Si Racun Dari Barat 6
Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong Bagian 6
Si Racun Dari Barat Karya dari Jin Yong Pek Bin Lo Sat tertawa. "Bukankah kau muridku?" Ouw Yang Coan mengangguk. Pek Bin Lo Sat tertawa dingin, lalu berkata. "Nah, itu! Kau adalah muridku, maka harus mendengar perkataanku! Adikmu itu amat me-repotkanmu, kau tidak usah memperdulikannya, biar dia mati saja!" Mendengar ucapan wanita itu, Ouw Yang Coan berpikir, kelihatannya guruku ini bukan orang baik. Dia menyuruhku jangan memperdulikan adikku, bukankah adikku akan mati kelaparan? Biar bagaimana pun aku harus pulang memberikannya makanan. Kalau tidak, dia pasti menangis me-manggilku. Ouw Yang Coan terus berpikir, akhirnya meng-ambil keputusan, lalu berkata. "Guru, aku mau pergi buang air kecil." Pek Bin Lo Sat manggut-manggut. "Kau boleh keluar sebentar melalui tempat yang kau masuk itu." "Guru, teecu ada perkataan yang harus disam-paikan pada Guru ..." Kata Ouw Yang Coan. "Kau mau berkata apa, katakanlah!" Sahut Pek Bin Lo Sat dingin. "Teecu pikir, kalau buang air kecil di dalam goa ini, rasanya kurang leluasa. Tentunya akan me-ngotori goa Guru ini, aku tidak bisa ..." Kata Ouw Yang Coan. Pek Bin Lo Sat menatapnya, kemudian manggut-manggut, tapi tidak tahu Ouw Yang Coan yang masih kecil itu, banyak akalnya. "Baik, kau boleh keluar." Ouw Yang Coan mengerutkan kening, lalu ber-kata. "Bagaimana mungkin aku keluar? Harap Guru sudi membawaku keluar!" Pek Bin Lo Sat menggelengkan kepala. "Aku tidak mau meninggalkan goa ini. Keluarlah kau sendiri!" Ouw Yang Coan menghela nafas, dan tidak banyak bicara lagi. "Mengapa kau menghela nafas?" Tanya Pek Bin Lo Sat. "Begitu melihat Guru, aku mengira Guru adalah seorang pendekar wanita dalam dunia kang ouw yang amat ternama, maka aku pun bisa menjadi seorang pendekar muda pula. Tidak tahunya aku justru telah salah pikir ..." "Bagaimana kau salah pikir?" Tanya Pek Bin Lo Sat dengan suara hambar. Ouw Yang Coan menggeleng-gelengkan kepala dan menghela nafas panjang. "Aaaah! Sudahlah! Tak usah dikatakan!" Pek Bin Lo Sat mengerutkan kening, lalu me-natapnya seraya berkata. "Apa yang kau pikirkan, guru bertanya, kau harus menjawab! Kalau tidak, aku pasti mem-bunuhmu!" "Aku pikir kepandaian Guru pasti tinggi sekali, bisa keluar masuk goa es ini. Kalau Guru tidak berkepandaian tinggii, bagaimana mungkin tinggal di dalam goa es yanj amat dingin ini? Aku ber-sungguh-sungguh ingitn belajar kungfu pada Guru, setelah belajar kungfu baru bisa keluar dari goa ini. Tapi begitu melihat Giuru, aku tahu pikiranku itu salah. Guru tidak bisa meninggalkan goa ini, apalagi aku." "Bagaimana kau tahu aku tidak bisa keluar dari goa ini?" Tanya Pek Bin Lo Sat dengan nada gusar. Ouw Yang Coan tertawa, lalu menyahut. "Guru pasti tidak bisa meninggalkan goa ini. Kalau Guru bisa keluar, bagaimana mau duduk menderita di atas batu es yang amat dingin ini setiap hari? Kelihatannya Guru yang berkepandaian tinggi pun tidak bisa keluar, maka aku tidak mau belajar kungfu pada Guru, sebab percuma. Kalaupun memiliki kungfu, juga tidak bisa meninggalkan goa ini, untuk apa aku belajar kungfu?" Pek Bin Lo Sat melotot, lalu bertanya dengan nada gusar. "Bagaimana kau tahu, setelah belajar kungfu padaku, kau tetap tidak bisa meninggalkan goa ini?" Seusai bertanya, mendadak Pek Bin Lo Sat menyambar Ouw Yang Coan, lalu melemparkannya ke bawah. Betapa terkejutnya Ouw Yang Coan. Dia yakin dirinya pasti akan terbanting hingga menderita luka. Akan tetapi, justru sungguh di luar dugaannya, ternyata badannya melayang ringan ke bawah, dan ketika sepasang kakinya menginjak tanah, dia tetap berdiri tegak. "Kau lihat kungfuku, apakah sama sekali tiada gunanya?" Kata Pek Bin Lo Sat. Ouw Yang Coan tahu saat ini tidak boleh ber-suara. Apabila mengatakan kungfu gurunya tak berguna, kemungkinan besar gurunya akan mem-bunuhnya. Oleh karena itu, dia langsung memutar otaknya, kemudian bertepuk tangan seraya bersorak. "Wah! Kungfu yang dimiliki Guru sungguh hebat!" Begitu melihat Ouw Yang Coan bertepuk tangan sambil bersorak, giranglah hati Pek Bin Lo Sat. "Baik, aku akan membawamu ke luar goa untuk melihat-lihat!" Katanya. Wanita itu menyambar Ouw Yang Coan, ke-mudian membawanya pergi. Dalam sekejap dia sudah sampai di mulut goa. Semula Ouw Yang Coan mengira Pek Bin Lo Sat akan menggunakan tali untuk memanjat ke atas, tapi tidak. Dikempitnya Ouw Yang Coan di bawah ketiaknya, lalu dibawanya berloncat- loncatan ke atas, dan tak seberapa lama sampailah dia di atas. Menyaksikan itu, Ouw Yang Coan berpikir. Kelihatannya lebih dahulu aku harus belajar kungfu ini. Kalau tidak, tentunya aku tidak bisa me-ninggalkan goa itu. Seusai berpikir, Ouw Yang Coan memandang ke bawah. Tampak titik-titik terang di bawah sana. Itu adalah obor yang menerangi Pek Tho San Cung. Ternyata saat itu hari sudah malam. Seketika itu juga Ouw Yang Coan teringat pada Ouw Yang Hong, adiknya. Hatinya gelisah. Dia yakin adiknya itu pasti menangis memanggilnya. Maka dia segera berkata kepada Pek Bin Lo Sat. "Guru, aku harus pulang ..." Ouw Yang Coan langsung melarikan diri. Namun sungguh mengherankan, dia hanya berlari-lari di tempat, badannya seperti tertarik oleh sesuatu. Terdengar suara Pek Bin Lo Sat bernada dingin. "Kau ingin kabur? Tidak begitu gampang!" "Guru, aku bukan mau kabur, melainkan ingin pulang menengok adikku," Sahut Ouw Yang Coan. "Kalau kau tidak mendengar perkataanku, aku akan membunuh adikmu itu!" Kata Pek Bin Lo Sat. Hati Ouw Yang Coan tersentak, kemudian dia berteriak. "Guru, aku mendengar perkataanmu! Jangan bunuh adikku, jangan bunuh adikku!" Pek Bin Lo Sat manggut-manggut. "Baik! Asal kau mendengar perkataanku, aku tidak akan membunuh adikmu! Tapi kalau kau tidak mendengar perkataanku, aku pasti membunuhnya!" "Apa kehendak Guru?" Tanya Ouw Yang Coan. Pek Bin Lo Sat berpikir sejenak, setelah itu memberitahukan. "Setiap malam, setelah adikmu tidur, kau harus datang di guaku belajar kungfu! Kalau kau tidak datang satu malam pun, aku pasti membunuh adik-mu!" Ouw Yang Coan manggut-manggut. "Aku pasti datang! Aku pasti datang .. Itu yang dialami Ouw Yang Coan belasan tahun yang lalu. Sementara Pek Bin Lo Sat masih me-meluknya erat-erat, sambil berkata dengan suara ringan. "Anak Coan, kau bersamaku sudah belasan tahun, bukan?" Ouw Yang Coan mengangguk. "Ya! Sudah sebelas tahun lewat dua puluh tiga hari ..." "Anak Coan, sekarang kau boleh meninggal-kanku. Kini aku tidak akan membunuh adikmu, kau tidak usah takut! Lagi pula ... kau telah menguasai semua ilmu silatku," Kata Pek Bin Lo Sat dengan nada lembut. "Guru, aku tidak akan meninggalkanmu. Tapi ... baru-baru ini aku justru takut akan meninggalkanmu untuk sementara waktu ..." Pek Bin Lo Sat tampak tersentak, lalu menatap Ouw Yang Coan dengan mata terbelalak. "Anak Coan, kau bilang apa? Kau bilang apa?" "Aku dengar dari Ya m Ceh Cianjin dan Cian Ciu Jin Tou, bahwa di rimba persilatan Tionggoan telah muncul sebuah kitab pusaka Kiu Ini Cin Keng, maka aku ingin pergi ke Tionggoan untuk mengambil kitab pusaka itu. Kemungkinan kitab pusaka itu bermanfaat bagi Guru. Siapa tahu kitab itu memuat pula cara-cara menyembuhkan penyakit Guru." Pek Bin Lo Sat mengerutkan kening, lalu berkata. "Kiu Im Cin Keng? Kenapa aku tidak pernah mendengar itu?" "Aku pun baru mendengar itu, maka aku harus berangkat ke Tionggoan. Setelah berhasil memperoleh kitab pusaka itu, aku pasti segera pulang." Pek Bin Lo Sat menatapnya lembut, sambil berkata dengan setengah bergumam. "Anak Coan, penyakitku sulit disembuhkan. Kau pergi atau tidak, itu tidak jadi masalah. Lebih baik kau tetap berada di sini menemaniku, bagaimana?" "Guru, penyakitmu pasti dapat disembuhkan. Apabila penyakitmu sembuh, aku akan bersamamu pergi mencari musuh besarmu itu demi menuntut balas." Mata Pek Bin Lo Sat tampak berbinar-binar. "Apakah ... aku masih bisa menuntut balas?" Tanyanya dengan suara rendah. "Bisa! Pasti bisa!" Sahut Ouw Yang Coan cepat. Mereka berdua saling memeluk lagi. Pek Bin Lo Sat membelainya sambil berkata. "Anak Coan, aku takut ... rupaku yang me-nakutkan ini, begitu keluar dari goa ini, pasti akan ditertawakan orang .. ." "Guru jangan takut! Siapa berani mentertawa-kanmu, aku pasti membunuhnya," Sahut Ouw Yang Coan menghiburnya. Bab 10 Ouw Yang Hong tahu bahwa dirinya tak mampu menyelamatkan Bokyong Cen. Dia harus menunggu Ouw Yang Coan pulang, baru bisa menyelamatkan gadis itu. Tapi dia amat mencemaskan Bokyong Cen, maka biar bagaimana pun harus mengikuti Pek Tho San San Kun. Akan tetapi, Sang Seng Kiam Giok Shia dan Sang Pwe Jeh Nuh menghadang di hadapannya dengan ancaman senjata. Mereka menatapnya dengan penuh kebencian. "Kalau kau herani ikut, pasti mampus!" Hentak Sang Seng Kiam Giok Shia. "Baik, baik! Aku tidak akan ikut kalian!" Sahut Ouw Yang Hong sambil tertawa. "Ouw Yang Coan datang, bagus!" Kata Sang Pwe Jeh Nuh. Orang tersebut memang selalu berkata singkat. Maksudnya apabila Ouw Yang Coan pulang, lalu pergi ke Pek Tho San Cung membuat perhitungan, mereka tidak takut, malah bagus sekali. Karena itu, dia berkata 'Ouw Yang Coan datang, bagus!' Ouw Yang Hong menahan kegusarannya. Di-tatapnya Pek Tho San San Kun yang membawa pergi Bokyong Cen, tapi dia tak dapat berbuat apa-apa. Setelah melihat Pek Tho San San Kun Jen It Thian meninggalkan rumah itu, barulah Sang Seng Kiam Giok Shia dan Sang Pwe Jeh Nuh pergi sambil tertawa gelak. Ouw Yang Hong memandang kepergian mereka dengan mata berapi-api, kemudian menggeram. "Karena kakak tidak ada, aku pun tidak bisa berbuat apa-apa terhadap mereka! Kelihatannya kalau aku tidak belajar kungfu, pasti selalu dihina orang!" Dia memandang Lo Ouw dan Ceh Liau Thou, kemudian berkata. "Lebih baik kalian berdua pergi mencari kakakku. Beritahukan bahwa Nona Bokyong diculik Pek Tho San San Kun, dan aku akan ke sana mencarinya!" Lo Ouw dan Ceh Liau Thou tahu Ouw Yang Hong bersifat keras, percuma melarangnya. Maka mereka berdua segera pergi mencari Ouw Yang Coan. Sementara Ouw Yang Hong terus berpikir, akhirnya dia pergi ke Pek Tho San Cung. Berselang beberapa saat, dia sudah sampai di depan pintu Pek Tho San Cung. Akan tetapi, Ouw Yang Hong tidak langsung masuk, melainkan menengok ke sana ke mari lalu berpikir. Apa hebatnya Pek Tho San Cung, istana kaisar pun aku berani masuk, apalagi Pek Tho San Cung ini! Setelah hari gelap, aku akan masuk ke dalam untuk melihat-lihat! Kata orang, Pek Tho San San Kun Jen It Thian adalah seorang bloon. Setiap hari dia bermain dengan gadis cantik seperti bermain dengan benda antik, barulah bisa tidur! Malam ini aku akan melihat, bagaimana cara orang kerdil itu bermain dengan wanita! Setelah berpikir demikian, Ouw Yang Hong lalu duduk di bawah sebuah pohon menunggu hari gelap, kemudian berpikir lagi. Kalau kakaknya ada hari ini, entah urusan akan jadi bagaimana? Kakaknya pasti bergebrak dengan mereka. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kakaknya adalah jago nomor satu di daerah See Hek, tentunya para murid Pek Tho San San Kun bukan lawannya. Tapi apabila kakaknya bertarung dengan si Kerdil Pek Tho San San Kun, apakah kakaknya dapat mengalahkannya dengan gampang? Ouw Yang Hong terus berpikir, entah bagaimana keadaan Bokyong Cen yang berada di dalam Pek Tho San Cung. Dia adalah gadis yang cerdas, namun cepat emosi. Seandainya dia tersadar, pasti akan mencaci maki Pek Tho San San Kun. Ouw Yang Hong sebentar memikirkan kakaknya, sebentar memikirkan Bokyong Cen, sehingga tak terasa hari pun sudah mulai gelap. Entah Lo Ouw dan Ceh Liau Thou sudah berhasil mencari kakaknya atau belum. Ouw Yang Hong bangkit berdiri, lalu berjalan perlahan-lahan memasuki Pek Tho San Cung menuju rumah si Kerdil Pek Tho San San Kun. Tak lama kemudian sampailah dia di tempat yang dituju. Dilihatnya beberapa penjaga sedang bermain kartu di depan rumah itu. Kalau Ouw Yang Hong berkepandaian tinggi, tentunya gampang sekali melesat ke dalam. Namun kepandaiannya masih amat rendah, maka dia tidak berani berbuat, takut diketahui oleh para penjaga itu. Ouw Yang Hong mengerutkan kening, bagaimana cara masuk ke dalam? Dia terpaksa mendekati tembok pagar, lalu memanjat tembok itu masuk ke dalam. Setelah berada di halaman, dia segera bersem-bunyi di tempat yang gelap, dan mengintip orang-orang Pek Tho San Cung yang berjalan ke sana ke mari. Berselang sesaat, Ouw Yang Hong berjalan berendap-endap menuju sebuah rumah yang paling besar. Sampai di rumah itu, dia mendekati sebuah jendela, mengintip ke dalam melalui sela-sela jendela itu. Sungguh kebetulan si Kerdil Pek Tho San San Kun berada di dalam, sedang duduk di atas sebuah kursi besar, maka bisa berloncat-loncatan di situ. Mendadak sepasang matanya menyorot tajam menatap ke depan. Ternyata dia menatap empat orang yang berdiri di hadapannya. Keempat orang itu adalah murid-muridnya, yaitu Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong berdiri dengan kepala tertunduk, begitu pula Sang Pwe Jeh Nuh dan Wan To Ma Sih, sedangkan Sang Seng Kiam Giok Shia berdiri sambil tersenyum-senyum. "Kalian tolol semua! Ya, kun?" Kata Pek Tho San San Kun Jen It Thian. Keempat orang itu sama sekali tidak berani bersuara. Setelah beberapa lama kemudian, barulah Sang Seng Kiam Giok Shia membuka mulut. "Guru, kami tak dapat melawan Tok Coa Cang Ouw Yang Coan. Dia adalah jago nomor satu di See Hek, kungfu kami tak dapat dibandingkan dengan-nya." Pek Tho San San Kun tertawa. Dia jelas tentang itu. "Coba kalian bilang, kalau dia jago nomor satu di See Hek, lalu aku ini apa?" Katanya. Keempat orang itu tidak tahu harus berkata apa. Pek Tho San San Kun tertawa terkekeh-kekeh, kemudian berkata lagi. "Kuberitahukan pada kalian, akulah jago nomor satu di See Hek. Kalau kalian tidak percaya, akan kubuktikan." Mendadak badan Pek Tho San San Kun mencelat ke atas, setelah itu melayang turun lagi kembali ke kursi tanpa mengeluarkan suara, bahkan posisinya juga tidak berubah. Sang Seng Kiam Giok Shia berseru dengan kagum. "Sungguh hebat kungfu Guru!" Menyusul Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong, Sang Pwe Jeh Nuh dan Wan To Ma Sih juga ikut berseru dengan kagum. Pek Tho San San Kun tertawa dingin, lalu berkata. "Dengan kepandaianku ini, apakah aku dapat menundukkan Ouw Yang Coan?" Sang Seng Kiam Giok Shia menyahut. "Kepandaian Guru amat tinggi, sudah pasti Ouw Yang Coan tak mampu menandingi. Tapi kami berempat bukan tandingannya, kelihatannya Guru harus turun tangan sendiri, barulah dapat membunuhnya." Pek Tho San San Kun manggut-mangggut, lalu menatap Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong seraya berkata. "Khie Hong, katakanlah! Bagaimana kepandaian Ouw Yang Hong dan berasal dari aliran mana?" Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong menyahut. "Menurut teecu, kepandaian Ouw Yang Coan berasal dari aliran sesat. Di daerah See Hek kita ini, belum pernah ada orang memiliki kepandaian ter-sebut. Aku pernah mengutus orang pergi menyelidiki tentang itu, tapi Kun Lun dan Soat San Pai tidak memiliki kepandaian itu. Juga aku pernah bertanya kepada Tionggoan Tayhiap Liau Bun Sen, dia memberitahukan bahwa dulu ada seseorang memiliki kepandaian tersebut, namun orang itu sudah lama mati, maka kepandaian tersebut pun ikut lenyap." Wajah Pek Tho San San Kun tampak serius, kemudian dia bertanya. "Apakah Liau tayhiap menjelaskan siapa orang itu?" Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong menyahut. "Liau tayhiap menjelaskan bahwa orang itu adalah seorang wanita. Teecu yakin Guru kenal wanita itu, julukannya adalah Pek Bin Lo Sat." Air muka Pek Tho San San Kun berubah tak menentu. "Tidak salah, tidak salah! Aku memang kenal wanita itu, tapi wanita itu telah mati belasan tahun yang lalu." "Teecu tidak tahu tentang itu. Tapi Liau tayhiap berpesan, biar bagaimana pun Guru harus berhati-hati," Kata Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong. Pek Tho San San Kun bergumam dengan wajah aneh. "Aku harus berhati-hati? Aku harus berhati-hati?" Usai bergumam, laki-laki kerdil itu tertawa terkekeh-kekeh, kelihatannya dia tertawa tidak wajar. Keempat muridnya sama sekali tidak berani ikut tertawa, mereka hanya memandangnya seakan menunggu perintah. "Baiklah! Hari sudah malam, kalian berempat boleh pergi beristirahat! Kata Pek Tho San San Kun. Keempat muridnya langsung mengangguk, lalu meninggalkan ruang itu. Sementara Ouw Yang Hong yang berada di samping jendela, amat bergirang dalam hati karena kepergian keempat orang itu. Kalau keempat orang itu tidak pergi, sulit baginya untuk mencari Bokyong Cen. Kini keempat orang itu telah pergi, maka dia yakin dapat menemukan gadis itu, lalu membawanya pergi. Demikian pikirnya dengan wajah berseri-seri. Tampak Pek Tho San San Kun menutup pintu ruangan itu, kemudian mengambil beberapa buah kotak. Ketika melihat kotak-kotak itu, Ouw Yang Hong berpikir. Apakah Bokyong Cen ditaruh di dalam salah satu di antara kotak-kotak itu? Setelah berpikir begitu dia tertawa dalam hati, sebab kotak-kotak itu amat kecil, bagaimana mungkin Bokyong Cen ditaruh di dalam? Sementara Pek Tho San San Kun memandang kotak-kotak itu, lalu tertawa seraya berkata. "Lihatlah kotak ini berisi sebuah pagoda, berasal dari Dinasti Tong! Kotak itu berisi sebuah mutiara yang amat besar dan indah, memancarkan cahaya di malam hari! Lihatlah, indah sekali, bukan?" Ouw Yang Hong tertawa geli dalam hati sebab Pek Tho San San Kun berbicara seorang diri. Terdengar Pek Tho San San Kun berkata lagi. "Begini, dia pasti akan merasa puas!" Usai berkata, Pek Tho San San Kun mendekati tempat tidurnya, lalu menarik ke luar sebuah peti besar dari kolong tempat tidur itu. Setelah itu, dibukanya peti besar itu dengan hati-hati sekali seraya berkata. "Nona, kau keluarlah!" Dari dalam peti besar itu berjalan ke luar seorang wanita, ternyata Bokyong Cen. Wajahnya penuh diliputi kebencian, menatap Pek Tho San San Kun dengan mata berapi-api, kelihatannya seperti ingin membunuhnya. Akan tetapi, gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa, karena jalan darahnya telah ditotok oleh Pek Tho San San Kun Jen It Thian. Si Kerdil Jen It Thian tersenyum-senyum, dan memandangnya seraya berkata. "Nona Bokyong, sejak melihatmu, aku sama sekali tidak bisa melupakanmu. Aku memang pernah mengumpulkan banyak wanita cantik, namun mereka tidak sepertimu, dapat menggembirakan hatiku." Bokyong Cen tetap menatapnya dengan penuh kebencian, tapi Pek Tho San San Kun tidak meng-hiraukan itu. "Nona Bokyong, kau wanita yang paling cantik di kolong langit," Katanya. Bokyong Cen memejamkan mata, kelihatannya seperti merasa muak terhadap laki-laki itu. Namun hal itu tidak membuat Pek Tho San San Kun menjadi gusar, sebaliknya malah tertawa gem-bira. "Ha ha ha! Aku harus melihat pahamu! Tapi menurutku, melihat wanita cantik harus dari depan dan belakang! Lihatlah!" Mendadak tangan Pek Tho San San Kun ber-gerak, tahu-tahu dia sudah menggendong Bokyong Cen ke atas meja. Bokyong Cen duduk di atas meja. Dia menatap Pek Tho San San Kun dengan kening berkerut-kerut. Sedangkan Pek Tho San San Kun menatapnya dengan wajah berseri-seri, lalu berkata sambil manggut-manggut. "Sungguh asyik memandang wanita cantik di bawah lampu! Ini merupakan suatu kenikmatan." Tiba-tiba Pek Tho San San Kun mengibaskan tangannya, dan lampu itu padam seketika. Namun ruangan itu malah bertambah terang. Ternyata mutiara yang ada di dalam kotak memancarkan cahaya menerangi ruang itu, sehingga membuat Bokyong Cen kelihatan bertambah cantik. Pek Tho San San Kun tertawa gembira. "Ha haaa! Nona Bokyong, kau bertambah cantik tersorot oleh cahaya mutiara!" Bokyong Cen tidak menyahut. Sedangkan Pek Tho San San Kun bertepuk-tepuk tangan, tampaknya gembira sekali. "Ha ha! Nona Bokyong, Nona Bokyong, kau memang amat cantik jelita! Aku Jen It Thian sung-guh ..." Berkata sampai di situ, Pek Tho San San Kun mulai mengusap wajah Bokyong Cen, seakan sedang menikmati suatu benda antik yang amat menarik hatinya. Ouw Yang Hong yang mengintip, sungguh tidak mengerti, sebab Pek Tho San San Kun menyukai kaum wanita cantik berbeda dengan lelaki lain. Lelaki lain menyukai wanita cantik, pasti menidurinya. Tapi Pek Tho San San Kun tidak berbuat demikian, hanya menganggap Bokyong Cen sebagai benda antik, menikmati keindahan saja. Pek Tho San San Kun tertawa gembira, sambil meraba-raba lengan Bokyong Cen dan berkata. "Pepatah mengatakan, indah bagaikan batu giok, putih bagaikan bulu domba! Semula aku tidak percaya, kini setelah menyaksikannya, barulah aku percaya!" Dia terus meraba-raba lengan gadis itu, kemudian melanjutkan. "Sungguh indah menakjubkan lenganmu!" Setelah mendengar itu, Ouw Yang Hong kagum juga terhadap Pek Tho San San Kun, sebab si Kerdil itu mengerti tentang sastra kuno. Sementara Pek Tho San San Kun terus menik-mati keindahan lengan Bokyong Cen. Berselang beberapa saat kemudian dia berkata lagi. "Sungguh indah sekali! Aku jadi terpukau ..." Kelihatannya Pek Tho San San Kun memang amat terpukau oleh keindahan lengan Bokyong Cen. Dia terus meraba-raba lengan yang amat mulus itu. "Nona Bokyong, lihatlah! Aku memiliki berbagai macam mutiara dan perhiasan, boleh dihadiahkan padamu. Kau mau apa, katakanlah!" Setelah itu tanpa sengaja jarinya menyenggol jalan darah gagu Bokyong Cen sehingga bebas, maka gadis itu menjerit mendadak. Pek Tho San San Kun terkejut sekali, dan langsung berkata. "Kau adalah wanita cantik. Wanita cantik tidak boleh menjerit seperti itu, harus mengeluarkan suara yang merdu dan lembut bagaikan kicauan burung. Lain kali kau tidak boleh menjerit seperti itu lagi, sebab tidak baik bagi dirimu yang cantik jelita." Bokyong Cen tidak bersuara. Pek Tho San San Kun memuji dirinya, bagaimana mungkin dia men-cacinya? Bukankah akan menggusarkannya? Si Kerdil Pek Tho San San Kun berkata lagi. "Nona Bokyong, kalau kau bersedia menerima mutiara-mutiara dan perhiasan itu pasti kuberikan padamu. Dengan adanya dirimu di sini, semua barang yang berharga di sini kuanggap sebagai barang rongsokan. Katakanlah! Kau menyukai ba-rang apa, pasti kuberikan!" "Aku tidak mau! Aku tidak mau barang-barangmu!" Sahut Bokyong Cen ketus. Terbelalak si Kerdil Pek Tho San San Kun. Kelihatannya dia tidak mengerti. "Nona Bokyong, kenapa kau tidak mau barang-barangku? Apakah barang-barangku tidak ba-gus?" Bokyong Cen tidak menyahut, tapi malah mem-buang muka. Pek Tho San San Kun berkata. "Aku pernah melihat kau marah, dan pernah melihat kau menangis, tapi tidak pernah melihat kau tertawa. Bagaimana rupamu di saat tertawa? Aku tidak bisa membayangkannya, juga tidak tahu harus bagaimana membuatmu tertawa. Kalau kau tertawa, pasti amat sedap dipandang!" "Mau aku tertawa gampang! Setelah kau mati, aku pasti tertawa!" Sahut Bokyong Cen. Pek Tho San San Kun berkata sambil tersenyum. "Baik! Baik! Asal kau mau tertawa, aku sudah merasa puas. Tapi .. ." Pek To San San Kun menatapnya lalu melanjutkan. "Tidak baik, tidak baik! Kalau aku betul-betul mati, kau tertawa aku pun tidak bisa menyaksikannya itu tidak haik!" Bokyong Cen diam dengan wajah agak memerah, dia tahu tiada gunanya berdebat dengan Pek Tho San San Kun, maka diam saja. Ketika melihat Bokyong Cen diam, Pek Tho San San Kun berkata. "Nona Bokyong, kalau kau tidak mau bicara, aku akan merasa gusar dan kesepian. Kuberitahukan, aku akan merasa puas sekali apabila kau mau tertawa." Bokyong Cen sama sekali tidak memperduli-kannya. "Nona Bokyong, aku berkepandaian tinggi dan amat menyayangimu. Siapa dapat dibandingkan dengan diriku?" Kata Pek Tho San San Kun. Bokyong Cen menatapnya dengan kening ber-kerut. Dia merasa muak dalam hati, bagaimana mungkin akan tertawa? Pek Tho San San Kun mengambil sebuah sisir, kemudian berkata pada Bokyong Cen. "Nona Bokyong, bolehkah kusisir rambutmu?" "Tidak mau! Tidak mau!" Sahut Bokyong Cen dengan membentak. Akan tetapi, mendadak Pek Tho San San Kun menotok jalan darah gagunya, sehingga membuatnya tidak bisa bersuara. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Nona Bokyong, kaum wanita cantik di kolong langit, semuanya lemah lembut dan tidak pernah berteriak-teriak, maka lebih baik kau tidak bicara," Katanya. Bokyong Cen ingin bicara, tapi tidak bisa, karena jalan darah gagunya telah tertotok. Sementara Ouw Yang Hong terus mengintip. Dilihatnya Pek Tho San San Kun bergerak amat cepat menyisir rambut Bokyong Cen, .sehingga dalam sekejap rambut gadis itu telah disisir rapi. Setelah itu, Pek Tho San San Kun mengambil sebuah kotak kecil, ternyata berisi berbagai macam perhiasan. Pek Tho San San Kun mengambil sebatang tusuk rambut yang amat indah, lalu ditancapkannya pada rambut Bokyong Cen. Sesudah itu dia menghiasi rambut Bokyong Cen dengan perhiasan lain. Bukan main! Sebab kini Bokyong Cen bertambah cantik dan anggun. Itu membuat Ouw Yang Hong yang mengintip, ternganga lebar mulutnya, dan matanya pun terbeliak tak berkedip. Sedangkan Pek Tho San San Kun juga kelihatan amat puas. "Nona Bokyong, lihatlah! Bagaimana keahlian-ku dalam bidang merias?" Katanya sambil tersenyum. Pek Tho San San Kun tertawa puas, lalu meng-ambil sebuah cermin dan disodorkannya ke hadapan Bokyong Cen. Mau tidak mau gadis itu harus memandang dirinya yang di dalam cermin. Ketika menyaksikan dirinya yang di dalam cermin, dia pun tertegun dengan mata terbelalak lebar. Apakah wanita yang di dalam cermin itu adalah dirinya? Apakah wanita yang di dalam cermin itu adalah Bokyong Cen? Wanita yang di dalam cermin itu justru menyerupai mendiang ibunya, yang sudah lama ibunya me-ninggal. Kini dia melihat dirinya yang menyerupai mendiang ibunya, tak tertahan air matanya langsung meleleh. Pek Tho San San Kun dan Ouw Yang Hong, yang mengintip itu sama sekali tidak tahu apa sebabnya Bokyong Cen mengucurkan air mata. Mungkinkah karena merasa dihina oleh Pek Tho San San Kun, maka gadis itu mengucurkan air mata? Pikir Ouw Yang Hong. Begitu melihat Bokyong Cen mengucurkan air mata, bukan main terkejutnya si Kerdil Pek Tho San San Kun. "Nona Bokyong, mengapa kau menangis? Apa yang terganjel dalam hatimu, bolehkah diberitahu-kan padaku?"tanyanya. Bokyong Cen tidak menyahut, hanya air mata-nya saja yang terus mengucur deras. Pek Tho San San Kun berkata perlahan. "Nona Bokyong, peti besar yang penuh perhiasan telah rusak, karena perhiasan yang di dalamnya telah dicuri orang, maka sementara ini kau tidur di ranjangku saja!" Bokyong Cen menatapnya seakan memohon. Dia tidak sudi tidur di ranjang Pek Tho San San Kun. Akan tetapi laki-laki kerdil itu tidak memper-dulikannya. "Nona Bokyong, tidurlah kau di ranjangku, agar aku bisa melihatmu setiap saat! Lagi pula kau akan merasa lebih nyaman daripada tidur di dalam peti." Bokyong Cen tak dapat bicara, hanya air ma-tanya yang meleleh. Ketika melihat gadis itu me-nangis lagi, Pek Tho San San Kun segera berkata. "Jangan menangis lagi! Jangan menangis lagi! Hatiku akan hancur kalau melihatmu menangis. Pek Tho San San Kun berkata dengan nada terisak-isak, sehingga membuat Ouw Yang Hong tertawa geli dalam hati. Di saat bersamaan, laki-laki kerdil itu membopong Bokyong Cen ke tempat tidur, lalu ditatapnya dengan lembut sekali. "Nona Bokyong, apakah kau merasa takut di saat mau tidur? Kalau kau merasa takut, panggillah aku!" Katanya. Bokyong Cen tidak bicara, hanya duduk diam di tempat tidur. Justru di saat bersamaan, mendadak Ouw Yang Hong membentak sekaligus menerjang ke dalam, langsung menuju tempat tidur itu. Bokyong Cen melihatnya. Gadis itu tampak terperanjat, tapi matanya mengandung rasa terimakasih. Dia tahu Ouw Yang Hong datang demi menyelamatkannya. Tapi hal itu membuatnya amat cemas, sebab dia tahu jelas bahwa Ouw Yang Hong bukan lawan Pek Tho San San Kun. Mungkin nyawanya akan melayang di tangan si Kerdil itu. Pek Tho San San Kun sama sekali tidak menoleh, tapi sudah tahu siapa yang datang. Kemudian dia berkata dengan suara ringan. "Lihatlah Nona Bokyong, ada seorang lelaki busuk ke mari ingin menolongmu! Orang gagah menolong si Cantik, kan? Kalau yang datang itu bukan orang gagah, melainkan orang yang tak tahu diri, katakanlah harus bagaimana?" Tentunya Bokyong Cen tidak dapat mengatakan apa-apa, sebab dia tidak bisa bicara. "Menurutku, dia harus kubunuh! Harus ku-bunuh!" Kata si Kerdil lagi lalu mendadak meloncat bangun, dan menuding Ouw Yang Hong. "Bocah mau apa kau ke mari?" Tanyanya. "Lepaskan Nona Bokyong!" Sahut Ouw Yang Hong. Pek Tho San San Kun tertawa gelak. "Ha ha haaa! Lepaskan Nona Bokyong .. ." Kata-kata itu merupakan sindiran, membuai Ouw Yang Hong jadi membungkam. Sementara Bokyong Cen terus memandangnya dan membatin. Dia seorang sastrawan bodoh. Saking banyaknya membaca buku, akhirnya jadi bodoh. Tidak se-harusnya dia datang menolongku, sebab itu sama juga mencari mati. Pek Tho San San Kun memandang Ouw Yang Hong, kemudian mengalihkan pandangannya pada Bokyong Cen dan mendadak berkata. "Nona Bokyong, katakanlah! Apakah bocah ini kekasihmu?" Bokyong Cen tidak bersuara, namun wajahnya tampak memerah. Sedangkan Pek Tho San San Kun berkata sepatah demi sepatah. "Betul! Betul! Aku justru tidak mengerti, meng-apa para wanita cantik merasa tidak tenang berada di dalam petiku? Mengapa mereka semua ingin keluar? Apakah mereka selalu memikirkan lelaki yang seperti bocah busuk ini? Menurutku memang begitu, maka aku harus membunuhmu! Aku harus membunuhmu!" "Jen It Thian, kau adalah pemilik Pek Tho San Cung! Kau selalu menculik anak gadis, bukankah kau telah melakukan kejahatan?" "Bagaimana kau tahu aku yang menculiknya? Tanyakan padanya apakah aku yang menculiknya?" Kata Pek Tho San San Kun. Ouw Yang Hong maju ke hadapan Bokyong Cen, maksudnya ingin membebaskan jalan darahnya yang ditotok oleh Pek Tho San San Kun. Namun dia tidak mengerti ilmu totok tubuh, maka dia hanya sembarangan menotok ke sana ke mari. Menyaksikan itu, Pek Tho San San Kun tertawa gelak. "Ha ha ha! Kau sungguh bodoh! Lebih baik kau mati agar aku tidak merasa mual melihatmu!" Setelah berkata begitu, dia lalu berkata pada Bokyong Cen. "Nona, kalau aku membunuhnya, maka kau tidak akan memikirkan apa-apa lagi, kan?" Kemudian mendadak dia meloncat ke hadapan Ouw Yang Hong, sekaligus menjulurkan tangannya. Ouw yang Hong ingin berkelit, namun terlambat, karena tenggorokannya telah dicengkeram oleh Pek Tho San San Kun. Si Kerdil tertawa dingin, lalu menatap Bokyong Cen seraya berkata. "Nona, katakanlah! Kau menghendakinya mati atau hidup?" Bokyong Cen tidak bisa bicara, tapi tampak gugup, panik dan cemas begitu melihat Pek Tho San San Kun mencengkeram tenggorokan Ouw Yang Hong. Tentunya si Kerdil melihat itu, maka dia menjadi semakin gusar dan berkata dalam hati. Kelihatannya Ouw Yang Hong ini adalah kekasihnya. Hari ini aku harus membunuhnya! Aku ingin tahu selanjutnya Bokyong Cen masih memikirkannya tidak? Oleh karena itu, dicengkeramnya tenggorokan Ouw Yang Hong dengan sekuat tenaga, sehingga membuat Ouw Yang Hong tak dapat bernafas dan seketika juga pingsan. Di saat bersamaan, terdengar suara yang amat dingin. "Lepaskan dia! Kalau tidak, kau pasti mampus. Bukan main terkejutnya Pek Tho San San Kun. Tanpa menoleh dia tahu orang yang datang itu berkepandaian amat tinggi. Senjata orang itu me-nodong punggungnya, maka apabila dia berani menoleh, nyawanya pasti melayang. "Ouw Yang Coan?" Tanyanya dengan dingin. Ternyata orang itu memang Ouw Yang Coan, jago nomor satu di daerah See Hek. Lo Ouw dan Ceh Liau Thou pergi mencari Ouw Yang Coan, hingga malam hari baru berhasil me-nemukannya. "Toa siau ya! Toa siau ya! Celaka ...!" Teriak Lo Ouw. Ouw Yang Coan terkejut. "Apa yang celaka?" Tanyanya sambil menatap Lo Ouw. Lo Ouw segera memberitahukan tentang kejadian itu. Bukan main terkejutnya Ouw Yang Coan. "Aku harus segera ke Pek Tho San Cung!" Katanya lalu melesat pergi. Sampai di rumah Pek Tho San San Kun, dia melihat si Kerdil itu ingin membunuh Ouw Yang Hong. Maka dia segera berkelebat ke belakangnya, sekaligus menodong punggungnya dengan senjata. "Ouw Yang Coan, kedatanganmu sungguh ke-betulan! Kau boleh mengubur mayat adikmu!" Kata Pek Tho San San Kun. "Jen It Thian, kalau kau berani membunuh adikku, aku pun akan memusnahkan Pek Tho San Cung ini!" Sahut Ouw Yang Coan. Pek Tho San San Kun tertawa dingin. "Oh, ya?" Si Kerdil membalikkan badannya sambil men-cengkeram tenggorokan Ouw Yang Hong. Setelah berhadapan dengan Ouw Yang Coan. dia berkata dengan sengit. "Hari ini aku menghendaki kalian kakak beradik mati di sini!" Mendadak dia menotok jalan darah di bahu Ouw Yang Hong, sehingga membuat pemuda itu langsung roboh. Setelah itu, dia menatap Ouw Yang Coan. "Baik, mari kita bertarung!" Tantangnya. Pek Tho San San Kun bersiul panjang, dan seketika pintu ruangan itu terbuka. Tampak begitu banyak orang di halaman, yang berdiri paling depan adalah keempat muridnya. Ouw Yang Coan tertawa getir, lalu berkata dalam hati. Jen It Thian, kalau kau ingin membunuh kami kakak beradik, aku akan mengadu nyawa denganmu! Dia mengangkat tongkatnya perlahan-lahan, siap bertarung mati-matian dengan Pek Tho San San Kun. Bab 11 Pek Tho San San Kun tertawa dingin, lalu menatap Ouw Yang Coan seraya berkata dengan dingin pula. "Ouw Yang Coan, aku melewati hari-hari di Pek Tho San Cung, kau justru hidup berdekatan denganku pula, bahkan amat angkuh dan menganggap dirimu sebagai jago nomor satu di daerah See Hek. Lalu aku Jen It Thian terhitung apa? Aku harus membunuhmu, agar diriku menjadi jago nomor satu di daerah See Hek ini!" "Jen It Thian, aku dan kau selama ini tidak saling bertikai, mengapa kau berniat membunuhku?" Sahut Ouw Yang Coan perlahan-lahan. Pek Tho San San Kun tertawa terkekeh-kekeh. "He he he! Ouw Yang Coan, kau mencampuri urlisanku, maka aku harus membunuhmu!" "Kau adalah makluk aneh! Kau kumpulkan wanita cantik kemudian kau taruh di dalam peti! Bukankah kau orang gila?" "Ouw Yang Coan, aku mau berbuat apa adalah u rusa n ku, kau tidak usah turut campur! Hari ini kau ke mari, maka harus mampus!" Pek Tho San San Kun bersiul panjang. Seketika semua orang yang berdiri di halaman, termasuk keempat muridnya langsung mengeluarkan senjata. Mereka menatap Ouw Yang Coan dengan dingin sekali. Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong berseru sekeras-kersanya. "Kalian dengar baik-baik! Apabila Ouw Yang Coan berhasil meloloskan diri, leher kalian semua pasti putus!" Seru Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong. Semua orang mengangguk. Sang Seng Kiam Giok Shia berkata lantang. "Ouw Yang Coan, kau pasti mampus di Pek Tho San Cung!" Kata Sang Seng Kiam Giok Shia dengan lantang. "Ouw Yang Coan, kau pasti mampus! Tidak perlu guru kami yang turun tangan, kau akan mampus di tangan kami!" Sambung Wan To Ma Sih. Ouw Yang Coan tertawa dingin sambil menatap Pek Tho San San Kun. Laki-laki kerdil itu tertawa puas, kemudian berkata pada Bokyong Cen. "Nona, aku bukan cuma menghendakimu, melainkan juga menghendaki kakak beradik Ouw Yang mampus di sini! Bagaimana menurutmu?" Bokyong Cen diam saja, namun keningnya ber-kerut-kerut. Sedangkan Ouw Yang Coan memandang Ouw Yang Hong. Hatinya terasa tenggelam entah ke mana, karena tahu kalau cuma dia seorang diri, sudah pasti gampang meloloskan diri. Tapi ditambah adiknya dan Bokyong Cen, sulit baginya membawa mereka pergi. Setelah berpikir demikian, dia lalu berkata kepada Pek Tho San San Kun. "San Kun, lepaskan adikku dan Nona Bokyong, lalu kita bertarung! Bagaimana?" Pek Tho San San Kun menggelengkan kepala sambil tertawa, lalu meloncat ke atas meja. Setelah itu dia memandang Ouw Yang Coan seraya berkata. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ouw Yang Coan, mengapa aku harus melepaskan mereka? Lagi pula kau sudah ke mari, bagaimana mungkin aku melepaskan macan kembali ke sarangnya? Tentunya kau mengerti, bukan?" Ouw Yang Coan mengerutkan kening. "Kau tidak setuju?" Pek Tho San San Kun tertawa, kemudian memberi isyarat. Seketika tampak tiga orang bersenjata golok, cambuk dan kampak memasuki ruangan itu. Tanpa banyak bicara, mereka bertiga langsung menyerang Ouw Yang Coan dengan senjata masing-masing. Bukan main cepatnya gerakan ketiga macam senjata itu, sehingga menimbulkan suara menderu-deru. Ouw Yang Coan segera berkelit, maka golok itu menyabet pinggiran meja hingga somplak, cambuk panjang itu menghantam lantai hingga pecah, sedangkan kampak itu menghantam meja hingga berlubang. Hati Ouw Yang Coan tersentak. Semula dia hanya mengira bahwa Pek Tho San San Kun dan keempat muridnya yang berkepandaian tinggi, tapi tidak tahunya ketiga orang ini pun berkepandaian begitu tinggi pula. Kalau begitu, bagaimana cara aku menyelamatkan Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen? Itu membuatnya berkeluh dalam hati. Kemudian dia menggerakkan tongkatnya bagaikan kilat menyerang ketiga orang itu. Akan tetapi dia baru menyerang dua jurus, ketiga orang itu telah menyerangnya hampir tiga puluh jurus. Ouw Yang Coan tertawa dingin lalu berkata. "Kalian bertiga sungguh berani bertarung denganku!" Mendadak dia menggerakkan tongkatnya menyerang orang yang bersenjata kampak, mengarah tiga jalan darahnya. Orang itu tersentak, dan langsung meloncat ke belakang. Akan tetapi, mendadak tongkat di tangan Ouw Yang Coan mengarah orang yang bersenjata golok. Sibuklah orang itu, karena ujung tongkat itu mengarah jalan darah di bagian dadanya. Apa boleh buat! Orang itu terpaksa meloncat ke samping. Kesempatan itu dimanfaatkan Ouw Yang Coan untuk menyerang orang yang bersenjata cambuk. Orang itu sama sekali tidak menduga akan adanya serangan itu, sehingga tangannya terpukul oleh tongkat Ouw Yang Hong. Wajah orang itu berubah pucat, dan dia langsung meloncat ke belakang. Orang itu tahu bahwa tongkat di tangan Ouw Yang Coan mengandung racun ganas. Kini tangannya terpukul oleh tongkat itu, maka sudah pasti dirinya akan keracunan. "San Kun, tongkatnya ... mengandung racun ..." Teriaknya. Dia masih ingin menyerang Ouw Yang Coan, tapi mendadak roboh, tak mampu bangkit berdiri lagi. Kedua temannya saling memandang. Di saat bersamaan Ouw Yang Coan justru menyerang mereka berdua. Serangan Ouw Yang Coan sungguh membahayakan. Tiba-tiba terdengar suara bentakan, ternyata keempat murid Pek Tho San San Kun yang membentak, sekaligus menyerangnya. Apa boleh buat! Ouw Yang Coan terpaksa berkelit, maka kedua orang itu selamat. Ouw Yang Coan berseru keras. "Jen lt Thian, kau sebagai majikan Pek Tho San Cung, apakah pantas bertarung dengan cara keroyokan? Itu terhitung kepandaian apa? Ayoh! Mari kita bertarung di halaman!" Pek Tho San San Kun tertawa dingin lalu menyahut. "Baik! Mari kita bertarung di halaman! Aku ingin lihat jago nomor satu daerah See Hek memiliki kepandaian apa!" Kemudian dia menyuruh para anak buahnya ke halaman. Begitu pula keempat muridnya, mereka berempat pun membawa Bokyong Cen dan Ouw Yang Hong ke halaman. Semua orang berdiri di halaman dengan membawa obor, sehingga halaman itu menjadi terang. Pek Tho San San Kun Jen It Thian berdiri di tengah-tengah, mengangkat sepasang tangannya dekat dada, kelihatannya sedang menunggu Ouw Yang Coan menyerang lebih dulu. Ouw Yang Coan berdiri di hadapan Pek Tho San San Kun. Hatinya terasa tegang juga, sebab pertarungan ini akan menyangkut namanya, bahkan juga menyangkut nyawa Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen. Mendadak Pek Tho San San Kun berkata. "Kata orang, tongkat ularmu itu amat lihay. Tapi menurutku jurus-jurus ilmu tongkat ularmu itu hanya biasa-biasa saja! Tadi kau bertarung dengan Soat San Sam Lo cuma mampu merobohkan satu orang itu, bagaimana bertarung denganku?" Ouw Yang Coan mendengus dingin. Ketika dia baru mau menggerakkan tongkatnya, mendadak terdengar suara aneh, yang disusul oleh suara pintu yang hancur herantakan, lalu tampak muncul seseorang dengan ramhut awut-awutan, sebelah tangannya memegang sebuah cambuk. Dia meloncat ke hadapan Ouw Yang Coan, lalu menggeram dengan mata melotot dan wajahnya tampak kehijau-hijauan. "Ouw Yang Coan, cepat berikan obat pemunah racun!" Ouw Yang Coan tidak menyahut, hanya tertawa dingin. Orang itu langsung menyerangnya dengan cambuk, tapi Ouw Yang Coan segera berkelit, sehingga cambuk itu menghantam tempat kosong. Di saat bersamaan, Ouw Yang Coan menggerakkan tongkatnya untuk menggaet ujung cambuk itu, lalu dikibaskannya ke arah orang tersebut. Ujung cambuk tersebut menghantam kening orang itu sehingga orang itu roboh dan nyawanya pun melayang seketika. Bukan main terkejutnya semua orang menyaksikan kejadian itu. Suasana di tempat itu menjadi hening seketika, tak terdengar suara apa pun. Kini semua orang baru percaya akan kelihayan ilmu silat Ouw Yang Coan, maka mereka semua menyingkir lebih jauh, agar tidak tersambar tongkatnya. Sebaliknya Pek Tho San San Kun Jen It Thian malah tertawa gelak, lalu menuding Ouw Yang Coan seraya berkata. "Ouw Yang Coan, kau kira dengan tongkat ularmu itu, kau dapat meracuni seluruh Pek Tho San Cungku? Kau harus tahu, aku pernah mengumpulkan begitu banyak ular berbisa di Tiong-goan! Kalau tidak bertemu Oey Yok Su, pemilik Pulau Tho Hoa To, saat ini kau pasti akan menghadapi barisan ular berbisaku! Karena itu, tongkat ularmu tak dapat berbuat apa-apa terhadap diriku!" Usai berkata, mendadak dia bersiul panjang, sekaligus menyerang Ouw Yang Coan secepat kilat. Ouw Yang Coan berkelit lalu balas menyerang. Maka terjadilah pertarungan yang amat sengit. Ouw Yang Coan menggunakan tongkat ular. Sedangkan Pek Tho San San Kun bertangan kosong, tapi gerakannya sangat cepat, gesit dan lincah. Tongkat ular di tangan Ouw Yang Coan meliuk-liuk bagaikan seekor ular yang kadang-kadang juga bergerak bagaikan kilat. Sementara Ouw Yang Hong telah siuman dari pingsannya, tapi tiga buah jalan darahnya dalam keadaan tertotok. Dia tidak bisa bergerak, namun masih dapat menyaksikan pertarungan yang amat dahsyat itu. Setelah menyaksikan sejenak, dia tersadar akan satu hal. Kakaknya bertarung dengan Pek Tho San San Kun. Mereka berdua menggunakna tenaga lunak dan jurus-jurus yang bergerak cepat. Apabila salah seorang di antara mereka menggunakan tenaga keras, dalam beberapa jurus pasti dapat memenangkan pertarungan itu. Walau Ouw Yang Hong sadar akan hal itu, tapi kedua orang yang sedang bertarung itu justru tidak tahu, sebab mereka berdua bertarung dengan gerakan cepat, maka tiada kesempatan untuk memperhatikan hal tersebut. Mereka berdua bertarung seimbang. Berselang sesaat Ouw Yang Coan berkata kepada Pek Tho San San Kun. "Jen It Thian, lepaskanlah adikku dan Nona Bokyong, kita bertarung lain hari saja!" Pek Tho San San Kun tertawa. "Ouw Yang Coan, kau menganggap dirimu sebagai jago nomor satu di daerah See Hek, maka hari ini aku menghendakimu mampus di sini!" Pek Tho San San Kun memberi isyarat. Sang Seng Kiam Giok Shia segera maju ke depan, lalu memberi hormat. "Ada perintah apa, Guru?" Tanyanya. Pek Tho San San Kun menunjuk Ouw Yang Hong, lalu menyahut. "Bawa dia ke mari agar bisa berdekatan dengan kakaknya!" Sang Seng Kiam Giok Shia mengangguk, kemudian menyeret Ouw Yang Hong ke tengah-tengah halaman. Pek Tho San San Kun tertawa terkekeh-kekeh. "He he heee! Ouw Yang Coan, buang tongkat ularmu dan segera membunuh diri di hadapanku, aku pasti melepaskan Ouw Yang Hong dan Nona Bokyong, itu agar keluarga Ouw Yang punya keturunan!" Betapa gusarnya Ouw Yang Coan. Dia tidak tahu harus bagaimana baiknya. "Aku akan menyebut namamu tiga kali, kau harus membunuh diri! Kalau tidak, Ouw Yang Hong pasti jadi mayat!" Kata Pek Tho San San Kun lagi. Ouw Yang Coan berdiri tak bergerak. Namun sepasang matanya berapi-api. Pek Tho San San Kun menudingnya. "Ouw Yang Coan jago nomor satu di daerah See Hek, kau harus mampus atau tidak?" Katanya dingin. Ouw Yang Coan berkertak gigi. Rupanya ingin sekali menghantam Pek Tho San San Kun dengan tongkatnya. Sedangkan Pek Tho San San Kun tertawa puas, menengadahkan kepala seraya berseru. "Ouw Yang Coan jago nomor satu di daerah See Hek, kau harus mampus atau tidak?" Ouw Yang Coan tidak menyahut, hanya mengangkat tongkatnya ke atas. Saat ini pikirannya kacau balau. Haruskah aku mati? Keluarga Ouw Yang hanya tinggal kami berdua kakak beradik, maka keluarga Ouw Yang harus punya keturunan! Kalau begitu, adikku harus hidup! Apabila adikku mati, bagaimana mungkin keluarga Ouw Yang akan punya keturunan? Keluarga Ouw Yang punya keturunan, mati pun tidak akan penasaran! Tapi guru yang telah menyelamatkanku. Sedangkan dendamnya belum terbalas, bagaimana mungkin aku mati? Itu membuat pikiran Ouw Yang Coan semakin kacau. Pek Tho San San Kun berseru lagi dengan suara lantang, kelihatannya dia tidak ingin Ouw Yang Coan berpikir banyak. "Ouw Yang Coan jago nomor satu di daerah See Hek, kau harus mampus ..." Sebelum Pek Tho San San Kun usai berseru, mendadak terdengar suara yang amat dingin. "Dia harus mampus atau tidak, itu urusanku! Kau tuh apa, berani menentukan mati hidupnya?" Semua orang terperanjat, karena tahu orang yang bersuara itu memiliki Iwee kang yang amat tinggi. Mereka semua menengok ke sana ke mari, tapi tidak tampak seorang pun berada di sekitar mereka. Bukan main terkejutnya Pek Tho San San Kun, sebab dia mendengar jelas suara itu. "Siapa? Cepat keluar!" Bentaknya. Berselang beberapa saat barulah terdengar suara sahutan, yang bernada ringan dan dingin. "Kau menghendakiku keluar, itu tidak bisa! Sebab aku sudah tua, lagi pula cacat! Apabila aku keluar, kau pasti akan merasa kecewa!" Sang Seng Kiam Giok Shia langsung membentak keras. "Ayo cepat keluar!" Terdengar suara sahutan lagi. "Tanganmu memegang sepasang pedang! Pada hal kau adalah gadis cantik, tapi dalam hatimu penuh diliputi hawa membunuh! Hari ini kau harus merasakan tusukan pedangmu sendiri!" Mendengar kata-kata itu, Pek Tho San San Kun cepat-cepat memberi isyarat kepada Sang Seng Kiam Giok Shia, agar muridnya itu diam. "Cianpwee, harap perlihatkan diri!" Katanya kemudian dengan serius. Terdengar suara sahutan. "Jen It Thian, kau meremehkan muridku, itu memang masuk akal sebab kau memiliki ilmu silat yang beracun, maka tongkat ular itu tidak bisa berbuat apa-apa terhadapmu. Lagi pula kau pun memiliki tujuh puluh dua macam akal licik, sehingga membuatmu meremehkan orang lain!" "Kau mau bagaimana?" Tanya Pek Tho San San Kun. Terdengar suara sahutan lagi. "Lepaskan mereka!" Pek Tho San San Kun berpikir lama sekali. "Baik! Ouw Yang Coan, kau boleh pergi sekarang!" Katanya kemudian. "Aku harus membawa serta adikku dan Nona Bokyong!" Kata Ouw Yang Coan. Pek Tho San San Kun menggelengkan kepala. "Tidak bisa! Tidak bisa! Aku tidak perduli akan Ouw Yang Hong, tapi Nona Bokyong adalah benda mustikaku! Bagaimana mungkin kau membawanya pergi?" Terdengar suara orang itu. "Anak Coan, urus dirimu sendiri saja, tidak usah memperdulikan orang lain!" Hati Ouw Yang Coan tergerak, menyahut dengan suara rendah. "Benar kata Guru." Ouw Yang Coan membalikkan badannya, lalu berjalan mendekati Ouw Yang f tong dan Bokyong Cen, sekaligus membebaskan jalan darah adiknya yang tertotok itu. "Adik, mari kita pergi!" Katanya dengan ringan kepada Ouw Yang Hong. Kemudian dia juga berkata kepada Bokyong Cen, tapi tidak berani memandang wajahnya. "Nona Bokyong, mari ikut kami pergi!" Bokyong Cen memandang Ouw Yang Hong dengan ala berbinar-binar, namun bagaimana perasaan dalam hatinya, siapa pun tidak mengetahuinya. Ouw Yang Coan menarik Ouw Yang Hong pergi, tapi hanya beberapa langkah, Ouw Yang Hong sudah menoleh ke belakang seraya berseru. "Nona Bokyong, kalau kau tidak mau pergi, bagaimana mungkin aku meninggalkanmu?" Ouw Yang Hong tidak mau melangkah, dan ini membuat Ouw Yang Coan terpaksa berhenti, tidak bisa meninggalkan halaman rumah itu. Terdengar tawa dingin. "He he! Tidak salah. Anak Coan, apa yang kau katakan itu memang tidak salah. Mereka berdua sudah saling mencinta, maka kau harus membiarkan mereka berdua berada di tempat ini. Anak Coan, mari kita pergi!" Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ouw Yang Coan terpaksa menurut, Dia berjalan beberapa langkah, lalu berhenti dan menundukkan kepalia. "Guru, mengapa Guru melarang adikku dan Nona Bokyong ikut pergi?" Tanyanya. Akan tetapi tiada sahutan. Sepertinya orang yang bersuara merasa serba salah, maka tidak menyahut. Itu membuat Pek Tho San San Kun Jen It Thian merasa tidak beres. "Ouw Yang Coan, janganlah kau mendesakku!" Serunya. Ouw Yang Coan menatapnya tanpa mengeluarkan suara, kelihatannya seakan sedang menunggu perintah dari orang yang bersuara tadi. Berselang beberapa saat, barulah terdengar suara orang itu, yang bernada ringan dan datar. "Sudah belasan tahun aku tidak bertemu orang! Anak kecil, kau jangan mendesakku!" "Kalau kau ingin membawa pergi Nona Bokyong, aku pasti akan mengadu nyawa denganmu!" Sahut Pek Tho San San Kun. Sementara para anak buah Pek Tho San San Kun sudah mulai mengurung kakak berdik Ouw Yang itu. Apabila si Kerdil memberi perintah, mereka semua pasti menyerang Ouw Yang Coan dan adiknya. Di saat bersamaan, terdengar lagi suara orang itu. "Aku malas turun tangan, tapi tahukah kau siapa aku?" Pek Tho San San Kun Jen It Thian tertawa dingin. "Apakah kau adalah Tionggoan tayhiap Liau Bun Sen? Kau adalah Ong Tiong Yang, ataukah Su Ciau Hwa Cu, Tetua Kay Pang? Kalau kau adalah salah seorang di antara mereka, tentunya aku takut padamu! Tapi kalau bukan, kau justru harus takut padaku!" Orang itu berkata perlahan-lahan. "Belasan tahun aku tidak keluar, di kolong langit sudah kacau balau! Anak kecil, aku adalah Pek Bin Lo Sat!" Seketika suasana di tempat itu menjadi hening. "Jen It Thian, lepaskan gadis itu, aku akan mengampuni nyawamu!" Kata orang itu lagi. Pek Tho San San Kun mengerutkan kening, kemudian berjalan mondar-mandir di hadapan Bokyong Cen sambil bergumam. "Aku tidak bisa! Aku tidak bisa! Lebih baik ambillah semua perhiasanku, asal kau tidak membawa pergi Nona Bokyong! Tidak bisa! Tidak bisa ..." Terdengar tawa aneh. "Hik hik hik! Anak kecil, aku akan menemuimu!" Mendadak terdengar suara 'Blam!' Ternyata tembok pagar berlubang, lalu tampak seseorang menyerupai setan berjalan masuk dari lubang tembok. Di belakanggnya tiada bayangan, kakinya tidak mengeluarkan suara, bahkan tiada hawa manusia pula. Dia berjalan ke hadapan Ouw Yang Coan dan adiknya. Wajah orang itu tidak tampak karena tertutup oleh rambutnya yang panjang terurai ke bawah. Dia menunjuk Ouw Yang Hong, kemudian manggut-manggut. "Bagus! Bagus! Tak percuma Anda adik Ouw Yang Coan!" Siapa orang itu? Ternyata memang benar adalah Pek Bin Lo Sat. Dia tertawa terkekeh dua kali, lalu memandang Bokyong Cen. "Apakah kau memandang rendah diriku? Mengapa kau tidak bicara?" Katanya. Guguplah hati Bokyong Cen. Dia mendengar wanita itu memanggil Ouw Yang Coan sebagai 'Anak Coan!' pertanda tingkatan tuanya. Kemudian mendengar Ouw Yang Coan memanggil wanita itu 'Guru', membuat Bokyong Cen terkejut sekali, karena yakin wanita itu berkepandaian amat tinggi. Ketika wanita itu bertanya, Bokyong Cen ingin menjawab, tapi jalan darah gagunya dalam keadaan tertotok, sehingga tidak dapat mengeluar-kan suara. Itulah yang menyebabkannya gugup sekali. "Kau dalam bahaya, namun mengapa tidak mau bicara? Dan ... mengapa tidak mau bangkit berdiri?" Tanya Pek Bin Lo Sat sambil tersenyum. Bokyong Cen diam dan mulai ragu terhadap Pek Bin Lo Sat. Kalau wanita itu berkepandaian tinggi, bagaimana tidak tahu jalan darahnya dalam keadaan tertotok? Gadis itu tidak habis pikir. Sementara si Kerdil Jen It Thian juga merasa serba salah. Dia sebagai majikan Pek Tho San Cung, tentunya tidak bisa mundur karena itu, maka dia terpaksa memberanikan diri. "Pek Bin Lo Sat, kau mau apa?" Bentaknya. "Sudah belasan tahun, aku duduk diam bersemedi! Hari ini terpaksa aku turun tangan!" Sahut Pek Bin Lo Sat lalu mengibaskan tangannya ke arah para anak buah Pek Tho San San Kun. Si Kerdil Jen It Thian langsung membentak. "Serang wanita itu!" Keempat murid Pek Tho San San Kun segera menyerang Pek Bin Lo Sat. Menyaksikan itu, Ouw Vang Coan amat gusar. Ketika dia baru mau menyerang keempat murid Pek Tho San San Kun, Pek Bin Lo Sat pun berkata. "Anak Coan, kau tidak menghendaki guru turun tangan, apakah khawatir guru akan celaka di tangan mereka?" Ouw Yang Coan tidak menyahut. Di saat itulah, Pek Bin Lo Sat bergerak. Tampak bayangannya berkelebat ke sana ke mari, dibarengi suara jeritan di sana sini dan darah pun muncrat ke mana-mana. "Pek Bin Lo Sat, berhenti!" Seru Pek Tho San San Kun gusar. Wanita itu berhenti menyerang, lalu menatap Pek Tho San San Kun. "Anak kecil, kau mau bicara apa?" Tanyanya. "Pek Bin Lo Sat, aku akan mengadu nyawa denganmu!" Sahut Pek Tho San San Kun. Pek Bin Lo Sat nianggut-manggut, tapi hanya diam di tempat. Begitu pula Pek Tho San San Kun, dia berdiri dengan kaki ditekuk sedikit, sebelah tangannya diangkat ke atas, seakan menunggu Pek Bin Lo Sat menyerang lebih dulu. Pek Bin Lo Sat tertawa dingin. Kemudian mendadak pakaiannya berkibar-kibar, sepertinya terhembus angin kencang, kemudian badannya bergerak berputar tiga kali mengitari Pek Tho San San Kun. Setelah itu ia berhenti, sekaligus menjulurkan sepasang tangannya ke depan. Si Kerdil tertawa panjang, lalu dengan tiba-tiba badannya mencelat ke atas dengan ringan sekali, sambil menggerakkan kedua tangannya untuk me-notok jalan darah bagian dada Pek Bin Lo Sat. Apabila totokan itu mengenai sasarannya, Pek Bin Lo Sat pasti menderita luka parah. Akan tetapi, Pek Bin Lo Sat justru tidak berkelit, melainkan mengibaskan sebelah tangannya untuk menangkis serangan itu. Kibasan tangan Pek Bin Lo Sat menimbulkan angin yang menderu-deru. Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung