Anak Rajawali 29
Anak Rajawali Karya Chin Yung Bagian 29
Anak Rajawali Karya dari Chin Yung Swat Tocu mengangguk-angguk mengerti. Dia berpikir sejenak lamanya sampai akhirnya dia bilang. "Baiklah! Nanti aku akan perintahkan Ko Tie agar dia pergi menemani Giok Hoa selama muridmu itu ingin merantau! Tetapi tentu saja, kita berdua harus memesannya, agar mereka tidak terlalu rapat dikala merantau, karena jika mereka berdua berhubungan terlampau bebas, akan menyebabkan kita yang sibuk jika kelak Giok Hoa membawa tambur sebelum nikah!" Pipi Yo Kouw-nio berobah merah mendengar kelakar Swat Tocu, tapi dia tersenyum mengiringi tertawa Swat Tocu. Waktu itu Swat Tocu setelah tertawa, dia bilang lagi. "Dan yang terpenting sekali adalah engkau yang harus memberikan nasehat-nasehat kepada muridmu itu, nona Yo! Karena walaupun bagaimana, dia yang harus membatasi diri, agar dia tidak bergaul terlalu rapat dengan Ko Tie. "Dengan nona Giok Hoa membatasi diri, tentu tidak akan terjadi hal-hal yang tidak menggembirakan! Bukankah begitu Yo Kouwnio?" Yo Kouw-nio mengangguk mengiyakan. Begitulah, ke dua orang ini Yo Kouw-nio dan Swat Tocu telah merundingkan lebih jauh bagaimana ingin mengatur dan menasehati murid-murid mereka. Tapi di antara mereka telah dicapai kata sepakat, bahwa mereka akan memerintahkan muridmurid mereka turun gunung. Lebih jauh Swat Tocu juga menjelaskan kepada Yo Kouw-nio, bahwa dia telah memilih puncak Heng-san sebagai tempatnya, di mana dalam tiga hari ini dia ingin membangun sebuah rumah sederhana di puncak gunung Heng-san, karena dia memang bermaksud menetap di sana. Hidup mengasingkan diri di tempat hening dan sunyi itu, menjadi tetangganya Yo Kouw-nio. Yo Kouw-nio menyambut gembira niat dari pendekar tua yang sakti itu, di mana diapun telah menyatakan kesediaannya buat membantu Swat Tocu membangun rumahnya di puncak gunung Heng-san. "Terima kasih, tidak usah, karena aku bersama dengan Ko Tie saja telah cukup. Dalam dua hari rumah sederhana itu telah sudah selesai dibangun dan Ko Tie boleh segera menemani muridmu turun gunung.......!" Yo Kouw-nio mengangguk, dia pun pamitan sambil memberi hormat, karena dia bermaksud akan memberitahukan kepada muridnya. Keinginan muridnya dapat dikabulkan, asalkan muridnya itu turun gunung didampingi oleh Ko Tie. Juga dia bermaksud akan memberikan nasehat-nasehat kepada Giok Hoa. Agar muridnya itu kelak kalau merantau berdua dengan Ko Tie, dapat menjaga harga dirinya sebagai seorang gadis. Dapat juga membatasi diri tidak terlalu bebas bergaul dengan Ko Tie. Walaupun sang guru ini juga menyatakan pada muridnya itu, bahwa dia tidak keberatan kalau antara Giok Hoa dengan Ko Tie terjalin hubungan yang baik. Sedangkan Giok Hoa waktu mendengar gurunya meluluskan permintaannya, buat turun gunung dan merantau, bukan main girangnya. Dia sampai menangis dan mengucapkan terima kasihnya tidak hentinya. Swat Tocu siang itu bersama-sama Ko Tie membangun rumah di puncak Heng-san. Sebuah rumah yang sederhana sekali, juga mempergunakan batu gunung dan kayu-kayu yang terdapat di sekitar tempat itu. Karena kepandaian dan tenaga mereka yang luar biasa, pekerjaan itu dapat dilakukan mereka dengan mudah dan cepat. Dalam dua hari saja, telah rampung sebuah rumah sederhana yang pantas buat ditinggali oleh Swat Tocu agar tidak kedinginan dan kepanasan. Di dalam itu Swat Tocu telah memesan kepada Ko Tie bahwa besok pagi muridnya boleh turun gunung. Namun diapun menyampaikannya, bahwa bersama Ko Tie akan ikut serta Giok Hoa, yang akan turun gunung guna mencari pengalaman. Berulang kali Swat Tocu menasehati muridnya, agar baik-baik menjaga diri dan memelihara hubungan baiknya dengan Giok Hoa, berhubungan tidak terlalu bebas dan tidak mendatangkan aib dan malu buat gurunya. Ko Tie berjanji, hatinya bersorak girang, karena dia akan turun gunung berdua dengan Giok Hoa! Apa yang sama sekali tidak pernah diduganya! Karena dari itu, dia berlutut sambil mengangguk-anggukkan kepalanya pada gurunya. Hanya saja dia masih bisa menahan diri tidak sampai mengucapkan terima kasih atas kebaikan hati gurunya yang ternyata telah mengaturnya sedemikian rupa, sehingga membuat dia bisa turun gunung dan berkelana berdua dengan Giok Hoa. Giok Hoa sendiripun tak menyangka bahwa gurunya akan mengijinkannya turun gunung, malah Ko Tie yang katanya akan menemani si gadis, yang akan merupakan teman seperjalanan yang pasti menggembirakan dan menyenangkan itu. Begitulah, sepasang muda mudi pada keesokan harinya, telah turun gunung. Masing-masing telah mengucapkan selamat berpisah kepada guru mereka. Giok Hoa sendiri menitikkan butir-butir air mata, karena terharu juga buat berpisah dengan gurunya. Hanya saja justeru keinginannya buat berkelana memang jauh lebih besar menggebu-gebu di hatinya, membuat dia menguatkan hatinya untuk berpisah sementara dengan gurunya. Setelah sampai di sebuah kampung di kaki gunung Heng-san, mereka membeli dua ekor kuda. Mereka melakukan perjalanan dengan menunggang kuda. Dan Ko Tie banyak bercerita mengenai dunia persilatan, yang didengari oleh si gadis dengan gembira. Banyak yang mereka percakapkan, karena ada saja yang selalu ditanyakan si gadis. Tampaknya Giok Hoa gembira sekali, karena sekarang dia bisa melihat betapa dunia yang terbuka lebar, membutuhkan dia dengan kepandaiannya guna melakukan perbuatan-perbuatan mulia dan luhur, membela orang-orang yang tengah dalam kesulitan Apalagi sekarang di sisinya ada Ko Tie, dengan demikian jelas akan membuat dia tidak memperoleh kesulitan dalam melaksanakan tugasnya berkelana di dalam rimba persilatan. Ko Tie sendiri, karena telah menerima nasehat dan pesan dari gurunya, walaupun dia girang dapat melakukan perjalanan berdua dengan si gadis pujaan hatinya, dia membatasi diri, tidak berani bersikap lebih dari antara sesama dua orang sahabat belaka. Giok Hoa sendiri juga telah menerima nasehat dari gurunya, diapun membatasi diri. Karena dari itu, selama dalam perjalanan, mereka tampaknya seperti juga kakak dan adik saja. Hubungan mereka dan sikap mereka hanya terbatas sebagai sikap seorang sahabat terhadap kawannya. Setiap mereka singgah di rumah penginapan, mereka mengambil dua kamar. Ko Tie satu kamar, juga Giok Hoa satu kamar. Dan tentu saja, kalau seandainya Ko Tie memesan satu kamar, Giok Hoa yang akan menentangnya. Hanya saja, sejauh itu tidak pernah terjadi Ko Tie menginginkan mereka tidur sekamar, karena Ko Tie selalu berpesan agar pelayan mempersiapkan dua kamar tanpa memperdulikan pandangan heran dari pelayan dan para tamu, yang melihat sepasang muda mudi ini berpisah kamar, karena setiap mereka datang di suatu tempat, banyak yang menduga, jika mereka berdua bukan kakak beradik tentunya sepasang suami-isteri muda. Banyak juga yang mereka lakukan selama dalam perjalanan, yaitu membela orang-orang yang tengah dalam kesulitan, dengan demikian menambah kegembiraan Giok Hoa, karena gadis ini baru pertama kali merantau. Ko Tie juga banyak sekali memberitahukan tentang peraturanperaturan di dalam rimba persilatan, yaitu tidak dapat sembarangan seseorang mencampuri urusan balas dendam dari golongan yang satu dengan golongan yang lain. Dan semua ini merupakan salah satu pantangan dari orang-orang yang berkelana di dalam rimba persilatan. Apa lagi mencampuri dendam pribadi, akan membuat timbulnya salah pengertian yang memungkinkan orang tersebut yang bermaksud baik mencampuri urusan itu, akan dimusuhi ke dua belah pihak! Justeru sekarang mereka tiba di Lam-yang dan gadis itu merasa telah lapar mengajak Ko Tie singgah di sebuah rumah makan. Siapa tahu kedatangan mereka dilihat oleh Thio Kim Beng, yang kenal siapa mereka! Pengemis tua itu menundukkan kepalanya dalam-dalam, agar Ko Tie dan Giok Hoa tidak melihatnya. Si gadis dan Ko Tie telah memasuki rumah makan itu. Benar mereka melewati si pengemis tua yang berdiri di pinggir pintu, tapi mereka tidak melihat siapa adanya pengemis tua itu, sebab mereka memang tidak memperhatikannya. Thio Kim Beng sendiri mengenali bahwa pemuda itu adalah Ko Tie, murid dari Swat Tocu, orang yang telah membuat dia penasaran. Sedangkan si gadis itu adalah muridnya Yo Kouw-nio, si gadis anak angkatnya Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko. Seketika itu juga melihat Ko Tie dan Giok Hoa, timbul penasarannya, karena dia segera ingat betapa ia diperlakukan tidak pantas oleh Swat Tocu. Karenanya, timbul juga sifat isengnya. Dia ingin mempermainkan muda mudi itu. Segera juga dia telah menyingkir dan meninggalkan rumah makan tersebut. Dikala itu, pelayan telah melayani Ko Tie dan Giok Hoa, ke dua tamu ini yang berpakaian sangat bersih, dan juga tampaknya merupakan orang-orang yang memiliki uang tidak sedikit, telah dilayani oleh pelayan dengan hormat sekali. Memang dugaan pelayan itu tidak meleset karena tidak lama kemudian, setelah bersantap Giok Hoa menghadiahkan pelayan itu dua tail. "Dimana rumah penginapan yang cukup baik di kota ini?" Tanya Giok Hoa setelah dia memberikan hadiahnya itu. "Ohhh, banyak nona, banyak!" Kata pelayan itu segera. "Tiga rumah terpisah dari rumah makan ini, terdapat sebuah rumah penginapan yang cukup baik, kamarnya bersih-bersih!" Giok Hoa mengangguk. Dan dia mengajak Ko Tie buat meninggalkan rumah makan itu. Waktu itu, Ko Tie telah membereskan pauw-hoknya, dia kemudian menentengnya. Mereka keluar dari rumah makan. Namun dari arah luar, ketika mereka tengah melewati pintu, mendatangi seorang pemuda berpakaian necis dan sikapnya keagungagungan. Di belakang orang itu mengikuti beberapa orang laki-laki bertubuh tegap. Lagak orang yang berpakaian mewah itu, sangat tengik sekali. Dan malah, dia berjalan di tengah-tengah tanpa memperdulikan dari dalam tengah keluar Giok Hoa dan Ko Tie, sehingga pundaknya terbentur sedikit oleh Ko Tie. "Ehhhh, manusia kurang ajar? Mengapa kau berani begitu kurang ajar tidak mau menyingkir melihat tuan mudamu ingin masuk, sehingga engkau telah mengotori bajuku?!" Bentak pemuda berpakaian mewah tersebut. Ko Tie tersenyum, dia bilang. "Maafkan, kamipun kebetulan sekali hendak keluar....... Kami tidak sengaja, maklum pintu ini memang tidak terlalu besar.....!" Tetapi pemuda yang berpakaian mewah itu, yang berusia kurang lebih tigapuluh tahun, tidak mau mengerti juga. Baru saja dia mau memaki, dia melihat Giok Hoa, yang cantik jelita. Bola matanya seketika memain, dan dia batal memaki lebih jauh. Dia malah tersenyum katanya. "Eh, eh, kukira siapa, tidak tahunya dengan seorang nona manis! adikmu? Atau memang kawanmu?" Ko Tie melihat lagak pemuda itu yang demikian ceriwis, jadi mendongkol bukan main. Dia tidak menyukai pemuda itu, dan dia telah berkata. "Ya, adikku!" Sambil hendak berjalan meninggalkan pemuda tersebut. Sikap Ko Tie yang acuh tak acuh, membuat pemuda itu mendongkol lagi. Dia menarik lengan baju Ko Tie, sambil menggentak dan membentak. "Tunggu dulu! Apakah setelah bersalah kepada tuan mudamu engkau hendak pergi begitu saja tanpa meminta maaf dengan menjura sebanyak tiga kali?!" Tubuh Ko Tie tertarik perlahan. Sikap kasar dari pemuda ini membuat Ko Tie pun tambah tidak senang. Dia telah memutar tubuhnya menghadapi pemuda itu, katanya. "Ini adalah rumah makan umum, dan pintu ini memang satu. Jika saling bersentuhan apa salahnya? Mengapa engkau bertindak keterlaluan seperti itu? Aturan mana yang engkau pergunakan?!" Mendengar teguran Ko Tie yang sama sekali tidak memperlihatkan perasaan jeri atau takut padanya, pemuda berpakaian mewah tersebut melengak, namun segera dia tersadar dari tertawa bergelak-gelak. "Bagus! Bagus! Rupanya engkau belum mengenal siapa tuan mudamu ini, heh?" Kata pemuda itu dengan congkak dan membusungkan dadanya. Ko Tie tersenyum sinis, katanya. "Ya, memang kami belum lagi mengetahui siapa kau, dan jika engkau mau memperkenalkan diri, sebutkanlah namamu, karena kami juga ingin sekali mengetahui sebenarnya siapa engkau ini seorang pemuda yang congkak dan tidak tahu aturan!" "Apa kau bilang? Kau berani berbuat kurang ajar di hadapan majikan kami?" Berseru seorang lelaki bertubuh tinggi tegap yang berada di dekat pemuda itu. Malah sambil membentak dia mengulurkan tangan kanannya, bermaksud mencengkeram baju di dada Ko Tie. Ko Tie memiringkan tubuhnya sedikit. Jambretan tangan itu gagal mengenai sasarannya dan jatuh di tempat kosong. Hal ini membuat orang itu jadi penasaran. "Ehhhh engkau berani melawan, heh?" Bentaknya, tinju tangan kirinya melayang akan menghantam muka Ko Tie. Tindakan orang ini sudah melampaui batas, karenanya Ko Tie juga tidak bisa berdiam diri dan mengalah terus. Dia memiringkan kepalanya, menghindar dari tinju orang itu dan membarengi dengan itu, cepat sekali tangan kirinya menyampok. "Dukkkk!" Tubuh orang tersebut seketika kena disampoknya terpental keras sekali dan terbanting di tanah. Dalam keadaan seperti itu segera juga tampak, tubuh orang itu menggelepargelepar di tanah tanpa bisa segera bangun, seperti orang ayan. Dan juga, dia mengerang-erang kesakitan. Dari mulutnya telah memuntahkan darah, hidungnya juga mengucurkan darah. Sebab waktu dia jatuh terjerembab akibat terkena sampokan tangan Ko Tie, dia mencium tanah, sehingga hidungnya bocor dan darah mengucur keluar! Bukan main kagetnya pemuda berpakaian perlente itu. Dia memandang tersenyum dan mundur dua langkah karena kuatir Ko Tie memukulnya. Sedangkan empat orang laki-laki lainnya yang semuanya bertubuh tinggi tegap, tampaknya pengawal pemuda itu, segera melompat mengurung Ko Tie. Merekapun bergerak buat menyerang Ko Tie. Tapi Ko Tie bersikap tenang sekali. Dia telah menggerakkan pauwhoknya, menghantam sekaligus ke empat orang itu sehingga jungkir balik semuanya. Pemuda berpakaian perlente itu semakin ketakutan, dia tidak menyangka Ko Tie merupakan seorang pemuda yang tangguh. "Kau.. kau berani memukul anak buah Cin Wan-gwe?" Bentak seorang tukang pukul pemuda itu, yang telah melompat bangun. "Benar-benar engkau mencari mampus!" "Hemmm, aturan apa yang kalian pergunakan sehingga malang melintang sekehendak kalian dan juga turun tangan mau memukul orang tidak pada tempatnya?!" Tegur Ko Tie. Orang yang bertubuh tinggi tegap itu, yang tadi membentak, dengan muka merah padam dan menakutkan telah mencabut goloknya. Dengan goloknya dia membacok. Semua orang yang menyaksikan hal ini mengeluarkan jerit kaget, begitu juga para pelayan dan tamu-tamu di rumah makan atau orang-orang yang kebetulan lewat di depan rumah makan tersebut menyaksikan peristiwa tersebut. Sedangkan pemuda berpakaian perlente itu tampak senang, hilang kagetnya, karena melihat anak buahnya mempergunakan goloknya. Dia yakin pemuda yang tangguh itu dapat dilukainya. Giok Hoa berdiri di pinggir, dengan tenang dia mengerti segala macam bangsa buaya darat ini tak mungkin berdaya menghadapi Ko Tie. Dan Ko Tie tentunya tidak akan memperoleh kesulitan. Maka dari itu si gadis tetap berdiri tenang-tenang di tempatnya. Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ko Tie melihat menyambarnya golok, sama sekali dia tidak berusaha menyingkir, dia mengawasi saja golok yang tengah meluncur menyambar kepada dirinya. Setelah golok itu menyambar dekat, tahu-tahu Ko Tie mengulurkan tangannya. Dia mementang ke dua jari tangannya, jari telunjuk dan jari tengah, menjepit golok itu. Para pelayan rumah makan dan para tamu kaget tidak terhingga. Mereka membayangkan tentu tangan Ko Tie akan terbabat pecah dan robek oleh golok itu. Karenanya, mereka sampai ada yang menutup matanya dengan tangan tidak berani menyaksikan lebih jauh dan juga mereka telah mengeluarkau seruan tertahan. Di kala itu golok yang telah dijepit oleh Ko Tie ternyata tidak bisa bergerak lebih jauh lagi, karena golok itu seperti telah dijepit oleh jepit besi. Orang yang tadi membacok itu kaget. Dia semula girang karena melihat pemuda lawannya mengulurkan jari tangannya hendak menjepit goloknya. Dia mengerahkan tenaganya lebih besar, sehingga golok itu menyambar lebih cepat. Dia yakin tangan pemuda itu akan buntung terbelah dua. Tapi kagetnya tidak terkira waktu goloknya itu terjepit sangat kuat sekali oleh jari tangan Ko Tie seperti juga goloknya tengah dijepit oleh japitan besi, sama sekali tidak bisa bergerak. Mati-matian dia menarik goloknya itu, agar terlepas dari jepitan jari tangan pemuda tersebut tapi tetap saja tidak berhasil. Golok itu telah terjepit kuat sekali. Bahkan diwaktu itu telah beberapa kali dia menambah tenaganya, mengemposnya dengan kuat, namun tetap tidak berhasil, membuat dia tambah penasaran dan mulai jeri. Ko Tie tertawa dingin, katanya. "Hemmm manusia kejam, dengan sembarangan engkau memainkan senjata tajam buat bertindak sewenang-wenang. Jika saja orang yang engkau serang itu seorang yang tidak memiliki kepandaian apa-apa, tentu ia telah bercelaka dan terjadi urusan jiwa...... maka manusia seperti engkau harus dihajar.......!" Sambil berkata begitu, Ko Tie telah mengerahkan tenaga dalamnya pada ke dua jari telunjuk dan jari tengahnya. Dia menggentaknya sedikit, maka terdengar suara "Tranggg!" Nyaring sekali golok itu telah menjadi patah dua. Semua orang yang menyaksikan peristiwa tersebut jadi memandang bengong. Mereka kaget dan kagum, sebab dengan hanya menggunakan jari tangannya, Ko Tie bisa mematahkan golok tersebut. Pemuda berpakaian parlente itu juga jadi ciut nyalinya, dia segera tersadar bahwa Ko Tie merupakan seorang yang tangguh dan tentunya bukan pemuda sembarangan. Kawan-kawan orang bertubuh tinggi besar itu juga tergetar hati mereka, dan nyalinya telah ciut. Mereka tidak berani maju menyerang lagi, semuanya hanya memandang bengong. Ko Tie sendiri tanpa menoleh lagi telah mengajak Giok Hoa buat berlalu meninggalkan rumah makan tersebut. Semua orang hanya mengawasi bengong saja. Ko Tie mengajak Giok Hoa sambil menuntun kuda mereka masingmasing, pergi ke rumah penginapan yang letaknya tidak jauh dari rumah makan itu, hanya terpisah empat rumah saja. Mereka meminta pada pelayan rumah penginapan tersebut, agar disiapkan dua kamar untuk mereka. Pelayan rumah penginapan itu juga tadi waktu ada ribut-ribut telah keluar melihatnya dan mengetahui bahwa Ko Tie seorang pemuda yang memiliki kepandaian tinggi. Biasanya tidak ada seorangpun di kota ini yang berani melawan anak buah Cin Wan-gwe, pemuda berpakaian perlente itu. Namun Ko Tie dengan mudah merubuhkan anak buah dari Cin Wan-gwe itu. Dengan demikian pelayan tersebut memperlakukannya dengan hormat sekali. Ko Tie dan Giok Hoa memperoleh dua kamar yang saling sebelah menyebelah. Dan mereka duduk bercakap-cakap di luar kamar, di sebuah meja yang memang disediakan oleh penginapan tersebut. Tengah mereka bercakap-cakap menceritakan kelancangan pemuda kurang ajar dan juga anak buahnya itu tiba-tiba pelayan rumah penginapan yang tadi melayani mereka, telah berlari-lari masuk. Wajahnya pucat pias, sikapnya yang gugup bukan main. Dia berkata dengan terbata-bata. "Celaka Kongcu, Kouw-nio celaka...... mereka.. mereka datang!" Ko Tie tersenyum. "Tenanglah, katakanlah apa yang terjadi!" Kata Ko Tie kemudian menenangkan pelayan itu. Pelayan tersebut dengan wajah masih pucat dan tubuh mengigil takut, telah berkata dengan suara masih tergagap. "Cin Wan-gwe..... mereka datang......! Cin Wan-gwe datang bersama belasan orang tukang pukulnya. Semuanya membekal senjata tajam. Mereka..... mereka galak sekali, tentu rumah penginapan ini akan mengalami kerusakan.. "Harap Kongcu dan Kouw-nio segera angkat kaki saja meninggalkan rumah penginapan ini melalui jendela! Karena mereka sekarang masih berada di luar! "Jika memang kalian tidak sempat melarikan diri, niscaya akan menyebabkan mereka keburu masuk, kalian tidak akan dapat menyelamatkan jiwa masing-masing Mereka biasa membunuh manusia seperti membunuh binatang.....!" Ko Tie tersenyum dan berterima kasih atas maksud baik pelayan itu, yang menganjurkannya agar melarikan diri, dan menghindar dari Cin Wan-gwe dan orang-orangnya itu. Dia merogoh sakunya, mengeluarkan lima tail perak. "Ini untukmu, Lopeh terima kasih buat kebaikan hatimu!" Kata Ko Tie. Pelayan itu jadi bengong, mukanya masih pucat, dia mengawasi Ko Tie dan uang di tangannya. "Ini..... ini!" Katanya gugup sekali, karena pemuda ini bukan cepat-cepat mengajak si gadis melarikan diri dengan ketakutan, malah dengan tersenyum tenang telah menghadiahkannya uang banyak itu. "Ambillah, kami akan menghadapi mereka, Lopeh jangan kuatir, kami tidak akan mengalami sesuatu yang tidak enak!" Baru saja Ko Tie berkata sampai di situ, telah terdengar suara berisik dari luar rumah penginapan. Disusul juga kemudian dengan seruan. "Mana anjing kurap itu.....! Hari ini tentu kami akan memperlihatkan bahwa Cin Wan-gwe bukan sebangsa manusia yang mudah dihina!" Dan tampak belasan tubuh menerobos masuk ke dalam rumah penginapan, Beberapa tamu yang kebetulan berada di ruangan tersebut, segera melarikan diri masuk ke dalam kamar mereka masing-masing. Ko Tie dengan tenang melangkah maju mendekati orang-orang itu, katanya. "Aku di sini apa yang diinginkan oleh kalian heh? Atau memang tadi kurang puas dan minta dihajar lagi?!" Belasan orang itu mengeluarkan seruan yang berisik sekali, mereka umumnya memiliki wajah yang sangat galak dan tubuh tinggi besar. "Itu dia anjing kurap tidak tahu diuntung, kau akan kami cincang!" Sambil berkata begitu, dua orang anak buah Cin Wan-gwe telah melompat ke depan Ko Tie, golok di tangan mereka menyambar cepat sekali, akan membacok kepada pemuda itu. Ko Tie bersikap tenang, begitu golok menyambar datang, ke dua tangannya bergerak sebat sekali. Dia telah menepuk ke dua tangan orang itu, yang seketika lenyap tenaganya, karena masingmasing merasakan tangan mereka seperti semper dan golok mereka terlepas dari cekalan masing-masing, berkontrang jatuh di lantai. Belum lagi ke dua orang itu mengetahui apa-apa, ke dua tinju Ko Tie telah meluncur, masing-masing singgah di dada dari lawannya, sehingga tubuh ke dua orang itu terpental sambil mengeluarkan suara jeritan yang mengandung kesakitan. Mereka telah terbanting di lantai dan mengerang-erang kesakitan tidak bisa segera bangun. Sedangkan waktu itu, beberapa orang kawannya dengan segera menerjang maju. Mereka membacok dan menabas dengan berbagai senjata tajam. Tetapi Ko Tie dengan lincah mengelakkan ke sana ke mari dari sambaran senjata tajam lawan-lawannya itu. Dengan demikian, lawannya seperti juga kehilangan sasaran, karena di waktu itu tubuh Ko Tie berkelebat-kelebat dan tidak bisa dilihat dengan jelas. Disaat itulah Ko Tie turun tangan. Mereka telah dipukulnya seorang demi seorang, yang pada malang melintang jungkir balik terbanting di lantai. Suara jeritan mereka juga terdengar beruntun saling susul. Dalam waktu yang singkat belasan orang itu telah malang melintang menggeletak di lantai tidak bisa bergerak, karena semuanya pingsan. Saat itu, Cin Wan-gwe, waktu datangnya dengan membusungkan dada dan angkuh, sekarang nyalinya pecah dan ketakutan setelah menyaksikan belasan orang tukang pukulnya menggeletak malang melintang di lantai tanpa berdaya. Dia berdiri dengan tubuh menggigil keras sekali. Tadi memang dia penasaran dan telah membawa belasan tukang pukulnya buat membunuh Ko Tie, namun ia tidak menyangka bahwa pemuda itu memang tangguh sekali. Karena di dalam waktu yang sangat singkat sekali Ko Tie telah berhasil merubuhkan orang-orangnya. Jelas hal ini membuat dia berbalik jadi ketakutan bukan main. Ko Tie tertawa dingin, tubuhnya melesat sangat cepat sekali. Tangannya diulurkan menjambret baju orang she Cin itu yang segera diangkat dan dibantingnya di atas lantai sehingga Cin Wangwe itu menjerit-jerit kesakitan. Dia juga meraung meminta ampun. Tapi Ko Tie telah menginjak tubuhnya membuat Cin Wan-gwe tidak bisa merangkak bangun. Dan dia memohon tidak hentinya kepada Ko Tie agar dia jangan disiksa. Di waktu itu Ko Tie tertawa dingin, dia bilang. "Engkau biang keladinya, dan engkau yang harus dibunuh!" Bukan main ketakutannya Cin Wan-gwe. Biasanya dia merupakan seorang hartawan kaya yang muda usia, paling galak dan bertindak sewenang-wenang di kota Lam-yang. Tidak ada yang ditakutinya, karena dia memang memiliki banyak sekali kaki tangan dan tukang pukul yang selalu siap buat menindas orang-orang yang tidak disukai oleh Cin Wan-gwe. Malah, diapun telah mempergunakan kekuatan uangnya buat mempengaruhi para pembesar. Dengan demikian, dia bisa saja menjebloskan orang-orang yang tidak disukainya itu ke dalam penjara. Dan itulah yang akhirnya membuat Cin Wan-gwe jadi tambah kepala besar dan dia telah malang melintang di kota Lam-yang sebagai cabang atas yang ditakuti dan disegani penduduk. Ketika dia berusia belasan tahun, ayahnya yang kaya raya telah meninggal dunia. Dengan demikian membuat warisan orang tuanya jatuh di tangannya. Tapi dia tidak mempergunakan uang warisan itu dengan baik-baik, malah dia berfoya-foya dan juga telah memelihara tukang pukul yang banyak sekali jumlahnya. Dimana dengan mengandalkan uangnya, dan juga dengan usianya yang masih muda, Cin Wan-gwe telah malang melintang. Selama itu memang tidak ada orang yang berani menentangnya. Tapi sekarang ini, siapa tahu justeru dia telah kena batunya, dengan demikian membuatnya benar-benar ketakutan, sebab Ko Tie merupakan pemuda yang tangguh sekali. Belasan orang tukang pukulnya yang lengkap dengan senjata tajam mereka, dengan mudah sekali telah dirubuhkan oleh Ko Tie. Dan sekarang Ko Tie mengatakan bahwa dia hendak membunuh Cin Wan-gwe ini, membuatnya jadi ketakutan bukan main. "Ampun aku tidak berani bertindak jahat lagi.. aku akan merobah kelakuanku yang buruk...... dan aku akan menghadiahkan Siauwhiap uang yang cukup banyak!" Sesambatan si pemuda she Cin yang kaya raya namun buruk hati dan sifatnya itu. "Plakkkk!" Muka Cin Wan-gwe telah ditampar Ko Tie. Mata Cin Wan-gwe berkunang-kunang, kepalanya juga jadi mabok, karena tamparan itu keras sekali. Malah dia merasa sakit pada mulutnya, karena bibirnya telah pecah akibat kuatnya tamparan itu dan dua giginya telah copot sebagian. "Baik! Kali ini aku mengampuni jiwa anjingmu, tapi ingat, jika memang suatu saat engkau melakukan perbuatan yang tidak baik hemmmmm, hemmmm, walaupun di waktu itu engkau sesambatan memohon-mohon pengampunan dariku, tentu aku tidak akan mengampuni jiwa busukmu.....! Mengerti?" "Mengerti terima kasih Siauwhiap..... terima kasih!" Kata Cin Wan-gwe sesambatan. Hatinya lega juga mendengar dia akan diampuni. "Aku berjanji akan merobah kelakuanku dan tidak akan melakukan kejahatan lagi!" Baru saja dia berkata begitu, dia menjerit. "Aduhhhhh!" Yang keras sekali, karena kaki kanan Ko Tie telah melayang menendangnya, sehingga tubuh Cin Wan-gwe terpental keluar pintu rumah penginapan tersebut. Dengan tenang Ko Tie mengajak Giok Hoa kembali ke tempat duduk mereka. Sedangkan belasan orang anak buah Cin Wan-gwe telah tersadar. Mereka juga cepat-cepat angkat kaki, karena menyadari bahwa lawan mereka merupakan pemuda yang tangguh, yang sulit sekali dihadapi. Giok Hoa tertawa geli. "Sungguh lucu manusia-manusia busuk itu. Terhadap orang yang lemah, mereka memperlihatkan taring, tetapi jika kena batunya mereka menjadi manusia yang paling pengecut di dalam dunia ini.....!" "Ya, demikianlah keadaan di dalam dunia persilatan. Karena dari itu, betapa pentingnya seseorang mempelajari ilmu silat yang tinggi, sehingga tidak akan menerima perlakuan yang bisa membuatnya penasaran!" Menyahuti Ko Tie Setelah bercakap-cakap lagi beberapa saat, akhirnya mereka berpisahan buat kembali ke kamar masing-masing, untuk beristirahat. Y Malam itu keadaan di luar rumah penginapan di kota Lam-yang sangat sepi. Tamu-tamu di rumah penginapan itu juga telah terlelap di dalam tidur mereka, dan dibuai oleh mimpi-mimpi yang mengasyikkan. Ko Tie sendiri telah tertidur nyenyak, mereka seharian suntuk melakukan perjalanan yang cukup melelahkan. Karena dari itu, Ko Tie telah tertidur lelap begitu dia merebahkan tubuhnya di pembaringan. Tapi Giok Hoa justeru belum bisa tidur, walaupun dia telah memejamkan matanya rapat-rapat dan berusaha tidur. Entah mengapa, timbul perasaan rindunya kepada gurunya, Yo Kouwnio. Telah sebulan mereka berpisah, dan sekarang barulah Giok Hoa merasakan, betapa dia merindukan untuk bersama-sama dengan gurunya, bercakap cakap dengan gembira. Dan juga Giok Hoa tengah memikirkan, betapa di dalam rimba persilatan dia menemui sekali peristiwa-peristiwa yang semula belum pernah dia menyaksikannya. "Ya, dengan berkelana seperti ini, memang aku akan bertambah pengalaman, tetapi akupun harus berusaha menegakkan keadilan! Dengan demikian, aku tidak mengecewakan harapan suhu, agar aku menjadi seorang yang berbudi luhur dan mulia menegakkan nama besar suhu dan perguruanku.........! Ya, memang aku harus berusaha menjaga nama baik suhu, agar tidak sampai ternoda oleh perbuatan yang tidak terpuji.....!" Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sambil berkata begitu, si gadis tersenyum manis sambil memandangi langit-langit, karena di saat itu dia segera teringat kepada Ko Tie. Dulu waktu mereka masih berada di puncak Heng-san, Ko Tie pernah menyampaikan isi hatinya. Dan sekarang, mereka telah melakukan perjalanan berkelana hanya berdua. Namun sejauh itu Ko Tie memperlihatkan sikap yang sopan dan lembut, sama sekali tidak terlihat tanda-tanda bahwa dia ingin bersikap kurang ajar padanya. Memang dia pun merasakan, bahwa dia memiliki perasaan aneh terhadap Ko Tie. Cuma saja, dia ingat benar akan nasehat gurunya, yang berpesan agar dia baik-baik menjaga diri, dan walaupun dia tidak dilarang bergaul intim dan akrab dengan Ko Tie, tetapi harus memiliki batas-batas. Waktu menasehati dirinya, gurunya juga telah memohon satu janji darinya, yaitu Giok Hoa tidak akan mencemarkan nama baik-baik gurunya dan dapat menjaga diri baik-baik! "Suhu tentu saja aku akan dapat menjaga diri baik-baik! Memang aku menyukai Ko Tie Koko....... tetapi, jelas aku akan menghajarnya jika saja dia berani berlaku tidak baik dan kurang ajar padaku, jika perlu membunuhnya!" Menggumam gadis itu sambil tersenyum manis. Dan berkelana berdua dengan Ko Tie, pemuda yang disenanginya itu, benar-benar membawa kegembiraan buatnya. Karena dari itu, dia sendiri semakin kerasan buat berkelana di dalam rimba persilatan. Rasa rindu kepada gurunya berangsur mulai berkurang pula, karena dia telah dapat mengendalikan hati dan perasaannya. Si gadis memejamkan matanya dan coba tidur. Di luar rumah penginapan itu, kegelapan malam, tampak sesosok bayangan berlari-lari lincah sekali di atas genting. Gerakannya begitu ringan, sehingga kakinya, setiap kali hinggap di genting rumah penduduk dan akhirnya berada di atas genting rumah penginapan tersebut, sama sekali tidak memperdengarkan suara sedikit pun juga. Itu telah membuktikan bahwa gin-kang orang tersebut tinggi dan mahir sekali. Satu demi satu jendela kamar di rumah penginapan itu diperiksanya. Dia seperti tengah mencari-cari dan menyelidiki seseorang yang menginap di rumah penginapan tersebut. Sampai akhirnya dia mengintai kamar di mana Giok Hoa berada. Bibir sosok bayangan itu tersenyum, ternyata, di bawah sinar rembulan, dia adalah seorang pengemis tua yang tidak lain dari pada Thio Kim Beng! Kedatangannya di rumah penginapan ini di malam hari, memang dia hendak mempermainkan Giok Hoa dan Ko Tie. Dia sengaja menyatroni kamar si gadis. Di waktu itu, dia juga melihat api penerangan kamar si gadis belum dipadamkan. Bibir si gadis tengah tersenyum-senyum, dengan sepasang mata yang tertutup rapat, tampaknya ada sesuatu yang tengah dipikirkan oleh si gadis, yang sangat menyenangkan sekali, sehingga dia tersenyum-senyum begitu. Thio Kim Beng mengangkat tangannya, dia mengetuk tiga kali jendela si gadis. "Selamat malam, nona!" Panggilnya dengan suara perlahan. Tapi semua itu sempat membuat Giok Hoa melompat dari pembaringannya, seperti juga disengat oleh kalajengking, dengan muka berobah sebentar merah dan sebentar pucat dia telah memandang tajam ke arah jendela! Diapun berada dalam sikap bersiap-siap buat menghadapi kemungkinan serangan menggelap dan membokong! Thio Kim Beng yang masih berdiam di luar jendela kamar si gadis, telah memperdengarkan tertawanya, katanya. "Mengapa terkejut nona manis!" Giok Hoa tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Dia menyambar pedangnya, kebetulan memang dia belum salin pakaian. Cepat sekali tubuhnya melesat ke jendela kamarnya, di bukanya sambil memutar pedangnya buat melindungi dirinya dari serangan membokong, kemudian tubuhnya melesat keluar dengan muka merah padam karena marah! Di bawah cahaya rembulan yang redup, dilihatnya sesosok bayangan tengah berlari menjauhi diri. "Kejarlah jika engkau berani!" Tantang sosok bayangan itu, yang tidak dapat dilihatnya dengan jelas. Giok Hoa penasaran, segera juga dia berlari dengan cepat sekali, tubuhnya bagaikan bayangan melesat mengejar orang itu. Namun sosok bayangan itu berlari dengan pesat sekali. Semakin cepat Giok Hoa mengejarnya, semakin cepat pula dia berlari. Begitulah jarak di antara mereka tetap terpisah dalam jarak yang tertentu, di mana gadis ini tidak bisa menghampiri jarak antara mereka. Semakin lama Giok Hoa semakin penasaran, dan dia telah mengempos seluruh gin-kang nya, berlari sekuat tenaganya berusaha mengejar sosok tubuh itu. Sampai akhirnya dia mengejar di luar kola Lam-yang. Waktu melompat keluar dari perbentengan kota, sesungguhnya Giok Hoa sudah ragu-ragu. Namun sosok tubuh itu terus juga mengejeknya membuat gadis ini jadi tambah penasaran dan marah. Tanpa memikirkan sesuatu apapun lagi, dia telah mengejarnya dengan pedang terhunus tercekal di tangan kanannya, siap akan dipergunakan menyerang kepada sosok tubuh tersebut, jika saja ia berhasil mengejarnya. Tapi sosok tubuh tersebut berlari ke arah hutan lebat, dan kemudian hilang tidak tampak jejaknya pula. Giok Hoa semakin penasaran, dia mencari-cari di sekitar hutan itu. Namun sudah sekian lama, akhirnya dia kembali ke rumah penginapan dengan jengkel sekali, sebab merasa telah dipermainkan oleh orang yang tidak dikenalnya itu. Dia mengetuk pintu kamar Ko Tie waktu tiba di rumah penginapan, karena ia memang bermaksud hendak memberitahukan kepada Ko Tie apa yang telah dialaminya itu. Ko Tie bangun dengan segera, iapun tampak tidur tanpa membuka pakaiannya, karena ia masih berpakaian lengkap, dan dapat membuka pintu kamarnya dalam waktu yang singkat sekali. Dengan napas masih memburu, si gadis telah menceritakan apa yang telah dialaminya. Dan juga telah dikatakannya, bahwa orang yang mengganggunya itu tampaknya dilihat dari bentuk tubuhnya adalah seorang laki-laki tua. "Malah, jika memang tidak salah, aku telah melihat samar-samar. Dia adalah seorang pengemis, karena dalam kegelapan malam kulihat pakaiannya itu penuh tambalan!" Menambahkan gadis tersebut. Ko Tie tampak terkejut, diapun berseru. "Celaka!" "Kenapa?" Tanya si gadis, yang memandang heran kepada Ko Tie, di mana wajah Ko Tie memperlihatkan ketegangan. "Cepat kita harus memeriksa kamarmu! Ku duga engkau telah dipancing orang lain..!" Menjelaskan Ko Tie sambil menarik tangan si gadis. Sedangkan Giok Hoa mengikuti saja, dia membuka pintu kamarnya. Keadaan di dalam kamarnya masih tetap seperti semula, tidak ada perobahan. Dan juga terlihat daun jendela masih terbuka lebar, dari mana bersilir angin yang sejuk sekali. "Cepat kau periksa apakah di antara barang-barangmu ada yang hilang?" Kata Ko Tie kemudian, sambil memandang sekelilingnya. Giok Hoa heran, tapi dia sangat cerdik, maka cepat sekali dia bisa mengerti apa yang dikuatirkan Ko Tie. Dia segera pergi ke tepi pembaringannya, buat memeriksa buntalannya. Namun, si gadis jadi berseru kaget. Dan dia telah menoleh kepada Ko Tie dengan wajah yang berobah pucat. "Barangku pauw-hokku telah hilang....." Kata si gadis kemudian. Ko Tie menghela napas dalam-dalam. "Tentu orang yang memancingmu itu bukan orang baik-baik. Tentunya dia si pencuri tangan panjang Dia sengaja memancing kau meninggalkan kamar ini dengan tipu "Memancing Harimau Meninggalkan Sarangnya", dan dia berhasil. "Engkau telah kena diperdayanya, di mana engkau kena dipancing meninggalkan kamar ini, kemudian dia menghilang, meninggalkan engkau kembali ke kamar ini buat menggasak barang-barangmu! "Maka dari itu, di lain waktu engkau harus lebih waspada dan hatihati! Demikianlah di dalam rimba persilatan memang seringkali terjadi urusan seperti ini karena itu, jika saja kita kurang berhati-hati, niscaya akan membuat engkau akhirnya menderita kerugian-kerugian yang tidak kecil! "Ini bagus, hanya pauw-hokmu saja yang hilang, karena di dalam pauw-hokmu itu tidak terdapat barang berharga yang harus dilindungi! Jika memang engkau membawa mustika yang harus dilindungi, sekarang kena diambil pencuri tangan panjang itu, bagaimana engkau bisa mempertanggung jawabkannya?!" Si gadis tampak bersedih dan juga bercampur marah, dengan geram katanya. "Jika memang aku berhasil mencari jejak pencuri laknat itu, akan kupatahkan batang lehernya.....!" Ko Tie tertawa kecil. "Kita sulit mencari jejaknya, karena dia telah membawa kabur pauw-hokmu, tentu ia tidak berani berkeliaran di tempat ini lagi! Sehingga bagaimana kita harus mencarinya?" Si gadis menghela napas. Memang inilah pengalaman pertama kali buat Giok Hoa, kehilangan Pauw-hoknya karena dipancing oleh maling itu dengan cara yang licik. Sedangkan Ko Tie kemudian menghibur si gadis. Dan katanya, masih bagus barang-barang seperti itu mudah dibeli lagi, seperti pakaian dan barang-barang perhiasan lainnya. Dan juga, sebagai seorang yang berhati besar, Giok Hoa dapat menerima bujukan Ko Tie, hanya perasaan mendongkol belaka yang masih berada di dasar hatinya. Begitulah, Ko Tie telah kembali ke kamarnya, sedangkan si gadis tidak bisa segera tidur, karena dia masih resah diliputi kemendongkolannya! Menjelang fajar, barulah si gadis dapat memejamkan matanya. Tidur tidak terlalu nyenyak, sebab tidak lama kemudian dia telah terbangun. Di waktu itu Ko Tie pun telah memesan makanan kepada pelayan, ia menemani si gadis bercakap-cakap. Dan setelah santapan pagi mereka berkeliling di kota itu, karena mereka bermaksud ingin menyelidiki juga, kalau-kalau saja mereka beruntung masih dapat mencari jejak si pencuri. Tipis sekali harapan buat dapat membekuk pencuri tangan panjang itu, namun mereka tokh menghabisi waktu mereka sampai sore berkeliling di kota tersebut. Mereka juga berusaha menyelidiki di antara para pelayan rumah penginapan maupun rumah makan yang mereka singgahi, bertanya-tanya, siapakah sekiranya maling yang paling pandai di kota ini. Tapi para pelayan dari rumah makan maupun rumah penginapan tidak ada yang berani membuka mulut. Mereka hanya mengatakan tidak tahu. Rupanya mereka memang tidak mau cari penyakit, karena jika memang mereka menyebutkan, dikuatirkan justeru mereka akan kerembet-rembet. Sore hari barulah mereka kembali ke rumah penginapan dan merasa letih sekali. Giok Hoa telah kembali ke kamarnya buat beristirahat. Ko Tie sendiri karena iseng, akhirnya telah keluar pula dari rumah penginapan, buat melihat-lihat keramaian di Lam-yang menjelang malam. Memang cukup ramai, di mana banyak para pedagang menjajakan barang-barang mereka. Dari berbagai tempat terdengar irama musik dan tertawa wanita-wanita pelesiran. Dan Ko Tie tidak tertarik dengan semua keramaian itu, karena hatinya waktu itu tengah berpikir hendak mengetahui entah siapa maling yang telah mengambil buntalan Giok Hoa. Memang jika dilihat bahwa mereka berada di kota yang cukup ramai seperti Lam-yang. Dan tentu di kota yang ramai seperti itu tentu saja berkeliaran banyak sekali buaya darat dan malingmaling bertangan panjang. Karenanya jika memang buntalan Giok Hoa diambil oleh maling bertangan panjang, niscaya caranya bukan demikian. Malingmaling bekerja bukan dengan cara memancing terlebih dulu Giok Hoa sampai keluar kota, kemudian baru mengambil pauw-hok si gadis. Dan juga menurut Giok Hoa walaupun ia telah mengerahkan seluruh gin-kangnya, tetap saja ia tidak berhasil mengejar maling itu, yang tampaknya memiliki gin-kang sangat tinggi sekali. Sedangkan kepandaian Giok Hoa juga tidak rendah. Dia seorang gadis yang memiliki kepandaian tidak bisa diremehkan. Lalu siapa orang liehay itu, yang mengambil pauw-hok Giok Hoa? Melihat kepandaiannya yang tinggi seperti itu, jelas maling itu bukan maling biasa, dan tentu ia pun memiliki maksud-maksud tertentu. Karena berpikir dan memiliki dugaan seperti itu, penasaran sekali hati Ko Tie ingin mengetahui siapa sebenarnya orang yang telah mengambil pauw-hok Giok Hoa. Memang maksudnya keluar dari rumah penginapan buat mencari angin karena iseng dan menyaksikan keramaian di waktu malam di kota Lam-yang ini. Tapi ia sendiri, tanpa disadarinya, sambil menyelidiki juga, menyerap-nyerapi siapakah orang yang telah mengambil pauw-hok Giok Hoa. Waktu itu Ko Tie sedang berjalan di tengah keramaian kota Lamyang tersebut. Tiba-tiba dia merasakan pundaknya dibentur seseorang. Bukan benturan sembarangan. Benturan yang memiliki lweekang yang kuat, karena Ko Tie merasakan tubuhnya seperti juga ditubruk sesuatu yang keras sekali, membuat tubuhnya hampir saja terhuyung mundur kalau saja memang diwaktu itu ia tidak segera memperkuat kuda-kuda ke dua kakinya. Segera Ko Tie menoleh kepada yang membenturnya. Orang itu gesit sekali menyelusup di antara orang ramai. Namun Ko Tie tidak mau berayal, segera mengejarnya. Cepat sekali orang buruannya itu menyelinap ke sana ke mari. Dia telah meninggalkan Ko Tie cukup jauh. Di tempat ramai seperti itu memang agak sulit buat Ko Tie melakukan pengejaran. Dan juga, disaat itu memang tampaknya merupakan hal yang menambah kecurigaan buat Ko Tie, orang yang tengah dikejarnya memiliki gin-kang yang tinggi, karena ia dapat berlari sangat cepat. Cuma saja, yang membuat Ko Tie jadi tambah curiga, justeru orang itu memakai pakaian yang bertambal sulam, yang memang jelas dia merupakan seorang pengemis. Sedangkan menurut Giok Hoa, orang yang pernah memancingnya keluar kota dan memiliki ginkang yang tinggi tampaknya seperti pengemis! Teringat akan hal itu, hati Ko Tie jadi girang, mungkin pengemis ini yang telah mencuri Pauw-hok Giok Hoa. Segera juga si pemuda mengerahkan gin-kangnya, mengempos semangatnya dan dia berlari secepat kilat. Ko Tie tidak memperdulikan ia menubruk beberapa orang yang hampir terpelanting dan memaki-makinya, karena Ko Tie bermaksud untuk dapat mengejar pengemis itu, yang kecurigaannya semakin kuat juga, bahwa pengemis itulah yang telah mengambil pauw-hok Giok Hoa. Sedangkan pengemis yang tadi sengaja membentur pundak Ko Tie, telah berlari semakin cepat, dia menuju keluar kota. Ko Tie kuatir jika ia lambat-lambat akan kehilangan jejak orang buruannya, karena ia mengejar semakin cepat. Di waktu itu dia telah membentur pundak seorang gadis yang telah terhuyung satu langkah dan memaki. "Manusia tidak tahu aturan...... berhenti kau!" Dan gadis itu menjejakkan ke dua kakinya. Tubuhnya melesat sambil tangan kanannya bergerak menghantam ke punggung Ko Tie. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik, berusia duapuluh tahun lebih sedikit. Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Rambutnya disanggul besar, dengan pakaian ringkas terbuat dari bahan sutera berwarna hijau daun, dan tubuhnya sangat lincah sekali, dengan di pundaknya tersembul gagang pedang. Dilihatnya dari cara berpakaiannya itu, jelas gadis itu merupakan seorang yang memiliki kepandaian tidak rendah dan pengembara di dalam rimba persilatan. Ko Tie sendiri waktu membentur pundak gadis itu, ia sama sekali tidak memperhatikan, karena memang ia tengah berlari secepatcepatnya. Ia bermaksud hendak mengejar dan menyandak pengemis buruannya itu. Dan ia pun berusaha membekuknya nanti, guna mendesaknya agar mengembalikan pauw-hok Giok Hoa. Tahu-tahu ia merasakan dari belakangnya menyambar kesiuran angin yang kuat sekali, membuatnya kaget dan heran. Namun sebagai pemuda yang memiliki kepandaian tinggi dan terlatih dengan baik, segera juga ia dapat mengatasi keadaan. Segera tangan kanannya menyampok ke belakang buat menangkis serangan membokong dari belakangnya itu. "Dukkk!" Tangan Ko Tie menyampok tangan si gadis itu, kuat sekali. Dan juga telah membuat Ko Tie jadi terhuyung satu langkah, sedangkan si gadis itu juga telah terlempar sampai dua langkah. Mereka jadi berdiri berhadapan. "Kau......?!" Ko Tie berseru keras, karena dia tidak mengenali siapa adanya gadis ini, yang tahu-tahu telah menyerangnya dengan pukulan yang kuat itu. Kalau saja orang yang diserangnya tadi seorang yang tidak memiliki ilmu silat yang tinggi, niscaya akan membuat orang itu terlempar dan terluka di dalam yang parah sekali. "Mengapa kau menyerangku sekeji itu?!" Gadis itu berdiri dengan mata mendelik dan mulut monyong cemberut marah! Matanya itu juga memancarkan sinar yang tajam mengandung kemarahan. "Kau masih bertanya mengapa aku menyerangmu? Hemmmm, aturan mana yang kau pergunakan berlari-lari seperti babi buta menubruki orang-orang di tempat keramaian ini?!" Bengis pertanyaan si gadis. Ko Tie segera tersadar, walaupun hatinya masih mendongkol, namun cepat dia membungkukkan tubuhnya memberi hormat, katanya. "Maafkanlah, aku tadi tengah mengejar penjahat...... mungkin tanpa disengaja telah menabrak nona!" Melihat Ko Tie meminta maaf dan mendengar pemuda ini tengah mengejar penjahat, wajah si gadis yang semula memancarkan sinar yang penuh kemarahan, sekarang berobah berangsur menjadi biasa lagi, walaupun dia memang masih mendongkol. "Kau tengah mengejar penjahat? Penjahat mana? Apa yang dilakukannya?" Tanya gadis itu. Mendengar pertanyaan gadis tersebut. Ko Tie tersadar cepat sekali, dia telah menoleh memandang sekelilingnya. Pengemis yang dikejarnya tadi telah hilang tanpa jejak! "Aiiii!" Berseru Ko Tie terkejut dan kecewa sekali. "Kenapa?" Tanya si gadis melihat sikap Ko Tie seperti itu. "Dia telah hilang..!" Kata Ko Tie. "Hai, aku terlambat buat mengejarnya..!" Melihat sinar mata Ko Tie yang melirik kepadanya, gadis itu menyadari bahwa dirinya disesali pemuda ini, yang tentu merasa dirinya terganggu dengan adanya si gadis, karena seperti telah menghalang-halanginya si pemuda, membuat dia gagal mengejar penjahat yang menjadi buruannya. "Hemmm, engkau ingin mempersalahkan diriku, karena aku, engkau gagal mengejar penjahat itu?" Tanya si gadis sambil mendengus. Ko Tie nyengir, dia bilang. "Mana berani.. mana berani! Cuma saja, karena memang aku harus berurusan dengan nona, membuat aku kehilangan jejak.......!" "Jika demikian, sekarang kau katakan. Engkau tidak puas bukan karena perbuatanku?" Kata si gadis. "Engkau merasa dirugikan karena aku menyerangmu?" Ko Tie tertawa. "Tidak, tidak..!" Katanya. "Nah, selamat tinggal nona..........!" Sambil berkata demikian, Ko Tie menjejakkan ke dua kakinya. Tubuhnya berkelebat ringan sekali meninggalkan si gadis, karena ia yakin percuma saja ia melayani gadis tersebut. Si gadis hendak mencegah, namun akhirnya dia membatalkannya sendiri. Dia hanya mendengus saja sambil mengawasi Ko Tie yang akhirnya lenyap dari pandangannya. Dan dia sendiri di dalam hatinya berpikir, entah siapa pemuda itu adanya, yang tampaknya lihay dan memiliki kepandaian tidak rendah disamping memang tampan?! Ko Tie yang berlari-lari pesat sekali berusaha mengejar mencari jejak si pengemis. Ia telah memandang sekeliling tempat yang dilaluinya. Tapi si pengemis yang tadi dikejarnya sudah tidak terlihat bayangannya. Waktu sampai di pintu kota, di mana keadaan di tempat itu tidak seramai di tengah-tengah pusat kota Lam-yang, Ko Tie tetap tidak melihat bayangan si pengemis. Ia jadi mendongkol dan jengkel, dia sampai banting-banting kaki, karena ia sangat menyesali tadi, yang telah membuat dia gagal mengejar pengemis itu. Tapi begitu dia menyesali si gadis, seketika ia teringat bahwa gadis itu sesungguhnya seorang gadis yang cantik, mulutnya yang dimonyongkan cemberut marah, matanya mendelik lebar karena gusar dan sikapnya yang gagah, wajahnya yang cantik dengan pipi kemerah-merahan disebabkan marah. Sungguh seorang gadis yang cantik sekali! Dan tadi Ko Tie tidak sempat memperhatikan keadaan si gadis. Sekarang dia baru teringat, bahwa tadi dia sampai lupa menanyakan nama si gadis. Dan dia tidak mengetahui juga, siapa yang tampaknya memiliki kepandaian tidak rendah itu? Di waktu itulah dia telah berpikir, ingin kembali ke tempat tadi di mana dia bertemu dengan gadis itu, guna bercakap-cakap dengannya. Waktu Ko Tie memutar tubuhnya, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin. "Dasar pemuda mata keranjang, begitu melihat gadis cantik, segera juga matanya jadi panjang.....!" Tiba-tiba terdengar orang yang mengejeknya dari tempat gelap. Kaget Ko Tie oleh teguran dan ejekan tersebut, dia memutar tubuhnya, dengan mata yang tajam dia mengawasi ke tempat di mana datangnya suara ejekan itu. Tampak berkelebat sesosok bayangan yang berlari cepat sekali meninggalkan tempat tersebut. Ko Tie menjejakkan ke dua kakinya sekali gus dan dia mengejarnya dengan segera. "Siapa kau? Berhenti!" Berseru Ko Tie sambil mengempos semangatnya. Tapi sosok tubuh itu, dalam kegelapan malam di tempat tersebut terus juga berlari ke arah luar kota dengan lincah dan gesit sekali, tubuhnya seperti terbang dan ke dua kakinya seperti tidak menginjak tanah. Ko Tie yang memiliki mata awas, segera melihat pakaian orang itu penuh tambalan. Dialah si pengemis yang tengah dikejarnya! Dan segera juga Ko Tie mengempos semangatnya dia mengejar dengan secepat-cepatnya. Cuma saja di hatinya segera timbul kecurigaan, apa maksud pengemis itu, sengaja membentur pundaknya kemudian melarikan diri, dan lalu, setelah Ko Tie tidak berhasil mengejarnya, di waktu dia ke hilangan jejak, justeru pengemis itu telah memperlihatkan diri lagi dan berlari buat menyingkirkan diri dari dia! Dan Ko Tie bukannya pemuda yang tolol. Dia segera dapat menduga pasti ini merupakan pancingan pula dari pengemis itu. Siapakah pengemis itu? Apa maksudnya memancingnya seperti ini? Apa pula yang telah disiapkan buat mencelakai Ko Tie? Atau di suatu tempat telah berkumpul kawan-kawan si pengemis dalam jumlah yang banyak? Banyak pikiran dan dugaan yang berkecamuk di dalam benak Ko Tie, waktu dia tengah mengejar. Dia semakin mencurigai si pengemis. Tapi biarpun Ko Tie telah mengejar dengan mengempos seluruh gin-kang yang dimilikinya, tetap saja dia tidak berhasil mengejar pengemis itu, jarak mereka masih terpisah cukup jauh. Hal ini membuat Ko Tie penasaran, dengan segera ia mempergunakan ilmu berlari tunggalnya, yaitu ilmu lari di atas es! Dia mengejar dengan tubuh seperti terbang di udara, di mana tubuhnya itu melesat sangat cepat dan gesit sekali, dalam waktu yang singkat Ko Tie telah berhasil memperpendek jarak pisah mereka. Pengemis yang tengah dikejarnya itu terdengar berseru tertahan, rupanya dia kaget tahu Ko Tie telah berhasil mengejarnya semakin dekat. Segera juga si pengemis mengempos semangatnya berlari semakin cepat. Dan dia berusaha menjauhi diri lagi dari Ko Tie. Namun dia tidak berhasil, sebab Ko Tie mengejarnya semakin dekat. Dengan mempergunakan ilmu berlari tunggalnya, yang memang menjadi andalan dari Swat Tocu dan telah diwarisi kepada Ko Tie, membuat pemuda itu dapat mengejar dengan cepat sekali. Ilmu andalan ini jika memang tidak diperlukan sekali tentu tidak dipergunakan oleh Ko Tie. Si pengemis akhirnya menyadari bahwa dia tokh akan tercandak juga. Karenanya dia tidak bermaksud menyingkirkan diri lagi, dia telah berhenti dan menantikan Ko Tie tiba. Cepat sekali Ko Tie tiba dihadapan pengemis itu, dan pemuda ini juga dengan bantuan sinar rembulan, telah bisa melibat jelas muka tersebut, dia pun segera mengenali siapa adanya jadi terkejut dan heran. "Ihhh, kiranya Thio Kim Beng Locianpwe. Apakah..... apakah selama ini dalam keadaan baik-baik saja, Thio Locianpwee?" Tanya Ko Tie sambil segera merangkapkan sepasang tangannya, memberi hormat kepada tokoh Kay-pang itu, karena pemuda ini menyadari bahwa ia tengah berhadapan dengan orang yang tingkatannya lebih tinggi dan tidak bisa ia bersikap kurang ajar. Pengemis tua itu, Thio Kim Beng tertawa bergelak-gelak. "Memang tidak salah Swat Tocu memiliki nama besar, dan ia memang memiliki rejeki yang baik sekali, ia bisa memiliki murid sepandai engkau! Ha, rupanya kata-kata tua yang bilang. "Guru emas muridpun permata!" Merupakan kata-kata yang tepat! Nah, Kongcu, apa maksudmu sejak tadi kau mengejar-ngejar diriku?!" Ditegur seperti itu, muka Ko Tie berobah memerah, dia jadi malu, karena itu cepat-cepat ia menjawab. "Jika.. jika memang tidak salah, bukankah tadi locianpwe yang telah membentur pundak boanpwe?" Thio Kim Beng memperlibatkan sikap seperti heran. "Membentur pundakmu? Kapan?!" Si Angin Puyuh Tangan Kilat Karya Gan Kh Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH