Ceritasilat Novel Online

Anak Rajawali 26


Anak Rajawali Karya Chin Yung Bagian 26


Anak Rajawali Karya dari Chin Yung   Jika memang gurunya merasa tidak cocok dengan puncak Hengsan, niscaya ia akan diajak gurunya buat pergi meninggalkan Heng-san dan jelas itupun berarti dia akan berpisah dengan Giok Hoa, gadis yang cantik manis yang telah menusuk kalbunya dengan lirikannya, senyumnya dan parasnya yang begitu menawan.   Kegelisahan seperti itu membuat, Ko Tie jadi tidak tenang, dan dia seakan juga hendak mendesak gurunya agar cepat-cepat memberikan keputusannya, agar dia tidak tersiksa seperti itu.   Menunggu memang merupakan pekerjaan yang tidak menyenangkan.   Karena MENUNGGU merupakan pekerjaan yang terlalu menyiksa, walaupun BERAPA lama atau cepatnya menunggu tetap saja merupakan pekerjaan yang tidak menyenangkan dan terlalu menyiksa menggelisahkan sekali.   Malam itu, karena tidak dapat tidur lagi, Ko Tie telah keluar dari kamarnya.   Waktu dia tiba di luar, justeru dia melihat Giok Hoa yang tengah melangkah perlahan-lahan keluar dari rumah tersebut juga.   Gadis itu tampaknya tengah melamun, sehingga dia tidak mengetahui bahwa Ko Tie tengah mengikutinya.   Ko Tie sebetulnya hendak memanggilnya, namun melihat sikap dan wajah Giok Hoa yang luar biasa, menyebabkan dia hanya mengikuti saja.   Setelah sampai di luar, di tempat yang cukup jauh terpisah dari rumah Yo Kouw-nio, Ko Tie melihat gadis tersebut melamun tertegun di tempatnya.   Malah kemudian menghela napas dalamdalam, seperti juga Giok Hoa tengah tertekan perasaannya oleh sesuatu yang menyusahkan hatinya.   Dilihatnya wajah Giok Hoa yang begitu cantik manis dan menawan sekali, di bawah sinar rembulan, sehingga Ko Tie tidak bisa menahan perasaannya lagi, dan diapun tidak ingin melihat gadis pujaan hatinya bersusah hati, dia menegurnya.   "Kau tengah bersusah hati, adikku?!"   Tanya Ko Tie setelah berdiri di dekat si gadis. Giok Hoa tetap menunduk, dia amat malu karena sajak tadi dia tidak tahu Ko Tie berada di dekatnya. "Ko Tie Koko, mengapa engkau mengikuti aku? Kau memata-matai aku heh?"   Tanya Giok Hoa kemudian, dengan suara yang perlahan dan kepalanya tetap menunduk. Ko Tie jadi tergagap ditanya seperti itu, segera dia bilang.   "Adikku, kau jangan memiliki dugaan jelek seperti itu kepadaku. Karena aku sama sekali bukan bermaksud mengikutimu, aku hanya kebetulan saja tidak dapat tidur. Hatiku juga tengah gelisah, maka aku keluar dalam kamarku dengan maksud untuk menenangkan perasaanku, menghirup udara malam.   "Siapa tahu aku melihat engkaupun berada di luar rumah. Aku ingin segera menegurmu, tetapi aku kuatir mengganggu ketenanganmu! "Dan tadi aku melihat engkau begitu bersusah hati, sehingga aku ingin sekali mengetahui, kesusahan apakah yang tengah engkau alami. Siapa tahu aku bisa membantumu, jika engkau bersedia menceritakan kepadaku?"   Giok Hoa tidak segera menyahuti, dia menghela napas lagi dalamdalam, baru kemudian bilangnya dengan suara yang agak lirih.   "Ko Tie Koko.......!" Dan gadis itu mengangkat kepalanya perlahan-lahan, dia memandang Ko Tie beberapa saat lamanya. Ko Tie membalas tatapan matanya, mata mereka saling pandang, diakhiri Giok Hoa yang menunduk lagi.   "Adikku, apa yang hendak kau katakan, katakanlah! Aku akan menjadi pendengar yang sangat baik!"   Kata Ko Tie dengan sikap ingin mengetahui. Bola mata Giok Hoa yang jeli dan indah itu terang seperti cermin atau permukaan air danau berkilat-kilat menatap kepada Ko Tie. Sampai akhirnya dia bilang.   "Ko Tie Koko tadi engkau mengatakan bahwa engkau juga tengah resah dan tidak tenang. Sesungguhnya apakah yang membuat engkau tidak tenang? Kau ceritakanlah dulu kegelisahanmu, nanti aku akan memberitahukan kegelisahanku!"   Ko Tie tertegun sejenak, pipinya segera berobah merah dan dia jadi salah tingkah.   "Ini ini........!"   Katanya tergagap. Giok Hoa mengawasi heran padanya. "Ko Tie Koko katakanlah..... apakah engkau keberatan buat menceritakan kepadaku kesusahan hatimu?!"   Tanya Giok Hoa. Ko Tie semakin merah pipinya, yang terasa panas seperti terbakar.   "Adikku..... ini.. ini!"   Katanya dengan suara tergagap.   "Baiklah Ko Tie Koko, rupanya engkau memang tidak menganggap aku sebagai orang yang dekat denganmu, sehingga kesusahan hatimu itu kau keberatan buat menceritakannya kepadaku, guna bertukar pikiran! Maafkanlah atas pertanyaanku tadi yang begitu lancang ingin mengetahui urusanmu!"   Setelah berkata begitu Giok Hoa menghela napas dalam-dalam. Ko Tie jadi gugup dan segera dia berkata.   "Adikku, kau jangan salah mengerti, dengarlah dulu, aku akan menceritakannya persoalanku itu!"   Tapi Giok Hoa telah menggeleng perlahan sambil tersenyum, dia bilang.   "Sudahlah Ko Tie Koko, akupun tidak akan memaksa memberitahukan persoalanmu itu kepadaku! Baiklah hari telah terlalu malam, aku ingin masuk tidur!" Dan sambil berkata begitu, si gadis tersenyum, manis sekali, sambil melirik kepada Ko Tie dia juga memutar tubuhnya untuk kembali ke rumah Yo Kouw-nio. Ko Tie bertambah gugup, dan karena kuatir gadis itu benar-benar meninggalkannya dia sampai melupakan adat istiadat antara seorang pria dengan seorang gadis, dia mengulurkan tangannya, mencekal lengan si gadis.   "Tunggu dulu adikku......... dengarlah dulu, aku akan menjelaskannya kepadamu!"   Kata Ko Tie tergopoh-gopoh. Giok Hoa jadi berobah merah mukanya, dia menunduk malu dan pipinya itu terasa panas sekali. Ia menarik lengannya yang dipegang si pemuda. Ko Tie tambah gugup.   "Maaf......... maafkan, aku bukan maksud berbuat kurang ajar.......!"   Katanya tergagap. Si gadis tersenyum. "Jika memang kau bersedia menjelaskan persoalanmu itu, katakanlah, Ko Tie Koko"   Kata Giok Hoa kemudian, lembut sekali suaranya. Melihat si gadis tidak marah, malah senyumnya begitu manis menggetarkan hatinya, hati Ko Tie terhibur juga, dia masih bilang.   "Adikku, maafkanlah atas kekurang ajaranku tadi, tapi aku sungguh-sungguh memang tidak sengaja."   "Sudahlah Ko Tie Koko..... bukankah engkau berjanji akan memberitahukan kesulitanmu itu ?!"   Kata Giok Hoa.   "Oya, benar!"   Kata Ko Tie, sedangkan di hatinya dia mengutuk dirinya, mengapa dia jadi gugup, sikapnya jadi seperti seorang pemuda yang dungu saja.   Dan dia menyesali dirinya, mengapa menghadapi Giok Hoa dia jadi bingung seperti itu.   Sedangkan jika berada dalam suatu pertempuran, biarpun menghadapi lawan yang bagaimana tangguh, dia tidak pernah menjadi gugup.   Dikala itu, Giok Hoa yang melihat pemuda itu masih saja gugup, telah berkata.   "Ko Tie Koko, mengapa masih belum menjelaskan persoalanmu itu? Apakah memang engkau keberatan buat menjelaskannya?" Ko Tie jadi tambah gelagapan dibuatnya.   "Ya, ya, aku akan segera memberitahukannya,"   Katanya.   "Sesungguhnya.. sesungguhnya aku tengah memikirkan, apakah guruku merasa cccok atau tidak buat berdiam di puncak Heng-san ini!"   Akhirnya Ko Tie berhasil juga menjelaskannya.   "Karena selama tiga hari ini guruku tidak pernah memberitahukan kepadaku, apakah ia merasa cocok atau tidak dengan tempat ini!"   "Mengapa engkau tidak menanyakan saja langsung kepada gurumu itu?"   Tanya Giok Hoa sambil tersenyum manis sekali.   Ko Tie tidak segera menyahuti, dia memandang si gadis dengan sepasang mata terbuka lebar-lebar.   Si gadis juga telah balas memandangnya.   Jeli sekali matanya yang bening bersinar itu, dan juga senyumnya yang begitu manis.   Walaupun mulut mereka masing-masing tidak mengucapkan katakata, namun sinar mata mereka bicara lebih banyak dari seribu atau sejuta kata......! Akhirnya Ko Tie menunduk.   "Aku......   adikku, aku tidak memiliki keberanian buat menanyakan kepada suhu!"   "Mengapa begitu?!"   Tanya Giok Hoa. Kembali Ko Tie mengangkat kepalanya memandang si gadis, lalu dengan suara perlahan dia bilang.   "Aku kuatir suhu marah."   "Mengapa suhumu itu akan marah? Bukankah gurumu yang telah perintahkan engkau agar mencari tempat yang cocok buat dia hidup mengasingkan diri di saat menjelang hari tuanya! Dan sekarang engkau telah menunjukkan puncak gunung Heng-san ini. Maka mengapa engkau takut disesali? Bukankah engkau ingin mengetahui gurumu itu merasa cocok atau tidak dengan tempat ini?!"   "Benar, memang seharusnya begitu!"   Kata Ko Tie tambah bimbang. Sulit sekali buat dia menjelaskan persoalan yang sebenarnya "Lalu mengapa engkau tidak menanyakannya kepada gurumu, jika engkau sendiri telah mengetahui memang begitu seharusnya?"   Ko Tie berobah mukanya menjadi merah dan pipinya terasa panas, dia juga merasakan telapak tangannya dingin sekali, berkeringat.   Benar-benar dia menyesali dan mengutuki dirinya yang tidak berani segera menjelaskan terus terang kepada si gadis urusan yang sesungguhnya.   Dia jadi begitu gugup dan pengecut.   Dan biarpun hatinya memaki kalang kabutan.   "Ko Tie! Ko Tie! Mengapa engkau seperti pemuda dungu? Katakan saja dengan tenang dan terang, apa sebenarnya urusan?!"   Hatinya memang berbisik begitu, namun nyatanya dia tidak bisa menjelaskan yang sebenar-benarnya kepada Giok Hoa.   "Ko Tie Koko..... bagaimana?"   Tanya Giok Hoa yang jadi heran bercampur lucu melihat sikap Ko Tie. Ko Tie seperti baru tersadar dari tidurnya, dia gelagapan.   "Oya, aku sedang memberitahukan kepadamu tentang kesulitanku itu!"   Katanya kemudian.   "Dan seperti aku telah jelaskan, aku memang sesungguhnya tidak memiliki keberanian buat menanyakan kepada suhu apakah suhu cocok dengan tempat ini, karena.....! "Karena apa, Ko Tie Koko?"   Tanya Giok Hoa ingin sekali mengetahuiuya.   "Katakanlah, aku ingin sekali mendengarnya Ko Tie Koko..... Jika benar engkau memiliki kesulitan, siapa tahu aku bisa membantunya?!"   "Tetapi ini..... ini!"   Dan Ko Tie tidak bisa meneruskan perkataannya, dia mengangkat kepalanya memandang ragu kepada si gadis.   "Tetapi apa, Ko Tie Koko?!"   Mendesak Giok Hoa.   "Apakah engkau tidak akan marah jika hal ini kukatakan terus, terang?!"   Tanya Ko Tie. Giok Hoa menggeleng.   "Tidak!"   Katanya kemudian.   "Mengapa aku harus marah jika engkau terus terang menceritakan persoalanmu itu?!"   "Sesungguhn ya..... urusan ini menyangkut urusan kita berdua!"   Akhirnya Ko Tie bisa juga berkata seperti itu.   Tetapi waktu dia mengucapkan kata-kata itu, dia amat likat dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.   Dia malu dan jengah serta tidak tahu apa yang harus dilakukannya.   Dia seperti juga ingin cepat-cepat berlari menjauhi si gadis, karena perasaan malunya itu, diapun serasa ingin menyembunyikan mukanya di bantal.   Giok Hoa mementang matanya lebar-lebar, tampaknya dia tambah heran dan bingung.   "Menyangkut urusan kita berdua?!"   Tanya Giok Hoa akhirnya.   "Ko Tie Koko, katakanlah yang jelas, aku sungguh-sungguh tidak mengerti..... maksudmu?!"   Ko Tie menghela napas, buat sementara dia tidak bisa berkatakata, dia melirik si gadis beberapa kali, dan berusaha menenangkan hatinya, lalu katanya.   "Apakah benar-benar engkau tidak akan marah jika aku menjelaskan, Hoa-moay? Berjanjilah Hoa-moay!"   "Ya, katakanlah, apa saja yang kau katakan, aku tidak akan marah!"   Menegaskan si gadis.   "Sesungguhnya..... suhuku telah mengetahui bahwa aku...... aku..!"   "Kenapa dengan kau, Ko Tie Koko?!"   "Aku..... menyukaimu..... Hoa-moay, aku mencintaimu!"   Menjelaskan Ko Tie.   Giok Hoa tertegun sejenak, kemudian dengan muka berobah merah terasa panas, dia menunduk dalam-dalam.   Inilah pernyataan Ko Tie yang membuat hatinya bergoncang hebat sekali.   Dia tidak menyangka bahwa pemuda itu akan menyatakan isi hatinya begitu saja.   Melihat si gadis berdiam diri dengan kepala tertunduk dalamdalam, Ko Tie tambah bingung.   "Hoa-moay, apakah engkau marah?"   Tanya tergagap, sebab ia menduga Giok Hoa tersinggung dan marah mendengar pertanyaannya. Giok Hoa masih menunduk, namun dia menggeleng perlahan dan dengan suara yang perlahan serak ia menyahuti.   "Tidak.....!"   Dan kemudian setelah hatinya tenang kembali, dia mengangkat kepalanya. Dia memandang kepada Ko Tie dengan sinar mata penuh arti, katanya.   "Dan apa hubungannya antara kau menyukai aku dengan putusan gurumu senang atau tidak tinggal di tempat ini?!"   Ko Tie sudah bisa menenangkan hatinya, karena melihat si gadis tidak marah. "Sesungguhnya.. jika saja guruku tidak mengetahui bahwa aku menyukaimu, tentu aku bisa menanyakannya langsung soal keputusannya itu, sekarang justeru lain!"   "Mengapa lain?!"   "Dengan telah diketahuinya isi hatiku, jika aku menanyakannya, walaupun guruku merasa cocok, tentu dikatakannya tidak cocok buat mempermainkan aku!"   "Mengapa mempermainkan engkau jika gurumu mengatakan tidak cocok puncak Heng-san buat tempat pengasingannya ?!"   Tanya Giok Hoa tidak mengerti.   "Karena suhuku hendak mempermainkan aku, sebab jika suhuku tidak cocok, tentu dia akan mengajak aku meninggalkan Heng-san, berarti berpisah dengan kau, Hoa-moay!"   Waktu menjelaskan suara Ko Tie perlahan sekali, dia menunduk dalam-dalam. Giok Hoa sendiri senang bukan main mendengar ucapan Ko Tie seperti itu, hatinya bahagia sekali.   "Dan jika gurumu merasa cocok, Ko Tie Koko..... bagaimana..... apakah kau senang?"   Tanya Giok Hoa akhirnya. "Tentu! Karena aku berarti bisa terus tinggal di sini, dan aku juga akan selalu berdekatan dengan kau, Hoa-moay!"   Menyahuti Ko Tie.   "Kau tidak akan marah Hoa-moay, aku telah menyampaikan apa yang kurasakan selama ini tersimpan di hatiku?!"   Giok Hoa mengangkat kepalanya, menatap si pemuda. Mata mereka bicara banyak sekali, si gadis menggeleng perlahan, dengan suara yang lirih dia hilang.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Akupun memiliki perasaan yang sama seperti yang engkau rasakan!"   Mata Ko Tie terbuka lebar-lebar, hatinya berdebar keras, wajahnya sebentar pucat dan sebentar merah, ia jadi tegang sendirinya, kemudian tanyanya.   "Perasaan apakah yang kau rasakan itu, Hoamoay?"   Si gadis menghela napas dalam-dalam, tampaknya dia ragu-ragu, sampai akhirnya dia bilang dengan kepala tertunduk.   "Akupun beberapa hari belakangan ini selalu gelisah saja karena aku ingin sekali menyampaikan sesuatu kepada suhu, namun aku tidak memiliki keberanian buat mengatakannya!" Hati Ko Tie jadi lemas lagi mendengar kata-kata si gadis. Semula dia mengharapkan si gadis akan membuka isi hatinya. Tadinya dia menduga tentunya Giok Hoa akan membuka isi hatinya sama halnya seperti yang telah diungkapkannya. Tapi kenyataannya, si gadis maksudkan hatinya memiliki perasaan yang sama dengannya hanyalah disebabkan si gadis mengalami kegelisahan belaka. Namun untuk menutupi kekecewaannya itu, agar tidak terlihat Giok Hoa, dia bertanya juga.   "Mengapa engkau bisa bergelisah seperti itu, Hoa-moay? Bukankah jika engkau mengutarakannya kepada gurumu, beliau akan dapat membantu banyak padamu?!"   Giok Hoa menggeleng perlahan, kemudian katanya.   "Sayang sekali, ku kira guruku tidak mungkin bisa membantu!"   "Mengapa begitu?!"   "Karena aku justeru ingin sekali pergi merantau, berkelana dari kota yang satu ke kota lainnya, untuk menambah pengalaman. Tentu guruku, walaupun mengijinkan, hatinya sebetulnya sangat berat sekali. Itulah sebabnya mengapa aku tidak mengatakannya!" "Engkau ingin merantau?!"   Tanya Ko Tie sambil membuka matanya lebar-lebar. Dia heran sekali.   "Ya!"   Mengangguk si gadis.   "Aku ingin berkelana untuk menambah pengalaman!"   "Jika demikian, mengapa engkau tidak mengatakannya saja kepada gurumu! Tentu itu merupakan maksud yang sangat baikbaik yang tidak akan ditentang oleh gurumu!"   Giok Hoa menghela napas dalam-dalam, kemudian katanya perlahan.   "Entahlah aku sendiri tidak tahu bagaimana harus menyampaikan perasaan hatiku ini! Dan setelah peristiwa hari itu, di mana aku dirubuhkan pemuda cebol yang jahat itu dalam keadaan tertotok, aku melihat sesungguhnya di luar dari gunung Heng-san ini masih banyak orang-orang yang memiliki kepandaian sangat tinggi! Hanya satu-dua jurus saja aku dapat dirubuhkan, karena dari itu, kukira tidak bisa aku selamanya belajar silat di gunungHeng-san ini tanpa mengenal dunia, aku harus berkelana untuk menambah pengalaman!" "Jika demikian, kalau memang engkau tidak keberatan, aku bersedia menemani engkau berkelana, Hoa-moay!"   Ko Tie menawarkan jasa baiknya. Si gadis tersenyum.   "Kau sangat baik sekali, Ko Tie Koko!"   Kata si gadis menunduk malu.   "Mengapa engkau demikian baik kepadaku!"   Ditanya demikian Ko Tie jadi berdebar lagi hatinya, namun kini ia telah "nekad", maka dia bilang.   "Karena karena engkau cantik seperti bidadari, engkau lembut dan baru sekali ini aku melihat di dunia ternyata ada seorang gadis secantik engkau!"   Si gadis mencibirkan bibirnya, tapi mukanya memerah senang, matanya berkilat-kilat cerah sekali.   "Kau ternyata selain memiliki ilmu silat yang tinggi, pun mempunyai kepandaian merayu wanita!"   Kata Giok Hoa tersenyum malu-malu.   "Aku seburuk ini, mukaku jelek, seorang gadis gunung yang bodoh, mana mungkin bisa membuat hatimu tertarik?!"   "Hoa-moay, engkau selalu suka merendah. Apa yang kukatakan tadi bukan hanya sekedar memuji, tapi memang sesungguhnya begitu!" Si gadis melirik dengan kerlingan yang tajam, dan bibirnya tersenyum manis sekali, pipinya merah membuat dia tambah cantik. Namun tanpa mengatakan sesuatu apa, dia memutar tubuhnya dan berlari kembali ke dalam rumah. Samar-samar terdengar tawanya yang penuh kebahagiaan. Ko Tie terkejut melihat gadis itu ingin pergi meninggalkannya, dia memanggil, namun Giok Hoa tetap berlari dan sebentar saja lenyap dari pandangan Ko Tie. Pemuda itu tidak mengejarnya, dia berdiri tertegun di tempatnya, menghela napas dalam-dalam. Dia telah memberitahukan isi hatinya, dan dari si gadis dia belum lagi memperoleh kepastian, apakah cintanya itu disambut atau memang dia hanya sekedar bertepuk sebelah tangan belaka? Tetapi Ko Tie mengambil keputusan, bahwa ia akan, menegaskan hal tersebut, meminta kepastian dari Giok Hoa, apakah gadis itu menyambut cintanya atau memang menolaknya? Tetapi Ko Tie yakin, dilihat dari sikap si gadis, tentu dia bukan gila basah mencintai si gadis seorang diri. Ia yakin seperti gayung bersambut, cintanya akan diterima gadis itu. Teringat akan hal itu, Ko Tie tersenyum sendirinya. Bukankah Giok Hoa memperlakukannya dengan baik-baik? Bahkan tidak jarang terlihat sikapnya yang mesra dan memperhatikannya? Bukankah Giok Hoa pun telah mempercayai dia menceritakan isi hatinya padanya, hal itu menunjukkan bahwa si gadis telah menganggapnya sebagai orang yang paling dekat hubungannya dengannya? Dan banyak lagi sikap si gadis yang menunjukkan bahwa dia memang memperhatikan Ko Tie. Dan Ko Tie tersenyum dengan langkah perlahan kembali ke dalam rumah, merebahkan diri di pembaringan, tapi pikirannya terus melayang-layang tidak juga mau tidur. Menjelang fajar barulab dia tertidur.!" Y Lam-yang merupakan kota yang cukup ramai terlebih lagi letaknya memang berdekatan dengan Siang-yang, sehingga boleh dibilang Lam-yang merupakan kota yang cukup hidup siang maupun malam hari. Jika malam telah menyelimuti bumi dan daerah sekitar Lam-yang, maka mulai terdengarlah musik dan nyanyian dari beberapa tempat hiburan yang memang banyak terdapat di segala penjuru kota Lam-yang. Pada sore itu, di luar kota Lam-yang berlari dua sosok tubuh gesit sekali. Mereka tampaknya memiliki gin-kang yang tinggi, karena kaki mereka masing-masing bagaikan tidak menyentuh tanah, tubuh mereka berkelebat begitu cepat menuju ke pintu kota Lamyang sebelah barat. Sebentar lagi tentu malam akan tiba, maka mereka ingin segera tiba di kota Lam-yang untukmencari rumah penginapan dan beristirahat di sana. etelah berlari tidak lama, karena mereka berlari pesat sekali seperti itu, maka mereka telah tiba di pintu kota Lam-yang. Banyak orang yang memandangi mereka dengan sorot mata heran mengandung kagum karena gin-kang mereka yang menakjubkan, tapi kedua orang itu tidak acuh. Cuma saja, begitu memasuki kota Lam-yang, mereka segera berjalan biasa, karena keadaan sangat ramai, tidak leluasa buat mereka berlari terlalu cepat. Mereka adalah dua orang berpakaian seragam sebagai tentara kerajaan dengan pangkat mereka sedikitnya sebagai perwira tinggi. Wajah mereka angker dan ke duanya memelihara berewokan yang tebal. Cuma perbedaannya, yang seorang bertubuh tinggi tegap, sedangkan yang seorang jauh lebih gemuk, walaupun gerakannya tetap sama lincahnya seperti kawannya yang seorang itu. Mereka memandang sekeliling Lam-yang, lalu yang bertubuh tinggi tegap itu bilang.   "Memang tidak salah pepatah tua yang menyatakan. Dengan selaksa renceng uang melibat pinggang, jangan kuatir kekurangan kegembiraan dan kenangan di Lamyang!"   Kota ini dalam beberapa tahun saja telah mengalami banyak kemajuan, telah menjadi kota yang sangat ramai dengan gedungnya yang bertingkat.   "Ya!"   Menyahuti kawannya.   "Cing Toako, tampaknya kita akan menghadapi cukup banyak lawan tangguh. Mulai sekarang kita harus berwaspada, karena jika sampai tugas kita ini bocor, niscaya kita akan menghadapi kesulitan yang lebih besar"   "Hemmm, tetapi biarpun bagaimana banyak lawan kita, semua itu tidak akan menimbulkan kesulitan bagi kita! Percuma kita menjabat sebagai Komandan Gie-lim-kun dan Komandan Kim-ie-wie!"   Kawannya tertawa.   "Ya, memang sikap berhati-hati tidak ada salahnya. Apa jeleknya kita berwaspada, terlebih lagi kitapun mengetahui lawan-lawan kita bukanlah lawan yang ringan." Orang yang bertubuh tinggi menggepris baju dari debu, kemudian katanya.   "Baiklah Kang Laote jika memang demikian, tentu urusan soal kewaspadaan menghadapi lingkungan engkau memang lebih pandai, karena selama ini engkau yang menjabat sebagai Komandan Gie-lim-kun (pasukan pribadi Kaisar), lebih banyak mengatur segala sesuatu tentang keselamatannya Kaisar kita, yang jika Kaisar pergi pesiar, engkau yang harus mengatur penjagaan dan pengawasan yang ketat di seluruh penjuru tempat! Sedangkan aku sebagai Komandan pasukan Kim-ie-wie (Pasukan baju sulam emas hanya khusus menjaga keamanan istana!"   Kawannya tertawa, dan mereka melanjutkan perjalanan menyusuri jalan raya, di mana cukup banyak perwira atau tentara kerajaan Boan-ciu yang berkeliaran.   Tetapi pakaian seragam mereka yang mewah sebagai perwira, tentu saja membuat semua orang tertarik dan terlebih lagi sikap dan wajah mereka gagah, angker sekali penuh wibawa.   Waktu ke dua perwira tinggi kerajaan itu memasuki sebuah rumah penginapan, mereka disambut pelayan dengan sikap hormat sekali sampai tubuhnya terbungkuk-bungkuk.   "Silahkan masuk Tayjin, silahkan! Kami akan mempersiapkan kamar terbaik buat jie- wie Tayjin..!"   Kata pelayan itu hormat sekali. Sedangkan ke dua perwira tinggi itu hanya mendengus.   "Hemm!"   Saja dan terus masuk.   Pelayan itu dan beberapa orang pegawai rumah penginapan bekerja cepat menghormati ke dua tamu agung mereka ini, dan memherikan kamar yang benar-benar bersih dan besar, merupakan kamar utama di rumah penginapan tersebut.   Namun ke dua orang perwira kerajaan yang duduk di sebuah meja penuh hidangan, beristirahat sambil mengobrol dan tertawa-tawa tidak mengacuhkan sekeliling mereka.   Sesungguhnya, memang ke dua perwira tinggi kerajaan ini adalah Komandan Gie-lim-kun dan Komandan Kim-ie-wie, yang tengah melakukan tugas yang cukup penting dari Kaisar.   Yang bertubuh tinggi besar tegap itu adalah Komandan Kim-ie-wie, pasukan istana berbaju sulam emas.   Dia she Cing bernama Kiang Wie.   Kepandaiannya tinggi sekali, ilmunya lihay, otaknya pun cerdik sekali, karena dia termasuk orang yang licik.   Selalu bertindak tegas dan bertangan besi menghadapi lawan.   Karena kepandaiannya yang bisa diandalkan, setelah melewati penyaringan yang ketat, dialah yang terpilih menduduki jabatan yang tinggi sebagai Komandan Kim-ie-wie, pasukan yang mengawal dan menjaga keamanan di istana Kaisar.   Lalu yang bertubuh gemuk itu adalah orang she Kang bernama Wei.   Dia Komandan Gie-lim-kun, pasukan yang khusus menjaga keselamatan Kaisar.   Jika Kaisar tengah keluar dari istana, tugas menjamin keselamatan Kaisar berada di tangannya.   Karena dari itu, selalu Kang Wei harus berikhtiar buat mengamankan setiap tempat yang akan dikunjungi Kaisar.   Disamping itu kuping dan matanya harus tajam, dia harus dapat mengetahui tempat-tempat mana yang sekiranya kurang aman, dan juga bagaimana mengatur pasukannya agar benar-benar dapat menjamin keselamatan Kaisar, selama raja itu tengah berada di luar istana.   Tanggung jawabnya memang tidak ringan.   Kang Wei memiliki kepandaian yang setingkat dengan Cing Kiang Wie.   Ia merupakan akhli lweekeh (tenaga dalam) yang ilmunya tinggi sekali.   Senjata andalannya adalah joan-pian, pecut lemas yang terbuat dari otot dan urat harimau maupun ular, yang digabungkan menjadi satu dan diolah dengan emas murni yang dicampur dengan bubuk berlian, sehingga senjatanya itu lemas dan kuat alot seperti juga baja yang tidak akan terputuskan oleh senjata apapun, mungkin malah lebih kuat dari baja sendiri! Ia terkenal sebagai seorang jago yang memiliki tangan dingin.   Setiap lawannya selalu dapat dirubuhkan dengan mudah, dan lawan yang dirubuhkannya selalu diberikan hadiah bercacad.   Itu paling ringan, karena umumnya kematian! Di istana Kaisar, ke dua orang ini disegani sekali oleh para pahlawan Kaisar.   Dan justeru mereka pun jarang turun tangan sendiri dalam menyelesaikan urusan.   Di bawah kekuasaan mereka, berada orang-orang pandai yang memiliki ilmu tidak rendah, bekerja buat mereka.   Tetapi kali ini, ke dua Komandan dari dua pasukan istimewa istana Kaisar turun tangan sendiri, melakukan perjalanan meninggalkan istana.   Berarti urusan yang ingin ditangani mereka merupakan urusan yang sangat penting sekali! Pelayan menyampaikan pada ke dua perwira tinggi ini bahwa kamar telah disiapkan dan ke dua perwira tinggi itu segera pergi ke kamar mereka.   Waktu itu tampak jelas sekali, betapapun juga, memang mereka ingin cepat-cepat beristirahat.   Sebagai pembesar yang hidup mewah di istana, mereka setiap harinya tidak pernah bekerja.   Sekali ini mereka telah melakukan perjalanan yang cukup jauh dan meletihkan, karenanya mereka hendak cepat-cepat beristirahat.   Itupun disebabkan urusan yang mereka ingin kerjakan merupakan tugas penting sekali yang diberikan oleh Kaisar.   Cing Kiang Wie telah membuka baju kebesarannya.   Dia melepaskan juga sepatunya dan rebah di pembaringan sambil memejamkan matanya.   Kang Wei pun rebah di pembaringan.   Buat sekian lama, di antara mereka berdua tidak ada yang bicara.   Cuma, selang beberapa saat, dengan tubuh tetap rebah di pembaringan dan mata tetap terpejamkan rapat, tiba-tiba sekali Kang Wei telah melontarkan sesuatu dengan gerakan yang sangat sebat, meluncur dua titik sinar kuning menyambar ke arah jendela.   Terdengar seruan "Ihhh!"   Dan tubuh Kang Wie pesat sekali melompat ke jendela.   Dia mendorong daun jendela dan disusul dengan tangan kanannya menghantam keluar, sehingga angin itu berkesiuran sangat kuat, barulah dia melompat keluar melalui jendela.   Pukulan yang dilakukannya itu hanya mencegah jangan sampai ada orang yang membokongnya.   Ketika sampai di luar, dia mengawasi ke arah sekelilingnya.   Tidak terlihat seorang manusia pun juga.   Malam telah tiba dan sunyi sekali, di kejauhan terdengar suara musik dan nyanyian dari tempat-tempat hiburan dan pelesiran.   "Hemmm, tikus mana yang berani main gila di depan pucuk hidung kami?!"   Dia membentak dengan suara yang angker penuh kemendongkolan, bola matanya berkilat-kilat tajam sekali. Tidak terdengar jawaban. Sedangkan Cing Kiang Wie telah melompat keluar dan berdiri di sampingnya, dia tanya kepada kawannya.   "Apakah tikus-tikus itu dapat ditangkap?!"   Namun bertanya begitu, dia melihat kawannya hanya berdiri diam tanpa membekuk seorang pun juga segera dia dapat menduga.   "Tentu kepandaian orang-orang itu cukup tinggi...... dan ginkangnya lumayan!"   Kata Cing Kiang Wie akhirnya, karena dia menyadari tentunya musuh-musuh yang tadi mengintai dari jendela telah melarikan diri.   Dan tadi memang dia telah mendengar suara kelisik yang perlahan sekali di atas genting, dan juga ia mengetahui ada orang yang mengintai dari jendela.   Namun dia tetap berdiam diri saja dengan tubuh rebah dan mata terpejamkan.   Siapa tahu, kawannya telah lebih dulu turun tangan, mengejutkan orang-orang itu, sehingga mereka melarikan diri.   Hanya saja yang membuatnya kagum tentunya orang-orang yang mengintai lewat jendela adalah orang-orang yang berkepandaian liehay, karena mereka dapat bergerak begitu gesit sekali.   Walaupun Kang Wei telah bergerak begitu cepat, ternyata tidak berhasil untuk memergoki mereka.   "Sudahlah! Mari kita masuk!"   Kata Kang Wei dengan suara mengandung penasaran.   Dia pun telah melompat masuk ke dalam kamar, diikuti oleh Cing Kiang Wie.   Daun jendela telah ditutup lagi, dan Cing Kiang Wie bersama Kang Wei telah merundingkan, bagaimana dan langkah-langkah apa yang akan mereka lakukan, dalam memancing musuh-musuh mereka agar keluar memperlihatkan diri.   "Aku yakin Cing Toako, dalam beberapa hari mereka akan muncul memperlihatkan diri.....   Kita tidak perlu terlalu untuk memusingi mereka, karena tokh mereka yang akan menyatroni kita!"   Cing Kiang Wie mengangguk mengiyakan, dan kemudian merebahkan tubuhnya lagi.   Kang Wei sebelum rebah di pembaringan, telah mengibaskan tangannya memadamkan api penerangan di dalamkamarnya.   Sebentar saja di dalam kamar itu, yang gelap gulita, terdengar suara dengkur yang saling bersambut.   "Hemmm, babi-babi busuk, mengapa harus tidur terus menerus! Bangunlah, keluar buat menghadapi kami!"   Tiba-tiba terdengar suara orang yang menantang dengan nada yang dingin, mengandung ejekan.   Ke dua orang perwira tinggi itu mengerti, bahwa mereka ditantang oleh orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi.   Sesungguhnya Cing Kiang Wie maupun Kang Wei memang pura-pura tidur, mereka sengaja memperdengarkan dengkur mereka.   Dan juga, mereka telah memadamkan api penerangan di kamar, agar lebih mudah buat memergoki musuh.   Dan ternyata dugaan mereka tidak meleset, di mana musuh memang datang menyatroni mereka.   Tanpa membuang waktu lagi, Kang Wei yang bulat gemuk itu, dengan lincah dan ringan sekali, tahu-tahu melesat ke jendela, dia tidak membuka daun jendela melainkan tangannya bergerak begitu sebat, menghantam kuat sekali jendela tersebut sampai menjeblak.   Menyusuli terbukanya daun jendela, tubuh Kang Wei juga telah melompat keluar, sebelumnya dia melontarkan beberapa senjata rahasia.   Dengan demikian dia berhasil mencegah jangan sampai dibokong oleh lawan.   Begitu hinggap di tanah, segera Kang Wei melihat bahwa di tempat itu telah ada belasan orang, yang semuanya bertubuh tinggi tegap.   Dan juga terlihat, mereka semuanya membekal senjata tajam, terdiri dari berbagai senjata tajam, ada golok, pedang, joan-pian, poan-koan-pit dan lain-lainnya.   Mereka semuanya merupakan orang-orang yang memiliki paras angker dan juga memancarkan sikap yang keras.   Dikala itu tampak Cing Kiang Wie pun telah melompat keluar, dia berdiri di samping Kang Wei dengan sikap yang agung dan angker.   Matanya menyapu sekelilingnya, dia telah melihat bahwa semua orang mengambil sikap mengurung.   Segera juga Cing Kiang Wie tertawa bergelak.   "Bagus! Bagus! Memang telah kami duga, tikus-tikus keparat tentu akan menampakkan diri untuk kami gusur ke kota raja! Ayo siapa di antara kalian yang ingin merasakan tanganku!"   Tiba-tiba dari rombongan orang yang mengurung ke dua perwira kerajaan tersebut, telah maju seorang lelaki tua berusia hampir limapuluh lima tahun.   Jenggot dan kumisnya telah memutih, sebagian terbesar rambutnya juga sudah putih keperak-perakan.   Rambutnya itu digelung dan dikonde terikat oleh sehelai ang-kin berwarna kuning gading.   Berbeda dengan perintah dari kerajaan Boan, bahwa seluruh lapisan rakyat, bagi kaum laki-lakinya, harus mentoa-cang rambutnya.   Rupanya orang tua ini tidak mau mematuhi perintah kerajaan penjajah itu tetap dengan cara berpakaian seorang Han, sikapnya gagah sekali.   Di tangannya tercekal sebatang golok besar yang berkilauan putih keperak-perakan, tampaknya tajam sekali.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Dengan suara yang gagah ia bilang.   "Anjing-anjing keparat, kalian menyerah buat kami ringkus, sehingga tidak perlu kami membuang-buang tenaga percuma! Dan juga, dengan menyerah secara baik-baik, kami akan memperlakukan engkau selayaknya! Tetapi jika kalian berdua memberikan perlawanan dan membandel, hemmm, hemmm, hemmmm, kalian berdua akan mengalami nasib yang lebih buruk dari seekor anjing kudis!"   Dan setelah berkata begitu, orang tua itu mengibaskan golok besarnya sehingga berkelebat sinar putih keperak-perakan, menyilaukan mata yang melihatnya.   Cing Kiang Wie dan Kang Wei berdua tertawa bergelak-gelak.   Walaupun lawan yang mengurung mereka berjumlah sangat banyak, namun mereka tidak gentar, sebab mereka tidak memandang sebelah mata terhadap lawan-lawan mereka itu.   Dan juga memang mereka yakin, bahwa kepandaian mereka lihay dan mahir, dengan mudah mereka akan dapat menghadapi dan merubuhkan semua lawan mereka.   Waktu itu tampak ke duanya tertawa bergelak sangat lama, baru saja orang tua yang rupanya menjadi pemimpin dari rombongan orang tersebut ingin berkata lagi, Kang Wei telah bilang dengan suara yang nyaring.   "Baik! Kami akan menyerahkan diri, nah, silahkan, siapa di antara kalian yang ingin meringkus kami?"   Orang tua itu melengak sejenak, mendengar ke dua perwira tinggi itu malah mengatakan mereka bersedia buat diringkus. Tapi tidak lama, segera dia bilang.   "Bagus! Jika memang kalian sungguhsungguh mau menyerahkan diri secara baik-baik, kami pun tidak akan terlalu mempersulit diri kalian!"   Setelah berkata begitu, dia mengisyaratkan kepada dua orang anak buahnya, dua orang laki-laki setengah baya, yang memiliki tubuh sangat tinggi dan tegap, dengan otot-otot yang kuat.   Mereka menyimpan golok masing-masing dan melangkah maju sambil mengeluarkan seutas tali yang dipergunakan mengikat dan meringkus kedua perwira tinggi itu.   Ke dua orang komandan dari pihak istana Kaisar sama sekali tidak memperlihatkan sikap untuk memberikan perlawanan, mereka ber diri tenang-tenang di tempat mereka, seperti juga mereka memang ingin menyerahkan diri buat ditawan oleh rombongan orang tersebut.   Ke dua orang anak buah si kakek tua itu semula ragu-ragu, dan menduga begitu mereka mendatangi dekat, ke dua orang perwira itu akan menyerang mereka, karenanya ke dua orang tersebut telah bersiap siaga.   Tetapi ke dua perwira dari istana Kaisar itu hanya diam saja, mereka sama sekali tidak memperlihatkan tandatanda akan menyerang.   Karenanya ke dua orang anak buah si kakek tua itu tambah berani.   Mereka telah dekat dan akan mengikat tangan ke dua perwira tersebut.   Waktu itulah, dengan gerakan yang sulit diikuti oleh pandangan mata, tahu-tahu Cing Kiang Wie dan Kang Wei telah mengayunkan tangan mereka.   Cepat sekali mereka telah menghantam masingmasing dada seorang anak buah dari kakek tua itu.   Ke dua orang anak buah si kakek terkejut, namun mereka sudah tidak keburu berkelit, karena memang waktu itu jarak mereka terlalu dekat.   Maka segera juga terdengar suara.   "Bukkkkk! Bukkk!"   Yang nyaring disusul dengan suara jerit ke dua orang itu yang terpental dengan dada melesak dan jiwanya telah melayang.   Mereka menggeletak tidak bergerak lagi di tanah, di mana mereka sudah menjadi korban telengas dari ke dua orang perwira kerajaan tersebut.   Kawan-kawan si kakek jadi terkejut, mereka mengeluarkan seruan marah.   Berbeda dengan ke dua perwira kerajaan, yang tertawa bergelak, tampaknya mereka puas sekali.   "Ayo, siapa lagi yang ingin meringkus kami, ayo silahkan maju, kami akan membiarkan diri kami diringkus kalian!"   Itulah ejekan belaka, karena ke dua perwira tersebut ternyata memang hendak memberikan perlawanan.   Orang tua dengan jenggot dan kumis telah memutih itu murka bukan main, dengan diiringi bentakannya yang bengis mengandung kemarahan, dia melompat maju membacok dengan goloknya.   "Anjing-anjing laknat keji! Akan aku adu jiwa dengan kalian!"   Teriaknya dan goloknya itu berkelebat dalam bentuk sinar putih perak menyambar ke batok kepala Cing Kiang Wie.   Tapi Cing Kiang Wie tersenyum mengejek, dia sama sekali tidak memandang sebelah mata terhadap kepandaian si kakek.   Cepat sekali dia telah bergerak lincah buat menghantam dengan telapak tangan kosong, dia tidak mencabut keluar senjatanya.   Angin serangan itu menerjang dada si kakek.   Tenaga lweekang Cing Kiang Wie memang hebat.   Tadi saja telah terbukti, betapa ke dua orang anak buah dari kakek tua itu telah dapat dibinasakan dengan dada melesak hanya satu kali hantam saja.   Kakek tua itu telah menahan meluncur goloknya.   Karena menyadari akan hebatnya hantaman tangan lawannya, dia berkelebat.   Namun waktu dia tengah melompat mengelak, justeru tangan Kang Wei telah melesat menyambar pinggangnya.   Dengan demikian dia jelas dikurung dari dua jurusan.   Jika dia menghindari serangan Cing Kiang Wie, berarti pinggangnya yang akan kena dicengkeram Kang Wei, dan cengkeraman itu tidak kalah hebatnya.   Jika sampai pinggangnya kena dicengkeram, berarti buah pinggangnya akan kena diremas hancur.   Karena dari itu ke dua serangan dari ke dua lawannya sama berbahayanya.   Dalam keadaan terancam seperti itu rupanya kakek tua yang memiliki kepandaian lie-hay tersebut, tidak kehabisan akal, dia tidak menjadi bingung karenanya.   Sebab cepat sekali dia telah menggerakkan goloknya berputar ke seluruh penjurunya.   Jika memang ke dua lawannya meneruskan serangan mereka, niscaya akan menyebabkan mereka terkena tabasan golok itu.   Sambil memutar goloknya, dia juga telah melompat mundur buat menjauhi diri.   Cing Kiang Wie maupun Kang Wei melihat ancaman golok kakek tua tersebut, segera menarik pulang tangan mereka.   Waktu mereka akan menyusuli dengan pukulan berikutnya, kakek tua itu telah melompat mundur menjauhi mereka.   Malah kakek tua itu telah berseru.   "Sekarang!!"   Menganjurkan anak buahnya agar maju mengeroyok, untuk membinasakan ke dua perwira tinggi kerajaan Boan tersebut! Seketika semua anak buah si kakek tua tersebut yang jumlahnya belasan orang, telah menyerbu dengan berbagai senjata tajam mereka karena mereka mempergunakan seluruh kekuatan mereka buat menyerang, maka angin sambaran senjata tajam itu berkesiuran menderu-deru.   Belasan orang anak buah kakek tua itupun semuanya memang bukan orang lemah.   Mereka memiliki kepandaian tinggi, terlebih lagi mereka tengah dalam keadaan murka melihat ke dua orang kawan mereka telah terbunuh dengan tangan begitu telengas oleh ke dua perwira kerajaan tersebut, membuat mereka menyerang dengan jurus yang ganas untuk membalas sakit hati ke dua orang kawan, agar dapat membunuh ke dua perwira tersebut.   Kakek tua itupun membentak nyaring.   "Aku Wang Sun akan membalas sakit hati ke dua orang kawan kami!"   Dan sambil membentak begitu, goloknya yang sangat besar telah menyambar-nyambar ke bagian yang mematikan pada tubuh ke dua perwira tersebut.   Dengan demikian membuat ke dua perwira itu menghadapi keroyokan yang tidak ringan, sebab semua senjata tajam itu dengan serentak telah menyerang mereka.   Dalam keadaan seperti itu Cing Kiang Wie maupun Kang Wei sama sekali tidak merasa jeri, mereka malah memperdengarkan suara tertawa bergelak-gelak.   Karena mereka yakin bahwa mereka memiliki kepandaian yang tinggi dan liehay, maka tentu mereka tidak akan dapat dirubuhkan oleh belasan orang itu.   Sambil tertawa bergelak seperti itu, ke duanya telah bergerak lincah sekali, tubuhnya telah berkelebat ke sana ke mari mengelakkan diri dari semua serangan senjata lawan.   Dan dalam waktu singkat, dua orang anak buah Wang Sun telah dapat dihantam binasa oleh mereka.   Kemudian menyusul lagi seorang lawan yang mereka rubuhkan dengan kepala yang hancur berantakan, sehingga otak dan darah yang bercampur menjadi satu telah mengalir keluar di tanah! Keadaan waktu itu sangat mengerikan sekali.   Ramai oleh suara bentakan belasan orang tersebut dan caci maki Wang Sun, juga suara tertawa ke dua perwira yang sangat menyeramkan itu.   Ke dua perwira itu telah mengeluarkan kepandaian andalan mereka, sehingga mereka berhasil merubuhkan dua orang lawan lagi.   Dengan demikian mereka berhasil mengurangi jumlah lawan mereka.   Tapi belasan orang Wang Sun tetap mengeroyoknya seperti nekad, mereka gusar sekali melihat kawan mereka telah rubuh seorang demi seorang, membuat mereka semakin marah dan penuh dendam hendak mengeroyok mati ke dua perwira tersebut.   Tamu-tamu rumah penginapan dan juga beberapa orang pelayan dan rumah penginapan itu, semuanya mendengar suara ribut-ribut itu, tapi tidak seorang pun di antara mereka yang berani keluar memperlihatkan diri.   Sebab mereka kuatir yang datang menyerbu ke rumah penginapan adalah para penjahat yang ingin merampok.   Jika mereka keluar akan menjadi korban dari para penjahat itu.   Mereka telah bersembunyi dan para tamu berdiam di dalam kamar dengan tubuh menggigil ketakutan.   Dan mereka cuma mendengar betapa suara jerit dan teriakan membentak bengis dicampur dengan suara tertawa bergelak-gelak dari kedua perwira kerajaan tersebut.   Cing Kiang Wie dan Kang Wei benar-benar merupakan dua orang perwira kerajaan yang tangguh dengan ilmu silat yang lihay.   Mereka sama sekali tidak terdesak dan malahan telah berhasil mendesak lawan-lawan mereka yang berjumlah banyak itu.   Disaat itulah, terlihat Cing Kiang Wie telah mengeluarkan senjatanya, yaitu sebatang pedang panjang.   Dia telah memutar pedangnya cepat sekali, sehingga menyerupai sinar putih keperakperakan menyambar ke sana ke mari.   Segera terdengar dua kali suara jerit kematian, karena dua orang lawannya telah berhasil ditikam binasa! Dan juga Kang Wei telah mengeluarkan senjatanya, yaitu joanpiannya.   Dengan joan-pian yang berukuran panjang itu, dia telah menyerang ke sana ke mari, sehingga membuat lawan-lawannya tidak bisa mendekatinya.   Begitulah pertempuran tersebut berlangsung terus, dengan jumlah korban di pihak kakek tua itu semakin banyak.   Wang Sun pada waktu itu telah murka bukan main, wajahnya merah padam, dia nekad sekali buat mendesak kepada ke dua perwira itu.   Goloknya telah digerakkan dengan bacokan-bacokan mengandung maut! Namun keadaan ke dua perwira itu telah menang di atas angin, mereka berhasil membuat para pengepungnya itu tidak berdaya buat mendesak mereka.   Sedangkan ke dua perwira itu malah telah berhasil buat merubuhkan lawan mereka seorang demi seorang.   Dalam keadaan seperti itulah terlihat, bahwa ke dua perwira kerajaan tersebut telah berusaha merubuhkan lawannya lebih banyak.   Kakek Wang Sun melihat keadaan yang tidak menguntungkan pihaknya, maka dia berseru nyaring.   "Angin keras! Biar aku yang menghadapi mereka!"   Dan sambil berseru begitu, dia memutar golok besarnya itu, menghadapi Cing Kiang Wie dan Kang Wei, karena dia ingin memberi kesempatan pada kawan-kawannya melarikan diri.   Anak buahnya sendiri telah menyadari bahwa mereka biarpun berjumlah beberapa kali lipat lebih banyak dari ke dua perwira itu, keadaan mereka sama sekali tidak menguntungkan.   Ke dua perwira tersebut sangat tangguh sekali, di mana mereka telah bertempur dengan pembelaan diri yang ketat, sedangkan korban kian bertambah juga.   Maka anak buah Wang Sun tidak membantah ketika Wang Sun perintahkan mereka melarikan diri, dan menyingkir dari tempat itu.   Sedangkan beberapa orang di antara mereka juga membawa pergi kawan-kawan mereka yang telah terbunuh dalam pertempuran tersebut.   Mereka pergi dengan cepat, dan tinggal Wang Sun yang matimatian sekarang ini menghadapi ke dua orang lawannya yang lihay itu.   Di mana terlihat betapa Wang Sun biarpun terdesak hebat sekali, namun dia terus juga memberikan perlawanan yang gigih, dia memutar golok besarnya itu dengan cepat dan kuat.   Dia hanya bisa membela diri belaka, tanpa sempat membalas menyerang.   Walaupun demikian, Wang Sun tampaknya puas, dia telah bisa merintangi ke dua perwira itu, sehingga kawankawannya dapat melarikan diri meninggalkan tempat tersebut.   "Tua bangka yang tidak tahu diri, engkau akan mampus di tangan kami!"   Berseru Cing Kiang Wie gusar bukan main dan penasaran, pedangnya telah berkelebat-kelebat menikam dan menabas kepada Wang Sun selama beberapa jurus dengan gerakan yang sebat sekali.   Sedangkan Kang Wei tidak ketinggalan, pecutnya telah menyambar ke sana ke mari, dia terus merangsek, berusaha agar ujung cambuknya itu melibat leher Wang Sun.   Tetapi Wang Sun benar-benar dapat mengadakan pembelaan diri yang rapat, dia masih bisa bertahan.   Malah Wang Sun juga telah beberapa kali berusaha meloloskan diri dari kepungan ke dua perwira tersebut, karena dilihatnya semua anak buahnya telah sempat melarikan diri.   Waktu itu, dia juga telah memutar goloknya, sambil tubuhnya melesat ke arah tembok.   Tetapi Cing Kiang Wie yang mengerti maksud si kakek,telah berseru.   "Jangan harap engkau bisa meloloskan diri dari kami!"   Baru saja dia berkata begitu, tangan Wangsun yang kiri bergerak dan menimpukkan belasan senjata rahasia ke arah ke dua lawannya.   Cing Kiang Wie dan Kang Wei jadi terkejut, mereka tidak menyangka kakek itu ahli melepas senjata rahasia, sebab di saat dia tengah memutar goloknya mengadakan pembelaan diri dengan rapat, namun kenyataanya dia masih sanggup melepaskan senjata rahasia yang jumlahnya tidak sedikit.   Karena dari itu, cepat sekali ke duanya memutar senjata mereka buat menghalau senjata rahasia itu.   Namun gerakan mereka jadi terlambat dan telah membuat Wang Sun dapat mempergunakan kesempatan itu buat melompat ke atas tembok dan hilang di kegelapan malam.   Cing Kiang Wie dan Kang Wei bermaksud mengejar, namun waktu mereka telah berada di atas tembok, segera Kang Wei teringat sesuatu.   "Tidak! Kita tidak boleh terpancing mereka! Mungkin mereka hendak mempergunakan tipu memancing harimau keluar dari kandang! Biarlah mereka pergi, tokh beberapa waktu lagi mereka akan muncul menyatroni kita pula!"   Setelah berkata begitu, segera Kang Wei mengajak Cing Kiang Wie kembali ke kamar mereka.   Wang Sun yang waktu itu melarikan diri keluar kota telah memasuki sebuah hutan.   Rumah penginapan itu segera ramai oleh suara bisik-bisik ketika para tamu dan pega- wai rumah penginapan itu tidak mendengar suara ribut-ribut lagi, dan mereka telah melihat pertempuran itu selesai, di mana keadaan menjadi sunyi sekali.   Tidak seorangpun yang berani segera keluar buat melihat apa yang telah terjadi.   Setelah lewat beberapa saat lagi dan keadaan tetap sepi, maka dua orang pelayan dengan takut-takut telah pergi keluar melihatnya.   Mereka tidak melihat seorang manusia pun juga, hanya darah dan juga pakaian yang banyak tercecer di tempat itu, bersama beberapa senjata tajam, yang rupanya tidak keburu dibawa pergi oleh anak buah Wang Sun.   Di waktu itu Kang Wei dan juga Cing Kiang Wie telah rebah di pembaringan mereka, buat beristirahat, sambil berwaspada kalaukalau musuh kembali lagi.   Cuma saja, Kang Wei yakin bahwa lawan malam ini tidak akan muncul lagi, sebab mereka telah mengalami kerusakan yang cukup berat, dan dalam satu dua hari barulah mereka akan muncul lagi! Cing Kiang Wie dan Kang Wei merasa girang, karena tanpa sulitsulit menyelidiki, orang-orang yang hendak diselidiki jejaknya malah menampakkan diri.   Walaupun mereka belum dapat menangkap buat mengorek keterangan, tokh sedikitnya mereka telah melihatnya, bahwa mereka akan sanggup melaksanakan tugas yang diberikan raja mereka.   Sesungguhnya, memang Cing Kiang Wie dan Kang Wei tengah menerima tugas yang cukup berat dari Kaisarnya.   Mereka diharuskan memberantas dan membasmi orang-orang Han yang masih bersetia kepada kerajaan Song yang telah dihancurkan.   Karena dari itu, ke dua komandan dari Kim-ie-wie dan Gie-lim-kun tersebut diperintahkan agar pergi menyelidiki, siapa-siapa saja yang bergerak untuk mengadakan pemberontakan dan membasmi mereka.   Memang laporan yang terakhir masuk ke tangan Kaisar menyatakan, banyak sekali orang-orang Han yang berkumpul di Lam-yang, karena suatu waktu mereka akan mengadakan gerakan pemberontakan melawan kerajaan.   Maka Kaisar telah perintahkan kepada ke dua orang kepercayaannya itu, yang diketahuinya memiliki kepandaian yang tinggi, buat pergi membasmi orang-orang yang bermaksud bergabung dan mengadakan pemberontakan melawan kerajaan.   Tugas itu sebetulnya hendak diserahi kepada Panglima Perang yang khusus menangani persoalan tersebut, guna mengerahkan pasukan menindas pemberontak itu.   Tapi jika hal itu dilakukan, tentu akan membuat rakyat berkuatir menimbulkan kekacauan dan juga akan membuat rakyat cemas, sehingga keamanan agak terganggu.   Juga akan ada pihak lain yang memanfaatkan kesempatan tersebut.   Karena dari itu, akhirnya Kaisar telah memutuskan, buat perintahkan Kiang Wie dan Kang Wei melaksanakan tugasnya itu, guna secara diam-diam memberantas orang-orang hendak memberontak.   Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Dan Kiang Wie serta Kang Wei memang yakin, bahwa mereka berdua memiliki kepandaian yang tinggi, mereka pasti akan dapat menghadapi lawan-lawan mereka.   Memang tugas ini merupakan tugas yang tidak ringan dan akan memakan waktu yang cukup lama.   Sehingga sementara ini pimpinan Gie-lim-kun dan Kim-iewie mereka serahkan kepada wakil masing-masing.   Keterangan yang telah masuk ke dalam tangan mereka menyatakan, kurang lebih duaribu pemberontak telah berhimpun di Lam-yang, semuanya terdiri dari kaum rimba persilatan yang memiliki kepandaian tinggi.   Itulah sebabnya mengapa ke dua Komandan dari Gie-lim-kun maupun Kim-ie-wie sengaja berpakaian seragam agar menarik perhatian dan memancing orang-orang itu memperlihatkan diri.   Dan rencana mereka memang berjalan sangat baik sekali.   Karena belasan orang pemberontak itu, di bawah pimpinan Wang Sun, sudah menyatroni mereka! Inilah yang memang diinginkan oleh ke dua perwira tinggi kerajaan tersebut! Y Sekarang mari kita melihat keadaan Wang Sun, di mana kakek tua itu telah masuk ke dalam sebuah hutan yang liar dan lebat sekali, berada di luar kota Lam-yang.   Semua kawan-kawannya memang telah berkumpul di dalam hutan tersebut.   Ketika Wang Sun tiba, mereka menyambut dengan gembira, semula mereka menduga Wang Sun bercelaka di tangan ke dua perwira tersebut.   Karena dari itu, ketika melihat Wang Sun muncul, mereka semuanya bersorak dengan gembira.   Dikala itu, Wang Sun segera perintahkan anak buahnya agar bersiap-siap.   Dia kuatir ke dua perwira itu mengejarnya dan mengerahkan tentara kerajaan melakukan penggerebekan ke tempat ini, yaitu hutan lebat tersebut.   Segera juga tampak kesibukan di antara orang-orang Wang Sun yang mengadakan penjagaan dengan ketat sekali.   Wang Sun letih bukan main, napasnya agak memburu, tadi dia telah mengeluarkan seluruh kemampuan dan tenaganya, sehingga dia sangat letih sekali.   Sekarang mereka duduk di bawah sebatang pohon, beristirahat mengatur pernapasan, sampai akhirnya diapun telah melihat kesibukan di antara anak buahnya, barulah dia melompat bangun, sambil katanya.   "Aku akan pergi menghubungi kawan-kawan kita, dengan jumlah kecil mengenakan penjagaan di garis depan, tentu akan membahayakan sekali, jika saja ke dua perwira itu sempat mengerahkan pasukan mereka melakukan penyerangan ke mari!"   Anak-anak buahnya, yang sebagian waktu itu tengah mengubur mayat dari beberapa orang kawan mereka, mengiyakan segera.   "Tetapi kalian harus mengadakan penjagaan yang ketat, jika memang terbukti bahwa ke dua perwira itu mengerahkan pasukannya, dua orang di antara kalian tanpa membuang waktu harus segera memberitahukan kepada kami karena jika terlambat, tentu akan membahayakan kedudukan kita!"   Yang lainnya telah mengiakan lagi.   Wang Sun memasukkan goloknya, di mana dia telah menyorenkannya dan menjejakkan ke dua kakinya.   Tubuhnya melesat sangat cepat dan ringan memasuki hutan lebat itu.   Setelah berlari-lari belasan lie menerobos hutan itu dia telah sampai di luar hutan tersebut, dan segera mengambil jalan ke arah barat.   Dia telah sampai di depan sebuah bangunan yang besar tapi terpencil.   Bangunan itu mirip sebuah kuil yang tua yang telah dirombak, sangat luas sekali, dan juga bertingkat dua.   Cepat-cepat Wang Sun menghampiri pintu mengetuknya tiga kali, disusul dengan ketukan sebanyak dua kali.   Dan pintu terbuka, Wang Sun menyelinap masuk, dan dia kemudian diantar oleh seorang pemuda menuju ke ruangan dalam.   Di ruangan dalam tampak belasan orang yang tengah duduk bercakap-cakap.   Semuanya memakai baju singsat dan ketat, karena mereka tampak setiap waktu bersiap-siap untuk bertempur.   Melihat Wang Sun, semuanya melompat berdiri, mereka telah menegur sambil tersenyum.   Wang Sun memberi hormat, menyambut teguran mereka, dan kemudian katanya.   "Aku ingin memberitahukan kepada pimpinan bahwa kita baru saja menyatroni dua orang perwira kerajaan, yang kabarnya datang dari kotaraja. Kami telah kehilangan beberapa orang kawan yang terbinasa di tangan ke dua perwira itu.!"   Muka belasan orang tersebut berobah menjadi merah padam karena gusar, mereka telah berseru sengit sekali.   Dan waktu Wang Sun memasuki ruangan itu lebih jauh, semuanya telah mengikuti di belakang Wang Sun.   Pemuda yang mengantar Wang Sun telah sampai di depan sebuah kamar, meminta Wang Sun dan yang lainnya agar menanti dulu, dia sendiri masuk ke dalam.    Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Rase Emas Karya Chin Yung Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini