Warisan Jenderal Gak Hui 2
Warisan Jenderal Gak Hui Karya Chin Yung Bagian 2
Warisan Jenderal Gak Hui Karya dari Chin Yung Kakek itu berdiri tegap sambll mengelus-elus jenggotnya yang putih dan panjang melambai-lambai ditiup angin musim panas. "Ha... ha.. ha.. bocab, bocah yang baik dan pandai. Kalian rupanya kakak beradik yang lucu mengapakah kalian bertengkar ? Hemm...siapakah namamu anak-anak yang manis....?" Seru kakek berjubah putih dan berjanggut panjang putih melambai-lambai. "Aku Ji Tong Bwee dan ini kakaku bcrnama Ji Kiam Ciu..!" Seru bocah jelita itu dengan berani dan tdak merasa sungkan-sungkan lagi. Bocah itu berhenti sejenak karena ketika dia memperhatikan wajah kakek itu tampak 1 26 memperhatikan mereka berdua dengan sangat teliti dan mengherankan sekali. Tetapi ketika diperhatikan bahwa kakek itu tampak kembali tersenyum maka Ji Tong Bwee melanjutkan kata-katanya. "Aku belum pernah mengenal dan melihat kakek. mengapakah kakek menanyakan nama kami?" Setelah terhenti kata-kata Ji Tong Bwee maka dengan mendadak kakaknya menarik tangan gadis itu dan akan diajaknya berlalu. Tetapi tangan kakek berjubah putih itu mencegahnya. "Kakek, kita dapat segera berlalu dari tempat ini jika kita mau" Seru Ji Kiam Ciu sambil melototkan matanya, tetapi yang menarik hati mengapa kakek mencegah kami ?!" "Aku hanya ingin mengetahui sebetulnya kalian berdua ini anak siapa? Aku sama sekali tidak bermaksud untuk mengganggu kalian berdua" Sahut kakek itu dengan suara ramah dan tenang suaranya. Tiba-tiba Ji Kiam Ciu telah meloncat tinggi sekali. Bocah laki-laki itu bermaksud melarikan diri dan meloncati melalui atas kepala kakek itu. Namun kakek itu dengan cepat sekali telah menggerakkan tangannya tahu-tahu Ji Kiam Ciu telah berada dalam dekapannya. Bocah itu meronta dan kedua kakinya menendang-nendang. Kakek berjubah putih hanya tertawa-tawa sambil memondong Ji Kiam Ciu yang meronta terus menerus dengan gerakan luar biasa. Diam-diam bocah itu merasa cemas dan heran. Ternyata kakek tua itu mempunyai gerakan luar biasa yang tidak terlihat oleh mata Ji Kiam Ciu. Hanya tahu-tahu dia telah berada didalam dekapan kakek itu padahal menurut pendapatnya bahwa didunia ini orang yang telah dia kenal sangat lihay hanyalah ibu dan pamannya yang telah mampu mengalahkan ilmu bocah itu. Tetapi kenyataannya kini dia harus berhadapan dengan kakek yang tampaknya sangat lemah itu ternyata mempunyai gerakan yang sangat cepat luar biasa. Ji Kiam Ciu merasa kurang senang diperlakukan seperti itu dan dihalang- halangi maksudnya oleh sikakek berjubah putih itu. Maka dengan berani bocah itu membentak. "Jika kakek masih juga mencegah diriku maka aku terpaksa harus bertindak kurang ajar kepada kakek ...!" Seru Ji Kiam Ciu dengan meronta dan kakek itu melepaskan pelukannya, hingga bocah laki-laki yang berani tetapi sopan itu 1 27 terlempar beberapa tombak dan dapat berdiri dengan sangat lunak diatas rerumputan yang halus. Kakek berjubah putih yang kini sedang berhadapan dengan Ji Kiam Ciu dan Ji Tong Bwee dengan tenang dan tersenyum memandang kedua bocah itu. Sambil mengelus-elus janggutnya yang panjang dan putih itu selalu matanya yang bersinar tenteram itu mengamati segala gerak-gerik Ji Kiam Ciu. "Bocah manja, mengapa kau ingin memukulku?!" Seru kakek itu dengan senyum yang mempesona. "Apakah kau tahu aku ini siapa dan apakah ilmu silatmu sudah sedemikian lihaynya sehingga kau ingin mengukur kehebatan Ilmu silatku? Tetapi baiklah, majulah dan aku ingin mengukur sampai seberapa hebatnya ilmu pukulanmu....!" Seru kakek berjenggot panjang itu sambil membongkok-bongkokkan tububnya dan kedua tangannya terbentang dengan jari-jemari terbentang pula. Ji Kiam Ciu walaupun masih bocah berumur sepuluh tahun, namun dia adalah seorang bocah yang berani dan berjiwa satria. Mendengar tantangan itu sebagai seorang satria pantang mundur, Maka dengan meloncat kedepan tahu- tahu bocah itu teJah berdiri dihadapan si kakek berjanggut putih. Ji Kiam Ciu telah siap siaga dengan kuda-kuda miring dan sepasang lututnya melengkung tapi kuat melekat diatas tanah telaga. Kedua tangannya mengepal tinju disisi tubuh dengan sikap siaga. Ketlka diamatinya bahwa kakek berjenggot panjang itu dalam keadaan lengah maka sekali mengembor bocah itu telah meloncat mengirimkan tendangan dan pukulan beruntun silih berganti. Gerakan bocah itu sangat lincah dan bagaikan tupai berloncatan sangat indah sekali. Diam-diam kakek itu merasa kagu.m juga menyaksikan gerak indah dan hawa pukulan luar biasa. Namun demikian kakek itupun dengan sangat tenang ternyata dapat luput dari segala serangan Ji Kiam Ciu. Hanya angin pukulan yang lemah dapat terasa menyerempet lengan dan wajahnya. Ji Kiam Ciu merasa gusar juga karena beberapa jurus telah berlalu, tiada sebuah pukulanpun yang berhasll mengenai lawannya. Maka kini bocah itu mengikatkan ilmu pukulannya dengan meloncat mundur dua langkab kemudian 1 28 menyilangkan kedua lengannya di dada. Ketika dia menarik kaki kanan digeser kebelakang seJangkah segeralah menggembor lantang dan meloncat dengan jurus Cui-siong-lok-hua menumbuk dada kakek berjanggut panjang dan putih didepannya. Jurus Cui-siong-lok-hua atau angin tofan meniup bunga itu sesungguhnya sebuah ilmu yang luar biasa hebatrya. Ilmu andalan Siauw Liang, pukulan itu kalau sudah diyakini benar mempunyai kehebatan yang luar biasa. Apalagi tubuh manusia sedangkan gunung saja dapat bancur lebur kalau terkena pukulan itu. Baru seorang bocah yang masih kecil tenaganya itu saja telah terasa perih serempetan angin pukulannya ke pipi kakek yang usilan itu. Namun kakek itu bukannya terkejut mendapat kenyataan itu, malah dia tersenyum dan memuji. "Bagus! BigusT' seru kakek itu seraya memutar tububnya menghadap kearah Ji Kiam Ciu yang baru saja menginjak tanah dari loncatannya. Ji Kiam Ciu begitu menginjak tanah segera memutar tubuh dan langsung menyerang kakek itu dengan kaki dan tangannya. Kemudian meloncat mundur menggeserkan kaki kanan dan sekali lagi mengirimkan pukulan dengan jurus Cui-siong-lok-hua kearah ulu hati kakek itu. Pukulan yang memerlukan tenaga hebat itu menarik tubuh bocah itu kedepan dan tahu-tahu tengkuknya terkena pukulan telapak tangan lawan. Ketika dia dapat menguasai diri kembali, kakek. itu telah lenyap dari hadapannya. Segeralah Ji Kiam Ciu memutar tubuh dan ketika dia melihat kelebatan tubuh kakek iiu segeralah dia menggembor. Maka bersamaan dengan suara gemboran melengking itu tampaklah Ji Kiam Ciu meloncat. Tanpa ragu- ragu dia mengirimkan dua pukulan sekaligus dalam jurus Liong-hong-hun-hui atau Naga dan Cenderawasih terbang berpisah. Jurus Liong-hong-hun-hui atau Naga dan Cendrawaaih terbang berpisah adalah sebuah jurus pukulan dua tinju berbareng untuk memukul dua lawan sekaligus. Serangan dengan jurus itu dilancarkan oleh Ji Kiam Ciu dengan hebat dan gencar sekali. Ternyata bocah itu hampir sempurna melatih ilmu pukulan yang luar biasa itu. Namun kakek berjanggot panjang dan putih itu memang bukan lawan Ji Kiam Ciu. Sekali pukulan yang bertenaga hebat itu telah telah mendekati ulu hati dia 1 29 sempat memiringkan tubuh dan ketika itu pula kakek aneh merasa kaget ternyata lambungnya hampir saja terkeca pukulan berikutnya. "Luar biasal" Seru kakek berjanggut putih itu sambil meloncat menghindari pukulan kembar yang luar biasa. Berkibarlah ujung baju jubah kakek berjanggut panjang dan putih itu. Ketika dia berhasil menghindari serangan beruntun kepalan tinju berputar bocah itu maka sempat pula orang tua itu memperhatikan kesungguhan Ji Kiam Ciu, si kakek itu mengelus janggutnya dan tersenyum. Justeru pandangan mata dan senyuman kakek itu yarg membuat hati Ji Kiam Ciu menjadi bertambah penasaran. Dengan loncatan pendek dan bersiaga serta melintangkan kedua lengannya didada. Kiam Ciu menghadang didepan lawannya. Dengan sinar mata mengkilat tajam diawasinya gerak-gerik aneh lawannya yang sudah tua. Tampak dimata Kiam Ciu bahwa kakek. itu sama sekali tidak mempunyai keistimewaan, namun pada saat-saat dia mengirimkan serangan baik tendangan maupun pukulan selalu dapat dihindari dengan cepat dan tidak terduga. Keiika diketahuinya ada lubang kelengahan lawannya. maka segeralah bocah iiu meloncat. Loncatan itu ringan sekali dengan mengerahkan tumit kaki kanan kedepan mengarah tenggorokan lawan. Ji Kiam Ciu mengirimkan tendangan dan pukulan dengan jurus Liong-hong-hun-hui dengan lebih hebat dan cepat. "Bet-bet wut wut" Terdengar suara pukulan bocah iiu menubruk sebuah benda dan angin pukulan mcndesak kearah kakek berjanggut. Tetapi Kiam Ciu menjadi sangat terperanjat. Karena kenyataannya pukulan tangannya serasa memukul benda berisi pasir. Sangat berat dan dengan tidak terduga pukulan berikutnya ternyata menyambar tempat kosong. Kiam Ciu terhuyung karena tekanan tenaganya sendiri, hampir saja pemuda cilik itu jatuh. Namun dengan sebuah putaran tubuh yang sangat indah Kiam Ciu berhasil mengimbangi dan mengurangi tenaga dorong tububnya. Ketika dia berhadapan dengan kakek itu kembali, maka tidak menunggu lawannya siap siaga lebib lanjut. Menurut pendapat bocah cerdik itu, lebih baik dia mendahului 1 30 menyerang sebelum lawan dalam keadaan siap siaga. Maka kini dia menggembor nyaring dan meloncat. Limbungan tubuh bocah itu begitu tinggi dan seolah-olah terbang, sedangkan kakek itu memiringkan tubuhnya dan mengangkat tangan kanan keatas kearah mata kaki Kiam Ciu. Ketika kepalan tinju kakek itu berbentur dengan mata kaki bocah cilik yang bandel dan terdengarlah sutra jeritan. "Aduh !" Seru jeritan tertahan meluncur dari mulut mungil Kiam Ciu. Dengan memutar tubuh untuk mempercepat terjunnya bocah itu telah berdiri diatas tanah kemudian jatuh dan menggelundung kesamping. Kakek itu menjadi heran dan terperanjat dengan perbuatan Kiam Ciu itu. Betul-betul dia tidak tahu dengan ilmu Trenggiling itu Kiam Ciu berusaha mengelabui mata lawan dan sebelum kakek itu menadi sadar apa yang sedang dilakukan lawan, tahu-tahu bocah itu teiah meloncat berdiri dengan cepat dan langsung menyerang selangkah kakek itu dengan tendangan punggung kaki kanan. "Bagus !" Seru kakek itu untung dapat segera meloncat tinggi serta mengirimkan hantaman sisi tapak tangan kepunggung Kiam Ciu. "Buk !" Terdengar benda berat jatuh, bersamaan dengan kaki kakek itu telah memijak kemball diatas tanah berumput halus. Ji Kiam Ciu adalah seorang anak pemberani dan keras lepala. Walaupun dia terjatuh, jatuhnya tidak begitu keras namun tidak urung matanya berkunang- kunang dan sejenak kepalanya menjadi pening. Anak itu telah bertekad tidak mau mengakui kalah melawan kakek berjubah putih. Dia berusaha untuk berdiri. Ketika dia telah berhasil berdiri kembali dan tanpa membetulkan pakaiannya yang awut-awutan dan kotor, karena didorong oleh amarah yang telah memuncak. Maka Ji Kiam Ciu telah memasang kuda-kuda. Bocah itu bermaksud menyerang lawannya dengan mempergunakan jurus Liong-hong- hun-hui atau Naga dan Cendrawasih terbang berpisah. 1 31 Terlihat kakinya telah menancap kokoh diatas tanah Dalam kuda-kuda sepasang kaki terpentang. Kemudian menekuk lutut dan meloncat kearah Pek- hi-siu-si. Bertepatan dengan loncatan itu tiba-tiba terdengar suara menegur dengan nada suara keras dan sangat berpengaruh terhadap bocah itu. "Tahan ! Kiam Ciu ! Jangan kurang terhadap seorang Locianpwee !" (Bersambung Jilid 2) 2 0 2 1 (Warisan Jenderal Gak Hui) Diolah Oleh . HO TJING HONG Jilid ke 2 EGITU berbareng pula munculnya seorang laki-laki bertubuh tegap dan berkumis tebal. Kiam Ciu begitu melihat kehadiran laki-laki itu segera menarik kembali serangannya yang telah disalurkannya sepertiga, namun tak urung dia terbanting. Pek-hi-siu-si waspada, dengan tangkas menyambar tubuh Kiam Ciu yang telah limbung dan terhantam oleh kekuatannya sendiri yang tadi telah dipersiapkan untuk menyerang kakek itu. "Ha...ha....ha.....anak bagus" Seru Pek-hi-siu-si dengan meletakkan kembali tubuh anak itu diatas tanah dan sekilas dipandanginya anak itu sambil tersenyum dan mata bersinar-sinar. Sedangkan Kiam Ciu menunduk dengan wajah bersemu merah. Kemudian menghormat orang yang menegurnya yang tiada lain adalah ayahnya ialah Ji Han Su pemimpin ketiga Sin-ciu-sam-kiat ialah sitangan baja. Ketika Ji Han Su berada didekat Pek-hi-siu-si segara membongkok memberi hormat. Yang juga disambut oleh kakek berjubah putih dan berjanggut panjang seraya tersenyum. "Tayhiap mohon dimaaf atas kelancangan bocah ini. Rupa-rupanya waktu berlalu sangat pesat sekali. Hingga tak terasa sepuluh tahun telah berlalu. Kedua bocah ini adalak Kiam Ciu dan yang perempuan ini adatah Tong Bwee kini mereka telah meningkat menjadi besar dan bertambah nakal, hingga dengan orang tua berani kurang ajar! sekali lagi aku Han Su mohon pada Tayhiap sudilah untuk memaafkan atas kekurang ajaran Kiam Ciu !" Seru Han Su sambil menghormat. "Ha......ha......ha! Memang waktu berlalu sangat cepatnya dan ternyata orang she Ji masih tidak mengubah adatnya yang suka menghormat dan merendah hati. Bertambah tua bertambah ganteng pula dan kini karena kumismu itu tampak lebih seram dan lebih jantan ha....ha....ha!" Seru Pek-hi-siu-si. B 2 2 "Ah Tayhiap berolok-olok!" Seru Ji Han Su tampak menutup kumisnya. "Janganlah kau berkata yang bukan-bukan, aku sengaja datang kemari untuk memenuhi janjiku... bocah itu tidak bersalah, akulah yang bersa)ah karena aku telah menggodanya sehingga terjadi pertarungan yang hebat tadi. Haa...haa...ha" Seru Pek-hi-siu-si sambil memperhatikan Kiam Ciu. Kiam Ciu menundukkan kepala dan wajahnya bersemu merah karena merasa malu. Kakek itu melangkah menghampiri Kiam Ciu dan memegang bahu anak itu kemudian menepuknya. Tampaklah Pek-hi-siu-si tersenyum pula dan matanya yang bening itu tampak bersinar bergairah. Sekilas Ji Han Su dapat menyaksikan keadaan itu. Walaupun bagaimana dada si Tangan Baja bergetar juga. "Tayhiap aku yang bodoh mohon maaf dan petunjuk !" Serunya sambil menghormat. "Memang waktu sepuluh tahun telah berlalu sangat pesat, Namun aku telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri aku puas sekali bahwa hasil yang dicapainya oleh kedua bocah itu sangat bagus" Seru kakek aneh berjubah putih Pek-hi-siu-si dan selanjutnya sambil tersenyum meneruskan kata-katanya. "aku mengucapkan selamat kepada kalian berdua suami isteri yang telah dikaruniai seorang anak yang jelita ini !". Sehabis berkata begitu Pek-hi-siu-si memandang kearah Kiam Ciu dan tersenyum. Seolah-olah kakek itu telah melihat kembali gambaran sepuluh tahun yang lalu di dasar jurang Liong-houw-ya dimana pada masa itu seorang bayi mungil berumur sebulan telah menggelepar-gelepar menangis, sedang ayahnya telah binasa dengan sangat mengerikan. Kini dihadapannya telah berdiri seorang bocah, calon pendekar yang luar biasa hebatnya, seorang bocah yang sangai berbakat dan budinya sangat menarik. Rupa-rupanya Pek Giok Bwee telah mendidik bocah itu dengan baik. Lalu dengan tersenyum dan mengelus-elus jenggotnya yang putih dan panjang kakek itu berseru. "Memang tangan wanita lembut dan dingin makhluk yang halus dan penuh dengan curahan kasih sayang, Jika sepuluh tahun yang lalu aku tidak menemukan kalian, hemmm ... aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat saat 2 3 itu dan apa akan jadinya. Sekarang kenyataannya aku telah merasa puas dan bergembira sekali menyaksikan kehebatan bocah itu....." Seru Pek-hi-siu-si sambil melirik kearah Kiam Ciu dengan senyuman yang lucu lekali. Warisan Jenderal Gak Hui Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tampaklah kedua bocah itu tertawa senang juga dan mereka memandang kearah kedua orang tua dan pamannya yang juga tersenyum-senyum gembira dalam pertemuan itu. Maka tahulah kedua bocah itu kini bahwa kakek itu adalah Pek-hi-siu-si yang selalu diceriterakan ayahnya maupun ibunya dan juga oleh pamannya. "Ayo kalian berdua menghaturkan hormat kepada Twa-supee (paman guru yang tertua) !" Seru Ji Han Su memerintahkan kedua anaknya dengan suara penub kasih sayang dan memegang bahu kedua anaknya itu. Kiam Ciu merasa heran menyaksikan ayahnya begiiu sangat megghormati kakek aneh itu. Maka kedua anak itupun tersipu sedangkan, Kiam Ciu yang lebih tua telah berlutut dihadapan Pek-hi-siu-si serta menjura. "Aku Ji Kiam Ciu yang bodoh, memberikan hormat dihadapan Twa-supee. Aku mohon diampuni karena telah berani kurang ajar", seru Kiam Ciu dengan suara penuh hormat kepada Pek-hi-siu-si. Ji Tong Bwee juga berlutut disisi Kiam Ciu, tetapi gadis cilik ini tidak mengucapkan kata-kata sepatahpun. "Baik-baik, kau baik sekali ... Hemmmm ..bangkitlah!" Seru Pek-hi-siu-si sambil mengusap kepala Kiam Ciu dan Tong Bwee bergantian. Dada kakek itu tergoncang juga menahan keharuan itu tetapi dia adalah tokoh sakti yang sudah mumpuni, maka dengan segera kakek itu dapat mengusir kegetiran dan keterharuan yang saling menggempur dadanya itu. Walaupun kedua bocah itu telah mendengar perintah Pek-hi-siu-si yang terucapkan tegas dan datar itu, namun kedua bocah itu tidak berani bangkit berdiri dan beranjak dari tempat itu. Mereka tetap masih berlutut dihadapan Pek-hi-siu-si dan kepala mereka masih tertunduk. Menyaksikan hal itu yang hadir ditempat itu tersenyum, mereka tersenyum dalam angan pikiran masing-masing. "Sudahlah kalian sudah disuruh bangkit berdiri !" Seru Ji Han Su. 2 4 Kedua bocah itu telah berdiri dan mereka diajak oleh Siauw Liang dan Pek Giok Bwee mendahului pulang, sedangkan Ji Han Su dan Pek-hi-siu-si masih bercakap-cakap di tepi telaga yang berhawa segar itu. "Kau telah berhasil memelihara dan mendidik anak itu dengan baik sekali. Aku merasa sangat puas sekali.....uh.....uh......" Belum lagi kata-kata kakek itu selesai terucapkan tiba-tiba terbatuk sambil mengerutkan keningnya. "Twako..... kita jarang bertemu, tetapi kini aku mengharapkan sudilah tetap tinggal bersama kami. Sehingga kami dapat rmemelihara kesehatanmu karena setelah kudengar Twako tadi terbatuk-batuk itu yakin bahwa twako menderita luka dalam yang mengendap" Seru Ji Han Su dengan sangat berhati-hati penuh harapan. Saat itu Pek-hi-siu-si mmandaag Ji Han Su sambii tersenyum, kemudian menganggukkan kepalanya. "Penglihatanmu memang tajam sekali dan kau menduga dengan tepat. Aku memang menderita luka dalam, mujur sekali bahwa aku telah menguasai ilmu Bo-kit-sin-kong sehingga dapat kuatasi pergolakan didalam tubuhku karena pukulan tenaga dalam yang saling membentur. Jika engkau hanya mengandalkan obat-obatan saja mungkin aku telah binasa karena luka dalam ini! Aku masih bersyukur dengan demikian masih dapat menepati janjiku untuk datang ketempat ini....!" Seru Pek-hi-siu-si dengan suara mendatar dan bibirnya tetap tersenyum, tiada terlupalan pula mengelus-elus janggutya yang panjang itu. "Apakah luka dalam tubuh twako itu sudah sembuh seluruhnya?" Seru Ji Han Su sambil mengajak kakek itu untuk berjalan menuju kepondoknya seraya berpaling kepada kakek yang berjalan perlahan-lahan. "Sibetulnya luka ini hebat sekali" Sahut Pek-hi-siu-si sambil berjalan dan tangan kanannya memegang dada sesaat. "Tetapi janganlah kau beritahukan hal ini kepada istrimu ataupun Siauw Liong! Aku tidak mau mereka berdua menjadi gelisah, aku sudah tua.......Tetapi aku yakin bahwa aku tidak mudah lekas-lekas mati......" Sambung kakek aneh itu selanjutnya dan sesaat kemudian kakek aneh itu memandang keatas telaga yang indah dengan berkilau-kilauan pantulan sinar matahari diatas air telaga. 2 5 Seielah kedua orang itu melewati hutan pohon bambu, mereka tiba di sebuah lembah membentang. Pemandangan disekitar lembah itu sangat indah sekali, terdengar burung-burung beraneka macam tengah berkicau. Didepan mereka tampak sebuah bangunan rumah yang besar. Rumah kayu itu tampak sangat megah dan pengkuh sekali. Pek Giok Bwee, Siauw Liong dan kedua bocah yang telah mendahului mereka tadi kini telah berdiri didepan pintu Seolah-olah mereka sedang menunggu- nunggu kedatangan tamunya ini. Dengan wajah berseri-seri mereka menyambut kedatangan mereka itu. "Selamat datang dipondok kami twako" Seru Pek Giok Bwee dengan hormat dan terlihat pula sederetan giginya yang putih kecil-kecil bagaikan mutiara dan sejuk dipandang mata. Pek-hi-siu-si tersenyum, sekilas matanya menyapu pandang kearah kedua bocah yaag terseyum pula. Bahagialah kakek itu bertemu dengan keluarga bahagia itu. Selama hidupnya hingga menjadi kakek-kakek baru kali itulah merasakan kebahagiaan yang luar biasa. "Hemmmm ..terimakasih ..terimakasih...." Seru Pek-hi-siu-si sambil manggut-manggut dan menghentikan langkahnya didepan pintu. "Mari Twako !" Seru Ji Han Su sammbil memberikan isyarat kepada kakek itu dengan tangan kanan untuk memberikan jalan masuk kedalam pondok besar kebanggaan keluarga Sin-ciu-sam-kiat. Bangunan rumah itu dilihat dari luar memang tidak begitu menarik. Tampiknya hanya mengutamakan kekuatan saja. tetapi setelah orang masuk kedalamnya, barulah tahu babwa dalam rumah itu diatur sangat rapi dan semarak sekali. Ternyata Pek Giok Bwee kecuali seorang wanita pendekar tetapi juga pandai membina dan memajang rumahnya sedemikian rupa. Hingga siapapun betah tetap tinggal didalam rumah itu. Setelah Pek-hi-siu-si berada didalam ruang tamu sedangkan mereka semua telah mengambil tempat duduk masing-masing. Kakek itu memandang kedua bocah itu sambil tersenyum puas dan berkata kepada Pek Giok Bwee. 2 6 "Apakah kau mengetahui..... kedua anak itu tadi sedang bermaln-main apa.... ?" Seru kakek itu dengan senyum lebar. "Blasanya mereka bermain kejar-kejaran diatas daun Teratal" Jawab Pek Giok Bwee dengan senyum yang manis sekali. "Semula mereka bermain-main kejar-kejaran di atas daun teratai diatas telaga kemudian mereka bertengkar ..ha ha hah..." Seru Pek-hi-siu-si dengan tertawa dan mengelus-elus janggutnya yang putih Mendengar kata-kata kakek itu Ji Tong Bwee terperanjat, wajahnya bersemu merah sampai ke telinga, kemudian menyahut dan mengadu kepada ibunya sambil cemberut. "Ibu, Twa-supee jail sekali. Kita hanya bertengkar tetapi tidak sampai berkelahi . ." Seru gadis cilik yang manis dan ayu itu sambiI cemberut kearah Pek-hi-siu-si dan mengerling kearah Kiam Ciu. Ji Kiam Ciu hanya menundukkan kepala memandang ke lantai dan mempermainkan kakinya, sikap bocah itu membuat semua yang berada di tempat itu jadi tertawa gembira. "Twa-supee hanya menggoda kalian...." Seru Pek Giok Bwee sambil mengusap rambut Tong Bwee, nah ... sekarang kalian berdua boleh bermain-main lagi diluar dan awas......! jangan kalian bertengkar!" Seru Pek Giok Bwee sambil menudingkan telunjuknya seolah-olah mengancam kedua bocah yang lucu-lucu itu sambil tersenyum. Semua yang hadir dalam ruang tamu itu tersenyum pula. Tetapi kedua bocah itu tertunduk malu. Mereka berdua sebenarnya lebih senang meniggalkan ruang tanu dan menjauhkan diri dari orang-orang tua dan lebih-lebih Twa-supeenya yang selalu menggodanya itu. "Koko...... kemana kita akan bermain-main?" Tanya Ji Tong Bwee setelah sampai diluar dan berdiri dibawah pohon yang rindang dihalaman rumah. Dengan pernyataan itu, Ji Kiam Ciu hanya berpaling mrmndang adiknya dan tersenyum. Tetapi tidak memberikan jawaban. Ketika itu dengan tiba-tiba Ji Kiam Ciu telah meloncat dan lari meninggalkan adiknya seorang diri. Walaupun 2 7 adiknya menjerit memanggil-manggil namun Kiam Ciu terus lari dengan kencangnya hingga adiknya menjadi kecewa dan sangat gusar sekali hatinya. "Hemmmmmn, koko sangat berlagak. Baiklah ! jika demikian akupun tidak sudi menyusulnya...." Gumam Ji Tong Bwee dengan cemberut dan tidak mau lagi melihat kearah mana Ji Kiam Ciu tadi berlalu. Sesaat kemudian Ji Tong Bwee memutar tubuh dan bergerak menuju kerumah dan memutuskan untuk tidak akan mengikuti kakaknya yang angkuh itu menurut perasaan gadis cilik yang perasa itu. Tetapi ketika sampai dekat jendela ruang tamu, tiba-tiba telinganya mendengar sesuaiu pembicaraan yang sangat mengejutkan dan gadis cilik itu jadi sangat tertarik untuk menguping pembicaraan didalam. "Sebenarnya mereka berdua merupakan satu pasangan yang tepat sekali..." Tong Bwee dapat menduga bahwa kata-kata itu terucapkan oleb Pek-hi-siu-si. Hati gadis itu bergetar, walaupun dia masih sangat bocah tetapi kecerdasan otaknya dan perasaannya yang menyebabkan bocah itu tahu maksud kata-kata Pek-hi-siu-si tadi. Memang sering sekali bocah cilik yang jelita itu merasakan bahwa kakaknya sangat sayang pada dirinya. Hanya sayang itu memang kadang-kadang disertai dengan sikap yang sangat ganjil. Sedangkan dia sendiri juga merasa sangat senang dengan sikap yang sangat ganjil itu. Ucapan Pek-hi-siu-si yang dapat didengarnya itu menimbulkan hasratnya unuk mendengarkan lebih lanjut. Maka gadis cilik itu membatalkan niatnya untuk masuk kedalam rumah. Saat itu dia dengan berjingkat dan berusaha untuk berhat-hati dan jangan sampai terdengar oleh orang-orang yang berada didalam. Ji Tong Bwee menyelinap kebawah jendela dan menguping percakapan Pek-hi-siu-si yang berada di ruang tamu dengan tanpa curiga apa-apa. "Bagus ..bagus sekali, kalian tclah berhasil memelihara bocah itu dengan sempurna. juga kalian telah merahasiakan asal-usul bocah itu hingga sekarang...." Terdengar tegas suara Pek-hi-siu-si. 2 8 Ji Tong Bwee berdegup jantungnya mendengar kata-kata itu. Berdebar hebat mendengar kata-kata Pek-hi-siu-si yang lembut dan bcrdesah dari dalam ruang tamu. Dia lebih mendekat lagi dibawah jendela untuk mendengarkan lebih jelas. "Apa yang kalian lakukan itu adalah baik sekali. Tetapi kita tidak akan mungkin menyembunyikan rahasia itu terus menerus. Pada suatu hari kita harus memberitahukan juga . ." Sambung kakek itu dengan suara yang bercampur dengan desahan perasaan tertahan. Mendengar kata-kata kakek itu, hati Ji Tong Bwee jadi sangat gelisah dan jantungya berdegup sangat kencang. "Dia bukan saudara kandungku ?" Pikir Ji Tong Bwee dengan perasaan tegang dan dengan berhati-hati sekali dia meninggalkan tempat itu menuju kejalan dimana tadi Kiam Ciu berlari-lari meninggalkan dirinya. Saat Tong Bwee berlari-lari mencari kakaknya itu, bocah cerdik dan penberani Kiam Ciu tengah duduk diatas sebuah batu dibawah sebatang pohon yang rindang di tepi telaga. Bocah itu mencoret-coretkan ujung ranting kering diatas tanah basah, coret-coret iiu membentuk gambar seekor naga. Saat itu Ji Kiam Ciu merasa menyesal akan perbuataanya yang baru saja. Perbuatan yaog mungkin menimbulkan rasa jengkel kepada adiknya, karena dia dengan serta merta telah meninggalkan adiknya berlari dan berlari kencang sekali. Dia merasa heran mengapa dia dapat berlaku masa bodoh kepada adiknya. Dalam keadaan Ji Kiam Ciu sedang melamn dan berangan-angan itu, telinganya telah mendengarkan derap langkah orang yaag bertambah dekat. Langkah kaki itu disertai seribitan angin dan perasaan bocah itu yang telah terlatih ditempat tenang dan sepi sangat pekat sekali. Maka tahulah Ji Kiam Ciu bahwa dirinya telah dihampiri seseorang. Maka dengan cepat dia telah berpaling dan ketika itu Tong Bwee telah berada disisinya samtll tersenyum memandang kearah Ji Kiam Ciu. "Koko .." Seru gadis cilik yang manis senyumannya itu kepada Ji Kiam Ciu. " Aku telah mendengar suatu rahasia besar.....?" Saat itu Ji Kiam Ciu pura-pura tidak mendengar dan masih menggores-gores tanah dengan ranting kering. Perbuatan itu memang yang selalu diperbuat oleh 2 9 Ji Kiaci Ciu untuk mcnggoda adiknya. Tiap saat memang mereka selalu bertengkar, kemudian tertawa bersama dan bertengkar. "Koko , , , kau sebenarnya bukan saudara kandungku , , !" Seru gaJis cilik itu dengan suara lantang dan nafas terengah menaban gejolak hati. Ketika Ji Kiam Ciu mendengar kata-kata itu, barulah dia menjadi sangat terperanjat, Maka terlonjaklah pemuda itu, dia meloncat berdiri menghampiri Tong Bwee sambil memegang kedua bahu gadis cilik itu dan mata Ji Kiam Ciu mendelik, menggoyang-goyangkan bahu adiknya. "Tong Bwee....... apa katamu ?" Seru Ji Kiam Ciu dengan mata melotot, Tetapi gadis ilu tidak berani menentang mata kakaknya. Maka dengan wajah tertunduk gadis cilik itu menjawab. "Aku bukan adik kandungmu, kau tidak dilahirkan oleh ibuku...." Ji Kiam Ciu mendengar kata-kata itu jadi terperanjat dan gugup sekali. Digoncangkannya bahu Tong Bwee dan dipandanginya g.adis cilik itu dengan penuh keheranan. "Katakanlah adikku, katakanlah apa yang kau katakan tadi?" Seru Ji Kiam Ciu dengan apa yang baru saja didengarnya tadi. "Kau bukan saudara kandungku!" Seru Ji Tong Bwee mengulaogi kata-katanya sekali lagi. tetapi kali ini dia berani menatap wajah dan sorot mata Ji Kiam Ciu. "baru saja aku mendengar Twa-supee bercakap-cakap dengan ayah di ruang tamu". Ketika mendapat penjelasan itu. sesaat kemudian keadaan menjidi sepi dan hanya terdengar desahan napas kedua bocah itu. Ji Kiam Ciu melepasksn bahu adiknya dan memutar tubuh meninggaJkan tempat itu. Dengan tidak mempedulikan Ji Tong Bwee yang melongo ditepi telaga dan ditinggalkan lari dengan kencang sekali menuju kepondo. Bocah itu dengan sangat tergesa-gesa telah menerobos masuk kedalam pondok dan langsung menuju ke ruang tamu. Hal itu membuat orang-orang yang berada didalam ruang itu jadi terperanjat. 2 10 "Kiam Ciu, mengapa kau ... ?" Tanya Ji Han Su dengan sangat heran melibat tingkah laku Ji Kiam Ciu yang sangat mengejutkan. Sesaat Ji Kiam Ciu memandang kepada ayahnya, kemudian kepada ibunya dan kepada pamannya. Warisan Jenderal Gak Hui Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengan pandangan mata yang sangat aneh, kemudian dengan suara bergetar bocah itu berseru dengan hormat. "Ayah, adik bilang aku bukan kakak kandungnya. Apakah betul ?". Sesaat menjadi sepi, hanya terdengar nafas mereka yang berada diruangan tamu itu saja terdengar. Kemudian angin sejuk semilir menyelinap berhembus kedalam ruang tamu. Pek-hi-siu-si melirik kearah ketiga bersaudara Sin-ciu- sam-kiat. Mereka saling berpandangan dan tak menentu. "Kiam Ciu...... sebetulnya pagi-pagi aku akan menceritakan hal itu padarnu...." Teiapi sebenarnya berat hatiku untuk menceritakan. Apa yang dikatakan adikmu adalah benar, kau memang bukan anak kandung kami... kau memang tidak dilahirkan oleh ibumu. Tetapi kau adalah anak angkat kami yang semenjak berumur sebulan telah kami ambil sebagai anak kandung kami sendiri....... Kau sebenarnya bukanlah kelahiran dalam keluarga she Ji, tetapi kau adalah she......" Seru Ji Han Su dengan suara tersekat dala.m tenggorokannya dan terputus sejenak. Ji Kiam Ciu tidak menunggu iebih lanjut kata-kata dari Ji Han Su. Hati pemuda itu merasa terguncang hebat dan sedih sekali. Dengan serta merta dia lari keluar tanpa memperhatikan kehadiran Pek-hi-siu-si ditempat itu. Kemudian setelah sampai diluar, segeralah dia lari terus meninggalkan halaman pondok itu masuk kedalam hutan yang telah menghijau. Kiam Ciu lari dan berlari terus memasuki hutan yang masih lebat. Hingga dia tiada merasa telah seberapa jauh dia berlari meninggalkan pondok ayah angkatnya. Pokoknya dia tidak mau tahu dan ingin lari dari kenyataan. Hingga kini, akhirnya kaki kanan bocah itu tersandung akar pohon yang melintang ditanah dan pemuda kecil itu jatuh bergulung ditanah berumput tebal. Dibiarkannya dirinya menggeletak ditanah dan sebagian tububnya tertimpa cahaya matahari yang telah menyengat sambil memejamkan matanya dia melepaskan lelah dan pikirannya menerawang memikirkan peristiwa yang baru saja berlalu. Hatinya tergoncang ketika mendengar bahwa ayah dan ibu yang 2 11 selama ini dianggap orangtuanya itu ternyata bukan orang tua kandung. Teringat pula kepada paman Siauw Liang yang telah banyak mengajarkan ilmu silat padanya dan akhirnya dia teringat kepada Ji Tong Bwee yang sangat dicintai itu , , , semuanya membuat jantungnya berdebar hebat dan pikirannya jadi sangat kacau. Tlba-tiba dalam keadaan itu, Kiam Ciu sangat terkejut karena seekor kelinci hitam telah menerjang kakinya. Meskipun terkejut, teiapi dia sempat menangkap tubuh kelinci itu dengan tangau kanannya. Saat itu dia menyaksikan bahwa kaki kiri belakang binatang itu tampak berdarah yang telah mengential. Ketika diamatinya ternyata tampak sebatang jarum masih menancap pada luka itu. "Ohhh ... kasihan , , , kelinci yang manis, tenanglah aku akan menolongmu mcncabut jarum keparat ini dari lukamu . , . " Seru Kiam Ciu dengan penuh kasih sayang. Hati bocah itu memang welas asih dan belum pernah dia membunuh binatang karena dia merasa kasihan kepada segala macam makhluk. Penuh rasa kasih dan mudah terharu. Sesaat kemudian dirobeknya pinggir bajunya setelah jarum yarg menancap dikaki be!akang kelinci itu tercabut, lalu dibalutnya. Kelinci itupun dengan tenang tidak meronta dalam cekalan Kiam Ciu. Yang sangat mengherankan ternyata ketika kelinci itu diletakkan ditanah, binatarg yang manis itu tidak mau lari. Malah tampak dari mulut binatang itu mengeluarkan sebuah benda merah. Benda itu ternyata sebuah buah yang berbau harum sekali. "Hey kelinci, apakah kau ingin memberikan buah ini padaku ?" Seru Kiam Ciu sambil memungut buah berwarna merah itu dan menunjukkannya kepada binatang yang jinak dan lucu itu. "Hemm apakah kau ingin aku makan buah ini...?" Gumam bocah itu sambil mencium buah yang berwarna merah dan harum sekali baunya. Keiika itu Kiam Ciu sangat berhasrat untuk mengulum buah merah ditangannya. K.etika hampir saja buah itu masuk ke mulutnya, terdengarlah sebuah bentakan yang sangat mengejutkan. 2 12 "Jaugan kau makan, tahanl" Bentak suara lantang dan mengejutkan. Sejenak kemudian tampaklah sebuah kelebatan melayang didepannya beberapa langkah. Ternyata orang itu adalah seorang kakek kira-kira berumur tujuh puluh tahun telah berdiri dengan tegap dihadapan Kiam Ciu. Wajah kakek itu berwarna kuning dan seram dan sepasang matanya bersinar abu-abu. "Ayo berikan buah itu padaku ! Lekas....." Bentak seram laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya kearah Kiam Ciu. Kiam Ciu sangat terkejut dan merasa berdiri bulu kuduknya mendengarkan suara kakek yang keras besar dan melengking tinggi. Kiam Ciu hanya melolong saja menyaksikan gerak gerik kakek itu. Diamatinya dari kepala hingga kaki kakek itu. Tampak kakek itu bergerak maju dengan kakinya yang timpang. "Hay bocah bandel. apakah kau tidak mendengar permintaanku, atau memang kau tuli dan pegal? " Seru kakek itu dengan suara lebih seram sedangkan wajahnya memperlihatkan gambaran bahwa kakek itu sangat kejam. Sorot mata yang abu-abu itu seolah-olah pusaran maut. "Hayo berikan lekas buah merah ditanganmu itu, atau kubinasakan dirimu yang bandel?" Bentak kakek itu dengan sejangkah maju lagi serta mengulurkan tangan kanan untuk meraih genggaman Kiam Ciu. Menyaksikan sikap dan suara kakek yang seram itu, lama-lama Kiam Ciu merasa ngeri dan takut sekali. Namun demikian bocah iiu belum juga mau menyerahkan buah merah yang berbau harum itu kepada orang yang bertambah dekat di depannya itu. Tahu-tahu kakek seram itu telah meloncat dan menerkam dada Kiam Ciu dengan sekali loncatan. Diangkatnya tubuh bocah itu ditatapnya, dengan sorot tajam. Namun Kiam Ciu masih tidak perduli dan buah merah itu tetap digenggaranya erat-erat. Ketika itu Kiam Ciu telah meronta, tahu-tahu tubuhnya telah merosot jatuh ketanah. Entah dibantingkan, atau karena gerakan bocah itu. Ketika kakek seram itu menyadari bahwa bocah itu mempunyai keistimewaan gerakkan maka sekali lagi diterkamnya. Namun dengan sigap pula Kiam Ciu meloncat dengan jurus Pek Ciok tiauw ki atau Burung gereja terbang diudara yang telah dapat diyakini dengan baik dari Pek Giok Bwee. Namun ternyata gerakan tangan menyambar 2 13 orang tua itu begitu cepat dan luar biasa hingga terpaksa terjambret juga ujung baju bocah itu dan robek. Menyaksikan gerakan hebat dan dahsyat itu maka Kiam Ciu teringat kembali atas cerita-cerita ibunya Pek Giok Bwee. Ji Han Su maupun pamannya Siauw Liang, orang yang mempunyai gerak dan kepandaian itu ialah berjuluk Kun-si Mo-kun atau si Iblis jahat yang mengacau dunia. Pada dua tahun terakhir ini, Kiam Ciu telah sering mendapat ceritera tentang Kun-si Mo-kun ini yang telah banyak merajalela dan berbuat keji dan terkutuk di kalangan Kang-ouw selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Tiba-tiba pada sekira empat puluh tahun yang silam orang berhati keji dan ganas itu telah menghilang dari kalangan Kang-ouw. Lenyapnya Kun-si Mo-kun dari kalangan Kang-ouw itu membuat keadaan menjadi tenang, tetapi bersamaan dengan itu pula dikalangan Bu-lim telah kehilangan seorang tokoh silat yang perkasa dan ilmunya sangat sempurna tetapi berjiwa arif dan bikjaksana. Lenyaplah kedua tokoh itu bagaikan ditelan bumi dan tiada seorangpun tahu kemana mereka pergi. Kiam Ciu telah diberi gambaran jelas tentang ciri-ciri Kun-si Mo-kun, iblis berwajah seram dengan sepasang mata berwarna abu-abu dan kakinya panjang sebelah sehingga kalau berjalan agak pincang. Padahal tanda-tanda itu persis seperti yang dimiliki oleh orang yang berada dihadapannya. "Hey bocah ! Apakah betul-betul kau tidak mau menyerahkan buah itu!" Bentak Kun-si Mo-kun dengan wajah lebih bengis kelihatannya, Kiam Ciu tidak menyahut, hanya dengan sebuah loncatan yang lincah bocah itu melarikan diri. Sedangkan buah berwarna merah yang berbau harum itu masih dalam genggamannya. Diperlakukan seperti itu, Kun-si Mo kun menjadi sangat gusar. Sambil menggertak giginya kakek berwajah kuning dan seram itu memutar tubuh dan jubahnya yang kuning berkelebat melambai kemudian tampaklah kakek itu dengan cepat telah melesat mengejar Kiam Ciu. Sampai beberapa saat Kiam Ciu dapat mengandalkan ginkangnya dan mengembangkan ilmu lari cepat masuk kehutan lebih dalam lagi. Berbelok-belok 2 14 diantara pohon-pohon besar dan semak belukar yang rimbun. Begiiu pula Kun- si Mo-kun berusaha untuk mengejarnya. Karena perasaan jengkel dan gusar yang tiada tertaban lagi, Kun-si Mo-kun menggembor nyaring berbareng dengan sebuah loncatan dan bocah itu teiah diterkamnya. Kiam Clu terbanting ketanah dan tidak berkutik lagi! "Aku akan serahkan buah merah yang kau minta ini !" Seru Kiam Ciu sambil meronta akan melepaskan diri. "tetapi kau jangan menggangguku lagi!" "Haaa...Haaaa....haaah...kau telah berlaku cerdik anak bandel!" Seru Kun-si Mo- kun dengan suara cekakakan dan menyeramkan. Sambil melepaskan cengkeraman punggung Kiam Ciu dan bocah itu dibanting ditanah kemudian Kun-si Mo-kun dengan sangat cepat menyambar buah merah yang telah diperlihatkan oleh Kiam Ciu tadi, dengan cepat pula buah itu lalu dikulumnya dalam mulut. "Ha ha ha hahhh" Kakek seram itu tertawa setelah mcnelan buah merah, kau telah memberikan buah merah padaku, tetapi kau harus mati juga ditanganku. Meskipun dengan menyerahkan buah merah itu kau telah menolong jiwaku.....!" Seru iblis itu dengan suaranya yang kasar. Kiam Ciu terperanjat mendengar kata-kata itu, namun dia adalah seorang bocah yang berani dan cerdik, walaupun digertak akan dibunuh tetapi dengan sikap tenang dan berkacak pinggarg didepan Kun-si Mo-kun dia berseru lantang pula. "Mengapa kau masih ingin membunuhku ?!" Seru Kiam Ciu dengan sikap tabah berani. "Karena..... seumur hidupku aku tidak menerima budi orang lain!" Sahut Kun- si Mo-kun dengan tenang tetapi kejam. "Hemmmm ... " Gumam Kiam Ciu dengan mata tetap memandang wajah kuning dan seram itu tanpa takut sedikitpun. "Aku telah terluka dalam yang sangat hebat dan hanya dengan buah merah tadi luka itu dapat sembuh. Walaupun kau telah menolong jiwaku dengan memberikan buah merah tadi, tetapi aku tidak sudi menerima budimu. Maka kau 2 15 harus mati ditanganku. Untuk budimu itu aku akan membunuhmu dengan cara kematian yang cepat!" Seru iblis ganas dan keji itu dengan suara lantang dan seram kedengarannya. Ji Kiam Ciu pernah mendengar ceritera tentang kekejaman Kun-si Mo-kun selama menjagoi dunia persilatan. Walaupun bulu kuduknya merasa bergidik, namun bocah ini tidaklah memperlihatkan rasa takutnya didepan orang! Bahkan tampaklah wajah bocah itu bersirat merah dan mengepalkan tinju! Sesungguhnya dia sangat gusar mendengar penuturan orang yang tidak mengenal budi itu! "Aku paling benci melihat orang yang keji dan jahat semacam kau ini !" Seru Kiam Ciu dengan nada suara sengit sekali. "jangan kau kira bahwa kau dapat membunuhku dengan mudah!" Diam-diam Kun-si Mo-kun mengagumi juga keberanian bocah itu. Namun iblis itu dasar seorang yang berhati kejam dan keji tidak menggubris segala seruan bocah cilik itu. "Haaa haaahhh ... Mungkin kau belum tahu aku ini siapa, sehingga kau beranl menantang aku sedemikian kasarnya!" Seru Kun-si Mo-kun dengan suara bernada marah menganggap ringan bocah dihadapannya. "Aku tahu kau ini siapa! Kau adalah Kun-si Mo-kun yang terkenal kejam dan keji dikalangan Kang-ouw. Tetapi meskipun demikian aku tetap tidak gentar akan ancamanmu!" Seru Kiam Ciu dalam keadaan siap siaga menghadapi segaia kemungkinan yang akan dilakukan oleh Kun-si Mo-kun. Mendengar dan menyaksikan sikap bocah berani dan cerdik itu. Kun-si Mo- kun menyengir. Kemudian tertawa gelak-gelak dan berseru lantang. "Kalau kau telah tahu bahwa aku ini jahat dan terkutuk yang kau benci, mengapa kau telah memberikan buah merah itu?" Seru Kun-si Mo-kun dengan tertawa-tawa. "Karena........ Karena aku tidak begitu yakin bahwa kau adalah orang yang begitu kejam" Jawab Kiam Ciu sambil menundukan kepala. "aku mengira bahwa cerita itu cerita tentang kejahatanmu hanyalah dilebih-lebihkan orang....." Kiam Ciu menatap wajah kakek seram itu dengan mata penuh selidik. 2 16 Anehnya orang yang terkenal kejam dan keji itu kedengaran menarik nafas panjang, seakan-akan ada sesuatu yang dipendam dalam hatinya. "Hemmm..... aku tidak menyangka bahwa di kolong langit ini masih ada orang yang menganggap diriku ini tidak jahat . ." Gumam Kun-si Mo-kun dengan suara keluar dari hidungnya. Kemudian wajah kakek itu telah berubah dan memandang wajah Kiam Ciu dengan sorot mata aneh pula, sorot mata yang lain dari saat-saat pertama dia bertemu tadi. "Hey bocah baik, siapakah namamu ?" Seru kakek itu kedengaran ramah. "Namaku Ji ..ohh ..Tong Kiam Ciu , .." Sahut sibocah sambil menundukkan muka. Walaupun kini kelihatannya Kiam Ciu sangat lemah, namun bocah itu telah siaga juga, untuk menghadapi segala kemungkinan. "Tong Kiam Ciu ? Nama yang bagus ! Nama yang bagus.....!" Kata Kun-si Mo- kun sambil melangkah maju selangkah dan kepalanya manggut-manggut "aku akan ingat-ingat namamu dan kemudian hari kita pasti bertemu lagi !" Dengan berakhirnya kata-kata itu Kun-si Mo-kun telah melangkah lagi. Tong Kiam Ciu telah siaga sambil meloncat kesamping dan tangannya telah mengepal disamping tubuhnya. Warisan Jenderal Gak Hui Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Namun kakek itu terus saja berjalan tanpa menoleh lagi dan meninggalkan Kiam Ciu seorang diri. Tong Kiam Ciu termangu dengan rasa heran, karena kakek itu ternyata tidak berbuat apa-apa dan meninggalkan dirinya begitu saja. "Aneh...... sesuggguhnya dia tidak sekejam sangkaan orang" Pikir Kiam Ciu sambil membetulkan pakaiannya dan menepiskan dari kekotoran. Beberapa saat kemudian ketika Kiam Ciu berada ditempat itu seorang dtri dan masih membersihkan dari daun-daun dan tanah yang melekat dipakaiannya. Terasalah hembusan angin dari arah belakang. "Hemm...... kau telah nyaris dari tangan keji Kun-si Mo-kun meskipun kau telah kehilangan biji merah yang sebenarnya sangat berguna dan sukar dicari, tetapi kau telah menolong jiwamu sendiri .." Terdengar tiba-tiba sebuah suara dari arah belakang punggung bocah itu, 2 17 Dengan sangat terkejut bocah itu memutar tubuh dan alangkah kagetnya ketika diketahui yang berada di tempat itu tidak lain adalah Pek-hi-siu-si yang tekah berdiri dengan tersenyum dan penuh rasa kasih sayang. Sambil tersenyum mengelus janggutnya yang panjang berurai. "Twa-supee...... !" Seru Kiam Ciu sambil menghormat. Pek-hi-siu-si melangkah maju mendekati Kiam Ciu yang masih membongkok hormat, kemudian dielusnya kepala bocah itu dengan rasa haru. "Kiam Ciu kau harus lekas-lekas pulang, Meskipun ibu dan ayahmu yang sekarang itu adalah orangtua angkatmu. namun ternyata mereka memandangmu sebagai anaknya sendiri. Mereka sangat menyayangimu dengan setulus hati. Maka sekarang pulanglah. Kelak aku akan menceritakan padamu tentang riwayat hidupmu." Sejenak Pek-hi-siu-si berhenti dengan tarikan nafas panjang. "Kau harus banyak belajar ilmu, karena banyak tugas yang harus kau lakukan. Pula kau jangan mengecewakan harapan orangtuamu dan juga orang-orang yang menyayangimu. Kau mempunyai musuh besar yang harus kau binasakan kelak kalau waktunya telah tiba........" Kemudian Kiam Ciu telah membenamkan wajahnya ke dada kakek itu, namun tiada isak an tangis yang terdengar. Kiam Ciu telah menahan semua perasaannya dengan ketabahan hati. Pek-hi-siu-si merangkul bocah itu dan mengajaknya untuk pulang kepondok. Dalam pada itu tampaklah Pek-hi-siu-si tertawa-tawa sambil menunjuk ke suatu tempat. Kedua orang itu berjalan menuju kepondok dimana ketiga Sin-ciu-sam-kiat menantikan dengan perasaan cemas! Begitu pula gadis cilik yang manis Ji Tong Bwee tampak sangat gelisah dan akan keluar saja untuk mencari Kiam Ciu! Mulai saat-saat berikutnya dan pada hari-hari berikutnya Pek-hi-siu-si telah mengambil alih dari tangan ketiga bersaudara Sin-ciu-sam-kiat untuk menurunkan ilmu pedang yang tiada tandingan dikalangan Kang-ouw! Kiam Ciu telah mendapat didikan langsung dari Pek-hi-siu-si selama sembilan tahun lamanya! Hampir seluruh ilmu kakek itu telah diturunkan kepada Tong Kiam Ciu ! Bocah itu telah mempelajarinya dengan tekun sekali. Jadi tidaklah mengherankan kalau kakek itu merasa puas dan sangat bangga sekali! Ternyata Kiam Ciu adalah seorang pemuda yang sangat cerdas dan cerdik 2 18 sekali. Bukan saja Pek-hi-siu-si sangat mengagumi murid satu-satunya itu. Juga ketiga bersaudara Sin-ciu-sam-kiat merasa kagum dan sangat bersyukur akan perkembangan Kiam Ciu itu. Pada suatu pagi ketika itu seperti biasanya Kiam Ciu akan berangkat berlatih silat dan menemui gurunya. Tiba-tiba terdengar sebuah teguran pada dirinya. Teguran yang sangat halus dan sangat dikenalnya. "Koko Twa-supee memerintahkan kau untuk menemuinya dirumah besar pagi ini!" Seru suara merdu yang segera dapat dikenal oleh Kiam Ciu adalah suara Tong Bwee adik angkatnya yang sudah menjadi seorang gadis remaja puteri, gadis remaja yang cantik jeliia. Kiam Ciu tersenyum manis dan memandang tegas kepada Tong Bwee seraya bersera "Terima kasih adik manis, aku akan segera kesana!" Mereka berdua dengan sangat tergesa-gesa berjalan bersama menuju ke bangunan rumah besar. Dimana sat itu diruangan tamu telah duduk Pek-hi-siu- si dan ketiga Sin-ciu-sam-kiat yang tampak tersenyum ketika menyaksikan Kiam Ciu dan Tong Bwee memasuki ruangan. "Kiam Ciu ..apakah kau mengetahui mengapa aku memanggilmu ?" Seru Pek-hi-siu-si sambil tersenyum dan masih duduk sambil mengelus janggutnya yang putih dan panjang. "Kiam Ciu bersedia menerima segala perintah suhu....." Jawab Kiam Ciu sambil membongkok memberi hormat. Pek-hi-siu-si tersenyum bangga dengan matanya yang tiada mau lepas dari mengamati pemuda dihadapannya itu. Rupa-rupanya Kiam Ciu benar-benar telah memikat hati Pek-hi-siu-si. Seorang murid yang sangat disayanginya disamping memang pemuda itu mempunyai latar belakang yang menyedihkan 2 19 dimasa lalunya. Maka sudah selayaknya kalau kakek itu menyayanginya dengan ketulusan hati. Bukan saja Pek-hi-siu-si yang sangat sayang kepada Kiam Ciu tetapi juga ketiga Sin-ciu-sam-kiat sangat bersyukur dapat turut memelihara dan mendidiknya. "Kiam Ciu.......... selama sembilan tahun teakhir ini kami berempat telah menurunkan ilmu silat padamu. Segala ilmu yang kami punyai telah kami ajarkan semuanya kepadamu, Ternyata kau sangat pandai dan cerdik sehingga semua ilmu itu telah kau kuasai semua. Bahkan kami sendiri telah jauh ketinggalan dengan ilmu yang kau miliki sekarang" Pek-hi-siu-si berseru dan sejenak terhenti karena gangguan batuk-batuknya. Batuk-batuk yang menyerang Pek-hi-siu-si itu adalah akibat luka dalam yang masih mengendap dalam tubuhnya. Luka dalam itu telah diderita oleh Pek-hi- siu-si selama lebih dari delapan tahun. Berkat ilmu Bo-kit-sin-kong maka dia masih dapat bertahan. Tetapi dalam keadaan itu entah tinggal berapa lama lagi kakek itu dapat bertahan, karena ternyata luka dalam yang dideritanya itu sangat luar biasa. Menyaksikan hal itu Tong Kiam Ciu sangat terkejut. Karena selama dia dibawah asuhan Pek-hi-siu-si dalam segala ilmu khususnya ilmu pedang dan melatih Sin-kang bahkan memperdalam Siu-lan. Namun sama sekali kakek itu tiada menyinggung sama sekali tentang luka dalam itu. "Twa-supee ..apakah ..?" Seru Kiam Ciu dengan kerutkan kening. "Sekarang ....... !" Pek-hi-siu-si sambil mengangkat tangan kanan kearah Kim Ciu, demi kepentinganmu dan juga untuk aku. Kau telah cukup membekal ilmu. Maka sudah waktunya kau untuk memulai dengan pengabdianmu......." Demikian Pek-hi-siu-si berhenti lagi dan ditatapnya wajah pemuda itu dengan helaan napas dalam. Kiam Ciu merasa terperanjat dengan kata-kata itu, kemudian menunduk kembali seolah-olah melihat ke ujung kaki kakek yang duduk dihadapannya seraya menghormat. "Aku akan segera melaksanakan perintah. sekarangpun aku telah bersedia jika itu kehendak Twa-supee" Seru Kiam Ciu dengan penuh hormat dan halus. 2 20 "Kiam Ciu, kurasa kinilah saatnya kau untuk mengetahui suatu rahasia yang selama ini kami simpan. Rahasia tentang musuh besarmu, juga musuh besar keluargamu...!" Seru Pek-hi-siu-si. "musuh besarmu itu tiada tentu tempat tinggalnya dan mempunyai watak yang sangat ganas.. Terus terang aku sendiri belum pernah melihat mukanya, hanya mendengar nama gelarnya dan sepak terjangnya serta kehebatan ilmunya dikalangan Kang-ouw. Maka kau harus mencarinya sendiri. Carilah orang yang bergelar Ciam Gwat!" Seru Pek-hi-siu-si seolah-olah telah menjadi lega dadanya telah mengeluarkan segala apa yang selama ini disimpannya dalam dada. Kiam Ciu mendengarkan penuiuran gurunya itu dengan penuh perhatian. Bergolaklah harinya penuh kegusaran dan seolah-olah pemuda itu ingin dengan cepat meloncat untuk mencari musuh besarnya yang telah membinasakan seluruh keluarganya itu. "Baik aku telah pahan semuanya Twa-supee" Sahut Kiam Ciu. "Tunggu! Masih ada lagi pesanku ... " Seru Pek-hi-siu-si ketika menyaksikan pemuda itu tampak tidak sabar lagi. "Pergilah kau terlebih dahulu untuk mencari pemimpin golongan persilatan Bu-tong dan temui Hiong Hok Totiang. Ketika aku mengundurkan diri dari kalangan Kang-ouw aku telah menitipkan pedang pusakaku kepadanya, Oey-Liong-Kiam (pedang pusaka naga kuning). Aku juga berpesan kepadanya bahwa sembilan tahun kemudian pedang putaka itu akan kuwariskan kepada seorang pemuda yang bernama Tong Kiam Ciu, dan pedang itu akan diambilnya. Muridku Kiam Ciu, tiga bulan lagi para pemimpin partai persilatan dan para pendekar kenamaan akan bertemu dalam Bu lim-tahwee di puncak Ciok yong-hong diatas pegunungan Heng-san yang hanya diselenggarakan tiap sepuluh warsa sekali. Dengan ...... dengan..... membekal Oey- liong-kiam kau dapat mewakili aku dalam pertemuan itu" Kakek itu sekali lagi terhenti karena gangguan batuknya. Kemudian Pek-hi-siu-si mengambil sebuah bungkusan yang terletak diatas meja seraya melanjutkan kata-katanya ; "Didalam bungkusan ini terdapat sebuah kitab catalan kelahiranmu yang telah kusimpan selama enam belas tahun lamanya. Disamping kitab catatan itu terdapat juga sebuah kotak hitam yang berisi dua belas buah golok Liu-gian-to hadiah dari pamanmu Siauw Liang. Juga 2 21 perak sebanyak seratus tahil untuk ongkos selama kau dalam perjalanan , , . Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Rahasia Si Badju Perak Karya GKH Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo