Kembalinya Ilmu Ulat Sutera 17
Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 17
Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying Bu-wie Taysu sudah membawa hweesio-hweesio kem bali, tapi Fu Hiong-kun segera melewati mereka. Langkah-langkah Fu Hiong-kun belum benar, karena dia baru bisa menenangkan hatinya, dia mengkhawatirkan keselamatan Wan Fei-yang, karena itu dia tidak berkonsentrasi, untung tenaga dalamnya kuat, kalau tidak, dia sudah terluka oleh Jit-sat-kim. Su Yan-hong mengikuti Fu Hiong-kun, karena dia merasa kali ini dia menghadapi nada kecapi yang sangat sulit, dia mengira karena ilmu lweekangnya sedikit berkurang tidak terpikir yang lain, dia juga siap menolong. Tapi Fu Hiong-kun begitu cepat sudah kembali seperti asal, semua benar-benar di luar dugaannnya. Melihat Wan Fei-yang selamat, hati Fu Hiong-kun baru tenang. Tidak saat melihat Put-lo-sin-sian, dia segera teringat pesan gurunya, dengan cepat dia berlari ke atas panggung. Put-lo-sin-sian melihat Bu-wie Taysu dan para hweesio, tiba-tiba dia tertawa. "Katanya nasib Siauw-lim-si sangat baik, ternyata benar, tapi yang mengalahkanku bukan dari Siauw-lim, melainkan dari Bu-tong..." Dia berhenti sejenak bertanya kepada Wan114 Fei-yang. "kau adalah pesilat nomor satu, benar-benar tidak salah!" Kata-katanya baru selesai, dia memuntahkan darah lagi. Fu Hiong-kun sudah berada di atas panggung, dia berjongkok di depan Put-lo-sin-sian. "Boanpwee adalah murid Heng-san-pai Fu Hiong-kun." Put-lo-sin-sian terpaku matanya berputar. "Kau..." "Guru memerintahkanku membawa sebuah kotak kecil." "Kau anak murid Kou-siu-an?" "Betul!" Fu Hiong-kun mengeluarkan kotak itu. Mata Put-lo-sin-sian melihat kotak kecil itu. Daging di sudut matanya terus bergetar, tiba-tiba dia bertanya. "Apakah dia masih mengingatku?" Fu Hiong-kun tidak menjawab, karena dia tidak tahu harus menjawab apa. Kedua tangan Put-lo-sin-sian bergetar mengambil kotak itu dan membukanya. Barang yang berada di dalam kotak adalah sebuah tusuk konde emas, setelah Put-lo-sin-sian melihat dia sangat terharu dan berkata sendiri. "Dia masih menyimpan tusuk konde ini.. "Masih ada kata-kata yang ingin guru sampai kan kepada Lo-cianpwee..." "Cepat katakan..." Fu Hiong-kun membisikan kata-kata yang ingin disampaikan Ku-suthay. Mata Put-lo-sin-sian tampak berkaca-kaca, dia mengambil tusuk konde itu dan memegangnya dengan erat menghadap langit, bibirnya bergetar tapi tidak ada perkataan yang keluar dari mulutnya.115 "Lo-cianpwee..." Fu Hiong-kun ingin mengatakan sesuatu. "Ini kehendak Langit!" Kata Put-lo-sin-sian menarik nafas panjang. "Kalau dia mengatakan 20 tahun yang lalu, mana mungkin aku berubah jadi seperti ini?" Lalu dia menundukkan kepala. "jaga gurumu baik-baik!" "Pasti, Lo-cianpwee tenang saja!" Put-lo-sin-sian tertawa, tawa tidak bisa berdaya. "Tidak tenang pun tetap harus tenang!" Hatinya jadi tenang, dia mendengar suara orang-orang, terakhir melihat wajah Bu-wie Taysu. "Mau Siauw-lim, mau Bu-tong, kekalahanku hari ini kuterima dengan lubuk hatiku yang terdalam, sekarang sesuai dengan perjanjian, semua murid Pek-lian-kauw akan naik gunung untuk mengikuti kalian percaya pada Budha, harap kalian bisa mendidik mereka, dan aku akan mati dengan tenang!" "O-mi-to-hud, kami akan berusaha keras membantu mereka!" Kata Bu-wie Taysu, kedua tangan nya dirangkapkan menjadi satu dan membaca bacaan ayat kitab suci. Put-lo-sin-sian segera mengeluarkan sebatang mercon dari balik baju bagian dadanya, kemudian dia menembakkannya ke atas, mercon meletus di tengah angkasa. Keluar gambar sebuah bunga teratai berwarna merah, lama terpampang di angkasa. Setelah gambar bunga teratai memudar dan menghilang, tetap tidak ada reaksi apa pun. Akhirnya Put-lo-sin-sian curiga. "Kauwcu..." Akhirnya Su Yan-hong tidak tahan lagi. "kurasa mereka tidak akan naik gunung!"116 Put-lo-sin-sian melihat Su Yan-hong, tiba-tiba dia teringat sesuatu. "Apakah kau pernah menyuruh orang menukar anak kecil dalam karung dengan babi kedi?" "Maaf!" Su Yan-hong tidak menolak tuduh-an ini. "Kau curiga terhadap isyarat yang ku-keluar- kan?" Su Yan-hong menggelengkan kepala. "Boanpwee... jangan percaya apa yang dikatakan ketua cabang, Kauwcu sudah bersemedi selama 20 tahun..." "Ada yang tidak tahu..." "Tidak tahu apa?" "Pengikut Pek-lian-kauw sekarang tidak seperti dulu lagi, mereka membuat bencana di dunia persilatan bukan sekali dua kali saja, sekarang Kauwcu sudah kalah, mereka menjadi pengkhianat dan mendirikan perkumpulan lain!" "Maksudmu apakah Thian-te-siang-cun?" "Orang dunia persilatan menyebut mereka 'Ku-hai-siang- yau' (Sepasang siluman menderita), Boanpwee kalau tidak tahu sifat mereka tidak akan bertindak..." Put-lo-sin-sian tampak berpikir sebentar, dia menarik nafas. "Aku tahu, hati mereka sudah tidak beres dan menunggu setelah peristiwa Siong-san baru akan dibereskan, sekarang..." Dia menarik nafas dan melihat Su Yan-hong. "Siapakah Tuan?" "Su Yan-hong." "Baiklah..." Put-lo-sin-sian tampak sedang berpikir. "aku lihat kau adalah orang yang berdiri di atas keadilan..." "Bila Kauwcu ada pesan katakan saja!"117 "Aku harap kau bisa membantuku menyelesaikan satu masalah!" "Boanpwee akan berusaha!" "Bila aku mati nanti, pengikut Pek-lian-kauw pasti akan berubah total, Thian-te-siang-cun akan terus mempelajari ilmu iblis Pek-kut, sekarang mereka sudah menguasai ilmu itu, bila mereka bertambah tinggi tingkatnya akan lebih sulit meng-hadapi mereka, maka harus secepatnya mencari mereka mewakiliku membereskan masalah perkumpulanku!" Put-lo-sin-sian segera mengeluarkan giok dan memberikannya pada Su Yan-hong. "Ini adalah Pi-giok- leng (Perintah giok hijau), biasanya dipegang oleh Kauwcu, melihat Pi-giok-leng seperti melihat orang.." "Tapi Boanpwee sudah masuk perkumpulan Kun-lim- pai..." "Kalau begitu kau cari orang yang bisa menjadi penerusku. Pek-lian-kauw sudah berdiri selama ratusan tahun, tidak boleh hancur di tanganku!" Suara Put-lo-sin-sian semakin melemah, dia terus memuntahkan darah. Su Yan-hong melihat keadaannya seperti itu, dia tidak tega mengembalikan Bi-gok-leng, akhirnya dia mengangguk. "Kauwcu, tenang saja!" Put-lo-sin-sian tertawa. "Pi-giok-leng ini.. Kata-katanya terputus, darah menyembur lagi, dia menggelengkan kepala, kemudian menatap tusuk konde itu. Perasaannya jadi haru dan sedih, dia tertawa. Itulah tawa terakhirnya, setelah itu dia sudah memejamkan mata, jiwanya sudah melayang, tapi tubuhnya masih berdiri tegak dan tidak bergeming.118 Bu-wie Taysu menarik nafas panjang, suara lantunan ayat kitab suci keluar lagi dari para hweesio, suara itu menggetarkan bumi dan langit. Su Yan-hong melihat Pi-giok-leng yang ada di tangannya, dia juga melihat Put-lo-sin-sian, meli-hat abu mayat Sin-can Sangjin yang ada di atas panggung, dia menarik nafas panjang. Sorot mata Fu Hiong-kun beralih dari tangan Put-lo-sin- sian yang masih terus memegang tusuk konde ke wajah Wan Fei-yang. Wan Fei-yang menatap langit, wajahnya datar, tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana perasaannya, Fu Hiong- kun pun tidak terkecuali. 0-0-0 Di pondok kedi. Wan Fei-yang mengantar Su Yan-hong keluar dari Siauw- lim-si, sampai di depan pondok kecil itu mereka baru berhenti. Fu Hiong-kun berada di sisinya, dia benar-benar takut kehilangan Wan Fei-yang lagi! Sampai sekarang dia baru mengerti mengapa Ku-suthay selalu menolak mencukur rambutnya menjadi nikoh, karena terhadap Wan Fei-yang dia benar-benar mencintainya dengan sangat dalam. Sepanjang perjalanan Su Yan-hong selalu diam, sekarang baru membuka suara untuk bertanya. "Apa Lo-te sudah mengambil keputusan?" Wan Fei-yang tertawa. "Hou-ya tidak perlu bertanya lagi!"119 "Hari ini kita berpisah, entah kapan baru bisa bertemu lagi!" Kata Su Yan-hong. "Bila ada jodoh kita pasti akan bertemu lagi!" "Betul!" Su Yan-hong tertawa. "bila kau datang ke ibu kota jangan lupa pada Kang-thiat-say-cu (Singa baja) bermarga Su, orang lain akan mem-beritahu di mana bisa mencariku!" Wan Fei-yang mengangguk, Su Yan-hong berkata kepada Fu Hiong-kun. "Nona, bila ada kesalahan yang telah kuper-buat, mohon maafkan aku, marga Su selalu seperti itu, ingin berubah sangat sulit, aku kembali kan tusuk konde ini kepadamu!" Dari balik bajunya dia mengeluarkan tusuk konde milik Fu Hiong-kun yang sudah patah dan melesat keluar karena kecapi Jit-sat. "Hou-ya berkata terlalu berat!" Fu Hiong-kun mengambil tusuk kondenya, dia menatap Wan Fei-yang. "Kalau tahu Hou-ya adalah teman Wan-toako, aku tidak berani berbuat macam-macam!" Mata Fu Hiong-kun memancarkan kelembutan, tapi Wan Fei-yang seperti tidak merasakannya, dia hanya menatap Su Yan-hong. Su Yan-hong pamit, setelah dia tidak ter-lihat lagi. Wan Fei-yang baru melihat Fu Hiong-kun. "Sekarang semua sudah selesai, apa rencanamu berikutnya?" "Bagaimana denganmu sendiri?" Fu Hiong-kun balik bertanya. "Aku sudah terbiasa di Teng-toh-goan selama 3 tahun ini, kurasa lebih baik aku tinggal di Siauw-lim-si!" Nada bicara Wan Fei-yang sangat dingin.120 Fu Hiong-kun seperti tidak mendengar, dia menundukkan kepalanya. "Sekarang aku baru mengerti kata-kata guruku!" "Apa yang dikatakan beliau?" "Katanya jodoh di dunia fanaku belum berakhir, aku tidak cocok menjadi nikoh!" Wan Fei-yang terpaku. "Kau ingin menjadi nikoh?" "Sekarang sudah tidak lagi!" Fu Hiong-kun menggelengkan kepala. "aku sudah lama belajar ilmu ketabiban, harus melayani pasien yang miskin!" Tidak bisa dipungkiri bukan ini yang dia ingin sampaikan kepada Wan Fei-yang. Wan Fei-yang pura-pura tidak mengerti, hanya mengangguk. "Benar, kau masih muda harus menyayangi dirimu sendiri, kau berhati baik, pasti akan hidup bahagia!" "Apakah aku masih bisa hidup bahagia?" "Pasti bisa!" "Maksudmu, kau tidak akan meninggalkanku lagi?" Akhirnya Wan Fei-yang mengerti, di wajahnya muncul raut kesedihan. "Hiong-kun..." "Selama 3 tahun ini walaupun aku berada di Kou-siu-an, tapi hatiku tetap..." "Hiong-kun..." Wan Fei-yang memotong kata-kata Fu Hiong-kun. "Aku sudah putus dari jodoh di dunia fana, dan tidak ingin memikirkan percintaan lagi." "Aku tahu, aku memang tidak pantas untukmu..." Kepala Fu Hiong-kun ditundukkan.121 "Salah, seharusnya aku yang mengucapkam kata-kata tadi, hanya saja di dalam hatiku, kau selalu menjadi adikku!" Fu Hiong-kun tiba-tiba mengangkat kepalanya. "Apakah kau belum pernah..." "Seumur hidup aku hanya menyukai 2 orang gadis, yang satu adalah Sumoiku, Lun Wan-ji, yang satu lagi adalah adik perempuanku Tokko Hong.. "Mereka sudah meninggal!" Fu Hiong-kun memegang tiang pondok, tubuhnya terus gemetar. "Benar, tapi mereka akan selalu hidup di dalam hatiku selamanya!" "Wan-toako, untuk apa kau terus menyiksa diri seperti ini?" Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mata Fu Hiong-kun tampak berkaca-kaca, sambil menggelengkan kepala dia terus mundur. Wan Fei-yang tidak menoleh, dia berdiri tegak tidak bergerak, tubuhnya seperti terbuat dari besi. Akhirnya Fu Hiong-kun menangis, kedua tangan menutupi wajahnya dan dia berlari keluar dari pondok. Wan Fei-yang mendengar tangisan Fu Hiong-kun yang telah menjauh, dia benar-benar hancur, kepalannya melayang dia memukul tiang pondok itu kemudian memeluk tiang itu, nafasnya ngos-ngosan. "Hiong-kun..." Matanya berkaca-kaca, dia terbatuk dan muntah darah. "Wan-tayhiap..." Bu-wie Taysu keluar dari hutan bambu dan berlari ke depan Wan Fei-yang, dia segera memapahnya. "Guru..." Wan Fei-yang melihat Bu-wie Taysu dan menggelengkan kepala. "Suara Jit-sat-kim tidak bisa dianggap remeh, dari awal aku sudah melihat ada yang tidak beres!" Bu-wie mengeluh. "karena itu aku selalu mengawasimu..."122 "Kita tinggalkan tempat ini dulu..." Kata Wan Fei-yang. "Nona Fu sangat mencintaimu, mengapa kau menolak cintanya?" "Guru adalah hweesio, jangan pedulikan hubungan antara laki-laki dan perempuan." "Seorang hweesio harus berhati baik, hweesio juga berharap orang yang saling mencintai, bisa menikah, Nona Fu pandai dan cantik..." "Guru harus tahu, aku sedang terluka berat, hidupku tinggal sebentar lagi..." Akhirnya Wan Fei-yang mengatakan rahasianya. "Apakah karena suara Jit-sat-kim milik Put-lo-sin-sian?" "Tidak juga!" Kata Wan Fei-yang menarik nafas. "ketika di Giok-hong-teng, dalam pertarungan antara aku dan Tokko Bu-ti, aku terluka oleh ilmu Thian-mo-kay-te-tay-hoat, saat itu kebetulan bertemu dengan Su Yan-hong, dia memberikan Cian-lian-ciap-su dan mengantarkanku ke Siauw-lim-si untuk menjalani pengobatan tusuk jarum dari Bu-go Taysu, menyambungkan nadi yang terputus, selama 7 tahun ini sudah pulih sekitar 70-80%..." "Jadi belum sembuh total?" Bu-wie Taysu baru mengerti. "Karena Jit-sat-kim, syarafku putus lagi, walau pun ada Cian-lian-ciap-su, atau melakukan tusuk jarum, sulit disambung kembali." Kemudian Wan Fei-yang meminta satu hal supaya Bu-wie Taysu bisa membantunya. "Wan-tayhiap sangat berbudi kepada perkumpulan kami, jangankan satu hal, puluhan atau ratusan hal pun aku akan..." "Guru terlalu berat mengatakannya...." "Silakan katakan..."123 "Bila Hiong-kun datang mencariku lagi, katakan aku sudah pergi." "Ini..." "Guru, aku harap Anda bersedia membantuku," Wan Fei- yang lalu muntah darah lagi. "Baik, baik,... " Bu-wie Taysu dengan cepat mengangguk. "kau sudah terluka, jangan sampai hatimu terlalu bergejolak." "Aku merepotkan Guru!" Wan Fei-yang melihat langit, matanya berkaca-kaca. Dia memang orang yang penuh perasaan. Bu-wie berteriak. "Di perkumpulan kami tersimpan buku milik Tat-mo- couw-su kami tentang syaraf dan urat, kata nya kalau bisa mengerti artinya bisa mencuci tulang sumsum dan menyambungkan urat, tapi orang tersebut harus mempunyai tenaga dalam yang kuat, bila otaknya tidak encer juga tidak akan mengerti, Wan-tayhiap boleh mencobanya." "Guru..." "Wan-tayhiap adalah orang jujur dan terus terang, tidak perlu banyak bercerita lagi waktunya sudah mendesak, cepat ikut aku ke tempat penyimpanan buku." Wan Fei-yang mengangguk, semangat juangnya mulai muncul lagi. 0-0-0 Bulan naik dan turun, malam akhirnya pergi.124 Fu Hiong-kun duduk terdiam di atas batu itu sudah semalaman dia di sana, air matanya sudah mengering. Melihat matahari terbit, hati yang dingin mulai muncul api. Dia turun dari batu itu dan berlari ke arah Siauw-lim-si. Hweesio penerima tamu mengantar Fu Hiong-kun ke Teng-toh-lou. Tapi orangnya sudah pergi, loteng itu pun kosong, Fu Hiong-kun merasa aneh. Tiba-tiba Bu-wie Taysu muncul. "Apakah Nona Fu belum turun gunung?" Bu-wie taysu menghela nafas di dalam hati, tapi dari wajahnya tidak terjadi perubahan apa-apa. "Guru..., Wan-toako, dia..." "Dia sudah pergi!" "Ke mana?" "Dia tidak mengatakannya." Fu Hiong-kun melihat Teng-toh-lou dengan bengong. "Dia sudah pergi, dia pergi.. Bu-wie taysu menarik nafas. "Jodoh atau tidak ditentukan oleh Tuhan, kalau tidak berjodoh percuma saja memaksa, kalau jodoh, suatu hari kalian akan bertemu kembali!" Fu Hiong-kun mengangguk. Dalam alunan suara membaca ayat kitab suci, dia pun meninggal kan Siauw-lim- si. Ke manakah dia pergi, dia sendiri pun tidak tahu. 0-0-0 Di ibu kota, di sisi jalan banyak pedagang kaki lima, barang yang dijual termasuk makanan, mainan, dan pakaian, pejalan kaki berlalu lalang keadaan sangat ramai.125 Su Yan-hong tidak suka berjalan di jalan besar karena terlalu banyak orang mengenalnya. Walaupun dia mengenakan baju biasa tapi karena dia orang yang ramah, maka orang yang mengenalnya terus menyapa dan memberi hormat kepadanya. Menurutnya dunia ini sangat aman, tapi itu hanya di luar saja. Sebenarnya di ibu kota penuh dengan bahaya. Sepulangnya dari Siauw-lim-si, dia tidak bisa mengundang Wan Fei-yang datang ke ibu kota, setibanya di ibu kota dia merasa tenaganya sangat terkuras. Tapi sekarang berjalan di jalanan besar, dia tampak tenang dan wajahnya penuh tawa, semua karena Ih-lan. Ih-lan adalah putrinya, sekarang baru berusia 8 tahun, cantik dan pintar, lucu juga polos. Setiap kali melihat putrinya dia selalu merasa senang dan gembira, tapi juga merasa sedih. Ketika berusia 2 tahun Ih-lan sudah kehilangan ibunya, ayah dan putri hidup bersama. Dia menjadi pejabat kerajaan, selalu berbuat baik, setiap ada waktu senggang dia akan menemani putrinya. Sekarang Ih-lan berlari ke jalan untuk melihat-lihat, ayahnya pasti tidak akan menolaknya. Dia bisa berkumpul dengan putrinya hanya dengan waktu yang sangat terbatas. Jalanan ramai pasti menarik perhatian anak kecil, apa lagi Ih-lan selalu hidup dalam gedung pejabat dan jarang main ke luar. Maka di tangannya penuh dengan barang belanjaan, ada kincir angin, ada makanan, tawa pun tidak pernah hilang dari mulutnya. Melihat putrinya gembira Su Yan-hong ikut gembira.126 Di depan jalanan banyak orang sedang berkumpul, terdengar suara simbal. "Ayah, aku ingin ke sana!" Ih-lan menarik tangan Su Yan-hong untuk berjalan ke sana. "Di sana hanya tukang obat, tidak ada yang bisa kita lihat," Su Yan-hong menggelengkan kepala, tapi karena Ih- lan terus meminta, maka mereka pun berjalan ke sana. Ih-lan segera masuk ke dalam kurumunan orang itu, tubuhnya kecil tapi lincah, maka dia tidak mengalami kesulitan. Su Yan-hong hanya melihat dari luar. Yang memukul simbal adalah seorang orang tua. Rambut dan kumisnya sudah memutih, tapi mempunyai hidung merah dan besar, kepala dan wajahnya bundar, kakinya yang pendek berdiri di sana seperti sebuah boneka. Orang tua dengan perawakan seperti itu ternyata mempunyai gerakan yang lincah, dia seperti seekor kera, meloncat kesana kemari, kadang-kadang bersalto. Simbal di tangannya terus dipukul, suaranya menggetarkan sekitarnya. Ekspresi wajahnya pun terus berubah, kadang gembira, kadang terkejut, kadang marah kadang senang, di dalam kerumunan terdengar ada yang berteriak, teriakannya membuat siapa pun yang mendengar menjadi khawatir dan membuat terdiam, tidak lupa mengambil arak yang ada di dalam Ho-lou (tempat arak terbuat dari labu) dan meminum araknya. Pemuda yang sedang mengikuti suara simbal pertunjukan membuat orang khawatir. Sama-sama bersalto tapi pemuda itu seperti tidak bertulang, karena dia bisa bersalto beratus-ratus kali,127 kadang-kadang tubuhnya berubah men-jadi bulat, kaki dan tangan menyambung, kemudian seperti bola meloncat ke atas kemudian meloncat ke sebuah bambu dengan panjang 6 depa yang ditancap kan di bawah, di atas bambu dia masih terus beratraksi, tiba-tiba seperti akan terjatuh ke bawah, tapi dia hanya terjatuh setengah tiang, lalu kembali lagi ke atas bambu lagi. Variasi gerakannya sangat banyak dan orang-orang banyak yang bertepuk tangan. Ih-lan tertawa sambil berteriak, sepasang tangannya sampai merah karena bertepuk tangan dengan semangat. Turun dari tiang bambu dia masih beratraksi sebelum turun, wajahnya tidak menjadi merah juga tidak ngos- ngosan, rambut yang berkibar membuatnya terlihat hidup. Wajahnya memberi kesan nakal tapi tidak membuat orang membencinya, sepasang mata besarnya penuh tawa. Ketika orang tua itu sudah turun, dengan suara yang serak dia berkata. "Hadirin dan saudara-saudara!" Pemuda itu mengikutinya bicara tidak lupa memukul simbal. "Hari ini kami, guru dan murid berada di ibu kota pada hari ke-6 walaupun bukan hari pertama, tapi kami tetap masih merasa asing, apalagi muridku ini nafsu makannya sangat besar, uang yang kami cari tidak cukup untuk mengisi perutnya, sekarang tidak hanya perut gurunya yang kosong, begitu juga muridku, maka kami kemari terpaksa beratraksi lagi." "Suhu..." Pemuda itu memukul simbal sambil berkata. "kami datang untuk menghibur para saudara!" "Apakah kau tidak takut ditertawakan?" "Suhu, murid sudah salah bicara apa?" "Kau hanya bisa berbuat seperti tadi, sayang.."128 "Sayang kenapa?" "Langkahmu kurang mantap, malah terlihat sedikit mengambang!" "Di kaki yang mana?" Dengan suara rendah pemuda itu berkata lagi. "aku lapar, pastinya kakiku jadi lemas!" Para penonton tertawa, tapi telinga orang tua itu sepertinya bermasalah, dia segera bertanya kepada pemuda itu. "Apa yang kau katakan tadi pada penonton?" "Tidak ada apa-apa!" "Hanya beratraksi sedemikian rupa kau sudah minta uang kepada para penonton?" Orang tua itu mengambil tiang bambu satu lagi. ***129 BAB 18 Pemuda itu melihat gurunya membawa tongkat bambu, dia segera meloncat-loncat seperti kera dan tangannya bergoyang. "Walaupun atraksi murid tidak bagus, kalau Suhu mau memukulku harus dilakukan di rumah, jangan di depan banyak orang karena semua akan melihatnya...." "Kau tahu kalau atraksimu tidak bagus, seharusnya kau bertambah gesit?" Orang tua itu seperti ingin memukul pemuda itu dengan tongkat bambu, tapi ketika bambu itu diangkat ke atas segera lepas dan terbang, tepat jatuh di atas tiang bambu di mana pemuda itu beratraksi tadi. Bambu itu bergoyangan di atas, pemuda itu ingin menyambutnya, tapi bambu tidak jatuh dari atas tiang bambu tadi. "Suhu, ada apa?" "Cepat naik ke atas!" "Naik?" Wajah pemuda itu seperti memucat, suaranya pun bergetar. "Suhu, itu sangat tinggi..." "Semakin tinggi semakin seru!" "Tapi murid takut!" Pemuda itu menutup dada dengan tangannya. "Dasar tidak berguna, biasanya guru mengajarimu seperti apa?" Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Orang tua itu marah dan matanya melotot. "Suhu belum pemah mengajarkanku harus merangkak begitu tinggi!" Tiba-tiba pemuda itu seperti teringat sesuatu dan berkata.130 "Lebih baik Suhu beratraksi sebentar, biar murid tahu caranya bisa naik setinggi itu." Dia bertanya kepada penonton. "Hai penonton, apakah kalian setuju?" Penonton berteriak baik, orang tua itu seperti ingin memperlihatkan ilmunya, dia mengambil arak yang ada di dalam buli-buli dan meminumnya, lalu menggosok-gosok kedua tangannya dan maju. "Baik, kalian lihatlah baik-baik!" Dia berjalan seperti bebek mabuk, setelah mendekati tiang bambu dia memeluk bambu itu dengan kedua lengannya. Pemuda itu terus memukul simbal, kemudian kedua kaki orang tua itu menjepit batang bambu. Bambu bergoyang-goyang, tapi batang bambu paling atas tidak terjatuh. "Baik sekali..." Pemuda itu bersorak dan memukul simbal lagi. Kaki orang tua itu terjulur dan ditarik, dia mulai naik ke atas tiang bambu setinggi 3 kaki. Simbal dipukul lagi. Orang tua itu terus merangkak ke atas dengan kalang kabut, akhirnya dia terjatuh. Penonton tertawa. Simbal dibuang, pemuda itu menutup mata tidak berani melihat, orang tua itu bangun dan menggosok-gosok pinggangnya, kata-nya. "Aku sudah tua, apa lagi tadi aku sudah 1 minum arak!" Belum selesai bicara dia terpelanting ke bawah, pemuda itu malu melihatnya, tapi orang tua itu segera mengambil simbal yang tadi dibuang lalu memukul-nya sekuat tenaga. Pemuda itu terkejut, dia mencengkeram bambu itu.131 Orang tua itu memukul simbal lagi, pemuda 1 itu dengan kalang kabut naik ke atas bambu pertama, kemudian naik lagi ke tiang bambu kedua. "Baik..." Orang tua itu berteriak, dia menendang batangan bambu yang ada di bawah ke atas udara. Batang bambu terjatuh lagi ke batang bambu kedua, dengan posisi tepat. Orang tua itu tidak berhenti memukul simbal, gerakan pemuda itu juga tidak berhenti. Dia naik semakin tinggi, batang kedua sudah selesai dipanjat, lalu ke batang ketiga, dan sampai di paling ujung. Simbal berhenti dipukul, pemuda itu seperti baru tersadar kalau dia sekarang berada di tempat setinggi itu, dia berteriak dan memejamkan mata, seperti kera mengerutkan tubuhnya, gerakannya membuat batangan bambu terus bergoyang. Tiga batang bambu disambung sehingga panjangnya ada 18 depa, pemuda itu tergantung di sana. Benar-benar sangat berbahaya, walaupun bambu bergoyang-goyang dia tidak terjatuh. Semua orang berteriak dan bertepuk tangan serta bersorak. Pemuda itu tertawa, matanya terbuka, seperti seekor ayam dia berdiri dengan sebelah kakinya kemudian masih memperagakan Cui-pat-sian (jurus mabuk). Ilmu mabuk ini lucu juga sulit, di tanah datar pun sulit diperagakan, apa lagi di atas batangan bambu. Pemuda itu tidak minum arak, tapi dia benar-benar seperti sedang mabuk dan tampak lucu. Semua ini membuat para penonton takut sekaligus ingin tertawa.132 Su Yan-hong tersenyum, dia melihat semua itu dengan teliti dan tahu pemuda itu mempunyai ilmu tinggi, bukan orang yang benar-benar mencari makan dengan menjual ilmu. Dia juga melihat wajah pemuda itu penuh dengan keseriusan dan lurus, maka dia tersenyum. Akhirnya atraksi sudah selesai, pemuda itu meloncat, hal ini membuat penonton terkejut lagi. Semua orang berteriak, Ih-lan keluar dari kerumunan itu. Pemuda itu terjatuh di tengah-tengah dia masih berputar- putar beberapa kali, kemudian beberapa kali turun dengan mantap tidak ada sesuatu yang terjadi. Sorakan penonton terdengar uang pun dilempar ke arahnya, orang tua itu mengucapkan terima kasih. Simbal dibalikkan, tubuh berputar, uang yang dilempar semua disambut dengan simbal. Sepasang tangan Ih-lan terus merogoh saku mencari uang, dia baru ingat tidak membawa uang, dan mencari ayahnya, pemuda itu sudah berdiri di depannya. "Adik kedi, aku pinjam manisan yang ditusuk itu, boleh tidak?" Orang tua itu menyambut uang yang dilempar dan tepat berada di sisinya, dia segera menyela. "Jangan berikan kepadanya, dia rakus..." Tapi Ih-lan tetap memberikan manisan itu kepada pemuda itu, orang tua itu segera menutup matanya. "Kau akan bermain sulap?" Tanya Ih-lan. "Dari mana kau bisa tahu?" Pemuda itu balik bertanya. "Aku tahu kau pasti akan bermain dengan baik!"133 Pemuda itu baru akan menjawab, orang tua yang melihat dari sela-sela jarinya segera berkata. "Kalau bermain sulap uangnya masuk perut itu bukan hal yang baik!" "Aku tidak percaya pada kata-katamu!" Kata Ih-lan. Orang tua itu mengangkat bahunya, dia merentangkan tangannya artinya apa boleh buat, hal ini membuat penonton tertawa lagi. Dalam suara penonton tawa pemuda itu melempar manisan ke udara dan berteriak. "Lihat baik-baik!" Sepasang mata Ih-lan melihat dengan melotot, pastinya para penonton lainnya juga melihatnya. Waktu itu ada dua prajurit berbaju mewah datang, dengan dua tangan dilipat di depan dada melihat pemuda itu. Kedua tangan pemuda itu terus berputar, tusukan manisan itu terus dilempar-lempar dan dia mengelilingi lapangan satu kali, kemudian kembali di depan Ih-lan. Ih-lan tetap melihat manisan di tangan pemuda itu, tapi hanya sekejap manisan yang ditusuk itu sudah menghilang. Kedua tangan pemuda itu dikepalkan, dia meletakkannya di depan Ih-lan, dan menyuruhnya menebak, Ih-lan segera berteriak. "Di tangan kiri!" Pemuda itu membuka kepalan tangan kirinya, tapi manisan itu tidak ada. Eh-lan berteriak lagi. "Di tangan kanan!" "Tidak ada!" Kepalan tangan kanan dibuka, memang tidak ada di sana. "Di mana manisanku?" Tanya Ih-lan dengan aneh.134 "Yang pasti sudah berada di dalam perutnya!" Orang tua itu mengeluh sambil menggelengkan kepala. "Suruh dia membuka mulutnya, mungkin masih ada yang tersisa!" Tidak menunggu Ih-lan meminta, pemuda itu sudah membuka mulutnya, tapi tidak ada apa-apa di sana. "Di mana?" Ih-lan melihat pemuda ini. "Ada pada salah satu dari mereka," Pemuda itu melihat ke arah penonton. Ih-lan mengikuti pandangan mata pemuda itu berputar. "mana mungkin?" "Kau tidak percaya?" Ih-lan menggelengkan kepala, pemuda itu bersalto keluar dan sekali lagi bersalto, berhenti di depan prajurit berbaju mewah itu, tapi wajahnya tetap melihat ke arah Ih- lan. Ih-lan lari ke sana. "Kembalikan manisanku!" "Ada di sini," Pemuda itu melihat prajurit yang berdiri di sebelah kiri. "ada di tubuh tuan prajurit ini!" Prajurit itu mengerutkan alisnya, pemuda itu sudah mencabut sesuatu dari punggungnya, ternyata manisan yang ditusuk itu. Tapi begitu melihat prajurit berbaju mewah itu, para penonton tidak berani tertawa, tapi Ih-lan tidak peduli, dia bertepuk tangan. Setelah manisan ditarik dari punggungnya, kedua alis prajurit berbaju mewah itu terangkat, dia terlihat ingin marah. Pemuda itu tidak peduli, dia berjalan ke arah Ih-lan, tapi tangan kiri prajurit sudah memegang pundaknya, terlihat dia tidak bisa kabur lagi, tapi pundak pemuda itu seperti tidak135 sengaja bergeser ke samping, segera cengkeraman prajurit itu meleset. "Siau-cu (bocah)..." Prajurit itu sudah melang kah keluar. "Anda mengenalku?" Pemuda itu terlihat seperti terkejut. Orang tua itu tertawa dan mendekat. "Ternyata kalian sudah saling kenal dan bersekongkol memainkan sulap ini!" Dua prajurit berbaju mewah itu segera marah. "Lo-thauw-ji (orang tua)." Orang tua itu terpaku dan bengong. "Mengapa kau juga mengenalku? Bagaimana kita bisa terlepas dari rasa curiga orang-orang?" "Lo-thauw-ji..." Bentak prajurit itu. "jangan sembarangan bicara, sejak kapan aku mengenal kalian berdua?" "Tapi Anda mengetahui namaku adalah Lo-thauw-ji sedangkan muridku adalah Siau-cu." Wajah orang tua terlihat aneh, seperti tidak sedang ber-gurau. "Sembarangan!" Bentak prajurit satu lagi. Lo-thauw-ji membalikkan tubuh lalu melihat pemuda itu. "Dari dulu aku sudah menyuruhmu mengganti nama, kau selalu tidak mau dan tidak percaya ada yang tahu kalau namamu adalah Siau-cu." "Aku percaya," Ih-lan tertawa. "Siau-cu, Lo-thauw-ji." Orang tua itu tertawa senang. Siau-cu bersalto ke depan Ih-lan. "Adik kecil, manisan ini kukembalikan pada-mu. "Namaku Ih-lan." Ih-lan mengambil manisan itu dan menggigit. "Siau-cu, kau juga makan..." Siau-cu menggelengkan kepala. "Aku dipaksa makan kepalan!"136 Kata-katanya belum selesai, dua prajurit berbaju mewah sudah berada di belakangnya. Kepalan menyerangnya, Siau- cu menghindar, dia tertawa. "Tidak perlu terlalu serius!" "Apakah kau sudah memakan nyali singa, dan jantung harimau sehingga berani mengolok-olok kami!" Prajurit itu menyerang Siau-cu dengan kaki dan tangannya. Siau-cu sangat lincah, kedua tangannya terus bergoyang dan menghindar, sepertinya dia sangat terpojok tapi bisa menghindar dengan sangat pas. Walaupun kaki dan kepalan tangan prajurit itu bergerak sangat cepat, tapi tetap tidak mengenai sasaran. "Siau-cu, ternyata kau benar-benar punya ilmu tinggi, pantas kau berani bercanda dengan kami!" Dengan jurus mabuk Siau-cu mengelilingi dua prajurit itu dengan tenang, dia hanya menghindar tapi tidak membalas. Penonton jarang melihat pertarungan sebenar nya, kecuali yang penakut, yang lainnya tidak bubar malah berteriak memberi semangat. Ih-lan tidak pergi dari sana, dengan tenang dia melihat aksi itu. Dua prajurit, 2 lawan 1, mereka tidak bisa mengenai Siau-cu, bajunya pun tidak sanggup mereka raih, mereka naik darah karena malu, saling memberi isyarat langsung kedua-duanya mencabut golok. Penonton melihat mereka sudah menggunakan senjata, mereka buru-buru pergi dari sana, tapi Ih-lan masih di sana, Siau-cu melihatnya, dia meloncat dan berteriak. "Siau-moi-moi, jangan menonton lagi, cepat pulang." Ih-lan melihat dua prajurit itu lalu menggelengkan kepala.137 "Aku tidak takut kepada mereka!" Dua prajurit itu sudah mendekat, dua golok mendekat dan menepis, bentakan terdengar. "Berhenti!" Su Yan-hong keluar dari kerumunan orang, dia tidak marah tapi terlihat berwibawa. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ayah..Ih-lan berlari lalu memeluk Su Yan-hong. "kedua orang itu bukan orang baik-baik." Su Yan-hong menuntun tangan Ih-lan, lalu berjalan ke depan. Dua prajurit melihatnya segera terlihat ketakutan, dengan cepat menyimpan golok mereka dan memberi hormat. Su Yan-hong melambaikan tangan. "Adik ini hanya senang bermain sulap, tidak berniat jahat, kenapa kalian begitu serius melayaninya?" Dua prajurit itu sadar mereka bersalah juga tahu siapa Su Yan-hong, mereka segera menunduk kan kepala tidak berani membela diri. "Pergilah," Su Yan-hong melambaikan tangannya. Dua prajurit itu menghembuskan nafas panjang dan terburu-buru pergi dari sana. Lo-thauw-ji segera datang. "Luar biasa, luar biasa," Dia berkata lagi kepada Siau-cu. "kau tidak punya wibawa, lihatlah tuan ini, hanya beberapa kalimat saja sudah membereskan masalah." Siau-cu mengangkat bahu. "Mereka satu jalan, jadi gampang membereskannya!" "Apakah betul?" Lo-thauw-ji melihat Su Yan-hong. "Lo-cianpwee," Su Yan-hong memberi hormat. "muridmu mempunyai ilmu tinggi, kalau tidak karena menaruh kasihan, tidak mungkin mereka bisa ada kesempatan mencabut golok, tidak perlu menungguku sampai berbicara tadi."138 Orang tua itu balik bertanya. "Siau-cu, kau punya kemampuan, mengapa tidak membuat mereka terguling?" "Suhu, apakah kau sudah mabuk, mana mungkin muridmu ini berani membuat orang kerajaan marah!" "Orang kerajaan?" Lo-thauw-ji seperti tiba-tiba tersadar, dan dia bersikap takut. "Kalian berdua..." Su Yan-hong sekali lagi memberi hormat. "aku belum menanyakan marga dan nama kalian." "Aku Lo-thauw-ji, dia Siau-cu." Lo-thauw-ji tiba-tiba bergemetar. "kau bertanya dengan serius, apakah akan mencari kami..." Su Yan-hong tertawa kecut. "Aku hanya ingin berteman dengan kalian berdua!" Orang tua itu seperti terkejut, tapi Siau-cu tertawa dingin. "Tidak perlu, kami hanya tukang obat, yang berjualan obat di dunia persilatan, kami tidak menjalin tali keakraban dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya." Dia segera membereskan barang-barangnya, Ih-lan mendekati Siau-cu. "Kapan kau akan beratraksi lagi?" "Kalau tidak ada orang yang mencari gara-gara, setiap hari aku pasti datang kemari!" Dia melihat Ih-lan, Siau-cu bisa tertawa. "Baik, besok aku akan datang lagi kemari!" Ih-lan tertawa dan berloncat-loncat. "Kalau bisa jangan datang bersama ayahmu!" "Mengapa?"139 "Lagaknya terlalu besar, kalau dia ada di sini tidak akan ada seorang pun yang berani datang untuk melihat atraksi kami!" "Aku mengerti!" Su Yan-hong tahu guru dan murid ini mempunyai ilmu tinggi, dia berharap bisa berteman dengan mereka, tapi sepertinya mereka tidak suka, jadi dia tidak bisa memaksa, dia percaya pada jodoh, kalau berjodoh mereka bisa menjadi sahabatnya. Entah apa sebabnya, dia tiba-tiba teringat pada Fu Hiong-kun. Kembali ke rumah hari sudah sore. Penjaga pintu yang melihat Su Yan-hong pulang, mereka merasa aneh, tapi Su Yan-hong tidak menaruh di hati, dia berpesan kepada Ih-lan. "Cuci bersih tanganmu, nanti ayah akan bermain denganmu lagi." "Pasti..." Ih-lan sangat senang. Dengan hati ringan Su Yan-hong masuk ke dalam rumah. Setelah masuk, dia mulai merasa ada yang tidak beres. Pelan-pelan keanehan di dalam rumah mulai terlihat, ada yang bengong, ada yang terus mengedip kan mata kepada Su Yan-hong. "Apa yang terjadi?" Tanya Su Yan-hong, dia mendengar suara baju tertiup angin, kemudian terdengar suara kencang berhembus. Dia tahu ada yang datang, dengan tenang dia menghindar. Yang menyerang adalah seseorang dengan baju panjang berwarna hitam, kepalanya ditutup oleh kantung kain hitam, tubuhnya bergerak lincah, sekali menyerang tidak mengena140 sasaran, dia segera bersalto, dua tangan dengan 10 jari dilipat seperti cakar, jurus 'Mong-say-hu-touw' (Singa buas menang kap kelinci) sudah dikeluarkan sekali lagi dia menyerang Su Yan-hong. Melihat orang itu menyerangnya, dalam hati Su Yan- hong sudah tahu orang itu sebenarnya, apa lagi terlihat baju kuning keluar dari balik baju panjang hitamnya, dia merasa lebih yakin, dia tidak langsung menyambut malah mundur. Orang itu mengejar Su Yan-hong terus, meng hantam dengan kepalan, menepis dengan telapak, menendang dengan kaki, serangannya kerap dan ganas, membuat Su Yan-hong terus mundur, di belakangnya ada dinding dan tidak ada jalan mundur lagi. Terpaksa harus membalas, tapi tetap serangannya lebih sedikit dari pada beijaga, dia sengaja mengalah 18 jurus dan terjatuh di sebuah kursi, bila sekali lagi diserang senjaga akan terguling dari kursi. Orang dengan wajah ditutup itu seperti tahu apa yang akan dilakukan Su Yan-hong, dia tertawa terbahak-bahak dan berhenti menyerang lalu membuka baju hitam dan penutup kepalanya. Di balik baju itu ternyata orang berbaju raja dan memakai topi raja. Bersamaan waktu seorang kasim kecil dan sekelompok pengawal keluar dari dua arah dan berlutut sambil berseru. "Baginda semoga sehat selalu," Sebenarnya orang itu adalah raja sekarang bernama Cu Hou-coh, beliau adalah anak tunggal dari Raja Kauw-cong, dilahirkan dari Permaisuri Cong. Usia 15 tahun sudah naik tahta, sekarang usianya belum mencapai 19 tahun. Raja Kauw-cong mempunyai anak tunggal, maka di anggap pusaka, permaisuri Cong sangat menyayanginya. Apa lagi Raja Kauw-cong adalah anak yatim, semasa kecil pernah141 melewatkan hidup yang menyedihkan, maka dia sangat memanjakan anak tunggal ini, otomatis anak ini tumbuh menjadi orang yang selalu hidup di bawah ketiak orang tua, juga sangat nakal, dua kali lebih nakal dibandingkan dengan anak biasa sampai baginda merasa malu kepada rakyatnya, tapi keadaan sudah terlambat, dia hanya berharap anak buahnya bisa mendidiknya kembali ke jalan yang benar, menjadi seorang raja yang baik. Bagi Raja Cu Hou-coh, orang-orang yang mendidiknya tidak sebaik 8 kasim yang mengurusnya. Delapan kasim itu disebut 'Pat-houw' (8 macam) mereka adalah Ma Gong-ceng, Kao Hong, Lok Hiang, Wie Min, Ciu Ku, Ku Ta-gong, Thio Gong, dan Liu Kun. Mereka ada yang baik ada yang buruk. Ilmu silat mereka pun ada yang tinggi ada yang biasa, salah satu dari mereka yang paling jahat dan licik adalah Liu Kun. Orang-orang ingin menjatuhkan Pat-houw, tapi raja mengeluarkan pengaruhnya. Pat-houw tidak jatuh malah posisinya lebih kuat, yang paling kuat tentu saja Liu Kun, dia tidak hanya mengangkat dirinya menjadi ketua dewan jenderal, dia masih menjadi komandan prajurit wilayah ke- 12. Kekuasa annya sangat besar. Dewan jenderal bisa ikut rapat rencana ketentaraan negara, apa lagi kekuatan militer sudah berada di tangannya. Boleh dikatakan kedudukan Liu Kun kuat seperti Tai-san. Yang menjadi raja malah seperti Liu Kun, karena raja memberi hak kepada dia. Setelah 3 tahun lebih bertahta raja ini mulai mengerti, maka dia sering mencari Su Yan-hong.142 Keluarga Su Yan-hong secara turun temu-run mengabdi pada negara, Su Yan-hong pun tidak terkecuali. Setelah melihat raja berusaha keras, dia lebih giat lagi. Saat bergurau seperti sekarang ini sudah biasa di terima Su Yan-hong, bagi seorang raja bergurau seperti ini memang sangat mustahil dan memalukan, tapi dibandingkan berkuda atau ber-buru kelinci, ini akan lebih aman! Su Yan-hong pun tahu kalau raja ini penuh semangat, dan mengerti kalau raja bergurau seperti ini pasti ada tujuan lain. Dia ingin berlutut tapi raja segera memapah. "Tidak usah!" Baginda duduk dan tertawa. "Jika tidak ingin mencoba ilmu yang sebenarnya, beberapa kali kau pura-pura kalah, tidak seru!" "Kepandaian Baginda semakin bagus!" "Tidak sebagus murid Kun-lun-pai!" Baginda tertawa. Waktu itu Ih-lan masuk, melihat Baginda dia segera tertawa, tangan kecilnya dilambaikan dan ingin mendekat. Su Yan-hong segera membentak. "Ih-lan, harus sopan santun!" Baru saja Ih-lan ingin mengatakan sesuatu, dia segera berlutut dan menyembah. "Baginda, Ih-lan memberi hormat kepada Baginda!" Baginda menggendong Ih-lan. "Kali ini aku datang tergesa-gesa, lupa membawakan makanan dan mainan untukmu!" "Kedatangan Baginda kali ini, apakah. "Tiba-tiba aku hanya merasa sudah lama tidak bertarung secara bersahabat, sekarang aku mencarimu ingin mengajakmu keluar kota untuk berburu!"143 "Baginda mempunyai hobi seperti itu, hamba akan menemani Baginda." "Apakah Ih-lan ingin ikut juga melihat-lihat keramaian?" Baginda bertanya kepadanya. "Tentu saja ingin, apakah ayah akan mengijin kan aku ikut?" "Berburu adalah permainan orang dewasa!" Su Yan-hong berkata lagi. "orang yang berhubung-an dengan kaisar yang bernama Lu Kian baru memperlihatkan surat-suratnya kepada Baginda, apakah Baginda sudah membacanya?" Kasim kecil yang bernama Siau-te-lu terlihat tegang. Baginda seperti tidak sengaja menghalangi pendangan Siau-te-lu kepada Ih-lan, dengan dingin melihat Su Yan-hong. Seperti tidak sengaja menjawab. "Siapa yang tertarik pada benda itu, biar Liu Kun yang membereskannya." Su Yan-hong adalah orang yang sangat pintar melihat, dia mengerti dan tertawa. "Banyak orang yang bercerita tentang hal ini..." "Biarlah mereka yang urus, besok pagi kita lihat panah siapa yang lebih cepat!" 0-0-0 Orang di atas kuda terlihat penuh semangat dan kehidupan. Kuda yang ditunggangi adalah kuda paling bagus, teknik menunggang kudanya mem-buat kuda ini bertambah bercahaya. Kuda melaju seperti naga, seperti naga dalam diri manusia. Kemegahan Su Yan-hong tidak tertandingi.144 Di dalam hutan tidak ada binatang buas, hanya ada binatang seperti kelinci dan rusa jenis binatang yang tidak menyerang manusia. Baginda selalu menyukai berburu, dalam berburu beliau bisa mendapatkan rangsangan. Orang-orang yang mengurusnya tidak bisa menghalangi niatnya, mereka boleh mencegah Baginda melakukan hal yang mengandung bahaya, tapi tidak bisa menghalangi hobi berburu Baginda. Walaupun tempat berburu di sana sangat aman, tapi pasukan yang datang mengawal baginda jumlahnya sampai ratusan, mereka berada di kiri dan kanan baginda mengawasi. Kasim kecil Siau-te-lu terus mengikuti di kiri dan kanan, tapi begitu perburuan sudah dimulai, dia tertinggal jauh. Kuda dan teknik menunggang kuda membuatnya tertinggal. Baginda dan Su Yan-hong bersama-sama mengejar seekor rusa. Kuda mereka berlari dengan cepat. Panah mereka bersamaan waktu melesat meninggalkan busur. Melesat seperti bintang ter-jatuh dan mengenai tubuh rusa. Rusa itu sudah terluka dan berlari lebih cepat lagi. Hanya sebentar Siau-te-lu sudah tertinggal dan tidak terlihat batang hidungnya. Rusa yang terluka setelah berlari sebentar lalu mati di balik semak-semak. Baginda dan Su Yan-hong jongkok di pinggir rusa mati itu, tawa mereka segera berhenti. "Yan-hong, apakah kau tahu kau hampir membuat bencana?" Suara Baginda menjadi berat. "Apakah mengenai orang yang berhubungan dengan kaisar?"145 "Surat itu jatuh ke tangan Liu Kun." Baginda menarik nafas. "Liu Kun sudah membangun pagar di sisiku, kelak bila bicara denganku, harus hati-hati." "Apakah Siau-te-lu orangnya?" "Betul... Liu Kun sudah mengatur orang ini untuk mengawasiku!" "Orang itu sangat keterlaluan, dia mulai berani secara terang-terangan menambah kekuatan, kalau tidak segera dihentikan akan sangat berbahaya!" "Bagaimana cara menghentikannya?" Kata Baginda tertawa kecut. "sekarang dia sangat berani, tidak takut pada siapa pun. Pastinya aku harus bertanggung jawab, dia menjadi seperti itu karena diriku juga." "Tapi ini sudah menjadi sebuah bukti, sekarang tidak ada gunanya lagi, lihat saja, dia menamakan dirinya sendiri Kiu- cian-sui (9.000 tahun, Baginda=10.000 tahun) terlihat ambisinya sangat besar, Yan-hong, sekarang aku harus mengandal-kanmu lagi!" "Tenanglah, Baginda!" Su Yan-hong ter-paksa berkata seperti tu. "Kalau aku bisa tenang, itu lebih baik!" "Mungkin aku tidak akan bisa membantu!" Baginda terlihat sedih. "aku harap dia bisa kuat!" Kemudian matanya berputar, dia tertawa terbahak-bahak. Tidak perlu melihat pun Su Yan-hong tahu kasim kecil Siau-te-lu sudah mendekati mereka, dia merasa sedih. Tapi dia tetap bisa tertawa, tertawa lepas, karena dia tahu hanya dengan cara seperti itu baru bisa menutupi semua ini. Pastinya orang yang menghubungi Kaisar, Lu Kian tidak sekuat besi, dia setia, berani bertingkah, berani bicara, maka146 dia disebut sebagai penghubung Kaisar terbuat dari besi. Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dia adalah seorang pelajar, tidak perlu berlatih ilmu silat untuk menjaga diri, sekarang dia dihajar hingga berdarah. Di kedua sisinya ada kasim, mereka adalah orang yang dipercaya Liu Kun, bila menggunakan alat penyiksa, tidak ada perasaan sedikit pun. Lu Kian terus berteriak kesakitan, dua kasim yang memukul seperti tidak mendengar teriakannya, setelah puas baru berhenti. 4 orang kasim yang memegang kaki dan tangan baru melepaskannya. Lu Kian bernafas ngos-ngosan, dia meronta dan berteriak, akhirnya dia merangkak. Waktu itu dua barisan kasim keluar dari ruangan, di tengah-tengahnya adalah Liu Kun. Melihat dari sudut mana pun tidak terlihat dia mirip orang jahat, kalau tidak begitu dia tidak akan mendapatkan kepercayaan dari kaisar dan bisa menduduki posisi seperti sekarang. Dia orang Soa-sai, bermarga Than, marganya jarang ada, ketika dia baru dikebiri, dia menjadi murid seorang kasim bermarga Liu, maka marganya pun diubah menjadi Liu, kemudian oleh Kaisar Sian-cong, dia diberi tugas mengurus pelacur yang diakui oleh pemerintah. Maka Kaisar Sian-cong waktu itu selalu mencarinya, dia jadi sangat disukai oleh Kaisar. Katanya kematian Kaisar Sian-cong disebabkan terlalu banyak makan obat kuat, seharusnya Liu Kun yang bertanggung jawab akan hal ini, tapi tidak ada seorang pun yang berani mengusut perkara ini. Sampai pada jaman Kaisar Siau-cong, karena kehidupan pribadinya sangat serius, jadi tidak membutuhkan orang147 seperti Liu Kun, dan kedudukannya digeser ke dekat kuburan Sian-cong, sampai seka-rang Kaisar telah tumbuh dewasa dan senang main, setelah mengetahui Liu Kun sangat hafal dalam bidang ini, dia menarik kembali Liu Kun ke istana. Kesempatan begitu baik pasti tidak akan dilepaskan Liu Kun, dia berusaha mengubah cara membuat Kaisar ini semakin menyukainya. Dalam hati kecil Kaisar, tidak ada orang yang lebih baik dari pada Liu Kun, Liu Kun berusaha merangkak naik, walaupun harus menggunakan segala cara. Pejabat kerajaan semua takut kepadanya dan menganggap dia sebagai Kiu-cian-sui, hanya Lu Kian yang tidak, dia menulis surat kepada Kaisar mengungkapkan kesalahannya, jadi mana mungkin Liu Kun akan melepaskannya. "Sebetulnya kau tidak takut!" Kata-kata ini keluar, Liu Kun segera duduk. Kasim yang ada di belakang sudah menyiapkan kursi untuk mengkordinasi gerakannya. "Liu Kun pengkhianat, penjahat!" Lu Kian marah. Liu Kun sama sekali tidak takut, jangankan Lu Kian yang telah terluka parah, jika di kiri dan kanannya banyak pendukung, dia pun tidak takut, apa lagi sekarang ada Hongpo Tiong dan Hongpo Ih yang selalu melindungi dia. Dua bersaudara itu adalah keturunan Hong-po, mereka masing-masing menggunakan sepasang Poan-koan-pit, di dunia persilatan di juluki Im-yang-pit (Pena Im-yang), mereka sudah tinggal di istana selama beberapa tahun, mereka adalah 2 pesilat tangguh di antara 5 pesilat lainnya. Di istana148 dia dipimpin langsung oleh Liu Kun, mereka sangat setia kepada Liu Kun. Mereka tidak takut kepada Lu Kian, dan segera berteriak. "Diam..." Dan Lu Kian pun pingsan. Tidak usah diberitahu kasim di sebalah kiri dan kanan segera menyiram Lu Kian dengan air. Lu Kian terbangun kembali, kali ini dia tidak sanggup bergerak lagi, tapi dia tetap terlihat marah. "Pengkhianat, penjahat..." "Kau benar-benar pemberani, kau kira aku tidak berani membunuhmu?" "Keluarga Lu tiga generasi secara turun temur-un adalah pejabat yang jujur, kami diberi kebaikan oleh kerajaan, kalau kau mau membunuh-ku, aku tidak takut kecuali Kaisar sendiri yang memberi perintah!" "Apakah benar?" Liu Kun tertawa. Lu Kian ingin mengatakan sesuatu, tapi rasa sakit yang luar biasa membuatnya pingsan kembali. "Kembalikan dia ke rumah!" Kata Liu Kun dengan suara hidung. "Baik..." Empat orang kasim segera menarik Lu Kian keluar dari sana. "Di mana Kaisar sekarang?" Tanya Liu Kun. "Lapor Kiu-cian-sui, kaisar berada di rumah Pau!" "Baik..." Liu Kun tertawa lagi. "kita pergi ke rumah Pau Pang. jangan lupa suruh Tiang Seng ikut!" "Baik, Kiu-cian-sui!" Mendengar panggilan itu, Liu Kun merasa sangat gembira, memang jarak Kiu-cian-sui hingga Ban-sui masih ada 1.000 Sui, tapi dia tidak perlu merasa cemas karena kesempatan belum datang.149 Kalau dia tidak sabar, tidak akan mendapatkan posisi setinggi sekarang. Pau Pang adalah tempat Kaisar bermain, berada di belakang kuil Sie-tan, di jalan kecil sana, ada Vila Li-kong-pie- goan. Membangun vila Li-kong-pie-goan itu juga ide Liu Kun, dibangun dan direncanakan oleh Goan Te orang Vietnam. Goan Te sudah berada di Tiongkok selama 4 generasi, keluarganya secara turun temurun membangun istana kerajaan, keahliannya membangun sangat tinggi, sampai generasinya, sayapnya lebih diperlebar lagi. Tidak diragukan lagi dia adalah orang berbakat dalam bidang arsitek, ditambah lagi dia adalah anak buah Liu Kun yang selalu memper-jelas Goan Te, karena hobi Kaisar ini maka istana dibangun dengan struktur aneh, kuat, leluasa, dan indah. Dari luar melihat rumah yang ada di kiri dan kanan sangat biasa, tapi setelah masuk, terlihat aneh. Pintu-pintu, air, gunung, hutan buatan semua ada, jalan pun sambung- menyambung. Istana ini benar-benar sangat misterius, Dana untuk membangun, kuli bangunan, butuh berapa pun selalu ada, maka istana ini dengan cepat selesai dibangun. Kaisar sendiri yang memberi nama Tai-su' kolam di depan "Tian Go ruang rahasia bernama 'Houw-pang' (Kamar Harimau), Kaisar secara tidak sengaja melihat harimau dan macan tutul, maka dia mengubahnya menjadi 'Pau Pang' (kamar Pau). Memang Kaisar sangat menyukai tempat itu, tapi tidak ada hati untuk menikmatinya, apa lagi sekarang ini. Selama beberapa tahun ini apa yang dilakukan Liu Kun sangat dipahaminya, dia juga tahu masalah Lu Kian, dan itu akan membuat Liu Kun datang kemari, maka begitu Siau-te-150 lu melapor, dia tidak terkejut, malah merasa lebih plong. Walaupun dia mulai bisa bersabar, tapi semakin cepat masalah beres maka akan semakin baik. Kaisar tidak merasa aneh dengan kemuncul-an Tiang Seng, karena kasim ini memang orang kepercayaan Liu Kun dan sekarang dia menjadi gubernur Tong-tiang. Dia tidak menyukai kasim ini, tapi dia harus mengakui, kasim ini mempunyai ilmu tinggi dan tahu itu alasan Liu Kun menyukainya Liu Kun membawa anak buahnya itu di sampingnya, sepertinya dia mempunyai tujuan yang harus dicapai. Kaisar berharap Liu Kun jangan bersikap keterlaluan, jangan membuat dia merasa sulit menjadi Kaisar. Setiap saat wajah Liu Kun yang merah dan lembab selalu tersenyum, sebaliknya wajah Tiang Seng selalu pucat seperti baru sembuh dari sakit berat. Setahun penuh wajahnya pucat tidak terlihat ada darah, kecuali sepasang matanya selalu penuh dengan urat-urat merah, di sekeliling matanya ber-wama merah, sepertinya sengaja dilukis tapi sejak lahir memang seperti itu. Umurnya belum terlalu tua, tapi rambut putihnya lebih banyak dari rambut hitam, alisnya pun seperti itu, ada orang yang bilang karena ilmu lweekang yang dilatihnya. Katanya ilmu lweekang yang dilatihnya adalah ilmu lweekang aliran sesat. Apa pun yang dikatakan orang, kesan yang diberikan adalah sesat dan jahat. Siau-te-lu tahu keadaan ini, dia segera keluar meninggalkan Kaisar, Liu Kun, dan Tiang Seng. "Lu Kian bersekongkol dengan kekuatan dunia persilatan golongan hitam, diam-diam memperbesar kekuatan dan berencana memberontak!" Liu Kun terus terang.151 "Apakah betul?" Kata Kaisar pura-pura. "Kami sudah menyelidikinya dengan teliti, harap Baginda segera menurunkan perintah, menghukum dia!" "Berencana memberontak... dosa besar, harus dibunuh!" "Apakah ada buktinya?" "Tiang Seng adalah bukti kuat, karena dia bertanggung jawab menyelidiki masalah ini, maka semua bukti sudah di tangannya!" "Oh!" Kaisar mengerutkan alis. "Jangan sampai terlambat, hamba sudah menyiapkan surat perintah, Baginda bisa melihatnya." Liu Kun membawa surat. Kaisar mengambilnya, dia mengerutkan alis. "Selama 3 generasi Lu Kian adalah pejabat yang setia, memang dosa selama hidup tidak bisa diampuni, dosa mati pun tidak bisa dilaksanakan, bagaimana kalau dia menjadi tentara di perbatasan?" "Dia merencanakan memberontak, seharusnya seluruh keluarganya dipenggal, sekarang hanya tinggal membunuh Lu Kian, hamba sudah memikirkan banyak hal untuk Baginda." "Cepat buatkan tinta untuk Baginda!" Pesan Liu Kun kepada Tiang Seng. Sebenarnya tinta sudah dibuat, Tiang Seng segera memberikan Pit kepada Kaisar. Kaisar tahu ini sudah mereka rencanakan maka dia mengambil Pit tapi tetap bengong, setetes tinta menetes ke bawah dan menjadi sebuah noda tinta. Liu Kun melihatnya. "Kau tidak hati-hati, cepat minta maaf pada Baginda."152 "Hamba pantas mati, hamba pantas mati..." Tangan Tiang Seng membersihkan noda tinta di atas meja, dua tangannya menjadi hijau dan dia menge-lap meja, meja langsung menjadi putih. Kaisar melihat itu dan wajahnya berubah. Liu Kun membentak. "Mundur..." Tiang Seng mundur ke belakang Liu Kun. Liu Kun baru berkata. "Silakan, Baginda..." Akhirnya kaisar berkata. "Bila Lu Kian berniat ingin memberontak, dia pantas mati!" Pedang Wucisan Karya Chin Yung Sepasang Pendekar Perbatasan Karya Chin Yung Pedang Karat Pena Beraksara Karya Tjan ID