Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Gurun 15


Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen Bagian 15



Pahlawan Gurun Karya dari Liang Ie Shen

   

   Sahut To Hong.

   "Orang Mongol macam apa? Mengapa kau berani mengatakan tidak sama?"

   Tanya lelaki itu.

   "Kalau aku bilang tidak sama pasti tidak sama, kau tidak perlu urus,"

   Kata To Hong. Lalu terdengar suara seorang perempuan tua menyelah.

   "Ai, kalian kakak beradik selalu bertengakr saja bila bertemu. Padahal kedua nona Mongol itupun kelihatan cantik dan ramah,akupun merasa mereka adalah orang2 baik."

   Kalusi menjadi terkejut mendengar suara lelaki itu karena merasa sudah dikenalnya entah dimana.

   Ia menjadi curiga, segera ia memutar ke belakang jendela untuk mengintip.

   Tapi sekali mengintip ia menjadi lebih2 terkejut.

   Kiranya lelaki itu tak lain tak bukan adalah To Liong yang pernah dijumpainya di kelenteng tua tempo hari.

   Apalagi kini diketahui To Liong ternyata kakak To Hong, ia menjadi bingung apa yang harus dilakukannya.

   Kiranya datang kembalinya To Liong justru hendak mencari tahu rahasianya Putri Minghui.

   Tempo hari sesudah ia dilukai Li Su-lam, mestinya lukanya tidak parah, tapi sengaja tetirah lebih lama dirumah dengan maksud tujuan tertentu, ia pikir kalau Beng Siau-kang, Li Su-lam dan lain2 sudah pergi, bila ada kesempatan ia hendak merampas kembali kedudukan Cecu dari tangan adik perempuannya.

   Akan tetapi setelah beberapa hari ia tinggal dirumah, ia mengetahui Thaubak2 Long-sia-san dari tingkatan rendah sampai tingkatan atas hampir seluruhnya mendukung adik perempuannya dengan setia serta memandang hina kepada To Liong sendiri.

   Meski iapun mempunyai beberapa orang kepercayaan, tapi jelas tak dapat bergerak apa2.

   Maka untuk mencapai tujuannya, terpaksa ia harus minta bala bantuan dari luar.

   Beberapa hari kemudian iapun meninggalkan rumahnya dengan alasan kesehatannya sudah pulih.

   Sudah tentu To Hong tidak perlu menahannya, hanya sang ibu yang merasa berat berpisah pula dengan anak laki2nya yang jarang tinggal lama dirumah itu.

   Sebenarnya To Liong bermaksud minta bantuan kepada Tun-ih Ciu, tapi sejak Tun-ih Ciu dikalahkan oleh Beng Siau-kang, jiwanya hampir saja melayang, maka ia menjadi kapok dan tidak berani pulang kerumahnya sendiri, tapi bersama putranya langsung terus menuju ke taytoh, ibukota kerajaan Kim.

   Mencari Tun-ih Ciu tidak ketemu, To Liong lantas ingat kepada seorang tokoh lain, yaitu Pek Ban- hiong.

   Sebenarnya mereka tidak saling kenal, tapi To Liong tahu jelas Pek Ban-hiong juga mengadakan hubungan rahasia dengn pihak Mongol, maka Pek Ban-hiong tentu juga kenal To Liong sebagai kawan sehalun.

   Begitulah dia terus menuju ketempat kediaman Pek Ban-hiong, dan ditengah jalan itulah diluar dugaan To Liong telah memergoki Putri Minghui dikelenteng tua tempo hai.

   Sesudah To Liong dan kawanan Ho Kiu-kong diusir pergi oleh Minghui, mestinya Ho Kiu-kong mengajak To Liong kerumahnya untuk menunggu Yang Kian-pek, putra Yang Thian-lui.

   Tapi mengingat Yang Thian-lui adalah musuh pembunuh ayahnya, betapapun sekarang mereka adalah kawan sehluan, mau tak mau To Liong harus menjaga kehormatan dirinya dantidak ingin bertekuk lutut secara terang2an kepada musuh pembunuh ayahnya itu.

   Sebab itulah ia menolak ajakan Ho Kiu-kong, tapi iapun tidak segera pergi mencari Pek Ban-hiong, sebab timbul rasa curiganya terhadap Minghui.

   Maklumlah, To Liong memang orang yang sangat cerdik, meski waktu dikelenteng tua itu ia kena digertak pergi oleh Minghui, tapi kemudian ia menjadi curiga mengapa sebagai seorang putri raja perjalanan Minghui itu hanya diikuti seorang pelayan dan seorang pengawal saja, bahkan lari ke wilayah negeri Kim yang sedang berperang dengan Mongol? Untuk mencari tahu rahasia Minghui, To Liong lalu bersembunyi disekitar kelenteng tua itu.

   Ketika Ho Kiu-kong dan Yang Kian-pek kemudian muncul lagi dan dikalahkan Kok Ham-hi, tidak lama kemudian Kok Ham-hi juga berlalu, selama itu To Liong tetap sembunyi dan karena itu berhasil mendengar pembicaraan Minghui dan Nyo Wan.

   Keruan To Liong sangat girang setelah mengetahui rahasia Minghui, dasar ia memang seorang yang banyak tipu akalnya, ia pikir sekarang Minghui melarikan diri dari Mongol unuk menghindarkan pernikahannya dengan pangeran Tin-kok, kabarnya dia juga pernah menyukai Li Su-lam.

   Tapi kini Li Su-lam sudah punya tunangan, hal inipun diketahui Minghui sendiri, jadi jelas putri Mongol itu tidak mungkin diperistri Li Su-lam.

   Dikala seorang perempuan sedang patah hati, saat itulah paling gampang pula ia jatuh kedalam perangkap kaum lelaki.

   Maka To Liong pikir dengan pengalamannya dan mengingat Minghui tinggal dirumahnya, tentu banyak kesempatan untuk merayu Minghui kedalam pelukannya.

   Andaikan gagal iapun dapat menjual rahasia jejak Minghui itu kepada Dulai.

   Pendek kata banyak keuntungan yang akan diperolehnya.

   Begitulah maka ia lantas mengurungkan maksudnya pergi mencari Pek Ban-hiong dan terus pulang kerumah, hanya saja dia sengaja pulang beberapa hari lebih lambat.

   Setibanya di Long-sia-san, benar juga didengarnya ada dua nona Mongol dan seorang Busu berada dalam benteng, dengan rasa girang To Liong lantas menemui ibunya.

   Dan disitulah ia berlagak menegur adik perempuannya sebagai didengar oleh Kalisi.

   Keruan Kalisi terkejut, lekas2 ia kembali kepondoknya untuk memberitahukan Minghui.

   Tentu saja Minghui juga terkejut, lekas2 mereka memanggil Akai untuk diajak kabur seketika itu juga.

   Mereka tidak tahu bahwa pendirian To Hong sama sekali berbeda dengan To Liong, maka timbul juga ketidak percayaan mereka kepada To Hong.

   Mereka bertiga terus kabur kebawah gunung.

   Para penjaga menjadi curiga dan ingin tanya mereka.

   Tapi Akai tidak sabar lagi.

   Mendadak ia gunakan kepandaian membanting dari ilmu gulat Mongol.

   Thaubak penjaga itu dibanting roboh, beberapa prajurit dipukul jatuh pula, lalu ia merampas tiga ekor kuda terus melarikan diri.

   Sementara itu To-lohujin sedang me nunggu2 dan sekian lamanya masih belum nampak datangnya Minghui, segera ia suruhan pelayan mengundangnya lagi.

   Maka ketahuanlah tentang kaburnya Minghui bertiga itu.

   Keruan To Hong menjadi menjadi kaget dan heran mengapa mereka mesti melarikan diri, kedatangan mereka adalah perantaraan Nyo Wan, tentunya bukan agen rahasia Mongol.

   Mendadak To Liong melonjak bangun dan berseru.

   "Biar aku membekuk mereka kembali !"

   "Kau jangan ikut campur, aku sendiri dapat mengejarnya,"

   Kata To Hong.

   "Kau adalah Cecu, mana boleh sembarangan meninggalkan gunung, biar aku saja yang membereskannya,"

   Sahut To Liong. Karena tak dapat menghalangi, terpaksa To Hong membiarkan kakaknya berangkat.

   "Kalau bukan bangsa sendiri tentu berhati lain, kata2 ini memang tidak salah,"

   Kata To-hujin berkata dengan gegetun. Tapi makin dipikir makin dirasakan oleh To Hong ada sesuatu yang tidak beres.

   "Kukira ada yang tidak betul ?"

   Katanya.

   "Apanya yang tidak betul ?"

   Tanya To-hujin.

   "Kepergian mereka itu pasti ada sebabnya. Aku takdapat membiarkan koko membikin susah mereka,"

   Kata To Hong.

   "Ai, kau selalu tak mempercayai kakakmu sendiri, selalu bermusuhan dengan dia,"

   Omel To-hujin.

   Karena To Hong tidak ingin membikin marah ibunya, pula ia juga mesti menjaga segala kemungkinan alaupun ia percaya Minghui pasti bukan orang jahat, tapi sebagai Cecu memang tidak bebas untuk sembarangan meninggalkan pangkalannya.

   Segera ia menyuruh Ciok Bok membawa anak buah untuk menyusul To Liong dengan pesan agar mencegah terjadinya sesuatu yang kurang baik terhadap putri Minghui.

   Ciok Bok diberi sebuah Lengci (Panah tanda kuasa) untuk mengatasi To Liong bila sang kakak berani membangkang.

   To Hong cukup kenal watak kakaknya yang bermoral bejat itu, maka ia kuatir kalau2 Minghui diganggu To Liong.

   Ia kira dengan Lengci yang dibawakan kepada Ciok Bok itu mungkin To Liong akan tunduk kepada perintahnya kecuali kalau kakaknya itu sudah tidak mau pulang kerumah lagi untuk selamanya.

   Nyata ia tidak tahu bahwa disamping timbul maksud tidak senonoh terhadap Minghui, bahkan To Liong mempunyai maksud yang lebih kotor lagi daripada pikiran busuk itu.

   Sayang meski kepandaian menunggang kuda Akai dan Minghui bertiga sangat mahir, tapi kuda rampasan mereka itu hanya kuda prajurit biasa saja, maka tidak antara lama mereka sudah dapat disusul oleh rombongan To Liong.

   "To Liong, kau berarti kurang ajar padaku ?"

   Bentak Minghui dengan gusar.

   "Jangan salah sangka, justru aku ingin memenuhi kewajiban sebagai tuan rumah, maka ingin mengundang kau kembali kesana, tentang rahasia dirimu pasti takkan kubocorkan,"

   Kata To Liong dengan tertawa.

   "Aku tidak sudi, lekas kau enyah !"

   Bentak Minghui pula.

   "Eh, mengapa kau menolak maksud baikku ?"

   Ujar To Liong dengan cengar-cengir. Beberapa Thaubak yang ikut datang bersama To liong belum kenal asal-usul Minghui, untuk mengambil hati tuannya, mereka lantas berseru.

   "He, tuan muda kami mengundang kau dengan baik2, mengapa kau bersikap kasar ?"

   "Apakah kau perlu dipaksa ?"

   Akai menjadi gusar, dampratnya.

   "Keparat, mana ada orang mengundang tamu cara begitu? Ini, biar kalian tahu rasa !" ~ Berbareng tali panjang yang dipegangnya terus diayun kedepan, seketika seorang Thaubak yang sedang memburu maju itu terlilit oleh tali itu dan terangkat keatas seperti anak ayam saja.

   "Mengingat kebaikan nona Nyo, jangan bikin susah temannya, lepaskan saja dia !"

   Kata Minghui.

   "Sekali Akai menyendal talinya, kontan Thaubak itu terlempar pergi hingga belasan meter jauhnya. Keruan Thaubak2 yang lain sama terperranjat melihat ketangkasan permainan tali Akai itu.

   "Sudahlah, kita pergi saja !"

   Kata Minghui. Ia mengira To Liong pasti tidak berani merintanginya lagi. Tak terduga baru saja Akai memutar kudanya, tiba2 To Liong mengejek.

   "Hm, begitu gampang kalian mau pergi ? Diberi harus membalas, ini , kaupun rasakan senjataku !" ~ Sekaligus ia terus menghamburkan tiga buah Tok-liong-piau. Mendengar samberan angin dari belakang itu,segera Akai memutar balik sebelah tangan untuk menangkap senjata rahasia itu. Tak terduga bahwa Tok-liong-piau adalah senjata rahasia yang berbisa jahat, meski tangannya tidak sampai terluka oleh Tok-liong-piau yang ditangkapnya itu, namun begitu telapak tangannya tersentuh racun Tok-liong-piau itu, seketika terasa gatel tak terhingga.

   "Keparat, berani kau menggunakan sanjata berbisa kepadaku !"

   Maki Akai dengan murka dan kuatir pula.

   Dalam pada itu, dengan kecepatan yang sama Tok-liong-piau kedua dan ketiga telah menyambar kearah Minghui dan Kalisi.

   Tapi yang diincar ternyata kudanya dan bukan orangnya, keruan kontan saja kedua ekor kuda itu terguling dan mati seketika oleh racun Tok-liong-piau yang jahat itu.

   Robohnya kuda mereka mengakibatkan Minghui dan Kalisi ikut terbanting jatuh.

   Kalisi tidak mahir ilmu silat, sedangkan Minghui mahir menunggang kuda dan memanah, kepandaian silatnya lumayan juga, maka cepat ia melolos pedang untuk melindungi Kalisi.

   "Jangan berbuat kasar padanya, cukup kepung dia, asalkan tidak sampai lolos saja,"

   Seru To Liong.

   Sambil mengiakan beberapa Thaubak itu lantas mengitari Minghui dengan kuda mereka, tapi tidak menyerangnya.

   Jika diatas kuda mungkin Minghui dapat membereskan beberapa Thaubak itu, tapi sekarang ia diatas tanah dan tidak mampu mengeluarkan kemahirannya.

   Apalagi dia harus melindungi Kalisi.

   Maka harapannya sekarang hanya tergantung kepada Akai saja.

   Saat itu Akai juga sudah melompat turun dari kudanya dengan maksud hendak menolong Minghui dan Kalisi yang terjatuh tadi, tapi segera ia dipapak oleh To Liong.

   "Keparat, biar kuhancurkan kau !"

   Teriak Akai dengan murka.

   "Hm, memangnya kau sangka aku bukan tandinganmu? Ini, biar kaupun rasakan kelihaianku !"

   Jengek To Liong, berbareng ia terus menusuk dengan pedangnya.

   Tangan kanan Akai dirasakan kaku pegal karena menangkap Tok-liong-piau yang berbisa tadi, maka tangan kiri yang sekarang digunakan untuk mengayun tali untuk menempur To Liong dengan sengit.

   Sudah tentu permainan tangan kiri tidak selincah tangan kanan, namun ia tetap bertahan dengan membalas menyerang dengan tangkas.

   Diam2 To Liong terkejut juga melihat ketangkasan Akai, ia merasa bersyukur tangan musuh sudah terkena racun Tok-liong-pai, kalau tidak mungkin tidak mudah baginya untuk mengalahkan jagi Mongol itu.

   Belasan gebrakan lagi, pelahan2 rasa gatel pegal ditangan kanan Akai mulai menjalar kepangkal lengan sehingga tenaganya banyak berkurang pula.

   Cara permainan tali Akai itu adalah ciptaan sendiri berdasarkan pengalamannya sejak kecil bilamana menangkap binatang buruannya, maka boleh dikata permainan tali itu adalah kepandaiannya yang khas, Cuma sayang dia tidak mendapatkan petunjuk guru yang pandai, maka permainannya menjadi tidak selincah dan sebagus ilmu pedang To Liong.

   Apalagi tenaganya makin berkurang, lama2 ia menjadi payah dan kewalahan menghadapi To Liong.

   Melihat sudah tiba waktunya, segera To Liong menyerang lebih gencar, ditengah berkelebatnya sinar pedang, tahu2 tali Akai yang panjang itu terpapas sepotong demi sepotong sehingga akhirnya tinggal satu meteran saja panjangnya.

   Tampaknya Akai sudah tidak dapat melawan To Liong lagi dan segera akan tertawan, pada saat itulah tiba2 terdengar suara keleningan kuda, kiranya Ciok Bok keburu menyusul tiba.

   "Tahan dulu, Toasuko !"

   Seru Ciok Bok.

   "Ada apa ?"

   Tanya To Liong dengan kurang senang.

   "Ada pesan dari cecu agar jangan membikin susah para tamu, aku ditugaskan mengundang mereka kembali kesana,"

   Jawab Ciok Bok.

   "Kalian tak perlu main sandiwara, pendek kata baik cara kasar maupun cara halus, yang pasti aku tidak sudi kembali ke sana,"

   Jawab Minghui. Cepat Ciok Bok melompat turun dari kudanya dan berkata.

   "Harap nona jangan salah paham, kami se-kali2 tiada punya maksud jahat. Jika kalian tidak ingin tinggal lagi ditempat kami, maka kamipun takkan memaksa. Cukup kalian ikut kembali sementara kesana sekadar mohon diri kepada cecu kami."

   Di sebelah sana ternyata To Liong tidak mau menghentikan serangannya kepada Akai, bahkan ia mencecar lebih kencang.

   "Berhenti dulu Toasuko, inilah perintah Cecu sendiri !"

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Seru Ciok Bok.

   "Kau minta aku berhenti, baiklah kuserahkan orang ini kepadamu !"

   Jengek To Liong dan mendadak ia memutar tubuh dan ganti sasaran, se-konyong2 ia menubruk ke arah Minghui.

   Sebenarnya Minghui sudah ambil keputusan nekat akan membunuh diri bila tidak dapat melawan.

   Tak terduga gerakan To Liong teramat cepat, baru saja Minghui angkat pedangnya yang pendek dengan maksud hendak menikam tenggorokan sendiri, tahu2 To Liong sudah mendekat, terasa pergelangan tangan kesemutan, Hiat-to bersangkutan telah kena ditotok.

   To Liong rampas pedang Minghui itu, menyusul nona itu terus dikempitnya.

   Akai menjadi kalap.

   "Keparat, kalian bangsat semua !"

   Teriaknya menjotos ke muka Ciok Bok yang saat itu berada dihadapannya.

   Mestinya Ciok Bok hendak mencegah perlakuan kasar To Liong terhadap Minghui tapi dia dirintangai Akai, terpaksa ia menggunakan Kim-na-jiu-hoat untuk menangkap pergelangan tangan Akai yang menjotos itu.

   Kepandaian Akai mestinya tidak rendah, bila masih memegang talinya yang panjang itu sukar bagi Ciok Bok untuk mengalahkannya.

   Tapi kini dia sudah kehilangan senjata andalannya, pula dalam hal permainan pukulan dia bukan tandingan Ciok Bok, apalagi tadi ia sudah bertempur dan tenaga sudah banyak berkurang.

   Maka Cuma beberapa gebrakan saja, pada suatu kesempatan dia kena ditelikung oleh Ciok Bok yang sekalian menotok pula hiat-to pinggangnya.

   Habis itu Ciok Bok lantas mendekati To Liong dan berseru.

   "Toasuko, inilah Lengci dari Cecu, lihatlah dulu !"

   Dengan tetap mengempit Minghui, sebelah tangan To Liong lantas menjulur untuk mengambil Lengci itu, tapi mendadak dipatahkannya menjadi dua, jengeknya.

   "Hm, Long-sia-san mestinya milikku, budak Hong berani merebut kekuasaanku mengingat masih adik perempuan sendiri, maka aku tidak mau bertengkar dengan dia, tapi sekarang dia malah ingin memerintah aku?"

   Ciok Bok terkejut dan gusar,katanya pula.

   "Toasuko, cecu dipilih oleh semua orang, aku hanya tunduk kepada perintahnya. Jika kau ingin bicara apa2 boleh pulang dulu kesana. Yang penting sekarang kau harus lepaskan dia !"

   "Kurang ajar,kau ini apa, berani juga kau menantang aku?"

   Bentak To Liong, berbareng pedangnya lantas menusuk.

   Terpaksa Ciok Bok melolos pedang untuik menangkis, memangnya kepandaiannya bukan tandingan To Liong, apalagi kuatir salah melukai Minghui dalam kempitan To Liong itu, maka hanya beberapa jurus saja ia sudah terdesak dibawah angin.

   Setelah mendesak mundur Ciok Bok, segera To Liong mencemplak ke atas kusda sambil tetap mengempit Minghui dan terus dilarikan menuju ke rumah Pek Ban-hiong.

   Rupanya To Liong juga mengetahui tentang datangnya Sia It-tiong dan sembunyi di rumah Pek Ban-hiong itu, dengan sendirinya hal ini sangat kebetulan baginya.

   Memangnya dia hendak minta bantuan Pek Ban-hiong, kini berhasil menawan Minghui dan dapat pula bertemu dengan Sia It-tiong yang punya kedudukan tinggi dipasukan Mongol, maka ia pikir sekali ini tentu akan berjasa besar.

   Sementara itu Ciok Bok tak dapat menyusul To Liong lagi, terpaksa ia membuka hiat-to Akai yang tertotok itu, lalu minta maaf pula, katanya.

   "

   Sesungguhnya orang yang bertempur dengan kau itu adalah kakak Cecu kami, tapi pribadi Cecu kami sama sekali berbeda dengan kakaknya. Kini kalian diharap pulang kembali ke tempat kami. Cecu pasti akan berdaya menemukan kawanmu yang dilarikan itu."

   Akai adalah seorang laki2 berhati tulus, ia menyaksikan sendiri Ciok Bok bergebrak dengan To Liong dalam usahanya menolong Minghui dan hampir2 terluka, maka kini ia percaya penuh apa yang dikatakan Ciok Bok itu dan menyesal atas kecerobohan diri sendiri tadi.

   Maka mereka suami- istri lantas ikut Ciok Bok kembali ke Long-sia-san.

   Kini marilah kita mengikuti perjalanan Li Su-lam dan Nyo Wan yang menuju ke Pek-keh-ceng untuk mencari Sia It-tiong.

   Menurut perhitungan Li Su-lam, malam hari kedua setelah Tubukan dan Subutai kembali sampai di Pek-keh-ceng, maka ia dan Nyo Wan juga sudah tiba ditempat tujuan.

   Sekira tengah malam, Li Su-lam dan Nyo Wan lantas memasuki perkampungan keluarga Pek itu dengan ginkang mereka yang tinggi.

   Pek Ban-hiong adalah seorang hartawan yang berpengaruh di tempatnya itu, perkampungannya terdiri dari beberapa puluh buah rumah, dengan sendirinya Li Su-lam tidak tahu Sia It-tiong tinggal dirumah yang mana.

   Ia bermaksud membekuk seorang pelayan untuk dimintai keterangan, tapi kuatir mengejutkan musuh pula.

   Nyo Wan mengusulkan agar mereka memisahkan diri untuk mengintip dari rumah kerumah,tapi Li Su-lam pikir hal itu tentu akan memakan waktu dan sampai pagipun mungkin belum berhasil.

   Sedang ragu2, tiba2 dilihatnya bayangan tiga orang keluar dari sebuah rumah.

   Waktu Li Su-lam mengintip dari tempat sembunyinya, dilihatnya orang yang jalan didepan memegang tenglong (lampu berkerudung), agaknya pelayan keluarga Pek, dua orang yang mengikut dibelakang itu ternyata bukan lain daripada Tubukan dan Subutai.

   Keruan Li Su-lam sangat girang.

   Didengarnya saat itu Tubukan sedang berkata.

   "Tengah malam majikanmu mengundang kami, entah ada urusan apa?"

   "Majikan kini lagi bicara dengan Sia-tayjin, kalau tidak salah Sia-tayjin yang minta kalian diundang kesana,"

   Tutur pelayan.

   Diam2 Subutai dan Tubukan menjadi heran dan ragu2 apakah barangkali ada sesuatu rahasia mereka yang diketahui oleh Sia It-tiong itu ? Walaupun merasakan alamat tidak baik, terpaksa mereka tetap ikut kesana.

   Kalau Subutai berdua ragu2 dan kuatir,sebaliknya Li Su-lam menjadi kegirangan.

   Dengan gelisah ia sedang mencari tempat tinggal Sia It-tiong,kini ternyata ditemukan dengan gampang saja.

   Segera Su-lam dan Nyo Wan menguntit di belakang Subutai bertiga dengan sangat hati2 sehingga sedikitpun tidak mengeluarkan suara.

   Tidak lama, pelayan itu membawa Subutai berdua masuk kesatu pekarangan rumah.

   Su-lam lantas membisiki Nyo Wan, sebentar aku menghadapi Pek Ban-hiong dan kau yang membekuk Sia It- tiong."

   Pada suatu kamar rumah itu tampak ada cahaya lampu, dengan suatu loncatan enteng Li Su-lam lantas melayang keatas rumah itu.

   Sebelum Subutai bertiga memasuki kamar itu lebih dulu Li Su- lam sudah mendekam diatap rumah itu.

   Nyo Wan juga lantas menyusul, tapi dia mengintip dibawah jendela.

   Dengan dua kaki menggantol emperan rumah, tubuh Li Su-lam lantas menggelantung kebawah, lalu mengintip kedalam.

   Dilihatnya didalam kamar ada tiga orang, selain Pek ban-hiong dan Sia It-tiong terdapat pula seorang pemuda berumur 20 an.

   Li Su-lampikir pemuda ini tentu putra Pek Ban-hion yang bernama Pek Jian-seng.

   Terdengar Sia It-tiong sedang bicara.

   "Pek-cengcu, untung pandanganmu cukup tajam, aku hampir2 kena dikelabui oleh kedua orang itu."

   "Aku Cuma menaruh curiga saja dan tidak berani memastikan mereka adalah mata2 musuh,"

   Sahut Ban-hiong. Sebentar Sia-tayjin boleh diam saja, biar aku yang mencoba mereka.

   "Ya, jelek2 mereka adalah jago Kemah emas. Kita tak boleh bertindak secara gegabah,"

   Ujar Sia It- tiong sambil mengangguk.

   "Ssst,"

   Tiba2 Pek ban-hiong mendesis.

   "Itu dia sudah datang."

   Su-lam menjadi ter-heran2 dan ingin tahu cara bagaimana Pek Ban-hiong akan mencoba Subutai berdua. Sejenak kemudian masuklah Tubukan dan Subutai, mereka memberi hormat kepada Sia It-tiong, lalu bertanya.

   "Entah ada urusan apakah malam2 Sia-tayjin memanggil kami?"

   "O, tiada apa2, aku Cuma kuatirkan luka Tubukan, apakah sudah baik?"

   Sahut Sia It-tiong. Keruan Tubukan menggerutu didalam hati, hanya soal sepele saja tengah malam buta memanggil mereka. Segera ia menjawab.

   "Terima kasih atas perhatianmu,kesehatanku sudah hampir pulih kembali."

   "Syukurlah kalau begitu, aku menjadi sedih kalau2 kau takdapat ikut aku pulang,"

   Kata It-tiong.

   "Apa, Sia-tayjin hendak hendak pulang ke Mongol?"

   Tanya Tubukan dengan terkejut.

   "Benar, bila kau sudah sehat, besok juga kupikir kita lantas berangkat saja,"

   Sahut Sia It-tiong dengan tersenyum.

   "Tapi, tapi apakah tidak lebih baik kita tinggal beberapa hari,"

   Kata Tubukan dengan rada bingung karena tidak tahu alasan apa yang harus digunakan. Syukur Subutai lebih cerdik, mendadak ia mendapat suatu pikiran dan lantas menambahkan."

   Waktu kita berangkat, Khan Agung sendiri memberi pesan kepada kami agar menemui Yang Thian-lui. Sebab itulah kita harus tunggu beberapa hari untuk menyelesaikan tugas ini."

   Subutai mengira dengan perintah Khan akan dapat dipakai sebagai tameng, tak tahunya alasannya itu berbalik meyakinkan Sia It-tiong akan kebohongan mereka. Diam2 Sia It-tiong merasa geli, tapi lahirnya ia pura2 merasa heran dan menjawab;

   "O, jadi ada perintah pribadi Khan Agung kepada kalian? Aku malah tidak tahu sama sekali."

   "Memang begitulah,"

   Kata Subutai.

   "Mungkin Khan merasa tidak perlu mengulangi pesan beliau ini kepada Sia-tayjin."

   DIbalik kata2nya itu nyata ia ingin Sia It-tiong maklum bahwa jago kemah emas jauh lebih dipercaya oleh Khan Agung mereka daripada manusia macam Sia It-tiong.

   Diwaktu biasa mungki Sia It-tiong akan bungkam oleh ejekan itu, tapi kini ia sudah tahu apa yang dikatakan Subutai itu adalah bohong belaka, maka dengan tersenyum iapun membalas menggertak.

   "Akan tetapi hari ini aku juga menerima perintah dari Khan Agung agar kita segera pulang ke Mongol."

   Sudah tentu Subutai berdua menjadi ragu2 karena tidak ahu apa yang dikatakan Sia It-tiong itu benar2 atau dusta.

   Yang jelas ia telah berjanji kepada Li Su-lam untuk menahan Sia It-tiong tinggal lebih lama di Pek-keh-ceng.

   Maka dalam bingungnya terpaksa Tubukan memakai alasan lukanya belum sembuh seluruhnya dan minta ditunda sedikit hari lagi.

   Tiba2 Pek Ban-hiong menimbrung.

   "Aku ada obat luka yang sangat mustajab, coba kuperiksa lukamu, kububuhi obatku ini."

   Baru Tubukan hendak menjawab tidak usah saja, tahu2 Pek Ban-hiong sudah lantas memegang tangannya dan bermaksud membuka pembalut luka dipahanya.

   Kiranya Pek Ban-hiong sudah menaruh curiga terhadap Subutai berdua yang dapat meloloskan diri itu, maka ia sengaja pakai alasan hendak memberi obat untuk melihat Tubukan benar2 terluka atau Cuma pura2 saja.

   Sudah tentu Tubukan kuatir perbuatannya ketahuan, ia tidak mandah ditawan begitu saja, sebagai jago Kemah emas, biarpun kepandaiannya tidak setinggi Pek Ban-hiong tentunya juga tidak lemah.

   Karena itu tangannya segera memutar terus balas menangkap pergelangan tangan Pek Ban-hiong.

   Pek Ban-hiong tidak paham gerakan bantingan dari ilmu gulat Mongol itu, akan tetapi ia mahir Kim-na-jiu-hoat, cepat ia balas mencengkeram, tangan lain terus menotok pula Koh-cing-hiat di dada Tubukan.

   Cepat Tubukan menarik tubuh dan mundur selangkah, menyusul sebelah kakinya lantas menjegal dan kedua kepalan menyodok.

   Biarpun cengkeraman Pek Ban-hiong dapat mencakar kepalan lawan itu, tapi kakinya tergantol dan hampir2 terguling, terpaksa ia kendurkan cengkeramannya.

   Kepalan Tubukan seketika berdarah oleh cakaran jari Pek Ban-hiong, dengan gusar ia membentak.

   "Kau berani melukai aku?"

   "Semula aku menghormati kau sebagai tamuku, tapi sekarang kau bukan tamuku lagi, melainkan agen rahasia musuh, masakah aku dapat melepaskan kau?"

   Jengek Pek Ban-hiong.

   Pada saat Pek Ban-hiong mulai bergebrak dengan Tubukan, segera Subutai menubruk pula kearah Sia It-tiong.

   Rupanya Pek Jian-seng sudah siap sedia sebelumnya, cepat ia melompat maju kedepan Sia It-tiong sambil melolos pedangnya, menyusul lantas menabas.

   "Lepas pedangmu!"

   Bentak Subutai, ia mengelak dan segera hendak merebut senjata Pek Jian-seng dengan tangan kosong.

   Cepat juga Pek Jian-seng bergerak, segera tangan kiri ikut memotong kemuka lawan yang menubruk maju itu.

   Namun Subutai sempat mengegos ke samping, sekali sikut ia paksa Pek Jian- seng melompat kesamping.

   Habis itu Subutai lantas menubruk pula ke arah Sia It-tiong.

   Ia tahu Tubukan pasti bukan tandingan Pek Ban-hiong, jalan satu2nya adalah menangkap Sia It-tiong sebagai jaminan keselamatan mereka sendiri.

   "Hm, kiranya kalian inilah agen rahasia musuh!"

   Jengek Sia It-tiong tak gentar.

   "Kematian kalian sudah di depan mata masih berani melawan lagi?"

   Dalam pada itu Li Su-lam yang mendekam di atas rumah itu lantas berseru kepada Nyo Wan .

   "Turun tangan, adik Wan !"

   Segera Nyo Wan menghamburkan segenggam Bwe-hoa-ciam melalui jendela, menyusul Li Su-lam lantas menerobos masuk dan membentak.

   "

   Sia It-tiong,masih kenal padaku tidak?"

   Pada saat yang sama se-konyong2 tedengar suara gedebukan yang keras, Subutai roboh terguling, sedang Bwe-hoa-ciam yang dihamburkan Nyo Wan tadi sebenarnya ditujukan kepada Pek Jian- seng, tapi entah mengapa, tiada sebuah jarum itu yang mengenai baju sasarannya, sebaliknya jarum2 itu sama2 rontok jatuh kelantai.

   Kejadian yang mendadak itu sungguh diluar dugaan Li Su-lam.

   Padahal ia kenal Subutai sebagai jago Mongol yang tangguh, sedangkan kepandaian Sia It-tiong boleh dikata sangat rendah, tapi sekarang Subutai malah kena dirobohkan oleh Sia It-tiong, hal ini sungguh sukar dimengerti.

   Begiu pula Bwe-hoa-ciam yang dihamburkan Nyo Wan itu tiada satupun yang menyentuh baju Pek Jian- seng.

   Inilah membikin Li Su-lam terperanjat.

   Ia heran apakah mungkin kepandaian Pek Jian-seng jauh lebih hebat daripada ayahnya, yaitu Pek Ban-hiong?"

   Belum lenyap pikirannya, tiba2 suara seorang bergelak tertawa dan berkata.

   "Apakah kau ini Li Su- lam? Hahaha, sekali ini kau benar2 masuk jaring sendiri !" ~ Suara tertawa itu tajam melengking menusuk telinga. Ditengah suara gelak tertawa itu tiba2 Li SU-lam dipapak oleh serangkum angin pukulan yang dahsyat, keruan tak kepalang kagetnya, sungguh tak terpikir olehnya bahwa di Pek-keh-ceng ini ada seorang kosen yang berkepandaian jauh diatasnya Pek Ban-hiong. Begitu hebat angin pukulan orang itu sehingga dada Su-lam terasa panas pedas, ia tahu tenaga lawan jauh lebih tinggi daripadanya, terpaksa harus menghindarinya untuk sementara waktu, maka sebelum dia berdiri tegak didalam kamar itu, cepat ia melompat keluar lagi melalui jendela. Pada saat itulah Subutai baru merangkak bangun dan tepat berhadapan dengan orang itu, ia berteriak terkejut.

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kau, YangThian Lui !"

   "Bukankah kau mengatakan hendak menemui aku? Sekarang terkabul bukan keinginanmu?"

   Kata Yang ThianLui dengan tertawa.

   "Bluk", kembali ia tendang Subutai hingga terjungkal, lalu mengejar keluar. Kiranya kedatangan Yang Thian lui ini hendak mengadakan pertemuan gelap dengan Sia It-tiong, ketika mereka menaruh curiga terhadap Subutai berdua, mereka juga sudah siap siaga kalau2 Li Su- lam akan datang menuntut balas kepada Sia It-tiong. Sudah tentu Li Su-lam tidak menyangka akan ketemu Yang Thian-lui ditempat Pek Ban-hiong ini, walaupun sadar bukan tandingan musuh kuat itu, tapi iapun tidak gentar sedikitpun. Melihat musuh mengejar keluar, kontan ia menusuk pula. Menghadapi ilmu pedang asli Siau-lim-si yang lihai itu, Yang Thian-lui juga tidak berani pandang enteng lawannya. Tiba2 ia gunakan tenaga jari dan menyelentik batang pedang Li Su-lam. Thian-lui-kang adalah pukulan yang maha dahsyat, tenaga yang dikeluarkan melalui jarinya tentu saja luar biasa kuatnya.

   "Creng", tangan Su-lam terasa pegal dan hampir2 tak mampu memegangi pedangnya, cepat ia melompat mundur beberapa langkah. Kalau Li Su-lam terkejut oleh kelihaian musuh, sebaliknya Yang Thian-lui juga tidak kurang kagetnya karena selentikannya itu tidak berhasil menjatuhkan pedang lawan. Baru sekarang ia mau percaya kepandaian Li Su-lam memang lihai, pantas Kian-pek bukan tandingannya. Melihat Su-lam tidak sanggup menghadapi lawannya, cepat Nyo Wan maju membantu, Kalian masih ada berapa orang begundal, keluar saja semua!"

   Jengek Yang Thian-hui, berbareng tangannya memukul ke kanan dan kekiri sehingga Su-lam dan Nyo Wan dipaksa melompat mundur pula.

   Sementara itu Pek Ban-hiong juga sudah berhasil membekuk Tubukan dan menyusul keluar.

   Sedang Pek Jian-seng masih tinggal didalam rumah untuk melindungi Sia It-tiong yang hendak menanyai Subutai berdua.

   Sebagai murid Bu-siang Sin-ni dari Gobipay, dengan sendirinya ilmu pedang Nyo Wan juga tidak lemah.

   Cuma sayang tenaganya kurang kuat, untuk melawan tenaga pukulan Thian-lui-kang yang dahsyat memang tidak memadai.

   Syukur dengan ginkangnya yang gesit dan lincah ia dapat menghindari damparan tenaga pukulan lawan, sedang Li Su-lam juga menyerang dengan mati2an sehingga terpaksa Yang Thian-lui harus memusatkan sebagian besar perhatiannya untuk melayani Li Su-lam.

   Namun begitu, setelah dua tiga puluh gebrakan lagi, lamban laun napas Su-lam terasa sesak dan dada terasa sakit, nyata daya tekanan Thian-lui-kang memang luar biasa.

   Melihat kemenangan sudah pasti berada dipihak Yang Thian-lui, Pek Ban-hiong merasa kebetulan baginya untuk menonton saja disamping.

   Malahan ia lantas mengejek.

   "Mana kalian mampu menandingi Yang-koksu yang tiada tandingannya dikolong langit ini, lebih baik kalian lekas menyerah saja!"

   Pada saat itu juga Yang Thian-lui pergencar serangannya, terdengar "Creng"

   Satu kali, tahu2 pedang Nyo Wan kena diselentik mencelat, Yang Thian-lui bergelak tertawa dan baru saja ia hendak menambahkan sekali pukulannya, mendadak terdengar suara mendesing, suara samberan senjata rahasia.

   "Siapa itu main sembunyi2 dan menyerang secara gelap, kalau berani keluarlah sini!"

   Bentak Yang Thian-lui.

   Tapi senjata rahasia berbentuk batu yang menyamber tiba itu ternyata tidak ditujukan kepadanya, sebaliknya membentur pedang Nyo Wan yang terpental keudara itu, sebelum pedang itu jatuh kebawah sudah keburu dibentur oleh batu itu, kontan pedang itu tergetar kembali dan sekali ini ujung pedang benar2 menyamber kedada Yang Thian-lui.

   Keruan tidak kepalang kejut Yang Thian-lui, ia tidak tahu dijaman ini tokoh manakah yang memiliki tenaga sehebat ini.

   Melihat betapa hebat samberan pedang itu, biar Thian-lui-kangnya sangat lihai juga tidak berani menangkap pedang itu secara gegabah, terpaksa ia mengelak kesamping sehingga pedang itu menyamber lewat diatas kepalanya dan melayang kearah Li Su-lam.

   Setelah menyamber lewat diatas kepala Yang Thian-lui, kekuatan pedang yang meluncur itu sudah rada berkurang, maka Li Su-lam lantas angkat pedangnya untuk menangkisnya terus berputar sedikit, pedang itu terhenti dan jatuh kebawah, segera Nyo Wan menangkap kembali pedang sendiri itu.

   Waktu Yang Thian-lui menenangkan diri dan memandang kesana, dilihatnya seorang laki2 berjubah hijau dan berusia antara 50-an sudah berdiri dihadapannya.

   "Batu yang kutimpukkan itu bukan diarahkan padamu, masakah dapat dikatakan serangan menggelap ?"

   Laki2 itu berkata dengan menjengek. Hm, sekarang juga aku sudah berada disini, kau mau apa ?"

   Melihat laki2 ini, Pek Ban-hiong terkejut dan Li Su-lam kegirangan. Kiranya orang ini bukan lain adalah Kanglam-tayhiap Beng Siau-kang.

   "Beng-tayhiap, keparat inilah pengkhianat Yang Thian Lui !"

   Seru Su-lam.

   "Aku tahu,"

   Kata Siau-kang dengan hambar.

   "Kalau bukan dia tentu akupun takkan datang kesini !" ~ Kemudian ia berpaling dan menjengek terhadap Pek Ban-hiong.

   "Hm, orang she Pek,apakah kau sudah lupa kepada ucapanmu di Hui-liong-san ? Sekarang kau ternyata menyembunyikan mata2 musuh. Jika kau tahu diri, serahkan saja pengkhianat Sia It-tiong itu untuk meringankan dosamu, kalau tidak janganharap jiwamu dapat diampuni!"

   "Hm, kiranya kau inilah Beng Siau-kang yang mengaku sebagai jago pedang nomor satu didunia ini !"

   Tiba2 Yang Thian-lui menyelah.

   "Jangan kau berlagak, biarlah aku belajar kenal dulu dengan kepandaianmu!"

   "Sungguh kebetulan akupun ingin tahu bagaimana kepandaian Koksu kerajaan Kim yang selalu didengung2kan orang!"

   Jawab Beng Siau-kang dengan ketus.

   "Baik, kita satu lawan satu, orang lain dilarang ikut campur,"

   Kata Yang Thian-lui.

   "Memangnya kau kira aku ini biasa main kerubut?"

   Jengek Beng Siau-kang.

   "Bagus, keluarkanlah pedangmu !"

   Bentak Yang Thian-lui dan mendadak ia terus menghantam dengan tenaga Thian-lui-kang yang dahsyat tanpa menunggu lawannya melolos pedang lebih dulu.

   Ternyata Beng Siau-kang sengaja tidak mau melolos pedangnya, sebab ia memang ingin mencoba betapa hebatnya tenaga pukulan Yang Thian-lui.

   Segera ia sambut pukulan lawan, kedua tangan beradu, terdengar suara Blang"

   Yang keras, Yang Thian-lui tergeliat, sedangkan Beng Siau-kang tergetar mundur dua tindak.

   Diam2 Beng Siau-kang mengakui kehebatan Yang Thian-lui yang memang tidak bernama kosong, tanpa senjata mungkin sukar mengalahkannya.

   Ia tidak tahu bahwa Yang Thian-lui jauh lebih terkejut daripada dia.

   Maklumlah, ilmu silat masing2 mempunyai kekhususannya masing2, Beng Siau-kang tersohor karena ilmu pedangnya yang sakti dan bukan terkenal dengan ilmu pukulan.

   Tapi dia sanggup menyambut tenaga pukulan Yang Thian-lui tadi, tampaknya rada kewalahan, tapi nyatanya tidak sampai roboh, padahal ilmu pukulan bukan menjadi andalannya.

   Maka dapat pula dibayangkan betapa lihai ilmu pedang yang menjadi kemahirannya itu.

   "Beng-tayhiap, terhadap musuh tidak perlu sungkan2."

   Teriak Su-lam. Dalam pada itu Yang Thian-lui masih berlagak dan berseru pula.

   "Beng Siau-kang, kenapa kau masih tidak melolos pedangmu? Kau berani memandang rendah padaku?"

   "Haha, memang tidak salah, aku memang memandang rendah padamu,"

   Sahut Beng Siau-kang.

   "Memangnya kau kira dengan Thian-lui-kangmu lantas dapat malang melintang didunia ini? Hehe, bolehlah kau coba2 ilmu pedangku ini bila memang kau kehendaki!"

   Sekali pedangnya berkelebat seketika berjangkitlah angin keras.

   "Awas!"

   Seru Beng Siau-kang dambil menusuk.

   Yang Thian-lui juga lantas menghantam dari jauh, terdengarlah suara mendengung tak ber-henti2, kiranya ujung pedang Beng Siau-kang yang menerbitkan suara mendengung itu lantaran tergetar oleh angin pukulan lawan.

   Yang satu ilmu pedang sakti, yang lain tenaga pukulan dahsyat, sesudah bergebrak beberapa jurus, ternyata keduanya sama2 tak dapat menarik keuntungan dari pihak lawan.

   "Adik Wan, lekas kau menuntut balas, biar aku menghadapi bangsat tua she Pek ini,"

   Seru Li Su- lam.

   "Hm, memangnya kau sangka aku takut padamu Li Su-lam!"

   Jengek Pek Ban-hiong. Karena melihat Yang Thian-lui sanggup menandingi Beng Siau-kang, maka nyali Pek Ban-hiong menjadi besar lagi.

   "Takut atau tidak, yang pasti hari ini tak dapat kuampuni kau lagi,"

   Bentak Li Su-lam sambil menusuk dengan pedangnya. Ditengah bayangan pedang dan berkelebatnya pukulan, terdengar suara bret"

   Sekali, lengan baju Pek Ban-hiong terobek oleh pedang Li Su-lam, tapi pemuda itu ternyata tidak lantas mendesak maju, sebaliknya ia malah melompat mundur.

