Ceritasilat Novel Online

Golok Halilintar 13


Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 13



Golok Halilintar Karya dari Khu Lung

   

   Jadi itulah cara yang praktis sekali untuk memecahkan ilmu Ngo-heng tin.

   "Menunggu serangan lawan, kemudian baru bergerakgerak untuk melawan..."

   Katanya berulangkali didalam hati.

   Hatinya menjadi girang, sebab lambat laun ia memperoleh keyakinan.

   Dan dengan keyakinannya itu, ia kembali memasuki goanya mengasah otak, satu bulan lamanya ia mencoba memahami ilmu sakti kebanggaan keluarga Cioliang pay, akhirnya diketahuilah kelemahannya.

   Dengan ilmu ular itu sekarang ia sanggup memecahkan pertahanan barisak Pat-kwa tin dan Ngo-heng tin, Dan penemuannya itu segera dicatat di dalam buku warisannya.

   setelah selesai timbullah pikirannya.

   "Urat-uratku sendiri sudah terputus. Tak bisa aku berkelahi seperti dahulu. Adakah gunanya aku memperoleh rahasia perlawanan ilmu kebanggaan keluarga Cio-liang pay? Aku sekarang berada didalam goa ini. seratus tahun lagi, atau mungkin seribu tahun lagi,kitabku baru diketemukan orang, Tetapi pada saat itu, mereka semua sudah mati hem! Benar! Benar penasaran hatiku, tetapi baiklah, meskipun andaikata Ceng it berlima sudah mampus, ilmu kebanggaan mereka pasti ada yang mewarisinya. Kalau tidak ada daya perlawanannya , anak keturunan mereka pasti akan merajalela tanpa tandingan. Aku harap saja kitabku ini akan diketemukan orang dikemudian hari. syukurlah bila Tuhan mengabulkan bisa diketemukan oleh seseorang yang bisa mewakili diriku membalas dendam selagi Ceng It berlima masih hidup dalam keadaan segar-bugar. Bila hal ini dikabulkan, ya Tuhan ... aku rela Kau masukkan ke neraka sebagai penebusan. Di alam bakapun, Gin-coa Long-kun tidak pernah mengira bahwa pada hari itu seorang pemuda bernama Thio Sin Houw sedang melakukan perlawanan terhadap ilmu Ngo-heng tin keluarga Cio-liang pay dengan ilmu warisannya. Dia berputar-putar terus tanpa menyerang, untuk menunggu gerakan lawan. itulah dasar rahasia kitab warisannya. Dia berputar-putar terus. Dan karena ia berlari-larian, semua lawannya ikut berlarilarian pula sambil mengawasi gerak-gerik dengan cermat. Thio Sin Houw tidak menghiraukan gerakan lawan. ia terus lari berputaran sekian lamanya. Sekonyong konyong ia memperlambat diri, makin lama makin kendor, Namun sama sekali tidak nampak adanya suatu maksud untuk menyerang. Akhirnya, bahkan berhenti sama sekali. Kemudian duduk memeluk lutut. wajahnya nampak berseriseri. Tentu saja mereka semua yang melihat kelakuannya menjadi heran. seluruh keluarga Cio-liang pay tidak mengetahui, bahwa ini termasuk salah satu tipu daya untuk melalaikan penjagaan. Disamping itu untuk membuat mereka kehilangan kesabaran pula. Benar saja, Ceng Go yang berangasan segera menggerakkan kedua tangannya untuk menyerang, waktu itu ia berada dibelakang punggung Sin Houw, sehingga dapat menyerang secara gelap.

   "Jangan! jangan mengacaukan jalur pembelaan!"

   Ceng Jie memperingatkan.

   Peringatan Ceng Jie itu menyadarkan Ceng Go, segera ia menarik serangannya kembali.

   Dan mereka lantas melanjutkan berlari-lari berputaran dengan penuh siaga menerjang manakala lawannya menyerang.

   Tetapi Sin Houw tetap duduk memeluk lutut.

   ia tak mau membuat mereka mendongkol.

   Akhirnya saling memandang meminta pertimbangan.

   Ceng It sebenarnya sudah kehilangan kesabarannya pula, ia ingin memberi idzin saudara-saudaranya untuk menyerang, Tetapi hal itu bertentangan dengan dasar keharusan inti ilmu gabungan Ngo-heng tin.

   Maka meskipun hatinya mendongkol bukan main, tak berani ia melanggar inti keharusannya.

   Satu-satunya yang dapat dilakukannya hanyalah mempercepat larinya sambil menggertak, iapun memberi isyarat mata kepada sekalian saudaranya agar meninggikan kewaspadaan.

   Thio Sin Houw tetap bersikap dingin saja, malahan tibatiba ia menguap beberapa kali, Lalu tidur berbaring.

   Kedua tangannya dibuat alas kepala semacam bantal.

   Matanya menatap atap sambil diselingi menguap lebar-lebar.

   Bukan main mendongkolnya Ceng It berlima.

   Kalau mereka harus berlari-larian terus, sedangkan lawannya enakenak bertiduran sambil menguap, bukankah napasnya lambutlaun akan habis sendiri? Enambelas orang pimpinan Ceng Cit yang harus berlarilarian pula untuk mengaturkan penglihatan lawan, diam-diam dihinggapi kegelisahan demikian juga, Namun secara naluriah mereka seakan-akan tahu, bahwa lawannya itu lagi melakukan suatu tipu muslihat.

   Karena itu, meskipun napas mereka lambat laun mengangsur, tak berani mereka lalai sedikitpun.

   Tetapi mereka bukan Ceng It berlima yang sudah mempunyai masa latihan puluhan tahun lamanya.

   Sejam kemudian, keringat mulai mengucur membasahi tubuh dan napas mereka mulai tersengal-sengal.

   Dalam pada itu Sin Houw masih enak saja melakukan peranannya.

   Berkata di dalam hati.

   "Hm, kuingin tahu sampai kapan mereka bisa bersabar. Apakah mereka benar-benar memiliki napas kuda?"

   Dan diamdiam ia mencuri pandang untuk melihat gerakan mereka yang tak kenal henti.

   Kemudian berpura-pura merapatkan matanya seolah-oleh hendak tidur pulas.

   Ciu San Bin, Cie Lan dan Giok Cu serta ibunya heran menyaksikan kelakuan Sin Houw.

   Dalam hati mereka merasa lucu, akan tetapi sesungguhnya diam diam mereka cemas dan gelisah.

   Bagaimana kalau tiba-tiba lawannya menyerang dengan berbareng? Masih sanggupkah ia menolong diri? Hanya Lauw Tong Seng seorang yang dapat menjajaki maksud Sin Houw, pastilah adik seperguruan itu sedang menguji kesabaran lawannya.

   Disamping itu hendak memancing kelengahannya pula.

   walaupun begitu, perbuatan adik seperguruan itu memang terlalu berani.

   Bahkan suatu keberanian yang melampaui batas.

   Kalau saja lawannya menyerang dengan mendadak, apakah dia sanggup terbang menjangkau atap gedung untuk menyelamatkan diri? Pada saat itu, Ceng it benar benar tidak bersabar lagi.

   Diam-diam ia bersiap hendak menyerang apabila memperoleh waktunya yang baik.

   Manakala Sin Houw tenggelam dalam keasyikannya sendiri, tiba-tiba ia memberi isyarat kepada Ceng Go dengan kibasan tangan kirinya.

   Empat batang golok tahu-tahu menyambar dengan mendadak.

   itulah golok terbang Ceng Go yang sudah terkenal sejak belasan tahun yang lalu.

   Ciu San Bin, Cie Lan, Giok Cu dan Lauw Tong Seng kaget sampai memekik tertahan.

   sedangkan ibunya Giok Cu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, karena tak sampai hati menyaksikan peristiwa itu, Betapa tidak, karena ampat batang golok terbang itu membidik sasarannya dengan jitu sekali.

   Sebaliknya pihak Ceng It semuanya bersorak kegirangan.

   Pikir mereka, matilah pemuda itu, empat batang golok terbang Ceng Go menancap di punggung.

   Beberapa orang anggauta barisan pertahanan Pat-kwa tin sampai menghentikan larinya.

   Bukankah musuhnya sudah tidak berdaya? Tetapi mereka tidak pernah menduga, bahwa tubuh Sin Houw terlindungi baju sakti pemberian Bok-siang tojin yang tidak mempan oleh senjata tajam macam apapun juga.

   Tibatiba saja Sin Houw melesat bangun.

   Dan empat batang golok runtuh bergelontangan di atas lantai.

   Pada detik itu pula, Sin Houw berkelebat melintasi mata rantai penjagaan Ceng It berlima yang masih tertegun mengawasi akibat sambaran golok yang mengenai serangannya.

   Tahu-tahu terdengarlah jerit lengking Kun Jie - ternyata ia kena tamparan Sin Houw dan melontakkan darah segar dengan segera.

   selagi begitu, tubuhnya kena terangkat tinggitinggi dan terlempar keluar dari garis pertahanan Pat kwa tin.

   Sin Houw tak sudi berhenti sampai disitu saja, itulah kesempatan yang sebaik-baiknya, selagi Ceng It berlima tertegun-tegun dan kelima belas orang pembantunya terpaku oleh rasa kaget, ia menghantarkan tangan dan menendangkan kedua kakinya bertubi-tubi, seorang demi seorang roboh tak berkutik.

   Kemudian dilemparkan ke dalam bidang Ngo-heng tin.

   Ceng Cit dan beberapa anggauta rombongannya sebenarnya memiliki ilmu kepandaian yang tidak rendah.

   Akan tetapi kepandaiannya seolah-olah terenggut oleh peristiwa yang berada diluar dugaan mereka.

   Baru saja mereka dilemparkan kedalam gelanggang dalam keadaan malangmelintang.

   Dengan demikian, pecahlah mata rantai Pat-kwa tin dan Ngo-heng tin, karena daerah geraknya kini tertutup oleh mereka yang kena dirobohkan malang-melintang.

   Tentu saja Ceng It berlima tidak tinggal diam, selama Sin Houw merobohkan anggauta-anggauta pertahanan Patkwa tin seorang demi seorang.

   Mereka mencoba bergerak seirama dengan keharusan dan ketentuan gerakan Ngo-heng tin, Tapi gerakan itu terpaksa macet, karena mereka terpaksa sibuk menerima tubuh-tubuh yang dilemparkan Sin Houw kepada mereka.

   itulah waktu sebaiknya, bagi Sin Houw selagi mereka sibuk dalam kerepotannya.

   Terus saja ia lompat menyerang Ceng Go yang tadi begitu gegabah berani melepaskan golok terbangnya.

   Waktu itu, Ceng Go baru saja menerima lembaparan tubuh salah seorang anggauta pertahanan Pat-kwa tin, Tiba-tiba ia melihat berkelebatnya Sin Houw mendekati dirinya, Hatinya kaget setengah mati, ia jadi heran dan kecut hatinya, ketika melihat keempat batang goloknya tidak mempan.

   Sekarang, ia justru kena ancaman balas dendam.

   Dengan tergesa-gesa ia melepaskan empat batang golok terbangnya lagi.

   "Mampus, kau!"

   Ia membentak untuk membesarkan hatinya sendiri.

   Sin Houw tahu, dadanya terancam golok terbang.

   Akan tetapi ia tidak menghiraukan, karena dadanya terlindung baju sakti.

   dan keempat batang golok terbang Ceng Go yang tepat mengenai sasaran, runtuh bergelontangan.

   Dan jari-jari tangan Sin Houw menerkam urat tenggorokan.

   seketika itu juga, Ceng Go roboh dengan melontakkan darah berhamburan.

   Bukan main kagetnya Ceng Jie melihat saudaranya terancam bahaya maut, segera ia menghantam Sin Houw dengan tongkatnya.

   Bidikannya mengarah kaki kanan, Biasanya, tidak perduli siapa saja, akan roboh begitu kena terhantam tongkatnya yang disertai tenaga dahsyat .

   Akan tetapi Sin Houw tertawa.

   ia bergerak cepat menyambar seorang dan digunakan sebagai perisai! Untuk kedua kalinya Ceng Jie terkejut, ia yakin, Sin Houw tidak mempunyai kesempatan lagi untuk mengelak.

   Diluar dugaannya, Sin Houw menyambar seseorang untuk dibuatnya perisai.

   ia memaki didalam hati, Dengan mati matian ia berusaha menarik pukulannya, Karena tidak mungkin lagi, ia hanya dapat membuang tongkatnya kesamping.

   "Toako, awas!"

   Teriaknya bersakit hati apabila melihat tongkatnya terbang mengarah ke dada kakaknya tertua.

   Ceng It melihat berkelebatnya senjata adiknya.

   Dengan terpaksa ia menangkis .

   Tombaknya dilintangkan Dan kedua senjata itu saling bentur sangat nyaring, Api meletik bagaikan kembang api yang kuncup padam.

   Selagi mereka berdua sibuk, Sin Houw menerjang Ceng Sie dengan tusuk sanggulnya.

   seperti seekor ular hendak memagut musuhnya, tusuk sanggul Cie Lan berkilauan didepan mata, membuat Ceng Sie terbang semangatnya.

   Terpaksa ia mundur sambil melintangi cemeti rantainya, Dengan mati-matian ia mengadakan pembelaan, tetapi serangan Sin Houw saling susul dan merangsak terlalu cepat, Tusuk sanggul itu seakan-akan berkilauan menebarkan puluhan butir permata yang menyilaukan matanya.

   Sekarang barulah ia sadar betapa hebat senjata istimewa itu.

   Ke mana saja ia bergerak dan berpaling tusuk sanggul itu tiba-tiba saja sudah berada didepan kelopak mata, Bagaimana kalau tiba-tiba saja menusuk biji matanya? Benar-benar mengerikan! Dua kali tusuk sanggul itu menyentuh kelopak mata, untunglah, masih bisa ia menolong diri oleh kesebatannya, Tetapi semangatnya telah terbang.

   Tiba-tiba saja ia dihinggapi perasaan takut luar biasa, itulah kejadian untuk yang pertama kalinya sepanjang hidupnya.

   Karena kehilangan semangat, ia jadi kehilangan pengamatan diri, Gerakan pembelaan diri jadi kacau.

   Dengan asal jadi saja, ia membalingkan cemeti rantainya untuk mengusir rangsakan lawan.

   Akan tetapi Sin Houw seperti tidak memperdulikan daya usahanya.

   sehingga dalam keadaan terdesak, akhirnya ia melepaskan cemeti rantainya kemudian cepat-cepat ia menutup kedua matanya dengan tangan.

   Setelah itu dengan hati panas dingin, Ceng Sie bergulingan di lantai dengan kedua tangannya tetap menutup mata, ia memang bisa menyelamatkan matanya, akan tetapi tak dapat mengelakkan hantaman tangan Sin Houw.

   Tahutahu pinggangnya terasa nyeri, dan ia roboh terjerembab tak berkutik lagi.

   Ceng Sie terkenal dengan cemeti rantainya sejak puluhan tahun yang lalu, Belasan kali ia merobohkan lawan-lawannya, baik diatas panggung adu kepandaian maupun didalam perkelahian, bahkan ia pernah merobohkan duabelas orang sekaligus, dalam suatu pertandingan yang menentukan.

   Hal itu terjadi, tatkala ia terlibat dalam suatu perkelahian matihidup dengan kawanan garong yang bermukim di dekat gunung Bu-tong san sebelah timur.

   Dan sejak itu, namanya terkenal disegala penjuru, dihormati dan disegani orang, Tapi kali ini ia menumbuk batu, siapapun tak menduga, bahwa dia bakal roboh dengan mudah sekali ditangan seorang muda yang baru saja muncul dalam pergaulan.

   Tak mengherankan seluruh keluarga Cio-liang pay yang menyaksikan peristiwa itu, heran dan kaget setengah mati, Bagaimana mungkin! Tetapi kenyataannya memang demikian.

   siapapun tak dapat mengingkari ! Lauw Tong Seng tidak terkecuali.

   setelah tertegun keheranan, ia sekarang yakin akan kepandaian adik seperguruan itu.

   Gerakan tangannya benar-benar aneh.

   suatu gerakan tangan yang belum pernah dilihatnya.

   Dari siapakah ia memperoleh kepandaian itu? pastilah adik seperguruannya itu pernah menerima warisan sakti dari seseorang.

   Tapi siapa? siapa lagi kecuali gurunya? Tentu saja Ciu San Bin dan Cie Lan belum dapat berpikir sejauh itu.

   Mereka hanya yakin, bahwa Sin Houw berkepandaian tinggi.

   Nyanya, dia bisa unggul.

   Dan menyaksikan hal itu, mereka berdua girang sekali.

   Begitu girang, sampai mereka bersorak tak terasa.

   Giok Cu dan ibunya lain pula kesannya, Meskipun mereka ikut bersyukur didalam hati, namun tak berani menyatakan rasa syukur itu dengan terang-terangan, Mereka sudah terlalu lama kena larangan dan terkekang kemerdekaannya, sama sekali mereka tak berani memperlihatkan rasa girangnya bahkan diwajahnya pun.

   Bagi Sin Houw sendiri, inilah pengalamannya untuk yang pertama kalinya berlawanan dengan tokoh-tokoh kenamaan .

   itulah sebabnya, ia bertempur dengan penuh semangat.

   ia bersungguh-sungguh dan sama sekali tak bersegan-segan, sebab menyadari akan mengalami bencana apabila lalai sedikit saja.

   Setelah merobohkan Ceng Sie dan Ceng Go, Sin Houw beralih kepada Ceng Jie, Kembali lagi ia menggunakan kegesitannya untuk mengancam kedua mata si berangasan dengan membalingkan tusuk sanggul Cie Lan, Dan didesak secara demikian, Ceng Jie kelabakan seperti dua saudaranya tadi.

   Ceng It kali ini tidak tinggal diam melihat adiknya terancam bahaya.

   segera ia mendorong salah seorang muridnya yang rebah melintang didepannya keluar gelanggang.

   Ceng Sam yang berada didekatnya, mengerti kehendak kakaknya yang ingin membangun lagi pertahanan Ngo-heng tin.

   setelah murid muridnya yang rebah merintang tiada lagi, ia berusaha untuk mengadakan garis pembelaan, meskipun sudah kehilangan dua orang anggauta.

   Tentu saja Sin Houw tidak sudi memberikan kesempatan.

   Terus menerus ia menyerang Ceng Jie dengan senjatanya yang istimewa.

   Dengan demikian usaha Ceng Sam untuk membangun garis pertahanan Ngo-heng tin selalu gagal.

   Dan Ceng It dengan kedua saudaranya menjadi kebingungan.

   Ceng Jie kemudian terhajar pundaknya.

   
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Bukan main panas hati Ceng Sam, serentak dia menghantarkan gadanya ke arah punggung, Dan Ceng It membarengi dengan menusukkan tombaknya dari depan - Ceng Jie yang sudah kena pukulan, barusaha pula mengimbangi usaha kedua saudaranya dengan sebisabisanya.

   ia tahu betapa pentingnya usaha membangun kembali pertahanan Ngo-heng tin, itulah satu-satunya cara perlawanan yang bisa diharapkan.

   Sin Houw mengelakkan serangan kedua lawannya.

   Dan ia tetap menyerang Ceng Jie yang sudah kena di gempurnya.

   Tapi garis pertahanan ilmu Ngo heng tin memang hebat.

   sekalipun anggautanya tinggal tiga orang, namun masih terasa keangkerannya.

   Mau tak mau, Sin Houw terpaksa mengandalkan kecepatannya bergerak.

   Tubuhnya berkelebatan bagaikan bayangan.

   Dan tiba-tiba ia menyelipkan tusuk sanggul Cie Lan pada rambutnya, kemudian lompat tinggi diudara, tangannya menyambar palang atap.

   Dan ia bergelantungan seperti seekor kera.

   Ceng it bertiga tadi mengimbangi kecepatan lawannya dengan gerakan yang cepat pula, Tubuh mereka berputar putar dari tempat ke tempat.

   seluruh perhatian mereka dipusatkan untuk memburu lawan.

   Tahu-tahu lawan lenyap dari pengamatan mereka.

   selagi mereka melayangkan pandang untuk mencari, tiba-tiba serangkum angin turun bergelombang.

   Mereka kaget dan cepat cepat mundur.

   pengalaman mereka mengkisiki bahwa itulah angin bergelombang yang mengandung serangan berbahaya.

   Tahu-tahu Ceng Jie dan Ceng Sam menjerit dengan berbareng, Beberapa butir bola timah menghantam mereka berdua, dan mereka berdua roboh terkulai diatas lantai.

   Gugup Ceng It melompat mendekati kedua saudaranya.

   hendak memberi pertolongan, selagi membungkuk, gelombang angin terasa datang menyerang.

   ia adalah orang yang tertua.

   Kecuali sudah berpengalaman, kepandaiannya jauh melebihi semua saudaranya.

   Maka dengan gesit ia memutar tombaknya, dan belasan butir timah kena ditangkisnya.

   "Hm! jangan kau kira bisa mengumbar adat."

   Bentaknya.

   "Apakah kau kira aku bisa kau roboh kan dengan senjata rahasia? Hm, jangan bermimpi!"

   Khawatir kalau Sin Houw terus-menerus memberondongkan senjata rahasianya, ia tetap memutarmutar tombaknya yang digunakan sebagai perisai dan alat pemukul.

   Diluar dugaan, tiba-tiba tangannya bergetar.

   Rombaknya serasa tersangkut pada sesuatu kaitan yang kuat, Kaget ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk merenggut.

   Tapi kaitan itu sama sekali tak bergeming, Bahkan diluar dugaannya tangannya tak kuasa lagi memegang tangkai tombak.

   Kembali ia terkejut, Dan pada saat itu, mendadak saja ia kehilangan pegangan, Gugup ia lompat ke samping, Kedua tangannya diangkatnya, berbareng untuk melindungi dada dan mukanya.

   Kemudian ia mundur beberapa langkah untuk memperoleh penglihatan.

   Dan, ternyata tombaknya kena terampas anak muda itu.

   Betapa dahsyat tenaganya tak dapat diingkari lagi sehingga dapat merampas tombak yang berada dalam genggamannya.

   Namun ia tak sudi menyerah.

   Dengan kuatkan diri, ia berteriak menantang.

   "Kau ingin menggunakan tombakku? silahkan ! Aku Ceng It belum pernah mundur walau selangkah!"

   Dengan tertawa, Sin Houw turun ke lantai seraya membawa tombak rampasannya, sebentar ia menggerakkan tombak rampasannya seakan-akan hendak menusuk atau menikam. Tiba-tiba ia berseru.

   "Susiok, lihat!"

   Dengan sekali ayun, tombak yang berada didalam genggamannya melesat.

   Ceng It kaget setengah mati, Dengan putus asa, ia menggerakkan badannya untuk mencoba mengelak.

   Diluar dugaan, tombak itu bukan membidik dirinya, tetapi lewat disamping kepalanya dan lalu membenam pada tiang agung.

   Hebat tenaga lontaran Sin Houw.

   Tombak itu sampai membenam memasuki tiang, Tangkainya meraung bergetaran.

   Gedung seakan-akan mau roboh berantakan.

   Dan genting diatas rontok berhamburan.

   Tak mengherankan, banyak diantara hadirin lari berserabutan karena takut kerobohan dinding.

   Ceng It berdiri terpukau.

   semangatnya runtuh sekaligus.

   Lesu dan putus asa.

   Dan pandang matanya lantas saja menjadi kuyu, Betapa tidak? Kalau saja tombak itu diarahkan kepadanya, sanggupkah ia mengelakkan diri atau menangkisnya? Maka tahulah dia, bahwa Sin Houw bermaksud baik kepadanya.

   ia diampuni.

   Alangkah menyakitkan hati! Rasanya lebih baik mati daripada terhina demikian.

   Lauw Tong Seng mengenal jurus itu dengan baik, karena merupakan ilmu kebanggaan kaum Hoa-san pay.

   Gurunya menurunkan jurus itu kepada muridnya, apabila tenaga himpunannya sudah memenuhi syarat-syarat tertentu.

   ia pun mewarisi jurus itu, akan tetapi tenaga dalamnya tidaklah sebesar adik seperguruannya itu, Maka terasa ia berteriak kagumi.

   "Sutee! Benar-benar sempurna timpukkanmu, Mataku kini benar-benar baru terbuka ..."

   Sin Houw menoleh, ia tertawa, Kemudian melemparkan pandang kepada Ceng It yang berdiri murung, Dengan rasa pahit pendekar kawakan itu terpaksa menelan kenyataan.

   Empat saudaranya telah terkapar rebah didepannya, Mau apa lagi? Murid-muridnya pun tergeletak malang-melintang pula, Tiba- tiba saja timbullah niatnya hendak membunuh diri, Akan tetapi suatu pikiran menusuk benaknya.

   "Hari ini aku benar-benar runtuh habis-habisan, Akan tetapi, aku tidak boleh membiarkan kekalahan ini tak terbalas. Aku memang sudah tua, namun bukankah aku bisa mendidik murid-muridku untuk membangun keangkaran ilmu Ngo-heng tin yang tiada keduanya di dunia ini?"

   Oleh pikirannya itu, ia dapat bernapas lebih lapang. Lalu berkata lantang kepada Lauw Tong Seng.

   "Kau boleh membawa emasmu!"

   Waktu itu Sin Houw sedang datang mendekati kakak seperguruannya, setelah melihat Ceng It termenung kehilangan semangat tempurnya, ia mencabut tusuk sanggul yang berada dirambutnya, kemudian dikembalikan kepada Cie Lan, Gadis itu menerima dengan hati girang, Dan pada saat itu ia mendengar ucapan Ceng It, Tapi karena sasaran ucapannya kepada Lauw Tong Seng, ia tidak menghiraukan.

   Dengan penuh perhatian ia mengawasi gerakan tangan Cie Lan mengenakan tusuk sanggulnya.

   Ciu San Bin kemudian memunguti kepingan emas yang bertebaran di atas lantai.

   sementara Ceng It menghampiri Ceng Go yang terkena senjata rahasia Sin Houw, seluruh anggauta badannya lumpuh tak bergerak, kecuali sepasang biji matanya yang bergerak-gerak dengan rasa penasaran.

   Ceng It mencoba menolong, Namun sekian lamanya ia berusaha, tetap ia tak berhasil membebaskan totokan Sin Houw.

   Karena merasa penasaran, ia mencoba mengulangi terhadap ketiga adiknya yang lain yang juga terkena totokan Sin Houw, Namun tetap ia tidak berhasil, Akhimya ia mengakui, bahwa ilmu kepandaian Sin Houw benar-benar berada diatasnya.

   Hendak ia minta tolong, tapi hatinya segan.

   Kemudian ia mengawasi Giok Cu agar mau menjadi orang perantara.

   Giok Cu kenal watak pamannya itu, ia berpura-pura tidak mengetahui.

   Malahan membuang pandang kesamping, Keruan saja orang tua itu mendongkol setengah mati, ia mendeham, dan oleh deham itu, mau tak mau Giok Cu terpaksa menoleh.

   Menegas.

   "Apakah supeh memanggil aku?"

   "Anak kurang ajar!"

   Ceng It memaki didalam hati, Tapi demi menolong saudara-saudaranya, meskipun mendongkol terpaksa ia berkata.

   "Giok Cu, coba mintakan kesediaan sahabatmu, agar menolong paman-pamanmu."

   Giok Cu bangkit dari kursinya dan mencibirkan bibirnya.

   "Baiklah, Akan kukatakan kepadanya. Hanya saja, jangan supeh main paksa lagi."

   Setelah berkata demikian, ia mendekati Sin Houw, Berkata merendah.

   "Sin koko. Supeh meminta kepadamu agar sudi menolong paman-paman yang lain, Kau mau, bukan?"

   Sin Houw manggut, jawabnya.

   "Tentu saja, Tiada niat dalam hatiku, hendak membunuh paman pamanmu. Kalau aku menyerang mereka, semata-mata karena terpaksa. Biarlah kutolongnya."

   Berkata demikian, Sin Houw bergerak hendak menghampiri. Diluar dugaan, Lauw Tong Seng mencegahnya. Kata kakak seperguruannya itu.

   "Sutee, kau benar-benar tak mengerti urusan dagang, pada waktu ini, adalah kesempatan sebagus-bagusnya untuk menaikkan harga barang. Untuk menjual tenagapun rasanya cukup berharga pula. Apakah tenagamu sama sekali tiada upahnya?"

   Sin Houw tahu, Lauw Tong Seng jemu terhadap sepak terjang keluarga Cio liang pay. Dia sendiri tak begitu mendendam, mengingat Shiu Shiu dan Giok Cu termasuk keluarga Cio-liang pay juga . Namun, tak dapat ia mengabaikan kedudukan kakak seperguruannya.

   "Suheng, aku adalah adikmu. sudah semestinya aku tunduk dan patuh kepada setiap kata-katamu."

   Lauw Tong Seng tertawa puas, Katanya.

   "Keluarga Cio-liang pay sudah sejak puluhan tahun membuat resah penduduk. Mereka menjadi lintah darat yang menghisap darah rakyat jelata, Mereka seakan-akan keluarga tuan tanah, yang membuat diri mereka majikan atas sekalian penduduk. Tak ada serumpun keluarga pun yang dibiarkan hidup merdeka diwilayahnya. Didalam dua hari ini, aku berkesempatan berbicara dengan penduduk. Mereka muak dan mual terhadap kelakuan keluarga Cio-liang pay, yang sewenang-wenang, Karena itu jika kau hendak menolong mereka, ingatlah akan nasib rakyat. Mintalah uang dan beras sebagai upahnya. Dan uang serta beras itu kau berikan kepada penduduk untuk meringankan beban hidup mereka. Sin Houw manggut membenarkan. ia percaya kata-kata Lauw Tong Seng tentang penderitaan rakyat, ia sendiri pernah menyaksikan pengalaman demikian - ketika mula-mula hendak mengunjungi tempat tinggal keluarga cip-liang pay. Mereka bersikap bermusuhan. Hanya saja mereka takut terhadap kekuasaan Cio-liang pay. Dengan mata kepala sendiri, ia menyaksikan betapa bengis sepak terjang Kun Jie tatkala mengusir petani yang datang untuk minta keadilan.

   "Benar, Memang keluarga Cio-liang pay sudah lama menindas rakyat,"

   Akhir ia berkata perlahan.

   "Hanya saja apa yang harus kulakukan terhadap mereka?"

   "Bukankah aku tadi sudah menyinggung tentang upah jasa dan tata tertib perdagangan?"

   Sahut Lauw Tong Seng seraya mengelus janggutnya.

   "Pendek kata kau harus menuntut upah jasa..."

   "Upah jasa bagaimana?"

   Tanya Sin Houw tidak mengerti.

   "Sutee, sekarang aku telah memperoleh nilai harga yang pantas. Upah menolong tiap jiwa seharga empat ratus pikul beras putih."

   Jawab Lauw Tong Seng.

   "Dan mereka yang butuh pertolongan berjumlah empat orang. Artinya seribu enamratus pikul beras!"

   Seru Sin Houw.

   "Benar!"

   Sahut Lauw Tong Seng kemudian menoleh kepada Ceng It, dan menambahkan perkataannya.

   "Empat adikmu kini dalam keadaan setengah hidup, esok pagi hendaklah kau sediakan beras sebanyak seribu enam ratus pikul itu. Bila tiruangannya tepat, keampat adikmu baru kita tolong, Kalau tidak, silahkan kau rawat sendiri. Hendaklah kau ketahui, bahwa beras sebanyak itu bukan untuk kepentingan pribadi kami sendiri, tetapi hendak kubagikan kepada penduduk yang sudah lama kau isap darahnya!"

   Ceng it tak berani berkutik. ia benar-benar seperti seorang persakitan menunggu keputusan pengadilan. Meski-pun hatinya memaki setinggi langit, ia terpaksa mengangguk menyetujui. Tetapi ia masih mencoba.

   "Tapi dalam waktu sesingkat ini, bagaimana caraku dapat mengumpulkan beras sebanyak itu? Paling banyak persediaan kami hanya ada tujuhpuluh atau delapanpuluh pikul." "Maaf!"

   Kata Lauw Tong Seng.

   "Keputusanku ini sudah tak dapat dirobah lagi. Namun mengingat kau adalah paman gadis itu, biarlah kuperkenankan main cicil-cicilan."

   "Cicilan bagaimana?"

   Ceng It menegas dengan suara mendongkol.

   "Bila esok kau bisa mengumpulkan empat ratus pikul beras putih, adikku akan menolong menyadarkan salah seorang adikmu. Bila kau mampu mengumpulkan delapan ratus pikul, adikku akan menolong menyadarkan dua orang, tapi seumpama kau baru bisa mengumpulkan sisanya dalam waktu satu bulan ... yah, kita tunda satu bulan. Kalau kau minta mundur tiga bulan atau setengah tahun atau satu tahun, boleh saja, percaya lah, adikku pasti akan datang menolong pada waktu penglunasan itu, Dia tidak bakal mempermainkan jiwa adik-adikmu, Bagaimana?"

   Bukan main masgulnya hati Ceng it - katanya didalam hati.

   "Keempat adikku benar-benar lumpuh. Tak dapat lagi mereka menunggu waktu setengah bulan lagi, sekarang ia menyediakan waktu pengunduran sampai setahun. Hm, bangsat benar! Bukankah kau menghendaki mampusnya keluarga Cio liang pay? Hm,.. rupanya aku benar-benar tidak diberinya kesempatan bernapas. Apa boleh buat, Biarlah, esok pagi kuusahakan untuk memenuhi. Kalau mereka sudah tersadar kembali, keluarga Cio-liang pay pasti mampu menuntut balas!"

   Oleh pertimbangan itu, dengan hati berat Ceng It manggut seraya berkata.

   "Baiklah, Esok hari, beras yang kau minta akan kami penuhi."

   Lauw Tong Seng tertawa senang. sahutnya.

   "Akh, benar-benar kau seorang tengkulak yang mengerti ilmu dagang, Bagus, sejak hari ini aku akan selalu berhubungan denganmu untuk mencari barang dagangan yang bagusI"

   Ceng It tidak menghiraukan, dan Sin Houw kemudian mendekati Shiu Shiu, ia membungkuk hormat dan minta diri, ia percaya, Ceng It tidak akan mengusiknya, karena masih membutuhkan pertolongannya.

   "Mari kita beristirahat dulu...!"

   Kata Lauw Tong Seng mengajak.

   Berempat mereka segera meninggalkan gedung itu dengan membawa emas perbekalan.

   Hati mereka girang bukan main, dan bersyukur kepada kemurahan Tuhan, Dengan langkah tenang, mereka kembali ke tempat pemondokan.

   itulah rumah seorang penduduk yang miskin.

   ***** WAKTU ITU fajar hari telah tiba.

   Cie Lan masuk kedalam untuk mempersiapkan makan pagi, ia membuat air teh dan bubur ayam, Dan sambil bersantap mereka membicarakan kemenangannya.

   Rasa girang dan syukur menyelimuti hati mereka masing-masing.

   Setelah menikmati santapan pagi, mereka masing-masing beristirahat dan tidur.

   Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ketika matahari sudah condong ke barat, seseorang mengetuk pintu kamar mereka.

   "Siapa?"

   Tanya Lauw Tong Seng.

   "Utusan keluarga Cio-liang sudah datang."

   Sahut Ciu San Bin yang sudah bangun lebih dahulu. Lauw Tong Seng tersenyum. Berkata.

   "Ternyata mereka pintar menemukan tempat kita bermondok."

   Desa itu terletak dipinggang gunung.

   Meskipun termasuk daerah makmur, akan tetapi untuk mengumpulkan beras sejumlah itu tidaklah mudah.

   Ceng It tahu akan hal itu, ia menyebarkan seluruh orang-orangnya ke berbagai daerah sejak pagi-pagi sekali.

   Berkat kesungguhan dan pengaruh uangnya, ia berhasil mengumpulkan jumlah beras yang diminta Lauw Tong Seng, Tapi akibatnya harga beras naik, rakyat jelata tak mampu lagi membelinya.

   Kegoncangan itu berjalan sampai beberapa minggu lamanya, setelah peristiwa itu terjadi.

   Demikianlah, setelah rombongan Lauw Tong Seng tiba, Ceng It mempersilahkan untuk memeriksa jumlah beras yang dikehendaki.

   Tentu saja, Ceng It tak sudi membuang waktu.

   ia memerintahkan agar beras itu dibagikan kepada penduduk sambil menghitung jumlahnya.

   Peristiwa itu sudah tentu mengherankan dan mengejutkan seluruh penduduk.

   Apa sebab keluarga Cio-liang pay yang terkenal sebagai lintah darat, mendadak berubah menjadi dermawan, Mereka tak tahu peristiwa apa yang telah terjadi didalam keluarga itu.

   Kira-kira pukul tiga malam, gedung keluarga Cio-liang pay telah sunyi kembali.

   penduduk pulang ke rumah masingmasing, Karena keempat saudara Ceng It sudah sembuh kembali, setelah memberikan pertolongan Sin Houw bermaksud hendak mengundurkan diri, Dengan membungkuk hormat, ia berkata kepada Ceng It.

   "Susiok, hendaklah susiok sudi memaafkan diri kami, sekarang perkenankan kami kembali ke pondokan."

   Sebelum Ceng it membuka mulut, Lauw Tong Seng menyambung. Katanya dengan setengah tertawa.

   "saudara Ceng It berlima. Kami tahu, kalian berlima sakit hati karena terpaksa menghamburkan harta benda keluarga seribu enam ratus pikul beras, bukanlah suatu jumlah yang sedikit. Tetapi meskipun demikian, mulai saat ini nama keluarga Cio-liang pay tidak lagi seburuk dahulu. karena perbuatan kalian tadi adalah suatu perbuatan amal, pastilah semua penduduk disini memuji kebaikan kalian dihadapan Tuhan - karena itu, aku minta keikhlasan hati kalian."

   Lauw Tong Seng tidak menunggu jawaban Ceng lt. segera ia mengajak rombongannya mengundurkan diri, Tiba-tiba ia melihat Shiu Shiu dan Giok Cu berlari-lari ke serambi depan menghampiri, kata Shiu Shiu kepada Sin Houw.

   "Anakku Sin Houw! Apakah kau hendak meninggalkan kami?"

   Sin Houw manggut. jawabnya.

   "Benar, subo. Tiada lagi yang kukerjakan disini, Maka perkenankan kami berangkat sekarang juga."

   Tiba-tiba Shiu Shiu nampak bergemetaran. Katanya dengan suara tersendat-sendat.

   "Sebenarnya ... di manakah makamnya ? Anakku Sin Houw, bawalah serta aku untuk menyambangi makamnya."

   Belum lagi Sin Houw menjawab permintaan Shiu Shiu, mendadak saja ia mendengar angin menyambar.

   ia kaget sampai berpaling kearah datangnya suara itu, segera ia melompat dan menyambar empat batang golok terbang yang mengarah Shiu Shiu, Tetapi pada saat itulah, ia mendengar Shiu Shiu memekik nyaring.

   Dan tubuhnya roboh terkulai diatas lantai.

   Ternyata masih ada sebatang golok yang menikamnya.

   Golok yang membenam pada dirinya rupanya di sertai dengan suatu tenaga yang dahsyat luar biasa, sehingga membenam sangat dalam.

   Hampir saja gagangnya ikut amblas ke dalam tubuh wanita itu.

   Shiu Shiu rebah tak berkutik.

   Dengan setengah kalap Giok Cu menerkam dan hendak mencabut golok yang membenam dipunggung ibunya.

   Cepat-cepat Sin Houw mencegah.

   Katanya.

   "Jangan. Bila kau cabut, ibumu tak dapat membuka matanya kembali."

   Sin Houw tahu, siapa yang melakukan serangan gelap itu, Dengan geram ia menimpukkan keampat golok terbang yang berada di kedua tangannya kepada pemiliknya.

   Dialah Ceng Go.

   Watak Ceng Go tidak berbeda jauh derigan Ceng Jie yang berangasan, dan bengis luar biasa.

   Mendengar Shiu Shiu hendak mencari makam Gin-coa Long-kun, tak dapat lagi ia menahan diri, Terus saja ia menimpukkan golok-golok terbangnya, sebagai seorang pendekar yang berpengalaman, masih sempat ia memperhitungkan hadirnya Sin Houw.

   Tapi selagi kedua tangan Sin Houw bergerak menyambar empat batang olok itu, dengan penuh napsu ia melepaskan sebatang lagi.

   Kali ini, mengarah kepada Shiu Shiu - perhitungannya ternyata tepat.

   Sin Houw sedang memunahkan ampat batang goloknya, maka tak sempat lagi ia menyambar sebatang golok lain yang di timpukkan hampir berbareng.

   Shiu Shiu roboh tak berkutik.

   Dan ia merasa puas luar biasa, Dengan menyertai senyum iblis ia mengawasi korbannya.

   Mendadak ia melihat berkelebat empat batang goloknya mengarah dirinya.

   inilah senjata makan tuan! Terus saja ia bergulingan untuk menghindar.

   ia berhasil membebaskan diri dari ancaman goloknya.

   Tapi di luar dugaan, mendadak saja pantat dan pangkal pahanya menjadi kaku kejang, Dan ia roboh terbanting ketika mencoba berdiri.

   SIN HOUW mendongkol dan benci terhadap pekerti Ceng Go.

   ia kena ditipu ahli golok itu, Maka iapun hendak membalas dengan cara itu pula, sengaja ia melepaskan ampat batang olok dengan sekaligus.

   ia tahu, sebagai seorang ahli golok pastilah Ceng Go dapat memunahkan atau mengelakkan diri.

   Tapi Ceng Go lupa, bahwa Sin Houw mempunyai senjata bidik juga.

   itulah senjata rahasia yang membuat dirinya kemarin lumpuh tak bergerak, selagi ia bergulingan belasan senjata rahasia Sin Houw menghantam pantat dan pangkal pahanya.

   Ia terjungkal, dan kali ini Sin Houw tidak bersegan-segan lagi, Terdorong oleh rasa mendongkol dan benci, pemuda ini menimpuk dengan disertai tenaga dahsyat, seketika itu juga, tulang sendi Ceng Go rontok patah.

   Urat- uratnya hancur.

   Dan Ceng Go tewas seketika! Dengan hati pedih, Sin Houw menoleh kearah Giok Cu.

   Gadis itu memeluk tubuh ibunya erat-erat, oleh rasa sedih, gadis itu sampai tak mampu mengeluarkan suara tangis lagi.

   Apa yang dapat dilakukannya hanya menciumi dan mencoba menyadarkan ibunya.

   Sin Houw mendekati dengan hati remuk redam, ia jadi teringat kepada pengalamannya sendiri, tatkala memeluk dan menangisi jenazah ayah bundanya.

   Dahulu ia memeluk dan menangisi jenazah ayah-bundanya didepan orang banyak, sekarang Giok Cu mengalami nasib yang sama.

   ibunya terkapar dihadapan para tamu dan seluruh anggauta keluarga Cio-liang pay yang bersikap memusuhi.

   Dan teringat akan hal itu, hatinya terharu bukan main, Perlahan-lahan pemuda itu meraba tubuh Shiu Shiu, Tahulah dia, bahwa wanita malang itu tak dapat tertolong lagi, Satu-satunya harapan hanyalah mencoba menyadarkan barang semenit dua menit, Maka segera ia memijit urat urat tertentu untuk mengurangi rasa sakit.

   Dan benar saja, Shiu Shiu sadar tanpa menderita rasa sakit, Begitu membuka mata, ia dapat berkata tenang tenang kepada anak satu-satunya itu, Katanya penuh kasih.

   "Giok Cu, kau tak perlu bersedih hati, semua orang akan kembali keasal mula, jaga dirimu, sekarang aku dapat menyusul ayahmu, Dan aku akan mendampingi dan melayani tanpa gangguan siapapun."

   Shiu Shiu tersenyum puas, Dan Giok Cu mencoba bersenyum pula seolah-olah ikut bersyukur terhadap kepergian ibunya hendak menyusul ayahnya di alam baka.

   Tetapi hatinya hancur luluh tak keruan.

   akhirnya dengan menggigit bibirnya, tak dapat lagi ia membendung butiranbutiran air matanya yang membasahi pipinya.

   Shiu Shiu sendiri tidak memperhatikan keadaan Giok Cu, ia mengalihkan pandang kepada Sin Houw.

   Katanya.

   "Anak Sin Houw! Hanya sebuah pertanyaan yang hendak kutanyakan kepadamu, Kupinta kepadamu, agar kau menjawab sebenarnya, Maukah kau meluluskan permintaanku ini?"

   "Tentu saja, subo, Coba katakan apa yang hendak subo tanyakan kepadaku"

   Sahut Sin Houw.

   "Apakah dia meninggalkan surat wasiat? Apakah dia menyinggung namaku. Air mata Sin Houw bercucuran tatkala ia terpaksa menjawab.

   "Susiok Lim Beng Cin menulis kitab wasiat, Dan dengan bekal itu, aku dapat menghancurkan rahasia ilmu sakti Ngoheng tin, Dengan demikian, aku berhasil mewakili dirinya menuntut balas.

   "Akh! Kau belum menjawab pertanyaanku. Apakah dia tidak menulis surat kepadaku? Apakah dia sama sekali tidak meninggalkan surat wasiat bagiku?"

   Tiba-tiba Sin Houw teringat, Bu-kankah Gin-coa Long-kun menulis surat peta? Dalam tulisannya ia menyebutkan nama Shiu Shiu pula, Teringat hal itu, segera ia meraba sakunya dan memperlihatkan sehelai kertas kulit.

   "Subo, lihat!"

   Katanya sambil memperlihatkan surat wasiat itu di depan mata Shiu Shiu.

   "Surat apa itu?"

   Tanya Shiu Shiu.

   "Ya, benar, itulah tulisan tangannya, Dia menulis apa? Menulis tentang apa ... ?"

   Bukan main terharunya Sin Houw menyaksikan perubahan itu, Shiu Shiu nampak bergirang hati.

   Rasa girang yang mendekati gejolak rasa girang kanak-kanak.

   Maka segera ia mendekatkan bunyi tulisan yang tertera dipojok peta, agar Shiu Shiu dapat membacanya sendiri.

   Dengan napas sesak, Shiu Shiu membaca tulisan suaminya, setelah itu ia berkata.

   "Benar-benar akulah yang dimaksud dalam suratnya, Kalau begitu ia mengetahui penderitaanku Dan aku ...

   akh, jelas sekali aku diharapkan keluar dari kehidupan keluargaku, Agar aku dapat hidup bebas merdeka seperti layaknya seorang perempuan yang mempunyai harga diri, Akh, anak Sin Houw, Kepadamu aku menyatakan rasa terima kasih...

   aku tidak membutuhkan uang, Yang terpenting bagiku adalah...

   ternyata dia masih ingat kepadaku, Dalam penderitaannya, masih ia memikirkan keadaan diriku...

   sekarang biarlah aku pergi menyusulnya..."

   Sin Houw tahu, bahwa tenaga hidup Shiu Shiupun nyaris pudar. Maka ia menoleh kepada Giok Cu hendak menghiburnya, Tiba-tiba Shiu Shiu yang telah memejamkan kedua matanya menyenak kembali. Dan berkata memohon.

   "Ahak Sin Houw, dua hal lagi yang hendak kupinta kesediaanmu, Dan aku mengharapkan kau menerimanya tanpa menawar..."

   "Katakan saja, subo."

   Sahut Sin Houw.

   "Aku selalu bersedia melakukan apa saja, asal yang aku mampu."

   "Yang pertama, kuburlah aku di sampingnya. Dan yang kedua ..."

   "Yang kedua ... sebutkan, subo... sebutkanlah!"

   Sin Houw mendesak sambil mendekatkan telinganya.

   "Yang kedua, kamu ..."

   Dan ia menunjuk Giok Cu, kemudian membagi pandang kepada Sin Houw, Mulutnya bergerak hendak mengucapkan sesuatu, Tetapi tiba-tiba ia telah kehilangan tenaga.

   Kepalanya runtuh kesamping, Dan ia meninggal dalam keadaan tenang.

   Gugup Sin Houw meraba dadanya benar-benar napas Shiu Shiu tiada lagi, dan pada saat itu Giok Cu menerkam dan memeluk ibunya erat-erat, ia memekik dan menangis menggerung-gerung akhirnya pingsan tak sadarkan diri.

   Sin Houw terkejut.

   ia memeluk tubuh Giok Cu dan menggoyangnya.

   "Giok Cu! Giok Cu!"

   "Jangan kuatir, sutee, Dia pingsan oleh rasa duka yang luar biasa."

   Lauw Tong Seng menghibur. Setelah berkata demikian, ia memijit urat pernapasan Giok Cu. Tidak lama kemudian, gadis itu telah memperoleh kesadarannya kembali. Dengan pandang kosong, ia menebarkan penglihatannya.

   "Giok Cu, bagaimana perasaanmu?"

   Sin Houw bertanya dengan cemas.

   Giok Cu tidak menyahut.

   Dan kembali lagi Sin Houw menegas, Tetapi tetap saja gadis itu membungkam mulut.

   Lauw Tong Seng, Cie Lan dan Ciu San Bin memperoleh kesan aneh, Mereka tidak mengetahui hubungan yang terjadi antara Sin Houw dengan Giok Cu dan Shiu Shiu, Terang sekali Shio Shio dan Giok Cu termasuk anggauta Cio-liang pay tetapi apa sebab saudara-saudaranya telah membunuhnya? Dan apa latar belakang persoalannya sampai Shiu Shiu begitu dekat hatinya kepada Sin Houw? Selagi mereka termenung, terdengarlah suara Sin Houw.

   "Giok Cu, kau ikut kami. Tak dapat kau tinggal disini lagi."

   Sin Houw berkata dengan suara hatinya.

   Kedua kelopak matanya berkaca-kaca.

   Namun masih saja Giok Cu membungkam mulut.

   Baru setelah menarik napas dua-tiga kali, ia memanggut pendek.

   Melihat Giok Cu manggut, tanpa segan-segan lagi Sin Houw menolong Giok Cu berdiri tegak.

   Kemudian ia memondong tubuh Shiu Shiu, sama sekali tak dihiraukannya keadaan hati Ceng It berlima.

   perlahan-lahan ia keluar halaman.

   Giok Cu, Cie Lan, Lauw Tong Seng dan ciu San Bin mengikutinya dari belakang.

   Memang, bukan main panas hati Ceng It bertiga.

   
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Mereka merasa diri tidak lagi dianggap sebagai manusia.

   Mereka dipaksa menyaksikan Ceng Go mati dihadapannya, sudah begitu, kini melihat betapa Sin Houw dan kawan-kawannya membawa pergi jenazah saudara perempuannya tanpa pamit.

   Menurut kata hati ingin mereka melampiaskan rasa mendongkolnya.

   Akan tetapi mereka insyaf, Sin Houw dan Lauw Tong Seng memiliki kepandaian tinggi.

   pihaknya sendiri, sudah kehilangan seorang anggauta keluarga yang tangguh.

   Karena itu dengan menahan diri, mereka membiarkan Sin Houw dan rombongannya meninggalkan rumah tak terusik.

   Setelah berada ditengah jalan, Lauw Tong Seng berkata kepada Ciu San Bin.

   "Aku mempunyai uang perak. Bawalah uang ini kepada pemilik rumah yang kita tumpangi. Kau berikan secukupnya kepadanya, Katakan juga, sebelum pagi hari tiba, hendaklah pindah tempat."

   Lauw Tong Seng menyerahkan uang itu secukupnya kepada San Bin, Muridnya itu menegas.

   "Mengapa dia harus pindah tempat begitu cepat?"

   "Apa kau kira keluarga Cio-liang pay memeluk tangan saja setelah kita pergi? Mereka mendongkol terhadap kita, rasa mendongkolnya pastilah akan di alamatkan kepada pemilik rumah yang kita tempati."

   Sahut Lauw Tong Seng memberi keterangan.

   "Terhadap kita, mereka tak dapat berbuat apa-apa. Tetapi begitu kita pergi meninggalkan dusun ini, mereka segera turun tangan. Dan, karena petani itu memberi tempat menumpang kepada kita, Mereka pasti akan dihabisi!"

   Sekarang barulah Ciu San Bin mengerti, apa sebab pemilik rumah itu harus segera pindah.

   sambil menyampaikan uang pemberian gurunya, ia bergegas menemui pemilik rumah.

   Dan pemilik rumah itu berterima kasih terhadap maksud baik para tamunya.

   Demikianlah, setelah itu mereka meneruskan perjalanan, Disepanjang jalan baik Lauw Tong Seng maupun yang lainnya membungkam mulut, Tatkala sinar matahari mulai merekah diufuk timur, mereka berhenti di sebuah gardu penjagaan yang terletak jauh dari dusun, Gardu penjagaan itu telah keropos dindingnya, tiang-tiangnya nampak tak terpelihara, Maka jelaslah, bahwa gardu penjagaan itu sudah tak digunakan lagi, Didalam gardu penjagaan inilah mereka beristirahat.

   Siu San Bin dan Cie Lan membersihkan daun-daun kering yang bertebaran diatas lantai.

   Kemudian dengan hati-hati Sin Houw meletakkan jenazah Shiu Shiu.

   Mereka lantas merubung jenazah itu dengan prihatin.

   "Kita apakah jenazah nyonya ini?"

   Lauw Tong Seng minta pertimbangan mereka.

   "Apakah akan kita kubur saja disini? Atau akan kita bawa ke kota dahulu untuk dimandikan?"

   Sin Houw tak kuasa menjawab. ia menyiratkan pandang kepada Giok Cu, San Bin dan Cie Lan, Mereka bertigapun membungkam mulut.

   "Umpama kita membawanya pergi ke kota dahulu, rasanya tak mudah."

   Kata Lauw Tong Seng lagi, Pihak pemerintah setempat tentu akan minta keterangan kita sejelas-jelasnya, Barangkali kita bisa lolos dari pertanyaannya, akan tetapi kita akan sibuk memberikan jawaban setiap kepala dusun yang kita lalui.

   Lagipula, dimana kita akan memandikan jenazah nyonya ini? Karena itu lebih baik kita makamkan saja disini."

   "Tidak! ibu tak boleh dimakamkan disini!"

   Bantah Giok Cu.

   "Bukankah ibu menghendaki agar dimakamkan di samping ayah? syukur bisa bersama-sama didalam satu liang kubur."

   "Tetapi dimanakah kuburan ayahmu..?"

   Lauw Tong Seng minta penjelasan. Tak dapat Giok Cu memberi keterangan kepada Lauw Tong Seng, sesungguhnya ia tak mengetahui dimana makam ayahnya, ia lantas melemparkan pandang kepada Sin Houw.

   "Ayahnya dimakamkan di puncak gunung Hoa-san kita."

   Sin Houw memberikan penjelasan.

   "Diatas gunung kita?"

   Lauw Tong Seng berseru heran. Dan Sin Houw menambahkan keterangannya.

   "Ayahnya adalah pendekar besar Gin-coa Long-kun, Dialah yang dahulu terkenal gagah perkasa dan bertabiat aneh.

   "

   Usia Lauw Tong Seng tak jauh selisihnya dengan usia Lim Beng Cin tatkala ia mulai berkelana, kegagahan Gin-coa Longkun seringkali di dengarnya.

   ia menaruh hormat terhadap pendekar besar itu, walaupun tidak selalu menyetujui sepak terjangnya.

   Karena itu pula hormatnya terhadap jenazah Shiu Shiu naik setingkat, Jadi dialah isteri pendekar besar itu? pikirnya didalam hati.

   Dan tiba-tiba saja timbullah semangatnya untuk membuat jasa, setelah termenung sejenak, berkatalah dia kepada Giok Cu.

   "Aku ada usul, Mudah-mudahan kau bisa menerima usulku itu."

   Giok Cu menatap wajah Tong Seng, Usia Tong Seng sebaya dengan paman-pamannya, maka menyahutlah dia.

   "Pastilah usul susiok ada harganya untuk didengar. silahkan, susiok."

   Disebut paman, Lauw Tong Seng memberi keterangan terlebih dahulu, Berkata sambil menunjuk Sin Houw.

   "Usia Sin Houw sebaya denganmu, Meskipun demikian, dia adalah adik-seperguruanku, Karena kau sahabatnya, jangan kau memanggil paman kepadaku -panggil saja aku toako."

   Giok Cu menyiratkan pandang kepada Sin Houw, setelah itu ia berkata.

   "Baiklah, Mulai saat ini, aku akan memanggil toako, Aku berjanji pula akan patuh dan taat kepada semua saran saran toako."

   Lauw Tong Seng tertawa. setelah itu berkata.

   "ibumu ingin dimakamkan bersama ayahmu. Keinginan hati ibumu ini pasti akan kita laksanakan. Kau tak perlu bercemas hati, soalnya sekarang adalah tata pelaksanaannya, Kurasa alangkah sulit."

   "Apa yang menyulitkan?"

   Giok Cu tak sabar.

   "Kita berada di tempat yang jauh terpisah dengan gunung Hoa-san, sekarangpun sedang berkecamuk suatu perjuangan rakyat yang menentukan. Maka sudah dapat dibayangkan, betapa sulit perjalanan kita apabila membawa bawa sesosok mayat. Lagipula puncak gunung yang kita maksudkan amat terjal, licin dan sempit. Mungkin sekali kau belum bisa membayangkan keadaan digunung Hoa san, karena belum pernah kesana. Apakah kau pernah melihat gunung itu?"

   Giok Cu menggelengkan kepalanya, lalu minta ketegasan.

   "Jadi, bagaimana baiknya?"

   Lauw Tong Seng menghela napas. ia mengawasi Giok Cu berdua Sin Houw, lalu berkata.

   "Bila kau setuju, aku mengusulkan agar jenazah ibumu dibakar saja, lalu kita bawa abunya untuk dimakamkan bersama ayahmu."

   Giok Cu dapat diberi pengertian, ia menyetujui usul Lauw Tong Seng walaupun dengan hati pilu.

   Lauw Tong Seng kemudian mengajak Ciu San Bin mencari kayu bakar, Sin Houw dan Cie Lan mencari rurnput-rumput kering, Matahari sudah sepenggalah tatkala mereka mulai menyulut api.

   Dan jenazah Shiu shiu diletakkan hati-hati diatas pancaka.

   ***** HAMPIR mendekati petanghari, pembakaran mayat itu selesai.

   Sin Houw mencari sebuah guci, Apabila api telah padam, ia mengumpulkan abu dan sisa-sisa tulang Shiu Shiu dan dimasukkan kedalam guci itu.

   Kemudian menutupnya rapat-rapat, Dua kali ia berlutut sambil berkata.

   "Subo, tenangkan hatimu? Pasti aku akan memenuhi harapanmu, memakamkan kau disamping atau didalam satu liang kubur suamimu."

   Waktu petanghari tiba, semuanya sudah siap untuk berangkat meneruskan perjalanan. Berkatalah Lauw Tong Seng kepada Sin Houw.

   "Sutee, aku hendak kemarkas Thio susiok. Mereka hendak mengadakan pukulan terakhir terhadap pemerintah penjajah, sebentar lagi gerakan penyerbuan itu bakal terjadi. Dan emas ini merupakan perbekalan yang menentukan dari itu syukur kau telah menyelamatkan, Sekiranya tidak, perjuangan kita akan kandas ditengah jalan ..."

   Mendengar perkataan kakak seperguruannya, Sin Houw tahu kakak seperguruanya menghendaki dia ikut, akan tetapi segera ia memutus dan berkata.

   "Suheng, kurasa lebih baik aku pergi menemui suhu dulu diperbatasan."

   Lauw Tong Seng bersenyum, iapun menyadari pekerti Sin Houw yang halus dan tak mau mengingkari janji kepada guru mereka, Dari itu ia setuju, Mereka kemudian berpisah ditempat itu, dan Lauw Tong Seng meneruskan perjalanan dengan mengajak Cie Lan berdua San Bin.

   "Sin koko, kau rawatlah dirimu."

   Cie Lan berkata selagi berada di dekat Sin Houw. Sin Houw manggut.

   "Kau berjanji?"

   Cie Lan menegaskan. Kembali Sin Houw manggut, dan Cie Lan nampak puas, pandang matanya berseri. Katanya lagi.

   "Kuingin melihat dirimu selalu di dalam keadaan segar." "Akupun mengharapkan agar kau melatih dengan baik."

   Sahut Sin Houw.

   "Tentu, aku pasti sudah menjadi manusia lain, kalau kelak kita bertemu lagi."

   Cie Lan berjanji.

   "Bagus! Aku senang mendengar janjimu, sampaikan salam baktiku kepada subo, Katakan bahwa aku senantiasa teringat kepadanya."

   Cie Lan tersenyum lebar. Matanya bersinar, sahutnya.

   "lbupun seringkali menyebut dirimu. Akh, bila ia mengetahui bahwa kau sudah tumbuh menjadi seorang dewasa, pastilah ibu akan sangat bergirang hati . Nah, Sin koko, Kita berpisah dahu-lu."

   Cie Lan kemudian memutar tubuhnya menyusul Lauw Tong Seng dan Ciu San Bin yang sudah berjalan mendahului mereka mengarah ke barat daya, Beberapa kali Cie Lan menoleh.

   Dan Sin Houw membalasnya dengan lambaian tangannya.

   Pada lambaian tangan yang ketujuh, bayangan mereka bertiga lenyap.

   "Hemm!"

   Tiba-tiba terdengar Giok Cu mendengus.

   "Dari pada selalu melambaikan tangan seperti itu.

   "kan lebih baik menyusul saja!"

   Sin Houw tercengang, inilah ucapan Giok Cu yang tak diduganya sama sekali, sebagai seorang pemuda yang belum berpengalaman, tak dapat ia menebak keadaan hati gadis itu, sebaliknya melihat Sin Houw tergugu, Giok Cu berkata dengan suara menekankan.

   "Kenapa tak kau susul saja? sebenarnya, kaupun harus pergi bersama dia. Dengan begitu, perpisahan ini tidak akan mengharukan hatimu, bukan?"

   Sekarang, barulah Sin Houw tersadar, apa sebab gadis itu tiba-tiba marah padanya, Sama sekali ia tidak mendongkol atau tersinggung. Bahkan ia jadi tertawa geli, Katanya memberi keterangan.

   "Kau belum tahu hubunganku dengan dia, bukan? ibunyalah yang menolongku. sejak itu, aku bergaul dan bermain-main dengan dia."

   Giok Cu membuang pandang, Hatinya kian mendongkol. Tiba-tiba saja ia memungut segenggam batu dan di lontarkan asal jadi ke segala penjuru, sebuah batu menghantam dinding tebing dan hancur, Katanya setengah berseru.

   "Bagus! Jadi kalian berdua sudah bersahabat sejak kanakkanak. Jadi sudah lama bergaul, bukan?"

   Sin Houw mengenal tabiat Giok Cu yang luar biasa, ia membiarkannya saja. justru demikian, Giok Cu semakin panas hatinya, Berkata sengit.

   "Dengan dia kau banyak bicara. Dengan dia, kau sering tertawa, Tetapi aku, kau biarkan saja, Mengapa kau mau membuatku mendongkol selalu?"

   "Kapan? Kapan aku membuatmu mendongkol? Kapan aku membiarkan dirimu."

   Sin Houw tercengang.

   "Dia memang gadis manis. Apalagi sejak kanak-kanak kau sudah bergaul. Sudah menjadi kawan bermain. sebaliknya aku? Aku seorang gadis sebatangkara, tiada ayah-bunda ..."

   Setelah berkata demikian, Giok Cu menangis. Tentu saja hati Sin Houw jadi tidak enak melihat Giok Cu menangis. Ka-tanya mencoba membujuk.

   "Janganlah kau menuruti perasaanmu belaka. Marilah kita berdamai. Bukankah kita berdua akan selalu berjalan bersama-sama?"

   Mendengar ucapan Sin Houw, hati Giok Cu agak terhibur. Tangisnya berhenti dengan tiba-tiba, Dan wajahnya nampak bersemu merah. sahutnya.

   "Apa yang hendak kita damaikan? Kau pergilah menyusul adikmu yang manis itu, Aku seorang anak sebatang kara, Apa perlu kau perhatikan diriku? Biarkan saja aku terombang-ambing dari ujung langit ke ujung langit, Biarkan aku seperti sebuah perahu, tergulunggulung ombak dari laut ke laut."

   Bingung juga Sin Houw menghadapi gadis yang bertabiat luar biasa ini, ia kehilangan akalnya, Tak tahu lagi ia apa yang harus dilakukan.

   ia jadi membungkam mulut.

   Giok Cu menjadi jengkel sekali melihat Sin Houw terteguntegun kehilangan akal, Hatinya panas bukan main.

   Terus saja ia menyambar guci abu ibunya.

   Dan pergi dengan langkah lebar.

   Tentu saja Sin Houw tersentak kaget.

   serunya gugup.

   "Hey, kau mau ke mana?"

   "Apa perdulimu!"

   Sahut Giok Cu sengit.

   Mau tak mau Sin Houw terpaksa menyusul, ia mencoba mengajak berbicara, tetapi gadis itu tetap membungkam mulut, sikapnya sengit dan tak perduli, sampai mereka tiba disebuah kota kecil yang sunyi.

   Karena malam hari telah tiba, Sin Houw mencari sebuah pondokan untuk menginap, Giok Cu membeli seperangkat pakaian laki-laki, ia hendak menyamar sebagai seorang pemuda seperti dahulu.

   Sin Houw tahu gadis itu tak membekal uang cukup.

   Dahulu, ia meninggalkan rumah asal pergi saja, Maka ia memberinya dua keping emas.

   Tetapi Giok Cu menolaknya.

   Katanya.

   "Aku tak butuh uangmu, Kau simpan saja untuk adikmu yang manis. Kau tunggu saja disini, sebentar lagi aku akan menjadi seorang hartawan. percaya atau tidak?"

   Sin Houw tak dapat menebak hati-nya.

   segera ia menutup pintu kamarnya, setelah gadis itu mengundurkan diri.

   Dan baru pada keesokan hatinya ia mengerti makna kata-kata Giok Cu.

   Pagi hari itu, tatkala ia meneruskan perjalanannya kembali, terdengarlah percakapan orang sepanjang jalan, bahwa seorang hartawan dikota itu semalam kebobolan, Sekantong emas dan uang tunai hilang lenyap digondol maling! Sin Houw mengerutkan kening, ia mengerling kepada Giok Cu, Gadis itu sekarang nampak segar cerah.

   ia menyelipkan sebuah kantong di pinggangnya.

   Dan kedua saku celananya terdengar gemercik, Katanya, ia sekarang memiliki cukup uang yang diterimanya dari sang dewa yang semalam turun dari langit.

   Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Maka tahulah Sin Houw, bahwa kawannya berjalan itulah yang semalam menjadi maling, Diam-diam ia mengeluh di dalam hati.

   Gadis itu cerdik dan gagah.

   Akan tetapi tabiatnya memang luar biasa.

   ia merasa diri tak dapat melayani.

   ingin ia berjalan seorang diri, tetapi ia tak sampai hati untuk meninggalkan gadis itu seorang diri, Bukankah gadis itu seorang yatim piatu? Bukankah ia sudah berjanji pula terhadap almarhum ibunya ...? Hari itu tibalah mereka di Kim-hoa, Masih saja Giok Cu membungkam mulut, ia berjalan seenaknya sendiri.

   Kadang-kadang lewat pengempangan sawah, kadang pula menyeberang sungai.

   Malahan dua tiga kali memanjat pohon dan tidur beristirahat diatas dahan.

   Dan Sin Houw terpaksa mengikuti serta menunggu dengan sabar hati, pikirnya dalam hati.

   "Sampai kapankah dia mengumbar adatnya ini? Mudahmudahan aku dikaruniakan Tuhan usus panjang ...!"

   Tatkala matahari condong ke barat - tiba-tiba terlihatlah awan hitam datang berarak-arak.

   udara cepat sekali menjadi hitam kelam, Hujan deras mulai mengancam.

   Angin bergulungan menghantam dinding-dinding gunung, sehingga memantulkan suara beraung.

   Mereka berdua mempercepat langkah, agar dapat mencapai sebuah dusun tak jauh di depannya, tetapi baru saja berjalan lima atau enampuluh langkah, hujan telah turun dengan derasnya.

   Sin Houw tadi membeli payung.

   Dengan demikian ia tak perlu khawatir kehujanan, Sebaliknya, Giok Cu yang sedang mengumbar adat, terus saja berjalan cepat-cepat untuk mencari tempat meneduh, Tetapi sudah sekian lamanya tetap saja tak nampak olehnya sebuah rumah atau apa saja untuk tempat berlindung.

   Tak mengherankan ia jadi basah kuyup.

   Namun ia tak sudi menyerah kalah.

   Masih saja ia berlari-larian ke sana ke mari seperti seekor tikus hendak membebaskan diri dari sebuah kubang air.

   Sin Houw lari mendekati.

   Dengan cepat ia dapat menyusulnya, bahkan melewatinya.

   Kemudian ia menyerahkan payungnya sambil berkata.

   "Pakailah payungku ini!"

   Giok Cu membandel. Tak sudi ia menerima belas kasih siapapun. Dengan mengatupkan bibir, ia menolak payung itu kesamping.

   "Giok-moay!"

   Kata Sin Houw membujuk.

   "Bukankah kita berdua sudah mengangkat saudara? Kita telah bersumpah hendak sehidup semati. sedang dan susah akan kita pikul bersama juga, Kenapa kau bersikap demikian terhadapku?"

   Mendengar perkataan Sin Houw, kekerasan hati Giok Cu luluh, Sahut gadis itu.

   "Baik, Jadi kau tidak senang apabila aku marah kepadamu? Jika begitu, kau harus berjanji kepadaku."

   "Coba, sebutkan."

   Kata Sin Houw.

   "Kau boleh mengikat janji kepadaku dan aku akan selalu menerima dan taat kepada janji yang mengikatku."

   "Benar begitu?"

   Giok Cu mencibirkan bibir.

   "Kalau begitu, dengarkan, Sejak hari ini kau harus berjanji tidak akan bertemu lagi dengan Cie Lan, Bila kau terima syaratku ini, segera aku akan mohon maaf kepadamu,"

   Dan ia tertawa manis-manis sekali.

   Sin Houw tertegun.

   ia merasa diri sulit menerima perjanjian itu, ia merasa berhutang budi terhadap Cie Lan.

   juga terhadap ibunya.

   Kepada mereka berdua ia hendak membalas budinya, Karena itu, tak dapat ia menerima syarat Giok Cu.

   "Memang sudah kuduga, bahwa kau takkan dapat mengabaikan Cie Lan yang manis luar biasa."

   Giok Cu menggerutu Kemudian dengan mendadak, ia lari ke tengah hujan lebat.

   "Hey, Giok Cu!"

   Sin Houw gugup.

   Giok Cu tidak menghiraukan.

   ia lari terus.

   Makin lama makin menggila, syukurlah, pada sebuah tikungan, ia melihat sebuah barak kosong, segera ia berteduh dan bermaksud bersembunyi.

   Akan tetapi Sin Houw dengan tiba-tiba saja sudah berada dibelakangnya.

   Gadis itu dalam keadaan basah kuyup, padahal ia mengenakan pakaian dari bahan tipis.

   Maka bentuk tubuhnya yang ketat padat nampak menggiurkan.

   "Kau memang senang menghina diriku."

   Katanya menggerutu.

   "Menghina bagaimana?"

   Sin Houw heran.

   "Sesudah tidak memperoleh perhatianmu, kau senang sekali aku dalam keadaan begini."

   Secara wajar Sin Houw meruntuhkan pandang kepadanya.

   Dan kulit Giok Cu yang hanya teraling sehelai pakaian tipis, tiba-tiba saja mendebarkan hatinya, ia jadi tahu diri, terus saja ia menanggalkan pakaian rangkapnya dan diselimutkannya.

   Mendadak saja Giok Cu menangis dengan sedih.

   Dan kembali lagi Sin Houw jadi tercengang, Kesalahan apa lagi yang telah diperbuatnya? ia tak tahu bahwa dengan tiba-tiba saja Giok Cu teringat akan cinta kasih ibunya begitu Sin Houw menyelimuti tubuhnya yang basah kuyup dengan kain rangkap yang kering hangat.

   Dan ibunya kini telah tersimpan rapat didalam guci yang di bawanya.

   Sin Houw membiarkan gadis itu menangis sepuasnya.

   Menghadapi gadis yang luar biasa itu, ia harus dapat menahan diri.

   Hanya saja, sampai hujan berhenti, masih saja Giok Cu menangis sedih.

   suatu kali, ia melihat gadis itu mencuri pandang kearahnya, Aneh, begitu beradu pandang, tangisnya makin menjadi-jadi.

   "Baiklah,"

   Pikir Sin Houw didalam hati.

   "Aku ingin tahu sampai kapan kau betah menangis. Apakah air matamu melebihi lautan Atlantik? Hm, benar benar aku ingin tahu!"

   Tentu saja Giok Cu tak mengetahui apa yang terpikir didalam hati pemuda itu.

   ia terus menangis dan menangis sampai tiba-tiba terdengar suara langkah terantuk-antuk batu mendekati barak.

   Dan lama kemudian, nampak seorang lakilaki memayang seorang perempuan.

   Nampaknya perempuan itu menderita sakit, ia merintih dan mengerang.

   Laki-laki itu iba kepadanya.

   ia mencoba meringankan penderitaannya dengan kata-kata bujukan.

   Dan oleh munculnya mereka berdua, Giok Cu berhenti menangis.

   Tak sengaja, ia memperhatikan gerak-geriknya, Juga Sin Houw tak terkecuali.

   Dan tiba-tiba saja timbullah suatu pikiran didalam benaknya.

   Tak lama kemudian, sepasang suami isteri itu meneruskan perjalanannya dengan tertatih-tatih, sebentar Giok Cu mengikuti dengan pandang matanya.

   Lalu bersiap-siap hendak meneruskan perjalanannya pula, selagi hendak meninggalkan pintu keluar, tiba-tiba ia mendengar Sin Houw memekik tertahan.

   "Aduh ... aduuuuh!"

   Kaget ia memutar tubuh.

   Dan pada saat itu ia melihat Sin Houw meliuk-liuk menahan sakit.

   Kedua tangannya menekan perut dan mengaduh terus-menerus oleh rasa kaget, Giok Cu melompat dengan membawa gucinya, Kemudian diletakkan diatas tanah sambil berseru gugup.

   "Kenapa?"

   Sin Houw tak menjawab. ia rebah terduduk diatas tanah, Keringan dingin membasahi seluruh tubuhnya.

   "Kenapa? Sakit perut?"

   Giok Cu menegas.

   Tetap saja Sin Houw tak menyahut.

   ia meringis kesakitan dan terus merintih .

   Tetapi didalam hatinya ia berkata - "sekali bermain sandiwara, tak boleh kepalang tanggung...

   memperoleh keputusan itu, ia menahan napas.

   sebagai seorang pemuda berilmu tinggi ia dapat mengatur napasnya sesuka hatinya.

   Dan begitu napasnya tertahan, sekujur badannya dingin dengan mendadak.

   "Sebenarnya kau kenapa?"

   Giok Cu gugup tak keruan.

   Kali ini hatinya benar benar sibuk.

   ia meraba pergelangan tangan Sin Houw, Dingin! Dan ia lantas menangis kebingungan.

   Maklumlah, selamanya belum pernah ia merawat orang sakit.

   Bahkan ibunyalah yang selalu merawat dirinya bila sakit, Karena itu cepat sekali ia kehilangan akal.

   Sin Houw benar-benar tak mau kepalang tanggung, Dengan tersekat-sekat ia berkata.

   "Giok-moay, agaknya sakitku ini tak dapat disembuhkan lagi, Kau berangkatlah seorang diri, jangan perdulikan aku..."

   "Tapi, kenapa? Kenapa kau mendadak sakit? Kenapa?"

   Giok Cu setengah menjerit.

   "Giok-moay, sebenarnya aku mempunyai penyakit turunan."

   Sahut Sin Houw dengan suara lemah.

   "Setiap kali aku menjadi sedih atau merasa mendongkol penyakit itu kambuh, sekarang hatiku pepat, sedih dan mendongkol. perutku lantas sa ... aduh!"

   Benar-benar Giok Cu kebingungan.

   Lupa dia kepada adat zaman itu, terus saja ia merangkul, Kemudian mengurutngurut dada dan perut Sin Houw.

   Sin Houw jadi kegelian sendiri, ia malu dan kikuk kena dipeluk seorang gadis.

   Apalagi kena peluk seorang gadis basah kuyup yang membuat bentuk badannya jadi jelas dan bergairah.

   "Sin koko! Tak boleh kau mati ... Memang akulah yang membuat hatimu sedih, mendongkol dan..."

   Giok Cu meratap.

   "Memang aku seorang gadis tak tahu diri, seorang gadis sebatang kara yang berkepala batu, Koko, aku berjanji tidak akan membuatmu sedih dan mendongkol lagi."

   Mau tak mau Sin Houw tertawa di dalam hati, ia berhasil dalam peranannya, Berkata didalam hati.

   "Aku kini kena peluknya, Kalau sandiwaraku bubar tengah jalan, aku bakal dikecam sebagai seorang pemuda kurang sopan ..."

   Dan ia terus merintih-rintih panjang dan pendek. Kemudian ia mengeluh mengambil hati.

   "Tak dapat aku hidup lebih lama -Giok-moay ...kalau aku sampai mati... jangan kau bakar diriku, Aku, takut panas. Karena itu kubur saja dengan wajah tengkurup, Lalu ... carilah .. suhengku dan kabarkan tentang nasibku .. yang buruk ini aduuuuh!"

   "Tidak! Tak boleh kau mati!"

   Giok Cu menangis.

   "Sebenarnya aku hanya berbohong dan bermain sandiwara kepadamu. Aku tidak marah kepadamu. Yang kuharapkan, agar kau menaruh perhatian kepadaku. Koko... aku sayang padamu... jika kau mati, akupun akan bunuh diri dan mati didampingmu..."

   Hati Sin Houw tergetar. Gadis itu berkata dengan sungguhsunggun diantara tetesan air mata, Mustahil dia sedang bersandiwara seperti dirinya. Maka ia berpikir didalam hati.

   "Akh, aku tidak sangka bahwa dia menyintai aku."

   Dan aneh memperoleh pikiran demikian, mendadak saja hatinya terselimut perasaan syukur dan bahagia.

   ia lantas jadi bimbang.

   Apakah ia harus bersandiwara terus? Dalam pada itu rangkulan Giok Cu terasa makin erat, Gadis itu sedih dan cemas bukan kepalang.

   ia mengira Sin Houw benar-benar tak tertolong lagi.

   ia mengeluh sedih.

   
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Koko ... jangan tinggalkan aku. Kau tak boleh mati, atau matilah bersamaku !"

   Hati Sin Houw benar-benar tergoncang, Tiba-tiba saja berkelebatlah bayangan Hong Kiauw dan Cie Lan.

   Kemudian ayah-bunda, kakak tertua dan saudara perempuannya, seketika itu juga teringatlah dia kepada darma yang harus dilakukan.

   Oleh pikiran itu, ia jadi malu -kepada dirinya sendiri.

   Terus saja ia menguraikan rangkulan Giok Cu.

   Kemudian berkata.

   "Giok Cu. Kau mengaku hanya bermain sandiwara terhadapku dengan berpura-pura marah, Akupun sebenarnya sedang bersandiwara pula terhadapmu. Maafkan aku."

   Setelah berkata demikian ia tertawa terbahak-bahak untuk meyakinkan gadis itu.

   Tentu saja, pengakuan itu membuat hati Giok Cu kaget dan malu bukan main, ia tercengang sejenak.

   Tiba-tiba ia melayangkan tangannya menampar telinga Sin Houw, Kemudian melompat bangun dan lari dengan membawa guci abu.

   Telinga Sin Houw terasa pengang, Tamparan itu benarbenar tak terduga olehnya, Lagipula terlalu dekat, sebagai seorang pendekar yang memiliki kepandaian tinggi, sebenarnya dapat ia mengelak atau menangkis.

   Tapi ia tidak sampai hati membuat gadis itu kecewa.

   Maka ia membiarkan dirinya di tampar, Hanya saja tak pernah mengira, bahwa tamparan Giok Cu terlalu keras.

   itulah suatu tanda, bahwa gadis itu benar-benar marah.

   "Akh, aku benar-benar semberono. Kalau kali ini ia marah benar-benar... itulah akibat kesalahanku sendiri."

   Ia mengaku didalam hati, cepat ia melompat bangun dan terus mengejar, Dengan ilmu ringan tubuhnya yang sempurna, ia tak mengalami kesukaran sedikitpun untuk menyusul, sebentar saja ia sudah berada satu langkah dibelakang gadis itu.

   "Giok Cu, maafkan aku!"

   Katanya berulangkali.

   Tetapi Giok Cu tak sudi mendengarkan.

   Hatinya malu, menyesal dan...

   marah.

   ia merasa benar-benar dipermainkan, sebagai seorang gadis adalah tabu apabila membuka rahasia hatinya begitu jelas dihadapan seorang pemuda yang justru menjadi tambatan hatinya.

   Tetapi setelah lari mengumbar adat selintasan lamanya, mendadak saja kekerasan hatinya jadi lemah dengan tak di kehendakinya sendiri, ia menoleh dan melihat pipi dan telinga Sin Houw merah akibat tamparannya, Makin ia menjadi perasa, Dan terjadilah suatu pergumulan hebat antara penyerahan dan keangkuhannya.

   Akhirnya meletuslah perbendaharaan hatinya.

   "Kau menjemukan sekali ..."

   Girang hati Sin Houw mendengar kata-kata Giok Cu. Alangkah manis dan sedapnya, Semanis dan sesedap tetesan madu, Bukankah kata-kata itu sendiri berarti suatu uluran perdamaian, Maka sahutnya.

   "Giok Cu, aku memang keterlaluan, Maafkan aku ..."

   "Kalau sudah kumaafkan, lalu bagaimana?"

   Giok Cu merengut.

   "Aku senang!"

   Giok Cu menundukkan kepalanya.

   ia memperlambat larinya.

   Akhirnya berjalan dengan langkah terantuk-antuk, Dan menjelang magrib mereka tiba di sebuah desa yang berada tak jauh didepannya.

   Mereka berdua mencari rumah makan dan didalam rumah makan itu, barulah mereka dapat duduk berjajar dengan perasaan damai.

   Dengan berdiam diri mereka saling pandang, Giok Cu masih agak basah pakaiannya, sedang Sin Houw tersenyum simpul.

   "Hey, mengapa kau mengumbar mulut?"

   Tegur Giok Cu.

   "Apa yang kau gelikan?"

   "Perutku."

   Sahut Sin Houw seenaknya.

   "Kenapa perutmu? sakit lagi?"

   Dan gadis itu nampak sengit.

   "Bukan, Lapar! Yang sakit adalah pipiku."

   Giok Cu tertawa, Tawa manis sekali.

   Sin Houw pun tertawa.

   Akhirnya mereka tertawa berbareng, Dan pada detik itu pula, hati mereka benar-benar berdamai.

   Mereka lantas bercakap-cakap sambil makan dan minum.

   Malam hari itu mereka menginap di rumah seorang penduduk desa, Puas hati Giok Cu, karena Sin Houw ternyata seorang pemuda yang sopan.

   Sama sekali ia tak menggoda atau mencoba membawa pembicaraan kearah tertentu.

   Bahkan ketika rasa kantuk tiba, ia tidur menggeletak diluar gubuk, diatas seonggok jerami kering.

   Keesakan harinya, mereka mandi disebuah sungai yang jernih airnya.

   setelah ganti pakaian, berkatalah Sin Houw.

   "Giok Cu. Kurasa tugas kita yang terpenting adalah mengantarkan abu ibumu mendaki gunung Hoa-san, Bagaimana pendapatmu?"

   "Benar."

   Giok Cu membenarkan."Tetapi bagaimana sebenarnya atau asal mulanya kau dapat menemukan makam ayah."

   "Nanti kuberitahukan sambil meneruskan perjalanan."

   Sahut Sin Houw.

   Mereka mengisi perut dahulu.

   Kemudian meneruskan mengarah ke barat dan sambil berjalan, Sin Houw menceritakan pengalamannya tatkala mula-mula menemukan goa Gin-coa Long-kun yang bersembunyi diatas puncak gunung Hoa-san.

   Bagaimana ia memperoleh kitab dan peta warisan yang akhirnya dapat dipergunakan untuk menghancurkan ilmu kebanggaan keluarga Cio-liang pay.

   Giok Cu girang berbareng berduka, ia girang karena ayahnya ternyata seorang "tay-hiap"

   Atau pendekar besar yang pantas dikagumi.

   sebaliknya ia berduka mengenangkan nasib ibunya yang malang.

   Mengapa ibunya dilahirkan hanya untuk menderita? Mengapa di dunia ini seolah-olah tiada kedamaian? Masing masing membawa persoalannya sendiri yang penuh duka-cita.

   Dan terasa sekali dalam hati manusia betapa sempit dan terlalu pendek masa damai yang dapat terteguk oleh insan yang benar-benar merindukan.

   Kemudian Giok Cu berkata kepada Sin Houw.

   "Sebenarnya bagaimana sih rupanya peta itu? Bolehkah aku melihatnya?" "Kenapa tidak? ini adalah warisan ayahmu. sebenarnya harus kuserahkan kepadamu."

   Sahut Sin Houw, Dan ia menyerahkan peta itu.

   Giok Cu menerima dengan tangan gemetar, ia berdiam diri merenungi dan mempelajari.

   Hatinya berduka berbareng girang, ia mencoba mengalihkan peta itu kedalam ingatannya, Tentu saja ia membutuhkan waktu berhari-hari lamanya dan pada suatu hari, tiba-tiba ia berkata.

   "Sin koko, Lebih baik kita undur dahulu perjalanan kita mendaki gunung Hoa-san, Kurasa harta warisan ini sangat penting,"

   Sin Houw heran.

   "Penting bagaimana?"

   Tanyanya.

   "Bukankah peta ini menyebutkan tentang harta warisan? Kata ayah, barang siapa memperoleh harta ini, diwajibkan menyerahkan uang sebesar seratus ribu tail, Kalau begitu, jumlah harta warisan ini pasti luar biasa banyaknya, Barangkali kita mampu membeli sebuah pulau."

   Sin Houw menghela napas. Diam-diam ia membenarkan perkataan Giok Cu, bahwa harta warisan itu tak ternilai harganya. Katanya perlahan.

   "Akan tetapi, mengantarkan abu ibumu adalah suatu tugas mulia dan juga penting, Lagipula sebenarnya aku mempunyai kewajiban mencari saudara saudaraku yang hilang."

   "Saudara-saudaramu?"

   Giok Cu menegas.

   Sin Houw mengangguk.

   Kemudian ia menceritakan riwayat hidupnya sejak kanak-kanak sampai berguru kepada Bok Jin Ceng, Dan mendengar riwayat hidup Sin Houw, gadis itu jadi terharu.

   Akan tetapi atas saran Giok Cu, akhirnya Sin Houw menyetujui untuk lebih dahulu mereka mencari harta warisan itu yang akan mereka sumbangkan bagi kepentingan perjuangan rakyat, setelah itu baru mereka mengantarkan abu jenazah ke puncak gunung Hoa-san.

   Sin Houw kemudian mengajak Giok Cu, untuk mereka sama-sama mempelajari peta peninggalan Gin-coa Long-kun.

   Ditengah-tengah peta itu terdapat bundaran merah.

   Disampingnya tertera kalimat kata "KUNCI", Dan ditengahnya, atau didalam lingkaran itu terdapat sederet kata-kata "ISTANA GAK HUI".

   "Menurut keterangan yang terdapat pada peta warisan itu, dikatakan bahwa harta besar itu disimpan didalam tanah pada sebuah kamar yang terpencil dipekarangan istana Gak Hui, dan setahuku istana itu dahulu berada di kota Lam-khia, Asal kita dapat mencari istana itu, tentu kita akan mendapatkan sesuatu pengalaman lain."

   Kata Sin Houw selagi melipat lagi peta itu.

   Setelah memperoleh kata sepakat, keduanya kemudian merubah arah tujuan perjalanan mereka, Akan tetapi di sepanjang perjalanan itu mereka tidak lagi pernah membicarakan urusan harta warisan, karena mereka menyadari bahwa kalau pembicaraan mereka dapat didengar oleh lain orang, akan dapat menimbulkan kerepotan bagi mereka.

   Pada jaman dahulu, kota Lan-khia merupakan sebuah kota besar yang ramai dan banyak penduduknya.

   Akan tetapi kini kota itu merupakan sebuah kota tua yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah penjajah, Bangunan rumah dan lain sebagainya kebanyakan masih merupakan bangunan tua yang kurang di rawat maupun dipugar.

   Sin Houw berdua Giok Cu menginap disebuah rumah penginapan yang dinding bangunannya sudah banyak yang cacat dan kotor.

   walaupun demikian, banyak juga pengunjungnya mungkin sekali rumah penginapan itu merupakan satu-satunya rumah penginapan yang dianggap masih cukup baik dan besar bangunannya.

   Sin Houw berdua Giok Cu tidak mengetahui dimana tepatnya bekas istana Gak Hui itu, sehingga mereka sengaja bergaul dengan para tamu lain maupun dengan para pelayan.

   Mereka mencoba minta keterangan tentang bekas istana yang mereka cari, tetapi diluar dugaan mereka ternyata orang-orang yang mereka tanyakan tidak pernah mengetahui tentang istana yang dimaksud.

   "lstana? Dimanakah ada sebuah istana disini?"

   Sahut seorang pelayan heran.

   "Akh, sejak dilahirkan belum pernah aku melihat istana itu disini."

   "Kau bohong!"

   Giok Cu habis sabar.

   "Barangkali di sekitar kota ini..."

   "Kalau tak percaya, silahkan cari sendiri!"

   Sahut pelayan itu.

   Giok Cu yang berwatak berangasan, hampir saja menampar pelayan itu, Kata katanya dianggapnya menghinanya.

   Untung, Sin Houw kenal watak kawan seperjalanannya itu, segera ia mengajaknya berjalan-jalan keluar penginapan mencari keterangan ditempat lain.

   Tetapi sampai pada hari ke lima, usaha mereka tetap tak berhasil.

   Kota tua itu memang tak memiliki sebuah istana, oleh kekesalan hati, mereka berjalan-jalan sejadi-jadinya.

   Kini mereka mendaki sebuah bukit untuk melihat matahari tenggelam di barat.

   Namun di dorong oleh rasa kesal, keindahan alam dipetang hari itu sama sekali tak merasuk didalam perbendaharaan hati.

   Tiba-tiba Sin Houw yang memiliki telinga tajam, mendengar sesuatu yang mencurigakan.

   Cepat-cepat ia memberi kisikan kepada Giok Cu.

   "Bersembunyi!"

   Giok Cu percaya benar kepada kawan seperjalanannya itu, Terus saja ia melompat mengikuti dan bersembunyi ditengah pekuburan.

   Dan tak lama kemudian terdengarlah suara langkah dari dua penjuru yang datang hampir berbareng, Belasan orang jumlahnya dan mereka semua menyandang senjata tajam.

   Waktu itu matahari telah tenggelam, sehingga mereka nampak bagaikan bayangan yang tiba berduyun-duyun.

   Selagi mereka datang saling mendekati, terdengarlah tepuk tangan sandi dua kali berturut-turut dari arah barat dan timur.

   Mereka lantas bergabung menjadi satu, kemudian duduk di atas tanah dengan membungkam mulut.

   Jarak antara mereka dan Sin Houw berdua, kira-kira duapuluh langkah.

   Dan karena pendengaran Giok Cu tidak setajam Sin Houw, ia bergerak maju mendekati.

   "Tunggu!"

   Cegah Sin Houw seraya menarik bajunya.

   "Kenapa?"

   Tanya Giok Cu tak senang hati.

   Sin Houw memberikan aba-aba dengan menempatkan jari tangan di bibirnya.

   Tak lama kemudian, terdengarlah gelombang angin memukul daun-daun pohon.

   Rumput diatas pekuburan nampak seolah-olah bergerak.

   Berbareng dengan adanya suara itu Sin Houw menyambar lengan Giok Cu.

   Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dan dibawa berlompat kearah sebuah batu nisan bertembok keliling, Mereka bersembunyi dibaliknya.

   Dan pada saat itu nampaklah sesosok bayangan yang tiba-tiba saja sudah berada di depan rombongan.

   segera mereka berdua menajamkan penglihatan dan pendengaran.

   Didalam hati Giok Cu kagum terhadap kegesitan Sin Houw, Hebat tenaganya dan cepat mengambil keputusan.

   Sementara itu mereka mendengar suara seseorang yang bersuara parau.

   "Saudara-saudara sekalian. Dari jauh kalian datang, pastilah kalian tidak hanya mengorbankan harta dan juga waktu, bahkan tenaga."

   Seseorang yang lain menyahut.

   "Guruku sedang sakit, Hampir satu bulan beliau berada diatas ranjangnya, Untuk memenuhi undangan kalian, beliau mengirimkan susiok Lie Kong seng pemimpin kami, Lie susiok mendapat perintah dari Hoa suhu, untuk mematuhi segala perintah The Cuncu."

   "Gurumu, Hoa Seng Kok benar-benar memperhatikan kesulitanku, Perkenankan aku menghaturkan terima kasih tak terhingga kepadanya."

   Kata orang yang bersuara parau.

   Dialah yang disebut The Cuncu, Nama lengkapnya The Sie Ban.

   Sin Houw tak dapat melihat wajah orang itu dengan jelas, Akan tetapi, potongan tubuhnya tinggi ramping, dan gerakgeriknya nampak gesit, pastilah dia seorang yang memiliki kepandaian berarti.

   Dan The Sie Ban terdengar berkata lebih lanjut.

   "Saudara Lie Kong seng terkenal dengan ilmu pedangnya, yang telah menggetarkan wilayan selatan. Kau sudi datang membantuku, Karena itu, usaha kita pasti akan berhasil. saudara Lie, hatiku benar-benar lega melihat kehadiranmu."

   "Akh, janganlah Cuncu terlalu memuji."

   Terdengar seseorang menyahut, ia bertubuh kasar.

   "Kami, anggauta Hay-see pay terlatih hidup sederhana sejak dahulu, sekarang kami mencoba-coba diri untuk membantu kesulitan The cuncu, Tapi yang kukhawatirkan, jangan-jangan kami semua tak becus menyelesaikan kesulitan cuncu."

   Tergetar hati Sin Houw mendengar orang itu menyebutnyebut Hay-see pay.

   Dahulu, semasa hidup dengan ayah bundanya, bukankah anggauta Hay-see pay juga ikut mengganggu kedamaian keluarganya? sekarang orang itu dan rombongannya datang dari jauh, maka pastilah persoalan The Sie Ban merupakan suatu masalah maha penting dan maha besar.

   Oleh pikiran itu, segera ia menajamkan pendengarannya agar dapat mengikuti pembicaraan mereka dengan jelas.

   Tetapi ternyata mereka berbicara dengan kata-kata basabasi belaka, Mereka saling segan dan berhati-hati dan pada saat itu terdengarlah suara tepukan tangan yang datang dari arah utara, kemudian muncullah rombongan ke tiga yang datang saling menyusul.

   Tak lama lagi muncul dua rombongan pula.

   Dan melihat kedatangan kedua rombongan itu, mereka berdiri menghormat serta menyebut-nyebut golongan Siauwlim, Kun-lun dan Hoa-san pay, sedang rombongan ketiga adalah para anggauta gerombolan yang bermukim disekitar gunung Hing-san.

   Tak lama kemudian masing-masing pemimpin rombongan saling memperkenalkan diri.

   Lie Kong Seng memimpin rombongan dari Hay-see pay, Thia Bu Bok dari Kun-lun pay, sedangkan rombongan dari gunung Hing-san dipimpin oleh Nio Cun Swie.

   Mendengar nama-nama mereka, Sin Houw jadi semakin heran.

   Bukankah mereka adalah orang-orang yang kenamaan? Gurunya seringkali menyebut nama-nama mereka.

   Masing-masing memiliki kepandaian tinggi dan keistimewaannya, sehingga mereka bersikap angkuh dan tak sudi saling mengenal.

   Tetapi apa sebab tiba-tiba pada petanghari itu, mereka berkumpul dan nampak bersatu padu untuk membantu memecahkan kesulitan The Sie Ban yang mereka panggul cuncu? The Sie Ban bersikap mengambil hati terhadap mereka semua.

   Tiada hentinya ia menyatakan rasa terima kasih dengan membungkuk hormat.

   Maka jelaslah sudah, bahwa kedatangan mereka adalah atas undangannya.

   Diam-diam Giok Cu heran pula menyaksikan kehadiran mereka.

   sebagai se orang yang biasa hidup berkelana untuk mencari mangsa, tahulah dia siapa mereka .

   Meskipun belum pernah melihat orangnya, tetapi ia mengenal nama mereka sebagai orang-orang ternama.

   Kepandaian mereka pasti tinggi dan tak boleh diremehkan, sadar akan hal itu, tak berani ia bergerak.

   sedikit saja menimbulkan kecurigaan mereka, akan berakibat runyam.

   Sementara itu terdengar Thia Bu Bok dari Kun-lun pay berkata.

   "Saudara The, kami datang atas nama ikrar setia kawan.

   Beberapa hari lagi, kawan-kawan dari Kong-tong pay, dan beberapa rombongan lainnya, akan datang menyusul.

   Bahkan beberapa saudara dari Hoa-san pay akan datang juga."

   "Hoa-san pay? siapa yang bakal datang?"

   Seru The Sie Ban.

   "Akh, bagus sekali! Murid siapakah mereka?"

   Sin Houw terkejut, berkata dalam hati dengan perasaan heran.

   "Siapakah mereka? Kenapa Hoa-san pay ikut pula didalam persekutuan ini?"

   Terdengar jawaban Thia Bu Bok.

   "Mereka adalah yang dipimpin oleh Nie Sun Kiong dan Sie Liu Hwa, Kabarnya mereka berdua adalah murid pendekar Pui Tong Kim."

   "Apakah Thia hiantee bersahabat dengan mereka berdua?"

   Nio Cun Swie ikut bicara.

   "Bersahabat sih tidak."

   Jawab Thia Bu Bok.

   "Yang jelas, mereka datang atas undangan The Cuncu, Dengan demikian, mereka merasa diri ikut serta memperkokoh ikrar setia kawan yang menjadi sendi dan cita-cita kita bersama, Bukankah begitu?"

   "Benar!"

   Kata Nio Cun Swie.

   "Kakak seperguruannya yang bernama Kiang Yan Bu adalah sahabat karibku. Dialah murid pendekar Pui Tong Kim yang tertua. Kabarnya, diapun ikut serta."

   "Kiang Yan Bu?"

   Seru Lie Kong Seng.

   "Bukankah dia seorang ahli pedang yang tiada tandingnya? Kabarnya, dia pernah mengalahkan tujuh pendekar pedang dari wilayah barat." "Benar, Memang dialah."

   The Sie Ban meyakinkan. Mendengar serangkaian tanya jawab itu, hati Sin Houw menjadi lega, Rasa tegangnya menurun. pikirnya didalam hati.

   "Akh, aliranku ikut serta didalam persekutuan ini. Kalau begitu, mereka adalah orang-orang yang bertujuan mulia. sebaiknya akupun membantu mereka dengan diam-diam, sebenarnya, kesulitan apakah yang diderita oleh The Sie Ban sampai mendatangkan bantuan begini banyak ?"

   Pada saat itu terdengarlah suara The Sie Ban.

   "Cuwie hiantee, kakakku dahulu meninggal dengan hati penasaran, sepuluh tahun lamanya aku berkelana hendak menuntut balas, Tetapi orang yang membunuh kakakku itu lenyap tiada kabarnya, seakan-akan iblis. Tetapi oleh ketekunanku akhirnya Tuhan membuka mata dan telingaku. Beberapa hari yang lalu, aku mendapat kisikan dua sahabatku, Ang Siu Tim dan Nie Seng Kok, mereka berdua menyebut seorang bajingan bernama Sim Pek Eng. Pernahkah cuwie mendengar nama itu? Dia seorang bajingan berkepandaian tinggi. Karena merasa diri tak ungkulan melawan kepandaiannya, terpaksalah aku meminta bantuan cuwie sekalian, Tolonglah! Rasanya, tak layak aku disebut manusia hidup manakala tak dapat menuntut balas dendam arwah kakakku."

   "Siapakah Sim Pek Eng itu?"

   Terdengar suara berbareng minta keterangan.

   "Dialah seorang bajingan yang memimpin laskar perjuangan, Tadinya kukira ia seorang pendekar bangsa yang berhati mulia, Tak tahunya, dialah seorang bajingan yang mengotori azas tujuan kita bersama."

   Jawab The Sie Ban dengan suara berkobar-kobar. Dan dengan tiba-tiba ia menghunus pedangnya, Dan dihantamkan pada sebuah nisan, untuk menyatakan betapa besar rasa dendamnya.

   "Tunggu dulu!"

   Thia Bu Bok berseru sambil mengangkat tangannya.

   "Meskipun aku bermukim jauh didaerah barat, akan tetapi sepak terjang pendekar Sim Pek Eng kudengar jelas. Dia seorang pejuang sejak masa mudanya, Benarkah dia pembunuh kakakmu? Dari manakah rekan Ang Siu Tim dan Nie Seng Kok memperoleh keterangan tentang tindak jahatnya ?"

   Mendengar kesangsian Thia Bu Bok, maka The Sie Ban segera menjawab.

   "Kedua sahabatku itu tidak hanya mendengar, tetapi menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Merekapun mempunyai bukti-buktinya, sehingga keterangannya tidak meragukan, Thia hiantee, percayalah! Aku kenal rekan Ang Siu Tim dan Nie Seng Kok, mereka bukan manusia yang senang menfitnah. Apalagi mereka tahu, bahwa si bajingan Sim Pek Eng adalah salah seorang pejuang bangsa yang dahulu pernah kukagumi pula."

   Thia Bu.Bok nampak berbimbang-bimbang, setelah menimbang sebentar, ia berkata.

   "Baiklah, Mungkin kau mempunyai ulasan yang berdasar, Tetapi Sim Pek Eng adalah seorang pejuang yang termashur namanya, Sejak dahulu, dia bertempat tinggal di kota ini, pastilah pengaruhnya sangat besar dan sudah berakar dalam hati penduduk setempat. sekarang kita berada didalam wilayahnya dan justru bertujuan hendak membunuhnya. Aku harap saja kalian berhati hati dan waspada." "Memang, kita harus hati-hati."

   Sahut The Sie Ban.

   "Pengaruhnya sangat besar dan berurat-akar disini, itulah sebabnya, aku merasa diri tak berdaya menghadapinya. Maka kuundang kalian untuk membantu kesulitanku ini. Kebetulan sekali, besok pagi adalah hari ulang tahunku, ingin aku merayakan hari ulang tahunku itu dikediamanku yang berada di batas kota."

   "Hey, sejak kapan toako membeli rumah di sini?"

   Potong Nio Cun Swie heran.

   "Benar, Tempat tinggalku sebenarnya bukan di kota ini, tetapi secara kebetulan aku tertarik untuk membeli rumah itu yang letaknya berada di tepi hutan diatas ketinggian kaki bukit dan rumah kuno semacam benteng yang benar-benar menarik perhatian, Dan apa sebab aku membeli rumah itu, pastilah mudah diterka, itulah sehubungan dengan tujuan balas dendamku untuk memudahkan pelaksanaannya."

   Jawab The Sie Ban, ia berhenti sebentar mencari kesan , kemudian meneruskan.

   "Nah, dengan ini kuundang kalian semua menghadiri pesta ulang tahunku, Dan kuharap pula malam ini kalian bermalam dikediamanku yang baru itu, Bagaimana, apakah kalian sudi memenuhi harapanku?"

   Itulah suatu undangan yang menggembirakan.

   Mereka datang dari jauh, Kecuali sudah kehilangan tenaga, ingin pula menikmati makan-minum yang lezat sekedar pelibur hati, Karena itu tak segan-segan mereka menerima undangan The Sie Ban dengan segera.

   Kata Nio Cun Swie.

   "Bagus, Memang kami bangsa tukang makan. pastilah The toako tidak akan melupakan menyediakan sekedar minuman keras untuk pelicin tenggorokan, bukan...? Hanya saja, kita berjumlah cukup banyak, sedang kita berada di daerah lawan. Apakah dengan kedatangan kita beramai-ramai tidak menimbulkan kecurigaan anak buah Sim Pek Eng?"

   "Benar, Hal itu sudah kupikirkan jauh-jauh sebelumnya."

   Sahut The Sie Ban.

   "Karena itu, sebaiknya kita menggunakan tanda-tanda sandi untuk mengenal lawan dan kawan, kita mengadakan gerakan tangan dengan tiga jari, Begitu masuk kedalam gerbang rumahku, hendaklah kalian mengucapkan kata-kata "masa bakti". Dan anak-anak buah kami akan menjawab.

   "apakah bukan masa pembajakan?"

   Saran itu segera memperoleh persetujuan.

   Kemudian mereka memutuskan pula untuk menebarkan mata-mata dengan tujuan menyelidiki keadaan keluarga Sim Pek Eng.

   Dan pertemuan rahasia itu ber akhir sampai jauh malam.

   Giok Cu jadi lega hati, sekian jam lamanya ia menahan diri, Dan kini dapatlah ia bebas bergerak kembali, meskipun kedua kakinya terasa kejang, sambil duduk menghempaskan diri diatas bahu Sin Houw, ia berkata.

   "Besok bakal ada keramaian. Apakah kita akan menonton?"

   "Boleh, asal kau harus mendengarkan setiap kataku."

   Sahut Sin Houwt "Sama sekali kau kularang menimbulkan gara-gara."

   "Memangnya aku seorang yang biasa membikin garagara?"

   Giok Cu menggerutu.

   Sin Houw tertawa.

   Tak berani membuat komentar lagi, Dengan pandang berseri-seri ia membawa Giok Cu pulang ke tempat penginapan.

   Waktu itu, malam sudah terlalu larut.

   jangan lagi seorang penjual makanan, anjingpun agaknya malas muncul di jalan raya.

   ***** PADA ESOK harinya, mereka berusaha kembali untuk menemukan bekas istana Gak Hui, seperti beberapa hari yang lalu, usaha itu sia-sia belaka.

   Giok Cu jadi uring-uringan, ia kini mengutuki seluruh penduduk setempat sebagai manusia melarat dan tidak berkebudayaan sama sekali.

   Tapi apabila teringat kepada pertemuan rahasia semalam, rasa gairahnya membersit dalam hati, Tiba-tiba saja ia nampak gembira dan kehilangan kesabaran.

   "Sin-ko, apakah kita nanti menyamar sebagai tamu yang diundang?"

   Tanya Giok Cu menegas.

   "Benar, Apakah kau berani menghadapi mereka?"

   Sin Houw menguji.

   "Kenapa tidak? untukmu aku bersedia mengorbankan jiwaku. Bukankah kau berbakti pula terhadap ayah-bundaku?"

   Terharu Sin Houw mendengar jawaban Giok Cu.

   itulah suatu jawaban yang membersit dari ketulusan hatinya, Terus saja ia menyambar tangannya dan dibawanya berjalan menyusur pengempangan sawah.

   Anehnya, gadis yang galak itu, jadi penurut pula, justru demikian, hati pemuda itu bergetar lembut oleh rasa bahagia yang tak terlukiskan.

   Petanghari itu tiba dengan diam-diam, setelah mengenakan pakaian bersih, mereka berangkat meninggalkan rumah penginapan.

   Giok Cu mengenakan pakaian laki-laki berwarna biru muda.

   Dan ia berubah menjadi seorang pemuda yang cakap luar biasa.

   Dengan langkah tenang, mereka mendekati gerbang kediaman The Sie Ban, segera mereka mengangkat tangan dengan memperlihatkan tiga jarinya, kemudian membisikkan kata-kata sandi seperti semalam mereka janjikan.

   Dan segera mereka dipersilahkan dengan rasa hormat oleh para penyambut tetamu.

   Kemudian diantarkan oleh beberapa orang memasuki ruangan yang cukup mewah dan berwibawa.

   setelah duduk, dua orang datang membawa nampan penuh penganan dan minuman, sama sekali mereka tidak menanyakan nama dan alirannya.

   "Silahkan."

   Kata wakil tuan rumah dengan suara ramah.

   "Sudah lama kami mendengar nama saudara yang besar, Maka maafkan hidangan kami yang sangat sederhana ini."

   Geli hati Sin Houw dan Giok Cu, Bagaimana dia mengenal diri mereka? Tapi mereka membungkam mulut.

   setelah memanggut pendek, dengan senang hati mereka meneguk minuman dan menikmati penganan yang disediakan diatas mejanya.

   Sementara itu tamu-tamu datang tiada hentinya.

   
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tak usah menunggu lama ruangan itu telah penuh sesak.

   Para penyambut tamu sibuk melayani makan dan minum.

   Hati Sin Houw dan Giok Cu bersyukur, karena tiada yang memperhatikan diri mereka.

   Pertemuan itu dibuka dengan upacara meneguk minuman keras tiga kali, The Sie Ban lantas berdiri tegak mengucapkan selamat datang kepada para tetamunya, setelah itu ia duduk delapan langkah didepan Sin Houw berdua.

   Sekarang Sin Houw dapat melihat pribadinya dengan tegas.

   Perawakannya cukup tinggi.

   Gerak-geriknya cekatan dan gagah, suatu tanda memiliki kepandaian tinggi, umurnya kurang lebih empatpuluh delapan tahun.

   Wajahnya membayangkan suatu kecerdikan.

   pandang matanya tajam, tetapi pada saat itu nampak bendul merah.

   Raut wajahnya mengandung suatu kesedihan tak tertanggungkan, Rupanya ia menangis dan sedih memikirkan nasib kakaknya yang mati penasaran.

   "Agaknya ia sangat menyintai saudaranya, Benar-benar harus dipuji dan pantas dihormati."

   Pikir Sin Houw di dalam hati.

   "Demi untuk membalas dendam kematian kakaknya, ia rela mengorbankan harta bendanya. Ia menyelenggarakan pesta undangan dan ternyata memperoleh perhatian orangorang gagah dari segala penjuru, pastilah dia seorang yang besar pengaruhnya di dalam pergaulan hidup. Sebenarnya, siapakah yang disebut Sim Pek Eng? Apakah dia orang yang besar pengaruhnya pula, sehingga The Sie Ban perlu memohon bantuan para sahabatnya?"

   The Sie Ban kembali berdiri dan memberi hormat tiga kali berturut turut kepada para tamunya.

   sama sekali ia tak berbicara, kecuali mengucapkan kata-kata rasa terima kasih tak terhingga.

   Ia mohon hendaknya sekalian ha dirin sudi menghabiskan hidangannya dan para tetamu segera membalas hormatnya dengan berdiri pula, Karena merasa termasuk golongan muda, Sin Houw dan Giok Cu ikut serta berdiri membalas hormatnya.

   Sekonyong-konyong salah seorang murid The Sie Ban datang menghadap gurunya tergesa-gesa.

   ia membisikkan sesuatu.

   Dan wajah gurunya nampak cerah.

   Cepat-cepat ia meletakkan cangkirnya, kemudian berjalan setengah lari mengarah pintu gerbang, sebentar kemudian ia kembali mengiringi tiga orang tamu yang diperlakukan dengan hormat sekali.

   Ia mempersilahkan ketiga tamunya itu duduk di kursi kehormatan.

   Dan berpikirlah Sin Houw didalam hati.

   "Pastilah mereka bertiga merupakan pendekar-pendekar kenamaan, dan ia lalu memperhatikan mereka bertiga.

   Seorang laki-laki yang hampir sebaya umurnya dengan The Sie Ban, duduk menghadap tamu lainnya.

   ia berpakaian seorang pelajar.

   Pedang panjangnya berada dipinggang.

   Pandang matanya tajam luar biasa dan sikapnya tinggi hati.

   Tamu yang kedua adalah seorang pemuda yang berumur kirakira tigapuluh tahun, tubuhnya gagah dan kesan wajahnya agak bengis.

   Sedangkan tamu yang ketiga adalah seorang wanita yang berparas elok.

   "Saudara Kiang Yan Bu, kedatanganmu benar-benar tepat, Perkenankan aku mengucapkan rasa syukurku."

   Kata The Sie Ban. Orang pertama yang disebut Kiang Yan Bu tertawa lebar. sahutnya.

   "Kita berdua adalah sesama golongan, sedangkan kami bertiga adalah satu perguruan. Bagaimana aku bisa peluk tangan saja, selagi kau berada dalam kesulitan?"

   "Terima kasih."

   Kata The Sie Ban.

   "Terimalah rasa hormatku, Begitu juga terhadap saudara Nie Sun Kiong dan nona Sie Liu Hwa."

   Mendengar nama mereka bertiga, berpikirlah Sin Houw didalam hati.

   "Kalau begitu, mereka bertiga adalah murid Jie suhengku. Kenapa mereka nampak begini sombong dan besar kepala?"

   Dalam pada itu, terdengarlah The Sie Ban berkata lagi.

   "Apakah guru saudara bertiga tidak ikut datang?" "Guruku dari angkatan tua. Tentu saja beliau tidak mempunyai semangat untuk mencampuri urusanmu, Tetapi kami bertiga mempunyai pendapat sendiri, pendek kata, tak dapat kami bertiga berpeluk tangan saja, Oh, ya, Kedua adik seperguruanku ini sekarang sudah menjadi suami isteri."

   "Hey, bagus. Kalau begitu perkenankan aku ikut serta bergembira."

   Seru The Sie Ban, Kemudian menoleh kepada para hadirin dan berteriak.

   "Saudara-saudara sekalian. inilah suatu berita yang benarbenar tidak kita duga, Ternyata saudara Sun Kiong - saudari Sie Liu Hwa sudah membentuk mahligai bahagia, Hayo, kita menghabiskan minuman kebahagiaan ini demi kesehatan mereka."

   Seruan The Sie Ban disambut dengan sorak ramai bergemuruh - dan suami isteri Nie Sun Kong - Sie Liu Hwa buru-buru berdiri dan memanggut dengan tersipu. Justru pada saat itu, Giok Cu mencubit lengan sin Houw sambil berbisik.

   "Tak kusangka, kemenakan muridmu adalah sepasang pendekar pedang yang bisa malang-melintang diseluruh penjuru dunia. Apakah kau tidak iri? lihatlah Liu Hwa, dia cantik jelita dan galak. Bagaimana pendapatmu? Apakah aku lebih galak daripada dia?"

   Sin Houw tergugu, Tak dapat ia menjawab sindiran Giok Cu, Akhirnya membalas cubitan dengan tertawa lebar, Merah wajah Giok Cu kena dicubit sin Houw, itulah yang pertama kalinya terjadi pemuda itu sendiri merasa malu pula, wajahnya terasa panas.

   Syukur para tetamu undangan lainnya pada saat itu sedang sibuk mengurusi perut, sehingga tidak memperhatikan perubahan wajah mereka.

   Selagi demikian, seorang murid The Sie Ban mendekati gurunya.

   ia menyerahkan dua helai kertas.

   segera The Sie Ban membacanya, dan nampak wajahnya berubah.

   Kemudian berkata setengah berseru.

   "Hm, Sim Pek Eng benar-benar bermata dewa, Dia tahu kehadiran kita dan rupanya ia tak mau pula ketinggalan. Saudara-saudara sekalian, esok malam diapun menyelenggarakan pesta perjamuan. Dia mengundang kehadiran saudara saudara sekalian."

   Ia berhenti sebentar mencari kesan, Kemudian berkata kepada muridnya.

   "Coba panggil pembawa surat ini."

   Murid itu membungkuk hormat dan mengundurkan diri dengan langkah lebar, suasana perjamuan lantas saja berubah menjadi tegang, Semua hadirin menunda meneguk minuman bahagia suami-isteri Nie Sun Kiong.

   Dan tak lama kemudian masuklah seorang pemuda berpakaian serba hitam.

   Pemuda itu berumur kurang lebih duapuluh lima tahun.

   sikapnya tenang dan raut mukanya sama sekali tak berubah menghadapi perbawa pesta perjamuan, ia menghampiri The Sie Ban dengan hormat, kemudian berkata.

   "Secara kebetulan saja, guru kami mendengar kedatangan tuan-tuan sekalian. Karena daerah ini termasuk wilayah perjuangan semesta, maka guru kami mengundang tuan-tuan sekalian menghadiri perjamuan beliau, Kami diutus ke sini untuk memperoleh kepastian apakah tuan-tuan besok sudi memenuhi undangan guru..."

   The Sie Ban tertawa, ia menganggap lucu kata-kata orang itu, Tanyanya kemudian.

   "Siapakah kau sebenarnya?"

   "Aku bernama Pui Sie Liang, murid yang kesembilan belas. Maafkan, apabila aku terlalu banyak bicara."

   Sahut Sie Liang dengan suara sopan.

   "Hmm!"

   The Sie Ban menggerutu.

   "Sim Pek Eng mengadakan pesta perjamuan, pastilah bukan karena kebetulan saja. Bukankah begitu?"

   Walaupun diperlakukan agak kasar, namun Pui Sie Liang sikapnya tetap tak berubah. Masih saja ia berdiri hormat dan menjawab dengan suara merendah.

   "Aku hanya utusan belaka, Tidak dapat aku memberikan jawaban atas pertanyaan Cuncu."

   "Bagus!"

   Tiba-tiba The Sie Ban membentak.

   "Gurumu seorang bajingan, tahu? Dia sedang mengatur akal muslihat untuk menjebak kami, bukan? Eh, coba katakan terus terang, racun apakah yang bakal dibuat ramuan makanan pesta perjamuan itu?"

   Dibentak demikian, Pui Sie Liang tetap bersikap sopan. sahutnya.

   "Memang, guru menyelenggarakan suatu pesta perjamuan yang khusus dipergunakan sebagai penyambut kedatangan tuan-tuan di daerah ini, sebab guru kami sangat kagum kepada keperkasaan dan kegagahan tuan-tuan sekalian. Beliau ingin bertemu dan berkenalan dengan tuan-tuan sekalian."

   "Eh, kau pandai berbicara."

   Ejek Kiang Yan Bu, murid Pui Tong Kim yang tertua.

   "Coba, jawablah yang jelas! Ketika gurumu menganiaya dan akhirnya membunuh kakaknya The Cuncu, kau hadir atau tidak?"

   "Mengenai persoalan itu, aku tidak mengetahui apa-apa."

   Jawab Pui Sie Liang dengan wajah berubah.

   "Mungkin pesta perjamuan itu, akan memberi kesempatan kepada suhu untuk menjelaskan masalahnya." "Bagus! Gurumu bajingan dan kaupun pandai menarikan lidah! "

   Bentak The Sie Ban.

   "Gurumu hutang jiwa, Tidak cukup ditebus dengan suatu penjelasan saja, Enak saja kau mementang mulut!"

   "Pada waktu itu, suhu dalam keadaan terdesak. Tak dapat lagi suhu mengelak, Akhirnya peristiwa itu terjadi ..."

   Pui Sie Liang mencoba memberi keterangan.

   "Dan sejak itu, suhu selalu nampak bermurung serta bersedih hati, suhu sangat menyesal apa sebab peristiwa itu harus terjadi."

   "Kalau begitu, matamu melihat sendiri peristiwa pembunuhan itu!"

   Tiba-tiba Kiang Yan Bu ikut bicara.

   "Tidak, Aku tidak melihat sendiri, akan tetapi aku percaya, bahwa suhu tidak akan membunuh seseorang tanpa alasan tertentu, Suhu adalah seorang pejuang yang mengabdikan seluruh hidupnya pada perjuangan bangsa dan negara. Beliau berhati mulia. jangan lagi sampai membunuh orang, sedang jiwanya pun akan rela diserahkan bila perjuangan bangsa memintanya."

   Sie Liang membela.

   "Setan terkutuk!"

   Maki Siu Lie Hwa, Tiba-tiba saja ia melesat dari kursinya, pedangnya berkelebat dan menekan dada Sie Liang dengan tangan kirinya, itulah gerakan yang cepat luar biasa, Sie Liang terkejut, Dengan tangan kanan ia menolak tangan kiri Siu Lie Hwa yang menekan dadanya.

   Kemudian mencoba membebaskan ancaman itu dengan mengerakkan tangan kirinya.

   Sin Houw terkejut.

   "Tangan kanannya bakal putus!"

   Pikirnya. sebagai seorang pemuda yang berkepandaian tinggi, tahulah ia sasaran pedang Siu Lie Hwa berikutnya. Dan pembelaan Sie Liang sangat lemah. ia justru kena terjebak.

   "Apakah kemenakanmu yang cantik itu benar-benar hendak menabaskan pedangnya?"

   Giok Cu menegas.

   Belum sempat Sin Houw menjawab, maka terdengarlah pekik kesakitan Sie Liang, Sie Lie Hwa benar-benar menabaskan pedangnya.

   Dan pundak Sie Liang terbabat kutung, sudah barang tentu sekalian hadirin terkejut sehingga mereka berdiri serentak dengan tak dikehendaki sendiri.

   Wajah Sie Liang pucat lesi, Lengan kanannya jatuh terpental di atas lantai.

   sekalipun demikian, masih bisa ia menguatkan diri sehingga tidak roboh pingsan.

   Dengan pandang penuh sesal, ia merobek ujung bajunya.

   Kemudian membalut lukanya, setelah itu ia membungkuk memungut lengannya yang kutung, Dan pergilah ia dengan langkah lebar.

   Sekalian hadirin tercengang menyaksikan ketangguhannya, Mereka saling pandang dan didalam hati masing-masing menyesali perbuatan Sie Lie Hwa yang kejam luar biasa, Bukankah ia seorang utusan belaka? Kenapa kena dianiaya? Sie Lie Hwa sendiri bersikap acuh tak acuh.

   Tenangtenang saja ia menyusut darah Sie Liang yang melekat di pedangnya.

   Kemudian kembali ke tempat duduknya, wajahnya sama sekali tidak berubah.

   "Bajingan itu menjerumuskan muridnya sendiri ke dalam sarang harimau"

   Kata Kiang Yan Bu.

   "Dia seorang pemuda yang besar kepala tak mengerti sopan santun. Apa sebab diutus mewakili dirinya? Hm! Kalau muridnya saja sudah bandel, pastilah gurunya jauh lebih bandel dan galak. Nah, bagaimana... apakah besok kita menghadiri pesta perjamuannya?"

   


Legenda Kematian -- Gu Long Harimau Kemala Putih -- Khu Lung Tiga Maha Besar -- Khu Lung

Cari Blog Ini