Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Gurun 14


Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen Bagian 14



Pahlawan Gurun Karya dari Liang Ie Shen

   

   Laki2 kekar itu lantas berbangkit dan menyambut dengan tertawa.

   "Banyak terima kasih atas kunjungan Ci-heng, maafkan bilamana kami tidak menyambut sepantasnya."

   Tahulah Ci In-hong orang itu adalah Toh An-peng, dengan tertawa iapun menjawab.

   "Ah, sama2 orang sendiri, harap Toh-cecu jangan sungkan."

   "Benar,"

   Ujar Toh An-peng, mengingat hubunganku dengan Supekmu, memang kita adalah orang sendiri. Silahkan duduk, marilah berkenalan."

   Kemudian Toh An-peng tanya diri Bing-sia, lalu memperkenalkan siorang tua berhidung betet tadi, kiranya orang tua itu adalah Pek Ban-hiong.

   Ci In-hong terkejut, ia pernah mendengar Pek Ban-hiong itu adalah tokoh Hek-to terkemuka, namanya sama termashurnya dengan Tun-ih Ciu.

   Konon dulu pernah dikalahkan To Pek-seng, lalu mengasingkan diri.

   Diam2 ia prihatin dan waspada dengan hadirnya Pek ban-hiong disitu.

   Segera In-Hong mengucapkan kata2 yang menghormat dan kedua pihak sama2 menyatakan sudah dan saling kagum.

   "Sama2 orang sendiri, tidak perlu sungkan2,"

   Ujar Toh An-peng dengan tertawa.

   "Marilah duduk dan minum2 dulu."

   Seorang Liaulo lantas membawakan beebrapa cangkir the dan ber-turut2 ditaruh didepan Ci In-hong , Beng Bing-sia, Toh An-peng, Pek Ban-hiong dan Lo Cun.

   Melihat caranya yang kelewat hati2 itu menimbulkan kesan bahwa Liaulo itu terlalu berlebihan.

   Kiranya kedua cangkir the yang disuguhkan Ci In-hong dan Beng Bing-sia itu telah diberikan racun "Soh-kut-san" (bubuk pelepas tulang), Liaulo itu adalah penyamaran orang kepercayaan Toh An- peng, sikapnya yang terlalu hati2 bukan takut air the itu tercecer, tapi takut kalau2 keliru taruh cangkir2 the itu.

   Begitulah segera Toh An-peng mendahului mengangkat cangkir dan menyilahkan para tamu minum.

   Bing-sia menjadi ragu2, ia pandang Ci In-hong, ternyata In-hong anggap biasa saja dan segera angkat cangkirnya.

   "Ehmm, harum sekali the ini!"

   Kata In-hong sembari menempelkan cangkir kedepan hidung, tapi tidak lantas diminum. Bing-sia tergerak hatinya, segera iapun meniru, iapun angkat cangkirnya dan tidak lantas diminum.

   "O, the ini adalah tumbuhan istimewa di Hui-liong-san sini, paling enak kalau diminum hangat2, maka silahkan kalian minum dulu, sebentar kita minum arak lagi,"

   Kata Toh An-peng.

   Pada saat itulah tiba2 terdengar suara orang berbatuk satu kali, suara batuk yang aneh.

   Kiranya suara batuk itu datang dari Nyo Wan.

   Ketika dilihatnya Yang Kian-pek tidak berada disitu, segera ia menduga Toh An-peng pasti memasang perangkap lain untuk menjebak Ci In-hong.

   Maka ketika melihat pula In-hong dan Bing-sia hendak minum the yang disuguhkan, segera ia menduga didalam air the itu pasti ada sesuatu yang tidak beres, cepat ia berbatuk satu kali sebagai peringatan kepada Ci In-hong.

   Lantaran waktu itu perhatian semua orang sedang dicurahkan atas diri Ci In-hong berdua, maka tidak banyak yang mengetahui siapakah yang mengeluarkan suara deheman keras itu.

   Padahal In-hong dan Bing-sia memang juga sudah menaruh curiga, maka ketika mendengar suara batuk itu, Bing-sia pura2 terkejut sehingga cangkir the yang dipegangnya terjatuh.

   Dan pada saat cangkir itu hampir jatuh dilantai, dengan cepat Ci In-hong mengebas lengan bajunya sehingga cangkir itu kena disambar.

   Jadi cangkir itu tidak sampai jatuh pecah, tapi is cangkir lantas muncrat ke atas dan berceceran terguncang oleh kebasan baju Ci In-hong itu, ceceran air the yang berhamburan itu laksana air hujan kebetulan jatuh didalam cangkir Toh An-peng dan lain2.

   Tidak perlu diterangkan lagi, jelas Ci in- hong sengaja mempelihatkan kepandaiannya yang luar biasa itu.

   Bing-sia sendiri juga pura2 gugup dan minta maaf kepad tuan rumah, sedang Ci In-hong juga pura2 mengomeli kawannya yang dianggap masih hijau itu.

   Toh An-peng tahu tipu muslihatnya telah diketahui lawan, katanya dengan menjengek.

   "

   Hm, mungkin kalian tidak sudi minum the suguhanku bukan?"

   "Ai, bagaimana Toh-cecu bicara demikian, kitakan orang sendiri, kenapa tidak sudi minum segala? Hayolah silahkan minum, silahkan!"

   Sahut In-hong.

   Kalau tadi Toh An-peng yang menyilahkan mereka minum, sebaliknya sekarang malah Ci in-hong yang menyilahkan tuan rumah minum.

   Keruan Toh An-peng menjadi serba runyam dan tak dapat menjawab.

   Saat itu Yang Kian-pek sedang mengintip di ruangan dalam, dilihatnya Ci In-hong berdua tak dapat dijebak dengan racun dalam the, ia pikir terpaksa harus pakai kekerasan.

   Segera ia melangkah kelar dan menegur dengan ketus.

   "Ci In-hong, aku harus puji keberanianmu datang kesini, marilah kita bicara secara blak2an saja."

   "Benar, benar, kalian adalah saudara seperguruan bicara saja secara baik2 dan semua urusan akan menjadi beres,"

   Ujar Toh An-peng.

   "Kau ingin bicara apa?"

   Sahut In-hong dengan tidak kalah ketusnya.

   "Untuk apa kau datang kesini?"

   Tanya Yang Kian-pek.

   "Dan kau sendiri untuk apalagi datang kesini?"

   Balas In-hong.

   "Ci In-hong, kau tidak perlu berlagak pilon,"

   Kata Kian-pek.

   "Kini kau sudah jatuh didalam cengkeraman kami, jika kau bersedia menggabungkan diri kembali ke pihak kami, maka kita akan tetap menjadi suheng dan sute.

   "Haha, sungguh aku tidak paham maksudmu,"

   Sahut In-hong dengan terbahak.

   "Coba kau jelaskan dulu apa kerjamu dengan Toh-cecu disini sehingga merasa perlu menarik kami ke pihakmu?" ~ Ia tidak bermaksud lantas bertempur, maka sengaja mengulur waktu sebisanya. Dalam pada itu Toh An-peng telah mengisiki Lo Cun agar menyelidiki suara batuk tadi dikeluarkan oleh siapa. Pada waktu kedua pihak sudah mulai tegang dan siap tempur, sedang Lo Cun juga sudah mendekati Nyo Wan dan lain2, baru saja dia akan mulai tanya, tiba2 terdengar suara kereta berlari tiba dan berhenti tepat di depan ruangan pendopo itu.

   "Oh-ciok Tojin tiba!"

   Segera beberapa penjaga berteriak.

   Rupanya Toh bong yang mestinya kembali dulu ke Hui-liong-san, karena dia jatuh terbanting, tulang pinggulnya keseleo, untuk naik kuda sakitnya tidak tertahan, terpaksa jalan kaki, sebab itulah Oh-ciok Tojin malahan sampai lebih dulu di tempat tujuan.

   Dan sebagai saudara angkat Toh An- peng, dengan leluasa Oh-ciok menghalau keretanya sampai di depan Cip-gi-tong.

   Begitulah dengan girang Toh An-peng dan Lo Cun menyambut kedatangan Oh-ciok, urusan lain sementara menjadi dikesampingkan.

   Oh-ciok lantas menyingkap tirai kereta, dengan berlagak garang ia membentak.

   Siocia yang manis, turunlah kemari.

   Rasanya sudah cukup Toya meladeni kau selama ini."

   Giam Wan pura2 lemah untuk bergerak dan perlahan2 turun dari kereta dengan lagak takut2 dan gusar pula. Lo Cun bermaksud memajangnya, tapi Giam Wan lantas membentak. jangan menyentuh aku atau aku lantas mengadu jiwa dengan kau!"

   Dari Oh-ciok dapatlah Lo Cun mengetahui nona itu masih lemah karena diberi obat pelemas, maka iapun tidak perlu sangsi lagi, sebagai tanda menghormati ia benar2 menjauhi Giam Wan dan membiarkan nona itu berjalan sendiri.

   Ketika melihat Kok Ham-hi, Lo Cun terkejut oleh wajahnya yang buruk itu, ia tanya Oh-ciok tentang diri Kok Ham-hi.

   Tapi kemudian iapun tidak mengusut lebih lanjut setelah Oh-ciok menyatakan Ham-hi adalah kawan dan pembantunya.

   Lalu bersama Oh-ciok dan Giam Wan mereka masuk ruangan pendopo.

   Anak buah Lo Cun yang melayani Kok ham-hi menjadi rada sangsi menhadapi orang yang berwajah buruk, apalagi sikap Kok Ham-hi sengaja dibikin kaku.

   Ketika seorang Thaubak hendak membantunya membawa keretanya ke kandang, mendadak Kok Ham-hi mendelik dan berkata dengan ketus.

   "Tidak perlu, akan kujaga sendiri kereta ini."

   Dengan alasan demikian, diam2 Kok Ham-hi mengawasi juga keadaan di dalam Cip-gi-tong.

   Sudah tentu beberapa orang kepercayaan Toh An-peng menjadi curiga melihat gerak geriknya yang aneh itu, diam2 merekapun mengawasi Kok ham-hi, disamping itu beberapa orang lai njuga sedang mengawasi gerak-gerik Nyo Wan berhubung suara batuknya yang mencurigakan tadi.

   Ketika di kelenteng kuno dahulu Nyo Wan pernah melihat wajah asli Kok Ham-hi, kini iapun dapat mengenalnya, ia menjadi terkejut dan bergirang pula.

   Dalam pada itu Oh-ciok telah menggiring Giam Wan ke dalam pendopo dan berseru kepada Toh An-peng.

   Toh-toako, inilah anak dara yang kau inginkan, maaf jika aku datang terlambat."

   Dengan girang Toh An-peng mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan saudara angkat itu dan menyilahkan duduk.

   "Nona Giam tak perlu takut, kau sengaja kami undang kesini, asalkan kau suka menurut kata2 kami, tentu kau takkan dibikin susah,"

   Kata Toh An-peng kemudian.

   Saat itu pula Pek Ban-hiong sudah berdiri siap disebelah Ci in-hong, asalkan Ci In-hong sedikit bergerak saja segera ia akan turun tangan lebih dulu.

   Disebelah lain yang Kian-pek juga sudah melolos pedang dan sedang mengawasi dengan tajam.

   Melihat pihak sendiri sudah siap siaga semua, Lo Cun merasa yakin Ci In-hong pasti tak dapat berkutik lagi.

   Segera ia mengundurkan diri untuk mengusut orang yang mengeluarkan suara batuk tadi.

   Kemudian Toh An-peng berkata kepada Giam Wan dengan tertawa.

   Nona Giam, mungkin Oh-ciok Totiang belum menceritakan maksud undanganku kepadamu, tapi soal ini boleh kita bicarakan nanti, sekarang boleh silahkan kau mengaso dulu kekamar dalam."

   "Apa maksudmu sebenarnya, aku lebih suka mati daripada terhina,"

   Sahut Giam Wan dengan mendengus.

   "Toh-toako,"

   Oh-ciok menyela.

   "Apakah kau ada tempo, aku ingin bicara sebentar dengan kau," ~ Sembari berkata iapun mengedipkan mata sambil melirik kearah Giam Wan. Toh An-peng tahu watak Oh-ciok Tojin, dengan tertawa ia menjawab.

   "Ya, memang urusan ini harus kubicarakan juga dengan Oh-hiante, marilah kita masuk kedalam, begitu pula nona Giam boleh silahkan masuk kedalam saja."

   Tampaknya Giam Wan hendak membangkang, tapi Oh-ciok lantas mendorongnya dari belakang sambil membentak.

   "Masuklah kesana, memangnya kau ingin diperlakukan dengan kasar?"

   Bing-sia menjadi gelisah menyaksikan Giam Wan digusur masuk kedalam.

   Ia menjadi heran pula mengapa sang Piauci tidak mengenalnya lagi meski dirinya berada dalam penyamaran, bahkan melirikpun tidak kearahnya se-akan2 tidak mengetahui sama sekali berada dirinya disitu.

   Yang lebih aneh adalah sikap Giam Wan yang penurut itu, padahal biasanya Giam Wan bersifat keras.

   Ia tidak tahu bahwa apa yang terjadi itu justru adalah rencana yang telah diatur oelh Oh-ciok dan Giam Wan.

   Bila sudah masuk kekamar didalam, mereka berdua segera bertindak dan membekuk Toh An-peng, lau Oh-ciok akan membujuknya agar Toh An-peng mau insaf dan kembali kejalan yang benar demi hubungan baik persaudaraan mereka.

   Kalau Toh An-peng tetap bandel, Giam Wan yang akan membereskannya.

   Yang diketahui Bing-sia hanya Giam wan akan diperalat oelh Toh An-peng untuk memeras ayahnya, ia menjadi kuatir kalau Giam Wan sudah digiring masuk, tentu urusan akan menjadi tambah sulit.

   Dalam kuatirnya ia tidak dapat berpikir panjang lagi, serentak ia melolos pedang terus menusuk kepunggung Oh-ciok Tojin yang sedang berjalan kedalam itu.

   Jurus serangan Bing-sia itu adalah ajaran keluarga Beng yang maha lihai, cepat lagi tepat, betapapun tinggi kepandaian Oh-ciok sukar baginya untuk menghindar.

   Tampaknya tusukan Bing-sia itu sudah pasti akan kena sasarannya, mendadak Giam Wan yang berada disisi Tojin itu menggeliat kesamping, sebelah tangannya lantas membalik untuk memegang pergelangan tangan Bing-sia.

   Kepandaian mereka berdua memangnya sembabat, soalnya Bing-sia tidak pernah menyangka sang piauci dapat menyerangnya, apalagi Giam Wan cukup kenal akan ilmu pedang Bing-sia, maka secara tak terduga duga Bing-sia kena dicengkeram oleh Giam Wan itu.

   Keruan Bing-sia terkejut,serunya.

   "Piauci, akulah adanya!" ~ Belum habis ucapannya, tiba2 angin tajam menyamber dari belakang dengan cepat pedang yang Kian-pek telah menusuk punggung Bing-sia. Rupanya Giam Wan kuatir Bing-sia melukai Oh-ciok Tojin, untuk berseru mencegahnya saat itu sudah tidak keburu, terpaksa ia turun tangan untuk merintangi serangan Bing-sia itu. Tak terpikir oelhnya bahwa saat itu musuh2 lihai juga sudah siap disamping dan serentak melancarkan serangan kepada Bing-sia. Padahal saat itu tangan Giam Wan baru saja mencengkeram pergelangan tangan Bing-sia, seketika itu Bing-sia takbisa berkutik, apalagi buat menangkis serangan Yang Kian-pek. Keadaannya itu jauh lebih berbahaya daripada waktu Oh-ciok hendak diserang olehnya tadi. Untunglah, pada detik terakhir, se-konyong2 terdengar suara trang yang nyaring ditengah berkelebatnya sinar pedang dan bayangan golok, Yang Kian-pek tergetar mundur sambil memaki.

   "Kurangajar! Kiranya kau Tosu busuk ini adalah agen rahasia musuh!"

   Rupanya Oh-ciok Tojin yang telah menangkiskan serangan Yang kian-pek itu dengan goloknya yang secepat kilat. Segera ia balas menjengek.

   "Hm, Yang Kian-pek, disini bukan istanamu, jika kau ingin berlagak tuan besar silahkan pulang kerumahmu sendiri. Disini bukan tempat bagimu untuk main gertak!"

   "Hm, orang yang tidak tahu diri, mengapa kau membela orang luar dan mengkhianati Toh-cecu malah?"

   Damprat Yang Kian-pek.

   "Kau tuduh aku mengkhianati Toh-cecu? Hm, yang benar kau hendak menyeret Toh-toako kedlam jurang dan membikin dia tercemar demi keuntunganmu, memangnya kau kira kami tidak mengetahui muslihatmu yang busuk dengan bersekongkol dengan pihak Mongol?"

   Jawab Oh-ciok dengan ketus.

   "Dengarlah,Toh-cecu, bagus benar ucapan saudara angkatmu yang hebat ini,"

   Seru yang Kian-pek kepada Toh An-peng.

   Sambil saling caci-maki, berbareng kedua orang telah saling gebrak beberapa jurus pula.

   Sementara itu orang Toh An-peng sudah lantas menyerbu maju dan mengepung Bing-sia dan Giam Wan.

   Disebelah lain Pek Ban-hiong yang selalu mengawasi Ci In-hong juga sudah turun tangan.

   Tapi Ci In-hong juga sudah siap, segera ia sambut pukulan lawan dengan Thian-lui-kang yang hebat "blang", kedua tangan beradu dan mengeluarkan suara dahsyat.

   Tenaga pukulan Ci In-hong yang hebat itu ternyata tidak emmpan, rasanya seperti mengenai segumpal kapas yang empuk.

   Menyusul mana, dengan cepat luar biasa tangan Pek Ban-hiong yang lain lantas mencengkeram pula kepundak Ci In-hong bret, kain baju Ci In-hong terobek, tapi Ci In-hong keburu lolos dari cengkeraman musuh dan melompat kesamping, segera pedang dilolosnya.

   Baru bergebrak saja Ci In-hong sudah kecundang, ia menjadi terkejut dan diam2 mengakui kehebatan Pek Ban-hiong yang punya nama sejajar dengan Tun-ih Ciu.

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tampaknya keadaan membahayakan jiwa Beng-tayhiap dan Li Su-lam tidak lekas datang.

   Walaupun begitu ia tidak menjadi gentar, I masih bertempur sekuat tenaga.

   Sebaliknya Pek ban-hiong juga terkesiap, ia telah berlatih selama 20-an tahun dan jarang ketemu tandingan, ternyata anak muda dihadapannya sekarang tidak dapat dirobohkan olehnya, maka ia tidak berani memandang enteng lawan lagi, ia keluarkan segenap kemahirannya untuk melayani Ci In-hong.

   Orang yang paling terkejut rasanya adalah Toh An-peng, betapapun ia tidak menyangka Oh-ciok Tojin bisa bergebrak dengan Yang Kian-pek, bahkan mengeluarkan kata2 seperti tadi.

   Maka segera ia tahu bahwa Oh-ciok Tojin telah mengkhianatinya.

   Tapi ia pura2 tidak paham dan berseru.

   "Eh, nanti dulu, Oh-hiante, mengapa kau berkata begitu kepada Yang-kongcu, bukankah nona Giam ini kau bawa kesini sesuai dengan permintaanku?"

   "Toh-toako,"

   Sahut Oh-ciok.

   "dari Toh Bong sudah kudengar perkara yang sebearnya. Jelek2 kita terhitung laki2 terhormat dikalangan Lok-lim, mana boleh menggunakan cara licik demikian dengan menggunakan seorang nona kecil begini sebagai tameng?"

   "O, kiranya kau tak setuju kepada tindakanku?"

   Tanya Toh An-peng.

   "Benar,"

   Sahut Oh-ciok.

   "Segala apa boleh kita lakukan, hanya mengekor kepada kaum tartar dan menjadi begundalnya inilah yang tidak boleh. Toh-toako, sesungguhnya engkau adalah tokoh Lok- lim yang paling gilang gemilang, buat apa engkau mesti mengekor kepada orang lain dan terima dijadikan alat? Harap kau suka berpikir lagi lebih matang?"

   "Urusan ini terlalu luas untuk dibicarakan, biarlah kita rundingkan nanti,"

   Ujar Toh-An-peng.

   "Sekarang kalian berdua boleh berhenti bergerak dulu."

   Mestinya Yang Kian-pek sangat gusar, tapi iapun cerdik ketika mendapat isyarat dari Toh An-peng, ia pikir dibalik kata2 Toh An-peng itu tentu ada rencana tertentu, coba saja cara bagaimana Toh An- peng akan membereskan Tosu busuk itu.

   Maka ia lantas pura2 ngambek dan melompat keluar kalangan pertempuran sambil mengejek.

   "Bagus, Toh-cecu, jika kau mau percaya kepada saudara angkatmu, aku orang luar, biarlah aku mohon diri saja."

   Pada saat itu juga Toh An-peng lantas mendekati Oh-ciok Tojin dan berkata.

   "Marilah kita bicara lagi didalam," ~ Berbareng itu mendadak sebelah tangannya terus merangsang keatas pundak Oh- ciok dan tepat kena cengkeram tulang pundaknya.

   "Liong-jiau-jiu" (cengkeraman cakar naga) adalah salah satu kepandaian Toh An-peng yang terkenal didunia persilatan. Bicara tentang kepandaian sejati sebenarnya dia masih bukan tandingan Oh-ciok Tojin. Tapi karena tulang pundak tercengkeram, betapapun tinggi kepandaian Oh-ciok juga sukar melepaskan diri,seketika tubuh terasa lemas lunglai. Setelah berhasil mencengkeram Oh-ciok, segera Toh An-peng mencaci maki.

   "Keparat,percuma saja aku mengangkat saudara dengan kau, bahkan pernah menolong jiwamu, tapi sekarang malah membantu orang luar memusuhi aku. Coba katakan apakah kau tidak bersalah kepadaku? Hayolah, kalau kau ingin selamat, lekas kau minta maaf kepada Yang-kongcu dan berjanji didepan orang banyak akan tunduk kepada perintahku dengan demikian jiwamu mungkin dapat diampuni kalau tidak, hm, jangan kau salahkan diriku."

   Tidak kepalang gemas dan menyesalnya Oh-ciok Tojin, baru sekarang ia tahu betapa keji dan rendah perbuatan Toh An-peng. Terdorong oleh rasa gusarnya, tanpa pikir ia lantas menjawab.

   "Aku lebih suka mati dari pada berdosa kepada leluhur sendiri. Kau membunuh aku, silahkan turun tangan saja!"

   "Hm, masakah begitu enak? Kau harus diberi rasa sedikit dulu! Jengek Toh An-peng sembari perkeras cengkeramannya sehingga tulang pundak Oh-ciokTojin berkeriutan. Lalu ejeknya pula.

   "Hm, kau suka anggap golok-kilatmu tiada tandingnya, sekarang kuremas tulang pundakmu hingga hancur, coba apakah kau masih mampu menggunakan golok?"

   Melihat Oh-ciok Tojin telah kena dibekuk oleh Toh An-peng, Yang Kian-pek lantas bergelak tertawa, serunya.

   "Bagus, tindakan bagus! Tosu busuk ini telah kau tangkap, sekarang aku ingin tawan si nona cantik." ~ Berbareng itu ia lantas mendekati Bing-sia. Saat itu Bing-sia sedang bertempur melawan empat orang. Segera Yang Kian-pek membentak;

   "Mundur semua, biar aku sendiri yang melayani betina ini!"

   Lalu iapun menerjang maju, katanya sambil cengar cengir.

   "Eh, nona Beng, biarpun kau menyamar, memangnya kau dapat mengelabui mataku?"

   Gusar sekali Bing-sia.

   "Keparat yang tidak tahu malu!"

   Dampratnya, sret, pedang lantas menusuk ke In-bun-hiat didada Yang Kian-pek.

   "Keji benar ilmu silatmu!"

   Seru Yang Kian-pek.

   "Ai, tega benar kau padaku, sungguh membikin hancur hatiku."

   Berbareng itu dengan mudah saja ia dapat mematahkan serangan Bing-sia itu, malahan ia mengejek pula dengan cengar cengir.

   "Ah, barangkali kau masih kenal kepada Jay-hoa-cat seperti diriku ini. Hehe, cuma sayang sekarang kau tidak punya sipelindung yang ganteng lagi."

   Sebenarnya ilmu pedang Bing-sia tidak dibawah Yang Kian-pek, walaupun tenaga kalah kuat, tapi sedikitnya dapat bertahan hingga beberapa puluh jurus.

   Namun dia telah terpancing marahnya, begitu bergebrak lantas bertemu jurus2 berbahaya, karena itu Bing-sia sendiri hampir2 kecundang malah.

   Sekarang iapun dapat merasakan kesalahan sendiri, lekas2 ia tenangkan diri dan menghadapi musuh dengan segenap perhatian.

   Biarpun begitu ia masih tetap terdesak dibawah angin.

   Disebelah sana Giam Wan sendirian dikerubut oleh belasan orang, keadaannya jauh lebih buruk daripada Bing-sia.

   Dalam keadaan diri masing2 sedang kerepotan dengan sendirinya Ci In-hong, Beng Bing-sia dan Giam Wan tidak sempat memberi bantuan kepad Oh-ciok Tojin.

   Tulang pundak Oh-ciok diremas oleh Toh An-peng hingga berkeriutan, sedapat mungkin ia mengertak gigi menahan rasa sakit, sedikitpun ia tidak mau merintih.

   Dalam hati ia sangat menyesal dan gemas, ia yahu sekali ini jiwanya pasti akan melayang dibawah saudara angkat sendiri itu.

   Selagi ditengah Cip-gi-tong terjadi pertarungan sengit, diluar sana jejak Nyo Wan juga sudah ketahuan, saat itu iapun sudah mulai bergerak dengan Lo Cun dan begundalnya.

   Tadi setelah Lo Cun keluar kembali untuk mengusut siapa yang mengeluarkan suara batuk, dari beberapa anak buahnya diterima laporan bahwa Nyo Wan yang bersuara itu, maka diam2 ia mendekati nona dalam penyamaran itu, dengan pura2 penuh kepercayaan ia membisiki.

   "Didalam sudah mulai bergebrak, musuh tampaknya cukup lihai, marilah kita masuk kesana untuk membantu."

   Nyo Wan sudah siap sedia, memangnya ia sedang mencari jalan cara bagaimana masuk kedalam Cip-gi-tong, maka ucapan Lo Cun itu sangat kebetulan baginya.

   Segera ia menyatakan baik dan bersama Lo Cun melangkah ke-ubdak2an.

   Tapi baru dua tiga langkah, mendadak sebelah tangannya membalik, tujuannya hendak memegang pergelangan tangan Lo Cun.

   Sebenarnya disekitar situ sudah banyak anak buah Toh An-peng, maksud mereka hendak menyergap Nyo Wan secara mendadak bila sinona sudah memasuki Cip-gi-tong, kini mendadak Nyo Wan turun tangan lebih dulu, dengan terpaksa orang2 itu pun ikut turun tangan sebelum waktunya.

   Dan untung juga bagi Nyo Wan, dia mendahului menyerang musuh sehingga terhindar dari serangan.

   Begitulah Lo Cun yang juga cukup waspada itu sempat mengelakkan cengkeraman Nyo Wan itu, berbareng itu anak buahnya sudah menerjang tiba, beberapa senjata sekaligus menyerang kearah Nyo Wan.

   Lo Cun segera memutar tubuh kembali, sebelah kakinya terus mendepak sambil membentak.

   "Keparat, kiranya kau adalah mata2 musuh!" ~ Depakan Lo Cun ini merupakan kepandaian yang diandalkannya. Dibawah serangan dari berbagai jurusan itu, rasanya sukar bagi Nyo Wan untuk menghindarkan salah satu serangan itu. Tampaknya sedikitnya Nyo Wan pasti akan kena depakan Lo Cun jika tidak ingin terluka oleh senjata tajam, pada saat itulah tiba2 terdengar suara trang-trang dua kali, sebilah golok dan sebatang pedang yang mengancam tubuh Nyo Wan itu tahu2 mencelat semua keatas. Kiranya Kok Ham-hi telah menyambitkan dua potong batu kecil sehingga senjata kedua musuh itu kena ditimpuk jatuh. Karena itu, Nyo Wan sempat mendak tubuh dan menghindarkan depakan Lo Cun tadi, berbareng itu lengan bajunya lantas mengebas, tanpa ampun lagi Lo Cun kena disengkelit terjungkal kebawah undak-undakan. Kebetulan Kok Ham-hi sedang memburu tiba, terus saja ia mencengkeram kuduk Lo Cun yang roboh kearahnya itu, segera ia angkat tubuh Lo Cun dan digunakan sebagai tameng darurat, bentaknya lantang.

   "Yang merintangi aku mati, yang menghindari aku hidup!"

   Keruan Lo Cun ketakutan setengah mati, jangan2 senjata kawan sendiri mampir ketubuhnya dan itu berarti maut baginya. Lekas2 ia berteriak.

   "Lekas, lekas minggir. Beri jalan kepada ksatria gagah ini!"

   Orang2 itu memang kuatir melukai Lo Cun sendiri, pula jeri melihat wajah Kok Ham-hi yang mengerikan itu, maka seruan Lo Cun itu sangat kebetulan bagi mereka, cepat2 mereka mundur kedalam Cip-gi-tong.

   "Hahaha! Memangnya orang macam kau ada harganya kubunuh?"

   Jengek Kok Ham-hi sambil memutar tubuh Lo Cun terus dilemparkan kebawah undak2an.

   Habis itu Kok Ham-hi bersama Nyo Wan lantas menerjang kedalam ruangan pendopo.

   Kok Ham-hi melihat Oh-ciok Tojin berada dalam cengkeraman Toh An-peng, keadaannya kelihatan paling gawat, Giam Wan juga terkepung oleh musuh yang berjumlah banyak, tapi untuk sementara tampaknya masih sanggup bertahan.

   Rupanya Toh An-peng juga tahu kedatangan musuh tangguh, baru saja ia hendak meremas lebih keras untuk menghancurkan tulang pundak Oh-ciok Tojin, mendadak Kok Ham-hi membentak.

   Lepas tangan!" ~ Belum tiba orangnya pukulannya sudah dilontarkan lebih dulu dari jauh.

   Karena guncangan tenaga pukulan itu, badan Toh An-peng tergetar miring, tenaga cengkeramannya menjadi kendur, kesempatan itu segera digunakan oleh Oh-ciok Tojin untuk memberosot kebawah sehingga terlepas dari tangan Toh An-peng.

   Segera Oh-ciok balas membentak.

   "Toh An-peng, jiwaku boleh dikata baru lolos dari lubang jarum. Kau pernah menyelamatkan jiwaku satu kali dan sekarang sama pula kau telah embunuh aku satu kali, kedudukan kita menjadi satu sama satu, aku tidak utang lagi padamu. Sejak kini kita putus hubungan."

   Diam2 Toh An-peng menyesal tadi tidak binasakan saja Oh-ciok Tojin, tapi iapun tidak menjadi jeri karena jumlah pihaknya jauh lebih banyak, segera ia pegang senjatanya, sepasang gaetan baja, lalu mendengus.

   "Hm, tosu busuk, kau makan dalam dan bela luar, memangnya kita sudah tidak punya hubungan apa2 lagi. Apakah kau mengira akan mampu keluar dari sini? Hm, jiwamu masih tetap berada ditanganku biarpun kau mendapat bala bantuan."

   "Tapi jiwaku sekarang tidaklah gampang kau ancam lagi,"

   Sahut Oh-ciok sambil menangkis kedua gaetan Toh An-peng.

   "Biar aku ampuni kau sekali lagi, apakah kau masih tidak sadar?"

   Bentak Oh-ciok. Akan tetapi kesempatan itu digunakan oleh Toh An-peng untuk menyerang malah, gaetan kanan menyampok, gaetan kiri terus menarik sehingga perut Oh-ciok terluka. Sambil menahan rasa sakit, Oh-ciok menghela napas dan berkata.

   "Nyata matipun kau tidak mau sadar, terpaksa aku mengadu jiwa dengan kau."

   "Kini kau sudah mirip ikan tanpa air, kau masih ingin mengadu jiwa segala?"

   Jengek Toh An-peng berbareng kedua gaetannya bekerja cepat sehingga golok Oh-ciok terkurung rapat.

   Dengan permainan golok kilat Oh-ciok Tojin membacok dan menabas cepat luar biasa, terdengar suara trang-tring yang nyaring mendering tak ber henti2.

   Akan tetapi golok Oh-ciok benar2 terkunci sukar terlepas dari rintangan sepasang gaetan lawan, asal ujung golok mencapai lingkaran senjata musuh tentu sudah terbentur balik.

   Ditengah pertarungan sengit itu Oh-ciok mulai merasakan lengan kanan rada kemeng dan kaku, golok yang dia tabaskan lamban-laun menjadi kurang tenaga, lengan kanan itu seperti tidak mau tundauk kepada perintahnya lagi.

   Kiranya ada sekerat tulang pundak kanan Oh-ciok itu menjadi cedera kena cengkeraman Toh An- peng tadi, setelah bertempur sekian lamanya dengan sengit,akhirnya terasa gangguan tulang pundak yang terluka itu.

   Toh An-peng lantas mendesak dengan lebih kencang melihat lawannya mulai kendur permainan goloknya.

   Oh-ciok mengertak gigi, ia pindahkan golok ketangan kiri dan tetap bertempur mati2an.

   "Hm, apa gunanya kau bertempur mati2an begini jiwamu sebentar lagi juga akan melayang!"

   Jengek Toh An-peng.

   Sudah tentu tangan kiri Oh-ciok tidak leluasa sebagaimana tangan kanan, maka setelah belasan jurus lagi, keadaannya menjadi tambah payah.

   Diam2 Oh-ciok menyesal, mestinya tadi Toh An- peng dibereskan lebih dulu, tapilantaran hati tidak tega,akibatnya sekarang diri sendiri harus tertimpa bencana.

   Disebelah sana, setelah Kok Ham-hi menyelamatkan Oh-ciok dari cengkeraman Toh An-peng tadi, ia lihat keadaan Giam Wan juga sudah gawat.

   Ia pernah bergebrak dengan Oh-ciok, maka tahu kepandaiannya cukup kuat untuk emlayani Toh An-peng dan tentu tidak gampang kalah dalam waktu singkat.

   Maka ia lantas memburu kesana untuk membantu Giam Wan.

   Semangat Giam Wan menjadi terbangkit ketika melihat kedatangan Kok Ham-hi.

   Terdengar Kok Ham-hi menggertak keras laksana bunyi geledek.

   Secepat kilat iapun menerjang ke tengah kalangan, kedua telapak tangannya menghantam,kontan dua orang musuh roboh terguling.

   DenganThian-lui-kang yang dahsyat, siapa yang berani menahannya pasti binasa, maka hanya sekejap saja Kok Ham-hi sudah merobohkan lima-enam orang musuh.

   Giam Wan sendiri juga berhasil melukai dua-tiga orang.

   Sisanya menjadiketakutan dan sama melompat mundur.

   "Aku akan membantu Bing-sia, kau boleh membantu Ci-suheng,"

   Seru Giam Wan setelah bebas dari kerubutan musuh itu.

   Waktu memasuki Cip-gi-tong tadi Kok Ham-hi sudah memperhatikan pertarungan antara Ci In- hong melawan Pek Ban-hiong, ia tahu Pek ban-hiong pasti musuh terkuat di Hui-liong-san ini, kalau peertempuran berlangsung lamatentu Ci In-hong akan kecundang.

   Kini setelah ia menengok kembali kesana, benar juga dilihatnya Ci In-hong sedang terdesak mundur.

   "Ci-heng, Lui-tian-kau-hong!"

   Seru Kok Ham-hi kepada In-hong.

   "Hm, Lui-tian kau-hong apa?"

   Jengek Pek Ban-hiong.

   "Kau siluman bermuka buruk ini apa bermaksud menggertak aku?"

   Belum lenyap suaranya, se-konyong2 terasa suatu arus tenaga maha kuat mendorong tiba, ternyata Ci In-hong dan Kok Ham-hi ber-sama2 telah menggunakan Thian-lui-kang, dalam keadaan demikian, biarpun lwekangPek Ban-hiong amat tinggi juga sukar menahan pukulan dahsyat dari gabungan dua orang itu, seketika dada terasa seperti dipalu, darah bergolak dirongga dadanya, isi perutnya se-akan2 berjungkir balik.

   Setelah In-hong dan Ham-hi memukul bersama dengan jurus "Lui-tian-kau-hong" (Kilat menyambar dan geledek menggelegar sekaligus), menyusul kedua pedang mereka lantas menusuk pul berbareng.

   Saat itu Pek ban-hiong belum lagi tenangkan diri, tahu2 terdengar suara "brat-bret"

   Beberapa kali, kedua lengan bajunya ber-lubang2 kena tusukan pedang dan kain kecil beterbangan laksana kupu2.

   Melihat lawan masih sanggup meyambut tusukan pedang mereka dengan kebasan lengan baju, mau tak mau Kok Ham-hi dan Ci In-hong harus mengakui kelihaian musuh, mereka tidak berani gegabah lagi.

   Pek Ban-hiong tidakmalu sebagai seorang jago tua, ber-turut2 ia mundur delapan langkah,setiap langkah tentu daya serangan lawan dipatahkan sebagian, sampai langkah kedelapan, kuda2nya sudah cukup kuat untuk bertahan, segera ia lepaskan ikat pinggang kulit dan digunakan sebagai ruyung yang lemas, ia putar ikat pinggang itu dengan cepat untuk menahan serangan kedua lawan muda itu.

   Thian-lui-kang terlalu banyak membuang tenaga murni, maka Kok Ham-hi dan Ci In-hong tidak berani terlalu sering menggunakannya,terutama mengingat lawannya terlalu tangguh bagi mereka.

   Hanya terkadang bila Pek ban-hiong tampaknya sudah mulai merangsak lagi, lalu mereka keluarkan pula jurus "Lui-tian-kau-hong"

   Sekali lagi untuk mematahkan kegarangan musuh.

   Walaupun mereka berdua akhirnya menjadi diatas angin, tapi dalam waktusingkat sukar pula mengalahkan Pek Ban-hiong.

   Disebelah sana Giam Wan telah menerjang kepungan musuh dan bergabung dengan Bing-sia.

   Semangat Bing-sia lantas bertambah, tiba2 dengan jurus "Tay-bok-koh-yan" (burung walet melayang ditengah gurun), secepat kilat pedangnya menusuk Yang Kian-pek, Giam Wan juga tidak tinggal diam, pedangnya berputar cepat sehingga bagian atas Yang kian-pek terkurung rapat.

   Cara bertempur Giam Wan ini merupakan kerja sama yan grapat sekali edngan serangan Bing-sia itu.

   "Hahaha, kembali seorang nona cantik lagi, wah, benar2 rejekiku tidak kecil,"

   Seru yang kian-pek dengan tertawa.

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Belum lenyao suara tertawanya, sekonyong2 iapun menjerit kesakitan, ternyata pundaknya telah terluka oleh pedang Bing-sia.

   Untung tulang pundak tidak sampai cidera.

   Ternyata ilmu pedang Giam Wan dan Bing-sia dapat bekerja sam dengan rapat sekali walaupun mereka bukan berasal dari satu perguruan, soalnya mereka sering mengadakan tukar pikiran dan saling belajar, maka bial dimainkan bersama mereka dapat bekerja sama dengan rapi.

   Sedang kepandaian Yang Kian-pek hanya setingkat diatas Bing-sia, kini dia harus melawan Giam Wan pula, dengan sendirinya ia menjadi kewalahan.

   Sementara itu Thaubak pihak Hui-liong-san ber-bondong2 merubung tiba memenuhi Cip-gi-tong.

   Saat itu Toh An-peng sendiri sudah berada diatas angin melawan Oh-ciok Tojin, segera ia berseru.

   "Jangan kacau, tenang saja! Ting-tongcu,Lau-tongcu, kalian pilih beberapa orang lagi dan tinggal disini, yang lain2 mundur keluar ketempat semula."

   Ting-congcu dan Lau-congcu adalah dua Thaubak besar yang punya kepandaian cukup tinggi, ditambah lagi seorang jago silat she Lok dan seorang she Tun, berempat lantas ber-siap2 untuk ikut maju buat membekuk Oh-ciokTojin.

   Tapi Toh An-peng merasa yakin akan kemenangannya, sudah tentu ia tidak sudi dibantu, segera ia membentak.

   "Lekas kalian membantu yang-kongcu. Sedang Lok-cianpwe dan Tun-toako silahkan membantu Pek-locianpwe, bekuk dulu kedua mata2 musuh itu!"

   Kepandaian Lok Lam-ciang dan Tun Jit memang tidak lemah, begitu mereka ikut maju, kedudukan Ci In-hong dan Kok Ham-hi menjadi dua lawan tiga, segera mereka terdesak dibawah angin.

   Disebelah lain, kedua ThaubakHui-liong-san tadi yaitu Lau Ban dan Ting Tiau juga sudah menerjang maju dan melacarkan serangan kepada Giam Wan dan Bing-sia.

   Meski kedua Thaubak itu bukan jago silat kelas tinggi, tapi terhitung lumayan juga.

   Senjata Lau Ban adalah golok besar dan berat, begitu dia membacok dan ditangkis oleh Bing-sia.

   "trang"

   Lelatu api menciprat, diam2 Bing-sia terkejut dan mengakui besarnya tenaga lawan.

   Dalam pada itu dengan cepat senjata Ting Tiau yakni ruyung beruas tujuh, dengan cepat juga menyabet kearah Giam Wan.

   Dengan gesit GiamWan menggeser kesamping, pedangnya juga lantas berputar terus balas menabas.

   Dalam keadaan begitu, ruyung Ting Tiau menjadi mengenai tempat kosong, sebaliknya tabasan pedang Giam Wan tahu2 sudah menyambar tiba, kalau dia tidak lemparkan ruyungnya berarti jarinya akan terpapas oleh pedang sinona.

   Untung baginya, pada detik berbahaya itu, terdengar angin tajam menyambar, dari samping Yang Kian-pek telah menusuk, katanya dengan tertawa.

   "Jangan terlalu garang, nona Giam, jangan lupa masih ada diriku ini!"

   Kepandaian Yang Kian-pek jauh diatas Ting Tiau, serangan itu sangat tepat dan memaksa lawan harus menyematkan diri lebih dahulu, maka ketika mendengar angin tajam menyamber dari belakang, terpaksa Giam Wan tarik kembali pedangnya buat menangkis.

   Sedang bing-sia segera menggunakan kelincahannya untuk melawan Lau Ban yang diketahu bertenaga besar, ber-ulang2 ia memancing serangan lawan untuk kemudian mendadak balas menyerang dengan jurus yang mematikan.

   Suatu ketika, dengan gesit a menghindarkan bacokan golok Lau Ban yang hebat, menyusul ia terus menubruk maju, ujung pedang mengarah tenggorokan lawan itu.

   Tapi kembali Yang Kian-pek dapat menyelamatkan kawannya, dengan cepat ia tinggalkan Giam Wan dan lagi2 dengan suatu jurus mematikan ia paksa Bing-sia harus menyelamatkan diri lebih dulu sehingga Lau Ban terhindar dari renggutan maut.

   Merasa sudah diatas angin, Yang Kian-pek bergelak tertawa, katanya.

   Hahaha, kedua nona cantik telah sudi datang sendiri kesini, masakah aku orang she Yang tega menolak, tentu saja akan kuterima dengan penuh kasih sayang.

   Kalian jangan takut, betapapun aku tidak tega mencelakai perempuan cantik, hanya saja kalian juga mesti tahu diri, turutlah kepadaku, buanglah senjata kalian, kan sayang jika wajah kalian yang cantik molek ini sampai cedera."

   "Mulut anjing manabisa tumbuh gading! Ini, rasakan pedangku!"

   Seru Bing-sia, segera iapun melancarkan serangan.

   "Benar, terhadap anjing galak hanya ada satu cara, binasakan dia!"

   SERU Bing-sia, Segera iapun melancarkan serangan.

   Akan tetapi dengan bantuan Lau Ban dan ting tiau, kini Yang Kian-pek sudah diatas angin dia dapat melayani kedua nona itu dengan leluasa.

   Di sebelah sana Nyo Wan juga sedang melabrak usuh, lawan2 yang dihadapinya hanya jago2 kelas rendahan saja, maka dengan tidak susah2 ia dapat erobohkan mereka, terdengar jeritan disana sini beberapa orang kontan terguling.

   Melihat keadaan Bing-sia berbahaya, betapapun Nyo Wan tak bisa tinggal diam, segera ia menerjang kesitu.

   Dapatkah rombongan Ci In-hong dan kawan2nya menyelamatkan diri dari kepungan musuh? Bagaimana dengan misi Li Su-lam dan Beng Siau-kang, rintangan apa yang akan mereka hadapi di Hui-liong-san ini?

   Jilid 13 bagian pertama Hanya dalam beberapa gebrakan saja lau ban sudah terluka oleh pedang Nyo Wan, goloknya terpental dari cekalan.

   "Enci Wan, jangan pikirkan diriku, tangkap penjahat harus tangkap benggolannya!"

   Seru Bing-sia.

   Nyo Wan tersadar oleh teriakan itu, ia pikir memang tidak salah ucapan Bing-sia itu, jumlah musuh jauh lebih banyak, bila bertempur terlalu lama pihak sendiri tentu kecundang kecuali Toh An-peng ditangkap dulu untuk digunakan sebagai sandera.

   Sementara itu pertempuran terbagi menjadi tiga kelompok.

   Suatu kelompok Kok Ham-hi dan Ci In- hong bergabung sedang menempur Pek ban-hiong bertiga.

   Kedua pihak sama2 jago kelas tinggi,lebih2 Pek Ban-hiong adalah tokoh2 Hek-to terkemuka, untung Ci In-hong dan Kok Ham-hi berdua memiliki pukulan sakti "Lui-tian-kau-hong", bila kepepet mereka lantas keluarkan pukulan dahsyat itu bersama.

   Namun demikian merakapun sudah terdesak dibawh angin.

   Kelompok lain adalah Oh-ciok Tojin melawan Toh An-peng, pertarungan mereka sungguh mati2an.

   Oh-ciok Tojin sudah terluka parah dan masih melawan sekuatnya, keadaannya jauh lebih buruk daripada kelompok yang lain.

   Jadi kelompok Bing-sia dan Giam Wan boleh dikata lebih mendingan.

   Mereka mendapat bantuan Nyo Wan dan telah melukai pembantu utama Yang kian-pek, yaitu Lau ban, maka posisi mereka dari terancam kini telah berbalik dipihak unggul.

   Melihat Oh-ciok Tojin dalam keadaan payah, walaupun Nyo Wan tidak kenal dia, tapi ia tahu Toh An-peng adalah cecu dari Hui-liong-ce, maka tanpa pikir ia terus menerjang pula kearahnya.

   Tapi ia lantas dicegat oleh beberapa anak buah Toh An-peng sebelum dia mencapai tempat tujuan.

   Pada saat itu mendadak Toh An-peng membentak, sepasang gaetannya bekerja sekaligus, gaetan kiri tetap menggantol dipundak Oc-ciok Tojin, sedangkan gaetan kanan terus menusuk keleher lawan pula.

   "Hari ini kalau bukan kau yang mampus biarlah aku yang mati!"

   Mendadak Oh-ciok Tojin berteriak dengan kalap, berbareng itu sinar golok berkelebat.

   "krek", lima jari tangan kiri Toh An-peng terpapas kutung semua. Tak kepalang rasa sakit Toh An-peng, ia menjerit ngeri, berbareng sebelah kakinya lantas mendepak sehingga Oh-ciok Tojin terjungkal. Pundak Oh-ciok Tojin tertancap oleh gaetan musuh yang tajam itu, ia menggeletak bermandikan darah, sebelum ia sempat merangkak bangun, tiba2 beberapa anak buah Toh An-peng terus menubruk kearahnya. Nyo Wan yang dirintangi beberapa orang tadi menjadi kuatir melihat Oh-ciok bermandi darah itu, untuk menolongnya sudah tidak keburu lagi, mendadak ia melompat tinggi melayang lewat diatas kepala beberapa orang itu terus menubruk kearah Toh An-peng yang lebih dekat itu. Dalam pada itu Oh-ciok Tojin mendadak membentak.

   "Jiwaku Cuma satu, bunuh satu kembali pokok, bunuh dua untung satu!" ~ Berbareng itu ia terus melompat bangun, sinar goloknya berkelebat, sebelum dia berdiri tegak, terdengar suara "krak-krek"

   Ber-ulang2, dalam sekejap saja tiga buah lengan musuh sudah terkutung oleh golok kilatnya. Habis itu karena lukanya sangat parah, Oh-ciok menjadi kehabisan tenaga.

   "bluk"

   Kembali ia jatuh terguling.

   Yang menyerang Oh-ciok Tojin itu ada lima orang, tiga orang terkutung sebelah tangannya, dua orang yang lain menjadi ketakutan, lekas2 mereka lari menyingkir.

   Pada saat Oh-ciok Tojin mengadu jiwa dengan serangan golok-kilat tadi, waktu itu Nyo Wan juga sedang meloncat keatas, dengan suatu gerakan indah pedangnya terus menusuk kearah kepala Toh An-peng.

   Ternyata Toh An-peng juga sangat ganas, biar jari tangan kanan sudah terkutung, dengan sebuah gaetan ia gunakan untuk menghadapi serangan Nyo Wan itu.

   Sementara itu beberapa anak buahnya sudah memburu tiba, macam2 senjata mereka sekalugus berjatuhan keatas tubuh Nyo Wan.

   Pada saat itulah tiba2 ada orang berteriak.

   "Beng-tayhiap dan Li-bengcu tiba."

   Teriakan itu seketika membikin kawanan bandit yang berkumpul disitu menjadi ketakutan.

   Menurut perhitungan mereka, kedatangan Beng Siau-kang dan Li Su-lam adalah besok, tak terduga mereka dapat tiba sehari lebih cepat dan pada saat yang genting sekarang ini.

   Memang utusan yang dikirim Toh An-peng itu telah dipesan agar pulang pada hari yang telah ditentukan, tak terduga ditengah jalan Beng Siau-kang selalu mendesak agar dipercepat perjalanan sehingga tiba sehari lebih cepat daripada rencana.

   Setiba dipintu gerbang benteng Hui-liong-ce, sayup2 Li Su-lam dan Beng Siau-kang mendengar suara ramai2 didalam.

   Lebih mencurigakan lagi ketika seorang Tahubak yang bertugas menyambut tamu tertampak bersikap gugup dan minta mereka tunggu sebentar digardu pos penjagaan, katanya sang Cecu sedang repot.

   Sudah tentu Li Su-lam dan Beng Siau-kang tidak gampang dikelabui, suara ramai1 didalam itu kedengaran seperti suara pertempuran.

   Segera mereka bertindak lebih dulu.

   Thaubak serta utusan yang membenawa kedatangan mereka itu terus dibekuk dan dipaksa mengantar mereka kedalam.

   Dengan ketakutan terpaksa Thaubak itu menurut.

   Maka dengan leluasa mereka dapat masuk kedalam.

   Setiba didepan pendopo Cip-gi-tong barulah mereka diketahui, maka cepat seorang yang kenal Beng Siau-kang dan Li Su-lam lantas berteriak tentang kedatangan mereka.

   Keruan para pengerubut Nyo Wan tadi menjadi kaget mendengar kedatangan Kanglam-thiap Beng Siau-kang, mereka tidak berani menyerbu lagi.

   Sedang Nyo Wan yang menghadapi Toh An-peng itu lantas menyampuk gaetan Toh An-peng dengan pedangnya, menyusul iapun melompat mundur.

   "Berhenti semuanya!"

   Mendadak Beng Siau-kang mengertak.

   Suaranya menggelegar memekak telinga, sampai2 Pek ban-hiong juga tergetar hatinya, mau tak mau iapun harus berhenti bertempur.

   Justru pada saat semua orang mengadakan genjatan senjata itulah, sekonyong2 ada seorang menerjang kearah Nyo Wan, Ialah Yang Kian-pek.

   Rupanya Yang Kian-pek tahu gelagat jelek, maka bermaksud menawan Nyo Wan sebagai sandera, sebab ia tahu kepandaian Nyo Wan jauh lebih rendah dari pada dia, pula nona itu diketahui sebagai bakal istri Li Su-lam, ia yakin bilamana Nyo Wan tertawan olehnya, tentu Li Su-lam akan mati kutu dan tidak berani sembarangan bergerak.

   Ketika melihat kedatangan Li Su-lam, hati Nyo Wan merasa senang dan kuatir pula, ia menjadi lengah pula terhadap serangan musuh, ketika tiba2 mendengar angin tajam menyamber dari belakang dan lekas2 ia berpaling, namun sudah terlambat, tahu2 Yang Kian-pek sudah menubruk tiba, pedangnya menahan batang pedang Nyo Wan kebawah, berbareng sebelah tangannya terus mencengkeram pergelangan tangan Nyo Wan yang lain dengan Kim-na-jiu-hoat.

   Untunglah pada saat Yang Kian-pek menubruk kearah Nyo Wan, Bing-sia lantas berteriak memperingatkan sinona.

   Hal mana segera menimbulkan perhatian Li Su-lam, cepat iapun memburu kesana, pada saat Yang Kian-pek berhasil memegang tangan Nyo Wan, pada saat itu pula Li Su-lam lantas menotok hiat-to bagian bahu orang.

   Betapapun tinggi kepandaian Yang Kian-pek juga sukar mengelakkan totokan Li Su-lam itu.

   "Koh- cing-hiat"

   Dibahunya kena totokan dengan tepat sehingga tenaga sukar dikerahkan, hal mana memberi kesempatan Nyo Wan untuk meronta sehingga tangannya terlepas dari pegangan Yang Kian-pek, menyusul pedangnya terus menusuk.

   Yang Kian-pek tidak berani menangkis, cepat ia melompat mundur dan berputar tubuh untuk melarikan diri.

   "Hendak lari kemana?"

   Bentak Li Su-lam. Baru saja ia hendak mengejar, pada saat itu juga Nyo Wan menoleh kearahnya, kedua orang saling adu pandang, seketika itu juga keduanya sama terkesima. Dalam pada itu Bing-sia sedang berseru pula.

   "Bangsat itu adalah putranya Yang Thian-lui, ayah!" Ya, aku tahu!"

   Sahut Beng Siau-kang. Berbareng itu ia terus melompat kesana, jalan lari Yang Kian-pek tahu2 kena dirintangi olehnya.

   "Sret", segera Yang Kian-pek menusuk dengan pedangnya.

   "Hm, erani juga kau bergerak dengan aku!"

   Jengk Beng Siau-kang. Segera ia menjentik dengan tenaga sakti jarinya.

   "creng", tepat sekali batang pedang lawan diselentiknya dan pedang terlepas dari cekalan serta mencelat keatas.

   "Masakah kau dapat lolos dari tanganku? Sebaiknya kau menyerah saja!"

   Beng Siau-kang menjengek pula, berbareng itu sebelah tangannya terus menjulur, dengan "Liong-jiau-jiu" (cengkeraman cakar naga) yanglihai segera Yang Kian-pek hendak dibekuknya.

   Tak terduga, pada saat yang sama tiba2 dari belakang ada dua orang menyerangnya berbareng.

   Betapa tajam pancaindra Beng Siau-kang, mana bisa dia disergap orang? Hanya saja cara menyerang kedua penyergap itu teramat keji, tempat yang mereka serang memaksa sasarannya terpaksa harus membela diri lebih dulu jika tidak mau binasa.

   Karena itu Beng Siau-kang terpaksa melepaskan Yang Kian-pek dan perlu melayani serangan dari belakang itu.

   Gerakan kedua pihak sama2 cepat luar biasa, ketika mendadak Beng Siau-kang membalik tangannya kebelakang, tahu2 penyerang belakang yang sebelah kanan mengkatup kedua telapak tangannya.

   "plak", pergelangan tangan Beng Siau-kang terjepit olehnya. Menyusul penyerang sebelah kiri juga lantas menjotos kemuka Beng Siau-kang. Menurut pengalaman Beng Siau-kang, belum pernah ia mengalami keadaan yang runyam seperti sekarang ini, ia terkesiap sebab tak pernah menduga ditempat ini akan diketemukan dua lawan kelas wahid. Tanpa pikir lagi segera ia keluarkan tenaga sakti, sekuatnya ia lemparkan orang yang menjepit tangannya itu sehingga menumbuk pada orang yang hendak menjotosnya itu, keruan kedua orang sama2 roboh tergeletak, tanpa ayal lagi Beng Siau-kang lantas mengcengkeram pada tulang pundak kedua orang itu sehingga tak bisa berkutik lagi. Akan tetapi kesempatan itu[un digunakan oleh Yang Kian-pek untuk kabur.

   "Siapa kalian?"

   Bentak Beng Siau-kang sambil seret bangun kedua tawanannya.

   "Tampaknya kalian tidak lemah, mengapa sudi menjadi budak bangsa Kim?"

   Disebelah sana Li Su-lam dan Nyo Wan yang adu pandang tadi dan sama2 terkesima, untuk sekian lamanya mereka tidak tahu cara bagaimana harus bicara. Selang sejenak barulah Li Su-lam seperti tersadar dan menyapa.

   "Adik Wan, benar2 engkau adanya?"

   "Kau . Kau dapat mengenali diriku?"

   Sahut Nyo Wan sambil menunduk. Ia dalam penyamaran sebagai lelaki, pula wajahnya telah diubah sedemikian rupa, tapi Li Su-lam ternyata dapat mengenalinya, dalam hati ia menjadi girang dan terasa bahagia.

   "Kita adalah sepasang merpati dari satu sarang, masakah aku bisa pangling padamu?"

   Jawab Li Su- lam.

   "Adik Wan, ketika bertemu dengan Ciok Bok barulah aku mengetahui bahwa kau masih hidup didunia ini, selama ini dengan susah payah aku telah mencari engkau."

   "Kita adalah sepasang merpati dari satu sarang."

   Adalah ucapan Li Su-lam untuk mengucapkan isi hatinya setelah mereka bertunangan secara resmi, tapi waktu itu Nyo Wan menyangsikan kemurnian cinta Li Su-lam padanya.

   Kini dari mulut Li Su-lam sendiri kembali Nyo Wan mendengar ulangan ucapan itu, seketika rasa dongkol dan menyesalnya terhadap pemuda itu serentak buyar seperti tertiup angin segar.

   Dalam pada itu Bing-sia telah menarik In-hong dan mendekati Li Su-lam berdua, katanya dengan tersenyum penuh arti.

   "Selamatlah Engkoh Lam dan Enci Wan atas pertemuan kembali kalian berdua."

   Wajah Li Su-lam menjadi merah, baru dia sadar bahwa didepan umum tidaklah layak bicara urusan pribadi secara begitu mesra dengan Nyo Wan, terutama mengingat tugasnya sekarang adalah Bengcu dari pasukan pergerakan.

   Dengan tertawa Ci In-hong juga lantas berkata.

   "Aku minta maaf kepada kalian berdua, Li-bengcu! Tempo hari aku meninggalkan Long-sia-san tanpa pamit, tentu menimbulkan curiga kalian bukan? Harap nona Nyo suka memaafkan juga ketika aku terpaksa harus bergebrak dengan kau pada malam itu."

   "Ya, mengapa In-hong harus berbuat begitu, tentunya sekarang tidak perlu penjelasan lagi bukan? Bing-sia menambahkan. Melihat Bing-sia dan In-hong begitu intim, Nyo Wan menjadi geli dan bergirang pula. Pikirnya.

   "Mereka adalah sepasang kekasih, aku benar2 bodoh dan salah sangka dia mencintai engkoh Lam."

   Maka Nyo Wan lantas mengucapkan terima kasih juga atas bantuan Ci In-hong pada malam itu sehingga terhindar dari ancaman To Liong.

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ayahmu berhasil menawan dua orang, marilah kita memeriksanya,"

   Kata Li Su-lam.

   Saat itu Beng Siau-kang sedang menanyai kedua orang yang dibekuknya itu, Tapi kedua tawanannya tetap berlagak bisu dan tuli saja, sama sekali mereka tidak mau membuka mulut.

   Ketika Li Su-lam berempat mendekat kesana, sementara itu Giam Wan juga sudah menemui pamannya, yaitu Beng Siau-kang.

   Beng Siau-kang tidak menduga akan bertemu dengan keponakan perempuan sendiri ditempat demikian, ia menjadi girang, sebelum sempat menanyai Giam Wan, tiba2 melihat anak perempuan sendiri dan Ci In-hong datang pula, keruan ia tambah senang.

   Katanya dengan tertawa.

   "In-hong ketika aku mendengar cerita kejadian di Long-sia-san tempo hari segera aku menduga akan dirimu dan ternyata memang tidak keliru, mengapa kalian berdua bisa berada bersama?"

   "Panjang sekali ceritanya, biarlah sebentar akan kujelaskan kepada ayah,"

   Kata Bing-sia. Setelah mengamat-amati kedua tawanan Beng Siau-kang tadi, tiba2 Li Su-lam membentak.

   "Kurang ajar, besar amat nyali kalian, berani kalian menyusup kedaerah Tionggoan sini untuk bersekongkol dengan sampah dunia persilatan dan mengacau?"

   "Kau kenal mereka, Su-lam?"

   Tanya Beng Siau-kang heran.

   "Kedua orang ini adalah jago kemah emas kerajaan Mongol, nama mereka aku sudah lupa,"

   Sahut Li Su-lam.

   "Tapi pada tubuh mereka tentu terdapat medali emas anugerah Jengis Khan almarhum, coba geledah mereka, pasti tidak keliru."

   Ketika Beng Siau-kang menggeledah baju kedua tawanannya, benar juga masing2 diketemukan sebuah medali emas dengan ukiran elang yang pentang sayap.

   Itu adalah tanda pengenal "Jago Kemah Emas", medali emas itu merupakan pemberian Jengis Khan, medali emas itu merupakan kebanggaan bagi setiap busu yang memperolehnya.

   Dahulu Jengis Khan pernah bermaksud mengangkat Li Su-lam sebagai "Jago Kemah Emas", tapi Li Su-lam menolak pengangkatan itu, sebab itu pula ia cukup tahu jelas seluk beluk jagoan2 Mongol yang terkenal itu.

   Setelah menggeledah medali2 emas itu, dengan gusar Beng Siau-kang lantas membentak.

   "Toh An- peng, kau tidak Cuma bersekongkol dengan pihak Kim, bahkan berhubungan rahasia pula dengan pihak Mongol, hukuman apa bagi dosamu ini, coba kau katakan saja sendiri !"

   Sementara itu anak buah Hui-liong-san sudah hampir berjubel seluruhnya didepan pendopo Cip-gi- tong itu, tapi keder terhadap wibawa Kanglam-tayhiap Beng Siau-kang, tiada satupun diantara mereka yang berani sembarangan bergerak.

   Sedang Kok Ham-hi lantas memajang bangun Oh-ciok Yojin, dilihatnya wajah imam itu pucat pasi sebagai mayat, napasnya kembang kempis, keadaannya sangat payah.

   Setelah membubuhi obat pada luka Tojin itu, dengan suara tegas Kok Ham-hi lantas berkata.

   "Toh An-peng, aku tidak ingin membunuh orang yang terluka, kau boleh bereskan diri sendiri saja!"

   Seperti diketahui kelima jari tangan Toh An-peng telah tertabas kutung oleh golok kilat Oh-ciok Tojin tadi, sebab itulah Kok Ham-hi berkata demikian.

   "Bereskan diri sendiri !"

   Sama artinya suruh dia membunuh diri saja.

   Melihat kedatangan Beng Siau-kang dan Li Su-lam sudah tentu Toh An-peng menjadi gentar karena tahu perangkap yang dipasangnya sudah gagal.

   Akan tetapi dalam keadaan kepepet, sudah tentu ia tidak mau menyerah, apalagi anak buahnya masih cukup banyak.

   Segera iapun menjengek dengan mata mendelik.

   "Latah benar bocah kemarin sore macam kau, berani kau menghina Hui-liong-san kami ini? Wahi, saudara2ku, coba dengarkan kalian dengarkan kelatahan bocah ini, masakah Hui-liong-san kita yang telah dikenal dikalangan Lok-lim selama ini rela dihina secara demikian? Biarpun hancur tubuhku juga aku orang she Toh akan mengadu jiwa padamu !"

   Seruan Toh An-peng bertujuan membangkitkan tekad anak buahnya agar melawan musuh secara mati2an.

   Karena itu beberapa pembantu utamanya segera berdiri dibelakangnya dan siap bertempur bersama pemimpinnya.

   Tanpa terasa Giam Wan juga mendekati Kok Ham-hi dan siap bertempur bahu membahu dengan pemuda itu.

   "Siapakah dia?"

   Tanya Beng Siau-kang.

   "Kok-suheng ini adalah murid Kheng-susiok kami,"

   Tutur In-hong.

   "O, kiranya dia ini Kok Ham-hi,"

   Kata Siau-kang. Ia memang sudah pernah dengar dari Bing-sia tentang hubungan Kok Ham-hi dengan Giam Wan. Dengan suara pelahan Ham-hi berkata kepada Giam Wan.

   "Adik Wan, harap kau membalut luka Oh-ciok Totiang, aku akan membalaskan sakit hatinya," ~ Sret, segera ia melolos pedangnya dan membentak.

   "Hayo, siapa yang ingin mampus bersama Toh An-peng silahkan maju, akan kupenuhi keinginannya !"

   "Nanti dulu !"

   Tiba2 Beng Siau-kang berseru.

   "Kawan2 dari Hui-liong-san, nama baik kalian telah dicemarkan oleh Toh An-peng, dia biang keladinya dan tiada sangkut pautnya dengan kalian. Sebagai bukti boleh kalian lihat sendiri, kedua orang ini adalah Busu Mongol, orang yang lari adi juga putra Yang Thian-lui dari kerajaan Kim, Toh An-peng sengaja bersekongkol dengan kedua pihak musuh, apakah kalian juga rela mengekor dan membudak kepada bangsa lain !"

   Anak buah Hui-liong-san dan jago2 yang diundang Toh An-peng memangnya gentar kepada wibawa Beng Siau-kang, pula rahasia Toh An-peng yang berhubungan dengan musuh negara sudah terbongkar, sedikit banyak diantara mereka timbul rasa menyesal dan enggan menjual jiwa lagi bagi kepentingan Toh An-peng, bahkan mereka menyaksikan Toh An-peng tidak segan2 buat mencelakai saudara angkat sendiri tadi, maka mereka merasa tiada harganya membantu Toh An- peng.

   Karena itu, secara diam2 satu persatu sama mengeluyur pergi tanpa pamit.

   Keruan wajah Toh An-peng menjadi merah padam, dengan suara parau ia berkata kepada Pek Ban- hiong.

   "Pek-loenghiong, urusan sudah begini, rasanya tidak perlu kukatakan lebih banyak. Mati bagiku bukanlah soal, tapi kalau membiarkan mereka berlagak disini, jangan2 kawan kangouw akan mentertawakan Pek-loenghiong jeri kepada Beng Siau-kang."

   Sudah tentu Pek Ban-hiong tahu ucapan Toh An-peng yang mengadu domba itu, tujuannya hendak memperalat dia untuk melawan musuh tangguh, tapi mau tak mau Pek Ban-hiong lantas tampil kemuka juga.

   Kiranya Pek Ban-hiong memang adalah sekomplotan dengan Toh An-peng, garis yang dia tempuh serupa juga, sama2 mengambil haluan kearah Yang Thian Lui yang menjual negara dan bangsa demi keuntungan pribadi.

   Maka ucapan Toh An-peng tadi sebenarnya mengandung ancaman agar Pek Ban-hiong jangan tinggal diam bilamana tidak ingin dibeberkan.

   Akan tetapi Pek Ban-hiong juga manusia yang licin, segera iapun berseru.

   "Beng-tayhiap adalah pendekar nomor satu dijaman ini, betapapun aku orang she Pek bukan tandingannya. Cuma Toh- cecu sudah berkata begitu, bila aku tidak mohon petunjuk beberapa jurus kepada Beng-tayhiap, tentu aku akan lebih ditertawai sebagai pengecut. Bagiku kalah dibawah tangan Beng-tayhiap rasanya cukup gemilang, maka silahkan Beng-tayhiap katakan saja caranya."

   "Pek Ban-hiong,"

   Beng Siau-kang lantas menanggapi.

   "sudah kujelaskan persoalannya tadi, jika kau tetap hendak ikut masuk kubur bersama Toh An-peng dan benar2 ingin bertanding dengan aku, maka aku pasti akan mengalahkan kau secara jujur supaya kau takluk lahir batin. Tadi kau sudah bertempur, sekiranya au merasa kekurangan tenaga boleh kau pilih suatu hari kelak untuk bertanding dengan aku."

   "Tapi hubunganku dengan Toh-cecu boleh dikata sehidup-semati, aku tidak ingin cari selamat sendiri,"

   Kata Pek Ban-hiong pula.

   "Jika kau ingin menunda pertandingan ini boleh saja, tapi hari ini kalian tidak boleh membikin susah lagi kepada Toh-cecu."

   Beng Siau-kang menjadi curiga, mengapa Pek Ban-hiong ngotot membela Toh An-peng, padahal biasanya diketahui Pek Ban-hiong bukan orang yang punya jiwa setia kawan.

   Cuma sebelum ada bukti nyata, sukar untuk memastikan dia juga berkhianat seperti Toh An-peng, maka untuk sejenak ia menjadi ragu2 apakah harus bergebrak dengan Pek Ban-hiong atau tidak.

   Tiba2 Li Su-lam berkata.

   "Sembilih ayam tidak perlu pakai golok, Beng-tayhiap tidak sudi bergebrak dengan kau, biarlah aku saja yang melayani kau."

   "Mestinya aku tidak suka bertanding dengan anak muda, tapi kau adalah Lok-lim Bengcu, bertanding dengan kau rasanya cukup berharga bagiku, tapi entah bagaimana dengan pendapat Beng-tayhiap ?"

   Ujar Pek Ban-hiong.

   Beng Siau-kang cukup kenal kepandaian Li Su-lam, ia yakin pemuda itu takkan sampai kalah, apalagi Pek Ban-hiong tadi sudah bertempur, tenaganya tentu sudah berkurang.

   Sebelum Beng Siau-kang buka bicara, Li Su-lam lantas menambahkan pula.

   "Aneh, apa maksud ucapanmu itu?"

   Memangnya dengan kedudukan Beng-tayhiap masakah beliau akan ikut mengerubut dirimu?"

   "Ya, kalau Li-bengcu mau membereskan kau, sudah tentu aku tidak perlu turun tangan lagi,"

   Kata Beng Siau-kang kemudian.

   Justru ucapan Beng Siau-kang inilah yang dikehendaki Pek Ban-hiong, ia pikir asal Beng Siau-kang tidak ikut campur, masakah aku tidak sanggup mengalahkan seorang anak muda? "Baik, seorang laki2 sejati harus dapat pegang janji.

   Jika aku kalah akan kupasrahkan nasibku kepada kalian.

   Tapi bagaimana kalau Li-bengcu kalah?"

   "Hm, boleh terserah apa yang kau inginkan, jika aku kalah, tidak nanti aku mungkir janji,"

   Sahut Su-lam mendengus.

   "Bagus, jika kau kalah, maka urusan di Hui-liong-san sini kalian dilarang ikut campurdan harus lekas2 pergi dari sini,"

   Kata Pek Ban-hiong.

   "Baik, asal dalam seratus gebrakan kau mampu mengalahkan aku, segera kami akan pergi dari sini dan Toh An-peng akan kami ampuni pula,"

   Jawab Su-lam.

   "Beng-tayhiap, harap engkau menjadi saksi sekalian."

   Walaupun dalam hati Beng Siau-kang merasa Li Su-lam terlalu pandang enteng musuhnya, tapi tampaknya Li Su-lam cukup yakin akan dapat mengatasi lawannya, maka iapun mengangguk menyatakan setuju. Dengan girang Pek Ban-hiong lantas berkata pula.

   "Soal kalah menang juga tidak perlu dibatasi dalam seratus jurus. Nah, silahkan Li-bengcu mulai saja !"

   Tiba2 Nyo Wan mendekati Su-lam dan membisikinya.

   "Engkoh Lam, gunakanlah pedangku ini." ~ Ia sudah menyaksikan kepandaian Pek Ban-hiong tadi, ia kuatir Li Su-lam sukar mengalahkan lawannya, maka ingin meminjamkan pedang pusaka pemberian Putri Minghui yang tajam itu. Tak terduga Li Su-lam telah menolak tawaran itu, bahkan pedang sendiripun dia tanggalkan dan tidak dipakai. Katanya.

   "Aku ingin pertandingan secara adil, kalau dia tidak memakai senjata, maka akupun melayani dia dengan tangan kosong."

   Padahal Pek Ban-hiong meyakinkan ilmu pukulan "Bian-ciang"

   Yang hebat, kekuatan pukulannya sanggup menghancurkan batu, sekarang Li Su-lam ingin bertanding ilmu pukulan dengan dia, keruan inilah yang dia harapkan. Maka dengan bergelak tertawa berkatalah Pek Ban-hiong.

   "Li- bengcu benar2 seorang ksatria muda yang terpuji, pantas kawan2 Lok-lim mendukung sebagai Bengcu. Baiklah silahkan Li-bengcu mulai memberi petunjuk!"

   "Yang muda selayaknya mengalah kepada yang tua, silahkan kau mulai lebih dulu,"

   Kata Li Su-lam. Hal ini lebih2 kebetulan bagi Pek Ban-hiong, segera ia menjawab.

   "Baik, karena Li-bengcu sedemikian rendah hati, terpaksa aku yang tua bangka ini menurut saja." ~ Baru habis ucapannya, segera ia melangkah maju terus menghantam.

   "Bagus!"

   Sambut Li Su-lam sambil mengegos kesamping, berbareng tangannya lantas memutar balik untuk balas menghantam Koh-cing-hiat dibahu kiri Pek Ban-hiong.

   Serangan ini cukup ganas untuk memaksa lawan harus menyelamatkan diri lebih dulu jika tidak ingin tulang lengan patah.

   Diam2 Pek Ban-hiong terkejut dan mengakui ketangkasan Li Su-lam, pantas pemuda itu sudah diangkat sebagai Lok-lim Bengcu, nyatanya memang punya kepandaian sejati.

   Sudah tentu ia tidak gentar mengingat kepandaian sendiri, segera iapun mengelak dan balas menyerang pula, kedua tangan terpentang, menyusul telapak tangan kiri cepat menabok muka Li Su-lam, sedang telapak tangan kanan menyodok kedada pemuda itu.

   Serangan ini disebut.

   "Siang-liong-jut-hay" (Sepasang naga keluar dari lautan). Tapi semakin ganas serangan lawan, pertahanan Li Su-lam juga tambah hebat, dalam sekejap saja ia sudah menghindarkan diri, kedua tangannya merangkap kedepan untuk segera ditangkiskan dengan gerak tipu "Tui-jong-bong-hoat" (buka jendela tampak rembulan), dengan manis ia patahkan serangan lawan itu. Begitulah serangan dibalas dengan serangan, pertarungan kedua orang makin lama makin seru. Setiap gerak pukulan Pek Ban-hiong selalu membawa samberan angin yang keras sehingga para penonton terpaksa harus melangkah mundur. Sebaliknya Li Su-lam juga tidak kalah hebatnya, dia melangah dengan kuda2 yang kuat, menghantam dengan arah yang tepat, tiba2 pakai kepalan, lain saat berubah menjadi telapak tangan, serangannya bagus, gerakannya aneh. Pada detik paling sengit, kedua sosok bayangan tampak ber- putar2 dengan cepat sehingga sukar dibedakan siapa Pek Ban-hiong dan siapa Li Su-lam. Hati Beng Siau-kang baru merasa lega, diam2 ia mengakui Tat-mo-ciang-hoat ajaran Siau-lim-si asli memang luar biasa. Kiranya yang dimainkan Li Su-lam adalah Hok-hou-kun (ilmu pukulan penakluk harimau) dan Lo- han-kun ( ilmu pukulan Lo-han), gabungan dari kedua ilmu pukulan itu merupakan Tat-mo-ciang- hoat yang lengkap, yaitu ilmu pukulan ciptaan Tat-mo Cousu, itu cikal-bakal Siau-lim-si. Cuma sayang, Tat-mo-ciang-hoat yang diyakinkan Li Su-lam belum mencapai tingkatan yang paling sempurna, tapi ketika dia datang tadi ia telah menyaksikan Pek Ban-hiong menggunakan ilmu pukulannya melawan Thian-lui-kang dari Ci In-hong dan Kok Ham-hi, tampaknya keadaan sudah payah, tenaga sudah payah, maka Su-lam yakin bila tenaga dalam sendiri dapat bertahan, dalam hal ilmu pukulan tentu juga sanggup mengalahkan lawan itu. Sebab itulah tadi ia berani menyatakan akan mengalahkan Pek Ban-hiong dalam seratus gebrakan. Benar juga, selewatnya 50 gebrakan, karena serangan2 dahsyat selalu gagal. Lamban laun tenaga Pek Ban-hiong mulai berkurang, kelemahan ini segera digunakan Li Su-lam untuk melancarkan serangan yang lebih gencar. Sebelum penonton mengetahui posisi kedua orang yang bertanding itu, Pek Ban-hiong sendiri cukup paham bilamana pertarungan berlangsung terus, bukan mustahil dalam seratus gebrakan dirinya akan benar kecundang ditangan anak muda ini. Karena itu Pek Ban-hiong menjadi bimbang. Untuk minta damai sudah tentu malu, apalagi untuk ini dia masih harus menhadapi Toh An-peng yang tidak mungkin membiarkan dia cari selamat sendiri. Maka bila terpaksa Toh An-peng harus diseret agar mati bersama. Waktu dia melirik, ia melihat Toh An-peng sedang bersorak dengan tegang untuk menambah semangat padanya. Ditengah pertandingan sengit itu, mendadak Pek Ban-hiong melancarkan serangan maut, dengan kepalan kiri ia tonjok dagu lawan, sedang telapak tangan kanan memotong iga pula, serangan maut ini bila perlu dimaksudkan gugur bersama lawan. Namun Li Su-lam tidak membiarkan tujuan lawan tercapai, cepat ia menggeser kesamping, pada detik terakhir ia sempat menghindar dan berbareng balas menyerang pula. Tertampak bayangan orang berkelebat.

   "bret", baju Li Su-lam terobek, sebaliknya Pek Ban-hiong juga kena ditolak mundur beberapa tindak.

   "Sayang, sayang !"

   Seru Toh An-peng.

   "Ya, sayang, sungguh sayang !"

   Li Su-lam juga berseru. Kini Ci In-hong juga sudah dapat melihat kemenangan pasti berada dipihak Li Su-lam, dengan tertawa ia sengaja menanggapi.

   "Li-bengcu, untuk apa kau merasa sayang baginya ?"

   "Aku merasa sayang karena tidak mudah dia melatih diri selama beberapa puluh tahun, tapi karena sedikit salah pikir ia rela menjual jiwa bagi seorang pengkhianat,"

   Kata Su-lam.

   Nyata ia tidak tahu bahwa Pek Ban-hiong sebenarnya adalah satu komplotan bersama Toh An-peng, maka ucapannya itu bermaksud menyadarkan lawannya.

   Mendengar itu, mendadak tergerak pikiran Pek Ban-hiong, segera ia mendapat akal.

   Maka ketika kedua pihak serang menyerang pula, Pek Ban-hiong berbuat seperti bertarung mati2an dan menerjang dengan kalap.

   Melihat begitu, Toh An-peng sangat senang dan anggap Pek Ban-hiong cukup konsekwen sebagai kawan.

   Tak terduga, belum sempat ia berpikir lagi, se-konyong2 Pek Ban-hiong memutar tubuh terus menubruk kearahnya, tanpa ampun lantas menghantam keatas kepalanya.

   Serangan kilat yang datangnya mendadak ini, jangankan Toh An-peng tidak menduga sama sekali, Li Su-lam juga tercengang, sebab ia sendiri sedang bertahan dan mendadak Pek Ban-hiong mengalihkan sasaran serangannya, dengan sendirinya Su-lam tidak sempat mengejar.

   Pukulan Pek Ban-hiong dahsyatnya dapat menghancurkan batu, maka Toh An-peng jangan harap bisa hidup terkena pukulannya itu, kontan kepalanya pecah dan jiwa melayang.

   Padahal belum lama berselang Pek Ban-hiong baru menyatakan rasa setia kawannya kepada Toh An-peng dan rela bertempur untuk membelanya, tapi sekarang dia sendiri tak terluka apa2, sebaliknya Toh An-peng malah dibunuh olehnya sendiri.

   "Eh, Pek-losiansing, mengapa kau tidak bicara lagi tentang setia kawan orang kangouw?"

   Jengek Ci In-hong. Tapi Pek Ban-hiong tidak menjawabnya, ia terus menghadap kepada Li Su-lam dan memberi hormat sambil berkata.

   "Banyak terima kasih atas petua2 Li-Bengcu tadi sungguh aku merasa malu terhadap perbuatanku sendiri."

   "Syukurlah jika engkau mau sadar dalam waktu singkat,"

   Sahut Su-lam dengan hambar, agaknya iapun ragu2 terhadap tindakan Pek Ban-hiong itu.

   "Huh, sadar apa?"

   Kok Ham-hi ikut menjengek.

   "Yang pasti dia merasa tidak mampu menandingi kau, dia terpaksa berbuat begitu dengan harapan kau dapat mengampuni dia."

   Tapi dengan lagak penasaran Pek Ban-hiong menjawab dengan tegas.

   "Biarpun sudah tua bangka, rasanya orang she Pek belum lagi pikun. Bahwasanya Toh An-peng rela membudak kepada musuh, masakah aku mesti bicara tentang peraturan kangouw dengan dia? Tadi aku mestinya hendak pergi saja dari sini, tapi tiba2 timbul pikiranku buat belajar kenal dengan kepandaian Bengcu, aku tahu Beng-tayhiap pasti tidak sudi bergebrak sendiri dengan aku. Terus terang, semula aku rada meragukan kepandaian Bengcu mengingat usianya yang masih muda, sebenarnya aku penasaran atas kedudukanmu sebagi Lok-lim Bengcu. Tapi seelah kudesak hingg kepandaian sejati Bengcu dikeluarkan barulah aku tahu bahwa Li-bengcu memang tidak bernama kosong dan sekarang aku benar2 menyerahlahir batin."

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kata2 Pek Ban-hiong itu sebenarnya kurang beralasan, tapi Li Su-lam selalu menghadapi orang dengan segala kejujuran, ia pikir kalau orang mau kembali kejalan yang benar, apa salahnya kalau aku memberi kesempatan padanya. Karena itu ia lantas berkata.

   "syukurlah kalau Pek-loenghiong sudah menyadari kesalahn ang telah lampau. Sekarang bolehlah kau pergi saja, hendaknya kau dapat hidup berguna bagi negara dan bangsa."

   Melihat Pek Ban-hiong dibebaskan begitu saja, Oh-ciok Tojin menjadi penasaran katanya kepada Li Su-lam.

   "Li-bengcu, tua bangka ini Cuma manis dimulut, tapi berhati busuk, dia pasti bukan manusia baik2, mengapa kau melepaskan dia?"

   Akan tetapi Li Su-lam lantas menghiburnya, kalau orang tersebut mau kembali kejalan yang benar, apa salahnya kalau kita memberi kesempatan padanya untuk memperbaiki kesalahannya, demikian Su-lam menyatakan pendapatnya.

   Sebenarnya Beng Siau-kang juga tidak setuju melepaskan Pek Ban-hiong, tapi ia ingin menghargai kepemimpinan Li Su-lam, iapun mempunyai perhitungan sendiri, ia yakin sebabnya Pek Ban-hiong mendadak membinasakan Toh An-peng tentu ada rahasia yang terpendam dan pasti tidak begitu sederhana sebagai alasan yang dikemukakannya.

   Maka bila Pek Ban-hiong dilepaskan, kelak masih dapat diselidiki gerak geriknya dan bukan mustahil akan memperoleh hasil di luar dugaan.

   Kemudian Li su-lam lantas berseru kepada anak buah Hui-liong-san agar memilih ingin membubarkan diri atau bergabung kepada Long-sia-san dan berjuang ber-sama2 bagi negara.

   Toh An-peng sudah mati, begitu juga Lo Cun telah binasa oleh bantingan Kok Ham-hi tadi, maka Sam cengcu Kang Sim lantas tampil ke muka dan menyatakan segenap anak buah Hui-lionh-san siap menerima perintah dari bengcu yang baru itu.

   Dengan girang Li Su-lam menerima penggabungan Kang Sim dan anak buahnya, sungguh tak diduganya bahwa urusan bisa berjalan dengan begitu lancar.

   Sementara Kang Sim lantas perintahkan anak buahnya menyiapkan perjamuan besar, sedang Kok Ham-hi, Ci In-hong, Giam Wan dan lain2 baru sempat bicara dengan Beng Siau-kang dan Li Su- lam.

   Waktu itu Nyo Wan juga telah mengembalikan wajah aslinya dari penyamarannya tadi.

   Melihat Li Su-lam bersua kembali dedngan bakal istrinya, sedang anak perempuan sendiri tampaknya juga begitu mesra dengan Ci In-hong, diam2 Beng Siau-kang merasa puas bila dapat memungut anak menantu ksatria muda sebagai Ci In-hong itu.

   Ketika Bing-sia memberitahukan sang ayah tentang hubungan Kok Ham-hi dengan Giam Wan, dengan tertawa Beng Siau-kang berkata.

   "Haha, kalian benar2 pasangan yang sangat setimpal, aku pasti akan menjadi comblang bagi kalian dan bicara dengan orang tuamu, jangan kuatir."

   Kemudian Li Su-lam juga menyruh Kang Sim mengurung kedua Busu bangsa Mongol tadi si suatu kamar yang baik dan diberi obat serta daharan secukupnya.

   "Engkoh Lam, kau tidak bunuh mereka, mengapa malah memberi pelayanan begitu baik kepada mereka?"

   Ujar Nyo Wan dengan penasaran.

   "Apakah kau sudah lupa penderitaan kita ketika berada di daerah Mongol?"

   "Karena kita sudah kenyang menerita atas perbuatan mereka, maka aku tidak ingin membalas dendam terhadap diri mereka,"

   Sahut Li Su-lam dengan tertawa.

   "Aneh, mengapa begitu?"

   Tanya Nyo Wan.

   "Kau banyak membaca, tentunya kau paham ajaran Khong Hu Cu yang menyatakan apa yang engkau tidak ingin perbuat orang atas dirimu, janganlah engkau perlakukan terhadap orang lain."

   "Akan tetapi mereka adalah musuh kita,"

   Ujar Nyo Wan.

   "Tawanan yang tidak bersenjata tak dapat dianggap sebagai musuh lagi,"

   Kata Li Su-lam.

   Tawanan dan musuh yang berhadapan dengan kita dengan senjata terhunus harus dibedakan bukan? Apalagi yang membikin kita susah waktu di Mongol ada biang keladinya sendiri.

   Piutang kita ini tak dapat kita perhitungkan atas diri mereka ini.

   Bukan mustahil dengan kelonggaran kita terhadap kaum tawanan jelak kita akan dapat memetik hasilnya."

   Nyo Wan dapat memahami maksud Li Su-lam itu katanya."Ya, benar, dari mulut mereka mungkin kita akan mendapat berita tentang keadaan musuh."

   "Ya, itulah yang kita harapkan,"

   Kata Li Su-lam.

   "Tapi kalau mereka tetap tutup mulut, kita akan tetap memperlakukan mereka sebagai tawanan yang layak."

   Mendengar itu, setiap orang sama mengakui budi luhur dan kebijaksanaan Li Su-lam yang tidak malu sebagai Bengcu mereka itu.

   Selesai perjamuan, Li Su-lam sendirian lantas mendatangi kamar tahanan kedua Busu Mongol.

   Kedua Busu itu sudah diberi obat dan diberi daharan, mereka sangat heran mengapa mereka diperlakukan begitu baik.

   Sebagai jagoan bangsa Mongol, mereka sudah digembleng untuk setia kepada Khan Agung dengan disiplin yang keras.

   Maka biarpun mereka heran dan merasa berterima kasih terhadap perlakuan Li Su-lam kepada mereka itu, namun mereka tetap tidak mau tunduk ketika melihat kedatangan Li Su-lam.

   "Apakah kalian sudah baik2 dan dapat berjalan sendiri?"

   Tanya Li Su-lam.

   "Li Su-lam, kau tidak perlu main sandiwara,"

   Sahut salah satu Busu itu dengan angkuh.

   "Setiap orang Mongol adalah laki2 baja, kami sudah jatuh ditanganmu, mau bunuh boleh bunuh, apa gunannya banyak bicara. Tapi kalau kau sangka kami gampang dibujuk, huh, jangan kau harap."

   "Selamanya kita tidak punya permusuhan apa-apa, buat apa aku membunuh kalian?"

   Ujar Li Su- lam.

   "Kau manusia, akupun manusia. Mungkin cara hidup kita berbeda, tapi kita adalah manusia yang sama tingkat, kenapa aku mesti membikin susah padamu. Apalagi kita kan kawan lama, bukankah kalian pernah berburu bersama aku dahulu?"

   "Hm, bagus juga daya ingatanmu, tapi kami tak berani berkawan dengan orang besar seperti kau,"

   Sahut kedua Busu itu.

   "Tidak, daya ingatanku justru sangat buruk, sampai2 nama kalianpun aku sudah lupa,"

   Ujar Li Su- lam.

   Karena Li Su-lam bicara kisah lampau, tanpa terasa rasa permusuhan kedua Busu Mongol itu menjadi banyak berkurang.

   Mereka kemudian memberitahukan nama masing2, yang satu bernama Tubukan, dan yang lain bernama Subutai.

   Tubukan yang lebih angkuh itu tiba2 merasa aikap Li Su-lam itu tentu ada udang dibalik batu, segera ia berkata pula."Sudahlah, singkat saja, apa maksud kedatanganmu ini?"

   "Bukankah sudah kukatakan barusan ini, aku datang untuk menjenguk kawan2 lama dan ingin tahu apakah kalian sudah sehat kembali belum?"

   Sahut Su-lam dengan tertawa.

   "Kalau sudah sehat lantas mau apa?"

   Tanya Tubukan pula.

   "Jelas bukan? Kalau kalian sudah sehat, bilamana ingin lekas2 pulang, tentu saja aku akan mengantar keberangkatan kalian, kita kan kawan2 lama bukan?"

   "Kau kau mau membebaskan kami ?"

   Subutai menegas, begitu pula mau tak mau Tubukan juga melongo heran, mereka hampir2 tidak percaya kepada telinganya sendiri.

   "Benar,"

   Jawab Li Su-lam.

   "Jika kalian sudah merindukan rumah, sekarang juga kalian boleh berangkat."

   "Terus terang saja, apa yang kau kehendaki dari kami ?"

   Tanya Tubukan.

   "Tidak ada apa-apa, cukup kalian sampaikan saja salamku kepada kawan2 lama disana,"

   Sahut Li Su-lam.

   "O, jadi kau membebaskan kami tanpa syarat? Betul2 begitu?"

   Tubukan masih menyangsikan.

   "Siapakah orang didunia ini tidak punya ayah-ibu dan tidak punya anak istri? Setiap orang tentu berharap senantiasa berkumpul dengan keluarga sendiri, mana boleh aku memisahkan kalian dengan keluarga kalian ditempat jauh itu."

   "Tapi . Tapi ."

   Tubukan menjadi gelagapan.

   "Kukira kalian mengetahui juga urusan diriku dimasa lampau,"

   Kata Li Su-lam.

   "Terus terang, ayahku adalah orang yang pernah ditawan bangsa kalian dan hidup merana selama lebih 20 tahun dinegeri kalian dan akhirnya meninggal disana. Juga lantaran ingin mencari ayahku barulah aku jauh2 datang kenegeri kalian. Sebagai manusia yang sama2 mempunyai perasaan, masakah sekarang aku sampai hati berbuat cara demikian juga kepada kalian?"

   Tidak kepalang rasa terharu kedua orang itu, Tubukan yang angkuh itupun tak tertahan mengalirkan air mata.

   "Akan tetapi, setelah kami pulang, bukan mustahil kami akan berhadapan lagi dengan kau dimedan perang,"

   Kata Subutai.

   "Sudah tentu kuharap tak terjadi demikian,"

   Sahut Li Su-lam.

   "Tapi kalian adalah Jago Kemah Emas, kecuali kalian tidak befrtugas lagi, kalau tidak, tentu hal demikian sukar dihindarkan. Namun bila terjadi begitu, tentu akupun tidak menyalahkan kalian. Dimedan perang tentu tidak kenal ampun. Tapi kalau kau tertawan pula olehku tentu akan kubebaskan kau lagi."

   "Sungguh kami sangat berterima kasih atas keluhuran budimu,"

   Sahut Subutai.

   "Terus terang, bilamana kau yang tertawan, hendak membebaskan saja rasanya kamipun tidak berani. Yang harus disalahkan adalah mengapa kedua negara kita mesti berperang sehingga kita tak dapat menjadi kawan yang kekal."

   "Tidak, takdapat menyalahkan kedua negara yang berperang, tapi Khan kalian dengan para bangsawannya yang berdosa, merekalah yang menghendaki peperangan ini. Bangsa Han kami kan tidak mendatangi negeri kalian untuk berperang ?"

   Kata Li Su-lam. Subutai dan Tubukan menjadi bungkam, mereka merasa malu didalam hati dan sama menunduk kepala.

   "Kalian menjual jiwa bagi Khan Agung kalian, bai para Pangran dan bangsawan2nya, lalu apa hasil yang kalian peroleh?"

   Kata Li Su-lam pula.

   "Memang, kalian dianugerahi sebagai Jago Kemah Emas, kedudukan kalian lebih tinggi setingkat dari para Busu biasa, tapi jiwa kalian sebenarnya senantiasa tncam, darah kalian hany untuk mempertahankan kekayaan dan kedudukan bangsawan2 itu, apakah ini ada harganya bagi kalian? Coba kalian pikir lagi, kalian bertempur dengan mati2an, kalian membantu Khan kalian mencaplok banyak negeri2 tetangga, lalu apa hasilnya yang diperoleh rakyat jelata bangsa Mongol kalian? Kalau ada rampasan harta benda dari negeri jajahan rasanya juga takkan dibagikan kepada rakyat, yang ada cuma kewajiban membayar pajak dan keluar tenaga, berapa banyak rakyat jelata yang menjadi korban angkara murka kaum penguasa bangsa kalian i? Dan betapa banyak pula penderitaan rakyat jelata dari negeri2 jajahan yang menjadi korban keganasan bangsawan kalian?"

   Selama hidup Subutai dan Tubukan hanya dididik cara bagaimana menjadi Busu yang baik, belum pernah ada orang bicara hal begitu kepada mereka. Maka setelah mereka berpikir secara mendalam, apa yang dikatakan Li Su-lam itu memang tidak salah.

   "Li-kongcu,"

   Kata Tubukan kemudian sambil menghela napas.

   "Banyak terima kasih atas nasehatmu ini, selanjutnya kami tidak inginkan kedudukan dan pangkat apa segala, setelah pulang, kami akan menyingkir jauh kepegunungan terpencil bersama keluarga kami untuk kehidupan yang aman dan tentram saja."

   Sudah tentu Li Su-lamthu urusan tidak semudah sebagaimana pikiran Tubukan itu, tapi untuk menjelaskan rasanya juga tidak gampang, maka iapun berkata.

   "Baiklah, semoga selanjutnya kita bukan musuh lagi dimedan perang. Apakah kalian akan berangkat sekarang juga? Aku akan mengantar kalian."

   "Terima kasih atas kemurahan hati Li-kongcu,"

   Kata Subutai. Begitulah Li Su-lam lantas membebaskan kedua Busu Mongol itu. Setiba dikaki gunung dan ketika hendak berpisah, mendadak Tubukan berkata.

   "Li-kongcu, ada suatu urusan yang perlu kukatakan padamu. Urusan ini maha penting, sebenarnya kami sudah bersumpah kepada Khan Agung untuk tidak membocorkan rahasia ini."

   "Jika begitu, sebaiknya jangan kau katakan saja,"

   Ujar Li Su-lam.

   "Tidak, Li-kongcu,"

   Kata Tubukan.

   "Biarpun kami sudah bersumpah, tapi engkau terlalu baik kepada kami, jika tidak kami beritahukan padamu berarti kami tidak kenal budi kebaikanmu."

   "O, apakah barangkali urusan yang menyangkut diriku?"

   Tanya Li Su-lam.

   "Benar,"

   Jawab Tubukan.

   "Ai, Li-kongcu benar2 seorang yang terlalu baik hati. Tua bangka Pek Ban-hiong itu sebenarnya jangan kau lepaskan."

   "Sebab apa?"

   Kata Li Su-lam.

   "Ketahuilah bahwa musuh besarmu justru beradaa dirumahnya,"

   Tutur Tubukan.

   "Kau maksudkan bangsat Sia It-tiong itu?"

   Li Su-lam nenegas dengan girang tercampur kejut.

   "Li-kongcu,"

   Tutur Tubukan.

   "Tentang penderitaan ayahmu akibat dianiaya Sia It-tiong itu sedikit banyak pernah kami dengar. Tuan Putri pernah mohon kepada Pangeran keempat dan Khan Agung agar Sia It-tiong dihukum mati, Cuma sayang permohonannya tidak dikabulkan, sebaliknya Khan malah mempercayai dia dan memberi tugas penting padanya."

   Kiranya sesudah Jengis Khan wafat, Putri Minghui pernah menggugat dosa Sia It-tiong itu dihadapan Dulai yang waktu itu menjabat Mangkubumi, yaitu sebelum Ogotai dipilih menjadi Khan Agung yang baru.

   Waktu Minghui menggugat, Tubukan dan Subutai adalah jago2 Kemah Emas, dengan sendirinya mereka berada disitu.

   Li Su-lam rada heran mendengar erita itu, katanya segera.

   "Jika demikian, jadi bangsat Sia It-tiong itu datang ke Tionggoan ber-sama2 kalian? Bukankah dia menjabat wakil panglima besar sebagai pembantu pangeran Tin-kok, mengapa Khan memberi tugas lain padanya?"

   "Begini,"

   Tutur Subutai.

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Khan kami ingin menarik beberapa tokoh2 kangouw atau jago2 Lok-lim bangsa Han untuk menjadi pembantu disini bilamana pasukan Mongol kami mulai menyerbu kesini. Untuk tugas mencari orang2 demikian sudah tentu Sia It-tiong adalah pilihan yang paling cocok."

   "Hm, kiranya begitu,"

   Jengek Li Su-lam.

   "Memangnya Sia It-tiong adalah pengkhianat, pantas Khan kalian sengaja memperalat dia untuk mencari pengkhianat2 yang lain."

   "Semula Sia It-tiong bermaksud sembunyi dikediaman Yang Thian-lui,"

   Tutur Subutai pula.

   "Tapi kuatir diketahui lawan Yang Thian Lui, pula kurang leluasa tinggal dikotaraja Kim itu, kemudian Pek Ban-hiong yang dia datangi. Pek Ban-hiong memang sudah ada hubungan gelap dengan Yang Thian-lui sehingga Sia It-tiong juga sudah kenal dia, karena iu segala sesuatu berjalan dengan lancar. Kami berdua ditugaskan menjadi pembantu Sia It-tiong dengan tiga macam tugas, pertama kami harus mencari tahu jejak Putri Minghui; kedua, mencari jalan untuk membunuh kau, kalau engkau dapat ditawan kembali ke Mongol lebih2 diharapkan; Ketiga, kami harus mengawasi gerak- gerik Sia It-tiong. Sudah tentu tugas terakhir kami ini diluar tahu Sia It-tiong sendiri. Orang ini banyak tipu akalnya, hendaknya Li-kongcu hati2 menghadapi dia."

   Li Su-lam mengucapkan banyak terimakasih atas keterangan kedua orang itu. Lalu bertanya.

   "Sekarang kalian akan terus pulang ke Mongol atau kembali kerumah Pek Ban-hiong untuk bergabung dengan Sia It-tiong?"

   Dengan gemas Tubukan menjawab.

   "Kami tidak ingin menjual jiwa lagi bagi Khan, siapa sudi mengekor lagi kepada manusia rendah she Sia itu ?"

   Tapi Subutai yang lebih cerdik segera timbul suatu gagasan, katanya dengan tertawa.

   "Arah kita untuk pulang harus melewati tempat Pek Ban-hiong, kebetulan kita dapat mampir kesana, kalau Sia It-tiong tidak mampus, kita sendiri yang akan celaka."

   Seketika Tubukan sadar, serunya.

   "Benar, tentang tertawannya kita disini tentu Pek Ban-hiong akan memberitahukannya kepada Sia It-tiong, bila dia kembali ke Mongol dan lapor kepada Khan, maka buntu pula jalan kita untuk pulang kesana. Tapi dia ada dirumah Pek Ban-hiong, untuk membunuhnya tidaklah susah, tapi cara bagaimana kita harus menghadapi Pek Ban-hiong yang lihai itu?"

   "Kita bukan tandingan Pek Ban-hiong, tapi dia juga bukan tandingan Li-kongcu,"

   Kata Subutai dengan tertawa.

   "Beberapa hari lagi kita tentu akan berjumpa pula dengan Li-kongcu dirumah Pek Ban-hiong, entah betul tidak terkaanku ini ?"

   Dengan tersenyum Su-lam menjawab.

   "Untuk membalas sakit hati aku tidak berani membikin repot kalian. Tapi kalau kalian suka membantu dirumah Pek Ban-hiong, tentu saja akan kuterima dengan baik. Kalian boleh berangkat dulu kesana, tahanlah Sia It-tiong untuk tetap tinggal dirumah Pek Ban-hiong dan inipun sudah banyak membantu padaku."

   "Urusan kecil ini kalau takdapat kulaksanakan, lalu sahabat macam apakah aku ini ?"

   Seru Tubukan, habis itu mendadk ia angkat goloknya terus membacok paha sendiri.

   Li Su-lam terkejut dan cepat mencegahnya.

   Walaupun tangan Tubukan keburu dipegang Li SU-lam, tapi tidak urung mata goloknya sudah melukai pahanya sehingga darah bercucuran.

   "Tidak menderita sedikit luka, mana Sia It-tiong mau percaya bahwa kami dapat lolos dari sini dengan membunuh penjaga,"

   Kata Tubukan. Barulah Li Su-lam tahu maksud tubukan, ia menjadi terharu, katanya.

   "Kalian benar2 kawan sejati, terimalah hormatku ini."

   Akan tetapi Tubukan dan Subutai lekas2 membalas hormat dan saling mengucapkan kata2 rendah hati, setelah berjanji untuk bertemu dirumah Pek Ban-hiong dalam beberapa hari lagi, lalu berpisahlah mereka.

   Jilid 13 bagian kedua Setiba kembali didalam benteng Hui-liong-ceh, Su-lam melihat Beng Siau-kang, Nyo Wan dan lain2 masih berkumpul disitu menantikan dia.

   Segera Su-lam menceritakan apa yang terjadi serta memberitahukan pula kabar baik yang diperolehnya dari Subutai berdua tentang Sia It-tiong itu.

   "Ternyata dugaanku tidak meleset,"

   Kata Beng Siau-kang sambil menggebrak menja.

   "Tua bangka she Pek itu ternyata betul suatu komplotan dengan Toh An-peng, sekarang Sia It-tiong diketahui bersembunyi di rumahnya, tentu mereka telah merencanakan tipu muslihat apa2."

   "Memang betul,"

   Kata Su-lam. Lalu iapun menceritakan apa yang didengarnya dari Subutai berdua.

   "Keji amat bangsat she Sia itu, dia sendiri khianat, sekarang hendak menyeret orang lain masuk lumpur seperti dia. Betapapun orang ini tak dapat dibiarkan hidup,"

   Kata Beng Siau-kang dengan gusar.

   "ya, betapapun dia tak bisa diampuni, dia adalah pembunuh ayahku, aku ingin menuntut balas dengan tanganku sendiri,"

   Kata Su-lam.

   "Iapun musuh yang membunuh kakak, akupun ingin menuntut balas,"

   Seru Nyo Wan.

   "Sudah tentu kau harus berangkat kesana bersama aku, tapi tak berani kubikin repot kawan2 yang lain, maka tidak perlu ikut serta,"

   Kata Su-lam.

   "Namun kau harus meluruk kerumah Pek Ban-hiong, jumlah mereka tentu sangat banyak, meski Pek Ban-hiong dan Sia It-tiong adalah musuh kalian, tetapi merekapun musuh umum bagi dunia persilaan, kalau kita beramai2 menumpas habis Pek-kek-ceng (perkampungan keluarga Pek) bukankah lebih baik?"

   Ujar Bing-sia.

   "Kukira kalau kita pergi kesana berramai2 mungkin malah akan membikin urusan menjadi runyam,"

   Kata Su-lam.

   "Tubukan dan Subutai sudah berjanji akan membantu kita,kalau kita serang Pek-keh-ceng secara mendadak dimalam hari kuyakin akan dapat membereskan mereka."

   "Benar juga, kalau terlalu banyak orang mungkin akan diketahui oleh mereka dan keburu kabur,"

   Kata Siau-kang setelah berpikir sejenak.

   "Jika engkau sudah yakin akan berhasil, maka bolehlah kalian berdua saja yang pergi kesana."

   Lalu Li Su-lam menutur pula.

   "Akupun mendapatkan sedikit berita tentang keadaan pihak Mongol. Setelah Jengis Khan meninggal, putera2nya berebut pengaruh dan ingin menjadi Khan yang baru. Akhirnya Ogotai yang terpilih, tapi dasarnya kurang kuat, Ogotai belum sanggup menenteramkan keamanan didalam negeri sendiri, maka dalam waktu singkat tidak mungkin pihak Mongol mengganggu negeri kita. Namun kitapun tidak boleh lengah dan harus selalu waspada. Jika Beng- tayhiap tidak keberatan, sudikah engkau kembali ke Long-sia-san untuk sementara menggantikan aku memegang pimpinan disana?"

   "Aku sudah tua , pula sudah biasa hidup bebas, mungkin tidak sanggup memikul tugas berat sebagai Bengcu,"

   Ujar Beng Siau-kang dengan tertawa.

   "Jika Beng-tayhiap tidak suka kesibukan, bolehlah juga minta To Hong menjabat Bengcu untuk sementara, sudah tentu diharapkan pula bantuan2 Beng-tayhiap, Ci-heng dan Kok-heng,"

   Kata Su- lam.

   Sudah tentu Beng Siau-kang dan lain2 sama menyanggupi.

   Habis itu Li Su-lam dan Nyo Wan lantas berangkat pada hari itu juga.

   Setelah mereka berangkat, Bing-sia menyatakan rasa kuatirnya kepada sang ayah.

   Tapi Beng Siau- kang ternyata sudah ambil keputusan akan membantu Su-lam berdua secara diam2, diluar tahu mereka Beng Siau-kang akan menyusul ke Pek-keh-ceng, hal ini tentu sangat melegakan hati Bing- sia.

   Dalam pada itu sepanjang jalan Li Su-lam dan Nyo Wan juga sedang asyik menceritakan pengalaman mereka masing2 selama berpisah.

   Setelah berkumpul kembali, maka segala salah paham diwaktu lampau menjadi lenyap seluruhnya, kini kedua buah hati menjadi melekat lebih erat lagi.

   Ketika Nyo Wan bicara tentang Putri Minghui, ia tanya Su-lam.

   "Apakah kau terkenang padanya?"

   "Hatiku hanya terisi oleh dirimu, masakah sampai sekarang kau masih sangsi?"

   Sahut Su-lam.

   "Terus terang,"

   Kata Nyo Wan sambil menatap Su-lam, ketika di Mongol,aku memang menaruh cemburu, tapi sekarang aku berbalik merasa kasihan padanya.

   Sayang di dunia ini engkau hanya seorang saja, pula tak dapat dibagi dua, kalau tidak sungguh aku ingin menyerahkan kau kepadanya.

   Namun biar sekarang aku tak dapat memberikan dirimu kepadanya, sedikitnya aku berharap engkau dapat menghibur hatinya yang lara."

   Karena tidak tahu persoalannya, Li Su-lam menjadi rada heran terhadap Nyo Wan yang mendadak berubah berdada lapang itu.

   "Aku bicara dengan sesungguh hati, engkoh Lam,"

   Kata Nyo Wan pula.

   "Putri Minghui sangat baik padamu, tapi iapun kawan baikku, malahan aku pernah menjadi pelayannya, tentu kau tak pernah menduga bukan?" ~ Lalu iapun menceritakan pengalamannya dahulu. Su-lam menjadi heran dan girang pula, katanya.

   "Jika demikian, Putri Minghui adalah penolong kita malah." ~ Maka iapun menceritakan apa yang didengarnya dari Subutai tentang usaha Minghui menggugat kejahatan Sia It-tiong terhadap ayah Su-lam itu.

   "Ya, akupun sudah tahu hal itu,"

   Kata Nyo Wan.

   "Tapi apakah engkau tahu apa sebabnya Minghui lari dari Mongol? Soalnya dia tidak sudi menjadi istri Pangeran Tin-kok, sebab itulah dia melarikan diri ke Tionggoan sini dengan tujuan mencari engkau."

   "Ah, kau berkelakar lagi kepadaku,"

   Kata Su-lam. Tapi didalam hati sebenarnya ia percaya apa yang dikatakan Nyo Wan itu memang tidak salah.

   "Engkoh Lam,"

   Kata Nyo Wan pula.

   "setelah mengalami macam2 penderitaan, kini aku sudah yakin engkau benar2 cinta padaku, sebaliknya hendaklah engkau juga jangan meragukan lagi hatiku sempit seperti waktu dahulu. Beberapa hari yang lalu kebetulan bertemu dengan putri Minghui, sebab itu aku mengetahui dia sedang mencari kau, bahkan aku berani tanggung sesudah kita kembali dari Pek-keh-ceng nanti tentu kau dapat berjumpa dengan dia."

   "Apakah betul?"

   Tanya Su-lam dengan heran.

   "Dia berada dimana sekarang?"

   "Ditempat To Hong, aku yang perkenalkan dia kesana,"

   Sahut Nyo Wan. Berita ini membikin Su-lam merasa susah malah. Melihat air muka Su-lam rada berubah, dengan heran Nyo Wan bertanya.

   "Engkoh Lam, apa yang kau pikirkan?"

   "Kukira caramu menyuruh Minghui ke tempat To Hong kurang baik,"

   Ujar Su-lam.

   "Mengapa ?"

   Tanya Nyo Wan.

   "Masakah kau sudah lupa kepada kakak To Hong ?"

   Tempo hari dia bertanding dengan aku dan terluka, lalu ngambek di rumah tak mau pergi, jika dia mengetahui kedatangan Minghui mungkin akan terjadi hal2 yang tak terduga."

   "Kau kuatir To Liong membikin susah Minghui?"

   "Keparat itu berhati keji dan berjiwa culas, segala apa dapat dibuatnya, maka kita harus menjaga segala kemungkinan."

   "Bicara tentang To Liong kukira kau sendiri yang salah, waktu itu mengapa kau tidak binasakan dia saja ?"

   "Betapapun aku harus ingat kepada To Hong bukan ?"

   "Menurut pandanganmu bagaimana pribadi To Hong itu ? Kalau dibandingkan Bing-sia bagaimana pendapatmu ?"

   "Keduanya sama2 mempunyia sifat yang tulus dan suka terus terang, tapi menghadapi sesuatu persoalan rasanya To Hong lebih tegas dan tidak pandang bulu. Maka aku lebih suka membiarkan dia membereskan persoalan kakaknya dari pada kubunuh kakaknya dihadapannya."

   "Benar, jika nyonya To tidak terlalu sayang kepada anak laki2nya itu, tentu To Liong sudag mampus. Umpama To Hong tidak tega membunuhnya tentu juga akan mengusirnya pergi dari rumah."

   Su-lam tersenyum, katanya kemudian.

   "Adik Wan, dahulu agaknya kau tidak begitu baik terhadap To Hong, tapi pandanganmu sekatang ternyata sama dengan aku bahkan lebih banyak memuji dia daripada aku."

   "Bukanlah aku tidak suka padanya, hanya saja sifat kami rada berbeda. Dahulu aku tidak cukup mengenal pribadinya dan merasa dia berprasangka kepadaku dan selalu membela Bing-sia padahal sebenarnya aku sendiripun berprasangka padanya. Barulah pada waktu pertemuan besar kaum Lok- lim dirumahnya aku mengenal pribadinya yang bijaksana itu, ternyata dia seorang ksatria wanita yang berani berbuat dan berani bertanggung jawab, sungguh memalukan, mengapa sebelumnya aku tidak mengetahui kebaikan2nya itu. Ya, kalau dipikir lagi, sebenarnya tidak Cuma terhadap ToHong saja, terhadap nona Beng dan Minghui juga begitu, pelahan2 aku baru mengenal pribadi mereka yang baik."

   "Pada umumnya orang memang lebih mudah melihat keburukan orang lain dan tidak gampang mengenal segi baik orang, engkauharus dipuji bahwa sekarang kau telah paham memperhatikan segi2 baik orang lain,"

   Kata Su-lam dengan tertawa.

   "Cuma mengapa dari persoalan Minghui kau bicara pula mengenai pribadi To Hong, apakah ada sesuatu persoalan lagi didalamnya?"

   "Bukankah kau berkuatir To Liong akan membikin susah Minghui? Biarlah kuberitahukan dua hal padamu. Pertama sekarang To Liong tidak berada di Long-sia-san lagi, menurut dugaanku, mungkin dia telah diusir oleh adik perempuannya. Kedua, sudah lama To Liong mengetahui siapa Minghui itu, yang tidak diketahuinya hanya minggatnya Minghui adalah karena menghindari paksaan kawin dengan orang yang tidak disukainya."

   "Mengapa kau tahu sedemikian jelas?"

   Tanya Su-lam dengan heran. Maka Nyo Wan menceritakan pula pertemuannya dengan Minghui dan kepergok To Liong dan begundalnya dikelenteng tua itu. Katanya pula.

   "Melihat sikap hormatnya kepada Minghui, besar kemungkinan dia telah diusir oleh To Hong. Andaikan dia berani pulang ke Liong-sia-san, paling2 dia juga berusaha menghamba kepada Minghui."

   "Cis, sungguh tidak nyana seorang pahlawan sebagai To Pe-seng mempunyai anak yang pengecut dan khianat seperti dia,"

   Ujar Su-lam.

   "Harap saja segala sesuatu terjadi sebagaimana dugaanmu."

   "Jika kau masih sangsi dan kuatir, bagaimana kalau kita kembali ke Long-sia-san dulu baru kemudian mencari Sia It-tiong?"

   Kata Nyo Wan.

   "Tidak perlu buang2 waktu percuma, paling penting kita harus menuntut balas lebih dulu, memangnya Sia It-tiong mau menunggu kita ditempat Pek Ban-hiong untuk selamanya?"

   Kata Su- lam.

   "Benar, Sia It-tiong bukan saja musuh kita, dia juga musuh umum bangsa Han kita, membasmi dia jauh lebih penting dari urusan lain, marilah kita percepat perjalanan,"

   Sahut Nyo Wan.

   Sudah tentu ia tidak menyangka kekejian To Liong jauh diatas perkiraannya.

   Dia mengira Minghui akan aman bila mondok ditempat To Hong.

   Tak tahunya apa yang terjadi justru sama sekali diluar dugaannya.

   Minghui bersama Akai dan Kalusi langsung menuju ke Long-sia-san untuk mencari To Hong.

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Mereka bertiga menyamar sebagai bangsa Han, tapi wajah Akai tidak memper orang Han, bahasa Han merekapun tidak lancar, maka menimbulkan curiga Thaubak di Long-sia-san yang menerima kedatangan mereka itu.

   Setelah Minghui menyatakan kedatangan mereka atas petunjuk Nyo Wan serta menyerahkan surat perkenalan yang ditulis Nyo Wan, akhirnya mereka diterima dengan baik oleh To Hong.

   Dalam surat Nyo Wan itu tidak dijelaskan siapa Minghui, hanya disebut mereka bertiga adalah sobat baik dirinya dan Li Su-lam, maka mohon To Hong suka menerima mereka.

   Dalam surat Nyo Wan sekalian minta maaf karena kepergiannya tanpa pamit itu.

   To Hong rada heran juga atas kedatangan Minghui bertiga itu, tapi ia yakin mereka pasti ada hubungan istimewa dengan Nyo Wan, yang aneh adalah pada suasana kacau dn genting oleh badai perang kedua negara itu, mengapa mereka melarikan diri dari Mongol.

   Maka setelah mereka diajak keruangan tamu, kemudian To Hong menanyakan juga asal usul mereka dan cara bagaimana berkenalan dengan Li Su-lam serta Nyo Wan.

   Minghui tidak ingin membeberkan asal usul sendiri, terpaksa mengarang serangkaian cerita bohong bahwa dirinya adalah nona gembala biasa di Mongol.

   Akai dan Kalusi dikatakan sebagai suami istri dari sesama kelompok suku yang tidak suka kepada peperangan, maka sengaja melarikan diri ke Tionggoan.

   Lantaran tempat tinggal Nyo Wan di Mongol dulu tidak jauh dari rumah mereka, maka saling berkenalan dan menjadi sahabat baik.

   Sebagai putri Jengis Khan yang sejak kecil sudah disanjung puji, dengan sendirinya sikap Minghui membawa wibawa dan bersifat agung, meski sekarang telah berdandan sebagai perempuan miskin bangsa Han tetap tidak bisa menutupi sifat aslinya.

   Karena itu diam2 To hong menyangsikan asal usul Minghui itu dan menduga apa yang dikatakan itu pasti dusta.

   Tapi mengingat Nyo Wan yang menyuruh mereka datang, tetap ia melayani mereka dengan hormat.

   Hanya saja diam2 iapun waspada untuk menjaga segala kemungkinan.

   Kalau bicara juga rada sungkan2 dan rada kaku.

   Tempat tinggal mereka juga diberikan pada pintu yang terpisah oleh sebuah pintu yang terkunci.

   Sudah tentu sikap dingin To Hong itu dirasakan oleh Minghui, dia sudah biasa disanjung orang tentu saja tidak suka kepada sikap To Hong itu.

   Yang lebih membikin kesal Minghui adalah sikap ibu To Hong, orang tua itu ternyata juga bersikap dingin padanya.

   Rupanya To-hujin (nyonya besar To) masih dendam karena suaminya terbunuh di daerah Mongol, maka bila bicara tentang orang Mongol hatinya menjadi kurang senang.

   Hal2 itu sudah tentu makin menambah kemasgulan hati Minghui, terkadang timbul pikirannya untuk segera meninggalkan Long-sia-san saja.

   Pada suatu hari, tiba2 Kalusi datang memberitahu bahwa To Hong menyuruh seorang pelayan mengundang Minghui agar suka datang ke tempat To-lohujin untuk memilih sendiri beberapa macam bahan pakaian yang hendak dibuatkan baju bagi Minghui.

   Namun Minghui sudah terlanjur ngambek dan menolak undangan itu, bahkan ia menyatakan pikirannya kepada Kalusi bahwa sebaiknya mereka lekas2 pergi dari situ saja.

   Kalusi berusaha membujuk dan menghiburnya agar bersabar menantikan pulangnya Nyo Wan, kelak segala sesuatu tentu akan berubah menjadi baik.

   Kalau sekarang juga kita pergi secara diam2, tentu akan dicurigai dan mungkin akan timbul persoalan yang tidak diahrapkan.

   Minghui pikir usul kalusi itu ada betulnya juga, maka tentang undangan To Hong untuk memilih bahan pakaian itu dia suruh Kalusi saja yang mewakilkannya.

   Atas perintah itu, Kalusi sendirian lantas pergi ke tempat To-lohujin.

   Ia coba memperhatikan sekitarnya, ia merasa tiada diikuti oleh siapapun.

   Tapi ketika dia menyusuri serambi sana dan masuk keperkarangan rumah induk, ternyata pelayan2 yang biasa melayani nyonya tua itupun tidak nampak seorangpun, hal ini membuatnya rada heran.

   Baru saja dia memasuki pekarangan rumah dan hendak berseru minta permisi, tiba2 terdengar suara seorang laki2 sedang berkata diruangan dalam.

   "Moaymoay, kau tidak perlu mendustai aku, ketiga orang itu datang dari Mongol, betul tidak?"

   "kalau betul lantas mau apa?"

   Terdengar To Hong menjawab dengan kaku.

   "Bukankah kau pernah mencela hubunganku dengan orang Mongol, padahal itu cuma fitnahan Li Su-lam belaka, kau lebih suka percaya orang luar dari pada percaya kepada kakaknya sendiri. Dan sekarang kau sendiri mengapa juga berhubungan dengan oranag Mongol?"

   Demikian suara orang lelaki itu menjengek lagi.

   "Orang Mongol ini tidak sama dengan orang2 Mongol yang kau gauli itu,"

   


Pendekar Baja -- Gu Long Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung

Cari Blog Ini