Ceritasilat Novel Online

Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 7


Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Bagian 7



Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya dari Khu Lung

   

   "Saudara Bok, jika tak mampu menang, cari kesempatan dan kabur saja."

   "Terima kasih banyak atas perhatian saudara Lamkiong, orang she Bok yakin masih sanggup menghadapi beberapa jurus serangannya!"

   Kun-tun Cinjin kembali tertawa seram.

   "Anak keparat, kau terlalu sombong, ingin kulihat berapa jurus sanggup kau hadapi." *** ( )*** "Kun-tun Locianpwe! Kau telah menyerang dua jurus.

   "seru Lamkiong Giok. Ucapan ini benar-benar membakar Kun-tun Cinjin, dengan gemas ia berteriak.

   "Lamkiong Giok, boleh kau jadi saksi, dalam lima gebrakan akan ku-binasakan dia."

   Dalam hati Lamkiong Giok merasa girang, ta-pi di luar sengaja ia berseru,.

   "Kalau kau gagal me-lukainya dalam lima gebrakan, lantas bagaimana!"

   "Segera aku pulang ke Hian-thian koan, la-lu semedi selama lima tahun dan tak akan mencampuri urusan dunia persilatan lagi."

   Selesai menjawab, langsung ia mengayun ta-ngan kiri melancarkan serangan dahsyat ke arah Bok Ji-sia.

   Ji-sia yang tinggi hati sudah barang tentu ti-dak mau dipandang enteng lawan, memerasa jika lima gebrakan itu tak sanggup diterimanya, lalu apa gunanya berkelana dalam dunia persilatan? Maka sambil membentak, tangan kanan diayun ke depan, ia sambut serangan si Tosu.

   Serangan Kun tun Cinjin itu luar biasa dahsyat-nya, betapa kaget Lamkiong Giok ketika menyak-sikan Ji-sia berani menangkis serangan itu dengan kekerasan "Heran, kenapa tenaga dalamnya bisa maju sepesat ini? Jika dibiarkan hidup lebih lama, niscaya kemampuannya akan tambah hebat, lebih baik dile-nyapkan saja dengan meminjam tangan Kun-tun Cinjin daripada meninggalkan bibit bencana di ke-mudian hari."

   Berpikir sampai di sini, Lamkiong Giok lantas berpaling ke arah Ji-sia dan berseru.

   "Saudara Bok, sungguh dahsyat tenaga dalammu, sudah pasti kau mampu menahan empat jurus serangannya lagi!" *** ( )*** Kun-tun Cinjin merasa terperanjat juga karena serangannya dapat disambut lawan, ia berteriak aneh, hawa murni dihimpun, pelahan tangan kirinya di-dorong lagi ke depan. Setelah menyambut serangan pertama tadi, Ji-sia merasakan darah bergolak keras, tapi dia ada-lah pemuda suka menang, ia enggan menunjukkan kelemahan di depan orang, maka sambil mengatur pernapasan, iapun bersiap lagi untuk menghadapi segala kemungkinan. Maka ketika Kun-tun Cinjin melepaskan serangan lagi, kedua telapak tangan Ji-sia segera didorong pula untuk menyambut ancaman tersebut. Serangan itu sepintas lalu tampaknya seder-hana dan biasa saja, padahal mengandung tenaga pukulan yang beberapa kali lebih hebat daripada serangan pertama tadi. Begitu benturan keras ter-jadi, Ji-sia kontan tergetar mundur dua langkah. Tak terlukiskan rasa kaget Kun-tun Cinjin, ia tidak mengira dalam dunia persilatan telah muncul seorang jago tangguh yang sanggup menerima tu-juh bagian tenaga pukulannya dengan cuma tergetar mundur dua langkah saja. Air muka Lamkiong Giok juga berubah, se-runya.

   "Saudara Bok, tinggal tiga gebrakan lagi?"

   Mendadak Kun-tun Cinjin mengernyitkan ke-ning, sambil membentak.

   "Sambut lagi pukulanku ini!"

   Tenaga dalam dihimpun mencapai sembilan bagian, segera tangan kiri menghantam ke depan. Ji-sia yang sombong tetap, tidak menghindar, kedua telapak tangannya menyambut pula serangan tersebut dengan kekerasan.

   "Blang!"

   Angin kencang menyebar ke empat penjuru membawa suara benturan keras.

   Kun-tun Cinjin merasakan segulung tenaga pu-kulan yang dahsyat memantul ke arahnya, ia ter-guncang sempoyongan dan mundur dua langkah.

   Dengan tenaga pukulaa sebesar itu, sebagai seorang jago tua ternyata tak mampu membinasakan *** ( )*** seorang muda, sebaliknya ia sendiri malah tergetar mundur, sungguh kejadian yang membuatnya kehi-langan muka.

   Sementara itu Ji-sia pun merasakan betapa dahsyatnya tenaga pukulan musuh, ia mencelat beberapa depa jauhnya, lalu turun lagi ke tanah.

   Air muka pemuda itu berubah menjadi keabu-abuan, senyuman masih tersungging di ujung bibir-nya, tapi mata melotot ke arah Kun-tun Cinjin.

   Lamkiong Giok terkejut, pikirnya.

   "Malam ini aku betul-betul ketemu setan, masa tenaga dalam-nya seimbang dengan Kuntun Cinjin.?"

   Padahal pergolakan darah dalam tubuh Ji-sia sekarang sangat hebat, dadanya terasa sakit, ham-pir saja dia tumpah darah, tapi dasar keras kepala, dengan paksa ia telan kembali darah yang hambir tersembur keluar itu.

   Kepalanya sekarang terasa pusing tujuh keli-ling, matanya berkunang-kunang, tapi ia masih tetap berdiri tegak di tempat semula, seakan-akan tak ter-jadi sesuatu apapun, padahal tubuhnya betul-betul sudah tak bertenaga lagi, asalkan Kun-tun Cinjin melepaskan pukulan lagi, mungkin ia akan tewas seketika.

   Lamkiong Giok yang berhati jahat ini kembali berteriak untuk memanaskan suasana.

   "Saudara Bok, tinggal dua gebrakan lagi, jika kedua gebrakan ini pun sanggup kau atasi, maka dia harus pulang ke Hian-thian-koan untuk duduk menghadap dinding selama lima tahun!"

   Diam-diam Hian-thian-koancu Kun-tun Cinjin mulai menaruh rasa kagum atas kesempurnaan te-naga dalam Bok Ji-sia, timbul pula rasa sayang da-lam hatinya, ia tak ingin melukainya lagi dan cu-ma berdiri termangu di tempat semula.

   Melihat itu, Lamkiong Giok segera berseru sambil tertawa.

   "Kun-tun Locianpwe, delapan be-las tahun tak pernah kau muncul dalam dunia per-silatan, tentunya tak pernah kau duga bahwa air terus mengalir, ombak di sungai Tiangkang selalu mendorong ke depan, hahaha" *** ( )*** Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan.

   "Da-hulu kau dikalahkan oleh Ban-pian-sinkun Au-yang Seng, sungguh tak tersangka delapan belas ta-hun kemudian kau dikalahkan lagi oleh murid-nya Auyang Seng. Hahaha, dengan kepandaian be-gini saja ingin menjadi pimpinan Bu-lim-jit-coat.?"

   Betapa kaget Hian-thian-koancu Kun-tun Cin-jin mendengar perkataan itu, serunya.

   "Jadi dia ini muridnya Ban-pian-sinkun Auyang Seng?"

   "Kau heran?"

   Tanya Lamkitong Giok sambil tersenyum,"

   Dari pada dikalahkan oleh muridnya Ban-pian-sinkun secara mengenaskan, kuanjurkan kepa-damu lebih baik damai saja."

   Hasutannya mengobarkan lagi dendam Kun-tun Cinjin yang telah terpendam selama delapan belas tahun ini, serunya kemudian.

   "Baik, hari ini akan sekalian kubalas dendam atas sakit hatiku da-hulu itu!"

   "Hm, kenapa tidak kau lanjutkan seranganmu?"

   Ejek Ji-sia sinis.

   Dengan murka Kun-tun Cinjin menghimpun tela-ga dalamnya dan melancarkan serangan terakhir, napsu membunuhnya telah berkobar, ini terbukti da-ri matanya yang melotot dan wajahnya yang me-nyeringai.

   Ji-sia tak berani gegabah, ia himpun tenaga untuk menangkis pukulan itu.

   "Blang", sekali ini Ji-sia tergetar mundur tiga tindak dan jatuh ter-duduk dengan tumpah darah. Diam-diam Lamkiong Giok merasa girang me-nyaksikan kejadian tersebut, in tahu sekali ini Bok Ji-sia niscaya tak bisa lolos dari maut apabila Kun-tun Cinjin menambahi sekali pukul lagi. Pada saat kritis inilah, mendadak seseorang membentak.

   "Berhenti!" *** ( )*** Menyusul bentakan itu, sesosok bayangan hi-jau melayang tiba. Air muka Lamkiong Giok berubah hebat me-lihat kemunculan orang ini, pikirnya.

   "Sialan, lagi2 orang ini muncul pada saat ini!"

   Ternyata orang ini bukan lain adalah Lik-ih-hiat-li, si perempuan aneh berbaju hijau penghuni kuburan kuno.

   Ji-sia memandang perempuan itu, lalu katanya "Mau apa kau kemari? Jangan ikut campur urusanku!"

   "Anak muda, jangan kau paksakan diri mena-han serangan musuh!"

   Kata Lik-ih-hiat-li lembut.

   Lamkiong Giok agak bingung melihat keadaan itu, ia tidak mengerti apa sesungguhnya hubungan antara Lik-ih-hiat-li dengan Bok Ji-sia, yang jelas perempuan aneh ita sangat memperhatikan kese-lamatan Bok Ji-sia.

   "Lik-ih-hiat-li pasti akan membalaskan den-dam untuk Bok Ji-sia,"

   Demikian ia berpikir.

   "mung-kin saja iapun akan turun tangan kepadaku, bila aku tidak berlagak seakan-akan bermusuhan dengan Kun-tun Cinjin, pasti dia akan turun tangan jahat, kungfu Lik-ih-hiat-li ini mungkin jauh di atas Kun-tun Cinjin, jika ditambah dengan diriku, rasanya bukan pekerjaan sulit untuk membunuh Kun-tun Cinjin, bila malam ini ia disingkirkan, hal ini me-rupakan kejadian yang memuaskan juga"

   Dasar licik, sambil tersenyum katanya kemu-dian.

   "Kun-tun locianpwe, kau mesti berhati-hati!"

   Segera ia mendekati Kun-tun Cinjin, diam-diam ia menunggu kesempatan untuk melancarkan serang-an, tapi senyuman masih menghiasi ujung bibirnya seakan-akan tak terjadi apapun, keadaan ini sung-guh membuat orang sukar untuk menduga maksud tujuannya.

   *** ( )*** Sejak terpukul mundur tadi, Hian-thian-koancu Kun-tun Cinjin lantas waswas, pikirnya.

   "Ilmu silat perempuan itu jelas tidak lemah, cuma entah dari mana asal-usulnya? Mungkin aku tak bisa menang-kan dia sekarang, padahal Lamkiong Giok tersohor dalam dunia persilatan sebagai seorang licin dan berhati keji, jika ia berniat untuk memusuhiku su-dah pasti malam ini aku tak akan memperoleh ke-untungan apa-apa!"

   Berpikir demikian, tiba-tiba Kun-tun Cinjin mundur beberapa langkah kemudian tertawa terba-hak-bahak, katanya.

   "Lamkiong Giok, siapakah pe-rempuan ini? Kenapa belum pernah kudengar orang persilatan membicarakannya?"

   "Orang ini belum lama muncul dalam dunia persilatan,"

   Kata Lamkiong Giok sambil tertawa nyaring.

   "dia adalah jago lihai nomor wahid dalam dunia persilatan dewasa ini..Lik-ih-hiat-li!" "Apa? dia adalah perempuan aneh yang berhasil mendapatkan kitab pusaka Hian-ki-hian-cing?"

   Seru Kun-tun Cinjin terkejut.

   Ternyata peristiwa tentang berhasil dirampas-nya mestika dalam kuburan kuno oleh seorang pe-rempuan aneh pada tujuh hari yang lalu telah tersiar luas dalam persilatan, nama besar Lik-ih-hiat-li telah menggetarkan hati setiap umat persilatan.

   Oleh karena ilmu silatnya yang lihai dan per-buatannya yang keji, hal mana telah menimbulkan perasaan ngeri setiap orang, tentu saja Kun-tun Cinjin pun mendengar berita besar ini.

   Maka begitu mengetahui orang itu adalah Lik-ih-hiat-li atau perempuan darah berbaju hijau, tiba-tiba ia putar badan dan hendak tinggal pergi.

   "Bagaimana?"

   Seru Lamkiong Giok, sambil mem-beri hormat dan tertawa.

   "apakah lantaran tahu dia adalah Lik-ih-hiat-li yang menggemparkan dunia per-silatan, maka Kun-tun Locianpwe menjadi ketakutan dan hendak melarikan diri? Jika *** ( )*** berita ini sampai tersiar di luaran nanti, bukankah kejadian ini akan merusak nama besar Bu-lim-jit-coat dan di-tertawakan orang banyak?"

   Hian-thian-koancu Kun-tun Cinjin tersipu-sipu mendengar sindiran Lamkiong Giok ini, dengan ge-ram serunya.

   "Lamkiong Giok, nyalimu makin la-ma semakin besar, apakah kau sudah bosan hidup? Kalau suka hayolah bermain beberapa gebrakan denganku!"

   Huan-in-kiam Lamkiong Giok melirik Lik-ih hiat-li sekejap, diam-diam iapun berpikir.

   "Sewaktu berada dalam kuburan kuno dulu, perempuan ini tahu beberapa kali hendak kubunuh Bok Ji-sia, jika untuk sementara waktu ia tidak turun tangan, dan biarkan aku bertarung dengan Kun-tun Cinjin posisiku jadi semakin tidak beruntung."

   Ia memang seorang pintar, sebab itulah yang diharapkan oleh Lik-ih-hiat-li. Maka sambil tertawa Lamkiong Giok berkata.

   "Mana, mana! Masa wanpwe berani melawan se-orang Bu-lim-cianpwe yang tersohor?"

   Kun-tun Cinjin tertawa dingin.

   "Masih ada urusan penting yang harus kuselesaikan, aku tak punya waktu untuk ribut mulut dengan anak mu-da yang tak tahu diri!"

   Habis berkata, iapun putar badan dan berlalu dengan langkah lebar.

   "Kun-tun Loto!"

   Dengan suara yang dingin Lik-ih-hiat-li berseru.

   "sesudah menganiaya seorang Wanpwe, apakah kau hendak pergi dengan begitu saja?"

   "Kun-tun Locianpwe,"

   Lamkiong Giok pun tertawa dingin.

   "rupanya kau cuma berani meng-aniaya anak-anak dan tak berani pada orang tua, hahaha, manusia macam begitupun berani menyebut-kan dirinya sebagai tokoh Bu-lim-jit-coat, *** ( )*** tidakkah kau merasa hal itu akan merugikan nama baik Jit-coat?"

   Sesungguhnya Hian-thian koancu Kun-tun Cin-jin bukan takut pada Lik-ih-hiat-li, apalagi setelah disindir berulang kali oleh Lamkiong Giok, amarah-nya kontan berkobar, sambil tertawa dingin men-dadak ia menerjang maju, tangan kiri secepat kilat mencengkeram bahu kiri Lamkiong Giok.

   Tampaknya ia bermaksud menaklukkan Lam-kiong Giok dengan sekali serang, maka serangannya dilancarkan dengan cepat luar biasa.

   Lamkiong Giok juga bukan lawan empuk, ia mendak sedikit, tangan kanan didorong ke depan, iapun melancarkan pukulan dahsyat ke dada Kun-tun Cinjin.

   Berkelit sambil melepaskan serangan balasan, gerakan itu dilakukan dengan cepat.

   Terkesiap juga Kun-tun Cinjin, sambil tertawa dingin ucapnya.

   "Anak keparat Lamkiong, ternyata kau masih memiliki jurus ampuh dari si setan tua!"

   Sambil berkata, tenaga dihimpun pada tangan kiri dan pelahan didorong ke depan untuk me-nyongsong datangnya serangan telapak tangan ka-nan Lamkiong Giok.

   Huan-in-kiam Lamkiong Giok bukan orang bo-doh, ia tahu Kun-tun Ciojin telah menyembunyikan serangan mematikan di balik gerakan tersebut, ma-ka ketika tangan kanan didorong ke depan, segera ia melompat mundur sejauh enam-tujuh depa.

   "Kun-tun Locianpwe,"

   Serunya sambil tertawa.

   "Wanpwe merasa sudah cukup menerima hadiah dua gebrakan dari Cianpwe.."

   Kun-tun Cinjin tertawa seram.

   "Lamkiong Giok, hendak kulihat tiga empat jurusmu lagi!"

   Kebut di tangan kanannya mendadak bergetar, bulu halus putih senjata itu segera berdiri kaku ba-gaikan bulu tengkuk singa yang sedang gusar, be-ratus jalur angin tajam sekaligus menyambar ke tu-buh Lamkiong Giok.

   Air muka Lamkiong *** ( )*** Giok berubah, ia meng-himpun tenaga dalam dan tiba-tiba melompat ke atas, terus berjumpalitan dan melayang turun di sana.

   Gerak tubuh yang digunakan untuk menghin-darkan diri ini amat aneh, sungguh gerakan yang jarang ditemui dalam dunia persilatan.

   Ji-sia kebetulan membuka matanya, ia memuji.

   "Saudara Lamkiong, sungguh gerakan yang indah!"

   Mendengar suara Ji-sia, Lik-ih-hiat-li berpaling, dilihatnya anak muda itu sedang duduk bersila de-ngan tenang, sedikitpun tidak mirip seorang yang terluka parah.

   Perempuan aneh itu merasa heran, dia tak me-nyangka luka pemuda tersebut bisa sembuh secepat itu.

   "Sudah sembuh lukamu?"

   Tegurnya kemudian. Ji-sia mengiakan, sinar matanya kembali ber-alih ke tengah gelanggang. Ketika senjata kebut mengenai sasaran kosong, Kun-tun Cinjin segera tertawa dingin.

   "Lamkiong Giok, kau memang punya kepandaian hebat, aku ikut bergembira bagi Lamkiong Hian yang punya anak cekatan seperti kau, cuma sayang malam ini."

   "Kun-tun Locianpwe, kalau kau mendesak te-rus menerus, terpaksa Wanpwe melayanimu!"

   Ben-tak Lamkiong Giok.

   "Kun-tun tua!"

   Tiba-tiba suara bentakan berkuman-dang.

   "sambut dulu beberapa jurus seranganku se-belum kalian lanjutkan pertarungan!"

   Tidak tampak bagaimana bergerak tubuhnya, tahu-tahu Lik-ih-hiat-li telah menerjang ke depan Kun-tun Cin-jin.

   Terkejut Kun-tun Cinjin menyaksikan gerak tubuh orang, ia tahu malam ini telah berjumpa de-ngan musuh tangguh.

   *** ( )*** Sambil mundur setengah langkah, ia tertawa dingin seraya menegur.

   "Apakah kau adalah Lik-ih-hiat-li yang memperoleh mestika Hian-ki-hian-cing?" Tak perlu banyak bicara!"

   Dengus Lik-ih-hiat-li, segera tangan kirinya diayun ke depan, segulung angin dingm segera menyambar.

   Kun-tun Cinjin berkelit ke samping, kebut di tangan kanannya berputar dan bulu kebut segera membelit pergelangan tangan kiri lawan.

   Gerak tubuh Lik-ih-hiat-li ternyata cepat dan luar biasa, perubahan yang terjadi pun di luar dugaan.

   Baru saja senjata kebut Kun-tun Cinjin menyabat, telapak tangan kirinya dari menepuk telah berubah menjadi menabas, tangan menekan ke bawah untuk menghindarkan kebutan tersebut, ber-bareng jari tangan langsung menutuk jalan darah Cian-keng-hiat di bahu lawan.

   
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kun-tun Cinjin terkesiap, sambil miringkan badan ia mundur tiga langkah.

   Lik-ih-hiat-li mendengus, segera ia mendesak maju, dalam waktu singkat ia telah melancarkan tiga kali pukulan dan dua kali tendangan.

   Serangannya cepat luar biasa dan mengandung tenaga dalam yang maha kuat, meski terdiri dari tiga pukulan dan dua tendangan, tapi seakan-akan terjadi pada saat yang sama.

   Kun-tun Cinjin terperanjat, cepat ia menghindar ke kiri dan mengegos ke kanan, meski serangan Lik-ih-hiat-li amat cepat dan gencar, tapi semuanya bisa dihindarkan dengan baik, tapi tidak urung ter-desak mundur lima langkah.

   "Sret! Sret! Sret!"

   Kebut Kun-tun Cinjin dengan cepat menyabet beberapa kali, sementara tangan kiri juga melepaskan tiga kali pukulan dan tiga kali tutukan, semuanya terdiri dari sembilan jurus, se-mua itu dilakukan secara beruntun dalam waktu yang hampir sama.

   *** ( )*** Setelah terdesak mundur lima langkah oleh tiga pukulan dan dua tendangan Lik-ih-hiat-li, sebagai seorang jago kenamaan, hal mana diang-gapnya sebagai suatu peristiwa yang memalukannya, oleh sebab itu dengan kesembilan jurus serangan berantai itu ia coba mempertahankan posisinya.

   Kejut Kun-tun Cinjin tak terkatakan, ia merasa perubahan dunia persilatan selama delapan belas tahun ini betul-betul terlampau besar, ia tak mengira kemunculannya kembali setelah berlatih te-kun selama delapan belas tahun harus bertemu dengan jago setangguh ini, ketika terbayang olehnya bahwa je-rih payah selama delapan belas tahun berlatih akan sia2 belaka, napsu membunuhnya segera timbul, sinar mata be-ringas terpancar dari matanya.

   Begitu kesembilan kali serangan lewat, ia mun-dur tiga langkah dan berdiri kaku seperti mayat sambil menatap Lik-ih-hiat-li tajam-tajam.

   Rupanya dia hendak mengeluarkan semacam kepandaian beracun untuk melukai musuh.

   Walaupun secara tidak sengaja Lik-ih-hiat-li berhasil memperoleh peninggalan kuno yang hebat sehingga membuatnya menjadi seorang manusia su-per, tapi setelah bertarung beberapa gebrakan, ia merasa kelihaian kungfu Kun-tun Cinjin juga tidak boleh diremehkan, maka ketika musuh berhenti, iapun ikut berhenti sambil mengawasinya dengan sak-sama.

   Kecuali desir angin malam yang menggoyang-kan ranting dan dedaunan pohon sehingga menim-bulkan suara gemersik, suasana disekeliling sunyi-senyap, Lamkiong Giok dan Bok Jisia sama terpikat oleh jurus ampuh yang dipergunakan oleh kedua orang jago tangguh tersebut, dalam pertarungan me-reka, empat mata tanpa berkedip mengawasi kedua orang di tengah arena.

   Pikiran Ji-sia sekarang sangat tenang, sebalik-nya perasaan Lamkiong Giok bergolak keras, tubuh Lik-ih-hiat-li yang *** ( )*** ramping tapi padat itu membuat-nya terbayang pada hal yang bukan-bukan.

   Perawakan perempuan itu memang terlalu in-dah, itulah potongan tubuh seorang perempuan yang penuh gairah, menurut perkiraan Lamkiong Giok, paling banyak perempuan itu baru berusia dua pu-luh tujuh-delapan tahunan, tapi kalau ditinjau dari sikap maupun reaksinya terhadap orang lain, maka dia pastilah seorang perempuan yang sudah berpe-ngalaman.

   Agaknya Lik-ih-hiat-li tidak tahan suasana he-ning ini, katanya dengan dingin.

   "Kun-tun tua, sudah terhimpun kembali belum tenaga dalammu?"

   Sambil berkata, tangan kanannya yang putih pelahan didorong ke depan.

   Ketika mendengar teguran tersebut, Kun-tun Cinjin sedang menghimpun kekuatan dan siap me-lepaskan serangan lebih dulu, tiba-tiba ia merasa tenaga tekanan yang amat dingin menyergap tubuhnya, ia merasa terperanjat, sambil mengerahkan te-naga dalam untuk melindungi badan, ia lancarkan serangan balasan.

   Terjadi, benturan keras, Lik-ih-hiat-li terperan-jat, ia merasa sekujur tubuh bergetar keras, ternya-ta kekuatan lawan tiba-tiba membanjir, hampir saja ia tak tahan.

   Kun-tun Cinjin tertawa licik, kebut di tangan kanannya cepat menyabat tubuh Lik-ih-hiat-li.

   Bulu kebut Kun-tun Cinjin itu menegak kaku.

   "Sret!"

   Dengan membawa desing tajam langsung me-nyambar tubuh perempuan darah berbaju hijau itu.

   Lik-ih-hiat-li mendongak dan tertawa seram, tiba-tiba telapak tangan kirinya secara aneh mengebas dua kali ke kiri dan kekanan.

   Karena itu air muka Kun-tun Cinjin berubah pucat, sekujur tubuh menggigil, tubuhnya terdorong sejauh dua tombak lebih oleh kekuatan yang tak berwujud.

   Cepat ia menutuk tiga jalan *** ( )*** darah penting di tubuh sendiri, dan muntahkan tiga gumpalan darah kental.

   Gumpalan darah yang tertumpah itu seakan-akan sudah beku, ketika jatuh ke tanah telah me-nimbulkan suara seperti batu menimpa tanah.

   "Untung nasibmu masih mujur dan telah me-latih Khikang pelindung badan,"

   Kata Lik-ih-hiat-li dengan suara dingin.

   "tapi serangan tadi baru mempergunakan dua bagian dari kekuatanku, se-karang coba sambutlah pukulan Peng-sian-jit-gwat-ciang.."

   Belum lagi perempuan aneh itu selesai berkata, Kun-tun Cinjin segera putar badan dan angkat lang-kah seribu.

   Kiranya dalam dua kebasan ringan yang dilakukan Lik-ih-hiat-li tadi, perempuan ini telah me-lancarkan tenaga pukulan Peng-sian-jit-gwat-ciang yang dahsyat.

   Pukulan tersebut merupakan sejenis tenaga pukulan berhawa dingin, sekalipun Kun-tun Cinjin berilmu tinggi juga tidak tahan, coba kalau hawa murninya tidak melindungi bagian-bagian yang pen-ting, niscaya jiwanya sudah melayang.

   Kun-tun Cinjin mempunyai pengetahuan yang luas, begitu terkena serangan dan darah di sekujur badan seakan-akan beku, ia terperanjat, sadarlah dia bahwa musuh telah menggunakan ilmu pukul-an Peng-sian-jit-gwat-ciang yang maha lihai itu.

   Buru-buru ia tutuk tiga kali pada jalan darah pentingnya untuk mencegah menjalarnya racun dingin, lalu ia muntahkan gumpalan darah beku, walaupun demikian, isi perutnya tetap menderita luka yang cukup parah, sudah barang tentu ia tak berani menyambut serangan Lik-ih-hiat-li lagi, ma-ka tanpa pikir lagi ia putar badan dan kabur.

   Huan-in-kiam Lamkiong Giok memang pemu-da licik dan berhati busuk, ia tidak tinggal diam menyaksikan Kun-tun *** ( )*** Cinjin hendak kabur dan Lik-ih-hiat-li tampaknya tidak berminat membu-nuhnya, ia merasa kesempatan baik untuk lenyap-kan Kun-tun Cinjin dari muka bumi ini tak boleh disia-siakan.

   Maka sambil tertawa serunya.

   "Kun-tun Locianpwe, harap tunggu scbentar!"

   Kun-tun Cinjin tahu maksud keji orang, ia se-makin tak berani berpaling, dengan sisa hawa mur-ninya yang belum buyar, seperti burung, dia mela-yang pergi dari situ.

   "Lamkiong Giok,"

   Demikian serunya.

   "jika kau berminat, ayo antarlah diriku."

   Belum habis ucapannya, Lamkiong Giok me-ngebaskan ujung baju kanan, empat jalur sinar pu-tih tajam secepat kilat menyambar ke belakang tu-buh imam tua itu, Kun-tun Cinjin merasakan datangnya ancaman tersebut, tubuh yang sedang melayang ke depan itu mendadak berputar, dengan senjata kebut dia pukul pedang-pedang pendek itu.

   Lamkiong Giok tertawa terbahak-bahak pula katanya.

   "Kuntun Locianpwe, ilmu silatmu me-mang sangat lihai, pedang terbang yang kuyakin-kan tak lebih hanya mirip cahaya kunang-kunang bagimu!"

   Sambil berkata, tangan kanannya kembali di-kebaskan ke udara, empat bilah pedang terbang yang meluncur itu mendadak menyebar keempat penjuru kemudian dengan membentuk satu garis lurus se-gera terbang balik ke belakang.

   Melihat pedang pendek itu melayang balik, Kun-tun Cinjin tertawa dingin, ia kabur lebih cepat.

   Siapa sangka keempat bilah pedang terbang Lamkiong Giok itu seakan-akan terpengaruh ilmu sihir atau mempunyai mata, baru seja Kuntun Cin-jin hendak kabur, pedang pendek yang telah ter-bang balik itu mengeluarkan lagi desing tajam.

   Dengan gerakan indah, keempat pedang pendek itu berputar membentuk *** ( )*** setengah busur, lalu bagaikan empat jalur cahaya tajam langsung menyam-bar empat tempat mematikan di belakang tubuh Kun-tun Cinjin.

   Mendengar desing tajam itu, segera Kun-tun Cinjin merasakan hawa pedang yang tajam itu te-lah dekat di belakang tubuhnya, dalam keadaan demikian ingin berkelitpun tak sempat lagi.

   Tiba-tiba Kun-tun Cinjin membentak, pakaiannya mengembang besar, dari sekujur tubuhnya ter-pancar keluar hawa yang memaksa keempat bilah pedang pendek itu meluncur ke arah lain.

   Pada waktu itulah sambil tertawa dingin Lam-kiong Giok telah menubruk tiba, tangan kirinya meraih ke depan dan empat bilah pedang pendek itupun melayang kembali ke dalam ujung bajunya.

   Dengan suara tertahan tubuh Kun-tun Cinjin jatuh tersungkur.

   Ternyata setelah mengerahkan hawa murni un-tuk menahan empat bilah pedang pendek tadi, luka yang dideritanya semakin parah, dada terasa sakit, darah bergolak keras dan tubuh pun jatuh.

   Mendadak Lamkiong Giok mencabut pedang panjang yang memancarkan sinar tajam, segera ia menabas kaki Kun-tun Cin-jin.

   Hari ini Kun-tun Cinjin betul-betul sial, ber-ulang kali ia menelan kekalahan, hal mana mem-buatnya naik darah.

   Sambil membentak, tangan kirinya menghantam ke arah Lamkiong Giok.

   Serangan ini dilancarkan dengan murka, keku-atannya luar biasa, terpaksa Lamkiong Giok mem-batalkan serangannya dan menyelinap ke samping.

   Dalam sekejap itulah Kun-tun Cinjin sudah melayang jauh, serunya dengan penuh rasa dendam.

   "Lamkiong Giok, pada suatu hari pasti akan ku-binasakan kau tanpa tempat kubur!"

   Ucapan itu berkumandang makin jauh, ketika kata terakhir terucap, orangnya sudah lenyap da-lam kegelapan.

   Menyaksikan Kun-tun Cinjin melarikan diri, Lamkiong Giok *** ( )*** tertawa terbahak-bahak, suaranya keras menggema di angkasa.

   Tapi suara tertawa dingin seseorang segera memotong gelak tertawa Lamkiong Giok itu.

   Lamkiong Giok berpaling dan kebetulan kebentrok dengan sinar mata yang membuatnya merinding.

   Entah sejak kapan Lik-ih-hiat-li telah mende-kati Lamkiong Giok.

   Lamkiong Giok tahu perempuan itu hendak cari perkara padanya, terpaksa ia tersenyum dan memberi hormat, katanya dengan nyaring.

   "Terima kasih atas bantuan Lihiap untuk memukul mundur musuh tangguh."

   Belum habis ia berkata, Lik-ih-hiat-li telah me-nukas dengan suara dingin.

   "Anak licik, kau tak perlu berlagak di hadapanku, terus terang kuberi-tahukan padamu, malam ini aku tidak akan membi-arkan kau pergi dari sini!"

   Perkataannya sudah cukup jelas, yakni tak akan membiarkan Lamkiong Giok hidup lebih lama. Ke-ruan air muka anak muda itu berubah hebat. Tapi sejenak kemudian ia tertawa lagi, katanya.

   "Lihiap, tempo hari aku memang bersalah mengganggu ketenanganmu, apakah engkau.."

   "Tak usah banyak bicara,"

   Dengus Lik-ih-hiat-li dengan menghina.

   "jagalah keselamatan jiwa-mu, asal kau sanggup menyambut sepuluh ju-rus pukulanku, maka malam ini akan kuberi ke-sempatan bagimu untuk pergi!"

   Habis berkata, pelahan ia menghampiri anak muda itu. Sambil mundur berulang kali, Lamkiong Giok berseru.

   "Aku merasa kagum pada kehebat-an silatmu, tak berani kuterima seranganmu, urung-kan saja kehendakmu."

   "Hm, dengan kepandaian simpananmu, kukira sepuluh jurus seranganku masih mampu kau sambut, baik-baiklah *** ( )*** siapkan diri, tentunya kau tahu bahwa aku tak akan menaruh belas kasihan kepadamu!"

   Sambil mundur selangkah demi selangkah, kem-bali Lamkiong Giok berkata.

   "Lihiap, Peng-sian-jit-gwat-ciangmu tiada tandingannya di dunia ini, kutahu tak sanggup menyambut satu gebrakan saja."

   "O, rupanya kau takut pada ilmu pukulan Peng-sian-jit-gwat-ciangku..Hm, agar kau bisa mampus de-ngan tenteram, dalam sepuluh gebrakan aku tak akan mempergunakan kepandaian tersebut, sambut saja seranganku!"

   Dengan watak Lamkiong Giok yang tinggi hati, sudah barang tentu ia tak sudi dipandang enteng oleh musuh, sekalipun ayahnya Lamkiong Hian ju-ga tak mampu mengalahkannya dalam sepuluh ge-brakan bila tidak mengeluarkan ilmu simpanan.

   Ia cuma jeri pada Peng-sian-jit-gwat-ciang an-dalan Lik-ih-hiat-li, sebab sekalipun ayahnya juga belum tentu sanggup menghadapi kepandaian ini.

   Oleh sebab itulah ia sengaja memancing agar orang tidak mempergunakan kepandaian tersebut dalam sepuluh gebrakan.

   Betapa girangnya setelah mendengar janji la-wan, pikirnya.

   "Aku cuma takut bila kau meng-gunakan Peng-sian-jit-gwat-ciang, sekarang setelah kau berjanji takkan menggunakan kepandaian itu, hmm, akan kulihat dengan cara apa akan kau melukaiku, jika aku tidak perlihatkan sedikit kepandaian, pasti kau pandang enteng diriku.."

   Berpikir demikian, Lamkiong Giok lantas ber-kata.

   "Orang persilatan selalu pegang teguh setiap perkataannya. Baiklah, malam ini sekuatnya kusambut beberapa jurus saktimu."

   Lamkiong Giok betul-betul lihai, di balik se-tiap perkataannya selalu mengandung perkataan lain, sekalipun di luar ia berkata demikian, sesung-guhnya ia kuatir kalau Lik-ih- *** ( )*** hiat-li melanggar janji dengan menggunakan ilmu sakti Peng-sian-jit-gwat-ciang, maka dia sengaja mengikatnya dulu dengan kata-kata.

   Sinar mata dingin terpancar dari balik mata Lik-ih-hiat-li, katanya kemudian ketus.

   "Kau betul-betul memanfaatkan kelicikanmu menghadapi setiap persoalan. Hm, suatu hari kau pasti akan runtuh! Nah, jangan kuatir, aku tidak serendah yang kau- bayangkan!"

   "Mana, mana!Kalau begitu aku minta maaf dulu!"

   Seru Lamkiong Giok sambil tertawa.

   Mendadak ia angkat pergelangan tangan, cahaya tajam segera terpancar, segera ia menerjang ke arah Lik-ih-hiat-li.

   Sejak tadi Lik-ih-hiat-li sudah siap, begitu Lamkiong Giok menggetarkan pedangnya, serentak iapun turun tangan, pada saat yang sama tangan kanan didorong ke depan, segulung tenaga pukulan yang kuat mendampar ke sana, berbareng perempuan itu terus meluncur ke samping, tapi tiba-tiba menerjang maju lagi, ujung baju-nya mengebas, suatu pukulan dilancarkan.

   Ilmu silatnya memang luar biasa, setiap jurus serangannya jarang dijumpai dalam dunia persilatan, gerakan mundur lalu maju lagi ini dilakukan de-ngan gerakan cepat.

   Lamkiong Giok tahu kelihaian perempuan itu, buru-buru ia berganti jurus serangan, pedangnya segera menabas lengan kiri lawan.

   Siapa tahu Lik-ih-hiat-li sudah menduga akan serangannya itu, sambil tertawa ia mengegos, dengan jari tengah di telunjuk ia jepit pedang lawan, se-mentara kaki kanan menendang ke perut dan ta-ngan kanan menghantam iga kirinya.

   Satu jurus dengan tiga gerakan, semuanya di-lakukan hampir sama waktunya, jurus yang aneh serta sasaran yang tepat, mau-tak-mau lawan harus menyelamatkan diri atas ancaman tersebut.

   *** ( )*** Lamkiong Giok terkejut, ia batalkan serangan-nya, lalu dengan jurus Thian-ho-nu-sia atau sungai langit mengalir deras, dengan selapis cahaya hijau ia melindungi sekujur tubuhnya.

   Sekalipun Lik-ih-hiat-li berilmu tinggi, tapi iapun tak berani menangkis pedang yang tajam itu dengan tubuhnya sendiri, satu jurus dengan tiga gerakannya segera kena dibendung oleh pedang lawan.

   "Sudah lima gebrakan!"

   Teriak Lamkiong Giok tiba-tiba.

   Pedangnya berputar dan menabas lagi ke tubuh Lik-ih-hiat-li.

   Ternyata Lamkiong Giok telah mengeluarkan Huan-in-kiam-hoat yang lihai.

   Tapi Lik-ih-hiat-li lantas mendengus, dengan cepat ia melompat mundur.

   Lamkiong Giok tertawa nyaring, dia kembang-kan serangkaian serangan berantai yang hebat, ujung pedangnya memancarkan titik cahaya yang banyak dan bergerak-gerak seperti ular.

   Sret!Sret!Sret!.Dalam waktu singkat ia menusuk tiga kali.

   Ketiga jurus serangan lihai ini memaksa Lik-ih-hiat-li harus berkelit berulang kali.

   Lamkiong Giok tertawa dingin, serunya.

   "Jurus ke sembilan!"

   Pekikan nyaring menggema, dengan jurus Yok-siu si-huan (seperti kosong bagaikan khayal), sinar tajam yang menyilaukan mata pelahan menusuk tu-buh Lik-ih-hiat-li.

   Mencorong tajam sinar mata Lik-ih-hiat-li, di tengah gelak tertawa ia berkelit ke samping Lam-kiong Giok, tangan kirinya mengebas pelahan, angin tajam menyambar pergelangan tangan kanan pe-muda itu.

   Lamkiong Giok terperanjat, ia tak menyangka jurus Yok-siu-si-kiam bisa dihindari musuh secara mudah, ketika merasakan sambaran angin tajam, tahu-tahu urat nadi pergelangan tangannya tersabet, separuh tubuh bagian atas menjadi kaku, nyaris pe-dangnya terlepas dari genggaman.

   *** ( )*** Buru-buru dia menghimpun tenaga, tangan ka-nan ditarik ke belakang, ujung pedangnya bergetar, dengan jurus Ciau-san-cu-hwe (kipas angin meng-usir api) ia tusuk bahu kiri lawan.

   Tapi tatkala jurus serangan itu baru dilan-carkan, sikut kanannya mendadak terasa kaku, pedang rontok di tengah jalan.

   Menyusul terdengar serentetan suara tertawa dingin berkumandang.

   "Jurus kesepuluh, Song-mia-kui-im (mengantar nyawa pulang ke akhirat)!"

   Telapak tangan kanan Lik-ih-hiat-li yang putih berkilat pelahan menekan ke jalan darah Sim-kan-hiat di hulu hati Lamkiong Giok.

   Tampaknya Lamkiong Giok pasti akan tewas di bawah telapak tangannya, mendadak terdengar seorang berteriak.

   "Jangan melukai dia!"

   Embusan angin yang sangat kuat segera me-nyambar tiba dari samping Lik-ih-hiat-li.

   Pukulan itu mengandung tenaga yang sangat kuat, sekalipun lihai Lik-ih-hiat-li tak berani me-nyambutnya dengan kekerasan, apalagi yang me-lancarkan serangan itu ternyata adalah Bok Ji-sia.

   Terpaksa perempuan aneh itu membatalkan se-rangannya yang nyaris merenggut nyawa Lamkiong Giok itu, cepat ia melayang mundur ke belakang.

   Belum sempat ia bersuara, Lamkiong Giok te-lah menjtira pada Ji-sia sambil berseru.

   "Terima kasih saudara Bok, kembali kau selamatkan jiwaku, budi kebaikan ini terukir dalam hatiku dan takkan kulupakan untuk selamanya."

   "Lamkiong Giok, kalau begitu kau pandang asing diriku!"

   Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Seru Ji-sia dengan lantang. Lik-ih-hiat-li tertawa dingin.

   "Bok Ji-sia, jangan kau berhubungan dengan manusia licik ini." *** ( )*** Lamkiong Giok menghela napas sedih, tiba-tiba dia menukas ucapan perempuan itu.

   "Sekalipun banyak kenalan di dunia ini tapi berapa orang yang bisa cocok dengan kita? Meski Siaute baru berkenalan dengan saudara Bok, ta-pi aku merasa amat cocok denganmu, sekalipun aku tahu saudara Bok mempunyai pandangan lain ter-hadap perbuatanku, tapi Siaute amat berkesan akan kebesaran jiwa saudara Bok dan ingin menjalin hubungan yang lebih erat denganmu, percaya atau tidak terserah kepada saudara Bok sendiri."

   Rupanya ia kuatir Lik-ih-hiat-li menceritakan niatnya membunuh Ji-sia tempo hari, maka dia per-gunakan kata-kata tersebut untuk menanamkan ke-percayaan atas diri anak muda itu. Terdengar Lamkiong Giok berkata lebih lan-jut.

   "Malam ini kembali kuperoleh bantuan saudara Bok, kebaikan ini pasti akan kubayar di kemudian hari, untuk sementara ini biarlah kumohon diri le-bih dulu."

   Selesai berkata, dia putar badan dan berlalu.

   Melihat Ji-sia sama sekali tidak menunjukkan perubahan pada wajahnya setelah mendengar per-kataannya, Lamkiong Giok kuatir jika Lik-ih-hiat-li membongkar kedok kemunafikannya, mungkin mau kabur pun susah nanti, maka ia manfaatkan kesempatan itu untuk ngeluyur pergi.

   Bayangan hijau berkelebat, tahu-tahu Lik-ih-hiat-li telah menghadang lagi jalan perginya.

   "Lamkiong Giok!"

   Serunya ketus.

   "kita telah berjanji tadi, jika tak mampu kau sambut sepuluh jurus seranganku, nyawamu harus kau tinggalkan di sini."

   Ji-sia menerjang maju, bentaknya kepada Lik-ih-hiat-li.

   "Kau jangan terlalu mendesak orang jika tidak mengingat budi kebaikanmu memukul mun-dur Kun-tun Cinjin tadi, tentu aku orang she Bok takkan sungkan padamu.

   Jika kau hendak membu-nuhnya, lebih baik bunuh sekalian diriku!" *** ( )*** Lik-ih-hiat-li tidak marah, ia malah berkata dengan lembut.

   "Bok Ji-sia, tahukah dia ini orang baik atau jahat?" "Hei, Lihiap, jangan terlalu mendesak orang,"

   Seru Lamkiong Giok dengan tertawa seram.

   "peng-hinaan yang kuterima malam ini pasti akan kubalas kelak, sekarang kita berpisah dulu untuk sementara, selamat tinggal!"

   Habis berkata, ia melejit dan berkelebat pergi.

   "Jangan harap bisa kabur malam ini!"

   Seru Lik-ih-hiat-li sambil tertawa dingin.

   Gerak tubuhnya yang cepat seperti setan itu sungguh sukar dibayangkan, dengan sekali berkelebat saja tahu-tahu ia sudah menghadang lagi di depan Lamkiong Giok, telapak tangan kanannya segera diayun ke depan, segulung angin dingin segera meng-hantam tubuh Lamkiong Giok.

   "Jangan kuatir saudara Lamkiong!"

   Ji-sia segera membentak.

   "kau boleh pergi lebih dulu!"

   Di tengah bentakan, tangan kanannya mele-paskan pukulan dahsyat, menyambut serangan Lik-ih-hiat-li tadi.

   Ketika dua gulung tenaga pukulan saling ber-temu, tubuh Lamkiong Giok telah berjumpalitan di udara dan melayang ke sana, kemudian sekali lompatan lagi ia sudah berada jauh.

   Ji-sia juga melompat ke sana, dengan kecepat-an luar biasa dia ikut melayang pergi.

   "Sia,..kau tunggu sebentar.."

   Belum habis teriakan Lik-ih-hiat-li, Ji-sia dan Lamkiong Giok sudah lenyap di balik kegelapan sana. Ji-sia percepat larinya, dalam beberapa kali lompatan saja ia sudah jalan bersanding dengan Lamkiong Giok, tanyanya dengan suara pelahan.

   "Saudara Lamkiong, kepergian kita ini apakah da-pat bertemu dengan Ku-locianpwe?" *** ( )*** "Jangan kuatir saudara Bok,"

   Jawab Lamkiong Giok sambil berpaling dan tertawa.

   "berita yang kudapat pasti bisa dipertanggungjawabkan, tak mungkin salah lagi, cuma kepagian kita ke situ, juga sangat berbahaya."

   Ji-sia menghela napas panjang, katanya.

   "Ku-locianpwe amat menyayangi diriku, sekarang ia ter-jatuh ke tangan orang Hek-liong-kang, mana boleh aku berpeluk tangan belaka? Sekalipun bukit pedang atau hujan golok yang akan kita datangi sekarang, te-tap aku akan pergi menyelamatkan dia."

   Agaknya Lamkiong Giok terpengaruh oleh ke-besaran jiwa Bok Ji-sia, katanya tegas.

   "Saudara Bok, kau betul-betul berjiwa besar dan amat setia kawan, hal mana sungguh membuatku sangat ter-haru, malam ini akupun pasti akan membantumu untuk menolong Ku-locianpwe."

   "Saudara Lamkiong, maksud baikmu biar ku-terima di dalam hati saja." "Ah, saudara Bok, masa kau tidak memberi muka kepadaku?"

   Kata Lamkiong Giok.

   "Ah, kenapa saudara Lamkiong berkata demi-kian? Justru karena kuatir mengganggu dirimu, ma-ka tak berani aku minta bantuanmu."

   "Aku merasa beruntung dapat berkenalan de-ngan saudara Bok, apalagi kau pun sudah beberapa kali membantuku, kini saudara Bok sedang meng-hadapi kesulitan, bila aku tidak membantumu, bu-kankah diriku ini bukan seorang laki-laki sejati?"

   Ji-sia menghela napas dan tidak menjawab lagi.

   Untung tenaga dalam mereka berdua amat sempurna, perjalanan pun dilanjutkan dengan cepat.

   Dalam waktu singkat mereka telah melewati dua bukit yang tinggi dan tiba di suatu lembah..

   *** ( )*** Lamkiong Giok berpaling ke arah Ji-sia dan berkata.

   "Saudara Bok, kita sudah tiba di tempat tujuan, setelah memasuki lembah ini, gedung besar yang kita temukan nanti adalah tempat tinggal orang-orang Hek-liong-kang, kita harus bertindak lebih hati-hati."

   "Saudara Lamkiong, apakah Ku-cianpwe terse-kap di dalam gedung tersebut?"

   Lamkiong Giok mendongak mamandaag cuaca, lalu sahutnya pelahan.

   "Mungkin Ku-cianpwe belum datang, tapi waktu perjanjian mereka sudah hampir tiba."

   Sementara itu mereka telah memasuki lembah tersebut.

   Tampaklah di ujung lembah, di tengah kegelapan malam berdiri angker sebuah bangunan yang megah.

   Kecuali bangunan rumah yang sambung me-nyambung serta loteng yang menjulang tinggi, di sekeliling bangunan tadi penuh tumbuh pepohonan yang rimbun, cuaca gelap gulita tiada cahaya lampu, ini semua menambah seramnya keadaan.

   Ji-sia dan Lamkiong Giok segera melayang ke bawah pohon besar di depan pagar halaman.

   Dengan sorot matanya yang tajam Ji-sia me-mandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian mereka tarik napas dan melompat masuk ke dalam halaman.

   Bangunan ini terletak sangat terpencil, sepi dan menyeramkan, rumput ilalang tinggi lebat memenuhi halaman, bangunan sudah bobrok dan hampir roboh, banyak dinding yang retak atau berlubang.

   Angin lembut berhembus menggoyangkan de-daunan, suara mendesir menambah seramnya suasana.

   Setelah berdiri sekian lama di tempat kegelap-an, Lamkiong Giok dan Ji-sia kembali melayang ke atas bangunan dan melintasi wuwungan rumah.

   Mendadak mereka melihat sesosok bayangan melejit ke udara kemudian meluncur ke arah barat-laut dan lenyap di balik kegelapan.

   *** ( )*** Terkejut Ji-sia, pikirnya.

   "Ditinjau dari gerak tubuh orang itu, jelas ilmu silatnya tidak lemah, sungguh banyak sekali jago lihai dalam dunia per-silatan, rasanya kepandaianku masih selisih jauh."

   Berpikir sampai di sini, timbul perasaan kesal dalam hati, tiba-tiba ia menghela napas dan berbisik.

   "Saudara Lamkiong, bukankah di sekitar tempat ini sudah bersembunyi jago lihai dunia petsilatan?"

   Lamkiong Giok tak tahu apa yang menimbul-kan helaan napas pemuda itu, sahutnya.

   "Saudara Bok, kita sudah berada di tengah bangunan ini, ibaratnya masuk ke sarang naga atau gua harimau, lebih baik kita bertindak hati-hati dan meningkat-kan kewaspadaan. Menurut apa yang kuketahui, terdapat banyak sekali jago lihai dari dunia persi-latan yang berdatangan kemari, terutama orang-orang dari Hek-liong-kang rata-rata berilmu silat tinggi." "Apakah saudara Lamkiong berminat melaku-kan pemeriksaan lebih dulu keadaan bangunan ini?"

   Lamkiong Giok tersenyum.

   "Saudara Bok, se-telah sampai di sini, kita harus masuk ke dalam untuk melihat sendiri tempai macam apakah ba-ngunan ini, apa benar tempat yang mirip sarang naga atau gua harimau?"

   Segera Ji-sia melompat ke depan lebih dulu, dengan suatu gerakan indah ia melayang ke sebelah sana. Mendadak Lamkiong Giok berseru tertahan.

   "Ada orang datang, saudara Bok, cepat menyem-bunyikan diri!"

   Waktu itu Ji-sia sudah berada dua tombak ja-uhnya dari tempat semula, mendengar seruan terse-but mendadak ia berjumpalitan, lalu berubah arah, setelah berputar di udara, cepat ia melayang kem-bali ke tempat semula, turun di sisi Lamkiong Giok.

   *** ( )*** Waktu Ji-sia memandang ke sana, betul juga, ada dua sosok bayangan manusia dengan cepat luar biasa sedang meluncur datang.

   Dalam sekejap telah tiba di rumah di depan sana, setelah celingukan sebentar, kemudian melompat turun.

   Lamkiong Giok telah menyaksikan demonstrasi ilmu meringankan tubuh Ji-sia yang lihai tadi, di-am-diam ia menghela napas, pikirnya.

   "Kepandaian orang ini sungguh sukar diukur, menurut pengamat-anku selama beberapa hari ini, jelas ilmu silatnya setiap saat memperoleh kemajuan yang pesat, kecuali tenaga pukulannya yang bertambah kuat, jurus se-rangannya juga sangat lihai, malah tidak kalah da-ri pada jurus serangan Lik-ih-hiat-li. Dia mengaku sebagai murid Ban-pian-sinkun, tapi mungkinkah Auyang Seng dapat melatih seorang jago lihai se-perti dia ini..? Sungguh sukar di mengerti."

   Sementara itu Bok Ji-sia tidak melihat sesuatu gerakan lag,i setelah menunggu sekian lama, ia ber-paling dan berkata.

   "Saudara Lamkiong, mari kita menyusup ke depan sana, kita lihat orang macam apakah kedua orang tadi!"

   Lamkiong Giok mengangguk, ia melompat ke depan tanpa menimbulkan suara ia melayang turun, diam-diam mereka mengitari pekarangan dan ber-sembunyi di belakang pohon siong untuk mengintip.

   Tempat ini merupakan halaman samping yang sepi, tertampak seorang kakek kecil dan seorang kakek jangkung berdiri tegak hormat di depan pin-tu ruangan sebelah kanan, agaknya mereka sedang menanti sesuatu perintah, tapi pintu dan jendela kamar itu tertutup rapat dan sama sekali tak terdengar suara apapun.

   Ji-sia dan Lamkiong Giok menjadi heran me-nyaksikan adegan tersebut, mereka tak tahu kenapa kedua kakek itu berdiri di situ.

   "Saudara Lamkiong, siapakah kedua orang itu?"

   Bisik Ji-sia kemudian.

   *** ( )*** Tempat di mana mereka menyembunyikan di-ri masih selisih enam-tujuh tombak jauhnya, Ji-sia pun berbisik dengan suara yang lirih, sekalipun jago yang berilmu tinggi juga belum tentu bisa menangkap suaranya.

   Tapi baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, terdengar si kakek jangkung yang ceking itu mendengus.

   "Tak tersangka di tengah malam buta be-gini, saudara sekalian bersedia mengunjungi per-kampungan sepi ini, jika aku Kau-lau-coa-siu (ka-kek ular dari bukit Kau-lau) tidak sempat menyam-but, harap kalian sudi memberi maaf."

   Mendengar nama Kau-lau-coa-siu, diam-diam Lamkiong Giok terperanjat, ia tak mengira kedua orang ini adalah Kau-lau-liong-coa-siang-siu (sepa-sang kakek ular dan naga dari Kau-lau-san) yang telah termashur pada sepuluh tahun yang lalu.

   Bila ditinjau dari munculnya kedua kakek sakti ini di perkampungan ini, jelas membuktikan bahwa mereka termasuk jago-jago Hek-liong-kang, apalagi ditinjau dari sikap hormat kedua oraag itu, tampak-nya kedudukan mereka teramat rendah.

   Jika tokoh dunia persilatan yang pernah me-nonjol pada sepuluh tahun yang lalu ternyata mem-punyai tingkat kedudukan yang begini rendah da-lam aliran Hek-liong-kang, ini mumbuktikan pula bahwa kungfu tokoh "tiga pria dan empat perem-puan"

   Dari Hek-liong-kang pasti amat tinggi.

   Ketika mendengar perkataan tadi, Ji-sia me-ngira jejaknya ketahuan orang, baru saja akan me-nampilkan diri untuk menjawab, tiba-tiba Lamkiong Giok menarik ujung bajunya.

   Pada saat itulah, tiba-tiba dari atas pohon di sebelah sana terdengar seseorang tertawa dingin dan berseru.

   "Mana, mana! Sudah sepuluh tahun lama-nya Kau-lau-liong-coa-siang-giu tidak pernah muncul dalam dunia persilatan, kukira kalian sudah lama pulang ke akherat, eh, tak tahunya *** ( )*** sekarang berse-dia melacurkan diri dengan menjadi pelayan orang Hek-liong-kang, hehehe.."

   Meskipun disindiriorang, Kau-lau-coa-siu tidak menjadi gusar, katanya dengan dingin.

   "Si-apa kau? Kenapa tidak unjuk diri? Kalau didengar dari perkataanmu, tampaknya kau pun terhitung se-orang yang punya nama."

   Gelak tertawa aneh memanjang berkumandang lagi dari puncak pohon, suaranya sedemikian di-nginnya bagaikan embusan angin dari gudang es, membuat orang bergidik. Hampir sekian lama, gelak tertawa panjang itu baru berhenti, katanya.

   "Sudah kalian kenali gelak tertawaku yang panjang ini?"

   Air muka Lamkiong Giok berubah hebat se-telah mendengar gelak tertawa aneh itu, bisiknya kepada Ji-sia.

   "Saudara Bok, hati-hati sedikit, orang yang berada di atas pohon itu adalah Sip-hun-koay-sat-jiu (tangan aneh pembetot sukma) dari Bu-lim-jit-coat."

   Rupanya Kau-lau-liong-coa-siang-siu pun ter-peranjat mendengar gelak tertawa itu, si kakek ular dari bukit Kau-lau segera menjengek dan berseru.

   "Tak kusangka adalah kau. Bagus, bagus sekali! Malam ini perkampungan kami pasti tambah se-marak!"

   Orang yang bersembunyi di atas dahan pohon itu mendengus, lalu melayang turun dan berdiri di hadapan kedua kakek ular dan naga dari Kau-lau-san.

   Waktu Ji-sia mendengar bahwa orang itu ada-lah Sip-hun-koay-sat-jiu yang seangkatan dengan gurunya dalam dunia persilatan tanpa terasa ia me-ngawasinya dengan lebih saksama.

   Orang itu memakai jubah panjang dengan ujung baju yang lebar, rambutnya di sanggul tinggi di atas kepala, wajahnya angker, tulang pipi tinggi dengan mata cekung, sinar matanya tajam membuat orang jeri untuk memandangnya.

   *** ( )*** Sementara itu Sip-hun-koay-sat-jiu telah me-mandang sekejap ke sekeliling tempat itu, lalu kata-nya dengan dingin.

   "Sampai sekarang kenapa ma-jikannya belum juga tiba?"

   "Entah majikan siapa yang kau maksudkan?"

   Jengek si kakek ular. Rada dongkol Sip-hun-koay-sat-jiu mendengar jawaban Kau-lau-coa-siu yang ketus itu, ia men-dengus dan berkata dengan menghina.

   "Hmm, bu-kankah yang disanjung pula oleh Liong-coa-siang-siu berdua adalah budak dari Hek-liong-kang itu?"

   "Siapakah yang kau maksudkan sebagai budak?"

   Bentak si kakek naga dari Kau-lau-san.

   "Tentu saja si gadis pemimpin aliran Hek-liong-kang."

   Kau-lau-coa-siu tertawa seram, katanya.

   "Sip-hun-koay-sat-jiu, tampaknya kau sudah bosan hidup, betapa agung dan terhormatnya kedudukan putri Hek-liong-kang Siancu, memangnya kau kira boleh di maki seenaknya?"

   Sip-hun-koay-sat-jiu tertawa panjang pula, sahutnya.

   "Aha, barangkali kalau kumaki dia jiwaku bakal melayang? Ingin kulihat betul terjadi atau tidak? Hehehe, ketahuilah, kawanan jago persilatan yang datang malam ini tak sedikit jumlahnya, ku-rasa di sekeliling bangunan yang dihuni bocah dogol kalian itu sudah dikurung oleh beberapa ribu orang, apakah dengan andalkan tenaga kalian, dapat membunuh sekian banyak orang?"

   Tiba-tiba dari wuwungan rumah sebelah barat sana berkumandang suara gelak tertawa nyaring, kemudian seseorang menimpali.

   "Betul juga perkataanmu, hei makhluk tua, melulu kau dan aku sudah lebih dari cukup untuk membuat mereka tahu rasa nanti!"

   Begitu mendengar suara orang itu, dengan terkesiap Lamkiong Giok lantas berpikir.

   "Wah, tampaknya lebih baik *** ( )*** bagiku tidak menampakkan diri pada malam ini, kalau tidak, jelas keadaan ti-dak menguntungkan diriku."

   Berbareng dengan sirapnya gelak tertawa tadi, sesosok bayangan melambung di udara dan seperti badan halus melayang turun di belakang Sip-hun-koay-sat-jiu, ternyata orang ini adalah Hian-thian-koancu Kun-tun Cinjin.

   Sip-hun-koay-sat-jiu berpaling dan memandangi sekejap ke arah Kun-tun Cinjin, kemudian sambil tertawa dingin katanya, Kun-tun Tosu tua, sedari kapan kau tinggalkan Hian-thian-koan? Tampaknya ilmu silatmu telah memperoleh banyak kemajuan?"

   "Ya, lumayan,"

   Sahut Kun-tun Cinjin sambil tertawa dingin.

   "kukira selama delapan belas tahun ini kau si mahluk tua pun banyak mendapat kema-juan, cuma tampaknya kepandaian kita masih be-lum cukup untuk menjagoi dunia persilatan."

   "Hei, si hidung kerbau, kenapa kau mengucap-kan kata-kata patah semangat seperti itu?"

   Damprat Sip-hun-koay-sat-jiu.

   "tampaknya dalam pertanding-an Bu-lim-jit-coat kita delapan belas tahunan nanti, lagi-lagi kau akan menempati urutan terakhir."

   Kun-tun Cinjin tertawa, katanya.

   
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Setelah me-lewati masa delapan belas tahun yang panjang, ku-rasa Jit-coat sudah tak bisa berkumpul secara leng-kap lagi, soal pertarungan yang di tentukan juga tak mungkin bisa dilangsungkan, bila berlangsung, kuyakin masih mampu menangkan satu jurus dari kau si makhluk tua."

   "Hm, coba tiada perjanjian pada delapan be-las tahun dulu, pasti kutantang dirimu untuk ber-tarung lebih dulu."

   "Betul!"

   Kun-tun Cinjin tertawa licik.

   "maka sebelum waktu bertarung tiba, sepantasnya kita be-kerja sama menghadapi persoalan ini." *** ( )*** Mendengar ucapan tersebut, diam-diam Lam-kiong Giok menggerutu.

   "Tosu tua ini betul-betul licik sekali, jika mereka bertujuh sampai bersatu, maka keadaan dunia persilatan dewasa ini harus di-nilai kembali."

   Ji-sia tak tahu tentang perjanjian Bu-lim-jit-coat pada delapan be-las tahun yang lalu, maka sesudah men-dengar perkataan itu iapun berpikir.

   "Bu-limn-jit-coat sekarang ada tiga orang yang telah tiada, sisa empat orang tentu saja tak bisa melanjutkan perjanjian semula, tapi bila mereka melangsungkan juga pertarungan itu, aku pasti akan mewakili gu-ruku Oh Kay-gak untuk bertarung melawan mereka. Sementara itu Sip-hun-koay-sat-jiu sedang ter-tawa dingin dan berkata.

   "He, hidung kerbau, rupa-nya kau mempunyai tujuan yang lain, untuk kerja sama tentu boleh, tapi harus diketahui dulu siapa lawan kita!"

   Kun-tun Cinjin tersenyum.

   "Makhluk tua, tahu-kah kau bahwa dunia persilatan dewasa ini telah mengalami perubahan yang amat besar?"

   "Ehm, tampaknya memang ada perubahan, ta-pi dunia persilatan toh bukan ajang kekuasaan Jit-coat kita melulu?"

   "Bukan begitu persoalannya, bila Jit-coat ingin menjagoi dunia persilatan maka kita harus berjuang dengan mempertaruhkan nyawa, bukan mustahil Jit-coat, bakal dimusnahkan oleh orang lain.."

   

   Jilid 10 Kiranya semenjak dikalahkan Lik-ih-hit-li, Kun-tun Cinjin masih penasaran, ia berusaha mencari jalan untuk membalas dendam, maka ia sengaja mengumbar kata-kata besar di hadapan Si-hun-koay-sat-jiu dengan harapan orang mau bekerja sa-ma dengannya untuk membunuh Lik-ih hiat-li.

   Melihat keseriusan orang, Si-hun-koay-sat-jiu tertawa dingin, ujarnya.

   "Hidung kerbau, rupanya nyalimu sudah *** ( )*** dibikin ciut oleh tiga pria dan em-pat perempuan dari Hek-liong-kang?"

   "Kau anggap ketiga orang laki-laki dan empat orang perempuan dari Hek-liong-kang itu bisa kau robohkan dengan mudah!?"

   Kun-tun Cinjin balas mengejek,"sesungguhnya bukan cuma orang-orang Hek-liong-kang saja yang lihai, masih ada jago lain yang lebik tangguh lagi, terus terang, aku sendiri pun pernah kecundang di tangannya."

   "Tosu tua, permainan setan apa yang sedang kau lakukan, dapatkah kau jelaskan perkataanmu dengan lebih terperinci?"

   "Makhluk tua, tahukah kau siapa di dunia de-wasa ini yang sanggup menahan pukulan Peng-sian-jit-gwat-ciang yang maha lihai itu?"

   Tanya Kun-tun Cinjin. Mendadak Ji-sia berbisik kepada Lamkiong Giok.

   "Saudara Lamkiong, apakah kau tahu bilakah diselenggarakan pertemuan Bu-lim-jit-coat?"

   Belum lagi Lamkiong Giok menjawab, tiba-ti-ba dari belakang mereka berkumandang suara ge-lak tertawa, menyusul seseorang menegur.

   "Lamkiong lote, kiranya kaupun berada di sini, kenapa tidak segera menampakkan diri?"

   Lamkiong Giok segera berpaling, dengan ma-tanya yang tajam ia memandang sekejap sekeliling tempat itu.

   Tertampaklah Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat dan Bu-sian-gisu Kwanliong Ciong-leng mun-cul dari balik kegelapan sana.

   Menyusul kemudian beberapa sosok bayangan lantas muncul juga, mereka adalah Hek-to-sam-koay yang terdiri dari Kui-tau-kau Tu Leng-mong, Sat-hong-tok-ciang Ki Thi-hou serta Eng-jiau-jiu Hou Wi-kang, lalu tampak pula Im-hong-ciang Kui Kok-hou dan Mo-in-jiu Kok Siau-thian.

   Bekernyit alis Lamkiong Giok menyaksikan Bu-sian-gisu Kwanliong Ciong-leng berada bersama orang-orang Thian-seng-po, tapi segera katanya de-ngan tertawa.

   "Saudara *** ( )*** Kwanliong, sedari kapan kau bergaul dengan Oh Ku-gwat sekalian?"

   Bu-sian-gisu Kwanliong Ciong-leng tertawa, sa-hutnya.

   "Kami baru saja tiba di sini dan bertamu secara tak sengaja, maka kamipun beramai-ramai datang melihat keramaian. Mari, mari! Kita ber-sama-sama unjukkan diri untuk bertemu dengan mereka."

   Sambil bicara Oh Ku-gwat sekalian lantas barjalan menuju ke tengah arena.

   "Saudara Bok,"

   Tiba-tiba Lamkiong Giok ber-bisik.

   "coba lihatlah keadaan kita yang tidak me-nguntungkan ini, bagaimana kalau kita menghindar dulu untuk sementara waktu?"

   Baru selesai berkata, mendadak suara tertawa yang menyeramkan berkumandang tiba, menyusul seseorang berkata.

   "Anak keparat Lamkiong Giok, jangan harap kau bisa kabur dari sini. Hehehe, se-kali ini pasti ada kesenangan yang akan kau cicipi kecuali bila setan tua ayahmu muncul mendadak di sini sekarang juga."

   Ternyata Kun-tun Cinjin sedang berjalan ke arah mereka dengan langkah perlahan. Melihat itu, sadarlah Lamkiong Giok tak bi-sa kabur lagi, dengan nekat ia tertawa dingin.

   "Kun-tun Locianpwe, apakah kau hendak menganiaya orong muda?"

   Kun-tun Cinjin tertawa seram, mendadak ia mencengkeram tubuh Lamkiong Giok, cepat serang-annya, tepat sasarannya.

   "Mundur kau!"

   Bentak Ji-sia, tangannya segera menabas tubuh Kun-tun Cinjin. Terkejut Kun-tun Cinjin, terpaksa ia batalkan ancamannya terhadap Lamkiong Giok dan menyong-song serangan Bok Jisia.

   "Plak!"

   Terjadi adu tenaga pukulan. *** ( )*** Kun-tun Cinjin segera merasakan segulung te-naga pukulan yang kuat menumbuk tubuhnya, ia tergetar mundur tiga langkah. Hal ini membuat Kua-tun Cinjin terkejut, pi-kirnya.

   "Kenapa tenaga pukulan bocah ini jauh le-bih kuat dari dulu? Padahal dalam seranganku ba-rusan paling tidak telah kusertakan enam bagian te-nagaku, jangan-jangan malam ini aku mesti tertimpa sial terus menerus."

   Kemampuan Ji-sia memukul mundur Kun-tun Cinjin, seorang tokoh di antara Bu-lim-jit-coat, tentu saja mengejutkan semua jago yang hadir, meskipun semua orang tahu ia memiliki kungfu yang hebat, tapi tidak menyangka sedemikian pesat kemajuan yang dicapainya.

   Si-hun-koay-sat-jiu dengan sorot matanya yang tajam mengamati wajah Ji-sia sekejap, tiba-tiba ia maju menghampirinya.

   "Saudara Bok, awas Si-hun-koay-sat-jiu!"

   Mendadak terdengar Lamkiong Giok berseru kuatir.

   Baru lenyap suaranya, mendadak Si-hun-koay-sat-jiu mengebaskan lengan baju kiri setajam pisau menyabat pergelangau tangan kanan Ji-sia.

   Setelah mengalami pelbagai kelicikan dan ba-hayanya dunia persilatan selama setengah bulan ter-akhir ini, dalam hati Ji-sia telah mempertinggi ke-waspadaan, setelah menghajar mundur Kun-tun Cinjin tadi, diam-diam ia menghimpun tenaga dalam untuk menghadapi segala kemungkinan, maka wak-tu Si-hun-koay-sat-jiu menghampirinya, ia lantas ta-hu orang hendak mencari perkara kepadanya.

   Karena itulah, ketika ujung baju Si-hun-koay-sat-jiu menyambar pergelangan tangan kanannya, cepat Ji-sia *** ( )*** berkelit ke samping, kemudian ia balas mencengkeram urat nadi pergelangan tangan kiri Si-hun-koay-sat-jiu.

   Si-hun-koay-sat-jiu tidak menyangka pemuda itu memiliki ilmu silat begini hebat, sebab serangan balasan itu sedemikian aneh sehingga ia tak men-duga sebelumnya, apalagi di antara rentang jari la-wan terasa ada lima gulung angin tajam menyam-bar tiba.

   Dengan terkejut buru-buru ia tarik kembali se-rangannya sambil melompat mundur.

   Ji-sia tak memberi peluang bagi musuh, sambil membentak telapak tangan kirinya menyerang pula dengan jurus Sin-liong-jut-in (naga sakti keluar dari mega), kembali ia menabas.

   Meski Ji-sia tahu tenaga dalam sendiri menda-pat kemajuan pesat sejak mendapat warisan tenaga murni hasil latihan puluhan tahun Oh Kay-gak, te-rutama setiap kali bila terhantam oleh orang selalu muncul hawa murni yang aneh menyalur ke sendi tulang sehingga membuat tubuh menjadi se-gar dan tenaga dalam seakan-akan bertambah kuat, tapi dia sendiri tak tahu sampai taraf bagaimanakah tenaga dalamnya sekarang.

   Kini ia berhadapan dengan Si-hun-koay-sat-jiu yang seangkatan dengan gurunya dalam Bu-lim-jit-coat, mau-tak-mau timbul juga rasa tegangnya, maka be-gitu turun tangan ia gunakan tenaga sepenuhnya.

   Melihat datangnya serangan hebat, Si-hun-koay-sat-jiu tertawa dingin, dengan tujuh bagian tenaga dalam telapak tangan kirinya menyambut ancaman lawan.

   Ketika dua gulung angin pukulan ysng maha dahsyat itu bertemu, Ji-sia terguncang keras, tapi ia tetap berdiri tegak di tempatnya, sebaliknya Si-hun-koay-sat-jiu merasakan tenaga dahsyat menum-buknya, untung tenaga dalamnya cukup sempurna sehingga tubuhnya tak sampai tertolak mundur.

   *** ( )*** Semua orang yang hadir sama terkesiap, tim-bul perasaan jeri dan ngeri setiap orang terhadap Bok Ji-sia.

   Lamkiong Giok sendiripun merasa kaget me-nyaksikan kemampuan Ji-sia menyambut dua pukul-an dari dua tokoh Bu-lim-jit-coat, tapi diam-diam iapun kagum atas kesempurnaan tenaga dalam Jisia, tanpa terasa jerinya terhadap Kun-tun Cinjin dan Si-hun-koay-sat-jiu jadi berkurang.

   "Meskipun posisiku malam ini sangat berba-haya,"

   Demikian pikirnya.

   "tapi bila aku bekerja sa-ma dengan Bok Jisia, sekalipun tak bisa menan-dingi kedua jago lihai itu, untuk mempertahankan diri atau melarikan diri rasanya tidak menjadi soal."

   Ketika rasa jerinya hilang, keberanian Lamkiong Giok pun timbul lagi, ia tertawa terbahak-bahak, sambil memberi hormat keoada Si-hun-koay-sat-jiu katanya dengan lantang.

   "Sudah lama kudengar nama kebesaran Si-hun-koay-sat-jiu, sayang belum ada ke-sempatan untuk bertemu, sungguh beruntung ke-inginanku itu terpenuhi pada malam ini."

   Dengan sinar mata tajam Si-hun-koay-sat-jiu memperhatikan Lamkiong Giok dari atas hingga ke bawah berulang kali, kemudian ia tertawa seram.

   "Konon Lamkiong Hian mempunyai seorang putera kesayangan bernama Huan-in-kiam Lam-kiong Giok, apakah kau ini orangnya?"

   Ia mene-gur dingin.

   "Tidak berani! Tidak berani!"

   Lamkiong Giok tersenyum.

   "Wanpwe hanya seorang pemuda ke-marin sore, masih sangat mengharapkan petunjuk dari Locianpwe."

   Si-hun-koay-sat-jiu lantas menuding Bok Ji-sia dan bertanya.

   "Lamkiong Giok, siapakah orang ini?" "Dia adalah seorang sahabat karib Wanpwe, harap Cianpwe suka memaafkan,"

   Jawab Lamkiong Giok.

   *** ( )*** Meski orang berwatak aneh dan tinggi hati, menghadapi sikap sopan dan hormat Lamkiong Giok ini terasa enggan juga untuk bersikap keras, di sinilah terbukti betapa cerdiknya pemuda ini.

   Ketika Kun-tun Cinjin melihat Si-hun-koay-sat-jiu bermaksud mengundurkan diri, buru-buru seru-nya.

   "Anak keparat Lamkiong, mulutmu memang tajam sekali, sungguh kagum Lamkiong Hian mem-punyai seorang putera seperti kau, cuma malam ini jangan harap kau bisa lolos dari perhitungan utang lama."

   Sambil berkata, pelahan Tosu itu mendekati Bok Ji-sia. Pada saat itulah mendadak dari kamar sebelah kanan berkumandang suara teguran seorang laki-laki yang amat angkuh.

   "Hei, kalian manusia-manusia tak tahu diri, di tengah malam buta begini bukan saja sembarangan memasuki rumah orang, membuat gaduh lagi sehingga mengganggu ketenangan tidur orang, jika tidak cepat-cepat enyah dari sini, jangan menyesal jika aku bertindak bikin kalian mati tanpa tempat kubur."

   Sungguh nada yang sombong, siapa pun merasa tidak puas. Si-hun-koay-sat-jiu tertawa seram, katanya.

   "Orang-orang Hek-liong-kang memang sombong, sebelum sempat melihat tampang mereka sung-guh aku merasa berat meninggalkan tempat ini!"

   "Liong-coa-siang-siu, di mana kalian berdua?"

   Suara orang tadi kembali berkumandang dari da-lam ruangan. Dengan hormat Kau-lau-liong-siu menyahut "Kau-lau-liong-coa-siang-siu siap menunggu perintah Hoa-siauya!"

   "Kalian berdua lekas turun tangan, bunuh orang yang baru saja berbicara itu!"

   Perintah orang she Hoa dalam ruangan itu.

   *** ( )*** "Liong-coa-siang-siu siap melaksanakan perin-tah Siauya, cuma orang ini"

   "Macam apakah orang ini?"

   "Dia Si-hun-koay-sat-jiu, salah satu tokoh Bu-lim-jit-coat yang termashur dalam dunia persilatan."

   "Kenapa?"

   Seru orang she Hoa dalam ruangan dengan gusar.

   "hanya seorang Si-hun-koay-sat-jiu saja masa membuat kalian ketakutan? Betul-betul gentong nasi yang tak berguna, hayo cepat laksa-nakan perintahku!"

   Meskipun kedua kakek ular dan naga dari bu-kit Kau-lau jeri terhadap Bu-lim-jit-coat, tidak ber-arti mereka takut kepada Si-hun-koay-sat-jiu.

   "Hoa-siauya"

   Kembali Kau-lau-liong-siu berkata dengan hormat.

   "kami mendapat perintah Sian-Li-nio-nio untuk melindungi keselamatanmu, dewasa ini kawanan jago lihai dari segenap penjuru dunia telah berkumpul di sini."

   "Tidak usah banyak bicara,"

   Tukas orang da-lam ruangan itu sambil membentak.

   "kalau tidak kau laksanakau perintah, segara kujatuhi hukuman mati kepada kalian!"

   Si-hun-koay-sat-jiu merasa gusar sekali, dengan suara dingin serunya.

   "Setan cilik dari Hek-liong-kang, kau betul-betul sombong, kalau punya kepandaian, ayo menggelinding keluar!"

   Sungguh amat aneh, meski suara orang dalam ruangan itu amat sombong, tapi setelah Si-hun-koay-sat-jiu menantangnya, orang itu lantas membungkam. Tiba-tiba Ji-sia berpaling kepada Lamkiong Giok dan bertanya.

   "Saudara Lamkiong, apakah orang yang berada di dalam itu adalah sasaran utama kita dari Hek-liong-kang?"

   Lamkiong Giok tersenyum, sahutnya.

   "Saudara Bok, dari pihak Hek-liong-kang telah datang tiga orang laki-laki dan *** ( )*** empat orang perempuan, pen-tolannya ialah seorang gadis muda."

   "Ku-cianpwe akan datang kemari, apakak maksudnya hendak berjumpa dengan pemuda itu?"

   Kembali Ji-sia bertanya. Lamkiong Giok manggut-manggut.

   "Mungkin begitu!"

   Dalam pada itu, Kau-lau-liong-coa-siang-siu, yang satu jangkung dan yang lain pendek telah tiba di samping Si-hun-koay-sat-jiu, tanpa bicara ke-dua orang itu lantas melolos senjatanya.

   Kau-lau-coa-siu dengan senjata Poan-koan-pit segera menerjang ke muka, senjatanya langsung menutuk dada Si-hun-koay-sat-jiu.

   Menghadapi serangan tersebut, Si-hun-koay-sat-jiu tidak melakukan reaksi apa-apa, ketika senjata Poan-koan-pit mendekati dadanya, ia baru tertawa dingin, telapak tangan kirinya menyampuk Poan-koan-pit lawan, sementara kakinya menendang perut Kau-lau-liong-siu.

   Ketika Kau-lau-coa-siu menyerang Kau-lau-liong-siu juga segera mencabut kipas dan menutuk ke depan, tapi oleh tendangan Si-hun-koay-sat-jiu yang cepat, terpaksa ia menarik kembali kipasnya sambil melompat mundur.

   Setelah berhasil mendesak mundur Kau-lau-liong-siu dengan tendangannya, tiba-tiba Si-hun-koay-sat-jiu merasa angin tajam kuat menyergap datang, kiranya Kau-lau-coa-siu telah memanfaatkan kesempatan itu untuk menghantam dari samping.

   Si hun-koay-sat-jiu tertawa seram, tiba tiba ia memutar tangan kanannya, ia sambut ancaman Kau-lau-coa-siu tersebut dengan keras lawan keras.

   Kau-lau-coa-siu cukup mengetahui kesempur-naan tenaga dalam musuh, melihat kuda-kudanya sangat kuat, tanpa *** ( )*** menggeser menangkis serangan-nya, ia tak berani menyambut serangan tadi dengan kekerasan, cepat ia melompat ke samping.

   Setelah dipaksa mundur tadi, Kau-lau-liong-siu menanti kesempatan baik untuk melancarkan se-rangan pula, maka ketika dilihatnya Si-hun-koay-sat-jiu mendesak mundur Kau-lau-coa-siu segera ia mem-bentak, pada saat musuh belum sempat menarik kembali tangannya, secepat kilat kipasnya mengebas pula dengan kuat.

   Kau-lau-liong-coa-siang-siu memang mahir me-lancarkan serangan bersama, kerja sama mereka ke-tat dan hebat, apalagi tenaga dalam mereka memang sempurna, setiap gerak tangan cukup untuk me-renggut jiwa orang.

   Jangan kira senjata Kau-lau-liong-siu hanya se-batang kipas saja, bila Si-hun-koay-sat-jiu sampai tersambar, niscaya akan terluka parah.

   Si-hun-koay-sat-jiu memang bukan jago yang lemah, ketika menahan serangan Coa-siu di se-belah kanan, mendadak dari arah kiri mendesing angin tajam, ia tertawa dingin, tanpa berkelit dia ayunkan telapak tangan kiri untuk menolak kipas yang sedang menyergap itu.

   Serangan Kau-lau-liong-siu itu sebenarnya di-lancarkan di luar dugaan lawan, tenaga yang diper-gunakan sangat hebat.

   Ketika dilihatnya pihak lawan tidak berkelit, malahan menangkis pukulannya, dari kaget ia jadi takut, ia merasa sangsi, tahu-tahu te-naga pukulan Si-hun-koay-sat-jiu telah menekan kipasnya.

   Ia merasa pergelangan tangan bergetar keras, kipasnya tertahan ke bawah dan nyaris terlepas, ke-ruan ia terperanjat.

   Kau-lau-liong-siu sudah termashur selama pu-luhan tahun di dunia persilatan, seandainya senjata andalannya kena dipukul lepas oleh musuh dengan tangan kosong, hal ini akan *** ( )*** merupakan kejadian yang sangat memalukannya, dan pasti akan dipan-dang hina oleh majikannya.

   Berpikir demikian, dengan dahi berkerut tanpa mempedulikan keselamatan sendiri lagi ia himpun hawa murninya, kipas bergerak ke depan mengiringi gerak maju tubuhnya, serangan langsung pada Ciang-tay-hiat di dada musuh.

   Pada saat yang sama senjata Poan-koan-pit dengan membawa desing angin tajam juga menutuk dari samping.

   Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Si-hun-koay-sat-jiu menjadi gusar, hawa nafsu membunuh menyelimuti wajahnya, sambil tertawa aneh ia mendesak maju.

   Telapak tangan kiri masih tetap menahan kipas Kau-lau-liong-siu, sedangkan kelima jari tangan kanan terentang lebar, dari serangan memukul ber-ubah jadi mencengkeram, secepat kilat ia mendak ke bawah lalu meraih ke atas dengan jurus Pek-hay-pok-li (laut hijau memantulkan sinar).

   Dengusan tertahan berkumandang, tahu-tahu senjata Poan-koan-pit Coa-siu kena dirampas oleh Si-hun-koay-sat-jiu.

   Setelah berhasil merampas Poan-koan-pit itu dengan tangan kanannya, hawa nafsu membunuh Si-hun-koay-sat-jiu tambah berkobar, pergelangan tangannya bergetar dan Poan-koan-pit rampasan langsung menusuk dada Kau-lau-liong-siu.

   Kakek naga dari bukit Kau-lau itu terperanjat, buru-buru ia membuang kipasnya sambil melompat mundur.

   Beberapa jurus serangan tersebut mereka laku-kan dengan cepat, terutama cara Si-hun-koay-sat-jiu merampas senjata lawan boleh dibilang merupa-kan jurus-jurus serangan ajaib.

   Sambil mengacungkan senjata Poan-koan-pit dan kipas rampasan, Si-hun-koay-sat-jiu tertawa di-ngin.

   "Sekarang kalian harus memanggil anak jumawa itu untuk minta kembali senjata kalian ini." *** ( )*** Sejak terjun ke dunia persilatan, belum per-nah Kau-lau-liong-coa-siang-siu mengalami kekalahan seperti ini, mana mereka tahan terhadap ejek-an tersebut? Sambil membentak, kembali kedua orang itu menerjang maju.

   "Jika ingin mampus jangan coba berkelit!"

   Ejek Si-hun koay-sat-jiu, Poan-koan-pit dan kipas ram-pasan itu langsung diayunkan ke tubuh kedua ka-kek yang sedang menubruk maju itu.

   Siapa yang tidak sayang akan jiwa sendiri? Se-kalipun Kau-lau-liong-coa-siang-siu telah mendapal penghinaan besar, tapi mereka enggan mati konyol, kedua orang itu segera menghindar dengan melom-pat ke kiri dan kanan.

   "Liong-siu, Coa-siu, mundur kalianl"

   Suara jumawa tadi tiba-tiba berkumandang kembali dari dalam ruangan.

   "kalian bukan tandingan orang ini!"

   Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut pintu kamar tiba-tiba terpentang, empat orang laki laki berbaju ketat berpedang muncul beruntun dari dalam ruangan, paling belakang muncul lagi seorang pemuda yang berdandan perlente.

   Sikap maupun gerak-gerik keempat laki-laki dan pemuda perlente itu amat sombong, seakan-akan tiada orang lain yang terpandang oleh mereka, sambil membusungkan dada mereka maju ke tengah.

   Sinar mata mereka tak pernah memandang ke arah kawanan jago itu, sikap sombong semacam itu sungguh menggusarkan hati semua orang.

   Mendadak keempat laki-laki itu terpencar ke kiri dan kanan, lalu berdiri tegak di situ, semen-tara si pemuda parlente berdiri tepat di depan Si-hun-koay-sat jiu.

   Diam-diam Ji-sia mengamati pemuda parlente itu, wajahnya tampak tampan dengan mata yang memancarkan sinar tajam, pemuda itu tampak ga-gah perkasa.

   Cuma *** ( )*** bibirnya tipis lagi lancip, jelas dia seorang yang berhati culas dan berjiwa sempit.

   Pada saat itulah mendadak berkumandag su-ara siulan nyaring bernada sedih yang berkumandang dari jauh.

   Tahu-tahu di tengah arena telah bertambah dengan seorang laki-laki berwajah kurus, orang ini adalah pendekar besar satu jaman, Siau-yau-sian hong-khek Ku Thian-gak, ketika ia muncul, pemu-da perlente itu tampak gelisah.

   Melihat kemunculan Ku Thian gak, buru-buru Ji-sia menyongsong ke depan sambil berseru.

   "Ku-cianpwe, sungguh amat payah Wanpwe mencari-mu!"

   Ketika melihat Ji-sia hadir di situ, sekulum senyuman pedih segera tersungging di ujung bibir Siau-yau-sian-hong khek Ku Thian-gak, wajahnya seperti sedih seperti juga murung, seakan-akan seorang yang putus asa dan menghadapi jalan bun-tu.

   Dari mimik wajah Ku Thian-gak tersebut Ji-sia segera tahu bahwa pendekar tersebut sedang di-liputi perasaan sedih luar biasa.

   Tiba-tiba saja suasana di sekeliling tempat itu khidmat luar biasa.

   Ji-sia mempunyai rasa persahabatan yang te-bal dengan Ku Thian-gak, dengan perasaan terha-ru ia lantas menegur.

   "Ku-cianpwe, apakah engkau ada urusan yang perlu Wanpwe laksanakan ba-gimu?"

   Sambil berkata ia maju ke depan menghampiri Ku Thian-gak. Mendadak pemuda perlente tadi tertawa dingin dan menegur.

   "Siapa kau? Cepat berhenti!"

   "Ada apa?"

   Sahut Ji-sia dingin.

   "kau hendak menghalangi aku bicara dengannya?"

   "Betul, kau merasa tidak puas?" *** ( )*** Ji-sia tertawa hambar.

   "Ya, boleh kutahu si-apa nama Anda?"

   Biasanya pemuda perlente itu beranggapan wajahnya amat tampan sehingga menimbulkan sikap angkuhnya, tapi setelah menyaksikan Ji-sia dan Lamkiong Giok sekarang, hatinya bergetar, pikirnya.

   "Tak nyana dalam dunia persilatan masih terdapat dua orang pemuda tampan dan gagah seperti mereka, saat ini Sumoay sudah mulai menginjak usia remaja, api asmaranya lagi berkobar, jika"

   Berpikir sampai di sini, sekulum senyuman li-cik segera tersungging di ujung bibir pemuda per-lente itu, katanya.

   "Siaute she Hoa bernama Hong-hui, mau apa kau tanya namaku?"

   "Kulihat saudara Hoa cukup gagah, ingin se-kali kuikat tali persahabatan denganmu." "Ah, terpaksa membuatmu kecewa, aku tak suka bersahabat dengan orang,"

   Sahut Hoa Hong-hui, si pemuda perlente itu dengan ketus. Lamkiong Giok segera berseru sambil tertawa dingin.

   "Saudara Bok, lagak orang itu terlalu som-bong, mana ia mau menerima uluran tanganmu!"

   Tiba-tiba Ji-sia tertawa dan bertanya lagi.

   "To-long tanya saudara Hoa, ada perselisihan apakah antara pihak kalian dengan Siau-yau-sian-hong-khek Ku Thian-gak Locianpwe?"

   Hoa Hong-hui, pemuda perlente itu tidak men-jawab, sebaliknya malahan menegur dengan dingin.

   "Sudah cukup belum pertanyaanmu?"

   Ji-sia mengernyitkan kening, lalu berkata lagi dengan dingin.

   "Jika saudara Hoa daa Ku-cianpwe tiada perselisihan apa-apa, maka sekarang juga akan kuajak Ku-cianpwe meninggalkan tempat ini, bila kau berani mengalangi kami, hati-kati dengan batok kepalamu." *** ( )*** Pemuda perlente itu sudah terbiasa bersikap jumawa, ia tak menyangka Ji-sia jauh lebih sombong daripadanya, mendengar perkataan tersebut sambil tertawa seram katanya.

   "Nyalimu sungguh besar sekali, kuberi batas waktu sekarang juga se-gera meninggalkan tempat ini, kalau tidak, tentu kau akan mampus tanpa tempat kubur!"

   Tiba-tiba Siau-yau-sian-hong-khek Ku Thian-gak menghela napas sedih, ucapnya,"

   Bok-lote, tinggalkan tempat ini! Aku tidak menjadi soal di sini."

   Ji-sia tak mengira jagoan yang termashur dan disegani ini tanpa sebab yang jelas bisa berubah menjadi lemah begini.

   "Ku-cianpwe,"

   Ji-sia berkata pula sambil menghela napas sedih.

   "bila kau tidak pergi bersamaku sekarang, maka segera kubunuh orang itu."

   Hoa Hong-hui tertawa dingin, serunya.

   "Ka-lau kau memang mencari kematian sendiri, jangan salahkan aku akan bertindak kejam padamu."

   Terdengar ujung baju berkesiur, dengan gerak-an yang sangat cepat Hoa Hong-hui menerjang ke samping Ji-sia, lalu dengan suatu cengkeraman ki-lat mengancam urat nadi pergelangan tangan Ji-sia.

   Menyaksikan gerakan lawan diam-diam Ji-sia memuji di dalam hati.

   "Betul-betul ilmu meringan-kan tubuh yang sempurna."

   Sambil tertawa dingin, tangan kirinya segera membalik, secepat kilat ia balas cengkeram jalan darah Pit-ji-hiat pada lengan kiri Hoa Hong-hui.

   Tapi Hoa Hong-hui telah melayang lewat, ta-hu-tahu ia sudah berpindah ke belakang Ji-sia, su-atu pukulan dahsyat langsung menghantam pung-gung anak muda itu.

   *** ( )*** Ji-sia terkesiap, tanpa berpaling kaki kanannya mendepak ke belakang dan tepat mendepak Ho-im-hiat di selangkangan Hoa Hong-hui.

   Pemuda perlente yang jumawa itu tertawa se-ram, mendadak ia menyurut mundur, jurus-jurus serangan ganas dan lihai dilontarkan pula.

   Dalam waktu singkat ia telah melepaskan tiga kali tendangan dan enam pukulan, semua jurus se-rangan itu disertai dengan pancaran tenaga murni yang dahsyat.

   Tapi semua serangan dapat dihindarkan oleh Bok Ji-sia, mendadak Hoa Hong-hui tertawa seram, tiba-tiba tangan kirinya menghantam Bok Ji-sia dari jauh.

   "Awas, saudara Bok, ilmu pukulan Siau-yang-cin-kang."

   Teriak Lamkiong Giok dengan kaget.

   Melihat datangnya ancaman, sebenarnya Ji-sia telah menghimpun kekuatan untuk balas-menyerang.

   Mendadak dirasakan segulung tenaga panas menyengat meluncur tiba yang memaksanya mundur tujuh-delapan langkah.

   "Ia sudah terkena pukulan Siau-yang-cin-kang-ku,"

   Kata Hoa Hong-hui dengan suara dingin.

   "mumpung belum terlambat, lekas pergi mencari tempat untuk mengubur tubuhmu!"

   Mendengar ucapan tersebut, Ji-sia gusar se-kali, sambil membentak kedua telapak tangannya menyodok ke depan. Tapi sewaktu tangannya ditolak ke depaa, ter-nyata sama sekali tidak bertenaga lagi. Terdengar Lamkiong Giok menjerit kaget.

   "Saudara Bok, wajahmu."

   Ternyata wajah Ji-sia telah berubah menjadi merah darah, bahkan pemuda itu merasakan ke-palanya pusing seperti mau *** ( )*** pecah, langit serasa ber-putar dan bumi terbalik.

   Kehebatan ilmu pukulan Siau-yang-cin-kang ini seketika membuat kaget segenap jago lihai yang hadir.

   Konon, barang siapa terkena pukulan itu, maka tujuh jam kemudian hawa racun panas akan me-nyerang jantung dan mengakibatkan korban tewas secara mengerikan, sesaat sebelum ajal tiba, dia akan merasakan siksaan yang hebat akibat kepanasan, penderitaan tersebut membuat siapapun tak kuat bertahan.

   Setelah berhasil melukai Ji-sia, Hoa Hong-hui tergelak tertawa penuh rasa bangga, katanya.

   "O, rupanya dunia persilatan dewasa ini semakin keku-rangan jago berbakat."

   Ucapan itu sama artinya dengan menghina se-genap umat persilatan yang berasal dari Tionggoan, serentak air muka semua orang yang hadir berubah hebat.

   Ketika selesai bicara, tiba-tiba Hoa Hong-hui bergerak maju dengan cepat luar biasa, ia mener-jang ke depan Si-hun-koay-sat-jiu.

   Sebagai salah satu tokoh Bu lim-jit-coat, Si-hun-koay-sat-jiu juga seorang yang angkuh, ia me-rasa dongkol pada sikap Hoa Hong-hui yang som-bong itu, sambil tertawa dingin, tangannya segera mencengkeram ke sana.

   Serangan ini menggunakan ilmu Toa-kim-na-jiu-hoat (ilmu menangkap dan mencengkeram) yang lihai, ia pikir meski Hoa Hong-hui memiliki ilmu yang lihai, pasti sulit juga untuk meloloskan diri dari sergapannya yang tiba-tiba itu.

   Siapa tahu kejadian sama sekali di luar duga-annya, jangankan kena mencengkeram orang, men-jawil ujung baju Hoa Hong-hui saja tak berhasil, semua ini membuatnya terperanjat sekali.

   *** ( )*** "Tak nyana bangsat takabur ini bisa lolos dari cengkeramanku,"

   Demikian ia pikir.

   "tampaknya orang Hek-liong-kang rata-rata adalah jago silat yang tangguh."

   Hoa Hong-hui tertawa seram seraya berseru.

   "Rupanya Si-hun-koay-sat-jiu yang namanya ter-cantum dalam deretan Bu-lim-jit-coat tak lebih hanya begini saja."

   Tiba-tiba ia menerjang ke sisi kiri Si-hun-koay-sat-jiu, tangan kanan mengebas, segulung angin ta-jam menghajar dada musuh.

   Tenaga pukulan ini cukup hebat, kelihayannya tidak berada di bawah beberapa tokoh persilatan terkemuka yang hadir.

   Si-hun-koay-sat-jiu menyingkir ke samping, kemudian secara beruntun ia melepaskan enam kali pukulan dahsyat.

   Hoa Hong-hui berseru heran, ia berputar cepat dan berpindah tempat beberapa kali, dalam waktu singkat ia berhasil menghindari keenam kali pu-kulan Si-hun-koay-sat-jiu tersebut.

   Tapi berhubung kedua orang itu menyerang dan menghindar dengan cepat luar biasa, maka mereka yang berada di sekitar arena tak dapat melihat je-las jurus serangan yang dipergunakan mereka, tapi semua orang mempunyai satu perasaan yang sama yakni jurus serangan kedua orang itu jelas jurus sakti yang mematikan.

   Setelah berhasil menghindarkan diri dari keenam kali serangan kilat, Hoa Hong-hui kembali melancarkan serangkaian serangan balasan.

   Tampak-nya kedua tangannya menyambar kian kemari men-ciptakan bayangan pukulan yang berlapis-lapis.

   Agaknya semua orang tidak menduga ilmu si-lat pemuda perlente ini akan begini lihai, keruan semua orang terperanjat.

   Pertarungan antara kedua orang itu makin la-ma semakin cepat, kedua pihak sama-sama berusaha merebut posisi yang lebih menguntungkan.

   Mereka berdua sama menyadari hari ini *** ( )*** mereka telah bertemu dengan lawan paling tangguh yang pernah dijumpainya, menang kalah pertarungan ini sangat mempengaruhi kedudukan mereka selanjut-nya, maka siapa pun tak ada yang berani meman-dang enteng musuhnya.

   Di tengah berlangsungnya pertarungan sengit itu, tiba-tiba Hoa Hong-hui berseru.

   "Si-hun-koay-sat-jui, ternyata nama besarmu bukan nama kosong belaka, bagaimana kalau kau coba lagi tiga jurus pukulanku Toh-hun-kui-im-ciang (perengut nyawa kembali ke akhirat}?"

   "Kepandaian andalan apalagi yang kau miliki, keluarkan saja semuanya!"

   Ejek Si-hun-koay-sat-jiu.

   Sudah belasan jurus pertarungan mereka berlangsung, ia sudah mendongkol karena dengan kedudukannya sebagai jago kenamaan ter-nyata tak sanggup mengalahkan seorang anak mu-da, maka sambil membentak ia lancarkan pukulan tangan kiri dengan jurus To-coa-seng-gi (poros ber-putar bintang beralih), sementara tangan kanan membacok dengan jurus Thian-thian-lui-ing (ge-ledek membelah angkasa).

   Kedua jurus serangannya ini yang satu me-rupakan pukulan aneh dengan tenaga keras dan pukulan yang lain justeru merupakan pukulan hebat, ia ingin mengalahkan Hoa Hong-hui dengan cepat.

   Tak sempat Hoa Hong-hui melancarkan se-rangan mematikan, tahu-tahu jurus pukulan Si-hun-koay-sat-jiu telah mengurung batok kepalanya, terpaksa ia mesti membendung serangan lawan le-bih dulu.

   Pada umumnya bila jago-jago lihai sedang ber-tarung, maka begitu dirasakan pihak musuh me-nyerang secara gencar, biasanya mereka akan meng-gunakan cara yang jitu untuk memaksa lawannya menarik ancaman itu.

   Hoa Hong-hui bukan jago sembarangan, ten-tu saja iapun dapat melihat bahwa jurus Thian-thian-lui-ing pada tangan kanan Si-hun-koay-sat-jiu yang menabas pelahan itu *** ( )*** sesungguhnya me-ngandung tenaga dahsyat, bahkan kemungkinan be-sar tersimpan pula perubahan lain yang lebih hebat.

   Maka dengan jurus Hua-liong-thiam-cing (melukis naga memberi mata), tangan kirinya men-cengkeram urat nadi tangan kanan Si-hun-koay-sat-jiu, maksudnya hendak mendahului lawan se-hingga terpaksa menarik kembali ancamannya dan tak dapat mengembangkan kekuatannya.

   Sekalipun tujuannya betul, tapi jurus serangan tersebut adalah andalan Si-hun-koay-sat-jiu, sampai di mana perubahan gerak yang sesungguhnya sulit untuk diduga orang.

   Melihat serangan Hoa Hong-hui, dengan ce-pat Si-kun-koay-sat-jiu menarik kembali telapak ta-ngannya.

   Tapi menyusul tenaga pukulan yang sesung-guhnya lantas terhimpun terus ditolak keluar pula.

   Kebanyakan jago yang hadir sama-sama di-bikin bingung oleh kejadian itu, mereka tak tahu kepandaian apa yang telah digunakan Si-hun-koay-sat-jiu sehingga pukulan yang pelahan dan tak ber-suara itu ternyata sanggup memukul mundur pe-muda jumawa yang kosen itu.

   Sesudah merasakan pukulan itu, rasa jumawa Hoa Hong-hui jauh berkurang, sambil mengatur napas-nya, ia berkata dingin.

   "Ilmu silatmu memang sa-ngat hebat, sekarang sepantasnya kaupun menyam-but sekali pukulanku!" Selesai berkata, mendadak terdengar Ji-sia membentak.

   "Hei, orang she Hoa, pukulanmu itu biar aku orang she Bok yang menerimanya!"

   Kiranya warna merah pada wajah Ji-sia telah hilang, mendadak ia menerjang maju, dengan telapak tangan langsung ia menghantam.

   Hoa Hong-hui tidak mengira Ji-sia masih mam-pu menyerangnya meski sudah kena pukulan Siau-yang-sin-kang, *** ( )*** bahkan tenaga pukulannya tambah kuat.

   Ia terkesiap dan buru-buru menghimpun te-naga dan menangkis.

   Dengusan tertahan berkumandang, tubuh Ji-sia yang melompat maju itu terjatuh kembali ke ta-nah termakan oleh tenaga pukulan Hoa Hong-hui yang hebat.

   Lamkiong Giok berkerut kening, cepat ia menerjang maju dan berseru.

   "Jangan gugup sau-dara Bok, kudatang membantumu!"

   Belum selesai ucapannya, tiba-tiba terdengar Hoa Hong-hui, si pemuda parlente menjerit keras, tubuhnya mencelat sejauh empat-lima langkah ke belakang.

   
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Lamkiong Giok tertegun, tanpa terasa ia henti-kan langkahnya.

   Dengan pengetahuan dan pengalamannya yang luas, sekali pandang saja ia lantas mengetahui bahwa Hoa Hong-hui telah terkena pantulan tenaga pu-kulan Ji-sia.

   Hian-thian-koancu Kun-tun Cinjin amat ter-peranjat, pikirnya.

   "Sungguh aneh anak muda itu, jarang ada Lwekang sehebat ini kecuali Boan-yok-sin-kang dari golongan Buddha yang dapat menge-luarkan tenaga pantulan sedahsyat ini.Jangan-jangan anak muda ini sudah berhasil pula meyakinkan ilmu sakti tersebut."

   Ketika menyaksikan Hoa Hong-hui tergetar mundur, Lamkiong Giok yang licik merasa ada ke-sempatan baik baginya untuk membunuh orang itu, mendadak ia melolos pedangnya, cepat ia menusuk Hoa Hong-hui.

   Tak terlukiskan rasa gusar Hoa Hong-hui oleh serangan itu, ujung bajunya segera dikebaskaa ke depan.

   Tiba-tiba Lamkiong Giok merasakan angin pu-kulan yang panas menerjang tiba, sambil tertawa dingin ia melayang ke samping, dengan pedang panjang ia tebas ujung baju Hoa Hong-hui yang mengebas datang itu, sementara tangan kirinya mengebut, empat titik cahaya putih secepat kilat me-nyambar ke sana.

   *** ( )*** Mendadak Kau-lau-liong-coa-siang-siu memben-tak, dari kiri dan kanan mereka menubruk Lam-kiong Giok, sanjata mereka serentak bekerja.

   Lamkiong Giok melotot gusar, bukan mundur sebaliknya ia malah maju, ia putar pedangnya hingga menciptakan berlapis-lapis cahaya hijau untuk melindungi seluruh tubuhnya.

   Bentrokan nyaring berkumandang secara be-runtun, keempat bilah pedang pendek di tangan kiri Lamkiong Giok tahu-tahu terpukul rontok oleh sabatan kilat pedang Hoa Hong-hui, lalu hendak dipungutnya pedang pendek itu dari tanah.

   Lamkiong Giok segera membentak, ia melom-pat maju, pedang berputar dan membacok tangan orang, serangan ini datang dengan cepat luar biasa, Hoa Hong-hui terkejut dan cepat melompat mundur.

   Lamkiong Giok tampak gagah perkasa, sekali lagi ia lancarkan serangan, di antara putaran cahaya tajam, ia desak mundur Kau-lau-liong-coa-siang-siu yang sedang menubruk maju itu.

   Pada kesempatan itu Lamkiong Giok menge-baskan ujung baju kirinya, keempat bilah pedang yang jatuh itu kembali meluncur masuk ke balik ujung bajunya.

   Diam-diam Ji-sia kagum menyaksikan kehebat-an Lamkiong Giok, ia merasa ilmu silat sendiri terlampau cetek dibandingkan orang.

   Di sebelah sana terdengar Bu-sian-gisu Kwan-liong Ciong-leng tertawa terbahak-bahak sambil ber-seru.

   "Lamkiong-lote, malam ini kami dapat me-nyaksikan ilmu silat andalan keluargamu, ternyata memang hebat sekali, sungguh kagum!"

   Dengan gebrakan tadi, Hoa Hong-hui merasa kehilangan muka, matanya memancarkan sinar dengki dan benci, dengan gusar ia memelototi Lam-kiong Giok dan Ji-sia secara *** ( )*** bergantian.

   Padahal kalau Hoa Hong-hui tidak kena di-hajar oleh Ji-sia lebih dulu sehingga darah di tu-buhnya bergolak keras, tak nanti Lamkiong Giok bisa mendesak mundur lawannya.

   Melihat sorot mata Hoa Hong-hui itu, Ji-sia lantas mendongkol sekali, ia mendengus.

   "Mau apa kau melotot? Kalau mampu hayo majulah dan ber-tarung lagi beberapa jurus!"

   Tiba-tiba terdengar suara yang nyaring dan merdu berkumandang.

   "Aduh, Enci Sat, tahukah kau siapa orang itu? Kenapa begitu galak se-hingga membuat akupun merasa ketakutan?"

   Mendengar suara tersebut, semua orang sama berpaling ke arah suara itu.

   Di bawah sinar bulan tertampak tiga sosok bayangan tubuh yang indah muncul dari kegelap-an.

   Setelah melihat jelas wajah ketiga orang gadis itu, seketika semua orang merasakan jantung berdebar, mereka sama menaruh perhatian ke arah ga-dis berbaju biru yang berada di tengah.

   Kiranya gadis yang berada di tengah itu me-makai baju berwarna biru dengan potongan badan yang ramping tapi padat berisi, kulit tubuhnya pu-tih, jari lentik, sayang mukanya tertutup oleh kain cadar berwarna biru sehingga orang sulit melihat jelas wajahnya.

   Walaupun semua orang tak dapat melihat je-las wajahnya, anehnya dalam hati setiap orang tim-bul perasaan bahwa dibalik kain cadar biru itu pasti tersembunyi seraut wajah yang cantik jelita bak bidadari dari kayangan.

   Sebab baik potongan tubuhnya yang menggiurkan serta suaranya yang merdu dan kulit tubuh yang putih dengan jari yang lentik, semuanya ciptaan Thian yang amat sempurna.

   Potongan tubuhnya baik dipandang dari sudut manapun akan mendatangkan daya rangsang dan daya pikat bagi setiap lelaki.

   Kedua gadis lainnya mengenakan baju berwarna putih, *** ( )*** mereka tidak bercadar, tapi wajahnya pun sangat molek, alisnya hitam bagaikan semut ber-iring, hidungnya mancung dan bibirnya mungil, kulit badannya putih, betul-betul kecantikan yang ti-ada tara.

   Tapi setiap lelaki tak berani menikmati ke-cantikan mereka, sebab pada wajah kedua orang gadis berbaju putih itu masing-masing membawa ciri khas yang membuat orang takut.

   Gadis di sebelah kiri yang berwajah kemerah-an selalu diliputi keseriusan seakan-akan sekuntum bunga sakura yang tumbuh dipuncak bukit salju, sikapnya anggun tapi dingin itu membuat orang tak berani memandangnya.

   Si gadis yang di sebelah kanan selalu tersenyum simpul, senyuman yang penuh daya pikat dan cu-kup untuk merenggut nyawa siapapun, potongan tubuh serta gerak-geriknya genit penuh kemanjaan, membuat siapapun yang memandangnya jadi terpesona, bisa melayang sukma mereka, maka semua orang pun tak berani menikmati kecantikannya.

   Sebab itulah pandangan semua orang sama ter-tuju pada diri gadis baju biru itu, karena hanya dia yang memiliki segala daya tarik bagi kaum pria sekalipun tanpa melihat mukanya.

   Setelah melirik sekejap ke arah ketiga gadis itu diam-diam Ji-sia menghela napas, ia merasa dunia ini benar-benar ajaib bisa terdapat tiga orang pe-rempuan seaneh itu.

   Setelah ketiga gadis ini muncul, serentak ke-empat orang laki-laki berbaju ringkas, Kau-lau-Liong-coa-siang-siu serta pemuda perlente tadi sama memberi hormat kepada gadis baju biru yang ber-cadar itu, kemudian dengan khidmat mereka ber-diri di samping.

   Dengan suara nyaring Hoa Hong-hui lantai berkata.

   "Bila kehadiran Siocia tidak disambut oleh kakak sekalian, harap sudi dimaafkan." *** ( )*** "Hoa-suheng,"

   Kata gadis berbaju biru itu dengan suara merdu.

   "siapakah laki-laki yang barusan berkelahi denganmu itu?"

   Hoa Hong-hui melengak, sahutnya.

   "Siocia, akupun tak tahu siapa namanya."

   "Sangat tinggikah ilmu silatnya?"

   Kembali gadis baju biru bercadar itu bertanya. Hoa Hong-hui tersenyum.

   "Orang itu sudah terluka oleh pukulan Siau-yang-sin-kangku, mung-kin tak lama lagi akan pulang ke akhirat."

   "O, kalau begitu orang ini memang ganas dan keras kepala?"

   Mendengar ucapan tersebut, Ji-sia merasa gu-sar sekali, bentaknya.

   "Perempuan liar, kalian jangan terlalu menghina orang. Hmm, orang she Hoa, kau betul-betul tak tahu malu, beraninya cuma di de-pan perempuan"

   Belum lagi selesai dampratan itu, kedua kakek naga dan ular dari Kau-lau-san segera menghardik.

   "Bangsat cilik, kau sudah bosan hidup?"

   Ji-sia tertawa dingin, mendadak ia melompat maju ke depan kakek naga dari bukit Kau-lau, be-runtun tangan kiri dan kanannya melancarkan han-taman berantai.

   Kedua kakek naga dan ular dari Kau-lau-san tidak menyangka Bok Ji-sia berani menyerang me-reka, cepat mereka membentak, kedua telapak ta-ngannya menolak ke depan.

   Kedua orang itu berhasrat membinasakan Ji-sia, maka serangan itu menggunakan sepenuh tenaga mereka.

   Tiba-tiba gadis berbaju biru itu berseru merdu.

   "Kalau dua lawan satu, itu artinya tidak adil. Enci Sat, punahkanlah tenaga pukulan mereka itu!" *** ( )*** Baru selesai ia berkata, gadis bermuka dingin yang berada di sebelah kirinya segera mengebaskan tangan kanannya pelahan, segulung angin lembut se-gera berhembus ke tengah tenaga pukulan kedua pihak.

   "Brek! Brek!"

   Benturan terjadi, Kau-lau-liong-coa-siang-siu merasakan tenaga pukulan halus me-maksa mereka harus menyurut mundur dua langkah.

   Ji-sia mendengus gusar, secepat kilat tubuhnya berkelebat ke samping Kau-lau-lioug-siu, telapak tangan kanan kembali melancarkan pukulan dahsyat.

   Cepat Kau-lau-liong-siu memutar tangan kiri untuk menangkis dengan keras lawas keras.

   Begitu tenaga pukulan itu saling bentur, seketika Kau-lau-liong-siu merasakan darah dalam tubuh bergolak, tak kuasa lagi ia mundur tiga langkah.

   "Sambut lagi pukulanku ini!"

   Bentak Ji-sia, ta-ngan kirinya segera menghantam pula.

   Kau-lau-liong-siu tidak mengira musuh yang cuma seorang pemuda lemah ternyata memiliki te-naga dalam sedemikian sempurna sehingga mampu menahan pukulannya, ini membuatnya terkejut, ma-ka ketika melihat serangan kedua Ji-sia datang lagi dengan kekuatan yang jauh lebih hebat dari serang-an pertama, ia jadi tak berani menyambutnya se-cara kekerasan, cepat ia lompat ke samping.

   Melihat musuh tak berani menerima serangan-nya dengan kekerasan, Ji-sia memburu maju dan menghantam pula.

   Kau-lau-liong-siu berkelit lagi, kemudian iapun balas hantam dada lawan.

   Ji-sia seolah-olah tak sempat lagi menghindar, ia menjatuhkan diri ke belakang sehingga tubuh ba-gian bawah sama sekali terbuka di bawah ancaman lawan.

   Kesempatan baik ini tentu saja tidak dilewat-kan Kau-lau-liong-siu dengan begitu saja, kontan ia menghantam ke bawah, yang dibacok adalah perut Ji-sia.

   *** ( )*** Tiba-tiba gadis berbaju biru tadi menghela na-pas sambil bergumam.

   "Kali ini dia terperangkap oleh siasat licin musuh."

   Belum lenyap suaranya, mendadak Ji-sia me-mutar tubuh, secepat kilat tangan kanannya me-nyambar dan samping.

   Cengkeraman ini cepat luar biasa, lagipula di luar dugaan musuh, Kau-lau-liong-siu hanya mera-sakan pergelangan tangan kanannya menjadi kaku, tahu-tahu urat nadinya telah tercengkeram lawan, Ji-sia mengerahkan tenaga murninya, Kau-lau-liong-siu segera merasakan darah mengalir balik dan menyerang jantung, separuh tubuhnya menjadi kaku, seluruh kekuatan lenyap.

   Air muka kawanan jago yang hadir sama be-rubah hebat, mereka terkesiap menyaksikan Kau-lau-liong-siu yang termashur ternyata kena diceng-keram urat nadinya oleh musuh hanya dalam bebe-rapa gebrak saja.

   Terutama sekali Thian-kang-kiam Oh Ku-gwat, rasa kagetnya betul-betul tak terlukiskan, pikirnya.

   "Meskipun ia mendapat perhatian dari Oh Kay-gak dan memperoleh warisan tenaga murninya sehingga dalam waktu singkat menjadi seorang jago lihai, ta-pi bagaimanapun, mustahil ia dapat menguasai se-luruh kepandaian sakti Jite dalam beberapa hari saja. Tapi semua kepandaian yang ia gunakan ini jelas merupakan inti kepandaian Jite, kemajuannya betul-betul mengerikan sekali, bila manusia sema-cam ini dibiarkan hidup beberapa tahun lagi, nis-caya tak seorang pun dalam dunia persilatan yang mampu menandinginya lagi."

   Ji-sia mencengkeram urat nadi Kau-lau-liong-siu erat-erat, sementara telapak, tangan kirinya, ditempelkan pada punggungnya, lalu dengan dingin katanya kepada gadis berbaju biru itu.

   "Nona, ta-hukah kau bahwa mati hidupnya telah berada di ta-nganku? Jika kau masih memikirkan keselamatannya, maka kuharap kaupun bersedia mengabulkan sebuah permintaanku." *** ( )*** Air muka Hoa Hong-hui berubah hebat, tiba-tiba ia maju menghampiri Bok Ji-sia.

   "Berhenti Hoa-suheng!"

   Tiba-tiba gadis berbaju biru itu berseru merdu.

   "biar ia bicara dulu apa permintaannya!"

   Ji-sia tertawa dingin, katanya.

   "Aku cuma ber-harap kau mau pulihkan kebebasan Siau-yau-sian-hong khek Ku Thian-gak Ku-locianpwe!"

   Gadis genit di sebelah kanan gadis berbaju bi-ru itu tiba-tiba tersenyum, dengan lemah gemulai ia berjalan menghampiri Ji-sia.

   Melihat senyumannya yang penuh daya pikat itu, hati semua orang bergetar keras, tanpa terasa mereka sama menunduk kepalanya dan tak berani memandang lagi.

   Mencorong sinar mata Ji-sia, ia mendengus pe-nuh menghina, lalu serunya.

   "Jangan coba main gila denganku, bila maju selangkah lagi, segera ku-hancurkan isi perutaya."

   Gadis baju biru bercadar itu berseru kuatir.

   "Enci Sat, sungguh aneh sekali! Kenapa orang ini sedikitpun tidak takut? Orang lain sama terkesima seperti orang linglung, tapi ia sama sekali tidak me-rasa apa-apa, seakan-akan sama sekali tidak terpengaruh"

   "Ia tidak melihat,"

   Ujar gadis berwajah dingin.

   "coba kalau melihat pasti juga."

   Gadis genit tadi merasa dongkol ketika semua orang terkesima oleh senyuman manisnya sehingga menundukkan kepala, tapi hanya Ji-sia saja yang sama sekali tidak terpengaruh, ia mendengus, lalu putar badan sambil bergumam.

   "Aku tidak percaya kau adalah seorang lelaki berhati sekeras baja yang sama sekali tidak terpengaruh oleh nafsu. Hmm tunggu saja, suatu hari aku pasti akan menyuruh kau berlutut dan memohon di hadapanku." *** ( )*** Sebetulnya kata-kata ini merupakan isi hatinya, tapi dalam keadaan marah tanpa terasa terucapkannya. Gadis baju biru bercadar itu tertawa cekikikan, serunya.

   "Enci Pek Bi, mulai kapan kau akan mem-buatnya berlutut dan memohon kepadamu?"

   Selapis warna merah dadu menghiasi wajah gadis yang bernama Pek Bi itu, katanya dengan su-ara merdu.

   "Siocia, kenapa kau malah bergurau dengan Cici?"

   "Hai, sesungguhnya bagaimana kalian?"

   Ji-sia berseru dengan dingin.

   "kalau tiada jawaban, segera akan kubunuh dia."

   "Kalau ia mati, kaupun jangan harap bisa hi-dup,"

   Kata si gadis dingin dengan suaranya yang menggidikkan.

   Mendengar ucapan tersebut, Ji-sia berpaling, tapi ketika beradu pandang dengan sorot mata la-wan, timbul rasa seram dalam hatinya, sebab so-rot mata gadis itu mengandung hawa pembunuhan yang mengerikan.

   Dengan perasaan terkejut Ji-sia berpikir.

   "Kedua orang gadis yang berada di hadapanku ini, yang satu senyumnya mengandung daya pikat yang luar biasa sebaliknya yang lain sedingin salju yang mem-buat orang bergidik, mungkin mereka melatih semacam ilmu sesat yang lihai, kalau tidak kenapa sebesar itu daya pengaruhnya? Tampaknya ilmu di dunia ini memang beraneka ragam"

   Berpikir demikian, segera ia menjengek.

   "Ah, belum tentu!"

   Sambil berseru cengkeramannya tambah kuat lagi, Kau-lau-liong-siu segera merasakan isi perut-nya seperti dipuntir, ia kesakitan.

   "Bukankah Ku Thian-gak masih berada disitu dengan baik?"

   Kata gadis berbaju biru itu de-ngan suara yang lembut.

   "kenapa kau malah memo-hon kepadaku, sungguh aneh." *** ( )*** "Hmm, jangan main gila padaku."

   Bicara sampai di sini, mendadak Ji-sia mem-bungkam, ia memang tak tahu ada perselisihan apa antara Siau-yau-sian-hong-khek dengan pihak Hek-liong-kang, cuma dia pikir Ku Thian-gak pasti ada alasannya sehingga kena dikuasai mereka, kalau tidak dengan jiwanya yang gagah perkasa mana sudi tunduk pada gadis-gadis itu.

   Siau-yau-sian-hong-khek Ku Thian-gak tertawa getir, katanya.

   "Bok-lote, aku tidak apa-apa, cepat-lah tinggalkan tempat ini!"

   Ji-sia dapat menangkap kesedihan yang meng-hiasi wajah Ku Thian-gak, sambil menghela napas katanya.

   "Ku-cianpwe, kau.."

   "Ku Thian-gak!"

   Mendadak Hoa Hong-hui, si pemuda perlente itu berseru dengan nada memerintah.

   "cepat laksanakan perintahku, bunuh orang itu!"

   Air muka Siau-yau-sian-hong-khek Ku Thian-gak tampak berubah, kulit mukanya mengejang pe-nuh penderitaan, katanya sedih.

   "Hoa.masa su-dah kau lupakan hubungan baik dahulu? Daripada membunuhnya, lebih baik kuterima hukuman yang mengerikan menurut peraturan perguruanmu, matipun aku tak sudi melakukan perbuatan yang khi-anat dan durhaka." "Kau berani membangkang perintah Thian-yang- ciangbunjin!"

   Bentak Hoa Hong-hui dengan gusar.

   "Matipun tak berani aku melawan perintah Thian-yang-ciangbunjin, cuma kau.."

   "Tutup mulut, rupanya kau ingin, mampus!"

   Bentak Hoa Hong-hui semakin marah.

   Di tengah bentakan tersebut, secepat kilat ia menerjang maju, telapak tangan kanannya langsung menabas.

   *** ( )*** Anehnya, pendekar besar yang gagah perkasa itu sedikit pun tidak berniat menghindarkan se-rangan tersebut.

   "Blang!"

   Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dengan telak dadanya termakan oleh pukulan itu.

   Tidak enteng pukulan itu, tubuh Siau-yau-sian-hong-khek seketika mencelat sejauh beberapa kaki dan muntah darah, mukanya berubah menjadi pucat seperti mayat, kulit mukanya mengejang me-nahan rasa sakit dan penderitaan yang hebat.

   Rasa sedih dan kesal jelas terpancar pada wajahnya.

   Sambil tertawa dingin Hoa Hong-hui mengejar maju, suatu pukulan dahsyat dilancarkan pula.

   Para jago yang hadir betul-betul tak habis me-ngerti kenapa Ku Thian-gak tidak berusaha meng-hindarkan diri dari serangan tersebut, sebaliknya rela dipukul begitu saja, lebih-lebih tak dimengerti ada perselisihan apakah yang sesungguhnya di an-tara mereka.

   Mencorong sinar mata Bok Ji-sia menyaksikan kejadian itu, bentaknya dengan gusar.

   "Orang she Hoa, aku Bok Ji-sia bersumpah tak akan hidup bersama denganmu!"

   Tenaga murninya segera terpancar dari telapak tangan kirinya, tubuh Kau-lau-liong-siu tergetar hingga mencelat ke arah ketiga gadis tadi.

   Kemudian bagaikan burung ia melayang ke arah Hoa Hong-hui, telapak tangan kanannya se-gera menghantam.

   Dalam serangan itu ia sertakan tenaga dalam-nya sembilan bagian, di mana desing angin me-nyambar, debu pasir segera beterbangan.

   Hoa Hong-hui, si pemuda yang angkuh itu ter-tawa dingin, kedua telapak tangannya bergerak mem-bentuk satu lingkaran di depan dada lalu ditolak ke depan, ia sambut ancaman Ji-sia itu dengan kekerasan.

   "Blang!"

   Benturan keras meledak, tenaga pu-kulan menyerang dengan membawa deru angin ke-ras.

   *** ( )*** Hoa Hong-hui merasakan tenaga tekanan yang maha kuat menyambar datang, buru-buru ia him-pun tenaga untuk mempertahankan diri agar jangan terlempar ke belakang.

   Ji-sia mendengus, telapak tangan kiri melan-carkan bacokan kilat pula.

   


Rumah Judi Pancing Perak -- Khu Lung Kuda Binal Kasmaran -- Gu Long Bandit Penyulam -- Khu Lung

Cari Blog Ini