   Kiranya yang dimainkan Pek Ban-hiong adalah Hun-kin-co-kut-hoat (ilmu membikin patah tulang dan keseleo) yang sangat ganas, cara membikin keseleo tulang lawan itu paling baik kalau digunakan dalam pertempuran dari jarak dekat.

   Karena kuatir dikerjai musuh, maka begitu gebrak Li Su-lam lantas melompat mundur untuk memancing musuh.

   Akan tetapi begitu Li Su-lam melompat mundur, seketika Pek Ban-hiong juga lantas berhenti ditempatnya tanpa mengejar selangkahpun.

   Kiranya tempo hari sesudah dikalahkan Li Su-lam di hui-liong-san, sepulangnya di rumah Pek Ban- hiong merasa sangat penasaran, ia coba merenungkan kelemahan sendiri sehingga kecundang oleh anak muda itu, padahal bicara keuletan jelas dirinya lebih kuat, kelemahannya hanya karena tidak tahu cara bagaimana menghadapi ilmu pedang lawan yang banyak ragam perubahannya itu.

   Berdasar pengalamannya akhirnya ia berhasil menemukan suatu cara pertempuran, yaitu menggunakan Hun-kin-co-kut-hoat yang menjadi kemahirannya untuk menyerang lawan dari dekat, cara demikian pasti akan lebih menguntungkan dan terbukti sekarang siasatnya ternyata tidak keliru.

   Melihat lawan diam saja ditempatnya, terpaksa Li Su-lam melancarkan serangan pula, Pek Ban- hiong juga lantas menandanginya dengan pertahanan yang rapat.

   Li Su-lam juga bukan anak bodoh, iapun tak dapat dipancing mendekat oleh Pek Ban-hiong.

   Maka kedua orang ini hanya bergantian saja serang menyerang dan sama2 mengeluarkan kemahiran masing2.

   Pada saat Yang Thian-lui dan Pek Ban-hiong ketemukan tandingnya masing2, yang tertinggal hanya Pek Jian-seng saja yang masih dapat melindungi Sia It-tiong.

   Maka Nyo Wan yakin sakit hatinya pasti akan terbalas, dengan girang ia terus menerjang kedalam rumah sambil membentak.

   "Bangsat she Sia, sekali ini kau tak kan bisa lari lagi!"

   Sia It-tiong menjadi ketakutan, ia berseru.

   "Tolong aku,Pek-kongcu, budimu pasti akan kubalas dengan kedudukan baik didalam pasukan Mongol."

   "Jangan kuatir, Sia-tayjin, akan kubekuk budak itu bagimu,"

   Sahut Pek JIan-seng.

   Potongan Nyo Wan memang mirip perempuan yang lemah, maka Pek Jian-seng yakin pasti dapat mengalahkannya.

   Tak terduga ilmu pedang Nyo Wan ternyata cukup lihai, hanya bergebrak beberapa jurus saja Pek Jian-seng sendiri sudah kewalahan."

   Tatkala itu partai Yang Thian-lui melawan Beng Siau-kang juga sudah mulai kelihatan siapa yang lebih unggul.

   Yang Thian-lui telah mengeluarkan segenap tenaga Thian-lui-kang yang dahsyat sehingga menimbulkan angin yang men-deru2, batu pasir beterbangan,pepohonan didalam pekarangan iktu terguncang dan berderak.

   Tapi Beng Siau-kang tegak berdiri ditengah damparan tenaga pukulan lawan yang dahsyat itu, sedikitpun tidak bergeming.

   Ditengah pertarungan sengit itu mendadak Beng Siau-kang membentak.

   "Kiranya kau punya Thian- lui-kang tidak lebih Cuma sekian saja, sudah cukup sekarang!" ~ Sekali ilmu pedangnya berubah,dari bertahan segera ia balas menyerang,seketika sinar pedang bertaburan menyilaukan pandangan Yang Thian-lui dan terpaksa harus melangkah mundur beberapa tindak. Unggul dan asor sudah mulai tertampak, tapi untuk menang dalam waktu singkat juga tidak mudah bagi Beng Siau-kang. Betapapun Yang Thian-lui juga seorang jago kelas wahid, bicara tentang keuletan terang tidak dibawah Beng Siau-kang. Maka setelah terdesak mundur, segera iapun balas menghantam beberapa kali dari jauh, dari terdesak ia masih sanggup bertahan dengan rapat. Dengan cara bagaimana Beng Siau-kang akan membikin keok Yang Thian-lui? Dapatkah Nyo Wan membalas sakit hati dengan membinasakan Sia It-tiong? Bagaimana nasib Putri Minghui dan pengiring2nya?

   Jilid 14 bagian pertama Yang Thian-lui sendiri menyadari bila pertandingan berlangsung terus dirinyapun pasti akan kecundang.

   Ia coba melirik kesamping, dilihatnya keadaan Pek Ban-hiong tiada ubahnya seperti dirinya, keadaannya juga payah dan terdesak.

   Keruan Yang Thian-lui mulai keder, sebaliknya Beng Siau-kang putar pedangnya semakin kencang, makin lama makin bersemangat.

   Kalau Pek Ban-hiong dan Yang Thian-lui masih dapat bertahan, sedangkan keadaan Pek Jian-seng lebih2 konyol, ia harus menghadapi serangan Nyo Wan yang ber-tubi2, setiap jurus serangannya adalah maut.

   Keruan Pek Jian-seng mandi keringat dan terdesak hingga mendekati pintu kamar tempat Sia It-tiong, jika terpaksa tampaknya dia hanya dapat bersembunyi ke dalam kamar itu dan tiada jalan lolos lain.

   Sia It-tiong yang berada didalam kamar menjadi ketakutan, untuk menerjang keluar ia tidak berani.

   Mestinya ia sedang menanyai Subutai berdua, tapi kini dia terpaksa berdiam untuk mengikut keadaan diluar.

   Terdengar suara "trang-tring"

   Beradunya pedang Nyo Wan melawan Pek Jian-seng semakin mendekati pintu, setiap kali mendengar suara nyaring beradunya senjata, setiap kali pula jantung Sia It-tiong ikut berdetak se-akan2 meloncat keluar dari rongga dadanya.

   Sementara itu daun pintu sudah ikut bergetar oleh benturn angin senjata, tiba2 terdengar suara gedebukan keras disertai jeritan Pek Jian-seng, ternyata pemuda itu telah ditendang terguling kebawah undak2an rumah.

   Karena berhasrat membalas sakit hati lebih dulu, Nyo Wan tidak memburu untuk membinasakan Pek Jian-seng, tapi ia terus mendobrak pintu kamar untuk membunuh Sia it-tiong.

   Selagi Sia It-tiong ketakutan setengah mati, se-konyong2 terdengar suara seorang yang seperti sudah dikenalnya sedang berseru.

   "Pek-cengcu, apakah Sia-tayjin berada disini?"

   Menyusul itu terdengar pula suara Li Su-lam berseru.

   "He, bukanlah itu Putri Minghui? ~ Hai To Liong, berani kau berbuat begitu, lekas lepaskan Putri Minghui!"

   Daun pintu sudah mulai menjeplak, tampaknya Nyo Wan setiap saat dapat menerjang ke dalam, tapi mendadak suasana menjadi sepi.

   Kiranya perhatian semua orang sekarang terpusat kepada Putri Minghui yang dibawa ke Pek-keh-ceng ini oleh To Liong.

   Rupanya begundal2 Pek Ban-hiong sebagian besar telah melarikan diri ketika melihat majikan mereka pasti akan mati konyol melawan Beng Siau-kang yang terkenal itu, maka To Liong dengan leluasa dapat memasuki perkampungan keluarga Pek itu tanpa rintangan, ia menjadi ragu2 karena tiada seorangpun yang dijumpainya, maka ia terus me-manggil2

   "Pek-cengcu", setiba ditaman belakang barulah dilihatnya Pek Ban-hiong dan Yang Thian-lui sedang bertempur dengan Beng Siau-kang dan Li Su-lam, keruan kejutnya tak kepalang tanggung. Li Su-lam juga terkejut, memangnya ia pernah berkuatir kalau2 Minghui yang menuju ke Long-sia- san itu akan masuk perangkap To Liong, kini kekuatirannya itu ternyata terbukti benar. Setelah seruan Li Su-lam tadi, rasa kejut To Liong menjadi berkurang malah, timbul pikirannya bahwa padanya masih ada sandera Putri Mongol itu, kenapa tidak digunakan sebagai pemerasan terhadap lawan. Sia It-iong yang licin dan ulung itu juga cepat sekali cara bekerja otaknya, segera iapun mendapat akal, ia melongok melalui jendela dan berseru.

   "Li Su-lam, bagaimana kalau sekarang kita mengadakan suatu perundingan dagang? Aku menjamin kedua pihak pasti takkan rugi, kita mengadakan tukar menukar syarat, setuju?"

   "Jangan gubris ocehannya, Li-kongcu1"

   Seru Minghui.

   "Kau jangan salah paham, Tuan Putri, maksudku justru demi Kebaikanmu,"

   Ujar Sia It-tiong dengan tertawa.

   "Aku tahu kau tidak sudi menjadi istri pangeran Tin-kok, betul tidak? Bicara sejujurnya, mukanya yang mirip congor babi itu memang tidak sesuai untukmu!"

   "Sia It-tiong,"

   Bentak Li Su-lam.

   "Kau tidak perlu banyak omong, apa syaratmu, lekas katakan?"

   "Li Su-lam, Tuan Putri cantik lagi berbudi, kukira, kaupun merasa berat kalau dia pulang ke Holin bukan? Nah, syaratnya menjadi mudah sekarang,Tuan Putri akan kami tinggalkan disini untukmu, tapi kaupun harus melepaskan kami pergi dari sini, sudah terntu kamo termasuk Yang-koksu dan Pek-cengcu!"

   "To Liong,"

   Jengek Beng Siau-kang.

   "Yang Thian-lui adalah musuh yang membunuh ayahmu, apakah sekarang kau terima diperalat Sia It-tiong dan berbalik membantu musuhmu sendiri?"

   "To-kongcu, asalkan kita dapat pulang ke Holin dengan selamat, aku tanggung selama hidupmu akan bahagia dan mendapat kedudukan tinggi,"

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Seru Sia It-tiong.

   "To Liong,"

   Li Su-lam juga berseru.

   "Camkanlah, sekali sudah bersalah jangan mengulangi lagi kesalahanmu. Kau harus insaf dan kembali kejalan yang benar, akupun menjamin akan keselamatanmu dan takkan mengganggu guga perbuatanmu yang telah lalu."

   Mendengarkan seruan dari kedua belah pihak itu, To Liong menjadi serba salah, timbul pertentangan batin yang hebat, pertentangan batin antara yang baik dan yang buruk.

   Dasar moral To Liong memang sudah bejat, nyatanya janji muluk2 Sia It-liong tadi lebih "sreg"

   Mengenai hatinya. Pikirnya.

   "Li Su-lam sudah pernah ingin membunuh diriku karena aku bermaksud mengampuni kesalahanku? Andaikan dia dapat, apakah Nyo Wan dapat juga mengampuni dosaku? Aku telah banyak berbuat kesalahan, apakah aku ada muka sana akupun tetap dibawah perintah orang, apa artinya hidupku disana?"

   "To Liong, inilah kesempatan terakhir bagimu, bagaimana keputusanmu?"

   Bentak Beng Siau-kang. Karena sudah bertekad mengekor Sia It-tiong, To-liong lantas menjawab.

   "Berdamai dengan pihak Mongol adalah tujuan pemerintah, sebagai rakyat kecil aku hanya tunduk kepada pihak pemerintah saja, maka aku siap menerima pimpinan Sia-tayjin."

   "Jadi kau tidak ingat kepada kematian ayahmu lagi? Kau binatang atau manusia?"

   Bentak Beng Siao-kang pula.

   "Sungguh sial Pek-seng yang termashur kepahlawannanya itu mempunyai anak durhaka sebagai kau. Mengingat kepada mendiang ayahmu hari ini kuampuni kau, tapi kalau kau masih tetap tidak insaf, pada satu ketika bila kebentur padaku, maka janganlah kau menyesal."

   "Sudahlah, tak perlu banyak omong lagi,"

   Sela Sia It-tiong.

   "Pendek kata, kalian seuju tidak dengan syarat tukar menukar yang kukatakan tadi?"

   "Lu-kongcu, jangan urus diriku, bunuh saja bangsat ini!"

   Seru Minghui.

   Pikiran Li Su-lam menjadi ragu2 dan kacau.

   Kematian ayahnya di negeri asing atas perbuatan Sia It-tiong itu, sakit hati ini mana boleh tak dibalas? Tapi iapun tahu watak Minghui, jika nona itu sampai dibawa pulang ke Holin dan dipaksa kawin dengan pangeran Tin-kok, maka Minghui pasti lebih suka membunuh diri.

   Bahwa Minghui pasti akan dipaksa kawin dengan orang yang tak disukainya sudahlah jelas, sebab pangeran Tin-kok memegang kekuasaan militer, untuk ini Ogotai dan Dulai masih memerlukan bantuan tenaganya.

   Yang meragukan Li Su-lam adalah dirinya pernah menerima budi pertolongan Minghui, masakah tidak balas pula budi kebaikan ini.

   Rupanya Nyo Wan juga mempunyai pikiran yang sama, dengan suara pelahan ia berkata kepada Su-lam.

   "Engkoh Lam, bukan maksudku menjuruh kau menerima syarat bangsat she Sia itu, sebab kakak sendiri juga mati akibat perbuatan Sia It-tiong itu. Cuma akupun pernah menerima budi pertolongan Puteri Minghui, sekarang dia dalam kesukaran, masakah kita harus membiarkan dia dibawa pulang dan menderita untuk selama hidupnya?"

   Li Su-lam mengertak gigi, pikirnya pula.

   "Bila sekarang kulepaskan Sia It-tiong, kelak aku masih dapat mencari kesempatan untuk menuntut balas. Sebaliknya kalau Minghui dibawa pulang ke Mongol, maka tiada kesempatan lagi baginya untuk lolos dari kurungan."

   Terpikir demikian, tekadnya segera bulat, teriaknya lantang.

   "Baik, aku terima syaratmu. Tapi ingat, bila lain kali kau kebentur lagi padaku, awas jiwa anjingmu!"

   "Haha!"

   Sia It-tiong tertawa.

   "Urusan sekarang kita selesaikan sekarang, urusan lain hari kita bicarakan lagi lain hari. Sama saja halnya dengan kau bila kau yang jatuh ditanganku pada kesempatan lain, rasanya akupun tak dapat mengampuni kau."

   "To-liong, lepaskan Tuan Puteri!"

   Bentak Su-lam.

   "Kau bebaskan dulu Sia-tayjin kesini!"

   Jawab To Liong "Bangsat, memangnya kau anggap aku serendah kau dan suka main licik?"

   Bentak Li Su-lam dengan murka.

   "Tidak perlu ribut,"

   Sela Sia It-tiong.

   "Aku ada suatu cara yang adil, kita pertukar tawanan di pekarangan luar sana, kalian boleh tahan diriku dipihakmu, pada saat yang sama kita membebaskan tawanan masing2 bebarengan."

   "Baik,"

   Jawab Su-lam dengan mendongkol.

   "Pek-cengcu, marilah kita berangkat bersama, harap kau siapkan kuda,"

   Kata Yang Thian-lui kepada Pek Ban-hiong.

