Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 29


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 29


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Hoanthianeng Siu Ling yang memimpin sisa Cap ji-sing-siok akan dihadapi Loh-bi-jin dengan dara2 kembang sesuai yang dipesan oleh Thay-siang, sementara untuk menghadapi rombongan musuh di sebelah barat dan di depan ini, dia sendiri harus berdaya upaya.   Maka dia berbisik kepada Kongsun Siang supaya memimpin empat Hou-hoat-su-cia menghadapi rombongan musuh di sebelah timur yang dipimpin Liu-siancu.   Sementara empat Hou-hoat-su-cia yang lain di bawah pimpinan Ting Kiau di serahi tugas untuk melindungi tandu.   Sementara Kun-gi, Ko-lotoa, Song Tek sing Thio Lam-jiang berhadapan langsung dengan kekuatan utama musuh yang dipimpin Ci Hwi-bing.   cara pembagian ini kalau dinilai kekuatannya jelas pihak sendiri terlampau lemah, Tapi dalam keadaan kepepet pada saat genting ini, cara yang ditempuhnya ini sudah merupakan pilihan yang terbaik.   Bersinar tajam mata Ui-liong-tongcu, dengan kalem satu persatu dia awasi, setiap insan Pek-hoa-pang yang ada di tengah lapangan, kemudian terkulum secercah senyuman riang, congkak dan rasa kemenangan, dalam jarak dua tombak dia berdiri, suaranya bergetar keras.   "Siapakah yang bernama Ling Kun-gi, Cong-su-cia dari Pek-hoa-pang?' Dengan kalem Kun-gi melangkah maju, katanya.   "Cayhe inilah Ling Kun-gi, Ci-tongcu ada petunjuk apa?"   Pedang tersoreng dipinggang, jubah hijau yang dipakainya melambai tertiup angin, sikapnya tenang dan wajar, sungguh tak ubahnya seorang panglima perang yang sudah berpengalaman dan tabah menghadapi segala lawan.   Ko-lotoa, Song Tek-seng dan Thio Lam-jiang tetap beriring di belakangnya.   Seperti mataharimauyangbuasdan liar so-rot mataCiHwi-bing, katanya, menyeringai.   "Kau inikah Cong-su-cia itu?". Di taman belakang Pek-hoa-pang dulu dia pernah melihat Kun-gi duduk berjajar dengan Pek-hoa-pangcu, maka dia kenal Kun-gi.   "Mana Thay-siang kalian?"   Tanyanya pula. "Ya, beliaupun datang." "Kenapa menyembunyikan diri dalam tandu, persilakan dia keluar!' "Apakah Hwecu kalian juga akan keluar?"   Balas tanya Kun-gi. "Dengan kekuatan kami yang tangguh ini, memangnya perlu Hwecusendiriyang keluar?"ejek Ci Hwi-bing. Tawar tawa Kun-gi, ucapnya.   "Kalau Hwecu kalian tidak mau keluar, Thay-siang kami jugatidaksudi menemuimu."   Ci Hwi-bing terbahak sambil mendongak, serunya.   "Kalian sudah terjatuh ke dalam genggaman tanganku, ingin Lohu lihat sampai kapandia bisasembunyi didalamtandu." "Jadi Ci-tongcu sudah yakin kalau pihakmu pasti akan menang?"   JengekLing Kun-gi. "Memangnya kalian mampu keluar dari sini dengan masih bernyawa?" "Kukira belum tentu,"   Demikian ucap Kun-gi dengan sombong, "orang kuno ada bilang, orang bajik tidak akan datang, yang datang tidak mungkin bajik, kalau Pek-hoa-pang cuma macamnya orang2 segampang tahu dicacah memangnya bisa meluruk sejauh ini sampai di Kunlunsan ini?"   Berubah rona muka Ci hwi-bing, sebelah tangan mengelus jenggot dia tatap Ling Kun-gi sesaat lamanya, katanya.   "Tapi keadaan di depan mata sudah merupakan bukti, kalian masuk perangkap dan terkepung dari tiga jurusan, jelas berada dalam situasi yang kepepet, inilah kenyataan yang tak bisa diperdebatkan lagi, kau bukan orang bodoh, memangnya tidak bisa menilainya sendiri." "Tidak, Cayhe tetap berpendapat pihak mana yang bakal gugur masihsukardiramalkan,"   Kun-gi tetap memberitanggapantegas. Terkekeh mulut Ci Hwi-bing, senyum sinisnya semakin tebal disertai rasa gusar, suaranya berubah kereng berat.   "Lohu dengar, katanya kau adalah murid Hoanjiu-ji-lay Put-thong Taysu?" "Memangnya perlu kuterangkan lagi?"   Jengek Kun-gi.   "Mengingat gurumu Put-thong Taysu, Hwecu tidak ingin bermusuhan dengan kau, maka Lohu di perintahkan untuk menasihati kau bahwa permusuhan Hek-liong-hwe dengan Pek-hoapang tiada sangkut pautnya dengan kau, tak perlu kau ikut basah dalam air keruh ini, terutama mengingat ilmu silat yang kau pelajari begitu tinggi, masa depanmu gilang gemilang, jika kau sudi mampir ke Hek-liong-hwe kami, Hwecu juga bisa memberi kedudukan Conghou-hoat yang lebih agung padamu."   Kun-gi tertawa, katanya.   "Kebaikan Hwecu kalian, Cayhe terima didalam hatisaja." "Jadikautidak mauterimaundangankami?" "Sekarang Cayhe adalah Cong-hou-hoat-su-cia dari Pek-hoa- pang, sebagai seorang ksatria memang bisa aku harus bermuka dua, pagi berpihak sini dan malam berpihak sana, sekarang, kata2 Ci-tongcu tadi kuputar balik dan kupersembahkan kembali padamu, kalau sekarang aku membujuk Ci-tongcu menyerah dan berpihak pada Pek-hoa-pang bagaimana?"   Ci Hwi-bing manggut2, katanya.   "Maksud Hwecu, jika Ling-lote tidak mau menyerah, beliau pun mengharap kau mengundurkan diri saja dari keterlibatanmu ini, jangan sampai diperalat oleh Pek-hoapang, asal kau mengangguk segera kusuruh orang mengantarmu turun gunung, bagaimana pendapat mu. Kun-gi tertawa, katanya.   "Jika Thay-siang kita juga membujuk umpama Ci-tongcu tidak mau takluk kepada Pek-hoa-pang, silakan selekasnya kau mengundurkan diri saja, bagaimana pendapat Ci- tongcu?"   WajahCiHwi-Ling berubahkelam."Jadi kau tetapmembandel." "Seperti kau Ci-tongcu, masing2 orang mempunyai tekadnya sendiri2" "Ling Kun-gi, kebodohanmu ini akan menghancurkan masa depanmu sendiri." "Cayhe tidak habis pikir, dalam hal apa aku akan menghancurkan masa depanku sendiri?" "Baiklah Lohu terangkan padamu, Pek-hoa-pang main pikat terhadap insan persilatan dengan paras elok anggotanya, paling2 mereka hanya perkumpulan orang2 durhaka dan khianat, sekarang kausudah mengertibukan?"   Bahwa Pek-hoa-pang dituduh sebagai khianat mau tak mau bergetar hati Ling Kun-gi, semakin tebal rasa curiganya. Dia masih ingat Thay-siang pernah berkata demikian.   "Mereka (maksudnya Hek-liong-hwe) kecuali mengerahkan beberapa anggota cakar alap2, memangnya bisa mengerahkan jago2 silat dari mana?"   Semula Kun-gi mengira permusuhan antar Pek-hoa-pang dan Hek- liong-hwe hanya pertikaian biasa antara sesama perkumpulan yang berkecimpung dalam percaturan Kangouw, tapi dari ucapan Ci Hwibing tadi dia menarik kesimpulan bahwa permusuhan kedua perkumpulan inijugaadahubungannyadenganpihakpenguasa.   Ko-lotoa tetap berdiri di belakang Ling Kun-gi, dia hanya berdiri diam mendengarkan percakapan kedua pihak.   Maklumlah, dia hanya sebagaipenunjuk jalan, tiadahakuntuk ikutbicaradihadapanCongsu-cia.   Apalagi Ling Kun-gi tidak termakan oleh bujuk rayu Ci Hwibing yang akan menariknya ke pihaknya, maka dia anggap tak perlu ikut berbicara.   Tapi kini persoalan sudah lain, kaum persilatan umumnya memang mengalami kehidupan pahit di ujung senjata, tapi sekali urusan menyangkut pihak yang berkuasa, siapapun tak berani memikulakibatnyadituduh sebagaipengkhianatnegara.   Melihat Kun-gi mendadak terdiam, Ko lotoa mengira dia keder karena dituduh sebagai "pengkhianat".   Sejauh ini urusan telah berkembang, maka dia tidak hiraukan kedudukannya sekarang sebagai penunjuk jalan lagi, segera ia menghardik.   "Ci Hwi-bing, kau bangsat keparat, pengkhianat bangsa kau anggap sebagai bapak, paling2 kau hanya diangkat sebagai Tongcu, memangnya kau punya masa depan pula"   Melotot mata Ci Hwi-bing, bentaknya dingin.   "Kau Ko Wi-gi. Haha, memangnya Hwecu sedang mencari kalian kawanan pengkianat ini, ternyata kau berani antar jiwamu ke sini, ini namanya sorga ada pintu kau tak mau masuk, neraka buntu justeru kau terjang."   Ko-lotoa menarik muka, katanya sinis.   "Kalau aku berani datang, memangnya gentar berhadapan dengan kalian cakar alap2 antek kerajaan ini? Lihatlah panji yang berkibar? Tujuan kami adalah menyapu bersih Hek-liong-hwe dan menumpas sampah persilatan ..... .. ."   Muka Ci Hwi-bing yang merah seketika diliputi amarah yang meluap2, bentaknya mengguntur. "Pengkhianat, kematian sudah di depan mata masih berani bertingkah." "Ci-tongcu,"   Laki2 tua bermuka tirus di sebelah kanannya buka suara.   "Lohu ingin bertanya beberapa patah kata kepada bocah she Ling ini."   Ci Hwi-bing segera berubah sikap, katanya berseri tawa. "Tokkoheng silakan bicara."   Lalu dia mundur selangkah. Mendelik kedua mata kakek muka tirus, tatapannya yang beringas se-olah2 hendak menelan Ling Kun-gi bulat2, katanya. "Anak muda, Lohu ingin bertanya padamu, kau harus menjawab dengan baik."   Melihat Ci Hwi-bing terhadap kakek kurus ini begitu hormat, Kungi tahu kalau kedudukan si kakek mungkin di atas Ci Hwi-bing, tapi sikapnya tetap tak berubah, jawabnya dengan tertawa.   "Bergantung soal apa yang kau tanyakan." "Lohu Tokko Siu, tentunya sudah pernah kau dengar dari gurumu?"   Ucap si kakek kurus. "Kiranya bangkotan tua yang sukar dilayani,"   Demikian batin Kungi, Tapi dia tetap tertawa, katanya.   "Ada pertanyaan apa, boleh Loheng katakan."   Terunjuk rasa kurang senang pada wajah Tokko Siu, katanya. "Pernah Lohu bertemu beberapa kali dengan gurumu, usiamu masih semuda ini, tua bangka seperti aku berani kau pandang sebagai Loheng (saudara tua)?"   Kun-gi tertawa lantang, katanya.   "Suhu pernah memberitahu padaku, beliau selama hidup tidak pernah punya sahabat, maka Wanpwe juga tidak pernah pandang siapapun sebagai angkatan tua, selama berkelana di Kangouw tak pernah kupandang diriku sebagai angkatan muda, bahwa kupanggil kau Loheng, ini cocok dengan ajaran Nabi bahwa di empat penjuru lautan semuanya adalah saudara, memangnya ucapanku salah?" "Ada guru pasti ada murid,"   Dengus Tokko Siu.   "anak muda, orang yang bermulut besar dan kurangajar harus betul2 memiliki kepandaian sejati." "O, jadi Loheng ingin menjajal betapa besar bobotku?" "Masih ada persoalan yang ingin Lohu tanyakan lebih dulu." "Katakan saja." "Lohu punya dua murid, semua mati di tangan Pek-hoa-pang, kau sebagai Cong-su-cia Pek-hoa-pang, tentunya tabu siapa yang membunuh mereka?" "Siapa muridmu itu?" "Kedua murid Lohu itu masing2 bernama Pek Ki-han dan Cin Tekhong."   Ling Kun gi melengggong mendengar kedua nama ini, kiranya kedua orang ini adalah saudara seperguruan, dari sini dapatlah dimengerti bahwa Tokko Siu tentu mahir menggunakan ilmu yang serba dingin. Sekilas berpikir dia mengangguk, katanya.   "Sudah tentu Cayhe tahu jelas akan kematian kedua muridmu itu." "Lekas katakan,"   Beringas muka Tokko Siu.   "siapa yang membunuh mereka?"   Diam2 Kun-gi membatin.   "Ci Hwi-bing sendiri yang membawa Pek Ki-han dan Lan Hau meluruk ke Pek-hoa-pang, akhirnya hanya dia seorang yang berhasil lolos, agaknya dia tidak menceritakan duduk persoalan yang sebenarnya'"   Segera katanya.   "Waktu muridmu Pek Ki-han meluruk ke Pek-hoa-pang, karena tidak sudi ditawan, dia rela bunuh diri, Ci-tongcu berada di sini, boleh kau tanya padanya."   Tokko Siu berpaling, tanyanya.   "Ci-tongcu, apa betul demikian?" "Betul, tapi kematian Pek-heng betapapun harus diperhitungkan pada pihak Pek-hoa-pang." "Memang masukakal. Lalu, CinTek-hong?" "Cin Tek-hong berhasil menyelundup ke Pek-hoa-pang, malah diangkat jadi Houhoat, di Gu-cu-ki rahasianya terbongkar oleh Cayhe, kebetulan Hwi-liong-tongcu Nao Sam-jun memburu datang bersama Cap-ji sing-siok dan mengepung kami, Nao Sam-jun beranggapan muridmu telah membocorkan rahasia Hek-liong-hwe, maka Cin Tek-hong dibunuhnya dengan senjata rahasia beracun .. . ." "Jadi maksudmu, bukan kalian yang membunuh Cin Tek-hong?"   TeriakTokko Siu marah2. Tegak alis Kun-gi, katanya lantang.   "Tadi Cing-tongcu sudah bilang, sudah tentu perhitung-an ini harus dibereskan dengan Pekhoa-pang."   Muka tirus Tokko-Siu yang semula pucat seputih kertas pelan2 bersemu hitam, hardiknya bengia.   "Katakan, kepada siapa Lohu harus membuat perhitungan?"   Kedua tangannya sudah terangkat di depan dada, sorot matanya yang mencorong dingin menatap Ling Kun-gi, setiap saat dia sudah siap turun tangan. "Awas Cong-coh,"   Ko lotoa memperingatkan. Song Tek-song dan Thio Lam-jiang yang berdiri di kanan-kirinya serentak memegang gagang pedang dan siap tempur. Sebaliknya Kun-gi bersikap kalem, wajar seperti tanpa persiapan, katanya tawar.   "Bahwa kita sudah berhadapan dimedan laga, kalau kau mau membuat perhitungan dengan aku boleh saja." "Bagus sekali"   Dangus Tokko Siu. Tiba2 kakek bermuka kuda di sebelah kiri berteriak.   "Tunggu sebentar Tokko heng, akupun ingin tanya siapa pula yang telah membunuh muridku? Nah, orang she Ling, muridku Lan Hau siapa yang membunuhnya?" "Cayhe sudah bilang, kalau toh kita sudah berhadapan di sini, urusan apapun dan berapa banyak yang akan kalian bereskan, semua tujukan saja pada orang she Ling ini." "Anak muda, besar amat mulutmu, kau mampu membereskannya?"   Jengek kakek muka kuda.   "Kalau Cayhe tidak dapat membereskannya, memangnya aku bisadiangkatsebagaiCong-su-cia Pek-hoa-pang?" "Usiamu begini muda, kau memang pemberani, tapi kalau Thaysiang kalian sudah datang, sudah tentu kami akan mencari perhitungan padanya." "Tidak sulit untuk kalian menemui Thay-siang, lalui dulu diriku ini."   Kakek muka kuda menarik muka, serunya gu-sar.   "Keparat, kau ingin mampus." "Menang kalah belum ada ketentuan, memangnya pasti Cayhe yang akan mampus?"   Dengan angkuh kata si muka kuda.   "Aku Dian Yu-hok, pernah dengar tidak?"   Mulut bicara kakipun melangkah maju.   Dian Yu-hok dijuluki orang Lam-sat-sin (malaikat maut), sudah tentu Kun-gi pernah mendengar namanya, kebesaran namanya tidaklebihrendah daripadaPing-sin(malaikates)Tokko Siu.   Kedua tokoh Kosen dari aliran jahat yang termasuk kelas top ini, memang merupakan golongan tersendiri dalam percaturan dunia persilatan, kehebatan mereka pernah menggetarkan delapan penjuru, kebanyakan perguruan silat dari aliran besar kecil segan mencari setoripada mereka.   Melihat Dian Yu-hok sudah mengambil ancang2 hendak menyerang Kun-gi, lekas Tokko Siu berteriak.   "Dianheng, tunggu sebentar, bocahiniserahkanpadaku,"   Lam sat-sin Dian Yu-hok menarik mukanya yang panjang seperti tampang kuda, katanya dingin.   "Bukan soal serahkan atau berikan pada siapa? Yang terang dia membunuh muridku dan sudah berani memikul tanggung jawab, memangnya aku tidak pantas menuntut balas padanya?"   Kurang senang Tokko Siu, katanya.   "Paling tidak aku kan sudah bicara lebih dulu padanya."   Kun-gi tertawa, katanya.   "Tak usah kalian berdebat, Cayhe hanya seorang diri dan tidak mampu membelah tubuh untuk sekaligus menghadapi kalian. Nah, kailan maju bersama saja, akan kuhadapi sekaligus."   Sementara Kun-gi bicara, Dian Yu-hok dan Tokko Siu sudah berebut maju, sama2 tak mau mengalah sehingga jarak mereka sudah dekat di kirikanan Kun-gi. Tokko Siu membentak.   "Anak muda, keluarkan senjatamu." "Sret", Kun-gi melolos keluar Ih-thiankiam dan melintang di depan dada, ia pandang bergantian kedua musuh, katanya. "Silakan kalianpun keluarkan senjata." "Peduli senjata macam apapun selalu kuhadapi pula dengan keduatelapaktanganku ini,"demikianujar TokkoSiu. Kun-gi tertawa angkuh, pelan2 dia masukkan kembali Ih- thiankiam ke serangkanya, katanya.   "Kalau kalian tidak mau pakai senjata, biarlah ku layani dengan kedua telapak tanganku pula."   Dian Yu hok melenggong, katanya.   "Anak muda dengan bertangankosong,kaumampu menghadapikamiberdua?" "Kalian tidak perlu urus,"   Ejek Kun-gi.   "kalau tetap ingin membuat perhitungan dengan Pek-hoa-pang, Cayhelah yang akan menghadapi, kalau Cayhe beruntung menang, maka perhitungan kalian harap dianggap impas, kalau Cayhe kalah, anggaplah aku tidak becus, matipan aku tidak menyesal, setelah kalian berhasil menagih utang, maka bolehlah pulang saja."   Sekilas Tokko Siu melirik ke arah Dian Yu-hok, katanya mengangguk.   "Bagaimana pendapat Dianheng?"   Lansat-sin Dian Yu-hok mengangguk, katanya.   "Baiklah, kita turuti saja kehendaknya."   Kun-gi maklum pertempuran hari ini baik menang atau kalah akhirnya pasti membawa akibat yang luas artinya, sudah tentu dia tidak berani gegabah, diam2 ia kerahkan seluruh kekuatan Lwekangnya, cuma lahirnya tetap tenang, wajahnya tersenyum lebar malah.   Diam2 Ko-lotoa mengerut kening, tanyanya lirih.   "Cong-su-cia betul2 hendak melayani kedua bangkotan ini?"   Sebagai seorang kelasi dari Pek-hoa-pang yang bertugas penunjuk jalan, kedudukannya amat rendah, tapi dari percakapan Hoanthianeng Siu Eng dan Ui-liong-tongcu Ci Hwi-bing tadi, Kun gi tahu bahwa Ko-lotoa adalah salah satu dari tiga puluh enam panglima Hek-liong-hwe dulu, maka ia menduga bahwa Thay-siang mengutus dia sebagai penunjuk jalan mungkin, mempunyai maksud yang besar artinya, selama ini dia tidak anggap orang sebagai penunjuk jalan belaka, maka demi mendengar pertanyaan orang, segera ia menjawab dengan suara lirih pula.   "Betul, situasi rada genting, terpaksa aku harus layani mereka, Ko-heng bertiga harap mundur beberapa langkah, perhatikan Ci Hwi-bing dengan keempat anak buahnya, jangan biarkan mereka menerjang kemari sehingga kedudukan kita menjadi kacau."   Ko-lotoa mengangguk, katanya.   "Cong-su-cia tak usah kuatir, tugas ini cukup dimaklumi olehku, cuma Tokko Siu dan Dian Yu-hok meyakinkan ilmu silat yang beracun jahat, dengan satu lawan dua Cong-coh harus hati2."   Tengah mereka bicara, Ping-sin Tokko Siu sudah tak sabar lagi, selanya dingin.   "Sudah selesai kalian berunding?"   Lekas Kun-gi berpaling, katanya tersenyum "Baiklah, silakan kalian memberi petunjuk." "Kau berani menghadapi kami berdua, mungkin tiada kesempatan balas menyerang,"   Kata Tokku Siu, kontan tangan terayun terus menepuk ke depan.   Gaya tepukan tangannya seperti tidak menggunakan tenaga.   tapi segulung angin keras segera mendampar.   Dalam seleksi adu kepandaian di Pek-hoa-pang tempo hari Ling Kun-gi pernah saksikan pukulan telapak tangan Cin Tek-hong yang kuat, Tokko Siu adalah gurunya, sudah tentu juga mahir dalam ilmu pukulan, maka sejak tadi dia sudah siaga, melihat lawan memukul segera dia melejit ke samping menghindarkan diri.   Melihat lawan menyingkir, Lansat-sin Dian Yu-hok segera membentak.   "Awas."   Tangan kanan lantas memukul dari samping, segulung angin keras kontan menerjang tubuh Ling Kun-gi.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tanpa menoleh lekas Kun-giayuntangan kiri kesamping.   Setelah memukul sebetulnya Dian Yu-hok hendak mendesak maju lebih dekat dan menambahi pukulan lain, tapi mendadak terasa segulung kekuatan yang tidak kentara langsung menahan tubuhnya, keruan kagetnya bukan main, batinnya.   "Ilmu silat bocah ini, ternyata tidak boleh dipandang enteng."   Terpaksa pukulan telapak tangannya segera dia tarik kembali serta didorong pula keluar, dengan demikian barulah tenaga dorongan lawan yang tidak kentara itu dapat dibendungnya.   Kejadian berlangsung dalam sekejap mata, setelah pukulan Tokko Siu berhasil dihindarkan Ling Kun-gi, sambil terkekeh dia gentak lengan bajunya, jari2 tangan yang kurus panjang mirip cakar burung lantas menongol keluar serta mencakar2 ke udara dua kali.   Mendadak dia menubruk maju, tutukan dan pukulan dilancarkan sekaligus menyerang Kun-gi.   Kali ini Kun-gi tidak berkelit lagi, dia kembangkan Cap-ji-kim-liong-jiu, tutukan jari dan pukulan telapak tanganpun dilancarkan tak kalah lihaynya, malah variasinya lebih banyak, sekarang kanan, lain kejap tahu2 kiri, jadi kanan kiri saling berlawanan, secara sengit serta cepat dia hadapi rangsakan Tokko Siu, Hiat-to besar dan urat nadi orang menjadi sasaran serangannya.   Ca-ji-kim-liong-jiu diciptakan dari Ih-kin king yang diselami secara mendalam, sebetulnya merupakan ilmu pusaka Siau-lim-pay yang tak diajarkan kepada orang luar, kini dikembangkan tangan kiri Ling Kun-gi, perbawanya sungguh hebat, umpama setan iblispun tak mampu menghadapinya.   Waktu Kun-gi berkelit tadi, Lansat sin Dian Yu -hok pernah menyerangnya sekali, tapi setelah itu dia berpeluk tangan dan berdiri menonton saja.   Maklumlah, dia sudah menjajaki bahwa kepandaian Kun-gi ternyata tidak lebih rendah daripada kepandaian sendiri, Dian Yu-hok berasal dari suku Miau yang punya watak suka curiga, di samping selama puluhan tahun berkelana di Kangouw, pengalaman memberitahu padanya sebelum tahu jelas seluk beluk kepandaian Ling Kun-gi, dia takkan sembarangan turun tangan.   Kini dia berdiri di pinggir gelanggang dan mengawasi dengan penuhperhatiankedua orangyanglagiberhantam.   