Ceritasilat Novel Online

Kedele Maut 10


Kedele Maut Karya Khu Lung Bagian 10



Kedele Maut Karya dari Khu Lung

   

   "Partai kupu-kupu"

   "Kupu-kupu indah terbang berpasangan, darah bercucuran melanda dunia persilatan, air mata bercucuran bagaikan sungai, tulang berserakan bagaikan bukit, pernah kau dengar tentang bait syair tsb."

   Berubah hebat paras muka Thian it taysu, serunya tertahan.

   "Jadi partai kupu-kupu sungguh-sungguh telah muncul kembali didalam dunia persilatan?"

   "Yaa!"

   Jawab hwesio daging anjing serius.

   "barusan mereka ikut datang kemari, buat apa aku si hwesio membohongi dirimu?"

   Tiba-tiba Thian it taysu mengulapkan tangannya kepada para jago sambil berseru.

   "Hayo berangkat!"

   Dg cepat ia memohon diri kepada hwesio daging anjing, lalu tergesa-gesa mengundurkan diri keluar lembah.

   Diantara kawanan jago yg hadir, mereka yg berusia agak lanjut mungkin mengetahui sedikit tentang masalah yg dibicarakan, sebaliknya yg masih muda usia malah dibikin kebingungan.

   Tapi melihat semua orang sudah beranjak pergi, tentu saja mereka harus angkat kaki pula.

   Maka suatu pertarungan yg sesungguhnya hampir meletus, seketika hilang lenyap tak berbekas.

   Kho Beng sendiri pun merasa kebingungan, sambil mengawasi kawanan jago yg mengundurkan diri dari situ, ia berdiri termangumangu.

   Sesaat kemudian, pemuda itu baru memberi hormat kepada hwesio daging anjing, sambil katanya.

   "Bolehkan aku tahu naa besar taysu?"

   Hwesio daging anjing tertawa bergelak.

   "Haaahhhhaaaahhh.haaahhhaku si hwesio tak punya julukan apa-apa, mungkin lantaran kegemaranku adalah daging anjing, maka semua orang menyebutku si hwesio daging anjing!"

   "Oooooh..rupanya Kiu tin Sin ceng (pendeta suci penolong jagat). Aku yang muda bernama Kho Beng, cianpwee bolehkah aku tahu partai macam apakah partai kupu-kupu itu?"

   Hwesio daging anjing menghela napas panjang.

   "Sebenarnya partai tsb merupakan suatu perguruan yg paling istimewa didalam dunia persilatan pada seratus tahun berselang, perguruan ini tidak bisa disebut partai lurus tapi juga bukan partai sesat. Adapun senjata andala dari anak muridnya adalah panji kupukupu, kepandaian silat mereka berasal dari kitab pusaka Thian goan bu boh!"

   "Ilmu silatnya bersumber dari kitab pusaka Thian goan bu boh?"

   Tanya Kho Beng dg perasaan terkesiap.

   "tapi menurut apa yg boanpwee serta Bu wi cianpwee ketahui, isi kitab pusaka Thian goan bu boh hanya terdiri dari ilmu pukulan serta ilmu pedang!"

   "Wah, kalau soal itu mah aku tidak ketahui, semenjak kehilangan kitab pusaka Thian goan bu boh pada seratus tahun berselang, pihak partai kupu-kupu telah mengirimkan jagonya utk melakukan pencarian diseluruh dunia, dunia persilatan seakan-akan diobrak abrik tak karuan, jumlah korban yg tewas gara-gara peristiwa itu tak terhitung jumlahnya, keadaan waktu itu sungguh mengerikan sekali, pokoknya darah seperti menganak sungai dan mayat bertumpuk bagaikan bukit. Kho Beng merasakan hatinya bergetar keras, setelah termangumangu berapa saat, dia bertanya kembali.

   "Bagaimana selanjutnya?"

   "Akhirnya peristiwa itu mengejutkan tiga dewa dunia persilatan, tampaknya ketiga tokoh sakti ini merasa tak senang melihat berlangsungnya peristiwa itu, maka mereka bertiga turun tangan bersama dan mengundang ketua dari partai kupu-kupu untuk bersua di tebing hati sedih..."

   Setelah menghela napas panjang, terusnya.

   ".......dalam peristiwa tsb, boleh dibilang tiga dewa telah kehabisan seluruh kekuatannya dan mati semua!"

   "Kepandaian macam apakah yg diandalkan ketua partai kupukupu?"

   Tanya Kho Beng keheranan.

   "Tentu saja ilmu kupu-kupu terbang berpasangan, senjata kupukupu yg berada diujung senjatanya terbang melayang, satu berubah menjadi dua, dua berubah menjadi empat, dan lebih hebat lagi senjata tsb khusus dipakai utk menjebol pertahanan hawa khikang orang. Walaupun tiga dewa telah mengeluarkan segenap kemampuan silat yg dimilikinya, namun tak berhasil meloloskan diri dari ancaman tsb, dalam keadaan terdesak akhirnya mereka memutuskan utk beradu jiwa dg ketua partai kupu-kupu. Akhirnya, ketua dari partai kupu-kupu juga tewas dibawah tebing hati sedih, sebaliknya tiga dewa pun kehilangan tenaga dalamnya sebesar lima puluh tahun hasil latihan, sejak kembali ke pulau Bong lay to, kekuatan tsb tak pernah pulih kembali, sejak pertai kupukupu mengundurkan diri dari dunia persilatan, dalam dunia kangouw pun tak pernah kelihatan lagi jejak dari tiga dewa itu!"

   Kho Beng termenung berapa saat lamanya, kemudian ia baru berkata.

   "Apakah cianpwee yakin kalau dua orang kakek berbaju ungu tadi adalah anggota perguruan kupu-kupu?"

   "Aku yakin penglihatanku tidak salah!"

   Jawab hwesio daging anjing dg wajah serius. Kembali Kho Beng termenung sejenak, lalu ujarnya dg nada bersungguh-sungguh.

   "Boanpwee ingin memohon bantuan, apakah cianpwee bersedia utk mengabulkan?"

   "Ada urusan apa?"

   "Boanpwee ingin meninggalkan tempat ini selama berapa hari, tapi Bu wi cianpwee sedang mengobati lukanya sekarang dan membutuhkan satu bulan lamanya sebelum kembali seperti sedia kala. Walaupun Kim bersaudara adalah orang-orang yg setia kawan dan bisa dipercaya, namun berhubung tenaga dalam yg mereka miliki sangat terbatas, rasanya sulit utk menghadapi serangan musuh tangguh, sebaliknya keempat orang anak buahku sangat liar dan susah dikendalikan, oleh karena itu aku ingin mohon bantuan cianpwee agar bersedia menjaga ditempat ini selama satu bulan lamanya.."

   Mendengar perkataan tsb, si hwesio daging anjing segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaahh..haaaah..haaaah.kukira persoalan apa yg kau minta, kalau soal menjaga bu wi sudah sepantasnya kuterima, apalagi melindungi keselamatan rekan sendiri. Tapi kau hendak pergi kemana?"

   "Terus terang saja cianpwee, boanpwee ingin secepatnya pegi mencari dewi In nu, ingin kuketahui manusia macam apakah dirinya itu?"

   "Kau tahu berada dimana dia?"

   Tanya si hwesio agak tertegun.

   "Bu wi cianpwe telah menerangkan alamatnya kepadaku, justru karena itu boanpwee harus secepatnya berangkat kesana, sebab aku takut ia sudah keburu melarikan diri lebih dulu."

   "Bagus, bagus sekali, orang-orang yg lain boleh kau bawa semua"

   Kata hwesio daging anjing sambil tertawa.

   "tempat ini serahkan saja kepada aku si hwesio seorang, asal yg datang bukan tiga dewa, aku percaya masih mampu utk menghadapinya."

   "Kalau begitu boanpwe akan berangkat sekarang juga, kelewat banyak malah kurang leluasa, boanpwee hanya akan mengajak keempat orang anak buahku saja, sedang Kim bersaudara serta nona Chin biar tetap tinggal disini, paling tidak kan taysu membutuhkan juga beberapa orang pembantu!"

   "Bagi ku sih tak ada usul lagi, terserahlah maumu!"

   Maka Kho Beng pun masuk kembali kedalam gua utk berpamitan dg Kim bersaudara serta Chin Sian kun, lalu dg mengajak Rumang berempat segera berangkat eningalkan lembah berhati buddha, langsung berangkat menuju kebawah bukit seratus kaki.

   oooOOooo Fajar baru menyingsing.

   Pintu gerbang sebuah gedung bangunan yg besar, terletak dilembah Thian sim kok bukit Cian san pelan-pelan dibuka lebar.

   Dari balik pintu gerbang yg terpentang lebar, muncullah serombongan kereta kuda yg semuanya membawa barang yg bertumpuk-tumpuk, setiap kereta dikusiri oleh seorang lelaki berbaju hitam dan seorang dayang berbaju hijau.

   Tapi anehnya mereka bukan turuni bukit, sebaliknya malah bergerak menuju keatas bukit.

   Puluhan manusia itu berjalan dg mulut bungkam, malah berulang kali mereka berpaling serta memperhatikan bangunan perkampungan itu dg perasaan berat hati.

   Menanti rombongan manusia itu makin lama semakin menjauh, mendadak berkobarlah api yg membakar perkampungan tsb, menyusul kemudian tampak dua orang nona muda berbajumerah berlarian kesana kemari dg membawa obor utk membakar bangunan disana.

   Si nona yg berusia agak lanjut segera lari menuju kebalik pintu perkampungan setelah membakar bangunan tadi, mengawasi api yg berkobar sampai menjulang keangkasa, ia berkata sambil menghela napas panjang.

   "Aaaai.sebuah bangunan rumah yg begitu megah, ternyata harus dimusnahkan dg begitu saja, kasihan dg jerih payah nona selama puluhan tahun, akhirnya mesti ludes dg begitu saja."

   Si nona berbaju merah yg berada dibelakangnya, segera menjawab sambil tertawa.

   "Enci Kiok jiu, inilah yg disebut hilang yg lama datang yg baru, nona sendiri tidak merasa bersedih hati, buat apa kau berkeluh kesah seorang diri?"

   "Bukan begitu maksudku,paling tidak sudah belasan tahun lamanya kita berdiam disini, siapa yg tak pedih hatinya melihat bangunan yg begitu megah harus musnah menjadi abu? Haaai.Hong eng, masa kau tidak melihat nona sendiri sempat menyeka air matanya sewaktu pergi meninggalkan bangunan tsb semalam?"

   Kembali Hong eng tertawa terkekeh-kekeh.

   "Kalau aku mah tak akan risau, sebab memang kejadian ini apa boleh buat, dirisaukan juga tak ada gunanya!"

   Sambil berkata ia segera menyulut pintu gerbang dg obor ditangannya, dalam waktu singkat pintu itupun terbakar dg hebatnya. Menanti kobaran api sudah merata dan membakar semua benda yg dijumpainya, Kiok Jiu baru membuang obor tsb seraya berkata.

   "Sekarang kita harus menanti disekitar sini, coba dilihat apa benar musuh kita akan datang.

   "

   "Aku tak percaya kalau perhitungan nona bisa begitu tepat.

   "

   Kata Hong eng curiga.

   "Perhitungan nona selalu tepat rasanya belum pernah meleset barang sekalipun, kecuali kedatangan si tua Bu wi yg amat tiba-tiba tempo hari, sehingga menimbulkan bibit bencana kebakaran yg berlangsung pada hari ini..

   "

   Sembari bercakap-cakap mereka berdua segera memasuki hutan yg lebat ditepi perkampunga yg terbakar itu.

   Tak sampai sepenanak nasi kemudian, tiba-tiba dari bawah bukit sana muncul lima sosok bayangan manusia yg bergerak menuju keperkampungan itu dg kecepatan tinggi.

   Diantara kelima orang itu, seorang diantaranya adalah pemuda berbaju putih, sementara empat orang lainnya adalah lelaki kekar berwajah bengis.

   Tatkala tiba didepan perkampungan dan menyaksikan api yg berkobar membakar seluruh bangunan, pemuda itu segera menghentak hentakkan kakinya ketanah sambil menghela napas panjang.

   "Aaaaikedatangan kita ternyata masih terlambat juga satu langkah ! "

   Tak salah lagi, orang ini tak lain adalah Kho Beng yg datang melakukan penyelidikan setelah mendapatkan alamat tsb dari Bu wi lojin. Agak tertegun Rumang berseru .

   "

   Asap tebal masih mengepul dari seluruh perkampungan, tampaknya kebakaran ini belum lama berlangsung, jangan-jangan sudah ada orang yg mendahului kita sampai disini dan bertarung sengit melawan mereka ? "

   "Tidak mungkin ! "

   Kho Beng menggeleng.

   "kecuali kita, orang yg mengetahui dewi In nu masih jarang sekali, sudah jelas pihak lawan telah menduga akan kedatangan kita mka sebelumnya membakar perkampungan ini lebih dulu."

   "Sayangsayang"

   Gumam Hapukim.

   "Apanya yg sayang?"

   Molim bertanya.

   "Padahal sekalipun hendak angkat kaki, bukan berarti seluruh perkampungan harus dibakar, coba kalau bangunan rumah tsb diberikan kepada kitawaaah.pasti nyaman sekali."

   "Apanya yg nyaman?"

   Kata Molim tertawa.

   "terpencil sendirian ditengah bukit yg jauh dair keramaian manusia, andaikata benarbenar diberikan kepadaku pun, belum tentu akan kuterima?"

   "Sudah, sudahlah, kalian jangan ngaco belo melulu"

   Tukas Kho Beng segera.

   "Kini kita sudah kehilangan jejak, berarti selanjutnya kita harus membuang banyak waktu dan tenaga lagi utk menemukan jejak mereka"

   "Cukong, kami seperti mendengar ada suara manusia dari balik hutan sana!"

   Dg perasaan terkejut Kho Beng memasang telinganya sambil memperhatikan dg seksama, betul jua, ia seperti mendengar ada suara orang tertawa. Cepat-cepat dia memberi tanda dg kedipan mata kepada anak buahnya, lalu berbisik.

   "Memang mencurigakan sekali kehadiran anak gadis ditengah bukit yg sepi macam begini, mari kita lakukan pencarian secara pelan-pelan, tapi kalian jangan turun tangan secara gegabah, sebelum orang itu adalah musuh kita!"

   Siapa tahu belum habis perkataan itu diucapkan, suara tertawa kedengaran makin lama semakinjelas, lalu tampaklah dua orang gadis munculkan diri dari balik hutan dan langsung mendekati Kho Beng.

   Menyaksikan munculnya dara-dara muda itu, Kho Beng merasa agak tertegun, sebab bukan saja kedua orang itu memiliki paras muka yg cantik jelita, tindak tanduknya pun sangat wajar, seakanakan disekitar sini sana tiada orang lain.

   Agaknya kedua orang nona pun telah melihat Kho Beng serta rombongannya berada disitu, buru-buru mereka berseru.

   "Aaaaah.tidak disangka ditempat ini masih ada orangnya, mari kita pergi kebagian lain saja!"

   Cepat-cepat Kho Beng memburu maju kedepan dan memberi hormat, katanya.

   "Bolehkah aku tahu siapa nama nona berdua?"

   Sinona berbaju merah yg agak muda segera menjawab.

   "Aku bernama Hong eng, dia adalah ciciku bernama Kiok jin!"

   "Ooooh, rupanya nona kiok jin serta nona hong eng, dimanakah kalian berdiam?"

   "Mau apa kau menanyakan alamat kami?"

   Seru Hong eng sambil menjebikkan bibirnya.

   "Nona salah paham, maksudku hanya ingin bertanya apakah kalian berdua sudah lama berdiam disini?"

   Kiok jin manggut-manggut.

   "Benar, kami memang berdiam didesa keluarga Li, dibelakang gunung sana, tapi utk apa kau menanyakan persoalan ini?"

   "Kalau begitu tolong tanya, apakah nona kenal dg orang-orang yg semula berdiam didalam perkampungan yg terbakar sekarang?"

   "Siapa bilang tak kenal?"

   Sahut Hong eng sambil berkerut kening.

   "dlu kami malah sempat berdiam disini!"

   Mencorong sinar terang dari balik mata Kho Beng sesudah mendengar perkataan itu, segera ujarnya.

   "Ooooh....bersediakah nona memberitahukan kepadaku siapa nama majikan disini?"

   "Sebetulnya tempat ini bernama Bwee wan, pemiliknya adalah seorang perempuan."

   "Apakah dia bernama dewi In nu?"

   Desak Kho Beng lebih jauh.

   "Benar!"

   "Apa sebabnya perkampungan ini sampai terbakar?"

   "Konon, semalam telah datang beberapa orang penyamun yg mambakar ludes bangunan gedung disini!"

   "Lantas bagaimana dg pemilik gedung ini?"

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tanya Kho Beng agak tertegun.

   "Sudah pergi. Ia sudah pergi menjelang fajar tadi, malah mereka sempat meminjam tali temali dari kami."

   "Tahukah kalian kemana perginya?"

   Kiok jin menggeleng.

   "Ia tidak mengatakan kepada kami, waktu itu kami pun belum bangun maka tak sempat utk bertanya padanya!"

   "Lantas dari manakah nona berdua tahu kalau Bwee wan telah kedatangan kawanan perampok?"

   Seru pemuda itu tercengang. Kiok jin segera tertawa cekikikan.

   "Kenapa kongcu begitu bodoh? Sebelum pergi mereka tentu akan membicarakan persoalan ini dg ayahku, api berkobar dg begitu besar, masa ayah kami tidak tahu?"

   "Kemana mereka telah pergi?"

   "Kalau soal itu mah tidak kuketahui!"

   Kho Beng benar-benar merasa amat kecewa, buru-buru dia datang kesitu namun hasilnya nihil, dia tak mengira begitu cepat musuhnya angkat kaki dari tempat tsb. Sementara ia masih termenung memikirkan persoalan itu, Hong eng telah berkata lagi.

   "Kongcu, kalau sudah tak ada urusan lagi, kami kakak beradik ingin mohon diri lebih dulu!"

   "Terima kasih banyak atas petunjuk nona!"

   Buru-buru Kho Beng menjura utk memberi hormat.

   Hong eng tertawa, bersama Kiok jin segera emutar badan dan berjalan menuju kedalam hutan sana.

   Dg termangu mangu Kho Beng hanya bisa mengawasi bayangan tubuh kedua orang gedis tsb lenyap dibalik pepohonan sana.

   Tiba-tiba terdengar Rumang menjerit kaget......

   Dg perasaan tertegun Hapukim segera menegur.

   "Engkoh Rumang, ada urusan apa?"

   "Aku merasakan hawa sesat pada kedua orang gadis kecil tadi!"

   "Hawa sesat apa?"

   Tanya Molim.

   Jilid 21

   "Bukankah dia menerangkan kalau rumahnya berada dibukit sebelah sana, kalau memang hendak pulang, kenapa mereka kembali memasuki hutan? Memangnya rumah berada ditengah hutan?"

   "Siapa tahu mereka masih mempunyai keperluan lain? Atau bahkan mereka sedang berburu dihutan?"

   Kata Molim tertawa.

   "Yaa, perkataanmu memang ada benarnya, tapi kalau mereka ingin berburu, toh mereka harus mengenakan pakaian berburu, tapi kenyataannya mereka mengenakan gaun biasa, bila nona-nona itu memang penduduk rakyat biasa, mana mungkin mereka mampu melewati jalan bukit yg terjal dan licin dg memakai gaun?"

   Kho Beng menjadi sangat terperanjat, segera serunya.

   "Yaa, tadi aku tak sempat mengawasi secara teliti, ternyata aku percaya dg begitu saja semua obrolan mereka, siapa tahu kedua orang itu memang mendapat tugas memberi informasi yg salah agar kita tak bisa menemukan jejaknya lagi?"

   "Bukankah mereka masih berada disekitar sini?"

   Kata Molim kemudian.

   "lebih baik kita geledah saja daerah seputar tempat ini, masa mereka bisa sembunyi terus?"

   Kho Beng manggut-manggut.

   "Baik, mari kita mencari secara berpisah, setiap tempat kita periksa dg teliti, coba diperhatikan apakah disekitar sini masih ada penghuninya!"

   Maka berangkatlah kelima orang itu dg menerobos hutan belukar.

   Setelah melangkah masuk kedalam hutan, suasana menjadi remang-remang, bukan saja banyak ularnya, seringkali mereka mendengar suara auman harimau yg memekakkan telinga.

   Kho Beng berlima menembusi hutan dg senjata terhunus, setiap jengkal tanah boleh dibilang telah diperiksa dg seksama, tapi aneh bin ajaib, dalam waktu yg relatif singkat ternyata bayangan tubuh kedua orang nona berbaju merah tadi telah lenyap dari pandangan mata.

   Dari pagi mereka berlima menelusuri hutan sampai tengah hari sebelum akhirnya muncul pada tepi hutan yg lain, waktu itu matahari sudah berada diatas kepala, namun tak sesosok bayangan manusia pun yg ditemukan.

   Dg terjadinya peristiwa ini, semakin membuktikan betapa mencurigakannya kedua orang nona berbaju merah tadi.

   Kho Beng menjadi sangat mendongkol bercampur gusar, sambil menengok cuaca, katanya kemudian dg suara dalam.

   "Sekarang kita mengisi perut dulu dg ransum kering, kemudian baru melanjutkan pelacakan, aku tak percaya kalau kita tak berhasil menemukan tempat persembunyian mereka. Maka mereka berlima pun mengisi perut dg ransum kering yg dibawa, lalu setelah beristirahat sebentar, pelan-pelan mereka lanjutkan pemeriksaannya disekitar sana. Setelah melewati dua buah bukit yg tinggi akhirnya secara tibatiba mereka temukan jalan setapak yg agaknya seringkali dilalui manusia. Jalan setapak itu amat bersih dan kering, tampak jelas jalanan itu sering digunakan utk berlalu lalang. Kontan saja Kho Beng merasakan semangatnya berkobar kembali, segera serunya.

   "Kemungkinan besar kita sudah berhasil menemukan arah yg benar!"

   Tanpa membuang waktu lagi, segera ia memimpin anak buahnya utk menelusuri jalan itu.

   Tak sampai setengah peminuman teh kemudian, sampailah mereka didepan sebuah bangunan rumah yg besar, bengunan loteng yg mungil tapi indah nampak secara lamat-lamat dari kejauhan.

   Dg perasaan gembira yg meluap-luap,Rumang segera berseru.

   "Siapa tahu bangunan itu yg sedang kita cari, mari kita serbu saja kedalam!"

   "Tunggu sebentar!"

   Cegah Kho Beng.

   "apabila kita langsung menyerbu kedalam gedung dan andaikata dugaan kita meleset, bukankah akan menimbulkan kesalah pahaman yg tak ada artinya?"

   "Asalkan perempuan bajingan itu tidak berdiam disini, kita kan masih bisa mengundurkan diri."

   Seru Hapukim.

   "Biasanya hanya orang-orang sakti atau pendekar berilmu tinggi yg membangun rumahnya ditengah hutan dan pegunungan yg terpencil seperti ini, padahal kedatangan kita kemari adalah utk melacak jejak dewi In nu, aku tak ingin menimbulkan banyak persoalan yg tak ada gunanya. Apalagi andaikata sasaran memang betul berada disini, kedatangan kita disiang hari begini bukankah sama artinya dg menggebuk rumput mengejutkan ular."

   "Kalau begitu mari kita menunggu saja sampai malam tiba sebelum masuk kedalam gedung itu utk melakukan penyelidikan"

   Usul Molim kemudian.

   "Nah, begitu baru cocok dg jalan pikiranku"

   Seru Kho Beng sambil manggut-manggut.

   "sekarang waktu sudah siang, mari kita mencari tempat utk beristirahat sejenak, menanti hari sudah gelap nanti baru kita masuki perkampungan tsb utk melakkukan penyelidikan, kalau bukan mereka yg kita cari, kita segera mengundurkan diri, sebaliknya kalau memang mereka yg kita cari disini, sampai waktunya kita bicarakan lagi!"

   Maka mereka berempat pun mencari hutan yg sepi dan bersembunyi utk melepaskan lelah dan duduk mengatur pernapasan.

   Dalam waktu singkat, senja telah menjelang tiba.

   Mereka berlima segera mengisi perut dg ransum kering, setelah itu berangkat menuju gedung itu.

   Langit sudah gelap gulita, cahaya lentera yg memancar keluar dari balik gedung bagaikan kerdipan bintang yg terbesar diangkasa, ditengah kegelapan yg mencekam tanah perbukitan tsb, cahaya lentera itu kelihatan jauh lebih terang benderang.

   Ketika mereka berlima tiba dimuka perkampungan tsb, tampaklah pagar bambu mengelilingi taman, aneka bungan yg tumbuh diseputarnya, tak salah lagi kalau tempat tsb mirip tempat tinggal orang pertapaan Sambil meloloskan goloknya, Rumang segera berbisik.

   "Bagaimana kalau kita langsung menyerbu masuk kedalam utk melakukan pemeriksaan?"

   "Tidak!"

   Seru Kho Beng cepat.

   "kalau kebanyakan orang, gerak gerik kita menjadi kurang leluasa, coba kalian menunggu saja diluar, biarku masuk seorang diri, bila bertemu bahaya akan kuberitahukan kepada kalian dg suara pekikan sampai saatnya aku rasa belum terlambat buat kalian utk menyusulku kedalam"

   Terpaksa Molim sekalian menggut-manggut tanda mengerti.

   Maka seusai meninggalkan pesannya, Kho Beng segera melejit ketengah udara dan menerobos masuk kedalam perkampungan.

   Gerakan tubuhnya cepat sekali bagaikan sambaran kilat, bagitu memasuki perkampungan, ia segera mendekam diatas wuwungan rumah tanpa menimbulkan sedikitpun suara.

   Baru saja dia hendak mengintip kebawah, mendadak dari kiri kanan dan belakang tubuhnya bergema suara bentakan nyaring, sewaktu ia berpaling dg perasaan terkejut, tampak empat sosok bayangan manusia telah melompat naik keatas atap rumah dan mengepungnya rapat-rapat.

   Peristiwa ini boleh dibilang membuatnya terperanjat sekali.

   Sejak menyelinap masuk kedalam perkampungan hingga mendekam diatas wuwungan rumah boleh dibilang ia tak menimbulkan suara sedikitpun, mengapa jejaknya segera ketauan lawan? Tapi saat sekarang tidak memberi kesempatan lagi baginya utk berpikir panjang, serta merta dia melejit bangun dan berdiri tegak diatas atap rumah.

   Tampak seorang nona berbaju hijau yg berada disisi kiri membentak keras.

   "Bajingan keparat, besar amat nyalimu, berani sekali memasuki perkampungan Ciu hong san ceng ditengah malam buta begini, hmmmtampaknya kau sudah bosan hidup!"

   Kho Beng sadar kalau jejaknya tak bisa disembunyikan lagi, maka sahutnya sambil tertawa.

   "Harap nona sekalian jangan gusar, sesungguhnya kedatanganku kemari adalah utk melacaki jejak seseorang, tak disangka kehadiranku telah mengejutkan kalian semua."

   "Siapa yg kau cari?"

   Tanya nona itu.

   "Sebelum kujawab pertanyaan tsb, dapatkah kuketahui lebih dulu siapakah kepala perkampungan Ciu hong san ceng ini?"

   "Hmmm, siapa kepala perkampungan kami, kau masih belum pantas utk mengetahuinya."

   "Kalau begitu bolehkah aku tahu, apakah didalam perkampungan kalian terdapat seorang nona yg bernama Hong ing?"

   Desak Kho Beng lebih lanjut dg kening berkerut. Nona berbaju hijau itu kelihatan agak tertegun, kemudian sahutnya.

   "Yaa, ada! Kau kenal dengannya?"

   "Yaa benar, bolehkah aku bertemu sebentar dg nya?"

   Baru selesai perkataan itu diutarakan, mendadak dari dlm gedung kedengaran seseorang bertanya.

   "Bi kui, siapa yg berada diatas rumah?"

   Nona berbaju hijau itu segera menjawab.

   "Lapor n ona, kita telah kedatangan seorang pemuda asing yg mengaku hendak mencari nona Hong ing!"

   Kho Beng yg mengikuti tanya jawab tsb dalam hati kecilnya segera berpikir.

   "Bila didengar dari nada pembicaraannya, mungkin orang itu adalah kepala kampungnya, mengapa tidak kuperiksa dulu apakah orang tsb adalah dewi In n u atau bukan?"

   Berpikir sampai kesitu, ia segera melompat turun keatas tanah dan langsung melangkah masuk kedalam ruangan. Tapi apa yg kemudian terlihat segera membuat hatinya bergetar keras, serunya tertahan.

   "Cici.!"

   Ternyata didalam ruangan duduk dua orang nona muda.

   Yg seorang mengenakan pakaian baju merah dan berparas cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, matanya jeli, hidungnya mancung dan mulutnya kecil mungil, dia berusia dua puluh tujuh-delapan tahunan, agaknya orang inilah yg menegur tadi.

   Sedangkan orang kedua adalah seorang nona berbaju putih yg berwajah dingin, dia tak lain adalah enci kandungnya, Kho Yang ciu yg telah berpisah dgnya dikota Yang ciu tempo hari.

   Waktu itu Kho Beng benar-benar dibuat terkejut bercampur keheranan, utk sesaat lamanya dia Cuma tertegun seperti patung saja.

   Begitu pula keadaan Kho Yang ciu serta nona berbaju merah itu, mereka berdua kelihatan tertegun juga.

   Akhirnya Kho Yang ciu maju menyongsong kedatangan pemuda itu dg cepat, sambil menarik tangan Kho Beng serunya.

   "Adikku, darimana kau bisa tahu kalau aku berada disini?"

   Sewaktu bertanya, sepasang matanya tampak berkaca-kaca dan hatinya dicekam gejolak meosi yg meluap, jauh berbeda dg sikapnya sewaktu bertemu utk pertama kali dulu. Dg perasaan terharu sahut Kho Beng.

   "Cici, aku tak mengira kau ada disini!"

   Sementara itu si nona berbaju merah tadi telah berseru sambil tertawa.

   "Ooohrupanya orang sendiri, wah inilah yg dibilang orang air bah melanda istananya."

   Tangannya segera diulapkan kepada keempat nona berbaju hijau yg mengawasi dari luar pintu dg pedang terhunus, katanya.

   "Kalian boleh mengundurkan diri dari sini, segera siapkan meja perjamuan!"

   Keempat orang nona berbaju hijau itu mengiakan bersama, setelah memberi hormat mereka segera mengundurkan diri, sekalipun rasa tercengang masih menghiasi paras muka masingmasing.

   Sementara itu Kho Yang ciu telah membalikkan badan dan memperkenalkan Kho Beng dg nona berbaju merah itu, katanya.

   "Dia adalah enci Li dari perkampungan Ciu hong san ceng!"

   Dg pikiran dicekam rasa bingung dan tak habis mengerti, Kho Beng memberi hormat seraya berkata.

   "Ooooh, rupanya nona Li atas kelancanganku tadi, harap nona sudi memaafkan"

   Nona berbaju merah itu tersenyum.

   "Untuk mengundang kehadiran tamu agung pun bukan suatu pekerjaan yg gampang, kenapa mesti bersungkan-sungkan"

   "Tapi dimanakah cengcu perkampungan ini? Sudah sepantasnya kalau Kho Beng bertemu serta menyampaikan dalam dulu kepadanya."

   "Adikku, nona Li adalah cengcu perkampungan ini.."

   Kata Kho Yang ciu cepat.

   "Aaaah.rupanya perkampungan ini adalah hasil karya nona Li, tapitahukah nona bahwa perkampungan Bwee wan dibukit sebelah muka sana telah terbakar semalam?"

   Li sian soat, ketua perkampungan Ciu hong san ceng kembali tersenyum manis.

   "Pagi tadi aku baru melihat cahaya api, saat itulah baru kuketahui kalau perkampungan Bwee wan telah terbakar hangus"

   "Tahukah cengcu, siapakah pemilik perkampungan Bwee wan itu?"

   Tukas Kho Beng cepat. Kembali Li Soan soat menggeleng.

   "Hingga kini aku tak pernah meninggalkan rumah barang selangkah pun, meski kuketahui juga bahwa pemilik perkampungan Bwee wan pun seorang wanita, tapi sayang belum pernah kutanyakan siapa namanya."

   Tanpa terasa Kho Beng mengerutkan alis matanya rapat-rapat.

   Selisih jarak diantara kedua perkampungan itu Cuma berapa li, namun kenyataannya mereka tak pernah saling berhubungan, jelas kejadian semacam ini berada diluar kebiasaan pada umumnya.

   Ia mulai menaruh curiga, jangan-jangan Li cengcu dari perkampungan Ciu hong san ceng adalah dewi In nu yg sedang dicari-cari, apa mau dibilang dia masih kekurangan bukti-bukti yg jelas, apalagi encinya pun sedang bertamu disitu..

   Dg bekal pelbagai kecurigaan yg tak terjawab, akhirnya dia memutuskan akan menanyakan persoalan tsb kpd encinya nanti.

   Maka dia pun membungkam diri dan tidak berbicara lagi.

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dlm perjamuan yg kemudian diselengggarakan, mereka bertiga duduk saling berhadapan, meski Li Sian soat banyak bicara dan senyum, namun Kho Beng selalu menjawab sekenanya.

   Ditengah perjamuan itulah, mendadak terdengar nona berbaju hijau yg berada diluar ruangan berseru dg gelisah.

   "Diluar perkampungan telah kedatangan empat orang lelaki kekar yg tak jelas identitasnya, agaknya mereka sedang mengintip perkampuangan kita"

   Mendengar ucapan tsb, buru-buru Kho Beng berseru.

   "Aaaah betul, hampir saja aku lupa! Keempat orang itu tak lain adalah anak buahku!"

   Kalau memang anak buah Kho kongcu, biar kusuruh mereka mengundangnya masuk, paling tidak kan mesti dijamu dg sebaikbaiknya"

   Kata Li Sian soat sambil tertawa.

   Perjamuan tsb baru berakhir setelah kentongan pertama lewat, Kho Yang ciu mohon diri terlebih dahulu kepada Li Sian soat, kemudian baru mengajak Kho Beng memasuki sebuah kamar tamu dihalaman belakang.

   Ketika mereka berada dalam kamar hanya berdua saja utk pertama kalinya, Kho Yang ciu merasakan luapan rasa gembira yg tak terlukiskan dg kata-kata.

   Kho Yang ciu yg pertama-tama berkata lebih dulu sambil tertawa.

   "Adikku, tempo dulu mungkin cici kepadamu sedikit kelewat batas, tapi kau mesti memahami sikapku waktu itu yg berusaha utk mengobarkan semangat balas dendam dalam hati kecilmu, tentunya kau tak akan menyalahkan aku bukan?"

   Dg air mata bercucuran, sahut Kho Beng.

   "Cici, aku memahami perasaan itu, malah panji Hui im ki leng sudah berhasil kurampas kembali."

   "Tentang soal-soal tsb telah kuketahui semua, adikku, apakah perkampungan Bwee wan yg kau tanyakan tadi adalah tempat tinggal siluman perempuan itu?"

   "Betul!"

   Kho Beng manggut-manggut. Mencorong sinar pembunuhan yg amat tebal dari balik mata Kho Yang ciu, serunya sambil menghentak-hentakkan kakinya berulang kali keatas tanah.

   "Aku tdk tahu kalau pemilik perkampungan Bwee wan adalah dewi In nu, kalau tidak, aku pasti tak akan membiarkan dia kabur dari tempat tsb!"

   "Apakah Li cengcu tak pernah menyinggung soal perkampungan Bwee wan?"

   "Tidak!"

   "Sebenarnya Li cengcu ini berasal dari perguruan mana?"

   "Dia tak mempunyai perguruan."

   "Tidak mempunyai perguruan? Lantas darimana dia pelajari ilmu silatnya?"

   Tanya Kho Beng agak tertegun.

   "Konon ayahnya adalah seorang tokoh duni persilatan yg berilmu tinggi, tapi dikarenakan suatu sebab, akhirnya mengundurkan diri dan menyendiri hidup disini, sebelum meninggal ia berpesan kepada keturunannya agar tidak berkelana lagi didalam dunia persilatan, itulah sebabnya meski sudah berusia tiga puluh tahun, namun ia tidak pernah sama sekali mennggalkan perkampungannya barang selangkah pun, sementara ilmu silatnya diperoleh dari warisan keluarga."

   Setelah memperoleh keterangan tsb, diam-diam Kho Beng berpikir lagi dalam hati.

   "Berusia sekitar tiga puluh tahunan berarti persis seimbang dg usia dewi In nu!"

   Berpikir demikian, kembali ia bertanya.

   "Bagaimana ceritanya sampai cici bisa berkenalan dg nya?"

   Kho Yang ciu tertawa.

   "Sewaktu dlm perjalanan turun gunung tempo hari, secara kebetulan aku ketimpa hujan sehingga harus berteduh ditempat ini, tak di sangka pertemuan yg semalam dapat menjalin hubungan yg lebih akrab diantara kami."

   "Apakah cici tak pernah menaruh curiga kepadanya?"

   "Curiga soal apa?"

   "Curiga kalau dia adalah dewi In nu yg sedang kita cari-cari?"

   Kho Yang ciu tertawa geli.

   "Aaah.perasaanmu terlalu sensitif, mana mungkin dia adalah dewi In nu? Kau tahu, ilmu kedele maut pencabut nyawa yg kumiliki sebetulnya adalah warisan dari dia!"

   Sekali lagi Kho Beng dibikin tertegun oleh kenyataan tsb.

   Tapi pelbagai tingkah laku, gerak gerik serta gejala yg diperolehnya selama bertemu dg Li Sian soat memberi kesan kepadanya bahwa perempuan she Li ini sangat mencurigakan hati, maka secara diam-diam dia mengambil keputusan utk melakukan penyelidikan selewatnya malam nanti, dia ingin mengetahui keadaan yg sebenarnya disekitar sana.

   Maka setelah berbincang-bincang sebentar dg cicinya dan menunggu sampai Kho Yang ciu meninggalkan tempat itu, dia padamkan lentera dan pura-pura tidur, padahal secara diam-diam dia awasi gerak gerik diluar.

   Ketika kentongan kedua sudah lewat.

   Rembulan nampak bersinar terang diluar jendela.

   Kho Beng menunggu sampai suasana diluar menjadi hening baru secara diam-diam melompat keluar dari jendela belakang dan menyusup kehalaman tengah.

   Dg matanya yg tajam dia mencoba memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, suasana terasa lenggang dan gelap, hanya disudut halaman sebelah barat kelihatan masih ada cahaya lentera, maka diapun segera bergerak menuju kearah sana.

   Setelah didekati barulah diketahui bahwa tempat tsb adalah sebuah halaman gedung yg terpisah, dari dalam gedung kedengaran suara lelaki yg sedang berbicara.

   Secara diam-diam Kho Beng mendekati tempat itu dan melongok kedalam, tetapi apa yg kemudian terlihat membuat hatinya bergetar keras.

   Ternyata tempat itu merupakan sebuah gedung yg amat lebar, dlm ruangan duduk enam orang lelaki kekar.

   Keenam orang itu semuanya memakai baju berwarna kuning, malah salah seorang diantaranya tak lain adalah Hang Tiong lin yg pernah dijumpai dikota Yang ciu tempo hari.

   Tak terlukiskan rasa terperanjat si anak muda tsb saat itu.

   Dari kehadiran Hang Tiong lin, dia segera menyadari bahwa perkampungan Ciu Hong san ceng ini sesungguhnya adalah sarang iblis dari dewi In nu, sedangkan Li Sian soat sendiri meski bukan dewi In nu pribadi, paling tidak dia adalah komplotannya.

   Tapi yg menjadi persoalan sekarang adalah kenapa cicinya bisa kenal dg perempuan itu, bahkan sama sekali tdk mengetahui identitas yg sebenarnya? Bukan hanya itu, mengapa pula dia bersedia mewariskan ilmu senjata rahasia yg begitu ampuh kepada cicinya? Kalau dibilang tiada permusuhan diantara mereka, dibalik kesemuanya itu pasti ada rencana busuk atau latar belakang lainnya, tapi apakah rencana busuk dan latar belakang tsb? Diam-diam Kho Beng termenung dg perasaan bimbang dan tak habis mengerti, namun satu hal telah diketahui secara pasti, ia sudah terjebak dalam sarang harimau.

   Berapa bahaya keadaan demikian, ia pun mengambil keputusan utk m enghubungi cicinya dulu serta memberitahukan apa yg sudah terlihat, agar cicinya bisa meningkatkan kewaspadaannya juga.

   Berpikir sampai disitu, diam-diam diapun memutuskan utk mengundurkan diri secara diam-diam dan menghubungi cicinya lebih dulu.

   Siapa tahu baru saja dia membalikkan tubuhnya, tahu-tahu dibelakang tubuhnya telah berdiri seorang kakek berbaju ungu.

   Ditengah malam buta yg sepi begini ternyata kehadiran orang tsb dibelakang tubuhnya sama sekali tdk menimbulkan suara sedikitpun, hampir saja Kho Beng dibuat bergidik ngeri saking kagetnya.

   Sementara itu si kakek berbaju ungu itu telah menegur dg suara dingin.

   "Siapa kau?"

   Kho Beng tdk langsung menjawab, otaknya berputar sebentar, ketika melihat paras muka si kakek berbaju ungu itu terasa asing sekali, dia berpendapat lebih baik tdk membongkar identitasnya lebih dulu. Maka sambil tersenyum, katanya.

   "Aku bernama Kho Beng, tamu dari cengcu perkampungan ini, boleh aku tahu siapa kah nama locianpwee?"

   Mencorong sinar tajam dari balik matya kakek itu, sahutnya dingin.

   "Ooooh, rupanya Kho kongcu, kalau toh sebagai tamu, tak pantas kau meyelidiki rahasia orang lain ditengah malam buta begini."

   Buru-buru Kho Beng berkata lagi.

   "Aku sedang mencari keempat anak buahku karena ada urusan hendak menitahkan mereka utk dikerjakan, sayang tidak kuketahui mereka berdiam dan lagi aku pun enggan mengganggu kenyenyakan tidur tuan rumah, maka terpaksa aku mencari seorang diri, tak disangka akhirnya aku mencari sampai tempat ini, harap loheng sudi memaafkan atas kelancanganku ini."

   Kakek berbaju ungu itu termenung sebentar, kemudian katanya.

   "Kalau keempat enak buah kongcu mah, aku tahu..?"

   "Oya, mereka berada dimana sekarang?"

   "Mereka telah pergi."

   "Sudah pergi?"

   Seru Kho Beng tertegun,"memangnya mereka pergi meninggalkan aku tanpa mencari kabar lebih dulu kepadaku?"

   "Kalau soal itu mah tidak kuketahui secara pasti"

   Sahut si kakek dg nada dingin.

   "Aku tidak percaya, sekalipun mereka pergi tanpa pamit, paling tidak cengcu kalian toh mesti memberitahukan soal ini kepadaku."

   "Disaat mereka pergi meninggalkan tempat ini, cengcu kami sudah pergi tidur!"

   "Oya?"

   Kho Beng segera tertawa dingin.

   "heeehhheeehheeehapalah artinya lotiang membohongi aku? Toh, aku sudah tahu bahwa perkampungan Ciu Hong san ceng bukan tempat yg baik!"

   Berubah paras muka kakek berbaju ungu itu, segera serunya.

   "Hey, apa maksudmu berkata begitu? Kalau bukan tempat yg baik, memangnya tempat ini tempat jahat?"

   "Seharusnya lotiang jauh lebih mengerti ketimbang aku!"

   Jengek Kho Beng lagi sambil tertawa dingin.

   "aku tidak mengerti?"

   "Ehmm, tak ada salahnya kalau kujelaskan kepadamu"

   Sambung Kho Beng segera.

   "bila perkampungan Ciu Hong san ceng adalah tempat orang baik-baik, kenapa disini bisa ditemui jago-jago pedang berbaju kuning dari dewi In nu?"

   Begitu perkataan tsb diutarakan keluar, paras muka kakek berbaju ungu itu berubah sangat hebat.

   Dan pada saat yg bersamaan pula, dari balik ruangan telah berkelebat lewat enam sosok bayangan kuning, dalam waktu singkat anak muda tsb sudah terkepung rapat-rapat.

   Sambil tertawa dingin, kakek berbaju ungu itu berkata.

   "Sebenarnya aku masih berminat memberi kesempatan padamu utk hidup beberapa waktu lagi, tapi sekarang.heehheeh..mau tak mau terpaksa aku harus mengirim kau utk pulang keneraka lebih dulu"

   Begitu selesai berkata, sepasang telapak tangannya segera diayunkan kedepan, segulung angin pukulan yg maha dahsyat pun meluncur kedepan dan menyambar Kho Beng.

   Dalam serangannya kali ini, kakek berbaju ungu tsb telah menggunakan tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian lebihbisa dibayangkan betapa dahsyatnya ancaman tsb.

   Menyaksikan betapa dahsyatnya ancaman yg menggulung datang, Kho Beng tak berani menghadapinya dg keras melawan keras, dg cekatan dia mengenggos kesamping utk menghindarkan diri.

   Tapi pada saat yg bersamaan, tiba-tiba terdengar lagi desingan angin tajam menyambar tiba dari sisi kiri.

   Sergapan yg dilancarkan secara licik ini kontan saja mengobarkan hawa amarahnya, dg suara menggeledek segera bentaknya.

   "Hmmm, manusia yg tak tahu malu!"

   Tenaga pukulannya segera diayunkan kesamping mengimbangi perputaran badannya, dg cepat sekali dia hantam tubuh sijago pedang berbaju kuning yg melancarkan sergapan kearahnya itu.

   Jeritan ngeri yg memilukan hati pun berkumandang memecah kesunyian.

   Mimpi pun si jago pedang berbaju kuning itu tak menyangka kalau tenaga pukulan Kho Beng yg sedang tertuju kearah kakek berbaju ungu tsb, tiba-tiba sudah berpindah sasaran dan mengancam kearahnya.

   Tahu-tahu dadanya terasa amat sakit, tak tahan ia menjerit ngeri lalu roboh terjungkal keatas tanah.

   Berada dalam keadaan begini, Kho Beng tdk menghentikan perbuatannya sampai ditengah jalan, kembali bentaknya keraskeras.

   "Barang siapa masih ingin h idup, hayo cepat menggelinding pergi dari sini!"

   Sepasang tangannya melancarkan sapuan berantai, bayangan pukulan menderu-deru bagaikan hujan gerimis, dalam waktu singkat lima orang jago pedang berbaju kuning sudah didesaknya sampai mundur sejauh tiga kaki lebih.

   Melihat peristiwa ini, kakek berbaju ungu itu menjadi sangat terkesiap, katanya tiba-tiba.

   "Sungguh hebat tenaga dalammu, tak heran kalau kau berani membuat keonaran ditengah malam buta begini!"

   "Lotiang!"

   Ujar Kho Beng dingin.

   "sekarang kau boleh bicara secara terus terang, sebenarnya dimanakah keempat anak buahku sekarang?"

   Kakek berbaju ungu itu tertawa sinis.

   "Heeehhheeehhheeehhkalau sekarang mah jiwa mereka belum terancam, tapi bila kau berani membuat keonaran lagi disini, aku tidak dapat m enjamin keselamatan jiwa mereka lagi!"

   "Hmmm, kau berani?"

   Dengus Kho Beng.

   "Nyawa mereka toh berada ditangan aku Ong Thian siang, aku juga yg menentukan hidup mati mereka, kenapa tak berani kulakukan?"

   Kho Beng tertawa bergelak.

   "Haaahh.haaahhhaaahh..tapi kau jangan lupa, selembar nyawamu justru berada ditanganku!"

   "Berani kau bertaruh dg ku?"

   Tantang kakek itu tiba-tiba.

   "Bertaruh apa?"

   "Bila kau yg menang, aku segera membebaskan anak buahmu dan membiarkan kau pergi dari sini tanpa diganggu!"

   "Seandainya aku kalah?"

   "Serahkan kitab pusaka Thian goan bu boh kepadaku!"

   "Baik!"

   Sahut pemuda itu angkuh.

   "Kalau begitu silahkan kau lepaskan seranganmu!"

   "Maaf."

   Kata Kho Beng dg suara dalam. Telapak tangan kanannya segera direntangkan didepan dada, lalu sambil berputar satu lingkaran ia bergerak maju kemuka. Tiba-tiba Ong Thian siang menjengek dingin.

   "Oooh, rupanya kau telah mempelajari sim hoat dari ilmu Thian goan sinkang?"

   Tubuhnya maju menyongsong, tidakberkelit atau berusaha menghindar, ia sambut datangnya serangan dari Kho Beng itu dg keras lawan keras..

   "Blaaaammm!"

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ditengah suara benturan yg amat keras, tubuh Ong Thian siang bergoncang amat keras, tapi segera serunya sambil tertawa seram.

   "Heeehheeeh.heeehbocah keparat, tenaga pukulanmu hanya mampu meniup bulu ayam, hmmm, coba rasakan pula tenaga pukulanku ini!"

   Ditengah bentakan keras, sepasang kepalannya didorong bersama kemuka dg kekuatan penuh.

   Sesungguhnya Kho Beng merasa terkejut sekali ketika menjumpai tenaga pukulannya sebesar delapan bagian tak berhasil melukai lawannya, dia sama sekali tak mengira kalau hawa khikang peindung badan yg dimiliki musuhnya telah mencapai puncak kesempurnaan, dimana tusukan tombak dan bacokan golok tak mempan lagi melukai badannya.

   Dalam waktu singkat dia segera menyadari bahwa kakek berbaju ungu ini betul-betul merupakan seorang musuh tangguh yg tak boleh dipandang enteng, maka begitu melihat datangnya angin pukulan yg menggulung datang, tergopoh-gopoh dia menghindarkan diri kesamping.

   Sementara itu didalam hati kecilnya, diam-diam dia mengambil keputusan, selama orang ini tidak dilenyapkan dari muka bumi maka nasibnya pada malam ini lebih banyak bahayanya ketimbang selamat.

   Belum habis ingatan itu melintas lewat, kelima orang jago pedang berbaju kuning telah berteriak bersama sambil menyerbu kemuka dg pedang terhunus.

   Sambil tersenyum dingin Kho Beng segera berseru.

   "Kalau toh kalian sendiri yg pingin mampus, jangan salahkan kalau siauya berhati keji!"

   Lengan kirinya segera digetarkan keras-keras, bayangan tangan berputar mengikuti gerakan badannya, dg cepat ia sudah melepaskan empat buah pukulan berantai yg amat dahsyat.

   Seketika itu juga terengarlah empat kali jerit kesakitan yg memilukan hati, tahu-tahu empat orang jago pedang berbaju kuning itu sudah roboh terjengkang keatas tanah.

   Tinggal seorang jago pedang berbaju kuning lagi yg masih hidup, tapi nyalinya sudah pecah, dg ketakutan setengah mati ia membalikkan badan dan melarikan diri terbirit-birit.

   Kakek berbaju ungu menjadi sangat gusar, ia membentak keras, tubuhnya segera menerjang kedepan sambil melancarkan pukulan berantai.

   Ibarat benteng terluka yg menyerang secara membabi buta, ternyata ia sma sekali tdk memperhatikan keselamatan diri sendiri, walaupun tubuhnya sudah termakan oleh tiga pukulan secara beruntun sehingga terhuyung mundur sejauh tiga langkah lebih, namun ia menerjang lagi kedepan dg garang.

   Kho Beng segera berkerut kening setelah menyaksikan peristiwa ini, tapi sebelum ia sempat mengambil suatu tindakan, mendadak terdengar suara gembrengan dibunyikan bertalu-talu, kemudian disekitar halaman bermuncullah bayangan manusia, suasana pun menjadi terang benderang bermandikan cahaya.

   Menyusul munculnya bayangan manusia tsb, dari kejauhan sana kedengaran seseorang membentak nyaring.

   "Tahan!"

   Ong Thian siang segera menarik kembali serangannya sambil melompat mundur dari arena pertarungan setelah mendengar bentakan tsb.

   Ketika Kho Beng turut berpaling, dilihatnya Li Sian soat telah berdiri diatas dinding pekarangan, ujung bajunya yg berkibar tertiup angin membuat gadsi tsb nampak sepeti dewi rembulan yg baru turun dari kahyangan.

   Dg sinar matanya yg jeli, dia mengawasi sekejap wajah Kho Beng serta Ong Thian siang, lalu tegurnya.

   "Apa yg telah terjadi?"

   Ong Thian siang segera memberi hormat seraya menjawab.

   "Ditengah malam buta kongcu telah melakukan penyelidikan atas perkampungan kita, jelas dia mempunyai maksud tujuan yg tidak menguntungkan kita!"

   Kho Beng segera mendengus dingin, tukasnya.

   "Lebih baik tak usah menggunakan tanya jawab sebagai basa basi lagi, langsung saja menyinggung masalah pokoknya."

   Ternyata Li Sian soat tdk menunjukkan sikap marah atau tersinggung oleh perkataan tsb, katanya lembut.

   "Kongcu dapatkah jelaskan mengapa kau tdk bisa tidur malam?"

   "Sebelum kujawab pertanyaan tsb. Aku ingin menanyakan satu hal terlebih dulu."

   "Silahkan bertanya!"

   "Tolong tanya sebenarnya siapakah nona?"

   Kata Kho Beng dg suara dalam. Li Sian soat segera terkekeh-kekeh, ujarnya.

   "Bukankah semala telah kuberitahukan kepadamu?"

   Kho Beng mendengus dingin.

   "Hmmm, mungkin nona tdk berbicara sejujurnya tapi sengaja merahasiakan identitasmu yg sebenarnya?"

   "Atas dasar apa kau mengatakan perkataanku tidak jujur?"

   Tanya Li Sian soat sambil tersenyum. Sambil menunjuk keatas mayat salah seorang jago pedang berbaju kuning yg tergeletak diatas tanah, ia menjawab.

   "Karena aku kenal dg orang ini!"

   "Oya? Siapakah dia?"

   Sepatah demi sepatah sahut Kho Beng.

   "Orang ini adalah jago pedang berbaju kuning anak buah dewi In nu yg sedang ucari-cari, ia bernama Han Tiong lin, karena sewaktu berada dikota Yang ciu, aku pernah berkenalan dgnya!"

   Li Sian soat segera tertawa terbahak-bahak setelah mendengar perkataan itu, serunya.

   "Aku rasa kau telah salah melihat orang?"

   Kho Beng agak tertegun, lalu serunya lagi.

   "Aku percaya mataku belum lamur, mana mungkin bisa salah melihat? Apalagi lotiang inipun sudah memberikan pengakuannya!"

   Dg kening berkerut Li Sian soat segera berpaling kearah Ong Thain siang, lalu tegurnya.

   "Apa yg telah kau akui?"

   Tiba-tiba saja sekujur badan Ong Thian siang gemetar keras, cepat-cepat serunya.

   "Aku tidak pernah mengakui apa-apa, aku hanya menganggap kedatangan Kho kongcu amat mencurigakan dan manusia macam dia tak boleh dibiarkan hidup terus!"

   Li Sian soat segera bertanya lagi kepada Kho Beng.

   "Benarkah orangu berkata demikian?"

   Kho Beng berpikir sebentar, kemudian baru mengangguk.

   "Yaa, benar, memang begitu!"

   Li Sian soat segera mengalihkan kembali pandangan matanya kewajah kakek berbaju ungu, lalu katanya.

   "Ong Thian siang, kau telah bersikap tak sopan kepada tamu agung perkampungan kita, dosamu amat besar dan pantas dijatuhi hukuman mati, mengapa kau tidak segera bunuh diri utk menebus kesalahanmu itu?"

   Kho Beng yg mendengar kejadian ini jadi tertegun, sebaliknya Ong Thian siang segera menyahut "Menerima perintah!"

   Telapak tangannya segera diangkat dan dihantamkan keatas ubun-ubunnya sendiri.

   Kho Beng tdk berpeluk tangan belaka, tiba-tiba dia melepaskan sebuah totokan menghajar jalan darah disikut Ong Thian siang.

   Dalam waktu singkat, Ong thian siang mendengus kaget, tangannya kaku dan tak mampu bergerak lagi, tanpa terasa dia melototkan matanya sambil menegur.

   "Hey, mau apa kau?"

   Kho Beng memutar biji matanya sambil tersenyum, sahutnya.

   "aku tak ingin menyaksikan lotiang mampus dg begitu saja!"

   Lalu sambil berpaling lagi kearah Li Sian soat, tanyanya lebih lanjut dg suara dalam.

   "Nona Li, sekali lagi aku ingin bertanya kepadamu, sebenarnya siapakah kau?"

   "Aku sama sekali tdk membohongi dirimu!"

   Kata Li Sian soat sambil tertawa.

   "Lantas kemana perginya ke empat orang anak buahku?"

   "Hey, bukankah mereka berada di gedung sebelah depan sana dlm keadaan baik-baik?"

   Seru Li Sian soat tercengang. Buru-buru Ong Thian siang melapor.

   "Mereka sudah meninggalkan tempat ini dua jam berselang!"

   "aaahmengapa aku tidak tahu?"

   Seru Li Sian soat agak keheranan.

   "Oleh karena cengcu sudah beristirahat, maka hamba tdk berani memberikan laporan."

   "Urusan sebesar ini kenapa mesti ditunda? Kau memang makin tua semakin pikun!"

   Tegur si nona gusar.

   Ong Thian siang segera mengiakan berulang kali.

   Berada dlm keadaan seperti ini, Kho Beng benar-benar merasa agak pikun dan kebingungan, mungkinkah apa yg dia duga keliru? Tapi apa sebabnya Ong Thian saing bersikap begitu ganas dan buas kepadanya barusan? Disamping itu, bukankah dandanan maupun tindakan keenam orang jago pedang berbaju kuning itu persis seperti apa yg dilihatnya dikota Tong sia? Apakah mereka bukan anak buah dewi In nu? Dia percaya apa yg terlihat olehnya tapi mengapa nona itu bersikeras utk menutupi semua persoalan itu? Rangkaian persoalan yg mencurigakan hatinya bagaikan sebuah teka-teki saja, membuatnya tak habis mengerti dan tak mampu utk memecahkannya.

   Tentu saja, dg sikap senyuman dikulum dan keramahan nona tsb, mustahil baginya utk bentrok lebih jauh dgnya dan diapun jadi kebingungan serta tak tahu apa yg mesti dilakukannya lebih lanjut.

   Sementara itu terdengar Li Sian soat telah berkata lagi.

   "Kongcu, lebih baik kau kembali kekamar utk beristirahat saja, bila ada persoalan lebih baik kita bicarakan esok pagi, jangan sampai membiarkan cicimu menuduh aku kurang melayanimu!"

   Lama sekali Kho Beng berdiri termangu-mangu tanpa mengetahui apa yg mesti dilakukan, akhirnya dg wajah bersemu merah dia menjura seraya berkata.

   "Baiklah, kesalahpahaman yg terjadi pada malam ini biar ku mintakan maaf kepada nona esok pagi saja!"

   "Aaaahkongcu jangan berkata begitu"

   Kata Li sian soat sambil tertawa lebar.

   "dalam suatu kesalah pahaman memang pasti akan jatuh korban, kau tak usah mempersoalkan masalah itu dalam hati."

   Kho Beng tdk bersungkan-sungkan lagi, setelah memberi hormat, dia segera kembali menuju kekamar tidurnya.

   Sambil berbaring diatas ranjang, makin dippikir ia merasa makin tak tentram, hatinya pun makin tak habis mengerti, baru menjelang fajar ia terlelap dalam tidur yg nyenyak.

   Menanti ia mendusin kembali dari tidurnya, ternyata suasana dalam kamar masih tetap gelap gulita, seakan-akan fajar belum lagi menyingsing.

   Kejadian ini tentu saja amat mencengangkan hatinya, karena ia masih ingat, menjelang fajar tadi baru ia tertidur, mana mungkin.

   Tapi sewaktu dia memperhatikan kembali keadaan disekeliling sana, pemuda itu baru merasa terkejut sekali.

   Kho Beng masih teringat, sebelum tidur tadi jendela berada dlm keadaan terbuka, mengapa saat ini ruangan tsb justru gelap gulita dan tertutup rapat? Sewaktu ia memeriksa kearah pintu ruangan, ternyata pintu itu pun tertutup rapat sekali.

   Dg cepat pemuda ini sadar bahwa telah terjadi perubahan yg mencurigakan, buru-buru dia melompat turun dari atas pembaringan lalu memeriksa ke jendela.

   Ketika ia mencoba utk membuka jendela, segera terasa benda tsb keras dingin, ternyata berupa sebuah lempengan besi baja yg amat kuat.

   Buru-buru dia memeriksa pintu kamar, namun hasilnya sama saja, ketika dicoba utk mendorongnya dg sekuat tenaga, ternyata pintu itu sama sekali tak bergerak.

   Sekarang Kho Beng baru sadar, ia sudah terjebak kedalam perangkap musuh, dalam terperanjatnya dg menghimpun segenap tenaga dalamnya, ia segera menghantam daun jendela.

   "Blaaaaammmm..!"

   Suara benturan yg amat keras bergema memecah keheningan, akan tetapi daun jendela itu tak bergerak sama sekali, malah sebaliknya dia sendiri yg tergetar sampai mundur sejauh dua tiga langkah.

   Keadaan sudah menjadi jelas sekarang, ternyata kamar dimana ia berada sekarang telah dilengkapi dg alat rahasia disekelilingnya, disaat ia sedang tertidur nyenyak tadi, ruangan tsb nampaknya sudah dirubah sedemikian rupa sehingga berubah menjadi seolah tahanan utk menyekapnya.

   Sementara dia masih menggertak gigi menahan rasa benci dan marah yg meluap-luap, tiba-tiba dari luar kamar terdengar seseorang menegurnya dg suara lembut.

   "Kho Kongcu, apakah kau telah mendusin?"

   Kho Beng mendengus dingin, sahutnya.

   "Siapa kau?"

   Orang yg berada diluar ruangan segera tertawa cekikikan, serunya dg genit.

   "Budak adalah Hong ing, bukankah semalam kongcu mencari aku? Sekarang budak telah datang, silahkan kongcu memberi perintah."

   "Aku tak punya urusan apa-apa, harap buka dulu pintu kamarku sebelum berbicara lebih jauh."

   "Sesungguhnya tdk sulit bila mengharapkan budak membukakan pintu kamar, tapi budakpun berharap agar kongcu mengabulkan pula sebuah permohonanku."

   "Katakan saja!"

   "Aku harap kongcu suka menyerahkan kitab pusaka Thian goan bu boh kepada kami!"

   Kho Beng segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhhaaahhaaahakhirnya ekor si rase kelihatan juga, kalau dugaanku tak salah, cengcu kalian kalau bukan si perempuan siluman In nu pribadi, pastilah anak buah dari siluman perempuan itu.."

   "Kalau toh kongcu sudah tahu, semalam seharusnya kau tidak balik lagi kemari utk tidur!"

   "Hmmm, aku hanya bersikap kelewat gegabah sehingga masuk perangkap kalian, tapi bila kalian mengharapkan kitab pusaka Thian goan bu boh.Huuuh! lebih baik tak usah bermimpi disiang hari bolong."

   "Apakah kongcu tak menghargai selembar jiwamu? Apalah artinya dua lembar kitab pusaka ketimbang jiwa sendiri?"

   Kho Beng tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhhaaaahhhaaahhmeskipun aku sudah terperangkap dlm kurungan ini, tapi utk bisa menghabisi nyawaku mungkin kalian mesti membuang banyak tenaga lagi."

   "Sama sekali tak usah membuang tenaga,, ruangan ini sudah dilapisi lempengan baja yg sangat kuat, asal kami memasang api disekitar ruangan serta membakarnya, meski tidak sampai membakar hangus tubuhmu paling tidak juga mampu membuat badanmu jadi arang!"

   Kho Beng sangat terkejut, namun dia tak sudi menyerah dg begitu saja, sambil berkeras kepala katanya.

   "Kalau begitu bakarlah sekarang juga, betapapun kallian mencoba utk menggertakku, jangan harap bisa memeras setengah patah kata pun dari mulutku."

   Hong ing segera saja tertawa terkekeh-kekeh "Heeeehhheehhh.heeeehhhhkongcu, mengapa kau berbuat begitu bodoh?"

   "Ooooh.jadi kau menganggap kecerdasanmu luar biasa? Baiklah akan kulihat sampai dimanakah kemampuan yg dimiliki oleh kalian perempuan-perempuan siluman."

   "kongcu, sekalipun kau sudah bertekad akan gugur bersama isi kitab pusaka tsb, paling tidak kau tak seharusnya menyeret orang lain utk mati juga."

   "Siapa yg kalian maksudkan?"

   Seru Kho Beng dg perasaan bergetar hebat.

   "Tentu saja keempat orang anak buahmu."

   "Perempuan busuk yg tak tahu malu!"

   Umpat Kho Beng sangat gusar.

   "mau dibunuh, mau dicincang lakukan saja segera, buat apa kau banyak berbicara lagi?"

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kembali Hong ing tertawa tergelak.

   "Haaahhhhaaaahhh.haaahhh.kalau begitu kau sudah ambil peduli dg keselamatan anak buahmu lagi?"

   "Mati hidupku sendiripun masih merupakan masalah, kenapa aku mesti memikirkan nasib orang lain?"

   "Sekalipun perkataanmu itu ada benarnya juga, tapi disamping keempat orang anak buahmu tak bisa hidup lebih jauh, aku rasa harus ditambah lagi dg seseorang."

   "Siapa?"

   "Encimu!"

   Tak terlukiskan rasa terkejut Kho Beng setelah mendengar nama itu, segera bentaknya.

   "Bagaimana dg ciciku?"

   "Kalau sekarang sih masih berada dalam keadaan baik-baik, tapi bila kau tetap berkeras kepala, mungkin dia pun bakal diceburkan kedalam kuali berisi minyak mendidih."

   Kho Beng merasakan detak jantungnya hampir saja berhenti, diam-diam dia menggertak gigi menahan gejolak emosi dialam hatinya.

   Benar kematian baginya bukan suatu peristiwa yg patut disayangkan, tapi bila cicinya ikut mati, lalu siapakah yg akan melanjutkan keturunan dari keluarga Kho mereka? Sementara dia masih termenung memikirkan persoalan itu, terdengar Hong ing yg berada diluar kamar telah berseru lagi.

   "Bila sauhiap tak percaya, bagaimana kalau budak mengajak cicimu kemari agar kau bisa berbincang-bincang dulu dengannya?"

   "Kau berani.."

   Pekik Kho Beng keras. Tapi sebentar kemudian ia sudah menghela napas panjang, katanya lagi dg suara lemah.

   "Baiklah, aku mengabulkan permintaan kalian, kitab tsb kutukar dg enam lembar jiwa!"

   "Nah, begitulah baru terhitung tindakan seorang lelaki sejati yg tahu diri"

   Seru Hong ing tertawa.

   "Tapi bagaimanakah pertukaran ini akan dilaksanakan?"

   "Kongcu dapat meletakkan kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh itu disisi pintu"

   Belum selesai perkataan itu diucapkan, Kho Beng telah menukas sambil tertawa dingin.

   "Heeehhhheehh.heeehhhbagus amat perhitunganmu, tapi bagaimana dg orang-orang kami?"

   "Asal barangnya sudah kami dapatkan tentu saja orang-orang itu akan kubebaskan semua."

   "Aku tak dapat mempercayai kalian"

   Teriak Kho Beng keras-keras.

   "Lantas bagaimanakah menurut pendapat kongcu?"

   Kho Beng berpikir sebentar lalu katanya.

   "Kalian harus membebaskan aku dahulu atau bebaskan kelima orang lainnya, kemudian aku baru serahkan kitab pusaka Thian goan bu boh itu kepadamu."

   Hong ing berpikir sebentar, kemudian sahutnya.

   "Baiklah kalau begitu aku akan membebaskan dulu keempat orang anak buahmu."

   "Tunggu sebentar, aku tak bisa menyaksikan dg mata kepalaku sendiri, hal ini tak bisa dipercayai"

   Hong ing tertawa terkekeh-kekeh, segera katanya.

   "Itu mah soal gampang, tentu saja akan kuajak mereka datang kemari agar kau bisa bertemu dulu dg mereka kemudian menyaksikan pula orang-orangmu pergi meninggalkan tempat ini."

   "Bagaimana dg ciciku?"

   "Sebentar, cicimu pasti akan datang pula kemari."

   Habis berkata suasana menjadi hening, agaknya Hong ing telah pergi meninggalkan tempat itu.

   Kini tinggal Kho Beng berjalan mondar mandir seorang diri dalam ruangan.

   Benarkah dia akan menyerahkan kitab pusaka Thian goan bu boh tsb kepada musuh? Tapi kitab tsb tidak berada ditangannya sekarang, sekalipun dia menyanggupi bukan berarti dia mampu menyerahkan keluar.

   Tapi apa akibatnya bila dia tak mampu menyerahkannya keluar? Pemuda itu tak bisa membayangkan lebih jauh dia pun tak sanggup utk menduganya.

   Sementara dia masih termenung, tiba-tiba jendela dibuka orang dan muncullah sebuah lubang kecil.

   Ketika Kho Beng mendekati dan mengintip keluar, dia saksikan didepan ruangan telah berdiri berjajar empat orang, mereka tak lain adalah Hapukim, Rumang, Molim dan Mokim.

   Yang lebih aneh lagi keempat orang tsb bukan saja tidak diikat lagipula sikap mereka tidak menunjukkan rasa tegang, panik ataupun rasa gusar.

   Disamping keempat orang tsb berdiri Hong ing beserta dua dayang lainnya.

   "Nah, kho kongcu, apakah kau sudah dapat melihatnya sekarang?"

   Terdengar Hong ing berseru. Buru-buru Kho Beng berteriak.

   "Mo bersaudara, coba kalian kemari semua!"

   Molim dan Mokim sekalian segera kemuka sambil berjongkok didepan lubang itu, tanyanya.

   "Cukong, kau ada perintah apa?"

   "Kalian tak pernah menderita apa-apa?"

   "Tidak!"

   Sahut Molim.

   "Baik, siapa diantara kalian yg membawa bom udara?"

   Mereka berempat sama-sama menggeleng, Kho Beng termenung dan berpikir sejenak, kemudian baru ujarnya.

   "Sekarang tinggalkan tempat ini secepatnya, begitu tiba didepan perkampungan gunakan dua kali suara pekikan panjang utk mengabarkan kepadaku bahwa kalian sudah aman, sebaliknya bila menjumpai bahaya, gunakan tiga kali pekikan pendek sebagai kode, kalian tak usah balik lagi kemari, tunggu selama satu hari dibawah bukit situ, bila sehari sudah lewat tanpa melihat aku munculkan diri, ini berarti aku sudah tewas, berangkatlah secepatnya kelembah hati buddha utk mengabarkan berita ini kepada rekan-rekan lainnya!"

   Keempat orang itu segera manggut-manggut tanda mengerti.

   Setelah menghela napas kembali, Kho Beng berkata.

   "Berangkatlah kalian sekalian juga, sepanjang jalan kalian harus melatih baik-baik kedua jurus serangan yg kuajarkan itu, dua jurus tsb merupakan dasar ilmu sakt yg tercantum dalam kitab pusaka Thian goan bu boh, asal kalian sudah menguasai kedua gerakan tsb secara sempurna, maka gerakan berikutnya akan lebih muda dipelajari, asal aku dapat meloloskan diri dan asal kalian tidak binal dan liar, pasti akan kuwariskan semua kepandaian tsb kepadamu."

   Sekali lagi keempat orang itu manggut-manggut, sementara kelopak mata mereka nampak berkaca-kaca.

   Diam-diam Kho Beng pun merasa amat sedih, meski dimasa lampau dia menaruh hubungan yg tak begitu akrab dg mereka berempat seolah-olah diantara mereka terdapat dinding pemisah, tapi pergaulan yg cukup lama, senang bersama sengsara berbareng yg mereka alami selama ini membuat hubungan batin diantara mereka bertambah akrab.

   Itulah sebabnya perpisahan yg terjadi saat ini cukup menyedihkan hati mereka semua.

   "Cukong, baik-baiklah menjaga dirimu, kami segera akan berangkat!"

   Kata Molim berempat dg pelan. Kho Beng manggut-manggut.

   "Baiklah, kalau begitu sampai ditempat yg aman, jangan lupa memberi tanda kepadaku."

   Keempat orang itu manggut-manggut, kemudian dg gerakan cepat mereka beranjak pergi meninggalkan tempat tsb. Dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka lenyap dari pandangan mata. Saat itulah Hong ing baru berkata lagi sambil tertawa.

   "Nah, tentunya perasaanmu sudah lega bukan sekarang?"

   "Hmmm, bagaimana dg ciciku?"

   Dengus Kho Beng.

   "Tunggu dulu, sebagian dari orang yg kau minta sudah dibebaskan, sekarang kau harus memenuhi janjimu lebih dulu."

   "Janji apa?"

   Kho Beng berlagak bodoh.

   "Bagaimana dg kitab pusaka Thian goan bu boh itu?"

   "Kau tak usah membayangkan yg muluk-muluk, kitab pusaka Thian goan bu boh hanya terdiri dari dua lembar, sedangkan dari pihakku pun masih ada dua lembar nyawa yg masih berada ditanganmu, bagaimana mungkin aku bisa menyerahkan sekarang juga?"

   "Lantas sampai kapan kau baru akan menyerahkannya kepada kami?"

   Tegur Hong ing dg wajah berubah.

   "Setelah kau mengundang kemari ciciku, aku akan persembahkan selembar lebih dulu, menanti kau sudah membebaskan aku, akan kuberikan lembaran yg terakhir."

   

   Jilid 22 Hong ing berpikir sebentar kemudian, katanya.

   "Baiklah, kalau begitu tunggulah dulu disini!"

   Menyusul kemudian lubang dijendela pun tertutup kembali.

   Lagi-lagi Kho Beng berjalan bolak balik didalam ruangan, perasaan hatinya waktu itu amat sedih masgul dan gelisah.

   Sementara itu diruang yg indah dibelakang loteng, Kho Yang ciu sedang berbaring kemalas-malasan diatas ranjang.

   Tiba-tiba dari luar pintu kedengaran suara langkah kaki manusia bergema memecah keheningan.

   Menyusul kemudian pintu kamar dibuka orang, Li Sian soat dg wajah berat dan serius melangkah masuk kedalam ruangan.

   Buru-buru Kho Yang ciu melompat bangun sambil menyapa.

   "Enci Soat, selamat pagi."

   "Pagi apa?"

   Jawab Li Sian soat sambil terpaksa.

   "kau tahu matahari sudah hampir menyinari seluruh tempat!"

   Sambil berkata dia segera duduk persis dihadapan Kho Yang ciu "Enci Soat"

   Kho Yang ciu menegur lagi dg wajah tercengang.

   "kenapa paras mukamu kelihatan kurang sedap?"

   "Semalam telah terjadi peristiwa berdarah diperkampungan kita ini"

   Keluh Li Sian soat.

   "Peristiwa apa?"

   Dg perasaan kaget Kho Yang ciu melompat bangun. Li Sian soat menghela napas panjang.

   "Aaaai..adikku, lebih baik kita tengok keluar sebentar sebelum berbicara lebih jauh."

   Dg cepat Kho Yang ciu mengenakan pakaian, lalu katanya lagi.

   "Enci Soat, sebenarnya apa yg telah terjadi? Mengapa tidak kau ceritakan dulu kepadaku?"

   Sekali lagi Li Sian soat menghela napas panjang.

   "Aaai.sesungguhnya aku tak mampu utk menceritakan kembali, lebih baik tengoklah sendiri, kau pasti akan mengerti setelah melihat keadaan diluar situ."

   Terpaksa Kho Yang ciu membetulkan letak rambutnya lalu berkata.

   "Kalau begitu mari kita berangkat!"

   Mereka berdua berjalan keluar loteng menuju halaman sebelah barat, disitu Kho Yang ciu melihat ada lima sosok mayat yg membujur diatas tanah.

   Apa yg terlihat olehnya ini kontan saja mengejutkan perasaan Kho Yang ciu, utk sesaat dia sampai melongo.

   Mayat-mayat itu tergeletak diatas genangan darah yg membasahi seluruh permukaan tanah, sementara belasan orang gadis berdandan pelayan dan lelaki bertubuh kekar berdiri disekeliling tempat itu dg wajah murung dan sedih.

   Setelah termangu-mangu sesaat, Kho Yang ciu baru bertanya.

   "Siapa korban yg mati terbunuh itu?"

   "Mereka adalah anggota perkampungan kami!"

   Sahut Li Sian soat sambil menghela napas.

   "Apa yg menyebabkan kematian mereka?"

   Tanya Kho Yang ciu lebih jauh dg kening berkerut.

   "Tewas oleh pukulan dahsyat seseorang!"

   "Siapa pelakunya?"

   "Aaaai..mungkin kalau kuungkapkan orangnya kau tak akan percaya, aaai.bagaimana aku mesti berbicara?"

   Kho Yang ciu semakin keheranan lagi, dg dorongan rasa ingin tahu segera desaknya.

   "Enci Soat, mengapa sih kau seperti nampak ragu-ragu utk berbicara? Aaaai..membuat hatiku gelisah saja."

   "Sesungguhnya orang yg membunuh mereka tak lain adalah adikmu sendiri, Kho kongcu."

   Kho Yang ciu merasakan jantungnya seperti berhenti berdetak, wajahnya berubah hebat, jeritnya tertahan.

   "Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?"

   Dalam hati kecilnya diam-diam Li Sian soat tertawa dingin, karena semuanya ini merupakan bagian dari siasat liciknya, bukan saja dia telah melibatkan Kho Beng bahkan Kho Yang ciu sendiripun dikelabui mentah-mentah, tentu saja kesemuanya ini dilakuakannya demi kitab pusaka Thian goan bu boh tsb.

   Sampai matipun Kho Yang ciu tak bakal menyangka kalau apa yg dilihatnya ini hanya sebagian dari siasat busuk lawannya, dia lebih tak mengira lagi kalau ilmu senjata rahasia yg diwariskan lawan kepadanya sebetulnya hanya merupakan siasat meminjam golok membunuh orang Rasa terkejut dan tertegun membuat gadis itu berdiri termangumangu beberapa saat lamanya, kemudian baru ia berkata.

   "Enci soat, kau bukan sedang bergurau bukan?"

   "Kau rasa dapatkah aku bergurau dgmu?"

   Li Sian soat balik bertanya dg wajah serius. Rasa bingung dan gelisah segera mencekam perasaan Kho Yang ciu, lama kemudian ia baru berkata.

   "Apa sebabnya adikku bisa membunuh orang tanpa sebab musabab?"

   "Sesungguhnya dia berbuat demikian bukan dikarenakan tanpa sebab musabab, tapi kelewat besar rasa curiganya"

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata Li Sian soat.

   "Apa yg dicurigainya?"

   "Dia menaruh curiga kalau cici adalah dewi In nu."

   Kho Yang ciu segera menghentak-hentakan kakinya berulang kali, serunya dg gemas.

   "Benar-benar tolol, bukankah semalam aku telah berulang kali memberi penjelasan kepadanya? Aaaaibagaimana baiknya sekarang?"

   Li Sian soat menghela napas panjang.

   "Orang yg sudah mati tentu saja dapat cici kebumikan selayaknya, tapi yg kukuatirkan adalah selanjutnya.."

   Dg rada gusar yg meledak-ledak, Kho Yang ciu segera berseru.

   "Lain kali bila dia berani bertindak lagi secara sembrono tanpa membedakan mana yg benar dan mana yg salah, aku yg menjadi cicinya pasti akan memberi pelajaran dulu kepadanya, cici Soat, mana orangnya sekarang.?"

   "Semalam dia malah berniat membunuhku"

   Kata Li Sian soat dg kening berkerut.

   "oleh sebab itu dlm keadaan apa boleh buat terpaksa kugunakan siasat utk mengurungnya sementara waktu dlm kamar berlapis baja!"

   "Enci Soat!"

   Seru Kho Yang ciu terperanjat.

   "apakah kau."

   Li Sian soat segera tertawa terkekeh-kekeh.

   "Apa yg bisa kukatakan terhadapnya? Aku hanya berharap dia tidak mengapa-apa kan diriku saja, hal ini sudah cukup untukku."

   Kho Yang ciu merasa terharu sekali, segera katanya.

   "Enci Soat, adikku tidak tahu urusan, kuharap kau sudi memberi muka kepadaku"

   "Tentu saja memandang diatas wajahmu, kalau tidak masa kubiarkan dia berulah semau hatinya sendiri?"

   Kata Li Sian soat tertawa.

   "Hayo berangkat, kita tengok dulu keadaannya."

   Li Sian soat manggut-manggut, bersama-sama Kho Yang ciu mereka menuju kegedung bagian depan.

   Kalau kemarin ruangan tsb masih terdiri dari jendela dan pintu, maka hari ini telah berubah menjadi sebuah ruang besi yg tak berpintu dan berjendela.

   Ditengah ruangan berdiri empat orang nona berbaju hijau, ketika melihat kedatangan cengcu mereka, serentak orang-orang itu memberi hormat.

   Li Sian soat segera mengulapkan tangannya sambil memberi perintah.

   "Buka lubang dijendela itu!"

   Seorang nona berbaju hijau mengiakan dan mendekati rumah besi itu, lalu menginjak keras-keras diatas sebuah ubin. Sambil menengok kearah Kho Yang ciu, Li Sian soat segera berkata.

   "Adikmu berada didalam sana, kuharap kau bisa memberi penjelasan kepadanya serta membujuknya, bila ia sudah mau tahu keadaan yg sebenarnya, kita baru membukakan pintu baginya."

   Dg perasaan berat Kho Yang ciu manggut-manggut. Tapi sebelum ia sempat mendekati lubang jendela itu, Kho beng yg berada dalam ruangan telah mendekati jendela sambil berseru.

   "Cici!"

   Meskipun Kho Yang ciu merasa sedih dihati, namun berhubung Li Sian soat hadir pula disampingnya, terpaksa ia membentak keraskeras.

   "Apakah dalam pandanganmu masih terdapat aku yg menjadi cicimu?"

   "Cici, dengarkan dulu penjelasanku"

   Seru Kho Beng dg cemas.

   "Justru aku yg hendak memberi penjelasan kepadamu"

   Tukas Kho Yang ciu dingin.

   "aku ingin tahu apa sebab kau membunuh orang tanpa sebab ditengah malam buta?"

   "Cici, kau masih dikelabui oleh mereka, tahukah kau, besar kemungkinan perkampungan Ciu Hong san ceng adalah salah satu diantara sarang-sarang iblis dari siluman perempuan In nu?"

   "Omong kosong!"

   Hardik Kho Yang ciu keras.

   "Tidak, aku sama sekali tidak ngaco belo.."

   Kho Beng menghela napas panjang. Dg wajah hijau membesi, Kho Yang ciu kembali berkata.

   "Adikku, sekali lagi kuminta kepadamu, hayo cepat minta maaf kepada Enci Soat!"

   "Bolehkah aku memberi keterangan yg lebih jelas lagi kepadamu?"

   Pinta Kho Beng dg kening berkerut.

   "Katakanlah!"

   Sambil merendahkan suaranya pemuda itu segera berkata.

   "Aku telah menjumpai jago pedang berbaju kuning dari dewi In nu berada didalam perkampuangan ini."

   "Kau toh tak bisa menganggap setiap jago yg mengenakan baju berwarna kuning sebagai anak buah dari siluman perempuan itu!"

   "Tapi aku kenal dg salah seorang diantara mereka, sebab kami pernah berkenalan!"

   Bantah Kho Beng. Kho Yang ciu segera mendengus dingin.

   "hmmm, aku tidak berharap kau lanjutkan kata-katamu itu."

   Melihat sikap dari kakaknya itu, Kho Beng menghela napas panjang, katanya kemudian.

   "Aaaibarusan ada orang yg menggunakan keselamatan jiwa cici utk mengancam kepadaku agar menyerahkan kitab pusaka Thian goan bu boh, bagaimana pula kejadian ini?"

   "Siapakah orang itu?"

   Tanya Kho Yang ciua sambil kerutkan dahinya kencang-kencang.

   "Dia tak lain adalah dayang yg bernama Hong ing, dayang itu pernah kujumpai didepan perkampungan Bwee wan."

   Tapi Kho Yang ciu segera gelengkan kepalanya berulang kali, katanya cepat.

   "Aku tidak percaya dg semua perkataanmu itu, sekarang aku Cuma berharap kepadamu agar mau minta maaf kepada enci soat!"

   Menghadapi keadaan seperti ini, Kho Beng hanya bisa menghela napas panjang, katanya kemudian.

   "Aaaai, baiklah cici, aku akan menuruti semua perkataanmu, tapi sekarang mereka harus membebaskan diriku lebih dulu."

   Kho Yang ciu segera berpaling kearah Li Sian soat dan ujarnya.

   "Enci Soat, adikku telah menyesali semua perbuatannya dan bersedia minta maaf kepada enci Soat, kuharap enci soat sudi mengingat hubungan persahabatan diantara kita dan membebaskan dirinya."

   "Oooh, tentu saja"

   Kata Li Sian soat sambil tertawa.

   Sambil berkata dia segera mengulapkan tangannya kebelakang.

   Tampak seorang nona berbaju hijau yg berada diatas sebuah pohon besar segera menekan sebuah tombol rahasia disana, tibatiba saja lapisan baja disekeliling bangunan itu tenggelam kedasar tanah dan muncullah bangunan rumah yg sebenarnya.

   Kho Beng segera melangkah keluar dari dalam ruangan, kepada Kho Yang ciu ujarnya kemudian dg suara berat.

   "Cici, semoga kau dapat menjaga diri baik-baik, aku hendak mohon diri sekarang juga."

   "Kau hendak kemana?"

   Tanya Kho Yang ciu agak tertegun.

   Kho Beng amat sedih, hatinya serasa remuk redam, pertanyaan dari Kho Yang ciu sama sekali tak dijawab olehnya, bahkan tanpa mengucapkan sepatah katapun dia menggerakkan tubuhnya dan secepat sambaran kilat berkelebat meninggalkan perkampungan tsb.

   Setelah keluar dari perkampungan, ia merasakan dadanya bagaikan ditindih dg batu karang yg besar sekali, tak terlukiskan bagaimanakah perasaan hatinya ketika itu, akhirnya sambil menghela napas sedih dia melanjutkan perjalanannya kedepan.

   Tapi belum jauh dia meninggalkan perkampungan Ciu Hong san ceng, mendadak dari jarak beberapa kaki dihadapannya telah bermunculan puluhan sosok bayangan manusia, dg cepat dia sudah terkurung ditengah kepungan mereka.

   Kho Beng melototkan sepasang matanya bulat-bulat, hawa amarah yg membara didalam dadanya telah memuncak, tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia mengayunkan telapak tangannya melancarkan sebuah pukulan yg amat dahsyat.

   Ternyata puluhan sosok bayangan manusia itu dipmpin oleh seorang kakek berbaju ungu yag tak lain dalah Ong Thian siang.

   Tampak kakek tsb membentak keras-keras, kemudian sepasang telapak tangannya diputar dan menyongsong datangnya serangan lawan keras melawan keras.

   Dalam melepaskan serangan kali ini, Kho Beng telah menyertakan tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan tsb.

   "Blaaaammm!"

   Ditengah suara benturan keras yg memekakkan telinga, pasir debu nampak beterbangan diangkasa, akan tetapi Ong Thian siang justru kelihatan masih berdiri tegak ditempat semula tanpa menderita cidera barang sedikitpun juga.

   Tampak kakek itu mengulapkan tangannya dg dingin, lalu bentaknya keras-keras.

   "Bocah keparat, kau jangan harap bisa kabur lagi dari cengkeramanku.?"

   Sementara itu, belasan jago pedang yg turut hadir disitu telah meloloskan senjata masing-masing dan bersiap sedia melancarkan serangan..

   Tak terlukiskan rasa kaget Kho Beng menghadapi kejadian ini, dia percaya tenaga pukulannya barusan paling tidak mencapai delapan sembilan ratus kati, jangan lagi tubuh manusia yg terdiri dari darah dan daging, besi baja pun pasti akan patah menjadi dua.

   Tapi sungguh aneh, mengapa kakek berbaju ungu itu justru tetap sehat wal afiat tanpa cedera sedikitpun? Terburu-buru ingin meninggalkan tempat itu secepatnya, timbul hawa nafsu membunuh dalam hatinya, dg cepat pemuda itu meloloskan pedangnya lalu dg jurus "Hujan darah melanda langit"

   Pedangnya dg membawa desingan suara yg memekakkan telinga langsung ditusukkan ketubuh Ong Thian siang.

   Menghadapi datangnya ancaman ini, Ong Thian siang tdk bermaksud menghindarkan atau berkelit, senjata kupu-kupunya segera diputar kencang-kencang menyongsong datangnya ancaman tsb.

   Ketika sepasang senjata mereka saling adu satu sama lainnya, Kho Beng segera merasakan pergelangan tangannya menjadi kaku dan kesemutan sehingga tak kuasa lagi tubuhnya tergetar mundur sejauh beberapa langkah.

   Walaupun Ong Thian siang sendiripun terhuyung mundur sejauh dua langkah lebih, namun sikap maupun mimik wajahnya masih tetap tenang seakan-akan tak pernah terjadi suatu peristiwa pun, bukan saja dia tak terluka oleh serangan pedang anak muda tsb, paras mukanya pun sama sekali tidak berubah.

   Terdengar kakek itu mendengus dingin seraya menjengek.

   "Hmmm, kalau Cuma mengandalkan kepandaian semacam itu, jangan harap kau bisa lolos dari cengkeramanku lagi!"

   Sambil berkata, senjata panji kupu-kupu nya segera digetarkan lalu dihantamkan keatas kepala Kho Beng.

   Dalam waktu singkat anak muda itu terkepung, ia merasakan sekeliling tubuhnya telah dilapisi oleh bayangan kupu-kupu yg beterbangan kian kemari, dia tak bisa membedakan lagi mana yg asli dan mana yg tipuan? Dalam terperanjatnya buru-buru Kho Beng melompat mundur kebelakang dan menghindar sampai sejauh dua kaki dari posisi semula.

   Tampak sinar hijau yg menggidikkan hati memancar keluar dari balik mata Ong Thian siang, utk kedua kalinya dia melancarkan serangan dg senjata panji kupu-kupunya.

   Ditengah deru angin serangan yg memekakkan telinga, selapis bayangan kupu-kupu kembali menyergap dan mengurung Kho Beng dari segala penjuru arena.

   Kho Beng benar-benar bergidik hatinya menghadapi ancaman lawan yg begitu bertubi-tubi, mimpipun dia tak pernah menyangka kalau ilmu silat yg dimiliki setan tua tsb ternyata begitu tangguh dan luar biasa.

   Tak heran kalau Li Sian soat bersikap begitu terbuka dan sok berjiwa besar dg mempersiapkan jago-jago lihaynya utk melakukan penyergapan disini.

   Lalu apakah tujuan dari rencana busuknya itu? Sementara dia berpikir tentang kejadian ini, tubuhnya dg cekatan telah melejit kesana kemari utk meloloskan diri dari ancaman musuh.

   Dalam hati kecilnya dia sudah mempunyai perhitungan, Ong Thian siang tak boleh dianggap enteng, sebab sedikit salah tingkah berarti jiwanya besar kemungkinan akan terluka ditangannya.

   Akan tetapi Ong thian siang sendiri pun sama sekali tak berayal, ketika melihat Kho Beng menghindarkan diri sekali lagi kesisi arena, permainan senjata panji kupu-kupunya segera diperketat, utk ketiga kalinya dia melancarkan serangan kembali utk menggencet pemuda tsb, bahkan jurus serangan yg digunakan kali ini jauh lebih ganas dan hebat lagi.

   Setelah berhasil menghindarkan diri utk ketiga kalinya, tiba-tiba saja pemuda tsb teringat akan sebuah jurus serangan pedang yg mungkin bisa digunakan utk mematahkan serangan lawan, jurus tsb merupakan salah satu jurus ciptaannya sendiri, yakni gabungan dari dua jurus yg yg berbeda diantara tiga puluh enam jurus ilmu pedang Thian goan kiam hoat.

   Walaupun dia tak mengetahui sampai dimanakah kehebatan dari jurus ciptaannya itu, namun dalam keadaan yg begini kritis dan berbahaya, dia tak mau berpikir panjang, jurus serangan tsb segera dipersiapkan utk dipakai.

   Begitulah, sambil mempersiapkan pedangnya dia segera membentak keras-keras.

   "Kalau toh kau mengharapkan kematianku, nah silahkan mencoba dulu jurus Thian goan hap it ku ini!"

   Pedangnya diputar membentuk satu gerak melingkar, ditengah lingkaran bunga pedang yg membentuk garis bagaikan pelangi, secepat kilat dia tusuk tubuh Ong Thian siang.

   Menyaksikan datangnya ancaman tsb, Ong Thian siang sangat terkesiap, tergopoh-gopoh dia memutar senjata panji kupu-kupu utk menyongsong datangnya ancaman tsb.

   Akan tetapi jurus pedang dari Kho Beng benar-benar luar biasa hebatnya, sebaris cahaya pelangi tsb tiba-tiba saja berubah menjadi hujan pedang yg menyelimuti seluruh angkasa.

   Baru sekarang Ong Thian siang menyadari betapa lihay dan luar biasanya jurus pedang dari ilmu yg tercantum dalam pusaka Thian goan bu boh.

   Walaupun dia mengetahui akan kelihaian ilmu pedang Thian goan kiam hoat, tapi sayang keadaan sudah terlambat Terdengar suara dengusan tertahan bergema memecah keheningan, tampak Ong Thian siang mundur dg sempoyongan, sementara dadanya sudah berlubang oleh tusukan, darah segar menyembur keluar membasahi seluruh tubuhnya.

   Berubah hebat paras muka belasan orang jago pedang lainnya, mereka sangat terperanjat oleh peristiwa yg tak terduga sebelumnya itu.

   Begitu berhasil dg seragannya, Kho Beng segera membentak keras-keras.

   "Apabila kalian semua tak ingin hidup terus, silahkan saja maju kemuka utk menerima kematian!"

   Waktu itu, meskipun Ong Thian siang sudah terluka oleh tusukan pedang, agaknya luka yg dideritanya tdk begitu parah. Ia segera tertawa seram sesudah mendengar perkataan itu, katanya.

   "Haaahhh..haaahhhaaahh..sebuah jurus serangan dari ilmu pedang Thian goan kiam hoat, ilmu pedang sakti mana yg sudah punah ratusan tahun lamanya, sekarang digunakan lagi utk menghadapi diriku lewat kau.."

   Lalu dg sorot mata berkilau tajam, dia berkata lebih jauh.

   "Asal kau mampu membunuh habis diriku serta kedelapan belas orang anak buahku ini, akan kubiarkan kau meninggalkan bukit Cian san ini dlm keadaan hidup."

   "Heeeh.heeehh.heeehhkau anggap aku tak tega utk melakukannya?"

   Jengek Kho Beng sambil tertawa dingin.

   "Hmmm, justru aku kuatir kau tdk memiliki kemampuan sehebat itu"

   Jengek Ong Thian siang dg suara keras. Menyusul suara pekikan nyaring yg menembusi angkasa, katanya lebih jauh.

   "Aku akan bertarung seratus jurus lagi melawan dirimu!"

   Pada saat itulah tiba-tiba muncul empat sosok bayangan manusia dari balik hutan sana.

   Ketika Kho Beng berpaling dan mengetahui siapa yg datang, ia menjadi kegirangan setengah mati, ternyata mereka tak lain adalah Molim, Mokim, Hapukim serta Rumang.

   Saat itu keempat orang anak buahnya telah meloloskan senjata masing-masing siap utk bertarung, kepada Kho Beng teriaknya lantang.

   "Cukong tak usah gugup, kami datang utk melindungimu!"

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kemarilah kalian!"

   Seru Kho Beng lantang.

   "bantu aku utk bertarung mati-matian melawan mereka semua!"

   Keempat orang itu segera melayang turun persis disamping Kho Beng, suasana pun menjadi amat tegang, nampaknya suatu pertarungan sengit segera akan berlangsung.

   Mendadak..

   Disaat keadaan makin kritis dan pertarungan sengit segera akan berkobar itulah, tiba-tiba terdengar suara gembrengan yg dibunyikan bertalu-talu berkumandang datang dari arah perkampungan.

   Mendengar suara tsb, Ong Thian siang menjadi terkejut sekali, buru-buru dia mengulapkan tangannya seraya berkata.

   "Cepat kembali keperkampungan!"

   Kho Beng sendiri pun agak tertegun melihat perubahan tsb, dia tak habis mengerti apa gerangan yg telah terjadi.

   Sementara itu Ong Thian siang telah berkata dg dingin.

   "Untuk sementara waktu kubebaskan dirimu hari ini, tapi kau mesti mengerti, setiap waktu setiap saat nyawamu selalu berada dalam cengkeraman kami."

   Habis berkata, dia segera memimpin belasan orang jago pedangnya dan mengundurkan diri dari sana, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan mata.

   Menanti bayangan Ong thian siang sekalian sudah hilang dari pandangan.

   Kho Beng baru berkata dg suara rendah.

   "Mari kita pergi dari sini!"

   "Cukong!"

   Seru Rumang keras-keras.

   "tua bangka tadi telah kau lukai dg babatan pedang, mengapa kau biarkan dia melarikan diri dg begitu saja?"

   Kho Beng menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Walaupun dia sudah menderita luka, namun bila benar-benar terjadi pertarungan yg sengit, ditambah pula dg belasan orang jago pedangnya, aku rasa siapa yg menang siapa yg kalah masih belum dapat diramalkan mulai sekarang."

   Kemudian setelah memperhatikan sekejap keadaan disekeliling sana, katanya lebih jauh.

   "Disamping itu, pikiranku sangat kalut dan tidak mempunyai semangat utk melanjutkan pertarungan, hayo kita pergi saja dari sini."

   "Cukong"

   Kembali Rumang berteriak.

   "

   Kau belum bercerita kepada kami bagaimana kisahmu melarikan diri dari sana.apakah kau benar-benar menyerahkan kitab pusaka Thian goan bu boh itu kepada mereka?"

   Dg cepat Kho Beng menggeleng.

   "Dikemudian hari kau akan mengerti dg sendirinya, sekarang lebih baik kita pergi dulu."

   "Tapi kita hendak kemana?"

   Tanya Hapukim.

   "Terserahlah, mau kemana pun boleh saja."

   Mendadak seperti teringat akan sesuatu, dia berseru lagi.

   "Mari kita pergi mencari tempat utk minum arak!"

   Dg perasaan gembira yg meluap Rumang segera berseru.

   "Haaaa.haaaah.haaaahbagus sekali, kita pergi minum arak, sudah lama sekali aku berpantang minum arak.."

   Maka mereka berlima pun segera berangkat menuruni bukit.

   Menjelang senja, Kho Beng bersama Molim, Mokim, Rumang serta Hapukim sekalian sudah berada dalam sebuah rumah makan kecil dikaki bukit, disitu mereka memesan sayur dan arak serta bersantap dg lahapnya.

   Walaupun arak diharapkan bisa menghilangkan segala kemasgulan, namun kobaran api dendam yg membara membuat perasaan Kho Beng tak pernah bisa tenang.

   Beberapa poci arak yg berpindah keperut membuat pemuda tsb mulai dipengaruhi oleh air kata-kata, maka mereka berlima pun melewatkan malam yg panjang itu didalam rumah makan kecil ini.

   Mereka berlima tidur dalam sekamar, namun mereka tidak dapat memejamkan mata, terutama Kho Beng.

   Pikiran dan perasaannya waktu itu sangat kalut dan tak tenang, bagaimana pun dia berusaha utk memejamkan mata namun tak setitik rasa ngantuk pun yg menyerang dirinya.

   Ketika Molim melihat Kho Beng belum juga dapat tidur, tanpa terasa segera ia membujuk.

   "Cukong, kau harus pergi tidur sebentar, dirisaukan pun persoalan tsb tak akan terselesaikan dg sendirinya."

   "Ehmmm, kau pergilah tidur sendiri!"

   Sahut Kho Beng dg suara hambar. Tapi sambil tertawa paksa Molim segera berkata lagi.

   "Aku merasa amat kesal berada didalam kamar, biar aku berjalan-jalan sebentar diluar kamar sambil mencari udara segar"

   Kho Beng sama sekali tidak menjawab, dia hanya mengangguk pelan sebab dalam keadaan seperti saat ini, dia pun mempunyai perasaan yg sama seperti Molim, Cuma saja ia malas utk keluar dari kamar.

   Sementara itu Molim sudah keluar dari kamarnya, ternyata dia bukan pergi berjalan-jalan seperti yg diutarakan tadi, begitu sampai diluar halaman, dg sekali lompatan ia sudah melewati pagar pekarangan dan bergerak menuju keluar kota dg kecepatan tinggi.

   Lebih kurang setengah peminuman the kemudian , didepan situ muncul sebuah kuil dewa tanah, Molim segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu dg seksama kemudian menerobos masuk kedalam kuil tadi..

   Ditengah kegelapan malam yg mencekam, gerak gerik Molim tak ubahnya seperti sukma gentayangan, tanpa menimbulkan sedikit suarapun dia menghampiri bangunan kuil tsb.

   Kemudian setelah memperhatikan sekejap seputar bangunan kuil, dia bersiul pelan.

   Dari dalam kuil segera segera bergema suara langkah kaki manusia, disusul seseorang menegur dg suara yg rendah dan dalam.

   "Saudara Mo kah yg datang?"

   "Yaa, betul, siaute yg datang?"

   Jawab Molim.

   Orang yg berada dalam kuil itu tidak berbicara apa-apa lagi, dia membuka pintu kuil tsb lebar-lebar.

   Molim tdk berayal lagi, setelah memperhatikan sekali lagi sekeliling tempat itu, dg langkah cepat dia berjalan masuk kedalam ruangan kuil.

   Suasana dalam kuil itu gelap gulita sehingga boleh dibilang susah utk melihat kelima jari tangan sendiri, setibanya disitu, Molim segera menghentikan langkahnya dan berusaha utk melihat jelas pemandangan disekelilingnya.

   Ternyata yg barusan membukakan pintu adalah seorang manusia berkerudung yg bertubuh kurus kering, waktu itu dia sudah mengundurkan diri kedepan ruangan dan duduk bersila disitu.

   Gerak gerik serta tingkah lakunya nampak misterius sekali.

   Tiba-tiba saja dia menggapai kearah Molim dan menyuruhnya duduk, setelah itu baru tegurnya.

   "Apakah kau datang kemari seorang diri?"

   Molim manggut-manggut tanpa menjawab. Kembali manusia berkerudung itu berkata.

   "Sewaktu datang kemari apakah kau telah memperhatikan belakang tubuhmu? Apakah ada orang yg membuntuti jejakmu?"

   "Tidak ada!"

   Jawaban Molim sangat meyakinkan. Dg persaan amat puas manusia berkerudung itu manggutmanggut, katanya lagi.

   "Bagus sekali, tapi selanjutnya gerak gerikmu harus lebih berhatihati lagi, asal barang itu sudah didapatkan, pokoknya aku tak akan lupa utk memberikan sebagian kepadamu, bahkan masih ada balas jasa lainnya lagi.."

   Mendengar perkataan tsb, Molim segera berkata setelah termenung sejenak.

   "Sayang aku tak punya kesempatan utk menggeledahnya pada hari ini, sehingga aku pun tak tahu apakah barang tsb masih ada ditangannya atau tidak?"

   Manusia berkerudung itu segera tertawa dingin.

   "Persoalan ini tak perlu kau kerjakan secara tergesa-gesa, yg penting jangan sampai menimbulkan kecurigaan, sebab persoalan tsb bisa membuat semua masalah jadi terbengkalai."

   "Dalam soal ini kau tak perlu kuatir, aku bisa bekerja dg berhatihati sekali!"

   Buru-buru Molim berjanji. Manusia berkerudung itu segera mengangguk.

   "Selanjutnya aku bisa membuntutimu secara diam-diam dan sering melakukan kontak dg mu, tapi ada satu hal yg perlu kujelaskan lebih dulu kepadamu sebelum akhirnya terjadi"

   "Soal apa?"

   Tanya Molim serius. Sambil menarik muka, manusia berkerudung itu berkata dg suara dingin.

   "Bila kau berani menghianati diriku maka jiwamu pasti akan kucabut, nah kuharap kau pertimbangkan persoalan ini dg sebaikbaiknya, jangan kau pergunakan nyawa sendiri sebagai barang permainan."

   Molim merasakan sekujur badannya bergetar keras, namun mulutnya tetap membungkam seribu bahasa. Kembali manusia berkerudung itu berkata sambil tertawa hambar.

   "Aku tak lebih hanya bermaksud memberi tahukan soal peraturan perguruanku kepadamu, semoga saja kau bisa bekerja dg berhatihati sekali.."

   Kemudian setelah memandang sekejap sekitar tempat itu, katanya lagi sambil mendengus.

   "Hmmm, sekarang kau boleh pergi dari sini!"

   Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Molim segera menjura dan mengundurkan diri dari ruangan kuil.

   Sewaktu tiba dimuka pintu, kembali dia memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian baru mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan lenyap dibalik kegelapan sana.

   Tidak lama setelah Molim meninggalkan tempat itu, dari depan pintu kuil muncul kembali seorang perempuan berbaju hijau, perempuan itu menutup wajahnya dg kain kerudung hijau, gerak geriknya pun sangat misterius.

   Walaupun Molim tidak menyadari akan kehadiran perempuan tsb, namun setiap gerak gerik, tingkah laku serta pembicaraannya, agaknya sudah diketahui dg jelas oleh perempuan berbaju hijau itu.

   Sementara itu tampaknya kakek berkerudung yg berada dalam ruangan kuil pun telah mengetahui akan kehadiran perempuan berbaju hijau itu, terdengar ia menegur sambil tertawa dingin.

   "Sobat yg berada diluar, apa gunanya kau sembunyi disitu? Aku sudah tahu kalau kau telah mengintip diluar sejak tadi."

   Pada mulanya perempuan berbaju hijau itu kelihatan agak terkejut, namun setelah sangsi sejenak, dg langkah lebar dia berjalan masuk kedalam ruangan kuil itu, katanya sambil tertawa hambar.

   "Ketajaman mata anda sungguh mengagumkan, boleh aku tahu siapa anda?"

   Kakek ceking berkerudung hitam itu mendengus dingin.

   "Hmmm, seharusnya akulah yg menanyakan siapa namamu, hayo cepat sebutkan identitasmu yg sebenarnya!"

   Perempuan berbaju hijau itu segera tertawa.

   "Selama kau menyembunyikan nama serta identas yg sebenarnya, aku pun akan merahasiakan nama asliku utk sementara waktu, nah bagaimana kalau kita masing-masing tak usah saling bertanya soal nama?"

   Kakek ceking itu tertawa lebar.

   "Kau betul-betul amat binal, baiklah, boleh aku tahu ada urusan apa kau datang kemari?"

   "Hanya kebetulan lewat!"

   "Haaaahh..haaahh..haaahh..kau anggap begitu banyak kejadian yg kebetulan disunia ini?"

   Seru kakek ceking sambil tertawa terbahak-bahak.

   "apalagi ditengah malam buta, kebetulan amat kau lewat sini?"

   Perempuan berbaju hijau itu sama sekali tidak kelihatan canggung, malah ia menjawab sewajarnya.

   "Bila kau bersikeras tak percaya, apa boleh buat? Untung saja kita tak pernah saling mengenal, lagipula tiada ikatan dendam atau sakit hati, asal tidak saling mencampuri urusan orang lain, urusan kan beres?"

   Seraya berkata dia segera membalikkan badan dan siap beranjak pergi dari situ.

   "Tunggu dulu!"

   Mendadak kakek ceking itu membentak keras. Sambil menghentikan langkahnya, nona berbaju hijau itu menegur.

   "Apakah tuan masih ada urusan lain?"

   "Sebelum aku mengetahui identitasmu yg sesungguhnya sampai jelas, jangan harap kau bisa meninggalkan tempat ini dg selamat."

   Nona berbaju hijau itu segera tertawa manis, katanya.

   "Aku bukan termasuk manusia yg takut digertak orang, bila kau benar-benar ingin mengetahui identitasku yg sesungguhnya, hal ini pun tidak terlalu sulit, asal saja kau melepaskan kain kerudung yg menutupi wajahmu itu, aku pun bersedia mengemukakan identitasku yg sesungguhnya."

   Kakek ceking itu mendengus dingin.

   "Hmmm, tak kusangka kau si budak susah sekali utk dihadapi, baiklah akan kuberi kesempatan kepadamu utk menyaksikan paras mukaku yg sebenarnya!"

   Sambil berkata dia segera melepaskan kain kerudung yg menutupi wajahnya itu.

   Ternyata paras muka dibalik kain kerudung tsb adalah selambar wajah yg tua, jelek lagipula kuning kepucat-pucatan, selambar wajah yg sangat tidak menarik.

   Sampai lama sekali nona berbaju hijau itu mengamati paras muka kakek ceking itu, kemudian katanya.

   "Aku sama sekali tidak kenal dg mu."

   Tapi setelah memutar biji matanya dan tertawa merdu, kembali ujarnya.

   "Setelah tuan berani menunjukkan wajah aslimu, aku rasa tentunya kau berani juga utk menyatakan nama aslimu bukan?"

   "Aku bernama Thia bu ki"

   Kakek ceking itu berkata dg suara sedingin es.

   "Oooohdan aku bernama To Ku giok!"

   Nona berbaju hijau itu menjelaskan.

   "Kau berasal dari perguruan mana?"

   "Go bi pay!"

   Tiba-tiba Thia bu ki bangkit, lalu katanya dg suara dingin.

   "Ooooh, rupanya kau adalah murid perguruan kenamaan, To ku lihiap, aku ingin mencoba kemampuanmu!"

   "Apa yg hendak kau coba?"

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ingin kubuktikan benarkah kau berasal dari perguruan Go bi pay?"

   Tidak sampai perkataan itu selesai diucapkan, sebuah pukulan yg maha dahsyat telah dilepaskan.

   Serangan ini dilancarkan dg kecepatan luar biasa, angin pukulan yg sangat berat seperti ditindih bukit karang langsung menggulung kedepan dan mengancam tubuhnya.

   Cepat-cepat nona berbaju hijau itu berkelebat kesamping utk meloloskan diri, serunya.

   "Hey, bagaimana sih kau ini? Kan tadi Cuma ingin mengetahui identitasku? Kenapa malah menyerang secara sungguhan?"

   Thia bu ki mendengus dingin.

   "Hmmm, aku tak percaya kalau tak mampu mencoba kepandaian silat aslimu.."

   Telapak tangan kenennya berputar membentuk satu lingkaran, sekali lagi ia melancarkan sebuah sapuan yg maha dahsyat.

   Serangan yg dilancarkan kali ini jauh berbeda dg seranbgan yg pertama kali tadi, tampak bayangan berlapis-lapis seolah-olah serangan sungguhan seperti juga gerak tipuan, yg jelas sekujur badan Tu ku giok terkepung begitu rapat dibalik angin pukulannya.

   Tempaknya sinona berbaju hijau itu tidak menyangka kalau tenaga dalam yg dimiliki kakek ceking itu sedemikian tinggi dan berbahaya, tergopoh-gopoh dia menghindarkan diri kesamping, tapi bersamaan waktunya dia meloloskan pedang yg tersoren dipunggungnya.

   Mendadak Thia Bu ki berseru sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaah.haaaaah..haaaahaku memang berharap kau berbuat demikian!"

   "Kalau toh kau begitu mendesak diriku habis-habisan, sekarang rasakan sebuah tusukan pedangku lebih dulu!"

   Bentak nona berbaju hijau itu dg penuh amarah.

   "Sreeeeet..!"

   Selapis cahaya pedang yg amat menyilaukan mata segera menyebar kedepan dg sangat hebatnya.

   Ditengah pancaran sinar pedang yg menyebar keempat penjuru, dalam sekejap mata wailayah seluas dua kaki lebih sudah terkkurung oleh selapis hawa dingin yg menggidikkan hati.

   Dg amat cekatan Thia bu ki menarik diri sambil melompat mundur, serunya kemudian sambil tertawa tergelak.

   "Haaaa..haaaa..haaaahhh.sebuah jurus "angin menderu diempat penjuru"

   Yg sangat hebat, ternyata kau memang pandai ilmu pedang aliran Go bi, maaf, maaf"

   Tidak sampai perkataan tsb selesai diucapkan, ia sudah melejit ketengah udara dan meluncur keluar dari kuil dewa tanah yg gelap gulita, dalam beberapa kali lompatan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.

   Memandang hingga bayangan tubuh Thia Bu ki pergi jauh, si nona berbaju hijau itu baru menghembuskan napas panjang, gumamnya lirih.

   "Huuuh, sungguh berbahaya!"

   Pelan-pelan dia melepaskan kain kerudung mukanya sehingga muncullah selembar wajah yang muda lagi cantik jelita, ternyata dia bukan To Ku giok seperti yg diakui tadi, melainkan si walet terbang Chin Sian kun.

   Setelah membereskan rambutnya yg kusut, dia menyeka peluh dingin yg sempat membasahi seluruh tubuhnya, dalam hati ia berpikir.

   "Sungguh beruntung aku dapat menghadapi setiap perubahan dg cukup cekatan kalau tidak..huuuuh, dg kepandaiannya yg begitu tinggi, sudah jelas aku bukan tandingannya.apalagi bila sampai aku salah langkah, bisa jadi sebuah rahasia kebohonganku bakal terbongkar.."

   Siapa tahu baru saja hatinya menjadi lega, kembali tampak bayangan hitam berkelebat lewat dari luar kuil, ternyata Thia Bu ki bagaikan bayangan sukma gentayangan saja telah melayang kembali dihadapan matanya.

   Dalam tertegun dan kegetnya, buru-buru Chin Sian kun mengenakan kembali kain cadarnya.

   Lalau menegur.

   "Hey, kenapa kau balik kembali setelah pergi tadi?"

   Dg wajah dingin bagaikan es, Thia Bu ki menjawab.

   "Tadi aku sudah lupa menanyakan satu hal kepadamu, apakah kau bersedia menjawab pertanyaanku itu sekarang?"

   Chin Sian kun sengaja tertawa lebar katanya.

   "Silahkan tuan bertanya, asal aku tahu pasti akan kuberikan jawaban yg sebaik-baiknya."

   Thia Bu ki manggut-manggut, katanya kemudian.

   "Bagus sekali, bolehkah aku tahu kemanakah tujuan kepergianmu yg sebenarnya?"

   Chian Sian kun menjadi tertegun.

   "Tentang soal ini.."

   Ia memainkan biji matanya sebentar lalu sambil tertawa hambar katanya lagi.

   "Aku rasa persoalan ini tiada sangkut pautnya dg diri tuan bukan?"

   "Hmmm, siapa tahu justru ada sangkut pautnya!"

   Jawab Thia Bu ki dingin.

   "Aku bermaksud naik kebukit Cian san"

   Kata si nona kemudian setelah sangsi sebentar.

   "Mau apa kau naik kebukit Cian san?"

   Desak Thian Bu ki lebih lanjut.

   "Saudara, kenapa kau menanyakan persoalan ini sampai mendetail? Apa maksudmu yg sebenarnya?"

   Dg suara berat dan dalam Thia Bu ki berseru.

   "Kuanjurkan kepadamu lebih baik jawab semua pertanyaanku dg sejujurnya, tak usah mencoba berlagak sok pintar dg mengarang cerita bohong utk menipu diriku, sebab hal ini justru akan merugikan dirimu sendiri."

   Diam-diam Chin Sian kun menjadi tertegun, tanpa terasa ia berpikir dalam hati kecilnya.

   "Sungguh tajam pandangan mata orang ini, nampaknya aku harus menghadapinya secara berhati-hati sekali, tapi manusia dari pihak manakah dia? Mengapa dia memeriksa diriku seteliti dan secermat ini?"

   Tanpa terasa terbayang kembali olehnya tingkah laku Molim yg dijumpainya tadi serta gerak gerik si kakek ceking yg mencurigakan ini, mungkinkah dia adalah dari pihak lawan atau mungkin juga anak buah dari siluman perempuan dewi In nu yg bersekongkol dg keempat jago asing tsb utk melakukan sesuatu yg tidak menguntungkan bagi Kho Beng, dan sekarang takut rahasia tsb terbongkar..

   Ingatan tsb melintas lewat dalam benaknya dalam waktu singkat, belum sempat dia mengucapkan sesuatu, Thia Bu ki telah berkata lagi sambil tertawa dingin.

   "Nona, mengapa kau tidak berbicara lagi? Apakah kau belum memperoleh jawaban yg tepat utk menjawab pertanyaanku tadi?"

   Begitu mengambil keputusan didalam hati kecilnya, sambil tersenyum Chin Sian kun berkata.

   "Apa yg tuan duga memang tepat sekali, aku memang sedang mempertimbangkan jawabanku!"

   Jawaban yg secara gamblang ini justru sama sekali diluar dugaan Thia Bu ki, utk sesaat lamanya ia menjadi tertegun dibuatnya.

   "Aku benar-benar tak habis mengerti"

   Katanya kemudian.

   "masa utk berbohong saja kau perlu mempertimbangkan kembali?"

   "Tentu saja harus kupertimbangkan masak-masak, sebab tugas yg kupikul dalam perjalananku kali ini berat sekali, aku tak tahu harus memberi jawaban secara sejujurnya ataukah lebih baik mencarikan alasan yg lain utk membohongimu?"

   Thia Bu ki segera tertawa seram.

   "Haaaahhhhaaaah.haaaaahhh.nona memang seorang yg amat jujur, tapi bagaimanapun besar dan pentingnya persoalan tsb, lebih baik kemukakan saja secara blak-blakan, aku berjanji akan menyimpan rahasiamu sebaik-baiknya dan pasti tak akan kubocorkan kepada siapa pun.."

   


Rajawali Sakti Dari Langit Selatan -- Sin Long Harimau Kemala Putih -- Khu Lung Maling Romantis -- Khu Lung

Cari Blog Ini