   "Hm, hari ini terlalu untung bagi kalian berdua bangsat ua ini,"

   Jengek Beng Siau-kang.

   "Kukira pihakmu lebih untung, bukankah aku terpaksa menghadiahkan perkampunganku ini kepada kalian secara cuma2,"

   Jawab Pek Ban-hiong dengan menyeringai.

   Lalu iapun menyuruh Pek Jian- seng menyiapkan empat ekor kuda.

   Melihat persiapan itu, Sia It-tiong merasa lega dan berbesar hari, segera ia keluar dari kamar.

   Li Su- lam lantas pegang pergelangan tangannya dan diseret keluar.

   Setiba di pekarangan luar, kedua pihak berdiri berhadapan dalam jarak tertentu dengan tawanan masing2.

   Tapi To-liong lantas mengusulkan lagi agar kedua pihak mundur lagi sejauh ratusan kaki, menurut perhitungannya, betapapun kuat tenaga lawan, ratusan kaki tentunya sukar mencapai sasarannya.

   Dasar manusia rendah, ia mengukur badan orang dengan diri sendiri yang suka berbuat curang.

   Namun untuk menunjuk ketulusan pihaknya, Li Su-lam terima usul itu.

   Kedua pihak berdiri dalam jarak ratusan kaki jauhnya.

   To-liong lantas melepaskan Minghui dan disebelah sana Li Su-lam juga membebaskan Sia It-tiong.

   Ketika To Liong menyerukan hitungan tiga kali, tawanan kedua pihak sama2 berlari kedepan.

   Lebih2 Sia It-tiong, ia lari ter-birit2 karena jiwany tidak jadi melayang.

   Akan tetapi di tengah berlari itu, hatinya yang jahat itu toh masih bekerja memikirkan sesuatu yang dapat menguntungkan pihaknya.

   Ia pikir sedapat mungkin harus berdaya untuk menangkap kembali putri Minghui dan dibawa pulang ke Mongol, sebab betapapun dia harus bertanggung jawab akan tugasnya ini, terutama karena berontaknya Subutai berdua, untuk mengurangi kesalahannya dia harus mencari jasa lain dan jalan paling baik adalah menangkap Minghui.

   Sementara itu kedua orang yang sama2 berlari menuju pihak kawan sendiri itu sudah beradu muka ditengah lapangan.

   Waktu di Mongol, sudah menjadi kebiasaan bagi Sia It-tiong untuk memberi hormat bila bertemu dengan Putri Minghui.

   Kini, demi kedua orang beradu muka, tanpa terasa Sia It-tiong juga merandek dan menyampaikan salam hormat.

   Tiba2 pikiran Minghui tergerak, dengan suara pelahan ia mengucapkan beberapa kata Mongol.

   Karena jarak mereka cukup jauh dari orang2 lain, maka selain Sia It-tiong tiada seorangpun yang mendengar ucapan sang putri, Sia It-tiong menjadi kegirangan seperti mendapat hadiah besar.

   Kiranya Minghui pura2 berkata bahwa sesungguhnya dia ingin pulang ke Mongol karena merasa menyesal minggat dari rumah, Cuma dia tidak sudi menjadi sandera bagi To Liong dan lebih suka memberikan jasanya kepada Sia It-tiong saja dan boleh menangkapnya.

   Dasar Sia It-tiong sudah kacau pikiran, apalagi dia juga ada maksud menangkap kembali Minghui.

   Kini mendengar sang Putri sendiri suka pulang ke Holin dan memberikan jasa besar itu kepadanya, keruan tak kepalang rasa girang Sia It-tiong, ketika kedua orang hampir menyerempet lewat, tanpa pikir lagi Sia It-tiong terus mencengkeram bahu sang Putri.

   Orang licik sebagai Sia It-tiong, kalau saja dia mau berpikir lebih masak tentu takkan gampang percaya kepada ucapan Minghui tadi, akibatnya sekarang dia ternyata masuk perangkap.

   Kiranya Minghui sengaja memancing agar Sia It-tiong turun tangan lebih dahulu kepadanya, dengan demikian dia akan balas membekuk Sia It-tiong dengan lebih mudah, dengan demikian pula ia dapat membantu Li Su-lam mengembalikan kedudukannya yang terdesak oleh pihak lawan.

   Maklumlah, seorang ksatria sejati harus bisa pegang janji.

   Li Su-lam sudah menyanggupi membebaskan Sia It-tiong, maka Minghui harus memancing orang turun tangan lebih dulu sebagai alasan untuk membekuknya, dengan demikian bukanlah pihak Li Su-lam yang salah, tapi Sia It- tiong sendiri yang mencari penyakit.

   Sia It-tiong ternyata tidak tahu akan tipu muslihat Minghui itu, segera dia bermaksud menangkap, Minghui yang sudah siap itu segera menangkis dan balas mencengkeram pergelangan tangan Sia It- tiong.

   "bluk"

   Kontan dibantingnya pula hingga terguling. Keruan Sia It-tiong menjerit kaget, akan tetapi Minghui tidak memberi kesempatan padanya untuk bicara, sebelah kakinya lantas menginjak kedada Sia It-tiong sambil membentak.

   "Rasakan bangsat!"

   Kepandaian bergulat bagi orang Mongol adalah olah raga yang umum, meski Minghui bukan ahli gulat, tapi pernah juga ia berlatih dengan baik, dengan sendirinya Sia It-tiong tidak mampu melawannya, apalagi dibanting secara tak ter-duga2.

   Cuma Minghui juga rada meremehkan Sia It-tiong, ketika kakinya menginjak diatas dada Sia It- tiong yang menggeletak itu, mendadak Sia It-tiong berguling kesamping sembari menarik kaki Minghui.

   Namun Minghui sempat mendepak sehingga Sia It-tiong ter-guling2 pula, tapi kesempatan itupun digunakan oleh Sia It-tiong untuk melompat bangun.

   Habis itu Sia It-tiong lantas balas menyerang.

   Bahwasanya Sia It-tiong dan Minghui mendadak berkelahi ditengah jalan, hal ini sama sekali diluar dugaan kedua belah pihak.

   Baru saja Yang Thian-lui dan To Liong bermaksud memburu maju dengan kuda mereka yang sudah disiapkan, dipihak sini Beng Siau-kang dan Li Su-lam juga sudah melompat kedepan.

   Sebelum sampai ditempat tujuan lebih dulu Beng Siau-kang menyambitkan batu kecil yang dijemput sekenanya, begitu keras samberan batu kecil itu sehingga Yang Thian-lui lekas menggunakan Thian-lui-kang untuk memukulnya, batu kecil itu tertolak kesamping sehingga mengenai kuda tunggangan To Liong.

   "plok"

   Tanpa ampun lagi kuda itu roboh terguling.

   "Bagus, Yang Thian-lui sekarang kita boleh menentukan matii kau atau hidup saja!"

   Bentak Beng Siau-kang.

   Mana Yang Thian-lui berani menghadapi Beng Siau-kang lagi, segera ia membelokkan kudanya dan kabur secepat terbang.

   To Liong benar2 ketakutan sehingga sukma hampir meninggalkan raganya, untung pihaknya sudah menyiapkan kuda, segera ia cemplak keatas kuda yang lain terus kabur mengikuti jejak Yang Thian-lui.

   "Sia It-tiong, ini namanya kau mencari mampus sendiri,"

   Bentak Li Su-lam sambil melolos pedang dan mendekati Sia It-tiong.

   Maksud Sia It-tiong hendak menangkap Minghui apa daya napsu besar tenaga kurang, Minghui juga bukan perempuan lemah, ketika dia baru saja hendak mencengkeram, mendadak Minghui balas menarik terus disengkelit kesamping hingga Sia It-tiong kembali mencium tanah.

   "Li Su-lam, kau boleh bunuh saja diriku!"

   Teriak Sia It-tiong putus asa.

   "Memangnya kau masih mengharapkan hidup?"

   Jawab Li Su-lam yang sementara itu sudah berada disamping musuh besar itu. Sekali pedangnya menabas terpenggal seketika kepala Sia It-tiong. Dengan mendongak ke langit Li Su-lam berdoa.

   "Ayah, hari ini anak telah membalaskan sakit hatimu!"

   Sementara itu Nyo Wan sedang menanyai Minghui apakah terluka sesuatu serta mengucapkan terima kasih atas tindakannya yang tegas tadi. Dengan tersenyum Minghui berkata.

   "Enci Wan, bukankah aku pernah berjanji untuk bantu membalaskan sakit hatimu? Ayahku tidak mau membunuh bangsat ini, sekarang cita2ku ternyata terkabul juga."

   Karena dendam kesumatnya dapat terbalas, dengan sendirinya Li Su-lam juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Minghui, hanya saja sikapnya rada2 kikuk karena Nyo Wan juga hadir disitu, sebaliknya Nyo Wan dan Minghui tampaknya berbicara dengan lebih mesra.

   Terasa pedih dan hampa pula hati Minghui menghadapi Nyo Wan dan Li su-lam, pikirnya sendiri.

   "Aku telah membantu mereka membunuh Sia It-tiong, betapapun cita2ku sudah terkabul. Tapi sekarang aku sendiri menjadi ter-lunta2 dirantau orang, selanjutnya kemana aku harus pergi? Apakah aku akan ikut mereka untuk selamanya? Meski Nyo Wan tidak jemu padaku, sedikitnya aku harus tahu diri, ap artinya aku menyelip di tengah2 mereka?"

   Walaupun begitu pikirnya, tapi karena dia memang tiada tempat meneduh, pula Akai dan Kalusi juga masih berada di Long-sia-san, terpaksa Minghui harus ikut Su-lam kembali kesana.

   Beberapa hari kemudian mereka telah sampai dipegunungan itu, ketika naik keatas, dari jauh Minghui melihat ada sebuah bangunan yang mirip biara terletak di tengah semak2 pohon yang rimbun disebelah sana.

   Tiba2 tergerak hati Minghui, ia coba tanya Nyo Wan.

   "Bangunan apakah itu? Apakah biara tempat nikoh?"

   "Biara apa? Kalau kau tidak tanya aku sendiri tidak tahu akan bangunan itu,"

   Sahut Nyo Wan.

   "Aku tahu biara itu,"

   Sela Beng Siau-kang.

   "Tadinya ada Hwesio yang tinggal disitu, tapi sekarang telah berubah menjadi biara kaum Nikoh. Yang tinggal disitu sekarang adalah nikoh tua yang bukan orang sembarangan. Hwesio tua yang tinggal di ditu telah meninggal sehingga biara yang bernama Yok-ong-hio itu terlantar. Kemudian datang seorang Nikoh yang bergelar Liau-yan, diwaktu mudanya juga seorang pendekar yang terkenal, entah mengapa mencukur rambut dan menjadi Nikoh. Dia adalah kawan baik To-hujin dan berkunjung ke Long-sia-san, maka To-hujin lantas minta Liau-yan menetap di situ, biara Hwesio itu akhirnya berubah menjadi biara Nikoh."

   Cerita ini bagi orang lain hanya dianggap biasa saja, hanya Minghui sendiri yang diam2 menaruh perhatian terhadap biara Yok-ong-bio itu.

   Setiba diatas gunung, Akai dan kalusi kegirangan melihat Tuan Putri mereka telah kembali dengan selamat.

   Begitu pula melihat Li Su-lam pulang bersama Nyo Wan, maka suasana gembira di atas Long-sia-san sukarlah dilukiskan.

   Hanya Minghui saja seperti ada sesuatu ganjelan hati, ditengah suasana gembira itu Cuma dia saja yang murung.

   Pada esok harinya mendadak Minghui sudah memotong rambutnya dan menemui To-hujin, dia mohon To-hujin suka perkenalkan Liau-yan Suthay dan menerimanya sebagai murid.

   Tentu saja To0hujin terkejut dan heran, Nyo Wan, To Hng dan lain2 juga tidak sangka2 akan perbuatan Minghui itu.

   Mereka coba membujuknya, namun tekad Minghui sudah bulat untuk menjadi biarawati saja, terpaksa To-hujin memenuhi keinginannya itu dan minta Liau-yan suka menerimanya sebagai murid.

   Hubungan Kalusi dengan Minghui mirip saudara sekandung, meski dia tidak ikut cukur rambut, tapi iapun ikut pindah ke Yok-ong-bio untuk menemani Minghui disana.

   Akai tetap tinggal di Long-sia- san untuk menunggu kesempatan pulang ketanah airnya.

   Setelah kembali ke Long-sia-san, dengan sendirinya Beng Siau-kang menceritakan pertarungannya melawan Yang Thian-lui di Pek-keh-ceng itu.

   Karena menyangkut tugas perguruan mereka, Kok Ham-hi dan Ci in-hong sangat menaruh perhatian terhadap cerita Beng Siau-kang itu.

   "In-hong, bukankah kau bermaksud mengajak Kok-suhengmu pergi menemui gurumu?"

   Tanya Beng Siau-kang kemudian.

   "Ya, untuk itu kami ingin minta naseha Bengcu, apakah kiranya kami boleh meninggalkan pangkalan kita ini untuk sementara?"

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kata Ci In-hong.

   "Sekarang kita sudah mengetahui berita yang jelas dan dapat dipercaya bahwa pihak Mongol sedang sibuk menenteramkan keadaan dalam negeri sendiri, dalam tahun ini rasanya mereka takkan mengganggu negeri kita, maka bolehlah kalian berangkat saja,"

   Kata Li Su-lam.

   "Jika demikian biarlah besok juga kami lantas berangkat,"

   Ujar In-hong.

   "Mengapa kalian tidak tinggal lagi sehari saja,"

   Kata Beng Siau-kang dengan tertawa. Tiba2 hati Kok Ham-hi tergerak, katanya.

   "Apakah barangkali Beng-tayhiap melihat sesuatu kelemahan pada ilmu silat Yang Yhian-lui itu? Mohon engkau sudi memberi petunjuk2 yang berharga.

   "Memberi petunjuk sih aku tidak berani,"

   Jawab Beng Siau-kang.

   "Terus terang,Yang Thian-lui punya Thian-lui-kang itu sesungguhnya lihai luar biasa, aku sendiripun tidak sanggup mematahkan ilmu pukulannya itu. Cuma kabarnya dalam Thian-lui-kang ada suatu jurus pukulan yang disebut "Lui-tian-kau-hong"

   Pukulan yang harus dilakukan dua orang sekaligus dengan kekuatan yang dahsyat, apakah kalian berdua mahir jurus ini?"

   "Setelah aku bertemu dengan Kok-suheng, kami pernah mencobanya satu kali dan dapat mengalahkan Pek Ban-hiong,"

   Sahut Ci In-hong.

   "Tapi entah bagaimana kalau berhadapan dengan Yang Thian-lui."

   "Kalian boleh coba2 menyerang padaku, jangan kuatir, seranglah sepenuh tenaga,"

   Kata Beng Siau- kang.

   Berbareng Ci In-hong dan Kok ham-hi lantas memukul, terdengarlah suara gemuruh yang terbawa oleh dahsyatnya pukulan mereka.

   Tapi Beng Siau-kang Cuma tergeliat saja, sebaliknya Ci In-hong berdua sama2 tergetar mundur dua-tiga tindak.

   Li Su-lam pernah menyaksikan pertarungan Beng Siau-kang melawan Yang Thian-lui, maka diam2 dia berkuatir bagi Ci In-hong berdua, sebab dalam beberapa puluh jurus Yang Thian-lui sanggup melawan Beng Siau-kang dengan sama kuatnya, maka dapat dibayangkan betapa lihai kepandaian Beng Siau-kang.

   Tiba2 Beng Siau-kang bergelak tertawa katanya.

   "Bagus! Aku tidak dapat mematahkan Thian-lui- kang, tapi kalian berdua bergabung pasti dapat mengalahkan dia."

   Ci In-hong merasa sangsi, katanya.

   "Meski jurus Lui-tian-kau-hong ini dimainkan dua orang sekaligus dengan daya tekanan yang lebih dahsyat, tapi keuletan Yang Thian-lui yang berlatih berpuluh tahun itu mungkin jauh lebih kuat daripada kami berdua."

   "Benar,"

   Sahut siau-kang.

   "Bicara tentang keuletan kalian memang tak dapat menandingi dia, tapi kalau kalian mahir menggunakan tenaga dalam rasanya masih ada cara baik untuk mengatasi dia. Tenaga pukulan Yang Thian-lui memang hebat, tapi juga ada kelemahannya, yaitu tidak tahan lama, tenaga susulannya takdapat menyambung tenaga pukulan yang terdahulu. Jika lawannya paham akan kelemahannya ini, asalkan sanggup bertahan, belasan gebrakan kemudian pasti ada harapan akan mengalahkan dia."

   "Cuma kekuatan kami mungkin selisih terlalu jauh dibandingkan dia,"

   Ujar Kok Ham-hi.

   "Sedikit banyak sekarang aku sudah dapat memahami inti kekuatan pukulan Lui-tian-kau-hong kalian ini,"

   Kata Beng siau-kang.

   "Jurus yang kalian gunakan bersama ini akan jauh menghemat tenaga, jika kalian berlatih lagi sementara waktu tentu akan sanggup melawannya. Makanya tadi aku suruh kalian tinggal lagi satu hari disini agar kalian dapat memperlajari cara mengerahkan tenaga."

   Ci In-hong dan Kok Ham-hi menjadi girang, segera mereka belajar pengerahan tenaga sebagaimana dimaksud Beng Siau-kang itu.

   Dasarnya mereka sudah punya akar yang kuat, maka dengan cepat mereka dapat menangkap intisari yang diajarkan Beng Siau-kang itu, pada hari kedua merekapun paham seluruhnya.

   Begitulah mereka lantas mohon diri buat berangkat,karena mereka harus pulang untuk menemui guru masing2 untuk berunding tentang cara mengadakan pembersihan perguruan, maka tidak leluasa untuk membawa serta Bing-sia dan Giam Wan.

   Sudah tentu yang paling berat adalah Giam Wan, sekian tahun dia merindukan Kok Ham-hi, setelah berkumpul dalam waktu singkat sekarang harus berpisah pula.

   Perjalanan kedua saudara perguruan itu tidak terasakan hampa, sepanjang jalan mereka saling menceritakan pengalaman masing, yang satu berasal dari daerah Kanglam dan yang lain dari daerah utara, maka bahan cerita mereka cukup banyak.

   Suatu hari sampailah mereka di Hu-li-cip, suatu kota yang sedang besarnya, tapi setiba didalam kota segera mereka melihat banyak laki2 kekar bersenjata, sedang membeli barang di toko, sekali pandang saja segera dapat diketahui laki2 itu pasti orang2 kangouw.

   Ditengah jalan sebenarnya Ci In-hong berdua sudah memergoki beberapa orang kangouw yang sejenis itu, Cuma tidak banyak sebagaimana mereka lihat di Hu-li-cip ini.

   Bahwasanya sedemikian banyak orang2 kangouw berkumpul disuatu kota kecil, segera Ci In-hong berdua merasa dibaliknya pasti ada sesuatu persoalan.

   Sementara itu hari sudah hampir gelap, Kok ham-hi berkata.

   "Kita tiada punya sangkut paut dengan mereka, tidak perlu pusingkan urusan orang."

   Mereka lantas mencari hotel untuk bermalam.

   Diwaktu mencari hotel, Ci In-hong diam2 memperhatikan gerak-gerik orang2 yang keluar dari toko iu, setiap orang tentu membawa sebuah kotak sumbangan.

   Pada hotel yang mereka pondoki juga tinggal beberapa tamu orang kangouw yang sejenis itu.

   Ketika melihat Ci In-hong berdua tidak membawa bungkusan sumbangan dan sebagainya, orang2 kangouw itu tampak rada heran, tapi juga tidak menegur sapa.

   Habis makan malam, Ci In-hong jalan2 diruangan depan, dilihatnya ada dua tamu sedang minta tolong kasir hotel agar menuliskan kartu nama mereka.

   "Ciok-toako, sumbangan apa yang kau siapkan?"

   Demikian terdengar seorang bertanya kepada kawannya.

   "Ah, barang yang tiada artinya, hanya dua biji Ya-beng-cu (mutiara) saja,"

   Jawab yang ditanya.

   "Dan kau sendiri menyumbang apa?"

   "O, hanya seekor Giok-say-cu (singa2an dari jade), sudah tentu tidak sebagus barang sumbanganmu.

   "

   Kata yang pertama tadi.

   "Su-loenghiong tentu tidak memandang besar kecilnya sumbangan kita, yang prlu sebagai tanda hormat kita kepada beliau saja dan tentu beliau akan merasa senang,"

   Kata kawannya.

   "Eh, saudara kasir, tolong tuliskan kata2 yang indah."

   "Sudah tentu,"

   Jawab kasir hotel.

   "Tempat kami ini hanya terdapat tokoh Su-loenghiong seorang yang menjadi kebanggaan warga kota kami seluruhnya."

   Hati Ci In-hong tergerak mendengar kata2

   "Su-loenghiong"

   Itu, setelah kedua orang tadi kembali kekamarnya, lalu Ci In-hong mendekati kasir hotel dan bertanya.

   "Apakah Su-loenghiong yang kau maksudkan itu bernama Su Yong-wi ?"

   Si kasir memandang sekejap kepada In-hong dengan rasa heran, jawabnya kemudian.

   "Ya, bukankah tuan tamu juga datang untuk memberi selamat ulang tahun kepadanya ?"

   "O, kiranya Su-loenghiong sedang berulang tahun, kami Cuma kebetulan saja mengetahui hal ini,"

   Jawab in-hong.

   "Terus terang, nama Su-loenghiong sudah lama kami kagumi, Cuma sayang tak pernah bertemu."

   "Kiranya demikian,"

   Kata si kasir.

   "Su-loenghiong mendapat julukan sebagai "Say Beng Siang" (si Beng Siang, seorang hartawan dan dermawan dijaman Ciankok), setiap tahun orang yang berkunjung dan mohon berkenalan dengan beliau tak terhitung banyaknya. Besok adalah hari ulang tahun beliau yang ke 60, sungguh suatu kesempatan bagus bagi kalian untuk melihat wajah Su- loenghiong."

   "Memang benar kesempatan bagus bagi kami, Cuma sayang kami tidak ada persiapan sumbangan apa2,"

   Kata Ci In-hong. Jangan kuatir, disini kami ada persediaan,"

   Kata si kair.

   "Sungguh kebetulan,"

   Kata Ci In-hong dengan girang.

   "Harap kau sediakan dua bagian sumbangan. Ini sekadar balas jasa kami."

   Begitulah Ci In-hong lantas serahkan serenceng uang perak sebagai balas jasa.

   Keruan si kasir kegirangan dan berjanji akan menyiapkan kado yang dipesan dengan kartu sumbangan yang tertulis nama mereka.

   Sesudah itu Ci In-hong lantas kembali kekamarnya dan menceritakan apa yang dialaminya itu kepada Kok Ham-hi.

   "Kita ada urusan penting, buat apa ikut2,"

   Ujar Kok Ham-hi.

   "Tapi inipun urusan penting,"

   Kata Ci In-hong.

   "Lahirnya saja Su-loenghiong ini adalah jago silat yang kaya dan budiman, suka menjadi juru damai dan ada hubungan baik dengan pihak pemerintah, tapi secara diam2 dia hubungan rahasia pula dengan pihak patriot yang melawan Kim, banyak pula bantuan2 yang telah dia berikan kepada pasukan pergerakan. Dahulu waktu aku masih berada ditempat Yang Thian-lui, suatu kali aku pernah memergoki seorang yang tak dikenal asal-usulnya sedang bicara secara rahasia dengan Yang Thian-lui, secara tidak sengaja aku mendengar sebagian pembicaraan mereka yang menyangkut namanya Su Yong-wi. Orang itu mengusulkan kepada Yang Thian-lui agar mengutus seorang kepercayaan dan menyusup ketempat Su Yong-wi sebagai mata2, sedapat mungkin diusahaka agar diterima Su Yong-wi sebagai murid. Cuma sayang hanya sebagian kecil pembicaraan mereka yang kudengar, nama orang itupun tak kukenal, malahan dimana tempat tinggal Su Yong-wi yang mereka sebut waktu itupun aku tidak tahu."

   "Tipu mereka itu sungguh sangat keji, kalau berhasil tidak Cuma Su Yong-wi saja yang akan jatuh nama baiknya, bahkan banyak patriot yang melawan Kim akan menjadi korban,"

   Kata Kok Ham-hi.

   "Selama beberapa bulan sesudah aku melarikan diri dari Taytoh, aku belum sempat mencari Su Yong-wi sehingga akupun tidak tahu apakah dia menerima murid baru dan masuk perangkap Yang Thian-lui atau tidak. Baru akhir2 ini aku mendapat kabar bahwa tahun yang lalu Su Yong-wi telah menambah enam murid baru, dengan sendirinya sukar dketahui siapa agen rahasia musuh yang sengaja diselundupkan diantara murid2nya yang baru itu. Karena itu kebetulan kita memergoki hari ulang tahunnya, kebetulan kita dapat membereskan persoalan yang sudah tertunda sekian lamanya ini."

   "Ya, persoaln agen rahasia musuh memang perlu lekas dibereskan untuk menghindarkan segala kemungkinan dikemudian ahri,"

   Sahut Ham-hi.

   Tempat kediaman Su Yong-wi terletak 50 li disebelah barat Hu-li-cip, esok harinya Ci In-hong berdua lantas berangkat kesana dengan membawa kado yang disediakan itu, malahan ia sengaja berangkat bersama kedua orang yang dijumpainya semalam dihotel itu.

   Stelah saling memperkenalkan diri, diketahui yang agak tinggi besar bernama Ciang Wi dan yang lebih pendek bernama Cian Po.

   Setelah mengobrol ketimur dan kebarat ditengah perjalanan, hubungan mereka menjadi tambah akrab, maka Ci In-hong lantas mulai cari lubang, tanyanya.

   "Kabarnya murid Su-loenghiong sangat banyak, entah seluruhnya ada berapa orang?"

   "Setahuku, kalau tiak keliru seluruhnya ada 12 orang,"

   Kata Ciang Wi.

   "Murid yang tertua bernama Thio Tik, usianya hampir setengah abad. Murid yang terkecil kabarnya baru berumur 20an tahun."

   "Ciang-toako,agaknya beritamu tidak cukup cepat,"

   Ujar Cian Po dengan tertawa.

   "Murid Su- loenghiong sekarang seluruhnya ada 18 orang. Dalam tahun yang lalu beliau sekaligus menerima enam murid baru."

   "Aneh, mengapa Su-loenghiong begitu suka menerima murid baru?"

   Tanya Ham-hi.

   "Pergaulan Su-loenghiong sangat luas,"

   Tutur Cian Po.

   "Beliau memang berhati lemah, sukar menolak permohonan sanak pamili maka bila terima satu murid lantas menyusul murid yang lain pula, supaya tidak dianggap pilih kasih, terpaksa beliau terima semuanya."

   "keenam murid baru yang diterima beliau tahun yang lalu itu apakah Cian-heng mengetahui siapa2 mereka itu?"

   Tanya In-hong.

   "Aku Cuma kenal asal usul tiga diantaranya,"

   Sahut Cian Po. Lalu ia menyebutkan tiga nama, seluruhnya berasal dari keluarga kangouw yang cukup terkenal. Ci In-hong juga tahu dan yakin pasti bukan orang yang hendak diselundupkan oleh Yang Thian-lui atas usul orang yang tajk dikenalnya itu.

   "Sedangkan tiga muridnya yang lain kabarnya sudah mahir silat sebelum berguru kepada Su- loenghiong,"

   Sambung Cian Po pula.

   Diam2 Ci In-hong yakin agen rahasia musuh itu pasti satu diantara ketiga murid Su Yong-wi yang disebut belakangan itu.

   Begitulah sambil bicara tanpa terasa mereka sudah sampai di Su-keh-ceng, perkampungan keluarga Su yang megah.

   Su Yong-wi memang benar2 budiman dan suka bersahabat, begitu kartu nama disodorkan, segera petugas penyambut tamu mengundang mereka masuk kedalam tanpa banyak bertanya.

   Tamu yang datang sungguh banyak sekali hingga ber-jubel2, sukar bagi Ci In-hong untuk mendekati Su Yong-wi, sebab tuan rumah saat itu sedang dikerumuni sobat handainya yang terdekat.

   Untunglah Su Yong-wi mempunyai 18 orang murid sehingga dapat mewakilkan sang guru melayani tetamu yang banyak itu.

   Ciang Wi dan Cian Po ternyata sangat aktip, dia berseliweran diantara tetamu yang berjubel itu sambil menegur sana dan menyapa sini.

   Hanya saja merekapun tahu diri bahwa mereka bukan tingkatannya buat bicara dengan Su Yong-wi sendiri mereka hanya dapat bergaul saja dengan anak murid tuan rumah.

   Ci In-hong berdua terus ikut dibelakangnya tanpa bersuara, diam2 ia memperhatikan setiap murid Su Yong-wi.

   Setelah menyusup kesana kemari, rupanya Cian Po sengaja hendak pamer kepada sobat barunya untuk membuktikan dia mempunyai kenalan yang banyak, ia berkata kepada Ci In-hong.

   "Seperti kukatakan tadi, diantara ke-18 murid Su Yong-wi hanya tiga orang yang tak kukenal,sekarang akupun sudah tahu siapa2 mereka itu, apakah kaupun ingin ikut aku untuk belajar kenal dengan mereka?"

   Sudah tentu ajakan Cian Po sangat kebetulan bagi Ci In-hong, segera ia ikut Cian Po ber-desak2an kesana. Tapi sebelum dikenalkan kepada seorang, tiba2 Ci In-hong sudah dipegang oleh orang itu sambil berkata.

   "

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
He, Ci-heng, engkau juga hadir kesini?" ~ Orang itu adalah salah satu diantara ketiga murid yang dikatakan Cian Po. Cian Po menjadi kikuk sendiri, katanya.

   "O, kiranya kalian sebelumnya sudah sealin kenal."

   Sambil mengedipi orang itu, cepat Ci In-hong berkata.

   "Lau-heng, aku tidak bekerja lagi di Piau- hang (perusahaan pengawalan) dan sengaja datang kesini mencari kau."

   Orang itu cukup cerdik, seketika ia paham maksud Ci In-hong, segera ia mengajak In-hong ketaman untuk bicara.

   Kiranya orang itu bernama Lau tay-wi, seorang perwira pasukan pergerakan yang melawan kerajaan Kim.

   Dahulu waktu Ci In-hong masih berada ditempat Yang Thian-lui, secara rahasia dia harus mengirimkan berita2 penting kepada pihak pemberontak,sudah tentu pekerjaan yang banyak resikonya itu harus dilakukan secara hati2, orang yang tahu tugas Ci In-hong itu boleh dikata sangat sedikit.

   Dan Lau Tay-wi ini termasuk satu diantara orang2 terbatas yang mengetahui tugasnya itu, Lau Tay-wi juga pernah mengadakan hubungan dengan In-hong.

   Begitulah sesudah berhadapan berduaan, In-hong lantas menceritakan apa yang diketahuinya tentang agen rahasia musuh yang diselundupkan kedalam perguruan Lau Tay-wi.

   Akan tetapi Lau Tay-wi menyatakan keheranannya, sebab setahunya diantara saudara2 seperguruannya yang baru itupun dikenal semuanya berasal dari keluarga kaum pendekar yang punya nama baik.

   "aku sendiri mendengar percakapan Yang Thian-lui dengan orang itu, pasti tidak palsu,"

   Kata In- hong dengan tegas.

   "Demi kepentingan perjuangan kita, lebih baik kita percaya ada daripada tidak percaya."

   "Tidak salah ucapanmu, sedia payung sebelum hujan adalah cara yang lebih baik,"

   Kata Lau Tay- wi.

   "Harap kau bermalam saja disini, akan kucarikan kesempatan bagimu untuk bertemu dengan guruku."

   Selagi Ci In-hong belum dapat ambil keputusan, tiba2 dilihatnya seorang di-tengah2 berjubelnya tetamu seperti sudah pernah dikenalnya.

   Se-konyong2 teringat olehnya bahwa orang ini tak lain tak bukan adalah orang asing yang berunding secara rahasia dengan Yang Thian-lui yang dipergokinya dahulu itu.

   Akan tetapi baru saja dia ingat hal ini, ternyata orang itu sudah menghilang ditengah tetamu yang banyak itu.

   "Ada apa, Ci-heng?"

   Tanya Lau Tay-wi ketika melihat sikap In-hong yang tidak tenteram itu.

   "Lau-heng, aku ingin segera bertemu sendirian dengan gurumu,apakah kau dapat mengusahakannya. Aku baru saja melihat orang itu!"

   Kata In-hong.

   "Orang itu ? Siapa yang kau maksud ?"

   Tanya Lau Tay-wi dengan bingung.

   "Jika aku tahu siapa dia tentu urusan menjadi gampang,"

   Sahut In-hong.

   "Aku kuatir bila terlambat mungkin orang itu keburu kabur."

   "Tapi saat ini guruku sedang sibuk melayani sanak pamilinya, sebagai murid baru tidak enak bagiku untuk merecoki beliau, apalagi rahasia ini mana dapat kukatakan dihadapan orang banyak ? Ah, aku ada usul, entah dapat kau terima atau tidak?"

   "Usul apa ?"

   Tanya In-hong.

   "Bagaimana kalau kau ikut aku mengelilingi ruangan untuk mencari orang itu, coba aku kenal dia atau tidak. Bila perlu, tanpa melaporkan dulu kepada Suhu boleh kita membekuknya saja,"

   Kata Tay-wi.

   Walaupun bukan usul yang baik, tapi tiada jalan lain, terpaksa In-hong mengangguk setuju.

   Segera mereka masuk ruangan tamu untuk mencari.

   Tapi baru saja mereka kembali kedalam ruangan tamu, kebetulan bertemu dengan Toasuheng Lau Tay-wi, yaitu Thio Tik.

   Tampak sang Toasuheng sangat senang dan secara ter-gesa2 mendekati gurunya untuk menyerahkan sehelai kartu nama.

   Setelah membaca kartu nama itu, seketika Su Yong-wi kelihatan sangat gembira terus berbangkit.

   Para sanak pamili yang berada disekitarnya serentak juga ikut gempar.

   "Para sute hendaklah ikut Suhu menyambut tamu agung !"

   Seru Thio Tik.

   Para tamu sama ter-heran2 oleh sikap tuan rumah itu, tokoh macam apakah yang datang itu hingga memerlukan Su-loenghiong menyambutnya sendiri, bahkan mengerahkan segenap anak muridnya pula.

   Ketika Ci In-hong berbeicara dengan Lau Tay-wi diluar, Kok Ham-hi sendiri tetap tinggal diruangan pesta.

   Kini iapun ikut orang banyak memandang keluar untuk mengetahui siapakah tamu agung yang dimaksud itu.

   Tapi ia menjadi terperanjat luar biasa ketika melihat siapa tamu2 agung yang datang itu.

   Tamu2 agung itu seluruhnya terdiri dari empat orang, ber-turut2 adalah Kiau Goan-cong, Ki Goan-lun, Thio Goan-kiat dan Nio Hoan-hian, yaitu empat murid utama dari Bu-tong-pay yang termashur itu.

   Sebagai diketahui,Thio Goan-kiat adalah tunangan Giam Wan.

   Kisah lampau yang menyedihkan sebenarnya sudah hanyut terbawa sang waktu yang lalu, tapi kini mendadak terbayang kembali dalam benak Kok Ham-hi bersama datangnya keempat murid Bu- tong-pay itu.

   Adegan yang mendebarkan pada malam itu se-akan2 muncul kembali didepannya.

   Waktuitu dia sedang mengadakan pertemuan gelap dengan Giam Wan, sedang tenggelam dilautan asmara dan melupakan segalanya dan ketika mendadak muncul empat murid Bu-tong-pay termasuk tunangan Giam Wan sendiri, tanpa memberi kesempatan bicara padanya terus menuduh mereka sedang mengadakan perjinahan.

   Gelombang cemburu itu telah berubah menjadi banjir darah, Kok Ham-hi dan Giam Wan terpaksa harus bertempur melawan keempat murid utama Bu-tong-pay .

   Kok Ham-hi berhasil melukai Thio Goan-kiat dan Kiau Goan-cong, tapi Goan-kiat secara keji juga telah menggores mukanya hingga meninggalkan beberapa bekas luka yang bersilang, pemuda tampan Kok Ham-hi sejak itu telah berubah menjadi manusia yang bermuka buruk.

   Kemudian datang pula ayah-ibu Giam Wan, sinona ditangkap pulang.

   Keempat murid Bu-tong-pay juga pergi dengan rasa dendam, Kok Ham-hi juga terpaksa harus berpisah dengan kekasihnya dan mengasingkan diri ketempat yang jauh.

   Tapi Giam Wan ternyata seorang gadis yang berani, dia minggat dari rumah untuk mencarinya dan setelah berpisah empat tahun akhirnya kedua sejoli berjumpa kembali.

   Gemblengan selama empat tahun itu tidak membikin goyah perasaan mereka, bahkan cinta mereka bertambah kukuh dan melekat.

   Kok Ham-hi mengira dengan demikian segala persoalan tentu menjadi beres, habis hujan terbitlah terang, setelah merasakan pahit tinggallah merasakan manis.

   Siapa tahu dirumah Su Yong-wi ini kembali kebentrok lagi dengan tunangan Giam Wan itu.

   Waktu Thio Goan-kiat tinggalkan pergi dahulu pernah menyatakan tidak sudi beristrikan Giam Wan lagi, Cuma pertunangan mereka belum diputuskan secara resmi, jadi secara adat dia masih bakal suami Giam Wan.

   "Aku harus menghindari dia atau tidak?"

   Demikian timbul pertentangan batin Kok Ham-hi. Ia kenal anak murid Bu-tong-pay itu berjiwa sempit, bila dirinya bersama Ci-suheng sedang mengemban tugas penting, mana boleh meninggalkan urusan yang lebih penting hanya karena urusan pribadi?"

   Selesai ragu2, sementara itu Su Yong-wi sudah membawa Kiau Goan-cong berempat ketengah pesta dan disilahkan duduk.

   Tuan rumah merasa sangat bangga mendapatkan kunjungan tokoh dunia persilatan yang termshur, tak henti2nya ia mengucapkan terima kasih kepada Kiau Goan-cong berempat.

   "Kami sengaja datang mengucapkan selamat ulang tahun kepada Su-loenghiong."

   Kata Goan-cong.

   "Tapi sebenarnya kamipun ada sedikit urusan pribadi yang ingin minta bantuan Su-loenghiong. Kami mencari seorang kenalan Thio-sute, mengingat pergaulan Su-loenghiong yang luas, bukan mustahil orang inipun sekarang hadir disini."

   Su Yong-wi tanya siapakah nama orang yang dimaksud itu dan bagaimana ciri2nya.

   "Orang ini bernama Kok Ham-hi, wajahnya sangat istimewa, terdapat beberapa goresan bekas luka,"

   Tutur Goan-kiat.

   Cian Po yang ikut berjubel diantara tetamu dan berdiri dibelakang anak murid Su Yong-wi itu jadi terkejut mendengar uraian Thio Goan-kiat, ia pikir orang bermuka codet yang dimaksudkan bukankah laki2 she Kok yang datang bersamaku itu? Dalam pada itu Thio Tik mendadak juga ingat, serunya.

   "Kok Ham-hi, Aha, kalau tidak keliru tadi ada sebuah kartu nama yang pakai nama demikian, entah dia datang bersama siapa?"

   Karena ingin cari muka, Cian Po lantas berteriak.

   "Kiau-tayhiap, Thio-tayhiap, segera aku mengundangnya untuk bertemu dengan kalian."

   Sudah tentu Cian Po tidak tahu bahwa Kok Ham-hi adalah musuh Goan-kiat, sebaliknya ia sangat senang, sebab dengan demikian iapun dapat menanjak menjadi sehabat dari tokoh2 cabang atas.

   Dalam pada itu sesudah Ci In-hong melihat orang yang dahulu dipergoki dirumah Yang Thian-lui itu serta dari pendengarannya sekarang diketahui orang itu she Loh, maka cepat2 ia menarik Kok Ham-hi kepinggir ruangan, katanya dengansuara pelahan.

   "Melihat gelagatnya, orang she Loh yang kucari itu agaknya mempunyai hubungan karib dengan Su Yong-wi. Agar tidak menimbulkan salah paham, sebaliknya kita turun tangan secara mendadak, bekuk dia lebih dulu baru kemudian memberi penjelasan kepada Su-loenghiong."

   

   Jilid 14 bagian kedua Belum sempat Kok Ham-hi menceritakan permusuhannya dengan anak murid Bu-tong-pay itu, tiba2 Cian Po sudah mendekati mereka sambil berseru.

   "Aha, Kok-heng, sobatmu Thio-samhiap dari Bu-tong-pay sedang mencari engkau. Marilah lekas kesana !"

   Mendengar itu, serentak tamu2 yang lain menyiak kesamping untuk memberi jalan kepada mereka, sedangkan Thio Goan-kiat dan orang she Loh yang sementara itu sedang diperkenalkan kepada jago2 Bu-tong-pay itu oleh tuan rumah serentak juga berbangkit dari tempat duduknya masing2 demi melihat Kok Ham-hi dan Ci In-hong.

   Kedua mata Thio Goan-kiat melotot berapi, jengeknya kepada Kok ham-hi yang sementara itu sudah mendekat.

   "Hm, Kok ham-hi, tentu kau tidak menyangka akan kepergok lagi disini bukan? Cara bagaimana harus menjelaskan perhitungan kita, coba katakan saja!"

   Hampir pada saat yang sama Ci In-hong juga sedang menjengek kepada orang she Loh yang dicarinya tadi.

   "Hm, kau tentu tidak menyangka akan ketemu aku disini bukan?" ~ Habis itu mendadak ia membentak.

   "Turun Tangan!"

   Kedua pihak sama2 sedang bicara, maksud Ci in-hong menyuruh Kok ham-hi turun tangan bersama untuk membekuk orang she Loh, tapi Thio Goan-kiat menyangka yang dimaksud adalah dia.

   Maka ketika Kok ham-hi menghantam kearah orang she Loh, dengan cepat luar biasa pedang Thio Goan- kiat juga menusuknya.

   Dan sekali Goan-kiat sudah bergerak, dengan sendirinya ketiga saudara seperguruannya ikut turun tangan.

   Dengan "Thian-lui-kang"

   Gabungan Ci In-hong dan Kok ham-hi berdua sebenarnya jauh lebih dari cukup untuk membekuk orang she Loh itu.

   Tapi pada saat yang hampir sama keempat jago muda Bu-tong-pay, empat pedang mereka serentak menusuk kearah Kok Ham-hi dan Ci in-hong dengan dahsyat.

   Cepat Kok Ham-hi mendak kebawah terus menyikut, kontan Goan-kiat dipaksa melangkah mundur, namun lengannya tergores luka juga oleh ujung pedang lawan, syukurlah tidak parah.

   Sedangkan orang she Loh tergetar mundur tiga-empat langkah oleh pukulan Thian-lui-kang tadi.

   Daya pukulan Thian-lui-kang sungguh amat dahsyat, terdengar suara brak"

   Yang keras. Kiau Goan- lun dan Nio Goan-hian juga tergetar mundur sebelum ujung pedang mereka mencapai sasarannya, malah orang she Loh yang tergetar mundur tadi ternyata tetap tidak mampu menguasai diri.

   "bluk", ia jatuh terjengkang. Sebagi tuan rumah, Su Yong-wi menjadi gusar dan segera mengadang didepan orang she Loh itu sambil membentak.

   "Kalian berdua ini siapa? Apa kalian sengaja mengacau kesini? Apapun urusannya lebih dulu hadapi aku yang sudah tua bangka ini !"

   Melihat Su Yong-wi menampilkan diri bagi tetamunya, terpaksa Ci In-hong menahan Thian-lui- kang mereka yang sudah siap dilontarkan lagi. Jawab In-hong dengan lantang.

   "Su-loengsiong hendaknya jangan slah paham, dengarkan dudlu penjelasan kami!"

   "Baik, aku memang ingin tahu duduknya perkara,"

   Kata Su Yong-wi.

   "Thio-samhiap, orang macam apakah sobat she kok yang kau cari itu?"

   "Terus terang,orang she Kok ini adalah musuh yang merebut bakal istriku, dia adalah musuhku dan musuh Bu-tong-pay kami,"

   Jawaab Goan-kiat dengan penuh dendam.

   "Thio Goan-kiat, persoalan kita boleh kita tundak sebentar,"

   Seru Kok Ham-hi.

   "Nah, Su- loenghiong sesungguhnya kedatangan kami kesini bukanlah hendak mencari mereka berempat, tapi yang kami tuju adalah Loh-samya ini."

   Diam2 Su Yong-wi terkejut dan ragu2, bahwasanya Kok Ham-hi adalah musuh Bu-tong-pay, hal ini harus diselesaikan oleh orang2 Bu-tong-pay sendiri.

   Tapi urusan Loh-samko betapapun aku tak dapat tinggal diam.

   Demikian pikirnya didalam hati.

   Dalam pada itu orang she Loh tadi juga lantas berseru.

   "SU-toako, engkau jangan percaya kepada ocehan mereka yang ngawur!"

   Hm, urusan kami belum lagi habis, bagaimana kau tahu kata2 kami hanya ocehan yang ngawur?"

   Jengek In-hong.

   "Baik, apa yang hendak kau katakan,silahkan !"

   Ujar Su Yong-wi.

   "Numpang tanya dulu, siapakah Loh-samya ini?"

   Kata In-hong.

   "Dia adalah saudara angkatku, mau apa?"

   Jawab Su Yong-wi.

   "Kalau tidak keliru, bukankah tahun yang lampau dia pernah memasukkan seorang murid baru bagi Su-loenghiong? Jika tidak keberatan kami ingin berkenalan dengan ksatria muda tersebut."

   "Haha!"

   Orang she Loh itu tertawa.

   "Kiranya kalian ingin berkenalan dengan Tay-wi. Coba maju, Tay-wi, tanya mereka ada urusan apa mencari kau?"

   Ucapan ini sungguh membikin Ci In-hong sangat terkejut,tidak mungkin bahwa Lau tay-wi adalah agen rahasia musuh, sebab Lau tay-wi dikenalnya sebagai seorang perwira pasukan pergerakan, kalau dia agen rahasia musuh, mengapa dia tidak tetap berada didalam pasukannya saja dan buat apa menyusup ketengah keluarga Su? Rupanya Lau tay-wi juga tidak kurang terkejutnya, tanpa terasa iapun berseru;

   "Ci-heng, tidak betul!" ~ Iapun dapat menduga orang yang hendak dicari itu pastilah orang she Loh yang dikenalnya ini. Ia pikir Loh-samya mana mungkin menjadi agen rahasia musuh.

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Hahaha! Kiranya kalian sudah saling kenal, urusan menjadi lebih mudah!"

   Kembali orang she Loh itu bergelak tertawa. Dengan hati bimbang Ci In-hong berkata.

   "Adalah teman lain yang masuk perguruan bersama Lau- heng atas perantara Loh-samya ini?"

   Lau Tay-wi mengerut kening sambil menggeleng.

   "Setahuku tiada orang lain,"

   Jawabnya.

   Tapi hati Su Yong-wi mendadak tergerak.

   Kiranya diantara enam murid baru yang diterimanya tahun yang lalu itu, kecuali Lau Tay-wi memang masih ada seorang lagi yang diterimanya mengingat ada hubungan dengan Loh-samya ini, Cuma resminya loh-samya itu memang bukan orang perantaranya.

   "loh-samya"

   Ini lengkapnya bernama Loh Hiang-ting, adalah saudara angkat Su yong-wi, namanya cukup terkenal didaerah utara.

   Loh Hiang-ting sendiri mempunyai seorang sute, namanya Ting Siau, sute dari murid paman guru,jadi bukan sute dari satu guru yang sama dengan Loh Hiang-ting.

   Karena paman guru Loh Hiang-ting cukup banyak sehingga Su Yong-wi tidak jelas murid paman gurunya yang mana Ting Siau itu.

   Ting Siau tidak begitu terkenal didunia persilatan, dia punya keponakan bernama Ting Cin, atas perantara Loh Hiang-ting itulah Ting Cin diterima Su Yong-wi sebagai murid.

   Dan Ting Cin inilah agen rahasia yang diselundupkan kedalam keluarga Su sebagaimana dirundingkan oleh Loh Hiang- ting dan Yang Thian-lui ketika dipergoki Ci In-hong itu.

   Loh Hiang-ting memang licin, dia aktip dikalangan pendekar dan ada hubungan pula dengan pimpinan pasukan pergerakan.

   Ia tahu pihak pergerakan ada maksud mengirim Lau tay-wi sebagai murid Su Yong-wi, maka dengan suka hati ia mau menjadi perantaranya.

   Sedangkan masuknya Ting Cin meski melalui Loh Hiang-ting juga, tapi resminya orang perantaranya adalah Ting Siau, sebab itulah seluk beluk masuknya Ting Cin kedalam keluarga Su hanya diketahui Su Yong-wi sendiri.

   Tapi lantaran Su Yong-wi mempunyai hubungan persaudaraan selama berpuluh tahun dengan Loh Hiang-ting, hakekatnya ia tidak pernah membayangkan bahwa saudara angkatnya itu adalah agen rahasia pihak kim, lebih2 tidak mencurigai masuknya Ting Cin itu sebenarnya ada rencana keji terhadapnya.

   Sedangkan Ci In-hong belum dikenalnya, dengan sendirinya dia takkan menerangkan apa yang diketahuinya itu tentang Ting Cin.

   Begitulah dengan angkuh Loh Hiang-ting lantas menjengek kepada Ci In-hong.

   "Nah, sekarang segala sesuatu sudah jelas bagimu. Menjadi giliranku untuk menanyai kau. Coba jawab ada urusan apa kau menyelidiki urusan diriku, terutama pada saat Su-toako sedang mengadakan pesta ulang tahun ini?"

   Ci In-hong pandang lagi orang she Loh itu, ia yakin benar2 memang inilah orang yang pernah dikenalnya dirumah Yang thian-lui itu. Ia pikir urusan sudah begini, terpaksa aku harus membongkar kepalsuannya secara terang2an. Maka iapun balas menjengek.

   "Hm, Loh-samya, sebenarnya kitapun kenalan lama, masakah kau sudah lupa?"

   Lantaran pihaknya sudah menang angin, dengan tenang Loh Hiang-ting lantas menjawab.

   "Kenalanku entah betapa banyaknya aku memang tidak ingat lagi padamu. Numpang tanya dimanakah kita pernah berkenalan?"

   "Dikamar rahasia Yang Thian-lui, itu koksu dari kerajaan Kim!"

   Sahut Ci In-hong dengan suara keras.

   Ucapan Ci In-hong ini serentak menimbulkan kegemparan para tetamu, menyusul lantas terdengar suara caci maki disana sini.

   Tapi yang dimaki bukanlah Loh Hiang-ting melainkan Ci In-hong malah.

   Sebab tiada seorangpun yang mau percaya atas tuduhannya, bahkan tetamu itu membela Loh Hiang-ting dan memaki Ci In-hong sebagai pengacau.

   In-hong tidak perduli caci maki orang2 itu , dengan suara lantang kembali ia berkata.

   "Malahan aku sendiri mendengar dia berunding secara rahasia dengan Yang Thian-lui, mereka merencanakan mengirim seorang mata2 ketempat Su-loenghiong ini. Agen rahasia ini adalah satu diantara enam murid baru yang diterima Su-loenghiong tahun yang lalu!"

   Karena In-hong bicara dengan tenaga lwekang yang kuat, maka setiap hadirin disitu dapat mendengar dengan cukup jelas.

   Akan tetapi mendadak terdengar suara gemerincik senjata, serentak ke-18 murid Su Yong-wi, kecuali Lau-tay-wi saja, semuanya melolos senjata dan mengepung Ci in-hong berdua ditengah.

   "Nanti dulu, biar kutanya lebih jelas!"

   Bentak Su yong-wi. Lalu ia tuding In-hong dan berkata pula.

   "Kau bilang pernah lihat mereka berunding ditempat Yang Thian-lui, lalu kau sendiri ini siapa?"

   Belum lagi Ci In-hong menjawab, Loh Hiang-ting sudah lantas mendahului.

   "Masakah perlu ditanya lagi, kalau dia dapat berada di tempat Yang Thian-lui dengan leluasa, dengan sendirinya dia adalah orang sana. Hm, dari pukulannya yang dia unjuk tadi akupu nsudah tahu asal-usulnya!"

   Tiba2 hati Su Yong-wi tergerak, katanya segera.

   "Yang kau maksudkan Thian-lui-kang bukan?"

   "Tepat!"

   Kata Loh Hiang-ting.

   "Kabarnya Yang thian-lui mempunyai seorng murid keponakan yang bernama Ci In-hong, tentunya dia inilah orangnya."

   "Seorang laki2 sejati tidak perlu takut dikenal orang, memang betul, aku inilah Ci In-hong adanya,"

   Seru In-hong dengan gagah berani.

   "Tapi aku adalah sahabat pihak pasukan pergerakan dan bukananjing pihak Kim. Anjing alap2 Kim tak lai tak bukan adalah Loh-samya yang bagus ini!"

   Ting Cin yang berada ditengah orang banyak mendadak berteriak.

   "Kita jangan percaya kepada ocehannya dan jangan mau difitnah, marilah kita binasakan orang gila ini!"

   "Nanti dulu!"

   Cepat Lau Tay-wi mencegah.

   "Suhu, apa yang dikatakan Ci-heng ini memang benar. Diam2 ia bekerja bagi pihak pergerakan walaupun resminya dia murid keponakan Yang Thian-lui dan membantunya. Tentang Loh-samya, mungkin Ci-heng ini salah paham dan keliru menuduhnya."

   "Sudah tentu fitnahnya kepada Loh-samya adalah palsu, kalau tidak, bukankah Lau-suheng menjadi termasuk agen rahasia musuh pula? Seru Ting Cin.

   "Apa yang dikatakan Tay-wi juga tidak keliru, Ci In-hong ini memang betul ada hubungan dengan pihak pasukan pergerakan,"

   Kata Loh Hiang-ting dengan nada mengejek.

   "Tapi sebenarnya dia bukan kawan pihak pergerakan. Tay-wi, kalian semuanya telah tertipu olehnya."

   "Habis siapa dia?"

   Tanya Tay-wi dengan terperanjat. Sebab meski di cukup kenal seluk beluk diri Ci In-hong, tapi terhadap Loh Hiang-ting iapun tidak berani menaruh curiga, sebab itulah ia menjadi serba bingung.

   "Biasanya Loh-samko memang punya sumber berita yang dapat dipercaya, tentunya kau sudah tahu jelas asal-usulnya?"

   Kata Su Yong-wi.

   "Benar,"jawab Loh Hiang-ting.

   "Tahun yang lalu aku berada di Taytoh aku memang sudah meraba hingga jelas asal usulnya. Dia menggunakan tipu "Koh-bak-keh (tipu menyiksa diri), ia pura2 mengkhianati YangThian-lui agar dipercaya oleh pihak pergerakan. Padahal dia sampai sekarang tetap menjadi kaki tangan pihak Kim."

   Dasar Loh Hiang-ting memang licin dan licik, dia berbalik menusuh Ci In-hong sebagi double agen rahasia, tuduhan ini benar2 membikin sukar bagi Lau tay-wi untuk membelanya.

   Sudah tentu apa yang dikatakan Loh Hiang-ting juga punya titik kelemahannya, tapi didalam suasana panas itu jarang yang menaruh perhatian, bahkan kepungan terhadap Ci In-hong dan Kok ham-hi semakin rapat dan tinggal menunggu perintah Su Yong-wi saja.

   "Siapa yang memberitahukan padamu tentang diriku?"

   Jawab In-hong.

   "Jika kau sudah tahu akan tipu muslihatku, mengapa kau tidak lekas2 melaporkan kepada pihak Gi-kun (pasukan pergerakan)?"

   Pertanyaan In-hong itu sebenarnya tepat mengenai sasarannya, Cuma sayang, semua orang sudah lebih dulu terpengaruh dibawah kata2 Loh Hiang-ting tadi, maka cuara caci maki orang banyak berbalik menenggelamkan ucapan Ci In-hong itu, hakekatnya tiada yang mau mendengarkan ucapannya.

   Segera Ting Cin berteriak.

   "Tempat Suhu ini mana boleh diselundupi mata2 musuh sebagai kedua bangsat ini ? Hayolah mampuskan mereka!"

   "Baiklah, bekuk saja mereka!"

   Kata Su Yong-wi.

   Betapapun dia adalah orang yang dapat berpikir, meski dia tidak mencurigai Loh Hiang-ting, tapi samar2 iapun merasakan persoalannya tidak sederhana, sebab itulah ia ingin tangkap dulu Ci In-hong berdua untuk diusut lebih lajut perkaranya.

   Sekali Su Yong-wi memberikan aba2, serentak ke 17 muridnya lantas bergerak maju.

   Keempat jago muda Bu-tong-pay juga lantas melolos pedang untuk mencegat jalan mundur Ci In-hong berdua agar mereka tidak dapat membobol kepungan dan meloloskan diri.

   Sudah tentu Ci In-hong dan Kok ham-hi pantang menyerah, daripada mati konyol, mereka lantas melawan mati2an.

   Sementara itu golok Ting Cin yang per-tama2 menyamber kerah Ci In-hong.

   Mendadak hati In-hong tergerak, ia heran mengapa orang ini jauh lebih ganas daripada kawan2nya.

   Tiba2 ia mendapat akal, sambil berkelit ia terus menyusup maju, secepat kilat ia pegang pergelangan tangan Ting Cin yang bernapsu menyerangnya itu, berbareng In-hong terus angkat tubuh Ting Cin yang takdapat berkutik itu.

   Menyusul terdengarlah suara menderingnya senjata yang saling beradu, kiranya belasan murid Su Yong-wi itu tidak sempat menarik kembali serangan mereka, senjata mereka tetap menghujani sasarannya, karena kuatir mengenai Ting Cin,lekas2 Su Yong-wi dan keempat jago muda Bu-tong- pay terpaksa menangkiskan serangan teman2 sendiri itu sehingga Ci In-hong dan Kok Ham-hi tidak perlu turun tangan malah.

   "Lepaskan muridku!"

   Bentak Su Yong-wi.

   "Permintaan Su-loenghiong sudah tentu akan kuturuti,"

   Sahut In-hong.

   "Tetapi tentang asal-usul muridmu ini harus diterangkan dulu apakah ada hubungannya dengan Loh-samya ini?"

   Tergerak pula hati Su Yong-wi, ia merasa heran dan sangsi pula, sebab masuknya Ting Cin kedalam perguruannya memang benar adalah melalui perantaraan Loh Hiang-ting.

   Tapi harga diri Su Yong-wi tidak dapat menyerah karena digertak, dengan gusar ia menjawab.

   "Soal muridku peduli apa dengan kau! Lekas lepaskan dia!"

   "Tindakan kami ini hanya terpaksa,"

   Kata In-hong dengan tertawa.

   "Jika Su-loenghiong tidak mau menerangkan asal usul muridmu ini terpaksa kami membawanya pergi."

   "Menangkap sute kami yang baru, kalian terhitung orang gagah macam apa pula?"

   Ejek Thio Tik.

   "Kalian sendiri main kerubut, terhitung orang gagah macam apa?"

   Jawab Kok Ham Hi dengan tajam. Wajah Su Yong-wi menjadi merah padam, bentaknya.

   "Baik, kalian mundur semua, biar aku sendiri menghadapi dua ksatria ini. Asalkan salah seorang kalian sanggup mengalahkan golokku ini, segera aku akan membuka pintu lebar2, kami guru dan murid pasti takkan merintangi kepergian kalian."

   Nyata, dibalik ucapannya yang "Pasti takkan merintangi"

   Itu telah ditambahkan pula "kami guru dan murid", jadi tidak termasuk tetamunya andaikan ada diantaranya hendak merintangi kepergian Ci In-hong berdua. Maka Kiau Goan-cong lantas berkata.

   "Sembelih ayam tidak perlu pakai golok jagal, kami berempat orang Bu-tong-pay ada permusuhan dengan orang she Kok ini, maka kami siap menggantikan Su-loenghiong untuk menyelesaikan urusan ini."

   "Baik, boleh kau katakan caranya!"

   Seru Kok ham-hi.

   "Kami berempat ada saudara seperguruan, begitu pula kalian berdua, maka kebetulan kita boleh coba2 menentukan pihak siapa yang lebih unggul,"

   


Iblis Sungai Telaga -- Khu Lung Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Kait Perpisahan -- Gu Long

Cari Blog Ini