Ceritasilat Novel Online

Kedele Maut 2


Kedele Maut Karya Khu Lung Bagian 2



Kedele Maut Karya dari Khu Lung

   

   Dg perasaan seram Kho Beng segera menjerit.

   "Aku toh tak pernah terikat dendam sakit hati dgmu, jangan kau bunuh diriku!"

   "Heeehh..heeehh..heeehh."

   Suara tertawa yg begitu menyeramkan berkumandang dari belakang tubuhnya.

   "Siang tadi aku toh sudah memperingatkan jangan tinggal disini sampai matahari terbenam, tapi nyatanya kau tetap tinggal disini, jangan salahkan kalau kucekik mampus dirimu sekarang!"

   Napasnya menjadi sesak sekali dan kesadaran Kho Beng pun lamat-lamat mulai menghilang, pada hakekatnya dia tak sempat lagi untuk memperhatikan secara jelas apakah setan atau manusia yg mencekiknya dari belakang.

   Apa yang terpikirkan olehnya sekarang adalah bagaimana caranya untuk melepaskan diri dari jepitan jari tangan lawan yg kuat dan keras bagaikan jepitan besi tersebut serta mencari keselamatan hidup bagi dirinya.

   Mendadak Satu ingatan melintas didalam benaknya dengan sekuat tenaga ia segera berteriak .

   "Ampuni aku, bukan maksudku sendiri kemari........"

   "Hmmmhmmmcepat katakan siapa yg menyuruh kau datang melakukan penyelidikan disini ? "

   Pertanyaan itu diucapkan dg suara yg menyeramkan, namun cekikan tersebut mulai mengendur, seakan-akan dia kuatir kalau Kho Beng benar-benar akan mati tercekik.

   Menggunakan kesempatan itulah Kho Beng menarik napas panjang, lalu dg sekuat tenaga kakinya menjejak tanah, dg kepalanya dia menerjang kebelakang.

   Oleh karena setan itu berada dibelakangny maka percuma dia berilmu silat, karena mustahil dapat digunakan, maka diapun mengambil keputusan untuk beradu nasib dg melakukan terjangan..

   Buktinya terjangan tersebut segera memberikan hasil diluar dugaan.

   "Bruuukkk ! "

   Dibali suara benturan keras kedengaran pula jeritan kaget, tangan yg mencekik Kho Beng tadi terlepas dari atas tengkuknya, dg memanfaatkan kesempatan inilah dia membalikkan badan sambil berkelit kesamping.

   Akan tetapi disebabkan terjangan tersebut dilakukan dh sepenuh tenaga, hal mana membuat pandangan matanya menjadi berkunang-kunang, kepalanya pusing tujuh keliling, ditambah lagi suasana dalam ruangan redup, hakekatnya dia belum sempat untuk memperhatikan dg lebih jelas lagi siapakah lawannya itu..

   ? Menanti Kho Beng dapat menguasai diri kembali, tahu-tahu desingan angin tajam telah melintas didepan tubuhnya, menyususl kemudian urat nadai pada tangan kanannya telah dicengkeram dg kuat sekali.

   Kontan saja pemuda itu kehilangan seluruh kekuatan tubuhnya dan duduk lemas.

   Ternyata dihadapannya telah muncul seorang kakek berbaju putih yg rambutnya telah beruban dan membawa sebuah tongkat ditangan kanannya, hanya saja rambutnya menutupi seluruh wajahnya hingga tak nampak jelas raut mukanya itu.

   Biar begitu, sinar mata yg terpancar keluar dari balik matanya justru mendatangkan perasaan bergidik bagi siapapun yg melihatnya, hal mana membuat bulu kuduk Kho Beng segera pada berdiri semua.

   Sekalipun demikian, Kho Beng pun dapat menghembuskan napas lega, karena biarpun orang ini lebih mirip setan, namun bagaimanapun juga toh tetap sebagai manusia biasa, karenanya dia segera berseru lagi.

   "Empek, aku toh tak ada hubungan sakit hati atau permusuhan dgmu, kenapa kau mesti berlagak menjadi setan untuk menakut/ nakuti diriku? Hampir saja aku mati ketakutan.cepat lepaskan aku, bila ada urusan, mari kita bicarakan secara baik-baik!"

   Kakek itu segera tertawa dingin.

   "Hmmm, meskipun nyalimu besar dan tak sampai mati ketakutan, namun aku mampu membunuhmu dalam sekali ayunan tangan saja, cepat katakan siapa yg menyuruhmu datang kemari?"

   Kho Beng segera menghela napas panjang.

   "Aaaai.....orang yg menyuruhku kemari mengaku she Lie!"

   "Hmmm, jangan berusaha membohongi aku, dia bernama Lie apa...?"

   Dengus kakek berambut putih itu. Kembali Kho Beng tertawa getir.

   "Aku juga tak tahu siapakah orang itu, bahkan wajahnyapun belum sempat kujumpai."

   Kakek berambut putih itu segera menghentakkan toyanya keraskeras keatas tanah, lalu bentaknya.

   "Bajingan keparat, kau berani."

   Berbicara sampai ditengah jalan, toya ditangan kanannya segera direntangkan kedepan.

   Seketika itu juga Kho Beng merasa amat terperanjat, dia mengira orang itu tak percaya dg kata-katanya dan sekarang bersiap siap untuk melancarkan serangan mematikan.

   Baru saja dia hendak membuka suara untuk membantah, tampaklah si kakek itu sudah melemparkan toyanya lewat jendela.

   Jendela yg setengah terbuka itu hancur seketika tersambar oleh toya baja itu, ditengah ledakan keras yg memekakkan telinga terdengar suara jeritan yg bergema membelah angkasa, disusul kemudian tampak ada benda berat yg roboh terbanting diatas tanah.

   Kho Beng menjadi terbelalak dan melongo oleh peristiwa tersebut.

   Dia tak menyangka kalau dialam gedung tersebut kecuali dia seorang, ternyata masih ada pihak lain yg melakukan penyelidikan dari luar jendela.

   Dia pun tak pernah menyangka kalau kakek berambut putih yg manusia tak mirip manusia, setan tak mirip setan ini ternyata memiliki tenaga dalam yg begitu sempurna, dimana dalam ayunan toyanya dia sangup membunuh seseorang dalam waktu singkat.

   Sementara dia masih tertegun karena kaget, mendadak cekalan pada pergelangan tangan kanannya menjadi kendor, menyusul kemudian tampak kakek berambut putih itu roboh terjungkal keatas tanah.

   Dg napas terengah-engah, kakek itu segera berseru .

   "Aku sudah dicelakai orang, cepat.cepat katakanlah, dia sia.siapakah kau?"

   Sekali lagi Kho Beng dibuat tertegun, sebetulnya saat itu merupakan kesempatan yg terbaik aginya untuk melarikan diri, namun perasaan heran dan ingin tahunya membuat pemuda itu melupakan ancaman bahaya atas keselamatannya.

   Dg perasaan keheranan, ia segera bertanya.

   "Lotiang, bukankah kau berada dalam keadaan sehat wal afiat? Siapa yg telah mencelakaimu?"

   "Aku sudah terkena jarum penembus tulang pembeku darah."

   Kata kakek berambut putih itu dg napas terengah-engah.

   "Kaukemarilah.mengingat aku sudah hampir mati, beritahulah padaku, siapakah kau? Dan siapa yg menyuruhmu datang kemari?"

   Diam-diam Kho Beng merasa terkejut sekali, pikirnya.

   "Padahal kepandaian silatnya sangat hebat, tapi kenyataannya dia telah dicelakai orang tanpa menimbulkan sedikit suarapun, aaah! Jarum penembus tulang pembeku darah yg dimaksudkan pastilah sejenis senjata yg amat jahat."

   Ia merasa tak pernah mempunyai dendam sakit hati dg siapapun, sekarang ia Cuma terlibat dalam peristiwa tersebut secara kebetulan saja, apalagi setelah melihat kakek itu berusaha untuk mengetahui identitasnya menjelang saat kematiannya, tanpa terasa timbul rasa kasihan dalam hati kecilnya.

   Setelah tertawa getir, diapun menjawab.

   "Sesungguhnya aku sendiripun tak tahu mengapa aku Kho Beng disuruh datang kemari, seseorang yg tidak kukenal telah meninggalkan sepucuk surat kepadaku untuk datang kemari dan aku pun segera berangkat kesini. Nah, silahkan lotiang memeriksa surat ini seusai membaca isinya kau pasti akan mengerti dg sendirinya."

   Sambil berkata, dia mengeluarkan selembar surat dan mendekati kakek tersebut.

   "Aku sudah tak dapat melihat lagi, tolong bacakan isi surat tersebut."

   Kata kakek berambut putih itu dg nada lemah. Dg cepat Kho Beng membaca isi surat tersebut.

   "Aku tak dapat menunggu karena ada urusan penting, datanglah keperkampungan Hui im ceng dikota Hang ciu seusai membaca tulisan ini, sepuluh tahil perak kuhadiahkan sebagai ongkos jalan, dinding naga merupakan warisan leluhur, jangan diperlihatkan kepada siapapun. Nah, surat tersebut tanpa tanda tangan."

   Sekujur badan sikakek nampak bergetar keras selesai mendengar isi surat itu, dg nafas tersengal dia berusaha meronta bangun, lalu serunya sambil mengawasi wajah Kho Beng lekat-lekat.

   "Dinding naga? Apakah dinding naga itu?"

   Dg perasaan terkejut Kho Beng mundur selangkah, dia kuatir kakek itu akan menyerangnya secara tiba-tiba kemudian baru sahutnya.

   "Benda itu tak lain adalah sebuah lencana batu kumala hijau yg kukenakan sedari kecil dulu."

   Belum selesai perkataan tersebut, dua rentetan sinar aneh telah memancar keluar dari balik mata kakek tersebut, serunya lagi dg gelisah.

   "Cepat..cepat keluarkan dan tunjukkan kepadaku.aku..aku sudah hampir tak sanggup bertahan lebih lama lagi."

   Kalau dilihat dari sikapnya yg begitu gelisah, seakan-akan dia merasa bakal mati tak tentram apabila tak sempat melihat lencana naga itu menjelang ajalnya. Satu ingatan segera melintas dalam benak Kho Beng, pikirnya.

   "Jangan-jangan kakek ini mengetahui lencana kumala yg kukenakan ini...?"

   Berpikir begitu, cepat-cepat dia mengeluarkan lencana naga tersebut dan ditunjukkan kepada kakek tersebut sambil katanya .

   "Lotiang, silahkan kau periksa dg seksama!"

   Waktu itu rembulan sudah condong kelangit arat, sinar yg berwarna keperak perakan menyoroti lencana kumala tersebut dan memantulkan selapis cahaya hijau yg berkilauan.

   Biarpun Kho Beng tidak melepaskan lencana tersebut dari gantungannya, akan tetapi kakek itu dapat menyaksikan dengan sangat jelas.

   Dg tubuh gemetar keras karena pergolakan emosi, ia segera berseru.

   "Aaah...ternyata benar-benar lencana naga kumala hijau..! Ternyata benar-benar lencana naga kumala hijauOooh Thian! Kau telah melindungi kami sehingga memberi petunjuk kepada Lie sam untuk menemukan kau kembali.rasanya tak sia-sia aku menunggu hampir belasan tahun lamanya dg penuh penderitaan!"

   Mungkin saking emosinya, belum lagi perkataan tersebut selesai diutarakan, tubuhnya sudah roboh terjengkang keatas tanah. Timbul kecurigaan dalam hati Kho Beng setelah mendengar ucapan tersebut, cepat-cepat dia memburu maju kedepan dan berseru.

   "Lotiang, siapa sih Lie Sam yg kau maksudkan? Siapa pula kau? Kenapa kau bisa mengenali lencana naga kumala hijau milikku ini?"

   Secara beruntun dia telah mengajukan beberapa pertanyaan sekaligus. Namun keadaan kakek tersebut amat lemah, napasnya amat lirih dan bibirnya yg mengering nampak bergetar lemah, mengucapkan serentetan perkataan yg hampir saja susah terdengar.

   "Hamba.hamba tak tahan untuk babanyak berbicara lagicecepat kau ambil sesuatu dalam sakuku dan pergi ketebing Siong hun gan dibukit Hong santeetemuilah Bu Wi lojiningatkau adalah maamajikan muda..da.dari Hui im cengcepat tinggalkan tempat yg berbahaya ini"

   Ketika berbicara sampai disitu, ia sudah tak sanggup lagi untuk menahan diri, kepalanya segera terkulai kesamping dan menghembuskan napas yg penghabisan.

   Kho Beng enjadi amat tertegun, cepat-cepat dia menggoyangkan tubuh kakek tersebut sambil serunya.

   "Lotiang, mana mungkin ak adalah majikan muda dari perkampungan Hui im ceng? Katakanlah lebih jelas!"

   Tapi sayang kakek yg tergeletak diatas tanah itu sudah tak mampu menjawab lagi.

   Sinar rembulan yg menyoroti mayatnya memantulkan cahaya pucat yg mengenaskan hati.

   Dg perasaan hati yg berdebar, Kho Beng segera mendekati kakek itu serta menyingkap rambut yg menutupi wajahnya.

   Sekarang ia baru dapat melihat wajah kakek tersebut secara jelas, kerutan yg dalam menghiasi hampir seluruh wajahnya, tapi dibalik mukanya yg kurus kering justru memancarkan sifat keteguhan yg kuat, wajah semacam ini sedikitpun tidak mirip dg wajah seorang manusia licik yg berhati keji.

   "Benarkah aku adalah majikan muda Hui im ceng?"

   Dengan wajah termangu-mangu Kho Beng berpiki.

   "Tapi bukankah pelayan rumah makan dikota Hang ciu telah menerangkan tadi bahwa semua penghuni perkampungan Hui im ceng telah ditumpas orang semenjak delapan belas tahun berselang? Jika aku adalah keturunan dari Hui im ceng, bagaimana mungkin bisa hisup sampai sekarang dan dipelihara oleh perguruan Sam goan bun?"

   Sementara pelbagai pikiran masih berkecamuk dalam benaknya, tiba-tiba terdengar seseorang menjerit kaget dari luar loteng.

   "Aaah! Khu losam telah mampus!"

   "Benar-benar amat keji,"

   Sambung yang lain.

   "Coba lihat, mukanya hancur tak karuan, hantaman toya tersebut paling tidak mencapai lima ratusan kati."

   Orang yg berbicara pertama kali tadi segera tertawa dingin.

   "Nyatanya dugaanku tidak keliru, heboh setan yg telah berlangsung empat lima tahun di Hui im ceng ternyata Cuma ulah dari si toya baja pedang sakti Kho Po koan seorang budak yg berhasil lolos dari musibah lalu."

   "Yaa benar! Toya besi itu memang merupakan senjata andalan Kho Po koan dimaa lalu, saudara Lu! Mari kita selidiki keatas , baik buruk persoalan ini harus kita selidiki sampai tuntas hari ini."

   Sekali lagi Kho Beng merasa tertegun setelah mendengar perkataan itu, pikirnya.

   "Aaah...rupanya kakek yg tewas ini dari marga Kho, kalau begitu pemilik perkampungan Hui im ceng dimasa lalu pun berasal dari marga Kho?"

   Teringat dg pesan kakek tersebut menjelang ajalnya, cepat-cepat ia merogoh kedalam saku kakek tersebut, berusaha untuk memeriksa benda apakah yg diserahkan sikakek menjelang ajalnya tadi? Sayang sekali hal ini sudah terlambat selangkah, tampaklah dua sosok bayangan manusia menerobos masuk kedalam ruangan dg kecepatan tinggi.

   Dg perasaan terkejut Kho Beng segera menarik kembali tangannya sambil mundur kebelakang, ternyata pendatang tersebut terdiri dari dua orang.

   Yang satu adalah seorang kakek berbaju abu-abu yg membawa pedang berjenggot hitam, bermata tajam dan bersikap keren serta penuh wibawa.

   Sedangkan orang kedua adalah seorang sastrawan berbaju putih yg membawa kipas kumala.

   Walaupun gerak geriknya sangat lemah lembut dan penuh sopan santun, namun tidak menutupi hawa sesat dan kelicikan yg memancar keluar dari wajanya.

   Kedua orang itu nampak tertegun setibanya diatas loteng, kemudian kakek berpedang itu mmeriksa sekejap jenazah kakek berambut putih, lalu katanya pada sastrawan berbaju putih.

   "Ternyata orang ini benar-benar adalah Kho Po koan!"

   Lalu sambil mengalihkan pandangan matanya ke wajah Kho Beng, kembali bentaknya.

   "Siapa kau?"

   Belum selesai bentakan itu berkumandang, mendadak terdengar sastrawan berbaju putih itu menjerit kaget.

   "Liu toako, coba lihat tempat ini benar-benar ada setannya!"

   Sambil berkata ia lantas menunding kedepan.

   Mngikuti arah yg ditunuk, kakek berambut hitam itu segera berpaling, tapi apa yg kemudian terlihat membuat paras mukanya segera berubah hebat.

   Sambil membentak keras pedangnya langsung disambit kedepan.

   Kho Beng pun turut terperanjat dan segera berpaling kearah mana semua orang tertuju.

   Ternyata yg dimaksudkan sastrawan berbaju putih itu adalah tengkorak putih yg dijumpainya tadi.

   Sementara itu cahaya pedang telah berkelebat lewat dan"Criit"

   Langsung menembusi tengkorak tersebut dn menancap diatas pintu, gagang pedang bergetar tak hentinya, tapi tenggorokan itu Cuma bergerak terombang ambing kesamping lain, berdiri kembali ditempat semula.

   Saat itupun mereka bertiga baru dapat melihat dg jelas, ternyata tengkorak tersebut tak lain hanya selembar tirai pintu yang diatasnya dilukis sebuah gambaran tengkorak dg kapur putih, oleh sebab dilihat dari kegelapan maka seolah olah gambaran tersebut merupakan tengkorak sungguhan.

   Begitu rahasianya terbongkar, maka permainan yg terasa ngeri dan menyeramkan tadipun sekarang menjadi sama sekali tak berharga.

   Kho Beng segera menghembuskan napas panjang, kemudian serunya sambil menjura.

   "Tak nyana kalau Cuma selembar kain hitam, hampir saja aku dibuat mati saking kaget dan takutnya, tapi aku percaya selanjutnya dalam perkampungan ini tak bakal ada setan yg menggoda orang lagi."

   Sesudah menyaksikan semua yg terjadi dan mendengar perkataan tersebut, sikap sikakek berjenggot hitam dan sastrawan berbaju putih pun turut berubah menjadi lebih lembut. Kakek itu segera menjura seraya menyapa.

   "Siapakah nama siauhiap?Ada urusan apa datang kemari?"

   "Aku yg muda Kho Beng, kebetulan saja lewat dikota Hang ciu, berhubung kudengar digedung ini ada hantunya, maka dg perasaan ingin tahu aku datang kemari untuk melakukan penyelidikan."

   Sastrawan berbaju putih itu segera tertawa terbahak-bahak, katanya pula.

   "Haha.ha.ternyata Kho siauhiap! Maafmaafsiauhiap memang sangat hebat, bukan saja berani melakukan penyelidikan seorang diri digedung hantu ini, bahkan mampu membinasakan sitoya besi pedang baja Kho Po koan yg sudah termashur namanya dalam dunia persilatan. Bila berita ini sampai tersiar keluar, bukan saja keberanianmu akan dikagumi orang banyak, kehebatan ilmu silatmu tentu akan menggemparkan seluruh sungai telaga. Aku sastrawan berkipas kemala Beng Yu percaya, tak sampai tiga hari, nama besar siauhiap tentu sudah termashur diseluruh dunia persilatan!"

   Merasa tidak memiliki kemampuan tersebut, pujian itu justru membuat Kho Beng tersipu-sipu, dg cepat dia menggoyangkan tangannya berulang kali seraya berseru.

   "Harap kalian berdua jangan salah paham, aku yg muda Cuma seorang manusia yg baru terjun kedunia persilatan, kepandaianku tak seberapa, sesungguhnya"

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kakek berjenggot hitam itu tertawa terbahak-bahak, tukasnya.

   "Buat apa saudara cilik merendahkan diri? Kau tahu betapa hebatnya rekanku si jarum emas pencabut nyawa yg datang bersamaku tadi? Tapi kenyataannya dia toh mempus juga oleh toya besi budak tua ini, bila kau masih mencoba bersungkan terus, ini namanya menganggap asing kami berdua."

   Sastrawan berbaju putih itu segera menyambung pula sambil tertawa.

   "Saudara memang mengagumkan sekali, biar berilmu tinggi tapi tak sombong, sikap semacam inilah merupakan watak sejati seorang pendekar, bisa kuduga gurumu pasti seorang tokoh yg luar biasa sekali?"

   Dari nada pembicaraa mereka, Kho Beng dapat menyimpulkan kalau sang korban adalah musuh besar kedua orang ini, sebagai orang luar yg belum mengetahui duduknya persoalan secara jelas, dia tak ingin melibatkan diri dalam pertikaian itu.

   Karena diapun tidak mencoba untuk memberi penjelasan lagi, cepat-cepat katanya.

   "Aku belum pernah mengangkat guru tapi pernah belajar berapa jurus silat dari seorang Bu lim cianpwee!"

   "Ooooh"

   Kakek berjenggot itu manggut-manggut.

   "Boleh kah kami tahu nama besar dari locianpwee yg telah mengajarkan silat kepadamu itu?"

   "Cianpwee itu adalah siunta sakti berpungung baja!"

   Paras muka kakek berjangggut hitam itu segera berubah hebat, setelah berseru tertahan, katanya.

   "Ooooh.rupanya Thio Kok tayhiap salah seorang diantara sepasang unta utara selatan yg termashur namanya pada dua puluh tahun berselang, tapi aku pernah dengar Thio kok telah tewas dicelakai orang pada dua puluh tahun berselang?"

   Sesungguhnya Kho Beng sama sekali tidak mengetahui soal masa lalu Thio bungkuk, bahkan nama dan kedudukannya dalam dunia persilatan pun tidak diketahuinya, karena nya dia berusaha menghindari hal-hal yg tak jelas baginya setelah mendengar perkataan tersebut.

   "Aku yg muda baru beberapa bulan berpisah dg Thio locianpwee."

   Katanya.

   "Menurut apa yg kuketahui, dia orang tua masih tetap berada dalam keadaan sehat walafiat."

   Kakek berjenggot hitam itu tertawa tergelak.

   "ha.ha..ha..semasa masih muda dulu, aku pernah berjumpa sekali dg Thio tayhiap, bila lain waktu kau bertemu lagi dengannya, katakan saja sipedang tanpa bayangan Lu seng sin dan adik angkatnya sastrawan berkipas kemala, Beng Yu titip salam untukdia orang tua."

   Mengetahui kalau kedua orang ini pernah bersua dg Thio bungkuk, sikap Kho Beng pun turut berbah menghormat, segera sahutnya.

   "Aku pasti akan menyampaikan salam anda berdua kepada beliau."

   Kemudian dg memanfatkan kesempatan tersebut, ia bertanya kembali.

   "Lotiang, tolong tanya siapakah sipedang baja toya besi Kho Po koan ini?"

   "Budak tua ini adalah seorang budak dari perkampungan Hui im ceng dimasa lalu,"

   Sastrawan berkipas kumala Beng Yu menerangkan.

   "Tatkala tujuh partai besar menyerbu kemari, rupanya dia berhasil lolos, bisa jadi si kedele maut yg misterius dan belakangan ini banyak melakukan huru hara merupakan hasil perbuatannya."

   "Aku baru pertama kali ini terjun ke dunia persilatan, banyak persoalan yg tak kupahami, bolehkah aku tahu siapa pula pemilik perkampungan Hui im ceng ini?"

   Dg wajah serius sipedang tanpa bayangan Lu Seng im berkata.

   "Pemilik Hui im ceng, dimasa lampau berasal satu marga dg lote, ia bernama Kho Bun sin dan merupakan seorang jagoan persilatan yg berilmu tinggi, sayang aku sendiripun kurang begitu mengerti tentang peristiwa yg terjadi delapan belas tahun berselang, tapi kuanjurkan kepada lote sebagai orang luar lebi baik jangan banyak pencarian urusan ini."

   Berbagai kecurigaan segera melintas benak Kho Beng, ia tak mengira kalau Hui im ceng berasal dari marga Kho, benarkah ia mempunyai hubungan dg dirinya?"

   Tapi kalau dilihat dari cara sipedang tanpa bayangan Lu Seng im sewaktu bicara , sudah jelas masih ada banyak masalah yg enggan dibicarakan olehnya, karena itu diapun tidak bertanya lebih jauh."

   Setelah menjura, diapun mohon diri. Kini duduk persoalannya sekitar gedung hantu telah jelas, sedang akupun masih ada urusan lain dan tak bisa berdiam lebih lama lagi disini, biarlah aku mohon diri lebih dulu!"

   Sesungguhnya si pedang tanpa bayangan dan sastrawan kipas kumala memang sedang menunggu-nunggu perkataan Kho Beng itu dg cepat, merekapun menjura seraya berkata.

   "Kalau memang lote masih ada urusan, kamipun tak akan menahanmu lebih lama lagi, sampai jumpa lain kesempatan."

   Mereka menunggu sampai bayangan Kho Beng lenyap dibalik kegelapan, kemudian si pedang tanpa bayangan baru bergumam.

   "Andaikata aku tidak menyaksikan dg mata kepala sendiri bagaimana putra Hui im cengcu tewas diujung panah pengejar sukma, aku pasti akan mencurigai orang itu sebagai keturunan Kho Bun sin!"

   Sastrawan kipas kemala Beng yu, tertawa tergelak.

   "Kalau toh toako telah menyaksikan dg mata kepala sendiri, buat apa mesti menaruh curiga lagi? Aku dengar, biarpun sancu(dewi) berhasil memusnahkan Hui im ceng dg susah payah, namun tak berhasil mendapatkan kitab pusaka Khian hoan bu boh, sekarang Koh Po koan telah tewas, mengapa kita tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan pemeriksaan, sehingga kita dapat memberi laporan sekembalinya dari sini nanti?"

   Si pedang tanpa bayangan segera manggut-manggut, maka kedua orang itupun menyulut lentera dan mulai menggeledah seluruh bagian ruangan tersebut.

   Setengah kentongan telah lewat, hampir setiap bagian ruangan itu sudah mereka geledah, namun tiada sesuatu yg diperoleh tanpa terasa mereka menjadi kecewa.

   Tiba-tiba Sastrawan berkipas kemala berkata kepada si pedang tanpa bayangan.

   "Lotoa, mungkinkah sibocah muda itu datang dg suatu tujuan serta betndak mendahului kita?"

   Berubah hebat paras muka si pedang tanpa bayangan.

   "Yaa, hal ini memang bisa jadi, aduh celaka.mengapa tidak terpikirkan sejak tadi?"

   "Siapa yg menyangka kalau bocah itu mampu bersikap acuh tak acuh meski memiliki kepandaian silat yg hebat?"

   Seru Sastawan berkipas kemala sambil menghentak hentakkan kakinya dg mendongkol.

   "Aaaikta benar-benar telah dipecundangi olehnya, toako, rasanya belum terlambat bila kita kejar sekarang juga."

   Sipedang tanpa bayangan manggut-manggut, baru saja dia akan melompat pergi, mendadak pandangan matanya tertumpuk dg jenazah Kho Po koan, dg cepat ia berseru kepada rekannya.

   "Tunggu sebentar loji!"

   "Ada apa?"

   Tanya sastrawan berkipas kemala tertegun. Sambil menunding jenazah diatas tanah, pedang tanpa bayangan segera berkata.

   "Seluruh ruang telah kita periksa, tapi mayat budak tua ini belum kita sentuh, apa salahnya kalau kta periksa dulu sebelum pergi dari sini?"

   Cepat-cepat sastrawan berkipas kemala mendekati jenazah tersebut dan merobek pakaian yg dikenakan, pada pinggang mayat itu mereka temukan sebuah bungkusan kecil, ketika bungkusan itu dibuka maka isinya adalah sebuah lencana kemala sebesar lima inci.

   Pada lencana tersebut terlihat gambar sederet pohon siong, diatas pohon siong terdapat dua tiga buah gumpalan awan.

   Melihat bentuk lencana tersebut, sastrawan berkipas kemala segera berseru keheranan.

   "Toako, cepat lihat!"

   Pedang tanpa bayangan segera mendekati dan memeriksa lencana tersebut, apa yg kemudian terlihat membuat keningnya berkerut kencang, katanya kemudian.

   "Sungguh aneh, mengapa lencana kemala Siong hun giok leng yg menjadi benda pengenal dari Bu wi lojin yg sudah dua puluh tahun lenyap dari dunia persilatan, bisa berada dalam saku budak tua ini?"

   Sastrawan berkipas kemala termenung sejenak, lalu katanya.

   "Mula-mula muncul seorang Kho Beng yg tak dikenal, lalu muncul lagi lencana kemala Siong hun giok leng, hey lotoa, aku lihat apa yg kita jumpai hari ini bukan suatu kejadian yg kebetulan."

   Pedang tanpa bayangan manggut-manggut.

   "Yaa, persoalan ini menyangkut suatu masalah besar, kita tak boleh menyimpulkan sendiri secara gegabah, hayo berangkat, kita berbicara ditengah jalan nanti!"

   Dg cepat kedua orang itu melompat keluar lewat jendela, lalu membopong sesosok mayat yg berlepotan darah dari pelataran kemudian beranjak pergi meninggalkan tempat itu.

   Tak lama mereka pergi, tampak sesosok bayangan manusia melayang masuk lewat jendela, ternyata orang itu adalah Kho Beng yg telah pergi dan kini balik kembali.

   Rupanya setelah meninggalkan perkampungan hui im ceng tadi, sepanjang jalan dia memutar otak terus membayangkan kembali serangkaian kejadian yg dialaminya selama ini.

   Menjelang memasuki kota Hang ciu, tiba-tiba ia teringat kembali dg pesan terakhir Kho Po koan menjelang ajalnya, maka tergesagesa dia balik kembali kesitu.

   Ia tidak mengetahui benda apakah yg akan diserahkan kakek itu padanya, tapi bila ditinjau dari sikap dan nada pembicaraannya, sudah jelas benda itu mempunyai hubungan yg erat sekali dg Bu wi lojin.

   Ia baru tertegun setelah menyaksikan pakaian yg dikenakan jenazah tersebut telah hancur tak keruan lagi bentuknya.

   Dari kejadian tersebut jelaslah sudah bahwa benda tersebut telah diambil oleh sipedang tanpa bayangan serta sastrawan berkipas kemala.

   Sekalipun Kho Beng amat kecewa bercampur menyesal, tapi karena nasi sudah menjadi bubur, menyesalpun tak ada gunanya lagi.

   Ia teringat kembali janji tiga tahunnya dg Thio bungkuk, sekalipun ia tak dapat melaksanakan harapan kakek yang tewas ini, namun ia bertekad akan mendatangi tebing Siong hun gay dibukit hong san untuk menyelidiki persoalan ini.

   Sebab masalah tersebut bukan saja menyangkut sikakek yang telah tewas, siapa tahu dari situ dia akan berhasil mengetahui asal usul yg menyelimuti dirinya selama ini.

   Maka menempuh kegelapan malam yg mencekam seluruh jagat, dg langkah tergesa-gesa, Kho Beng berlalu dari situ, setelah menguburkan jenazah Kho Po koan, lalu tanpa berhenti langsung berangkat ketebing Siong hun gay di Hong san.

   Dalam waktu singkat, bulan dua belas telah menjelang tiba.

   Angin dan salju telah berhenti, puncak bukit Hong san dilapisi warna putih sampai diuung langit, pemandangan alam ketika itu benar-benar indah dan menawan hati.

   Ketika Kho Beng tiba dibukit Hong san, waktu sudah menunjukkan tengah hari lewat, karena ia tak tahu dimanakah letak tebing Siong hun gay, terpaksa sambil berjalan ia mencoba untuk melakukan pemeriksaan.

   Tiba-tiba ia menyaksikan sebuah bukit yg menonjol tinggi menjulang ke angkasa, aneka pohon siong tumbuh disekitarnya, awan putih menyelimuti sampai punggung bukit, bentuk maupun panoramanya jauh berbeda dg keadaan disekitarnya, tanpa terasa diapun berpikir .

   "Konon tempat yg berpanorama indah sering digunakan para tokoh dan pertapa untuk mengasingkan diri, jangan-jangan tempat itu adalah tebing Siong hun gay yg sedang kucari ? "

   Berpikir begitu, dia segera menghimpun tenaga dalamnya dan meluncur naik keatas puncak itu.

   Tebing itu curam dan amat berbahaya, apalagi dilapisi salju yg tebal membuat keadaan menjadi lebih licin dan susah dilalui.

   Kho Beng dg tenaga dalam yg tidak begitu sempurna harus mengerahkan seluruh kekuatan yg dimiliki untuk mencapai puncak tebing itu, tak heran kalau keringat berkucuran dg derasnya dan napasnya tersengal sengal seperti napas kerbau.

   Akan tetapi setibanya dipuncak bukit itu dan menyaksikan apa yg terbentang didepan mata, seketika itu juga semangatnya menjadi berkobar kembali, ia saksikan sebuah tempat yg berpanorama begitu indah tak ubahnya seperti surga loka.

   Ditengah rimbunnya pohon siong terlihat sebuah bangunan rumah yg mungil tapi indah, seorang kakek berbaju putih sedang berdiri memandang angkasa sambil menggendong tangannya.

   Sikap maupun perawakan tubuhnya tak jauh berbeda dg bentuk dewa yg sering didengar Kho Beng dalam dongeng.

   Sementara Kho Beng masih terengah-engah dan tak mampu berbicara, tiba-tiba terdengar kakek itu menegur dg suara nyaring.

   "Hey bocah, ada urusan apa kau bersusah payah mendaki bukit berkunjung kemari?"

   Kakek itu tetap berdiri sambil menggendong tangan, meski tidak membalikkan badan dan berjarak dua puluhan kaki, namun suara pembicaraannya amat jelas dan terang, malah dari dengusan napas Kho Beng, ia dapat menduga usia bocah tersebut bagaikan melihat dg mata kepala sendiri, tak heran kalau kejadian ini amat mengejutkan anak muda tersebut.

   Dg perasaan gugup, ia segera berseru.

   "Lotiang, bolehkah aku tahu, apakah tempat ini bernama bukit Siong hun gay?"

   Sementara berbicara, dg beberapa kali lompatan dia mendekati sikakek berbaju putih itu.

   "Benar!"

   Sahut si kakek tanpa bergerak.

   "Kau datang dari mana nak...?"

   Dg wajah berseri cepat-cepat Kho Beng memberi hormat seraya berseru.

   "Kalau begitu cianpwee adalah Bu wi lojin, boanpwee Kho Beng datang dari Hui im ceng?"

   Belum selesai perkataan itu diucapkan, Bu wi lojin telah berseru kaget sambil membalikkan badan, lalu dg pandangan mata yg tajam diawasinya seluruh wajah Kho Beng lekat-lekat, wajahnya menunjukkan perasaan tercengang dan keheranan.

   Baru sekarang Kho Beng sempat melihat jelas paras muka kakek itu, jenggotnya yg putih, wajahnya yg anggun membuat kakek itu nampak sangat agung dan berwibawa.

   Cepat-cepat dia memberi hormat seraya berkata.

   "Boanpwee menjumpai locianpwee!"

   

   Jilid 04 Bu wi lojin tertawa bergelak, sambil mengebaskan tangannya dia berkata.

   "Silahkan bangun nak, kehadiranmu yg tiba-tiba sungguh membuat aku merasa keheranan!"

   Dari nada pembicaraannya, seolah-olah mereka telah berkenalan cukup lama. Kho Beng menjadi tertegun, serunya kemudian dg wajah tercengang.

   "Boanpwee berkunjung kemari karena mengagumi nama besar cianpwee, apa yg cianpwee herankan?"

   "Mengagumi nama? Ha....ha.....ha.....perkataanmu kelewat sungkan,"

   Kata Bu wi lojin sambil tertawa.

   "Sudah sembilan belas tahun lamanya aku hidup mengasingkan diri ditebing Siong hun gay dan belum pernah ada teman yg berkunjung kemari, tapi hari ini telah datang tamu agung secara beruntun, lagipula semuanya mengaku datang dari Hui im ceng, apakah kejadian tersebut tidak mengherankan...?"

   Kho Beng semakin keheranan lagi sehabis mendengar perkataan ini, tapi sebelum ia sempat berbicara, Bu wi lojin telah berkata lebih lanjut.

   "Yang kuherankan lagi adalah penguasa perkampungan kalian baru saja berlalu dari sini, tapi keponakan telah datang berkunjung, apakah telah terjadi suatu peristiwa di perkampungan Hui im ceng?"

   Kho Beng semakin termangu, tanyanya keheranan.

   "Locianpwee maksudkan Hui im ceng?"

   "Hey keponakan Kho, bukankah aku telah menerangkan sejelasnya, aku sedang bertanya tentang keadaan Hui im ceng kalian?"

   Seru Bu wi lojin dg kening berkerut. Kho Beng semakin tidak mengerti, katanya kemudian.

   "Maafkan aku cianpwee, boanpwee benar-benar dibuat kebingungan setengah mati."

   "Kebingungan?Hahahasetiap orang tentu akan kebingungan."

   Bu wi lojin tertawa bergelak,"Keponakanku, mungkin tenaga dalammu yg kurang sempurna membuat kau letih karena mendaki tebing tadi, mengapa tidak beristirahat dulu didalam ruangan, kemudian baru pelan-pelan berbicara?"

   Sambil berkata, dia segera menyingkir kesamping mempersilahkan pemuda itu masuk kedalam. Buru-buru Kho Beng berseru.

   "Boanpwee bukan maksudkan begitu, tapi hendak menjelaskan bahwa Hui im ceng sudah hampir dua puluh tahun lamanya terbengkalai, malah belakangan ini telah berubah menjadi gedung hantu, lalu darimana munculnya seorang pengurus gedung?"

   Bu wi lojin menjadi tertegun.

   "Jadi ayahmu telah meninggalkan Hui im ceng kemana dia telah pergi?"

   Kho Beng semakin melongo, sahutnya tergagap.

   "Cianpwee bertanya soal ayahku? Apakah kau mengetahui siapakah ayahku?"

   Sekali lagi Bu wi lojin terperangah, lalu gelengkan kepalanya berulang kali.

   "Aaaaiaku menjadi tak habis mengerti, sebetulnya kau yg pikun ataukah aku yg sudah pikun, masa kau tidak kenal dg ayahmu sendiri, kepala perkampungan Hui im ceng Kho Bun sin?"

   Dg hati berdebar Kho Beng berseru keheranan.

   "Boanpwee belum pernah menyebutkan asal usulku, darimana cianpwee bisa tahu kalau boanpwee adalah putra Hui im cengcu?"

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bu wi lojin tertawa terbahak-bahak.

   "Ha.ha.ha.biarpun sewaktu kujumpai dirimu dulu kau masih berusia satu bulan, namun hingga kini wajahmu tak jauh berubah, lagipula tampangmu kini tidak jauh berbeda dengan Hui im cengcu Kho Bun sin pada sembilas tahun berselang, kalau bukan putranya mengapa kalian begitu mirip?"

   Kho Beng betul-betul tertegun saking tercengangnya oleh ucapan tersebut, orang ini adalah orang keempat yg menganggap dia sebagai keturunan Hui im cengcu.

   Biarpun banyak kejadian yg kebetulan didunia ini, tak mungkin begitu banyak orang menaruh salah paham kepadanya, lamat-lamat pemuda itu mulai merasa bahwa identitasnya sebagai putra cengcu dari Hui im ceng tak mungkin diragukan lagi.

   Tapi kalau hanya dianggap orang saja belum menjadi bukti yg bisa dipertanggungjawabkan, apalagi masih banyak pertentangan yg terdapat didalamnya, karena itulah beberapa saat pemuda itu menjadi tertegun dan sangat kebingungan.

   Sementara itu Bu wi lojin telah berkata lagi.

   "Sudah sekian lama kita berbincang, namun kau belum menjawab pertanyaanku tadi, sebetulnya kemana ayahmu telah pergi. Mengapa dia harus membengkalaikan hasil karyanya yg dibangun dg susah payah itu?"

   Kho Beng menghela napas panjang.

   "Locianpwee, terus terang saja asal usulku hingga kini masih merupakan sebuah teka teki besar, aku tidak tahu siapakah orang tuaku, bahkan akupun tidak tahu siapakah manusia yg disebut Hui im cengcu dan bernama Kho Bun sin itu..."

   Bu wi lojin menjadi tertegun dan mengawasi Kho Beng dg termangu-mangu, untuk beberapa saat lamanya dia sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Kho Beng berkata lebih jauh.

   "Tapi sedikit banyak boanpwee pernah mendengar persoalan yg menyangkut Hui im ceng, konon semua penghuni Hui im ceng telah dibantai orang sampai ludes pada delapan belas tahun berselang."

   "Sungguhkah perkataan itu?"

   Berubah hebat paras muka Bu wi lojin.

   "Benar atau tidak boanpwee tak berani memastikan, namun bila ditinjau dari pengalaman yg boanpwee alami, rasanya berita itu tak meleset dari kebenaran!"

   Berbicara sampai disini, secara ringkas diapun mengisahkan kembali semua pengalamannya selama berada didalam perkampungan Hui im ceng, akhirnya dia menambahkan.

   "Oleh sebab itulah boanpwee menjadi bingung dan curiga setelah cianpwee mengatakan bahwa Hui im ceng mempunyai saorang pengurus rumah tangga, tapi aku yakin orang yg menyaru sebagai pengurus tersebut kalau bukan sipedang tanpa bayangan tentu si sastrawan berkipas kemala!"

   Dg wajah serius dan berat Bu wi lojin termenung, lalu katanya sambil menggeleng.

   "Orang itu bukan seorang pria."

   "Maksud cianpwee, orang yg menjadi pengurus gadungan dari Hui im ceng adalah seorang wanita?"

   Seru Kho Beng tercengang. Bu wi lojin manggut-manggut, katanya sambil menghela napas panjang.

   "Lai-laki atau perempuan sudah tak penting lagi artinya, tapi aku benar-benar penasaran karena setelah hidup mengasingkan diri hampir dua puluh tahun dari keramaian dunia, hari ini mesti ditipu orang mentah-mentah, selain itu akupun menyesal dan malu karena tak dapat menjaga titipan Hui im cengcu dimasa lalu secara baikbaik."

   "Sebenarnya benda apasih yg telah ditipu perempuan itu?"

   "Kitab pusaka Thian goan bu boh!"

   "Se

   Jilid kitab pusaka?"

   "Ehmm, bukan saja se

   Jilid kitab pusaka, bahkan merupakan pusaka yg diimpi impikan dan diharapkan setiap umat persilatan didunia ini, sebab barang siapa berhasil menguasai serta melatih isinya dia akan menjadi perkasa dan tiada tandingannya dikolong langit1"

   Kho Beng menjadi terperanjat sekali, buru-buru serunya.

   "Cianpwee, bagaimana ceritanya sampai kitab pusaka itu tertipu olehnya?"

   "Sebab dia mempunyai tanda pengenal milikku, aaai...mungkin benda yg dipesan oleh orang tua menjelang ajalnya untuk kau ambil adalah lencana kemala Siong giok leng tersebut?"

   Sekarang Kho Beng baru mengerti, tak heran kalau Kho Po koan meninggalkan pesan tersebut kepadanya, ternyata benda yg berada dalam sakunya dapat ditukar dg se

   Jilid kitab pusaka. Berpikir sampai disitu, ia segera berkata dg serius.

   "Bolehkah boanpwee mengajukan pertanyaan, bagaimanakah tabiat Hui im cengcu dimasa lampau?"

   Bu wi lojin menghela napas panjang.

   "Dia adalah seorang pendekar sejati, bertenaga dalam sempurna dan betul-betul merupakan seorang gagah yg hebat."

   "Andaikata kitab pusaka Thian goan bu boh sampai terjatuh ketangan manusia bangsa kurcaci, bukankah hal ini dapat menimbulkan bencana besar?"

   "Bukan hanya bencana, pada hakekatnya seluruh dunia akan kalut dan kehidupan manusia dilanda penderitaan besar."

   "Sesungguhnya maksud kedatanganku kemari adalah untuk mencari guru pandai serta mempelajari ilmu silat, sungguh tak disangka aku telah mendapatkan titik sedikit terang mengenai asal usulku, biarpun hingga kini belum ada kepastian, namun bila cianpwee mengijinkan, boanpwee ingin mengetahui lebih banyak lagi!"

   Bu wi lojin termenung beberapa saat, lalu mengangguk.

   "Mari kita bebicara didalam rumah saja."

   Sambil membalikkan badan, ia masuk lebih dulu kedalam rumah.

   Dg wajah serius Kho Beng mengikuti dibelakangnya, ia saksikan ruangan tersebut teratur sangat rapi dan bersih, kursi meja dan rak buku semuanya terbuat dari bambu.

   Bu wi lojin menuang dua cawan teh, lalu duduh dihadapan tamunya, setelah mempersilahkan pemuda itu meneguk air teh, ia baru berkata.

   "Kalau dilihat dari sikap pelayan tua keluarga Kho yg mengenalimu sebagai sau cengcu Hui im ceng dari lencana yg kau kenakan, ditambah pula pengamatanku lewat paras mukamu yg mirip dg Hui im cengcu, aku rasa identitasmu sebagai keturunan Kho tak jauh dari kebenaran. Tapi sudah hampir dua puluh tahun aku hidup mengasingkan diri dari keramaian dunia, oleh sebab itu akupun tidak tahu menahu tentang semua peristiwa yg terjadi di Hui im ceng selama ini, jadi apa yg bisa kuungkap tak lebih hanya hubunganku dg Kho cengcu."

   "Akan boanpwee dengarkan dg seksama."

   Bu wi lojin termenung sebentar, seakan-akan sedang mengumpulkan kembali kenangan lamanya, lalu setelah menghela napas ringan, dia berkata.

   "Bila diceritakan rasanya memang susah diperaya, sesungguhnya hubunganku dg Kho cengcu hanya didaari perjumpaan satu kali dan berkumpul setengah hari lamanya. Biar begitu, dalam perjumpaan yg hanya sekali, aku telah menjadi sahabat karib Kho tayhiap, lalu dalam masa berkumpul selama setengah hari, kami menjadi sahabat sehidup semati.aaaisungguh tak nyana saat perpisahan waktu itu ternyata merupakan perpisahan untuk selamanya.bila diingat kembali sekarang, sungguh membuat hatiku pedih.

   "Aaaai, sembilan belas tahun sudah lewat, kejadian ini harus dikisahkan kembali sejak sembilan belas tahun berselang. Waktu itu untuk membasmi manusia sesat dari golongan hitam, aku telah mengembara sampai diwilayah Lam huang, meski musuhku berhasil kutumpas, namun aku sendiri terkena serangan beracun yg amat hebat sehingga jika tidak diobati dg segera, niscaya jiwaku akan melayang. Dg mengandalkan tenaga dalamku yg sempurna untuk mengekang daya kerja racun tersebut, aku berusaha lari pulang dan dalam tiga hari saja aku telah menempuh perjalanan sejauh ribuan li. Tapi akhirnya sewaktu lewat di Hang ciu meski racun belum bekerja, aku justru sudah roboh tak sadarkan diri ditepi jalan. Waktu itu secara kebetulan Kho tayhiap lewat disitu serta menolongku, untung dia mempunyai obat mujarab yg habis memunahkan racun, cukup menelan obatnya satu , tengah hari kemudian lukaku telah sembuh sama sekali. Setelah peristiwa itu, tiba-tiba dia mengeluarkan kitab pusaka Thian goan bu boh dan mohon kepadaku untuk menyimpannya. Dia bilang rahasia kitab tersebut sudah bocor sehingga banyak jago silat yg sedang mengincarnya. Aku yg selama hidup baru pertama kali ini memperoleh budi orang tentu saja tidak mnyia-nyiakan kesempatan tersebut. Aku segera menawarkan diri untuk membantunya menghadapi serbuan jago-jago silat tersebut, namun tawaranku ini segera ditolaknya. Padahal dg julukan Kiu hui sin kiam atau pedang sakti sembilan terbang yg dimiliki Kho tayhiap waktu itu cukup disegani banyak orang dan banyak jago lihay yg keok ditangannya. Karenanya sewaktu melihat kekerasan kepalanya, akupun sadar bahwa tindakannya itu pasti ada sebab musababnya, maka akupun menerima permohonannya dg meninggalkan tanda pengenalku serta memberikan alamat dimana aku berdiam, kami berjanji bila kitab tersebut hendak diambil maka orang tersebut harus membawa tanda pengenal itu. Aaaaisungguh tak disangka sejak berpisah, aku telah menunggu sampai belasan tahun lamanya. Pagi tadi tiba-tiba muncul seorang perempuan cantik yg mengaku sebagai pengurus rumah tangga Hui im ceng, dia mohon bertemu aku dan memperlihatkan lencana tersebut. Karena tanda pengenal yg dibawa memang tak salah, maka tanpa sangsi akupun menyerahkan kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut kepadanya,aaaitak nyana rupanya aku sudah tertipu, kejadian ini benar-benar membuat aku malu dg Kho cengcu almarhum"

   Sekarang Kho Beng baru mengerti bahwa pesan yg ditinggalkan pelayan tua itu menjelang ajalnya ternyata mempunyai pengaruh yg besar terhadap masalah tersebut, dia menjadi amat menyesal karena tidak melaksanakan pesa pelayan tua itu seketika itu juga.

   "Apakah cianpwee kena dg perempuan itu?"

   Tanyanya kemudian.

   "Tidak! Aku tidak kenal."

   Bu wi lojin menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Kalau begitu locianpwee telah bertindak kelewat gegabah,"

   Keluh Kho Beng sambil menghela napas.

   Tapi setelah perkataan itu diutarakan, dia baru sadar kalau sudah salah bicara, bagaimanapun tidak pantas dia menegur seorang cianpwee dg ucapan sekasar itu.

   Baru saja hendak memberi penjelasan sambil meminta maaf, ternyata Bu wi lojin sama sekali tidak menjadi marah karena teguran tersebut, malah ujarnya kemudian sambil menghela napas panjang.

   "Padahal selamanya aku bekerja sangat teliti, karenanya tertipuku pagi tadi, pertama dikarenakan sudah lama putus hubungan dg dunia luar sehingga tidak mengetahui duduk persoalan yg sebenarnya, kedua saat itu aku telah memutuskan akan hidup mengasingkan diri untuk selamanya ditebing Siong hun gay ini dan Cuma Kho tayhiap seorang yg tahu akan alamat ku ini. Itulah sebabnya aku sama sekali tidak curiga kepadanya ketika perempuan itu muncul dg membawa tanda pengenalku."

   Cepat-cepat Kho Beng mengangguk, dia menduga benda yg disimpan disaku pelayan tua keluarga Kho itu pastilah tanda pengenal Siong hun giok leng dan orang yg mengambil lencana tersebut tak lain adalah si pedang tanpa bayangan serta sastrawan berkipas kemala, tapi mengapa akhirnya bisa muncul seorang perempuan? Persoalan inilah yg membuatnya tak habis mengerti.

   Sementara itu Bu wi lojin telah berkata lagi setelah menghela napas sedih.

   "Lenyapnya kitab pusaka itu membuat aku malu dg Kho Tayhiap almarhum, apalagi kalau kejadian tersebut mengakibatkan dunia persilatan dilanda bencana, aku benar-benar akan menyesal sepanjang masa."

   "Kejadian ini toh berlangsung diluar dugaan, locianpwee tak perlu kelewat menyalahkan diri sendiri."

   Cepat-cepat Kho Beng menghibur.

   "Berbicara sesungguhnya, akulah yg sudah teledor waktu itu sehingga mengakibatkan terjadinya semua peristiwa ini."

   Bu wi lojin menggelengkan kepalanya, dg suara dalam dia berkata.

   "Satu-satunya jalan yg bisa kita lakukan sekarang adalah mencari upaya untuk menanggulangi persoalan tersebut!"

   Setelah mengangkat kepalanya dan menatap Kho Beng lekatlekat, dia berkata lebih jauh.

   "Aku pernah mempelajati isi kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut dan memberikan hasil yg lumayan, tapi bagaimanapun juga usiaku sudah delapan puluh tahun lebih sehingga usiaku yg lanjut membuat tenagaku bertambah lemah hingga tak mungkin bisa memberikan hasil yg nyata, aku pikir satu-satunya jalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah mewariskan kepandaian itu kepadamu!"

   "Sungguh?"

   Seru Kho Beng dg perasaan terkejut dan girang.

   "Terima kasih banyak atas kesediaan cianpwee!"

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, Bu wi lojin telah mengulapkan tangannya seraya berkata lagi.

   "Kau jangan keburu bergirang hati dulu, ada sepatah kata hendak kutanyakan lebih dulu, kalau toh kau tidak mengetahui siapa orang tuamu, siapa yg telah memeliharamu sejak kecil hingga dewasa?"

   Kho Beng menjadi termangu seketika itu juga, teringat olehnya dg sumpah yg pernah diucapkan di Sam goan bun tempo hari. Maka dg suara tergagap katanya.

   "Harap cianpwee sudi memaafkan, boanpwee telah diusir dari suatu perguruan karena mencuri belajar ilmu silat, waktu itu aku telah bersumpah tak akan mengatakan kepada siapa saja orang yg telah memelihara boanpwee selama ini."

   Dg perasaan tercengang Bu wi lojin berseru perlahan, kemudian sesudah dipikirkan sejenak.

   "Kalau memang kau punya janji demikian dimasa lalu, memang paling baik kalau ditaati hingga kini, aku memang menduga kau sebagai keturunan Hui im cengcu, namun sebelum memperoleh bukti yg jelas, aku tak bisa tidak harus merubah niatku semula, baiklah soal ilmu silat yg tercantum dalam kitab pusaka Thian goan bu boh kuurungkan dulu sementara waktu."

   Sementara Kho Beng masih tertegun, Bu wi lojin telah berkata lebih jauh.

   "Kau tak usah kecewa, biarpun aku menunda saat mewariskan ilmu silat Thian goan bu boh kepadamu, namun dg segenap kemampuan yg kumiliki aku hendak menjadikan dirimu sebagai seorang jago yg tangguh hanya dalam tujuh hari saja, aku berharap dg modal kepandaian itu maka kau bisa turut terjun kedunia persilatan serta menyelidiki teka teki sekitar asal usulmu. Marilah..!"

   Selesai berkata diapun beranjak masuk kedalam rumah.

   Cepat-cepat Kho Beng mengikuti dari belakang.

   Ruangan belakang ruang utama ternyata merupakan dapur.

   Waktu itu Bu wi lojin sedang mendekati sebuah gentong air dan memandang sebuah batu tonjolan disisi gentong air tersebut...

   "Bluummmm......!"

   Diiringi suara gemuruh yg keras, tiba-tiba gentong air itu bergeser kesamping dan muncullah sebuah lorong bawah tanah undak-undakan batu yg membentang kebawah menghubungkan tempat tersebut dg sebuah ruang batu.

   Setelah kedua orang itu berjalan turun kebawah, gentong air diatas permukaan tanahpun bergeser kembali keposisi semula, dg demikian rumah diatas sana pun menjadi kosong tanpa penghuni.

   Begitulah, waktu pelan-pelan berlalu, sehari.....dua hari....tiga hari....

   Menjelang tengah hari ketiga, Bu wi lojin muncul secara tiba-tiba dirumahnya dg wajah penuh keringat dan cahaya muka yg lebih redup, sikapnya berbeda sekali dg tiga hari berselang.

   Menyusul kemudian hari keempat.....kelima.....keenam pun lewat begitu saja.

   Menjelang hari ketujuh siang, pintu ruang bawah tanah terbuka dan muncullah Kho Beng.

   Pakaian yg dikenakan meski tak berbeda dg tujuh hari berselang, namun semangat maupun kekuatannya sudah berbeda jauh bagaikan langit dan bumi.

   Sewaktu tiba diruang utama, ia tidak menemukan Bu wi lojin, tapi diatas meja ditemukan secarik kertas yg isinya berbunyi begini.

   "Aku telah turun gunung sehari lebih cepat, aku belum tahu sampai kapan baru kembali kesini, bila kau sudah melewati tujuh hari latihan, tentukan sendiri langkah berikutnya dan tak usah menunggu kehadiranku lagi. Betul, diantara kita tak mempunyai ikatan hubungan sebagai guru dan murid, namun dalam kenyataan aku pernah mewariskan ilmu silat kepadamu, karenanya kuharap kaupun tidak melanggar tata krama kehidupan manusia pada umumnya.

   "Ingat !Apa yg diperbuat orang lain belum tentu harus dituruti diri sendiri dan apa yg harus dilakukan mesti dipilih dulu persoalan apakah itu, dg begitu kau tak akan sampai terjerumus kedalam pergaulan yg keliru. Diatas dinding ada pedang, dalam almari ada uang, ambillah menurut kebutuhan dan tak usah berdiam lebih lama lagi disini."

   Ketika selesai membaca tulisan tersebut, Kho Beng merasa air matanya jatuh berlinang karena terharu, dg sangat hormat dia menyembah tiga kali kearah pintu ruangan, kemudian mengambil pedang dan uang dan menuruni tebing Siong hun gay tersebut.

   Setelah menuruni bukit Hong San, suatu hari tibalah Kho Beng dikota Tong sia.

   Waktu itu adalah hari tahun baru, salju yg tebal menyelimuti seluruh permukaan tanah, namun anehnya justru pada masa gembira seperti ini, ia lihat banyak jago persilatan yg bersenjata lengkap berlalu lalang disekitar sana.

   Kho Beng menjadi amat tercengang setelah menyaksikan kesemuanya ini segera berpikir.

   "Jangan-jangan sudah terjadi suatu peristiwa dikota Tong sia ini...?"

   Sementara dia masih menempuh perjalanan sambil melamun, tiba-tiba seekor kuda berjalan melintas disisinya, penunggangnya asalah seorang lelaki berpakaian sastrawan yg memakai baju putih dan membawa kipas kemala.

   Dilihat dari bayangan punggungnya, orang itu mirip sekali dg sastrawan berkipas kemala yg pernah dijumpainya tempo hari.

   Teringat dg peristiwa yg menimpa Bu wi lojin, cepat-cepat pemuda itu berteriak keras.

   "Beng jihiap....Beng jihiap...."

   Waktu itu tenaga dalam yg dimilikinya sudah amat sempurna, teriakan tersebut segera bergema sampai puluhan li jauhnya.

   Betul juga, penunggang kuda itu segera menghentikan lari kudanya setelah mendengar teriakan tersebut kemudian berpaling, dia tak lain adalah Sastrawan berkipas kemala, Beng yu.

   Agaknya ditengah debu yg beterbangan menyelimuti angkasa, ia tak sempat melihat wajah Kho Beng secara jelas, dg secara lantang dia berseru pula.

   "Siapa yg sedang memanggil aku Beng Yu?"

   Baru saja dia berkata, sesosok bayangan hijau telah berkelebat lewat dan tahu-tahu Kho Beng sudah berdiri dihadapannya dan menegur seraya menjura.

   "Beng jihiap, baru berpisah beberapa bulan, masa sudah tak kenal lagi dg Kho Beng?"

   "Ooohh....rupanya Kho siauhiap!"

   Gerakan tubuh Kho Beng yg cepat dan gesit membuat sastrawan berkipas kemala ini merasa terkejut bercampur keheranan sehingga setelah tertegun sejenak, cepat-cepat dia menjura seraya bertanya lagi.

   "Siauhiap hendak kemana?"

   "Aku sedang menempuh perjalanan jauh sambil melewati hari tahun baru ini, tapi....mengapa jihiap pun tidak melewati tahun baru dirumah, sebaliknya melarikan kuda begitu tergesa-gesa ditempat ini? Apakah sudah terjadi suatu peristiwa dikota Tong sia ini?"

   Sastrawan berkipas kemala segera menghela napas panjang, katanya dg suara berat.

   "Siauhiap terus terang kukatakan, jejak iblis telah muncul dikota tong sia, dan sekarang aku sedang mewakili kakak angkatku untuk mengumpulkan para jago yg berada disekitar sini untuk bersamasama menghadapi gembong iblis tersebut.."

   "Siapa sih gembong iblis yg jihiap maksudkan?"

   Tanya Kho Beng keheranan.

   "Dia tak lain adalah Kedele Maut yg membunuh orang tak berkedip dan jejaknya amat rahasia itu..."

   "Ooohh....jadi kedele maut telah mencari gara-gara pula dg kakak angkatmu Lu tayhiap?"

   "Begitulah kejadiannya."

   Sastrawan berkipas kemala mengangguk.

   "Jika siauhiap tak keberatan, Beng yu mewakili kakak angkatku mohon bantuan anda, setelah berhasil memukul mundur iblis tersebut, nanti kami baru berterima kasih kepadamu."

   Dari nada pembicaraan tersebut, jelas sudah bahwa dia mengharapkan bantuan dari pemuda tersebut.

   Kho Beng segera teringat kembali dg peristiwa dirumah makan kota Kwan tong tin tempo hari, lelaki berdandan saudagar yg membawa sekarung kedele itu pernah menanyakan nama serta asal usulnya, bukankah orang itu justru merupakan orang pertama yg menganggap dia sebagai sau cengcu dari Hui im ceng? Seandainya orang itu benar-benar adalah penyaruan dari kedele maut, bukankah saat ini merupakan kesempatan yg terbaik baginya untuk menanyakan hubungannya dg Hui im ceng? Lagipula kesempatan tersebut merupakan peluang yg sangat baik baginya untuk menyelidiki jejak kitab pusaka yg hilang itu, disamping menambah pengetahuan serta pengalamannya.

   Mengenai asal usulnya dia tak merasa ragu, bagaimanapun juga thio bungkuk telah berjanji akan membeberkan soal itu tiga tahun mendatang, sementara Bu wi lojin telah mewariskan sebagian besar dari tenaga dalam kepadanya, yg membuat kepandaian yg dimilikinya sekarang bertambah tangguh, mengapa ia tidak membuat kejutan sekarang dg mengandalkan kemampuan tersebut? Pelbagai persoalan berkelebat lewat dalam waktu singkat dibenaknya, Kho Beng segera memutuskan untuk menerima undangan tersebut.

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Maka sambil tertawa nyaring, diapun menjawab.

   "Membasmi kaum iblis sudah menjadi kewajiban setiap umat persilatan, biar kemampuanku masih rendah, namun aku tak ingin ketinggalan dari yg lain. Beng jihiap! Silahkan kau berangkat duluan, tinggalkan saja alamatnya, sampai waktunya aku pasti akan menyusul kesana."

   Dg perasaan gembira sastrawan berwajah kemala segera menjura berulang kali, katanya.

   "Terima kasih banyak atas kesedian siauhiap, sekarang aku belum bisa kembali kekota Tong sia, karenanya harap siauhiap masuk kota sendiri, setelah melewati pintu gerbang, tanyakan kepada orang gedung keluarga Lu, setiap penduduk kota mengetahui letaknya dan pasti menunjukkan kepadamu. Setelah senja nanti aku pasti akan bertemu lagi dg siauhiap. Nah, maaf kalau aku tak bisa menemani lebih lama lagi."

   Selesai menjura ia segera melarikan kuda kembali meninggalkan tempat itu, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.

   Sepeninggal Beng Yu dg langkah santai Kho Beng meneruskan perjalanannya lagi memasuki kota.

   Tak usah bersusah payah mencari, dg cepat ia telah tiba didepan pintu gerbang gedung keluarga Lu.

   Gedung tersebut sangat megah, pintu gerbang terbuka lebar dan sepasang patung singa yg besar berdiri dikedua sisi pintu.

   Dua deret centeng berbaju hijau dg mata yg tajam dan kesiap siagaan penuh menjaga sekeliling gedung, semuanya ini memberi kesan bahwa si pedang tanpa bayangan Lu seng sim pasti mempunyai kedudukan dan nama yg tinggi dimata masyarakat.

   Setelah membereskan pakaiannya dan membersihkan debu dari pakaian, pemuda itu melangkah kedepan pintu dan menegur sambil menjura.

   "Aku Kho Beng atas undangan dari Beng jihiap sengaja datang kemari, harap kalian suka memberi kabar kepada Lu tayhiap."

   Seorang centeng segera tampil kemuka dan menyahut sambil menjura pula. --------missing page 36-41 ---------- .acuh tak acuh, malah ujarnya sambil tertawa nyaring.

   "Kuakui perkataan lote memang merupakan nasehat yg sangat berharga semua, seandainya aku tak punya keyakinan tak nanti sikapku begini santai dan percaya dg kemampuan sendiri..ha.ha.ha.nantikanlah hingga Beng loji pulang senja nanti, lote pasti tahu apa sebabny sikapku begini santai dan percaya dg kemampuan sendiri!"

   Selesai berkata, kembali ia tertawa terbahak-bahak. Kho Beng menjadi geli sendiri setelah mendengar perkataan itu, pikirnya.

   "Kalau toh sudah mempunyai keyakinan untuk menghadapi serbuan iblis tersebut, buat apa kau menyuruh adik angkatmu mencari bantuan dimana-mana? Ehmm....sikapnya benar-benar bertentangan sekali dg kenyataan....."

   Tapi Kho Beng pun mengerti, si pedang tanpa bayangan bisa bersikap begini bisa jadi karena dia menganggap kepandaian silat yg dimilikinya cukup tangguh untuk menghadapi serangan lawan, atau mungkin juga ia telah mendapat janji bantuan dari seseorang yg tangguh dan mampu menghadapi ancaman si kedele maut.

   Tapi kalau dilihat dari sikapnya yg menyuruh semua orang menunggu sampai kembalinya Beng loji, besar kemungkinan dia memang mengandalkan bala bantuan dari luar.

   Tapi siapakah tokoh persilatan yg bersedia melindungi di pedang tanpa bayangan? Kalau memang orang itu memiliki kepandaian yg sanggup menandingi di kedele maut, mengapa umat persilatan tidak meminta bantuannya untuk menumpas iblis tersebut, sebaliknya membiarkan si kedele maut malang melintang hingga sekarang.

   Kecurigaan tersebut melintas lewat didalam benak Kho Beng, tapi berhubung senja sudah menjelang dan jawabanpun akan diperoleh maka pemuda itu tidak berpikir lebih jauh.

   Apalagi maksud kedatangannya yg terutama adalah mencari kesempatan untuk menyelidiki soal kitab pusaka yg ditipu orang, ia merasa tak berkepentingan untuk merisaukan kesulitan orang lain.

   Oleh sebab itu, diapun tidak banyak berbicara lagi.

   Agaknya sipedang tanpa bayangan sadar kalau ucapannya kelewat memandang enteng bantuan orang lain sehingga menyebabkan jago-jago yg telah hadir merasa sungkan untuk berbicara.

   Melihat suasana dalam ruangan berubah menjadi mengesalkan, cepat-cepat ia perintahkan orang untuk mempersiapkan meja perjamuan.

   Akhirnya senja pun menjelang tiba, sinar sang surya yg lemah menyinari pelataran luar ruangan sementara angin malam yg dingin terasa berhembus makin kencang dan tebal.

   Perjamuan didalam ruangan telah selesai disiapkan, baru saja tuan rumah dan tamu mengambil tempat duduk masing-masing, tiba-tiba dari luar ruangan berkumandang datang suara langkah kaki manusia yg terburu-buru menyusul kemudian terlihat seseorang centeng berlari masuk kedalam ruangan sambil memberi laporan.

   "Beng jiya telah kembali!"

   Dg tak sabar lagi se pedang tanpa bayangan segera melompat bangun dari tempat duduknya. Ia saksikan sastrawan berkipas kemala dg wajah mandi keringat berlari masuk kedalam ruangan, wajahnya merah padam tetapi kelihatan amat serius.

   "Loji bagaimana dg persoalan kita?"

   Cepat-cepat si pedang tanpa bayangan bertanya.

   Sastrawan berkipas kemala menggelengkan kepalanya berulang kali dan menghembuskan napas panjang yg amat berat.

   Sikap yg diperlihatkan sastrawan berkipas kemala ini bukan saja membuat paras muka sipedang tanpa bayangan berubah hebat, bahkan eempat jago lainpun turut berubah muka.

   Kho Beng menyaksikan kejadian tersebut segera berpikir dalam hatinya.

   "Ternyata apa yg kuduga semula memang tidak meleset!"

   Tampak sipedang tanpa bayangan dg wajah hijau membesi bertanya lagi.

   "Apakah dia akan berpeluk tangan embiarkan aku orang she Ku menjadi korban iblis tersebut?"

   "Itupun tidak!"

   Kembali Sastrawan berkipas kemala menggelengkan kepalanya berulang kali. Pedang tanpa bayangan menjadi tertegun.

   "Ini bukan, itupun bukan, lalu apa yg sebenarnya terjadi?"

   "Sebetulnya dia akan datang atau tidak?"

   Sastrawan berkipas kemala menghela napas panjang.

   "Tidak! Kedatanganku sungguh tidak kebetulan, baru saja siancu(dewi) menutup diri untuk bersemedi, jelas keadaa begitu ia tak bisa meninggalkan tempat karenanya berpesan agar kau mengurungkan niatmu untuk melakukan perlawanan dan sementara waktu pergi menyingkir dari sini?"

   Hijau membesi selembar wajah si pedang tanpa bayangan setelah mendengar ucapan tersebut, jenggotnya yg hitam kelihatan bergetar keras, sesudah termangu-mangu berapa saat, ia segera menggebrak meja dan berseru dg marah.

   "Hmmm, perkataan macam apa itu? Aku manusia she Lu bukan manusia yg tak bernama, kalau mesti kabur sebelum melangsungkan pertempuran, bagaimana pertanggungjawabku nanti kepada sahabat-sahabat dan sanak keluarga yg telah membantuku sekarang? Beng loji, selain pesan itu apakah dia tidak menyampaikan pesan yg lain lagi?"

   Sastrawan berkipas kemala menghela napas panjang.

   "Ada, siancu berpesan bila toako tetap berkeras akan memberi perlawanan demi nama kosong, maka beliau pun tak bisa berbuat yg lain kecuali mengijinkan toako bertindak sekehendak hati."

   "Hmmm, benar-benar ngaco belo belaka."

   Teriak si pedang tanpa bayangan penuh amarah.

   "Selama dua puluh tahunan hidup bergelimpangan diujung senjata, beratus-ratus kali pertarungan besar kecil telah kualami sebelumnya, akhirnya berhasil meraih sedikit nama, kau anggap aku mesti melepas jerih payahku itu dg begitu saja?"

   "Toako, siapa tahu siancu mempunyai perhitungan lain."

   Buruburu sastrawan berkipas kemala menyela.

   "Kalau tidak diapun tak akan mengutus keenam belas jago pedang berbaju kuning untuk diserahkan penggunaannya kepadamu."

   "Hmmm, perhitungan kentut anjing!"

   Pedang tanpa bayangan berteriak penuh kegusaran.

   "Setiap korban yg tewas ditangan kedele maut rata-rata adalah jago yg bernama besar dan memiliki kepandaian silat yg hebat, apa artinya keenam belas jago pedang berbaju kuning itu? Hmmm....sungguh tak disangka meski aku telah berjuang mempertaruhkan jiwa raga demi kepentingannya dimasa lalu, kini habis manis sepah dibuang, ia sama sekali tidak memperdulikan keselamatan jiwaku lagi...."

   Tampaknya sastrawan berkipas kemala sudah tak mampu mendengarkan perkataan itu lebih jauh, dg suara berat ia segera menyela.

   "Toako, kau kelewat emosi, jangan lupa dg peraturan yg telah ditetapkan siancu dimasa lampau!"

   Walaupu perkataan tersebut diucapkan dg nada yg lembut da mendatar, namun bagi pendengaran si pedang tanpa bayangan, tak ubanya seperti guntur yg membelah bumi disiang hari bolong.

   Paras mukanya segera berubah menjadi pucat ke abu-abuan, ia duduk kembali keatas kursi dan menghembuskan napas panjang.

   Sikap santai dan acuh tak acuh yg diperlihatkan siang tadi, kini sudah lenyap tak berbekas, sebagai gantinya dia nampak begitu lemah dan ketakutan menghadapi kematian.

   Dari pembicaraan yg barusan berlangsung serta perubahan mimik muka si pedang tanpa bayangan, tanpa dijelaskan pun para jago lainnya sudah mengerti apa gerangan yg telah terjadi.

   Jelaslah sudah si pedang tanpa bayangan telah kehilangan pendukungnya yg paling diharapkan sehingga keselamatan jiwanya kini sudah erada diujung tanduk...

   Si ruyung dan toya sakti Siau bin yg duduk disisi arena pertamatama yg tak sanggup menahan diri lebih dulu, mendadak ia berkata.

   "Saudara Lu, Beng jihiap, sebetulnya siapa sih siancu yg kalian sebut-sebut tadi?"

   Sastrawan berkipas kemala Cuma tertawa getir, gelengkan kepala dan tidak menjawab. Pedang tanpa bayangan yg duduk lemas dikursinya mendadak melompat bangun, lalu sambil menjura kepada semua orang ia berseru.

   "Lu Seng sim mengucapkan banyak terima kasih kepada kalian atas kesediannya datang membantuku, tapi sekarang ancaman bahaya besar telah berada didepan mata, aku tak ingin melibatkan kalian semua sehingga menjadi korban yg tak ada artinya. Oleh sebab itu mumpung waktunya masih pagi, silahkan kalian beranjak pergi lebih dulu dari tempat berbahaya ini. Tolong sekalian beritakan kepada rekan-rekan diluar agar mereka yg ingin pergi silahkan pergi, yg ingin tinggal silahkan tinggal. Pokokny aku tak akan mendendam kepada siapa pun yg meninggalkan tempat ini, jika nyawaku berhasil lolos malam ini, dikemudian hari aku tentu akan berkunjung lagi kerumah kalian sambil menyampaikan terima kasihku."

   Si kakek sakti berambut putih, Ciu Cu in memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian menghela napas.

   "Aaai...kalau toh Lu tayhiap berkata begitu, biar aku she Ciu mohon diri lebih dulu."

   Disusul kemudian toya dan ruyung sakti Siau Bin, Piau sakti tujuh bintang Kuang beng, Su beng kongcu Yu Bu secara beruntun mohon diri pula dari situ.

   Jelas mereka merasa tak puas karena si pedang tanpa bayangan enggan menerangkan siapa gerangan "siancu"

   Yg gagal diundang itu, disamping mereka pun mengerti kalau kepandaian yg dimilikinya belum mampu untuk menghadapi si kedele maut.

   Tentu saja mereka tak ingin mengorbankan jiwa sendiri demi keselamatan orang lain.

   Kho Beng yg menyaksikan kejadian tersebut tanpa terasa timbul perasaan simpatiknya kepada si pedang tanpa bayangan, sebab dia menganggap orang ini masih belum kehilangan semangat jantannya sebagai seorang laki-laki sejati.

   "Biar kulepaskan budi lebih dulu kepadanya, bukankah diapun akan menerangkan pula soal kitab pusaka tersebut kepadaku?"

   Demikian pikirnya dalam hati. Sementara itu si pedang tanpa bayangan telah mengalihkan pandangannya kewajah Kho Beng, setelah menyaksikan kepergian rekan-rekan lainnya, kemudian menegur.

   "Lote, mengapa kau belum pergi?"

   Tatapan matanya penuh mengandung keresahan dan putus asa. Rasa ingin tahu, iba ditambah semangat mudanya sebagai seorang jago yg baru selesai belajar silat, apalagi diapun mempunyai tujuan lain membuat Kho Beng segera tertawa nyaring.

   "Lu tua, kau anggap aku yg muda adalah manusia kurcaci yg mundur bila menemui kesulitan?"

   Pedang tanpa bayangan segera menghela napas panjang, katanya dg wajah bersungguh-sungguh.

   "Lote masih muda, kesepatan hidup dikemudian hari [un masih panjang, apa gunanya kau mesti menyerempet bahaya demi kepentinganku?"

   "Setelah mendengar ucapanmu itu, aku makin berkeras akan tetap tinggal disini, kau tak usah kuatir, Kho Beng adalah seorang manusia sebatang kara yg tanpa sanak saudara tanpa rumah tinggal. Selama ini dunia persilatan sudah cukup dihebohkan oleh ulah sikedele maut, namun hingga kini belum ada yg tahu siapakah orang tersebut. Oleh sebab itu selain hendak berusaha melenyapkan iblis tersebut dari muka bumi, akupun hendak menyingkap tabir kerahasiaan dari iblis tersebut, agar umat persilatan bisa mempunyai patokan yg tertentu didalam usaha pemburuannya tidak lagi asal tubruk secara membabi buta seperti sekrang ini."

   Perkataan yg diucapkan dg bersungguh-sungguh dan penuh semangat ini segera membuat perasaan si pedang tanpa bayangan serta sastrawan berkipas kemala agak tergerak. Cepat-cepat si pedang tanpa bayangan menjura dalam-dalam seraya berkata.

   "Siauhiap benar-benar perkasa dan berhati mulia, bila aku beruntung dapat lolos dari musibah ini, biar jadi kuda atau anjing pun aku rela!"

   Cepat-cepat Kho Beng menukas.

   "Kau jangan berbicara seperti itu dan lagi masih terlalu awal untuk menjanjikan sesuatu, oh ya.jihiap apakah kau tahu si kedele maut telah berjanji akan muncul pada pukul berapa?"

   "Tengah malam nanti,"

   Sahut si pedang tanpa bayangan.

   "Darimana Lu tayhiap bisa tahu kalau dia bakal datang tengah malam nanti?"

   Pedang tanpa bayangan menghela napas panjang, dari sakunya dia mengeluarkan selembar kertas surat berwarna merah dan diserahkan kepada Kho Beng sambil katanya.

   "Silahkan lote memeriksa isi surat ini, kau akan mengerti sendiri ! Kho Beng menerima surat tersebut dan diperiksa isinya, pada sampul muka tertera nama si pedang tanpa bayangan, sedangkan ditengah sampul tertera dua butir kedele berwarna hitam. Disamping itu dalam sampul terdapat selembar kertas yg bertuliskan begini .

   "Nantikanlah kedatanganku pada tengah malam nanti, siapkan batok kepalamu, bila mencoba kabur atau melawan seluruh keluargamu akan kutumpas semua."

   Dibawahnya tertera tanda tangannya . Si Kedele Maut. Dg kening berkerut, Kho Beng segera merobek-robek surat ini menjadi beberapa bagian, lalu serunya sambil tertawa dingin.

   "Hmm, ingin kulihat bagaimanakan tampang muka sigembong iblis tersebut.enak benar kalau bicara, seluruh keluarga akan ditumpas habis.emangnya dia anggap perintahnya adalah firman dari sribaginda?"

   Kemudian setelah memeriksa keadaan cuaca, ia berkata lebih jauh.

   "Malam baru menjelang, berarti kita masih mempunyai waktu yg cukup lama, kurasa lebih baik kalian berdua kembali dulu kekamar untuk beristirahat sambil menghimpun kekuatan, disamping itu kumohon saudara Lu menyiapkan pula sebuah kamar untuk diriku, akupun ingin beristirahat sebentar."

   Tuk, tuk, tuk, traaang, traang, traaang..

   Dari arah jalan raya sana berkumandang tiga kali kentongan yag amat nyaring, mendadak kentongan ketiga telah menjelang tiba.

   Cahaya lentera yg menerangi gedung keluarga Lu waktu itu sudah amat redup, suasana amat hening tak ubahnya seperti sebuah kota mati.

   Kho Beng dg semangat menyala-nyala memakai jubah panjang dg pedang tersoren dipunggung beranjak keluar dari kamarnya menuju keruang tengah.

   Disitu ia saksikan hanya si pedang tanpa bayangan seorang duduk termenung ditengah ruangan dg pedang tergenggam ditangan, wajahnya termangu-mangu dan pandangan kaku.

   Suasana yg suram ini membuat Kho Beng menjadi tertegun, segera tegurnya keheranan.

   "Mana Beng jihiap?"

   Dg sedih si pedang tanpa bayangan menggelengkan kepalanya menghela napas tetap membungkam, mukanya kusut sementara dua titik airmata jatuh berlinang membasahi pipinya.

   Dari sikap sedih yg terpancar keluar ari wajah si pedang tanpa bayangan ini, Kho Beng segera dapat menduga, Sastrawan berkipas kemala tentu sudah kabur menyelamatkan diri tanpa mempedulikan keselamatan kakak angkatnya lagi.

   Keadaan tersebut segera membuat Kho Beng semakin simpatik, buru-buru ia menghibur.

   "Ketika membuyarkan rekan-rekan lain disenja tadi, sikapmu begitu terbuka dan gagah, mengapa pula kau risau karena seorang Beng Yu? Ha.ha.ha.biarpun kepandaianku amat rendah, jelekjelek begini aku akan tetap mendampingimu untuk menghadapi segala kemungkinan yg terjadi."

   Dg perasaan amat terharu dan berterima kasih, si pedang tanpa bayangan segera berseru.

   "Aku tak menyangka meski kita hanya berpisah satu kali, namun kesetiaan kawanmu sangat mengagumkan, aaaitapi berapa banyakkah manusia dalam dunia saat ini yg memiliki sifat mulia seperti lote.?"

   Cepat-cepat Kho Beng menukas.

   "Kalau toh kta sudah berniat sehidup semati, apa gunanya kau mesti mengutarakan kata-kata sungkan seperti itu? Cuma ada satu hal yg masih menjadi beban pikiranku selama ini, apakah kau bersedia untuk memberitahu?"

   "Katakan saja lote, asal aku tahu pasti akan kujawab."

   "Siapa sih siancu yg telah disinggung Beng jihiap senja tadi? Dan apa pula hubungan dg dirimu?"

   Pedang tanpa bayangan termenung beberapa saat lamanya setelah mendengar perkataan tersebut, sesaat kemudian dia baru menghela napas panjang dan berkata.

   "Dia adalah seorang perempuan berusia tiga puluhan yg berwajah cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, orang itu bernama In in dan tidak diketahui asal usulnya, namun memiliki kecerdasan yg hebat dan tenaga dalam yg mengerikan. Oleh karena dia jarang berkelana didalam dunia persilatan maka sedikit sekali umat persilatan yg mengetahui kalau didunia ini terdapat perempuan semacam itu..aaai.dulu aku pernah menjual nyawa baginya."

   Baru berbicara sampai disitu, tiba-tiba perkataan tersebut terhenti oleh jeritan ngeri yg menyayat hati.

   Jerit kesakitan tersebut berkumandang datang dari luar ruangan dan bergema amat panjang, kalau didengar ditengah kegelapan dan keheningan seperti ini suaranya terasa sangat mengerikan dan mendirikan bulu kuduk siapapun.

   Berubah hebat paras muka si pedang tanpa bayangan saking terperanjatnya, pembicaraanpun segera terputus ditengah jalan, dg pedang terhunus dia melompat bangun namun tubuhnya kelihatan genetar sangat keras.

   "Bisa jadi sikedele maut telah tiba!"

   Bisiknya dg perasan ngeri.

   "Siapa saja yg berada digedung ini?"

   Tanya Kho Beng sambil melompat bangun pula.

   "Kecuali enam belas jago pedang, tiada orang lain yg berada digedung ini."

   "Hayo berangkat! Mri kita pergi memeriksa keadaan yg sebenarnya..."

   Seru Kho Beng kemudian .

   Dg suatu gerakan yg cepat dia segera melesat keluar dari ruangan langsung menerjang kepintu gerbang.

   Dg ketat si pedang tanpa bayangan mengintil dibelakangnya, tapi karena dia bergerak sedikit lamban maka tubuhnya tertinggal sejauh tiga kaki lebih dibelakang.

   Tiba didepan pintu gerbang, mereka saksikan diantara dua deret pohon siong telah tergeletak sesosok mayat berbaju kining, ubunubunnya telah hancur berantakan, isi benaknya berserakan dimanamana dan mendatangkan suasana yg mengerikan sekali bagi yg melihat.

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Namun kelima belas jago pedang yg lainnya sama sekali tak nampak batang hidungnya.

   Dengan kening berkerut Kho Beng memperhatikan sekeliling tempat itu, lalu tanyanya dg kening berkerut.

   Jilid 05

   "Lu tua! Kemana perginya jago-jago pedang lainnya"

   Dg perasaan tegang si pedang tanpa bayangan menjawab.

   "Aku telah menempatkan mereka didepan dan dibelakang gedung ini, maksudku dg menyebarkan mereka disetiap sudut gedung yg strategis, maka kedatangan si kedele maut akan segera ketahuan."

   Kho Beng segera menghela napas panjang.

   "aaai...tindakan saudara Lu dg menyebarkan mereka disetiap sudut gedung merupakan suatu tindakan yg keliru besar, untuk menghadapi ancaman musuh yg sangat tangguh, kita wajib menghimpun segenap kekuatan yg ada untuk menghadapi secara bersama-sama"

   Tampaknya waktu itu si pedang tanpa bayangan sudah kehilangan pendirian saking gugup dan paniknya, mendengar perkataan tersebut buru-buru katanya.

   "Bagaimana kalau kukumpulkan mereka sekarang juga?"

   Dg cepat Kho Beng menggeleng.

   "Sekarang sudah terlambat, daripada bergerak lebih baik kita pilih gerakan menanti saja, coba kita saksikan dulu tindakan apa yg hendak dilakukan lawan."

   Kedua orang itupun segera berdiri penuh kewaspadaan sambil mengawasi sekeliling arena dg pandangan tajam, mereka ingin tahu dari arah manakah si kedele maut akan munculkan diri.

   Namun suasana betul-betul mencekam hati, keheningan terasa mencekam sekeliling tempat itu, bukan saja tidak dijumpai jejak musuh, setitik gerakan pun tak nampak.

   Dg sikap yg tegang Kho Beng bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yg tak diinginkan, sementara benaknya terlintas kembali dg peristiwa yg dialami dirumah makan Kwan tong tin tempo hari.

   Ia masih ingat, kedele maut yg dikirimkan kepada si pedang tanpa bayangan sebagai ancaman, betul-betul tak berbeda dg keele maut yg berada dalam karung yg dibawa saudagar tersebut, mungkinkah iblis misterius yg disebut kedele maut adalah orang itu? Sementara dia masih termenung dg penuh perasaan keheranan, pedang tanpa bayangan yg berada disisinya juga mulai tak tenang, wajahnya makin lama semakin tegang.

   Menanti saat kematian memang merupakan saat penantian yg paling menyiksa batin, sekalipun suasana disekeliling tempat itu sangat hening sehingga tak kedengaran sedikitpun suara, namun keheningan tersebut justru menambah suasana menyeramkan yg mencekam tempat tersebut.

   Terutama sekali bagi pedang tanpa bayangan, dia merasa seakan-akan dari empat penjuru telah muncul cengkeraman iblis yg siap menerkam serta merenggut nyawanya.

   Ditengah keheningan yg mencekam seluruh jagad inilah, mendadak dari arah ruang tengah berkumandang datang suara langkah kaki manusia yg sangat lirih.

   Kho Beng dan pedang tanpa bayangan dapat mendengar suara tersebut dg jelas sekali, serentak mereka berpaling dg hati berdebar dan perasaan terperanjat.

   Dari kejauhan sana terlihatlah sesosok bayangan putih munculkan diri dg langkah yg lembut, ternyata dia adalah seorang nona berusia tujuh delapan belas tahun, wajahnya halus dan bersih, rambutnya dikepang menjadi dua.

   Betul-betul suatu peristiwa yg mencengangkan hati! Bukankah dalam gedung tersebut selain lima belas jago pedang sama sekali tiada orang lain? Mengapa dalam keadaan begini bisa muncul seorang nona yg berdandan sebagai dayang? Kho Beng segera membentak nyaring.

   "Siapa kau?"

   Dg suatu gerakan yg sangat ringan, nona berbaju putih itu mendekati mereka berdua, kemudian setelah memandang sekejap kearah Kho Beng, ujarnya kepada si pedang tanpa bayangan.

   "Budah Bwee hiang mendapat perintah dari nona untuk mengundang kehadiran Lu tayhiap kehalaman belakang."

   Sementara Kho Beng masih tertegun, pedang tanpa bayangan telah membentak keras.

   "Siapakah nona yg kau maksudkan? Darimana bisa muncul disini.?"

   Dg cepat paras muka nona berbaju putih itu berubah menjadi dingin bagaikan es, kembali ujarnya.

   "Seharusnya Lu tayhiap memahami persoalan ini dg sejelasjelasnya, buat apa mesti banyak bicara lagi? Nona kami paling segan untuk membuang waktu, katakan saja Lu tayhiap, kau bersedia kebelakang atau tidak?"

   Satu ingatan cepat melintas dalam benak Kho Beng, kepada si pedang tanpa bayangan segera serunya.

   "Jangan-jangan dia adalah.."

   Sebelum perkataan itu selesai diutarakan, si pedang tanpa bayangan sudah menyadari pula akan sesuatu, dia berseru tertahan dan segera tanyakan kepada nona berbaju putih itu sambil menjura.

   "Jangan-jangan siancu telah tiba?"

   "Lu tayhiap kalau toh sudah tahu, mengapa tidak segera mengikuti budak untuk masuk kedalam?"

   Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.

   Pedan tanpa bayangan cukup tahu bahwa gerak gerik siancu memang selalu diliputi rahasia, lagipula bila bukan dia yg datang, apa sebab jago pedang berbaju kuning yg ditempatkannya digedung belakang sama sekali tidak menyiarkan tanda bahaya? Merasa si dewi itu ternyata belum melupakan dirinya bahkan telah hadir sendiri saat terakhir, semua perasaa kesal dan dendam disenja tadi kini tersapu lenyap semua, dg semangat berkobar dan sedikitpun tak sangsi, ia segera mengikuti dibelakangnya.

   Otomatis Kho Beng mengikuti pula dibelakangnya, dia memang ingin melihat manusia macam apakah siancu tersebut? Siapa tahu baru saja kakinya maju selangkah, Bwee hiang telah menghentikan langkahnya sambil membalikkan badan, kepada pemuda tersebut tegurnya.

   "Harap anda menghentikan langkah disitu!"

   "Kenapa?"

   Tanya Kho Beng tertegun.

   "Nona kami tidak memberi perintah untuk mengajak serta dirimu, karenanya budakpun tak ingin mengajak serta dirimu!"

   Kho Beng segera berkerut kening, hatinya sangat gusar sehingga tanpa terasa mendengus dingin.

   Baru saja dia hendak mengucapkan sesuatu, si pedang tanpa bayangan yg cukup mengetahui tabiat In in siancu, segera berpaling dan katanya pula seraya menjura.

   "Perkataan nona ini memang benar, harap siauhiap sudi memberi muka kepadaku dg menanti sejenak diruang depan, sebentar saja aku tentu akan balik lagi."

   Oleh karena tuan rumah telah berkata begitu, yg menjadi tamu pun tak dapat berkata apa-apa lagi, betul Kho Beng merasa tidak puas, tapi diapun Cuma bisa kembali keruang tengah dan menyaksikan si pedang tanpa bayangan berangkat kehalaman belakang mengikuti dibelakang Bwee hiang.

   Kini Kho Beng berada dalam ruang tengah seorang diri, terasa olehnya bukan saja si iblis kedele maut saja yg amat misterius gerak geriknya, bahkan pedang tanpa bayangan dan In in siancu pun dirasakan sangat misterius dan sukar diraba jalan pikirannya.

   Mengapa si pedang tanpa bayangan menaruh rasa takut, ngeri dan menurut perintah perempuan tersebut? Sudah pasti hubungan mereka tidak sesederhana apa yg pernah diterangkan kepadanya.

   Dg pikiran segala pertanyaan yg penuh tanda tanya, Kho Beng berdiri termangu-mangu dg mulut membungkam, tapi pedang tanpa bayangan yg sudah sekian lama masuk kehalaman belakang belum juga ada kabar beritanya.

   Menanti adalah pekerjaan yg paling membosankan, apalagi dalam situasi yg amat kritis seperti saat ini, rasa gelisah dan cemas timbul dalam hatinya betul-betul tak terlukiskan dg kata-kata.

   Lama kelamaan Kho beng mulai tak sabar, apalagi ketidakmunculan si kedele maut hingga kini membuatnya makin keheranan, akhirnya tak bisa ditahan lagi, ia mulai beranjak meninggalkan ruangan dan lari kehalaman belakang.

   Pada saat itulah, ditengah kegelapan malam, terdengar jeritan ngeri yg memilukan hati berkumandang datang dari gedung sebelah belakang.

   Bukan begitu saja, dari suara jeritan tersebut Kho Beng segera mengenali sebagai jeritan si pedang tanpa bayangan.

   Kho beng jadi tertegun, ia sadar keadaan tidak beres, dalam terkejutnya dg cepat hawa murninya dihimpun, lalu seperti seekor burung rajawali, tubuhnya melambung ditengah udara dan melesat kedepan dg kecepatan tinggi.

   Siapa tahu baru saja ia tiba diatas atap rumah, tiga titik cahaya putih telah melintas datang dari hadapannya dg kecepatan bagaikan sambaran petir.

   Berhubung kedua belah pihak sama bergerak dg kecepatan tinggi, sehingga nyaris mereka saling bertumbukan.

   Jeritan kaget segera bergema memecahkan keheningan, bagaikan hembusan angin lembut, ketiga sosok bayangan manusia itu segera melayang turun keatas tanah Ternyata mereka adalah tiga orang nona cantik.

   Sementara itu Kho Beng telah berjumpalitan pula ditengah udara serta melompat mundur sejauh tiga depa lebih, begitu berdiri tegak segera ia meloloskan pedangnya dan berdiri dg mata bersinar tajam.

   Dg cepat ia melihat bahwa lebih kurang enam depa dihadapannya telah berdiri tiga orang nona muda.

   Kedua orang nona yg berada dikiri kanan berusia tujuh belas tahunan serta memakai baju putih, seorang diantaranya tak lain adalah Bwee hiang yg telah munculkan diri dan mengajak pedang tanpa bayangan masuk kehalaman belakang.

   Sedangkan nona yg berada ditengah berusia lebih tua dua tiga tahun, ia mengenakan baju yg berwarna keperak-perakan, sekuntum bunga putih menghias sanggulnya yg tinggi, sementara ditangannya memegang payung bulat berwarna perak, bentuk maupun potongan badannya mirip dg bidadari yg baru turun dari kahyangan.

   Setelah melihat jelas keadaan tersebut, Kho Beng semakin terkejut bercampur keheranan, pertama ia segera yakin kalau pihak lawan bukan In in siancu yg dimaksud pedang tanpa bayangan, sebab pedang tanpa bayangan pernah berkata.

   "In in siancu telah berusia tiga puluhan tahun."

   Sebaliknya nona berpayung bulat warna keperak-perakan ini baru berusia dua puluh tahunan, berwajah cantik namun sinar matanya tajam menggidikkan hati.

   Kedua secara lamat-lamat diapun telah merasa bahwa si pedang tanpa bayangan bisa jadi telah dibunuh oleh dayang yg bernama Bwee hiang tersebut.

   Karenanya begitu ingatan tersebut melintas dibenaknya, dg suara menggeledek ia segera membentak keras.

   "Siapa kau?"

   Dg wajah sedingin salju nona berpakaian perak itu berpaling kearah Bwee hiang, kemudian tanyanya.

   "Apakah Kho Beng yg dikatakan tua bangka she Lu tadi adalah orang ini?"

   Bwee hiang segera manggut-manggut. Nona berpayung perak itu segera berpaling kearah Kho Beng, lalu ucapnya dg suara dingin.

   "Lebih baik kau jangan bertanya macam-macam, memandang kau sebagai orang diluar garis, lagipula nona telah menyanggupi permintaan tua bangka Lu untuk mengampuni selembar jiwamu, lebih baik manfaatkanlah kesempatan ini untuk pergi dari sini, mumpung aku belum berubah pikran."

   Dg kening berkerut Kho Beng segera tertawa nyaring.

   "Selamanya aku percaya bahwa perkembangan suatu masalah merupakan akibat dari perbuatan manusia, sedang nasib seseorang ditentukan takdir, oleh sebab itu mati hidupku bukan kau yg menentukan, tapi jika kalian bertiga ingin berlalu dari sini, beberapa buah pertanyaanku harus kalian jawab dulu!"

   "Kalau aku bersikeras menolak untuk menyebutkan identitasku?"

   Jengek nona berpakaian perak itu ketus.

   "Kalau begitu bertanyalah dulu kepada pedangku ini, apakah dia bersedia memberi jalan lewat untuk kalian bertiga."

   Tiba-tiba Bwee hiang menyela sambil mengumpat dg penuh marah.

   "Bocah muda! Kau benar-benar tekebur, memangnya kau sudah bosan hidup didunia ini? Nona, budak rasa kalau kita tidak memberi sedikit kelihaian kepadanya, dia masih belum mau tahu tingginya langit dan tebalnya bumi."

   Nona berpayung perak itu segera mengulapkan tangannya, kemudian tanya lagi dingin.

   "Tunggu sebentar, Kho Beng kau berasal dari perguruan mana?"

   "Aku tak punya perguruan.."

   "Kho Beng, aku dengar kau bermaksud akan menggabungkan diri dg komplotannya tua bangka she Lu ini?"

   "Siapa bilang berkomplot? Aku hanya merasa tak puas dg cara kerja kaum iblis sehingga berniat membantunya."

   "Hmmm."

   Nona berpayung perak itu tertawa dingin "Indah betul perkataanmu itu, tapi apa pula yg dapat kau lakukan?"

   Dg perasaan tergetar keras Kho Beng segera membentak.

   "Aku memang ingin bertanya kepadamu, dimanakah Lu tayhiap sekarang.?"

   "Bila ingin mencari si pedang tanpa bayangan, terpaksa kau harus pergi ke akhirat untuk menemaninya."

   Kho Beng tertegun, tapi dg cepat hatinya tergetar keras, serunya kemudian tertahan.

   "Oooh.rupanya kau adalah si kedele maut!"

   Perasaan hatinya sekarang disamping keheranan, diapun merasa peristiwa ini sama sekali diluar dugaannya. Selama in dia selalu mengira manusia yg bernama "Kedele Maut"

   Adalah lelaki berpotongan saudagar yg membawa kantung berisi kedele dan biasanya pembunuh semacam ini pasti seorang lelaki.

   Siapa tahu apa yg dijumpai sekarang ternyata sama sekali bertolak belakang, ternyata kedele maut yg ditakuti sekian banyak jago tak lain adalah seorang perempuan, lagipula seorang nona berusia dua puluh tahunan yg berparas cantik.

   Dg usia semuda itu, ternyata dia mampu membunuh ratusan orang jago lihay, apabila kabar ini sampai tersiar keluar, bukan saja seluruh dunia persilatan akan jadi gempar, bahkan orang lainpun belum tentu mau percaya.

   Sementara Kho Beng masih mengawasi nona itu dg wajah tertegun, paras muka nona berpayung perak itu telah berubah makin dingin dan menyeramkan.

   Tiba-tiba ia berkata.

   "Tak aneh bila kau tercengang dan keheranan, dalam kenyataan memang tak seorang manusia pun didunia ini yg bisa hidup terus setelah bertemu dgku, kau adalah satu-satunya pengecualian, tapi kalau melihat keadaanmu sekarang tampaknya akupun tak bisa melepaskan dirimu dg begitu saja."

   Kho Beng segea tersadar kembali dari lamunannya, dia menjadi sangat gusar dan geram setelah mendengar penjelasan tersebut.

   Ia sedih karena gagal melindungi keselamatan jiwa si pedang tanpa bayangan, dia membenci lawannya karena telah membunuh pedang tanpa bayangan sehingga ia kehilangan sasaran yg utama dalam usahanya menyelidiki soal kitab pusaka milik Bu wi lojin yg tertipu.

   Kerenanya setelah tertawa panjang dg penuh kegusaran, ia segera membentak nyaring.

   "Baik! Bagaimanapun juga kalau bukan aku yg berhasil melenyapkan iblis dari muka bumi malam ini, akulah yg akan tewas diujung tanganmu. Rasanya tiada masalah serius lain yg bisa dibicarakan lagi, mari kalian ingin maju satu persatu ataukah akan maju segera bersama-sama?"

   Nona berpayung perak itu segera tertawa dingin.

   "He.hehe.kau masih belum berhak untuk bertarung melawanku. Sin Hong, Bwee hiang kalian segera bekuk bajingan cilik ini!"

   Kedua orang dayang baju putih itu segera mengiakan dan serentak maju kedepan.

   Kho Beng tak dapat menahan diri lagi, dia segera membentak marah, tubuhnya menerjang kemuka dg kecepatan tinggi.

   Pedangnya dg memancarkan cahaya bianglala berwarna merah yg kemudian membentuk berpuluh-puluh bintang perak, segera menyerang tubuh gadis berpayung perak itu dg jurus "Bunga terbang memenuhi jambangan."

   Jurus pedang yg dipergunakan ini tidak lain merupakan salah satu jurus pedang Lui sui jit kiam hoat yg telah diwariskan Bu wi lojin kepadanya dalam tujuh hari berselang.

   Selain itu, tokoh sakti tersebut telah menghadiahkan pula sepuluh dari tenaga dalamnya kepada pemuda itu dg ilmu Kun goan kuan teng, hal ini menyebabkan dia memiliki tenaga serangan yg benarbenar amat tangguh.

   Bagi seorang ahli silat, dalam sekilas pandang saja dapat mengetahui apakah musuhnya berilmu atau tidak.

   Begitu Kho Beng melancarkan serangannya, berkilat sinar aneh dari balik mata nona berpayung perak tersebut, tanpa sengaja ia berseru tertahan.

   Hampir pada saat yg bersamaan, kedua orang dayang itu telah mendesak kedepan.

   Terlihatlah dua buah cahaya putih yg.

   -------missing page 24 31 ---------- Sia Hong dan Bwee hiang melanjutkan serangannya, kemudian sambil mengawasi Kho Beng lekat-lekat, serunya dg suara dingin.

   "Tampaknya kau seperti tak takut menghadapi kematian?"

   Kho Beng tertawa terbahak-bahak .

   "Ha..haha..manusia manakah yg tak takut mati, tapi Kho Beng adalah seorang lelaki yg tak sudi tunduk kepada siapapun juga, kalau toh sudah kuketahui takut mati tak ada gunanya, toh lebih baik mencaci maki dirimu sepuasnya lebih dulu sebelum mampus, paling tidak semua rasa mangkel dan mendongkolku dapat terlampiaskan."

   Nona berpayung perak itu segera melotot besar penuh amarah, serunya dingin.

   "Terhadap orang yg tidak takut mati, aku mempunyai cara yg paling bagus, apakah kau ingin merasakannya?"

   "Tidak menjadi masalah, aku memang ingin tahu sampai dimanakah kehebatan dari cara yg kau miliki itu, saksikan saja apakah aku sanggup untuk menahan diri atau tidak. Terus terang saja kukatakan, bila aku sampai mengerang kesakitan mulai hari ini namaku akan kubuat secara terbalik."

   "Bersemangat1"

   Jengek nona berpayung perak itu sambil tertawa dingin.

   Sementara berbicara, mendadak jari tangannya berkelebat dan segulung desingan angin tajam pun meluncur kedepan dg kecepatan tinggi..

   Dalam hati kecilnya diam-diam Kho Beng menghela napas, dia sadar sejarah hidupnya sudah hampir berakhir, bahkan dia harus mati secara tak jelas dan menahan rasa penasaran.

   Siapa tahu begitu desingan angin tajam itu menyentuh tubuhnya, ia segera merasakan peredaran darahnya menjadi lancar kembali, dalam tertegunnya dg cepat dia melompat bangun dan mundur sejauh satu kaki lebih dari posisinya.

   Terdengar nona berpayung perak itu berkata lagi dg suara sedingin salju.

   "Memandang kau sebagai lelaki sejati, nona tak ingin menyusahkan dirimu, ketahuilah meski korban yg tewas oleh kedele pencabut nyawaku berjumlah sangat banyak, namun mereka semua adalah manusia-manusia yg pantas untuk dibunuh"

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Mengapa kau tidak membunuhku sekarang?"

   Tanya Kho Beng dg wajah tertegun. Nona berpayung perak itu mendengus dingin.

   "Karena kau belum berhak untuk dibunuh, tapi nona peringatkan kepadamu, jika kau berani mencampuri urusanku lagi serta membocorkan rahasia identitasku kepada orang lain, hmmmhmmmm..bila kita bersua lagi untuk kedua kalinya, saat itulah merupakan saat ajalmu!"

   Seusai berkata dia segera mengulapkan tangannya kepada kedua orang dayangnya seraya berseru.

   "Mari kita pergi!"

   Dg suatu gerakan yg amat cepat dia melesat ketengah udara dan meluncur pergi dari situ, dalam waktu singkat ketiga sosok bayangan manusia itu telah berada sejauh sepuluh kaki lebih dan lenyap dibalik kegelapan malam.

   Dalam malu dan mendendamnya, Kho Beng menggertak giginya kencang-kencang menahan emosi, teriaknya lantang.

   "Hey iblis perempuan! Kho Beng tak takut dg ancamanmu, cepat atau lambat aku pasti akan menuntut balas sakit hati yg kuterima hari ini."

   "Hmmm....hmmmm...kalau kau sanggup berusia panjang, silahkan saja untuk mencariku."

   Jawaban yg dingin kaku dan bernada lembut ini bergema ditengah kegelapan malam, tapi bayangan manusianya sudah lenyap tak berbekas.

   Dg termangu-mangu, Kho Beng berdiri membungkam ditempat.

   Ia sadar dalam keadaan bertangan kosong, sekalipun dilakukan pengejaran pun tak ada gunanya, apalagi dia baru terjun kedalam dunia persilatan untuk pertama kalinya setelah belajar silat, kekalahan yg diderita membuatnya masgul dan amat sedih.

   Dg perasaan gemas dia melompat naik keatap rumah, memungut kembali pedangnya yg terlepas dari genggamannya, kemudian melakukan penggeledahan kedalam halaman belakang.

   Gedung tempat kediaman si pedang tanpa bayangan memang sangat luas, Kho Beng hanya memeriksa sampai kehalaman lapis keempat setelah berhasil menemukan jenasah dari sipedang tanpa bayangan yg roboh terkapar diberanda sebelah kanan.

   Darah segar nampak bercucuran keluar dari matanya, seakanakan sedang melelehkan air mata darah, sementara dua biji kedele berwarna hitam telah menebusi kelopak matanya, persis seperti biji mata yg telah memudar cahayanya.

   Sampai disini, dia belum juga menemukan kelima belas orang jago pedang berbaju kuning lainnya.

   Kali ini merupakan saat pertama kali dia melihat jago persilatan tewas secara mengerikan oleh kedele maut, hawa amarah yg membara dalam dadanya segera meledak dan tak dapat terbendung lagi.

   Dalam sekejap itulah rasa bencinya terhadap kekejian si kedele maut telah merasuk ketulang sum sum.

   Terutama sekali kematian dair si pedang tanpa bayangan berarti memutuskan titik terang menuju ditemukannya kembali kitab pusaka, rasa jengkel Kho Beng semakin menjadi-jadi.

   Dg penuh rasa iba Kho Beng mengubur jenasah si pedang tanpa bayangan, dia telah memutuskan untuk secepatnya berangkat ke cui wi san, dia berharap bisa mengetahui asal usulnya secepat mungkin, ia ingin tahu apakah dia benar-benar adalah keturunan dari Kho Beng sia, ketua perkampungan Hui im ceng? Disamping itu, dia pun telah memutuskan untuk mengungkapkan wajah asli dari si kedele maut kepada umat persilatan melalui mulut orang-orang Sam goan bun, agar seluruh umat persilatan tahu dan mereka mempunyai sasaran yg jelas tentang iblis yg harus diburu.

   Ia sadar hal tersebut bukan saja akan memberikan manfaat yg besar bagi usaha menangkap iblis, juga hal inipun merupakan suatu tantangan yg jelas terhadap si kedele maut.

   Ditengah keheningan malam yg mencekam, buru-buru Kho Beng berangkat meninggalkan kota Tong sia menuju keperguruan Sam goan bun.

   Sepanjang perjalanan dia membayangkan terus, betapa gembiranya ketua Sam goan bun setelah memperoleh kabar tersebut.

   Sudah hampir setahun lamanya tujuh partai besar dan para gembong iblis dari kaum sesat berusaha menyelidiki jejak si kedele maut, namun usaha mereka selama ini tak pernah mendatangkan hasil, bahkan tak ada yg tahu siapa gerangan orang itu.

   Andaikata pihak Sam goan bun mengumumkan soal bentuk asli dari si kedele maut itu, niscaya seluruh dunia persilatan akan merasa kagum dan terkejut pada mereka.

   Pemuda itu beranggapan bahwa inilah kesempatan baik baginya untuk membalas budi kebaikan dari Sam goan bun yg telah memelihara selama delapan belas tahun dan merupakan semacam pembalasan pula kepada ketua Sam goan bun yg telah mengusirnya.

   Dalam situasi dan perasaan inilah Kho Beng mencapai bukit Cui wi san dalam sepuluh hari.

   Waktu itu musim gugur telah lewat, pepohonan yg semula gugur kini sudah mulai tumbuh pucuk baru, melihat kesegaran alam yg mulai nampak, tanpa terasa pemuda itu pun merasakan semangatnya berkobar kembali.

   Tiba dipunggung bukit gedung perguruan Sam goan bun telah muncul didepan mata, perpisahan selama setengah tahun, ternyata perkampungan Cui wi san ceng masih utuh seperti sedia kala.

   Waktu itu sudah menjelang senja, pintu perkampungan tertutup rapat, Kho Beng segera mendekati pintu gerbang, membenahi pakaiannya yg kusut kemudian mengetuk pintu.

   "Toook...toook...!"

   Baru dua kali ketukan, pintu gerbang telah terbuka lebar, yg membukakan pintu adalah seorang pemuda berusia dua puluh tahunan.

   Dalam sekilas pandangan saja Kho Beng telah mengenali orang ini sebagai murid keempat belas dari ketua Sam goan bun yg bernama Lu Bun hoan.

   Cepat-cepat dia menjura seraya menegur.

   "Saudara Lu, selamat bersua kembali!"

   Mengetahui yg datang adalah Kho Beng, dg wajah tercengang Lu Bun hoan segera menegur.

   "Saudara Kho! Kenapa kau balik kembali?"

   Kho Beng tersenyum.

   "Aku ingin bertemu dg suhu bungkuk disamping itu......"

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, paras muka Lu Bun hoan telah berubah hebat, bisiknya pelan.

   "Saudara Kho, mengingat hubungan kita dulu, kuanjurkan kepadamu tinggalkan saja tempat ini secepatnya, tak usah pulang lagi untuk mencari penyakit."

   Selesai berkata, cepat-cepat dia menutup pintu gerbang kembali tanpa menggubris kehadiran Kho Beng lagi.

   Kho Beng menjadi tertegun, dia tak mengira akan memperoleh perlakuan demikian, padahal dia cuma ingin ketemu dg ciangbunkin saja.

   Dalam marahnya tanpa berpikir panjang lagi, ia segera menggedor lagi keras-keras.

   Kali ini dia menggedor dg sekuat tenaga sehingga suaranya menggetar sampai kedalam.

   Tak selang berapa saat kemudian pintu gerbang dibuka kembali, yg muncul kali ini ternyata adalah ketua Sam goan bun, Sun Thian hong sendiri.

   Hawa amarah tanpak menyelimuti seluruh wajahnya, sambil menatap wajah Kho Beng lekat-lekat, dia membentak.

   "Hey! Mau apa kau datang kemari?"

   Sambil menahan hawa amarahnya, Kho Beng menjura dalamdalam, setelah itu ujarnya .

   "

   Boanpwee khusus datang untuk menemui caingbunjin sekalian menyampaikan salam.

   "

   Pepatah kuno bilang .

   Jangan memukul orang berwajah senyum.

   Meskipun ketua dari sam goan bun ini memperlihatkan sikap yg gusar dan keras, namun setelah melihat sikap menghormat Kho Beng, tak urung dia menjadi rikuh sendiri.

   Karenanya sambil mengulapkan tangan dia berkata .

   "Tak usah banyak adat, ada urusan apa kau datang kemari ? "

   Sambil manggut-manggut pemuda itu berkata .

   "Boanpwee khusus datang kemari untuk memberi kabar kepada cianpwee tentang masalah kedele maut.

   "

   Paras muka ketua Sam goan bun ini kelihatan berubah hebat, serunya cepat .

   "Lanjutkan perkataanmu ! "

   "Jangan disini ! "

   Tukas Kho Beng sambil menggeleng.

   "Berhubung masalah ini menyangkut keadaan yg luar biasa, dapatkah cianpwee mengajak boanpwee untuk bicara didalam saja? "

   Ketua Sam goan bun kelihatan termenung sebentar, nampaknya dia tertarik dg persoalan ini, akhirnya sambil miringkan badannya, dia berkata .

   "Silahkan masuk ! "

   Sambil tersenyum Kho Beng segera melangkah masuk kedalam, sementara dalam hati kecilnya berpikir .

   "Ternyata perhitunganku tidak meleset, coba kalau tidak memakai alasan tersebut belum tentu aku bisa memasuki pintu gerbang ini serta bertemu dg Thio bungkuk.

   "

   Setibanya diruang tengah, ketua Sam goan bun baru menegur .

   "Kho Beng, sebenarnya kabar apa yg hendak kau sampaikan ? "

   Dg wajah serius Kho Begn segera berkata .

   "Boanpwee telah bertemu dg kedele maut ketika berada dikota tong sia, ternyata gembong iblis tersebut adalah seorang nona berusia dua puluh tahunan yg didampingi dua orang dayangnya, seorang bernama Sin hong yg lain bernama Bwee hiang.

   "

   Ketua Sam goan bun ini nampak semakin kaget bercampur tercengang, serunya .

   "Kedele maut adalah seorang nona muda ? Tahukah kau identitas serta asal usulnya ? "

   Kho Beng menggeleng, secara ringkas dia menceritakan apa yg dialaminya, kemudian menambahkan .

   "jurus serangan yg dipergunakan gombong iblis wanita itu dangat aneh, senjata yg digunakan juga luar biasa, bentuknya tak berbeda dg sebuah payung yg bulat berwarna perak, sedang senjata yg dugunakan dayangnya berbentuk dua buah ikat pinggang, mungkin cianpwee bisa menemukan sedikit titik terang dari benda benda yg mereka andalkan itu.

   "

   Dg kening berkerut, ketua sam goan bun termenung sambil berpikir seenak, mendadak dg wajah berubah hebat ia menjerit kaget .

   "Sungguh aneh, rasanya payung perak itu mirip sekali dg payung Thian li san milik Gin San siancu (Dewi payung perak), sedang ikat pinggang yg kau maksud adalah tali pengikat dewa, jangan-jangan kedele maut adalah murid Dewi payung perak ? "

   Dg perasaan terkejut Kho Beng turut berpikir .

   "Thio bungkuk pernah menerangkan, Dewi payung perak menempati kedudukan satu diantara tiga manusia aneh, tapi masa dia mempunyai murid seperti ini."

   Sementara dia masih tercengang, ketua Sam goan bun telah berkata lebih jauh dg suara dingin.

   


Perkampungan Hantu -- Khu Lung Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung Naga Kemala Putih -- Gu Long

Cari Blog Ini