Kembalinya Ilmu Ulat Sutera 15
Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 15
Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying Wajah Beng To segera tenggelam, tapi dia meloncat ke atas, di udara dia membalikkan tubuh, dengan telapaknya dia menepuk Wan Fei-yang, Wan Fei-yang tidak menghindar, dia malah menjulurkan tangannya menyambut. Telapak mereka belum saling bersentuhan, tapi sudah keluar sederetan suara juga muncul uap seperti asap dan kabut, tapi begitu dilihat dengan jelas, asap dan kabut seperti kepompong. Ribuan bahkan ratusan ribu helai benang tidak terlihat membelit menjadi satu, kedua telapak semakin dekat benang tidak terlihat terasa semakin tebal. Tadinya Beng To ingin meledakkan seperti guntur tapi setelah sampai di atas kepala Wan Fei-yang berubah menjadi lamban, sedangkan bajunya tetap mengeluarkan suara dan terbang. Dua telapak semakin mendekat, jaraknya tinggal 3 kaki lagi, asap dan kabut seperti sebuah bola kepompong, ratusan ribu helai benang transparan masih menganyam dan berputar, mengeluarkan cahaya putih yang membuat hati ikut terasa dingin. Baju Wan Fei-yang mulai berkibar, begitu ringan dan lambat, dengan serunya Beng To berbalik. Bulatan kepompong mengikuti gerakan sepasang telapak, semakin dekat semakin menciut, juga semakin terang lalu berputar semakin kencang. Waktu Beng To berputar, Wan Fei-yang pun ikut berputar, tapi arahnya berlawanan.40 Bulatan kepompong menciut dan pecah tanpa mengeluarkan suara. Berhelai-helai tulang terlihat di angkasa, dalam sekejap menghilang. Beng To meloncat lagi, jarinya menempel di tiang bangunan, tubuhnya dalam posisi menggantung. Wan Fei-yang berputar dengan arah berlawanan, dia naik dengan miring, lalu menempel di dinding bergeser mengikuti dinding. Gerakannya dengan ilmu cecak tidak berbeda jauh, seperti punya kekuatan untuk menempel. Tubuh bagian mana pun begitu mendekat segera menempel, tubuhnya terlihat seringan kapas, dengan cepat naik ke atas. Beng To mengikuti bentuk tiang horisontal terus bergeser, dia bergeser ke tengah ruangan dan melambaikan tangan. "Datanglah..." Wan Fei-yang melayang ke tempat Beng To, setelah dekat Beng To baru menyerang, setiap jurusnya mengandung tenaga dalam penuh, Wan Fei-yang pun seperti itu. Di dunia persilatan mungkin hanya mereka berdua yang sanggup mengumpulkan tenaga dalam menjadi senjata. Hanya mereka berdua yang punya tenaga dalam yang sangat tinggi bisa bertarung di tengah-tengah udara. Asal mereka mengenai tiang atau balkon, tubuh mereka pasti bisa menggantung atau bergeser dengan ringan, benar- benar seperti dewa yang sedang melayang terbang. Serangan mereka sangat cepat, tubuhnya pun bergeser dengan cepat, segera menyerang dan setelah itu langsung mundur. Perubahan yang terjadi seperti ilusi. Tenaga dalam mereka tidak ada habis-habisnya dipakai, melihat baju mereka yang berkibar dapat diketahui bahwa41 mereka sangat kuat. Tenaga yang kuat sesudah keluar tidak bisa ditarik kembali. Udara di sekitar sana pun seperti sedang hancur dan mengeluarkan suara seperti guntur. Mereka tidak seperti sedang bertarung, kalau dibagi antara aliran lurus dan sesat, mereka seperti dewa dan siluman yang sedang bertarung! Di luar istana pesilat-pesilat beraliran lurus maupun sesat, walaupun tidak bisa melihat pertarungan yang terjadi di dalam, tapi dari suara yang keluar mereka bisa menebak pertarungan itu berlangsung dengan seru, maka mereka hanya diam mendengarkan, semua terpaku seperti orang tolol. Begitu banyak orang berkumpul tidak ada satu pun suara yang keluar, benar-benar jarang terjadi. Ci-liong-ong adalah orang yang mempunyai ilmu lweekang paling tinggi, mendengar pertarungan antara Wan Fei-yang dan Beng To, dia sangat memperhatikan, terlihat alisnya naik sebelah, ekspresi nya terlihat lebih banyak berubah dibandingkan dengan orang lain. Dia yang pertama membuka suara, kemudian menarik nafas. "Sayang!" Pek-ciok Tojin gemetar dengan cemas bertanya. "Apa yang terjadi?" Dia mengira, Ci-liong-ong telah mendengar Wan Fei-yang mengalami kesulitan. Ci-liong-ong segera mengerti maksudnya dan menggelengkan kepala. "Aku hanya menyayangkan orang yang berada di tempat pertarungan, tapi tidak bisa melihat pertarungan yang seru!" "Apa yang Suheng dengar?" Tanya Bok Touw-toh.42 Ci-liong-ong tertawa kecut. "Kalau bisa mendengar buat apa aku menarik nafas?" Bok Touw-toh mengangguk. "Pertarungan itu walaupun tidak bisa dilihat tapi bisa dibayangkan sangat seru!" Ci-liong-ong menggelengkan kepala. "Tampaknya menjadi seorang hweesio pun ada kebaikannya, bisa membuat dirinya menjadi kosong dan bisa berpikir kosong, dan tidak tahu kalau pertarungan itu sangat seru!" Bok Touw-toh terdiam, Ci-liong-ong melihat ke dalam ruangan dan berkata lagi. "Sayang..." "Sayang kenapa?" Thi Gan bertanya dengan aneh. "Istana ini dibangun begitu indah tapi setelah bertarung mungkin akan ambruk!" "Sayang apa, istana ini merupakan penghinaan kepada dunia persilatan Tionggoan, kalau roboh bukankah itu lebih bagus!" "Masuk akal juga!" Kata Ci-liong-ong. "lebih baik seperti itu, setelah pertarungan ini selesai kita butuh waktu untuk berpikir!" "Di luar gunung sana masih ada gunung lagi, di atas orang masih ada orang yang lebih hebat!" Pek-jin Taysu melafalkan kitab suci. "O-mi-to-hud..." Baru saja ucapannya berhenti, terlihat istana itu sudah ambruk, dari keempat sisinya ambruk ke tengah, debu dan tanah beterbangan. Beng To dan Wan Fei-yang keluar dari dalam istana. Semua orang berteriak, teriakannya terjadi begitu alami, tidak ada alasan apa pun.43 Wan Fei-yang dan Beng To tidak bereaksi, kedua tangan menempel, begitu keluar dari istana itu mereka berputar seperti kincir air, melewati kepala semua orang. Pohon- pohon yang menghalangi semua tampak patah dan tumbang. Gerakan mereka masih belum berhenti, malah bertambah cepat, mereka melewati gunung dan jurang yang bertuliskan. "Bukan dunia nyata." Dari luar terlihat belum ada yang menang atau kalah, tapi sebenarnya sudah terlihat jelas. Wan Fei-yang sudah mengantongi tiket kemenangan, tenaganya masih terus mengalir tiada henti-hentinya, tidak ada perbedaan dengan waktu pertama bertarung, tetap lancar, sedangkan Beng To tidak. Walaupun tenaganya masih terus mengalir tapi mulai terasa tersendat dan mulai terlihat kulit di tubuhnya muncul selapis benda seperti sarang laba-laba. Itu karena tenaga dalamnya baru keluar, lantas dipaksa masuk oleh tenaga dalam Wan Fei-yang, maka tenaga itu membeku di kulit tubuhnya, dia tidak tahu apakah Wan Fei- yang juga merasa seperti itu? Tapi kulit tubuh Wan Fei-yang licin dan bersih, terlihat dia tidak merasakan apa-apa, hati Beng To mulai gelisah. Bersamaan waktu perasaan tidak nyaman bertambah, sarang laba-laba yang menempel di kulit tampak semakin banyak dan semakin jelas terlihat. Kalau keadaan seperti ini terus berlanjut, tubuhnya akan terbungkus oleh kepompong, dia akan mati karena tidak bisa bernafas. Semakin berpikir dia semakin kacau, semua alasan dan rasa tidak tenangnya akan mengganggu pertarungan, dia akan kalah dalam pertarungan ini, apa lagi tenaga dalamnya44 masih selapis di bawah Wan Fei-yang. Sarang laba-laba semakin menebal, kulit tubuhnya yang berwarna abu terang sekarang menjadi gelap. Setelah turun di atas jurang, mereka mulai berhenti bertarung, akhirnya berhenti total, tapi kedua tangan mereka masih menempel. Cahaya matahari menyinari tubuh mereka berdua, di mata orang-orang, mereka terlihat sama-sama berhasil dan sama-sama kuat. Tapi di mata Beng To sinar matahari hanya menyinari Wan Fei-yang, dia sama sekali tidak merasakan sinar matahari yang hangat, hanya terasa dingin. Kemudian dia merasa kesepian dan kesendirian yang belum pernah dia rasakan. Kalau sekarang ada orang yang bisa membantu, alangkah baiknya. Tiba-tiba Beng To bisa berpikir seperti itu. Akhirnya dia sendiri pun merasa aneh. Dia tahu ini hanya mimpi, dia melihat orang-orang suku Biauw yang dibawanya, mereka begitu perhatian dan berharap jiwa berjuangnya segera muncul kembali. Dia membentak, tenaga dalam dikerahkan lagi dan terus mengalir ke tangan. Sarang laba-laba yang telah menempel di tubuhnya hancur lebur menjadi berkeping-keping, cahaya perak sekali lagi berkelip-kelip muncul. Wan Fei-yang tidak terkejut, dia tetap tenang seperti tadi, ini sangat berbeda dengan dulu. Suara Beng To lebih kuat dan lihai, tapi di mata semua orang dia sudah kalah dari Wan Fei-yang, walaupun cahaya perak muncul lagi, tapi tetap kalah indah dengan cahaya Wan Fei-yang.45 Ci-liong-ong adalah ahli tenaga dalam, dia bisa melihat lebih jelas dari siapa pun, dengan tenang dia menghembuskan nafas tenang. Waktu itu bayangan seseorang muncul dari hutan. Angin keras meniup kain yang membungkus kepalanya. Muncullah seorang berambut kuning emas, matanya biru dan hidungnya mancung, walaupun umurnya sudah tua tapi tetap terkesan dia tampan dan gagah. Orang ini membawa pipa yang terlihat sangat aneh, dia mendekat Wan Fei-yang. Liu Sian-ciu yang lebih berpengalaman segera berteriak. "Senjata api..." Teriakannya belum habis terdengar suara seperti petasan, cahaya terang keluar dari senjata api yang dibawa orang itu. Kecepatan-nya di luar kemampuan manusia, mata orang biasa tidak bisa melihatnya. Tong Thian-co dan Tong Thian-yu dengan cepat keluar, mereka ingin menghalangi benda itu melesat dengan senjata rahasia mereka, tapi waktu itu mereka baru ingat mereka sudah tidak punya senjata rahasia lagi. Ci-liong-ong dan Pek-jin Taysu bersama-sama lari, mereka tetap tidak keburu mencegat. Kekuatan untuk menyelamatkan diri sendiri muncul. Tiba-tiba Wan Fei-yang dan Beng To berputar lagi, semua karena tenaga dalamnya. Kelebatan cahaya sudah sampai ke arah Wan Fei-yang, tapi karena dia sedang berputar maka cahaya itu mengenai kepala bagian kiri Beng To dan menembus keluar dari sebelah kanan! Tenaganya segera buyar, Beng To berteriak memilukan, tubuhnya terlempar, darah keluar dari kepalanya, wajahnya menjadi pucat.46 Perubahan seperti ini di luar dugaan Wan Fei-yang. Tubuhnya berhenti berputar sorot matanya dengan cepat melihat orang tua berambut pirang yang berada di atas pohon. Kedua tangannya masih memegang senjata api, dia terpaku melihat Beng To dan tiba-tiba berteriak. "Mengapa bisa terjadi seperti ini..." Bahasa yang dipakai adalah bahasa Han-ie, tapi logatnya aneh. Dia segera berputar kembali ke arah Wan Fei-yang, kedua tangannya bergerak dengan cepat. Suara letusan terdengar lagi dan cahaya keluar dari ujung senjata api itu. WaN Fei-yang melihat jelas peluru ditembakkan ke arahnya, kecepatannya di luar dugaan, dia tidak berani menyambut hanya bisa menghindar. Cara menghindarnya tidak bisa sembarangan dilakukan, walaupun peluru meluncur dengan cepat, dia sanggup menghindar. Orang tua berambut pirang itu seperti tahu dia tidak akan berhasil, karena itu dia pergi dengan cara terbang. Wan Fei-yang mengikuti dari belakang, Ci-liong-ong dan lain-lain juga sudah tiba. Pesilat aliran sesat tidak ikut juga tidak tinggal. Mereka tidak berjanji tapi tujuan mereka sama, lalu turun gunung. Pohon besar roboh, kera-kera pun bubar. Mereka datang bersama Beng To, begitu Beng To roboh mereka pun bubar. Di depan istana yang sudah ambruk itu hanya tersisa orang-orang suku Biauw, dengan bengong mereka melihat Beng To yang sudah roboh. Semua terjadi begitu tiba-tiba, membuat orang-orang yang bersifat polos sulit menerima dalam waktu yang singkat. Beng To merangkak bangun, matanya penuh rasa sedih. Walaupun dia harus kalah dari Wan Fei-yang, tapi kalahnya47 harus seperti seorang pahlawan, sekarang dia akan mati, mati tanpa kebanggaan. Dia mengerti orang tua berambut pirang tadi ingin membantunya, dia juga tahu orang tua itu pasti dari Mo- kauw barat, dia menerima bantuan dari orang tua itu, hanya saja peristiwa itu terjadi tidak seperti keinginan manusia, hal yang terjadi benar-benar di luar dugaan. Sekarang dia harus mengaku bahwa kemampuan Wan Fei-yang masih berada di atasnya, ilmu silat atau pun nasib baiknya. Orang-orang suku Biauw datang mengelilinginya. "Angkat aku ke atas kain, kita segera pulang ke perbatasan Biauw!" Nada bicara Beng To penuh dengan rasa putus asa, sorot mata juga seperti itu. Itu adalah kata-katanya yang terakhir. 0-0-0 Wan Fei-yang terus mengejar, Ci-liong-ong dan yang lain berada di belakang. Jalan yang dilalui orang tua berambut pirang tadi adalah jalan buntu, asap putih keluar di belakangnya dengan cepat menyebar. Asap itu menghalangi pandangan Wan Fei-yang dan lain-lain, membuat mereka tidak bisa melihat apa-apa. Suara angin menderu seperti guntur, walau pun pendengaran Wan Fei-yang sangat tajam, tapi tetap terganggu oleh suara itu. Suara angin seperti guntur cukup menutupi suara orang tua berambut pirang ketika bergeser.48 Ci-liong-ong, Pek-jin Taysu, dan Giok-koan Tojin sudah tiba dan melihat situasi. Mereka segera mengerti mengapa Wan Fei-yang berhenti mengejar. "Tidak diragukan lagi orang itu dari Mo-kauw barat, mereka seringkali menggunakan cara seperti ini!" Kata Giok- koan Tojin dengan marah. "Aku mengerti mengapa orang-orang Mo-kauw barat tidak muncul!" Kata Ci-liong-ong sambil tersenyum. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Apakah mereka merasa tidak yakin maka menyerang dengan mencuri-curi?" Tanya Giok-koan Tojin. "Salah..." Ci-liong-ong menggelengkan kepala. "Karena Beng To tidak menghubungi mereka sama sekali, setelah orang tua berambut pirang itu mendapat kabar baru datang terburu-buru untuk melihat situasi yaitu bila Beng To kalah maka akan menggunakan cara seperti tadi!" "Kalah atau menang belum terlihat, dia terlalu tergesa- gesa!" Kata Giok-koan Tojin. "Beng To sudah kalah!" Kata Ci-liong-ong. Dia melihat Wan Fei-yang lalu tertawa. "maaf sudah merepotkanmu..." "Awalnya semua ini karena aku, jadi harus aku yang membereskannya!" Kata Wan Fei-yang dengan tenang. Tiba-tiba Ci-liong-ong terpaku dan bersuara. "O..." Pek-jin Taysu seperti mengerti lalu melantunkan bacaan Budha. Giok-koan Tojin tidak mengerti, dia bertanya. "Apa yang sedang kalian bicarakan?" Ci-liong-ong baru akan menjawab, Tong Thian-co dan Tong Thian-yu sudah datang. Melihat Wan Fei-yang tidak mengalami sesuatu apa pun, dia segera bertanya. "Wan-tayhiap, senjata rahasia itu?"49 Liu Sian-du menyela. "Itu adalah senjata rahasia dibuat dari mesin dan bahan peledak!" "Bukan senjata rahasia?" Tanya Tong Thian-co. "Boleh dikatakan senjata rahasia, tapi kekuatannya di atas senjata rahasia biasa!" Jelas Liu Sian-du. "Maafkan kami yang kurang pengetahuan!" Kata Tong Thian-co. "Kalian harus waspada, aku berani menyambut senjata rahasia kalian, tapi senjata rahasia jenis ini aku tidak percaya bisa menyambutnya sebab gerakannya terlalu cepat!" "Terima kasih atas pemberitahuannya!" Tong Thian-co mengangguk. "Tidak perlu khawatir terhadap masalah Mo-kauw barat ini," Giok-koan Tojin menyela dengan dingin. Wan Fei-yang menatap Giok-koan Tojin, dia seperti ingin menyampaikan sesuatu, tapi enggan meneruskan. "Senjata itu seperti gampang digunakan, kalau diproduksi banyak..." Ci-liong-ong menyambung. "Apakah Suheng takut dengan senjata itu mereka akan mengacaukan dunia persilatan Tiong-goan?" Tanya Bok Touw-toh. "Sekarang dunia persilatan masuk dalam hitungan apa?" Ci-liong-ong balik bertanya. Bok Touw-toh terpaku tapi hati Wan Fei-yang tergetar, dia melihat Ci-liong-ong. "Harap setiap orang bisa sepengertian tetua ini!" Tidak ada orang yang menjawab, ada yang tidak tahu, ada yang tidak mengerti maksudnya. Ketua Bu-tong-pai, Pek-ciok Tojin juga datang, setelah melihat situasi sekeliling, dengan senang dia mengucapkan.50 "Selamat, Sute!" Wan Fei-yang tertawa kecut, dia hanya bisa tertawa. Ci- liong-ong melihat dia dan menghela nafas. "Aku baru mengerti kau orang seperti apa, aku kagum kepadamu..." "Lo-cianpwee terlalu memuji!" Wan Fei-yang sekarang baru melihat tetua dunia persilatan ini tidak berpandangan bobrok, malah mempunyai pandangan bagus. "Masih ada pekerjaan yang belum beres, mengapa tidak dibereskannya sekarang juga?" Tanya Ci-liong-ong. Wan Fei-yang membalikkan tubuh lalu melangkah pergi, Pek-ciok Tojin buru-buru bertanya. "Sute, kau mau ke mana?" "Ke tempat di mana dia harus pergi!" Jawab Ci-liong-ong. "kau boleh khawatir pada orang lain, tapi tidak perlu mengkhawatirkan Sutemu!" Pek-ciok Tojin melihat Ci-liong-ong, entah apa yang harus dijawab. "Selamat, selamat..." Tiba-tiba Pek-jin Taysu berseru. "Selamat apa?" Ci-liong-ong bertanya. "Pinceng sudah lama belajar agama Budha, tetap belum bisa merasa terbebas, sekarang melihat Tuan sedikit berhati Budha dan pengertian, apakah tidak pantas diberi ucapan selamat?" Tanya Pek-jin Taysu. Ci-liong-ong menggelengkan kepala. "Taysu mulai menghitung nasib dari wajah lagi!" Pek-jin Taysu tertawa kecut. "Siancai... Siancai...." Bok Touw-toh tertawa dan tersenyum.51 "Menurut Suhu hanya Toa-suheng yang berjodoh dengan Budha, benar-benar tidak salah!" Ci-liong-ong tertawa kecut. "Ini bukan hal baik, dari awal aku tidak ada hati mengarah kepada Budha, masuk Bu-tai-san merupakan kesalahan besar!" "Kalau Toa-suheng tidak berjodoh dengan Budha, tapi berhati Budha pasti ada!" "Kalau aku tidak masuk neraka, siapa yang akan masuk neraka?" Tanya Bok Touw-toh. Ci-liong-ong tertawa terbahak-bahak, Wan Fei-yang dalam iringan gelak tawa mereka sudah melayang menjauh. 0-0-0 Gunung dan hutan lebat, lembah yang terpencil. Karena terpencil maka dinding batu itu terjaga dengan baik hingga sekarang, dinding yang penuh lumut setelah dibersihkan oleh Sat Kao lumutnya tidak ada lagi, huruf- huruf yang terukir di sana jadi sangat jelas terlihat. Sat Kao sangat menghormati dinding batu itu, seperti benda keramat dan suci, setelah dia menguasai ilmu lweekang iblis yang terukir disana, dia tetap merawat dinding batu itu dengan baik, begitu ada waktu segera dibersihkan. Melihat dinding itu dirawat sedemikian rupa, Wan Fei- yang sangat mengerti isi hati Sat Kao. Dia merasa ragu-ragu tapi akhirnya tetap menjulurkan tangannya menekan dinding itu, tenaga dalamnya sudah disalurkan. Huruf-huruf yang diukir di dinding seperti bernyawa, mereka seperti ingin meloncat keluar dari dalam dinding,52 tapi mereka juga seperti menahan kesedihan luar biasa dan berusaha meronta-ronta. Wan Fei-yang tidak membaca huruf-huruf itu sebab dia tidak mengerti, hanya tahu kalau huruf-huruf yang diukir di dinding itu mengenai ilmu lweekang Mo-kauw. Setelah 3 kali menyalurkan tenaga dalamnya, akhirnya dia melepaskan tangannya dan melayang mundur, kemudian huruf-huruf yang ada di dinding segera terkelupas selembar demi selembar lalu hancur berantakan di bawah, kecuali dewa kalau tidak, tidak mungkin bisa membuat pecahan batu itu utuh kembali seperti aslinya. Wan Fei-yang melihat semua itu, dia terharu dan mengerti, orang yang mengukir huruf-huruf di dinding sudah berjuang keras, tapi dia lebih mengerti bila ilmu iblis ini dipelajari oleh orang lain, bagaimana akibatnya? Waktu itu dia mendengar suara baju ter-sampok angin, tapi dengan cepat menghilang, dia pura-pura tidak mendengar juga tidak menggeser kakinya. Akhirnya orang itu sudah tidak sabar lagi, sambil menarik nafas dia keluar dari balik semak-semak, ternyata dia adalah orang tua berambut pirang yang tadi menyerang Wan Fei- yang dengan senjata api. Semua sudah dalam perkiraan Wan Fei-yang, kalau tidak, dia tidak akan tergesa-gesa datang kemari untuk menghancurkan dinding itu. Dengan bahasa Han yang kaku, orang tua itu berkata. "Aku sudah berusaha, tapi tetap saja terlambat olehmu, aku tidak sempat mencatat ukiran yang ada di dinding juga tidak sempat menghalanginya, aku memang belum tentu bisa menghalangimu." "Apakah kau tahu yang telah kau lakukan?53 "Ini adalah hal yang baik, paling sedikit kita bisa mengobrol!" Jawab Wan Fei-yang. "Karena sudah menemukan, maka aku datang melakukannya!" Kata Wan Fei yang lagi sambil menggoyangkan kepalanya. "Sayang, dinding yang didambakan seluruh kalangan persilatan hancur di tanganmu," Orang tua itu menghela nafas. "kalangan persilatan Tionggoan memang punya ego yang tinggi!" "Kau salah!" Wan Fei-yang tertawa. "aku hanya mengerti racun dan jahatnya ilmu iblis ini!" "Apakah karena sudah menciptakan seorang musuh kuat bagimu?" "Sebab bila ingin menguasai ilmu iblis ini membutuhkan tenaga dalam dan harus dibantu dengan banyak tenaga dalam dari pesilat-pesilat tangguh. Sedangkan tenaga dalam yang mereka miliki didapatkan dengan berlatih susah payah, kalau dihisap habis maka orang itu akan menjadi orang cacat kemudian mati!" "Mungkin dengan waktu yang singkat ini, kau belum mempunyai waktu untuk mengerti keadaan sebenarnya," Katanya lagi "Aku mengerti!" Orang tua berambut pirang itu menarik nafas. "hanya sayang, penemuan Sat Kao yang begitu penting ini tidak dikabarkan, kalau tidak, semuanya tidak akan terjadi seperti ini!" "Karena dia sendiri pun tidak yakin, begitu dia yakin, nyawanya sudah berada di ujung tanduk!" "Semua masalah di dunia ini selalu seperti itu, sulit jika ingin mendapatkan keduanya dengan sempurna, tindakan Beng To pun tidak direncanakan terlebih dulu, sampai kami54 tidak tahu menahu tentangnya, begitu mendapatkan berita aku buru-buru datang kemari tapi keadaan sudah seperti ini!" Orang tua berambut pirang itu tertawa lemas. "Sepertinya dunia persilatan Tionggoan belum waktunya musnah!" "Mengapa semua orang tidak mau hidup dengan damai?" "Berhasil menaklukkan sesuatu merupakan kegembiraan yang tidak terlukiskan juga mulia, apa lagi bagi kehormatan suku!" Hati Wan Fei-yang bergetar, masalah ini belum pernah terpikirkan olehnya. Orang tua berambut pirang itu melihatnya tiba-tiba tertawa. "Sepertinya kau bukan orang jahat, malah terlalu baik, tapi ini bukan hal yang baik!" Dia tertawa lagi. "orang baik umurnya tidak akan panjang, kalimat ini kalian sering mengucapkan-nya!" "Aku hanya ingin hatiku tidak menyesal!" "Apakah benar kau tidak menyesal?" Orang tua berambut pirang itu balik bertanya. ***55 BAB 16 Wan Fei-yang terdiam, hatinya menjadi tidak tenang, dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Kata orang tua berambut pirang itu lagi. "Hal yang dilakukan oleh orang baik pasti hasilnya juga baik, tapi hal baik itu mempunyai batasan seperti apa? Kau boleh berpikir-pikir dulu, apakah karena hatimu yang baik pada akhirnya malah membuat dirimu celaka?" Hati Wan Fei-yang serasa tenggelam, jangan jauh-jauh, masalah Tong Ling dan Pei-pei, bukan-kah mereka meninggal gara-gara dirinya yang berbaik hati? Orang tua berambut pirang itu seperti bisa membaca pikirannya, dia tertawa lagi. "Langsung atau tidak langsung sama saja telah membunuh, tidak ada perbedaannya, benar atau salah, baik atau jahat, tidak ada orang yang bisa membedakannya dengan jelas, paling sedikit sampai sekarang aku belum pernah bertemu dengan orang seperti itu!" "Aku hanya orang biasa!" "Apakah kau yang mengaku sebagai orang biasa bisa mengubur semua masalah?" Tanya orang tua berambut pirang itu. "tampaknya pengetahuanmu tidak luas!" "Inilah hal yang paling kusesalkan!" "Aku tidak bisa membedakannya!" Orang tua berambut pirang itu tertawa. "Ini bukan hal yang buruk, kenyataan membuatku bosan untuk membedakannya!" Dari kata-katanya, bisa ditangkap kalau dia orang yang sangat pandai bicara, juga mengerti mengenai perbedaan.56 Tanpa menunggu Wan Fei-yang menjawab, dia melanjutkan lagi. "Sebenarnya aku bukan orang picik seperti yang kalian kira, aku adalah orang yang berprinsip, paling sedikit orang yang mengenalku selalu berkata demikian!" Wan Fei-yang terdiam, orang tua berambut pirang itu meneruskan. "Tapi waktu itu aku sudah tidak tahan dan terpaksa menembakmu!" "Mungkin Beng To satu-satunya harapan kami, Sat Kao tidak salah memilih, orang itu memang berbakat, hanya saja semua tindakannya tidak terencana, mencari orang seperti itu memang tidak sulit, tapi dari mana bisa mencari lagi ilmu silat ini?" Orang tua itu melihat serpihan batu dinding, wajahnya terlihat seperti kehilangan. "Kau harus mengerti isi hatiku!" Wan Fei-yang mengangguk, kata orang tua itu lagi. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ilmu silat Tionggoan memang misterius, walau pun terlihat seperti akan terjadi di penghujung, tapi di saat yang menegangkan mujizat muncul." "Karena nafas dunia persilatan Tionggoan belum habis..." "Aku percaya!" "Tapi sayang, kalian tidak kompak." "Kami akan kompak dan bersatu!" "Apakah harus ada pelajaran berat yang kalian alami dulu?" Orang tua berambut pirang itu tertawa. "Ini bukan hal yang menggembirakan, lebih baik menghindari hal ini!" Wan Fei-yang mengangguk, orang yang baru datang dari luar pun bisa melihat masalahnya di mana, tapi orang dunia persilatan Tionggoan sendiri seperti masih bermimpi. Kalau57 hal ini bukan hal yang menggelikan, itu benar-benar hal menyedihkan. Orang tua berambut pirang itu tertawa lagi. "Sayang, kami yang sudah tua ini sudah tidak tertarik terhadap perebutan kekuasaan dunia persilatan Tionggoan, katanya orang yang sudah tua biasanya keras kepala tapi mengerti bagaimana merebut kekuasaan dunia persilatan Tionggoan, tidak penting tapi tetap mengijinkannya!" Tiba-tiba Wan Fei-yang bertanya. "Apakah kalian benar-benar mengerti?" "Itu sebabnya mengapa kami sudah lama tidak muncul di dunia persilatan Tionggoan." "Pemuda-pemuda kalian sedang melakukan apa?" "Mereka melakukan hal yang mereka anggap berarti, misalnya mengubah lingkungan hidup, yang sudah ada diteliti lagi untuk diperluas, seperti senjata api ini." Dari balik pinggangnya orang tua itu mengeluarkan senjata api. "Bahan peledak kalian sendiri yang menemukannya, tapi kalian berhenti pada tahap awal!" Hati Wan Fei-yang bergetar, orang tua itu menggelengkan kepala. "Aku tidak suka barang seperti ini, tapi aku termasuk orang dunia persilatan, senjata api adalah jenis senjata rahasia, memang tidak adil menghadapi orang tanpa senjata di tangan." "Tapi kau tetap membawa senjata api itu!" "Aku harus mengakui kehebatannya, walaupun binatang buas menyerangku, dengan tangan kosong aku bisa menghadapinya, mempunyai barang yang ada kegunaannya tanpa harus mengeluarkan tenaga besar, mengapa tidak58 digunakan saja?" Orang tua itu menancapkan kembali senjata api itu ke dalam ikat pinggangnya. "Inilah sikap kalian terhadap senjata api!" "Rata-rata memang seperti itu, yang pasti bila pikiran sedang tidak labil ingin menjaga prinsip bukan hal yang gampang, hati yang serakah tetap berpengaruh!" "Dengan gosip-gosip yang beredar, tindakan kalian benar-benar berbeda!" "Gosip adalah gosip, mungkin itu adalah gosip puluhan tahun lalu!" Orang tua itu seperti bicara sendiri. "manusia selalu bisa maju!" "Maju?" Wan Fei-yang merasa asing dengan kata-kata ini. Orang tua itu melihatnya dan tertawa. "Di tempat asing kau akan mempunyai perasaan seperti ini!" "Perasaan apa?" Tanya Wan Fei-yang. "Tidak tahu apa yang disebut kemajuan?" Orang tua itu menggelengkan kepala. "terhadap pertama kali masuk Tionggoan dengan kali ini tidak ada perbedaan!" Wan Fei-yang menjadi bingung, orang tua itu berkata lagi. "Kalau ada kesempatan kau mesti keluar untuk melihat- lihat, banyak hal yang harus kau lihat sendiri baru percaya!" Wan Fei-yang bertambah bingung, dia tidak pernah terpikir akan meninggalkan Tionggoan. Orang tua itu melanjutkan lagi. "Kalian mempunyai pepatah, 'To-Ban-koan-sui, Pu-yu- seng-ban-li-lu' (Membaca ribuan buku, tetap lebih bermanfaat berjalan di luar, akan lebih banyak mendapat kebaikan) keluarlah, pandangan-mu akan bertambah luas!"59 Baru saja kata-katanya habis, dia sudah tertawa kecut dan berkata sendiri. "Aku tidak menyangkal, taraf kematangan budi dan perasaan serakah seseorang akan berpengaruh setelah berjalan keluar!" Wan Fei-yang terdiam, dia masih memikirkan kata-kata orang tua tadi, orang tua itu seperti bicara sendiri. "Maka orang-orang kami merasa lebih baik jarang mendatangi Tionggoan." "Kalau tidak, sifat serakah mereka akan semakin besar!" "Sampai-sampai aku yang sudah tua ini pun bisa bergerak, apa lagi yang muda!" Orang tua itu tertawa. "kecuali kalau kalian berusaha keras untuk kuat, kalau tidak... selamanya akan seperti ini, begitu terkena akan meledak!" Wan Fei-yang mengangguk, orang tua itu tertawa. "Sebenarnya kata-kata ini bukan kami yang mengucapkannya!" "Kita adalah orang dunia persilatan!" "Di negara kami sudah tidak ada lagi dunia persilatan!" Orang tua itu tertawa. "orang-orang setua kami, aku percaya merupakan kalangan persilatan generasi terakhir, anak muda kami sekarang ini kebanyakan menganggap berlatih ilmu silat hanya untuk kesehatan tubuh!" Wan Fei-yang mengangguk, tawa orang tua itu berhenti. "Sekarang kau boleh menyerangku!" Dengan aneh Wan Fei-yang menatapnya, orang tua itu tertawa. "Pertarungan kali ini sangat adil, aku tetap seorang pesilat!"60 Dadanya dibusungkan, Wan Fei-yang melihat tekadnya dan percaya sampai titik darah terakhir, sampai mati pun dia tidak akan menyerang dengan senjata api. Maka dia jadi bertanya. "Apakah kau membutuhkan pertarungan ini?" Orang tua itu terpaku. "Aku masih belum mengerti kalimatmu tadi, tapi aku akan berusaha untuk mengerti!" Kata-katanya baru selesai, Wan Fei-yang membalikkan tubuh dan berjalan, gerakannya begitu ringan, tapi hatinya lebih berat dibandingkan ketika datang. Pengetahuannya terbatas, itu yang paling disesalkan olehnya, banyak hal yang tidak bisa dibaca dengan jelas dan tidak tahu harus dengan cara apa menempatkannya, dia juga mengerti karena itu akan mengganggu cara dan kemampuannya menyampaikan. Walaupun ada kesempatan belum tentu bisa meraihnya dengan kuat. Tapi tidak karena itu dia menjadi patah semangat. Orang tua itu tidak menghadang Wan Fei-yang pergi, dia melihat Wan Fei-yang yang telah pergi jauh, postur tubuh yang tadinya tegak pelan-pelan membungkuk, seperti tiba- tiba menjadi tua. Dia ingin bertarung, tidak peduli hidup dan matinya, bukan karena dia sudah tua melainkan karena dia masih seorang pesilat. Di sana, dunia persilatannya sudah tenggelam, karena itu membuat dia... sebagai orang dunia persilatan lama- kelamaan kehilangan kegagahannya tempo hari. Apakah dunia persilatan harus bertahan atau tidak, dia tidak tahu, kalau tidak, dia tidak akan begitu bimbang, tidak61 tahu mana yang harus diambil dan mana yang harus dibuang. Sampai-sampai dia tidak bisa menentukan jalannya sendiri, karena di Tionggoan masih ada dunia persilatan. Di Tionggoan dia bisa mendapatkan kembali perasaan kebanggaan dan cita-cita luhurnya. Bila kembali ke negerinya, dia akan menjadi sekelompok orang yang terlupakan. Tapi di Tionggoan dia termasuk orang dari Mo-kauw, tidak hanya akan didiskriminasi atau disingkirkan, lebih-lebih akan terus dikejar dan nyawanya akan melayang. Setelah dipikir-pikir dia berpikiran ingin mati di depan Wan Fei-yang. Ketika dia mencari-cari Wan Fei-yang, gunung sudah sepi, bayangan Wan Fei-yang sudah tidak ada. Akhirnya dia duduk di atas serpihan dinding, mencabut senjata api dan mengarahkan ke kepalanya. ... Wan Fei-yang mendengar suara letusan, dia berhenti dan menoleh, di hutan itu burung-burung terkejut lalu beterbangan, dia tidak tahu apa yang terjadi, tapi firasatnya tidak enak, kedua alisnya pun berkerut. Dia ingin kembali ke sana untuk melihat, akhirnya dia menekan keinginannya ini, apapun yang terjadi dia tidak bisa menyelamatkan orang tua itu dengan kekuatannya. Dia sangat mengerti kalau dia hanya manusia biasa, dengan kekuatan terbatas, hal yang terjadi hanya kalau waktu diputar baru bisa berubah, tapi manusia tidak bisa melakukannya. Firasatnya tidak enak, membuatnya merasa bingung. Di benaknya orang tua berambut pirang itu bukan hanya mempunyai ilmu silat yang bagus dan sangat berpengalaman, seharusnya dia lebih mempunyai akal sehat.62 Tidak diragukan lagi, orang tua berambut pirang itu adalah seorang pesilat tulen, hanya melihatnya enggan menembakkan senjata api ke arah musuh sudah dapat diketahui sifatnya, karena dia adalah seorang pesilat tulen maka dia bisa memperhatikan masalah yang terjadi di dunia persilatan dan jauh-jauh datang ke Tionggoan. Seorang pesilat tulen di dunia persilatan kalau tidak berada di dunia persilatan, maka kehidupannya tidak akan berarti. Wan Fei-yang tidak lupa dengan apa yang dikatakan orang tua berambut pirang, di daerah mereka sudah tidak ada dunia persilatan. Dia juga ingat pada kata-kata Kouw- bok. ...orang yang berkecimpung di dunia persilatan, melakukan sesuatu di luar kemauannya sendiri. Pada akhirnya Kouw-bok juga mati di dunia persilatan, apakah orang tua pirang itu juga seperti itu? Burung terbang melewati kepala Wan Fei-yang dan terbang ke balik awan, akhirnya Wan Fei-yang melangkah lagi dan meneruskan perjalanannya. ...Jalan dunia persilatan. 0-0-0 Malam sudah larut, salju masih terus turun. Sejak sore salju sudah turun, sudah berlangsung 2 jam lamanya. Fu Hiong-kun masih berlutut di depan kuil nikoh 'Kou-siu-an' sekarang sudah memasuki hari ketiga. Salju yang turun menutupi lututnya, karena udara begitu dingin membuat wajahnya menjadi pucat, tapi sikapnya63 masih sangat teguh, bola matanya seperti sudah membeku menjadi es, dia terus menatap pintu yang tertutup rapat. Angin dingin terus berhembus, dua lampion bergetar tertiup angin. Di bawah sinar lampu yang redup, tiang di depan kuil tampak terus berkilau, seperti pedang-pedang tajam yang baru dikeluarkan dari sarungnya. Pedang yang tajam seperti tidak mempunyai perasaan dan begitu hikmat. Di balik pintu masih ada cahaya lampu, lantunan suara orang membaca kitab suci masih terdengar. Saat suara orang melantunkan kitab sud berhenti, ada suara yang berkata. "Suhu..." "Apakah Hiong-kun masih berlutut di luar?" Suara tua itu bertanya. "Lapor Suhu, dia sudah berlutut selama 3 hari 3 malam di luar!" "Apa gunanya 3 hari 3 malam?" Suara tua itu mengeluh. "bila belum mengerti arti kitab suci, berlutut selama 3 tahun pun percuma saja!" Baru selesai berkata pintu terbuka. Ku-suthay keluar ditemani oleh 2 nikoh separo baya. Murid-murid Heng-san-pai tidak banyak, tapi ilmu pedang mereka berbeda, di dunia per-silatan imu pedangnya mempunyai kedudukan yang mantap, hanya saja murid- murid Heng-san-pai adalah hweesio atau nikoh, mereka tidak banyak mengurusi masalah dunia ini, maka tidak dikenal oleh banyak orang. Semenjak Ku-suthay mencukur rambut dan masuk Kou- siu-an lalu menjadi pemimpin Heng-san-pai, dia jarang keluar tapi orang dunia persilatan selain tahu di Heng-san- pai ada Kwa-suthay, masih ada Ku-suthay.64 Kwa-suthay melanglang buana di dunia persilatan dan kabarnya tidak terkalahkan, tapi di depan orang-orang dia selalu mengatakan ilmu Budha dan ilmu silatnya kalah oleh Sucinya, Ku-suthay. Dari luar terlihat, Ku-suthay seperti tidak bisa ilmu silat sebab dia selalu memberi kesan ramah dan penuh kasih sayang. "Pelajaran malam sudah selesai, kalian boleh istirahat dulu..." Dia menyuruh kedua nikoh itu pergi dan menghampiri Fu Hiong-kun. Di mata Fu Hiong-kun terlihat ada rasa girang, tapi Ku- suthay menggelengkan kepala dan menarik nafas. "Anak bodoh!" "Suhu, harap membantu Tecu mencapai tujuan dan membantu Tecu mencukur botak rambut-ku untuk menjadi seorang nikoh..." Fu Hiong-kun memohon. "Kau sudah berlutut selama 3 hari 3 malam, berarti tekadmu sudah bulat. Mencukur rambut hanyalah sebuah upacara, yang penting apakah kau berjodoh dengan Budha? Dan apakah kau mengerti ajaran-ajaran Budha? Bagaimana perasaan hatimu sekarang ini?" Melihat salju yang beterbangan, Fu Hiong-kun menjawab. "Hati Tecu sebersih salju!" "Hati sebersih salju?" Ku-suthay tertawa, dia mengangkat tangan dan menyambut salju yang turun, dia men-cengkeram dan membuka tangannya kembali. "Di sini mana ada salju?" Karena salju itu sudah mencair maka menetes di depan Fu Hiong-kun.65 Fu Hiong-kun terpaku, kata Ku-suthay lagi. "Kau berada di kuil sudah 3 tahun, tapi guru merasa jodohmu dengan dunia sana belum selesai jadi kau tidak cocok menjadi seorang nikoh!" "Tecu rela selamanya menemani Budha dan seumur hidup tidak menginjak keluar pintu kuil." Mulut Fu Hiong-kun memang berkata seperti itu tapi hatinya terasa sepi dan sedih, sifat baik hati, yang jahat dan yang baik bisa dibedakan walaupun lahir di perkumpulan sesat di Siau-yau-kok, dia tetap bersih seperti sekuntum bunga teratai, maka ketika di Tai-san di puncak Giok-hong, pertarungan hidup dan mati antara Wan Fei-yang dan Tokko Bu-ti, Fu Giok-su, kakaknya ingin membunuh Wan Fei-yang. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Diam-diam dia keluar untuk melarang. Fu Giok-su mati ditikam oleh adiknya sendiri, dia merasa sedih, walau bagaimanapun Fu Giok-su adalah kakaknya, satu-satunya orang yang dekat dengannya. Akhirnya Wan Fei-yang pergi tanpa pamit, sampai sekarang tidak diketahui jejaknya. Dia tidak tahu mengapa Wan Fei-yang bisa seperti itu, dia berusaha mencarinya tapi dia tidak tahu ke mana Wan Fei-yang pergi. Dunia sangat luas, ingin mencari seseorang bukan hal yang mudah. Akhirnya dia putus asa, dengan hati terluka dia masuk Kou-siu-an untuk menjadi murid Ku-suthay sudah berlangsung selama 3 tahun, tapi hatinya masih belum bisa tenang. Karena itu terpikir untuk mencukur rambutnya untuk menjadi seorang nikoh.66 "Untuk apa?" Ku-suthay terlihat mengerti isi hati Fu Hiong-kun, dia mengelus-elus kepala Fu Hiong-kun. "tempat Budha bukan tempat untuk menyembunyikan cinta!" "Tecu sudah berpikir matang!" Mata Fu Hiong-kun berkaca-kaca. Ku-suthay tetap menggelengkan kepalanya. "Aku akan menunggumu 3 tahun lagi, kalau dalam waktu 3 tahun kau masih ingin menjadi nikoh, guru pasti akan membantumu mencapai keinginanmu!" "Tiga tahun?" Fu Hiong-kun tertawa kecut. "Dalam waktu 3 tahun, bila hatimu masih sebersih salju. Kau tidak perlu tinggal di kuil! Berdirilah, ada sesuatu yang harus kau lakukan!" Dengan terpaksa Fu Hiong-kun berdiri, tapi karena terlalu lama berlutut, setelah berdiri dia tidak bisa berdiri dengan benar, tubuhnya oleng hampir ambruk, untung Ku- suthay segera memapahnya. Salju masih turun, hati Fu Hiong-kun seperti salju yang jatuh ke atas tanah, tidak bisa berbuat apa-apa. Sepucuk surat dan sebuah kotak yang sangat indah diberikan kepadanya, setelah menerima kedua barang itu, dia baru melihat sikap aneh Ku-suthay. Dari dalam kuil terlihat asap terus melayang, sorot mata Ku-suthay menjadi bingung, seperti banyak pikiran. Nada bicaranya terdengar sangat tidak tenang. "Tahun depan saat 'Pek-hoa-ki' (Bunga seratus hari), antar surat itu ke Siong-san, Siauw-lim-si, waktu itu kau akan melihat akan ada seseorang bertarung dengan Sin-can Sangjin dari Siauw-lim-si, kalau yang menang adalah Sin-can Sangjin, biarkan saja, kalau bukan, serahkan kotak indah ini kepada orang itu, apakah kau mengerti?"67 "Tecu mengerti, siapa orang itu..." "Sampai waktunya nanti kau akan tahu." Pelan-pelan Ku-suthay membalikkan tubuh, tiba-tiba dia berlutut di depan altar sembahyang. "Budha yang baik hati, maafkan Tecu, berhati belum bersih..." Fu Hiong-kun terkejut dan memapah gurunya berdiri, tapi Ku-suthay sudah menoleh, dari 2 alisnya terlihat dia sangat sedih. "Jangankan kau, guru yang sudah masuk agama Budha selama 30 tahun pun sampai sekarang masih..." Dia menggelengkan kepala sambil menarik nafas. Kata-katanya terhenti, Fu Hiong-kun melihat gurunya dengan bengong, dia tidak tahu apa yang mesti dia katakan. Lama hati Ku-suthay baru tenang. "Masih ada 2 kalimat yang harus kau sampaikan kepada orang itu." Dia berbisik walaupun di kuil hanya ada dia dan Fu Hiong-kun, tapi tetap merasa tidak tenang. Setelah mendengar bisikan gurunya, Fu Hiong-kun hanya mengkedipkan mata, tidak ada reaksi berlebihan. Dengan hati-hati Ku-suthay berpesan lagi. "Bila dia yang menang, katakan kepadanya, kalimat pertama, kalau dia tidak menang, katakan kalimat kedua, apakah kau mengerti?" "Tenanglah, Guru!" Tiba-tiba Fu Hiong-kun menarik nafas. Ku-suthay menundukkan kepala dan melafalkan ayat kitab suci, dia tidak bicara lagi. Bulan dua, angin musim semi terasa lembut seperti air, meniup jalanan panjang di kota kecil itu.68 Jalan itu adalah jalan paling ramai di kota kecil ini, tapi sekarang hanya terlihat Fu Hiong-kun yang sedang berjalan seorang diri. Toko-toko di kedua sisi jalan semua sudah tertutup rapat hingga suasana sangat sepi, Fu Hiong-kun merasa aneh. Apakah telah terjadi sesuatu? Baru saja terbersit pikiran itu, terdengar suara tangisan anak kedi, Fu Hiong-kun mengikuti suara itu untuk melihat, dalam jarak beberapa depa darinya di sebuah tiang terlihat ada seorang anak perempuan berumur 5-6 tahun terikat di tiang itu. Wajah anak perempuan itu pucat, melihat Fu Hiong-kun mendekatinya, dia malah bertambah takut, tangisannya bertambah keras. Fu Hiong-kun berhenti di depan tiang itu, ketika dia akan meloncat membuka ikatan talinya dan menanyai anak kecil itu, tiba-tiba pintu penginapan itu terbuka. Fu Hiong-kun segera melihat ke arah itu, terlihat seseorang berbaju mewah keluar dari penginapan. Orang itu sudah separo baya. Kumis yang tumbuh di atas bibirnya membuatnya bertambah dewasa, walaupun baju mewahnya tidak terkesan menarik, tapi membuat orang yang melihatnya merasakan ada sesuatu yang tidak biasa. Gerakannya tenang, di bawah sinar matahari terlihat wajahnya yang tersenyum enak dipandang. Fu Hiong-kun mempunyai perasaan kalau dia bukan orang jahat, tapi orang itu mengeluarkan kata-kata aneh. "Anak ini jangan diusik!" "Apakah kau yang mengikatnya?" Fu Hiong-kun mendesak. Orang itu menggelengkan kepala, Fu Hiong-kun bertanya lagi.69 "Siapa kau?" "Orang yang lewat di sini!" "Di jalan bertemu dengan ketidak adilan, sudah seharusnya mencabut pedang untuk membantu, tapi kau yang lewat hanya berpangku tangan melihat, sekarang malah menghalangi orang yang ingin menolong," Fu Hiong- kun tertawa dingin. Orang berbaju mewah itu tertawa. "Aku hanya merasa khawatir, kau tidak akan sanggupmenghadapi orang yang akan datang." "Walau bagaimanapun anak kecil ini patut dikasihani, aku harus menolongnya." Fu Hiong-kun segera meloncat. Orang berbaju mewah itu ikut meloncat dan menghalangi Fu Hiong-kun dengan kedua tangan-nya. Ke lima jari Fu Hiong-kun segera menotok nadi di pergelangan tangan orang itu, reaksi orang itu sangat cepat, dengan jurus 'Hwan-hoa-ho-liu' (Mengganti bunga dan pohon Liu yang melambai) dia menerima 3 jurus serangan dari Fu Hiong- kun. Mereka naik ke atas sebentar lalu tampak turun, Fu Hiong-kun tertawa dingin. "Ku lihat kau berilmu tinggi, memang tidak meleset!" Fu Hiong-kun menyerang lagi dengan tangan nya, orang ini mundur 7 langkah, setelah menerima 10 kali serangannya, dia segera membalikkan tubuh meloncat masuk ke dalam penginapan, Fu Hiong-kun mengejar, dia ikut masuk ke dalam penginapan dan kedua tangan menyerang lagi. Orang itu menghindar ke kiri dan ke kanan, dengan jurus burung membalikkan tubuh, dia berlari ke belakang Fu Hiong-kun, kemudian menutup pintu dan berkata.70 "Mereka sudah datang!" Gerakan Fu Hiong-kun jadi berhenti, orang itu meloncat ke depan jendela, membuka sedikit jendela atas, dari lubang kertas dia melihat keluar. Fu Hiong-kun melihat perbuatannya, dia mendengar sebentar lalu ikut melubangi kertas jendela, melihat keluar. Jalan sepi tidak ada seorang pun, anak perem puan yang diikat di tiang pun tidak menangis lagi, dia terkejut melihat Fu Hiong-kun dan orang berbaju mewah itu terus meloncat dan berlari. Angin berhembus lewat, suara baju yang terkena angin terdengar jelas. 4 orang berbaju putih turun dari atap, kemudian diikuti 4 orang yang berbaju merah, 4 orang berbaju biru, dan 4 orang berbaju kuning, terakhir adalah 4 orang berbaju hijau. Dua puluh orang dengan baju berbeda warna ini mempunyai ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi, dan sepertinya mereka sudah terlatih dengan tekun, dengan cepat mereka membuat sebuah pemandangan menyolok di jalanan itu, berkumpul dan berpencar lagi. Di jalan masuk menuju jalan panjang ini terlihat asap berwarna-warni, ratusan orang berbaju putih, kuning, merah, biru, hijau keluar dari balik asap berwarna-warni itu, mereka menggotong dua tandu yang tidak tertutup di atas pundak mereka dan berjalan menuju tiang itu. Masing-masing tandu berisi seorang laki-laki paro baya berbaju perak, berwajah pucat dan tinggi, berkumis juga bertubuh kerempeng, mereka benar-benar seperti mayat hidup. Wajah kedua orang itu sangat mirip, sikapnya pun mirip, siapa pun yang telah melihat mereka akan merasa takut.71 Tandu diturunkan, mata mereka terbuka. Warna putih lebih banyak dibandingkan yang hitam, mata mereka seperti siluman sekarang sedang melihat ke arah tiang, kemudian mejamkan mata dan mengangguk bersamaan. Dua orang berbaju putih segera meloncat ke atas tiang, membuka ikatan yang mengikat gadis kecil itu, kemudian membawa gadis kecil itu turun. Dua orang berbaju hijau segera membuka karung dan menyambut dua orang berbaju putih itu, dengan tepat memasukkan gadis kedi itu ke dalam karung, mengikat mulut karung lalu melempar ke dalam kotak yang digotong oleh dua orang berbaju biru. Di dalam kotak kayu itu ada karung yang sama. Setelah menutup kotak itu barisan mereka berjalan lagi. Fu Hiong-kun tidak tahan lagi. "Mereka adalah..." "Murid-murid Pek-lian-kauw." (Perkumpulan Teratai Putih) jawab orang berbaju mewah dengan suara rendah. "orang yang digotong di atas pundak adalah bawahan Kauwcu bernama Thian, Te dan Jin (Langit, bumi, manusia), mereka ketua Thian dan Te, bergelar Ku-hai-siang-yauw (sepasang siluman Ku-hai)". "Oh ya? Untuk apa mereka menangkap gadis kecil itu?" Tidak ada jawaban, Fu Hiong-kun melihat ke sisinya, jendela di sebelah sana sudah terbuka, orang itu sudah menghilang, dia meloncat ke sana untuk melihat. Asap berwarna di jalanan belum menyebar hingga bersih, tapi orang itu sudah menghilang. Dia berpikir sejenak kemudian dia pun bergerak, dan berlari keluar.72 Sore, Fu Hiong-kun berjalan di sebuah jalan di gunung kecil. Sore hari awan terlihat indah, tapi Fu Hiong-kun tidak tertarik menikmatinya, dia hanya berkonsentrasi mengawasi barisan orang Pek-lian-kauw. Dari atas melihat ke bawah, dia bisa melihat dengan jelas, barisan Pek-lian-kauw itu masih terus berjalan. Fu Hiong-kun tidak tahu mereka akan pergi ke mana juga tidak bisa menebak apa tujuan mereka menangkap gadis kecil itu. Orang berbaju mewah yang selalu melayang-layang itu pun membuatnya bingung, dengan terpaksa dia harus mengejar mereka untuk mengetahui apa alasan melakukan semua ini. Orang berbaju mewah tadi sepertinya bukan orang jahat, Pek-lian-kauw dalam bayangannya pun tidak terlalu jahat. Dia tahu kalau Pek-lian-kauw adalah sebuah perkumpulan setengah terbuka, kadang-kadang disebut Beng-kauw, terkadang disebut Bi-lek-kauw (Bi-lek=nama dewa) mereka membakar dupa untuk bersembahyang, memasang lampu, juga vegetarian, dan harus melakukan sembahyang di waktu yang dipentingkan, mereka percaya kalau Bi-lek-hud akan turun ke dunia ini untuk menjadi raja Beng di dunia ini. Sebenarnya nama aslinya adalah Beng-kauw disebut Mo- li-kauw. Seseorang dari Negara Fo-se, menyatukan namanya menjadi Fo-se-pek-huo-kauw (Agama menyembah api) dengan agama Budha di India, agama Kristen dari Yunani, menjadi sebuah agama baru. Mereka berpendapat bahwa meraka harus memasang lampu semalam suntuk, dengan berperang melawan kegelapan. Makanan vegetarian, dengan maksud mereka tidak makan daging, bukan daging73 ayam, sapi, kambing, melainkan kelompok bawang- bawangan. Di malam tertentu dalam jangka waktu satu bulan harus berkumpul secara rahasia. Di jaman dinasti Tong mereka sudah masuk Tionggoan, sampai pada dinasti Song ajaran mereka semakin besar kekuatannya dan pernah melakukan pemberontakan melawan pemerintah. Pek-lian-kauw bisa dikatakan cabang agama Budha yang menyembah O-mi, To-hud, semakin lama agama ini semakin diterima rakyat, apa lagi waktu itu suasana sedang penuh kekacauan. Sejarah agama Bi-lek paling misterius dan tidak banyak tercatat. Katanya wajah Bi-lek-hud terlihat sangat ramah dan selalu tersenyum, karena itu dia disebut Siau-hud (Budha tertawa). (Bi-lek-hud atau Siau-hud adalah Budha berperut besar, biasanya orang Tionghoa bila ke kuil ingin meraba perut atau wajahnya, kabarnya setelah meraba perut dan wajahnya kita akan selalu tertawa, artinya tidak ada yang perlu menekuk wajah lagi) kehidupan dan usaha pun akan lancar. Bi-lek-hud katanya orang yang kedua setelah Budha Sakyamuni menjadi dewa Budha. Tiga agama dengan asal usulnya berbeda, pada akhir dinasti Goan selalu digunakan oleh pemberontak melawan kerajaan Goan mengembalikan kejayaan dinasti Song dan menutupi gerakan mereka. Karena tujuan yang sama lama- kelamaan mereka bersatu dan bercampur dari 3 agama itu. Fu Hiong-kun mempunyai pengetahuan yang salah. Melawan dinasti Goan tidak akan bisa mengembalikan kejayaan dinasti Song. Cu Goan-ciang menyatukan seluruh Tiongkok dan mendirikan dinasti Beng. Katanya dia pernah dipilih menjadi pemimpin Beng-kauw, Pek-lian-kauw, dan Bi-74 lek-kauw, setelah naik tahta karena jasa masing-masing, dia memberi anugerah kepada 3 agama ini, maka ketiga agama itu tidak muncul lagi. Semenjak Fu Hiong-kun berkelana di dunia persilatan, untuk pertama kali dia bertemu dengan orang-orang Pek- lian-kauw, dia merasa aneh dengan kemunduran mereka juga mengkhawatirkan keselamatan gadis kecil itu. Malam semakin terasa dingin, akhirnya murid-murid Pek- lian-kauw berhenti di sebuah lapangan terpencil. Fu Hiong-kun bersembunyi di sebuah pohon, terus mengawasi mereka. Di lapangan rumput itu tidak ada yang aneh. Barisan murid Pek-lian-kauw seperti tidak siap menginap di lapangan berumput itu, tapi mereka berdiri dalam barisan 5 kelompok berwarna, mereka seperti sedang menunggu sesuatu. Sebelum mereka datang, sebagian murid Pek-lian-kauw sudah berkumpul di sana. Tidak diragukan lagi ratusan orang dengan jabatan tertinggi adalah Thian-te-sian-cun. Melihat Siang-cun datang mereka segera menyambutnya. Sebuah lampu merah menyala di lapangan berumput itu, kemudian disusul lampu biru, kuning , putih, dan hijau. Lima barisan berwarna dengan warna lampu tidak sama menyala, warnanya sangat jelas, barisan pun terlihat sangat rapi, di dalam pekatnya kegelapan terlihat sangat aneh dan indah. Cahaya lampu menyinari lapangan berumput itu menjadi terang. Fu Hiong-kun baru melihat dengan jelas di depan murid-murid Pek-lian-kauw berhenti sebuah lampu emas yang sangat besar, di bawah sinar lampu emas ada sebuah bunga teratai putih yang sangat besar, tapi belum mekar, bunga teratai itu di bawah siraman lampu tampak berkilau.75 Di depan bunga teratai putih itu terlihat ada 3 teratai putih kecil. Di kiri dan kanan duduk Thian-te-siang-cun, tapi salah satu kursi tampak kosong. Lampu emas besar itu akhirnya menyala, di bawah cahaya itu terlihat pengikut Pek-lian-kauw bersorak. "Bunga teratai yang suci, terang, sangat senang, Bi-lek lahir untuk menolong semua orang menjadi baik." Ketika pengikut Pek-lian-kauw bersorak, teratai putih besar itu mekar di bawah siraman cahaya lampu emas itu. Di tengah-tengah teratai duduk bersila seorang tua berbaju emas, rambut dan janggutnya sudah memutih. Ke dua tangan orang tua itu menekan sebuah kecapi tua, kedua alisnya panjang juga putih tampak terangkat, matanya dengan pelan membuka. Sorot matanya tampak seperti dua kilat, tidak terlihat sedang marah tapi sangat berwibawa. Sorot matanya melihat tempat duduk teratai yang kosong, pelan-pelan bertanya. "Manajin-cun?" Nada bicaranya tidak tinggi tapi setiap orang bisa mendengar dengan jelas. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Lapor Kauwcu, Jin-cun sudah menghilang selama 3 tahun!" Jawab Thian-cun dengan cepat. Orang tua itu adalah orang yang dikabarkan dunia persilatan mempunyai kepandaian sangat tinggi dan tidak bisa diduga kehebatannya. Identitasnya sangat misterius dan mempunyai julukan 'Pu-lo-sin-sian' (Dewa yang tidak pernah tua) dia adalah Kauwcu dari Pek-lian-kauw yang sudah lama menghilang. Wajahnya langsung terlihat marah.76 "Selama 20 tahun ini pertama kalinya aku Cu-koan (keluar dari latihan) berani-beraninya dia tidak datang untuk bertemu denganku, apakah aku tidak berharga di matanya?" Thian-te-siang-cun tidak berani menjawab, pengikut Pek- lian-kauw dan 5 kelompok sewarna lampu pun hanya diam tidak ada seorang pun yang berani menjawab, hingga lapangan berumput itu jadi sepi dan hening. Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo