Anak Naga 28
Anak Naga Karya Chin Yung Bagian 28
Anak Naga Karya dari Chin Yung "Hi hi hi..." Mendadak ia terkulai. "Ha ha ha" Bu sim Hoatsu tertawa gelak. "Im Sie Popo, kini engkau telah terkena Mi Hun san (Racun Penyesat sukma) oleh karena itu, mulai sekarang engkau sudah dibawah pengaruhku" Im Sie Popo diam saja. Ouw Yang Hui sian segera mendekatinya, lalu menarik tangannya seraya berkata. "Popo Popo Mari kita pergi" "Cucuku...." Im Sie Popo menatapnya. Di saat itulah terdengar suara bentakan Bu sim Hoatsu. "Im Sie Popo Cepat tangkap gadis kecil itu" "Ya," Sahut Im Sie Popo dan langsung menangkap Ouw Yang Hui sian. "Popo Popo...." Gadis kecil itu mulai menangis dengan air mata bercucuran. "Kenapa Popo menurut padanya? Popo tidak mau menolongku lagi?" "Cucuku...." Im Sie Popo kelihatan tidak tahu harus berbuat apa. Kemudian memegang kepalanya sendiri seraya berkata. "Aku... aku harus menuruti semua perintahnya." "Bagus, bagus" Bu sim Hoatsu tertawa gembira. "Ha ha ha Mulai sekarang engkau adalah pelayanku, apa yang kukatakan engkau harus menurut" "Ya." Im Sie Popo mengangguk. "Gendong gadis kecil itu dan ikut aku" Perintah Bu sim Hoatsu sambil melangkah pergi. "Ya." Im Sie Popo segera menggendong Ouw Yang Hui sian, lalu mengikuti pendeta itu menuju gunung cing san. Walau Im Sie Popo-Kwee In Loan telah terpengaruh Mi Hun san, sehingga menurut pada Bu sim Hoatsu, namun nenek itu tetap menyayangi Ouw Yang Hui sian. "Popo jahat" Ujar gadis kecil itu sambil meronta-ronta dalam gendongan Im Sie Popo. "Cepat lepaskan aku" "Cucuku...." Im Sie Popo tersenyum lembut. "Popo, aku masih ingat...." Ouw Yang Hui sian memandangnya. "Apakah Popo sudah lupa padaku?" "Cucuku...." Im Sie Popo tampak tercengang. "Hi hi hi Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu, tidak mengerti." "Popo pernah menjadi ketua Hiat Mo Pang." Gadis kecil itu memberitahukan. "Namaku Ouw Yang Hui sian, kita bersama tinggal di lembah Pek Yun Kok. Apakah Popo sudah lupa?" "Hi hi" Im Sie Popo tertawa. "Cucuku, aku memang sudah lupa Hi hi...." "Popo...." Bisik Ouw Yang Hui sian. "Kita harus cepat-cepat meninggalkan pendeta jahat itu" "Ha ha ha" Bu sim Hoatsu tertawa gelak. "Hui siam, engkau masih kecil, tapi sudah pandai menghasut. Tapi... itu percuma. Im Sie Popo tidak akan mendengarnya sebab dia cuma mendengar perintahku saja" "Engkau jahat "sahut Ouw Yang Hui sian "Jahat sekali" "Oh, ya?" Bu sim Hoatsu tertawa-tawa, tapi mendadak keningnya tampak berkerut. Ternyata ia mendengar suara yang mencurigakan- Tak segerapa lama kemudian, muncul seseorang yang tidak lain adalah ou Yang Bun, ayah gadis kecil itu. "Hui sian Hui sian" Serunya girang. "Hui sian" "Ayah Ayah" Sahut gadis kecil itu. "Cepat tolong aku, Ayah" "Jangan takut, Nak" Ouw YangBun mendekati putrinya, namun Bu sim Hoatsu langsung menghadangnya. "Ouw Yang Bun" Bentak pendeta itu dingini "Hari itu aku tidak membunuhmu, dikarenakan aku tertarik pada putrimu. Tapi kalau hari ini engkau berani bertingkah, nyawamu pasti melayang" "Bu sim Hoatsu...." Tiba-tiba Ouw Yang Bun terbelalak. Ternyata ia melihat Kwee In Loan yang menggendong putrinya itu. "Ketua Kwee...." "Hi hi hi" Im Sie Popo-Kwee In Loan cuma tertawa, sama sekali tidak mengenali Ouw yang Bun. "Ketua Kwee? siapa dia?" "Ketua Kwee terpukul jatuh ke dalam jurang, tapi...." Ouw Yang Bun tidak habis pikir, kemudian berkata dengan penuh harap. "Ketua Kwee amat menyayangi Hui sian, tolong bawa dia ke mari" Im Sie Popo diam saja. Di saat itulah Bu sim Hoatsu tertawa gelak. matanya menatap Ouw Yang Bun seraya berkata. "Ha ha ha Nenek itu telah gila, lagipula dia terkena racun Mi Hun san, maka dia cuma menuruti perintahku saja Ha ha ha..." "Bu sim Hoatsu, cepat kembalikan putriku" Bentak Ouw Yang Bun sambil mengerahkan Iweekang. Ke-Hhatannya ia sudah siap bertarung mati matian melawan pendeta itu. "Hm" Dengus Bu Sim Hoatsu dan mendadak melesat ke sisi Im Sie Popo. "Aku akan menjaga gadis kecil ini, cepatlah engkau pergi usir orang itu" "Ya." Im Sie Popo meloncat ke hadapan Ouw Yang Bun. "Pergi Cepat pergi" "Ketua Kwee" Ouw Yang Bun memberi hormat. "Gadis kecil itu adalah putriku, namanya Hui sian...." "Ayoh" Bentak Im Sie Popo. "Cepat pergi" "Aku adalah Ouw Yang Bun, apakan ketua Kwee sudah lupa?" Tanyanya sambil mengerutkan kening. "Kita tinggal di lembah Pek Yun Kok...." "Ouw Yang Bun" Bentak Bu sim Hoatsu. "Kalau engkau tidak mau pergi, aku akan suruh dia membunuhmu" "Pendeta jahat" Sahut Ouw Yang Hui sian. "Kalau engkau berani menyuruh Popo itu membunuh ayahku, aku... aku pasti membencimu selama-lamanya" "Oh?" Bu sim Hoatsu mengerutkan kening, kemudian berseru. "Im Sie Popo, totok jalan darahnya agar lumpuh" "Ya." Im Sie Popo mengangguk, lalu bergerak laksana kilat menotok jalan darah Ouw Yang Bun. "Ketua Kwee...." Ouw Yang Bun berkelit, namun akhirnya tertotok juga sehingga terkulai dan tak bergerak lagi. "Ayah Ayah..." Teriak Ouw Yang Hui sian. "Nak...," Sahut Ouw Yang Bun sambil memandangnya. "Ayah...." "Ha ha ha" Bu sim Hoatsu tertawa gelak. lalu menarik Ouw Yang Hui sian meninggalkan tempat itu sekaligus berseru. "Im Sie Popo, mari kita pergi" Nenek itu mengangguk. lalu segera menyusul mereka. sedangkan Ouw Yang Bun tetap tergeletak tak bergerak. la terus berteriak-teriak memanggil putrinya. "Hui Sian Hui Sian..." Im Sie Popo menggendong Ouw Yang Hui siam lagi. gadis kecil itu terus menangis dalam gendongannya. Ketika memasuki sebuah lembah, tiba-tiba tampak dua sosok bayangan berkelebat ke arah mereka. Bu sim Hoatsu dan Im Sie Popo langsung berhenti. Di saat bersamaan melayang turun dua orang, yaitu seorang lelaki dan seorang wanita berusia empat puluhan. Rupanya mereka berdua adalah sepasang suami isteri. "Suamiku" Ujar si perempuan. "Bagaimana kalau kita menolong gadis kecil itu? Aku suka padanya." "Baik," Sang suami manggut-manggut. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hm" Bu sim Hoatsu mendengus dingin. "Siapa kalian? sungguh berani kalian menghadang kami" "Pendeta" Sahut lelaki itu. "Aku harap engkau sudi melepaskan gadis kecil itu" "Ha ha ha" Bu sim Hoatsu tertawa gelak. kemudian mendadak menatapnya dengan tajam, ternyata ia mengerahkan ilmu hitam. "Engkau harus menuruti perintahku" "Pendeta" Lelaki itu tersenyum. "Ilmu hitammu tidak akan dapat mempengaruhiku, percuma engkau mengerahkan ilmu hitam itu" "Hah?" Bu sim Hoatsu tersentak. Di saat bersamaan, terdengar suara jeritan Ouw Yang Hui sian. "Paman, Bibi Tolong aku..." "Diam" Bentak Bu sim Hoatsu, lalu memandang lelaki itu seraya berkata. "Kita bukan musuh, maka alangkah baiknya kalau kita tidak saling mengganggu" "Hm" Dengus wanita itu dingin "Engkau menculik gadis kecil, kebetulan kita bertemu di sini, maka kami harus menyelamatkannya" "Oh?" Bu sim Hoatsu tertawa dingin Di saat bersamaan, Ouw Tang Hui sian berseru agak terisak. "Bibi, tolonglah aku Pendeta itu jahat sekali. Dia... dia melukai ayahku hingga tak bergerak." "Jangan cemas, Nak" Sahut wanita itu sambil tersenyum. "Bibi pasti menolongmu." Mendadak wanita itu bergerak cepat sekali menyerang Bu sim Hoatsu. Itu sungguh mengejutkan pendeta tersebut, namun ia masih sempat berkelit. Di saat Bu sim Hoatsu berkelit, di saat itu pula wanita tersebut menyerangnya lagi, membuat pendeta itu kelab akan. "Wanita sialan" Caci Bu sim Hoatsu dan berseru. "Im Sie Popo, cepat...." Ternyata Bu sim Hoatsu ingin minta bantuan nenek itu, namun wanita yang menyerangnya sama sekali tidak memberi kesempatan kepadanya. la mempergencar serangannya. Belasan jurus kemudian, wanita tersebut berhasil menotok jalan darah Giok Tiong Hiat dan ci Kiong Hiat di dada Bu sim Hoatsu, sehingga membuat pendeta itu terkulai dan dadanya terasa sakit sekali. "Cepat suruh nenek itu melepaskan gadis kecil yang digendongnya" Bentak wanita tersebut. "Hm" Dengus Bu sim Hoatsu. "Kalau begitu...." Wanita itu tertawa dingin. "Aku terpaksa harus memusnahkan kepandaianmu" "Hah?" Air muka Bu sim Hoatsu langsung berubah. "Engkau...." "Nan Cepatlah suruh dia melepaskan gadis kecil itu" Bentak wanita tersebut. "Kalau tidak...." Bu sim Hoatsu menghela nafas panjang. "Im Sie Popo, lepaskan gadis kecil itu" Serunya kemudian. Nenek itu mengangguk. sekaligus menurunkan Ouw Yang Hui siam. gadis kecil itu segera berlari menghampiri wanita tersebut. "Terima kasih, Bibi," Ucapnya. "Ngmm" Wanita itu manggut-manggut, dan langsung menggendong Ouw Yang Hui sian. "Suamiku, mari kita pergi" Serunya kepada lelaki yang berdiri di sampingnya. Lelaki itu mengangguk. mereka lalu melesat pergi. Bu sim Hoatsu memandang mereka dengan mata berapiapi, sedangkan Im Sie Popo malah tertawa terkekeh-kekeh. "He he he..." "Diam" Bentak Bu sim Hoatsu. Im Sie Popo langsung diam. "Kini gadis kecil itu tidak bersamaku lagi, aku pun tidak usah ke gunung cing san," Gumam Bu sim Hoatsu. "Kalau begitu.. aku harus membawa Im Sie Popo pergi mencari Thio Han Liong. Dia membunuh Leng Leng Hoatsu adik seperguruanku." Kemudian ia memandang Im Sie Popo. "Im Sie Popo, mari ikut aku" Ajaknya. "Ya." Sahut nenek itu Bu sim Hoatsu melesat pergi. Im Sie Popo pun melesat pergi mengikutinya. Sementara itu, sepasang suami isteri yang menyelamatkan Ouw Yang Hui sian terus melesat pergi menggunakan ginkang. selang beberapa saat, barulah mereka berhenti lalu duduk di bawah sebuah pohon. "Anak manis," Tanya wanita itu setelah menurunkan Ouw Yang Hui sian ke bawah. "Siapa engkau dan siapa ke dua orangtuamu?" "Namaku Ouw Yang Hui sian," Jawab gadis kecil itu memberitahukan. "Ayahku bernama Ouw Tang Bun, ibuku sudah meninggal." "Oooh" Wanita itu manggut-manggut. "Kenapa pendeta jahat dan nenek gila itu menculikmu? " "Pendeta jahat itu melukai Kakek oey...." Ouw Yang Hui siam menutur tentang kejadian itu, kemudian menambahkan. "Nenek itu terkena racun, maka menuruti semua perintah pendeta jahat itu." "Ngmm" Wanita itu manggut-manggut dan memberitahukan. "Sebelum terkena racun, nenek itu memang sudah gila?" "Bibi, aku kenal nenek itu," Ujar Ouw Yang Hui Sian dan memberitahukan tentang Kwee In Loan, bahkanjuga memberitahukan tentang ayahnya yang gagal menyelamatkannya. Wanita itu manggut-manggut ketika mendengar penuturan Ouw TYang Hui sian. "Kami tidak tahu ayahmu berada di mana, maka tidak bisa mengantarmu ke sana. oleh karena itu, bagaimana kalau engkau ikut kami saja?" Tanyanya. "Bibi dan Paman bukan orang jahat kan?" Tanya Ouw Yang Hui sian mendadak sambil memandang mereka. suami isteri itu saling memandang, lalu tersenyum seraya berkata dengan lembut sekali. "Kami bukan orang jahat, percayalah" Wanita itu menambahkan. "Kami pun punya satu anak perempuan berusia sebelas tahun." "Oh?" Ouw Yang Hui sian tampak gembira. "Dimana kakak itu?" "Kami datang di Tionggoan ini justru menyusul putri kami itu," Sahut wanita tersebut. "Dua pelayan kami mendampinginya, namun... entah berada di mana mereka sekarang." "Kenapa Bibi dan Paman tidak mendampinginya?" Tanya Ouw Yang Hui sian. "Kami pikir...," Sahut wanita itu. "Cukup ke dua pelayan kami mendampinginya. oh ya, putri kami bernama siauw Cui. Aku bernama Lie Hong suan, suamiku bernama Kam Ek Thian. Kami datang dari gunung Altai, dekat terbatasan Mongolia. siauw Cui terkena racun...." "Kakak siauw Cui terkena racun?" Ouw Yang Hui sian terkejut. "Kenapa Bibi tidak mengobatinya? " "Aaaa..." Lie Hong Suan menghela nafas panjang. "Kami tidak punya obat penawar racun itu, maka terpaksa menyuruh ke dua pelayan itu membawa siau Cui ke Tionggoan menemui tabib yang terkenal. Karena sudah hampir dua bulan mereka belum pulang, maka kami menyusul." "Tapi kami tidak berhasil menemukan mereka," Ujar Kam Ek Thian sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Mereka entah berada di mana sekarang, kami pun tidak tahu bagaimana keadaan siauw Cui." Di saat bersamaan, tampak tiga sosok bayangan berkelebat ke arah mereka. seketika juga Kam Ek Thian dan Lie Hong suan bangkit berdiri dan terdengarlah suara seruan yang riang gembira. "Ayah Ibu..." "Siauw Cui siauw Cui" Betapa gembiranya Kam Ek Thian dan Lie Hong sua n, sebab yang muncul itu ternyata putri kesayangan mereka bersama kc dua pelayan itu. "Ayah ibu" Siauw Cui langsung mendekap di dada ibunya, sedangkan ke dua pelayan itu segera memberihormat kepada mereka. "Tuan, Nyonya...." "Yen Yen," Tanya Kam Ek Thian. "Bagaimana keadaan siauw Cui? Apakah kalian sudah berhasil menemukan tabib yang terkenal?" Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tuan, kami tidak berhasil menemukan tabib yang terkenal, tapi kini Nona telah sembuh." Yen Yen, pelayan itu memberitahukan. "Racun yang ada didalam tubuh Nona telah punah." "Lho?" Kam Ek Thian heran. "Kenapa bisa begitu?" "Ketika kami menginap di sebuah penginapan, seorang pemuda...." Yen Yen menutur tentang Thio Han Liong yang menyembuhkan siauw Cui dan menambahkan. "Obat itu dibuat dari daun dan akar soat san Ling che. Kemudian pemuda itu pun menyalurkan Iweekang-nya ke dalam tubuh Nona, maka Nona begitu cepat pulih." "Oh?" Kam Ek Thian tampak tercengang. "Siapa pemuda itu?" Tanya Lie Hong suan sambil membelaibelai putrinya. "Thio Han Liong," Sahut Yen Yen memberitahukan. "Kelihatannya dia berkepandaian tinggi, bahkan juga mahir ilmu pengobatan." "Oooh" Lie Hong suan manggut-manggut. "Syukurlah kini siauw Cui telah pulih. Kita segera pulang ke gunung Aitai." Ke dua pelayan itu mengangguk. Di saat itulah Kam siauw Cui bertanya. "Ibu, siapa adik itu?" "Siauw Cui," Lie Hong suan sambil tersenyum. "Dia bernama Ouw Yang Hui sian. Ibu akan mengajaknya ke tempat tinggal kita." "Asyik" Seru Kam siauw Cui gembira. "Adik Hui sian, aku senang sekali berteman denganmu." "Kakak," Ouw Yang Hui sian sambil tersenyum. "Aku pun senang sekali." "Ibu, bagaimana Adik Hui sian bisa bersama Ibu dan Ayah?" Tanya Kam siauw Cui. "Hui sian ditangkap pendeta jahat, maka ibu menolongnya," Jawab Lie Hong suan. "Karena tidak lahu di mana ayahnya, jadi dia harus ikut kita." "Bagus" Kam siauw Cui tertawa girang. "Aku punya teman main" "Nak," Lie Hong suan menatapnya lembut. "Kalau kalian tidak kebetulan bertemu Thio Han Liong, entah bagaimana nasibmu?" "Ibu," Kam siauw Cui memberitahukan. "Kakak Thio itu tampan sekali, aku suka sekali padanya." "Oh?" Lie Hong suan tersenyum. "Namun sayang, ibu dan ayahmu belum membalas budi pertolongannya itu." "Ibu," Ujar Kam siauw Cui. "Kakak Thio tidak menghendaki kita membalas budinya. Dia seorang pendekar yang gagah dan berhati bajik," "Sayang sekali...." Kam Ek Thian menggeleng-gelengkan kepala. "Entah kapan ayah dan ibumu akan bertemu Thio Han Liong?" "Ayah, bagaimana kalau kita pergi mencari Kakak Thio?" Tanya Kam siauw Cui mendadak. "Itu tidak bisa, sebab kita harus segera pulang," Jawab Kam Ek Thian dan menambahkan. "Lagi pula aliran kita tidak pernah berkecimpung dalam rimba persilatan Tionggoan." "Tapi kita cuma mencari Kakak Thio, bukan bermaksud berkecimpung dalam rimba persilatan Tionggoan. Itu... itu tidak melanggar peraturan, bukan?" "Memang." Kam Ek Thian manggut-manggut. "Namun kita tidak usah pergi mencari Thio Han Liung. Kalau berjodoh kita pasti akan berjumpa kelak." "Yah, Ayah" Kam siauw Cui menggeleng-gelengkan kepala. "Kita berada di gunung Aitai, bagaimana mungkin akan berjumpa kembali dengan Kakak Thio?" Lie Hong Suan tersenyum lembut. "Nak, kita harus segera pulang. Kini engkau sudah punya teman main, engkau masih tidak gembira?" "Gembira sekali," Ujar Kam Siauw Cui lalu bertanya kepada Ouw Yang Hui Sian. "Adik Hui Sian, engkau senang ikut kami ke gunung Aitai?" "Senang, tapi...." Ouw Yang Hui Sian menundukkan kepala. "Ayahku entah berada di mana sekarang." "Hui Sian," Lie Hong Suan memegang bahunya seraya berkata. "Setelah engkau dewasa, engkau boleh pulang ke Tionggoan mencari ayahmu." "Ya, Bibi." Ouw Yang Hui Sian mengangguk. "Nah, kita berangkat sekarang" Ujar Kam Ek Thian. "Yen Yen, gendong Hui Sian" "Ya, Tuan" Pelayan itu segera menggendong Ouw Yang Hui Sian. Lie Hong Suan menggandeng tangan putrinya, kemudian melesat pergi diikuti Kam Ek Thian dan lainnya. Ternyata mereka menggunakan ilmu ginkang. Bagaimana keadaan Ouw Yang Bun yang tertotok jalan darahnya? la masih tergeletak di tempat itu tak bergerak sama sekali, namun mulutnya dapat mengeluarkan suara rintihan. "Aaah Aaaah Hui Sian...." Mendadak sosok bayangan berkelebat ke arahnya. Bayangan itu ternyata seorang gadis yang cantik jelita, tangannya membawa sebuah kecapi. "Eh?" Gadis yang ternyata Dewi Kecapi itu mengerutkan kening. "Kenapa Anda merintih- rintih? Apakah Anda terluka?" "Jalan darahku tertotok, maka aku tak bisa bergerak sama sekali." Ouw Yang Bun memberitahukan. "Nona, tolong buka jalan darahku." Dewi Kecapi menatapnya tajam. sejenak kemudian ia manggut-manggut... sekaligus menjulurkan tangannya untuk membebaskan jalan darah Ouw Yang Bun yang tertotok itu "Aaah..." Ouw Yang Bun menarik nafas dalam-dalam. setelah itu badannya mulai bergerak. "Terima-kasih, Nona," Ucapnya. "siapa Anda?" Tanya Dewi Kecapi. "Namaku Ouw Yang Bun," Sahutnya lalu bertanya. "Bolehkah aku tahu siapa Nona?" "Aku Dewi Kecapi, juga adalah Putri suku Hui." "Hah?" Ouw Yang Bun terkejut dan segera memberi hormat. "Ternyata Nona Putri suku Hui. Tapi kenapa Nona berada di Tionggoan?" "Aku mencari seseorang," Sahut Dewi Kecapi sambil menatapnya. "Kenapa engkau berada di sini dan siapa yang menotok jalan darahmu?" "Aku mencari putriku yang diculik orang, tapi malah aku dilumpuhkan." Ouw Yang Bun menggeleng-gelengkan kepala. "Mereka telah membawa pergi putriku. Kalau Nona tidak muncul, mungkin aku akan dimangsa binatang buas." "Siapa yang menculik putrimu?" "Bu sim Hoatsu." "Apa?" Dewi Kecapi tersentak. "Bu sim Hoatsu yang menculik putrimu?" "Ya." Ouw Tang Bun mengangguk dengan wajah murung. "Entah di bawa ke mana putriku...." "Hm" Dengus Dewi Kecapi. "Busim Hoatsu, ke mana engkau pergi, aku pasti memburumu" "Nona...." Ouw YangBun menatapnya dengan heran. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Nona punya dendam dengan Bu sim Hoatsu itu?" "Ya." Dewi Kecapi mengangguk. "Dia membunuh ke dua orang tuaku, maka aku harus menuntut balas kepadanya." "Tapi...." Ouw Yang Bun menghela nafas panjang. "Bu sim Hoatsu berkepandaian tinggi, bahkan kini ditambah Im Sie Popo yang kepandaiannya lebih tinggi. oleh karena itu, sulit bagi Nona untuk menuntut balas." "Siapa Im Sie Popo itu?" "Im Sie Popo bernama Kwee In Loan..." Tutur Ouw Yang Bun tentang itu "Kini dia telah gila dan dibawah pengaruh Bu sim Hoatsu." "Ngmm" Dewi Kecapi manggut-manggut. "Oh ya Mereka menuju ke arah mana?" "Tuh" Ouw Yang Bun menunjuk ke arah mereka pergi. "Nona harus berhati-hati, sebab Bu sim Hoatsu mahir ilmu hitam" "Terima kasih," Ucap Dewi Kecapi, kemudian melesat pergi. "sampai jumpa...." Ouw YangBun berdiri termangu- mangu, lama sekali barulah melesat pergi mengikuti arah itu pula. Bab 54 An Lok Kong Cu Bertemu Dewi Kecapi. An Lok Kong cu duduk melamun dekat taman bunga. Wajahnya tampak muram sekali, kelihatannya ada sesuatu yang tcrganjd dalam hatinya. Kemudian ia pun menghela nafas panjang. "Kong cu" LanLan, dayang pribadinya menghampirinya. "Kenapa Kong cu duduk melamun di sini?" "Aaah..." An Lok Kong cu menghela nafas panjang lagi. "Lan Lan, sudah dua bulan lebih...." "Maksud Kong cu, Tuan Muda Thio?" Tanya Lan Lan dengan suara rendah. "Ya." An Lok Kong cu mengangguk. "Sudah dua bulan lebih dia pergi, tapi kenapa belum kembali?" "Kong cu harus sabar," Hibur Lan Lan. "Aku yakin tidak lama lagi Tuan Muda Thio akan kembali." "Lan Lan...." An Lok Kong cu menggeleng- gelengkan kepala. "Aku harus pergi mencarinya." "Kong cu...?" Lan Lan terperanjat. "Itu...." "Jangan khawatir, Lan Lan" An Lok Kong cu tersenyum. "Aku pasti akan minta ijin kepada ayah." "Oooh" Lan Lan menarik nafas lega. "Tadi aku kira Kong cu akan pergi begitu saja." "Tentu tidak. Bagaimana mungkin aku membuat cemas ayahku?" Sahut An Lok Kong cu. "Tapi...." Lan Lan menatapnya seraya bertanya. "Bagaimana kalau Yang Mulia tidak mengijinkannya? " "Itu tidak mungkin," Jawab An Lok Kong cu yakin. "Ayah ku pasti memberi ijin, aku percaya itu." "Mudah-mudahan begitu" Ucap Lan Lan. An Lok Kong cu bangkit berdiri, lalu pergi ke istana Cu Goan ciang. Kebetulan kaisar itu sedang duduk santai di ruang istirahat sambil menikmati teh wangi. Perlahan-lahan An Lok Kong cu mendekatinya. "Ananda memberi hormat kepada Ayahanda," Ucap An Lok Kong cu sambil memberi hormat. "Oh, Ay Ceng" Cu Goan Ciang tersenyum. "Duduklah" "Terima kasih, Ayahanda." An Lok Kong cu duduk. "Ananda...." "Ada apa, katakanlah" "Ananda ingin pergi mencari Han Liong, mohon Ayahanda mengijinkan Ananda" Ujar An Lok Kong cu dengan kepala tertunduk. " Kenapa engkau harus pergi mencarinya?" Tanya Cu Goan Ciang. "Bukankah dia akan kembali ke mari?" "Sudah dua bulan lebih, tapi dia masih belum kembali. Maka... aku ingin pergi mencarinya." "Nak" Cu goan ciang menatapnya. "Kenapa engkau tidak bisa sabar menunggu? Lagipula engkau mau kc mana cari dia?" "Ananda akan ke Tibet, dia pasti berada di sana." "Nak...." Cu Goan ciang menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau pun ayah melarang, engkau juga pasti akan pergi. oleh karena itu, lebih baik ayah mengijinkanmu. Ya, kan?" Bagian 28 "Terima kasih, Ayahanda," Ucap An Lok Kong cu sambil tersenyum, sehingga wajahnya tampak berseri-seri. "Oh ya Bagaimana setelah engkau pergi dia malah kembali?" Tanya cu Goan ciang sambil memandangnya. "Suruh dia menunggu ananda di istana An Lok, ananda pasti kembali" Sahut An Lok Kong cu. "Baiklah." Cu Goan ciang manggut-manggut "Nak, kapan engkau akan pergi?" "Sekarang." "Sekarang?" Cu Goan ciang mengerutkan kening, kemudian menghela nafas panjang. "Baiklah, tapi... engkau harus berhati-hati dan lebih baik menyamar sebagai sastrawan muda saja" "Ya." An Lok Kong cu mengangguk. "Dan..." Tambah cu Goan ciang. "Jangan lupa membawa pedang pusaka dan bekal secukupnya" "Terima kasih, Ayahanda," Ucap An Lok Kong cu sambil memberi hormat. Wajah pun tampak cerah ceria. "Kalau bertemu Han Liong, engkau harus langsung ajak dia pulang, jangan pesiar ke mana-mana" "Ya, Ayahanda." An Lok Kong cu mengangguk. lalu meninggalkan ruangan istirahat itu untuk kembali ke istana An Lok. An Lok Kong cu telah berangkat ke Tibet, dengan menyamar sebagai sastrawan muda. Beberapa hari kemudian, ketika ia memasuki sebuah lembah, mendadak muncul belasan orang bertampang seram, yang ternyata para perampok. "Ha ha ha" Kepala perampok itu tertawa gelak sambil menatap An Lok Kong Cu. "Tak disangka ada sastrawan muda melewati lembah ini Ha ha ha..." "Siapa kalian?" Tanya An Lok Kong cu dengan kening berkerut. "Kenapa kalian menghadangku? " "Kami perampok yang akan merampok apa yang engkau bawa" Sahut kepala perampok. "Oh?" An Lok Kong Cu tersenyum. "Lebih baik kalian jangan menggangguku, biarlah aku lewat." "Boleh, asal buntalanmu itu ditinggalkan di sini kami tidak akan mengganggumu" "Tidak bisa" An Lok Kong cu menggelengkan kepala. "Kalian tidak boleh merampok...." "Ha ha ha" Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kepala perampok itu tertawa terbahak-bahak. "Hei sastrawan muda, kalau engkau tidak tinggalkan buntalan itu, nyawamu pasti melayang" "Kalian...." Pada saat bersamaan, berkelebat sosok bayangan ke arah mereka, yang tidak lain adalah Dewi Kecapi. "Hmm" Dengus Dewi Kecapi sambil menatap kepala perampok itu. "Aku harap kalian jangan mengganggu sastrawan muda itu" "He he he" Kepala perampok itu tertawa terkekeh-kekeh. "Engkau sungguh cantik, kebetulan engkau muncul, jadi aku bisa bersenang-senang denganmu He he he..." "Diam" Bentak Dewi Kecapi gusar dengan mata berapi api. "Engkau berani kurang ajar terhadapku?" "He he Engkau sungguh cantik dan montok sudah lama aku tidak tidur dengan kaum wanita, hari ini aku beruntung sekali" Ujar kepala perampok dan menambahkan. "Gadis cantik, mari kita bersenang-senang" "Engkau memang harus mampus" Bentak Dewi Kecapi sambil menyerang dengan kecapinya. Serangannya membuat kepala perampok itu terkejut bukan main, karena ia tidak menyangka kalau gadis cantik itu berkepandaian begitu tinggi. "Haaah...?" Kepala perampok itu berkelit. Akan tetapi, Dewi Kecapi telah menyerangnya lagi. Maka membuat kepala perampek itu agak kewalahan berkelit, dan mendadak meloncat ke belakang. "Siapa engkau?" Tanyanya dengan wajah agak pucat pias. "Dewi Kecapi" "Dewi Kecapi?" "Ya." Dewi Kecapi manggut-manggut. "Engkau kepala perampok hari ini bertemu aku, maka ajalmu telah tiba." "Serang dia" Seru kepala perampok itu memberi aba-aba kepada anak buahnya. Seketika juga para anak buahnya menyerang Dewi Kecapi. Akan tetapi mendadak Dewi Kecapi menarik tali senar kecapinya. "Ting Ting Ting..." "Aaaakh Aaaakh Aaaakh..."Terdengar suara jeritan para perampok itu, tidak tahan akan suara yang bagaikan memukul dada mereka. "Ting Ting Ting..." "uaaakh uaaaakh..." Para perampok itu memuntahkan darah. sedangkan kepala perampok itu terhuyung-huyung ke belakang tujuh delapan langkah dengan wajah pucat pias. "Ting Ting Ting..." Dewi Kecapi terus memetik tali senar kecapinya membuat para perampok itu roboh satu persatu. Akhirnya kepala perampok itu pun roboh dengan mulut mengeluarkan darah, barulah Dewi Kecapi berhenti. Setelah itu, Dewi Kecapi menghampiri An Lok Kong cu, lalu memandangnya dengan penuh perhatian. "Terima kasih atas pertolongan Nona," Ucap An Lok Kong cu. "Hi hi hi" Dewi Kecapi tertawa. "Tak kusangka engkau pun berkepandaian tinggi." "Tapi kepandaianmu jauh lebih tinggi," Sahut An Lok Kong cu dengan tersenyum. "Bahkan engkau pun cantik sekali." "Oh ya?" Dewi Kecapi menatapnya. "Engkau pun cantik sekali." "Aku cantik?" An Lok Kong cu tercengang. "Hi hi hi" Dewi Kecapi tertawa cekikikan. "Engkau kira aku tidak tahu?" "Maksudmu?" "Engkau adalah gadis cantik yang menyamar sebagai sastrawan muda. Engkau dapat mengelabui mata orang lain, namun tidak bisa mengelabui mataku." "Engkau memang hebat," Ujar An Lok Kong cu. "Oh ya bolehkah aku tahu siapa engkau?" "Aku Putri suku Hui dengan julukan Dewi Kecapi. siapa engkau dan mau ke mana?" "Aku sedang pesiar." Sahut An Lok Kong cu. "Aku berasal dari Kotaraja." "Ngmmm" Dewi Kecapi manggut-manggut. "Aku yakin engkau adalah putri pejabat tinggi di Kotaraja. Ya, kan?" "Ya." An Lok Kong cu mengangguk. "Engkau Putri suku Hui, tapi kenapa berada di Tionggoan?" "Mari kita duduk di bawah pohon itu" Ajak Dewi Kecapi. "Lebih asyik kita mengobrol di sana." An Lok Kong cu mengangguk. Mereka berdua lalu duduk di bawah sebuah pohon dan mengobrol lagi sambil tertawatawa. "Aku datang di Tionggoan untuk mencari musuh besarku...." Dewi Kecapi memberitahukan tentang itu. "Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut. "Ternyata engkau ingin menuntut balas kepada Bu sim Hoat-su yang membunuh ke dua orangtuamu. Tapi... apakah engkau sanggup melawannya?" "Kalau pun tidak sanggup, aku tetap harus melawannya." Sahut Dewi Kecapi yang telah membulatkan tekadnya. "Biar bagaimanapun, aku harus membunuhnya." "Dewi Kecapi, aku sama sekali tidak menyangka kalau engkau Putri suku Hui." An Lok Kong cu menatapnya. "Kini suku kalian telah bebas dari kekuasaan Dinasti Mongol, sebab Tionggoan telah kembali ke tangan bangsa Han." "Betul." Dewi Kecapi manggut-manggut dan menambahkan. "Mungkin tidak lama lagi, kami akan mengirim upeti untuk kaisar Beng." "Itu tidak perlu, karena kaisar Beng sama sekali tidak pernah menindas suku Hui maupun suku lain, melainkan menghendaki perdamaian." "Justru itu, kami amat menghormati kaisar Beng dan ingin menjalin hubungan persahabatan." Dewi Kecapi memberitahukan. "Mungkin aku akan mewakili kepala suku Hui untuk mengantar upeti ke Kotaraja. oh ya, bolehkah aku tahu siapa namamu?" "Namaku Cu An Lok." "Kelak kalau aku akan ke Kotaraja, aku pasti mengunjungimu," Ujar Dewi Kecapi berjanji. "Terima kasih." Ucap An Lok Kong cu. "Tapi aku tidak tahu di mana tempat tinggalmu, aku harus ke mana mencarimu?" "Kalau engkau tiba di istana, tanyakan kepada kepala pengawal istana, dia pasti memberitahukan di mana tempat tinggalku." "Oooh" Dewi Kecapi manggut-manggut. "Itu pertanda ayahmu seorang pejabat tinggi dalam istana." "Ya." An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum. "Maaf. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu? " "Silakan" "Engkau sudah punya suami?" "Belum." "Kekasih?" "Juga belum." "Engkau sedemikian cantik tapi kenapa belum punya kekasih? Apakah belum bertemu pemuda idaman hati?" "Kira- kira begitulah" Dewi Kecapi tersenyum. "Belum lama ini aku bertemu dengan seorang pemuda Han. Dia sungguh tampan, lemah lembut, sopan, gagah dan berhati jujur." "Oh?" An Lok Kong cu tertawa kecil. "Siapa pemuda itu?" "Dia berkepandaian tinggi sekali. Aku... aku amat tertarik padanya, bahkan boleh dikatakan telah jatuh hati padanya pula. Namun...." Dewi Kecapi menggeleng-ge-lengkan kepala. "Kenapa?" "Dia berterus terang padaku, bahwa sudah punya tunangan." "Siapa tunangannya?" "Aku tidak bertanya dan dia pun tidak memberitahukan, akhirnya kami berpisah." "Engkau rindu padanya?" "Ya." Dewi Kecapi mengangguk, kemudian menghela nafas panjang. "Tapi dia sudah punya tunangan, lagi pula kelihatannya amat mencintai tunangannya itu." Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Dari mana engkau tahu itu?" "Karena di belakang tunangannya, dia sama sekali tidak mau menyeleweng. Itu pertanda dia adalah pemuda sejati, juga amat mencintai tunangannya itu." "Oh?" An Lok Kong cu tersenyum. "Sebetulnya siapa pemuda itu?" "Dia bernama Thio Han Liong." "Hah? Apa? Thio Han Liong?" An Lok Kong cu tersentak, namun bergirang dalam hati karena memperoleh kabar berita pemuda tersebut. "Lho?" Dewi Kecapi menatapnya heran. "Kenapa engkau tampak begitu tegang? Kenapa sih? Engkau kenal dia?" "Aku memang kenai dia" An Lok Kong cu mengangguk. "Ketika berpisah denganmu, dia bilang mau ke mana?" "Mau ke Kotaraja," Sahut Dewi Kecapi. "Engkau berasal dari Kotaraja, tentunya engkau tahu siapa tunangannya" "Aku...." An Lok Kong cu ragu menjawabnya. "Engkau...." Dewi Kecapi tersenyum. "Jangan-jangan engkau juga jatuh hati padanya, namun dia sudah punya tunangan maka engkau merasa kecewa sekali." "Aku...." An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala. "Terus terang, aku amat penasaran sekali," Ujar Dewi Kecapi. "Rasanya ingin tahu siapa tunangannya itu" "Lho? Kenapa?" "Memperbandingkan kecantikanku dengan kecantikan tunangannya itu. sebab aku adalah gadis yang tercantik dalam suku Hui, mungkinkah tunangannya lebih cantik dariku?" "Oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut sambil tersenyum. "Pemuda itu sudah punya tunangan, tapi engkau..." "Terus terang, aku masih ingin mencoba mendekatinya. Kalau dia tertarik padaku, aku pasti mengajaknya ke daerah kami." "Oh?" An Lok Kong cu terperanjat. "Kalau begitu secara tidak langsung engkau akan memisahkan pemuda itu dengan tunangannya." "Cinta memang harus bersaing," Sahut Dewi Kecapi. "Tapi belum tentu aku akan berhasil mendekatinya mendekatinya." "Kenapa?" "Sebab dia bukan pemuda mata keranjang, lagi pula amat mencintai tunangannya. Aaaah-" An Lok Kong Cu diam saja, namun terus memandang Dewi Kecapi dan bergirang dalam hati, sebab Thio Han Liong tidak menyeleweng di belakangnya. "Pertama kali aku jatuh hati, tapijuga membuat aku kecewa." Dewi Kecapi menggeleng-gelengkan kepala. "Dia pemuda baik, yang sulit dicari bandingannya." "Dewi Kecapi" An Lok Kong cu tersenyum. "Aku yakin kelak engkau pasti ketemu pemuda idaman hati, percayalah" "Oh ya" Dewi Kecapi menatapnya seraya bertanya. "Engkau sudah punya kekasih?" "Aku sudah punya tunangan." "Engkau sudah punya tunangan, tapi masih tertarik pada Thio Han Liong?" Dewi Kecapi menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau lebih sinting daripada diriku, namun dia memang merupakan pemuda yang baik dan gagah, gadis yang manapun pasti akan tertarik padanya." "Oh ya Engkau mau ke mana?" "Aku mau mencari Bu sim Hoatsu. Engkau?" "Aku harus segera pulang ke Kotaraja. Dewi Kecapi aku sungguh bergembira berkenalan denganmu. Mudah-mudahan kita akan berjumpa kembali kelak" "Ya." Dewi Kecapi tersenyum. "Aku pun bergembira sekali berkenalan denganmu. Kalau aku mengantar upeti ke Kotaraja, pasti mengunjungimu." "Terima kasih," Ucap An Lok Kong cu sambi memberi hormat. "Sampai jumpa" "Selamat jalan" Sahut Dewi Kecapi. An-Lok Kong cu tersenyum, kemudian melesat pergi laksana kilat. Dewi Kecapi berdiri termangu. la tidak menyangka An Lok Kong cu berkepandaian begitu tinggi. "Cu An Lok..." Gumam Dewi Kecapi. "Dia menyamar sebagai sastrawan muda sudah tampak begitu cantik, apalagi berpakaian wanita. Dia sudah punya tunangan, siapa tunangannya?" Dewi Kecapi terus berpikir hingga keningnya berkerutkerut. Kemudian ia menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa aku harus memikirkan hal itu?" Dewi Kecapi menghela nafas. "Itu bukan urusanku, yang penting aku harus berhasil mencari Bu sim Hoatsu." Usai bergumam, Dewi Kecapi melesat pergi untuk mencari Bu sim Hoatsu. sedangkan An Lok Kong Cu menuju ke Kotaraja, Beberapa hari setelah An Lok Kong cu meninggalkan istana pergi mencari Thio Han Liong, pemuda itu justru tiba di Kotaraja dan langsung menuju ke istana menghadap Cu Goan ciang. "Yang Mulia...." Thio Han Liong memberi hormat. "Han Liong" Cu Goan ciang tersenyum lembut. "Duduklah" "Terima kasih," Ucap Thio Han Liong lalu duduk dan bertanya. "Di mana Adik An Lok?" "Dia tidak sabar menunggu." Cu Goan ciang memberitahukan. "Beberapa hari yang lalu dia berangkat ke Tibet, katanya ingin menyusulmu." "Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Dia...." "Yaah" Cu Goan ciang menghela naf as panjang. "Dia amat rindu padamu, lagipula sudah dua bulan lebih dia menunggu, namun engkau belum kembali." "Terhalang oleh sedikit urusan, maka aku terlambat sampai di Kotaraja," Ujar Thio Han Liong, kemudian menggelenggelengkan kepala. "Aku tidak menyangka Adik An Lok akan berangkat ke Tibet." "Dia berpesan, apabila engkau kembali harus menunggunya di istana An Lok." Cu Goan Ciang memberitahukan. "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Engkau boleh ke istana An Lok sekarang untuk beristirahat," Ujar cu Goan Ciang, sekaligus menyuruh seorang dayang mengantarnya ke istana itu. "Terima kasih," Ucap Thio Han Liong. la mengikuti dayang ke istana An Lok. sampai di istana itu, LanLan, dayang pribadi An Lok Kong cu menyambut kedatangannya dengan mata terbelalak. "Tuan Muda, Kong cu...." "Aku sudah tahu," Sahut Thio Han Liong sambil duduk. "Adik An Lok tidak sabar menungguku. " "Kong cu amat rindu pada Tuan Muda, maka...." "Aaaah" Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Dia pergi seorang diri Aku khawatir akan terjadi sesuatu atas dirinya." "Kong cu menyamar sebagai sastrawan muda, lagipula Kong cu berkepandaian tinggi sekali." Ujar Lan Lan dan menambahkan. "Tentunya Kong cu tidak akan terjadi apa-apa." "Mudah-mudahan begitu" Ucap Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Adik An Lok...." Thio Han Liong terus menunggu di istana An Lok. Tak terasa sebulan telah berlalu. Itu sungguh mencemas-kannya, akhirnya ia pergi menemui Cu Goan ciang. "Yang Mulia...." "Aaaah" Cu Goan ciang menghela nafas panjang. "Aku tahu engkau amat cemas memikirkan Ay Ceng putriku, begitu pula aku. sudah sebulan lebih dia pergi, tapi kenapa belum pulang?" "Aku khawatir telah terjadi sesuatu atas dirinya," Ujar Thio Han Liong. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Oleh karena itu aku harus menyusulnya." "Ngmmmr cu Goan ciang manggut-manggut. "Engkau memang harus pergi mencarinya. Kapan engkau akan berangkat?" "Hari ini." "Kalau dia pulang, aku pasti menyuruhnya agar menunggumu di istana An Lok." Ujar cu ,Goan Ciang. "Pokoknya dia tidak boleh pergi ke mana-mana lagi, harus diam di dalam istana An Lok." "Dalam waktu satu bulan, aku pasti pulang." Thio Han Liong memberitahukan. "Jika aku belum pulang dia harus tetap menunggu di dalam istana, tidak boleh meninggalkan istana lagi" "Itu sudah pasti." Cu ,Goan Ciang manggut-manggut. "Setelah kalian berjumpa haruslah segera pulang." "Ya." Thio Han Liong mengangguk sekaligus ber-pamit . "Yang Mulia, aku berangkat sekarang." "Selamat jalan" Sahut Cu Goan ciang. "Hati-hati dalam perjalanan" "Ya." Thio Han Liong memberi hormat, setelah itu barulah meninggalkan istana dengan hati tercekam, karena memikirkan An Lok Kong cu. Bab 55 Terkena Racun Pelemas Tulang Kenapa sudah sebulan lebih An Lok Kong cu belum tiba di Kotaraja? Apa yang terjadi atas dirinya? Ternyata ketika dalam perjalanan pulang, ia melihat seorang pendeta sedang menyiksa para penduduk desa, tampak pula seorang nenek tertawa terkekeh-kekeh. "Kalian harus menyediakan makanan lezat untuk kami Kalau tidak..." Ujar pendeta itu dingin. "Aku akan membunuh kalian semua" "Kami... kami tidak pun ya makanan lezat, kami" Para penduduk desa menyembah dekat kaki pendeta itu. "Bukankah kalian pelihara ayam? Nah, ayam-ayam itu harus kalian potong untuk menjamu kami Kalau tidak, nyawa kalian pasti melayang" "Itu... itu adalah harta benda kami...." Plak Plok Pendeta itu langsung menampar penduduk desa yang bicara itu. "Aduuh" Jerit penduduk desa itu menjerit kesakitan. "Ampun..." Menyaksikan itu, gusarlah An Lok Kong cu dan langsung melesat ke arah pendeta itu. "Pendeta jahat" Bentaknya. "Jangan menyiksa penduduk desa, cepat berhenti" "Oh?" Pendeta itu menatap An Lok Kong cu yang telah berdiri di hadapannya, kemudian tertawa dingin. "He he he Sastrawan muda, tahukah engkau siapa diriku?" "Katakan" Sahut An Lok Kong Cu. "Aku Bu Sim Hoat su dan nenek gila itu Im Sie Popo" Pendeta itu memberitahukan. Memang sungguh di luar dugaan, An Lok Kong Cu berjumpa mereka di desa tersebut. "Hmm" Dengus An Lok Kong Cu dingin. "Engkau seorang pendeta, tapi kenapa begitu jahat?" "Ha ha ha" Bu Sim Hoatsu tertawa gelak. "Sastrawan muda, siapa engkau?" "Namaku Cu An Lok" An Lok Kong Cu memberitahukan. "Sebagai seorang pendeta seharusnya berhati welas asih, tapi engkau...." "Diam" Bentak Bu Sim hoatsu. "Lebih baik engkau cepat meninggalkan tempat ini, jangan mencampuri urusanku" "Aku akan meninggalkan tempat ini, asal engkau tidak menyiksa para penduduk desa" Sahut An Lok Kong Cu. "Ha ha ha" Bu Sim Hoatsu tertawa. "Karena engkau begitu usil mencampuri urusanku, maka aku terpaksa menangkapmu" "Oh?" An Lok Kong cu tertawa dingin. "Tidak begitu gampang engkau tangkap aku" Bu sim Hoatsu menatapnya tajam. "Im Sie Popo, cepat tangkap sastrawan muda itu" Serunya. "Ya." Im Sie Popo mengangguk. lalu mendadak menyerang An Lok Kong Cu. Betapa terkejutnya An Lok Kong Cu, sebab tidak menyangka kalau nenek itu akan bergerak begitu cepat. Segeralah ia berkelit, namun Im Sie Popo menyerangnya lagi. Sementara Bu sim Hoatsu terus tertawa gelak. "Im Sie Popo, totok jalan darahnya agar tidak bisa bergerak" Serunya. "Ya." Sahut Im Sie Popo dan mulai menotok jalan darah An Lok Kong cu. Walau terus diserang, An Lok Kong cu masih berusaha berkelit ke sana ke mari. Akan tetapi, belasan jurus kemudian, Im Sie Popo berhasil menotok jalan darahnya. Maka tak ayal lagi An Lok Kong cu langsung terkulai tak bergerak lagi. Di saat bersamaan, berkelebat sosok bayangan ke belakang pohon, lalu mengintip ke arah Im Sie Popo, Bu sim Hoatsu dan An Lok Kong cu. Yang bersembunyi di belakang pohon adalah seorang tua yang tidak tain adalah Pak Hong (si Gila Dari Utara-). la tampak terkejut sekali ketika melihat Im Sie Popo. "Dia... dia Kwee In Loan? Dia tidak mati di dasar jurang itu?" Gumamnya. la tidak berani keluar dari tempat persembunyiannya karena tahu kepandaian Kwee In Loan amat tinggi. "Itu.... Bu Sim Hoatsu Kenapa kelihatannya Kwee In Loan di bawah pengaruh pendeta itu?" La tidak habis pikir. "Dan kenapa Kwee In Loan seperti tidak waras?" "He he he" BU sim Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh sambil mendekati An Lok Kong cu yang tergeletak tak bergerak itu. "Karena engkau begitu usil, maka aku memberi pelajaran padamu" "Hm" Dengus An Lok Kong cu. "Engkau pendeta jahat dan pengecut pula Kalau engkau berani, hadapilah seseorang" "Oh?" Bu sim Hoatsu tersenyum sinis. "Siapa orang itu?" "Thio Han Liong" "Apa?" Wajah Bu sim Hoatsu langsung berubah. "Engkau kenal dia?" "Kenal" "Bagus Ha ha ha" Bu sim Hoatsu tertawa terbahak-bahak. "Kalau begitu, engkau akan kusandera Ha ha ha...." "Engkau...." "Im Sie Popo, bopong dia" Ujar Bu sim Hoatsu. "Kita ke gua suan Hong Tong (Gua Angin Puyuh) di gunung cing san." "Ya." Im Sie Popo segera membopong An Lok Kong cu. "He he he" Bu sim Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh, kemudian memasukkan sesuatu ke mulut An Lok Kong cu. Yang dimasukkan ke dalam mulut An Lok Kong cu ternyata Jiu Kut Tok (Racun Pelemas Tulang). siapa yang terkena racun tersebut, kian hari tulangnya akan bertambah lemas, akhirnya akan mati lemas seperti tak bertulang sama sekali. "Im Sie Popo, mari kita pergi" Seru Bu sim Hoatsu sambil melesat pergi. Nenek gila yang membopong An Lok Kong cupun melesat pergi mengikutinya, sedangkan Pak Hong masih tetap bersembunyi di belakang pohon. "Siapa sastrawan muda itu?" Gumamnya dengan kening berkerut-kerut. "Karena dia menyebut nama Thio Han Liong, maka ditangkap. Kalau begitu, tentu Bu sim Hoatsu punya dendam terhadap Thio Han Liong. Aku harus berusaha mencari Thio Han Liong. Tapi pemuda itu berada di mana?" Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala. sejenak kemudian barulah ia pergi melesat ke arah timur untuk mencari Thio Han Liong. Sudah tigg hari Thio Han Liong melakukan perjalanan ke arah tenggara dengan hati tercekam. la yakin telah terjadi sesuatu atas diri An Lok Kong cu. itulah yang menyebabkannya menjadi cemas sekali. Hari itu ketika ia memasuki sebuah rimba, mendadak terdengar suara pertempuran. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo sebetulnya ia tidak mau mendekati tempat pertempuran itu, karena sedang memburu waktu ke daerah Tibet. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara Ting Ting" Yaitu suara kecapi. Oleh karena itu, ia segera melesat ke arah suara pertempuran. Tampak beberapa orang mengeroyok seorang gadis bersenjata kecapi, yang tidak lain adalah Dewi Kecapi. "Berhenti" Seru Thio Han Liong. suara seruannya yang begitu keras membuat mereka langsung berhenti bertempur. Betapa girangnya Dewi Kecapi ketika melihat pemuda itu. "Han Llong Han Llong..." Thio Han Liong tersenyum sambil manggut-mang-gut, kemudian memandang orang-orang yang mengeroyok Dewi Kecapi. "Kenapa kalian mengeroyok gadis itu?" Tanyanya. "Siapa engkau?" Orang yang bertubuh jangkung balik bertanya. "Lebih baik engkau segera enyah dari sini Kaiau tidak...." "Namaku Thio Han Liong. Aku harap kalian jangan bertempur lagi" Ujarnya. "Engkau... Thio Han Liong?" Beberapa orang itu terbelalak, kemudian memberi hormat. "Maaf. Maaf...." Mereka langsung melesat pergi. Itu membuat Thio Han Liong tercengang, dan Dewi Kecapi pun terheran- heran. "Kenapa mereka pergi begitu saja?" Tanya gadis itu. "Aku pun merasa heran. Padahal aku tidak kenal mereka," Jawab Thio Han Liong. "Oh ya, kenapa engkau bertempur dengan mereka?" "Aku sedang beristirahat di bawah pohon" Dewi Kecapi memberitahukan. "setelah itu pun aku memetik kecapi. Tak lama kemudian mereka muncul dan marah-marah kepadaku." "Kenapa mereka marah-marah kepadamu?" "Mereka bilang suara kecapi ku telah mengganggu latihan mereka, maka aku disuruh pergi. Karena mereka marahmarah, maka darahku naik dan kami lalu bertempur. Tak kusangka sama sekali, kepandaian mereka begitu tinggi." "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Maka lain kali jangan cepat gusar agar tidak menimbulkan masalah" "Terima kasih atas nasihatmu," Ucap Dewi Kecapi dengan wajah berseri-seri. "oh ya, bagaimana engkau bisa muncul di sini?" "Yaaah" Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Aku sedang menuju daerah Tibet." "Mau apa engkau ke sana?" Tanya Dewi Kecapi. "Mencari tunanganku," Sahut Thio Han Liong memberitahukan. "Dia ke Tibet mencariku, maka aku ke sana menyusulnya." "Oooh" Dewi Kecapi manggut-manggut dan bertanya mendadak. "Engkau gembira bertemu aku?" "Tentu gembira, sebab kita adalah teman," Jawab Thio Han Liong. "Kenapa engkau berada di sini?" "Aku mencari Bu sim Hoatsu, tapi...." Dewi Kecapi menggeleng-gelengkan kepala. "Hingga saat ini belum berhasil." "Aku pun pernah ke gua Ceng Hong Tong di gunung oey san untuk mencari Bu sim Hoatsu, tapi pendeta itu sudah tidak tinggal di sana." Thio Han Liong memberitahukan. "Oh?" Dewi Kecapi tertegun. "Mau apa engkau mencarinya?" "Dia menculik putri temanku," Sahut Thio Han Liong. "Aku bertemu temanku itu di suatu tempat. Dia minta bantuanku, maka aku pergi bersamanya." "Oooh" Dewi Kecapi manggut-manggut. "Siapa temanmu itu?" "Dia bernama Ouw Yang Bun." "Ouw Yang Bun?" "Ya." "Ternyata dia temanmu." Ujar Dewi Kecapi dan melanjutkan. "Aku pernah bertemu temanmu itu, dia dalam keadaan tak bergerak karena jalan darahnya tertotok." "Oh?" Thio Han Liong terbelalak. "Siapa yang menotok jalan darahnya?" "Bu sim Hoatsu dan seorang nenek gila, dia yang memberitahukan," Sahut Dewi Kecapi. "Dia tidak berhasil menolong putrinya, sebaliknya malah tertotok jalan darahnya." "Siapa nenek gila itu?" "Katanya Im Sie Popo." "Im Sie Popo?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Siapa Im Sie Popo itu?" "Ouw Yang Bun memberitahukan, bahwa Im Sie Popo itu bernama Kwee In Loan...." "Apa?" Thio Han Liong terperangah. "Im Sie Popo itu adalah Kwee In Loan?" "Ya." Dewi Kecapi mengangguk. "Engkau kenal nenek gila itu?" "Kenal." Thio Han Liong manggut-manggut, kemudian menceritakan tentang Kwee In Loan. "Aku justru tidak habis pikir, dia tidak mati di dalam jurang itu, hanya berubah tidak waras." "Kata Ouw Yang Bun, kepandaian Im Sie Popo bertambah tinggi. Tapi kini dia di bawah pengaruh Bu sim Hoatsu." "Kalau begitu..." Thio Han Liong menatapnya. "Engkau harus hati-hati menghadapi mereka" "Terima kasih atas perhatianmu," Ucap Dewi Kecapi sambil tersenyum. "Oh ya sebulan yang lalu aku bertemu dengan seorang gadis yang menyamar sebagai sastrawan muda." "Oh? siapa gadis itu?" "Dia mengaku bernama Cu An Lok...." "Apa?" Thio Han Liong tersentak. "Gadis yang menyamar sebagai sastrawan itu bernama Cu An Lok?" "Engkau kenal dia?" "Kenal. Dia ke mana?" "Kalau tidak salah..." Jawab Dewi Kecapi berpikir sejenak. "... katanya mau pergi ke Tibet." "Dia tahu engkau siapa?" "Tentu tahu, sebab kami sudah berkenalan." Dewi Kecapi tersenyum. "Aku memberitahukan bahwa aku pernah bertemu engkau, dia tampak terkejut." "Oh?" "Cukup lama kami mengobrol. Dia pun mengaku berasal dari Kotaraja dan sudah punya tunangan. Aku juga memberitahukan kepadanya, bahwa engkau kembali ke Kotaraja." "Ngmmm" Thio Han Liong manggut-manggut, tapi hatinya makin cemas, karena yakin telah terjadi sesuatu atas diri An Lok Kong cu. "Han Liong" Dewi Kecapi menatapnya seraya berkata. "Bolehkah aku berkenalan dengan tunanganmu kelak?" "Tentu boleh." Thio Han Liong mengangguk. "Kenapa... engkau ingin berkenalan dengan tunanganku?" "Aku ingin tahu, dia atau aku yang lebih cantik," Sahut Dewi Kecapi dan menambahkan. "Kalau dia lebih cantik, aku tidak akan merasa penasaran. Tapi seandainya aku yang lebih cantik itu pasti membuatku penasaran sekali" "Lho? Memangnya kenapa?" "Jika aku lebih cantik, kenapa engkau tidak tertarik pada ku? Sudah barang tentu aku merasa penasaran sekali." Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian bangkit dari tempat duduknya dan berpamit. "Maaf, aku mau pergi sekarang" "Han Liong...." Dewi Kecapi juga bangkit dari tempat duduknya. Wajahnya tampak murung sekali. "Kapan kita akan berjumpa lagi?" "Entahlah." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Dewi Kecapi...." Ucapannya terputus karena mendadak terdengar suara seruan, kemudian tampak sosok bayangan berkelebat ke arah mereka. "Thio Han Liong ..Thio Han Liong..." Muncul seorang tua di hadapan mereka, yang tak tidak lain Pak Hong. "Pak Hong Locianpwee" Thio Han Liong segera memberi hormat. "Syukurlah aku bertemu engkau di sini" Sahut Pak Hong sambil memandang Dewi Kecapi. "Nona ini..,." "Dia adalah Dewi Kecapi, Putri suku Hut." Thio Han Liong memperkenalkan mereka. "Dewi Kecapi, ini adalah Pak Hong Locianpwee." "Locianpwee" Dewi Kecapi memberi hormat. "Ha ha ha" Pak Hong tertawa gelak. "Dewi Kecapi, engkau sungguh cantik sekali" "Locianpwee...." Wajah Dewi Kecapi tampak kemerahmerahan. "Locianpwee mencari aku?" Tanya Thio Han Liong sambil memandangnya. "Apakah ada sesuatu yang penting?" "Ya." Pak Hong manggut-manggut. "Sudah satu bulan lebih aku mencarimu ke sana ke mari, tapi kini aku bersyukur karena kita telah bertemu." "Locianpwee...." Thio Han Liong tercengang. "Aku melihat Bu sim Hoatsu bersama Im Sie Popo..." "Apa?" Dewi Kecapi tersentak. "Di mana Bu sim Hoatsu?" "Eh?" Pak Hong menatapnya. "Engkau punya hubungan dengan pendeta jahat itu?" "Aku harus membunuhnya," Sahut Dewi Kecapi memberitahukan. "Dia membunuh ke dua orangtuaku, maka kau harus batas dendam." "Kepandaian Bu sim Hoatsu amat tinggi, apalagi Im Sie Popo," Ujar Pak Hong sambil menggeleng-geleng kan kepala. "Bagaimana mungkin engkau dapat membunuhnya?" "Aku...." Dewi Kecapi menghela napas panjang. "Walau kepandaianku lebih rendah, aku memiliki kecapi pusaka." "Kecapi pusaka?" Pak Hong terbelalak. "Maksudmu dengan suara kecapi membunuhnya?" "Ya." Dewi Kecapi mengangguk. "Itu pun tidak gampang." Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala. "Sebab Bu sim Hoatsu memiliki Lwee-kang yang amat tinggi, lagipula mahir ilmu hitam. sulit bagimu membunuhnya .... " "Biar bagaimanapun, aku harus membunuhnya," Tegas Dewi Kecapi. "Aku khawatir engkau yang akan dibunuhnya," Ujar Pak Hong. "Tidak jadi masalah," Sahut Dewi Kecapi. "Engkau...." Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian mendadak wajahnya berseri-seri. "Hanya Han Liong yang dapat menundukkan mereka, maka engkau harus minta bantuan kepadanya." "Locianpwee, itu adalah urusanku. Bagaimana mungkin aku minta bantuannya. Ya kan?" "Tapi...." "Locianpwee. sebetulnya ada urusan penting apa Locianpwee mencariku?" Tanya Thio Han Liong. "Aku menyaksikan sesuatu...." Jawab Pak Hong serius. "... seorang sastrawan muda bertarung dengan Im Sie Popo, itu atas perintah Bu sim Hoatsu. sastrawan muda itu tertotok jalan darahnya. Ternyata ia kenal engkau maka ditangkap oleh Bu sim Hoatsu...." "Sastrawan muda?" Tanya Thio Han Liong tegang. "Bagaimana rupanya?" "Dia sangat tampan...." Sahut Pak Hong memberitahukan ciri-ciri sastrawan muda tersebut. "Hah?" Teriak Thio Han Liong tak tertahan "Dia Cu An Lok" "Engkau kenal dia?" Tanya Pak Hong. "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Kenapa Bu sim Hoatsu menangkapnya?" "Han Liong" Pak Hong menatapnya. "Engkau kenal Bu sim Hoatsu?" "Tidak kenal." "Kalau begitu...." Pak Hong menggeleng-gelengkan kepala. "Itu sungguh mengherankan, karena kelihatannya Bu sim Hoatsu menaruh dendam padamu. oleh karena itu, dia menangkap sastrawan muda itu untuk dijadikan sandera." "Locianpwee, aku sama sekali tidak kenal dan belum pernah bertemu dengan Bu sim Hoatsu," Ujar Thio Han Liong. "Kenapa dia dendam padaku?" "Han Liong, tahukah engkau siapa Im Sie Popo itu?" Tanya Pak Hong mendadak sambil memandangnya . "Dewi Kecapi telah memberitahukan kepadaku, dia bertemu Ouw Yang Bun" Thio Han Liong memberi tahukan tentang itu "Aku justru tidak habis pikir. Kwee In Loan tidak mati di dasar jurang itu, hanya tidak waras tapi kepandaiannya justru bertambah tinggi." "Kini dia telah di bawah pengaruh Bu sim Hoatsu, maka engkau harus hati-hati menghadapi mereka" Pesan Pak Hong. "Ya." Thio Han Liong mengangguk dan bertanya. "Locianpwee tahu mereka pergi ke mana?" "Kalau aku tidak salah dengar, Bu sim Hoatsu bilang mau ke Gua suan Hong Tong di gunung cing san." "Terima kasih, Locianpwee," Ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat. "Kalau tidak berjumpa Locianpwee, aku pasti tidak tahu jejak sastrawan muda itu. Aku... sungguh berterima kasih" "Ha ha ha" Pak Hong tertawa gelak. "Jangan berterima kasih , aku masih berhutang budi padamu" "Locianpwee...." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Oh ya, Locianpwee mau ke mana?" "Rencanaku mau ke Tayti menemui Lam Khie (orang Aneh dari Selatan)," Sahut Pak Hong memberitahukan. "Pemandangan di Tayli amat indah, aku ingin ke sana menikmatinya." "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Han Liong, Dewi Kecapi" Pak Hong tersenyum. "Sampai jumpa" Pak Hong melesat pergi. Thio Han Liong dan Dewi Kecapi saling memandang kemudian gadis itu tersenyum. "Han Liong, kita harus melakukan perjalanan bersama." Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Aku harus menyelamatkan cu An Lok, sedangkan engkau harus menuntut balas kepada Bu sim Hoatsu." "Betul." Dewi Kecapi manggut-manggut. "Engkau menghadapi Im Sie Popo, aku akan menghadapi Bu sim Hoatsu." "Dewi Kecapi, engkau harus hati-hati menghadapi Bu sim Hoatsu" Pesan Thio Han Liong. "Ya." Dewi Kecapi tersenyum manis. "Han Liong, terima kasih atas perhatianmu." "Kita teman baik,..." "Hi hi hi" Dewi Kecapi tertawa cekikikan. "Engkau takut aku akan menggodamu ya?" "Takut sih tidak. hanya saja... aku harus menjaga jarak. sebab aku sudah punya tunangan," Sahut Thio Han Liong. "Han Liong...." Dewi Kecapi ingin mengatakan sesuatu, namun ditelan kembali, kemudian menghela nafas panjang. "Dewi Kecapi, mari kita berangkat" Ajak Thio Han Liong. "Baik," Dewi Kecapi mengangguk. Mereka berdua lalu melesat pergi ke gunung cing San. Dalam perjalanan, Dewi Kecapi tampak gembira sekali, sedangkan Thio Han Liong bersikap biasa-biasa saja, dan itu membuat Dewi Kecapi agak kecewa. Beberapa hari kemudian, ketika mereka memasuki sebuah rimba, mendadak Thio Han Liong berhenti sambil mengerutkan kening. "Ada apa?" Dewi Kecapi berhenti di sisinya. "Kenapa engkau berhenti?" "Aku mendengar suara aneh" Sahut Thio Han Liong memberitahukan. "Oh?" Dewi Kecapi segera pasang kuping. Namun ia tidak mendengar suara apa pun selain suara desiran daun-daun yang terhembus angin. "Kok aku tidak mendengar suara aneh itu?" Dewi Kecapi heran. "Suara aneh apa yang engkau dengar itu?" "Mirip pekikan suara lelaki, tapi juga mirip suara pekikan wanita." Sahut Thio Han Liong memberitahukan. "Aku yakin suara pekikan itu berasal dari satu orang, tapi bernada lelaki dan wanita." "Oh?" Dewi Kecapi tertegun. "Bagaimana kalau kita ke tempat suara pekikan itu?" "Itu...." Thio Han Liong berpikir sejenak, kemudian baru manggul-manggut. "Baiklah, mari kita ke sana" Thio Han Liong melesat pergi diikuti Dewi Kecapi. selang beberapa saat barulah Dewi Kecapi mendengar suara pekikan itu. Betapa kagumnya Putri suku Hui tersebut karena dari jarak hampir satu mil Thio Han Liong dapat mendengar suara pekikan itu Dapat dibayangkan berapa tinggi Lweekangnya. "Mari kita bersembunyi di balik pohon" Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bunga Karya Chin Yung Pendekar Bunga Karya Chin Yung