Ceritasilat Novel Online

Pedang Angin Berbisik 55


Pedang Angin Berbisik Karya Han Meng Bagian 55


Pedang Angin Berbisik Karya dari Han Meng   "Kami terlambat, kedua tetua saat itu berhasil menghalau lawan, tapi mereka pun menderita luka yang sangat parah. Luka dalam akibat terlalu memaksakan diri untuk menggunakan hawa murni secara berlebihan, melampaui takaran tubuh fisik mereka."   Mendengar itu Tabib Sheng menutup matanya, tidak ada yang berani bersuara, setitik air mata tampak mengalir membasahi pipinya.   Lama kemudian baru dia membuka mata, air mata yang meleleh tak juga disekanya.   Ketika dia bicara, terdengar suaranya serak dan bergetar.   "Tak kusangka mereka mendahuluiku " "Baiklah sepertinya giliranku yang harus bercerita, aku sudah bisa menduga mengapa mereka mengirimkan kalian kepadaku. Tentu saja hal ini utamanya berhubungan dengan dirimu.", ujarnya sambil menunjuk ke arah Ding Tao. "Hmm entah dari mana harus kumulai, mungkin aku lebih baik memulainya dengan memperkenalkan diriku sendiri.", ujar Tabib Sheng setelah berpikir sejenak. "Orang di desa ini mengenalku dengan panggilan Tabib Sheng, padahal namaku yang sebenarnya adalah Shen Goan", ujar Tabib Sheng atau Shen Goan sambil mengamati reaksi orang-orang di sekitarnya. Ketika melihat enam orang guru Wang Shu Lin berubah wajahnya, dia pun tersenyum dan berkata.   "Benar dugaan kalian, aku adalah Shen Goan, salah satu tetua dari Partai Matahari dan Bulan."   Sekarang bukan saja ke-enam guru Wang Shu Lin yang terkejut, Ding Tao dan Wang Shu Lin juga ikut berubah wajahnya.   "Ketua Ding Tao setelah mendengar itu, apakah kau masih mempercayaiku?", tanya Shen Goan pada Ding Tao.   Ding Tao ternyata bisa menjawab dengan wajar.   "Ya, siauwte memang sempat terkejut tapi siauwte tetap percaya pada Tetua Shen, bukankah Tetua Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan juga percaya pada Tetua Shen? Selain itu dari apa yang siauwte lihat, tidak ada alasan untuk tidak mempercayai Tetua Shen. Orang boleh berasal dari suku mana saja, dari partai apa saja, dia dinilai bukan dari mana dia berasal tapi dari perbuatannya."   Tetua Shen tersenyum dan menganggukkan kepala.   "Bagus, tidak salah Khongzhen dan Chongxan mempercayakan masa depan dunia persilatan dari dua negara yang berbeda padamu. Dalam usia semuda ini, kau memiliki jiwa yang besar, pikiran yang terbuka dan jernih." "O ya, kalau bisa kalian tetap panggil saja aku Tabib Sheng, sudah terlampau lama orang memanggilku dengan nama itu, sekarang aku merasa lebih nyaman menjadi Tabib Sheng daripada Tetua Shen.", ujarnya kemudian. "Baik, kalau begitu akan kuteruskan ceritaku, kuharap kalian mau bersabar karena ceritaku ini cukup panjang.", ujar Tabib Sheng yang kemudian membasahi lagi tenggorokannya dengan secangkir teh. Maka mulailah Tabib Sheng bercerita, dia menjadi anggota Partai Matahari dan Bulan sejak masih kanak-kanak, ketika itu Partai Matahari dan Bulan belumlah disebut Partai Matahari dan Bulan, juga belum memiliki bentuknya seperti yang sekarang ini. Pada awalnya Partai Matahari dan Bulan adalah sebuah kumpulan keagamaan, ada seorang asing yang membawa ajaran agama baru di tanah itu, berasal jauh dari barat daratan Cina. Ajaran dasarnya sendiri bahkan Tabib Sheng pun sudah tidak mengingatnya dengan jelas, tapi satu hal yang dia ingat, ajaran itu menitik beratkan pada rasa persaudaraan di antara sesama manusia.Di antara mereka tidak ada yang namanya milik pribadi, semuanya saling membantu dan saling menolong. Pada orang di luar kelompok mereka, mereka selalu siap untuk menolong tanpa memandang siapa yang ditolong. Di masa yang sulit, di mana panen gagal dan bencana alam terjadi, ajaran itu memiliki daya tariknya sendiri. Di mana setiap pengikutnya bersama-sama saling memikul, sama-sama menanggung penderitaan yang lain. Saling menghibur dan menguatkan, dan dalam waktu yang singkat jumlah merekapun bertambah dengan pesat. Tidak sedikit pula, mereka dari golongan perompak dan penjahat yang kemudian bertobat dan bergabung dalam kumpulan mereka. Tertarik oleh tawaran akan pengampunan dan penerimaan sesama manusia yang tidak mengingat-ingat masa lalu mereka yang kelam. Tapi perkembangan yang pesat tidak selalu merupakah berkat. Perkembangan yang pesat itu membuat pejabat setempat merasa khawatir karena semakin lama kelompok itu menjadi semakin kuat. Salah satu yang mengkhawatirkan pihak bangsawan, adalah pandangan bahwa semua manusia itu sederajat tidak ada yang lebih tinggi tidak ada yang lebih rendah. Khawatir kekuasaan mereka akan melemah, dan diwarnai juga oleh kecemburuan dari pemuka-pemuka agama yang sudah ada sebelumnya. Maka akhirnya muncullah keputusan dari pemegang kekuasaan waktu itu, bahwa ajaran tersebut adalah ajaran sesat dan siapa pun yang menganutnya akan dianggap menjadi pengkhianat kerajaan, karena memandang kaisar yang adalah putera langit sebagai manusia yang sederajat. Mulailah timbul penangkapan-penangkapan dan pemaksaan untuk meninggalkan ajaran itu. Sebagai ajaran agama yang tentu saja menentang perbuatan kekerasan, pada awalnya korban berjatuhan dengan banyak, karena meski tidak melawan, di saat yang sama mereka pun menolak untuk meninggalkan iman mereka. Perubahan mulai terjadi ketika pembawa ajaran agama itu sendiri tertangkap dan dihukum mati. Pada awalnya para pemegang kekuasaan mengira itulah akhir dari pergerakan itu. Siapa sangka justru hilangnya pimpinan yang kharismatik itu membuat perubahan dalam pergerakan mereka. Para dedengkot tokoh sesat yang sudah bertobat, juga para pendekar dari aliran putih yang menjadi pengikut dari ajaran itu mulai melawan kekerasan dengan kekerasan. Jatuhnya korban dari antara saudara-saudara mereka membuat mereka tidak tahan lagi untuk tidak menggunakan kepandaian mereka di masa sebelumnya. Dan lahirlah Partai Matahari dan Bulan, setiap anggotanya pun dilatih oleh para pendekar dan tokoh sesat yang sudah bertobat itu. Sebagai saudara, tidak ada yang disembunyikan, mereka pun dengan bebas mendiskusikan ilmu mereka masing-masing. Dari berbagai macam pertemuan dan pembicaraan, lahirlah ilmu-ilmu tangguh yang memiliki cirinya sendiri, berbeda dengan ilmu-ilmu yang ada sebelumnya. Menilik keadaan yang mendesak, di mana mereka yang sudah terlampau berumur untuk bisa melatih ilmu kepandaian secara efektif dan juga tidak mungkin membuat mereka siap dalam waktu yang singkat. Salah seorang mantan tokoh sesat yang ahli dalam bidang obat-obatan dan racun, mulai mengolah obat-obatan semacam Obat Dewa Pengetahuan yang tujuannya membantu para saudara yang awam itu, untuk menguasai ilmu untuk sekedar membela diri dalam waktu yang singkat. Jumlah obat-obatan itu sendiri sangat beragam, mulai dari obat untuk menambah kekuatan, obat untuk membuat salah satu anggota tubuh jadi beracun sampai obat perangsang syaraf untuk bekerja lebih cepat. "Aku salah satu pewaris ilmu dari tabib itu, dulu dia dikenal dengan nama Tabib sesat dari Utara, Pa Yo Bong. Kukira itu salah satu alasan mengapa Saudara Khongzhen dan Chongxan mengirimku kepadaku.", ujar Tabib Sheng disela-sela ceritanya. "Nah sekarang aku lanjutkan lagi kisahku meski memakan waktu agak lama, karena nanti pada akhirnya kalian akan mendapatkan gambaran yang jelas, mengapa kalian sekarang berada di sini.", lanjutnya kemudian. Dari sebuah perkumpulan agama, Partai Matahari dan Bulan pun berubah menjadi sebuah partai dunia persilatan, karena bekas-bekas orang dunia persilatan-lah yang kemudian mengambil alih pimpinan dari perkumpulan itu. Bukan karena mereka serakah dengan kekuasaan, namun karena penindasan dari penguasa setempat secara tidak langsung sudah memaksakan posisi itu pada mereka. Generasi pun berganti generasi, semakin lama ajaran yang berlandaskan keagamaan semakin ditinggalkan dan sifat-sifat dari sebuah organisasi dunia persilatan yang lebih menonjol. Yang terkuatlah yang menjadi pimpinan, siapa kuat dia yang benar. Meski ada sedikit perbedaan dengan partai lain, di mana posisi ketua adalah seumur hidup. Dalam Partai Matahari dan Bulan, posisi ketua bukanlah seumur hidup, melainkan dibatasi oleh prinsip itu sendiri, siapa yang terkuat dialah yang menjadi ketua. Hal ini dimaksudkan juga untuk memacu perkembangan ilmu silat dari partai mereka dan terbukti persaingan yang timbul membuat muncul banyak tokoh-tokoh berkepandaian tinggi di dalam partai mereka. Namun juga muncul pergerseran, ketika lama kelamaan, pemikiran itu bukan hanya diterapkan dalam partai mereka sendiri. Pemikiran siapa yang terkuat, maka dia yang berkuasa juga berjalan ke arah keluar. Maka timbullah pemikiran bahwa Partai Matahari dan Bulan adalah partai yang terkuat, karenanya sudah sepantasnya jika partai mereka menjadi penguasa atas yang lainnya. Ketika Ren Zhuocan menjadi ketua dari Partai Matahari dan Bulan, di dalam partai itu pun sudah terbagi menjadi dua bagian. Mereka yang searah dengan kebijakan dan ambisi Ren Zhuocan untuk menguasai dunia dan mereka yang masih mengingat ajaran awal dari perkumpulan mereka, meski itupun hanya samar dan hanya dalam bentuk semangatnya saja. Kedua golongan itu pun diam-diam saling bersaing untuk menentukan arah dari Partai Matahari dan Bulan di masa depan. Namun pada saat ini, golongan yang searah dan seambisi dengan Ren Zhuocan lebih kuat karena sampai saat ini tidak ada yang memiliki ilmu setinggi Ren Zhuocan. Sudah beberapa kali pemilihan ketua partai diadakan, didorong oleh keinginan dari golongan yang berseberangan dengan Ren Zhuocan untuk menjadikan salah satu dari mereka ketua Partai Matahari dan Bulan menggantikan Ren Zhuocan. Tapi nyatanya, sekian kali mereka mencoba dan Ren Zhuocan selalu muncul sebagai pemenang. "Sampai di sini kisahku, apakah Ketua Ding Tao sudah bisa meraba ke arah mana pembicaraan kita akan berlangsung?", tanya Tabib Sheng pada Ding Tao. Berkerut dahi Ding Tao, menyambung-nyambungkan antara keadaan dirinya dengan kedaan Partai Matahari dan Bulan yang baru saja diceritakan oleh Tabib Sheng. Yang lain pun diam-diam ikut berpikir. Cukup lama Ding Tao berpikir, membuat beberapa orang dari mereka mulai merasa gemas karena begitu lama dia berpikir. Akhirnya Ding Tao pun menegakkan kepala dan menjawab.   "Setelah memikirkannya, aku kira aku tahu apa jawabnya. Hanya saja aku kuatir terlalu tinggi menilai diri sendiri dalam pemikiranku ini."   Tabib Sheng tertawa ramah.   "Ah, tidak apa, cobalah kita dengar apa pemikiran Ketua Ding Tao mengenai masalah ini."   Ketika Ding Tao mulai menjawab, mereka pun membandingkan jawaban mereka dengan jawaban Ding Tao, sembari bertanya-tanya dalam hati, benarkah dugaan mereka itu.   Jawaban seperti apa yang diberikan oleh Tabib Sheng atas dugaan mereka itu? Dan seperti apakah jawaban yang diberikan Ding Tao pada Tabib Sheng? Ding Tao pun menjawab, katanya.   "Sekali lagi aku merasa kurang yakin dengan jawabanku ini, tapi hanya jawaban ini yang kupikir paling sesuai." "Seperti yang kita ketahui, saat ini Partai Pedang Keadilan bisa dikatakan sudah lepas dari tanganku. Bila pun ada yang masih setia, baik dari segi jumlah maupun dari segi kemampuan tidak bisa menandingin lawan yang saat ini bersatu membentuk satu kekuatan yang tidak tertandingi oleh kekuatan manapun dalam perbatasan." "Di lain pihak, ada Partai Matahari dan Bulan, yang memiliki kekuatan sangat besar dan sejak belasan tahun yang lalu sudah muncul kekhawatiran bahwa tanpa bersatu, dunia persilatan di dalam perbatasan akan ditaklukkan olehnya. Tapi justru di luar sepengetahuan kita semua, sebenarnya tidak semua anggota Partai Matahari dan Bulan menghendaki hal ini, hanya saja mereka tidak memiliki tokoh yang bisa mengimbangi ilmu dari Ren Zhuocan." "Dari dua hal itu, jelas baik dari pihak kami, maupun dari pihak Partai Matahari dan Bulan yang segolongan dengan Tabib Sheng, memiliki satu pertemuan kepentingan. Kami membutuhkan kekuatan untuk mengimbangi lawan di dalam perbatasan. Tabib Sheng membutuhkan seseorang untuk menjatuhkan Ren Zhuoan dari tampuk kepemimpinannya." "Tetua Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan, tidak mungkin harus meninggalkan Shaolin dan Wudang untuk menjadi ketua dari Partai Matahari dan Bulan. Maka mereka perlu tokoh lain yang bisa diharapkan dan tidak terikat dengan satu partai tertentu. Pada generasi yang lalu, mungkin Pendekar pedang Jin Yong adalah tokoh yang mereka harapkan. Namun dengan menghilangnya Pendekar pedang Jin Yong hilang pula harapan mereka. Sampai pada kejadian yang menimpa diriku." "Sampai di sini, apakah menurut Tabib Sheng, uraianku sudah tepat?", tanya Ding Tao dengan sopan. "Heheheh, tepat sekali, sungguh tepat sekali, Ketua Ding Tao tinggal memberikan kepastiannya saja, apakah Ketua Ding Tao bersedia atau tidak.", jawab Tabib Sheng sambil terkekeh puas. Ding Tao terdiam sejenak, seakan ragu untuk menjawab. Pang Boxi-lah yang menyeletuk tidak sabar.   "Ketua Ding Tao, kau terimalah tawaran ini, hajar Ren Zhuocan, kemudian dengan menggunakan kekuatan Partai Matahari dan Bulan, kita bersihkan dunia persilatan di daratan dari kecoak-kecoak busuk yang menghuninya!" "Hehh.. dogol, bukan kau yang ditawari, jadi biarkan Ketua Ding Tao memutuskannya sendiri", sergah Khongti pada Pang Boxi. "Kak Khongti, masa masih perlu dipikirkan lagi, jika Murong Yun Hua itu dibiarkan saja, bisa habis seluruh dunia persilatan dibakar oleh ambisinya. Atau jika mereka bertemu dengan Partai Matahari dan Bulan di bawah pimpinan Ren Zhuocan yang sama besarnya ambisinya, jelas bakal terjadi banjir darah di kedua belah pihak.", jawab Pang Boxi. "Tetua harap bersabarlah, aku sudah mengambil keputusan.", ujar Ding Tao sesaat kemudian. Maka mereka semua pun menunggu jawaban Ding Tao dengan hati berdebar. "Aku sendiri tidak berpikir demikian, benar memang aku harus mengalahkan Ren Zhuocan demi meredam ambisinya, namun aku tidak berkehendak untuk menjadi ketua dari Partai Matahari dan Bulan.", ujar Ding Tao dengan tegas. "Tunggu, lalu bagaimana dengan Murong Yun Hua, apa kau mau membiarkan dia berkuasa dan menggerakkan dunia persilatan sesuai dengan ambisinya?", tanya Pang Boxi penasaran. "Tidak, selama dalam perjalanan sebenarnya aku sudah berpikir, mungkin kalian ingat aku memberikan beberapa tugas pada kelompok rahasia binaan Chou Liang. Aku berharap mendengar hasilnya beberapa hari lagi, berdasarkan apa yang mereka kumpulkan aku akan membuat siasat untuk meruntuhkan kekuasaan Murong Yun Hua.", jawab Ding Tao. Ganti Tabib Sheng yang bertanya.   "Tapi jika kau menolak untuk menjadi ketua dari Partai Matahari dan Bulan, Ren Zhuocan tetap berkuasa dan ambisinya hanya menunggu waktu. Tidak ada bedanya dengan yang selama ini dilakukan oleh Saudara Khongzhen dan Saudara Chongxan. Sebenarnya pertemuan 5 tahunan itu, kamilah yang merancangnya demi meredam ambisi Ren Zhuocan." "Saat itu dia sudah mendapat kata sepakat dari para pembesar militer negeri ini dan bersiap untuk menyerang ke daratan, menaklukkan orang-orang persilatan yang seringkali ikut menjadi pilar kokoh pertahanan negeri kalian." "Aku yang tidak setuju dengan rencana itu, diam-diam menemui Saudara Khongzhen dan Saudara Chongxan. Dari pertemuan itu lahirlah pemikiran untuk mengadakan pertemuan lima tahunan. Benar saja, prinsip Ren Zhuocan bahwa yang terkuat yang berkuasa, berbalik membungkam ambisinya ketika berhadapan dengan orang yang lebih kuat dari dirinya. Tapi pertemuan lima tahunan tidak lebih dari jalan keluar sementara, selama Ren Zhuocan berkuasa bahaya itu masih ada.", lanjut Tabib Sheng. "Menurut pendapatku, seandainya aku menjadi ketua dari Partai Matahari dan Bulan pun, bahaya itu tidaklah hilang. Entah Ren Zhuocan, entah mereka yang sealiran dengan dia, selama pemikiran bahwa yang terkuat adalah penguasa tidak hilang, maka bahaya itu masih ada, tinggal menunggu waktu muncul dari golongan mereka yang lebih kuat dariku.", ujar Ding Tao sambil tersenyum. "Benarkah demikian? Ataukah Tetua Shen berharap aku mengadakan bersih-bersih rumah, hingga darah membanjir mengaliri seluruh ruang-ruang Partai Matahari dan Bulan?", tanya Ding Tao. Ditanya demikian, Tabib Sheng pun sadar dan bergidik dengan sendirinya, dalam usahanya mencegah partainya untuk mengikuti jalan yang sesat, dia hampir saja melanggar prinsip yang dia junjung itu sendiri. Bergetar hatinya dan buru-buru dia menjawab.   "Tidak, tentu saja tidak." "Ya, aku pun berpikir bahwa bukan itu yang Tetua Shen kehendaki. Tapi yang Tetua Shen perlu ingat, sebuah ide, sebuah pemikiran, tidak bisa diperangi dengan kekuatan. Jika demikian maka hal itu hanya akan menghilang selama kekuatan yang menekannya ada. Ketika kekuatan itu pergi, mereka pun kaan muncul kembali.", ujar Ding Tao dengan bijak. "Sebuah pemikiran, hanya bisa diperangi dengan pencerahan batin. In ibukan peperangan antara daging dan tulang, tapi peperangan antara ajaran yang baik dan ajaran yang salah. Medan perangnya adalah hati. Senjatanya adalah perkataan dan teladan hidup." "Ketua Ding Tao sungguh bijaksana, membuat aku yang sudah tua ini menjadi malu.", ujar Tabib Sheng dengan rendah hati. "Jangan begitu tetua, aku yakin tetua pun mengerti hal ini, hanya karena keprihatinan yang mendalam, tetua menjadi lupa.", jawab Ding Tao merendah. "Ho, kalau begitu apa orang jahat kita biarkan saja menjadi jahat, toh tidak ada gunanya kita melawan mereka. Jika kita pergi bukankah nanti mereka akan kembali lagi?", gumam Pang Boxi dengan sebal. Ding Tao tertawa.   "Tetua jangan marah, karena beberapa hari ini aku banyak berpikir jadi aku berani berkata seperti ini. Masakan manusia mau melawan jalannya langit? Jika langit pun bertindak demikian pada orang-orang yang sesat, tentu langit memiliki tujuan. Bukankah langit tidak mengirimkan petir setiap kali kita berbuat salah? Melainkan diberikannya waktu buat manusia untuk bertobat, hanya jika sampai pada habis waktunya, barulah hukuman datang. Atau jika datang hukuman pada masa hidupnya, seringkali kita bisa merunutnya degan hukum sebab akibat." "Maksudnya?", tanya Pang Boxi. "Maksudku, seakan langit bertindak bahwa hukum langit itu tak ada dan manusia bebas menentukan sendiri polah tingkahnya dengan segala resikonya. Kalau kupikirkan jika langit bertindak sebaliknya dan setiap kali manusia berbuat salah akan datang hukuman seketika itu juga. Memang benar manusia akan menjadi baik semua. Tapi kebaikan itu adalah kebaikan yang semu. Kebaikan yang muncul karena keterpaksaan, karena rasa takut." "Manusia menjadi baik, karena mereka dipaksa menjadi baik. Mereka yang benar-benar baik pun, kebaikannya jadi tidak berkembang, karena ada selalu ada rasa bahwa mereka sedang diawasi." "Sebaliknya dalam keadaan seperti sekarang, di mana ada kalanya kejahatan meraja lela, justru kebaikan yang murni timbul di hati sebagian manusia yang sadar. Mereka berjalan di jalan kebaikan, meskipun justru hal itu menimbulkan kerugian. Mereka menjadi baik, karena mereka mencintai kebaikan dan membenci kejahatan. Mereka akan melawan kejahatan meski hal itu membahayakan dirinya, karena mereka bukan lagi menjadi baik hanya demi kenyamanan diri sendiri, tapi karena mereka mencintai kebaikan.", ujar Ding Tao dengan bersemangat. "Hmm jadi kejahatan pun ada gunanya? Penjahat pun jadi pahlawan karena dia berbuart jahat?", dengus Pang Boxi meski terdengar nada ragu dalam suaranya. "Kejahatan adalah jahat, setiap pelakunya tentu harus mempertanggung jawabkan perbuatan jahatnya pada Yang Maha Adil. Namun langit yang Maha Bijak, mampu menggunakan kejahatan demi kebaikan mereka yang baik, yaitu untuk memurnikan mereka. Meski sepertinya mereka ditindas, namun dalam penindasan itu, bukankah kebaikan mereka semakin bersinar terang? Seperti malam yang gelap, membuat bintang-bintang berkilauan.", jawab Ding Tao pada Pang Boxi. Pang Boxi pun terdiam, bukan hanya Pang Boxi, yang lain pun terdiam. Rupanya berhari-hari, berminggu-minggu, selama dalam perjalanan Ding Tao diam dan menyendiri, selama ini dia selalu merenung dan sekarang menjadi sosok yang lebih dewasa dan bijak. Wang Shu Lin merasa betapa sosok Ding Tao yang sekarang semakin jauh dari jangkauannya. Semakin membuat dia mencintai pemuda itu, tapi di saat yang sama semakin jauh, seperti pungguk merindukan bulan. Setelah cukup lama semuanya terdiam, Hu Ban yang kemudian memecahkan kediaman mereka dan bertanya pada Ding Tao. "Ketua Ding Tao mungkin benar semua uraian ketua itu, namun kekuatan Murong Yun Hua saat ini begitu besar. Jika Ketua Ding Tao belum memiliki keyakinan yang pasti, apakah tidak lebih baik jika Ketua Ding Tao meminjam kekuatan Partai Matahari dan Bulan?", tanya Hu Ban pada Ding Tao. "Hmm sebenarnya setelah mendengar penjelasan Tetua Shen, aku pun sempat berpikir demikian. Namun ada beberapa sebab mengapa aku menolaknya. Yang pertama adalah masalah patriotisme, bagaimana pun juga dimanakah letak kecintaan kita pada negeri, di mana letak kebanggan kita sebagai anak negeri, jika untuk menyelesaikan masalah di antara kita sendiri, kita harus meminta bantuan dari luar?" "Yang kedua, bila aku menggunakan kekuatan Partai Matahari dan Bulan untuk meredam ambisi Murong Yun Hua, maka itu artinya kekerasan melawan kekerasan, jumlah korban yang jatuh akan sangat banyak dari kedua belah pihak. Sebisa mungkin aku ingin menghindarkan jatuhnya korban yang tak berdosa. Dari sekian banyak yang mati, terbanyak adalah mereka yang sebenarnya hanya mengikuti pimpinannya saja tanpa mengerti hitam dan putihnya urusan." "Dan yang ketiga, aku juga akan merasa bersalah pada para pengikut Partai Matahari dan Bulan, demi satu urusan yang bukan kepentingan mereka sendiri, aku manfaatkan mereka, aku korbankan mereka. Bagaimana aku bisa hidup dengan hati nurani yang bersih jika aku melakukan hal itu? "Pembunuhan-pembunuhan yang kita lakukan sepanjang perjalanan sudah membuatku merasa bersalah dan bahkan aku telah sampai pada kesimpulan, seandainya hal itu terulang aku akan membebaskan mereka pergi dan tidak mengambil nyawa mereka. Aku yakin hal itu pun sedikit banyak membebani hati kita semua, hanya karena logika kita membenarkannya, kita masih bisa membungkamnya." "Aku harap penjelasanku ini, bisa tetua sekalian mengerti dan terima. Aku harap tetua sekalian bisa memaafkan keegoisanku, di mana aku berkeras mengikuti hati nuraniku sendiri.", ujar Ding Tao menutup penjelasannya. Setelah lama mereka semua merenungkan jawaban-jawaban Ding Tao, akhirnya Zhu Yanyan pun membuka mulut.   "Ketua Ding Tao, jika manusia tidak mengikuti hati nuraninya, lalu apa lagi yang bisa menjadi pelita bagi dia menjalani hidupnya? Mendengar penjelasan Ketua Ding Tao, rasa-rasanya aku berhadapan lagi dengan kakak seperguruanku Pendeta Chongxan." "Benar, itu benar, aku pun serasa berbincang-bincang dengan kakak seperguruanku Bhiksu Khongzhen.", uajr Khongti dengan mata sedikit membasah. Tabib Sheng mengangguk-angggukkan kepala.   "Ya, entah berapa lama aku sudah lupa dengan semua itu, Ketua Ding Tao sungguh seorang yang bijaksana. Meski terselip rasa sayang karena Ketua Ding Tao tidak bersedia menggantikan kedudukan Ren Zhuocan, tapi aku bisa menerima alasan ketua. Hanya saja ada satu pertanyaan kecil, mengapa ketua memanggilku Tetua Shen?"   Ding Tao tersenyum kecil dan menjawab.   "Karena itu lah sebenarnya diri anda. Anda adalah Tetua Shen Goan, tetua dari Partai Matahari dan Bulan, bukan Tabib Sheng, seorang tabib di sebuah desa bernama Hotu. Banyak pengikut dari Partai Matahari dan Bulan sedang memilih jalan yang salah. Lalu mengapa Tetua Shen berada di sini, bermain sandiwara menjadi seorang tabib di desa kecil ini?"   Tersenyum pedih Tetua Shen menganggukkan kepala.   "Sekali lagi Ketua Ding Tao benar, beberapa tahun ini aku sudah berputus asa, pengikut Ren Zhuocan semakin banyak. Terutama mereka yang berusia muda. Dalam kegetiranku aku melarikan diri di desa ini." "Hahahahaha, sungguh memalukan, aku yang tua ini sampai harus disindir oleh yang lebih muda agar ingat pada tanggung jawabku.", tertawa pedih Tabib Sheng, atau sekarang akan kita sebut Tetua Shen Goan tergelak membuat sendu mereka yang mendengar suara tawanya. "Aku minta maaf, jika sudah melukai perasaan Tetua Shen", ujar Ding Tao perlahan. "Tidak, memang seekor keledai perlu disengat lebah supaya dia bisa berlari kencang. Hari ini aku merasa gembira sekaligus sedih. Aku sedih karena aku baru sadar, beberapa tahun telah terbuang percuma, menantikan datangnya seorang penyelamat, lupa untuk bekerja, lupa bahwa aku juga punya tanggung jawab." "Tapi aku juga gembira, bahwasannya langit masih memberikan kesempatan padaku untuk memperbaiki kesalahanku itu.", ujar Tetua Shen Goan dengan bersemangat. Ding Tao pun tersenyum lega.   "Syukurlah kalau begitu, memang waktu yang diberikan untuk memperbaiki kesalahan adalah sesuatu yang sangat berharga, Pemberian langit yang tak ternilai yang harus kita syukuri." "Baiklah malam ini, sebaiknya kita semua beristirahat dahulu. Besok pagi aku akan memeriksa keadaan Ketua Ding Tao, akan kita lihat, apakah benar Obat Dewa Pengetahuan sudah bersih sepenuhnya dari tubuh Ketua Ding Tao dan apakah tubuh Ketua Ding Tao sudah pulih kembali setelah lama tergantung padanya.", ujar Tetua Shen. "Kemudian selanjutnya, ada hal lain yang perlu kita lakukan. Aku sudah yakin bahwa Ketua Ding Tao memang pilihan yang tepat, tapi apakah Ketua Ding Tao mampu mengalahkan Ren Zhuocan atau tidak, besok akan kita lihat. Kita akan berlatih tanding, Ketua Ding Tao harus mampu mengalahkanku sebelum 10 jurus berlalu. Jika tidak, jangan harap Ketua Ding Tao bisa menang melawan Ren Zhuocan.", ujar Tetua Shen kemudian. "Dalam 10 jurus? Sedemikian hebatnyakah Ren Zhuocan?", hampir bersamaan Chen Taijiang dan Pang Boxi bertanya. "Meskipun berat tapi aku harus menjawab ya, bahkan jika Ketua Ding Tao bisa mengalahkanku dalam 10 jurus pun aku tidak memiliki keyakinan 100%. Ren Zhuocan berlatih sangat keras, terakhir kali aku mencoba kepandaiannya aku kalah dalam hitungan 14 jurus dan itu sudah 3 tahun yang lalu. Sekarang? Hmm aku pun tidak memiliki keyakinan apakah 10 jurus itu batas yang pantas.", jawab Tetua Shen Goan membuat semua orang tercenung memikirkannya. "Hmm kita beruntung ada Tetua Shen di sini, sehingga kita bisa mengira-ngira kepandaian Ren Zhuocan. Betapapun juga ,satu kenyataan harus dihadapi dengan lapang dada, baru kita bisa mencari pemecahannya. Tetua Shen benar, tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali beristirahat. Biarlah besok akan kita lihat, seberapa banyak Ketua Ding Tao harus berusaha.", ujar Zhu Yanyan menghibur yang lain. "Benar, Tetua Zhu Yanyan benar, sudahlah, mari kita semua beristirahat saja", ujar Ding Tao membenarkan. Mereka pun diantarkan oleh Tetua Shen menuju tempat masing-masing. Shu Sun Er dan Wang Shu Lin mendapatkan satu kamar sendiri, sementara yang lain tidur bersama-sama di satu ruangan yang besar. Yang lain sudah lama tertidur, ketika Ding Tao masih menatap langit-langit dan berpikir. Sehebat apakah Ren Zhuocan? Tetua Shen tentu memiliki ilmu yang tidak rendah, dari kisahnya dia sudah mulai mempelajari ilmu silat Partai Matahari dan Bulan sejak masih sangat muda. Kecerdasannya tak perlu diragukan, terbukti dia menjadi pewaris dari Tabib sesat dari utara. Kelihaiannya dalam ilmu silat juga tidak perlu diragukan, terbukti tiga tahun yang lalu dia mencoba mengalahkan Ren Zhuocan, itu artinya dari golongan yang menentang Ren Zhuocan dia adalah orang terkuat. Dan Ren Zhuocan mengalahkannya dalam 14 jurus, itu pun tiga tahun yang lalu. Selama tiga tahun itu pula Ren Zhuocan tentu berlatih siang dan malam. Dalam perjalanan ke Desa Hotu Ding Tao berhasil mengalahkan guru-guru Wang Shu Lin dalam latih tanding, meski demikian dalam hatinya masih belum hilang perasaan bahwa ada yang kurang dari dirinya. "Besok aku akan tahu apa kekuranganku itu", gumam Ding Tao. "Hmm Ding Tao.? Kau berkata apa?", gumam Pang Boxi yang tidur di sebelah Ding Tao setengah bangun setengah tidur. "Oh, maaf tidak ada apa-apa.", ujar Ding Tao merasa malu. "Hei kau sendiri yang bilang, untuk sementara lupakan semua urusan dan kita beristirahat dulu. Besok kau harus dalam keadaan segar untuk mencoba kepandaian Tetua Shen.", ujar Pang Boxi mengingatkan. "Tetua benar, baiklah aku akan segera tidur", jawab Ding Tao. "Hmm.. yah..yahcepatlah tidur, kalau aku sudah mulai mendengkur kau akan lebih susah untuk tidur", gumam Pang Boxi yang sebentar kemudian terlelap. Mengulum senyum Ding Tao pun mulai menutup mata dan menutup telinga, bagi yang sudah terlatih untuk menutup 5 panca indera dan bermeditasi tentu dengkuran Pang Boxi tidak menjadi masalah besar. Tidak lama kemudian mereka semua pun tertidur pulas, mengumpulkan tenaga, menanti esok pagi, ketika ujian akan dimulai. Keesokan paginya, hanya Ding Tao dan Tetua Shen yang tinggal di rumah, karena Wang Shu Lin dan ke-enam gurunya pergi membantu penduduk desa membangun rumah untuk mereka tinggal selama mereka ada di Desa Hotu. "Baiklah coba kita periksa denyut nadimu", ujar Tetua Shen. Tiga jarinya yang sangat peka sudah diletakkan pada pergelangan tangan Ding Tao, diam merasakan Tetua Shen berusaha menentukan keadaan tubuh Ding Tao berdasarkan denyut nadinya di titik-titik pada pergelangannya. "Hmm obat yang diberikan oleh Tabib Shao Yong itu benar-benar sangat manjur, tapi perlu waktu lebih lama sebelum tubuhmu benar-benar memulihkan dirinya. Pengaruh obat itu cukup keras, meski saat ini kau tidak merasakannya, sebenarnya banyak organ tubuhmu yang berlum pulih total.", ujar Tetua Shen Goan. "Tapi tetua, aku sudah mencoba berlatih dan aku tidak merasakan ada jalur-jalur energi yang terhalang atau pusat energi yang terluka. Meski memang, rasanya ada sesuatu yang mengganjal, seperti ada masalah tapi aku tidak bisa menemukannya.", kata Ding Tao pada Tetua Shen. "Hmm kalau kau merasa seperti itu, kurasa masalahnya bukan ada pada tubuhmu. Memang benar banyak organ tubuh yang belum pulih benar, tapi umurmu yang masih muda dan tubuh fisikmu yang kuat, membuat kerusakan yang ada tidak akan terasa olehmu. Kecuali bila kau biarkan saja mereka tanpa diibati, nanti baru pada masa tuamu kau akan merasakan ketidak beresan dalam tubuhmu.", ujar Tetua Shen menjawab Ding Tao. "Begitukah? Jadi menurut tetua, luka yang aku derita ini tidaklah berbahaya?", tanya Ding Tao. "Bukan tidak berbahaya, tapi tidak akan kaurasakan adanya luka, sampai kau nanti sudah mulai renta dan justru itu bahayanya karena kau tidak merasakannya. Tapi sekarang sudah ketahuan ada masalah, tentu kita akan memulai perawatan. Aku akan tuliskan resep obat, seandainya nanti kau perlukan, karena perlu bertahun-tahun untuk perawatan lukamu ini. Juga akan aku ajarkan satu cara meditasi untuk memperkuat organ-organ dalam tubuhmu ini.", ujar Tetua Shen setelah berpikir sejenak. "Tetua, sampai berapa lama baru akan pulih benar kondisi tubuhku? Lalu jika obat itu terus aku minum apakah tidak kemudian menimbulkan efek yang buruk?" ,tanya Ding Tao. "Oh tidak, obat ini sifatnya ringan saja, bahkan baik juga untuk orang tua atau wanita hamil. Jadi sama sekali tidak berbahaya, dia lebih mirip obat untuk menjaga kesehatan. Jadi sebisa mungkin setiap hari kau minum obat ini, kecuali jika belasan tahun dari sekarang kita kebetulan bertemu, bisa aku periksa lagi nadimu dan kulihat apakah masih perlu kau minum atau tidak obat ini.", jawab Tetua Shen. "Hmm baiklah", ujar Ding Tao tampak ragu. "Hahaha, apa kau takut obat ini akan membuatmu kecanduan?", tanya Tetua Shen membaca perasaan Ding Tao. Ding Tao pun tersipu malu.   "Maafkan aku Tetua Shen, sejak aku menyadari akibat dari Obat Dewa Pengetahuan aku jadi sedikit takut untuk meminum segala macam obat." "Tak apa, aku mengerti perasaanmu, justru itu perasaan yang bagus, dengan demikian kau akan memiliki kekuatan untuk menghindari godaan dari meminum obat serupa. Tapi aku jamin padamu, obat ini tidak seperti itu, bahkan kau bisa tanyakan pada tabib mana pun, karena obat ini cukup umum sifatnya, tidak ada yang rahasia.", ujar Tetua Shen menenangkan Ding Tao. Mendengar penjelasan Tetua Shen, hati Ding Tao pun jadi lebih tenang, meski demikian dia berjanji dalam hati selekasnya dia bisa memeriksa kebenaran perkataan Tetua Shen tanpa menyinggung hatinya, dia akan melakukannya. Ya, Ding Tao sudah jadi jauh lebih dewasa dalam bersikap sebagai seorang tokoh besar dalam dunia persilatan. "Jadi menurut Tetua Shen, tidak ada yang perlu dikhawatirkan?", tanya Ding Tao. "Tidak, yang penting ketua harus merawat baik-baik diri Ketua Ding Tao, jangan melalaikan latihan dan juga meminum obat yang nanti aku berikan.", ujar Tetua Shen. "Lalu apakah luka yang tersembunyi ini akan berpengaruh dalam pertarunganku nanti melawan Ren Zhuocan?", tanya Ding Tao. "Tidak, jangan khawatir Ketua Ding Tao bisa mengeluarkan kemampuan Ketua Ding Tao 100%, seperti yang kukatakan umur ketua yang masih muda sangat menguntungkan dalam hal ini.", jawab Tetua Shen Goan. "Baguslah kalau begitu, jadi sekarang apakah kita mulai coba latih tanding untuk menilai kesiapanku melawan Ketua Ren Zhuocan?", tanya Ding Tao. Tetua Shen berpikir sejenak kemudian menjawab.   "Hmm.. sebaiknya kita lakukan nanti malam. Pertama kurasa kita butuh yang lain untuk ikut mengamati, baik menilai kurang lebihnya juga untuk berjaga jika dalam latih tanding nanti kita terlalu berlebihan. Yang kedua, hehe, selama ini penduduk desa tidak tahu aku punya sedikit kepandaian, kalau bisa aku ingin tetap seperti itu." "Ah, baiklah kalau begitu, jadi sekarang apa yangakan kita lakukan?", tanya Ding Tao. "Pagi ini waktunya tepat untuk memberikan latihan yang tadi kukatakan, latihan ini fungsinya untuk memperkuat organ- organ dalam tubuh. Kulihat himpunan hawa murnimu sudah sangat mapan, tentunya tidak akan mengalami kesulitan. Setelah melatih latihan ini dua tiga kali, kita akan bergabung dengan yang lain untuk menyelesaikan rumah kalian."   Mulailah Tetua Shen mengajarkan cara latihan hawa murni untuk menguatkan organ-organ tubuh di dalam tubuh.   Selesai mengikuti pengajaran Tetua Shen dan melatih latihan itu beberapa kali Ding Tao merasakan tubuhnya nyaman.   Menceritakan itu pada Tetua Shen, Tetua Shen pun kemudian menjelaskan apa yang terjadi saat Ding Tao melakukan latihan itu.   Puas dengan penjelasan itu, mereka pun berangkat untuk bekerja bersama yang lainnya.   Meng Ho ternyata ada pula di sana, bagi pemuda itu Ding Tao sudah menjadi idolanya, meski dia belum kenal benar siapa itu Ding Tao.   Pekerjaan mereka pun selesai dengan cepat, bangunan yang dibuat bukan bangunan yang mewah.   Asalkan ada atap di atas dan ada dinding yang melindungi mereka dari terpaan angin dan dinginnya malam.   Sementara isi rumah itu pun juga dengan cepat terisi dari pinjaman berbagai orang.   Sementara dari untuk tempat tidur, dibawa dari rumah Tetua Shen Goan.   Sore itu sambil melepas lelah, mereka pun merayakan berdirinya rumah itu.   Menanti seluruh tamu mereka pulang, barulah Tetua Shen dan yang lain berkumpul di halaman belakang rumah mereka.   Meski ini hanyalah satu latih tanding, tapi bila melihat wajah mereka, maka terlihat ketegangan yang sulit digambarkan.   Tetua Shen dan Ding Tao saling berhadapan, sementara Wang Shu Lin dan ke enam gurunya berdiri di sekeliling mereka.   Di tangan Ding Tao sudah tergenggam sebilah pedang, sementara Tetua Shen bersenjatakan tongkat kayu sepanjang lengan.   "Marilah kita mulai saja dulu", ujar Tetua Shen.   "Silahkan Tetua Shen mulai lebih dahulu.", ujar Ding Tao.   "Baik, hati-hatilah, aku akan mulai lebih dahulu.", ujar Tetua Shen.   Meski demikian Tetua Shen pun tidak terburu-buru, kedua pihak berdiri berhadapan saling menimbang-nimbang.   Ketegangan perlahan-lahan semakin memuncak.   Tiba-tiba Tetua Shen berkelebat ke depan, tongkat kayunya menebas ke arah pinggang.   Ding Tao pun tidak kalah cepat bergerak menjauh sembari menebas tongkat kayu Tetua Shen.   Tidak kalah cepat, Tetua Shen menarik mundur tebasannya dan berubah menjadi totokan ke arah pergelangan tangan Ding Tao.   Pertarungan pun berjalan cepat, jurus demi jurus dilancarkan bergantian, saling serang saling bertahan.   Tapi perlahan namun pasti, Ding Tao mulai terlihat di atas angin.   Tapi batas 14 jurus dengan cepat dilampaui dan baru menginjak jurus ke 17 barulah Ding Tao berhasil memaksa Tetua Shen menyerah.   Dengan sebuah tipuan yang cantik, pedang Ding Tao membelah tongkat kayu Tetua Shen tepat di tengah, memaksa Tetua Shen untuk melepaskan senjatanya.   Meski Tetua Shen berusaha mengelak mundur, setiap langkah mundurnya dengan cepat dihadang oleh gerakan Ding Tao.   Penuh kekaguman Tetua Shen menghapus keringat di dahinya.   "Benar-benar hebat, tidak disangka dalam usia semuda ini Ketua Ding Tao berhasil menguasai ilmu setinggi ini."   Ding Tao pun berusaha merendah.   "Tidak juga, sebagian besar berhasil kumenangkan menggunakan ilmu yang dititipkan Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan padaku. Bukan hasil perenunganku sendiri." "Ya bisa kulihat hal itu dari beberapa serangan Ketua Ding Tao. Seandainya Ketua Ding Tao lebih matang lagi dalam penguasaan atas ilmu-ilmu yang mereka wariskan.", jawab Tetua Shen. "Tetua Shen, bagaimana menurut tetua, mengenai kesempatanku untuk mengalahkan Ketua Ren Zhuocan?", tanya Ding Tao meski dia sendiri sudah bisa menghitung jumlah jurus yang mereka lalui sebelum dia berhasil mendesak Tetua Shen di posisi mati. "Hitunganku tadi 17 jurus, berapa hitungan ketua", jawab Tetua Shen tidak langsung menjawab. "17", jawab Ding Tao dengan lemas. "Tunggu, Ren Zhuocan sudah berpuluh tahun mengenal ilmu Tetua Shen, tentu ada perbedaan dengan Ketua Ding Tao yang baru kali ini berhadapan dengan Tetua Shen.", Khongti kemudian menyela. Tetua Shen pun terdiam sejenak dan menjawab.   "Benar juga, tentunya hal itu juga berpengaruh Hmm bagaimana menurut Ketua Ding Tao kalau kita lakukan lagi latih tanding yang kedua. Kukira aku masih sanggup bermain-main beberapa puluh jurus lagi."   Wajah Ding Tao pun menjadi sedikit cerah.   "Baik, aku siap, kali ini ijinkan aku yang memulai serangan." "Silahkan, itu cara yang baik juga, sekarang Ketua Ding Tao bisa mempelajari cara-cara pertahanan yang kumiliki. Pada latih tanding yang ketiga Ketua Ding Tao punya kemungkinan untuk mengalahkanku lebih cepat. Silahkan.", jawab Tetua Shen. Kedua jagoan beda generasi itu pun kembali saling berhadapan, kali ini Ding Tao yang akan memegang kendali jalannya pertarungan, jika dia berhasil terus menekan sejak awal. Ding Tao pun tidak ingin terburu-buru menyerang, dipikirkannya baik-baik jurus serangan yang akan dia gunakan. Ketika akhirnya dia menyerang, dia menusukkan pedangnya dalam gerakan yang tidak terlalu cepat. Meski demikian, Tetua Shen ternyata menyurut mundur tiga langkah oleh serangan itu. Demikianlah mereka kembali saling menyerang dan bertahan. Tidak seperti pada latih tanding sebelumnya, kali ini Ding Tao justru sering memberi jalan keluar pada lawan, pada jurus ke 20 dan 45 sebenarnya dia sudah bisa mematikan gerak Tetua Shen, namun dengan sengaja dia memberi Tetua Shen kesempatan untuk mundur dan dengan cara itu Ding Tao berusaha lebih banyak melihat jurus-jurus andalan milik Tetua Shen. Tetua Shen tentunya bukan tidak tahu akan hal ini, namun karena tujuan mereka memang untuk mempersiapkan Ding Tao melawan Ren Zhuocan, maka Tetua Shen pun tidak pelit-pelit dengan ilmunya. Mereka pun saling serang sampai puluhan jurus banyaknya sebelum Ding Tao melompat mundur dan menyudahi latih tanding mereka tanpa ada ketentuan siapa yang menang dan siapa yang kalah. "Cukup tetua, kalau boleh, kita sudahi dulu sampai hari ini.", ujarnya sambil melompat mundur. "Baiklah, apakah Ketua Ding Tao ingin merenungkan dulu apa yang ketua lihat hari ini?", tanya Tetua Shen sambil menarik pula serangannya. "Ya, aku perlu waktu untuk memikirkannya, bagaimana menurut Tetua Shen, apakah akan mengurangi nilaiku jika aku mengambil waktu semalam untuk merenungkannya?", jawab Ding Tao. "Tidak juga, seperti yang Saudara Khongti tadi katakan, Ren Zhuocan memiliki kelebihan dibanding dirimu karena dia sudah mengenal ilmuku selama bertahun-tahun, meski saat aku berhadapannya waktu itu, ada juga aku memiliiki ilmu simpanan baru.", ujar Tetua Shen. Melihat latih tanding itu sudah selesai, yang lain pun sudah berjalan mendekat dan mengikuti pembicaraan mereka. Zhu Yanyan pun bertanya.   "Tetua Shen, menurut tetua bagaimana dengan ilmu kepandaian Ketua Ding Tao? Memang benar dia tidak bisa mengalahkanmu dalam 14 jurus, tapi seperti Adik Khongti katakan, Ren Zhuocan memiliki keuntungan karena dia sudah mengenal ilmumu dengan baik."   Tetua Shen terdiam sejenak kemudian bertanya.   "Apakah kalian pernah melihat bagaimana Ren Zhuocan bertarung?" "Ya, kami pernah menyaksikannya beberapa kali, pada saat pertemuan lima tahunan melawan Tetua Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan", jawab Hu Ban. "Jadi kurasa kalian bisa mengerti kalau kukatakan, serangan-serangan Ketua Ding Tao serasa tidak setajam, tidak sekejam serangan Ren Zhuocan. Meski ada benarnya bahwa Ren Zhuocan memiliki keuntungan tapi bukankah juga kukatakan aku kalah dalam 14 jurus, itu tiga tahun yang lalu. Pada waktu itu pun, jika kubandingkan dengan Ketua Ding Tao yang sekarang, seperti yang kukatakan serangan-serangan Ketua Ding Tao kalah mengerikan dibandingkan dengan serangannya.", ujar Tetua Shen sambil menggelengkan kepala. "Tunggu mungkin benar serangan Ketua Ding Tao tidak setelengas serangan Ren Zhuocan, tapi itu lbih karena sifat manusianya, bukan karena kepandaiannya.", ujar Hu Ban dengan alis berkerut. "Hmm itu artinya Ketua Ding Tao belum sampai pada tingkatan tidak ada manusia yang ada adalah pedang. Pedang sudah tidak ada lagi di tangan, tapi pedang ada di hati.", ujar Tetua Shen. "Dan menurutmu Ren Zhuocan, serangannya menjadi lebih tajam karena dia sudah mencapai tingkatan itu?", tanya Zhu Yanyan. "Ya, aku percaya dia sudah sampai pada tingkatan itu, di mana perasaannya sedikitpun tidak menghalangi dia untuk menjalankan jurus-jurus yang dia mainkan. Atau mungkin lebih tepatnya, pada saat dia bertarung dia sudah berada pada kondisi kosong. Tidak ada lagi aku.", ujar Tetua Shen. "Hmm", Zhu Yanyan pun terdiam. Wang Shu Lin menggamit tangan Shu Sun Er.   "Guru apakah itu artinya Kak Ding Tao tidak memiliki kesempatan?"   Shu Sun Er tidak bisa segera menjawab.   "Entahlah Shu Lin siapa orangnya yang benar-benar pernah sampai pada tahap itu? Banyak yang berpendapat bahwa diirnya sudah sampai di sana, tapi tidak ada yang bisa memastikan benar atau tidak. Apalagi orang lain."   Ding Tao menghela nafas dan berkata.   "Sudahlah, bisa jadi benar atau tidak, kalau memang benar maka yang dapat kulakukan adalah berusaha untuk mencapai tingkatan yang sama." "Waktunya sangat singkat jika kita ingin mencegah jatuhnya banyak korban pada pertemuan lima tahunan yang berikutnya.", ujar Tetua Shen perlahan. "Kita cuma bisa berusaha sekuatnya.", jawab Ding Tao sambil tersenyum kecil. "Ya, Ketua Ding Tao benar, apa perlunya mengkhawatirkan hal itu sekarang ini, yang penting kita sudah berusaha sekuatnya.", ujar Khongti. Mereka pun kemudian masuk ke dalam rumah yang baru, Tetua Shen memutuskan untuk ikut menginap di sana. Ding Tao pun berpamitan untuk pergi menyendiri, yang lain mengerti dan tidak mencegahnya pergi. Mereka hanya bisa berdoa demi keberhasilan pemuda itu. Sendiri di bawah bintang-bintang, Ding Tao berlatih perlahan-lahan, dengan bergerak dia berusaha membuat pikirannya menjadi tenang. Setelah pikirannya menjadi tenang dia berusaha menyelami setiap ilmu yang pernah dia lihat. Ding Tao pun mendapati, ilmu yang ditunjukkan Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan adalah dua ilmu yang dia tahu, yang paling mendekati kesempurnaan yang dia tahu. Menurut pendapat beberapa orang, pada awalnya hanya ada satu. Mungkin itu sebabnya ketika Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan mencoba menyarikan apa yang mereka ketahui dalam satu bentuk ilmu. Ilmu yang mereka dapatkan atau ciptakan, bisa bekerja sama dengan begitu baiknya. Meski yang satu menyarikannya dari ilmu-ilmu yang ada di Shaolin dan yang seorang lagi berdasarkan pengetahuannya atas ilmu dari Wudang. Namun ketika mereka berhasil menyarikannya menjadi satu ilmu, keduanya seakan-akan bersaudara. Dalam pikirannya, secara pengertian bisalah Ding Tao meraba itu semua. Namun Ding Tao tahu, untuk bisa mengamalkannya dengan sempurna, dia butuh lebih dari sebuah pengertian, sebuah pemahaman yang hanya sampai pada tingkatan berpikir. Belum sampai pada menghidupi ilmu itu sendiri, belum sampai pada tingkatan menghayati ilmu itu sendiri. Hingga seperti yang dikatakan Tetua Shen mengenai Ren Zhuocan, tidak ada lagi orangnya, yang ada adalah pedangnya, ilmunya. Ilmunya dihayati sedemikian rupa sehingga ilmu itu sudah menjadi bagian dari dirinya. Semua gerakan terjadi dengan sendirinya, dengan wajar. Entah sudah berapa lama Ding Tao bergerak, berlatih, melakukan jurus demi jurus ketika dia sampai pada kesadaran itu. Ini tidak seperti berpikir yang melantur, tapi seperti menanyakan satu pertanyaan secara terus menerus, berusaha menemukan jawaban yang terdalam, menyingkirkan dan menolak jawaban yang dangkal, terus menerus menggali dan tiba-tiba seakan mendapatkan satu kesadaran. Ding Tao pun berhenti bergerak, tubuhnya sudah basah dengan keringat, tandanya dia sudah melatih jurus-jurusnya mungkin lebih dari seratus kali dia mengulang. Tubuhnya terasa begitu lelah dan kehabisan tenaga, namun semangatnya bangkit. Ding Tao akhirnya mengerti apa yang membuat dia merasakan satu ganjalan dalam hatinya selama ini, setelah dia lepas dari pengaruh Obat Dewa Pengetahuan. Selama ini dia seakan-akan hampir mencapai tingkatan yang sama dengan Ren Zhuocan, tapi itu bukan disebabkan karena ilmunya sudah menyatu dengan dirinya. Yang menyebabkan hanyalah karena kecepatan dia baik dalam menangkap gerakan lawan, maupun memikirkan cara untuk mengalahkan jurus-jurus lawan yang berkali-kali lipat lebih cepat dari orang biasa. Hingga seakan-akan dia sudah bergerak tanpa dia harus berpikir. Pada kenyataannya saat otaknya dipenuhi dengan berbagai jenis ilmu, maka dia pun menjadi lebih bodoh dari pendekar biasa, karena pada saat itu, jumlah kemungkinan- kemungkinan yang dia perhitungkan, jauh melampaui kemampuan otaknya, meski sudah dibantu dengan Obat Dewa Pengetahuan. Jadi sampai sekarang, tidak ada satu ilmu pun yang dia hayati sepenuhnya, hingga menyatu dengan dirinya. Itulah kelemahannya jika dibandingkan dengan Ren Zhuocan. Jika dia memiliki kelebihan dibanding yang lai, itulah kehebatan dari ilmu ciptaan Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan. Lawanlah yang terperangkap dalam kerumitan serangan jurus ciptaan dua orang itu. Bukan karena dirinya yang memiliki kemampuan. Dia sudah memegang sebuah pedang pusaka, namun pedang itu belum benar-benar menjadi miliknya. Pengertian ini sulit dijabarkan dalam kata-kata, ini lebih bisa ditangkap pada tataran rasa. Sampai pada pengertian ini, Ding Tao pun tercenung. Dia sampai pada titik yang sangat penting, dengan situasi yang ada sekarang ini, dia harus berusaha menerobos pintu ini untuk sampai pada tataran yang selanjutnya. Di saat yang sama, dia juga menantikan kabar dari Shin Su dan kawan-kawannya. Jika dia berfokus hanya pada mencapai tataran yang setingkat dengan Ren Zhuocan, maka ada bahayanya bahwa rencananya untuk menghadapi Murong Yun Hua dan sekutunya akan mengalami kegagalan. Maka Ding Tao pun mulai menimbang-nimbang, yang mana yang harus dia dahulukan. Jika dia berhasil melemahkan persekutuan yang dibangun oleh Murong Yun Hua, tapi gagal dalam mengalahkan Ren Zhuocan, maka sebagai akibatnya Ren Zhuocan akan melenggang masuk menaklukkan tokoh-tokoh dunia persilatan dalam perbatasan karena tidak ada lagi yang menyatukan mereka. Sebaliknya jika dia berhasil mengalahkan Ren Zhuocan namun gagal dalam melemahkan Murong Yun Hua pada saat pertemuan lima tahunan itu, maka yang terburuk adalah dia tidak memiliki bukti dan saksi untuk mengembalikan nama baiknya. Pada pertemuan itu, Murong Yun Hua dan seluruh tokoh-tokoh dunia persilatan berdiri di belakangnya akan berhadapan dengan dirinya bukan dengan Ren Zhuocan. Jika dia tidak yakin bisa menang, dia bisa mundur dari pertarungan itu, mencari waktu yang lebih baik lagi untuk menghadapi Murong Yun Hua. Menghela nafas Ding Tao pun memutuskan. Esok paginya dia mengumpulkan Tetua Shen dan yang lainnya. "Tetua sekalian, Wang Shu Lin, aku kemarin sudah berpikir baik-baik dan aku memutuskan untuk sementara akan mengasingkan diri dan mencoba untuk memasuki tataran yang sama dengan Ketua Ren Zhuocan.", kata Ding Tao. "Lalu bagaimana dengan rencanamu untuk menghadapi Murong Yun Hua?", tanya Zhu Yanyan. "Mengenai hal itu, sudah kuputuskan untuk menitipkannya pada kalian semua, aku sudah menuliskan tanya jawab yang menjadi penanda antara diriku dengan orang-orangnya Shin Su, harap Tetua Zhu Yanyan membaca dan menghafalkannya." "Baiklah, tapi Ding Tao kami belum tahu apa rencanamu untuk menghadapi Murong Yun Hua.", ujar Zhu Yanyan sambil menerima secarik kertas dari tangan Ding Tao. "Tentang hal itu, aku sudah berpikir baik-baik dan aku berpendapat bahwa meski mereka terlihat kuat, sebenarnya kekuatan mereka itu rapuh adanya. Mereka berhasil disatukan oleh Murong Yun Hua lewat berbagai bujuk rayu dan tipuan. Bukan disatukan oleh satu tujuan dan cara berpikir yang sama.", ujar Ding Tao. "Hmm benar, bila kita bisa mengetahui alasan tiap-tiap orang untuk mengikuti Murong Yun Hua, maka kita bisa memecah belah mereka menjadi kekuatan yang lebih lemah. Bahkan bisa jadi mereka akan saling berlawanan sendiri satu dengan yang lain.", ujar Hu Ban merenungkan perkataan Ding Tao. "Benar, salah satunya mereka yang mengikuti Murong Yun Hua karena kedudukannya sebagai Wulin Mengzhu. Yang termasuk golongan ini, jika bisa diyakinkan bahwa aku tak bersalah dan masih hidup tanpa kurang suatu apapun, maka mereka akan meninggalkan Murong Yun Hua dan berbalik mendukung diriku.", ujar Ding Tao. "Kukira kau tentu akan berusaha membebaskan Pendekar Jin Yong untuk kau jadikan saksi bagimu", sahut Khongti. "Benar, itu salah satunya, selain itu tentu saja ada tetua semua dan Wang Shu Lin yang bisa menjadi saksi tentang terbunuhnya Bhiksu Khongzhen dan Pendeta Chongxan yang saat ini dilemparkan tanggung jawabnya padaku.", ujar Ding Tao. "Benar, setidaknya untuk hal itu kartu sudah ada di tangan, tapi untuk mendapatkan Pendekar Jin Yong bukanlah hal yang mudah, tentunya dia dijaga sangat ketat.", kata Shu Sun Er menyambung. "Ya, tentang soal itu, aku sudah berpikir dan ada dua hal yang kupikir bisa membantu. Pertama keberadaan Murong Huolin dan Hua Ying Ying di rumah kediaman kami di Jiang Ling. Entah benar atau tidak, tapi jika berdua masih mencintaiku, ada kemungkinan kita bisa meyakinkan mereka untuk membantu." "Yang kedua adalah, pada saat pertemuan lima tahunan nanti, tentunya Murong Yun Hua tidak akan mau mengambil resiko gagal dan akan mengerahkan seluruh kekuatannya.", ujar Ding Tao menjelaskan pemikirannya. Wang Shu Lin pun menepuk tangannya dan menyahut.   "Benar, pada saat itu, rumah dalam keadaan kosong karena semuanya berangkat untuk menghadapi pertarungan besar. Di saat yang sama, kita memiliki orang dalam yang bisa bekerja untuk membebaskan Pendekar pedang Jin Yong. Murong Yun Hua akan mendapatkan kejutan besar pada pertemuan itu nanti."   Ding Tao tersenyum tapi dalam hati ada pula rasa sedih, dia pun bertanya-tanya dalam hati, Apakah aku masih mencintai Murong Yun Hua? Setelah semuanya ini terjadi? Apakah mungkin aku bisa memaafkannya? "Pemikiran yang bagus", ujar Khongti dengan bersemangat.   "Dan bukan hanya membersihkan nama Ding Tao saja, tapi aku yakin orang-orang munafik yang bersekutu dengan Murong Yun Hua pun akan berpikir dua kali untuk terus menjadi pendukungnya bila kita berhasil membuka rahasia itu di depan orang banyak.", ujar Hu Ban dengan mata berkilat-kilat.   "Benar, ditambah lagi jika kita bisa mengetahui apa yang ditawarkan Murong Yun Hua pada mereka, sehingga mereka bersedia menjadi pembantunya.   Memanfaatkan itu kita bisa menawarkan hal yang sama nilainya, membuat persekutuan dengan Murong Yun Hua semakin tidak menarik untuk mereka.", tambah Ding Tao.   "Benar, benar, tidak kuduga kau sudah berpikir sejauh itu.   Anak baik, anak baik", ujar Pang Boxi dengan mata penuh kekaguman memandang Ding Tao.   "Aku mengerti sekarang, mengapa kau memberikan semua tugas itu pada Shin Su", ujar Hu Ban sambil mengelus-elus dagunya.   "Bagus, jadi bisakah aku menitipkan masalah ini pada tetua sekalian?", tanya Ding Tao pada mereka.   "Ya, serahkan semuanya pada kami, kami akan berusaha agar pada pertemuan lima tahunan nanti semuanya sudah siap.   Dan kau, jangan pikirkan yang lain, konsentrasikan saja seluruh kemampuanmu untuk menerobos pintu yang terakhir itu.", ujar Zhu Yanyan dengan bersemangat.    Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo Alap Alap Laut Kidul Karya Kho Ping Hoo Bintang Bintang Jadi Saksi Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini