa angkuh, selanya.
"Menurut kau, bagaimana dengan ilmu silatku?"
"Ilmu silatmu tinggi bagaikan langit dan dalam bagaikan samudra, susah diukur"
"Siapa namaku?"
Tanya manusia aneh itu lagi. Li Lok-yang tertegun, sahutnya kemudian sambil menggeleng.
"Tidak tahu!"
"Nah itulah dia"
Kata manusia aneh itu kemudian dengan wajah sungguh sungguh.
"bila seseorang sudah melatih ilmu silatnya hingga mencapai puncak kesempurnaan, mereka tidak butuh nama, tidak butuh kedudukan, sekalipun mereka melakukan satu pekerjaan yang menggetarkan seluruh kolong langitpun, belum tentu mereka mau mengakui nama aslinya, oleh sebab itu walaupun hasil karya mereka banyak yang menggemparkan kolong langit, namun begitu ditanya siapa nama mereka, kebanyakan umat persilatan pasti akan kebingungan dibuatnya"
"Aku rasa belum tentu begitu"
Tukas Thiat Tiong-tong tiba-tiba dengan kening berkerut.
"dulu, ketika Im dan Thiat dua orang sianseng menggemparkan sungai telaga, meski nama mereka tersohor namun kedua orang tokoh itupun bukan manusia yang mencari nama"
"Bila dunia sedang kacau, tidak mencari nama pun secara otomatis nama itu akan diperoleh dengan sendirinya"
Ucap manusia aneh itu serius.
"Im dan Thiat cianpwee hidup dimasa kekalutan, tentu saja tidak bisa kau bandingkan dengan mereka"
Mendengar dia sangat menaruh hormat terhadap leluhurnya, Thiat Tiong-tong segera merasakan gejolak perasaannya mereda kembali. Terlihat sepasang mata manusia aneh itu berkilat, kembali ujarnya.
"Sebenarnya antara orang orang Bi hay hu dan Perguruan Tay ki bun terjadi persaingan secara diam-diam, tapi semenjak Perguruan Tay ki bun kehilangan se
Jilid kitab pusakanya yang bernama Sin kang Po Iiok, anak murid generasi berikutnya mengalami kemunduran yang sangat drastis, kemerosotan pamor Perguruan Tay ki bun yang luar biasa jika dibandingkan puluhan tahun berselang membuat orang merasa sedih dan menyesal"
"Perguruan Tay ki bun pernah kehilangan se
Jilid kitab pusaka?"
Tanya Thiat Tiong-tong keheranan.
"sebagai murid perguruan, kenapa aku tidak pernah tahu tentang persoalan ini?"
Manusia aneh itu tersenyum misterius, katanya.
"Kitab pusaka ini memang sengaja dihilangkan oleh para cianpwee Perguruan Tay ki bun di masa lalu, tentu saja mereka tidak bakal mengungkit kembali kejadian itu"
Thiat Tiong-tong semakin tercengang bercampur keheranan, serunya.
"Kalau betul kitab pusaka itu berisikan pelajaran ilmu silat yang maha sakti, bagaimana mungkin para cianpwee kami sengaja menghilangkannya? Aku tidak habis mengerti"
"Tentang masalah ini...."
"Blaaaam!"
Tiba-tiba suara getaran keras berkumandang memecahkan keheningan, di antara percikan kerikil dan debu yang beterbangan di udara, pintu batu cadas lapisan terakhir telah berhasil dihancurkan orang.
Seorang lelaki kekar bertelanjang dada menyelinap masuk melalui celah pintu yang jebol itu, tapi dengan cepat dia mundur kembali ke belakang, kelihatannya raksasa itu tidak lain adalah si kapak sakti bertenaga raksasa.
Siucay muda itu menyelinap masuk duluan, setelah menengok sekejap sekeliling tempat itu, ujarnya dengan angkuh.
"Guru kami empat malaikat telah menunggu di luar pintu, kenapa tuan rumah tempat ini belum juga munculkan diri guna melakukan penyambutan?"
"Kalau mau masuk, masuk saja, kalau tidak mau masuk, berdiri saja di depan pintu"
Jengek manusia aneh itu ketus.
"Kurangajar, besar amat nyalimu...."
Belum selesai teriakan siucay muda itu, dari luar pintu sudah kedengaran seseorang berkata sambil tertawa seram.
"Kau enggan keluar untuk menyambut kedatanganku, ini masih mendingan, masa Coh Sam-nio yang datang dari jauh pun tidak kau sambut kedatangannya?"
"Aku mah tidak berani disambut sendiri oleh Siau Huang-cu (Pangeran kecil)"
Suara Coh Sam-nio baru bergema, tahu-tahu segulung angin harum sudah berkelebat lewat dan sesosok bayangan hijau sudah muncul di depan mata.
Buru-buru Thiat Tiong-tong memperhatikan dengan lebih seksama, ternyata Coh Sam-nio adalah seorang perempuan kecil mungil, bertubuh ramping, lemah gemulai dan mengenakan pakaian ketat berwarna hijau dengan renda berwarna perak.
Dia tidak lebih hanya seorang perempuan lemah.
Walaupun wajahnya sudah dimakan usia, namun tidak menutup sisa kecantikannya dimasa lampau, khususnya sepasang biji matanya yang bening dan tajam bagai sambaran petir.
Ketika menengok lagi orang yang berada di belakangnya, ternyata orang itu memiliki perawakan tubuh yang kurus kering, jangkung bagaikan sebuah gala bambu, mukanya kurus tinggal tulang belulang yang dibungkus kulit, persis seperti wajah tengkorak.
Sewaktu berdiri di belakang Coh Sam-nio, ketinggian tubuhnya ternyata satu kali lipat dari perempuan itu, dia mengenakan sebuah jubah yang lebar dan longgar.
Semua orang tahu, lelaki ceking ini tidak lain adalah Kiu yu im hong khek yang amat tersohor itu, sehingga tanpa terasa mereka pandang wajahnya lebih lama.
Siapa tahu masih mendingan kalau tidak dipandang, begitu diperhatikan lebih seksama maka semua orang segera merasakan pancaran kekuatan yang menghisap sorot mata mereka, membuat semua orang susah untuk mengalihkan kembali perhatiannya ke arah lain.
"Ooh, kalian berdua sudah datang"
Kata manusia aneh itu kemudian.
"baik, silahkan duduk!"
Tiba-tiba dia berjalan ke hadapan Thiat Tiong-tong sekalian, mengebaskan lengan bajunya dan memisahkan mereka dari sorot mata lawan.
Pada saat itulah Thiat Tiong-tong sekalian baru bisa menghembuskan napas lega, cepat mereka geser pandangan matanya ke arah lain dan tidak berani memandang lagi ke arahnya.
Sewaktu ke empat orang itu saling bertukar pandangan, terlihat peluh dingin telah membasahi jidat masing-masing.
Terdengar Hong Kiu-yu berkata sambil tertawa seram.
"Ada apa? Kau takut kuhisap nyawa dari beberapa orang itu? Hehehehe.... ayohlah, pandang aku sekejap lagi"
"Hong Lo-su, kau terlalu tidak tahu sopan santun"
Sela Coh Sam-nio sambil tertawa.
"siau Hong-cu, harap kau jangan gusar"
Sekali lagi semua orang merasakan hatinya tergerak setelah mendengar manusia aneh itu disebut Siau Huang-cu (pangeran cilik), pikir mereka hampir berbareng.
"Jangan-jangan manusia aneh ini adalah putranya Ya-Tee sang kaisar malam?"
Terdengar Coh Sam-nio berkata lebih jauh.
"Belakangan kian hari aku merasa semakin malas, sebetulnya aku tidak berniat keluar rumah, tapi akhir-akhir ini Jit ho nio nio mendadak mengundangku, katanya terakhir ini kau sering mempermainkan kaum wanita dan dia minta aku membantunya untuk mencabut nyawamu, terpaksa akupun kemari, siapa tahu Hong Lo-su bersikeras ingin berebut denganku, terpaksa aku pun memberi kesempatan kepadanya untuk membunuhmu terlebih dulu!"
Meskipun sedang membicarakan soal pembunuhan, nada suara perempuan ini tetap tenang, lembut dan kedengaran sangat halus. Tampaknya manusia aneh itu sama sekali tidak dibuat gusar, malah katanya sambil tersenyum.
"Kalau memang Jit ho Nio nio menitahmu untuk membunuhku, masa kau malah mengalah untuk orang lain? Tidak kuatir dikemudian hari kau yang dibunuh Jit ho Nio nio?"
Coh Sam-nio kembali tertawa.
"Sebenarnya aku pun enggan mengalah, tapi berapa orang dewi anak buah Jit ho Nio nio telah berdatangan semua, untuk selamatkan nyawa berapa orang nona cilikmu serta nyawa dari setan perempuan, terpaksa mereka harus bertukar syarat dengan Hong Lo-su. Sekarang, biar kau sodorkan tengkukmu dihadapanku pun tidak nanti aku akan membunuhmu, kedatanganku kali ini hanya ingin menonton keramaian saja"
Setelah mencari tempat duduk, sepasang matanya yang jeli mengawasi terus tubuh Sui Lengkong tanpa berkedip.
"Padahal aku sendiripun tidak ingin menjagalmu"
Ujar Hong Lo-su pula.
"kedatanganku hanya ingin minta berapa orang dari tanganmu"
Lalu sembari menggapai katanya lebih jauh.
"Kemari kau!"
Siucay muda itu segera berjalan mendekat dengan sikap yang sangat hormat.
"Siapa saja yang kau inginkan, cepat beritahu kepadanya!"
Perintah Hong Lo-su lebih jauh. Dengan suara lantang siucay muda itu berseru.
"Yang kami inginkan adalah Thiat Tiong-tong, Sui Lengkong...."
Diam-diam Thiat Tiong-tong terkesiap, pikir-nya keheranan.
"Aneh, ternyata kedatangan Hong Lo-su benar benar lantaran urusan kami berdua, jangan jangan gembong iblis inipun telah dibeli oleh Suto Siau sekalian?"
Sewaktu manusia aneh tadi memberitahukan kepadanya bahwa kedatangan semua orang hari ini lantaran dia dan Sui Leng-kong, pemuda itu masih tidak percaya, dia sangka ucapan tersebut hanya bertujuan untuk merebut simpatik Sui Leng-kong.
Tapi sekarang dia benar-benar percaya, bahkan selain keheranan, hatinya pun amat tercekat.
Terdengar siucay muda itu berkata lebih jauh.
"Kecuali mereka berdua, masih ada seorang lagi yang mengenakan pakaian pengantin!"
Sekali lagi semua orang dibuat tercengang, siapa pula orang yang mengenakan pakaian pengantin itu?"
Tampak manusia aneh itu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, belum sempat mengucapkan sesuatu, Coh Sam-nio dengan wajah berubah hebat telah bangkit berdiri seraya berkata.
"Tunggu dulu, orang yang mengenakan pakaian pengantin itu tidak boleh diserahkan kepadamu"
"Aneh, sungguh aneh"
Hong Lo-su segera bergumam.
"mana ada orang yang datang menonton keramaian ikut mencampuri urusan orang"
"Urusan lain boleh saja tidak kucampuri tapi masalah ini aku tetap akan mencampurinya"
Mendadak manusia aneh itu tertawa terbahak bahak, selanya.
"Hahahaha.... mencampuri atau tidak, yang jelas jangan harap kalian bisa membawa pergi ke tiga orang ini"
Dengan cepat dia melintangkan tubuhnya dihadapan Thiat Tiong-tong serta Sui Leng-kong. Hong Lo-su tertawa seram, serunya.
"Kau bersedia atau tidak, ke tiga orang itu tetap harus kau serahkan kepadaku!"
Tiba-tiba bentaknya.
"Mana si kapak sakti bertenaga raksasa?"
"Siap!"
Suara keras bagaikan geledek bergema dari luar pintu.
Bersama dengan bentakan itu, seorang lelaki tinggi besar telah muncul dengan langkah lebar.
Langkah kakinya sangat bebal dan kaku, persis seperti langkah seekor gorilla, ketika berjalan di antara Suto Siau sekalian, sepasang tangannya segera direntangkan ke samping.
Kawanan jago yang tersampok tangannya pun seketika roboh bertumbangan keempat penjuru, tapi Sin hu Lek su seakan tidak melihat, dia masih melangkah maju dengan bebal.
Ditangannya dia memegang sebuah kapak raksasa dengan gagangnya sepanjang dua meteran dan mata kapak sebesar roda kereta, tidak jelas berapa bobotnya, tapi yang jelas sewaktu bergesek dengan lantai batu, percikan bunga api segera memancar keempat penjuru.
Sambil menuding ke arah Thiat Tiong-tong kembali Hong Lo-su memberi perintah.
"Tangkap dulu orang itu!"
Selama ini Thiat Tiong-tong tidak berani menatap mata setan dari Hong Lo-su, setelah mendengar ucapan tadi dia baru mendongakkan kepalanya, tapi begitu melihat wajah si kapak sakti, mendadak anak muda itu menjerit keras.
"Ada.... ada apa?"
Dengan hati tercekat Sui Lengkong bertanya. Thiat Tiong-tong seolah tidak mendengar pertanyaan itu, sepasang matanya menatap wajah lelaki raksasa itu tanpa berkedip, terdengar dia berbisik dengan nada gemetar.
"Paman Sim, ke... kenapa bisa kau?"
Siapa pun tidak menyangka kalau si kapak sakti yang diandalkan Hong Lo-su ternyata tidak lain adalah si lelaki bertelanjang kaki yang membawa panji sakti dari Perguruan Tay ki bun.
Dalam terkejutnya, tanpa berpikir panjang lagi Thiat Tiong-tong menerobos maju ke depan menyongsong kedatangannya, dengan nada bergetar sapanya.
"Paman Sim, kenapa kau pun berada disini? Janganjangan...."
Waktu itu si kapak sakti sedang mengawasi wajah pemuda itu tanpa berkedip, belum sempat menunjukkan sesuatu reaksi, Hong Lo-su dengan wajah menyeramkan telah berkata sepatah demi sepatah.
"Dialah orangnya!"
"Cepat minggir!"
Dengan hati tercekat manusia aneh itu membentak.
"sukmanya telah...."
Belum selesai dia berkata, lelaki raksasa itu sudah mengayunkan tinjunya langsung meng-hajar dada ThiatTiong-tong.
Mimpi pun Thiat Tiong-tong tidak menyangka kalau paman Sim nya bakal melancarkan serangan mematikan di saat seperti ini, belum sempat menjerit kaget, dadanya sudah terhajar pukulan itu dengan telak.
Kapak sakti punya julukan lain sebagai si pembuka gunung, bisa dibayangkan betapa besar dan kuatnya pukulan tersebut.
Tampak tubuh Thiat Tiong-tong bagaikan layang layang putus tali mencelat keluar dari balik tirai berwarna hitam itu dan sampai lama kemudian baru terdengar tubuhnya yang terbanting di tanah.
Rupanya ketika mereka menerjang masuk tadi, pintu batu itu sama sekali tidak diturunkan kembali, coba kalau bukan begitu, batok kepala Thiat Tiong-tong saat ini pasti sudah menumbuk diatas batu cadas dan hancur berantakan.
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sui Leng-kong menjerit kaget, wajahnya berubah jadi pucat pasi, tubuhnya sempoyongan nyaris roboh, kelihatannya dia berniat menyusul keluar dari situ.
Terdengar Hong Lo-su mendengus dingin lalu menjengek.
"Belum pernah ada orang yang lolos dari kepalan si kapak sakti dalam keadaan hidup, hanya saja.... aaaai, kelewat sayang sampai terjadi hal seperti ini!"
Belum selesai mendengar perkataan itu, Sui Leng-kong sudah roboh tidak sadarkan diri.
Suto Siau sekalian pun belum pernah menyaksikan medan pertarungan semacam ini, untuk sesaat mereka hanya bisa berdiri tertegun saking kagetnya.
Dalam pada itu si manusia raksasa bertelanjang kaki itu masih berdiri kaku ditempat, berdiri dengan wajah tanpa perubahan, tanpa mimik muka.
Terdengar Hong Lo-su kembali memberi perintah sambil menuding ke arah Sui Leng-kong.
"Masih ada seorang lagi, tapi jangan kau lukai jiwanya!"
Selangkah demi selangkah lelaki raksasa itu maju mendekat, setiap kali dia mengayunkan kakinya, berkumandanglah suara getaran seperti suara tambur yang dipukul nyaring.
Manusia aneh itu tahu, Hong Lo-su telah menggunakan obat-obatan untuk merangsang munculnya seluruh kekuatan tersimpan dari lelaki raksasa itu, kemampuan dan kekuatan si kapak sakti saat ini boleh dibilang susah dihadapi dengan kekuatan biasa, tapi dia tetap menggertak gigi sambil maju menyongsong.
Sambil menggetarkan kapak raksasanya lelaki itu membentak nyaring.
"Mampus bagi yang menghalangi aku!"
Sambil berkata kapaknya diayunkan melancarkan sebuah bacokan.
Kendatipun si manusia aneh itu memiliki kungfu yang amat lihay pun tampaknya dia tidak berani menyambut serangan tersebut dengan kekerasan, cepat tubuhnya berkelit ke samping dengan kecepatan bagaikan ikan melejit, kemudian sambil memutar tangan dia lepaskan sebuah bacokan balasan.
Serangan mautnya ini meski tidak menggunakan segenap tenaga yang dimilikinya, namun bila terkena, bisa dipastikan korbannya bakal tewas.
Siapa tahu pukulan yang bersarang telak ditubuh lelaki raksasa itu hanya menimbulkan sedikit getaran, bukan saja tidak sampai roboh, sebaliknya selangkah demi selangkah dia menerobos maju semakin ke depan, sambil pentangkan telapak tangan raksasanya, dia cengkeram tubuh Sui Leng-kong.
Di saat yang amat kritis itulah tiba-tiba terlihat cahaya perak berkelebat lewat, tahu-tahu Sui Lengkong yang tergeletak ditanah sudah hilang lenyap tidak berbekas.
Kapak sakti nampak tertegun, dia seolah tidak mengerti kenapa sasarannya bisa hilang secara mendadak, dengan wajah kebingungan dia segera berpaling.
Rupanya Sui Leng-kong telah disambar oleh Coh Sam-nio, hanya cukup menutulkan ujung kakinya tahu-tahu Coh Sam-nio sudah balik ke posisinya semula, meski sedang membopong seseorang namun gerakan tubuhnya masih cepat bagai sambaran petir.
Sambil tertawa dingin Hong Lo-su atau Hong Kiu-yu ini menjengek.
"Banyak tahun tidak bersua, ternyata ilmu meringankan tubuh yang kau miliki bertambah hebat"
"Terlalu memuji, terlalu memuji"
"Serahkan gadis itu kepadaku, buat apa kita mesti bentrok sendiri"
Coh Sam-nio tersenyum.
"Mata setanmu tidak perlu menatapku, tidak mungkin sukmaku akan tergaet olehmu, masa kaupun ingin bentrok denganku gara-gara nona ini?"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, sekawanan perempuan bercadar hitam itu telah bermunculan ditempat itu. Sambil berpaling kembali Coh Sam-nio bertanya.
"Bagaimana dengan nona-nona itu?"
"Sudah ada yang membawa pergi mereka"
Jawab perempuan kecil pendek itu cepat.
"Disini masih ada seorang lagi, coba bawa pulang dirinya!"
"Baik, biar aku saja yang membawanya pulang!"
Sela Hong Lo-su tiba-tiba sambil menerobos maju ke hadapan Coh Sam-nio.
Dengan perawakan tubuhnya yang tinggi lengkung, dia memiliki ukuran kaki yang panjang sekali, dalam satu kali langkah satu setengah meter lelah dilampaui, sepasang lengannya pun punya ukuran mendekati dua meter sehingga ujung tinjunya yang berkibar terhembus angin persis seperti sepasang sayap lebar.
Coh Sam-nio yang kecil kurus nyaring terkurung dibawah hembusan angin serangannya yang tajam, kelihatannya sulit bagi perempuan itu untuk meloloskan diri, posisinya ketika itu seperti seekor burung alap-alap yang sedang menerkam anak ayam, keadaannya amat berbahaya.
"Kau tidak bakal mampu menangkapku!"
Ejek Coh Sam-nio sambil tertawa. Terlihat cahaya perak berkelebat lewat, entah bagaimana tahu-tahu dia sudah mundur sejauh empat meter lebih, kembali jen geknya.
"Asal kau mampu menyentuh tubuhku, nona ini segere kuserahkan kepadamu!"
"Hmmm, biarpun halilintar itu cepat, jangan dianggap angin kalah cepatnya"
Seru Hong Lo-su sambil tertawa seram, baru selesai bicara tubuhnya sudah berputar satu lingkaran didalam ruangan itu.
Walau secepat apapun dia bergerak, namun sekilas cahaya perak itu selalu bergerak selangkah lebih cepat dihadapannya.
Paras muka manusia aneh itu dingin bagaikan salju, tanpa mengucapkan sepatah kata pun tiba-tiba dia menghalang jalan pergi Coh Sam-nio.
Tampaknya cahaya perak itu segera akan terperosok masuk ke dalam pelukan manusia aneh itu, tiba-tiba di saat yang terakhir, entah dengan cara bagaimana tahu-tahu cahaya itu sudah menyambar lewat dari sisi tubuhnya.
Akibat kejadian ini, nyaris manusia aneh itu saling bertumbukan dengan Hong Lo-su yang sedang melakukan pengejaran.
Sambil tertawa terkekeh Coh Sam-nio pun berseru.
"Kau yang membopong nona ini, biar aku bermain sebentar dengan ke dua orang bocah itu"
Perempuan kecil pendek bercadar itu hanya merasakan pandangan matanya silau, tahu-tahu Sui Leng-kong sudah berada dalam pelukannya.
BAB 21 Aliran Silat Sejati Selama hidup belum pernah kawanan jago itu menyaksikan ilmu meringankan tubuh yang begitu hebat, mereka hanya mendengar suara deruan angin yang saling menyambar melalui sisi tubuh, membuat ujung baju mereka berkibar, hingga pada akhirnya tubuh Coh Sam-nio berubah jadi sekilas cahaya perak yang berputar di antara dua bayangan abu-abu, sulit untuk dibedakan lagi mana bayangan tubuh dan mana cahaya.
Lama-kelamaan para jago merasakan matanya mulai berkunang-kunang dan kepala terasa pening, akhirnya mereka pejamkan mata dan tidak berani melihat lagi.
Sementara si kapak raksasa itu hanya berdiri dengan mata melotot dan mimik muka hambar, sekalipun matanya terbelalak lebar padahal tidak ada bayangan apapun yang terlihat olehnya.
Coh Sam-nio masih berputar sambil tertawa merdu, sedang napas Hong Lo-su kedengaran mulai tersengkal, sampai pada akhirnya suara gelak tertawa itu semakin nyaring sedang suara napas yang tersengkal pun makin keras.
Akhirnya Hong Lo-su menghentikan langkahnya sambil berkata.
"Aku tidak.... tidak akan mengejar lagi"
"Bagaimana? Mengaku kalah?"
Tanya Coh Sam-nio.
"Andai tubuhku kecil pendek macam kau, belum tentu ilmu meringankan tubuhku kalah dari kau"
Dalam pada itu si manusia aneh itu pun turut menghentikan pengejarannya, dengan dada naik turun karena tersengkal, ujarnya pula.
"Sehebat apa pun ilmu meringankan tubuh seseorang, paling juga dipakai untuk menyelamatkan diri, apa hebatnya!"
Coh Sam-nio tertawa, sambil berkelebat lewat dari sisi tubuhnya, dia tepuk bahu lelaki itu dan berkata.
"Jika ingin beradu ilmu adu nyawa, kenapa tidak mencari Hong Lo-su? Bukankah dia sedang mengincar nyawamu!"
"Aku memang sedang mencarinya!"
Bentak manusia aneh itu nyaring, secepat kilat dia lancarkan tiga jurus pukulan. Hong Lo-su tertawa seram.
"Hehehehe.... akupun sedang mencari kau, asal berhasil menangkap dirimu, masa aku kuatir tidak bisa mendapatkan si pemakai baju pengantin?"
Selama pembicaraan berlangsung, kedua orang itu sudah saling menggempur sebanyak belasan jurus.
"Kalian berdua boleh bertarung sepuasnya, biar aku yang menengok ke dalam!"
Seru Coh Sam-nio sambil tertawa. Dia melompat ke depan dan langsung menyelinap masuk ke balik tirai berwarna hitam itu.
"Celaka"
Pekik Hong Lo-su.
"rupanya dia ingin mencari keuntungan!"
Setelah melepaskan tiga gempuran keras, tubuhnya mundur ke belakang dan siap menyusul Coh Sam-nio.
Pada saat itulah Coh Sam-nio yang baru saja menyelinap masuk, kini sudah muncul kembali dengan wajah berubah hebat, begitu melihat Hong Lo-su sedang menyelinap masuk, cepat dia berkelit ke samping dan serunya sambil tertawa.
"Kau ingin masuk ke dalam? Silahkan!"
"Dasar siluman rase"
Umpat Hong Lo-su setengah bergumam.
"permainan busuk apa lagi yang sedang kau lakukan?"
Walaupun dihati kecilnya sudah muncul kecurigaan, tidak urung tubuhnya tetap menyelinap masuk.
Manusia aneh itu seketika menghentikan langkahnya dengan sorot mata berkilat, tampaknya dia sudah menduga apa yang telah terjadi.
Benar saja, terdengar Hong Lo-su menjerit kaget kemudian kabur keluar dengan wajah berubah, dengan mata melotot besar dan menuding ke balik tirai, gumamnya.
"Ternyata dia.... dia belum mati"
"Aaai, toh sudah kubilang, jangan kedalam, siapa suruh kau bersikeras ingin masuk juga"
Coh Sam-nio menghela napas panjang. Kebetulan waktu itu Sui Leng-kong baru mendusin dari pingsannya, begitu mendengar perkataan itu segera jeritnya kegirangan.
"Jadi dia.... dia belum mati?"
"Adik kecil"
Kata Coh Sam-nio.
"lelaki mu mah susah untuk hidup lagi, yang kami maksudkan adalah orang lain, belum tentu kau kenal dengan orang itu"
Ucapan "susah untuk hidup lagi"
Diterima Sui Leng-kong bagaikan sambaran petir, kontan dia jatuh pingsan lagi. Dalam pada itu Hong Lo-su telah berteriak lagi dengan suaranya yang parau.
"Hujin, kalau memang kau belum mati, kenapa tidak segera munculkan diri untuk bertemu?"
Dari balik tirai hitam segera berkumandang suara aneh yang lembut, halus, manis dan indah, menjawab sepatah demi sepatah kata.
"Betul, aku memang belum mati, apakah kau ingin bertemu aku?"
"Aku.... aku...."
Hong Lo-su bersin berulang kali dengan tubuh menggigil. Melihat itu Coh Sam-nio segera menyindir sambil tertawa dingin.
"Dasar manusia tidak berguna, percuma dihari biasa kau menyebut dirimu sebagai enghiong"
Sambil membusungkan dada Hong Lo-su segera berteriak lagi.
"Benar, cayhe memang ingin bertemu hujin"
"Tunggu saja sejenak, aku segera akan munculkan diri, siapa tahu sekalian kubawa benda yang kalian inginkan, jangan pergi dulu"
"Tentu saja kami tidak akan pergi!"
Sahut Hong Lo-su cepat.
Lain dimulut lain dalam kenyataan, tanpa sadar kakinya makin lama semakin bergeser keluar pintu.
Meskipun dia merasa berat hati untuk meninggalkan tempat itu, namun dalam kenyataan dia merasa ketakutan setengah mati terhadap orang diatas sampan itu.
Perempuan kecil pendek bercadar hitam itu diam-diam mendekati Coh Sam-nio, lalu bisiknya.
"Apa.... apakah dia?"
"Betul, memang dia!"
Jawab Coh Sam-nio sambil kabur keluar ruangan. Perempuan bercadar itu segera merasakan tubuhnya bergetar keras, baru saja dia membalikkan tubuh siap kabur dari situ, mendadak manusia aneh itu sudah menghadang di depan pintu sambil menegur.
"Ibuku minta kalian tetap tinggal disini, siapa yang berani pergi?"
"Siapa bilang aku mau pergi?"
Teriak Hong Lo-su dengan mata melotot. Benar saja, dia segera mengambil tempat duduk, kemudian sambil melirik ke arah Coh Sam-nio, sindirnya.
"Coh Sam-nio, kau hendak kabur?"
"Hmm, kalau kau tidak kabur, kenapa aku mesti pergi"
Meskipun kedua orang itu masih berbicara sok gagah, padahal semangat mereka betul-betul sudah runtuh. Manusia aneh itu sendiripun merasakan jantungnya berdebar keras, pikirnya dengan perasaan girang.
"Asal ibu mau keluar, sementara Thiat Tiong-tong sudah mampus, jelas kenyataan ini sangat menguntungkan posisiku"
Andai dia tahu keadaan yang sebenarnya, mungkin manusia aneh itu tidak akan menghalangi kepergian Hong Lo-su serta Coh Sam-nio, sebab perkataan dari ibunya tadi sesungguhnya hanya bertujuan mengusir mereka pergi dari tempat itu.
Waktu itu suasana didalam ruangan berubah jadi hening sepi tidak kedengaran sedikit suara pun, yang paling merasa takut dan kuatir adalah Suto Siau sekalian, bukan saja mereka tidak tahu duduknya persoalan, bahkan tidak bisa menduga untung rugi yang bakal menimpa mereka.
Rupanya Thiat Tiong-tong meski ilmu silatnya tidak terlampau hebat, namun reaksi serta kecerdasan otaknya boleh dibilang luar biasa.
Ketika melihat pukulan yang menghantam dadanya susah dihindari lagi, dia segera manfaatkan kesempatan itu untuk melompat mundur sambil menjatuhkan diri ke tanah.
Sayang tenaga pukulan dari si Kapak sakti memang kelewat kuat dan dahsyat, kendatipun sudah menghindar toh dia tetap terhantam hingga mencelat.
Begitu tubuhnya mencelat sejauh empat depa, dia segera menerobos ke balik tirai hitam dan tercebur ke dalam kolam.
Waktu itu kesadarannya belum punah, seandainya berganti orang lain dia pasti tidak berani menggunakan tenaganya lagi dan membiarkan tubuhnya tercebur ke dalam kolam.
Berbeda dengan Thiat Tiong-tong, dengan pertaruhkan keselamatan jiwanya dia segera menghimpun sisa kekuatan yang dimilikinya dan berusaha keras melejit ke samping, maka ketika terjatuh ke bawah, tubuhnya persis terjatuh diatas sampan itu.
Begitu memuntahkan darah segar, anak muda itupun jatuh tidak sadarkan diri.
Menanti dia mendusin kembali, hidungnya segera mengendus bau harum semerbak yang menyegarkan seluruh tubuhnya.
Dia tidak tahu kalau bau harum itu berasal dari dupa mestika yang khusus didatangkan dari negeri Thian-tok (India) yang disebut Thian say than.
Konon bagi orang yang sedang berlatih tenaga dalam bila mengendus bau dupa ini maka kemajuan yang dialami bakal pesat, bila seseorang sedang terluka dalam yang parah pun dapat segera mendusin dari pingsannya.
Baru saja Thiat Tiong-tong tersadar dari pingsannya, tiba-tiba dari sisi telinganya terdengar seseorang berkata.
"Dalam keadaan terluka parah kau masih tidak segan menggunakan sisa kekuatan yang dimiliki agar terjatuh tepat diatas sampan, apakah kau mempunyai sesuatu tujuan?"
Suara itu lembut, halus dan indah, satu keindahan yang tiada keduanya dikolong langit, Thiat Tiong-tong pernah mendengar sebelumnya, tahu kalau orang yang menegurnya adalah ibunda dari manusia aneh itu, dia merasa terkejut bercampur girang.
Terkejut karena tidak menyangka kalau tindakannya yang sengaja menjatuhkan diri keatas sampan ternyata dapat ditebak orang, buru-buru katanya.
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Isi perut boanpwee sudah terluka parah"
Baru bicara sepatah kata, napasnya sudah tersengkal-sengkal, maka setelah menarik napas baru lanjutnya.
"Bila tidak ada yang menolong, boanpwee pasti tewas setelah tercebur ke air, padahal usiaku masih muda, aku tidak ingin cepat mati"
Kembali suara lembut itu bertanya.
"Bukankah kau tahu kalau tubuhmu tercebur ke dalam air, belum tentu aku mau menolong, tapi bila terjatuh dihadapanku, mau tidak mau aku harus menolong?"
"Harap hujin maklum, walaupun luka dalam yang boanpwee derita sangat parah, namun dengan kemampuan yang hujin miliki, kau pasti bisa selamatkan jiwaku, itulah sebabnya boanpwee mengharapkan begitu"
"Kelihatannya kau bicara jujur...."
Selesai mengucapkan perkataan itu, dia tidak berbicara lagi.
Thiat Tiong-tong sendiripun merasakan kerongkongannya sangat kering dan dadanya sesak sehabis mengucapkan kata-kata itu, setelah pejamkan mata dan beristirahat sejenak dia baru membuka matanya kembali, dia ingin melihat bagaimana tampang wajah nyonya ini.
Kalau didengar dari suaranya yang halus lembut, dia sangka nyonya ini pasti memiliki wajah yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, siapa sangka, begitu dipandang seketika itu juga hatinya terperanjat.
Dibawah remang remangnya cahaya redup, asap dupa yang mengepul tipis dan lapisan kain hitam yang mengelilingi sampan, tampak hujin itu duduk bersila diatas sebuah bantal untuk bersemedi, tubuhnya telah menyusut kecil hingga tinggal seonggok kerangka, kulit mukanya kuning kehitam-hitaman dan tinggal kulit pembungkus tulang, rambutnya sudah pada rontok sehingga nyaris gundul kelimis, keempat anggota tubuhnya pun kurus kecil seperti anggota tubuh seorang bayi, yang paling menonjol hanya kulit perutnya yang bulat menonjol keluar.
Begitu aneh dan menyeramkan penampilan perempuan ini, membuat siapa pun yang melihatnya pasti akan berubah muka dan menjerit kaget.
Tapi Thiat Tiong-tong tidak terbiasa berubah muka, walaupun perasaan terkejut mencekam perasaan hatinya namun sama sekali tidak di tampilkan keluar, diam-diam dia menghela napas sambil pikirnya.
"Dimasa lampau hujin ini pasti cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, tampangnya berubah aneh pasti lantaran melatih sesuatu ilmu sakti, tidak heran kalau dia enggan bertemu siapa pun"
Berpikir sampai disitu, perasaan iba dan simpatik segera menyelimuti hatinya, perasaan itupun tanpa sadar diperlihatkan keluar.
Hujin itu hanya membuka sedikit sepasang matanya, dia sama sekali tidak berbicara.
Thiat Tiong-tong hanya memandangnya dua kejap dan tidak berani menengok wajahnya lagi, dia mencoba memperhatikan sekeliling tempat itu, disamping bantal bersemedi terdapat sebuah anglo untuk dupa, disampingnya terdapat se
Jilid kitab tipis, diatas kitab itu tertulis.
"Aliran silat sejati, Kia ie sinkang"
Hatinya kontan tergerak, dia merasa nama ilmu silat itu sangat aneh, pikirnya.
"Tidak heran kalau Hong Lo-su berkoar-koar menginginkan orang yang mengenakan pakaian penganten, tampaknya kitab pusaka inilah yang dimaksud, Kia ie sinkang, ilmu sakti baju pengantin"
Baru selesai dia berpikir, terdengar hujin itu bertanya lagi.
"Siapa namamu, apakah kau berasal dari Perguruan Tay ki bun?"
Dalam hati Thiat Tiong-tong merasa keheranan, darimana dia bisa mengetahui asal usulnya, namun segera mengiakan dengan hormat.
"Biarpun masih muda, ternyata kau bisa menaruh simpatik terhadap kesepian yang dialami orang lain, tidak gampang untuk bersikap begitu"
Kembali hujin itu berkata. Sekali lagi Thiat Tiong-tong merasa terperanjat, kini dia baru sadar, rupanya semua pembicaraannya dengan Li Lok-yang sewaktu berada di luar gua tadi telah terdengar oleh hujin ini dengan sangat jelas.
"Kenapa kau tidak nampak ketakutan setelah melihat wjahku?"
Lagi-lagi hujin itu bertanya.
"Boanpwee tidak pernah kenal takut, apalagi hujin sangat cerdas dan memiliki kemampuan yang luar biasa, apalah arti dari kulit luar, apa pula arti dari sebuah penampilan, bagi boanpwee yang tersisa hanya rasa hormat dan kagum"
Secerca kehangatan melintas diwajah sang hujin yang dingin kaku, pelan-pelan katanya.
"Biarpun kecantikan atau keburukan kulit wajah seseorang tidak sebanding dengan kecerdasan dan kemampuan, tapi ada berapa banyak manusia di dunia ini yang tidak menilai seseorang dari penampilannya!"
Thiat Tiong-tong tidak berani menanggapi, napasnya saja yang kedengaran makin terengah.
"Kalau masih mampu bergerak, merangkaklah mendekat"
Perintah hujin itu lembut.
"Apakah hujin bersedia memberi pertolongan?"
Tanya pemuda itu kegirangan.
"Bila tidak menderita luka parah yang mengancam keselamatan jiwa, tidak mungkin kau berani menerobos kemari, sekarang kau sudah muncul dihadapanku, ini berarti di antara kita berdua memang berjodoh, paling tidak sudah sepantasnya bila kuselamatkan nyawamu"
Dengan kegirangan Thiat Tiong-tong mengucapkan terima kasih kemudian berusaha keras merangkak maju mendekati perempuan itu, tapi lukanya memang kelewat parah, sewaktu berbicara pun banyak mengeluarkan tenaga, walaupun jarak yang berapa meter saja baginya seakan sedang melalui bukit dan jurangyang amatjauh.
Hujin itu sama sekali tidak membantunya untuk merangkak mendekat, dia hanya mengawasi dari kejauhan, mendadak bisiknya.
"Ada yang datang!"
Walaupun tidak mendengar sesuatu namun tidak tahan Thiat Tiong-tong menengok juga, dari balik kain sutera hitam benar saja dia saksikan sesosok bayangan manusia berwarna perak sedang menyelinap masuk.
Dia tahu orang itu tidak lain adalah Coh Sam-nio, kembali hatinya tercekat.
Waktu itu Coh Sam-nio sendinpun amat terkejut setelah melihat asap tipis yang muncul dari balik sampan, seketika dia menghentikan tubuhnya disisi kolam sembari menegur.
"Siapa yang berada diatas sampan?"
Hujin itu tidak menjawab, tiba-tiba dia meniup asap tipis yang berada diatas sampan itu, sekilas cahaya putih segera menyambar keluar dari balik tirai dan bagaikan segulung hawa pedang langsung menyergap ke tubuh Coh Sam-nio.
Terdengar Coh Sam-nio menjerit kaget, tanpa mengucapkan sepatah katapun buru-buru dia mundur keluar.
Ketika Hong Lo-su menyelinap masuk pula ke situ, sang hujin dengan menggunakan cara yang sama, meniupkan segulung asap putih untuk memukul mundur sang pendatang.
Hong Lo-su sambil menjerit ketakutan segera melarikan diri pula dari tempat itu.
Tidak terlukiskan rasa kagum Thiat Tiong-tong menyaksikan kesemuanya itu, pikirnya.
"Entah sampai kapan aku baru bisa melatih kemampuanku hingga taraf setangguh itu"
Tampak sang nyonya sedang pasang telinga mendengarkan sesuatu, mimik wajahnya kelihatan amat serius. Lewat berapa saat kemudian baru terdengar suara aneh Hong Lo-su berkumandang dari luar sana.
"Kalau toh hujin belum mati...."
Berikut terjadilah tanya jawab yang semuanya bisa diikuti dan didengar Thiat Tiong-tong dengan sangat jelas. Lewat berapa saat kemudian terdengar manusia aneh itu berkata.
"Kalau ibuku minta kalian tetap ditempat, siapa yang berani pergi dari sini!"
Begitu mendengar perkataan putranya, dengan wajah berubah sang hujin segera mengumpat.
"Anak sialan! Aku lagi berusaha menakut-nakuti mereka agar pergi, dia malah sengaja menahan mereka semua"
"Kenapa hujin...."
Belum habis Thiat Tiong-tong bertanya, nyonya itu sudah menukas.
"Bukankah aku sudah berniat menolongmu? Kenapa melihat kau merangkak dengan susah payah, aku sama sekali tidak berniat menolong?"
Sambil berkata dia membuka matanya, memandang pemuda itu dengan sorot mata setajam cahaya lentera.
"Jangan-jangan.... hujin sudah tidak mampu bergerak?"
Tanya Thiat Tiong-tong terperanjat.
"Benar"
Pemuda itu segera menghembuskan napas dingin, bisiknya.
"Soal ini.... soal ini...."
"Persoalan ini tidak ada sangkut pautnya denganmu, kemarilah, kita bicarakan lagi setelah lukamu sembuh nanti"
Tidak selang berapa saat kemudian Thiat Tiong-tong sudah merangkak tiba dihadapannya.
Perlahan-lahan nyonya itu menempelkan telapak tangan kirinya diatas jidat Thiat Tiong-tong lalu menyalurkan tenaga dalamnya menembusi nadi dan mengikuti aliran darah menuju ke jalan darah penting di jantung, sementara tangan kanannya ditempelkan diatas jalan darah Siang-ci-hiat.
Terasa telapak tangan itu makin lama semakin panas, menyusul gerakan tadi pemuda itu merasakan sekujur tubuhnya jadi panas sekali.
Sebetulnya waktu itu dia sudah amat lemah, lelah dan kehabisan tenaga, namun begitu merasakan mengalirnya tenaga baru, seketika itu juga semua keluhan tadi hilang tidak berbekas.
Lewat berapa saat kemudian tenaga aliran yang semula tenang dan lembut tiba-tiba berubah jadi dua gumpalan bara api yang membuat anak muda itu merasakan sekujur tubuhnya seakan menggelembung besar dan hampir meledak, kerongkongannya terasa mengering, matanya berubah jadi merah membara.
Dalam terkejutnya buru-buru dia kerahkan tenaga dalamnya untuk melawan, mendadak teringat olehnya kalau saat itu sedang berada dalam keadaan terluka parah, darimana datangnya kekuatan untuk melawan? Belum habis pikiran itu melintas, dia merasakan tumbuhnya satu kekuatan baru dari pusatnya.
Ternyata tenaga dalam yang disalurkan nyonya tadi kini telah berubah menjadi kekuatan miliknya.
Dalam terkejut bercampur girangnya tanpa berpikir lebih jauh kenapa tenaga dalam nyonya itu bisa begitu cepat melebur dan menyatu dengan tenaga dalam milik sendiri, buru-buru Thiat Tiong-tong mengerahkan tenaga dalamnya dan berusaha memunahkan kekuatan hawa panas itu.
Lewat berapa saat kemudian bukan saja hawa panas itu tidak lenyap malah sebaliknya makin lama semakin bertambah kuat.
Entah berapa lama sudah lewat tiba-tiba Thiat Tiong-tong merasa bahwa hawa murni yang ada didalam tubuhnya bukan saja dapat melebur hawa panas tadi menjadi kekuatan, bahkan semakin cepat datangnya hawa panas itu, makin cepat pula dia berhasil melebur kekuatan itu.
Kini hawa murni yang berada dalam tubuh Thiat Tiong-tong dari lemah berubah jadi kuat, bagaikan bola salju yang menggelinding dari puncak bukit, makin ke bawah bola salju itu semakin membesar.
Di antara asap dupa yang mengepul, tampak paras muka nyonya itu dari kuning kehitam-hitaman berubah jadi kuning kemerah-merahan, lalu dari kemeraan berubah jadi pucat, perut bagian bawahnya yang semula membuncit makin lama makin mengempes dan mengecil.
Ternyata tenaga dalamnya yang sudah dilatih hampir belasan tahun lamanya itu kini mengalir masuk ke dalam tubuh Thiat Tiong-tong bagaikan bendungan sungai yang jebol, bukan saja mengalir deras bahkan sama sekali tidak terbendung lagi.
Berapa jam sudah lewat tanpa terasa, kawanan jago itu masih menunggu di dalam ruangan.
Sui Leng-kong bersandar dalam pelukan seorang perempuan bercadar sambil memandang langit langit ruangan dengan mata mendelong, tiada air mata lagi disudut matanya, air mata seolah sudah mengering.
Si kapak sakti berdiri kaku dengan kapak masih terhunus, namun tubuhnya sama sekali tidak bergerak.
Li Kiam-pek berjalan mondar mandir macam semut kepanasan, kelihatannya dia sudah habis kesabarannya sementara Li Lok-yang tetap duduk ditempat tanpa bereaksi.
Suto Sau dan rombongannya ada yang duduk menunggu ada pula yang berdiri, semua orang memperlihatkan perasaan tidak tenang, sedang si siucay muda itu mengumpulkan buah-buahan dan makanan dari sekitar sana, sayang tidak seorang pun yang berselera untuk bersantap.
Manusia aneh itu sendiri mesti tidak menunjukkan perubahan sikap namun perasaan hatinya sangat tidak tenang, pikirnya.
"Bukankah ibu sudah berjanji akan keluar, kenapa sampai sekarang belum juga menampakkan diri?"
Hong Lo-su maupun Coh Sam-nio berdiri dimuka dinding batu sambil bergendong tangan, mereka berdua sedang mengawasi jurus silat yang terukir diatas dinding dan nampaknya sudah dibuat kesemsem.
"Bagus.... bagus, ternyata memang jurus bagus"
Terdengar Coh Sam-nio bergumam tiada hentinya. Meski dia sedang memuji padahal matanya tidak mengawasi dengan seksama, hanya pikirnya diam-diam.
"Walaupun makhluk perempuan itu tidak menampakkan diri, tapi jika ditinjau dari kemampuannya mengirim asap bagaikan pedang, jelas kungfunya telah mengalami kemajuan yang amat pesat, apa yang mesti kulakukan bila mereka ibu dan anak mengerubuti aku bersama? Kenapa tidak kumanfaatkan kesempatan saat ini untuk bekerja sama dengan Hong Lo-su untuk menjagal dulu si makhluk kecil itu?"
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah rekannya,. Waktu itu Hong Lo-su pun sedang mengawasi dinding sambil tertawa seram.
"Hebat, hebat, benar-benar jurus yang hebat!"
Sedang dihati kecilnya ia berpikir.
"Dari pada ibu beranak turun tangan bersama, ada baiknya kujagal dulu si bajingan cilik ini, tapi.... aku tidak yakin dengan kekuatanku seorang...."
Berpikir sampai disitu diapun mengalihkan sorot matanya ke arah Coh Sam-nio.
Dalam waktu singkat sorot mata mereka telah saling berpandangan, meski hanya sekilas namun ke dua belah pihak segera mengerti apa yang dipikirkan lawannya.
Sambil menghela napas Coh Sam-nio pun berkata.
"Aaai, pangeran cilik, kenapa ibunda mu belum juga menampakkan diri?"
"Bila kau tidak sabaran, kenapa tidak ditanyakan langsung kepada dia orang tua?"
Jengek sang pangeran.
"Aaai, kalau aku mah tidak berani bertanya, Hong Lo-su, kau saja yang pergi bertanya"
Hong Lo-su tertawa terkekeh, potongnya.
"Dia langsung marah begitu bertemu aku, lebih baik kau saja, wajahmu toh jauh lebih sedap dipandang"
Sembari berkata, selangkah demi selangkah mereka berjalan menghampiri manusia aneh itu. Paras muka manusia aneh itu sama sekali tidak berubah, dia seolah tidak menyadari akan hal itu, tiba-tiba tegurnya sambil tertawa.
"Kalian tidak sabar menunggu, ada apa, ingin berkelahi dulu denganku?"
Coh Sam-nio serta Hong Lo-su seketika berdiri tertegun, tapi dengan cepat Coh Sam-nio berkata seraya tertawa.
"Pangeran, ternyata kau pintar sekali, dugaan-mu lagi-lagi tepat, Hong Lo-su ingin menjagal dirimu terlebih dulu!"
"Dasar siluman rase"
Diam-diam Hong Lo-su mengumpat.
"lagi lagi dia mengumpankan diriku, tapi, bagaimana pun bocah keparat ini memang harus disingkirkan, daripada semakin kerepotan bila makhluk tua itu sudah munculkan diri nanti"
Maka sambil tertawa seram ujarnya.
"Menjagal mah tidak berani, tidak ada salahnya bukan kalau kita berkelahi sambil membuang waktu!"
Ujung bajunya segera dikebaskan keluar, segulung angin puyuh langsung menghantam ke tubuh manusia aneh itu.
"Hati-hati pangeran"
Teriak Coh Sam-nio sambil tertawa.
"angin dingin Hong Lo-su sangat lihay, eeei Hong Lo-su, kau pun mesti hati-hati, kepalan Si hoa kun (ilmu pukulan mempermainkan bunga) sang pangeran tidak boleh dipandang enteng"
Sementara pembicaraan berlangsung, Hong Lo-su sudah terlibat pertarungan seru melawan manusia aneh itu, setiap pukulan yang dilepaskan selalu disertai selapis hawa dingin yang menggidikkan, hawa dingin yang lebih tajam dari pada sayatan pisau tajam.
Adapun jurus serangan yang digunakan manusia aneh itu enteng dan lincah, lembut seolah-olah tidak bertenaga.
Dengan wajah penuh senyum sebentar dia menowel dagu Hong Lo-su, sebentar mencubit pipinya, dia seakan sedang menggoda seorang wanita saja.
"Wah, ternyata ilmu pukulan mempermainkan bunga miliknya memang sangat hebat"
Pikir Li Kiam-pek diam-diam sambil tertawa geli. Li Lok-yang yang menyaksikan pertarungan itupun merasa amat terkejut, pikirnya.
"Ilmu pukulan ini benar-benar sangat lihay, bukan saja sasarannya aneh, bikin orang sama sekali tidak terduga bahkan memiliki perubahan yang begitu rumit dan sakti"
Tiba-tiba terdengar Coh Sam-nio berseru sambil tertawa.
"Hong Lo-su, kelihatannya sang pangeran sudah tertarik kepadamu, coba lihat, dia sedang menjahilimu habis-habisan, lebih baik kawin saja dengannya"
Tidak terlukiskan rasa gemas Hong Lo-su, saking jengkelnya dia sampai menggertak gigi kuat kuat.
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sialan!"
Umpatnya.
"kau si nenek busuk enak-enakan, malah suruh aku yang kerepotan. Kapak sakti, kau berada dimana?"
"Siap!"
Sahut kapak sakti cepat. Dengan gerakan burung hong pentang sayap Hong Lo-su melepaskan gempuran ke arah manusia aneh itu dengan tangan kanannya sementara jari tangan kirinya menuding ke arah Coh Sam-nio sambil membentak keras.
"Cepat ajak dia berkelahi"
"Baik!"
Jawab kapak sakti cepat, senjata kapak raksasanya langsung dibacokkan ke depan.
"Kurang ajar"
Umpat Coh Sam-nio sambil tertawa.
"tidak heran kalau Lui lotoa mengatakan kalau Hong Lo-su bukan orang jahat melainkan orang sinting, tapi masa kau tidak bisa berpikir, memangnya monyet besar ini mampu menyentuhku!"
Tubuhnya berkelebat cepat menghindarkan diri dari bacokan maut itu, tapi si kapak sakti segera mau dengan langkah lebar, sambil mengejar terus sepanjang jalan dia melepaskan beberapa kali bacokan.
Biarpun kapak saktinya menakutkan dan tenaga serangannya mengerikan, namun bagaimana mungkin dia mampu melukai Coh Sam-nio yang tersohor karena ilmu meringankan tubuhnya yang nomor wahid.
Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Elang Terbang Di Dataran Luas -- Tjan Id Kilas Balik Merah Salju -- Gu Long