Ceritasilat Novel Online

Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 4


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 4


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek   Hal mana, sudah barang tentu, telah membuat pemuda kita merasa malu hati dan saban-saban menyatakan terima kasihnya atas kebaikannya jago tua itu.   Tetapi Louw Cu Leng sebaliknya telah minta agar supaya Poan Thian jangan berlaku sungkan, dan anggaplah bahwa urusan begini sebagai suatu perkara lumrah.   "Apalagi kita baru saja saling berkenalan satu sama lain,"   Katanya.   "dari itu, maka kuanggap cara ini tidak lebih dari pantas, akan dilakukan sebagai tanda persahabatan dan persaudaraan di antara kita sesama golongan orang, dalam rimba persilatan."   Sementara Thian Ko yang melihat Poan Thian berlaku see-jie, lalu mencampuri berbicara, sambil turut membenarkan apa kata sahabatnya itu.   101 Oleh karena merasa tidak baik buat terus-menerus menampik tawaran orang yang begitu manis dan sungguh-sungguh, maka apa boleh buat Poan Thian telah mengabulkan juga, sambil tak lupa mengucap diperbanyak terima kasih atas kebaikannya jago tua itu.   Begitulah setelah mereka selesai minum teh, beberapa orang bujang lalu memberitahukan, bahwa hidangan telah disediakan dan dikuatirkan akan keburu dingin, jikalau tidak lekas didahar.   "Ya, ya, itu benar,"   Kata Louw Cu Leng sambil berbangkit dari kursinya, kemudian menoleh pada Poan Thian dan Thian Ko di kiri-kanannya.   "Ayoh, marilah kita orang dahar. Hidangan kali ini, mungkin juga kurang memuaskan, berhubung semua ini telah dikerjakan dengan cara yang kesusu. Nanti lain hari akan kuundang kamu berdua akan makan besar dengan hidanganhidangan yang istimewa. Marilah!"   Poan Thian mengucapkan terima kasih, kemudian ia mengikuti Cu Leng dengan diiringi oleh Thian Ko.   Selama mereka duduk makan minum, Cu Leng telah menuturkan pada Lie Poan Thian, cara bagaimana dahulu ia pernah membuka sebuah piauw-kiok, menjadi piauw-su dan dapat berkenalan dengan Kak Seng Siangjin, yang ringkasnya kita bisa tuturkan sebagai berikut.   Pada jaman duapuluh tahun yang lampau, di kota Cee-lam terdapat sebuah kantor angkutan yang memakai merek Cin-wie Piauw-kiok dan di kepalai oleh Sin-kun Louw, yakni Cu Leng, yang ketika itu hampir tidak seorangpun di daerah Shoa-tang yang tidak kenal namanya.   Bahkan banyak hohan-hohan atau orangorang gagah di kalangan Rimba Hijau merasa segan untuk melanggar kepadanya, hingga selama ia membuka 102 piauw-kiok dan melindungi barang-barang orang, belum pernah ada kejadian barang-barang angkutannya yang dirampok orang.   Maka dari itu, Cin-wie Piauw-kiok mendapat kepercayaan besar sekali dari para saudagar, yang kerap mengirim barang-barang berharga dalam melakukan perhubungan dengan daerah-daerah lain di seluruh Tiongkok.   Pada suatu waktu adalah seorang saudagar kaya raya yang bernama Souw Bun Hoan dan hendak menuju ke kota Siang-kiu dalam propinsi Ho-lam.   Oleh karena kereta-kereta piauw Cin-wie Piauw-kiok pun hendak menuju ke kota tersebut, maka si saudagar ini telah menitipkan barang-barangnya atas perlindungan Louw Cu Leng, sedang ia sendiripun turut juga menumpang dalam salah sebuah kereta piauw tersebut.   Begitulah setelah iringan kereta-kereta piauw tersebut telah berjalan beberapa hari lamanya, akhirnya sampailah mereka di lembah pegunungan Cay-heng-san, yang perjalanannya sukar dilewati orang dan banyak didiami kawanan berandal yang kerap keluar mencegat orang-orang atau kereta-kereta piauw yang kebetulan melewat di situ.   Salah seorang di antara kepala-kepala berandal yang menjagoi di daerah itu, adalah seorang yang bernama Han Houw, yang di kalangan Kang-ouw dikenal orang dengan nama julukan Say-pa-ong atau Couw Pa Ong kedua.   Han Houw ini orangnya tinggi besar, bertenaga kuat dan mahir menggunakan sepasang gegaman yang berbentuk aneh dan dinamakan Jit-gwat-lun, atau roda rembulan dan matahari.   Kepada ia ini Louw Cu Leng hanya mendengar nama tetapi tidak pernah bertemu muka, hingga sampai sebegitu jauh, ia belum tahu sampai dimana ilmu 103 kepandaiannya kepala berandal itu.   Maka waktu Cu Leng melewat di situ dan diberi ingat oleh beberapa orang juru kabar tentang bahaya perampokan yang mengancam di depan mata, lalu ia mengatur orang-orangnya buat menjaga di muka dan kirikanannya iringan kereta-kereta piauw itu, sedangkan ia sendiri mengiringi belakangan untuk menjaga penyerangan-penyerangan gelap yang umum dilakukan oleh para ho-han di kalangan Rimba Hijau.   Tetapi dugaan Cu Leng kali ini telah meleset.   Karena bukannya kawanan perampok itu mengejar dari sebelah belakang, ternyata mereka telah mencegat dari depan, sesudah melepaskan dua batang anak panah yang berbunji nyaring dan melayang di sebelah atas iringan kereta-kereta piauw tadi.   Louw Cu Leng yang kuatir dibokong dari belakang, apabila ia segera maju ke muka iringan kereta-keretanya, lalu tinggal menunggu sampai ada salah seorang sebawahannya datang memberitahukan kepadanya, tentang gerak-geriknya pihak kawanan berandal yang mencegat di muka perjalanan mereka itu.   Begitulah ketika dari salah seorang piauw-khek yang berjalan duluan ia diberitahukan tentang munculnya seorang kepala berandal yang bermuka hitam dan berjembros pendek dengan mencekal gegaman luar biasa di tangannya, Cu Leng segera menduga, bahwa si kepala berandal itu tentulah bukan lain daripada Say-paong Han Houw yang pernah didengar namanya itu.   Maka setelah memerintahkan beberapa orang akan menggantikan tempat jagaannya di belakang iringan kereta-kereta itu, ia lantas tampil ke muka sambil memberi hormat dan berkata.   "Selamat berjumpa, Tayong! Apakah kamu ini bukan Say-pa-ong Han Houw, 104 yang namanya bergema di kalangan Kang-ouw bagaikan suara guntur di waktu langit terang?"   Kepala berandal itu yang ternyata benar ada Say-paong Han Houw, dengan laku yang congkak lalu menjawab.   "Betul. Dan setelah kau mengetahui namaku yang besar, mengapakah kau tidak lekas turun dari kuda buat mempersembahkan segala barang angkutanmu buat dibawa olehku ke atas gunung?"   Louw Cu Leng jadi sangat mendongkol mendengar omongan Han Houw yang begitu sombong dan bersifat lebih mengutamakan harta daripada persahabatan, maka dengan mengeluarkan suara jengekan dari lubang hidung ia lantas menjawab.   "Oh, oh, itulah sudah tentu saja boleh sekali. apabila kau mampu lawan aku bertempur buat duapuluh jurus lamanya!"   Say-pa-ong Han Houw yang sama sekali tak menyangka, bahwa ia bakal mendapat jengekan yang begitu pedas sudah tentu saja jadi amat gusar, hingga sambil menuding pada si jagoan she Louw ia lantas membentak.   "Jahanam! Aku bersumpah akan tak menjadi manusia pula, apabila tak mampu aku mengalahkan seorang macam kau ini!"   Sambil berkata begitu ia segera menyerang pada Louw Cu Leng dengan sepasang senjata Jit-gwat-lun di tangannya.   Cu Leng lalu cabut goloknya, dengan mana ia lantas tangkis serangan lawan itu dengan tak banyak bicara pula.   Begitulah pertempuran itu telah berlangsung sehingga beberapa belas jurus lamanya dalam keadaan seri.   Tetapi Cu Leng yang tidak mau mengasih hati terlebih lama pula kepada sang musuh itu, lalu mulai 105 menghujani serentetan serangan-serangan yang telah membikin Han Houw terpaksa mundur dan akhirnya mesti mengakui, bahwa ia sendiri bukanlah lawan yang setimpal dari sang piauw-su itu.   Tetapi ia bukan seorang bodoh yang rela menyerah dengan begitu saja.   Maka setelah berpikir dengan cepat beberapa saat lamanya, Han Houw lalu mulai memberi isyarat kepada orangorang sebawahannya, agar supaya mereka maju menerjang dari segala jurusan buat membikin kalut hatinya Louw Cu Leng.   Jikalau siasat itu berhasil, sebagian dari orang-orang sebawahan itu boleh pasang tali-tali jiretan untuk menjiret kaki kudanya Louw Cu Leng, karena jikalau binatang itu dapat dirobohkan, sang piauw-su sendiripun tentu akan jatuh juga, hingga ia mudah ditawan tanpa melakukan perlawanan apa-apa.   Karena semua isyarat itu ternyata tidak diketahui oleh Cu Leng, maka ini justeru merupakan titik lemah yang telah banyak merugikan bagi dirinya sang piauw-su ini.   Sementara Han Houw yang melihat taktiknya berhasil, lalu memberi tanda supaya pengepungan itu dilakukan dengan lebih hebat dan rapat, sehingga Cu Leng yang akhirnya telah mengerti juga muslihatnya sang musuh itu setelah waktunya telah kasip, barulah mencoba dengan sekuat-kuatnya tenaga akan menoblos pengepungan itu dengan jalan bekerja sama dengan orang-orang sebawahannya.   Cuma celakanya jumlah kawanan perampok itu ada jauh lebih banyak daripada mereka, hingga Cu Leng dan kawan-kawannya tak berdaya memberikan pertolongan pada satu sama lain, tanpa merugikan kepada penumpang-penumpang beserta sekalian barang-barang angkutannya dan diri mereka sendiri.   Tetapi Cu Leng yang berhati keras dan lebih suka 106 mati daripada hilang muka, lalu mengeluarkan suara bentakan keras dan segera menerjang pada Han Houw yang saban-saban hampir jatuh terpelanting dari atas kudanya, disaban waktu Cu Leng menabas dengan golok yang dicekal di tangannya.   Lama-kelamaan, Han Houw mengerti, yang ia tak akan mampu mengalahkan sang piauw-su itu.   Maka setelah memberikan pula beberapa macam isyarat kepada orang-orang sebawahannya, buru-buru ia balikkan kudanya, sambil melambai-lambaikan tangannya dan berkata.   "Hei, piauw-su goblok! Jikalau kau sesungguhnya ada seorang yang gagah berani dan pandai, cobalah kau kejar dan taklukkan aku! Jikalau tak berani kau berbuat begitu, segeralah katakan demikian di hadapanku, agar supaya aku boleh memberikan keampunan dengan hanya merampas semua barangbarang angkutanmu, tetapi sama sekali tak akan mengganggu kepadamu dan semua orang yang ikut dalam iringan kereta-kereta piauw ini."   Mendengar dirinya dihinakan begitu rupa, sudah tentu saja Cu Leng jadi amat gusar dan lalu balas menantang.   "Berandal gunung yang hina dina!"   Bentaknya.   "beberapa belas tahun lamanya aku hidup di kalangan Kang-ouw tak pernah terkalahkan orang, dimanalah hari ini mau menyerah mentah-mentah kepada segala kawanan tikus hutan semacam kamu ini! Ayoh, jikalau kau benar seorang ho-han yang jujur, marilah kita boleh bertempur dengan memakai syaratsyarat, siapa di antara kita berdua yang ilmu kepandaiannya terlebih unggul!"   Tetapi Han Houw yang memang mengetahui, bahwa ia bukan lawan Louw Cu Leng yang setimpal, dengan menebalkan muka lalu pecut kudanya yang segera 107 berlari naik ke atas gunung sambil berseru.   "Ayo! mari kita bertempur di atas gunung ini!"   Louw Cu Leng jadi semakin sengit dan lalu pecut juga kudanya buat mengejar.   Tetapi ketika baru saja mengejar beberapa tindak jauhnya, mendadak kudanya telah terjiret kakinya dan jatuh terjerumus ke dalam sebuah lubang, hingga Cu Leng yang tidak menyangka bakal terjadi begitu, sudah tentu saja jadi turut terjerumus juga dan segera ditawan oleh kawanan berandal yang memang telah bersembunyi di antara semak-semak untuk melaksanakan maksud busuk itu.   Demikianlah Louw Cu Leng yang namanya telah mengharum sekian lamanya di kalangan Kang-ouw, hampir saja jadi ternoda oleh karena terjadinya peristiwa ini.   Syukur juga setelah ia tertawan dan hendak digantung sehingga mati oleh Say-pa-ong Han Houw, mendadak telah muncul seorang paderi tua yang telah datang menolong dan membikin Han Houw insyaf dari segala kekeliruannya.   Paderi itu, yang kemudian ternyata bukan lain dari Kak Seng Siang-jin dari kelenteng Liong-tam-sie, memang telah sengaja datang ke pegunungan Thayheng-san oleh karena telah lama mendengar perbuatannya Han Houw yang agak menyimpang daripada peraturan-peraturan yang umum ditaati orang di kalangan Kang-ouw.   Oleh karena itu ia telah datang sendiri untuk memperingati kepada kepala berandal itu, agar supaya selanjutnya dia bisa merubah segala perbuatannya yang tak patut itu.   Sementara Han Houw yang kenal baik pada Kak Seng Siang-jin sebagai sahabat gurunya, sudah tentu saja lantas berjanji akan menjadi seorang baik dan selanjutnya tidak pula campur dalam segala urusan yang 108 dapat menodai nama baiknya di kalangan Kang-ouw hitam.   Maka atas nama gurunya Han Houw Ciauw-bian Bie-lek Tay Thong Hweeshio Kak Seng Siang-jin telah menerima kebaikan janjinya Han Houw, yang kemudian telah menyampaikan juga pernyataan maafnya kepada Sin-kun Louw Cu Leng.   Demikianlah sebab-musabab Cu Leng dapat berkenalan dengan Kak Seng Siang-jin, yang ternyata bukan lain daripada guru Lie Poan Thian yang semula menjadi lawannya itu! Oleh karena mendengar penuturan itu, buru-buru Poan Thian berbangkit dari tempat duduknya dan menyoja kepada jago tua itu, sambil tak lupa mengucapkan maafnya atas segala perbuatannya yang olehnya dirasa kurang patut itu.   Tetapi Cu Leng lantas tertawa dan berkata.   "Jikalau kita tak berkelahi, tentulah tidak menjadi sahabat, dan berbareng dengan itu, kau tentunya tidak mengetahui cara bagaimana aku bisa berkenalan dengan Kak Seng Siang-jin Lo-siansu yang menjadi gurumu itu."   "Itu benar, itu benar,"   Menambahkan Houw-jiauw Co sambil bantu menuangi arak ke masing-masing cawan yang diletakkan di hadapan mereka bertiga.   Tengah mereka bermakan minum Louw Cu Leng tidak lupa menanyakan tentang halnya Ma-cu Lie kepada Lie Poan Thian, siapa, dengan secara singkat telah menuturkan, mengapa ia membikin ribut di rumahnya si bopeng itu.   Sementara Cu Leng yang baru tahu jelas duduknya perkara, keruan saja jadi membanting-banting kaki 109 sambil menyatakan kemenyesalannya, yang ia telah kasih dirinya "diperkuda"   Oleh manusia busuk itu.   "Jikalau terlebih siang aku tahu duduknya perkara yang benar,"   Katanya.   "niscaya tak sudi aku menginjak lantai rumah manusia terkutuk itu! Maka setelah sekarang aku ketahui tipu muslihatnya manusia busuk itu, niscaya aku belum mau sudah, jikalau tidak kembali lagi ke rumahnya untuk mendamprat dan minta ia segera ganti segala kerugian yang telah diderita oleh ayahmu itu!"   Tetapi Poan Thian lantas menyatakan, bahwa urusan kecil itu ia sendiripun sudah cukup untuk menyelesaikannya. Tetapi Cu Leng lantas berkata.   "Bukan begitu. Aku percaya Lauw-tee memang dapat menyelesaikan sendiri urusan itu, tetapi aku perlu peringatkan dan minta kepastian dari padanya, supaya selanjutnya perbuatanperbuatan yang serupa itu tak sampai terulang pula. Jikalau masih saja ia berani berbuat begitu, aku nanti turun tangan sendiri buat bikin ia kapok betul-betul seumur hidupnya."   Poan Thian mengucap terima kasih atas kesudian Cu Leng yang telah menyatakan kesediaannya akan campur tangan dalam urusannya ini, maka dari itu, Ma-cu Lie yang kemudian jadi ketakutan karena akal muslihatnya telah diketahui oleh jago silat tua itu, buru-buru ia meminta maaf atas kesalahan-kesalahannya, sambil lantas mengganti semua kerugian berikut bunganya kepada Tek Hoat, tanpa Cu Leng menegurnya pula sampai dua kali.   Begitulah karena adanya lelakon Ma-cu Lie yang hendak menyikut dan merobohkan perusahaannya Lie 110 Tek Hoat ini, maka selanjutnya Louw Cu Leng dan Co Thian Ko jadi bersahabat sangat baik dengan Lie Poan Thian, hingga perhubungan ini baru berakhir setelah masing-masing menutup mata, dengan meninggalkan nama harum di kalangan Kang-ouw sehingga di jaman sekarang ini.   Y Pada suatu hari ketika Poan Thian datang bertamu ke rumah Louw Cu Leng, justeru ahli silat itu telah keluar bepergian dan belum kembali, tetapi karena ia mendapat kabar bahwa Cu Leng akan kembali pada hari itu juga, maka Poan Thian pun lalu menantikan kedatangannya sahabat itu sambil membaca buku-buku yang banyak terdapat dalam perpustakaan milik ahli silat tua itu.   Di situ Poan Thian belum membaca cukup lama, tatkala di sebelah luar terdengar sebuah kereta yang berhenti, dengan dibarengi oleh seorang yang menanyakan pada salah seorang keluarga Louw, katanya.   "Sahabat, apakah Louw Suhu ada di rumah?"   "Hari ini ia belum kembali,"   Sahut bujang yang ditanya itu. Sementara dua orang yang menggotong seorang yang rupanya mendapat sakit berat telah turun dari kereta sambil mengulangi pertanyaan tadi.   "Apakah Louw Suhu tiada di rumah?"   "Louw Suhu belum kembali,"   Sahut bujang Louw Cu Leng tadi.   "Tetapi ada kemungkinan ia akan kembali pada hari ini juga."   "Ah, kalau Suhu sampai datang terlambat,"   Meratap orang yang digotong itu.   "niscaya jiwaku akan sukar 111 tertolong lagi, hingga dengan begitu, berarti sukarlah juga akan dapat aku membalas dendam kepada musuh besarku itu!"   Tatkala itu Poan Thian yang menyangka telah terjadi peristiwa apa-apa yang hebat atas diri orang itu, buruburu ia keluar memberi nasehat, agar supaya mereka menggotong saja si sakit itu akan dibawa masuk ke dalam.   Ketika orang itu dibawa masuk, dengan lantas Poan Thian dapat mengenali, bahwa si sakit itu bukan lain daripada Teng Yong Kwie, komandan dari tangsi Tokpiauw-eng, yang ia pernah dorong jatuh dari kudanya di lorong Cay-hong-kee belum berapa hari berselang! Tetapi tak tahu ia, Yong Kwie telah bertempur dengan siapa, sehingga ia menderita luka sedemikian hebatnya.   Maka setelah komandan itu dibaringkan di sebuah balai papan, Poan Thian lalu menghampiri kepadanya sambil berkata.   "Tuan, aku rasanya sudah pernah bertemu muka dengan dikau."   Teng Yong Kwie yang bermula tidak begitu memperhatikan kepada Lie Poan Thian, lalu mengamatamati si pemuda itu sehingga beberapa saat lamanya, kemudian seperti juga seorang yang baru mendusin dari tidurnya lalu berkata.   "Ya, ya. Kau ini sesungguhnyalah ada seorang pemuda gagah perkasa yang harus dibuat bangga oleh setiap orang yang menjadi sahabatnya. Aku telah coba buat mencari tempat kediamanmu, ketika dihari itu kau telah melemparkan aku berikut kudaku dengan sekaligus, tetapi ternyata tak berhasil, berhubung aku belum kenal siapa she dan namamu yang mulia."   "Namaku Lie Kok Ciang,"   Menerangkan Poan Thian sambil tersenyum.   112 Kemudian Yong Kwie pun lalu perkenalkan juga dirinya sendiri.   Selanjutnya karena Poan Thian menanyakan juga peristiwa apa yang telah terjadi atas dirinya, maka Teng Yong Kwie lalu menuturkan pengalamannya dengan secara singkat seperti berikut.   Seperti di bagian atas telah dikatakan, Yong Kwie ini adalah seorang komandan dari tangsi Tok-piauw-eng yang diberi tugas sebagai guru silat di kalangan tentara negeri, juga kerap diperintah oleh seatasannya untuk melakukan tugas sebagai kepala polisi, yang biasa bertindak akan membasmi segala kejahatan yang diorganisir oleh orang-orang berpengaruh dan hartawanhartawan jahat yang semata-mata bekerja untuk mencari keuntungan guna saku sendiri.   Oleh karena perbuatan dan sepak terjang mereka ini kerap menggelisahkan kaum kecil, maka pembesar yang berkuasa di Cee-lam merasa perlu akan mengambil tindakan-tindakan tegas terhadap pada sekelompok orang-orang yang sangat mengganggu kesejahteraan masyarakat dan tak bertanggung jawab itu.   Salah seorang di antara manusia-manusia busuk ini, adalah seorang hartawan yang terkenal dengan nama sebutan Lauw Sam-ya, siapa telah sekian lamanya mencari jalan untuk mencelakai Teng Yong Kwie yang merupakan sebagai duri di matanya.   Karena sebegitu lama Yong Kwie masih hidup dalam masyarakat di Ceelam, ia selalu merasa tidak tenteram akan melakukan segala perbuatan yang melanggar undang-undang negeri, seperti menadah barang gelap, memperdagangkan barang-barang pemerintah yang dicuri oleh komplotannya, dan perbuatan-perbuatan lain yang disembarang waktu bisa bikin ia berbentrok dengan 113 kekuasaan polisi di kota tersebut, jikalau hal-hal ini sampai dapat diendus oleh pihak hamba-hamba negeri yang bengis seperti Teng Yong Kwie ini.   Maka buat bisa menyingkirkan jiwanya Yong Kwie dengan tak usah bertanggung jawab atas perbuatannya itu, telah sekian lamanya Lauw Sam-ya melepaskan beberapa orang mata-matanya akan mencari tahu, dengan jalan apa agar supaya Yong Kwie bisa dipancing dan dijebak, buat kemudian dibinasakan jiwanya di luar tahunya orang-orang sebawahannya.   Pada suatu hari salah seorang mata-mata itu telah kembali dan melaporkan pada Lauw Sam-ya, bahwa Teng Yong Kwie ini orangnya amat gemar memacu kuda dan memiliki kuda yang baik.   Maka Lauw Sam-ya yang mendapat kabar begitu, lalu atur suatu tipu muslihat dan kirim seorang kepercayaannya pada Teng Yong Kwie buat pura-pura menanyakan, kalau-kalau ia itu suka membeli seekor kuda yang dikatakan sangat istimewa dan akan dijual lekas oleh karena pemiliknya kebetulan perlu pakai uang.   Mendengar kabar ini, Yong Kwie yang memang amat gemar dengan kuda-kuda yang baik, sudah tentu saja jadi sangat bernapsu.   "Jikalau apa kata saudara itu benar,"   Katanya, ,niscaya tak lupa akan kuberikan kau sedikit hadiah sebagai jasa kecapaianmu itu, jikalau kuda itu kupenujui dan dapat dibeli dengan harga yang pantas."   Si pesuruh yang mendengar omongan itu, keruan saja menunjukkan paras muka girang, biarpun kegirangan itu lebih banyak berarti kedengkian dan kecurangan daripada kejujuran, karena sifat kegirangan itupun bukan lain daripada untuk main tedeng aling114 alingan belaka! Begitulah dua macam kegirangan telah dirasakan dalam hati kedua orang itu.   Karena jikalau kegirangan Yong Kwie telah keluar dari hati yang tulus, adalah kegirangan pesuruh Lauw Sam-ya itu telah keluar dari dua jalan yang menguntungkan kepada dirinya sendiri, yakni kegirangan-kegirangan yang semata-mata tidak menghiraukan kepada akibat kerugian orang lain yang hendak dijerumuskan! Dua jalan keuntungan yang telah kita katakan tadi, ialah kesatu karena ia berhasil dapat menipu pada Teng Yong Kwie, yang hendak dipancingnya masuk ke lubang harimau itu, dan keduanya ia merasa pasti bahwa majikannya akan merasa senang dengan pekerjaannya ini, hingga buat itu ia boleh mengharap akan mendapat hadiah dari sang majikan.   Maka setelah pesuruh itu memberikan alamatnya pemilik kuda yang katanya hendak dijual itu, lalu buruburu ia kembali ke rumah Lauw Sam-ya dan melaporkan kepada sang majikan tentang "pekerjaannya"   Itu.   Lauw Sam-ya jadi sangat girang dan memuji tinggi atas kecerdikannya pesuruh itu, kemudian ia kerahkan orang-orang sebawahannya buat bersiap-siap dan menjaga jikalau Teng Yong Kwie nanti datang buat melihat kuda yang dikatakan akan dijual itu.   Pada hari esoknya ketika Yong Kwie mengunjungi rumah Lauw Sam-ya buat memeriksa kuda dengan mengajak tiga orang kawannya, komandan itu lalu disambut oleh pesuruh yang telah datang padanya di hari kemarin, tetapi di situ ia tidak bertemu dengan Lauw Sam-ya sendiri, yang memang telah sengaja tidak mau 115 bertemu muka.   Oleh sebab itu, maka soal tawar-menawar kuda yang akan dijualnya itupun oleh Lauw Sam-ya diserahkan ke dalam tangan pesuruh tersebut.   "Jikalau tuan sudah melihat macam kuda itu,"   Katanya.   "niscaya tuan akan merasa penuju dan tidak banyak tawar menawar pula. Di tiap gegernya binatang itu terdapat sembilan buah titik putih yang dapat dilihat jelas dan besar-besar bagaikan bentuk uang logam senan, maka dari itu, dia patut dinamakan Kiu-tiam Pekbwee-hoa, seekor kuda yang bisa berlari seribu lie seharinya."   Keterangan-keterangan itu membuat Teng Yong Kwie jadi semakin tertarik dan menanyakan.   "Dimanakah adanya kuda itu sekarang?"   "Marilah tuan ikut aku,"   Kata pesuruh Lauw Sam-ya itu.   Yong Kwie dan ketiga orang kawannya lalu mengikut si pesuruh itu menuju ke sebuah istal, yang terletak di belakang sebuah gedung besar miliknya Lauw Sam-ya.   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tatkala mereka melalui sekian gang-gang yang sempit dan berliku-liku sehingga beberapa puteran, akhirnya sampailah mereka ke sebuah istal, dimana benar saja ada terdapat seekor kuda besar yang berbulu gambir, tetapi sama sekali tidak cocok keadaannya, dengan keterangan-keterangan yang ia telah diberitahukan tadi.   Oleh sebab itu juga, maka Teng Yong Kwie lalu menanyakan pada si pesuruh itu, mengapa keterangan itu bisa menyimpang daripada apa yang dia telah katakan tadi? Dengan ini, si pesuruh kelihatan terperanjat dan lalu 116 berkata.   "Oh, kalau begitu, nyatalah bahwa kuda ini telah ditukar oleh kawanku! Aku sungguh tak bisa terima akan dipermainkan orang begini rupa! Harap tuan-tuan suka menunggu dahulu di sini, sampai aku membereskan perhitungan dengan kawanku yang curang itu!"   Yong Kwie dan ketiga orang sebawahannya menyatakan tidak berkeberatan akan menunggu di situ.   Kemudian orang itu segera berlalu dengan tindakan yang terburu-buru.   Ketika mereka menunggu sampai beberapa saat lamanya dan ternyata orang itu tidak kelihatan muncul kembali, hatinya Yong Kwie mendadak timbul rasa curiga.   Lalu ia perintah salah seorang sebawahannya buat pergi menyusul dengan melalui gang-gang dari mana mereka masuk tadi.   Tidak antara lama orang sebawahan itu telah balik kembali sambil berlari-lari dengan paras muka pucat bagaikan kertas, peluhnya bercucuran, sedangkan napasnya pun "senin kemis".   "Celaka, celaka! Kita telah terjebak oleh kawanan buaya darat yang menjadi musuh-musuh kita!"   Katanya.   "Semua gang-gang tadi telah tertutup, begitupun pintupintunya diselot rapat!"   "Celaka!"   Dengan suara hampir berbareng, kedua orang sebawahan yang lainnya pun mengucapkan katakata yang sangat mencemaskan hati itu.   Tetapi Yong Kwie sama sekali tidak mengunjukkan sikap yang jerih atau takut.   Ia percaya, sebagai salah seorang muridnya Sin-kun Louw Cu Leng yang terpandai, tak mungkin ia bisa dikalahkan mentahmentah oleh segala bu-beng-siauw-cut yang hina-dina 117 itu, bahkan tidak sedikit tukang-tukang pukul yang terkenal tangguh telah dirobohkan dan dibikin kucar-kacir olehnya dengan hanya bertempur beberapa gebrakan saja lamanya.   Maka tempo menyaksikan ketiga orang sebawahannya tampak ketakutan, Yong Kwie jadi tersenyum dan berkata.   "Jangan takut! Selama kita masih bisa bernapas, kita pasti akan mendapat jalan untuk meloloskan diri dari sini. Ayoh, mari kita dobrak pintu-pintu yang merintangi jalan kita buat keluar dari tempat ini!"   Kemudian mereka berempat lalu menuju ke ganggang yang mereka lalui tadi.   Dengan mengandalkan pada tenaganya yang kuat bagaikan kerbau, Yong Kwie telah berhasil bisa merobohkan sesuatu penghalang yang orang telah pasangkan di antara gang-gang itu, dan pekerjaan ini hampir saja dapat diselesaikan seluruhnya, ketika dengan sekonyong-konyong muncul sekelompok orangorang yang bersenjatakan barang tajam dan terus mengepung mereka bagaikan pemburu-buru yang mengepung babi rusa.   "Kamu sekalian boleh menjaga serangan musuhmusuh kita yang datang dari belakang,"   Kata si komandan.   "sedangkan aku sendiri akan membuka jalan untuk kita keluar dari sini!"   Ketiga orang sebawahan itu lalu mendiawab.   "Baik."   Kemudian mereka lalu mencabut golok masing-masing untuk bersiap-siap akan menghadapi segala kemungkinan yang akan menimpa atas diri mereka.   Sementara Teng Yong Kwie yang berjalan di muka dengan golok terhunus, lalu menerjang setiap musuh118 musuhnya yang berani mendekati kepadanya, hingga musuh-musuh itu yang baru mengetahui akan keberanian komandan itu, pelahan-lahan segera pada mundur dengan meninggalkan beberapa orang kawannya yang telah dilukai oleh Yong Kwie dan menggeletak di tanah dalam keadaan separuh mandi darah.   Lebih jauh karena anak buah Lauw Sam-ya menyaksikan bahwa Yong Kwie tidak mungkin dapat dikalahkan dengan jalan berkelahi secara jujur, maka pemimpin dari rombongan orang-orang itu lalu menteriakkan kawan-kawannya sambil berkata.   "Mundur, mundur! Pergilah kamu mengundang Sek-hui Ya-ya datang ke sini!"   Yong Kwie yang menyangka bahwa mereka akan memanggil seorang ahli silat lain untuk bantu mengepung ia dan orang-orang sebawahannya sudah tentu saja tak mau melewatkan ketika yang terbaik ini untuk melabrak musuh-musuhnya dengan sehebathebatnya.   Karena apabila "ahli silat"   Yang akan menjadi lawannya itu telah keburu campur tangan, ia kuatir keadaan akan menjadi semakin berbahaya bagi pihaknya yang hanya terdiri dari empat orang saja jumlahnya.   Maka sambil memikirkan bahaya yang akan mendatangi itu, Yong Kwie telah mengamuk dan menerjang ke sana-sini untuk meloloskan diri dari dalam kepungan para buaya darat itu secepat mungkin.   Tidak disangka selagi keadaan mencapai puncaknya ketegangan, mendadak dari kiri-kanan gang-gang itu dan dari atas genteng telah turun hujan kapur yang dilepaskan oleh kawanan manusia busuk itu, untuk mencelakai Teng Yong Kwie dan orang-orang 119 sebawahannya, hingga Yong Kwie yang sama sekali tak menduga bakal mengalami kejadian serupa itu, sudah barang tentu jadi kalang kabut dan coba menerjang dengan mati-matian, tetapi percobaan itu segera jadi terhambat dan mandek setengah jalan, ketika dari pihak para buaya darat telah dilepaskan juga anak-anak panah, yang mana telah mematikan dua orang sebawahan Yong Kwie yang menerjang paling depan.   Dan tatkala ia sendiripun telah kena dilukai oleh anak panah dan senjata serta kapur yang telah membuatnya hampir buta, Yong Kwie terpaksa melakukan perlawanan dengan mata hampir dipejamkan, hingga karena ini, tidak sedikit pukulan-pukulan musuh yang tak mampu ia jaga, yang mana telah bikin ia hampir jatuh pingsan dan saban-saban berteriak karena amat kesakitan.   Syukur juga karena kawanan buaya darat itu tak sanggup mendekati pada Yong Kwie, yang ternyata masih mampu bertempur meski matanya sudah separuh buta, dengan tubuh menderita luka-luka mereka segera melarikan diri.   Oleh sebab itu, seorang sebawahan Yong Kwie yang hanya mengalami luka-luka ringan, buru-buru menggendong Yong Kwie keluar dari gang-gang itu, dari mana ia telah melarikan komandannya dengan berkuda, yang ternyata tidak dibawa pergi oleh kawanan penjahat yang telah lari kalangkabutan itu.   Sesampainya mereka ke tangsi Tok-piauw-eng, orang sebawahan itu lalu laporkan peristiwa ini kepada pihak yang berwajib, yang kemudian segera mengirim sepasukan tentara buat menangkap kawanan pengacau itu serta menolong dua orang sebawahan Yong Kwie yang telah menjadi mayat.   Tetapi dalam penggerebekan ini tidak dapat ditangkap barang seorang pun yang telah menyebabkan 120 terjadinya keributan itu, sedangkan Lauw Sam-ya yang disangka menjadi biangkeladinya, ternyata telah beberapa hari lamanya bepergian, hingga dalam kerusuhan ini ia tidak tahu-menahu, walaupun keributan itu telah terjadi di salah satu bagian dari rumahnya sendiri.   Tatkala kemudian Yong Kwie tersadar dari pingsannya, lalu ia minta supaya orang sebawahannya itu lekas membawa padanya ke rumah Louw Cu Leng.   Karena selain luka-lukanya yang baru itu dapat lekas disembuhkan, juga musuh-musuhnya itupun masih belum lari jauh dan tidak terlalu sukar untuk dibekuknya.   Tetapi apa celaka, sesampainya di Hu-tong-toa-kee, Yong Kwie dapatkan gurunya belum kembali dari luar kota, hingga ia hampir putus asa, apabila Poan Thian tidak membujuk agar supaya ia suka bersabar, sehingga urusan ini dapat diurus sebagaimana mestinya.   Lebih jauh dengan mengandal pada pengetahuan ilmu obatobatan yang ia pernah pelajarkan dari Kak Seng Siangjin di Liong-tam-sie, Poan Thian lalu coba rawat lukalukanya Yong Kwie, berikan dia obat makan dan obat luar untuk menahan sampai Cu Leng kembali dari luar kota.   Oleh karena ini, Yong Kwie jadi sangat berterimakasih atas kebaikannya si pemuda itu.   Malah buat menghibur hati Yong Kwie dan bantu memberantas keburukan yang menjalar dalam masyarakat di Cee-lam, Lie Poan Thian menyatakan kesediaannya akan membantu Yong Kwie dalam usaha ini.   Sedangkan berbareng dengan itu, iapun menganjurkan juga agar supaya Yong Kwie jangan tarik panjang dulu perkara ini.   Karena pihak musuh-musuhnya Yong Kwie yang melihat tidak tampak reaksi apa-apa dari 121 perbuatan mereka yang tidak baik itu, tentulah merekapun tinggal diam dan urusan ini akan jadi lebih mudah untuk diurusnya di kemudian hari.   "Karena dengan adanya "keademan"   Di pihak kita,"   Menganjurkan Lie Poan Thian lebih jauh.   "maka pihak musuh-musuhmu akan berlaku kurang giat buat menyelidiki tentang keadaanmu setelah terjadinya kerusuhan itu. Malahan terlebih baik pula jikalau kau tidak berkeberatan supaya boleh perintah orang-orang sebawahanmu akan sengaja menyiarkan kabar burung di luaran, bahwa setelah terjadinya keributan itu, kau telah mati oleh karena luka-lukamu. Karena disamping aku bisa selidiki dengan diam-diam siapa yang telah berlaku paling aktif dalam hal pekerjaan busuk ini, akupun dapat juga segera ketahui, siapa sebenarnya biangkeladinya dari kerusuhan ini. Hanya belum tahu, apakah kau merasa mufakat apabila urusan ini diatur demikian?"   Mendengar anjuran itu, bukan saja Yong Kwie merasa sangat mufakat, malah sangat berterima kasih kepada Lie Poan Thian, yang telah begitu sudi akan campur tangan dalam urusan ini.   Tetapi Poan Thian yang memang bersikap tak suka tinggal peluk tangan saja akan melihat segala perbuatan tidak patut dilakukan orang tanpa pembalasan yang setimpal, lalu mengatakan, bahwa ia senang sekali akan berbuat sesuatu guna kebaikannya masyarakat, lebihlebih karena peristiwa-peristiwa serupa itu telah terjadi di tempat kelahirannya sendiri.   Maka selain merasa turut bertanggung jawab untuk bantu memelihara kesejahteraan di dalam wilayah tanah tumpah darahnya, iapun dapat sekalian bantu membikin terang mukanya Yong Kwie yang menjadi muridnya Cu Leng yang menjadi juga sahabatnya sendiri.   122 Sementara buat mengetahui terlebih jelas tentang gerak geriknya Lauw Sam-ya yang ia sangat curigai turut campur tangan dalam perkara penganiayaan Yong Kwie dan orang-orang sebawahannya, maka Poan Thian telah sengaja mengirim seorang mata-mata yang bernama Lauw Su, dari siapa kemudian ia telah menerima laporan, bahwa selain Lauw Sam-ya menjadi biangkeladi dalam perkara busuk itu, si hartawan bajingan itupun menjadi juga pemimpin sebuah perkumpulan gelap yang dikenal dengan nama Sam-liong-hwee, sebuah perkumpulan yang dianggap umum sebagai suatu perkumpulan kematian, tetapi sebenarnya ada suatu perkumpulan penjahat, yang karena organisasinya yang diatur sedemikian licinnya, maka pihak yang berwajib tak dapat mengambil tindakan untuk menutupnya tanpa alasan yang kuat.   Selanjutnya, ketika ditanyakan tentang gerak-gerik kawanan buaya darat itu, tempo mendapat kabar tentang kematiannya Teng Yong Kwie, Lauw Su lalu jadi tersenyum dan dengan rupa yang sungkan lalu menjawab.   "Ah, itulah sesungguhnya ada suatu hal yang sangat menjemukan untuk diceritakan di sini."   Tetapi, karena Poan Thian dan Yong Kwie telah minta ia bicara terus, maka apa boleh buat ia telah menuturkan juga, bagaimana Lauw Sam-ya beserta sekalian konco-konconya kelihatan begitu girang, tatkala mendengar tentang kematiannya sang komandan itu, hingga lantaran itu, selanjutnya mereka lalu mengadakan suatu perjamuan besar yang dikunjungi oleh hampir seluruh anggota Sam-liong-hwee yang terkemuka, dimana telah dinyatakan "turut berduka-cita"   Atas kematiannya orang yang mereka anggap sebagai duri di mata mereka itu.   123 Sementara Teng Yong Kwie yang mendengar kabar begitu, sudah tentu saja jadi sangat mendongkol dan bersumpah akan menuntut balas kepada mereka, jikalau nanti ia sudah sembuh dari penyakitnya.   Tetapi Poan Thian lalu membujuk dan minta supaya ia suka bersabar dahulu.   "Kita mesti telan dahulu semua hinaan ini,"   Katanya.   "kita harus berlaku tenang, sementara menunggu ketika akan melakukan hajaran-hajaran yang kiranya cukup untuk membikin namanya Lauw Sam-ya dan perkumpulannya mengalami keambrukan di matanya orang banyak. Karena manusia busuk serupa mereka itu, perlu sekali dibasmi sehingga ke akar-akarnya."   "Jikalau kau mengunjuk sedikit saja aksi yang menyatakan bahwa kau masih hidup,"   Poan Thian melanjutkan.   "dikuatirkan pekerjaanku ini akan gagal. Dan jikalau pekerjaanku pada kali ini gagal, niscaya selanjutnya tak dapat pula aku menolong kepadamu. Karena selain mereka sukar akan dicari, malah bahaya yang mengancam pada kita akan menjadi semakin besar.   "Itulah sebabnya mengapa aku minta kau "berlagak"   Mati, tetapi bukanlah sekali-kali hendak menganjurkan kau menjadi seorang pengecut. Apakah sekarang saudara telah mengerti, maksud-maksud apa yang sebenarnya terkandung di dalam hatiku?"   Yong Kwie yang mendengar keterangan begitu, seakan-akan orang yang baru mendusin dari tidur yang nyenyak, hingga dengan berulang-ulang ia mengucap banyak terima kasih dan memuji tinggi atas ikhtiarnya Poan Thian yang begitu teliti dan rapi.   Dan jikalau ia sendiri bisa berpikir panjang sampai begitu, demikianlah 124 katanya, niscaya tak sampai ia begitu mudah diselomoti oleh pihak musuh-musuhnya.   Tetapi beras sudah menjadi bubur, hingga ia menyesalpun sudah kasip, ia tidak bisa berbuat lain daripada terima nasib apa yang ada.   "Tetapi saudara Teng tak usah pikirkan pula segala hal yang telah lampau itu,"   Poan Thian menambahkan.   "sementara di hari esok, adalah giliranku yang akan pergi menyatroni Lauw Sam-ya di Sam-liong-hwee, dimana akan kulakukan "penagihan", atas apa yang ia telah berhutang kepadamu."   Demikianlah pembicaraan itu telah berakhir sampai di situ, karena Poan Thian telah minta dengan sangat agar supaya Yong Kwie suka lekas beristirahat dan jangan banyak bergerak, selama minum dan memakai obat yang ia telah bawa dari Liong-tam-sie itu.   Tetapi hingga hari sudah terganti dengan malam, ternyata Louw Cu Leng belum juga kelihatan muncul, hingga Poan Thian terpaksa menginap buat merawat dan menilik luka-lukanya si komandan muridnya jago tua itu.   Pada hari esoknya sesudah memberikan obat dan mengganti obat-obat lukanya dengan yang baru, Poan Thian lalu terangkan maksudnya pada Yong Kwie, bahwa pada hari itu ia hendak coba pergi menyelidiki pada Lauw Sam-ya, yang menurut katanya Lauw Su, kerap berada di gedung perkumpulan Sam-liong-hwee.   Maka setelah menanyakan dimana letaknya gedung perkumpulan Lauw Sam-ya itu, Poan Thian lalu menuju ke sana dengan hanya membekal sebatang joan-pian yang dilibatkan di pinggangnya.   Senjata ini tak dapat dilihat orang, berhubung di sebelah luarnya dialingi oleh baju si pemuda.   Oleh sebab ini, dengan enak saja Poan 125 Thian berjalan di luaran tanpa dicurigai orang.   Sesampainya di gedung perkumpulan Sam-lionghwee, Poan Thian lalu menghampiri salah seorang yang kebetulan berada di situ dan coba bertanya.   "Sahabat, apakah hari ini Tong-cu (ketua perkumpulan) ada di gedung perkumpulan?"   Orang itu tidak lantas menjawab pertanyaan orang, hanyalah tinggal mengamat-amati sehingga beberapa saat lamanya. Ketika Poan Thian mengulangi pertanyaannya, barulah ia mendapat jawaban.   "Kau ini siapa? Dan ada urusan apakah menanyakan Tong-cu kami?"   Poan Thian jadi mual mendengar omongan orang itu yang begitu ketus dan kasar tingkah lakunya.   "Aku ada urusan penting yang hendak disampaikan kepada Tong-cu,"   Katanya, dengan sikap yang ketus pula.   "Tidak ada! Tidak ada!"   Kata orang itu.   "Hari ini Tongcu tidak datang! Jikalau kau hendak bertemu kepadanya, bolehlah kau datang pula ke sini di hari esok saja!"   "Aku ada suatu urusan yang teramat penting!"   Poan Thian memaksa.   "urusan ini perlu sekali dilaporkan kepadanya hari ini juga!"   "Tidak bisa!"   Bentak orang itu.   "Tong-cu tidak ada! Kau boleh datang lagi pada hari esok!"   Sambil berkata begitu, orang itu lalu berjalan masuk dengan tindakan cepat, tetapi Lie Poan Thian lalu jambret lengan bajunya sambil berkata.   "Nanti dulu! Aku masih ada omongan yang mau ditanyakan!"   Orang itu jadi kelihatan mendongkol dan lalu tarik lengan bajunya yang dicekal Poan Thian dengan 126 sekuatnya tenaga, hingga dengan mengeluarkan suara "bret!"   Lengan baju itu telah menjadi sobek. Hal mana, sudah barang tentu, telah membikin orang itu jadi sangat gusar dan lalu menjotos dada pemuda kita sambil memaki.   "Bangsat!"   Tetapi pada sebelum ia bisa sampaikan maksudnya, Poan Thian telah keburu berkelit dan lalu maju setindak sambil melintangi kakinya, hingga ketika kakinya orang itu kena terbentur oleh kaki pemuda kita, dengan lantas ia jatuh mengusruk dan berteriak.   "Rampok! Rampok!"   Teriakan itu telah membikin orang-orang yang berada di dalam gedung perkumpulan itu jadi ribut dan terus keluar dengan serentak, dengan membawa senjata di tangan masing-masing.   "Ayo! jangan kasih lari perampok itu!"   Teriak seorang muda yang rupanya menjadi pemimpin dari kelompokan orang-orang itu.   Tetapi Poan Thian yang sebenarnya bermaksud hendak mengacau untuk menarik perhatiannya Lauw Sam-ya, ia merasa tak perlu akan meladeni berkelahi pada orang ini.   Maka setelah melihat ada sebuah pagar tembok yang tingginya beberapa tumbak di hadapannya, buru-buru ia gerakkan kakinya meloncat ke atas, dan terus melayang bagaikan burung kepinis ke atas pagar tembok tersebut.   Sekelompok orang-orang itu yang telah tak berhasil melakukan pengepungan itu, lalu pada berteriak.   "Ambillah busur dan anak panah buat menembaknya! Saudara-saudara, ayohlah lekas bersiap-siap untuk meringkusnya dari atas pagar tembok itu!"   Mendengar ancaman itu, bukan saja Poan Thian tak menjadi jerih atau takut, malah sebaliknya lantas tertawa 127 dan berkata.   .,Sahabat-sahabat, jangan pula kamu hendak memanah kepadaku, sedangkan jala alam semesta sekalipun, tak nanti akan kutakuti! Kamu sekalian tidak pernah bermusuhan denganku, seperti juga aku sendiri tak pernah bermusuhan dengan kamu sekalian.   Kedatanganku ini adalah untuk bertemu dengan Tong-cu, tetapi bukan hendak mencari setori dengan kamu sekalian.   Aku bukan takut berkelahi, juga bukan takut karena aku tak bersenjata, aku hendak berkelahi dengan memakai aturan, tetapi bukan berkelahi seperti kamu ini, yang cuma-cuma akan membikin diri celaka saja.   Maka buat mencegah kerewelan-kerewelan yang tidak diinginkan, pergilah kamu beritahukan kepada Tong-cu, bahwa aku di sini ingin bertemu kepadanya!"   Tidak antara lama, lalu muncullah dari antara orang banyak, seorang yang berusia kira-kira empatpuluh tahun lebih, wajahnya bengis, hidungnya bengkok macam paruh betet, bermisai dan berjembros pendek.   Oleh karena orang itu berpakaian ringkas dan mengenakan sepasang sepatu ringan yang umum dipakai oleh orangorang yang gemar bersilat, maka Poan Thian lantas mengerti, bahwa sedikit-sedikitnya orang itu tentu mengerti juga ilmu silat.   Oleh sebab itu, ia lantas menyoja dari atas pagar tembok sambil berkata.   "Lauwhia, mohon tanya, apakah kau ini bukannya Tong-cu dari Sam-liong-hwee yang bernama Lauw Sam-ya?"   Orang itu tidak lantas menjawab, tetapi segera mengamat-amati orang sehingga beberapa saat lamanya.   "Apakah kau tahu Sam-liong-hwee ini tempat apa?"   Tanyanya dengan sikap yang amat sombong. Lie Poan Thian yang melihat sikap orang itu, keruan saja jadi mendongkol dan lalu menjawab.   "Tak tahu aku, 128 apakah Sam-liong-hwee ini sebuah tempat hitam atau putih, tetapi aku tahu betul, bahwa inilah bukan tempat yang terlalu berbahaya untuk ditakuti orang!"   Orang itu kelihatan bersungut-sungut, kemudian mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidung.   "Hm!"   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Katanya.   "Barusan telah kau katakan, bahwa kau minta bertemu dengan Lauw Sam-ya. Aku inilah ada orang yang kau cari itu! Belum tahu kau mencari aku ada urusan apa yang perlu kau bicarakan? Ayo, marilah kau turun ke sini!"   Poan Thian menurut. Dengan sekali lompat saja, pemuda kita telah berada di hadapannya Lauw Sam-ya.   "Cobalah ceritakan maksud kedatanganmu ini,"   Kata ketua perkumpulan Sam-liong-hwee itu. Poan Thian lekas menyoja dan berkata.   "Aku ini adalah seorang dari tempat lain yang kebetulan melewat di sini, tetapi karena justeru keputusan ongkos dan mendengar namamu yang dermawan dan suka menolong pada orang-orang yang miskin dan tertindas, maka aku telah sengaja datang berkunjung kepadamu untuk meminta pertolonganmu. Belum tahu, apakah kau sudi mengabulkan atau tidak permintaanku ini?"   Lauw Sam-ya berdiam sejurus, sambil berpikir di dalam hatinya.   "Jikalau ditilik dari gerakan-gerakannya orang ini,"   Pikirnya.   "nyatalah ia bukan seorang yang boleh diperlakukan dengan sembarangan. Maka buat mencegah peristiwa-peristiwa yang tidak diingini, baiklah aku berlaku sedikit mengalah dan memberikan dia sedikit uang, agar supaya dengan begitu dia boleh pergi dari sini 129 dengan tak usah menerbitkan kerewelan apa-apa."   Begitulah setelah berpikir sesaat lamanya, Lauw Sam-ya lalu panggil kasir perkumpulan buat mengambil limapuluh uang tembaga untuk diberikan kepada pemuda itu. Tetapi Poan Thian yang melihat jumlah uang sekecil itu, lalu jadi tertawa dan berkata.   "Ah, Lauw-hia, apakah artinya uang limapuluh tembaga itu, sedangkan buat membayar ongkos satu kali makan saja belum keruan bisa cukup? Aku sungguh menyesal sekali, telah mau percaya saja kata orang, mereka telah mengatakan, bahwa Lauw Sam-ya itu orangnya amat dermawan, tidak sayang uang untuk dapat bersahabat dengan orangorang yang bersatu haluan. Tidak tahunya semua omongan itu bohong belaka! Dan jikalau itu benar, aku hanya berani mengatakan, bahwa Lauw Sam-ya itu orangnya terlalu pelit, sehingga buat memberikan uang limapuluh tembaga saja mesti dipikir dahulu bolak-balik sampai beberapa jam lamanya. Ha, ha! Aku sungguh jadi tertawa geli akan mengalami kejadian lucu semacam ini!"   Lauw Sam-ya yang disindir begitu, dengan mata mendelik dan hati mendongkol lalu berkata.   "Ah, kau ini sesungguhnya ada seorang yang amat cerewet! Jikalau kau tidak mau terima dermaanku yang berjumlah limapuluh uang tembaga itu, berapa banyakkah yang kiranya patut kuberikan kepadamu?"   "Jikalau kau mau membicarakan tentang banyak sedikitnya jumlah yang kau harus keluarkan,"   Kata Lie Poan Thian sambil tertawa.   "jumlah sepuluhribu tail perak bagimu belumlah terlalu banyak, sedangkan jumlah seribu tail belum boleh dikatakan terlalu besar. Hanya karena kau memangnya seorang yang pelit, perlu apakah kau menanyakan berapa banyak kau harus keluarkan 130 buat aku, sedangkan kau sendiri memangnya mau keluar uang?"   Lauw Sam-ya jadi semakin mendongkol dan lalu perintah kasir akan memberikan Poan Thian seratus uang tembaga, tetapi pemuda kita kembali tertawakan padanya sambil berkata.   "Itu masih terlalu jauh dari cukup! Itu masih terlalu jauh dari cukup!"   Lauw Sam-ya akhirnya jadi naik darah dan membentak.   "Hei, pengemis! Sungguh tidak kunyana akan bertemu dengan seorang pengemis yang kelakuannya lebih mirip dengan seorang perampok! Belum tahu sampai dimana adanya ilmu kepandaianmu, sehingga kau berani berlaku begitu kurang ajar akan memeras orang?"   "Ha, ha, ha!"   Poan Thian tertawa.   "Jikalau mau diceritakan tentang ilmu kepandaianku, ada kemungkinan kau akan terperanjat atau kesima karena heran. Tetapi semua ini kiranya perlu juga akan kuberitahukan kepadamu, walaupun ini bisa membikin kau gegetun seumur hidupmu!"   Kemudian, sambil menunjukkan tinjunya, ia melanjutkan omongannya dengan mengatakan.   "Dengan tinju ini aku mampu membinasakan harimau dari Bukit Selatan, sedangkan dengan kedua kakiku ini, aku bisa tendang mati ular naga dari Lautan Timur. Oleh sebab itu, siapakah di antara kamu sekalian yang berani mengadu ilmu kepandaian denganku?"   Lauw Sam-ya jadi tersenyum segan ketika mendengar omongan Poan Thian yang sesombong itu.   "Akan membunuh harimau atau mematikan ular naga,"   Katanya.   "itulah bukan perkara gampang, hingga ini terlalu sukar untuk dapat disaksikan oleh setiap orang. 131 Sekarang aku di sini mempunyai delapanbelas patok Lohan-chung yang biasa dipergunakan untuk berlatih ilmu silat. Jikalau patok-patok ini dapat kau tumbangkan seluruhnya dengan jalan apa saja, barulah aku suka menyerah dan bersedia akan keluar uang menurut jumlah permintaanmu dengan tidak tawar-menawar pula!"   "Kalau begitu,"   Sahut Lie Poan Thian.   "aku suka terima kebaikan tawaranmu itu. Tetapi dimanakah adanya patok-patok itu?"   Lauw Sam-ya lalu menunjuk pada sebuah lapangan di sebelah timur sambil berkata.   "Itu, di sana. Apakah kau sanggup menumbangkan semua patok-patok itu?"   Lie Poan Thian lalu mengamat-amati pada ketiga perangkat patok-patok yang terpendam dalam tanah, kemudian ia mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berkata.   "Ya, ya, itu semua aku sanggup tumbangkan atau patahkan dengan kaki dan tanganku. Marilah kita coba pergi ke sana, supaya kau dapat menyaksikan "pekerjaanku"   Dari dekat."   Lauw Sam-ya menurut.   Begitulah dengan mengajak semua orang sebawahannya, ketua perkumpulan Sam-liong-hwee itu lalu dipersilahkan Poan Thian buat coba jajal ilmu kepandaiannya menurut kesanggupan yang telah ia utarakan tadi.   Maka setelah menyingsingkan lengan baju dan mengikat erat tali pinggangnya, Poan Thian lalu memukul patok yang pertama dengan menggunakan sisi telapak tangannya.   "Plak!"   Begitulah terdengar suara barang yang patah, 132 dan berbareng dengan itu, maka patok itupun putuslah bagaikan terbacok oleh sebilah golok yang amat tajam! Plak, plak, plak! Di setiap waktu terdengar suara itu, di setiap waktu juga tampak patok-patok itu satu per satu terkutung karena tersabet putus oleh sisi telapak tangannya pemuda itu! Lauw Sam-ya dan orang-orang sebawahannya yang menyaksikan keanehan itu, semua jadi pada memuji di dalam hati, tentang kepandaiannya pemuda kita yang amat lihay itu.   Sedangkan dengan kedua kakinya yang ditendangkan dengan cepat dan berulang-ulang, Poan Thian telah "sapu"   Patok-patok itu sehingga tumbang dan berantakan di sana-sini! Lauw Sam-ya dan orang-orang sebawahannya yang sekarang telah dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa hebatnya ilmu kepandaian pemuda itu, sudah tentu saja hati mereka jadi jerih dan tidak tahu selanjutnya mesti berbuat bagaimana.   Maka setelah Poan Thian dapat menyelesaikan semua "pekerjaannya", lalu ia menghampiri Lauw Samya dan bersenyum berkata.   "Lauw-hia, sekarang pekerjaanku untuk menumbangkan dan mematahkan patok-patok itu telah selesai. Apakah kau sudah bersedia akan mengeluarkan sejumlah uang yang aku bakal minta itu?"   "Oh, ya, ya, sudah tentu,"   Kata ketua Sam-liong-hwee itu dengan suara gugup.   "Tetapi belum tahu apakah kau juga mampu mementang gendewa Gu-kak-kiong yang tergantung di atas dinding tembok itu?" 133 Lauw Sam-ya berkata sambil menunjuk pada sebuah busur besar yang digantungkan di dinding tembok timur, yang terpisah tak berapa jauh dari tempat mereka berdiri. Poan Thian lalu menoleh ke arah yang diunjukkan Lauw Sam-ya tadi. Tetapi sungguh tidak dinyana, selagi mengamatamati pada busur itu, mendadak Poan Thian merasakan ada "angin tidak baik-baik yang berkesiur di belakang kepalanya, berbareng dengan mana sebuah sinar menyamber ke arah batang lehernya. Poan Thian lekas berjongkok buat mengasih lewat badi-badi Lauw Sam-ya yang telah dijujukan pada dirinya, kemudian ia putar badannya dan menyapu kakinya Lauw Sam-ya dengan kaki kanannya. Ketua perkumpulan Sam-liong-hwee itu buru-buru berlompat ke suatu pinggiran, hingga dengan begitu, ia telah dapat meluputkan diri daripada tendangan Poan Thian itu. Sementara pemuda kita yang melihat Lauw Sam-ya hendak berlaku curang, lalu tertawa dan berkata dengan maksud menyindir, katanya.    Pendekar Misterius Karya Gan Kl Walet Besi Karya Cu Yi Alap Alap Laut Kidul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini