Ceritasilat Novel Online

Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 3


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 3


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek   "Menurut kabar yang aku dengar di luaran,"   Melanjutkan seorang keluarganya pula.   "si bopeng ini dulunya pernah juga menjadi guru silat. Tetapi belum tahu apakah kabar itu benar atau tidak?"   "Itu benar,"   Kata keluarga Poan Thian yang pertama bicara.   "tetapi bukan seorang guru silat kelas satu, hanyalah guru silat biasa yang berbuat begitu untuk mencari sesuap nasi."   Oleh karena mendengar keterangan begitu, maka Poan Thian jadi mendapat pikiran akan menerbitkan persetorian dengan Ma-cu Lie, sebagai tindakan pertama akan minta penggantian kerugian atas gandum yang telah dipesan tetapi telah sengaja tidak diambil olehnya buat kerugian ayahnya sendiri.   Maka setelah sekian lamanya mencari tahu kemana biasanya si bopeng itu berkunjung di waktu siang hari, lalu Poan Thian pun datang juga ke tempat yang sama untuk sengaja mencari setori.   Begitulah ketika ia mendengar kabar bahwa si bopeng sering mengunjungi kedai dan rumah makan Cay-hong-lauw, maka iapun lalu sengaja juga datang ke tempat itu dan sambil berjalan ia memakan kwa-cie.   Tatkala naik ke loteng dan dikasih tahu oleh seorang pelayan yang mana satu ada Ma-cu Lie yang hendak dicarinya, Poan Thian lalu berjalan menghampiri sambil menyemburkan kulit kwa-cie ke meja orang, hingga Macu Lie yang sedang asyik makan minum dengan ditemani oleh lima atau enam orang gundalnya jadi marah, karena perbuatan Poan Thian yang dianggapnya sangat kurang ajar itu.   68 "Engkau dan pihak kami baru saja pada hari ini saling bertemu muka,"   Membentak Ma-cu Lie.   "mengapa kau telah berani berlaku begitu kurang ajar akan mengganggu kegembiraan Toa-ya yang sedang duduk makan minum di sini? Apabila kau bermaksud baik, marilah kau boleh bicara baik, apabila kedatanganmu ini memang bermaksud kurang baik, bolehlah kau bicara dengan secara terus terang. Apakah perlunya kau mesti berlaku begitu jail menyembur-nyemburkan kulit kwa-cie ke meja kami?"   Tetapi Lie Poan Thian yang berpura-pura tidak mendengar atas teguran itu, lalu mencari meja yang kosong di hadapan meja Ma-cu Lie, dimana ia memanggil.   "Pelayan,"   Bawakan aku sepuluh kati arak dan beberapa kati daging sapi yang baik!"   Ma-cu Lie jadi semakin marah dan lalu berbangkit dari kursinya sambil menuding pada pemuda kita dan mendamprat.   "Binatang! Apakah barangkali kau tuli, hingga tak mendengar omonganku tadi?"   Poan Thian melirik sambil balas membentak.   "Tutup bacotmu! Aku tidak ada urusan dengan kau!"   "Tetapi mengapa kau barusan telah menyemburnyemburkan kulit kwa-cie ke mejaku?"   Kata Ma-cu Lie pula dengan amat marahnya.   "Terhadap orang lain kau boleh berlaku menurut sukamu, tetapi terhadap diriku kau boleh dengar-dengar dulu. Tahukah kau aku ini siapa?"   "Aku tahu!"   Sahut Poan Thian juga lalu bangun berdiri.   "Jawabanku cukup ringkas, tetapi juga sampai cukup akan diingat olehmu seumur hidup. Ini dia, terimalah!"   Berbareng dengan habisnya ucapan itu, Poan Thian lalu tempiling mukanya Ma-cu Lie sehingga jatuh meloso 69 di atas lantai, hingga lima atau enam orang gundalnya si bopeng yang menyaksikan kejadian itu, segera pada berlompatan bangun mengepung pemuda kita.   "Kamu sekalian tidak ada sangkut pautnya dengan urusanku,"   Kata Lie Poan Thian dengan suara nyaring.   "maka itu, paling betul kamu jangan mencampuri urusan ini. Jikalau sesudah diberitahukan masih saja kamu berkepala batu hendak membela pihak yang keliru dan jahat, kamu sekalian harus terima segala akibatnya yang akan terjadi!"   Tetapi gundal-gundal itu yang setia pada majikannya, dengan serentak lalu maju mengepung pada Lie Poan Thian, hingga pemuda kita lalu menggerakkan kaki tangannya buat meladeni bertempur beberapa orang lawan itu.   Begitulah perkelahian yang maha dahsyat telah terjadi dengan satu melawan enam orang! Ketika Ma-cu Lie telah bisa berdiri pula dengan kepala masih dirasakan pusing karena tempilingan tadi, lalu membentak dengan keras, sambil menerjunkan diri ke dalam kalangan pertempuran, buat mengeroyok pemuda kita yang ia tidak kenali ada puteranya Lie Tek Hoat.   Tetapi Poan Thian tidak mengunjukkan rupa takut atau jerih akan menghadapi musuh-musuh yang hampir semua berbadan tinggi besar.   Kursi-kursi telah dipakai menyambit dan memukul pada Lie Poan Thian oleh Ma-cu Lie dan gundalnya, tetapi semua itu telah dapat dielakkan dengan jalan dikelit atau dijaga dengan kursi-kursi lain yang dapat ia sembat dari kiri-kanan.   70 Salah seorang gundalnya si bopeng yang berani maju paling dekat, telah dibikin terpental dengan satu tendangan, hingga selanjutnya ia kapok akan mendekati pula Lie Poan Thian, dan hanya menganjurkan kawankawan yang lainnya akan maju bertempur dari kejauhan saja.   Sementara itu Ma-cu Lie yang merasa bahwa iapun pernah menjadi seorang guru silat beberapa tahun lamanya, sudah tentu menjadi penasaran telah ditempiling oleh seorang yang usianya jauh lebih muda daripada dirinya sendiri.   Maka setelah mengasih perintah akan gundal-gundalnya mundur dari kalangan pertempuran, ia segera menindak maju sambil menantang Poan Thian akan berkelahi satu lawan satu.   Poan Thian terima baik tantangan itu.   "Kalau tadi kau menyatakan hendak bertanding satu lawan satu,"   Kata pemuda kita.   "pastilah kursi meja di sini tidak sampai mengalami kerusakan begini hebat. Tetapi hal ini biarlah kita nanti bicarakan lagi belakangan. Sekarang aku ingin bertanya kepadamu, kau hendak bertanding dengan cara apa?"   Ma-cu Lie tidak mengatakan "ba"   Atau "bu", hanya segera maju menerjang dengan menggunakan siasat Beng-houw-kim-yo (harimau buas menerkam kambing), hingga Poan Thian yang melihat tangannya si bopeng menyamber ke arah dadanya, buru-buru ia miringkan sedikit badannya sambil memasang bee-sie setengah jongkok, tangan kirinya ia pergunakan buat menolak ke samping tangan si bopeng yang menjotos itu, sementara tangan kanannya lalu dipergunakan buat membikin terkesiap hatinya sang lawan.   Seketika itu jikalau Ma-cu Lie sedikit saja berlaku kurang teliti, pastilah siang-siang ia sudah jatuh kena tertendang oleh kakinya Poan Thian 71 yang menyapu ke arah kakinya dengan secara yang amat mendadak.   Maka setelah Poan Thian menyaksikan si bopeng dapat juga menghindarkan diri dari tendangannya, lalu ia mengganti siasat penyerangannya dengan gerakangerakan yang lebih cepat dan sukar diduga, antara mana ia telah pergunakan ilmu-ilmu tendangan Lian-hwan Coan-sim-tui, Sauw-tong-tui, dan lain-lain, dengan hanya sedikit menggunakan ilmu pukulan dengan tinju atau telapak tangan.   Si bopeng yang pengertian ilmu silatnya sangat terbatas, sudah tentu jadi kelabakan dan tidak lama kemudian ia telah kena ditendang oleh Lie Poan Thian sehingga meringkuk di atas lantai dengan memuntahkan banyak darah yang tampak cerecetan di sana-sini.   Kemudian sambil menoleh pada gundalnya Ma-cu Lie yang sedang sibuk menolong majikannya, Poan Thian lalu memperingatkan sambil berkata.   "Kamu sekalian harus mengerti, bahwa tindakan ini aku terpaksa ambil berhubung dengan kecurangan-kecurangan yang telah dilakukan majikanmu terhadap pada Lie Tek Hoa, pemilik penggilingan Eng Chun Tiang, hingga dengan begitu, ia menderita kerugian uang tigaribu tail dan gandum sejumlah duaribu limaratus pikul yang tidak dibayar biaya menggilingnya untuk dijadikan tepung. Maka jikalau sekarang aku tidak mau pukul majikanmu sehingga mati, itulah berarti aku masih suka mengampuni kepadanya, kalau saja kerugian-kerugian itu segera diganti berikut pembayaran rentenya sebagaimana mestinya. Jikalau peringatan ini tidak juga dihiraukan oleh majikanmu, terpaksa aku nanti mengambil tindakan yang mungkin juga akan menerbitkan perkara jiwa! Itulah ada peringatanku yang paling penghabisan, buat mana aku 72 tunggu pelunasan penggantian kerugian itu selama tiga hari ini di penggilingan Lie Tek Hoat yang tersebut tadi!"   Sementara gundal-gundal Ma-cu Lie yang sekarang telah ketahui dengan orang macam apa mereka berhadapan, diam-diam merasa "seram juga"   Dan berjanji akan sampaikan peringatan itu kepada majikan mereka, jikalau nanti tersadar dari pingsannya.   Maka Poan Thian yang telah mendapat kesanggupan begitu dari gundal-gundalnya si bopeng, iapun segera berlalulah dari loteng Cay-hong-lauw dengan tidak banyak bicara lagi.   Dan tatkala si pemuda telah tidak kelihatan pula bayangan-bayangannya, barulah gundal-gundal itu angkut majikannya, dibawa pulang ke rumah untuk diobati luka-lukanya bekas bertempur tadi.   Selagi Ma-cu Lie rebah di pembaringan sambil memikirkan nasibnya yang amat malang itu, mendadak ada seorang sahabatnya yang bernama Couw Siu Chun datang menyambangi kepadanya.   Sahabat ini sama sekali tidak mengetahui peristiwaperistiwa apa yang telah dialami oleh si bopeng tadi, maka seperti seorang sahabat karib yang biasa keluar masuk di rumah sahabat itu, ia lantas saja masuk dan menghampiri pada Ma-cu Lie yang berbaring sambil berselimut di atas pembaringannya.   "Eh, eh,"   Kata sahabat itu.   "apakah kau sakit?"   Si bopeng mengangguk sambil menjawab.   "Ya."   "Ini berarti bahwa kau terlalu banyak keluar malam,"   Kata Siu Chun sambil tertawa. Tetapi ia tak coba menggoda lebih jauh, ketika melihat banyak darah mengumpyang dalam tempolong yang diletakkan di 73 bawah kaki pembaringan.   "Ah, apakah kau muntah darah?"   Si bopeng kembali mengatakan apa-apa.   mengangguk, tetapi tidak Dengan menyaksikan keadaan sahabatnya disaat itu, Siu Chun yang sudah kenyang mencicipi asam garam dunia lantas menduga kalau-kalau Ma-cu Lie telah mengalami peristiwa apa-apa yang agak hebat.   "Tampaknya itulah darah yang keluar dari paru-paru,"   Katanya dengan rupa kaget.   "apakah barangkali kau telah bertempur dengan orang lain, sehingga kau telah dilukai begitu rupa?"   Ma-cu Lie membenarkan atas dugaan sahabatnya itu. Kemudian ia menuturkan duduknya perkara dengan sengaja guna kebaikan dirinya sendiri, tetapi ia tidak menyebut-nyebut tentang gandumnya Lie Tek Hoat yang hendak "disikutnya".   "Astaga! Kalau begitu kau harus berobat pada seorang tabib yang pandai,"   Kata Siu Chun pula.   "Aku kenal seorang sahabat yang paham mengobati orang, seorang ahli silat tua yang sekarang sudah tak mau mengajar silat lagi dan menuntut penghidupan sebagai sin-she dalam ilmu obat-obatan. Dia itu seorang she Louw bernama Cu Leng, yang aku percaya kau juga tentu kenal namanya." ,,Apakah dia itu bukannya berumah tinggal di jalan Hu-tong-toa-kee di pintu kota timur?"   Tanya Ma-cu Lie.   "Benar, benar, dia memang berumah tinggal di situ,"   Sahut Siu Chun.   "Penyakitmu ini tampaknya agak berat juga, dari itu, perlu sekali segera diperiksa hari ini juga. 74 Maka jikalau sekiranya kau sudi, aku bersedia buat pergi mengantarkan kau ke rumah Louw Cu Leng itu."   Ma-cu Lie mengucap terima kasih atas kebaikannya si sahabat.   Kemudian ia perintah seorang gundalnya buat pergi menyewa kereta, dengan mana ia berangkat ke jalan Hu-tong-toa-kee dengan diantar oleh Couw Siu Chun.   Sesampainya di tempat yang dituju, Siu Chun lalu ajak si bopeng turun dan mengetok pintu beberapa kali.   Tatkala seorang bujang keluar dan menanyakan she, nama dan maksud kedatangan mereka, lalu ia persilahkan mereka menunggu di kamar tetamu, sedang ia sendiri lalu masuk memberitahukan kedatangan mereka kepada majikannya.   Setelah mereka menunggu beberapa saat lamanya, lalu muncul seorang tua yang janggut dan misainya sudah hampir putih semua, tetapi gerakan-gerakannya masih tetap gagah seperti anak muda yang baru berusia tigapuluh tahun.   Orang tua ini ketika melihat Couw Siu Chun dan kawannya, lalu mengangkat tangan memberi hormat sambil bersenyum dan berkata.   "Ah, tidak kunyana hari ini kau datang ke sini. Belum tahu ada urusan apa sehingga tampaknya engkau begitu kesusu?"   Siu Chun lalu terangkan dengan sejelas-jelasnya maksud kedatangan mereka, yaitu akan minta supaya Cu Leng merawat dan mengobati pada Ma-cu Lie yang telah mendapat luka di dalam badan karena bertempur dengan seorang bajingan yang katanya hendak memeras kepadanya.   Louw Cu Leng mengangguk-angguk sambil 75 menyatakan kesediaannya akan menolong apa yang ia bisa.   Begitulah setelah minta si bopeng menanggalkan bajunya, orang tua itu lalu mulai memeriksa pada beberapa tanda biru yang disebabkan karena terpukul atau jatuh.   "Semua tanda-tanda luka ini tidak berbahaya,"   Kata Louw Cu Leng.   "kecuali ini satu," (sambil menunjuk pada tanda biru yang tampak di dadanya si bopeng).   "Syukur juga bekas tendangan ini tidak terlalu parah kenanya....."   "Ya, ya, sebab aku lekas membuang diri, ketika tendangan itu ditujukan ke dadaku,"   Kata si bopeng yang tidak mau mengaku dirinya pecundang.   "Juga harus dibuat girang yang tendangan itu dilakukan dengan telapak kaki, bukan dengan ujung kaki,"   Kata Lou Cu Leng pula.   "jikalau tendangan itu dilakukan dengan ujung kaki, nistiaja orang tak tahan hidup biarpun cuma empat atau lima jam saja lamanya. Dan jikalau tendangan itu kenanya parah, orang bisa lantas mati seketika itu juga. Inilah yang dinamakan ilmu tendangan Coan-sim-tui, yang tidak mudah dipelajari oleh sembarangan orang. Tetapi berkat kemurahan orang yang menendang kepadamu, maka aku masih sanggup buat menyembuhkan penyakitmu ini."   Kemudian setelah memberikan obat-obat yang perlu, Cu Leng lalu menasihati, agar supaya Ma-cu Lie jangan terlalu banyak bergerak dan harus istirahat di pembaringan.   "Nanti hari esok kira-kira pukul sepuluh,"   Katanya lebih jauh.   "aku tentu datang ke rumahmu buat coba melihat kemajuannya obat yang kau akan makan itu, kalau nanti ternyata masih ada apa-apa yang kurang, disembarang waktu bisa ditambah untuk mempercepat 76 kemajuan dalam penyembuhannya."   Ma-cu Lie dan Siu Chun kembali mengucap terima kasih, tetapi Cu Leng tidak mau menerima ang-pauw atau honorarium pada sebelum penyakitnya si bopeng sudah menjadi sembuh betul.   Dalam perjalanan pulang, si bopeng telah menanyakan asal-usulnya Cu Leng pada Siu Chun.   "Dengan Louw Cu Leng ini aku telah bersahabat kirakira duapuluh tahun lamanya,"   Memulai sahabat itu.   "Dia ini orangnya budiman, suka menolong kepada sesamanya. Di waktu mudanya pernah ia membuka piauw-kiok dan jalan malang melintang di kalangan Kang-ouw sebagai seorang pendekar yang tidak suka melihat perbuatan tidak patut yang biasa dilakukan oleh jagoan-jagoan setempat iang sering memeras dan mempermainkan rakyat yang lemah dan tidak berdaya buat bikin perlawanan. Setelah berhenti menjadi piauwsu, ia lantas membuka rumah perguruan silat dan rumah obat dengan berbareng. Tetapi karena ia kelewat cerewet dalam hal memilih murid, maka rumah perguruan silatnya kurang mendapat perhatian orang, sehingga selanjutnya ia lantas tutup dan hanya menuntut penghidupan dengan menjual obat-obat saja seperti sekarang, biarpun namanya di kalangan Kang-ouw masih tetap harum sebagai seorang ahli silat yang jarang didapat tandingannya. Itulah apa yang aku ketahui tentang dirinya Louw Cu Leng ini, hingga aku boleh pujikan supaya kau juga bersahabat dengan orang-orang semacam ia ini."   Tetapi dasar si bopeng ini ada seorang busuk yang banyak akal, sebegitu lekas ia mendengar tentang orang macam apa adanya Louw Cu Leng itu, segera dengan diam-diam ia menjadi girang dan berkata di dalam 77 hatinya.   "Nah, kalau begitu jalannya, tentulah tidak sukar akan kuatur suatu muslihat yang tidak sembarang orang bisa ketahui kelihayannya!"   Begitulah Ma-cu Lie perjalanannya pulang. telah putar otak dalam Sesampainya di rumahnya sendiri, ia lantas diturunkan dari kereta dengan dipimpin tangannya dibawa masuk ke dalam kamar oleh Couw Siu Chun.   "Sekarang kau di sini boleh beristirahat dan jangan turun dari ranjang sebelum diperkenankan Louw Suhu,"   Kata Siu Chun.   "Aku sendiri karena masih ada urusan, maka hari ini tak bisa menemani kau lama-lama. Besok aku datang lagi ke sini buat menyambangi kepadamu."   Si bopeng mengucapkan terima kasih atas kecintaan sahabatnya itu, selain dari itu, ia memohon supaya si sahabat sering-sering datang menyambanginya, buat mana Siu Chun pun janji akan berbuat begitu, kalau saja ia tidak berhalangan apa-apa.   Tetapi sebegitu lekas Siu Chun berlalu, si bopeng segera panggil berkumpul sekalian konco-konconya.   "Sekarang aku dapat suatu akal yang baik,"   Kata Macu Lie.   "Kau, Ah Siok,"   Ia menoleh pada seorang gundalnya yang paham membaca dan menulis.   "cobalah tulis sepucuk surat kepada pengurus penggilingan Eng Tiang Chun, di dalam surat itu kau boleh katakan begini. berhubung penyakitku belum sembuh, maka tak dapat aku mengantarkan sendiri uang penggantian kerugian gandum yang telah dijanjikan akan dilunaskan dalam tempo tiga hari. Oleh sebab itu, kita minta supaya dia datang sendiri buat menerima uangnya di sini besok tengah hari. Kau mengerti?" 78 "Mengerti, mengerti,"   Sahut Ah Siok.   "Jikalau surat itu selesai ditulis,"   Kata si bopeng pula.   "kau boleh lekas perintahkan orang antarkan ke rumah keluarga Lie."   "Sekarang kau, Ah Chit,"   Kata Ma-cu Lie pada seorang gundalnya yang bertubuh tinggi besar.   "jikalau anak muda yang bertempur dengan kita di loteng Cayhong-lauw itu datang ke sini, katakanlah bahwa aku masih sakit, belum bisa melunaskan perhutanganku. Jikalau ia memaksa mau minta juga, aku serahkan buat kau dan kawan-kawanmu atur bagaimana saja yang kau rasa baik."   Ah Chit berdiam sejurus, suatu tanda ia masih raguragu buat lantas menyanggupi. Karena menurut sepanjang pengalamannya di Cay-hong-lauw pada beberapa hari yang lalu ia harus akui bahwa ia "seram"   Melihat sepak terjangnya Lie Poan Thian yang begitu gagah dan lihay.   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Hal mana, pun bukannya tidak diketahui oleh Ma-cu Lie, yang sendirinya belum pernah menyaksikan ada seorang ahli silat yang mempunyai tendangan sebaik Lie Poan Thian itu.   Maka ketika melihat Ah Chit tinggal membisu saja, si bopeng lalu berkata.   "Kau jangan takut, karena kau dan kawan-kawanmu hendak kupergunakan sebagai pemancing saja, sedangkan orang yang akan "tangani"   Padanya adalah orang lain yang ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi daripada si pemuda congkak itu. Kau mengerti?"   Ah Chit yang mendengar keterangan begitu, barulah mau menyanggupi akan menjadi pemancing, asalkan ia diperbolehkan memakai toya atau senjata tajam lain.   Ma-cu Lie menyatakan tidak berkeberatan.   79 Sekarang kita ajak pembaca kembali pada Lie Poan Thian, yang sesudahnya melabrak Ma-cu Lie dan kawankawannya sehingga terlentang tengkurup di loteng Cayhong-lauw, lalu kembali ke rumahnya dan kasih tahu peristiwa ini kepada ayah-bunda dan sekalian keluarganya.   Semua orang jadi kaget tercampur girang.   Yang menyebabkan mereka kaget, adalah mereka tidak nyana bahwa Poan Thian telah dapat melabrak musuhmusuhnya dengan cara yang begitu gampang, sedang kegirangannya adalah seluruh Cee-lam akan mengetahui, bahwa di antara kaum keluarga Lie telah muncul "harimau muda"   Yang tak boleh sembarangan dipermainkan orang.   Tatkala Tek Hoat yang mendengar kabar tentang kemenangan itu, dengan mendadak merasakan penyakitnya hilang hampir tiga-perempatnya, bahwa merasa sangat puas mendengar si bopeng telah dihajar oleh Poan Thian sehingga setengah mati.   "Pada si jahanam ini aku telah memberikan tempo tiga hari untuk melunaskan perhutangannya,"   Kata Poan Thian pula.   "jikalau ia berani mungkir satu perkataan saja, akan kuputar batang lehernya sehingga mampus!"   Dua hari telah lewat, tetapi ternyata tidak ada kabar ceritanya dari pihak si bopeng.   Poan Thian mulai tidak sabar, tetapi sanak saudaranya menasehati supaya ia suka menunggu sehari lagi.   Kira-kira hari hampir petang, mendadak ada seorang suruhan Ma-cu Lie yang membawa sepucuk surat, yang ketika dibaca bunyinya, Poan Thian lalu kasih tahu pada si pembawa surat itu, bahwa ia akan datang besok, tepat 80 pada waktu yang tersebut dalam surat itu.   Si pembawa surat itu mengatakan.   "Baik,"   Dan segera berlalu dengan tidak banyak bicara lagi.   "Maksudnya surat itu,"   Kata salah seorang keluarganya Lie Poan Thian.   "mungkin juga hendak memancing kau akan datang ke rumah si bopeng, dimana bukan mustahil ia akan menyediakan lebih banyak orang buat mengeroyok kepadamu. Oleh sebab itu, paling betul kau jangan pergi, karena itu berarti lebih banyak celaka bagimu daripada selamat."   Tetapi Poan Thian tidak mufakat dengan omongan itu.   "Si bopeng dan gundal-gundalnya telah kuhantam sehingga setengah mampus,"   Katanya.   "masalah mereka berani lagi berbuat begitu? Aku sebenarnya telah berlaku murah buat menendang si bopeng dengan hanya menggunakan telapak kakiku. Apabila aku tendang padanya dengan ujung kakiku, niscaya ia sekarang sudah tinggal namanya saja!"   "Itu betul. Tetapi kau jangan lupa, bahwa satru yang sembunyi itu adalah lebih berbahaya daripada satru yang kelihatan,"   Menasehatkan sanak saudaranya itu.   Poan Thian mufakat dengan omongan itu.   Maka ketika dihari esoknya ia pergi ke rumahnya Ma-cu Lie, di pinggangnya Poan Thian tidak lupa membekal joan-pian pemberian gurunya.   Sesampainya di rumah Ma-cu Lie, Poan Thian bertemu dengan Ah Chit yang ia kenali sebagai salah seorang yang pernah ia hantam di loteng Chay-honglauw.   Tetapi karena mengingat bahwa kedatangannya kali ini bukanlah hendak mencari setori, maka dengan 81 berbaik ia lantas bertanya.   "Sahabat, apakah tuan Lie Cong Tong ada di rumah?"   Lie Cong Tong itu adalah nama aslinya si bopeng.   "Ada,"   Sahut si Ah Chit.   "tetapi ia masih sakit dan tak dapat menerima tetamu."   "Aku di sini membawa surat dari tuan Lie sendiri,"   Kata Lie Poan Thian.   "yang bunyinya menyuruh aku datang buat menerima uang penggantian kerugian yang harus diterimakan pada pengurus penggilingan Eng Tiang Chun Mo Hong."   "Majikanku sekarang dalam keadaan sakit, cara bagaimanakah bisa melunaskan perhutangan itu?"   Kata Ah Chit.   "Surat itu kukira bukan dikirim dari sini."   "Itu tidak bisa jadi!"   Kata Lie Poan Thian dengan sengit.   "Habis ada siapakah lagi yang bernama Lie Cong Tong di daerah sekitar kita ini?"   "Mungkin juga ada orang lain yang hendak mengadu dombakan kau dengan majikan kami,"   Kata Ah Chit.   "Harap sekarang kau boleh pulang saja dahulu, nanti lain hari kau boleh kembali lagi buat berurusan dengan majikan kami."   Tetapi Lie Poan Thian tak mau mengerti dan lalu bentangkan surat yang ia bawa dengan dibubuhi tanda tangannya Ma-cu Lie.   "Ni, kau lihat!"   Katanya.   "Apakah ini bukannya tanda tangan majikanmu?"   Ah Chit yang memang ada seorang kasar yang buta huruf, tentu saja tidak dapat membaca walaupun telah dipaksa oleh Poan Thian begitu rupa, sehingga akhirnya ia lantas menggelengkan kepala sambil berkata.   "Oh..... Ah, aku tidak pandai membaca!"   "Kalau begitu,"   Poan Thian berkata dengan suara 82 memaksa.   "biarlah aku sendiri saja yang pergi ketemui padanya!"   "Oh, itu tidak mungkin!"   Kata Ah Chit pula dengan suara keras.   "Karena sebagaimana telah kukatakan tadi, majikanku hari ini tidak menerima tetamu!"   Lie Poan Thian jadi mendongkol dan lalu mengucap.   "Kurang ajar!"   Sementara Ah Chit yang telah kenal kegagahannya Lie Poan Thian, buru-buru berlari masuk untuk menyiapkan kawan-kawannya yang memang bersembunyi di sana-sini dengan masing-masing sudah menyediakan toya dan barang-barang tajam yang lainnya.   Tetapi Poan Thian yang melihat gelagat tidak baik, terlebih siang lantas berjaga-jaga untuk menghadapi segala kemungkinan.   Maka di waktu melihat ada berapa orang gundalnya Ma-cu Lie yang keluar dengan membekal senjata, dengan tertawa getir ia lantas menuding pada orangorang itu sambil berkata.   "Hai, apakah kamu sekalian hendak mengeroyok aku? Kalau maksud itu benar, kamu harus berjaga-jaga, karena senjatamu sendiri bisa di suatu saat berbalik makan tuan! Aku dan kamu sekalian tidak pernah tersangkut permusuhan atau urusan apaapa pun juga, dari itu aku merasa perlu buat memperingatkan kepada kamu sekalian. Sekarang pergilah beritahukan kedatanganku ini kepada majikanmu, bahwa aku di sini tengah menantikan uang penggantian kerugian yang ia telah janjikan akan lunaskan pada hari ini juga!"   Tetapi tiada seorangpun yang mau berlalu dari situ. Mereka tidak mengucap barang sepatah katapun. 83 Demikian juga tiada seorang pun yang berani "menyerobot"   Dengan secara membuta tuli, meskipun mereka semua membekal senjata dalam tangan masingmasing.   Oleh karena mendapat kesimpulan bahwa mereka masih ragu-ragu atau takut untuk mengambil tindakan yang tegas, maka Poan Thian pun lalu sengaja menggertak dengan berseru.   "Mundur tidak mau dan maju pun tidak mau, apa sih kehendak kamu sekalian yang sebenar-benarnya? Jikalau kamu pikir baik mengeroyok, ayolah kamu boleh coba keroyok aku, jikalau kiranya tidak berani, kamu sekalian boleh segera mundur dengan serentak!"   Sambil berkata begitu, Poan Thian lalu berpura-pura mengunjukkan sikap yang hendak menerjang masuk ke rumah si bopeng, hingga beberapa orang gundalnya Macu Lie yang berhati kecil dan pernah dihajar oleh Poan Thian di Cay-hong-lauw, dengan rupa gugup segera, lari terbirit-birit sambil berteriak.   "Celaka, celaka! Pemeras telah datang menyatroni kita! Tolong, tolong! Ia hendak mengamuk!"   Tidak disangka Louw Cu Leng yang kebetulan telah datang lebih pagi dan justeru tengah memeriksa penyakitnya Ma-cu Lie, jadi agak terkejut dan lalu menanyakan apa artinya suara ribut-ribut itu? Ma-cu Lie yang sudah menghitung dengan matang bakal terjadi keributan itu, lalu pura-pura menanyakan salah seorang gundalnya sambil berkata.   "Di luar terjadi urusan apakah, sehingga menerbitkan suara begitu ribut dan mengganggu kepada Louw Suhu?"   Ia tidak mengatakan bahwa suara ribut-ribut itu mengganggu sekali bagi dirinya sendiri yang sedang menderita sakit, tetapi terhadap Louw Suhu yang tenaganya hendak 84 dipergunakannya itu.   "Itulah suara si pemeras yang pada beberapa waktu yang lalu telah mengatakan hendak datang sendiri ke sini, dan sekarang ternyata benar dia datang buat meminta uang kerugian, hanya tidak diketahui, kita telah menerbitkan kerugian apa terhadap pada dia itu?"   Kata si gundal, yang memang telah diatur buat berkata begitu di hadapannya Louw Cu Leng. Mendengar keterangan begitu, lalu si bopeng purapura menarik muka masgul dan takut sambil mengeluh.   "Oh Tuhan! Apakah kau tidak mengatakan, bahwa aku masih sakit dan belum bisa memenuhkan segala permintaannya? Aku bukan mau pungkir kesanggupanku yang telah dilakukan di bawah paksaan itu, tetapi cobalah minta keringanan kepadanya, agar supaya aku boleh menunda apa yang dia menamakan "uang penggantian kerugian"   Itu, setelah penyakitku sembuh."   "Itu juga telah diberitahukan tadi oleh Ah Chit-ko, tetapi temjata dia tidak mau mengerti,"   Kata si gundal itu pula.   "Dia minta supaya uang itu segera dibayarkan kepadanya hari ini juga, kalau tidak dia telah mengancam akan membakar rumah ini beserta semua pengisinya!"   Ma-cu Lie yang pandai "main komedi", lalu pura-pura menggebrak pembaringan sambil mengutuk.   "Ah! Sungguh kejam sekali manusia busuk itu!"   Sementara Louw Cu Leng yang dari setadian mendengari pembicaraan itu, lama-kelamaan jadi "panas perut"   Juga dan lalu campur berbicara dengan tak dapat dicegah pula.   "Aku orang she Louw amat tidak puas mendengar soal-soal ganjil seperti ini,"   Katanya.   "Aku suka mengalah jikalau orang suka berlaku manis dan mengenal 85 persahabatan, tetapi tak sudi terima berbaik segala sikap congkak yang mau menang sendiri saja. Maka jikalau orang yang baru datang itu memangnya benar mengandung maksud yang hendak menindas dan memeras orang, maka perbuatan itu tidak boleh dibiarkan dengan begitu saja. Ia harus dibasmi pada sebelum mendapat kesempatan akan memeras ke sanasini!"   Tetapi Ma-cu Lie lalu pura-pura mencegah sambil berkata "Louw Suhu, aku harap kau jangan berlaku semberono dalam berhadapan dengan anak muda ini.   Karena meski benar aku membencinya melebihi daripada segala apa, tetapi aku harus akui, bahwa ilmu silatnya sangat lihay dan tinggi sekali, hingga seumur hidupku belum pernah kulihat seorang ahli silat lain yang mempunyai ilmu kepandaian sebaik dia itu.   Ketambahan usia Louw Suhu sudah agak lanjut, hingga ini ada baiknya juga jikalau persoalan ini ditimbang dahulu semasak-masaknya, pada sebelum Louw Suhu mengambil tindakan apa-apa terhadap pada si pemeras yang congkak itu."   Tetapi bukan saja "nasehat"   Itu tidak digubris, malah sebaliknya Cu Leng jadi semakin mendongkol dan lalu menepuk dada sambil berkata.   "Tuan Lie, barangkali kau tidak kenal siapa sebenarnya aku ini. Aku telah berkeliaran di kalangan Kang-ouw sehingga beberapa puluh tahun lamanya, dengan tak pernah menemui barang seorang lawan yang mampu berkelahi denganku buat duapuluh jurus saja lamanya, jangankan buat mengalahkan aku. Setelah kemudian aku tidak campur lagi urusan di luaran, nama gelarku yang disebut Sin-kun atau Tinju Malaikat, lalu ditambahkan menjadi Sin-kun Bu-tek, atau Tinju Malaikat tanpa tandingan! Gelar ini orang telah berikan kepadaku berhubung mengingat, 86 bahwa sejak aku hidup di kalangan Kang-ouw sehingga aku mengasingkan diri, belumlah pernah aku dikalahkan orang. Apakah bukti itu belum cukup akan membikin kau percaya, bahwa aku tak akan dikalahkan orang mentahmentah, walaupun benar usiaku sekarang sudah bukan muda lagi?"   Ma-cu Lie lalu sengaja mengunjuk rupa kaget tercampur girang.   "Ah, kalau begitu,"   Katanya.   "nyatalah aku ini tidak bisa mengenali orang pandai! Sudah lama aku mendengar nama gelaran Louw Suhu yang begitu masyhur di kalangan Kang-ouw, tetapi baru sekarang aku dapat berjumpa dengan orang aslinya. Maka jikalau si pemeras itu mesti berhadapan dengan Sin-kun Bu-tek dari jaman yang lampau itu, niscaya ia akan jatuh bangun atau mati dalam pertempuran yang meminta waktu hanya beberapa jurus saja lamanya itu!"   Louw Cu Leng jadi merasa terhibur juga mendengar "umpakan"   Itu. Tetapi pada sebelum ia keburu menuturkan sedikit riwayat hidupnya untuk bantu memperhebat kegagahan dan keberaniannya di waktu mudanya, mendadak beberapa orang gundalnya si bopeng berlarian masuk sambil berteriak-teriak.   "Ia mengamuk! Ia mengamuk! Saudara-saudara, ayolah lekas keroyok padanya!"   Tetapi Louw Cu Leng segera berbangkit sambil mencegah dan berkata.   "Jangan, jangan! Kamu sekalian boleh tidak usah turun tangan akan mengeroyok kepadanya, karena perbuatan itu bukanlah perbuatan seorang Tay-tiang-hu! Biarlah saja aku yang nanti layani padanya."   Hal mana, telah membikin gundal-gundal si bopeng 87 yang memang segan berurusan dengan Lie Poan Thian, dengan diam-diam jadi girang dan hanya bantu bersoraksorak buat menambahkan keangkeran pihak sendiri.   Sementara Louw Cu Leng yang hatinya telah kena "dibakar"   Oleh Ma-cu Lie, buru-buru ia berjalan keluar sambil mencincing ujung bajunya.   Dan tatkala sampai di depan pintu, ia melihat seorang muda yang bertangan kosong telah berhasil dapat merobohkan beberapa orang gundalnya si bopeng, tetapi, apa yang telah membikin Cu Leng tidak mengerti, adalah orang muda itu tidak mau menggunakan senjata yang telah dapat dirampas dari tangan musuh-musuhnya, hanyalah dia lantas melemparkan senjata-senjata itu, sebegitu lekas dia berhasil merampas itu dari tangan mereka.   Maka Cu Leng yang hendak menjajal sampai dimana ilmu kepandaiannya Lie Poan Thian, dengan tidak mengatakan "ba"   Atau "bu"   Segera maju menerjang dengan menggunakan salah satu semacam ilmu pukulannya yang tersohor berbahaya.   Dalam pada itu Lie Poan Thian yang sama sekali tidak menyangka bakal mendapat lawan yang begitu tangguh, sudah tentu saja menjadi kaget juga dan buruburu merubah taktik silatnya, agar supaya dengan cara itu ia bisa mengimbangi jalannya pertempuran yang makin lama makin menghebat itu.   Louw Cu Leng jadi terperanjat dan diam-diam berkata pada diri sendiri.   "Astaga! Ilmu kepandaian bocah ini benar-benar tak boleh dibuat gegabah! Dalam keyakinan bertempur di atas Bwee-hoa-chung, aku sendiri telah mempunyai pengalaman hampir empatpuluh tahun lamanya dengan tak mendapat lawan atau sateru yang dapat merintangi sepak terjangku. Tetapi tidak dinyana hari ini aku telah mendapat lawan yang amat tangguh 88 dan usianya terpaut begitu jauh dengan usiaku. Maka kalau aku sampai dikalahkan oleh bocah ini, niscaya hancurlah nama baikku yang telah mengharum sehingga berpuluh-puluh tahun lamanya di kalangan Kang-ouw!"   Oleh sebab memikir begitu, Louw Cu Leng jadi semakin hati-hati dalam hal melakukan penyerangannya atau menghindarkan diri daripada serangan-serangannya Lie Poan Thian, yang ternyata bukannya semakin kendor, tetapi semakin lama jadi semakin cepat sehingga akhirnya hanya tampak saja bayangannya yang menyerang ke atas, ke bawah, ke kiri dan ke kanan, tetapi sama sekali tak kelihatan tegas badan atau wajahnya si pemuda itu.   Banyak orang yang kebetulan melewat dan menyaksikan pertempuran itu, pada berkerumun merupakan kalangan, di tempat mana kedua orang itu telah bertempur buat menjajal keunggulan dan kegagahan masing-masing.   Tetapi karena matahari yang terang benderang telah mulai selam ke barat, maka Poan Thian yang kuatir ayah bunda dan sanak saudaranya akan menunggu kepadanya terlalu lama, buru-buru ia melompat keluar dari kalangan pertempuran sambil memberi hormat pada Cu Leng dan berkata.   "Lo-enghiong, aku harus memuji tinggi atas ilmu kepandaianmu yang begitu lihay dan jarang tandingnya! Duaratus beberapa belas macam ilmu pukulan telah kugunakan buat merobohkan kepadamu, tetapi semua itu telah dapat kau hindarkan dengan secara bagus sekali. Amat disayangi sekarang hari sudah mulai petang, hingga pertempuran ini terpaksa harus ditunda sampai di sini dahulu. Oleh sebab itu, biarlah kita lanjutkan pertempuran ini di kelenteng Tayseng-tian pada besok lohor, sehingga kita bisa 89 menentukan siapa antara kita berdua yang sebenarnya lebih unggul!"   Kemudian, sesudahnya mengucapkan.   "Selamat tinggal!"   Poan Thian lalu menggunakan siasat Yan-cucoan-liam buat melayang keluar dari kalangan pertempuran, dengan melewati kepala para penonton yang berkerumun di muka rumah si bopeng itu.   Sementara Louw Cu Leng yang seperti orang naik harimau yang tak mendapat jalan untuk turun, sudah tentu saja jadi bisa bernapas lega, tatkala melihat lawannya dengan sekonyong-konyong berlalu dari hadapannya.   Dan ketika ia masuk ke dalam rumah untuk memberitahukan jalannya pertempuran itu kepada Ma-cu Lie, para penonton pun lalu pada bubaran dan satu pada lain berjanji akan menyaksikan pertempuran lanjutannya yang akan diadakan di kelenteng Tay-seng-tian pada hari besok di waktu lohor.   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Anak muda itu,"   Kata Louw Cu Leng pada Ma-cu Lie.   "ternyata ilmu kepandaiannya tidak ada di bawah daripada aku. Ia berkelahi dengan memakai aturan, juga tingkah lakunya tidak bisa dicela. Oleh sebab itu, apakah tidak bisa jadi tuan telah keliru menyangka orang baik sebagai seorang jahat?"   Tetapi si bopeng yang cukup licin untuk menutup kesalahannya sendiri, bukan saja tidak menjadi gugup mendengar pertanyaan itu, malah sebaliknya jadi tertawa sambil berkata.   "Louw Suhu, dalam hal ini rasanya tidak perlu lagi kau merasa heran. Dia itu bukan seorang bodoh, maka dia mengerti cara bagaimana akan memperlakukan orang. Kepada siapa yang dia takut, dia berlaku baik dan hormat, dan terhadap orang yang dia 90 berani seperti aku ini, dia lantas unjuk "tembaganya"   Dan memeras orang dengan tiada mengenal kasihan. Apakah barangkali Louw Suhu tidak memikirkan sampai di situ?"   Louw Cu Leng yang ternyata kurang berakal jadi melengak ketika mendengar keterangan begitu. hingga akhirnya ia jadi menghela napas sambil berkata.   "Ya, ya, kalau katamu begitu, memanglah mungkin juga kau yang benar. Tetapi seperti beras yang sudah menjadi bubur, urusanmu itu sekarang telah berpindah ke bahuku. Besok lohor aku bakal bertempur pula dengan anak muda itu di kelenteng Tay-seng-tian, untuk menentukan siapa di antara kita berdua yang lebih unggul ilmu kepandaiannya."   "Tetapi aku percaya betul bahwa dia itu bukanlah tandinganmu yang setimpal,"   Kata Ma-cu Lie dengan maksud mengumpak.   "Malah bukan mustahil, karena dia takut, dia tak akan muncul di Tay-seng-tian, sedangkan tantangan itu hanya merupakan perpanjangan tempo untuk dia dapat meloloskan diri dari dalam tanganmu dengan tidak hilang muka."   Cu Leng menghela napas dan berdiam sejurus.   Kemudian ia berpamitan dan kembali ke rumahnya untuk menyediakan segala keperluan guna pertempuran yang bakal datang itu.   Berita tentang bakal terjadinya pertempuran antara Louw Cu Leng dan Lie Poan Thian di kelenteng Tayseng-tian pada besok lohor, dengan cepat telah tersiar ke sana-sini, hingga beberapa orang sahabat dan handai taulan Louw Cu Leng yang mendengar kabar begitu, lalu pada datang ke Hu-tong-toa-kee buat menanyakan bagaimana duduknya perkara yang benar pada jago silat tua itu.   91 Salah seorang di antara sahabat-sahabatnya yang datang berkunjung ke rumah Louw Cu Leng, adalah seorang she Co bernama Thian Ko, yang di kalangan Kang-ouw termasyhur dengan nama julukan Houw-jiauw Co, berhubung ia sangat mahir dalam ilmu Hok-houwkang, yang dapat membikin orang patah tulang atau hancur daging apabila terkena cengkeramannya.   Kepada sahabat ini Louw Cu Leng telah menuturkan hal ihwalnya, bagaimana ia mengobati Ma-cu Lie sehingga akhirnya bertemu dengan pemuda yang tidak dikenalnya itu.   "Gerakan-gerakan si pemuda ini yang bercorak ilmu silat dari cabang Siauw-lim, boleh dikatakan semua tidak ada kecewanya,"   Kata Louw Cu Leng.   "terutama ilmu tendangannya yang begitu keras dan sukar diduga, hingga biarpun aku telah hidup puluhan tahun lamanya di kalangan Kang-ouw, belumlah kulihat ada orang yang pandai menendang sebaik itu. Maka di waktu aku bertempur padanya siang tadi, boleh dikatakan hampir enampuluh bahagian dari perhatianku ditujukan pada tendangan-tendangannya ini, lebih-lebih karena ia lebih banyak menggunakan tendangan daripada pukulan dengan tinju."   "Kalau begitu,"   Kata Houw-jiauw Co dengan hati penasaran.   "aku ingin turut menyaksikan pertempuran itu. Dan jikalau ternyata ada kesempatan untuk aku campur tangan, aku sendiri pun ingin menjajal sampai dimana kelihayannya lawanmu itu."   Begitulah buat mempelajari lebih jauh taktik silat Lie Poan Thian dari keterangannya Louw Cu Leng, maka pada malam itu Thian Ko telah menginap di rumah sahabatnya itu.   92 Sementara Lie Poan Thian pulang ke rumahnya, ia telah berpapasan dengan pamannya dari pihak ibu yang bernama Han Siauw San, oleh siapa ia telah dicomeli, mengapa ia pulang menagih hutang begitu sore, sedangkan rumahnya Ma-cu Lie tidak terpisah terlalu jauh dari pusat kota.   Kemudian Poan Thian lalu tuturkan pada sang paman, peristiwa apa yang telah terjadi atas dirinya, sehingga ia terlambat dalam melakukan pekerjaannya.   "Malah selain dari itu,"   Ia melanjutkan.   "besok lohor aku mesti bertempur dengan seorang tua yang menjadi pembelanya si bopeng itu. Ilmu silatnya si empeh ini boleh dikatakan tidak tercela, tetapi aku tidak bisa mengerti cara bagaimana dia rela "diperkuda"   Oleh seorang busuk seperti si bopeng itu!"   Dan tatkala Poan Thian memberitahukan nama bakal lawannya itu, Han Siauw San kelihatan terperanjat dan membentak.   "Kau edan! Apakah kau tidak tahu siapa sebetulnya dia itu?"   "Aku tidak perduli dia itu siapa,"   Kata Lie Poan Thian sambil tersenyum.   "jikalau aku sudah keluarkan ucapan yang menantang, niscaya tak akan aku mundur barang setindak pun, pada sebelum dapat membuktikan siapa di antara kita berdua yang lebih unggul ilmu kepandaiannya!"   "Dia itu bukan lain daripada Sin-kun Bu-tek Louw Cu Leng!"   Kata sang paman.   "Kau anak kecil mana bisa tahu sampai dimana kegagahannya orang tua itu!"   Tetapi Poan Thian hanya mengganda tertawa atas omongan itu, maka pembicaraan itupun berakhirlah sampai di situ.   93 Pada hari esok menjelang lohor, Poan Thian telah mendahului datang di kelenteng Tay-seng-tian dimana ia menantikan kedatangannya Louw Cu Leng.   Tetapi karena ia belum dikenal orang cukup baik semenjak kembali dari Liong-tam-sie, maka para penonton yang berduyun-duyun berkunjung ke kelenteng itu buat menyaksikan orang mengadu ilmu silat, tidak mengetahui, jikalau di antara mereka terdapat juga salah seorang yang hendak bertempur, yakni Lie Poan Thian, yang dengan secara tenang lalu berdiri di muka kelenteng sambil matanya tidak berhentinya ditujukan kian kemari.   Tatkala menantikan di situ beberapa lamanya, barulah dari kejauhan ia menampak sebuah joli yang dipikul mendatangi dengan diiringi oleh seorang berkuda yang romannya angker dan berpakaian ringkas, yang umum dipakai di waktu melatih ilmu silat.   Orang banyak yang melihat si penunggang kuda itu, diam-diam jadi terkejut dan saling berbisik.   "Ah, apakah boleh jadi Louw Suhu kuatir dirobohkan oleh lawannya yang masih muda itu, sehingga ia merasa perlu juga mengundang Houw-jiauw Co sebagai pembantunya?"   Poan Thian pasang telinga untuk mendengari pembicaraan orang banyak itu, kemudian ia berpura-pura menanyakan.   "Siapakah yang kau katakan Houw-jiauw Co itu?"   Salah seorang di antara para penonton itu lalu menerangkan, betapa hebatnya ilmu kepandaian orang yang namanya dikatakan mereka itu.   "Batu karang yang bagaimana keras juga,"   Katanya apabila kena dicengkeram oleh jari-jari tangannya, segera jadi hancur lebur seperti tepung! Sedangkan 94 kerbau yang kena dicekal batang lehernya, dengan sekali sentak saja tulang-tulang lehernya menjadi patah! Apakah itu dapat diperbuat oleh sembarangan orang?"   "Ya, ya, aku mau percaya keteranganmu itu,"   Kata Poan Thian sambil tersenyum.   "tetapi sebentar lagi akan ada orang lain, yang akan mampu berbuat lebih aneh daripada itu."   Maka setelah Houw-jiauw Co dan joli yang membawa Louw Cu Leng berhenti di muka kelenteng, Lie Poan Thian lalu maju memberi hormat pada kedua orang itu sambil berkata.   "Aku yang rendah telah lama juga menantikan kedatangan Louw-enghiong di sini. Tetapi belum tahu apakah aku boleh mempunyai kehormatan buat mengetahui juga she dan nama tuan yang turut datang bersama-sama kau ini?"   Sambil balas memberi hormat, Louw Cu Leng perkenalkan si pemuda itu pada Houw-jiauw Co tersebut.   Kemudian setelah Thian Ko minta supaya orang banyak suka membuka halaman yang agak luas di muka kelenteng itu, barulah ia mengucapkan sebuah pidato pendek tentang maksudnya pertempuran itu, yang semata-mata dititik-beratkan untuk mengadu ilmu silat sejati buat menetapkan keunggulan salah satu pihak, tetapi sama sekali bukanlah hendak saling bunuh membunuh yang biasa menerbitkan permusuhan yang tidak habis-habisnya.   "Barang siapa yang kalah,"   Ia melanjutkan.   "tidak boleh mendendam sakit hati atau melakukan pembalasan dengan bergelap. Dan jikalau ia masih merasa penasaran akan kekalahannya, disembarang waktu ia boleh minta diadu pula dengan pihak si pemenang, agar supaya dengan begitu dapat ditentukan 95 pihak mana yang sesungguhnya lebih unggul, sehingga akhirnya ia rela mengaku kalah. Dengan begitu, pertempuran itupun berakhirlah dengan selamat sampai di situ."   "Sekarang aku minta supaya tuan-tuan sekalian suka menyaksikan pertempuran ini dari tempat yang terpisah sedikit jauh,"   Thian Ko menambahkan.   "karena selainnya halaman pertempuran jadi lebih lega, bahaya-bahaya yang tidak terduga pun bisa dihindarkan sewaktu kedua orang sedang bertempur dengan asyiknya."   Maka sebegitu lekas orang banyak mundur untuk membuka halaman, Cu Leng dan Poan Thian lalu menindak masuk ke dalam kalangan pertempuran dengan tindakan yang tenang.   Mula-mula mereka memberi hormat pada orang banyak dan Co Thian Ko, kemudian Cu Leng persilahkan Poan Thian membuka serangan lebih dahulu.   Tetapi Poan Thian tampak agak ragu-ragu, berhubung melihat usianya Cu Leng yang terpaut begitu jauh dengan dirinya.   "Tidak usah kau berlaku see-jie,"   Menganjurkan Co Thian Ko.   "kau yang menantang, maka patutlah kau juga yang mulai membuka serangan. Ayolah, sekarang kamu boleh mulai bertempur!"   Oleh karena mendapat anjuran dari pihak lawan dan wasitnya, maka apa boleh buat Poan Thian lalu mulai membuka serangan, yang lalu ditangkis oleh Louw Cu Leng dengan secara gesit sekali.   Dalam pertempuran itu, kedua pihak telah mengunjukkan ketangkasan masing-masing dengan jalan mempergunakan ilmu-ilmu silat amat lihay yang hanya 96 diketahui oleh ahli-ahli silat yang ilmu silatnya telah mencapai tingkat yang amat tinggi, sedangkan para penonton cuma mengerti bertepuk sorak jikalau melihat ada salah satu pihak yang terdesak, walaupun desakan itu belum berarti kemenangan bagi pihak yang mendesak.   Selama pertempuran itu berlangsung dengan amat hebatnya, Houw-jiauw Co telah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, tentang ilmu tendangan kilat Lie Poan Thian yang begitu disohorkan oleh Louw Cu Leng.   Oleh karena itu, ia sendiripun jadi kagum dan diam-diam harus mengakui, bahwa itulah sesungguhnya ilmu tendangan yang jarang dapat dipahami oleh sembarang orang.   Dan ketika Cu Leng berlaku sedikit kendor dan tendangannya Lie Poan Thian menyamber dalam jurus Lian-hwan Coan-sim-tui, ia jadi terkejut dan berteriak.   "Celaka!"   Syukur juga Cu Leng yang memang telah ulung dalam rimba persilatan dan paham menghindarkan diri dari segala serangan berbahaya dari pihak lawannya, terlebih siang telah melihat itu dan lekas mengegos untuk meluputkan diri daripada serentetan tendangantendangan lain yang ia ketahui akan segera menyusul belakangan.   Benar tak mampu ia menjaga atau memecahkan ilmu tendangan yang menjadi keistimewaan kepandaian pemuda itu, tetapi Cu Leng cukup berpengalaman, akan sampai kena diselomoti dengan tendangan-tendangan yang amat berbahaya itu.   Sementara Lie Poan Thian yang melihat tendangantendangannya yang begitu diandalkan telah gagal semua 97 dan dapat dihindarkan oleh Louw Cu Leng, lalu sedikit demi sedikit merubah siasat silatnya dengan jalan mengunjukkan ilmu Sauw-tong-tui, sebagian besar telah diciptakannya sendiri di bawah penilikan Kak Seng Siang-jin dari kelenteng Liong-tam-sie.   Maka Louw Cu Leng yang seumur hidupnya baru pernah menyaksikan ilmu tendangan semacam itu, sudah tentu saja jadi amat terkejut, buru-buru ia menjauhkan diri buat menghindarkan tendangantendangan itu, sambil menduga-duga apa namanya serta memperhatikan cara bagaimana ilmu tendangan itu harus dipecahkannya.   Tetapi, lebih cepat daripada kilat yang menyamber dari angkasa, ia hampir tidak melihat lagi cara bagaimana Poan Thian telah merangsek kepadanya.   Dalam pada itu Poan Thian yang sudah berada dekat sekali dari tempat mana Cu Leng berdiri, lalu mengirim sebuah tendangan dengan kaki kanannya, yang kemudian lalu disusul dengan kaki kiri dengan gerakan yang hampir tak kelihatan.   "Aya!"   Semua penonton jadi berteriak dengan suara tertahan di dalam tenggorokan.   "Celaka!"   Houw-jiauw Co teturutan berteriak dengan tidak terasa pula. Tendangan yang pertama dapat disingkirkan oleh Cu Leng, tetapi tendangan yang kedua tak sanggup ia jaga atau singkirkan, karena datangnya yang begitu cepat.   "Celaka!"   Ia berteriak di dalam hati.   Tatkala tendangan itu menyamber ke dadanya, Louw Cu Leng terpaksa membuang diri, hingga tendangannya Lie Poan Thian telah nyelonong terus dan mengenai 98 sebuah pohon liu di muka kelenteng, sehingga pohon itu tercabut akarnya dan roboh di seketika itu juga! Hal mana, sudah tentu saja, telah membikin orang banyak jadi bertepuk sorak dan memuji.   "Itulah sesungguhnya sebuah tendangan malaikat!"   "Ya, ya,"   Menyetujui Houw-jiauw Co.   "itulah memang tepat sekali akan diberikan sebagai nama julukan Lie Lauw-tee ini! Sin-tui Lie! Biarlah nama julukan itu dikenal oleh para eng-hiong dan ho-han di kalangan Kang-ouw."   "Hiduplah seorang murid Kak Seng Siang-jin yang telah berhasil dapat memulihkan nama guru dan kelenteng perguruannya!"   Teriak satu suara di antara orang banyak.   Lie Poan Thian dan Cu Leng yang mendengar suara teriakan itu, mereka jadi kaget dan lalu melihat ke arah suara teriakan yang telah diucapkan orang tadi, tetapi ternyata tidak bisa dikenali siapa orangnya yang telah mengucapkan suara teriakan tersebut.   "Itulah suaranya Hoa In Liong Suheng,"   Pikir Poan Thian di dalam hatinya. Sementara Cu Leng setelah dibanguni oleh Poan Thian dan mengucap terima kasih atas kebaikan itu, lalu menjabat tangan si pemuda sambil berkata.   "Lauw-tee! Nyatalah ilmu kepandaianmu sangat tinggi dan aku rela mengaku kalah di hadapan orang banyak di sini. Lebih jauh, dari suara teriakan tadi yang entah telah diucapkan oleh siapa, aku seolah-olahmendengar orang mengatakan, bahwa kau ini adalah salah seorang murid Kak Seng Siang-jin Lo-siansu dari kelenteng Liong-tamsie. Hanya belum tahu apakah omongan itu benar atau tidak?" 99 Lie Poan Thian membenarkan atas omongan itu. Bahkan siapa yang telah berteriak tadi di antara orang banyak, itupun ia kenali sebagai saudara seperguruannya di kelenteng Liong-tam-sie, yaitu suhengnya yang bernama Hoa In Liong. Tetapi ia tak tahu mengapa ia tak mau keluar buat bertemu muka. Selain dari itu, iapun tidak tahu, buat maksud apa ia datang ke Cee-lam.   "Sekarang urusan ini sudah menjadi beres,"   Kata Louw Cu Leng, setelah bersama-sama Poan Thian dengan sia-sia mencari Hoa In Liong yang berteriak tadi di antara orang banyak.   "Aku sama sekali tak pernah menyangka bahwa hari ini aku akan dapat menyaksikan seorang ahli silat yang begitu pandai dan lihay ilmu tendangannya!"   Kata Houwjiauw Co, yang baru pada saat itu mau percaya segala keterangannya Louw Cu Leng tentang kelihayannya Lie Poan Thian.   "Aku sebenarnya masih banyak urusan yang hendak dibicarakan dengan Lie Lauw-tee,"   Kata Louw Cu Leng.   "Maka jikalau Lie Lauw-tee sudi dan tidak berkeberatan, aku mohon supaya pada hari ini juga kau suka berkunjung ke rumahku. Tetapi, belum tahu, apakah Lauw-tee sudi mengabulkan permintaanku ini?"   Poan Thian menyatakan tidak berkeberatan akan mengabulkan permintaan itu, maka dengan naik joli bersama-sama Cu Leng, ia ikut menuju ke Hu-tong-toakee dengan diiringi oleh Houw-jiauw Co yang menunggang seekor kuda besar dan berjalan mengikuti disamping joli tersebut.   Orang banyak yang kurang mengerti, apa sebab pertempuran itu dihentikan dengan cara yang begitu 100 mendadak, terpaksa pada berjalan pulang sambil beromong-omong dan menduga, tentang peristiwa apa yang terjadi dibalik pertempuran itu.   Y Sekarang kita ajak para pembaca mengikuti pada Louw Cu Leng dan Lie Poan Thian yang menuju ke Hutong-toa-kee tadi.   Sebegitu lekas sampai ke rumahnya, jago tua itu lalu pimpin tangan Poan Thian, yang lalu diajak masuk ke ruangan pertengahan, dengan Houw-jiauw Co mengiringi mereka di sebelah belakang.   Di sini Cu Leng lalu panggil beberapa orang bujangnya.   Yang sebagian ia perintah pergi mengambil air teh wangi dan beberapa macam makanan, sedangkan yang lainnya ia perintah menyajikan sebuah meja perjamuan untuk menjamu pada Lie Poan Thian.    Pedang Karat Pena Beraksara Karya Tjan ID Pedang Karat Pena Beraksara Karya Tjan ID Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini