Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 15


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 15


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Dingin dan tajam sorot mata pemuda jubah biru menatap Giok je bertiga seperti ingin mencari apa2, tanyanya.   "Kalian dari mana dan mau kemana?"   Giok-je mendengus seperti sengaja meremehkan mereka, katanya.   "Apakah aku harus menjawab?" "Apa yang kutanyakan, mau atau tidak hartus kau menjawabnya,"dengus pemuda jubah biru. Seperti apa boleh buat Giok-je berpikir sebentar, lalu berkata. "Baiklah, cayhe Hoa Siang-yong dari An-khing, mau pergi ke Lam-Siang."   Waktu orang bicara, pemuda jubah bieu sedikit miringkan muka memberi isyarat kepada sijubah biru yang berdiri di sampingnya.   Tanpa bersuara sijubah biru tiba2 mengayun tangan kanan, tampak dua titik sinar cokelat melesat terbang terpencar ke arah Liau -hoa dan Ping-hoa.   Sejak keluar Liau-hoa dan Ping-hoa sudah bersiaga, diam2 merekapun perhatikan setiap gerak-gerik lawan-Melihat sijubah hijau menimpukkan dua titik coklat ke arah mereka, keduanya bersama mengeluarkan pedang, sekali sinar dingin berkelebat, "Ting, ting", dua panah kecil berwarna kehijauan tersampuk jatuh di atas geladak.   Betapa cepat dan tangkas gerakan mencabut pedang serta menyampuk itu sungguh amat mengagumkan- Pemuda jubah biru tersenyum, sorot matanya bercahaya, katanya.   "Budak hina, kalian lari dari coat-sin-san-ceng dan menyaru sebagai laki2, memangnya aku tak bisa mengenali? Kini berhadapan dengan Kongcu, tidak lekas kalian lemparkan pedang dan menyerah saja? Tenang saja sikap Giok-je, katanya sambil menatap tajam.   "Apa katamu? Aku tidak mengerti." "Giok je, kau masih berani mungkir, atas dirimu?"   Bentak pemuda-jubah biru. "Kalau bicara harap tuan tahu aturan, cayhe Hoa Siong-yong, pendudukasli kotaLamjiang, siapaitu Giok-je?"   Menghadapisituasi yang berubah secara mendadak ini ternyata dia tidak kaget, sikapnya tetap tenang. Pemuda jubah biru naik pitam, katanya sambil menuding.   "Hou Thi-jiu, tangkap dia"   Ternyata pemuda jubah biru ini adalah Dian Tiong-pit, anak angkat Cek Seng-jiang yang berkuasa di coat-sin-san-ceng itu, sijubah hijau adalah Hou Thi-jiu.   Mereka ditugaskan menangkap ketiga budak yang melarikan diri ini.   Mendapat perintah majikannya, Hou Thi-jiu segera berkelebat maju ke depan Giok-je, kata-nya dingin.   "Giok-je, kau masih inginkan aku orang she Hoa turun tangan?"   Pucat muka Giok-je saking marah, serunya murka.   "Kurang ajar, kalian berani menghina orang sekolahan, seorang lelaki sejati seperti orang she Hoa ini kalian anggap sebagai budak pelarian, sungguh kurang ajar" "Jangan cerewet, kalau tidak mau menyerah, terpaksa aku tidak sungkan terhadapmu,"   Kelima jari Hou Thi-jiu terulur terus mencengkeram pundak Giok je, Kini Giok-je menyamar pemuda sekolahan, sudah tentu dia tidak sudi turun tangan terhadap budak keluarga orang -lain? Sambil menggeser selangkah dia berpaling, katanya "Hoa wok.   layani dia beberapa jurus."   Hoa wok adalah Ping-hoa, dia menyahut sekali terus melompat maju, pedang di tangan menuding sambil membentak.   "Kau ini barang apa? berani kurang ajar terhadap Kengcu kami?" -Sret, pedangnya lantas memapas ke pergelangan tangan Hou Thi-jiu. Hou Thi-jiu terkekeh2, katanya.   "Budak jelita, kau ini Ping-hoa atau Liau-hoa?"   Secepat kilat tangan besi segera mencengkeram pedang.   Ping-hoa menggetar batang pedang sehingga menerbitkan cahaya, ia menusuk tiga Hiat-to sekaligus.   Lekas Hou Thi jiu gunakan tangan kiri menangkis, dia sambut serangan lawan secara keras.   Dia pikir lawan adalah perempuan yang baru berusia belasan tahun, betapa tinggi lwekang dan ilmu silatnya mana kuat menandingi tangkisan lengan besinya, sekali tangkis dan kepruk pedang lawan tentu terpental lepas.   Tak terduga kenyataan justeru diluar perhitungan Hou Thi-jiu, tatkala lengannya menangkis ke atas.   "trang", serangan Hoa-ping memang dia punahkan, tapi orang tidak tergetar mundur atau terlepas pedangnya, keruan ia kaget, tahu2 pedang Hoa-ping sudah turun ke bawah terus memotong ke lambung Hou Thi-jiu. Jurus ini dinamakan It-yap-cu-khiu (selembar daun di musim rontok), gaya pedangnya mantap dan cepat.   "bret", baju di depan dada Hou Thijiu terobek panjang satu kaki lebih. Keruan Hou Thi-jiu marah, lengan kiri turun naik, segera dia lancarkan serangan gencar, tampak di dalam tabir cahaya warna cokelat kehijauan itu, jari2 besi yang runcing itu selalu mengincar batokkepala Ping-hoa. Sudah tentu Ping-hoa tidak berani lena, pedang dia putar secepat angin, iapun bergerak cepat melayani kecepatan lawan, tubuhnya terselubung tabir cahaya kemilau, gerakannya cepat dan banyak variasinya lagi, dengan balas menyerang dia hadapi rangsakan lawan- Seperti diketahui Dian Tiong-pit adalah anak Cek Seng jiang, cengcu Coat Sin-san-ceng, iapun murid kesayangan Jek-tongcu, atasan Thian-kau-sing, maka sedapat mungkin dia melakukan apa saja untuk menjilat pemuda ini, kini melihat Hou-Thi jiu melabrak lawan, tanpa disuruh dia melabrak maju, katanya menyeringai, "Kalian tiga budak ini, di hadapan Dian kongcu masih berani membangkang, besar benar nyali kalian-"   Laki2 baju kelabu yang sudah terluka itu segera melompat maju, hardiknya beringas.   "Berani kau melangkah maju, aku tidak sungkan2 lagi."   Thian-kau-sing menyeringaisadis, jengeknya.   "Kau ingin mampus apa susahnya, orang she Tin cukup angkat sebelah tangan saja untuk menyempurnakan keinginanmu."-"Sreng", dia cabut sebatang pedang tipis dan sempit. "Sim-piauthau,"   Kata Giok-je.   "luka dipundakmu belum diobati, kau mundursaja, oranginibiardibereskanHoa Lok."   Hoa Lok adalah Liau-hoa. Mendengar kisikan Giok-je segera dia mendahului kedepan, katanya.   "Kongcu suruh aku bereskan dia, Sim-piauthau, silakan mundur."   Habis kata2nya dengan jurus Ham-bwe-pan-jun (kembang Bwe menyambut musim semi), pedangnya tiba2 menutul ke iga kiriThian-kau-sing.   cepat Thian-kau-sing menangkis, di luar tahunya bahwa setiap anggota Pek-hoa-pang pernah meyakinkan Pek hoa-kiam-hoat, sekali gebrak.   sinar pedang yang ceplok2 seperti rangkuman bunga bermunculan silih berganti, jumlahnya semakin ber-tambah2.   Tenaga pembawaan perempuan memang tidak sekuat laki2, tapi ilmu pedang yang mereka yakinkan ini justeru teramat lincah dan tangkas sekali untuk menambal kekurangan ini.   Ilmu pedang Thian-kau-sing aneh dan ganas, tapi sudah tujuh- delapan jurus melayani Liau-hoa tetap tak kuasa menempatkan diri diposisi yang lebih unggul, keruan ia bertambah gusar, mulutnya berkaok2, pedang menyamber ke kanan-kiri, bayangannya laksana segumpalawan hitamyang bergolaknaikturun- Hanya menghadapi dua budak saja Hou Thi-Tjiu dan Thian-kau sing sekian lamanya tidak bisa menang, keruan pancaran sinar mata Dian Tiong-pit semakin membara, katanya mengulum senyum sinis.   "Agaknya memang kalian berasal-usul luar biasa, hari ini tak bisa kulepas kalian pergi begini saja."   Ia mendesak maju beberapa langkah serta membentak.   "Giok je budak keparat, keluarkan pedangmu, dalam 10 jurus jiwamu akan kurenggut."   Insaf keadaan serba salah, Giok-je juga pantang mundur, dia tahu kepandaian Dian Tiong-pit sangat lihay, dirinya terang bukan tandingannya, maka sedapat mungkin sejak tadi dia bersikap tenang, malah Ping-hoa dan Liau-hoa sudah diberi pesan supaya tidak sembarang bertindak.   Kini keadaan sudah mendesak dan terpaksa dia harus ambil putusan nekat, katanya.   "Dian-kongcu terlalu mendesak, terpaksa kita harus menentukan kalah dan menang baru urusan bisa berakhir, baiklah, akan kulayani kehendakmu."   Pelan2 dia copot jubah hijau bagian luar, tampak dia mengenakan pakaian ketat.   "sreng", pedang, dilolos lalu berdiri tenang dan tegak. Dingin pancaran mata Dian Tiong-pit, katanya.   "Budak keparat, masihtidakmau mengakukauiniGiok-je,budakpelarian?" "Siapa bakal mampus di antara kita belum bisa ditentukan, setelah kau mengalahkan pedang di tanganku boleh kau mengoceh seenakmu sendiri,"   Jengek Giok-je, Berkobar nafsu membunuh Dian tong-pit, sambil menggerung gusar pelan2 dia mencabut pedang, tapi sedapat mungkin dia bersabar, katanya menuding dengan pedang.   "Asal kalian serahkan orang yang menyaru Cu Bun-hoa itu, aku akan menaruh belas kasihan terhadap kalian.Jadi tujuannya mengudak kemari adalah orang yang memalsu Cu Bun-hoa itu. Persoalan tiada lain karena Cu Bun-hoa palsu itu sudah berhasil menawarkan getah beracun. Giok-je tertawa dingin.   "omongan Dian-kongcu sungguh lucu dan menggelikan kita toh belum bergebrak, menang atau kalah belum ketentuan, bukankahomonganmu initerlaludinidiucapkan"   Membesi muka Dian Tiong-pit, jengeknya.   "Baik, setelah kuringkus kau, masa kau bisa mungkir?"   Tiba2 bentaknya mengguntur.   "Budak keparat, lihat pedang"   Angin kencang terus menampar, tenaga kuat bagai gelombang dingin tiba2 menyerang berbareng selarik sinar menyamber menusuk ke perut lawan Giok-je memang sengaja memancing kemarahannya, melihat Dian Tiong-pit melancarkan serangan dengan gusar, diam2 ia senang, lekas dia melompat ke samping, berbareng pedang di tangan kanan berputar melintir pedang lawan, bagai kilat berkelebat tahu2 ia mendesak maju dan sekaligus dia melontarkan tiga kali tusukanDian Tiong-pit tertawa menghadapi tiga tusukan ini, sekali ayun pedang, dia punahkan serangan lawan terus balas menyerang.   Tampak ceplok2 bunga bertaburan, sinar kemilau berkelebat membawa samberan angin dingin, begitu sengit dan memuncak pertempuran ini sehingga tampaknya laksana puluhan ekor ular peraksedangterjangkian kemaridiantarataburanbunga.   Puluhan jurus kemudian, mendadak Giok-je merasakan pergelangan tangan bergetar, pedangnya kena dibentur oleh pedang Dian Tiong-pit dan menerbitkan suara gemerincing nyaring, kedua pedang terbuat dari baja murni, untung tiada yang cidera, Giok-je tetap bergerak dengan lincah, sebat sekali dia gunakan langkah ou-kut-lou-poh (bergerak dengan menekuk lutut), tahu2 sudah berkisar ke kanan Dian Tiong-pit, tiba2 ujung pedangnya menusukkepinggangorangsepertiular memanggut.   Dian Tiong-pit tertawa dingin, setelah ujung pedang Giok-je menyentuh pakaiannya baru mendadak dia menggeser kaki ke belakang, sementara badan ikut berputar, pedang di tangan kanan menabas turun ke bawah dan telapak tangan kiri terayun keatas, dua serangan dilancarkan bersama.   Padahal serangan Giok-je sudah keburu dilancarkan, diam2 ia mengeluh, untuk menarik serangan terang tidak keburu lagi, Apalagi tabasan pedang Dian Tiong-pit dilandasi kekuatan besar, maka terdengar suara "trang", pedang Giok-je tergetar lepas jatuh berkelontang di atas geladak, sementara telapak tangan kiri lawan laksana geledek menyamber tahu2 sudah mengancamdada.   Bukan kepalang kejut Giok-je, dalam keadaan gawat ini terang tak sempat lagi menjemput pedangnya yang jatuh, cepat2 ia mendak tubuh seraya melompat mundur ke belakang, untung dia lolos dari lubang jarum.   Tapi sebelum dia sempat bernapas, sambil bergelak tawa Dian Tiong-pit kembali ayun pedang setengah lingkar, kaki melangkah setindak.   mulut membentak.   "Kalau tidak menyerah, jangan salahkankalauaku tidak kenalkasihan lagi"   Baru saja dia habis bicara tiba2 didengarnya seorang menanggapi dengan suara lantang.   "Dian-kongcu, kukira sudah tiba saatnya kau berhenti."   Terkejut Dian Tiong-pit, lekas dia berpaling , seraya membentak.   "Siapa?"   Tampak pakaian melambai2 tertiup angin, entah sejak kapan seorang telah berdiri di haluan perahu, kepalanya pakai kerudung hitam, sikapnya gagah, katanya setelah tertawa panjang.   "Dian-kongcu masa tidak kenal cayhe lagi?"   Kejadian hanya berlangsung dalam waktu yang amat singkat, waktu Dian Tiong-pit menoleh ke sana, Piausu bernama Llok Kian- lam yang tadi tertutuk roboh itu kini tampak merangkak berdiri.   Sementara kedua laki2 anak buah Thian-kau sing yang menjaga tawanannya kini berbalik kena tertutuk Hiat-tonya dan berdiri kaku ditempatnya.   Dan masih ada lagi, Hou Thi jiu danThian kau-sing yang sedang bertempur melawan Ping-hoa dan Liau-hoa itu semula sudah berada di atas angin, kini merekapun seperti tertutuk Hiat-tonya oleh orang, yang satu membentang jari2 tangan besinya bergaya seperti hendak menerkam, seorang lagi mengangkat pedang menusuk tempat kosong, hanya bergaya tapi tak bergerak.   Sementara Ping-hoa dan Liau-hoa sudah simpan pedang serta menyingkir kepinggir dengan berdiri tersenyum simpul, jelas semua kejadianadalah hasil kerjasiorang berkedok ini.   Waktu dia muncul di atas perahu, Hou Thi-jiu dan Thian-kau-sing sedang melabrak lawannya, orang ini tiba2 membokong pada saat orang tumplek perhatian menghadani musuh, sudah tentu berhasil dengan gemilang.   Tapi apapun yang telah terjadi, bahwa orang ini bisa menutuk Hiat-to Hou Thijiu dan Thian-kau-sing dalam segebrakan saja, terang memiliki ilmu silat yang amat mengejutkan.   Sudah tentu perubahan mendadak yang tak pernah dibayangkan ini membuat Dian Tong-pitkagetdan pucat mukanya, tapijugagusar.   Tadi pihaknya sudah diatas angin, karena orang berkedok ini mendadak muncul, situasi lantas berubah sama sekali, dari unggul kini menjadi asor, usahanya menjadi gagal total.   Karena amarahnya memuncak.   serunya murka.   "Kau yang membekuk mereka?" "Betul,"   Jawab orang berkedok.   "aku tak senang melihat mereka main keroyok. main cegat menganiaya tiga nona cantik ....."   Secara gamblang dia mengatakan bahwa Giok-je bertiga memang samaran gadis2 ayu. "Siapa kau?"   Bentak Dian Tiong-pit gusar. Orang berkedok tertawa, katanya.   "Dian-Kongcu tak mengenalku, umpama kusebutkan namaku, kau tetap tidak akan kenal aku, betul tidak?"   Gusar dan dangkol Dian Tiong-pit, bentak-nya.   "Bagus?"   Tiba2 pedangnya bergerak, selarik sinar bersama orangnya melesat kencang menerjang ke arah orang berkedok.   Orang berkedok bertangan kosong, sudah tentu dia tidak berani menyambut secara keras, lekas dia tutul kedua kaki melambung tinggi.   Melihat orang berkelit dengan melompat tinggi, Dian Tiong-pit tertewa dingin, dengan gaya Pek-hung-koan-jit (bianglala menembus sinar matahari), sinar pedang berputar, laksana anakpanah menyamber iapun meloncat keatas membayangilawan- Mumbul sekitar dua tombak mendadak di tengah udara orang berkedok menggunakan gerakan Hun-li-hoan sin (membalik badan di tengah awan), pada tangannya sudah memegang sebatang pedang pendek sepanjang satu kaki lebih, ia menukik menyongsong Dian Tiong-pit yang baru menjulang ke atas.   "Trang", di tengah udara berkumandang suara nyaring benturan senjata.   Di tengah udara kedua orang bentrok secara keras, lalu bayangan orang segera berpencar, keduanya sama2 meluncur ke bawah.   ilmu silat Dian Tiong-pit amat tinggi, pendengarannya tajam dan matanya jeli, tadi waktu kedua senjata beradu dan merasakan bunyi benturan agak ganjil, waktu dia menatap sambil angkat tangannya, dilihatnya pedang sendiri yang terbuat dari baja murni ujungnya tertabas kutung sepanjang satu dua dim.   Bertambah kaget dan marah hatinya, mukanya merah padam, sambil menghardik dan menubruk maju, pedangnya menerbitkan kesiur angin santer.   Serangan dilancarkan dengan amarah yang meluap.   dalam sekejap beruntun dan menyerang belasan kali.   Orang berkedok layaninya dengan enteng, katanya tertawa.   "Begini besar nafsu Dian-kongcu"-Sebat sekali ia bergerak ke kanankiri, badannya meliukkesana kemari.   Bagai angin badai rangsakan pedang Dian Tiong-pit, betapa cepat gerak serangannya, tapi ke timur tusukan pedangnya, tahu2 lawan sudah berada di barat, menusuk ke barat, orang tahu2 sudah berpindah ke utara, namun orang berkedok itu tidak pernah balas menyerang.   Tiga belas serangan pedang Dian Tiong-pit menimbulkan gelombang hawa dingin, setombak di sekeliling gelanggang dilingkupi sinar perak laksana naga mengamuk.   bayangan orang berkedok seperti tergubat di dalamnya, dari luar kelihatan kelebat sinar pedang yang kemilau itu saban2 hampir menabas kutung bayangannya, tapi hanya terpaut serambut saja, tahu2 pedang menyamber ke samping, ujung pakaian orangpun tidak mampu disentuhnya.   Lama kelamaan semakin membara amarah Dian Tiong-pit, saking murka hampir gila rasanya, hardiknya keras.   "Kau berani tampil mencampuri urusan ini, kenapa tidak berani melawan pedangku ini, main kelit dan menyingkir begini terhitung apa? Memangnya gurumu hanya memberi pedang pendek saja dan tidak mengajarkan ilmunya?"kata2nyasengitdancukup pedas menusukperasaan- Mendadak si orang berkedok menghentikan gerakannya, katanya tertawa dingin.   "Tiong-pit, aku ingin memberi muka padamu, supaya kau tahu diri dan mundur teratur, ternyata kau berhasrat berkenalan dengan ilmu pedangku, nah awas, hati2lah"   Sembari bicara pedangnya mendadak bergetar, seketika menaburkan delapan atau sembilan larik cahaya dan berjatuhan ke depan Dian Tong pit.   Anehnya larikan sinar pedang itu panjang pendekberlainansatusamalain, manayangkosongdan manayang betul2 berisi sungguh sukar diraba, perubahannya cepat dan mengandung banyak variasi, Sejak kecil Dian Tiong-pit sudah digembleng meyakinkan ilmu pedang, di bidang ini boleh dikatakan ahli, maka ia kira orang hanya mengaburkan cahaya untuk mengelabui pandangannya.   Karena menurut kebiasaan, orang2 yang mengembangkan ilmu pedangnya sering juga menciptakan tabir sinar pedang seperti ini, di antara sekian banyak jalur2 sinar yang bertebaran itu terang hanya satu yang merupakan serangan telak.   yang lain hanya merupakan bayangan yang membikin kabur pandangan lawan- Maka dalam hati Dian Tiong-pit tertawa dingin, belum lagi lawan merangsak maju dengan sinar pedangnya, cepat ia membalik tangan kanan, dengan jurus Hun-kong-kik-ing (memencar sinar menyerang bayangan) iapun menaburkan secercah cahaya pedang dingin, ia malah menyongsong bayangan pedang lawan- Betapa cepat gerakan kedua pihak yang saling labrak ini, kelihatan dua larik sinar saling gubat sekali lalu berpencar kembali, dua kali berkumandang suara berdering.   Karena memandang rendah musuh dan terburu nafsu, Dian Tiong-pit membuat perhitungan salah dan menilai rendah larikan sinar pedang lawan, jika satu di antara larikan sinar pedang itu merupakan serangan telak.   maka larik sinar yang lain hanya untuk mengaburkan pandangan dan perhatian lawan saja dan tak mungkin menimbulkan suara berdering ber-kali2, kini jelas bah-wa sinar pedang itu semuanya merupakan serangan yang sesungguhnya.   Benturan pedang itu berlangsung dalam waktu yang amat singkat sekali, tapi Dian Tiong-pit sudah merasakan sesuatu yang ganjil, setiap kali tabasan pedang lawan dapat mengikis pedangnya menjadi lebih pendek.   pedang yang semula panjang tiga kaki lebih itu kini hampir sisa gagangnya saja.   Untunglah laki2 berkedok itu segera berhenti serta mundur, katanya dingin.   "Dian Tiong-pit, kau sudah mau mengaku kalah?"   Watak Dian Tiong-pit berangasan, tinggi hati dan angkuh, kapan dia pernah tunduk kepada orang lain, selama berkelana di kangouw belum pernah kecundang, apalagi dipermainkan seterunya ini, keruan amarahnya bukan kepalang, ia berteriak.   mendadak gagang pedang digunakan sebagai senjata rahasia terus ditimpukkan, serentak kelima jarinya menekuk laksana cakar menyerang dengan jurus Tok-liong tam-jiau (naga beracun ulur cakar), secepat kilat ia mencengkeram dada musuh, Maklumlah pada serang menyerang tadi jarak kedua pihak hanya kurang lebih tiga kaki jauhnya, dalam jarak sedemikian dekat, serangan Dian Tiong-pit yang mendadak ini sudah tentu membuat orang tidak menduuga dan tidak berjaga2.   Gagang pedang itu ditimpukan sepenuh tenaga, tahu2 sudah melesat tiba di depan hidung si orang berkedok.   sementara kelima jari tangannya tajam laksana cakar bajapun sudah mengincar dada orang.   Si orang berkedok memang tidak menduga akan datangnya serangan berganda ini, sementara gagang pedang sudah berada di depan mata terpaksa dia doyong tubuh ke belakang sambil angkat pedang tegak ke atas.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Trang", gagang pedang itu dia sampuk patah menjadidua potong. Sementara cakar Dian Tiong-pit yang terpentang itu tahu2 juga sudah menyentuh pakaian si orang berkedok baru saja dia kerahkan tenaga hendak mencengkerann, tiba2 terasa urat nadi tangannya, menjadi kesemutan dan lenganpun menjadi lemas, ternyata pada detik yang menentukan itu pergelangan tangan Dian Tiong-pit sudah terpegang oleh si orang berkedok malah, keruan kagetnya bukan kepalang, lekas dia meronta sekuatnya, tak nyana orang berkedok lebih cepat lagi, tahu2 tangan kiri terangkat, dengan jurus "mendorong perahu menurut aliran air", dengan enteng dia mendorong, maka Dian Tiong-pit tidak sempat meronta lagi, tanpa kuasa tubuhnya mencelat dan melayang setombak lebih.   "Blang", dengan keras terbanting di atas geladak. hampir saja dia terguling jatuh ke sungai. Betapapun kepandaian silat Dian Tiong-pit tidak lemah, begitu badan terbanting di lantai papan, sekali mengerahkan tenaga, dengan lincah ia sudah meletik bangun, begitu berdiri tegak sinar matanya seketika mencorong beringas, sekian saat dia tatap orang berkedok itu, bentaknya.   "Sebutkan nama tuan, orang she Dian akan segera berlalu."   Orang berkedok cudah simpan pedangnya, katanya tertawa. "cayhe tak perlu menyebut nama segala, kalah menang sudah terang, lekas kau pergi dengan anak buahmu, kelak kita masih akan berhadapan lagi di medan laga."   Habis berkata dia malah pergi lebih dulu daripada Dian Tiong-pit, badannya meluncur ke sana dan hinggap diatas sebuah sampan- Sejak orang berkedok muncul dan kembali ke atas sampan, kejadian hanya berselang beberapa kejap saja, keruan orang2 Pekhoa-pang sama melongo kebingungan-Melihat orang mau pergi baru Giok je bersuara.   "Tayhiap ini, harap tunggu sebentar"   Orang berkedok itu sudah berada di atas sampan, seperti tidak dengar seruannya, dia melajukan sampan itu ke arah belakang sana.   Seperti diketahui sampan yang dipakai ini sebetulnya adalah salah satu milik Dian Tiong-pit.   Sementara itu Dian Tiong-pit sedang sibuk membuka Hiat-to Hou Thijiu, Thian-kau-sing dan kedua laki2 bermuka kuning itu, lalu katanya.   "Hayo pergi."   Dengan anak buahnya segera mereka berlalu.   Dikala pertempuran berlangsung dengan sengit, diam2 Kiang-lo toa sudah perintahkan anak buahnya menolong kedua laki2 baju kelabu yang terjungkal ke sungai tadi, kini sudah dlobati lagi.   Diam2 Giok-je terheran2 melihat orang berkedok itu mendayung sampannya sedemikian pesatnya ke arah belakang, batinnya.   "orang ini tadi muncul mendadak di atas perahu, pergi pula secara tergesa2 dengan sampan Dian Tiong-pit, memangnya dari mana dia datang?"   Melihat Giok-je menjublek mengawasi ke buritan, Llok Kian-lam bertanya.   "Apakah Hoa-kongcu sudah tahu asal-usul orang berkedok itu?"   Giok je menggeleng, ujarnya.   "Ilmu silat orang ini amat tinggi, begitu cepat gerakannya, sukar aku mengikuti permainannya, entah dari perguruan mana ...."   Tiba2 Liau-hoa menyeletuk "He, mungkinkah orang itu adalah Cu-cengcu?" "Hah"   MendadakGiok-jeberseru."Lekaskitatengok....."   Ooo(000dw000)ooo Sebelum mulai dengar ramalannya Cu-ki-cu menyulut tiga batang dupa, lalu satu persatu dia suruh Ban Jin-cun, Kho Keh-hoa dan Cu Jing memperkenalkandiri, jadipersoalannyaadapada ketigabatang dupa yang mengeluarkan asap wangi yang memabukkan ini, siapa saja setelah bicara pasti menyedot bau harum ini, maka cepat sekali merekapun terjungkali roboh.   Keruan Cu-ki-cu tergelak kegirangan sambil bangundaritempatduduknya.   Mendadak terdengar suara nyaring merdu berkumandang di luar pondok.   "Ada orang di dalam?"   AgakterkejutCu-ki-cu, bentaknya."siapa?" "Kami maucarituaCu-ki-cu"agaknyadiatidakseorangdiri.   Cu-ki-cu mengerut alis, sekilas dia pandang tiga orang yang menggeletak di tanah, lalu menyingkap kerai berjalan keluar, tertampak orang telah berada diruang tamu.   Itulah dua pemuda sekolahan yang berusia tujuh-belasan, wajahnya sama cakap dan ganteng.   Sambil mengelus jenggot menguning di bawah dagunya yang jarang itu, Cu-ki-cu pandang kedua tamunya itu sekian saat, setelah batuk2 kering baru bertanya.   "Kalian ada perlu apa?"   Salah seorang yang lebih tua berkata dengan tertawa.   "Kami ingin mohon tuan Cu-ki-cu meramalkan nasib kami, apakah kau tuan Cu-ki-cu?" "Sayang sekali, kebetulan Cu-ki-cu sedang ke luar,"   Sahut Cu-kicu. Pemuda yang lebih muda celingukan, longok sana toleh sini, lalu bersuara heran.   "He, mana mereka?" "Apa kata Siang kong?"   Tanya Cu-ki-cu. "Tadi tiga orang teman kami sudah kemari lebih dulu, di mana mereka?"   Terbayang sinar aneh pada mata Cu-ki-cu, katanya tersenyum. "o, apakah ketiga pemuda yang Siang kong maksud?" "Ya, satu di antaranya adalah Piaukoku, dimana mereka?"   Tanya pemuda yang lebih muda. "Memang tadi ada tiga pemuda kemari mau cari Cu-ki-cu, Lohu beritahu bahwa Cu-ki-cu sedang keluar, maka mereka lantas pergi."   Kedua pemuda saling pandang, kata yang lebih muda.   "Tidak mungkin, kuda tunggangan Piaukoku masih berada di luar sana, mana mungkin dia sudah pergi?"   Kata Cu-ki-cu kurang senang.   "Losiu sudah setua ini, masa berdusta pada kalian?"   Mendadak yang lebih muda itu tertawa lebar, katanya.   "Kukira kau ini justeru Cu-ki-cu sendiri, Piauko selalu larang kami ikut kemari, katanya cu-ki-cu tidak suka digangggu orang, supaya ramalannya tepat orang tidak boleh datang ber-bondong2, tentunya Piauko sengaja suruh kau keluar untuk menolak kedatangan kami, betul tidak? Hm, aku tidak percaya, mereka tentu sembunyi di dalam."   Habis berkata mendadak dia berteriak keras2.   "Piauko" -Tiba2 pula dia menerobos kedalam. Berubah air muka cu-ki-cu, sekali berkelebat dia mengadang seraya membentak.   "Berhenti"   Tangan kanan terus menepuk ke pundak si pemuda.   Sebelum telapak tangannya menyentuh pundak pemuda itu, mendadak dia rasakan punggung tangannya seperti digigit nyamuk, seketika seluruh lengan menjadi lemas lunglai dan pati rasa, tenaga yang dikerahkanpun sirna, keruan kagetnya bukan main, cepat dia periksa tangan sendiri, dilihatnya sebatang jarum sulam menancap dipunggungtangannya, jarumini memancarkancahayakehijauan- Seketika berubah pucat muka Cu-ki-cu, teriaknya ketakutan.   "Tong-bun-ceng-bong-ciam (jarum cahaya hijau keluarga Tong)"   Dalam berkata2 ini Cu-ki-cu kembali merasa kedua kakinya mulai lemas dan pati raga pula.   Kadar racun pada jarum kemilau hijau ini tidak terlalu keras dan memang khusus untuk membekuk musuh, yang diincar umumnya adalah kaki dan tangan, musuh seketika akan lena dan tak mampu melawan lagi.   Pemuda yang lebih tua mengejek.   katanya.   "Betul, kiranya kau kenal juga"   Sambil mengawasi pemuda yang lebih tua, Cu-ki-cu bertanya. "Kau, Siangkong ini dari..dari keluarga Tong?"   Yang lebih muda cekikikan, katanya.   "Jangan cerewet, berdiri saja disitu"   Pada saat itulah kain gordyn di kamar sebelah timur tiba2 tersingkap.   dua laki2 bersenjata golok menerobos keluar.   demikian pula dari kamar sebelah barat juga melompat keluar dua orang laki2 bersenjata golok pula, begitu keluar mereka berpencar terus mengancam dengan golok mereka.   Gerakan keempat laki2 baju hitam cukup tangkas, begitu lompat keluar terus berpencar, dari kerja uhan mereka acungkan golok mengincar kedua pemuda yang terkepung itu.   Pemuda yang lebih muda melirik dan mencibir, katanya tak acuh.   "Kalian mau apa?"   Laki2 yang berdiri di muka mereka menyeringai, katanya.   "Anak kura2, ini yang dinamakan sorga ada pintu tak mau masuk-neraka tertutup rapat kau malah menerjangnya, rupanya kau sendiri ingin mampus,jangan menyesalbilatuanbesarmuberlakukejam." "Kami hendak mencari Cu-ki-cu, siapa bilang ingin mati?"   Ujar si pemuda. "Tuanmu bilang, kaliananak kura2 initamatlahhari ini."   Pemuda yang lebih tua tidak sabar lagi, matanya memancarkan cahaya terang, katanya dingin.   "Dik, tak perlu banyak omong dengan mereka, kaum keroco ini bukan orang baik, enyahkan mereka saja."   Yang lebih muda mengiakan seraya mencabut pedang pendek, berbareng pemuda yang lebih tua juga mengeluarkan sebatang pedang panjang. Laki2 yang bicara tadi menyeringai hina, katanya tergelak2. "Anak kura2 ini ternyata pandai main silat juga."   Cu-ki-cu yang menyingkir ke samping segera menyela.   "Mereka adalahanak murid keluarga Tong dariSujwan-" "Berani kau omong, biar kugampar muka dan kutamatkan jiwamu"   Bentak pemuda yang lebih tua. Sorot matanya yang dingin menyapu pandang, lalu menudingkan pedangnya kepada keempat musuh, katanya.   "Siapa di antara kalian yang maju lebih dulu."   Laki2 yang bicara tadi berkata pula.   "Keluarga Tong kalian sebetulnya tak pernah bermusuhan dengan kami, tapi kaliann justeru main seruduk kemari mencari gara2, umpama kalian putera raja juga, hari ini tak boleh dilepaskan lagi"-Golok bergerak. dia memberi tanda, dua orang laki2 baju hitam segera menubruk ke depan pemuda yang lebih tua. ia sendiri dengan seorang laki2 lain segera meluruk pemuda yang lebih muda, empat orang mengeroyok dua orang. Pemuda yang lebih tua berdiri tenang2 tanpa bergerak. kedua musuh yang menyerbu berpencar dari kanan kiri, yang kanan menabas lengan kanan yang memegang pedang, sementara musuh yang sebelah kiri menggerakkan golok mengancam pinggang. Ketika senjata kedua musuh hampir menyentuh badan baru pemuda yang lebih tua mengejek. mendadak kaki kiri menggeser mundur berbareng pedang di tangan bergetar, selarik sinar ke-milau segera berputar.   "Trang, trang", sekaligus dia tangkis golok kedua musuhnya, pedangnya masih bergerak menabas miring. Kepandaian silat kedua laki2 ini ternyata tidak lemah, sebat sekali mereka berkelit sembari angkat golok balas menyerang, gabungan serangan golok mereka cukup gencar dan mengincar tempat mematikanditubuh pemudayang lebih tua. Sementara pemuda yang lebih muda mengembangkan ilmu pedangnya yang cukup hebat, sinar pedangnya menyamber seperti rantaikemilau menciptakanbayangancahayayangberlapis2. Hanya beberapa gebrak. kedua musuhnya telah dicecar di bawah angin. Sebetulnya kedua laki2 ini biasanya mempunyai cara tersendirijlka mengeroyok musuh, tapi entah mengapa hari ini rangsakan sengit mereka tidak manjur lagi. Lain halnya dengan kedua temannya yang mengeroyok pemuda yang lebih muda, mereka sudah berada di atas angin-Pemuda yang lebih muda bersenjata pedang pendek. Lwekangnya memang lebih rendah dan latihan kurang matang, kalau satu lawan satu mungkin lebih unggul, tapi dikeroyok dua, dia betul2 kewalahan, niatnya melawan dan merobohkan kedua musuh itu, apa daya tenaga tak sampai. Sepuluh jurus kemudian keadaannya sudah semakin runyam, pedang pendeknya tangkis kanan pukul kiri, gerak pedangnya menjadi kacau dan tak teratur lagi. Sudah tentu hatinya kaget tapi juga geram, teriaknya.   "Kalian kawanan kunyuk yang ingin mampus, jangan bikin marah hatiku, nanti kupenggal kepala kalian."   Laki2 baju hitam disebelah kiri tertawa, ejeknya.   "Anak kura2, pandaijuga membual."-Sret, sret, tiba2gerakgoloknyadipercepat, duakalidia membacokdan menabas. Pemuda yang lebih muda dipaksa menangkis dan melompat mundur dengan kalang kabut. Laki2 baju hitam tertawa riang, golok dibolang-balingkan, mendadak dia mendesak maju seraya membentak. "Anakkura, barusekarangkau tahurasa"   Belum habis bicara, pada saat mulutnya masih terbuka, mendadak dia menjerit keras dan roboh terjungkaL Melihat temannya tanpa sebab mendadak terjungkal, keruan laki2 yang lain terperanjat, sedikit lena tahu2 pedang si pemuda sudah menyamber tiba, hendak berkelitpun kasip.   baju pundaknya terpapas, walau kulitnya tidak terluka, namun dia sudah patah semangat,bergegasdiajejakkakidan melompatmundur.   Si pemuda meradang seraya membentak.   "Kaupun jangan harap bisa lari" -Dari balik lengan bajunya tiba2 menyamber keluar sebatang panah kecil lembut. Baru saja laki2 baju hitam mau berkelit, tapi sudah terlambat, terasa pergelangan kanan yang memegang golok kesakitan.   "trang", golok jatuh terlepas di tanah, tanpa kuasa iapun jatuh tersungkur. Kejadian berlangsung dalam beberapa kejap saja, kedua temannya yang mengeroyok pemuda lebih tua itu sebetulnya sudah berada di atas angin, serta melihat kedua temannya roboh terkena senjata rahasia, mereka menjadi gugup dan ciut nyalinya, sedikit lena pedang pemuda lebih tua segera menusuk iga kiri laki2 yang beradadisebelah kanan-Laki2 itu menjeritkeras2, sambil mendekap lukanya dia terjung keluar dan melarikan diri. Sudah tentu temannya tak berani bertempur lebih lanjut, segera iapun ngacir masuk ke kamar sebelah barat. Empat musuh, dua rebah tak berkutik, dua lagi lari mencawat ekor. Tinggal Cu-ki-cu yang masih berdiri di sana seperti patung, wajahnya cemberut kecut, katanya dengan nada yang minta "   Kenapa kau tidak menungguku?" "Nona mau ke mana? "Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" , u n "Betul, kenapa?" "Aku ikut, boleh tidak?" K n gidikasihani.   te teg n "Siangkong berdua sah tn a menggele hara ng p tahu "Janga , n orang2 jahat su non da cant h ada "Bukankah tadi kau bilang Cu-ki-cu tidak di rumah?"   Ejek pemuda lebih muda. Cu-ki-cu menghela napas, katanya.   "Siang kong tidak tahu latar belakang persoalannya, tadi Losiu bilang Cu-ki-cu tidak ada, maksudku mau memberi peringatan kepada kalian supaya lekas pergi, karena Losiu diancam oleh keempat penjahat tadi dan tak mungkin memberipenjelasankepada kalian-" "ManaPiaukokubertiga"   Desakpemudayanglebih muda. "Ada, ada,"   Kata Cu-ki-cu sambil menyengir.   "mereka semaput terkena dupa wangi, harap Siang-kong ampuni Losiu, segera kuambilobat pemunahnya."   Pemuda yang lebih tua sudah simpan pedangnya, dari dalam kantong dia keluarkan sebutir obat dan diangsurkan, katanya. "cabutlah ceng-bong-ciamdan telan obat ini."   Dengan tangan kiri Cu-ki-cu terima obat itu, sambil berterima kasih ia mencabut jarum yang menancap dipunggung tangannya, lalu telan pil itu. Mengawasi kedua orang yang menggeletak di tanah, pemuda yang lebih tua bertanya sambil menoleh.   "Dik, panahmu dibubuhi racun, apakah kedua orang ini masih bisa ditolong?"   Pemuda lebih muda cekikikan, katanya.   "Baru pertama kali ini aku gunakan senjata rahasia pemberian paman, paman pernah bilang, dalam setengah jam kalau mereka tidak dlobati, jiwa bisa melayang." "Kau punya obatnya? Kedua orang ini harus ditawan hidup2." "Ada saja, obatnya kusimpan di dalam kantong."   Mendengar percakapan mereka, terunjuk cahbaya aneh pada sorot mata cu-ki-cu, setelah makan obat, lengan kanannya kini sudah bisa bergerak. lekas dia menuding sambil berkata.   "Siang kong, silakan ikut Losiu, teman kalian di sebelah timur, Losiu akan ambil obat penawarnya."   Dia lantas menyingkap kerai, tertampak tiga orang menggeletak di dalam kamar, mereka ialah Ban Jin-cun, Kho Keh hoa dan cu-jing. "Di mama kau simpan obatmu, lekas ambil" "Kusimpan di kamar, segera Losiu mengambilnya,"   Sahut Cu-ki-cu, bergegas dia lari ke kamarnya.   Pemuda yang lebih muda sudah keluarkan obat penawar mendekati kedua laki2 baju hitam, panah dia cabut lalu membubuhi obat di tempat luka serta membuka hiat-to, tapi mendadak ia menjerit."He,kenapakeduaoranginisudah mati?" "Tadi kau bilang setengah jam baru racun bekerja, mana mungkin mati?"   Ujar pemuda yang lebih tua. "Memang, tapi mereka. ......"   Mendadak dia berseru heran. "He,Ji-ko, bukankah iniceng-bong-ciam miiikmu?". "ceng-bong-ciam milikku?"   Seru pemuda yang lebih tua.   "Di mana?"   Dilihatnya pada dada kedua laki2 yang rebah di tanah masing2 tertancap sebatang jarum sulam yang kemilau kehijauan, memang itulah ceng-bong-ciam.   seketika alianya menegak.   katanya gusar.   "Bangsat keparat, kita ditipu olehnya.   Cu-ki-cu jelas sekomplotan dengan kawanan penjahat ini." "Pantas"   Ujar pemuda yang lebih muda. Jarum yang melukai dia tadi dia gunakan untuk membunuh kedua orang ini. Kenapa mereka dibunuh? Kuatir membocorkan rahasia? "Agaknya kau sudah tambah pintar."   Sahut pemuda yang lebih tua.   "Nah, sekarang kita semprot muka mereka dengan air dingin supaya siuman." "Memangnya begitu gampang?" "Tidakpercaya, bolehkau buktikan"   Dari tempat sembahyang pemuda yang lebih muda ambil secangkir kecil air suguhan terus di -semprotkan kemuka ketiga orang. Ban Jin-cun melompat bangun lebih dulu, segera ia menjura kepada mereka, katanya.   "Apakah saudara berdua yang menolong kami bertiga?"   Pemuda yang lebih muda memang ceriwis, katanya. "Memangnya Cu-ki-cu mau menolong kalian pula?"   Kho Keh hoa pun sudah berdiri, tanyanya.   "Kemana bangsat Cu-ki-cu itu?" "Dia sudah lari,"   Kata pemuda yang lebih tua. Yanglebihmuda, mendekatiCuJing,katanya.,"Piauko,kautidak kenal Siaute lagi?"   Sekilas Cu Jing melengak karena dipanggil Piauko, dengan menatap mukaorang ia menjura danbertanya."Saudarainisiapa?" "Kenapa Piauko jadi pelupa, memang sesama saudara misan kita baru bertemu sekali, mungkin Piauko sudah lupa, entah Ya-khim Piauci baik2 saja?"   Merah muka cu-Jing, tanyanya heran.   "Kau..." "Siaute Ling Kun-ping ...."   Tukas pemuda yang lebih muda. Mendadak dia pegang lengan Cu Jing terus diseret ke sana serta berbisik di telinga-nya.   "Piauci, aku adalah Ji-ping."   Ternyata pemuda ini samaran Pui Ji-ping, jadi Cu Jing adalah Piaucinya, yaitu Cu Ya-khim. Cu Ya-khim alias Cu Jing kembali melenggong, ia tatap muka "Ling Kun-ping", katanya.   "Jadi kau ...." "Aku menyamar,"kataJi-ping lirih. Mendengar suara orang memang betul Pui Ji-ping, lekas Cu Ya- khim berpesan dengan suara lirih.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Jangan kau bocorkan rahasiaku." "Ya, tahu sama tahu,"   Ujar Ji-ping. Cu Ya-khim genggam tangannya, cepat katanya dengan girang. "Piaute, siapakah dia? Lekas perkenalkan pada Piauko."   Pui Ji-ping menjawab.   "Dia adalah nona kedua keluarga Tong dari Sujwan dan bernama Tong Bun-khing."   Lalu dengan suara keras dia tuding pemuda lebih tua dan berkata.   "Inilah Tong Bunkhing, Tong-jiko."   Lekas cu Ya khim menjura, katanya.   "Kira-nya Tong-heng, sudah lama siaute ingin berkenalan-"   Tong Bun-khing tertawa, katanya.   "Akupun sudah lama dengar nama besar Cu-heng."   Tak lupa Cu Ya-khim perkenalkan juga mereka kepada Ban Jin- cun dan Kho Keh-hoa. Ban Jin-cun lantas berkata.   "Entah Tong-heng dan Ling-heng bagaimana bisa mencari ke tempat ini?" "Hanya kebetulan saja, kami berdua lewat di Tong-seng, kulihat cu-piauko ter-buru2 menempuh perjalanan ke utara, entah apa yang telah terjadi? Maka secara diam2 kami menguntit kemari,"   Lalu dia ceritakan kejadian yang baru lalu. "Bangsat itu lari terbirit2, dalam kamarnya ini tentu ketinggalan barang2nya, marikitaperiksabersama,"   Demikian usul BanJin-cun.   Demikianlah waktu mereka sibuk bekerja, tiba2 didengarnya suara deru angin, Ban Jin-can cukup cerdik, lekas dia memberi tanda kepada yang lain supaya diam, pelan2 dia menyingkap gordyn dan melongok keluar.   Dilihatnya seekor burung dara pos tengah hinggap di depan gubuk.   seketika tergerak hatinya, lekas dia menerobos keluar.   Agaknya burung dara itu cukup terlatih, melihat orang asing yang tidak di kenalnya, segera dia pentang sayap hendak terbang pergi, Sudah tentu Ban Jin-cun tidak berpeluk tangan, sigap dia menjemput sebutir batu terus ditimpukkan, berbareng dia jejak kaki, badan melambung ke atas sambil ulur tangan menangkap burung yang meluncur jatuh terkena timpukan batunya.   Lekas Cu Ya-khim ikut lari keluar, tanyanya.   "Bagaimana Ban-heng?"   Dengan kedua tangan memegang burung dara jin-cun sudah melangkah balik, katanya.   "inilah burung dara pos."   Sementara itu Tong Bun -khing, Kho Keh-hoa dan Pui Ji-ping juga sudah keluar. Ban Jin-cun bertanya.   "Ada yang ditemukan di dalam rumah?" "Tiada, kecuali pakaiantiadabenda2 laindirumahnya."   Dari kaki burung dara Ban Jin-cun melepaskan sebuah bumbung kecil, lalu dituang keluarkan secarik kertas gulungan serta dibeberkan dan dibaca, tulisan itu berbunyi.   "segera diperiksa asal usul Kiang-lotoa pemilik warung teh Hin-liong di dermaga An-khing.   orang ini ada sangkut pautnya dengan para budak yang lari menculik Cu Bun-hoa palsu, segera bekerja, jangan terlambat.   Tertanda Tin."   Mendelu hati Cu Ya-khim melihat bunyi "Cu Bun-hoa palsu", batinnya.   "Entah siapa yang memalsu ayahku?"   Ban Jin-cun angsurkan kertas itu kepada yang lain, katanya. "Peristiwa budak2 lari, entah apa yang terjadi? Agaknya bertambah ruwet persoalan dalam Kangouw."   Mendadak Pui Ji-ping berjingkrak kegirangan sambil goyang2 lengan Tong Bun-khing, teriaknya.   "Jiko, jejak Piauko sudah diketahui, tekas kita susul ke An-khing." "Piaute, apa katamu?"   Tanya Cu Ya-khim heran-"Siapa Piaukomu itu?"   Jengah muka Pui Ji-ping, katanya sambil mengawasi Tong Bun- khing.   "Panjang kalau diceritakan, nanti kujelaskan, sekarang lekas kita susul ke An-khing."   Cu Ya-khim menoleh kepada Ban Jin cun dan Kho Keh-hoa, tanyanya.   "Ban heng dan Kh-o-heng mau pergi ke An-khing juga?" "Kami hendak cari klomplotan Hek-liong-hwe. dari tulisan ini dapat kami simpulkan bahwa kasus larinya budak2 ini pasti ada hubungannya dengan Hek liong-hwe, sudah tentu kita akan pergi kesana juga. Girang Cu Ya-khim, katanya.   "Syukurlah, kita masih seperjalanan-"   Mimiknyayangberseri senangitu diam2 di-perhatikanolehPuiJi- ping, dalam hati ia membatin.   "Agaknya Piauci sudah kasmaran terhadap Ban Jin-cun ini."   Layar sudah berkembang sehingga perahu laju dengan pesatnya melawan gelombang ombak sungai.   Waktu pintu kamar dibuka, Cu Bun-hoa palsu yang mengenakan jubah biru berjenggot hitam tampak duduk menyandang meja, mata terpejam seperti tertidur.   Pelan2 gordyn tersingkap.   Giok-je, Pinghoa dan Liau-hoa satu persatu melangkah masuk..Setelah berada didalamkamar, Liau-hoa lantasberbisik."Agaknyabukandia."   Sebelum berlalu tadi.   Giok-je telah menutuk Hiat-tonya, kini orang tetap berduduk dalam sikap yang sama, sudah tentu dia bukan orang berkedoktadi.   Giok-je menoleh kepada Liau-hoa maksud-nya supaya jangan banyak bicara, pelan2 dia maju ke depan Ling Kun-gi, dengan seksama ia memeriksa.   Baru sekarang dia mau percaya, karena tadi dia menutuk Ki-bun-hiatnya, sampai sekarang kain baju tepat dibawah dada kiri mendekuk ke dalam sebesar kacang, jelas sejak tadi dia tidak pernah bergerak.   Tujuannya menutuk Hiat-to orang bukan untuk mencegah orang bergerak.   tapi hendak menjajal apakah kepandaian silatnya sudah pulih kembali.   Seperti diketahui, setiap "tamu agung"   Yang di "bertandang"   Ke coat-sin-san-ceng semuanya sudah dicekoki racun pembuyar Lwekang.   Tapi kabar yang menyusul belakangan mengatakan waktu Coat Sin-san-ceng di serbu musuh, Lok-san Taysu berempat sudah pulih kepandaiannya sehingga Hian-ih-lo-sat mengalami kekalahan total.   Cu Bun-hoa asli yang ada di Coat Sin-san-ceng itu adalah usaha selundupan Giok-je sendiri, kalau tiga yang lain sudah pulih kepandaiannya, maka Cu Bun-hoa tentu juga sudah pulih Lwekangnya.   Sejak terjadi peristiwa aneh di Sam-koan-tian malam itu, di mana secara mendadak dan di luar sadar mereka jatuh semaput serta kedatangan orang berkedok di atas perahu tadi, diam2 Giok-je sudah curiga hahwa semua itu adalah ulah atau perbuatan orang yang menyamar jadi Cu Bun-hoa ini.   oleh karena itu, sebelum berlalu tadi, diambang pintu mendadak dia menutuk dengan kekuatan angin jarinya, kelihatan orang tidak siaga dan tanpa melawan, ini membuktikan bahwa racun penawar Lwekang dibadannya masih bekerja.   Kini setelah terbukti bahwa kecurigaannya meleset, dia lebih yakin bahwa orang berkedok yang muncul tadijuga bukan orangyang menyamarCuBun-hoa ini.   Kalau bukan dia, lalu siapa? Jelas orang itu datang tanpa naik perahu atau sampan, waktu pergi dia bawa sampan orang2 Hek- liong-hwe, meluncur kira2 puluhan tombak, sampan itu tahu2 sudah berhenti, sementara orang berkedok di atas sampan itupun lenyap tak keruan parannya.   Kecuali dia terjun ke air, hanya ada situ kemungkinan, yaitu dia menyelundup balik ke atas perahu.   Analisa ini memang masuk akal, tapi kini dia harus menumbangkan rekaannya sendiri, sebab kecuali Cu-cengcu palsu ini boleh dikatakan tiada orang lain yang patut dicurigai di atas perahu ini.   Sekian lama Giok-je berdiri menjublek dihadapan Ling Kun-gi tanpa bersuara.   "cici, bukankah engkau hendak membuka Hiat-tonya?"   Kata Pinghoa. Mendadaktergerakhati Giok-je, la manggut2dan menepuksekali dipundak orang untuk mem-buka hiat-tonya, mulutnya bersuara lirih.   "Cu-cengcu bangunlah"   Badan Ling Kun-gi sedikit bergetar, tiba2 dia membuka mata, katanya sambil mengawasi Giok-je "Lohu tertidur sambil duduk. entah waktu apa sekarang?" "Sudah lewat lohor, tiba saatnya makan siang,"   Sahut Giok-je, Ping-hoa dan Liau hong sudah buka tenong dan keluarkan hidengandan arakditaruhdi atasmeja. Giok-je berpaling, katanya.   "Kalian keluar saja."   Lalu ia menambahkan.   "Cu-cengcu silahkan makan-"   Kun-gi berdiri, dilihatnya empat macam hidangan sudah tersedia di atas meja, sepoci arak dan seteko teh, tanyanya.   "Apakah nona sudah makan?" "Hamba sudah makan di luar,"   Sahut Giok-je, la mengisi secangkir arak dan disuguhkan kepada Ling Kun-gi, katanya dengan tersenyum manis.   "Yang tersedia di perahu hanya hidangan kasar, harap Cu-cengcu makan seadanya saja."   Kun-gi tidak sungkan, baru saja dia angkat cangkir arak hendak minum, mendadak cangkir dia turunkan pula, tanyanya.   "Nona2 menolongku keluar dari Coat Sin-san-ceng, tertunya punya maksud tujuan tertentu?"   Giok-je pandang cangkir arak orang, sahutnya.   "Cu-cengcu kuatir hamba menaruh racun dalam arak? Kalau begitu biarlah hamba minum dulu secangkir arak ini."   Kun-gi tertawa, katanya.   "Nona tidak menjawab pertanyaanku, itu berarti tidak mau memberi keterangan-"   Tanpa tunggu reaksi si nona kembali ia angkat cangkir arak, ujarnya.   "Lohu sudah terkena racun penawar Lwekang di Coat Sin-san-ceng, buat apa nona harus taruh racun lagi dalam arak ini, untuk ini Lohu tidak perlu kuatir."   Sekali tenggak ia habiskan arak itu. Giok-je tertawa tawar, kembali dia isi cangkir orang, katanya. "Cu-cengcu berhasil menawarkan getah beracun mereka, tentunya takperlutakutorang menaruhracundidalamarak."   Kun-gi cukup cerdik, dia tahu orang sengaja hendak memancing keterangan dirinya tentang getah beracun itu, maka iapun sengaja menggeleng, katanya.   "Bicara soal obat penawar getah beracun itu, terus terang Lohu sendiri juga tidak percaya akan hasil yang telah kucapai itu." "Tong-locengcu dari Sujwan adalah ahli racun di Bu-lim dan terkenal sebagai dedangkotnya racun, selama tiga bulan dia tak mampu berbuat apa2, namun Cu-cengcu hanya dalam tiga hari berhasil menawarkan getah itu menjadi air jernih, semua ini jelas memerlukan pengetahuan luas dan pengalaman yang dalam, tak mungkin hanya terjadi secara kebetulan saja."   Kun-gi geli, katanya sambil mengawasi Giok-je.   "Jadi nona juga yakin bahwa Lohu pasti bisa menawarkan getah beracun itu?"   Giok-je menarik kursi dan duduk di sebelah samping, katanya sambil membetulkan sanggul rambutnya.   "Apa perlu dikatakan lagi, bukankah sudah terbukti Cu-cengcu berhasil menawarkan getah beracun itu?" "Ya, oleh karena itulah Lohu menduga nona menjalankan perintah menyelundupkan Lohu ke luar dari Coat-siu-sau-ceng, tentunya punya tujuan tertentu bukan?"   Giok je melengos dari tatapan tajam Ling Kun-gi, katanya.   "Pandangan Cengcu memang tajam dan teliti, untuk ini hamba tidak perlu mungkir lagi" "Kalau begitu, kenapa nona tidak berterus terang kepada Lohu?" "Bukan hamba tidak mau menerangkan, soalnya apa yang hamba ketahui amat terbatas, ini disebabkan oleh kedudukan hamba, ada persoalanyangtakboleh dibocorkan kepadaorangluar." "Tak banyak yang ingin kuketahui, misalnya nona dari Pang atau Hwe mana, ke mana Lohu hendak dibawa, soal ini tentu nona bisa memberi keterangan?"   Terunjuk sikap serba salah pada wajah Giok-je katanya setelah menepekur sebentar. "Bicaraterusterang, kamidari.....dariPek-hoa-pang......"   Sebetulnya Ling Kun-gi sudah tahu, dengan tersenyum dia berkata.   "Pek-hoa-pang, bukan saja namanya segar dan enak didengar, tentunyaanggotaPangkalian seluruhnyaterdiridari kaum hawa?"   Merah muka Giok-je, tapidia manggut2. "Kemana Lohuhendakdibawa?" "Hal inihamba tidak berani menjelaskan." "Tentunya tujuan kita adalah suatu tempat yang terahasia sekali? Lalu siapa nama gelaran Pangcu kalian?"   Berkedip2 bola mata Giok-je, katanya dengan tertawa nakal.   "Setelah Cengcu tiba di sana dan berhadapan dengan Pangcu, boleh kau tanya sendiri." "Jadinonatak berani menerangkan?"" "Cu-cengcu jangan memancing, hamba adalah anak buahnya, betapapun hamba tidak berani sembarang menyebut nama gelaran Pangcu."   Sesaat lamanya keduanya bungkam, suasana menjadi hening sekejap.   Kun-gi sikat hidangan yang tersedia, kejap lain Ping-hoa dan Liau-hoa sudah bereskan piring mangkuk, lalu menyuguh secangkir teh.   Giok-je berdiri serta memberi hormat, kata-nya.   "Silakan Cengcu istirahat, hamba mohon diri."   Dengan langkah lembut dia lantas keluar.   Beruntun dua hari, kecuali Ping-hoa dan Liau-hoa yang meladani makan minumnya, Giok-je tidak pernah unjuk diri.   Agaknya dia sudah kapok dan berlaku hati2 terhadap Ling Kun-gi, banyak bicara tentu bisa kelepasan omong, maka lebih baik dia hindari bicara atau ngobrol dengan Ling Kun-gi.   Selama itu Kun-gi juga tidak keluar kamar, tapi dia tahu bahwa kamar tempat tinggalnya selalu diawasi orang,jelas mereka adalah Liok-piauthau dari Bau-seng-piau-kiok dan anak buahnya.   Kamar belakang yang terletak di buritan dan terpisah oleh dinding papan dengan kamar Ling Kun-gi adalah kamar tinggal Giok-je bertiga.   Selama dua hari ini Giok-je sembunyi dalam kamar, dari celah2 dinding papan secara diam2 selalu dia mengawasi gerak-gerik Ling Kun-gi.   TapiKun-gipura2tidaktahu.   Perjalanan dua hari ini mereka lewatkan dengan tenang dan tenteram, tak pernah bentrok atau bersua dengan orang2 Hek- liong-hwe lagi.   Hari kedua setelah nakan malam, cuaca sudah gelap, terasa perahu ini seperti membelok memasuki sesuatu selat.   Biasanya di waktu petang perahu memang cari tempat yang terlindung dari hujan badai, tapi hari ini sudah gelap, perahu masih terus laju dengan kecepatan sedang, malah selat ini rasanya terlalu sempit dan belak-belok ke kanan-kiri, ini terasa dari seringnya perahu oleng ke kanan atau ke kiri.   Peralatan perahu ini serba lengkap, tapi tiada membawa lampu atau lentera sehingga keadaan dalam perahu amat gelap, maka para kelasi bekerja mengandalkan kemahiran dan pengalaman saja.   Kira2 setengah jam kemudian hingga hampir mendekati kentongan pertama, laju kapal baru mulai terasa tenang, tak lama lagi terdengar suara rantai gemerincing, agaknya kelasi menurunkan jangkar menghentikan perahu, suara ombak berdebur2 kiranya kapaltelah merapatdidermaga.   Dalam keheningan itulah, tiba2 pintu diketuk pelahan, lalu terdengar suara Liau-hoa berkata.   "Apakah Cu cengcu sudah tidur?"   SengajaKun-gi menggeliatsepertiterjagadari tidurnya, tanyanya dengan suara parau.   "Siapa ?" "Hamba Liau-hoa,"   Sambut orang di luar pintu.   "silakan Cengcu mendarat." "O,jadi sudah sampai tempat tujuan ?"   Tanya Kun-gi.   "tunggu sebentar, segera Lohu keluar."   Sengaja dia malas2 mengenakan pakaian, lalu membuka pintu.   Tampak Liau-hoa menenteng sebuah lampion yang terbuat dari kulit hitam, maka sekelilingnya tetap gelap, cahaya lampu hanya remang2.   Melihat Kun-gi keluar, lekas Liau-hoa memberi hormat, katanya.   "Malam pekat, harap Cengcu ikuti hamba"   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Lalu dia mendahului beranjak ke sana.   Mata Kun-gi bisa melihat di tempat gelap, walau malam pekat dia masih bisa melihat jelas keadaan sekelilingnya.   Ternyata perahu berhenti disuatu tempat penuh belukar, tak jauh di sebelah depan adalah hutan lebat, lebih jauh lagi adalah tanah pegunungan yang semakin meninggi.   Ping-hoa tampak berdiri dipinggir sungai, tangannya juga membawa lampion berkerudung kulit hitam, agaknya hendak menyambut dirinya.   Beberapa tombak di daratan tersebar puluhan orang berseragam hitam, itulah Liok Kiau-lam bersama anak buahnya serta orang2 Kiang-lotoa, semuanya bersenjata lengkap, penjagaan ketat,jelas mereka kuatir kalau dirinya melarikan diri.   Kun-gi anggap tidak melihat, dia ikuti Liau-hoa terus naik ke daratan.   Di tempat atas berhenti sebuah kereta yang tertutup rapat, Ping-hoa berhenti di samping kereta, katanya sambilangkatlampiontinggi.   "Cu-cengcu naik keataskereta."   Waktu Kun-gi naik ke dalam kereta, tampak Giok-je sudah duduk di situ, disusul Ping-hoa dan Liau-hoa juga naik, keduanya padamkan lampion, dudukdidua sisi.   Kusir kereta segera tarik tali kendali menjalankan kereta.   Dalam kereta gelap gulita, lima jari tangan sendiri juga tidak kelihatan, masing2 duduk tegak tak bergerak dan tak bersuara, maka suasana menjadi hening mencekam.   Akhirnya Kun-gi tidak tahan, setelah menarik napas panjang.dia buka suara.   "Kenapa belum sampai juga ?"   Giok-je terpaksa berkata.   "Cu-cengcu bisa beristirahat saja, setelah sampai nanti hamba memberi tahu." "Agaknya nona segan berbicara dengan Lohu,"   Kata Kun-gi.   "Cengcu adalah tamu agung Pang kita, mana hamba berani kurang adat? Soalnya peraturan Pang kami amat keras, banyak bicarapastikelepasanomong, terpaksahambabungkamsaja." "Memangnya banyak persoalan yang ingin Lohu ajukan, agaknya sebelum tiba di tempat tujuan Lohu tidak akan memperoleh jawaban." "Betul, kedudukan hamba rendah, apa yang Cengcu ingin ketahui mungkin hamba tidak bisa menerangkan, tapi setiba di tempat tujuan pasti ada orang yang ditugaskan melayani Cengcu, semua pertanyaan pasti terjawab dengan memuaskan."   Habis berkata Giok-je peluk tangan duduk ke belakang serta pejamkan mata.   Begitulah tanpa terasa beberapa jam telah berlalu, kereta yang berjalan di atas tanah pegunungan berbatu berguncang dengan hebatnya, kini mendadak berjalan dengan enteng dan rata, derap kuda-pun terdengar pelahan teratur dan berirama, kiranya kereta sudah berada dijalan raya yang lapang dan rata.    Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo Ilmu Golok Keramat Karya Chin Yung Golok Sakti Karya Chin Yung

Cari Blog Ini