Ceritasilat Novel Online

Meteor Kupu Kupu Dan Pedang 2


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Bagian 2



Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya dari Gu Long

   

   Lao Bo hanya memerintah, tidak menjelaskan.

   Ia menyuruhmu melaksanakan perintahnya dan tidak boleh gagal.

   Bagaimana kau melakukan dan dengan cara apa menyelesaikannya itulah urusanmu sendiri.

   Lu Xiang Chuan tahu tugas ini sangat sulit, namun wajahnya tidak menampakkan kesusahan.

   Semua orang tahu, demi Lao Bo, Lu Xiang Chuan mau melakukan apa pun.

   Lao Bo memberi tugas yang paling sulit padanya, artinya Lao Bo mempercayainya.

   Memikirkan hal ini Lu Xiang Chuan tersenyum sendiri.

   Lao Bo seperti bisa membaca isi hatinya, ia menepuk pundak Lu Xiang Chuan.

   "Kau anak baik, kuharap kau adalah anak lelakiku sendiri."

   Lu Xiang Chuan menahan gejolak hatinya. Setelah pembagian tugas selesai, akhirnya Lu Xiang Chuan berkata.

   "Han Tang sudah datang, ia sudah lama menunggu di luar. Ia ingin berpamitan pada Tuan."

   Mendengar nama Han Tang wajah Lao Bo seketika membeku.

   "Seharusnya ia jangan datang."

   Lu Xiang Chuan tidak berkata apa-apa karena ia tidak tahu Han Tang orang macam apa.

   Lu Xiang Chuan jarang bertemu Han Tang, namun kala bertemu ia hanya bisa bergidik ngeri.

   Mengapa bisa begitu, Lu Xiang Chuan sendiri tidak memahami.

   Han Tang tidak galak tapi sopan, matanya selalu memancar dingin.

   Tidak ada yang mau berteman dengannya.

   Ia sendiri tidak mau dekat dengan orang lain.

   Bila ada yang mendekatinya, ia segera menjauh.

   Di depan Lao Bo pun Han Tang jarang membuka mulut.

   Sepertinya, ia hanya menggunakan isyarat untuk mengutarakan maksudnya.

   Lu Xiang Chuan melihat di antara Han Tang dan Lao Bo seperti tidak ada persahabatan, hanya rasa hormat.

   Akhirnya Lao Bo menghela nafas.

   "Jika ia sudah datang, persilahkan masuk."

   Begitu Han Tang memasuki perpustakaan, ia langsung berlutut, mencium kaki Lao Bo.

   Kelakuan ini sungguh berlebihan, membuat orang tertawa.

   Namun bila yang melakukan Han Tang, tidak seorang pun yang tertawa.

   Walau ia melakukan sesuatu yang lucu, orang tidak akan tertawa.

   Karena ia adalah Han Tang.

   Dan Han Tang selalu mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati.

   Kesungguhannya membuat orang ikut terpengaruh, malah terkadang takut.

   Sun Yu Bo menerima penghormatan itu tanpa basa-basi.

   Hal ini jarang terjadi.

   Selamanya Lao Bo tidak mau ada yang berlutut untuknya.

   Lu Xiang Chuan tidak mengerti mengapa Han Tang merupakan pengecualian.

   "Kau baik-baik saja?"

   Tanya Lao Bo.

   "Ya."

   Jawab Han Tang.

   "Apa sudah punya kekasih?"

   Tanya Lao Bo lagi.

   "Belum."

   "Kau harus mencari perempuan."

   "Aku tidak percaya perempuan."

   Lao Bo tergelak.

   "Terlalu percaya perempuan tidak baik, tidak percaya perempuan pun tidak baik. Perempuan bisa menyenangkan lelaki."

   "Perempuan juga bisa membuat lelaki gila,"

   Jawab Han Tang.

   "Kau sudah melihat si cantik Xiao Fang?"

   "Ia tidak melihatku."

   Lao Bo mengangguk seperti menyetujui pernyataan itu. Han Tang tiba-tiba berkata.

   "Walau melihatku, ia pasti tidak mengenaliku."

   Setelah menyatakan itu matanya yang dingin sedikit terlihat ekspresi, seperti menertawakan sesuatu. Lu Xiang Chuan tidak pernah melihat ekspresi itu di mata orang lain.

   "Kau boleh pergi,"

   Kata Lao Bo.

   "tahun depan tidak perlu kemari. Aku sudah mengerti isi hatimu."

   Han Tang menunduk, setelah lama baru berkata.

   "Tahun depan aku tetap akan datang. Tiap tahun aku hanya keluar sekali."

   Di dalam hati Lao Bo merasa kasihan padanya, tapi ia tidak menunjukkan itu.

   Hanya Lao Bo yang mengerti kesulitan Han Tang.

   Namun Lao Bo tidak mau membantunya, ia juga tidak dapat membantunya.

   Karena itukah Lao Bo enggan bertemu Han Tang? Han Tang sudah membalik tubuh, siap beranjak keluar ruangan.

   Lu Xiang Chuan tidak tahan berseru penuh simpati.

   "Kamarku kosong, tidak ada orang lain, bila kau mau, bisa tinggal sehari dua hari buat mengobrol denganku."

   Han Tang menggeleng kepala, langsung keluar. Lu Xiang Chuan tiba-tiba merasa Lao Bo menatap tidak senang padanya. Setelah Han Tang berlalu, Lao Bo baru bertanya.

   "Kau kasihan padanya?"

   Lu Xiang Chuan menunduk kepala, menganguk.

   "Bila kau merasa kasihan pada orang, itulah suatu kebaikan. Tapi, jangan kau merasa kasihan padanya."

   Lu Xiang Chuan ingin bertanya tapi tidak berani. Akhirnya Lao Bo sendiri yang menjelaskan.

   "Bila kau kasihan padanya, dia bisa gila."

   Lu Xiang Chuan tidak mengerti. Lao Bo menarik nafas.

   "Sebenarnya dari dulu dia sudah gila dan sebenarnya dia sudah mati. Tapi sekarang dia masih bertahan hidup karena dia merasa semua orang tidak ada yang baik padanya. Karena itu, jangan berbaik padanya!"

   Lu Xiang Chuan tetap tidak mengerti, akhirnya bertanya.

   "Sebenarnya dia macam apa? Apa pula yang sudah dia lakukan?"

   Wajah Lao Bo terlihat gusar.

   "Kau tidak perlu tahu dia macam apa! Banyak hal yang tidak perlu kau ketahui!"

   Lu Xiang Chuan menunduk dan berkata.

   "Ya."

   Lao Bo akhirnya menarik nafas.

   "Biarlah kuberitahu sedikit. Dia sudah melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan orang, juga tidak akan ada orang lagi yang akan melakukannya."

   Memangnya apa yang sudah dilakukan Han Tang? Lu Xiang Chuan masih menunduk kepala.

   Saat ia keluar ruangan, tiba-tiba terjadi keributan besar.

   Banyak orang berteriak.

   * Yang membuat heboh ternyata Tie Cheng Gang.

   Ia terlihat sangat menakutkan.

   Sekujur tubuhnya penuh luka, rambutnya habis terbakar, wajahnya hangus hingga berubah bentuk, matanya merah seperti darah, bibirnya kering dan pecah seperti padang tandus.

   Ia menerobos masuk layaknya binatang liar yang dikejar pemburu.

   Dari tenggorokannya keluar suara terengah dan berteriak.

   Hampir tidak ada yang bisa menangkapnya, padahal yang ia teriakkan hanya satu nama.

   Lao Bo.

   Ketika itu Sun Jian sedang mengobrol dengan seorang perempuan.

   Ia tidak tahu siapa perempuan itu, yang pasti perempuan itu bukan istri orang dan bukan perempuan baik-baik.

   Saat itulah ia melihat Tie Cheng Gang.

   Ia sudah lama mengenal Tie Cheng Gang, namun sekarang ia hampir tidak mengenalinya.

   Sun Jian mendekati Tie Cheng Gang kemudian memapahnya ke dalam.

   "Kenapa kau seperti ini?"

   Tanya Sun Jian sambil mengayun tangan meminta arak. Setelah arak datang ia meminumkannya pada Tie Cheng Gang. Sekarang Tie Cheng Gang sedikit tenang, namun masih belum bisa bicara. Sorot matanya sangat ketakutan.

   "Tidak perlu takut,"

   Kata Sun Jian.

   "Bila sudah di sini, kau tidak perlu takut. Tidak akan ada yang berani melukaimu lagi!"

   Belum habis ucapannya, tiba-tiba terdengar orang berkata.

   "Kalimat terahir itu tidak boleh diucapkan!"

   Yang bicara adalah Yi Qiang. Ternyata Huang Shan San You sudah mengejar Tie Cheng Gang hingga ke sini.

   "Kenapa tidak boleh?"

   Tanya Sun Jian.

   "Mungkin kau belum tahu, ia seorang pembunuh. Yang dibunuh adalah pamannya sendiri,"

   Kata Yi Qiang.

   "Aku hanya tahu ia adalah temanku,"

   Kata Sun Jian gusar.

   "Sekarang ia terluka dan kutahu ia percaya padaku, karenanya datang ke sini. Tiada seorang pun yang bisa membawanya dari sini."

   Yi Qiang marah.

   "Suruh ayahmu ke luar, kami ingin bicara dengannya."

   Urat dahi Sun Jian seketika menonjol.

   "Omongan ayah akan sama denganku. Siapa pun tidak ada yang bisa membawanya dari sini!"

   "Kau sangat lancang! Ayahmu pun tidak berani sembarangan dengan kami!"

   Tiba-tiba terdengar jawaban.

   "Kau salah! Ia lancang karena itulah sifat turunan. Bahkan ayahnya lebih lancang lagi!"

   Kata-kata itu terdengar sangat tenang, berwibawa. Yi Qiang bertanya.

   "Bagaimana kau tahu"

   "Aku pasti tahu, karena aku ayahnya."

   Yi Qiang melengak. Ia hanya pernah mendengar nama Lao Bo, tapi belum pernah bertemu dengannya. Yi Yun ikut bicara.

   "Mungkin Tuan Sun tidak mengenal kami, maka bicara begitu."

   "Andai pun kukenal kalian,"

   
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata Sun Yu Bo.

   "perkataanku sama saja!"

   Yi Qiang marah sekali.

   "Sudah lama kudengar bahwa Sun Yu Bo orang yang sangat adil, kenapa hari ini melindungi seorang pembunuh?"

   "Seandainya ia pembunuh pun kita harus menunggu lukanya sembuh, baru bertanya,"

   Kata Sun Yu Bo.

   "Apalagi, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa ia pembunuh."

   "Kami melihat dengan mata kepala sendiri, apa itu tidak cukup?"

   Tanya Yi Yun. Sun Yu Bo menanggapi.

   "Kalian melihat sendiri, tapi aku tidak melihatnya. Aku hanya tahu bila ia seorang pembunuh, ia tidak akan berani menemuiku."

   Memang tidak ada yang berani menipu Lao Bo. Jika ada yang berani tidak jujur pada Lao Bo, sama dengan mencari kubur sendiri. Yi Yun berteriak.

   "Apakah kata-kata Huang Shan San You kau tidak percaya?"

   "Huang Shan San You manusia, Tie Cheng Gang juga manusia. Semua orang punya hak bicara. Sekarang aku mau dengar apa yang ingin ia katakan."

   Sekuat tenaga Tie Cheng Gang berteriak.

   "Mereka adalah pembunuh, aku punya buktinya. Mereka tahu aku memiliki bukti itu, karenanya mereka ingin melenyapkanku."

   "Mana buktinya?"

   Tanya Sun Yu Bo. Tie Cheng Gang dengan payah berusaha duduk, dari pakaiannya ia keluarkan sepasang tangan yang sudah kering. Melihat sepasang tangan itu wajah Huang Shan San You berubah. Yi Shi berteriak.

   "Pembunuh ini harus mati, tidak perlu banyak bicara lagi, bunuh dia!"

   Pedangnya lebih cepat daripada suaranya, secepat kilat menusuk tenggorokan Sun Yu Bo.

   Pedang Yi Qiang dan Yi Yun pun tidak kalah cepat, yang mereka arah adalah Tie Cheng Gang dan Sun Jian.

   Lao Bo tidak bergerak.

   Jari-jarinya pun tidak bergerak.

   Semua orang merasa marah dan berlari ke arah Sun Yu Bo untuk melindungi.

   Saat pedang Yi Shi baru menusuk, ia sudah terjatuh dan tersungkur.

   Tangannya yang memegang pedang sudah penuh dengan paku.

   Paku-paku itu senjata rahasia.

   Yi Shi tidak melihat senjata rahasia itu datang dari mana.

   Ia hanya melihat seorang pemuda terpelajar berdiri di belakang Sun Yu Bo mengayun lengan perlahan.

   Tiba-tiba, senjata rahasia telah menusuk tangannya.

   Rasa sakit tidak ia rasakan karena tiba-tiba mati rasa.

   Di sat itu Sun Jian mengamuk seperti singa, ia menerkam Yi Qiang.

   Ia tidak perduli kalau Yi Qiang masih memegang pedang yang bisa mencabut nyawanya.

   Bila ia sedang marah, walau ada bahaya di depan mata, ia tetap akan menerjang musuhnya.

   Yi Qiang tidak pernah berpikir di dunia ini ada orang semacam ini.

   Saat ia terkejut, pedangnya sudah dicengkram sebuah tangan.

   Itulah sebuah tangan yang hidup.

   Hanya terdengar suara krek! Dan pedang yang terbuat dari baja murni itu putus menjadi dua.

   Dari tangan Sun Jian mengalir darah merah.

   Bagi Sun Jian, darah yang tumpah tidak menakutkannya.

   Baginya, asalkan bisa mengalahkan lawan, apa pun ia tidak perduli Yin Yun yang berada di sisi Yi Qiang turut terkejut, gerakannya sedikit melambat.

   Di saat itulah datang berkelebat seseorang memasuki arena pertempuran.

   Begitu cepat, tidak ada yang bisa melihat, yang terlihat hanyalah lelaki itu mengenakan jubah kelabu.

   Walau tidak jelas sosoknya, setiap orang jelas mendengar ucapannya.

   "Siapa yang tidak hormat pada Lao Bo harus mati!"

   Mengucapkan kata-kata itu tidak membutuhkan waktu yang panjang.

   Begitu selesai ucapannya, Huang Shan San You sudah menjadi tiga mayat.

   Ketiga biksu itu dalam waktu bersamaan sudah putus nyawa.

   * Tidak ada yang bisa melihat jelas kejadian tadi.

   Namun jika diputar dalam adegan lamban kurang lebih terlihat begini.

   Ketika lelaki berjubah kelabu itu menerjang, belati yang dipegang di tangan kirinya sudah menusuk ketiak Yi Qiang.

   Begitu berhasil menusuk, tangannya melepaskan belati.

   Segera terdengar suara kepalan tangan memukul hidung Yi Shi, tangan kanannya pun mencekal ikat pinggang Yi Yun.

   Yi Yun sangat terkejut dan mengayunkan pedangnya.

   Pedang belum sempat diayunkan, namun orangnya sudah terlempar.

   Kepalanya remuk membentur batu.

   Semua orang bisa mendengar suara tengkorak yang retak.

   Sewaktu tangan kanannya melempar Yi Yun, ia segera melumuri wajahnya dengan tangan kiri yang telah bersimbah darah Yi Shi, hingga orang sulit mengenalinya.

   Sebenarnya ia tidak perlu melakukan itu, karena semua orang dalam keadaan terkejut, tidak sempat memperhatikan wajahnya.

   Yang datang ke tempat itu tokoh-tokoh dunia persilatan.

   Namun mereka tetap terkejut dengan tindakan tadi.

   Membunuh dua hingga tiga orang bagi kaum persilatan bukan hal yang aneh, yang menakutkan justeru cara lelaki jubah kelabu itu membunuhnya.

   Cepat.

   Tepat.

   Kejam.

   Sangat telengas.

   Tidak seorang pun yang pernah melihat cara membunuh secepat, setepat, sekejam, dan setelengas itu.

   Sebelum kejut orang-orang hilang, lelaki jubah kelabu sudah pergi entah kemana.

   * Sepasang tangan kering dan keriput akhirnya dengan paksa berhasil direntang.

   Itulah sepasang tangan yang dibawa Tie Cheng Gang.

   Barang yang digengam erat ternyata separuh pita kuning serta secarik kain biru yang terdapat kancing berwarna kuning.

   Pita pedang itu dengan pita pedang Huang Shan San You sama.

   Perca kain dengan pakaian mereka pun sama.

   Namun bukti itu tidak penting.

   Pokoknya, mereka sudah tidak sopan kepada Lao Bo.

   Karenanya, Huang Shan San You harus mati! Kata-kata itu pasti disetujui semua orang.

   Kata-kata itu pun tidak akan dilupakan semua orang, termasuk Meng Xing Hun.

   Ketika Huang Shan San You tewas, Meng Xing Hun sudah meninggalkan taman crysan itu.

   Ia tidak perlu ada di sana lagi karena sudah cukup melihat dan mendengar.

   Ia pun sekarang cukup tahu kekuatan Lao Bo.

   seorang putra, seorang tangan kanan, lelaki jubah kelabu, dan entah apa lagi? Profesinya adalah pembunuh.

   Tugasnya membunuh orang.

   Langkah pertama yang harus dilakukan seorang pembunuh bayaran adalah mengetahui kekuatan target sasarannya.

   Itulah yang terpenting, hal lain bisa menunggu lain hari.

   Ia tidak tergesa.

   Batas waktu yang diberikan Kakak Gao masih 113 hari lagi.

   * Sun Jian paling benci pada orang yang kerjanya tidak tegas, pun ia tidak suka mengulur-ulur waktu.

   Dalam mengerjakan segala sesuatu, ia lebih menyukai cara langsung, tepat menuju sasaran, dan tidak mau dihalangi sebelum mencapai tujuan.

   Ketika Lao Bo menyuruhnya mencari Mao Wei, tanpa banyak kata ia langsung menuju rumah Mao Wei.

   Mao Wei sedang duduk di ruang tamu, minum-minum ditemani anak-anak buahnya.

   Ketika itulah penjaga pintu menghantarkan kertas putih yang bertuliskan dua huruf sangat besar.

   Sun Jian.

   Mao Wei mengerut alis.

   "Siapa pernah dengar nama ini?" 7. Sun Jian "Sepertinya dia anak Sun Yu Bo,"

   Jawab salah seorang anak buahnya.

   "Maksudmu Sun Yu Bo yang biasa dipangil Lao Bo itu?"

   "Benar, ia senang dipanggil Lao Bo."

   "Ada apa anaknya mencariku?"

   "Kata orang, Lao Bo senang berteman. Mungkin dia datang buat berteman dengan Tuan."

   Sesungguhnya anak buah Mao Wei tahu mengapa Sun Jian datang, mereka hanya memilih kata-kata yang enak didengar majikannya. Mao Wei tertawa.

   "Kalau begitu, persilahkan masuk."

   Sun Jian tidak perlu dipersilahkan masuk, ia sudah masuk sendiri sebab tidak suka menunggu terlalu lama di luar.

   Mereka yang melarangnya sudah terkapar dan tidak dapat bangun.

   Mao Wei berdiri dan memelototinya.

   Sun Jian tidak berlari, juga tidak melompat, namun hanya dengan dua tiga langkah ia telah berada di hadapan Mao Wei.

   Tidak ada yang bisa melukiskan kecepatan geraknya.

   Mao Wei mulai takut.

   "Apa Tuan yang bernama Sun?"

   Sun Jian hanya mengangguk, balik bertanya.

   "Dan kau adalah Mao Wei?"

   "Apa maksud Tuan ke sini?"

   Tanya Mao Wei.

   "Apa kau mengenal istri Fang You Ping?"

   Sun Jian balas bertanya.

   "Benarkah kau berhubungan gelap dengannya?"

   Pertanyaannya cekak aos, langsung ke permasalahan, membuat wajah Mao Wei seketika berubah.

   Anak buahnya pun sudah berada di dekatnya.

   Satu di antaranya yang berwajah bopeng mendekati Sun Jian, bermaksud mendorong dada putra Lao Bo itu.

   Sun Jian membentak.

   "Kau berani?!"

   Bila Sun Jian marah dari tubuhnya memancar tenaga yang sulit ditakar kekuatannya.

   Tangan si Bopeng segera ditarik kembali.

   Menjadi tukang pukul memang tidak mudah, harus siap menjual nyawa demi majikan.

   Beberapa tahun belakangan Mao Wei semakin terkenal, sehingga si Bopeng jarang mengeluarkan tenaga guna menjalankan tugas.

   Sudah beberapa tahun ini si Bopeng keenakan hidup, ia tidak ingin kehilangan pekerjaan.

   Segera ia mengepal tangan memukul dada Sun Jian.

   Sun Jian tiba-tiba memegang pergelangannya, membalikan telapaknya, dan seketika memukul punggungnya.

   Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Si Bopeng berteriak.

   Bersamaan dengan teriakan si Bopeng, terdengar tulang retak.

   Begitu ia roboh, tubuhnya langsung lemas seperti lumpuh.

   Sun Jian melakukannya dengan tuntas, ia tidak ingin terlalu banyak berurusan dengan kroco seperti ini.

   Anak buah yang tadi bersama-sama si Bopeng garang mengurung Sun Jian, sekarang tidak ada yang berani menyerang.

   Mereka sadar, melaksanakan tugas memang penting, tapi kalau harus menyerahkan nyawa begitu saja, mereka harus berpikir ulang.

   Sun Jian enggan berurusan dengan mereka.

   Ia terus memelototi Mao Wei.

   "Pertanyaanku tadi sudah kau dengar?"

   Wajah Mao Wei sudah merah dan nadi di leher sudah merongkol keluar.

   "Apa hubungannya denganmu?"

   Tanyanya.

   Sekali tangan Sun Jian mengayun langsung menghajar rusuk Mao Wei.

   Ini bukan jurus yang istimewa, tapi sangat cepat dan tepat, sama sekali tidak memberi kesempatan Mao Wei mengelak.

   Teriakan Mao Wei lebih histeris daripada si Bopeng.

   Sudah puluhan tahun ia tidak kena pukul orang.

   "Kali ini kau beruntung, tidak kupukul wajahmu.

   Lain kali, aku tidak akan sungkan lagi."

   Wajah Mao Wei sudah mengerut kejang menahan sakit, tapi ia masih berusaha mengangguk.

   "Sekarang aku bertanya, dan kau harus jawab sejujurnya, mengerti?"

   Tanya Sun Jian sambil menjambak baju di dada Mao Wei. Ia memelototinya dengan tajam. Mao Wei hanya bisa mengangguk.

   "Betulkah kau menggoda istri Fang You Ping?"

   Mao Wei mengganguk lagi.

   "Apa kau masih ingin berselingkuh dengannya?"

   Mao Wei menggeleng kepala. Tiba-tiba dari tenggorokkannya keluar teriakan bercampur erangan.

   "Perempuan itu anjing betina, dia pelacur!"

   Sun Jian melihat Mao Wei begitu marah.

   Sudah tentu kelak ia tidak akan berselingkuh lagi dengan perempuan itu.

   Mao Wei pasti menilai bahwa siksaan yang ia terima saat ini gara-gara perempuan itu.

   Mao Wei, seperti kebanyakan orang yang bersalah, saat mengalami masalah cenderung menyalahkan orang lain.

   Ia sama sekali tidak merasa bersalah dan tidak mau disalahkan.

   Sun Jian merasa sangat puas.

   "Baiklah, bila kau berjanji tidak akan berselingkuh lagi dengannya, umurmu lebih panjang."

   Mao Wei menarik nafas, mengira urusan selesai. Ternyata Sun Jian masih berkata.

   "Kelak bila perempuan itu berselingkuh lagi dengan orang lain, aku tetap akan mencarimu."

   Mao Wei terkejut. Ia langsung protes.

   "Perempuan itu sudah terlahir sebagai pelacur, mana bisa kuawasi dia?"

   "Kupikir kau pasti punya cara yang baik,"

   Dingin jawaban Sun Jian. Sesat Mao Wei tertegun, akhirnya berkata.

   "Baiklah, aku mengerti!"

   Pertama kali Mao Wei melihat senyum di wajah Sun Jian saat ia berkata.

   "Betul, perempuan itu memang sudah ditakdirkan sebagai pelacur, kapan pun ia bisa berselingkuh lagi.

   Kau sudah mempunyai cara.

   Bila dijalankan, semakin cepat semakin baik."

   "Aku tahu,"

   Kata Mao Wei patuh. Tiba-tiba tangan Sun Jian kembali bergerak, kali ini menghantam tepat ulu hati Mao Wei. Mao Wei langsung terbungkuk. Sayur dan arak yang tadi dimakannya tumpah semua. Wajah Sun Jian tetap tersenyum.

   "Ini bukan untuk memberi pelajaran, melainkan hanya kenang-kenangan saja."

   Sekali Sun Jian memukul orang, sekurangnya setengah bulan tidak bisa bangun.

   Barusan ia bilang, itu bukan pukulan sesunguhnya, membuat Mao Wei tertawa tidak menangis pun tidak.

   Tapi ia tahu, setiap kata Sun Jian harus didengar! Sun Jian mendekati meja dan menghabiskan arak yang tersisa.

   Seketika ia mengerut dahi.

   "Dasar Orang Kaya Baru, tidak bisa membedakan arak bagus atau jelek, mana bisa membedakan perempuan baik atau tidak?"

   Mao Wei menanggapi.

   "Walau perempuan itu pelacur, tapi sungguh perempuan yang menarik."

   "Bagaimana dengan istri-istrimu?"

   "Mereka tidak dapat menandinginya."

   Sun Jian memelototi Mao Wei, kemudian mengeleng-geleng kepala.

   "Aku tidak percaya kata-katamu. Arak saja tidak bisa kau bedakan, apalagi perempuan!"

   Belum habis perkataannya, ia sudah berkelebat masuk ke bagian dalam rumah karena melihat di balik tirai banyak perempuan yang mengintip.

   Begitu masuk ke dalam, Sun Jian langsung memilih yang tercantik dan membopongnya.

   Perempuan itu sangat terkejut, tidak berani bergerak.

   Mao Wei pun terkejut.

   "Kau apa yang kau lakukan?"

   "Tidak melakukan apa-apa, hanya melakukan yang biasa kau lakukan,"

   Jawab Sun Jian. Dengan sebelah tangan ia membopong perempuan itu, sebelah tangan lainnya menarik Mao Wei dan membentak.

   "Hayo, antar aku keluar."

   Ia tidak ingin di tengah jalan bercapai lelah menghadapi para pengawal Mao Wei.

   Bukannya takut, hanya malas direpotkan saja.

   Terpaksa Mao Wei mengantarkannya keluar.

   Air matanya hampir menetes.

   "Asal kau mau melepaskan Feng Jian, akan kuberi kau 1.000 tail emas."

   Sun Jian mengedip mata sambil menepuk pantat perempuan yang digendongnya.

   "Apa harga Feng ini begitu mahal?"

   Mao Wei tidak menjawab.

   "Apa kau menyukainya?"

   Tetap tidak menjawab. Sun Jian tertawa.

   "Lain kali kalau kau ingin berselingkuh dengan istri orang, kau pikir dulu istri sendiri." * Seekor kuda tinggi besar berada di depan pintu. Itulah kuda yang sangat bagus. Begitu Sun Jian keluar pintu, ia langsung meloncat ke atas kuda, tidak memberi kesempatan Mao Wei bertindak. Itulah pelajaran yang diberikan Sun Jian. Sun Jian tidak banyak bicara, tapi setiap kata yang keluar dari mulutnya sulit dilupakan. Kuda sudah menempuh jarak puluhan kilometer, perempuan yang berada di pundak Sun Jian tiba-tiba tertawa. Sun Jian turut tertawa. Tanyanya.

   "Kau tidak pingsan?"

   Feng Jian tetap tertawa.

   "Aku? Tidak! Sebenarnya sudah sedari tadi kuingin mengikutimu pergi."

   "Kenapa?"

   "Karena kau lelaki jantan, kusangat tertarik padamu."

   "Apa perlakukan Mao Wei baik padamu?"

   "Ia punya banyak uang, sangat pelit, tapi cukup baik padaku. Kalau tidak, mana mau ia mengeluarkan 1.000 tail emas?"

   Sun Jian mengangguk, tidak bicara lagi. Feng Jian justeru berkata.

   "Aku di punggungmu, sungguh tidak nyaman, lebih baik turunkan aku. Aku ingin duduk di pangkuanmu."

   Sun Jian menggeleng-geleng kepala. Tadi ia memilih perempuan ini karena punya alasan sendiri, terutama karena tatapan perempuan ini yang begitu binal padanya. Feng Jian menghela nafas.

   "Kau memang lelaki aneh."

   Sun Jian membedal kuda lebih cepat lagi. Di depan tampak hutan yang luas. Begitu sepi, tidak ada orang.

   "Kemana kau mau membawaku?"

   Tanya Feng Jian.

   "Ke suatu tempat yang tak terpikir olehmu."

   Feng Jian tertawa genit.

   "Kutahu kau tertarik padaku. Sebenarnya mau di sini atau di sana, di mana saja, ya sama saja"

   Karena tidak mendapat tangapan, ia melanjutkan.

   "Aku mengenal seorang perempuan bernama Zhu Qing."

   "Oh!"

   Hanya itu reaksi Sun Jian.

   "Perempuan itu memang ditakdirkan sebagai pelacur.

   Tiap hari kerjanya hanya begituan melulu.

   Bila menyuruhnya tidak selingkuh, seperti berharap matahari terbit dari utara.

   Aku tidak mengerti dengan cara apa Mao Wei akan menghukumnya."

   Sun Jian berkata dingin.

   "Pelacur yang mati tidak akan bisa selingkuh lagi."

   Seiring ucapannya, tangan yang tadi membopong Feng Jian tiba-tiba dilepas begitu saja. Seketika perempuan itu jatuh seperti kantung terigu.

   "Ada apa denganmu?"

   Teriak Feng Jian. Kuda Sun Jian sudah berlari beberapa meter ke depan sana, kini kembali lagi. Dingin tatapan Sun Jian dari atas kuda. Feng Jian mengulur tangan.

   "Cepatlah tarik aku ke atas."

   Tanya Sun Jian.

   "Bila aku menarikmu naik, buat apa kubiarkan kau jatuh?"

   Tadinya Feng Jian masih ingin bersikap genit, tapi sekarang wajahnya telah kaku karena takut. 8. Lu Xiang Chuan Dengan berteriak, Feng Jian berkata.

   "Kau menculikku! Apa kau membawaku ke sini hanya untuk dilempar begitu saja?"

   "Sedikit pun tidak salah."

   "Apa maksudmu?"

   Sun Jian tertawa dan ia membedal kuda meninggalkan Feng Jian.

   Ia merasa tidak perlu menjelaskan perbuatannya.

   Feng Jian marah dan memaki.

   Seluruh perkataan kotor keluar dari mulutnya, kemudian menangis tersedu.

   Ia menangis bukan karena tulangnya sakit terjatuh tadi, bukan pula karena harus pulang jalan kaki.

   Ia menangis karena tahu Mao Wei tidak akan mempercayai kata-katanya, juga tidak percaya bahwa Sun Jian tidak melakukan apa-apa padanya.

   Bila Sun Jian benar-benar melakukannya, Feng Jian malah merasa tidak sakit hati.

   Memang terkadang di dunia ini terdapat semacam perempuan yang tidak bisa membedakan antara harga diri dan penghinaan.

   Feng Jian adalah perempuan semacam itu.

   Jika orang lain menghinanya, ia malah senang.

   Jika tidak menghinanya, harga dirinya malah terganggu.

   
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ya, mengapa Sun Jian tidak melakukannya? Harga diri Feng Jian sungguh terusik.

   Selamanya ia tidak bisa mengerti maksud Sun Jian.

   Padahal, Sun Jian melakukan itu hanya ingin agar Mao Wei tahu bagaimana rasanya bila istri diculik orang.

   Ia pun sengaja menculik Feng Jian, sekali pandang ia bisa mengenali istri macam apa perempuan itu.

   Karenanya, ia perlu memberi pelajaran.

   Sekali tepuk dua nyawa! * Hutang darah bayar darah, pikir Sun Jian.

   Bukankah itu yang diajarkan Lao Bo? Lao Bo menggunakan cara seperti ini untuk membunuh penjahat, pikirnya dalam hati.

   Sun Jian tidak bisa memikirkan cara yang lebih baik lagi, karena memang tidak ada cara yang lebih baik daripada caranya itu.

   Memikir apa yang telah ia lakukan, Sun Jian tertawa sendiri.

   Lao Bo tidak pernah memberi petunjuk cara membereskan masalah.

   Sun Jian percaya, jika Lao Bo sendiri yang melakukannya, belum tentu akan lebih baik daripada caranya tadi.

   Dalam beberapa tahun ini Sun Jian sedikit demi sedikit merasa sudah bisa meniru cara dan teknik Lao Bo memecahkan masalah.

   Dan Sun Jian merasa sangat puas.

   * Senja.

   Lao Bo masih berada di taman bunga.

   Ia sedang membuang ulat yang berada pada sekuntum chrysan serta menggunting dedaunan yang layu.

   Itulah bagian dari pekerjaannya.

   Lao Bo senang melakukan pekerjaan itu sendiri.

   Itu adalah hiburan dan hobinya, dan karenanya ia tidak memberi pekerjaan membuang ulat dan menggunting daun pada orang lain.

   Di saat itu Wen Hu dan Wen Bao bersaudara masuk.

   Lao Bo meletakkan gunting yang dipegangnya.

   Menghadapi anak buah pun bagian dari pekerjaannya.

   Ketika bekerja, ia akan lakukan dengan sepenuh hati.

   Begitu pula saat ia melaksanakan hobi dan kesenangannya.

   Lao Bo tidak mencampuradukkan kedua tugas itu.

   Wen Hu dan Wen Bao, dua pemuda sangat pemberani, sering melakukan tugas berat.

   Wajah mereka mulai keriput, apakah karena tugas yang dipikul terlalu berat? Wajah itu kali ini pun terlihat lelah.

   Dua hari ini mereka telah bekerja keras.

   Tapi hanya dengan melihat senyum Lao Bo, kelelahan itu seketika lenyap.

   Sambil tersenyum, Lao Bo bertanya.

   "Apa tugas kalian sudah selesai?"

   Wen Hu menjawab penuh hormat.

   "Ya."

   "Ceritakanlah padaku,"

   Perintah Lao Bo dengan gembira.

   "Kami sudah menyelidiki, ternyata Xu Qing Song punya seorang putri, dan kami pun menculiknya."

   Kata Wen Hu langsung pada masalah. Tanya Lao Bo.

   "Berapa usia Nona Xu? Apa sudah menikah?"

   "Putri Xu Qing Song dua puluh satu tahun,"

   Jawab Wen Hu.

   "dan belum menikah, wajah maupun sifatnya sangat buruk. Konon, Nona Xu pernah bertunangan, tapi ia mengusir calon mertuanya."

   "Teruskan ceritamu,"

   Lao Bo mengangguk.

   "Sebelumnya, kami berkenalan dulu dengan Jiang bersaudara, mencekok mereka dengan arak sampai mabuk, lalu membawa kehadapan Nona Xu,"

   Jelas Wen Hu. Wen Bao melanjutkan cerita kakaknya dengan bangga.

   "Jiang bersaudara selagi mabuk seperti lalat melihat darah, tidak perduli siapa pun perempuan itu. Begitu bertemu Nona Xu, mereka segera melakukan pekerjaan bejat itu."

   Giliran Wen Hu meneruskan.

   "Begitu selesai melakukannya, kami beri mereka pelajaran."

   Kata Wen Bao.

   "Kami menghajar mereka dengan hati-hati, selalu menghindari kepala bagian belakang supaya tidak sampai gegar otak. Tapi dalam dua tiga bulan, berani jamin, mereka tidak bisa bangun dari tempat tidur."

   Wen Hu dan Wen Bao memiliki jurus lihai, yang satu bernama "Jurus Memukul Harimau", satunya lagi "Jurus Telapak Tangan Besi".

   Kungfu mereka pun seperti anak buah Lao Bo yang lain, tidak ada yang aneh-aneh, tapi kecepatan dan kekuatannya sangat dahsyat.

   Lao Bo selalu berkata, kungfu bukan untuk dipamerkan.

   Jadi, tidak perlu aneh-aneh.

   Kalau Jiang bersaudara tidak mabuk, barangkali masih bisa menahan serangan mereka.

   Tapi karena sudah mabuk, yang terdengar hanya jerit kesakitan.

   Jiang bersaudara tidak bisa apa-apa lagi.

   "Kemudian kami menyewa tandu, mengantarkan mereka pada Xu Qing Song,"

   Jelas Wen Hu.

   "Sayang kami tidak bisa melihat ekspresi Xu Qing Song,"

   Lanjut Wen Bao.

   Penjelasan Wen bersaudara sangat singkat.

   Begitu habis cerita, mereka langsung berhenti.

   Mereka tahu, Lao Bo tidak suka bertele-tele.

   Nyatanya, mendengar sampai di sini, senyum Lao Bo hilang.

   Hati Wen bersaudara seketika tengelam.

   Melihat ekspresi Lao Bo, mereka menduga telah berbuat salah.

   Dan siapa melakukan kesalahan harus dihukum, begitu prinsip Lao Bo.

   Setelah lama, Lao Bo berkata gusar.

   "Kalian tahu sudah melakukan kesalahan apa?"

   Wen bersaudara menunduk kepala. Kata Lao Bo.

   "Jiang bersaudara tidak bisa bangun dalam tiga bulan itu tidak masalah, ketidakadilan Xu Qing Song pun pantas diberi ganjaran. Untuk kedua hal ini kalian sudah melakukan tugas dengan baik."

   Tiba-tiba nada bicara Lao Bo semakin tegas.

   "Lantas, apa kesalahan Nona Xu hingga kalian memperlakukannya seperti itu? "

   Wen bersaudara seketika berkeringat dingin. Mereka hanya bisa tertunduk. Bila Lao Bo sedang marah, siapa pun tidak berani memandangnya. Setelah lama, kemarahan Lao O sedikit reda.

   "Ini ide siapa?"

   Tanyanya. Wen bersaudara menjawab bersamaan.

   "Aku!"

   Lao Bo melihat keduanya, kemarahannya semakin berkurang. Perlahan ia berkata.

   "Wen Hu lebih jujur, pasti bukan idenya."

   Tunduk Wen Bao semakin dalam.

   "Sejak awal kakak sudah tidak setuju dengan ideku ini."

   Lao Bo menatap Wen Bao.

   "Apa kau sudah menikah?"

   "Belum,"

   Jawab Wen Bao.

   "Segera ambil undanganku. Kita kerumah Xu Qing Song melamar Nona Xu."

   Kaki Wen Bao seperti digigit ribuan semut.

   "Tapi tapi"

   Lao Bo kembali marah.

   "Tidak ada tapi-tapian, segera lamar Nona Xu. Idemu sudah mencelakai orang, kau harus bertanggung jawab. Biar pun sifat Nona Xu tidak begitu baik, kau tetap harus mengalah."

   Siapa pun melakukan kesalahan harus dihukum. Sepertinya hanya Lao Bo yang bisa memikirkan cara menghukum Wen Bao.

   "Bila Tuan Xu tidak mengijikan, bagaimana?"

   Tanya Wen Bao.

   "Tuan Xu pasti mengijinkan. Apalagi, sekarang,"

   Jawab Lao Bo.

   Siapa pun bisa menduga, Xu Qing Song pasti setuju, takut putrinya tidak bisa menikah lagi, pun Wen Bao pemuda yang baik.

   * Lao Bo menggunting dedaunan yang berlebihan.

   Ia tidak suka bunga yang terlalu banyak daun karena merusak keindahan.

   Ia juga tidak suka melihat hal yang rumit, karena kerumitan adalah sesuatu yang berlebihan dan harus bisa disederhanakan.

   Anak buah Lao Bo yang benar-benar bisa diandalkan tidak terlalu banyak, tapi ia percaya setiap anak buahnya punya kemampuan tinggi dan sangat setia padanya.

   Lao Bo selalu puas pada anak buahnya.

   Ia pun tahu mereka selalu melaksanakan tugas dengan baik.

   Karenanya, sudah lama Lao Bo tidak turun tangan langsung di lapangan.

   Walau ia lama tidak turun tangan, Lao Bo yakin masih punya kekuatan yang cukup untuk mengalahkan lawan-lawannya.

   Sewaktu pedang Yi Shi menyerang, Lao Bo sudah membaca kekurangan ilmu pedang lawan.

   Biar pun tidak dilindungi anak buah, ia tetap bisa mengalahkan Yi Shi.

   Dalam bertempur, Lao Bo selalu menunggu kesempatan terakhir mengalahkan lawan, karena di saat itulah lawan berada dalam keadaan lengah dan lelah, tenaga belum sepenuhnya pulih.

   Lawan-lawannya selalu mengira, kesempatan terakhir pasti berhasil.

   Di saat terakhir yang sangat menetukan itu, Lao Bo biasanya melakukan serangan balik.

   Serangan balik yang mematikan.

   Hanya saja menunggu dan menentukan saat tepat melancarkan serangan balik yang mematikan tidaklah mudah.

   Dibutuhkan kesabaran, keberanian, ketenangan, serta pengalaman yang luas.

   Sampai di sini, Lao Bo menghela nafas.

   Ia tahu Lu Xiang Chuan bukan anak kandungnya, tapi kesetiaannya melebihi Sun Jian anak kandung sendiri.

   Lao Bo sangat percaya dan suka pada Lu Xiang Chuan.

   Ia membagi separuh harta dan usahanya kepada Lu Xiang Chuan karena sifatnya sangat tenang dan lincah.

   Sifat ini sangat berlawanan dengan Sun Jian yang ceroboh dan pemarah.

   Bisnis Lao Bo sangat luas dan besar, ia harus memiliki anak buah semacam Lu Xiang Chuan untuk menjaga dan meneruskan usahanya.

   Apalagi ketika dulu di awal mendirikan bisnis, tidaklah mudah.

   Perjuangan awal membutuhkan curahan tenaga, air mata, dan jiwa-jiwa muda pemberani seperti Lu Xiang Chuan.

   Tiba-tiba Lao Bo teringat lelaki berjubah kelabu.

   Di hadapan anak buahnya ia tidak pernah membicarakan lelaki ini, tapi anak buahnya bisa menduga lelaki jubah kelabu pernah muncul dalam kehidupan Lao Bo.

   Demi Lao Bo, si Jubah Kelabu rela melakukan hal yang orang lain belum pernah lakukan.

   Sesungguhnya Lao Bo menyadari, jika membiarkan si Jubah Kelabu tetap hidup, bisa menambah kesulitan.

   Dalam melakukan pekerjaannya, lelaki itu selalu menggunakan kekerasan.

   Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sementara Lao Bo punya cara yang lebih jitu daripada menempuh jalan kekerasan.

   Dalam kematangan usianya sekarang, Lao Bo bukan ingin melenyapkan nyawa orang, melainkan ingin mendapatkan kesetiaan dan penghormatan.

   Sebab, bagi Lao Bo, membunuh tidak ada gunanya sama sekali.

   Tapi, mendapatkan penghormatan dan kesetiaan akan lebih bermanfaat.

   Alasan dan kemauan Lao Bo ini tidak dimengerti Sun Jian yang masih muda, apalagi lelaki jubah kelabu itu.

   Lao Bo menarik nafas.

   Sungguh, ia tidak suka cara-cara yang ditempuh si Jubah Kelabu.

   * Setiap orang yang menjalankan bisnis pasti memiliki rahasia, karenanya disebut rahasia bisnis.

   Tapi dengan si Jubah Kelabu, rahasia bisnis tidak bisa lagi disebut rahasia.

   Si Jubah Kelabu mengetahui terlalu banyak rahasia Lao Bo.

   Seperti pada kebanyakan orang, jika rahasianya diketahui terlalu banyak, mungkin sudah sejak dulu si Jubah Kelabu dilenyapkan.

   Tapi, Lao Bo bukan kebanyakan orang.

   Karena itu, si Jubah Kelabu tidak ia lenyapkan.

   Itulah perbedaan Lao Bo dengan orang lain.

   Dalam mencapai tujuan, terkadang Lao Bo menghalalkan segala cara.

   Namun dalam segala cara yang halal itu sedapat mungkin ia mengharamkan pembunuhan.

   Lao Bo sangat menghargai jiwa orang dan sangat lapang dada serta berjiwa besar.

   Tidak ada yang bisa membantah ini.

   Seberapa banyak dan besarnyakah bisnis Lao Bo? Dalam bidang apa saja usahanya? Ini adalah rahasia.

   Kecuali Lao Bo sendiri, mungkin tidak ada yang tahu.

   Yang pasti, usahanya begitu banyak sehingga harus melibatkan begitu banyak orang.

   Karenanya, Lao Bo terus mencari tenaga-tenaga muda berbakat.

   Dalam hal ini, matanya sangat trampil menilai seseorang.

   Dalam penilaiannya itulah nama Chen Zhi Ming muncul ke perhatiannya.

   Lao Bo sangat menyukai pemuda bernama Chen Zhi Ming.

   Ia merasa, asalkan diarahkan dan dilatih, sebentar saja pemuda itu akan menjadi pembantu yang berguna.

   Tapi sayang semenjak hari ulang tahunnya pemuda itu tidak muncul lagi.

   Sepertinya aku sudah semakin tua, banyak hal tidak bisa dijalankan sempurna, sampai lupa meminta alamatnya, sesal Lao Bo dalam hati.

   Lao Bo menarik nafas dan menepuk-nepuk pinggang sendiri.

   Ia memandang matahari yang terbenam.

   Apakah dirinya sudah seperti matahari itu, sebentar lagi harus tenggelam? Sesaat ia teringat Lu Xiang Chuan.

   Tiap kali Lu Xiang Chuan menjalankan tugas, Lao Bo tidak pernah khawatir.

   Tapi kali ini Lao Bo tidak setenang biasanya.

   Lao Bo tahu kekuatan Wan Peng Wang dan juga sangat tahu cara apa yang biasa dipakai Wan Peng Wang.

   Terlalu menghawatirkan anak buah menjalankan tugas adalah perasaan seorang tua, Lao Bo menghela nafas.

   Mungkin ia memang sudah tua.

   Di bawah mentari senja ia berjalan menuju rumah.

   Sesaat melintas dalam benak Lao Bo untuk melepas segala kegiatan bisnisnya.

   Mungkin sudah waktunya pensiun? Tapi itu hanya pemikiran sesaat.

   Begitu matahari terbit esok pagi, Lao Bo akan mengubah pikirannya lagi.

   Di dunia ini ada semacam orang yang tidak bisa dikalahkan oleh apa pun, termasuk tua dan kematian.

   Orang semacam itu tidak banyak, dan Lao Bo salah satunya.

   * Sewaktu Lu Xiang Chuan berada di dalam kereta, yang dipikirkannya bukan bagaimana cara memperlakukan Wan Peng Wang.

   Yang dipikirkannya adalah si Pembunuh Berjubah Kelabu yang membunuh orang seperti memotong rumput.

   Sewaktu si Jubah Kelabu mencabut nyawa Huang Shan San You, Lu Xiang Chuan tidak sempat melihat wajah yang sudah langsung dilumuri darah itu.

   Tapi sepertinya ia bisa menebak siapa orang ini.

   Namun Lu Xiang Chuan tidak berani bertanya pada Lao Bo.

   Hal yang Lao Bo tidak mau bicarakan, tidak ada yang berani memaksanya.

   Jika Lao Bo tidak mau membicarakan, bertanya pun sia-sia.

   Perasaan Lu Xiang Chuan menyatakan, si Jubah Kelabu adalah Han Tang.

   Cara orang ini membunuh sangat kejam dan cepat.

   Lu Xiang Chuan selamanya belum pernah melihat orang membunuh secepat dan sekejam itu.

   Lao Bo pernah bilang pada Lu Xiang Chuan, pekerjaan Han Tang tidak pernah dilakukan orang lain, nanti pun tidak ada orang yang bisa melakukannya.

   Kedudukan Lu Xiang Chuan semakin tahun semakin tinggi, kekuasaannya semakin besar.

   Ia sudah memimpin banyak bawahan.

   Tapi ia tahu, biar pun memakai semua cara guna mencari tahu tentang Han Tang, percuma saja.

   Meteor, Kupu-kupu dan Pedang I -2 By admin Nov 1st, 2008 Category.

   2.

   Silat China, KL - Meteor, Kupu-kupu dan Pedang Semua orang pasti punya masa lalu, tapi Han Tang sepertinya tidak memiliki masa lalu.

   * Kereta kuda yang dinaiki Lu Xiang Chuan sangat indah.

   Kereta itu seperti sebuah tempat tidur yang nyaman, begitu empuk, getaran pun hampir tidak terasa.

   Bila Lu Xiang Chuan menjalankan tugas, ia akan melakukannya dengan sepenuh hati dan konsentrasi.

   Selain apa yang harus ia kerjakan, hal lain tidak terlintas di benaknya.

   Yang ia tahu, tugas kali ini teramat sulit.

   "Lelaki harus seperti lelaki, kata-katanya harus seperti lelaki, kerjanya pun harus seperti lelaki,"

   Begitu kalimat yang sering diucapkan Lao Bo.

   Dan masalah antara Lao Bo dan Wan Peng Wang adalah masalah lelaki.

   Orang lain akan merasa aneh, karena urusan sepele Lao Bo sampai bermusuhan dengan Wan Peng Wang.

   Hanya Lu Xiang Chuan yang mengerti maksud Lao Bo.

   Sasaran misi Lao Bo sebenarnya adalah Wan Peng Wang sendiri.

   Jika kali ini Wan Peng Wang merestui hubungan Dai Dai dengan Xiao Wu, berarti ia sudah tunduk pada Lao Bo dan ia akan berteman dengan Lao Bo.

   Bila tidak, ia akan menjadi musuh Lao Bo.

   Lao Bo pernah berkata.

   "Aku tidak begitu mengerti orang. Bagiku, di dunia ini hanya ada dua jenis manusia. Kalau dia bukan musuh berarti dia adalah teman. Apakah ingin menjadi musuh atau teman, tergantung diri sendiri. Tidak ada pilihan lain!"

   Lu Xiang Chuan tahu, dalam prakteknya, Lao Bo tidak pernah memberi kesempatan pada orang lain untuk memilih.

   Karena siapa pun yang memilih jadi musuh Lao Bo, pasti mati.

   Masalahnya, Wan Peng Wang bukanlah seorang penakut.

   Pilihan yang ia ambil mungkin tidak sama dengan orang lain.

   Kalau ia memilih jadi musuh Lao Bo, banjir darah pasti terjadi.

   Seandainya hal ini benar terjadi, begitu pikir Lu Xiang Chuan, barangkali Lao Bo masih bisa menang meski resikonya sangat tinggi.

   9.

   Wan Peng Wang Lu Xiang Chuan sangat teliti.

   Sebelum menjalankan tugas, ia sudah menyelidiki Wan Peng Wang sedetil mungkin.

   Wan Peng Wang tidak bermarga Wan, juga tidak bermarga Wang.

   Konon, ia anak haram yang tidak jelas bapak dan dibuang ibunya.

   Tapi, tidak ada yang bisa membuktikan cerita ini.

   Sebelum berumur tujuh belas, tidak ada yang tahu asalnya.

   Sesudah berumur tujuh belas, ia sudah bekerja pada sebuah perusahaan.

   Setengah tahun kemudian, ia sudah naik jabatan.

   Pada umur sembilan belas, ia membunuh bos perusahaannya kemudian menjadi bos perusahaan itu.

   Tapi, setahun kemudian ia menjual perusahaan dan menjadi seorang polisi.

   Dalam tiga tahun, ia sudah menangkap dua puluh sembilan penjahat, membunuh delapan orang, sisanya ia lepaskan.

   Semenjak itu, ia punya dua puluh satu pembantu yang sangat setia padanya.

   Waktu berumur dua puluh empat, ia keluar dari kepolisian dan mendirikan perkumpulan Da Peng.

   Mula-mula hanya memimpin 100 orang, tapi sekarang anak buahnya sudah mencapai puluhan ribu orang.

   Kekayaanya sudah tidak terhitung lagi.

   Dulu, tidak ada yang perduli pada kata-katanya.

   Sekarang, kata-katanya adalah perintah.

   Semua kejayaan dan kekayaannya tidak datang tiba-tiba, melainkan melalui pertarungan hidup mati.

   Apalagi beberapa tahun ini terdengar kabar Wan Peng Wang telah mendapatkan sebuah rahasia kungfu aneh yang ia beri nama Fei Peng Si Shi Jiu Shi.

   Ilmu telapak tangan itu sangat dahsyat, jarang ada yang bisa menandingi.

   Lu Xiang Chuan merasa tugasnya sangat berat.

   Apakah pertarungan antara Lao Bo dengan Wan Peng Wang tidak bisa dihindari? Bagaimana akhirnya? Lu Xiang Chuan tidak berani memastikannya.

   Sungguh, bila bukan terpaksa, Lu Xiang Chuan tidak ingin pertentangan ini terjadi! * Lu Xiang Chuan khawatir, Wan Peng Wang tidak sudi bertemu dengannya, maka ia sengaja mengajak Nan Gong Yuan.

   Nan Gong Yuan adalah turunan keluarga Nan Gong terakhir.

   Ia seorang terpelajar, juga pesilat dan play boy yang terkenal.

   Orang sepertinya sangat senang menghamburkan uang.

   Kekayaan keluarganya semakin lama semakin menipis dan serkarang ia sering meminjam uang pada Lao Bo.

   Lu Xiang Chuan percaya, Nan Gong Yuan tidak akan mau kehilangan teman seperti Lao Bo.

   Karenanya, pasti akan membantunya.

   Kebetulan Nan Gong Yuan juga teman Wan Peng Wang.

   Wan Peng Wang seorang lelaki berduit.

   Semakin tinggi kedudukannya, hobinya semakin banyak.

   Ia senang perempuan, suka berjudi dan berkuda, juga senang mempelajari etika.

   Kebetulan kesenangannya sama seperti Nan Gong Yuan, dan Nan Gong Yuan adalah ahli di bidang itu.

   Karena itulah mereka bisa berteman.

   * Kereta kuda berhenti di luar hutan.

   Seseorang berdiri di tepi hutan bertubuh tinggi dan gagah, memakai baju seputih salju.

   Di bawah pohon tersedia meja, kursi, kecapi, dan arak.

   Juga seekor kuda yang tinggi dan bagus.

   Lelaki itu dari jauh terlihat masih sangat muda, tapi sudah terlihat keriput di sudut matanya.

   Ia tampak begitu dewasa dan luwes, sulit dibandingkan dengan siapa pun.

   Lu Xiang Chuan turun dari kereta dan mendekati Nan Gong Yuan.

   Melihat wajah Nan Gong Yuan yang terlihat kesal, ia menghentikan langkah.

   Nan Gong Yuan justeru menghampiri.

   
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Apa ia tidak mau bertemu denganku?"

   Tanya Lu Xiang Chuan. Nan Gong Yuan menghela nafas.

   "Ia menolak bertemu denganmu."

   "Kau sudah jelaskan maksud Lao Bo?"

   "Ia tidak pernah berhubungan dengan Lao Bo, kelak pun tidak akan berhubungan dengannya!"

   "Bisakah ia berubah pikiran?"

   "Tidak ada yang bisa mengubah pikirannya."

   Lu Xiang Chuan tidak bertanya lagi.

   Ia sudah tahu, jika terus bertanya pun akan sia-sia.

   Wajah Lu Xiang Chuang tanpa ekspresi, tapi hatinya kusut dan ia tidak punya cara mengurai benang kusut itu.

   Padahal baginya misi ini harus berhasil, tidak boleh gagal.

   Jika gagal, bisa berakibat fatal.

   Saat ia tercenung, tiba-tiba Nan Gong Yuan berkata.

   "Tiap tanggal satu setiap bulan, Wan Peng Wang selalu membeli barang antik dan kuno."

   "Besok tangal satu,"

   Gumam Lu Xiang Chuan. Nan Gong Yuan menghel nafas panjang.

   "Waktu begitu cepat berlalu, hari berganti bulan, dulu masih muda sekarang rambut sudah memutih. Kehidupan manusia seperti mimpi, tiap hari menghabiskan waktu, entah untuk apa"

   Lu Xiang Chuan tertawa kecil, dari dalam saku ia mengeluarkan sebuah amplop.

   "Mungkin untuk ini,"

   Jawabnya.

   "Apa itu?"

   "Ini cek 5,000 tail emas. Inilah penghormatan dari Lao Bo."

   Nan Gong Yuan memandang amplop itu, tertawa sinis.

   "Orang sepertiku tidak pantas diberi penghormatan."

   Seketika Nan Gong Yuan membalik tubuh, berjalan ke meja, dan mulai memainkan kecapi.

   Hidup ibarat mimpi Manakala tersadar dari mimpi Kan kita hadapi kenyataan? Tiap hari sibuk, apalah kegunaan? Lagu yang sedih.

   Denting kecapi terdengar menyayat hati.

   Matahari sore menyinari tepi hutan itu.

   Tiba-tiba hening.

   Bumi dan langit begitu sepi.

   Lu Xiang Chuan perlahan berdiri.

   Kedudukan dan keberhasilannya lebih tinggi daripada Nan Gong Yuan, entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang kurang pada diri sendiri.

   Mungkinkah kekurangannya adalah masa lalu? Apakah karena Lu Xiang Chuan hanya memiliki masa sekarang dan masa depan, sementara Nan Gong Yuan memiliki masa lalu? Betapa pun kau memiliki uang dan kedudukan, kau tidak bisa membeli masa lalumu! Tiba-tiba Lu Xiang Chuan terkenang masa lalunya yang sulit.

   Seketika kemarahan membakar dadanya.

   Ia meletakkan amplop itu, sepatah demi sepatah berkata.

   "Mimpiku selamanya tidak akan pernah terbangun sebab aku tidak pernah bermimpi."

   Nan Gong Yuan tidak mengangkat kepala, hanya menjawab.

   "Sebenarnya kau pun tahu, terkadang orang tetap harus bermimpi."

   Lu Xiang Chuan tahu itu.

   Tapi ia punya semacam penyakit.

   Penyakitnya ialah tidak bisa bermimpi dan karenanya ia merasa tegang.

   Ketegangan yang membuatnya lelah.

   Lantas, kalau begini, apakah sudah seharusnya ia bermimpi? Memiliki mimpinya sendiri? Semua itu adalah pilihan.

   Dan pilihan itu ada pada dirinya! Denting kecapi sudah berhenti.

   Lu Xiang Chuan melangkah ke kereta kuda, memberi perintah singkat.

   "Ke Gu Huang Xian." * Tanggal satu. Semua pedagang antik sudah tiba di kaki bukit. Mereka datang dari berbagai lokasi, bahkan ada yang datang dari tempat yang sangat jauh. Ini adalah hari Wan Peng Wang memilih barang antik, dan ia adalah pembeli sekaligus kolektor yang baik. Di antara para pedagang itu terlihat seorang pemuda yang sangat tenang tapi tidak dikenal para pedagang lain yang umumnya sudah saling mengenal. Pemuda itu konon datang dari Gu Huang Xian. Dan ia adalah Lu Xiang Chuan. Sebelumnya Lu Xiang Chuan pergi ke Gu Huang Xian terlebih dulu dan baru masuk ke kota ini. Awan putih berarak. Rumah Wan Peng Wang di atas bukit seperti istana di atas awan, sangat tinggi dan seolah tidak terjangkau. Terdengar suara lonceng seperti keluar dari balik awan. Para pedagang berjalan beriringan menuju rumah Wan Peng Wang. Lu Xiang Chuan sangat terkejut ketika melihat Wan Peng Wang untuk pertama kalinya. Ia belum pernah melihat orang seperti Wan Peng Wang. Wan Peng Wang seperti raksasa di dalam dongeng. Saat ia duduk, tingginya hampir setinggi orang normal yang berdiri. Ada yang bilang.

   "Semakin besar tubuh seseorang, semakin sederhana otaknya."

   Namun hal ini tidak berlaku bagi Wan Peng Wang.

   Pandangannya sangat dingin, tajam, dan kuat, memancarkan kecerdasan dan keteguhannya.

   Ia juga penuh percaya diri, membuat orang tidak berani sembarangan dengannya.

   Telapak tangannya lebar, besar, dan tebal.

   Setiap saat ia mengepalkan tangan dengan erat seakan ingin memukul orang.

   Saat Lu Xiang Chuan mendekati, mata Wan Peng Wang tiba-tiba menyorot setajam pisau, seolah menguliti Lu Xiang Chuan.

   Setelah lama pelan-pelan Wan Peng Wang bertanya.

   "Apa kau dari Gu Huang Xian?"

   Saat itu juga Lu Xiang Chuan tahu sulit mengelabui orang semacam Wan Peng Wang.

   Sepertinya anak buah Wan Peng Wang telah mendata setiap pedagang yang akan masuk ke rumahnya, ataukah itu justru Nan Gong Yuan yang membocorkan rahasianya? Apa pun, Lu Xiang Chuan adalah orang yang sangat cerdas dan fleksibel.

   Seketika ia mengubah rencana dan berkata jujur.

   "Bukan,"

   Jawab Lu Xiang Chuan. Wan Peng Wang pun tertawa senang.

   "Baiklah, kau orang yang pintar! Bosmu pasti lebih pintar lagi."

   Tawa Wan Peng Wang perlahan berhenti. Ia kembali memelototi Lu Xiang Chuan dan bertanya.

   "Bukankah bosmu Sun Yu Bo?"

   Ditanya seperti itu, seketika timbul rasa hormat di wajah Lu Xiang Chuan. Perlahan ia maju ke muka membawa sebuah piring dan berkata.

   "Piring giok ini dari dinasti Han, di atasnya adalah sebuah guci yang dibuat di masa dinasti Qing. Barang ini pemberian Lao Bo untuk Ketua Bang sebagai rasa hormat beliau. Harap Ketua menerimanya."

   Setiap kali Lao Bo meminta bantuan, selalu menghantarkan hadiah yang mewah.

   Maknanya adalah ia ingin menjalin persahabatan.

   Bila hadiahnya ditolak, berarti menolak persahabatan.

   Berarti pula, kau telah menantang Lao Bo! Namun kali ini bukan maksud Lao Bo menghantar hadiah.

   Semua ini adalah ide Lu Xiang Chuan.

   Ia berharap semua permasalahan ini bisa diselesaikan dengan damai.

   Mata Wan Peng Wang yang semula menatap wajah Lu Xiang Chuan kini memperhatikan piring itu.

   Namun sesungguhnya ia sedang berpikir.

   Setelah lama Wan Peng Wang baru membuka mulut.

   "Kudengar Wu Lao Dao adalah perantauan dari Jiang Bei dan tiga puluh tahun yang lalu menetap di Jiang Nan."

   Wan Peng Wang mengangkat kepala dan memelototi Lu Xiang Chuan.

   "Sun Yo Bo pun demikian, apa benar begitu?"

   Lu Xiang Chuan membenarkan.

   "Lao Bo dan Wu Lao Dao berasal dari desa yang sama. Mereka sama-sama menetap di Jiang Nan."

   Lu Xiang Chuan tahu Wan Peng Wang sudah mengetahui maksud kedatangannya sehingga tidak perlu menutup-nutupi lagi. Seketika ia merasa Wan Peng Wang lebih menakutkan daripada yang ia bayangkan. Wan Peng Wang gusar berkata.

   "Sun Yu Bo menyuruhmu datang ke sini apakah untuk kepentingan anak lelaki Wu Lao Dao?"

   "Lao Bo mengetahui masalah hubungan lelaki dan perempuan. Ketua pasti bisa mengijinkan mereka bersama, apalagi gadis itu hanyalah seorang pelayan."

   Kata-kata Lu Xiang Chuan sangat sopan dan tidak langsung pada sasaran, namun menjelaskan keuntungan dan kerugian masalah ini, bahwa demi seorang pelayan harus bermusuhan dengan Lao Bo adalah tidak sebanding. Tapi Wan Peng Wang marah menjawab.

   "Ini bukan sekedar masalah lelaki perempuan, tapi adalah aturan perkumpulan di sini. Siapa pun dilarang melanggar aturan ini!"

   Hati Lu Xiang Chuan serasa tenggelam, ia melihat harapannya semakin menipis. Namun sebelum benar-benar pupus, ia tidak akan melepaskannya begitu saja.

   "Lao Bo senang berteman, kalau Ketua bisa berteman dengannya, semua akan gembira menyambutnya."

   Wan Peng Wang tidak menjawab. Tiba-tiba ia berdiri dan berkata.

   "Ikut aku!"

   Lu Xiang Chuan tidak tahu akan dibawa ke mana, pun tidak bisa menebak maksud Wan Peng Wang membawanya.

   Seketika rasa takut menyelimuti dirinya.

   Tapi belakangan ia berpikir, jika Wan Peng Wang ingin membunuhnya, saat ini pun dirinya sudah menjadi mayat.

   Maka Lu Xiang Chuan mengikuti Wan Peng Wang keluar dari ruangan.

   Ia baru memperhatikan kemegahan dan kemewahan kediaman Wan Peng Wang.

   Dan ia pun mulai menyadari, sekelilingnya tidak terlihat penjagaan.

   Sedemikian sepi dan lengangnya seolah menunjukan pengawalan yang lemah.

   Tapi Lu Xiang Chuan tidak berfikir seperti itu.

   Ia mengerti, jika rumah ini terlihat banyak penjaga justeru akan memperlihatkan sosok Wan Peng Wang yang sebenarnya.

   Orang seperti Wan Peng Wang tidak begitu saja mau memamerkan kekuatannya.

   Begitu juga Lao Bo.

   "Lebih baik musuh tidak mengetahui dan tidak bisa memperhitungkan kekuatanmu karena, bila tidak, sebaiknya kau tidak memiliki musuh,"

   Begitu prinsip Lao Bo. Prinsip itu sepertinya juga dianut Wan Peng Wang. Hanya "orang kaya baru"

   Saja yang akan memamerkan seluruh harta di tubuhnya! * Beranda tampak gelap dan sunyi.

   Di ujung beranda terdapat sebuah pintu yang tidak terkunci.

   Di sana terlihat sebuah ruangan yang sepertinya kosong.

   Bila pintu dibuka kau akan menyadari bahwa tebakanmu keliru.

   Ruangan itu penuh barang kuno dan antik.

   Di istana Kota Raja pun belum tentu ada barang antik sebanyak dan selengkap ini.

   Lu Xiang Chuan tidak tahu harus mulai melihat dari mana.

   Wan Peng Wang membawanya berkeliling, baru berkata.

   "Silahkan ambil dua macam barang, hitung-hitung membalas pemberian Lao Bo."

   Lu Xiang Chuan tidak menolak.

   Terkadang ada permintaan yang ditolak pun tidak ada gunanya.

   Maka, ia benar-benar memilih dua macam barang.

   Yang ia pilih adalah lempengan giok dan sebuah pisau dari Persia.

   Nilai kedua barang ini hampir sama dengan hadiah yang diberikan Lu Xiang Chuan pada Wan Peng Wang.

   Ini artinya Lu Xiang Chuan bisa menilai barang bagus dan juga menunjukkan bahwa dirinya tidak ingin mengambil keuntungan dengan mengambil barang yang lebih mahal.

   Benar saja, mata Wan Peng Wang mengekpresikan pujian.

   "Kapan pun kau sudah tidak bekerja pada Sun Yu Bo atau bertengkar dengannya, datanglah padaku dan aku pasti akan menerimamu."

   "Terima kasih,"

   Jawab Lu Xiang Chuan.

   Diperhatikan seorang seperti Wan Peng Wang, sedikit banyak Lu Xiang Chuan merasa bangga.

   Namun hatinya juga semakin dingin.

   Karena ia tahu makna ucapan itu.

   Wan Peng Wang tidak memberinya kesempatan lagi.

   * Mereka kembali melalui jalan yang lain.

   Begitu keluar dari pekarangan, terdengar ringkik kuda.

   Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Wan Peng Wang menghentikan langkahnya.

   "Mau melihat kuda-kudaku?"

   Tawarnya.

   Untuk pertama kalinya Lu Xiang Chuan melihat entah rasa senang atau bangga memancar dari diri Wan Peng Wang.

   Ia merasa undangan ini tidak ada maksud lain seperti seorang tuan rumah memanggil putra putrinya untuk menemui tetamu agar sang tamu memuji anaknya.

   Sementara memuji orang pun merupakan keahlian Lu Xiang Chuan.

   Karena itu, tidak ada salahnya mengikuti tawaran Wan Peng Wang.

   Dengan memuji, kau bisa membuat seseorang senang dan kemudian dapat mengambil keuntungan.

   Memang, tidak ada salahnya untuk memberi sebuah pujian.

   Hanya saja saat ini Lu Xiang Chuan belum mengetahui keuntungan apa yang akan ia peroleh.

   Istal kuda itu terlihat begitu panjang dan bersih.

   Hampir semuanya kuda pilihan terbaik.

   Lu Xiang Chuan melihat sekor kuda memiliki kandang yang paling besar.

   Bulunya mengkilat dan tampak licin.

   Walaupun hanya seekor kuda, tapi perbawanya sangat angkuh dan anggun, seakan tidak ingin bersahabat dengan manusia.

   Total harga seluruh kuda yang telah dilihat sebelumnya tidak akan bisa membandingi harga seekor kuda ini.

   Lu Xiang Chuan langsung memuji.

   "Kuda ini sangat istimewa dan sempurna, apakah keturunan Han Xue?"

   Wan Peng Wang tertawa polos dan sangat bangga.

   "Kau sangat mengetahui barang berkualitas."

   Untuk pertama kalinya Lu Xiang Chuan melihat Wan Peng Wang seperti itu.

   Walau Wan Peng Wang berdiri di tengah rumah yang penuh dengan kekayaannya, ia tidak pernah berekspresi seperti itu.

   Tiba-tiba melintas di hati Lu Xiang Chuan sebuah harapan.

   Terpikir olehnya sebuah cara yang mungkin bisa membuat Wan Peng Wang tunduk.

   Ia tidak tahu seberapa efektifkah caranya itu.

   Tapi, jika tidak dicoba, bagaimana ia bisa tahu? Karena itu, tidak ada salahnya jika mencoba.

   10.

   Kibaran Bendera Perang Tengah malam.

   Angin menderu bertiup dari barat.

   Derunya seperti setan mengayun cambuk, melecut hati mereka yang ingin pulang.

   Tapi Wu Lao Dao tidak bisa pulang, ia harus mengikuti Lu Xiang Chuan pergi ke sana.

   Malam hening.

   Sepi.

   Mati.

   Wu Lao Dao tidak tahu akan dibawa kemana.

   Lu Xiang Chuan meski muda tapi sangat sopan, membuat Wu Lao Dao enggan bertanya.

   Sejak awal ia melihat pemuda ini berbeda, persis seperti Lao Bo semasa muda, begitu bercahaya, namun Lu Xiang Chuan lebih sulit ditebak hati dan kemauannya.

   Masa depan pemuda ini pasti berbeda dengan Lao Bo, pikir Wu Lau Dao, Akankah ia lebih bersinar? Entah sejak kapan angin berhenti.

   Namun papan nama rumah makan itu masih terayun sisa terpaan angin.

   Di keremangan malam, samar-samar terbaca.

   Ba Xian Lao.

   Itulah rumah makan terbesar di kota ini.

   Seluruh jendela rumah makan besar itu tertutup rapat, terlihat gelap, mungkinkah para pelayan sudah terlelap? Lu Xiang Chuan mendorong pintu.

   Tidak terkunci.

   Wu Lao Dao mengikuti melangkah ke dalam.

   Di lantai atas terlihat lampu menyala benderang.

   Lantas kenapa dari luat terlihat begitu gelap? Wu Lao Dao segera menyadari, tiap jendela dipasangi gorden tebal dan hitam, membuat setitik pun cahaya tidak bisa menerobos keluar.

   Ternyata telah banyak orang berkumpul di sana.

   Menilik cara berpakain, mereka pasti datang dari berbagai kalangan.

   Walau latarbelakang mereka tampak berbeda, tapi ada satu persamaan.

   Mereka terlihat sangat tenang, tubuh sehat terawat, mata mencorong, serta memiliki sepasang tangan yang cekatan dan bertenaga.

   Mereka bukan orang sembarangan.

   Kelihatannya pun mereka tidak saling kenal, tapi begitu melihat Lu Xiang Chuan, seketika membungkuk memberi hormat.

   Sepertinya Lu Xiang Chuan telah mengumpulkan begitu banyak orang.

   Kini mereka semua datang.

   Wu Lao Dao sudah tinggal lebih dari dua puluh tahun di kota ini, tapi hanya mengenali sebagian dari mereka, di antaranya adalah bos rumah makan itu.

   Lelaki inilah yang pertama menyambut Lu Xiang Chuan.

   Wu Lao Da sudah mengenal si Bos selama dua puluh tahun, tapi tidak pernah mengetahui hubungannya dengan Lao Bo.

   Sekarang jelas, lelaki itu anak buah Lao Bo.

   Jangan-jangan, rumah makan ini pun salah satu bisnis Lao Bo? Saat itu juga Wu Lao Dao menyadari, kekuasaan Lao Bo ternyata lebih menakutkan daripada yang ia bayangkan.

   Lu Xiang Chuan sangat hormat dan bersikap ramah pada si Bos, layaknya seorang raja yang menghadapi perdana menteri yang berprestasi.

   Si Bos bernama Yu Bai Le, membungkuk badan dan berkata sopan.

   "Kecuali beberapa orang yang berada di luar kota, semua sudah tiba. Silahkan memberi perintah."

   Lu Xiang Chuan tersenyum dan mengangguk.

   "Saudara-saudara, silahkan duduk. Lao Bo mengirim salam untuk kalian."

   Semua orang membungkuk dan berkata.

   "Hamba pun selalu mendoakan dan mengingat Lao Bo. Apa Lao Bo sehat-sehat saja?"

   Lu Xiang Chuan tertawa.

   "Yang Mulia seperti benda terbuat dari besi. Kalian teman lama beliau, pasti lebih tahu daripadaku. bila Dewa Penyakit bertemu dengannya, pasti lari ketakutan."

   Semua tertawa. Lu Xiang Chuan melanjutkan.

   "Hari ini pertamakali aku bertemu kalian, seharusnya kita bisa minum-minum. Tapi, aku khawatir Bos Yu sakit hati kita habiskan araknya."

   Semua kembali tertawa. Setelah tawa mereda, sikap Lu Xiang Chuan berubah serius.

   "Kali ini kudatang ke sini karena tugasku sangat berat. Kalau masalah ini tidak bisa dibereskan, aku malu bertemu Lao Bo kembali."

   Tiba-tiba ada yang bertanya.

   "Tuan Lu punya kesulitan apa? Kekurangan uang atau kekurangan orang, silahkan utarakan."

   "Terima kasih,"

   Jawab Lu Xiang Chuan. Ia menunggu perhatian mereka terfokus padanya, baru melanjutkan.

   "Yang kuinginkan hanya satu,"

   Ia menetap wajah mereka satu persatu.

   "yaitu, kuda Wan Peng Wang!" * Hari semakin malam. Wu Lao Dao dan Lu Xiang Chuan berangkat pulang. Sekarang Wu Lao Dao lebih hormat lagi pada pemuda ini. Teknik berbicaranya lebih bagus daripada tetua persilatan mana pun serta memiliki perbawa yang membuat orang menghormatinya. Pengalaman Wu Lao Dao selama bertahun-tahun menunjukkan, mendapatkan hormat seperti itu sangat sulit. Yang membuat Wu Lao Dao terharu, walau kedudukan Lu Xiang Chuan setinggi itu, namun ia tetap ingat bahwa Lao Bo adalah atasannya. Tiba-tiba Lu Xiang Chuan bertanya.

   "Apa ada yang ingin kau tanyakan?"

   Wu Lao Dao sedikit ragu, di hadapan pemuda ini ia memilih untuk berhati-hati bicara, tapi akhirnya bertanya juga.

   "Apa kau benar-benar menginginkan kuda itu?"

   "Seumur hidup Lao Bo tidak pernah bohong,"

   Kata Lu Xiang Chuan.

   "Aku sangat setia pada Lao Bo. Hal lain aku tidak bisa menandinginya. Walau begitu, untuk pekerjaan ini paling sedikit aku bisa melakukannya."

   Wu Lao Dao dalam kegelapan mengacungkan jempol. Setelah lama baru bertanya lagi.

   "Penjagaan rumah Wan Peng Wang sangat ketat, harus mencuri seekor kuda yang bisa meringkik dan berlari jelas bukan hal yang mudah. Walau penjaga kuda itu berhutang budi pada Lao Bo, tetap sulit."

   "Memang sulit, malah boleh dikata. mustahil!"

   Jawab Lu Xiang Chuan sambil tertawa.

   "Tapi aku tidak bilang akan membawa kuda itu hidup-hidup, bukan?"

   Wu Lao Dao terperangah, wajahnya seketika berubah.

   "Maksudmu, kuda itu akan dikeluarkan entah hidup atau mati?"

   "Memang, begitulah maksudku."

   "Wan Peng Wang menganggap kuda itu bagian terpenting dari seluruh kekayaannya. Bila kita membunuh kuda itu, akibatnya sungguh fatal."

   "Bila tidak dibunuh akibatnya pun tetap fatal,"

   Tegas Lu Xiang Chuan.

   "Kenapa?"

   Tanya Wu Lao Dao.

   "Kau tahu, Lao Bo tidak suka penolakan. Lao Bo wanti-wanti sudah berpesan padaku, asal Wa Peng Wang mau melepaskan kekasih anakmu, ia tidak perduli hal lain!"

   Lu Xiang Chuan menepuk-nepuk pundak Wu Lao Dao.

   "Teman Lao Bo sangat banyak, namun teman Lao Bo sedari kecil bisa dihitung dengan jari. Ia bersedia mengorbankan segalanya karena tidak ingin membuatmu kecewa dan bersedih."

   Wu Lao Dao merasa dadanya panas, tenggorokkan pun serasa tersekat. Perlahan ia berkata.

   "Apakah demi diriku Lao Bo akan melawan Wan Peng Wang?"

   "Kami sudah mempersiapkan semuanya,"

   Jelas Lu Xiang Chuan.

   Kata-kata Lu Xiang Chuan sangat ringan, seolah bukan masalah berat.

   Tapi Wu Lao Dao mengetahui kekuatan Wan Peng Wang.

   Karenanya, ia juga memahami pengorbanan Lao Bo.

   Tak tahan air mata Wu Lao Dao mengalir.

   "Aku pun tidak mengharapkan pertarungan,"

   Kata Lu Xiang Chuan.

   "karena itu kutempuh cara ini."

   Wu Lao Dao menghapus air mata, ingin bicara, tapi kata-katanya tidak keluar. Lu Xiang Chuan melanjutkan.

   "aku hanya berharap, tindakan ini bisa mengejutkan Wan Peng Wang dan dia akan melepaskan gadis itu."

   Wu Lao Dao hanya mengangguk. Hatinya diliputi rasa berterima kasih.

   "Aku sengaja memilih kuda itu,"

   Jelas Lu Xiang Chuan.

   "Jika tidak terpaksa, aku tidak ingin melukai orang."

   Sesaat ia terdiam, perlahan melanjutkan.

   " Kutahu, apabila barang kesayangan kita rusak, selain marah dan sedih, kita juga akan takut dan lemah."

   "Namun Wan Peng Wang bukan orang yang lemah dan mudah takut,"

   Lirih suara Wu Lao Dao. Lu Xiang Chuan tertawa.

   "Sudah kuperhitungkan segala akibat yang timbul dari tindakan ini. Kita sudah siap menghadapinya."

   Wu Lao Dao menunduk.

   
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hatinya terasa berat.

   Sunguh ia menyesal mengadukan masalah ini pada Lao Bo.

   Tapi nasi sudah menjadi bubur.

   Cepat atau lambat, pertarungan akan terjadi.

   Banjir darah tidak bisa dihindari.

   * Pagi.

   Setiap Wan Peng Wang bangun kebiasaannya selalu marah-marah.

   Semua gadis yang tidur dengannya pasti mencari kesempatan kabur sepagi mungkin.

   Setelah sarapan, baru emosi Wan Peng Wang mereda.

   Makanan Wan Peng Wang berbeda dengan kebanyakan orang.

   Sarapannya adalah sepanci kuah dimasak dengan ayam betina muda dan jamur.

   Kemudian dicampur daging ham.

   Masih harus ditambah sepuluh butir telur ayam dan dua puluh bakpau.

   Sarapan seperti itu pasti mengejutkan banyak orang.

   Namun, pagi ini sarapannya tidak sama.

   Begitu Wan Peng Wang membuka tutup panci, wajahnya menghijau.

   Di dalam panci tidak ada jamur, daging ham, juga tidak ada kepala ayam.

   Yang ada hanya kepala kuda yang masih berdarah.

   Wa Peng Wang mengenali kepala kuda itu.

   Lambungnya seketika keram dan menciut seperti dipukuli puluhan orang.

   Rasa keram seketika berganti kemarahan membara.

   Sepertinya ia ingin meloncat dari tempat tidur dan mencekik mati siapa pun orang pertama yang ia temui, lalu mencekik mati semua pengurus kudanya, dan mencekik mati hingga sepuluh kali pelayan yang sudah mengantar panci itu.

   Nyatanya semua tidak ia lakukan.

   Wan Peng Wang mampu menahan kemarahan.

   Padahal, biasanya, hal sepele saja bisa mendatangkan kemurkaannya.

   Kali ini ia tahu masalahnya tidak sederhana.

   Untuk masalah sebesar ini, ia harus berpikir tenang dan jernih.

   Karena jika ia sampai kehilangan kendali, justeru akan menghancurkan dirinya.

   Ia paham siapa yang melakukan ini.

   Lao Bo sudah melakukan gebrakan awal! Sejak penolakannya ia sudah memperhitungkan, Lao Bo pasti akan melakukan serangan.

   Tapi, ia tidak menyangka Lao Bo melakukannya secepat ini.

   Sungguh, ia tidak menyangka Lu Xiang Chuan berani melakukan hal ini.

   * "Bila ingin melakukan serangan, kau harus mengunakan kesempatan pertama.

   Bila tidak, kau harus menanti kesempatan terakhir, yaitu saat musuh sudah lengah.

   Menunggu dan menanti kesempatan terakhir harus memiliki kesabaran tinggi,"

   Begitu ajaran Lao Bo.

   Lu Xiang Chuan tidak pernah melupakan ajaran itu.

   Karenanya, ia sudah menggunakan kesempatan pertama saat lawan belum siap.

   * Bila Wan Peng Wang sedang sarapan, tidak ada yang berani dekat-dekat dengannya.

   Wan peng Wang tidak menyukai orang melihatnya sedang makan dengan rakus.

   Maka, di kamar itu tidak ada orang, hanya Wan Peng Wang sendiri.

   Karenanya, ia dapat berpikir tenang.

   Sekarang ia sadar, Lao Bo benar-benar lawan yang sangat menakutkan, sepuluh kali lebih menakutkan daripada yang ia sangka semula.

   Satu anak buah Lao Bo bernama Lu Xiang Chuan sudah begini, masih adakah yang lain? pikir Wan Peng Wang sambil menutup panci perlahan.

   Saat keluar kamar wajahnya tanpa ekspresi.

   Ia hanya berpesan satu kalimat.

   "Segera antarkan Dai Dai ke rumah Wu Lao Dao!" * Sebuah penginapan.

   Meng Xin Hun berbaring di tempat tidur.

   Ia sudah berbaring selama tujuh delapan jam.

   Ia tidak makan, tidak bergerak, juga tidak tidur.

   Sekarang batas waktu yang diberikan Gao Lao Da tinggal sembilan puluh hari lagi.

   11.

   Xiao Tie Sembilan puluh hari lagi.

   Tapi keadaannya masih sama seperti dua puluh sembilan hari yang lalu, informasi tentang Lao Bo masih sangat terbatas.

   Entah bagaimana kelihaian Lao Bo, seperti apa pula ilmu silatnya, Meng Xin Hun tidak tahu.

   Pada serangan di hari ulang tahun itu, jemari Lao Bo sama sekali tidak bergerak.

   Ketenangan yang sungguh menakutkan.

   Berapa banyakkah anak buah Lao Bo? Seberapa tangguhkah mereka? Meng Xin Hun tidak tahu.

   Ia hanya melihat seorang pemuda berdiri di belakang Lao Bo, sangat terpelajar, dan di balik bajunya tersimpan entah berapa banyak senjata rahasia.

   Juga ada Sun Jian, putra Lao Bo, pemuda dengan semangat tempur seperti api membara mengerikan.

   Ia mendapat kabar, keduanya sudah meninggalkan kota.

   Apakah di sisi Lao Bo masih ada pelindung lain setangguh mereka? Siapa pula si Jubah Kelabu? Di mana ia sekarang? Meng Xin Hun seorang pembunuh berdarah dingin, berhati dingin, bertangan dingin.

   Tapi ia menilai si Jubah Kelabu terlebih kejam dan dingin lagi.

   Ketika melihat cara membunuh sekejam dan secepat itu, timbul rasa takut di hati Meng Xin Hun.

   Meng Xin Hun sudah pernah coba mencari tahu tentang si Jubah Kelabu.

   Hasilnya nihil, ia tidak mendapat apa-apa.

   Kebiasaan dan kehidupan sehari-hari Lao Bo pun ia tidak tahu, juga tidak tahu di mana tempat tinggal Lao Bo.

   Taman chrysan itu begitu luas, di dalamnya terdapat tujuh belas ruangan.

   Di ruangan mana Lao Bo tinggal? Pun taman bunga Lao Bo tidak hanya chrysan itu saja, masih terbentang taman-taman lain.

   taman bunga mei, mawar, mudan, belum lagi kebun bambu.

   Setiap taman saling berhubungan.

   Meng Xin Hun tidak punya informasi seberapa luas total keseluruhan taman bunga Lao Bo.

   Kabarnya, jika seseorang berjalan dengan cepat mengelilingi seluruh taman, satu hari pun tidak cukup.

   Sejak hari ulang tahun itu, Meng Xin Hun tidak pernah melihat Lao Bo lagi.

   Sepertinya, Lao Bo tidak pernah menginjakkan kaki di luar daerah kekuasaannya.

   Bagaimana penjagaan di taman itu? Berapa banyak penjaga dan jebakannya? Meng Xin Hun tidak tahu.

   Untuk order membunuh kali ini, begitu banyak hal menyangkut target sasaran yang belum ia ketahui.

   Ia tidak mau gegabah.

   * Waktu makan malam.

   Ia ingin makan, sederhana saja dan tidak berlebihan, karena ia beranggapan terlalu banyak makan bisa membuat pikiran dan pergerakan lamban.

   Mungkin karena pengalaman masa kecilnya yang prihatin, berhari-hari tidak makan, dan kini profesinya selaku pembunuh, ia merasa tubuhnya jadi seperti hewan.

   Terkadang ia merasa seperti kelelawar; pagi tidur, malam keluar.

   Atau seperti ular; makan hanya sekali, kemudian berhari-hari baru makan lagi.

   Tapi sekarang ia lapar.

   Meng Xin Hun memilih rumah makan yang tidak teralu besar, tidak terlalu kecil, tidak begitu sepi, juga tidak begitu ramai.

   Ia selalu memilih tempat yang tidak mencolok, tidak memancing perhatian.

   Beberapa orang keluar masuk dari rumah makan.

   Ada lelaki, ada perempuan, ada yang muda, juga ada yang berpenampilan kaya raya.

   Meng Xin Hun berharap ia bisa seperti mereka.

   Tidak seperti Lu Xiang Chuan, Meng Xin Hun tidak iri.

   Juga tidak seperti Lu Xiang Chuan, masa lalu yang kelam pun tidak membuatnya sakit hati.

   Terdengar tawa sangat keras.

   "Hari ini siapa yang minumnya paling banyak?"

   Orang itu menjawab sendiri.

   "Yang paling banyak adalah Xiou Tie!"

   Jarinya menunjuk seorang gadis berbaju merah.

   Tiba-tiba seorang pemuda memasuki rumah makan, membawa satu guci arak dan memberikanya pada Xiao Tie.

   Xiao Tie tidak bicara, juga tidak menolak.

   Ia hanya tersenyum, langsung menghabiskan seguci arak seperti setan arak.

   Gadis setan arak tidak banyak, Meng Xin Hun juga setan arak, maka ia memperhatikan Xiao Tie lebih teliti.

   Semakin diperhatikan, terlihat semakin istimewa.

   Ia sangat cantik.

   Biasanya gadis cantik yang tahu dirinya cantik selalu menebar pesona pada sekelilingnya.

   Tapi gadis ini tidak seperti gadis lain, seakan ia tidak perduli dirinya cantik atau tidak.

   Meski di tengah keramaian, ia seakan sedang sendirian, seolah berada di tengah lapangan yang dingin dan sepi.

   Malam semakin larut.

   Kereta kuda datang silih berganti.

   Orang-orang datang dan pergi.

   Tertinggal hanya Xiao Tie dan pemuda berbaju hitam.

   Pemuda itu sangat tampan, badannya tinggi, sarung pedangnya berkilauan; sangat pantas menjadi pendamping gadis secantik Xiao Tie.

   Kini tersisa satu kereta kuda di pinggir jalan.

   "Mari naik kereta,"

   Ajak si pemuda. Xiao Tie menggeleng kepala.

   "Masih ingin minum?"

   Tanya si pemuda. Xiao Tie menggeleng kepala. Pemuda itu tertawa.

   "Kau mau di sini semalaman?"

   Xiao Tie kembali menggeleng kepala.

   "Aku ingin jalan-jalan,"

   Jawabnya.

   "Baiklan, ayo kutemani."

   Mereka terlihat akrab, juga tidak khawatir orang memperhatikan mereka. Si pemuda memegang tangannya, dan Xiao Tie membiarkan.

   "Aku ingin jalan-jalan sendiri, boleh?"

   Pinta Xiao Tie. Pemuda itu terpaku, perlahan melepaskan genggamannya.

   "Besok boleh k u t e m a n i m u lagi?"

   "Kalau ada waktu, kenapa tidak?"

   Balik tanya Xiao Tie.

   Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Setelah itu Xiao Tie tidak bicara lagi, terus berjalan.

   Biar pun jalannya lamban, akhirnya hilang di kegelapan.

   Biasanya anak gadis takut kegelapan, tapi Xiao Tie tidak.

   Meng Xin Hun tidak mengenal Xiao Tie, apalagi pemuda baju hitam itu.

   Ia merasa keduanya sangat serasi.

   Begitu melihat si gadis pergi sendiri, hati Meng Xin Hun entah mengapa merasa senang sekali.

   Pemuda itu masih terlongong memandangi bayangan Xiao Tie yang menghilang di kegelapan.

   Sesaat kemudian baru berkata kepada pemilik rumah makan.

   "Beri aku seguci arak yang paling besar!"

   Dan Meng Xin Hun memutuskan pergi dari situ. Saat keluar dari pintu, ia masih mendengar pemuda itu meracau.

   "Xiao Tie Xiao Tie Apa kau mencintaiku? Sungguh kau membuatku penasaran"

   Di depan kegelapan semata.

   Inilah jalan yang tadi dilalui Xiao Tie.

   Tidak sengaja, Meng Xin Hun juga berjalan ke arah yang sama.

   Walau Meng Xin Hun tidak mengakui, sesungguhnya ia berharap bisa bertemu gadis itu lagi.

   Tapi gadis itu seperti setan gentayangan hilang di kegelapan malam.

   Dan Meng Xin Hun memutuskan pulang ke penginapan.

   * Malam semakin larut.

   Pekarangan itu sunyi lagi sepi.

   Kamar yang ia sewa pun tidak ada cahaya lampu.

   Meng Xin Hun tidak pernah menyalakan lampu karena di tengah kegelapan ia merasa lebih aman.

   Waktu ia pergi, pintu dan jendela sudah ditutup.

   Sebelum melangkah masuk, tiba-tiba ia berhenti.

   Seperti seekor anjing pemburu yang terlatih, ia mencium bahaya mengancam.

   Tubuh Meng Xin Hun meloncat tinggi dan berhenti di pekarangan belakang.

   Jendela belakang masih tertutup.

   Ia mengetuk jendela dan mendadak melompat lagi ke halaman depan.

   Gerakannya ringan dan cepat seperti kelelawar.

   Saat itu ia melihat sesosok bayangan melesat keluar dari jendela depan.

   Gerakan orang itu sangat cepat.

   Meng Xin Hun segera mengikuti kemana pun bayangan pergi.

   Akhirnya Meng Xin Hun berkata.

   "Untung kau adalah Xiao He, kalau tidak, sudah kubunuh kau!"

   Bayangan itu terdiam.

   Setelah ragu sejenak, ia memutuskan kembali berkelebat ke kamar Meng Xin Hun.

   Setelah lampu kamar dinyalakan, Meng Xin Hun langsung duduk di depan Xiao He.

   Ia menatap Xiao He, tapi Xiao He tidak menatapnya.

   Ia sudah mengenal Xiao He lebih dari dua puluh tahun, tapi tetap tidak bisa memahaminya.

   * Meng Xin Hun, Shi Qun, Ye Xiang, dan Xiao He semua anak yatim piatu.

   Mereka bisa bertahan hidup karena Gao Lao Da.

   Di antara mereka berempat, umur Xiao He paling kecil.

   Xiao He yang pertama bertemu Gao Lao Da dan selalu menganggap Gao Lao Da sebagai kakak sendiri.

   Waktu Gao Lao Da mengangkat tiga bocah lain sebagai anaknya, ia iri dan marah, dan karenanya sering mengadu domba mereka.

   Ia mengangap ketiga bocah lainnya merebut makanan Gao Lao Da, juga merebut kasih sayang Gao Lao Da darinya.

   Bila tidak ada ketiga bocah itu, ia merasa hidupnya akan lebih nyaman dan makan lebih kenyang.

   Sejak awal ia sudah menggunakan berbagai cara agar Gao Lao Da mengusir mereka.

   Saat itu usianya baru enam tahun, ia sudah bisa berbuat licik, jalan pikirannya sudah jahat.

   Pernah suatu kali Gao Lao Da menyuruh Xiao He memberi tahu tiga saudara-nya untuk berkumpul di sebelah barat kota.

   Namun Xioa He malah bilang berkumpul di sebelah timur.

   Tiga bocah itu menunggu di sebelah timur kota selama dua hari dan hampir mati kelaparan.

   Kalau Gao Lao Da tidak terus menerus mencari, mereka mungkin sudah mati.

   Masih ada lagi.

   Suatu hari Xiao He memberi tahu patroli polisi bahwa mereka bertiga pencuri dan sengaja meletakkan barang yang dicuri ke dalam pakaian mereka.

   Jika bukan Gao Lao Da yang menyogok polisi, mereka bertiga sudah mati di lempar ke sungai.

   Saat itu penjara penuh, sehingga bukannya dimasukkan kepenjara, banyak penjahat yang dilempar mati polisi ke sungai.

   Masih banyak lagi akal bulus Xiao He guna mencelakakan tiga saudara-nya.

   Walau Gao Lao Da memarahi, tapi tidak sampai mengusir Xiao He.

   Gao Lao Da menilai, usia Xiao He terlalu kecil, sehingga kesalahannya masih bisa dimaafkan.

   Dalam melakukan segala sesuatu, Gao Lao Da memang hanya menuruti hati kecil.

   Ia tidak tahu batasan benar dan salah karena tidak seorang pun memberitahunya.

   Pokoknya, asalkan bisa bertahan hidup, perbuatan apa pun boleh dilakukan.

   Sudah dua puluh tahun berlalu, Xiao He terus melakukan hal yang merugikan saudara-nya.

   Cara-caranya pun semakin lihai dan sulit dilacak.

   Apalagi terhadap Meng Xin Hun, ia sangat iri.

   Saat berlatih kungfu bersama, Meng Xin Hun selalu lebih unggul darinya.

   Kini, posisi Meng Xin Hun di mata Gao Lao Da semakin penting.

   Itu semua membuat Xiao He semakin membencinya.

   * Meng Xin Hun memandang wajah Xiao He.

   Namun saat ini Xiao He sedang marah.

   Wajahnya menjadi hijau, sepasang tangannya tampak gemetar, membuat Meng Xin Hun merasa tidak enak.

   Biar bagaimana Xiao He teman sedari kecil, usianya dua tahun lebih muda darinya, ia menganggap Xiao He adik sendiri.

   Meng Xin Hun tertawa terpaksa.

   "Tidak kusangka kau yang datang, seharusnya memberi tahu lebih dulu."

   "Memangnya, siapa yang kau sangka?"

   Tanya Xiao He.

   "Orang semacam kita selayaknya ekstra hati-hati!"

   Jawab Meng Xin Hun. Xiao He tidak senang.

   "Apa kau pikir sembarang orang bisa datang ke sini? Apa selain Gao Lao Da masih ada yang tahu kau berada di sini?"

   Tawa Meng Xin Hun seketika lenyap.

   "Apa Gao Lao Da yang menyuruhmu ke sini?"

   Xiao He diam.

   Diam berarti mengakui.

   Wajah Meng Xin Hun mendadak tanpa ekspresi.

   Namun dari matanya terlihat bayangan gelap.

   Sudut mata kanannya mulai berkedut.

   Pada saat melaksanakan tugas, Gao Lao Da tidak pernah mengikutinya, bertanya pun tidak.

   Ga Lao Da sangat mempercayainya.

   Namun sekali ini sepertinya berbeda.

   Meng Xin Hun teringat, Gao Lao Da pernah menyuruhnya menguntit Ye Xiang karena meragukannya.

   Itukah yang terjadi sekarang? Xiao He diam-diam memperhatikan Meng Xin Hun, matanya tiba-tiba menyorot sinar seakan sudah menebak apa yang ada di pikiran Meng Xin Hun.

   Xiao He tertawa.

   "Bukannya Gao Lao Da tidak mempercayaimu, ia hanya meyuruhku menyampaikan pesan."

   Tawa Xiao He terdengar sangat rahasia sekaligus menyebalkan. Siapa pun yang mendengar tahu bahwa tawanya mengandung niat jahat. Ia memang sengaja membuat Meng Xin Hun merasa seperti itu. Meng Xin Hun lama terdiam, baru bertanya.

   "Apa pesan Gao Lao Da padaku?"

   "Dua anak buah Sun Yu Bo yang paling lihai sedang keluar melaksanakan tugas, apa kau tahu?"

   "Mereka adalah Sun Jian dan Lu Xiang Cuang?"

   Balas tanya Meng Xin Hun. Xiao He tertawa.

   "Ternyata kau sudah tahu. Gao Lao Da khawatir kau belum tahu." Khawatir belum tahu artinya Gao Lao Da sudah tidak mempercayaimu! Meng Xin Hun mengerti arti kata-kata itu. Xiao He pun tahu bahwa Meng Xin Hun sudah mengerti.

   "Dua anak buah terpercaya sudah pergi, Sun Yu Bo ibarat kehilangan dua tangan, Kalau orang sudah kehilangan tangan kiri dan kanan, tentu tidak menakutkan lagi!"

   Dingin pernyataan Xio He. Meng Xin Hun hanya diam.

   "Sekarang sudah waktumu bergerak, kenapa masih belum beraksi?"

   Tanya Xiao He dingin. 12. Xiao He Kemarahan Meng Xin Hun seketika timbul.

   "Yang melakukan tugas ini aku atau kau?"

   Bentaknya.

   "Tentu saja kau."

   "Bila aku yang melakukan, tentu akan kugunakan caraku sendiri!"

   "Aku hanya bertanya, tidak ada maksud apa-apa,"

   Ejek Xiao He sambil melanjutkan.

   "Gao Lao Da selalu bilang, kepalamu paling dingin. Tidak kusangka, ternyata kau cepat marah."

   Meng Xin Hun seketika merasa dipecut.

   Sebetulnya ia tidak boleh marah.

   Marah adalah sejenis emosi.

   Seorang pembunuh profesional tidak boleh memiliki emosi.

   Apa pun bentuknya, emosi bagi profesi seperti Meng Xin Hun adalah racun.

   Meng Xin Hun merasa ujung-ujung jarinya mendingin.

   Xiao He menatapnya.

   "Kau kenapa, tidak biasanya begini?"

   Meng Xin Hun membuang pandang. Seluruh otot-ototnya seperti hilang. Ia sendiri pun tidak tahu megapa sekarang jadi begini. Lama baru ia berkata.

   "Aku lelah"

   Mendengar perkataan ini, Xiao He malah senang.

   "Aku boleh tanya?"

   "Apa?"

   Mata Xiao He berputar jahil.

   "Lebih baik tidak jadi kutanya."

   Hampir naik kembali darah Meng Xin Hun. Sedapatnya ia menekan emosi.

   
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Bicaralah!"

   Puas mempermainkan Meng Xin Hun, Xiao He berkata simpati.

   "Dua tahun sejak kau mengganti posisi Ye Xiang, sudah waktunya kau beristirahat."

   Nadanya penuh perhatian.

   "Kalau kau tidak mau melakukan tugas ini, biar aku yang menggantikan."

   Lirih suara Meng Xin Hun.

   "Kau tahu Sun Yu Bo macam apa?"

   "Kau kira aku tidak bisa membunuhnya?"

   "Kemungkinan aku juga tidak bisa membunuhnya!"

   "Kalau kau tidak bisa membunuhnya, kau pikir aku juga tidak bisa?"

   Wajah Xiao He menghijau marah.

   "Kungfumu memang lebih tinggi dariku. Untuk membunuh tidak hanya memerlukan kungfu, tapi juga semangat dan kemauan!"

   "Kalau kau ingin menggantikanku, pergilah."

   Meng Xin Hun merasa begitu lelah. Lelah membuatnya malas bicara, juga membuatnya malas melakukan apa pun. Tapi masih ada satu kalimat yang ia ucapkan.

   "Sebelum melakukannya, kau harus tahu, tugas ini sangat berbahaya."

   Xiao He langsung menjawab.

   "Aku tidak takut karena aku sudah memperhitungkannya."

   Bahaya tidak akan membuat Xiao He mundur.

   Kesempatan ini sudah lama ia tunggu.

   Asal bisa melaksanakan tugas ini dengan baik, maka Xiao He bisa mengganti posisi Meng Xin Hun.

   Itulah ambisinya.

   Namun Meng Xin Hun tidak perduli.

   Walau kedudukannya terancam direbut Xiao He, ia tidak perduli.

   Ia hanya ingin istirahat.

   Lain-lainnya ia tidak mau tahu.

   Ia hanya ingin tidur, kalau bisa tidak usah bangun lagi.

   Nyatanya sampai dini hari pun ia tidak bisa memejam mata.

   * Ayam berkokok.

   Kabut mengambang di permukaan begitu tebal.

   Sedemikian tebalnya bahkan telapak tangan sendiri pun sulit terlihat Meng Xin Hun berjalan ke pinggir kota.

   Entah berjalan ke mana ia tidak perduli.

   Berjalan sampai kapan pun ia tidak mau tahu.

   Pokoknya, ia membiarkan kakinya melangkah semaunya.

   Pikirannya hampa, sehampa hatinya.

   Suara air mengalir.

   Sungai kecil.

   Ia menghampiri dan duduk di tepi kali.

   Ia suka mendengar suara air mengalir.

   Walau air bisa saja mengering, tapi air tidak pernah berhenti mengalir.

   Air sepertinya tidak mengenal lelah.

   Begitu bersemangat, tidak pernah berubah.

   Mungkin di semesta ini hanya manusia yang bisa merasa lelah, bosan, dan berubah? Meng Xin Hun menghela nafas.

   * Kabut mulai menipis.

   Ketika itulah Meng Xin Hun baru menyadari sesosok bayangan duduk di atas batu di seberang sana.

   Kini sosok itu bangkit mendatanginya.

   Seorang gadis berbaju merah.

   Wajahnya terlihat pucat, mungkin menahan dingin? Matanya sangat benderang, seakan menembus kepekatan kabut.

   Mata itu memandang Meng Xin Hun penuh simpati.

   Ia seperti kasihan kepada kebodohan manusia dan juga bersimpati pada manusia yang tidak mengerti arti kehidupan.

   Karena ia bukan manusia, melainkan dewi.

   Dewi yang baru keluar dari sungai.

   Tenggorokan Meng Xin Hun tercekat.

   Ia merasa darahnya bergolak, membuat matanya berbinar terang.

   Meng Xin Hun mengenali gadis itu dan mengetahui bahwa ia bukan dewi.

   Mungkin ia memang lebih cantik daripada dewi, lebih misterius daripada dewi.

   Tapi ia bukan dewi.

   Ia manusia biasa bernama Xiao Tie.

   Xiao Tie masih memandang Meng Xin Hun, perlahan bertanya.

   "Kau ingin bunuh diri?"

   Pertama kali Meng Xin Hun mendengarnya bicara, suaranya lebih merdu daripada air yang mengalir di musim semi. Meng Xin Hun ingin bicara tapi tidak sanggup. Xiao Tie bicara lagi.

   "Kalau kau ingin mati, aku tidak akan melarangmu. Aku hanya ingin bertanya satu kalimat saja."

   Meng Xin Hun mengangguk. Tiba-tiba pandangan Xiao Tie beralih ke tempat jauh, sangat jauh di sana, ke tempat tertutup kabut. Ia bertanya.

   "Apa kau pernah mengalami kehidupan?"

   Meng Xin Hun tidak menjawab karena ia tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.

   "Apa kau pernah menjalani kehidupan?"

   Tanya Xiao Tie sekali lagi.

   "Apa kehidupanmu termasuk normal?"

   Meng Xin Hun membalik badan, ia takut air matanya menetes. Saat membalik tubuh, suara Xiao Tie seperti menjauh.

   "Seseorang bila belum pernah menjalani kehidupan tapi sudah memikirkan kematian, bukankah sangat bodoh?"

   Meng Xin Hun ingin memukul gadis itu dan balik bertanya, Apa kau sendiri juga punya kehidupan? Nyatanya Meng Xin Hun tidak bertanya, juga tidak perlu bertanya karena gadis itu masih begitu belia, begitu cantik, pasti ia punya kehidupan.

   Tapi jika gadis itu punya kehidupan, kenapa memilih tempat yang sunyi ini? Apakah ia ke sini untuk menikmati kesepian? Setelah lama, Meng Xin Hun baru membalik tubuh, tapi gadis itu sudah pergi entah ke mana.

   Datang seperti kabut, hilang pun seperti kabut.

   Tidakkah kesepian terkadang juga bisa dinikmati? Pertemuan begitu singkat.

   Tapi entah mengapa di dalam hati Meng Xin Hun serasa ia sudah mengenal gadis itu begitu lama.

   Sepertinya sebelum ia dilahirkan sudah mengenalnya.

   Gadis itu seperti juga sudah lama menunggunya.

   Kehidupan Meng Xin Hun pun seperti hanya untuknya.

   Apakah ini pertemuan terakhir? Meng Xin Hun tidak tahu jawabnya.

   Tidak ada yang tahu ia datang dari mana dan akan pergi ke mana.

   Meng Xin Hun memandang ke kejauhan, tiba-tiba hatinya hampa.

   Kabut semakin menipis.

   * Beberapa hari berlalu.

   Tidak ada kabar dari Xiao He.

   Xiao He seperti lenyap ditelan bumi.

   Meng Xin Hun tidak punya kegiatan apa pun.

   Satu-satunya kegiatan yang ia lakukan hanya berusaha melupakan Xiao Tie.

   Namun entah mengapa hari ini ia teringat Xiao He.

   Akhirnya Meng Xin Hun memutuskan untuk kembali ke Kuai Huo Yuan.

   * Orang-orang di dalam Kuai Huo Yuan selalu berwajah gembira.

   Gao Lao Da selalu tersenyum manis.

   Saat melihat Meng Xin Hun pulang, tawanya semakin manis.

   Tapi sejak kejadian hari itu, Gao Lao Da belum pernah benar-benar menatap Meng Xin Hun.

   Meng Xin Hun pun tidak berani menatap Gao Lao Da secara langsung.

   Gao Lao Da selalu ingin melupakan kejadian hari itu, tapi ia tidak sanggup.

   Meng Xin Hun hanya menunduk kepala.

   "Kau sudah pulang?"

   Tanya Gao Lao Da.

   Meng Xin Hun sudah berada di sini, dengan sendirinya sudah pulang.

   Tapi Meng Xin Hun justeru menggeleng kepala karena ia tahu yang ditanya Gao Lao Da sebetulnya apakah pekerjaannya sudah selesai.

   Jika ia sudah berani pulang seharusnya tugasnya sudah rampung.

   Gao Lao Da mengerut dahi.

   "Mengapa tugasmu belum selesai?"

   Meng Xin Hun lama terdiam, baru perlahan bertanya.

   "Di mana Xiao He?"

   "Xiao He? Kenapa kau tanya dia? Dia tidak punya tugas, mana kutahu dia ada di mana?"

   Hati Meng Xin Hun serasa tenggelam.

   "Aku pernah bertemu dengannya."

   "Di mana?"

   Tanya Gao Lao Da heran.

   "Dia datang mencariku."

   "Kenapa dia mencarimu?"

   Gao Lao Da terlihat marah. Meng Xin Hun tidak menjawab.

   "Apa kau tahu dia di mana?"

   Meng Xin Hun tidak bisa menjawab.

   Gao Lao Da semakin marah, ia sangat tahu sifat Xiao He, anak itu suka menyombongkan diri dan cari perkara.

   Meng Xin Hun membalik tubuh, beranjak keluar, karena sudah tidak ada lagi yang ingin ia tanyakan.

   Sekarang ia bisa menduga kejadiannya.

   entah bagaimana Xiao He mengetahui ke mana ia pergi dan sengaja mencarinya.

   Maksud Xiao He hanya satu, yaitu menjatuhkan rasa percaya diri Meng Xin Hun supaya bisa menggantikan posisinya.

   Hal seperti ini sering dilakukan Xiao He.

   Hanya saja kali ini ia salah, dan kesalahannya sangat fatal.

   Xiao He tidak tahu, Lao Bo adalah orang yang sangat menakutkan.

   "Jangan pergi"

   Cegah Gao Lao Da.

   "Aku ingin tahu, apa Xiao He menggantikanmu mencari Lao Bo?"

   Lama terdiam, Meng Xin Hun mengangguk kepala.

   Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Apa kau membiarkan dia pergi begitu saja?"

   "Dia sudah pergi!"

   Gao Lao Da marah berkata.

   "Kau tahu seperti apa Sun Yu Bo! Kau sendiri paling banter hanya tujuh puluh persen berhasil. Kalau Xiao He yang pergi, berarti mengantar nyawa. Kenapa kau tidak mencegahnya?"

   Meng Xin Hun membalik tubuh. Ia juga marah, berkata.

   "Kenapa ia bisa tahu aku ada di sana?"

   Mulut Gao Lao Da seketika tersumpal. Tugas Meng Xin Hun adalah rahasia. Kecuali Meng Xin Hun dan Gao Lao Da, tidak ada yang tahu. Tapi kenapa Xiao He bisa tahu? Akhirnya Gao Lao Da menarik nafas.

   "Aku tidak menyalahkanmu, hanya menghawatirkan Xiao He. Siapa pun dia aku tetap akan menghawatirkannya."

   


Anak Rajawali -- Chin Yung Anak Rajawali -- Chin Yung Pedang Abadi -- Khu Lung

Cari Blog Ini