Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 17
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 17
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek tetapi "Pelayan," Ia berkata. "cobalah bawakan pula aku dua kati arak." Si pelayan yang memang telah pernah kenal pada pemuda kita, tentu saja heran dan balik bertanya. "Tuan, hari ini tidak sari-sarinya kau minum banyak, sedangkan di waktu biasa, hanya kau minum sekadarnya saja." Poan Thian tertawa. "Aku sebenarnya telah lupa," Katanya. "bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku di sini tidak punya kenalan atau sanak saudara, oleh karena itu, sudikah kau menemani aku duduk makan minum sambil mengobrol buat melewati waktu yang terluang?" Si pelayan itu kelihatan ragu-ragu. "Tuan," Katanya. "aku ini adalah seorang pelayan yang tugasnya khusus untuk melayani para tamu yang menumpang menginap di sini, tetapi bukan mestinya akan melayani para tamu bermakan minum. Induk semangku akan menjadi kurang senang dan menganggap aku kurang ajar, kalau saja aku berani berhuat begitu." "Ya, tetapi inilah ada kehendakku sendiri," Kata Lie Poan Thian sambil tertawa. "bukan kau yang sengaja 536 berbuat begini atas kehendak sendiri. Dan jikalau nanti induk semangmu datang menegur kepadamu, aku suka pikul risiko dan menjawab semua tegorannya." "Kalau begitu," Kata si pelayan. "aku bersedia akan mengabulkan permintaanmu, dengan terlebih dahulu aku mengucap Selamat ulang tahun! Semoga Thian memberi kurnia panjang umur dan bahagia bagi dirimu dalam tahun-tahun yang akan datang." Poan Thian mengucapkan pemberian selamat si pelayan itu. terima kasih atas "Tetapi karena aku bukan orang kaya," Katanya. "maka perayaan ulang tahun ini hanya dapat kurayakan dengan seada-adanya saja." "Tetapi siapa tahu perayaan ini akan dirayakan dengan lebih besar dan mewah pada lain tahun?" Kata si pelayan itu dengan wajah yang berseri-seri. "Ingatlah, tuan, bahwa segala apa yang besar tidak dimulai dengan secara besar-besaran." "Itu benar," Kata pemuda kita. "Sekarang aku persilahkan kau memilih makanan dan minuman yang digemari sendiri olehmu. Nanti rekeningnya aku bayar sekalian dengan makanan yang telah aku pesan tadi." Si pelayan itu jadi kelihatan girang dan lalu pergi mengambil makanan dan minuman itu tanpa diperintah sampai dua kali. Dan tatkala makanan dan minuman itu telah disajikan, Poan Thian lalu persilahkan si pelayan akan duduk makan minum bersama-sama. Tetapi ketika ia persilahkan si pelayan minum beberapa cawan arak dan mengobrol dengan gembira, mendadak pemuda kita telah bertanya. "Ah, barusan aku 537 telah lupa menanyakan siapa she dan namamu." 4.34. Penguasa Ca-kee-cung? "Aku bernama Kwie Jie," Sahut si pelayan sambil dahar santapannya dengan secara bernapsu sekali. "Aku sekarang justru sedang bo-thauw-lo," Begitulah Poan Thian pura-pura berkata. "Aku dengar Ca Chung-cu kini sedang mengundang orang-orang yang paham ilmu silat buat dijadikan kauw-su di gedungnya, tetapi ia tidak mau terima sembarangan orang yang tidak punya sanak saudara atau sedikit-sedikitnya mempunyai kenalan yang berdiam di dalam desa ini. Oleh sebab itu, apakah saudara sudi mengajak aku ke gedungnya Ca Chung-cu buat melamar pekerjaan itu, dengan mengakui bahwa aku inilah seorang sanak saudara atau handai taulanmu?" "Oh, itulah suatu pekerjaan yang gampang sekali, aku juga bisa minta perantaraan mereka buat memperkenalkan kau pada Ca Chung-cu. Tetapi belum tahu kapan kau hendak pergi ke sana?" "Aku sendiri baik menunggu saja di sini dahulu," Kata pemuda kita. "sedangkan kau sendiri boleh berhubungan pada salah seorang kenalanmu di sana, sambil menerangkan juga niatanku akan meminta pekerjaan tersebut. Tetapi belum tahu apa ini tidak menyusahkan, apabila urusan diatur begitu rupa?" "Tidak, tidak," Sahut Kwie Jie. "Malah kalau aku sendiri yang bantu bicara, aku percaya dalam sepuluh tentulah ada sembilan bagian yang mesti bisa berhasil." "Apabila dengan pertolonganmu itu aku bisa berhasil bekerja di gedung Ca Chung-cu," Kata Lie Poan Thian, 538 "niscaya aku tidak lupakan atas budi kebaikanmu itu." "Itu perkara kecil," Kata si pelayan itu sambil tertawa. "Sebentar sore aku tanggung kau sudah mendapat kabar baik." "Syukurlah kalau usahamu itu bisa berhasil," Sahut Poan Thian yang lalu berpura-pura juga tertawa buat mengunjukkan kegirangannya. Tidak antara lama setelah si Kwie Jie kelihatan mulai sinting, Poan Thian lalu menggunakan ketika itu buat coba menanyakan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan keadaan di Ca-kee-chung. Misalnya, bagaimana pandangan si pelayan itu terhadap dirinya Ca Tiauw Cin, siapa orang kepercayaannya, dan soal-soal lain yang tidak ada kepentingannya untuk dijelaskan satu persatu. Si Kwie Jie iang diloloh dan ternyata tahu benar tentang keadaan di dalam desa tersebut, sudah tentu saja lantas berbicara ke timur dan ke barat buat mengunjukkan bahwa ia ada seorang "ahli" Dalam hal memberikan keterangan-keterangan yang bersangkut paut dengan keadaan desa yang didiaminya itu. Dari keterangan-keterangan yang diperolehnya dari Kwie Jie, Poan Thian segera ketahui, bahwa Ca Tiauw Cin itu sebenarnya bukan orang jahat, tetapi sifatnya memang benar congkak, tidak suka mengunjuk kelemahan diri sendiri dan agak "gila hormat". "Ia itu sekarang telah cacad karena dilukai oleh Sintui Lie Poan Thian," Kata Kwie Jie yang sama sekali tidak mendusin, bahwa tetamunya itu adalah orang gagah dari utara yang disebutkan namanya itu. "Tetapi ia kelihatan tidak menjadi menyesal, karena ia insyaf, bahwa semua itu telah disebabkan oleh karena kekeliruannya sendiri." 539 "Keterangan itu cocok benar dengan keterangan Teng Kie," Kata Poan Thian di dalam hatinya. "Tetapi karena ia sekarang telah menjadi cacad," Kwie Jie melanjutkan. "maka pengaruhnya telah hampir lenyap sama sekali, sehingga Hek-houw-lie Cian Cong yang menjadi orang kepercayaannya, hampir tidak mau bertunduk lagi di bawah perintahnya. Dan jikalau sampai hari ini Cian Cong masih berada di sana, adalah karena aku kira ia hendak merampas hartanya Ca Chung-cu dengan menggunakan tenaga orang dalam yang sedikit demi sedikit telah kena juga dipengaruhinya. Bahkan setiap sahabat Ca Chung-cu yang sengaja datang berkunjung untuk menyambanginya, hampir selalu ditolak oleh Cian Cong ini, dengan mengatakan bahwa Chungcu keluar bepergian buat beberapa hari lamanya. Padahal Chungcu-ya semenjak menjadi seorang cacad, tak pernah keluar bepergian kemana-mana. Malah keluar pintu saja belum pernah aku dapat lihat. "Sementara lain hal lagi yang telah membikin banyak penduduk desa ini berkuatir, adalah selama ini Cian Cong selalu mengundang kambrat-kambratnya buat berdiam sama-sama di gedung Ca Chung-cu, dengan Ca Chung-cu sendiri kabarnya tidak tahu menahu tentang urusan ini, berhubung orang-orang sebawahannya telah "ditutup mulutnya" Dengan menggunakan persenanpersenan yang besar serta dipesan akan jangan menyampaikan sesuatu gerakan yang telah dilakukannya dengan secara diam-diam di belakang pengetahuan induk semang mereka itu. "Maka supaya kau bisa berhasil bekerja di gedung Ca Chung-cu, kukira tidak ada jalan lain yang lebih baik dari pada coba "menempel" Pada Hek-houw-lie Cian Cong ini. Karena tanpa persetujuan gundal yang licin ini, 540 maksudmu itu pasti tak akan berhasil." "Kalau begitu," Kata pemuda kita. "cara bagaimana urusan ini hendak kau aturnya?" "Dalam hal ini tidak usah kau kuatir," Sahut Kwie Jie. "Aku nanti atur begitu rupa sehingga kau bisa berhasil bekerja di gedung Ca Chung-cu. Percayalah padaku, tuan Lie." Lie Poan Thian diam-diam menjadi girang juga di dalam hatinya. Maka setelah mereka puas bermakan minum, tidak lupa pemuda kita telah "selipkan" Juga beberapa buah uang perak di telapak tangan pelayan itu. Kwie Jie yang "mengerti" Maksud Lie Poan Thian, mula-mula telah berpura-pura berlaku see-jie dan hendak menolak pemberian itu, tetapi ketika Poan Thian memaksa beberapa kali, barulah ia mau terima juga hadiah itu, yang dikatakannya sebagai "tanda persahabatan". Kemudian ia berlalu setelah memesan supaya Poan Thian jangan pergi kemana-mana, sementara ia menantikan kabar baik dari Ca-kee-chung. Poan Thian berjanji akan berbuat begitu. Pada petang hari itu, Kwie Jie telah kembali dari luaran dan mengunjungi pemuda kita di kamarnya dengan wajah yang berseri-seri. "Beruntung, beruntung," Katanya. "Ketika aku datang menghadap pada Cian-ya dan terangkan maksud kedatanganku, ia lantas menyatakan tidak berkeberatan akan menerima kau sebagai salah seorang kauw-sunya. Aku katakan, bahwa kau adalah seorang saudaraku dari pihak ibu. Maka kalau nanti kau datang menghadap padanya, jangan lupa buat mengaku begitu, ya?" 541 "Baik, baik," Kata Lie Poan Thian yang merasa mendapat suatu jalan akan mencari Hok Cit di sana. "Bilamanakah aku dapat menghadap kepada Cian-ya?" "Petang hari inipun boleh," Sahut Kwie Jie. "Malah kalau kau suka, akupun boleh juga pergi mengantarkan kau ke sana." "Itu tidak perlu menyusahkan kepadamu," Kata pemuda kita. "Biar saja aku nanti jumpai sendiri kepadanya. Tetapi belum tahu bagaimana bentuk tubuh dan roman Cian-ya itu?" Kwie Jie lalu coba melukiskan raut muka dan perawakan Cian Cong dengan menggunakan kata-kata dan gerakan-gerakan dengan tangannya. "Cian-ya ini orangnya tidak berapa tinggi," Katanya. "Kira-kira lebih tinggi sedikit dari pada kau sebegini." Sambil ia petakan dengan tangannya yang diangkat ke sebelah atas kepala Lie Poan Thian. "Badannya agak gemuk." (Sambil membentangkan kedua tangannya ke kiri-kanan). "Usianya lebih tua dari padamu. Kulitnya kehitam-hitaman. Dan jikalau kau masih merasa raguragu, tanyakanlah keterangan lebih jauh pada pengawal yang bernama Tong Yan, dia tentu akan memberikan keterangan padamu sebagaimana mestinya. Katakan saja bahwa kau datang ke sana atas perantaraannya Kwie Jie, dia tentu akan menolong kepadamu." "Baik, baik," Sahut Lie Poan Thian sambil mengucap terima kasih atas bantuan pelayan itu. Maka sesudah selesai menukar pakaian dan tak lupa membekal Joan-pian yang dilibatkan di pinggangnya, pada petang hari itu juga Poan Thian lalu masuk ke Cakee-chung dan bertemu dengan Hek-houw-lie Cian Cong atas perkenalannya Tong Yan yang dikatakan oleh Kwie 542 Jie tadi. Cian Cong menyambut kedatangan pemuda kita sebagaimana mestinya seorang yang menjadi tuan rumah. "Saudara ini apakah bukan sanak saudara Kwie Jie?" Tanyanya sambil memperhatikan dengan teliti gerakgeriknya pemuda kita. "Benar," Sahut Lie Poan Thian, yang juga pasang mata dengan tajam buat menyelidiki kalau-kalau di situ ada Hok Cit yang sedang dicarinya untuk "membikin perhitungan". "Menurut keterangan yang aku peroleh dari Kwie Jie," Kata Cian Cong. "kau ini ada seorang ahli silat yang berasal dari utara. Oleh karena itu, kau tentu kenal juga dengan beberapa orang jago silat kenamaan di tempat kelahiranmu itu, misalnya, dengan Sin-tui Lie Poan Thian, Sin-kun Louw Cu Leng, dan yang lain-lainnya pula, tidakkah?" "Ya, nama-nama itu memang telah lama aku dapat dengar di kalangan Kang-ouw," Poan Thian mendusta. "tetapi berhubung aku telah mengembara semenjak masih anak-anak, maka aku tidak kenal bagaimana roman mereka itu." "Malam ini oleh karena kita kebetulan mengadakan sedikit perjamuan sederhana," Kata Cian Cong. "maka tidak jahatnya akan kami minta supaya saudara Lie Kok Ciang sudi mengunjuk sedikit ilmu kepandaian silatmu, buat bantu meluaskan pemandangan kita sekalian." Tetapi Poan Thian lantas merendahkan diri dengan mengatakan, bahwa ilmu kepandaian silatnya masih sangat terbatas, hingga jikalau nanti ternyata ia tak dapat 543 mengunjuk kepandaiannya scbagaimana mestinya, ia sangat mengharap supaya Cian Cong tidak buat celaan atau merasa kecewa kepada dirinya. Sementara Cian Cong yang menyangka bahwa Lie Poan Thian dan Lie Kok Ciang itu ada dua orang, tentu saja beranggapan, bahwa pemuda kita telah sengaja merendahkan diri karena menaruh harga sangat tinggi atas dirinya yang sekarang berlaku sebagai tuan rumah. "Saudara Lie ini memang terlalu merendahkan diri," Katanya sambil tertawa. "Kita semua adalah orang-orang sendiri dan harus menganggap bahwa kita semua adalah sama rata. Oleh sebab itu, perlu apakah kau mesti berlaku sungkan sampai begitu? Marilah, silahkan kuperkenalkan kau dengan saudara-saudara kita yang lainnya." Sambil berkata begitu. Cian Cong lalu ajak pemuda kita masuk menjumpai beberapa orang gagah yang menjadi kambrat-kambratnya, tetapi mereka ini ternyata tiada seorang pun yang dikenal oleh Lie Poan Thian, bahkan Hok Cit yang dicarinyapun tidak kelihatan mata hidungnya. Maka selama diperkenalkan oleh Cian Cong pada orang-orang gagah tersebut, Lie Poan Thian tidak hentihentinya memikirkan di dalam hatinya. "Kemanakah perginya si Hok Cit? Apakah barangkali ia telah mencium bau bahwa aku bakal datang ke sini, sehingga siangsiang ia lantas menyingkir ke tempat lain buat bersembunyi?" "Sebentar lagi apabila semua sandara-saudara telah berkumpul," Kata Cian Cong pula. "barulah perjamuan yang kukatakan tadi akan dimulai. Maka selama kita menantikan kedatangan mereka, marilah kita pergi ke 544 ruangan belakang buat melihat murid-muridku yang sedang berlatih." Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Poan Thian menurut dan mengikuti pada Cian Cong dengan hati yang semakin curiga. "Saudara Cian," Katanya pada akhir-akhirnya. "apakah boleh saudara perkenalkan aku pada Ca Chungcu? Aku belum pernah kenal kepadanya, selain mendengar namanya yang begitu tersohor di kalangan Kang-ouw." Cian Cong tertawa dingin waktu mendengar Poan Thian menyebut-nyebut nama Ca Tiauw Cin. "Dahulu nama Ca Chung-cu memang amat disegani oleh jago-jago di kalangan Kang-ouw, tetapi sekarang...... hm, siapakah lagi yang mau mengindahkannya yang telah menjadi cacad karena dipecundangi oleh Lie Poan Thian yang tergolong sebagai seorang jagoan tingkat terendah di antara golongan kita? Dia boleh buka mulut besar dan merasa bangga dengan gelaran Sin-tui yang dipunyainya, tetapi ia lupa, bahwa di belakang dirinya masih ada saingan lain yang sepuluh kali lebih jempolan dari pada dirinya! Dia boleh main gertak terhadap orang-orang yang takut kepadanya, tetapi gertakan-gertakan itu tak akan "mempan" Terhadap pada orang-orang yang memang sesungguhnya berani. "Selain dari pada itu, iapun telah berbuat suatu kekeliruan besar dan mengira bahwa semua orang ada begitu goblok sehingga tak dapat mengenali padanya yang telah memasuki desa ini dengan secara bergelap. "Sahabat, Hek-houw-lie Cian Cong itu bukanlah seorang yang mudah dikelabui matanya, sehingga seolah-olah ia buta dengan kedatangan seseorang yang 545 mengandung maksud tidak baik. Dan orang itu adalah kau sendiri, Sin-tui Lie Poan Thian!" Mendengar omongan itu, sudah barang tentu pemuda kita jadi sangat terperanjat, karena dengan begitu telah jelaslah, bahwa penyamarannya telah diketahui oleh si Musang Hitam! "Dan jikalau aku mesti akui bahwa omongan itu memang benar begitu," Katanya. "apakah yang kau akan berbuat padaku selanjutnya?" 4.35. Kebaikan Menghilangkan Permusuhan Cian Cong mundur beberapa tindak ke belakang sambil menentang wajah pemuda kita. Sedangkan sorot matanya yang semula bersifat simpatik, sekarang telah berubah menjadi beringas dan penuh dengan kebencian. Kemudian ia menghunus goloknya dengan cepat dan membentak. "Sekarang aku hendak buktikan sendiri sampai dimana keunggulanmu!" Sambil berkata begitu, Cian Cong lalu menerjang pada Lie Poan Thian dengan menggunakan siasat Tokcoa-chut-tong, hingga pemuda kita yang mengetahui betapa berbahayanya serangan itu, buru-buru ia miringkan badannya buat mengasih lewat tusukan itu, kemudian ia maju setindak sambil melakukan tendangan kilat ke arah si Musang Hitam. Tetapi Cian Cong yang bermata sangat celi dan ternyata bisa berlaku amat sebat, lalu mengegos buat menghindarkan diri dari pada tendangan itu, dan tatkala ia membacok ke arah kepala lawannya dengan menggunakan siasat Tok-pek-hoa-san, Lie Poan Thian telah keburu mencabut Joan-pian di pinggangnya, 546 dengan mana ia telah menangkis golok Hek-houw-lie yang dijujukan ke arah kepalanya. Maka dalam waktu hanya sekejapan mata saja, tuan rumah dan tamu yang semula kelihatan begitu hormat dan saling mengindahkan, sekarang telah berbalik menjadi musuhmusuh yang telah mencoba segala daya-upaya untuk saling membunuh dan merobohkan pada satu sama lain. Sementara kambrat-kambrat Cian Cong yang menyaksikan pertempuran itu, sudah barang tentu segera mengambil pihak pemimpinnya. Dan sesudah mereka mengambil senjata masing-masing, dengan serentak mereka lalu mengeroyok pemuda kita dengan tidak banyak bicara lagi. Poan Thian yang melihat dirinya dikeroyok begitu rupa, dengan tidak berlaku see-jie lagi iapun lalu putar Joan-piannya dan menerjang ke kiri dan kanan bagaikan Tio Cu Liong yang sedang dikepung oleh laskar-laskar Tio Coh di daerah Tong-yang-kwan. Dan tatkala pertempuran itu tengah berlangsung dengan amat hebatnya, tiba-tiba terdengar seorang orang yang berseru. "Saudara-saudara. janganlah lepaskan musuh kita itu, pada sebelum ia berlutut meminta ampun di hadapan kita!" "Kurang ajar!" Kata pemuda kita setelah mengetahui siapa yang telah memperdengarkan seruannya itu, karena orang itupun bukan lain dari pada Hok Cit yang sedang dicarinya untuk "membereskan perhitungan" Yang telah diperbuat untuk kerugian jiwa dan nama baiknya. "Hai, pengecut!" Teriak Lie Poan Thian dengan hati sangat penasaran. "Hari ini jikalau aku tak dapat mengambil kepalamu, aku bersumpah tak akan menjadi 547 manusia lagi! Ayoh, kau boleh maju buat terima binasa!" Sang hari yang semakin lama telah menjadi semakin gelap, telah membikin Poan Thian jadi semakin enak buat menerjang ke kiri dan ke kanan dengan memperoleh hasil yang sangat memuaskan. Tidak sedikit kambrat-kambratnya Cian Cong dan Hok Cit telah roboh atau kabur karena tidak tahan bertempur dengan Lie Poan Thian, maka akhirnya Hok Cit pun terpaksa mencabut goloknya buat bantu mengepung pemuda she Lie itu. Tetapi meski dikerubuti begitu hebat dan gencar oleh Cian Cong dan Hok Cit yang maju di muka sekalian kawan-kawannya yang telah mulai keteter, perhatian Poan Thian hampir seluruhnya dipusatkan pada Hok Cit sendiri yang memang sedang "dimauinya". Begitulah tatkala Poan Thian telah berhasil dapat memukul Cian Cong sehingga beberapa kali dan sabansaban terdengar ia menjerit karena kesakitan, akhirnya sang lawan itu jadi jerih juga dan sedikit demi sedikit telah coba menjauhkan diri dari kalangan pertempuran, hingga Hok Cit yang melihat gelagat tidak baik, sudah tentu saja lantas panjangkan langkah dan terus melenyapkan diri di antara kegelapan. Dan meskipun Poan Thian hendak memaksakan diri akan mengejarnya, tetapi ternyata tidak mungkin akan ia bisa berbuat begitu, berhubung musuh-musuhnya yang terbanyak selalu datang merintangi untuk ia dapat melanjutkan pengejarannya atas diri si Hok Cit yang sangat dibencinya itu. Maka pada waktu Cian Cong telah terpukul roboh sehingga otaknya berarakan dan binasa di seketika itu juga, Hok Cit telah berlalu jauh dan tak mungkin lagi akan 548 dapat dicekal! Oleh karena itu, Poan Thian yang melihat maksudnya telah gagal, tentu saja menjadi sangat menyesal dan beranggapan bahwa manusia keji itu selanjutnya akan lari jauh dan tidak bakal menunjukkan muka pula seumur hidupnya. "Sayang, sayang!" Kata si pemuda di dalam hatinya. Tetapi sisa musuh-musuhnya yang masih melakukan perlawanan dengan secara hebat, tidak dapat dibiarkan begitu saja. "Mereka harus dipukul habis-habisan!" Itulah ada pikiran yang semula dipikirkan di dalam hatinya. Tetapi setelah mengingat yang mereka itu tidak berdosa dan terpaksa campur tangan atas anjuran Cian Cong yang sekarang telah mati terbunuh, ia jadi berbalik pikir dan lalu berlompat ke atas pagar tembok sambil menyerukan. "Saudara-saudara, tahan dahulu! Kamu sekalian sebenarnya tidak terikat permusuhan apa-apa denganku, seperti juga aku sendiri yang belum pernah mengambil sikap bermusuh kepada kamu sekalian. Oleh sebab itu, hentikanlah dengan segera pertempuran ini, agar supaya penumpahan darah lebih jauh dapat dicegah!" "Tetapi kau telah membunuh pemimpin kami," Kata seorang yang bertubuh kate dan bersikap agak kasar. "Pendek permusuhan ini tak dapat disudahi dengan begitu saja, apabila kau tak mampu menghidupkan kembali Hek-houw-lie Cian Cong ini!" "Saudara," Kata Lie Poan Thian. "kau jangan salah paham dan menyangka bahwa aku telah membunuhnya dengan maksud sengaja. Dan jikalau ia sampai kejadian terbinasa di dalam tanganku, itulah telah terjadi karena kesalahannya sendiri, yang terlalu mengeloni pada Hok 549 Cit yang busuk itu, yang toh bukan membela pada Cian Cong seperti kau, tetapi sebaliknya telah meninggalkan sahabat-sahabatnya yang hendak membela dirinya. "Aku harus akui, bahwa rasa persahabatanmu itu kepada Cian Cong cukup tebal. Aku bukan datang ke sini dengan maksud untuk membunuh kepadanya tetapi itulah ada Hok Cit yang aku "maui". "Maka setelah orang yang "kumaui" Telah melarikan diri entah kemana perginya, cara bagaimana aku mesti memusuhi padamu sekalian yang tidak ada sangkut pautnya dengan urusanku ini? "Pikirlah olehmu masak-masak, saudara, pada sebelum kau bertindak menuju ke arah perpecahan antara persahabatan kita di kalangan Kang-ouw. Sementara buat mengunjukkan bahwa aku tidak bermaksud akan memusuhi saudara-saudara yang lainlainnya, dengan ini aku Lie Poan Thian menghaturkan beribu-ribu maaf pada kamu sekalian." Demikianlah, sambil mengangkat kedua tangannya, pemuda kita lalu memberi hormat pada sisa kambratkambratnya Cian Cong yang berada di bawah pagar tembok. "Jikalau kau sesungguhnya memandang kita sebagai sahabat, marilah kau boleh turun buat menerangkan duduknya perkara yang benar pada kita sekalian," Kata orang banyak yang telah mulai insyaf dari kekeliruankekeliruan yang telah diperbuat mereka itu. Poan Thian mengabulkan atas permintaan mereka itu. Dalam pada itu Ca Tiauw Cin yang mendengar suara ribut-ribut dari beberapa orang yang bertempur, lalu 550 dengan diantar oleh orang-orang kepercayaannya telah datang juga ke tempat keributan itu. Dan tatkala menampak Lie Poan Thian tengah dikerubungi oleh kauwsu-kauwsunya di situ, segera juga ia maju menghampiri sambil bertanya. "Saudara-saudara, ada urusan apakah ini yang telah menerbitkan suara ributribut?" Semua orang lalu membuka jalan buat mengasih lewat pada pemuda kita yang lalu maju menghampiri pada Ca Tiauw Cin sambil memberi hormat dan berkata. "Chungcu-ya, aku mohon beribu-ribu maaf atas kunjunganku ini yang telah menimbulkan keributan tadi. Tetapi agar supaya kau mengetahui duduknya perkara yang benar, biarlah aku nanti tuturkan peristiwa ini dari awal sehingga diakhirnya, supaya Chungcu-ya dapat bantu menimbang perkara ini, siapa yang salah dan siapa yang benar." Ca Tiauw Cin menyatakan mufakat dengan omongan pemuda she Lie itu. "Tetapi karena di sini bukan tempat untuk berunding," Katanya. "biarlah Lie-toako dan saudara-saudara sekalian suka mengikut aku ke ruangan pertengahan untuk membicarakan perkara ini terlebih jauh." Begitulah setelah Tiauw Cin telah mengajak semua orang berkumpul di ruangan tersebut, lalu ia minta supaya semua orang duduk dengan tenang sambil mendengarkan segala penuturan yang akan disampaikan oleh Lie Poan Thian kepadanya, yang tentunya dimaksudkan juga untuk diperhatikan oleh mereka yang terbanyak. Maka setelah Poan Thian selesai menuturkan sebab musabab mengapa ia telah datang kedesa Ca-kee-chung 551 dalam cara yang begitu mendadak dan tergesa-gesa, barulah Tiauw Cin jadi kaget dan berkata. "Ah, kalau begitu, ternyata aku telah keliru memilih kawan seperti Cian Cong itu. Aku percaya betul kepadanya dan turuti segala permintaannya. Tetapi, bukannya ia mengatur segala apa dengan sebaik-baiknya sebagai tanda terima kasihnya, malah berbalik hendak mengkhianati aku dengan secara keji dan diam-diam. Hal mana, aku percaya, karena ia pikir bahwa aku telah menjadi seorang cacad, seorang yang tidak berguna lagi." Kemudian, sambil menoleh pada kauwsu-kauwsunya yang terbanyak, ia telah melanjutkan omongannya. "Nah, sekarang dengarkanlah olehmu sekalian. Apakah Cian Cong itu bukan merupakan sebagai seekor kutu yang menumpang hidup dengan menggigit dan menghisap darah di atas kepalaku? Lie-toako ini," Sambil ia menunjuk pada Lie Poan Thian. "dahulu memang benar pernah menjadi seorang lawanku, tetapi sekarang ternyata telah membuktikan diri di hadapanku, bahwa dia inilah seorang sahabat yang berharga. Jikalau ia tidak lekas menolong padaku, belum tahu Cian Cong akan berbuat bagaimana padaku yang sudah tidak berguna lagi, sehingga dalam segala hal ia hendak berlaku lebih berkuasa dari pada aku yang menjadi tuan rumah yang asli di desa Ca-kee-chung ini. "Bahkan kalau aku nanti sudah tidak ada lagi di dalam dunia ini, ada kemungkinan ia akan ubah nama desa ini menjadi Cian-kee-chung, dengan ia sendiri yang akan bercokol sebagai Chungcu nya!" Semua orang yang mendengar keterangan begitu, sudah tentu saja jadi agak terkejut dan pada menghela napas sambil berkata. "Sungguh tidak dinyana bahwa Cian Cong yang begitu dipercaya, ternyata ada seorang 552 musuh dalam selimut!" "Ya, ya, memang tepat sekali sebagaimana katamu sekalian," Kau Ca Tiauw Cin. Maka semua orang yang sekarang telah mengetahui duduknya perkara yang benar, dengan sendirinya mereka kelihatan rela akan menyudahi perselisihan mereka dengan pemuda kita, yang ternyata mendapat dukungan sepenuhnya dari pihak Ca Tiauw Cin yang menjadi induk semang mereka. Lebih jauh sebagai tanda mempererat persahabatan kedua pihak, Ca Tiauw Cin lalu melangsungkan perjamuan yang telah dirancangkan oleh Cian Cong untuk mengatur siasat, cara bagaimana mereka harus "menggulingkan" Sang induk semang dan menggantikan kedudukan itu dengan mencokolkan dirinya sendiri dalam kedudukan sebagai Chung-cu dari desa tersebut. Tetapi, apa mau, Poan Thian telah datang dan menolong dengan secara tidak langsung pada Ca Tiauw Cin dari keadaan yang sangat kritis itu, hingga karena ini, Poan Thian kelihatan agak puas juga, biarpun ia tidak berhasil dapat membekuk Hok Cit yang menjadi pokok dari perkunjungannya itu. Tatkala perjamuan itu ditutup pada kira-kira hampir tengah malam, barulah Poan Thian meminta diri pada Ca Tiauw Cin dan terus kembali ke rumah penginapannya, dengan pikirannya selalu tidak lupa pada Hok Cit, yang ia belum berhasil dapat binasakan untuk melampiaskan rasa penasarannya. Sesampainya di rumah penginapan, ia telah disambut oleh Kwie Jie yang mengatakan, bahwa dari setadian ada seorang tamu yang menantikan dan minta bertemu pada pemuda kita. 553 "Orang itu asal dari mana dan siapa namanya?" Menanya Lie Poan Thian dengan rupa heran. "Entahlah," Sahut Kwie Jie sambil menggelengkan kepalanya. "karena ia tidak mau menjawab pertanyaanku. Katanya dialah salah seorang sababatmu...... Hanya sebegitu saja." "Sekarang dia ada dimana?" "Di sana, di kamar tamu," Sahut si pelayan sambil menunjuk ke ruangan yang dimaksudkan itu. Poan Thian berdiam sejurus lamanya, seorang yang sedang memikirkan apa-apa. seperti "Apakah dia bersenjata?" Tanyanya kemudian. "Ya," Sahut Kwie Jie. Pada waktu Poan Thian berjalan masuk ke ruangan yang ditunjuki oleh si pelayan, tamu yang sedang dudukduduk dengan menghadap ke sebelah dalam segera berbangkit sambil membalikkan badannya, sehingga sekarang ia jadi berhadap-hadapan dengan pemuda kita. Lie Poan Thian jadi berlompat ke belakang dengan hati terkesiap, karena tamu itu bukan lain dari pada...... Hok Cit yang sedang "dimauinya"! Sementara Hok Cit yang melihat Poan Thian datang dan kelihatan terperanjat, buru-buru membungkukkan badannya sambil memberi hormat dan berkata. "Tuan Lie, ampunkanlah padaku yang telah membikin kau banyak mengalami kesukaran dan kepusingan oleh karena perbuatan-perbuatanku yang tidak baik itu. Sekarang baru kuinsyaf itu semua, setelah mengetahui bahwa kita orang adalah berasal dari satu golongan Siauw-lim juga. Aku telah berdosa dan melanggar pesan guruku yang telah marhum!" 554 Sambil berkata begitu, Hok Cit lalu cabut goloknya dan serahkan itu dengan kedua tangannya kehadapan pemuda kita. "Kau kelihatan masih sangat penasaran kepadaku," Katanya. "tetapi semua itu tak dapat aku persalahkan kepadamu. Aku insyaf telah berdosa besar, dari itu, bunuhlah aku dengan golokku ini......." Poan Thian biarpun terhitung seorang yang berhati baja, tetapi ternyata tidak tahan uji dengan sikap yang lemah dan minta dikasihani. Maka setelah menerima golok itu, ia lantas lemparkan senjata itu sambil berkata. "Kau edan!" Hok Cit lantas berlutut dengan mengembang air mata dan berkata. "Aku rela mati di tanganmu, aku telah menodakan nama guruku yang telah berada di tanah baka!" "Siapakah yang kau katakan menjadi gurumu itu?" Kata Poan Thian yang dengan laku gugup lalu membanguni pada Hok Cit, yang sekarang telah menjadi begitu jinak bagaikan seekor anak kambing yang menganggap "sepi" Seekor harimau di hadapannya. "Itulah Cie Ceng Suthay dari Ngo-tay-san," Sahut orang yang ditanya. Lie Poan Thian jadi membanting kaki sambil menghela napas dan menyebut. "Allah! Cara bagaimanakah urusan bisa jadi berputar balik begitu rupa? Cie Ceng itu adalah adik seperguruan Beng Sim Suthay dari kelenteng Giok-hun-am, sehingga dengan begitu, ia masih menjadi kepernah Su-kouw ku. Aku sungguh tidak bisa mengerti mengapa kau, sebagai seorang murid golongan Siauw-lim, bisa jadi ikut-ikutan ke dalam golongan Kang-ouw hitam? 555 "Mari, duduklah di sini. Aku ingin mengetahui sebabmusabab yang telah membikin kau tersesat sampai begitu jauh." Hok Cit menurut dengan tak perlu diajak sampai dua kali. "Sebenarnya jikalau guruku tidak meninggal dalam usia yang boleh dikata belum begitu tua, aku tidak sampai tersesat begini jauh," Katanya. "Cobalah tuturkan semua riwayat hidupmu," Meminta Poan Thian yang sekarang seolah-olah telah lenyap perasaan antipatinya. "Semasa aku diajak datang ke Pek-lian-am oleh Cie Ceng Suthay." Hok Cit mulai menuturkan. "usiaku baru saja beberapa belas tahun. Ayah bundaku telah menutup mata ketika aku belum cukup usia sepuluh tahun, oleh karena itu, aku lalu menumpang tinggal di rumah pamanku, seorang petani yang boleh dikatakan mampu juga. Karena selain mempunyai beberapa puluh bouw sawah-sawah, iapun mempunyai juga beberapa belas ekor kerbau, yang setiap hari diperintahkannya aku untuk memeliharanya. "Oleh sebab itu, aku semulanya buta huruf, pada sebelum masuk kelenteng Pek-lian-am dimana aku telah diberi kesempatan untuk belajar ilmu silat dan surat dengan berbareng oleh Cie Ceng Suthay yang baik hati itu. "Paman dan bibiku mungkin juga tak akan mengizinkan aku berlalu dari rumah mereka, kalau saja aku tidak bertemu dengan Cie Ceng Suthay, yang karena kasihan melihat keadaanku yang begitu "dianak tirikan", dengan secara diam-diam telah melarikan aku dari rumah pamanku. 556 "Tetapi, sungguh tidak beruntung, ketika aku berdiam di Pek-lian-am baru saja kira-kira 2,5 tahun lamanya guruku telah meninggal dunia, hingga ini telah memaksa aku lari dari kelenteng tersebut karena hasutan Hekhouw-lie Cian Cong, yang ketika ita masih menjadi seorang bajak di telaga Thay-ouw, yang justru itu tengah berada dalam perjalanan mencari kawan untuk melakukan perampokan dengan secara besar-besaran. "Aku tertarik benar oleh omongan Cian Cong ini, yang selalu menyanjikan aku segala keuntungan dan kesenangan, hingga aku tidak pikirkan sama sekali akibat-akibat dari pada perbuatan-perbuatanku yang tidak baik itu. "Tidak tahunya ketika tiba pada waktunya perampokan itu dilakukan, mereka telah dipukul hancur oleh tentara negeri yang dikepalai oleh beberapa ahli silat kenamaan, hingga tercerai berailah aku dari Cian Cong dan melarikan diri untuk mencari tempat berlindung lain yang lebih selamat. "Dalam keadaan terlunta-lunta, aku telah bertemu dengan Liu Tay Hong yang kemudian telah perkenalkan aku pada Wie Hui yang menjadi pemimpin dari kawanan berandal di pegunungan Jiesian-san. Maka dengan mempergunakan nama pemimpin ini, Tay Hong telah ajak aku memeras ke kiri kanan, sehingga akhirnya aku bertemu dengan An Chun San, dengan siapa aku telah bertempur di kelenteng Touw-tee-bio, yang mana kiranya tak perlu lagi buat aku tuturkan di sini, berhubung kau sendiripun telah ketahui cukup jelas peristiwa ini. "Tidak berapa lama setelah kau berhasil membinasakan Wie Hui dan kawan-kawannya, aku segera melarikan diri ke daerah Kim-leng, dimana aku telah bertemu dengan Sin-siu-tay-seng Bie Tiong Liong, 557 pada siapa aku kemudian telah berguru, mengetahui bahwa dia itulah guru Liu Tay Hong. tatkala "Oleh karena hasutan orang tua ini, maka aku jadi semakin bermusuh kepadamu, sehingga selanjutnya aku telah sengaja membikin kau banyak pusing dengan melakukan berbagai-bagai perbuatan yang tidak patut, yang sekarang sangat kusesalkan tidak sudah-sudahnya, apabila hal itu dikenang-kenangkan dalam peringatanku. "Paling belakang karena segala sepak-terjangku untuk mencelakai padamu telah menjadi gagal, sedangkan guruku sendiri telah dirobohkan olehmu, mendadak aku bertemu dengan Hek-houw-lie Cian Cong, yang aku lalu hasut untuk memusuhi juga kepadamu. Begitulah ia lantas kirim Teng Kie buat melakukan penyerangan gelap kepadamu, tetapi maksud itu sebagaimana aku telah dapat kabar kemarin kembali telah gagal. Karena selain maksud itu tidak kesampaian, malah Teng Kie sendiri berbalik kena dilukai olehmu. "Maka setelah aku terlolos dari tanganmu barusan, di luar sangkaan aku telah bertemu dengan seorang bekas Suhengku yang dahulu bersama-sama berdiam di kelenteng Pek-lian-am, hingga dalam omong dengan secara berterus terang, ia amat sesalkan atas perbuatanku itu, dan ia mengatakan bahwa tuan Lie ini bukan lain dari pada salah seorang murid Kak Seng Siang-jin Supek, hingga ini bikin aku jadi kaget dan merasa sangat berdosa besar. Karena selain aku telah berani melawan pada seorang yang masih kupernah suheng, akupun telah mengabaikan pesan guruku ketika beliau hampir menutup mata. "Ingatlah," Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Katanya. "bahwa nama Siauw-lim telah mengharum sekian abad lamanya di seluruh negeri, dan barang siapa di antara murid-murid kami yang berani 558 melanggar dan menodakan nama baik golongan kita, ia harus tebus dan perbaiki dengan suatu pengorbanan jiwa!" "Tetapi aku sendiri bersedia akan mengampuni kepadamu," Kata Lie Poan Thian, setelah selesai mendengar penuturan Hok Cit. "apabila kau suka merubah perbuatanmu sehingga kau kembali lagi menjadi seorang yang baik. Hal mana, aku percaya, Cie Ceng Su-kouw yang sudah berada di tempat baka, tentu akan menyetujui juga atas tindakanku itu." Lebih jauh untuk mengakhiri permusuhanpermusuhan dengan segala pihak, pemuda kita telah menganjurkan supaya Hok Cit membantu pada Cin Kong Houw yang membuka Siang-hap Piauwkiok di kota Kimleng, buat mana Hok Cit menyatakan kesediaannya akan melaksanakan maksud itu, asalkan Poan Thian suka memperkenalkannya dan menerangkan pada Kong Houw, bahwa selanjutnya ia akan menjadi orang baik dan mohon dipimpin ke jalan yang terang dalam penghidupannya di kemudian hari. "Lebih-lebih karena di sana-pun turut membantu juga dua saudara Lauw yang dahulu pernah bekerja di bawah perintah Liu Tay Hong bersama-sama kau sendiri," Kata pemuda kita. "kukira kau akan merasa senang menuntut penghidupan sebagai seorang piauw-su, yang tentu jauh lebih terhormat dari pada berkeliaran di kalangan Kangouw dengan tidak tentu kemana juntrungannya. Karena sesuatu orang yang pernah terjerumus dan kemudian insyaf atas segala kekeliruannya, sedapat mungkin aku suka bantu mencarikan jalan agar supaya ia bisa hidup bahagia dan dapat mencicipi keberuntungan dalam cara yang halal." Sementara Hok Cit yang mendengar omongan itu, 559 iapun tampaknya sangat berterima kasih dan berjanji akan menjalankan tugasnya yang akan datang itu dengan sebaik-baiknya. Begitulah setelah kedua pihak melupakan permusuhan yang telah lampau itu, pada hari esoknya Poan Thian lalu mengajak Hok Cit akan menjumpai Cin Kong Houw di kota Kim-leng, dan kedatangan mereka ke sana bukan saja telah disambut dengan gembira oleh Kong Houw dan kedua saudara Lauw yang memang kenal pada Hok Cit, tetapi Cu Leng dan In Liong pun menyatakan turut bergirang, akan melihat kedua orang musuh besar itu akhirnya telah bisa kembali dan menjadi sahabat-sahabat yang jauh lebih menguntungkan pada kedua pihak dari pada kalau mereka saling bermusuhan dan mengancam akan saling membunuh jiwa masingmasing. Maka sebagai tanda turut bersyukur atas kejadian yang menggirangkan itu, Kong Houw telah mengadakan perjamuan dengan secara besar-besaran, dalam mana telah diundang orang-orang gagah yang menjadi handai taulan Kong Houw dan Poan Thian, dengan nama-nama Sin-kun Louw Cu Leng, Hoa In Liong dan Hok Cit tercantum sebagai orang-orang yang turut mengundang. Tetapi perjamuan itu masih belum dapat dikatakan besar, apabila dibandingkan dengan perayaan pesta pernikahan Lie Poan Thian dengan nona Giok Tin yang diadakan di rumah keluarga Na, dimana selain turut hadir handai taulan Lie Poan Thian, juga Kak Seng Siang-jin sendiri telah datang memberi berkah kepada kedua mempelai. Dan sedikit waktu setelah melangsungkan pernikahannya, Poan Thian pun telah "mencuci tangan" Dan keluar dari kalangan Kang-ouw sebagai salah seorang ahli silat yang seumur hidupnya tak pernah 560 dikalahkan orang. TAMAT 561 Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Bara Naga Karya Yin Yong