Ceritasilat Novel Online

Kedele Maut 15


Kedele Maut Karya Khu Lung Bagian 15



Kedele Maut Karya dari Khu Lung

   

   Sambil berkata dia segera melompat bangun lebih dahulu disusul ketiga orang dayang lainnya, dengan mementangkan matanya lebarlebar mereka berusaha melongok kesana kemari.

   Rupanya kabut yang menyelimuti tempat tersebut tebal sekali, karenanya meski terdengar suara langkah manusia yang berjalan mendekat, namun susah untuk melihat dengan jelas siapa gerangan yang telah datang? orang tersebut berjalan mendekat dengan langkah yang amat lambat, sampai setengah harian belum juga mendekati tempat tersebut.

   Dengan kening berkerut dayang yang memegang jarum itu segera berseru .

   "Tampaknya bukan, yang pasti bukan siancu yang datang"

   "Benar"

   Sambung dayang yang lain.

   "bila siancu yang datang, mustahil dia berjalan selamban ini, paling tidak suara langkahpun bukan hanya dua orang saja"

   "Peduli amat siapa yang datang, toh sebentar lagi Siancu bakal menyusul kemari.mungkin juga orang yang sedang berburu pagi."

   Dengan perasaan ingin tahu, Kho Beng turut membuka matanya san menengok kearah mana datangnya suara langkah manusia tadi.

   Akhirnya dari balik kabut yang sangat tebal itu muncul dua sosok bayangan manusia.

   Perasaan gembira yang semula meluap didalam hati Kho Beng seketika menyurut kembali, sebab yang munculkan diri disitu ternyata adalah dua orang nona muda.

   seorang diantaranya berbaju hijau dan berusia delapan sembilan belas tahunan, meski dalam suasana remang-remang dapat terlihat betapa cantiknya wajah gadis tersebut.

   Sedangkan yang seorang lagi berbaju hijau pupus, berdandan seperti seorang dayang, ia berusia antara enam tujuh belas tahunan.

   Menyaksikan kehadiran kedua orang ini, perasaan Kho Beng yang sudah tenggelam, entah mengapa, ternyata bergelora kembali.

   Waktu itu dajar belum menyingsing, tapi apa sebabnya kedua orang gadis tersebut berjalan sendirian didasar jurang tersebut? Ditinjau dari sikap.

   gerak-gerik maupun dandanan kedua orang itu, dalam sekilas pandangan saja ia telah mengetahui bahwa mereka pasti bukan anak buah Dewi In Un.

   Dalam pada itu, keempat orang dayang berbaju kuning itu pun kelihatan agak tertegun, mereka bersama-sama mengawasi gerakgerik kedua orang nona tersebut tanpa berkedip.

   sewaktu kedua orang nona tersebut mengetahui didasar jurang sana terdapat orang lain, mereka pun kelihatan agak tertegun dan segera menghentikan perjalanannya.

   sidayang berbaju hijau pupus itu segera berseru .

   "Nona, coba kau perhatikan dari mana datangnya orang-orang itu?"

   Sigadis berbaju hijau mengalihkan pandangan matanya kearah orang-orang itu, ia lalu berkata .

   "Yaa betul, fajar belum lagi menyingsing apa sebabnya mereka mendatangi tempat semacam ini? Siau wan, coba kau tanyakan persoalan ini kepada mereka."

   Baru saja siau wan hendak maju kedepan, tiba-tiba ia berseru kembali .

   "Nona disitu terdapat pula sesosok mayat"

   Rupanya Kho Beng yang tergeletak tak bergerak diatas tanah itu Nampak seperti sudah mati.

   si gadis berbaju hijau itu berseru tertahan tanpa terasa dia maju sendiri mendekati orang-orang itu.

   Dengan gerakan yang cekatan dayang yang memegang jarum itu sebera menghadang jalan pergi mereka berdua, tegurnya ketus .

   "Kalian mau apa?"

   "seharusnya akulah yang mengajukan pertanyaan ini kepada kalian,"

   Kata nona berbaju hijau itu dingin. seorang dayang berbaju kuntng yang lain sebera mendengus .

   "Hmmm, kalian tak berhak menanyakan persoalan itu kepada kami"

   Si dayang berbaju hijau pupus yang mengikuti nona berbaju hijau tadi menjadi sangat marahi segera tegurnya .

   "Besar amat nyali kalian, berani betul berbicara sekasar ini terhadap nona kami, hmmm, tampaknya kalian sudah pada bosan hidup?"

   Baru saja dayang berbaju kuning itu hendak mengumbar amarahnya, si dayang yang memegang jarum tadi telah menghalanginya seraya berkata .

   "Adikku, orang lain toh Cuma bertanya secara baik-baiki buat apa kau mesti cekcok dengan mereka?"

   Sementara itu si nona berbaju hijau itu pun telah membentak dayangnya .

   "siau wan, jangan bersikap kurang sopan"

   Dayang yang bernama siau wan mendengus, dia sebera mengundurkan diri kebelakang majikannya sementara bibirnya Nampak cemberut, jelas dia masih merasa tak senang hati.

   Dalam pada itu, si Nona berbaju hijau tersebut sudah memandang sekejap kewajah Kho Beng yang tergeletak ditanah itu lalu menegur .

   "sebenarnya apa yang telah terjadi?"

   "oooh tak ada apa-apa"

   Sahut si dayang yang membawa jarum itu cepat. Kemudian sambil tertawa paksa katanya lagi .

   "Dia adalah kongcu kami, barusan bertindak kurang hati-hati hingga terlepas jatuh kemari, itulah sebabnya buru-buru kami menyusulnya kesini."

   "Mengapa kalian tidak sebera menggotongnya untuk dibawa pulang kerumah?"

   "sebab.sebab."

   Dayang itu menjadi tergagap hingga tak sanggup melanjutkan perkataannya. siau wan yang menyaksikan kejadian ini segera berseru .

   "Nona, bicara orang ini tersendat-sendat seperti orang gugup, aku yakin dibalik kesemuanya itu pasti ada persoalan yang tidak beres."

   Nona berbaju hijau itu tertawa, ia tidak menanggapi ucapan dayangnya tadi, segera ia berkata .

   "Kalian tak usah kuatir, kami tidak bermaksud jahat kepada kalian semua, bila ada kesulitan katakana saja, siapa tahu kami dapat memberikan bantuan."

   Setelah ragu-ragu sejenak, dayang yang memegang jarum itu segera berkata .

   "oleh karena luka yang diderita kongcu kami amat parahi maka kami tak berani menggerakkan badannya, itulah sebabnya kami..kami harus menunggu sampai kedatangan majikan kami."

   "Siapakah majikan kalian?"

   Tanya si Nona berbaju hijau. Kembali dayang itu tergagap.

   "Dia adalah..dia adalah nona kami"

   Nona berbaju hijau itu segera berkerut kening, kembali dia membungkukkan badan memeriksa keadaan Kho Beng.

   Sementara itu Kho Beng tidak menaruh harapan apa-apa terhadap kedua orang gadis tersebut, oleh sebab itu dia membiarkan dayang yang memegang jarum itu berbicara semaunya sendiri.

   Selama ini ia tetap membungkam dan sama sekali tidak ikut menimbrung.

   Tampak Nona berbaju hijau itu mengamati wajah Kho Beng sampai lama sekali, selama ini pula pandangan matanya tak pernah beralih dari wajahnya sementara pipinya pun tiba-tiba berubah menjadi semu merah.

   Si dayang Siau wan yang melihat sikap majikannya itu, ikut datang mendekati sambil berkata .

   "Nona, kasihan sekali kongcu ini, nampaknya ia telah menderita luka yang cukup parah."

   Lalu ia melanjutkan .

   "Bukankah nona mempunyai obat yang amat mujarab, berikanlah sedikit agar dia cepat sembuh"

   Nona berbaju hijau berpikir sebentar, lalu dengan cepat ia berkata .

   "Kami berdua sedang berpesiar disekitar sini, sementara ini kami berdiam disini, bagaimana kalau kalian pergi ketempat kami sehingga aku dapat memberikan pengobatan seperlunya."

   Kho Beng yang mendengar hal ini, semangatnya menjadi berkobar kembali. Namun dayang yang memegang jarum itu dengan cepat menjawab .

   "Kami sangat berterima kasih atas kebaikan nona berdua, namun kami tidak berani mengganggu nona, maka lebih baik kami menunggu majikan kami yang akan datang kemari"

   "Masa kalian tidak kasihan sama sekali dengan kongcu ini?"

   "Bagaimana kalau kita tanyakan sendiri kepadanya?"

   Balas siau wan dengan curiga.

   "Dia dapat mengerdipkan matanya jika setuju karena memang seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan sama sekali"

   Lanjutnya. Nona berbaju hijau berpikir dan manggut-manggut, sambil katanya .

   "Begitupun ada baiknya juga, coba kau saja yang bertanya?"

   Tapi sebelum siau wan sempat mengajukan pertanyaan, dayang berbaju kuning yang memegang jarum itu sudah menghalangi sambil berteriak keras .

   "Tunggu sebentar"

   "Kenapa?"

   Hardik siau wan gusar.

   "Perbuatan nona hanya suatu tindakan yang berlebihan. Lebih baik tak usah ditanyakan lagi"

   "Kenapa?"

   Saking mendongkolnya siau wan mulai bertolak pinggang, sikapnya menantang.

   "Pertama, kongcu kami sedang menderita luka yang sangat parah sehingga tidak diperbolehkan banyak bicara. Kedua, sekalipun kongcu kami bersedia menerima tawaran kalian pun, kami tak akan membiarkannya pergi dengan begitu saja"

   Siau wan sebera mendengus.

   "Hmmmm, dia toh majikan, sedang kamu semua Cuma dayangdayangnya, apakah dia tak bisa mengambil keputusan untuk diri sendiri?"

   "Kalau berada dalam keadaan sehat, bisa saja kongcu mengambil keputusan sendiri Tapi kini dia menderita luka dalam yang cukup parah, otomatis keadaannya menjadi berbeda bila kalian sanggup menyembuhkan lukanya tentu saja amat kebetulan, tapi seandainya tidak berhasil? Bukankah nyawa kami semua yang menjadi taruhan?"

   Nona berbaju hijau itu tidak berkata apa-apa, tapi siau wan justru memutar biji matanya sambil berteriak keras .

   "Nona, aku lihat ada yang tidak beres? Apanya yang tidak beres? Bisa jadi orang ini bukan kongcu mereka"

   Teriak siau wan lagi dengan wajah bersungguh-sungguh .

   "Darimana kau bisa tahu?"

   "Dia sendiri yang bilang, coba lihat ."

   Rupanya Kho Beng sedang meronta-ronta dan menggoyangkan tangannya berulang-ulang kali, namun karena tenaganya kurang sehingga tak mampu berbicara, bahkan gerakan tangannya pun kelihatan lemas sekali.

   serentak keempat dayang lainnya berdiri berjajar dihadapan Kho Beng, sikap mereka Nampak bengis dan siap bertempur.

   "Jangan sentuh dia"

   Bentak dayang yang memegang jarum itu keras-keras. Nona berbaju hijau itu segera tersenyum.

   "Kalau dilihat dari sikap kalian sekarang, jelas terlihat sudah bahwa hubungan diantara kalian memang ada yang tak beres."

   Dayang yang memegang jarum itu makin bengis, sikapnya setengah mengancam dia berseru "Bila tahu diri, lebih baik cepat-cepat tinggalkan tempat dan tak usah mencari kesulitan buat diri sendiri, sebab bila tindakan kalian kurang berhati-hati, bisa jadi kedua lembar nyawa kalian akan cepat melayang."

   "Hmmm, aku kuatir kalian tak akan memiliki kemampuan untuk berbuat demikian"

   Jengek Nona berbaju hijau itu sambil mendengus dingin.

   "Hmmm, mampukah kami berbuat demikian dalam waktu singkat akan kami buktikan dihadapanmu, tapi sebelumnya kami ingin menyatakan lebih dulu, sebetulnya kami tidak bermaksud untuk rebut dengan kalian secara bersungguh-sungguh."

   Lalu setelah berhenti sejenak, dengan suara nyaring katanya lebih jauh .

   "Asal kalian bersedia untuk menyingkir dari sini, kami anggap tak pernah terjadi masalah diantara kita"

   "seandainya kami tak bersedia untuk menyingkir dari sini?"

   Tanya Nona berbaju hijau itu sambil tertawa tak acuh.

   "Ini berarti kalian sedang mencarijalan kematian bagi diri sendiri"

   Bentak dayang yang memegang jarum itu. Nona tiba-tiba siau wan menyela.

   "lebih baik kita bunuh mereka semua, apalah artinya rebut dengan orang-orang semacam begini?"

   Nona berbaju hijau itu segera tertawa .

   "Paling tidak kita toh mesti bertanya dulu sampai sejelasnya, mana boleh membunuh orang semaunya sendiri"

   Mendadak terdengar suara langkah manusia yang amat ramai berkumandang datang, ditinjau dari suaranya dengan hiruk pikuki bisa diduga bukan saja yang datang berjumlah sangat banyaki lagipula bergerak mendekat dengan langkah yang cepat sekali.

   Dayang berbaju hijau pupus siau wan, segera berteriak .

   "Nona, bala bantuan mereka telah datang, kau.."

   Nona berbaju hijau itu menggoyangkan tangannya berulang kali mencegah dayangnya berbicara lebih jauhi lalu dengan sikap yang masih santai katanya .

   "Bukankah bala bantuan kalian telah datang, tentunya kamu semua tak usah merasa takut lagi, cepat katakana siapakah majikan kalian?"

   Dayang yang memegang jarum itu sebera mendengus .

   "Hmmm, diberitahukan kepadamujuga tak apa, majikan kami tidak lain adalah Dewi In Un"

   "Dewi In Un?"

   Agaknya Nona berbaju hijau itu tidak mengenali orang tersebut.

   "sebuah nama yang asing sekali, dia termasuk aliran partai mana?"

   "Partai kupu-kupu?"

   Tiba-tiba paras muka Nona berbaju hijau itu berubah hebat, bentaknya keras-keras.

   "Anggota partai kupu-kupu jahanam"

   Kelima jari tangannya segera diayunkan kemuka melancarkan empat buah serangan jari yang amat dahsyat, belum sempat keempat orang dayang itu mengetahui apa yang terjadi, mereka telah terkena serangan dan roboh binasa keatas tanah.

   Keempat orang itu tewas dalam keadaan yang sangat tenang, bahkan memekikkan jerit kesakitanpun tidaki begitu saja mereka roboh ketanah dan menghembuskan napas yang penghabisan.

   sementara itu suara derap langkah kedengaran makin lama semakin dekat, tidak menanti sampai diperintah lagi siau wan membopong tubuh Kho Beng lalu berseru .

   "Nona, cepat kita pergi dari sini"

   Nona berbaju hijau itu manggut-manggut, dia segera melejit keudara dan bersama dayangnya berlalu dari situ.

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kegelapan malam telah mencekam seluruh jagat, waktu menunjukkan kentongan kedua.

   Didalam sebuah goa yang bersih dan ditengah celah jurang, Kho Beng sedang berbaring tenang diatas lantai.

   Gua tersebut berada lebih kurang lima enam kaki dari permukaan tanah, didepan gua tumbuh pepohonan yang rimbun sehingga menutupi letak gua tersebut.

   oleh karena mulut gua berada jauh diatas permukaan tanah, maka pencarian besar-besaran yang dilakukan anak buah Dewi In Un tidak memberikan hasil apapun.

   Keadaan didalam gua amat kering, disisi rerumputan kering yang dipakai sebagai alas tidur Kho Beng terletak sebuah kantung air, ransum kering serta dua botol obat.

   sementara itu dayang berbaju hijau pupus sedang duduk disampingnya, dia sedang mengawasi wajah Kho Beng sambil tertawa cekikikan tiada hentinya.

   sambil meronta bangun, Kho Beng sebera berseru .

   "Nona."

   Biarpun suaranya masih kedengaran lemah, amat jelas terdengar. Dayang itu segera menghentikan tawanya dan berkata .

   "Nona kami sedang mempersiapkan hidangan untukmu, aku bernama siau wan, sebut saja namaku secara langsung. Nona, nona, nona melulu, haaaau.bikin telingaku terasa geli"

   "Berada dimanakah aku sekarang?"

   Kho Beng bertanya sambil tertawa getir. Dayang tersebut segera tertawa .

   "Masa kau lupa, bukankah selama ini kau berada dalam keadaan sadar? Kau terjatuh dari puncak bukit sana.."

   Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya .

   "aku tebak kau pasti didorong mereka, bukan kau sendiri yang terpeleset jatuh kebawah bukan?"

   Sambil menghembuskan napas panjang, Kho Beng tertawa getir, sahutnya .

   "sesungguhnya aku sendiri yang melompat turun kebawah jurang."

   "Kau melompat sendiri kedalam jurang?"

   Dayang itu Nampak agak terkejut.

   "Kenapa kau berbuat demikian? Kulihat usiamu masih sangat muda, kenapa kau harus mengambil keputusan pendek?"

   Kembali Kho Beng menghela napas panjang.

   "Aaaai..aku tidak bermaksud mengambil keputusan pendeki aku dipaksa keadaan untuk berbuat demikian."

   Dayang itu mengerdipkan matanya berulang kali, lalu ujarnya lagi.

   "Aku semakin tidak memahami maksud perkataanmu itu, kau betul-betul manusia aneh, kalau memang tidak bermaksud mengambil keputusan pendek apa sebabnya kau terjun kedalam jurang?"

   Kho Beng tidak langsung menjawab pertanyaan itu, dia mencoba memperhatikan sekejap keadaan disekelilingnya, lalu balik bertanya .

   "sekarang sudah pukul berapa?"

   "Kentongan kedua lebih sedikit"

   Lalu sambil tertawa katanya lebih jauh .

   "sepanjang hari kau mementangkan mata tanpa berbicara, kau tahu nona kami menjadi panik setengah mati, dia mencoba memberimu ransum kering namun tubuh tak menerimanya, maka ia sedang mengusahakan makanan yang lain. Aku pikir sebentar lagi dia akan sampai disini, apakah kau sudah lapar?"

   Kho Beng sebera menggeleng.

   "Terima kasih banyak atas kebaikan kalian."

   Rupanya setelah mendapat pertolongan tadi, pikirannya menjadi kendor sehingga walaupun sepasang matanya masih tetap melotot namun orangnya berada dalam keadaan tak sadar.

   Tanpa disadari satu hari telah berlalu dengan begitu saja.

   Kini dia benar-benar telah sadar kembali, membayangkan apa yang telah terjadi, pikiran dan perasaannya mulai kalut dan tidak tentram.

   situasinya sudah bertambah jelas, kakek tongkat sakti dan chin sian kun pasti sudah tertawan musuh atau bahkan sudah mengalami musibah.

   Teringat kembali semua peristiwa tersebut gara-gara kepentingan dirinya, ia merasa masgul dan amat bersedih hati.

   Masalah lain yang mencekam perasaannya adalah tentang keselamatan Kho Yang ciu encinya, dimanakah dia sekarang? Membayangkan kesemuanya itu, tanpa terasa air matanya jatuh bercucuran.

   siau wan menjadi amat terkejut setelah menyaksikan kejadian ini, segera tegurnya .

   "Hey kenapa kau? Mengapa menangis?"

   Tapi kemudian sambil tertawa katanya lagi .

   "Jelek-jelek begini kau toh seorang lelaki sejati, kenapa tanpa sebab melelehkan air mata?"

   Merah jengah selembar wajah Kho Beng, sambil menahan cucuran air matanya dia berkata "Aku bukan menangis untuk diri sendiri tapi demi orang lain, aku merasa telah bersalah terhadap beberapa orang, gara-gara urusanku akibatnya orang lainlah yang turut menderita."

   "Hmmmm, tak nyana kau adalah seorang yang punya perasaan,"

   Bisik si dayang simpatik, Kho Beng tertawa getir.

   "sayang Thian tidak melindungi orang baik, persoalan apapun yang kukerjakan selamanya tak pernah memperoleh balasan yang baik"

   "Mungkin kali ini berbeda pengalamanmu,"

   Kata si dayang sambil tertawa. Kemudian sambil menatap wajah Kho Beng lekat-lekat, tanyanya .

   "siapa namamu?"

   "Aku bernama Kho Beng"

   "siapa saja yang berada dirumahmu?"

   "Aaai.aku Cuma mempunyai seorang cici,"

   Kata Kho Beng sambil menghela napas panjang.

   "tapi sekarang dia berada dimulut macan, nasibnya masih menjadi tanda Tanya besar."

   "Apakah kau tak mempunyai orang tua dan saudara?"

   Dayang itu bertanya keheranan.

   "sebenarnya memang ada,"

   Kata Kho Beng sambil menggigit bibir.

   "Keluarga kesemuanya berjumlah tujuh puluh jiwa, tapi"

   Tiba-tiba ia merasa amat sedih sehingga tak sanggup melanjutkan kembali kata-katanya. siau wan membelalakkan matanya lebar-lebar, serunya keheranan .

   "Tujuh puluh lembar jiwa? Kemana mereka telah pergi? Cepat katakan"

   Kho Beng tak mampu menahan cucuran air matanya lagi, dia berkata .

   "Mereka telah dibantai musuh besarku sehingga tumpas, tianggal aku dan ciciku berdua yang masih hidup. Itupun berkat pertolongan serta pengorbanan seorang pelayan kami yang setia menukar kami berdua dengan putra putri mereka."

   "oooooh Sungguh kasihan,"

   Dayang itu sesenggukan.

   "Akupun pingin menangis rasanya."

   Betuljuga, sepasang matanya menjadi merah dan nampaknya seperti mau menangis. Tapi kemudian sambil menghela napas panjang, katanya lagi .

   "Bagaimana pula ceritanya sampai cicimu berada dimulut harimau, apakah kejadian ini merupakan perbuatan orang-orang tadi?"

   "Yaa, betul Memang ulah orang-orang tadi"

   Kho Beng mengengguk membenarkan.

   "Kau tak usah bersedih hati, nona kami pasti akan membantumu untuk membalaskan dendam, ilmu silat yang dimiliki nona kami sangat lihay."

   "oya.."

   Seru Kho Beng setelah berpikir sebentar.

   "Aku belum sempat mengetahui siapa nona."

   "Nona kami bernama Beng Gi ciu, tahun ini genap berusia delapan belas tahun."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi .

   "Bagaimana dengan kau? Tahun ini berapa usiamu?"

   "Aku sembilan belas tahun"

   Jawab Kho Beng dengan jening berkerut kencang. Dengan gembira dayang itu bertebuk kegirangan .

   "waaaa, kau memang sepasang sejoli yang amat serasi dengan nona kami, usia kalian sepadan"

   Tapi dengan cepat dia menyadari kalau telah salah bicara, buruburu dia menghentikan pembicaraannya dan tak berkata-kata lagi. Paras muka Kho Beng pun berubah menjadi merah dadu, cepatcepat dia mengalihkan pembicaraan ke soal lain, katanya .

   "Mengapa kau bersama nonamu bisa datang kemari dan berdiam didalam gua ini?"

   Siau wan menghela napas panjang .

   "Aaaaai..kalau dibicarakan yang sesungguhnya, nona kami pun seorang yang bernasib jelek, walaupun keluarga kami tak tertimpa sesuatu musibah yang mengenakan ati, namun jumlah keluarga kami tidak terlalu banyak, turun temurun hanya nona seorang yang mewarisi generasi keluarga kami."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh .

   "Walaupun hanya tinggal nona kami seorang, namun kalau dihitung jumlah dayang dan pelayannya, seluruh anggota kami mencapai seratusan orang lebih."

   Kho Beng manggut-manggut .."Lantas mengapa kalian..."

   Sambil tertawa siau wan menukas .

   "sekarang toh aku menyinggungnya, nona kami merasa murung karena berdiam diri terus menerus dirumah, maka dia ingin keluar untuk berjalan-jalan, tapi aku mengetahui dengan jelas, paling tidak dia mempunyai dua tujuan"

   "Apa tujuannya?"

   "Kesatu, dia hendak mencari kedua empek angkatnya, seorang dari marga oh dan seorang lagi dari marga Thian. Kedua, dia."

   Berbicara sampai disini ia kembali berhenti berkata dan tidak melanjutkan kembali. Kho Beng jadi keheranan, desaknya .

   "Mengapa tidak kau lanjutkan?"

   "sebab persoalan ini menyangkut rahasia nona kami, bila kuutarakan keluar bisa jadi dia akan marah kepadaku.."

   "Kalau memang begitu lebih baik jangan kau utarakan keluar"

   Siau wan memutar biji matanya sebentar, katanya .

   "Aaaah benar, aku rasa persoalan ini biar kukatakan saja kepadamu, sebenarnya nona kami sedang mencari seorang pasangan yang serasi"

   Ucapan tersebut kontan saja membuat paras muka Kho Beng berubah menjadi merah jengah. suasana hening segera mencekam seluruh ruangan gua itu, sampai lama sekali siau wan baru berkata sambil tertawa paksa .

   "Apakah sekarang kau merasa rada baikan?"

   "Yaaa, jauh lebih baik."

   Sahut Kho Beng sambil tertawa penuh rasa terima kasih. Dengan kening berkerut kembali siau wan berkata .

   "Dari penuturan nona kami, kudengar peredaran darah pada jalan darah Ki hay hiat mu menderita luka yang cukup parahi paling tidak sepuluh hari kemudian lukamu itu baru sembuh kembali seperti sedia kala."

   "sepuluh hari?"

   Kho Beng terkejut.

   "Aku tak bisa menunggu selama sepuluh hari."

   Siau wan tertawa iba, hiburnya .

   "Sepuluh hari toh bukan suatu jangka waktu yang terlalu lama .tapi apakah kau terburu-buru ingin menolong cicimu?"

   Kho Beng mengangguki "Bukan saja aku akan menolong ciciku, masih banyak masalah dan pekerjaan yang mesti kuselesaikan secepatnya, aku tak mungkin bisa menunggu sepuluh hari lagi."

   Mendadak siau wan berkata dengan suara dalam .

   "sebetulnya aku pun termasuk orang yang berangasan, tidak sabaran. Tapi kenyataannya kau lebih berangasan daripada diriku, kau harus mengerti, luka dalam yang kau derita amat parahi biarpun tak bisa ditunggupun kau harus menunggu, sebabnyaaa apa boleh buat."

   Setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh .

   "Andaikata kau sampai ditangkap orang jahat dari partai kupukupu, atau nasibmu kurang mujur hingga mati. Bukankah jauh lebih baik menanti sepuluh hari lagi?"

   Kho Beng menghembuskan napas panjang.

   "seandainya benar-benar mati, urusan malah beres sama sekali, karena akupun tak bisa berbicara lainnya, tapi sebelum napasku berhenti, aku takkan mampu untuk bersandar dan menahan diri terus menerus."

   Siau wan berpikir sebentar, kemudian katanya .

   "Aku rasa lebih baik kita bicara lagi persoalan ini setelah nona kami pulang nanti. Mungkin dia mempunyai akal yang lain untuk membuat lukamu itu sembuh lebih cepat lagi."

   Dengan masgul Kho Beng manggut-manggut, dia tak berbicara apa-apa lagi. siau wan celingukan sebentar dimulut gua, lalu setelah balik kembali ketempat semula ujarnya .

   "Kho siangkong, ada sebuah persoalan ingin kutanyakan kepadamu lebih dulu."

   "Tanyalah"

   Sahut Kho Beng dengan hati bergetar.

   "Dengan bersusah payah nona kami telah menyelamatkan dirimu. Ditengah malam buta untuk mencari makanan untukmu, tentunya dia terhitung tuan penolong mu bukan?"

   "ooooh, tentu saja."

   Sahut Kho Beng cepat .

   "selama hidup aku tak akan melupakan budi kebaikannya itu."

   Dengan girang siau wan tertawa merdu.

   "Kau adalah seorang pemuda yang punya perasaan, dengan cara apakah kau hendak membalas budi kebaikan dari nona kami ini?"

   "Biar tubuh hancur lebur pun pasti akan kubalas budi kebaikannya ini."

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Buru-buru siau wan menggoyangkan tangannya berulang kali, katanya .

   "Nona kami bukan seorang yang mengharapkan balas jasa dari orang lain atas pertolongan yang telah diberikan, namun terhadap kau. nampaknya...nampaknya."

   Sedikit rasa tersipu-sipu, ia melanjutkan .

   "Hey, apa yang mesti kukatakan tentang persoalan ini?"

   Kho Beng sendiripun dibuatnya jengah, cepat dia menukas .

   "Tak usah kau lanjutkan perkataan itu, aku sudah memahami apa yang kau maksudkan."

   "Ya a, paling baik kalau kau memang mengerti yang kumaksudkan.."

   Seru siau wan gembira. setelah berhenti sebentar, diapun berkata lagi .

   "Dikemudian hari, asal nonamu membutuhkan bantuan ataupun tenaga dari aku orang she Kho, biar mesti terjun kelautan api pun tak akan kutampiki"

   Kata Kho Beng gagah.

   "ooooh masalahnya sih tak segawat itu,"

   Seru siau wan sambil menggoyangkan tangannya berulang kali.

   "Asal kau bersedia mengabulkan permintaan nona kami untuk.."

   Mendadak siau wan membatalkan perkataan selanjutnya. Ternyata saat itulah Nampak sesosok bayangan manusia menerobos masuk kedalam ruangan gua dan bagaikan sukma gentayangan langsung meluncur kehadapan mereka berdua.

   "Nona, kau telah kembali"

   Seru siau wan gembira.

   Ternyata orang yang datang adalah si Nona berbaju hijau yang bernama Beng Gi ciu itu.

   Air mukanya kelihatan bersemu merah, butiran keringat membasahi jidatnya, jelas baru saja dia menempuh perjalanan yang cukup jauh.

   Ditangannya dia membawa sebuah kotak makanan- yang segera diletakkan dihadapan Kho Beng, tegurnya kemudian sambil tertawa manis .

   "Rupanya kau.kau telah sadar?"

   Buru-buru Kho Beng menjawab .

   "Terima kasih banyak atas pertolongan nona, aku merasa berterima kasih sekali dengan kebaikan mu.aaaai, budi kebaikan yang begini besar membuat aku tak tahu apa yang mesti diucapkan."

   Dengan suara dalam Beng Gi ciu menghela napas .

   "Kau tentu sangat lapar, dalam kotak terdapat bubur dan beberapa sayuran, bersantaplah dulu"

   Kepada siau wan segera serunya pula .

   "Hayo cepat, layani Kho kongcu untuk bersantap."

   "Nona, darimana kau bisa tahu kalau dia bermarga Kho?"

   Tanya siau wan keheranan. Beng Gi ciu tersenyum, sambil mengawasi wajah anak muda tersebut, katanya lagi .

   "Bukan saja aku tahu kalau dia berasal dari marga Kho, bahkan mengetahui juga kalau dia adalah cengcu muda dari perkampungan Hui im ceng, betul bukan?"

   Setelah tertawa manis, dia menambahkan .

   "sewaktu berada diluar tadi aku telah menyelidiki hal tersebut hingga jelas."

   "Cengcu muda dari mana?"

   Tanya siau wan tercengang.

   "sudahlah tak perlu banyak bertanya lagi,"

   Tukas Beng Gi ciu dengan suara dalam.

   "Cepat layani Kho kongcu untuk bersantap setelah itu kita harus meninggalkan tempat ini secepatnya"

   Sekali lagi Kho Beng dibuat tertegun sehabis mendengar perkataan tersebut. siau wan sendiripun agak tertegun, segera tanyanya .

   "Nona, bukankah kau sendiri yang bilang kalau luka yang diderita Kho kongcu amat parah dan tak boleh meninggalkan tempat ini? Mengapa kita harus pergi dari sini sebelum luka yang dideritanya menjadi sembuh."

   Dengan kening berkerut Beng Gi ciu menyahut .

   "Memang benar begitu, tapi situasi saat ini telah terjadi perubahan, tak mungkin bagi kita untuk berdiam lebih lanjut disini."

   "sebenarnya apa yang telah terjadi? Bersediakah nona memberi penjelasan?"

   Pinta Kho Beng ragu-ragu.

   "Ketua partai kupu-kupu Ui Thian it telah membawa sekawanan jago lihaynya berangkat kemari, mungkin hari inijuga mereka akan tiba disini, ini berarti seluruh bukit Cian san telah berubah menjadi lingkungan kekuasaan partai kupu-kupu, bila hal ini sampai terjadi, maka sulitlah bagi kita untuk meninggalkan tempat ini dengan selamat."

   "Apakah nona berhasil mendapatkan berita lain?"

   Tanya Kho Beng sambil menggertak gigi kencang-kencang .

   "Berita lain yang kuperoleh adalah Dewi In Un yang bercokol dibukit ini sesungguhnya adalah putri dari Ui Thian it, ketua partai kupu-kupu saat ini, aku rasa persoalan ini kau tentu lebih jelas daripada aku bukan?"

   "sudah tak ada yang lain?"

   Kho Beng berkerut kening. Beng Gi ciu menggeleng.

   "Persoalan lain tentang Dewi In Un tak berhasil kuperoleh, apakah Kho Beng menguatirkan keselamatan jiwa dari cicimu sekalian?"

   "Benar, persoalan inilah yang sesungguhnya membuat hatiku gelisah dan tak tenang."

   "Ya a, apa boleh buat, kita tak bisa banyak berkutik, ketahuilah pihak partai kupu-kupu akan menghimpun kekuatan intinya disini, kekuatan mereka sudah berubah menjadi himpunan kekuatan yang luar biasa hebatnya, untuk menghadapi hal semacam ini kita perlu mengadakan perencanaan jangka panjang ."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya dengan suara dalam .

   "Tapi masalah penting yang kita hadapi dewasa ini adalah berusaha meninggalkan tempat ini secepatnya."

   Sementara itu Siau wan telah membuka kotak makan dan menghidangkan semangkuk bubur serta empat macam sayur dihadapan Kho Beng.

   Dengan pikiran dan perasaan yang berat karena beban yang dipikulnya, sulit bagi Kho Beng untuk menelan bubur tersebut, namun agar tidak mengecewakan Beng Gi ciu yang telah bersusah payah mencarikan hidangan baginya, terpaksa dia harus menghabiskan bubur yang tersedia.

   Ketika ia selesai bersantap.

   tampak Beng Gi ciu serta siau wan telah mempersiapkan sebuah usungan dari rotan.

   Beng Gi ciu sebera berkata dengan suara dalam .

   "Tengah malam telah tiba, mari kita sebera berangkat"

   Tiba-tiba Kho Beng merasa amat kikuki hatinya tergagap .

   "Nona, aku."

   "Kho kongcu, apalagi yang hendak kau ucapkan?"

   Tanya Beng Gi ciu dengan kening berkerut.

   "setelah nona Beng mengetahui identitasku yang sesungguhnya, tentu kau juga mengerti bukan bahwa saat ini aku telah menjadi musuh dari partai kupu-kupu"

   "Ya a a, aku memang tahu,"

   Jawab si nona sambil tertawa.

   "setelah nona mengetahui akan hal ini, mengapa kau masih bersedia menyerempet bahaya yang amat besar untuk menyelamatkan aku? Apakah kau tak kuatir mengikat tali permusuhan dengan pihak partai kupu-kupu?"

   Beng Gi ciu sebera tertawa.

   "Tahukah Kho kongcu akan asal usulku yang sebenarnya?"

   "Aku memang ingin mengetahuinya."

   Setelah menatap pemuda itu sekejap dan tersenyum, Beng Gi ciu berkata pelan .

   "Leluhurku sudah lama bermusuhan dengan pihak partai kupukupu, malah permusuhan kami ibarat air dengan api, tak mungkin bisa didamaikan kembali, oleh sebab itu aku tak perlu mengikatnya kembali sekarang."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lagi .

   "Pernahkah Kho kongcu mendengar kisah pertarungan antara tiga dewa see gwa sam sian dengan ketua partai kupu-kupu dibawah tebing hati duka?"

   "Tentu saja aku pernah mendengarnya, apakah nona adalah."

   "Yaa benar, aku adalah keturunan keempat dari dewa Kim ka sian"

   Sahut si nona sambil tertawa hambar.

   "Haaahh"

   Kejut dan girang Kho Beng, segera berseru tertahan. Beberapa saat kemudian baru ia bisa berkata .

   "Tak heran kalau ilmu silat yang nona miliki begitu hebat dan luar biasa, ternyata nona adalah keturunan dari tiga dewa, kalau begitu maaf atas ketidak tahuanku"

   Sambil berkata ia siap-siap meronta bangun. Cepat-cepat Beng Gi ciu menekan bahunya seraya berbisik .

   "Lebih baik kau jangan bergerak dulu."

   "Tapi aku merasa agak baikan,"

   Kata Beng Gi ciu dengan napas tersengal-sengal.

   "Aku bisa berjalan sendiri"

   "Mungkin saja kau bisa berjalan sendiri kalau dipaksakan,"

   Kata Beng Gi ciu sambil tertawa dan menggeleng.

   "Tapi tahukah kau apa akibatnya bila kau berbuat begitu? "Tidak menunggu Kho Beng menjawab, dia telah melanjutkan kembali katakatanya .

   "Apabila darah sampai membeku didalam nadi dan berbalik menembusi pusat, bila parah bisa berakibat kematianmu atau paling ringanpun akan menyebabkan kau menjadi cacat seumur hidup,"

   "Yaa, betul kongcu?"

   Seru siau wan pula sambil berkerut kening.

   "bila kau benar-benar ingin membalas budi nona kami, maka kau harus menuruti nasehat nona kami."

   "Sudahi tak usah banyak bicara lagi"

   Tukas Beng Gi ciu tiba-tiba.

   "siau wan, cepat bopong Kho Beng kongcu keatas tandu tersebut"

   Siau wan tak berani banyak bicara lagi, bersama Beng Gi ciu mereka bersama-sama membohong tubuh Kho Beng dan dibaringkan diatas usungan yang telah disediakan.

   Berada dalam keadaan seperti ini Kho Beng tak leluasa untuk bicara lagi, terpaksa dia hanya memandang kedua orang itu dengan penuh rasa terima kasihi ia membiarkan mereka berbuat sesuka hati atas dirinya.

   Beng Gi ciu bertindak amat cepat, setelah membaringkan Kho Beng diatas usungan tersebut, kembali dia menyelimuti tubuh anak muda tersebut dengan sebuah mantel, kemudian baru menggotong usungan tersebut dan berjalan keluar dari gua.

   Jarak antara mulut gua dengan permukaan tanah masihada beberapa kaki tingginya, namun dengan ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna, kedua orang nona itu telah melompat turun kedasar jurang dengan gerakan yang amat ringan.

   Bahkan sewaktu mencapai atas permukaan tanah pun, usungan tersebut hanya bergoyang sedikit saja.

   setelah keluar dari mulut gua, kedua orang itu menempuh perjalanan dengan sangat cepat, mereka mengikuti arah aliran sungai didasar jurang tersebut, berangkat menuju keluar bukit.

   Dalam waktu singkat mereka bertiga telah menempuh perjalanan sejauh tiga li lebih.

   Mendadak tampak Beng Gi ciu menghentikan langkahnya secara tiba-tiba kemudian dengan suatu gerakan cepat menyembunyikan diri dibalik semak belukar disisi jalan.

   siau wan mencoba pasang telinga baik-baik akan tetapi ia tak berhasil menangkap suara apa pun dengan perasaan heran segera tegurnya .

   "Nona kau."

   "ssssstttt"

   Cepat-cepat Beng Gi ciu menempelkan jari telunjuknya diatas bibir sendiri dan memberi tanda agar tidak berisik, siau wan tidak berani membantah, ia benar-benar membungkam diri dalam seribu bahasa.

   Benar juga lebih kurang setengah peminuman teh kemudian terdengar suara ujung baju yang tersampok angin bergema tiba, lalu tampak tiga sosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, dalam waktu singkat mereka telah meluncur kedalam dasar jurang sana.

   Gerakan tubuh ketiga orang ini benar-benar amat cepat, sekali lompatan sepuluh kaki telah dilalui..dalam kegelapan malam yang terlihat hanya tiga sosok bayangan manusia yang remang-remang serta suara desingan ujung baju yang terhembus angin.

   Tak terlukiskan rasa kagum Kho Beng setelah melihat kenyataan ini, sebab dari sini terbukti betapa lihaynya ketajaman pendengaran Beng Gi ciu.

   Sementara itu siau wan telah menjulurkan lidahnya sambil berbisik .

   "Wouw.lihay betul ilmu meringankan tubuh yang dimiliki ketigg orang itu."

   Diam-siam Kho Beng setuju dengan pendapat tersebut, sebab ilmu meringankan tubuh yang dimiliki ketiga orang tersebut sama sekali tidak lebih lemah daripada kemampuan jago nomor satu malah bisa jadijauh lebih hebat daripada kemampuannya.

   setengah berbisik siau wan bertanya .

   "Apakah orang-orang itu berasal dari partai kupu-kupu?"

   "Hmmm, kecuali kawanan begal tersebut, siapa lagi yang bakal datang kemari? Kelihatannya Ui sik kang segera tiba disini"

   Siau wan segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian katanya .

   "Nona, mari kita segera berangkat, kalau menunggu sampai terang tanah nanti, waaah kita bisa berabe"

   Tapi Beng Gi ciu segera menggeleng.

   "Tunggu sebentar"

   Lalu sambil menunjuk kedepan, bisiknya lebih jauh .

   "Dibelakang sana masih ada seorang lagi."

   Kho Beng amat tergetar hatinya setelah mendengar perkataan itu, dia mencoba untuk memasang telinga , akan tetapi sama sekali tak terdengar suara langkah manusia maupun suara ujung baju yang terhembus angin.

   Namun diapun sadar, luka yang dideritanya saat ini amat parah, jelas sudah mempengaruhi ketajaman pandangan mata serta pendengarannya, meski begitu dia merasa kagum sekali dengan kemampuan Beng Gi ciu jelas sudah tenaga dalam yang dimiliki gadis tersebut amat sempurna.

   Lewat setengah peminuman teh kemudian mereka baru mendengar suara langkah manusia yang cukup nyaring.

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Bersambung ke

   Jilid 31

   Jilid 31 Sewaktu diperlihatkan dengan seksama, terdengar si pendatang hanya terdiri dari seorang. Siau wan segera berbisik.

   "Yang datang kali ini hanya seorang, mari kita bunuh saja orang itu"

   "Tutup mulut"

   Buru-buru Beng Gi ciu membentak. Belum habis suara langkah manusia itu sudah kedengaran semakin nyata, tampaknya orang tersebut berjalan amat lamban. Tanpa terasa Kho Beng berpikir dengan perasaan ragu-ragu .

   "Benar-benar kejadian yang sangat aneh, bila didengar dari suara derap langkahnya orang itu seperti seseorang yang tidak mengerti akan ilmu silat."

   Tapi ingatan lain kembali melintas, pikirnya dengan perasaan terkejut.

   "Biasanya orang yang lihay tak suka jual tampang, mungkin juga orang itu adalah seorang jagoan yang berilmu tinggi?"

   Sementara ingatan tersebut masih melintas dalam benaknya, suara langkah manusia tadi telah tiba dua kaki dihadapan mereka.

   Toook.toooktook Makin lama makin lambat, akhirnya dia berhenti hanya dua kaki jaraknya dari tempat persembunyian mereka.

   Kabut malam yang makin menipis membuat raut wajah orang tersebut lamat-lamat sudah mulai kelihatan, ternyata dia adalah seorang kakek yang rambutnya telah beruban semua.

   orang itu berperawakan gemuk lagi pendek, mengenakan baju berwarna ungu, ditangannya membawa sebuah tongkat bambu sementara dicunggungnya tergantung sebuah buli-buli besar.

   sementara orang itu sudah mengambil tempat duduk diatas sebuah batu besar.

   Ketika Kho Beng secara diam-diam mengintip keluar, tampak olehnya sekulum senyuman seolah-olah selalu menghiasi wajah kakek tersebut, ia tak memiliki suatu keistimewaan, mungkin setelah menempuh perjalanan jauh dan merasa lelahi kini sedang beristirahat disitu.

   satu-satunya masalah yang mencurigakan adalah mengapa dia memasuki dasar jurang yang terpencil sepi ini ditengah malam buta begini.

   Beng Gi ciu maupun siau wan telah mengawasi pula gerak gerik kakek berbaju ungu itu dengan penuh perhatian, sikap mereka Nampak tegang dan amat serius.

   Berada dalam keadaan begini, Kho Beng merasa kurang leluasa untuk mengajukan pertanyaan, karenanya dia Cuma membungkam diri seribu bahasa.

   setelah duduk beberapa saat, mendadak Kakek berbaju ungu itu bergumam seorang diri .

   "Waaah.rasanya makin lama semakin tak beres, ditengah malam buta begini, kemanakah aku mesti menemukan langgananku itu?"

   Sembari berkata dia menarik buli-buli dipunggungnya ke depan, membuka penutupnya serta mengeluarkan bungkusan besar maupun bungkusan kecil yang banyak sekali jumlahnya.

   setelah diperiksanya semua, sekali lagi dia masukkan kembali bungkusan tersebut kedalam buli-bulinya.

   oleh karena udara malam masih menyelimuti angkasa, kabutpun masih melayang diatas permukaan tanah, maka walaupun selisih jarak mereka hanya dua kaki, namun tak terlihat dengan jelas benda-benda apakah itu.

   Begitulah, selesai memeriksa barang-barang yang berada didalam buli-bulinya, Kakek berbaju ungu itu mulai celingukan memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu mengendus pula dengan hidungnya kesana kemari, pada akhirnya dia bergumam .

   "semestinya di tempat ini aku harus bertemu langganan, kenapa tak seorang manusia pun yang menyapaku?"

   Mendengar perkataan tersebut tanpa terasa perasaan Kho Beng serta Beng Gi ciu agak tergerak. Mendadak terdengar Kakek berbaju ungu itu berkata lagi .

   "Aaahi rupanya ada lagi yang datang, tapi bisa jadi orang itu bukan langganan yang kucari"

   Ia segera melompat turun dari atas batu dan mendekam diatas tanah untuk menyembunyikan diri.

   Tindakan dari Kakek berbaju ungu itu sangat mengejutkan hati Beng Gi ciu, sebab dia pun merasa ada orang yang mendekati tempat tersebut, namun ia baru mengetahuinya setelah Kakek berbaju ungu itu menyembunyikan diri baik-baik.

   setengah peminuman teh kemudian, betul juga tampak ada sesosok bayangan hitam melintas lewat dengan kecepatan luar biasa, orang itu berjalan lewat persis didepan batu cadas dimana kakek itu menyembunyikan diri.

   Tapi agaknya orang yang berjalan malam itu sama sekali tidak menyadari akan kehadiran si Kakek berbaju ungu disitu, buktinya dia lewat dengan begitu saja tanpa berpaling.

   Dalam hati kecilnya Kho Beng segera sadar, kakek yang berada dihadapannya sudah pasti bukan manusia sembarang.

   Ditinjau dari tingkah laku si Kakek berbaju ungu itu yang dinilai amat misterius, kemudian menyembunyikan diri dari pengintaian orang berjalan malam yang jelas merupakan anggota partai kupukupu, pemuda tersebut segera menarik kesimpulan bahwaannya kakek tersebut sudah pasti merupakan seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi.

   Ketika ia mencoba berpaling untuk mengawasi Beng Gi ciu berdua, tampak kedua orang gadis itu masih mengawasi lawannya dengan tanpa berkedip.

   melihat itu terpaksa dia harus menelan kembali kata-katanya.

   Berapa saat kemudian Kakek berbaju ungu itu telah merangkak bangun dan duduk kembali diatas batu cadas semula.

   Terdengar ia tertawa ringan lalu bergumam lagi seorang diri .

   "Kalau obat mujarab datang secara tiba-tiba, segala penyakit pasti akan hilang dengan sendirinya, tapi kalau memang orang lain tidak berjodoh dengan aku si orang tua, yaa.apa boleh buat lagi, lebih baik aku pergi saja dari sini"

   Selesai berkata dia segera menggerakkan tubuhnya dan berjalan menuju kearah jurang sana. Tapi baru saja berjalan beberapa langkahi dia telah balik kembali dan berkata sambil tertawa .

   "Aaaahi aku tak usah terburu napsu, biarlah kutunggu sejenak lagi."

   Sambil berkata dia mengeluarkan batu api dan menyulut huncwenya, kemudian sambil duduk dibatu, ia menikmati huncwenya dengan penuh keasyikan.

   sejak kedatangan Kakek berbaju ungu itu, bila diperhatikan secara sungguh-sungguhi maka dapat dilihat bahwa sinar matanya selalu dan sekelebatan tanpa sengaja mengawasi tempat persembunyian dari Kho Beng sekalian.

   Akhirnya Beng Gi ciu tak dapat menahan diri lagi, tiba-tiba dia berbisik kepada Kho Beng dengan ilmu menyampaikan suara .

   "Aku lihat kakek ini sedikit rada aneh, bagaimana kalau kita menemui dirinya?"

   Buru-buru Kho Beng menjawab dengan ilmu menyampaikan suara pula .

   "Terserah kepada nona Beng, bagi diriku sih tiada pendapat yang lain."

   Beng Gi ciu tersenyum, dia segera bangkit berdiri dan berjalan keluar dari tempat persembunyiannya . Kakek berbaju ungu itu sama sekali tidak tercengang melihat kemunculan gadis tersebut, sambil tertawa hambar dia malah bergumam lagi.

   "Untung saja aku menunggu sejenak tadi, kalau tidak tentu kesempatan baik dilewatkan dengan begitu saja."

   Beng Gi ciu maju beberapa langkah kedepan, sambil memberi hormat, sapanya .

   "Mungkin lotiang sudah tahu kalau siau li sekalian berada disini?"

   Sambil tersenyum Kakek berbaju ungu itu balas memberi hormat.

   "Yaa betul, betul, aku tahu kalau disini ada langganan yang menunggu."

   "Boleh aku tahu siapa nama lotiang?"

   Tanya Beng Gi ciu kemudian dengan suara dalam.

   Kakek berbaju ungu itu tersenyum.

   "Dulu sih aku punya nama, tapi kemudian kurasakan nama bukanlah suatu yang penting, lama kelamaan aku tak pernah menggunakannya lagi sehingga akhirnya aku sendiripun melupakannya ."

   "Bagaimana pun juga, saban orang pasti punya nama, kalau tidak, bagaimana cara orang lain memanggilmu?"

   Kata Beng Gi ciu lagi sambil tertawa.

   "Panggilan sih ada."

   Sambil menunjuk kearah rambut sendiri yang telah beruban semua, Kakek berbaju ungu melanjutkan.

   "Berhubung rambutku putih bagaikan saiju, orang menyebutku sebagai si kakek berambut putih, tapi ada pula yang memanggilku si setan tua dari Lam ciang"

   "setan tua dari Lam ciang?"

   Gumam Beng Gi ciu lirih.

   "sayang sekali pengetahuan serta pengalaman siauli amat cetek sehingga belum pernah mendengar nama besar dari lotiang, tapi akum percaya kau pastilah seorang tokoh dunia persilatan yang berilmu tinggi"

   Kakek berambut putih itu tertawa terbahak-bahak .

   "Haaaahhhihaaahhhhaaaahhhhinona, nona.terang saja aku si kakek pun baru pertama kali ini melangkah masuk ke daratan Tionggoan, sehingga tak banyak jago persilatan yang kukenal"

   "Apakah selama ini lotiang berdiam diwilayah Lam ciang?"

   Kakek berambut putih itu mengangguk berulang kali.

   "Hampir empat lima puluh tahunan , aku tak pernah meninggalkan wilayahku barang setengah langkah pun, tapi berapa tahun belakangan, makin lama kehidupanku disana semakin susah, maka dengan perasaan apa boleh buat terpaksa aku situa harus hijrah ke utara, aku ingin mencari keuntungan didaratan Tionggoan sehingga bisa dibuat sebagai biaya untuk hari tua ku nanti."

   "apa sih pekerjaan lotiang?"

   Tanya Beng Gi ciu sambil mencoba mengawasinya. sambil menepuk buli-buli dipunggungnya, kakek itu menjawab .

   "sepanjang hidupku bergumul dengan obat-obatan, meski belum bisa dibilang mampu menghidupkan kembali orang mati, namun penyakit dalam maupun penyakit luar bisa kusembuhkan secara cepat"

   "oooohi rupanya lotiang adalah seorang tabib yang gemar menolong orang, maaf..maaf"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata .

   "Bila kutinjau dari perkataan lotiang barusan, agaknya kau mengatakan bahwa kami adalah langganan lotiang."

   Tiba-tiba ia menghentikan perkataannya dan tidak dilajutkan kembali. sambil tertawa terkekeh-kekeh, Kakek berambut putih itu menjawab .

   "Yaa benar, sudah hampir sebulan lamanya aku melangkah masuk kedaratan Tionggoan, namun selama ini belum berhasil juga menemukan seorang langganan pun, padahal bekal yang kubawa keluar sudah hampir habis terpakai, bila kau gagal mendapatkan langganan dalam waktu singkat, bisa jadi aku bakal mati kelaparan didaratan Tionggoan ini."

   Sambil tertawa dingin Beng Gi ciu menyela .

   "Lotiang belum memberikan jawaban yang sejelasnya atas pertanyaan siauli barusan."

   Kemudian dengan suara dalam dia melanjutkan .

   "Dari mana lotiang bisa tahu kalau siauli sekalian bersembunyi disini dan dari mana pula bisa tahu kalau bakal menjadi langgananmu?"

   Kakek berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak .

   "Haaahhaaa.haaahi.aku mengandalkan hidungku ini."

   "Mengandalkan hidung?"

   Beng Gi ciu tertawa geli.

   "lotiang memang pandai bergurau, apa sangkut pautnya masalah ini dengan hidungmu?"

   "Tentu saja amat besar hubungannya,"

   Kata Kakek berambut putih itu tertawa ringan.

   "sebab hidungku ini memiliki ketajaman penciuman yang luar biasa, jauh berbeda dengan orang biasa."

   "Jadi maksud lotiang, kau mengandalkan ketajaman dari daya penciuman hidungmu itu?"

   "Tepat sekali"

   Kakek itu manggut-manggut.

   "Memang begitulah yang kumaksudkan."

   Beng Gi ciu segera mendesak lebih jauh.

   "Jadi lotiang pun mengandalkan ketajaman daya ciummu itu untuk mengetahui tempat persembunyian kami disini?"

   Kembali Kakek berambut putih itu mengangguk.

   "Yaa, memang, demikianlah keadaan yang sesungguhnya."

   Lalu sambil berpaling dan memandang sekejap kearah semak belukar dihadapannya, ia berkata lebih jauh .

   "Yang menarik perhatianku justru perasaanku yang mengatakan bahwa didalam sana, agaknya terdapat seseorang yang sedang menderita luka parah, terus terang saja aku sedang menaruh perhatian atas dirinya."

   "Apa yang kau inginkan?"

   Bentak Beng Gi ciu dengan suara dalam lagi berat. Buru-buru Kakek berambut putih itu menggoyangkan tangannya berulang kali seraya berkata .

   "Harap nona jangan salah paham, aku sudah menyembuhkan beribu-ribu penyakit yang diderita orang, sudah memeriksa keadaan luka yang diderita beribu jago, tentu saja perhatian yang kucurahkan saat ini adalah luka yang diderita rekanmu itu."

   Kemudian sambil menepuk buli-buli dipunggungnya, dia berkata lebih jauh .

   "Bila aku tak berhasil mendapatkan uang lagi, bisa jadi aku betulbetul akan mati kelaparan."

   Setengah percaya setengah tidak, Beng Gi ciu berseru .

   Lotiang benar-benar tidak mempunyai tujuan yang lain? Apa tujuan yang lain itu? kakek itu balik bertanya dengan wajah amat serius.

   Beng Gi ciu termenung s ej enaki lalu berkata .

   Peristiwa ini terlampau aneh dan susah membuat orang untuk mempercayainya, coba bayangkan sendiri, apa sebabnya kau menelusurijulan yang terpencil seperti ini ditengah malam buta dan kebetulan sekali mengapa kau memiliki ketajaman daya cium yang jauh lebih tajam daripada penciuman anjing.

   Kemudian dengan suara dalam ia berkata lebih jauh .

   "Terus terang saja kukatakan, aku agak mencurigai dirimu sebagai kaki tangan dari partai kupu-kupu"

   Sambil tertawa Kakek berambut putih itu menggeleng kepalanya berulang kali, ujarnya .

   "akupun pernah mendengar tentang berita munculnya kembali partai kupu-kupu didalam dunia persilatan, terus terang saja kukatakan, aku sendiripun amat membenci orang-orang partai kupukupu, bila keadaan mengijinkan aku pun ingin sekali membunuh beberapa orang anggota dari partai kupu-kupu."

   "Mengapa?"

   Tanya Beng Gi ciu keheranan. Mendadak Kakek berambut putih itu menjadi emosi, sambil mengkertak gigi kencang-kencang katanya .

   "sebab aku mempunyai ikatan dendam kesumat sedalam lautan dengan mereka..tatkala partai kupu-kupu kehilangan kitab pusaka Thian goan bu boh pada seabad berselang dan melakukan pembantaian didalam dunia persilatan, leluhur ku terbunuh pula ditangan mereka."

   Menurut hasil pengamatan Beng Gi ciu, dia menemukan kalau Kakek berambut putih itu sama sekali tidak berbohong, karena rasa benci dan dendam yang menyelimuti wajahnya tak mungkin bisa ditunjukkan orang lain. Maka katanya kemudian sambil tersenyum.

   "Tentunya lotiang sangat mahir didalam ilmu pertabiban?"

   "Telah kukatakan tadi, biar pun penyakit itu berada didalam ataupun diluar, aku sanggup membuatnya sembuh sama sekali."

   "Ditinjau dari kesanggupan lotiang untuk mengendus seseorang diantara kami menderita luka dalam yang cukup parah, membuktikan kalau kemampuan lotiang memang sangat hebat, silahkan"

   "Haaaahh.haaaahhhaaahh.kalau begitu transaksi kita pasti akan berhasil."

   Tukas si kakek dengan wajah kegirangan. Beng Gi ciu manggut-manggut.

   "Yaa, bila lotiang memang mampu menyembuhkan luka, tentu saja siauli merasa amat bersyukur dan berterima kasih sekali."

   "Bagus sekali kalau begitu, bagus sekali, tapi kami harus memeriksa keadaan luka nya lebih dulu sebelum berbicara soal harga, silahkan nona mengajakku menjumpainya."

   Beng Gi ciu tidak ragu-ragu lagi, dia berjalan lebih dulu menuju ketempat persembunyian Kho Beng serta siau wan.

   sambil membawa tongkat bambunya, Kakek berambut putih itu mengikuti dibelakangnya.

   Mula-mula dia memperhatikan dulu seluruh tubuh Kho Beng dengan seksama, kemudian baru katanya .

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Luka yang dideritanya tidak enteng, masalahnya darahnya telah membeku didalam isi perutnya..apakah nona telah memberi obatobatan kepadanya?"

   "Ya a"

   Sinona mengangguk.

   "Aku hanya memberi obat penambah darah untuk memperkuat kondisi tubuhnya."

   Sekali lagi Kakek berambut putih itu memperhatikan air muka Kho Beng, selang beberapa saat kemudian dia baru berkata .

   "Kalau kita ikuti cara pengobatan yang nona lakukan paling tidak masih dibutuhkan waktu selama sepuluh hari untuk menyembuhkan kembali lukanya itu, lagipula dalam sepuluh hari ini dia tak boleh bergerak ataupun melakukan gerakan yang melelahkan, terutama sekali tak boleh emosi dan menuruti gejolak perasaan sendiri, kalau tidak keselamatan jiwanya akan berbahaya sekali."

   "Betul Pandangan lotiang memang tepat sekali"

   Puji Beng Gi ciu dengan perasaan kagum. setelah berhenti sejenak, desaknya lagi .

   "Menurut cara pengobatan yang lotiang lakukan, kira-kira beberapa lama yang dibutuhkan?"

   Kakek berambut putih itu tersenyum.

   "Biarpun luka dalamnya cukup parah, aku Cuma membutuhkan waktu setengah peminuman untuk bisa membuatnya sembuh dan segar kembali seperti sedia kala"

   "Hanya setengah peminuma n teh saja dapat memulihkan kembali kesehatannya?"

   Hampir saja Beng Gi ciu melompat bangun saking kagetnya.

   "Lotiang kan tidak sedang bergurau, bukan?"

   Dengan suara dalam Kakek berambut putih itu berkata .

   "Kalau persoalan yang lain boleh saja kita bergurau, tapi dalam soal mengobati penyakit, hal semacam ini tak boleh sekali-kali sampai terjadi, aku bukan termasuk manusia macam begitu."

   Beng Gi ciu menjadi kegirangan setengah mati, segera serunya .

   "Baiklah, bila lotiang benar-benar mampu menyembuhkan lukanya dalam setengah peminumanteh saja, siauli pasti akan sangat berterima kasih kepadamu."

   "Bagus sekali,"

   Kakek berambut putih itu tersenyum.

   "Tapi. .kita harus membicarakan soal bayarannya dulu."

   "Berapa tahil yang lotiang minta?"

   Tanya si nona agak tertegun. Kakek berambut putih itu termenung serta berpikir sebentar, kemudian sahutnya sambil tertawa.

   "Dalam transaksi yang terjadi pertama kali, aku merasa canggung untuk membuka harga keliwat tinggi, dari para pasien, kedua jadi mengurungkan niatnya"

   Setelah garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, dia baru berkata .

   "Bagaimana kalau lima tahil perak, bersediakah kau membayarnya?"

   Beng Gi ciu segera tersenyum.

   "Bila kau minta lima ribu atau lima laksa tahil peraki mungkin siauli tak mampu membayar sekaligus, tapi kalau Cuma lima tahil peraki itu mah tak terhitung seberapa."

   Sambil berpaling kearah siau wan, segera bentaknya .

   "Ambil lima tahil emas dan serahkan kepada lotiang ini"

   Siau wan jadi tertegun.

   "Nona, dia kan cuma menghendaki lima tahil peraki bukan lima tahil emas."

   "Tak usah banyak bicara lagi"

   Tukas Beng Gi ciu sambil tertawa.

   "Cepat ambil keluar dan serahkan kepadanya"

   Terpaksa siau wan mengiakan, dengan rasa berat hati dia membuka buntalannya dan mengeluarkan sebatang emas sambil disodorkan kemuka. Kontan saja paras muka Kakek berambut putih itu berubah menjadi berseri-seri karena kegirangan, katanya .

   "Lima tahil emas..wow, ini berarti nilainya hampir mencapai seratus tahil perak. nona, kau.."

   "Tak terhitung seberapa, terima saja."

   Tukas si nona hambar. Kakek berambut putih itu segera menyimpan batangan emas tersebut kedalam sakunya, kemudian ia mengambil buli-bulinya dan mengeluarkan sebutir pil berwarna putih, katanya kemudian .

   "Apakah kantung air nona berisi air?"

   "Ya a, ada"

   Beng Gi ciu mengangguk. sambil berkata dia melepaskan kantung airnya. Kakek berambut putih itu menyodorkan pil bewarna putih tadi kehadapan sinona sambil berkata .

   "silahkan nona melolohkan obat tersebut kedalam mulutnya."

   Beng Gi ciu menerima pil tadi, diamati sejenak lalu berdiri termangu, tampaknya dia merasa agak ragu-ragu. sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa, Kakek berambut putih itu bertanya .

   "Apakah nona masing sangsi?"

   "Ya a, mungkin saja aku memang banyak curiga,"

   "tapi Aku cukup memahami perasaan nona."

   Tukas si kakek cepat.

   "Apa yang kaupahami?"

   Tanya Beng Gi ciu agak tergetar. Mendadak Kakek berambut putih itu berkata dengan ilmu menyampaikan suara .

   "Nona tidak akan gusar bila aku berbicara blak-blakan dan terus terang?"

   "Katakan saja terus terang"

   Sahut Beng Gi ciu dengan perasaan agak tergetar. Tentu saja jawaban dari si nona pun diberikan dengan ilmu menyampaikan suara. sambil tersenyum kakek itu berkata .

   "Aku lihat pemuda itu tentulah kekasih hati nona bukan, karenanya nona bagitu menguatirkan keselamatan jiwanya?"

   "Aaahi ngaco belo"

   Seru Beng Gi ciu dengan wajah bersemu merah karena jengah.

   Kakek berambut putih itu tertawa terbahak-bahak dan segera mengalihkan pandangan matanya kearah lain.

   Beng Gi ciu tidak ragu-ragu lagi, dengan cepat ia menjejalkan pil tersebut kedalam mulut Kho Beng.

   Paras muka Kakek berambut putih itu segera berubah serius kembali, buru-buru dia mendekati Kho Beng dan bertanya lembut .

   "Bagaimana rasanya pil tersebut?"

   "Rada getir, tapi setelah berada dalam perut rasanya menyegarkan"

   "Kalau begitu tak salah lagi, cepat kau himpun tenaga dalammu dan membawa sari obat tersebut keseluruh badan, aku jamin kesehatan tubuhmu segera akan pulih kembali seperti sedia kala."

   Kho Beng segera memejamkan matanya rapat-rapat dan meng ikuti petunjuk tersebut mulai mengatur pernapasan.

   sementara itu Beng Gi ciu serta siau wan menjaga disisi arena dengan wajah teggng dan serius.

   Benar juga, tak sampai setengah peminuman teh kemudian, Kho Beng telah membuka matanya kembali.

   Kho kongcu Beng Gi ciu segera menegur dengan agak emosi.

   "Kau.."

   Kesegaran telah memancar dari balik wajah Kho Beng, tiba-tiba dia melompat bangun seraya berkata .

   "Aku. benar- benar telah segar kembali."

   Beng Gi ciu menjadi kegirangan setengah mati, siau wan pun turut memuji kehebatan kakek itu, katanya .

   "Locianpwee, obatmu benar-benar amat mujarab, rupanya khusus dipakai untuk mengobati luka dalam? Lain waktu aku tentu akan membantumu untuk menyiarkan nama besarmu dimana-mana, tanggung kau pasti akan menjadi kaya raya."

   Kakek berambut putih itu tertawa.

   "Aku tidak mengharapkan punya nama besar, asal bisa mendapat sejumlah uang sebagai biaya dihari tuaku serta sebuah peti mati untuk mengubur jenasahku lain waktu, rasanya itu sudah lebih dari cukup bagiku untuk pulang kedusun."

   "Kau orang tua, apakah masih punya keluarga lain?"

   Kakek itu menggeleng.

   "Aku siorang tua adalah manusia bernasib jelek, sejak dilahir sudah hidup seorang diri, sampai saat ini pun aku tetap hidup sebatang kara tanpa anak tanpa bini."

   "ooooh . kasihan benar,"

   Bisik siau wan simpatik. Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya.

   "Kau bilang sejak dilahirkan sudah hidup sebatang kara, aku kurang percaya dengan perkataan itu, apakah.."

   Sambil menghela napas, Kakek berambut putih itu menyela .

   "Bila sudah kuterangkan nanti, kau pasti akan menjadipaham. Disaat ibu sedang mengandung aku, ayahku dibunuh orang secara keji, lalu dikala ibuku melahirkan aku dia mengalami kesulitan dalam kelahiran sehingga terjadi pendarahan hebat, akibatnya aku lahir diapun ikut mati. Aaaai.justru aku bernasib agak baikan ternyata aku bisa hidup sampai berusia sembilan puluh tahunan tanpa sekalipun menderita sakit."

   "Kau telah berusia sembilan puluh tahunan?"

   Seru siau wan tercengang.

   "Wahi aku tak menyangka."

   "Lalu menurut pendapatmu, berapa usiaku sekarang?"

   "Paling banter baru berusia tujuh puluh tahunan."

   Mendadak terdengar Kho Beng mengeluh .

   "Aduuuuh ada yang kurang beres."

   "Apanya yang kurang beres?"

   Tanya Beng Gi ciu dengan perasaan amat terkejut.

   Tampak paras muka Kho Beng berubah sangat hebat, peluh dingin telah membasahi seluruh badannya, setelah menghela napas sedih, ia terduduk kembali keatas tanah.

   siau wan turut gelisah, sambil menghampiri teriaknya cemas.

   "Kho kongcu, sebenarnya apa yang kau rasakan? cepat katakan"

   "Aaaai punggungku"

   Seru Kho Beng menghela napas.

   "Mengapa dengan punggungmu?"

   Tanya Beng Gi ciu dengan perasaan amat terkejut.

   "Linu, sakit bagaikan ditusuk jarum, aku tak mampu meluruskan badanku kembali."

   Sekarang Beng Gi ciu baru mengetahui bahwa Kho Beng telah membungkukkan badannya persis seperti udang, dengan perasaan kaget bercampur gelisah dia segera berpaling kearah Kakek berambut putih itu, tegurnya "Apa yang sebenarnya terjadi?"

   "sudah pasti penyakitnya berasal dari pil tadi"

   Seru siau wan pula sambil meraba gagang pedangnya. Kakek berambut putih itu mengerutkan dahinya kencangkencang, katanya .

   "obat yang kugunakan tak mungkin salahi aku men.."

   Setelah berhenti sejenak, katanya lagi dengan suara dalam .

   "Cepat. .suruh dia membaringkan diri biar kulakukan pemeriksaan yang seksama, aku percaya dalam waktu singkat dapat menemukan penyebabnya."

   Berada dalam keadaan begini, Beng Gi ciu tidak berpikir lebih jauhi dia segera turun tangan sendiri membaringkan Kho Beng keatas tanah, kemudian melepaskan pula pakaian yang dikenakan.

   Kakek berambut putih itu cepat-cepat berjongkok dan melakukan pemeriksaan dengan seksama.

   Tapi sebentar saja dia sudah mendongakkan kepalanya dan berseru sambil menghentakkan kakinya keatas tanah .

   "Aduh celaka."

   "sebenarnya apa yang terjadi?"

   Buru-buru Beng Gi ciu bertanya. setelah menghela napas, Kakek berambut putih itu berkata .

   "Semula kukira dia hanya menderita luka dalam, siapa tahu dia pun sudah menderita keracunan hebat.."

   "Ia sama sekali tidak keracunan"

   Kata Beng Gi ciu sambil menggretak gigi.

   "Dari raut mukanya kau tak akan melihat kalau dia sudah keracunan, kalau bukan begitu racun tersebut tak bisa dibilang sebagai racun luar biasa."

   Sambil menunding kearah tulang punggung Kho Beng, dia berkata lebih lanjut .

   "sudah kau lihat bekas merah ditulang punggungnya itu?"

   Beng Gi ciu serta siau wan berebut melihat arah yang ditunjuk kakek berambut putih itu, benar juga diantara tulang punggung pemuda tersebut benar-benar terdapat sebuah bekas garis panjang bewarna merah.

   sambil menghela napas dan menggelengkan kepalanya berulang kali, Kakek berambut putih itu berkata .

   "Jangan kau anggap remeh garis merah tersebut, padahal inilah gejala yang khas dari racun Ang bong tok, salah satu racun yang terkeji didunia ini."

   "Apa yang bisa terjadi dengan seseorang yang terkena racun Ang bong tok tersebut?"

   Tanya Beng Gi ciu gelisah. Kakek berambut putih itu tertawa getir .

   "Dalam satu bulan ilmu silatnya akan musnah, tiga bulan kemudian tulang belulangnya membusuk jadi darah kental dan lima bulan kemudian selurh tubuhnya akan membusuk sebelum mati dalam keadaan yang amat mengerikan."

   Berubah hebat paras muka Beng Gi ciu setelah mendengar ucapan tersebut, tanyanya kemudian .

   "Lantas apa yang mesti kita perbuat sekarang?"

   Dengan suara dalam Kakek berambut putih itu berkata .

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Andaikata gejala keracunan ini bisa kuketahui lebih awal mungkin bisa diatasi lebih mudah, tapi sekarang kita mesti memunahkan racun tersebut lebih dulu sebelum menyembuhkan lukanya, tapi kini berhubung racun tersebut belum punah padahal tenaga dalamnya telah pulih kembali, keadaan tersebut semakin mempersulit usaha pengobatan yang hendak kulakukan."

   "sebenarnya apakah masih ada cara untuk menyembuhkan lukanya atau tidak?"

   Tanya Beng Gi ciu sambil menggertak gigi. Kakek berambut putih itu tertawa angkuh.

   "sudah kukatakan tadi, selamanya belum pernah ada penyakit yang gagal kusembuhkan, bila kubilang tak sanggup, bukankah sama artinya dengan merusak nama sendiri, hanya saja"

   Setelah biji matanya berputar sejenak kian kemari, dia berkata lebih lanjut .

   "Untuk pengobatan luka semacam ini, aku benar-benar menjumpai banyak kesulitan."

   Disaat biji matanya berputar inilah Beng Gi ciu dapat melihat dengan jelas bahwa dibalik sinar matanya seakan-akan terpancar sifat licik, keji dan jahatnya.

   Namun setelah dipikir sebentar, terpaksa dengan nada merengek katanya lagi .

   "Lotiang adalah tabib Hua tou jaman sekarang, bagaimana juga kau harus berusaha untuk menyelamatkannya ."

   Tentu saja Kakek berambut putih itu manggut-manggut.

   "tapi. .kali ini tak mungkin lukanya bisa kusembuhkan hanya dalam waktu setengah peminuman teh saja."

   "Peduli berapa waktu pun yang kau butuhkan, asal lotiang bisa menyembuhkan lukanya, itu sudah cukup, siauli pasti akan berterima kasih sekali padamu."

   Kakek berambut putih itu berpikir sebentar, lalu katanya .

   "Kali ini bukan dengan biaya lima tahil emas saja bisa menyembuhkan luka tersebut."

   Rasa tidak simpatik segera timbul didalam hati kecil Beng Gi ciu, namun ia tidak mempersoalkan masalah kecil tersebut, katanya .

   "Terserah berapa pun biaya yang kau minta, coba terangkan berapa jumlah yang kau inginkan?"

   "Begini saja, bagaimana kalau ditambah dengan sepuluh kali lipat? siau wan, berikan dua puluh tahil emas kepadanya."

   Seru Beng Gi ciu tanpa ragu. sambil menggertak gigi siau wan segera berseru .

   "Nona, dia pasti seorang penipu, sudah jelas dia telah membohongi kita habis-habisan, apakah kau bersedia dibohongi sekali lagi."

   "Kau tak usah banyak bicara, siapa sih yang menyuruh kau tak tahu aturan?"

   Tegur Beng Gi ciu dengan suara dalam. Namun siau wan tetap merasa tak puas, katanya lebih jauh .

   "Nona, dengan asal usul kita yang terhormat selama hidup belum pernah ditipu orang mentah-mentah. Mengapa kau bersedia menuruti perkataan situa Bangka ini? sudah jelas racun tersebut berasal dari dalam pil yang diberikan olehnya tadi."

   "Tutup mulut"

   Bentak Beng Gi ciu gusar. Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi .

   "Persoalan ini menyangkut hidup mati Kho kongcu, siapa suruh kita kurang berhati-hati sehingga dipecundanginya? Apakah kau masih merasa saying dengan uang sebesar lima puluh tahil emas itu?"

   Siau wan tidak banyak bicara lagi, dia segera mengeluarkan sebatang emas dan diserahkan kepada Beng Gi ciu.

   Tanpa merasa sayang barang sedikitpun Beng Gi ciu menyerahkan batangan emas tersebut kepada Kakek berambut putih tadi, katanya .

   "Ini lima puluh tahil emas, silahkan lotiang menerimanya."

   Kakek berambut putih itu tertawa terkekeh-kekeh .

   "Bila kudengar dari pembicaraan nona serta budak tersebut, seakan-akan kau menuduh racun tersebut berasal dari obat yang kuberikan tadi bukan?"

   "siauli telah salah bicara, harap lotiang sudi memaafkan,"

   Sahut Beng Gi ciu dengan wajah tanpa emosi. Kakek berambut putih itu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya .

   "Walaupun aku amat membutuhkan uang tapi aku lebih mementingkan soal nama, bila kalian berdua merusak nama baikku aku tak terima"

   "Lantas apa yang lotiang kehendaki?"

   Tanya Beng Gi ciu sambil menggigit bibir menahan diri "Emas ini aku tak akan menerimanya lebih dulu, tunggu saja sampai aku berhasil menyembuhkan luka racunnya itu."

   "Dengan cara apa lotiang hendak mengobati lukanya? Apakah diberi obat yang lain?"

   Kakek berambut putih itu segera tertawa dingin .

   "ang bong tok merupakan racun paling keji didunia ini, belum pernah kudengar kalau didunia ini terdapat obat-obatan yang mampu memunahkan racun tersebut?"

   "Lantas apa yang hendak kau perbuat?"

   Tanya Beng Gi ciu dengan wajah berubah menjadi pucat pias seperti mayat.

   "Hanya ada satu cara yakni menghisap keluar sisa racun yang berada didalam tubuhnya dengan tangan dingin.

   "

   Kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kembali dia berkata .

   "Mustahil bagiku untuk melakukan pengobatan ditempat seperti ini, aku pikir hendak kubawa ke kuil Hian thian koan dibukit Wang hu san."

   "Apakah harus berbuat demikian?"

   Tanya Beng Gi ciu sambil menghela napas panjang. Kakek berambut putih itu mendengus .

   "Masih ada sebuah cara lagi, yaitu aku angkat tangan dan pergi dari sini. Nah, silahkan nona memilih sendiri"

   Beng Gi ciu termenung berapa saat lamanya, setelah itu dia baru berkata dengan suara dalam .

   "Baiklah aku akan menuruti kehendak lotiang."

   Kakek berambut putih itu tertawa terbahak-bahak .

   "Haaaahhhi.haaahhhaaahhhhi.nona memang seorang yang tegas dan cepat mengambil keputusan, ketegasanmu jauh melebihi lakilaki sejati, bagus..bagus sekali"

   Saat itu paras muka Beng Gi ciu telah berubah menjadi dingin dan kaku bagaikan sebuah batu karang, sepatah demi sepatah ia berkata kepada siau wan .

   "Mari kita gotong Kho kongcu dan segera berangkat"

   "Tunggu dulu"

   Mendadak Kakek berambut putih itu mengulapkan tangannya mencegah.

   "Apakah lotiang masih ada pesan lain?"

   Tanya si nona agak tertegun.

   "Kuil Hian thian koan dibukit Wang hu san bukan merupakan tempat yang bisa dikunjungi kaum wanita, lebih baik serahkan saja pemuda itu kepadaku."

   Paras muka Beng Gi ciu seketika berubah menjadi lebih tak sedap lagi, sambil menggigit bibir katanya .

   "soal ini."

   "Nona toh seorang yang tegas dalam mengambil keputusan, apakah kau tak bersedia?"

   Rengek Kakek berambut putih sambil tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak dengan suara dalam ia berkata lebih jauh .

   "Menggunakan sisa waktu yang luang ini, nona toh bisa memanfaatkannya untuk melakukan penyelidikan apakah Kho kongcu benar-benar telah keracunan Ang bong tok lebih dulu, kemudian kita baru menentukan waktu dan alamat guna saling menyerahkan orang dan uang "

   "Apakah kau mempunyai keyakinan untuk menyembuhkan lukanya itu??"

   "Bila tak berhasil kusembuhkan luka tersebut, bukan saja aku tak akan menerima lima puluh tahil emas tersebut, bahkan aku pun akan menyerahkan selembar jiwaku ini kepadamu."

   Beng Gi ciu segera manggut-manggut.

   "Kalau begitu silahkan lotiang menentukan waktu serta tempatnya."

   Kakek berambut putih itu berpikir sebentar kemudian jawabnya .

   "Bagaimana kalau sepuluh hari kemudian didepan bukit Wang hu san?"

   "Baik kita tetapkan dengan sepatah kata ini."

   Sahut si nona seraya mengangguk.

   sementara itu racun yang mengeram didalam tubuh Kho Beng sudah mulai bekerja, peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya, kesadarannya pun berada dalam keadaan ada dan tidak ada, karenanya terhadap pembicaraan yang berlangsung antara kedua orang itu pun dia seperti mendengar seperti jUga tidak, yang pasti sama sekali tiada reaksi dari dirinya pribadi.

   Dengan langkah cepat Kakek berambut putih itu berjalan mendekati Kho Beng dan membopongnya, kemudian sambil tertawa ia berkata .

   "Kita berjumpa lagi sepuluh hari kemudian"

   Sambil membalikkan badan, tanpa berpaling lagi dia beranjak pergi dari situ dengan langkah lebar.

   Mengawasi bayangan punggungnya hingga lenyap dari pandangan mata, tanpa terasa Beng Gi ciu menghela napas panjang.

   siau wan pun tak mampu menahan diri lagi, dengan air mata bercucuran bisiknya .

   "Nona"

   Mendadak Beng Gi ciu berpaling seraya menegurnya untuk tidak menangis. siau wan menyeka air matanya yang membasahi wajahnya, siau wan berkata amat sedih .

   "Nona, bukankah kau sendiri sedang menangis?"

   Beng Gi ciu tertegun, sekarang dia baru menyadari bahwa dia sendiripun telah melelehkan air mata. Kontan saja paras mukanya berubah menjadi merah padam, buru-buru dia menyeka air mata dipipinya. setelah menghela napas panjang, siau wan berseru .

   "Nona dihari-hari biasa, kau adalah seorang yang berhati keras, mengapa kau bersedia dipermainkan kakek tersebut semaunya sendiri?"

   Sambil tertawa getir, Beng Gi ciu menggeleng.

   "siapa suruh aku telah salah menilai orang"

   "Jadi menurut nona, dia juga yang telah melepaskan racun keji itu?"

   "Ya a, paling tidak tujuh delapan puluh persen adalah hasil perbuatannya."

   Sahut sinona serius. sambil menggertak gigi, siau wan berseru lagi .

   "Kalau toh kau sudah mengetahui akan hal ini, mengapa kau biarkan dia membawa pergi Kho kongcu?"

   "Apa boleh buat? selain dia seorang mungkin tiada orang kedua yang mampu menyembuhkan racun didalam tubuh Kho kongcu."

   "Menurut pendapatmu, apakah dia benar-benar akan memunahkan racun yang bersarang dalam tubuh Kho kongcu?"

   "Paling tidak kita harus menyerempet bahaya dengan melakukan suatu pertaruhan besar."

   Cepat-cepat siau wan menggeleng, katanya .

   "seandainya aku menjadi nona, akan kutangkap orang itu lalu memaksanya untuk menyerahkan obat pemunah racun tersebut, asal kita iris daging tubuhnya sepotong demi sepotong, aku percaya akhirnya dia pasti akan menyerah."

   Beng Gi ciu segera menghela napas panjang.

   "Aaaai.anak bocah, kau tidak mengerti akan kelicikan dan kebusukan orang dunia persilatan, bila kau sampai berbuat demikian, sama artinya kau telah mencelakakan jiwa Kho kongcu."

   "Asal kita bisa memaksanya untuk menyerahkan obat penawar racun tersebut, bukankah racun yang bersarang dalam tubuh Kho kongcu akan lenyap dan kesehatan tubuhnya akan pulih kembali, kenapa..?"

   Kembali Beng Gi ciu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya .

   "Pertama, agaknya ilmu silat yang dimiliki tua Bangka itu tidak berada dibawah kemampuanku, andaikata betul-betul sampai terjadi pertarungan, masih susah untuk diramalkan siapa yang bakal menang."

   "Tapi budak kan bisa membantumu, apa yang mesti kita takuti?"

   Seru siau wan dengan penuh emosi. Beng Gi ciu segera tertawa getir .

   "sekalipun kita berhasil mengungguli dirinya, belum tentu bisa memaksanya untuk menyerahkan obat pemunah racun tersebut, sekalipun dia menyerahkan obat penawar racun tersebut, belum tentu obat itu dapat memunahkan racun yang bersarang ditubuh Kho kongcu."

   "Kenapa?"

   Tanya siau wan sambil membelalakkan matanya lebarlebar.

   "Kemungkinan besar obat yang diserahkan kepada kita benarbenar dapat memunahkan racun yang bersarang ditubuh Kho kongcu tapi bisa jadi obat tersebut merupakan racun keji jenis lainnya, sehingga menyebabkan Kho kongcu mati tanpa disadari."

   Setelah berhenti sebentar, dia berkata lagi .

   "Kita berdua sama-sama tidak memahami sifat racun ataupun obat, apakah kita mampu untuk mencegah terjadinya peristiwa macam begitu?"

   Sambil menggigit bibir siau wan segera berseru .

   "Waaaahi kejadian semacam ini benar-benar amat berabe,..aaai.."

   Mendadak Beng Gi ciu tertawa pedih, katanya lagi .

   "Walaupun demikian keadaannya, tapi aku rasa diapun tak akan berani bermain gila dengan ku, kecuali dia memang sudah bosan hidup."

   "Mengapa nona mempunyai keyakinan begini?"

   "Coba kau lihat apakah itu?"

   Ucap Beng Gi ciu sambil menunding kemuka dan tertawa. siau wan segera berpaling kearah mana yang ditunjuki tanpa terasa serunya dengan tercengang .

   "sejak kapan kau perlihatkan kesemuanya ini?"

   "Tadi, sewaktu pembicaraan sedang berlangsung,"

   Sahut si nona sambil tertawa. Ternyata diatas batu cadas itu telah muncul sebuah tusukan jari tangan yang dalamnya mencapai satu inci lebih, bekasnya masih baru, ini berarti baru saja dilakukan Beng Gi ciu.

   "Nona, kapan kau lakukan serangan dengan jari tanganmu?"

   Kembali siau wan bertanya dengan keheranan.

   "Tadi, sewaktu kita sedang berbincang-bincang."

   "Tapi, apalah gunanya?"

   Tanya siau wan tak habis mengerti. Beng Gi ciu segera tersenyum.

   "Aku berharap agar dia tahu bahwa aku adalah keturunan dari tiga dewa."

   Kemudian dengan pancaran sinar tajam dari balik matanya, dia berkata lebih jauh .

   "aku rasa belum ada seorang manusia pun dalam dunia persilatan dewasa ini yang berani cari gara-gara dengan keturunan tiga dewa, aku rasa dengan mengandalkan ilmu jari Tong kim ci tersebut, mungkin kita bisa membuatnya keder dan berpikir berapa kali sebelum berbuat."

   "Andaikata dia tak sampai keder dibuatnya."

   "Kita masih mempunyai sebuah cara lagi, mari kita ikuti jejaknya"

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kata Beng Gi ciu sambil menggigit bibir.

   "Yaa benar,"

   Sorak siau wan gembira.

   "barusan aku memang ingin mengajak nona untuk berbuat demikian, asal kita mengikuti terus jejaknya, maka andai kata sampai terjadi hal-hal yang tak diinginkan, kita masih mempunyai kesempatan untuk memberikan pertolongan."

   "Benar,"

   Beng Gi ciu mengangguk.

   "Mari kita segera berangkat"

   Siau wan mengangguk berulang kali.

   Maka bersama Beng Gi ciu mereka berkelebat kedepan melakukan pengejaran terhadap Kakek berambut putih tadi dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.

   -ooo00000ooo- Kho Beng sama sekali tidak mengerti dari mana datangnya racun yang menyerang tubuhnya, sebab pikiran dan kesadarannya terasa kosong, kalut hingga tak berkemampuan lagi untuk berpikir.

   Namun ia mengerti kalau tubuhnya saat itu sedang dibopong oleh si Kakek berambut putih tersebut, beberapa kali dia ingin membuka mulut untuk bertanya, namun sungguh aneh sekali, tak sepatah katapun yang sanggup siucapkan keluar dari mulutnya.

   Ia Cuma merasakan punggungnya bagaikan mau patah, setiap gerak langkah Kakek berambut putih itu segera mendatangkan perasaan sakit yang membuat hampir saja ia jatuh pingsan.

   setelah membuang waktu hampir satu jam lamanya, akhirnya sampailah mereka dibukit Wan husan, namun pikiran dan kesadaran Kho Beng semakin menghilang.

   Bukit Wan hu san bukan termasuk bukit yang besar, namun pepohonan yang tumbuh disitu amat rimbun, bukit dengan daratan yang terjal terbentang dimana-mana.

   sambil bersenandung lirih, Kakek berambut putih itu meneruskan perjalanannya menaiki bukit.

   Dipuncak bukit terdapat sebuah kuil yang besar, bangunan itu sangat besar lagi megah.

   Kakek berambut putih itu tidak memasuki kuil lewat pintu depan, tapi melompati dinding pekarangan dan bagaikan sukma gentayangan lenyap dibalik bangunan berloteng.

   Waktu itu fajar baru menyingsing, suasana gelap masih mencekam seluruh bangunan kuil itu.

   Didalam kuil tiada arca, tapi berjajar lima buah peti mati yang kelihatannya masih baru.

   Dengan wajah gembira kakek itu membaringkan Kho Beng keatas tanah, kemudian sambil menepuk jidatnya dia berseru .

   "Hey anak muda, cepat bangun"

   Kho Beng segera membuka matanya, namun sorot matanya Nampak sayu dan kelihatan kosong.

   Kakek itu segera membuka buli-bulinya, mengeluarkan sebuah botol berisi bubuk obat, setelah dioleskan didepan lubang hidung pemuda tadi, katanya lagi sambil tertawa .

   "sekarang apakah kau sudah merasa agak baikan?"

   Dengan sepenuh tenaga Kho Beng mengendus obat yang diusapkan didepan lubang hidungnya itu kemudian sambil mengawasi sekejap sekeliling tempat itu, ia menjawab .

   "Dimana aku berada sekarang?"

   "Tak usah buru-buru ingin tahu, sebentar kau toh akan mengetahui dengan sendirinya,"

   Jawab si kakek sambil tertawa. Kemudian setelah membangunkan pemuda tersebut, katanya lagi .

   "Mari kita menuju kebawah sana"

   Sambil maju dua langkah kedepan, dia membuka penutup peti mati dari salah satu peti mati yang berjajar disana.

   Peti mati itu tidak mempunyai sesuatu keistimewaan, didalamnya kosong melompong tiada suatu yang luar biasa.

   Tapi Kho Beng segera membelalakkan matanya lebar-lebar, dengan wajah bingung katanya "Lotiang..apakah luka yang kuderita terlalu prah hingga hingga kau .

   "

   Kakek berambut putih itu tertawa tergelak .

   "Haah.haaahh.haahh bocah bodoh, kaujangan salah paham, aku situa bukan bermaksud membaringkan badanmu kedalam liang kubur, umurmu masih amat panjang"

   "Lantas peti mati ini?"

   Kho Beng berbisik dengan kening berkerut. Kembali Kakek berambut putih tersenyum .

   "Coba lihatlah "

   Ketika ia menekan sebuah tombol yang berada dalam peti mati itu, terdengarlah suara gemerincing nyaring bergema memecahkan keheningan, papan yang berada pada dasar peti mati itu segera bergeser kesamping dan muncullah sebuah lorong rahasia dibawahnya.

   sambil tertawa kakek itu berkata kemudian .

   "Kau sudah terkena racun yang amat keji bagaimanapun juga luka tersebut harus disembuhkan ditempat ini, nah mari kita turun kebawah."

   Dengan langkah cepat dia berjalan masuk lebih dahulu kedalam lorong rahasia dibawah peti mati tersebut.

   Kho Beng bagaikan seorang yang telah kehilangan semangat dan pikiran, tanpa mengucapkan sepatah katapun segera mengikuti dibelakangnya turun kebawah.

   Belum sampai mereka menuruni belasan anak tangga, kembali bergema suara gemerincingan nyaring, ternyata peti mati tersebut telah pulih kembali dalam keadaan semula.

   Lorong dibawah tanah tersebut tidak terlalu panjang, belum lama mereka berjalan, tibalah kedua orang itu disebuah ruangan batu yang sangat luas dan lebar.

   Ditengah ruangan batu itu terdapat sebuah meja altar, asap dupa menyelimuti seluruh ruangan hingga membuat suasana disana terasa seram dan amat serius.

   Dikedua belah sisi altar tergantung tulisan yang berbunyi .

   'Menghimpun setan-setan gentayangan di seluruh dunia.

   Memelihara sukma penasaran dari empat penjuru.' Kemudian dikedua belah sisi meja altar terdapat banyak sekali patung-patung yang berwajah mengerikan, keadaan disitu tak ubahnya seperti berada didalam neraka.

   Kakek berambut putih itu mengajak Kho Beng menuju kebelakang meja altar, disitu kembali dia membuka sebuah pintu rahasia.

   Letak ruang rahasia ini persis berada dibelakang meja altar, keadaan dalam ruangan bersih dan rapi, selain terdapat sebuah pembaringan dan sebuah meja kecil, segala sesuatunya terawatt dan terpelihara sekali.

   Kakek berambut putih itu menyuruh Kho Beng membaringkan diri diatas pembaringan, lalu katanya sambil tertawa .

   "Tahukah kau sedari kapan tubuhmu terkena racun yang amat keji itu?"

   Kho Beng menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Aku tak bisa mengingatnya kembali."

   Tapi kemudian seperti memahami akan sesuatu, setelah berpikir sejenak kemudian katanya .

   "Aku hanya teringat setelah menelan sebutir pil pemberian lotiang, maka luka dalamku sembuh sama sekali, tapi kemudian."

   Ia menghembuskan napas panjang dan berhenti berbicara.

   sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Kakek berambut putih itu berkata .

   "obat yang kuberikan kepadamu itu adalah obat yang mustajab untuk menyembuhkan segala macam luka, obat tersebut merupakan obat dewa yang tak ternilai harganya, racun yang mengeram didalam tubuhmu sudah lama hilang, coba pikirkan kembali."

   Sambil memejamkan matanya rapat-rapat Kho Beng menggeleng, katanya setengah bergumam "Aku benar-benar tak bisa mengingatnya kembali, aku..aku sangat lelah berilah kesempatan kepadaku untuk beristirahat."

   "Tidak Tidak bisa Kau tak boleh beristirahat"

   Seru Kakek berambut putih itu sambil menggoncang-goncangkan bahunya.

   "kau harus mengingat-ingat dulu persoalan ini, kemudian baru aku akan turun tangan untuk menyembuhkanmu."

   "Aku...aku amat lelah"

   Bisik Kho Beng.

   Kakek berambut putih itu segera mengeluarkan botol obatnya tadi dan menggosokkan kembali sedikit bubuk dibawah lubang hidung anak muda itu.

   Tak lama kemudian terlihat Kho Beng mengendusi obat tersebut kuat-kuat, sepasang matanya pun terpentang lebar kembali, diawasinya Kakek berambut putih itu dengan termangu.

   Mendadak dari balik mata Kakek berambut putih itu memancar keluar dua buah cahaya hijau yang amat menggidikkan hati, diawasinya wajah Kho Beng tanpa berkedip, sementara mulutnya berkomat-kamit berbicara dengan suara yang tinggi melengking dan amat menusuk telinga.

   "Kau harus mengingat ingatnya, apa sebabnya kau sampai keracunan?"

   Perasaan ngeri, takut dan murung tahu-tahu menyelimuti seluruh wajah Kho Beng, sepasang matanya bagaikan terhisap oleh cahaya hijau yang menggidikkan hati itu, kembali gumamnya .

   "Aku benar-benar tak dapat mengingatnya kembali"

   "Kalau begitu aku perlu mengingatkan kepadamu, masih ingat dengan partai kupu-kupu?"

   Bagaikan baru tersadar dari ingatan, mendadak Kho Beng berseru keras-keras .

   "Ya a betul, aku sudah teringat kembali"

   "Apa yang kau ingat kembali"

   "Aku teringat sekarang secara bagaimana diriku sampai keracunan"

   Dengan perasaan gembira Kakek berambut putih segera berseru .

   "Kalau begitu cepat katakan"

   Tanpa ragu-ragu Kho Beng berkata .

   "Keempat budak dari Dewi In Un yang meracuni diriku, aku masih teringat dengan jelas, sudah pasti mereka"

   "Kalau begitu Dewi In Un yang meracuni dirimu?"

   Seru si Kakek berambut putih setengah bersorak karena gembira.

   "Yaa betul, Dewi In Un, siperempuan siluman yang melakukan semuanya ini"

   "Kalau begitu, kau harus mengobati luka racunmu dengan hati tenang dan tentram disini, kemudian baru pergi mencari siluman perempuan itu untuk membalas dendam"

   "Yaa.aku hendak mencincang tubuhnya sehingga hancur berkeping-keping"

   Seru Kho Beng sambil menggertak gigi menahan diri Kakek berambut putih itu tertawa terbahak-bahaki segera serunya .

   "Haaahhhaaahh.haahhhi.aku bersedia untuk mengobati luka racun yang kau derita tapi yang penting adalah kau wajib menuruti perkataanku serta melakukan kerja sama secara baik, mampukah kau melakukannya? "

   "Aku mampu"

   Jawab pemuda itu cepat.

   "Bagus sekali"

   Kakek berambut putih itu bertambah girang.

   "mari, sekarang juga aku akan mengobati lukamu itu, kendorkan semua pikiran dan badan, lalu pejamkan matamu rapat-rapat"

   Kho Beng menurut dan segera melaksanakan apa yang diminta. Lebih kurang setengah peminuman teh kemudian, tiba-tiba terdengar Kakek berambut putih itu berseru .

   "Pentang matamu lebar-lebar"

   Kho Beng menurut dan segera mementang matanya lebar-lebar, namun sekujur badannya segera bergetar keras, sebab yang dilihatnya saat itu adalah dua buah sinar hijau yang sangat menggidikkan hati.

   Terdengar Kakek berambut putih itu berseru lagi dengan suara yang berat lagi dalam.

   Bersambung ke

   Jilid 32

   Jilid 32

   "Kho Beng, tataplah sepasang mataku tanpa berkedip, jangan kau gerakkan badanmu, jangan menggunakan tenaga, ingat, aku sedang berusaha mengobati lukamu."

   Kata-kata yang muncul dari bibirnya seakan akan mengandung semacam kekuatan atau daya pengaruh yang susah dilawan, membuat Kho Beng menuruti semua perintahnya tanpa membantah.

   Mata, kecuali sinar mata terpancar dari balik matanya itu, Kho Beng merasa dirinya seakan-akan sudah tak hadir lagi di dunia ini, seolah-olah seluruh badannya punah dengan begitu saja, kecuali sepasang sorot mata yang tak bergerak.

   Tak lama kemudian, Kakek berambut putih itu mengerakkan sepasang telapak tangannya, segumpal asap putih menyembur keluar dari balik telapak tangannya itu dan menyelimuti seluruh tubuh Kho Beng.

   Tanpa disadari Kho Beng merasakan kembali tubuhnya bergetar keras, tiba-tiba gumamnya .

   "Dingin. dingin"

   Namun Kakek berambut putih itu sama sekali tidak menghentikan gerakannya, kabut putih yang menyebur keluar terus menerus menyelimuti seluruh badan Kho Beng hingga sepenanak nasi lamanya, setelah itu baru dia menghentikan perbuatannya.

   Bersamaan waktunya, cahaya hijau yang memancar keluar dari balik matanya pun turut hilang, ia pulih kembali kedalam keadaan semula.

   Dari balik buli-bulinya dia mengeluarkan sebutir pil merah dan dijejalkan kemulut anak muda tersebut sambil berseru .

   "Cepat telan"

   Agaknya Kho Beng sudah tak berpikiran dan perasaan lagi, sekarang dia hanya tahu menuruti semua perintahi bahkan tanpa ragu barang sedikitpun dia telan pil merah itu.

   selang berapa saat kemudian, Kakek berambut putih itu baru bertanya dengan suara lembut .

   "Bagaimana rasamu sekarang?"

   "sudah ada baikan, tidak sedingin tadi lagi"

   "Bagus sekali"

   Kakek itu tertawa gembira.

   "Aku telah mendesak keluar racun jahat itu dengan menggunakan ilmu hawa dingin, kau harus tahu Ang bong tok merupakan racun paling jahat di kolong langit, kecuali mempergunakan cara ini tiada cara lain yang bisa digunakan untuk menyembuhkannya."

   "Aku tahu."

   Sahut Kho Beng kaku.

   "sekarang berbaringlah dahulu dengan tenang, selanjutnya tiap hari aku akan mengobati lukamu sebanyak dua kali, kurang lebih sepuluh hari kemudian ia akan sembuh kembali seperti sedia kala."

   "Baik kembali"

   Sahut Kho Beng kaku.

   "Apakah kau lapar?"

   Tiba-tiba Kakek berambut putih itu bertanya dengan lembut.

   "Yaa, aku agak merasa lapar"

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kakek itu segera mengangguk .

   "Beristirahatlah dulu dengan tenang, aku akan menyuruh orang untuk menyiapkan hidangan bagimu"

   Ia segera membalikkan badan berjalan menuju keluar, sementara pintu kamar rahasia pun rapat kembali.

   Kali ini dia tidak menuju kejalanan semula tapi berbelok ke sisi kiri ruang tengah, disitu dia membuka pula sebuah pintu rahasia yang lain.

   Ternyata disekeliling meja altar terdapat dua buah pintu rahasia yang berbeda letak.

   Dibalik pintu rahasia itu terdapat pula sebuah ruang rahasia yang luasnya tak berbeda seperti ruangan dimana Kho Beng berada, cuma saja disana tidak terdapat pembaringan, yang tersedia hanya sebuah meja kecil serta dua buah kasur duduk.

   Diatas meja kecil terdapat sebuah hiolo kecil yang mengepulkan asap dupa, sementara diatas kasur duduk itu terdapat seorang tosu tua yang kurus dan berambut putih sedang duduk bersila disana.

   Ketika Kakek berambut putih itu sudah melangkah masuk ke dalam ruangan, pintu rahasia kembali menutup rapat.

   Tosu tua itu menegur .

   "Bu liang siu hud, setan tua, tampaknya usahamu telah berhasil dengan sukses"

   Kakek berambut putih itu tertawa misterius .

   "Tegasnya saja aku baru berhasil mendapat setengahnya saja."

   "Apa maksud perkataanku itu?"

   "Bocah muda itu mempunyai dasar kekuatan yang sangat tangguh, andaikata tidak dibantu oleh pengaruh obat, hampir saja aku tak mampu mengendalikan dirinya"

   "Bagaimana sekarang?"

   Tanya si tosu ceking itu sambil tertawa.

   "Dengan bersusah payah akhirnya aku berhasil juga menguasai seluruh kesadarannya."

   "Bukankah hal ini berarti kau sudah berhasil sembilan puluh persen? waaah..pinto wajib menyampaikan selamat kepadamu"

   "Persoalan ini merupakan urusan kita berdua,"

   Ucap Kakek berambut putih itu dengan wajah serius.

   "ada rejeki kita nikmati bersama, ada bencana kita tanggulangi berbareng, berhasil atau gagal bukanlah urusanku seorang"

   Tosu tua itu Nampak tertegun, segera ujarnya .

   "Jika kutinjau dari nada pembicaraanmu barusan, tampaknya dalam persoalan ini sudah timbul kesulitan?"

   "Darimana kau bisa menduganya?"

   Dengus si kakek. tosu tua itu balas mendengus .

   "Hal ini sudah terlalu jelas membentang didepan mata, dengan tabiatmu, seandainya tiada kesulitan yang timbul dari peristiwa ini, tak mungkin kau akan bilang, ada rejeki dinikmati bersama, ada bencana ditanggulangi berbareng"

   Kakek berambut putih itu segera tertawa tergelak .

   "Haaa..haaa.haaaa.tepat sekali, hitung-hitung kau memang termasuk seorang yang hebat, sebetulnya persoalan ini bukan timbul dari Kho Beng pribadi, tapi dia justru membawa ekor yang memusingkan kepala."

   "Ekor macam apa?"

   Kakek berambut putih itu menghela napas .

   "Ada seorang budak tolol jatuh cinta kepadanya, ia tak segansegan mengobral uang untuk memohon pengobatan dariku, malah darinya aku berhasil menipu sejumlah uang."

   "Haaahhaaahhhaaahhhi.kalau hanya urusan sekecil ini mah bukan menjadi masalah,"

   Seru tosu ceking itu sambil tertawa tergelak-gelak.

   "Hmmm, kelihatannya saja bukan menjadi suatu masalah, tapi kau tahu, budak tersebut bukan termasuk manusia persilatan biasa."

   "oya, lantas dewa dari manakah dia?"

   Tanya tosu ceking itu mulai tertarik.

   "Dihadapanku, budak tersebut telah mendemontrasikan kehebatan ilmu silatnya, ilmu jari Tong kim ci."

   "Tong kim ci?"

   Tosu ceking itu baru merasa terperanjat.

   "jangan-jangan dia adalah.."

   "Yaa, dia adalah keturunan dari Kim ka sian Beng Cung ciu yang menjadi pimpinan dari tiga dewa"

   Tosu ceking itu segera garuk-garuk kepalanya yang tak gatal, ujarnya kemudian .

   "waaahi.waaah kalau persoalan ini mah betul-betul merupakan suatu masalah yang sangat merepotkan."

   Setelah berpikir sebentar, kembali dia bertanya .

   "Lantas bagaimana caramu melepaskan diri dari penguntitannya?"

   "Aku telah membuat suatu perjanjian dengannya, kuminta sepuluh hari kemudian ia siapkan lima puluh tahil emas untuk ditukar dengan Kho Beng."

   "Apa salahnya kalau kau mengingkari janji setelah sampai pada waktunya? Masa dia bakal datang mencarimu?"

   "Tentu saja dia akan datang mencariku, sebab tempat perjanjian kami adalah bukit Wang hu san ini."

   Berubah hebat paras muka tosu ceking tersebut, mendadak ia cengkeram dada si Kakek berambut putih itu dan membentak keras .

   "Bajingan tua Percuma kau dipanggil setan tua, mengapa kau pintar dimasa-masa silam justru pikun disaat seperti ini."

   Kakek berambut putih itu sama sekali tidak gusar, malah sambil tertawa ia berkata lagi .

   "jadi kau menganggap tidak sepantasnya kuberitahukan persoalan ini kepadanya?"

   "Tentu saja tidak boleh"

   Teriak tosu itu. Kemudian sambil menggertak gigi kencang-kencang, katanya lebih lanjut .

   "Dengan perbuatanmu ini, bukankah sama artinya hendak mengobrak abrik kuil Hianthian koan ku ini?"

   Kakek berambut putih itu masih tetap tersenyum.

   "Coba tenangkan dulu pikiranmu, aku ingin bertanya, andaikata dia benar-benar mengobrak-abrik kuil Hian thian koan mu, tapi kau justru mendapatkan Kho Beng si bocah muda tersebut. Coba kau bandingkan, apakah hal ini lebih menguntungkan atau merugikan?"

   Tosu tua itu menjadi tertegun, segera hardiknya .

   "Apakah maksud perkataanmu itu?"

   Si kakek mendengus .

   "Hmmm, sebab aku mengetahui dengan pasti, budak tersebut pasti akan menguntil dibelakangku hingga seandainya kukatakan sesuatu tempat secara sembarangan, lagi kenyataannya aku mendatangi kuil Hian thian koan, mungkin kuilmu saat ini sudah diobrak-abrik tak keruan olehnya"

   "Benar juga "tosu ceking itu segera berhasil menenangkan pikirannya, tapi sambil menggigit bibir ia berseru .

   "Aku rasa hal ini kurang baik."

   "Tiada persoalan di dunia ini yang bisa berlangsung dengan lancer dan sukses, paling tidak gangguan toh tetap ada."

   "Kalau begitu si budak tersebut pasti sudah berada diluar kuil sekarang?"

   Kakek berambut putih itu mengangguk.

   "Tak akan salah lagi dugaanku ini."

   "Lantas apa yang harus kita perbuat sekarang?"

   "Itu mah terserah padamu, sebab urusan ini adalah urusanmu sendiri"

   "Mengapa urusanku sendiri?"

   Teriak tosu ceking itu gusar.

   "Kau yang membawa musuh tangguh tersebut kemari, tentu saja kau pula yang mesti menghadapinya."

   Kakek berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak .

   "Haaahhihaaahhhhahh.ini sih menurut pemikiranmu yang egois, bukankah kita berkewajiban menanggulangi bencana bersama? sekarang aku sudah mendapat tugas mengurusi Kho Beng, maka sudah sepantasnya kalau kau yang mendapat kewajiban menghadapi serbuan dari musuh tangguh tersebut."

   Tosu ceking itu segera menggeleng .

   "Rasanya aku tak akan sanggup menghadapi keturunan dari tiga dewa see gwa sam sian."

   "Kalau memang begitu terpaksa kita harus menggunakan cara yang lain."

   "Bagaimana cara itu?"

   "Dalam sepuluh hari mendatang aku rasa dia tak akan berani menyerbu ke dalam kuil sekalipun menyatroni kuilmu, tak mungkin bisa menemukan rahasia dibawah tanah ini. sepuluh hari kemudian, bila kau bersedia meninggalkan kuilmu untuk melarikan diri aku rasa keadaan masih belum terlambat."

   "Kau suruh meniggalkan hasil karyaku yang telah kupupuk dan kubina selama hampir separuh hidupku ini?"

   Seru si tosu sambil menahan rasa gemas. Kakek berambut putih tertawa bergelak.

   "Bila usaha kita telah berhasil dengan sukses dan seluruh dunia telah menjadi milik kita semua, apalah artinya tokoan semacam ini bagimu?"

   Sekilas rasa girang segera menghiasi wajah tosu tua itu, setelah berpikir sebentar katanya kemudian .

   "Baiklah, kita bicarakan lagi sepuluh hari kemudian"

   "kalau begitu kau mesti mengatur sebala sesuatunya dalam kuilmu itu."

   Tosu tua tersebut menghembuskan napas dan segera bangkit berdiri "Tunggu sebentar"

   Mendadak Kakek berambut putih itu menghalangi.

   "Masih ada suatu persoalan yang perlu kupesankan kepadamu."

   "soal apa?"

   "Semua kegiatan didalam kuil harus berjalan seperti keadaan semula, lipat gandakan jumlah hio dan dupa yang dibakar dan kerahkan semua anggotamu untuk bersembahyang, pokoknya kita harus merubah suasana di dalam tokoan ini jauh lebih ramai dan semarak."

   Tosu tua itu mendengus tanpa menjawab. sambil tertawa Kakek berambut putih itu berkata lagi .

   "Pintu gerbang harus selalu terbentang lebar, kalau belum sampai tengah malam janganlah ditutup, tapi tindak tanduk kalian tak boleh sampai menimbulkan kecurigaan."

   "Andaikata budak itu menggunakan alasan hendak bersembahyang didalam kuil dan masuk kemari melakukan penyelidikan?"

   "Kau harus melayaninya sebaik mungkin, ajak dia mengunjungi setiap bagian kuil dan jangan sampai kau tunjukkan hal-hal yang mencurigakan, mengerti?"

   "Bajingan tua , dengan berbuat begitu bukankah sama artinya kau hendak member kesulitan kepadaku, bila budak itu diperbolehkan melakukan peninjauan kesegala pelosok dan ternyata tidak menjumpai kau serta Kho Beng, apa akibatnya mungkin kau sendiripun tidak dapat membayangkan sendiri"

   "Aaahhh..tampaknya dalam segala hal, aku mesti menuturkan untukmu, kau toh bisa menutup sebuah ruang khusus yang terpencil dengan alasan tempat itu dipakai untuk melakukan pengobatan."

   Kemudian setelah tertawa bangga, dia melanjutkan .

   "sudah pasti budak tersebut tak akan menunjukkan identitasnya sendiri, dalam hal demikian kau pun tak usah memperlihatkan bahwa kau telah mengetahui identitasnya yang sebenarnya, bila dia bertanya kepada mu mengapa ada disebuah ruangan yang ditutup,"

   Bagaikan baru menyadari akan hal itu, tosu tua itu segera menjawab .

   "Yaa, pinto bisa bilang kalau ada orang meminjam tempat kepadaku untuk menyembuhkan luka seseorang, siapapun tak boleh mengganggunya sebab hal tersebut dapat membahayakan orang yang menderita keracunan itu."

   Kakek berambut putih itu segera menepuk nepuk bahu tosu tua tersebut sambil katanya .

   "Totiang, mengapa secara tiba-tiba kau dapat berubah menjadi begini pintar?"

   Merah jengah selembar wajah tosu ceking itu, tanpa berkata kata dia segera membalikkan badan dan beranjak dari situ.

   sedang si Kakek berambut putih itu segera menjatuhkan diri duduk diatas kasur dan tak lama kemudian sudah terlelap dalam impian yang indah.

   Kho Beng masih berbaring diatas pembaringan dengan tenang.

   suasana didalam ruangan batu itu memang amat hening, sedemikian heningnya sehingga dapat didengar suara napas serta detak jantung sendiri dengan amat jelas.

   Dia ingin merangkak turun dari pembaringan, namun keempat anggota badannya bagaikan tak bertenaga, namun ia dapat merasakan tubuhnya sangat nyaman, rasa sakit dipunggungnya telah lenyap sejak tadi, kecuali sama sekali tak bertenaga, yang lain tidak memperlihatkan gejala yang aneh atau luar biasa.

   Ketika ia mencoba untuk mengingat-ingat kembali kejadian yang dialaminya selama dua hari terakhir ini, pikirannya terasa begitu rusak hingga tak mampu untuk mengumpulkan kembali semua pikiran dan perasaannya, seakan-akan segala sesuatu yang pernah terjadi sudah tiada sangkut pautnya lagi dengan dirinya.

   Berada dalam keadaan beginilah dia mendengarkan dengus napas dan jantung sendiri, membawanya menuju kealam impian yang penuh ketenangan dan kedamaian.

   Entah berapa saat telah lewat, suara gemerincing pintu rahasia yang dibuka orang membuatnya mendusin kembali dari impian.

   Ketika ia mencoba untuk membuka matanya, apa yang kemudian terlihat segera membuat pemuda itu tertegun.

   Ternyata yang datang bukan Kakek berambut putih itu, juga bukan tosu penghuni kuil, melainkan seorang dayang yang berwajah cantik, Dayang tersebut membawa sebuah baki, diatas baki terletak pelbagai macam hidangan, sambil mendekati Kho Beng ia berbisik lirih "Kho kongcu."

   "Terima kasih banyak untuk hidangan yang kau bawakan,"

   Kata Kho Beng dengan kening berkerut.

   "tapi aku.."

   "Kau tak bertenaga dan tak mampu bergerak bukan?"

   Sambung dayang itu cepat.

   "Ya a benar, sekarang aku merasa terlalu lemah dan lelah."

   "Tak apa"

   Ujar dayang itu sambil tertawa.

   "aku dapat membimbingmu untuk bangun "

   Sambil berkata dia benar-benar memayang Kho Beng untuk dibantu bangkit dari pembaringan.

   Kho Beng tak mampu menggerakkan tubuhnya, terpaksa dia membiarkan dayang itu untuk membantunya bangun dan duduk bersandar dipinggiran pembaringan.

   Tak sampai Kho Beng berbicara, dayang itu telah mengambil semangkuk nasi serta berapa sayuran lalu menyuapnya dengan sabar.

   Kendatipun Kho Beng merasa sangat rikuh dan tidak leluasa, namun oleh karena dia betul-betul merasa lapar, maka dalam suapan dayang tersebut dia melahap semua hidangan yang diberikan.

   Menanti Kho Beng telah selesai bersantap.

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   dayang itu baru mengamati sekejap paras muka anak muda itu, kemudian menghela napas panjang sesudah menghabiskan hidangan yang tersedia, Kho Beng merasakan semangat dan kesegaran tubuhnya telah pulih kembali, buru-buru dia berseru .

   "Terima kasih banyak nona atas perhatianmu"

   Dayang itu menggeleng .

   "Kho kongcu tak usah sungkansungkan.."

   Kemudian sesudah menatapnya sekali lagi, dia berkata dengan sedih .

   "Aku harus segera pergi dari sini"

   Namun baru berjalan berapa langkahi dia telah balik kembali kesisi tempat tidur dan berkata .

   "Kabarnya ilmu silat Kho kongcu amat tinggi serta menggemparkan seluruh dunia, entah.."

   "dari mana kau tahu?"

   Tanya Kho Beng setengah bingun.

   "Aku dengar hal ini dari majikanku."

   Siapa pula majikan perempuan itu? Dayang tersebut menghela napas.

   "Majikan perempuan ya majikan perempuan.. a i, nampaknya pikiran dan kesadaranmu telah mulai kabur dan hilang, apalah gunanya banyak bicara denganmu?"

   "Kalau memang tak mau berbicara ya sudahlah, otakku ini memang tak bisa dipergunakan lagi, aaaibila kau mempunyai masalah yang menyulitkanmu, lebih baik pergilah mencari totiang itu"

   Si dayang segera mendengus sambil menggigit bibir serunya .

   "Hmmm, justru dialah seorang raja iblis yang membunuh orang tanpa mengucurkan air mata."

   


Naga Kemala Putih -- Gu Long Peristiwa Bulu Merak -- Gu Long Duel Dua Jago Pedang -- Khu Lung

Cari Blog Ini