Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 2


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 2


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   "Mungkinkah si mata satu sudah merat?"   Demikian batin Ling Kun-gi.   Ketiga kamar berjajar in masing2 ada jendela belakang, waktu masuk kamar tadi Ling Kun-gi sudah memeriksanya, di luar jendela adalah sebuah gang sempit, agaknya lelaki baju abu2 sudah mengejar lewat gang dibelakang itu.   Bergegas Ling Kun-gipun turun dari ranjang dan buka jendela, ia melompat keluar, betul juga dilihatnya jendela di kedua kamar sebelah sudah terpentang lebar, jadi si mata satu sudah merat dan dikejar lelaki baju abu2.   Diam2 Ling Kun-gi malu diri, kalau lelaki baju abu2 tidak mengumpat, diri-nya tentu juga kena dikelabui, dari sini terbukti bahwa pengalaman dirinya masih terlalu cetek untuk bekal kelanadiKangouw.   Lekas dia kembali ke kamar menjemput buntalannya terus buka pintu.   Melihat Ling Kun-gi keluar, lekas si pelayan menyongsong maju, tanyanya keheranan.   "   Katanya tuan mau tidur, kenapa buru2 berangkat malah?" "Sudan tidur sejenak. masih ada urusan-Nah, inilah uang rekeningku, masukkan juga rekening kamar ke satu,"   Ternyata sebelum pergi lelaki baju abu2 di kamar kedua meninggalkan uang di atas meja, tapi si mata satu menginap dengan gratis. Karena sudah dengar si baju biru berpesan "Ada orang menunggumu di Hoay-yang,"   Maka Ling Kun-gi tidak perlu buru2, darisini ke Hoay-yangsudahdekat, maka dia menempuh perjalanan ke selatan dengan langkah seenaknya.   Kira2 tengah hari ia tiba di Liong-ki.   Liong-ki adalah sebuah kota kecil, hanya ada sebuah warung bakmi yang terletak di ujung jalan raya, maka pejalan kaki atau orang yang menempuh perjalanan jauh suka mampir di warung bakmi ini.   Karena saatnya orang makan, maka meja warung kecil ini penuh sesak.   Waktu Ling Kun-gi memasuki warung ini, sekilas dia menjadi tercengang, maklumlah warung kecil, hanya ada enam meja dengan masing2 empat kursi, setiap meja diduduki tiga atau empat orang.   Sekilas matanya menjelajah maka dilihatnya di meja sebelah timur sana duduk seorang diri si mata satu, dia pesan sepoci arak dan semangkok kuah sayur asin, dengan lahapnya dia tengah melahap makanannya.   Lelaki baju abu2 terlihat duduk di meja dekat pintu, mungkin takut dikenali orang, maka topi bulu di atas kepalanya ditarik serendah mungkin sampai menutup muka, tapi Ling Kun-gi tetap mengenalinya.   Baru saja Ling Kun-gi masuk pintu, pelayan sudah menyambutnya dan menunjuk tempat duduk yang masih kosong, setelah menyuguh secangkir teh dia tanya mau pesan makanan apa, Ling Kun-gi mintasepociarakdan beberapa macammasakan- Setelah pelayan mengundurkan diri, Ling Kun-gi coba mengawasi orang sekelilingnya, semua adalah kaum pedagang yang kebetulan lewat dan mampir, hanya si mata satu dan laki2 bertopi bulu itu termasuk kaum persilatan-Pada saat itulah dilihatnya dari luar masuk pula seorang berjubah hijau pupus.   Perawakan orang ini tinggi kurus, kulit mukanya kuning ke hijau2an, begitu melangkah masuk sorot matanya menjelajah ke seluruh ruangan, akhirnya dia pilih tempat duduk dekat pintu keluar, tiga jari tangan kirinya mengetuk meja, mulutpun berkaok keras.   "Hai, pelayan"   Kelihatan ketukan ketiga jari tangan di atas meja enteng saja, tapi piring mangkuk yang berisi makanan diatas meja seketika berloncatan semua.   Si baju abu2 tengah menunduk menikmati hidangannya, selebar muka dan dadanya menjadi basah kuyup oleh kuah makanannya sendiri yang muncrat.   Keruan tidak kepalang marah si baju abu2, topi bulu dia angkat keatas, tangannya mengusap muka, bentaknya marah, sambil mendelik kepada laki2 baju hijau.   "Saudara tidak lihat kalau aku sedangmakandisini? kenapa main kasarbeginirupa?"   Tidak terunjuk sedikit perobahan mimik wajah laki2 baju hijau, sahutnya dingin.   "Kalau kau anggap aku kasar, kenapa tidak pindah ke meja lain saja?"   Bukan saja tidak minta maaf malah dirinya disuruh pindah kemeja lain, keruan si baju abu2 naik pitam?, hardiknya murka.   "Kau main tepuk meja, sampai makanan muncrat mengotori badanku, memangnya aku yang salah?" "Kusuruh kau pindah ke meja lain, memangnya aku juga salah?"jengek laki2 baju hijau pupus.   Mendengar ada keributan, semua tamu yang hadir sama berpaling ke arah sini.   Mencorong biji mata si baju abu2, katanya tertawa lebar.   "Saudara bertingkah dan main kayu, agaknya sengaja hendak cari perkara padaku?" "cariperkara?"dengus laki2baju hijau.   "   Kausetimpal?"   Lelaki baju abu2 berjingkrak berdiri, dari kantong kain yang terselip dipahanya dia lolos sebilah Yap-hap-to, bentaknya.   "Mari keluar, aku ingin belajar kenal kepandaianmu."   Laki2 baju hijau tetap bersikap dingin dan menghina.   "Kau berani main senjata dengan aku? Memangnya kau sudah bosan hidup?" "Entahsiapayangbosan hidup?"   Jengeksibaju abu2. "Aku sudah memperingatkan, kau sendiri yang ingin mampus, maka jangan aku yang disalahkan-"   Sembari bicara tiba2 laki2 baju hijau sedikit angkat tangan kirinya, selarik sinar hijau tiba2 melesat ke arah tenggorokan si baju abu2, bukan saja luncurannya cepat, tidak bersuara lagi.   Pada waktu yang sama, tampak dari arah samping sana meluncur pula sebuah cangkir arak.   "Tring", dengan tepat membentur sinar hijau itu sehingga sinar hijau melayang ke samping laki2 bajuabu2 dan "crat"terpakudiatastembok. Waktu semua hadirin berpaling ke sana, Itulah sebatang panah kecil sepanjang dua dim berwarna hijau, dasar cangkir tertembus bolong, dantergantungdi ataspanahyangterpakudidinding. Beringas si baju abu2, bentaknya.   "Berani kau melukai orang dengan panah gelap."   Mendadak ia menubruk maju, tangan kiri terus mencengkeram ke pundak laki2 baju hijau.   Sibaju hijau menjengek.   sekali tangan kiri membalik, belum lagi orang lain melihat gerakannya, tahu2 si baju abu2 tersentak mundur dua langkah.   punggung tangan kirinya ternyata tergores luka, darah yang meleleh berwarna hitam, kulit dagingnya hangus berwarna hijau.   Seketika ia megap2, ternyata dia tak sanggup bwrsuara lagi, pelan2 badannya roboh tersungkur.   Kejadian berlangsung dalam waktu yang amat singkat.   tanpa hiraukan korbannya, laki2 baju hijau malah melotot dan berpaling ke arah Ling Kun-gi, tanyanya dingin.   "Kaukah yang menimpuk cangkir itu?" "Betul,"   Sahut Ling Kun-gi.   "aku tak senang melihat kau membokong orang." "Anak muda,"   Laki2 baju hijau mendengus "Jangan kau turut campur."   Ling Kin-gi berdiri pelan2, sekilas matanya melirik kearah si baju abu2, tanyanya.   "Bagaimana keadaan saudara itu?" "Setanakan nasi lagi, jiwanya takkan tertolong,"   Kata laki2 baju hijau. "Kau mencelakai jiwanya?"tanyaLing Kun-gi gusar. Menyeringai lebar laki2 baju hijau, jawabnya.   "Betul, dia terkena racun jahat, sudah tentu jiwanya takkan tertolong lagi."   Ling Kun-gi menarik muka, tanyanya dingin.   "Mana obat penawarnya?" "Benar, memang ada obat penawarnya padaku." "Lekas keluarkan,"   DesakLing Kun-gi Si baju hijau tergelak, katanya.   "Sungguh lucu, kalau harus memberiobatpenawarnya, buatapatadikukerjaidia?" "Utang jiwa bayar jiwa, utang uang bayar uang setelah kau mencelakai dia, maka harus keluarkan obat penawarnva, memangnya hanya karena adu mulut, kau lantas mencabut jiwanya?" "Dia memangpantasmampus,"jengeksibajuhijau. "Keluarkan obat penawarnya?"   Bentak Ling Kun-gi. Laki2 baju hijau hanya melirik saja kepada Ling Kun-gi, katanya dingin.   "Janganlah kau cari kesulitan sendiri, usiamu masih muda, kalau jiwa melayang percuma, apakah tidak sayang?"   Melotot gusar biji mata Ling Kun-gi, bentak-nya.   "Jiwa manusia di buatmain2, hayo, keluarkanobatpenawarnya.". "Anak muda,"^ ujar laki2 baju hijau manggut2.   "agaknya kau memang usil, ketahuilah obat penawarnya ada di dalam kantongku, kalau kau mampu boleh mengambilnya sendiri." "Baiklah kalau begitu,"pelan2 Ling Kun -gi menghampiri.. Laki baju hijau menyeringai di mana tangan kanan terangkat, "Wut"   Tiba2 ia layangkan kepalannya ke muka si pemuda.   Tujuan Ling Kun-gi hendak menawannya hidup2, melihat tangan orang menggenjot tiba, tangan kiri segera menapak maju mencengkeram pergelangan tangan lawan-Gerakan mencengkeram ini mengandung beberapa perubahan yang lihay, gerakan laki2 baju hijau juga tidak kalah aneh dan lihaynya, baru kepalan kanan sampai di tengah jalan, terus ditarik balik, sementara tangan kiri segera ganti mencengkeram tulang iga Ling Kun-gi.   Lekas Kun-gi turunkan tangan kanan, gerakan mencengkeram dia ubah mengebas turun-Tangan mereka segera beradu, keduanya sama bertolak mundur selangkah.   Terasa oleh Ling Kun-gi tangan si baju hijau sekeras baja sedingin es, pegangannya seperti mencengkeram tongkat besi yang keras, keruan hatinya terkejut.   Begitu mundur laki2 baju hijau ternyata tidak segera merangsak pula, katanya dingin sambil mengulap tangan.   "Anak muda, kau sendiri yang paksa aku turun tangan, sekarang lekas kau pulang mengurus keberangkatanmu ke alambaka." "Ah, kenapa?"   Tanya Ling Kun-gi tak acuh "Hidupmu tinggal 12 jam lagi, setelah itu jiwamu bakal melayang, sekarang masih keburu kalau kau pulang ke rumah,"   Ujar laki2 baju hijau. Menegak alis Ling Kun-gi,jengeknya sambil menatap tajam. "Kau gunakan racun atas diriku?" "Kau sendiri yang menyentuh tanganku." "Jadi tanganmu beracun?"   Sekilas mencorong sorot mata Ling Kun-gi.   "Berulang kali kau menggunakan racun mencelakai orang, hari ini terpaksa aku tak bisa melepaskanmu pergi..."   Habis kata2nya tiba2 ia melangkah maju, kelima jari tangan kirinya laksanacakarterus mencengkerambahu kanansibaju hijau.   Melihat orang sudah keracunan masih bergerak cekatan dan menyerang, bukan kepalang kejut si baju hijau.   Terutama usia Ling Kun-gi masih begini muda, tapi serangan dan sikapnya begini berwibawa seperti jagoan angkatan tua layaknya, sudah tentu dia tidak mau lengannya terpegang, cepat ia putar tubuh sam-bil merendahkan pundak.   ia meluputkan diri dari serangan tangan kiri Ling Kun-gi.   Ling Kun-gi tetap menggunakan tangan kiri.   sementara tangan kanan melindungi dada, gerakan-menggunakan Kim-na-jiu (gerakan memegang dan memuntir), yang diincar adalah Hiat-to penting tubuh lawan, serangan aneh dan lain daripada yang lain-Dari gerakannya yang begitu tangkas, siapapun pasti maklum bahwa dia pasti didikan seorang guru yang.   Beruntun laki2 baju hijau berkelit tiga kali, pikirnya setelah merangsak beberapa jurus, racun di badan Ling Kun-gi pasti sudah bekerja, tak perlu dia melayani orang lebih lanjut.   Tapi pada jurus ke empat ia merasa tak mampu berkelit lagi, terpaksa dia ulurkan lengan kiri sendiri malah.   Sekali pegang Ling Kun-gi lantas pencet pergelangan tangan laki2 baju hijau, terasa yang dipegang itu dingin dan keras, takubahnya memegangbesi.   Waktu dia awasi, dilihatnya tangan kirinya sudah berubah warna menjadi kehijauan, kelima jari orang setajam pisau seruncing duri landak.   nyata tangannya memang terbuat dari besi baja.   Kiranya lengan kiri orang ini memang tangan palsu yang terbuat dari besi, malahdilumuriracun lagi.   Ling Kun-gi kerahkan tenaga dan pegang tangan besi orang, jengeknya dingin.   "Ternyata kau pakai senjata lengan besi dan beracun lagi. sungguh kejam kau."   Si baju hijau meronta sekuatnya, namun pegangan orang sedikitpun tidak bergeming, keruan hatinya mencelos, tanpa bicara tangan kanannya tiba2 menggenjot ke dada Ling Kun-gi. Tak terduga Ling Kun-gi juga angkat kepalannya memapak genjotan lawan.   "Blang", kepalan lawan kepalan, sibaju hijau tergentak mundur selangkah. Gusar dan gelisah si baju hijau, sembari membentak. tubuhnya malah menumbuk maju, tangan kanan bergerak turun naik, dalam sekejap mata, tangan kanannya sudah menyerang tiga kali. Ketiga jurus ini rapat dan cepat laksana kilat, tak urung Ling Kungiterdesak mundurdua langkah, tapipegangantangan kirinyatetap tidakterlepassehinggasi bajuhijau ikutterseret majudua langkah, Mendapat sedikit kesempatan, Ling Kun-gi segera balas merangsak. iapun menyerang berantai tiga jurus, jari menutuk telapak tangan menabas serangannya semua merupakan jurus2 yang mematikan, karena sebelah tangannya memegang lengan lawan, maka kedua orang hanya bergerak dari jarak. dekat, masing2 hanya menggunakan sebelah langan- Beberapa gebrak jarak dekat ini kelihatan masing2 tidak menunjukkan ilmu2 silat yang mengejutkan, tapi bagi seorang ahli pasti dapat merasakan betapa hebat dan bahayanya, karena mati-hidup hanya terpaut serambut saja. Betapa cepat serangan dan betapa tangkas pula perubahan gerak serangan masing2, semua hanya berlangsung dalam sekejap mata belaka. Mungkin karena memandang rendah lawan, si baju hijau tak pernah pikir bahwa lawannya yang masih begini muda ternyata membekal ilmu silat kelas tinggi. Dan yang lebih mengejutkan lagi adalah pemuda ini tak gentar menghadapi racun jahatnya, orang lain cukup keserempet saja, dalam sekejap racun akan menjalar, tapi Ling Kun-gi masih terus memegangi lengan besinya yang beracun tanpa kurang apa2 dan tetap segar bugar, oleh karena itu tanpa terasa dia menjadi kerepotan dicecar oleh serangan Ling Kungi yang ber-tubi2. Untunglah pada detik gawat itu, mendadak sebuah suara dingin kereng membentak.   "Berhenti"   Mendengar bentakan itu, lekas sibaju hijau membentak tertahan.   "   Lepaskan"   Ling Kun-gi menghentikan, serangan tangan kanan, tapa tangan kiri tetap memegang tangan besi si baju hijau, lalu tanyanya. "Siapa itu?"   Sibaju hijau meronta sekuat tenaga, dampratnya gusar.   "Lekas lepaskan" "Setelah kau memberi obat penawarnya, segera kulepaskan tanganmu."   Karena usahanya tidak berhasil, si baju hijau menjadi gugup, "Wes"   Tangan kanan tiba2 menepuk ke dada Ling Kun-gi.   Ling Kun-gi berdiri tegak tanpa bergeming.   namun baju didepan dadanya mendadak melembung seperti layar berkembang, maka tepukan sibaju hijau seperti mengenai benda empuk.   laksana menepuk permukaan air, seperti kosong tapi masih berisi, seperti mengenai sesuatu tapi mirip mengenai tempat kosong, hakikatnya dia tidak kuasa mengerahkan tenaganya, keruan tidak kepalang kejutnya.   Tiba2 Ling Kun-gl kipatkan tangan kirinya, sementara tangan kanan tegak menabas punggung, pergelangan tangan kanan lawan, berbareng dia membanting si baju hijau ke atas tanah.   Sudah tentu si baju hijau mati kutu.   "Blang,"   Dengan keras badannya terbanting dan tidak mampu bergerak lagi. Menatap sibaju hijau, Ling Kun-gi mengan-cam dengan nada keren."Serahkan tidakobatpenawarnya?"   Dari kumandangnya suara bentakan "Berhenti"   Seseorang, sampai si baju hijau menyerang serta dibanting oleh Ling Kun-gi, semua, itu berlangsung hanya beberapa detik saja. Maka terdangarlah orang yang bersuara tadi kembali berseru memuji. "Gerakan bagus"   Ling Kun-gi angkat kepalanya, dilihatnya se-orang berjubah biru, entah sejak kapan sudah berdiri di ambang pintu sambil meng gendang kedua tangan, Usia laki2 ini sekitar 25 tahun, wajahnya cakap bersih, memondang buntalan panjang di punggungnya, berdiri sambil bertolak pinggang, wajahnya tidak mengunjuk sesuatu perasaan hatinya, sikapnya angkuh.   Si baju biru ini ternyata adalah orang yang pernah ditemuinya di kota Kayhong beberapa hariyang lalu.   Sementara itu, si baju hijau sudah berdiri dengan sikap patuh dia memberi hormat kepada si baju biru, katanya.   "Hamba menghadap majikan muda,"-Kiranyasibaju biru adalahputeramajikannya. Si baju biru mendengus dengan suara hidang, katanya.   "Kau membuatonar lagidisini?" "Hambatidakberani,"   Sahutsi bajuhijauter-sipu2. Sorot mata si baju biru menatap Ling Kun-gi, katanya dingin. "Agaknya kita pernah berjumpa entah dimana??" "Selamanya cayhe belum pernah berkelana di Kangouw,"   Sahut Ling Kun-gi. "Siapanamatuan?"tanyasibaju biru. Tidak menjawab Ling Kun-gi malah balas bertanya.   "Dia ini pembantumu?"   Si baju biru naik pitam, alis menegak. wajahnya diliputi nafsu membunuh, jengeknya.   "Betul, nah dalam hal, apa dia berbuat salah terhadap-mu?"   Sikap Ling Kun-gi tidak kalah congkak, ujarnya.   "Masuk rumah makan ini, pembantumu lantas cari perkara dengan orang, main serang dengan panah beracun lagi, untunglah kena kutimpuk dengan cangkir sehingga tidak mengenai sasaran, tak terduga dengan tangan besinya yang beracun dia main kasar lagi, kukira hanya sedikit perselisihan, kenapa harus menamatkan jiwa orang lain, bukankah perbuatannya terlalu keji, maka kuahrap dia suka mengeluarkan obat penawarnya."   Cemberut dingin wajah si baju biru, katanya sambil melirik sibaju hijau.   "Apa betul demikian halnya?"   Si baju hijau tidak berani bersuara, maka si baju biru menambahkan-"Lekas serahkan obat penawar kepadanya."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tidak berani membangkang, lekas sibaju hijau merogoh kantong mengeluarkan botol kecil porselin gepeng, ia menuang sebutir pil terus diangsurkan-Ling Kun gi menerimanya, lalu manggut2 kepada sibajubiru danberkata."Terima kasih banyak." "Dia kawanmu?"   Tanya si baju biru mengawasi laki2 baju abu2 yangmenggeletakdi lantai. "Selamanya belum pernah kukenal,"   Sahut Ling Kun-gi tertawa, lalu dia berpaling.   "Pelayan, ambilkan segelas air putih."   Cepat pelayan membawakan air putih yang diminta, Ling Kun-gi lantas pencet dagu laki2 baju abu2 sehingga mulutnya terpentang, pil itu terus dijejalkan ke mulutnya serta dilolohkan beberapa teguk air.   Dikala keributan berlangsung tadi, secara diam2 si mata satu sudah berdiri membayar rekening terus bergegas tinggal pergi.   Sambil mengawasi Ling Kun-gi, si baju biru berkata pula.   "   Kepandaian tuan memang hebat, entah dari perguruan aliran mana?"   Ling Kun-gi tertawa tawar, sahutnya.   "cayhe, Ling Kun-gi, tidak punya golongan atau aliran segala." "Um,"sibajubiru mendenguskurangsenang,tiba2dia membalik badan serta berkata.   "Hayo pergi"-cepat sibaju hijau mengikut di belakangnya. Dalam hati Ling Kun-gi berkata.   "Ternyata inilah yang melindungi si mata satu sepanjang perjalanan ini."   Mendadak dia sadar, dirinya telah perkenalkan diri, kenapa tidak balas tanya nama orang. Dalampada itu si baju abu2 sudah merangkak bangun, katanya sambil menjura kepada Ling Kun-gi. "Terima kasih atas pertolongan Siang kong."   Ling Kun-gi balas memberi hormat, katanya tertawa.   "Saudara tidakusah sungkan-". Lalu si baju abu2 memanggil pelayan, katanya.   "Rekening Siangkong ini biar kubayar sekalian, siaanya bolehlah kau ambil." -Si pelayan terima uang sembari munduk2 dan mengucapkan banyak terima kasih. Kembali si baju abu2 menjura, katanya.   "cayhe masih ada urusan, tidak boleh tertunda di sini, maaf aku mohon diri lebih dulu."   Orang ter-gesa2 mau pergi setelah jiwanya di tolong, tapi tidak tanya nama penolongnya, jelas dia kuatir kalau Ling-Kun-gi balas tanya namanya. Diam2 Kun-gi membatin.   "Mungkin kau tidak tahu, si baju biru dan pembantu2nya adalah sekomplotan dengan si mata satu dan secara diam2 melindunginya sepanjang jalan-" -Tapi hal ini tak enak dia utarakan, ia hanya tertawa tawar, katanya. "Saudara ada urusan, boleh silakan saja."   Si baju abu2 menjura pula terus putar badan dan keluar.   Mengantar kepergian bayangan punggung orang, seketika terasa oleh Ling Kun-gi buntalan kertas yang dibawa si mata satu pasti penting artinya.   Setelah menghabiskan dua cangkir arak pula, sementara si baju abu2 juga sudah pergi cukup jauh, maka lekas iapun berdiri terus menuju ke luar kota.   Dia tahu setelah di warung tadi dia mendemonstrasi-kan kepandaiannya, mungkin si baju biru sudah curiga dan menaruh perhatian terhadap dirinya, maka gerakgerik dirinya selanjutnya tentu kurang leluasa, maka setelah tiba di luar kota, tanpa pikir dia terus menyelinap masuk ke dalam hutan dengan gerakan cepat dan enteng.   Pada saat badannya meluncur ke dalam hutan itulah, tiba2 ia mendengar hardikan nyaring merdu.   "Siapa, hayo berdiri?"   Begitu suara berkumandang, di depan muncul sesosok bayangan hijau, berbareng hidung dirangsang bau wangi, sebuah tangan halus putih tahu2 mendorong ke arah dadanya.   Belum lagi jelas melihat bayangan orang, secara refteks Ling Kun-gi gerak tangan kiri menangkap pergelangan tangan yang menyelonong ke arah dadanya ini.   "Eh"   Itulah teriakan kejut seorang gadis, tangan yang halus itupun tergetar serta ditarik mundur, sementara mulutnya lantas mendamprat.   "Bu jangan bernyali besar, hayo lepaskan"   Sepatu yang ujung-nya melengkung tahu2 menendang tanpa bersuara.   Semua kejadian itu berlangsung begitu cepat sesingkat Ling Kungi menerobos ke dalam hutan- Begitu mendengar suara nyaring merdu, berbareng merasakan tangan yang dipegangnya halus dan licin, sesaat dia melongo dan segera lepas tangan, ber-bareng ia melompat mundur.   Waktu dia mengawasi tampak diantara semak pohon sana berdiri seorang gadis jelita berpakaian kuning.   Kedua pipinya tampak bersemu merah, kedua biji matanya melotot gusar lagi membentak sambil menuding dirinya.   "Bajingan tengik, apakah matamu buta?"   Sesaat Ling Kun-gi terlongong mengawasi gadis jelita ini, secara semberono terobosan di sini dan pegang tangan pula, sebetulnya dia ingin minta maaf, serta mendengar caci maki orang, diam2 ia mendongkol, pikirnya.   "Waktu aku menyelinap kemari tadi tak kelihatan bayangan orang, jadi dia menapakku waktu melihat aku masuk. dia sendiri yang menyerang lebih dulu baru terpaksa kupegang tangannya, kalau tidak, bukankah dadaku terpukul olehnya? Kalau dipikir, bukan aku yang salah?"   Tanpa terasa ia tersenyumgeli sendiri Melihat orang cengar-cengir mengawasi dirinya, hati si gadis semakin dongkol, namun wajahnya semakin jengah, kini diapun dapat melihat jelas orang yang berdiri di hadapannya ternyata seorang pemuda gagah dan berwajah cakap.   cuma senyumannya itu rada kurang ajar? Kejap lain si nona sudah cemberut lagi, katanya dengan bibir menyungkit.   "Bajingan kurang ajar, apa yang kau gelikan? Memangnya kau sudah bosan hidup?"   Dingin pancaran sorot mata Ling Kun-gi, suaranyapunkaku."Nona memakisiapa?"   Si nona baju kuning bertolak pinggang, makinya sambil menuding Ling Kun-gi.   "Memakimu, sekali pandang lantas kutahu kau ini bukan orang baik2. Dimaki tanpa alasan Ling Kun-gi menjadi berang, jengeknya. "Nona tahu aturan tidak? Cayhe yakin tidak pernah berbuat salah, kau sendiri yang muncul tiba2 lantas menyerangku dan memakiku tanpa alasan, memangnyu aku yang salah?" "Mau bicara soal aturan?"   Si nona semakin galak..   "Matamu tidak buta, kenapa main terobosan kemari?" "Aku sudah mengalah, kuharap nona tahu sopan santun, hutan ini toh bukan milik nona, umpama orang dilarang masuk, sepantasnya kau bicara lebih dulu ... ."   Merah muka si nona, dia makin dongkol, katanya.   "Kularang kau masuk, maka kau tidak boleh masuk," "   Kenapa tidak boleh masuk?"   Ling Kun-gi menegas.   "Tidak apa2, kau terobosan, maka kau harus kuhajar." "cayhe tidak sepandengan nona."   Jengek Ling Kun-gi, ia putar badan terus tinggalpergi. Si nona semakin marah, bentaknya sambit membanting kaki, "Berdiri di tempatmu"   Ling Kun gi membalik badan, alisnya menegak. suaranya kereng.   "   Apa pula kehendak nona?" "Kau menghinaku, lantas tinggal pergi begini saja?"   Damprat si nona. "Siau Yan,"   Tiba2 sebuah suara merdu bak bunyi kelintingan berkumandang dari sebelah dalam hutan sana.   "kau sedang ribut dengan siapa?"   Si nona baju kuning Siau Yan, tampak kegirangan, serunya.   "Syukurlah engkau datang Sio-cia, lekas kemari." -Dari dalam hutan tampak melangkah keluar sesosok bayangan semampai berpakaian warna merah apel, itulah seorang gadis jelita yang menggiurkan.   03 Terbeliak pandengan Ling Kun-gi, nona ini berperawakan ramping, kulitnya putih halus, raut wajah bundar telur, alis lentik laksana bulan sabit dengan biji mata bening cemerlang memancarkan sinar keagungan yang tak terlawan oleh siapapun.   Tiba2 wajah Ling Kun-gi menjadi panas jengah, baru sekarang dia maklum duduknya perkara, kenapa nona Siau Yan ini berjaga di luarhutan, kiranyanona cantik inisedangbuangair di dalamhutan-Setelah si nona cantik mendekat, Siau Yan memberi hormat, katanya aleman.   "siocia, bajingan ini kurang ajar"   Si jelita menarik muka, bentaknya.   "Siau Yan, jangan memaki orang"   Matanya yang bening tajam mengawasi Ling Kun-gi, kalanya.   "Aku sudah dengar, kau lebih dulu menyerang dia, betul tidak?" "siocia, dia.... karenadia....   "SeruSiau Yantergagap. "Jangan ceriwis, lekas minta maaf kepada Siang kong ini,"   Perintah sijelita. Siau Yan melengak. wajahnya merah padam debatnya.   "Siocia dia yang menghinaku, main pegang segala ....   " "Janganbanyakomong, hayo minta maaf kepadanya"   Ber-kedip2 lagi sinar mata Siau Yan, sejenak dia awasi si nona, lalu berpaling kepada Ling Kun-gi, akhirnya seperti menyadari apa2, tiba2 ia cekikikan sambil menutup mulut dengan tangannya, lalu mendekat ke depan Ling Kun-gi serta menjura dan berkata dengan nada menggoda.   "siocia suruh aku minta maaf kepada Siang kong."   Sebesar ini belum pernah Ling Kun-gi bergaul dengan kaum hawa, mukanya menjadi merah dan membalas hormat, katanya. "Nonatak usahkecil hati, anggapsajatakpernah terjadi."   Siau Yan cekikikan sambil melirik. katanya.   "Lha kalau sejak tadi kau bilang demikian, kan tidak perlu kita perang mulut."   Ling Kun-gi hanya tertawa saja, ia putar badan hendak tinggal pergi. Tiba2 didengarnya suara merdu tadi berteriak. "Siangkong ini harap tunggu sebentar"   Senyaring bunyi kelintingan teriakannya. jelas yang ber-suara adalah nona jelita itu. Tanpa terasa merandek langkah Ling Kun-gi dan memandang ke sana, katanya sambil merangkap kedua tangan.   "   Entah nona ada petunjuk apa?"   Siau Yan segera menyela "siocia memanggilmu, sudah tentu ada urusan-" "Siau Yan, jangan banyak mulut,"   Bentak sijelita, lalu berkata pula lirih kepada Ling Kun-gi.   "Kulihat Siangkong berkepandaian tinggi, entah siapa nama terhormat Siang kong?" "cayhe Ling Kun-gi"   Kun-gi memperkenalkan diri.   "nona. ......." "siocia kami she Bun ...... ."   Sela Siau Yan tertawa sambil melirik majikannya. Ling Kun-gi memberi hormat pula, katanya "   Kiranya nona Bun, maaf cayhe kurang adat."   Siau Yan ter-pingkal2, dan katanya pula "Bicaraku belum habis, Siocia bernama Hoan kun, jadi punya satu bagian yang sama dengan nama Siangkong. sungguh kebetulan bukan?"   Merah selebar muka sijelita.   "Siau Yan"   Seruannya seperti ingin mencegah, tapidalamhati se-benarnyamerasasenang. Pada saat itulah tiba2 dari tempat jauh sana bergema lengking suitan keras. Seketika berubah roman Bun Hoan-kun, katanya terperanjat.   "Agaknya paman sedang memanggilku, bagaimana baiknya."   Siau Yan berkata.   "Mungkin Ji cengcu akan kemari, menurut pendapat hamba, lekas siocia dan Siangkong sembunyi ke dalam hutan saja."   Sudah terbuka mulut Bun Hoan-kun, tapi urung bicara, namun matanya memandangLing Kun-gipenuharti. Kelihatan gugup dan takut2 sikap kedua nona ini, tapi Ling Kun- gi tetap berditi ditempatnya, ta-nya.   "Kenapa cayhe harus ikut sembunyi?"   Tiba2 Bun Hoan-kun menghela napas, katanya rawan-"Tabiat paman amat buruk."   Sorot matanya memandang ke tempatjauh, lalu menam-bahkan.   "Semoga paman tidak menuju kesini."   Belum selesai bicara, suitan melengking tadi kembali mengalun di udara, dari suara suitan yang keras dan memekik telinga ini, jelas bahwa jarak-nya sudah jauh lebih dekat.   Hilang senyuman manis yang menghias wajah Bun Hoan-kun tadi, sikapnya tampak gugup dan takut, katanya.   "Ling -siangkong, tiada waktu lagi, lekas ikut aku sembunyi."   Segera ia berputar, namun langkahnya tidak bergerak, ia berpaling mengawasi Ling Kun-gi.   Sebetulnya Kun-gi merasa heran dan curiga, namun melihat sikap dan mimik Bun Hoan-kun begitu gugup se-akan2 harus dikasihani, ia menjadi tak tega hati, katanya mengangguk.   "Baiklah, biar cayhe ikutsembunyisebentardi dalamhutan-"   Penuh rasa terima kasih tatapan mata Bun Hoan-kun, pipipun bersemu merah, ter-sipu2 dia putar tubuh dengan setengah berlari masuk ke dalam hutan.   Sedikit merandek akhirnya Ling Kun-gi ikut melangkah ke sana..   Siau Yan mengikut di belakang mereka.   Tidak lama setelah ketiga orang ini menyelinap sembunyi ke dalam hutan, maka tampak dari kejauhan datang dua bayangan orang bagai terbang.   Diam2 Ling Kun-gi membatin dalam hati.   "   Entah siapa kedua orang ini? Dari langkah mereka yang enteng, terang memilikiGinkang yang luar biasa."   Tengah pikirannya melayang, tiba2 terasa telapak tangan nan halus lembut pelan2 menarik tangan kirinya, terdengar bisikan Bun Hoan-kun di tepi telinganya.   "Ling-siangkong, pamanku segera tiba, lekas kau berjongkok."   Belum pernah Ling Kun gi bersentuh tubuh dengan gadis belia, bau harumpun merangsang hi-dung, seketika jantungnya berdebur keras, tanpa terasa dia berjongkok ke dalam semak2.   Tapi dia tetap mengintip keluar sana.   Itulah seorang tua kurus berjubah panjang warna kuning kelam, berikat pinggang kain sutera, berusia lima puluhan, roman mukanya merah, de-ngan tulang pipi menonjol, sorot matanya tajam berkilau, punggungnya menyandang sebilah pedang.   Di belakang laki2 tua mengintil ketat seorang -pemuda berjubah kuning muda, kelihatan baru ber-usia dua puluhan tahun, alis lentik, mata berkedip bagai bintang, wajahnya sungguh cakap.   bibir tipis merah delima, sayang hidungnya sedikit bengkok.   Tetapi dia benar2 terhitung laki2 yang -bagus.   Di pinggang si pemuda tergantung sebilah pedang panjang dengan hiasan ronce benang merah diaagangnya, kelihatan gagah dan menarik sikapnya.   Di kala Ling Kun-gi mengawasi orang, terasa oleh Ling Kun-gi bukan saja jari2 tangan Bun Hoan-kun yang menarik tangannya tadi tidak di-lepaskan, malah pegangan orang semakin erat dan sedikit gemetar.   Sorot mata si orang tua yang tajam berkilau menyapu pandang keseluruh penjuru, sebelah tangannya mengelus jenggot kambing dibawah dagu-nya, katanya sambil batuk2 kecil.   "Bukankah Hoan-rji berdua tadi menuju ke sini?" ... Hormat dan patuh sekali tampaknya sikap sipemuda, sahutnya. "Betul paman, mungkinkah adik Hoan mengalami apa2 di tengah jalan?"   Si tua batuk2 lagi, katanya dengan tertawa. "Keponakan tidak usah kuatir, bekal ilmu silat yang dipelajari Hoan-ji cukup berlebihan buat Hoan-ji berkelana di Kangouw. Mungkin mereka istirahat di dalam kota, marilah kau ikut Lohu mencarinya di kota."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sipemuda mengiakan penuh hormat, bayangan mereka lantas berkelebat menuju kearah kotadi balikhutansana. "Agaknya kedua orang ini tengah mencari nona Bun,"   Demikian batin Ling Kun-gi.   "   Kenapa dia malah menyembunyikan diri?"   Waktu dia ber-paling, tertampak air mata ber-kaca2 di kelopak mata Bun Hoan-kun, tentu saja semakin heran hati Kun-gi.. Agaknya Bun Hoan-kun sadar bahwa dirinya diperhatikan, cepat dia berdiri, mukanya merah malu, katanya getir.   "Tadi aku ketakutan, maaf akan sikapku yang tidak pantas, Ling-siang kong . "   Ling Kun-gi pun berdiri, sahutnya.   "Nona tak usah berkecil hati."   Lalu dia tanya penuh perhatian.."Apakah pamanmu pemberang? "   Bun Hoan-kun menggeleng, katanya.   "Biasa-nya paman sayang padaku, cuma .... aku tidak ingin pulang ....". "Siccia,"   Seru Suan Yan, sikapnya gugup.   "Ji-cengcu dan Sia ukong cu pasti akan balik lagi, lekaslah kita pergi." "Tak usah kau ceriwis,"   Bentak Bun Hoan--kun.   "memangnya aku tidaktahu, kalau akuti-dak mau pergi, siapabisa memaksaku?"   Lekas Ling Kun-gi berkata.   "Kalau nona ti-dak ingin bertemu denganpamanmu, sebaiknya memang lekas .pergisajadarisini." "Nanti sebentar lagi juga tidak jadi soal,"   SahutBun Hoan-kun, "Sebetulnya bukan kuingin menghindari paman ....   "   Sampai disini dia ragu, lalu bertanya dengan sikap prihatin.   "   Kulihat usia Ling siangkong masih begini muda, mungkin baru pertama kali berkelana di Kangouw?"   Ling Kun-gi manggut2, sahutnya.   "Betul, ba-ru sekali ini aku keluar pintu."   Tiba2 berseri girang wajah Bun Hoan-kun, dia keluarkan sebuah kantong kecil yang terbuat dari benang sulam sutera, di dalamnya berisi sebuah botol kecil porselin berbentuk bundar gepeng warna putih hijau dan diangsurkan pada Kun-gi.   katanya dengan tunduk malu2.   "   Dengan Ling siang-kong baru pertama kali ini aku berjumpa secara kebetulan, tiada barang lain kecuali Jing-sin-tan buatan keluarga kami sekedar sebagai kenangan, obat ini dapat memunahkan segala macam obat bius, Ling-siangkong baru mulai berkelana di Kangouw..perlu kau membawanya untuk menjaga diri."   Dia tidak menjelaskan bahwa kantong sutera itu adalah buatannya sendiri. Ling Kun-gi melengak, katanya.   "Besar arti pemberian nona, namun cayhe tak berani menerimanya..."   Semakin jengah wajah Bun Hoan kun, kata-nya malu2 dan gugup.   "Lekaslah terima, Ling-siang-kong, kau belum pengalaman mengembara di Kang-ouw yang penuh bahaya ini, obat2an ini dapat menolong kesulitanmu."   Lekas Siau Yan tampil kedepan, dari tangan majikannya dia rebut kantong sulam itu terus dijejalkan ke tangan Ling Kun-gi, katanya.   "Demi kebaikanmu, kenapa Ling-siangkong tampik pemberian siocia?"   Memegangi kantong sulam itu, merah muka Ling Kun-gi karena malu, mulutnya melongo. "Jangan ini itu lagi,"   Tukas Siau Yan.   "   Kantong itu sulaman siocia sendiri, setiap melihat kantong sulam itu berarti Siangkong selalu berhadapan dengan nona."   Sudah tentu gugup dan malu bukan main Bun Hoan-kun, omelnya.   "Siau Yan, siapa suruh kau ceriwis?" "Hamba tidak berani,"   Sahut Siau Yan sambil menyingkir dan melelet lidah. Dengan kasih mesra sekilas Bun Hoan-kun melirik Ling Kun-gi, lalu katanya dengan nada masgul.   "Ling -siangkong jagalah dirimu baik2, kamiakan berangkat."   Terharu Ling Kun-gi dia menjura sambil me-megangi kantong sulam itu, katanya.   "Terima kasih nona, harap nona juga jaga diri baik2."   Bun Hoan-kun tertunduk, air mata sudah berlinang, lantas ia beranjak keluar hutan-Siau Yan mengikuti di belakangnya, serunya sambil berpaling.   "   Ling-siangkong, jangan lupa mampir ke Ling lam menengok siocia."   Lambat laun bayangan mereka semakin jauh dan tak kelihatan lagi, Ling Kun-gi masih berdiri menjublek di luar hutan-Jari2 tangannya membolak -balik kantong sulaman itu, bau harum yang memabokkan merangsang hidungnya, masih terngiang ka-ta2 Siau Yan sebelum berpisah tadi.   "siocia sendiri yang menyulam kantong itu, melihat kantongsepertiberhadapandengansiocia sendiri."   Pada saat itulah tiba2 seseorang berkata dengan suara dingin. "Barang apa yang saudara pegang itu?"   Sebetulnya kepandaian silat Ling Kun-gi cukup tinggi, kalau ada orang mendekat masakah tidak diketahui? Soalnya baru pertama kali ini dia jatuh kasmaran, dia memegangi barang pemberian sijuita.   tak heran dia sampai terlongong lupa diri, Keruan kejutnya bukan main mendengar teguran orang, waktu dia angkat kepala, dilihatnya pemuda jubah kuning tadi sudah berdiri di depannya, mulutnya me-nyungging senyum dingin, matanya menatap tajam dan beringas ke arah kantong sulam yang dipegangnya.   Lekas Ling Kun-gi masukkankantongsulamitukedalambajunya.   "Nanti dulu,"   Cegah pemuda jubah kuning.   "barang apa yang kau pegang itu?"   Dengan sikap angkuh Ling Kun-gi menjawab.   "Apa kau bicara dengan aku?"   Si pemuda jubah kuning menyeringai, katanya dingin.   "Apa ada orang ketiga disini?" "Selamanyakitabelumpernahkenal, adapetunjukapa?"   Agaknya pemuda jubah kuning kurang sabar. katanya.   "   Kutanya barang apa yang kau pegang tadi?" "lnilah barangku sendiri, kenapa kau tanyakan?"   Jawab Kun-gi tak acuh. "Aku merasa kenal sekali akan barang itu, coba keluarkan biar kuperiksa." "Memang aku harus menurut?"   Berubah roman pemuda jubah kuning, katanya mengancam sambil mendekat selangkah.   "Keluar-kan tidak?"   Terangkat alis Ling Kun-gi, jengeknya.   "Kau mau main kasar?"   Sipemuda seperti mempertimbang apa2, maka kata Ling Kun--gi seperti tidak didengarnya, sesaat kemudian dia baru berkata. "Mungkinkah barang miliknya?" -"NYA"   Atau si dia yang dimaksud sudah tentu adalah Bun Hoan-kun. Panas muka Ling Kun-gi, katanya.   "Kau sedang mengoceh apa?"   Mendadak sipemuda berseru keras.   "Betul, memang itu kantong yang selalu di-bawa adik Hoan."   Tiba2 dengan pandangan penuh kemarahan dia tatap muka Ling Kun-gi, hardiknya beringas.   "   Kantong sulam itu kau dapat dari mana?" "Pedulikudapatdari mana?"jengekLing Kun-gi marah juga. "Barang milik keluarga Un dari Ling-lam, bagaimana mungkin berada di tanganmu?"   Keluarga Un dari Ling lam, jadi nona Bun itu sebetulnya she Un? Tapi Ling Kun-gi lantas menjawab.   "Aku tidak kenal keluarga Un dari Ling-lamyangterangorang lain yang memberi kantong ini padaku."   Berubah air muka si pemuda jubah kuning, tanyanya tak sabar.   "Siapa dia?" "Seorangsahabat.   Kautak mungkin kenaldia." "Katakan, dia she apa? "She Bun." "Lakiatau Perempuan?" "Dia adalah Piaumoayku." "Keluarkan kantong itu untuk kuperiksa, asal bukan milik adik darikeluargaUnsegera kukem-balikanpadamu."   Ling Kun-gi menggeleng, katanya.   "Kau terlalu memaksa .........." "Jadikau ingin dipaksa pakai kekerasan?" "Pakai kekerasanaku jugatidakgentar." "Baiklah, nah rasakan-"   Mendadak pergelangan tangannya bergerak. tahu2 sebuah jarinya menuding ke dada Ling Kun-gi, sekali tutuk lantas menye-rang Hiat-to mematikan, dari sini dapatlah dinilaiorang ini berhatikejam. Ling Kun-gi menyambut dengan sikap pongah.   "Rasakan juga boleh"   Dengan enteng tiba2 dia miringkan badan dan berkelit ke samping.   Tapi pada saat ia bergerak itu, mendadak terasa pula sejalur angin kencang yang tidak kelihatan me-nerjang dadanya.   Untung Ling Kun-gi sudah me-ngerahkan hawa murni pelindung badan, walau angin pukulan ini menerjang secara mendadak tetap tertolak oleh hawa pelindung badannya sehingga tidak ci-dera sedikitpun.   Namun hatinya kaget dan heran, batinnya.   "   Entah kapan dia lancarkananginpukulan ini, beginicepatdan tangkas?"   Waktu dia angkat kepala, dilihatnya pemuda jubah kuning mengepal tinju tangan kanan dan kiri melintang di depan dada, kelihatannya tidak bergerak sedikitpun. Tapi gaya orang sudah cukup mengejut-kan Ling Kun-gi, diam2 ia berteriak kaget dalam hati.   "Bu sing-kun."   Melihat Bu-sing-kun (pukulan tanpa suara) yang dilancarkannya secara diam2 jelas mengenai dada orang, tapi kenyataan lawan tetap segar bugar seperti tak terjadi apa2, mau tak mau berubah air muka pemuda baju kuning, pikirnya .   "   Kiranya dia telah meyakinkan Hou-sin-cin-khi (hawa murni pelindung badan)."   Semua ini hanyaberlangsungdalamsekejap.   Walau dalam hati kedua pihak sama kaget, namun mereka tidak lantas berhenti.   Sambil menyeringai tinju kanan si pemuda jubah kuning terbuka, telapak tangannya menepuk ke pundak kiri Ling Kun-gi sementara tangan kiri menekan turun, dua jari tangannya secepatkilat menutukKi-hay-hiatdi iga Ling Kun-gi.   Sedikit miringkan badan berbareng Ling Kun--gi lancarkan jurus No-liong-tui-hun (naga marah mendorong mega), secara terbalik dia menapak serangan tangan kanan lawan, sementara tangan kiri seperti menangkis tapi kelima jarinya tergenggam, yang digunakan adalah tipu To-pan -liong-ka (menjungkir balik tanduk naga), dengan mudahdiatangkap keduajaripemuda jubah kuning.   Dua jurus serang menyerang ini berlangsung dalam waktu singkat, semula terdengar suara plok.   tangan kanan Ling Kun-gi dengan telak saling ber-adu dengan telapak tangan kiri pemuda jubah kuning.   Terasa oleh pemuda jubah kuning telapak tangan Ling Kun-gi menimbulkan guncangan tenaga yang luar biasa besar dan keras, tanpa kuasa dia tertolak setengah tindak ke kanan-Berbareng terasa pula kedua jari kirinya tahu2 sudah tertangkap Ling Kun--giyangterus menelikungnyake belakang.   Semula kedua orang ini berdiri berhadapan, tapi karena lengan si pemuda jubah kuning ditelikung ke belakang, dengan sendirinya badannyaikutberputar,jadidiakini membelakangiLingKun-gi.   Dengan lutut kaki kanan Ling Kun-gi depak pantat orang serta melepas pegangan tangan kirinya, maka pemuda jubah kuning tersuruk sempoyongan lima langkah ke depan, Lintg Kun-gi tidak mengejar.   katanya dingin .   "Maaf, aku sih tidak suka main kasar.."   Mendadak pemuda jubah kuning membalik badan, wajahnya merah padam.   "Sret", dia cabut pedang yang berkilau, hardiknya bengis.   "   Keluarkan senjatamu."   Ling Kun-gi tidak acuh, ujarnya,.   "Barusan cayhe menaruh kasihanpadamu. tapi kautidaktahu diri?" "Hari ini ada kau tiada aku, marilah kita perang tanding pakai senjata."   Bertaut alis Ling Kun-gi, katanya.   "Apa perlu sampai demikian?" ^ Seperti dirasuk setan si pemuda jubah kuning mencak.   "Jangan cerewet, jiwamutetapkubunuh walautidakpakaisenjata." "Kalau demikian silakan turun tangan saja". "Baik. Hati2lah,"   Tiba2 pedangnya menutul, batang pedangnya mengeluarkan suara mendengung, di tengah jalan tiba2 sinar kemilauberkembang se-pertitiga kuntumbungayang mekar. "Ilmu pedang bagus"   Ling Kun-gi berseru me-muji.   Sedikit menariknapas, mendadakdiamenyurutmundurtigakaki.   Melihat lawan berkelit mundur, tapi tetap tidak mau melolos senjata, pemuda jubah kuning, menyeringai dingin, dengan cepat dia mendesak maju seraya mengayun pedang, beruntun dia menyerang tiga kali.   Walau hanya tiga jurus, namun sinar kemilau pedangnya sudah memenuhi udara sekitarnya laksana deburan ombaksamudera yang ber-gulung2.   Ling Kun-gi bergelak panjang, tiba2 kedua tangannya bergerak sekaligus, entah bagaimana tahu2 jari2nya mencengkeram ke tengah tabir sinar pedang lawan, gerakannya ini sangat aneh dan lucu.   Kepandaian pemuda jubah kuning bukan olah2 tingginya, pedang pusaka ditangannyapun tajam luar biasa, ternyata Ling kun-gi berani menangkap tajam pedangnya dengan tangan telanjang, keruan pemuda jubah kuning yang biasanya tinggi hati ini menjadi kaget.   Maklumlah biasanya dia selalu me-ngagulkan diri.   namun dia memang didikan dari keluarga persilatan ternama, pengalaman dan pengetahuannya cukup luas dan tinggi, otaknyapun dapat hekerja cepat, pikirnya.   "Kalau bocah ini tidak memiliki kepandaian khas, tak mungkin dia berani mengadu tangan dengan pedang pusakaku."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sebelum dapat menyelami gerakan lawan-betapapun dia tidak rela kalau pedangnya ketangkap Ling Kun-gi.   Sigap sekali dia mundur setengah langkah berbareng pergelangan tangan menyendal, ujung pedang seketika menerbitkan sinar benang beribu banyaknya dan mengurung rapat ke seluruh badan Ling Kun-gi.   Jurus Ban-liu-biau-si (berlaksa jalur daun liu bertaburan) yang dilancarkan ini mengincar seluruh Hiat-to musuh bagian depan, kalau latihan sudah mencapai tarap tertinggi, hanya sekali tusukan pedang saja dapat melukai 36 hiato-to mematikan, ilmu pedang ini merupakan salah satu dari tujuh ilmu khas keluarga Siau yang tersohor didaerah Lam siang.   Baru saja sipemuda jubah kuning melancarkan serangannya, Ling Kun-gi mendadak menghardik keras, tangan kanan menegak terus menabas, sementara tangan kiri secepat kilat meraih ke depan, tangannya merebut pedang lawan-Serangan telapak tangan di kanandan mencengkeramdari kiri inidilancarkansecaraserentak.   Serangan telapak tangannya menerbitkan angin kencang dan dahsyat, sehingga jurus Ban-liu-biau-si si pemuda jubah kuning betul2 mirip dahan2 pohon liu yang tertiup angin dan tercerai berai melayang tak keruan-Sedang kelima jarinya dengan tepat dapat menindih batang pedang orang pula.   Mimpipun tak pernah terpikir oleh pemuda jubah kuning bahwa Ling Kun-gi memiliki Lwekang selihay dan setinggi ini, lekas dia melejit mundur beberapa kaki dengan darah tersirap.   Sudah tentu ia tak tahu bahwa gerakan telapak tangan dari men-cengkeram secara berbareng dari serangan Ling Kun--gi ini memang mempunyai asal usul yang luar biasa.   Pukulan telapak tangan adalah mo-ni-in, suatu ca-bang ilmu pecahan dari ilmu tingkat tinggi Ih-kin-king, sedangkan cengkeraman tadi adalah jit-jiu--pok-liong (tangan kosong mengikat naga), salah satu tipu dari cap-ji-kim-Liong-jiu (dua belas jurus penangkap naga), cuma dia melancarkan serangan lengantangankiri, jadisecaraterbalikdarijurus2 ilmu silatSiau-limpay yang semestinya.   Pada saat pemuda jubah kuning melompat mundur itulah sesosok bayangan lainpun kebetulan meluncur turun di depan hutan sana.   Kedatangan orang ini tidak menimbulkan suara, belum lagi kedua orang yang berhantam melanjutkan gebrakannya, cepat orang itu membentak.   "Kalian lekas berhenti"   Ling Kun-gi berpaling, yang datang adalah laki2 tua kurus berwajah merah, jubah panjang dengan ikat pinggang sutera, dia inilah paman Bun Hoan-kun ladi. Terunjuk rasa girang pada wajah pemuda ju-bah kuning, lekas dia menyambut dengan laku hormat.   "Paman sudah datang"   Dengan pandangan tajam si orang tua menatap Ling Kun-gi, tanyanya.   "Siapakah saudara ini? Kenapa kalian berkelahi?" "Siautit tidak tahu siapa dia?"   Sahut pemuda ju-bah kuning, "cuma tadi kulihat dia memegangi kantong sulam mirip milik adik Hoan, maka kutanya dia peroleh dari mana? Ternyata dia tidak menjawab dan tidak mau mengeluarkan agar dapat kuperiksa." "   Omong kosong, kantong itu pemberian Piaumoayku, apa sangkut pautnya dengan kau?"   Bentak Ling Kun-gi.   Apa yang diucapkan Ling Kun-gi memang cukup beralasan, perempuan mana dalam kolong langit ini yang tidak pandai menyulam, barang kenang2an pemberian adik misan sendiri, mana boleh ditunjukkan kepada sembarang orang.- Tersenyum orang tua muka merah sambil mengelus jenggot, katanya.   "   Kalian masih sama muda dan berdarah panas, ini hanya salah paham, kini duduk persoalan sudah terang, toh kalian tidak ada permusuhan, buat apa harus bertempur mati2an?" "Tapi kantong itu jelas milik adik Hoan, Siautit tidak salah lihat,"   Pemuda jubah kuning, masih uring-uringan- Ling Kun-gi mengejek.   "Kau terlalu menghina orang, memangnya hanya keluargamu saja yang bisa menyulam kantongan (sejenis dompet dari kain) begini?" . orang tua muka merah ter-gelak2, katanya.   "Di sinilah letak persoalannya, kalian tidak mau mengalah, semakin debat urusan semakin runyam. Nah marilah, kalau tidak bertempur tidak akan kenal, kalian sama2 muda dan gagah, bagaimana kalau Losiu (aku yang tua) menjadi penengahnya?"   Sampai di sini dia berpaling kepada Ling Kun-gi dan mem-perkenalkan diri.   "Losiu Un It-kiau."   Lalu dia tunjuk pemuda jubah kuning dan menambahkan.   "Inilah Lollok (anak keenam) keluarga Siau dari Lam-siang, orang suka memanggilnya Kim-hoan-lok-long Siau Ki-jing ......."   Waktu bicara secara diam2 dia mengedip mata kepada pemuda jubah kuning yang masih ber-sungut2, kemudian dia berpaling dan mengawasi Ling Kun-gi, tanyanya.   "Dan saudara? Di mana tempat tinggalmu? Siapa oula saudara yang terhormat?" "cayheLingKun-gidariIng-cu,"Kun-gi menjawab. "Ling-lote berkepandaian tinggi, entah pernah apa dengan Hoanjiu-ji-lay, paderi sakti nomor satu yang dulu tersohor di kalangan Bu-lim itu?"   Kiranya dia sudah dapat meraba asal-usul perguruan Ling Kun-gi. Kejut juga hati Ling Kun-gi, batinnya.   "Bu-kan saja tinggi kepandaian silat orang ini, pengalamannya ternyata juga luas, sekilas pandang lantas tahu seluk belukku. Tapi meski kau tahu asal usul perguruanku, memangnya kau tahu bahwa guruku sengaja suruh aku pamer kepandaiannya, guru pernah berpesan. "Tunjukkan asal usul perguruan untuk menyembunyikan asal-usul riwayat hidupku."   Tapi bagaimana riwayat hidup dirinya, Kun-gi sendiri juga tidak tahu. Sesaat Ling Kun-gi bimbang, jawabnya kemudian.   "Beliau adalah guruku."   Terkejut dan terpancar pula mimik aneh pada muka Un it-kiau, katanya ter-bahak2 "Ternyata Ling-lote memang betul murid paderi sakti, sungguh beruntung dapat bertemu."-Tiba2 sorot matanya menjadi tajam, katanya pula.   "Jadi gurumu masih sehat walafiat, entah di mana beliau sekarang tinggal?" "Jejak guru tidak menentu, cayhe sendiri tidak^elas,"   Sahut Kungi. Un It-kiau manggut2, katanya.   "   Waktu gurumu mengembara di Kangouw dulu, jejaknya memang seperti naga di dalam awan yang kelihatan ekornya tapi tidak nampak kepalanya, tadi Losiu hanya tanya sambil lalu saja."   Lekas Kun-gi menjura, katanya.   "cayhe masih punya urusan, tak bisa berdiam lama, maaf cayhe mohon diri." "Ling-lote ada urusan, boleh silakan pergi,"   Ujar Un It-kiau. Ling Kun-gi manggut2 kepada mereka berdua terus melangkah pergi dengan cepat. Setelah bayangan Ling Kun-gi sudah jauh, terunjuk senyum sinis pada wajah Un It-kiau katanya kepada Siau Ki-jing.   "Mari kita kuntit dia" "Paman juga curiga kepada bocah itu...."   Ta-nya Siau Ki-jing. Un It-kiau sedikit manggut, katanya.   "Lohu kira munculnya bocah ini di sini tentu ada sebab-nya,"   Tanpa menunggu Siau Kijing tanya lebih lanjut.   dia lantas mendahului berlari pergi.   Dengan langkah cepat Ling Kun-gi menempuh pula perjalanan cukup jauh, mendadak dia hentikan langkahnya, matanya menjelajah keadaan sekeliling, tiba2 dia berkelebat masuk ke dalam hutan dipinggir jalan- Tujuan perjalanannya ini adalah menguntit si mata satu, tapi karena di Liong-kip tadi terpaksa dia harus mendemontrasikan kepandaiannya, mungkin laki2 yang berbaju biru sudah memperhatikan dirinya, jelas gerak gerik dirinya selanjutnya mengalami kesulitan.   Maka setelah keluar dari kota, dia cari tempat sunyi dan tersembunyi untuk merias diri, tak tahunya dia bersua dengan Un Hoan-kun dan pelayan pribadinya.   Gurunya Hoan-jiu-ji-lay sebelum mencukur rambut menjadi Hwesic di Siau-lim-si, Hoan--jiu-ji-lay adalah maling pendekar di kalangan kangouw, pandai tata rias, sudah tentu dalam bidang ini Ling Kun-gi juga seorang ahli.   Begitu masuk hutan dia lantas cari tempat sembunyi, segera ia merias dan berdandan diri.   Tak lama kemudian dia sudah ubah dirinya jadi seorang tua desa dengan rambut di samping kepala sudah ubanan, jenggot kambing menghias dagunya, setelah membereskan buntalannya.   dia simpan pedang di dalam baju, baru saja dia mau keluar, mendadak didengarnyaduaorang mendatangi sambilber-cakap2.   Kun-gi merandek.   didengarnya seorang yang muda berkata.   "Bocah itucukup licin, jelas tadidia menuju kemari, kenapajejaknya menghilang?"   Disusul suara serak berkumandang.   "Sebetulnya tidak perlu harus menguntit dia, Lohu hanya merasa ... ."   Hanya merasa apa? karena jaraknya semakin jauh, maka tak terdengar.   Tanpa melihat bayangan mereka Ling Kun-gi tahu bahwa kedua orang ini adalah Un It -kiau dan Kim-hoau-llok--long siau Ki-jing.   Dia melenggong mendengar percakapan mereka.   batinnya.   "Kiranya mereka sedang menguntitku, jangan anggap aku ini muridnya Hoan-jiu-ji-lay."   Waktu dia tiba di Thay-khong, hari sudah maghrib, rumah2 sudah pasang lentera.   Thay khong merupakan kota persimpangan jalan utara dan selatan, meski kota kecil, namun suasana kota cukupramaidalamkota kecil ini terdapattigabuahhotel.   Ling Kun-gi putar kayun sebentar dijalan raya, ia menemukan jejak si baju biru bersama pembantunya, mereka tengah makan minum di sebuah restoran, tapi dia tidak masuk ke sana, Dengan menghabiskan beberapa keping uang receh, dia mengorek keterangan pelayan hotel, ternyata dengan mudah dan cepat sekali dia menentukan tempat di mana si mata satu menginap.   .Itulah sebuah losmen kecil yang kotor di gang yang melintang di sebe-lah timur sana.   Maka Kun-gi juga mondok di losmen kecil ini.   Uang memang berkuasa, jangan kata manusia, setanpun doyan duit, demikianlah pelayan losmenpun mengatur segala keperluan Ling Kun-gi, dia ditempatkan di kamar seberang si mata satu.   Semalam suntuk tiada terjadi apa2, hari kedua pagi sekali sebelum si mata satu bangun tidur, Ling Kun-gi sudah mendahului menempuh perjalanan-setibanya di luar kota di sebuah tempat.   Kun-gi ubah diri pula menjadi pedagang setengah baya.   Dari toko kelontong tadi dia sempat membeli sebuah payung dari kertas minyak, maka dia sembunyikan pedangnya di dalam payung, payung di bungkus hingga cuma kelihatan gagangnya, orang tentu takkancurigakalaudia membekalsenjata.   Dengan memanggul buntalannya, dia langsung menuju ke Hoayyang.   Dari Thay-khong ke Hoay-yang jaraknya cuma tujuh li.   setelah menyamar jadi saudagar.   sudah tentu dia tidak boleh jalan terlalu cepat, dengan jalan lambat, diharap si mata satu dapat menyusul dirinya.   Tengah hari ia istirahat di Lo-bong-kip, tak lama kemudian dilihatnya si mata satu lewat di depan warung dengan langkah cepat.   Kejap lain Ling Kun-gi juga sudah menempuh perjalanan serta menguntit dari kejauhan-.   Sebelum petang dia tiba di Hoay-yang.   Karena si mata satu sudah sampai tempat tujuan, maka tidak berani berlaku lena, begitu masuk kota dengan ketat dia membayangi gerak-gerik orang.   Si mata satu sebaliknya memperlambat langkah setelah berada dalam kota, sambil berlenggang seperti tuan layaknya dia putar kayun dijalan raya, akhirnya memasuki sebuah restoran berloteng yang bernama Ngo hok ki.   cepat Ling Kun gi juga sudah berada di Ngo-hok-ki, sekilas pandang,dilihatnyasimtaasatududuksendiriandi mejatimuryang dekat jendela.   maka dia memilih meja yang letaknya tidakjauh serta pesan makanan- Hari sudah gelap.   tiba saatnya orang makan malam, lenterapun sudah dipasang terang benderang, maka tamu2 yang mau isi perut juga ber-duyun2 datang.   Si mata satu dengan asyiknya tenggak arak pesanannya, tapi mata tunggalnya selalu plirak-plirik memperhatikan setiap tamu yang baru datang.   Sudah tentu Kun gi tahu maksud orang, setelah tadi putar kayun dijalan raya, kini si mata satu duduk di tempat yang menyolok, maksudnya supaya menarik perhatian orang.   Karena Hoay-yang adalah tujuannya yang terakhir, entah kepada siapa dia harus menyerahkan barang yang dibawanya? Sudah tentu Kun-gi juga perhatikan setiap tamu yang datang, namun para tamu sudah ganti berganti dan pergi datang, tapi selama itu tiada satupun yang mengadakan kontak dengan si mata satu.   Kini tamu2 yang hadir sudah mulai berkurang, tinggal beberapa orang saja.   Agaknya si mata satu tidak sabar lagi setelah membayar rekening bergegas dia turun dari loteng restoran Kun-gi juga bayar rekening dan menguntit dari kejauhan-Tidak lama mendadak si mata satu mem-percepat langkah, membelok dua kali dari jalan raya yang satu kejalan raya yang lain, terus menyusur ke arah selatan, dua li kemudian keadaan di sini sudah mulai sepi danbanyakbelukar, taklamadiatiba di sebuahbiara.    Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo Perangkap Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini