Ceritasilat Novel Online

Pendekar Pemanah Rajawali 67


Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong Bagian 67


Pendekar Pemanah Rajawali Karya dari Jin Yong   Kalau begitu, kau tunggulah di sini,"   Kata Kwee Ceng.   "Di dalam tempo setengah jam aku akan kembali."   "Baiklah,"   Si nona mengangguk.   Pemuda itu turun dari puncak dengan hatinya tidak tentram.   Bukankah oey Yong ditinggal seorang diri? Tapi mengingat yang see Tok sangat menginginkan artinya kitab, ia mau percaya si nona tidak dalam bahaya langsung.   Maka dapat ia melegakan hatinya itu.   oey Yong menantikan hingga ia merasa si anak muda turun dan selesai dengan tugasnya, ia berbangkit seraya mengoceh seorang diri.   "   Entah di puncak ini ada setannya atau tidak Kalau aku ingat kepada Yo Kang dan enci Liam Cu, sungguh aku takut Baiklah aku turun sebentar, sebentar aku datang pula bersama-sama engko Ceng."   Auwyang Hong dapat mendengar ocehan orang itu, tetapi dia tidak berani berkutik dari tempatnya bersembunyi, dia khawatir si nona nanti melihat atau mendengarnya.   Maka leluasalah oey Yong pergi turun.   Kwee Ceng bersama ketiga tianglo menantikan di kaki puncak.   begitu oey Yong turun, begitu mereka menyalakan api, membakar dadung yang telah dilibatkan si anak muda di setiap undakan tangga kaki kambing itu Dadung itu telah direndam di minyak, maka itu api lantas menyala, membakarnya dari bawah terus ke atas.   setiap kaki kambing jatuh ke bawah setelah api bekerja melumerkan es yang melekat dan membekukannya kuat sekali.   Api itu pun memperlihatkan pemandangan yang bagus, bagaikan cacing melapai naik, sebab waktu itu cuaca gelap dan es berkilau.   oey Yong bertepuk tangan memuji bagus.   Katanya.   "Engko Ceng, bilanglah Kali ini kau masih hendak memberi ampun atau tidak kepadanya?"   "Inilah yang ketiga kali, tidak dapat melanggar janji,"   Menyahut si anak muda. oey Yong tertawa. "Aku mempunyai akal,"   Katanya.   "Tanpa menyalahi janji, aku bisa membinasakan dia untuk membalaskan sakit hatinya gurumu semua."   Kwee ceng girang sekali. "Yong-jie"   Katanya.   "Benar-benar di dalam dirimu semuanya tipu daya Apakah akalmu itu?" "Akal gampang saja,"   Menyahut si nona.   "Kita membiarkan si bisa bangkotan makan angin barat daya selama sepuluh hari dan sepuluh malam, biar dia kelaparan dan kedinginan, hingga habis tenaganya, baru kita memasang pula tangga kambing ini untuk menolongi dia. setelah dia ditolong turun dari sini, bukankah itu berarti dia telah diberi ampun hingga tiga kali?"   "Benar,"   Kwee Ceng menyahut. "   Karena dia telah diberi ampun tiga kali, kita tidak usah sungkan-sungkan lagi,"   Berkata si nona.   "Kita menanti padanya, begitu dia turun di bawah, kita lantas turun tangan menyerang padanya. Kita dibantu ketiga tianglo, kita berlima menyerang seorang yang sudah setengah mampus, kau bilang, mustahil kita tidak bakal menang?"   "Tentu saja kita bakal menang,"   Terkata Kwee Ceng, yang tapinya menggeleng kepala.   "Dengan membunuh dia secara demikian, aku anggap itulah bukan caranya laki-laki sejati"   "Hm, dengan manusia sejahat dia kita masih bicara tentang kehormatan?"   Berkata si nona dingin.   "Ketika dia membinasakan gurumu yang nomor dua dan nomor empat itu, adalah dia ingat akan cara terhormat itu?"   Kwee Ceng gusar sekali diperingati akan kebinasaan guru-gurunya itu, matanya sampai terbuka mendelik.   Ia pun ingat, Auwyang Hong demikian lihay, kalau dia diberi ampun, lain kali tidak ada lagi ketikanya sebaik ini untuk ia membalaskan sakit hati sekalian gurunya itu.   Maka ia menggertak gigi.   "Baiklah, begitu kita bekerja"   Bilangnya, menyatakan setuju.   segera setibanya di dalam kemah, muda mudi ini lantas duduk berbicara terlebih jauh.   Kali ini benar-benar mereka berunding tentang Kin im Cin-keng.   Keduanya merasa senang sekali, sebab ternyata selama satu tahun, mereka memperoleh kemajuan pesat.   "Yong-jie,"   Berkata Kwee Ceng kemudian.   "Jahanam Wanyen Lieh berada di dalam kota musuh ini, kita dapat melihat dia tetapi tidak berdaya membekuknya, maka itu bisakah kau memikir suatu akal sempurna untuk memukuli pecah kota?"   "Selama beberapa hari ini aku terus memikirkannya,"   Menyahut si nona.   "Hanya selama itu aku belum peroleh daya yang dapat digunakan."   "Di dalam saudara-saudara Kay Pang ada belasan yang cukup baik ilmunya enteng tubuh,"   Kata si anak muda.   "Kalau mereka itu ditambah kita berdua, dapatkah kita secara diam-diam mendaki tembok kota?"   "Tembok kota itu terjaga kuat sekali, setiap tombak ada penjagaan belasan tukang panahnya,"   Berkata si nona.   "Sulit untuk melewati mereka semua. Laginya di dalam kota ada puluhan laksa serdadu, apa yang kita belasan orang dapat kerjakan? Untuk memaksa membuka pintu kota pun sukar."   Kwee Ceng berdiam.   Demikian malam itu dilewatkan.   Besoknya Jenghiz Khan mencoba menyerang pula kota, ia gagal.   Kegagalan itu berlangsung selama tiga hari terus-menerus.   Di hari keempat turun saiju besar.   "Mungkin tidak sampai sepuluh hari, Auwyang Hong bakal setengah mati karena kedinginan,"   Berkata Kwee Ceng sambil ia mengawasi ke puncak gunung. "Dia sempurna ilmu tenaga dalamnya, dia dapat bertahan sepuluh hari,"   Kata oey Yong. Tapi baru habis ia menutup mulutnya, berdua Kwee Ceng ia terkejut melihat dari atas puncak ada benda yang jatuh. Kemudian si nona bertepuk tangan dan kata kegirangan.   "si bisa bangkotan tidak tahan, dia membunuh diri"   Tapi Auwyang Hong tidak jatuh cepat dan meluncur langsung, hanya tubuhnya itu memain, melayang-layang bagaikan layangan.   Menyaksikan itu, kedua muda mudi ini heran.   Mereka mengawasi terus.   Mestinya orang jatuh langsung dan tubuhnya bakal hancur luluh.   Kenapa sekarang tubuh see Tok turun perlahan-lahan? Adakah dia mengerti ilmu siluman? Ketika Auwyang Hong sudah turun semakin ke bawah, baru terlihat apa yang benar.   Dia bertelanjang seluruh tubuh, di atasan kepalanya nampak dua buah benda seperti bola bundar yang besar.   "sayang-sayang"   Kata si nona setelah ia melihat tegas.   Ia lantas mengerti duduknya hal.   Auwyang Hong itu terserang hebat hawa dingin dan lapar.   Dia berotak kuat, dengan lantas dia dapat memikir akal.   Bukankah tidak ada tangga untuk turun dan dia tidak dapat lompat turun? Maka dia menggunai akalnya.   Untuk itu, terpaksa dia membuka baju dan celananya juga, dengan itu dia membuat dua buah buntalan seperti karung bulat, seperti bola.   Dengan menggertak gigi, dengan kedua buah karung itu diikat di pinggangnya, dia berlompat turun.   Dia membuang diri tetapi ini daya semata-mata untuk menolong jiwanya.   Karung itu terkena angin, yang masuk ke dalamnya, lalu menjadi kembung dan bulat, maka dengan bantuan bola istimewa itu, tubuhnya tertahan, turunnya perlahan-lahan.   saking mahirnya tenaga dalamnya, dia dapat melawan hawa dingin, meskipun benar kedua tangannya hampir beku.   Turunnya Auwyang Hong ini dari atas puncak dapat dilihat oleh tentara dari kedua pihak, mereka itu heran sekali, lantas ada yang menduga kepada dewa, maka banyak serdadu yang bertakhyul pada berlutut dan memuji.   Kwee Ceng mengawasi.   Karena Auwyang Hong terbawa angin, mungkin dia bakal turun di dalam kota.   Ia lantas menyiapkan panahnya, ia menunggu sampai Auwyang Hong terpisah dari tanah beberapa puluh tombak.   la melepaskan panah berantainya.   Ia mengharap mengenai sedikitnya payung bolanya siBisa dari Barat, supaya dia jatuh dengan terluka parah.   Tapi see Tok lihay, dia melihat datangnya anak panah, dia menangkis dengan kakinya.   Menyaksikan kejadian yang luar biasa itu, tentara bersorak memuji.   Jenghiz Khan yang telah menerima laporan dari Kwee Ceng, juga menitahkan tentaranya melepaskan anak panah, maka hebatlah datangnya serangan.   Auwyang Hong mendapat lihat ancaman bahaya itu, dia menjadi nekat.   Dia melepaskan kedua tangannya, hingga lantas saja dia jatuh dengan kepala turun terlebih dulu.   Kembali puluhan ribu serdadu bersorak riuh.   Auwyang Hong turun tepat ke dalam kota, di betulan sebuah bendera besar.   Dia menyambar dengan kedua tangannya, dia memegang keras kain bendera.   Dia bertubuh berat, kain bendera itu robek.   Tapi justru dia menjambret, hingga tubuhnya sedikit tertahan, kedua kakinya pun menyambar ke arah tiang bendera, maka dilain saat lenyaplah dia di dalam kota.   Tentara di kedua pihak heran, mereka bicarakan urusan itu hingga mereka melupakan peperangan.   "Kali ini dia terhitung tidak diberi ampun,"   Berpikir Kwee Ceng, yang segera menyesal sekali.   "Dia jadi masih mempunyai ketikanya satu kali lagi. Tentunya oey Yong masgul sekali"   Ketika ia berpaling kepada si nona, nona itu justru nampak girang, dia bersenyum. Ia menjadi heran. "Yong-jie, mengapa kau bergembira?"   Tanyanya. si nona bertepuk tangan, dia tertawa. "Aku hendak mempersembahkan hadiah besar kepadamu, kau senang atau tidak?"   Dia balik menanya. "Apakah itu?"   "Kota samarkand"   Kwee Ceng tercengang. "si bisa bangkotan barusan mengajari aku tipu daya memecahkan kota,"   Berkata si nona.   "Pergi kau menyiapkan pasukan perangmu, sebentar malam kau bakal berhasil" selagi pemuda itu masih belum mengerti, nona ini berbisik di kupingnya. Baru setelah mendengar itu, dia juga girang hingga dia bertepuk-tepuk tangan. siang itu Kwee Ceng memberi titah rahasia kepada semua serdadunya, untuk mereka itu memotong tenda mereka masing-masing, guna membikin sebuah payung kecil, yang ukurannya ia berikan, payung mana mesti diikatkan tambang. Titah itu diberi batas waktu, ialah semua payung mesti sudah rampung di dalam tempo setengah jam. Ia membutuhkan selaksa buah. semua serdadu menjadi heran. Pula, di waktu hawa begitu dingin, tanpa tenda, bagaimana mereka bisa melindungi diri? Tapi titah ialah titah. Maka bekerjalah mereka. Masih ada titah lainnya dari Kwee Ceng. Pertama-tama titah mengumpulkan kerbau dan kambing di kaki puncak, di mana orang mesti menanti titah lebih jauh untuk bekerja. selaksa serdadu diperintah pergi ke tempat tigapuluh lie di luar pintu kota utara, untuk di sana mereka itu mempersiapkan diri dalam empat barisan Thian-hok. Tee-cay, Hong- yang dan In-sui. Mereka mesti menanti waktu untuk membekuk musuh. Lagi selaksa serdadu diperintah mengambil tempat di kiri dan kanan pintu utara itu, mereka mesti mengatur diri dalam empat barisan Liong-hui, Houw-ek. Niauw-siang dan coa-poan. Tugas mereka ini ialah mendesak memaksa musuh masuk ke dalam empat barisan yang lainnya itu. Kemudian, selaksa serdadu yang ketiga diperintah siap sedia untuk tugas yang akan diberikan terlebih jauh. Demikian malam itu, setelah bersantap. empat laksa serdadu diberangkatkan. Lebih dulu dua laksa jiwa dikirim ke pintu kota, lalu yang selaksa ke kaki puncak. dan yang selaksa lagi untuk bersiap sedia. Kwee Ceng menitahkan satu serdadu pengiringnya pergi pada jenghiz Khan untuk memberitahukan yang kota musuh bakal terpukul pecah, dari itu junjUngan itu diminta menyiapkan barisannya untuk menyerbu. Jenghiz Khan heran, ia bersangsi. Maka ia memerintahkan si serdadu pergi memanggil Kwee Ceng datang padanya, untuk ditanya tegas, tetapi serdadu itu membilangi.   "sekarang ini Kim Too Huma tentu sudah memimpin pasukan perangnya menyerang musuh, ia hanya menantikan Kha Khan membantu padanya."   Benar juga, disana sudah lantas terdengar tentaranya Kwee Ceng membunyikan terompet perang.   Di sana seribu lebih serdadu telah bekerja menyembelih kerbau dan kambing untuk membuat tangga istimewa, pekerjaan mana dilakukan oleh orang-orang Kay Pang yang dapat bergerak dengan cepat dan gesit.   Maka dengan lekas telah terampungkan seratus lebih tangga istimewa itu.   setelah itu, Kwee Ceng sendiri yang mulai, yang mengasih contoh mendaki tangga itu, untuk naik ke atas puncak gundul.   Ia ditiru oleh selaksa serdadu.   Hanya mereka ini dibantu dengan dadung yang diikat di pinggang mereka, perlahan mereka merayapnya naik.   Atas titah yang keras, mereka itu dilarang mengasih dengar suara apa-apa.   Puncak tidak luas, selaksa serdadu tidak bisa ditempatkan di situ, maka itu Kwee Ceng sudah lantas menitahkan rombongan pertama mengikat payung di pinggang dan memegang golok di tanah, setelah ia memberi tanda dengan tepukan tangan, mereka itu pada berlompat ke arah kota musuh, ke pintu kota selatan guna mulai dengan penyerangan mereka.   Pula ia sendirilah yang memberi contoh dengan berlompat paling dulu.   semua serdadu telah melihatnya tadi siang bagaimana Auwyang Hong berlompat turun dari puncak itu, maka dengan berani mereka meniru perbuatan kepala perang mereka.   Maka sekejab saja, udara seperti penuh dengan payung manusia itu.   Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Rombongan demi rombongan tentara itu pada menerjunkan diri oey Yong menanti di batu es, senang ia menyaksikan rampungnya tindakan permulaan itu.   Ia kata di dalam hatinya.   "Jenghiz Khan berhasil atau tidak, itu tidak ada hubungannya sama aku, hanya kalau engko Ceng menuruti perkataanku, dia sekalian dalam melakukan sesuatu yang besar."   Kwee Ceng adalah yang pertama tiba.   Belum sampai di tembok kota, ia sudah melepaskan payungnya, dan belum lagi kakinya menginjak tanah, ia sudah putar goloknya yang besar menyerang serdadu-serdadu penjaga kota itu.   Di dalam kota ada sejumlah serdadu yang melihat datangnya musuh dengan cara yang luar biasa itu, mereka kaget dan heran, mereka pun takut, hilang semangat berkelahinya.   Lagi pula, tentara yang pertama turun itu ada dari rombongan Kay Pang, dari itu hebat penyerangan mereka ini, dengan lantas mereka mendekati pintu kota.   Tentara Mongolia menyusul belakangan.   Di antara mereka ini ada beberapa ratus yang gagal, payung mereka rusak.   jiwa mereka melayang.   pula mereka yang sampainya ditanah terpencar, banyak yang kena dikurung, ditangkap atau dibinasakan tentara Khoresm.   Di antara tentara itu, dalam sepuluh sembilan yang mendarat dengan berhasil.   Dengan titahnya Kwee Ceng, mereka ini memecah diri, ialah yang separuh menyerang musuh, yang separuh lagi memaksa menerjang pintu kota untukdibuka dan dipentang.   Tentu sekali penyerangan itu sangat mengacaukan musuh, suara pertempuran juga sangat berisik Jenghiz Khan mendengar suara itu, ia mau percaya Kwee Ceng tidak melaporkan hal yang tidak-tidak.   maka ia lantas bekerja, menitahkan pasukannya maju ke pintu kota, untuk menyerang musuh.   Pintu kota selatan sudah lantas terpentang, beberapa ratus serdadu Mongolia berjaga-jaga di situ, membiarkan ribuan kawannya masuk.   untuk bekerja sama.   Kawan- kawan yang lainnya menerobos terus saling susul.   Belum sampai fajar, buyar sudah tentara Khoresm yang melindungi pintu kotanya.   shah Muhammad diberitahukan di pintu kota utara belum ada musuh dia memerintahkan membuka pintu kota itu, untuk melarikan diri dari sana.   Di sana telah menanti barisan sembunyi dari Kwee Ceng, barisan itu menyambut musuh dengan penyerangan mereka dari kiri dan kanan.   shah tidak berniat berkelahi lagi.   Dia menyuruh Wanyen Lieh bertahan di sebelah belakang, dia sendiri bersama barisan pengiringnya membuka jalan untuk molos dari kepungan, guna kabur paling dulu.   Biar penjagaan rapat tetapi karena musuh berjumlah lebih besar dan mereka itu nekat, pasukan Khoresm itu bisa juga mendesak.   Kwee Ceng terutama hendak mencari Wanyen Lieh, ia mengubar pangeran Kim itu, yang dapat dikenali dari kopiah perangnya yang terbuat dari emas dan berkilauan.   Beberapa kali ia diwartakan musuh bakal bisa lolos diakhirnya, terpaksa ia memegang pimpinan juga.   Pertempuran yang kacau itu berjalan terus sampai terang tanah, banyak musuh yang tertawan tetapi di antaranya Wanyen Lieh tak tampak.   Jenghiz Khan telah lantas berkumpul di istana shah.   Kwee Ceng lagi membereskan pasukannya, mengurus yang terbinasa dan menghibur yang terluka ketika ia mendengar terompet emas dari khan yang agung.   Dengan lantas ia lari mentaati panggilan.   Di depan istana ia melihat satu pasukan kecil, di antaranya ada oey Yong bersama ketiga tianglo.   si nona lantas menepuk tangan, maka dua serdadunya menggotong sebuah kantung goni yang besar.   "Eh, coba kau terka, apakah isinya karung ini?"   Ia tanya si anak muda. Ia tertawa. "Di dalam kota ini terdapat banyak barang luar biasa, mana bisa aku menerka?"   Sahut si anak muda, yang pun tertawa. "Hendak aku menghadiahkannya kepada kau, pasti kau girang,"   Kata si nona pula.   Tiba-tiba Kwee Ceng ingat halnya Kiu Cian Jin di "Tiat Ciang Hong menghadiahkan Lam Kim sebagai bingkisan untuk Yo Kang, nona itu dimasuki ke dalam keranjang, maka ia menduga, mesti oey Yong telah mendapatkan nona yang cantik dan ia sekarang hendak digoda.   "Ah, aku tidak mau,"   Ia kata sambil menggoyang kepala. "Apakah benar-benar kau tidak mau?"   Oey Yong tanya sambil tertawa.   "Awas, setelah kau melihat, jangan kau menarik pulang kata-katamu"   Tanpa menantijawaban, nona oey mengulur tangannya, untuk mengangkat karung itu, untuk mengeluarkan isinya yang benar saja ada seorang orang dengan rambut kusut dan mukanya penuh darah, pakaiannya seragam dari satu serdadu Khoresmia, hanya ketika diawasi, dialah Wanyen Lieh atau Chao Wang, pangeran dari Kim.   Maka bukan main girangnya.   "Yong-jie"   Ia berseru.   "Di mana kau dapat membekuk dia?"   "Aku melihat serombongan serdadu kabur dari pintu kota utara,"   Menyahut si nona.   "Pasukan itu memakai bendera chao Wang dan seorang panglima dengan kopiah emas dan jubah perang tersulam kabur ke arah timur. Aku tahu Wanyen Lieh sangat licik, tidak bisa terjadi diwaktu kekalahan sebagai itu dia masih berani mengibarkan benderanya dan tetap memakai kopiah dan seragamnya, lantas aku menduga itulah mesti akal belaka guna mengelabui orang. Kalau benderanya ke timur, dia mesti kabur kebarat. Maka bersama Lou Tianglo beramai aku bersembunyi menjaga di sebelah barat. Benarlah dugaanku, di sana aku berhasil membekuk jahanam ini." Kwee Ceng menjura dalam kepada nona itu. Ia sangat bersyukur. "Yong-jie,"   Ia berkata.   "Kau telah membalaskan sakit hatinya ayahku, aku tidak tahu apa aku mesti bilang padamu."   Oey Yong tertawa. "Itulah hal kebetulan saja,"   Ia berkata.   "Kau telah mendirikan jasa besar, kau pasti bakal diberi hadiah oleh khan yang agung. Itulah baru bagus"   "Sebenarnya aku tidak mengharapkan jasa,"   Berkata si anak muda yang polos. "Engko Ceng, ke mari,"   Kata si nona kemudian, perlahan, seraya bertindak ke samping. Kwee ceng mengikuti. "Benarkah di dalam dunia ini tidak ada apa-apa yang dikehendakimu?"   Si nona tanya. Pemuda itu melengak. "Melainkan satu keinginanku,"   Jawabnya.   "Ialah agar untuk selama-lamanya aku tidak dapat berpisah dari kau."   Oey Yong mengawasi. "Hari ini kau mendirikanjasa besar ini, aku percaya umpama kata kau menyebabkan khan yang agung gusar tidak nanti dia menghukummu"   Katanya. Pemuda itu belum mengerti, ia berdiam. "Ah"   Katanya. "   Kalau hari ini kau minta pangkat atau gelaran, dia pasti menerimanya dengan baik,"   Berkata pula si nona.   "Kalau juga kau minta dia jangan menghadiahkannya, dia juga sukar menolaknya.   Yang penting sekarang ialah kau mesti mendayakan agar dia menjanjikannya dengan mulutnya sendiri apa juga yang kau minta dia mesti meluluskannya."   "Benar"   Kata si anak muda, singkat. Mendengar jawaban hanya sebegitu, oey Yong menggoyang kepala. Ia mendongkol.   "Rup,anya kedudukan sebagai Kim Too Huma paling jempol, bukankah?"   Ia kata. Kwee Ceng terkejut. sekarang ia sadar. "Aku mengerti sekarang"   Katanya.   "Bukankah kau menghendaki aku menolak jodoh putrinya, supaya dia berjanji dulu, baru aku mengutarakan permintaanku? Dengan begitu dia jadi tidak dapat menolak. bukankah?"   Oey Yong tetap kurang puas. "   Itulah terserah padamu Mungkin kau tetap suka menjadi menantu raja.."   "Yong-jie,"   Berkata si anak muda.   "Memang Gochin Baki sangat mencintai aku, tetapi aku, aku menyayangi dia seperti saudara saja, bahwa dulu hari aku tidak menampik, itulah karena aku hendak menepati janji belaka, maka kalau khan yang agung suka menarik keputusannya, sungguh itu bagus untuk kedua belah pihak."   Mendengar itu, baru lega hati si nona. Ia menatap pemuda itu. sementara itu terdengar suara terompet emas yang kedua kali. Kwee Ceng mencekal tangan si nona.   "Yong-jie, kau tunggu kabar baik saja"   Bilangnya.   Terus ia masuk ke dalam istana dengan menggiring Wanyen Lieh.   Melihat munculnya si anak muda Jenghiz Khan girang sekali.   Ia berbangkit dari kursinya, untuk menyambut sendiri, ia menarik tangan orang guna berjalan bersama.   ia terus menitahkan orang mengambil sebuah kursi, untuk menyuruh anak muda itu duduk di sisinya.   Kwee Ceng lantas memberitahukan bahwa Wanyen Lieh telah dapat ditangkap.   Ia lantas menitahkan agar orang tawanan itu dibawa menghadap.   Jenghiz Khan menjadi terlebih girang lagi.   Dia melihat pangeran Kim itu berlutut di depannya, ia mendupak dengan kaki kanannya ke kepala orang.   "Ketika dulu hari kau datang ke Mongolia dengan tingkah kerenmu, pernahkah kau memikir bakal datang satu hari seperti ini?"   Ia tanya. Wanyen Lieh tahu ia bakal mati, ia mengangkat kepalanya. "Dulu hari itu negaraku, negara Kim, kuat, aku menyesal tidak lebih dulu memusnahkan Mongolia" katanya dengan berani.   "Begitulah maka terjadi bencana hari ini"   Jenghiz Khan tertawa lebar.   Tidak ayal lagi, ia menitahkan menghukum mati pada orang tawanannya itu.   Maka Wanyen Lieh lantas digusur keluar istana, untuk menerima nasibnya.   Kwee Ceng girang berbareng berduka mengingat akhirnya sakit hati ayahnya telah terbalaskan.   Jenghiz Khan lantas berkata.   "Telah aku janjikan siapa dapat memukul pecah kota ini serta membekuk Wanyen Lieh, hendak aku menghadiahkan dia dengan orang-orang perempuan, permata dan cita dari kota ini maka itu sekarang pergilah kau menerimanya itu semua"   Kwee Ceng menggeleng kepala. "Aku dan ibuku telah menerima budi besar, semua itu sudah cukup"   Katanya.   "Segala budak, permata dan cita pun sudah cukup, berlebihan tidak ada gunanya."   "Bagus"   Khan agung itu memuji.   "Itulah sifatnya seorang ksatria Sekarang, apakah yang kau kehendaki? Apa juga yang kau minta, tidak ada yang aku bakal tidak luluskan."   Kwee Ceng berbangkit, ia menjura. "Aku hendak mengajukan satu permohonan, aku minta khan yang agung tidak buat gusar,"   Ia berkata. "Kau bilanglah"   Kata Jenghiz tertawa.   Kwee Ceng lagi hendak menyebutkan permintaannya itu ketika dengan sekonyong-konyong terdengar tangisan dan jeritan-jeritan yang hebat sekali, hingga orang menjadi terkejut.   semua perwira berlompat bangun sambil menghunus senjatanya masing-masing.   Mereka menduga tentara dan rakyat musuh berontak.   mereka mau pergi untuk menindasnya.   "Tidak apa-apa"   Berkata Jenghiz Khan sambil tertawa.   "Kota anjing ini tidak mau takluk. dia membikin aku kehilangan banyak perwira dan serdadu, dla juga menyebabkan kebinasaan cucuku yang kucintai, maka dia perlu dibasmi secara besar-besaran Nah, mari kita pergi melihatnya"   Jago Mongolia ini berbangkit, terus dia bertindak keluar, dlikuti semua panglima.   Dari luar istana mereka naik kuda, untuk kabur ke barat dari arah mana datangnya tangisan dan jeritan-jeritan hebat itu.   semakin dekat mereka mendengar semakin tegas tangisan yang menyayatkan hati itu.   Ketika mereka tiba di luar kota, di sana terlihat berkumpulnya tak terhitung penduduk kota, pria dan wanita, tua dan muda, dikumpulkan satu baris demi satu baris, di tegalan yang kosong.   sebab tentara Mongolia telah menitahkan semua penduduk kota keluar dari rumah mereka, tidak ada satu jua yang ketinggalan.   Penduduk itu mengira bakal dilakukan pemeriksaan guna mencari mata-mata, siapa tahu, setelah merampas alat senjata, tentara itu merampas juga barang permata dan lainnya yang berharga, akan akhirnya mereka pilih nyonya- nyonya dan nona-nona yang parasnya elok-elok.   Baru sekarang penduduk itu mengerti bahwa mereka lagi diancam malapetaka.   siapa yang melawan, dia lantas dibacok atau ditombak mati.   Kemudian, sesudah pemilihan wanita yang cantik-cantik itu, tentara Mongolia menyerbu di antara orang banyak itu, tak perduli tua dan wanita dan anak-anak.   semua dibacoki kalang kabutan.   Itulah yang menyebabkan tangisan danjeritan yang menyayatkan itu, yang seperti menggetarkan langit dan bumi.   Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Ketika Jenghiz Khan beramai muncul, telah jatuh korban lebih dari belasan jiwa, daging dan darah mereka berhamburan, mayat berserakan terinjak-injak kuda.   "Bagus Bagus"   Jenghiz Khan tertawa bergelak-gelak.   "Biar mereka tahu rasa"   Tapi Kwee Ceng tidak tega melihatnya. Dia lari ke depan khan yang agung itu. Ia mohon keampunan untuk mereka itu. Jenghiz Khan mengangkat tangannya.   "Bunuh habis mereka itu satu pun jangan dikasih ampun" Kwee Ceng terkejut, ia melengak justru itu ia melihat seorang bocah umur tujuh atau delapan tahun lari keluar dari rombongan orang banyak yang bercelaka itu, dia menubruk seorang wanita yang roboh diterjang kuda sambil dia berteriak-teriak.   "Ibu ibu"   Lantas seorang serdadu menerjang ke arah mereka, dia mengayun goloknya yang panjang, maka tubuh ibu dan anak itu lantas terkutung menjadi empat potong, hanya sebelum napasnya putus, bocah itu masih memeluki ibunya.   Darahnya Kwee Ceng menjadi naik.   "Khan yang agung"   Dia berseru.   "Kau telah membilang bahwa semua wanita, permata dan cita dari kota ini kepunyaanku, kenapa sekarang kau menitahkan melakukan pembasmian ini?"   Jenghiz Khan tercengang, tapi lantas dia tertawa. "Kau sendiri yang tidak menghendakinya"   Sahutnya. "Bukankah kau telah bilang, apa juga yang aku minta, kau bakal menerimanya?"   Si anak muda menegaskan.   "Benar bukan?"   Khan itu mengangguk. dia bersenyum. "Kata-katanya khan yang agung adalah seperti gunung yang maha besar"   Kata si anak muda nyaring. "Aku minta kau memberi ampun kepada jiwanya beberapa puluh laksa rakyat negeri ini"   Jenghiz Khan kaget.   Inilah dia tidak menyangka.   Tapi dia sudah memberi janji, mana dapat dia menyangkal itu? Maka itu, dia jadi mendongkol bukan main, matanya terbuka lebar, merah seperti api Dia mendelik mengawasi si anak muda.   Tangannya pun memegang gagang goloknya.   "Telur busuk, benar- benarkah permintaanmu ini?"   Tanyanya bengis. semua pangeran dan panglima pun kaget karena kemurkaannya khan mereka itu. Kwee Ceng juga tidak pernah melihat orang bergusar demikian macam, tanpa merasa hatinya berdebaran, tetapi ia memberikan jawabannya.   "Aku cuma minta rakyat ini diberi ampun,"   Demikian penyahutannya. "Apakah kau tidak bakal menyesal?"   Menegasi Jenghiz Khan, suaranya dalam.   "Tidak."prmuda itu menyahut pula.   Tapi ia terluka hatinya, sebab itu artinya ia menyia-nyiakan pengharapannya oey Yong untuk ia menolak perjodohannya dengan Gochin Baki.   Jenghiz Khan mendengar suara orang menggetar, tanda dari hati takut, hanya orang paksa membesarkan nyali.   Mau atau tidak.   la menghargainya.   Ia lantas menghunus pedangnya seraya memberi titah menarik pulang tentaranya.   Tukang terompetnya pun segera membunyikan alat tiupnya itu.   Beberapa laksa serdadu Mongolia, dengan tubuh mereka kecipratan darah, lantas mengundurkan diri dari antara puluhan laksa rakyat itu, terus mereka berbaris dengan seumurnya, belum pernah Jenghiz.   Khan menemui orang yang berani menentang titahnya, sekarang dia menghadapi Kwee Ceng, bukan main mendongkolnya, tidak bisa dia lantas melenyapkan itu, maka setelah berseru, dia melemparkan goloknya ke tanah, lantas dia mengaburkan kudanya pulang ke dalam kota.   semua panglima mengawasi Kwee Ceng dengan sorot mata mereka penuh kegusaran.   Hati mereka itu kebat-kebit.   Khan mereka gusar, maka itu, entah siapa yang apes yang bakal kena digusari nanti.   Mereka juga tidak puas sekali.   setelah kota terpukul pecah, mereka mengharap dapat melakukan pembunuhan selama beberapa hari, tidak tahunya, harapan mereka menjadi kosong.   Kwee Ceng tahu orang tidak puas, ia tidak menghiraukannya.   Dengan perlahan ia menjalankan kuda merahnya ke tempat yang sepi.   Ia menyaksikan sisa peperangan itu.   Mayat-mayat berserakan, rumah-rumah habis terbakar.   ia berduka untuk nasib rakyat itu.   Ini telah terjadi karena ia hendak menuntut balas sakit hati ayahnya, sebab Jenghiz Khan hendak menjadi jago dunia.   Ia memikirkan, apa dosa rakyat itu.   Ia menjadi ngelamun hingga ia tanya dirinya sendiri.   "Aku memukul pecah kota untuk membalas sakit hati ayahku, sebenarnya, pantaskah itu atau tidak?"   Seorang diri, ia masih jalan mondar-mandir di daerah yang sunyi itu, yang pemandangannya menggiriskan.   sampai lohor baru ia pulang ke kemahnya.   Di muka kemah ia disambut dua serdadu pengiring Khan, yang lantas memberi hormat kepadanya sambil memberitahukan dia dipanggil Khan, bahwa sudah lama mereka menantikan.   "Tadi siang aku berbantah, mungkin dia hendak menghukum mati padaku"   Pikir pemuda ini.   "setelah sampai begini-jauh, aku melihat salatan saja."   Ia memanggil seorang pengiring kepercayaannya, ia berbisik kepadanya, yang disuruh segera pergi kepada Lou Yoe Kiak. habis mana ia menuju ke istana, hatinya tidak tenang, tetapi ia telah berkeputusan.   "Tidak perduli Khan bagaimana gusar dan aku dipaksanya, aku tetap tidak akan menarik pulang permintaanku mengampuni rakyat Samarkand Dialah Khan, dia tidak dapat menarik pulang kata-katanya"   Kwee Ceng menduga jenghiz Khan lagi mengumbar hawa amarahnya, tidak tahunya mulai tiba di pintu pendopo, ia sudah mendengar tertawa nyaring dan riang dari orang agung itu, maka ia melekaskan tindakannya.   setibanya di dalam, ia menampak di sisi Khan ada berduduk satu orang, dan di kakinya ada mendeprok seorang wanita muda, yang menyender kepada kakinya.   orang yang berduduk itu, yang rambutnya telah putih semua tetapi wajahnya sehat, adalah Tiang cun Cu Khu Cie Kie, sedang si nona ialah putri Gochin Baki.   Ia girang bukan main, ia lari menghampirkan untuk menemui imam itu.   Jenghiz Khan menyambar sebatang tombak dari tangan seorang pengiringnya, begitu ia membalik tubuh, ia menghajar Kwee Ceng dengan tombak itu.   Pemuda ini terkejut, ia tidak melawan, hanya berkelit.   Maka tombak itu mengenai pundaknya dan patah menjadi dua potong.   Mendadak Jenghiz tertawa dan kata "Telur busuk habis sudah Jikalau bukannya aku melihat muka Khu Totiang dan anakku, hari ini aku hendak mengutungi lehermu"   Putri Gochin berlompat bangun seraya berseru. "Ayah Aku tidak ada di sini, kau pasti menghina engko Ceng"   Ayah itu melemparkan tombak buntungnya. "siapa yang bilang?"   Tanyanya tertawa terbahak. "Aku melihatnya sendiri Apakah ayah masih menyangkal?"   Kata putri itu aleman. "   Hatiku tidak tentram, maka itu aku datang bersama Khu Totiang untuk menyaksikannya"   Jenghiz Khan menarik tangan putrinya dan tangannya Kwee Ceng dengan masing-masing sebelah tangannya. "Mari duduk, jangan rewel"   Katanya.   "Mari mendengari Khu Totiang membaca syair."   Memang benar, ketika itu, Tiang cun cu tengah hendak membacakan syairnya.   setelah pertempuran di Yan ie Lauw, Khu Cie Kie mendapat tahu Ciu Pek Thong, paman gurunya, tidak kurang suatu apa, dan bahwa yang membinasakan Tam Cie Hian, saudara seperguruannya, adalah Auwyang Hong, maka itu dengan hati lega ia dan saudara-saudaranya menghaturkan terima kasih kepada oey Yok su.   Ketika ia mengatur barisannya di Yan ie Lauw itu, ia mengharap datangnya Yo Kang, untuk membantu pihaknya, maka ia menyesal bukan main tempo ia mendengar dari Kwa Tin ok tentang tersesatnya muridnya itu, Cie Kie menyesalkan diri mendapat murid tak kebetulan.   ia menyesal tidak membawa muridnya itu pergi hanya dibiarkan tinggal tetap di istana, jadi si murid terlalu terpengaruhkan penghidupan mewah.   justru itu, ia menerima suratnya Jenghiz Khan, yang diiringi surat Kwee Ceng, yang mengundang kepadanya, karena mengingat pemuda itu, yang ia buat kangen, ia memenuhi undangan itu dan berangkat bersama belasan muridnya, hingga kesudahannya ia berhasil bertemu sama pendekar Mongolia itu.   (Menurut kitab Yuan Sih, setelah surat-menyurat tiga kali dengan Jenghiz Khan, baru Khu Cie Kie berangkat ke Mongolia dengan melewati pegunungan Kun Lun San, ia membawa delapan belas muridnya dan mengambil tempo perjalanan empat tahun.   Umumnya Khu Cie Kie dikenal sebagai Chang Chun, diambil dari gelarannya, Tian Cun Cu).   Khu Cie Kie melihat kulitnya Kwee Ceng menjadi sedikit hitam tetapi kesehatannya sempurna.   Ia girang sekali.   Sebelum Kwee Ceng datang, ia telah bicara sekian lama sama Jenghiz Khan tentang apa yang ia tampak di tengah jalan, ia menuliskannya secara berirama.   Beginilah kira-kira syairnya itu.   Sepuluh tahun bencana peperangan, maka laksaan rakyat bersengsara.   Di dalam ribuan laksa jiwa, yang hidup tak ada satu dua.   Tahun yang lalu menerima panggilan, Tahun ini berangkat memenuhinya, Dengan menerjang hawa yang dingin, Tanpa memperdulikan gunung 3000 lie.   Sekarang pun masih mengingat tanah daerah, Dan sisa napas letih masih ada, Asal saja rakyat dapat bebas dari sengsara.   Syair itu oleh seseorang pembesar sipil disalin ke dalam bahasa Mongolia, kapan Jenghiz Khan mendengarnya, dia berdiam saja, dia cuma mengangguk.   Rupanya dia menginsyafi akibatnya bencana peperangan itu Khu cie Kie menoleh kepada Kwee Ceng dan berkata "   Ketika tahun itu aku serta tujuh gurumu mengadu kepandaian di Yan ie Lauw, gurumu yang nomor dua telah meraba keluar dari sakuku sebuah syair tentang keindahan malam tanggal lima belas bulan delapan di waktu rembulan paling terang dan permainya, setelah itu aku menulis menyambungi syair itu, hanya sekarang, mereka itu tidak dapat melihat sambungan ini dalam mana aku mengharap terhentinya peperangan untuk menjamin perdamaian."   Disebutnya ketujuh gurunya itu membuat Kwee Ceng sangat berduka hingga air matanya mengembang. "Totiang telah datang ke Barat ini, pasti totiang telah menyaksikan keangkeran angkatan perangku,"   Berkata Jenghiz Khan."Berhubung dengan itu, apakah totiang ada membuat syair untuk memujinya?"   "Di sepanjang jalan aku telah melihat bekas-bekas Khan yang agung menyerang kota dan merampas daerah, dalam hatiku timbul kesannya,"   Menyahut Khu Cie Kie "   Karena itu aku telah membuat syair. Beginilah syairku itu."   Thian yang maha mulia mengirim walinya ke dunia, Mengapa tidak menolong umatnya dari penderitaan? Umat ini siang dan malam bersengsara, Menahan hati menelan napas sampai mati tidak berbicara.   Mereka berdongak ke langit, Memanggil kepada Thian, Thian tidak menyahut sipenterjemah menjublak.   Mana dia berani menyalin itu untuk junjungannya? Khu Cie Kie tidak memperhatikan orang itu, ia membacakan pula.   oh, dunia telah dibuka, Di sana hidup ribuan juta manusia, Di sana kejahatan bertempur tak hentinya, Hingga hebatlah penderitaannya.   Raja Langit, Ratu Bumi, semua malaikat, Mengapa melihat kematian tidak menolong? si wali berduka tak berdaya, sia-sia siang dan malam berduka saja.   Kwee Ceng merasakan artinya syair itu.   Bukankah ia telah menghadapi peperangan dan baru tadi menyaksikan pembasmian manusia itu? "syair totiang indah,"   Berkata Jenghiz Khan, yang memasang kupingnya.   "Apakah bunyinya itu? Lekaslah salin"   Penterjemah itu bersangsi, ingin ia membuat salinan lain, tetapi di situ ada Kwee Ceng, ia khawatir anak muda ini nanti menjelaskannya, dengan begitu ia bisa bersalah, maka dengan terpaksa, ia menterjemahkannya juga.   Mendengar itu Jenghiz Khan tidak puas.   "Katanya di Tionggoan ada ilmu untuk hidup lama dan tak menjadi tua, tolong totiang mengajari itu padaku,"   Ia minta. "Ilmu hidup lama dan tak menjadi tua itu, di dalam dunia ini tidak ada,"   Menyahut imam itu.   "   Hanya ada juga ilmu bersemedhi dari golongan Too Kauw, ilmu itu benar-benar dapat menolak penyakit untuk menambah umur."   "Bagaimanakah ilmu itu, totiang?"   Tanya khan agung itu "Bagaimakah pokoknya?"   "   Hukum Thian tidak mengenal sanak. cuma mengenal orang baik,"   Sahut Cie Kie singkat. "Apa itu yang dibilang baik"   Jenghiz Khan menanya pula. "Nabi tidak mempunyai hati lain, hatinya dicurahkan cuma kepada rakyat."   Khan itu berdiam. Khu cie Kie berkata pula.   "Di Tionggoan ada sebuah kitab suci yang dinamai Too Tek Keng yang kami kaum Too Kauw menganggapnya sebagai mustika. Demikian kata-kataku barusan, dari kitab itu asalnya. Kitab itu pun membilang, serdadu itu senjata tak membahayakan, itu bukan senjatanya bangsa budiman. senjata itu dipakai setelah sangat terpaksa. siapa memuji senjata, dia gemar membunuh orang, dan siapa gemar membunuh orang, dia tidak dapat mewujudkan cita-citanya di kolong langit ini."   Selama perjalanannya ke Barat ini, di sepanjang jalan itu Khu Cie Kie telah menyaksikan akibat bencana perang, ia merasa sangat terharu, maka itu ia menggunai ketikanya ini untuk membuka jalan, guna memohon untuk rakyat.   Jenghiz Khan meminta pengajaran panjang umur, sebaliknya ia dinasihati untuk jangan terlalu menggunai tentaranya, jangan terlalu banyak membunuh orang, kata-kata itu tidak cocok untuknya, maka juga, ia lantas kata pada Kwee Ceng.   "Pergi kau menemani totiang beristirahat."   Kwee Ceng menurut, ia lantas mengajak imam itu mengundurkan diri Di luar istana ia segera disambut oey Yong serta ketiga tianglo bersama semua anggota Kay Pang.   Mereka itu datang dengan menunggang kuda.   Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      si nona lantas mengajukan kudanya sambil menanya dengan tertawa.   "Tidak apa-apakah?"   Kwee Ceng menyahut sambil tertawa juga.   "Untung justru totiang datang"   Oey Yong memberi hormat kepada Tiang Cun cu, lalu kepada Kwee Ceng ia menambahkan.   "Aku khawatir khan yang agung gusar dan nanti membunuh kau, maka kami datang ke mari untuk menolongi. Apakah katanya jenghiz Khan^? Apakah dia menerima baik penampikan jodohmu itu?"   Ditanya begitu, Kwee Ceng berdiam. Ia ragu-ragu. "Aku tidak melakukan penolakan,"   Katanya akhirnya. Tidak bisa ia berdiam terus. oey Yong tercengang.   "   Kenapa?"   Tanyanya selang sejenak.   "Jangan gusar, Yong-jie. sebabnya"   Baru pemuda ini mengatakan demikian, di sana terlihat putri Gochin lari keluar dari istana, sembari lari dia memanggil-manggil keras.   "Engko Ceng Engko Ceng" Melihat putri itu, oey Yong terkejut. Dengan lantas ia melompat turun dari kudanya, untuk menyingkir ke samping. Kwee Ceng hendak memberi penjelasan kepada kekasih itu atau Gochin Baki sudah lantas menarik tangannya sambil berkata dengan bernafsu.   "   Kau tentu tidak menyangka aku bakal datang ke mari, bukankah? Kau telah melihat aku, kau girang atau tidak?"   Si anak muda mengangguk.   terus ia menoleh ke samping, tetapi ia tidak melihat oey Yong Putri Gochin, yang hanya memikirkan Kwee Ceng, juga tidak mendapat lihat nona oey.   Ia tetap memegangi tangan si anak muda, ia tanya ini dan itu, tidak perduli di situ ada banyak orang lain.   Kwee Ceng mengeluh di dalam hatinya.   Ia pun pikir.   "Tentulah Yong-jie menganggap karena aku bertemu adik Gochin ini, aku menjadi tidak sudi menampik perjodohanku dengannya"   Karena ini, apa yang si putri bilang, ia hampir tidak mendengarnya. Akhirnya Gochin melihat orang melengak saja, ia heran, ia tidak puas. "Eh, kau kenapakah?"   Tanyanya.   "Dari jauh-jauh aku datang menjenguk kau, kau tidak memperdulikan orang"   "Adikku, aku mengingat satu hal,"   Berkata si anak muda.   "   Hendak aku melihat dulu itu, sebentar aku kembali untuk bicara denganmu"   Pemuda ini memesan serdadu pengiringnya, untuk melayani Khu Cie Kie, lantas ia lari ke kemahnya. Begitu ia tiba, serdadu pengiringnya memberi laporan kepadanya^ "Nona oey baru saja pulang, dia mengambil gambar, terus dia pergi dari pintu kota timur."   Bab 77. Si orang aneh Kaget pemuda itu. "Gambar apakah?"   Ia tanya. "Gambar yang Huma sering pandang."   Kembali Kwee ceng kaget. Lantas ia mendapat pikiran.   "Dia membawa pergi gambar itu, terang dia telah memutuskan segala apa denganku Tidak bisa lain, aku mesti menyusul dia ke Selatan"   Dengan cepat pemuda ini menulis surat untuk Khu cie Kie, lalu ia kabur dengan kuda merahnya keluar dari kota.   Kuda itu kuat dan cepat larinya, tetapi Kwee ceng masih tidak puas, ia mencambuki, maka sebentar saja ia telah melalui beberapa puluh lie.   Di sini pun ia menyaksikan mayat orang dan bangkai kuda masih berserakan- Di tempat luas beberapa puluh lie, salju melulu yang nampak.   Ia memperhatikan tapak kaki kuda, ia kabur ke timur.   Lega sedikit hatinya.   Ia berpikir "Kudaku kuat lari tanpa tandingan, lagi sebentar aku tentu dapat menyusul Yong-jie.   Aku akan mengajak dia menyambut ibuku, untuk bersama-sama pulang ke Selatan-Adik Gochin boleh sesalkan aku tetapi apa boleh buat"   Lagi belasan lie, Kwee ceng melihat arah tapak kaki kuda menjurus ke utara, hanya di samping itu ada tapak kaki orang.   Ia menjadi heran.   Tapak kaki itu juga luar biasa, ialah jarak di antara kaki kiri dengan kaki kanan ada kira-kira lima kaki.   Tindakan demikian lebar, tetapi tapaknya, bekas injakannya, enteng sekali melesaknya salju hanya beberapa dim.   Teranglah sudah, sebelum melesak ke dalam salju, kaki itu sudah lantas diangkat pula.   Kapan pemuda ini ingat kepada kepandaian enteng tubuh, ia terkejut.   Ia tahu, untuk di tempat ini, kecuali Auwyang Hong, tidak ada lain orang yang mempunyai kepandaian sedemikian lihay.   Maka itu, mungkinkah see Tok telah mengejar oey Yong? Mengingat itu, meskipun diwaktu salju dingin begitu, tubuh si anak muda mengeluarkan peluh.   Ia kaget dan berkhawatir bukan main- Itu artinya oey Yong terancam bahaya si kuda merah seperti mengerti kekhawatiran majikannya, tanpa dikeprak lagi, ia lari mengikuti tapak kuda dan tapak orang itu, yang terus berdampingan.   Lewat pula beberapa lie, kembali terjadi keanehan pada tapak kaki manusia itu.   .tujuannya telah berubah-ubah.   sebentar tapak itu belok ke barat, sebentar mengkol ke selatan.   Terputar-putar.   Tidak ada yang tujuannya lempang.   Tapi Kwee Ceng berpikiri "Pastilah Yong-jie mengetahui Auwyang Hong mengejar padanya, dia sengaja berjalan berputaran begini rupa.   Di salju ini, tapak kaki terlihat tegas, tentulah Auwyang Hong melihatnya dan dapat mengejar terus padanya."   Lagi-lagi belasan lie dikasih lewat.   Di sini kedapatan banyak tapak kaki manusia, yang arahnya bertentangan.   Melihat itu, terpaksa Kwee Ceng lompat turun dari kudanya, guna meneliti.   Ia mendapat tahu, yang mana tapak lebih dulu, yang mana yang belakangan, atau yang mana yang di depan, yang mana yang di belakang.   Ia pun mengawasi itu dari jauh.   Tiba-tiba ia ingat.   "Yong-jie bertindak menuruti ajaran kitabnya Gak Buk Bok. ia mengguna i Pat Tin Touw, barisan rahasianya Cukat Liang, untuk mengacaukan arahnya Auwyang Hong, supaya see Tok jalan terputar-putar hingga dia tidal dapat keluar dari kurungan tin ini, supaya dia pergi serintasan lantas dia berjalan kembali"   Kwee Ceng lompat naik atas kudanya.   sekarang ini ia bergirang berbareng masgul.   Girang sebab ia percaya Auwyang Hong tidak bakal dapat mengejar terus si nona.   Dan berduka, sebab kacaunya tindakan kaki, dia juga tidak akan dapat mengikuti jejak nona itu.   Karena ini ia maju lebih jauh dengan tidak mengikuti jejak kaki hanya garis dari barisan rahasia Pat Tin Touw itu.   Lebih dulu ia menuju ke timur selatan, lalu ke timur langsung.   Tidak lama, ia melihat pula tapak kaki.   lalu ia pun melihat, di kejauhan, di antara salju dan langit, yang seperti menempel, ada petaan seperti bayangan manusia.   Ia lantas mengaburkan kudanya, guna menyusul orang itu.   Lantas Kwee Ceng mengenali Auwyang Hong, siapa pun telah melihat kepadanya, bahkan dia segera memanggil-manggil.   "Lekas, lekas Nona oey terjeblos di dalam embal"   La kaget sekali, ia kaburkan kudanya.   Ketika lagi beberapa puluh tombak akan mendekati see Tok, ia merasakan kaki kudanya menginjak bukan tanah keras hanya embal yang ketutupan salju.   Kuda merah juga merasa yang ia menginjak sesuatu yang empuk.   dia mempercepat tindakannya.   sekarang, setelah datang lebih dekat pada Auwyang Hong, Kwee Ceng melihat kelakuan orang yang luar biasa.   sec Tok lagi jalan mengitari sebuah pohon kecil, cepat tindakannya, dia tidak mau berhenti sejenak juga.   "Apakah dia bikin?"   Tanya si anak muda kepada dirinya sendiri Ia menahan kudanya, niatnya hendak menanya siBisa dari Barat itu, atau mendadak kudanya itu lari terus, lalu kembali.   sekarang ia baru mengerti.   Kudanya itu berada di embal, kalau dia berdiam, dia dapat terpendam, kakinya bakal melesak masuk ke dalam lumpur.   ia pun menjadi kaget.   sekelebatan otaknya berpikiri "Apakah Yong-jie kejeblos di dalam embal ini?"   Lantas dia menanya. "Mana nona oey?"   Auwyang Hong berlari-lari terus, tapi ia menyahut. "Aku mengikuti tapak kudanya dan tapak kakinya sendiri, sampai di sini, dia lenyap Kau lihat"   Ia menunjuk ke arah pohon-Kwee Ceng melarikan kudanya lewat, ia memandang ke atas pohon yang ditunjuk.   Ia melihat tergantungnya gelang rambut dari emas.   Tepat selagi lewat di bawahan pohon, ia menyambar itu.   Ia mengenali baik gelang rambutnya oey Yong.   Karena ini, ia memutar kudanya, untuk menuju ke timur.   Baru lari kira satu lie, ia melihat suatu benda berkilau di atas salju.   Tanpa turun dari kudanya, hanya sambil membungkuk dalam, ia menjumput itu selagi kudanya lewat.   sekarang ia mengenali bunga mutiara yang si nona biasa pakai.   Hatinya menjadi tidak karuan rasa, saking bingungnya.   "Yong-jie, Yong-jie"   Ia memanggil-manggil.   "Yong-jie, kau di mana?"   Tidak ada jawaban sama sekali.   Memandang jauh ke depannya, Kwee Ceng melihat segala apa putih, tidak ada setitik juga yang hitam yang bergerak-gerak.   Ia berkhawatir, ia penasaran.   ia lari terus lagi beberapa lie.   Kali ini di sebelah kirinya, ia melihat sepotong baju bulu - ialah baju bulu si nona.   Kembali ia kaget.   Baju itu dipandang sangat berharga oleh oey Yong dan biasanya tak pernah terpisah darinya, sekarang baju itu berada di tengah jalan bukankah itu alamat dari bencana? Kwee Ceng menyuruh kudanya lari mengitari baju itu, ia berseru^ "Yong-jie."   Di situ tidak ada gunung atau lembah, suara keras itu tidak mendatangkan kumandang. Hampir anak muda itu menangis. selagi ia tidak berdaya, Auwyang Hong datang menyusul. "Mari kasih aku mengasoh di atas kuda,"   Berkata see Tok.   "Mari kita sama-sama mencari nona oey"   Tapi Kwee Ceng gusar, ia membentak.   "Kalau bukannya kau yang mengejar-ngejar, mana bisa dia lari ke daerah embal ini?"   Ia menjepit perut kudanya, hingga kuda merah itu berlompat.   Auwyang Hong menjadi gusar sekali, dia berlompat, baru tiga kali, dia sudah datang dekat, tangannya menyambar ekor kuda.   Kwee Ceng kaget.   Ia tidak menduga orang demikian gesit.   segera ia menyabet ke belakang dengan jurusnya "sin liong pa bwee", atau "Naga sakti menggoyang ekor".   Kedua tangan beradu dengan keras.   Kebetulan mereka sama-sama menggunai tenaga penuh.   Tubuh Kwee Ceng terpental, hingga ia mencelat dari atas kudanya.   syukur kudanya maju terus.   Dengan tangan kirinya, ia menjambret pelana kuda, ia menarik.   maka sedetik kemudian, ia sudah bercokol pula di punggung kudanya itu.   Auwyang Hong sebaliknya mundur dua tindak.   Pendekar Pemanah Rajawali Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   karena tolakan Kwee Ceng keras dan dia mesti memasang kuda-kuda, untuk mempertahankan diri, kakinya melesak di embal.   Ialah kaki kirinya masuk ke lumpur sebatas dengkul, hingga dia kaget, tidak terkira.   Dia tahu betul, asal ia menggunai tenaga, dia bakal melesak semakin dalam, kaki kanannya akan melesak juga.   Karena ini dengan cepat dia merebahkan tubuhnya, kaki kanannya menendang ke udara.   Berbareng dengan itu, dia mengangkat kaki kirinya, untuk dipakai menendang.   Maka itu, dengan lumpur bercipratan, kaki kirinya itu bebas dari dalam lumpur.   setelah itu dia berlompat bangun.   "Yong-jie Yong-jie."   Ia mendengar Kwee Ceng memanggil-manggil pula.   Lantas dia melihat pemuda itu, bersama kudanya, sudah meninggalkan dia pergi lebih dari satu lie jauhnya.   Dia menduga orang sudah keluar dari daerah embal melihat larinya kuda yang mantap sekali.   Dia mendongkol dan menyesal.   Terpaksa dia lari mengikuti jejak kuda merah itu.   Hanya, untuk kagetnya, dia merasakan kakinya menginjak dasar yang semakin lunak.   Rupanya, dia bukan mendekati tepian hanya berada semakin tengah di embal itu.   Dalam khawatir dan menyesalnya itu, dia jadi membenci si anak muda, yang berulang kali membuatnya malu, apa pula yang paling belakang ini, dia mesti bertelanjang dengan ditonton puluhan ribu serdadu.   Lantas, dengan ilmunya enteng tubuh yang paling mahir, dia berlari untuk mengejar anak muda itu.   Kwee Ceng tengah melarikan kudanya tatkala ia menoleh ke belakang.   Tahu-tahu Auwyang Hong sudah berada dekat beberapa tombak.   Ia lantas menggeprak kudanya, hingga kuda itu terkejut dan berlompat lari.   Hingga kuda dan orang, menjadi berkejar-kejaran-"Yong-jie"   Si anak muda terus memanggil-manggil.   sementara itu, belasan lie telah dilalui.   Kwee Ceng bergelisah ketika ia melihat cuaca mulai gelap.   Di waktu hari terang, oey Yong susah dicari, apa pula setelah datang sang malam.   syukur untuknya, kudanya itu lihay sekali, mendapat tahu dia menginjak salju yang longgar dia lari semakin keras, mirip terbang.   Auwyang Hong mengejar terus tetap dia ketinggalan semakin jauh.   Dia menjadi letih, larinya menjadi kendor.   Tapi juga si kuda merah cape, keringatnya membasahi seluruh tubuhnya, bulunya menjadi mengkilap dan cahaya merahnya bertambah marong, nampak tegas di antara warna putih dari salju di sekitarnya, mirip dengan sekuntum bunga cherri.   Akhir-akhirnya ketika langit telah menjadi gelap.   kuda merah pun sudah keluar dari daerah embal yang luas itu.   Auwyang Hong telah ketinggalan jauh entah di mana.   Hanya, meski ia bebas dari see Tok.   Kwee Ceng tidak bebas dari kekhawatiran atas nasibnya oey Yong.   Di mana adanya si nona? Dia kependamkah di embal? Kalau benar, mana ada pertolongan lagi? Anak muda ini mencoba menguasai dirinya.   Ia turun dari kudanya, untuk beristirahat, guna menentramkan hati, agar ia bisa menggunai pikirannya.   Ia mengusap-usap punggung kudanya, katanya^ "Kudaku yang baik, hari ini kaujangan takuti kesengsaraan, sebentar kau maju pula lagi sekali, ya"   Tidak lama ia beristirahat, ia melompat pula ke punggung kudanya.   Tali les ditarik membikin kuda itu berbalik ke embal, mencari oey Yong di daerah lumpur itu.   Kuda itu agaknya jerih, setelah dipaksa, baru dia lari.   Keras larinya.   sekonyong-konyong Kwee Ceng mendengar jeritan Auwyang Hongo "Tolong Tolong"   See Tok menjerit berulang-ulang.   Dia ternyata terbelesak di dalam embal, sampai sebatas dada, kedua tangannya diangkat tinggi ke atas, digerak-geraki seperti lagi menjambret sesuatu.   Kalau tububnya masuk terus ke dalam lumpur itu, sampai di mulutnya, melewati hidungnya, maka akan habislah dia Kwee Ceng hampir lompat turun dari kudanya menyaksikan bahaya yang mengancam see Tok itu.   Ia membayangkan, jangan-jangan oey Yong pun telah mendapat nasib serupa.   "Tolong"   Auwyang Hong berteriak pula.   "Lekas"   "   Kau telah membunuh guruku Kau pun mencelakai nona oey"   Kwee Ceng seraya menggertak gigi.   "Kau ingin aku menolong mu? Jangan harap"   "Ingatlah janji kita"   Kata Auwyang Hong.   "Tiga kali kau mesti memberi ampun padaku Dan inilah yang ketiga kalinya Apakah kau tidak mau memegang kepercayaanmu?"   Kwee Ceng mengucurkan air mata. "Nona oey sudah tidak ada di dalam dunia, apakah gunanya perjanjian kita itu?"   Katanya berduka.   Auwyang Hong menjadi sangat mendongkol, ia mencaci kalang kabutan.   Kwee Ceng tidak memperdulikan, ia larikan kudanya.   Baru belasan tombak.   mendadak ia mendengar jeritan yang menyayatkan hati, lantas hatinya menjadi lemah.   Ia menghela napas.   Terpaksa ia memutar balik kudanya.   Ia melihat see Tok sudah melesak sebatas lehernya.   "suka aku menolong kau,"   Katanya pada jago dari see Hek itu "Hanya kudaku ini, kalau kita menaikinya berdua, muatannya menjadi berat, aku khawatir dia pun akan kebelesak di embal"   "Kau menggunai tambang untuk menarik aku,"   Auwyang Hong mengasih pikiran.   Kwee Ceng tidak membekal tambang tetapi ia mengingat baju panjangnya, maka ia meloloskan itu, dengan memegang keras satu ujungnya, ia melemparkan itu.   Auwyang Hong menjambret dengan tangannya.   Begitu dia dapat memegang, kuda merah dikasih lari keras, maka dia lantas kena tercabut dari dalam embal, terus dia diseret lari kuda itu ke arah timur.   Belum lama, tibalah dia di tempat yang selamat.   Kwee Ceng mau mencari oey Yong, pikirannya selalu berada pada si nona, dari itu ia kabur terus bersama kudanya itu, hingga see Tok juga turut terbawa-bawa.   Maka itu, dia memasang diri terlentang, dia membiarkan tubuhnya di bawa kabur di atas salju itu.   Ketika ini dipakai dia untuk meluruskan jalan napasnya.   selama apa yang terjadi itu, sang tempo lewat dengan cepat.   Kwee Ceng telah melintasi pula wilayah embal.   Ia mendapatkan lagi tapak kuda dan tapak orang.   Itulah tempat darimana oey Yong datang, hanya sekarang, si nona tetap tidak ada.   Ia lompat turun dari kudanya, ia bengong mengawasi tapak kaki itu Dalam keadaan berduka dan berkhawatir itu, Kwee Ceng lupa kepada musuhnya.   ia berdiri diam dengan tangan kiri memegangi les dan tangan kanan mencekal baju bulunya oey Yong.   setelah mengawasi tapak kaki, terus ia memandang jauh ke depan.   ia baru terkejut ketika ia merasa benturan perlahan pada pundaknya.   Hendak ia memutar tubuh, atau tahu-tahu tangan Auwyang Hong telah mengancam intay-hiat,jalan darah di punggungnya, hingga ia tidak berdaya lagi.   Inilah cara ketika ia pun mencekuk si bisa bangkotan ketika dia baru keluar dari liang perangkap.   Auwyang Hong mengasih dengar tertawanya yang dingin- "Jikalau kau hendak membunuh aku, bunuhlah"   Kata si anak muda, yang hatinya sudah tawar.   "Kita memang tidak membuat perjanjian aku menghendaki diberi ampun olehmu" see Tok melengak. Dia memang berniat menyiksa pemuda ini, untuk menghina padanya, habis mana dia hendak mengambil jiwa orang. Di luar dugaannya, si pemuda justru meminta kematiannya. "si tolol ini sangat mencintai itu budak celaka, kalau aku binasakan dia maka tercapailah cita-citanya mencari kematian,"    Perangkap Karya Kho Ping Hoo Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini