Ceritasilat Novel Online

Munculnya Seorang Pendekar 12


Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 12



Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id

   

   Kouw Am segera datang menghadang Gouw Leng Hong dengan sorot mata yang menyala-nyala, segera menggunakan tipu 'Kwie-ong-pa-ho' (raja setan menyalakan api) untuk menyerang Kouw Am, Kouw Am pun lekas-lekas menghempos semangatnya untuk menangkis serangan lawannya, kemudian barulah dia mengatur untuk melancarkan serangan-serangan balasan selanjutnya kepada lawannya itu.

   Chit-biauw-sin-kun hanya mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidungnya, lalu pedang ditangan kanannya digerakkan bagaikan kilat cepatnya untuk menabas badan Li Gok, yang segera menangkis dengan pedang ditangannya, tapi dalam waktu sekejap saja pedang Li Gok itu telah dibikin terpental oleh pedang Lie Siauw Hiong.

   Li Gok yang pernah kenal sampai dimana kelihayan Chit-biauw-sin-kun, sudah barang tentu dia tak berani berlaku lambat, lekas-lekas dia menarik kembali serangannya, hingga si pemuda yang telah berhasil dapat mementalkan pedang Li Gok sehingga sejauh setengah meter, dengan lantas ia tertawa tergelak-gelak.

   Sedang para hadirin diempat penjuru yang menyaksikan kegagahan Chit-biauw-sin-kun, mereka dengan serentak merasa amat terkejut.

   Karena Li Gok yang sudah terkenal sebagai ahli pedang nomor wahid sejagat, dengan sekali gebrak saja telah menderita kerugian, tapi Li Gok yang tidak mau menunjukkan kelemahannya, dengan lantas ia berlompat mundur sambil berseru dengan suara nyaring .

   "Lima ahli pedang mari menggetarkan Tiong Goan !"

   Tapi dalam nada suaranya itu tercampur dengan suara yang agak gemetar.

   Kouw Am dan Cek Yang sudah lantas datang membantu kawannya, tapi Cia Tiang Kheng berdiri diatas dahan pohon masih merasa ragu-ragu dan belum turun tangan juga.

   Dia ini adalah seorang yang pendiam dan tidak berani melanggar janjinya sekalipun hal itu memang tidak dia inginkan.

   Dengan menggunakan ujung kakinya, yang ditekankan diatas batang pohon tersebut, ia segera meloncat turun kedalam gelanggang pertempuran.

   Li Gok menganggukkan sedikit kepalanya sambil berkata .

   "Cia Heng, apakah kau ada baik ?"

   Cia Tiang Kheng dengan laku yang terpaksa lalu menganggukkan kepalanya, sedang pedangnya lantas dihunus untuk membantui konco-konconya.

   Lie Siauw Hiong memang pernah mendengar dari Chit- biauw-sin-kun tentang kelihayan barisan keempat partai itu, apa lagi mengenai penjagaan mereka yang sedemikian rapat dan sempurnanya, hingga ini melebihi daripada sepasukan angkatan perang saja.

   Baru saja dia berpikir sampai disitu, tiba-tiba keempat lawannya itu sudah mengambil tempat masing-masing dan siap sedia untuk memberikan perlawanan dengan sehebat- hebatnya.

   Begitu ahli waris partai Tiam Cong sampai, semua hadirin merasa terperanjat sekali, apalagi setelah pertempuran digunung Thong Pek San tempo hari, Liok Hong dan Lim Siauw Coan berdua yang telah berhasil melarikan diri, kini waktu melihat lawan kuat mereka telah kembali, sudah tentu saja dalam hati mereka menjadi sangat terkejut sekali.

   Chit-biauw-sin-kun dengan lincahnya lalu memainkan pedangnya, sehingga semua lawannya terdesak dan tampak agak kewalahan.

   Sekarang ditambah dengan Gouw Leng Hong yang turut membantunya, dengan memilih Cek Yang Too-jin sebagai lawannya, hingga dalam medan pertempuran tampaknya semakin ramai saja.

   Dengan bersenjatakan pedang Ie-hong-kiam Li Gok telah melayani bertempur Lie Siauw Hiong, yang pertama-tama telah menyerang dengan siasat 'Han-bwee-touw-jwee' (bunga Bwee menjulurkan benang sari), lalu ditukar dengan tipu 'Leng-bwee-hut-bian' (bunga bwee menyapu mereka), dan dengan ganasnya dia menyerang Li Gok.

   sedangkan Gouw Leng Hong dilain pihak, dengan tipu 'Kwie-ong-pa- ho' (raja setan menyalakan api), pun menyerang dengan sengitnya pada Kouw Am Siang-jin.

   Mereka menyerang dengan secara cepat luar biasa sekali, hingga semua orang sangat memuji atas kelihayan kedua orang itu.

   Setelah tidak berhasil melukai lawannya, Lie Siauw Hiong segera melakukan serangan-serangan yang lebih berbahaya, dengan antaranya mengeluarkan tipu 'Bwee- hoa-sam-long' (tiga bunga bwee menukar arah) untuk menyerang lawan itu.

   Diantara serangan-serangan itu ada satu yang menjurus kearah Cek Yang Too-jin, tapi Cek Yang Too-jin yang juga ternyata cukup lihay, dengan sebat sekali telah menangkis serangan dahsyat lawannya itu.

   Pada saat itu pedangnya Gouw Leng Hong pun telah datang menusuk, sehingga untuk pertama kalinya keenam batang pedang saling beradu sambil mengeluarkan suara "traaaang"

   Yang sangat nyaring dan memekakkan telinga.

   Dalam serangan yang tertahan itu, Lie Siauw Hiong masih sempat meneruskan serangannya kearah Cia Tiang Kheng, hingga walaupun Cia Tiang Kheng mempunyai tenaga dalam yang tidak dapat terbilang lemah, terpaksa melompat mundur untuk menghindarkan serangan yang maha dahsyat dari lawannya ini.

   Sementara Lie Siauw Hiong yang melihat serangannya tidak berhasil, dengan gesit lalu dilancarkannya serangan-serangan selanjutnya dengan terlebih gencar dan dahsyat, sehingga Li Gok sibuk bukan main untuk mengelakkan dan menangkisnya.

   Kemudian Lie Siauw Hiong dengan menggunakan tipu 'Lie-kong-sia-shek" (Lie Kong memanah batu), meluncurkan ujung pedangnya untuk menikam Li Gok.

   Melihat kedatangan pedang lawannya ini, mendadak dalam hati Li Gok mematahkan pedang Lie Siauw Hiong, tapi siapa tahu Lie Siauw Hiong hanya mengganda tertawa dingin saja, ketika menyaksikan aksi lawannya ini, dan bersamaan dengan itu, sekonyong-konyong pedangnya lalu ditarik kembali, pedang itu segera diputarkan begitu rupa, sehingga ujung pedang Li Gok kena ditabas dan bentuknya segera menjadi lebih pendek satu cun (dim) daripada semulanya ! Kemudian sambil tertawa panjang Chit-biauw-sin-kun melanjutkan serangan-serangannya dengan menggunakan jurus yang terkenal dan bernama 'Seng-seng-put-sip' dari ilmu pedang Tay-yan-sim-kiam.

   Jurus ini yang mengandung lima perubahan, seakan- akan terdiri dari lima orang yang maju menerjang dari lima jurusan dengan sekaligus, hingga jika ini bukan dilancarkan atas diri Li Gok, niscaya pertempuran itu telah siang-siang berakhir dengan pihak lawan sudah melayang jiwanya kealam baqa.

   Keempat ahli waris dari partai-partai yang berlainan itu ketika menyaksikan serangan lawannya yang sedemikian luar biasanya itu, selain dalam hati memuji sebagai tanda kagum, juga timbul rasa cemas akan kemasyuran mereka menjadi berkurang karena muncul kembalinya Chit-biauw- sin-kun ini dikalangan Kang-ouw.

   Li Gok dan kawan-kawannya terperanjat sekali melihat kemampuan lawannya ini, mereka tidak dapat tidak harus mengeluarkan daya penjaga 'Pat-hong-hong-ie' (delapan penjuru menjaga serangan hujan dan angin) untuk menolong diri masing-masing.

   Tampak keempat pedang itu saling mengisi tempat yang lowong untuk menjaga serangan lawannya, hingga dengan serentak kemudian terdengar suara "traaang"

   Yang nyaring sekali, kemudian dengan susah-payah barulah mereka dapat menangkis serangan-serangan lawan yang sangat berbahaya itu.

   Begitu jurus-jurus dari 'Tay-yan-sin-kiam' dikeluarkan dengan tak putus-putusnya dan saling susul-menyusul diluncurkan kesana-sini, keempat orang itupun telah mengeluarkan kepandaian untuk membela diri dan berbareng mengepung pada kedua pemuda itu.

   Diantara keempat lawan ini, hanya Cia Tiang Kheng seorang yang memang tidak menaruh maksud jahat, dia maju bertempur hanya untuk tidak mengecewakan hati kawan-kawannya saja, pada hal untuk menyelakai Siauw Hiong dan Leng Hong dia sama sekali tak sudi melakukan.

   Dilain pihak Kouw Am Siang-jin dari partai Go Bie dapat menjaga dirinya dengan rapat sekali dengan menggunakan jurus 'Pauw-giok-kiam-hwat', tapi tak dapat dengan mudah memberikan pukulan-pukulan yang cukup berbahaya bagi musuh-musuhnya.

   Pertempuran sekali ini adalah pertempuran sangat luar biasa dan jarang sekali dapat dijumpai orang dalam kalangan Kang-ouw.

   Pada limabelas tahun yang lampau, kelima ahli waris dari partai-partai ini pernah mengeroyok Gouw Ciauw In dan Chit-biauw-sin-kun ditempat ini juga, dan sekarang keempat ahli partai ini bertempur dengan keturunan-keturunannya kedua orang gagah yang tersebut duluan itu.

   Pertempuran ini sudah tentu mengasyikkan sekali bagi semua penonton dari segala kalangan.

   Murid-murid dari keempat partai orang-orang yang sedang bertempur itu dan menjaga disebelah belakangnya, mereka tidak mempunyai kesempatan untuk membantu guru-guru mereka.

   Salah seorang antara mereka adalah Ie It Hui, yang hatinya merasa sangat terperanjat, ketika mengenali bahwa orang yang pernah diperkenalinya oleh Lie Loo-pan tempo hari itu, ternyata adalah keturunan Gouw Ciauw In, maka selagi hatinya memikirkan dimana adanya Lie Loo-pan dewasa itu, Ie It Hui sama sekali tak pernah menyangka, bahwa orang yang sedang dicarinya itu bukan lain daripada Lie Siauw Hiong yang berada dihadapannya disaat itu dalam samaran sebagai Chit- biauw-sin-kun yang bertopeng.

   Oleh karena itu, tidaklah heran dia tak mengenalinya.

   Sekonyong-konyong dari samping gunung melayang sesosok tubuh manusia yang baru datang dan juga memakai kedok yang menutupi mukanya.

   Orang berkedok yang baru datang ini, jalannya sempoyongan bagaikan orang sinting, hingga para hadirin tidak berdaya untuk mencegah ia menerobos masuk diantara orang gagah yang berkumpul dipuncak Jit-koan-hong disitu.

   Seorang gagah yang berdiri diatas batu gunung dan bernama Hui-thian-houw, dia tidak pernah menyangka bahwa dirinya bakal ditubruk orang, ia ini dengan langkah sempoyongan hampir saja jatuh mengusruk, hingga dengan suara keras ia membentak .

   "Kau ini orang macam apakah, hingga berani sembarangan menubruk orang dengan secara membuta-tuli ? Apakah kau ingin mencari mampus ?"

   Orang yang memakai kedok itu ketika mendengar dirinya dicaci orang, dengan segera dia menampar muka orang itu, hingga Hui-thian-houw menjadi sangat gusar dan lalu balas memukul orang yang bertopeng itu.

   Dan tatkala tangan kedua orang itu saling beradu, segera terdengar suara "Poook"

   Yang nyaring sekali, tapi karena tenaga orang yang memakai kedok itu luar biasa kuatnya, maka tangannya Hui-thian-houw yang terbentur ia menjadi patah seketika itu juga, hingga dengan menjerit kesakitan dia jatuh terkulai ditanah tidak ingat akan dirinya pula.

   Orang banyak yang menyaksikan peristiwa tersebut, sudah barang tentu jadi bengong terlongong, tapi orang yang memakai kedok itu dengan langsung jalan menuju ketempat pertempuran sambil menghunus pedang yang disoren dipinggangnya.

   Lie Siauw Hiong dan Gouw Leng Hong dalam sibuknya masih sempat menoleh atas kedatangan pemuda lain yang bertopeng itu, bahkan merekapun segera dapat mengenalinya, bahwa pemuda tersebut adalah orang yang kemarin ingin menghabiskan jiwanya dengan membunuh diri itu.

   Keempat orang ahli pedang dari partai-partai yang berlainan ini, dengan susah-payah baru dapat menahan serangan kedua pemuda lawan mereka itu, sekarang tiba- tiba tampak turut campur pula seorang pemuda bertopang yang lainnya, sehingga permainan pedang mereka telah menjadi kacau-balau oleh karenanya.

   Kesempatan yang baik ini baru saja ingin dipergunakan oleh kedua pemuda kita, ketika secara diluar dugaan orang yang memakai kedok itu berbalik menyerang mereka berdua, hal mana telah membuat keempat lawan mereka keburu dapat menyusun kembali serangan mereka dengan secara rapih.

   Sementara pemuda yang berkedok ini yang berulang- ulang tidak berhasil menyerang orang, kemudian secara tiba-tiba pula dia menyerang pada Li Gok dan Kouw Am berdua.

   Orang yang berkedok ini sungguh tidak tahu aturan sekali, karena sesudah mengacau permainan pedang keempat lawannya, diapun lalu memukul ketimur dan kebarat dengan secara serampangan.

   Diwaktu dia hendak menyerang keselatan, tapi nyatanya dia balik menusuk keutara.

   Serangan-serangannyapun sangat kuat pula, tapi sama sekali tidak kelihatan dia membantu Chit-biauw-sin- kun atau pihak yang manapun.

   Karena sesudah menyerang keempat orang itu ada kalanya diapun menyerang juga Chit-biauw-sin-kun dengan sama dahsyat dan ganasnya.

   Maka orang banyakpun yang melihat sepak-terjangnya, segera menduga kalau-kalau dia itu seorang edan yang berotak angin-anginan.

   Barisan pedang dari kelima ahli silat ini adalah meniru gerak-gerik orang menangkap burung Hong-niauw, yang mereka berhasil ciptakan selama sepuluh tahun yang lampau itu, tapi pada waktu itu mereka hanya membentuk siasat penjagaan belaka terhadap diri mereka sekalian.

   Karena dengan ini mereka tidak pernah menciptakan daya menyerang lawan.

   Belakangan setelah bertempur dengan Bwee San Bin, barulah mereka berusaha menambah daya serangan mereka, sehingga kini barisan mereka ini telah menjadi sangat ampuh sekali, karena bukan saja penjagaannya sangat rapat, malah penyerangannyapun dapat dilakukan sama kuatnya.

   Serangan-serangan pemuda yang berkedok dan datang belakangan ini, sungguh ganas dan dahsyat sekali, hingga hanya Lie Siauw Hiong sendiri yang dapat mengenalinya, karena permainan pedang pemuda yang berkedok ini bukan lain daripada pelajaran ilmu pedang yang bernama 'Pek- ciok-kiam-hwat' ciptaannya Raja Racun Kim It Peng.

   Sedang si pemuda ini tentulah bukan lain daripada muridnya yang bernama Kim Ie itu.

   Lie Siauw Hiong telah mengenalinya sebagai pemuda yang kemarin hendak coba menamatkan riwayatnya dengan jalan membunuh diri, hanya entahlah, apakah dia sesungguhnya sudah menjadi gila ? Pada saat itu Tian-mo Kim Ie setelah dengan beruntun menyerang sehingga tiga kali, tapi yang kesemuanya itu dapat ditangkis oleh Kouw Am Siang-jin, tidak tahu apa sebabnya, sekonyong-konyong dia menjadi kalap sekali.

   Sepasang kakinya ditendangkan dan pedangnya sejajar dengan tanah dan lalu secara lurus ditusukkan kearah lawan-lawannya.

   Oleh karena barisan yang dibentuk mereka hanya terbatas dalam lingkungan enam atau tujuh meter saja bundarannya, maka serangan yang dilancarkan Kim Ie dengan secara dahsyat ini, dengan cepat sekali telah membentur pedang Li Gok dan Cek Yang Too-jin, tapi Kim Ie terus saja melanjutkan menusuk lawannya, hingga kemudian terdengar suara "traaaang"

   Yang nyaring sekali.

   Ternyata pedang Cek Yang Too-jin telah kena ditusuk olehnya, hanya Li Gok sebaliknya telah mengulurkan pedangnya dan lantas menabas pedang Kim Ie sehingga kutung.

   Dan bertepatan dengan kejadian tersebut, dari dalam kurungan mereka lantas melayang keluar dua orang, yang gerak-geriknya sangat pesat sekali.

   Kemudian terdengar suara "traaaaang"

   Yang nyaring sekali, karena ternyata pedang-pedang Cek Yang, Kouw Am dan Cia Tiang Kheng telah saling beradu satu sama lain, untung juga pedangnya Li Gok tidak turut juga beradu, kalau tidak, niscaya pedang-pedang itu akan menjadi patah seluruhnya.

   Seketika itu juga, Chit-biauw-sin-kun lalu memegang tangannya Gouw Leng Hong, diajak berdiri disebelah luar lingkungan barisan mereka dalam jarak setombak jauhnya.

   Hanya Cia Tiang Kheng seorang yang mengetahui, bahwa pribadi 'Chit-biauw-sin-kun' dipalsukan oleh seorang pemuda yang menyamarnya, ...

   sekalipun dia tidak mengetahui siapakah gerangan nama pemuda tersebut, tapi disaat itu dia telah melihat permainan pedang pemuda tersebut sangat luar biasa sekali, hingga didalam hati dia berpikir .

   "Sepuluh tahun yang lampau Bwee San Bin sendiri masih tidak selihay dia, hingga tidak dinyana bahwa orang yang datang belakangan ternyata lebih dahsyat daripada Bwee San Bin yang dahulu, sehingga patut sekali aku menyerah kalah kepadanya."

   Sesungguhnya, dia baru berumur tiga puluh tujuh tahun.

   Ketiga orang kawannyapun sama-sama sedang memikirkan tentang kelihayan pemuda kita ini, karena caranya Lie Siauw Hiong melangkah keluar dari barisan pengurungan mereka, adalah terlampau aneh dan luar biasa sekali.

   Merekapun tidak berhasil memikirkan, sebenarnya barisan mereka ini dimanakah letak kelemahannya ? Sebenarnya barisan mereka ini tidak terdapat titik yang lemah, tapi mereka tidak mendusin, bahwa mereka telah terbentur dengan ilmu 'Kit Mo Sin Pouw' yang luar biasa dari Hui Tay Su, ditambah lagi dengan Kim Ie yang sembarangan menusuk kian-kemari dan mengacau, maka dengan menggunakan kesempatan tersebut, harulah Lie Siauw Hiong dapat menerobos keluar, sambil membarengi mempergunakan ilmu 'Kit Mo Sin Pouw', yang nyatanya mereka tak dapat memecahkan keunggulannya.

   Dalam pada itu, sekonyong-konyong terdengar suara orang yang meloncat keluar dengan mengeluarkan suara "sreeet"

   Yang cepat sekali.

   Ternyata Kim Ie dengan menggunakan kesempatan selagi orang berlaku lengah, diapun lekas-lekas loncat keluar dari dalam kepungan lawannya, hingga sesaat kemudian ia telah berdiri disuatu tempat yang sekarang terpisah dengan Lie dan Gouw kedua pemuda kita tidak sampai satu tombak jauhnya.

   Dalam hati Lie Siauw Hiong .

   "Sesungguhnya tidak dinyana, bahwa barisan pedang lawan ini sukar sekali ditembusinya, lebih-lebih karena ancaman pedang Li Gok yang paling berbahaya sekali. Sayang pedang 'Bwee Hiang Kiam'-ku belum selesai dibikin, kalau tidak, kau boleh rasakan betapa dahsyatnya tabasannya !"

   Sedangkan didalam hati Li Gok pun berpikir .

   "Tidak disangka Bwee San Bin dari kematian berbalik dapat hidup kembali, begitupun kepandaian anaknya Gouw Ciauw In ini meski agak lemah, tapi tidak boleh dipandang ringan. Setelah itu, ditambah pula dengan orang edan yang memakai kedok ini, hanya belum diketahui, apakah kawan atau lawan. Maka bila pertempuran hari ini dilanjutkan juga, sesungguhnyalah sukar diduga bagaimana untung- ruginya ..."

   Setelah berpikir sampai disitu, dengan suara yang nyaring sekali dia berseru .

   "Pertemuan hari ini untuk sementara ditutup dahulu, dibelakang hari kita pasti akan melanjutkannya pula !"

   Sambil berkata demikian, dia memberi isyarat dengan kedipan mata kepada Kouw Am Siang-jin, hingga kawan-kawannyapun yang berpendapat demikian juga, lalu berseru pada murid-murid mereka dengan suara nyaring .

   "Ayoh, mari kita berangkat !"

   Bersamaan dengan itu, beberapa puluh bayangan orang lantas tampak melayang turun kebawah gunung, hingga disitu hanya ketinggalan Cia Tiang Khen seorang yang kemudianpun berloncat juga turun kebawah gunung.

   Para pendekar ketika melihat pertempuran itu dihentikan untuk sementara waktu, sedangkan kelima ahli silat itupun sudah pada berlalu, mereka mengetahui bahwa Bwee San Bin tidak boleh sembarangan diganggu, maka merekapun dengan terpaksa harus turun gunung pula.

   Sepasang perampok dari Shoa-tang Lim Siauw Coan dan Liok Hong pun mencampurkan diri mereka diantara orang banyak yang turun gunung itu.

   Sekalipun benar mereka benci sekali terhadap Chit-biauw-sin-kun, tapi orang yang dibenci itu terlampau gagah dan bukan lawan mereka yang setimpal, oleh karena itu dimanalah mereka berani untuk menantangnya ? Sebentar saja keadaan digunung tersebut menjadi sunyi-senyap, hingga selanjutnya hanya suara angin gunung saja yang bertiup.

   Sekarang disitu hanya ketinggalan tiga orang saja, yaitu Lie Siauw Hiong, Gouw Leng Hong dan Tian-mo Kim Ie.

   Diantara mereka bertiga, terdapat dua orang yang memakai kedok.

   Lie Siauw Hiong waktu memikirkan baju luar yang dia lemparkan kedalam hutan tadi, buru-buru dia pungut kembali, dan diwaktu dia kembali ketempatnya semula, dia melihat sesuatu kejadian yang agak aneh.

   Dia lihat orang yang berkedok itu melototkan matanya pada Gouw Leng Hong.

   Sepasang mata yang ditatapkannya itu mengeluarkan sinar kekejaman yang sukar dilukiskan.

   Dia ini maju setindak demi setindak mendekati kepada Gouw Leng Hong, sedangkan dari mulutnya telah diucapkannya kata-kata yang hanya samar-samar saja terdengarnya.

   Sekonyong-konyong Gouw Leng Hong merasakan ada hawa dingin yang meniup kakinya, hal mana telah membikin dia menjadi terkejut dan tanpa disengaja buru- buru mundur sehingga empat lima langkah jauhnya.

   Kim Ie maju tiga langkah lagi, sedangkan Gouw Leng Hong yang merasa sangat jeri segera mundur juga tiga langkah.

   Sekonyong-konyong Lie Siauw Hiong berseru terkejut, karena dia melihat dibelakang Gouw Leng Hong terletak jurang sangat dalam yang tidak terlihat dimana dasarnya.

   Kini badan Gouw Leng Hong terpisah dengan jurang itu tidak sampai satu meter jauhnya, tapi Leng Hong seakan- akan tidak menyadari bahaya yang sedang mengancam atas dirinya itu.

   Tiba-tiba Kim Ie tertawa seperti orang edan dan kemudian berseru .

   "Kau ... mukamu sangat tampan sekali, aku benci kepadamu, aku ingin membunuhmu ... hi hi hi, bukankah kau sangat tampan sekali ? Akupun pernah setampan kau ini pada waktu dahulu, hi hi hi ... aku ingin membunuhmu ... hi hi ..."

   Gouw Leng Hong merasa sangat geram, tapi dengan memberanikan hatinya dia berseru .

   "Kau siapa ?"

   Dengan nekad dia coba menjambak topeng orang edan ini, tapi Kim Ie tidak bergerak barang sedikitpun.

   Ia biarkan Leng Hong menjambret topangnya itu.

   Breeeet, lantas tutup muka Kim Ie terjambak sehingga terbuka ...

   Astagafirullah ! ...

   dengan hanya mengeluarkan dua kali suara teriakan yang menusuk kesunyian, kemudian kedua orang itu tidak mengeluarkan suara apa-apa pula.

   Ternyata waktu Gouw Leng Hong membuka tutup muka Kim Ie, dia melihat bahwa muka orang itu sangat menakuti sekali, hidungnya agaknya sudah patah tulangnya, mukanya yang hitam tampak bekas luka-luka yang hebat sekali, dagingnya yang merah menonjol diantara kulit mukanya.

   Dan kecuali sepasang matanya, mukanya seakan- akan digerat oleh golok berapa kali, sedang kulitnyapun tampak pecah-pecah.

   Sambil berseru dengan perasaan terkejut, Gouw Leng Hong mundur setengah langkah pula kebelakang dan kali ini Kim Ie pun malah maju menubruk ...

   Lie Siauw Hiong yang menginsyafi akan bencana yang mungkin dialami kawannya, diapun segera berseru dengan suara keras, kemudian dengan mengeluarkan ilmu 'Kit Mo Sin Pouw' badannya maju dengan pesat sekali, untuk menolong pada kawannya itu.

   Tapi jambretan tangan Lie Siauw Hiong ini hanya dapat menangkap bekas kaki Kim Ie saja, yang kemudian tidak berhasil dia sampaikan, maka dengan mengeluarkan suara teriakan keras, Kim Ie segera memeluk tubuh Gouw Leng Hong yang sudah sama-sama jatuh kedalam jurang.

   Badan mereka dengan cepat sekali jatuh kebawah jurang yang sangat dalam itu.

   Lie Siauw Hiong pun tidak menghentikan pergerakan kaki tangannya.

   Dia pun turut menerjunkan dirinya kedalam jurang itu, dan dengan jalan meringankan tubuhnya ia turun kebawah jurang bagaikan daun kering yang jatuh dengan menuruti hembusannya angin.

   Diatas puncak Jit-koan-hong keadaan tampak sunyi senyap, hingga hanya terdengar suara daun berkeresekan ditiup angin gunung.

   Disitu, dengan berdiri dan memandang kedasar jurang tersebut, dia tidak melihat dimana adanya Gouw Leng Hong dan Kim Ie yang jatuh terjerumus tadi.

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dalam keadaan begitu dia menghela napas dan lalu berkata pada dirinya sendiri .

   "Lie Siauw Hiong, ai ! Kau ini benar-benar seorang yang tidak beruntung sekali, setiap ada orang yang berbaik denganmu, lantas saja orang tersebut menemui bencana. Ayah dan ibumu telah mati secara mengenaskan sekali, Bwee Siok-siokmu telah dipedayakan lawannya sehingga jadi orang yang bercacat, Houw Jie Siok-mu mati terbunuh entah oleh siapa. Siauw Kun dan Ceng Jie mati terkubur didasar lautan, sedangkan mati hidupnya Bwee Leng masih tidak diketahui dengan jelas. Oh, Tuhan, mengapa Kau berlaku kejam sekali terhadapku ? Sekarang Kau merampas pula kawanku yang karib Gouw Twako. Tunggulah, setelah aku berhasil membalaskan segala sakit hatiku ini, akupun akan mengasingkan diri menjadi pertapa saja. Twako, ya, baik- baiklah kau beristirahat disini, aku pasti akan membalaskan sakit hatimu !"

   Sekonyong-konyong dia teringat akan gadis cantik Souw Hui Cie itu. Dalam hatinya dia berpikir .

   "Souw Kho-nio pernah berjanji untuk saling bertemu satu kali lagi, tapi kenyataannya dia ingin bertemu dengan Gouw Twako belaka. Tapi sekarang, cara bagaimana aku dapat menjumpainya ? Ai, didunia ini mengapakah banyak sekali kesedihan yang menimpah atas diri manusia ?"

   Semakin dia berpikir, hatinya dirasakannya semakin kusut saja. Begitulah sesudah mengubur mayat Ie Tiong yang setia itu, Siauw Hiong segera meninggalkan daerah pegunungan itu. (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 23 Di hilir sungai Bin Kang di Su Coan, terdapat sebatang sungai kecil yang airnya mengalir langsung dari atas gunung.

   Air itu mengalir terus kesebuah tempat yang berbentuk bundar bagaikan telaga, dan tempat ini dipanggil orang See Liong Peng.

   Penduduk didaerah tersebut sangat jarang sekali, disitu orang banyak memelihara ayam dan anjing.

   Disekitar tempat itu yang dapat disebutkan sebagai satu dunia yang terpisah dari tempat-tempat yang lainnya, sejauh beberapa ratus lie luasnya semua ditumbuhi oleh pohon-pohon bwee yang berwarna merah dan putih, sedangkan tumbuh-tumbuhan lainnya tidak kedapatan tumbuh disitu.

   Tatkala itu adalah bertepatan pada musim dingin, hingga angin musim dingin yang menghembus dengan ganasnya, menyebabkan dari atas langit terus-menerus turun salju yang tidak henti-hentinya.

   Angkasa raya berwarna kelabu, sedangkan dibumi tampak putih bagaikan perak.

   Pohon-pohon bwee didaerah tersebut sudah pada mekar dan menyiarkan bebauan yang harum semerbak, sedangkan warna bunga-bunganya yang putih dan merah sungguh membuat tempat disitu tampak sangat indah dan permai dipandang mata.

   Disudut kiri tempat itu terdapat sebuah gubuk yang atapnya penuh ditaburi oleh salju yang tebal dan putih bagaikan perak.

   Didalam gubuk tersebut terdapat sebuah meja batu didepan mana tampak dua orang tua yang sedang main catur, dengan disamping mereka ada beberapa orang yang turut menyaksikan pertempuran tersebut.

   Ditiap waktu biji- biji catur itu digeserkan, maka terdengarlah suara yang seolah-olah menandakan bahwa papan catur itupun dibuat juga daripada batu pula.

   Tapi anehnya gubuk itu tidak mempunyai dinding, sehingga hawa udara didalamnya terasa amat dingin sekali, sedangkan disudut gubuk itu dinyalakan api untuk bantu memanaskan hawa disitu.

   Seketika itu tirai pintu disebelah kanan tiba-tiba tersingkap dan dibarengi dengan masuknya orang tua yang janggutnya sudah putih, rambutnyapun seakan-akan sudah botak karena terlampau banyak yang rontok, sedangkan dimukanya yang tampak kisut-kisut, menandakan bahwa usia orang itu sudah sangat tua, tapi gerak-geriknya masih gagah dan kuat.

   Orang tua ini membawa sebuah tempat arak, hingga tidak salah lagi jika dia hendak pergi kekedai untuk membeli arak.

   Orang-orang disekelilingnya yang sedang menyaksikan kedua orang tua itu main catur, ketika melihat kedatangan orang tua ini segera tampak sangat menghormati sekali, maka dengan serentak mereka bertanya .

   "Bwee Kong Hin, apakah kau baik-baik saja ? Salju turun sedemikian besarnya, apakah kau orang tua datang kesini hendak menyaksikan juga orang mengadu catur ?"

   Orang tua itu dengan sikap yang ramah lalu menjawab .

   "Aku ingin pergi kekedai arak untuk membeli arak 'Bwee Cu' dengan sekalian juga ingin menyaksikan Loo Gouw main catur disini."

   Orang tua yang duduk dihadapannya itu dan benar bernama Loo Gouw, ketika mendengar pembicaraan itu lalu mengangkat kepalanya memandang pada orang yang baru datang itu sambil mengangguk memberi hormat dan berkata .

   "Ternyata itulah Bwee Loo Sian-seng ..."

   Kemudian diapun melanjutkan permainan caturnya.

   Menurut kata orang, dia sudah dapat memperhitungkan sembilan langkah terhadap catur yang dia akan jalankan itu, kini waktu dia berhadapan dengan orang tua yang menjadi lawannya itu dan agaknya sangat memakan tenaga juga, tidak terasa lagi diapun lalu maju menghampiri kedua orang yang tengah mengadu catur tersebut.

   Orang disampingnya lalu memperkenalkan Bwee Sian- seng sambil berkata .

   "Orang ini adalah Kim Hu Sian-seng, seorang ahli catur yang kenamaan dikota-raja. Waktu dia lewat disini, dia mampir dan dengan sengaja dia menantang Loo Gouw mengadu catur sehingga sepuluh babak."

   Bwee Sian-seng yang mendengar perkataan itu, diapun menjadi terperanjat juga, tampaknya diapun mengetahui, bahwa Kim Hu Sian-seng ini memang seorang pemain catur yang terkuat dikotanya sendiri.

   Pada saat ini telah tibalah pada babak yang menentukan, dalam mana nyata sekali kedudukannya Loo Gouw tidak menguntungkan, maka setelah dia menjalankan sekali biji caturnya, seterusnya dia termenung berpikir lama sekali.

   Orang disekitarnya semuanya belum pernah menyaksikan Bwee Sian-seng main catur, mereka semua adalah orang-orang sendiri, merekapun insyaf akan kedudukan yang tidak menguntungkan bagi kawan mereka itu.

   Maka setelah menyaksikan kedudukan tersebut, merekapun turut merasa kuatir juga, mereka semuapun turut memikirkan daya untuk melawan permainan catur lawan itu.

   Karena bila sampai kejadian kawan mereka mengalami kekalahan, maka mereka sekalianpun akan turut merasa hilang muka.

   Pada saat itu tiba-tiba tirai pintu tersingkap pula, kemudian lagi-lagi seseorang berjalan masuk, tapi karena mereka semua sedang memperhatikan orang-orang yang sedang main catur, maka tidak tahu kalau ada seseorang yang juga telah masuk kesitu.

   Hanya Bwee Sian-seng seorang menolehkan kepalanya memandang, tapi diapun mendadak jadi sangat terkejut.

   Orang yang baru masuk ini ternyata ada seorang anak sekolahan yang berumur setengah tua, mukanya tampak sangat bersih dan tampan, dia tampak asing dan bukan berasal dari desa itu.

   Satu hal yang aneh adalah sekalipun hari begitu dingin dan turunnya hujan salju yang begitu lebat, tapi dibadannya tidak menempel barang segumpal saljupun, bahkan tubuhnya yang hanya memakai pakaian biru yang tipis, seakan-akan terhadap hawa udara yang begitu dingin dia tidak merasakan sama sekali.

   Dengan menilik pada kejadian ini, orang segera mengetahui bahwa jika orang itu tidak mempunyai kepandaian tenaga-dalam yang sudah mencapai pada puncaknya yang tertinggi, niscaya tidak mungkin ia dapat datang kesitu dalam keadaan yang begitu mengherankan orang.

   Orang yang baru mendatangi itu lalu memandang pada orang-orang yang berkumpul disitu dengan sorot mata tajam, kemudian dialihkan dengan cepat kearah permainan catur yang lainnya.

   Tampaknya diapun sangat tertarik dengan perminan catur yang sedang berlangsung itu.

   Anak sekolahan setengah tua ini lalu melirikan matanya pada Loo Gouw, seakan-akan dia sangat terperanjat sekali menyaksikan permainan kedua orang yang luar biasa ini, malahan diapun terpekur bagaikan hedak bantu berusaha untuk mencari jalan bagi si Loo Gouw itu.

   Keadaan dalam gubuk itu tampak hening dan sunyi sekali, hingga hanya terdengar suara api meletik membakar dahan-dahan pohon dan daun-daun yang kering, tapi biji catur Gouw situa itu masih berada ditengah-tengah papan catur, sedangkan sepasang alisnya yang sudah putih tampak dikerutkan, seolah-olah merasa bingung kearah mana biji itu harus digeserkannya, tapi Kim Hu Sian-seng yang duduk dihadapannya tampak bangga sekali pihak musuhnya menghadapi kesulitan.

   Sang waktu sedetik demi sedetik telah berlalu, tapi biji caturnya Gouw situa masih juga belum bisa dijalankan, secara sekonyong-konyong saja mulut dari tempat araknya Bwee Sian-seng menunjuk pada papan kotak disebelah kirinya sambil berkata .

   "Loo Gouw, disini masih ada kotak yang kosong !"

   Beberapa orang yang mendengar perkataannya mengira dia ini hanya berkelakar saja, tapi orang sekolahan setengah tua itu tampaknya sangat terperanjat sekali.

   Bwee Sian-seng dengan sikap tidak sabaran lalu menganggukkan kepalanya dan berkata pada orang banyak .

   "Aku masih harus pergi mencari arak, karena jika sampai terlambat, dikuatirkan arak orang she Tan itu akan terjual habis."

   Sehabis berkata begitu, maka diapun lalu berjalan pergi.

   Rasa heran dimuka anak sekolahan setengah tua itu belum lagi lenyap, ketika dengan tiba-tiba terdengar suara biji catur yang digeserkan oleh Gouw situa dikotak kosong yang ditunjukkan oleh Bwee Sian-seng tadi.

   Perubahan yg ajaib ini membuat orang banyak merasa tercengang, karena dengan dijalankannya biji catur ini, ternyata telah mengubah seluruh jalan permainan catur selanjutnya, sehingga Gouw situa dari pihak yang kalah berbalik menjadi pihak yang menang.

   Orang banyak tidak mau percaya, bahwa orang tua sebagai Bwee Sian-seng yang biasanya tidak suka main catur itu, dapat menemukan daya yang sempurna dan tepat sekali, oleh karena itu, mereka hanya mengira bahwa hal itu telah dilakukan siorang she Bwee dengan secara kebetulan saja.

   Kim Hu berpikir sebentar sambil menghela napas dan berkata .

   "Biji catur yang kau jalankan sekali ini, benar- benar hebat hasilnya, hingga untuk ini aku harus mengaku kalah."

   Gouw situa mengetahui, bahwa dirinya telah dibikin mendusin oleh Bwee Sian-seng, hingga tidak perduli apakah Bwee Sian-seng dengan secara sengaja atau tidak, tapi nyatanya dia telah berhasil menjadi pihak yang menang, maka dengan tersenyum girang diapun tidak menjawab perkataan lawannya itu.

   Anak sekolahan setengah tua itupun dengan diam-diam berjalan keluar pula.

   Ia berjalan dengan langkah yang cepat sekali dan lebar, sehingga dalam sedikit waktu saja ia telah mencapai jarak puluhan tombak jauhnya.

   Dibawah hembusan angin utara yang tajam, ia berjalan diatas salju dengan tidak meninggalkan bekas.

   Sedangkan dari mulutnya telah diucapkannya kata-kata yang seolah-olah ditujukan untuk dirinya sendiri .

   "Orang tua itu benar-benar hendak bermaksud memberikan petunjuk kepada pemain catur kawannya itu, tapi petunjuknya itu sesungguhnya terlalu luar biasa sekali, ai, tidak mungkin agaknya, bahwa didunia ini ada orang yang kepandaian caturnya melampaui daripada aku !"

   Tapi karena tertarik pada beratus-ratus pohon Bwee yang tumbuh disitu, diapun lalu memperlambat tindakannya.

   Pada saat itu haripun sudah menjelang senja, salju yang turun semakin lama semakin lebat, hingga tumpukan salju yang tampak ditanah sudah beberapa meter tingginya, dan dari jarak yang agak jauh, tampak bayangan orang tua itu sedang berjalan mendatangi.

   Ia melangkah dengan agak sukar diantara salju yang sedemikian tebalnya.

   Sambil membawa arak ditangannya, ia berjalan dengan meninggalkan bekas kaki yang dalam diatas salju, tapi begitu bekas kaki itu tertera diatas salju, sebentar saja bekas kaki itu lenyap tertutup pula oleh salju yang turun kemuka bumi dengan amat lebatnya.

   Setelah orang tua itu telah berjalan cukup dekat, ternyata dialah Bwee Sian-seng adanya.

   Sekarang dia sudah balik kembali habis membeli arak sedang didalam hatinya ia berpikir .

   "Orang sekolahan setengah tua itu sungguh tinggi sekali ilmu meringankan tubuhnya ... Ai, waktu aku masih muda, gunung es ataupun jurang api akupun akan pergi juga, tapi sekarang sampaikan angin dan salju saja aku tidak tahan. Ah sungguh aku ini sudah tua !"

   Sekonyong-konyong dia menghentikan langkahnya, karena anak sekolahan setengah tua itu ternyata sedang berdiri memandangi pohon-pohon bwee yang banyak terdapat disitu, bajunya berkibar-kibar ditiup angin, dan tampaknya dia sedang kesemsem oleh pemandangan alam di See Liong Peng disitu.

   Waktu Bwee Sian-seng berjalan dekat, terdengarlah anak sekolahan setengah tua itu berkata dengan suaranya yang nyaring .

   "Aku yang telah mengembara kemana-mana, segala tempatpun aku anggap sebagai rumahku sendiri, hanya perasaan orang saja yang sukar diduga ..."

   Mendengar ucapan itu, Bwee Sian-seng menjadi sangat terkejut, dan diam-diam dia berkata .

   "Anak sekolahan ini sungguh pandai sekali, hanya entahlah bagaimana lanjutannya syairnya itu ?"

   Oleh karena kebangusan syairnya ini, maka si anak sekolah itu tampaknya sukar sekali memilih kalimat terakhir sebagai penutupnya, hingga sesaat ia jadi berdiri terbengong dengan pikiran bagaikan terpaku.

   Sekonyong-konyong dari arah belakangnya terdengar suara orang tua itu yang melanjutkannya .

   "Bagaikan salju yang melayang turun dengan sangat indahnya."

   Mendengar kalimat lanjutannya itu, si anak sekolahan itu tiba-tiba menepuk pahanya tanpa terasa lagi dan berseru .

   "Itulah sesungguhnya kalimat yang bagus sekali !"

   Maka diapun lalu mengulangi kalimat yang disebutkan oleh orang tua itu.

   Pada saat itu haripun sudah mulai gelap, kabut tebal yang kini meliputi pohon-pohon tersebut tidak dapat lagi dibedakan dengan nyata seperti semula.

   Anak sekolahan itu lalu menolehkan kepalanya dan memberi hormat pada Bwee Sian-seng sambil berkata .

   "Aku ini adalah seorang yang tengah mengembara dan untuk pertama kalinya menjumpai dikau disini. Tadi aku telah menyaksikan kepandaianmu yang sangat luar biasa itu, hingga aku menganggap bahwa petunjukmu dalam soal catur tadi, tenaga menggempurnya bagaikan sungai yang besar, sedangkan penjagaannya yang kuat bagaikan tembok besi saja. Kepandaianmu itu benar-benar sangat langka !"

   Mendengar pujian orang itu, Bwee Sian-seng hanya mengganda tersenyum dan lalu diapun membalas memberi hormat sambil berkata .

   "Kawan, kau sungguh amat simpatik sekali, ingin rasanya aku orang yang sudah tua ini berkenalan dengan dikau."

   Anak sekolahan setengah tua itu lalu menjawab .

   "Siauw Seng (saya yang rendah) mempelajari ilmu surat dan silat dengan serba mentah matang, disamping itu, akupun gemar melukis, dengan begitu aku hidup didunia ini dengan pelajaran yang serba-serbinya tak dapat kupelajari sehingga sempurna betul. Hari ini aku berjumpa dengan tuan, bila tuan tidak berkeberatan, sudikah kiranya kita bercakap- cakap untuk sesaat lamanya ?"

   Bwee Sian-seng lalu tertawa bergelak-gelak dan kemudian lalu menjawab .

   "Bila kau mempunyai hasrat demikian, akupun sudah barang tentu tidak merasa berkeberatan apa-apa."

   Kemudian kedua orang ini lalu saling menanyakan she dan nama masing-masing, anak sekolahan itu memperkenalkan dirinya sebagai seorang she Gouw dalam percakapan yang dilakukan selanjutnya, ternyata mereka berdua dapat saling menyocoki pada satu sama lain, hingga agaknya mereka menyesal sekali tidak dapat saling bertemu terlebih siang.

   Diam-diam anak sekolahan itu berkata pada dirinya sendiri .

   "Aku Bu Heng Seng yang mengaku diri sudah sempurna dalam kepandaianku didunia ini, siapa sangka ditempat yang begini sunyinya telah dapat menjumpai seorang tua yang begini simpatik. Sayang sekali dia tidak paham bugee, bila tidak, pasti sekali aku Bu Heng Seng baik dalam ilmu surat maupun ilmu silat akan kalah setingkat dari orang tua ini."

   Oleh sebab itu, maka kita ketahuilah bahwa anak sekolahan setengah tua itu bukan lain daripada pemilik pulau Bu Kek Too yang bernama Bu Heng Seng itu. Lama-lama Bwee Sian-seng membuka mulut .

   "Gouw Heng kenapa begitu merendah ? Tadi Gouw Heng mengatakan, bahwa ilmu silatmu tidak sempurna, tapi menurut pendapatku, pasti sekali kaupun mempunyai kepandaian yang tinggi sekali. Loohu (orang tua membahasakan dirinya sendiri) sangat asing dalam lapangan tersebut, tapi Loohu sangat gemar sekali menyaksikan kegagahan kaum pendekar."

   Bu Heng Seng tampak sangat tertarik sekali dengan percakapan tersebut, maka dengan suaranya yang nyaring ia tertawa dan berkata .

   "Sekalipun kepandaianku tidak sempurna, dan pasti sekali kau akan menertawakannya bila telah menyaksikan kemampuanku ini, hari ini biarlah aku mempertunjukan kejelekanku dihadapanmu."

   Sudah itu, dia berniat akan memainkan ilmu pedangnya tanpa mempergunakan pedang sungguhan.

   Dalam hati dia mentertawakan Bwee si tua, yang tidak dapat mengetahui bahwa dirinya adalah seorang yang tinggi sekali kepandaiannya.

   Sesudah berkata, lalu dia patahkan sebuah cabang pohon Bwee, dengan mana dia berkata .

   "Dengan ini aku hendak memperlihatkan permainanku yang jelek itu !"

   Kemudian ia mempergunakan cabang bwee untuk mempertunjukkan tipu-tipu silat yang aneh dan tidak putus-putusnya, hingga itu sesungguhnya indah sekali dimainkannya.

   Apa lagi cabang pohon itu dapat mengeluarkan angin yang menderu-deru bagaikan pedang sungguhan, hingga gerakan-gerakannya bertambah indah saja dipandang mata.

   Dalam hati Bwee Loo-sian-seng tidak putus-putusnya merasa terkejut dan tanpa terasa pula dia telah mengeluarkan keringat dingin, dan diwaktu dia menyaksikan pertunjukkan itu sampai dipuncaknya, diam- diam dia berpikir didalam hatinya .

   "Sekalipun kepandaianku telah lenyap seluruhnya, sekarang aku berbalik seperti orang biasa saja, tapi selama sepuluh tahun ini aku telah bertambah maju dalam hal penyelidikan permainan ilmu silat dari tiap-tiap golongan. Dan meski tenaga-dalamku sudah lenyap, tapi kepandaianku secara perseorangan telah memperoleh kemajuan yang tidak sedikit. Tapi permainan pedang yang sedemikian sempurnanya ini, sekalipun pada waktu dahulu dan sewaktu tenaga-dalamku belum punah, aku masih tidak mungkin berhasil dapat mencapai tingkat ini, oleh sebab itu, siapakah gerangan orang ini sebenarnya ? Apakah barangkali, kecuali Tiga Dewa Diluar Dunia, masih ada orang kuat lain yang dapat melebihi aku ?"

   Tampaknya Bwee Sian-seng tidak pernah menduga, bahwa Tiga Dewa Diluar Dunia itu akan memasuki Tiong Goan, sedangkan salah seorang antaranya, adalah apa yang kini tampak dihadapannya.

   Tapi dengan lekas perhatiannya tertarik oleh permainan pedang dari cabang pohon bwee yang dilakukan Bu Heng Seng itu, sehingga semangat belajarnya diam-diam terbangkitkan pula dalam hati sanubarinya.

   Sebaliknya Bu Heng Seng yang memperhatikan bahwa Bwee Sian-seng ini setiap dia keluarkan tipu-tipu yang aneh mula-mula tampaknya merasa tercengang, kemudian dia memperlihatkan wajahnya yang wajar.

   Dan meski beberapa kali dia berbuat demikian dan orang tua itupun sama saja gerak-geriknya, maka didalam hati Bu Heng Seng tidak terasa lagi timbul rasa curiganya, kemudian dengan secara sekonyong-konyong dia keluarkan tipu-tipu .

   'Hiauw-hong- can-gwat' (angin fajar menghembus bulan sabit), 'Bu-sit- lauw-tay' (kabut menutupi ranggon) dan 'Gwat-bie-cin- touw' (bulan sesat dalam perlintasannya).

   Hanya dalam jurus yang kedua, yaitu tipu 'Bu-sit-lauw- tay' Bu Heng Seng telah sengaja memperlihatkan gerakan yang salah.

   Setelah dia mainkan ketiga jurus ini, lalu dia hentikan permainannya dan melirik kearah Bwee Sian-seng, yang hanya menolehkan pandangannya ketempat yang jauh, dan setelah bersunyi sejurus, barulah dia berkata .

   "Ketiga jurus yang Gouw Sian-seng tadi mainkan itu, sesungguhnya bagus sekali. Tapi apakah boleh kau mainkan sekali lagi, agar supaya aku situa bangka dapat memperhatikannya dengan lebih cermat lagi ?"

   Dalam hati Bu Heng Seng merasa tercengang sekali, lalu dia mempertunjukan kembali ketiga jurusnya tadi, dengan sengaja dia membuat kesalahan pula pada waktu sampai dijurus yang kedua. Bwee Sian-seng jadi terlepasan omong dan berkata .

   "Jurus keduamu itu apakah bukan terdapat sedikit kekeliruan ?"

   Tapi sesudah berkata sampai disitu, barulah dia teringat, bahwa dirinya sendiri bukankah sedang menyamar dan pura-pura tidak mengetahui sama sekali tentang ilmu silat ? Oleh karena berpikir sampai disitu, maka orang tua itupun tiba-tiba menutup mulutnya kembali.

   Tapi Bu Heng Seng sambil berseru lalu menyekal orang tua itu, sedang didalam hati dia berkata .

   "Orang yang dapat memecahkan kepandaianku ini, boleh dikata didunia ini tidak terdapat beberapa orang, maka kalau orang tua ini dapat memecahkan jurus yang keliru dan sengaja telah pelihatkan tadi, aih, niscaya orang itu tidak lain daripada dia si orang she Bwee ..."

   Maka setelah terpikir sampai disitu, tanpa banyak pikir lagi dia lalu menyekal orang tua itu.

   Bwee Sian-seng merasakan kakinya menjadi kendor, tidak bertenaga dan lemas sekali, sehingga diapun tidak dapat berlompat.

   Waktu Bu Heng Seng menyekal dirinya, tangan kanan Bwee Sian-seng dibalikkan sehingga lima jarinya tepat sekali memegang nadi Bu Heng Seng, tapi karena dia tidak bertenaga, maka tetap saja dia tak berhasil melepaskan tangkapan pemilik pulau Bu Kek Too itu.

   Bu Heng Seng dengan suara yang tajam sekali lalu bertanya .

   "Kau ini siapa ?"

   Terhadap pertanyaan orang ini, Bwee Sian-seng pun tidak dapat menyalahkannya, tapi diapun lalu balik bertanya .

   "Kau ini siapa ?"

   Dengan mengeluarkan suara jengekan dia menjawab .

   "Aku adalah pemilik pulau Bu Kek Too, Bu Heng Seng."

   Mendengar jawaban orang itu, tentu saja Bwee Sian-seng pun maklum, pantaslah orang itu mempunyai kepandaian setinggi itu, kiranya dialah bukan lain daripada salah seorang dari Tiga Dewa Diluar Dunia.

   Waktu keempat pasang mata mereka saling beradu, sekonyong-konyong saja Bwee Sian-seng timbul semangat jantannya, hingga janggutnya yang sudah berwarna putih tampak bergoyan-goyang, kemudian dengan suara yang nyaring sekali dia berkata .

   "Bwee San Bin ! Pernahkah kau mendengar nama itu ?"

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dalam keadaan begitu, si orang she Bwee tidak memperlihatkan lagi bahwa dia inilah seorang tua, sehingga Bu Heng Seng yang melihatnya, tidak berani memandang orang tua itu dengan secara langsung.

   Dengan suara yang membenci terdengar Bu Heng Selig berkata .

   "Ternyata kau ini adalah Bwee San Bin, hari ini aku akan menyuruh kau ..."

   Sekonyong-konyong dia rasakan nadinya maupun daging orang tua ini tidak memperlihatkan tenaga yang membalik, ternyata dia ini sudah kehilangan tenaga- dalamnya sama sekali, perkataannya yang kasar segera ditahan, maka dengan perlahan-lahan dia lepaskan cekalannya atas diri orang tua itu.

   Diapun segera mengerti akan kesukaran dan penderitaan orang tua ini sekarang, seorang yang mempunyai kepandaian yang sangat luar biasa, tapi kini telah berubah menjadi seorang biasa saja, hingga perasaan menderitanya yang sangat itu hanya dapat dikira-kirakan saja, karena dia sendiripun adalah seorang yang luar biasa pula.

   Bwee San Bin menggelengkan kepalanya yang rambutnya sudah pada putih, tampaknya dia tidak mau terima perasaan kasihan dari Bu Heng Seng ini.

   Maka dengan kukuh dia berkata .

   "Kepandaianmu yang tiga jurus itu sekalipun kelihatannya sangat bagus, tapi sebenarnya masih terdapat cacadnya."

   Jurus kedua yang diperlihatkan Bu Heng Seng itu memang tidak tepat, karena dia telah sengaja berbuat demikian untuk coba memecahkan penyamaran orang, tapi hal ini bukanlah seorang biasa yang dapat melakukannya, maka dengan sengaja dia bertanya .

   "Coba kau jelaskan !"

   Bwee San Bin lalu menjawab .

   "Asal saja aku mengeluarkan tipu 'Wie-to-lun-ngo' dari sebelah kiri, dan dari sebelah kanan aku keluarkan tipu 'Tan-yang-touw-wie' maka aku dapat membuat kau membuka lowongan dari sebelah kirimu."

   Bu Heng Seng waktu berpikir, benar saja dia menginyafi, bahwa tipu lawannya ini benar-benar sangat hebat sekali, dalam pada itu diapun lalu berkata .

   "Sekalipun bagian sebelah kiriku terdapat lowongan, tapi kakiku masih tetap memperlihatkan bentuk 'Pouw-kiong-sia-tiauw' (busur yang melengkung memanah rajawali), asal saja kau mengeluarkan jurusmu yang berikutnya, kakiku kedua- duanya pasti akan menendang pusarmu, dan berbareng dengan itu, tangan kiriku bergerak dalam siasat 'Heng-pek- hwa-san' (dengan melintang membelah gunung Hwa San), sedangkan tangan kananku akan menotok kedua pasang matamu. Coba kau pikirkan, hendak kemana kau berkelit ?"

   Bwee San Bin berpikir sejenak, kemudian lantas berkata dengan suara yang tenang sekali.

   "Bila aku menggunakan jurus 'Han-bwee-touw-jwee' (bunga bwee menjulurkan benang sari) dari jurus 'Kiu-cie-kiam-sek', dengan segera kau tidak dapat mempertahankan dirimu pula, karena 'Kiu-cie- kiam-sek' itu adalah ciptaanku sendiri. Aku kira kau belum pernah mendengar ada tipu demikian, bukan ?"

   Bu Heng Seng begitu mendengar bahwa dia inilah Bwee San Bin adanya, dengan segera dia teringat akan pemuda yang kini sudah terkubur didasar lautan ...

   yaitu Lie Siauw Hiong ...

   ternyata dia telah keliru mengenali orang, maka waktu mengingat yang dia telah menyebabkan orang muda itu sampai mati dan mayatnya terkubur didasar lautan, tidak terasa lagi hatinya merasa sangat terharu, sedangkan terhadap Bwee San Bin yang berada dihadapannya, dia sangat benci sekali seakan-akan, bila mungkin, dia ingin sekali memukul orang tersebut sampai mampus.

   Tapi waktu melihat yang kepandaiannya Bwee San Bin telah punah sama sekali, malahan diapun sudah begitu tua pula, sama sekali tidak tampak sebagai seorang yang dapat mempermainkan seorang wanita, maka terhadap kematiannya Biu Kiu Nio dia mulai timbul rasa curiganya.

   Malahan terhadap kepandaian Bwee San Bin yang sedemikian luar biasanya ini, dengan secara spontan timbul rasa agak jerih dan sayang didalam hatinya.

   Harus diketahui, bahwa Bu Heng Seng yang mempunyai kepandaian sangat tinggi itu, tidak ada satu juruspun yang dia tidak pernah pahamkan, biasanya dia sangat membanggakan dirinya sendiri, hingga terhadap kepandaian orang lain, dia tidak pandang walaupun sebelah matapun, bahkan dia sering berkata .

   "Sekalipun orang itu mempunyai kepandaian setinggi langit, dia toh tidak lebih tidak kurang daripada omong kosong belaka !"

   Dari sini dapat ditarik kesimpulan, betapa sombongnya pemilik pulau Bu Kek Too ini.

   Tapi dia tidak pernah menyangka, bahwa didalam daerah Tiong Goan masih terdapat seorang gagah seperti Bwee San Bin yang juga mempunyai kepandaian yang sangat mengejutkan.

   Karena disamping mempunyai keahlian yang tujuh macam itu, belum tentu dia dapat melebihinya, jika seandainya dia tidak pernah memakan buah yang mujijat itu.

   Lagi pula jika tanpa memakan buah mujijat itu.

   Bu Heng Seng tak mungkin untuk dapat menandinginya dalam segala bidang ilmu kepandaian yang dimiliki Bwee San Bin.

   Dahulu sewaktu nama Chit-biauw-sin-kun mulai terkenal, kabar itupun pernah didengarnya juga oleh Bu Hens Seng, tapi biar bagaimanapun dia tidak percaya bahwa didunia ini masih ada orang kedua yang kepandaiannya melehihi daripada dirinya, maka dengan tertawa dia pernah berkata pada isterinya Biu Chit Nio .

   "Nama tersebut hanya dapat menakuti kawanan perampok saja."

   Tapi sekarang dia telah menyaksikan sendiri bahwa kegagahan dan kepintaran orang ini, sesungguhnya bukan isapan jempol belaka. Dalam pada itu, sambil tertawa bergelak-gelak dia lalu berkata .

   "Jika membicarakan tentang tenaga-dalam, sekalipun tenaga-dalammu belum lenyap, kau masih bukan tandinganku, tapi jika berbicara tentang permainan pedang, hal itu tidak dapat dipersamakan satu sama lain, karena maju tidaknya orang itu, adalah tergantung dari kecerdikan serta latihan yang rajin. Kini marilah kita bertanding dengan hanya menyebutkan name jurus-jurusnya saja. Apakah kau setuju dengan saranku ini ? Ai, tampaknya kau percandu dalam minuman arak, baiklah dengan minum arak kau boleh mengajukan jurus-jurusmu untuk melawanku."

   Setelah berkata begitu, lalu dia patahkan kembali cabang pohon bwee itu, yang kemudian dengan cepat dia raut dengan tangannya, dan tampaknya dia telah menggunakan tenaga-dalamnya, karena terbukti sewaktu cabang tersebut diraut, lalu mengeluarkan asap dan kemudian terbakar, yang diwaktu jatuh kemuka bumi, salju disekitarnya lantas menjadi lumer sebagian besar.

   Bwee San Bin yang melihat dia telah menggunakan tenaga-dalamnya sebanyak tiga bagian, dan tenaga demikian baru mungkin bila seseorang telah berlatih selama ratusan tahun keatas, tapi lawannya ini tampaknya sangat muda sekali, memang dia sejak lama sudah mendengar, bahwa Bu Heng Seng tidak dapat menjadi tua, dan hal itu memang ternyata benar berbukti.

   Setelah api menyala, lantas Bu Heng Seng membuat tabunan dengan menyalakan api disitu, hingga hawanya menjadi hangat dan disamping itu merekapun dapat menghangatkan arak untuk diminum serta memanaskan badan mereka.

   Bwee San Bin lalu mengulurkan dengan lurus kelima jarinya, yang lantas dipakai menolak lawannya dengan jurus 'Han-bwee-touw- jwee' (bunga bwee menjulurkan benang sari), salah satu tipu ilmu pedang 'Kui-ciekiam-sek'-nya.

   Jurus 'Han-bwee-touw-jwee' ini sebenarnya istimewa dipergunakan untuk maksud menyerang.

   Dengan jurusnya ini dia berhasil menahan serangan lawannya, sedangkan salah satu jarinya dapat dengan segera menotok lawannya, sehingga walaupun lawannya berjaga-jaga, bila tidak berlaku hati-hati pasti akan terkena juga oleh totokan yang luar biasa ini.

   Bu Heng Seng yang melihat jurus tersebut, diapun mengetahui keanehannya jurus tersebut, maka diam-diam dia pikir bagaimana caranya untuk menggempur musuhnya, dan diwaktu dia menginsyafi bahwa serangannya kena dipatahkan oleh jurus lawannya ini, maka dia sangat memuji atas kepandaian orang, dan setelah berdiam sejurus, kemudian dia ulurkan tangannya untuk menggurat tanah, hingga seketika itu juga terdapat dua garis yang berliku-liku.

   Chit-biauw-sin-kun yang sudah kawakan, segera mengetahui apa maksud lawannya, yaitu dua garis itu hendak diartikan sebelum serangannya itu sampai pada sasarannya, dia pasti akan menghadapi serangan lawannya yang diubah menjadi jurus 'Heng-pek-Hoa-San' (dengan pukulan melintang memukul gunung Hoa San), karena dengan jurus inilah dia pasti akan dapat menghindarkan serangan lawannya itu.

   Chit-biauw-sin-kun berdiam sejenak, kemudian melihat kembali Bu Heng Seng membuat satu guratan pula.

   Maka tanpa banyak berpikir lagi dia lalu berkata dengan perasaan yang bangga sekali .

   "Kau yang memakai jurus 'Cu-kay- kim-leng' (membebaskan diri dari kurungan lonceng mas), sekalipun jurusmu ini baik, dalam penyerangan maupun dalam pertahanan kuat bagaikan tembok besi, tapi bila bertemu dengan 'Kiu-cie-kiam-sek' ciptaanku, maka hal itu tidak akan ada gunanya lagi."

   Sewaktu berbicara demikian tangan kiri Bwee San Bin dengan sebat sekali disodokkan kearah lawannya, hidupnya bagaikan batang Bwee yang dengan secara sekonyong- konyong disodorkan kemuka orang, dan jurus ini adalah apa yang disebut tipu 'Leng-bwee-hud-bian' (bunga bwee yang menyapu muka orang).

   Pemilik dari pulau Bu Kek Too Bu Heng Seng tidak pernah menduga, bahwa dia harus mengeluarkan kepandaiannya yang tunggal untuk dipakai menghadapi lawannya, maka begitu saling serang menyerang, diapun mengetahui, bahwa Chit-biauw-sin-kun itu adalah seorang yang luar biasa sekali didaerah Tiong Goan, yang dapat menandingi lawan-lawannya dengan jurus-jurus hasil ciptaannya sendiri.

   Begitu hatinya tergerak, Bu Heng Seng lalu pentangkan lima jarinya yang merupakan kuku garuda dari tangan kanannya, dicengkeramkannya kemuka.

   Jurus ini tiada bernama, hanya telah dipergunakan dengan sembarangan saja untuk menggertak pihak musuhnya.

   Chit-biauw-sin-kun waktu melihat Bu Heng Seng dengan satu tangannya melindungi dadanya, bila sampai kejadian tangannya tercekal oleh lawannya, maka dia sendiri akan menderita terlebih dahulu, sedangkan menurut aturan yang tertentu, Bu Heng Seng tidak mungkin melindungi dirinya dengan hanya sebelah tangan saja, tapi Bwee San Bin yang mengetahui bahwa Bu Heng Seng sudah mencapai tingkat yang tertinggi sekali dalam ilmu tenaga-dalamnya, sudah barang tentu lebih tinggi pula kemampuannya daripada dirinya sendiri, maka jurus ini boleh dikatakan memang cocok sekali untuk dipergunakannya.

   Dalam pada itu, dengan diam-diam dia telah mengubah jari-jari tangannya yang tadi dipentang untuk mencengkeram menjadi kepalan, begitulah dengan lincahnya dia telah melangsungkan kembali serangan itu kepada lawannya.

   Chit-biauw-sin-kun yang begitu cerdik mengatur penyerangan-penyerangannya, sangat disayangkan tenaga- dalamnya sudah lenyap, sehingga serangan-serangannya merupakan kelemahannya yang sangat menyolok sekali, pada setiap dia melangsungkan sesuatu serangan, dia selalu menjaga dirinya dengan sebelah tangannya, kalau tidak demikian, sudah barang tentu setiap serangan akan dapat mengenakan sasarannya serta mengalahkannya ...

   Mereka ini meski hanya bertanding dengan lisan saja, tapi sudah jelas bahwa Chit-biauw-sin-kun itu benar-benar lihay, hingga setiap serangan-serangan yang dilancarkannya, selalu merupakan jurus-jurus yang langka dan hebat sekali, hal mana telah membuat Bu Heng Seng sangat kagum dan memuji didalam hatinya.

   "Hmmm, orang tua ini sesungguhnya mempunyai nama terkenal yang bukan kosong, hingga ternyata dari serangan- serangan yang sedemikian hebatnya ini,"

   Pikir Bu Kek Too Cu.

   Bu Heng Seng bila mengeluarkan tipu 'Song-cong-ciang' dia pasti akan dapat mendesak lawannya, karena angin yang keluar dari kepalannya sangat keras sekali, tapi hal itu pasti akan dihadapi oleh Bwee San Bin dengan jurus 'Pek- touw-twie'.

   'Pek-touw-twie' adalah jurus dari partai Tay Khek Bun, jurus ini harus dilakukan dalam jarak berdekatan, barulah tenaga yang keluar dari jurus itu menjadi sangat hebat dan keras, dan dari jurus inilah lalu Chit-biauw-sin-kun telah mengubahnya sendiri.

   Menurut kemampuan Chit-biauw-sin-kun sendiri, bukannya tidak mustahil dia dapat memunahkan serangan lawannya ini, tapi dalam pendapat Bu Heng Seng sendiri, dengan jurusnya ini dia ingin sekali akan memukul sehingga Chit-biauw-sin-kun dengan sekaligus tak dapat mengelitkan dirinya pula.

   Dalam pada itu, Bu Heng Seng dengan segera berbalik berpikir .

   "Aku Bu Heng Seng sekalipun, bagaimana juga harus memenangkan pertandingan ini !"

   Oleh karena itu lalu dia mengubah kembali serangan-serangannya.

   Chit-biauw-sin-kun tanpa banyak berpikir lagi, lalu mengeluarkan dua jurusnya pula, yaitu sekali menyerang dia menggunakan kedua-dua tangannya, yang satu dari atas menindih kebawah, sedangkan yang satunya lagi dari bawah disodokkan keatas, dan jurus ini dinamakan 'Ca- kheng-bwee-too' atau bunga bwee tergoncang dengan secara tiba-tiba.

   Bu Heng Seng tidak pernah menduga, bahwa lawannya dapat mengeluarkan serangan yang demikian hebat dan luar biasanya, hingga sekalipun jurus tersebut tampaknya meluncur dari atas dan bawah dengan sekaligus tapi hal yang sebenarnya adalah pihak lawan tengah mengincer jalan-jalan darah besar 'Thian-leng' dan 'Cie-kiong'.

   Sekalipun kepandaiannya Bu Heng Seng sudah terhitung sangat tinggi sekali, tapi menampak serangan Chit-biauw- sin-kun ini, tidak terasa lagi mukanya menjadi berubah, hingga seketika itu juga dia terdiam dan mukanya memperlihatkan, bahwa disaat itu dia tengah terbenam dalam pemikiran yang berat sekali.

   Dalam hati Chit-biauw-sin-kun memang telah memperhitungkan masak-masak, bahwa jurus yang dipakai ini adalah hasil ciptaannya sendiri, yang setelah 'digodok' dari hasil tipu silat berbagai partai yang terkenal hebat, sekarang ia telah ajukan untuk coba dipecahkan oleh seorang yang sudah puluhan tahun lamanya terkenal sebagai salah seorang antara Tiga Dewa Diluar Dunia, yang ternyata sangat terpesona dengan jurus Bwee San Bin itu, sehingga diapun menjadi sangat tegang sekali menantikan perkembangan-perkembangan selanjutnya.

   Bu Heng Seng setelah berpikir sejurus lamanya, lalu dia ulurkan sebelah tangannya, tangan kirinya dikibaskan, dan tangan kanannya yang berbentuk separuh lingkaran lalu diluncurkannya pula untuk menyerang lawannya.

   Jurusnya ini belumlah diberi nama olehnya, dan jurus ini pulalah yang telah dipakainya untuk menangkis serangan lawannya, yang ternyata hebat juga dalam kenyataannya.

   Karena disamping dapat menjaga diri, itupun dapat juga dipakai untuk menyerang lawannya.

   Andaikata pada saat itu Lie Siauw Hiong berada disitu, diapun pasti akan mengeluarkan suara teriakannya saking terkejutnya.

   Karena sewaktu dia berada dipulau Siauw-ciap-too dan Lie Siauw Hiong pernah saling mengadu kepandaian dengan main-main bersama pemimpin Tiga Dewa Diluar Dunia Peng Hoan Siang-jin, diapun pernah menggunakan jurus ini, dan setelah berdiam sesaat lamanya, secara sekonyong-konyong pula Peng Hoan Siang-jin berhasil mengeluarkan serangan balasan yang tidak lain tidak bukan sama saja seperti tipu Bu Heng Seng ini.

   Bwee San Bin yang sangat membanggakan jurusnya ini, ketika melihat lawannya telah dapat memecahkan serangannya ini, tidak terasa lagi dia jadi terkejut sekali.

   Setelah berdiam sejurus, lalu dia mengeluarkan serangannya kembali, dan serangannya ini dinamakannya 'Po-giok-kun-hoat', yang paling dibuat bangga oleh Bu Heng Seng.

   Begitulah kedua orang ini saling bertempur dengan secara lisan, mereka bertempur dengan serunya, dan dengan serangannya ini ia hendak memutuskan, siapa diantara mereka berdua yang lebih unggul, sedangkan ketangkasan kedua-duanyapun, hingga ini tepat sekali jika disebut .

   "Bila tidak bersuara, tidak mengapa, tapi jika sekali bersuara saja, orang banyak segera menjadi terkejut."

   Chit-biauw-sin-kun yang tengah berpikir cara bagaimana, untuk memecahkan serangan lawannya ini, waktu memperhatikan lawannya bukannya menjaga diri tapi malah berbalik melakukan penyerangan yang dahsyat sekali, buru-buru dia berpikir untuk berikhtiar cara bagaimana untuk memecahkan serangan lawannya, tapi ini ternyata tidak berhasil.

   Tapi Chit-biauw-sin-kun ternyata bukanlah seorang sembarangan.

   Setelah berselang sejurus lamanya, buru-buru dia berkata .

   "Bu Heng Seng, seranganmu ini boleh dikatakan luar biasa sekali dan sukar dicari keduanya, tapi untuk membicarakan tentang penjagaan, ternyata itu masih tidak seberapa kokoh."

   Bu Heng Seng dengan suara yang nyaring lalu berkata .

   "Silahkan !"

   Bwee San Bin hanya tersenyum saja, dan tiba-tiba berkata .

   "Marilah kita minum arak dahulu."

   Sehabis berkata begitu, lalu dia cabut salah satu cabang dari dalam tabunan, sambil diguratkan diatas salju dengan maksud menyuruh lawannya untuk minum arak terlebih dahulu.

   Bu Heng Seng menganggukkan kepalanya, tapi waktu dia melihat yang dia sendiri tidak mempunyai cangkir untuk mengisi araknya, dengan acuh tak acuh dia lalu membungkuk dan meraup segumpal salju, yang kemudian dihancurkannya dan dibuatnya sebuah cangkir dari salju sambil berkata .

   "Ditempat yang begini sepi dan liar tidak terdapat alat-alat yang sempurna untuk dipakai minum arak, oleh karena itu, maka gelas salju inilah saja yang akan kupergunakan sebagai gantinya."

   Bwee San Bin yang mengetahui bahwa lawannya ini tengah memperlihatkan kepandaian tenaga-dalamnya, sambil tersenyum dia lain berkata .

   "Bagus, bagus !"

   Lalu dia menuangkan arak itu kedalam cangkir es tersebut.

   Harus diketahui, bahwa arak yang masih panas itu karena baru dihangatkan, dengan sekejapan mata saja dapat membuat cangkir es itu lumer seketika, tapi dalam kenyataan ternyata dapat bertahan hawa panas seolah-olah cangkir yang dibuat daripada porselen saja.

   Sekalipun Bwee San Bin mempunyai kepandaian dan pengalaman yang luas sekali, tapi bila menyuruh dia berbuat demikian, maka secara terus terang dia akan menyerah kalah.

   Tapi berkat tenaga-dalam Bu Heng Seng yang disalurkan pada cangkir es itu, ternyata cangkir tersebut tinggal utuh dan tidak menjadi lumer karena diisikan arak yang panas itu! Setelah mengisi cangkir arak yang istimewa ini, Bwee San Bin pun lalu mengisi pula cangkirnya sendiri, kemudian mereka minum arak bersama-sama.

   Arak 'Bwee-cu-hiang' ini adalah hasil buatan daerah ini yang istimewa sekali.

   Arak ini seluruhnya dibuat daripada bahan pohon bwee, sehingga harumnyapun bukan buatan sedapnya.

   Setelah meneguk arak tersebut, Bu Heng Seng memuji tak habis-habisnya akan kebaikan arak tersebut.

   Setelah Bwee San Bin minum arak bersama-sama Bu Heng Seng sehingga tujuh gelas banyaknya, barulah dia hentikan minumnya dan berkata .

   "Ilmu yang tadi kau keluarkan itu, bagian sebelah atasnya seperti gertakan belaka, sedangkan dibagian sebelah bawahnyapun kosong melompong, dengan mengambil kedudukan ditujuh tempat, yang setiap saat dapat diubah menjadi bentuk Patkwa, bila lawan tidak menginsyafi, mula-mula kau tentu menggertak dengan jurusmu serta mengadakan pergerakan disebelah atas, dan disebelah itu dengan cepat pula kaupun mengubah kedudukan bagian sebelah bawahmu dengan bentuk Patkwa, kemudian kaupun menggunakan tendangan Lian- hoan-twie (tendangan berantai) untuk menendang lawanmu, sudah itu disusul dengan jalan mengubah gertakan menjadi serangan sungguh-sungguh dalam tiga jalan, tenaga kekuatan penyeranganmu maupun perubahan jurusmu itu, tidak sedikit daya perubahannya ..."

   Berkata sampai disitu, dengan sengaja dia hentikan ceritanya, dengan laku yang tidak sabaran sekali Bu Heng Seng lalu bertanya .

   "Tidak tahu apakah kau dapat menerangkan dengan gaya apa kau dapat memecahkan seranganku itu ?"

   Bwee San Bin lalu menjawab .

   "Aku tidak hiraukan serangan bagian atasmu, tapi bagian bawahmu dengan mengikuti perubahanmu dari bentuk tujuh bintang berubah menjadi bentuk 'Pat-kwa' aku menendang beberapa kali, kemudian setelah kaupun mengubah serangan bagian atasmu dari gertakan menjadi sungguh-sungguh, lantas aku gunakan jurus 'Lek-cam-lam-kwan' (dengan sepenuh tenaga membabat rintangan), menggempur jalan darah 'Ciang-bu' dan 'Cie-ho', maka kaupun sukarlah untuk mempertahankan diri pula ..."

   Sesudah Bwee San Bin berkata sampai disitu, mukanya Bu Heng Seng tampak terkejut sekali dan dia berkata .

   "Pelahan dahulu, bila tubuh bagian bawahku dengan lantas melakukan serangan Lian-hoan-twie-ku, berbareng dengan itu akupun sekalian mengadakan perubahan pula dalam seranganku dibagian sebelah atas dengan menggunakan gaya 'rapat' dari partai Thay Khek ..."

   Chit-biauw-sin-kun berpikir sebentar, kemudian diapun mengeluarkan jurus lainnya untuk menentang lawannya.

   Kedua orang ini mula-mula hanya mengeluarkan jurus- jurus yang sederhana saja, tapi pada saat ini serangan mereka dari lambat berubah menjadi cepat, hingga kentara dari gerak-gerik kedua orang itu, yang sambil menyebutkan jurus-jurus serangan mereka, segera tangan merekapun bergerak-gerak sebagai tanda berlangsungnya pertempuran tersebut.

   Bu Heng Seng pada saat itu telah mengeluarkan kepandaiannya yang paling dibuat andalan, yaitu 'Po-giok- kun-hoat'-nya, tapi sebaliknya Bwee San Bin telah menggunakan 'Kiu-cie-kiam-sek'-nya sebagai timpalan daripada serangan-serangan lawannya itu.

   Dalam waktu singkat pertempuran dengan lisan itu telah mencapai enampuluh jurus lamanya, dengan kedua pihak masih ngotot dan tak mau saling mengalah.

   Semakin lama pertempuran itu berlangsung, Bu Heng Seng semakin merasa terkejut akan akibat yang disaksikannya itu.

   Ia tidak nyana bahwa di Tiong Goan ia telah bertemu dengan seorang lawan yang dapat menandingi semua kepandaian yang ia miliki.

   Ia memuji pada Bwee San Bin, tapi diakhirnya mencaci Chit-biauw- sin-kun sebagai 'perampok yang suka memperkosa kaum wanita'.

   Ketika berpikir sampai disitu, hatinya teringat akan kematian Biu Kiu Nio yang disangkanya telah dibinasakan oleh Bwee San Bin, hingga dengan tiba-tiba timbul kembali amarahnya, ketika dengan lekas pula dia teringat akan isteri dan gadisnya yang hilang tak tentu rimbanya.

   Hal mana, telah menimbulkan perasaan hatinya yang semakin meluap dan sengit saja.

   Chit-biauw-sin-kun dengan mengandalkan kepandaiannya yang bernama 'Kiu-cie-kiam-sek' itu ia melawan musuhnya, pada saat itu karena hatinya Bu Heng Seng mendadak tergerak, maka serangannya menjadi agak kendor, hingga Bwee San Bin yang mendapat kesempatan baik, dengan segera dia menggunakan sepasang tangannya untuk menyerang lawannya itu dengan secara bertubi-tubi.

   Hati Bu Heng Seng terkejut bukan kepalang, buru-buru dia pusatkan pula perhatiannya untuk menyambut serangan yang datangnya bertubi-tubi dari lawannya itu, tapi walau bagaimanapun, tampak dengan jelas bahwa dia hanya dapat menangkis serangan lawannya dengan laku yang tergesa- gesa saking bingungnya, tapi untuk sementara tidak dapat balas menyerang.

   Sementara Chit-biauw-sin-kun yang menampak hal ini, hanya tertawa dingin saja.

   Dan tatkala semangat Bu Heng Seng terbangun pula, sepasang tangannyapun segera menyerang lawannya dengan ganas sekali.

   Setelah pertempuran berlangsung beberapa jurus pula lamanya, Bu Heng Seng yang tidak lagi dapat mengendalikan perasaan hatinya, dengan laku yang tidak sabaran lalu berteriak .

   "Tahan dahulu, aku mempunyai satu hal yang hendak ditanyakan kepadamu !"

   Bwee San Bin agak terkejut ketika mendengar perkataan lawannya. maka sambil menghentikan serangannya dia menjawab .

   "Baiklah, Loohu bersedia akan mendengari."

   Dengan muka berubah Bu Heng Seng lalu bertanya dengan suara yang tajam .

   "Apakah kau kenal Biu Kiu Nio ?"

   Sekonyong-konyon g Bwee San Bin merasa terkejut sekali, seluruh badannya tergetar seakan-akan tersentuh oleh aliran listrik, karena nama itu seakan-akan merupakan satu pukulan yang luar biasa hebat bagi dirinya Dengan marah Bu Heng Seng lalu membentak .

   "Kau ini bangsat tua, walau matipun harus menerima hukumanmu yang setimpal ! Engkau pasti tak akan dapat meloloskan diri daripada perbuatan kejam yang telah kau lakukan ! Mengapa kau mencelakakannya hidup-hidup sehingga dia menjadi gila dan akhirnya meninggalkan dunia ini dengan cara yang begitu sengsara ?"

   Bwee San Bin bila tidak mendengar perkataan "dia menjadi gila dan kemudian mati"

   Masih tidak mengapa, tapi setelah mendengarnya, mukanya tiba- tiba tampak jauh lebih tua dan dengan perasaan sayu dia berdiri terpekur ...

   Sesungguhnya, dia seperti orang gila saja, muka yang lemah-lembut terbayang dikelopak matanya, tapi dia telah mati, malahan matinyapun secara menyedihkan sekali, dan dalam hal ini, siapakah yang bersalah ? Setelah dia tersadar, maka dengan segera dia mengetahui apa sebabnya Bu Heng Seng berlaku dengan telengasnya terhadapnya, oleh karena itu, dia yang memang sangat cerdik sekali dengan segera mengetahui dimana letak kesalahannya.

   Bu Heng Seng hanya memandanginya dengan tertawa dingin saja, pada saat itu dia perlahan-lahan mengeluarkan suara jengekannya dari lobang hidungnya, siapa tahu Bwee San Bin pun mendadak berlaku demikian pula terhadapnya ...

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Didalam hati diam-diam Bwee San Bin berkata .

   "Kematiannya Kiu Nio, jika dikatakan adalah gara-garaku, mana boleh aku segera dipersalahkan ? Hal ini rupanya telah terjadi karena salah paham, tapi aku mesti menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya kepadanya. Hmm, dia yang mempunyai kepandaian setinggi itu, ketika melihat kematian Kiu Nio ternyata tak berdaya upaya untuk menolongnya, mungkin sekali .."

   Begitulah dia berpikir, dan semakin hal ini dipikirkan, semakin menimbulkan perasaan marahnya saja, seakan- akan dengan sesungguhnya Kiu Nio pada saat itu tengah gila dihadapannya, dengan Bu Heng Seng hanya diam saja menyaksikan adegan itu, hingga tidak terasa lagi dia lalu menarik napas dalam-dalam.

   Bu Heng Seng yang pada saat itu sedang diliputi amarah, dia sedang menantikan jawaban orang, ketika tiba-tiba melihat Bwee San Bin menarik napas, maka dengan suaranya yang bengis dia berkata .

   "Hei bangsat tua bangka yang tak bermalu, sungguh sayang sekali kau yang mempunyai kepandaian setinggi itu, tapi ternyata perbuatannya sangat terkutuk ! Hari ini aku akan melakukan suatu pekerjaan untuk kebaikannya masyarakat dan membasmi manusia sebangsamu ini !"

   Sambil berkata begitu tangannya lalu diangkat tinggi- tinggi, untuk kemudian hendak dijatuhkan ketubuh orang tua itu.

   Tapi Bwee San Bin hanya tertawa dingin dan lalu membuka matanya besar-besar menatap wajah Bu Heng Seng.

   Tangannya Bu Heng Seng hampir saja menimpah tubuh Bwee San Bin, ketika dari arah belakangnya sekonyong- konyong terdengar bentakan nyaring dari seseorang .

   "Siapakah yang berani melukai guruku ?"

   Suara itu masih terpisah jauh pada jarak belasan tombak, tapi getaran suaranya terasa dekat sekali dibelakangnya.

   Oleh karena itu, hati Bu Heng Seng jadi terkejut, lekas-lekas ia tarik kembali tangannya yang hendak dipukulkan atas tubuh lawannya, kemudian membalikan tubuhnya sambil menyerang dengan mengibaskan lengan bajunya.

   Tampaknya orang yang mendatangi itupun cepat sekali datangnya, hingga kedua orang ini tidak dapat dicegah pula saling berbentrokan dengan mengeluarkan suara "Paang"

   Yang sangat nyaring sekali, sehingga pundaknya Bu Heng Seng dirasakan meluang sekali karena beradunya kedua pukulan itu.

   Sedangkan orang yang mendatangi itu, karena beradunya kedua kepalan mereka, diapun terpukul mundur sampai dua langkah jauhnya.

   Sekalipun tadi Bu Heng Seng telah menyerang lawannya yang baru datang ini dengan secara tergesa-gesa, hingga tenaga yang dikeluarkannya tidak sepenuhnya, tapi dia adalah salah seorang antara Tiga Dewa Diluar Dunia, pukulannya itu menurut perhitungannya dapat membinasakan orang, tapi mengapa orang ini hanya dapat dipukul mundur hanya dua langkah saja, dengan sendirinya iapun menjadi sangat terperanjat sekali.

   Setelah kedua pihak melihat lawannya masing-masing, kedua-duanya jadi bertambah terperanjat, karena orang yang baru datang itu bukan lain daripada si pemuda Lie Siauw Hiong adanya ! Bu Heng Seng dalam perasaan terkejutnya, masih merasa agak girang juga, setelah mengetahui bahwa orang yang disangkanya sudah terkubur didasar lautan itu ternyata masih hidup segar-bugar.

   Tapi dibalik kegirangan itu, hatinyapun merasa pedih sekali, karana melihat Lie Siauw Hiong setelah tidak mati dimakan ikan hiu, sekarang malah tenaga dalamnya sudah bertambah berlipat ganda daripada semula, dan tatkala baru saja ingin menanyakan sesuatu, Lie Siauw Hiong dengan perasaan marah sekali sudah bertanya .

   "Mengapa kau ingin mencelakai Bwee Siok- siokku ?"

   Lie Siauw Hiong sebenarnya orang yang simpatik sekali, antara budi dan permusuhan dia dapat membedakan jelas sekali, terhadap Bu Heng Seng ini dia sangat benci sekali, pada saat itu diwaktu melihat orang yang sangat dibencinya itu mengangkat tangan ingin memukul Bwee Siok-sioknya, bukan saja dia bertambah marah, tapi karena dia telah mengetahui, bahwa pada saat ini Bwee Siok-sioknya sudah tidak lagi dapat mengadakan perlawanan apa-apa berhubung kepandaiannya sudah lenyap sama sekali, oleh karena itu diapun tidak dapat menahan sabar terlebih lama pula.

   "Hmmm, kau sebagai salah seorang antara Tiga Dewa Diluar Dunia yang namanya sudah terkenal diseluruh rimba persilatan, ternyata masih dapat berlaku keji terhadap orang yang tidak mempunyai lagi kepandaiannya ! Maka terhadap orang semacam kau ini, bolehlah dikatakan, bolehlah dikatakan ... ah, sukar sekali untuk aku mengatakannya."

   Bu Heng Seng pun tidak kurang pula marahnya, maka dengan suara keras dia berseru .

   "Boleh dikatakan apa ?"

   Dengan tertawa dingin Lie Siauw Hiong menjawab .

   "Boleh dikatakan lebih hina daripada binatang !"

   Dia sebenarnya tidak pandai memaki orang, tapi kali ini dapat juga ia berbuat demikian karena saking amat sengitnya. Bu Heng Seng gusar bukan buatan, maka sambil mengatupkan mulutnya ia membentak .

   "Anak kecil, ternyata kau pandai sekali memaki orang !"

   Tapi Lie Siauw Hiong yang sudah merah matanya saking gusarnya, dengan kalap dia lalu berseru .

   "Kau ini setan tua yang keji sekali, dengan sesungguhnya aku katakan bahwa kau ini tidak pantas disebut sebagai seorang yang lebih tua, maka aku merasa kecewa sekali atas tindak- tandukmu itu ..."

   Bu Heng Seng dengan tetap tertawa dingin lalu berkata pula .

   "Kau ini bocah masih hijau dan belum dapat membedakan yang mana baik dan mana pula yang buruk, maka aku merasa harus dan wajib mengajarmu !"

   Perkataannya itu belum lagi habis diucapkan, ketika badannya bergerak cepat dan lincah sekali bagaikan ikan yang berenang menubruk kearah Lie Siauw Hiong.

   Lie Siauw Hiong yang menampak serangan itu, hanya mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidungnya, dia melihat bahwa lengan baju Bu Heng Seng tiba-tiba tampak bagaikan beratus-ratus banyaknya, sedangkan sekujur badannya sendiri tidak ada satu bagianpun yang tidak berada dibawah ancaman totokan orang yang luar biasa itu.

   Malahan dari mulut lengan bajunya masih dapat dirasakan angin dingin yang menyamber-nyamber kearah dirinya.

   Bila neristiwa ini terjadi pada beberapa bulan yang lalu, Lie Siauw Hiong pasti sekali dalam satu jurus ini saja akan tertawan oleh Bu Heng Seng.

   tapi Lie Siauw Hiong yang sekarang adalah beda jauh dengan Lie Siauw Hiong pada beberapa bulan yang lampau itu, maka begitu badannya bergerak, lantas saja ia maju kemuka setengah langkah.

   (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 24 Sekalipun tenaga dalam Bwee San Bin telah lenyap, tapi kepandaiannya masih tetap ada padanya, maka dengan suara keras sekali dia berteriak .

   "Hiong Jie, gunakan jurus 'Bwee-ciam-sian-cun' bunga bwee muncul mendahului musim semi), untuk menggempur bagian bawah musuh !"

   Maksud Bwee San Bin adalah sambil menyerang sambil menjaga diri, tapi matanya mendadak menjadi kabur, karena Lie Siauw Hiong dengan segera telah berhasil dapat meloloskan dirinya dari ancaman kedua lengan baju Bu Heng Seng, malah disamping itu, diapun sudah berhasil dapat berkelit dan sekilas berada dibelakangnya Bu Heng Seng.

   Sekali ini bukan saja Bwee San Bin, tapi sebaliknya Bu Heng Seng pun menjadi sangat terperanjat sekali.

   Yang membuat heran dan terkejut Bwee San Bin adalah jurus yang dipakai oleh Lie Siauw Hiong ini bukanlah pelajaran yang telah diberikannya, tapi kehebatannya sungguh sangat luar biasa sekali.

   Sebaliknya yang membuat heran Bu Heng Seng adalah dalam waktu yang singat dan berbahaya itu, ternyata pemuda kita telah dapat meloloskan dirinya secara begitu licin sekali, sedangkan ilmu itupun agaknya mirip dengan apa yang dimiliki oleh pemilik pulau Siauw Ciap Too, yaitu Hui Taysu, yang jurusnya ini disebut 'Kit Mo Pouw Hoat' tapi dia masih merasa sangsi dan dengan segera berteriak .

   "Coba kau ulangkan jurus tersebut satu kali lagi !"

   Dalam pada itu, diapun lantas menyerang kembali dengan gerak yang lebih seru, dan begitu sebelah tangannya berkelebat, lantas tampak bayangan kepalan yang besar melindunginya ...

   Sekalipun pada saat ini tenaga-dalam Lie Siauw Hiong sudah maju sedemikian pesatnya, tapi serangan sekali ini yang dilancarkan oleh Bu Heng Seng adalah dengan tenaga delapan bagian, hingga tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong merasa terkejut sekali, lantas diapun menangkis dengan tangannya yang separuh melingkar dengan menggunakan jurus 'Bwee-touw-kie-hiang' (bunga bwee memancarkan baunya yang harum semerbak), sambil kakinyapun lantas digeser dengan pesat sekali.

   Justeru pada saat itu, sekonyong-konyong terdengar suatu teriakan yang aneh, dan bersamaan dengan itu, sesosok bayangan putih dari tempat yang datar melompat keatas dan bila dilihat dari jauh tampak dengan jelas bahwa orang yang berbaju putih itu mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sempurna sekali.

   Pergerakan kaki orang itu bukan main pesatnya, demikian juga dengan gerak tubuhnya, hingga dari kejauhan tampak seperti seekor kupu-kupu putih saja yang terbang mendatangi.

   Bu Heng Sang, Lie Siauw Hiong dan Bwee San Bin tidak terasa lagi merasa tertarik sekali dengan serentak.

   Waktu orang itu sudah datang dekat, sekonyong- konyong orang itu tertawa terkekeh-kekeh, tapi suara tertawanya sangat menyeramkan bagaikan bunyi burung kokok beluk yang sangat menusuk pendengaran orang.

   Lie Siauw Hiong lalu memandang pada orang itu, yang ternyata diketiaknya mengempit dua orang yang agaknya telah pingsan, hingga diam-diam dia puji orang itu yang sekalipun membawa dua orang, tapi masih tetap dapat berlari begitu pesat, suatu tanda bahwa kepandaian meringankan tubuh semacam orang ini sungguh sukar dicari tandingannya.

   Orang itu secara tiba-tiba lalu menahan suara tertawanya dan berkata dengan suara yang sangat nyaring .

   "Bu Kek Too-cu, kenalkah engkau akan daku ?"

   Suaranya jauh lebih tidak enak terdengarnya daripada suara tertawanya tadi.

   Bu Heng Seng lalu melirik kepadanya, hingga sekilas hatinya tiba-tiba teringat akan seseorang yang pernah dijumpainya sekali, yaitu kepala perampok dari laut Tong Hay ...

   Giok Khut Mo namanya! Dengan lantas dia teringat bahwa tempo hari kapalnya telah ditenggelamkan oleh anak buahnya orang ini, hingga dalam hati dia merasa terkejut juga, tapi dimukanya dia tidak memperhatikan tanda-tanda dari perasaan jeri terhadapnya, tapi sesudah mengeluarkan suara jengekannya dari lobang hidung.

   dengan suara yang sangat dingin dia berkata .

   "Giok Khut Mo, orang-orang sebawahannmu cara turun tangannya itu sungguh hebat sekali ! Aku mengira setelah kau persatukan anak buahmu, kekuatanmu akan bertambah berlipat ganda, tapi kenyataannya adalah nihil belaka, malahan ketiga kapalmu itu semua telah kukirim kedasar laut untuk menemui istana Hay Liong Ong !"

   Dia kira setelah mendengar perkataannya itu, Giok Khut Mo akan merasa sangat terkejut, tapi kenyataannya Giok Khut Mo telah menyambut dengan jengekan itu sambil tersenyum dan menganggukkan kepalanya, seakan-akan siang-siang diapun sudah mengetahuinya, dan setelah orang selesai berkata-kata, barulah dia menjawab dengan tenang .

   "Justeru karena aku sangat memandang tinggi kepandaianmu, maka barulah hari ini aku datang kesini untuk memohon sesuatu darimu ..."

   Dalam hati diam-diam Bu Heng Seng berkata .

   "Kau yang telah mengirim orang mencelakaiku, akupun masih belum mencarimu untuk membuat perhitungan, tapi sekarang lagi-lagi kau datang mencariku, aku ingin lihat sebenarnya apa lagi yang hendak dimainkannya ?"

   Kemudian Giok Khut Mo melanjutkan perkataannya .

   "Kaupun sudah harus tahu, kami yang mencari sesuap nasi, yang paling penting adalah tempat berusaha. Dahulu kapal- kapal yang datang selalu melewati daerah kami, yaitu kepulauan Sip See Kun Too, tapi belakangan ini mereka telah menemui jalan pelayaran yang baru, sehingga untuk tidak membuat saudara-saudara kami mati kelaparan, maka aku datang kesini untuk memohon sesuatu kepadamu ..."

   Bu Heng Seng semakin lama semakin tidak enak mendengar perkataan orang ini, hingga tidak terasa lagi dia menjadi marah dan dengan suara yang dingin lalu berkata.

   "Bukankah kau bermaksud untuk mendaulat tempat tinggalku ?"

   Giok Khut Mo lalu tertawa getir dan menjawab .

   "Tidak berani, tidak berani, aku hanya ingin supaya kau memberi kesempatan kepada saudara-saudara kami sekalian untuk mencari sesuap nasi saja."

   Dengan perkataannya itu, bukankah dengan terang- terangan berarti bahwa dia membenarkan perkataan orang ? Bu Heng Seng terpaksa menahan amarahnya dan tertawa getir, tapi suaranya semakin lama semakin tinggi saja.

   Giok Khut Mo lalu melanjutkan perkataannya .

   "Kami dipulau Sip See Kun Too telah mengatur sesuatu dikepulauan kecil itu, segala persiapannya tidak lain semuanya sama seperti dipulaumu, maka aku mengharap agar supaya kau sudi pindah saja kesitu ..."

   Suara tertawanya Bu Heng Seng belum lagi lenyap, ketika mukanya telah berubah demikian rupa dan tidak lagi melayani Giok Khut Mo, seakan-akan dia tidak memandang sebelah mata terhadap kepala perampok dari laut Timur itu.

   Giok Khut Mo yang melihat orang tidak melayani pula kepadanya, dengan tertawa getir lalu berkata .

   "Bu Heng Seng, cobalah kau lihat, barang apakah yang aku bawa ini ?"

   Bu Heng Seng ketika menolehkan kepalanya memandang, dia lihat dari bawah kempitan ketiaknya tampak muka dua orang yang telah membuatnya terkejut bukan buatan ! Sementara Lie Siauw Hiong yang juga turut memperhatikan lebih cermat, diapun hampir saja mengeluarkan suara teriakan tertahan, karena ternyata orang-orang yang pingsan itu adalah orang-orang yang diduganya sudah mati terkubur didasar lautan, yaitu Bu Chit Nio dan Ceng Jie ibu dan anaknya ! Bu Heng Seng belum lagi lenyap suara teriakannya, ketika badannya melesat maju untuk merampas kedua orang itu dari kempitan Giok Khut Mo, orang luar biasa itu yang melayang ditengah udara dengan amat gesitnya, tangan kirinya dengan jurus 'Kui-tong-ban-but' (geledek menggetarkan seluruh benda) hendak mencoba merampas isteri dan anak dara kesayangannya dari dalam tangan musuhnya itu.

   Lie Siauw Hiong yang menyaksikan serangan yang sangat luar biasa ini, didalam hatinya ia sangat memuji atas kepandaian orang ini, tapi entahlah cara bagaimana Giok Khut Mo hendak melayaninya ? Siapa tahu baru saja dia melancarkan serangannya ini, Bu Heng Seng harus berteriak dengan hati terkesiap dan buru-buru menahan serangannya, karena demi dilihatnya dengan teliti, nadi isteri serta anak daranya dicengkeram demikian rupa oleh Giok Khut Mo, sehingga ia percaya, bila serangannya itu dilanjutkan, maka orang yang pertama- tama akan menjadi korban adalah isteri dan anaknya sendiri, yang akan mati dibawah ancaman Giok Khut Mo sang keji ini, maka dari itu, buru-buru dia melompat mundur dengan hati yang berdebar-debar.

   Setelah menyaksikan gerak-gerik orang itu.

   Giok Khut Mo pun tidak mengancam pula pada isteri dan anak daranya Bu Heng Seng, hanya melompat pada jarak yang terpisah beberapa tombak jauhnya, Bwee San Bin dan Lie Siauw Hiong yang memang pernah mendengar nama Giok Khut Mo, ketika melihat ilmu meringankan tubuh orang itu yang begitu sempurna, hati merekapun sangat memuji atas kemampuan orang itu, tapi perasaan Lie Siauw Hiong pada saat itu tidak lepas dari Ceng Jie yang sedang pingsan dalam tangan kepala perampok itu.

   Dalam hati Bu Heng Seng yang bingung bukan kepalang, tapi diam-diam iapun merasa girang juga, setelah mengetahui bahwa isteri dan anak daranya tidak mati terkubur didasar lautan.

   Selanjutnya karena dia tak berani sembarangan bergerak, maka suasana disitupun menjadi sunyi sekali.

   Keadaan hawa udara ketika itu sangat luar biasa dinginnya, tapi yang paling aneh Giok Khut Mo yang hanya memakai pakaian compang-camping saja tampaknya tidak merasakan hawa dingin itu, dan hal ini rupanya ia telah dapat bertahan karena penyaluran tenaga-dalamnya yang hangat disekujur badannya.

   Bu Kek Too-cu yang melihatnya, menjadi merah matanya, tapi tak berani sembarangan bergerak, apa lagi waktu pandangannya jatuh keatas badan isteri dan anaknya, diapun bertambah gugup saja, tapi tak berdaya untuk menolong mereka.

   Giok Khut Mo dengan sikap dingin memandang kepadanya, walaupun dia selalu siap sedia.

   Tatkala lama juga dia tidak mendengar jawabannya Bu Heng Seng, segera juga dia berkata.

   "Hal ini telah kuterangkan cukup jelas, asal saja kau menganggukkan kepalamu satu kali, maka kedua orang ini akan kubebaskan ..."

   Bu Heng Seng yang pikirannya sedang kacau, seakan- akan tidak mendengar perkataan orang itu, lagi pula walaupun bagaimana dia pandainya juga, pada saat itu benar-benar dia tidak berdaya sama sekali, hingga tanpa terasa sekujur badannya telah mengeluarkan keringat dingin, berhubung tidak mengetahui tindakan apa yang harus diambil selanjutnya.

   Kemudian Bu Heng Seng terdengar berteriak .

   "Jahanam ! Sesungguhnya engkau mampus !"

   Ketika tangannya bergerak, cabang pohon bwee yang dicekalnya itu dengan cepat meluncur ketubuh lawannya.

   Giok Khut Mo segera menggeser badannya dengan tidak kalah cepatnya, hingga sebentar saja diapun telah berhasil memutar kedudukannya tiga ratus enam puluh derajat, dan tatkala dia kembali pada kedudukannya semula, cabang pohon itu meluncur ketempat kosong tidak berhasil mengenai tubuhnya.

   Tapi Bwee San Bin yang duduk diatas tanah, waktu melihat serangan yang dilangsungkan oleh Bu Heng Seng ini tampak sedikit berlainan daripada biasa, tidak terasa lagi dia mengeluarkan suara .

   "Ihhhhh."

   Giok Khut Mo tertawa bergelak-gelak sambil kemudian berkata .

   "Bu Heng Seng yang namanya sudah terkenal sekali, mengapa harus mengeluarkan kepandaian semacam demikian ? Dan sabetan cabang pohon ini apakah hendak diartikan bahwa kau suka atau tidak ...?"

   Perkataan "Meluluskan"

   Belum lagi keluar dari mulutnya, ketika dugaan Bwee San Bin benar saja telah terbukti, yaitu cabang pohon yang gagal mengenai sasarannya tadi, kini mendadak berbalik kembali dan mengancam punggung lawannya.

   Tapi Giok Khut Mo segera mengetahui, bahwa punggungnya tengah diancam oleh serangan musuh, maka dengan lantas badannya diputarkan dengan cepat dan lekas menangkis cabang pohon itu sedemikian kerasnya, sehingga cabang pohon itu terpental dan menancap dalam sekali pada sebuah pohon yang tumbuh didekatnya ! Selagi Bwee San Bin dan Lie Siauw Hiong memuji atas serangan yang dilancarkan oleh Bu Heng Seng dan ketangkasan Giok Khut Mo menghindarkan diri daripada serangan itu, Bu Heng Seng dengan cepat sekali telah menubruk kearah isteri dan anaknya untuk ditolongnya.

   Kepandaian yang dikeluarkan oleh Bu Heng Seng ini adalah kepandaian yang setinggi-tingginya yang pernah dimilikinya, hingga kecepatannya tidak ada tandingannya, sedangkan badannyapun ringan luar biasa.

   Hal mana telah membuat Giok Khut Mo bagaikan tersadar setelah kena tertipu oleh lawannya, hingga dengan cepat dia keluarkan jurus 'Pwee-hong-liong-kiong' (dengan punggung menutup lubang gua naga), badannya segera diputarkan, tapi tangan Bu Heng Seng terpisah dengan leher baju Biu Chit Nio belum sampai satu dim jauhnya.

   Giok Khut Mo berteriak saking gugupnya, kemudian mengangkat lengan bajunya yang sebelah kanan untuk menyerang Bu Heng Seng dengan sekuat tenaga dalam yang dimilikinya Bu Heng Seng sekalipun kepalanya sangat pusing demi memikirkan cara bagaimana untuk menolong isteri serta anak daranya, tapi pengalaman memberitahukan kepadanya, bahwa asal saja kulitnya tersentuh oleh tangannya Giok Khut Mo, tidak perduli betapapun kuatnya serta tingginya kepandaian silat orang itu, maka kulit orang yang tersentuh itu segera menderita keracunan hebat sekali.

   Dalam waktu sekejapan mata saja.

   Jari-jari Bu Heng Seng hampir menyentuh baju isterinya, tapi dengan sangat terpaksa tangan itu telah dipakainya untuk menangkis serangan lawannya.

   Sekonyong-konyong terdengar suara pletak yang nyaring sekali, sekalipun tenaga Bu Heng Seng yang dikeluarkannya tidak sepenuhnya, tapi tangkisan itu telah dirasakan oleh Giok Khut Mo sangat hebat sekali, sehingga pundaknya yang tergoncang itu dirasakannya meluang sangat hebat sekali.

   Hanya akhirnya, Bu Heng Seng tidak berhasil dapat menolong isterinya.

   Tapi Bu Heng Seng yang tidak lekas putus asa, dengan sebelah tangan ia menangkis serangan lawannya, sedangkan dengan sebelah tangannya lagi ia tetap berdaya untuk mencekal baju isterinya.

   Tiba-tiba terdengarlah Giok Khut Mo tertawa dingin, lengan bajunya lalu disingsingkan, dari mana kemudian keluar semacam hawa yang berbau sangat tidak enak ! Hal mana, telah membuat Bu Heng Seng merasa sangat terperanjat, lebih-lebih karena dia mengingat bahwa Giok Khut Mo itu adalah salah seorang ahli racun yang terkemuka, hingga tentunya barang yang dikeluarkan berupa asap itu mengandung racun yang sangat berbisa sekali, maka diapun tidak lagi berdaya untuk menjambret baju isterinya, hanya buru-buru melompat mundur, dan berbareng dengan itu, iapun segera menahan napasnya.

   Lie Siauw Hiong yang menyaksikan Giok Khut Mo telah mengeluarkan semacam uap, hatinya merasa tidak tenteram sekali, maka buru-buru dia memeluk tubuh Bwee San Bin sambil diajak berlompat mundur, kepalanya dirasakannya agak pusing, ketika Bu Heng Seng dengan sekonyong- konyong terdengar berseru .

   "Lekas mundur !"

   Berbareng dengan itu, diapun segera menjambret Bwee San Bin sambil diajak mundur dengan cepat sekali.

   Lie Siauw Hiong merasakan kepalanya agak pusing, maka buru-buru diapun mengeluarkan pelajaran 'Am-eng-pu-hiang'-nya, untuk melompat dan menyingkir sejauh mungkin.

   Kepandaian ilmu meringankan tubuh Siauw Hiong kini bukan buatan hebatnya, karena dengan sekali lompat saja dia sudah berhasil melompat sehingga tujuh atau delapan tombak jauhnya, tapi baru saja kakinya menginjak tanah, dia merasakan dari samping badannya menyambar angin keras, dan yang ternyata bukan lain daripada Bu Heng Seng yang mengempit Bwee Siok-sioknya melayang melewati disamping badannya.

   Lie Siauw Hiong merasa sangat kagum sekali, tapi waktu dia menoleh kembali kepada Giok Khut Mo, lagi-lagi dia merasa sangat terkejut.

   Ternyata dalam waktu sekejap mata saja, Giok Khut Mo telah mengitari satu tempat sejauh satu tombak, kemudian dia kibas-kibaskan lengan bajunya dari mana jatuh berhamburan semacam bubuk halus, yang dalam waktu sangat pendek telah membuat salju yang putih meletak dan terserak ditanah berubah warnanya ! Giok Khut Mo sendiri setelah menyebarkan racunnya ini disekelilingnya, lalu memasukkan pil kedalam mulut isteri dan anak dara Bu Heng Seng, karena tanpa menelan pil itu, maka tiada seorangpun dapat hidup karena serangan racunnya yang maha dahsyat itu! Tidak antara lama salju dalam lingkungan sejauh setombak, yang telah disebarkan bubuk racun oleh Giok Khut Mo tadi telah berubah warnanya menjadi abu-abu, Giok Khut Mo sendiri beserta dua orang tawanannya yang berada dalam lingkungan daerah tersebut, semakin lama tampak berwarna semakin hitam gelap, sedangkan salju yang jatuh dalam lingkungan itu, dalam waktu sekejap saja telah menjadi lumer dan menjadi air ! Bu Heng Seng setelah mengenali bahaya dan dikalahkan musuh pada kali ini karena kurang hati-hati, sekarang hatinya sudah tenang kembali, maka sambil melirikkan matanya dia telah mengasah otak cara bagaimana untuk menolong isteri serta anak daranya.

   Sekonyong-konyong Bwee San Bin berkata dengan suara yang perlahan sekali .

   "Loohu kenal racun yang disebarkannya itu. Itulah racun yang bernama 'Touw-khut- twan-hun-see' (menembus tulang mencabut nyawa), dalam daerah lingkungan yang dibuatnya itu, dalam waktu tiga jam segala manusia maupun binatang, tidak perduli betapapun tebalnya kau memakai sepatu, bila sampai terkena racun tersehut, jiwamu lantas akan melayang menghadap Giam Loo Ong (raja akhirat). Menurut kata orang, racun ini sukar sekali dibuatnya, sedangkan orang yang dapat mengolahnya sudah lenyap atau mati. Tapi mengapakah Giok Khut Ma masih dapat membuat racun ini ?"

   Lie Siauw Hiong yang menaruh dendam terhadap Bu Heng Seng serta isterinya, semulanya tidak menaruh perhatian apa-apa, tapi karena diantara dua orang yang ditawan Giok Khut Mo itu kedapatan Ceng Jie sianak dara yang dicintainya, tiba-tiba hatinya menjadi sangat gugup dan tak tahu bagaimana untuk menolongnya selanjutnya.

   Maka ketika mendengar penjelasan Bwee Siok-sioknya, tiba-tiba hatinya tergerak, kemudian dengan mengeluarkan siulan panjang sekonyong-konyong dia melompat, badannya laksana seekor burung besar yang melayang masuk kedalam daerah lingkungan Giok Khut Mo, dimana ia telah menyerang batok kepala Giok Khut Mo dengan pedang ditangan kanannya.

   Kepala perompak dari lautan Timur itu yang melihat bayangan pemuda kita mendatangi kejurusannya, hatinya terkejut bukan main dan dengan cepat dia menangkis dengan kedua lengan bajunya.

   Dengan sebelah lengan bajunya ia menyerang dada pemuda kita, sedangkan dengan lengan bajunya yang lainnya ia berdaya untuk melilit pedang pemuda yang ditabaskan kearah batok kepalanya itu.

   Diam-diam Lie Siauw Hiong mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidungnya.

   Sambil menghempos semangatnya, dia lalu menyerang lawannya dengan laku yang ganas sekali dengan jurus 'Bwee-ciam-sin-cim' yang menjadi salah satu jurus dari ilmu pedang 'Kiu-cie-kiam- sek'.

   Giok Khut Mo menyaksikan bahwa serangan pedang pemuda ini berada diluar dugaannya, tapi dengan mengandal pada tenaganya yang kuat, dia berusaha untuk menangkis serangan itu.

   Tapi meski menerima tangkisan yang sedemikian hebatnya itu tidak urung Lie Siauw Hiong menerjang dengan hati mantap.

   Pedang yang menyamber kian-kemari dengan amat dahsyatnya, tidak henti-hentinya mengancam lawannya sehingga lawan itu terdesak mundur.

   Dan dengan melupakan segala bahaya, ia menyerbu kedaerah lingkungan Giok Khut Mo untuk membebaskan orang- orang yang menjadi tawanan musuh itu.

   Tapi siapa tahu, tenaga-dalam Giok Khut Mo cukup tangguh, hingga waktu pedangnya Lie Siauw Hiong menusuk dan kena ditangkis oleh lengan bajunya, dia rasakan sesuatu yang tidak beres, karena dengan segera Giok Khut Mo telah menahan lengan bajunya dan melawan dengan tenaga lemas, tapi sesudah itu dengan lekas pula dia buat lengan bajunya menjadi lurus dan keras, disabetkan pada sipemuda, hingga Siauw Hiong yang menampak kejadian tersebut, tentu saja menjadi sibuk bukan buatan.

   Dikatakan lambat tapi kejadiannya sangat pesat sekali, sewaktu Lie Siauw Hiong tidak berhasil memukul mundur pada Giok Khut Mo, kakinya yang hendak jatuh dibumi hampir saja menyentuh garis lingkaran yang dibuat oleh lawannya itu, hingga dalam kegugupannya, dengan laku yang nekad sekali Siauw Hiong sekonyong-konyong mengulurkan tangan kirinya untuk menotok mata Giok Khut Mo.

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kepala perampok itu yang melihat serangan totokan pemuda itu sukar ditangkis, terpaksa dengan hati mendongkol ia berlompat mundur setengah langkah.

   Sementara Lie Siauw Hiong dengan menggunakan kesempatan itu, segera masuk kedalam kalangan yang dibuat oleh lawannya itu.

   Kemudian dengan mengerahkan tenaga sepenuhnya, diapun melompat keluar pula dari kalangan yang terlingkungi oleh daerah racun itu.

   Giok Khut Mo sekalipun sangat terperanjat menyaksikan ilmu meringankan tubuh Lie Siauw Hiong, tapi disudut bibirnya tersungging sebuah senyuman iblis.

   Kecuali Chit- biauw-sin-kun yang kini sudah lenyap kepandaiannya, Le Siauw Hong dan Bu Heng Seng adalah orang-orang gagah sejagat pada saat itu, tapi Giok Khut Mo adalah seorang ahli racun, dalam lapangan mana sudah barang tentu kedua orang itu merasa tidak berdaya.

   Begitulah ketiga orang itu berdiam diri memikirkan daya untuk memecahkan soal rumit yang sedang mereka hadapi, lebih-lebih bagi Bu Heng Seng sendiri ...

   karena bila lawannya tidak menggunakan racun, dia percaya dan yakin, dalam seratus atau dua ratus jurus saja dia pasti akan dapat mengambil jiwa Giok Khut Mo, tapi kini karena isteri dan anak daranya telah pingsan terlampau lama karena kena racun, maka membuat hati Bu Heng Seng berpikir semakin keras.

   Salju masih saja terus turun dengan sesukanya, ketika dengan sekonyong-konyong dari tempat yang jauh terdengar berkumandang suara tertawanya seorang edan.

   Dibawah salju yang turun dengan lebatnya ini, dengan tiba-tiba saja terlihat mendatangi seseorang tua yang berjalan dengan tersaruk-saruk, rambutnya tidak keruan macam dan mukanya sangat kotor sekali, sedangkan pakaiannya yang sudah sangat dekil hampir tidak diketahui pula warna apa pada asal mulanya, tapi bila diperhatikan dengan cermat, maka tampaklah bahwa baju ini semulanya terbuat daripada bahan sutera.

   Orang tua ini sambil jalan sambil menengadahkan kepalanya dan tertawa kegila-gilaan, sudah itu lalu terdengar dia bersenandung .

   "Orang tua yang gemar mancing tertawa bergelak-gelak, dengan kedinginan dia berjalan pulang, cara bagaimanakah dapat mengail seorang diri ditepi disungan yang dingin itu ?"

   Setelah itu dia tertawa pula bergelak-gelak .

   "Ha ha ha ! Sungguh lucu, sungguh lucu, ha ha ha ..."

   Begitulah suara yang telah dikeluarkannya.

   Pada saat itu lagi-lagi dia berjalan maju beberapa langkah dengan sempoyongan, kemudian dia melihat kelangit, agaknya dia menyadari bahwa hari telah menjelang malam.

   Kemudian, entah apa sebabnya, tiba-tiba saja dia menangis terisak-isak.

   Suara menangisnya itu tinggi rendahnya mengikuti tiupannya angin yang berhembus pada saat itu, tampaknya dia menangis demikian sedihnya.

   Lalu berjalan lagi beberapa langkah, dengan masih terus menangis.

   Dengan sikap acuh tak acuh diapun melangkah dua tindak lagi, sekonyong-konyong dia mengeluarkan suara "Ihhhh", lalu dia berhenti dimuka sebatang pohon besar ...

   


Dua Musuh Turunan Karya Liang Ie Shen Peristiwa Burung Kenari Karya Gu Long Lentera Maut -- Khu Lung

Cari Blog Ini