Ceritasilat Novel Online

Kisah Dua Saudara Seperguruan 7


Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Bagian 7



Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya dari Liang Ie Shen

   

   Siapa rubuh di atas panggung, kendati ia terluka, ia masih dianggap menang.

   Dcmikian Kctua dari Hay Yang Pang, yang telah berbangkit berdiri, dengan roman puas atau jumawa, segera menantang, siapa berani naik akan berikan pengajaran padanya.

   "Aku tak jerih melakukan perlawanan bergiliran!"

   Demikian ia sombongi diri.

   Tadi To Hoan tantang TengHiauw, In Eng hinakan dia, sekarang ia dianggap menang, ia sengaja mengejek.

   Sebenarnya, ia pun berhak untuk menolak pertandingan lebih jauh, tapi karena hendak menghina, ia tidak gunai haknya itu.

   Akan tetapi, baharu ia tutup mulutnya, atau satu orang berkelebat naik di depannya, apabila ia sudah lihat nyata orang itu, mau tidak mau, ia terperanjat.

   Yang baharu naik ini ada satu nona yang tubuhnya langsing kecil.

   Nona ini ada Lioe Bong Tiap, dia lihat engkoenya kalah, dia jadi gusar, tidak bcrdamai lagi, ia loncat naik ke atas locitay.

   Maka itu, ia tidak saja bikin heran Kheng To Hoan, ia pun mengejutkan semua orang di bawah panggung, tak kecuali pihaknya sendiri.

   Lebih-lebih orang tahu, dia ada satu nona umur belasan, yang belum terkenal, dan Kheng To Hoan ada Ketua Hay Yang Pang yang kenamaan terutama di lima propinsi di Utara.

   Juga Teng Hiauw dan Boe Wie, mereka masih kuatirkan puterinya mendiang Lioe Kiam Gim sukar melayani jago tua itu.

   Kheng To Hoan terperanjat sebentaran, segera ia dapat pulang jcetabahannya karena ia mau percaya, satu bocah amur belasan tidak nanti punyakepandaian berarti, ia percaya si nona curna punyakan Tjeng-kang-soet yang sempurna, lain tidak.

   Ia percaya, dengan Ban-djie-toatnya, tidak nanti ia rubuh di tangannya nona itu.

   Ia melainkan tidak mau turun tangan terlebih dahulu, ia mengawasi dengan tawar, lalu ia bersenyum.

   "Nona, naik di loeitay bukannya permainan!"

   Kata ia.

   "Baik kau lekas turun, aku tak tega melukai kau."

   Di luar dugaan jago tua ini, si nona bersikap jumawa.

   "Aku pun lebih baik tidak binasakan kau!"

   Katanya sambil tertawa, dengan memandang enteng.

   "Paling banyak aku nanti keja kau bercacat tapadakpa! Maka janganlah kau takut."

   Dari pendengaran, Bong Tiap dapat tahu, Kheng To Hoan bukannya seorang terlalu jahat, dari itu ia anggap sudah cukup bila ia bikin orang bercacat.

   Kheng To Hoan telah berusia tua dan namanya sudah kesohor, mana ia bisa terima hinaan itu, dari itu, kata-katanya si nona membuat air mukanya merah padam, hingga lenyaplah rasa berkasihan terhadap nona itu.

   K "eh Budak busuk, berapa tinggi kepandaianmu?"

   Ia membentak.

   "Jikalau kau tidak tahu diri, maka bukannya kau pergi ke sorga yang ada jalanannya, kau justeru pergi ke neraka yang tidak ada pintunya! Nah, kau jangan katakan aku tidak sungkan-sungkan terhadap kau. Bong Tiap tidak kesudian mclayani orang bicara, segera ia cabut pedang Tjeng-kong-kiam, lantas ia maju menusuk, kepada dada orang! Adalah kata-katanya kaum ahli silat.

   "Golok jalan di putih, pedang jangan di hitam". Ini berarti, siapa gunai pedang, dia lebih banyak maju ke kiri dan kanan, jarang sckali yang lantas menjurus di tengah-tengah, menikam dada. Di matanya kaum Rimba Persilatan, penyerangan itu menandakan perbuatan tidak melihat mata. Maka itu, diserang secara demikian, hawa amarahnya Kheng To Hoan jadi meluap, dengan sebat ia angkat sepasang senjatanya, dengan sengit ia menangkis, kemudian ia turunkan kedua Ban-djie-toat, untuk gencet kuping kiri dan kanan orang. Di luar dugaan, Bong Tiap tidak menyerang sungguhsungguh. ia melainkan menggertak, tatkala kepalanya dijepit, ia melesat ke samping kanan dari lawan, dari situ ia putar pedangnya, untuk babat lengan kanan orang. Kheng To Hoan terperanjat akan dapati penyerangan tidak mcmberi hasil dan sebaliknya lengannya terancam, terpaksa ia enjot tubuhnya, akan lompat menyingkir, akan tetapi gesit sekali, si nona pun berioncat, akan susul dia. Salahsatu pepatah da I am kalangan ilmu silat berbunyi demikian.

   "Satu kali ahli keluarkan tangan, lantas kctahuan tangan itu bcrisi atau tidak", demikian dcngan Ketua dari Hay Yang Pang itu kapan telah ia saksikan kcpandaiannya si nona, yang usianya masih bcgitu muda, segera ia tak bcrani Iagi memandang enteng, dengan sungguh-sungguh iajaga dirinya, terus gunai kepandaiannya, mendesak. Bong Tiap layani desakan orang dengan rangsekannya, hingga sekarang pertandingan jadi bcrjalan tcrlcbih seru daripada tadi, di waktu To Hoan layani Lauw In Eng. Ini ada untuk pertama kali yang Bong Tiap menghadapi musuh tangguh, ia berlaku luar biasa hati-hati, sambil hunjuki kegesitan, ia pun perlihatkan tusukan-tusukan atau babatanbabatan yang berbahaya. Ia masih sangat muda tetapi ia telah gabungkan kepandaiannya dua kaum, ialah Sip-siam-kiam dari Thay Kek Pay dan Tat-mo-kiam dari Sim Djie Sin-nie. Yang belakangan ini mempunyai seratus delapan jurus. Kalau ia lihat musuh gunai kekerasan, ia lawan dengan lembek, tetapi sembari mengancam, ia pun bisa terusi itu dengan kesungguhan, hingga ia bisa membuat orang bingung, sukar untuk menduga-duga. Sesudah bertempur kira-kira tiga puluh jurus, Kheng To Hoan lantas merasa sendiri bahwa ia seperti "terkumng"

   Musuh muda iru, diam-diam ia rasakan tubuhnya menggigil.

   Baharu sekarang ia insyaf, si nona ada liehay sekali.

   Ia pandai rampas senjata orang, tetapi sekarang ia tidak berdaya, malah untuk membela diri ia mulai kewaiahan, hingga ia jadi sibuk dan berkuatir.

   "Tidak dapat tidak, aku mesti gunai senjata rahasia,"

   Pikir ia kemudian.

   Thie-lian-rjienya, atau biji teratai besi, sudah tersohor di lima propinsi Utara, ia hendak gunai ini, sekalipun terhadap satu wanita, karena ia mesti jaga kehormatannya di saat terakhir ini-..

   Segera juga, berbareng dengan putusannya itu, Kheng To Hoa gunai tipu silat "Tjay hong soan oh"

   Atau "Burung hong putari sarang". Ia mcnyerang hebat di tiga penjuru di bawah. Bong Tiap pun liehay, ia lihat serangan orang, ia lompat ke samping dengan pedangnya ditarik pulang dengan "To tjoan kian koen"

   Atau "Memutar bumi", lalu ia teruskan membabat lengan kanannya.

   Ini gerakan dari lawan adalah apa yang To Hoan harapkan.

   Ia berkelit sambil lompat ke saling, sambil berkelit, ia pindahkan senjatanya di kanan kepada tangan kiri, tangan kanannya itu segera dipakai meraba senjata rahasianya yang segera ia timpuki, hingga cahayanya berkeredepan.

   Nona Lioe tertawa apabila ia lihat datangnya senjata rahasia itu, dengan ia buang tubuh ke samping, Pedangnya diangkat ke atas, diputar, hingga beberapa Thie-han-tjie kena kesVmpok dan terpental balik.

   Menyusul itu, di atas panggung ada mengaung dua kali suara aneh, disusul dengan susulan dua suara lamnya, menyusul mana Kheng To Hoan, Ketua dari Hay Yang Pang, jago dan Utara, perdengarkan teriakannya "Aduh!"

   Berulang-ulang, tubuhnya, seperti layangan, melayang jatuh ke bawah panggung! Sebab ia telah terkena piauw Bouw-nie-tjoe! Pihaknya Gak Koen Hiong menjadi kaget dan heran, juga mereka yang masuk angkatan tertua.

   Yang belakangan ini kenal piauw dari Sim Djie Sin-nie, karena itu, mereka sangka itu "niekouw malaikat"

   Terbang datang dari "luar langit", sebab mereka tidak nyana Nona Lioe yang muda remaja pandai menggunai senjata rahasia itu, terutama lantaran mereka tidak lihat bergeraknya tangan si nona, yang ketika itu justeru berkelit dari senjata rahasia musuh.

   Bong Tiap taat kepada pesan gurunya, ia tidak berani gunai piauwnya apabila tidak sangat terpaksa, walaupun demikian, ia masih turut ajaran, ialah terlebih dahulu ia lempar piauw yang pertama, untuk dihajar piauw yang yang kedua, hingga terbitlah suaft pertandaan atau pemberian ingat.

   Coba To Hoan tidak mendahului curangi dia, dia tentu akan tetap melayani dengan Tjeng-kong-kiam.

   Gak Koen Hiong bcramai lompat kepada Kheng To Hoan, untuk tolong itu kawan, tubuh siapa rebah tak bergerak di tanah, hanya melihat datangnya kawan-kawan, dengan Iemah ia bcrkata.

   "Aku telah dibikin tapadakpa oleh itu budak busuk!."

   Ketika tubuhnya diperiksa, kedua lututnya di bahagian jalan darah "Hoan-tiauw-hiat", telah berlobang ditcmbusi piauw, hingga urat-uratnya pada putus, hingga ia jadi rubuh scketika dan tak dapat berjalan lagi! Bong Tiap masih bcrdiri di atas loeitay ketika ia dengar seruan orang banyak, yang kemudian disusul dengan cacian dan kutukan, yang dikeluarkan pihak lawan sesudah mereka itu saksikan lukanya ketua Hay Yang Pang, tanpa merasa, ia kaget sendirinya.

   Ia insyaf bahwa musuh telah terluka parah.

   Inilah untuk pertama kali ia hadapi pertandingan besar, biar bagaimana, hati kecilnya kena gempuran.

   Ia tunduk, ia bemiat loncat turun dari atas panggung.

   Atau tiba-tiba.

   "Tunggu, Nona! Aku ingin bclajar kenal dengan kau!"

   Itu ada teguran, dari satu orang tua sebagaimana suaranya menyatakan itu.

   Nona ini batal lompat turun, ia menoleh pada orang yang baharu datang itu, yang dengan pesat loncat naik ke loeitay.

   Ia tampak seorang usia lima puluh lebih, yang terus menghadapi ia, sambii tertawa haha-hihi, yang pun terns tambahi kata-katanya.

   "Wanita gagah, wanita yang masih muda, tetapi aku, sudah tua bangkotan, akan merasa berbahagia karena bertemu sama ahli warisnya Sim Djie, yang pandai mainkan piauw Bouw-nie-tjoe! Maka jikalau aku tak diberikan pengajaran, aku akan menyesal seumur hidupku!."

   Naiknya orang tua itu ke atas panggung telah disusui dengan teriakan dan tepukan tangan riuh dari bawah panggung, sedang In Tiong Kie dengan diam-diam terus kata pada Tok-koh It Hang yang berdiri didekatnya.

   "Aku tidak mengerti cara bagaimana Gak Koen Hiong bisa tarik orang dari pihak Kcluarga Tong ini?."

   Memang orang tua itu ada "Hoei-thian Sin Wan"

   Tong Ban Tjoan si "Orang Hutan Sakti".

   Parnannya, Tong Tong Tjay, adalah sahabatnya In Tiong Kie di waktu muda.

   Dan ilmu senjata rahasia dari Keluarga Tong ini terkenal sebagai yang tersohor di "kolong langit".

   Baik dalam menyerang maupun dalam menanggapi, keluarga ini sangat termasyhur.

   In Tiong Kie kesohor dalam hal "mendengar suara"

   Senjata, yang pelajarannya ia dapati dari gurunya.

   In Beng Koh, tetapi dalam hal senjata rahasia.

   ia kaiah kesohomya seperti Keluarga Tong itu.

   Kedua kepandaian mereka yang menyebabkan mereka jadi bersahabat kekal.

   Hanya Tong Ban Tjoan ini, In Tiong Kie tidak kenal baik, ia curna tahu julukannya yang kesohor.

   Pada empat puluh tahun yang lalu, Tong Tong Tjay pernah satu kali bertemu dengan Sim Djie, selagi pendeta perempuan ini gunai piauw untuk memberi hajaran kepada serombongan berandal, melihat kepandaian itu, yang senantiasa didului dengan "suara peringatan", Tong Tjay menghela napas, terutama memang sudah sejak lama ia dengar nama besar dari niekouw itu, malah pemah ia berniat mengadu kepandaian dengannya, tetapi sekarang, dia jadi kuncup sendirinya, sampai ia tidak berani agulkan lebih lama pula senjata rahasianya, sedang kepada keponakannya itu, seringsering ia puji Sim Djie.

   Tapi Tong Ban Tjoan belum pernah menyaksikan sendiri, ia tidak percaya, ia malah ingin can"

   Sim Djie, buat coba uji kepandaiannya.

   Selama itu, sudah empat puluh tahuh, Tong Ban Tjoan belum pemah dapat ketika bertemu si niekouw.

   Itu waktu, Ban Tjoan baharu berumur belasan, tapi sekarang ia sudah berusia lima puluh lebih.

   Sama sekali Tong Ban Tjoan tidak punya persahabatan dengan Gak Koen Hiong, kalau ia toh datang di medan pertempuran itu, inilah sebab jadinya ia diundang oleh Ketua Muda Gie Hoo Toan itu dengan perantaraan satu sahabatnya, dan Gak Koen Hiong telah kirimkan ia bingkisan yang berarti.

   Ia tampik undangan itu, ia tolak bingkisan, akan tetapi ia toh datang bersama-sama pamannya, hingga ia jadi tetamu terhormat dari Gak Koen Hiong.

   Sebabnya ini adalah ia dengar halnya loeitay dan ia ingin menonton.

   Ia dengar suara pertandaan, ia lihat Kheng To Hoan rubuh, ia menjadi heran, ia tidak nyana si nona demikian liehay, justeru begitu, ia dengar pamannya bilang.

   "Itulah ilmu piauw dari Sim Djie Sinnie!"

   Sang paman pun nampaknya sangat heran.

   "Apakah aku bisa naik untuk lawan dia?"

   Ban Tjoan tanya pamannya, sebelum ia naik. i Tong Tjay berpikir, akhirnya ia menyahut.

   "Sukar untuk dibilang. Kalau Sim Djie sendiri, tak dapat kita lawan dia, tetapi nona ini, walaupun ia bisa gunai Bouw-nie-tjoe, latihannya masih belum sempurna, ia agaknya berimbang dengan kau. Apabila aku sendiri yang naik, aku tidak akan berhasil."

   Tong Tong Tjay bukan jerih terhadap Bong Tiap, tetapi ia sudah tua, ia tahu diri, tidak demikian dengan sang keponakan, siapa, atas jawaban itu segera saja loncat naik ke atas Panggung dan hadapi Nona Lioe.

   In Tiong Kie dan Tok-koh It Hang ketahui kepandaiannya Keluarga Jong, mereka menjadi sibuk, tetapi sebelah mereka, pihaknya Gak Koen Hiong jadi sangat gembira.

   Mereka mengundang, mereka ditolak, siapa tahu, sekarang jago she Tong itu bersuka rela, maju sendiri, bagaimana mereka tidak bergirang? Bong Tiap hendak layani orang bicara, karena orang tua itu bersikap manis budi, hanya sebelum iasempat buka mulut, ke atas panggung sudah loncat naik seorang yang ketiga, yang bajunya baju biru gerombongan dan kumis jenggotnya panjang, sebab dia adalah salah satu dari tiga pendiri Pie Sioe Hwee ialah In Tiong Kie, siapa kuatirkan si nona dan dari itu mencoba untuk menolong.

   "Sudah lama kita orang tidak tahu bertemu, apa Hiantit ada banyak baik?"

   Demikian In Tiong Kie tanya Tong Ban Tjoan seraya ia memberi hormat.

   "Apakah pamanmu datang bersama? Ini nona sudah lelah, aku-nanti gantikan ia mainmain sama kau, Hiantit."

   Tong Ban Tjoen kenali jago ma itu, ia lekas membalas hormat tetapi atas tantangannya, ia menampik.."Kepandaian Loopeh mengetahui senjata rahasia dari sambaran anginnya saja, aku telah ketahui sejak lama,"

   Berkata ia.

   "tidak demikian dengan piauw Bouw-nie-tjoenya si nona yang tidak dapat siauwtit lewatkan. Kita hendak mengadu senjata rahasia, bukannya adu senjata lainnya, dari itu walaupun ia sudah bertempur sekian lama, pertandingan senjata rahasia pasti tidak akan meletihkan dia."

   In Tiong Kie hcndak jawab orang she Tong itu, tetapi Bong Tiap telah dului ia.

   "In Loo-tjianpwee^ aku tidak ielah,"

   Demikian si nona.

   "Ini Loo-enghiong hendak memberikan pengajaran padaku, suka sekali aku menerirnanya."

   Memang Bong Tiap ingin sekali bertempur lebih jauh.

   Dalam keadaan terpaksa itu, In Tiong Kie mesti menurut, maka itu, ia loncat turun pula.

   Kctika ia baharu naik, pihaknya Gak Koen Hiong menjadi tidak senang hati, semua mengutuk ia mengadu biru, hanya mereka tidak bcrani bilang suatu apa, karena ada haknya pihak Boe Wie untuk tukar orang, tetapi sckarang mercka lihat jago tua itu undurkan diri, mercka puas sekali.

   Mercka harap-harap Tong Ban Tjoan nanti rubuhkan nona itu.

   Dengan naiknya In Tiong Kie, Bong Tiap jadi kctahui, Tong Ban Tjoan ada kenalan atau sahabat pihaknya sendiri, dan itu, ia jadi tidak kandung niatan untuk- bikin orang celaka atau menanam bibit permusuhan.

   Segera juga pertandingan antara Bong Tiap dan Ban Tjoan sudah dimulai.

   Mereka tidak beradu tangan kosong atau alat senjata, hanya setelah satu tanda, keduanya pisahkan diri, dengan berbarcng mereka beraksi.

   ialah bcrtindak memutari panggung sesudah duaputaran, dengan tiba-tiba Tong Ban Tjoan berseru.

   "Nona sambut piauw!"

   Jago she Tong itu tidak mau berlaku curang, ia sengaja perdengarkan seruannya itu, sesudah itu baharulah ia keluarkan kepandaiannya, dengan "Hoan im piauw"

   Atau "Memutar lengan menyembunyikan piauw", iatimpuki senjata rahasianya, untuk perlihatkan kepandaiannya Kaum Kcluarga Tong.

   Biar bagaimana, di atas panggung jaraknya kedua orang ada dekat sekali.

   Bong Tiap lihat bahaya mengancam, ia berkelit, hingga piauw lewati samping iganya.

   Senjata itu menyambar dengan cepat sekali.

   Sudah begitu, dengan geraki tubuhnya, sambil mereka terus berputaran, Tong Ban Tjoan kirim pula serangannya, yang kedua, yang ketiga, saling susul yang kedua menuju ke jalan darah "Sin-teng-hiaf* di tubuh atasan, yang ketiga mengarah jalan darah "Djoan-moa-hiat"

   Di bawah. Dengan pedangnya, Bong Tiap sampok piauw yang menyambar jalan darah di atas, lalu dengan "It hoo tjiong thian"

   Atau "Seekor burung hoo terjang Iangit", ia berlompat tinggi, untuk menyingkirkan diri dari sambaran ke bawah, secara demikian, ia bikin gagal kedua piauw lawan itu.

   Serangan Tong Ban Tjoan ini ada permulaan belaka, untuk ia cari tahu gerak-gerik si mona, tetapi ini pun sudah bikin Bong Tiap insyaf bahwa aeo tua itu tidak saja pandai menggunai piauw akan tetapi semua ggsarannya adalafa jalan darah, karena itu, ia jadi ber-hati-hati.

   &embali mereka berputaran, saling mendekati dan saling menjauhi, sampai dengan tiba-tiba, tangannya Bong Tiap terayun, tigabatang piauw melesat berbareng, dibarengi dengan suara mengaungnya.

   Tong Ban Tjoan dengar suara sambaran, ia tahu tiga batang piauw serang ia di tiga jurusan, atas, tengah dan bawah, dari itu, sambil berseru "Bagus!", ia hunjuk kepandaiannya.

   Dengan kelitan Teng lie tjhong sin"

   Atau "Di dalam kaki pelana scmbunyikan tubuh", ia kasih lewat piauw di atas.

   Dengan sebat luar biasa, hingga kedua piauw yang kedua, yang mana, ia tcruskan pakai menyambit piauw ketiga, hingga kedua piauw beradu dan dua-duanya jatuh ke bawah panggung.

   Dia tanggapi piauw dengan tangan kiri, tangan maina dibungkus dengan sarung tangan kuilit manjangan.

   Pertandingan itu membuat semua penonton kagum.

   
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tong Ban Tjoan ada ahli senjata rahasia, senjata rahasianya bukan cuma satu macam.

   Tiga batang piauw yang tadi ia pakai menyerang adalah Pauw biasa saja, karena piauw itu "d membawa hasil, ia lantas "lenukar dengan yang lainnya, ia ubah juga cara menimpuknya.

   Begitulah tangan kirinya merogoh kantong piauw, akan keluarkan seputuh batang Kie-lee, yang tidak dipakaikan racun, yang terus bagikan dua ke tangan kanan.

   Senjata rahasianya ini memang ada dua macam, yang dipakaikan dan tidak dipakaikan bisah, ia sekarang pakai yang bebas racun, karena ini ada pertandingan adu kepandaian saja.

   Macamnya senjata juga beda dari yang umum, setiap tail, dan empat penjurunya dipakaikan cagak yang tajarn, hingga lain orang, jangan kata bisa gunakan itu, pegang saja pun sukar.

   Setelah kedua pihak saling berputaran, saling kejar dengan cepat, tiba-tiba tangan kanannya Tong Ban Tjoan bcrgcrak, lima buah senjata rahasia, sambil mengeluarkan sinar berkeredepan, melesat saling susul, kemudian itu disusul dengan lima buah lainnya dari tangan kiri, yang tak kalah cepatnya.

   Bong Tiap lihat datangnya serangan, ia segera ayun tangan kanannya, akan menimpuk dengan lima buah piauwnya, akan sambuti lima batang Kie-lee.

   Senjatanya ada tcrlcbih kecil lagi, tetapi di waktu Iima-lima senjata saling bentur.

   kelima Kie-lee jatuh beruntun..

   Untuk ini.

   Bong Tiap gunai Thay Kek Koen, yang lawan tenaga dengan tenaga.

   Tangkisan ini membuat Ban Tjoan terperanjat.

   Segera menyusul lima buah Kie lee lain, cepat laksana bintang melesat.

   Bong Tiap tidak lagi bisa timpuki lima buah lainnya, ia tidak pandai gunai dua-dua tangannya kiri dan kanan seperti Sim Djie, gurunya, tciapi ia telah wariskan Tat Mo Kiam, gurunya ilmu pedang yang liehay, maka sekarang, ia perlihatkan ilmu pcdangnya itu.

   Ia putar Tjeng-kong-kiam, dengan cepat sekali, antara sinar berkilauan dan sambaran angin, lima batang Kielee jatuh beruntun, lenyap cahayanya, mclainkan suara bcnturan saja yang terdengar nyaring bemntun-runtun.

   Hatinya Tong Ban Tjoan jadi bergetar kapan ia sudah saksikan kepandaian itu, ia kuatir ia nami tidak sanggup I indungi namanya sebagai ahli senjata rahasia, karena mana, ia mcnjadi sibuk, maka ia lantas gunai panah ular api Tjoa-yamtjian dan pcluru Tjoe-bouw-tan, yang ia timpuki dengan berbareng kepada si nona Blasur itu tidak boleh terbentur, apabila ditangkis, apinya lantas meletus dan menyambar, sedang dalam peluru Tjoebouw- tan, di mana ada sembilan lobang, setiap lobangnya menyembunyikan sembilan batang peluru Thie-lian-tjie, karena dipasangi alat, Thie-lian-tjie itu bisa melesat keluar sendirinya, menyambar sasarannya.

   Maka itu, kedua senjata itu, yang dipakai berbareng, ada sangat liehay.

   Bong Tiap tahu, Tong Ban Tjoan sebagai ahli mesti punyakan rupa-rupa senjata rahasia, dari itu, sesudah pecahkan dua rupa senjata rahasia orang itu, ia berlaku semakin waspada Ia lihat pundak orang bergerak dan lalu menyambar suatu benda biru menyala.

   Cepat luar biasa ia berkelit.

   Tempo panah itu lewati ia dan jatuh ke panggnng sambil terus meletus menyambar api, ia terkejut, tetapi ia masih sempat mencelat jauh hingga ia luput dari bahaya terbakar.

   Tapi menyusul itu ada menyambar beberapa butir benda mirip bola besi yang pun mengeluarkan suara aneh, maka, menduga kepada senjata rahasia gaib, ia mcndahului berlompat dengan tipu "It hoo tjiong thian"

   Atau "Seekor burung hoo melesat ke langit".

   Ia sambut senjata rahasia itu, dari atas, ia menekan, maka peluru itu jatuh terlebih cepat ke atas panggung, pecan dan sembilan Thie-lian-tjie segera menyambar ke empat penjuru panggung.

   Karena semua penonton dilarang mendekati panggung jauhnya belasan tumbak, senjata itu tidak sampai meminta korban.

   Baharu Tjoe-bouw-tan lewat atau datang Tjoa-yam-tjian yang kedua.

   Setelah pengalaman yang pertama, Bong Tiap tidak lagi terperanjat seperti sebermula.

   Ia berkelit pula akan kasih lewat ular api yang liehay itu, ketika menyusul Tjoe-bouw-tan yang kedua^ kembali ia berlompat dan tekan itu hingga jatuh ke tanah.

   Segera menyusul peluru yang keriga, yang jatuh jauhnya dari Bong Tiap tidak ada satu tumbak, yang tidak mengenai sasarannya karena si nona keburu menyingkir, akan tetapi, jatuh di panggung, dia "meledak"

   Sendirinya, sembilan Thielian- tjie terus terbang menyambar. Sekarang Bong Tiap sudah siap sedia, dari itu, ia sudah lantas menimpuk dengan piauwnya, dalam gerakan "Thian lie san hoa"

   Atau "Bidadari menyawer kembang", hingga piauwnya itu melesat berhamburan, menangkis sesuatu Thie-lian-tjie, biji teratai besL Demikian, dua ular api telah dilewatkan, tiga peluru besi sudah dipunahkan, karenanya, hatinya si nona menjadi lebih tetap, akan tetapi di sebelah itu, ia terus berpikir, senjata apa lagi yang sang lawan bakal pergunakan, hingga dalam waspada, ia pun kebat-kebit.

   Oleh karena ini, untuk membalas, ia segera ubah siasat dari membeladiri, iajadi menyerang.

   Kembali ia gunai piauw Bouw-nie-tjoenya.

   Tidak kecewa Tong Ban Tjoan digelarkan Hoei-thian Sin Wan si Orang Hutan Sakti.

   Dengan keentengan dan kegesitan tubuhnya, ia kelit sesuatu piauw, ia berlompat ke segala penjuru, bagaikan angin cepatnya, sedang tangannya bersilat dengan semacam gegaman istimewa buatan Keluarga Tong sendiri, ialah Leng-tie-kwat, alat piranti menyambut berbagai senjata rahasia, hingga piauwnya sinona tak dapat berbuat apa-apa.

   Maka juga, Bong Tiap ubah siasat.

   Sebelah tangannya Nona Lioe ditimpuki ke atas, dengan begitu sekepal piauw menyambar ke atas juga, kemudian, nona itu lemparkan pula sekepal yang lain.

   Hingga, menampak demikian, Tong Ban Tjoan menjadi heran.

   Pertunjukan apa lawan itu sedang berikan? Kenapa piauw bukan dipakai menyerang hanya di lemparkan ke udara? Di atasan kepala mereka, dua gumpal piauw Bouw-nie-tjoe telah saling serang dengan menerbitkan suara berulang-ulang, piauwnya melesat ke segala penjuru, ada juga yang habis membentur yang satu, lalu kebentur yang lain, demikian seterusnya, hingga udara seperti penuh dengan piauw itu, kemudian, turun semua piauw menjurus ke arah Ban Tjoan.

   Di sebelah itu, Bong Tiap timpuki lagi lain gumpalan.

   Biarpun ia ada satu ahli, jago Kcluarga Tong ini menjadi heran dan kaget.

   Seumumya, belum peraah ia tampak serangan piauw semacam int.

   Semua senjata rahasia menyerang langsung, tidak demikian dengan piauw Bouw-nietjoe ini.

   Ia pun pandai mendengar suara, untuk kenali senjata rahasia, ia pandai melihat gerakan tangan, orang akan menduga jurusan ke mana lawan menyerang, akan tetapi, caranya Bong Tiap ini ada sangat asing baginya.

   Begitulah, kendatipun ia ada gesit, ia kelit sana dan kelit sini, tidak urung pundak kanan, dan pundak kirinya, tclah kena tcrhajar piauw, hingga ia terluka, kulitnya lccct, dagingnya mempan scdikit.

   Baharu sekarang ia insyaf lichaynya si nona.

   Untuk cegah bahaya terlebih jauh, scgcra ia berseru.

   "Berhenti! Berhenti! Berhenti! Nona, kau benar-benar liehay, aku menyerah!"

   Dan ia menyerah tidak tunggu sampai ia kena dihajar jatuh dari atas panggung. Lioc Bong Tiap lamas berhentikan penyerangannya, ia masuki pedangnya ke dalam sarung.

   "Kau merendah saja,"

   Kata ia sambil bersenyum.

   Tong Ban Tjoan sudah lantas loncat-turun dari panggung, sesudab mana, Yo Kong Tat bunyikan genta scraya terus nyatakan, Nona Lioe Bong Tiap yang menang.

   Di bawah panggung orang tcrbiikan suara gemuruh, dari tempik sorak.

   akan tetapi di pihaknya Gak Koen Hiong, orang berhati jerih, hingga juga beberapa di antaranya, yang merasa dirinya liehay, sungkan loncat naik ke atas panggung untuk layani si nona Beberapa waktu Bong Tiap berdiri mcnantikan.

   apabila kemudian ternyata tidak ada orang yang naik, ia loncat turun.

   Biar bagaimana, seteiah layani dua musuh, ia merasa lelah juga, sedang piauwnya, yang semua berjumlah empat puluh sembilan butir, sekarang tinggal hanyatiga! Ia scbcnarnya sudah mulai berkuatir, apabila ia mesti layani lain musuh, ia bisa menghadapi bahaya.

   Maka ia bersyukur yang ia bisa lekas-lekas undurkan diri.

   Gak Koen Hiong bernapas lega apabila ia tclah saksikan si nona loncat) turun.

   Jikalau si nona tetap berdiri dan dipihaknya tidak ada yang naik lagi, ia bakal kalah.

   Sekarang ia bisa pilih lain orangnya, untuk naik dan menantang.

   Jagonya ini adalah pahlawan istimewa dari Istana Boan, iaiah Twie-thio atau Kapten Tat Sip Pa-touw-louw, yang kesohor buat delapan belas jurus Tiat-pie-pee Tjiang-hoatnya, atauTangan Pie-pee Besi.

   Dia ini telah takluki semua pahlawan Boan lainnya dan sangat dihargai oleh Ibusuri Tjoe Hie See-; Thayhouw.

   Diapun ada orang di belakang layardari Gak Koen Hiong.

   Begitu lekas Tat Sip berada di atas panggung, lantas ia tantang In Tiongj Kie.

   Lalu bicaranya ada sangat tidak sedap didengarnya.

   Ia kata.

   "Aku lihat, tadi Loo-tjianpwee ada sangat menantang, dari itu sekarang aku tidak ingin bikin kau kecewa, aku mohon pengajaran dua atau tiga jurus, atau kapan Loo-tjianpwee tidak mau adu tangan, Loo-tjianpwee boleh gunai senjata, aku sendiri tetap akan bertangan kosong."

   RombongannyaGak Koen Hiong murka karenatadi In Tiong Kie malang di tengah, mereka anggap itu ada gangguan, pengacauan, justeru mereka duga, jago tua ini tidak pandai bertempur dengan tangan kosong, mereka sengaja majukan tantangannya itu.

   Dengan sesungguhnya, tantangan pihak Gak Koen Hiong itu telah membuat sulit kepada In Tiong Kie.

   Ia ada kenamaan, ia pasti tak dapat lawan orang dengan bertangan kosong.

   Ia biasa mcnggunai cambuk, benar sedangnya ia bersangsi, tiba-tiba ia lihat scorang bcrtindak ke arah loeitay.

   Ia segera kenali Tjian Djie Sianseng dari Ouw Tiap Tjiang.

   Diam-diam ia malu sendirinya.

   Tok-koh It Hang berdiri di sampingnya jago tua Pie Sioe Hwee ini, ia tampak tampang orang itu berubah, ia mengerti, lantas iatertawa dengan perlahan.

   "Lauwhia, segera kau bakal gembira,"

   Kata ia.

   "Tua bangka itu pasti sekali akan bikin lawannya dapat dipermainkan sebagai binatang saja!" &ji Pek-djiauw Sin Eng belum tutup mulutnya, atau Tjian Djie Sianseng, yang telah bertindakke arah panggung dengan lenggang lebar, sudah sikap bajunya yang panjang dan berlompat baik dengan tubuh limbung, seperti ia tak dapat pertahankan imbangan dirinya, dan sambil napas memburu, ia ngoceh scndirian.

   "Dasar sudah tua, aku tak punya guna."

   Banyak hadirin berkuatir buat orang tua ini, tetapi ahli-ahli silat pada bersorak dengan pujiannya, karena gerakan orang. itu adalah yangdinamai Tang hong hie lioe"

   Atau "Angin timur permainkan cabang yanglioe"

   Itu adasuatu gerakan ahh silat, mirip dengan "Tjoei Pat Sian"

   Atau "Delapan Dewa Mabok". Tat Sip bukannya seorang tolol, ia terperanjat melihat gerakan Tang hong hie lioe"

   Itu, akan tetapi andali sangat Tjap-pwee-Iouw Pie-pee-tjhioenya, yang bisa tusuk tembus perut kerbau, yang jarang ada tandingannya, dari itu, ia terus maju mendekati.

   "Eh, apakah kau hendak gantikan In Tiong Kie menjadi bangkai setan?"

   Ia menghina.

   "BegitulahF. tertawa Tjian Djie Sianseng, yang sabar luar biasa.

   "Tulang-tulangku yang sudah tua sudah lama tidak pernah terima kemplangan, maka sekarang adalah ketikanya untuk dibikin pada longgar. apabila kau bisa hajar aku satu kali, aku akan sangat bersyukur kepadamu, melainkan aku khawatir, kau tidak bisa pukul kena padaku. Nah, sahabat baik, kau mulaiiah dengan tanganmu!"

   Belum pernah Tat Sip Pa-touw-louw terima hinaan seperti itu, tidak heran apabila ia jadi sangat gusar, sambil berseru, ia lantas menyerang dengan dua-dua tangannya maju berbareng.

   Dengan "Pek wan tan louw", atau "Orang hutan putih mencari jalan", ia menghajar ke arah batok kepala.

   Aneh adalah sikapnya Tjian Djie Sianseng.

   Diserang secara hebat demikian, ia tidak menangkis, ia tidak membarengi untuk mendahului mcnghajar musuh, dia hanya scgera lompat jumpalitan, bcgitu tinggi, sampai ia levvati musuhnya dan turun di belakang musuh itu, gerakannya gesit seperti terbangnya walet Tat Sip seperti tidak lihat orang lompati ia, akan tetapi ia merasa pasti, maka itu, cepat ia memutar tubuh, berbareng dengan mana, dua tangannya yang keras dipakai mcnycrang saling susul, untuk cegah musuh bokong ia.

   Kcmbai i jago Ouw Tiap Tjiang, si Tangan Kupu-kupu, tidak menangkis, ia tidak berkei it, hanya, ia tari nyamping, untuk terus lari berputaran di atas panggung itu! "Eh, tua bangka ampas, ke mana kau hendak lari?"membentakTat Sip, yang lompat mengejar.

   Tjian Djie lari berputaran, ialoncatl ke kiri, ia melesat ke kanan, seperti orang main petak, ia mencelat ke belakang, kakinya seperti juga tidak injak panggung lagi, gerakannya mi rip dengan kupu-kupu menyambar-nyambar bunga atau kutu terbang memain di air.

   Ini adalah ilmu silat jOuw Tiap Tjiang, yang dipelajarinya sejak masih kecil, dengan loncat-loncatan nyeplos antara ratusan pohon kayu atau pelatok, sampai tubuh tak membentur suatu pohon juga, maka kapan ia hadapi musuh dengan lari berputaran dan lelompatan, ia bisa bikin jadi kabur penglihatan matanya dan pusing kepalanya.

   Tat Sip kena dipermainkan, dia gusar dan mengejar terus, sia-sia saja dia berdaya akan mencandak, jangan kata dapat menyerang dengan Pie-pee-tjhioenya, buat langgar saja baju gerombongan orang, dia tidak mampu.

   Apa yang mendongkolkan, bila ia tidak dikejar, orang tua itu justeru menghampirinya, atau bila orang ayal-ayalan, ia lambatlambatan, ia mengejek, loncat ke kiri ke kanan, ke depan dan belakang.

   Dalam mendongkolnya, Tat Sip tidak insyaf bahwa ia lagi diganggu, karena ia terns mengejar.

   Belum terlalu lama, matanya lantas bcrkunang-kunang, kepalanya pusing, hingga sendirinya gerakan kakinya jadi pelahan.

   Justeru dalam keadaan demikian, tiba-tiba Tjian Djie Sianseng loncat ke depannya, agaknya hendak menyerang.

   Ia kaget, ia angkat sebelah tangannya, untuk menangkis.

   Ia telah gunai ilmunya "Yauw liong tjoet tong"

   Atau "Naga limbung keluar dari kedung".

   Tangkisan itu tidak memberi hasil, karena Tjian Djie Sianseng tidak terus menyerang, hanya orang tua ini mencelat ke samping, terus mencelat pura di belakang orang itu.

   Sebeium Tat Sip sempat putar tubuh, beruntun ia terima dua tamparan yang nyaring pada kupingnya kiri dan kanan, sampai ia menjadi ketulian, hingga ia jadi gusar tak terhingga.

   Tiba-tiba ia majukan kak i kanannya ke depan, kaki kirinya tertekuk, tubuhnya jadi terlentang ke belakang.

   Ini ada gerakan "Go houw hoei tauw"

   Atau "Harimau tidur memutar kepala".

   Sambil bergerak demikian, kedua tangannya turut menyambar ke belakang, ke arah lawan, yang berada di sebelah belakangnya itu.

   Ini adatipu pukulan yang sangat liehay, yang Tat Sip gunai secara mati-matian, untuk bikin celaka musuh, buat, kalau perl u, sama-sama terluka.

   Tjian Djie Sianseng lihat scrangan nekat dan orang itu, scmbari mundur, ia kasih dengar tertawa mengejek, kemudian dengan mengapungkan tubuh, kedua kakinya terangkat untuk tendang kembali lawan, yang lagi angkat badannya untuk berbangkit pula.

   Itulah gerakan sangat scbat, kedua kaki sampai pada sasarannya, hingga memperdengarkan suara keras, menyusul mana bagaikan bola saja, tubuh besar bagaikan kerbau dari Tat Sip terpental jauh satu tumbak lebih, terus rubuh ke bawah panggung dengan menyungsang atau "Sie kak tiauw thian"

   Atau "Empat kaki menjulang langit"! Berbareng dengan suara genta, tanda pertandingan babak itu telah berakhir untuk kemenangannya pihak Teng Hiauw dan Law Boe Wie, Tjian Dj.e Sianseng turun dari panggung dengan pelahan-lahan, lalu dengan lenggang kangkung, ja kembal.

   ke dalam rombongannya.

   Kembali orang-orang dart rombongan Gak Koen Hiong pada kertak gigi, saking gusar dan mendongkol, akan tetapi, kendatipun demikian, tidak lantas ada yang majukan diri, mereka semua ngeri melihat Tat Sip Pa-touw-louw yang liehay bisa dipecundangi secara demikian gampang.

   Pertandingan baham berlanjut lima babak, baru sudah mendekati tengah hari, selama itu, Gak Koen Hiong kalah empat, bukan main ia mendongkol dan bingung.

   Dengan reman suram, ia memandang kepada rombongannya, akan pilih jago pula.

   Akan tetapi, belum sampai ia dapat memilih, dari pihaknya Tcng Hiauw, In Tiong Kie sudah loncat naik ke panggung, di mana, sambil memperdengarkan suara berisik, ia loloskan cambuk Kauw-kin Hong-liong-piannya dari pinggangnya, karena cambuknya itu bisa dilibat sepertiiangkin, apabila ia kibaskan itu, senjata lemasitu lantas sajajadtkaku dan lempang seperti tumbak atau ruyung, Sembari perlihatkan senjatanya itu jago itu segera kasih dengar suaranya.

   "Aku si orang tua sudah lama tidak lagi gemar berebutan di kalangan Kang-ouw, aku lebih-lebih tidak mat menghlna orang dengan kepandaianku, akan tetapi, di samping itu, akupun tak suka sekali orang tantang aku sccara langsung. Barusan Tjian Djie Sianseng sudah talangkan aku, aku pcrcaya dia tak bikin sahabat-sahabatku menjadi kecele, tetapi sekarang aku, aku hendak bikin sahabat-sahabat tidak menjadi terlebih kecele pula, dari itu, dengan mengandali tulang-tulangku yang sudah tua, aku minta sahabat siapa saja naik kemari untuk berikan pengajaran padaku!"

   Ia bicara sambil matanya terbuka lebar ke arah rombongan dak Koen Hiong, lalu ia tambahkan.

   "Nah, sahabat mana yang hendak maju paling dahulu? Aku sama sekali tidak sudi menyebut nama langsung!"

   Rombongan Gak Koen Hiong saling mengawasi.

   Mereka anggap lawan ada aneh.

   Tadi dia ditantang, dia tidak mau maju, sekarang, tanpa ditantang atau diminta, dia maju sendiri.

   Karena dia scgera keluarkan cambuknya, orang mengerti, dia hendak bertanding tak dengan tangan kosong.

   Di antara kaumnya Gak Koen Hiong ada bebcrapa pahlawan Boan yang ulung, mcreka ini tidak saja kcnal baik hal-ihwal jago tua ini, pun ada yang pernah bertempur dengannya, sebab sebagai salah satu pendiri Pie Sioe Hwee, pernah ada ketikanya or-ang-orang Pie Sioe Hwee hendak ditawan oleh pemerintah.

   Pernah pada satu malam, seorang diri In Tiong Kie lawan empat pahlawan dan dapat membinasakan tiga di antaraya.

   Maka itu, pahlawan-pahlawan Boan jerihj terhadapnya.

   Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Hong-liong-pian itu, selain bisa digunai sebagai toya atau cambuk, j uga bisa dipakai membetot gcgaman orang.

   Melihat orang pada saling memandang saja, satu lhama yang dipanggil TjongTat To menjadi gusar sekali.

   Gegamannya ada Teng-tjoa-pang, ruyung atau toya "Ular rotan",| terbuat dari rotan keluaran istimewa Tibet, sebelum dijadikan senjata, direndam dulu di dalam minyak, sampai seratus kali rendam dan seratus kali dijemur, ujung toya dilibati kavvat, hingga jadi kuat betul, dan tidak bisa terbabat kutung oleh golok tajam.

   Toya ini seperti Hong-liong-pian, termasuk senjata yang "lemas".

   "Biar aku yang terima tan tangan int!"

   Kata ia pada Gak Koen Hiong. I a bersikap jumawa.

   "Satu tua bangka, apanya yang mesti dibuat jerih!"

   Ia lantas maju, ia loncat naik ke atas panggung, dengan teladan In Tiong Kie, terus ia keluarkan toyanya dari libatan pinggang, lantas ia bentak ke depan sampai jadi lempang betul, seraya ia menantang.

   "Silakan maju!"

   Diam-diam In Tiong Kie tertawa dalam hati melihat toya orang itu.

   "Rupanya toya ini ada anaknya cambukku, panjangnya pun hampir sama,"

   Demikian ia pikir.

   "Baiklah aku coba ketangguhannya."

   Lantas, dengan satu seruan merendah, ia mulai menyerang lebih dulu. Tjong Tat To percaya, Hong-liong-pian mirip dengan Tengtjoa- pangnya, melihat serangan musuh, ia bersenyum tawar, ia lantas menangkis dengan "Kim kauw siauw tjoe"

   Atau "Ular naga emas mclilit tiang".

   Ia bentur Hong-liong-pian, ia hendak lilit itu, untuk dibetot copot dari cekalan lawannya.

   In Tiong Kie belum kenal cara bersilat musuh, walaupun ia menyerang, ia toh bersiaga untuk tidak sampai gagal dan kecele, maka itu, menampak cara menangkisnya, ia lekas tarik pulang cambuknya, dengan gerakan "Koay bong hoan sin", atau "Ular naga jumpalitan", ia bergerak ke kiri, terus ia balas menyabet ke arah pundak kanan dari lawannya itu.

   Tjong Tat To bukannya seorang lemah, ia tarik pulang toyanya, berbareng dengan itu, ia mencelat tinggi, mclcwati musuh, untuk turun di sebelah bclakangnya, lalu dari ini, sambi memutar tubuh, ia menyerang pinggang.

   Ia menggunai tipu sabctan "Heng kang tjay long"

   Atau "Memotong sungai, memutus gelombang".

   Gerakannyaadasangat gesit.

   In Tiong Kie ada seorang yang berpengalaman, ia pun pandai mendengar suara gerakan pelbagai senjata, ia tidak gentar menampak musuh berloncat melewati ia, malah dengan tidak menoleh lagi ke belakang, ia putar lengannya, ia menyabet ke belakang, untuk menangkis, hingga ia minp dengan orang yang mempunyai mata di bebokong.

   Lhama itu terperanjat atas cara orang itu menangkis terutama karena pian datangnya dari atas, turun rhenimpa dan menekan toyanya.

   Lekas-lekas ia gunai tipu "Go tee liong"

   Atau "Naga tidur di tanah", untuk membebaskan diri ancaman bahaya, ialah sambil mendak, ia berkelit.

   Bcnar-benar bahaya mengancam dengan segera.

   In Tiong Kie sudah putar tubuhnya, serangannya lebih jauh lantas mcnyusul, malah saling susul, dalam rupa-rupa serangan Tjay hong soan soh" (Burung hong memutari sarang).

   "In liong tiauw sioe" (Naga menggoyang kepala), dan "Lian hoan poan tah"

   Atau "Serangan bertubi-tubi".

   Tiga serangan itu mengarah kepala, pinggang dan kaki, saling susulnya sccara sebat sekali.

   Tjong Tat To sudah berjaga-jaga, ia pun liehay, maka itu, walaupun serangan bertubi-tubi, ia dapat elakkan semua itu dengan ketangkasannya.

   Ia beTkelit, ia menangkis, ia berlompat.

   Di sebelah itu, ia pun lantas balas menyerang.

   Sebagai kesudahan, keduanya bertempur dengan sera, kegagahan mereka ada berimbang sekali, sampai beberapa puluh jurus, masih belum ketahuan siapa menang dan siapa kalah, mereka tetap saling menyerang.

   Satu kali Tjong Tat To kena didesak, dari tengah, ia sampai di pinggir.

   Ia ketahui i ni.

   ia mcnjadi gusar sekali.

   Ia mcmang beradat keras.

   Dcngan tiba-tiba, ia berseru, dengan pukulan "Ya tjee tan hay"

   Atau "Memedi memeriksa lautan", ia scrang batok kcpala orang.

   Ia ada sangat bernafsu, sampai agaknya ia lupa dcngan penjagaan diri.

   Terang ia ingin, dengan satu gebrakan itu, ia akan peroleh kemenangan yang memutuskan.

   In Tiong Kie lihat ancaman itu, diam-diam ia bergirang menampak kekosongan orang itu.

   Dengan sebat sekali, ia berkelit, membarengi itu, sambi! mengendap, ia membabat ke arah kaki lawan.

   Ia gunai tipu serangan "Ouw Hong liang tee"

   Atau "Naga hi tarn mcrebut tanah".

   Tjong Tat To tetap hunjuki keliehayannya.

   Ancaman itu hebat, tetapi ia insyafi itu.

   Malah sekarang ia sengaja, ia hendak keras lawan keras.

   Begitu, sambi I lompat berjingkrak, ia menyabet ke bawah, ke arah pian lawan, untuk bentur itu, untuk dililit, hingga kedua scnjata, cambuk dan toya, scpcrti saling meiibat, sesudah itu, ia lantas membetot dengan kaget dan keras, ia gunai seantero tenaganya.

   Di pihak lain, In Tiong Kie juga menarik tak kurang kcrasnya.

   Dua-dua, Hong-liong-pian dan Tcng-tjoa-pang ada alat-alat senjata kuat dan ulet, tetapi ini kali, menemui j timpalan, kcduanya sampai pada "ajalnya".

   Tarikan getas dan keras, j disebabkan libatan sangat keras, mcmbuat dua-duanya patah dengan sekonyong-konyong, di antara suara nyaring dari patahan itu, dua-dua.

   In Tiong Kie dan Tjong Tat To jadi terpelanting sendirinya, masing-masing jatuh ke bawah panggung! Syukur untuk mereka, mereka bisa jatuh berdiri, tangan mereka mencekali buntungan senjatanya masingmasing, napas mereka sama-sama memburu.

   Suara gent a menyusul dengan lantas, dan To Poet Hoan umumkan putusannya.

   Scbab dua-duanya jatuh dari panggung, pertandingan itu ditctapkan seri, tidak ada yang kalah, tidak ada yang menang.

   Pihaknya Gak Koen Hiong bergembira.

   Walaupun mereka tidak menang, toh In Tiong Kie, satu lawan tangguh, dapat dibikin tidak bisa * bcrbuat suatu apa.

   Tapi, sclagi mereka kegirangan, dari pihaknya Teng Hiauw, mereka lihat satu orang loncat naik ke atas panggung, apabila mereka telah kenali orang ini, mereka kaget.

   Orang dari pihak Teng Hiauw itu naik ke loeitay sambil berloncat.

   Dia ada satu hweeshio yang mukanya lebar dan sepasang kupingnya gede.

   Yang membikin orang terkejut, dia adalah Hong Tjin Hweeshio, pendcta kenamaan dari Siauw Lim Sie dari Gunung Siong San.

   Pada masa itu, di antara kedua golongan kaum persilatan yang utama, Boe Tong Pay dan Siauw Lim Pay, pihak Siauw Lim sendiri terbagi atas empat cabang, ialah cabang Pouwthian di Hokkian, cabang Teng-hong di Hoolam (Siong San), cabang Lam-hay, dan cabang Ngo-bie.

   Cabang Hoolam, yang dikenal sebagai Siong San Siauw Lim Sie, disebut sebagai Boelim Tjong-hoay, pusatnya.

   Ilmu silat Siauw Lim Sie terdiri dari tujuh puluh dua rupa, sesuatu cabangnya ada istimewa, umumnya melebihi Iain-Iain kaum.

   Umpamanya ada Tiat-seetjiang (Pasir Besi), Hek-see-tjiang (Pasir Hitam), Ang-seetjiang (Pasir Merah), Kim-see-tjiang (Pasir Emas), Kim-patjiang (Macan Tutul Emas), Tiat-pie-pee (Piepee Besi), Tiatsauw- tjioe (Sesapu Besi), Poan-dj iak-tj iang (Tangan Kecerdasan), dan Tiang-koen (Tangan Panjang).

   Dari empat puluh lebih rupa senjata rahasia, lebih dari separuhnya ada kepunyaan pihak Siauw Lim.

   Sedang Hong Tjin ini ada hweeshio keluaran dari Madrasah Tat Mo Ih dari Siauw Lim Sie di Siong San.

   Madrasah ini dapat dimasuki cuma oleh hweeshio-hweeshio yang sudah sempurna pelajaransilatnya.

   Maka itu, pihaknya Gak Koen Hiong jadi sangat terpengaruh oleh nama Siauw Lim Sie.

   Dalam sibuknya, Gak Koen Hiong terpaksa ingin minta tulang punggungnya, Lhama Besar Kat Pouw Djie, untuk layani pendeta dari Siauw Lim Sie itu, akan tetapi belum sampai ia buka mufutnya, dari antara rombongannya sudah ada satu orang yang mendahului loncat naik ke atas panggung.

   Orang itu sama sekali tidak bicara lagi sama ia.

   Dia berumur empat puluh lebih-, tubuhnya kate dan dampak, mukanya penuh berewokan, romannya sangatjelek, tapi tubuhnya sangat gesit Tidak ada orangnya Gak Koen Hiong yang kenal orang ini, mereka semua menjadi heran.

   Sesampainya ia di atas panggung, segera ia kcluarkan gcgamannya.

   ialah sepasang ruyung Hoed-tjhioe-koay yang terbuat dari baja.

   "Taysoe, sejak kita berpisah, apa kau ada banyak baik?"

   Demikian orang ini menanya Hong Tjin Hweeshio, sambil ia bersenyum sindir.

   Dianampaknyasangatjumawa dan menantang.

   Pendeta itu mengawasi, ia rasa kenal orang ini, apabila ia sudah mengingat-ingat, ia menjadi terkejut dengan sekonyong-konyong, hingga ia mengawasi lebih jauh dengan tercengang.

   Sekarang ini usianya Hong Tjin Hweeshio sudah mendekati enam puluh tahun.

   Dia sucikan diri bukan semenjak masih kecil, hanya baharu hampir tiga puluh tahun.

   Pada riga puluh tahun yang lalu, ia ada murid Siauw Lim Sie, yang biasa saja, dalam usia muda, ia sudah rampungkan pelajarannya, dari itu, ia terus merantau.

   Kemudian ia bekerja dalam satu piauwkiok.

   Ketika itu, dalam Rimba Pcrsilatan.

   orang justcm paling mcnangkan diri.

   Di dalam piauwkiok itu pun ada bekerja satu piauwsoc lain, keluaran Boc Tong Pay, namanya Hoe Touw Lam.

   Di situ dia in i ada dimalui.

   Tapi, dengan datangnya Hong Tjin, dia jadi merasa tidak senang.

   Sampai pada suatu hari, datanglah ketikanya untuk ia agulkan Kaum Boc long.

   "Boc Tong Pay dan Siauw Lim Pay memang bcrdasarkan satu,"

   Kata Hoe Touw Lam.

   Pendiri dari Boe Tong Pay, ialah Thio Sam Hong Tjouwsoe, ada asal Siauw Lim Pay, yang pisahkan diri dan mendirikan cabang sendiri.

   Tapi Boe Tong Pay telah ambii bagian-bagian yang bagus dari Siauw Lim Pay dan buang bagian-bagian yang jclck, dia berdiri sendiri, scbagai ahh Iwcc-kcc, bagian dalam, dari itu, dipadu dengan Siauw Lim Pay, dia ada jauh tcrlcbih menang!"

   Hong Tjin masih muda, ia pun baharu keluar dari perguruan, bias dimengerti jikalau ia jadi tidak senang.

   "Apakah sih Iwee-kee dan gwa-kee?"

   Kata ia.

   "Lwee-kee Boe Tong Pay ada muncu! dari Siauw Lim Pay. Pemecahan aliran itu ada untuk memperdayakan orang luar saja. Semua cabang silat, biarpun berlainan, ada masing-masing ilmunyayang luar biasa, dan semua membutuhkan latihan tenaga. Scsuatu cabang mesti mempunyai orang-orangnya yang liehay, jadi tak dapat dibilang, cabang ini mesti mcnangkan cabang yang lain. Atau Icbih tegas lagi, tak pasti lwee-kee akan kalahkan gwa-kee!"

   Perselisihan paham ini lantas bcrubah mcnjadi pcrscngketaan, dari salmg bcrcbut omong, mcreka jadi sal ing sindir, karcna pcrdamaian tidak bisa didapatkan, mcreka putuskan itu dengan satu pertempuran.

   Hong Tjin tidak dapat kendalikan hawa amarahnya, dengan Kim-pa-tjhioe, ia lukai Hoe Touw Lam, sampai dia ini mendapat luka di dalam dan tak bisa yakir.kan ilmu silat Iebih jauh.

   Selang bebcrapa tahun, bahna kesal, dia jatuh sakit dan akhirnya menutup mata.

   Kejadian ini membuat Hong Tjin amat masygul, ia sangat menyesal, dan bclakangan lagi, iapun insyaf, pekcrjaan piauwsoc adalah berarti menjual jiwa untuk orang-orang yang uangnya banyak, pengubanan itu tidak berarti, maka akhirnya, ia pergi memasuki kuil, ia mcnjadi pendeta.

   Hoe Touw Lam telah meninggal dunia, tctapi ia ada mempunyai satu murid.

   Dia ini sangat mencintai gurunya, ia hendak menuntut balas.

   Satu kali, dia scrang Hong Tjin secara menggelap, tctapi dia bukan tandingan dari itu pendeta, dia kena dikalahkan.

   Hong Tjin sudah lukai guru orang, ia tidak tega eclakai penyerangnya ini, malah sebaliknya ia memohon maaf dari murid itu.

   Tapi dia ini bertabiat luar biasa, dia tidak matur maaf, dia tidak bilang suatu apa, dia ngeloyor pergi, terus sampai kira-kira tiga puluh tahun, tentang dia Hong Tjin tidak dengar suatu apa, sampai sekarang, tahu-tahu diamuncul di atas panggung adu kepandaian.

   Murid Hoe Touw Lam ini bemama Louw Kee Tjong.

   Segera setelah ia kenali Kee Tjong, Hong Tjin memberi hormat "Lauwtee, apakah kau tetap tak bisa lupai urusan dari tiga puluh tahun itu?"

   Tanya ia.

   "Dulu karenamelukai gunimu itu, aku menyesal bukan main. Kau tahu sendiri, gurumu bukan terbinasa di tanganku, dia menutup mata karcna sakit. Pada tiga puluh tahun yang lalu, aku telah mohon maaf dari kau, Lauwtee, dan sekarang ini, aku matur maaf kcmbali kepadamu. Jikalau kau inginkan aturan kaum Kang-ouw, aku nanti jamu kau, untuk haturkan maafku terlebih jauh. Lauwtee, bukankah urusan dapat dibikin habis? Kalau kau setuju, aku nanti atur ini schabisnya picboc ini. Aku datang kemari untuk kehormatan kaum Kang-ouw, untuk urusan besar, sedang urusan kita berdua ada urusan kecil, urusan perseorangan. Kau toh bukannya tidak ketahui scbabmusabab dari pieboe ini? Maka kenapa kau hendak mengacau, dengan campur-baurkan urusan kita berdua? Apakah mungkin kau ada kambratnya Gak Koen Hiong?"

   Louw Kee Tjong bukannya konco dari Gak Koen Hiong, selama beberapa puluh tahun, ia terus yakinkan ilmu silat dengan maksud tujuan satu saja.

   untuk mencari balas buat gurunya.

   Mengenai pieboe ini, ia tak tahu benar siapa betul dan siapa salah, ia juga tidak bermat membantu salah satu pihak.

   Ia lihat Hong Tjin Hweeshio, ia turut naik di atas panggung, guna bertempur, agar ia mewujudkan pembalasannya.

   Inilah ada terlebih baik lagi, karena mereka bertempur di muka orang banyak.

   Maka itu, tak sudi ia mendengari nasihat pendeta tua itu.

   Ia goyang-goyang Hoedtjhioe- kay, ia tertawa dingin.

   "Enak sekali kau bicara!"

   Dcmikian ejekannya.

   "Guruku terbinasa karena kau, aku telah bersabar tiga puluh tahun, apa itu masih belum cukup? Tidak dapat kau habiskan urusan secara begini gampang. Bagaimana caranya dahulu kau rubuhkan guruku, begitu juga caranya sekarang aku hendak rubuhkan kau! Kau hajar guruku dengan Kim-pa-tjiang, sekarang aku hendak beri kau rasa Hoed-tjhioe-kay! Dengan tongkat membayar tangan kosong, itulah bunga untuk tiga puluh tahun! Tapi mengenai urusan pieboe ini, siapa benar siapa salah/ aku tidak sudi campur. Umpama kata kau tak ingin aku mengacau, baik, sekarang kau segera umumkan kepada khalayak ramai bah wa kau men ye rah kaiah, kau tidak bcrani Iawan aku, kemudian kita orang can satu tempat sunyi di rnana kita berdua boleh adu kepandaian kita!"

   Mendengar kata-kata orang itu, Hong Tjin merasakan dirinya dibikin jadi menunggang harimau.

   turun atau duduk terns, jadi serba salah.

   Coba mereka ada di lain rempat, dengan gam pang iasuka mengaku kalah saja.

   Sesudah puluhan tahun sucikan diri, pikirannya sudah bebas.

   Buat ia sendiri, kalah pun tidak bcrarti.

   
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tapi di sini ada mengenai rombongannya Teng Hiauw, maka kecewa sekali bila ia mengaku kalah tan pa bertempur lagi.

   Kekalahannya akan mcngakibatkan kekalahannya Teng Hiauw dan Boe Wie.

   Bagaimana ia dapat lakukan itu? Dan sebagai wakil dari Siauw Lim Pay, cara bagaimana tak keruan-keruan, ia mcsti menyerah kalah terhadap musuh pribadi? Apakah itu tidak akan mencemarkan golongannya? Kalau bertempur, ia tidak tega melukai Kee Tjong, tanpa dilukai, sulit muridnya Hoe* Touw Lam dirubuhkan jatuh dari atas loeitay.

   Dari romannya orang, ia tahu benar, orang she Louw ini sudah sempurna pelajaran silatnya.

   Selagi pendeta ini bersangsi, di bawah orang bertempik sorak riuh.

   Ttulah pcrbuaian rombongan Gak Koen Hiong.

   Mereka dengar Hong Tjin bicara, tapi tidak terdengar apa katanya, mereka tampak pendeta itu bersikap lesu, mereka sangka orang jerih, dari itu, mereka berseru-seru, antaranya ada yang teriaki.

   "Di atas loeitay bukan tempatnya untuk bicara hal dulu-dulu! Pieboe bukannya urusan menghadapi bcsan! Eh, kenapa si keledai botak masih tidak mau turun tangan?"

   Juga To Hoan dan Kong Tat tidak mengerti melihat orang masih berhadapan saja, yang satu sikapnya menantang, yang lain seperti jerih, hiingga mereka memikir untuk mcndcsak, supaya dia orang itu segera mulai bcrtanding.

   Justeru itu, Hong Tjin loloskan jubahnya, kemudian seraya pasang kuda-kudanya, ia kata pada penantang itu.

   "Lauwtee, kau telah desak pintjeng hingga pintjeng tidak bcrdaya lagi. Silakan kau maju!"

   Louw Kee Tjong melirik dengan tajam.

   "Apakah kau hendak gunai sepasang tanganmu yang kosong buat layani tongkat Hoed-tjhioe-koay?"

   Ia tanya sambil berseru. Pendeta itu tertawa.

   "Sudah ban yak tahun aku sucikan diri, sudah tak biasa lagi bagiku buat menggunai golok atau pedang,"

   Ia mcnyahut dengan manis.

   "Lauwtee, silakan kau maju, sesukamu, jangan sungkan-sungkan!"

   Louw Kee Tjong jadi gusar. Ia anggap ia sudah dipermainkan.

   "Keledai botak!"

   Ia mendamprat.

   "Kau sudah bikin celaka guruku, sekarang kau perhina aku!"

   Dan ia geraki sepasang tongkatnya, dalam gerakan "Siang Hong djip hay"

   Atau "Sepasang naga masuk ke dalam laut".

   Ia menyerang dengan berbareng, dari kiri dan kanan.

   Hong Tjin Hweeshio berserryum.

   Mengikiiti datangnya kedua tongkat, ia mondur tetapi begitu Ickas juga, kaki kirinya maju ke samping, nyela bumi, akan tekan lengan kanan orang seraya teruskan menggempurpundak kanan lawan itu.

   Inilah hebat! Tapi Kee Tjong lekas egosi tubuhnya seraya mengendap sedikit, hingga ia lolos dari bahaya, tangan lawan cuma berkelebat di depan mukanya.

   Hong Tjin menyerang melainkan sampai di situ, ia tidak mcndesak, ia tak tega akan turunkan tangan j ah at.

   Kee Tjong tidak mengerti bah wa orang merasa kasihan terhadap dirinya, selagi si pendeta hcntikan serangannya, tibatiba ia rubuhkan diri, ia bergulingan, lalu sambil bcrgulingan ia maju, akan menyerang orang bagian bawahnya, kedua tongkatnya bergerak secara hebat sekali.

   Kedua tongkat itu sama sekali tidak bentrok dengan lantai panggung.

   Hong Tjin terperanjat juga melihat lawan itu gunai Tee tong koen", ilmu silat "Bergulingan di tanah".

   Segera ia mengapungkan tubuhnya, akan meloncat buat terus berloncatan, ke sana dan kemari, akan saban-saban menyingkir dari sambaran tongkat, yang datang seperti tidak putusnya karena tubuhnya Kee Tjong berguling ke arah mana ia menyingkir.

   Yang hebat, bukan melainkan tongkat, hanya juga kaki dan dengkulnya orang she Louw ini bisa turut menyerang juga, menendang atau mendupak secara hebat.

   Dengan berkelahi dengan tangan kosong, dengan menghadapi senjata, nampaknya Hong Tj in Hweeshio ada terdesak, ia pun kelihatan seperti bclum tahu caranya untuk pecahkan Tee-tong-koen, dari itu, ia terus main mundur, ia seperti bakal lekas sampaikan tepi panggung.

   Pihaknya Gak Koen Hiong sudah lamas memperdengarkan tepuk tangan riuh, mereka percaya, pendeta itu bakal segera kena dikalahkan.

   Walaupun ia sedang berkelahi dan agaknya terdesak, Hong Tjin dengan tempik sorak riuh itu, yang membuar air mukanya berubah dengan tiba-tiba, | hingga di lain saat, ia perdengarkan tertawa yang panjang, lalu tubuhnya bergerak cepat, karena kedua kakinya tidak lagi lompat-lompatan untuk berkelit saja, hanya sekarang, ia berkelit sambil mcmbalas menjejak.

   Ia sudah mulai gunai "Wan-yho Tjin-pou Lian-hoantwie", ialah gerakan kaki maju saling bcrganti.

   Scbentar saja, keadaan lantas jadi berubah.

   Kalau tadi ada 1 ah si pendeta yang terdesak, kini adalah Kee Tjong yang main mundur.

   Kedua tangannya si pendeta juga sering-sering menyambar, akan tangkap tongkat orang.

   Pertempuran itu membikin sekalian penonton menjadi kagurn, hingga dari bertepuk tangan, mereka jadi berdiam, sampai mata mcrcka seperti kabur.

   Kedua lawan itu bcrgcrak ccpat sekali.

   Kcl i hatannya Hong Tj in Hweeshio mcnang di atas angin, tetapi satu kali, mendadakan sebatang tongkat menyambar naik, ke arah kcmpolannya, disusul dcngan suara menggcietak yang nyaring.

   Orang tcrkcj ut, semua menyangka, pcndcta itu sudah kcna dihajar, tetapi, segera orang melengak, karena suara menggcietak itu disusul dcngan suara tcrtawa yang panjang, tubuhnya Louw Kec Tjong terpentai tcrguling satu tumbak lebih, di mana ia mcncclat bangun akan bcrduduk, di lain pihak tongkatnya, tongkat dari tangan kanan, sudah bcrada di tangan Hong Tjin, siapa, dcngan satu kali tekuk saja, sudab bikin senjata itu, yang terbuat dari baja, menjadi patah dua! Dan kedua patahannya segera di lemparkan ke bawah panggung.

   Habis itu, Hong Tjin bcrtindak menghampin lawannya.

   "Lauvvtee, aku telah terima pukulan sebatang tongkat dari kau, kau niscaya sudah puas, bukan?"

   Ia berkata sambiltertawa.

   Mukanya orang she Louw itu pias pucat, dengan tidak mengucapkan sepatah kata jua, ia berbangkit untuk bcrtindak turun dari panggung.

   Hong Tjin biarkan orang pergi, ia menoleh kepada kedua wasit, untuk menjura, kemudian ia pun berlalu dari panggung piranti pieboe itu.

   Kcsudahan ini tidak mendapat tcpukan tangan dari para hadirin semua orang heran menyaksikannya.

   Hong Tjin Hweeshio tak inginkan kckalahan, di lain pihak, ia be rat akan lukai Louw Kee Tjong, dari itu, selagi berkelahi, ia bcrpikir kcras, pikirkan jalan menamatkan pertempuran ini untuk kebaikannya kedua pihak.

   "Koen tee tong"

   Dan Kee Tjong membuat ia sulit, desakan musuh membikin ia mesti mundur, maka akhimya tcrpaksa ia kasih lihat "Wan-yho Tjinpou Lian-hoan-twie" -"Burung Wan-yho maju silih berganti", dengan itu, ia dapat pecahkan desakan orang sambil bergulingan.

   Selagi balik mendesak, ia pun masih pikirkan daya untuk bikin lawan itu tidak berdaya.

   Ia masih ban yak lindungi muka terang mcreka.

   Di akhimya, ia lihat serangan hebat dari Kee Tjong ke arah kcmpolannya, lantas ia dapat pikiran, berbareng mengasih dirinya kena dihajar, ia pun tangkap dan rampas tongkat orang.

   Dengan memberi kempolannya dikemplang, ia tidak merasakan terlalu sakit, dari itu, dengan lantas ia bisa patahkan tongkat bajanya.

   Sekalipun To Poet Hoan dan Yo Kong Tat, kedua wasit, menjadi bingung, hingga mereka tidak dapat segera memberi putusan, adalah setelah keduanya berdamai, mereka umumkan bahwa pertandingan itu berkesudahan seri, sebab tidak ada salah satu yang jatuh ke bawah panggung, benar yang satu kena dihajar dengan tongkat, akan tetapi yang lain pun kena didupak terpentai hingga jatuh duduk! Dua-dua Hong Tjin Hweeshio dan Louw Kee Tjong terima baik putusan itu.

   Hong Tjin memang hendak menolong muka dan jaga muka terangnya Kee Tjong, dan Kee Tjong di lain pihak pernah menyatakan, dengan tongkat melawan tangan kosong, ia ingin dapati bunga untuk sakit hati gurunya selama tiga puluh tahun.

   Dengan demikian juga, dendaman mereka menjadi buyar.

   Gak Koen Hiong girang dengan kesudahan ini, karena dua pertandingan,dua-duanya berkesudahan seri.

   Sekarang ia hendak rebut kemenangan, dari itu ia lantas pilih satu jagonya, yang mengerti Tiam-hiat-hoat, ilmu menotok jalan darah, ialah Kouw Hoei In.

   Dia ini, dalam umur cnam puluh lebih, masih gagah.

   Dia pun ada soesiok, paman guru, dari Ouw It Gok.

   Ouw It Gok ini, yang satu jari tangannya pernah dibabat Law Boe Wie, tidak berani naik ke loeitay, dan ia telah minta pamannya itu sukamenampilkan diri.

   Begitu lekas ia sudah naik ke atas panggung, Kouw Hoei In segera memperlihatkan sepasang Poan-koan-pitnya, ruyung yang beroman seperti pit, alat menulis.

   Inilah alat istimewa untuk menotok jalan darah, panjangnya cuma satu kaki delapan dim.

   Kalau senjata umumnya ada "satu dim panjang, satu dim tambah Iiehay", adalah Poan-koan-pit "satu dim pendek, satu dim tambah berbahaya".

   Dan satu kali dia pcrton tonkan senjatanya ini, orang di bawah panggung semua mengerti bahwa ia adalah seorang Iiehay.

   Di pihaknya Teng Hiauw, Tok-koh It Hang mengerutkan alis.

   Ia tahu siapa adanya jagonya Gak Koen Hiong itu, Tiamhiat- hoat siapa adalah latihan dari beberapa puluh tahun.

   Ia insyaf betapa sukarnya untuk mclayani orang she Kouw itu.

   Daiam rombongannya ada Lo Hoan Sian, ahii Tiam-hiat-hoat Hoei In dengan Kim-na-tjhiocnya.

   Benar di saat pada Kouw Hoei In, ia kuatir, orang Soc-tjoan ini nanti kalah iatihan, apabila Hoan Sian sampai kalah, sayang namanya sebagai jago Soc-tjoan nanti runtuh.

   Pikir punya pikir, ia anggap baik I ah ia sendiri yang maju, untuk mclayani Tiam-hiat-hoat Hoei In dengan Kim-na-tjhioenya.

   Benar di saat ia hendak geraki kakinya, untuk berbangkit, tiba-tiba ia rasakan ada seorang menckan pundaknya dari belakang scraya berkata dengan pelahan.

   "Buat sembelih ayam buat apa pakai golok piranti potong kcrbau? Biarlah siauwtee yang layani babak ini."

   Segera Tok-koh It Hang menoleh.

   lantas ia kenali Thie-bian Sie-seng Siangkoan Kin, si Mahasiswa Muka Besi dari Kangsouw, maka sedetik itu juga ia keluarkan napas lega, terus ia bcrduduk pula, sambi I is caci dirinya sendiri kenapa dia boieh lupai sahabatnya itu.

   Siangkoan Kin sudah benimur mcndckaii lima puluh tahun, tetapi ia bermuka putlh dan tidak bcrkumis jenggot, dengan jubah panjang dari sutera dan tangan mencekal kipas, dengan tindakannya yang lemah-lembut ia tcrtampak sangat sederhana, agung tetapi man is budi, tidak heran kalau iadapat julukan si anak sekolah.

   Ia jalan dengan peiahan, sesampainya di bawah panggung, ia dongak.

   "Aya!"

   Ia berseru sendirinya.

   "Kenapa panggung ini begini tinggi? Aku tak dapat lompat untuk menaikinya."

   Lalu, dengan sebelah tangan goyang-goyang kipasnya dan tangan yang lain menyingkap ujung bajunya, ia menginjak langga, naik setindak demi setindak.

   Panggung tinggi satu tumbak delapan kaki.

   untuk itu ada disediakan sebuah tangga dengan banyak tindakannya, sekarang Siangkoan Kin gunai tangga itu.

   Ia tidak naik sambil berlompat seperti yang lainnya, tidak heran kalau ia menerbitkan tertawanya banyak orang, hingga di bawah panggung jadi gempar.

   Tapi ia tidak perdulikan orang banyak, ia naik terus, sampai ia berada di atas, selagi ia berdiri di depannya Kouw Hoei In, ia rangkapi kipasnya, matanya mengawasi ahli Tiam-hiat-hoat itu, dari atas ke bawah, lalu tiba-tiba ia menuding dengan kipasnya itu, juga ia tcrtawa dan kata.

   "Aku kira siapa, kiranya Kouw Hoei In dari Hoolam! Rerunning, aku bcruntung sekali bisal bcrtcmu dengan kau, aku memang sedang memikir untuk tenma ajaran ilmu menotok dari kau!"

   Kedua orang ini belum kenal satu pada Iain, akan tetapi nama dan ro-man mcrcka, mcrcka pcrnah dengar dan ketahui, begitulah Kouw Hoei In apabila ia saksikan tampang dan cara dandan dari Siangkoan Kin, ia percaya betul, orang ini mestinya ada Thic-bian Sie-seng si Mahasiswa Muka Besi, maka itu, ia terperanjat, berbareng dengan mana, ia pun mcndongkol.

   Ia ada di tingkatan tcrlcbih tua, sudah tentu ia gusar, ia tak dapat sabarkan diri menerima ejekan orang itu.

   Hoei In pun datang membantu Gak Koen Hiong karena ia diperolok-olokkan olch Ouw It Gok, keponakan muridnya, sama sekali ia tidak punya pcrkcnalan dengan Ketua Muda dari Gie Hoo Toan itu, dari itu, ia juga pemah janji, ia suka membantu dalam satu pcrtandingan saja, kalah atau menang, tetap satu kali.

   Ia berjanji demikian untuk menjaga muka terang dari It Gok.

   Siapa tahu, ia yang belum pernah ketemu tandingan, sekarang mesti berhadapan dengan Siangkoan Kin, siapa pun justeru telah singgung keagungannya.

   Sebenarnya, ia tidak jerih terhadap si mahasiswa itu, walaupun namanya dia ini ada tersohor.

   "Kau rupanya ada Thie-bian Sie-"demikiania menegur, dengan suara keras.

   "Di hadapan orang terlebih tua, cara bagaimana kau berani bersikap begini kurang ajar? Sekarang kau keluarkan senjatamu, biarpun aku sudah tua, aku tidak nanti berlaku sembrono!"

   Siangkoan Kin tertawa dalam hatinya mendengar orang anggap dirinya ada dari golongan terlebih tua.

   Dalam hal usia, Hoei In memang lebih tua, tetapi cuma delapan atau sepuluh tahun, akan tetapi bicara tentang tingkatan, di antara guru mereka, sama sekali tidak ada hubungannya, hingga tak beralasan akan orang she Kouw itu mengagulkan diri.

   Tapi, ia tidak gubns ini.

   Karena ia ditantang, ia bersenyum, lantas ia hunjuki kipasnya.

   "Seorang yang terlebih muda mesti berlaku hormat kepada orang yang terlebih tua,"

   Berkata ia.

   "maka itu biarlah aku gunakan kipasku ini saja Untuk menerima ajaran dari kau."

   Sepasang alisnya Kouw Hoei In menjadi berdiri, ia gusar bukan main.

   "He, kenapa kau memandang begini hina padaku?"

   Ia menegur dengan geramnya.

   "Karena kau tidak niat pakai senjata, baiklah kita menggunakan tangan kosong saja!"

   Siangkoan Kin tidak menjadi gusar, malah ia tetap bersenyum. Tapi menyusul itu, ia geraki kipasnya secara tibatiba.

   "Kouw Tjianpwee, kau lihatlah biar terang,"

   Berkata ia. Ia masih sebut orang "tjianpwee", orang yang lebih tua tingkatannya.

   "Aku punya senjata adalah ini kipasku, tidak biasanya untuk aku menukar gegaman dalam saat kesusu."

   Kouw Hoei In mengawasi dengan tajam pada kipas orang itu, maka sekarang ia dapat kenyataan, dilihat dari Iuarnya, yang hitam warnanya, kipas itu mesti terbuat dari baja, sedang kedua tulang sampingnya, yang bersinar, mengkilap, rupanya ada lempengan pisau yang tajam.

   Segera ia insyaf, apabila si Mahasiswa ini pandai Tiam-hiat-hoat, benar-benar ia tidak bolch memandang enteng, karena kipas itu ada terlebih pendek daripada Poan-koan-pitrrya.

   "Jikalau demikian, nah, kau sambutlah!"

   Akhirnya orang she Kouw ini berseru. Ia belum tutup rapat mulutnya, kedua tangannya sudah mendahului bergerak. Dengan "Siang hong koan djie"

   Atau "Sepasang angin meniup kuping", pit kirinya mengancam muka, dan pit kanannya menyerang jalan darah "Hoa-khay-hiat"

   Dari Siangkoan Kin.

   "Bagus!"

   Siangkoan Kin juga berseru.

   Ia berkelit, hingga dua-dua serangan gagal.

   Tapi, dengan sangat gesit, iamaju, akan balas menyerang.

   Ia arah jalan darah "In-tay-hiat".

   Kouw Hoei In turunkan pitnya secara berat, untuk punahkan serangan itu, akan tetapi Siangkoan Kin batalkan serangannya, ia menarik pulang, untuk turut menyambar jeriji tangan orang.

   Dengan terpaksa, juga tergesa-gesa, Hoei In tank pulang senjatanya, berbareng dengan itu, sekalian ia geraki tubuhnya, mengendap, hingga dengan satu gerakan susulan, kedua Poan-koan-pit bisa menotok pula, ke arah betisnya lawan, padajalan darah "Hoan-tiauw-hiat"

   Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dan "Kwan-goanhiat". Ia punya gerakan mengendap itu ada "Bwee hoa loh tee"

   Atau "Kembang bwee jatuh ke tanah". Dengan mengisarkan kaki dengan "Lauw tjie djiauw pou"

   Atau "Peluk dengkui untuk memutar kaki", Siangkoan Kin berkelit, kipasnya digeraki, dipakai mcnangkis, mcncruskan mana, ia juga totok jalan darah orang "Tjo kin tjeng hiat"

   Di pundak kiri.

   Kouw Hoei In sedang keluarkan dua-dua senjatanya, ia tidak dapat kcscmpatan untuk mcnangkis, terpaksa ia mcnyampingkan tubuhnya, akan menyingkir jauhnya beberapa kaki.

   Ia berhasil membebaskan diri dari bahaya, akan tetapi, ia rasai mukanya panas, saking jengah sendiri.

   ia pun terluput dari ancaman bahaya hebat.

   Siangkoan Kin tidak mau mengasih hati, ia lompat menyusul, ia geraki kipasnya, untuk lanjuti serangannya.

   Sckal i ini, kipasnya itu dipakai dalam gerakannya "Pie-hiat-kwat", cangkol untuk menutup jalan darah, dan pedang Ngo-hengkiam, ujung kipas senantiasa mencari bagian.

   bagian anggota yang berbahaya.

   Menampak gerakan musuh itu Kouw Hoei In tidak berani abaikan diri, ia segera hunjuk kesebatannyaj akan halau sesuatu bahaya, buat balas mengancam juga, hingga di sinil kelihatanlah peryakinannya daril beberapa puluh tahun, tidak percuma ia menjadi satu ahli.

   Dua-dua Poan-koan-pit dan Thie-sie-tjoe, kipas besi, biasa mencari tiga puluh enam jalan darah, dari itu setiap totokan ada berbahaya sekali karena mana, kedua orang yang lag! bertempur, mesti berlaku waspada, gesit dan tangkas.

   Lekas sekali rasanya, pertandingan ini sudah mclalui lima puluh jurus, adalah setelah itu, Kouw Hoei In insyaf liehaynya lawan, karena berulang-ulang, semua penyerangannya dapat dipunahkan, hingga ia tidak lagi sanggup bergerak dengan lcluasa, seperti di jurus-jurus permulaan, sedang di lain pihak, rangsekan lawan itu ia rasakan tetap sama berbahayanya, hingga ia mesti berlaku luar biasa hati-hati.

   Sesudah lewat lagi beberapa gebrakan, sekonyong-konyong .pit kiri dari Hoei In menyambar jalan darah "Hoen-soei-hiat"

   Dari Siangkoan Kin. Itu ada serangan "Sian-tjoe song tjoe"

   Atau "Dewi mengantar anak".

   Siangkoan Kin egosi tubuhnya sambi! melesat, lalu kakinya melesat lebih jauh, baharu tiga tindak, tahu-ahu ia sudah berada di belakang lawannya.

   Hoei In insyaf ancaman bahaya, dengan gesit ia memutar tubuh.

   Thie-bian Sie Seng antap orang putar tubuh, setelah itu, ia majukan kipasnya sambil dibuka, kakinya pun turut maju, hanya gerakannya, mirip dengan gerakan orang sedang mainmain.

   Tapi kipasan itu ada hebat, anginnya menyambar keras ke mukanya- Kouw Hoei In, hingga matanya dia ini menjadi sukar melihat Justeru itu, sampailah kakinya si Mahasiswa Muka Besi, sedang kipasnya juga lantas dirangkap pula hingga menjadi kuncup lagi, terus dipakai rnenyerang, dari kiri kanan, dikibaskan.

   Kouw Hoei In terkejut, ia angkat tangan kanannya, untuk menangkis, tetapi ia terhalang oleh penglih&tannya, yang sesaat itu kurang awas, tahu-tahu lengan kanannya kena terbentur k;pas, mengenai tepat jalan darahnya "Kwan-goanhiat", maka tidak tempo lagi, pitnya terlepas dari cekalannya dan jatuh ke lantai panggung dengan perdengarkan suara nyaring.

   Menyusul itu, Siangkoan Kin memperdengarkan suara tertawa berkakakan, tubuhnya melesat mundur, kipasnya pun dipakai mengipasi dirinya.

   "Maaf, maaf, terima kasih untuk pengalahan kau,"

   Kata ia.

   "Kau keliru tangan, Tjianpwee, harap kau jangan sesali aku."

   Mukanya Kouw Hoei In menjadi merah dan pucat, saking maiu.

   Nama baiknya dari puiuhan tahun, sekarang sekejab saja tclah kena dibikin turun.

   maka dengan cuma mengucapkan dua patah kata mcrcndah, ia loncat turun dari panggung.

   Ia sebenarnya hams bcrtcrima kasih kepada Siangkoan Kin, apabila lawan ini berlaku ganas, ia bukan akan cuma dapat malu saja, dia akan eclaka juga, sedangkan ia sudah berusia lanjut.

   Darahnya berhenti jalan, ia tidak terluka parah.

   dari itu, scndirinya ia mampu perbaiki jalan darah itu, maka itu, ia bisa segera loncat turun pula.

   Begitu lekas orang loncat turun.

   Siangkoan Kin juga berlalu dari atas panggung.

   Akan tetapi ia tidak loncat seperti lawannya itu, hanya di antara tempik sorak riuh rend ah, sambil sebelah tangan menggoy ang kipas dan scbclah yang lain menyingkap bajunya, ia hampirkan tangga, untuk bcrtindak turun dengan pclahan-lahan persis seperti di waktu naik tadi Ia seperti bukannya orang yang pieboe.

   Gak Koen Hiong lihat pihaknya kembali kalah, ia malu bukan main, ia bingung sekali.

   Memang, ia tidak tahu mesti berbuat apa, ia lihat tuiang punggungnya, Lhama Besar Kat Po Djie, berbangkit berdiri.

   "Gak Lauwtee, jangan bersusah hati,"

   Menghibur pendeta itu.

   "Nanti aku naik ke panggung, untuk rebut pulang muka terangmu."

   Lhama besar ini naik ke panggung bukannya seperti Iain- Iain orang, bcrsama iaada ikut pengiringnya, satu kacung lhama.

   Dan kacung ini menggendol satu kulit yang besar, yang nampaknya melembung, melainkan tidak diketahui, apa adanya isi itu.

   Semua penonton merasa hcran.

   semua mengawasi dcngan penuh pcrhatian.

   Sciclah berada di atas panggung, lhama besar itu tidak segera keluarkan tantangannya, hanya terlcbih dahulu ia hadapi kedua wasit, kepada siapa ia menjura, kemudian ia tanya.

   "Bukankah di atas loeitay ini orang merdcka untuk adu kcpandaian apa saja?"

   To Poet Hoan mengawasi, ia dengar nyata pertanyaan orang itu.

   "Benar, kau ada merdeka,"

   Ia bcrikan jawaban.

   "Melainkan di scbelah itu, pihak yang menjadi lavvan juga mempunyai kemerdekaan, hingga ia berhak untuk mencrima atau menolak tantangan kau. Umpama kau hendak adu senjata rahasia, kau bolch menggunakan itu, tetapi mungkin ada lawan yang tidak mau gunai senjata rahasia juga dan akan punahkan senjata rahasia kau dengan tangan kosong. Pendek, dalam hal kepandaianmu, kita wasit tidak cam pur tahu."

   Tapi, kapan ia ingat adanya si lhama cilik, segera ia menambahkan.

   "Tapi aturan pieboe adalah satu lawan satu, tak bisa dua lawan satu, dan"

   Itu coba terangkan, di antara kau orang berdua, siapa yang hendak pieboe terlebih dahulu?"

   Kat Pou Djie tertawa besar.

   "Tentu saja aku!"

   Kata ia dengan jawabannya. Dan terus ia kasih perintah pada kacungnya.

   "Buka kantongitu!"

   Berdua To Poet Hoan dan Yo Kong Tat mengawasi dengan mata terbuka lebar.

   Lhama cilik itu turut perintah, ia sudah lantas buka kantongnya, yang melembung itu, lantas dari situ ia tarik keluar, satu demi satu, golok Lioe-yap-too yang ujungnya lancip.

   Golok itu tajam di dua-dua muka, melainkan gagangnya yang orang bisa pegang.

   Habis itu, kedua lhama ini bavva golok-golok itu jalan memutarkan panggung, saban-saban mercka tancapkan di lantai panggung, diaturnya malangmelintang, hingga sebentar kemudian, loeitay itu mirip dengan rimba golok, semua ujung menunjang langit.

   Sama sekali ada tujuh puluh dua batang, cahaya matahari telah menerbitkan sinar berkilauan.

   Sesudah selesai menancap pelatok istimewa itu, si lhama cilik segera turun dari panggung, sebaliknya si lhama besar sudah lekas loncat ke atas pelatok golok itu, buat terus lari berputaran di atasnya, akan kemudian, dengan tiba-tiba, ia berdiri diam di atas sebatang golok, di tengah-tengah, sebelah kakinya diangkat ke tinggi, hingga ia injak hanya dengan scbelah kaki yang lain.

   "Nah, tuan siapa sudi naik keman, untuk kita orang beradu tangan di atas rimba golok ini?"

   Demikian ia menantang, sikapnya ada jumawa, terang ia sangat memandang enteng kepada pihak lawan.

   Baharu sekarang banyak orang yangmengulur lidahnya.

   Itulah yang dipanggil panggung loeitay Bwee hoa kian atau "Pelatok Bunga Bwee".

   Melainkan alatnya, sekali ini ada dipakai golok-golok lioe-yap-too.

   Siapa tidak sempurna ilmunya mengentengi tubuh, Tjeng-kang-soet, jangan harap dia bisa naik di atas pelatok-pelatok tajam itu.

   Tok-koh It Hang awasi sikap jumawa orang itu, ia kerutkan alisnya.

   Ia tahu benar, pihaknya ada orang-orang yang mengerti Tjeng-kang-soet, tetapi untuk bersilat di atas pelatok golok, pasti tidak ada, karena di sebelah keentengan tubuh dan kepandaian silat, orang mesti juga sudah biasa berloncatan di atas pelatok.

   Sekalipun iasendiri, iamasih sangsteangsi, walaupun ia percaya, setelah peryakinannya puluhan tahun, tak nanti gampang-gampang ia kena dikalahkan.

   Saking terpaksa,ia hendak majukan juga dirinya.

   Akan tetapi, selagi ia hendak berbangkit, ada orang yang telah dului, orang itu ada seorang dusun yang usianya sudah lanjut, bajunya gerombongan, terus saja dia ini bertindak ke arah panggung.

   Pek-djiaow Sin Eng terkejut apabila ia lihat tindakan orang.

   Orang dusun itu tidak berlari-lari, toh langkahnya cepat, sebentar saja, dia sudah sampai di bawah panggung.

   Dan yang mengherankan, ia tidak kenal orang dusun ini.

   Jikalau jago Liauw-tong ini bingung, adalah Teng Hiauw segera hunjuk air muka terang, suatu tanda ia bergirang.

   "Orang tua itu adalah soepehku,"

   Ia kasih tahu Boe Wie. Tok-koh It Hang dengar perkataan orang itu, selagi Boe Wie tidak bilang apa-apa. ia tarik tangannya putera dari mendiang Teng Kiam Beng itu.

   "Apa, soepehmu?"

   Tanya ia bahna herannya.

   "Engkongmu cuma wariskan kepandaiannya kepada dua orang, ialah soepehmu Lioe Kiam Gim dan ayahmu sendiri; sekarang dari mana datangnya satu soepehmu lagi?"

   Teng Hiauw bersenyum.

   "Inilah panjang untuk dijelaskan, Tjianpwee,"

   Ia menyahut.

   "Ringkasnya dia benar ada soepehku. Aku toh telah pelajari ilmu silat Thay Kek Koen dari dua cabang Thay Kek Pay. Orang tua itu ada kandanya Thay Kek Tan dan Tan-kee-kauw di Hoolam, maka dia itu adalah soepehku."

   Pada waktu itu, Thay Kek Koen dari Tan Pay dan Teng Pay ada sama-sama tersohornya. Seperti pernah dituturkan, Tjiang-boen-djin dan Tan-Pay Thay Kek Koen ada Tan Eng Toan, turunan dan"

   Tan Tjeng Peng.

   Tan Eng Toan ini ada anak yang ketiga, tetapi dialah yang diangkat menjadi ahli waris.

   Orang tua yang seperti orang dusun ini ada Tan Eng Sin, anak yang kcdua, ia ketarik benar sama ilmu silat, ia terus yakinkan itu, tetapi ia mengalah dari adiknya, ia juga sangat jarang mcrantau, tidak hcran apabiia Tok-koh It Hang tidak kenal padanya.

   Mai ah Tcng Hiauw sendiri tidak tahu kapannya soepeh itu telah datang dan campuri diri dalam rombongannya.

   Selagi Tok-koh It Hang dan Teng Hiauw bicara, Tan Eng Sin sudah naik ke atas panggung, tetapi ia bukannya Ion cat mclesat, hanya ia mengapungi diri, dan sesampainya di atas, bukannya ia injak panggung Iebih dahulu, hanya terus saja ia taruh kaki atas sebuah pclatok golok, kaki kanan mengenai golok, kaki kiri diangkat,! sebab ia perlihatkan sikap "Kim kee tok lip"

   Atau "Ayam emas berdiri dengan sebelah kaki". Ia pun berdiri menghadapi si lhama besar, kepada siapa terus saja sambil tertawa ia berkata.

   "Tidaklah sal ah yang kau menyusun ini macam permainan, aku si orang desa belum pernah melihatnya, dari itu aku sengaja lari datang kemari untuk main-main di atasnya! Tapi golokmu ini d i tancapny a ku rang tcguh, kau mesti sedikit hati-hati, jangan nanti kau terpeleset sendiri!"

   Kat Pou Djie heran melihat roman orang itu biasa, tetapi kepandaiannya tinggi, hingga ia menduga-duga, dalam rombongannya pihak lawan sebenarnya ada berapa banyak orang pandainya, sebab ini "orang desa"

   Saja sudah begini liehay. Tapi sudah terlanjur, ia tidak dapat mundur, lantas ia ringkaskan jubahnya.

   "Silakan maju!"

   Ia mcngundang.

   Semua mata di bawah, dari dua-dua pihak diarahkan kepada orang tua pedesaan ini.

   Dia berdiri dengan kedua kaki dikasih turun, kedua kakinya tidak bcr-kuda-kuda, scpuluh jarinya juga dilcmpangkan ke bawah, telapakan tangannya menghadap ke bawah juga.

   Ia kasih lihat sikap Thay Kek Pay, seperti biasanya orang berlatih di tanah datar.

   Dengan kedua mata dipcntang lebar, Kat Pou Djie mengawasi pihak lawannya.

   "Eh, kau masih belum mau maju?"

   Tan Eng Sin tanya sambil tertawa.

   "Mau apa kau mengawasi saja? Lihat, sebentar bakal ada pertunjukan yang menarikhati!"

   Sebenarnya lhama itu menantang, tapi orang tak gubris tantangannya, sebaliknya, sekarang ialah yang balik ditantang, karena itu, ia jadi mendongkol.

   Dengan tiba-tiba, sambil berseru, ia maju menyerang.

   Ia loncati dua buah pelatok, hingga ia datang dekat lawan itu.

   Gerakan kakinya dan tangannya sangat gesit.

   Atas serangan itu, Tan Eng Sin baharulah beraksi.

   Tangan kirinya diangkat, lima jarinya dinaiki, untuk menangkis, lantas tangan kanannya, dengan jari terbuka, ditaruh di dekat sikut.

   Ia menangkis dengan tipu silat "Lam tjiat bwee"

   Atau "Mencekal ekorburunggereja", iateruskan serang lengan orang itu. Disambut secara demikian, Kat Pou Djie lekas-Iekas tarik pulang tangannya. Menampak musuhnya gagal, Tan Eng Sin bergerak dalam sikap "Sia kwa tan pian"

   Atau "Menggantung cambuk", sambil maju, ia susul itu dengan "Tee tjhioe siang sie"

   Atau Tangan dimajukan". Ini adalah gerakan biasa dari Thay Kek Koen, tetapi ini pun sudah cukup bikin Kat Pou Djie mundur, karena pukulannya Tay lek tjian kin"

   Atau "Tangan seribu kati"

   Telah dapat dipccahkan.

   Tempik sorak terdengar dari bawah panggung, orang kagumi caranya lhama itu dipukul mundur secara demikian sederhana.

   Dua-dua Law Boe Wie dan Teng Hiauw pun heran sekali.

   Mereka ada ahli-ahli Thay Kek Koen, tetapi mereka tidak sangka, dengan gerakan seperti berlatih biasa saja, sang soepeh, Tang Sin, sudah bikin Kat Pou Djie mundm"sendirinya .Mereka belum tahu bahwa dulu Thay Kek Tan, Tan Tjeng Peng dengan "Lan hiak bee sudah menjagoi di kalangan Kangouw.

   Selagi orang terheran-heran, tidak ada yang perhatikan Lie Lay Tiong kepada siapa ada datang satu orang, untuk memberi laporan, hingga air mukanya ketua ini jadi berubah pucat.

   Ketua ini berbangkit tapi segera ia duduk pul a, agaknya ia bingung.

   Pertandingan di atas loeitay sudah dilanjuti.

   Sekarang Kat Pou Djie tidak berani sembrono lagi, malah sebaliknya, ia telah keluarkan Lo-han-koen asal Tibet.

   Ia berlaku gesit, pukulannya keras semua, sampai sambaran angin terdengar nyata sekali.

   
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tan Eng Sin terus melayani dengan tenang, tapi sebenarnya, ia pun telah keluarkan kepandaiannya, melainkan kelihatannya saja ia ada tenang.

   Setelah belasan jurus, Kat Pou Djie insyaf benar-benar liehaynya musuh ini.

   Ia sudah gunai kepandaiannya, ial masih tidak bisa desak musuh itu.

   Sampai di situ, tiba-tiba Tan Eng Sin buyarkan Thay Kek Koen.

   Ia uhff tangan kanannya, datang-datang ia menyerang dengan tipu pukulan "Kho tarn ma".

   Yang dipakai menyerang adalah tangan kanannya.

   Kat Po Djie geser kaki kirinya ke samping kiri, tangan kanannya dipakai menangkis, lalu dengan tangan kiri, ia hajar tangan kanan orang itu.

   Ia juga berlaku dengan sebat sekali.

   Sambil memperdengarkan tertawa dingin, Tan Eng Sin tarik pulang angan kanannya itu, lalu dengan tiba-tiba ia mengendap, tangannya menyambar ke bawah.

   Lhama itu terkejut, dengan tersipu-sipu, ia geser pula kakinya, untuk berkelit Justeru itu, Tan Eng Sin merangsek, kembali ia menyerang dengan tangan kanan.

   Dalam keadaan terdesak itu, Kat Pou Djie ingin balas mendesak, ia hendak gunai "Go houw pok sit"

   Atau "Harimau kelaparan menubruk makanan", supaya ia tidak terdesak terus-terusan, la pikir untuk hajar pula tangan kanan musuh itu.

   Akan tetapi ia telah terlambat, benar sedang tangannya bergerak.

   Tan Eng Sin dului ia.

   Jago Thay Kek Koen itu bergerak dalam tipu "To tjoan Ian hoan tjit seng pou" ("Tujuh bin tang berjalan saling susul"), tangannya dipakai menyambar tangan lawan yang sedang dikeluarkan, terus dicekal dengan keras, menyusul itu, ia pinjam tenaga orang itu dengan "Tjian-tong soe Hang tjian kin"

   Atau "Tenaga empat tail dipakai menarik seribu kati", dengan begitu, sendirinya tenaganya jadi bertambah luar biasa, ketika ia kerahkan tenaganya sambil ia berseru, tubuh besar dan berat dari lhama itu segera terangkat naik, terus diputar di atasan pelatok-pelatok golok itu, akan akhirnya dilepas, dilemparkan ke bawah panggung.

   Sambil melemparkan tubuh lawan jtuv_ kembali Tan Eng Sin memperdengarkan tertawanya yang panjang.

   Sama sekali Kat Pou Djie tidak sempat berdaya, dari itu, ketika ia jatuh di tanah, tubuhnya terbanting hingga karenanya, ia pingsan dengan segera.

   Gak Koen Hiong dan kambratnya, semua menjadi kaget, ada yang mukanya terpucat-pucat banyak di antaranya yang lari ke arah pendeta lhama itu, untuk menolongi, kemudian di antaranya ada yang mengutuk karena mereka anggap, pihak lawan sudah berlaku ganas.

   Walaupun demikian, tidak ada seorang di antaranya, yang berani loncat naik ke atas panggung.

   Tan Eng Sin tidak pcrdulikan sikap orang, melihat tidak ada lawan yang baik, ia lantas jalan berputaran di atas semua pclatok golok itu, benar seperti lakunya Kat Pou Djie di waktu sebelum pertandingan dimulai, hanya sekarang, setiap habis ia menginjak, saban pelatok lantas patah dan rubuh, hingga tinggal gagangnya saja, yang masih nancap di lantai loeitay, kemudian dengan tendangan beruntun dari kedua kakinya, ia bikin semua golok itu terpental ke bawah panggung.

   "Ini bajadan besi karatan takdapat dibiarkan berhamburan di atas panggung, cuma menyusahkan saja orang mengadu kepandaian,"

   Kata ia, yang terus loncat turun.

   Tapi sesampainya di bawah, bukannya ia hampirkan Teng Hiauw dan kawan-kawannya, ia terus ngeloyor perg..

   Rupanya ia anggap, ia sudah datang dan bantu murid keponakannya, habis perkara, dia boleh pergi.

   Di pihaknya Teng Hiauw, orang pun sedang terheran-heran dengan kesudahan luar biasa dari pieboe itu, sampai orang lupakan jago she Tan itu.

   Sementara itu, Lie Lay Tiong sudah lantas menghampirkan To Poet Hoan, kepada siapa, ia lantas mengucapkan beberapa kata-kata dengan pelahan, mendengar ini, wajah wasit itu menjadi guram, lantas saja ia berdiri menghadapi kedua pihak dan berkata pada mereka itu.

   "Menurut Tjong-tauwbak, pieboe ini sudah dilakukan cukup banyak, dari itu, baiklah pertandingan lebih jauh ditunda saja sampai besok. Tjongtauwbak biking, ia ada punya urusan penting, ia kuatir ia tak dapat berdiam lama-lama di sini."

   Baharu wasit itu berhenti bicara, atau Gak Koen Hiong tibatiba loncat naik ke panggung dengan tiba-tiba, lalu dengan suara keras, ia berseru.

   "Tidak ada halangannya untuk menunda, asal ini hari aku dapat pieboe lebih dahulu dengan Law Boe Wie! Tadi adalah sahabat-sahabat semua, yang datang membantui, dari tu sekarang haruslah aku sendiri yang turun tangan!"

   Kemudian dengan suara sabar, ia melanjutkan pada Lie Lay T.ong.

   "Sekarang baharu lohor jam S,n-sie, masih siang, kalau kita pieboe lagi satu babak, kita tidak akan sia-siakan tempo, Tjong-tauwbak, baiklah kau pergi sehabisnya kau menonton pertandingan yang terakhir ini!"

   Gak Koen Hiong tidak puas dengan pieboe itu, dari sembilan pertandingan, kesudahannya ada satu menang, dua sen dan enam kalah bagi pihaknya, atau sama sekali, ia kalah lima, ia jadi sangat mendongkol, ia penasaran, maka itu, justeru ia kuatir pihaknya nanti kalah pula bila ia majukan Iain-Iain kawannya lagi, ia anggap baiklah ia maju sendiri.

   Ta tidak jerih terhadap Boe Wie, ia tidak kapok yang ia pcrnah disambar pisau belati hingga segumpal rambutnya terpapas kutung.

   Ia lihat Boe Wie baharu berumur tiga puluh lebih, ia tidak percaya boegeenya pemuda itu sudah sempurna betul.

   Ia mengharap sangat akan rebut kemenangan dari salah satu tay-tjoe dari rnusuh, nanti ia akan tunda pieboe terlebih jauh, lalu besok, dengan gunai alasan, ia boleh tutup saja.

   Secara demikian, tidaklah ia akan hilang muka di muka umum.

   Jikalau Gak Koen Hiong ingin sekali tempur Boe Wie, demikian juga adanya dengan orang she Law itu, yang berkeinginan sangat akan membalas dendam untuk gurunya.

   la ini justeru kuatirkan ada sesuatu hal, yang bisa menggagalkan pieboe itu.

   Maka itu, ia girang sekali melihat Koen Hiong naik lebih dulu dan langsung menantang ia.

   Tidak tunggu orang tutup mulutnya, ia pun loncat naik.

   "Bagus, marilah kita bertempur dulu!"

   Demikian ia ten ma tantangan. Malah ia segera hunus pedangnya Lan-gin-kiam. Oengan angkat tangan kiri ke jidat dan taruh pedang di depan dada, ia bersiap sedia, ia menantang.

   "Gak Koen Hiong, kau masih belum mau geraki tanganmu? Apakah kau hendak membikin dulu pesan terakhir?"

   Dihina secara demikian, Ketua Muda Gie Hoo Toan itu jadi sangat gusar, hingga ia mengupat-caci.

   "Bagaimana besar kepandaianmu maka kau jadi begini jumawa?"

   Ia berseru.

   Karcna pedangnya telah dihunus dari siang-siang, Koen Hiong sudah lantas maju, akan tusuk pundak kirinya Boe Wie.

   Boe Wie berdiri tegak bagaikan gunung, ia tak terkejut karena serangan hebat itu, ia justeru tunggu sampai ujung pedang mendatangi, tiba-tiba ia tertawa berkakakan dan berseru.

   "Bagus!"

   Dan ia kibaskan pedangnya, untuk babat pundak kanan orang itu, tubuhnya sendiri mengegos ke samping- Ia sudah gunai tipu silat "Kim tiauw thian tjie"

   Atau "Garuda emas pentang sayap".

   Koen Hiong kaget, tapi lekas-lekas ia berkelit.

   Serangan membalas dari Boe Wie adadi luar dugaannya, karena itu adalah kelitan dibarengi serangan, hingga ia jadi gugup, syukur ia masih cukup sebat.

   Ia baharu lolos dari ancaman itu, atau lawannya sudah rangsang ia, hingga ia sepcrtinya lantas terkurung antara sinarnya Lan-gin-kiam.

   Gak Koen Hiong pern ah yak ink an Wan Kong kiam-hoat, ialah ilmu pedang dari Wan Kong, yang mengutamakan kegesitan.

   Ilmu ini jarang orang yang pandai mainkannya, malah Ketua Muda Gie Hoo Toan ini juga tidak bisa pahamkan itu sempuma.

   Ia tadinya harap, dengan apa yang ia bisa, ia akan sanggup takluki Law Boe Wie, siapa tahu, baharu mulai, ia segera mengerti, ia kalah sebat.

   Maka itu, ia mesti berbuat sekuat tenaganya untuk bisa layani lawan ini, akan lepaskan diri dari desakan.

   Kedua pihak bertempur dengan seru sekali, dari itu, dengan lekas mereka sudah lewatkan tiga puluh jurus.

   Sampai di sini, Gak Koen Hiong merasakan betul bagaimana pedangnya seperti telah dibungkus pedang musuh, jangan kata untuk membalas, buat bela diri saja, ia sudah repot bukan main.

   Law Boe Wie ada ulet sekali, makin lama ia jadi makin tangkas.

   Ia telah gunai Kie-boen Sip-sam-kiam dari Thay Kek Pay, lalu itu diselipkan dengan tipu-tipu dari Hoei EngKeng Soan-kiam, yang ia dapat dari Pek Djiauw Sin Eng, gurunya yang kedua, hingga kegesitannya mirip dengan sambaransambaran burung garuda.

   Gak Koen Hiong insyaf benar-benar, ia kalah daripada lawan itu, maka ia merasa sukar, walaupun ia telah terdesak, ia masih bisa bela diri dengan Wan Kong Kiam-hiap.

   Iapun berkelahi dengan sangat sungguh-sungguh, ia nekat.

   Inilah sebabnya kenapa Boe Wie tak dapat segera rebut kemenangan.

   Di bawah panggung, semua penonton jadi sangat tegang.

   Semua orang mengerti, lagi sedikit saat, Koen Hiong pasti bakal cipratkan darahnya di atas panggung.

   Maka rombongannya orang she Gak itu jadi sangat berkuatir, dengan sendirinya, mereka pada berkisar, mendekati loeitay.

   Menurut aturan pieboe, semua penonton dilarang mendekati loeitay di sekitarnya sepuluh tumbak, akan tctapi, karena berkisarnya itu, orang-orang Gak Koen Hiong telah sampaikan batas terlarang itu.

   Di bawah orang bertegang hati, di atas panggung duajago lagi berkelahi mati-matian, justeru begitu, ribuan penonton dibikin kaget sendirinya apabila mereka dengan sekonyongkonyong mendengar suara nyaring seperti guntur, datangnya dari kejauhan, gemuruh itu beruntun beberapa kali.

   Semua orang menjadi heran, semua angkat kepalanya, dongak,melihatkeatas.

   Matahari masih mencorong, udara bersih dari mega, langit tidak mendung.

   api, dari mana datangnya guntur? Kembali orang dengar suara guruh itu, malah makin lama makin nyata.

   Belum lenyap keragu-raguan orang, mendadakan ada datang beberapa penunggang kuda, yang kaburkan binatang tunggangannya, hingga debu mengepul naik.

   Kapan sebentar kemudian penunggang-penunggang kuda itu sudah datang dekat, mereka mengitari rombongan penonton, mereka membuka jalan, sampai mereka bcrada di hadapannya Lie Lay Tiong.

   Satu penunggang kuda, yang menjadi kepala, loncat turun dari kudanya, ia dekati Ketua Gie Hoo Toan itu, untuk mengucapkan beberapa patah pcrkataan, atas mana mukanya ketua itu menjadi berubah, segera ia lompat bangun, ia hadapi kedua wasit kepada siapa ia goyang-goyang tangan.

   Di atas panggung sendiri.

   pcrtandingan sudah mendekati saat yang memutuskan, Gak Koen Hiong tengah menghadapi bahaya maut.

   Dengan "Han kee pay hoed"

   Atau "Ayam kedinginan memuja Budha", ia coba serang Boe Wie pada dadanya.

   Boe Wie sampok tikaman itu, ia terus tudingkan pedangnyake bawah, akan balas menikam ke kiri.

   Koen Hiong hendak menangkis, tapi berbareng dengan itu, tangan kirinya lawan menotok jidatnya, sedang Lan-gin-kiam menjurus terus ke lengan kanan, kearah nadi! Selagi Gak Koen Hiong bakal bikin loeitay bermandikan darahnya.

   Atau Law Boe Wie akan kutungkan tangannyasebatas nadi, mendadakan dari bawah panggung ada melesat beberapa sinar terang bagaikan bintang! Beberapa orang dari pihak lawan sudah meianggar aturan, untuk menolongi ketuanya, mereka gunai tangan kotor, membokong Boc Wic dengan berbagai senjata rahasia.

   Orang-orang yang lagi bertarungdi atas panggung tidak nam i kctahui atau duga sal ah satu pihak akan main curang.

   Boe Wie juga tidak pernah menyangka demikian.

   maka itu ia kaget bukan kepalang waktu ia dengar sambaran senjata rahasia.

   Ia tidak bersiaga, tapi ia telah wariskan kepandaiannya In Tiong Kie, ia dengar suara, ia tahu dari jurusan mana datangnya serangan.

   maka itu, berbareng membatalkan serangannya kepada Gak Koen Hiong, ia loncat ke samping, dengan begitu, ia bisa menyingkir dari tiga batang Hong-bwee-piauw dan sebatang panah tangan.

   Dan Gak Koen Hiong, selagi lawannya mencelat jauh, sudah gunai ketika akan loncat turun ke bawah panggung.

   Law Boe Wiegusar tak terhingga, hingga ia berniat kejar orang she Gak itu.

   Teng Hiauw di bawah panggung lihat nyata kejadian itu, tetapi ia tidak pemah sangka akan kekacauan itu, menampak Koen Hiong menyingkir, ia menimpuk dengan Kim-tjhie-piauw, tetapi jarak di antara mereka ada cukup jauh, piauwnya tidak mengenai sasarannya.

   Kekalutan masih terjadi, senjata-senjata rahasia masih menyambar serabutan, tapi sckarang genta segera dibunyikan berulang-ulang.

   Tjong-tauwbak Lie Lay Tiong melupai bahaya, ia mencelat ke atas loeitay! "Berhenti! Berhenti!"

   Ia berteriak berulang-ulang, mukanya merah bahna gusar. Yo Kong Tat dan To Poet Hoan, dengan loloskan Djoanpian mereka, sudah loncat ke atas panggung, guna lindungi ketuanya itu dari senjata-senjata rahasia.

   "Berhenti! Berhenti!"

   Lie Lay Tiong berseru pula, berulangulang;

   "Kau orang tahu, setan-setan asing bakal segera datang menyerang kemari! Mereka sudah berada tak lagi tiga puluh lie dari Pakkhia, mereka sudah bentrok dengan pasukan depan kita! Gemuruh barusan adalah suara meriamnya setansetan asing itu!"

   Suaranya ketua mi ada nyaring sekali, dengan lekas ia membuat scrangan senjata rahasia jadi berhenti, setelah mana, kcadaan jadi sirap.

   Terang orang tercengang atas warta hebat itu.

   Ternyata empat puluh ribu serdadu asing (pasukan Austria dan Italia belum datang), dari Thian-tjin, dengan mengikuti kedua tepi aliran Oen Hoo, sudah menuju ke Pakkhia.

   Lie Lay Tiong telah tarik tentaranya dari markas besar di Thong-tjioe, karena itu, tentara Boan mundur sendirinya tanpa berperang lagi, di sepanjang jalan, mereka menggedor rakyat, rumah siapa mereka bakar, dengan perbuatannya mereka itu, mereka seperti wakilkan tentara Serikatmembersihkan jalanan.

   Thongtjioe terpisah empat puluh lie lebih dari Pakkhia, ketika tentara asing masUk ke situ, kota sudah kosong, dari itu, terus mereka menuju ke Pakkhia.

   Selagi- tentara asing itu sampai di Thong-tjioe, pieboe di atas loeitay baharu dimulai.

   Habis diumumkan jatuhnya Thong-tjioe, Lie Lay Tiong pun umumkan lain kabar mengejutkan, ialah bahwa Ibusuri See Thayhouw dan Kaisar Kong Sie sudah menyingkir dari Pakkhia, bahwa Gie-lim-koen, Barisan Raja, sudah buyar.

   Maka, di saatsehebat itu, pemerintah Boan tinggalkan Gie Hoo Toan, sedang tadinya, pemerintah itu minta bantuan untuk lawan desakan bangsa asing.

   Tapi yang paling hebat ada warta terbelakang, yaitu katanya.

   "Ada tentara Boan yang berserikat sama tentara asing memusuhkan pihak Gie Hoo Toan.

   "Celaka betul, kita sudah dijual Ibusuri Tjoe Hie!"

   Akhirnya Lie Lay Tong berteriak, dalam kemurkaannya.

   "Saudarasaudara, lekas balik ketangsi, urusan loeitay ini boleh ditinggal di belakang!"

   Baharu ketua ini tutup mulutnya.

   segera berkelebat satu bayangan, yang mencelat ke tiang bendera di tengah lapangan itu, bagaikan kera, dia panjat tiang itu, yang tingginya lebih daripada lima tumbak, sekejab saja ia sudah sampai di atas, terus ia berdiri di atas tiang.

   "Tahan dulu!"

   Orang itu berteriak. Dia ternyata ada Teng Hiauw.

   "Kita hendak basmi setan-setan asing, tapi kita juga mesti bikin pcmbersihan di dalam, supayajangan ada pengkhianat yang mengacau! Siapa pengkhianat itu? Dia adalah Gak Koen Hiong dan konco-konconya! Merekalah yang hendak lindungi bangsa Boan, tapi lihat, apa yang pemerintah Boan berbuat terhadap kita!"

   Gak Koen Hiong dan rombongannya telah mundur dengan diam-diam, begitu lekas mereka dengar pengumumannya Lie Lay Tiong.

   Sebenarnya mereka pun tidak tahu, tentara asing datang demikian cepat, hingga pihak pemerintah Boan kabur tanpa perdutikan budak-budaknya.

   Sekarang mereka dengar Teng Hiauw buka rahasia mereka, lantas saja mereka siapkan senjata mereka, mereka lari keluardari lapangan.

   Gemuruh ada suaranya orang banyak itu, yang berjumlah puluhan ribu, malah ada antaranya yang segera lari mengejar, tapi Lie Lay Tiong perintah bunyikan genta, ia teriaki untuk orang jangan mengejar.

   "Saudara-saudara, tenang! Tenang! Biarkan mereka itu kabur! Jangan kita perduiikan mereka! Lebih perlu kita tangkis musuh! Lekas kembali ke tangsi!"

   Teng Hiauw dari atas tiang bcndera pun berseru.

   "Kita mesti teat kepada Tjong-tauwbak! Sekarangkitesudah kenali rupanya kaum pengkhianat, mereka tek bakal lolos! Keadaan ada genting, man kita hajar dulu pengkhianat itu!"

   Teng Hiauw sadar, maka ia bisa atasi diri, akan tak gubris musuh-musuhnya.

   Demikian pieboe buyar tak keruan, tentara Gie Hoo Toan lantas bersiap akan lawan tentara Serikat, tak perduli mereka melainkan menggunakan a!at scnjata sejak zaman purbakala.

   

   Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   


Lembah Nirmala -- Khu Lung Sepasang Golok Mustika -- Chin Yung Rahasia Bukit Iblis -- Kauw Tan Seng

Cari Blog Ini