Pedang Angin Berbisik 32
Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Bagian 32
Pedang Angin Berbisik Karya dari Han Meng Mendengar keprihatinan Bo He, Murong Yun Hua hanya tersenyum saja, kemudian dia pun berbisik pada gadis pelayannya itu. "Katakan pada Tuan Bo He, hal ini sudah kuperhitungkan. Jika ada batas waktu, maka selepas batas waktu itu habis kita akan sampai pada pertandingan ketiga. Jika tidak ada batas waktu, maka selama barisan kita bisa menahan Ketua Guang Yong Kwang di dalamnya, selama itu pula pertandingan kedua berlangsung. Yang kuharapkan adalah, barisan kita mampu menahan Ketua Guang Yong Kwang dalam kepungan, memberi kita waktu untuk menunggu Ketua Ding Tao hadir di sini, untuk menghadapi mereka di pertandingan ketiga." Mendapat penjelasan Murong Yun Hua, wajah gadis pelayan itu pun menjadi cerah, buru-buru dia kembali pada Bo He dan menyampaikan pesan Murong Yun Hua. Mendengar penjelasan itu, Bo He pun menengok ke arah Murong Yun Hua, seakan meminta kepastian, apakah benar masih ada harapan Ding Tao bisa datang menghadapi rombongan Kunlun di pertandingan yang ketiga? Murong Yun Hua yang melihat pandangan mata Bo He, samar-samar menganggukkan kepala sambil tersenyum. Besarlah hati Bo He melihat hal itu. Bo He melihat ke pihak Kunlun,dilihatnya Guang Yong Kwang sudah berdiri di tengah ruangan dan bersiap menghadapi kepungan orang-orang Partai Pedang Keadilan. Buru-buru Bo He pun pergi untuk memilih mereka yang akan menghadapinya dengan ilmu barisan yang baru saja mereka ciptakan. Setiap regu pengawal, terdiri dari kelipatan 8 orang. Hal ini bersesuaian dengan ilmu barisan mereka yang menggunakan sistem Bagua. Di antara mereka yang berjaga hari itu, Bo He sudah kenal siapa yang paling bisa diandalkan, karena itu tanpa ragu diapun pergi menemuinya. Sistem barisan yang diciptakan menggunakan 8 orang untuk membentuk segi delapan, menjaga delapan penjuru mata angin. Tapi bisa dilipat gandakan menjadi penjagaan 16 orang dengan membuat segi delapan di lingkar luar segi delapan yang sudah ada. Dengan posisi menjaga di titik antara dua orang pada bagian dalam. Dengan mudah hal yang sama dilakukan dengan membentuk garis penjagaan berikutnya dan barisan pun menjadi rangkap tiga dan meliputi 24 orang. Guang Yong Kwang hanya mengatakan akan melawan ilmu barisan milik Partai Pedang Keadilan. Dia tidak menentukan akan melawan berapa orang. Di saat yang sama, yang diminta Murong Yun Hua adalah agar Bo He berusaha, membuat Guang Yong Kwang tertahan dalam kepungan selama mungkin, memberikan waktu seluas-luasnya bagi Ding Tao untuk menyelesaikan hambatan yang sedang dia hadapi. Karena itu tanpa ragu, Bo He memilih 4 orang regu terkuat yang dia tahu, untuk mengepung Guang Yong Kwang dengan 32 orang dalam ilmu barisan delapan penjuru yang diciptakan para pimpinan Partai Pedang Keadilan bersama-sama. Melihat 32 orang maju ke depan dan mengepungnya dalam 4 lapis barisan penjagaan, Guang Yong Kwang mengumpat dalam hati. Dari informasi yang sempat dia serap sebelum kedatangannya ke Jiang Ling, barisan yang diciptakan itu terdiri dari 8 orang yang bergerak berdasarkan formasi Bagua. Melihat ada 32 orang yang maju dan melihat bagaimana mereka menyusun barisan, segeralah Guang Yong Kwang menyadari bahwa dia sedang menghadapi 4 barisan. Namun menjaga harga dirinya sebagai seorang ketua dari partai besar, dia tidak mau mengajukan protes, seakan-akan dirinya takut menghadapi kepungan 32 orang penjaga Partai Pedang Keadilan. Jangankan hanya 32 orang, 100 pun akan dengan mudah dia libas. Lagipula, bagaimana mungkin dia sebagai orang luar bisa mengatakan apakah ilmu barisan buatan Partai Pedang Keadilan terdiri dari 8 atau 32 orang? Sementara ilmu barisan itu senditi masih jarang digunakan di luaran. Bisa-bisa pihak Partai Pedang Keadilan akan menuduhnya mencuri-curi, mempelajari ilmu barisan buatan mereka. Dengan menyatakan bahwa dia tahu ada ilmu barisan yang diciptakan mereka saja, sudah menyiratkan hal tersebut. Meskipun masih bisa dianggap wajar jika orang memasang telinga terhadap berita di luaran. Tapi bila sampai dia menunjukkan bahwa dia tahu lebih dari apa yang sudah dia katakan, maka pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya berupa tuduhan bukan tidak mungkin akan dikeluarkan. Sekalipun sulit dibuktikan namun bisa mencoreng nama besar Partai Kunlun yang terkenal lurus. Karena alasan-alasan itu, akhirnya Guang Yong Kwang pun hanya bisa menggertakkan gigi sambil merangkapkan tangan ke 8 penjuru. "Apakah kalian sudah siap?", tanyanya dengan suara dingin. "Silahkan", jawab salah seorang pemimpin regu, kebetulan dia memimpin regu yang akan menjadi barisan pada lingkar penjagaan terdalam. Dengan satu jawaban itu, Guang Yong Kwang mulai bergerak perlahan-lahan ,menggeser tubuhnya, mencoba mengubah kedudukannya terhadap barisan yang menghadang jalan keluarnya. Demikian Guang Yong Kwang bergerak perlahan sambil mengamati reaksi lawan. Dengan cara itu dia berusaha mengenali prinsip yang digunakan barisan lawan. Barisan Partai Pedang Keadilan, tentu saja bergerak memperbaiki kedudukan, setiap kali Guang Yong Kwang bergerak. Menyesuaikan posisi mereka dengan posisi Guang Yong Kwang yang baru. 32 orang memusatkan perhatian mereka pada Guang Yong Kwang, hasil dari kerasnya latihan tidaklah mengecewakan. Apalagi bagi mereka yang tinggal di Jiang Ling, mereka memiliki banyak kesempatan untuk menguji hasil latihan mereka dengan orang terkuat dari Partai Pedang Keadilan, Ding Tao. Pancingan-pancingan Guang Yong Kwang tidak mampu menimbulkan celah dalam barisan yang ketat itu. Namun Guang Yong Kwang bukan mendapatkan kedudukan sebagai ketua Kunlun karena keberuntungan. Sejak dia masih baru memasuki perguruan Kunlun, bakat dan ambisinya menonjol dibanding teman-teman seangkatannya. Dalam hitungan tahun dia sudah naik menjadi murid langsung dari ketua Kunlun waktu itu dan tidak menunggu lama sebelum ketua Kunlun menyadari potensi Guang Yong Kwang dan memutuskan untuk mengkhususkan diri hanya melatih Guang Yong Kwang seorang. Sejak saat itu, kemajuannya tidak bisa ditandingin oleh murid-murid Kunlun yang lain. Kunlun juga sudah mengembangkan ilmu barisan khas Kunlun. Jika ilmu barisan yang diciptakan para tokoh Partai Pedang Keadilan ini baru berumur beberapa bulan. Ilmu barisan milik Kunlun sudah berumur lebih dari seratus tahun. Dari generasi ke generasi dilatih, diuji dan dikembangkan. Guang Yong Kwang tidak menjadi gugup melihat kesigapan 32 orang yang mengepungnya. Tubuhnya terus bergerak sementara, matanya yang tajam dan otaknya yang lincah tidak pernah luput mengamati mereka yang mengepungnya. Dengan sabar dia mencatat dalam benaknya kecekatan tiap-tiap orang. Guang Yong Kwang tidak terburu-buru mencoba menerobos lewat lubang yang dia lihat. Cukup keterlambatan satu dua orang itu dia catat, untuk selanjutnya dia menguji bagian lain dari barisan. Setelah beberapa lama mereka saling menguji, sebuah gambaran sudah terpeta dalam benak Guang Yong Kwang. Untuk meyakinkan, sekali lagi dia menguji titik-titik lemah dalam barisan itu. Titik-titik lemah yang disebabkan karena tidak meratanya kemampuan setiap orang dalam menjalankan tugasnya. Dalam hati Guang Yong Kwang pun mengakui bahwa barisan ini adalah sebuah barisan yang baik. Jika Partai Pedang Keadilan memiliki waktu yang cukup panjang, untuk menyaring orang-orang yang berbakat, maka dalam hitungan tahun Partai Pedang Keadilan akan memiliki satu regu yang dapat bekerja sama dengan tangguh dan dapat menghadapi tokoh dunia persilatan tingkat atas. Tapi hari ini mereka belum sampai di sana. Dengan sebuah seringai puas, Guang Yong Kwang tiba-tiba berteriak nyaring, tubuhnya yang sedari tadi bergerak tidak terlalu cepat dalam waktu singkat tiba-tiba bergerak bagai kilat. Kecepatannya yang luar biasa membuat dirinya tampak seperti akan bergerak ke beberapa arah sekaligus. 32 orang yang mengepungnya, tidak kalah gesit, seluruh panca indera mereka sudah dikerahkan untuk mengamati pergerakan Guang Yong Kwang. Segera setelah Guang Yong Kwang mulai menggebrak, mereka pun dengan cepat bergerak menutup jalan lari Guang Yong Kwang. Meskipun demikian, tidak urung ada waktu jeda beberapa saat sebelum mereka bereaksi terhadap gebrakan Guang Yong Kwang. Lebih-lebih lagi, jeda waktu yang dibutuhkan untuk menangkap gerakan Guang Yong Kwang, kemudian mengolahnya dalam otak mereka, lalu menentukan langkah-langkah pencegahan yang sesuai dengan ilmu barisan yang mereka pelajari, tidaklah sama antara satu orang dengan satu orang yang lain. Semakin lama, perbedaan yang kecil dan keterlambatan yang beberapa saat itu semakin besar. Guang Yong Kwang bukan bergerak tanpa perhitungan. Jauh sebelum dia mulai bergerak dia sudah mempelajari barisan yang menghadangnya. Jika dia bergerak ke utara, jika dia berbalik arah, jika dia mengincar bagian bawah dan seterusnya. Bisa dikatakan sebelum dia bergerak dia sudah bisa membayangkan, ke arah mana para pengepungnya akan bereaksi bila dia bergerak seperti ini dan ke arah mana pula mereka akan bergerak jika tiba-tiba dia mengubah arahnya ke arah yang itu. Bukan hanya itu saja, dengan mengenali kemampuan setiap orang dari pengepungnya, dia dapat pula membayangkan keretakan yang terjadi dalam barisan mereka, setiap kali barisan itu harus mengubah susunan, akibat pergerakan Guang Yong Kwang. Karena itu Guang Yong Kwang bergerak seakan-akan tidak peduli dengan gerakan yang dibuat lawan. Dia sudah membuat rencana, setelah menyerbu ke utara, dia harus berbalik dengan tiba-tiba seakan-akan hendak mengubah arah larinya ke arah selatan. Tapi sebelum dia benar-benar ke selatan, dia harus menggeser titik berat tubuhnya, dan seterusnya. Benar saja perhitungan Guang Yong Kwang, pada gerakan yang ke 45 terbuka celah yang lebar di lingkaran pertama dan kedua. Tanpa ragu lagi Guang Yong Kwang pun menerobos dua baris pengepungnya. Barisan ketiga dan keempat yang masih sempat mengamati keadaan rekan-rekan mereka, dengan cepat menutup lubang-lubang tempat Guang Yong Kwang bisa meloloskan diri tapi tentu saja Guang Yong Kwang tidak hanya berhenti sampai di sana. Dengan cepat tubuhnya bergerak menyisir di antara barisan kedua dan ketiga. Gerakannya yang cepat dan tepat, membuat orang-orang Partai Pedang Keadilan saling berbenturan. Hal ini terjadi karena lingkaran pertama dan kedua yang berhasil dilewati Guang Yong Kwang, berusaha untuk bergerak keluar. Tujuan mereka adalah berganti kedudukan sehingga lingkaran ketiga dan keempat akan menjadi barisan pertama dan kedua, sementara mereka akan menjadi barisan ketiga dan keempat. Dengan cara itu Guang Yong Kwang akan kembali dikepung oleh 4 barisan. Cara ini sangat efektif untuk terus mengurung Guang Yong Kwang, karena aturan dari pertandingan ini tidak memungkinkan Guang Yong Kwang untuk menyerang dan menjatuhkan lawan. Sayang Guang Yong Kwang bukan lawan yang bisa diperlakukan demikian. Rencana mereka sudah diperhitungkan oleh Guang Yong Kwang dan dia pun memanfaatkan detik-detik di mana barisan kesatu dan kedua hendak bergerak keluar, untuk memancing reaksi barisan ketiga dan keempat untuk bergerak ke jalur lari teman mereka sendiri. Tidak urung sesama rekan pun saling bertabrakan, sementara Guang Yong Kwang justru berhenti di tempat dengan mata yang tajam mengamati timbulnya celah untuk dia meloloskan diri. Namun bukan hanya Guang Yong Kwang yang memiliki akal cerdik. Bo He yang cukup berpengalaman juga menunjukkan kecerdikannya. Orang yang paling awas dan cekatan justru dia tempatkan dia lingkaran yang terluar, bukan lingkaran yang terdalam. Sewajarnya justru yang paling cekatan berada paling dekat dengan Guang Yong Kwang, karena dialah yang harus bereaksi paling cepat. Namun tidak demikian pendapat Bo He, Bo He bisa mengukur diri sendiri dan mengakui bahwa tidak seorangpun dari mereka yang berada di sana mampu mengimbangi kecekatan, kecepatan dan kecerdasan Guang Yong Kwang. Secekatan apapun orang yang ditempatkan untuk berhadapan langsung dengan Guang Yong Kwang, pasti akan jatuh dalam permainan oleh geraknya. Jika dia menaruh orang yang paling cekatan pada posisi itu, maka segera setelah lingkaran pertama berhasil diterobos oleh Guang Yong Kwang, barisan kedua, ketiga dan keempat pun akan dengan cepat bergurguran. Bo He memilih menaruh orang paling cerdas dan cekatan di lingkaran terluar. Dari kedudukannya yang paling jauh dengan pertempuran dibanding yang lain, orang ini memiliki kesempatan paling besar untuk mengamati jalannya pertandingan. Benar saja, runtuhnya barisan pertama dan kedua membuat barisan ketiga sama keroposnya. Beruntung mereka yang berada di barisan keempat memiliki cukup waktu untuk mencerna rencana Guang Yong Kwang, meskipun barisan ketiga harus dikorbankan. Ke delapan orang yang membentuk barisan terakhir ini dengan cepat bergerak menjaga jalan lari Guang Yong Kwang. Bentuk dan luasan arena pertarungan yang terbentuk oleh pergerakan mereka sudah meluas, demi menjaga agar Guang Yong Kwang tidak bisa lolos, bentuk barisan yang segi delapan dengan cepat diubah menjadi barisan garis bersudut dengan dua ujung terbuka. Gerakan mereka yang cekatan membuat Guang Yong Kwang terkurung di antara barisan terluar dengan sisa barisan yang sudah diterobos di belakangnya. Sekaligus memberikan jalan bagi rekan-rekan mereka untuk keluar dari barisan keempat tanpa saling menubruk dengan barisan keempat. Sambil bergerak, pemimpin regu barisan keempat pun berteriak memberikan petunjuk. "Gerbang utara dan barat membuka!" Bersamaan dengan mundurnya rekan-rekan mereka, barisan keempat pun bergerak merapat dan mengurung Guang Yong Kwang. Tujuannya adalah membuat barisan mereka perlahan-lahan kembali merapat sesuai dengan jumlah rekan yang berhasil keluar dari kekacauan. Dengan demikian saat seluruh rekan mereka sudah menjauh dari kekacauan, Guang Yong Kwang akan kembali dikepung oleh mereka berdelapan dalam bentuk formasi Bagua. Di saat itu, rekan-rekan mereka bisa dengan tenang bergerak untuk membentuk lapis kedua, ketiga dan keempat. Sulit untuk menggambarkan kedudukan tiap-tiap orang pada waktu itu, bagi mereka yang mengamati dari luar dan kurang jeli, maka yang tampak hanyalah satu keruwetan dan kekacauan. Hanya mereka yang cukup cerdas dan jeli dapat melihat bagaimana Guang Yong Kwang bergerak untuk lepas dari kepungan delapan orang terakhir tanpa menubruk mereka yang bergerak keluar. Di saat yang sama, ke delapan orang yang membentuk barisan terakhir bergerak pula dengan cepat untuk mencegah hal itu terjadi. Untuk sesaat tampaknya ke-delapan orang itu berhasil dalam melakukan tugasnya. Guang Yong Kwang kembali terkurung dan rekan-rekan mereka mulai berlompatan untuk menempati kedudukan mereka masing-masing, membentuk lapis dua, tiga dan empat. Namun Guang Yong Kwang pun bergerak lebih cepat berusaha menerobos, sebelum lapisan-lapisan berikutnya terbentuk dengan mantap. Jangankan ke-32 orang penjaga itu, Guang Yong Kwang yang namanya sudah sejajar dengan orang-orang nomor satu di dunia persilatan pun bajunya sudah basah oleh keringat. Desah nafas ke 32 orang itu terdengar menderu-deru, seperti lokomotif yang dipacu kecepatannya. Semakin tinggi tingkat kelelahan mereka, semakin sulit untuk tetap mengimbangi kecepatan Guang Yong Kwang yang tidak juga berkurang. Pada satu titik, ke delapan orang itu akhirnya tidak mampu menahan laju gerak Guang Yong Kwang yang bergerak mundur ke arah yang berada di luar dugaan mereka. Yang patut dipuji adalah semangat dan moral mereka yang tinggi. Lolosnya Guang Yong Kwang dari barisan terakhir tidak membuat semangat dan moral mereka runtuh, sehingga kemudian mereka diam di tempat meratapi kekalahan. Melihat Guang Yong Kwang masih terjebak di antara mereka, sebisa mungkin mereka bergerak menutup jalan lari Guang Yong Kwang. Ilmu barisan yang mereka pelajari sudah tidak berguna, karena kedudukan mereka sudah tidak lagi teratur seperti pada awal pertandingan. Tiap-tiap orang hanya bisa bergerak menurut pertimbangan dan keyakinan mereka masing- masing. Dengan mudah Guang Yong Kwang bergerak ke kiri dan ke kanan, melewati mereka yang berusaha menghadang jalan larinya dan menerobos keluar. Hanya berbekal semangat dan kekerasan hati, ke-32 orang itu berusaha menutup jalan lari Guang Yong Kwang. Namun bagi mereka yang melihat pertandingan itu, hasil akhirnya sudah dapat dipastikan. Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sorak-sorai pun lepas dari rombongan Kunlun saat Guang Yong kwang melewati orang terakhir dan dengan tenang berdiri di luar 32 orang yang sudah tidak tampak lagi bentuk barisannya dan lebih mirip kumpulan orang yang berkerumun di pasar malam. "Menang!", seru mereka ditanggapi senyum dingin oleh Guang Yong Kwang. "Selamat atas kemenangan Ketua Guang Yong Kwang, sungguh tinggi tingkat ilmu ketua sulit dipahami, 32 orang dalam satu barisan yang teratur bisa dipermainkan sedemikian rupa seperti kumpulan anak-anak kecil yang tidak mengenal bela diri.", ujar Murong Yun Hua sambil merangkapkan tangan. Guang Yong Kwang tersenyum tawar sambil menggelengkan kepala, katanya. "Biasa saja, hanya hal yang kecil saja tidak ada yang patut dibanggakan." Dalam hati Guang Yong Kwang harus mengakui kelihaian orang yang menciptakan ilmu barisan tersebut. Butuh waktu lama bagi dirinya sebelum dia dapat membentuk satu rencana untuk memecahkan barisan mereka. Benar memang setelah dia mulai bergerak, tidak butuh waktu lebih dari satu hio untuk terbakar habis, sebelum dia lepas dari kepungan. Tapi untuk sampai pada titik itu, dia harus memeras otak dan menghabiskan cukup banyak waktu. Bahkan setelah dia berhasil membongkar barisan itupun dia harus mengakui kebandelan orang-orang Partai Pedang Keadilan yang tidak kenal kata menyerah sebelum sampai pada garis akhir. Guang Yong Kwang pun dipaksa untuk memikirkan ulang, penilaiannya akan kekuatan Partai Pedang Keadilan. Kenyataan yang menunjukkan potensi besar Partai Pedang Keadilan, mendorong Guang Yong Kwang untuk merendahkan mereka dengan sindiran halusnya. Ada perasaan tidak mau kalah yang muncul dari kebanggaan dirinya sebagai anak murid bahkan sekarang sebagai ketua dari satu perguruan yang ternama. "Janganlah Ketua Guang Yong Kwang terlalu merendahkan diri, jika ketua berlaku demikian, bagaimana dengan ke -32 orang yang ketua kalahkan hari ini?", ujar Murong Yun Hua dengan senyum yang tak pernah meninggalkan wajahnya. Guang Yong Kwang hanya bisa menanggapi ucapan Murong Yun Hua dengan senyum masam, tidak ingin berkutat terus dengan pertarungannya barusan, dia mengalihkan pembicaraan. "Sesuai dengan kesepakatan kita, pertandingan ketiga dan juga pertandingan penentu. Adalah pihak nyonya yang berhak menentukan bentuk pertandingannya. Jadi pertandingan seperti apa yang ada dalam benak nyonya?" Murong Yun Hua tersenyum dan menganggukkan kepala. Matanya melirik ke arah pintu masuk dari arah dalam. Apakah Ding Tao sudah bisa hadir dalam pertandingan yang ketiga ini? Bo He dan pengikur Partai Pedang Keadilan yang lain tanpa terasa mengarahkan pandangan mata mereka ke pintu yang sama. Jantung mereka serasa ingin berhenti ketika pintu itu bergerak terbuka. Siapa yang akan muncul di sana? Berita seperti apa yang akan dibawa olehnya? Apakah Ding Tao berhasil melewati masa kritis dalam latihannya dan sekarang siap untuk menghadapi lawan? Ataukah yang datang adalah pembawa berita bagi Murong Yun Hua, yang mengatakan bahwa Ding Tao belum bisa hadir untuk pertandingan yang ketiga ini. Atau mungkin lebih buruk lagi, yaitu bahwa Ding Tao gagal melewati masa kritis tersebut dan sekarang dalam keadaan lumpuh atau gila? Pintu akhirnya terbuka lebar dan 4 sosok orang masuk melewatinya. Siapa lagi mereka kalau bukan Ding Tao, Ma Songquan, Chu Linhe dan Chou Liang. Ding tao sudah mencuci muka dan berpakaian rapi, penampilannya tidak menampakkan bekas-bekas kelelahan setelah berlatih berminggu-minggu lamanya. Bukankah tadinya Ding Tao sedang bertarung dengan sepasang pendekar Ma Songquan dan isterinya? Bukankah Chou Liang melarang satu orang pun untuk mengganggu mereka. Lalu bagaimana mereka bisa tahu akan kedatangan kelompok dari Kunlun jika tidak ada seorang pun yang berani memberitahu mereka? Tentu saja ada satu orang yang berani menerobos masuk dan memberi tahukan masalah ini pada Chou Liang dan Murong Huolin yang sedang menonton di pinggir lapangan. Murong Yun Hua. Sejak kedatangan tamu dari Kunlun di depan gerbang Partai Pedang Keadilan, sampai kemudian Bo He menemui mereka. Ada waktu yang cukup lama, waktu yang terbuang saat pengantar harus melaporkan kedatangan mereka di tiap gerbang penjagaan yang berbeda. Setelah sampai di ruang pertemuan pun mereka masih harus menunggu Bo He datang menemui. Setelah bertemu Bo He pun masih ada tanya jawab yang harus dilewati. Dikatakan lama, memang cukup lama bagi Murong Yun Hua untuk memikirkan satu rencana. Dikatakan lama, tapi sebenarnya tidak akan ada cukup waktu untuk bersiap jika Murong Yun Hua tidak berpikir dengan cepat. Ketika secara tidak sengaja mendengar berita kedatangan tamu dari Kunlun, Murong Yun Hua segera menyadari bahaya yang mereka hadapi. Tanpa membuang waktu otaknya berpikir cepat dan menghasilkan satu rencana nekat. Rencana nekat yang tampaknya berhasil menyelamatkan Partai Pedang Keadilan dari bahaya yang mengancam. Bukan hanya cekatan dalam berpikir, tapi juga tegas dalam mengambil keputusan. Tidak jarang ada orang pandai dalam menganalisa masalah, namun ragu-ragu dalam mengambil tindakan. Hal ini tidak terlihat dalam kecekatan Murong Yun Hua yang menyelamatkan seluruh partai. Seluruh usaha Murong Yun Hua bersama anggota yang lain akhirnya sampai pada akhirnya. Ding Tao sudah tiba. Sebuah beban berat terasa lepas dari pundak mereka, meskipun rasa itu hanya sesaat saja lewat dan tidak lama kemudian digantikan oleh ketegangan yang berbeda. Ding Tao berjalan ke arah Guang Yong Kwang dan merangkapkan tangan di depan dada, memberi salam. "Salam Ketua Guang Yong Kwang, selamat datang di Jiang Ling. Maaf jika aku terlambat menyambut kedatangan ketua." Jantung Guang Yong Kwang berdegup kencang saat Ding Tao memasuki ruangan. Perkembangan yang terjadi berada di luar perhitungannya, dengan sendirinya keyakinannya pun menjadi goyah. Tapi kebanggaan sebagai ketua dari sebuah perguruan besar tidak mudah luntur. Dengan menggertakkan gigi dia pun membalas salam Ding Tao. "Ketua Ding Tao, kiranya bisa hadir di sini. Dari penjelasan salah seorang pengikutmu, tadinya kusangka Ketua Ding Tao sedang berada di dalam ruang latihan dan tidak bisa hadir. Apa mungkin ada salah mengerti?" Ding Tao hanya tersenyum dingin, sepanjang perjalanan dari ruang latihan menuju ruang pertemuan dia sudah menerima laporan akan kejadian yang berlangsung hari ini. Jika Guang Yong Kwang merasa kesal karena terperangkap siasat Murong Yun Hua, maka Ding Tao terlabih lagi merasa kemarahannya sulit ditahan. "Hmm kata-katanya memang tidak salah. Selama beberapa hari terakhir aku mengurung diri dalam ruang latihan. Adalah satu kebetulan yang tidak di sengaja jika kedatangan Ketua Guang Yong Kwang, bertepatan dengan selesainya latihanku. Justru adanya pertandingan antara Perguruan Kunlun dengan partai kami yang membuatku bertanya-tanya. Jika ketua sudah tahu aku tidak bisa hadir di tempat, mengapa memaksakan satu pertandingan yang akan menentukan masa depan dari partai kami tanpa kehadiranku sebagai ketuanya?", tegur Ding Tao tanpa basa-basi. Memerah wajah Guang Yong Kwang dan sekalian pengikutnya, dengan senyum masam Guang Yong Kwang pun menjawab, "Keputusan yang akan diambil sangatlah penting bagi kemaslahatan dunia persilatan dan waktunya sudah mendesak. Kapan Ketua Ding Tao bisa ditemui tidak ada batas waktu yang jelas, demi kepentingan umum mau tidak mau, kami harus memaksa untuk mendapatkan hasilnya hari ini. Siapa tahu? Jangan-jangan ketidak hadiran Ketua Ding Tao hanyalah siasat untuk mengulur waktu." Melotot mata Ding Tao mendengar jawaban Guang Yong Kwang, hawa murni dalam tubuhnya pun bergolak seturut pergolakan rasa dan semangatnya. Tiba-tiba terdengar suara gemeretak lantai yang dipijak Ding Tao. Terlihat telapak kaki Ding Tao melesak ke bawah setidaknya satu-dua jari dalamnya, marmer yang keras dibuat seperti lunak, tidak ubahnya tanah berlumpur. Lantai terbuat dari batu marmer, tebal dan kerasnya tidak perlu ditanyakan. Namun hawa murni yang dilatih Ding Tao berkaitan dengan tenaga bumi, dalam kemarahannya tanpa terasa Ding Tao mengerahkannya sampai pada puncaknya. Jangankan lantai yang terbuat dari marmer, seandainya dia menginjak bongkahan batu raksasa yang ada di sungai-sungaipun, mungkin batu itu akan retak oleh ledakan hawa murninya yang seperti menghunjam ke bawah, ke arah pusat bumi. Pameran tenaga dalam itu membuat jantung setiap orang berdetak setingkat lebih kencang. Guang Yong Kwang yang terbilang masih muda ikut terpancing emosinya. Tanpa ragu dia pun menghimpun dan mengerahkan hawa murninya sampai ke puncaknya. Segera saja sebuah hawa panas terasa meledak keluar dari tubuhnya. Beberapa orang yang berdiri terlalu dekat dengan Guang Yong Kwang pun tanpa terasa menjauh beberapa langkah, seakan terdorong satu tenaga yang tidak terlihat. Hanya Ding Tao yang berada di hadapannya yang berdiri teguh seperti batu karang yang tidak terpengaruh, meninggalkan dua orang ketua dari dua partai besar dengan usia yang terbilang masih muda saling berhadapan. Suasana yang pekat dengan permusuhan kembali muncul dengan hadirnya Ding Tao. Sebelumnya anggota Partai Pedang Keadilan yang merasa berada di pihak yang kalah kuat, menyambut dengan gembira usulan Murong Yun Hua yang menghadirkan jalan tengah. Apalagi dengan usulan Murong Yun Hua, kekalahan yang sudah pasti, tiba-tiba menjadi situasi di mana ada kemungkinan untuk menang. Kehadiran Ding Tao membuat posisi mereka menguat, semangat mereka untuk bertarung secara keras kembali muncul. Di lain pihak Guang Yong Kwang dan orang-orangnya datang dengan persiapan untuk menggunakan kekerasan, kecerdikan Murong Yun Hua membuat rencana mereka bergerak ke arah yang berbeda. Dua kali pertandingan dengan pertandingan terakhir yang menentukan berada di pihak lawan, menunjukkan bahwa siasat Murong Yun Hua merugikan mereka. Kehadiran Ding Tao dan bergeraknya arah kejadian menuju kembali pada rencana awal mereka adalah satu keadaan yang bisa diterima. Kedua belah pihak sudah saling berhadapan dengan tangan berada di gagang senjata masing-masing, siap dicabut begitu kedua pemimpin mereka saling bergebrak. Gadis-gadis yang mengiringi Murong Yun Hua, yang masih dapat menggerakkan kakinya tanpa sadar sudah berdiri jauh- jauh dari Ding Tao dan Guang Yong Kwang. Ada juga yang terpaku beku di tempatnya, merasa ngeri sampai tidak bisa bergerak. Hanya Murong Yun Hua yang masih dapat menggunakan nalar jernihnya. Sekilas dia menengok ke arah Ma Songquan, Chu Linhe dan Chou Liang. Melihat pula ke arah Bo He dan teman-temannya. Dari yang sekilas itu dia dapat melihat kalau mereka pun sudah dibakar oleh amarah dan keinginan untuk bertarung. Diam-diam Murong Yun Hua menghela nafas sambil tersenyum kecil. Dasar lelaki jika sudah bicara soal harga diri, tentu lupa diri", pikir Murong Yun Hua sambil menggelengkan kepala. Tadinya dia berharap pada Chou Liang, tapi dia lupa Chou Liang sendiri seorang laki-laki. Meskipun bukan ahli bela diri, tapi hatinya pun tidak kalah panas dengan mereka yang sudah bisa menyandang pedang. Akhirnya Murong Yun Hua pun berpendapat, dia tidak bisa berdiam diri saja.Dengan langkah yang tegas dan tenang, dia melangkah mendekati Ding Tao. Ding Tao yang sedang berusaha mengendalikan kemarahannya, tiba-tiba merasakan bau harum yang sudah sangat dia kenal menyentuh lembut penciumannya. Saat sebuah sentuhan lembut pada bahunya dan suara Murong Yun Hua sampai pada telinganya, ketegangannya sudah jauh banyak berkurang. "Suamiku apakah tidak lupa dengan tujuanmu semula saat mengurung diri dalam ruang latihan?", ujar Murong Yun Hua. Ucapan Murong Yun Hua seperti guyuran air dingin yang memadamkan api kemaraham dalam dada Ding Tao. Perlahan hawa murni yang dikerahkan Ding Tao menyurut, kemarahan di wajahnya menyusut. Butuh dua orang untuk bertarung, butuh dua pihak untuk berperang, jika satu pihak mundur sementara yang lain tetap mengejar, bukan lagi pertarungan namanya. Perguruan Kunlun bukan perguruan sesat, mereka dihormati oleh banyak orang dan tergolong perguruan lurus. Meskipun kali ini mereka datang dengan niat untuk menundukkan Partai Pedang Keadilan dengan segala cara, masih ada garis-garis yang tidak bisa mereka langgar dengan sembarangan. Sekejap saja mata Guang Yong Kwang melintas, melihat ke arah Murong Yun Hua, tapi yang sekejap itu sudah cukup untuk membuat bulu kuduk Ding Tao meremang. Menyadarkan dia betapa hampir saja dia justru memberikan api pada suksesnya rencana Guang Yong Kwang. Hanya ada satu orang dalam ruangan itu yang benar-benar menjadi penghalang atas rencana Guang Yong Kwang, Murong Yun Hua. Menyadari hal itu membuat Ding Tao semakin tenang dalam menghadapi Guang Yong Kwang. Ding Tao menengok ke arah Murong Yun Hua dan tersenyum padanya. Tidak perlu ada perkataan apa-apa, Murong Yun Hua sudah paham bahwa maksudnya sudah tersampaikan. Dengan senyum manis, dia pun meninggalkan Ding Tao untuk berhadapan dengan Guang Yong Kwang sendirian. "Kalau begitu aku pamit dahulu", ujarnya pada Ding Tao. Ding Tao menganggukkan kepala dan meremas lembut tangan Murong Yun Hua sebelum kembali mengalihkan perhatiannya ke arah Guang Yong Kwang. Murong Yun Hua pun menghampiri gadis-gadis yang dia ajak untuk mengiringi dirinya. Bersama-sama mereka pun keluar dari ruangan. "Kalau Ketua Ding Tao sudah mengetahui apa maksud kedatanganku, lalu sekarang bagaimana sikap Ketua Ding Tao?", tanya Guang Yong Kwang setelah menanti beberapa saat, menunggu Murong Yun Hua dan rombongannya meninggalkan ruangan. Ding Tao tersenyum dingin. "Bukankah Ketua Guang Yong Kwang sudah membuat kesepakatan dengan isteriku? Kukira tidak ada alasan untuk mengingkarinya sekarang. Apa kata orang jika sekarang aku mengingkari apa yang dia katakan saat bertindak sebagai wakilku?" Guang Yong Kwang balik tersenyum dingin kemudian menjawab. "Tapi toh isteri Ketua Ding Tao bukanlah Ketua Ding Tao sendiri. Sudah wajar jika seorang wanita takut melihat darah dan mencari jalan untuk menghindarinya. Atau apakah maksud Ketua Ding Tao, bahwa sebenarnya yang menjalankan roda kepemimpinan di sini adalah isteri Ketua Ding Tao?" "Ketua Guang Yong Kwang salah mengerti", ujar Ding Tao dengan tenang, tanpa terprovokasi oleh sindiran Guang Yong Kwang. "Saat isteriku maju ke depan dan berkata hendak menjadi wakilku dalam pembicaraan yang dilakukan dengan ketua. Bukankah ada puluhan anggota Partai Pedang Keadilan yang ikut mendengarkannya. Adakah mereka menyatakan keberatannya? Jika sekarang aku berbalik dari kesepakatan yang dia buat, maka bukan saja aku mempermalukan isteriku, tapi juga puluhan anggota Partai Pedang Keadilan yang setia padaku. Sebagai ketua, aku tidak bisa melakukan hal itu.", jawab Ding Tao menjelaskan. "Dan alasan yang kedua adalah, karena pemikiran yang mendasari kesepakatan ini, memang tepat sesuai dengan hati nuraniku. Bukankah tujuan utama dari diadakannya pemilihan Wulin Mengzhu adalah untuk menyatukan kekuatan seluruh pendekar di negeri ini, dalam menghadapi ancaman dari luar? Jika sebelum tujuan itu tercapai kita justru sudah saling membunuh, bukankah hal itu merupakan satu kebodohan yang tidak terkira?", ujar Ding Tao menjelaskan sekaligus balik bertanya. Guang Yong Kwang pun terpaksa tersenyum masam dihadapkan dengan jawaban Ding Tao. "Hmm baguslah kalau kita sepaham. Jadi pertandingan seperti apa yang ketua inginkan untuk menjadi pertandingan penentu kali ini?" Guang Yong Kwang sadar tidak bisa mengelak dari jebakan yang sudah dibuat Murong Yun Hua. Untuk sesaat dia sempat berharap bisa memancing Ding Tao untuk bermain keras. Namun melihat ketenangan Ding Tao, Guang Yong Kwang pun membatalkan niatnya. Ding Tao bukan orang bodoh, jika dia sering terliht bodoh, hal itu muncul karena perasaannya yang sering menghalangi dia untuk bersikap keras pada lawan-lawannya. Namun Guang Yong Kwang sudah membangkitkan amarah Ding Tao, perbuatan Guang Yong Kang yang hampir saja membuat banyak jatuh korban membuat Ding Tao tidak memiliki perasaan semacam itu terhadap Guang Yong Kwang. Justru karena perasaan itu, Ding Tao tidak ingin mengikuti keinginan Guang Yong Kwang. Dia tidak mau terpancing kemarahannya dan mengikuti keinginan Guang Yong Kwang untuk melepaskan kesepakatan yang sudah dibuat. Pembalasan yang paling mengena menurut Ding Tao adalah meneruskan rencana Murong Yun Hua dan menolak memberikan Guang Yong Kwang apa yang dia inginkan. Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ding Tao pun menjawab. "Hmm karena aku sudah hadir di sini, kukira tidak ada lain yang lebih baik, kecuali satu pertandingan antara Ketua Guang Yong Kwang melawan diriku. Namun mengingat tujuan dari diadakannya pertandingan ini, maka kita tidak bisa bertarung secara langsung." Ding Tao berhenti sejenak untuk mengamati reaksi Guang Yong Kwang. Guang Yong Kwang hanya berdiri tenang, memandangi dirinya, menunggu Ding Tao menyelesaikan ucapannya. Meskipun rencananya mengalami hambatan yang tidak kecil, Guang Yong Kwang tidak serta merta berputus asa. Dia masih memiliki cukup keyakinan bahwa dirinya masih berada di atas Ding Tao baik dalam hal kecerdikan maupun dalam ilmu bela diri. "Jadi aku ingin mengajukan pertandingan adu jurus di antara kita berdua, sebagai pihak tuan rumah biarlah aku mengalah dan silahkan Ketua Guang Yong Kwang nanti memulainya terlebih dahulu. Untuk memperagakan jurus yang akan digunakan, boleh dilakukan sendiri atau lewat seorang perwakilan." "Bagaimana apakah pertandingan ini cukup memuaskan bagi Ketua Guang Yong Kwang?", tanya Ding Tao usai menjelaskan. "Kenapa harus bertanya? Bukankah sesuai dengan kesepakatan yang kita buat, maka apapun bentuk pertandingan ketiga ini aku tidak berhak untuk mengomentarinya. Kecuali jika tidak sesuai dengan syarat yang sudah ditetapkan.", jawab Guang Yong Kwang dengan senyum sinis. Ding Tao tertawa di dada kemudian menjawab. "Memang benar demikian kesepakatan yang dibuat, namun aku khawatir jika Kunlun kalah dalam pertandingan ketiga ini, di kemudian hari akan muncul perkataan bahwa kekalahan itu terjadi karena permainan kata-kata saja. Oleh sebab itu aku berusaha mempertimbangkan segala sisi dan memutuskan bentuk pertandingan seperti yang sudah kuajukan. Supaya apa pun hasil dari pertandingan ketiga ini, jangan sampai orang mengatakan kami menang karena keadaan bukan karena kemampuan." Mendengar itu dada Guang Yong Kwang ingin meledak rasanya, tapi di luar dia masih bisa bersikap biasa. "Oh begitu rupanya? Ketua Ding Tao tidak perlu khawatir soal itu, tapi jika memang khawatir masalah perkataan orang mengapa kita tidak bertanding saja secara langsung. Agar tidak saling melukai, buat saja peraturan agar menang kalah hanya dilihat dari satu sentuhan saja." "Hahaha", Ding Tao tertawa. "Ketua Guang Yong Kwang bisa-bisa saja, ketua ahli pedang, aku pun ahli pedang. Bermain dengan pedang, memburu menang dan kalah, meskipun hanya dibatasi dengan sentuhan, apa bisa dipastikan tidak ada yang terluka? Kecuali jika tingkatan yang seorang berada jauh di atas tingkatan yang lain. Lagipula, sebelum pertandingan Ketua Guang Yong Kwang sudah harus menguras tenaga untuk memenangkan pertandingan kedua, sementara aku datang dalam keadaan segar bugar, jika aku menang pun, orang akan mengatakan pertandingan itu berjalan dalam keadaan yang memang tidak seimbang.", jawab Ding Tao sambil tertawa. Guang Yong Kwang ingin marah, namun sebelum membuka mulut dia berpikir terlebih dahulu. Benar memang kenyataannya sebelum Ding Tao datang dia sudah harus menguras tenaga untuk memenangkan pertandingan kedua, sementara Ding Tao masih tampak segar bugar. Juga tadi sewaktu Ding Tao bangkit amarahnya, dia memamerkan hawa murninya yang mampu membuat lantai marmer menjadi pecah dan melesak ke bawah. Jadi dalam hal hawa murni pun, tampaknya Ding Tao lebih unggul, meskipun dia belum dapat memastikan. Jika dia harus bertarung, apakah dia hendak mengadu kecepatan yang menguras stamina atau mengadu tenaga, dia tidak memiliki keyakinan. Terpikir demikian, maka mau tidak mau Guang Yong Kwang pun setuju, bahwa mengadu jurus adalah jalan terbaik. "Hmm jadi aku menunjukkan satu jurus dan kemudian Ketua Ding Tao akan menunjukkan jurus lain untuk mengatasinya? Demikian kita saling bergantian menunjukkan jurus-jurus untuk menyerang dan bertahan, sampai salah satu dari kita tidak mampu memecahkan jurus lawan. Begitu?", tanya Guang Yong Kwang memastikan. "Benar, begitu dan untuk memperagakan jurus-jurus tersebut, bisa diwakilkan atau bisa dilakukan sendiri.", jawab Ding Tao. "Baiklah, kupikir itu cara yang cukup baik.", ujar Guang Yong Kwang. "Kalau begitu, silahkan dari pihak Kunlun memulainya terlebih dahulu.", jawab Ding Tao sambil mundur, memberikan ruangan bagi salah seorang dari pihak Kunlun untuk memperagakan jurus yang hendak digunakan. Guang Yong Kwang berpikir sejenak, kemudian dia menggamit salah seorang pengikutnya dan memberikan petunjuk. Setelah mendengarkan petunjuk dari Guang Yong Kwang, orang itu pun maju dan memperagakan sebuah jurus serangan. Jurus itu tampak sederhana, sebuah tusukan lurus ke depan saja, namun mata Ding Tao yang cermat dengan cepat melihat keseluruhan tubuh dan tidak jatuh dalam perangkap yang tidak terlihat. Jurus yang sederhana namun menyimpan perkembangan yang cukup banyak. Sebenarnya bagaimana keadaan Ding Tao saat ini? Setelah bertarung dengan Ma Songquan dan Chu Linhe, Ding Tao akhirnya terbebas dari pusaran ilmu yang melingkari benaknya. Pikirannya sudah dapat digunakan, namun ilmu yang dia pelajari jadi tidak berguna. Karena ilmu itu belum luluh lantak ke dalam tubuh dan pikirannya, menggunakan apa yang dia pelajari hanya akan membuat reaksinya melambat. Ding Tao yang menghadapi Guang Yong Kwang saat ini, tidak ada bedanya dengan Ding Tao sebelum dia mengurung diri dalam ruang latihan. Tapi Ding Tao tidak kalah cerdik dengan Murong Yun Hua jika dia mau. Bertanding dengan memperagakan jurus satu demi satu, tentu jauh berbeda dengan bertarung dalam pertarungan yang sesungguhnya. Dalam pertarungan, kesempatan untuk berpikir sangatlah sempit. Sekali mereka mulai bergebrak, maka keputusan demi keputusan harus diambil dalam hitungan kurang dari satu kejapan mata. Dalam keadaan itu, maka pengetahuan Ding Tao yang luas namun belum menyatu dalam dirinya hanya akan jadi hambatan. Pertarungannya melawan Ma Songquan dan Chu Linhe sudah membuat dia menyadari hal itu. Itu sebabnya Ding Tao memilih bentuk pertandingan yang dia ajukan sekarang ini. Dengan cara ini, dia memiliki waktu yang cukup banyak untuk berpikir dan menggunakan pengetahuan yang baru saja dia peroleh dengan semaksimal mungkin. Itu pula alasannya mengapa Ding Tao yang biasanya tenang bisa kehilangan kendalinya. Sekali-kali bukan karena Ding Tao kehilangan kendali. Memang benar amarahnya bangkit oleh sifat curang Guang Yong Kwang, tapi pengerahan hawa murni yang dia lakukan bukanlah karena marah. Hal itu dia lakukan untuk menunjukkan pada Guang Yong Kwang puncak pengerahan hawa murninya. Dengan demikian Guang Yong Kwang akan berpikir dua kali untuk bertarung dalam pertarungan yang sungguh- sungguh melawan Ding Tao. Kemarahan Ding Tao bukanlah pura-pura, itu sebabnya lakon yang dia lakukan tampak begitu meyakinkan. Sampai-sampai Murong Yun Hua pun tertipu olehnya. Apalagi citra diri Ding Tao yang lugu dan jujur itu sudah tertanam begitu kuat dalam benakbanyak orang. Hingga ketika dia berpura-pura maka dengan mudah orang pun tertipu olehnya. Begitulah dengan kecerdikannya Ding Tao membuat keadaan menguntungkan bagi dirinya. Siasatnya yang kedua adalah menawarkan pada Guang Yong Kwang, bahwa untuk memperagakan jurus-jurus mereka, mereka bisa menggunakan perwakilan. Dibandingkan dengan berpikir kemudian memperagakan sendiri, berpikir, kemudian memberitahukan pada orang lain tentu memakan waktu lebih banyak. Yang berarti lebih banyak lagi waktu bagi Ding Tao untuk mengamati dan memikirkan pemecahannya. Selain sebagai siasat, Ding Tao juga memiliki tujuan yang lain, dia ingin menggunakan kesempatan itu untuk sebisa mungkin mengajarkan jurus-jurus yang baru saja dia pelajari dan memperkaya pengetahuan pengikutnya. Setelah mengamati gerakan yang dilakukan oleh pihak Kunlun, dalam hati Ding Tao pun tertawa penuh kemenangan. Bagaimana tidak, jurus seperti itu sudah pernah dia baca dalam salah satu kitab yang diberikan Murong Yun Hua. "Bo He, ke mari", ujarnya memanggil Bo He untuk datang mendekat. Cepat-cepat Bo he pun datang mendekat, kemudian dengan setengah berbisik, Ding Tao menjelaskan jurus yang tadi diperagakan oleh pihak Kunlun. Ding Tao bukan segera menjelaskan jurus yang harus diperagakan Bo He untuk melawan jurus yang dilakukan pihak Kunlun. Dia justru menggunakan kesempatan itu untuk menjelaskan jurus yang dipakai Kunlun dengan sejelas-jelasnya. Bagi orang yang tidak tahu, mereka akan mengira bahwa Ding Tao berhasil menguraikan jurus itu setelah melihatnya. Padahal sepandai-pandainya Ding Tao, tentu tidak dapat dengan cepat menguraikan jurus itu sedemikian jelasnya, jika dia belum mempelajari teorinya terlebih dahulu dalam salah satu kitab yang dia baca. Demikianlah Ding Tao menemukan cara untuk mengajarkan apa yang dia pelajari pada pengikutnya, tanpa menimbulkan kecurigaan orang bahwa dia sudah mencuri belajar ilmu orang lain. Selesai menjelaskan barulah Ding Tao mengajarkan pada Bo He bagaimana cara memecahkannya. Bo He yang mendengarkan penjelasan Ding Tao pun terkagum-kagum oleh kecerdasan ketuanya. Sebagai orang persilatan sudah tentu diapun tergila-gila dengan ilmu. Khawatir ada penjelasan yang terlupa, Bo He pun mencurahkan perhatiannya dengan sungguh-sungguh. Setiap kata yang diucapkan Ding Tao dia pahatkan kuat-kuat dalam otaknya. Jika Bo He merasa beruntung, sebaliknyalah yang terjadi pada Guang Yong Kwang dan orang-orang Kunlun. Melihat Ding Tao berlama-lama menjelaskan, gatal rasanya hati mereka. Ingin mereka berteriak-teriak, agar Ding Tao mempercepat penjelasannya. Tapi mau ditaruh ke mana muka mereka jika mereka melakukan hal seperti itu. Kelakuan yang demikian tentu tidak sesuai dengan kedudukan mereka sebagai perguruan terhormat. Guang Yong Kwang hanya bisa menggeram dan memaki, Awas saja kau nanti, apa kau pikir hanya dirimu seorang yang bisa menguraikan jurus-jurus lawan. Setelah selesai mendengarkan penjelasan Ding Tao, Bo He pun maju ke depan dan memperagakan jurus yang digunakan Ding Tao untuk menghadapi serangan tadi. Bo He tidak menghindari serangan pedang, dia justru bergerak menyerang kuda-kuda lawan. Serangan ini dan cara Bo He menyerang tepat mengena pada kelemahan jurus dari Kunlun tersebut. Jika serangan tidak ditarik maka meskipun akan berhasil melukai pundak Bo He tapi serangan Bo He akan menyebabkan kaki lawan terluka dan pada kedudukan berikutnya Bo He memiliki kesempatan untuk lanjut menyerang titik-titik berbahaya pada tubuh lawan sementara pedang lawan berada di posisi yang mati. Guang Yong Kwang ingin membalas kelakuan Ding Tao, setelah mengamati jurus yang diperagakan Bo He dan selesai menganalisanya. Dia pun ganti memanggil pengikut-pengikutnya dan menjelaskan jurus yang diperagakan Bo He. Tidak tanggung-tanggung, hampir seluruh pengikutnya yang masih muda dia panggil untuk mendengarkan penjelasannya. Setelah puas menjelaskan, dia pun memberikan pengarahan, bagaimana jurus Ding Tao bisa ditangkal. Dengan senyum puas dia melirik pada Ding Tao, seakan-akan berkata, kalau kau bisa, akupun juga bisa. Ding Tao mengerutkan alisnya, seakan-akan tidak puas dengan perbuatan lawan. Padahal dalam hati dia tertawa terbahak- bahak. Jika Guang Yong Kwang ingin membuat dia marah dengan memanggil lebih dari satu orang untuk mendengarkan penjelasannya, maka Ding Tao justru senang karena di jurus berikutnya dia punya alasan untuk melakukan hal yang sama. Dengan semakin banyaknya pengikutnya yang mendapatkan kesempatan belajar, tercapailaj keinginan Ding Tao. Benar saja, segera setelah pihak Kunlun selesai memperagakan jurus mereka. Ding Tao berpura-pura kesal dan membalas perbuatan mereka dengan memanggil lebih banyak orang untuk mendengarkan penjelasannya. Guang Yong Kwang dan orang-orang Kunlun pun merasa puas, karena merasa sudah bisa membuat Ding Tao kesal. Demikianlah jurus demi jurus saling diperagakan. Semakin lama jurus yang diperagakan pun semakin sulit. Perlahan-lahan mulailah terlihat perbedaan antara Ding Tao dengan Guang Yong Kwang. Jika Guang Yong Kwang membutuhkan waktu yang semakin lama untuk menganalisa jurus yang diperagakan dari pihak Ding Tao, maka tidak demikian yang terjadi dengan Ding Tao. Demikian pula penjelasan yang diberikan, penjelasan yang diberikan Ding Tao selalu lebih akurat dan menyeluruh. Yang mendengarkan pun menjadi semakin sulit untuk mengikuti penjelasan Ding Tao. Salah seorang dari mereka mengeluh perlahan. "Wah celaka otakku sepertinya sudah tidak mampu lagi untuk menampung apa yang ketua jelaskan." Bo He yang sudah keringatnya sudah bercucuran membasahi dahi dalam hati mengiyakan keluhan itu, tapi tiba-tiba satu ide berkelebat dalam benaknya dan dia pun berucap. "Jangan kuatir, jangan pikirkan macam-macam, usahakan saja untuk mengingat sebanyak-banyaknya. Nanti setelah ini semua selesai, kita bisa berkumpul bersama untuk membahasnya. Potongan-potongan ingatan kita, tentu jika dirangkaikan akan menjadi kumpulan yang utuh." Mereka yang mendengarkan perkataan Bo He itu pun saling berpandangan. Ketika mereka menengok ke arah Ding Tao, mereka pun dapat melihat senyum di wajah Ding Tao, tanda bahwa jawaban Bo He berkenan di hatinya. Memikirkan ide Bo He itupun hati setiap orang jadi lebih tenang. Memang benar sulit untuk terus mengikuti penjelasan Ding Tao, tapi mereka melakukannya bersama-sama dan nanti setelah semua ini selesai, masih bisa saling mencocokkan apa yang mereka dengar. Ketika hati tenang, pikiran pun bekerja lebih terang. Demikianlah jurus demi jurus berlalu, Guang Yong Kwang yang tadinya masih memiliki harapan besar untuk memenangkan pertandingan itu, dibuat menelan pil pahit. Sudah belasan jurus terakhir dia dibuat terdesak dan hanya bisa bertahan tanpa bisa banyak menyerang. Seandainya pertandingan ini dilakukan dengan sungguh-sungguh, dia harus mengakui kekalahannya beberapa jurus yang lalu. Tentu saja, seandainya pertandingan dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka Ding Tao pun belum tentu bisa mencapai keunggulan seperti saat ini. Wajah orang-orang Kunlun pun menjadi semakin suram, sementara Guang Yong Kwang masih berpikir dengan mata terpejam dan mengerutkan dahinya yang sudah dipenuhi keringat. Belasan jurus terakhir selalu saja ada perkembangan dari jurus yang diperagakan pihak Ding Tao yang luput dari perhatiannya. Gerakan susulan yang menyudutkan dirinya karena gagal mengantisipasi setiap kemungkinan, menempatkan dia pada posisi yang terdesak. Berturut-turu sudah sembilan kali dia diserang tanpa mampu balas menyerang. Itu sebabnya kali ini dengan melupakan harga dirinya, Guang Yong Kwang berpikir keras berusaha memperhitungkan setiap kemungkinan. Meskipun sudah beberapa kali dia merasa menemukan jurus yang tepat untuk membalikkan keadaan, tapi setiap kali dia mengkaji lebih jauh lagi, dia menyadari bahwa dengan jurus itu pun dia masih masuk dalam jebakan yang sudah dibuat Ding Tao. Jika bukan Guang Yong Kwang, mungkin sudah sejak tadi lawan Ding Tao membuat keputusan dan berakhir pada kekalahan. Mau tidak mau, Ding Tao harus mengakui juga kelihaian lawan, yang tidak mudah jatuh dalam permainannya. Para pengikut Ding Tao sudah mulai tidak sabar, terlihat dari cara mereka menggeser-geser kedudukan kaki mereka. Ada yang sudah mulai bertolak pinggang, ada juga yang sudah ingin membuka mulut dan berteriak. Beberapa orang melirik ke arah Ding Tao meminta pendapat, yang mereka dapatkan hanya gelengan kepala dan senyum. Ding Tao sudah memperhitungkan setiap langkah dan yakin, jurus apa pun yang digunakan Guang Yong Kwang, dalam 4-5 jurus ke depan, Guang Yong Kwang harus mengakui kekalahannya. Hal ini mudah saja bagi Ding Tao yang sudah mengetahui jurus-jurus yang dimiliki Guang Yong Kwang. Ding Tao cukup yakin akan perhitungannya, Guang Yong Kwang sudah pasti kalah, kecuali bila pihak Kunlun sempat mengembangkan jurus baru yang belum tercatat dalam kumpulan kitab milik Murong Yun Hua. Bukan hanya pengikut Ding Tao yang sudah tidak sabar, para pengikut Guang Yong Kwang sendiri juga ada yang sudah mulai tidak sabar. Mereka yang pemikirannya tidak sedalam Guang Yong Kwang merasa heran mengapa Guang Yong Kwang harus berpikir selama itu. Dalam hati mereka bertanya-tanya dan berusaha ikut berpikir, namun sulit untuk melihat apa yang membuat Guang Yong kwang berpikir begitu lama. Benar memang Guang Yong Kwang berada dalam keadaan terdesak, tapi bukankah keadaan belum sebegitu parahnya? Hanya Guang Yong Kwang yang memahami kedudukannya saat itu. Meskipun membutuhkan waktu yang sangat lama, waktu yang dia habiskan itu tidak hilang percuma, dia bisa melihat setiap jebakan dan serangan tersembunyi dalam jurus Ding Tao. Sayang dia terlambat bertindak, keadaannya sudah tidak tertolong lagi. Guang Yong Kwang akhirnya sampai pada satu kesimpulan, bahwa tidak ada kesempatan baginya untuk menang dengan ilmu-ilmu dari Perguruan Kunlun. Apakah sebaiknya aku harus menggunakan jurus itu? Atau lebih baik menyimpan jurus itu dan mengakui kekalahan kami setidaknya untuk saat ini?, renung Guang Yong Kwang dalam diamnya. Untuk memilih di antara dua pilihan itu bukanlah hal yang mudah bagi Guang Yong Kwang, mengakui kekalahannya sekarang ini berarti dia harus mundur dari pencalonan Wulin Mengzhu dan menjadi pendukung Ding Tao saat perebutan Wulin Mengzhu nanti. Sebagai seorang ketua dari sebuah perguruan yang besar, tidak mungkin dia berbalik dari perkataannya sendiri. Tapi menggunakan jurus simpanan juga satu pertaruhan yang besar. Pertama dia sendiri tidak memiliki keyakinan apakah jurus itu akan mampu membawa dia memenangkan pertandingan ini. Kedua, sekali sebuah jurus dipertunjukkan, keampuhannya jadi jauh berkurang karena sekarang lawan akan memiliki kesempatan untuk mempelajari dan mencari pemecahannya. Itu sebabnya jurus pamungkas biasa disimpan hanya pada keadaan yang sangat genting dan sekali dia mempertunjukkan jurus itu kepada lawan, sebisa mungkin lawan harus mati di tangannya agar rahasia dari jurus itu tetap tersimpan. Orang lain tentu saja tidak tahu pergolakan hati Guang Yong Kwang, mereka hanya bisa menunggu dan menduga-duga. Lama Guang Yong Kwang termenung sebelum akhirnya dia menghela nafas dan berkata. "Aku kalah." Seketika itu juga ruangan itu dipenuhi suara helaan nafas. Sepanjang Guang Yong Kwang merenung, mereka yang mengikuti pertandingan itu tanpa terasa ikut menahan nafas, menanti-nanti jurus apa yang akan dikeluarkan Guang Yong Kwang. Ketika Guang Yong Kwang tidak juga memperagakan jurus balasan, hati setiap orang mulai berdebar, menduga- duga, apakah ini akhir dari pertandingan? Justru saat lawan mengaku kalah, hati Ding Tao jadi tersentuh. Wajah Guang Yong Kwang yang tampak menderita setelah sampai pada akhir yang mengenaskan itu, membuat dia jatuh kasihan. Terbayang semangat dan kepercayaan diri yang tinggi dari ketua Kunlun yang seumuran dengannya. Terpikirkan beban dari jabatan sebagai ketua yang tentu sama-sama dirasakan. Meskipun masih ada samar-samar rasa marah yang disebabkan kecurangan Guang Yong Kwang, rasa marah itu sudah jauh berkurang dengan menyaksikan kekalahan dan keruntuhan dari Guang Yong Kwang yang sombong itu. "Hmm syukurlah kalau Ketua Guang Yong Kwang berpendapat demikian, aku pribadi sebenarnya belum bisa memastikan siapa yang akan menang atau kalah jika pertandingan ini diteruskan. Namun ketua sudah bersedia berbesar hati untuk mengalah, aku hanya bisa mengucapkan terima kasih.", ujar Ding Tao sambil merangkapkan tangan di depan dada dan mengangguk sopan pada Guang Yong Kwang. Guang Yong Kwang hanya mengangguk lemah sambil tersenyum masam. "Baiklah hal itu tidak usah dibicarakan lagi, kemudian tentang pencalonan dalam pemilihan Wulin Mengzhu nanti. Sesuai dengan kesepakatan, kami dari Kunlun tidak akan mengajukan nama calon dari perguruan kami sendiri, melainkan mengajukan Ketua Ding Tao sebagai calon yang kami dukung." "Terima kasih atas dukungan ketua.", jawab Ding Tao dengan sopan. Suasana di ruangan itu sudah jauh berbeda dengan suasana sebelumnya yang penuh dengan permusuhan. Kekalahan Guang Yong Kwang menjatuhkan semangat orang-orang Kunlun untuk bertarung. Di saat yang sama, kesediaan Guang Yong Kwang untuk mengakui kekalahannya dan berpegang teguh pada kesepakatan yang sudah dibuat, sedikit banyak menghapus rasa permusuhan yang tadinya timbul dalam hati orang-orang Partai Pedang Keadilan digantikan oleh rasa kegembiraan yang sangat. Hanya karena takut menyinggung perasaan orang-orang Kunlun saja maka mereka tidak berteriak dan berjingkrak-jingkrak kesenangan. "Tentang rinciannya baiklah kami akan mengirimkan utusan sebelum hari pemilihan itu dimulai. Jika tidak ada apa-apa yang ingin Ketua Ding Tao tambahkan, kami akan berpamitan sekarang.", ujar Guang Yong Kwang tanpa semangat. "Ah kenapa terburu-buru, Ketua Guang Yong Kwang dan saudara-saudara sekalian baru saja datang. Mengapa tidak menghabiskan satu-dua hari untuk beristirahat, biarlah kami menjamu kalian sebaik-baiknya.", ujar Ding Tao dengan tulus tanpa maksud apapun. Tapi Guang Yong Kwang sudah kehilangan semangat dan kegembiraannya, mendengar tawaran Ding Tao yang dilakukan dengan setulusnya dia hanya tersenyum masam dan menjawab. Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo