Ceritasilat Novel Online

Lima Jago Luar Biasa 1


Lima Jago Luar Biasa Karya Sin Liong Bagian 1


Lima Jago Luar Biasa Karya dari Sin Liong   https.//www.facebook.com   groups/Kolektorebook/ Sumber . Buku Koleksi Gunawan Aj Scan Image. Awie Dermawanhttps.//www.facebook.com   groups/Kolektorebook/ Sumber . Buku Koleksi Gunawan Aj Scan Image. Awie Dermawan LIMA JAGO LUAR BIASA (Sia Tiauw Gwa Toan) (Lanjutan . HOA SAN LU KIAM) Saduran . Sin Liong   Jilid 01 14 U. P.   "MATAHARI"   JKT TERDAFTAR No. Pol. 025/BIN/LEKS/P/2/76 2 DISCLAIMERKolektor E-Bookadalah sebuah wadah nirlaba bagi para pecinta Ebook untuk belajar, ber- diskusi, berbagi pengetahuan dan pengalaman.   Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan di pasaran dari kepunahan, dengan cara mengalih mediakan dalam bentuk digital.   Proses pemilihan buku yang dijadikan objek alih media diklasifikasikan berdasarkan kri- teria kelangkaan, usia, maupun kondisi fisik.   Sumber pustaka dan ketersediaan buku di- peroleh dari kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek buku yang bersangkut- an, yang selanjutnya dikonversikan kedalam ben- tuk teks dan dikompilasi dalam format digital sesuai kebutuhan.   Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.   Salam pustaka! Te am Kolektor Ebook 3 LIMA JAGO LUAR BIASA   Jilid 1 KEMBALI dari rahasia dari perjalanan, Pedang sakti selalu mebawa jasa baru, Pohon cemara menyaring sinar rembulan, Beningnya air mengalir di atas batu, Jelita ayu bagaikan bunga mekar, Menggoncangkan jiwa dan sukma lara, Tio Hui Yan bunga kerajaan Han, Kui Hui bunga ahala tong, Jelita dan berseri bunga, Sedap dipandang elok ditatap, Risau dan resah tersapu bersih Tubuh terkulai terlena mabuk, Pedang tergantung, cawan terbalik, Anggur segantang diminum habis, Puteri jelita hanya tersenyum, Mengawasi dengan lambai sutera hijau, Angin telah meratakan semuanya......   Siliran angin yang menghembus lembut sekali daun-daun Yangliu disepanjang jalan itu yang bagaikan diajah untuk bercengkrama, sehingga daun-daun Yangliu yang memang lemah itu bergoyang-goyang, bagaikan seorang penari istana seorang Kaisar yang sedang melenggang, meliuk-liuk tubuhnya membawa tarian.   Udara cerah, matahari pagi memancarkan sinarnya yang tidak begitu terik, burung-burung kecil berkicau disekitar tempat itu.   Beberapa orang petani dengan membawa pacul tampak melalui jalan tersebut, mereka akan berangkat menuju ke sawah masing-masing yang akan digarapnya.   4 Keindahan alam disekitar tempat tersebut, membuat beberapa petani tersebut melangkah sambil bersiul atau atau bernyanyi- nyanyi tampaknya riang dan gembira.   Itulah suasana permai dan keadaan alam indah diluar perkampunyan Luan yuan cung yang terdapat disebelah barat dari negeri Tayli.   Walaupun Tayli merupakan kerajaan kecil yang tidak sebesar dan semegah kerajaan Song, namn Tayli merupakan kerajaan yang memiliki tanah subur, pemerintahan yang baik, rakyat hidup aman makmur, dimana Tayli merupakan kerjaan kecil yang memliki seorang Kaisar yang dicintai dan dikasihi oleh rakyatnya.   Waktu itu yang duduk disinggasana Tayli dan memerintah adalah Toan Hongya, Toan Ceng.   Raja ini masih berusia muda, belum lagi lebih dari tiga puluh tahun.   Namun ia pendai sekali mengatur negerinya, dimana Toan Ceng Berhasil membawa negerinya itu ke jaman keemasan, rakyat titak perlu dibebani pajak ini dan itu, juga para pembesar negari tidak ada yang korup, tidak ada kejahatan di negeri yang aman dan makmur tersebut, walaupun tidak semua rakyat hidup dalam kekayaan dan kemewahan namun juga tidak ada yang hidup melarat dan sengsara.   Semuanya serba berkecukupan dan rakyat puas dengan raja mereka yang berhasil membawa negeri mereka ke puncak kemakmuran yang ada seperti sekarang.   Terlebih lagi memang Tayli memiliki tanah yang subur, hawa udara yang cocok untuk petani, rakyatnya tak terlalu dibebani oleh berbagai macam peraturan.   Dengan demikian roda pemerintahan yang ditangani oleh Toan Hongya berjalan dengan lancar.   Apalagi raja Tayli yang satu ini tidak gemar berfoya-foya, juga sejauh itu tidak pernah memiliki niat untuk mengadakan perluasan kekuasaan di luar Tayli, semua kerajaan tetangga diperlakukan sebagi negara yang patut saling menghormati.   5 Tapi itu, diantara bergemulainya daun-daun Yangliu yang bergoyang-goyang diajak bergurau oleh siliran angin, nampak dua orang penunggang kuda yang merarikan kuda tunggangan mereka dengan perlahan.   Tampaknya mereka melakukan perjalanan tidak tergesa-gesa, dan juga merekapun tengah menikmati keindahan alam disekitar tempat tersebut.   Dari jalan yang mereka lalui tidak henti-hentinya mereka memuji akan keindahan alam di negeri Tayli tersebut, yang jika dibandingkan dengan alam selatan dari kerajaan Song, yaitu Kanglam, tentu tidak akan kalah.   Kedua penunggang kuda itu terdiri dari seorang tojin berusia kira-kira tiga puluh delapan tahun, mengenakan jubah pertapa berwarna abu-abu, kumis dan jenggot yang tipis, wajah yang merah berseri-seri gembira sehat, dan dipunggungnya napak pedang bersilang terikat baik dengan ronce berwarna merah yang berkibar-kibar dimainkan oleh angin atau goncangan larinya kuda.   Kawannya seorang-laki-laki juga namun bukan Tojin (Tosu dari agama To), hanya seorang pemuda beusia sekitar tiga puluh tahun, tampak periang sekali.   Sepanjang jalan hanya suaranya terdengar memuji ini dan itu tidak henti-hentinya, diselingi oleh tertawanya yang gembira.   Walaupun usianya telah dewasa namun tampak kekanak- kanakan sekali, karena tidak jarang di menoleh kepada si Tojin dan telah menanyakan asal mulanya pohon Yangliu , dewi mana yang menjadi penunggu pohon itu dan bagaimana terjadinya awan, bagaimana bisa datangnya hujan dan bagaimana jika malam bintang-bintang maupun rembulan bisa muncul menampakkan diri, lalu di siang hari matahari juga yang telah menggantikannya......! Semua itu ditanyakannya tidak henti-hentinya, namun kawannya si Tojin selalu menjelaskannya dengan sabar.   Tampaknya dia tidak pernah 6 jemu dengan pertanyaan-pertanyan yang diajukan kawn seperjalanannya ini.   "Suheng,"   Kata pemuda itu sambil menarik tali kendali kudanya, dan berhenti di bawah pohon Yangliu, yang daunnya tumbuh lebat dan subur sekali.   "Ada yang ingin kutanyakan padamu lagi, entah kau mau menjelaskan atau tidak?"   Tojin itu membiarkan kudanya melangkah perlahan-lahan menghampiri kawannya, ia tersenyum sabar, kemudian sambil menggerakkan perlahan Budtim (kebutan bulu yang terbuat dari bulu-bulu kuda atau bisa juga dari helai-helai bulu perak dicampur emas atau bisa juga terbuat dari bulu-bulu yang dirajut benang sutera) telah mengangguk.   "Ciu Sute, apa yang ingin kau tanyakan lagi?"   Tnyanya sambil tetap tersenyum.   "Apakah mengenai asal mulanya bisa ada batu-batu di tanah, atau pertanyaan mengapa burung bisa terbang di angkasa dan manusia tidak bisa terbang seperti burung-burung itu?"   Pemuda itu, Ciu Sute menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil katanya.   "Bukan, bukan itu yang ingin kutanyakan Suheng! Tetapi yang ingin kuketahui mengapa pohon Yangliu memiliki daun yang demikian lebat dan cabang maupun rantingnya yang demikian lemas lemah gemulai seperti ini, tidak seperti pohon-pohon lainnya yang tumbuh tegak dan kuat dengan cabang dan rantingnya yang tumbuh tegak dan kokoh, misalnya saja pohon Gouw tong. Pohon itu tumbuh demikian besar dan kokoh kuat, demikian gagah dengan cabang dan ranting yang demikian kokoh dan kuat-kuat! Tidak demikina halnya dengan pohon Yangliu yang seluruh cabang dan rantingnya lemas lemah gemulai seperti itu. Dapatka suheng menceritakan sebab-sebabnya?" 7 Tojin itu tidak segera menyahuti. Ia masih tetap tersenyum, namun mengangkat kepalanya menengadah mengawasi gumpalan-gumpalan awan yang memutih di langit, lalu menghela nafas perlahan sambil bergumam.   "Inilah rahasia alam sayang kau belum lagi mengerti Ciu Sute !"   Setelah menggumam begitu, Tojin tersebut menoleh kepada Ciu Sute itu, tanyanya.   "Apakah kau belum bisa memecahkan rahasia alam yang satu ini? Bukankan kau telah ikut bersamaku selama tujuh tahun, Ciu Sute?"   Sute itu tertawa.   "Memang sutemu ini terlalu bodoh dan otaknya tumpul, Suheng...... mungkin soal pohon Yangliu yang batang dan rantingnya lemas ini pernah kau ceritakan kepadaku, namun aku telah lupa kembali!"   Tojin itu tersenyum, ia berkata perlahan.   "Bukan begitu maksudku...... bukan itu yang ingin kutanyakan padamu!"   "Lalu apa yang ingin Suheng katakan? Apakah yang ingin diceritakan oleh Suheng bersngkut paut dan berhubungan dengan riwayat pohon Yangliu?"   Tanya sute itu, sikapnya memang masih terlalu kekanak-kanakan sekali walaupun usianya sudah lebih dari dewasa. Tojin itu mengangguk.   "Ya, pertanyaanmu sesungguhnya merupakan sebuah pertanyaan yang baik sekali!"   Kata Tojin itu sambil tersenyum sabar.   "Itulah sebuah pertanyaan jika ingin dikaji-kaji mengandung arti yang dalam sekali! Kau tanpa sadar telah menanyakan dua sifat yang terdapat di dunia ini, yaitu Im dan Yang yaitu keras dan lunak, panas dan dingin, baik dan jahat dan lain-lainnya lagi yang mempunyai sifar bertentangan satu 8 dengan lainnya karena Im dan Yang memang tidak pernah dapat disatu-padukan sampai kapanpun!"   Mendengar suhengnya berbicara bukan prihal riwayatnya pohon Yangliu, malah berbicara soal Im dan Yang, dua macam sifat pelajaran yang terdapat pada latihan-latihan tenaga Iwekang dan ilmu silat, adik seperguruan yang dipanggil Ciu Sute itu telah tertawa.   "Suheng, yang kutanyakan adalah riwayat pohon Yangliu itu, jadi bukan pelajaran Iwekang!"   Katanya.   "Benar!"   Mengangguk Tojin tersebut. Lalu dia memandang ke langit lagi, seperti yang tengah memikirkan kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan kepad Ciu Sutenya ini. Setelah berdiap sesaat, baru dia meneruskan perkataannya.   "Memang benar, aku memang ingin menjelaskan apa yang kau tanyakan itu jauh lebih luas dari apa yang kau maksudkan! Seperti kau lihat Ciu Sute, pohon Yangliu memiliki pohon dan ranting yang lemas, yang tampaknya begitu lemah gemulai, tidak memiliki sifat kegagahan sama sekali. Ditiup oleh hembusan angin yang perlahan, ia selalu mengikuti arah hembusan angin tersebut. Sama sekali tidak memperlihatkan sifat menentangnya! Tidak demikian halnya dengan pohon Gouw tong, pohon yang tumbuh kuat tampaknya sangat perkasa, jangankan hembusan angin, sedangkan terjangan topan dan badai akan ditantangnya, dengan batang pohonnya yang tumbuh tegak sekali, memperlihatkan sikap yang gagah sekali! Tetapi tidakkah kau dapat menarik kesimpulan dari kedua sifat yang terdapat pada kedua macam pohon ini, yaitu Yangliu dengan Gouw tong?"   "Maksud Suheng?!"   Tanya pemuda yang tampaknya kekanak-kanakan itu. 9   "Jika kita ingin mengambil perumpamaan, maka kita bisa mengumpamakan pohon Yangliu itu sebagai golongan "IM, dan pohon Gouw tong di Golongan "YANG. Tapi jika hendak kita bicarakan soal kegagahan, walaupun pohon Yangliu itu tampaknya lemas lemah gemulai dan Gouw tong merupakan pohon yang kuat dan menonjolkan sifat perkasa, toh kenyataannya jika kita hendak memperbandingkan mereka, pohon Yangliu jauh lebih menang dari Gouw tong!"   "Mengapa begitu Suheng?!"   Tanya Ciu Sute itu dengan perasaan ingin tahu.   "Sekarang begini saja, coba kau patahkan dahan Yangli itu dengan mempergunakan tiga bagian dari tenaga Iwekangmu, belu tentu kau bisa mematahkannya, karena Yangliu memiliki sifat lemas, alot dan tidak mudah untuk dipatahkan. Selalu Yangliu menerima dan menuruti arah yang diterimanya, baik tiupan angin maupun tenaga yang hendak mematahkannya, namun jelas karena alotnya, dahan itu tidak mudah patah! Tetapi Gouw tong yang kaku dan keras yang nampak begitu kuat, dengan hanya mempergunakan dia atau tiga bagian tenaga Iwekangmu tentu kau dapat mematahkan dahan pohon tersebut! Sekarang kau mengerti Ciu Sute?!"   Pemuda yang dipanggil dengan sebutan Ciu Sute itu seperti baru tersadar, dia mempergunakan tangan kanannya untuk menggetok-getok keningnya sambil berkata.   "Ai.. ai, mengapa aku jadi tolol begiitu? Memang benar yang Suheng katakan, yang lemas itu belum tentu daat dirubuhkan, namun yang kuat dan kaku jauh lebih mudah ditumbangkan!"   "Tepat! dan demikian pula halnya dengan latihan Iwekangmu yang telah kuberikan cara-cara melatihnya pada tahun yang lalu, jika kau telah berhasil menembusi rahasia 10 Yangliu dan Gouw tong tersebut, tentu jauh lebih mudah buatmu mempelajari Iwekang itu!"   Ciu Sute itu mengangguk beberapa kali.   memang percakapan kedua orang ini merupakan percakapan yang tampaknya biasa-biasa saja, namun sesungguhnya di dalam percakapan itu terkandung makna dan isi akan pelajaran aliran Iwekang kelas tinggi, yang menyangkut rahasia kekuatan lemas dan keras, lunak dan kaku, Im dan Yang! Rupanya kedua orang ini merupakan dua orang rimba persilatan yang memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi sekali.   "Tapi Suheng, engkau belum lagi menceritakan asal mulanya pohon Yangliu bisa memiliki dahan dan ranting yang lemas lemah gemulai seperti itu!"   Kata Ciu Sute itu kemudian setelah mengangguk-angguk beberapa kali waktu telah berhasil meresapi pelajaran Iwekang yang diberikan Suhengnya itu.   "Soal riwayat mengapa pohon Yangliu memiliki dahan dan ranting yang lemas lemah gemulai seperti itu hanya merupakan cerita yang singkat sekali. Pohon Yangliu adalah jelmaan dari Dewi Liu Sian Ong Bio dari kerajaan langit, yang menerima kutuk dari Raja Langit karena telah melakukan sebuah dosa......!"   "Seorang Dewi di Kerajaan Langit masih bisa melakukan sebuah dosa?"   Tanya Ciu Sute sambil mementang matanya lebar-lebar. Suhengnya tersenyum, dia melompat turun dari kudanya, katanya.   "Mari kita beristirahat di bawah pohon Yangliu, nanti kuceritakan seluruhnya padamu prihal riwayat pohon Yangliu ini!" 11 Ciu sute itu jadi kegirangan, ia gesit sekali melompat turun dari kuda tunggangannya. Wakktu kakinya menyentuh tanah, sama sekali tidak menimbulkan suara. Itu menunjukkan bahwa Ginkang yang dimiliki Ciu Sute memang telah mencapai tinggkat yang tinggi. Dia telah menuntun kudanya dan kuda suhengnya untuk diikat di batang pohon Yangliu, lalu duduk disamping suhengnya, katanya dengan sifat kekanak-kanakan.   "Suheng kau boleh memulai menceritakannya suheng, aku akan mendengarkannya baik-baik!"   Tojin itu tidak segera bercerita, hanya mengawasi pada Ciu Sutenya dengan wajah dan sikap bersungguh-sungguh, katanya.   "Sebelum aku menceritakan prihal riwayat pohon Yangliu itu, ada sesuatu yang hendak kuminta darimu, dimana engkau harus memberikan janjimu, Ciu Sute itu sebagai syaratnya! Jika engkau tidak bersedia berjanji, maka akupun tidak ingin menceritakan prihal Dewi Liu Sian Ong Bio yang menerima kutukan Raja Langit sehingga dikutuk menjadi pohon Yangliu!"   Ciu Sute itu tidak sabar, katanya.   "Cepat katakan suheng, janji apa yang kau kehendaki aku ingin segera mendengar cerita menganai Dewi Liu Sian Ong Bio itu......"   "Ciu Sute, kau tahu bahwa kita tengah melakukan perjalanan untuk menemui seorang!"   Kata suheng itu sabar.   "Ya untuk bertemu dengan Toan Hongya yang menjadi Raja di Tayli!"   Menyahut Cia Sute itu.   "Benar! Dan sekarang kita telah memasuki wilayah kerajaan Tayli. Yang kuharap darimu dan engkau harus berjanji, selama berada di wilayah Tayli ini engkau tidak boleh menimbulkan keonaran dan kerusuhan, engkau harus menjaga tingkah lakumu yang berandalan itu jangan sampai memancing 12 keributan, engkau harus bicara baik-baik jika tengah berhadapan dengan Toan hongya, tidak boleh kurang ajar, tidak boleh berandalan dan tidak boleh bertindak semau hati......!"   "Aduh! Aduh! Banyak benar yang harus kupatuhi?!"   Teriak Ciu sute itu sambil tertawa "Baiklah! baiklah! aku berjanji tidak akan berandalan, akan bicara baik-baik jika berhadapan dengan raja yang agung itu, akan berusaha membawa tingkah laku yang baik dan tidak menimbulkan keonaran dan kerusuhan! Nah Suheng, sekarang boleh mulai bercerita mengenai Dewi Liu Sian Ong Bio itu!"   Suheng itu mengangguk, dia bicara dengan sikap tenang dan sabar.   "Baik, baik Dewi Liu Siang Ong Bio telah melakukan suatu dosa, dimana dia memiliki hubungan gelap dengan seorang Dewa penjaga instal kuda, dimana mereka berkasih-kasihan. Itulah dosa yang tidak berampun. Dengan demikian, waktu Raja Langit mengetahui kelakuan buruk dari Dew dan Dewi tersebut, segera keduanya dipanggil menghadap. Dihadapan Raja Langit mereka berusaha menyangkal, namun mana dapat? Raja langit lebih mengetahui dengan jelas. Karena dusta mereka dan berusaha menyangkal maka Raja Langit murka, hilang kesabarannya. Dalam keadaan marah seperti itu talah keluar kutukannya.   "Liu Sian Ong Bio, selama puluhan tahun kau menjadi seorang Dewi yang mempunyai kedudukan yang mulia dan agung di kerajaan langit, namun jiwamu bukan jiwa seorang dewi, masih kotor dan rendah seperti hal manusia! Karena itu engkau kukutuk menjadi Yangliu......!"   Lalu Raja Langit itupun mengutuk Dewa penjaga instal kuda yang bergelar Bun Ong Sian jin.   Dewa ini telah dikutuk menjadi batu giok yang akan menemani Dewi Liu Sian Ong Bio.   Walaupun Dew dan Dewi itu menangis sesambatan memohon pengampunan dari Raja 13 Langit namun kenyataannya kutuk Raja Langit telah terjadi.   Mereka dilempar kedunia dan Dewi Liu Siang Ong Bio telah menjelma menjadi pohon Yangliu berkembang biak dan sampai sekarang ini jadi banyak dan terdapat dimana-mana, jika memang dia berkembang biak sampai seratus ribu batang pohon Yangliu, maka hukumannya akan habis.   Sedangkan Dew Bun Ong Sian Jin yang dikutuk menjadi bangku empat persegi dari batu giok itu memang selalu berada disamping pohon Yangliu untuk tempat duduk-duduk berangin-angin dibawah pohon Yangliu! Karena sedih dan berduka, Yangliu selalu bergoyang-goyang dengan dahan dan rantingnya yang melambai-lambai.   Seperti memanggil-manggil Bun Ong Sian Jin yang menjadi bangku, tidak bisa berbuat lain, hanya untuk menampung manusia-manusia yang hendak berteduh di bawah pohon Yangliu belaka.   Itulah cerita mengenai asal mulanya pohon Yangliu dan bangku empat persegi disamping pohon tersebut.   Kau mengerti makna dongeng tersebut Ciu sute?"   Pemuda yang dipanggil Ciu Sute itu telah tertawa sambil kemudian menyahuti.   "Tentu saja agar seseorang tidak melakukan perbuatan dosa......!"   Tojin tersebut mengangguk.   Itu merupakan salah satu maksud yang terkandung pada dongeng itu.   Tetapi buat kita, orang-orang yang mempelajari ilmu silat, terkandung maksud lainnya lagi, mengandung sifat Im, sifat yang lunak dan lembek.   Sedangkan bangku memiliki sifat Yang, yaitu keras dan kuat.   Itulah kedua sifar Im dan yang.   Sifat Yang pun terdapat dalam dongeng itu, dimana jika engkau mau memperhatikannya dengan seksama, banyak memberi petunjuk mengenai pelajaran dan latihan Iwekangmu!"   Ciu Sute bengong sejenak, namun akhirnya dia tertawa. 14   "Benar, benar suheng, terima kasih atas petunjukmu ......!"   Serunya kemudian.   "Mari kita meneruskan perjalanan...... Mungkin dalam tiga hari lagi baru akan dapat mencapai tujuan kita."   Kata Tojin itu sambil melompat berdiri dengan ringan dan gesit.   Ciu sute itu mengiyakan.   Keduanya telah melompat ke atas punggung kuda masing-masing, kaki kuda itu bergerak mencongklang dan berlari-lari dengan perlahan namun tetap menuju kearah depan menyusuri jalan itu.   Siapakah Tojin itu dan si pemuda yang dipanggil Ciu sute itu? Ternyata Tojin itu adalah tidak lain dari Ong Tiong Yang, seorang tokoh rimba persilatan yang memiliki kepandian yang luar biasa.   Mungkin di daratan Tionggoan Ong Tiong Yang dari Coan Cin Kau itu tokoh yang memiliki kepandaian terhebat dan sakti, paling murni dan lurus.   Sedangkan pemuda she Ciu itu tidak lain daripada adik seperguruannya yaitu Ciu Pek Thong, yang memiliki sifat sangat berandalan sekali.   Memang secara resminya Ciu Pek Thong adalah adik seperguruan Ong Tiong Yang namun baru beberapa tahun Ciu Pek Rthong diterima dalam pintu perguruan Coan Cin Kouw, guru Ong Tiong Yang telah meninggal dunia karena usia tua, dan selanjutnya Ciu Pek Thong dibimbing oleh Ong Tiong Yang.   Secara tidak langsung sesungguhnya Ciu Pek Thong adalah murid dari Ong Tiong Yang, namun secara resminya tetap saja dia sebagai adik seperguruan Ong Tiong Yang.   Itulah sebabnya mengapa Ciu Pek Thong tetap memanggil Ong Tiong Yang dengan sebutan suheng, sedangkan Ong Tiong Yang pun tidak merubah panggilannya pada Ciu Pek Thong dengan sebutan Ciu sute.   15 Kali ini keduanya tengah melakukan perjalanan untuk menemui Toan Hongya.   Itulah sebabnya mereka dari Tionggoan telah melakukan perjalanan yang jauh menuju Tayli, karena Ong Tiong Yang memiliki sebuah urusan yang sangat penting dengan Toan Hongya, Toan Ceng, kaisar Tayli tersebut.   Lima Jago Luar Biasa Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Waktu Ong Tiong Yang akan berangkat, Ciu Pek Thong telah merengek hendak ikut serta.   Sebagai seorang Tojin yang memiliki hati lemah lembut dan pengasih, Ong Tiong Yang tidak tega untuk meninggalkan sutenya untuk menolak keinginannya itu.   Dia meluluskan Ciu Pek Thong untuk ikut serta ke Tayli, asalkan dengan janji bahw sutenya itu tidak menimbulkan keonaran.   Ciu Pek thong memang telah memberikan janjinya bahwa ia berjanji tidak akan berandalan, tidak akan menumbulkan perbuatan-perbuatan yang bisa memancing keonaran, dan juga tidak akan menimbulkan hal- hal yang dapat mempermalukan nama Coan Cin Kouw, bahkan Ciu Pek Thong bersumpah tidak akan banyak bicara selama dalam perjalanan.   Namun dasarnya Ciu Pek Thong memang seorang berandalan, walaupun usianya telah dewasa dan juga telah memiliki kepandaian yang tinggi, lagak dan sikapnya selalu kekanak-kanakan., bahkan berandalan.   Biar dia telah benjanji disepanjang perjalanan bahwa dia tidak akan banyak bicara, toh selama dalam perjalanan tidak henti-hentinya Ciu Pek Thong bertanya tentang hal ini dan itu.   Mulutnya itu seperti tidak pernah diam, selalu ada saja yang ditanyakan .   namun Ong Tiong Yang memaklumi akan sifat dan watak sutenya ini yang walaupun nakal dan berandalan serta kekanak-kanakan toh jiwanya bersih dan jujur, melayaninya dengan sabar sekali.   16 Mereka Suheng dan Sute itu telah melakukan perjalanan lebih dari satu bulan.   Pagi itu mereka telah melarikan kuda belasan lie.   Keduanya tiba di perkampungan Luan Yuan Cung.   Kampung itu cukup besar dan ramai, penduduknyapuh ramah tamah.   Tidak terlihat kemelaratan di perkampungan tersebut, yang setiap rumahnya terawat dengan baik, walaupun tidak mewh.   Keadaan di perkampungan ini sangat bersih.   Ciu Pek Thong telah mengawasi sekelilingnya waktu mereka memasuki perkampungan tersebut.   Dilihatnya beberapa orang anak lelaki yang berusia natara delapan sembilan tahun tengah asyik bermain kelereng di pinggir jalan, sambil tertawa gembira, Ciu Pek Thong melompat turun dari kudanya.   Dengan berjalan kaki saja dia telah menghampiri anak-anak itu.   "Engko kecil, aku ikutan main ......!"   Katanya dengan gembira.   "Akupum memiliki banyak sekali kelereng yang bisa dipergunakan untuk main......!"   Anak-anak itu menoleh pada Cio Pek Thong, seketika itu juga mereka jadi tertawa.   "Engkau sudah begitu besar ingin bermain kelereng dengan kami, mana mungkin kami bisa menangi kau?"   Kata beberapa orang anak kecil itu serentak. 17   "Tapi aku tidak pandai bermain kelereng. Jika memang kalian mahir menyentil kelereng, tentu kalian yang akan menang! Jangan takut, aku tidak akan bermain curang......!"   Ciu Pek Thong setelah berkata begitu lalu merogoh sakunya untuk mengeluarkan beberapa butir kelerengnya.   "Tidak mau! tidak mau! Tua bangka mau main-main dengan anak kecil, apakah engkau hendak mengakali kami?"   Teriak beberapa orang anak kecil itu. Ong Tiong Yang melihat adik seperguruannya telah menghampiri anak-anak itu ingin ikut main kelereng, telah memutar kudanya, dia menghampiri.   "Ciu sute, kau telah berjanji tidak akan menimbulkan kesulitan dengan dengan sifat berandalmu itu ....... ayo, jangan ganggu engo-engko kecil itu!"   Setelah berkata begitu, Ong Tiong Yang menoleh kepada anak-anak tersebut, tanyanya.   "Engko kecil, dimanakah kami bisa memperoleh rumah penginapan?"   "Jalan terus ke arah selatan, nanti kalian akan menemukan rumah penginapan!"   Sahut dua orang anak kecil itu sambil menunjuk ke arah dalam perkampunyan. Kemudian anak-anak itu asyik bermain kembali sedangkan Cui Pek Thong dengan mendongkol telah melompat ke atas kudanya, dia berteriak nyaring.   "Sasar setan kecil pengecut, belum apa-apa sudah takut kalah bermain kelereng dan takut diakali......!"   Anak-anak itu tidak melayani teriakan Ciu Pek Thong, karena mereka telah meneruskan permainan kelereng mereka.   18 Benar saja berjalan tidak tidak jauh lagi, mereka telah menemukan rumah penginapan yang cukup bersih dan besar.   Segera Ong Tiong Yang dan Ciu Pek Thong turun dari kudanya masing-masing, dimana seorang pelayan telah menyambuti kuda mereka dan telah membawa ke istal.   Sedangkan seorang pelayan lainnya telah membawa mereka ke ruang dalam rumah penginapan.   Ong Tiong Yang meminta sebuah kamar, segera pelayan itu mempersiapkannya.   "Suheng, aku penasaran pada setan-setan kecil itu, dia bilang aku ingin mengakali mereka, padahal aku si Ciu Pek Thong mana mau bermain curang..?!"   Ong Tiong Yng tersenyum mendengar perkataan Ciu Pek Thong, katanya.   "Sudahlah, mengapa engkau harus bermain kelereng dengan anak-anak yang masih sekecil itu? Tidak dapatkah engkau membuang sifat kekanak-kanakanmu itu? Jika memang engkau telah memiliki sifat kekanak-kanakan seperti itu, tentu engkau tidak akan memperoleh kemajuan untuk pelajaran ilmu silatmu, dimana engkau masih saja gemar bermain-main, tidak mau berlatih dengan baik"   Ciu Pek Thong hanya tertawa ditegur seperti itu oleh suhengnya, dia tidak membantah lagi dan juga tidak mengomel lagi karena tidak diajak bermain kelereng oleh anak-anak itu.   Sedangkan Oang Tiong Yang memesan kepada pelayan beberapa macam makanan tanpa barang berjiwa.   Mereka berdua telah bersantap dengan lahap karena mereka sangat lapar.   Pelayan rumah penginapan itu melihat bahwa tamunya terdiri dari Tojin dan seorang pemuda.   Tojin yang masih muda itu tampak gagah dengan kumis dan jenggotnya yang tipis dan 19 sebatang pedang tersoren dipunggungnya, tampaknya bukan orang sembarangan.   Sedangkan si pemuda yang menjadi kawannya Tojin itu merupakan seorang pemuda jenaka dan selalu gemar tertawa dengan mulutnya yang tidak henti- hentinya berbicara, ada saja yang dibicarakannya.   Dengan demikian pelayan di rumah penginapan itu memperlakukan mereka dengan sikap hormat.   Setelah bersantap, Ong Tiong Yang mengajak Ciu Pek Tong untuk beristirahat di kamar mereka.   Namun Ciu Pek Thong tidak mau, dia ingin pesiar menikmati keadaan di perkampungan itu.   "Tapi Ciu sute, engkau ingat, sekali-sekali tidak boleh menimbulkan keonaran dan jangan membawa lagak berandalanmu lagi! Engkau harus kembali kemari tanpa menimbulkan keributan di luar!"   Pesan Ong Tiong Yang.   Ciu Pek Thong berjanji, dan diapun meninggalkan Suhengnya keluar dari rumah penginapan itu.   Ong Tiong yang sendiri telah rebah diatas pembaringan untuk beristirahat.   Ong Tiong Yang teringat dua tahun yang lalu waktu diadakan pertemuan yang pertama antara jago-jago silat di daratan Tionggoan dan Toan Hongya yang digelari sebagai Lam-te atau Raja dari selatan itu, ikut diundang untuk merundingkan ilmu silat di puncak Hoan san.   Bahkan akhirnya dari sekian para jago silat yang berkumpul disana, yang memiliki kepandaian tertinggi Cuma lima orang, yaitu See Tok Si Bisa dari Barat), Auwyang Hong, Tong Shia (si Sesat dari Timur), Oe Yok Su, Pak Kay (Pengemis dari Utara), ang Cit Kong (dan dirinya sendiri yaitu Tiong Sin Thong Ong Tiong Yang.   Kesudahan dari pertemuan pertama di Hoan san diakhiri dengan kemenangan Ong Tiong Yang yang dianggap oleh See 20 Tok, Pak Kay, Tong Shia dan Lam Te sebagai pemenang tunggal dan memiliki kepandaian tertinggi.   Sedangkan keempat jago lainnya itu merupakan jago-jago yang memiliki kepandaian luar biasa tingginya namun berimbang satu dengan lainnya.   Masing-masing memiliki kelebihan dan kekuarangan pada ilmu silat mereka masing-masing.   Tidak demikian dengan Ong Tiong Yang, yang merupakan seorang tokoh persilatan yang memiliki kepandaian ilmu silat sudah tidak ada celanya dan sangat sempurna sekali.   Dengan demikian, Ong Tiong Yang yang telah berhasil memenangkan pertemuan tersebut, dimana diapun berhak untuk memiliki kitab Kiu Im Cin Keng.   Walaupun demikian, Ong Tiong Yang tetap menghormati dan menghargai keempat jago luar biasa itu, karena mereka memang sesungguhnya memiliki kepandaian yang tinggi sekali dan belum tentu berada dibawah kepandaiannya, hanya saja pada ilmu keempat tokoh luar biasa itu masih terdapat sedikit kelemahan pada masing-masing, dan perlu dilatih lebih jauh lagi.   Ong Tiong Yang melihat banwa Tong Shia (Sesat dari Timur) Oe Yok Su merupakan seorang yang memiliki perangai yang sangat aneh, hatinya sulit dibaca dan pikirannya sulit diikuti karena dia memang sesat setiap tindak lakunya.   Perbuatan yang salah bisa dibenarkan olehnya, karena memang dia memiliki perangai yang aneh dan juga bertindak sekehendak hatinya.   Tidak pernah mau teikat oleh peraturan adat yang ada.   Demikian Oe Yok Su bukan seorang yang mudah diajak untuk bercakap-cakap merundingkan ilmu silat.   Begitu pula dengan halnya See Tok (Si Bisa dari Barat) Auwyang Hong, seperti juga dengan gelarannya itu, si Bisa dari Barat, maka tindak tanduknya selalu disertai dengan perbuatan-perbuatan yang agak kejam, dimana diapun yang 21 mahir sekali mempergunakan bermacam jenis racun, disamping kepandaiannya yang memang luar biasa tingginya.   Diluar dari semua itu, Auwyang Hong merupakan seorang yang licik, terkadang tidak segan-segan jika memiliki kesempatan untuk "makan kawn.   Dengan demikian diapun seorang yang tidak patut untuk diajak berunding ilmu silat.   Sedangkan Pak Kay (Pengemis dari Utara) Ang Cit Kong, seorang yang jujur, apa yang dipikirkan itulah yang dikatakannya dan sifatnya polos, disamping berdiri tegak diatas keadilan.   Namu ada juga sifatnya yang sulit untuk dimengerti, Raja Pengemis ini yang duduk sebagai Pangcu Kaypang ternya taidak betah berdiam di suatu tempat untuk jangka waktu yang lama.   Dia selalu berkelana dan jejaknya sulit sekali dicari.   Diapun gemar sekali makan makanan yang lezat-lezat, sampai tidak segan-segan raja pengemis ini menyatroni istana raja untuk mencicipi seluruh makanan raja yang belum disajikan.   Dan terkhir adalah Lam Te, Kaisar Tayli yang gemar mempelajari ilmu silat.   Lam Te seoarang yang pendiam dan jujur, memang seorang Kaisar yang memiliki sikap dan sifat yang agung, maka setiap perkataannya selalu berharga sekali.   Karena itu Ong Tiong Yang akhirnya memilih Lam Te untuk diajak berunding ilmu silat.   Karena dengan diperolehnya kiu Im Cin keng, Ong Tiong Yang bermaksud untuk membicarakan isi kitab itu dengan Lam Te.   Dengan memiliki kepandaian yang dasangat tinggi bahkan diantara mereka berlima, Ong Tiong Yang yang paling sempurna ilmu silatnya, sesungguhnya dia tidak membutuhkan lagi kitab Kiu Im Cin Keng, hanya saja disebabkan perasaan ingin tahunya, maka Ong Tiong Yang beraksud membicarakan isi kitab tersebut bersama-sama dengan Lam Te.   Dia percaya Raja Tayli itu tentu dapat membantu banyak dalam hal merundingkan ilmu silat itu.   22 Itulah sebabnya Ong Tiong Yang bersama Ciu Pek Thong telah melakukan pernalanan ke Tayli untuk berkunjung pada Lam te.   Ong Tiong Yang menantikan Ciu Pek Thong tidak juga kembali, walaupun hari telah menjelang sore.   Hal iani mendatangkan kekuatiran dihati Ong Tiong Yang.   Yang menyebabkan Coan Cin Kauwcu itu kuatir bukan karena dia menduga ciu Pek Thong menemui kesulitan diganggu orang, namun justru yang dikuatirkan kalau-kalau dia menimbulkan keonaran dan kesulitan pada orang lain.   Inilah yang tidak diinginkan oleh Ong Tiong Yang.   Setelah bersantap sore, melihat Ciu Pek Thong belum juga kembali segera Coan Cin Kuwcu keluar dari rumah penginapan untuk mencari adik seperguruannya itu yang berandalan dan jenaka yang sifatnya masih kekanak-kanakan, walaupun usianya telah lebih dri dewasa.   Kemanakah perginya Loo Boan Tong (si Tua Beandalan) Ciu Pek Thong? Ternyata ketika keluar dari rumah penginapan, Ciu Pek Thong telah menyusuri jalan di perkampungan itu dengan riang dan bersiul gembira, dia memandang sekelilingnya.   Jika dilihat ada sekelompok anak-anak yang tengah bermain, dia nimbrung dan mint diajak untuk ikut bermain.   Namun biasanya, anak- anak kecil itu keberatan jika Ciu Pek Thong bermain dengan mereka, karena usia Ciu Pek Thong yang telah dewasa sedangkan mereka masih anak-anak kecil belaka.   Tapi si berandalan yang jenaka ini tidak pernah kehabisan akal, dia telah memberi gula-gula cukup banyak, dan membagi-bagikan kepada anak-anak itu dan diajak bermain.   Namun dasar memang berandalan , Ciu Pet Thong setiap main mau menang, dan dengan berbagai cara dan akalnya dia berudaha 23 mengalahkan anak-anak itu.   Tentu saja anak-anak itu segera meninggalkannya dan tidak mau bermain lagi dengannya.   Waktu menjelang sore, kala itu Ciu Pek Thong berada di pinggiran kampung dan cahaya marahari yang memerah itu membuat semua pemandangan yang terdapat disekitar tempat itu menjadi indah sekali.   Dia tidak melihat anak-anak kecil yang bermain karena telah pulang ke rumah masing-masing, dengan sendirinya dia hanya sendirian belaka ditempat itu.   Ciu Pek Thong garuk-garuk kepalanya karena dia juga bingung harus bermain apa dan pergi kemana untuk mencari kawan- kawan kecil yang bisa diajak bermain.   Ciu Pek Thong memang seorang yang tidak bisa diam dan selalu bergerak, dia telah pergi ke sebelah timur, kebarat, kesegala tempat di kampung tersebut namun dengan tibanya sang malam, dengan sendirinya kampung itu menjadi sepi.   Setelah putar kayun kesana kemari dan tetap tidak memperoleh "kawan kecil yang bisa diajak bermain, Ciu Pek Thong bermaksud untuk pulang, tapi waktu dia tengah melewati sebuah gang kecil yang panjang yang hanya diterangi oleh lampu-lampu tengloleng berwarna merah redup, dimuka sebuah gedung yang besar, dari dalamnya terdengar suara tabuh-tabuhan yang desertai suara tertawa dari beberapa orang pria dan wanita.   Situa berandalan nakal ini juga tertarik hatinya, seperti dikilik-kilik.   Dia memang tengah iseng tidak mempunyai kawan bermain dan mengobrol.   Karenanya sekarang melihat ada tempat keramaian seperti itu dia menjadi tertarik hatinya, dia segera memasuki gedung itu.   Sebelum masuk, dilihatnya diatas pintu tergantung papan merek yang bertuliskan "KUPU- KUPU dan BUNGA SALJU".   24 Ciu Pek Thong tidak mengetahui tempat apa gedung tersebut, hanya saja waktu tiba di ruang dalam yang menebarkan bau arak dan asap juga dari huncue, pula suara musik yang terdengar di ruangan tersebut diderai oleh suara tertawa beberapa orang wanita, membuat Ciu Pek Thong memandang bengong.   Bertahun-tahun selamanya dia selalu berada di Coan Cin Kauw, sebuah kuil yang sunyi, hanya setiap hari mendengar orang membaca Liamkeng diiringi dengan ketukan-ketukan Bo kie.   Dan kini dia melihat suatu suasana yang lain dari yang biasanya dilihat, dia jadi kikuk dan agak bingung.   Apalagi dilihatnya didalam ruangan tersebut berkumpul banyak sekali wanita-wanita cantik yang berpakaian mewah dan berpasang-pasangan dengan lelaki dari berbagai golongan, bahkan diantara mereka ada yang tengah berpeluk- pelukan genit sekali.   Dan ada juga yang tengah makan minum yang ditemani oeh beberapa orang wanita cantik yang melayani mereka dengan sebentar-sebentar tertawa manis, disamping itu di sudut ruangan itu, tampak sebuah kursi, duduk seorang wanita yang sedang memetik Khim memperdengarkan lagunya, suaranya merdu merayu Itulah suasana yang baru pertama kali dilihatnya sehingga Ciu Pek Thong mengedip- ngedipkan matanya berulang kali, dia mau menduga dirinya tengah berada ditempat yang biasa disebut sebagai "Sorga.......   dimana tampak begitu banyak para dewa dan dewi.   Tengah Ciu Pek Thong mengawasi berdiri bengong mematung di pintu masuk itu, seorang wanita yang cantik dan berusia kurang lebih dua puluh tahun, telah menghampiri sambil tersenyum-senyum genit.   Dan ketika wanita cantik itu sampai didepannya, Ciu Pek Thong mengendus bau harum semerbak yang membuat pandangan matanya jadi nanar dan kepalanya jadi pusing dengan hati yang berdenyutan aneh sekali.   25   "Ah toako, engkau baru datang? Mengapa tidak segera masuk mengambil tempat?"   Sapa wanita cantik itu yang pakaiannya sangat reboh dengan dengan segala macam perhiasan.   Malah dia bukan sekedar menyapa dengan lagak dan tingkah genit, dengan tubuh dimiringkan menyender pada Ciu Pek Thong, dia telah menarik-narik tangan Ciu Pek Thong.   Hati Loo Boan Tong jadi semakin tidak karuan rasa, tergoncang denyut-denyut tidak hentihentinya, diapun bingung sekali.   Biasanya dia memang berandalan, dan sekarang di tempat ini justru perasaannya tertindih Waktu wanita cantik itu telah tertawa dan kemudian memberengut sambil melirik katanya.   "Apakah toako tidak tertarik pada Siauw Lin (Teratai Kecil)? Apakah aku kurang cantik? Aku akan melayani kau sampai mencapai puncak kepuasan yang tertinggi toako ayo, kita memilih tempat, nanti jika tamu-tamu lain berdatangan, engkau tidak kebagian tempat dan hanya bisa gigit jari saja!"   Ciu Pek Thong bingung, waktu tangannya diseret, seperti juga seekor kerbau yang dicocok hidungnya hanya mengikuti saja.   siauw Lian telah mengajaknya ke sebuah meja masih kosong, telah memanggil seorang gadis cilik, memesan beberapa macam makanan dan memesan juga beberapa kati arak.   Mendengar disebutnya arak, Ciu Pek Thong seperti tersadar dari mimpinya, dia cepat-cepat menggoyangkan tangannya, katanya "Aku tidak minum arak......!"   "Apakah toako ingin minum teh dari Hang Ciu yang sangat harum?"   Tanya Siauw Lian sambil tersenyum genit.   26 Ciu Pek Thong mengangguk ragu, dia masih bingung menghadapi suasana seperti ini, matanya juga tidak henti- hentinya melirik kesana kemari menyaksikan pemandangan yang membuat hatinya jadi berdenyut-denyut tidak henti- hentinya, dimana pasangan pria dan wanita cantik tengah saling bersenda gurau, sambil tertawa-tawa genit, berbisik- bisik mesra dan suara musik yang mengalum memenuhi ruangan tersebut.   Hidangan cepat sekali disiapkan.   Beberapa macam makanan yang tampaknya lewat-lewat telah diletakkan dihadapan Ciu Pek Thong, sehingga si Tua Berandalan ini tidak malu-malu lagi melahapnya beberapa macam makanan itu sambil memuji-muji akan kelezatan makanan tersebut.   Siauw Lian telah menuangkan teh Hangciu dan diberikan kepada Ciu Pek Thong, bahkan cawan itu diangsurkan ke mulut Ciu Pek Thong melayani dengan genit sekali.   Ciu Pek Thong sendiri jadi kelabakan.   "Biar aku minum sendiri biar aku minum sendiri!"   Lima Jago Luar Biasa Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kata si tua berandal ini. Siauw Lian merenggut genit, katanya.   "Apakah kau jijik pada tanganku, toako?!"   "Bukan...... bukan begitu...... !"   Menyahut Ciu Pek Thong. Siauw Lian tetap membawa cawan itu ke mulut Cio Pek Thong, sehingga Cio Pek Thong terpaksa meminumnya beberapa teguk. Begitu meminum teh Hang Ciu tersebut, Loo Boan Tong jadi kaget dengan sendirinya.   "Ini...... Ini bukan teh, tapi arak!"   Katanya kemudian sambil bibirnya berkecap-kecap. Siauw Lian mengangguk.   "Ya, inilah teh Hangciu yang paling harum!"   Menyahuti dia dengan tersenyum genit dan 27 matanya mengerling pada Loo Boan Tong, malah telah menambahkan lagi cawan yang telah kosong itu.   Apa yang disebut Siauw Lian sebagai teh Hangciu memang ternyata merupakan arak dari Hangciu yang memang terkenal akan harumnya, karena umumnya arak Hangciu merupakan arak simpanan yang telah disimpan puluhan tahun.   Ciu Pek Thong telah didesak lagi untuk minum sampai empat cawan, tapi karena disebabkan kepandaiannya memang tinggi dan Iwekangnya telah terlatih dengan baik, dengan sendirinya Siu Pek Thong bisa mengumpulkan arak yang telah diminumnya itu, disalurkan pada ujung jari-jari tangannya dan secara diam-diam arak itu telah dikeluarkan dan mengalir dari ujung jari tangannya ke lantai diluar tahunya Siauw Lian.   Musik masih mengalun di ruangan tersebut, dan wktu itu tampak orang berdatangan semakin penuh juga.   Sengan sikap yang genit dan manja, Siauw Lian menyender dibahu Ciu Pek Thong.   Diapun telah berbisik dengan suara mesra.   "Toako, apakah engkau tidak mau istirahat di kamar, disana kau bisa rebah-rebah dengan nyaman dan aku akan memijitmu agar tubuhmu terasa segar!"   "A...... apa?"   Tanya Ciu Pek Thong kaget.   Seketika pipinya berobah jadi merah dan jantungnya berdegupan.   Memang sejak tadi waktu wanita ini menyenderkan tubuhnya pada bahunya, Ciu Pek Thong mencium bau semerbak yang terpancar dari tubuh Siauw Lian.   Siauw lian menggeliat genit, sambil katanya.   "Jika kau berlambat-lambat, nanti engkau tidak kebagian kamar......! Waktu itu, walaupun engkau hendak rebah istirahat, toh tidak ada tempat yang layak lagi, paling-paling diatas meja ini......!" 28   "Aku memang tidak ingin istirahat, aku ingin pulang saja!"   Kata Ciu Pek Thong. Namun tangannya dicekal kuat-kuat oleh Siauw Lian.   "Kenapa ingin pulang, belum juga apa-apa sudah mau angkat kaki......! merengek Siauw Lian.   "Suhengku tengah menunggu aku ......!"   Menjelaskan Ciu Pek Thong yang jadi gugup oleh sikap dan lagak wanita ini.   "Suhengmu? Dimana dia menunggumu? Mengapa tidak diajak saja agar bersama-sama datang kemari?"   Tanya Siauw Lian.   "Aku tentu bisa memperkenalkan dengan beberapa kawanku. Pokoknya cantik dan menarik."   "Suhengku mana mau datang kemari?"   Kata Ciu Pek Thong yang tambah gugup. Jika suhengku mengetahui aku telah datang ke tempat ini, tentu aku akan ditegur dan dimarahi!"   Siauw Lian tertawa.   "Kau takut ditegur dan dimarahi suhengmu?!"   Tanyanya manja sambil tertawa genit, tangannya tetap mencekal kuat lengan Ciu Pek Thong, sehingga Loo Boan Tong yang ingin bangun dari duduknya tidak bisa.   "Tentu, aku sangat menghormati suhengku .!"   "Biarlah nanti dia menyusul kau kemari, engkau tidak perlu gelisah seperti itu!"   Membujuk Siauw Lian. Ciu Pek Thong mengoyang-goyangkan kepalanya berulang kali, dia menggumam gugup.   "Mana bisa? mana bisa? Akh celaka!... celaka!" 29   "Apanya yang celaka? Atau engkau memang sudah tidak tahan ingin dipijit olehku? Ayo kau ikut bersamaku, Toako. Tentu tidak akan celaka lagi!"   Benar-benar bingung Ciu Pek Thong menghadapikeadaan seperti ini. Dia memang si Tua Berandalan yang jenaka, tapi sekarang di tempat ini dia seperti kehabisan akal dan daya.   "Toako.!"   Merengek Siauw Lian lagi.   Tapi Ciu Pek Thong yang melihat tamu-tamu yang berdatangan semakin banyak, dan juga wanita-wanita di gedung tersebut tampaknya tidak malu-malu lagi untuk menggandengan dan berpelukan dengan para tamu laki-laki, Ciu Pek Thong jadi tidak enak melihatnya.   Diam-diam dia berpikir, tentunya tempat ini bukanlah tempat baik-baik, karena jika tempat baik-baik, niscaya wanita-wanita itu tidak akan memperlihatkan kelakuan yang melanggar adat istiadat kesopanan dimana terdapat larangan untuk wanita dengan seorang laki-laki bersentuhan tangan.   Waktu Ciu Pek Thong memaksa agar Siauw Lian melepaskan pegangannya pada tangannya karena dia bermaksud meninggalkan tempat itu dan Siauw Lian sendiri tengah merengek-rengek, tiba-tiba datang seorang yang menghampiri.   Ciu Pek Thong melirik.   Dia melihat seorang lelaki berumur sekitar empat puluh tahunan, bertubuh tegap, pakaiannya ringkas, tampaknya dia orang yang mengerti ilmu silat.   Bahkan dipinggangnya tergantung sebatang golok.   Waktu menghampiri meja Ciu Pek Thong matanya mendelik memancarkan sikap yang kejam.   "Siauw Lian, Loya memanggilmu! Mengapa kau melayani seorang kutu busuk seperti ini?!"   Tegur lelaki bertubuh tagap itu. 30 Mendengar perkataan orang itu, bukannya marah, malah tertawa terbahak-bahak kegirangan.   "Ya, ya, memang tepat jika Loyamu memanggil nona ini. Aku memang hendak cepat-cepat meninggalkan tempat ini, tapi dia. nona ini justru menahanku saja. he Laoko, tolong kau beritahukan pada nona ini, jangan menggangguku lebih jauh.!"   Lelaki bertubuh tinggi besar itu telah mendelik, dia telah berkata dengan suara yang tawar.   "Cepat kau menggelinding keluar, anjing buduk!"   "Apa?"   Tanya Ciu Pek Thong.   "Kau bicara dengan siapa?"   "Dengan kau!"   "Tapi namaku bukan anjing buduk!"   "Lalu nama apa yang hendak kau pergunakan? Apakah monyet belang? Kura-kura busuk? Atau memang Gentong nasi?!"   "Bukan bukan, semuanya juga bukan!"   Teriak Ciu Pek Thong.   "Aku Loo Boan Tong!"   Mendengar penjelasan Ciu Pek Thong, lelaki bertubuh tinggi besar itu jadi tertawa terbahak-bahak, demikian juga halnya Siauw Lian.   "Kau.. kau Loo Boan Tong? Si Tua berandalan?!"   Tanya lelaki bertubuh tinggi besar.   "Ya, memang begitu sahabat-sahabat memberikan julukan kepadaku, sedangkn namaku adalah Ciu ciu .!"   "Ciu apa, ciu Kui atau cio No?"   Mengejak laki-laki bertubuh tinggi besar itu.   "Kutu busuk tidak punya guna, ayo 31 cepat angkat kaki!"   Tampaknya sudah tidak sabar, sebab tangan kanannya yang besar berotot itu diulurkan, dia bermaksud akan mencengkram baju di dada Ciu Pek Thong. Sambil mengulurkan tangan seperti itu, dia juga telah berkata kepad Siauw Lian.   "Siauw Lian, pergi kau temui Loya. Loya telah menantikan kau di ruangan sembilan!"   Siauw Lian yang rupanya yang sangat kenal dengan laki- laki itu, kuatir kalau-kalau Ciu Pek Thong akan disiksa olehnya, maka dengan muka agak pucat telah berkata.   "Sam Toaya, kau jangan menyakiti dia!"   Waktu itu tangan lelaki tersebut telah menyambat kepada Ciu Pek Thong dengan tenaga yang kuat sekali. Namun cengkeramannya meleset karena dia seperti mencengkeram belut.   "Eh engkau mau main-main dengan tuan besarmu, anjing geladak?"   Teriak Sam Toaya itu tambah bengis, rupanya dia jadi mendongkol dan penasaran. Malah tangan kanannya yang semula hendak digunakan untuk menghantam kuat sekali ke dada Ciu Pek Thong.   "Eit eit kenapa mau memukul orang?"   Teriak Ciu Pek Thong kaget.   Namun Ciu Pek Thong tidak berkelit.   Pukulan itu jitu sekali mengenai dadanya, menghantam kuat sekali.   Seketika terdengar suara jeritan.   Siauw Lian menutup mukanya dengan kedua tangannya, karena menduga Ciu Pek Thong tentunya telah rebah di lantai dengan tulang-tulang dadanya yang patah.   Sedangkan tamu- tamu yang lainnya juga para wanita cantik yang menjadi 32 penghuni tempat bunga raya tersebut telah menonton keributan tersebut.   Waktu Siauw Liang membuka tangan yang menutupi mukanya, dia melihat Ciu Pek Thong tengah mengibas- ngibaskan dadanya, seperti hendak membersihkan kotoran debu pada pakaiannya didekat bagian dada, masih berdiri segar bugar.   Rupanya yang menjerit adalah Sam toaya itu, dimana waktu kepalan tangannya meluncur dengan kuat, dia menghantam jitu sekali dada Ciu Pek Thong, namun yang dihantamnya itu justru kuat dan keras sekali, seperti dia menghantam dinding baja saja, malah ketika itu dia merasakan tenaga menolak yang hebat sekali.   Kuat luar biasa sehingga tubuhnya terpental terpelanting dilantai dan tangannya sakit bukan main.   Dengan murka Sam Toaya itu telah merangkak bangun, mukanya merah padam, tangan kanannya telah mencabut goloknya.   Diapun telah menggeram, katanya dengan bengis.   "Manusia Keparat, engkau mencari mampus, heh? Terimalah golokku ini.!"   Dan golok itu telah digerakkan membacok ke arah pundak Ciu Pek Thong.   Siauw Lian dan tamu-tamunya, juga para wanita-wanita bunga raya lainnya yang menyaksikan keributan tersebut telah menjerit berisik sekali.   Mereka ketakutan dan kuatir sekali untuk keselamatan Ciu Pek Thong.   Melihat orang main pukul dan sekarang malah ingin membacoknya, Ciu Pek Thong jadi mendongkol bukan main.   Tepi waktu itu juga timbul sifat nakalnya.   Melihat golok menyambar kearah pundaknya, sama sekali dia tidak berusaha berkelit, melainkan dia mengawasi saja sambil tersenyum- 33 senyum pada golok yang menyambar.   Dan waktu golok telah berada dekat, tahu-tahu Ciu Pek Thong telah mengulurkan kepalanya maju kedepan dengan gerakan yang cepat sekali, ujung golok itu telah digigitnya.   Bukan main mengejutkan semua orang yang berada di tempat itu.   mereka banyak yang mengeluarkan seruan ngeri.   Tapi yang paling terkejut adalah Siauw Lian, karena dia berada dekat sekali dengan Cio Pek Thong, sehingga dia bisa menyaksikan betapa golok itu tadi menyambar ke arah Ciu Pek Thong, lalu Ciu Pek Thong mempergunakan mulutnya untuk menggigit golok itu.   Siauw Lian menduga tentu golok itu akan meluncur terus menerobos masuk kedalam mulut Ciu Pek Thong dan akan merobek mulut dan leher Ciu Pek Thong, maka sambil menjerit ketakutan, dia telah pingsan rubuh terkulai di lantai.   Ciu Pek Thong melihat tubuh wanita itu terkulai akan rubuh di lantai, cepat-cepat mengulurkan tangan kakannya.   Dia telah berhasil menyambar lengan Siauw Lian, sehingga wanita itu tidak sampai rubuh rebah di lantai.   Waktu itu, Sam toaya telah mendorong sekuat tenaganya pada goloknya waktu melihat ujung goloknya digigit oleh gigi Ciu Pek Thong, namun usahanya itu sia-sia belaka, karena sedeikitpun juga goloknya tidak bergeming.   Ciu Pek Thong telah menggerakkan kepalanya, darimana tersalur tenaga dalam, tubuh Sam toaya itu tahu-tahu telah terlontar, celakanya pada goloknya terlepas, tubuhnya terbanting menggelinding di lantai.   Diapun menjerit-jerit kaget kesakitan.   34 Ciu Pek Thong telah menotok beberapa jalan darah Siauw Lian.   Wanita itu tersadar dari pingsannya dan menangis.   Sedangkan Ciu Pek Thong jadi sibuk membujuknya.   "Jangan menangis jangan menangis! Biar golok ini kupatahkan agar tidak bisa menimbulkan keributan lagi!"   Sambil membujuk Siauw Lian seperti itu, Ciu Pek Thong telah menurunkan golok itu dan mencekal dengan kedua tangannya.   Seperti juga mematahkan lidi, tanpa mempergunakan tenaga, golok itu telah dipatah-patahkan oleh Ciu Pek Thong menjadi delapan potong kecil.   Tampaknya ia mudah sekali dan tanpa mempergunakan tenaga.   Sam toaya yang telah merangkak bangun, tidak berani maju menyerang Ciu Pek Thong, karena dia menyadari bahwa Ciu Pek Thong bukan orang sembarangan.   Tadi dia telah merasakan betapa lihainya Ciu Pek Thong.   Maka tanpa mengeluarkan sepatah kata, dia telah memutar tubuhnya dan berlari meninggalkan ruangan tersebut.   Siauw Lian jadi panik sekali, katanya.   "Toako, engkau harus hati-hati. Sam toaya tentu akan datang bersama kawan- kawannya dan alat negeri untuk menangkapmu.!"   Demikian juga para tamu-tamu lainnya dan para wanita bunga raya itu, telah ramai membicarakan kehebatan Ciu Pek Thong yang dipuji-puji akan kehebatannya itu.   Namun ada juga yang menganjurkan agar Ciu Pek Thong segera meninggalkan tempat itu untuk menghindari balas dendam Sam toaya tersebut.   Mereka menjelaskan juga bahwa Sam toaya itu merupakan orang kepercayaan dari Gui Ciangkun (Panglima Gui) dan di tempat ini Sam toaya itu ditakuti.   Tidak ada seorangpun yang berani membantah perkataan dan keinginannya.   Biasanya jika benterok dengan seseorang, Sam toaya akan menghadapi sendiri lawannya, tapi jika dia 35 dirubuhkan, tentu dia akan mengajak kawan-kawannya, yang terdiri dari para pengawal Panglima Gui itu.   Dengan demikian, lawannya selalu berhasil ditangkap dan disiksa.   Dasar memang Ciu Pek Thong digelari Loo Boan Tong, si bocah tua bangkotan yang berandalan dan nakal, bukannya takut atau kuatir, malah jadi tertarik dan girang.    Si Angin Puyuh Tangan Kilat Karya Gan Kh Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Tugas Rahasia Karya Gan KH

Cari Blog Ini