Ceritasilat Novel Online

Pengelana Rimba Persilatan 3


Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi Bagian 3


Pengelana Rimba Persilatan Karya dari Huang Yi   Misalnya, arah pergi orang-orang itu, wajah asli mereka dan yang lainnya, aku percaya mereka lebih misterius lagi juga, tidak akan bisa lolos dari pengawasan ular setempat, karena Naga Setempat diam-diam telah memberitahu keadaannya pada kalian, seharusnya kalian sudah ada persiapan, makanya aku mencari kakak ketiga Chen."   "Kakak ketiga Chen benar telah pergi ke Wu-wei-zhou, berita yang diinginkanmu, tanpa syarat aku beritahukan, aku berharap ada gunanya buat kedua belah pihak."   "Saudara Gao, aku ucapkan terima kasih terlebih dulu."   "Orang-orang itu, sebulan yang lalu sudah tiba secara diam-diam, mereka berpencar di beberapa penginapan kecil, hingga tidak menimbulkan perhatian saudara-saudara kami.   Ketika Yan-fang dan kakeknya datang dari Nan-jing, dia menghubungi saudara tirinya bos Lu, si Ikan Terbang Hitam, baru dapat menyewa rumah dan tinggal, tiga hari sebelum kejadian bos Lu diculik dan diancam orang.   Kehebatan mereka sangat menakutkan orang, bos Lu tidak berani tidak bekerja sama dengan mereka."   "Orang yang menyebut dirinya Tikus Setempat itu..."   "Dialah orangnya yang mengancam bos, asal-usulnya sangat misterius."   "Arah pergi mereka..."   "Yan-fang pergi sendirian, menyamar sebagai pelayan kecil, melewati jembatan Fu Min ke pelabuhan Lu, saudara-saudara kami tidak berani menghadangnya.   Orang lainnya pergi di bagi beberapa kelompok, ada beberapa yang naik perahu ke bawah, ada beberapa jalan ke atas.   Otak utamanya Tikus Setempat, naik satu perahu misterius sangat cepat berlayar ke atas."   Pria besar itu melaporkan semuanya.   "Terima kasih atas kerja sama saudara Gao, sampai jumpa."   Dia mengepal tangan menghormat tanda berterima kasih, lalu menelusuri jalan semula kembali ke tempat penambatan perahu.   Lalu perahunya menyeberang sungai, merapat di Lao-gu-fan.   Sampai di bangunan terbuka kecil, dia melepaskan pedang, menaruhnya di meja di tengah bangunan terbuka, menggendong tangan dengan sorot mata tajam menatap rumah Lin-zhi yang terletak tidak jauh, diam tidak bergerak.   Tidak lama, seorang dao (pendeta) keluar dari pintunya, dengan ragu-ragu berjalan menuju bangunan terbuka, matanya bersorot waspada, kira-kira dari bangunan terbuka tiga empat zhang lagi dia menghentikan langkahnya.   Mata Fu Ke-wei yang dingin dengan keji menyambut dao yang semakin mendekat, sudut mulutnya tersenyum dingin menakutkan.   Dao tua akhirnya memberanikan diri masuk kedalam bangunan terbuka dengan ketakutan memberi hormat.   "Apa kabar dermawan! Aku memberi hormat.   Dermawan..."   "Aku tidak mau banyak bicara."   Dengan dingin dia berkata lagi.   "Aku tahu Ular Air Qin-qi, sembunyi di kuil anda.   Kau panggil dia keluar, aku ada pertanyaan untuknya.   Jika dia tidak keluar, aku Xie-jian-xiu-luo marga Fu tentu akan menjewer kupingnya keluar, seharusnya dia bersembunyi di kota Zhou, disini mana cocok bersembunyi?"   "A...aku akan lakukan."   Dao tua mundur ketakutan, hampir saja dia roboh karena kakinya lemas.   Tidak lama, Ular Air Qin-qi muncul diluar pintu kuil dengan wajah pucat, tangannya memegang senjata Tusuk Pembelah Air, dia berkeringat dingin dan gemetaran mendekat ke bangunan terbuka.   "Kau...kau ini adalah Xie...Xie Jian Xiu...Xiu-luo Fu...pendekar besar Fu?"   Tanya Ular Air Qin-qi diluar bangunan terbuka dengan ketakutan "Ca...cari..aku..ada...ada..keper... keperluan... apa?"   "Siapa yang menghubungi Tamu Penggantung Wu-feng?"   Dengan nada dalam Fu Ke-wei bertanya.   "kau mengeluarkan berapa perak, menyewa Tamu Penggantung membunuh Dewa Nyamuk Xian-zhong?"   "Ini salah paham yang besar!"   Teriak Ular Air dengan gelisah.   "Aku dengan perusahaan pelayaran Jiang Han, dulu memang ada dendam, tapi tidak begitu besar, tidak perlu sampai harus membunuh orang membalasnya, juga tidak pantas menyewa Tamu Penggantung membunuh orang, hanya setan yang tahu Tamu Penggantung Wu-feng seperti dewa atau seperti setan. Begitu Dewa Nyamuk mati, Tangan Dunia polisi Lin sudah menyeberang sungai menyelidik, menuduh aku menyewa orang membunuhnya, untungnya dia tidak punya bukti, hingga tidak bisa menangkap ketika aku menyeberang sungai, tapi itu telah membuat aku ketakutan sekali, hingga terpaksa menyembunyikan diri..."   "Apakah kau kenal orang yang bernama Bo Yi-he?"   "Tidak kenal!"   "Kau sungguh tidak terlibat?"   "Aku bisa bersumpah pada langit, jika aku terlibat, langit akan membuat aku disambar geledek dibakar api tidak ada turunan."   Sumpah Ular Air dengan sangat lancar sekali.   "beberapa hari lalu, perahu perusahaan pelayaran Jiang Han terdampar di Lao-zhou, aku yang mengutus orang menariknya keluar, aku melupakan permusuhan pribadi, jiga menjaga rasa setia kawan Jiang-hu."   "Aku percaya padamu."   Wajah Fu Ke-wei tidak dingin lagi.   "Kau teruskan saja bersembunyinya! Ingat, pertemuan kita hari ini jangan sampai bocor, kalau tidak, akan ada pembunuhan. Katakan kau belum pernah melihat aku, tahu tidak?"   "Tahu, tahu."   Kata Ular Air buru-buru mengangguk.   "Tadinya aku juga tidak kenal kau, jujur saja, apa kau benar Xie-jian-xiu-luo pendekar besar Fu, sekarang aku masih curiga."   "Bagus bagus, kau teruskan rasa curigamu! Sampai jumpa."   Berturut-turut dua hari, dia telah mendatangi tidak sedikit tempat, setiap kali kembali ke penginapan Yi Feng, wajah dia semakin jelek satu duapuluh persen.   Hari ini, tidak lama setelah lewat tengah hari, saat dia masuk keruang penginapan, wajahnya sudah menjadi hijau keabu-abuan, pucat, sepasang matanya tidak bersinar, langkahnya berat, dan juga bau obat dan luka busuk di tubuhnya, semua menjelaskan dia adalah orang yang akan menjalin keluarga dengan raja neraka.   Pedang di pinggangnya, seperti akan membebani dia jatuh! dibandingkan saat dia muncul pertama di Iao-gu-fan seperti dua orang yang berbeda.   "Tuan, kau...kau kenapa?"   Pelayan yang membopong dia dengan perhatian ber-tanya.   "wajahmu jelek sekali, apakah lukanya kambuh lagi?"   Waktu dia terluka pelayan sudah tahu, setiap hari pelayan yang memanggilkan tabib memeriksanya, mengganti obat dan makan obat, tapi semakin diobati semakin parah.   "Sungguh aku merasa tidak tahan."   Katanya dengan nafas terengah-engah.   "Tuan, kalau tidak tahan harus baik-baik istirahat!"   Pelayan membopong dia masuk kedalam, menuju kekamarnya, sambil berjalan sambil menyalahkan.   "Aku tidak bisa istirahat."   Dengan lemas berkata.   "aku tahu aku akan segera mati, tapi sebelum mati, aku harus tahu orang yang diam-diam ingin membunuhku, tidak dengan tangan sendiri membunuh mereka, mati pun tidak bisa menutup mata."   "Tuan..."   "Aku tidak akan mati di penginapanmu."   Dia terengah-engah kesakitan.   "tolong suruh orang panggilkan tabib Luo, obat jamu dia dingin, lebih cocok untuk luka. Dan juga itu tabib Zhuang, tolong suruh orang panggil dia."   "Baik aku sekarang menyuruh seorang pelayan kecil pergi memanggilnya."   Toko tabib Luo berjarak setengah li dari penginapan, tabib ini cukup ternama di daerah ini, cukup mahir terhadap pengobatan keseleo atau luka terjatuh.   Saat tabib Luo pulang meninggalkan penginapan, sudah sekitar jam empat sore, di belakangnya sudah diikuti oleh seorang setengah baya yang tinggi kurus.   "Apakah tabib Luo?"   Orang setengah baya sekali masuk toko sudah memanggil.   "sibuk sekali tampaknya, apa baru pulang dari penginapan Yi-Teng?"   "Benar."   Tabib Luo membalikan tubuh, kotak obat diberikan pada pelayan toko.   "saudara ada keperluan apa? Silahkan duduk di dalam, silahkan!"   Tuan rumah dengan tamunya sudah duduk, pelayan kecil sudah mundur setelah menyiapkan teh. Tamu itu menyebut dirinya marga Sun, datang dari Nan-jing.   "Tabib Luo, aku mengikutimu sejak dari penginapan."   Orang marga Sun terus terang mengatakan maksudnya.   "pasienmu itu bukan saja usahanya sejenis dengan aku, dan juga tetangga satu jalan. Orang ini sifatnya sombong, suka berkelahi, tidak mudah didekati. Tapi mengingat usahanya sejenis, aku tidak bisa meninggalkan dia tanpa mengurusnya, makanya aku berencana diam-diam menyewa perahu, menyewa beberapa orang memaksa dia pulang ke Nan-jing, jika tidak memaksanya, dia tidak akan mau pulang, niat balas dendamnya terlampau keras, dia tidak akan mendengarkan nasihat siapa pun."   "Benar, dia tidak mau pulang."   Tabib Luo berkata.   "kadang pingsan, tapi tetap saja mulutnya berguman apa itu wanita hina, apakah luka dia ada hubungannya dengan wanita?"   "Tidak tahu."   Marga Sun berkata.   "maksud ku datang kesini, adalah berharap mengetahui keadaan sakitnya, supaya ada persiapan, jika membawa dia pergi, dalam dua hari di dalam perahu, apakah akan berbahaya?"   "Ini...sulit dikatakan."   Tabib Luo berpikir dengan hati-hati berkata.   "dadanya ada tiga luka menganga, dalam sampai ketulang, telah diobati beberapa hari, tapi lukanya tidak merapat juga, kalau sakitnya kambuh dia tidak mau berbaring, setiap hari pergi keluar, katanya mencari jejak, obat yang dimakan tidak cukup untuk dia, panasnya tidak turun-turun seluruh tubuhnya seperti api, yang aneh adalah dia tetap masih bisa bertahan, tapi....jika di perahu dia mau istirahat, kiranya tidak apa-apa."   "Dia tidak akan mati bukan?"   "Mungkin, masalahnya adalah entah dia bisa tenang atau tidak, bisa tidak membatalkan niat gilanya membalas dendam, jika dengan tenang baik-baik diobati, dia tidak akan mati."   "Ooo! Kalau begitu aku jadi lega."   "Saudara Sun, kau harus tahu, obat tidak akan menyembuhkan orang yang tidak ingin hidup, menurut lukanya dua hari lalu mungkin dia sudah harus berbaring, sebabnya dia masih bisa bertahan sampai sekarang, bisa dikatakan karena kuatnya keinginan dia untuk hidup dan niat membalas dendam, dia melebihi orang biasa, dan dapat bertahan tidak jatuh. Di Nan-jing ada tabib yang bagus, bawalah dia pergi! Dia akan hidup."   "Terima kasih atas nasihatmu, sekarang aku pulang, aku akan berusaha membawa dia pulang ke Nan-jing."   Tidak lama, marga Sun pamit meninggalkan toko.   Dua orang awak perahu menyatu dengan orang-orang pejalan kaki, di kejauhan mengikuti marga Sun dari belakang.   Malam sudah tiba, tapi tamu-tamu penginapan Yi-feng masih ada yang keluar masuk, sampai dini hari, baru suara orang semakin reda.   Fu Ke-wei tinggal di kamar pekarangan belakang barisan ketiga, tamunya kebanyakan adalah pedagang.   Sekitar jam dua dini hari, dua pelayan yang bertugas melayani Fu Ke-wei keluar dari kamar, menutup pintu kamar, menelusuri gang kembali ke tempat tinggalnya.   Sinar lentera putih dibawah gang terbatas, para tamu sudah tidur, tidak terlihat ada orang yang bergerak dijalan.   Ada dua bayangan hitam melayang turun kepekarangan dari arah barat, yang satu menempelkan tubuh disudut belokan gang, yang satu diam-diam datang ke kamarnya Fu Ke-wei, tanpa mengeluarkan suara membuka pintu kamar, sekelebat masuk kedalam.   Didalam kamar gelap sekali, pelayan tidak menyalakan lampu.   "Aku...aku ingin minum..."   Dari arah ranjang terdengar panggilan yang lemah, tidak bertenaga seperti merintih. Tamu yang sendirian, tidak ada teman yang membantu, keadaannya pasti menyedihkan.   "Aku bawakan air untuk kau minum."   Kata bayangan hitam itu, berjalan menuju arah suara.   "Buuk..."   Terdengar satu suara, bayangan hitam itu jatuh kebawah, ditangkap oleh satu tangan besar yang kuat sekali, dia tidak dapat bergerak.   Bayangan hitam yang bertugas mengawasi dan membantu, menempel di dinding sudah bersiap-siap, matanya tidak berkedip menatap pintu kamar, setiap saat dapat dengan cepat melabrak ke dalam membantu.   Teman telah masuk beberapa saat, seharusnya, tidak perduli apakah berhasil atau tidak, dia sudah harus keluar, saat berniat meninggalkan tempat persembunyian, tiba-tiba di belakang tubuh terdengar satu suara dalam.   "Apakah anda sedang menunggu orang?"   Bayangan hitam itu terkejut, mendadak dia membalikan tubuh, tangannya sudah memegang belati, tanpa berpikir maju menyerang dengan belati, orang yang menyerang lebih dulu menang, yang belakang menyerang celaka, asal menemukan ada orang, harus dibunuh untuk membungkam mulutnya.   Di sudut belokan gang yang tidak tersorot oleh sinar lampu, bayangan hitam tidak perduli siapa orang yang datang, asal melihat satu bayangan orang, mana ada waktu melihat dulu siapa orangnya? Tusukan belati cepat laksana kilat, reflek-nya sungguh tidak bisa dibandingkan, seharusnya tidak mungkin bisa gagal, orang yang gerakannya secepat ini, menjadi seorang pembunuh pasti senang melakukannya.   Belati menusuk kearah jantung, arahnya tepat sekali.   Tapi, tusukan mematikan ini malah gagal, di depan mata bayangan hitam berkelebat, belati nya menusuk ke tempat kosong, lalu dibawah perut "biji kejiFnya bergetar, terkena satu tendangan yang kuat sekali, Mmm... terdengar suara, Buuk satu getaran besar, punggungnya menabrak dinding, segera jatuh ketanah pingsan di injak oleh seseorang.   0-0-0 Gunung Zhu berada di luar gerbang utara, dari kota kira-kira jauhnya lima li, ini adalah tempat rekreasi ternama, disana ada satu bangunan kuil Guang-ji yang cukup ternama.   Perahu yang berlayar di sungai, dari jarak lebih dari sepuluh li sudah dapat melihat pagoda Ling Gui yang berada disisi kuil.   Disisi kuil ada satu balkon Di-chui, ini adalah tempat untuk menyambut para orang orang ternama dari kota yang datang melancong, biasanya kuil ini tidak menerima tamu menginap, maka pintunya sering ditutup rapat tidak tampak ada orang.   Jam tiga pagi itu, di sebuah ruangan mewah di balkon ada sinar lampu, dua orang yang duduk di satu meja, di sampingnya ditempatkan sebuah pembakaran yang di dirikan sementara, api menyala, membuat air didalam teko kecil hampir mendidih.   Tampak di ruangan itu ada seorang laki-laki dan seorang wanita, yang laki-laki usianya sudah lanjut, kepala botak, wajahnya penuh keriput, memakai mantel dao, mantelnya lebar dan besar, tampak suci.   Yang wanita berpenampilan seorang wanita dusun, usianya kurang lebih tiga puluh tahun, rok kain, dandanannya sederhana sekali, wajahnya bersih, walau wajahnya biasa-biasa saja, tapi dia seperti seorang wanita dari keluarga yang rajin mengurus rumah dan bisa mendampingi suami mengajar anak.   Diatas meja ada teko dan gelas teh, sebuah teko keramik ungu dari Yi-xing, empat gelas setelannya ditaruh diatas baki teh.   Kotak teh nya sangat cantik dan mahal, daun teh yang ada di dalamnya pasti bukan kwalitet biasa.   Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Air sudah mendidih, dao tua mulai menyeduh teh.   "Sudah jam empat."   Nyonya setengah baya berguman.   "jika lancar, mereka seharusnya sudah akan kembali."   "Seorang yang tinggal setengah nyawa, dan di sampingnya tidak ada teman yang menemani, sampai para berandalan setempat pun menghindar jauh dari dia, seharusnya lancar."   Dao tua menumpahkan teh untuk nyonya setengah baya.   "menambahkan satu pisau buat dia, bisa di katakan semudah membalikan tangan. Ooo! Apakah kau merasa tidak tenang?"   "Aku khawatir saat bocah itu meregang nyawa balik menggigit."   Kata nyonya setengah baya.   "harimau mati tidak jatuh keperkasaannya, bocah itu sangat bandel sekali!"   "Kau membesar-besarkan orang lain."   "Kenyataannya memang begitu."   Kata nyonya setengah baya.   "Ratu Lebah membunuh orang, tidak pernah sekaligus menggunakan tiga buah jarum Ekor Lebah, kali ini menggunakan tiga buah jarum, tetap tidak dapat membunuhnya, hingga lima enam hari dia tetap masih bisa berjalan, jika kau kira mudah menghadapinya, kau salah besar."   "Tenang saja! Lu bersaudara kepandaiannya tinggi sekali, selain pintar juga waspada, kali ini pasti berhasil, Ooo! Apa kau sungguh-sungguh ingin pulang membawa satu telinga sebagai bukti?"   "Benar, pelanggan bersikukuh mengeluarkan uang lebih seribu liang perak, ingin mendapat sebuah benda sebagai bukti."   "Besok pagi kau sudah bisa membawa barang bukti pulang melapor."   Dao tua kembali menumpahkan the.   "mungkin mereka segera akan kembali, aku keluar sebentar memanggil saudara Zhen, mungkin membawa dia masuk untuk minum teh meningkatkan semangat...Iii!"   Pintu yang tidak dikunci, entah kapan sudah terbuka lebar, sebuah bayangan hitam yang langsing berdiri di pintu, pedangnya terselip di pinggang, mantelnya melayang-layang seperti roh.   "Saudara Zhen sudah tidak akan bisa masuk lagi."   Kata tamu tidak diundang itu.   "apa tidak persilahkan aku masuk minum teh? Wangi sekali, sepertinya teh Yun-wu yang tersohor mahal."   Laki-laki dan wanita itu terkejut sampai meloncat, hampir saja membalikan meja besar.   "Kau..."   Teriak dao tua terkejut dan ketakutan.   Tamu tidak di undang itu perlahan melangkah masuk, sambil menutup dan mengunci pintu, tangannya diangkat, sssst...   sebuah suara pelan terdengar, satu telinga manusia yang pucat jatuh diatas meja.   "Kau boleh membawa telinga ini pulang melapor."   Tamu tidak diundang ini ternyata adalah Fu Ke-wei, pada nyonya setengah baya berkata dengan ramah.   "kabar matinya Xie-jian-xiu-luo Fu Ke-wei, besok pagi akan tersiar."   Dao tua merapatkan sepasang tangan, akan melakukan satu gerakan.   "Jangan kau gunakan Telapak Pendorong Gunung itu, aku tahu kau adalah pendeta dao dari Wu-yi-qing-xi, sekarang tinggal di Kuil Guang-ji."   Kata Fu Ke-wei berhenti di jarak dua zhang lebih.   "Telapak Pendorong Gunung mu bisa melukai orang dalam jarak delapan chi, di luar delapan chi sudah tidak ada pengaruhnya, menyerang padaku, tidak akan ada gunanya."   "Tampaknya kau tidak terluka."   Teriak pendeta dari Wu-yi terkejut.   "orang-orangku terkena tipumu."   "Jarum Ekor Lebah nya Ratu Lebah tidak gagal, tapi aku dapat bertahan."   "Tapi para tabib itu..."   "Luka sangat mudah di samarkan, menempelkan satu gumpal daging sapi busuk dan tidak mengizinkan tabib memeriksanya dan memberi obat, sangat mudah sekali."   Nyonya setengah baya diam-diam menggeser kearah jendela, gerakannya ringan sekali.   "Nyonya, jangan kau berpikir menerobos jendela melarikan diri, sekali tubuhmu meloncat..."   Fu Ke-wei dengan keras berteriak pada si nyonya.   "ah...! Aku jamin paling sedikit ada tiga bilah pisau Xiu-luo, menembus tubuh seksimu, gerakanmu pasti tidak secepat pisau Xiu-luo ku. Ingat! Aku sudah peringatkan."   "Kau...kau telah membunuh Lu bersaudara?"   Tanya Pendeta Wu-yi menahan nafas.   "Membunuh mereka! bukankah aku harus berhadapan dengan hukum? Tentu, telinga ini adalah kepunyaan mereka."   "Me...mereka te...telah mengaku?"   "Kalau tidak mengaku apa mereka bisa hidup?"   "Oh langit! Bagaimana kau bisa tahu kami sedang mengerjai mu?"   "Mudah sekali, aku tidak mati, bos kalian mana mungkin puas? Orang-orangnya Ratu Lebah yang diam-diam menyerang aku, pasti tidak berani tinggal disini, mungkin sudah berada sejauh ratusan li, mana ada waktu aku menghabiskan satu atau setengah tahun mengejar mereka? Makanya, aku terpaksa menunggu orang-orang kalian yang datang ingin membereskan dan mencari aku.   Hari ini, diluar aku berlari kesana-kemari mencari jejaknya Tamu Penggantung, kalian pasti mengira aku telah salah arah, maka dengan tenang dan berani melakukannya! Rencana kalian dan perbuatannya sungguh hebat, sayang bertemu dengan aku yang lebih hebat dari kalian.   Sekarang, kalian berdua siapa yang mau beritahukan, orang yang menyuruh kalian."   "Jangan harap."   Kata nyonya setengah baya.   "aku, pendeta Wu-yi dengan kau akan mengadakan satu pertarungan hidup mati, masih belum pasti siapa orang yang bisa hidup sampai melihat matahari terbit, nama Xie-jian-xiu-luo tidak bisa menakutkan orang, jangan terlalu percaya diri."   "Tuan, apa kau berani bertarung terbuka dengan kami?"   Tanya pendeta Wu-yi dengan suara dalam.   "Tidak."   Katanya tegas.   "kalian terus mene-rus ingin membunuhku, tidak ada satu alasan pun untuk bertarung secara adil dengan kalian."   "Kau..."   "Yang paling penting adalah, kalian berdua tidak boleh ada satu pun yang lolos."   Katanya dengan tenang.   "bertarung secara adil, aku tidak bisa mengawasi dua orang."   "Kau di Jiang-hu adalah..."   "Aku apa pun bukan."   Dia tertawa tawar.   "aku hanya seorang yang tidak sudi diam-diam dibunuh tanpa alasan, maka mencari sebabnya. Sekarang, kalian sudah boleh menyerang, hati-hati pisau Xiu-luo ku."   Dia berdiri menurunkan tangan, matanya memandang hidung, hidung memandang hati, seperti patung batu, sepertinya perubahan yang terjadi disekitar, tidak ada sangkut-pautnya dengan dia.   Pendeta Wu-yi mulai merubah posisinya, dari dalam mantel dao dia mengeluarkan belati sepanjang satu chi delapan cun, adalah sebilah pedang pendek tajam yang pas ukurannya.   Nyonya setengah baya bergerak kearah berlawanan, di tangan kanannya ada belati, tangan kiri menyembunyikan tiga buah senjata gelap yang kedua ujungnya tajam.   Pendeta Wu-yi sudah sampai disisi meja, tiba-tiba dengan cepat membalikan meja, dia ingin membalikan meja dan bersembunyi dibelakangnya, bersembunyi di belakang meja jadi tidak takut diserang pisau Xiu-luo.   Tubuhnya bergerak tangan bergerak, cepat sekali.   Tapi, dia tetap terlambat selangkah.   Mejanya dapat ditangkap, juga telah dibalikan, tapi tidak keburu menghalangi tubuhnya, sinar jarum sekelebat sudah sampai, sulit dilihat dengan mata telanjang.   "Ngeek..."   Pendeta Wu-yi berteriak tertahan.   "Buum...!"   Meja telah jatuh.   "Ping ping pang pang!"   Teko dan gelas jatuh pecah, air teh muncrat dimana-mana. Nyonya setengah baya sudah bergerak satu langkah kekanan, tadinya akan melemparkan senjata gelapnya, menggunakan kesempatan itu mendobrak jendela melarikan diri.   "Tinggal kau seorang."   Kata Fu Ke-wei dingin.   Nyonya setengah baya itu ketakutan, wajahnya berubah.   Pendeta Wu-yi menahan sakit di perutnya, dia meronta di lantai, menggulungkan tubuh, suara rintihannya menggetarkan hati orang, di bawah iga kanannya darah segar membasahi mantel dao nya.   "Pisau tidak membuka luka."   Fu Ke-wei tanpa perasaan berkata.   "dao tua sendiri ingin cepat mati, makanya menggoyangkan pisau yang tertinggal di luar tubuhnya setengah cun, supaya udara masuk kedalam luka, makanya mengalirkan begitu banyak darah."   Bertarung dengan orang, harus memantapkan hati berani maju terus, jika semangat tempurnya hilang, apapun akan habis.   Begitu Pendeta Wu-yi roboh, mental nyonya setengah baya telah hancur oleh tekanan kematiannya, wajahnya pucat, dengan gemetar berkata.   "Jangan paksa aku, dao tua yang bisa beritahukan siapa penyewanya."   "Kau tidak tahu?"   "Aku..aku hanya melakukan perintah."   "Bukankah kau menyuruh Lu bersaudara memotong telinga aku, dan membawanya pulang melapor?"   "Aku..."   "Kau diperintah siapa memotong telinga kembali melapor?"   "Ini...Tamu Penggantung Wu-feng."   Nyonya setengah baya terpaksa berkata jujur.   "Sembarangan bicara!"   "Yang aku katakan benar sekali."   "Nyonya, kau salah melihat aku Xie-jian-xiu-luo,"   Kata Fu Ke-wei dingin.   "Tamu Penggantung mengaku dirinya paling hebat, ilmu silatnya tinggi sekali, kejam dan percaya diri, merajalela di dunia persilatan dua puluh tahun lebih, tidak pernah berteman dengan orang, makanya dia bisa muncul dengan bebas. Dia memang benar pernah tinggal dikota ini, tapi itu karena ditarik oleh orang, orang yang menarik dia itu pasti bukan Ular Air di seberang sungai, tapi orang-orang kalian. Bo Yi-he yang mengejar Tamu Penggantung juga tertipu, Bo Yi-he yang memanggil aku datang kesini adalah Bo Yi-he palsu, mungkin kalian telah mengubur Bo Yi-he yang asli. Jika kau mengira aku ini begitu bodohnya, kejadian malam ini cukup membetulkan kesalahanmu. Katakanlah! Apa benar kau tidak mau mengatakannya?"   "Yang harus di katakan telah aku katakan."   "Sayang aku tidak percaya kata-katamu."   "Kau..."   "Kau mau melemparkan belati itu sendiri? atau menunggu aku menggunakan pisau Xiu-luo melukaimu, menangkap hidup-hidup dan memaksamu? Kau adalah seorang wanita, akibat dipaksa oleh seorang laki-laki, seharusnya kau bisa membayangkan sendiri."   "Kau tidak akan berhasil mendapat pengakuan..."   "Sebenarnya, aku telah mendapatkan pengakuan yang ingin aku ketahui, aku hanya ingin mendapatkan kepastian dari mulutmu saja. Mungkin kau pikir saat terpaksa, lebih baik bunuh diri saja, tapi aku beritahu, kau mati atau tidak semua tidak berarti banyak, aku tetap bisa menarik benang dari kepompongnya, memaksa satu persatu orang-orang penting kalian keluar, ayo lepaskan belatinya!"   Teriakan suara terakhirnya, membuat terkejut nyonya setengah baya, mungkin karena hatinya terlalu tegang, atau terlalu ketakutan, mungkin juga reflek, sekali tubuhnya bergetar, tangan kiri mendadak sekuat tenaga dilayangkan keluar, satu kilatan terbang menembus udara, senjata gelap yang kedua ujungnya tajam ini, dengan kecepatan penuh terbang menuju Fu Ke-wei.   Pikiran Fu Ke-wei bergerak tubuhnya bergerak, dengan tenang melangkah kekanan satu langkah.   Senjata gelap pertama tidak mengena sasaran, senjata gelap kedua melewati lengan kiri luar Fu Ke-wei, senjata gelap ketiga dengan mudah ditangkap tangan kiri dia.   "Sekarang aku sudah tahu siapa kau ini."   Katanya dengan gembira.   "kukira kau adalah seorang nyonya, ternyata adalah gadis usia dua puluh tahun lebih, ilmu merubah wajahmu sungguh hebat, tidak aneh orang yang pernah bertemu dengan Wanita Penenun Fei Yin-yin, masing-masing orang mengatakannya berbeda, masing-masing menggambarkan sendiri, aku telah mendapat penemuan besar pada ketuamu. Kukembalikan senjatamu, terimalah!"   Senjata gelap itu dilemparkan, terbang menuju Wanita Penenun Fei Yin-yin.   Wanita Penenun tidak berpikir lagi, dia mengulurkan tangan menerima, begitu senjata itu ditangkap, terdengar teriakan menggetarkan telinga, seperti kilat senjata itu terbang kembali, dia melemparkan kembali senjata gelap yang diterima, orangnya mengikuti dari belakang senjata gelap, menerjang dengan mengangkat belati, dalam sekejap sudah mendekat, belati dengan dahsyat di tusukkan, inilah saatnya bertaruh nyawa.   Sejata gelap kecil seperti kilat sampai di depan dada Fu Ke-wei, dia mengangkat tangan kanannya, kembali menangkap senjata gelap itu, langsung dilemparkan lagi kedepan.   "Traang!"   Terdengar suara menggetarkan telinga, Wanita Penenun Fei Yin-yin tidak berani tidak menggunakan belati menangkisnya senjata gelap yang terbang kembali, terlalu cepat, itu hanya gerakan reflek.   Senjata gelapnya ditangkis belati, dan tangan yang memegang belati telah ditangkap Fu Ke-wei, ditekannya kebawah.   "Aaw...!"   Dibawah tekanan yang tidak terhingga Wanita Penenun roboh kebawah, lutut kanannya menyentuh tanah, seluruh lengan kanannya sudah tidak bisa dikendalikan, dan juga sakitnya sampai ke hati, tulang tangannya seperti telah hancur semua, belatinya pun jatuh ketanah.   Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Selanjutnya, tenggorokannya ditangkap oleh tangan besar Fu Ke-wei, seperti menangkap leher angsa, pelan-pelan dia menambah tenaga, ditarik keatas.   Tangan ditekan kebawah, leher ditarik keatas, rasanya sangat tidak enak, ingin menggigit lidah bunuh diri juga sudah tidak ada kesempatan.   "Aku tidak ingin kau mati."   Kata Fu Ke-wei dingin.   "aku ingin memecahkan hawa dua saluran hawa dan darah, mengunci saluran kaki dan tanganmu, lalu diserahkan pada anak buahnya Naga Setempat, bos mereka di bunuh, semuanya marah sekali, coba bayangkan, mereka akan bagaimana membalas dendam padamu?"   "Am...ampuni aku..."   Wanita Penenun dengan takut berkata terbata-bata.   "Apa kau pernah mengampuni aku?"   Tangan Fu Ke-wei yang mengunci leher sedikit mengendur.   "siapa ketuamu itu?"   "Aku...aku tidak tahu, aku hanya ta...tahu yang perintahkan aku adalah bangsawan kecil Zhu Tian-he."   "Aku tidak bisa membebaskanmu, karena kau malam ini sudah kedua kalinya berbohong."   "Aku ti...tidak bohong..."   "Pembicaraan kau dengan Pendeta Wu-yi, telah kudengar sebagian besarnya, sepertinya kau telah mengatakan pelanggan bersikukuh menge- luarkan lebih seribu liang perak, menginginkan satu barang bukti."   "Ini..."   "Jika kau tahu pelanggannya, tentu tahu orang penting lainnya selain bangsawan kecil, Hm... hm...! Aku akan mencabut kalian sampai ke akar-akarnya, mendapat sekali kerepotan tapi selamanya aman."   "Aku..."   "Aku tidak akan banyak bicara lagi padamu..."   "Kau menang, aku...aku akan katakan!"   Wanita Penenun akhirnya menyerah.   "Kau telah menyelamatkan nyawamu sendiri, aku bawa kau ketempat yang aman untuk membicarakannya."   Kata Fu Ke-wei, sambil menotok pingsan Wanita Penenun, setelah membereskan mayat Pendeta Wu-yi, dia mengapit Wanita Penenun pergi keluar dari rumah.   Di hilir kabupaten Huan-chang barat laut aliran sungai tengah, ada sederetan pulau pasir.   Que-zhou adalah salah satu pulau pasir terbesar, dari atas mulai dari Tong-ling, sampai ke bawah San-jiang, berderet sepanjang puluhan li, membagi aliran sungai jadi beberapa cabang aliran.   Diatas pulau pasir ada beberapa dusun, rumput dan pepohonan subur, terdapat banyak bermacam-macam burung air, bukan saja dapat melihat kelompok burung gereja, kadang bisa menangkap angsa yang beratnya sepuluh jin lebih.   Dusun tiga rumah di barat laut pulau pasir semuanya adalah pemburu, hidupnya mengandalkan dari memburu burung air.   Rumah yang paling u lara, didepan pintu ada lapangan luas, sekelilingnya ditanam banyak pohon Liu.   Hari ini saat fajar, orang didalam rumah belum bangun, diluar rumah tiba-tiba terdengar satu siulan panjang, suaranya menerjang kelangit, mengejutkan kelompok besar burung air yang terbang diatas langit.   Pintu papan yang berat dibuka, keluar seorang setengah baya, ditangannya memegang pedang panjang, melihat kesekeliling, matanya terlihat terkejut, dengan matanya memeriksa keadaan sekeliling.   Tidak jauh dari kiri di belakang pohon Liu, melangkah keluar Fu Ke-wei dengan baju biru melambai-lambai, di wajahnya tampak tawa yang sulit ditebak, dia menggendong tangan dengan tenangnya, selangkah demi selakah mendekat kepintu, tingkahnya yang anggun, persis seperti seorang penggede yang berkuasa.   "Siapa?"   Orang setengah baya terkejut bertanya.   "Teman lama."   Fu Ke-wei tertawa.   "aku adalah teman baiknya nona Yan-fang. katakan sedikit kasar, adalah tamu baik atau tamu hidung belang dia. Saudara, merepotkanmu pergi melaporkan, dia tidak akan menolak bertemu denganku."   "Iii! Kau...kau ini..."   "Seharusnya kau tahu asal-usulku dan tujuanku datang kemari."   Dari dalam pintu keluar empat orang, di antaranya ada Yan-fang yang menyamar jadi laki-laki, dan yang menyamar orang tua, tangan-nya memegang seruling palsu sepanjang dua chi dua cun.   Dua orang lainnya sama berusia setengah baya, wajahnya galak sangat tegap, semua orang membawa senjata.   "Ternyata kau!"   Teriak Yan-fang yang menyamar laki-laki terkejut.   "orang-orang kami di Wu-hu semuanya hilang misterius, pasti telah dibunuh olehmu."   "Makanya aku bisa mencari sampai disini."   Dia tertawa semakin mendekat.   "orangnya telah datang, tentu telinganya juga telah datang! Nona Yan-fang, kau sungguh terlalu tidak berperasaan, kau meninggalkan aku begitu saja, membuat aku repot sekali mencarinya!"   "Kau..."   "Begitu kalian berpencar dan sengaja menyamar lari ke segala arah, aku sungguh tidak tahu harus mengejar kearah mana baiknya, hampir saja membatalkan niat tidur bersama kau lagi. Sekarang baguslah, akhirnya dapat bertemu denganmu, apakah kau mau pergi denganku?"   Lima orang itu membagi kedua arah, diam-diam membentuk strategi setengah lingkaran.   Ssst..! terdengar suara pedang dicabut, Yan-fang yang pertama-tama mencabut pedang.   Seruling orang tua telah diangkat, mata tuanya tidak lamur lagi.   Orang setengah baya yang tampak galak berada paling kiri, kail kepala macan ditangannya berkilat sinar dingin.   Fu Ke-wei berdiri dalam jarak tiga zhang lebih, wajahnya semakin dingin.   Dengan satu suara siulan naga, dia mencabut pedangnya.   "Ratu Lebah, kau keji sekali, sayang terlalu pintar, orang yang terlalu pintar sering melakukan hal bodoh."   Dia mengayunkan tangan kirinya, tiga buah Jarum Ekor Lebah telah dilepaskan.   "kukembalikan padamu, kau masih mau mengatakan apa?"   Ratu Lebah menjawab dengan gerakan, mengangkat pedang maju menyerang.   Lima banding satu, lima orang tidak satu pun orang biasa, senjata gelapnya lebih-lebih dahsyat dan keji.   Begitu dia tertawa panjang, mendadak dia meloncat, bagai ikan meloncat dia balik mundur tiga zhang lebih, dua kali loncatan sudah masuk ke dalam rerumputan ilalang.   Lima orang laki-laki dan perempuan pertama tertegun, lalu meloncat mengejar.   Di tempat semacam ini susah melihat orang, mengejar orang di rumput setinggi satu zhang, bukan saja akan sia-sia, juga setiap saat bisa mendapat serangan mendadak yang sangat berbahaya.   Telah memeriksa kesetiap sudut seluas setengah li, lima orang selalu tidak berani berpencar mencari.   Setelah satu jam, lima orang dengan hati berat dan khawatir berjalan menuju rumah mereka yang tidak jauh itu.   Orang-orang di beberapa rumah lainnya, sudah dari tadi menutup pintu menghindar keributan, hening tidak ada sedikit pun suara, pintu dan jendela tertutup rapat tidak terlihat orang.   Lima orang laki-laki dan perempuan berjalan berbaris, orang tua yang paling depan sambil berjalan sambil berkata.   "Orang itu pasti tidak akan pergi begitu saja, disini dia menunggu, terang-terangan atau diam-diam menyerang, kita pasti sulit menghadapinya, kita harus segera meninggalkan tempat ini."   Pria besar yang memegang sepasang garpu berjalan paling akhir, dia menyatakan tidak setuju katanya.   "Jangan ketakutan oleh namanya, kita lima orang cukup untuk mengubur dia, bertarung di tempat ini dengan dia, bagaimana pun lebih baik, daripada meninggalkan tempat ini mengejar dia."   Orang yang memegang kail kepala macan juga tidak setuju meninggalkan tempat itu, dengan keras berkata.   "Betul, orang itu sudah lama berkelana di Jiang-hu, adalah pakarnya dalam perburuan, kalau kita pergi, kita harus berpencar mencari tempat sembunyi, kalau begitu..."   Tidak jauh dibelakang tubuhnya, tiba-tiba terdengar suara dingin Fu Ke-wei.   "Kalau begitu tidak akan ada teman dalam perjalanan ke neraka!"   "Aduh..."   Orang yang memegang sepasang garpu sambil berteriak roboh kedepan.   "Hmm..."   Orang yang memegang kail kepala macan tubuhnya ditegakan, mencoba menghentikan langkah, membalikan tubuh. Fu Ke-wei muncul di belakangnya kira-kira duazhang, pedangnya tidak dikeluarkan.   "Kau..."   Orang yang memegang kail kepala macan berteriak ketakutan, sekuat tenaga melemparkan kail, lalu tubuhnya roboh kedepan.   Perubahannya cepat sekali.   Ratu Lebah berteriak, tiga buah Jarum Ekor Lebah meluncur ke arah Fu Ke-wei yang datang menerjang dengan cepat, begitu jarum keluar, dia merendahkan tubuh ke samping, berguling masuk ke rerumputan.   Fu Ke-wei menerobos dari bawah kail kepala macan yang dilemparkan itu, tepat menyambut pemilik Kail Kepala Macan yang jatuh ke bawah, lalu tubuhnya membelit kesamping, tiga buah Jarum Ekor Lebah semuanya menusuk masuk ke punggung pemilik Kail Kepala Macan.   Dia mendorong laki-laki besar yang terkena Jarum Ekor Lebah.   "Hemm!"   Dengan dingin, pedangnya dicabut, tampak satu kilatan pedang, orang yang melayangkan pedang menerjang tapi tidak mengenai sasaran, dadanya sendiri malah tersabet oleh pedang lawannya, dia tersayat luka sepanjang satu chi lebih.   Bersamaan dalam sekejap itu, seruling itu meniupkan jarum Pintu Neraka, kebawah perutnya, kecepatannya mengejutkan orang.   Perubahan yang berturut-turut sangat berbahaya, semua hampir terjadi dalam bersamaan waktu, seluruh reaksi terjadi oleh reflek, semua orang seperti lupa akan akibatnya, setiap gerakan menentukan hidup matinya.   Fu Ke-wei yang telah melukai dada orang yang menggunakan pedang, gerakannya tidak berhenti, dia membalikan tubuhnya, dengan ganas pedangnya menerjang orang tua yang baru saja meniupkan jarum Pintu Neraka.   Tapi saat tertahan sekejap, dia tidak dapat menghindar dari serangan jarum itu, beberapa jarum menusuk di pinggul sebelah kiri luar, dia hanya dapat mengeser bawah perutnya agar jarum itu tidak mengenai perutnya.   Sinar pedang datang membelah udara, dahsyat seperti geledek mengelegar.   Orang tua itu tidak ada kesempatan untuk mengisi jarum lagi, begitu seruling meninggalkan bibirnya, tanpa sadar dia berteriak sekali, dengan jurus Menutup Awan Mengunci Embun dia mencoba menyelamatkan diri, dengan serulingnya dia menyambut sabetan pedang yang datang menyerang, tenaga dalamnya disalurkan ke ujung seruling, tenaga dalamnya yang hebat mengejutkan orang.   Bayangan pedang dan seruling bertemu dalam sekejap, tapi tidak terjadi suara benturan logam, seruling itu terbuat dari logam campuran tembaga ungu, setelah di isi tenaga dalam, cukup untuk menangkis golok atau pedang.   Tapi kali ini seruling tidak bisa menahan gerakan pedang, disaat akan bentrok, bayangan sinar pedang tiba-tiba membelok, masuk menusuk di celah sempit dari bayangan seruling, bayangan dua orang itu lalu terpisah.   Sentuhan dalam sekejap, hidup atau mati telah ditentukan.   Buuk... Fu Ke-wei tiarap ketanah, tubuhnya menjauh dua zhang lebih, begitu tubuhnya berguling, tubuhnya sudah menghilang di rerumputan ilalang.   Orang tua yang menerjang maju delapan chi lebih, mendadak melemparkan seruling dan menghentikan terjangannya, sepasang tangan memeluk dada kiri sebelah bawah, tubuhnya pelan-pelan membungkuk ingin teriak tapi tidak bisa mengeluarkan suara, darah segar dengan jumlah banyak merembes keluar dari tangan yang menutup luka seperti mata air.   Akhirnya dia bergoyang-goyang jatuh ke depan, kaki tangannya mulai meregang.   Jantung telah tertembus pedang, seluruhnya telah tamat.   Semua telah berhenti, sepertinya waktu pun berhenti berputar.   Bau amis darah menyegat hidung, sinar matahari tanpa perasaan menyoroti empat mayat.   Dalam keheningan, terakhir terdengar rintihan kesakitan orang meregang nyawa, lalu kembali hening.   Inilah kehidupan terakhir manusia.   Sungguh manusia tidak mudah hidup, setelah mati apa pun tidak ada bekasnya, memang manusia akhirnya akan mati.   Dalam sekejap empat orang itu sudah menyelesaikan kehidupan terakhirnya.   Ratu Lebah adalah orang yang paling pintar, dia berjalan di tengah pasir dengan waspada, gerakannya pun cepat sekali, setelah melepaskan jarumnya, dia langsung kabur, dia sangat beruntung dapat menyelamatkan nyawanya, dia tidak berani berdiam lagi ditempat itu melihat perkembangan akhirnya.   Pulau pasir panjangnya sepuluh li lebih, tempat di mana siapapun dapat menyembunyikan diri, tapi tidak mudah jika ingin meninggalkan tempat itu, disana tidak ada perahu walau menancapkan sayap pun sulit terbang, kecuali dia bisa berenang melalui air.   Fu Ke-wei harus berhati-hati pada Ratu Lebah, jika tidak, dia tidak akan sampai menyembunyikan dirinya di dalam rerumputan, karena jarum yang menusuk di sisi pinggul luar, begitu racunnya menemui darah segera bercampur, racun dalam darah mengikuti aliran darah mengalir ke jantung, di dalam darah akan terjadi perubahan yang khusus.   Jika dia bergerak, aliran racun jarum akan bergerak bertambah cepat, makanya dia terpaksa memutuskan meninggalkan tempat itu, menyelamatkan dirinya terlebih dulu.   0oo0 Bab 4 Dalam waktu yang singkat ini, hanya meninggalkan tempat tidak sampai dua puluh langkah, Fu Ke-wei sudah merasa tidak tahan lagi, kepalanya pusing, kaki dan tangan mati rasa.   Untungnya dia sudah tahu sifat racunnya, jadi dia sudah menyiapkan obat penawarnya.   Di dalam rerumputan yang tertutup rapat, dengan aman dia menyembunyikan diri, memaksakan tenaganya mengambil obat penawar dari kantong serba ada dan menelannya, setelah sesaat buru dia bertenaga mencabut jarumnya.   Perkiraan dia tepat sekali, Jarum Racun Pintu Neraka adalah jarum yang membuat orang Jiang-hu yang mendengar wajahnya akan berubah, senjata ampuh yang bisa membunuh secara diam-diam.   Panjang jarum itu tiga cun, di belakangnya ada bulu lembut berbentuk corong, jarak ampuh tembakannya, dapat mencapai dua sampai tiga puluh kali panjang seruling.   Nama asli peniup seruling adalah Seruling Pengejar Nyawa Xiao-jing, tenaga dalamnya sangat hebat, dia menggunakan tenaga dalamnya meniup jarum, dengan sangat jitu bisa menembak dari seratus chi lebih.   Orang yang pernah melihat wajah asli Seruling Pengejar Nyawa sangat sedikit sekali, tidak perduli orang aliran hitam atau putih semua membencinya.   Racun diatas Jarum Pintu Neraka, walau bukan racun sekali melihat darah langsung mengunci tengorokan, tapi racunnya sekali masuk ke jantung pasti mati, dan tidak perduli mengenai bagian mana saja, begitu racun mencapai jantung hanya dalam sekejap, walaupun yang terkena di bagian kaki, perbedaan waktu matinya juga sangat terbatas.   Seruling Pengejar Nyawa dengan Seruling Damai, Seruling Racun disebut Tiga Seruling Dunia, dari Tiga Seruling Dunia, Seruling Pengejar Nyawa yang paling keji, dia diam-diam selalu mencelakai orang, kali ini bisa mati di bawah pedang Fu Ke-wei, sungguh langit mempunyai mata.   Walau Fu Ke-wei telah menyiapkan obat penawar, tapi dia merasakan lemas juga tidak bersemangat, kaki tangannya tidak bertenaga, tidak dapat pulih dalam waktu singkat.   Sampai lewat tengah hari, akhirnya dia pulih kembali, tubuhnya terasa haus dan lapar, sekarang dia sudah bisa keluar.   Dia kembali ketempat pertarungan tadi, empat mayat itu sudah jadi kaku, dan juga mendatangkan banyak sekali lalat, membuat orang ingin muntah.   Tanah yang berpasir gampang untuk mengubur orang, dia menggunakan sepasang tangannya menggali liang, setelah mengucurkan banyak keringat, baru dia selesai mengubur empat mayat itu.   Orang persilatan yang suka berkelahi, tempat terakhirnya, jika mati di parit dikubur di parit, jika mati di jalan cukup mendirikan tanda, tidak perlu bompai segala, juga tidak perlu disem-bahyangi keturunannya.   Fu Ke-wei sudah sampai di kampung nelayan lainnya, setelah makan dia kembali memulai pengejaran.   Dia tidak perlu menanyakan lagi pada penduduk kampung, dia telah menduga Ratu Lebah pasti tidak berani menampakan diri atau berhubungan dengan penduduk kampung.   Dia kembali ke tempat pertarungan meneliti jejak Ratu Lebah.   Dia adalah ahlinya pencari jejak, diatas pulau pasir semacam ini, tidak sulit membedakan jejak yang belum lama ditinggalkan oleh manusia atau hewan.   Setelah dua jam, dia melihat di udara yang jauhnya satu li lebih, burung air terkejut dan berterbangan ke segala arah, di bawah kakinya, ada bulu bebek liar, walau telah dikubur dengan teliti, tetap tidak lolos dari matanya yang tajam.   Pengelana Rimba Persilatan Karya Huang Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kau sudah kenyang makan."   Pada arah burung air terkejut berterbangan dia berguman, disudut mulut tampak tawa dingin yang menakutkan orang.   "kau seorang gadis, siang hari apa berani meloncat kedalam air? Kau terlalu pintar, terlalu pintar sering melakukan kesalahan, melakukan hal bodoh, kau seharusnya merampas sebuah perahu melarikan diri jauh-jauh. Mungkin, kau mengira aku telah mati oleh racun Jarum Pintu Neraka, jadi tidak perlu terburu-buru pergi!"   Sinar matahari tengelam memenuhi langit, malam akan tiba.   Banyaknya burung air diatas pulau air mengejutkan orang, sepertinya langit dipenuhi oleh beraneka ragam burung air yang terbang, mencari sarang untuk istirahat.   Di suatu kampung di pantai barat pulau pasir, di tambatkan dua rakit bambu, itu adalah alat pengangkut hasil buruan pemburu burung, di sisinya masih ditaruh lima enam kurungan burung persegi besar, sangat kokoh, di taruh di dua tempat, di dalam kurungan tidak ada burungnya.   Ratu Lebah seperti roh keluar dari dalam rerumputan, dengan gembira lari ke pantai, menuju kedua rakit bambu.   Dia menarik rakit, dan akan menariknya ke sungai yang berada dua puluh langkah jauhnya, asal dia berhasil di dorong ke air, maka dia tidak akan takut lagi ada orang mengejar.   Di tempat menaruh kurungan burung, tiba-tiba tampak Fu Ke-wei bangkit berdiri.   "Kau baru datang?"   Fu Ke-wei mendekat sambil tertawa.   "apa ingin pergi ke Wu-wei-zhou? Tidak salah, Wu-wei-zhou memang sangat sepi, mudah menghindari pengawasan orang, bagus untuk bersembunyi. Tapi aliran di utara lebih bahaya dari aliran selatan, kau seorang diri apa bisa mengendalikan rakit bambu ini? Maukah ku bantu?"   Wajah Ratu Lebah berubah total, wajahnya yang cantik memikat tiba-tiba seperti kehilangan darah, dari merah berubah menjadi putih pucat.   Baju laki-lakinya di penuhi dengan rumput dan pasir, persis seperti pemburu burung yang hidupnya susah, jika tidak membawa pedang, sungguh tidak seperti pesilat tinggi dunia persilatan.   "Kau kau sembunyi disini?"   Dia dengan terkejut bertanya.   Tidak ada jalan untuk mundur, dia harus menyelamatkan diri melalui jalan air.   Tapi dia tahu itu tidak mungkin, jarak yang dua puluh langkah seperti ribuan li jauhnya, dia pasti tidak akan secepat pisau Xiu-luo yang ternama diseluruh dunia.   "Benar! Aku sedang menunggumu!"   Kata Fu Ke-wei sambil tertawa berdiri satu zhang lebih.   Hati Ratu Lebah tenggelam kebawah, tawa Fu Ke Zwei tadinya sangat ramah, walau membuat orang sulit menebaknya, tapi di lihat di matanya, tawa semacam ini sedikit pun tidak ada perasaan ramahnya, sebaliknya menakutkan sekali, itu adalah tawa kucing pada tikus yang ditaruh di depan cakarnya, tawa serigala pada anak kambing di depan taringnya.   "Ssst..!"   Sebuah suara pedang dicabut, dia mencabut keluar pedangnya, bersiap-siap akan mempertaruhkan nyawa.   "Kau pasti masih punya banyak Jarum Ekor Lebah."   Wajah Fu Ke-wei kelihatannya seperti lebih ramah.   "mungkin kau masih ada harapan membunuhku, aku pikir kau tidak akan menceritakan alasan kenapa mau membunuh aku. betul tidak?"   Pedang dia di sodorkan ke depan, ujung pedang mencapai posisi menyerang, wajah serius, lima jari tangan kiri setengah direntangkan setengah dibengkokan, tampak bergetar.   "Kau tidak bicara, tapi kau akan mengatakannya."   Tangan Fu Ke-wei dengan santai diulurkan kebawah, dia tidak berniat mencabut pedang.   "kau tidak ada niat beradu pedang dengan aku, karena ilmu pedangmu tidak seberapa. Cara kau membunuh orang adalah diam-diam menyerang dan bersiasat, usaha yang kau kerjakan adalah yang paling hina di dunia persilatan. Makanya, aku juga akan menggunakan pisau Xiu-luo membunuhmu."   Dia malas menjawab, sepasang matanya memperhatikan sorot mata Fu Ke-wei.   "Tempat aku berdiri, adalah jarak paling ideal untuk jarum Ekor Lebahmu."   Fu Ke-wei tersenyum.   "kesempatan ini tidak boleh dilewatkan."   Dua zhang, memang jarak paling ampuh jarum Ekor Lebah, juga jarak tepat bagi pisau Xiu-luo mengambil nyawa, pisau Xiu-luo lebih berat dari pada jarum, tenaganya lebih besar beratus kali.   Sehingga, kedua belah pihak sama-sama sangat waspada.   Semangat kedua belah pihak, masing-masing sedang bersiap melakukan pertarungan untuk menjatuhkan semangat lawannya.   Tenaga dan semangat kedua belah pihak sudah sampai pada saatnya, sekecil apa pun perubahannya, bisa menimbulkan serangan gila yang mendadak, yang menakutkan, tiada duanya, tidak menyerang tidak apa-apa, sekali menyerang maka kalau bukan kau yang mati maka aku yang mati.   "Aku telah mendapatkan tidak sedikit jejak penting."   Fu Ke-wei terus bicara, seperti tidak terpikirkan kalau berkata maka kurang konsentrasi.   "tidak perlu lagi pengakuan lebih banyak, menangkap hidup atau mati sudah tidak ada pengaruhnya, Wanita Penenun Fei Yin-yin sudah mengatakan terlalu banyak. Dia tidak bisa tidak bicara, karena mengalami hal yang lebih parah dari pada mati, hingga semangatnya hancur, kalau kau? Apa yang akan kau alami apa pernah kau perhitungkan?"   Sorot mata Ratu Lebah bergerak, pedangnya pelan-pelan mengeluarkan suara siulan naga.   "Tenaga dalammu cukup hebat."   Kata Fu Ke-wei sambil pelan-pelan bergerak ke kiri setengah langkah.   "tidak sulit membunuh orang dalam jarak tiga zhang dengan menggunakan jarum sekecil ini. Lima enam tahun ini, kau tidak pernah gagal, orang yang mati secara diam-diam sudah terlalu banyak. Aku pikir, jika aku melelangmu di muka umum, coba kau tebak, ada berapa banyak orang yang akan datang berlomba membeli? Harganya entah akan setinggi apa? Jika membuat kau bagus! Lihay!"   Saat dia sekejap tidak konsentrasi, sebuah Jarum Ekor Lebah sekilas sudah meluncur tiba, kebetulan dia sedang melangkah ke sisi satu langkah, jarumnya lewat di sisi iga kanan, sungguh berbahaya sekali.   "Kau cukup hebat, sangat paham akan senjata gelap."   Dia tetap berkata dengan tenangnya.   "beberapa ahli senjata gelap sangat percaya diri, merasa dirinya paling hebat, menyerang kepada jalan darah atau khusus membidik titik mematikan, merasa ini adalah jurus hebat. Tapi, orang semacam ini yang gagalnya pun sering sekali, malah mengakibatkan nyawanya melayang. Kau dengan aku bersifat sama, bertemu dengan lawan yang seimbang. Asal bisa melepaskan senjata gelap, dan dapat mengena sasarannya, tidak perduli titik mematikan atau bukan, artinya telah sukses setengah bagian. Maka beberapa tahun ini, kau dan aku bisa hidup dengan baik. Tapi hari ini, diantara kau dan aku harus ada seorang yang dihapus namanya dari dunia persilatan."   Ratu Lebah sudah mulai menggeser posisinya, karena pergeserannya Fu Ke-wei terpaksa dia bergeser juga untuk mendapatkan posisi yang menguntungkan.   "Lebih baik lemparkan saja pedangmu, agar gerakannya lebih lincah."   Fu Ke-wei pelan-pelan bergeser sambil berkata.   "orang yang berkhayal menggunakan pedang menangkis senjata gelap, pasti adalah orang paling idiot, paling ditertawakan, paling kasihan di dunia, kau seharusnya mengerti ini. Aku memberi kesempatan, kau menyimpan pedang, aku jamin tidak mengambil kesempatan memberimu, sebuah pisauku."   Siasat Ratu Lebah mengharapkan Fu Ke-wei bertarung menggunakan pedang telah gagal, terpaksa dia menyimpan kembali pedangnya.   Dia merasa denyut jantungnya tidak dapat dikendalikan, telapak tangannya berkeringat, sungguh gejala yang tidak menguntungkan, membuktikan di dalam hatinya ada gejolak, telapaknya berkeringat pasti akan berpengaruh pada tenaga dan teknik melempar jarum.   Tentu saja, dia bukan ingin bertarung pedang dengan Fu Ke-wei, hanya ingin dalam pertarungan ini mendapat kesempatan bagus melepaskan jarumnya.   Fu Ke-wei disebut Xie-jian (Pedang sesat), jurus pedangnya berbeda dengan perguruan yang ada di dunia, belum pernah terdengar ada orang ternama atau pesilat tinggi mana yang bisa mengalahkannya, dengan orang macam ini bertarung pedang, adalah menggunakan nyawa sendiri untuk berkelakar.   "Jangan paksa aku."   Kata Ratu Lebah sambil menyimpan pedangnya, dengan melemparkan pedang kebawah, dia melihat keadaannya sudah tidak ada kesempatan menggunakan pedang.   "lepaskan aku, dan selanjutnya, pasti tidak akan ada orang yang diam-diam membunuh kau lagi, kecuali musuh besarmu tidak melepaskanmu."   "Kaulah yang memaksa aku."   Kata Fu Ke-wei.   "jika kau di posisi aku, apa kau akan menyelidik sampai tuntas atau tidak? Kita adalah orang yang mempermainkan nyawa, entah penjelasan apa yang bisa membuat tenang? Jika setiap hari kita khawatir ada orang diam-diam akan membunuh, tidak jadi gila juga itu baru aneh."   "Aku tidak bisa memberitahu, kau "   "Aku tidak akan berhenti sebelum sampai di'sungai kuning'."   "Hemm...!"   Ratu Lebah berteriak, sepasang tangan berturut-turut diayunkan, yang digunakan adalah jurus BungaHujan Memenuhi Langit, hujan jarum menguasai daerah sekitar dua zh.nij'., dahsyat laksana angin topan badai hujan.   Bayangan biru melayang mundur, melayang mundur sebelum hujan jarum tiba, tubuh manusi.i yang berat malah ringan seperti bunga jatuh, mundurnya seperti tidak cepat, tapi sebenarny.i lebih cepat sedikit dari pada hujan jarum.   Melayang sejauh tiga zhang, hujan jarum pun habis tenaganya pada jatuh ketanah, walau masih ada beberapa yang terbang maju, tapi sudah tidak dapat melukai orang.   Jarak kedua pihak sudah ada labih dari lima zhang.   Ratu Lebah membalikan tubuh langsung menggunakan langkah seribu, dengan kecepatan penuh loncat kearah sungai.   "Ha ha ha ha "   Suara tawa menggetarkan telinga, semakin mendekat dibelakang.   "Matilah kau!"   Ratu Lebah tiba-tiba membalikan tubuh, dengan marah teriak, kedua kalinya dia melepaskan jarum, jumlahnya lebih banyak dari yang pertama kali, tenaganya lebih mengejutkan orang.   Tapi, saat jarum Ekor Lebah dari sepasang tangannya terbang menembus angin, jantungnya seperti meloncat, wajahnya berubah, dia tahu dia sudah habis, hatinya tenggelam kebawah, seluruh tubuh terasa kaku.    Goda Remaja Karya Kho Ping Hoo Goda Remaja Karya Kho Ping Hoo Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong

Cari Blog Ini