Pedang Kiri Pedang Kanan 17
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 17
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L "Budak keparat, biar aku adu jiwa, dengan kau." Pedang terang kat dan kembali dia hendak melabrak Bwe-hoa. Tahu2 Jik Hwi-bing telah berkelebat ke sampingnya dan menangkap lengan kanan orang. katanya dengan nada berat. "Kau sudahkehilanganbanyakdarah, lekasistirahat." Beruntun ia tutuk beberapa Hiat to kawannya itu untuk menghentikan darah mengalir lebih banyak. Lan Hau, laki2 muka buruk berbaju biru ikut melompat maju, katanya menyeringai kepada Bwe-hoa. "Budak. mari kita juga main2 beberapa jurus." Bwe-hoa menarik napas panjang, tawanya dingin. "Kau juga ingin ditabas buntung lenganmu?" Bayangan merah berkelebat, tahu2 Lan-hoa melompat ke gelanggang, serunya. "Sici (kakak keempat), kali ini giliranku. Kau boleh istirahat." Tanpa bersuara Bwe-hoa mundur kepinggir sambil membetulkan sanggulnya. Lan Hau menyeringai sadis. "Kau ingin mampus, baiklah, kau saja yang kubinasakan." Kelihatan dia tidak membawa senjata, tapi kedua telapak tangan segede kipas itu tiba2 membalik badan bergerak mengikuti lenyapnya suara, sebat sekali dia menubruk ke depan-Lima jari tangan kanan terbuka mencengkeram kepundak kiri, sementara tangan kiri tegak laksana golok menabas pergelangan tangan lawan yang pegang pedang. Sibaju merah alias bunga anggrek miring sedikit seraya menurunkan pundak. kaki melangkah mundur, dia luputkan diri dari cengkeraman lawan, berbareng pedangnya menjungkit ke atas, menusukuratnadipergelangan tanganorang. Lan Hau menjadi marah, sambil membentak tubuhnya menubruk maju pula, dengan nekat dia hendak rebut pedang si bunga anggrek, sedang dua jari tangan kiri terangkat laksana garpu menyolok kedua mata lawan-Di tengah gerungan keras, tahu2 sebelah kakipun ikut menendang lambung si bunga anggrek. Tiga jurus ini merupakan serangan cepat dan serempak, bukan saja si bunga anggrek kaget, Pek-hoa-pangcu yang menonton juga ikut kuatir. Maklumlah, betapapun tinggi ilmu silat seseorang pada umumnya takkan mungkin sekaliserang menggunakan kakitangansekaligus. Sudah tentu si bunga anggrek tidak berani melayani secara kekerasan, lekas dia tarik pedang melindungi dada sembari melompat mundur beberapa kaki. Mendapat angin sudah tentu Lan Hou semakin temberang, sambil menyeringai seram kedua tangannya mendadak dari depan dada didorong ke depan. Gerakan mendorong ini menimbulkan gelombang kekuatan dahsyat sehingga hawa udara seperti bergolak menerjang kedepan. Baru saja si bunga anggrek melompat mundur, dilihatnya kedua telapak tangan musuh didorong kearah dirinya, tekanan udara yang berat tiba2 menggulung tiba, dia tahu bahwa lawan yang tidak pakai senjata tentu mempunyai kepandaian pukuian tangan yang hebat, sudah tentu dia tidak berani menyambut serangan ini. Sebat sekali dia melambung tinggi, badannya meluncur tegak ke atas, setinggi setombak lebih, terasa gempuran angin badai bergulung2 di bawah kakinya. Berhasil menghindari pukuian dahsyat Lan hou, ditengah udara si bunga anggrek menekuk pinggang dan bergerak indah gemulai, pedang segera berkembang dengan jurus Hoan-kay-hoa-loh (bunga berkembang daun berguguran), cahaya kemilau berhamburan ceplok2 perak mengurung ke batok kepala Lan Hau. Lan Han ternyata lihay, menghadapi ilmu pedang aneh ini, bukan saja dia tidak menghindar atau tidak menyingkir, ia malah menyeringai sadis, kedua tangan mendadak memapak dan mencengkeram ceplok2 sinar pedang itu, gerakannya ini sungguh amat berani dan juga mengejutkan. Sudah tentu si bunga anggrek tidak membiarkan pedangnya ditangkap orang, dia tarik pedang seraya melompat mundur. Lan Hau kini berbalik memperoleh peluang, lawan tidak diberi kesempatan ganti napas, segera ia menubruk maju, kedua tangan bergerak naik turun menabas dan membacok. sekaligus dia lancarkan delapan belas kali pukulan gencar dan menimbulkan deru angin kencang. Sedikit lena dan kurang waspada si bunga anggrek kehilangan inisiatip sehingga terdesak di bawah angin, apa lagi kedelapan belas pukuian lawan satu bergandeng dengan yang lain secara berantai, hakikatnyadiatidak memperolehpeluanguntukbalas menyerang. Lebih celaka lagi telapak tangan lawan agaknya tidak gentar menghadapi tajam pedangnya, terpaksa disamping melindungi tubuh iapun harus hati2 supaya pedang tidak terampas oleh musuh, maka dia mundur ber-ulang2. Delapan belas jurus serangan berantai Lari Hau itu hebat dan dahsyat, tapi juga cepat berlalu. Karena terdesak mundur, si bunga anggrek naik pitam, melihat gaya pukulan lawan sedikit kendur, peluang sedetik ini tidak di-sia2kannya, seraya menghardik tubuhnya tiba2 berkelebat, dia gunakan gerakan "ubah bentuk pindah kedudukan", pedangnya menyamber panjang melintang laksana nagasakti, ia balas mencecar musuh. Setelah kedelapan-belas pukulannya dilancarkan, gerakan Lan Hau memang menjadi kendur, tapi hal ini memang dia sengaja, melihat lawan balas merangsak. dia tertawa aneh, telapak tangan kanan segera menepuk. serangan ini memang sudah direncanakan, begitu si bunga anggrek mendesak maju baru pukulannya dilontarkan dengan daya dan gaya yang berbeda dengan kedelapan -belas pukulannya tadi. Kalau tadi pukulannya membawa deru angin dan perbawanya sedahsyat gugur gunung, berbeda dengan tepuk tangan kali ini, gerakannya seperti gertakan saja, seolah2 tidak pakai tenaga, sedikitpun tidak menimbulkan suara apa2. Jadi dalam babak ini, kedua pihak sama2 melancarkan tipu serangan masing2 yang terlihay dan ampuh. Melihat telapak tangan Lan Hau yang menepuk itu berwarna biru terang, Pek-hoa-pangcu yang duduk di serambi menjerit dalam hati. "Lam-sat-ciang" Sementara Ling Kun-gi yang duduk di sebelahnya juga terperanjat bukan main melihat gerakan pedang si bunga anggrek, diam2 hatinyapun berseru. "Sin-liong jut-hun (naga sakti keluar dari mega)" Sin-liong-jut hun, Liong-ih ya dan Niu-liong-ban-khong, tiga jurus ilmu pedang ini merupakan ilmu warisan keluarganya. Ibunya tidak pandai main silat, waktu mengajarkan ketiga jurus ilmu pedang ini hanya secara lisan sambil mencoret2 dengan gambar, dengan wanti2 beliau berpesan bahwa ketiga jurus ilmu pedang ini perbawanya sangat hebat, kalau tidak kepepet dan terpaksa dilarang sembarangan melancarkan ketiga jurus ilmu pedang ini. Tadi waktu Bwe-hoa melancarkan sejurus It-jiu-bwe-hoa-jeng- ban-goh (sepucuk pohon sakura berlaksa kuntum bunga), di dalamnya diselipi jurus Sin-liong-jut-hun, waktu itu dia kira gerakan pedang orang cuma rada mirip secara kebetulan, karena bukan saja gaya dan tipunya mirip. malah gerak tubuh mendesak maju itupun persis sekali, mirip Ih-sing-hoan-wi tapi juga seperti Bu-hoan-Sin-ih (benda bergantibintang berpindah). Kalau betul sin-liong-jut hun adalah ilmu pedang warisan keluarganya, memangnya dari mana orang2 Pek-hoa-pang ini mempelajarinya? pada saat menimang2 inilah, kedua orang yang saling labrak di tanah lapang beruntun itupun sudah mencapai babakterakhir,kalah menangsudahnampak. cepat sekali bayangan kedua orang seperti berpadu terus mencelat mundur pula. Telapak tanagan Lan Hau yang biru terang itu amat menyolok, setelah menepuk dari kejauhan, sebat sekali badan lantas jungkir balik ke belakang sejauh tiga tombak. Agaknya dia sudah memperhitungkan secara masak. niatnya memang hendak membunuh musuh, maka tepukan telapak tangannya bukan saja cepat juga hebat. Tapi jurus Sin liong-jut-bun yang dilancarkan -si bunga anggrek juga cepat dan tepat. Karena waktu melancarkan jurus serangan ini gerakannya mirip Ih-sing-hoan-wi, waktu mendesak maju tubuhnya lenggak-lenggok, sekali berkelebat lantas lenyap sehingga lawan sukar meluputkan diri. Sementara itu Lan Hau sudah jungkir balik ke belakang, ia merasakan samberan sinar dingin dari bawah tubuhnya. Namun Lam-sat-ciang yang dia lontarkan, tidak membawa kesiur angin, lawanpun sukar menduga serta sulit menjajagikekuatannya. Sibungaanggrek merasakanjugatubuhnya seperti tertahan oleh dinding yang ulet sehingga tubuhnya sukar maju lebih jauh. Kejadian hanya berlangsung dalam sekejap. setelah kedua orang sama2 meluncur bersilang ke arah yang berlawanan, Lan Hau sudah berada tiga tombak jauhnya, dia tergelak2, serunya. "Budak keparat, kau ..... " Karena tertawa ini tiba2 ia merasakan perutnya sakit luar biasa. orang2 di sekelilingpun kini melihat jelas jubah panjang di depan perutnya sudah koyak tergores pedang si bunga anggrek, sepanjang satu kaki. Baru saja ia bergelak tertawa menyusul rasa sakit yang luar biasa itu, tahu2 isi perutnya, usus besar dan kecil membrojol keluar. Hakikatnya Lan Hau sendiri tidak tahu atau merasakan bahwa perutnyasudahkoyakteririsolehpedang sibungaanggrek. setelah dia merasakan kesakitan dan menunduk, dilihatnya isi perutnya sudah kedodoran keluar, seketika dan menjerit terus roboh terkapar. Taraf kepandaian si baju merah alias si bunga aggrek memang tinggi, tapi Lamsat-ciang merupakan ilmu pukulan ganas dari aliran jahat, walau dia hanya merasa ditiup angin lunak, semula tidak terjadi perubahan apa2, tapi setelah kedua orang sama melompat jauh, begitu berdiri tegak, seketika sekujur badan gemetar keras, tiba2 ke sepuluh jari terasa linu dan kaku, jantung berdetakdankepalapusing, hampirsajadan takkuasaberdiri lagi. Menyaksikan Lan Hau roboh dengan perut terkoyak serta mampus seketika, sungguh hampir meledak dada Jik Hwi-bing, matanya mendelik liar, jubah hitam yang longgar itu mendadak melembung, sambil menggerung dan menubruk ke arak si bunga anggrekseraya pentang kesepuluh jarinya. Pikiran si bunga anggrek masih sadar, melihat Jik Hwi bing menubruk tiba, secara refteks pedangnya terayun dengan jurus Sin liong jut hun memapak kedatangan musuh. Hampir saja tubrukan Jik Hwi-bing mengenai sasaran, tahu2 matanya silau oleh selarik sinar pedang yang dingin, dalam ilmu pedang dia sendiri punya latihan puluhan tahun, sudah tentu dia tahu betapa hebat perbawa pedang si bunga anggrek ini, serasa pecah nyalinya, lekas ia mengerem gerakannya serta melompat balik. Karena menggerakkan pedang, seketika si bunga anggrek merasakan kepala pening mata berkunang2, hampir saja dan tersungkur ke depan-Untung kedua pelayan dibelakangnya lantas memburu maju memayangnya. "Lak-moay," Seru Pek-hoa pangcu. "lekas mundur" Lak-moay atau adik keenam yang dimaksud adalah si baju merah atau si bunga anggrek. Waktu Jik Hwi-bing melompat mundur karena diserang jurus Sin-liong-jut-hun oleh pedang si bunga anggrek, sementara sebelah tangannya sudah melolos pedang dari punggungnya, baru saja dia hendak menubruk maju lagi. Tahu kiok -hoa, si baju kuning atau si kembang seruni sudah melompat maju seraya membentak. "Kau masih ingin berkelahi, biar nonamu melayani, kenapa main terjang?" Kembang anggrek sudah dipapah mundur keluar gelanggang, lekas Giok-lan menghampiri menjejalkan sebutir pil ke mulutnya, lalu berpesan pada pelayannya. "Lekas papah dia masuk ke kamar" Kedua pelayan itu mengiakan terus mengundurkan diri. Giok-je bersama Ping-hoa dan Liau-hoa melolos pedang serta melompat masuk lapangan, menempati kedudukan si kembang anggrek, makaJik Hwi-bingtetapterkepungditengah. Bola mata Jik Hwi bing merah jalang, mukanyapun merah padam diliputi amarah yang meluap. giginya gemeretak saking gemas, bentaknya. "Bagus sekali, ingin Lohu minta belajar betapa tinggi kepandaian kalian yang ganas ini." Dengan tenang Giok-lan berkata. "Jik-tongcu main terobesan ke taman kami, sengaja cari setori lagi, kamipun tidak banyak bertindak. hanya ingin menahan kalian beberapa hari, kini setelah kau main senjata yang tidak bermata ini, kenapa menyalahkan pihak kami malah? Sebaliknya kalau, pihak kami yang meluruk ke Hekliong-hwe kalian, kukira Jik-tongcu akan bertindak lebih kejam dan kasar lagi." Dengan gusar Jik Hwi-bing mendamperat. "Budak hina, sudah untung masih jual lagak, hari ini Lohu harus beri ajaran pada kalian." "Bangsat tua," Hardik si kembang seruni sambil menuding dengan pedang. "Kau tahu di mana kau berada, berani bermulut kotor?" Berubah juga air muka Giok-lan, katanya sambil mengulap tangan kepada kembang seruni. "cit-moay (adik ketujuh), kau mundur saja, dia hendak memberi ajaran pada keluarga bunga kita, biar aku mencoba sampai di mana kelihayannya?" Ia ambil pedang yang diulurkan seorang pelayan, pelan2 turun dari undakan- Karena kedudukan Giok-lan alias kembang Cempaka memang lebih tinggi, terpaksa kembang seruni mengundurkan diri. Sementara kembang cempaka sudah berhadapan dengan Hwi-bing, katanya dingin. "Dalam kalangan Kangouw berlaku hukum rimba, slapa kuat dia menang, kini tidak perlu banyak omong, silakan Jiktongcu mulai." Jik Hwi-bing menyeringai sadis, katanya. "Baiklah, Lohu mulai."- "sret pedangnya bergerak. hawa pedang yang dingin menggaris selariksinarperak melingkar2kedepan.. Diam2 Giok-lan mengerut kening, tangan kiri terangkat tinggi, sementara pedang ditangan kanan bergerak dengan jurus swat-ih hoa-ing (Rembulan memindah bayangan kembang), badan bergerak mengikuti gaya pedang, secara lincah dia hindarkan gempuran pedang Jik Hwi-bing, sinar pedangnya melingkar terus menusuk pundak kanan Jik Hwi-bing. Jurus ini merupakan serangan sekaligus untuk mempertahankan diri. "Ilmu pedang bagus," Tanpa terasa Jik Hwi-bing berseru memuji. Pedang berputar menangkis ke atas memapas tangan Giok-lan, dalam sekejap pedangnya telah menusuk pula tiga kali, serangan cepat dan ganas, memang tidak malu sebagai bangkotan ilmu pedang, pakaian Giok-lan melambai2, beruntun dia bergeser tiga kali, berbareng pedang bergetar, mendadak dia balas menikam ke iga Jik Hwi-bing. Jik Hwi-bing tergelak2, dia membolang-balingkan senjatanya, gerak pedangnya bertambah kencang. Giok-lan dicecar delapan kali tusukan secara bersambung. Semuanya merupakan serangan gencar, satu lebih cepat dan ganas dari pada yang lain, malah kecepatan dan landasan kekuatan yang terpancar dari ujung pedang semakin mantap tak tergoyahkan, yang kelihatan hanyalah sinar pedang, yang kemilau berkelebat kian kemari. Giok-lan tahu lawan sudah tidak sabar lagi setelah bergerak sekian lama tidak memperoleh peluang, kini iajadi nekat dan mencecar dengan segala kemampuannya untuk mencapai kemenangan. Sebetulnya hati Giok-lan mulai girang, tapi dia juga insaf serangangencarlawanbukanolah2 lihay-nya, makadiatidakberani pandang enteng, segera dia kembangkan kelincahan tubuhnya, laksana kembang berhamburan di musim semi, iaputar pedang tidak kalah gencarnya, sembari menutup dan mematahkan serangan lawan, disamping bertahan juga balas menyerang. Beruntun dia berhasil menangkis delapan jurus serangan Jik Hwibing, tanpa terasa mengejek, katanya. "begini saja kelihayan Jiktongcu yang ingin dipertontonkan pada kami bersaudara?" Mendadak permainan pedangnya berubah pula, serempak iapun melancarkan serangan balasan secara bertubi2. Di mana pedangnya menuding, sinar kemilau pedangnya mirip ceplok2 kuntum bunga, begitu Pek-hoa-kiam-hoat dikembangkan, bunga cahaya pedang serentakbertaburanlaksanaseratuskembang mekarbersama. Sudah tentu Jik Hwi-bing tahu akan kelihayan ilmu pedang ini, cuma dia tidak kenal ilmu pedang apa yang dia hadapi? Seraya menghardik kedua kakinya pasang kuda2 sekokoh tonggak menancap di tanah, tanpa menyingkir atau menghindar, dia andalkan kekuatan Lwekangnya, secara keras dia hadapi serangan Giok-lan. Ditengah berkelebatnya sinar pedang, berdentinglah suara keras beradunya senjata mereka, Bayangan mereka berduapun terpental mundur, masing2 sempoyongan beberapa langkah, waktu mereka memeriksa keadaan sendiri, ternyata pedang panjang masing2 kini sudah sama gumpil dan cacat. Hanya sekejap kedua bayangan terpencar lalu saling terjang pula lebih sengit. ilmu pedang Jik Hwi-bing mantap dan matang latihannya, dilandasi Lwekang yang kuat lagi sehingga hawa pedang berpencarmenjadigangguan yangtidak kecilartinyabagi musuh. Permainan pedang Giok-lan sebaliknya menempuh jalan lincah dan gesit, Pek-hoa kiam-hoat sendiri memang mengutamakan kecepatan, ditambah gerakan Hwi-hoa-sin-hoat lagi, maju menyerang dan mundur bertahan cukup rapat, berkelebat sana menubruksini, permainannyaserbaanehdan menakjubkan. Sudah 50 jurus mereka saling labrak. tapi masih sulit dibayangkan, pihak mana bakal menang. Di tengah pertempuran seru itu, mendadak Giok-lan berseru nyaring, sinar pedang laksana cahaya bintang jatuh menyapu ke arah Jik Hwi-bing. Sejak tadi Ling Kun-gi terus perhatikan baku bantam ini, kini diam2 hatinya berteriak pula. "Sin-liong-jut-hun" Didapatinya bahwa nona2 dari Pek-hoa-pang ini seolah2 semuanya pandai memainkan jurus Sin-liong jut-hun ini, bila menggunakan ilmu pedang perguruan sendiri sukar mendesak dan mengalahkan musuh, lalu mereka melancarkan jurus ilmu pedang yang lihay itu. Kini Giok-lan kembali melancarkah jurus Sin-liong-jut-hun, sudah tentu Kun-gi menaruh perhatian istimewa. "Puluhan tahun sudah Jik Hwi-bing menggembeleng diri dalam ilmu pedang, walau tidak tahu asal usul ilmu pedang ini, tapi pengalaman tempur merupakan bekal ampuh bagi dirinya, tadi beruntun dia sudah menyaksikan Pek Ki-ham menghadapi musuh pula dan terbukti Pek Ki ham dan Lan Hau sama cidera oleh jurus ilmu pedang ini, dengan sendirinya dia sudah waspada dan hati2, segera dia membentak. "Serangan bagus." Pedang terangkat untuk menutup datangnya serangan lawan-Itulah Lot-ping-lam-thian (mengadu kekuatan dilangit selatan), jurus adu kekuatan dengan cara keras, meski hanya jurus permainan yang biasa dan umum, tapi dilancarkan oleh seorang ahli pedang ternyata jauh sekali bedanya, tahu2 sinar pedangnya berkembang laksana kipas dipentang lebar, untuk membendung sinar pedang Giok-lan. Dua pedang mereka kembali beradu. "Trang, krontang", sinar pedang tiba2 sama kuncup, bayangan merekapun tergentak mundur beberapa kaki. Gebrakan ini tetap tiada yang unggul atau asor, tapi pedang panjang mereka sama2 tinggal separo. Betapapun Giok-lan adalah perempuan, tenaganya lebih lemah, karena adu kekuatan ini sehingga lengannya tergetar linu, wajahnyapun merah panas pelan2 dia menarik napas, matanya yang bening menatap Jik Hwi-bing, katanya tertawa. "ilmu pedang Jik-tongcu memang hebat, hayolah sambut sejurus seranganku lagi" Beberapa patah kata ini diucapkan dengan suara halus merdu, diam2 ia pinjam kesempatan ini untuk memulihkan tenaga. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dan baru saja lenyap kata2nya, tubuhnya yang ramping itu terus melompat maju, pedang kutung diputar laksana kitiran-Kembali cahaya berseliwer dingin, hawa pedang melingkupi gelanggang seluas satu tombak lebih, sayup2 terdengar suara gemuruh badai guntur di tengah hujan lebat. Mendengar orang bilang "sambut sejurus seranganku lagi", diam2 Ling Kun-gi sudah tergerak pikirannya dan matanya lantas menatap dengan tajam, dia membatin. "Ternyata benar liong-can-ih-ya adanya." Inilah jurus kedua dari ilmu pedang tunggal keluarganya. Keruan kaget dan heran pula Kun-gi dibuatnya. "Memangnya Pek-hoa-pang mempunyai hubungan erat dengan diriku?" Demikian dia bertanya2 dalam hati. Jik Hwi-bing memang tidak malu sebagai seorang ahli pedang, rnenghadapiilmu pedangGiok-lanyang lihay, hebatdandigdayaini, hatinya malah tenang dan mantap. pedang kutung ditangannya terangkat menunggu, begitu cahaya pedang lawan merangsak tiba, mendadak dia menghardik sambil menghembuskan deru napasnya, berbareng pedang terayun ke atas seperti menusuk ke udara. Tipu yang digunakan ini bernama Pat-hong-Kong-ih (hujan angin dari delapan penjuru) jurus serangan biasa kalau tidak mau dikatakan umum, tapi dilancarkan dari tangan seorang ahli seperti dirinya ternyata lain pula bebotnya, maklumlah se-lama pUluhan tahun meyakinkan ilmu pedang, jurus ini boleh dikatakan sudah diyakinkan sedemikian rupa sempurna, dilandasi setaker kekuatannya lagi, maka pedangnya mendesing tajam. Benturan keras dari kedua pedang kutung kembali terjadi, kali ini bunyinya nyaring bergema, pedang ditangan kedua orang bukan lagi kutung, tapisamahancurber-keping2berhamburandi tanah. Tak terasa rona muka Kun-gi berubah, maklumlah betapa hebat dan sakti jurus kedua ilmu pedang warisan keluarganya ini? Tapi Jik Hwi-bing ternyata mampu mematahkannya hanya dengan sejurus Pat-hong-hong-ih yang sangat umum ini. Memang soalnya terletak pada bobot serta latihan Giok-lan, karena inti sari dan kekuatan sesungguhnya dari jurus kedua ini belum lagi matang dan mendarah daging pada jiwanya, sehingga kesaktian dan gerak perubahannya tidak dapat dimanfaatkan, sebaliknya Jik Hwi-bing membekal latihan puluhan tahun, Lwekangnya tinggi, menyerang dengan kekuatan terakhir lagi, sudah tentu dia lebih beruntung. Memperoleh hasil yang di luar dugaan serta memuaskan ini, Jik Hwi-bing tidak kepalang tanggung bertindak lagi, sekali jejak dia melompat ke atas, kedua kaki serentak bekerja menendang secara berantai, Giok-lan kena didesaknya mundur beberapa langkah, begitu tubuh meluncur dan kaki hinggap dibumi lagi, mulut lantas tertawa panjang, lengan terkembang bagai bangau menjulang ke langit, tubuhnya meluncur melompati kepala orang banyak terus ngacir seperti kesetanan. Belum lenyap lengking tawa Jik Hwi-bing, Pek Ki-ham yang berdiri di luar gelanggang serentak ikut menjejak kaki melambung tinggi dan mengikuti langkah Jik Hwi-bing, diapun meluncur jauh keluar kepungan. Karena kurang waspada Giok-lan terdesak mundur dua langkah, melihat kedua musuh melarikan diri, gusarnya bukan main, kontan ia menimpuk gagang pedang yang masih dipegangnya ke punggung Pek Ki-ham. Lalu membalik badan merebut sebatang pedang dari salah seorang pelayan terus mengejar. Sementara itu Giok-je, Bwe-hoa dan Kiok-hoa bagai burung Hong terbang beramai2 juga ikut mengudak dengan kencang. Pek Ki-ham yang kutung lengannya kehilangan banyak darah, dia setindak lebih lambat lari daripada Jik IHwi bing, baru saja tubuhnya melambung ke atas, mendadak dirasakannya sejalur angin kencang menerjang punggungnya, karena terapung di udara, tak mungkin dia berkelit, terpaksa pedang menyabet ke belakang. "Trang", gagang pedang timpukan Giok-lan kena disampuknya jatuh, tapi daya luncuran tubuhnya dengan sendirinya menjadi terganggu, tubuhnya terus anjlok ke bawah. Giok-lan sudah mengejar tiba secepat angin, tahu2 ia berkelebat lewat di samping Pek Ki-ham, mulutnya membentak. "Kalian cegat dia, biar kukejar bangsat she Jik itu." Baru saja Pek Ki-ham anjlok turun, Bwe-hoa, Kiok-hoa dan Giok- je pun beruntun telah mengepungnya. Tahu dirinya sukar meloloskan diri, muka Pek Ki-ham yang pucat itu jadi beringas, mulutnya membentak. "Biar tuanmu adu jiwa dengan kalian"-Karena nekat dan mau adujiwa maka gerakan pedangnya sudah tentu kuat luar biasa. Bwe-hoa berada paling depan, terasa sabetan pedang lawan membawa tekanan yang dahsyat, belum lagi tajam pedang menyerang tiba, hawa pedangnya yang dingin sudah merangsang badan. Lekas dia menghimpun hawa murni dipusar, sekali jejak tubuhnya lantas melambung ke atas menghindari sabetan pedang musuh, lalu dariatas ia menubruk kebawah. Jeri hati Pek Ki-ham, tapi gerakannya tidak menjadi kendur, tenaga dia pusatkan ditangan kanan, pedang diputar sekencang kitiran, serangan Bwe-hoa yang menukik turun ditangkisnya terus ditolak ke samping. Kiok-hoa tertawa dingin jengeknya. "Masih berani membandel, biar kutabas sisa lenganmu yang satu ini" Selarik sinar betul2 menabas kepundakkanan orang. Saking murka wajah Pek Ki-ham yang pucat berubah jadi merah padam, ilmu silatnya tinggi, sayang lengannya sudah buntung, betapapun tak kuasa menghadapi keroyokan tiga lawannya? Sambil menangkis dan menyampuk serabutan kakinya mundur tak teratur lagi, kelihatannya dalam beberapa gebrak saja dia tak mampri bertahan lagi. Se-konyong2 sinar-kemilau berkelebat dari sebelah kanan, ternyata pedang Kiok-hoa tiba2 menyelinap masuk "cret", lengan baju kanannya tertusuk berlubang. Keruan Pek Ki-ham semakin nekat dan kalap. sambil kertak gigi dia putar pedang melindungi badan, sekuat tenaga dia masih bertahan tiga empat gebrak lagi. Terdengar Bwe-hoa membentak nyaring. "Trang" Pedang lawan kena ditindih ke bawah, sigap sekali pedang si kembang seruni dan Giok -je sudah mengancam tengkuk danlehernyadari kiri -kanan Bwe-hoa mendengus. katanya. "orang she Pek, tidak lekas kau menyerah dan terima dibelenggu?" Hampir menyala mata Pek Ki-ham "cuh." Tiba2 mulutnya menyemprot riak kental ke muka Bwe-hoa, bentaknya beringas. "Budak busuk. kalian mimpi" Dengan mudah, Bwe-hoa menyingkir ke samping, bentaknya. "cari mampus kau" Pek-hoa-pangcu tiba2 berbangkit, teriaknya nyaring. "Selamatkan jiwanya." Sayang sudah terlambat sembari menghardik tadi ternyata Pek Ki-hamsudah membalikpedang sendiri terus menusukperutsendiri, darah hitam segera muncrat dari luka di perutnya, pelahan2 tubuhnya pun roboh tersungkur. Hampir saja Bwe-hoa yang menyerang lalu kecipratan darah hitam itu, untung dia keburu melompat minggir, serunya sambil angkat kepala "Toaci, dia sudah mati" Kiok-hoa dan Giok-je juga tarik pedang. Pek hoa-pangcu tampak mengerut kening, katanya. "Sudah mati biarlah, suruh orang menguburnya. " Bwe-hoa mengiakan, Mendadak Giok-je men-jerit. "Getah beracun, pedangnya dilumuri getah beracun, Cepat sekali jasadnya telah membusuk." Ternyata dalam sekejap ini di mana perut Pek Ki-ham terkena pedang, kulit dagingnya telah membusuk jadi Cairan hitam yang berbau busuk. Lekas Pek-hoa-pangcu maju memeriksa. Pikiran Ling Kun-gi juga tergerak. tanpa diminta iapun mengikuti jejak Pek-hoa-pangcu. Memang tubuh Pek Ki-ham dengan cepat telah berubah jadi cairan darah kental hitam, rumput di sekitar mayat-pun seketika hancur jadi cairan, sampai tanahpun ikut berubah bentuk, maka dapatlah dibayangkan betapa ganas racun ini. Tak habis mengerti, Kun-gi lantas bertanya. "Apakah benar pedangnya dilumuri getah beracun? Memangnya getah racun apakah itu masa begini lihay?" Pelan2 Pek-hoa-pangcu menggeleng kepala, katanya. "Aku tidak tahu, inilah rahasia Hek-liong-hwe." Entah memang tidak tahu atau tidak mau menjelaskan? Tapi Kun-gi tak enak bertanya lebih lanjut. "Bukan Pang kita saja yang telah mengalami tekanan oleh ganasnya getah beracun ini, tapi seluruh kaum persilatan dijagat ini pun akan mengalami petaka yang sama atau mungkin lebih mengenaskan. Kalau Ling kongcu berhasil punahkan kadar racun getah ini boleh dikatakan telah menolong jiwa sesama umat manusia dijagat raya ini." -Apa yang dikatakan tak ubahnya seperti yang pernah Ling Kun-gi dengar dari mulut Cek Sengnjiang. Kun-gi hanya tersenyum, katanya. "cayhe akan bekerja sekuat tenaga." Tengah bicara, tampak Giok-lan telah kembali. Pek-hoa-pangcu lantas tanya. "Dia sempat meloloskan diri?" Giok lan membungkuk, sahutnya. "Hamba mengejarnya sampai pinggir danau, bangsat tua itu sudah lari naik perahu." Sambil menghela napas pelan berkata Pek-hoa-pangcu. "Latihan ilmu pedangnya sudah matang, umpama kau bisa mengejar dia juga sukar untuk membekuknya." Mendadak dia menatap sambil menambahkan. "Jadi kalian tidak menemukan perahu mereka?" "Llok dan Li berdua Sucia yang bertugas di sebelah timur laut ternyata tertutuk Hiat-to oleh mereka, katanya dua orang yang membekuk mereka adalah pemuda berjubah biru dan seorang laki2 jangkung berjubah hijau, lengan kirinya terbuat dari besi dan ilmu silat mereka amat tinggi." "Itulah Dian Tiong-pitdan Hou Thi-jiu"seru Giok-je, "Meski dia sempat lari dari tangan kita, tapi dua di antara tiga dapat kita lumpuhkan, hasil inipun sudah cukup memuaskan." "JadiorangshePek itutelah kitatawan?" TanyaGiok-lan. Pek-hoa-pangcu menuding ke tanah, katanya. " Pedangnya dilumuri getah beracun, jazatnya telah cair dan terisap ke dalam tanah." Giok-lan memandang ke tanah dengan pandangan kaget, katanya. "Begini lihay getah beracun ini?" "Walau amat beracun, kini kita telah mendatangkan Ling-kongcu, kukira takkan lama lagi kita akan mempunyai daya untuk memunahkannya," Demikian ujar Pek-hoa-pangcu. Kun-gi tertawa. katanya. "Jangan Pangcu mengharapkan terlalu besar terhadapku, dapatkah cayhe menemukan obat pemunahnya masihbelumtentu, cayhepuntidakbegituyakin-" Pek-hoa-pangcu mengerling, katanya sambii tersenyum manis. "Bukankah tadi kau bilang akan membantu sekuat tenaga?" "Umpama cayhe kerja sekuat tenaga kan belum tentu berhasil?" Sahut Kun-gi. "Janji KongCu pasti dapat dipercaya, kuyakin kau pasti akan bekerja sepenuh hati, Ai, hidup, mati seluruh anggota Pang kami bergantungdariusaha Ling-kongcu saja." Sampai disini dia berpaling kepada Giok-lan-"orang2 Hek-lionghwe sudah mencari ke sini Jik Hwi-bing adalah salah satu Tongcu mereka, setelah dia berhasil melarikan diri urusan tentu takkan berakhir sampai di sini saja, maka sejak kini sekeliling taman ini harus ditambah penjagaan, ronda diperkuat lebih keras" Giok-lan menerima perintah ini. Pek-hoa-pangcu berkata pula. "Orang2 Hek liong-hwe telah melumurkan getah beracun di senjata masing2, pasti mereka juga sudah melumuri senjata rahasianya, maka kita semua harus lebih hati2." Merandek sekejap lalu ia menambahkan. "Syukurlah Ling-kongcu telah berjanji akan membantu, semakin cepat diperoleh obat penawarnya tentu akan lebih baik, lekas kau antar Ling-kongcu kembali ke kamarnya, periksa lagi masih ada kekurangan apa? Untuk ini harapLing kongcu dapat mulaibekerjaselekasnya." Kun-gi menjura, katanya. "Pangcu tiada pesan lain, baiklah cayhe mohon dirisaja." Sambil membetulkan sanggulnya, tajam dan perihatin tatapan mata Pek-hoa-pang Cu, katanya. "Semua berkat bantuan dan usaha Kongcu." Giok-lan lantas bawa Kun-gi kembali melalui jalan datangnya tadi, kali ini Giok-lan tetap berjalan di depan, lekuk tubuh orang yang semampai dan menggiurkan menjadikan pikiran Kun-gi tidak tenang, apalagi bau harum dari badan orang selalu merangsang hidungnya.. Setelah tiba diserambi dipinggir gunungan palsu itu baru Giok-lan berpaling, katanya tersenyum manis. "Biasanya pangcu amat dingin menghadapi orang, sikapnya yang lunak hari ini terhadap Lingsiangkong sungguh amat istimewa." "cayhe amat beruntung sekali," Ajar Kun-gi berkelakar, "Memangnya hanya pemuda segagah dan setampan Ling- siangkong saja yang dapat menundukkan dan mencairkan hati Pangcu yang kaku dan beku." Merah muka Kun-gi, katanya. "Ah, nona jangan menggoda." Sambil menunduk Giok-lan jalan di depan, katanya lirih. "Memangnya Kongcu masih belum merasakan? Ai, Kongcu dan Pangcu kami memang merupakan pasangan yang setimpal, sayang ... ." Suaranya semakin lirih dan akhirnya tenggelam dalam tenggorokan-Sayang apa? Dia tidak meneruskan, sudah tentu Kun-gi rikuh untuk menanya, maka selanjutnya mereka berjalan tanpa bersuara lagi. Benak Kun-gi masih memikirkan ketiga jurus Hwi-liong-kiam-hoat tadi, maka tak tertahan dia bertanya. "cayhe ingin mohon petunjuk suatu halkepada nona." "Apayanginginkau tanyakan?"Giok-lan menoleh.. "Pang Kalian menggunakan Pek-hoa (seratus kembang), menciptakan semacam suatu aliran ilmu pedang tersendiri,jika dikembangkan menciptakan kuntum bunga yang berbeda2 seolah2 seratus bunga mekar bersama, entah apakah nama ilmu pedang ini juga dinamakan Pek-hoa?" Terunjuk rasa heran dan kaget dari sinar mata Giok-lan, katanya. "Ling-kongcu memang cerdik, hanya menyaksikan beberapa jurus lantas tahu asal-usul ilmu pedang itu." "Nona terlalu memuji, soalnya cayhe pernah dengar penuturan guruku tentang aliran dan jurus2 ilmu pedang dari berbagai golongan dijagat ini, tapi ilmu pedang yang diperlihatkan oleh beberapa nona tadi semuanya merupakan Ciptaan tersendiri, dan lagi ceplok2 sinar pedang berkuntum2 banyaknya, serasi betul dengan perkumpulan kalian, maka dapatlah dibayangkan bahwa ilmu pedang itu pasti hasil ciptaan cakal-bakal Pang kalian-" Giok-lan manggut2, katanya. "Agaknya Ling-kongcu juga seorang ahli pedang." "Terlalu tinggi penilaian nona terhadap cayhe, memang cayhe memelajari beberapa jurus ilmu pedang cakar ayam,jangan dikatakan ahli? Jik Hwi-bing yang betul2 ahli dalam bidang ini dengan landasan Lwekang yang tinggi lagi toh juga kecundang oleh nona, kukira nona yang setimpal dijunjung sebagai ahli pedang." Tiada manusia di kolong langit ini yang tidak senang diumpak. Terutama perempuan, asal cara yang kau gunakan tepat dan sejalan dengan isi hatinya, meski hanya beberapa patah kata, seorang perempuan yang cerdikpun dapat kau buat senang hatinya. Demikian pula Giok-lan, sudah tentu dia juga senang disanjung puji. Apalagi yang dihadapinya sekarang adalah Ling Kun-gi, pemuda gagah ganteng yang romantis ini. Bola mata Giok-lan memancarkan cahaya aneh, katanya sambil tertawa. "Kau pandaiberbicara." Kun-gi hanya tersenyum, katanya pula. "Ilmu pedang yang tadi digunakan Bwe-hoa dan Lan-hoa untuk melukai kedua orang itu agaknya merupakan jurus aneh yang berlainan, kurasa bukan jurus seranganyangadadidalamPek-hoa-kiam-hoatitu?" "Em," Giok-lan memuji. "pandangan Kongcu memang tajam, jurusini memangbukanterdiridari rangkaian Pek-hoa-kiam-hoat" "Lalu jurus ilmu pedang apa? begitu lincah, sakti laksana naga memperlihatkan diri di atas mega, sehingga orang sukar meraba ekornya." Tiba2 Giok-lan membalik, tanyanya sambil menatap tajam. "Lingkongcu kenal jurus ilmu pedang itu?" Kun-gi menggeleng, katanya. "Kalau cayhe kenal ilmu pedang ini, buat apa harus tanya kepada nona?" Giok-lan menghela napas panjang, katanya. "Memang Kongcu tidak malu sebagai seorang ahli pedang, jurus ilmu pedang itu memang tepatsepertiapayangkau katakan-" Kun-gi pura2 bingung, tanyanya. "Kata2 apa yang tepat kukatakan?" "jurus itu memang bernama Sin-liong-jut hun (naga muncul dari mega)." Kini terbukti bahwa ilmu pedang yang mereka mainkan betul adalah Sin-liong-jut-hun seperti dugaan Ling Kun-gi, tapi dia hanya tersenyum saja, katanya. "cayhe hanya melihat Cara nona tadi waktu memainkan ilmu pedang itu selincah naga di atas mega, tak kira bahwa jurus pedang itu memang bernama Sin liong-jut-hun, tentunyailmupedang inijuga ciptaanPang kalian?" Giok-lan seperti tersentak sadar, katanya. "Itulah ilmu pedang pelindung Pang kami, untukapa Kongcu tanyahalini?" "Sepuluh tahun cayhe berlatih pedang, selamanya belum pernah melihat ilmu pedang seaneh dan begitu digdaya, karena ketarik adalah jamak kalau ingin tahu lebih jelas." Seperti tertawa tapi tidak tertawa Giok-lan memandangnya, katanya sambil mencibir. "Ketarik apa segala, yang jelas kau ingin tahu asal-usul ilmu pedang ini bukan? Bagi orang lain, hal ini hanya merupakan impian belaka, tapi bila Ling-kongcu ada maksud, kukira tidaksukar ... " Mendadakdiaberhentibicarasampai di sini. Sudah tentu Kun-gi ingin tahu asal-usul ke-3 jurus ilmu pedang itu, tanyanya. "Tidak sukar bagaimana?" Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Giok-lan tertawa penuh arti, katanya. "Asal Ling-kongcu sudi jadi anggota Pang kami dan menjadi Huma (suami Pangcu) dan bertanggungjawab menjaga keselamatan Pangcu, kau akan memperoleh hak untuk mempelajari ketiga jurus ilmu pedang pelindung Pang itu." Tanpa terasa mereka sudah berada dipekarangan tengah terus menuju ke deretan rumah di sebelah kiri. Sin-ih yang bertugas di bilangan ini segera keluar menyambut. Kata Giok-lan-"Ling kongcu adalah tamu agung Pang kita, berilah hormat kepadanya." Sambil tertawa Kun-gi mendahului buka suara "Nona Sin-ih tidak usah banyak adat, masa kau tidak mengenalku?" -Suaranya dibikin serakhingga miriplogatciam-liongCuBun-hoa. Terbeliak mata Sin-ih, serunya. "Kau adalah Cu-cengcu?" Giok-lan iringi Kun-gi masuk ke kamar tamu, lalu menuding kamar sebelah kiri, katanya. "Itulah kamar buku yang disediakan untuk Ling-kongcu," Lekas Sin-ih lari ke depan membuka daun pintu yang bercat merah. "silakan," Kata Giok-lan, Kun-gi tidak sungkan lagi, segera ia beranjak masuk. Kamar bukuini amatbesardanpanjang, tepatditengahterdapat sebuah pintu bulan sabit, sehingga kamar panjang ini dipetak jadi dua. Kamar depan bagian selatan sana ada jendela berkaca yang bertutup kain sari bersulam indah, di luar jendela adalah taman bunga, di bawah jendela terdapat meja buku, di kanan-kirinya terdapat rak buku, setiap petak penuh berisi buku2, semua diatur begitu rapi, disekitar meja terdapat empat buah kursi. Kamar belakang mepet dinding utara terdapat sebuah almari bersusun, sekali pandang lantas ketahuan almari ini sengaja dibuat khusus untuk menyelidiki getah beracun itu, di atas almari banyak terdapat laci, pada setiap laci ditempel kertas merah yang bertuliskan namaobatyangdisimpandidalamlaci itu. Dipinggir kiri almari ada sebuah pintu kecil, hanya di belakang masih ada sebuah ruangan lain-Menuding almari itu Giok-lan menerangkan. "obat2 dalam laci itu berjumlah 72 macam, semua adalah obat2an yang pernah Kongcu gunakan wak-tu menawarkan getah beracun di coat-sin-san Ceng, keCuali itu bila Kongcu masih memerlukan obat lainnya boleh memberi pesan kepada Sin-ih, segera akan didapatkan." -Lalu dia menuding pintu kecil itu. "Di kamar itulah untuk menggodok obat, Kongcu boleh menyuruh Sin-ih atau bila perlu juga boleh menggodok sendiri." Kun-gi ikut melangkah masuk. kamar kecil ini berbentuk lonjong, semua peralatan untuk meracik dan menggodok obat sudah lengkap tersedia di sini, Setelah mengadakan pemeriksaan ala kadarnya, Giok lan berkata pula. "Ada kekurangan apa di sini, atau memerlukan apa saja, Kongcu boleh minta kepada Sin-ih." Kun-gi manggut2, katanya. "Begini rapi persiapan nona, kukira sudah cukup," Sampai di sini mendadak ia menambahkan "Tapi masih harus disediakan air." Giok-lan tersenyum, dia menuju ke ujung sana, membuka sebuah pintu, di luar ternyata adalah serambi yang menuju kepekarangan belakang. Diserambi, berjajar tiga gentong air, semuanya bertutup papan kayu bundar. Menuding ketiga gentong air Giok-lan menerangkan pula. "Inilah tiga gentong air, gentong pertama berisi air gunung, gentong kedua berisi air sumber, gentong ketiga beriai air sungai, sudah ku-pesan setiap hari mereka harus mengganti air sekali." "Nona memang pandai bekerja, begini rapi persiapannya,"puji Kun-gi. Mereka keluar dari kamar kecil itu kembali ke kamar buku. Giok- lan membungkuk membuka pintu almari bagian bawah, dengan kedua tangan dia mengeluarkan sebuah buli2 terbuat dari porselen, katanya dengan sikap serius. "Inilah getah beracun yang kita peroleh dari Hek-liong-hwe, harap Ling-kongcu berhasil memperoleh obat penawarnya bagi Pang kita, kami semua akan bersyukur dan berterima kasih." "Silakan nona mengembalikannya kedalam almari, bila diperlukan cayhe akan mengambilnya, cayhe sudah janji kepada Pangcu, tentu akan bekerja sekuat tenaga." Setelah menyimpan buli2 itu, Giok-lan berdiri sambil membetulkan rambut yang terurai, katanya tertawa. "Semoga Kongcu berhasil secepatnya." Lalu dia memberi hormat dan menambahkan. "Ling-kongcu, aku masih ada urusan, mohon pamit." "Sebentar nona," Kata Kun-gi. "ada sebuah hal mohon nona suka memberi petunjuk." "Masa memberi petunjuk segala, Ling-kongcu ada urusan apa?" "cayhetinggaldisini, apakah diperbolehkanjalan keluar?" Ber-kedip2 mata Giok-lan, sesaat dia memandang Kun-gi, hatinya tampak ragu2, tapi segera dia berkata sambil tertawa. "Ling-kongcu adalah tamu agung, seharusnya boleh bebas mau pergi kemana, cuma Kongcu baru datang, belum tahu seluk-beluk disini, anggota Pang kita semua perempuan, hanya pekarangan tengah ini saja tempat istirahat Kongcu, jadi hanya Kongcu saja seorang laki2 yang berada di sini, kalau tiada orang yang menunjukan jalan kukira kurang leluasa." Memang hal ini beralasan, sesuai dengan nama perkumpulan, sudah tentu seluruh anggota Pek-hoa-pang adalah perempuan atau gadis2, seorang laki2 asing jika tanpa pengiring memang kurang leluasa bergerak di tempat ini. Tapi secara tidak langsung hal ini berartidirinyaditahanataudisekap dalampekaranganluas ini? "Kalau tidak leluasa ya sudah, cayhe hanya bertanya sambil lalu," Ujar Kun-gi. Giok-lan menepekur sebentar, katanya kemudian-"begini saja, biarlah hal ini kubicarakan dulu dengan Pangcu, di belakang sana kita masih ada sebuah taman, kalau Kongcu habis bekerja, boleh jalan2 di taman itu, cuma hal ini harus mendapat persetujuan Pangcu." "Kukiratidakusahlah, bikinrepot kausaja." "Tidak, hal ini memang belum terpikir sebelumnya olehku, anggaplah kecerobohanku, kini Kongcu telah mengusulkan, tentu akan kulaporkan kepada Pangcu, sebagai tamu agung yang bekerja bagi kepentingan kita semua, mana boleh setiap hari menyekap diri di kamar kerja melulu," Habis bicara lekas2 dia beranjak keluar. Setelah orang pergi Ling Kun-gi mondar-mandir dalam kamar sambil menggendong tangan melihat buku2 di atas rak, akhirnya dia duduk di kursi malas di bawah jendela sana. Sin-ih cepat mengambil teh serta diantar ke depan Kun-gi. "Lingkongcu silakan minum." "Ah, cayhe sampai lupa kalau nona masih berada di sini," Seru Kun-gi. "Tiada yang perlu kau kerjakan lagi di sini. boleh nona keluar saja." "congkoan ada pesan, Kongcu perlu bekerja seorang diri, hamba dilarang mengganggu, tapi hamba ditugaskan di sini meladeni keperluan Kongcu, apapun keinginan Kongcu harus kusediakan. Baiklah hamba akan tunggu di luar saja, sekali panggil hamba pasti mendengar," Lalu Sin-ih mengundurkan diri. Ling Kun-gi angkat cangkir dan menghirup,nya seteguk. sambit memegangi cangkir dia menengadah mengawasi langit2, pikirannya risau, ia rada bingung juga, tak tahu langkah apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Waktu dirinya diselundup keluar oleh Giok-je, Ia mandah saja, hanya satu tujuan ingin mencari jejak ibunya. karena waktu itu diketahuinya selain Coat Sin-san-ceng ternyata ada pula suatu serikat rahasia lain yang menghendaki dirinya. Di Coat Sin-san-ceng dia gagal mendapatkan ibunya, sudah tentu dia ingin melihat2 serikat rahasia apakah yang hendak memperalat dirinya. Maka Kungi akhirnya berada di Pek-hoa-pang ini. Pek-hoa-pang memang suatu kumpulan gadis yang serba rahasia, tapi dia yakin bahwa ibunya yang bilang pasti tiada sangkut-pautnya dengan Pek-hoa-pang. Malah Pek-hoa-pangcu berjanji akan bantu dirinya mencari jejak beliaU. Kini setelah diketahui bahwa ibunya tak berada di sini, sepantasnya dia harus segera berlalu, tapi dua persoalan justru terpampang dihadapannya, tak mungkin untuk di-tinggal pergi begini saja. Soal pertama sudah tentu menyangkut getah beracun. Semua dia hanya tahu bahwa Coat Sin-san-ceng amat getol menginginkan obat penawar getah beracun, kini sudah jelas bahwa Coat Sin-san-ceng hanyalah merupakan salah satu Cabang kerja dari Hek-liong-hwe, sedang getah beracun sebetulnya milik Hek-liong-hwe. Dan Hekliong hwebelummempunyaiobatpenawarnya. Dari pembicaraan Jik Hwi bing dapat ditarik kesimpulan bahwa Pek-hoa-pang dan Hek-liong-hwe belum pernah bentrok atau berselisih, lalu kenapa pihak Pek-hoa-pang juga ingin selekasnya memperoleh obat penawar getah beracun? Sebetulnya barang apakah getah beracun itu? Apa pula tujuan dan muslihat yang tersembunyi di balik semua ini sampai Pek hoa-pang dan Hek-lionghwe seakan2 berlomba untuk mendapatkan obat penawar itu? Soal kedua adalah mengenai ketiga jurus ilmu pedang, yaitu Hwi liong-sam-kiam. Terang gamblang ibunya pernah menjelaskan bahwa Hwi-liong sam-kiam adalah warisan keluarganya. Kalau warisan keluarga sudah tentu merupakan ilmu rahasia pula. Kenapa Pek-hoa-pang juga memiliki ketiga jurus ilmu pedang ini? Malah dijadikan ilmu pelindung Pang mereka? Maka timbullah dua pertanyaan, Pek-hoa-pangkah yang mencuri belajar dari keluarganya? Atau keluarganya yang mendapat ajaran ketiga jurus ilmu pedang itu dari Pek hoa-pang? Dari ketiga jurus ilmu pedang ini Kun-gi dapat menarik kesimpulan, mungkinkah ibunya punya hubungan dengan Pek-hoa- pang? Dari sang ibu dia lantas teringat kepada sang ayah, sebesar ini dirinya belum pernah melihat wajah ayahnya sendiri, malah ibunya tidak pernah bicara soal ayah dengan dirinya. Kalau betul ilmu pedang itu warisan keluarga, tentu warisan dari ayahnya,jadi ayahnyayang ada sangkut paut dengan Pek-hoa-pang? Pikirannya timbul tenggelam, kalut dan semakin ruwet, cangkir diangkat dan kembali dia menghirup seteguk. Ternyata teh dalam cangkir sudah dingin-Teh dingin ini membuat pikirannya yang gundahpelan2 mulaitenangkembali. Suhu pernah berpesan, menghadapi urusan harus berpikir dengan kepala dingin-Maka dia lantas berpikir pula mengenai soal pertama getah beracun, seharusnya Pek-hoa pangcu tahu, tapi agaknya nona itu tidak suka banyak bicara. Soal kedua Hwe liongsam-kiam, kalau ilmu pedang ini di anggap pelindung Pek-hoa-pang, tentu nona itu juga tahu asal usulnya, Hanya kedua persoalan ini saja yang ingin diketahuinya dan kunci kedua persoalan ini terletak pada diri Pek-hoa-pangcu. Cuaca sudah mulai gelap. Kun-gi masih duduk termenung. Karena mendapat pesan congkoan di-larang mengganggu Ling- kongcu, maka secara diam2 Sin-ih menyalakan pelita di ruang kecil. Hidangan sudah diantar, maka Sin-ih lantas menyiapkan meja makan di kamar sebelah pula, tapi ditunggu sekian lamanya ling Kun-gi masih tenggelam dalam pikirannya, padahal hidangan sudah dingin, maka secara diam2 pula Sin-ih beranjak kepintu mengawasi Ling Kun-gi serta memanggil dengan suara lirih. "Ling-kongcu, sudah saatnya makan malam." "o," Kun-gi tersentak sadar, lekas dia berdiri, katanya tertawa geli. "begini cepat, tahu2 hari sudah petang."-ia lantas ikut ke kamar makan Sin-ih tarik kursi mempersilakan Kun-gi duduk. mengambil poci serta mengisi cangkir dengan arak. Lalu menyiduk semangkok nasi bagi Kun-gi. Kun-gi diam saja membiarkan orang meladeni, katanya kemudian dengan tersenyum. "Nona agaknya serba pandai." Usia Sin-ih baru belasan tahun, gadis yang sedang mekar, keruan mukanya menjadi merah di-awasi sedemikian rupa, wajah terasa panas, kepalanya tertunduk dan tak berani bersuara. Kun-gi menjadi geli, tapi dia tidak hiraukan orang lagi, segera dia sikat seluruh hidangan yang diperuntukkan dirinya. Setelah membereskan mangkuk piring Sin-ih menyuguh secangkir teh pula ke dalam kamar, Ling Kun-gi lantas berkata. "Nona boleh istirahat saja." Malam ini Sin-ih tidak berani lagi bantu Kun-gi menanggalkan jubah dan ganti pakaian segala, demi mendengar perkataan Kun-gi itu tersipu2 dia mengundurkan diri. Kira2 kentongan pertama, kamar Kun-gi sudah gelap. tapi dia tidak lantas naik ranjang, ia atur bantal guling yang ditutup selimut hingga menyerupai bentuk tubuh wanusia. Lalu secara diam2 dia buka jendela serta melompat keluar, dari luar dia tutup pula jendela pelan2, sesosok bayangan lantas melambung tinggi ke udara, begitu cepat laksana segulung asap yang tertiup angin lalu, melayang ke belakang. Inilah hasil pemikiran Kun-gi sebelum makan tadi, rahasia getah beracun dan Hwi liong-sam-kiam tentu diketahui oleh Pek-hoapangcu, tapi orang agaknya tidak mau banyak bicara, terpaksa dirinya harus menyelidiki secara diam2, oleh karena itulah tadi dia berkeputusan malaminijugaakanberaksi. Menyelidiki rahasia orang lain sebetulnya merupakan pantangan bagi kaum persilatan, tapi lantaran berkepandaian tinggi dan nyalipun besar, dia beranggapan asal dirinya berlaku hati2, tentu jejaknya tidak akan konangan oleh orang2 Pek-hoa-pang. Taman keluarga Hoa yang besar dan luas ini merupakan markas pusat yang amat penting artinya bagi Pek-hoa-pang. Karena huru- hara tadi siang, maka penjagaan malam ini jauh lebih keras, pada setiap tempat gelap di sudut2 taman pasti ada pos penjagaan yang diatur sedemikian rupa, sampaipun pada setiap wuwungan, setiap jendela pada setiap loteng juga ada orang berjaga dan mengawasi. Sudah tentu semua petugasnya adalah gadis remaja. Sebetulnya tidak sedikit pula jumlah Hou-hoat-su-cia di dalam Pek-hoa-pang, umpama Liok Kian-lam dan lain2, semuanya adalah kaum pria, maka mereka tidak berada dalam lingkungan taman luas ini. Jika benar taman keluarga Hoa ini berada di tengah Phoa-yangouw, maka tugas Hou-hoat-su-cia itu pasti berada di luar, umpamanya meronda di perairan atau dipesisir. Karena siang tadi Kun-gi pernah kemari, jalan sudah apal, dengan mengembangkan Thian-liong-siap-Kong-sin-hoat, umpama dia berkelebat di depan para petugas yang cantik jelita itu, mungkin merekapunmengirapandangan merekasendiriyangkabur. Di atas loteng Sian-jun-koan, sinar pelita tampak masih menyorot keluar. Tanpa banyak pikir Kun-gi meluncur ke sana, pertama dia mencari batu loncatan pada sepucuk pohon besar, meminjam aling2 bayangan pohon yang berdaun lebat, dia mendekam serta pasang mata memperhatikan ke atas loteng. Sinar lampu menyorot dikamar pertama disebelah kiri, tempat di mana Kun-gi sembunyi kebetulan berjarak kira2 tujuh tombak dari loteng melihat pajangan yang ada di kamar itu, dia yakin pastilah kamar tidur yang didiami Pek-hoa-pangcu. Jendela di sebelah selatan tampak masih terbuka, sinar lampu justru menyorot keluar dari sini, cuma teraling oleh kain gordyn yang terbuat dari kain sari kuning sehingga seperti berkabut selapis asap kuning. Pek-hoa-pangcu dan Giok-lan tampak duduk berhadapan di sebuah meja bulat kecil, gerak-gerik mereka menunjukkan sedang membicarakan sesuatu persoalan,jarak cukup jauh, maka tidak terdengar suara percakapan mereka. Pek-hoa-pangcu kini mengenakan gaun merah baju kuning, rambut panjang terurai diikat benang merah, gerak-geriknya halus, sikapnya anggun berwibawa, potongan tubuhnya begitu indah mempesona, tapi mukanya tetap mengenakan kedok. Sebetulnya wajah berkedok itupun cantik jelita, cuma usianya kelihatan lebih tua dari umur sesungguhnya sehingga tidak seayu wajah aslinya. Giok-lan tetap memakai pakaian serba putih, pandangan pertama akan menimbulkan kesan keagungan dan kesucian dirinya, sudah tentu tak lepas dari rasa sederhana. Teraling kain sari mengawasi sang jelita tak ubahnya seperti berada di dalam kabut mengawasi bunga, tapi tujuan Ling Kun gi kemari bukan untuk mengintip gerak-gerik nona cantik. Tujuannya adalah menyelidiki rahasia getah beracun dan asal usul Hwi liongsam-kiam, maka dia merasa perlu mencuri dangar percakapan Pek- hoa-pangcu dan Giok-lan. Taraf ilmu silatnya memang tinggi sehingga keberaniannyapun luar biasa, dengan tajam diperiksa sekelilingnya, tiba2 ia meloncat mumbul meninggalkan pucuk pohon dan menubruk kearah loteng. Betapa cepat gerakan tubuhnya, dengan lincah dan enteng dia melompat kewuwungan rumah, sekali tutul lagi, dengan jumpalitan tubuhnya lantas hinggap di serambi sebelah timur. Tempat itu kebetulan adalah pengkolan jalan, sinar lampu tidak menyorot ke sini, maka tempatnya jauh lebih gelap. Ringan dan sebat sekali tubuh Kun-gi berputar terus merunduk ke jendela sebelah timur, didapatinya jendela tidak tertutup letak kamar di ujung sebelah timur, jadi hanya terpaut satu kamar dengan kamar tidur Pek-hoa-pangcu yang sedang bicara dengan Giok-lan. Dari pucuk pohon tadi Kun-gi sudah memeriksa dengan teliti, dengan enteng ia menerobos masuk dan hinggap di dalam kamar tanpa bersuara. Pada saat dia mendorong jendela dan berkelebat masuk itu hidungnya berbareng dirangsang bau harum, sekali mencium bau harum ini Kun-gi lantas tahu bau harum ini mirip dengan wewangian yang pernah terendus dari badan Pek-hoa- pangcu. Dengan rasa kaget sigap sekali Kun-gi berkisar ke samping sambil bersiaga, dia kira Pek-hoa-pangcu sudah siap menunggu kedatangannya, tapi setelah berdiri tegak dan mengamati sekelilingnya, baru dia sadar bahwa dirinya terlalu takut akan bayangan sendiri. "Agaknya kamar inilah kamar tidur Pek-hoa-pangcu," Demikian batin Kun-gi. Sejenak dia memeriksa keadaan kamar ini, lalu merunduk ke dinding barat dan bergerak kearah pintu. Itulah pintu berbentuk bulan, sisi kanan kiri terdapat kerai yang tersingkap dan tergantol besi mengkilap, sebelah luarnya tertutup jalur2 manik yang direnteng benang besar. Dari tempat gelap ini dengan jelas dia dapat mengawasi keadaan di luar, malah dia bisa sembunyi di belakang kerai yang tersingkap itu. Maka didengarnya suara Pek-hoa-pangcu sedang berkata. "Kukira apa yang dikatakannya tidak bohong." Tergerak hati Kun-gi, batinnya. "Agaknya diriku yang menjadi topikpembicaraan mereka." Terdengar Giok-lan berkata. "Jadi maksud Pangcu kita harus memberi perintah kepada para saudara yang tersebar luas itu untuk bantumencarijejak ibunyayanghilang?" "Tujuannya memang hanya mencari ibundanya, dia berjanji akan membantu kita menemukan obat penawar getah beracun, betapa besar arti dan pentingnya bantuan ini, kalau kita bantu dia menemukan ibunya juga setimpal." "Pangcu percaya kalau dia betul2 dapat menemukan obat penawar getah beracun?" "Seharusnya tidak pantas kita curiga dalam hal ini, laporan Giokje sudah jelas, bukankah dia sudah menemukan penawar getah di Coat Sin-san-ceng?" "Betul, cuma hamba merasa dia terlalu muda, coba pikir, betapa luas pengalaman Tong Thian-jong, Un-it-kiau dan Lok san Taysu, mereka toh sia2 setelah bekerja tiga bulan, padahal usia Ling- kongcu kukira baru likuran tahun ...." "Jangan kau menilai demikian, bahwa getah semangkuk telah dia bikinjadiair jernih kan sudahterbukti?" "Tapi hamba kira bukan dia yang berhasil menawarkan getah beracun itu." "Bukan dia yang menawarkan getah beracun?" Seru Pek-hoapangcu kaget dan heran. Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Golok Sakti Karya Chin Yung Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo