Ceritasilat Novel Online

Anak Naga 23


Anak Naga Karya Chin Yung Bagian 23


Anak Naga Karya dari Chin Yung   "Kakak Kwan"   Ciu Lan Nio menghela nafas panjang.   "Kita berkhayal terlampau jauh. Kini kita belum menjadi suami isteri."   "Maka aku bertanya padamu, kapan kita menikah?"   Kwan Pek Him menatapnya dengan mesra.   "Jawablah"   "Menurutku setelah kita bertemu Kakak Han Liong, barulah kita menikah. Bagaimana menurutmu?"   "Aku setuju."   Kwan Pek Him manggut-manggut, kemudian menghela nafas panjang.   "Aku sungguh mencemaskan Han Liong Mudah-mudahan dia tabah menghadapi kejadian itu"   "Kakak Kwan"   Tanya Ciu Lan Nio.   "Apakah Kakak Han Liong akan mempersalahkan kita, karena tidak berusaha menolong Giok cu?"   "Aku yakin tidak, sebab Han Liong bukan pemuda yang berhati sempit. Dia tidak akan menyalahkan kita."   "Syukurlah kalau begitu Namun begitu dia melihat Giok Cu sudah mempunyai suami dan anak. apakah dia tahan akan pukulan itu?"   "itulah yang kukhawatirkan."   Kwan Pek Him menghela nafas panjang.   "Sebab dia amat mencintai Giok Cu. Giok Cu merupakan segala-galanya bagi Han Liong, tapi justru menikah dengan ouw yang Bu dan mempunyai anak-"   "Dia pasti dendam sekali kepada kakekku. Aku tidak tahu harus bagaimana?"   "Itu urusan kelak, tidak usah dipikirkan sekarang, sebab akan mengganggu kesehatanmu,"   Ujar Kwan Pek Him lembut sambil membelai dengan penuh kasih sayang.   "ya."   Ciu Lan Nio mengangguk perlahan.   "Terima-kasih atas perhatianmu. Kakak Kwan. Terima kasih. - " -ooo00000ooo- Bab 44 Menyelamatkan Keluarga Hartawan sang waktu terus berjalan, tak terasa setahun telah berlalu. Kini ouw yang Bun dan Tan Giok Cu sudah punya satu bayi perempuan. Walau Tan Giok Cu yang melahirkan bayi perempuan itu, namun ia sama sekali tidak pernah mengurusinya, maupun menggendongnya, hanya menyusuinya saja. yang mengurusi bayi perempuan itu adalah ouw yang Bun, dan kadang-kadang Ciu Lan Nio. setelah Hiat mo Pang berkuasa dalam rimba persilatan, kejahatan semakin meningkat karena perbuatan para anggota Hiat Mo Pang pula. sedangkan partai-partai besar dalam rimba persilatan sudah tidak bisa berbuat apa-apa, sebab telah membuat surat takluk kepada Hiat Mo Pang. sementara yo Sian Sian yang berada di Lam Hai, terus berlatih Thian Sin ci (Ilmu Jari sakti Langit). Lam Hai Lo N i menyaksikan latihannya sambil manggut-manggut.   "sian sian,"   Ujarnya seusai yo sian sian berlatih.   "Mungkin engkau masih harus berlatih tiga tahun lagi, barulah boleh kembali ke Tionggoan."   "Nenek,"   Tanya yo sian sian.   "setelah aku menguasai ilmu Thian sin Ci, apakah aku akan berhasil mengalahkan Hiat Mo?"   "Sian sian...."   Lam Hai Lo Ni menggeleng-gelengkan kepala.   "Itu tidak mungkin, sebab Hiat Mo berkepandaian tinggi sekali. Namun nenek yakin, engkau pasti dapat mengalahkan Kwee In Loan."   "Nenek- aku harus bagaimana kalau Hiat Mo membantu Kwee In Loan?"   "Apabila Hiat Mo berada di pihak Kwee In Loan, maka engkau harus segera memperlihatkan tusuk konde yang nenek berikan padamu itu Ajukan satu permintaan, dia pasti menurut akan permintaanmu itu."   "Nenek- aku harus mengajukan permintaan apa?"   "Itu terserah engkau."   "Menurut aku..-,"   Ujar yo sian sian setelah berpikir sejenak- "Lebih baik aku menyuruhnya kembali ke Kwan Gwa-"   "Ngmmm"   Lam Hai Lo Ni manggut-manggut.   "Betul. setelah itu barulah engkau bertarung dengan Kwee In Loan,"   "ya. Nenek-"   Yo sian sian mengangguk, kemudian menghela nafas panjang.   "Aaaah Entah bagaimana keadaan rimba persilatan sekarang?"   "Sian Sian"   Lam Hai Lo Ni tersenyum.   "Engkau tidak perlu memikirkan itu. yang penting engkau harus terus berlatih, jangan memecahkan perhatianmu sendiri, sebab itu akan menghambat latihanmu."   "ya. Nenek-"   "Sian sian,"   Pesan Lam Hai Lo Ni.   "Setelah urusanmu selesai kelak, lebih baik engkau kembali ke sini saja"   "Akan kupikirkan kelak, Nek,"   Sahut yo sian sian.   "Sian sian...."   Lam Hai Lo Ni menatapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Kenapa hingga saat ini engkau masih tidak mau menikah?"   Yo sian sian tersenyum getir.   "Kelak aku mau menjadi biarawati seperti Nenek-"   "Sian sian...."   Lam Hai Lo Ni menghela nafas panjang.   "Mungkin itu sudah merupakan takdirmu...." -ooo00000ooosementara itu, Thio Han Liong yang berada di dalam gua, terus-menerus melatih Kiu yang sin Kang di dalam telaga. Kini ia sudah tidak merasa dingin lagi, pertanda Lweekangnya sudah meningkat pesat. oleh karena itu, sesuai dengan pesan Bu Beng siansu, mulailah ia menyelam ke dasar telaga, sebab ia harus berlatih Kian Kun Taylo sin Kang di dasar telaga itu. Begitu sepasang kakinya menyentuh dasar telaga, seketika juga ia merasakan adanya arus yang amat kuat menerjang ke arah dirinya. la segera mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang ajaran Bu Beng sian su untuk menyambut terjangan arus itu. Namun ia tetap terdorong ke belakang, akhirnya terpaksa meluncur ke atas untuk mengambil nafas- Thio Han Liong tidak habis pikir, kenapa arus di dasar telaga itu begitu kuat bagaikan serangan Lweekang lawan. Ternyata pada dinding telaga yang dekat di dasar itu terdapat sebuah lubang, dan air inti es dari dalam perut gunung soat san terus menerjang ke luar dari lubang itu, sehingga menimbulkan suatu arus yang amat dahsyat. setelah mengambil nafas, Thio Han Liong menyelam lagi ke dasar telaga. Kali ini ia mengerahkan Kiu yang sin Kang untuk melindungi jantung dan paru-parunya dari tekanan arus di dasar telaga, setelah berdiri di dasar telaga, barulah ia mengerahkan Kian Kun Taylo sin Kang untuk menyambut terjangan arus itu. Begitulah ia terus berlatih di dasar telaga dengan penuh semangat, seandainya ia tidak makan buah soat san Ling che, tentu ia sudah mati beku di dasar telaga itu. Tak terasa tiga tahun telah berlalu lagi. Kini Thio Han Liong telah berhasil menyambut terjangan arus yang di dasar telaga, bahkan mampu pula melangkah maju. Mulailah ia melatih ke tiga jurus Kian Kun Taylo ciang Hoat, kemudian ia pun melatih Thay Kek Kun, Kian Kun Taylo Ie, Siauw Lim Liong jiauw Kang dan Kiu Im Pek KutJiauw di dasar telaga itu. Betapa gembiranya Thio Han Liong, sebab kini ia telah berhasil menguasai ilmu Kian Kun Taylo sin Kang ajaran Bu Beng sian su. Maka ia pun mengambil keputusan untuk meninggalkan gua itu. Keesokan harinya, Thio Han Liong meninggalkan gua tersebut. Kini usianya sudah hampir dua puluh lima tahun, tampan, gagah tampak berwibawa pula. Hanya saja pakaiannya telah kumal, bahkan juga tidak punya uang sama sekali. Dalam perjalanan, ia mengisi perutnya dengan buahbuahan hutan. Beberapa hari kemudian, ia tiba di kota Ling Lam. Karena merasa haus, ia mampir ke sebuah kedai teh.   "Silakan duduk- silakan duduk- Tuan"   Ucap pelayan kedai teh.   "Maaf"   Sahut Thio Han Liong dengan tersenyum.   "Aku... aku mau minta secangkir teh, aku haus sekali."   "Mau minta secangkir teh?"   Pelayan itu terbelalak- "ya."   Thio Han Liong mengangguk- "Tidak bisa-"   Pelayan menggelengkan kepala.   "Kalau kuberikan secangkir teh padamu, otomatis gajiku dipotong. Maaf...."   "Anak muda"   Panggil seorang yang sedang duduk menikmati teh- "Engkau haus ya?"   "ya Paman Tua"   Sahut Thio Han Liong.   "Mari duduk di sini, kita minum teh bersama"   Ujar orangtua itu sambil tersenyum.   "Terima kasih, Paman Tua."   Thio Han Liong segera duduk di hadapannya.   "Pelayan"   Seru orangtua itu.   "Cepat suguhkan teh wangi dan makanan enak, aku yang bayar"   "ya."   Sahut pelayan dan cepat-cepat menyuguhkan teh wangi serta makanan ringan untuk Thio Han Liong.   "Paman Tua, terima kasih,"   Ucap Thio Han Liong.   "Ha ha ha"   Orang itu tertawa.   "Anak muda, engkau bukan penduduk kota King Lam?"   "Bukan, aku berasal dari tempat lain."   "oooh"   Orangtua itu manggut-manggut.   "Bolehkah aku tahu namamu?"   "Namaku Thio Han Liong, Paman Tua?"   "Namaku Liu Ah Gu-"   Orangtua itu memberitahukan.   "Aku adalah Kepala Pengurus di rumah hartawan sim."   "Kok Paman Tua di sini seorang diri?"   "Aku...."   Orangtua itu menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku pusing, maka keluar ebentar untuk minum teh di sini."   "Paman Tua memusingkan apa?"   "Pusing memikirkan hartawan sim dan puterinya."   "Kenapa mereka?"   "Majikanku adalah orang yang amat baik dan berhati bajik, sering menolong fakir miskin- Tapi...."   "Apa yang terjadi?"   "Beberapa hari yang lalu, pembesar setempat mengutus seseorang melamar puteri hartawan sim untuk dijadikan isteri ke empat."   Liu Ah Gu memberitahukan sambil menghela nafas panjang.   "Tentunya amat mengejutkan hartawan sim, sekaligus membuat beliau tercekam.   "oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian berbisik.   "Paman Tua, aku kehabisan uang, bolehkah aku menemui hartawan sim untuk minta bantuan?"   "Itu...."   Liu Ah Gu menggeleng-gelengkan kepala.   "Kini beliau sedang pusing, maka aku khawatir...."   "Paman Tua, tolonglah bawa aku ke sana, siapa tahu hartawan sim bersedia membantuku"   Desak Thio Han Liong dengan tersenyum.   "Itu...."   Kening orangtua itu berkerut-kerut, sejenak kemudian barulah ia mengangguk seraya berkata.   "   Kalau hartawan sim mencaci maki dirimu, jangan menyalahkan aku lho"   "Tentu tidak."   Thio Han Liong tersenyum.   "Baiklah."   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Orangtua itu manggut-manggut. la segera membayar makanan dan minumannya, lalu mengajak Thio Han Liong ke rumah hartawan sim. sungguh besar dan mewah rumah hartawan sim. Ketika memasuki halaman rumah itu, Thio Han Liong kagum menyaksikannya.   "Mari ikut aku masuk"   Ajak Liu Ah G u. Terima kasih, Paman Tua"   Sahut Thio Han Liong lalu mengikuti orangtua itu.   Memang kebetulan sekali, hartawan sim dan puterinya sedang duduk di ruang depan membicarakan sesuatu- Hartawan sim tertegun ketika melihat Liu Ah Gu masuk bersama seorang pemuda, sehingga keningnya tampak berkerut.   "Ah G u"   Tanya hartawan sim- "siapa pemuda itu?"   "Tuan Besar, dia bernama Thio Han Liong."   Liu Ah GU. memberitahukan.   "Aku bertemu dia di kedai teh.."   "Lalu kenapa engkau membawanya ke mari?"   "Dia - dia kehabisan uang, maka...."   "Ah G u"   Bentak hartawan sim.   "Aku sedang pusing, tapi engkau justru menambah kepusinganku"   "Tuan Besar...."   Liu Ah Gu menundukkan kepala.   "Paman"   Ujar Thio Han Liong sambil memberi hormat.   "Jangan memarahi paman tua ini, sebab aku yang memaksanya membawa ke mari"   Hartawan sim menggeleng-gelengkan kepala.   "Engkau ke mari tidak tepat pada waktunya, karena saat ini aku...."   "Ayah, bantulah dia"   Ujar puteri hartawan sim yang bernama sim sok Im.   "Kita membantu orang yang dalam kesulitan, siapa tahu kesulitan kita dapat teratasi."   "Aaah - "   Hartawan sim menghela nafas panjang.   "Baiklah- Ayah pasti membantunya."   "Terima kasih, Paman. Terima kasih, Nona,"   Ucap Thio Han Liong.   "Anak muda, duduklah"   "ya, paman."   Thio Han Liong segera duduk- "Anak muda, siapa engkau dan mau ke mana?"   Tanya hartawan sim sambil memandangnya dalam-dalam- "Namaku Thio Han Liong, aku sedang mengembara."   Hartawan sim manggut-manggut.   "oh ya, engkau sudah makan apa belum?"   "Tuan Besar,"   Sahut Liu Ah Gw c-cpat- "Dia belum makan. Tadi dia ke kedai teh hanya minta air minum."   "Kalau begitu, cepatlah suruh beberapa pelayan menyiapkan hidangan"   Pesan hartawan sim.   "ya. Tuan Besar-"   Kepala Pengurus itu langsung ke dalam.   "Paman, tidak usah repot-repot"   Ucap Thio Han Liong.   "Tadi aku sudah makan sedikit."   "Makan sedikit mana bisa kenyang? Ha ha ha Han Liong, jangan sungkan-sungkan"   Hartawan sim tertawa- "oh ya, kuperkenalkan Ini putriku bernama sim sok Im."   "Nona sim"   Panggil Thio Han Liong.   "Jangan memanggilku nona, usiaku lebih kecil..."   Sahut sim sok Im dengan wajah aflak kemerah-merahan.   "Panggil saja Adik,"   "Ya, Adik sok Im"   Thio Han Liong tersenyum. senyumannya membuat hati gadis itu berdebar-debar aneh, dan la langsung menundukkan wajahnya dalam-dalam.   "Ha ha ha"   Hartawan sim tertawa gelak, tapi kemudian menghela nafas panjang.   "Aaah."   "Ayah- - "   Sim sok Im memandang hartawan sim.   "Nak"   Hartawan sim menggeleng-gelengkan kepala.   "Besok pagi utusan pembesar Tan akan ke mari, kita...."   "Ayah"   Wajah sim sok Im murung sekali.   "Kalau terpaksa, itu apa boleh buat."   "Maksudmu?"   "Aku terpaksa harus menikah dengan pembesar itu."   "Nak, itu... itu mana boleh?"   "Ayah"   Sim sok Im menghela nafas panjang.   "Kita tidak bisa berbuat apa-apa, sebab kalau kita melawan. Ayah pasti dihukum berat."   "Aaaah..."   Hartawan sim menghela nafas panjang tak henti-hentinya.   "Pembesar Tan sungguh keterlaluan, bahkan sering berbuat sewenang-wenang pula"   "Maaf, Paman sebetulnya apa gerangan yang terjadi?"   Tanya Thio Han Liong.   "Bolehkah aku mengetahuinya?"   "Pembesar Tan adalah pembesar baru di kota Ling Lam ini. isterinya sudah tiga, tapi masih mengutus orang kepercayaannya ke mari untuk melamar putriku. Kalau aku menolak dia pasti akan memfitnahku, sehingga aku dihukum berat. Besok pagi utusan itu akan ke mari dan aku harus memberi keputusan."   Thio Han Liong tersenyum dan bertanya.   "Kenapa Paman tidak melaporkan kepada atasan pembesar itu?"   "Kalau aku melapor, justru bertambah celaka."   "Kenapa begitu?"   "salah seorang menteri di dalam istana adalah famili pembesar Tan, maka apabila aku melapor kepada atasannya, tentunya atasannya akan berpihak kepadanya dan akulah yang akan celaka."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Ternyata begitu - ."   Di saat itu kepala pengurus muncul lalu memberi hormat kepada hartawan sim seraya melapor, bahwa semua hidangan telah disajikan di atas meja- "Han Liong,"   Ujar hartawan sim.   "Silakan makan, usai makan mandilah agar badanmu seoar"   "Ya, Paman"   Thio Han Liong mengangguk- "Han Liong"   Liu Ah Gu tersenyum.   "Mari ikut aku ke ruang makan"   "Terima kasih, Paman Tua"   Ucap Thio Han Liong lalu mengikuti orangtua itu ke ruang makan.   "Ayah,"   Ujar sim sok Im.   "Pakaian Han Liong sudah kumal...."   "Baik,"   Hartawan sim manggut-manggut karena tahu akan maksud putrinya.   "Ambilkan pakaian baru untuk pemuda itu"   "ya. Ayah-"   Sim sok Im mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan.   "Nak"   Hartawan sim menatapnya dengan penuh perhatian.   "Entah sudah berapa banyak pemuda dari keluarga kaya ke mari melamarmu, tapi engkau tolak satu per satu. Kini... kelihatannya engkau begitu menaruh perhatian pada Thio Han Liong, apakah - engkau tertarik padanya? "   "Ayah - ."   Sim sok Im cemberut, lalu berlari ke kamar ayahnya untuk mengambil pakaian. setelah itu, ia ke ruang makan. Tampak Thio Han Liong sedang bersantap dengan lahap sekali.   "Kakak - "   Sim sok Im mendekatinya.   "Pakaian ini untukmu, pakailah seusai mandi"   "Terima kasih. Adik sok Im,"   Ucap Thio Han Liong. Gadis itu tersenyum, kemudian meninggalkan ruang makan dengan sikap malu-malu dan itu membuat Liu Ah Gu tertawa gelak- "Ha ha ha Pura-pura malu"   Wajah sim sok Im memerah, ia mempercepat langkahnya kembali ke ruang depan.   "Lho?"   Hartawan sim terbelalak- "Kenapa wajahmu kemerah-merahan? Ada apa sih?"   "Tidak ada apa-apa. Ayah,"   Sahut gadis itu sambil duduk.   "Engkau sudah berikan pakaian kepada Han Liong?"   "sudah-"   "Nak- engkau.."   Hartawan sim memandangnya, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.   "Bagaimana menurutmu mengenai urusan besok?"   Sim sok Im menghela nafas.   "   Aku pasrah saja"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Begini-..."   Mendadak muncul suatu ide dalam benak hartawan sim, sehingga wajahnya tampak berseri.   "Ayah akan menikahkanmu dengan Thio Han Liong ini, jadi pembesar Tan tidak bisa apa-apa."   Wajah sim sok Im memerah tampak tersipu.   "Itu... itu terlampau mendadak, lagipula kita sama sekali belum tahu jelas pemuda itu."   "Itu tidak jadi masalah, yang penting engkau jangan menjadi isteri ke empat pembesar Tan,"   Ujar hartawan sim.   "Ayah akan berunding dengan Thio Han Liong, mudahmudahan dia tidak akan berkeberatan memper-isterimu"   "Ayah- - "   Sim sok Im bergirang dalam hati. Berselang beberapa saat kemudian, tampak Thio Han Liong berjalan perlahan menuju ruang depan dengan pakaian barunya.   "   Haaah?"   Hartawan sim dan putrinya terbelalak, karena Thio Han Liong begitu tampan seusai mandi dan mengenakan pakaian baru itu "Han Liong...."   Thio Han Liong memberi hormat.   "Terima kasih atas kebaikan Paman menghadiahkan pakaian ini untukku. Terima kasih.."   "Ha ha ha"   Hartawan sim tertawa gelak- "Han Liong, duduklah"   "ya, Paman"   Thio Han Liong duduk- Hartawan sim memandangnya seraya berkata.   "Puteriku sudah berusia dua puluh tahun, justru tak disangka muncul urusan yang mencemaskan itu. Maka aku... aku mau mohon bantuanmu"   "Apa yang dapat kubantu, Paman"   Tanya Thio Han Liong.   "Besok pagi utusan pembesar Tan akan ke mari, oleh karena itu..."   Ujar hartawan sim dengan suara rendah.   "Malam ini aku akan menikahkan putriku denganmu, tentu engkau tidak akan menolak kan?"   Thio Han Liong tersenyum, sama sekali tidak tampak terkejut akan pembicaraan itu.   "Terima kasih atas kepercayaan Paman pada diriku, namun Paman terlampau tergesa-gesa mengambil keputusan ini. sebab Paman sama sekali belum tahu identitas diriku, lagipula baru setengah hari Adik sok Im kenal aku. Maka tidak baik Paman memutuskan demikian."   Hartawan sim terbelalak mendengar penolakan itu, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku amat pusing dan cemas, besok pagi utusan pembesar Tan akan ke mari...."   "Paman"   Ujar Thio Han Liong.   "Menurut aku, lebih baik hadapi saja utusan itu"   "Cara bagaimana aku menghadapi utusan itu?"   Keluh hartawan sim.   "   Kalau aku menolak kemungkinan pembesar Tan akan menfitnahku agar dihukum mati, sedangkan putriku tetap menjadi isteri mudanya."   "Paman"   Thio Han Liong tersenyum.   "Tolak saja"   "Itu...."   Hartawan sim menggeleng-gelengkan kepala.   "Ayah,"   Sela Sim Sok Im.   "Memang lebih baik kita tolak. Kalau Ayah dihukum mati, aku... aku pun akan bunuh diri"   "Nak - ""   Mata hartawan sim mulai basah- "Kenapa urusan itu menimpa kita, padahal ayah tidak pernah berbuat jahat terhadap siapa pun. Aaaah Kenapa Thian (Tuhan) berkehendak beo itu?"   "Ayah, jangan menyalahkan Thian"   "Betul,"   Sahut Thio Han Liong.   "Thian justru punya mata dan Maha Adil Bijaksana, percayalah Pembesar Tan pasti memperoleh ganjarannya-"   "Itu - itu bagaimana mungkin?"   Hartawan sim menggeleng- gelengkan kepala- "yakinlah"   Thio Han Liong tersenyum sambil bangkit berdiri- "Paman, aku mohon pamit"   "Apa? Engkau mau pergi?"   Hartawan sim tertegun.   "Ya-"   Thio Han Liong mengangguk- "Baiklah-"   Hartawan sim manggut-manggut.   "sok Im, ambilkan lima ratus tael perak di kamar ayah untuk Han Liong"   "Tidak usah, Paman"   Tolak Thio Han Liong.   "Engkau akan melanjutkan pengembaraanmu, tentunya membutuhkan uang,"   Ujar hartawan sim. sedangkan sim sok Im sudah masuk ke dalam. Tak lama kemudian gadis itu sudah kembali dengan membawa sebuah bungkusan kecil berisi lima ratus tael perak- "Kakak, terimalah"   Sim sok Im menyodorkan bungkusan itu dengan mata bersimbah air.   "Adik sok Im-."   Thio Han Liong menerima bungkusan itu dengan terharu sekali.   Padahal hartawan sim sedang menghadapi masalah, namun masih memperhatikan orang lain.   Betapa kagum dan salutnya Thio Han Liong terhadap hartawan itu, juga amat berterima kasih kepada sim sok Im.   "Kakak, selamat jalan"   Ucap gadis itu "sampai jumpa. Adik sok Im"   Thio Han Liong tersenyum, lalu memberi hormat kepada hartawan sim.   "Paman, terima kasih atas kebaikan Paman."   "Han Liong...."   Hartawan sim menghela nafas panjang.   "Aku ingin menahanmu di sini, tapi aku justru sedang menghadapi masalah itu"   "Paman, sampai jumpa"   Ucap Thio Han Liong, lalu melangkah pergi. sim sok Im mengantarnya sampai di luar rumah- Thio Han Liong berhenti di situ seraya berpesan.   "Adik sok Im, jangan khawatir mengenai urusan esok hari Tolak saja lamaran pembesar Tan Kalau mereka membawa kalian ke kantor pembesar Tan, kalian ikut saja"   "ya-"   Sim sok Im mengangguk- "Kakak, kapan akan berjumpa lagi?"   "Dalam waktu dekat kita pasti berjumpa lagi,"   Sahut Thio Han Liong, setelah itu barulah ia berjalan pergisim sok Im kembali ke dalam rumah- Hartawan sim masih duduk di ruang depan itu dengan wajah murung- "Ayah - "   Panggil sim sok Im dengan air mata meleleh "Han Liong sudah pergi?"   Tanya hartawan sim- "ya-"   Sim sok Im mengangguk sambil duduk- "En-tah - kapan dia akan ke mari lagi?"   "Nak-..."   Hartawan Sim menghela nafas.   "Kita harus menghadapi urusan esok pagi, maka engkau jangan memikirkan pemuda itu"   "Ayah, lebih baik kita menolak lamaran pembesar Tan. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi."   "Baik,"   Hartawan sim manggut-manggut.   "Mari kita hadapi bersama urusan esok itu"   "Ayah..."   Sim sok Im menangis terisak-isak- "Jangan menangis. Nak"   Ujar hartawan sim lembut.   "Asal ayah dapat menyelamatkanmu, mati pun ayah rela...." -ooo00000ooo- Pagi itu utusan pembesar Tan beserta para pengawal berangkat ke rumah hartawan sim. Utusan itu adalah penasihat pembesar Tan, yang amat licik dan banyak akal busuk- Kenapa pembesar Tan mengutusnya melamar sim sok Im? Ternyata ketika pembesar Tan pergi bersembahyang di sebuah kuil, kebetulan sim sok Im juga sedang bersembahyang di kuil itu Begitu melihat gadis itu, pembesar Tan langsung tertarik, maka mengutus penasihat-nya untuk melamar sim sok Im. Para pengawal pembesar Tan berdiri di depan rumah hartawan sim, sedangkan utusan itu berlenggang ke dalam dengan tersenyum-senyum. Hartawan sim dan putrinya sedang duduk di ruang depan. Dengan sikap dingin mereka menyambut kedatangan utusan itu.   "Ha ha ha"   Utusan itu tertawa gelak- "Selamat pagi selamat pagi - -"   "Hmm"   Dengus hartawan sim- "Mau apa engkau ke mari?"   "Mau bertanya kepada hartawan Sim, apakah sudah siap menerima lamaran Tan Tayjin?"   Sahut utusan itu.   "Kami menolak lamaran itu,"   Ujar hartawan sim.   "Apa?"   Air muka utusan itu langsung berubah- "Hartawan sim, engkau berani menolak lamaran Tan Tayjin?"   "Kenapa tidak?"   Sahut hartawan sim.   "Bagus, bagus"   Utusan itu menatap sim sok Im dan bertanya.   "Bagaimana Nona sim? Engkau menerima, lamaran Tan Tayjin?"   "Menolak"   Sahut sim sok Im dengan ketus dan dingin.   "Bagus, bagus Kalian berdua betul-betul cari penyakit"   Ujar utusan itu lalu berseru.   "Pengawal, bawa mereka ke kantor Tan Tayjin"   "ya,"   Sahut beberapa pengawal yang di luar. Mereka segera masuk sekaligus menangkap hartawan sim dan putrinya.   "He he he"   Utusan itu tertawa terkekeh-kekeh- "Betulkah kalian menolak lamaran Tan Tayjin?"   "Betul"   Sahut hartawan sim dan putrinya serentak- "Baik"   Utusan itu manggut-manggut.   "Pengawal, seret mereka ke kantor Tan Tayjin"   "ya"   Sahut para pengawal itu, yang kemudian menyeret hartawan sim dan putrinya ke kantor pembesar Tan. Para penduduk hanya menggeleng-gelengkan kepala. Tiada seorang pun berani bersuara.   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tak disangka hartawan sim yang baik hati itu akan mengalami musibah ini,"   Bisik seseorang kepada temannya.   "Aaaah - "   Temannya menghela nafas panjang.   "   Orang baik malah tertimpa musibah, Lo Thian ya (Tuhan) sungguh tidak adil"   Hartawan sim dan putrinya diseret sampai di kantor pembesar Tan.   Para pengawal mendorong mereka agar berlutut di tengah-tengah ruang itu.   sedangkan utusan itu langsung ke dalam, dan tak lama ia sudah bersama pembesar Tan yang berusia lima puluhan itu.   Pembesar Tan duduk- Utusan yang juga penasihat segera berbisik-bisik di telinganya.   "oh?"   Pembesar Tan mengerutkan kening. Penasihat itu berbisik-bisik lagi. Pembesar Tan manggutmanggut lalu mendadak memukul meja.   "Hartawan sim"   Bentak pembesar Tan.   "sungguh berani engkau menghina pembesar, maka engkau harus dibuang ke kota lain"   "Tan Tayjin, aku hanya menolak lamaran Tayjin- Itu bukan berarti menghina pembesar-Kenapa aku harus dibuang ke kota lain?"   "Masih berani banyak bicara?"   Bentak pembesar Tan.   "Pengawal, cepat pukul pantatnya seratus kali"   "Tan Tayjin"   Ujar sim sok Im.   "Aku yang menolak lamaran Tayjin. silakan Tayjin menghukumku, jangan menghukum ayahku"   "Ayahmu yang bersalah, bukan engkau,"   Sahut pembesar Tan sambil memandangnya, kemudian tersenyum-senyum. sementara para penduduk sudah berkumpul di luar kantor pembesar Tan, namun tiada seorang pun yang berani bersuara.   "Tan Tayjin jangan memfitnah ayahku"   Ujar sim sok Im dengan berani.   "Tan Tayjin sudah beristeri tiga, tapi masih ingin melamarku Tentu aku menolak-..."   "Diam"   Bentak pembesar Tan berang.   "Pengawal, cepat pukul hartawan sim"   "   Ya"   Sahut beberapa pengawal, dan mereka langsung menekan punggung hartawan sim agar hartawan itu tengkurap. (Bersambung keBagian 23)   Jilid 23   "Jangan memukul ayahku Jangan memukul ayahku..."   Teriak Sim Sok Im.   "Cepat pukul hartawan itu seratus kali"   Bentak pembesar Tan.   "Cepat"   "ya"   Sahut para pengawal sambil mengangkat pemukul yang menyerupai pengayuh sampan. Ketika salah seorang pengawa baru mau mengayunkan pemukulnya, mendadak terdengar suara bentakan keras.   "Berhenti"   Suara bentakan itu memekakkan telinga, dan sudah barang tentu mengejutkan para pengawal, begitu pula pembesar Tan dan penasihat itu.   Tampak seorang pemuda berusia sekitar dua puluh lima tahun berjalan memasuki kantor itu Dia tampan, gagah dan berwibawa.   Siapa pemuda itu, tidak lain adalah Thio Han Liong.   "Kakak..."   Seru Sim Sok Im.   "Han Liong?"   Hartawan Sim terbelalak yang sudah bangkit berdiri. Thio Han Liong berdiri di pembesar Tan dengan wajah dingin, sedangkan pembesar Tan dan penasihatnya tampak tercengang akan kemunculan Thio Han Liong.   "Siapa engkau?"   Tanya pembesar Tan sambil mengerutkan kening.   "Sungguh berani engkau mengacau sidangku"   "Hmm"   Dengus Thio Han Liong dingin.   "Engkau pembesar kota ini, seharusnya melindungi penduduk kota ini Tapi... sebaliknya engkau malah bertindak sewenang-wenang Engkau sudah beristeri tiga, tapi masih ingin melamar anak gadis orang Karena ditolak, engkau memfitnah orang itu menghina pembesar jangan mentangmentang mempunyai famili seorang menteri di istana lalu engkau bertindak semaunya"   "Pengawal Cepat tangkap dia dan hukum dengan lima ratus kali pukulan"   Bentak pembesar Tan. pengawal langsung mendekati Thio Han Liong. Mendadak Thio Han Liong mengibaskan tangannya, dan seketika para pengawal itu terpental membentur dinding.   "Aduuuh Aduuuuh..."   Jerit para pengawal itu kesakitan.   "Aduuuuh - "   "Haah - ?"   Terkejutlah pembesar Tan dan penasihat-nya. Cepat-cepat penasihat itu berbisik-bisik di telinga pembesar Tan.   "Tayjin, kelihatannya dia seorang pendekar, maka kita harus berhati-hati menghadapinya. Kalau tidak, kita akan celaka."   "ya-"   Pembesar Tan manggut-manggut, talu berkata kepada Thio Han Liong.   "siauhiap, ini... ini cuma salah-paham - ."   "Hmm"   Dengus Thio Han Liong dingin, kemudian merogohkan tangan ke dalam bajunya.   Dikeluarkannya sesuatu lalu diperlihatkan kepada pembesar Tan dan penasihat itu.terkejut Begitu melihat benda yang di tangan Thio Han Liong, menggigillah sekujur tubuh pembesar Tan dan penasihat itu.   Mereka berdua cepat-cepat menghampiri Thio Han Liong, lalu berlutut di hadapannya.   "   Hamba memberi hormat kepada yang Mulia"   Ucap mereka serentak- "Kalian berdua harus terus berlutut di situ"   Sahut Thio Han Liong lalu duduk di kursi kebesaran pembesar Tan.   "Pengawal"   "ya"   Sahut para pengawal itu.   "   Hukum mereka seorang seratus kali pukulan"   Perintah Thio Han Liong.   "Pukulan dengan sekuat tenaga"   "ya"   Beberapa pengawal langsung menekan punggung pembesar Tan dan penasihat itu agar tengkurap.   "Ampun Ampun yang Mulia..."   Ujar pembesar Tan.   "Pukul"   Perintah Thio Han Liong. Plak Plak Plak-.. Para pengawal mulai memukul pantat pembesar Tan dan penasihat itu dengan sekuat tenaga.   "Aduuuh Aduuuh - "   Jerit pembesar Tan dan penasihat itu kesakitan.   "Aduuuh..."   Belum sampai seratus kali, pembesar Tan dan penasihat itu telah pingsan, maka para pengawal terpaksa berhenti memukul mereka.   "siram dengan air"   Ujar Thio Han Liong. salah seorang pengawal langsung pergi mengambil air, dan lalu disiramkan ke wajah pembesar Tan dan penasihat itu. Tersadarlah mereka berdua dan mulai merintih.   "Pukul lagi"   Perintah Thio Han Liong.   Para pengawal mulai memukul pantat mereka berdua lagi, dan seketika juga mereka berdua menjerit-jerit kesakitan.   sementara hartawan sim dan putrinya terus memandang Thio Han Liong dengan mata terbelalak- Mereka terbengongbengong karena pembesar Tan memanggil Thio Han Liong yang Mulia- sebetulnya siapa pemuda itu? Hartawan sim dan putrinya tidak habis pikir- Para pengawal sudah berhenti memukul pantat pembesar Tan dan penasihat itu, karena sudah seratus kati.   "Aduuh Aduuuh..."   Pembesar Tan dan penasihat itu masih merintih-rintih kesakitan.   "Aduuuh..."   "Aku dengar kalian juga sering memaksa kaum gadis kota ini untuk dijadikan pelayan di rumah, benarkah itu?"   Tanya Thio Han Liong.   "Itu... itu..."   Sahut pembesar Tan terputusputus.   "Benar"   Terdengar suara sahutan di luar- "Putriku dipaksa menjadipelayan di rumah pembesar Tan"   "Baik"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Pembesar Tan, dengarlah baik-baik Lepaskan kaum gadis yang tidak mau menjadi pelayan di rumahmu"   "ya, yang Mulia."   Pembesar Tan mengangguk      Tiraikasih WEBSITEhttp.//kangzusi.com   "Mulai sekarang, apabila kalian berdua masih berani berbuat sewenang-wenang lagi, kalian berdua berikut keluarga dan menteri yang di dalam istana itu pasti dihukum penggal kepala"   "hamba tidak berani. Hamba tidak berani...."   Betapa terkejutnya pembesar Tan dan penasihat itu.   "sekarang kalian berdua harus minta maaf kepada hartawan sim dan putrinya"   Ujar Thio Han Liong dan menambahkan.   "Tahukah kalian, hartawan sim adalah familiku Aku baru tiba kemarin di kota ini dari Kotaraja dan kenalkah kalian dengan benda ini?"   Thio Han Liong memperlihatkan sebuah giok yang berukir sepasang naga, yakni giok pemberian An Lok Kong cu.   "Hah? An Lok Kong cu"   Wajah pembesar Tan dan penasihat itu berubah pucat pias.   "Aku mewakili kaisar untuk memeriksa semua pembesarseharusnya kalian berdua kuhukum...."   "Ampuni hamba, yang Mulia Ampuni hamba..."   "Baiklah Aku mengampuni kalian berdua, tapi mulai sekarang kalian harus berlaku adil dan bijaksana terhadap penduduk kota ini"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "ya, yang Mulia-"   Pembesar Tan dan penasihat itu bangkit berdiri dengan kaki bergemetaran, lalu perlahan-lahan menyapa hartawan sim dan putrinya      Tiraikasih WEBSITEhttp.//kangzusi.com   "Hartawan sim, kami - kami minta maaf atas semua perbuatan kami"   "Ha ha ha"   Hartawan sim tertawa- "Aku tahu Tan Tayjin hanya bergurau dengan kami- Bagaimana mungkin Tan Tayjin akan melamar putriku- ya, kan?"   "ya, ya-"   Pembesar Tan manggut-manggut dan amat berterima kasih kepada hartawa yang masih menjaga namanya.   "Nona sim- - "   Penasihat itu memberi hormat- "Maaf-kan aku"   "Sudahlah"   Sim sok Im menghela nafas panjang- "Itu telah berlalu, jangan diungkit lagi"   "Paman, Adik sok Im"   Thio Han Liong mendekati mereka- "Mari kita pulang"   "Baik,"   Hartawan sim mengangguk- "TUnggu"   Seru pembesar Tan.   "yang Mulia, hamba akan menyiapkan tandu"   "   Cukup untuk hartawan Sim dan Nona Sim saja"   Sahut Thio Han Liong, lalu mendadak badannya bergerak- tahu-tahu sudah hilang begitu saja.   Ternyata Thio Han Liong menggunakan ginkang melesat pergi, tentunya membuat pembesar Tan dan lainnya melongo- Kemudian pembesar Tan menyuruh orangnya mengantar hartawan sim dan putrinya pulang dengan tandu.   -ooo00000ooosetelah masuk ke tandu, hartawan sim tertawa gelak, sedangkan sim sok Im diam saja.   "Ha ha ha"   Hartawan sim memandang putrinya.   "Nak. kenapa engkau diam saja? sedang memikirkan apa?"   "Ayah, kenapa Kakak Han Liong pergi tanpa pamit?"   Sahut sim sok Im sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Nak, kita sama sekali tidak tahu bahwa dia wakil kaisar. Kedudukannya amat tinggi, sedangkan kita...."   Hartawan sim menghela nafas panjang.   "Ayah, aku memang jatuh hati kepadanya. Tapi aku tidak berani berharap dia juga jatuh hati kepadaku. Aku hanya berharap... dia berpamit kepadaku, namun dia - -"   Sim sok Im menggeleng-gelengkan kepala lagi.   Tak seberapa lama kemudian, sampailah mereka di rumah hartawan sim.   Tandu itu berhenti, dan hartawan sim serta putrinya melangkah turun lalu berjalan memasuki halaman.   Mendadak mereka berdua terbelalak, ternyata mereka melihat Thio Han Liong berdiri di sana.   "Kakak Han Liong Kakak Han Liong - "   Seru sim sok Im sambil berlari-fari menghampirinya.   "Kakak Han Liong...."   "Adik sok Im"   Sahut Thio Han Liong dan tersenyum.   "   Kakak Han Liong...."   Sekonyong-konyong sim sok Im mendekap di dadanya.   "Adik sok Im"   Thio Han Liong membelainya.   "Kini engkau sudah aman, pembesar Tan tidak akan berani mengganggumu lagi."   Terima kasih. Kakak Han Liong,"   Ucap sim sok Im dengan air mata berderai- derai.   "Adik sok Im"   Thio Han Liong heran.   "Kenapa engkau menangis?"   "Kakak Han Liong, aku... aku gembira sekali."   "Ha ha ha"   Hartawan sim tertawa gelak- "Han Liong, perlukah aku berlutut di hadapanmu?"   "Aku bukan pembesar, tentunya tidak perlu,"   Sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.   "sebaliknya aku yang harus berterima kasih kepada Paman, karena aku sudah makan di sini, diberi pakaian baru dan uang lima ratus tael perak-"   "Ha ha ha"   Hartawan sim tertawa- "   Aku jadi malu hati, tak disangka engkau wakil kaisar"   "Paman"   Pesan Thio Han Liong.   "Kalau pembesar Tan masih berani berbuat sewenangwenang, Paman boleh langsung ke Kota raja menemui An Lok Kong cu. Laporkan kepadanya"   "Baik,"   Hartawan sim manggut-manggut- "Adik sok Im,"   Ujar Thio Han Liong dengan senyum lembut.   "Engkau adalah gadis yang baik, aku yakin engkau akan bertemu pemuda yang baik pula."   "Terima kasih. Kakak Han Liong"   Ucap sim sok Im.   "Adik sok Im"   Thio Han Liong menggenggam tangannya.   "Aku mohon pamit"   "Kok cepat sudah mau pergi?"   Sim sok Im tampak kecewa sekali.   "Masih ada tugas lain yang harus kuselesaikan. sampai jumpa"   Ucap Thio Han Liong.   "Paman, sampai jumpa"   "Han Liong,"   Ucap hartawan sim.   "Selamat jalan"   Mendadak Thio Han Liong melesat pergi, dan seketika juga ia lenyap dari hadapan hartawan sim dan putrinya.   "Kakak Han Liong Kakak Han Liong..."   Seru sim sok Im.   "Kakak Han Liong..."   "Nak. dia sudah pergi-"   Hartawan sim menghela nafas panjang, namun kemudian tertawa gembira.   "Ha ha ha..."   "Kenapa Ayah tertawa gembira? Aku... aku sedang berduka."   Sim sok Im menggeleng-gelengkan kepala.   "Nak, apakah engkau lupa?"   "Ada apa?"   "pakaian baru yang engkau berikan kepada Han Liong, bukankah engkau yang menjahit untuk dihadiahkan kepada ayah?"   "Betul."   "Kini malah Han Liong yang memakainya, Itu sungguh menggembirakan"   Hartawan sim Tertawa.   "Ha ha ha - "   "oooh"   Wajah sim sok Im tampak berseri- "Ayah, terhiburlah hatiku sekarang. Karena ia mengenakan pakaian yang kujahit sendiri Aku... aku gembira sekali-"   "Nak,"   Hartawan sim memegang bahu putrinya seraya tersenyum lembut- "Kita memang harus bergembira-"   Bab 45 Timbul Hawa Membunuh setelah meninggalkan rumah hartawan sim, Thio Han Liong lalu duduk beristirahat sejenak di bawah sebuah pohon.   Di saat itulah tiba-tiba ia teringat kepada ke dua orangtua Tan Giok Cu.   Berhubung perjalanan ke Pek yun Kok harus melalui desa Hok An, maka ia mengambil keputusan untuk singgah ke rumah orangtua Tan Giok Cu- Keputusan itu membuat Thio Han Liong segera melanjutkan perjalanannya- Betapa terkejutnya pemuda itu ketika mendengar suara kabar berita, bahwa tujuh partai besar dalam rimba persilatan telah takluk kepada Hiat Mo Pang, dan kini perkumpulan tersebut yang berkuasa dalam rimba persilatan.   "   Hiat Mo Pang - "   Gumamnya- "   Kalau begitu, Hiat Mo pasti masih berada di Pek yun Koksetelah mengunjungi ke dua orangtua Giok Cu, aku harus segera berangkat ke Pek yun Kok-"   Ini Thio Han Liong singgah di sebuah kedai teh di pinggir jalan. Pemilik kedai teh segera menyuguhkan secangkir teh wangi.   "Tuan masih mau pesan makanan lain?"   Tanya pemilik kedai teh yang berusia enam puluhan. Tidak. Paman Tua,"   Sahut Thio Han Liong sambil menghirup teh wangi itu.   "Aaaah - "   Tiba-tiba pemilik kedai teh menghela nafas panjang.   "Kenapa Paman Tua menghela nafas panjang?"   Tanya Thio Han Liong heran. Pemilik kedai teh memberitahukan.   "sejak Hiat Mo Pang berkuasa dalam rimba persilatan, kaum golongan putih menyembunyikan diri Maka, kedai tehku ini menjadi sepi sekali. Para anggota Hiat Mo Pang sungguh kejam, mereka sering merampok dan memperkosa....   "   "Paman Tua, betulkah tujuh partai besar telah takluk kepada Hiat Mo Pang?"   "Betul. Bahkan ketua Run Lun dan ketua Khong Tong telah binasa di tangan Tong Koay dan Pak Hong."   "Apa?"   Thio Han Liong terbelalak.   "Bagaimana mungkin Tong Koay dan pak Hong membunuh ke dua ketua itu?"   "Itu kudengar sendiri dari murid-murid Kun Lun dan Khong Tong Pay, ternyata Tong Koay dan Pak Hong berada dipihak Hiat Mo Pang."   "Itu tidak mungkin. Tidak mungkin..."   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Gumam Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku dengar, kalau tidak salah Tong Koay dan Pak Hong telah terpengaruh oleh ilmu sihir Hiat Mo, maka ke dua jago tua itu menuruti semua perintah Hiat Mo-"   "oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian bertanya.   "Paman Tua sudah berusia lanjut, kenapa masih membuka kedai teh?"   "yaaah - "   Pemilik kedai teh menghela nafas panjang.   "Karena cucu-cucuku masih kecil...."   "Di mana orangtua mereka?"   "Beberapa tahun lalu, anak dan menantuku meninggal di bunuh para anggota Hiat Mo Pang...."   "Kenapa para anggota Hiat Mo Pang membunuh anak dan menantu Pa man Tua?"   "Mereka ingin memperkosa menantuku, maka anakku melawan. Akhirnya ia meninggal di tangan anggota Hiat Mo Pang. Begitu melihat anakku meninggal, menantuku langsung membunuh diri sejak itu aku harus mengurusi cucu-cucuku."   "oh?"   Thio Han Liong menatap pemilik kedai teh itu dengan iba.   "sekarang siapa yang menjaga cucu-cucu Paman Tua?"   "Seorang janda tua, dia tidak punya anak- Kalau aku ke mari membuka kedai teh, janda tua itu ke rumahku untuk menjaga cucu-cucuku."   "oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian memberi pemilik kedai teh itu tiga ratus tael perak- "Paman Tua, uang ini untuk biaya hidup cucu-cucu Paman Tua. sekolahkan mereka agar kelak bisa ikut ujian di Kotaraja"   "Tuan...."   Pemilik kedai teh memandang Thio Han Liong dengan mata basah- "Terimalah"   Desak Thio Han Liong.   "Terima kasih"   Ucap pemilik kedai teh sambil menerima uang perak itu.   "Terima kasih, Tuan."   "Paman Tua,"   Pesan Tiiio Han Liong.   "   Hati-hatilah menyimpan uang ini, jangan sampai orang lain tahu Paman Tua punya uang sebanyak itu"   "   Ya-"   Pemilik kedai teh cepat-cepat menyimpan uang itu ke dalam bajunya.   "Paman tua, aku mohon pamit,"   Ucap Thio Han Liong lalu melangkah pergi. Begitu sampai di luar, ia langsung melesat pergi.   "Haaahhh"   Mulut pemilik kedai teh ternganga lebar.   "Tak disangka pemuda itu berkepandaian begitu tinggi." -ooo0000ooo- Beberapa hari kemudian, Thio Han Liong sudah tiba di desa Hok An, dan langsung menuju rumah Tan Ek seng. Perlahan-lahan Thio Han Liong memasuki halaman rumah itu la menengok ke sana ke mari dengan kening berkerutkerut, karena rumah itu tampak tidak diurus sama sekali. Di saat itulah mendadak muncul seorang wanita, ialah Ah Hiang, pembantu di rumah itu.   "Bibi Hiang Bibi Hiang..."   Panggil Thio Han Liong.   "Hah? Han Liong...."   Ah Hiang langsung menangis sedih.   "Di mana Nona? Kenapa tidak ikut ke mari?"   "Dia - dia masih berada di Pek yun Kok- Aku ke mari duluan mengunjungi paman dan bibi- Di mana mereka?"   "Ayoh ikut aku ke halaman belakang"   Ah Hiang menarik Thio Han Liong ke halaman belakang.   "Bibi Hiang, ada apa?"   Tanya Thio Han Liong heran.   Ah Hiang tidak menyahut, melainkan terus menarik Thio Han Liong ke halaman belakang, sampai di halaman belakang, Thio Han Liong terbelalak dan wajahnya pucat pias.   Ternyata di halaman belakang terdapat sebuah makam.   Begitu membaca tulisan yang ada pada batu nisan itu Thio Han Liong langsung menjatuhkan diri di hadapan makam itu dan menangis sedih.   "Paman, Bibi- - "   Air mata Thio Han Liong berderai-derai, Itu adalah makam Tan Ek seng dan Lim soat Hong. Lama sekali Thio Han Liong menangis dengan air mata berlinanglinang, setelah itu barulah bertanya.   "Kenapa Paman dan bibi meninggal? Apa yang terjadi di sini?"   "Han Liong - "   Sahut Ah Hiang terisak-isak- "Setahun yang lalu, muncul para anggota Hiat Mo Pang merampok desa ini. Tuan dan nyonya pergi melawan mereka, tapi akhirnya meninggal di tangan para anggota Hiat Mo Pang itu."   "Hiat Mo Pang lagi Aku bersumpah akan membunuh para anggota Hiat Mo Pang itu"   Thio Han Liong mencetuskan sumpahnya itu.   "Han Liong, kalau engkau bertemu nona, bawalah dia ke mari menyembayangi ke dua orangtuanya"   Pesan Ah Hiang.   "Ya-"   Thio Han Liong mengangguk- "Ah Hiang, aku harus segera berangkat ke Pek yun Kok menjemput Giok Cu ke mari- "   "Baik-"   Ah Hiang mengangguk- "Aku tetap menjaga rumah ini sampai Nona Giok Cu pulang."   "Terima kasih,"   Ucap Thio Han Liong lalu melesat pergi. Hari itu Thio Han Liong sampai di sebuah kota, lalu mampir di sebuah rumah makan.   "silakan duduk. Tuan"   Ucap seorang pelayan. Thio Han Liong duduk, kemudian pelayan itu bertanya lagi.   "Tuan mau pesan makanan dan minuman apa?"   "sop sapi dan nasi,"   Sahut Thio Han Liong dan menambahkan.   "satu guci arak wangi."   "ya. Tuan."   Pelayan itu segera menyajikan apa yang dipesan Thio Han Liong. Di saat Thio Han Liong sedang bersantap, mendadak terdengar suara jeritan di luar kedai.   "Jangan ganggu putriku Jangan ganggu putriku"   Thio Han Liong memandang ke luar. Dilihatnya belasan orang berpakaian merah sedang menyeret seorang lelaki tua. Lelaki tua itu meronta-ronta sambil berteriak-teriak.   "Aku mohon, kalian jangan ganggu putriku Jangan ganggu putriku"   "Pelayan.."   Panggil Thio Han Liong.   "ya. Tuan."   Pelayan itu segera mendekatinya.   "Mau pesan apa, Tuan?"   "siapa orang-orang berpakaian merah itu?"   Tanya Thio Han Liong.   "Mereka...."   Pelayan merendahkan suaranya.   "Mereka para anggota Hiat Mo Pang. Mungkin mereka mau memperkosa putri orangtua itu."   "Apa?"   Mata Thio Han Liong langsung membara- "Mereka para anggota Hiat Mo Pang? Tengah hari bolong begini mereka berani melakukan pemerkosaan?"   "Aaaah - "   Pelayan itu menghela nafas panjang.   "siapa yang berani melawan mereka?"   "Pelayan, aku mau ke sana sebentar"   "Tuan"   Pelayan itu menggeleng kepala.   "Jangan campuri urusan itu. Tuan akan celaka"   "Mereka yang akan celaka"   Sahut Thio Han Liong sambil berjalan ke luar, sedangkan pelayan itu segera memberitahukan kepada majikannya.   "Apa? Pemuda itu pasti celaka"   Majikan itu menghela nafas panjang.   "Kenapa engkau tidak mencegahnya?"   "Aku sudah mencegahnya, tapi dia tetap berjalan ke luar...."   Sementara Thio Han Liong sudah berada di hadapan para anggota Hiat Mo Pang, sedangkan lelaki tua itu telah dibanting kejalan.   "Tuan-tuan"   Ujar lelaki tua itu.   "Jangan ganggu putriku...Jangan ganggu putriku...."   "Hmm"   Dengus salah seorang anggota Hiat Mo Pang, lalu memasuki rumah lelaki tua itu, dan yang lain segera mengikutinya. Akan tetapi, mendadak berkelebat sosok bayangan menghadang di depan mereka, yang tidak fain adalah Thio Han Liong.   "Mau apa kalian masuk ke rumah ini,?"   Tanya Thio Han Liong dingin.   "Tuan"   Terdengar suara sahutan dari dalam rumah.   "Tolonglah aku, mereka mau memperkosa aku Tuan, tolonglah aku"   "Tenang Nona"   Sahut Thio Han Liong, kemudian bertanya kepada belasan orang itu.   "Kalian anggota Hiat Mo Pang?"   "Betul"   Jawab salah seorang anggota Hiat Mo Pang sambil mengangkat dadanya "Kini Hiat Mo Pang berkuasa di rimba persilatan, siapa pun tidak berani melawan kami"   "oh?"   Thio Han Liong tertawa dingin- "   Aku justru akan membunuh kalian semua"   "Apa?"   Anggota Hiat Mo Pang itu melotot.   "siapa engkau dan berasal dari perguruan mana?"   "Engkau tidak perlu bertanya, yang jelas hari ini kalian harus mampus"   Sahut Thio Han Liong.   "serang dia"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Seru anggota Hiat Mo Pang itu seketika juga para anggota Hiat Mo Pang menyerang Thio Han Liong dengan berbagai macam senjata. Thio Han Liong bersiul panjang. Tiba-tiba badannya bergerak ke sana ke mari sambil mengeluarkan ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw.   "Aaaah Aaaakh - "   Terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Belasan anggota Hiat Mo Pang itu terkapar dengan mulut mengucurkan darah kemudian putuslah nafas mereka.   "Terima kasih. Tuan"   Ucap wanita muda yang di dalam rumah itu. Thio Han Liong menolehkan kepalanya sambil tersenyum, lalu berjalan pergi menuju rumah makan. Para tamu dan pemilik rumah makan itu memandangnya dengan mata terbelalak lebar, begitu pula si pelayan.   "Tuan..."panggil pelayan, kemudian mengacungkan jempolnya.   "Tuan sungguh hebat"   Thio Han Liong nanya tersenyum. Ketika ia baru mau bersantap, pemilik rumah makan itu mendekatinya dengan wajah serius.   "Anak muda"   Ujarnya dengan suara rendah- "Lebih baik engkau segera meninggalkan kota ini."   "Kenapa?"   Tanya Thio Han Liong.   "Engkau telah membunuh para anggota Hiat Mo Pang itu, maka pemimpin Hiat Mo Pang di kota ini pasti akan ke mari. Pemimpin itu berkepandaian amat tinggi, maka lebih baik engkau segera pergi."   Terima kasih atas perhatian Paman"   Ucap Thio Han Liong.   "   Aku justru menghendaki kemunculan pemimpin itu."   "Anak muda"   Pemilik rumah makan memberitahukan.   "Pemimpin itu adalah mantan penjahat dari golongan hitam, kepandaiannya sungguh tinggi sekali. Engkau...."   "Terima kasih atas kebaikan Paman memberitahukan itu. Tapi aku tidak mau pergi, karena aku harus membasmi mereka, setelah itu, aku akan berangkat ke Pek yun Kok, markas pusat Hiat Mo Pang."   "Anak muda...."   Ketika pemilik rumah makan mau mengatakan sesuatu, mendadak pelayan berbisik.   "Pemimpin itu telah datang bersama para anak buahnya."   "Haaah - ?"   Pemilik rumah makan seaera meninggalkan Thio Han Liong. Thio Han Liong tersenyum dingin, lalu bangkit berdiri dan berjalan kc luar untuk menghampiri pemimpin cabang Hiat Mo Pang itu.   "Siapa engkau?"   Bentak pemimpin itu.   "Aku yang membunuh para anak buahmu itu"   Sahut Thio Han Liong.   "Mereka memang harus mampus, termasuk engkau yang lainnya"   "Engkau...."   Pemimpin itu mengerutkan kening, kemudian berseru.   "Serang dia"   Para anak buahnya langsung menyerang Thio Han Liong dengan berbagai macam senjata, sedangkan Thio Han Liong cuma bertangan kosong Justru secara reflek ia mengibaskan tangannya.   Betapa dahsyat kibasan tangannya, sebab bertahun-tahun ia berlatih di dasar telaga melawan terjangan arus.   "Aaaakh - "   Terdengar jeritan menyayat hati- Tujuh delapan anggota Hiat Mo Pang terkapar dan binasa seketika.   Thio Han Liong tidak berhenti sampai di situ.   Mendadak badannya berkelebat ke sana ke mari, kemudian terdengar lagi suara jeritan dan sisa anggota Hiat Mo Pang itu pun terkapar semua dalam keadaan tak bernyawa.   "Haaah-..?"   Betapa terkejutnya pemimpin itu, wajahnya pucat pias.   "Kini saatnya giliranmu"   Ujar Thio Han Liong sambil menghampirinya selangkah demi selangkah- "siapa sebenarnya engkau? Ada permusuhan apa engkau dengan Hiat Mo Pang?"   Tanya pemimpin itu dengan suara bergemetar.   "Aku pembantai Hiat Mo Pang"   Sahut Thio Han Liong.   "Bersiap-siaplah engkau berangkat ke neraka"   "Hiyaaah"   Pekik pemimpin itu sambil menyerangnya. Thio Han Liong tidak berkelit, melainkan menyambut serangan itu dengan Kian Kun Taylo sin Kang.   "Aaaakh - "   Jerit pemimpin itu- Ternyata ia telah terserang oleh Iweekangnya sendiri, sehingga badannya terpental beberapa depa, lalu roboh dengan mulut mengeluarkan darah- "si - siapa engkau?"   "Aku Thio Han Liong"   "   Haaah - ?"   Sepasang mata pemimpin itu mendelik dan nafasnya putus seketika. Thio Han Liong memandang mayat-mayat yang bergelimpangan itu, kemudian menghela nafas panjang sambil melangkah untuk kembali ke rumah makan.   "Tuan...."   Pelayan segera menghampirinya.   "Bukan main...."   Thio Han Liong tersenyum, dan ketika melihat sop sapi nya, ia terbelalak karena sop sapi itu tampak mengebul.   "Eh? sop sapi ini?"   "Aku ganti yang baru matang."   Pelayan memberitahukan.   "Terima kasih,"   Ucap Thio Han Liong, ia mulai bersantap. Di saat bersamaan, muncul pemilik rumah makan mendekatinya dengan wajah berseri-seri, lalu duduk di hadapan Thio Han Liong.   "Engkau masih muda, tapi kepandaianmu sungguh bukan main"   Ujarnya.   "Mulai sekarang, kota ini pasti aman."   "Paman"   Tanya Thio Han Liong.   "Apakah kota ini sudah bersih dari anggota Hiat Mo Pang?"   "sudah bersih sekali,"   Sahut pemilik rumah makan.   "Kami sebagai penduduk kota ini amat borterimakasih kepadamu."   "oh ya, bagaimana pembesar di kota ini?"   Tanya Thio Han Liong mendadak- "Pembesar di kota ini cukup baik dan adil, tapi - tidak bisa berbuat apa-apa terhadap para anggota Hiat Mo Pang"   Jawab pemilik rumah makan memberitahukan.   "Pernah sekali pengawalnya berhasil menangkap salah seorang anggota Hiat Mo Pang, tapi ketika pembesar itu mau menjatuhkan hukuman berat kepada anggota Hiat Mo Pang itu, justru muncul pemimpinnya, dan langsung memukul pembesar itu sampai muntah darah- Kami dengar, pembesar itu masih dalam keadaan luka - ."   "Di mana rumah pembesar itu?" ......   "Tak jauh dari sini."   Pemilik rumah makan memberitahukan.   "Dari sini menuju ke kiri, kemudian membelok ke kanan. Kira-kira seratus depa sudah tampak rumah pembesar itu."   "Terima kasih, Paman"   Ucap Thio Han Liong. Ketika ia baru merogohkan tangannya ke dalam bajunya, pemilik rumah makan itu berkata.   "Tidak usah membayar. Kalau engkau membayar, sama juga menghinaku."   "Baiklah."   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Paman. aku mohon pamit"   "selamatjalan, siauhiap"   Ucap pemilik rumah makan.   Thio Han Liong tersenyum, lalu meninggalkan rumah makan itu menuju rumah pembesar kota tersebut.   Tak seberapa lama kemudian, ia sudah tiba di depan rumah pembesar itu.   Tampak beberapa pengawal menjaga di sana.   Begitu melihat Thio Han Liong, salah seorang penjaga segera menghampirinya sambil memberi hormat.   "siauhiap ingin bertemu siapa?"   "Aku ingin bertemu pembesar kota ini."   "Maaf, siauhiap"   Pengawal itu menggeleng-geleng-kan kepala.   "Lie Tayjin dalam keadaan sakit, tidak bisa menemui siapa pun."   "Saudara, aku ke mari justru ingin mengobati Lie Tayjin-"   "oh?"   Wajah pengawal itu langsung berseri- "Kalau begitu, silakan masuk"   "Terima kasih,"   Ucap Thio Han Liong.   "Siauhiap, mari ikut aku ke dalam"   Pengawal itu berjalan ke dalam, dan Thio Han Liong mengikutinya dari belakang.   "Kepandaian siauhiap sungguh tinggi sekali"   Bisiknya.   "Engkau menyaksikan kejadian tadi?"   Tanya Thio Han Liong.   "ya."   Pengawal itu mengangguk- "Kebetulan aku pergi membeli obat untuk Lie Taujin-"   "Oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut- Ketika hampir sampai di depan pintu rumah, mendadak melesat ke luar sosok bayangan, yang ternyata seorang pemuda tampan.   "Tuan muda siauhiap ini kemari ingin mengobati Lie Taujin"   Pengawal itu memberitahukan.   "Dia pula yang membunuh pemimpin dan para anggota Hiat Mo Pang itu"   "oh?"   Pemuda itu menatap Thio Han Liong dengan penuh perhatian, kemudian memberi hormat seraya berkata.   "Selamat datang, siauhiap"   "Selamat bertemu, saudara"   Sahut Thio Han Liong.   "Silakan masuk"   Ucap pemuda itu.   "Terima kasih-"   Thio Han Liong berjalan memasuki rumah itu, sedang kan pengawal telah kembali ke tempat penjagaannya- "Silakan duduk siauhiap"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Ucap pemuda itu sambil tersenyum ramah- "Terima kasih-"   Thio Han Liong duduk. seorang pelayan segera menyuguhkan teh, lalu mengundurkan diri dari situ, tapi matanya masih sempat melirik Thio Han Liong dan bibirnya mengembangkan seulas senyuman.   "Silakan minum, siauhiap"   Ucap pemuda itu.   "Terima kasih-"   Thio Han Liong menghirup teh itu.   "siauhiap"   Pemuda itu menatapnya.   "Bolehkah aku tahu siapa siauhiap?"   Tanyanya.   "Namaku Thio Han Liong."   "oooh"   Pemuda itu manggut-manggut.   "Kok Thio siauhiap tidak menanyakan namaku?"   "oh ya, nama saudara?"   "Aku bernama Lie yen Huang,"   Sahut pemuda itu sambil tersenyum lembut dan. menambahkan.   "Putra Lie Tayjin-"   "Aku dengar Lie Taujin terpukul oleh pemimpin cabang Hiat Mo Pang itu, hingga kini masih belum sembuh- Benar kah itu?"   "Benar."   Lie yen Huang menghela nafas panjang.   "Ayahku terluka dalam, tabib biasa tidak mampu mengobatinya. Namun aku yakin Thio siauhiap mampu mengobati ayahku."   "Kok saudara Lie begitu yakin kepadaku?"   Tanya Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Thio siauhiap berkepandaian tinggi, tentunya juga mahir ilmu pengobatan. Kalau tidak. Thio siauhiap pasti tidak akan ke mari,"   Sahut Lie yen Huang dan menambahkan.   "Thio siauhiap sungguh tampan, pasti banyak gadis jatuh cinta kepada siauhiap."   "saudara Lie pun tampan sekali,"   Ujar Thio Han Liong dan melanjutkan.   "Mudah-mudahan aku bisa menyembuhkan luka dalam yang diderita ayahmu."   "Thio siauhiap, sebelumnya aku mengucapkan terima kasih- "   "saudara Lie jangan sungkan-sungkan"   Ucap Thio Han Liong.   "Thio siauhiap, Mari ikut aku ke kamar ayahku"   Ajak Lie yen Huang.   "Ayahku belum bisa bangun dari tempat tidur."   Thio Han Liong mengangguk, lalu mengikuti Lie yen Huang menuju kamar pembesar Lie- Tampak seorang tua berbaring di tempat tidur- Ba-dannya kurus dan wajahnya tampak pucat kehijau-hijauan.   "Ayah, saudara Thio ini mahir ilmu pengobatan. Dia ke mari ingin mengobati Ayah-"   Ujar Lie yen Huang.   "oooh"   Pembesar Lie manggut-manggut.   "Terima-kasih."   Thio Han Liong memberi hormat seraya berkata.   "Lie Tayjin, perkenankanlah aku memeriksa Tayjin"   "Silakan"   Sahut Pembesar Lie.   "Maaf"   Ucap Thio Han Liong dan mulai memeriksa nadi pembesar Lie. cukup lama barulah ia berhenti memeriksa nadi pembesar Lie seraya berkata.   "Ternyata Tayjin terkena pukulan yang mengandung racun, untung sudah makan semacam obat mujarab, maka jantung Tayjin terlindung. Kalau tidak. Tayjin pasti sudah meninggal."   "oh?"   Pembesar Lie tampak terkejut.   "Tayjin,"   Tanya Thio Han Liong.   "Tabib manakah yang memberikan obat mujarab itu?"   "Bukan tabib, melainkan putra ku sendiri."   Pembesar Lie memberitahukan? "oooh"   Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian berkata kepada Lie yen Huang.   "saudara Lie, obat itu memang dapat menyembuhkan luka dalam, namun tidak bisa memunahkan racun, Itu sayang sekali, yang membuat obat itu harus mencampuri dua macam bahan obat-obatan, maka obat itu dapat menyembuhkan luka dalam, dan sekaligus dapat pula memunahkan racun."   "Thio siauhiap, aku mohon petunjuk"   Ujar Lie yen Huang sambil memberi hormat. Thio Han Liong tersenyum, lalu memberitahukan mengenai ke dua macam bahan obat-obatan itu.   "Terima kasih, Thio siauhiap,"   Ucap Lie yen Huang dengan wajah berseri      Tiraikasih WEBSITEhttp.//kangzusi.com   "sekarang aku akan mendesak keluar racun yang bersarang di dalam tubuh ayahmu dengan Iweekangku- Tolong ambilkan sebuah baskom"   Ujar Thio Han Liong.   "ya."   Lie yen Huang segera pergi mengambil baskom, tak lama ia sudah kembali dengan membawa sebuah baskom tembaga.   "Apabila ayahmu mau muntah, cepat sodorkan baskom itu ke mulut ayahmu"   Pesan Thio Han Liong, lalu menurunkan pembesar Lie itu ke lantai, kemudian ia duduk di belakangnya, sepasang telapak tangannya ditempelkan di punggung pembesar Lie, lalu mengerahkan Kiu yang sin Kangnya.    Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo Goda Remaja Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini