Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh 15


Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen Bagian 15



Pendekar Aneh Karya dari Liang Ie Shen

   

   "Akulah Tang-moei Kauw- oet !", dia kata njaring.

   "Kau menuduh pembesar negeri, dosamu bersusun dosa ". Kali ini Kauw-oet itu membarengi menghunus goloknja, untuk menjerang. Lie It tidak berani menangkis, bahkan dia memutar tubuh untuk lari kedalam. Inilah sebab pedangnja masih ada dikamarnja dan ia kuatir pedang itu hilang. Pula, ia tahu musuh ini liehay, ia kuatir ia bertjelaka djikalau ia melawan dengan tangan kosong. Thay Hoa membatjok tempat kosong.

   "Kau hendak lari ?", serunja seraja menguber. Lie It lari tjepat sekali kekamarnja. Ia baru menindak masuk ketika mendadak ia melihat satu orang berkelebat dari belakang kelambu dan terus menjerang padanja, sendjata dia itu mengkilau. Ia mendjadi kaget, tetapi segeraia berkelit, tangannja dimadjukan dengan tipu silat 'Mengambil mutiara'. Itulah ilmu silat tangan kosong merampas sendjata. Dan ia berhasil. Tikaman orang tidak dikenal itu tidak mengenakan sasarannja, sebaliknja, lengannja kena disentil si pangeran, tangan kiri siapa dibarengi madju untuk merampas golok, hingga sendjata itu berpindah tangan. Penjerang itu tidak mau mengerti, dia menjerang terus. Lie It mendjadi kaget dan heran. Sekarang ia mengenali orang jalah Thia Kian Lam, anaknja Thia Tat Souw jang telah berhasil kabur meloloskan diri. Mata Kian Lam terbuka lebar, sinarnja bengis.

   "Lie it, kau toh menghadapi harimu ini?", katanja keras.

   "Sekarang serahkan djiwamu !". Dengan sepasang poan-koan- pit, ia lantas menjerang, kedua sendjatanja itu bergerak dalam djurus 'Sepasang naga keluar dari laut', mentjari djalan darah kie-boen dan kin-tjeng. Dalam ilmu pedang, Kian Lam lemah, tetapi ilmu totoknja liehay, sebab itulah kepandaiannja jang istimewa. Lie It mendjadi repot djuga. Kamarnja itu sempit untuk ia dengan merdeka menggeraki pedangnja, hingga tidak dapat diharap, dengan dua-tiga djurus sadja ia bias merobohkan lawannja. Sedang Kian Lam itu nekat. Dengan tipu silat 'Mundur setindak untuk lompat menaiki harimau', Lie It menjampok dengan pedangnja. Ia berhasil menghadjar poan-koan-pit hingga bersuara njaring hingga sendjata lawan mental. Djusteru ia mengulangi serangannja, untuk menikam djalan darah soan-kie didada orang she Thia itu, mendadak ia mendengar sambaran sendjata dibelakang kepalanja, anginnja berkesiur keras. Tjepat sekali, ia berkelit. Segera ternjata, penjerang itu jalah Yang Thay Hoa.

   "Bagus !", berseru Lie It, jang menjambut serangan dengan serangan djurus 'Souw Tjin pwee kiam' atau 'Souw Tjin membaliki pedang'. Ia menjerang itu tanpa berpaling lagi. Sebagai kesudahan dari itu, sendjata kedua pihak beradu keras. Tjelaka goloknja Yang Thay Hoa, udjungnja kena terbabat kutung. Mengetahui lawan memegang pedang mustika, Thay Hoa kaget. Dengan tjepat dia mundur setindak. Didalam hatinja, dia mentjatji .

   "Tolol!". Yang Thay Hoa ini sudah berdjandji dengan Thia Kian Lam ia akan memantjing orang keluar, Kian Lam jang nelusup kedalam kamar guna mentjuri pedang, siapa sangka setelah Kian Lam berhasil, pedang itu terampas pulang oleh Lie It. Dengan bersendjatakan pedang mustika, Lie It bagaikan harimau tumbuh sajap.

   "Dua bangsat, njalimu sangat besar!", ia mendamprat. Dengan lantas ia menjerang Thay Hoa dengan tipu silat 'Sin Bong louw djiauw' atau 'Naga sakti memperlihatkan kuku'. Thay Hoa tidak berani menangkis tikaman itu, dengan lompat berdjingkrak, sebelah kakinja mendupak medja didepannja, dengan begitu medja itu terangkat naik, mendjadi seperti tameng jang tertikam pedang. Hingga untuk sesaat Lie It tidak dapat segera mentjabutnja. Dia mesti mengerahkan tenaga dulu. Ketika itu angin menjambar kepala Lie It. Itulah Thia Klan Lam, jang menjerang dengan sepasang poan-koan-pitnja. Oleh karena ia belum dapat mentjabut pedangnja, Lie It memutar tubuh, tangannja disemparkan, dengan begitu, medja itu, terangkat terputar, menjampok seperti tameng djuga, menangkis pitnja si orang she Thia. Lie It bergerak terus. Ia meluntjurkan pedangnja, setelah itu, ia mentjabut. Kali ini ia berhasil, bahkan medjanja, jang ada sebuah medja ketjil lantas terlempar kearah Thay Hoa. Orang she Yang itu menggunai tangannja jang kuat, ia menjampok medja, dengan begitu, media ketjil itu terpental lebih djauh ke djendela, hingga daun djendela terhadjar terpentang!. Mengenai ketika jang baik itu, Lie It melompat keluar. Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam turut berlompat untuk mengedjar. Mereka mendapatkan musuh sudah lompat naik keatas genting, dari mana, dengan lembaran2 genting, ia lantas menjerang. Dengan gunai tangannja jang kuat, Thay Hoa menghadjar runtuh setiap genting itu. Tidak beruntung jalah Thia Kian Lam. Dia berada dibelakang Thay Hoa, hantjuran genting meletik kematanja, sampai dia mendjadi kelabakan. Lie It berlaku tjerdik, selagi menjerang dengan genting itu, ia mengeluarkan sendjata rahasianja jang berupa uang tembaga, lalu sehabis menjerang, ia menjusuli dengan uang tembaga itu, timpukannja menurut tipu silat 'Thian lie san hoa' atau 'Bidadari menjebar bunga'. Selagi Thia Kian Lam meram dan me-ngutjak2 mata, sepotong uang mengenai dengkulnja, dengan lantas dia melosoh roboh. Tapi Yang Thay Hoa dapat berlompat naik keatas genting, untuk menjusul.

   "Tangkap orang djahat!", dia berteriak.

   "Tangkap mata2 musuh!". Mendengar teriakan itu, jang berupa fitnah, Lie It berpikir .

   "Djikalau aku kena ditawan dan diserahkan pada pembesar negeri, tidak enak untukku, sekarang paling baik aku mentjari dulu saudara Tiangsoen Tay". Karena ini, ia tidak mau berkelahi lebih djauh, dengan mendjedjak genting, ia berlompat, untuk lari ke lain wuwungan. Yang Thay Hoa tidak mau mengerti, dia mengedjar terus. Lie It mendongkol sekali. Maka ia lantas lompat turun kebawah, kedjalan besar. Ia berteriak keras .

   "Apakah disinimasih ada undang2 radja? Didalam kota radja, mana bisa pengkhianat dibiarkan bekerdja dengan merdeka ?". Ketika itu dari sebelah depan terlihat sebaris serdadu ronda, mereka mendengar suara Lie It, lantas mereka lari menghampirkan. Thay Hoa sudah lantas lompat turun dari genting, dia berteriak.

   "Lekas kamu tangkap mata2! Djangan gagal !". Orang2 ronda itu menurut perintah, lantas mereka menjiapkan panah mereka, untuk memanah Lie It. Lie It kaget. Ia menjangka Yang Thay Hoa menjamar diri mendjadi pembesar negeri atau opsir palsu, siapa tahu, serdadu2 itu djusteru taat kepada perintahnja. Ia mendjadi sangat tidak mengerti. Bukankah aneh, begitu tiba di Tiang-an, Yang Thay Hoa dapat mendjabat pangkat. Bahkan dia mendjadi Tangmoei Kauw-oet, opsir jang berkuasa atas pintu kota Timur. Tapi tidak sempat ia berpikir, serangan segera mulai datang, Terpaksa ia melawan. Ia terintang oleh anak panah, terpaksa ia berkelahi sambil mundur dengan Yang Thay Hoa terus mengintil. Tidak lama mereka sudah melintasi dua buah djalan besar. Yang Thay Hoa kalah seurat dari Lie It akan tetapi bantuannja barisan panah itu membantu banjak padanja. Lie It mesti mendjaga diri dari serangan anak panah, ia djadi seperti kena terlibat ini musuh besar. Untuk dapat menjerang musuh, Lie It berhenti berlari. Ia menanti sampai Thay Hoa sudah datang dekat lantas ia menjambut dengan serangan. Thay Hoa tidak berani menangkis, ia memantjing pedang orang dengan tipu silat 'Menolak perahu mengikuti air'. Djusteru itu, barisan pengedjar telah sampai, mereka lantas menjerang.

   "Apakah kamu tidak mempunjai mata?", Yang Thay Hoa menegur.

   "Lekas berhenti menjerang dengan panah! Madju mengurung!". Selagi berkata, Thay Hoa repot menjingkir dari anak panah, karena ia djuga bitjara, perhatiannja mendjadi tidak terpusatkan. Ia kaget ketika tahu2 udjung pedang Lie It mampir dipundaknja. Lie It sendiri, walaupun ia repot menangkis, ia tidak takuti anak2 panah itu. Setiap ia menangkis, anak panah putus dan djatuh. Tidak demikian dengan Yang Thay Hoa, tidak heran ia djadi kena ditikam. Sjukur untuknja, tikaman itu tidak hebat. Ia lantas memikir ."Biar Lie It dikepung terus, sampai dia letih sendirinja ". Lie It membuka ikat kepalanja, dia kata tertawa .

   "Yang Thay Hoa, mari kita mengadu ilmu enteng tubuh !". Dan ia lantas lari, di-djalan2 dan gang jang tak ada orangnja.

   "Biarnja kau kabur ke langit, akan aku susul kau !", djawab Thay Hoa mendongkol. Beberapa saat kemudian, Lie It lari masuk kedalam sebuah gang jang pandjang dan sempit. Thay Hoa menjusul terus. Tiba2 dari udjung gang sebelah sana datang serangan anak panah kepada Thay Hoa, dia lantas menangkis sambil berteriak .

   "Akulah Tang-moei Kauw-oet ! Jang lari didepan itu jalah mata2 ! Lekas pegat ...!". Mendadak datang serangan sebuah anak panah. Thay Hoa menangkis. Hebat anak panah itu, meskipun tertangkis masih melesat terus ke bawah, nantjap dibetisnja kauw-oet itu.

   "Berhenti menggunai panah !", Thay Hoa ber-teriak2, gusar.

   "Lekas tangkap pendjahat itu !". Ia mengertak giginja, untuk mentjabut anak panah itu. Itu waktu Lie It sudah berlompat pula naik keatas genting. Disitu ada beberapa pengawal, jang lantas merintangi. Yang Hoa mau naik djuga, untuk menjusul, ketika ia mendjedjak tanah, ia njatanja tidak dapat berlompat tinggi. Anak panah tadi telah mengenai ototnja, hingga dia tidak berdaja lagi. Dari podjok jang gelap terdengar seruan seorang opsir, jang lari menghampirkan .

   "Oh, Yang Taydjin ? Apakah Taydjin terluka ?", tanja dia. Thay Hoa mengangkat kepalanja, lantas ia mengenali orang jalah seorang opsir barisan pengawal radja le-lim-koen (Di djaman Keradjaan Tong, Gie-lim-koen dinamakan le-lim-koen).

   "Lekas.tangkap pendjahat!", ia berkata seraja mengibasi tangannja.

   "Tak usah memperdulikan aku, lukaku tidak parah !". Djalan besar itu termasuk wilajah Kota Barat, inilah Thay Hoa ketahui, maka ia pertjaja, tidak nanti Lie It dapat kabur lagi. Ia tahu, Say-moei Kauw- oet jalah Oe-boen Tjeng jang gagah. Opsir itu lantas berteriak .

   "Kamu minggir! Nanti aku hadjar dia dengan golok terbang !". Ia pun lantas mengajun tangannja, melajangkan dua barang jang putih warnanja. Lie It dapat mendengar suara itu, ia djadi berpikir. Ia mengenali suara orang. Kata ia dalam hatinja .

   "Bukankah itu Pek Goan Hoa ?". Tapi tak sempat ia menggunai otaknja, kedua buah hoei-too, golok terbang, sudah berkelebat didepannja. Ia lantas berkelit, maka hoei-too itu lewat tanpa mengenai sasarannja. Hoei-too dari Pek Goan Hoa kesohor untuk kotaradja, titahnja itu djuga ditaati pengawal2 jang mengepung Lie it itu, maka disana terbukalah suatu tempat kosong. Ketika ini digunai Lie It, dia berlompat, untuk kabur.

   "emana kau hendak kabur, pengkhianat ?,"

   Goan Hoa damprat, terus dia mengedjar dengan melewati Oe-boen Tjeng, si komandan barisan pendjaga bagian kota Barat itu.

   Yang Thay Hoa, jang sakit kakinja, tak dapat menjamber lebih djauh.

   Lie It dan Pek Goan Hoa lari saling-usul, mereka seperti main petak didjalan besar jang pandjang selekasnja mereka melintasi dua djalan besar lainnja "Bangsat, lihat golok!", Pek Goan Hoa berseru.

   Itulah antjaman dan sebatang golok menjambar.

   Lie It mengangkat pedangnja, untuk menangkis, tetapi ia gagal.

   Golok lewat diatasan kepalanja.

   Ia heran, karena ia tahu, belum pernah Pek Goan Hoa gagal dengan hoei-toonja itu.

   Kenapa malam ini beda dari biasanja? Tapi ia tjerdas sekali, lantas ia dapat membade.

   "Tidak salah, dengan goloknja dia menundjuki aku djalan lolos !", pikirnja. Maka ia lantas lari kearah mana golok meluntjur. Pek Goan Hoa mengedjar terus, dengan goloknja, ia masih menjerang beberapa kali. Semua serangan itu gagal, semua golok "dikedjar"

   Lie It. Maka tida lama, tibalah mereka disebuah tempat jang sepi. Goan Hoa ketahui dibagian mana tidak ada pos pendjagaan.

   "Tian-hee!", Pek Goan Hoa memanggil sambil ia lantas berhenti mengedjar.

   "Tian-hee sudah pulang? Saudara Tiangsoen Tay meng- harap2mu !". Lie It pun berhenti berlari, untuk mereka saling menghampirkan.

   "Terima kasih !", ia mengutjap lebih dulu. Kemudian ia mengadjukan pertanjaan dari hal jang membuatnja sangat heran.

   "Ba gaimana ?"

   Katanja.

   "Yang Thay Hoa mendjadi rekanmu? Kau tahu tidak, dialah muridnja Pek Yoe Siangdjin, si Guru Negara negara Turki ?". Pek Goan Hoa mengangguk.

   "Baru dua hari jang lalu kami dapat ketahui tentang diri dia ", ia mendjawab.

   "Inilah tjeritera pandjang, baik kita bitjarakan kemudian. Sekarang paling benar tian-hee lekas mentjari tempat untuk memernahkan diri. Aku perlu lekas kembali, untuk membikin mereka itu tidak tjuriga ".

   "Apakah kau tahu rumahnja iparku?", tanja Lie It, sembari mengangguk. Ia setudjui pikiran orang she Pek ini. Ia menanja alamatnja Tiangsoen Tay, si ipar, jang Goan Hoa menjebutkannja barusan.

   "Benar, baik sekali kau sembunji ditempatnja Tiangsoen Tay. Dia tinggal di djalan Hok-liong-kay Barat, disampingnja menara putih. Didepan rumahnja ada sebuah pohon besar. Kebetulan malam ini bukan giliran djaga, maka kamu kedua ipar -toakoe dan moayhoe- dapat berbitjara dengan leluasa ". Lie It mengangguk, lantas mereka berpisahan. Ia berlari keras kearah Hok-liong-kay Barat. Selagi lari itu, samar2 ia mendengar teriakan ber-ulang2 dari Pek Goan Hoa, jang mengedjar pendjahat kearah jang bertentangan, bahkan dengan begitu, dia membikin pengawal2 lainnja djadi mengikuti dia. Dengan merdeka Lie It sampai didjalan jang disebutkan. Djalan itu, jang berdampingan dengan bukit, sepi keadaannja. Ia pun lantas dapat mentjari rumah jang ada pohonnja didepannja. Ia man djat pohon itu, melihat kedalam rumah. Api penerangan masih belum padam, maka terlihatlah bajangannja Tiangsoen Tay diantara kain djendela. Toako itu lagi djalan mundar-mandir.

   "Sudah malam begini dia masih belum tidur ", kata Lie It.

   "mungkin dia lagi memikirkan sesuatu jang sulit ". lantas lompat turun dari pohon, untuk berlompat masuk kedalam pekarangan. Ia baru mengindjak tanah, atau Tiangsoen Thay sudah berlompat keluar dari djendelanja.

   "Saudara Tay, aku !", Lie It berkata, tjepat tetapi perlahan. Tiangsoen Tay telah menghunus golok, lantas ia masuki pula itu kedalam sarungnja, terus ia mentjekal tangan iparnja erat2.

   "Ah, achirnja kau kembali!", katanja.

   "Memang aku tahu, kau mesti pulang !". Lie it terharu, hingga ia mengeluarkan air mata. djuga iparnja itu "Kemarin ini giliranku mengawal di istana ", kemudian berkata sang toako.

   "disana aku bertemu Wan Djie. Dia lantas menanjakan hal kau, moay-hoe. Ah, selama ini dia nampak perok dan lesu, entah apa jang dia pikirkan. Aku kuatir dia mendapat sakit ". Lie It berduka, diam2 ia menghela napas.

   "Dapatkah kau mendajakan supaja aku bisa bertemu dengan Wan Djie ?", ia tanja.

   "Mari kita bitjara didalam ", kata Tiangsoen Tay. Maka mereka masuk. Didalam, antara terangnja api, Tiangsoen Tay melihat pakaian orang jang ada darahnja. Ia kaget.

   "Apakah barusan kau bertempur?", ia tanja. Lie It mengangguk.

   "Benar ", sahutnja.

   "Dengan siapakah?".

   "Dengan Yang Thay Hoa si pengkhianat!. Aku djusteru hendak menanja kau, kenapa dia dapat mendjadi Tang-moei Kauw-oet ?".

   "Bagaimana tjaranja kau bertemu dia ?", tanja Tiangsoen Tay sebelum memberikan djawabannja.

   "Dia tahu atau tidak kau menjingkir kemari?".

   "Tidak ", sahut Lie It, jang terus tuturkan hal pertempurannja sampai Pek Goan Hoa meloloskan ia dari pengedjaran, bahkan Goan Hoa jang menundjuki ia rumahnja ipar ini. Mendengar itu, lega hati Tiangsoen Tay.

   "Kenapa kau nampaknja djeri terhadapnja?", Lie It tanja, heran. Ditanja begitu, ipar ini tertawa.

   "Sekarang dialah orangnja Goei Ong Boe Sin Soe !", djawabnja. Dia dapat pangkatnja itu sebab dipudjikan pangeran she Goei itu. Karenanja, aku mesti waspada terhadapnja !". Lie It gusar.

   "Sungguh Boe Sin Soe besar njalinja !", katanja.

   "Teranglah dia mengandung maksud besar. Baru Turki kalah perang, dia berani mempekerdjakan pengkhianat! Djikalau begitu, tentunja Thia Kian Lam djuga menghamba pada BoeSin Soe!". Tiangsoen Tay tertawa.

   "Tentang Thia Kian Lam, aku belum tahu hal- ichwalnja", ia berkata.

   "Kalau begitu, dialah kontjonja Yang Thay Hoa ! Benar2- kah Goei Ong hendak berontak ?". Ia hening sedjenak, terus ia menanja .

   "Kabarnja Boe Sin Soe dan Boe Sam Soe bersekongkol dengan Turki, apakah moay-hoe ketahui djelas duduknja urusan mereka itu? Ketika dibikin rapat besar adu kepandaian di istana Khan Turki, aku tidak hadir, baru belakangan aku mendengar kabar dari Lootjianpwee Heehouw Kian. Katanja Boe Sin Soe mengirim dua orang utusan tetapi mereka mati diudjung djarumnja Heehouw Lootjianpwee, benarkah itu?.

   "Tidak salah! Tentang sekongkolnja Boe Sin Soe dengan bangsa Turki, Boe Hian Song jang ketahui paling djelas ".

   "Sajang sekarang Boe Hian Song tidak ada dikota Tiang-an ini".

   "Dia pergi kemanakah ?".

   "Dia pulang ke Tiang-an lebih dulu dari pada aku. Katanja dia tjuma berdiam dua hari didalam keraton, lantas dia pergi ke garis depan, kepada Tek Taydjin. Mengenai perbuatan khianat Boe Sin Soe itu, apakah kau hendak menuliskan laporannja sebegitu djauh jang kau ketahui untuk aku sampaikan kepada Thio Siangkok ?". ,,Apakah Thio Kian Tjie berani membentur Boe Sin Soe ?".

   "Sebagai perdana menteri, Thio Siangkok sangat dipertjaja Thian-houw. Kemarin aku dan Pek Goan Hoa telah dipanggil menghadap olehnja dan ia menanjakan halnja Boe Sin Soe mengirim utusan kepada Turki itu. Sajang aku tidak tahu djelas duduknja hal ". Lie It heran.

   "Eh, mengapa Thio Kian Tjie ketahui hal itu?", tanjanja.

   "Entahlah ", sahut Tiangsoen Tay.

   "Masih ada jang lebih aneh dari pada itu. Yang Thay Hoa dipakai Boe Sin Soe dan ditugaskan mendjadi kauw-oet dipintu Kota Timur, hal itu Thio Siangkok jang memberitahukan padaku. Aku tidak menghadiri pertemuan silat di istana Khan, dengan sendirinja aku tidak kenal Yang Thay Hoa, maka itu sjukur Thio Siangkok memberitahukan padaku, maka aku djadi tahu hal-ichwal dia. Sekarang aku bersahabat dengannja ".

   "Toh ada maksudmu jang istimewa maka kau bersahabat dengannja ?."

   "Ja , aku dititahkan Thio Siangkok. Bahkan Siangkok menghendaki, selain bersahabat dengan Yang Thay Hoa itu, supaja aku berkenalan djuga dengan Boe Sin Soe ". Lie It melengak sebentar, lantas dia tertawa.

   "Djikalau begitu, teranglah Thio Kian Tjie sudah mulai mengatur dajanja !", ia kata. ,,Kau tjerdas, segera kau dapat menerka maksud Siangkok. Kau tahu, selama jang belakangan ini, Boe Sin Soe dan Boe Sam Soe luas meggumpulkan tetamu2 boen-kek dan dengan kepala2 le-lim-koen dan Kim-wie-koen, mereka mengikat tali persahabatan. Maka Thio Kian Tjie menugaskan aku untuk sekalian bersahabat menjelidiki sepak-terdjang mereka itu. Tegasnja, aku mesti djadi pengkhianatnja". Lie It bersenjum.

   "Meski Boe Sin Soe dan Boe Sam Soe liehay, mereka masih kalah dari Thio Kian Tjie ", katanja.

   "Disana pun masih ada Tek Djin Kiat jang disukai orang banjak. Aku rasa, tinggal tunggu waktunja sadja dua orang she Boe itu nanti ditumpas. Maka tak usalah aku berkuatir lagi ". Lie It lantas tuturkan segala apa jang ia tahu hal rahasia Roe Sin Soe bersekongkol dengan Khan Turki. Sampai disitu pembitjaraan mereka. Lewat beberapa hari datang giliran Tiangsoen Tay bertugas, Lie It serahkan padanja buku keanggautaan dan hoe-leng dari Thia Tat Souw, ketua partai Hek Houw Pang itu, untuk disampaikan kepada Lie Beng Tjie, touw-oet dari Kim-wie-koen. Ipar itu dipesan untuk djangan menjebut namanja. Seberlalu-nja Tiangsoen Tay, hati Lie It tidak tenang. Ia mesti dapat mengendalikan sampai besok tengah-hari diwaktu mana Tiangsoen Tay pulang bertugas. Ipar itu nampak ter-gesa2, dia lantas kata .

   "Bagus ! Bagus ! Aku telah mengatur beres !".

   "Bagaimana beresnja?", Lie It tanja. Ia sangat ingin tahu.

   "Aku telah bertemu dengan Wan Djie, maka lain kali, kalau tiba giliran tugasku, kau boleh turut aku. Kau mesti menjamar sebagai pradjurit Kim- wie-koen. Didalam istana, kau bakal bertemu Wan Djie didalam ranggon Hoa Tjeng Kok. Itu waktu dia dapat mengatur menjingkirkan dajang2

   ".

   "Apakah dia ada pesan lainnja?".

   "Tidak. Dia tjuma minta kau pasti datang. Eh, ja, dia mempunjai sebuah sjair baru, jang baru ditulis hingga tintanja masib belum kering. Dia serahkan itu padaku sambil bilang, 'Kalau kau suka, kau ambil ini untukmu', kemudian kau kasi lihat kepada engko It, dia tentu akan dapat mengetahui hatiku ". Tiangsoen Tay lantas menjerahkan sjair itu, dan Lie It segera membebernja, untuk dibatja. Itulah empat baris sjair jang setiap barisnja terdiri dari lima huruf, bunjinja .

   "Njanjian 'Kuda Putih' telah berachir. Ia, jang berada ditepian sana, bertjampuran keharuman dengan kotoran. Saling bertemu tapi saling melupai ...". Lantas Lie It mendapat tahu sjair itu berdasarkan apa. Baris pertama dan baris kedua diambil dari kitab sjair Sie Keng. Baris ketiga tjabutan dari kitab TjouwSoe bagian 'Memikirkan wanita tjantik'. Baris keempat jalah tulisannja Wan Djie sendiri. Baris pertama berarti. Seorang tetamu dari tempat djauh hendak ditjegah kepergiannja, maka kudanja ditambat, tetapi achirnja gagal, dia pergi djuga. Baris kedua berarti . Orang jang dikagumi, orang jang ditjinta, tjuma dapat dilihat, lebih tidak. Baris ketiga berarti si tjantik tak puas, dia menderita, seperti bunga harum bertjampuran dengan rumput kotor. Sedang baris terachir berarti, sesudah bertemu, orang masih dapat saling melupai... Maka dua puluh huruf itu telah melukis djelas perhubungan di antara Wan Djie dan Lie It, bahwa Wan Djie seperti tak tertjapai maksud hatinja, tjita2-nja. Lie it mendjadi terharu sekali, hatinja berdebaran.

   "Njata Wan Djie tetap memikiri aku ", katanja dalam hatinja.

   "Tapi aneh. Baris ketiga dan keempat itu dapat diartikan lain. Wan Djie seperti menderita, dia mungkin hendak dinikahkan kepada lain orang jang ia tak setudjui. Ini benar2 aneh ". Lie It kenal baik sifatnja Wan Djie, diluar lunak dan lemah tetapi didalam keras, asal jang si nona anggap benar atau tjotjok, dia lantas kerdjakan, sebagaimana mulanja, seorang diri dia berani pergi untuk mentjoba membunuh Boe Tjek Thian, akan tetapi sekali dia menakluk dan bekerdja untuk Boe Tjek Thian itu, sekalipun orang jang dia tjintai tidak dapat mengubah sikapnja itu. Maka itu tidaklah dapat dimengerti kalau dia sampai mau dipermainkan lain orang.

   "Apakah katanja sjair Wan Djie itu ?", Tiangsoen Tay tanja.

   "Tidak apa2, tjuma seperti dahulu dia mengatakannja padaku ", sahut si pangeran, jang tidak mau mendjelaskan.

   "Rupanja dia menghadapi suatu urusan untuk mana ingin ia berdamai denganku ". Sebenarnja Lie It tidak ingin iparnja ini berduka maka ia menutup rahasia. Ia kata didalam hatinja .

   "Tiangsoen Tay diam2 menjintai Wan Djie, sajang Wan Djie bukan menjintai dia. Ah, siapakah itu orang jang ia tak ingin menikahinja? Siapakah jang hendak memaksa dia ? Apakah Boe Tjek Thian ? Menurut sifatnja itu, meski jang memaksa Boe Tjek Thian, tentu dia tidak akan turut ! Pula Boe Tjek Thian tengah menjukainja, tenaga dan kepintarannja lagi dibutuhkan, maka tak mungkin dia jang memaksa. Sajang kalau Wan Due jang tjantik dan pintar dinikahkan bukan pada orang jang setimpal dengannja. Itu artinja sekuntum bunga indah dan harum ditantjap diatas kotoran kerbau ". Maka itu, meski ia tidak dapat menikahi si nona, Lie It menjajanginja. Tiangsoen Tay melihat orang berpikir sambil tunduk, ia menjangka orang lagi me-nerka2 urusan jang Wan Djie hendak damaikan itu.

   "Sudahlah ", katanja menghibur.

   "Wan Djie hendak menuturkan urusannja kepada kau, maka rahasia bakal terbuka lagi beberapa hari. Aku sendiri, aku mesti menahan hati satu tahun !".

   "Saudara Tiangsoen ", kata Lie It kemudian.

   "aku melihat kau seperti memikirkan sesuatu, benarkah ? Apakah itu mengenai dirinja Wan Djie ?". Tiangsoen Tay menghela napas.

   "Telah lama aku meng-harap2, mengharapi kau pulang ", katanja.

   "Selama itu aku berkuatir bahwa aku tidak mendapat tahu hatinja Wan Djie itu ...".

   "Apa jang dia beritahukan kepadaku, aku akan beritahukan kepada kau ". Lie It berdjandji.

   "Aku kuatir aku tidak dapat menemani kau masuk ke istana ", kata Tiangsoen Tay.

   "Tjuma, walaupun aku tidak bisa, tetapi aku telah pesan Pek Goan Hoa untuk dia mewakilkan aku ". Lie It heran.

   "Bagaimana ?", tanjanja tjepat.

   "Bukankah kau bilang kau sudah berdjandji dengan Wan Djie ?". Tiangsoen Tay menjeringai.

   "Benar ada djandji tetapi menjusul itu telah terdjadi perubahan ", sahutnja, `"Aku djusteru hendak mentjari kau, untuk berdamai ".

   "Perubahan apakah itu ?", Lie It mendesak.

   "Aku telah mendapat tugas baru ", sahut Tiangsoen Tay, mendjelaskan.

   "Habis aku bertemu Wan Djie, kemudian Lie Touw-oet memerintahkan orang memanggil aku dan ia memberikan tugasnja ". Lie It sangat ingin tahu tugas itu.

   "Tugas apakah itu ?".

   "Besok Boe Sin Soe akan mengadakan perdjamuan. Dia mengundang orang2 jang mempunjai perhubungan dengannja. Aku maksudkan golongan opsir. Begitulah aku pun dapat menerima undangannja itu. Lantas Lie Touw-oet. menghendaki aku hadir dalam pesta itu. Tugasku jalah menawan Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam. Tugas ini diberikan setelah Thio Siangkok dan Lie Touw-oet berdamai satu dengan lain. Siangkok bilang bahwa saatnja sudah tiba untuk turun tangan, dengan menawan mereka di medan pesta, dengan begitu sekalian perwira akan ketahui rahasianja Boe Sin Soe. Benar tindakan ini belum tentu dapat merembet Boe Sin Soe sendiri akan tetapi hasilnja menguntungkan pihak kita ". Ja ..., pikiran itu balk !". Lie It pudji.

   "Didalam istana Boe Sin Soe banjak orangnja jang liehay ", berkata Tiangsoen Tay.

   "Djikalau Boe Sin Soe mendjadi tidak senang dan melindungi dua orang itu, kesudahannja pasti hebat. Benar aku menerima titahnja Lie Touw-oet serta aku bakal dibantu beberapa orang dari Le-lim-koen dan Kim-wie-koen, tohtetap lawan kuat dan kita lemah, dari itu, aku merasa sulit ...". Lie It berpikir sebentar, lantas ia berkata .

   "Kau telah membantu aku, aku pun harus membantu kau. Baiklah, besok aku akan turut kau pergi!".

   "Apakah kau tidak kuatir kau nanti dikenali ?".

   "Aku ada daja ", sahut Lie It.

   "Aku masih menjimpan obatnja Heehouw Kian, hendak aku menjamar. Tidak apa pertjobaan ini berbahaja. Tjoba kau tjarikan aku seperangkat seragam pengawal, supaja aku dapat mentjoba dulu ". Tiangsoen Tay lantas pergi mengambilkan seragam itu dan Lie It segera dandan. Ia pun memakai kumis palsu. Ketika ia berkatja, ia tertawa.

   "Kau lihat, saudara Tay,"

   Katanja.

   "Dapatkah kau mengenali aku ?". Tiangsoen Tay melihat Lie It telah mendjadi seorang tua, djidatnja berkerut sedikit, romannja polos, tidak lagi romannja jang tampan dan agung.

   "Benar, obatnja Heehouw Kian bagus sekali ", ia memudji.

   "Djikalau aku menemui kau di lain tempat, pasti aku tidak akan mengenalinja. Tjuma sinar matamu, sulit untuk menjembunjikan itu, kau tetap tampak keren. Tapi karena kau menjamar mendjadi pengawal, tidak apalah. Pengawal memang mesti angker ".

   "Dulu-hari aku dapat mengibuli pengawal2-nja Khan Turki, aku pun satu kali berhasil menipu Yang Thay Hoa, aku harap kali ini aku akan berhasil djuga ", bilang Lie It. Tiangsoen Tay mengawasi pula.

   "Ah, masih ada satu !", serunja sesaat kemudian.

   
Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Apakah itu ?", tanja Lie It.

   "Pedangmu !", sahut Tiangsoen Tay.

   "Pedang itu sendjata dari istana, orang2 Turki tidak kenal tetapi orang2-nja Boe Sin Soe lain ". Lie It berpikir.

   "Tanpa sendjata ini, sukar menakluki Yang Thay Hoa ", katanja sangsi.

   "Bagaimana kalau sarungnja ditukar ?". Lie It akur, maka iparnja itu mentjarikan ia sebuah sarung lain. Sarungnja sendiri bertaburan kemala atas emas. Ia mendapat sebuah sarung tua serta gagang pedangnja dilapis.

   "Tjukuplah !", katanja.

   "Asal kau tidak tjabut, tidak akan ada jang mengenali ". Lie It tertawa.

   "Saudaraku, kau djauh terlebih teliti daripada dulu2 !", ia memudji.

   "Aku telah bekerdja sembilan tahun di dalam istana, aku terpengaruhkan ketjerdasannja Thian-houw,"

   Tiangsoen Tay mengaku.

   Lie It berdiam.

   Ia mengerti, siapa sadja dekat Boe Tjek Thian, dia lantas terpengaruh.

   Maka inilah membuktikan, Boe Tjek Thian benar orang aneh.

   Tepat di harian pesta, Tiangsoen Tay berangkat dengan mengadjak Lie It jang telah menjamar.

   Ada turut beberapa orang lain, diantaranja Pek Goan Hoa.

   Hanja mereka itu tidak datang bersama, tjuma sampainja berbareng.

   Mereka ini djadi dapat bertjampuran dengan Lie It.

   Diantara mereka tjuma Pek Goan Hoa jang mengetahui halnja Lie It ini, jang lainnja melainkan menduga dialah orang kosen undangannja Tiangsoen Tay, jang menjamar mendjadi opsir Kim-wie-koen.

   Gedungnja Boe Sin Soe besar dan indah, mirip dengan istana radja.

   Melihat itu, Lie It menghela napas.

   Ruangan pun ber-lapis2, maka Lie It semua mesti melewati pelbagai undakan, baru mereka sampai diruangan pesta.

   Disana, dimuka tangga, terlihat Yang Thay Hoa.

   Dialah jang bertugas menjambut tetamu.

   Kata Lie It dalam hatinja .

   "Dalam pesta di istana Khan, dia jang melajani aku, sekarang dia pula jang menjambut ". Maka diam2 ia memikir bagaimana harus melajaninja. Didalam Kim-wie-koen, pangkatnja Tiangsoen Tay jalah Djiauw Kie Touw-oet tingkat tiga, maka itu didalam pesta ini, ketjuali tiga atau empat orang lain, ialah jang pangkatnja paling tinggi. Karena itu, Yang Thay Hoa pun segera memapak ia, untuk menjambut dengan hormat. Lie It menuruti jang lain2, ia mengangguk, lantas ia mau lewat djuga seperti jang lain2 itu. Mata Thay Hoa liehay sekali, hanja sekelebatan, dia seperti mengenalnja, lantas dia kata .

   "Siapakah taydjin ini, belum pernah aku melihatnja ?".

   "Inilah Thio Twie-thio, jang baru masuk bekerdja ", Tiangsoen Tay terpaksa memperkenalkan.

   "Inilah Tong-moei Kauw-oet Yang Taydjin, orang kepertjajaan dari Goei Ong-ya. Silakan kamu bersahabat !". Yang Thay Hoa mengulur tangannja, untuk berdjabatan tangan.

   "Thio Taydjin, selamat bertemu, selamat bertemu !", katanja. Lie It tahu orang berniat mengudji kepadaiannja. Dulu dalam rapat besar ditempat khan Turki, pernah Yang Thay Hoa mengudji ia setjara begini, karena ia menggunai ilmu tenaga dalam jang lurus, hampir rahasianja petjah. Sekarang ia dapat memikir daja, ia berlaku tenang, tanpa mengentarakan apa2, ia mengulur tangannja, untuk berdjabatan. Yang Thay Hoa memahamkan ilmu sesat, begitu kedua tangannja memegang tangan lawan, terdengarlah suara njaring. Atas itu Lie It segera menarik pulang tangannja dan tubuhnja terhujung beberapa tindak. Ia merangkap kedua tangannja, ia membawanja kedepan mulutnja, untuk meniupi. Yang Thay Hoa pun terhujung dua tindak. Batu jang mereka indjak telah petjah dua. Tatkala tangan mereka bertemu, Yang Thay Hoa mengerahkan tenaganja hingga kedua tangannja mendjadi panas. Kalau Lie It melawan dengan tenaga dalamnja, ia dapat membebaskan diri, tetapi pengalamannja jang dulu membikin ia mesti menggunai lain siasat, tak mau ia rahasianja petjah.Ia sekarang melawan dengan wadjar, untuk membikin lawan tidak tjuriga. Karenanja ia merasa sakit, tangannja seperti terbakar, hingga mendjadi bergaris merah. Thay Hoa pun kena tergempur hingga tak dapat dia berdiri tetap.

   "Yang Taydjin sungguh liehay!", kata Lie It seraja memberi hormat.

   "Aku takluk, aku takluk !". Ia sengadja membikin suaranja parau, seperti kerongkongannja kering akibat serangan hawa. panas lawannja itu. Benar2 Yang Thay Hoa tidak bertjuriga. Dia kata .

   "Orang ini mempeladjari ilmu luar, benar dia liehay tetapi dia masuk kelas dua, maka pantas djuga dia mendjadi perwira rendah dalam barisan Kim-wie-koen ". Ia membalas hormat dan kata .

   "Tuan, tak dapat ditjela jang kau telah berhasil menjakinkan Kim Kong Tjiang-lek sampai dibatas ini. Silahkan duduk didalam !". Djumlah tetamu banjak sekali, tudjuh atau delapan bagiannja perwira. Ketika Tiangsoen Tay melihat hadirnja beberapa perwira tinggi dari barisan Ie Lim Koen, ia kata dalam hatinja "Bukan sedikit orang jang kena ditarik Boe Sin Soe!". Ia lantas duduk bersama beberapa perwira tinggi itu, sedang Lie It duduk bersama Pek Goan Hoa dimana pun sebagian ada orang2 adjakannja Tiangsoen Tay. Jang lainnja tidak kenal Lie It tetapi Pek Goan Hoa mengadjarnja kenal sebagai anggauta Kim-wie-koen jang baru dan ia dipertjaja. Tidak lama muntjullah Boe Sin Soe, diiring oleh seorang imam jang mengenakan kim-khoa, atau kopiah emas, jang berkilauan mentereng, serta seorang peladjar jang tangannja memegang kipas. Melihat dua orang itu, ada jang berkata perlahan .

   "itulah Kim Koan Toodjin serta Goe Ie Pou !". Lie It tidak kenal dua orang itu tetapi melihat orang banjak demikian memperhatikannja, ia menduga merekalah bukan sembarang orang. Atas muntjulnja Goei Ong, semua hadirin berbangkit sebagai tanda hormat. Dengan muka ramai dengan senjuman, Boe Sin Soe mengangkat tjawan araknja.

   "Sungguh. sukar didapatkan jang tuan2 hadir disini!", katanja gembira.

   "Djangan pakai banjak adat-peradatan, duduk dan minumlah dengan gembira. Sekarang lebih dulu ingin aku menhaturkan tiga tjawan!". Semua orang mengutjap terima kasih.

   "Pemerintah telah menang perang ", kata Boe Sin Soe kemudian.

   "Pihak Turki telah mengirim utusan meminta damai. Inilah tjawan pertama untuk kemenangan itu! Tak dapat tuan2 menampik!". Ia lantas mengeringkan tjawan. Ia kata pula ."Sekarang tjawan jang kedua, untuk kesehatannja Sri Baginda Thian-houw !". Para hadirin bersorak-sorai. Tjawan jang kedua diminum kering. Lie It berpikir ."Boe Sin Soe bersekongkol dengan Turki dia hendak merampas tachta keradjaan, sungguh berani dia masih mengutjapkan kata2 begini matjam tanpa mukanja berubah mendjadi merah ! Sungguh dia litjik !". Lalu ia berpikir lebih djauh .

   "Kelihatannja para perwira menundjang Boe Tjek Thian, pantas Boe Sin Soe tidak berani sembarangan bergerak ". Boe Sin Soe mengangkat tjawannja jang ketiga.

   "Tjawan ini ", katanja. Ia berdiam sedjenak, agaknja ia berpikir. Djusteru itu Yang Thay Hoa berkata .

   "Goei Ong telah menundjang Sri Baginda Thian-houw, djasanja besar untuk negara, maka itu tjawan ini untuk memudjikan kesehatan Goei Ong, semoga segala sesuatu berdjalan dengan lantjar! Silahkan minum !". Orang banjak bersorak pula, semua menghirup arak mereka.

   "Tidak tahu malu !", Lie It mentjatji didalam hati. Ia meng angkat kedua tangannja, dengan ditedengi tangan badjunja, ia membuang araknja. Tak sudi ia meminumnja. Boe Sin Soe girang sekali, dia tertawa lebar.

   "Apakah kebidjaksanaan dan kepandaianku ?", katanja, merendah.

   "Aku djusteru mengandal pada tuan2 semua ...". Selandjutnja djuga aku masih mengharap banjak pada tuan2 !". Lantas Tjongkoan Tjoei Kioe Siauw menambahkan .

   "Pertemuan hari ini jalah pertemuan orang2 pandai, lebih2 dengan hadirnja Kim Koan Tootiang dan Goe Sianseng maka tambahlah menterengnja ! Ketika ini ketika, jang djarang ditemui, dari itu, aku mau minta tootiang serta sianseng sukalah mempertundjuki beberapa rupa kepandaiannja untuk kita mengaguminja !". Kim Koan Toodjin dapat menangkap hatinja Boe Sin Soe. Pangeran itu pasti menghendaki ia mempertontonkan kepandaiannja, guna menunduki orang banjak, supaja semua perwira tidak berani melawan kepadanja. Maka itu ia lantas berbangkit.

   "Pertemuan hari ini ramai sekali, pantas djikalau pintoo membantu meramaikannja!", katanja.

   "Pintoo mempunjai sesuatu jang ingin dipertundjuki untuk Ong-ya dan semua tuan2 !". Ia lantas menitahkan para pegawai menutup semua djendela, ia sendiri bertindak ke-tengah2 ruang. Dengan lantas ia mengasi dengar siulan keras jang lama, hingga semua orang terkedjut. Berbareng dengan itu terasa djuga angin menjamber, disusul dengan suara berkeresek atau berkeloteknja djendela. Tatkala semua orang melihat, daun djendela sudah terbuka semuanja. Maka orang heran dan kagum. Itulah khie-kang, atau tenaga dalam, jang sangat luar biasa. Lie It terperandjat, ia kata dalam hatinja .

   "Tenaga dalam imambangsat ini liehay sekali, meski ia belum menjampaikan batas kemahiran, dia toh lebih menang daripada aku, maka agaknja sukar untuk aku membekuk orang djahat disini". Kim Koan Toodjin tertawa.

   "Saudara Goe, sekarang giliranmu !", katanja. Goe Ie Pou berbangkit, ia bertindak ke tengah seraja me-ngipas2. Ia tertawa dan kata .

   "Aku tidak mempunjai kepandaian liehay seperti kepunjaanmu, maka aku baiklah mendjadi si pengekor sadja. Akan aku njalakan semua lilin jang barusan kau bikin padam !". Memang pada setiap djendela. ada dipasangi lilin besar, ketika tadi angin menjamber, semua lilin itu padam, sekarang peladjar ini menjuruh orang menjalakannja pula. Lie It mengatakan Kim Koan belum tjukup mahir disebabkan api lilin itu turut terpadamkan semua. Goe Ie Pou mengibaskan tangan badjunja jang pandjang, dengan begitu kipasnja turut terkibas djuga. Dengan begitu dari dalam tangan badjunja itu terlihat meluntjurnja beberapa"

   Puluh tjahaja terang mirip bintang2.

   Itulah sendjata rahasianja jang istimewa, 'Lioe- seng Hwee-yam-tan', atau 'Peluru Bintang Api'.

   Semua peluru itu, jang ketjil, mengenai setiap sumbuh Iitin, jang lantas tersulut njala ! Kepandaian ini kembali disambut tempik-sorak bergemuruh.

   "Kepandaian kedua tuan sunggnh hebat !", berkata Goei Ong, jang memudji sambil tertawa.

   "Sungguh aku kagum, aku kagum! Yang Kauw-wie, kau djuga orang baru, kau memangku djabatanmu baru beberapa hari, banjak sahabat belum pernah bertemu dengan kau, maka itu sekalian kita berpesta disini, tjoba kau pun memberi pertundjukanmu !". Yang Thay Hoa tahu Boe Sin Soe mau mengangkat deradjatnja, ia girang sekali, akan tetapi ia ber-pura2 merendah, ia berkata .

   "Disini tersebar sepia kemala dan mustika, mana berani aku jang rendah menundjuki kedjelekanku? Tapi Ong-ya telah menitahkannja, tidak dapat aku membantah, maka tunggulah sebentar, aku hendak pikir2 dulu, apa jang aku mesti pertundjukkan ". Ia lantas berdiam. Tapi tak lama ia tertawa dan berkata pula .

   "Aku telah minum beberapa tjawan arak, aku merasa panas, dari itu aku minta sukalah aku dimaafkan, aku ingin meloloskan badjuku ini !". Dan ia benar2 lantas membuka badjunja, untuk digumpalkan, ditjekal dalam genggemannja. Lantas dia menggosok keras sekali kedua tangannja satu pada lain, lantas dari antara djeridji tangannja terlihat api meletik muntjrat. Melihat itu Kim Koan Toodjin mengangguk.

   "Bagus ! Bagus !"

   Pudjinja sambil bersenjum. ---oo0oo--- YANG Thay Hoa membuka kedua tangannja, maka terlihatlah asap hitam mengepul bersama sinar api jang menjilaukan mata. Maka badju itu lantas menjala bagaikan sebuah bola api, terbakar habis.

   "Aku telah mempertundjuki kedjelekanku, harap aku tidak ditertawakan ", katanja sambil ia mengangkat kedua tangannja, memberi hormat. Pertundjukan membuat api dari Thay Hoa ini tidak dapat melawan kepandaian dari Kim Koan Toodjin den Goe Ie Pou, akan tetapi itu pun tjukup luar biasa. Kepandaian itu membutuhkan banjak waktu untuk di-peladjari-nja. Apa-pula api itu dapat dipakai membakar musnah segumpal badju. Para opsir ketahui Yang Thay Hoa itu orangnja Boe Sin Soe, djusteru dia mempunjaii kepandaian istimewa itu, lantas mereka memudji dengan bertepuk tangan bersorak-sorai.

   "Yang Taydjin ", berkata Goe Ie Pou tertawa terbahak.

   "kepandaian kau bagus sekali, tjuma sajang kau telah merusak badju itu ". Boe Sin Soe tertawa, ia berkata, memerintahkan .

   "Tjoei Tjongkoan, ambillah sebuah djubah sulam dan haturkanlah kepada Yang Kouw-oet ". Perintah itu dilakukan lantas, maka Thay Hoa lantas mengenakan djubahnja. Ia nampak bangga sekali. Ia menghampirkan Sin Soe, untuk menghaturkan terima kasih. Boe Sin Soe berkata pula.

   "Hari ini masih ada beberapa sahabat lainnja jang baru datang, aku minta djanganlah sahabat2 berlaku sungkan, sukalah masing2 mempertundjuki kepandaiannja untuk kita sama2 menjaksikannja ". Ketika itu sinar matanja Yang Thay Hoa diarahkan kepada Lie It, sedang Tjong-koan Tjoei Kioe Siauw menghampirkannja, untuk menanja .

   "Bukankah kau jalah Thio Taydjin? Sebelum ini kita belum pernah bertemu satu dengan lain ". Pek Goan Hoa segera mewakilkan Lie It menjahut. Ia kata .

   "Saudara Thio ini baru sadja masuk dalam pasukan Kim-wie-koen. Ialah sahabat dari banjak tahun dari Tiangsoen Touw-oet. Walaupun sekarang saudara Thio mendjabat kepala Kim-wie-koen, sebenarnja kepandaiannja tak dapat ditjela ".

   "Orang jang dipudjikan Tiang poen Touw-oet pastilah tak salah lagi ", berkata pula Tjoei Kioe Siauw.

   "Aku minta sukalah Thio Taydjin memperlihatkan sesuatu agar kita semua dapat membuka mata kita ". Lie It berbangkit, ia berkata dengan suaranja rada parau .

   "Pek Taydjin telah menempelkan emas dimukaku sedang sebenarnja aku tjuma beladjar beberapa djurus ilmu silat jang kasar barubeberapa tahun sadja ".

   "Djangan berlaku sungkan, Thio Taydjin ", Tjoei Tjongkoan mendesak.

   "Ong-ya beramai ingin sekali menjaksikan kepandaian taydjin ". Lie it menjeringai.

   "Djikalau begitu ", katanja.

   "si nona mantu djelek terpaksa mesti menemui ibu mentuanja!". Sementara itu beberapa anggauta Kim-wie- koen, jang turut hadir di istana, merasa heran. Mereka tidak kenal Lie It. Umpama-kata benar Thio Taydjin ini orang jang dipudjikan Tiangsoen Tay, kenapa dia belum diadjar kenal setjara resmi dengan rekan2-nja. Maka itu, semua mata mereka diarahkan kepada itu rekan jang baru, dan ingin mereka menjaksi kan kepandaian orang. Thia Kian Lam berada didalam istana Goei Ong, ia belum memperoleh kedudukan, tetapi ia menempatkan diri diantara pegawai2 dan pengawal dari Boe Sin Soe. Jalah seorang jang teliti dan waspada, kapan ia melihat sikap luar biasa dari beberapa anggauta Kim-wie-koen itu, ia lantas turut mengawasi Lie It. Waktu itu Lie It sudah masuk kedalam gelanggang, ia mengasi lihat roman likat. Dengan ber-pura2 ia berkata .

   "Aih ..., bagaimana dapat aku mempertundjuki kepandaianku jang tidak berarti ? Aku malu ". ,,Bagaimana kalau diminta satu orang menemani taydjin ber-main2 ?"

   Tanja Kioe Siauw. Ia menjangka orang malu bersilat sendirian sadja. Lie it menundjuki sikap wadjar, katanja .

   "Barusan aku telah menjaksikan kepandaian menggosok tangan dari Yang Taydjin, aku sangat kagum. Entahlah, ' diwaktu digosokkan, apinja itu dapat membakar kulit dan daging lain orang atau tidak. Maka itu aku. ingin sekali minta Yang Taydjin sudi mengadjari aku ilmu kepandaiannja itu, hanja entahlah, Yang Taydjin suka atau tidak mengadjarinja ?". Kata2 itu membuat terkedjut para hadirin. Mulanja si Thio Taydjin bitjara demikian merendah, siapa tahu buntutnja jalah dia menantang Yang Thay Hoa!. Mendengar suara orang itu,, mulanja Thay Hoa terkedjut, tapi lantas dia tertawa.

   "Pertemuan hari ini jalah pertemuan persahabatan dengan perantaraan ilmu silat, maka itu mana bisa tidak dapat !", ia berkata. Didalam hatinja, ia kata .

   "Tadi dia mendapat rasa sedikit, rekan2- nja pasti telah melihatnja. Dia orang baru, tentu dia merasa tidak enak dihati. Pula tadi dia belum dapat menggunai tenaga Kim Tjong Tjiang jang dimilikinja, dia rupanja tidak puas, sekarang dia ingin mendapatkan pulang mukanja. Baiklah dia tidak tahu selatan, akan aku menggunai ketika ini untuk sekalian mengangkat nama !". Thay Hoa telah mendjadjal tenaga orang ketika tadi mereka berdjabat tangan, ia pertjaja ia bakal mendapat kemenangan, maka ia menerima baik tantangan itu. Lantas ia berbangkit dari. tempatnja duduk. Lie It hendak mengadu tenaga, inilah tjotjok dengan hatinja Thay Hoa. Maka begitu lekas mereka berdua sudah menempel kedua tangan mereka masing2, orang she Yang itu segera mengerahkan tenaga-dalamnja jang hebat, lantas tersalurkan hawanja jang panas. Lie It segera tertampak seperti dia tidak sanggup bertahan, peluh sebesar katjang kedele lantas keluar dan menetes dari djidatnja. Thay Hoa melihat itu, ia tahu orang sudah kepanasan, ia kata dalam hatinja .

   "Tidak dapat tidak, aku mesti membuat kau minta2 ampun !". Ia menambah tenaganja, untuk membikin hawa panasnja itu bertambah. Tengah ia mendesak itu, mendadak Thay Hoa merasa aneh. Kalau tadi ia merasakan tenaga melawan dari Thio Taydjin, sekarang tenaga melawan itu lenjap setjara tiba-tiba. Ia pun tidak membaui bau tangan terbakar hangus. Ia melihat si Thio Taydjin bersikap tenang sekali. Dari merasa aneh, dia mendjadi kaget.

   "Ah, mungkinkah dia ini berkepandaian liehay ?", pikirnja kemudian.

   "Mungkinkah dia sengadja membawa sikapnja ini untuk memantjing aku ?". Belum lenjap heran orang she Yang itu atau se-konjong2 ia merasakan telapakan tangannja si Thio Taydjin melekat pada telapakan tangannja sendiri, nempel begitu rupa sampai ia menariknja susah, menolaknja. pun sukar. Ia mendjadi kaget sekali. Ia kata dalam hatinja .

   "Aku menjangka dia paham ilmu luar sadja, siapa tahu ilmu dalamnja liehay djuga.

   "Ah, dia rupanja mempunjai ilmu-dalam Ngo-bie- sim-hoat !". Saking herannja, Thay Hoa lantas menatap tadjam lawannja itu. Ia segera merasa bahwa ia kenal orang ini, hanja ia tidak ingat, dimana mereka pernah bertemu satu dengan lain. Ia terus menatap, hingga achirnja ia terkedjut. Katanja dalam hatinja.

   "Bukankah dia Lie It?". Hanja, setelah sampai sebegitu djauh, Thay Hoa mengenalinja, sesudah kasip. Lie It sudah mengerahkan tenaga- dalamnja, sesudah menempel melekat telapakan tangan orang she Yang itu, ia mulai melakukan serangan membalasnja. Hebatnja untuk Thay Hoa, dia telah memikir banjak, dia mendjadi merusak pemusatannja sendiri. Dia sangat heran bahwa Lie It berani menjamar dan memasuki djuga istana Goei Ong. Dalam hal tenaga-dalam, Lie It menang berlipat-ganda daripada Yang Thay Hoa, itu pun terlihat beberapa hadirin sesudah mereka menjaksikan pertempuran berdjadan sekian lama. Jang paling memperhatikan jalah Thia Kian Lam, jang matanja tak pernah dikisarkandari tatapannja terhadap pangeran itu. Ia heran kapan dia melihat, dari Lie It bermandi keringat, sekarang Yang Thay Hoa jang kena terdesak, sampai peluhnja keluar mengutjur serta air mukanja turut berubah djuga. Ia bukan seorang dengan ilmu silat sangat liehay, ia tjuma liehay matanja, kuat ingatannja, satu kali ia melihat orang, sukar ta melupakannja. Demikian, ia iantas mentjurigai si Thio Taydjin sebagai Lie It. Hanja sampai sebegitu djauh, ia masih bersangsi, belum berani ia menja takannja dengan terang2-an. Lewat lagi beberapa detik, dari batok kepalanja Thay Hoa lantas terlihat mengepulnja hawa atau asap putih, sedang air mukanja mendjadi bertambah berubah. Achirnja Goei Ong djuga dapat melihat perubahan pada orangnja itu, ia mengerutkan alis.

   "Pergilah kau minta mereka menghentikan pertandingan ini ". Ia memerintahkan Thia Kian Lam. Kian Lam menerima titah tanpa ajal, tetapi ia terkedjut kapan ia menjaksikan tubuhnja Thay Hoa bergojang, terhujung mau jatuh. Tidak ada waktu lagi untuknja datang sama tengah, terpaksa ia lantas menjerang dengan sepotong sendjata rahasianja jang berupa thie-poutee. Ia mengarah nadinja Lie It. Membarengi menjambernja thie-poutee itu, dari lain arah menjambar sebuah tjawan arak, maka kedua rupa barang itu bentrok satu dengan lain, maka petjah-hantjurlah tjawan arak itu. Pek Goan Hoa jalah orang jang menerbangkan tjawan arak itu. Dalam halnja sendjata rahasia, ia memang menang daripada Kian Lam. Menjusuli tjawan arak jang pertama itu, jang merobohkan thie-poutee, segera menjusul tjawannja jang kedua. Kali ini serangan , ditudjukan kearah Thia Kian Lam. Dia ini kaget, tetapi dia tidak sempat berdaja, dia terhadjar djalan darahnja jang dinamakan kiok-tie. Maka segera lemaslah kedua dengkulnja, segeralah dia roboh dengan menekuk kedua lututnja, berlutut diluar kehendaknja sendiri. Tapi dia mentjoba mendjambret medjanja Boe Sin Soe, dengan susah dia mengasi dengar suaranja jang nadanja dalam.

   "Orang she Thio itu jalah Lie It jang menjamar ...". Ketika itu berisiklah sudah suara orang, maka djuga, perkataannja Kian Lam ini tjuma didengar oleh Goei Ong sendiri serta beberapa pengawal disampingnja. Lantas Pangeran Goei berseru ber-ulang2.

   "Berontak! Berontak! Siapakah jang mengatjau? Lekas tjari dia! Tangkap padanja !". Belum berhenti seruan itu, pertandingan diantara Yang Thay Hoa dan si Thio Taydjin telah sampai kepada achirnja. Tjongkoan Tjoei Kioe Siauw ingin datang sama tengah, untuk menjudahinja, tetapi dia terlambat, belum dia menghampirkan sampai dekat, terlihat Lie It sudah mendjambret tubuh Thay Hoa, untuk diputar bagaikan angin pujuh, terus dilemparkan !. Dilain pihak, Pek Goan Hoa sudah siap-sedia. Dia melihat tubuh Thay Hoa dilemparkan kearahnja, dia lantas berlaku sebat, dia menanggapinja untuk meringkus orang she Yang itu. Dalam kekatjauan itu, Goei Ong berteriak.

   "Dua orang itu jalah mata2-nja Khan Turki! Tangkap mereka !". Dia menuding kepada Lie It dan Goan Hoa. Boe Sin Soe telah mengetahui Thio Taydjin itu jalah Lie It, si pangeran, ia lantas menggunai ketikanja menuruti petundjuknja Thia Kian Lam, ia memberikan titah penangkapannja. Inilah kebetulan untuknja. Ia ingin dapat mewariskan tachta keradjaan dari tangan bibinja, dalam usaha itu, Lie It jalah salah satu musuhnja. Lie It tentu akan menentang sepak-terdjangnja itu. Maka disamping thaytjoe, putera mahkota, Lie It itu orang berbahaja untuknja. Ia tahu Lie It menentang bibinja dan sang bibi tidak menjukai ini pangeran, dari itu ia pertjaja, Lie It tentulah tidak berani mengakui dirinja sebagai Lie It, maka tak usahlah ia berkuatir untuk membekuk pangeran ini. Sebab Pek Goan Hoa melindungi Lie It, sekalian sadja, orang she Pek ini hendak dibekuk djuga. Mendengar titahnja Goei Ong, para pengawal mendjadi heran. Meski begitu, tudjuh atau delapan pengawal lantas madju, untuk mentaati titah. Sampai disitu, Tiangsoen Tay pun bertindak.

   "Tahan !", dia berseru. Dengan tjepat dia mengeluarkan surat titah penangkapan dari Lie Beng Tjie. Itulah titah istimewa, jang tidak menentukan waktu dan tak menghiraukan tempat penangkapannja, bahkan pembesar2 setempat diwadjibkan memberikan bantuannja. Dia mengibaskan itu, dia menambahkan dengan suaranja jang njaring.

   "Ong-ya kelirul Disini memang ada dua mata2-nja Khan tetapi mereka itu bukannja dua orang ini!". Air mukanja Goei Ong mendjadi berubah. Dia mendongkol.

   "Siapakah?", ia tanja bengis. Tiangsoen Tay berani, ia menjahut dengan terus-terang.

   "Jang satu jalah ini Tang-moei Kauw-oet Yang Thay Hoa !. Jang lainnja jalah Thia Kian Lam jang berada disisi Ong-ya sendiri! Dia bahkan satu pendjahat kesohor kaum Kang-ouw, jalah ketua muda dari partai gelap Hok How Pang! Inilah surat titah dari Lie Touw-oet untuk membekuk dua mata2 itu, silahkan Ong-ya periksa ". Habis berkata, Tiangsoen Tay menjerahkan surat titah itu kepada seorang pengawal, untuk dia itu menjerahkannja pada sl pangeran. Diaini, mau atau tidak, dapat melihat bunjinja surat titah itu, begitupun beberapa rekannja, jang pada mengulur kepalanja dan membuka matanja, untuk turut membatja djuga. Mereka Itu mengenal baik tulisannja Lie Beng Tjie, karenanja mereka mendapat kenjataan, surat titah itu bukannja surat palsu. Maka itu kesudahannja, mereka itu pada berdiam sadja. Boe Sin Soe menjambuti surat titah itu, untuk dibatja.

   "Hmmm !", katanja, lalu mendadak dia merobeknja. Terus dia menggeprak medja seraja berkata keras.

   "Ngatjo-belo! Dua orang ini ada orang2 jang dipudjikan olehku, aku kenal mereka baik sekali! Mana bisa merekalah si mata2 ? Lekas kau merdekakan Yang Kauw-oet!", Tiangsoen Tay menjabarkan diri, ia mendjura kepada pangeran itu.

   "Inilah titah dari Lie Touw-oet jang aku jang rendah tidak berani lawan !", katanja. Goei Ong gusar, ia membentak pula.

   "Titahnja Lie Beng Tjie kau tidak berani lawan ! Djadi kau berani menentang perintahku? Tjukuplah! Urusan bagaimana besar djuga, nanti aku jang menanggungdjawab-nja! Lekas, rampas pulang Yang Kauw-oet. Lekas bekuk dua mata2 ini !". Anggauta2 Kim-wie-koen dan Ie-lim-oen jang hadir disitu mendjadi serba salah. Mereka tidak berani membantah Goei Ong, seorang radja muda, tetapi mereka pun tidak berani menentang titahnja Lie Beng Tjie. Lie Beng Tjie itu tongnia, jalah komandan dari mereka semua. Maka itu, didalam sepuluh, delapan atau sembilan orang pada berdiam sadja. Melihat sedjumlah pengawal lari kearahnja, Lie It lantas membentak.

   "Didepan kamu ini ada si mata2, bukan kamu membekuk dia, kamu datang padaku! Apakah kamu mau? Djangan kamu nanti menjesalkan aku berlaku kurang adjar!". Seorang pengawal madju terus. Dia bersendjatakan bandring lioe-seng-twie, dengan sendjata itu dia lantas menjerang. Lie It mengerahkan tenaga Kong-kong-tjie didjeridji tangannja, ia menjambuti bandring, untuk ditangkap, setelah mana, ia menjamparnja. Tepat dibelakang ia ada dua pengawal lain, jang menjerang dengan golok dan pedang, sendjata mereka itu tersampok bandring hingga terbang terpental. Lagi satu pengawal datang merangsak, dia disambut dengan djedjakan pada dengkulnja, hingga dia roboh terguling. Dua serdadu Ie-lim-koen mau mengambil hatinja Goei Ong, mereka madju untuk menjerang Lie It.

   "Kenapa kamu menjerang rekan sendiri?", Pek Goan Hoa menegur mereka itu.

   "Apakah kamu benar2 pertjaja aku seorang mata2 ?". Goan Hoa asal Kim-wie-koen, didalam Ie-lim-koen, dia mendjabat pangkat tinggi, rekan2-nja mengenalnja baik sekali, dari itu tidak nanti mereka menjangka dia sebagai mata2 bangsa asing. Maka dua orang itu membatalkan maksud mereka, sedang jang lain2- nja berdiam terus. Sampai disitu, orang2-nja Tiangsoen Tay lantas turun tangan, untuk membantui Lie It, hingga mereka djadi menentang pengawal2 jang setia dan taat kepada Goei Ong. Melihat orang2-nja Goei Ong tidak berani turun tangan, Thia Kian Lam lantas madju, dengan berani dia menerdjang Tiangsoen Tay.

   "Bagus!", berseru orang she Tiangsoen itu, jang menghunus pedangnja, buat dipakai memapaki dengan tikamannja, dengan djurus 'Sin Hong tjoet hay' atau 'Naga sakti keluar dari laut'. Ia menikam uluhati. Ilmu silat Tiangsoen Tay ada warisan orangtuanja, didalam Kim-wie-koen, ia termasuk kelas satu, maka itu, ketika Thia Kian Lam batal menjerang dan terpaksa menangkis tikaman itu, dia ini gentar hatinja. Kian Lam menggunai sepasang poan-koan-pit, tempo sendjatanja bentrok, tangannja terasa sakit sendirinja. Lantaran ini selandjutnja dia tidak berani mengadu sendjata, dia terus menundjuki kelintjahannja, untuk dapat menotok lawannja. Tiangsoen Tay memutar pedangnja, guna menutup rapat tubuhnja, dengan begitu ia membikin Kian Lam tidak berani merapatkan diri, hingga tangan- kanannja Goei Ong ini mendjadi mati kutu. Boe Sin Soe gusar sekali menjaksikan pihaknja tidak berdaja. Saking murka, dia berseru.

   "Buat apakah aku memiara kamu? Kenapa kamu tidak mau lekas turun tangan untuk menolongi orang? Lie Beng Tjie itu machluk apa? Apakah kamu takut padanja? Ada urusan bagaimana besar djuga, aku jang bertanggung djawab! Siapa berani menentang, tidak perduli dia siapa, tangkap padanja! Tangkap semuanja !". Mendengar radja muda itu, kawanan pengawal lantas pada madju, tetapi kebanjakan jang menghampirkan Lie It, tjuma sedikit jang madju untuk menolongi Yang Thay Hoa. Tiangsoen Tay melihat demikian, ia berseru.

   "Aku datang kemari mendjalankan titah menangkap mata2 musuh, maka itu siapa jang berani merintangi aku, dia djangan sesalkan pedangku nanti!". Touw-oet ini tidak tjuma mengantjam, ia terus menjerang dua pengawal jang madju paling depan dan melukainja. Pek Goan Hoa djuga menggunai hoei-too, golok terbangnja, dengan apa ia turut melukai beberapa orang. Biar bagaimana, Tiangsoen Tay toh dimalui, dari itu, habis itu, ia tjuma dikurung sadja. Karena ini, ia djadi leluasa melajani Thia Kian Lam. Dengan lekas ia menendang roboh ketua muda Hok Houw Pang itu, maka Pek Goan Hoa lantas menubruknja, buat menotokdia hingga tak berdaja. Kemudian, dengan kedua kaki mengindjak tubuh Thay Hoa dan Kian Lam itu, dengan tiga batang hoei-too siap ditangan, ia memandang bengis kepada semua pengawalnja Boe Sin Soe. Ia mengantjam!. Goei Ong mendjadi semakin gusar.

   "Tjoei Tjongkoan, kau madjulah!", ia memberi perintah.

   "Kepalai mereka itu!". Lie It sendiri bekerdja terus. Lagi dua musuh kena dirobohkannja, lalu dia menerdjang rombongan pengawal, guna meloloskan diri dari kepungan. Tengah ia membuka djalan itu, mendadak terdengar sambaran angin serta terlihatlah suatu sinar kuning emas menjambar padanja. Itulah kim-khoa, atau topi emas, dari Kim Koan Toodjin, jang telah melakukan penjerangannja. Kim Koan Toodjin berasal tokheng toa-to, jalah begal tunggal, jang biasa bekerdja bersendirian sadja. Pada dua puluh tahun dulu, ia sudah mendjagoi di djalan Siam-kam, kedua propinsi Siamsay dan Kamsiok, belum pernah ia menemui tandingannja. Setelah Ratu Boe Tjek Thian memegang tampuk pimpinan pemerintahan dan aturannja bengis untuk kedjahatan, ia lantas mendjaga dirinja dengan menukar she dan nama serta menjalin rupa djuga. Ia telah pergi ke kuil Pek Ma Koan di Liang-tjioe dimana ia masuk mendjadi toosoe atau imam pengikut Too Kauw. Ketika toosoe ketua kuil itu meninggal dunia, ia mengangkat dirinja mendjadi ketua dengan paksa. Boe Sin Soe mendapat tahu tentang ini toosoe tetiron, dia mengundang dengan hadiah besar, supaja ia datang ke kotaradja membantu padanja. Ia sudah 'bersembunji' dua puluh tahun, ia pertjaja tidak ada orang akan mengenalinja, hingga tak usahlah ia berkuatir akan berdiam di istana pangeran ini. Ia pertjaja Goei Ong akan dapat melindunginja. Ia sudah pikir masak2, setelah nanti membantu Boo Sin Soe merampas tachta keradjaan, ia akan kembali pada asalnja, jaitu membuang kopiah dan djubah imamnja. Selama dua puluh tahun itu, Kim Koan telah melatih diri hingga ia memiliki tenaga dalam jang mahir, jang ia beri nama Thian-It Kong- khie, disamping mana, ia berhasil mejakinkan djuga sebuah sendjata rahasia jang liehay, jang terdiri dari kopiahnja, jang ia namakan "kopiah emas". Demikianlah waktu ia menjaksikan kawanan boesoe, atau pengawal, dari Boe Sin Soe, mulal keteter, untuk mempertontonkan kepandaiannja kepada sang tjoe-kong, tuannja, ia lantas menggunakan sendjata rahasianja itu. Kapan kopiah emas telah ditimpukkan, terdengarlah suaranja jang njaring dan terlihat sinarnja jang kuning seperti emas berkilauan. Sendjata itu berputar diatasan kepala sekalian boesoe. Mereka ini tahu bahaja, lantas mereka menjingkirkan diri. Seorang boesoe, jang mengangkat kepalanja, berdongak untuk melihat benda apa itu jang berbunji dan berkilau, lantas sadja mendjerit hebat saking sakitnja. Tanpa berdaja, sebelah tangannja kena dibabat kopiah emas dan kutung karenanja. Sebab sendjata rahasia itu, selain pinggirannja tadjam, djuga didalamnja disembunjikan dua belas pisau belati jang terpasang seperti gigi, jang dapat menggentjet atau menggigit batang leher orang. Maka sjukurlah boesoe itu, dia tjuma hilang sebelah lengannja. Habis itu, kopiah emas itu menjambar kearah Lie It. Pangeran ini mendjadi gusar, ia segera mentjabut pedangnja.

   "Imam siluman jang bernjali besar, kenapa kau berani membantu orang djahat berbuat djahat ?", ia membentak.

   "Kau rasai pedangku!"

   Pedang Lie It tadjam dapat memutuskan badja atau besi, dengan itu ia membatjok kopiah emas.

   Kedua sendjata beradu keras, suaranja njaring, tapi kesudahannja, kopiah emas kalah, kena terbatjok kutung mendjadi dua potong.

   Karena itu, dua belas pisaunja jang seperti gigi gergadji, lantas ruatuh ke lantai.

   Kim Koan Toodjin gusar sekali melihat sendjata rahasianja itu diruntuhkan, sembari berteriak dia lompat madju, untuk menerdjang Lie It.

   Sementara itu, rombongan boesoe terkedjut melihat pedangnja si pangeran.

   Mereka mengenali, itulah pedang dari istana kaisar, jang biasa dipakai oleh Baginda Thay Tjong dan belakangan telah dihadiahkan kepada Lie It.

   Ketika pangeran ini meninggalkan istana, ia baru berumur empat belas tahun, dan sekarang usianja hampir tiga puluh.

   Diantara boesoe jang tua, ada jang samar2 mengenali pangerannja, benar mereka tidak berani segera mengakuinja, tetapi mereka menjangsikan si pangeran jalah mata2- nja Khan Turki.

   Menjusuli kegagalan kopiah emasnja itu, Kim Koan Toodjin lompat madju kedepan Lie It, terus ia mementang mulutnja, guna mengasi dengar suara dahsjat Thian It Kong-khie.

   Ia bersiul keras dan lama menghadapi si pangeran langsung.

   Lie It terkedjut.

   Tiba2 ia menggigil.

   Sjukur untuknja, selama berdiam delapan tahun digunung Thian-san, ia dapat melatih tenaga-dalamnja hingga mendjadi mahir, hingga sekarang ia tidak dapat dilukakan suara jang hebat itu.

   Ia bahkan tertawa dan menanja.

   "Perlu apa kau berbunji seperti memedi?". Kata2 ini dibarengi dengan babatan pedangnja. Ia menggunai djurus "Pat hong hong ie"

   Atau "Angin dan hudjan didelapan pendjuru dunia", sinar pedangnja berkelebatan,seperti mengurung si imam. Kim Koan tidak takut, dia bahkan mendjadi sangat gusar.

   "Botjah jang baik!"

   Serunja.

   "kau mengandalkan pedang mustika maka kau mendjadi djumawa? Apakah kau dapat main gila didepanku si orang tua? Mari kau rasai liehayku!". Ia lantas mengeluarkan sepasang tjetjer kuningan, begitu ia merapatkan itu dengan kaget, terdengarlah suaranja jang sangat berisik, menggaung berkumandang didalam seluruh ruangan itu. Hingga semua boesoe merasakan telinganja berbunji terus2-an. Lie It tidak takut, ia terus menjerang. Pedang dan tjetjer lantas beradu. Kembali terdengar suara njaring. Untuk kagetnja, Lie It merasakan tenaga mendorong jang keras, hingga ia mundur tiga tindak. Tjetjer itu tidak dapat terbatjok putus atau petjah, karena terbuatnja bukan dari kuningan melulu hanja tertjampur emas, sedang dalam hal tenaga-dalam, Kim Koan Toodjin lebih unggul. Hampir pedang terlepas dan terpental. Sendjata lawan itu tjuma tergores mukanja. Tertawa Kim Koan mendapatkan dengan satu gebrak sadja ia dapat membikin Lie It mundur. Lagi sekali ia mengadu tjetjernja, lagi sekali ia madju menjerang. Lie It pernah mengadu tenaga, ia tidak man mengadunja terlebih djauh. Atas datangnja serangan paling belakang ini, ia berkelit dengan mentjelat kesamping, serangan sendjata musuh itu dibikin njasar, segera setelah itu, ia menjerang dari samping itu. Njaring terdengar bentrokan pedang dengan tjetjer. Kali ini Lie It tidak usah terpukul mundur, karena ia menjerang dari samping. Benar ia tidak bisa merusak sendjata musuh akan tetapi Kim Koan Toodjin djuga lantas menginsafi pedang lawannja itu. Ketika itu Tjoei Kioe Siauw, tjongkoan dari Ong-hoe, istana pangeran Goei, sudah memimpin barisannja mengurung Tiangsoen Tay semua. Ia mau menolongi Yang Thay Hoa. Akan tetapi Pek Goan Hoa tidak hendak membikin lolos musuh2-nja, dengan satu kaki mengindjak tubuh Yang Thay Hoa dan kaki jang lain mengindjak tubuh Thia Kian Lam, ia menjerang dengan tiga batang hoei-too, jaitu golok-terbangnja. Tjoei Kioe Siauw satu djago didalam istana itu, dia liehay, dengan kebutannja jang terbuat dari kawat, thie-hoed-tim, dia menjampok golok terbang musuh itu. Dua batang golok kena dibikin djatuh, tetapi jang satunja mental, meleset mengenai seorang boesoe, jang tidak sempat berkelit atau menangkis. Karena itu, gerakannja Kioe Siauw kena terintang. Pek Goan Hoa tahu niatnja Tjoei Kioe Siauw, ia lantas berteriak.

   "Kau mau merampas orang! Baiklah, disini aku berikan dua potong bangkai kepadamu !". Kioe Siauw mendjadi keder hatinja. Ia takut Thay Hoa dan Kian Lam nanti benar2 dibinasakan, maka tidak berani ia memaksa madju untuk merebutnja. Tidak ada lain djalan, ia menitahkan pula kawanan boesoe perhebat serangannja kepada Tiangsoen Tay. Ia mau pertjaja, djikalau orang she Tiangsoen itu sudah kena dibekuk, Pek Goan Hoa tentulah bakal menjerah. Tiangsoen Tay hendak mempengaruhi suasana, ia berteriak.

   Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Sesama rekan, aku datang keman dengan titahnja Lie Touw-oet untuk melakukan penangkapan kepada orang djahat, maka itu aku minta sukalah kamu membantu menangkapnja!". Lie Beng Tjie mendjadi pembesar tertinggi dari barisan Kim-wie-koen, orang pun telah mengetahui sekarang, Lie It itu bukannja mata2 musuh, maka itu, mendengar suaranja Tiangsoen Tay, jang mereka pun kenal, mereka djadi bersangsi. Inilah sebab mereka masih djeri terhadap Goei Ong. Lantaran ini, mereka djadi berdiri diam sadja, tidak turun tangan. Boe Sin Soe melihat bahwa pertempuran beralih mendjadi pihaknja melawan Kim-wie-koen, ia mendjadi gusar sekali.

   "Berontak! Berontak!"

   Serunja mendongkol. Goe Ie Pou, jang berdiri disisi pangeran ini, tertawa.

   "Djangan gusar, Ong-ya!", ia berkata.

   "Tunggu, nanti aku bekuk semua pemberontak ini!". Goe Ie Pou ini jalah seorang ahli sendjata rahasia dan sendjata rahasianja jaitu Bwee-hoa-tjiam, djarum bunga bwee. Dengan lantas ia menjerang dengan segenggam djarumnja itu, jang biasa dapat mentjelakai musuh sedjarak enam atau tudjuh tombak. Maka repotlah pihak musuh, karena empat atau lima pengawal Kim-wie-koen lantas roboh karenanja, hingga mereka terbekuk pengawalnja Goei Ong. Disaat pertempuran itu menghebat, se-konjong2 terdengar seruan njaring tetapi halus .

   "Berhenti semua!". Itulah suaranja seorang wanita. Lie It terperandjat. Ia mengenali baik suara itu. Inilah ia tidak sangka. Itulah Boe Hian Song. Tapi ia tengah bertempur. Adalah pantangan besar untuk orang jang lagi bertarung, perhatiannja tertarik urusan sampingan. Demikian, karena herannja itu, tanpa ia merasa, pedangnja kena didjepit sepasang tjetjernja Kim Koan Toodjin. Ia mendjadi kaget, apapula karena ia memangnja kalah tenaga-dalam, pedangnja itu tak dapat ia tarik pulang, bahkan segera kena terbetot musuh, hingga telapakan tangannja terluka mengeluarkan darah dan mendatangkan rasa njeri jang hebat. Tidak ampun lagi, pedangnja itu terlepas, djatuh kelantai dengan menerbitkan suara njaring. Kim Koan Toodjin mendjadi girang sekali. Iamadju terus dongan niat membekuk Lie It. Dengan begitu ia tidak menghiraukan seruan jang menitahkan semua orang berhenti bertempur. Karena tindakannja ini, tiba2 ia merasakan angin menjambar dibelakangnja. Ia memutar tubuhnja seraja dengan kedua tjetjernja menjampok kebelakang, untuk menangkis serangan. Djusteru begitu, ia mendengar bentakan.

   "Kau berani menentang perintahku?". Disana Boe Hian Song berdiri menghadapinja, dengan sikapnja jang keren. Kim Koan Toodjin terkedjut. Sekedjab itu ia menjaksikan pertempuran berhenti, hingga gelanggang mendjadi sunji-senjap, umpama-kata sebatang djarum djatuh pasti akan terdengar suara djatuhnja itu. Djusteru ia terkedjut itu, mendadak ia merasakan kedua telapakan tangannja kesemutan dan mendjadi kaku seketika, hingga sendjatanja lantas kena dirampas si nona bangsawan. Sebenarnja, dengan kegagahannja, Kim Koan Toodjin dapat melawan Hian Song bertempur empat sampai lima puluh djurus, tetapi karena terguguh, ia mendjadi hilang kegesitannja, seperti tanpa merasa, ia kena ditotok si nona dan tjetjernja lantas berpindah tangan.

   "Hmmm!", Hian Song mengasi dengar suaranja.

   "Kiranja kau, yauwtoo!"

   Kata-kata ini disusuli serangan, jang membuat tubuh si imam, jang dikatakan yauwtoo -imam siluman- mental tiga tombak.

   "Bekuk dia!", Nona Boe memberi perintahnja. Lie It masih berdiri tertjengang, tjuma matanja mengawasi Hian Song, hingga sinar mata mereka bentrok satu dengan lain. Ia melihat si nona bersenjum.

   "Kau sudah pulang?", menegur nona itu perlahan. Lie It mengangguk, lalu dengan tjepat ia memungut pedangnja, Ketika ia mengangkat kepalanja dan menoleh kearah si nona, nona itu sudah berdjalan pergi. Semua boesoe mengenal baik Hian Song jang datangnja setjara mendadak itu, mereka menduga si nona membawa firmannja Ratu Boe Tjek Thian, maka itu, tidak ada diantaranja jang berani menentang titah itu. Tjuma Goe Ie Pou jang tidak kenal Nona Boe, ia heran sekali. Selagi begitu, Boe Sin Soe mengisiki ia .

   "Kau lekas binasakan Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam, lantas kau menjingkirkan diri!". Ketika itu, karena pertempuran berhenti, boesoe kedua pihak telah memisahkan diri satu dengan lain, hingga terbukalah satu djalanan. Goe le Pou menuruti kisikan, diam2 ia mentjampuri diri diantara pengawal2-nja Goei Ong. Disaat itu, Boe Hian Song sudah menghampirkan Boe Sin Soe. Goei Ong berlagak pilon, ia berbangkit untuk menjambut.

   "Adikku, kebetulan kau datang!", katanja.

   "Disini ada dua orang mata2-nja Khan Turki, aku djusteru hendak membekuk mereka, maka itu, kau tolonglah sekalian membekuk mereka itu!".

   "Kau benar2 tidak tahu atau berlagak sadja?"

   Boe Hian Song tanja.

   "Bukankah kedua mata2 itu sudah kena dibekuk?".

   "Oh ...!", Boe Sin Soe terus ber-pura2.

   "Mana dia? Itu bukannja mata2 ! Mata2 jalah jang dua itu!". Dan tangannja menundjuk. Boe Hian Song tidak memperdulikan perkataan Goei Ong itu.

   "Tiangsoen Tay, apakah kau membawa surat perintahmu?", ia tanja.

   "Siapakah itu jang Lie Touw-oet menitahkan menangkapnja?".

   "Jang hendak ditangkap jalah Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam!", sahut Tiangsoen Tay, njaring.

   "Sjukur aku telah tidak men-sia2-kan tugasku, mereka sudah kena dibekuk! Sajang Goei Ong tidak mau melepaskan mereka dan surat perintah djuga sudah di- robek2 !". Alisnja Hian Song bangun.

   "Koko, bagaimana?", ia tanja Sin Soe. Boe Sin Soe tahu ialah keponakan langsung dari Boe Tjek Thian tetapi ia kalah disajang dibanding dengan ini adik sepupu, maka itu, terhadap adik ini ia rada djeri, sekarang ia kena didesak, hatinja berdebaran. Tapi ia kata.

   "Lie Beng Tjie tentunja salah mengerti. Yang Thay Hoa ini jalah pembesar berpangkat kouw- oet pintu kota Timur, kenapa dibilang dialah mata2 ?".

   "Kau bilang dia bukannja mata2, baiklah ", mendjawab Hian Song.

   "sebentar kau boleh bitjara sendiri dengan Sri Baginda Thian-houw. Aku melainkan menerima firmannja Sri Baginda, jang mengatakan dosa mereka ini besar sekali, dari itu Sri Baginda hendak memeriksa sendiri kepada mereka. Djikalau kau hendak membelai mereka, mari pergi menghadap bersama!". Habis berkata, Boe Hian Song mengeluarkan firman ratu. Boe Sin Soe kaget, hingga mukanja mendjadi putjat. Ia tidak menjangka sekali jang urusannja ini sudah sampai ditangan ratu. Memang, perintahnja Lie Beng Tjie dapat ia tidak menghiraukannja, tetapi firman ratu? Tapi ialah seorang litjin, lekas ia memutar otaknja. Achirnja, ia menggoprak medja dan mendamprat.

   "Hmmm! Mata2 jang busuk! Bagaimana kamu berani menjelundup masuk kedalam istanaku dan membuatnja aku bertjelaka begini? Kamu sendiri mata2, kamu djusteru menuduh lain orang! Sungguh tjelaka! Mana orang? Bekuk mereka, lantas hadjar mereka itu!". Melihat Boe Sin Soe berubah sikap, biar bagaimana djuga, Tiangsoen Tay dan Pek Goan Hoa tidak berani berkeras dengan sikapnja. Mereka mesti memberi muka kepada pangeran itu. Maka Pek Goan Hoa lantas menggeser dirinja, ia mengangkat bangun Thay Hoa dan Kian Lam, untuk diserahkan pada boesoe dari pangeran itu. Boe HianSong hadir bersama, Tiangsoen Tay tidak menjangka apa2, siapa tahu kata2-nja Boe Sin Soe itu mengandung dua maksud. Itulah titah rahasia untuk Goe Ie Pou turun tangan.

   "Djangan menghukum mereka disini ", Hian Song berkata.

   "Sekarang bawa mereka ke istana, untuk diperiksa disana ". Belum lagi berhenti kata2-nja nona bangsawan ini, orang telah dikedjutkan dengan dua djeritan jang menjajatkan hati. Karena selagi suasana reda itu, diam2 Goe Ie Pou sudah menimpuk dengan Touw-koet-teng, sendjata rahasianja jang berupa paku jang dipakaikan ratjun djahat, hingga dadanja Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam kena ditembusi, hingga mereka roboh seketika!. Baru sekarang Tiangsoen Tay sadar dan mengerti bahwa Goei Ong sengadja bersikap demikian untuk dia memperoleh ketika .Membikin kedua orang tawanan itu menutup mulut, menutup mulut untuk selamanja, hingga rahasia komplotan mereka dapat ditutup djuga. Djusteru itu Kim Koan Toodjin djuga sudah lantas merajap bangun, untuk terus berlompat lari, guna menjingkirkan diri. Dia liehay, diam2 dia dapat membebaskan diri dari totokannja Nona Boe tadi. Dalam kagetnja, Tiangsoen Tay masih sempat menjerang punggungnja imam itu, jang lari kearah keluar. Tepat serangan itu. Tetapi Kim Koan bertubuh tangguh, dia pun tengah berlari, serangan pada punggung itu membuatnja terhujung kedepan, mendjadi seperti mempertjepat larinja. Sekedjab sadja dia telah tiba di pintu dimana terus dia berniat lari keluar. Pek Goan Hoa telah lantas mendapat tahu, penjerang gelapnja Yang Thay Hoa dan Thia Kian Lam jalah Goe Ie Pou, maka itu, ia pun berlaku sebat. Ia menjerang dengan dua buah golok-terbangnja, satu kearah Goe Ie Pou, jang lain kearah Kim Koan Toodjin. Hebat golok-terbang itu. Kim Koan belum sempat keluar pintu, dia telah kena terhadjar hingga tubuhnja sempojongan hampir djatuh. Golok jang satunja lagi djuga mengenai tubuh Goe Ie Pou, hanja golok itu, dengan suaranja jang njaring, djatuh ke lantai. Orang she Goe ini pandai ilmu silat "Tjiam Ie Sip-pat Tiat", walaupun ia kena diserang, golok tjuma mengenakan djubahnja, tidak tubuhnja jang kedot. Bahkan badjunja djuga tidak robek. Melihat demikian, Lie It berlompat untuk mengedjar. Boe Sin Soe sendiri segera borteriak2.

   "Tjelaka! Tjelaka!Siapa pembunuh orang2 tawanan? Hadjar mati padanja!". Titah ini membikin suasana katjau pula. Sekalian pengawal dari pangeran itu lantas pada bergerak. Lie It tidak menghiraukan kekatjauan itu, dia masih lari mengedjar.

   "Saudara Lie, kembali!", Tiangsoen Tay memanggil. Lie It mendengar panggilan itu, ia berlagak tidak mendengar, ia lari terus. Ia mempunjai maksudnja sendiri. Disatu pihak memang ia ingin mengedjar terus pada Goe Ie Pou, dilain pihak ia ingin sekalian menjingkirkan diri, supaja ia tidak mendjadi serba salah menghadapi Boe Hian Song. Beberapa anggauta Kim-wie-koen turut mengedjar, akan tetapi, walaupun mereka gagah, mereka toh ketinggalan djauh, hingga jang mengedjar tinggal Lie It sendiri. Hingga achirnja mereka berdua tiba disatu tempat sepi.

   "Lie It!", berkata Goe Ie Pou tertawa dingin.

   "Boe Tjek Thian itu djuga musuhmu, kenapa kau hendak mendjual dirimu terhadapnja?". Kata2 ini dibarengi dengan serangan segenggam djarum Bwee-hoa- tjiam, hingga bagaikan air hudjan, djarum jang liehay itu menjambar si pangeran. Lie It dapat melihat tangan orang diajun, ia lantas memutar pedangnja, dengan begitu dapat ia membikin runtuh semua djarum itu, ada jang terpapas, ada jang tersampok. Goe Ie Pou tidak berhenti sampai disitu. Ia menjerang pula. Kali ini dengan pakunja, paku Touw-koet-teng, jang dapat menembusi tulang2. Tentu sekali, paku ada terlebih berat daripada djarum jang halus. Kembali Lie It membela diri dengan menangkis terus-menerus. Ia menangkis dengan hatinja terkedjut. Paku itu bertenaga kuat sekali, sampai ia merasakan telapakan tangannja kesemutan. Paku pun berbunji njaring. Bahkan ketika melintas didepan hidungnja, sendjata itu menjiarkan bau ba-tjin. Ia mendjadi gusar sekali, ia berlompat untuk membalas menjerang. Ia menggunai djurus 'Tiauw pok kioe siauw', atau 'Burung radjawali menjerbu langit'. Dengan begitu pedangnja turun dari atas. Goe Ie Pou telah meloloskan badju pandjangnja dengan sebat sekali, ia putar badjunja itu, guna menangkis dan menggulung pedang, tetapi ia gagal, Lie It dapat menarik pulang pedangnja. Ia terkedjut untuk liehaynja lawan itu. Lie It penasaran, ia menerdjang pula. Sekarang ia menggunai apa jang dinamakan "tenaga lemah"

   Atau "tenaga lunak".

   Goe Ie Pou djuga penasaran, ia menggulung pula.

   Sekarang ia berhasil menggulungnia.

   Hanja, akibatnja, hebat untuknja.

   Ketika Lie It menjontek, untuk sekalian meloloskan pedangnja, badju kena tersontek petjah.

   Ia mendjadi kaget, hingga ia mesti berlompat mundur.

   "Kemana kau mau menjingkir?". Lie It membentak. Untuk ketiga kalinja, ia lompat menerdjang. Ia menggunai tipu silat 'Heng tjie thian lam', atau 'Menundjuk kelangit selatan'.

   "Apakah benar- benar kau mau mendjual djiwamu kepada Boe Tjek Thian?", membentak Goe Ie Pou,saking gusar. Ia lantas menjerang pula, dengan sendjata rahasianja. Itu bukannja djarum, bukannja paku, hanja benda jang bundar mirip bola. Diwaktu menjambar, sendjata rahasia itu terdengar suaranja. Oleh karena djarak diantara mereka berdua terlalu dekat, Lie It tidak sempat berkelit, terpaksa ia menangkis dengan pedangnja. Ia mengenai tepat, maka petjahlah benda itu. Ini djusteru jang hebat. Bola itu mengeluarkan sedjumlah thie-lian-tjie, jalah bidji teratai besi, jang ketjil dan besar, jang langsung menjambar. Lie It mendjadi repot menangkis dan berkelit djuga, tidak urung sebutir bidji teratai besi lolos dan mengenai pundaknja. Ia lantas merasai pundaknja itu kesemutan dan sedikit kaku. Goe Ie Pou ketahui sendjata rahasianja itu telah mengenai sasarannja, ia tertawa lebar. Ia kata djumawa.

   "Apakah kau masih hendak mengedjar aku?", Ia menanja tetapi tangannja, bekerdja. Jalah kembali ia menjerang dengan sebuah bola sematjam barusan. Lie It berlaku tjerdik, ia berkelit. Goe le Pou tertawa pula.

   "Meski kau telah beladjar tjerdik tetapi itu masih belum sempurna!", katanja. Kembali dia menjerang, sekarang dengan golok terbang, bukan menjerang langsung kepada Lie It, hanja menjusuli bolanja itu. Ia mengenai djitu. Bola itu petjah, lantas bidji2 besinja menjambar pula, kearah lawan ini. Disaat bahaja sangat mengantjam kepada Lie It itu, mendadak terdengar satu suara keras, satu orang terlihat lompat turun dari atas genting, tangannja memegang sehelai bendera dengan apa dia terus mengibas kepada sendjata2 rahasia itu, jang kena tergulung. Lie It bebas, ia mengedjar terus. Lantas ia menjerang, dengan djurus 'Gelombang mendampar tepian'. Itulah penjerangan kebawah, ketiga arah. Goe Ie Pou membela dirinja dengan djubahnja. Djusteru itu, orang tidak dikenal itu, jang bersendjatakan bendera, djuga telah berlompat madju, dengan benderanja jang besar, dia menjamber djubah, hingga djubah itu kena terlibat. Lie It menjerang dengan berhasil, udjung pedangnja mampir dimata kaki, lantaran mana, djagonja Goei Ong itu tak dapat berdiri tetap lagi, sedang dilain pihak, tubuhnja pun kena diringkus bendera. Maka dilain saat terdengarlah djeritannja jang hebat, tubuhnja terus terbanting, hingga dia rebah pingsan ditanah. Bantingan itu membuatnja patah dua buah tulang iganja. Lie It memandang orang dengan sendjata bendera itu.

   "Eh, kau siapakah ?", dia itu tanja.

   "Rasanja kita pernah bertemu, entah dimana ?". Orang itu pun mengawasi. Lie It telah bertukar warna kulit mukanja ia tidak lantas dikenali. Dialah Tjin Tam, salah satu diantara ketiga djago tangsi Sin Boe Eng. Maka itu, mereka berdua pernah berdiam sama2 didalam tangsi itu.

   "Aku she Thio ", Lie It mendjawab.

   "Baru kemarin dulu aku tiba disini. Tolong kau serahkan binatang ini kepada Lie Touw-oet, aku sendiri mau segera pulang untuk memberi laporan ". Tjin Tam masih hendak menanja orang hendak memberi laporan apa atau Lie It sudah bertindak pergi dengan tjepat sekali. Ia mendjadi heran sekali. Ia tetap belum mengenali pangeran itu, jang ingin lekas menjingkir darinja agar dia tak sampai dikenali. Lie It kabur pulang kerumahnja Tiangsoen Tay. Ketika ia sampai, tuan rumah masih belum kembali, maka seorang diri ia duduk dikamar tulis, pikirannja kusut. Ia senantiasa teringat akan Siangkoan Wan Djie dan Boe Hian Song. Tengah katjau pikiran itu, tiba2 ada orang menjingkap sero dan bertindak masuk. Lie It tengah memandang kearah katja jang tergantung ditembok tempo ia melihat bajangan orang dimuka katja itu, ia terkedjut. Itulah bajangan dari seorang nona.

   "Hian Song!", ia berseru tanpa merasa, hatinja berdebaran, suaranja menggetar.

   "Kau tidak menjangka aku, bukan ?", berkata si nona tertawa.

   "Aku djuga tidak menjangka bahwa kau telah kembali. Mana Bin Djie ? Apakah ia baik ?".

   "Baik ", sahut Lie It.

   "Tjianpwee Heehouw Kian telah menerima baik mengambil dia mendjadi murid. Dia pun kangen kepada kau ". Hian Song duduk, ia melirik.

   "Apakah kau terluka?", ia tanja, alisnja berkerut.

   "Benar, aku terkena sebutir thie-lian-tjie-nja Goe Ie Pou.

   "Sendjata rahasia itu beratjun tetapi tidak terlalu berbahaja, aku telah menolaknja keluar dengan tekanan tenaga-dalamku ". Hian Song mengeluarkan obat pulung.

   "Ini pel Pek Leng Tan buatan kakak seperguruanku ", ia kata.

   "Chasiatnja menolak pelbagai matjam ratjun, mungkin sisa ratjunmu belum bersih, maka kau makanlah ini ". Lie It menjambuti, ia telan obat itu. Ia bersjukur kepada si nona. Ia merasa tubuhnja sudah bersih dari keratjunan tetapi ia tidak mau menolak kebaikan hati orang. Ia mengawasi nona itu hingga sinar mata mereka kembali beradu. Tak tahu ia harus mengatakan apa.

   "Sudah beberapa hari kau tiba disini ", berkata Hian Song kemudian.

   "bagaimana kau lihat kota Tiang-an ini, mendjadi lebih baik atau lebih buruk ? Bukankah kau telah melihatnja ?". Lie It tidak mendjawab, ia berdiam.

   "Sebenarnja, tidak perduli mendjadi terlebih burukatau terlebih baik ", berkata pula Hian Song.

   "ini pasti ada terlebih baik daripada kita mengandal kepada lain negara, hingga kita mesti menutup mata dilain kampung-halaman ". Lie it menghela napas.

   "Mungkin aku akan mengadjak si Bin pulang kemari ", katanja masjgul "Tetapi kota Tiang-an bukan kota dimana aku dapat tinggal lama2. Aku pikir, setelah bertemu dengan Wan Djie, aku mau lantas berangkat pergi ".

   "Ada satu hal, jang aku ingin tanjakan ", kata Hian Song tiba2, perlahan.

   "Entah dapat aku mengatakannja atau tidak ". Sinar matanja nona bangsawan ini pun bertjahaja luar biasa. Lie It bertjekat, baik karena pertanjaan itu maupun sebab sinar mata si nona.

   "Diantara kita ada apakah jang tak dapat dikatakan?", ia menjahut.

   "Kau bitjaralah ". Nona itu mengawasi.

   "Kau tak lebih baru menandjak ke usia pertengahan ", katanja.

   "Dan Bin Djie, dia membutuhkan orang jang merawatnja. Pula, orang jang telah meninggal dunia, biarlah dia meninggal dunia. Apakah kau pernah memikir untuk menikah pula?". Hati Lie it berdebar pula. Dengan perlahan, ia menggeleng kepala. Hian Song menghela napas.

   "Wan Djie pintar luar biasa, djuga dia telah mendjadi besar berbareng dengan kau ", ia kata.

   "sebenarnja kamu berdua dapat mendjadi pasangan jang setimpal ". Baru sekarang Lie It mengetahui si nona ingin memperdjodohkan ia dengan Siangkoan Wan Djie. Tapi ia sedang kalut pikirannja, tidak dapat ia mengambil putusan seketika.

   "Ada seorang jang sangat menjintai Wan Djie, tahukah kau ?", ia tanja.

   "Aku tahu. Dialah Tiangsoen Tay. Tetapi pernikahan, dapatkah pernikahan dipaksakan ? Wan Djie menghargai Tiangsoen Tay tetapi ia tidak ingin menikah dengannja ".

   "Beberapa hari jang lalu aku telah mendapatkan sjairnja Wan Djie, menurut bunjinja sjair itu, rasanja ia hendak dinikahkan dengan orang jang ia tidak setudjui. Benarkah itu?".

   "Djikalau kau menikah dengan Wan Djie, kamu berdua bakal hidup senang dan berbahagia, djikalau kau tidak nikah ia, mungkin ia bakal menikah dengan orang jang ia tidak tjintai itu ".

   "Kenapakah ia dapat tidak menjetudjui ?".

   "Ia tidak menjintai orang itu tetapi ia suka menikah dengannja. Ketjuali kau nikah ia, ia tentu achirnja akan menikah dengan orang itu, dan kalau ia djadi menikah dengan dia, ia pasti bakal hidup menderita seumur hidupnja, tak akan ia merasakan senang. Maka itu kau baiklah pikir pula ". Didepan matanja Lie It berbajang Tiangsoen Pek, hatinja lantas berpikir.

   "Tubuhnja adik Pek belum lagi kering, mana aku tega bitjara dari hal menikah pula?".

   "Sudahlah, kau tentunja tidak dapat segera mengambil keputusan. Baik kau menemui Wan Djie dulu. Tjuma aku harap, sebelumnja bertemu dengannja, putusanmu sudah tetap. Nasibnja Wan Djie terserah dalam tanganmu, maka ingin aku melihat bagaimana kau mengurusnja. Baiklah, sebentar malam kau boleh pergi menemuinja ". Lie It tertjengang.

   "Sebentar malam toh bukan giliran Tiangsoen Tay bertugas ?", ia tanja.

   "Aku jang mengadjak kau maauk ke istana ", kata Hian Song. Lie It heran.

   "Kau jang mengadjak aku ?".

   "Benar. Kau bersembunji dalam keretaku, siapa pun tidak nanti berani menggeledah. Tanpa diketahui siapa djuga, kau bakal berada didalam istana ".

   "Bibimu mengetahui atau tidak ?". Pangeran ini, dengan menjebut 'bibi', maksudkan Boe Tjek Thian.

   "Pasti sekali aku tidak akan memberitahukannja ". Lie It bersangsi.

   "Djikalau kau tidak pergi malam ini lain kali sukar ditjari ketika baik seperti ini."

   "Kenapa begitu ?".

   "Tadi kau mengatjau di istana Goei Ong, sampai sekarang Thian-houw belum sempat memeriksa peristiwa itu, tetapi setelah ini, mungkin bakal ada jang memberitahukannja ". Hati Lie it berdenjutan.

   "Aku telah membuat perdjandjian dengan Wan Djie ", Hian Song berkata pula, mendjelaskan.

   "Sesampainja didalam istana, kau lantas bersembunji didalam kamarku. Kira djam sepuluh, dia pasti menemui kau. Aku sendiri, aku akan menemani bibiku. Ada apa djuga, aku jang akan bertanggung- djawab. Sekarang lekas kau salin pakaian. Keraton melarang masuknja pria, maka itu baik menjamar mendjadi dajang ". Lie It menolak keras.

   "Seorang laki2 mana dapat menjamar mendjadi wanita!"

   Katanja.

   "Tidak, aku tidak mau menjaru mendjadi dajang !". Hian Song tertawa.

   "Apakah artinja itu ?"

   Katanja.

   "kaisar jang sekarang pun wanita. Dan kau masih lebih menghargai pria daripada wanita ! Baiklah, aku tidak mau memaksa kau. Tjuma pakaianmu seperti sekarang ini harus ditukar. Tidak dapat aku membawa seorang boesoe masuk kedalam kamarku ! Begini sadja. Kau menjamar mendjadi orang kebiri, kau, masuk ke istana bersama aku ". Hian Song sudah menjiapkan seperangkat pakaian thaykam, atau orang kebiri. Karena ia tidak menjamar mendjadi wanita, Lie It suka djuga dandan sebagai thaykam. Sambil tertawa, Hian Song kata .

   "Harap kau suka merendahkan diri sebentar. Selesai dandan, aku nanti mengadjak kau keluar ". Lantas si nona berlalu. Lie It masih berpikir banjak.

   "Malam ini aku akan menemui Wan Djie ",pikirnja. Segera djuga Tiangsoen Tay muntjul. Dengan perlahan dia menutup pintu.

   "Apakah Hian Song telah bitjara denganmu ?", tanjanja perlahan.

   "Ja ... Sebentar aku akan menemui Wan Djie ", sahut Lie It.

   "Eh, kau kapannja kembali ? Bagaimana urusannja Boe Sin Soe ? Bagaimana Boe Tjek Thian mengambil keputusan ?".

   "Aku pulang bersama Boe Hian Song ", Tiangsoen Tay mengasih keterangan.

   "Aku tahu dia telah mengatur sesuatu untukmu. Tentang perkaranja Boe Sin Soe. kau djangan kuatir. Thio Siangkok sudah mengadjukan laporannja, untuk itu ada Boe Hian Song selaku saksi. Aku pertjaja Boe Sin Soe tidak bakal lolos ". Hati Lie It lega djuga. Dengan tjepat ia menukar pakaian. Selagi ia berpaling, ia melihat wadjah guram dari Tiangsoen Tay.

   "Saudara Lie, kau tidak dapat melupai adik Pek, aku sangat besjukur kepadamu ", katanja berduka. Ia menghela napas.

   "Tapi orang jang telah menutup mata itu tidak bakal hidup pula dan si Bin perlu orang jang merawatnja, oleh karena itu djusteru sekarang ada orang jang tjotjok sekali, aku suka mengasi nasihat padamu baiklah kau beristeri pula ". Ia berhenti sedjenak, lantas ia menambahkan .

   "Wan Djie selalu menganggap aku sebagai kakaknja, dengan meningglnja adik Pek, dialah adikku satu2-nja. Aku tidak mau Wan Djie menutup mata karena bersusah hati, aku pun tidak ingin kehilangan adik seperti dia. Kau tahu, tjuma kau seorang dapat membuatnja berbahagia, sedang aku, aku melainkan mengharap hidupnja jang berbahagia itu. Saudara Lie, kau harus mengerti hatiku ".

   "Aku mengerti ", Lie It mengangguk.

   "Tjuma ..., tjuma ...

   ".

   "Djangan menjebut-njebut tjuma ", berkata Tiangsoen Tay, memotong.

   "Djikalau kamu hidup berbahagia, aku djuga senang ! Apa pula sekarang kita harus memikirkan Wan Djie. Nah, sudahlah, habis kau menjalin pakaian, mari kita keluar !". Kedua matanja Tiangsoen Tay mengembeng airmata, lekas2 ia menepasnja. Akan tetapi Lie It telah melihatnja, melihat dari antara katja muka. Pangeran ini menoleh dengan per- lahan2, ia kata .

   "Saudara Tay, kau djangan kuatir, tidak nanti aku membuatnja kau putus asa ". Kata2 itu dapat bermaksud dua, tetapi Tiangsoen Tay tidak sempat memikirkannja, ia mentjekal keras tangan iparnja itu, ia berkata.

   "Kau mengerti maksudku, bagus ! Sekarang pergilah kau menemui Wan Djie !". Lie It bersembunji didalam kereta Hian Song, langsung dia dibawa masuk kedalam istana kaisar. Ia mendengar roda2 menggelinding tjepat. Tapi ia djuga, hatinja bekerdja. Ia tahu maksudnja Tiangsoen Tay. Ipar itu ingin ia menikah dengan Wan Djie. Ipar itu bersedia akan melawan kesedihannja. Karena ini, ia bingung, ia berduka. Sebenarnja tak tega ia membiarkan Tiangsoen Tay bersusah hati. Ia djuga tidak dapat membuat Wan Djie menderita. la kata pula dalam hatinja .

   "Pernikahan itu, dapatkah dipaksakan? Jang dia tjintai tjuma satu orang. Itulah kau !". Itulah kata2 Hian Song tadi. dan sekarang ia mengingatnja, ia mengulanginja. Ia kenal baik Wan Djie. Wan Djie tidak suka menikah dengan Tiangsoen Tay, pertjuma ia membudjuknja. Turut Hian Song tadi, djikalau ia tidak nikah Wan Djie, Wan Djie boleh bakal menikah dengan orang jang dia tidak tjinta.

   "Orang itu bukan Tiangsoen Tay. Meski dia tidak menjintai orang itu, ia tak suka menikah dengannja !". lni pula kata2 Hian Song tadi. Kenapa begitu? Lie It tjerdas tetapi kali ini, tidak dapat ia memikir, tidak dapat ia memetjahkan teka-teki itu. Didalam kereta, Lie It duduk di bagian belakang, dengan begitu selama naik kereta, tidak dapat ia bitjara dengan Hian Song. Ia melainkan bisa mengawasi punggungnja nona bangsawan itu. Kembali pikirannja kusut. Ia menjajangi kepintarannja Wan Djie. Kalau tidak ada Boe Tjek Thian disana, tentu ia sudah menikah dengan si tjantik-manis itu, jang sifatnja lemah-lembut. Sekarang? Sepuluh tahun hampir lewat, dan dalam sepuluh tahun itu, banjak jang telah berubah. Pangeran ini ingat, ia bertemu Hian Song sesudah lebih dulu bertemu Wan Djie. Lalu, setelah bertemu Hian Song, baru ia bertemu dengan Tiangsoen Pek. Sama sekali diluar dugaannja, ia telah menikah dengan nona she Tiangsoen itu. Tapi sekarang, Tiangsoen Pek, sang isteri, telah menutup mata. Lie It lantas ingat semua peristiwa jang telah lalu itu, matanja menatap punggung Hian Song. Lantas ia menghela napas. Setelah meninggalnja Tiangsoen Pek, ia ingin hidup menjendiri hingga di hari tuanja. Siapa tahu, timbul urusan jang ia hadapi ini. Wan Djie begitu tjantik dan pintar. Mana dapat ia membiarkan si nona sebagai burung hong mengikut burung gagak ? Lantas bajangan Wan Djie berpeta bersama bajangannja Hian Song. Ia melihat, dalam hal sifat, sifat ia dan sifat Wan Djie Iebih tjotjok. Tapi dengan Hian Song, pergaulannja lebih akrab. Biar bagaimana djuga, pendirian Lie It untuk hidup menjendiri sampai di hari tuanja sudah mulai bergojang djuga, bergojang seperti kereta jang ia tumpangi itu. Keretanja Hian Song masuk kedalam pekarangan istana tanpa rintangan, masuk terus ke keraton belakang. Semasa hidupnja, Hian Song djarang berdiam didalamkeraton, karena ia gemar akan kesunjian, Ratu Boe Tjek Thian telah membangun untuknja sebuah rumah didalam rimba di sisinja telaga Thay Ya Tie. Karena rumah ini djarang ditempati, pegawai jang mengurusnja sedikit, diantaranja ada dua budak wanita jang mendjadi orang2 kepertjajaannja. Maka itu, ketika Lie It turut masuk, dia tidak menarik perhatian para pegawai itu. Itu waktu djuga sudah magrib. Hian Song lantas mengadjak thaykam tetiron ini masuk kekamarnja, sesudah memesan budaknja, ia mengundurkan diri. Lie It lantas ditinggal sendirian dalam kamar Nona Boe. Ketika telah tiba djam sepuluh, hatinja berdebaran sendirinja. Tidak lama ia mendengar tindakan kaki mendatangi. Itulah bukan tindakan kaki dari satu orang. Ia terkedjut. Dengan lantas ia menjembunjikan diri dibalik kelambu. Segera ia mendengar suara jang halus .

   "Kamarnja entjie Hian Song indah !". Dengan entjie itu dimaksudkan kakak misan, dan kata2 itu pun disusuli tertawa gembira. Jang datang itu jalah Boe Tjek Thian bersama puterinja, Thay Peng Kongtjoe. Lie It kaget sekali. Ia kata dalam hatinja .

   "Mungkinkah mereka ini telah mendapat tahu aku berada disini ? Siapakah jang membotjorkan rahasia ?". Ia terus berdiam sadja ditempat sembunjinja itu. Boe Tjek Thian terdengar tertawa dan berkata .

   "Kau lihat kamar ini, penuh dengan gambar dan buku walaupun perabotannja sederhana tetapi tjara mengaturnja djauh lebih menang dan menjenangkan daripada kamarmu !".

   "Kakak misan Hian Song itu boen-boe-siang- tjoan, mana dapat aku dibandingkan dengannja ", terdengar suaranja Thay Peng Kongtjoe. ("Boen-boe-siang-tjoan"

   Berarti pandai dua2 ilmu surat dan ilmu silat).

   "Ah !", terdengar pula suara si Ratu.

   "Sebenarnja kau harus beladjar banjak dari Hian Song dan Wan Djie ".

   "Ja ...", menjahut si puteri.

   "Sebenarnja ibu, aku ingin beladjar dari ibu, ilmu mengendalikan pemerintahan, buat membikin negara mendjadi aman dan makmur ".

   
Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kau mempunjai tjita2 itu, itulah bagus. Untuk memerintah negara, jang paling penting jalah orang mesti djudjur dan adil, djangan sekali orang mengingat dan mementingkan diri sendiri, dan untuk memakai pembantu mesti orang2 jang pintar dan bidjaksana. Djuga orang mesti menjajangi rakjat. Mendjadi kaisar bukan urusan mudah ! Aku lihat selama ini kau makin kemaruk dengan kemewahan. Katanja kau telah minta pembesar negeri mengumpulkan pekerdja rakjat untuk memperindah istana 'hoe-ma'. Benarkah itu ?". 'Hoe-ma' jalah menantu kaisar. Thay Peng Kontjoe tunduk.

   "Kita ada keluarga kaisar, djikalau anak membuat pula sebuah istana, itu toh bukan urusan besar ?", sahutnja.

   "Hanja hal itu tidak terlebih dulu anak memberitahukan kepada Boe- houw, itulah salahku ". 'Boe-ouw' jalah ibu ratu.

   "au ngatjo !", berkata pula ibu itu.

   "Kaulah puteriku, kau mesti semakin membataskan dirimu. Apakah keluarga kaisar dapat berbuat jang bukan2 ? Kau membuat istanamu peribadi, kenapa kau menggunai tenaga pembesar negeri mengumpulkan rakjat djelata untuk didjadikan kuli ? Kau telah mengatjau undang2 negara, kau tahu tidak ? Apa pula sekarang baru sadja habis perang, maka terlebih tak dapat kita mengganggu rakjat dan memboroskan uang !". Romannja puteri berubah.

   "Benarlah teguran Boe-houw ", katanja.

   "Nanti anak menitahkan menghentikan pembaingunan itu ". Boe Tjek Thian menghela napas. Ia kata pula .

   "Masih ada laporan rahasia kepadaku menuduh kau mendjual pangkat dan gelaran dan bahwa kau mempekerdjakan orang2 pribadi. Umpama Touw Hoay Tjeng dan Siauw Tjie Tiong, mereka itu memperoleh pangkat karena pengaruhmu ". Puteri itu terperandjat.

   "Ibu, djanganlah kau dengari obrolannja orang luar !", ia berkata tjepat.

   "Anakmu tidak mendjual pangkat dan gelaran. Anak mempekerdjakan mereka itu melulu untuk membantu ibu. Bukankah Wan Djie pun telah memudjikan Yauw Tjong dan Tjong Hoan sekalian ?".

   "Yauw Tjong dan Tjong Hoan semua orang2 terpeladjar jang bidjaksana ", berkata Ratu.

   "Rombongannja Touw Hoay Tjeng mana dapat dibandingkan dengan mereka itu ?".

   "Bukankah Tow Hoay Tjeng semua pun pandai bekerdja ?", tanja Thay Peng Kongtjoe.

   "Djikalau bukannja aku telah melihat mereka bisa djuga bekerdja, siang2 aku telah petjat mereka semua !", djawab Ratu.

   "Mereka itu meng-angkat2 aku, dengan satu kali melihat sadja aku mendapat tahu hati mereka tidak lempang !". Puteri tidak berani membantah. 'Thay-houw' menghela napas. Ia berkata pula .

   "Baru2 ini aku telah bersikap keras sekali terhadap beberapa kakakmu, atas itu ada jang mengatakan aku tidak menjajangi darah-daging sendiri. Sebenarnja dengan begitu aku hendak berbuat kebaikan untuk kamu semua ".

   "Aku tahu, ibu ", kata sang puteri perlahan.

   "Aku repot dengan urusan negara, penilikanku atas diri kamu mendjadi kurang. Tapi jang sudah biarlah sudah. Sekarang ini aku mendekati usia delapan puluh tahun, semangatku sudah beda daripada dulu2, terhadap kamu aku telah bersikap lebih longgar. Ini pula kekeliruanku. Ah, tjoba bukan disebabkan penilikanku jang kurang itu, mana dapat terdjadi peristiwa Boe Sin Soe ini?"."Kakak misan Sin Soe itu melakukan kesalahan disatu waktu ", berkata Puteri Thay Peng.

   "ia membuatnja orang djahat masuk kedalam istananja.

   "Anak harap Boe-houw memberi keringanan terhadapnja ".

   "Tentang itu djangan kau tjampur !", berkata Boe Tjek Thian.

   "Aku tahu kewadjibanku. Eh, mengapakah Wan Djie masih belum datang ?". Mendengar kata2 jang terachir ini, Lie It kembali terkedjut. Dengan hati berdebaran, ia berpikir .

   


Legenda Kematian -- Gu Long Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San Karya Liang Ie Shen Bunga Pedang Embun Hujan Kanglam -- Khu Lung

Cari Blog Ini