Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 8
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 8
Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek Tetapi Ciang Tong yang memang sudah mendapat firasat akan "kejadian", begitu, segera menjatuhkan diri ke depan sambil berguling di atas jubin sampai beberapa kali, hingga setelah terluput dari penyerangan yang curang itu, sambil tertawa menyindir dan melirik pada si ho-han itu ia lantas berkata. "Oh, oh, apakah ini ada cara bertempur dengan jujur seperti katamu tadi?" Si ho-han yang ternyata ada seorang kasar yang tidak tahu malu, bukan saja tidak mau terima kebaikan jengekan itu, malah sebaliknya menjadi amat gusar dan 235 membentak. "Bu Ciang Tong! Jangan engkau mengira bahwa orang gagah di kalangan Kang-ouw hanyalah engkau seorang saja! Engkau telah tidak memandang mata pada kawan-kawan kami dan menganggap bahwa jiwa mereka itu adalah jiwa- jiwa semut! Engkau tangkapi dan bunuhi mereka itu dengan secara kejam, walaupun tahu bahwa di antara engkau dan mereka tak pernah terbit permusuhan apa-apa!" "Engkau jangan melantur!" Membentak Ciang Tong dengan hati mendongkol. "Kamu juga tentu telah ketahui, bahwa tugasku sebagai seorang polisi adalah untuk menjaga keamanan dan membasmi kejahatan yang bersifat mengacau kepada ketertiban umum dan kesejahteraan di dalam negeri. Kamu sekalian tidak mengindahkan ini semua dan mengacau kian-kemari dengan jalan melakukan perampokan-perampokan atau pembunuhan-pembunuhan yang ganas terhadap pada anak-anak negeri yang telah mencoba untuk mempertahankan harta-benda mereka yang kamu hendak kangkangi, dengan kamu sekalian sama sekali tidak pernah memikirkan betapa sukar dan payahnya mereka telah mengumpulkan itu sedikit demi sedikit, sehingga akhirnya menjadi suatu jumlah yang besar dan cukup untuk membiayai penghidupan mereka di hari tua. "Tetapi kamu sekalian orang-orang malas dan tidak berbudi, hanya memikirkan keuntungan diri sendiri saja, sehingga dengan begitu, kamu tidak memikirkan sama sekali tentang akibat-akibat dan kerugian- kerugian yang bakal dialami oleh orang lain. Oleh sebab itu, ada apakah salahnya apabila aku sebagai alat negara mengambil tindakan-tindakan yang tegas untuk menunaikan kewajiban yang negara telah percayakan kepadaku?" 236 Si ho-han yang mendengar omongan itu, bukan main marahnya dan lalu menerjang pada Ciang Tong dengan dibantu oleh kedua orang kawannya yang masingmasing bersenjatakan badi-badi tadi. Sementara Ciang Tong yang memang bukan seorang yang biasa mundur dalam hal bertempur dengan musuh, dengan gagah lalu menyambut serangan itu dengan menggunakan siasat Khong-siu-jip-pek-jim, serupa ilmu pukulan tangan kosong, yang biasa dipergunakan untuk bertempur dengan musuh-musuh yang bersenjatakan golok atau barang-barang tajam lain. Ilmu pukulan tersebut oleh karena gerakangerakannya amat cepat, sudah barang tentu telah membikin ketiga penjahat itu jadi bingung sendiri, hingga semakin lama mereka jadi semakin kewalahan, dan akhirnya salah seorang di antaranya telah kena ditendang dan jatuh terpental ke suatu tempat yang terpisah kira-kira beberapa belas kaki jauhnya. Orang yang kedua telah dibikin tidak berdaya karena badi-badi yang dicekalnya telah ditendang begitu rupa, sehingga menancap pada papan loteng yang tingginya tidak kurang dari duapuluh kaki! Maka kedua orang itu yang mengerti, bahwa mereka bukanlah orang-orang yang setimpal akan menjadi lawan kepala polisi itu, buruburu keluarkan "ilmu langkah seribu" Dan terus melarikan diri dari dalam ruangan rumah itu, dengan meninggalkan si ho-han sendirian bertempur dengan Bu Ciang Tong, yang sudah terang bukan lawannya yang seimbang dalam pertempuran yang maha dahsyat itu. Dan ketika pertempuran itu baru saja berlangsung beberapa jurus lamanya, ho-han itu ternyata cuma bisa menangkis, tetapi tak mampu membalas untuk menyerang kepada musuhnya. 237 Ia mengeluh di dalam hati dan sesambat untuk meminta bantuan yang tidak kelihatan dari para sedereknya yang telah tewas jiwanya di tangan kepala polisi yang ilmu kepandaiannya sangat lihay itu, tetapi kenyataan telah membuktikan. bahwa semua itu adalah sia-sia belaka. Ia tak dapat mempertinggi ilmu kepandaiannya yang memangnya sangat terbatas dan kalah jauh dengan pihak lawannya! Akhir-akhirnya karena telah merasa tak sanggup akan meladeni bertempur pada Bu Ciang Tong terlebih lama pula, maka ho-han itu lalu mencari "lowongan" Untuk meloloskan diri dengan jalan mempergunakan segala ilmu pukulan yang ia ketahui dan cukup berbahaya, tetapi ternyata bagi Ciang Tong semua itu hanya merupakan sebagai pukulan-pukulan yang hampir tak ada artinya sama sekali. Hal mana, keruan saja, telah membikin si ho-han jadi semakin bingung, semakin kalut pikirannya untuk mencari jalan akan meloloskan diri dengan jalan yang tercepat tetapi selamat, walaupun ia telah mencoba segala cara dengan sedapat mungkin dan dengan sekuat-kuat tenaganya. Sementara Ciang Tong yang melihat tegas kesibukan pihak musuhnya, bukan saja tidak membiarkan dia dengan begitu saja, malah sebaliknya ia merangsak terus-terusan dengan mempergunakan ilmu-ilmu pukulan yang gerakan-gerakannya amat cepat dan sukar diduga. Maka selagi si ho-han itu telah hampir tidak berdaya pula, kepala polisi itu lekas maju menendang sambil membentak. "Pergilah engkau dari hadapanku!" Si ho-han buru-buru mencoba akan berkelit, tetapi usaha ita bukan saja telah gagal, malah sebaliknya ia sendiri telah terpental dan kena menubruk dinding 238 tembok yang segera jadi gugur dan berlubang, dan berbareng dengan terdengarnya satu suara jeritan ngeri, si ho-han itupun telah jatuh ke jalan raya dengan melalui lobang tembok yang telah ditomploknya sehingga berlubang itu! Ketika Ciang Tong memburu dan menoleh keluar lubang tembok itu, ternyata si musuh telah menghilang entah kemana perginya! Sekarang kita ajak para pembaca menilik pada Capek-sin-kauw Ngay Houw Cun, yang usahanya selalu gagal untuk mencelakai jiwa kepala polisi she Bu itu. Setelah beberapa kalipun tak berhasil ia melakukan penyerangan gelap untuk membinasakan jiwa musuh besarnya itu, akhirnya ia insyaf, bahwa untuk berurusan pada Ciang Tong dengan memakai kekerasan, biar bagaimana juga ia tentu tak akan berhasil. Dari itu, ia lantas "putar kemudi" Untuk mencelakai Ciang Tong dengan jalan halus, terutama mempergunakan tenaga orang-orang dalam yang bekerja di kantor kebupaten Ham-yang sendiri. Pada suatu waktu bupati lama dari Ham-yang telah dinaikkan pangkat dan dipindahkan untuk diperbantukan dalam pekerjaan di ibukota. Bupati ini karena mempunyai perhubungan yang erat dengan Ciang Tong, maka ia telah coba menganjurkan agar supaya kepala polisi itu mengikuti dan membantunya dalam pekerjaannya yang baru itu, tetapi Ciang Tong yang merasa berat untuk meninggalkan tanah tumpah darahnya, sudah lantas menyatakan menyesal tak dapat mengabulkan permintaan sepnya itu, buat mana sang bupati pun merasa amat menyesal dan terpaksa berangkat ke ibukota sambil tidak lupa berpesan kepada si kepala polisi, agar supaya sewaktu239 waktu kalau kebetulan dalam perlop pergi berkunjung ke tempat kediamannya di ibukota. Ciang Tong berjanji akan berbuat begitu. Maka dengan saling mengucurkan air mata, sep dan pegawai yang telah bekerja sama hampir duapuluh tahun lamanya itu telah saling berpisahan dari satu dengan yang lainnya, setelah di gedung kabupaten diadakan perjamuan makan minum sebagai tanda perpisahan antara si bupati dan sekalian pegawai- pegawainya dalam kabupaten Ham-yang itu. Sekarang kita berkenalan dengan bupati baru yang bernama An Hun Ie. Bupati ini adalah seorang hartawan yang telah mendapatkan pangkatnya dengan jalan menyogok pada pembesar-besar tinggi yang berpengaruh besar di Kotaraja. Ia ini bukan orang terpelajar, juga bukan seorang yang pandai timbang-menimbang segala perkara dengan secara bijaksana. Jikalau sewaktu-waktu dapat juga ia mengurus pekerjaannya dengan baik, itulah bukan karena baiknya rencana yang keluar dari otaknya sendiri, hanyalah berkat kecerdikan pegawainya yang ia sengaja telah sewa tenaganya buat mengurus segala pekerjaan di kantor kabupaten. Maka biarpun ia sendiri disebut seorang bupati, tetapi sebenarnya ia tak bekerja sama sekali, juga tak mengerti bagaimana seluk-beluknya pekerjaan serta tugas seorang bupati, dari itu, lebih tepat dia dinamakan "bupati tetiron", daripada bupati yang memang karena kepandaiannya telah diangkat dengan secara resmi oleh pemerintah negeri. 240 Maka pada waktu kabar tentang penggantian bupati itu sampai ke telinga Cap-ek-sin-kauw Ngay Houw Cun, buru-buru ia kirim beberapa orang mata- matanya buat mencari tahu bagaimana sikap dan sepak-terjang bupati baru itu. Tidak berapa lama kawanan mata-mata itu telah kembali dan melaporkan pada Houw Cun, bahwa "bupati An itu adalah seorang yang temaha pada harta benda dan mudah "ditempel dengan menggunakan pengaruh uang", hingga si kepala kampak yang mendengar laporan begitu, dengan hati amat girang ia lantas menggebrak meja sambil berkata. "Nah, inilah ada ketika yang terbaik untuk memfitnah pada jahanam she Bu itu!" Lalu ia menyamar sebagai seorang hartawan besar, dan dengan membawa bingkisan berharga ia berkunjung ke gedung bupati, dengan alasan untuk berkenalan serta memberi selamat atas keangkatan Hun Ie sebagai bupati baru di kota Ham-yang itu. An Hun Ie yang lebih perhatikan bingkisan orang daripada mencari tahu siapa dan dengan maksud apa orang telah memberikan bingkisan itu kepadanya, tentu saja lantas menyambut kepala kampak itu dengan berpura-pura, mengatakan. "sudah lama mendengar nama Houw Cun yang dermawan di daerah Ham-yang," Biarpun sebenarnya ia tidak pernah dengar ataupun kenal nama samaran "Thio Sin" Yang telah dipergunakan Houw Cun itu! Maka dengan menggunakan pengaruh uang dan hadiah-hadiah yang mahal harganya kepada bupati bangpak dan orang sebawahannya yang ternyata juga ada dari satu kaliber, dengan cepat Houw Cun telah bikin dirinya populer di kantor kabupaten itu, hingga 241 selanjutnya ia bisa keluar masuk di kantor tersebut bagaikan di rumahnya sendiri. Pada suatu hari seorang siu-cay she Gouw dari kecamatan Nouw-tam-lie telah datang ke kantor kabupaten buat mengadu, bahwa pada malam kemarin sebuah mustikanya yang bernama Ya-beng- cu telah dicuri orang. Mustika itu walaupun hanya sebesar telur burung merpati saja, tetapi khasiatnya amat besar dan dapat menerangi segala sesuatu yang ditaruh dalam sebuah kamar yang gelap gelita, oleh karena itu, tidak heran jikalau ia amat sayang dan bingung sekali tatkala mengetahui bahwa mustika kesayangan hatinya itu telah hilang. "Berapa besar harganya mustika itu," Begitulah ia mengadu di hadapan bupati An Hui Ie. "itulah sesungguhnya belum ada seorang pun yang mampu menaksirnya. Karena menurut cerita orang, mustika hamba itu adalah sebuah mustika masyhur yang pernah dipergunakan oleh kaisar Korya (Korea) sebagai pembayaran upeti, ketika kaisar Tong Thay Cong Lie Sie Bin menyerbu ke semenanjung Korea." Maka An Hun Ie yang mengingat bahwa peristiwa itu telah terjadi di daerah lingkungannya juga, tentu saja ia lantas panggil Bu Ciang Tong buat diajak berembuk, cara bagaimana baiknya untuk mengurus perkara pencurian ihi. Tetapi karena pencurian itu telah dilakukan dengan amat sempurna, maka Ciang Tong jadi bingung dan lalu minta permisi buat pergi tengok sendiri ke rumah Gouw Siu-cay. Karena selain ia bisa lihat di bagian mana letaknya rumah itu, iapun bisa sekalian menyelidiki juga 242 bekas-bekasnya, cara bagaimana si pencuri telah melakukan pekerjaannya. Bupati mengabulkan dengan suatu perjanjian, bahwa biar bagaimana juga, Ciang Tong harus bisa bekuk pencurinya. Karena, sebagai seorang pembesar baru yang datang menjabat pangkatnya di kabupaten itu, ia merasa akan kecewa, apabila perkara yang begitu kecil tidak dapat dibikin terang. Bu Ciang Tong berjanji akan bekerja dengan sekuatkuatnya tenaga, guna membikin terang muka orang yang menjadi seatasannya. Kemudian ia kerahkan seluruh tenaga kepolisian yang berada di bawah penilikannya, agar supaya perkara pencurian itu bisa lekas dibikin terang, dengan pencurinya sendiri dibekuk buat diberikan hukuman yang set impal dengan perbuatannya. Tetapi karena belakangan baru ternyata bahwa si pencuri tidak meninggalkan bekas, sebagaimana kebiasaan peristiwa-peristiwa yang bersangkut-paut dengan pencurian, maka diam-diam Ciang Tong jadi bercuriga, kalau-kalau pengaduan Gouw Siu-cay itu suatu pengaduan yang palsu belaka. Tetapi ia tak menyangka sama sekali, bahwa Gouw Siu-cay itu adalah seorang samaran dari salah seorang gundal Cap-ek-sinkauw Ngay Houw Cun, yang memang telah sengaja berbuat begitu untuk mempersukar dan kemudian membuka jalan ke arah kecelakaan bagi diri kepala polisi she Bu itu! Maka setelah penyelidikan itu telah dilakukan dengan susah-payah sehingga setengah bulan lamanya dengan tidak mengasih hasil yang diinginkan, Bu Ciang Tong jadi amat jengkel dan tak tahu lagi apa yang harus diperbuatnya selanjutnya. Sementara Cap-ek-sin-kauw yang telah diberi kabar oleh kaki tangannya tentang kejadian ini, segera dengan 243 secara diam-diam ia pergi menjumpai bupati she An itu, kepada siapa ia memberikan kisikan bahwa pencuri mustika Ya-beng-cu itu makanya sukar ditangkap adalah karena pencurinya bukan lain daripada Bu Ciang Tong sendiri! Maka An Hun Ie yang lebih percaya omongan Ngay Houw Cun daripada keterangan-keterangan yang didapat dari Bu Ciang Tong sendiri, sudah tentu saja lantas mau percaya kebenarannya omongan si kepala kampak itu. Apalagi jikalau menilik laporan-laporan yang sudah-sudah tentang pekerjaan kepala polisi ini yang begitu aktif dan belum pernah gagal, orang segera bisa kemukakan kesimpulan-kesimpulan, walaupun kenyataan mengunjuk dengan tegas, bahwa Ciang Tong bukan seorang yang boleh direndengkan namanya dengan segala kawanan pencuri atau penjahat yang hina-dina. Tetapi Hun Ie yang telah dibutakan matanya dengan harta dan emas, bukanlah seorang dengan siapa kita boleh bicara tentang liang-sim ataupun ceng-lie, karena segala keputusan-keputusan yang menurut kata hati orang benar dan bijaksana, itu semua seolah-olah telah dihapuskan seluruhnya dari dalam kamus yang tersimpan di batinnya manusia busuk ini. Oleh karena berpendapat bahwa dia mempunyai pengaruh besar di seluruh kabupaten Ham-yang itu, maka tak segan-segan ia memutar balikkan perkara, dari yang hitam sehingga berubah menjadi putih dan begitupun sebaliknya. Demikian juga dalam hal memberikan pertimbangan terakhir atas Bu Ciang Tong yang telah bekerja sampai puluhan tahun lamanya sebagai kepala polisi, hingga dengan tidak memikirkan pada jasa-jasa besar yang telah diperolehnya selama itu, Hun Ie segera perintah 244 orang buat tangkap padanya sebagai seorang pencuri, biarpun ia ketahui, bahwa tidak semua omongannya Houw Cun itu boleh dipercaya. Berita tentang ditangkapnya Ciang Tong yang disangka sebagai pencuri, sudah tentu telah menerbitkan kegemparan besar di seluruh kabupaten Ham-yang. Bagi pihak musuh-musuhnya kepala polisi itu, berita ini telah disambut dengan bertampik sorak saking kegirangan, tetapi bagi pihak kawan-kawan dan orangorang yang bersimpati kepadanya, berita itu telah disambut dengan kemarahan yang sukar dilukiskan dengan perkataan. Bukan saja mereka menyomel dan mengutuk pada bupati jahanam itu, tetapi juga mereka segera menuju ke kantor kabupaten untuk memprotes dan minta supaya Ciang Tong yang tidak berdosa itu segera dibebaskan dari dalam tahanan, hingga Hun Ie yang memang berhati penakut dan kuatir akan rombongan orang-orang yang datang memprotes itu menerbitkan keributan, sudah tentu saja segera kirim beberapa orang yang pandai bicara buat membujuk pada mereka dan coba menerangkan duduknya perkara. Ciang Tong yang telah ditahan, kata utusan-utusan dari kabupaten itu, bukanlah dianggap atau diperlakukan sebagai seorang tahanan biasa. Karena sebagai seorang kepala polisi yang sudah kawakan dan memperoleh banyak jasa dalam pekerjaannya, nyatanya hanya namanya saja ia ditahan, padahal di kabupaten ia tetap dihormati dan dirawat sebagai seorang tetamu agung. Malah bupati sendiri tidak percaya, melanjutkan mereka, bahwa Ciang Tong ada turut campur dalam pencurian mustika Ya-beng-cu miliknya Gouw Siu-cay 245 itu. Maka jikalau karena tuduhan itu Ciang Tong telah ditahan juga, itulah ada maksud lain yang dikandung oleh bupati, guna melancarkan jalannya penyelidikan dan guna kebaikannya kepada polisi itu sendiri. "Sayang kami tak dapat menerangkan semua maksud bupati dengan secara terang-terangan," Kata mereka pula. "hingga hanya sekian saja yang kami dapat sampaikan kepada tuan-tuan sekalian. Sedangkan apa yang terjadi selanjutnya kami persilahkan supaya tuantuan suka menunggu dengan sabar, dengan mana kami percaya tuan-tuan pasti akan merasa puas dengan cara pemeriksaan yang akan dilakukan oleh bupati kita dengan sebijaksana-bijaksananya." Oleh karena mendengar keterangan begitu, maka orang banyakpun kelihatan mau percaya dan segera pada bubaran dengan tidak menerbitkan keributan ataupun mengunjuk sikap yang penasaran sebagaimana pada waktu tadi mereka datang ke situ. Sekarang kita ajak para pembaca untuk membalik tabir yang menyelimuti peristiwa yang bersangkut- paut dengan penangkapan dan penahanan diri Bu Ciang Tong yang bernasib malang itu. Sebagaimana di bagian atas telah kita tuturkan dengan panjang lebar, kepala polisi she Bu itu adalah seorang murid jempolan dari cabang Ceng-leng-sie di Ngo-tay-san, yang ilmu kepandaiannya sudah lama dikenal di kalangan jago silat di daerah barat-laut Tiongkok. Oleh sebab itu, para pembaca tentu hendak bertanya, cara bagaimanakah seorang yang ilmu silatnya begitu tinggi bisa ditangkap dan ditahan tanpa melawan serta dalam cara yang begitu gampang sekali? 246 Hal ini memang perlu diterangkan sedikit untuk tidak membingungkan kepada para pembaca. Semenjak An Hun Ie mendapat anjuran akan menangkap pada Bu Ciang Tong yang dituduh mencuri mustika Ya-beng-cu milik Gouw Siu-cay oleh Cap-ek-sinkauw Ngay Houw Cun, bupati jahanam ini selalu putar otak cara bagaimana buat melakukan pekerjaan itu dengan suatu risiko yang sekecil- kecilnya, tetapi akan dapat menarik keuntungan yang sebesar-besarnya dengan tak usah mengalamkan kerusuhan apa-apa. Tetapi setelah berapa orang kepercayaannya ditanyakan pikirannya dan tidak juga dapat memecahkan persoalan ini, lalu ia undang Houw Cun buat coba mengunjukkan ia suatu jalan yang didasarkan atas anjuran yang telah keluar dari otak si kepala kampak itu. Houw Cun yang merasa telah diberikan ketika seluas- luasnya untuk membikin pembalasan kepada musuhnya itu, tentu saja jadi sangat girang dan lalu mengatur suatu muslihat keji. Mula-mula ia mengatakan, bahwa Bu Ciang Tong itu bukan hanya pada kali itu saja melakukan kejahatan, tetapi sudah banyak kali, tetapi karena orang takut kepadanya, maka rahasia itu orang tak berani sembarangan siarkan di luaran, berhubung kuatir dengan pembalasan-pembalasan hebat yang juga mungkin akan dilakukan oleh kepala polisi itu dan komplotannya yang berjumlah bukan sedikit. Sebagai salah satu bukti yang paling nyata, Houw Cun telah mengalihkan pandangannya kepada kekayaan Bu Ciang Tong yang tidak sedikit jumlahnya, yang sebenarnya telah diperolehnya sebagai warisan dari ayahnya almarhum, tetapi oleh si kepala kampak itu 247 dikatakan telah dapat dikumpulkan dari perampokan, pencurian, dan sumber-sumber lain yang tidak halal. Lebih jauh Houw Cun menambahkan, bahwa karena bupati itu ada seorang baru, maka tidak heran jikalau ia belum ketahui tentang adanya peristiwa-peristiwa tidak baik yang pernah dilakukan oleh kepala polisi itu pada masa yang lampau. Tetapi lain halnya bagi dirinya sendiri, yang memang sudah sedari lama menjadi salah seorang penduduk kabupaten Ham- yang, juga telah ketahui jelas rahasia-rahasia ini dari sumber-sumber yang sangat boleh dipercaya. Maka jikalau Ciang Tong ditangkap dan dijatuhi hukuman berat, bukan saja si bupati bisa dianggap berjasa terhadap negeri dan kesejahteraan kabupaten Ham-yang, tetapi berbareng ia bisa sita harta benda Bu Ciang Tong yang jumlahnya bukan sedikit itu. "Semua orang suka uang dan harta-benda," Houw Cun berbisik di telinga bupati jahanam itu. "Maka setelah Tay-jin sita harta bendanya Bu Ciang Tong, ada apakah salahnya kalau harta benda itu Tay-jin ambil semua atau sebagian untuk keperluan sendiri? Dalam pensitaan Tay-jin boleh menggunakan "atas nama negeri", tetapi dalam "praktek" Toh orang akan ambil pusing atau hendak mencari tahu lebih jauh "kemana perginya" Harta sitaan itu, bukan?" An Hun Ie yang kemaruk harta benda jadi sangat girang ketika mendengar anjuran sahabatnya itu. "Engkau ini sesungguhnya ada seorang yang pandai dan cerdik sekali!" Katanya. "Aku sama sekali tak pernah pikir, bahwa hal ini bisa dengan secara langsung menguntungkan kepada diriku sendiri. Maka apabila pekerjaan ini sesungguhnya telah berhasil menurut 248 ikhtiarmu tadi, aku tentu tak akan melupakan atas jasajasamu yang bukan kecil itu." Tetapi Houw Cun selalu merendahkan diri dan mengatakan, bahwa semua itu bukanlah menjadi tujuannya akan ia "mengikut untung" Dalam pensitaan hartanya Bu Ciang Tong itu. Karena ia sendiripun, katanya. "tidak membutuhkan harta, berhubung kekayaannya sendiri tidak akan habis dimakan, walaupun, diibaratkan, ia bisa hidup sehingga seratus tahun lamanya." "Tetapi belum tahu cara bagaimana kita harus menangkap Bu Ciang Tong itu?" Bertanya si bupati jahanam kepada kepala kampak itu. "Bu Ciang Tong ini adalah seorang yang keras kepala dan tidak gampang ditaklukkan," Kata Ngay Houw Cun. "Maka cara yang terbaik untuk menangkap kepadanya, adalah Tay-jin di sini pura-pura mengadakan suatu perjamuan makan minum, dimana Tay-jin boleh undang padanya serta berikan ia minuman arak yang berisikan Bong-han-yo, agar supaya dengan begitu, ia bisa dibikin tidak berdaya dan terus diringkus serta dijebloskan ke kamar tahanan. Itulah ada tindakan pertama yang Tay-jin perlu ambil. 3.16. Penjahat Merangkap Kepala Polisi Rahasia "Apabila kemudian ia sudah dapat ditangkap, Tay-jin boleh perintahkan orang lobangi bagian tulang yang menghubungkan antara bagian bahu dan badan. Pada bagian lobang itu boleh dipasangi rantai yang membelenggu sekujur badannya, sehingga dengan begitu, walaupun ia punya sayap buat terbang, niscaya ia tak akan mampu lagi buat meloloskan dirinya. Ia boleh 249 bicara besar sebelum ia mengalami kejadian itu, tetapi Tay-jin boleh saksikan bagaimana lagaknya kalau ia nanti sudah mengalami "pengajaran" Itu." Begitulah Houw Cun akhiri pembicaraannya sambil tertawa bergelak-gelak. Hal manapun diturut juga oleh si bupati jahanam itu. Begitulah dengan menuruti muslihat busuk yang ia telah dapat dari ajaran kepala kampak itu, An Hun Ie lalu mengadakan perjamuan makan minum di antara kaum seterunya, dengan Bu Ciang Tong yang terhitung sebagai "orang luar" Adalah orang satu- satunya yang diundang dalam perjamuan tersebut. Mula-mula Ciang Tong tidak tahu bakal dijebak oleh sepnya sendiri. Tahu-tahu ketika ia minum tiga cangkir arak dan mendadak merasakan langit dan bumi seolah-olah berputar, barulah ia separuh curiga bahwa diadakannya perjamuan itu tentulah ada mengandung maksud apaapa yang tersembunyi. Tetapi ia sama sekali tidak menyangka, kalau-kalau hal itu ada sangkut-pautnya dengan hal-hal lain yang akan membawa dirinya ke arah kecelakaan dan kemusnaan diri dan rumah tangganya. Hal mana, baru ia ketahui jelas ketika ia mendusin dari mabuknya dan merasakan sakit yang amat hebat ketika tulang kipasnya dilubangi dan dipasangi rantai-rantai yang kuat! Maka dari itu, jangankan mau berontak untuk meloloskan dirinya, sedangkan untuk bergerak saja ia sudah tidak bebas daripada perasaan sakit. Sementara An Hun Ie yang sekarang telah menyaksikan Ciang Tong telah diborgol dan tidak berdaya lagi untuk membikin perlawanan, tidak tempo lagi segera membuka persidangan buat memeriksa 250 perkara Bu Ciang Tong yang dikatakan telah mencuri mustika Ya-beng-cu milik Gouw Siu-cay dari kecamatan Nouw-tam-lie. Tetapi karena merasa tak pernah melakukan kejahatan itu, sudah tentu saja Ciang Tong menyangkal keras atas semua tuduhan itu. Maka si bupati jahanam yang tidak berhasil buat membikin Ciang Tong mengakui "kedosaannya", dengan gusar lalu mempergunakan segala macam alat pengompres yang paling hebat untuk memaksa memperoleh berbagai keterangan yang diinginkannya. Dan setelah kewalahan buat memaksa kepala polisi itu akan mengaku sebagai pencuri, Hun Ie perintah opas kabupaten buat menjebloskan Ciang Tong ke dalam tahanan. Dan ketika berselang beberapa hari lamanya, kembali pemeriksaan dilanjutkan. Tetapi karena mengingat bahwa tuduhan busuk itu ada sangkutpautnya dengan nama baiknya, sudah barang tentu Ciang Tong tidak sudi mengaku dengan begitu saja, walaupun ia merasakan dirinya sudah hampir tidak tahan karena saban-saban mesti mengalami pengompresanpengompresan yang amat hebat. Lama-lama, karena tidak mendapat perawatan baik selama berada dalam tahanan, maka Ciang Tong telah jatuh sakit dan akhirnya menutup mata dengan meninggalkan seorang isteri dan seorang gadis remaja yang bernama Liu Sian. Dan tatkala harta bendanya disita "atas nama negeri" Dan dikatakan telah dapat dikumpul dengan jalan yang tidak halal, kemudian telah dikangkangi oleh si bupati jahanam, hingga isteri dan puteri Ciang Tong yang bernasib malang dan terusir 251 keluar dari rumah tangganya, terpaksa hidup terluntalunta di luaran dengan hanya mendapat tunjangan yang tidak seberapa dari kawan-kawan dan handai taulan yang mempunyai perhubungan baik semasa hidupnya kepala polisi itu. Maka sesudah ibunyapun telah meninggal juga karena mereras, Liu Sian jadi hidup sebatang kara dan terpaksa menyingkir ke tempat sunyi untuk berikhtiar akan menuntut balas pada si bupati jahanam yang telah menjadi gara-gara dari kematian ayah-bunda dan keruntuhan rumah tangganya itu Liu Sian ini sejak masih anak-anak memang pernah meyakinkan ilmu silat di bawah pimpinan ayahnya sendiri, tetapi karena mengingat bahwa Liu Sian hanya ada seorang perempuan saja, maka Ciang Tong tidak terlalu mengutamakan untuk mendidik sang puteri buat menjadi seorang ahli silat besar sebagai dirinya sendiri. Di tempat sunyi yang dikunjunginya itu, Liu Sian beruntung bisa menumpang tinggal di dalam sebuah rumah berhala kecil yang ditinggali oleh beberapa orang paderi perempuan. Oleh karena kepada mereka Liu Sian telah menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud tujuannya yang hendak melakukan pembalasan sakit hati kepada musuh-musuhnya, maka para nikouw yang merasa simpathi kepadanya telah menganjurkan supaya si nona suka berlatih ilmu silat dengan rajin untuk dapat melaksanakan maksud yang dikandung di dalam hatinya itu. Di situ Liu Sian menumpang tinggal baru saja kirakira sebulan lamanya, ketika ia mendengar An Hun Ie telah dinaikan pangkat menjadi residen dan diunjuk kota Hang-ciu sebagai tempat kedudukannya. 252 Si nona yang mendengar kabar begitu, tentu saja jadi heran tercampur menyesal di dalam hatinya. Yang pertama-tama ia tidak mengerti cara bagaimana bupati jahanam itu bisa begitu lekas naik pangkat, berhubung ia sebagai seorang perempuan yang tidak tahu tentang kebusukan-kebusukan di kalangan pemerintah di jaman penjajahan itu, tidak mengetahui sama sekali bahwa pangkat itu bisa dibeli, sedangkan rasa menyesalnya adalah karena kedudukan sang musuh telah menjadi semakin jauh dan di sebuah kota yang lebih besar daripada Ham- yang, maka sudah barang tentu maksudnya akan membikin pembalasan akan menjadi semakin sukar. Tetapi para nikouw yang kemudian mengetahui tentang rahasia hati si nona pada menghibur dengan mengatakan, bahwa Thian Yang Maha Kuasa pasti akan melindungi dan bantu melaksanakan pekerjaan seorang anak berbakti yang hendak menuntut balas untuk orang tuanya yang difitnah orang dengan secara keji dan tanpa melakukan sesuatu kedosaan. Hal mana, ternyata dapat juga menolong untuk meringankan rasa penyesalan Liu Sian yang bernasib malang itu. Tatkala ia menumpang tinggal di rumah berhala itu kira-kira beberapa bulan lamanya, pada suatu hari si nona telah menyatakan pikirannya pada nikouw tua yang menjadi pengurus rumah berhala itu, bahwa di hari esok ia akan berangkat ke kota Hang-ciu guna membikin pembalasan pada An Hun Ie yang menjadi musuh besarnya. Tetapi maksud itu lantas dicegah oleh si nikouw dengan mengatakan. Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Nona, aku bukan hendak 253 merintangi niatanmu, juga bukan karena tidak percaya dengan kepandaianmu yang kita pernah saksikan di waktu engkau berlatih sehari-hari aku hanya kuatir karena engkau ada seorang perempuan dan hanya seorang diri saja, tentunya engkau tak mempunyai kekuatan cukup akan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya bukan gampang itu. Lain halnya jikalau maksudmu itu mendapat tunjangan dari beberapa orang pandai yang bersatu hati, memanglah banyak kemungkinan engkau akan berhasil. Kalau tidak, rasanya paling betul supaya kau bersabar dahulu sehingga beberapa bulan lagi, agar dengan begitu, aku bisa membantu engkau berikhtiar lebih jauh cara bagaimana pekerjaan ini harus diaturnya." Tetapi Liu Sian yang sudah merasa tidak sabar lagi buat menunggu-nunggu, lalu mengatakan yang ia sangat menyesal tidak bisa turuti omongan nikouw yang baik hati itu. Karena selain ia telah mengambil keputusan, untuk melakukan pekerjaan yang sangat berbahaya itu, iapun telah bersumpah akan tidak mau hidup bersamasama dengan orang yang menjadi musuh besarnya itu. Jika umpama percobaannya itu gagal, ia tidak melihat ada jalan lain baginya daripada kematian, walaupun ia belum bisa meramalkan dengan pasti, apa ia akan mati di tangan orang lain atau mati karena membunuh dirinya sendiri. Maka nikouw tua tadi yang mendengar omongan si nona, dengan mata mengembeng air karena terharu lalu berkata. "Nona, engkau ini sesungguhnyalah ada seorang gadis yang berhati keras bagaikan baja! Aku di sini hanya bisa bantu berdoa agar supaya Tuhan Yang Maha Kuasa melindungi dirimu dalam tugasmu yang suci itu." 254 Hal mana, dengan tak dapat. ditahan lagi, Liu Sian jadi menangis tersedu-sedu. Y Ketika cuaca baru saja terang tanah, si nona telah bangun dan berdandan sebagai seorang gadis desa yang hendak masuk kota untuk mencari nafkah atau berburuh. Maka setelah meminta diri pada nikouw tua dan berlalu dari rumah berhala itu dengan menggendong pauw-hok yang di dalamnya disembunyikannja sebilah golok, Liu Sian lalu menuju ke kota Hang-ciu dengan mengambil jalan di tempat sunyi yang jarang dilalui manusia. Karena jikalau sampai dikenali oleh orangorang yang menjadi kaki tangan pihak musuhnya, bukan saja maksudnya akan jadi gagal, malah dirinya sendiripun tidak mustahil akan ditangkap dan mengalami nasib yang bersamaan dengan ayahnya yang telah marhum itu. Begitulah pada suatu hari Liu Sian telah sampai dengan selamat di luar kota Hang-ciu. Disini karena ia mendapat pikiran bahwa berpakaian cara lelaki adalah lebih leluasa daripada dengan secara terang-terangan berpakaian sebagaimana apa yang dikenakannya sekarang ini, maka ia lantas membeli seperangkap pakaian pria yang kiranya cocok untuk dikenakan olehnya. Setelah pakaian ini dikenakannya di suatu tempat yang sunyi, barulah ia menuju ke dalam kota dan mencari rumah penginapan untuk dijadikan "pokok operasinya", dari mana dengan secara diam-diam ia hendak menuju ke gedung residen untuk melakukan pembalasan terhadap pada pembesar jahanam itu, yang 255 telah menerbitkan kemusnahan dan keruntuhan bagi rumah tangganya, yang dahulu dirasakannya amat beruntung dan tenteram di dalam dunia ini. Maka persoalan itu semakin dipikirkan di dalam hatinya, Liu Sian jadi semakin jengkel dan sedih, sehingga ketika ia berdiam beberapa hari lamanya di kota Hang-ciu dan mengetahui dimana letaknya kantor residen yang hendak disatroninya itu, pada suatu malam ia telah keluar dari rumah penginapan dengan diam-diam dan terus menuju ke kantor tersebut dengan berpakaian ringkas dan membekal golok yang ia selalu bawa dalam perjalanannya. Tetapi karena ia bukan seorang yang biasa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang meminta ketabahan hati sampai begitu jauh, sudah tentu saja ia jadi keder juga akan segera mulai bertindak menurut rencana yang telah dipikirkannya sekian lama itu, terutama ketika melihat penjagaan yang diatur begitu rapih dan sempurna di sekitar gedung residen tersebut yang akan dijadikan sasarannya itu. Maka jikalau mula-mula ia telah membayangkan akan membalas kepada musuhnya dengan cara ini atau itu yang agak muluk-muluk buat melampiaskan sakit hatinya, adalah sekarang ia jadi mundur maju dan buat beberapa saat lamanya tampak ragu-ragu, karena tak tahu bagaimana yang harus diperbuatnya selanjutnya. Begitulah selagi memutar otak dengan perasaan sedih dan penasaran di suatu pelosok yang gelap di luar pagar tembok gedung keresidenan, mendadak si nona mendengar dua orang penjaga malam beromong- omong sambil duduk mengisap hun-cwee di sebelah pagar tembok dimana ia bersembunyi. 256 Salah seorang antara penjaga malam itu dengan suara pelahan-lahan berkata kepada kawannya sebagai berikut. "Menurut kabar yang aku dapat dengar dari beberapa teman-teman di kalangan Kang-ouw, Tam-tong atau kepala polisi rahasia yang baru ini sebenarnya bukan bernama Thio Sin, tetapi Ngay Houw Cun yang terkenal dengan gelaran Cap-ek-sin-kauw, hanya belum tahu sebab apa dia bisa bergaul begitu rapat dengan residen." "Nama dan gelaran yang kau katakan tadi," Kata penjaga malam yang lainnya. "aku rasanya sudah lama dapat dengar di kalangan Kang-ouw. Apakah dia itu bukan seorang kepala kampak yang menjadi musuh besar dari bekas kepala polisi Bu Ciang Tong di Hamyang, yang kabarnya telah mati di dalam penjara karena difitnah oleh residen yang sekarang dan menjadi sahabat karib dari si kepala kampak itu?" "Hal itu aku kurang tahu," Kata si penjaga malam yang pertama. "Tetapi dari kabar angin yang orang telah sampaikan kepadaku, aku telah dikasih tahu, bahwa pangkat yang dipangkunya itupun bukanlah berdasarkan dari keangkatan resmi karena berhubung dengan jasajasa yang telah diperolehnya, hanyalah....." Kedua-duanya penjaga malam itu jadi pada tertawa cekikikan. "Aku tahu, aku tahu. Itulah tentu ada suatu "perkara e-hem" Di dalamnya, bukan?" "Ya, ya, itulah memang bukan urusan langka bagi orang-orang hartawan yang kepingin mencari untung dengan mengandalkan kepada pengaruh kepangkatannya. Semakin mereka kaya, semakin mudah pula akan mereka "membeli" Pangkat yang tinggi", dan 257 berbareng semakin rakus mereka "menerima" Sogokansogokan dan tak segan melakukan pemerasan ke kirikanan. Dengan begitu, semakin bertimbun pula harta benda mereka yang tidak halal. Tinggal kita kaum kecil yang separuh mati separuh hidup, perut kelaparan, badan kedinginan....." "Hus, jangan kau melantur!" Kata si penjaga malam yang kedua. "Kalau hal ini dapat didengar oleh si Ah Kauw, dia pasti akan mengadu pada sepnya yang baru, hingga selain kita bisa dihukum rangket, kitapun tidak mustahil akan dipecat dari pekerjaan kita." "Apakah si Ah Kauw akan dipekerjakan di bawah perintah Tam-tong baru itu?" "Ya, itu sudah pasti," Sahut sang kawan yang ditanya itu. "Syukurlah," Kata penjaga malam itu dengan suara menyindir. "Tukang cun-go bekerja di bawah perintah kepala kampak, hingga dalam sedikit waktu saja aku percaya dia bisa ketularan juga menjadi "kepala kampak kecil!" Dengan mendengari pembicaraan kedua orang penjaga malam itu, Bu Liu Sian jadi mengetahui semakin jelas tentang jalannya permusuhan antara An Hun Ie dan ayahnya almarhum, dengan Cap-ek- sin-kauw yang campur tangan di antaranya, adalah merupakan sebagai biang keladi yang menjadi gara- gara dari semua kecelakaan yang dialami mereka serumah tangga itu. Maka dengan bertambahnya seorang musuh yang tak pernah ia impikan sama sekali, sudah tentu saja Liu Sian jadi menghadapi percobaan yang semakin berat dan sulit. Karena selain bertambahnya seorang musuh yang ia belum kenal bagaimana romannya, juga ia telah 258 yakin dengan melihat pada gelarannya yang disebut Cap-ek-sin-kauw itu bahwa ilmu silat musuhnya itupun tentunya tidak bisa dikata lemah. Dari itu, semakin memikirkan urusan dan kesulitankesulitan yang bakal datang itu, Liu Sian jadi semakin putus asa dan merasa bosan untuk hidup terlebih lama pula dalam dunia yang penuh dengan kepalsuan dan kekejian ini. Maka dengan timbulnya kenekatan yang sekonyongkonyong itu, lalu timbullah juga keberanian yang luar biasa dari si nona, untuk menerjang masuk ke sarang harimau dan membikin pembalasan pada An Hun Ie yang menjadi musuh besarnya itu. Syukur juga Liu Sian pernah meyakinkan ilmu tiamhwe-kin, serupa ilmu kepandaian untuk membikin orang tidak berdaya dengan jalan ditotok jalan darahnya, dalam ilmu mana biarpun belum dapat dikatakan ia sangat pandai, tetapi kepandaian itu pernah juga dicobanya dengan hasil yang lumayan. Begitulah setelah berhasil dapat melompati pagar tembok yang tidak berapa tinggi itu, si nona lalu menghampiri kepada dua penjaga malam tadi bagaikan lakunya seekor kucing yang hendak menerkam tikus yang menjadi mangsanya. Mula-mula ia mendekati mereka dengan jalan bersembunyi di belakang pohon-pohon yang banyak terdapat di halaman kantor residen tersebut. Dan tatkala ia berada cukup dekat di belakang kedua orang itu, Liu Sian dengan sekonyong-konyong lalu membentak. "Jangan bergerak atau berteriak, apabila kamu sayang jiwamu sendiri!" 259 Sambil membentak begitu, si nona segera kelebatkan goloknya di hadapan muka kedua orang itu. Hal mana, sudah barang tentu telah membikin mereka jadi kemekmek saking kagetnya. Dalam pada itu, Liu Sian yang telah mendapat suatu akal akan masuk ke gedung residen, lalu menyatakan pada kedua orang penjaga malam itu supaya mereka bawa ia menghadap pada residen di saat itu juga. "Ho-han ini siapa? Asal dari mana, dan ada keperluan apa malam-malam berkunjung ke sini akan berjumpa pada paduka residen?" Tanya salah seorang antaranya dengan badan gemetaran dan menyangka bahwa si nona itu adalah seorang laki-laki. "Hal itu tidak perlu kamu tahu!" Membentak si nona pula. "Kamu hanya perlu bawa aku menghadap pada residen, lain daripada itu, tidak perlu kamu menanyakan apa-apa pula kepadaku! Ayoh, lekas kamu berjalan!" Kedua orang itu menurut. "Tetapi apabila ada kawan-kawanmu yang menanyakan aku ini siapa," Memesan Bu Liu Sian. "katakanlah bahwa aku ini seorang mata-mata yang baru kembali dari luar kota! Jangan salah, apabila kamu sayang jiwamu sendiri!" "Ya, ya, baiklah," Kata mereka dengan hati kebatkebit. Tatkala mereka berjalan melalui muka gedung keresidenan, di situ mereka telah diberhentikan oleh dua orang penjaga malam yang bertugas menjaga di tempat tersebut. "Kamu siapa?" Tanya mereka. 260 "Thio Pin dan Lie Kie," Sahut kedua orang yang mengiringkan si nona yang menyamar itu. "Itu siapa yang seorang lagi?" "Mata-mata dari gedung keresidenan yang baru kembali dari luar kota." "Ya, kamu boleh lewat!" Kata antaranya dengan suara memerintah. salah seorang Lie Kie dan Thio Pin melanjutkan perjalanannya dengan diikuti oleh Bu Liu Sian, yang sekarang telah masukkan goloknya ke dalam serangkanya yang digendong di punggungnya. Beberapa pengawal telah dijumpai dan diberikan jawaban yang bersamaan ketika mereka menanyakan siapa adanya si nona itu. Tidak antara lama mereka telah sampai di gedung residen, dimana An Hun Ie dan Houw Cun kebetulan sedang duduk makan minum dengan dilayani oleh beberapa orang perempuan tukang menari. Sebagaimana di muka ini telah diterangkan dengan melalui penuturan yang dilakukan oleh kedua orang penjaga malam Thio Pin dan Lie Kie tadi, Cap-ek-sinkauw Ngay Houw Cun ini sekarang telah menyabat pangkat Tam-tong yang diperbantukan di kantor residen sambil berbareng juga merangkap jabatan penasehat dari pembesar durjana itu. Ia ini dengan mengandal pada pengaruh An Hun Ie yang telah "kasih persen" Ia pangkat dengan perdeo, mulai dari beberapa minggu yang lalu telah datang ke gedung residen untuk "menjalankan tugas yang Hun Ie telah percayakan" Kepadanya. 261 Kedua manusia busuk ini karena memperoleh harta rampasan dari Bu Ciang Tong yang dalam teori dikatakan "disita atas nama negeri", tetapi dalam prakteknya masuk kantong mereka, bukan saja merasa sangat girang oleh karena mendapat harta "terkejut" Itu, tetapi juga merasa bersyukur di dalam hati, berhubung yang dimaksudkan bahaya yang sangat ditakuti itu atau kepala polisi yang bernasib malang itu sekarang telah dapat "diatasi" Dengan memberikan kesudahankesudahan yang sangat memuaskan. Oleh sebab itu, tidaklah heran jikalau hampir setiap hari mereka berpesta pora dan saling memberi selamat atas keberuntungan yang mereka telah peroleh bersama-sama itu. Tetapi tidak kira selagi mereka bermakan minum dengan gembira, tiba-tiba ada seorang pengawal yang masuk untuk melaporkan, bahwa di luar ada seorang mata-mata yang baru kembali dari luar kota dan ada urusan penting yang perlu disampaikan kepada paduka residen seketika itu juga. Sementara An Hun Ie yang memang biasa melepas mata-mata di luaran buat mencari tahu tentang gerakgerik dan sikap penduduk negeri yang berada di bawah perintahnya, dengan lantas ia mengasih perintah supaya "si mata-mata" Itu segera datang menghadap. Diceritakan ketika pengawal tadi masuk melaporkan tentang kedatangannya kepada residen jahanam itu, Bu Liu Sian dengan sebat lalu menotol jalan darah Thio Pin dan Lie Kie, yang segera menjadi kaku dan tak dapat berbicara, hingga biarpun mereka bisa melihat, tetapi sama sekali tak dapat bergerak dan tinggal berdiri tegak di luar gedung residen bagaikan dua buah patung. Demikian juga waktu si pengawal itu keluar, ia inipun lantas di tiam oleh si nona dan menjadi bisu seperti juga 262 kedua orang penjaga malam yang telah "dikerjakannya" Tadi itu! Kemudian, sebegitu lekas ia berhadapan dengan An Hun Ie dan Ngay Houw Cun yang sedang berduduk makan minum, bukan saja ia tidak memberi hormat atau mengunjuk sikap yang manis, tetapi sebaliknya dengan berseru. "Jahanam! Oleh karena perbuatan kamu berdua, maka ayah-bundaku berikut rumah tanggaku telah binasa dan termusnah dalam keadaan yang sangat menyedihkan!" Mendengar bentakan yang sangat mendadak itu, sudah tentu saja Hun Ie jadi terperanjat bukan main, kemudian ia jadi gemetaran karena ketakutan, sebab disamping sikap si nona yang begitu gagah dan berani, iapun merasa cemas melihat Bu Liu Sian menghunus golok yang sinarnya berkilau-kilauan di bawah api lilin yang terang benderang. Kecuali Ngay Houw Cun, yang selain berhati tabah, juga paham ilmu silat, hingga dengan lantas ia dapat menetapkan kembali hatinya dan setelah mengalami sedikit kekagetan, memandang pada si nona dengan mata tidak berkesip. "Setelah sekarang aku berhasil bisa mencari tempat kediamanmu dan bertemu denganmu berdua di sini," Melanjutkan si nona. "aku tak minta lain daripada jiwamu berdua sebagai penggantian jiwa ayahku yang telah kamu fitnah sehingga binasa itu! Ni! Kamu boleh rasakan golokku yang tidak bermata!" Sambil berkata begitu, Liu Sian segera membacok pada An Hun Ie, hingga si residen jahanam ini yang memang tidak mengerti ilmu silat, bukan saja tak dapat berkelit untuk menghindarkan diri daripada bacokan itu, tetapi sebaliknya lantas mengeluarkan suara teriakan ngeri. "Ho-han! Ampun!" 263 Kemudian terdengar suara bergedubrakan pembesar jahanam itu telah jatuh ke atas jubin. dan Liu Sian jadi kaget dan lekas tarik pulang goloknya yang telah dipakai membacok dengan terlalu terburu napsu itu. Karena apabila ia tidak lekas tarik pulang golok itu, Houw Cun yang ia tahu paham ilmu silat dapat merampasnya selagi tenaganya dicurahkan ke ujung senjata tersebut. Apakah sebabnya Liu Sian yang membacok, tetapi jadi berbalik kaget oleh karena perbuatannya itu? Hal ini kiranya perlu juga untuk diterangkan sedikit. Tatkala si nona membacok pada An Hun Ie, sebenarnya ia tidak kira yang bacokan itu bisa kejadian gagal. Karena waktu si nona membacok dengan hati yang sangat bernapsu, ia sama sekali tidak menduga, kalau Houw Cun yang duduk berhadapan dengan residen bangpak itu, telah tendang kursi Hun Ie sehingga terbalik. Maka berbareng dengan terbaliknya kursi itu, lalu terjungkellah orang yang duduk di atasnya. Dan itulah ada saat yang sangat berbahaya, ketika goloknya Liu Sian menyamber ke arah musuhnya, hingga dengan begitu, Hun Ie telah diselamatkan jiwanya oleh Houw Cun yang selalu berlaku waspada di setiap waktu berhadapan dengan musuh. Sementara si nona yang melihat maksudnya telah digagalkan oleh si kepala kampak, dengan gusar lantas menerjang pada Ngay Houw Cun sambil berseru. "Manusia terkutuk! Aku bersumpah tak akan mau hidup bersama-sama engkau di kolong langit ini!" Sementara Houw Cun yang di tangannya tidak bersenjata sama sekali, buru-buru sembat sebuah kursi 264 di dekatnya, dengan mana ia telah menangkis golok si nona yang dibacokkan secepat kilat ke arah dirinya. Dan dalam pada itu Hun Ie yang telah keburu bangun dan lari terbirit-birit dari dalam ruangan itu, lalu teriakan pengawal-pengawal yang bersenjata buat datang membantui mengepung si nona yang sedang bertempur dengan Houw Cun yang bersenjatakan diri dengan sebuah kursi itu. Maka dengan teriakan pembesar itu yang disorakkan dengan sekeras-kerasnya, dalam tempo sekejapan saja ruangan itu telah penuh dengan pengawal- pengawal bersenjata yang maju mengepung pada Bu Liu Sian sambil bersorak-sorak untuk bantu menambahkan keangkeran. Tetapi sebaliknya si nona yang melihat semakin lama orang yang datang mengepung padanya jadi semakin banyak jumlahnya, sudah tentu saja jadi kuatir dan buru-buru berlompat keluar ruangan akan mencari jalan buat meloloskan diri. "Tangkap, tangkap! Jangan kasih lolos pembunuh itu!" Teriak Hun Ie dari kejauhan. "Barang siapa yang berhasil dapat menangkapnya, hidup atau mati, akan diberi hadiah seribu tail perak!" "Tangkap, tangkap! Jangan kasih lolos pembunuh itu!" Supaya semua orang tambah semangat dalam pengepungan terhadap pada si nona yang merupakan sebagai suatu bahaya yang bukan kecil bagi dirinya. Tetapi Liu Sian biarpun pernah belajar silat di bawah pimpinan seorang ahli sebagai ayahnya sendiri, ilmu kepandaian itu bukanlah khusus untuk mendidik ia akan menjadi seorang ahli di dalam kalangan ilmu silat, maka sesudah bertempur dengan Houw Cun beberapa belas jurus saja lamanya, ia sudah lantas ketahui, bahwa ia 265 bukan tandingan yang setimpal dari kepala kampak itu, hingga biarpun hatinya masih sangat penasaran, apa boleh buat ia mesti tahan sabar dahulu akan mengalah pada kali ini dan kembali pula dilain waktu dengan mengambil cara yang lebih taktis dan tidak terburu napsu seperti sekarang ini. Begitulah setelah melihat ada sedikit lowongan untuk meloloskan diri, Bu Liu Sian lekas ayunkan tangannya sambil berseru. "Jahanam! Kau rasakan ini pop-wee ku!" Houw Cun buru-buru berlompat sambil berjongkok dan menundukkan kepalanya, karena kuatir dilukai oleh senjata rahasia musuh itu. Padahal semua itu adalah suatu gertakan belaka, iang semata-mata dilakukan si nona untuk membikin terkesiap hati si kepala kampak itu! Maka dengan mengambil ketika selagi Houw Cun berkelit dan berlaku sedikit ajal dalam perlawanannya, Liu Sian segera meloloskan diri dengan jalan melompati pagar tembok dan terus menghilang di antara lorong-lorong yang gelap dan memang telah diperhatikan beberapa hari lamanya untuk dipergunakan sebagai jalan untuk merat. Dari itu, biarpun Houw Cun telah mengerahkan semua tenaga yang ada di bawah perintahnya untuk melakukan pengejaran, tidak urung Liu Sian telah dapat juga meloloskan diri, tak dapat dicekal ataupun diketahui ke arah mana larinya. Hal mana, sudah barang tentu, telah membikin Houw Cun jadi sangat jengkel dan terpaksa menghentikan usaha pengejarannya itu. 3.17. Penyerangan Terhadap Residen Jahat Sekembalinya ke gedung residen, si kepala kampak ini buru-buru pergi menjumpakan An Hun Ie, yang 266 ternyata tidak mendapat luka apa-apa selain mengalami sedikit kekagetan. Dan sesudah menyatakan kegirangannya melihat sep bebodor itu tidak kurang suatu apapun, Houw Cun lalu menganjurkan agar supaya Hun Ie segera mengeluarkan maklumat untuk menangkap pembunuh yang telah gagal itu. Hun Ie membenarkan dan menurut usul gundalnya itu. Kemudian dengan tidak menunggu lagi sampai di hari esoknya, pada malam itu juga residen keji ini telah perintah pengawal-pengawalnya buat menulis maklumat itu, yang antara lain berbunyi sebagai berikut. "Barang siapa yang dapat menangkap si pembunuh itu, mati atau hidup, akan diberi hadiah seribu tail perak, tetapi barang siapa yang berani melanggar perintah serta berani menyembunyikan si pembunuh, bukan saja harta bendanya akan disita oleh negeri, malah orangnya pun akan dijatuhi hukuman yang sama beratnya dengan si pembunuh itu sendiri!" Maka semenjak dikeluarkannya maklumat-maklumat itu, para penduduk dan pemilikpemilik rumah penginapan jadi keder buat menerima sembarang orang yang agak mencurigakan akan menumpang tinggal. Dan jikalau ada juga beberapa orang diterima untuk menumpang menginap, mereka tak suka mengizinkan si tetamu itu berdiam lebih lama daripada tiga hari. Oleh sebab itu juga, tidaklah heran kalau Bu Liu Sian yang perlu berdiam agak lama buat mencapai maksudnya untuk membikin pembalasan pada An Hun Ie dan Ngay Houw Cun, jadi ketakutan karena diadakannya larangan tersebut. Untuk dapat menghindarkan diri daripada intaian mata-mata dan orang-orangnya Ngay Houw Cun yang selalu berkeliaran ke sana-sini dan sewaktu- waktu mengadakan penggeledahan dengan sekonyong267 konyong, Liu Sian terpaksa bersembunyi di kelenteng Leng-coan-sie, dengan ia sendiri sama sekali tak pernah menyangka, bahwa berdiamnya ia di situ telah menerbitkan "lelakon burung" Tentang adanya "hantu putih" Yang bersarang di kelenteng kuno tersebut. Lebih jauh karena Liu Sian yang sudah putus asa kerap uring-uringan dan merasa jemu dengan pengunjung-pengunjung yang datang ke situ, maka tidak jarang ia menyambut mereka itu dengan sambitansambitan batu bata atau genteng, agar supaya mereka kapok akan selanjutnya berkunjung pula ke situ. Tidak tahunya perbuatan itu telah menarik juga perhatiannya Lie Poan Thian, sehingga karena usahanya ini, akhirnya dapatlah dibongkar suatu perkara penasaran seperti apa yang telah dituturkan oleh si nona tadi. Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo Saputangan Berdarah Karya Kho Ping Hoo