Ceritasilat Novel Online

Meteor Kupu Kupu Dan Pedang 4


Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long Bagian 4



Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya dari Gu Long

   

   Begitu juga Han Tang.

   * Cahaya golok menghilang dengan cepat.

   Pertarungan yang seru usai begitu cepat.

   Meng Xin Hun mengikuti semua kejadian dengan cermat.

   Jika tidak dalam posisi tengkurap, mungkin ia sudah muntah.

   Tu Da Peng lama terdiam, perlahan dengan suara serak dan tegang berkata di sisi telinga Han Tang yang masih tegak tertancap di gagang goloknya.

   "Kutahu kau tidak rela mati seperti ini. Mati pun kau akan penasaran.Tapi sebaiknya kau jangan mencari kami, tapi carilah orang yang sudah menjualmu."

   Tentu Han Tang sudah tidak dapat mendengar kata-katanya itu. Ataukah Tu Da Peng menujukan kata-katanya pada orang lain? "Cepat kita pergi,"

   Kata Tu Da Peng mendorong mayat Han Tang dari goloknya.

   Mayat Han Tang seketika jatuh terlentang.

   Jin Peng yang tidak mampu berjalan akhirnya dipapah.

   Ia membuka mulut, memuntahkan daging punggung Han Tang ke danau yang langsung diperebutkan ikan-ikan.

   Demikian pula Nu Peng, harus dipapah.

   Jika Han Tang masih hidup apakah terpikir olehnya ikan kesukaannya akhirnya memakan daging dan darahnya? Han Tang suka memelihara ikan, tapi ia tidak makan ikan.

   Nyatanya, sekarang ikanlah yang memakannya.

   Dulu ia membunuh orang.

   Sekarang orang membunuhnya.

   Beginikah akhir hidup setiap pembunuh? Bulan di atas danau Suasana begitu sepi.

   Tu Da peng dan gerombolannya sudah pergi.

   Tapi angin yang berhembus seakan masih membawa anyir darah.

   Meng Xin Hun masih menelungkup.

   Tubuhnya basah kuyup, entah oleh darah atau keringat dingin yang bercucuran? Yang pasti, hari ini ia tidak tewas.

   Semua sesuai perhitungannya yang tepat.

   Dan juga sedikit kemujuran.

   Tapi, benarkah ia mujur? Benarkah perhitungannya tepat? Meng Xin Hun berfikir keras, dan sadar bahwa ini bukan kemujuran.

   Bukan juga perhitungan yang tepat! Melihat cara Tu Da Peng membunuh Han Tang, terlihat bahwa setiap gerakan lelaki itu sudah sangat terlatih dan terencana serta akurat.

   Tapi mengapa golok Tu Da Peng bisa meleset dan dirinya tidak tewas? Ia merasa curiga, dan sekarang sudah mengerti.

   Ia baru mengerti saat Tu Da Peng berkata di sisi telinga Han Tang.

   "Kutahu kau tidak rela mati seperti ini. Mati pun kau akan penasaran.Tapi sebaiknya kau jangan mencari kami, tapi carilah orang yang sudah menjualmu."

   Tentu Han Tang sudah tidak bisa mendengar kata-kata itu.

   Tu Da Peng tidak menunjukkan perkataannya pada Han Tang, tapi pada dirinya.

   Ia tidak tewas sebab Tu Da Peng belum menginginkannya tewas.

   Tu Da Peng mengira ia adalah teman Han Tang.

   Teman Han Tang berarti anak buah Sun Yu Bo.

   Tu Da Peng membiarkannya hidup agar ia melapor pada Sun Yu Bo bahwa yang menjual Han Tang adalah orang yang paling dipercaya.

   Dan orang yang paling dipercaya Sun Yu Bo adalah Sun Jian dan Lu Xiang Chuan.

   Karena Sun Jian sudah mati, maka orang itu tinggal Lu Xiang Chuan.

   Begitulah otak Meng Xin Hun coba menganalisis seluruh kejadian.

   Sambil menahan sakit, antara sadar dan tidak, analisisnya terus berlanjut.

   Lu Xiang Chuan mungkin bukan penghianat! Wan Peng Wang ingin Sun Yu Bo sendiri yang membunuh Lu Xiang Chuan, sehingga dengan begitu kekuatan Lao Bo semakin lemah.

   Meng Xin Hun menarik nafas.

   Rencana ini sangat licik dan kejam, pikirnya dalam hati.

   Sekarang Meng Xin Hun menyadari kedudukan dan pentingnya Lu Xiang Chuan dalam organisasi Lao Bo dan karenanya menjadi target Wan Peng Wang.

   Sun Jian dan Han Tang sudah tewas.

   Dalam kekuatan Lao Bo, yang tersisa hanyalah Lu Xiang Chuan! Atau masih adakah yang lain? * Meng Xin Hun senang berpikir, tapi ia sudah tidak bisa berpikir lagi karena kelelahan.

   Dan juga kedinginan.

   Sepertinya jika ia memejam mata pasti akan tertidur.

   Tapi ia tahu, sekali tertidur ia akan mati.

   Karenanya, ia tidak berani memejam mata walau barang sebentar.

   19.

   Akar Darah segar menetes dari lukanya seakan enggan berhenti.

   Ia hanya punya sedikit tenaga buat membalik tubuh.

   Dengan payah akhirnya susah Meng Xin Hun berhasil terlentang menantang langit.

   Begitu banyak bintang? Ataukah bintang sebanyak itu semata hanya karena mata yang berkunang? Ia tidak lagi kuat berpikir, juga tidak sanggup bertahan lebih lama lagi.

   Matanya begitu berat, kesadaran mulai meninggalkan raganya.

   Samar-samar antara sadar dan tidak ia mengenali seraut wajah.

   Ye Xiang! * Lembab.

   Rumah itu jarang terkena sinar matahari.

   Di sudut ruangan teronggok kursi yang tinggi.

   Bila duduk di kursi itu siapa pun pasti merasa tidak nyaman.

   Ini memang bukan rumah yang nyaman.

   Langit-langit pun rusak, pintunya kotor sedekil pantat kuali.

   Tapi inilah rumah Han Tang.

   Dan itu kursinya.

   Di kursi itu Han Tang bisa duduk berlama-lama.

   Ia tidak suka kenyamanan, tidak suka kenikmatan, tidak suka kesenangan.

   Seakan dunianya hanya penderitaan.

   Tapi itulah dunia Han Tang, siapa pun sulit memahaminya.

   Dan sekarang Ye Xiang menduduki kursi itu.

   Meng Xin Hun bercerita, Ye Xiang semata hanya mendengar, tidak berkata sepatah pun.

   Setelah Meng Xin Hun mengakhiri seluruh kisahnya, Ye Xiang baru berkata.

   "Kau melakukan hal yang sangat bodoh!"

   Meng Xin Hun tertawa kecut.

   "Ya, seharusnya aku tidak menghantar diri ke ujung goloknya. Dari matanya seharusnya kutahu ia tidak berniat membunuhku."

   "Kau memang tidak seharusnya mengucur darah,"

   Ye Xiang gegetun.

   "Tidak seharusnya juga Tu Da Peng membiarkanku hidup!"

   Meng Xin Hun tertawa.

   "Sesudah Sun Yu Bo mengetahui Han Tang tewas, dengan sendirinya ia akan mencurigai Lu Xiang Chuan."

   Dalam situasi seperti ini, siapa pun pasti dipenuhi rasa curiga, menganggap semua orang tidak bisa dipercaya. Ye Xiang menghela nafas.

   "Curiga adalah luka yang mematikan. Situsasi sesulit apa pun sebetulnya tidak mematikan! Yang mematikan justeru rasa curiga yang tumbuh di hati. Entah, apakah Sun Yu Bo juga begitu?"

   Meng Xin Hun meringis.

   "Bila ia benar-benar membunuh Lu Xiang Chuan, maka Sun Yu Bo akan tinggal sendiri."

   "Kau salah,"

   Ye Xiang menggeleng.

   "Kenapa salah?"

   "Jika sebatang pohon telah tumbuh besar, akarnya pasti sudah tersebar dan menancap dalam."

   Meng Xin Hun menatap Ye Xiang, minta penjelasan.

   "Maksudku, akar pohon sebesar itu pasti telah merambat kemana-mana tanpa terlihat di permukaan,"

   Kata Ye Xiang. Setelah lama Meng Xin Hun bertanya.

   "Apa Sun Yu Bo masih punya anak buah yang lain? Anak buah yang bergerak di bawah dan sejauh ini belum terlihat di permukaan?"

   Ye Xiang mengangguk.

   "Sekurangnya masih ada dua orang lagi!"

   "Dua orang tidak bisa mengalahkan dua belas orang,"

   Sanggah Meng Xin Hun.

   "Tapi dua orang ini lebih menakutkan daripada dua belas ribu orang!"

   "Siapa mereka?"

   Meng Xin Hun ingin tahu.

   "Yang satu bernama Lu Chung."

   "Apa Lu Chung yang kau maksud adalah Lu Man Tian?"

   "Benar."

   "Apa hubungannya dengan Sun Yu Bo?"

   "Mereka sahabat sejak muda.

   Lu Man Tian juga paman Lu Xiang Chuan."

   "Oh!"

   "Gerakan bawah tanah Sun Yu Bo terbagi dalam dua bagian, dia salah satunya."

   "Satunya lagi?"

   "Yi Qian Long,"

   Jawab Ye Xiang.

   "Kau pasti mengenalnya."

   Kalangan persilatan memang banyak mengenal nama ini.

   Di sepanjang sungai Chang Jian berkeliaran banyak gerombolan penjahat.

   Mereka bergerak di air dan darat.

   Yi Qian Long adalah kepala dari segala begal air dan darat itu.

   "Apa Sun Yu Bo mampu memerintah mereka?"

   Meng Xin Hun tidak percaya.

   "Ia mampu dan bisa memerintah mereka!"

   Jawab Ye Xiang.

   "Dalam beberapa tahun ini, Sun Yu Bo berusaha menjalankan organisasinya dengan lurus dan benar, tidak ingin terlihat bergaul dengan para penjahat kalangan hitam itu. Tapi jika Sun Yu Bo menghadapi bahaya dan meminta bantuan, mereka pasti meluruk datang menolongnya."

   Meng Xin Hun menghela nafas, menggeleng sulit percaya.

   "Sekarang kelihatannya Wan Peng Wang di atas angin, tapi pertarungan yang sesungguhnya belum usai. Sampai saat ini belum bisa disimpulkan siapa menang siapa kalah."

   Ye Xiang menatap Meng Xin Hun dalam-dalam.

   "Kau sudah mengerti maksudku?"

   Tanyanya. Meng Xin Hun mengangguk.

   
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Apa benar-benar kau sudah mengerti?"

   Tanya Ye Xiang lagi. Meng Xin Hun balik bertanya.

   "Apa kau ingin aku melepas tugas membunuh Sun Yu Bo?"

   Ye Xiang menghela nafas.

   "Aku tidak bisa memaksamu, hanya bisa menasehatimu untuk lebih berhat-hati mempertaruhkan nyawa."

   "Aku mengerti,"

   Jawab Meng Xin Hun. Ia benar-benar mengerti dan juga paham maksud lain Ye Xiang. seluruh hidupnya sudah hancur dan hanya bisa mengandalkan diri dan bertumpu pada Meng Xin Hun saja. Tapi ada satu hal yang ia tidak mengerti.

   "Sepertinya kau sangat mengenal Sun Yu Bo?"

   Tanyanya. Ye Xiang tiba-tiba terdiam.

   "Bagaimana kau bisa mengenal Sun Yu Bo begitu jelas?"

   Tanya Meng Xin Hun lagi.

   Ye Xiang diam.

   Karena Ye Xiang tetap diam, Meng Xin Hun tidak bertanya lagi.

   Jika Ye Xiang tidak menjawab pertanyaannya, pasti memiliki cukup alasan.

   Dan Meng Xin Hun bisa memahami itu.

   Setelah lama, Meng Xin Hun berkata perlahan.

   "Aku mengerti maksudmu, tapi aku tidak bisa melepas tugas ini. Aku tetap akan menjalankannya."

   "Kenapa?"

   "Karena aku masih memiliki kesempatan."

   "Benarkah kau masih memiliki kesempatan?"

   Meng Xin Hun mengangguk.

   "Jika dua pihak betarung, pihak ketigalah yang akan memetik keuntungan. Dan aku tidak akan melepas kesempatan itu begitu saja."

   "Apa keuntunganmu jika berhasil membunuh Sun Yu Bo?"

   "Aku sendiri tidak tahu,"

   Mata Meng Xin Hun menerawang jauh ke sana.

   "Yang pasti kereta sudah melaju, dan aku berada di dalamnya, ke mana pun akan kuikuti kereta itu."

   Ye Xiang terlihat sedih. Ia memahami Meng Xin Hun, betapa terkadang kita berada dalam situasi apa boleh buat dan terpaksa menjalani hidup yang mungkin kita sendiri pun tidak mau Lama Ye Xiang baru bertanya.

   "Karena itu kau akan menunggu terus di sini?"

   Meng Xin Hun tertawa kecut.

   "Menunggu adalah pekerjaan yang menjemukan. Tapi, betapa pun, akan kutunggu kesempatan itu."

   "Menunggu apa? Menunggu kematian atau menunggu hingga kau mati?"

   Jengek Ye Xiang. Meng Xin Hun menatap dalam-dalam.

   "Beritahu Gao Lao Da, jika dalam waktu yang ditentukan aku masih belum bisa membunuh Sun Yun Bo, aku tidak akan pulang!"

   Ye Xiang menunduk, baru mengangguk.

   "Aku mengerti maksudmu, seumur hidup kau abadikan dirimu buat Gao Lao Da. Aku mengerti, karena dulu pun aku begitu."

   "Sekarang bagaimana?"

   "Sekarang? Apa sekarang aku masih bisa dikatakan hidup?" * Sebuah cangkir teh di atas meja, terlihat penuh terisi. Ye Xiang merasa mulutnya pahit. Ia meneguk isi cangkir itu, sudah lama tidak meminuh teh. Mungkin bagaimana rasa teh pun ia sudah lupa. Tapi ia keliru. Cangkir berisi arak, bahkan sangat keras, bukan berisi teh seperti yang dikiranya. Ye Xiang tertawa.

   "Tak kusangka Han Tang juga tahu bersenang-senang, ia ternyata meminum arak. Memang aku akan heran kalau Han Tang sama sekali tidak meminum arak."

   Meng Xin Hun menukas.

   "Kau pun rupanya sangat mengenal Han Tang?"

   Ia tidak berharap pertanyaannya akan dijawab. Tidak terduga, Ye Xiang justeru menjawab.

   "Memang, aku sangat mengenalnya, karena aku sangat mengenal diriku sendiri."

   "Kau dan Han Tang tidak sama,"

   Meng Xin Hun tidak sepaham. Ye Xiang terlihat kecut.

   "Apa bedanya? Aku dan dia hidup demi orang lain. Karena itu aku tidak ingin kau seperti aku dan dia, hidup semata demi orang lain!"

   Di luar sana terdengar lolong srigala. Begitu kesepian. Tapi betapa pun kesepiannya seekor srigala, ia tetap makhluk yang bebas. Hidup untuk diri sendiri. Ye Xiang melanjutkan.

   "Seseorang harus hidup untuk dirinya sendiri, walau hanya untuk setahun, itu tidak mengapa. Aku merasa hidupku tidak pernah untuk diriku sendiri."

   "Benar tidak ada barang sehari pun?"

   Tanya Meng Xin Hun.

   Mata Ye Xiang tiba-tiba berbinar.

   Cahaya di matanya berkelebat seperti meteor.

   Hanya singkat, tapi sangat gemilang.

   Ia pernah mengalami satu hari itu.

   Itulah hari paling benderang dalam kehidupan Ye Xiang.

   Di hari itu jiwanya terbakar.

   Tiba-tiba Ye Xiang membalik tubuh, keluar rumah meninggalkan Meng Xin Hun begitu saja.

   * Meng Xin Hun tepekur memikirkan Ye Xiang.

   Walau telah lama saling mengenal, sekarang ia sadar begitu banyak misteri meliputi diri Ye Xiang.

   Bahwa ia sebetulnya tidak mengenal Ye Xiang.

   Antara Ye Xiang, Han Tang, dan Sun Yu Bo pasti ada hubungan yang istimewa.

   Ye Xiang muncul di sini.

   Apakah kehadiran Ye Xiang untuk dirinya ataukah karena Han Tang? Memikirkan semua ini, tiba-tiba ia merasa lelah dan ingin tidur.

   Saat terbangun nanti, pasti Sun Yu Bo sudah mendapat kabar kematian Han Tang dan pasti sudah menyusun recana berikutnya.

   Setiap manusiai pernah membuat kesalahan.

   Sun Yu Bo adalah manusia.

   Maka ia pasti melakukan kesalahan Kesalahan yang dilakukan Sun Yu Bo sejauh ini sudah fatal.

   Entah mengapa, Meng Xin Hun berharap Sun Yu Bo tidak melakukan kesalahan lagi.

   * Jalan di depan Ye Xiang sangat gelap.

   Tapi ia tidak perduli.

   Sekali pun matanya ditutup, ia tetap akan mengenali jalan itu.

   Pernah ia menunggu berhari-hari sambil berjongkok di sini, menanti si dia yang pernah membakar hidupnya.

   Waktu itu ia rela mengorbankan segala demi bertemu dengannya.

   Asalkan bisa bertemu, mati pun ia rela.

   Tapi sekarang, mati pun ia tidak ingin berjumpa dengannya lagi.

   Ia merasa dirinya tidak pantas! Dan berharap si dia bisa hidup tenang dan bahagia.

   Langit mendung berawan.

   Alam begitu gulita.

   Di ujung jalan itulah taman bunga Sun Yu Bo.

   20.

   Akar Pertama Ia sangat mengenali jalan ini karena sering mengintip ke arah taman bunga itu.

   Tapi ia tidak pernah bertemu dengan orang yang ingin ia temui dan hanya bisa meratapi nasib sendiri.

   Tiba-tiba terdengar derap kuda berlari memecah kesenyapan malam.

   Sigap, Ye Xiang bergerak cepat bersembunyi di balik semak di tepi jalan.

   Baru saja menyembunyikan diri, ia melihat empat ekor kuda berlari menarik sebuah kereta yang melaju menuju taman bunga Lao Bo.

   Sayup-sayup, sesekali di antara derap kuda terdengar lempengan besi beradu seperti lonceng berdentang.

   Kalangan persilatan tahu, manakala terdengar dentang seperti itu, Lu Man Tian pasti di sana.

   Dentang terdengar dari dalam kereta, maka bisa dipastikan penumpang kereta adalah Lu Man Tian.

   Ye Xiang menghela nafas, sepertinya Sun Yu Bo telah menarik satu akarnya keluar ke permukaan.

   * Lu Man Tian biasanya selalu terang-terangan.

   Kemana pun pergi, ia selalu memberi tahu kedatangannya.

   Tapi malam ini sepertinya berbeda.

   Jalan yang dilaluinya sangat sepi, waktunya pun saat malam gelap tanpa cahaya gemintang.

   Maka ada dua kemungkinan mengenai hal ini.

   Pertama, ia memang datang sembunyi-sembunyi atau, kedua, Sun Yu Bo mengeluarkan panggilan mendesak sehingga ia harus datang selarut ini.

   Apa pun alasannya, sifatnya yang terang-terangan sulit ia tinggalkan.

   Lempengan besi dalam genggamannya tetap saja sesekali beradu berdentang, memberi tahu keberadaannya.

   Derap kaki-kaki kuda menghentaki kulit bumi semakin menjauh.

   * Ye Xiang keluar dari tempat sembunyinya.

   Semula ia datang buat melihat seberapa besar peluang Sun Yu Bo untuk menang.

   Sekarang ia tahu, pembalasan yang akan dilakukan Sun Yu Bo pasti lebih kejam dan dahsyat dari apa yang ia bayangankan.

   Lu Man Tian telah datang.

   Tapi, betapa pun, Wan Peng Wang bukan lawan ringan! Maka ia hanya bisa berharap semoga seluruh kekacauan ini segera berakhir dan jangan sampai melukai si dia.

   Untuk itu, ia sungguh berharap Lao Bo tidak membuat kesalahan lagi, termakan jebakan Wan Peng Wang untuk mencurigai Lu Xiang Chuan! Tanpa Lu Xiang Chuan, kekuatan Lao Bo pasti melemah dan peluang kalahnya menjadi sangat besar.

   * Arak di atas meja.

   Sun Yu Bo duduk di kursinya.

   Sebenarnya ia ingin berbincang dan minum dengan santai, tapi ia tidak bisa.

   Hatinya sangat berat.

   Lu Man Tian perlahan bertanya.

   "Apa kau bisa membuktikan Han Tang dan Sun Jian tewas oleh Wan Peng Wang?"

   Cangkir di tangan Sun Yu Bo pecah tiba-tiba, ia menggenggam terlalu keras.

   "Ya,"

   Jawabnya.

   "Kau sudah memanggil Yi Qian Long?"

   "Kelak akan kupanggil dia, tidak perlu tergesa, karena"

   Lao Bo terlihat sangat lelah. Sambil memandang pecahan cangkir di tangannya, ia melanjutkan.

   " karena aku harus bicara denganmu."

   Setelah lama termangu, Lu Man Tian menyahut.

   "Aku mengerti, masalah Lu Xiang Chuan akulah yang bertanggung jawab."

   Wajah Lao Bo semakin lelah.

   "Aku selalu menganggap dia sebagai anak kandungku. Terkadang aku lebih mempercayainya ketimbang anakku sendiri. Tapi sekarang aku mencurigainya,"

   Katanya pedih. Mencurigai orang yang paling kita percaya memang suatu kenyataan yang sangat menyakitkan. Wajah Lu Man Tian tanpa ekspresi.

   "Akan kuyakinkan kau agar tidak lagi mencurigainya."

   Perkataannya begitu tenang dan ringan, tidak seorang pun bisa menangkap maksudnya. Tapi Lao Bo mengerti, hanya orang mati yang tidak lagi dicurigai. Sudut mulut Lao Bo mengedut beberapa kali.

   "Ibunya adalah adik perempuanmu,"

   Katanya. Lu Man Tian menenggak araknya.

   "Walau begitu, organisasi kita tidak bisa mentolerir setitik pun kecurigaan, ibarat dalam mata tidak boleh ada sebutir pasir pun."

   Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Lao Bo berdiri, berjalan mundar mandir. Sebagai teman seperjuangan sejak dulu, Lu Man Tian tahu begitulah kebiasaan Lao Bo jika memikirkan masalah besar. Agak lama Lao Bo baru berhenti melangkah. Sekarang ia menatap Lu Man Tian.

   "Berapa persen kau mencurigai Lu Xiang Chuan?"

   Tanyanya.

   Pertanyaan yang singkat.

   Jawabannya pun singkat.

   Tapi Lu Man Tian tahu, ia tidak boleh salah menjawab walau hanya satu kata karena jawabannya akan menentukan mati hidup Lu Xiang Chuan.

   Hari menjelang pagi.

   Sayup-sayup terdengar kokok ayam di kejauhan.

   Lu Man Tian lama berpikir.

   Akhirnya perlahan ia bertanya.

   "Pada hari pemakaman enam dari Tujuh Pemberani itu, apa Lu Xiang Chuan yang merencanakannya?"

   Lao Bo mengangguk.

   "Dan semua anak buah dia yang mengaturnya?"

   Lao Bo kembali mengangguk.

   "Apa tindakan Lu Xiang Chuan pula yang membuat kau bermusuhan dengan Wan Peng Wang?"

   Lao Bo tidak mengangguk, juga tidak menggeleng. Lu Man Tian merasa bahwa pertanyaannya memang sulit dijawab. Maka ia mengubah pertanyaannya.

   "Benarkah bila bukan dia yang mengatur, Wan Peng Wang tidak akan begitu cepat menyerang kita?"

   Kali ini Lao Bo menjawab.

   "Benar, walau antara kita dan Wan Peng Wang terjadi pertarungan, tapi jika kita yang menyerang terlebih dulu mungkin kerugian kita tidak sebegini parah."

   Lu Man Tian terdiam. Lao Bo memandangnya.

   "Aku masih menanti kesimpulanmu,"

   Katanya. Mengambil kesimpulan ini sangat sulit dan menyakitkan, tapi Lu Man Tian tidak punya pilihan lain. Perlahan ia menghela nafas.

   "Paling sedikit aku mencurigainya lima puluh persen."

   Lima puluh berbanding lima puluh, itu adalah vonis mati bagi Lu Xiang Chuan! Walau hanya 10% kecurigaan, Lu Xiang Chuan tetap harus mati. Lao Bo terdiam lama, ia mulai menggeleng-geleng kepala.

   "Tidak mungkin! Sama sekali tidak mungkin!"

   "Apa yang tidak mungkin?"

   Tanya Lu Man Tian. Lama Lao Bo terdiam, baru berkata "Aku tidak ingin kau membunuhnya."

   "Apa kau sendiri yang ingin membunuhnya?"

   "Aku tidak sanggup membunuhnya!"

   Lao Bo membuang pandang ke luar sana, perlahan melanjutkan.

   "Kalau bukan aku dan kau yang membunuhnya, hanya Yi Qian Long yang bisa menghadapinya."

   Kungfu Lu Xiang Chuan memang sangat tinggi. Lu Man Tian tertawa dingin, jengeknya.

   "Yi Qian Long hampir lima belas tahun tidak pernah menggerakkan badan, mungkin tangannya sudah sangat lemah seperti perempuan, paling-paling ia hanya bisa mengelus pantat perempuan."

   Lao Bo tertawa, ia merasa lucu melihat hubungan Lu Man Tian dengan Yi Qian Long, tapi ia tidak berusaha menyatukan mereka.

   Seorang pemimpin bila ingin mengatur anak buah dengan baik, terkadang harus menggunakan cara ini.

   memakai ketidakcocokan mereka.

   "Apa Lu Xiang Chuan sudah tahu kita mencurigainya?"

   Tanya Lu Man Tian. Lao Bo menggeleng.

   "Mungkin ia belum tahu."

   "Kalau begitu, kita harus segera bertindak, jangan menunggu sampai ia waspada. Kalau sampai ia waspada, pasti akan menyulitkan kita."

   "Sekarang belum waktunya bertindak."

   "Kenapa?"

   "Kita harus memberinya satu ujian lagi buat menilai kesetiaannya."

   "Bagaimana mengujinya?"

   Lao Bo tidak langsung menjawab, ia mencari gelas dan mengisinya dengan teh, bukan arak. Gerakannya menunjukkan bahwa ia sudah kembali tenang dan sedang menyusun rencana berikutnya. Perlahan ia meneguk minumannya dan berkata.

   "Orang kita yang sebelumnya kuutus mencari Han Tang ada di bawah koordinasi Feng Hao, kau kenal dia?"

   "Aku ingat Feng Hao, kalau tidak salah dulu akulah yang membawanya ke organisasi ini,"

   Jawab Lu Man Tian. Lao Bo tertawa.

   "Kelihatannya kau sudah bisa menekan keinginanmu minum dan main perempuan, karena itu daya ingatmu masih baik dan tidak buyar."

   Lu Man Tian mengangkat cawan araknya walau sesungguhnya tidak ingin minum, ia hanya ingin menyembunyikan wajah agar Lao Bo tidak melihat ronanya yang memerah.

   Dalam beberapa tahun ini hobinya minum arak dan main perempuan berkurang.

   Lu Man Tian merasa otot-ototnya mulai mengendur, nalurinya berkurang.

   Maka ia ingin tampil lebih waspada.

   Namun mengenai Feng Hao ia memang tidak melupakannya, karena anak buak Lao Bo ini satu desa dengannya.

   Dan ia juga tahu, orang ini tidak begitu tangguh tapi kesetiannya tidak ada yang menandingi.

   "Apa Feng Hao juga diatur oleh Lu Xiang Chuan?"

   Tanya Lu Man Tian. Lao Bo menghela nafas.

   "Aku sudah banyak memberi tugas padanya dan sejauh ini belum pernah mengecewakanku."

   Sekarang ia tertawa.

   "Feng Hao ini begitu mendengar kematian Han Tang langsung ke sini dan sekarang masih menunggu di depan."

   "Apa benar berita kematian Han Tang belum tersebar?"

   Lao Bo mengangguk.

   "Ya, kecuali aku dan orang yang membunuh Han Tang."

   "Apa Lu Xiang Chuan tahu?"

   "Bila dia tidak bersekongkol dengan Wan Peng Wang, dia tidak akan tahu. Oleh karena itu"

   Lao Bo menyeruput tehnya baru melanjutkan.

   "oleh karena itu, aku akan mencari dan memberi penugasan pada Lu Xiang Chuan."

   Lu Man Tian tidak mengerti maksud Lao Bo. Lao Bo kembali bertanya.

   "Apa kau mengenal Fang Gang?"

   "Apa dia anak buang Wan Peng Wang yang juga bernama Tie Peng? Kudengar dia sudah keluar dari tempatnya dan tidak ada yang tahu dia kemana."

   Wajah Lao Bo sangat puas, berharap semua anak buahnya seperti Lu Man Tian, selalu memantau setiap perkembangan.

   "Sudah tiga hari Tie Peng alias Fang Gang ini keluar sarangnya, besok dia akan sampai di Hang Zhou dan akan tinggal di penginapan.

   Di sanalah Wan Peng Wang mengirim utusannya buat bertemu Fang Gang."

   "Apa berita ini bisa dipercaya?"

   Lao Bo tertawa.

   "Tujuh tahun yang lalu sudah kutanam orang di organisasi Wan Peng Wang, dia bernama Rang Gong."

   Lu Man Tian sangat kagum pada Lao Bo. Lao Bo bukan tipe orang yang bila mau makan buah pir baru menanamnya. Tapi lama sudah ia menanam bibit, dan bibit itu sekarang sudah menjadi pohon yang siap dipetik buahnya.

   "Kau sudah mengerti maksudku?"

   Tanya Lao Bo.

   "Jadi, kau suruh Lu Xiang Chuan pergi mencari Han Tang?"

   "Benar, jika Lu Xiang Chuan tidak bersekongkol dengan Wan Peng Wang, dia tidak akan tahu kabar kematian Han Tang dan juga kabar perjalanan Fang Gang. Maka, dia pasti pergi"

   Lao Bo menatap Lu Man Tian dalam-dalam.

   " tapi dia pergi karena perintahku bukan untuk mencari Han Tang, tapi membunuh Han Tang! Tempatnya adalah penginapan Fang Gang, dan kita lihat apakah mereka akan beradu pedang?" * Lu Xiang Chuan sangat terkejut ketika mendengar perintah untuk membunuh Han Tang. Lao Bo dengan tegas berkata.

   "Aku sudah menjelaskannya, apa kau masih belum mengerti?"

   Lu Xiang Chuan menunduk kepala, tidak berani bertanya lagi.

   Perintah dari Lao Bo belum pernah ia curigai.

   21.

   Merpati Hari menjelang petang ketika Lu Xiang Chuan dipanggil menghadap Lao Bo.

   "Aku menyuruhmu membunuh Han Tang karena sudah lama ia tidak menyukaiku,"

   Kata Lao Bo Sebetulnya tanpa penjelasan apa pun, jika Lao Bo memerintahkannya membunuh orang, tanpa banyak tanya orang itu pasti akan ia bunuh. Lao Bo melanjutkan.

   " Han Tang menganggapku meremehkannya, sekarang dia berniat bekerja buat orang lain."

   Lu Xiang Chuan marah.

   "Apa dia mau bekerja untuk Wan Peng Wang?"

   Lao Bo menggangguk.

   "Benar, Han Tang sudah berjanji bertemu dengan anak buah Wan Peng Wang bernama Tie Peng alias Fang Gang. Mereka akan bertemu di Penginapan Da Fang di Hang Zhou besok malam."

   Lu Xiang Chuan mengangguk memahami.

   "Apa boleh kubawa anak buahku?"

   Tanyanya.

   "Jangan,"

   Lao Bo menggeleng.

   "Di dalam organisasi kita ada pengkhianat. Gerakanmu kali ini sangat rahasia, tidak boleh diketahui siapa pun."

   Lu Xiang Chuan tidak bertanya lagi.

   "Baiklah, aku segera berangkat."

   Sedari tadi Lu Man Tian hanya mendengar, tapi sesungguhnya memperhatikan ekspresi Lao Bo saat bicara.

   Ia sungguh kagum dan merasa beruntung tidak melakukan sesuatu yang membuat Lao Bo curiga padanya.

   Siapa pun yang membohongi Lao Bo berarti tengah menggali lubang kuburnya sendiri.

   Lu Man Tian menghela nafas, berharap Lu Xiang Chuan bisa membawa pulang kepala Fang Gang alias Tie Peng.

   Dengan begitu, ia bisa membuktikan kesetiaannya pada Lao Bo.

   Biar bagaimana Lu Xiang Chuan adalah keponakannya.

   Setiap paman pasti punya pemikiran seperti dirinya.

   Malam tiba.

   Tidak seperti kemarin yang mendung, malam ini langit benderang penuh bintang.

   Sebuah meteor membelah angkasa.

   * Lu Xiang Chuan tidak menyadari adanya meteor yang membelah angkasa.

   Perlahan ia mendorong pintu rumah dan melihat Lin Xiu.

   Kapan pun saat mendorong pintu rumah, ia pasti melihat Lin Xiu.

   Lin Xiu adalah istrinya, mereka sudah lama menikah, tapi kemesraannya masih seperti dulu.

   Lu Xiang Chuan tidak pernah meragukan kesetiaan istrinya.

   Biar pun ia pergi jauh dan lama, istrinya tidak pernah marah.

   Rumah mereka berada di taman bunga Lao Bo sehingga setiap saat Lao Bo memanggilnya, Lu Xiang Chuan bisa langsung datang menghadap.

   Mengenai hal ini, istrinya tidak pernah mengeluh.

   Seperti juga Lu Xiang Chuan, istrinya sangat menghormati Lao Bo walau dulu pernikahan mereka tidak langsung disetujui Lao Bo karena Lin Xiu orang Selatan.

   Lao Bo pernah berharap istri Lu Xiang Chuan satu desa dengannya.

   * Lin Xiu tersenyum, menyambut suaminya.

   "Kau sudah pulang, kukira tidak makan di rumah. Sebaiknya segera kusiapkan ayam dimasak sayur kesukaanmu."

   
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Habis bicara ia sudah membalik tubuh buat mempersiapkan makanan, tidak sempat melihat ekspresi suaminya.

   Lu Xiang Chuan hanya memandangi pinggang Lin Xiu.

   Pinggang itu tidak selangsing dulu.

   Tapi bagi seorang perempuan yang sudah lama menikah, ini masih lumayan.

   Tiba-tiba Lu Xiang Chuan memeluk pinggang istrinya.

   Lin Xiu tertawa.

   "Lepaskan dulu, kumau lihat apa kuah ayam sudah dingin"

   "Aku tidak mau makan ayam, aku mau memakanmu,"

   Lu Xiang Chuan memotong ucapan istrinya. Wajah Lin Xiu memerah malu.

   "Paling sedikit, pintunya harus ditutup dulu."

   Di mata orang lain, Lu Xiang Chuan seorang yang dingin dan kejam.

   Tapi hanya Lin Xiu yang tahu bahwa Lu Xiang Chuan adalah suami yang hangat.

   Tapi malam ini Lin Xiu merasa gerakan suaminya berbeda, sepertinya Lu Xiang Chuan kurang berkonsentrasi.

   Ia membuka mata.

   Betul juga, Lu Xiang Chuan memang tidak berkonsentrasi.

   "Kau mau pergi?"

   Tanya Lin Xiu karena sangat memahami suaminya. Lu Xiang Chuan tertawa kecil, mengangguk.

   "Jangan khawatir, aku akan menunggumu pulang."

   Lu Xiang Chuan memeluknya mesra.

   Dan Lin Xiu bisa merasa penyesalan sang suami yang akan meninggalkannya seorang diri.

   Lembut ia memandang wajah Lu Xiang Chuan.

   Dengan sekali pandang ia tahu tugas yang diemban suaminya kali ini sangat berat dan membahayakan.

   Walaupun takut, ia tidak menanyakannya.

   Biasanya Lu Xiang Chuan akan bercerita dengan sendirinya.

   Hanya di depan drinya, Lu Xiang Chuan akan mengungkap semua rahasia.

   * Setelah menunggu lama, Lu Xiang Chuan bertanya.

   "Apa kau tahu penginapan Da Fang di Hang Zhou?"

   Lin Xiu pasti mengingatnya.

   Di awal pernikahan, pernah mereka berjalan-jalan ke sana.

   Tidak jauh dari penganapan Da Fang terdapat Xi Hu, sebuah danau dengan pemandangan indah.

   Ke sanalah mereka berbulan madu.

   "Hari ini aku harus ke sana untuk membunuh orang bernama Han Tang,"

   Katanya. Lin Xiu mengerut dahi.

   "Sepertinya orang ini tidak begitu ternama, belum pernah kudengar namanya. Apa harus kau sendiri yang menghadapinya?"

   "Orang yang menakutkan belum tentu ternama,"

   Jawab Lu Xiang Chuan.

   "Apa dia sangat menakutkan?"

   Tanya Lin Xiu.

   "Dia orang yang paling menakutkan!"

   Lin Xiu melihat Lu Xiang Chuan begitu ketakutan. Ia tahu, suaminya tidak mau pergi. Walau tidak mau pergi, ia tetap harus pergi karena itu perintah Lao Bo yang mutlak harus dilaksanakan. Setelah lama, Lin Xiu baru berkata.

   "Mau minum kuah ayam sebelum pergi?"

   Lu Xiang Chuan menggeleng.

   "Aku tidak bisa,"

   Katanya menyesal. Begitu habis perkataannya, Lu Xiang Chuan sudah beranjak, seakan tidak tega melihat tatapan Lin Xiu. Itulah pandangan yang membuat lelaki kehilangan keberaniannya. Begitu Lu Xiang Chuan keluar, Lin Xiu berteriak.

   "Kau bisa pulang lusa? Jangan lupa, itu hari ulang tahunku."

   Lu Xiang Chuan tidak menjawab, hanya saja ia langsung berbalik lagi, memeluk Lin Xiu sekuatnya. Itukah pelukan terakhir? Setelah lama, Lu Xiang Chuan melepaskannya.

   "Jangan lupa, antarkan dua pasang merpati untuk Feng Hao. Dia sudah memintanya,"

   Katanya perlahan.

   Itukah pesan terakhirnya? * Lin Xiu membawa merpati berikut sangkar-sangkarnya.

   Air matanya masih terlihat menetes.

   Entah ia menangis karena kepergian suami ataukah karena harus menyerahkan merpati? Merpati itu piaraan kesukaannya.

   Walau tidak rela memberikan merpati yang susah payah ia pelihara, tapi permintaan suami wajib ia turuti.

   Feng Hao menerima merpati itu dengan senang.

   "Kenapa harus Nyonya sendiri yang menghantarkan?"

   Lin Xiu tertawa terpaksa.

   "Sebelum Lu Xiang Chuan pergi, ia sudah berpesan begitu padaku."

   "Apakah Tuan Muda sudah pergi?"

   Tanya Feng Hao menanyakan Lu Xiang Chuan.

   "Dia baru saja pergi."

   Feng Hao mengerut dahi.

   "Aneh kenapa malam-malam begini? Kenapa begitu tergesa?"

   "Apa kau mencarinya?"

   "Tuan Muda memerintahkanku mencari orang, seharusnya dia menunggu khabar dariku baru pergi."

   "Siapa dia?"

   "Marganya Han."

   "Apakah Han Tang?"

   "Nyonya mengenalnya?"

   Lin Xiu menggeleng kepala. Feng Hao tertawa kecut.

   "Waktu aku ke sana, Han Tang sudah mati."

   Sebenarnya tugasnya sangat rahasia. Tapi karena ia sudah selesai menjalankan tugas, tentu bukan rahasia lagi. Apalagi Lin Xiu istri Lu Xiang Chuan, karenanya tidak ada salahnya mengungkap hal ini.

   "Apa Lao Bo tahu Han Tang sudah mati?"

   Tanya Lin Xiu heran.

   "Tentu saja, Lao Bo sudah kukabari sejak kemarin."

   Begitu mendengar jawaban Feng Hao, wajah Lin Xiu berubah, tubuhnya gemetar. Feng Hao terkejut.

   "Nyonya kenapa?"

   Lin Xiu seperti tidak mendengar, hanya meracau.

   "Han Tang sudah mati, kenapa Lao Bo menyuruh membunuhnya? Kenapa? Kenapa?"

   Tiba-tiba ia membalik tubuh, seperti hewan mendadak terluka terkena panah, Lin Xiu berlari ke sana.

   Feng Hao terkejut, menjublak di tempat.

   * Lao Bo sedang berjalan santai di antara perdu bunganya.

   Malam belum terlalu larut.

   Ribuan lentera seputar taman bunga itu terang benderang memberi kesan dramatis yang sangat indah.

   Melihat sangkar yang dipegang Feng Hao, Lao Bo bertanya.

   "Apa malam ini kau akan memasak merpati sambil minum arak?"

   Feng Hao cepat membungkuk tubuh, memberi hormat.

   "Sepasang merpati ini tidak bisa dimakan,"

   Katanya tersenyum.

   "Kenapa tidak bisa dimakan?"

   "Karena merpati yang dipelihara Nyonya Lu ini jenis merpati pos. Jika kumasak, Nyonya Lu pasti marah padaku."

   Mata Lao Bo mengecil, tapi tetap tanpa ekspresi.

   "Aku tidak tahu kalau dia suka memelihara merpati."

   Katanya.

   "Ini hobi baru Nyonya Lu,"

   Jelas Feng Hao.

   "Merpati pertama dibawa Tuan Lu dari Utara."

   Lao Bo terlihat berpikir, sejenak kemudian bertanya.

   "Apa hubungan suami istri ini baik?"

   Urusan rumah tangga tentu orang luar tidak tahu pasti. Tapi pertanyaan Lao Bo harus dijawab.

   "Sangat baik, seperti baru menikah,"

   Jawab Feng Hao atas apa yang sehari-hari ia lihat.

   "Jika hubungan suami istri baik, apa pun pasti diceritakan, bukan?"

   Feng Hao belum punya istri, maka ia hanya bisa menjawab sekenanya.

   "Betul."

   "Menurutmu, apakah Lu Xiang Chuan akan memberitahu istrinya ke mana dia akan pergi?"

   Kata-kata ini tidak bisa lagi dijawab secara umum. Jika Feng Hao salah menjawab, bisa berakibat fatal. Lama Feng Hao berpikir, baru menjawab.

   "Aku pikir tidak akan memberi tahu Nyonya karena Tuan Lu pasti tahu bahwa tugas kita sangat rahasia. Ia pasti tidak akan mengutarakannya pada siapa pun."

   Lao Bo mengangguk, puas atas jawaban ini, dan siap mengakhiri percakapan. Dengan tertawa Feng Hao berkata.

   "Kalau toh Tuan Lu mengatakan sesuatu pada istrinya, pasti bukan hal yang sebenarnya. Nyonya baru saja mengira Tuan Lu pergi membunuh Han Tang."

   Tiba-tiba Lao Bo merasa diri seperti diguyur es sangat dingin.

   Sudah lama ia tidak punya perasaan ini karena lama tidak melakukan kesalahan.

   Kesalahan kali ini mungkin sangat mematikan karena ia menyadari telah keliru mencurigai Lu Xiang Chuan.

   Lao Bo merasa telapak tangannya berkeringat dingin.

   "Nyonya Lu sekarang di mana?"

   "Dia pergi tergesa, sepertinya ingin pulang."

   Lao Bo menggulung lengan baju, melangkah ke luar, dengan suara rendah berkata.

   "Ikuti aku!"

   Belum habis ucapannya, bayangannya sudah menghilang.

   Feng Hao tidak segera mengikuti karena sangat terkejut.

   Untuk pertama kali ia melihat kungfu Lao Bo.

   Belum pernah ia melihat orang mampu meloncat setinggi dan secepat itu.

   22.

   Mata-mata Tempat tinggal Lu Xiang Chuan seperti bajunya, bersih, sederhana, dan tampak biasa.

   Ia tidak suka berlebihan, tidak suka mengenakan baju yang aneh-aneh, juga kata-katanya pun apa adanya.

   Ia beranggapan sesuatu yang berlebihan adalah pemborosan.

   Hanya orang bodoh yang melakukan pemborosan.

   Dan orang bodoh pada akhirnya jadi pecundang.

   Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Rumah Lu Xian Chuan sangat sepi, tidak terlihat Lin Xiu, hanya dua pembantu sedang menjahit baju diterangi pelita yang benderang.

   Begitu melihat Lao Bo, mereka sangat terkejut.

   Secepat kilat Lao Bo masuk dan bertanya.

   "Di mana Nyonya kalian?"

   Kedua pembantu gemetar menjawab.

   "Di kandang kuda."

   Malam-malam di kandang kuda, untuk apa? Setiap pesilat suka kuda yang bagus.

   Demikian juga Lao Bo.

   Tapi ia tidak menganggap kuda sebagai mainan, melainkan alat transportasi, karena itu Lao Bo jarang mengurusi kuda-kudanya dan menyerahkan pada ahlinya.

   Perawat kudalah yang melakukan hal itu membuat kuda-kuda Lao Bo terawat baik.

   Perawat kuda bertugas merawat kuda.

   Penjaga kuda menjaga kuda.

   Kalau malam tentu tidak ada perawat kuda, adanya penjaga kuda.

   Lao Bo bertanya padanya.

   "Apa istri Lu Xiang Chuan ke mari?"

   "Nyonya Lu baru saja kelar, membawa kuda dari pintu samping."

   Wajah Lao Bo masih tanpa ekspresi. Tiba-tiba ia memangil.

   "Feng Hao!"

   Ia tidak membalik tubuh karena tahu Feng Hao pasti ada di sana. Benar saja, terdengar jawaban.

   "Siap!"

   "Kejar dia dan bawa kembali!"

   Feng Hao mengerti maksud Lao Bo.

   Bawa dia kembali artinya hidup atau mati harus membawa dia kembali.

   * Itu seperti selembar kertas biasa.

   Tapi itu bukan kertas biasa, di atasnya tertulis sejumlah data.

   Lin Xiu.

   orang Hang Zhou, anak tunggal.

   Ayah.

   Lin Zhing Yang, menguasai kungfu Shaolin, senang berjudi.

   Punya dua istri dan satu adik lelaki bernama Lin Zhong He.

   Ibu.

   Li Qi, sudah meninggal Perlahan Lu Man Tian mengembalikan kertas itu pada Lao Bo yang langsung menyimpannya di dalam sebuah buku.

   Lao Bo banyak memiliki buku seperti itu.

   Lu Man Tian tahu, selama seseorang belum mati, Lao Bo pasti memiliki data orang itu.

   Pernah Lao Bo berkata padanya, Selain kungfu dan anak buah yang setia, informasi adalah kekuatan utama organisasi kita. Sekarang Lao Bo membuka catatan yang lain dan menyodorkannya pada Lu Man Tian.

   Lin Zhong He.

   Orang tua sudah meninggal, punya seorang kakak lelaki bernama Lin Zhing Yang.

   Hobi suka berjudi, menguasai kungfu Shaolin, banyak hutang, dan tiba-tiba bisa melunasi hutang-hutangnya dalam dua tahun.

   Yang melunasinya, Wan Peng Wang melalui Jin Peng.

   Tangan Lu Man Tian tiba-tiba membeku, seperti sedang memegang bongkahan es.

   Lao Bo tetap memandangnya, menanti pendapatnya.

   Akhirnya Lu Man Tian bisa berkata.

   "Apa istri Lu Xiang Chuan mata-mata?"

   "Menggunakan merpati untuk menyampaikan khabar lebih baik daripada memasaknya menemani minum arak,"

   Jawab Lao Bo.

   "Apa Lu Xiang Chuan mengetahuinya?"

   Lao Bo tidak langsung menjawab, setelah lama terdiam baru berkata.

   "Yang pasti, mata-matanya bukan Lu Xiang Chuan. Kalau dia mata-mata, pasti tidak akan mengatakannya pada Lin Xiu."

   Lu Man Tian paham maksudnya.

   "Ke mana dia pergi? Perempuan yang serakah belum tentu perempuan yang pintar!"

   Kata Lao Bo lagi. Lu Man Tian menghela nafas.

   "Kita sudah salah paham pada Lu Xiang Chuan, ternyata dia bukan orang semacam itu."

   "Aku tidak menyangka dia bisa begitu percaya pada perempuan!"

   "Semoga dia bisa mengalahkan Tie Peng,"

   Lu Man Tian berharap. Lao Bo menggeleng.

   "Masalahnya, selain Tie Peng masih banyak tokoh lain di penginapan itu. Sepertinya ini umpan Wan Peng Wang agar aku menghantar Lu Xiang Chuan ke sana."

   Bergidik Lu Man Tian membayangkan mereka telah menyodorkan Lu Xiang Chuan ke tangan musuh. Katanya dengan melompat.

   "Aku akan pergi, tidak akan kubiarkan dia mati!"

   "Kali ini aku yang turun tangan,"

   Kata Lao Bo tenang. Berubah wajah Lu Man Tian.

   "Kau mau turun tangan sendiri? Sebaiknya jangan kau yang turun tangan menghadapi semua bahaya ini."

   "Semua orang bisa turun tangan sendiri, kenapa aku tidak bisa?"

   "Wan Peng Wang sudah memasang umpan. Mungkin umpan itu bukan untuk Lu Xiang Chuan, melainkan untukmu."

   "Maka biarlah mereka berhadapan langsung denganku. Akan kutunjukkan bahwa seorang Lao Bo tidak mudah dikalahkan." * Tubuh Lin Xiu menempel seakan ia bagian dari kuda itu. Kuda yang ditungganginya adalah kuda tercepat di antara tiga kuda terbaik di kandang Lao Bo. 23. Cinta Seorang Istri Sejak berusia lima, Lin Xiu sudah mahir menunggang kuda. Waktu itu ayah dan pamannya senang berjudi, terkadang mereka menang dan membawa pulang banyak uang. Kehidupannya pernah begitu baik, sedemikian baiknya hingga ia bisa dihadiahi seekor kuda yang gagah dan indah. Selain itu, kandang di rumahnya pun penuh terisi beragam kuda. Tapi itu tidak berlangsung lama. Judi seperti rawa-rawa. Sekali melangkah ke dalamnya, kau tidak bisa keluar dan akan menghisapmu hingga mati. Maka akhirnya di dalam kandang sudah tidak ada seekor kuda pun. Dan ia sudah tidak lagi merasa senang dan bahagia. Yang ditinggalkan oleh ayahnya kemudian hanya hutang semata. Ia telah menasehati ayahnya hingga lelah. Tapi hasilnya sama saja, bahkan hutang semakin menumpuk. Karena itu ia menikahi Lu Xiang Chuan. Tapi Lin Xiu tidak pernah menyesali pernikahannya dengan Lu Xian Chuan. Sebab ia adalah suami terbaik, teman terakrab, kekasih tercinta. Seandainya Lin Xiu mati dan hidup kembali, sungguh ia berharap dalam kehidupannya kelak tetap bisa mendapat suami bernama Lu Xiang Chuan. Tangannya sudah basah berkeringat dingin. Air matanya terus mengalir dan menetes terbang terbawa angin seiring derap kuda yang dipacunya. Sungguh ia menghawatirkan suami tercinta. Entah apa ia bisa menyusulnya? Sungguh ia takut tungganganya keburu mati kelelahan sebelum mampu menyusul sang suami memberi tahu khabar ini. Han Tang sudah mati! Ia sungguh ketakutan. Takut kudanya keburu roboh dan tidak bisa bangun lagi. Tiba-tiba kuda tunggangannya benar-benar roboh. Seakan palu raksasa dari langit menghajarnya hingga tumbang. Lin Xiu terjatuh dari kuda. Begitu pusing dan pening. Ia merasa asin di sudut bibirnya. Darah? Lin Xiu berusaha bangun. Tapi seketika itu juga ia menjerit melihat kuda tunggangannya. Kuda itu tadinya berbulu putih. Tapi sekarang bulu putihnya sudah kehitaman. Darah yang keluar dari mulut dan hidung kuda itu pun kehitaman. Kuda segagah itu tiba-tiba mati, pasti diracun! Kenapa kuda itu diracun? Siapa yang meracuni? Memikirkan ini tubuh Lin Xiu tiba-tiba menjadi dingin. Han Tang sudah mati tapi Lu Xiang Chuan ditugaskan membunuh Han Tang. Dan sekarang kuda ini! Apakah sudah ada yang merencanakan dan mengetahui bahwa ia akan menunggangi kuda itu? Jika ya, rencana siapakah ini? Maka ia berlari sekencangnya. * Purnama tertutup awan. Belum jauh berlari, tiba-tiba ia menabrak seseorang. Tubuh orang itu sangat keras, membuatnya terjengkang. Dari bawah ia menengadah menatap lekaki itu. Tawa sosok itu begitu menyeramkan. Sekarang ia mengerti. Semua ini adalah bagian dari rencana busuk lelaki itu. Yang meracuni kudanya pun pasti lelaki itu. Di bawah temaram purnama Lin Xiu akhirnya mengenali sosok berdiri di hadapannya. Feng Hao! Tapi untuk apa Feng Hao menyusun rencana ini? * Kebanyakan perempuan ditakdirkan pandai bersandiwara. Begitu pula Lin Xiu. Perlahan ia berdiri. Wajahnya yang ketakutan dan penuh kemarahan sudah tidak terlihat lagi. Sebaliknya, ia terlihat senang dan ceria. Lin Xiu tertawa manis.

   "Tidak kusangka bisa bertemu denganmu di sini, pasti ini hari keberuntunganku."

   Feng Hao memandangnya, menggeleng.

   "Bukan, ini bukan hari keberuntunganmu."

   Lin Xiu menarik nafas.

   "Seharusnya tidak kupilih kuda ini."

   "Sebenarnya, di dalam kandang hanya kuda ini yang sudah dipasangi pelana."

   Lin Xiu mengela nafas.

   "Tadinya aku sempat merasa beruntung sudah ada kuda terpasang pelana, juga sempat bersyukur kuda berpelana ini bisa berlari begitu cepat."

   Ia melirik tunggangan Feng Hao. Tanpa pelana.

   "Kuda yang kau tunggangi apakah kuda tercepat di kandang itu?"

   "Hanya kuda tercepat yang bisa mengejar kuda cepat lainnya,"

   Jawab Feng Hao dingin.

   "Kau sengaja mengejarku?"

   Feng hao mengangguk.

   "Kenapa?"

   "Lao Bo menyuruhmu pulang."

   Lin Xiu tertawa renyah.

   "Sebetulnya aku juga ingin pulang, tapi belakangan ini aku sedang bosan dan kesal. Karena itu, kutunggangi kuda buat berjalan-jalan. Tidakkah kau tahu aku senang berkuda?"

   Lin Xiu membersihkan tanah dan debu dari bajunya.

   "Lantas, bagaimana kita pulang? Menunggang satu kuda berdua?"

   "Sepertinya begitu."

   Lin Xiu perlahan mendekati Feng Hao.

   "Sejak dulu aku hanya berkuda berdua dengan Lu Xiang Chuan, apa kau mau membuatnya cemburu?"

   Tiba-tiba ia berlari ke sana.

   "Lebih baik aku pulang sendiri menunggang kudamu. Sebaiknya kau pulang saja belakangan."

   Belum habis kata-katanya, ia sudah di atas kuda, siap melarikan diri. Tiba-tiba tangannya telah dipegang seseorang. Sekali tarik ia jatuh terbanting ke tanah.

   "Sungguh kau tidak sopan padaku!"

   Teriak Lin Xiu hampir menangis. 24. Kambing Hitam Dingin Feng Hao menatapnya.

   "Aku tidak mau melayani sandiwaramu."

   "Sandiwara? Maksudmu?"

   "Kau tahu maksud kedatanganku, seperti aku pun tahu maksud kepergianmu!"

   "Kenapa kau tidak membiarkanku pergi? Lu Xiang Chuan sudah berbaik hati padamu. Aku ingatkan kau agar tidak melakukan kebodohan."

   "Apa yang diperintahkan Lao Bo bukan suatu kebodohan,"

   Jengek Feng Hao.

   "Tapi, kali ini tidak sama.

   Han Tang sudah mati, kenapa Lao Bo masih memerintah Lu Xiang Chuan buat membunuhnya?"

   "Aku hanya melaksanakan tugas dan tidak pernah menanyakan hal lainnya.

   Kali ini ia memerintahkanku membawamu pulang, maka yang kutahu hanya membawamu pulang!"

   Lin Xiu mulai terisak.

   "Kau bisa bilang padanya, tidak berhasil menemukanku!"

   "Kenapa aku harus lakukan itu?"

   "Karena karena aku akan membalas kebaikanmu,"

   Lirih Lin Xiu menahan isak.

   "Dengan cara apa kau akan membalas kebaikanku?"

   "Asal aku bisa bertemu suamiku, apa pun yang kau minta pasti kuberi."

   Setelah mengucap ini, Lin Xiu menyesali diri. Feng Hao terseyum. Senyumnya mengandung niat yang tidak baik. Ia memperhatikan dengan cermat tubuh Lin Xiu yang masih padat, putih dan mulus itu. Sekata demi sekata berkata.

   "Betul akan kau berikan semua padaku?"

   Walau Lin Xiu telah lama menikah tapi tubuhnya masih menggairahkan.

   Ia memang selalu merawat dan membanggakan tubuhnya, membuat suami selalu bergairah padanya.

   Tapi semua ia lakukan semata demi suami.

   Ia tidak pernah memikirkan lelaki lain.

   Di matanya hanya ada Lu Xiang Chuan; dan tidak pernah membayangkan lelaki lain menyentuhnya.

   Sampai mati pun ia akan menjaga kesuciannya.

   Tapi tawa Feng Hao membuat Lin Xiu memikirkan ini.

   bila seorang perempuan demi suami mengorbankan kesucian, bisakah dimaafkan? Yang lebih penting adalah.

   apakah kelak bila suami mengetahui perbuatannya, bisakah memaafkan dirinya? * Feng Hao diam memandanginya.

   Menanti jawaban.

   Lin Xiu menggigit bibir.

   "Kalau aku memenuhi permintaanmu, apa kau mau melepaskanku?"

   Feng Hao mengangguk. Ia menggigit sedemikian keras hingga bibirnya berdarah. Sambil menelan darah itu ia berkata.

   "Kapan kau menginginkannya?"

   
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Sekarang."

   Sehabis berkata, Feg Hao langsung beranjak menuju semak di sebelah sana.

   Lin Xiu mengepalkan tangan, tahu melarikan diri pun tak mungkin, maka perlahan ia mengikuti Feng Hao ke balik semak itu.

   Pohon itu besar dan rimbun, menghalangi sinar rembulan yang benderang.

   Di bawah kerimbunan pohon dan cahaya rembulan yang remang, Lin Xiu bisa melihat Feng Hao telah menanti di sana.

   Tanpa mengenakan apa-apa.

   Pakaiannya teronggok di atas rumput yang mengering.

   Feng Hao menggapai padanya.

   Gemetar Lin Xiu mendekati Feng Hao, sedapatnya ia menekan emosi.

   Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun, menganggap Feng Hao adalah anjing.

   Siapa pun sekali waktu bisa digigit anjing.

   Nafas Feng Hao begitu memburu.

   "Bagaimana kalau di sini? Kujamin kau belum pernah menikmati hal seperti ini."

   "Aku bukan anjing,"

   Maki Lin Xiu.

   "Lambat laun kau akan mengerti bahwa terkadang lebih baik menjadi anjing daripada manusia."

   Kasar ia menarik Lin Xiu ke pelukannya. Tubuh Lin Xiu kaku seperti kayu. Ia menggigit bibir hingga kembali berdarah.

   "Cepat selesaikan, dan aku akan pergi!"

   Tangan lelaki itu sudah menyusup ke balik pakaiannya, meremas di sana, memulir dan memainkan pucuknya.

   Tangan itu kasar dan gemetar.

   Tubuh Lin Xiu gemetar.

   Ia harus menahan penghinaan ini.

   Harus! Tapi ia tidak bisa.

   Ia tidak sanggup menahannya lagi.

   Ia mendorong tubuh Feng Hao sekuatnya dan menamparnya.

   Feng Hao menjublak.

   Lin Xiu mendorongnya kuat-kuat, mundur terus dan terus mundur, hingga punggungnya terhalang sebatang pohon.

   Dengan kedua tangan Lin Xiu berusaha menutup payudara sedapatnya.

   "Lebih baik kau bawa aku pulang menghadap Lao Bo,"

   Isaknya. Feng Hao memandangnya. Dari matanya memancar kemarahan. Ia tertawa sinis.

   "Pulang? Apa kau masih punya kesempatan pulang?"

   Lin Xiu terpaku.

   "Kau ingin membunuhku?"

   "Kau harus mati!"

   "Kenapa?"

   "Kami memerlukan kambing hitam!"

   Ia tidak mengerti dan tidak percaya.

   "Kambing hitam? Siapa?"

   "Kau!"

   Sekujur tubuh Lin Xiu seketika dingin. Tapi hati dan wajahnya panas luar biasa.

   "Kalau begitu, kenapa kau masih ingin melakukannya padaku?"

   Isaknya penuh kebencian.

   "Kalau lelaki punya kesempatan, kenapa tidak?"

   Lin Xiu marah.

   Marah sekali.

   Sedemikian marahnya hingga ia menjerit menghampiri Feng Hao buat mencekik mati lelaki itu.

   Tapi sayang Feng Hao lebih cepat darinya, kepalan sekeras besi menghajar hidungnya, membuatnya nanar separuh sadar.

   Entah apa yang ia rasa? Sakit atau sedih? Marah atau terhina? Lin Xiu hanya bisa meraung sekerasnya kala Feng Hao merenggut pakaiannya satu-satu dan merentang kedua pahanya begitu kasar.

   Ia coba menendang dan mencakar sedapatnya.

   Hanya ada satu keinginannya.

   Mati! Makin cepat makin baik.

   Tapi ia tidak bisa melupakan suami.

   Suami yang telah begitu baik padanya.

   Ia hanya ingin suaminya tahu betapa ia sangat mencintainya.

   Pun ia hanya tahu satu hal, bahwa demi suami ia rela menerima semua penghinaan dan siksaan ini.

   Entah apa Lu Xiang Chuan bisa memahami? Ia terus meracau menyebut nama suami kala gerak Feng Hao di atas tubuhnya semakin cepat dan tidak beraturan.

   Bulan tertutup awan.

   * Sepiring ayam di atas meja.

   Lu Xiang Chuan termangu menatapnya.

   Ayam itu masih mengepul hangat.

   Sebetulnya ia sangat menyukai hidangan ini.

   Apalagi jika ayam itu dicampur jamur.

   Itulah lauk yang sering dimasak istrinya.

   Semata untuknya.

   Setiap kali Lu Xiang Chuan mengalami kesulitan dalam pekerjaan atau galau di hati, istrinya selalu menyediakan hidangan ini.

   Dan sekarang ia terkenang pada sang istri.

   Entah mengapa, ia menghela nafas.

   Sepuluh tahun lalu sangat sulit baginya untuk bisa memakan sekerat ayam.

   Bahkan di waktu itu, asal bisa makan sekedarnya sudah merupakan suatu keberuntungan dan kemewahan tersendiri.

   Semenjak kecil Lu Xiang Chuan tidak punya orang tua.

   Akhirnya ia tinggal di desa bersama pamannya, Lu Man Tian.

   25.

   Penginapan Da Fang Walau tinggal bersama Lu Man Tian, dalam satu tahun ia jarang bertemu pamannya.

   Manakala pamannya pulang, pasti tergesa, bahkan seringkali pulang dengan parah terluka.

   Ia tidak tahu apa kerja pamannya.

   Hingga akhirnya suatu hari ia diajak menghadap Lao Bo dan dipekerjakan sebagai salah seorang pelayan di sana.

   Dari sanalah ia mulai mengerti jenis aktivitas yang mereka lakukan dan mulai terlibat dalam perkumpulan itu.

   Ia tidak menyukai pekerjaannya, tapi meyakini bahwa apa yang ia lakukan kelak akan menjadikannya orang sukses dan terkenal.

   Karenanya ia terus bekerja.

   Tekun dan rajin.

   Walau begitu, tetap saja sulit baginya menikmati sekerat daging ayam setiap hari.

   Maka ia tidak pernah menceritakan masa-masa sulit penuh derita lalunya itu pada orang lain, dan menyimpannya semata untuk diri sendiri.

   Bahkan untuk mengenangnya pun ia sungguh tak sudi.

   * Sekarang, setiap hari ia bisa memakan ayam bahkan memilih jenis lauk apa pun yang ia suka.

   Ayam dan lauk pauk itu tidak datang begitu saja, melainkan hasil jerih payah, perjuangan, kerja keras, derita, dan airmatanya.

   Petang menjelang di Penginapan Da Fang.

   Sepiring ayam masih terletak di atas meja.

   Tapi, ia tidak bisa menikmatinya.

   Inikah karma? Ataukah karena ia memiliki firasat sesuatu yang buruk akan terjadi padanya? Ataukah ia merasa kedudukannya terancam? Atau mustahil untuk bertemu istri lagi? Ia telah menunggu seharian, tapi Tie Peng alias Fang Gang belum juga muncul.

   Apalagi Han Tang! Kenapa belum juga muncul? Apa rencana telah berubah? Apa mereka tahu dirinya sudah menunggu di sini? Lu Xiang Chuan percaya siapa pun tidak akan bisa mengenalinya karena ia sudah menyamar, merias wajah dengan menambahkan kumis dan jenggot palsu, membuatnya terlihat dua puluh tahun lebih tua dan seperti kakek penyakitan.

   Ketika tiba tadi, tamu-tamu sudah memenuhi dua meja.

   Saat makan siang, ruangan penuh terisi.

   Tapi sekarang hanya tinggal empat meja saja yang masih diisi para tetamu.

   Dari tempatnya ia bisa mengawasi orang yang masuk dan keluar.

   Malam tiba.

   Lampu-lamu mulai dinyalakan.

   Saat bertugas Lu Xiang Chuan tidak suka minum arak.

   Bila seseorang harus menunggu lama tanpa memesan arak tentu menimbulkan curiga.

   Maka walau tidak suka terpaksa ia memesan arak.

   Pun ia juga tidak suka menunggu.

   Tapi ia tetap harus menunggu.

   * Kereta kuda melaju di jalan raya.

   Kereta ditarik kuda pilihan.

   Kusirnya pun pilihan.

   Kereta melaju sangat cepat ke arah Da Fang.

   Lu Man Tian duduk santai di dalam kereta, lempengan besi yang dipegangnya terus berbunyi.

   Lao Bo memandanginya.

   "Kau sedang melamun?"

   Lu Man Tian hanya tertawa.

   "Kutahu apa yang kau pikirkan,"

   Kata Lao Bo.

   "Oh?"

   "Kau sedang mengenang saat dulu kita sengsara?"

   Lu Man Tian mengangguk, dugaan Lao Bo tidak salah. Dulu kehidupan mereka sangat susah. Dan mereka telah melakukan banyak hal. Lao Bo memandang ke luar jendela.

   "Kau ingat saat kita menghadapi Yuan Lao Da?"

   Lu Man Tian tentu saja tidak melupakannya.

   Sampai mati pun ia tetap mengingat kejadian itu.

   Yuan Lao Da adalah ketua organisasi yang menguasai dan mengendalikan pedagang-pedagang kaya sepanjang Chan Jiang.

   Jika Yuan Lao Da mampu menguasai daerah kaya dan strategis itu tentu karena kungfunya tinggi.

   Jurus yang dikembangkannya bernama Tinju Mayat .

   Kalangan dunia persilatan menilai kungfunya begitu misterius dan menakutkan, bahkan mengangap itu bukan kungfu melainkan ilmu gaib.

   Maka tidak seorang pun bersedia menantangnya, karena siapa yang mau menggunakan darah dan tubuh sendiri buat berhadapan dengan ilmu setan? Kecuali Lao Bo! Maka Lao Bo menantang Yuan Lao Da bertarung.

   Yuan Lao Da percaya Lao Bo akan menunggunya pada waktu dan tempat yang telah disepakati bersama.

   Tapi di saat Yuan Lao Da belum bersiap, Lao Bo telah menyatroni kediamannya.

   Menariknya telanjang bulat dari bawah selimut dan memanteknya di pintu besar rumahnya sendiri.

   Menjelang kematian, Yuan Lao Da hanya bisa berkata.

   Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kalian datang sangat cepat!"

   Benar-benar cepat! Hingga lawan tidak punya persiapan dan tidak sempat melawan.

   Dan itulah rahasia Lao Bo membawa sukses organisasinya dalam waktu singkat.

   * Cepat! Itulah kata yang begitu mudah diucap.

   Tapi seumur hidup Lu Man Tian tahu hanya satu orang yang benar-benar bisa melaksanakannya.

   Tapi itu sudah berlangsung puluhan tahun lalu.

   Masihkah Lao Bo memiliki kecepatan seperti dulu? Lao Bo sekarang tersenyum padanya.

   "Hari-hari yang lalu memang tidak enak tapi sangat menyenangkan,"

   Katanya. Itulah masa-masa periode penaklukan, menegangkan tapi begitu menggairahkan. Lu Man Tian menanggapi.

   "Kau masih ingat saat kita menghadapi si Jenggot Chao?"

   Waktu itu gerakan mereka juga sangat cepat.

   Mereka berdua belas, dengan cepat langsung meluruk masuk ke jantung kekuasaan si Jenggot Chao.

   Tapi ketika keluar, mereka hanya berdua! Dan Lu Man Tian harus beristirahat di tempat tidur selama dua bulan.

   "Tentu kuingat,"

   Lao Bo mengangguk.

   "sejak itu aku bertekad tidak akan melakukan kesalahan yang sama!"

   "Bagaimana kali ini?"

   Tanya Lu Man Tian.

   Lao Bo hanya tertawa.

   Tapi tawanya begitu kering dan kaku.

   * Lu Xiang Chuan tidak mengenal Fang Gang karena ia belum pernah bertemu dengannya.

   Tapi begitu memasuki Penginapan Da Fang, Lu Xiang Chuan langsung mengenalinya.

   Fang Gang adalah Tie Peng, ia betul-betu terlihat seperti terbuat dari besi.

   Baju yang ia pakai berwarna putih.

   Begitu bersih.

   Tapi bagian tubuh yang tidak tertutup baju putihnya terlihat hitam seperti besi.

   Di bawah sinar lampu, tubuhnya berkilauan dan tampak berkilat.

   Pandangannya begitu tajam, mulutnya selalu terkatup.

   Cara berjalannya pun sangat aneh, setiap kali melangkah sepertinya menggunakan tenaga yang besar hingga rumah terasa bergetar.

   Lu Xiang Chuan belum pernah bertemu dengan orang yang begitu kuat dan kokoh seperti ini selain Sun Jian.

   Saat Fang Gang memasuki penginapan, semua hadirin menahan nafas, tiba-tiba udara terasa sesak.

   Masih ada sejumlah orang di depannya.

   Tidak perlu ditanya, mereka semua pengawal Fang Gang yang merupakan anak buah pilihan.

   Kemana pun melangkah, ia selalu menjadi sorotan mata orang-orang sekitarnya.

   Fang Gang segera duduk setelah memilih tempat yang menurutnya strategis.

   Secara otomatis, para pengawal berdiri di belakangnya.

   Biasanya pada saat ia duduk semua orang berdiri, merasa tidak setara untuk duduk semeja dengannya.

   Lu Xiang Chuan teringat perkataan Sun Jian yang pernah bertemu Fang Gang, Bila Fang Gang minum, ia selalu mengangkat kepala dan saat itu pula matanya mengamati sekelilingnya. Dan orang pertama yang dilihat Fang Gang adalah Lin Zhong He.

   Orang yang belajar kungfu shaolin selalu terlihat berotot.

   Lin Zhong He pun demikian.

   Namun beberapa tahun belakangan ini hidupnya membaik, karena hutangnya sudah lunas, maka perutnya lebih maju daripada dadanya.

   Begitu memasuki penginapan, Lin Zong He segera menghadap Fang Gang, membungkuk memberi hormat.

   "Apa kau Lin Zhong He?"

   Tanya Fang Gang.

   "Ya, aku Lin Zhong He."

   Fang Gang mengangkat gelasnya.

   "Kau jago minum?"

   Lin Zhong He tertawa.

   "Kalau dua gelas arak lagi sih aku masih sanggup."

   Ia memindahkan kursi mendekati Fang Gang kemudian menuang arak ke dalam gelas. Tiba-tiba Fang Gang menyiram arak ke wajah Lin Zhong He. Sinis ia bertanya.

   "Kau ini siapa? Apa kau pikir pantas minum arak semeja denganku?"

   Lin Zhong He terpaku, wajahnya memerah.

   Jika Fang Gang meminum arak dengan mengangkat kepala, Lu Xiang Chuan justeru minum dengan menunduk kepala, seakan yang menarik baginya semata hanya arak yang berada di gelasnya.

   26.

   Pertarungan di Da Fang Lu Xiang Chuan perlahan meminum araknya.

   Fang Gang pun dengan sekali tenggak menghabiskan araknya Di Hang Zhou, Lin Zhong He memang bukan orang terkenal.

   Tapi saat masih banyak hutang sekali pun, belum pernah ada yang memperlakukannya sehina ini Fang Gang mengusirnya kasar.

   "Keluar kau! Keluar!"

   Lin Zhong He tiba-tiba menggebrak meja, meloncat marah.

   "Siapa kau, berani mengusirku?"

   Baru saja kata-katanya habis diucapkan, perutnya sudah kena hajar Fang Gang.

   Kepalan tangan Fang Gang sekeras besi, perut Lin Zhong He selembek pantat bayi.

   Lin Zhong He kesakitan setengah mati, terbungkuk-bungkuk mengeluarkan segala isi perutnya.

   Fang Gang belum berhenti, menjungkalkan meja di depannya.

   Kuah panas seketika mengguyur kepala Lin Zhong He, membuat para pengawal Fang Gang terbahak.

   Lu Xiang Chuan sedapatnya menahan berang, biar bagaimana Lin Zhong He paman istrinya, Lin Xiu.

   Dingin Fang Gang memberi perintah.

   "Bawa orang ini ke luar! Tinggalkan di hutan. Sebelum hari terang, jangan biarkan pulang!"

   Segera dua pengawal menyeret Lin Zhong He ke luar ruangan.

   Walau perut Lin Zhong He lembek, sekurangnya ia masih punya dua kepalan dan pernah belajar kungfu Shaolin.

   Meski kedua orang yang menyeretnya sangat kuat, namun sekali menghentak, ia mampu melepas tangannya dari cekalan, bahkan bisa menjatuhkan satu dari dua orang yang menyeretnya.

   Dengan cepat ia membalik tubuh, memukul pengawal satunya lagi.

   Tiba-tiba Lin Zong He melompat ke hadapan Lu Xiang Chuan.

   Terengah ia berkata.

   "Pergi! Cepatlah pergi! Mereka datang ke sini buat membunuhmu."

   Entah bagaimana Lin Zhong He bisa mengenali Lu Xiang Chuan. Apakah karena Lu Xiang Chuan masih terhitung saudara? Dingin Lu Xiang Chuan berkata.

   "Aku tidak mengenalmu."

   "Jangan bodoh, saat kau tiba di sini mereka sudah mengenalimu"

   Belum habis kalimatnya, dua pengawal yang tadi dijatuhkannya sudah bergerak menghampiri. Seorang melayangkan pukulan, satunya lagi mengangkat kursi dan akan mengeprukkannya ke kepala Lin Zhong He. Di saat bersamaan, Fang Gang membentak.

   "Hai, kau yang bermarga Lu, mari bertarung denganku!"

   Mulut masih bicara, orangnya sudah seperti macan bergerak memburu ke arah Lu Xiang Chuan.

   Perubahan itu begitu mendadak, mengejutkan semua orang.

   Sepertinya Lu Xiang Chan belum siap menghadapi, ia masih anteng duduk di kursi.

   Tapi saat cakar harimau Fang Gang hampir mengenai, tubuh Lu Xiang Chuan tiba-tiba melorot ke bawah.

   Seperti ikan, ia meluncur melewati kolong meja.

   Seketika itu, tangannya sudah memegang kaki lelaki yang paling dekat dengannya.

   Itulah kaki pengawal yang akan mengeprukkan meja ke kepala Lin Zhong He.

   Tiba-tiba sepasang lengan menarik kakinya.

   Dalam sekejab lelaki itu sudah melayang terbang ke sana.

   Hanya beberapa detik, giliran sebelah kaki Lu Xiang Chuan melayang menendang tulang kering pengawal satunya lagi.

   Terdengar lolong kesakitan, lelaki itu jatuh terlentang.

   Ia sudah tidak sanggup berdiri.

   Keringat dingin dan air mata menetes keluar, tahu seumur hidup tidak akan bisa berdiri lagi.

   Sigap Lu Xiang Chuan menarik Lin Zhong He yang terjatuh.

   "Cepat, cari Lao Bo!"

   Katanya.

   Lin Zhong He mengangguk, berlari ke luar sana.

   Sayangnya ia kalah cepat, dua pengawal bergolok berkilauan sudah menghadangnya.

   Ia mundur selangkah demi selangkah.

   Tiba-tiba seberkas cahaya hitam meluncur melalui dirinya.

   Dua pengawal yang menghadangnya roboh seketika, tertampak hanya kerlip besi menancap persis di masing-masing dahi.

   Senjata rahasia Lu Xiang Chuan! * Lu Xiang Chuan tidak pernah terlihat membawa senjata karena senjatanya adalah senjata rahasia.

   Senjata rahasianya bukan hanya mengarah dua pengawal yang menghadang Lin Zhong He, tapi juga menyasar Fang Gang dan para pengawal lainnya.

   "Awas!"

   Teriak Fang Gang memperingati sambil mengangkat kursi di depannya sebagai perisai.

   Tapi dua anak buahnya tidak sempat menghindar, jatuh terjengkang.

   Lu Xiang Chuan berdiri anggun menatap Fang Gang.

   Angin berhembus kencang dari jendela yang terbuka, mengibarkan jubah dan jenggot serta kumis palsunya.

   Ia tidak lagi terlihat sebagai kakek penyakitan, melainkan dewa yang siap mencabut nyawa.

   * Suasana mendadak senyap.

   Perlahan ia mulai melangkah mendekati Fang Gang seperti kalajengking siap menyengat.

   "Untung kau selamat, tapi kau tetap harus berhati-hati dengan senjata rahasiaku!"

   Fang Gang sangat marah, menggerung sekerasnya sambil melempar kursi yang dijadikan perisai dari tangannya. Ia meloncat menerjang Lu Xiang Chuan. Dingin Lu Xiang Chuan mengulum senyum.

   "Sudah kubilang, hati-hati dengan senjata rahasiaku."

   Sekali merubah posisi, kursi itu melayang jatuh di tempat berdirinya tadi.

   Kini tubuh Fang Gang terlihat terbuka melayang di udara menerjang Lu Xiang Chuan.

   Begitu cepat.

   Sangat kuat.

   Lu Xiang Chuan sangat tenang.

   Ia merasa pasti menang.

   Tubuh itu sangat besar, tidaklah sulit menyasarnya dengan senjata rahasia.

   Saat senjata rahasia siap dilontarkan, senyum Lu Xiang Chuan mendadak lenyap.

   Sepasang tangan memeluk pinggang Lu Xiang Chuan dari belakang.

   * Sepasang tangan yang kuat.

   Seumur-umur, belum pernah ada lawan yang berhasil menyergapnya dari belakang.

   
Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ia selalu waspada pada setiap lawannya.

   Tapi kali ini berbeda.

   Ia tidak siaga.

   Tangan itu begitu kuat, terlatih kungfu Shaolin, mengangkat dan membanting Lu Xiang Chuan.

   Itulah sepasang tangan Lin Zhong He.

   Tanpa ampun Lu Xiang Chuan jatuh terlentang.

   Di saat itu, Fang Gang sudah mendarat tiba, kakinya telak menghajar dada Lu Xiang Chuan sekerasnya.

   Darah segar muncrat.

   Muntah.

   Berwarna merah.

   * Seperti pemburu menginjak kambing hutan, Fang Gang gagah berdiri, sebelah kaki menginjak dada Lu Xiang Chuan.

   Wajah hitam itu tertawa penuh kemenangan.

   "Hai, kau lelaki bermarga Lu, katanya banyak akal, nyatanya begini saja sudah kuakali mentah-mentah!"

   Mata Lu Xiang Chuan sekeras batu.

   "Seharusnya kau yang berterima kasih padaku."

   "Kenapa harus berterima kasih padamu?"

   "Kalau bukan karena saudaraku, apa kau bisa menang?"

   Fang Gang terbahak.

   "Benar, kau punya saudara yang baik. Sangat baik malah. Seharusnya kau hati-hati memilih istri."

   Lin Zhong He perlahan berdiri, sorot matanya penuh penyesalan.

   "Jangan salahkan aku bekerja untuknya."

   "Kalau jadi dirimu pun akan kulakukan hal yang sama,"

   Kata Lu Xiang Chuan ringan.

   "Tapi ada yang tidak kumengerti."

   "Apa?"

   "Dalam organisasi Wan Peng Wang banyak orang kuat, kenapa kau pilih keledai bodoh ini jadi temanmu dan membiarkannya menghina dirimu?"

   Fang Gang meraung murka.

   "Kau bilang apa? Siapa yang kau maksud?"

   "Kecuali dirimu, tiada keledai bodoh yang kedua."

   Gusar, Fang Gang menjejakkan kaki sekerasnya di dada Lu Xiang Chuan. Sedapatnya Lu Xiang Chuan menutup mulut menahan erang. Tapi tubuhnya sudah gemetar, berkeringat dingin.

   "Bagaimana rasanya?"

   Tanya Fang Gang. Lu Xiang Chuan menelan darah yang hampir termuntah.

   "Kau kelihatannya pintar, tapi kalau bertarung seperti perempuan."

   Fang Gang sungguh murka.

   Ia meloncat setingginya, mendaratkan kedua kaki tepat di rusuk Lu Xiang Chuan.

   Terdengar tulang remuk.

   Muntah.

   Darah * Lu Xiang Chuan terpejam menahan sakit.

   Tapi Fang Gang tidak berhenti menghajar rusuk dan perut Lu Xiang Chuan berkali-kali.

   Tiba-tiba ia menahan diri dan tertawa.

   "Aku mengerti maksudmu!"

   "Apa keledai bodoh sepertimu bisa mengerti maksud orang?"

   Wajah Fang Gang berubah beberapa kali, sedapatnya menahan emosi.

   "Kau sengaja membuatku marah agar cepat mati?"

   Lu Xiang Chuan menutup mulut serapatnya.

   "Tenanglah, kau tidak akan mati semudah itu. Akan kubuat kau menyesal karena pernah hidup!"

   "Kau salah."

   "Kenapa?"

   "Kalau membiarkanku hidup, kaulah yang akan menyesal,"

   Kata Lu Xiang Chuan dingin. Mata Fang Gang berputar, sesaat tertawa.

   "Kau sengaja mengulur waktu? Menunggu ada yang menolongmu? Ketahuilah, aku memang berharap ada yang datang menolongmu. Siapa pun yang datang, akan kujadikan landak!"

   Fang Gang melirik dinding kiri dan kanan, ia juga memandang para pengawal yang tersisa.

   Tertinggal empat orang.

   Keempat orang ini tidak menunjukkan ekpresi apa pun.

   Sorot mata keempatnya berbeda dengan pengawal lain yang sudah menggeletak mati.

   Jelas keempat lelaki ini bukan orang biasa.

   Mungkin sejatinya keempat lelaki ini pun bukan pengawal, perbawa mereka setara Fang Gang.

   Mereka jelas bersiaga jika sewaktu-waktu ada yang datang menolong Lu Xiang Chuan.

   * Lu Xiang Chuan memejam mata; apakah berharap Lao Bo jangan datang? Fang Gang menarik sebuah kursi, duduk di sana.

   "Sepertinya aku harus menunggu untuk melihat"

   Belum habis perkataannya, sebuah kereta kuda membobol dinding menerjang masuk. Fang Gang tidak perlu menanti terlalu lama. Bantuan Lu Xiang Chuan telah tiba. 27. Lelaki Sejati Kusir kereta memecut dua kudanya.

   "Mereka datang!"

   Teriak Fang Gang.

   Di antara teriakannya, terdengar suara lempengan besi berdentang.

   Dari dinding kiri dan kanan tiba-tiba keluar lima puluhan lubang terpasang busur.

   Panah-panah seperti hujan berhamburan dari lubang-lubang itu.

   Seketika itu juga si kusir berubah menjadi landak.

   Kedua kuda yang menarik kereta juga menjadi landak.

   Tapi kedua kuda masih kuat berlari bersimbah darah, meringkik menerjang dinding.

   Kereta terguling terbalik.

   Setelah sempat berlari beberapa langkah lagi, akhirnya kedua kuda roboh juga.

   Lampu-lampu berjatuhan.

   Kobaran api segera membesar.

   Roda kereta yang terjungkal masih berputar-putar.

   Fang Gang mengayun tangan mengatur komando.

   Panah tak terhitung jumlahnya seketika berhenti.

   Sebagian langit-langit dan penglari runtuh.

   Api berkobar.

   Kereta mulai terbakar.

   Bila penumpang kereta tidak segera keluar, pasti mati terbakar.

   Tapi jika keluar, pasti menjadi landak.

   Walau pesilat setanggguh apa pun, pasti tidak akan lolos dari hujan panah serapat itu.

   Terdengar tawa Fang Gang menggema.

   "Wahai Sun Yu Bo, kau tidak akan bisa kemana-mana!"

   Tapi tawa Fang Gang tidak berlangsung lama.

   Dinding mendadak terbelah dua.

   Terdengar teriakan orang-orang sekarat.

   Busur-busur terlempar keluar.

   Darah muncrat ke mana-mana.

   Mayat-mayat terpental ke udara, jatuh bergelimpangan.

   Wajah Fang Gang berubah.

   Ia menghampiri salah satu mayat yang terpental jatuh dekat kakinya.

   Tidak tertampak luka di luar tubuh, tapi darah keluar dari mulut seakan tumpah.

   Pasti terkena hajaran tenaga dalam sangat tinggi.

   Di balik tembok ada lima puluh delapan pemanah.

   Sekarang semuanya roboh dengan isi dada dan perut hancur, mulut bersimbah darah, kebanyakan tumpah membasahi baju di bagian dada.

   Fang Gang menendang meja di dekatnya.

   Meja melayang ke kereta penumpang di tengah kobaran api, remuk bersama dengan kereta yang dihajarnya, menimbulkan pijar seperti kembang api.

   Di antara reruntukan kereta tidak terlihat seorang pun.

   Fang Gang tahu tertipu, berteriak lantang.

   "Hai Sun Yu Bo, bila sudah datang kenapa tidak segera keluar?"

   Dari balik dinding yang hancur, terdengar tawa dan suara lempengan besi beradu.

   Fang Gang memburu dan menghajar dinding itu hingga tidak bersisa.

   Siapa pun yang sembunyi di sana pasti luluh lantak.

   Tapi di balik dinding kosong semata.

   Asap sejenak menipis.

   Tiba-tiba datang seorang lelaki dengan langkah tenang membelah kobaran api, seperti tetamu memasuki rumah makan menuju meja pesanannya.

   "Siapa kau?"

   Bentak Fang Gang. Lelaki itu membuka telapak tangan, memperlihatkan lempengan besi legam berkilauan.

   "Kau Lu Man Tian?"

   Tanya Fang Gang.

   "Memangnya kau tahu siapa aku?"

   Lu Man Tian balik bertanya.

   "Di mana Sun Yu Bo?"

   "Mau bertemu dengannya?"

   "Sejak dulu aku ingin bertemu dengannya."

   "Kau tidak takut padanya?"

   "Apa yang perlu kutakuti?"

   "Kalau begitu, kenapa tidak membalik tubuh saja, dia tepat di belakangmu!"

   Fang Gang terkejut, cepat membalik tubuh.

   * Api masih berkobar.

   Puing-puing berserakan.

   Di antara reruntukan debu dan asap api terlihat sosok lelaki berumur, menunjukkan telah melalui perjalanan hidup yang panjang.

   Wajahnya tanpa ekspresi.

   Dilihat dari pakaiannya, ia seperti petani desa yang lugu.

   Tapi dari matanya menyorot wibawa luar biasa.

   Meteor Kupu Kupu Dan Pedang Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tanpa sadar Fang Gang melangkah surut ke belakang.

   "Kau Sun Yu Bo?"

   Lao Bo mengangguk. Fang Gang tiba-tiba mendekati Lu Xiang Chuan yang masih terkapar di sana.

   "Kalian masih ingin dia hidup?"

   "Tentu saja,"

   Jawab Lao Bo.

   "Jika ingin dia hidup, jangan macam-macam!"

   Ancam Fang Gang.

   "Jika berani melukai selembar rambutnya, kucabut nyawamu!"

   Sahut Lao Bo tenang. Fang Gang sinis.

   "Memangnya aku tidak berani melukainya?"

   Ia bermaksud menendang Lu Xiang Chuan. Sekonyong-konyong Lao Bo sudah berada di hadapannya. Seumur hidup ia belum pernah melihat orang yang bisa bergerak begitu cepat. Dingin Fang Gang menantang.

   "Kau berani bertarung satu lawan satu denganku?"

   Lao Bo tidak menjawab, berjalan semakin mendekati Fang Gang. Tiba-tiba Lin Zhong He berteriak, menunjuk salah satu dari empat anak buah Fang Gang.

   "Awas, hati-hati dengan dia!"

   Lu Xiang Chuan bisa menduga bahwa di antara anak buah Fang Gang pasti ada orangnya Lao Bo, karena kalau tidak bagaimana Lao Bo bisa mengetahui jebakan Fang Gang ini.

   Tapi ia terkejut juga menyadari bahwa satu dari empat orang itu ternyata anak buah Lao Bo.

   Fang Gang melengak.

   "Ternyata kau mata-mata!"

   Katanya pada satu anak buahnya yang termuda di antara mereka.

   Secara bersamaan keempat lelaki itu mengeluarkan senjata, ada yang sangat pendek bahkan ada yang sangat panjang.

   Lelaki yang menjadi mata-mata Lao Bo memiliki senjata paling panjang di antara mereka, merapat ke arah Lao Bo.

   Lao Bo tiba-tiba bergerak, cepat sekali jarinya menotok tenggorokan Fang Gang.

   Di saat sama Lu Man Tian juga bergerak.

   Tiga orang lainnya pun mengalami nasib sama dengan pimpinannya.

   Itulah kehebatan kungfu Lao Bo dan Lu Man Tian.

   Tidak ada yang bisa menggambarkan kecepatan mereka selain satu kata.

   cepat! Cepat hingga tidak bisa diuraikan dengan kata-kata.

   Cepat hingga tidak dapat ditahan.

   Cepat hingga tiada yang bisa melihat perubahannya.

   Kungfu Lu Man Tian cepat.

   Kungfu Lao Bo lebih cepat lagi.

   Sejak awal hingga akhir hanya terdengar satu teriakan saja.

   Itulah teriakan Fang Gang yang terjatuh ke arah kereta yang terbakar.

   Begitu jatuh, ia tidak bisa keluar lagi.

   Kau mau membakar mati aku, kubakar mati dirimu.

   Itulah hukum Lao Bo.

   * Chrysan itu masih rajin berbunga.

   Setelah tujuh hari beristirahat, Lu Xiang Chuan baru bisa berjalan lagi.

   Dengan tertatih dan tubuh penuh balutan obat rempah, ia menemui Lao Bo dan berlutut.

   Lu Xiang Chuan pertamakali berlutut tujuh belas tahun lalu.

   Sekarang adalah kali kedua.

   Lao Bo tidak suka orang berlutut padanya.

   Bagi Lao Bo, berlutut membuat anak buahnya kehilangan wibawa dan ia tidak mau anak buahnya hilang wibawa di hadapannya.

   Hanya orang bersalah yang berlutut di hadapan Lao Bo.

   Lao Bo mengangkat Lu Xiang Chuan berdiri.

   Dari sorot matanya terpancar kebijaksanaan.

   "Kau tidak bersalah."

   "Aku terlalu ceroboh, karenanya masuk perangkap. Entah bagaimana dengan Han Tang."

   Lu Xiang Chuan menunduk kepala.

   "Biar bagaimana Han Tang sudah mati, tidak perlu disesali."

   Lu Xiang Chuan seperti terkejut baru mengetahui kematian Han Tang, tapi ia tidak bertanya. Setelah lama terdiam, Lao Bo melanjutkan.

   "Walau kau terluka, tapi kita juga sudah mendapatkan hasil."

   Lu Xiang Chuan mengangguk.

   "Paling sedikit kita sudah memberi pelajaran pada Wan Peng Wang. Mulai sekarang seharusnya ia tidak berani macam-macam lagi."

   Lu Xiang Chuan lirih bertanya.

   "Bagaimana dengan kita?"

   "Sementara ini kita tidak perlu bergerak dulu."

   Kenapa sudah di atas angin tapi memutuskan tidak bergerak? Ini bukan kebiasaan Lao Bo. Tapi Lu Xiang Chuan tidak bertanya. Lao Bo menghela nafas, mencoba menjelaskan.

   "Karena biar bagaimana kerugian di pihak kita juga sangat besar. Sekarang waktunya memulihkan diri."

   Lu Xiang Chuan menunduk, tapi merasa Lao Bo menyembunyikan sesuatu. Apa yang disembunyikannya? Lao Bo membalik tubuh, menatap taman bunga chrysan di luar sana. Perlahan ia berkata.

   "Musim gugur akan berahir, musim dingin segera tiba."

   "Kenapa sampai sekarang Yi Qian Long belum datang juga?"

   Tanya Lu Xiang Chuan setelah lama terdiam.

   "Dia tidak akan datang,"

   Jawab Lao Bo Pertamakalinya wajah Lu Xiang Chuan mengedut.

   Apakah ketakutan? Ia tahu kedudukan dan posisi Yi Qian Long dalam organisasi Lao Bo.

   Lantas, apa maksud perkataan Lao Bo? Apakah Yi Qian Long sudah keluar dari organisasi ini? Jika Yi Qiang Long keluar, maka organisasi Lao Bo ibarat rumah besar yang ditingal satu tiang penyangganya.

   Lao Bo perlahan berkata.

   "Sekarang aku sedang menyuruh pamanmu mencari tahu kenapa dia tidak datang ke sini. Aku percaya dia punya alasan yang tepat."

   Lu Xiang Chuan tetap curiga.

   "Kalau dia tidak mau mengatakannya, bagaimana?"

   Lao Bo sedang membalik tubuh, memandang ke luar sana hingga Lu Xiang Chuan tidak bisa menatap wajahnya, hanya melihat tangan Lao Bo mengepal. Setelah lama Lao Bo membuka kepalan tangannya.

   "Lukamu belum sembuh, beristirahatlah dulu. Jika tidak penting, tidak perlu mencariku."

   "Baik,"

   Jawab Lu Xiang Chuan.

   "Tugasmu sekarang hanya beristirahat dan menyembuhkan diri secepatnya. Tugasmu berikutnya akan semakin banyak."

   Kalimat ini menunjukkan kedudukan Lu Xiang Chuan sudah semakin tinggi dan penting, juga menunjukkan kepercayaan Lao Bo yang semakin besar. Lu Xiang Chuan sangat berterima kasih.

   "Aku bisa menjaga diri, Tuan"

   Tiba-tiba Lao Bo tertawa sambil membalik tubuh.

   "Siapa bilang aku sudah mau pensiun? Aku belum tua. Kau lihat caraku menghadapi Fang Gang?"

   Lu Xiang Chuan juga tertawa.

   "Ada sebagian orang yang selamanya tidak pernah tua. Mungkin mereka akan mati, tapi selamanya tidak akan pernah tua."

   Sejenak ia terdiam baru melanjutkan.

   "Aku berharap Yi Qiang Long punya alasan yang tepat, kalau tidak"

   "Kalau tidak, bagaimana?"

   "Dulu ia sangat baik padaku. Jika tidak, aku harus mengurus pemakamannya kalau dia mati."

   Lao Bo hanya tertawa. Apakah tawanya terdengar sedih? "Kau beirtirahatlah,"

   Kata Lao Bo akhirnya.

   "Baik,"

   Jawab Lu Xiang Chuan membalik tubuh, beranjak keluar.

   "Tunggu sebentar,"

   Tiba-tiba Lao Bo menahannya. Lu Xiang Chuan berhenti.

   "Apakah kau masih ingin menanyakan sesuatu?"

   Lu Xiang Chuan menunduk.

   "Aku tidak punya pertanyaan lagi."

   "Apa kau tidak ingin tahu kemana Lin Xiu pergi?"

   Lao Bo ingin tahu. Lu Xiang Chuan lama terdiam, baru berkata.

   "Aku tidak ingin tahu dia pergi kemana. Namun jika dia pergi, pasti punya alasan yang tepat."

   Lao Bo menatap Lu Xiang Chuan sambil tertawa.

   "Akhirnya kau menjadi seorang lelaki sejati. Kau tidak mengecewakanku." 28. Akhir Sebuah Awal Lelaki sejati! Itulah pujian Lao Bo. Pujian tertinggi Lao Bo pada seseorang. Lu Xiang Chuan menyadarinya. Karena itu, saat keluar pintu, ia mengulum senyum. Pada saat keluar, Feng Hao sudah menunggu. Mereka sudah berjanji minum arak bersama malam ini. Dan sebagai teman minum arak, mereka memasak burung merpati. Merpati pos. Sesungguhnya itulah tanah pekuburan. Tapi tanah itu tampak rata tidak seperti kuburan. Lao Bo menyuruh orang memindahkan bunga chrysan dan menanamnya di sana. Ia sendiri yang menanam pohon pertama. Ia tahu bunga-bunga yang tumbuh di tanah ini akan mekar lebih cerah dan indah karena tanah ini sangat subur. Saat bunga-bunga ditanam, Lao Bo masih terlihat tersenyum. Namun di dalam hati ia merasa sakit sekali. Anak lelaki satu-satunya dan teman-temannya yang paling setia dikubur di dasar tanah ini. Walau mayat mereka membusuk, namun jiwa mereka akan tenang abadi selamanya. Lao Bo tidak ingin orang lain mengganggu mereka. Karenanya, ia tidak ingin orang lain tahu di mana kubur mereka. Kelak saat chrysan bermekaran, pasti akan banyak yang memuji keindahannya. Tapi tidak akan ada orang yang tahu dan selamanya tidak pernah ada yang tahu kekuatan yang membuat bunga-bunga itu lebih cerah daripada tempat lainnya. Lao Bo telah menyatukan roh anak dan teman-temannya di taman ini. Hari mulai gelap. Para pelayan yang diperintah menanam bunga sudah pulang. Air mata Lao Bo mulai mengembang. Sun Jian, Han Tang, Wen Hu, Wen Bao, Wu Lao Dao dan lainnya sudah pergi ke Langit Barat. Lao Bo merasa sangat kesepian dan tahu dirinya semakin tua. Kecuali diri sendiri, ia tidak akan membiarkan orang lain mengetahui perasaannya. Selamanya, tidak akan! End of Episode-1 Ini hanya akhir sebuah awal. Berhasilkah Meng Xin Hun membunuh Lao Bo? Siapakah mata-mata yang ada di organisasi Lao Bo? Bagaimana akhir perseteruan Sun Yu Bo v Wan Peng Wang? Tamat

   

   Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com

   

   Tiraikasih WEBSITE
http.//kangzusi.com

   

   

   

   

Imbauan Pendekar -- Khu Lung Pendekar Binal -- Khu Lung Si Pisau Terbang Pulang -- Yang Yl

Cari Blog Ini