Si Racun Dari Barat 13
Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong Bagian 13
Si Racun Dari Barat Karya dari Jin Yong Desak wanita tua itu, tak sabaran. Bokyong Cen menyahut tersendat-sendat, karena susah bernafas lantaran wanita itu menjambak rambutnya. "Dia ... dia berada di penginapan ..." "Penginapan mana?" Sambut Pek Bin Lo Sat. "Penginapan Yun Ih. Kalsu mau cari dia, pergi saja ke penginapan itu ...!" Tanpa berkata apa-apa lagi, wanita itu langsung menarik Bokyong Cen dan melesat begitu cepat laksana terbang. Sementara itu, Ouw Yang Coan terus menatap It Sok Taysu yang sudah sekarat. Kelihatannya It Sok Taysu sedang teringat sesuatu. Bibirnya bergerak seakan mau bicara, namun tidak dapat mengeluarkan suara. Hanya sepasang matanya yang tampak basah, memandang Ouw Yang Coan. "Setelah Taysu mati, aku pasti menguburmu. Namun aku harus memenggal kepalamu untuk dibawa ke daerah See Hek, diperlihatkan pada guruku!" Ujar Ouw Yang Coan. Walau tidak bisa bersuara, It Sok Taysu masih mendengar apa yang dikatakan Ouw Yang Coan, maka wajahnya tampak berseri. Mendadak, terdengar suara pintu kamar terbuka. Seorang wanita berambut panjang dan putih menerobos ke dalam dan langsung memeluk It Sok Taysu. Secepat kilat dibawanya tubuh itu melesat pergi. Ketika melihat ada seorang wanita menerobos ke dalam, Ouw Yang Coan melompat ke arah wanita itu, namun tiba-tiba ... "Anak Coan!" Suara itu bernada sedih. Ouw Yang Coan mendengar jelas suara tersebut. Bukankah itu suara guru? Gurunya memeluk It Sok Taysu dan membawanya pergi, untuk apa? Tanpa sempat berpikir, Ouw Yang Coan memburu keluar. Dilihatnya sesosok bayangan melesat ke arah rimba. Dia terus mengikuti di belakang, tapi tidak berhasil menyusulnya. Tak lama bayangan itu pun lenyap dari pandangannya. Ketika berhasil menemukan, di bawah sinar rembulan yang remang-remang, tampak gurunya duduk di pinggir sungai sambil memeluk It Sok Taysu. Terdengar pula suara teriak-teriak dari wanita tua itu. "Beng Lui! Beng Lui! Kau sadarlah! Sadarlah!" Suara teriakan itu amat memilukan. Seketika Ouw Yang Coan sadar dirinya telah melakukan suatu kesalahan, tapi tidak tahu di mana letak kesalahan itu. Ouw Yang Coan berdiri dekat sungai, memandang gurunya dengan wajah muram sekali. Rambut gurunya yang memutih itu berkibar-kibar terhembus angin. "Beng Lui! Beng Lui! Aku yang mencelakaimu, aku yang meneelakaimu!" Di saat bersamaan, Ouw Yang Coan mendengar suara langkah di belakangnya. Dia menoleh, dilihatnya sosok bayangan berjalan perlahan-lanan mendekatinya, yang ternyata Bokyong Cen. Hati It Sok Taysu masih belum sampai terserang hawa dingin itu. Namun wajahnya sudah berubah kelabu dan sepasang matanya sayu tak bersinar. Tampaknya dia masih dapat melihat wanita yang sedang memanggilnya. Bibir It Sok Taysu bergerak, kelihatannya ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak dapat mengeluarkan suara. Begitu melihat bibir It Sok Taysu bergerak, Pek Bin Lo Sat segera bertanya. "Bagaimana keadaanmu, Beng Lui? Apakah kau berniat mati? Kalau tidak, bagaimana mungkin anak Coan dapat membunuhmu? Dia sama sekali bukan lawanmu ... Aku terus berpikir, setelah itu harulah aku mengerti mengapa kau bergelar It Sok! Kau adalah It Sok, kau hanya It Sok! It Sok berarti punya satu niat, niatmu itu cuma memikirkan diriku! Ya, kan? Beritahukanlah padaku, kau sadar, cepatlah sadar!" Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen terus memperhatikan It Sok Taysu berubah jadi manusia es. Pek Bin Lo Sat membuka mulutnya, lalu memasukkan obat pemunah racun ke mulut It Sok Taysu melalui mulutnya pula. "Beng Lui, telanlah obat pemunah racun ini! Kalau kau telan, aku pasti bisa menyelamatkanmu!" Akan tetapi, It Sok Taysu tidak bisa menelan obat pemunah racun tersebut, bahkan mulut Pek Bin lo Sat berdarah. Wanita berambut panjang putih itu menangis, air matanya berderai-derai. Setelah menangis sejenak, mendadak Pek Bin Lo Sat membentak-bentak dan mencaci maki. "Sialan! Kau betul-betul sialan! Kau memiliki ilmu It Yang Ci Sin Kang, bagaimana mungkin kau akan terkena racun ular salju? Kau tidak sudi menggunakan ilmu It Yang Ci itu? Aku benci kau! Aku benci kau!" Pek Bin Lo Sat terus memeluk It Sok Taysu sambil menangis dengan air mata bercucuran, terkenang masa lalu. Ketika itu It Sok Taysu merupakan seorang pemuda ganteng. Mereka berdua selalu berdampingan ke mana pun. Suatu masa yang indah dan menyenangkan. Namun kini yang berada di depan matanya, bukan pemuda ganteng itu lagi, pemuda ganteng tersebut telah hilang. Pek Bin Lo Sat tinggal di dalam goa es, dua puluh tahun tidak bertemu. Begitu bertemu, pemuda ganteng itu telah berubah jadi seorang hweeshio, bahkan harus mati dalam pelukannya. Semakin terkenang masa lalu, hati Pek Bin Lo Sat semakin tersayat-sayat. Ouw Yang Coan terus memandang gurunya yang memeluk It Sok Taysu sambil menangis sedih. Kini dia telah paham akan maksud tujuan gurunya, dan tahu pula mengapa gurunya tidak mau pergi mencari musuh besarnya, melainkan menyuruhnya pergi mencari kitab pusaka Kiu lm Cin Keng. Gurunya hanya ingin mempelajari ilmu yang tercantum di dalam kitab pusaka tersebut, setelah itu barulah pergi mencari It Sok Taysu ini, mengalahkannya lalu berkumpul kembali, atau membuat It Sok Taysu merasa menyesal. Mereka berdua ternyata sepasang kekasih. Itu membuat hati Ouw Yang Coan jadi tidak tenang dan menyesal sekali. Kini Ouw Yang Coan jadi sadar akan satu hal, gurunya tidak menghendaki kematian It Sok Taysu. Tapi mengapa tidak memberitahukannya jangan membunuh hweeshio itu? Ouw Yang Coan akhirnya menemukan jawabannya. Ternyata Pek Bin Lo Sat tahu kepandaian Ouw Yang Coan masih jauh di bawah kepandaian It Sok Taysu. Tentunya Ouw Yang Coan tidak dapat membunuh It Sok Taysu, sedangkan It Sok Taysu tidak akan membunuhnya, mereka berdua pasti tidak akan bertarung mati-matian. Akan tetapi, siapa nyana Ouw Yang Coan turun tangan, dengan menggunakan ulat salju beracun. Dan tidak mengira It Sok Taysu membiarkan dirinya terkena racun tersebut, hingga harus menemui ajalnya. Hingga hari terang, Pek Bin Lo Sat masih memeluk mayat It Sok Taysu. Ouw Yang Coan tidak berani bersuara. Bokyong Cen memandangnya, Ouw Yang Coan manggut-manggut. Gadis itu segera mendekati Pek Bin Lo Sat. "Lo cianpwe, lepaskan dia, dia sudah mati!" Namun Pek Bin Lo Sat tidak menghiraukan sama sekali, tetap memeluk erat-erat mayat It Sok Taysu. Melihat Pek Bin Lo Sat tidak bersuara, gadis itu tidak berani bergerak lagi, hanya berkata dalam hati. Kelihatannya di antara orang dengan orang punya kebencian dan dendam yang tak dapat dijelaskan. Seperti halnya Pek Bin Lo Sat dengan It Sok Taysu, mereka berdua merupakan sepasang orang aneh, tidak tahu ada kebencian, dendam, atau cinta. Namun kini mendengar tangisan Pek Bin Lo Sat yang memilukan, orang yang berhati bejat pun akan terharu mendengarnya. Sementara Pek Bin Lo Sat membawa mayat It Sok Taysu ke dalam sungai, mungkin untuk dibersihkan. Tak lama setelah berada di dalam air, terlihat pula belasan ekor ikan mati mengambang di permukaan air, ternyata ikan-ikan itu pun ikut mati terkena racun di tubuh It Sok Taysu. Bokyong Cen mengeraskan hati untuk ikut turun ke sungai mendekati Pek Bin Lo Sat, sedangkan Pek Bin Lo Sat tetap berada di dalam sungai sambil memeluk mayat It Sok Taysu. Bokyong Cen memandang Pek Bin Lo Sat seakan memohon diijinkan membantu. "Lo cianpwe tidak takut dingin, tapi It Sok Taysu justru takut dingin .. ." Pek Bin Lo Sat menyahut. "Kau bilang apa? Kau bilang dia takut dingin?" Bokyong Cen mengangguk, lalu memandang Pek Bin Lo Sat dengan iba. Sementara Pek Bin Lo Sat terus memeluk It Sok Taysu erat-erat. "Beng Lui! Kau takut dingin? Kau memiliki ilmu It Yang Ci, kau tidak akan takut dingin. Ya, kan? Aku lihat kau tidak mau berada di dalam air yang amat dingin ini, kau hanya ingin duduk menghadap lampu Sang Buddha saja!" Usai berkata begitu, Pek Bin Lo Sat membawa mayat It Sok Taysu ke darat. Ditaruhnya mayat itu di pinggir sungai, lalu berlutut di sisi mayat seraya berkata perlahan-lahan. "Beng Lui, kau sudah mati? Betulkah kau sudah mati?" Air mata Pek Bin Lo Sat bercucuran. Ouw Yang Coan yang termangu-mangu akhirnya memberanikan diri mendekati Pek Bin Lo Sat, kemudian berlutut di hadapannya. "Suhu, teecu memang harus mati!" Pek Bin Lo Sat menyahut dengan sedih. "Anak Coan, mengapa kau harus mati? Ini adalah urusanku dengannya, tiada hubungannya denganmu!" Ouw Yang Coan diam karena tahu dirinya tidak boleh banyak bicara lagi. Pek Bin Lo Sat menggunakan ujung lengan bajunya membersihkan muka It Sok Taysu. "Beng Lui, dua puluh tahun kau tidak melihatku, kita sudah tua! Kau pernah bilang, hidup manusia bagaikan mimpi .. ." Pek Bin Lo Sat mulai membersihkan badan It Sok Taysu. "Beng Lui, apakah kau amat kesepian? Kau tidak mau berpisah denganku? Tapi mengapa ketika itu kau kabur dariku? Mengapa kau tidak memberitahukanku sama sekali? Asal kau memberitahukan padaku, apa sebabnya kau tidak mau bersamaku, aku pasti tidak akan menyulitkanmu. Tapi mengapa kau tidak memberitahukan padaku?" Pek Bin Lo Sal menengadahkan kepala, lalu menangis tersedu-sedu dengan air mata berderai-derai. Entah bagaimana perasaan Ouw Yang Coan saat ini. Sejak jadi murid Pek Bin Lo Sat, dia selalu dipeluk oleh gurunya. Namun ketika memeluknya, gurunya sering menyebut nama 'Beng Lui'! Siapa Beng Lui itu? Ouw Yang Coan sama sekali tidak tahu. Yang dia tahu gurunya amat membenci dan dendam terhadap orang tersebut. Akan tetapi, kini Ouw Yang Coan baru sadar akan semua itu, dia membenturkan kepalanya pada tanah. "Suhu, anak Coan telah bersalah terhadapmu ..." Ucapnya dengan terisak-isak. Usai berkata begitu, mendadak Ouw Yang Coan mengangkat tongkat ularnya memukul kepalanya sendiri. Kalau mengena, niscaya kepalanya hancur berantakan. Namun Pek Bin Lo Sat tidak bergerak, hanya memandang Ouw Yang Coan yang memukul kepalanya sendiri. Wajahnya tampak berseri, seakan gembira sekali. Bukan main terkejutnya Bokyong Cen. Ia dengan cepat melesat ke arah Ouw Yang Coan dan langsung merebut tongkat ular itu, lalu menatap Pek Bin Lo Sat dengan sengit sekali. "Lo cianpwe, Ouw Yang toako mau bunuh diri, mengapa Lo cianpwe tidak berusaha mencegahnya?" "Kau adalah anak kecil, mengerti apa? Memang baik dia mati, begitu pula It Sok Taysu! Kuberitahukan padamu, kalau Ouw Yang toakomu mati, aku pun tidak akan hidup seorang diri!" Bokyong Cen makin tertegun. Kau begitu berduka atas kematian It Sok Taysu, bagaimana mungkin akan mati bersama muridmu pula? Muridmu membalaskan dendammu itu, kalaupun salah, itu atas kemauanmu. Kau yang membenci dan mendendam It Sok Taysu, sehingga menimbulkan kejadian ini! Bokyong Cen memandang Pek Bin Lo Sat, kemudian mencetuskan semua itu, hingga wajah Pek Bin Lo Sat semakin tak sedap dipandang. Ouw Yang Coan yang menyaksikan itu segera membentak. "Nona Bokyong, jangan berbicara lagi!" Akan tetapi,Bokyong Cen sama sekali tidak mendengar, terus menyerocos. Setelah itu, sepertinya menunggu Pek Bin Lo Sat turun tangan membunuhnya. Namun Pek Bin Lo Sat diam saja, tidak turun tangan membunuh Bokyong Cen, melainkan menyahut dengan dingin. "Apa yang kau katakan memang tidak salah, semau ini adalah gara-garaku, tidak dapat menyalahkan orang lain!" Pek Bin Lo Sat menatapnya. Tatapan itu mengandung arti yang dalam. Karena Bokyong Cen berani berkata blak-blakan, Pek Bin Lo Sat terkesan baik terhadapnya. Mayat It Sok Taysu dibaringkan. Mereka bertiga duduk berhadapan, tiada seorang pun bersuara, hanya suara air sungai yang terdengar. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ouw Yang Coan tidak tahu harus bagaimana baiknya. Hatinya menyesali perbuatannya. Aku telah bersalah! Aku tidak tahu, guru begitu membencinya, tapi juga merindukannya setiap hari. Mengapa aku sedemikian bodoh? Mengapa It Sok Taysu begitu rela mati? Hanya karena dalam hatinya berteduh seorang wanita, tidak lain adalah gurunya. Bokyong Cen yang menyaksikan kematian It Sok Taysu, hatinya jadi hambar. Ia mulai berpikir lagi. Kelihatannya jadi lelaki baik memang sulit, orang baik malah cepat mati. It Sok Taysu yang begitu lemah lembut, juga berkepandaian tinggi, boleh dikatakan tidak pernah berbuat jahat, namun dia justru mati secara mengenaskan. Kelihatannya orang baik tidak panjang umur, sungguh sial orang baik di dunia. Bagaimana dengan Ouw Yang Coan, dia orang baik atau orang jahat? Dia begitu setia terhadap gurunya, juga amat menyayangi adiknya. Tapi ketika membunuh orang, dia tampak kejam sekali. Sepertinya caranya membunuh It Sok Taysu, tidak memberi ampun sama sekali. Mendadak Pek Bin Lo Sat bersuara, dia bertanya pada Ouw Yang Coan. "Anak Coan, sebelum mati, dia hilang apa?" Ouw Yang Coan tersentak, lalu berpikir sejenak. "Dia bergumam sendiri, sepertinya bergumam tentang kehidupan!" Sahutnya kemudian. "Katakan biar aku mendengarnya!" Pek Bin Lo Sat menambahkan. "Yang kau ingat saja!" "Aku memberitahukannya bahwa guru tinggal di goa es selama dua puluh tahun. Dia kurang percaya, aku menyatakan benar!" Pek Bin Lo Sat manggut-manggut. Mendadak Bokyong Cen menyelak. "Aku masih ingat akan gumamannya, biar aku yang memberitahukan pada Lo cianpwe!" Pek Bin Lo Sat mengangguk. "Baik, beritahu-kanlah!" "It Sok Taysu bergumam, kau tinggal di goa es, aku memegang ulat salju beracun! Tangan, kaki dan hati dingin! Kau benci karena aku kejam, aku pikir kau keji! Aku kejam kau keji hati sendiri!" Pek Bin Lo Sat mendengar dengan penuh perhatian, setelah itu dia pun bergumam. "Kau tinggal di goa es, aku memegang ulat salju beracun! Tangan, kaki, dan hati dingin! Beng Lui, kau boleh tinggal di goa es itu, tapi tidak boleh memegang ulat salju beracun! Tinggal di goa es bisa hidup, lukaku sudah hampir sembuh! Namun memegang ulat salju beracun, pasti akan keracunan! Apakah kau sudah pikun?" Air mata Pek Bin Lo Sat berlinang-linang. "Kau benci karena aku kejam, aku pikir kau keji. Aku kejam kau keji hati sendiri! Bagus ucapanmu itu, aku yang pikir kau kejam. Aku yang pikir kau kejam! Memikirkan dan merindukanmu, hingga rambutku berubah putih semua ..." Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen terus memandang Pek Bin Lo Sat. Ternyata Pek Bin Lo Sat amat merindukan U Sok Taysu, sehingga dirinya berubah tidak karuan begitu. Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen saling memandang. Mereka berdua menggeleng-gelengkan kepala dan diam-diam menarik nafas panjang. Pek Bin Lo Sat, Ouw Yang Coan, dan Bokyong Cen terus memandang It Sok Taysu yang berbaring di lubang kubur. Wajah It Sok Taysu tampak tenang dan berseri, seakan sudah terlepas dari berbagai macam penderitaan. "Anak Coan, kuburlah dia!" Perintah Pek Bin Lo Sat kepada muridnya. Ouw Yang Coan mengangguk, lalu bersama Bokyong Cen memapah Pek Bin Lo Sat ke samping. Kemudian barulah mereka berdua menimbun lubang kubur itu. Sesudah beres, Ouw Yang Coan ingin menulis nama It Sok di makam tersebut, tapi Pek Bin Lo Sat tampak mencegahnya. "Ketika masih hidup dia tidak mau meninggalkan nama, setelah mati pun begitu. Karena itu, lebih baik jangan menulis namanya pada kuburannya ini!" Ouw Yang Coan mengangguk, lalu bersujud di hadapan makam It Sok Taysu. Ketika bangkit berdiri, dia menoleh ke arah Pek Bin Lo Sat. "Suhu, kita mau ke mana?" Pek Bin Lo Sat berpikir sejenak. "Anak Coan, aku dan kau berada di Tionggoan, tapi tiada yang harus dikerjakan. Kini kau kehilangan adikmu, kita harus pergi mencarinya!" Mendengar itu, Ouw Yang Coan merasa gembira. "Kalau suhu bersedia turun tangan, tentunya aku tidak takut pada mereka. Kepandaian mereka amat tinggi, aku bukan tandingan mereka." "Aku tahu guru mereka amat terkenal dan jahat, dia menyebut dirinya sebagai penjahat besar, maka selalu melakukan hal-hal yang menyimpang dari peraturan rimba persilatan. Aku lihat adikmu sampai di sana, pasti celaka." Mendengar itu, hati Bokyong Cen juga tergerak. Aku kabur dari vihara Cin Am, tentunya tidak baik untuk kembali ke sana. Kalau bertemu guru dan para biarawati vihara Cin Am, aku harus bilang apa. Lebih baik aku ikut mereka ke daerah utara, apabila bisa membantu mereka mencari Ouw Yang Hong, ini lebih baik. "Lo cianpwe, bolehkah aku ikut kalian pergi mencari saudara Ouw Yang Hong itu?" "Kalau kau rela, tentu saja boleh ..." Sahut Pek Bin Lo Sat bernada hambar. Wajah Bokyong Cen berseri. "Terimakasih, Lo cianpwe." Mereka bertiga menuju ke daerah utara untuk mencari Ouw Yang Hong. Dalam perjalanan ini, mereka jarang berbicara. Perjalanan yang membutuhkan waktu, membuat mereka merasa lelah. Sampai di daerah utara, mereka bertanya pada penduduk. Ternyata perkampungan Liu Yun Cun berada di depan. Betapa girangnya mereka bertiga, biar bagaimana pun, asal sampai di perkampungan tersebut, pasti akan tahu keadaan Ouw Yang Hong. Akan tetapi, ketika sampai di perkampungan Liu Yun Cun, mereka bertiga melongo. Ternyata tiada seorang pun berada di perkampungan itu. Yang tampak hanya puing-puing saja, dan amat sunyi sepi. Tak lama kemudian mereka bertiga meninggalkan perkampungan itu, kemudian bertanya pada salah seorang penduduk. Orang itu memberitahukan, bahwa tahun kemarin mendadak terjadi kebakaran di perkampungan itu. Banyak orang yang mati dan ada pula yang berhasil menyelamatkan diri. Yang berhasil menyelamatkan diri menceritakan, bahwa majikan mereka sudah tiada. Ketika terjadi kebakaran, tiada seorang pun yang sudi memadamkan api, sebab majikan perkampungan itu amat jahat. Akhirnya perkampungan itu ludes dilalap api. Setelah itu, banyak setan berkeliaran di tempat itu. Tiap tengah malam terdengar suara tangisan, yang diselingi suara nyanyian. Tapi sesudah itu, tak pernah terdengar lagi suara-suara tersebut. "Paman tua! Apakah tahun kemarin pernah muncul seorang sastrawan di tempat ini?" Tanya Ouw Yang Coan. Orang tua itu menggeleng kepala. "Entahlah! Yang mahir ilmu silat pun telah mati, apalagi seorang sastrawan. Ya, kan?" Bukan main terkejutnya Ouw Yang Coan. "Maksud Paman tua sastrawan itu sudah mati?" Orang tua itu mengangguk. "Ya. Dia pasti sudah mati terbakar." Hati Ouw Yang Coan jadi sedih sekali, dan air matanya langsung meleleh. "Adikku! Adikku! Kau sudah mati? Kau sudah mati?" Gumamnya. "Ouw Yang Toako! Belum tentu Saudara Ouw Yang Hong sudah mati, janganlah kau bersedih hati!" Kata Bokyong Cen menghibur. "Adikku tidak begitu mengerti ilmu silat, dia pasti sudah mati. Bagaimana mungkin dia dapat menyelamatkan diri dari kobaran api?" Sahut Ouw Yang Coan terisak-isak. Pek Bin Lo Sat tertawa dingin seraya berkata. "Anak Coan, untuk apa kau menangisinya? Kau dan aku adalah orang yang bernasib malang. Daripada dia hidup menderita, bukankah lebih baik dia mati? Mulai sekarang kau hidup bersamaku di dalam goa es, mati di sana pun akan tenang." "Suhu, aku bersusah payah membesarkannya, agar dia bisa menyambung keturunan Ouw Yang. Siapa tahu dia justru mati di tangan si Racun Tua itu," Kata Ouw Yang Coan dengan wajah murung. "Anak Coan, adikmu belum ketahuan jejaknya. Menurutku, begitu adikmu jatuh ke tangan si Racun Tua, lalu dibunuhnya. Anak Coan, lebih baik kau ikut aku kembali ke See Ilek, lalu hidup di sana saja!" Ouw Yang Coan diam. Pek Bin Lo Sat memandangnya dan tahu bahwa sejak Ouw Yang Coan belajar ilmu silat padanya di goa es, sebab ilmu silatnya berasal dari aliran sesat dan beracun, maka membuatnya tidak normal lagi, artinya tidak jantan lagi seperti seorang lelaki, alias banci. Karena itu, dia sering bermesra-mesraan dengan Pek Bin Lo Sat, saling memeluk dan lain sebagainya, maka membuat mereka berdua tidak mau berpisah lagi, hidup maupun mati harus tetap bersama. Sesungguhnya Ouw Yang Coan mempunyai suatu rencana, yaitu mencarikan seorang wanita untuk Ouw Yang Hong, agar keluarga Ouw Yang mempunyai turunan, barulah hatinya akan merasa lega. Tapi kini adiknya sudah tiada. Dia harus bagaimana? Ouw Yang Coan berkata pada Pek Bin Lo Sat. "Suhu, aku bersedia ikut kau tinggal di goa es itu, selanjutnya tidak akan keluar, dan juga tidak akan berhubungan dengan kaum rimba persilatan. Tapi begitu adikku mati, keluarga Ouw Yang pun putus turunan. Bagaimana setelah aku mati bertemu orang tuaku di alam baka?" Seusai berkata demikian, Ouw Yang Coan menangis sedih dengan air mata bercucuran. Pek Bin Lo Sat terus memandangnya, kemudian memandang Bokyong Cen yang diam dari tadi. Mendadak timbul pikiran yang aneh. Siapa bilang keluarga Ouw Yang tidak punya turunan? Aku justru menghendaki keluarga Ouw Yang punya turunan Hampir sembilan belas tahun aku tinggal di daerah See Hek. Cukup banyak harta yang kukumpulkan. Aku harus membantunya jadi orang terkaya di daerah See Hek. Pek Bin Lo Sat memang orang aneh. Apa yang dipikirkannya pasti dilaksanakannya pula. "Nona Bokyong, aku akan memberitahukan satu hal padamu," Katanya kepada Bokyong Cen. Bokyong Cen tersentak, karena gadis itu sedang mengenang perpisahannya dengan Ouw Yang Hong. "Lo Cianpwee ingin memberitahukan tentang hal apa?" Tanyanya. Pek Bin Lo Sat tidak menyahut, melainkan berkata kepada Ouw Yang Coan. "Anak Coan, kau menyingkirlah sebentar! Aku ingin bicara dengan Nona Bokyong." Ouw Yang Coan mengangguk, lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Setelah melihat Ouw Yang Coan berjalan agak jauh, barulah Pek Bin Lo Sat berkata pada Bokyong Cen. "Nona Bokyong, aku dengar dari anak Coan, kau kabur dari vihara Cin Am! Benarkah itu?" Bokyong Cen mengangguk, kemudian menundukkan kepala. Ternyata gadis itu merasa malu akan hal itu. Pek Bin Lo Sat berkata lagi. "Keluarga Ouw Yang hanya dua bersaudara. Di antara mereka memang Ouw Yang Honglah yang lebih kuat. Tapi sungguh sayang sekali, begitu memasuki daerah Tionggoan, dia jatuh di tangan si Racun Tua dan dibunuh pula. Kini hanya tinggal Ouw Yang Coan seorang, bagaimana dia hidup?" Bokyong Cen tercengang mendengar itu, bahkan juga tidak mengerti. "Lo cianpwe menghendaki aku berbuat apa?" Tanyanya. Pek Bin Lo Sat memandang Bokyong Cen dengan sedikit berbinar-binar. "Baik, akan kuberitahukan. Bersediakah kau menjadi istri Ouw Yang Coan?" Katanya kemudian. Bokyong Cen tersentak. Gadis itu sama sekali tidak menyangka Pek Bin Lo Sat akan mengatakan hal tersebut. Walau dia melakukan perjalanan bersama Ouw Yang Coan, tapi selama itu tidak pernah memikirkan hal tesebut. Oleh karena itu, apa yang dikatakan Pek Bin Lo Sat itu membuatnya tertegun. Pek Bin Lo Sat tersenyum, lalu berkata dengan lembut. "Aku yang membesarkan anak Coan. Tentunya aku tahu jelas bagaimana sifatnya. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dia agak pendiam, namun berhati hangat. Kalau kau setuju, aku akan menyuruhnya memperistrimu." Bokyong Cen menundukkan kepala. "Lo Cianpwe, aku adalah orang Vihara Cin Am. Walau aku bukan biarawati, namun setelah diculik oleh Pek Tho San San Kun, hatiku telah remuk. Untung Tuan Ouw Yang menyelamatkanku. Selama ini aku telah banyak melihat dan mengerti hidup matinya manusia hanya dalam waktu singkat saja. Karena itu, hatiku jadi hambar, ingin kembali ke Vihara Cin Am jadi biarawati." Pek Bin Lo Sat tersentak. Dia tidak menduga bahwa gadis semuda itu sudah punya niat seperti itu. Padahal dia merupakan gadis yang cantik jelita. Sayang sekali kalau jadi biarawati. Berselang sesaat, Pek Bin Lo Sat berkata. "Nona Bokyong, aku mengatakan ini padamu bukan cuma demi anak Coan, melainkan juga demi dirimu." Bokyong Cen menatap Pek Bin Lo Sat dengan tidak mengerti. Maka Pek Bin Lo Sat segera menjelaskan. "Tahukah kau? Sebetulnya kau telah terkena racun ulat salju. Anak Coan memberitahukan bahwa kau menepuk telapak tangan It Sok Taysu demi menyelamatkannya, namun kau tidak tahu akan keganasan racun ulat salju. Ketika kau menyentuh kau terkena racun ulat salju itu. Hanya saja reaksi racun itu agak lembut. Tapi pada waktu itu kau terus berlari, sehingga racun ulat salju menjalar ke seluruh tubuhmu. Kalau kau ingin terus hidup, hanya ada dua jalan. Kesatu kau harus belajar ilmu It Yang Ci keluarga Toan di Tayli. Tapi itu membutuhkan waktu. Kedua kau harus menikah dengan anak Coan, sebab dengan adanya hubungan suami istri, racun itu akan punah secara perlahan-lahan. Aku adalah seorang wanita, tentunya tidak bisa bermesra-mesraan denganmu. Anak Coan adalah lelaki. Apabila dia memperistrimu, barulah mengajarimu. Aku sudah beritahukan ini padanya, dia berhati baik dan bersedia membantumu. Agar tidak mempermalukanmu, kuusutkan kalian menikah saja. Mengenai ilmu It Yang Ci, semua kaum rimba persilatan tahu bahwa ilmu tersebut tidak boleh diturunkan kepada orang luar. Lagi pula hanya kaum lelaki yang dapat belajar ilmu tersebut." Bukan main terkejutnya Bokyong Cen mendengar itu. Dia berkata dalam hati. Apakah aku akan mati begitu saja? Kalau masih ingin hidup, tentunya harus menikah dengan Ouw Yang Coan. Haruskah itu? Gadis itu terus berpikir. Pek Bin Lo Sat memperhatikannya, kemudian berkata. "Nona Bokyong, lima belas hari kemudian, racun itu pasti bereaksi. Kalau tidak mulai dipunahkan dari sekarang, sampai saatnya nanti kau tidak akan dapat tertolong lagi. Sebelum mati, kau pasti tersiksa dan amat menderita sekali." Betapa terkejutnya Bokyong Cen terhadap apa yang dikatakan Pek Bin Lo Sat. Tapi dia masih setengah percaya dan setengah tidak. Karena itu, dia berpikir. Benarkah apa yang dikatakan Pek Bin Lo Sat? Ataukah ... dia cuma demi muridnya saja? Dia menghendaki agar aku menikah dengan muridnya, maka lalu mengarang yang bukan-bukan. Sementara Pek Bin Lo Sat terus memperhatikannya. Dia tahu bahwa gadis iu kurang mempercayai perkataannya, maka lalu berkata sambil tersenyum. "Cobalah peganglah nadimu, lalu kerahkan lwee kangmu, kau pasti akan mengetahuinya!" Bokyong Cen mengangguk, lalu memegang nadinya sesuai dengan apa yang dikatakan Pek Bin Lo Sat. Seketika dia merasa sekujur badannya sakit, sepertinya hawa murninya akan buyar. Wajahnya langsung berubah pucat pias, tak mampu bersuara sedikit pun. Kelihatannya Pek Bin Lo Sat berkata sesungguhnya. Bokyong Cen memandang Pek Bin Lo Sat, namun tidak tahu harus berkata apa. Dia bersedia menjadi istri Ouw Yang Coan, tapi tidak suka tinggal di daerah See Hek, bahkan tidak suka Pek Bin Lo Sat yang amat aneh. Tapi dia harus berbuat apa? Bokyong Cen mulai menangis. "Kalau Ouw Yang Toako setuju, aku pasti menuruti perkataan lo cianpwe," Katanya terisak-isak. Ouw Yang Coan tidak tahu gurunya mau bicara apa dengan Bokyong Cen. Namun dia tahu jelas, bahwa selama ini gurunya melakukan sesuatu tidak pernah di belakangnya. Kini gurunya ingin bicara dengan Bokyong Cen, mengapa harus menyuruhnya menyingkir? Setelah berpikir sejenak, dia yakin bahwa gurunya mempunyai urusan penting berunding dengan Bokyong Cen. Berselang beberapa saat kemudian, Pek Bin Lo Sat mendekatinya sambil tersenym-senyum, lalu memandangnya dengan penuh perhatian. "Anak Coan, aku sudah bicara dengan Bokyong Cen, dia setuju menjadi istrimu. Kalau kau menikah dengannya, keluarga Ouw Yang pasti mempunyai turunan." Walau Ouw Yang Coan amat menghormati gurunya, tapi ketika mendengar ucapannya itu dia amat gusar sekali. "Siapa bilang aku ingin punya istri? Siapa bilang aku ingin memperistri Nona Bokyong?" Katanya sambil melototi gurunya. Pek Bin Lo Sat memandangnya. "Anak Coan, apa yang terkandung di dalam hatimu, aku mengetahuinya. Kini adikmu sudah mati. Kalau kau tidak mau menikah, bukankah keluarga Ouw Yang akan punah?" Ouw Yang Coan terus melotot. "Aku memang tidak boleh bersalah terhadap leluhur, juga tidak boleh bersalah terhadap diriku sendiri. Suhu menghendakiku punya istri, aku pasti menurut, namun tidak mungkin harus memperistri Nona Bokyong!" Katanya sepatah demi sepatah. "Anak Coan, kau ingin memperistri siapa? Apakah kau sudah jatuh hati pada gadis See Hek? Kalau begitu, mari kita cari gadis itu!" Ouw Yang Coan menatap Pek Bin Lo Sat dengan tajam. "Suhu, wanita yang ingin kuperistri adalah Suhu sendiri," Sahutnya dengan sungguh-sungguh. Wajah Pek Bin Lo Sat berseri. Wanita itu berjalan perlahan-lahan mendekati Ouw Yang Coan, lalu membelai-belainya seraya berkata dengan ringan. "Anak Coan, kau sudah tumbuh besar. Kau sudah tumbuh besar! Tumbuh besar sebagai seorang lelaki! Tapi kau harus tahu, biasanya seorang murid memperistri gurunya, karena gurunya amat cantik. Sedangkan gurumu ini tidak menyerupai manusia, lagi pula dulu dijuluki Pek Bin Lo Sat, sebab amat cantik. Namun kini ... Aaaah! Anak Coan, kau jangan bodoh!" "Suhu menghendaki aku punya istri, maka aku memperistri Suhu. Suhu setuju, kan?" Kata Ouw Yang Coan. Bukan main terharunya Pek Bin Lo Sat. Dia terus-menerus membelai Ouw Yang Coan sambil berkata perlahan-lahan. "Anak Coan, kau harus tahu, aku bukan seorang wanita yang baik, melainkan hantu. Banyak wanita baik di dunia, mengapa kau memilihku?" Ouw Yang Coan memandangnya. Dalam matanya penuh diliputi cinta kasih dan kehangatan. Berselang sesaat, Pek Bin Lo Sat berkata. "Ketika aku berada di Tionggoan, bertemu Tuan Muda Toan. Dia amat ganteng dan romantis. Sekali memandangnya, aku langsung jatuh hati padanya. Aku dan dia bersama-sama melewati hari-hari yang indah. Tapi dia tidak tahu bahwa adatku kurang baik. Aku sering melampiaskan adatku terhadapnya. Pada suatu hari, secara diam-diam dia meninggalkanku. Karena itu, aku amat membencinya sehingga aku mengambil keputusan untuk membunuhnya. Lantaran sering memikirkannya, akhirnya aku berubah menjadi begini. Anak Coan, kau tidak pernah melihat Pek Bin Lo Sat yang cantik jelita. Kau kira gampang aku memperoleh julukan tersebut?" Wanita itu menghela nafas panjang. "Anak Coan, aku suka kau. Kalau aku adalah wanita baik yang cantik jelita, tentunya aku akan bersamamu, dan siapa pun tidak dapat memisahkan kita. Padahal sesungguhnya, hubunganku dengan It Sok Taysu telah berlalu. Sesungguhnya aku dan kau barulah merupakan pasangan yang saling mencinta. Namun rupaku seperti ini. Kalaupun kau tidak kabur, aku juga merasa rendah diri. Aku sudah mengambil keputusan untuk kembali ke goa es. Begitu sampai di sana, pintu goa akan kututup. Bukankah itu baik sekali? Karena aku bisa tidur selama-lamanya." Walau bagaimana pun, Pek Bin Lo Sat tetap seorang wanita. Seusai berkata air matanya berderai-derai. Kemudian dia menengadahkan kepalanya ke langit seraya berseru dengan ringan. "Oh, Thian (Tuhan)! Mengapa aku harus memikul dosa dan penderitaan ini? Mengapa aku tidak bertemu anak Coan dari dulu? Aaaah! Mengapa aku harus bertemu Tuan Muda Toan yang romantis itu?" Dia menundukkan kepala, kemudian bergumam. "Di tepi telaga itu, aku bertemu seorang wanita cantik. Rambutnya panjang terurai dan sepasang alisnya lentik. Jalannya lemah gemulai, sungguh mempesona! Senyumannya menawan dan memukau ..." Sejak kecil Ouw Yang Coan tidak pernah belajar syair, maka tidak mengerti tentang syair yang dibaca Pek Bin Lo Sat. Namun dia tahu bahwa itu adalah sebuah syair yang mengisahkan percintaan. Berselang sesaat, Pek Bin Lo Sat menatap Ouw Yang Coan seraya berkata. "Anak Coan, aku tahu bagaimana perasaan di dalam hatimu. Tapi biar bagaimana pun, kau harus memperistri wanita yang baik demi keluarga Ouw Yang. Tentang ini kau harus mendengar perkataanku." "Suhu, aku ..." Sahut Ouw Yang Coan terputus. "Anak Coan, kalau kau tidak mendengar perkataanku, aku pasti akan mati di hadapanmu. Beng Lui telah mati, kini aku hidup di dunia sudah tidak memiliki apa-apa. Apabila kau tidak mendengar perkataanku, aku pasti mati." Ouw Yang Coan mengucurkan air mata. "Baik, Suhu! Aku pasti mendengar perkataanmu," Kata Ouw Yang Coan terisak-isak. Pek Bin Lo Sat tersenyum. Sedangkan Ouw Yang Coan menundukkan kepala. Begitulah Ouw Yang Coan menikah dengan Bokyong Cen, disaksikan Pek Bin Lo Sat. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mereka berdua bersujud pada langit dan bumi, kemudian juga bersujud pada Pek Bin Lo Sat. "Mulai hari ini,kalian berdua sudah sah sebagai suami istri. Semoga kalian berdua hidup bahagia hingga tua!" Pek Bin Lo Sat memberi restu pada mereka berdua. Tak terasa hari pun sudah gelap. Mereka bertiga mencari penginapan. Sampai di penginapan, Pek Bin Lo Sat berkata pada Ouw Yang Coan. "Anak Coan, kini kau dan Bokyong Cen sudah merupakan suami istri. Luka Bokyong Cen cukup parah, kau harus segera mengobatinya!" Ouw Yang Coan mengangguk, begitu pula Bokyong Cen. Tengah malam, Ouw Yang Coan berdiri di halaman penginapan. Dia tidak ingin masuk ke kamarnya, cuma memandang ke dalam kedua kamar. Salah satu kamar dihuni Pek Bin Lo Sat. Mulai hari ini, dia tidak akan berpeluk-pelukan lagi dengan gurunya itu, sebab kini dia sudah menjadi suami Bokyong Cen. Bagaimana gurunya melewati malam ini? Apakah gurunya akan menangis seorang diri karena berduka? Ouw Yang Coan terus berpikir, akhirnya memberanikan diri mendekati kamar Pek Bin Lo Sat. Pintu kamar itu didorongnya, tapi dikunci dari dalam. Maka, dia terpaksa memanggil. "Suhu! Suhu! Buka pintu, aku ingin bicara!" Terdengar sahutan dari dalam yang amat tenang. "Anak Coan, cepatlah kembali ke kamarmu! Kau jangan membiarkan Bokyong Cen menunggu!" Betapa kesalnya hati Ouw Yang Coan! Dia mengangkat sebelah tangannya, kelihatannya ingin menghancurkan daun pintu kamar itu, tapi mendadak dibatalkannya. Ternyata dia merasa khawatir gurunya tidak akan melayaninya. Ouw Yang Coan berdiri termangu-mangu di depan pintu kamar itu, tidak tahu harus berbuat apa. Ketika tidak mendengar suara di luar, Pek Bin Lo Sat mengira Ouw Yang Coan sudah pergi, maka dia membuka pintu. Begitu pintu dibuka, dilihatnya Ouw Yang Coan berdiri di depan pintu dengan kepala tertunduk. "Anak Coan, kau harus kembali ke kamar untuk beristirahat!" Kata wanita itu. Ouw Yang Coan kelihatan seperti tidak mendengar, kata-kata Pek Bin Lo Sat. Dia berdiri tertegun sambil memandangnya. Pek Bin Lo Sat tersenyum, kemudian menutup kembali pintu kamar. Setelah itu dia menarik Ouw Yang Coan ke kamar Bokyong Cen. Di dalam kamar itu tampak sepasang lilin merah menyala. Bokyong Cen duduk dengan kepala tertunduk. Walau mendengar suara langkah, namun gadis itu sama sekali tidak mendongakkan kepala. Pek Bin Lo Sat mendekatinya, lalu berkata sambil memandangnya. "Nona Bokyong, kau dan Ow Yang Coan sudah menikah. Malam ini adalah malam bahagia bagi kalian berdua. Aku sudah memberitahukan pada Ouw Yang Coan bagaimana cara menyembuhkan lukamu, legakanlah hatimu!" Bokyong Cen tidak menyahut. Sedangkan Ouw Yang Coan berdiri di situ dengan hati kacau. Dia menyukai gurunya atau menyukai Bokyong Cen, tentunya dia tahu jelas dalam hati. Pada hal sesungguhnya, dia sama sekali tidak berniat memperistri Bokyong Cen, namun lewat malam ini, Bokyong Cen sudah menjadi istrinya yang sah. Dalam hati Bokyong Cen juga merasa tidak enak. Pemuda yang didambakannya justru bukan Ouw Yang Coan, namun urusan sudah begini. Kalau dia tidak jadi istrinya, nyawanya tak dapat dipertahankan lagi. Lewat malam ini, dia adalah istri Ouw Yang Coan. Bokyong Cen dan Ouw Yang Coan sama-sama membisu, membuat Pek Bin Lo Sat tertawa. Bab 21 "Biasanya ada mak comblang yang mendampingi pengantin, tapi malam ini tidak ada, maka aku terpaksa harus mewakili mak comblang," Katanya. Usai berkata, Pek Bin Lo Sat lalu melepas sepatunya, maka tampak kakinya yang putih mulus. Ketika melihat sepasang kaki Pek Bin Lo Sat, terbelalaklah Ouw Yang Coan dan Bokyong Cen. Tak disangka Pek Bin Lo Sat memiliki kaki yang begitu putih mulus. Kalau tidak melihat wajahnya, hanya melihat sepasang kakinya, lelaki yang mana pun pasti terpukau. Kelihatannya Pek Bin Lo Sat dulu merupakan wanita yang amat cantik. Begitulah kata Ouw Yang Coan dalam hatinya. Ouw Yang Coan memang sering melihat wajah dan tangan Pek Bin Lo Sat yang kurus kering, tapi tidak pernah melihat kakinya. Kini setelah melihat kaki Pek Bin Lo Sat yang begitu indah, perasaan dalam hatinya menjadi kacau balau. Pek Bin Lo Sat tersenyum-senyum, lalu membereskan tempat tidur seraya berkata perlahan. "Selimut merah yang indah, tidur bersama dan akan punya anak cucu yang banyak. Melewati hari-hari bahagia, mati dan hidup tetap bersama." Setelah membereskan selimut, dia melanjutkan lagi. "Gembira bersama dan bahagia bersama hingga di hari tua ..." Wanita itu tersenyum, lalu meninggalkan mereka menuju kamarnya sendiri. Di dalam kamar itu hanya tinggal Bokyong Cen dan Ouw Yang Coan. Mereka berdua duduk berhadapan dan amat dekat, sehingga nafas masing-masing terdengar dengan jelas. Mereka berdua duduk tanpa bersuara. Ouw Yang Coan memandang Bokyong Cen sejenak, kemudian berkata dalam hati. Bokyong Cen adalah seorang gadis yang baik. Sungguh di luar dugaan dia rela menikah denganku! Kalau adikku tidak mati, aku pasti menyuruh adikku memperistrinya, agar mereka berdua hidup bahagia. Sedangkan aku akan tetap bersama guru. Bukankah itu baik sekali? Tapi ... Diam-diam Ouw Yang Coan menghela nafas panjang. Ketika melihat Ouw Yang Coan tak bergerak, hati Bokyong Cen berdebar-debar. Akhirnya dia melepas sepatu dan baju pengantinnya, lalu menyusup ke dalam selimut. Akan tetapi, Ouw Yang Coan tetap tak bergerak, duduk termenung seperti semula. Berselang beberapa saat kemudian, barulah dia berkata. "Nona Bokyong, kau ... baik-baik saja?" Bokyong Cen ingin menyahut, namun tak mampu bersuara, sehingga apa yang ingin dikatakannya tertelan kembali. "Nona Bokyong, apakah kau ... tidak begitu iklas?" Tanya Ouw Yang Coan. Bokyong Cen tetap tidak bersuara, hanya menggigit bibir seraya berkata dalam hati. Dia adalah Ouw Yang Coan, jago nomor satu di daerah See Hek. Dia bukan lelaki kasar seperti Pek Tho San San Kun yang selalu mempermainkan diriku. Dia ... dia tidak akan menghina kaum wanita. Malam semakin larut, bintang-bintang bergemerlapan mendampingi rembulan. Di bawah sinar rembulan, tampak seorang wanita berdiri mematung. Kelihatannya wanita itu sedang merenungkan sesuatu. Sebentar dia tersenyum, sebentar mengucurkan air mata. Dia menundukkan kepala memandang bayangannya sendiri, kemudian bergumam perlahan-lahan. "Siu Lo Ji! Siu Lo Ji! Tahukah kau, mana boleh dirimu dipanggil Pek Bin Lo Sat lagi? Bayanganmu, hanya ada bayanganmu. Kau masih punya apa? Masih punya apa?" Air matanya bercucuran, lalu dia bergumam lagi. "Manusia hidup tak bertemu, amat menyedihkan. Kini dan kapan pun, hanya tampak bayangan sendiri di bawah cahaya lampu. Berapa lama masa muda, tahu-tahu rambut sudah ubanan ..." Ternyata Pek Bin Lo Sat membaca sebuah syair. Semakin lama hatinya semakin berduka, dan air matanya terus berderai-derai. Ouw Yang Hong sudah tiba di Tionggoan. Dia ingin ke Kota lu An mencari kakaknya. Kalau dia berhasil mencari kakaknya, tentu juga berhasil mencari Bokyong Cen, harulah menentukan langkah selanjutnya. Ouw Yang Hong terus melakukan perjalanan. Ketika tiba di Kota Fu An, dia segera mencari kakaknya di penginapan, tapi tidak menemukan jejaknya. Hal itu membuatnya terus berpikir. Mungkin kakaknya tidak berada di kotaraja, melainkan pergi ke Gunung Cong Lam San mencari Ong Tiong Yang, ketua partai Coan Cin Kauw. Dia tahu bahwa kakaknya ingin memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, setelah itu barulah kembali ke See Hek. Maka kalau ingin mencari kakaknya, harus ke Gunung Cong Lam San. Itulah keputusan-nya. Keberangkatan Ouw Yang Hong ke Gunung Cong Lam San tidak begitu tergesa-gesa. Di sepanjang jalan dia masih menyempatkan diri untuk berlatih ilmu Ha Mo Kang. Dia telah memperoleh Iwee kang Cen Tok Hang, maka tidak mengherankan kalau ilmu Ha Mo Kangnya maju semakin pesat. Ouw Yang Hong yang sekarang bukan Ouw Yang Hong yang dulu lagi, sebab sekarang dia telah menjadi murid si Racun Tua. Ouw Yang Hong pernah bersumpah di hadapan gurunya, akan membunuh para suhengnya dan susioknya. Namun dia hanya berhasil membunuh Ciok Cuang Cak, yang lain berhasil melarikan diri. Apabila Ouw Yang Hong bertemu mereka, sudah pasti mereka akan mati di tangannya. Hari itu Ouw Yang Hong sudah tiba di kaki Gunung Cong Lam San. Dia duduk di atas sebuah batu besar sambil berpikir. Sebelum gurunya mati, pernah memberitahukan bahwa kitab Kiu Im Cin Keng merupakan kitab pusaka. Gurunya menghendakinya merebut kitab pusaka tersebut. Tapi kalau kitab pusaka itu sudah jatuh di tangan kakaknya? Apabila orang lain yang memperoleh kitab pusaka itu, Ouw Yang Hong pasti berusaha merebutnya. Akan tetapi, bagaimana kepandaian Ong Tiong Yang? Kalau dia berkepandaian rendah, kitab pusaka Kiu Im Cin Keng pasti sudah direbut orang lain. Bukankah percuma dia mendatangi tempat itu? Oleh karena itu, Ouw Yang Hong mulai memperhatikan orang yang berlalu lalang di Gunung Cong Lam San. Tampak beberapa kaum rimba persilatan meninggalkan gunung tersebut dengan wajah lesu, pertanda mereka tidak berhasil merebut kitab pusaka tersebut. Seandainya kitab pusaka tersebut tidak berada di tangan Ong Tiong Yang, tentunya kaum rimba persilatan tidak akan ke sana. Malam harinya, harulah Ouw Yang Hong melesat menaiki gunung. Kini Ouw Yang Hong bukan seorng sastrawan lemah lagi, sebab Cen Tok Hang telah menurunkan Iwee kangnya kepadanya, sehingga membuat dia memiliki Iwee kang yang amat tinggi, bahkan juga memiliki ilmu Hong Hoang Lat. Dia melesat menaiki gunung bagaikan terbang. Tak seberapa lama kemudian, dia sampai di depan Istana Tiong Yang. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dia duduk di atas sebuah batu besar sambil memandang istana itu dan berpikir. Kalau dia berhasil menyelinap ke dalam istana, pasti akan tahu Ong Tiong Yang sedang berbuat apa. Setelah berpikir demikian, dia mengerahkan ginkang melesat ke arah istana. Di depan istana Tiong Yang terdapat beberapa penjaga. Namun gerakan Ouw Yang Hong amat cepat, maka para penjaga itu tidak dapat melihat dengan jelas. Mereka hanya merasa kabur pandangannya, lalu berkelebat sosok bayangan hitam. Maka mereka tidak berani memastikan bahwa sosok bayangan hitam itu adalah orang. "Mataku ..." Kata salah seorang penjaga. "Kau melihat sosok bayangan hitam?" Sahut temannya. Orang itu mengangguk. "Tapi gerakannya begitu cepat, tidak mungkin ada tamu yang tak diundang." Temannya manggut-manggut. "Siapa yang herani menyelinap ke dalam Istana Tiong Yang? Kalau berani, berarti dia mencari penyakit." Sementara itu Ouw Yang Hong sudah berada di dalam Istana. Di sana terdapat banyak kamar. Ouw Yang Hong menengok ke sana ke mari, akhirnya dia melihat sebuah kamar, yang lampunya masih menyala. Berendap-endap menuju kamar itu, lalu mengintip melalui celah-celah jendela. Tampak tiga orang berada di dalam kamar itu. Usia mereka belum begitu tua. Yang duduk di tengah ternyata Ong Tiong Yang. Sedangkan yang duduk di sisi kiri dan kanannya adalah muridnya yang bernama Ma Cing dan Seh Gwa Kie. Terdengar Ong Tiong Yang berkata perlahan. "Ma Cing, dengarlah! Setelah pasukan Kim menyeberang sungai, apakah terus bergerak ke depan?" "Suhu, pasukan Kim memang besar sekali," Lapor Ma Cing. "Para pejabat kerajaan sudah mengungsi jauh. Kalau pasukan Kim menyerang, siapa yang berani maju melawan? Pejabat yang penakut itu menyembunyikan Cap Emas, kemudian mengungsi ke Kota Ciau Liang. Aku dan sute melihatnya. Ingin rasanya kami membunuhnya!" Seh Gwa Kie menyelak dengan sengit. "Suhu, kalau suheng tidak mencegah, pejabat itu pasti sudah menjadi mayat!" Selak Seh Gwa Kie dengan sengit. Ong Tiong Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Tay Song kita menghadapi bahaya, para pejabat malah mengungsi? Ma Cing! Mengapa kau mencegah sutemu membunuhnya?" Ma Cing menundukkan kepala. "Suhu, teecu ..." "Suhu, aku tahu alamat pejabat itu, aku akan pergi membunuhnya!" Kata Seh Gwa Kie. Ong Tiong Yang manggut-manggut. "Gwa Kie, habiskan dia! Penggal kepalanya lalu gantung bersama Cap Emasnya, agar dilihat rakyat Tay Song!" Seh Gwa Kie mengangguk. "Baik, Suhu. Besok teecu akan melaksanakan tugas itu." Ouw Yang Hong yang berada di luar mendengar jelas semua pembicaraan mereka. Maka, dia berpikir. Semua orang bilang guruku adalah si Racun Tua, membunuh orang seperti membunuh semut, selalu berbuat jahat. Tapi Ong Tiong Yang ini pun membunuh orang. Dia sudah jadi tosu namun tangannya masih berlumuran darah. Siapa yang dapat membedakan orang jahat dan orang haik di kolong langit ini? Apa haiknya Kerajaan Tay Song? Kaisar yang tidak becus, mengapa menghendaki rakyat membantunya? Dia sendiri bersenang-senang dengan para selir dan dayang setiap hari. Sedangkan para pejabat tinggi melakukan tindak korupsi. Jadi tak usah heran bila Dinasti Song menjadi bobrok! Ketika Ouw Yang Hong sedang berpikir, Ong Tiong Yang pun berkata. "Terdengar isyu pula, bahwa ada tentara Kim ingin ke mari. Di antaranya terdapat kaum rimba persilatan. Karena itu, kalian harus memperketat penjagaan, agar tentara Kim tidak menyelinap ke mari." "Harap Suhu berlega hati! Teecu sudah memberitahukan pada yang lain, agar lebih waspada," Kata Ma Cing. Ong Tiong Yang manggut-manggut. 'Bagus! Kalian sudah lelah, silakan istirahat!" Ketika melihat Ma Cing dan Seh Gwa Kie meninggalkan kamar itu, Ouw Yang Hong ber-girang dalam hati. Kalian berada di dalam, membuatku kurang leluasa turun tangan. Sekarang kalian telah pergi, aku pasti bisa membunuh Ong Tiong Yang, jadi tidak susah memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Setelah berpikir demikian, Ouw Yang Hong ingin menerjang ke dalam, namun mendadak dibatalkannya. Ternyata dia ingin melihat Ong Tiong Yang melakukan apa. Siapa tahu dia telah menyembunyikan kitab pusaka itu. Tampak Ong Tiong Yang bangkit berdiri, lalu mendekati jendela. Ouw Yang Hong cepat-cepat bersembunyi. Ong Tiong Yang mendorong daun jendela, kemudian bergumam. "Semoga manusia hidup selamanya, ribuan mil saling bertemu!" Ouw Yang Hong adalah seorang sastrawan, tentunya tahu syair apa yang dibaca Ong Tiong Yang. Ouw Yang Hong tertawa dan berkata dalam hati. Ong Tiong Yang! Ong Tiong Yang! Kau adalah tosu Coan Cin Kauw, kenapa masih punya pikiran keduniawian? Tiba-tiba Ong Tiong Yang melesat pergi dengan tergesa-gesa. Ouw Yang Hong bergirang dalam hati, karena mengira Ong Tiong Yang akan pergi mengambil kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Betapa girangnya Ouw Yang Hong. Dia terus menguntit Ong Tiong Yang. Ternyata Ong Tiong Yang menuju belakang gunung, akhirnya sampai di depan sebuah kuburan tua yang amat besar. Ketika melihat kuburan tua itu, Ouw Yang Hong bertambah girang, karena yakin kitab pusaka Kiu Im Cin Keng pasti disembunyikan di sana. Di saat Ouw Yang Hong sedang berpikir, mendadak Ong Tiong Yang bersiul panjang. Bukan main terkejutnya Ouw Yang Hong mendengar suara siulannya, sebab penuh mengandung Iwee kang dan terus bergema. Ouw Yang Hong tercengang, mengapa Ong Tiong Yang bersiulan di depan kuburan tua? Bukankah dia ke mari untuk berlatih ilmu yang tercantum di dalam kitab pusaka itu? Di saat Ouw Yang Hong sedang tercengang dan tidak habis berpikir, mendadak terdengar suara 'Kresek!' Ternyata pintu kuburan tua itu terbuka. Ouw Yang Hong terbelalak, sebab tampak seorang wanita cantik berusia tiga puluhan melangkah keluar dari kuburan tua itu. Setelah sampai di hadapan Ong Tiong Yang, wanita cantik itu menatapnya dengan aneh. "Kau ... sudah datang?" Ong Tiong Yang cuma mengangguk. Wanita cantik itu menatapnya lagi. "Ong Tiong Yang, kenapa kau kelihatan kurus? Urusan besar apa yang membuatmu terus berpikir hingga badanmu menjadi kurus?" "Tiau Eng, kau baik-baik saja?" Ong Tiong Yang balik bertanya. Wanita cantik itu tertawa terkekeh-kekeh. "Tiau Eng? Kau memanggilku apa? Itu merupakan suatu kejutan. Aku hidup sedemikian lama, jarang mendengar kau memanggilku Tiau Eng! Beberapa waktu yang lalu, bagaimana kau memanggilku? Bukankah kau memanggilku Lim sicu?" Itu adalah kejadian tempo hari. Ketika itu hadir pula 11 Sok Taysu dan Ouw Yang Coan, maka dia berlaku amat sungkan terhadap wanita cantik itu. Walau sudah berlalu, namun wanita cantik ini masih ingat akan hal tersebut. "Tiau Eng, aku ingin menasihatimu ..." Kata Ong Tiong Yang. "Kau ingin menasihatiku apa?" Tanya wanita cantik itu. "Lebih haik kau pindah dari kuburan tua ini, sebab kuburan itu tempat tinggalku. Pada waktu itu aku agak emosi, bahkan juga bodoh. Kini aku menasihatimu meninggalkan tempat ini. Carilah tempat lain yang dapat dijadikan tempat tinggal! Aku akan membantumu membangun tempat itu. Kuburan tua ini terlampau pengap, kurang baik bagi kesehatanmu." Lim Tiau Eng tertawa. "Tiong Yang Cinjin, aku menerima maksud baikmu. Tapi tentunya kau masih belum lupa, aku memperoleh kuburan tua ini, karena memang bertanding denganmu. Aku mau tinggal di sini atau tidak, ada urusan apa denganmu?" Ouw Yang Hong terheran-heran mendengar ucapan itu. Dia yakin, bahwa wanita itu pasti punya hubungan istimewa dengan Ong Tiong Yang. Aku kira hanya Bokyong Cen yang tak tahu aturan, tidak tahunya wanita canitk ini pun seperti gadis itu, sama-sama tidak tahu aturan. Ong Ting Yang merupakan orang yang amat terkenal. Siapa yang bertemu dengannya pasti menghormatinya. Namun wanita cantik ini berani berlaku kasar terhadapnya, apakah dia memiliki kepandaian yang amat tinggi? Mungkinkah kepandaiannya lebih tinggi dari Ong Tiong Yang? Terdengar Lim Tiau Eng berkata. "Ong Tiong Yang, aku menyuruhmu ke mari bukan untuk membicarakan ini." Mendengar ucapan itu, Ong Tiong Yang menundukkan kepala, lama sekali barulah membuka mulut. "Benar katamu." "Ong Tiong Yang, kuburan mayat hidupmu ini sungguh merupakan tempat yang amat bagus. Aku akan tinggal di sini. Dan aku akan menyuruh pe-layanku, setelah aku mati agar mayatku ditaruh di dalam peti mati. Kalau tidak, aku akan masuk ke dalam peti mati, agar bisa mati dengan tenang. Menurutmu itu baik apa tidak?" Kata Lim Tiau Eng. Ong Tiong Yang diam. Apa yang dikatakan Lim Tiau Eng membuatnya tidak bisa menyahut. Pada hal sesungguhnya, dia terus memikirkan Lim Tiau Eng. Namun begitu Lim Tiau Eng mencetuskan itu, dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Ouw Yang Hong tidak tahu semuanya itu, juga tidak tahu hubungan mereka yang berliku-liku. Ternyata Ong Tiong Yang dan Lim Tiau Eng merupakan sepasang kekasih. Kalau bukan karena hubungan yang berliku-liku, mereka berdua pasti merupakan sepasang kekasih yang saling mencinta. Mengenai diri Ong Tiong Yang, terlebih dahulu dia belajar ilmu surat, lalu belajar ilmu silat. Setelah itu, barulah berkecimpung dalam rimba persilatan. Dia amat membenci pasukan Kim, karena pasukan Kim menyerang Tionggoan, membunuh keluarganya dan rakyat jelata. Maka dia mengum-pulkan orang-orang gagah di Tionggoan, untuk bertarung mati-matian dengan pasukan Kim. Tapi kekuatan pasukan Kim amat besar. Banyak orang gagah yang gugur dan terluka. Lagi pula tidak mendapat dukungan dari pasukan kerajaan, maka perjuangannya jadi gagal total! Oleh karena itu, dia mengambil keputusan untuk menjadi tosu, tinggal di dalam kuburan tua. Dia sama sekali tidak mau keluar dan menamai dirinya Mayat Hidup. Kemudian Lim Tiau Eng datang mencarinya untuk menantangnya bertanding. Namun Ong Tiong Yang menolak. Lim Tiau Eng amat gusar, terus mencacinya hingga tujuh hari tujuh malam. Akhirnya Ong Tiong Yang bertanding dengannya. Begitu melihat Ong Tiong Yang keluar dari kuburan tua, Lim Tiau Eng tertawa. "Ong Tiong Yang, kau sudah keluar tak perlu masuk lagi," Katanya. Ong Tiong Yang tidak menyahut. Lim Tiau Eng mengemukakan usul, bahwa apabila Ong Tiong Yang kalah, dia harus menyerahkan kuburan tua itu padanya. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ong Tiong Yang menerima usulnya. Lim Tiau Eng segera menulis delapan baris huruf di sebuah batu, hanya menggunakan sebuah jari. Bukan main terkejutnya Ong Tiong Yang me-nyaksikan itu. Dia menghela nafas panjang, kemudian menyerahkan kuburan tua itu kepada Lim Tiau Eng, maka kini kuburan tua tersebut telah menjadi milik wanita cantik itu. "Tiau Eng, aku mencarimu bukan untuk mohon petunjuk. Aku lihat kuburan tua ini tidak pantas untukmu, maka lebih baik kau jangan tinggal di sini," Kata Ong Tiong Yang. Lim Tiau Eng tersenyum-senyum. "Tiong Yang Cinjin, ketika itu kau amat betah tinggal di sini, barulah aku menghendaki tempat ini. Aku tinggal di sini baik-baik saja, lebih baik kau tidak usah mencampuri urusanku!" Ong Tiong Yang membungkam. Mereka berdua amat cerdas, tahu apa yang dipikirkan masing-masing, tapi justru tak dapat mengungkapnya. Ong Tiong Yang tahu bahwa wanita cantik itu amat kagum padanya. Sedangkan dirinya sendiri juga amat menyukainya. Akan tetapi, di antara mereka telah terjadi suatu kesalah pahaman. Lim Tiau Eng mengira Ong Tiong Yang hanya ingin menjadi orang gagah di kolong langit, sebaliknya Ong Tiong Yang malah mengira Lim Tiau Eng ingin menang sendiri dan egois. Maka mereka berdua sering cekcok, tidak pernah duduk bersama mencurahkan isi hati masing-masing. "Tiau Eng, aku ke mari mencarimu karena kau menghendakiku ke mari," Kata Ong Tiong Yang. Laki-laki itu memang angkuh. Dia tidak mau tunduk di hadapan Lim Tiau Eng, maka mengatakan begitu. Tentunya kata-kata itu membuat wanita cantik itu gusar sekali, lantaran tersinggung. "Tidak salah, memang aku yang menyuruhmu ke mari. Aku baru melatih Giok Li Sim Keng, ingin bertanding denganmu," Sahut Lim Tiau Eng. Ong Tiong Yang tertawa. "Tiau Eng, aku memang telah memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, bahkan sudah membaca isinya. Sungguh merupakan ilmu silat yang amat tinggi! Menurutku ilmu silat yang tercantum di dalam kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, merupakan ilmu silat yang tiada duanya di kolong langit ini." Lim Tiau Eng tertawa dingin. "Ong Tiong Yang, apakah kau tidak membual? Siapa yang menulis kitab pusaka Kiu Ini Cin Keng itu? Apakah dia seorang dewa?" "Dia bukan dewa, tapi memang merupakan seorang aneh yang jenius. Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Karya Hong San Khek Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Golok Sakti Karya Chin Yung