Kembalinya Ilmu Ulat Sutera 16
Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 16
Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying Put-lo-sin-sian melihat semua orang dan berkata. "Di malam rapat akbar Pek-lian-kauw, ada dua hal yang harus kalian tahu, 20 tahun yang lalu aku dan Sin-can Sangjin dari Siauw-lim-pai berjanji akan bertarung di Tai-san, semua karena gaya dan pandangan kami berbeda. Pek-lian-kauw dianggap perkumpulan sesat, karena itu kami berjanji 20 tahun kemudian di hari Pek-hoa di Siong-san, kami akan bertarung, yang kalah harus membawa murid-muridnya bergabung dengan perkumpulan lawan, kalau kalian masih curiga kepadaku, silakan tinggalkan Pek-lian-kauw, aku tidak akan memperpanjang masalah!" "Kepandaian Kauwcu begitu hebat, Pek-lian-kauw pasti menang dan Siauw-lim-pai akan kalah!" Pengikut Pek-lian- kauw seperti sudah ada pengerti-an yang tidak perlu diungkapkan, mereka serentak berkata dan bersorak. "Baik sekali, Siauw-lim-pai pasti akan kalah," Put-lo-sin- sian tertawa. "mencukur rambut menjadi hweesio, setiap hari memukul kentongan dan ikan kayu, apakah akan cocok untuk kalian? Kalau aku kalah bertarung dan kalian melihat tanda-tanda yang kuberikan, segera turun gunung dan tinggalkan tempat itu!" Pengikut Pek-lian-kauw saling pandang tapi tidak bersuara, Put-lo-sin-sian selalu mengaku tidak terkalahkan, sekarang dia bicara seperti itu, apakah dia tidak yakin?77 Sorot mata Put-lo-sin-sian melihat Thian-te-siang-cun. "Pek-lian-kauw adalah sebuah perkumpulan terorganisasi, Pek-lian-kauw juga perkumpulan suci, karena dianggap sebagai perkumpulan sesat walau pun aku melakukan Pi-koan (tutup pintu) untuk berlatih silat, tapi apa yang terjadi di dunia persilatan ini aku tetap tahu, seperti tahu detil jari dan tanganku sendiri. Katanya ada banyak pengikut Pek-lian-kauw yang sering berbuat kejahatan, apa- kah itu benar?" Thian-cun seperti tidak ada masalah yang terjadi, dia menjawab. "Murid-murid perkumpulan kita mengikuti peraturan dan kebiasaan dengan patuh, banyak gosip mengatakan seperti itu, aku takut ada yang bermaksud jahat!" Dari balik bajunya Put-lo-sin-sian mengeluarkan sebuah plakat giok, dengan plakat itu dia menghadapi semua orang. "Di bawah perintah giok hijau ini, kalau ada yang menutupi kenyataan sebenarnya, akan dihukum sesuai peraturan perkumpulan!" Semua murid Pek-lian-kauw tampak ketakutan dan menyembah. "Aku tahu selama beberapa hari ini ada orang dengan kata-kata jahat mengancam dan memaksa orang desa yang lugu menyerahkan anak laki-laki dan anak perempuan mereka untuk dilatih yang dikatakan Pek-kut-mo-kang (Umu iblis tulang putih), aku memberikan peringatan terakhir, peri-laku sesat itu segera harus berakhir, kalau tidak, setelah masalah di Siong-san selesai, aku akan membunuh orang seperti itu!"78 Semua orang terdiam, Thian-te-siang-cun tidak bereaksi apa-apa, sepertinya masalah ini tidak ada hubungan dengan mereka dan tidak tahu menahu tentang hal ini. "Aku akan memperlihatkan benda itu kepada kalian!" Put-lo-sin-sian tepuk tangan. Dua murid Pek-lian-kauw keluar dari hutan dan menggotong sebuah kotak besar, melihat kotak kayu itu wajah Thian-te-siang-cun segera berubah. Kotak kayu itu diletakkan di depan Put-lo-sin-sian, dua murid Pek-lian-kauw itu segera mundur. "Inilah benda perkumpulan kita, apa isinya, kalian pasti sudah tahu, cepat keluarkan!" Put-lo-sin-sian membentak. Empat murid Pek-lian-kauw keluar dari hutan, mereka adalah orang yang tadi menggotong kotak itu ke hadapan Thian-te-siang-cun. "Orang dan benda curian tertangkap basah, apa yang akan kalian katakan?" "Kauwcu menyalahkan kami yang tidak bersalah... " Empat murid Pek-lian-kauw itu segera berlutut. "Kalian berani bicara lagi!" Kedua alis Put-lo-sin-sian terangkat. "biar kalian merasakan apa yang disebut Leng- yan-soh-hun!" Kata-katanya baru selesai, jari tengah Put-lo-sin-sian menyentil, suara keras memecah langit, 4 murid Pek-lian- kauw tadi telah roboh dan mati seketika. Semua orang tampak ketakutan, hanya Thian-te-siang- cun terlihat tenang, mereka tahu Put-lo-sin-sian akan melindungi mereka, karena telah menghukum 4 pengkhianat, untuk sementara tidak akan diusut lagi. Benar saja, Put-lo-sin-sian tidak berkata apa-apa lagi, dia mengibaskan lengan bajunya, angin kencang terus79 menggulung kotak kayu itu belah, tapi dua karung yang tersimpan di dalamnya tidak terganggu. "Buka ikatannya..." Pesan Put-lo-sin-sian. Dua murid Pek-lian-kauw segera membuka ikatan karung dan terpaku di sana, karena di dalam karung berisi 2 ekor babi kecil. Thian-te-siang-cun dan semua murid Pek-lian-kauw tampak terkejut, Put-lo-sin-sian pun terpaku. Fu Hiong-kun yang berada di atas pohon melihat semuanya, dia segera berpikir itu tentu prkerjaan orang berbaju mewah itu, kemudian dia melihat 2 ekor babi kecil terus berlarian dan barisan murid Pek-lian-kauw tampak jadi ribut, dia tertawa hingga mengeluarkan suara. Put-lo-sin-sian segera bereaksi, dua alisnya segera terangkat, kemudian tertawa dingin. "Menukar matahari dengan bulan, baiklah! Kalau Tuan di depan Siang-cun bisa melakukan jurus ini, berarti Tuan memang hebat, biar mereka tahu di atas langit sana masih ada langit yang lebih tinggi, di atas manusia sana masih ada manusia yang lebih kuat!" Wajah Thian-te-siang-cun tidak ada ekspresi sedikit pun, tapi dari mata mereka memancarkan aura membunuh. Fu Hiong-kun tidak bisa melihat reaksi Thian-te-siang- cun, tapi kata-kata Put-lo-sin-sian semua terdengar jelas. Dia sadar tawanya tadi sudah diketahuii oleh Put-lo-sin-sian. "Kalian berdua sudah lama mencuri dengar rapat kami, sudah waktunya kalian pergi!" Kata Put-lo-sin-sian. Fu Hiong-kun merasa aneh, seseorang sudah turun dari atas pohon seperti seekor kera, dia adalah orang berbaju mewah itu. "Maksudnya adalah kita!" Wajah orang itu penuh tawa.80 Fu Hiong-kun melihatnya dan tidak bersuara. Kata-kata Put-lo-sin-sian terdengar lagi. "Malam ini aku ada urusan penting, tidak leluasa melayani kalian, kelak bila ada kesempatan aku akan meminta petunjuk kepada kalian berdua, sekarang dengan iringan suara kecapi ini aku akan mengantarkan tamu-tamu pergi!" Tawa orang berbaju mewah segera berhenti, dia segera berkata. "Nona, cepat pergi! Suara kecapi Jit-sat (7 roh jahat) tidak akan bisa membuat kita kuat bertahan!" Dia segera berlari. Fu Hiong-kun ingin bertanya tapi suara kecapi sudah terdengar, seperti suara guntur, walaupun tenaga dalamnya lumayan tinggi tapi dia tetap tergetar oleh suara kecapi dan dia merasa bergoyang goyang, dia segera meloncat dari atas pohon. Dia mencari orang itu tapi sudah tidak ter-lihat jejaknya. Fu Hiong-kun tertawa kecut sambil menggelengkan kepala. "Orang itu..." Suara kecapi terdengar lagi untuk kedua kalinya. Fu Hiong-kun segera berlari dengan cepat dan menghilang di dalam kegelapan. Put-lo-sin-sian tidak memetik kecapi untuk ketiga kali, dia membiarkan Fu Hiong-kun dan orang berbaju mewah itu pergi. Baginya tidak ada hal lebih penting dari pertarungannya dengan Sin-can Sangjin di Siong-san. Fu Hiong-kun mengendarai kuda dan saat ini dia sudah tiba di Siong-san, setelah melakukan perjalanan selama 3 hari dia berhenti mengikuti aturan Sia-be-pak (tugu turun dari kuda) kemudian berjalan kaki menuju Siauw-lim-si.81 "Hari ini dan esok, Siauw-lim-si tidak menerima tamu, harap Sicu kembali lagi nanti!" Dua orang hweesio menahan Fu Hiong-kun di luar kuil. "Aku adalah murid Heng-san-pai dari Kou-siu-an, aku diperintahkan guruku datang kemari untuk menemui pemimpin kalian!" Fu Hiong-kun mengeluarkan sepucuk surat. Dua orang hweesio yang bertugas melayani tamu segera melihat surat itu dan saling bertukar pandang. Yang satu membawa surat itu masuk, yang satu lagi merangkapkan telapak tangannya berkata. "Harap Sicu menunggu sebentar!" Baru saja Fu Hiong-kun akan menjawab, dia melihat hweesio yang bertugas melayani tamu, melihat ke arah jauh, mengikuti arah pandangannya. Benar saja ada orang sedang berjalan mendekatinya, dia adalah orang berbaju mewah itu. Melihat Fu Hiong-kun ada di situ, orang berbaju mewah terlihat terkejut. Setibanya di sisi Fu Hiong-kun dia baru berkata. "Sungguh kebetulan!" "Ke mana aku pergi, kau juga pasti akan pergi ke sana, benar-benar sangat kebetulan!" Jawab Fu Hiong-kun dengan santai. "tapi sayang Siauw-lim-si hari ini dan esok tidak menerima tamu!" "Benarkah?" Orang berbaju mewah itu segera berbicara kepada hweesio yang bertugas melayani tamu. "Aku persilahkan guru melapor, bahwa orang yang datang dari ibu kota sudah tiba!" Hweesio itu terpaku. "An-lek-hou..." Dengan cepat dia memberi hormat. (Hou=gubemur, An-lek= jabatan).82 "Tuan Su sudah datang, kami..." Orang berbaju mewah melambaikan tangannya. "Tidak usah seperti itu..." "Silakan masuk dan duduk di dalam!" "Di sini pun sama!" "Orang dunia persilatan harus menghormati aturan dunia persilatan!" "Biar aku melapor kepada Hong-tiang!" Kata hweesio itu dan segera membalikkan tubuh dan berlari. "Apakah Anda An-lek-hou, Su Yan-hong?" Tanya Fu Hiong-kun. "Benar!" Su Yan-hong tampak terkejut. "Nona..." "An-lek-hou adalah orang berilmu tinggi juga menguasai sastra tinggi, dan murid Kun-lun-pai Tiong Toa-sianseng, di dunia persilatan ini siapa yang tidak tahu Anda?" "Oh!" Su Yan-hong memberi hormat. "Siapakah nama Nona?" "Fu Hiong-kun dari Heng-san-pai!" "Oh!" Su Yan-hong tidak berkata apa-apa lagi, menilik sikapnya kepada Fu Hiong-kun yang datang dari Heng-san- pai dia punya sedikit kesan. "Anda tidak menikmati hidup di ibu kota, lalu datang ke Siauw-lim-si, ada keperluan apa?" Su Yan-hong hanya tertawa, tidak menjawab. Fu Hiong- kun pun tidak bertanya lagi. Tidak lama kemudian, sekelompok hweesio keluar dan dalam kuil. Fu Hiong-kun memang tidak mengenali mereka, tapi dia bisa menebak siapa saja, yang paling depan adalah Hong-tiang Siauw-lim-si, Bu-go Taysu.83 "Lihat! Hongtiang Siauw-lim-si sendiri yang keluar menyambutmu!" Nada bicara Fu Hiong-kun bertambah dingin. Su Yan-hong hanya tertawa. Tapi begitu tiba di hadapan mereka, Bu-go Taysu malah menyapa Fu Hiong-kun dan bertanya. "Bagaimana keadaan gurumu? Apakah dia baik-baik saja?" Fu Hiong-kun merasa terkejut, tapi dia tetap tidak lupa untuk bersikap sopan. "Baik..." "Antarkan Nona Fu ke Ceng-sin-goan untuk beristirahat!" Pesan Bu-go Taysu. Fu Hiong-kun tidak banyak bertanya lagi, setelah di Ku- siu-an selama 3 tahun dia menjadi sangat bisa menguasai diri. Bu-go Taysu berkata kepada Su Yan-hong. "Hou-ya, silakan ke ruang tamu untuk mengobrol!" Yang berbicara di ruang tamu hanya ketua Siauw-lim-pai, Bu-go Taysu, tianglo Siauw-lim-si, Bu-wie Taysu dan Su Yan- hong. "Baginda sudah beberapa kali memberikan banyak sumbangan, sekarang Hou-ya sendiri yang datang ke Siauw- lim-si, apakah ada firman dari baginda?" Bu-go Taysu tidak berbelit-belit langsung bertanya. "Siauw-lim-si adalah tempat belajar agama Budha secara tepat dan lurus, Siauw-lim-si juga tempat asal ilmu silat Tionggoan. Baginda sudah lama berencana menginginkan Hong-tiang datang ke ibu kota untuk mempropagandakan agama Budha, beliau juga ingin mengangkat Taysu menjadi Koksu."84 "Pinceng terima kebaikan baginda di dalam hati!" Bu-go Taysu melafalkan bacaan Budha. "Maksud baginda terasa tulus dan iklas..." "Pinceng mengerti, hanya saja pinceng telah mengabdi kepada Budha, maka sudah tidak tertarik pada semua itu..." Bu-go Taysu berkata sambil menarik nafas. "apalagi Siauw- lim-si akan menghadapi sebuah halangan, mengurus sendiri pun masih merasa kewalahan." "Maksud Taysu apakah masalah pertarungan antara Put- lo-sin-sian dan Sin-can Sangjin?" "Perjanjian pertarungan akan dilakukan esok hari, pertarungan menyangkut hidup dan mati Siauw-lim, maka malam ini di Siauw-lim-si akan diadakan membaca ayat suci Budha untuk menyam-but tetua Siauw-lim Cu-koan (keluar dari tempat latihan silat)." "Sebelum Sin-can Sangjin Jit-koan, namanya sudah menggetarkan dunia persilatan. Golongan sesat dan siluman sangat takut pada beliau, jadi Taysu tidak perlu merasa khawatir!" "Aku berharap begitu!" Bu-go Taysu menarik nafas panjang. "Baginda..." Bu-go Taysu melayangkan tangan memotong, dia mengalihkan pembicaraan. "Apakah keadaan Tiong Toa-sianseng baik-baik saja?" "Setiap tahun aku pasti pergi ke Kun-lun, Suhu baik-baik saja dan dalam keadaan sehat!" Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sebelum tetua Jit-koan (masuk berlatih silat) beliau sudah 3 kali mengunjungi Kun-lun menenui Tiong Toa- sianseng untuk mengobrol secara luas, waktu itu pinceng85 selalu ikut, setelah dihitung-hitung tidak terasa sudah lewat 23 tahun." Bu-go Taysu menghembus nafas panjang. Su Yan-hong masih belum mengerti Bu-go Taysu sudah bersikeras, dia masih bertanya. "Apakah Taysu bisa mempertemukan aku dengan tamu yang ada di Teng-toh-goan?" "Oh?" Bu-go Taysu terpaku. "Ini adalah kehendak baginda!" Bu-go Taysu melihat Bu-wie, Bu-wie tertawa dan berkata. "Ini adalah kehendak Langit!" "Kehendak Langit sulit ditebak." Bu-go Taysu melafalkan ayat suci Budha lagi. Tong-toh-goan (Ruangan mendengar gelombang) yaitu mendengar suara alunan gelombang bambu. Teng-toh-goan adalah sebuah rumah ber-loteng kecil, bila kita duduk di atas loteng dan angin kencang berhembus lewat, kita seperti duduk di atas sampan yang sedang berjalan di atas gelombang besar. Wan Fei-yang sudah tidak punya perasaan seperti itu, mungkin karena dia sudah terbiasa atau karena perasaannya sudah mati. Dia sendiri menganggapnya seperti itu, tapi begitu dia melihat Su Yan-hong, dia tidak bisa menguasai diri dan datang menyambutnya. "Apa kabar, Hou-tayjin?" Nadanya masih penuh dengan kehangatan. "Baik!" Su Yan-hong memegang erat kedua tangan Wan Fei-yang. "Lo-te, masalahnya sudah lewat..." Wan Fei-yang mengangguk. "Terima kasih Hou-ya sudah menolong nyawaku..."86 "Lagi-lagi kau mengatakan masalah ini lagi, sebenarnya tidak ada hubungannya denganku," Su Yan-hong tertawa. "Tiga tahun yang lalu, ketika di Tai-san saat aku menyambut pukulan Tokko Bu-ti, sekalipun menang tapi nadi-nadiku sudah banyak yang putus, kalau bukan karena bertemu dengan Hou-ya, dan memberikanku obat Cian-lian- ciap-su lalu mengantarkan aku ke Siauw-lim-si, dibantu oleh Bu-go Taysu dengan ilmu tusuk jarum, sehingga membuat nadiku tersambung kembali seperti semula, kalau tidak, walaupun aku tidak mati, aku percaya aku sudah menjadi orang cacat." Inilah alasan mengapa diam-diam dia mening galkan Fu Hiong-kun, dia sadar kalau dia tidak akan bisa hidup lama, untuk apa membuat Fu Hiong-kun sedih, maka dia hanya bisa bersembunyi, tidak disangka dia bertemu Su Yan-hong, akhirnya dirinya malah tertolong. "Cian-lian-ciap-su adalah benda yang diberikan pejabat daerah kepada baginda, aku hanya mengambilnya saja! Kalau Bu-go Taysu tidak punya hati seperti Budha walaupun aku mempunyai obat itu pun percuma saja," Kata Su Yan- hong sambil tertawa. "semua sudah berlalu, jangan dibicarakan lagi!" "Apa tujuan Hou-ya datang kemari kali ini?" "Sebenarnya aku diperintahkan oleh baginda raja!" "Bila ada masalah, katakanlah langsung." "Baginda ingin bertemu denganmu!" Wan Fei-yang terkejut, lama baru berkata. "Aku adalah orang desa, tidak tahu sopan santun, lebih baik tidak bertemu dengan baginda!" "Terus terang saja..." Dengan serius Su Yan-hong berkata. "kekuasaan kerajaan sekarang jatuh ke tangan Liu-kun, Liu-87 kun adalah orang serakah di kerajaan, dia selalu menyingkirkan orang yang tidak sependapat dengannya, dan menarik orang-orang sesat, maka baginda ingin kau masuk ke istana untuk membantu beliau!" "Orang dunia persilatan tidak..." Su Yan-hong memotong. "Apakah kau tega melihat negara kita jatuh ke tangan orang licik?" "Hou-ya, kata-katamu terlalu berat!" Wan Fei-yang tertawa. Su Yan-hong adalah murid terbaik Tiong Toa- sianseng, ilmu silat dan kepintaran nya lebih tinggi dari orang lain. "Hou-ya di sana, siapa yang berani membuat baginda susah?" "Kalau hanya sendiri sulit bertahan. "Besok Siauw-lim-pai dan Pek-lian-kauw akan bertarung, apakah Hou-ya sudah tahu?" Wan Fei-yang mengalihkan pembicaraan. Su Yan-hong tertawa. "Bagaimana pertarungannya menurutmu?" "Kalah menang sudah terlihat jelas!" "Oh!" Su Yan-hong tidak mengerti. "Aku hanya percaya, yang sesat tidak akan bisa menang dari yang lurus!" Kata Wan Fei-yang tertawa. "kepandaian Sin-can Sangjin adalah Kim-kong-sin-hoat (Ilmu pukulan Kim- kong) beliau juga menciptakan Ho-bu-kiu-thian (Sembilan hari bangau menari), dia Pi-koan selama 20 tahun, aku percaya beliau sudah sampai pada taraf bisa menggeser bentuk dan mengganti bayangan. Siauw-lim-si sudah berdiri selama beberapa ratus tahun, mana mungkin beliau dengan mudah terkalahkan?"88 "Kalau begitu pertarungan besok, Pek-lian-kauw pasti kalah!" "Kita lihat saja besok!" Kata Su Yan-hong. Wan Fei-yang tidak menjawab, tiba-tiba dia berkata. "Dengar..." Terdengar suara gagah sedang melantunkan ayat kitab suci, suara ini mengikuti arah angin, Wan Fei-yang berkata sendiri. "Siauw-lim-si patut disebut Siauw-lim-si, semua orang bersatu, apakah bisa membuatku tidak percaya yang lurus mengalahkan yang sesat, Siauw-lim-si tidak musnah Sin-can Sangjin pasti menang?" "Dua ekor harimau bertarung pasti ada yang terluka," Su Yan-hong menarik nafas. "melihat keadaan sekarang, orang- orang jahat tampaknya sedang memegang peran, kalau orang dunia persilatan bisa menyingkirkan perbedaan perkumpulan dan bersama-sama membantu membantu kerajaan.." "Hou-ya mulai lagi!" Wan Fei-yang memotong kata- katanya dan tertawa. "Mendengar suara yang melantunkan ayat suci, aku terpikir kalau pesilat di ibu kota biar pejabat bagian tentara atau ekonomi bisa kompak seperti murid Siauw-lim-si, dinasti Beng pasti akan kuat, rakyat akan hidup tenang, tidak akan seperti sekarang ini," Ucap Su Yan-hong. Wajahnya memang tertawa, tapi sorot matanya terlihat penuh kekhawatiran. Matahari sudah terbit, orang yang melantunkan ayat suci masih belum berhenti. Di gua Yan-sia, Bu-go Taysu dan para hweesio tidak terlihat lelah, sikap mereka terlihat tenang, berbaris begitu teratur.89 Pintu gua Yan-sia akhirnya terbuka pelan-pelan. Sinar matahari masuk, menyinari Sin-can Sangjin yang berambut dan berkumis putih, rambutnya terjuntai panjang hingga ke bawah. Dua ekor bangau berdiri di atas pundaknya, dia tersenyum seperti datang dari Kim-thian tempat bermukim para dewa. Suara orang melantunkan ayat suci tiba-tiba berhenti, semua hweesio bersorak. "Tecu menyambut Tianglo Cu-koan." Sin-can Sangjin melambaikan tangan, bangau putih terbang ke angkasa dan masuk menembus awan putih. Bu-go Taysu segera membawa satu setel jubah hweesio berwarna merah, berjalan ke depan-nya. Setelah memakai jubah merah itu, Sin-can Sangjin bertambah gagah, di depan ruangan di atas panggung dia duduk bersila. Menerima pemberian hormat semua murid Siauw-lim-si. Lalu dia berkata. "20 tahun yang lalu aku dan Pek-lian-kauw-cu, Put-lo-sin-sian bertemu di Tai-san, aku memberi khotbah selama 3 hari 3 malam kepada Put-lo-sin- sian, tapi hati Put-lo-sin-sian tidak tergerak sedikit pun dan berjanji bertemu kembali 20 tahun kemudian, hari ini, yang kalah harus membawa semua muridnya masuk ke perkumpulan lawan. Aku percaya Budha selalu ada dan jalan lurus selalu akan menang, maka aku menyetujui perjanjian ini. Murid-murid Siauw-lim-si bila takut kalah dan tidak mau tunduk kepada lawan, boleh pergi dulu meninggalkan Siauw- lim, kami tidak akan mengusut lebih jauh." Mereka berlutut, tidak ada seorang pun yang meninggalkan tempat, semua sesuai dengan perkiraan Fu Hiong-kun dan Su Yan-hong, mereka merasa murid Siauw-90 lim memang berbeda dengan murid Pek-lian-kauw, mereka bersungguh-sungguh. "Baik!" Sin-can Sangjin tertawa. "Jit-sat-kim dari Pek-lian- kauw-cu akan membuat rohmu hancur, dengan keadaan kalian sekarang belum tentu kalian kuat bertahan dan mengendalikannya, aku harap kalian keluar dulu dari kuil ini, mengurangi yang terluka dan nyawa yang tidak perlu dikorbankan." "Tecu mengikuti perintah!" Jawab semua murid Siauw- lim-si. Sin-can Sangjin melihat Fu Hiong-kun. "Aku tahu hubungan antara gurumu dan Pek-lian-kauw- cu mengenai apa yang diminta guru-mu, aku tidak ada komentar lain." Fu Hiong-kun tidak tahu menahu apa yang dituliskan oleh Ku-suthay, tapi dia tetap mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Lalu Sin-can Sangjin melihat Su Yan-hong. "Apakah Tiong Toa-sianseng masih terus melancong mengelilingi dunia?" "Selama 20 tahun ini masih tetap seperti itu!" Jawab Su Yan-hong dengan sikap hormat. Dia adalah keturunan raja Tiong-san dan menjadi pejabat, tapi di dunia persilatan, dia tetap menghormati aturan dunia persilatan. "Baik!" Sin-can Sangjin sangat gembira. Waktu itu terdengar suara musik aneh datang dari jauh. ***91 BAB 17 "Put-lo-sin-sian benar-benar menepati janji!" Kata Sin- can Sangjin. "kita sambut para tamu..." Bu-go Taysu melafalkan bacaan Budha, dia yang memimpin barisan menyambut tamu. Wan Fei-yang yang sedang berada di Teng-toh-goan setelah mendengar alunan musik yang aneh, malah duduk bersila untuk mengatur nafas. Dan sikapnya makin tenang. Yang masuk ke lapangan di depan ruang Siauw-lim-si hanya Pek-lian-kauw-cu, Put-lo-sin-sian sendiri. Dia memeluk kecapi tuanya, pelan-pelan berjalan menuju panggung yang berada di depan Sin-can Sangjin lalu duduk bersila. Sin-can Sangjin segera membaca. "O-mi-to-hud..." Dengan tenang Put-lo-sin-sian meletakkan kecapi tuanya dan tertawa. "Sin-can Sangjin, apa kabar?" "Baik!" "Siong-san Siauw-lim-si sungguh gunung terkenal dan kuilnya sudah kuno, sungguh luar biasa!" "Kuil Siauw-lim sudah biasa dibuka untuk umum dan kegagahannya bukan hanya Kauwcu yang menyebutkannya!" "Tapi aku sangat menyayangkan karena besok di saat yang sama seperti sekarang ini, Siong-san Siauw-lim-si akan hancur!" "Belum tentu!" "Sin-can Sangjin, kata-katamu 20 tahun lalu apakah kau menyesalinya?"92 "O-mi-to-hud," Kata Sin-can Sangjin sambil tertawa. "hweesio dilarang berkata sembarangan, bila sudah mengeluarkan kata-kata tidak boleh ada penyesalan, apakah Kauwcu..." "Aku tidak merasa menyesal, pertarungan hari ini kalau tidak bisa menggetarkanmu hingga hancur, maka aku yang kalah!" Kedua alis putih Put-lo-sin-sian terangkat. Sin-can Sangjin tertawa. "Budhaku yang baik, suara kecapi Jit-sat memang sangat lihai, tapi belum tentu semua sesuai keinginan Kauwcu!" "Baiklah, Sin-can Sangjin, aku terima jurus Ho-bu-kiu- thian, kemudian aku akan memecahkan Kim-kong-ting!" Put- lo-sin-sian tertawa. "Aku akan menuruti perintahmu!" Kata Sin-can Sangjin tidak mengganti posisinya. Put-lo-sin-sian membentak, langit seperti akan terbelah, guntur seperti berbunyi keras, diiringi bentakannya dia meninggalkan panggung itu, langsung menyerang Sin-can Sangjin. Saat lewat seakan angin berhembus kencang, batu dan pasir beterbangan, murid-murid yang sedang berdiri tampak bajunya terus berkibar tertiup angin. Sin-can Sangjin memang meninggalkan panggung, tapi posturnya masih tetap bersemedi. Put-lo-sin-sian menyerang terlebih dulu, kepalan tangan dan kaki sama-sama menyerang, sampai-sampai lututnya pun menjadi alat untuk menyerang. Tubuhnya seperti tidak bertulang, bisa berputar sesuai dengan keinginannya sendiri dan menyerang musuh dengan arah berbeda. Ada orang yang melukiskan kelincahan seorang pesilat tangguh seperti seekor landak, sekarang melihatnya seperti93 itu benar-benar memang mirip landak, mungkin hanya Put- lo-sin-sian saja yang seperti itu. Bu-go Taysu, Fu Hiong-kun, dan Su Yan-hong melihat seluruh bagian tubuh Sin-can Sangjin menjadi sasaran empuk Put-lo-sin-sian juga sangsi apakah gerakan Sin-can Sangjin bisa sama cepatnya. Sin-can Sangjin tidak menerima juga tidak pasrah sama sekali, sebab dia sudah tidak ada di tempatnya, dia sudah keluar dari sasaran serangan Put-lo-sin-sian. Gaya duduknya tidak banyak berubah, sekali pun ada kemungkinan tidak secepat Put-lo-sin-sian, tapi dia sanggup melakukannya. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hanya Put-lo-sin-sian yang tahu alasan sebenarnya karena di matanya Sin-can Sangjin bukan hanya ada satu tapi berubah menjadi beberapa puluh, dia tidak bisa tahu di mana Sin-can Sangjin yang sebenarnya, bila dia salah menyerang akan terjadi hal yang tidak dia inginkan. Saat pesilat tangguh bertarung tidak boleh membuat kesalahan, Put-lo-sin-sian bergerak dan menyerang dengan cepat, Sin-can Sangjin tidak bisa membalas menyerang. Gerakannya pelan tapi tepat, dia mulai mengelilingi Put- lo-sin-sian. Put-lo-sin-sian berubah lagi sambil tertawa berkata. "Ilmu It-seng-hoan-eng yang hebat..." (meng geser bentuk menukar bayangan), suaranya tenang tidak terganggu dengan perubahan tubuhnya. Sorot matanya segera melihat ke bawah, Sin-can Sangjin memang berubah menjadi puluhan sosok tapi di bawah sinar matahari, bayangan yang ada di bawah hanya ada satu. Bayanga semakin mengecil, kedua tangan Sin-can Sangjin melayang. Dengan jurus bangau naik ke langit, dia segera94 naik ke atas, melihat sorot mata Put-lo-sin-sian melihat ke bawah dia sadar tidak bisa menyembunyikan bentuknya lagi maka dia segera terbang ke atas. It-seng-hoan-eng adalah sebuah ilmu meru-bah tubuh yang didukung dengan perubahan tenaga batin (hipnotis), yang dimaksud tenaga batin seperti ilmu dari Mo-kauw, ilmu mengganti roh. Ilmu keluarga Lamkiong Se-sin-sut dan hipnotis dari Bi-cong. Put-lo-sin-sian tidak mau melihat mata Sin-can Sangjin, maka dia tidak terganggu oleh ilmu sihirnya dan mengambil kesempatan melihat bayangan di bawah sinar matahari, maka kesempatan pun menghilang. Put-lo-sin-sian tidak bergeser, dia tertawa. "Sin-can Sangjin, kau sudah Jit-koan selama 20 tahun, malah belajar ilmu-ilmu dari Mo-kauw!" "Budha bukan iblis, iblis bukan Budha, iblis juga Budha, bukan iblis bukan Budha!" Kata Sin-can Sangjin di tengah- tengah udara tampak terbang. "Sembarangan bicara!" Kata Put-lo-sin-sian tertawa dan dia juga naik ke atas. Sin-can Sangjin terbang seperti bangau, ke dua lengan bajunya seperti bangau yang sedang menari saat bermain di Kiu-thian (tempat para dewa). Put-lo-sin-sian juga terbang, ke kiri 3 kali ke kanan 3 kali, tapi tetap tidak bisa mengejar Sin-can Sangjin. Di udara Sin-can Sangjin terus menari-nari seperti seekor bangau, dia terbang di atas kepala Put-lo-sin-sian, kedua tangannya berubah menjadi paruh bangau, kemudian berubah menjadi cakar bangau. Mematuk dan mencakar, dengan cepat memaksa Put-lo-sin-sian turun.95 Put-lo-sin-sian dengan miring kembali ke arah panggung, kemudian mencengkeram kecapi kunonya, kecapi sudah berada di atas pangkuannya. Bersamaan waktu Sin-can Sangjin juga turun di panggung sebelah sana. "Ho-bu-kiu-thian memang hebat, awalnya aku tertipu oleh It-seng-hoan-eng juga Ho-bu-kiu-thian, aku kalah," Put- lo-sin-sian tertawa. Bu-go Taysu, Su Yan-hong, dan Fu Hiong-kun serta murid-murid Siauw-lim melihatnya. Begitu mendengar kata- kata Put-lo-sin-sian, wajah mereka segera terlihat senang, ilmu silat Sin-can Sangjin lebih tinggi dari yang mereka duga, tadi mereka terlalu tegang, sekarang bisa lebih tenang. "Aku ingin tahu ilmu Kim-kong-can-ting mu seperti apa?" "Selama 20 tahun Kim-kong-can-ting (Kim-kong bersemedi) ingin meminta petunjuk Jit-sat-kim I nya Kauwcu!" "Sobat satu hati sulit ditemui, aku akan I memetik lagunya dengan sungguh-sungguh!" Put-lo-sin-sian membereskan kecapi kunonya. Sin-can Sangjin melihat, dia segera melambaikan tangan. "Kalian pergilah keluar!" Bu-go Taysu melantunkan ayat kitab suci, membawa semua orang keluar. Fu Hiong-kun dan Su Yan-hong terpaksa mengikuti dari belakang. Sin-can Sangjin menurunkan tasbih dari lehernya, memejamkan matanya sambil menghitung butiran tasbih, dia juga melafalkan ayat kitab suci di dalam hati. Put-lo-sin-sian membereskan bajunya juga membereskan rambutnya yang berantakan.96 Bu-go Taysu duduk bersila di lapangan berum put, dia juga menurunkan tasbih dari lehernya dan dengan diam menghitung, Bu-wie Taysu dan anak buahnya serentak ikut menurunkan tasbih dari leher masing-masing. Su Yan-hong melihat semua hweesio di sana, kemudian melihat Fu Hiong-kun berpesan. "Hati-hati, Nona!" Fu Hiong-kun tidak bersuara, dia duduk di atas batu besar sedang mengatur nafas, siap mena-han nada Jit-sat- kim milik Put-lo-sin-sian. Waktu dia memetik kecapi dengan asal-asalan untuk mengantarkan para tamu, itu saja sudah membuat hatinya bergetar, sekarang dia harus sepenuh hati mempersiapkan diri. Dengan hati-hati Sin-can Sangjin memerintah kan semua orang keluar dari kuil. Fu Hiong-kun tidak menganggapnya berlebihan. Akhirnya kedua tangan Put-lo-sin-sian menekan senar kecapi. Suaranya seperti guntur membuat tanah bergetar. Tubuh Sin-can Sangjin bergetar tapi dia segera menenangkan diri, wajahnya tidak berubah, Put-lo-sin-sian melihatnya, dia tertawa dingin, jarinya diputar, suara kecapi berdenting lagi. Dari alunan pelan hingga mengencang, begitu gagah lalu seperti bisa menggeser gunung, menumpahkan air laut. Burung-burung yang diam di sana segera beterbangan, daun-daun terus berguguran. Suara kecapi dipetik dengan tenaga dalam, tidak hanya mendesak hati dan roh, juga bisa membunuh makhluk hidup di dunia ini.97 Sin-can Sangjin seperti tidak punya perasaan, tasbih diputar dengan teratur, bibirnya terus bergetar, dia diam melafalkan ayat kitab suci. Suara kecapi terdengar keras dan aneh, seperti dipetik asal-asalan tapi jika didengar dengan teliti seperti ada nadanya. Sepertinya ini adalah alunan musik paling aneh juga penuh dengan hawa siluman. Sin-can Sangjin tidak mendengar petikan kecapi, awalnya dia hanya melafalkan ayat kitab suci, kemudian dia juga tidak melafalkannya, dia sudah berada pada tahap kosong, semua kosong. Suara kecapi semakin lihai, semakin aneh, juga penuh dengan hawa siluman. Bu-go Taysu tidak sekuat Sin-can Sangjin, dari luar terlihat tidak berperasaan tapi dalam hati mulai terkejut dan mulai mengeluarkan keringat dari dahinya. Ekspresi Su Yan-hong semakin serius, alis Fu Hiong-kun berkerut, tidak sulit melihat dia tampak sedang berusaha menjaga ketenangan. Para hweesio memiliki reaksi tidak sama, ada yang tubuhnya bergoyang, ada yang menutup telinga, ada yang berguling-guling di padang berumput itu. Semakin Put-lo-sin-sian memetik kecapi terdengar semakin cepat, jarinya terus menari-nari di atas senar. Jarinya terlihat semakin putih dan semakin mengkilat, akhirnya menjadi 10 batang giok. Sin-can Sangjin tetap memejamkan mata, tangannya tetap menggulir tasbih, gerakannya semakin pelan, daun yang gugur semakin banyak.98 Akhrinya dari dahi Fu Hiong-kun keluar keringat, kedua tangan tidak bisa menutup telinganya, dan SRAAT, tusuk konde yang ada di kepal-anya tiba-tiba putus dan melesat keluar. Su Yan-hong terkejut, dia mengangkat tangan dan tepat bisa menyambut tusuk konde itu, lalu tertawa kecut kepada Fu Hiong-kun. Fu Hiong-kun segera melihat ke tempat lain. Su Yan-hong tidak bisa bicara, dengan cepat dia memejamkan mata untuk bersemedi, dahinya pun mulai berkeringat. 10 jari dan wajah Put-lo-sin-sian berubah menjadi warna hijau giok. Dia masih memetik kecapi, 10 jarinya berubah menjadi 10 cahaya yang bergerak, suara kecapi yang kencang sudah membuat makhluk dalam radius ratusan depa di sekitarnya mati. Daun habis berguguran, semua nadi putus, kulit pohon mulai layu dan terbelah terus mengeluarkan suara. Sin-can Sangjin yang ada di depan Put-lo-sin-sian tidak bisa tidak mengalami perubahan. Tasbih berputar dengan pelan tapi masih terus berputar. Di sana terdengar ada burung bangau berteriak, bangau yang telah terbang menembus awan, waktu itu dia terbang kembali ke gua Yan-sia. Sin-can Sangjin yang sudah bergaul 20 tahun bersemedi di sana belum lagi mendekat, bangaunya sudah terbujur mati di bawah. Sin-can Sangjin seperti mendengar teriakan bangau itu, dia ingat bangau itu baru menetaskan telur dan melahirkan bangau-bangau kecil.99 Sepasang bangau putih terbang kembali karena masih ada 4 ekor bangau kecil itu, 2 bangau dewasa tidak bisa terhindar dari kematian, apa lagi 4 ^ ekor bangau kecil. Sin-can Sangjin pernah berpikir atas keselama tan murid- murid Siauw-lim-si, tapi dia lalai terhadap 4 ekor bangau kecil itu. Bukan manusia saja yang bernyawa, karena itu ^ Sin-can Sangjin membuka matanya, dia melihat pohon yang sudah layu dan terbelah serta sepasang bangau k yang sudah terbujur mati. Kemudian melihat Put-lo-sin-sian, dia merasa sorot matanya tajam dan dingin. Waktu itu suara kecapi yang aneh serta dipenuhi hawa siluman mengambil kesempatan masuk. Sekali demi sekali menghantam ke dalam jantungnya, pikirannya jadi pecah dan tidak bisa dikumpulkan kembali. Seorang hweesio selalu mementingkan hati yang baik, sepasang bangau itu sudah menemaninya j selama 20 tahun dan membantunya berlatih ilmu 'Ho-bu-kiu-thian, di antara mereka telah terjalin persahabatan yang dalam, apa lagi 4 ekor bangau kecil itu. Manusia adalah manusia, pasti akan ada sifat lalainya, terhadap Put-lo-sin-sian dia terpikir harus mempunyai tenaga dalam yang kuat untuk menahan alunan Jit-sat-kim. Dia terpikir keselamatan akan manusia, tapi lalai dengan nyawa burung bangau. Mendengar teriakan burung bangau itu, membuatnya teringat pada kelalaiannya, hingga terlupa pada alunan Jit- sat-kim, teriakan burung bangau membuat kematian datang menjemputnya. Ketika konsentrasinya buyar, lantunan ayat kitab suci sudah menghilang dari otaknya. Tasbih yang sedang100 dihitungnya pun berhenti, ketika dia ingat pada Put-lo-sin- sian dan ingin mengembalikan konsentrasinya, semua sudah terlambat. Alunan kecapi telah masuk ke dalam syarafnya, nadi- nadinya dengan cepat membengkak. Keringat mulai keluar, begitu keluar meng-uap menjadi asap putih. Wajahnya mulai berubah, dari merah muda menjadi merah tua, dari merah tua menjadi merah darah. Put-lo-sin-sian melihat perubahan Sin-can Sangjin dengan jelas, kedua tangannya memetik lebih cepat lagi. Kumis dan rambutnya pun tersibak, suara kecapi sudah menutupi bumi ini. Bukan hanya bumi dan langit, sampai awan pun sepertinya ikut berubah warna. Yang dilihat Sin-can Sangjin adalah merah, kemudian menjadi gelap, cairan di dalam tubuhnya sudah habis dan mengering, darahnya pun hampir kering. Cahaya kulitnya semakin menghilang, wajahnya memancarkan kesedihan. Tasbih yang di pegang nya tiba- tiba putus, tangan kanannya bersamaaan tergeletak ke bawah, jari tengah seperti ulat pelan-pelan mengukir di atas papan batu menuliskan bangau putih'. Put-losin-sian menghentikan petikan kecapinya, dia tertawa panjang tiga kali menghadap langit. Fu Hiong-kun, Su Yan-hong, Bu-go Taysu, dan Bu-wie Taysu tampak terkejut. Mereka segera berlari masuk, para hweesio mengikuti mereka. Bu-go Taysu berhenti di bawah panggung, melihat abu mayat yang terbang dihembus angin, hatinya benar-benar bergejolak dan terharu. "O-mi-to-hud, tetua sudah pergi!" Dia berlutut di bawah.101 Para hweesio berlutut dan membacakan ayat kitab suci, bumi dan langit hanya berisi kesedihan. Put-lo-sin-sian menatap langit. Setelah suara bacaan doa berhenti, dia tertawa dengan sombong. "Bu-go Taysu, pada pertarungan kali ini sebenarnya Sin- can Sangjin sangat beruntung, karena berada di tempatnya sendiri, banyak pendukung juga waktu yang tepat, tapi dia tetap saja kalah, sekarang apa yang akan Siauw-lim-pai katakan?" "Tidak ada satu kata pun yang perlu diucapkan!" Bu-wie Taysu menarik nafas panjang dan membaca ayat kitab suci. "Cepat buka jubah hweesio kalian dan hancurkan tasbih lalu caci maki kepada Budha sebanyak-banyaknya!" Kata Put-lo-sin-sian sambil menunjuk patung Budha. Semua hweesio berteriak, Su Yan-hong dan Fu Hiong-kun benar-benar marah. "Budhaku yang baik, Siauw-lim akan mengalami musibah, aku yang menjadi ketua Siauw-lim tidak sanggup menolong murid-murid, aku malu menjadi ketua Siauw-lim, hanya dengan kematian baru bisa menjaga kesucian hati kepada Budha!" Dia tertawa sedih, telapaknya dibalik menghantam kepalanya lalu roboh dan berhenti bernafas. Tidak ada seorang pun yang sempat menghadang, teriakan terdengar dari semua penjuru. Put-lo-sin-sian seperti tidak ada kejadian apa-apa, dia tertawa dingin. "Bu-wie, bagaimana denganmu?" Bu-wie Taysu melihat para hweesio Siauw-lim lainnya. Di antara hweesio-hweesio itu ada yang marah dan mengepalkan tangan, ada yang menundukkan kepala kehilangan semangat.102 Sorot mata Bu-wie berputar. "Ketua sudah mengorbankan diri untuk menjaga kesucian Budha, seharusnya aku ikut tapi aku adalah pelindung Siauw-lim, aku harus ber-pesan jelas terlebih dulu, kalau kalian ingin masuk Pek-lian-kauw untuk melindungi nyawa kalian, aku tidak akan melarangnya. Kalau menolak, biar aku membereskan semua masalah di Siauw-lim terlebih dulu lalu kita sama-sama ikut tetua dan ketua Siauw-lim pergi ke alam sana!" Put-lo-sin-sian tertawa terbahak-bahak, dia melihat semua hweesio. "Siapa yang ingin hidup, harap berdiri!" Semua terdiam tidak ada yang bersuara, seorang hweesio muda berdiri dan berjalan ke balik punggung Put-lo- sin-sian, ada ke satu pasti ada ke dua, ke tiga, tidak banyak, jumlah mereka hanya 14 orang. Semua hweesio melihat mereka dengan sorot mata mengejek. Put-lo-sin-sian dengan tertawa melihat 14 orang hweesio itu. "Aku pernah berkata, buka baju hweesio kalian, hancurkan tasbih yang menggantung di leher kalian dan caci maki Hud-cu (patung Budha)." Awalnya 14 orang hweesio itu tampak ragu, akhirnya mereka mulai membuka baju hweesio mereka. Dalam barisan hweesio itu banyak yang masih muda, mereka tampak marah. "Pengkhianat.. ." Ada dua orang hweesio muda segera menerjang kepada Put-lo-sin-sian, yang satu berteriak. "Siluman, aku akan bertarung denganmu!"103 Sebenarnya mereka sudah menyerang sekuat tenaga tapi ilmu silat mereka terlalu jauh. Masih di udara, dia sudah disentil oleh Put-lo-sin-sian dan terbanting hingga jatuh dan langsung mati. "Siauw-lim-pai adalah perkumpulan besar dan ternama, tidak disangka banyak orang yang tebal muka dan tidak tahu malu dan setelah berjanji malah tidak ditepati!" Put-lo-sin- sian tertawa dingin. "Siapa yang tidak terima, ayo serang aku!" Tiga orang hweesio segera keluar, Fu Hiong-kun lebih cepat dibanding mereka, Bu-wie Taysu lebih cepat lagi. Bu-wie Taysu mencegat Fu Hiong-kun dan membaca. "O-mi-to-hud, ini adalah urusan Siauw-lim-si dengan Pek- lian-kauw, harap Sicu jangan campur tangan!" "Guru..." "Jangan berlama-lama di sini!" Bu-wie Taysu menarik nafas. "murid Siauw-lim-si boleh mati, tapi jangan melakukan penghinaan kepada perguruan kami!" Tiga orang hweesio mundur dengan penuh kemarahan, Put-lo-sin-sian melihat 14 orang hweesio itu. "Hancurkan tasbih-tasbih dan caci maki sang Budha!" "Put-lo-sin-sian, kau jangan terlalu senang dulu!" Terdengar suara seseorang. Put-lo-sin-sian melihat Su Yan-hong yang entah kapan sudah berada di atas panggung. "Siapa kau?" "Orang yang suka ikut campur masalah orang lain!" "Apakah kau sanggup ikut campur?" Put-lo-sin-sian tertawa dengan sombong. "Aku hanya bertanya, apakah Anda orang yang menepati janji?"104 "Kau kira Pek-lian-kauw sama dengan Siauw lim-si?" Put- lo-sin-sian tertawa. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "kata-kataku bisa dipegang..." "Dengan cara apa Sin-can Sangjin Cianpwee dan Anda, menentukan menang atau kalah?" "Apakah kalau suara Jit-sat-kim tidak membuat lawan menjadi abu lalu terbang tertiup angin, berarti kau yang kalah?" Dengan sombong Put-lo-sin-sian tertawa. "Kecuali abu, apa yang bisa kau cari?" "Potongan telapak!" Su Yan-hong meng-korek-korek abu mayat, ada potongan baju hweesio, di bawah jubah ada potongan tangan, walaupun terpotong tapi tidak hancur, karena menemukan potongan tangan itu, dia meloncat naik ke panggung. Begitu melihat potongan tangan itu, tawa Put-lo-sin-sian segera membeku. Su Yan-hong berteriak. "Walaupun Sin-can Sangjin sudah meninggal, tapi tangannya masih utuh, berarti beliau yang memenangkan pertarungan ini!" Semua hweesio tampak bengong, kemudian mereka berlutut, air mata pun menetes. "O-mi-to-hud!" Bu-wie Taysu berkata dengan terharu. "aturan Budha tidak terbatas, Siauw-lim-si tidak akan musnah!" "Tidak disangka..." Rambut dan kumis Put-lo-sin-sian tampak bergetar. "Sin-can Sangjin adalah keledai botak yang licik, lebih licik dariku, dia sudah tahu Kim-kong-can-ting tidak akan bisa mengalahkan105 suara Jit-sat-kim, tapi tetap saja dia mengumpul-kan semua tenaga di telapaknya, hari ini aku kalah tapi dengan tindakan mulia!" "O-mi-to-hud..." Bu-wie Taysu mengatupkan kedua telapaknya. "Kauwcu benar-benar menjaga janjinya, kami kagum kepadamu!" Jantung Put-lo-sin-sian berdebar-debar, dia berkata sendiri. "Alunan suara Jit-sat-kim tetap tidak terkalah kan!" Bu-wie melafalkan bacaan Budha lagi, Put-lo-sin-sian tiba-tiba melambaikan lengan bajunya. "Sudah terjadi seperti ini, tidak perlu banyak bicara lagi, aku akan mengembalikan para pengkhianat ini kepadamu untuk dibereskan." Wajah 14 orang hweesio yang tadi berpaling tampak pucat, mereka segera berlutut di depan Bu-wie Taysu. Tidak menunggu mereka memohon ampun, dia sudah berkata dengan tenang. "Selama ribuan tahun ini, orang hanya mati satu kali, aku tidak menyalahkan kalian yang ingin meninggalkan Siauw- lim, kalian harus mengoreksi kesalahan kalian sendiri." Empat belas orang hweesio itu terlihat malu, mereka menyembah 3 kali, kemudian merangkak ke belakang kuil. Bu-wie Taysu membalikkan tubuh berjalan ke depan Su Yan-hong dan berlutut. "Terima kasih..." "Jangan begitu!" Su Yan-hong meloncat turun dari atas panggung dan memapah Bu-wie Taysu I berdiri. Hweesio yang lain pun ikut berlutut. Put-lo-sin-sian tertawa dingin.106 "Suara kecapi ku tidak terkalahkan, tapi bisa-bisanya kalah karena sebuah potongan tangan, Siauw-lim-si tidak musnah, aku mengakui cara Budha benar-benar tidak terbatas!" "Cara Budha memang tidak terbatas, Sin-can Sangjin memang belum bisa mengerahkan tenaga penuh memenangkan pertarungan, itu adalah alasan mengapa beliau kalah," Suaranya terdengar jelas keluar dari arah Yan- sia-tong. Mendengar suara itu hati Fu Hiong-kun berdebar-debar, suara, wajah, juga tawa Wan Fei-yang yang terukir sekali di dalam hatinya, mana mungkin bisa terlupakan? Yang datang emang Wan Fei-yang, kedua tangannya membawa 4 ekor mayat bangau kecil, datang seperti awan berjalan. Sorot mata Fu Hiong-kun terasa membeku, mimpi pun dia tidak menyangka kalau dalam waktu 3 tahun kemudian dia akan bertemu Wan Fei-yang di sini. Dia ingin berteriak tapi tidak ada suara yang keluar, kata "Wan-toako" Hanya sampai di tenggorok-an sudah tersendat, tiba-tiba dia ingin menangis. Matanya berkaca-kaca, tapi akhirnya dia bisa menahan tidak menangis. Wan Fei-yang pun melihat Fu Hiong-kun, dia terpaku, tapi sorot matanya sekejap kembali melihat Put-lo-sin-sian. "Siapa kau?" Kata Put-lo-sin-sian sambil menyi pitkan matanya. Dia melihat pemuda itu ber-beda dengan yang pemuda biasanya, apa lagi tenaga dalam nya berada di atas Su Yan-hong. "Bu-tong Wan Fei-yang..107 "Wan Fei-yang?" Kata Put-lo-sin-sian sedikit terkejut. "kau adalah Wan Fei-yang yang telah mengalahkan Tokko Bu-ti, orang-orang menyebutmu sebagai orang nomor satu di dunia ini." "Mereka terlalu memuji! Di luar gunung masih ada gunung yang lebih tinggi, di atas orang masih ada orang yang lebih hebat!" "Kata-kata ini tidak pantas diucapkan oleh anak muda, kalau seorang pemuda berpikir seperti itu bagaimana dia bisa dengan leluasa melanglang dunia. Tadi menurutmu Sin- can Sangjin belum mengeluarkan seluruh tenaganya, dari mana kau bisa tahu?" Wan Fei-yang mengambil bangau yang sudah mati dari bawah pohon, dengan tenang dia meloncat ke atas panggung. Meletakkan mayat bangau itu di atas baju Sin-can Sangjin. "Sin-can Sangjin Lo-cianpwee ketika bertapa di Yan-sia- tong, setiap hari hanya ditemani bangau-bangau ini selama 20 tahun, kemudian melihat suara Jit-sat-kim sudah membunuh semua makhluk di dunia ini, dia teringat pada 4 ekor bangau kecil yang ada di Yan-sia-tong..." "Ini adalah suatu kelalaian," Put-lo-sin-sian memotong. "seorang hweesio harus sangat teliti, menolong semua makhluk, tapi dia hanya tahu harus i menolong nyawa manusia tapi nyawa bangau terlupakan, dosa ini tidak bisa diampuni." "Karena dia mengkhawatirkan nyawa para bangau, maka pikiran Sin-can Sangjin terpecah, maka suara kecapi bisa mengambil kesempat-an..." "Itu karena kestabilannya tidak cukup, jika I Kim-kong- can-ting sudah mencapai pada tingkat j tertinggi, Tai-san108 longsor pun tidak akan berpengaruh, karena bangau putih itu Sin-can Sangjin tergoyahkan, seorang hweesio atau nikoh memang harus berhati hati, tapi masih kurang tingkatannya, lebih-lebih lalai dan belum sekuat tenaga berusaha, maka menyebabkan kematiannya jangan salahkan orang lain," Put- lo-1 sin-sian tertawa. "Jika Kim-kong-can-tng seperti ini, walau pun tidak kalah, karena nyawa Bangau akan kalah oleh j orang lain, aku yang salah bicara satu kalimat, kalah I atau menang ditentukan oleh tubuhnya yang sudah menjadi abu!" Wan Fei-yang terdiam, Put-lo-sin-sian ber-kata lagi. "Yang menang, tidak menang, yang kalah pun tidak kalah. Jago nomor satu di dunia persilatan, masih suara kecapi Jit-sat-ku..." Tiba-tiba dia ber-henti bicara, matanya berkedip, dia melihat Wan Fei-yang dari bawah ke atas, dari atas ke bawah. Hati Bu-wie Taysu tergerak, suara lantunan bacaan Budha keluar lagi. Wajah Su Yan-hong dan Fu Hiong-kun tampak berubah, apa yang dipikirkan Put-lo-sin-sian gampang ditebak oleh mereka. Put-lo-sin-sian tertawa. "Sin-can Sangjin adalah nomor satu dari Siauw-lim-si, semua orang di dunia persilatan tahu. Setelah 20 tahun bersemedi, seperti aku, orang yang mengingat kita sudah tidak banyak, kalau mengatakan nomor satu akan dikatakan memberi julukan untuk dirinya sendiri, teman-teman dunia persilatan tidak akan terima." Wan Fei-yang menarik nafas panjang, dia sangat mengerti ada nada jengkel datang lagi.109 "Pertarungan antara aku dan engkau tidak bisa dihindari lagi!" Kata Put-lo-sin-sian. "menurut orang dunia persilatan Thian-can-sin-kang sangat aneh dan misterius di antara murid-murid Bu-tong-pai hanya kau saja yang menguasainya. Sampai-sampai ilmu iblis dari Tokko Bu-ti pun bisa kalah, kesempatan ini jarang ada, maka aku harus meminta petunjuk kepada orang nomor satu di dunia persilatan ini!" "Apakah orang dunia persilatan memang harus seperti itu?" Wan Fei-yang menggelengkan kepala. "Tidak bertarung juga tidak apa-apa, asal kau mengaku kepada dunia luar bahwa kau kalah dariku, ilmu silat Bu- tong-pai kalah dari ilmu silat Pek-lian-kauw, kelak bila anak murid Bu-tong bertemu anak murid Pek-lian-kauw kalian harus bersembunyi!" Put-lo-sin-sian bicara dengan santai. "Apakah Kauwcu tidak ingin beristirahat dulu..tanya Wan Fei-yang. "Sin-can Sangjin tidak menghabiskan tenaga dalamku, kalau sekarang harus beristirahat dulu, berarti selama 20 tahun ini aku sia-sia bersemedi!" Put-lo-sin-sian menjawab dengan sombong. Wan Fei-yang segera duduk bersila, seperti tidak sengaja melihat ke arah Fu Hiong-kun. Fu Hiong-kun ingin mengatakan sesuatu tapi tidak jadi, walau pun tidak bicara tapi sinar yang mengandung perhatian sudah terlihat dari sorot matanya. Bu-wie Taysu dan para hweesio dalam lantun an bacaan ayat suci mundur dari sana. Fu Hiong-kun dan Su Yan-hong berjalan paling belakang. Tiap maju selangkah, Fu Hiong-kun selalu menoleh ke belakang. Hatinya terasa kacau, apakah Wan Fei-yang bisa bertahan terhadap suara Jit-sat-kim milik110 Put-lo-sin-sian, dia tidak yakin. Dia pernah menyaksi kan kehebatan Thian-can-sin-kang, tapi suara Jit-sat-kim tadi bisa menggetarkan roh, tetap membuatnya khawatir. Setelah di luar kuil, Bu-wie Taysu menggelengkan kepala. "Tidak disangka Put-lo-sin-sian yang telah berumur senja, masih suka berpetualang dan galak!" "Kalau tidak, perjanjian bertemu setelah 20 tahun tidak akan ditepatinya dan bersikukuh ingin bertarung dengan Sin- can Sangjin Lo-cianpwee!" Su Yan-hong tertawa kecut. "kalah atau menang seseorang, apakah begitu penting? Bu-wie Taysu mengerti maksud Su Yan-hong. "Tadi Put-lo-sin-sian hanya mengaku di mulut, tapi dalam hati dia tidak terima, dia tidak akan menyuruh murid-murid Pek-lian-kauw untuk bergabung ke Siauw-lim-pai, bila dia sendiri bergabung dengan Siauw-lim-si, malah akan menjadi malapetaka bagi Siauw-lim!" "Lalu harus dengan cara apa mengatasinya?" Tanya Fu Hiong-kun. "Kecuali dia mau menerima Budha di dalam hatinya..." Alis Fu Hiong-kun berkerut, dia mulai tidak berkonsentrasi. Su Yan-hong seperti merasakannya, dengan cepat berkata. "Nona, hati-hati!" Kata-katanya belum selesai, alunan suara kecapi sudah datang, baru dimulai saja sudah seperti suara guntur menggelegar. Fu Hiong-kun seperti baru terbangun dari mimpi, dia duduk bersila di atas batu besar untuk mengatur nafas. Tidak hanya 10 jari, semua tangan sudah berubah menjadi warna giok, matanya pun seperti memancarkan cahaya hijau melihat Wan Fei-yang.111 Jari yang jatuh di atas senar pun bercahaya hijau, suara kecapi yang tajam terus menusuk telinga siapa pun, suara Jit-sat-kim dalam tahap ini adalah tahap yang paling tinggi. Tadi ketika Put-lo-sin-sian menggetarkan Sin-can Sangjin dia menggunakan tenaga sebanyak 90%, sekarang hampir mencapai 100%, maka keringat mulai keluar dari pori- porinya, otot di tangan dan dahi-nya bermunculan seperti cacing yang sedang merayap. Tapi Wan Fei-yang yang berada di depannya, sedikit keringat pun tidak keluar, sikapnya begitu tenang, suara kecapi seperti tidak terdengar dan tidak dia terganggu, perasaan lain pun tidak terlihat. Tampaknya tenaga dalam Wan Fei-yang berada di atas Kim-kong-can-ting. Sin-can Sangjin sudah puluhan tahun menjadi seorang hweesio, semua bisa dianggap kosong dan ilmu Kim-kong- can-ting adalah ilmu yang harus di gunakan dengan konsentrasi penuh dan hati yang tenang. Wan Fei-yang masih begitu muda, mana mungkin punya kekuatan begitu mantap. Hal ini membuat Put-lo-sin-sian merasa aneh, dia melihat Wan Fei-yang, dia menambah tenaga lagi pada jarinya. Suara Jit-sat-kim sudah berada pada nada tertinggi. Waktu itu mata Wan Fei-yang terbuka, dia membentak dengan keras. Kerasnya suara Wan Fei-yang tidak terlukiskan, tidak hanya bisa menutup suara kecapi juga seperti palu besi memukul hati Put-lo-sin-sian. TUNG, TUNG, TUNG, 3 kali berbunyi, senar Jit-sat-kim putus 3 helai, kulit jarinya pun terluka.112 Kedua alis Put-lo-sin-sian terangkat, dia memetik sisa 4 senarnya, cara memetiknya hampir seperti orang gila. Wan Fei-yang menarik nafas panjang, lalu membentak lagi. Dan 3 senar mengikuti bentakan Wan Fei-yang terputus lagi, 10 jari Put-lo-sin-sian jadi memetik tempat kosong, wajahnya berubah dan terus berubah lagi, keringat terus menetes dari dahi-nya, tiba-tiba terdengar suara aneh, ternyata jarinya jatuh di senar terakhir juga senar paling kasar, dia menarik dan memetik senar itu dengan gila. Dalam keadaan seperti itu otomatis senarnya mengeluarkan suara aneh, tapi kekuatannya sangat hebat dan kencang tadi seperti tidak pernah ada. Rambut Wan Fei-yang yang panjangnya sebahu segera beterbangan. Sorot matanya dengan cepat melihat senar terakhir, tiba-tiba dia meloncat, bersamaan waktu membentak lagi. Senar itu segera putus dan mengeluarkan asap putih dengan cepat menyebar. Sampai asap putih itu menghilang, kecapi yang bernama Jit-sat-kim sudah berubah menjadi hitam hangus. Wajah Put-lo-sin-sian menjadi pucat, dia roboh di belakang kecapinya, jarinya terus mengeluarkan darah, dia berusaha merangkak bangun, mulutnya dibuka dia pun memuntahkan darah segar. Wan Fei-yang terbang ke atas kemudian turun di sisi Put- lo-sin-sian. Dari balik baju bagian dada dia mengeluarkan sebuah botol, kemudian mengeluarkan sebutir obat memapah Put-lo-sin-sian bangun. Tapi Put-lo-sin-sian menggelengkan kepala. "Tidak ada gunanya lagi..113 Tapi Wan Fei-yang tetap menaruh obat itu ke dalam mulutnya, Put-lo-sin-sian terpaksa menelannya. Kemudian dia menggelengkan kepala. "Nada Jit-sat-kim seharusnya melukai musuh bukan melukai tuannya, bila dia tidak bisa melukai musuh, dia pasti akan melukai tuannya, semua nadiku sudah tergetar putus, sekalipun dewa yang datang untuk menolongku sudah tidak ada gunanya lagi." Ada suara orang melantunkan bacaan Budha. Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Karya Hong San Khek