Ceritasilat Novel Online

Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 9


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 9


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek   Pemuda kita mendengari semua penuturan itu dengan penuh perhatian.   Disamping menyatakan simpathi dan menghibur supaya si nona jangan terlalu bersusah hati, iapun menyatakan kesediaannya untuk bantu berikhtiar akan membasmi residen jahanam berikut gundalnya yang amat keji itu.   Begitulah setelah minta supaya Liu Sian suka bersabar dahulu sedikit waktu lamanya, Poan Thian lalu berpamitan akan kembali ke tempat penginapannya.   "Sebentar malam dengan mengajak seorang kawanku,"   Ia menambahkan.   "aku akan kembali pula ke sini buat bantu merembukkan lebih jauh urusanmu ini. Karena setelah selesai penggerebekan kedua yang akan dilakukan terhadap sarang kawanan manusia busuk itu, tidak perduli apakah maksud itu bisa berhasil atau tidak, kita sekalian perlu angkat kaki selekas-lekasnya dari sini, kalau tidak, kita akan dicekal oleh alat-alat negara 268 sebagai kawanan pengacau yang kesejahteraan dan tata-tertib di dalam negeri."   Merusak Oleh karena itu, maka si nona pun berjanji akan turuti sesuatu pengajarannya pemuda kita.   Kemudian Poan Thian kembali ke tempat penginapannya, dimana ia dapatkan Kong Houw sedang duduk termenung di atas pembaringannya.   Dan tatkala melihat Poan Thian kembali dengan mengambil jalan dari jendela kamar, ia jadi berbangkit dan hendak buka mulut buat menanyakan apa-apa, tetapi Poan Thian lekas memberi isyarat supaya ia jangan bikin ribut.   Setelah itu ia mendekati pada Kong Houw dan bicara dengan perlahan-lahan, katanya.   "Kali ini aku telah ketemukan suatu perkara Wan-ong, suatu persoalan yang membuat kita turut merasa penasaran, hingga tak boleh tidak akan kita turut campur tangan dalam urusan ini."   "Cobalah kau tuturkan persoalan itu kepadaku,"   Kata Kong Houw yang sudah barang tentu belum mengerti jelas bagaimana duduknya perkara yang benar. Poan Thian lalu tuturkan pengalamannya tadi. Dengan ini, benar saja Cin Kong Houw jadi kelihatan mendongkol ketika mendengar penuturan itu.   "Kurang ajar benar perbuatannya manusia-manusia terkutuk itu!"   Katanya dengan suara agak keras. Beruntung juga Poan Thian lekas tekap mulut sang kawan yang bertabeat pemarah itu, hingga suara itu tidak sampai menarik perhatian pelancong -pelancong lain yang turut bermalam di rumah penginapan itu.   "Habis bagaimana rencanamu, yang akan menolong nona itu untuk melaksanakan maksudnya akan menuntut 269 balas kepada musuh-musuhnya?"   Cin Kong Houw meminta keterangan sekali lagi kepada sahabatnya itu.   "Kukira tidak ada jalan lain daripada kita membantui dia akan melakukan penyerbuan pula untuk kedua kalinya,"   Sahut Poan Thian.   "Berhasil atau tidak, itulah tinggal tergantung pada nasib masing-masing. Oleh karena itu, sekarang aku hendak minta bantuanmu sekali ini untuk menunaikan janjiku pada nona Bu Liu Sian, dengan suatu perjanjian yang kau tidak akan menyesal di dalam hati, jikalau dalam usaha yang berbahaya ini kau sampai mengalami kejadian apa- apa yang tidak diinginkan. Karena dalam pekerjaan kita pada kali ini, kita semua membantu pada nona Bu bukan dengan arti suka rela saja, bahkan ada kemungkinan mempertaruhkan juga jiwa kita sendiri, kau mengerti?"   "Jiwaku yang sekarang ini, adalah jiwa punyamu juga,"   Sahut Kong Houw.   "karena jikalau bukan kau yang menolong aku dari tangan komplotan Poo Tin Peng, bukan saja tak mampu aku membikin pembalasan kepada musuh-musuhku itu, malah jiwaku sendiripun bisa melayang di dalam tangan manusia busuk itu. Maka sebagaimana apa kataku dahulu di hadapanmu, bukanlah semata-mata bermaksud untuk "mengumpak"   Saja. Benar aku ini ada seorang kasar, tetapi sebegitu jauh yang aku pernah ingat, tidak pernah aku menjilat pula ludah yang sudah dibuangkan di tanah! Percayalah padaku, Lie Lauw-hia."   Poan Thian tersenyum dan kelihatan mau percaya omongan Kong Houw yang bertabiat keras tapi jujur itu.   Maka setelah membayar ongkos makan dan penginapan, pada hari esoknya Poan Thian kembali dengan diam-diam ke kelenteng Leng-coan-sie dengan mengajak sahabat karibnya itu.   Begitulah dengan 270 menunggang kuda-kuda yang dapat berlari cepat, kedua orang itu lalu menuju ke pegunungan Houw-kiu-san dengan membekal sedikit makanan kering, untuk mereka dan si nona yang bersembunyi di sana, yang tentunya membutuhkannya selama berada dalam persembunyiannya itu.   Kira-kira pada waktu magrib, barulah Poan Thian dan Kong Houw berani datang ke kelenteng kuno itu, dimana mereka telah disambut oleh Liu Sian yang telah ajak mereka masuk ke dalam kelenteng.   "Inilah ada sahabatku Cin Kong Houw,"   Poan Thian memperkenalkan sahabatnya pada si nona. Liu Sian lekas memberi hormat, yang lalu disambuti oleh Kong Houw sebagaimana mestinya.   "Nona Bu ini adalah puteri almarhum Bu Ciang Tong Lo-cianpwee yang namanya sangat terkenal di kalangan Kang-ouw,"   Kata Lie Poan Thian.   "Bu Lo- enghiong telah difitnah orang sehingga nona Bu mengalami kesengsaraan besar dan terlunta-lunta di luar kota tumpah darahnya. Kita semua belum berhasil dapat menjumpai Bu Lo-enghiong di waktu masih hidupnya, hingga ini sesungguhnya amat tidak beruntung bagi kita ahli silat angkatan muda. Tetapi karena mengingat bahwa akan menjumpai nona Bu adalah sama saja seperti kita menjumpai Bu Lo- enghiong sendiri, maka tidak lebih dari pantas akan kita membantu pada nona Bu yang menjadi puterinya. Karena dengan jalan berbuat begitu, bukan saja berarti kita bantu meringankan kesukaran nona Bu sendiri, tetapi berbareng juga bantu Bu Lo- enghiong membalas sakit hati kepada musuhmusuhnya yang sangat busuk dan keji itu.   "Bahkan disamping itu, kita jadi berbareng juga bantu meringankan kesengsaraan anak negeri yang diperas 271 dan dipermainkan dengan secara sewenang-wenang oleh An Hun Ie dan Ngay Houw Cun yang menjadi biang keladi dari semua kebencanaan ini. Tetapi belum tahu pikiran Cin Lauw-hia bagaimana?"   "Aku ini biarpun seorang kasar yang tidak mengerti aturan,"   Kata Cin Kong Houw.   "tetapi bisa juga aku membedakan antara mana yang benar dan tidak benar. Terhadap pada perkara yang benar, sudah tentu tidak perlu aku pusingi hati apa-apa, tetapi terhadap urusan nona Bu ini yang merupakan suatu perkara wan-ong yang bukan kecil dan justeru memang sangat perlu buat dibantu, aku bersedia buat mengorbankan jiwaku, jikalau itu ternyata perlu!"   "Tetapi itulah bukan bagianmu yang mesti berbuat begitu,"   Memotong si nona sambil menghapus airmata yang mengucur di pipinya.   "Itulah ada kewajibanku sendiri yang menjadi puterinya, tidak perduli apa juga yang akan terjadi atas diriku."   "Hal ini tidak perlu lagi kita saling merendahkan diri,"   Lie Poan Thian menyelak di antara pembicaraan mereka berdua.   "Paling betul kita sekarang dahar dahulu seadanya, karena sebentar kita mesti melakukan penyerbuan yang terakhir dan memastikan berhasil atau gagal, itulah akan kita lihat apa yang akan terjadi pada petang ini. Pauwhok- pauwhok kita boleh tunda dahulu di sini. Juga kuda- kuda kita boleh tunda dan jangan dilepaskan selanya, agar supaya binatang-binatang itu bisa segera dipergunakan dimana dirasa perlu.   "Barang siapa yang sudah berhasil bisa menerobos masuk ke gedung residen, janganlah sembarangan membunuh orang-orang yang tidak ada sangkut- pautnya dengan kita. Tugas kita yang utama, adalah akan membunuh An Hun Ie dan Ngay Houw Cun berdua. 272 Setelah itu, kita boleh kembali ke sini, agar supaya kita bisa selekas mungkin melarikan diri ke tempat lain yang lebih aman dan sentosa."   Kong Houw dan Liu Sian menyatakan mufakat dengan omongan itu.   Begitulah setelah selesai dahar dan minum air dari pancuran di belakang kelenteng itu, Poan Thian lalu minta mereka segera bersiap-siap, berpakaian buat berjalan di waktu malam, membekal golok dan senjata-senjata lain yang perlu dipakai dalam pertempuran dengan musuh.   Kemudian mereka menuju ke gedung residen untuk membikin penyerbuan mati atau hidup buat membalas sakit hati Bu Ciang Tong yang telah difitnah oleh residen jahanam dan gundalnya yang amat keji itu.   Dalam perjalanan, si pemarah Kong Houw yang kasar mendadak telah mendapatkan suatu akal yang baik sekali.   "Kukira ada juga baiknya,"   Katanya kepada Lie Poan Thian.   "apabila kita yang berjumlah sedikit masuk ke gedung residen dengan menggunakan suatu akal halus."   "Ya, itu sudah tentu saja baik sekali,"   Sahut pemuda kita.   "Tetapi akal apakah yang dapat kau pikir akan segera dapat di jalankan di saat ini?"   "Begini,"   Kata Kong Houw pula.   "Sebagaimana telah disebutkan dalam maklumat yang dikeluarkan dari keresidenan, para penduduk dan pemilik-pemilik rumah penginapan diperingatkan supaya jangan menerima tetamu-tetamu yang agak mencurigakan. Maka barang siapa yang berani melanggar perintah itu, sehingga kemudian menerbitkan keributan, bukan saja harta benda yang tersangkut bisa disita, malah dirinya orang itupun akan 273 dihukum dengan sama beratnya seperti orang yang dianggap berdosa itu."   "Ya, ya,"   Kata Lie Poan Thian.   "Setelah itu, kau hendak berbuat bagaimana untuk menipu residen jahanam berikut gundal-gundalnya itu?"   "Untuk itu aku boleh, menyamar sebagai seorang tawanan,"   Sahut Kong Houw.   "sedangkan lauw-hia boleh berlaku sebagai orang yang mengajukan aku kepada si residen. Badanku dan tanganku kau boleh ikat begitu rupa, sehingga dengan begitu aku tampak sebagai seorang tawanan sungguhan, tetapi tali itu harus dibikin mudah terbuka, supaya aku mudah pula akan bergerak dan segera melakukan penyerbuan dimana tiba saatnya akan kita berbuat begitu. Aku sendiri tidak tahu pengaduan apa yang selanjutnya harus disampaikan pada residen bebodor itu, hingga tentang ini aku serahkan supaya lauw-hia sendiri mencari alasan-alasan yang masuk di akal, karena aku sendiri yang memang kurang pandai menyusun kalimatkalimat yang agak boleh dipercaya orang, tak tahu bagaimana harus melaksanakannya."   "Tentang itu baik diatur begini saja,"   Kata Lie Poan Thian.   "Aku menyamar sebagai anak seorang pemilik rumah penginapan yang justeru sedang berlatih ilmu silat, ketika kau sebagai seorang tetamu datang membikin ribut dalam rumah penginapanku, berhubung kau ditolak oleh ayahku untuk menumpang menginap di rumah penginapanku, karena ayahku bercuriga melihat roman dan dandananmu. Oleh sebab itu, kau jadi marah dan akhirnya jadi bertempur serta kena ditawan olehku. Nanti di hadapan si residen aku memberitahukan, bahwa kau ini mungkin juga ada komplotannya si pembunuh yang tersebut dalam maklumat itu, maka dari itu, aku 274 bawa kau menghadap pada residen buat dilakukan pemeriksaan dan pengompesan lebih jauh. Sementara buat membikin orang-orang yang menyaksikan kita tidak menaruh curiga apa-apa, aku minta supaya kau memakimaki dan seolah-olah hendak melawan kepadaku, waktu aku giring kau menghadap ke kantor residen. Dalam pada itu nona Bu yang memang sudah dikenali oleh si residen jahanam dan gundal-gundalnya di sana, baiklah jangan turut "menyelenggarakan"   Permainan komidi ini."   "Kalau begitu,"   Kata Liu Sian.   "belum tahu Lie Congsu akan memberikan aku tugas bagaimana?"   Cong-su artinya orang gagah. Suatu bahasa sebagai tanda penghormatan.   "Bagi kau,"   Kata pemuda kita.   "paling betul bersembunyi dahulu di tempat gelap buat menunggu ketika yang baik akan turun tangan. Apabila kau mendengar di kantor residen ada kejadian ribut-ribut, bolehlah kau segera keluar juga membikin ribut di bagian lain dari gedung ini. Maka biarpun kita datang hanya bertigaan saja, tetapi ramai dan orang tak mungkin percaya, bahwa pihak kita yang menyerbu ke sana hanya terdiri dari tiga orang saja jumlahnya."   "Ya, ya, siasat itu memang baik sekali,"   Menyetujui Kong Houw dan si nona.   Kemudian Poan Thian lalu atur tipu daya itu selekas mungkin, agar supaya nanti dapat segera "di jalankan", jikalau sampai ke kantor residen.   Sekarang kita menilik pada An Hun Ie dan Cap-ek-sin- kauw Ngay Houw Cun, yang telah mengatur penjagaan semakin keras di kantor residen, semenjak Liu Sian melakukan percobaan membunuh atas residen keji itu.   Petang hari itu selagi sep dan gundalnya berembuk, cara bagaimana akan melakukan penyelidikan dimana tempat sembunyinya si 275 pembunuh yang mereka telah ketahui ada puterinya Bu Ciang Tong, mendadak ada seorang pengawal yang melaporkan, bahwa di luar ada seorang puteranya pemilik rumah penginapan yang membawa menghadap seorang tetamu yang dicurigai sebagai komplotannya si pembunuh yang telah menyatroni gedung residen pada beberapa hari yang telah lalu itu.   Tetapi karena kuatir bahwa semua itu adalah akal bulus dari musuh-musuh mereka, maka Hun Ie tidak lantas panggil orang-orang itu akan datang menghadap, hanyalah ia menanyakan dahulu pikirannya Houw Cun, apakah orang-orang itu boleh disuruh menghadap atau dibiarkan saja pengaduannya diurus oleh orang-orang sebawahannya? ,,Ini semua adalah akalan belaka,"   Kata si kepala kampak sambil bersenyum getir.   "Jikalau kita biarkan mereka berada di luar, mereka tentu mudah melarikan diri. Maka buat membikin mereka tidak berdaya, baiklah Tay-jin perintah supaya mereka datang menghadap. Aku di sini ada suatu akal untuk menjebak mereka itu."   Kemudian, sambil menoleh pada si pengawal, Houw Cun lalu bertanya.   "Belum tahu mereka itu semua ada berapa orang?" ,,Hanya berduaan saja, anak pemilik rumah penginapan dan orang tawanannya itu,"   Sahut si pengawal.   Mendengar jawaban demikian, Cap-ek-sin-kauw Ngay Houw Cun jadi mengkerutkan dagunya sesaat lamanya.   Mula-mula ia kelihatan mengangguk- angguk, kemudian perintah pengawal itu buat memanggil kepala opas si Ah Kauw.   276 "Kepada anak pemilik rumah penginapan itu, kau boleh minta supaya dia suka menunggu dahulu,"   Kata Ngay Houw Cun.   "karena Tay-jin di sini justeru sedang sibuk mengurus suatu perkara penting."   Si pengawal itu mengatakan.   "Mengerti."   Kemudian ia berjalan keluar buat minta anak pemilik rumah penginapan itu menunggu dahulu. Poan Thian menjawab.   "Baik,"   Meskipun hatinya sendiri mendadak jadi bercekat, melihat gerak-gerik si pengawal itu.   "Aku harap supaya tuan suka menunggu panggilan di sini,"   Kata si pengawal itu.   "karena aku ada urusan lain yang perlu diurus."   "Ya,"   Sahut Poan Thian dengan sembarangan. Tatkala si pengawal telah berlalu jauh, pemuda kita lalu melirik pada Kong Houw yang menjadi orang tawanan tetiron sambil berbisik.   "Celaka! Mungkin juga mereka telah mengendus, bahwa kita di sini hendak mengakali mereka."   "Tidak usah kau banyak bacot! Kau telah menipu aku!"   Kong Houw mendadak memaki kalang kabut bagaikan lakunya seorang edan.   "Setelah kau terima uang pembayaran kamarku, kau lantas katakan aku bersekongkol dengan pembunuh yang disiarkan dalam maklumat itu!"   "Tutup bacotmu!"   Akhirnya Poan Thian pun ikut "main sandiwara".   "Kau memaksa buat minta menginap di rumah penginapan kami, hingga seolah-olah kau hendak fitnah kami serumah tangga. Kau membikin ribut dan merusakkan segala perabotan di rumah penginapan kami, apakah itu bukan berarti bahwa kau ini seorang pengacau yang mengganggu kesejahteraan dan tatatertib di dalam daerah kota Hang-ciu ini?" 277 "Hei, kamu jangan bikin ribut di sini!"   Membentak pengawal tadi, yang telah kembali dengan mengajak kepala opas Ah Kauw.   "Jikalau kamu ada urusan wanong yang perlu meminta keadilan, katakanlah itu nanti di hadapan Tay-jin, tetapi bukan mestinya kamu tarik urat di sini. Kamu mengerti?"   Poan Thian dan Kong Houw apa boleh buat tutup mulut sebagai tanda mengindahkan atas perintah si pengawal itu.   Dan ketika balik kembali habis mengantarkan Ah Kauw menghadap pada residen jahanam itu, barulah si pengawal memberi tanda supaya Poan Thian dan Kong Houw boleh masuk menghadap.   Poan Thian menurut sambil mengiringi orang tangkapannya.   Tetapi tidak kira ketika baru saja ia berjalan beberapa tindak, mendadak Ah Kauw maju menerjang buat menyergap Lie Poan Thian sambil berseru.   "Bangsat! Apakah kamu kira kita semua anak-anak yang masih menyusu, sehingga begitu gampang diselomoti oleh segala muslihatmu yang busuk itu? Jangan lari! Aku Bu Ah Kauw belum mau sudah, apabila belum dapat membekuk dan membuka rahasia kamu berdua!"   Sementara Poan Thian yang sekarang telah mengetahui, bahwa mereka tak dapat pula melanjutkan permainan "sandiwara"   Mereka itu, dengan lantas miringkan badannya buat kasih lewat tangannya Ah Kauw yang hendak menyekal kepadanya, sedang sebelah kakinya lalu digerakkan buat menyapu kaki si kepala opas itu.   Ah Kauw lekas berkelit, tetapi karena berlaku kurang cepat, tidak urung kena juga ia "diserampang"   Kakinya sehingga jatuh terjungkel bagaikan sebuah kundur yang gugur dari tangkainya, maka selain maksudnya yang akan menyergap telah gagal, malah dirinya sendiri berbalik mendapat hadiah tendangan dari pemuda kita.   278 Para pengawal residen yang lainnya ketika mendengar suara ribut-ribut, sudah tentu saja segera memburu ke gedung residen, buat membantu menangkap orang-orang yang dengan sekonyongkonyong telah membikin ribut dengan tidak mengetahui apa sebabnya.   Tetapi Ngay Houw Cun yang lebih siang telah singkirkan An Hun Ie ke tempat lain yang lebih aman, dengan membekal golok segera keluar dan maju menerjang pada Lie Poan Thian sambil membentak.   "Bangsat! Jangan lari! Aku Thio Sin hendak menjajal golokku yang sudah lama haus darah dan hampir karatan ini!"   Poan Thian tertawa menyindir sambil berkata.   "Apa? Thio Sin? Aku rasanya belum pernah dengar nama itu! Apakah itu bukan Cap-ek-sin-kauw Ngay Houw Cun?"   Mendengar omongan itu, si kepala kampak jadi berjengit bagaikan orang dipagut ular, sehingga buat beberapa saat lamanya ia merandek dan memandang pada pemuda kita dengan mata yang tidak berkesip.   Tetapi sudah barang tentu bukan perkara mudah, akan memikirkan cara bagaimana Poan Thian telah dapat mengenali kepadanya.   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sementara Cin Kong Houw yang sekarang merasa tak berguna lagi akan "bermain komidi", buru-buru melepaskan tali-tali ikatan hidup dari badannya, hunus goloknya dari atas bebokongnya dan terus meladeni Ngay Houw Cun sambil berkata.   "Hei, kepala kampak! Janganlah kau bertingkah di hadapan kakek moyangmu! Aku inilah orang she Cin yang hendak meminjam kepalamu untuk dijadikan sam-seng!" 279 Ngay Houw Cun jadi amat gusar dan lalu mainkan goloknya dengan cepat buat mengindarkan diri daripada serangan musuh itu. Sebaliknya Poan Thian yang melihat Houw Cun telah berbalik diserang oleh Kong Houw, dengan tidak membuang tempo lagi segera tendang si Ah Kauw sehingga terpental dan jatuh pingsan, kemudian sambil berlari ke sana-sini buat mencari tempat persembunyian An Hun Ie, pemuda itu telah menggunakan kaki dan tangannya buat memukul dan menendang para pengawal yang dalam tempo sekejapan saja telah berkerumun bagaikan kawanan semut yang datang mengerumuni gula-gula kegemaran mereka. Demikianlah selagi pertempuran-pertempuran itu berlangsung dengan amat hebatnya, sekonyongkonyong terdengar beberapa orang yang berseru.   "Ada api! Ada api! Ayolah, sebagian dari kamu yang ada di sini, lekas pergi bantu memadamkan api yang berkobarkobar di halaman belakang kamar An Tay- jin!"   Kemudian disusul pula oleh para pengawal kelompok lain yang berseru.   "Saudara-saudara, di sana pun ternyata ada kawanan pengacau yang menerjang masuk! Lekaslah kepung padanya agar dapat lekas dibekuk!"   Dengan mendengar seruan-seruan yang diucapkan oleh kedua kelompok para pengawal tadi, maka Poan Thian dan Kong Houw pun lantas mengerti, bahwa pada saat itu Liu Sian di bahagian sana sedang beraksi buat membikin keadaan jadi semakin kacau.   Tetapi karena kuatir si nona tak dapat bergerak dengan leluasa, maka Poan Thian lalu keluar dari kalangan pertempuran dengan menggunakan siasat yan-cu-cwan-liam, untuk pergi membantu si nona yang sedang dikepung para pengawal dalam gedung keresidenan di situ.   Karena 280 selama pertempuran- pertempuran itu berlangsung, ia telah perhatikan dengan cukup jelas, bahwa disamping meladeni bertempur Ngay Houw Cun, Kong Houw pun masih sanggup menangkis serangan-serangan yang datang dari kiri-kanan.   Maka karena percaya bahwa sahabat ini akan tahan meladeni musuh-musuhnya sampai beberapa waktu lamanya, ia segera menerjang masuk ke bagian dalam ruangan kantor residen, yang ternyata bersambung dengan sebuah ruangan besar yang dijaga oleh beberapa orang penjaga pilihan muridmuridnya si kepala kampak she Ngay itu.   Dengan bersenjatakan golok, Poan Thian telah tempur mereka itu dan berhasil bisa melanjutkan penyerbuannya ke tempat kediaman residen, setelah terlebih dahulu dapat melukai beberapa orang penjaga-penjaga yang bertugas di situ.   Dan tatkala An Hun Ie mendengar suara ribut-ribut dan diberitahukan bahwa kawanan pengacau telah menyerbu dari segala jurusan, sudah tentu saja sangat ketakutan dan kebingungan.   Lebih-lebih ketika ia mendengar Bu Liu Sian berseru.   "Aku hanya hendak minta kepalanya An Hun Ie!"   Residen itu seolah-olah merasakan dirinya dihinggapi penyakit demam dengan secara tiba-tiba.   Ia lari kian-kemari bagaikan seorang edan.   Justeru itu Liu Sian yang telah sampai di pintu depan dari kamar di mana Hun Ie bersembunyi, sekonyong- konyong telah berpapasan dengan sekawanan penjaga yang sebagian besar telah dilukai oleh Poan Thian tadi.   Sedang maksud penjaga-penjaga ini datang ke situ, adalah buat memberitahukan, agar supaya si residen bangpak itu segera mencari tempat berlindung lain yang lebih aman.   Karena jikalau ia tak lekas berlalu dari situ, dikuatirkan pihak pengacau yang ternyata tidak bisa dikata lemah, 281 akhirnya akan sampai juga ke situ dan ketemukan si induk semang di tempat persembunyiannya.   Tetapi sungguh tidak dinyana, ketika baru saja sampai di halaman lorong yang menembus ke ruangan tersebut, mendadak mereka telah berpapasan dengan si nona, hingga dengan satu teriakan nyaring Liu Sian segera terjang mereka dan terbit pertempuran hebat, yang telah membikin Hun Ie yang berada di dalam kamar dan mendengar dengan tegas peristiwa itu, dengan tidak terasa lagi jadi jatuh duduk dan mengeluh.   "Celaka! Celaka! Sekarang si pembunuh itu berada di luar kamar! Kemanakah aku mesti lari? Kemanakah aku mesti bersembunyi untuk menyelamatkan diriku?"   "Lari! Lari!"   Kemudian terdengar suara teriakan yang riuh sekali dari beberapa orang penjaga yang merasa tidak sanggup bertahan lebih jauh buat meladeni pada si nona itu.   "Saudara-saudara! Lekaslah beritahukan supaya Tay-jin segera berlalu dari sini!"   Sementara suara jeritan penjaga-penjaga yang kena terbacok oleh si nona, telah membikin hati residen jahanam itu jadi semakin ketakutan, hingga ia berlari- lari di dalam kamar dengan tidak ketentuan kemana maksud tujuannya.   Ia mengeluh, ia sesambat, dan akhirnya.....   Ia tertawa terbahak-bahak! Ia telah jadi gila karena sangat ketakutan! Paling belakang ia berlari ke atas loteng dan menghampiri pada jendela yang terpisah kira-kira duapuluh kaki lebih tingginya dari tanah yang berada di bawahnya.   Di situ, setelah menghela napas beberapa kali, ia lantas berteriak.   "Bu Ciang Tong! Tengoklah, sekarang aku telah tumbuh sayap dan hendak terbang ke langit. Marilah kau boleh susul aku buat menagih jiwamu di sana!" 282 3.18. Nikouw Tua Pendekar Sakti Dan berbareng dengan habisnya ucapan itu, An Hun Ie lalu terjun ke bawah loteng, sehingga badannya hancur remuk dan binasa di seketika itu juga! Maka setelah Kong Houw kemudian muncul dengan menjinjing kepalanya Ngay Houw Cun yang telah dibunuhnya dalam pertempuran tadi, si nona pun telah kutungi kepada residen jahanam itu. Sedang Poan Thian yang memang bukan memusuhi para pengawal yang mengepung mereka bertiga, lalu hentikan penyerangannya sambil menerangkan di hadapan orang banyak, bahwa kedatangan mereka ke situ bukanlah bermaksud hendak mengacau, tetapi semata-mata untuk menuntut balas atas kekejian si residen jahanam dan gundalnya, yang telah memfitnah dan membuat berantakan keluarga Bu serumah tangga pada masa yang lampau itu. Lebih jauh Poan Thian menerangkan di hadapan mereka, bahwa Tam-tong yang mereka kenal bernama Thio Sin ini, sebetulnya bukan lain daripada Cap-ek-sinkauw Ngay Houw Cun yang sudah sekian lama dicari pihak yang berwajib untuk dijatuhi hukuman berhubung ia telah melakukan banyak perampokan di sana-sini dan tak dapat ditangkap karena pihak lawannya yang terkuat yaitu Bu Ciang Tong telah difitnah olehnya dengan jalan bersekongkol dengan residen jahanam yang telah mati menjatuhkan diri dari atas loteng itu.   "Maka pada sesudah maksud kami untuk menuntut balas telah tercapai,"   Kata pemuda kita pula.   "tugas kamipun telah berakhir sampai di sini. Dengan begitu, selanjutnya kami mengharap agar supaya tuan-tuan sekalian mendapat induk semang yang jauh lebih bijaksana daripada komplotan manusia busuk ini, yang sebenarnya sama sekali tak berharga untuk dicokolkan di 283 sini sebagai pemimpin anak negeri seluruh kota Hangciu."   Setelah selesai berpidato di hadapan para pengawal dan penjaga dari kantor residen tersebut, Poan Thian lalu mengajak si nona dan Kong Houw berlalu dengan membawa dua buah kepala musuh si nona, yang kemudian hendak dipergunakan untuk menyembahyangi rohnya Bu Ciang Tong di kelenteng Leng-coan-sie.   Tetapi karena kuatir akan dikepung oleh pihak yang berwajib sebagai pengacau-pengacau yang telah berani melakukan penyerbuan ke kantor pemerintah, maka ketiga orang itu tidak berani berdiam terlalu lama di kelenteng tersebut.   Oleh sebab itu, mereka segera melarikan diri ke tempat lain dengan menunggang dua ekor kuda miliknya Poan Thian dan Kong Houw, dengan yang seekor dinaikkan oleh Bu Liu Sian, sedang kan yang seekor pula dinaikkan oleh Poan Thian dan Kong Houw berduaan, yang ternyata telah menderita luka yang agak berat dalam pertempuran dengan Cap-ek- sin-kauw Ngay Houw Cun, yang akhirnya toh telah berhasil dapat membunuhnya dengan susah payah.   Tatkala mereka telah berjalan beberapa lamanya, mendadak Kong Houw jatuh pingsan dan buru-buru dipondong oleh Poan Thian akan diturunkan dari kuda.   Liu Sian jadi sibuk memberikan pertolongan dan lalu tanggalkan baju luarnya yang lantas dibentangkan di atas rumput.   "Marilah baringkan padanya di situ buat beberapa saat lamanya,"   Kata si nona. Lie Poan Thian turuti permintaannya dengan hanya mengucapkan satu perkataan.   "Ya,"   Kemudian ia membuka pauw-hoknya yang dibebankan di atas kudanya, buat mengambil obat untuk mengobati lukaluka kawannya itu.   284 Dalam kegelapan, si pemuda yang memegang bahu Kong Houw dan merasakan bahu tersebut agak basah dan lekat, dari itu, Poan Thian lantas ketahui, bahwa darah telah keluar dari luka-luka yang terdapat pada bagian itu.   "Cobalah kau pergi mencari air buat membersihkan darah-darah yang masih mengucur dari luka-luka yang diderita Cin Lauw-hia ini,"   Si pemuda meminta bantuan Liu Sian.   Si nona menurut.   Setelah membuka pauw-hoknya dan mengambil sebuah gelas, lalu ia menyenduk air dari sebuah solokan kecil yang airnya mengalir turun dari mata air yang terdapat di atas bukit.   Kemudian ia balik kembali dan kasihkan itu pada Lie Poan Thian, yang segera pergunakan itu untuk mencuci luka-lukanya Cin Kong Houw.   Dan tatkala luka-luka itu telah dibersihkan, barulah Poan Thian pakaikan obat luka yang dapat memunahkan bisa, meringankan rasa sakit dan menahan mengucurnya darah.   Untuk membalut luka-lukanya itu, tidak bisa dicari kekainan yang cukup lebar.   Tetapi Liu Sian yang terlebih siang telah mengetahui ini, lalu cabut goloknya dan potong sehelai bajunya sendiri untuk maksud itu.   Maka setelah Kong Houw tersadar dari pingsannya, ia rasakan luka-lukanya telah menjadi kurangan sakitnya dan telah dibalut dengan rapih.   Tetapi karena ia masih kelihatan agak lemah dan perlu dirawat, maka Poan Thian lalu coba memandang ke sekeliling tempat itu, untuk mencari penduduk yang kiranya boleh dimintakan pertolongannya akan memberikan mereka kamar buat mengaso.   285 "Itu di sana tampak api yang berkelak-kelik,"   Bu Liu Sian menunjuk ke suatu jurusan.   "apakah itu bukannya sebuah rumah penduduk, dimana kita boleh coba kunjungi buat menumpang mengaso untuk beberapa saat lamanya?"   "Ya, benar,"   Sahut Poan Thian.   "akupun baru saja melihat sinar api itu dan berpikiran begitu."   Kemudian sesudah menyimpan kembali segala keperluan tadi yang dipakai untuk merawat luka- lukanya Kong Houw, Poan Thian lalu pondong sahabatnya itu dinaikkan ke atas punggung kudanya, sedangkan si nona lalu menyelimuti Kong Houw dengan bajunya yang dipakai hamparan tadi.   Setelah itu Poan Thian sendiripun lalu naik juga ke atas punggung kuda itu, sambil memegangi Kong Houw yang kelihatannya masih lemah sekali karena mengeluarkan terlalu banyak darah dari luka-lukanya.   Hal mana, pun diturut juga oleh Liu Sian yang menunggangi kuda lain dan segera dilarikan menuju ke arah sinar api yang dilihatnya tadi.   Sesampainya ke tempat yang dituju, barulah mereka ketahui, bahwa itulah bukan sebuah rumah penduduk, tetapi sebuah kelenteng yang didiami oleh paderi, perempuan.   Karena dengan melihat nama "Giok-hun-am"   Yang tercantum di muka pintu kelenteng tersebut, orang segera ketahui jelas, paderi-paderi dari jenis kelamin mana yang mendiami rumah suci itu.   Lalu Poan Thian minta Liu Sian turun dari kuda buat coba mengetok pintu.   Ketika si nona mengetok pintu kelenteng itu beberapa kali, benar saja lantas terdengar suara orang yang berjalan keluar membukakan pintu sambil bertanya.   "Siapakah itu yang mengetok pintu pada waktu malam begini?" 286 "Kami,"   Sahut Liu Sian.   "orang-orang yang telah kegelapan dalam perjalanan dan mohon menumpang berhenti untuk melepaskan rasa letih kami."   Begitulah tatkala pintu kelenteng itu dibuka, dari dalam lalu tampak dua orang nikouw yang masih muda dan buat beberapa saat lamanya mereka tinggal terbengong mengawaskan pada si nona dan kedua orang kawannya dengan tidak mengucapkan barang sepatah katapun.   Hal mana, telah membuat Poan Thian kuatir, kalaukalau Liu Sian nanti kesalahan dalam hal menerangkan siapa diri mereka bertiga.   Oleh sebab itu, buru-buru ia minta supaya si nona suka pegangi dahulu Kong Houw yang masih duduk di atas punggung kudanya, sedangkan ia sendiri lalu maju memberi hormat pada kedua orang nikouw itu sambil berpurapuramenerangkan, bahwa mereka bertiga adalah pelindung-pelindung kereta piauw yang telah tidak beruntung kena dirampok oleh kawanan penjahat yang telah melukai juga salah seorang kawannya ini.   Oleh karena kawan ini mendapat luka-luka yang agak hebat dalam pertempuran tadi, maka ia mohon supaya mereka diperbolehkan untuk menumpang berhenti guna melepaskan lelah dan merawat lukanya sang sahabat itu.   Apabila luka-luka itu telah tidak berbahaya pula, maka di hari esok juga mereka berjanji akan segera berlalu dari situ.   Tetapi karena nikouw-nikouw itu tak berani mengambil keputusan sendiri untuk menerima serta memberikan orang menumpang tinggal, maka salah seorang antaranya lantas berkata.   "Sicu, aku harap engkau jangan menjadi kecil hati. Tentang permintaanmu untuk menumpang bermalam di sini, itulah tidak kuasa buat mengabulkan atau melarang. Coba saja nanti aku 287 beritahukan hal ini pada guru kami. Apabila ia suka mengizinkan, sudah tentu saja kami pun tidak berkeberatan untuk menerima kunjunganmu ini."   Poan Thian mengucap terima kasih dan menunggu di luar untuk menantikan jawaban dari paderi kepala.   Tidak antara lama salah seorang nikouw muda tadi telah balik kembali dan memberitahukan, bahwa guru mereka tidak berkeberatan buat memberikan mereka menumpang di situ untuk sementara waktu.   Mendengar penyahutan demikian, sudah tentu saja Poan Thian dan kawan-kawannya jadi sangat girang dan lalu menanyakan pada kedua orang nikouw itu, dimana kuda mereka mesti dititipkannya.   "Di belakang kelenteng ini terdapat sebuah emper tua yang sudah lama tidak terpakai,"   Kata salah seorang nikouw itu.   "tempatkanlah kuda-kudamu itu di sana, karena selain tempat itu dapat dipergunakan untuk berlindung dari hujan atau panas di waktu siang hari, juga di sekitarnya terdapat banyak rumput-rumput yang gemuk buat makan binatang-binatang itu."   Poan Thian mengucap terima kasih dan lalu turunkan Kong Houw dan pauwhok-pauwhok mereka dari atas binatang-binatang itu.   Setelah kuda-kuda itu ditambatkan di tempat yang telah diunjuk oleh si nikouw tadi, barulah Poan Thian bertiga masuk ke kelenteng itu untuk menjumpai paderi kepala yang kemudian ia ketahui bernama Beng Sim Suthay.   Nikouw tua ini berasal dari distrik Tay-lie dalam propinsi Hun-lam.   Usianya sudah tua sekali, (menurut keterangan muridnya, sembilanpuluh tahun), tetapi gerakan-gerakannya masih gesit dan tangkas laksana 288 orang-orang yang baru berusia antara tigapuluh atau empatpuluh tahun.   Nikouw tua ini ketika melihat Poan Thian memondong Kong Houw masuk dengan diiringi oleh Liu Sian, dengan lantas ia ketahui bahwa luka-lukanya Kong Houw itu sesungguhnya tak dapat dikatakan ringan.   Maka setelah diunjuk sebuah kamar yang agak besar, Beng Sim lalu menganjurkan supaya pemuda kita segera baringkan Kong Houw di atas ranjang, diberikan minum air teh hangat dan dirawat luka- lukanya sebagaimana mestinya.   Sedangkan Liu Sian yang merasa bahwa kecelakaan itu seolah-olah telah diterbitkan oleh karena gara-gara tindakannya sendiri, maka ia tinggal terus di dalam kamar buat melayani Kong Houw yang dilarang banyak bergerak oleh nikouw tua tersebut.   Sementara Poan Thian yang diminta datang ke ruangan pertengahan kelenteng oleh Beng Sim Suthay, lalu buru-buru pergi ke sana, setelah terlebih dahulu ia membuka baju luarnya, yang ia baru ketahui berlepotan darah, ketika berada di dalam kelenteng itu.   Maka sesudahnya mempersilahkan pemuda kita akan duduk dan disuguhkan air teh hangat, Beng Sim lalu mulai menanyakan sebab-sebabnya, mengapa Poan Thian dan kawan-kawannya bisa sampai ke situ dan peristiwa apa yang telah dialami mereka, setelah menilik keadaan Kong Houw yang mendapat luka- luka agak berat itu.   Buat menyembunyikan peristiwa sebetulnya yang telah dialami mereka tadi, Poan Thian lalu karang sebuah cerita tentang bagaimana mereka dirampok di pegunungan Pek-ma-san, dimana sahabatnya ini telah 289 menderita luka-luka dalam pertempuran dengan perampok-perampok itu.   Kemudian barulah mereka berhasil dapat meloloskan diri dan sampai ke kelenteng Giok-hun-am di situ.   Tetapi Beng Sim yang mendengar penuturan itu, bukan saja agak tak percaya dengan keteranganketerangan itu, malah sebaliknya ia tersenyum sambil berkata.   "Cong-su, rasanya ada lebih baik engkau bicara terus-terang dan jangan menjustakan kepadaku. Karena walaupun aku ini bukan dewa atau malaikat, tetapi aku percaya, bahwa namaku cukup diindahkan oleh segala penjahat-penjahat besar dan kecil yang hidup keliaran di kalangan Kang-ouw. Lagi pula letaknya pegunungan Pek-ma-san itu hanya tigapuluh atau empatpuluh lie saja jauhnya dari sini. Maka apa bila orang-orang yang berada laksaan lie jauhnya bisa ketahui Beng Sim Lo-nie itu siapa, apakah nama itu sebaliknya tidak dapat didengar oleh orangorang yang berdiam hanya beberapa puluh lie saja jauhnya dari kelenteng ini?"   Pemuda kita jadi kemekmek waktu mendengar omongan paderi perempuan itu.   Karena dengan memperhatikan gaya bicara dan maksud-maksudnya omongan tadi, ia baru mendusin bahwa Beng Sim Suthay ini bukanlah seorang nikouw sembarangan.   Jikalau ia bukan seorang ahli silat yang ilmu kepandaiannya sangat tinggi, cara bagaimanakah orangorang dari kalangan Kang-ouw yang hidup laksaan lie jauhnya dari situ bisa kenal dan mengindahkan kepadanya? Poan Thian jadi merasa menyesal yang ia telah menjustakan kepadanya tadi.   Maka buat menebus sedikit 290 kedosaan itu, buru-buru ia berbangkit dari tempat duduknya, menyoja sambil mengucapkan maaf dan berkata.   "Suthay, aku percaya engkau tentu akan memaafkan kami sekalian, apabila sebentar aku menuturkan peristiwa-peristiwa yang sesungguhnya dialami oleh kami bertiga."   "Ya, ya, sebagai seorang penganut agama Buddha yang berpegang kepada pokok dasar kebaikan hati dan mencintai pada sesama makhluk yang hidup di dalam dunia ini,"   Kata nikouw tua itu.   "sudah barang tentu aku harus berlaku jujur dan tidak berat sebelah dalam hal timbang menimbang terhadap pada segala persoalan ini atau itu yang dialami oleh seseorang. Oleh karena itu, aku anjurkan supaya engkau bicara dengan sejujurjujurnya. Peristiwa apakah yang sebenarnya telah dialami oleh kamu bertiga?"   Sekarang Poan Thian yang baru mengerti, bahwa nikouw tua itu bukan seorang jahat, maka dengan secara terus terang ia lantas menuturkan apa yang telah terjadi atas diri mereka, dari awal sehingga diakhirnya, dengan sama sekali tiada dikurangi atau dilebih-lebihkan.   Sementara Beng Sim Suthay yang mendengar penuturan itu, sambil menghela napas ia lantas berkata.   "Oh, kalau begitu, patutlah tampaknya kamu begitu tergesa-gesa. Tetapi, tentang ini, tidak perlu kamu merasa takut atau curiga apa-apa, apabila kamu sekalian masih ada di sini."   Poan Thian lalu berbangkit dari tempat duduknya dan menyoja serta mengucapkan terima kasih atas kebaikannya nikouw tua itu.   "Aku lihat luka-lukanya kawanmu itu agak berat juga,"   Kata Beng Sim pula.   "Sekarang marilah kita coba periksa, 291 agar supaya selanjutnya kita ketahui apa yang kita harus perbuat untuk meringankan sedikit penderitaannya."   "Ya, baiklah."   Pemuda kita mengangguk sebagai tanda setuju.   Kemudian ia mengikut Beng Sim menuju ke kamar dimana Kong Houw dirawat oleh Bu Liu Sian.   Tetapi Kong Houw di sana ternyata telah tidur dengan nyenyak oleh karena khasiat obat luka Poan Thian yang telah dipakaikan kepadanya oleh si nona tadi.   Maka Beng Sim yang melihat kemajuan obat yang dipakainya itu, lalu memberi isyarat supaya Poan Thian dan si nona membiarkan saja Kong Houw tidur dan jangan diganggu.   "Apabila nanti ia tersadar,"   Memesan nikouw tua itu.   "engkau boleh berikan padanya sedikit bubur dan obat minum yang nanti aku suruh anak-anak buat sediakan."   Poan Thian dan si nona kembali mengucapkan terima kasih, hingga Beng Sim jadi tersenyum dan minta supaya mereka tidak usah berlaku sungkan sampai begitu.   Tetapi karena kuatir mereka nanti dikenali oleh matamata pemerintah, maka nikouw tua itu menasehatkan, agar supaya Poan Thian jangan keluar kemana-mana dahulu, buat mana Poan Thian berjanji akan perhatikan nasehat itu dengan sebaik-baiknya.   Begitulah beberapa hari telah lalu dengan tidak terasa pula.   Y 292 Pada suatu sore sesudah membantu Liu Sian merawat dan mengobati Kong Houw, Poan Thian lalu iseng- iseng pergi ke belakang kelenteng untuk melihat kuda-kuda mereka yang ditambatkan dalam sebuah emper kosong.   Di situ, selagi menambahkan rumput dan air dalam sebuah periuk bekas, mendadak Poan Thian telah dibikin kaget oleh suara orang-orang yang membentak dan dibarengi dengan suara beradunya barang tajam.   Buru-buru ia berlompat bangun dan coba pasang telinga akan mendengari, dari mana datangnya suarasuara yang mencurigai hatinya itu.   Tatkala mendengar dengan pasti, bahwa suara-suara itu telah keluar dari belakang pagar tembok yang terpisah tidak berapa jauh dari emper kosong itu, Poan Thian lalu melayang ke atas genteng dan terus merangkak menuju ke arah pagar tembok tadi, dari mana, ketika memandang ke arah pelataran sebelah dalam kelenteng itu, ternyata di sana ada beberapa orang nikouw yang masih muda, tengah berlatih ilmu silat di bawah pimpinan Beng Sim Suthay, yang duduk melihati dari halaman belakang kelenteng yang hampir menghadapi pagar tembok tersebut.   Tetapi karena halaman itu teraling dengan ujung wuwungan yang menyenderung ke bawah, maka Poan Thian yang berjongkok di situ tidak terlihat oleh nikouw- nikouw yang sedang berlatih itu.   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tetapi sungguh tidak dinyana, selagi nikouw-nikouw itu asyik bertempur dengan menggunakan golok masingmasing, sekonyong-konyong Beng Sim terdengar berseru.   "Berhenti!"   Hingga sepasang nikouw yang sedang berlatih itu segera menghentikan latihan mereka dengan rupa heran.   Karena sebegitu jauh yang mereka tahu, selama itu mereka tak pernah melakukan gerakan293 gerakan yang menyimpang daripada apa yang mereka telah dapat ajaran dari sang guru itu.   Sementara Beng Sim yang tampaknya paham juga akan perasaan mereka di saat itu, lalu menunjuk ke atas genteng sambil berkata.   "Perhatikanlah olehmu sekalian! Di atas wuwungan itu ada seorang yang mengintip gerakan-gerakan kita."   Kemudian ia menoleh pada seorang muridnya yang berdiri tidak berjauhan dengan nikouw-nikouw yang sedang berlatih tadi.   "Biauw Ko!"   Katanya.   "cobalah kau pergi lihat siapa adanya orang itu!"   Tetapi pada sebelum Biauw Ko melompat ke atas genteng, Poan Thian sudah mendahului turun ke bawah dan segera membungkukkan badannya memberi hormat pada Beng Sim sambil berkata.   "Suthay, murid mohon beribu ampun atas kelancanganku yang telah berani datang ke sini dan dengan secara tidak disengaja telah mengganggu pada Suthay yang sedang melatih para murid sekalian."   Tetapi Beng Sim bukan saja tidak kelihatan jadi gusar, malah sebaliknya lantas panggil pemuda kita sambil ditanyakan.   "Selama beberapa hari ini, aku telah lupa menanyakan tentang asal usulmu. Kau ini asal orang mana? Oleh karena kau juga mengerti ilmu silat, apakah aku boleh dapat tahu siapa nama gurumu?"   "Murid ini berasal dari Cee-lam dalam propinsi Shoatang,"   Sahut Lie Poan Tian.   "dahulu pernah berguru pada Kak Seng Siangjin Lo-siansu yang menjadi ketua dari kelenteng Liong-tam-sie." 294 "Kalau begitu,"   Kata nikouw tua itu pula.   "kau ini tentunya ada seorang murid yang berasal dari satu perguruan dengan Hoa In Liong, bukan?"   "Benar, benar,"   Sahut Poan Thian.   "Hoa In Liong itu adalah Suheng hamba."   Mendengar penyahutan itu, Beng Sim jadi tertawa dan berkata.   "Oleh karena kau ada seorang she Lie, apakah kau ini bukan Lie Poan Thian yang orang- orang di kalangan Kang-ouw memberikan gelaran Sin- tui itu?"   Poan Thian tersenyum sambil menghela napas.   "Suthay,"   Katanya.   "itulah hanya gelaran kosong yang orang telah berikan kepadaku sebagai suatu "umpakan"   Karena menurut apa yang aku ketahui, ilmu kepadaianku itu adalah sangat terbatas.   Maka kalau Suthay telah mendengar juga tentang adanya seorang yang mempunyai gelaran demikian di kalangan Kang-ouw, aku harap supaya Suthay anggap itu sebagai suatu "kabar burung"   Belaka. Karena dengan sesungguhnya juga gelaran itu telah diberikan orang tidak seimbang dengan kenyataan atau apa yang mereka tahu tentang "isi"   Yang sebenar-benarnya."   "Kau ini kelihatannya terlalu merendahkan diri sendiri,"   Kata Beng Sim Suthay sambil tersenyum.   "Mungkin juga karena aku belum menerangkan siapa sebenarnya aku ini, maka engkau telah berlaku sungkan dan pura-pura mengatakan begitu. Aku inilah bukan lain daripada adik seperguruan gurumu Kak Seng Siang-jin dari Liong-tam-sie. Jadi dengan adanya hubungan dengan gurumu itu, kau dan aku masih kepernah Su-tit dan Su-kouw. Oleh sebab itu, dimanalah ada seorang Su-kouw yang tidak merasa bangga, akan mendengar salah seorang Su-titnya memperoleh nama besar di 295 kalangan Kang-ouw, hingga dengan begitu, nama ilmu silat dari cabang Siauw-lim jadi semakin mengharum di d alam dunia ini?"   Lie Poan Thian jadi kaget tercampur girang tatkala mendengar omongan itu.   Ia sama sekali tidak menduga, akan bisa berjumpa dengan salah seorang adik seperguruan gurunya sendiri di tempat sunyi itu.   Maka setelah sekarang mengetahui dengan siapa ia berhadapan, Poan Thian lekas jatuhkan diri berlutut dan menjura di hadapan Beng Sim sambil berkata.   "Su-kouw, nyatalah aku ini ada seorang yang punya mata tetapi tak mengenali Su-kouw sendiri! Maka jikalau selama itu aku telah melakukan perbuatan sesuatu yang kurang patut dan tidak sopan, sudilah apa kiranya Su-kouw memaafkan kepadaku."   Sementara Beng Sim yang melihat Poan Thian menjura di adapannya, buru-buru ia banguni dan berkata.   "Kita sekarang adalah terhitung sanak saudara dari satu golongan juga, perlu apakah Su-tit mesti berlaku sungkan sampai begitu?"   Poan Thian lalu bangun dan berdiri di hadapan nikouw tua itu, yang sekarang ia kenali sebagai Sukouwnya, Su-moay atau adik seperguruan dari gurunya sendiri.   "Kita sekarang justeru tengah berlatih ilmu silat,"   Kata Beng Sim Suthay.   "oleh sebab itu, sudikah kiranya kau juga turut berlatih, untuk membuka pemandangan para Su-cie dan Su-moymu yang sekarang justeru berkumpul di sini?"   Poan Thian merasa tidak baik buat menolak, apalagi kalau mengingat bahwa mereka semua adalah berasal dari satu cabang perguruan Siauw-lim juga.   296 Dari itu, sesudah memberi hormat pada Beng Sim, yang lalu perkenalkannya pada sekalian nikouw- nikouw yang berkumpul di situ, Poan Thian lalu menyatakan kesediaannya akan turut berlatih.   Tetapi berhubung ilmu kepandaiannya masih sangat terbatas, si pemuda merendahkan diri, maka ia harap jangan dibuat celaan, jikalau ilmu silat yang dipertunjukkannya itu kurang baik.   "Kak Seng Suheng adalah seorang yang terlalu cerewet dalam hal memilih murid,"   Kata Beng Sim Suthay sambil tersenyum.   "oleh sebab itu aku tidak percaya ia akan mempunyai murid yang mengecewakan pengharapannya. Salah seorang antaranya, aku boleh sebutkan namanya Hoa In Liong, seorang yang sekarang dianggapnya sebagai salah seorang murid keluaran Liong-tam-sie yang paling berjasa dan telah membikin orang-orang di kalangan Kang-ouw semakin mengindahkan terhadap orang tua yang menjadi gurunya. Sedangkan orang kedua yang telah membikin Kak Seng mendapat muka terang di mana-mana, adalah kau sendiri Sin- tui Lie Poan Thian. Karena aku tahu, bahwa setiap orang yang tidak mempunyai bakat baik akan dididik menjadi seorang ahli silat, Kak Seng selalu menolak dengan getas akan orang itu belajar ilmu silat di Liong-tam-sie. Tidak perduli berapa banyak orang itu hendak membayar biaya melatih kepadanya. Sedangkan murid-muridnya yang sekarang ada di Liong-tam-sie, itulah ada murid-murid pilihan, yang baru keluar apabila ilmu kepandaiannya sudah dianggap sempunra betul. Oleh sebab itu, perlu apakah kau mesti berlaku sungkan terus-menerus?"   Poan Thian jadi merasa tidak enak karena perbuatannya yang terlalu see-jie itu.   Maka setelah 297 memberi hormat pada Beng Sim dan para nikouw sekalian, lalu ia menindak ke tengah lataran, dimana ia lalu bersilat dengan menggunakan ilmu pukulan Kie-tokun yang dimulai dengan merangkapkan kedua tangannya, kemudian ia bergerak dengan mengunjukkan gerakan-gerakan lain yang semakin lama tampak semakin cepat dan menarik di pemandangan mata.   Setelah seantero gerakan dari ilmu pukulan itu selesai dipertunjukkan, barulah Poan Thian dengan berturut- turut menyambungkan ilmu pukulan tadi dengan ilmu- ilmu tendangan Lian-hwan-jie-sie-tui, Tiap- pouwwan- yo-tui, Soan-hong-tui, dan lain-lain., hingga Beng Sim Suthay yang merasa kagum menyaksikan ilmu kepandaian pemuda itu, saban-saban terdengar bersorak-sorak.   "Sungguh bagus sekali! Sungguh bagus sekali!"   "Jikalau ditilik dari jalannya ilmu kepandaian Kok Ciang ini,"   Pikir nikouw tua itu.   "nyatalah dia tak kecewa akan dimintakan bantuan tenaganya untuk melakukan kebaikan bagi dunia."   Begitulah, tatkala Poan Thian selesai menjalankan ilmu pukulannya yang terakhir, ia segera membungkukkan badannya sambil berkata.   "Su- kouw, sekianlah ilmu kepandaianku yang jelek itu."   Beng Sim jadi kelihatan girang dan berkata.   "Jikalau dilihat dari segala sudut ilmu kepandaianmu itu, yang sesungguhnya tidak mengecewakan bagi nama baiknya kita orang-orang dari golongan Siauw-lim, kukira orang macam kau inilah yang sangat dibutuhkan oleh In Cong Sian-su dari kelenteng Po-to- sie. Hanya belum tahu apakah kau bersedia akan membantu usaha orang tua itu?" 298 "Su-tit belum kenal siapa adanya In Cong Sian-su itu,"   Poan Thian memotong pembicaraan nikouw tua itu.   "Juga dalam soal apakah, yang ia membutuhkan seorang sebagaiku ini?"   Beng Sim Suthay lalu menerangkan kepadanya sebagai berikut.   "In Cong Sian-su ini adalah ketua dari kelenteng Po- to-sie, yang terletak di pegunungan Po-tosan dalam propinsi Ciat-kang. Oleh karena mempunyai penglihatan yang amat tajam dan dapat melihat segala sesuatu di waktu malam yang gelap gelita, maka orangorang di kalangan Kang-ouw telah memberikan ia nama julukan Kim-gan-sin-eng, atau garuda sakti yang bermata emas. Ilmu kepandaiannya In Cong Sian-su ini walaupun benar setingkat denganku, tetapi ia bukan belajar dengan secara langsung dari kelenteng Siauw-lim-sie di pegunungan Siong-san, tetapi dengan melalui kelenteng Ceng-liang-sie di pegunungan Ngo-tay-san dalam propinsi San-see, maka dari itu, ia sangat paham dalam ilmu Lo-han-kun yang menjadi pokok pelajaran ilmu silat di kelenteng tersebut.   "Sedangkan aku sendiri dan Kak Seng Suheng, adalah berasalkan dari kelenteng Siauw-lim-sie dan keluar dari paseban Lo-han-tong untuk bantu menyiarkan ilmu silat cabang Siauw-lim disamping mengembangkan agama Buddha. Lebih jauh karena Kak Seng Suheng menjadi salah seorang antara empat murid dari kelenteng Siauw- limsie yang ilmu kepandaiannya telah mencapai puncak yang tertinggi, maka ia telah diunjuk sebagai salah seorang guru besar dengan membuka sendiri perguruan ilmu silat di kelenteng Liong-tam-sie, dimana kau 299 sendiripun pernah belajar di bawah sehingga beberapa tahun lamanya. pimpinannya "Tetapi caranya Kak Seng dan In Cong menerima murid-murid masing-masing sangat berlainan sekali. Karena jikalau yang pertama mengutamakan kwalitet pelajaran dan bakat seseorang, adalah In Cong suka dengan banyak murid dan kepingin kelihatan maju di mata umum. Oleh sebab itu, ia menjadi kurang menaruh perhatian terhadap pada kwalitet murid- murid yang turut belajar di kelenteng Po-to-sie tersebut. 3.19. Tugas Perguruan Dari Bibi Guru "Salah seorang muridnya In Cong yang bernama Wie Hui, akhirnya telah melarikan diri dari Po-to-sie, setelah dapat memahamkan ilmu Pek-houw-kang dengan sebaik-baiknya.   "In Cong Sian-su sendiri mula-mula tidak mengerti apa sebabnya sang murid itu telah melarikan diri, apalagi kalau mengingat bahwa ia itu adalah seorang yang tidak suka mencari setori dan bisa hidup rukun di antara sesama kawan seperguruannya.   "Begitulah beberapa orang muridnya telah diperintah akan pergi mencari kepadanya di daerah-daerah sekitar pegunungan itu dan di tepi daratan yang berdekatan, tetapi murid-murid itu telah kembaIi dengan memberikan laporan, bahwa orang yang cari itu tidak dapat diketemukan.   "Paling belakang karena orang melihat pakaiannya pemuda itu telah diketemukan di tepi jurang yang di bawahnya terletak lautan yang sangat luas dan dalam, maka orang segera menarik kesimpulan, kalau-kalau Wie 300 Hui itu telah membunuh diri dengan jalan menyebur ke dalam laut, walaupun tidak terdapat tanda-tanda yang mengunjukkan dengan tegas, bahwa tindakan itu telah diambil oleh Wie Hui karena dialaminya sesuatu peristiwa dalam penghidupannya selama berdiam di kelenteng Poto- sie tersebut. Oleh sebab itu. selanjutnya orang telah tidak mencoba pula akan mencarinya.    Si Angin Puyuh Tangan Kilat Karya Gan Kh Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini