Ceritasilat Novel Online

Pendekar Satu Jurus 9


Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 9


Pendekar Satu Jurus Karya dari Gan K L   Demikian mereka berpikir dalam hati, darimana anak Ki bisa kenal dia? Kenapa ia bersikap semesra itu kepadanya? jangan2 mereka...   Tiba-tiba Tham Bun-ki mengeluh lirih lalu lari dan menubruk ke dalam pelukan Hm Giok.   Menyaksikan adegan tersebut kedua gembong iblis yang dingin dan kaku itu membentak pelahan, entah dengan gerakan apa, tahu2 tubuh mereka yang jangkung dan kurus itu ibaratnya anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur dengan cepat.   Waktu itu Bun-ki sedang menubruk ke depan ingin membenamkan kepalanya ke atas dada Hui Giok yang bidang.   Sudah lama dia mengharapkan tibanya saat seperti ini, pelahan dia ulurkan tangannya untuk merangkul dengan matanya terpejam.   Tapi, sebelum keinginannya tercapai tiba suara bentakan berkumandang, menyusul segulung angin menyambar tiba, ia membuka matanya, pandangannya terasa kabur entah sejak kapan Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok telah mengadang di depannya.   Dalam kejutnya cepat dia mengegos ke samping, dalam sekejap itu gadis yang haus kehangatan cinta itu sudah mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi dengan enteng dia meluncur ke samping.   Tapi begitu mencapai tanah, dengan enteng segera ia melayang kembali ke samping Leng Kobok dan Leng Han tiok, biji matanya yang jeli menampilkan rasa kaget tercengang dan juga kurang senang.   "Toasiok, Jisiok, apa2an kalian in!?"   Teriaknya marah.   Leng Ko-bok berpaling dan saling pandang sekejap dengan Leng Han-tiok mendadak mereka memutar badan, empat telapak tangan mereka terus ditempelkan pada badan Hui Giok.   Hui Giok kaget bercampur heran, bukan lantaran kedua orang aneh itu menghadang di depannya secara tiba-tiba tapi karena serangan maut mereka yang dilancarkan secara mendadak, ia lihat ke-empat telapak tangan mengancam bahu dan lengan-nya, tapi ia tak mampu berkelit apalagi melancarkan serangan balasan.   Hui Giok tahu bila ke empat tangan itu bersarang di badannya, kendati tubuhnya terdiri dan baja yang keras juga akan hancur, Tapi pada detik-detik terakhir itu tak terpikirkan olehnya soal mati-hidup dia hanya memikirkan Tham Bun-ki yang berada di depannya.   Tapi sekarang ingin memandang sekejap saja tidak dapat karena antara dirinya dan si dia telah teradang oleh dua orang aneh bagaikan bukit es yang kaku, dalam putus asanya pemuda itu hanya menghela napas lalu pejamkan matanya.   Kecepatan suatu gerak pukulan paling cepat juga cuma dalam sekejap mata, serangan yang di lancarkan Leng Ko-bok dan Leng Han-nok tentu saja berlipat kali lebih cepat daripada gerakan orang lain.   Namun kecepatan pukulan itu toh kalah cepat daripada lintasan pikiran manusia.   Demikianlah pada saat kedua orang aneh itu melancarkan pukulan dalam sekejap itulah pelbagai ingatan telah melintas dalam benak Hui Giok.   Ketika telapak tangan mereka hanya menempel saja di tubuh Hui Giok dan bukan menghantamnya seperti yang di duga semula, dengan penuh kegelisahan Tham Bun-ki telah menubruk ke depan.   "Toasiok, Jisiok!"   Teriaknya sambil menarik ujung baju mereka.   "sebenarnya apa yang kalian lakukan? Dia... dia adalah..."   "Hm... anak Ki menyingkirlah dulu!"   Jengek Leng Han-tiok seraya menatap gadis itu dengan dingin.   "Apa yang kau cemaskan, budak cilik?"   Sambung Leng Ko-bok dengan tersenyum.   "bila kami menghendaki nyawanya, sekalipun dia punya cadangan sepuluh lembar jiwa iuga sudah amblas sejak tadi."   Tham Bun ki melenggong, dilihatnya Hui Giok sedang memejamkan matanya, peluh membasahi jidatnya, dia tak tahu apa hubungan Hui Giok dengan Leng-kok-siang-bok, juga tak tahu mengapa mereka bersikap demikian kepadanya, maka setelah ragu-ragu sejenak gadis itu mengitar ke samping kedua orang aneh itu dan menghampiri Hui Giok.   Tapi Leng Han-tiok lantas menegur lagi dengan suara dingin "Anak Ki kusuruh kau menyingkir apa tidak dengar?"   "Orang she Hui ini terkena tekanan tenaga sakti dua unsur kami,"   Sambung Leng Ko-bok "walaupun sepintas lalu tampaknya segar, hakikat nya tidak enteng luka yang dideritanya, sedikit sa ja mengalami getaran, kemungkinan besar jiwanya akan melayang,"   Berubah hebat air muka Tham Bun-ki, p pinya yang semula merah berubah jadi pucat seperti mayat, teriaknya dengan gemetaran.   "Toasiok... kau mengapa kau bersikap sekasar itu padanya? Apakah dia bukan kawanmu?"   "Hehehe, sejak kapankah kau dengar Toasiok dau Jisiok mempunyai kawan?"   Leng Han-tiok tertawa dingin.   "Lalu bagai mana sekarang?"   Saking gelisahnya Tharn Bun-ki berkerut alis rapat2.   Dia hendak menyeka keringat yang membasahi jidat Hui Giok, tapi Leng Ko-bok segera menghardik "Budak dungu, jangan sentuh dia! Tidak kah kau lihat sendiri apa yang kami lakukan sekarang.   Bun ki mengerling sekejap kemudian berdiri termangu dan akhirnya menghela napas sambil mundur dua langkah, sekalipun sudah terlihat olehnya bahwa kedua Leng bersaudara seakanakan sedang mengobati pemuda itu dengan tenaga dalamnya akan tetapi ia tak berani memastikan, maka dengan wajah gelisah gadis itu menyingkir ke samping sambil berharap agar Hui Giok dapat membuka matanya dan mengucapkan sepatah kata kepadanya.   Waktu terasa merangkak dengan lambatnya, begitulah keadaannya bila seorang sedang gelisah dan cemas.   Di bawah cahaya rembulan terlibat betapa seriusnya wajah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kaku itu, telapak tangan mereka yang menempel di dada Hui Giok tiba-tiba bergerak, tubuh Hui Giok yang kaku tiba-tiba saja ikut berputar, kemudian empat telapak tangan yang kurus kering menempel kembali di punggung anak muda itu.   Hui Giok sendiri pada saat itu hanya merasakan hawa panas memancar keluar dari telapak tangan orang-orang itu, ketika hawa tersebut tersalur ke badannya, hawa panas itu rasanya halus, tapi kadangkala menjadi keras, mengikuti gerak napasnya yang berputar dan mengalir ke seluruh bagian tubuhnya.   Dia memang tak paham tentang rahasia ilmu silat, tapi sebagai seorang pemuda yang cerdik, cukup berpikir sejenak dia lantas mengerti keadaan yang sedang di hadapinya.   "Mengherankan sekali perbuatan kedua orang ini."   Demikian Hui Giok berpikir rupanya luka yang mereka timbulkan tadi disembuhkan kembali dengan tenaga sakti mereka Mungkinkah mereka berbuat demikian lantaran Bun-ki? Tapi ada hubungan apakah antara mereka dengan Bun-ki?"   Perlu diterangkan Hui Giok dan Bun-ki boleh dibilang dibesarkan bersama maka setiap orang yang dikenal Tham Bun-ki iapun mengenalnya, karena itu ketika dilihatnya hubungan anak dara itu dengan kedua orang aneh tersebut begitu akrab, sedang dia merasa tak pernah mengenalnya selama ini, hal inilah yang membuatnya heran.   Tentu saja dia tak tahu selama setahun ini bukan saja dia seorang yang mengalami banyak kejadihan aneh, malahan kejadian aneh yang dialami Tham Bun-ki juga tidak berada di bawahnya.   Tidak lama kemudian Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok tiba-tiba menggerakkan tubuhnya, seperti kupu2 yang bermain di antara bunga, mereka berputar ke depan belakang kanan dan kiri Hui Giok.   Mengikuti gerakan tubuh mereka yang lincah, keempat telapak tangan mereka yang kurus kering menghantam pula sekeliling badan Hm Giok tanpa berhenti.   Sesaat itu Hui Giok merasa tubuhnya berputar seperti gasingan mengikuti gerakan pukulan yang dilontarkan keempat telapak tangan itu, yang aneh bukan saja tempat di mana terkena pukulan itu tidak terasa sakit, bahkan mendatangkan perasaan segar yang sukar dilukiskan, Bun-ki pada mulanya berdiri di samping dengan perasaan gelisah, berserilah wajahnya setelah menyaksikan gerakan aneh kedua orang itu, sekulum senyuman manis diam-diam tersungging di ujung bibirnya.   Dara cantik yang dilahirkan dalam keluarga persilatan dan sejak kecil disayang dan dimanja oleh ayahnya ini tentu saja mempunyai pengetahuan yang jauh lebih luas tentang ilmu silat daripada Hui Giok, dari gerakan tubuh yang di lakukan kedua Leng bersaudara atas Hui Giok itu dengan cepat dia mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya rupanya mereka sedang melancarkan peredaran darah tubuh Hui Giok dengan tenaga murni mereka yang sempurna.   Maka dari itu, kendatipun Hui Giok baru menderita luka dalam, tapi setelah peredaran darah dalam tubuhnya dibantu oleh hawa sakti kedua orang itu hingga berjalan lancar kembali, boleh dibilang luka dalamnya segera sembuh kembali.   Sudah tentu kesempatan baik semacam ini sukar sekali ditemui dalam dunia persilatan apalagi yang diterima oleh Hui Giok sekarang adalah hasil karya Leng-kok-siang bok yang tersohor bersifat dingin kaku dan kejam.   Hui Giok sendiri tidak menyadari keuntungan yang diterimanya, akan tetapi Bun-ki hampir saja bersorak kegirangan.   Biji matanya yang bening memancarkan cahaya berseri mengikuti gerak tubuh orang itu, di bawah sinar bulan yang menyoroti baju hijaunya di antara kibaran ujung bajunya yang terembus angin, dia kelihatan lebih cantik lebih menarik dan mempesona.   Tiba2 terdengar lagi dua kali bentakan nyaring.   Bayangan tubuh yang sedang menari itu mendadak berhenti.   Tham Bun-ki berseru tertahan dia melompat ke depan lalu di rangkulnya tubuh Hui Giok yang sempoyongan itu, ia lihat senyuman menghiasi bibir pemuda itu di antara matanya yang terpejam, butiran keringat menetes membasahi pipinya.   Dia mengambil saputangan hijau dan menyeka butiran keringat itu dengan lembut, ia tahu tak lama lagi anak muda itu akan dapat berdiri sendiri bahkan jauh lebih kuat daripada semula.   Dengan gembira Bun-ki menghela napas lega dan berpaling, Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kurus dan jangkung itu berdiri di belakang bagaikan dua tonggak salju yang menyeramkan.   Tak seorangpun yang tahu bahwa pada saat itu di balik keseraman kedua tonggak salju yang kaku itu mengandung kehangatan sebagai manusia, hanya tidak gampang untuk menemukan kehangatan yang tersembunyi ini.   Dalam sekejap ini terbayang kembali olehnya pengalamannya selama setahun ini dia teringat betapa pedih hatinya ketika kepergian Hui Giok, akhirnya iapun pergi meninggalkan ayahnya yang tercinta mengembara di dunia persilatan dan berharap akan dapat menemukan kembali Hui Giok yang minggat itu.   Tapi dunia begitu luas, ke mana dia harus mencari seorang di tengah lautan manusia? Akhirnya dia kecewa ia pergi meninggalkan keramaian kota dan mengembara di antara perbukitan yang sepi dan jauh dari manusia.   Waktu itu musim gugur telah tiba embusan angin musim gugur merontokkan dedaunan ia berkelana tanpa tujuan, sebelum ia tiba di daerah Kanglam, dijumpainya Leng-kok-siang-bok yang tersohor itu.   "Suatu pertemuan yang aneh, benar-benar pertemuan yang aneh!"   Begitulah dia membayangkan pertemuan itu. Ketika ia menengadah untuk kedua kalinya Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok masih berdiri tak bergerak di hadapannya, maka iapun tersenyum dengan rasa terima kasih.   "Toasiok, Jisiok! Sungguh aku tak tahu bagai mana harus berterima kasih kepada kalian, demi diriku..."   Lembut dan merdu ucapan tersebut sehingga wajah Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang kaku tanpa emosi terlintas pergolakan perasaan. "Aneh benar, darimana kau bisa kenal dengan dia?"   Gumam Leng Han-tiok dengan dahi berkerut "kau tahu, dialah yang bakal menjadi Cong-piaupacunya kalangan hitam di wilayah Kanglam"   Bun-ki melengak dan terbelalak hampir saja ia tak percaya pada pendengarannya sendiri.   "Congpiaupacu yang ada di hadapannmu sekarang bukan lain adalah orang yang diangkat oleh orang yang hendak memusuhi ayahmu"   Kata Leng Han-tiok lagi.   "Walaupun aku tak punya hubungan apa-apa dengan ayahmu, tapi demi kau terpaksa tengah malam buta begini kuberi hajaran padanya, apa sangka saudara yang akan menjadi Congpiau pacu ini pada hakekatnya tak berilmu..."   Tiba-tiba ucapan tersebut berhenti sambil mendengus, sementara itu Tham Bun-ki tak mampu mengucapkan sepatah katapun saking kejutnya, dia berpikir.   "Oh jadi dia bukan kenalan lama Leng to siok dan Leng jisiok tapi lantaran sebab musabab inilah dia membawanya kemari untuk bercakap-cakap, tapi benar-benar aneh, kenapa ia bersedia diangkat menjadi Congpiaupacu?"   Ketika berpaling, dilihatnya Hui Giok masih duduk tenang di atas tanah mukanya jauh lebih tenang daripada tadi, napasnya jauh lebih teratur semua ini membuat ia menghela napas lega.   "Belasan tahun aku tak pernah melangkah keluar dari lembah dingin barang setindakpun."   Demikian Leng Han-tiok berkata.   "tak nyana karena kau si budak ini telah banyak menimbulkan persoalan."   Manusia aneh yang bermuka dingin itu menghela napas lalu berkata pula "Bagaimanapun juga kami berhasil menyembuhkan orang she Hui ini seperti semula, bila ada persoalan yang hendak dibicarakan, katakanlah kepadanya sesukamu"   Merah wajah Bun-ki, pelahan ia tundukkan kepalanya.   Ya begitulah sikap seorang anak dara bila rahasia hatinya ketahuan orang, meski malu, tapi rasa malu yang riang.   Tatkala ia menengadah pula, suasana di hadapannya telah lengang, kecuali embusan angin yang menggoyangkan pohon bambu di kejauhan dan suara percikan air mengalir kedua orang aneh tadi sudah lenyap tak berbekas di bawah cahaya bulan hanya ia dan Hm Giok yang masih tertinggal di situ.   Tadi tanpa terasa sekujur badan Hui Giok lelah dihajar orang, ia merasa makin cepat terhajar oleh kedua orang aneh itu semakin nyaman rasanya.   Ketika pukulan2 itu berhenti, ia merasa tubuhnya se-olah2 me-layang2 di awang2, kakinya terasa lemas bukan lantaran tak bertenaga untuk menunjang badannya, tapi karena malas mengeluarkan tenaganya.   Maka iapun jatuhkan diri dan duduk di tanah ia tahu Bun-ki berada di sampingnya, iapun tahu tangan si nona yang halus sedang menyeka keringat di keningnya, tapi ia enggan membuka matanya dia ingin tidur, ingin beristirahat dan mengendurkan seluruh otot2 dagingnya.   Sebab napasnya dan peredaran darahnya saat ini seperti lagi melayang, keadaan ini tak jauh berbeda dengan perasaan waktu ia bersama Go Beng si mabuk arak tempo hari, tapi setelah dirasakan dengan seksama ternyata sama sekali tidak sama.   Dia tak tahu pukulan yang diterimanya tadi telah membuat dia sebagai seorang yang tak pernah berlatih tenaga dalam kini berubah menjadi seorang yang mempunyai dasar Lwekang yang kuat.   Kejadian itu tentu saja tak pernah diduga olehnya, tapi ia dapat mempertahankan terus perasaan itu, membiarkan peredaran darah dalam tubuhnya berputar sebagaimana mestinya.   Akhirnya, semua telah tenang kembali pelahan dia membuka matanya.   Tham Bun-ki ditemukan duduk bersandar di sampingnya dengan setengah berjongkok tangannya yang sebelah terjulur ke bawah.   tangan yang lain menahan kain ikat kepalanya yang berwarna hijau.   Waktu itu si nona memandang kejauhan dengan termangu, dari samping Hui Giok dapat melihat hidungnya yang mancung ibarat patung yang terbuat dari pualam, cahaya yang memancar dari samping menciptakan sebuah profil yang indah.   Malam yang sepi, malam yang remang, pikiran yang kabur, gadis cantik yang termenung, semua itu menciptakan suatu keindahan yang tiada taranya membuat Hui Giok hampir tak berani mengusiknya tak berani mengejutkan ketenangan dan kesyahduan itu, dia hanya memandangnya dengan terpesona dan termangu.   Berpaling juga akhirnya gadis itu, sinar matanya yang rada bingung menatap Hui Ciok bagai dalam impian, Sedang Hui Giok sendiri menggeser badannya mengubah posisi duduknya hingga semakin dekat dengan gadis itu lalu berkata lirih.   "Bun ki... Bun ki apa yang sedang kau pikirkan"   Dia tak tahu kata2 apa yang sebenarnya hendak diucapkan maka meluncurlah kata2 yang tanpa tujuan ini.   Bun-ki membetulkan rambutnya yang terikat dengan kain hijau itu lalu sahutnya pelahan "Ai sedang berpikir, manusia memang makhluk yang aneh, ada sementara manusia yang sepintas lalu tampaknya hangat kenyataannya hati mereka dingin dan kaku persoalan apapun tak dapat menggerakkan hatinya.   Misalkan saja ayahku siapakah di dunia ini yang tak tahu akan kebajikan serta kemuliaan beliau? Tapi ku tahu, beliau..."   Tiba-tiba gadis itu menghela napas sedih, sesaat kemudian ujarnya lebih jauh.   "Tapi ada sementara orang lagi, setiap orang mengatakan dia dingin, dia ketus bahkan kejam seperti iblis, padahal dalam hatinya terdapat kehangatan yang luar biasa. Tahukah kau? Kedua orang yang kau temui barusan adalah gembong iblis yang membuat orang persilatan pusing kepala, tapi terhadap diriku...   "   Ai dia begitu baik, begitu hangat dan begitu memperhatikan apa yang kupikir tanpa kuterangkan juga mereka dapat mengetahuinya!"   Lembut suaranya, seperti igauan anak kecil dalam mimpi yang mengambang di tengah malam sunyi ini. Hui Giok tak dapat menahan pergolakan hatinya lagi, digenggamnya tangan gadis itu dengan mesra, kemudian bisiknya lembut "Bagaimana dengan diriku?"   Tiba2 wajah Bun-ki jadi merah. dengan setengah mengomel sahutnya.   "Kau kejam, jahat, kenapa tidak kau katakan kepadaku bahwa kau hendak minggat, tahukah kau karena persoalan itu aku jadi..."   Kata-kata ini tidak berkelanjutan karena dengan wajah merah lengah dia lantas tundukkan kepalanya.   Permukaan air sungai timbul riak2 kecil karena embusan angin, perasaan Hui Giok pun ikut beriak, digenggamnya tangan gadis itu erat2, lalu bisiknya pula.   "Katakanlah, karena soal itu kau jadi kenapa?"   Wajah Bun-ki makin merah, begitu merahnya sampai di tengah kegelapanpun dapat terlihat warna merah yang menghiasi pipinya, saat itu hampir saja dia melupakan se-gala2nya, demikian pula dengan anak muda itu.   Keresak pelahan berbunyi di balik hutan bambu.   Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok yang berada di hutan sana saling pandang sekejap, di tengah hutan yang sepi ini wajah mereka tampak tersenyum puas dan gembira.   "Tak tersangka ternyata budak inipun mempunyai kekasih,"   Bisik Leng Ko-bok sambil menarik ujung baju saudaranya. Leng Han-tiok tersenyum, dengan termangu ia masih memandang keluar hutan sana, dalam dadanya se akan2 penuh kenangan masa lampau yang manis.   "Toako!"   Akhirnya iapun berbisik masih ingat kah kejadian pada tiga puluh tahun yang lampau.   Leng Ko-bok mengangguk "Ya tiga puluh tahun sudah, tiga puluh tahun lamanya, O, betapa cepatnya waktu berlalu! sekarang aku se-akan-akan melihat bagaimana kau duduk di atas tugu Giok hong di puncak Thay-san, di mana kau menggandeng tangannya dan melihat matahari terbit,"   Sinar matanya yang dingin kini berubah jadi hangat, katanya pula "Ketika matahari terbit, tatkala sinar sang surya memancar di wajahmu ketika itu kau masih muda, wajahmu tidak sejelek sekarang, aku dan adik Ci memandang kalian dengan terkesima.   Aku masih ingat waktu itu diamdiam adik Ci berbisik kepadaku.   Coba lihatlah dia dan In-cu benar2 pasangan yang setimpal."   "Toako..."   Leng Han-tiok menimpali sambil tertawa.   "tahukah kau waktu itu kamipun sedang memperhatikan dirimu, adik ln juga berkata demikian kepadaku Coba lihatlah, dia dan CI cu adalah dua sejoli yang serasi!"   Di tengah pohon bambu yang terembus angin, kedua bersaudara yang merupakan gembong iblis yang ditakuti orang persilatan ini sedang bercakap-cakap sambil tertawa mengenangkan masa lalu hanya di balik senyuman mereka tersembul pula kepedihan karena waktu yang sudah lewat selamanya tak akan kembali lagi manusia yang telah tiada, selamanya tak akan hidup kembali.   "Sungguh tak tersangka,"   Leng Ko-bok melanjutkan sambil tersenyum sedih benar2 tak tersangka mereka akan mati begitu cepat dan meninggalkan kita berdua tua bangka"   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Helaan napas berat mengakhiri katanya itu.   "Toako, apa yang kau murungkan? Kenapa kau menhela napas?"   Kata Leng Han-tiok sambil tersenyum.   "jelek-jelek begini kita pernah merasakan kehidupan yang penuh kebahagiaan, jauh lebih bahagia daripada mereka yang siang dan malam hanya memperebutkan nama kedudukan dan kekayaan. Ai kadangkala aku merasa kasihan juga melihat mereka, terkadang aku membenci pula orang-orang itu, begitu bencinya sampai aku ingin membunuh mereka satu persatu dengan telapak tanganku."   Leng Ko-bok memandang lagi ke luar hutan dengan termangu, di bawah cahaya bulan yang ke perak-perakan, mereka saksikan tubuh Hui Giok dan Bun-ki makin lama makin rapat, akhirnya bayangan mereka melengket menjadi satu.   Maka orang tua inipun tertawa lagi sambil menuding ke luar hutan dengan jari yang kurus ia berkata.   "Coba lihatlah, pasangan itu se-akan2 bayangan kita berdua di masa lalu. Ai semoga anak Ciau-ku dan anak Bwe-mu bisa mendapat pasangan yang cocok pula maka matipun kita tidak perlu menyesal lagi."   Demikianlah, di tengah keheningan malam, di tengah hutan yang sunyi, kedua kakek yang dingin dan kaku itu saling membongkar perasaan hati mereka yang sudah lama terpendam di dalam hati, membongkamya secara blak-blakan tanpa tedeng aling-aling.   Cuma suasana di sekitar tempat itu sunyi, tak ada manusia lain, apa yang mereka bicarakanpun tak terdengar siapapun kecuali mereka sendiri, senyuman hangat mereka juga tak terlihat oleh siapa pun, cuma perasaan semacam itu tak akan bertahan terlalu lama, sebentar kemudian perasaan itu lantas pudar kembali, saat mana mereka akan berubah dingin dan kaku lagi, siapapun tak tahu bahwa mereka mempunyai kenangan lama yang mesra kenangan lama yang hangat.   Dengan pelbagai perasaan yang bercampur aduk mereka memandang ke luar hutan, memandang Hui Giok dan Bun ki yang duduk bermesraan di tepi sungai, tiba-tiba Leng Han-tiok tersenyum ujarnya.   "Toako, coba terka apa yang sedang mereka bicarakan?"   "Masa berbeda dengan apa yang kau katakan kepada In-cu tempo dulu,"   Jawab Leng Ko-bok sambil tertawa.   Belum selesai ucapannya, tiba2 Bun-ki yang berada dalam pelukan Hui Giok itu melompat bangun, kemudian melayang ke sini secepat terbang.   Leng Ko-hok dan Leng Han-tiok melengak, ketika mereka berpaling dilihatnya Hui Ciok juga berdiri termangu se-akan2 iapun tak tahu apa gerangan yang terjadi.   Dalam sekejap bayangan tubuh Bun-ki telah sampai di hutan bambu ia berhenti dan tampak agak sangsi, tapi akhirnya dia melayang ke atas pohon bambu.   Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sama kaget dan tercengang, setelah saling pandang sekejap akhirnya merekapun mengebaskan ujung baju dan mengapung ke pucuk bambu.   "Brak"   Bunyi ranting bambu bergema di udara Bun-ki berpaling dengan kaget, ketika dilihatnya kedua orang aneh itu, gadis itu tampak terkejut.   "Hei, Toasiok dan jisiok belum pergi?"   Tegurnya.   "Apa yang sebenarnya terjadi?", seru Leng Ko bok dengan kening berkerut "bukankah kalian lagi bicara dengan baik2 kau dan pergi tanpa pamit?"   Selama berbicara tubuhnya yang kurus kering itu tampak turun naik mengikuti getaran bambu yang bergoyang. Bun-ki mengerling sekejap, lalu dengan muka merah serunya manja "Ah. tak mau ah kalian mengintip."   Sekalipun ilmu meringankan tubuhnya sempurna, tapi lantaran harus berbicara maka tubuhnya se-olah2 menjadi bertambah berat, dan bambu yang lemaspun ikut melengkung ke bawah, dalam keadaan begini mau-tak-mau dia harus berganti napas, pinggangnya menggeliat dan kakinya bergeser ke sampig, ke lompatan itu digunakan pula untuk mengerling ke bawah, dilihatnya Hui Giok masih berdiri termangu di situ, bergerakpun tidak.   Diam2 dia mendengus dan mencibir se-akan2 sedang berkata.   "Huh, siapa sudi dengan kau?"   "Anak Ki!"   Leng Han-tiok berkata dengan dahi berkerut setelah mengerling sekejap sekeliling tempat itu "beritahu kepadaku, apakah anak muda she Hui itu telah menganiaya dirimu? Jika benar begitu . , Hmm! Hmm!"   Tak terduga Bun-ki lantas tertawa selanya "Eh Jisiok kenapa menjadi berang? Memangnya siapa yang bilang dia menganiaya diriku?" - Dari ucapan ini jelaslah gara2 itu adalah lantaran dia sendiri yang lagi ngambek. Leng Han-tiok jadi melongo, pikirnya.   "Aku berang kan lantaran kau, eeh, sekarang kau malahan menyalahkan aku? Wah, memang susah jadi orang baik."   Orang ini luas pengalamannya dalam dunia persilatan, tapi soal pikiran kaum remaja dia kurang menguasai, setelah tertegun sebentar diapun mengomel "Kalau dia tidak menganiaya kau tentunya kau si budak ini yang gila."   Bun-ki tertawa.   "Aku sengaja menjengkelkan dia, siapa suruh sikapnya selalu begitu, lewat dua hari bila mangkelku sudah berkurang nanti kucari dia lagi, Toasiok, Jisiok. ayoh kita pergi, mau apa berdiam terus di sini?"   Tanpa menanti jawaban lagi dia lantas putar badan dan berlalu lebih dulu. Memandangi bayangan tubuhnya yang ramping itu, diam2 Leng Han-tiok menghela napas panjangm bisiknya kepada Ko-bok.   "Ai tak kusangka anak perempuan jaman sekarang jauh lebih binal dan aneh daripada tiga puluh tahun yang lalu."   Dia tarik Leng Ko-bok dan menyusul di belakang anak dara itu, suasana dalam hutanpun kembali dalam keheningan yang tertinggal cuma Hui Giok seorang diri, ia masih berdiri di luar hutan dengan ter-mangu2.   Bayangan orang telah lenyap, hutan kembali sepi, sinar bulan kini sudah condong ke barat.   Ia tertunduk dengan murung dan bertanya pada diri sendiri "Mengapa dia bersikap demikian?"   Mengapa ia pergi secara mendadak? Ai .... Tidak kuketahui di mana dia berdiam, mana mungkin kutemukan dia lagi, Sudah setahun lamanya aku merindukan dia, tapi baru berjumpa sejenak dia lantas berlalu tanpa pamit 0. Bun ki mengapa kau berbuat begini?"   Dengan sedih dia menghela napas ia berdiri kaku di bawah cahaya rembulan, rasanya enggan beranjak dan situ menggeserkan kakipun rasanya ogah. Kata2 lembut si nona tadi se-akan2 masih mendenging di telinganya.   "setelah kau pergi beberapa malam aku menangis terus, aku berharap kau cepat kembali. siapa tahu sehari dua hari, sebulan dan dua bulan belum juga ada kabar beritamu akhirnya aku tak tahan, diam2 aku kabur dari rumah, Tahukah kau? Betapa banyak penderitaan yang kualami demi kau? Baik di malam terang bulan maupun malam yang gelap aku selalu memandang langit sambil membisikkan namamu, dengarkah engkau akan bisikanku itu?"   Maka hati Hui Giok cair dibuai kata-kata hangat itu. Dengan rawan Bun-ki mengulurkan tangannya, saling genggam dan sambil mengelus tangannya nona itu bertanya.   "Selama setahun mi, pernahkah kau memikirkan diriku?"   Dia menghela napas dan mengangguk, lalu si nona bertanya lebih jauh.   "Eh kudengar engkau akan diangkat menjadi Congpiaupacu, sebenar nya apa yang terjadi?"   Mendengar pertanyaan itu ia tertawa getir selagi hendak mengisahkan pengalamannya selama setahun tiba-tiba pemuda itu teringat akan Wan Lu-tin yang menyenangkan itu segera diapun bertanya "Bagaimana dengan Tin-tin? Baik2kah dia? Menangiskah dia setelah aku pergi?"   Siapa sangka setelah mendengar pertanyaan itu, si nona lantas pergi tanpa pamit Ai hati perempuan memang sukar diraba, dia mengira setelah berpisah sekian lama, gadis itu tentu akan lebih ramah dan lebih halus daripada dulu, tapi nyatanya dia masih seperti dulu, masih binal dan manja.   "Bun-ki, tidak sepantasnya engkau bersikap begitu kepadaku, tahukah engkau perbuatanmu itu amat melukai hatiku!"   Kepalanya tertunduk, dirabanya pakaian yang dikenakan di mana masih tertinggal sisa bau harum badan si nona.   Beberapa waktu berselang dia masih bersandar dalam rangkulannya, tapi sekarang hanya tinggal bayangan tubuh sendiri yang menjulur panjang di atas tanah.   Tapi, he aneh.   Tanah di tepi sungai cukup datar bayangan tubuhnya berdiri sendiri di situ, sinar bulan menyorot dari belakang, tapi aneh sekali, pada saat itu ada dua bayangan panjang yang tertera di permukaan tanah yang datar itu.   bayangan siapakah yang satu lagi itu? Berdebar jantungnya sekejap itu semua perasaan yang berkecamuk dalam hatinya berubah menjadi rasa kaget dan takut, dia tak sempat berpikir yang lain dan cepat membalik badan.   Siapa tahu baru saja badannya berputar mendadak pandangannya terasa kabur, ada dua sosok bayangan orang menyambar lewat di kedua sisinya menyusul kedua bahunya seperti ditekan orang dengan pelahan.   Waktu ia berdiri tegak lagi, suasana di sekelilingnya kembali sunyi setengah potong bayangan pun tidak kelihatan.   Hal ini membuat pemuda itu terkesiap, cepat dia putar badan pula ke belakang "Siapa di situ?"   Terdengar suara tertawa dingin di belakang, bayangan manusia kembali berkelebat, dua sosok bayangan berkelebat lewat pula dan samping kanan dan kirinya.   "Plok! Plok!"   Dua kali bahunya di tepuk orang.   Kendati begitu, tanah datar masih lengang seperti sedia kala, bayangan manusia yang tertera di atas tanahpun tetap dua, satu di depan dan yang lain di belakang yang depan adalah bayangan Hui Giok sendiri, tapi bayangan siapa yang ada di belakang itu? Bukankah mereka berdua? Kenapa hanya satu bayangan saja yang tampak? Ke mana lenyapnya bayangan orang kedua? Telapak tangannya terasa mulai berkeringat dingin ketika angin malam berembus ia bergidik bulu roma sama berdiri.   Untuk sesaat perasaannya penuh diliputi rasa kaget dan ngeri serta merta iapun teringat kepada cerita yang pernah didengarnya semasa masih kecil dulu, katanya setiap manusia tentu mempunyai bayangan, hanya setanlah yang tidak mempunyai bayangan.   Mengkirik pemuda itu karena merasa seram.   dia berdiri ketakutan tanpa bergerak, siapa gerangan bayangan yang berada di belakangnya itu? Dalam keadaan begini ia tak berani banyak berpikir coba diliriknya, di atas tanah kedua sosok bayangan itupun tidak melakukan sesuatu gerakan, ia menelan ludah untuk menekan perasaan tegangnya, tapi mendadak orang yang ada di belakang itu lantas tertawa dingin.   Bayangan itupun mulai bergeser maju ke depan, jarak mereka kian lama kian mendekat, ia semakin bergidik, tanpa disadari kakinya melangkah setindak ke depan, namun suara tertawa dingin tadi semakin menusuk.   Hui Giok menengadah bintang masih bertaburan di mana-mana, masih lama tibanya fajar dia berdehem.   pikirnya Hui Giok.   wahai Hui Giok begitu tak bergunakah kau? Kenapa nyalimu sekecil ini? sekalipun bayangan di belakangmu adalah bayangan setan, asal hatimu bersih dan tak pernah berdosa, apa yang perlu kau takuti?"   Berpikir demikian keberaniannya segera timbul, dia sengaja tidak memperdulikan bayangan itu dengan langkah lebar dia berjalan ke perkampungan.   "Hui Giok, berhenti kau!"   Suara tertawa dingin tadi lenyap, lalu seseorang menegurnya dengan suara lembut. Hui Giok terkesiap, dengan tercengang dia berpikir.   "Aneh, darimana dia mengetahui namaku?"   Setelah menenangkan diri, iapun berseru dengan lantang "Aku memang Hui Giok, ada urusan apa mencari diriku?"   Sekalipun dia bersikap setenangnya, tidak urung suaranya kedengaran agak gemetar.   "Hahaha, bagus... bagus sekali. Hui Giok, aku memang lagi mencari kau"   Gelak tertawa keras menggema dari belakang, suaranya keras penuh bertenaga seperti suara genta, jauh berbeda dengar suara lembut dan merdu tadi. Kembali Hui Giok tertegun "Ada urusan apa kau mencariku?"   Tanyanya kemudian. Ia menjadi curiga. dia coba memeriksa bayangan sendiri. ternyata bayangan itu berbentuk satu garis lurus ke depan sehingga se-olah2 bayangan tangan dan kakinya lenyap sama sekali.   "Masa aku tak punya kaki dan tangan?"   Demikian pikirnya "Atau lantaran bayangan yang tertera di atas tanah kurang jelas kelihatan?"   Berpikir sampai di situ, rasa takutnya banyak berkurang.   "Tak perlu kau tanyakan apa maksudku mencarimu!"   Suara yang merdu dan lembut tadi kembali kedengaran "coba terkalah lebih dulu, sebetulnya aku ini manusia atau setan? Hehehe.   Setelah tertawa dingin dengan suara yang seram lalu iapun menambahkan "Bila kau tak mampu menjawab pertanyaanku ini, akan kumakan kau."   "Huh. sudah tentu kau manusia!"   Sahut Hui Giok lantang dengan dada membusung.   "Darimana kau tahu aku ini manusia?"   Orang yang berada di belakang itu seperti merasa kaget "Terus terang kuberitahukan kepadamu, aku bukan manusia, manusia, mana bisa memisahkan badannya menjadi dua dengan dua suara yang berbeda pula? Hehehe, tebakanmu keliru, karena itu akan kutelan kau bulat2"   Suara ancaman ini kedengarannya mengerikan sekali tapi sekarang Hui Giok tidak takut lagi dia malahan tertawa ter-bahak2. "Hahaha tak perlu kau menakuti diriku lagi,"   Serunya "bukan saja kutahu kalian adalah manusia, akupun tahu kalian terdiri dari seorang laki dan seorang perempuan, yang satu besar dan yang lain kecil bila keduanya berdiri berbaris muka dan belakang, dengan sendirinya di atas tanah hanya ada sebuah bayangan saja Hahaha, tadi hampir saja aku tertipu oleh siasat kalian"   Perlu diterangkan Hm Giok pada dasarnya adalah pemuda yang cerdik, sekalipun semula dia agak terkecoh tapi setelah berpikir sejenak segera ia menduga akan hal tersebut ketika pendapatnya itu makin di pikir terasa makin benar, segera iapun mengutarakan pendapatnya itu, terbayang kembali betapa takut dan ngerinya tadi, ia jadi geli sendiri.   Maka tertawalah dia makin lama semakin geli, hingga akhirnya dia ter-bungkuk2 sambil memegangi perutnya.   "Hahaha tadi aku benar-benar bodoh serunya kemudian.   "kenapa tidak dapat kupikirkan hal ini?"   Hahaha, aku malah mengira satu di antara kalian adalah setan sebab kata orang hanya setan yang tak punya bayangan?"   Belum habis gelak tertawanya bayangan orang di belakangpun ikut tertawa.   nyaring sekali suaranya Hiu Giok mendengar suara itu bergeser dari belakang menuju ke depan, ketika ia menengadah apa yang tertampak membuat pemuda ini terkejut.   Seorang perempuan yang bertubuh tinggi besar telah berdiri di hadapannya, perempuan itu mempunyai ukuran badan raksasa, tangan dan kakinya besar dan berotot.   alisnya tebal dan mati besar, seandaiya rambutnya tidak disanggul tinggi dan ada tonjolan pada dadanya, mungkin tiada orang yang percaya dia sebenarnya adalah seorang perempuan tulen.   Waktu Hui Giok memandang lagi ke sana, seketika ia menyurut mundur beberapa langkah gelak tertawanya tadipun berhenti.   Manusia yang berada di hadapannya sekarang ternyata serba aneh, perempuan raksasa itu memakai baju warna putih, di bagian dadanya terikat menyilang dua utas tali yang berwarna kuning dan mengikat di belakang punggungnya sebuah keranjang berwarna kuning emas pula, dalam ke ranjang tersebut berduduk seorang laki-laki berbaju kuning emas yang luar biasa cebolnya sehingga mirip seorang anak kecil.   meski demikian bajunya amat perlente jenggotnya panjang, waktu tertawa suaranya nyaring seperti genta, sepasang matanya yang jeli menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip.   Selama satu tahun mengembara di dunia persilatan cukup banyak pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan Hui Giok, pelbagai corak manusiapun pernah ditemuinya, ada yang gemuk sekali, ada yang sangat kurus, ada yang jangkung sekali dan ada yang pendek, tapi mimpipun tak pernah membayangkan bahwa di dunia ini terdapat perempuan raksasa begini dan laki2 sekerdil ini.   Sementara Hui Giok masih termangu, laki2 dan perempuan dengan ukuran badan yang istimewa itu berkata sambil tertawa "Hui Giok pantas banyak orang mengatakan kau cerdik nyatanya kau memang pintar entah berapa banyak orang yang sudah kami suami isteri takuti sehingga kabur terbirit-birit.   Tak tersangka cara tersebut ternyata tak mempan menakuti dirimu."   Meskipun badannya kasar dan tinggi besar namun perempuan itu mempunyai suara yang halus dan lembut perbedaan ini sungguh sangat mengherankan.   Hui Giok yang tadinya sangat kaget bercampur heran sekarang tambah tercengang, pelahan ia alihkan pandangannya dari perempuan tinggi besar itu ke arah laki2 cebol yang berada di keranjang di gendongan perempuan itu.   Benarkah kedua orang ini adalah suami isteri? Dia hampir tak percaya pada apa yang dilihat dan didengarnya tapi kenyataan di depan matanya kedua orang aneh tersebut tadi telah berkata dengan tegas dan sungguh-sungguh.   "...kami suami-isteri"   "Kenapa kau berhenti gelak tertawa?"   Tegur lelaki cebol itu sambil menatap Hui Giok lekatlekat.   "Apa kurang sedap menyaksikan tampang kami suami-isteri?"   Hui Giok kaget, dia berpikir.   "Wahai Hui Giok tidak sopan kalau kau unjuk sikap demikian suami isteri ini meski lucu tampangnya tapi di balik keistimewaan mereka ini pasti tersimpan suatu kisah cerita yang amat mengesankan, jika demikian halnya makin terbuktilah bahwa hubungan mereka harus dipuji dan dihargai. Kau sendiri pernah menjadi orang cacat, pernah merasakan pahit getirnya sebagai seorang cacat, kenapa kau bersikap tak acuh terhadap penderitaan dan kemalangan orang lain?"   Berpikir demikian, timbul rasa menyesalnya dengan air muka yang serius ia lantas menjura kepada mereka berdua, katanya dengan hormat "Aku kurang adat, harap suka memaafkan!"   Ia tidak melakukan pembelaan atau menutupi tingkah lakunya tadi, tapi langsung mengaku salah secara berterus terang, bahkan segera mengubah sikapnya, dari sini semakin nyatalah sampai di manakah keluhuran budi anak muda ini.   Laki2 kerdil itu mengamat-amatinya sejenak walaupun Hui Giok merasa geli pada tampang orang yang lucu tapi dia merasakan pula wibawa yang besar di balik tatapan itu, lagipula mukanya tampan, sedikitpun tidak memberi kesan jelek.   Perempuan berbaju putihpun bermuka cerah apalagi jika diperhatikan lebih seksama, terasalah bahwa wajahnya juga mempunyai daya tarik andaikata tubuhnya tidak terlampau tinggi besar dan yang laki2 tidak terlalu cebol.   hakikatnya mereka adalah pasangan suami isteri yang setimpal.   Agak lama laki-laki kerdil itu memperhatikan anak muda itu, tiba-tiba ia tertawa dan berkata.   "Tidak menipu tidak berpura-pura, tidak angkuh dan tidak berhati palsu, ditambah lagi sangat cerdik. sungguh sukar menemukan orang semacam ini."   Ditepuknya bahu perempuan baju putih itu dengan tangannya yang kecil seperti tangan bayi itu lalu katanya lagi "San-san, aku kan sudah bilang tak mungkin dia salah melihat orang, Coba lihatlah sekarang bukankah apa yang kukatakan memang tidak salah?"   Ia mengelus jenggotnya se-akan2 merasa bangga sekali dengan kenyataan itu.   Perempuan berbaju putih itupun tertawa dan mengangguk.   Diam2 Hui Giok menghela napas gegetun pikirnya - "Semula aku mengira suara yang kasar itu pasti berasal dari seorang laki-laki kekar, sedang suara yang halus tentu berasal dan seorang gadis yang lemah lembut, siapa tahu kenyataannya ternyata terbalik."   Lalu ia berpikir pula.   "Dengan mereka berdua aku tak pernah berjumpa, tapi dari pembicaraan mereka tampaknya mereka sudah kenal diriku, bahkan sengaja datang kemari mencari aku, entah apa yang mereka kehendaki?"   Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Makin dipikir makin tak mengerti, segera ia menjura dan berkata "Cianpwe berdua, kulihat kedatangan kalian seperti ada sesuatu yang hendak disampaikan padaku, bolehkah kutahu urusan apa yang hendak..." "Hahaha...   watakmu ini agak mirip dengan watakku waktu masih muda dulu."   Laki-laki cebol itu bergelak tertawa sekalipun dirinya sendiri masih banyak membutuhkan bantuan orang, tapi yang dipikirkan justeru hanya membantu orang lain. Setelah menghela napas perlahan, ia menyambung pula.   "Seandainya di dunia ini bertambah lagi beberapa orang macam kau dan aku, tentu dunia ini akan jauh lebih aman dan tenteram."   Perempuan baju putih yang tinggi besar itu mendadak tertawa cekikikan.   "Hihihi Tapi kenapa beberapa tahun belakangan ini kau lebih sering berpikir bagaimana caranya membunuh orang daripada membantu orang?"   "Karena terlalu banyak manusia yang patut di bunuh di dunia ini daripada mereka yang perlu ditolong."   Jawab laki2 cebol itu sambil memukul tepi keranjang dengan marah "Salahkah aku jika ku bunuh orang2 yang memang pantas di bunuh?"   Ketika itu Hui Giok sudah mempunyai kesan baik terhadap laki perempuan yang bertubuh istimewa itu, tak tahan dia lantas menyeka "Bila Cianpwe bertemu dengan orang2 yang pantas di bunuh, jika tidak kau binasakan mereka, tapi sebaliknya membantu mereka memperbaiki sifat jelek yang menyebabkan mereka pantas dibunuh itu, bukankah tindakan ini akan jauh lebih bagus?"   Laki2 cebol itu mengernyitkan alisnya tampaknya ia naik darah setelah melototi Hui Giok sejenak, tiba-tiba ia menghela napas, katanya "Kau masih muda tentunya kau tidak tahu betapa menggemaskan orang2 yang pantas dibunuh di dunia ini.   Nanti kalau usiamu menanjak lebih dewasa, mungkin kau akan berpikir seperti aku sekarang."   Hui Giok menghela napas dan tidak bicara lagi.   "Anak ini menang boleh juga, tak sia-sia kami suami-isteri menempuh perjalanan jauh ke sini untuk menengok dirimu."   Kata perempuan baju putih itu sambil tertawa "Andaikata kau bukan manusia yang berwatak baik, mungkin tuanku ini sudah menghadiahkan suatu bacokan untuk membereskan kau!"   Setelah berhenti sejenak, katanya lagi.   "Tahu kah kau, ada urusan apa kami datang ke sini men cari kau?"   Hui Giok menggeleng.   "Tentu saja aku tidak tahu pikirnya di dalam hati "kalau tidak kenapa kutanyakan kepadamu tadi?"   Sekalipun ia berpikir demikian tentu saja kata-kata tersebut tak sampai diutarakan.   Pemuda itu berdiri ter-mangu2 dia merasa hanya setengah malam saja, semua orang yang di temuinya hampir boleh dibilang selalu di luar dugaannya.   Kekakuan dan sikap dingin Leng-kok lang-bok jelas jarang ada di dunia ini sekarang bentuk tubuh kedua suami isteri yang lain daripada yang lain ini lebih tak pernah dibayangkan, meski sudah dipikir nya untuk mencari tahu bagaimana mungkin kedua orang ini bisa kawin menjadi suami isteri, tapi jawaban itu belum juga didapat, hanya satu hal diketahui dengan pasti, dibalik semua itu pasti tersimpan suatu kisah yang amat menarik hati.   Didengarnya perempuan berbaju putih itu mengikik tawa pula, matanya yang jeli mengerling lalu berkata sambil tersenyum.   "Sudah setengah harian kita berbicara, tapi tahukah kau siapa kami? Dan untuk urusan apa mencarimu?,"   Hui Giok tertegun sejenak, jawabnya kemudian.   "Aku memang ingin tahu, tapi kuatir cianpwe berdua marah, maka sampai sekarang tak berani ku tanyakan?"   Kembali perempuan baju putih itu tersenyum tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu, laki2 cebol itu telah menimbrung "Kulihat segala apapun kau bocah ini memang baik, cuma dalam hal berbicara dan bertindak masih belum berani berterus terang padahal apa yang kau pikirkan memangnya kau kami tidak tahu?"      Jilid ke~ 8 Perempuan baju putih berpalimg sambil tertawa, digenggamnya tangan si cebol yang berpegangan tepi keranjang itu dengan mesra, lalu katanya sambil tertawa ringan.   "Setiap manusia di dunia persilatan yang sedikit mempunyai kedudukan atau berperanan tentu mengetahui bahwa engkau adalah manusia maha pintar yang pernah muncul dalam dunia Kangouw selama seratus tahun terakhir ini selama ini memangnya ada orang yang mampu main gila dihadapanmu?"   Ucapan tersebut penuh kelembutan dan kemesraan, tapi juga mengandung rasa bangga dan puas, seakan-akan sangat bahagia karena mempunyai seorang suami yang begitu hebat.   Dengan termangu Hui Giok mengawasi tangan mereka yang saling genggam itu, mengamati pula ke empat mata mereka yang saling pandang dengan mesra, meskipun ukuran lahiriah mereka tidak seimbang, namun semua itu tidak mengalangi luapan cinta antara mereka berdua.   Lama dan lama sekali perempuan berbaju putih itu baru berpaling, ia memandang Hui Giok sambil tertawa, katanya.   "Coba, tingkah laku kami yang sudah tua bangka ini tentunya kau anggap lucu bukan?"   Cepat Bui Giok menggeleng kepala, tapi sebelum ia sempat mengungkapkan suara hatinya laki2 cebol itu telah berkata lebih dulu.   "Dalam hatinya tampaknya tiada maksud mentertawakan kita, tapi dia pasti lagi keheranan bagaimana mungkin kita berdua bisa menjadi suami isteri betul tidak anak muda?"   Hui Giok terkejut pikirnya "Ah, orang ini memang cerdik sekali, tak disangka apa yang menjadi pikiranku diketahui pula olehnya, dulu aku mengira saudara Beng-si adalah orang terpandai di kolong langit ini, tak tahunya di dunia ini masih terdapat manusia yang sepuluh kali lipat lebih cerdik daripada dia.   Selagi pemuda itu menghela napas kagum, perempuan berbaju putih itu sudah menyambung.   "Kutahu kau belum lama berkelana di dunia persilatan tentu saja tak tahu tentang kami berdua, tapi nanti bila usiamu bertambah lagi sedikit dengan sendirinya kau akan tahu."   Sampai di sini dia berhenti lagi sinar matanya mengawasi wajah Hui Giok dengan lebih seksama seakan-akan dia hendak meneliti karakter Hui Giok yang sebenarnya.   Hui Giok jadi likat sendiri karena ucapan kedua orang itu, ia tertunduk dengan tersipu-sipu, ia merasa sorot mata mereka seperti mempunyai daya tembus yang dapat menyelami segala isi hati orang.   "Apa sebenarnya maksud tujuan mereka mencari aku? Kenapa memandang aku seperti ini?"   Pertanyaan itu sudah dipikirnva sekian lama namun tidak ditemukan jawaban, sementara dia masih melamun, tiba-tiba perempuan baju putih itu tertawa dan berkata "Sekarang akan kukatakan padamu untuk urusan apa kami mencari dirimu."   Hui Giok amat girang, segera ia pusatkan perhatiannya untuk mendengarkan tapi aii muka perempuan baju putih itu mendadak berubah hebat serunya dengan suara tertahan "Ssst ada orang datang!"   Dia merogoh sakunya seperti mau mengambil sesuatu, tapi niat itu lantas dibatalkan bisiknya lagi.   "Kentongan ketiga besok malam, keluarlah melalui pintu belakang, akan kuberitahukan maksud kedatangan kami ini."   Laki-laki cebol itu menegur "Hm orang macam apakah yang datang pada saat seperti ini?"   "Coba lihat,"   Goda istrinya sambil berpaling.   "watak jelekmu kambuh lagi"   Sekali putar badan ia melayang pergi, Hui Giok cuma merasakan sesosok bayangan putih secepat asap melayang di angkasa, kemudian lenyap dari pandangan.   Kembali dia menghela napas kagum, tubuh perempuan itu tinggi besar, tapi ilmu meringankan tubuhnya sungguh sangat hebat, andaikata tidak disaksikan dengan mata kepala sendiri mungkin iapun tidak percaya.   Ia coba memandang sekeliling tempat itu, malam yang kelam tetap hening tiada nampak apa pun, ia menjadi curiga.   "Mungkinkah dia salah lihat?"   Demikian pikirnya.   Dia berpaling dengan ragu2 dan maju beberapa langkah ke depan.   sejenak kemudian suara langkah orang baru kedengaran bercampur dengan suara air mengalir dan angin berembus, kemudian di tengah kegelapan yang mencekam muncul sesosok bayangan orang/ Baru sekarang Hui Giok merasa kagum pada ketajaman pendengaran perempuan berbaju putih itu.   Bayangan di depan sana makin lama semakin dekat, tiba2 seorang menegurnya "Apa Hui-heng yang berada di depan?"   Cukup mendengar suaranya Hui Giok lantas tahu bahwa orang itu adalah Go Beng-si, iapun segera berseru.   "Ya, aku di sini!"   Dengan langkah lebar ia menyongsong ke depan. Go Beng si segera berlari. hanya beberapa langkah lompatan saja ia sudah tiba di hadapan Hui Giok, tegurnya pula.   "Hui-heng, di tengah malam buta begini mau apa kau berdiri termangu di sini? Tahukah betapa rasa kuatirku?"   Sekalipun bernada menegur, namun di balik semua itu jelas terdengar betapa kuatir dan perhatiannya orang itu terhadap Hui Giok.   Hui Giok tertawa menyesal, untuk sesaat lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun, tapi dadanya terasa hangatnya setia kawan serta perhatian yang berlimpah dari rekannya ini terhadap dirinya.   Go Beng si mencengkeram bahu anak muda itu dan diamatinya wajahnya, dilihatnya meski ia lelah tepi tak bisa menutupi perasaannya yang menggelora se-akan2 baru saja mengalami suatu kejadian yang menggembirakan.   Segera ia bertanya "Apakah kau mengalami sesuatu kejadian di sini? Kalau tidak, kenapa kau berada di sini, di tengah malam buta begini?"   Pemuda itu cerdik dan banyak tipu muslihatnya ini terhadap Hui Giok ia memperhatikannya secara langsung maka iapun tidak berusaha memancing rekannya dengan kata2 yang lihay, sebaliknya mengutarakan kecurigaannya secara blak-blakan.   Hui Giok tertegun, untuk sesaat ia tak mampu bersuara.   Melihat anak muda itu membungkam.   Go Beng-si menghela napas panjang kemudian berkata lagi.   "Tengah malam tadi aku merasa sukar pulas, aku ingin mencari kau untuk bercakap-cakap lagi, tak tersangka ketika aku ke kamarmu kau tak berada di sana sedang di halaman menggeletak dua sosok mayat, Hui-heng, ketahuilah bahwa keadaan kita saat ini sama seperti berada dalam cengkeraman orang, Hui-heng menurut penglihatanku kejadian yang kau alami ini tentu bukan peristiwa biasa, bila kau menganggap aku sebagai sahabat karibmu, sepantasnya kau ceritakan seluruhnya kepadaku, dengan demikian kita bisa berunding cara yang paling baik untuk mengatasi persoalan ini."   Justeru kukuatir si Tangan Sakti Cian Hui tak mau menyudahi persoalan sampai di sini saja apalagi anak buahnya mati di halaman sana, kedua orang itu kan ditugaskan untuk melindungimu secara diam-diam."   Kata-katanya itu diucapkan dengan tegas bersungguh-sungguh, jauh berbeda dengan sikapnya sehari-hari bila sedang berbicara dengan orang lain, Hui Giok merasa terharu bercampur terima kasih, selain itu iapun merasa agak malu dan menyesal dengan sikap ragu-ragunva tadi Kalau orang bersungguh-sungguh memperhatikannya, kenapa ia tidak membalasnya dengan bersungguh-sungguh pula? Berpikir sampai di sini ia menghela napas panjang, semua kejutan yang dialaminya tadi serta merta dikisahkan kembali secara terperinci tatkala menyinggung tentang Leng-kok-siang-bok air muka Go Beng si tampak berubah hebat.   "Jadi kedua orang ini juga sudah muncul di sini?"   Ia menegas dengan kurang percaya.   Ketika Hui Giok berkisah tentang pertemuan dengan Tham Bun ki wajah Go Beng-si tambah berseri-seri dan gembira tapi ketika menyinggung soal kepergian gadis itu tanpa pamit, sambil menggeleng kepala dan tertawa pemuda she Go itu berkaca "Kukira nona itu sudah terbiasa dengan adat manjanya, tapi jangan kuatir tidak sampai tiga hari dia pasti akan datang mencari dirimu lagi".   Tapi sejenak kemudian, dengan alis berkerut dia berkata pula "Bila si tangan sakti Cian Hui mengetahui akan hubungan kekeluargaanmu dengan keluarga Liong-heng-pat-ciang, ku kuatir akan lebih jadi banyak kesulitan bagimu.   Lalu dengan heran ia menambahkan "Watak Leng-kok siang-bok sangat aneh, tinggi batu kaku dan dingin tak pernah berhubungan dengan orang lain, tak tersangka mereka bisa menaruh perhatian terhadap seorang anak dara."   Setelah Hui Giok melukiskan kedua suami isteri dengan bentuk badannya yang aneh itu. tak kuasa lagi Go Beng-si menjerit kaget "Hah, mereka adalah Kim tong-giok-li (anak emas dan dewa cantik).   "O, jadi kaupun kenal mereka?"   Tanya Hui Giok dengan heran. Dia tak menyangka kalau suami istri aneh itu berjuluk "Kim-tong-giok-li"   "Darimana bisa kukenal mereka?"   Jawab Go Beng-si sambil geleng kepala.   "dari apa yang kau lukiskan itulah aku lantas tahu siapa gerangan mereka itu karena di dunia ini kecuali Kim tong giok li tak ada orang lain yang mempunyai perawakan aneh seperti itu dan Kungfu yang luar biasa hebatnya."   Pelahan-lahan dia tunduk kepala dan serunya kemudian.   "Sudah lama Kim tong giok li lenyap dari dunia persilatan, sungguh suatu surprise bagimu karena malam ini kau dapat bertemu dengan mereka, tahukah kau bahwa pertemuan semacam itu sepuluh kali lipat lebih aneh daripada pertemuanmu dengan Leng-kok-siang bok? Meski selama puluhan tahun belakangan ini banyak bermunculan jago2 ternama, tapi tak seorangpun dapat menandingi nama besar ketiga pasang suami isteri bagaikan dewa kahyangan itu. Ia unjuk tiga jari tangannya, lalu terusnya salah satu diantaranya adalah pasangan yang disebut suami menyanyi isteri menyertai". mereka kan adalah Kim-tong giok li inilah?"   "Lalu siapakah kedua pasangan yang lain?"   Hui Giok merasa tertarik. Go Beng si menekuk sebuah jari tangannya menyahut "Masih ada sepasang suami isteri lagi yang berpredikat suami menyanyi isteri menyertai"   Kedua orang ini adalah Cian jiu-suseng dan Leng gwat-siancu, sedang pasangan yang terakhir adalah suami isteri yang disebut suami tidak menyanyi, lsteripun tidak menyanyi", mereka adalah..."   Belum habis kata-katanya Hui Giok telah menghela napas gegetun.   "Ai saudara Go tahukah kan bahwa sepasang suami isteri yang berpredikat "suami menyanyi isteri menyertai"   Itu sekarang telah hidup berpisah?"   Mula2 Go Beng-si melengak tapi segera ia seperti memahami sesuatu katanya.   "pantas sewaktu Leng-gwat siancu bertemu dengan kau tempo hari ia telah menunjukkan sikap begitu, kiranya kau kenal mereka."   Namun Hui Giok sedang melamun sambil tundukkan kepalanya rendah-rendah, seperti tidak mendengar apa yang dikatakannya. Lama sekali anak muda itu termenung, mendadak tanyanya.   "Tahukah kau dengan bentuk badan Kim-tong-giok-li yang tak seimbang begitu bagaimana mungkin meraka bisa terikat menjadi suami isteri?"   Rembulan telah tenggelam di langit barat, malam sudah makin larut, fajar sudah hampir menyingsing Go Beng-si menengadah dan memandang bintang yang sudah guram di angkasa, lalu sambil menghela napas ia menutur dengan pelahan "Dalam dunia persilatan memang pernah tersiar cerita tentang hal ini, kurasa kisah ini memang betul-betul suatu kisah yang menawan hati!"   Hui Giok tersenyum, pikirnya "Ehm. ternyata dugaanku memang tidak keliru!"   Sementara itu Go Beng si telah melanjutkan kata-katanya.   "Sekarang fajar sudah hampir menyingsing, rasanya kurang leluasa bila kita berdiri terus di sini, apalagi kalau sampai ketahuan Cian Hui."    Badik Buntung Karya Gkh Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Pedang Karat Pena Beraksara Karya Tjan ID

Cari Blog Ini