0odwo0 Di sini Ling Kun-gi tengah menghadapi rangsakan Tokko Siu, sementara Ui-liong-tongcu Ci Hwi-bing telah menggerakan pedang, dengan keempat anak buahnya segera dia menerjang ke arah Ko-lotoa bertiga, bentaknya.   "Ko Wi gi, dua puluh tahun lebih kita tak bertemu, biarlah hari ini aku mohon pnngajaranmu."   Setelah Kun gi turun gelanggang, maka Ko-lotoa merupakan pentolan di antara mereka bertiga, maka Ci Hwi-bing lantas mengincarnya lebih dulu.   Ko-lotoa tertawa, mendadak dari samping badan dia mengeluarkan sebatang besi, mendadak kedua batang besi dia sambung terus diputar ke kanan-kiri menjadi sebatang tumbak besi, hardiknya.   "Memang aku juga ingin mohon pengajaranmu." "Lihat pedang, Ko Wi-gi!"   Bentak Ci Hwi-bing terus mendahului ayun pedang menusuk lambung Ko-lotoa. Ujung tumbak Ko-lotoa ternyata bergantol, bentaknya dengan suara keras.   "Serangan bagus!"   Berbareng tumbak menyampuk dan menarik.   Kedua orang segera saling serang dengan cepat, pertempuran mereka cukup sengit dan menegangkan.   Melihat Tongcu mereka melabrak Ko lotoa, empat anak buahnya berpakaian hitam di belakang Ci Hwi-bing segera ikut menyerbu maju.   "Sret", Song Tek seng segera cabut pedang, katanya dengan tertawa.   "Thio heng, kebetulan kita masing2 kebagian dua orang. Hayo kita berlomba, coba siapa merobohkan mereka lebih dulu."   Mulut bicara, pedangpun bekerja, sekali tutul pedangnya mamancarkan bintik sinar kemilau bagai rantai perak tahu2 meluncur ke tenggorokan kedua lawan yang menyerbu tiba.   Sekali bergerak, Loanbi-hong-kiam hoat dari Go-bi-pay segera dia kembangkan dengan sengit.   Thio Lam-jiang ter-bahak2, serunya.   "Baiklah, marilah kita berlomba mengalahkan musuh."   Tangan kanan meraih, badanpun bergerak, sebelum lawan menerjang tiba dia sudah melambung ke atas, sinar pedang menyamber ke batok kepala kedua lawan.   Serangan pedang yang dilancarkan dengan badan menukik ini ternyata bukan olah2 lihaynya, Kiranya Thio Lam-jiang juga telah keluarkan ilmu pedang Hing-sanpay yang ganas.   Tapi keempat orang berbaju hitam yang menjadi lawan mereka adalah empat diantara ke12 Sin Ciu dari Ui-liong-tong yang "   Kenapa kau tidak menungguku?" "Nona mau ke mana? "Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?"   U n memiliki kepandaian kelas satu.   Apalagi pedang merekapun berwarna hitam gelap dan tak memancarkan sinar, jangankan di tengah malam gelap, umpama di tengah siang hari juga sukar untuk mengikuti dilancarkan Song Tek-seng segencar hujan lebat, lawan merasa sepertidisampuk ribuanjarumtajamyangsukardijajaki.   Sedangkan Hing-san kiam-hoat yang dikembangkan Thio Lam- jiang mendenging nyaring, badan berlompatan naik turun, ada kalanya dia melambung ke udara dan menerkam laksana elang menerkam anakayam.   Dengan kerja sama mereka berdua yang ketat ini, ternyata rangsakanlawanberhasil dibendung, untukbeberapa kejaplamanya mereka sama kuat dan tiada yang lebih unggul atau asor.   Bayangan orang lari kian kemari, sementara sinar pedang saling berseliweran, di sana-sini mulai terjadi pertempuran yang gaduh dan sengit.   Begitu pertempuran kalut berlangsung di depan Ui-lionggiam, maka Hoanthianeng Siu Eng yang memimpin sisa Cap-ji-sing siok segera berhadapan dengan 20 dara kembang di bawah pimpinan Loh-bi-jin, mata tunggalnya kelihatan beringas, tiba2 ia angkat tangan seraya membentak.   "Serbu!"   Belum lenyap suaranya, sembilan orang yang seluruh tubuh terbalut dalam kulit anjing laut segera berlompatan maju, sisa Cap ji-sing-siok ini segera menyerbu dengan nekat.   Ke 20 dara kembang sejak tadi sudah siaga, jarak kedua pihak sebetulnya ada empat tombak, begitu melihat kesembilan Sing-siok menubruk maju, 18 orang di antara para dara kembang tiba2 berpencar menjadi dua kelompok, gerakan mereka begitu rapi dan terlatih, orang berada di ujung kanan mendadak mengayun tangan dan menimpukkan setitik sinar biru, sementara yang berada di ujung kiri juga mengayun tangan, entah darimana tahu2 tangan kedua orang sudah memegang seutas rantai sebesar ibu jari, begitu pinggang mereka meliuk, badanpun tiba2 mendekam ke tanah.   Gerakan ini boleh dikatakan dilakukan serempak oleh delapan belas dara kembang, jelas bahwa mereka sudah lama terlatih dan digembleng.   Tatkala sembilan Sing-siok itu menubruk tiba, Loh-bi-jin sedikit mendak, segesit burung ia melayang kedepan.   Sementara sembilan musuh sudah menerjang tiba, tapi mereka dipapak timpukan titik biru dari para dara kembang, mereka mengapung di udara, untuk berkelit jelas tidak mungkin, soalnya mereka terlalu yakin akan pakaian yang kebal senjata, maka merekapun tidak berusaha menghindar.   Betapa cepat luncuran kedua pihak yang saling tubruk dan timpuk ini.   Tahu2 sembilan titik sinar biru dengan telak mengenai tubuh sembilan Sing-siok dan meledak, seketika asap biru mengepul dan apipun berkobar dengan ganasnya.   Pakaian yang dikenakan para Sing-siok itu menutupi seluruh anggota badan dari kaki sampai kepala, yang kentara hanya kedua mata mereka, maka kobaran api yang panas disertai asap tebal biru ini seketika berkobar di depan dada mereka, kecuali kobaran api, pandangan mata merekapun tertutup oleh asap sehingga tidak bisa melihat keadaan sekitarnya lagi.   Kepandaian silat kesembilan Sing siok ini jelas tidak lemah, tapi berada di udara, tahu2 dia terbakar, keruan kaget mereka bukan main, dalam gugupnya mereka berusaha memadamkan api sambil menepuk2 dada sendiri.   Sembilan orang melakukan gerakan yang sama.   Maklumlah, siapapun kalau dada terjilat api, secara otomatis pastiberusaha memadamkannyadengantepukan keduatangan.   Tapi di luar dugaan mereka bahwa ledakan api ini buatan khusus dari Pek-hoa-pang untuk menghadapi mereka, begitu besar daya bakarnya, menyentuh barang apapun api pasti berkobar, sebelum menjadi abu daya bakarnya tidak akan padam, siapapun takkan mampu memadamkannya.   Karena berusaha memadamkan api, maka lengan baju mereka yang lebar menimbulkan kesiur angin yang malah menambah besar kobaran api sehingga lengan baju merekapun ikut terbakar.   Sembilan Sing-siok jadi mencak2 sambil ber-teriak2 panik seperti manusia api, siapapun yang dekat mereka, sekali terpegang dan dipeluk, tentu jiwa akan ikut melayang dan terbakar mampus bersama mereka.   Tapi delapan belas dara kembang sudah siaga, dua orang satu kelompok, masing2 memegang ujung rantai yang cukup panjang dan siap mendekam di tanah.   Karena sekujur badan terjilat api, pandanganpun terganggu asap tebal, hakikatnya para Sing-siok yang panik terbakar itu tak melihat keadaan sekitarnya lagi, baru saja kedua kaki mereka hinggap ditanah, dua dara kembang segera mengayun tangan, dengan rantai panjang mereka menjirat kedua kaki orang Sudah tentu para Sing-siok tak pernah pikir bakal kecundang begini rupa, satu persatu mereka terjungkal roboh, belum lagi para Sing-siok itu berbuat banyak, segesit kera para dara kembang sudah melejit bangun dan berlompatan menyilang sehingga kaki orang betul2 terbelenggu oleh rantai dan ditarik ke kirikanan dengan kencang.   Begitu roboh dengan kaki terbelenggu oleh rantai, kesembilan Sing-siok meronta2 dan bergulingan di tanah.   Sementara api berkobar semakin besar.   Hanya beberapa kejap saja sembilan orang aneh yang berpakaian kebal senjata itu hanya meronta beberapa kali, akhirnya tak bergerak lagi, dengan cepat api membiru itu mengeluarkan bau hangus terbakarnya badan manusia yang tak sedap, Cap-ji-sing-siok yang selama ini dibanggakan oleh Hwi-liong- tong, bukan saja kebal senjata, malah sudah malang melintang di Kangouw tak pernah kecundang, tak nyana hari ini tertumpas habis begitu saja oleh para dara2 cantik yang cekatan ini, belum gebrak semuanya sudah roboh dan mati terbakar menjadi abu.   Dalam pada itu waktu kesembilan Sing-siok menubruk maju tadi, Loh-bi-jin juga meluncur ke depan memapak Hoanthianeng Siu Ing, bentaknya menuding.   "Orang she Siu, hari ini adalah hari ajalmu, lihat pedang!"   Dari depan segera pedangnya menusuk.   Mimpipun Hoanthianeng Siu Ing tak pernah menduga bahwa kesembilan Sing-siok baru saja ke luar, tahu2 Loh-bi jin juga menubruk ke arahnya.   Keruan dia kaget, sedapatnya dia miringkan tubuh sambil melompat meluputkan diri dari tusukan orang berbareng tangan kirinya tahu2 mencakar dan menangkap pergelangantanganLoh-bijinyangpegang pedang.   Gerakan mundur sambil menyerang ini dibarengi tangan lain melolos sebatang pedang warna hitam legam, dengan senjata di tangan dia kelihatan beringas, teriaknya bengis.   "Budak ....!"   Belum lagi lanjut, pada saat itulah didengarnya suara ledakan ramai disertai percikan api yang segera ber-kobar.   Waktu dia berpaling, dilihatnya kesembilan Sing-siok yang dipimpinnya telah terjilat api, badan masih mengapung di udara, kaki tangan mencak2 gugup dan takut.   Tentu saja kagetnya tidak kepalang.   Menyurut mundur sedikit, Loh-bi-jin unjuk rasa puas kemenangan, pedang tetap menuding musuh, katanya dingin.   "Orang she Siu, kau sudah lihat bukan? Cap ji-sing siok yang kalian banggakan dalam sekejap akan menjadi setumpukan abu, dan kau juga takkan lolos dari kematian."   Gusar Hoanthianeng bukan main, hardiknya murka.   "Budak, akan kubelah badanmu hidup2."   Pedangnya bergetar turun naik, segera dia hendak menubruk maju. Tapi Loh-bi-jin telah membentak sambil mengancam dengan pedang, serunya.   "Berdiri, dengarkan dulu bicaraku sampai habis."   Mata tunggal Hoanthianeng seperti memancarkan bara, bentaknya gusar sekah.   "Budak keparat, omong apa, lekas katakan.' "'Baiklah kuberitahu padamu, bukankah dibelakangmu berdiri dua orang dara kembang? Cukup aku memberi tanda kepada mereka. kaupun segera akan terjilat api dan mampus menjadi abu, tapi nona ingin kau mampus tanpa menyesal, marilah kita bertanding sampai titikterakhirdengan pedang."   Ternyata dua puluh dara kembang masih ada dua orang yang menganggur, delapan belas orang menghadapi sembilan Sing-siok, dua orang lain secara diam2 telah mencegat jalan mundur Hoanthianeng.   Mendengar jerit ngeri sembilan Sing-siok yang terbakar mati itu, perasaan Hoanthianeng sudah tidak keruan, baru sekarang dia sadar bahwa Pek-hoa-pang meluruk kemari dengan persiapan matang.   Mendengar Loh-bi-jin menantang dirinya bertandang pedang, diam2 dia bergirang, batinnya.   "Budak keparat, kau sendiri yang cari mampus."   Mata tunggalnya menatap Loh bi-jin, katanya dengan menyeringai beringas.   "Baik, ingin Lohu saksikan betapa tinggi ilmu pedangmu?"   Sembari bicara segera tangan kanannya bergerak, pedang seketika bergetar menimbulkan bayangan berlapis, bentaknya.   "Awas!"   Belum lenyap suaranya, pedang sudah bergerak secepat angin, sekaligus dia menusuk tiga kali.   Memang tidak malu kalau orang ini dulu merupakan salah satu dari 36 panglima Hek-liong-hwe, serangan pedangnya cepat dan keji, yang terlihat hanya bayangan hitamyang berputar menusuk.   Melihat dara2 kembang sudah sukses, besar hati Loh-bi jin lebih mantap, tanpa menyingkir ia menghardik.   "Serangan bagus!"   Pedang terayun, badan bergerak mengikuti gaya pedang, serangan Hoanthianeng yang ketat itu diterjangnya. Sudah tentu Hoanthianeng melengak heran dan ber-tanya2. "Memangnya budak ini ingin mampus?"   Tapi pada detik yang gawat itulah, seketika dia menyadari gelagat kurang wajar.   Di tengah gerakan Loh-bi-jin yang memutar itu, pedangnya memancarkan kemilau yang berpencar seperti puluhan banyaknya dan sekaligus merangsak kearahnya dari berbagai arah, cahaya yang terang itu menyilaukan matanya, sayup2 kupingnya juga mendengar suara gemuruh, setombak sekelilingnya seperti sudah terkurung oleh hawa pedang lawan yang dingin tajam.   Kaget dan berubah hebat air muka Hoanthianeng, puluhan tahun dia berkecimpung di Kangouw, belum pernah dia menyaksikan ilmu pedang sedahsyat ini.   Sudah tentu dia tidak berani ayal, untuk menyelamatkan jiwa terpaksa dia jatuhkan diri, dengan memeluk pedang dia terus ber-guling2 setombak lebih.   Cara yang ditempuhnya ini ternyata membawa hasil.   Maklum jurus yang digunakan Loh-bi-jin ini adalah "Naga bertempur di tegalan", serangan ganas yang mematikan untuk menghadapi musuh tangguh, Hoanthianengpun tak mampu mematahkan serangan ini, cuma cara dia meniru keledai bergelinding di tanah ternyata berhasil menolong jiwanya, sinar pedang ternyata tidakmelukainya.   Walau jiwanya lolos dari serangan maut, tak urung keringat dingin sudah membasahi badannya, setelah berada di luar jangkauan cahaya pedang lawan baru dia melejit bangun terus melayang jauh ke jalan pegunungan sana.   "Kemana kau mau lari?"   Damprat Loh-bi-jin.   Segera iapun menubruk ke sana sepesat anak panah, selarik sinar perak meluncur bagai naga sakti mengamuk di udara, di tengah udara dia menyerang musuh.   Sementara Hoanthianeng sendiri masih terapung di atas, mendadak terasa hawa dingin mengancam dari belakang, kagetnya bukan main, batinnya.   "Budak ini pandai mengendalikan pedang terbang"   Hati berpikir tanganpun terayun ke belakang dengan pedang membacok.   "Trang", bentrokan dua pedang mengeluarkan gema suara, bayangan merekapun seketika melorot turun.   Tapi gerakan Sinliong jut-hun (naga sakti keluar mega) yang dilancarkan Loh bi-jin dari tengah udara ini baru setengah gerakan saja, begitu tubuh meluncur turun, cahaya pedangpun segera menyamber pula.   Sudah tentu hal ini di luar dugaan Hoanthianeng, baru saja kaki hinggap di tanah, seluruh badan seketika terbungkus pula oleh cahaya pedang lawan, di mana mata pedang berkelebat, seketika dia menjerit ngeri seperti bambu yang terbelah menjadi dua, tahu2 badan Hoanthianeng roboh ke dua arah, badannya terbelah menjadi dua potong dan terkapar ditanah.   Dengan gampang para dara kembang telah membereskan kesembilan Sing-siok, kini dengan dua jurus permainanr Tinpang- kiam-thoat Loh-bi-jinq juga telah menamatkan perlawanan Hoanthianeng.   Maka kawanan Hek-liong-pang di sebelah barat telah tertumpas habis seluruhnya.   Sementara di sebelah timur, Jianjiu-koanim Liu-siancu masih tetap bercokol di dalam tandunya, hanya menonton tanpa bergerak.   Sementara Kongsun Siang bersama Hou-hoat-cu-cia bersenjata lengkap siaga dalam jarak lima tombak.   Sudah tentu kalau Liusiancu benar2 mau turun tangan, Kongsun Siang berlima takkan mampu menahannya? Tapi kenyataan sejauh ini di sebelah timur tetap tenang dan damai.   Dalampada itu Ko-lotoasudahberhantamratusanjurus melawan Ci Hwi-bing.   Sebagai Ui-liong-tongcu Ci Hwi-bing memang memiliki kepandaian yang boleh dibanggakan, meski berhadapan dengan teman lama, namun dia tidak kenal kasihan lagi, begitu sengit pertempuran kedua orang ini, sinar pedang tampak melibat badan masing2, kesiur angin tajam mendampar kencang, dalam jarak dua tombak sekeliling terasa arus dingin me-nyamber2.   Tombak gantol Ko-lotoa ternyata bermain dengan hidup sekali, aneh memang gaya tumbaknya, lain daripada yang lain, disamping menusuk tumbaknya juga digunakan membelah, menutul, menggaruk dan memapas, Hiat-to lawannya selalu terancam oleh tumbaknya.   Malah dua gantolan di ujung tumbaknya disamping dapat menggantel dan menggaruk juga dapat mengunci senjata lawan, begitu tangkas dan gesit dia memainkan tumbaknya schingga tubuhnya seakan2 terbalut di dalam samberan angin kencang.   Dua orang teman lama dari ke 36 panglima Hek-liong-hwe sekarang harus adu jiwa di medan laga sebagai musuh, kepandaian merekapun sembabat, sejauh mana sukar dibedakan siapa bakal menang dan kalah.   Biarpun ratusan jurus lagi juga sukar diakhiri.   Song Tek-seng dan Thio Lam-jiang masih tetap satu lawan dua, mereka masih bergerak lincah dan cekatan, keadaan masih sama kuat alias setanding.   Tapi jarak empat orang lawan sangat ber- dekatan, sama2 mengenakan pakaian hitam ketat, bersenjata pedang panjang warna hitam beracun lagi, malah muka merekapun sama2 kuning kaku.   Lama kelamaan setelah ganti berganti saling serang, akhirnya empat orang bersatu merangsak kedua lawannya.   Sudah tentu perkembangan ini jauh berbeda dengan keadaan semula.   Mereka berkelit kian kemari dan berputar ke sana-sini, yang satu maju yang lain mundur silih berganti, sehingga kedua lawannya selalu terkepung di tengah.   Secara langsung dua berhadapan dengan empat, kirikanan dan muka-belakang Song Tek seng berdua selalu terancam senjata lawan, lebih celaka lagi karena keempat musuhnya dapat kerja sama dengan baik sekali.   Kalau orang lain menghadapi lawan yang main keroyokan, biasanya mereka akan adu punggung untuk membendung rangsakan musuh, jadi mereka tetap bisa satu lawan dua, Sayang Thio Lam-jiang adalah murid Hing-sanpay, Hing-sankiamhoat harus dikembangkan secara berlompatan, melambung ke atas dan menyerang lawan dari atas kepala, kalau dia harus adu punggung dengan Song Tek-seng, itu berarti dia tidak sempat mengembangkan ilmu pedang perguruannya.   Karena itu Thio Lam-jiang tetap mainkan Hing-sankiam-hoat sambil melompat naik turun, tapi berat bagi Song Tek-seng yang harus menghadapi lawan dari depan.   Loanbi bong-kiam-hoat Go bi- pay meski juga ilmu pedang lihay dan sukar diraba arah sasarannya, tapi di bawah kepungan keempat lawannya, lama2 dia terdesak di bawahangin.   Walau ThioLamjiangselalu memberibantuan dengan sergapannya, paling hanya sekedar mengacaukan gerakan musuh, keadaan tetap tidak menguntungkan seperti waktu satu lawan dua tadi.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Apalagi main lompat dan menukik dari atas paling menguras tenaga, lama2 dia kehabisan tenaga juga.   Padahal pertempuran berlangsung semakin sengit, tapi permainan pedang Song Tek-seng dan Thio Lam-jiang justeru semakin lemah dan kendur.   Sementara itu Ling Kun-gi sudah berhantam ratusan jurus melawan Tokko Siu.   Selama itu Lam-sat-sin berpeluk tangan di luar arena, agaknya dia menjaga gengsi, tidak mau main keroyok..   Muka kudanya tampak merengut, dengan tajam mengawasi pertempuran.   Cakar tangan Tokko Siu merangsak dengan buas dan liar, tapi Kim-liong-jiu yang dilancarkan dengan kedua tangan Kun-gi gerakannya saling berlawanan, terutama tangan kidalnya menyerang lebih bagus lagi, selalu Hiat-to yang diincar, gerakannya indah dan menakjubkan, betapapun lihay serangan Tokko Siu selalu dipaksanya menarik kembali di tengah jalan.   Selama ratusan jurus saling serang ini, belum pernah keduanya mengadu pukulan secara keras namun demikian mereka toh sama2 merasa bahwa tipu serangan lawan amat berbahaya dan cukup mengejutkan siapapun yang menyaksikan.   Di tengah pertempuran seru itulah, mendadak dari arah jauh di sana beruntun berkumandang dua kali sempritan melengking panjang.   Mendadak Tokko Siu melancarkan dua serangan cepat secara beruntun terus menarik diri melompat ke belakang, teriaknya dengan suara sumbang.   "Berhenti!" "Tokko-heng, apakah kau ingin aku maju sekarang?"   Tanya Dian Yu-hok. "Tidak,"   Sahut Tokko Siu. Kun-gi juga sudah berhenti, katanya.   "Loheng, masih ada petunjuk apa?" "Anak muda, kau memang sudah mendapat warisan kepandaian Hoanjiu-ji-lay, orang yang mampu melawan ratusan jurus dengan Lohu tidak banyak lagi di Kangouw, tapi Lohu yakin dalam 10 jurus lagi pasti dapat merenggut nyawamu ....." "O, jadi selama ratusan jurus tadi aku masih hidup berkat kemurahan hatimu?"   EjekKun-gi. "Waktu Lohu bersama Dian heng kemari, Hwecu telah pesan wanti2 bahwa orang2 Pek-hoa-pang boleh dibabat habis kecuali kau anak muda yang bernama Ling Kun-gi ini yang harus ditawan hidup2.   "   Kun-gi membatin.   "Agaknya Hek-liong-hwe amat memperhatikan diriku, mungkin lantaran aku dapat memunahkan getah beracun itu."   Maka dengan tersenyum dia berkata.   "Loheng berdua ingin menawanku hidup2?" "Lohu sudah bergebrak ratusan jurus dengan kau, kudapati Capji-kim-liong-jiu dapat kau mainkan secara berlawanan dengan tangan kirikanan sehingga banyak tipu2 seranganku terbendung di tengah jalan, baru sekarang kutahu untuk menawanmu hidup2 memang tidak mudah." "Loheng terlalu memuji,"   Ucap Kun-gi. Serius sikap Tokko Siu, katanya.   "Lohu bicara sebenarnya, tapi dalam 10 jurus Lohu dapat merenggut nyawamu, oleh karena itu Lohu teringat akan satu hal." "Loheng punya pendapat apa?" "Kau bukan tandinganku, hal ini tak perlu di bicarakan lagi, maka lebih baik tak usah bergebrak lagi, ikutlah Lohu menemui Hwecu saja." "Cayhe memang sangat ingin bertemu dengan Hwecu kalian, apakah sekarang juga kita berangkat?"   Tokko Siu tertawa sambil mengelus jenggot, katanya.   "Untuk menemui Hwecu tidak semudah itu, paling tidak Lohu harus menutuk beberapa Hiat-tomu dulu baru boleh kubawa kau menemui beliau, tapi Lohu berjanji, kau tidak akan terganggu seujung rambutpun." "Jadi maksudmu supaya Cayhe menyerah dan rela dibelenggu?"   Ucap Kun-gi. "Begitulah maksudku, cara ini bukan saja dapat melindungi nyawamu, kami berduapun dapat menunaikan tugas pada Hwecu."   Dian Yu-hok mengangguk, tukasnya.   "Omongan Tokko Siu memang betul. Anak muda, kalau kau mau ikut, soal kematian murid2 kami boleh tidak usah diperhitungkan lagi."   Kun-gi menengadah sambil ter-bahak2, katanya.   "Sayang Cayhe belumkalah, maksudbaikkalianbiarlahkuterimadalamhatisaja."   Tatkala mereka berbicara, sementara pertempuran di arena lain sudah terjadi banyak perubahan, Loh-bi jin dengan ilmu pedangnya yang sakti telah membelah mati tubuh Hoanthianeng Siu Eng yang dipercayakan memimpin kesembilan Sing-siok.   Sedang sembiian Sing-siok yang kebal senjata itupun sudah terbakar menjadi abu, malah apipun telah padam.   Sementara Jianjiu-koanim Liut-siancu yang membendung arah timur, begitu terdengar suara sempritan melengkingtinggitadisegeradia mengundurkandirisecaradiam2.   Kini tinggal Ko-lotoa yang masih berhantam sengit melawan Ci Hwi-bing, demikian juga, empat orang berbaju hitam masih mengepung Song Tek-seng dan Thio Lam-jiang dan baku hantam tak kalah serunya.   Di tengah tanah lapang berumput itu, tandu hitam yang biasa dinaiki Thay-siang tetap berada di sana terjaga ketat oleh Ting Kiau dan empat rekannya.   Kongsun Siang mendahului melompat maju ikut terjun ke medan laga, sekali tubruk.   "sret", pedangnya menyerang miring dari samping ke arah Ci Hwi-bing. Selama menghadapi Ko-lotoa masih setanding, sejak mendengar suara sempritan tadi, perasaan Ci Hwi-bing sudah mulai kalut dan sudah timbul niatnya untuk mundur saja. Kini melihat Kongsun Siang menubruk tiba seraya menyerang, tanpa ayal beruntun tangannya bergerak melancarkan serangan berantai sehingga kedua lawan dipukul mundur, mendadak kedua kaki menutul, bagai panah meluncur tubuhnya melayang ke arah Ui liong-tong. Dalam pada itu Loh-bi-jin juga telah menarik dara2 kembang ketanah berumput, dara2 kembang dia suruh berpencar melindungi tandu, sambil menenteng pedang, beruntun dua kali lompatan dia memburu ke arena Song Tek-seng dan Thio Lam-jiang, tanpa bersuara pedangnya lantas menyerang, Untuk mengakhiri pertempuran secepatnya, sekali serang dia gunakan tipu "naga sakti keluar mega", selarik sinar bagai rantai perak terbang melintang, orangnya tiba pedangpun bekerja. Sinliong-jut-hun (naga sakti keluar mega) adalah salah satu jurus Hwi-liong-kiam-hoat yang ampuh, kekuatannya dahsyat tiada taranya. empat laki baju hitam hanyalah tingkat Sincu yang lebih rendah dari Ui-liong-tongcu, mana mampu mereka bertahan atau menangkisnya. Maka terdengarlah jeritan menyayatkan hati, dua orang seketika tersapu roboh dengan badan terpapas kutung menjadi dua tepat sebatas pinggang mereka. Saat mana Song Tek-seng dan Thio Lam-jiang sudah terdesak di bawah angin dan terancam bahaya, kini memperoleh pertolongan yang sekaligus terbunuhnya dua musuh, keruan berkobar pula semangat tempur mereka. Thio Lam-jiang menghardik seraya melejit ke atas, pedang menabas ke salah seorang baju hitam di depannya. Sementara Song Tek-seng berbareng juga membalik pedang, bagai hujan badai beruntun ia menusuk tiga kali. Melihat Tongcu mereka melarikan diri, sementara dua teman mereka roboh binasa, kedua orang baju hitam yang tersisa ini menjadi gugup, berbareng mereka menggertak tapi terus melompat mundur dan lari sipat kuping. Lembah gunung yang seluas itu, kini menjadi sepi lengang, di tanah lapang berumput di depan gua hanya tampak orang2 Pek- hoa-pang berdiri berjajar teratur. Entah kapan empat lampu lampion yangtergantungdiatasngaraitadipun padam. Kongsun Siang, Song Tek-seng, Loh-bi-jin dan lain2, karena Kungi masih berhadapan dengan kedua kakek, tanpa perintah sang Cong-su-cia betapapun mereka tidak berani sembarang bergerak, terpaksa mereka menonton saja dari samping. Terlalu panjang beberapa kejadian ini dituturkan deugan kata2, padahal kejadian hanya berlangsung dalam sekejap saja. Tokko Siu yang membujuk Ling Kun-gi tidak berhasil dan malah diejek menjadi naik pitam. biji matanya mernancarkan cahaya dingin, dengusnya.   "Anak muda. baik-lah coba kau hadapi dulu satu dua jurus pukulanku, nanti kau akan tahu bahwa omonganku bukan bualan belaka."   Tangan bergerak langsung kepalannya menggenjot lurus kedepan.   Pukulan ini jauh berbeda dengan serangan ber-tubi2 tadi, damparan angin yang dingin membeku tulang segera menerjang ke depan.   "Hianping-ciang,'' diam2 Kun-gi berteriak dalam hati.   Cepat dia mainkan jurus Hwi-po-liu-cwan (sumber mengalir muncrat beterbangan), dia sambut pukulan lawan dengan kekerasan.   Begitu kedua tangan mereka berada, terdengarlah suara "plak", keduanya lantasberdiri dantidakbergeming lagi.   Muka Tokko Siu yang pucat memutih itu tampak berubah semu hitam gelap, katanya.   "Di bawah pukulan, Hianping-ciangku tiada lawan yang sanggup bertahan 10 jurus, sambutlah dua jurus lagi."   Kembali ia memukul dari depan, tanpa menarik telapak tangan kanan, tahu2telapaktangankiri sudah membelahtiba. Kun-gi kerahkan Lwekang pelindung badan, dia tertawa lantang dan berkata.   "Silakan Loheng keluarkan ilmu pukulanmu sesukamu, coba saja Cayhe mampu melawan atau tidak?"   Berbareng ia sambut pula pukulan lawan.   Dua pukulan susulan Tokko Siu ternyata lebih dahsyat, bukan saja tenaga pukulannya bertambah lipat, hawa dingin yang teruar dari pukulannya juga bertambah, makin lama makin dingin, waktu pukulan ketiga dilancarkan, darahpun bisa beku rasanya.   Maka terdengar suara keras "Blang, blang", dengan tenang Kungi sambut pukulan lawan.   Mata Tokko Siu yang memicing seakan2 memancarkan bara, serunya menyeringai .   "Bagus sekali!"   Kedua tangan terangkat ke atas, badannya yang kurus tinggi mendadak mendesak maju, dengan jurus Lui-tiankiau-ki (kilat dan guntur menyerang ber-sama), ia menyerang pula.   Untuk jurus serangan ini, boleh dikatakan dia hampir mengerahkan 10 bagian tenaganya.   Baru saja tangannya bergerak dan pukulan mulai dilancarkan, gelombang dingin seketika membanjir seiring gerak pukulannya, betapa hebat serangannya sungguh amat mengejutkan.   Begitu hebat hawa dingin ini laksana arus dingin yang mengalir dari gunung es atau lembah salju, pohon bisa mati membeku, demikian air seketika bisa beku menjadi batu, kalau manusia bukan saja badan seketika menjadi kaku, darahpun membeku dan napas sesak dan buntu dengan sendirinya jiwapun melayang seketika.   Di sinilah kehebatan Hian ping-ciang sehingga ilmu pukulan ini dipandangpukulan dingin darialiran sesatyangpaling hebat.   Melihat kehebatan Hianping-ciang ternyata jauh di luar dugaannya, wajah Kun-gi yang semula mengulum senyum kini tampak kaget dan prihatin, pikirnya.   "Lwekang orang ini begini tangguh, jika kena keserempet angin pukulannya saja jiwa pasti seketila melayang dengan badan membeku."   Cepat ia menghirup napas, dia mulai mengerahkan kaesaktian Bu siang sin kang untuk melindungi seluruh badan.   Ia berdiri tegak, lengan kanan tegak ke atas, kelima jari bergaya menyanggah langit, sedang tangan kiri menjurus lurus ke bawah, kelima jari seperti menyanggah bumi.   Inilah Mo-ni-in, ilmu sakti aliran Hud yang paling hebat untuk menundukkan setan iblis.   Karena Hianping-ciang lawan memang hebat, otak Kun gi bekerja kilat, dia yakin dalam perbendaharaan ilmu silat yang pernah dia pelajari hanya Mo-ni-in saja kira2 cukup kuat menghadapi Hianpingciang.   Kun-gi berdiri tegak sekukuh gunung tidak bergeming, hawa pukulan Hianping ciang mener-jang dirinya, tapi arus yang kencang itu seketika tersiak minggir seperti arus sungai yang menerjang batu karang di tengah sungai.   Sementara Tokko Siu yang mendesak maju kini sudah berada di depan Kun-gi.   Tatkala menyadari kekuatan pukulannya yang sedahsyat itu tersiah oleh kekuatan ilmu pelindung badan lawan, Hianping-ciang yang dipandang sebagai ilmu kebanggaannya ternyata tidak mampu melukai pemuda ini, sudahtentudiatersengatkaget.   Tapisejauh ini dia sudah bergerak, untuk mundur sudah kepalang tanggung dan tak sempat lagi, terpaksa dia nekat, ia kerahkan sepenuh kekuatannya pada kedua tangan terus menepuk ke dada Kun-gi.   Kejadian laksana percikan api cepatnya, melihat Tokko Sin sekaligus melancarkan serangan dengan kedua tangannya yang hebat itu, arus dingin laksana curahan air terjun yang tumpah ke bawah.   Hakikatnya Lansat-sin yang sejak tadi menonton di luar arena tidak perhatikan bahwa Tokko Siu yang mendesak maju di depan Ling Kun-gi ini sudah menghadapi jalan buntu, tapi dia kira memperoleh kesempatan yang baik.   Segera dia kembangkan Tay- na-ih-sinhoat, gerak langkah yang mengaburkan pandangan mata orang, sekali berkelebat tahu2 dia sudah melejit ke belakang Kun-gi, sejak tadi tenaga sudah dia simpan dan terhimpun di lengan, kini dia angkat tangan kanan, kelima jari dan telapak tangannya berubah biru kelam dan secepat kilat mengecap ke punggung Ling Kun-gi.   Kongsun Siang berdiri agak jauh, bukan main kagetnya melihat kelicikan musuh yang main membokong ini, teriaknya cepat.   "Awas Cong-coh."   Sekujur badan Kun-gi diliputi hawa pelindung badan, tapi dia toh masih merasa kedinginan seperti kecebur di gudang es.   Melihat tekanan berat yang aneh dan luar biasa pukulan Tokko siu sudah menepuk tiba di depan dada, mendadak ia menggembor sekeras2nya, tangan kanan yang terangkat lurus ke atas tahu2 membalik turun dan balas menepuk ke depan.   Kebetulan pada saat yang sama Lansat-sin Dian Yu-hok telah berada di belakangnya dan memukuldenganseluruh kekuatan Lansat-ciang.   Begitutangan kanan menepuk, seketika Kun-gisadarbahwa Dian Yu-hok membokongnya dari belakang, tanpa pikir tangan lagi lantas mengebas kebelakang.   Gebrakan ini dilakukan tiga orang sekaligus dengan seluruh kekuatan dan secepat kilat.   Mo-ni-in adalah ilmu sakti penakluk setan iblis aliran Hud ( Budha ), ilmu yang tiada taranya ini merupakan lawan mematikan yang paling telakbagi Hianping-cian dan Lansat-ciang.   Waktu melancarkan serangan dengan penuh tenaga, tak terpikir oleh Tokko Siu bahwa Ling Kun-gi bakal balas menyerang dengan bekal ilmu saktinya pula, maka terasa segulung kekuatan terpendam yang tak kelihatan sekeras gugur gunung menindih tiba.   Bukan saja seluruh kekuatan Hianping-ciang yang dia lancarkan terbendung sehingga tidak mampu dilancarkan lagi, berbareng iapun merasa napas sesak dan hawa murni terbenti, keruan ia terkesiap, saking gugupnya sekuatnya dia meronta terus melompat mundur.   Bukan lagi mundur, bahkan badannya terdorong mencelat setombak lebih, mulut terbuka darahpun menyembur keluar, badan limbung hampir terjungkal roboh.   Agaknya dia berusaha kendalikan badan untuk berdiri supaya tidak jatuh, maka setelah mundur sejauh satu tombak, langkah kakinya masih bergerak dengan harapan dapat memberatkan tubuh, tapi usahanya tetap sia2, setelah beberapa langkah lagi, akhirnya dia roboh terkapar.   Sesaat dia masih berusaha merangkak bangun, kedua matanya mendelik menatap Ling Kun-gi, suaranya serak, tanyanya.   "Kau ......ilmu apa ini?"   Selama ini Kun-gi mematuhi pesan gurunya, jika tidak terpaksa dan terancam bahaya dilarang sembarang menggunakan Mo-ni-in, kali ini lantaran serangan Hianping-ciang Tokko Siu sedemikian hebat, maka iapun kerahkan kekuatan Mo-ni-in untuk menghadapinya.   Sungguh tak pernah terbayang dalam ingatannya bahwa perbawanya begitu dahsyat, Tokko Siu dibuatnya mencelat setombak lebih.   Dalam keadaan sekarat setelah terluka parah, Tokko Siu masih mendongak bertanya ilmu apa yang dia gunakan untuk melawan Hianping-clang, maka ia pun menjawab.   "Cayhe menggunakan Mo-ni-in." "Mo-ni-in.....   "   Terbeliak mata Tokko Siu, beberapa kali mulutnya berkomat-komit, mendadak napasnya memburu dan kepalanya tergentak ke belakang, tubuhpun ambruk telentang dan tak bergerak lagi.   Dalam pada itu Lan sat-sin Dian Yu-hok yang melancarkan Lansat-ciang membokong Ling Kun-gi dari belakang, waktu telapak tangannya hampir saja mengenai punggung orang, mendadak dilihatnya Kun-gi mengipatkan tangan kiri ke belakang.   Dalam hati ia tertawa dingin.   "Seorang diri betapa tinggi kekuatanmu? Masakah mampu melawan gabungan serangan kami berdua dari depan dan belakang?"   Lan sat-ciang adalah ajaran sesat yang diciptakan oleh tokoh bernama Umong, siapapun yang terkena pukulan ini akan mati seketika dengan badan hangus, tapi Mo-ni-in yang dikerahkan Kun-gi kali ini ibarat air di dalam belanga yang sudah mendidih dan hampir beludak, kekuatannya sudah mencapai puncaknya, apalagi dia gunakan kipatan tangan kidal, itulah ajaran tunggal yang diciptakan Hoanjiu-ji-lay sendiri.   Ketika Lansat-sin Dian Yu-hok merasa kegirangan itulah, mendadak terasa bahwa kipatan tangan kiri Ling Kun-gi menimbulkan kekuatan yang tiada taranya, sekokoh tembok baja yang tak tembus, lebih celaka lagi kekuatan lunak membaja ini seketika juga menerjang dirinya seperti gelombang badai dahsyatnya.    Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo Suling Pusaka Kumala Karya Kho Ping Hoo Banjir Darah Di Borobudur Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini