Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 32


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 32


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Kun-gi kerahkan Kim-kong-sinhoat, ditambah lagi kekuatan Kongsun Siang dan Ting Kiau, maka dapatlah dibayangkan betapa hebat kekuatan dorongan ini? Betul juga dari kaki patung batu segera terdengar suara kretekan, demikian pula dari bawah dinding di pojok sana juga berbunyi gemeratak.   Walau patung ini terkendali oleh alat rahasia, toh tak kuat menahan daya dorongan yang hebat ini dan lambat laun mulai tergeser mundur.   Begitu patung terdorong mundur, betul juga dinding di depan sana juga tergeser mundur sehingga terbuka sedikit celah2.   Melihat akal dan usaha mereka berhasil, tambah semangat Kun-gi bertiga mendorongnya.   Semakin patung terdorong mundur, semakin lebar pula celah2 dinding yang terbuka, kini mereka tidak perlu banyak membuang tenaga lagi untuk mendorong patung, karena tahu2 patung itu sudah mundur sendiri ke balik pintu serta menyingkir ke samping.   Melihat pintu sudah terbuka lebar, baru saja Kun-gi hendak melangkah keluar, mendadak dirasakannya segulung tenaga menyongsong dirinya, yang diincar adalah dadanya.   Untung sejak tadi Kun-gi sudah siaga akan sergapan musuh dari tempat gelap.   Karena bagi seorang yang membekal Lwekang tinggi, umpama matanya dapat melihat di kegelapan, tapi toh dia perlu sedikit sinar bintang di langit baru bisa melihat sesuatu benda dalam jarak tertentu, kalau di dalam perut gunung yang gelap gulita ini kemampuan matapun takkan berguna juga.   Di waktu mendorong patung, api sudah mereka padamkan, kini pintu sudah terbuka, kedua belah pihak sama2 tidak melihat bayangan lawan.   Lwekang Kun-gi amat tinggi, cepat sekali dia bisa membedakan arahbahwasipenyerangtepatberdiri di tengahpintu, serta merta iapun angkat tangan kirinya.   "Plak", begitu serangan balasan dia lancarkan mendadak terasa pukulan lawan sedemikian kuat, dalam hati Kun-gi membatin.   "Jago silat Hwi-liong-tong memang banyakdan lihay."   Begitu dua jalur pukulan saling berhantam seketika menimbulkan pusaran angin kencang yang menderu keras, tanpa kuasa Kun-gi tergetar mundur setapak.   Pada saat itu pula, didengarnya seorang menjengek, sejalur angin pukulan yang tidak kalah hebatnya mendadak menerjang masuk pula dari luar pintu.   Keruan Kun-gi naik pitam, serunya sambil tertawa lantang.   "Seranganbagus!"   Kinidiabalas mendorongdengan tangankanan.   Terasa pukulan musuh ini ternyata tidak lebih lemah dari pukulan pertama, tapi Kun-gi kali ini sudah mengerahkan 10 bagian tenaganya, sehinggatidaktergentak mundur, Dua kali saling hantam dengan musuh, tapi Kun-gi belum juga tahu dan bisa melihat jelas siapa sebetulnya kedua lawannya, baru saja dia hendak merogoh keluar mutiaranya, mendadak api berpijar, ternyata Ting Kiau sudah menyalakan sebatang obor yang terbuat dari rotan, dari luar pintu berbareng juga menyala dua lampu kaca yang menyorot masuk ke pendopo.   Tampak dua orang tua berbaju hijau tengah beranjak masuk..   Kedua orang tua berbaju hijau sudah sama2 ubanan rambutnya, usianya sudah di atas setengah abad.   Yang di depan berbadan tinggi kurus, matanya tajam mengawasi Ling Kun-gi sambil mengu- lum senyum sinis, katanya.   "Kau dapat menyambut pukulan kami berdua, kau memang tidak malu sebagai murid Hoanjiu-ji-lay". Kakek berperawakan sedang di belakangnya segera menyambung.   "Di luar sini terlalu sempit, kalau mau bergebrak hayolah masuk saja, bila kau mau keluar dari sini, kau harus dapat mengalahkan kami tua bangka ini."   Bahwa orang sudah melangkah masuk, maka Kun-gi mundur beberapa langkah, katanya dingin.   "Kalian ingin bergebrak dengan Cayhe, boleh silakan saja."   Ternyata hanya dua kakek ini saja yang masuk, bayangan orang lain tidak kelihatan, tapi di tempat gelap di luar sana jelas ada orang sembunyi yang siap menyergap.   Kakek tinggi kurus angkat sebelah tangan di depan dada, ia menoleh kepada kakek berperawakan sedang, agaknya dia memberi tanda bahwa mereka harus bersiap untuk turun tangan bersama, sekali serang bunuh Ling Kun-gi dan habis perkara, selanjutnya membereskan Ting Kiau dan Kongsun Siang.   Dengan gagah dan tabah Kun-gi tetap berdiri di tempatnya, katanya sambil berpaling.   "Kongsun-heng, Ting-heng, silakan mundur agak jauh."   Kakek kurus tertawa ter-kekeh2, katanya.   "Ya, kalian harus menyingkir yang jauh supaya tidak tersapu roboh oleh angin pukulan Lohu " "Wut", mendadaktangandidepandadanyaterusmenyodok. Agaknya tenaga sudah terkerahkan sejak tadi, maka tenaga pukulannya ini sungguh amat keras karena dilandasi kekuatan Lwekang hasil latihan selama puluhan tahun. Kakek berperawakan sedang tanpa bersuara berbareng iapun angkat sebelah tangannya mengggempur punggung Kun-gi. Kongsun Siang melompat maju sambil mencabut Ih thian kiam yang tertancap di lantai, ejeknya.   "Sudah sekian tahun lamanya Losunsiang-koay angkat namanya, tak nyana cara bertempurnya juga main keroyokdancurang."   Begitu melancarkan pukulannya, si kakek berperawakan sedang segera menoleh ke arah Kongsun Siang, serunya.   "Kalau begitu marilah kau maju sekalian."   Dengan jurus Hing-lanjianli (pagar melintang ribuan li ), tangan kirinya segera menepuk lurus ke arah Kongsun Siang.   Kun-gi tidak tahu siapa kedua lawannya ini.   Tapi setelah mengadu pukulan, dia tahu bahwa Lwekang kedua kakek amat tinggi, melihat lawan menggempurnya bersama, serta merta dia tergelak2, dua tangan bekerja sekaligus, ke depan dia menangkis kakek kurus ke belakang dia menolak gempuran si kakek sedang, katanya.   "Kongsun-heng mundurlah kau, aku sendiri cukup menandingi mereka."   Sebetulnya Kongsun Siang sudah kerahkan Lwekang untuk menyambut pukulan kakek sedang, dengan kekerasan serta mendengar seruan Ling Kun-gi, terpaksa dia bergerak menubruk miringsepertiserigalamengegosdan menyingkirkesamping.   Lo-sanji-koay mengira betapapun tangguhnya Ling Kun-gi, karena usianya masih terlalu muda, pasti takkan kuat menandingi gempuran mereka berdua.   Tak terduga dua jalur kekuatan hebat lantas menggencet dari depan dan belakang.   Mendadak segulung kekuatan lunak yang tidak kelihatan timbul dari badan Ling Kun-gi, sekaligus gempuran dahsyat mereka sirna, malah sisa tenaga sendiri berbalik menggempurdirisendiri.   Keruantersirapdarahkeduakakekini.   Kata si kurus tinggi sanbil menatap Kun-gi.   "Pada jaman ini, tokoh2 kosen yang mampu menandingi gempuran gabungan kami berdua bisa dihitung dengan jari, engkoh kecil ini barusan menggunakan ilmu apa, ternyata tetap segar bugar menghadapi gempuran kami?"   Sejak mendengar nama kedua orang tua adalah Lo-sanji-koay, maka Kun-gi tahu bahwa kedua orang ini memang merupakan pentolan lihay di kalangan hitam, kalau malam ini jika dia tidak kalahkan kedua musuh ini, dirinya bertiga pasti takkan bisa menerjang keluar.   Maka dengan sikap sinis diar balas tatap si kakek kurus, katanya.   "Ilmu silat di kolong langit ini masing2 mempunyai keistimewaan dan keunggulannya sendiri2, umpama Cayhe menjelaskan, memangnya kalian berdua mengetahui?."   Kakek kurus menarik muka, hardiknya bengis.   "Anak ingusan yang masih berbau pupuk, bicaramu begini takabur!"   Tangan kanan terulur, kelima jari tangan bagai cakar baja tahu2 mencengkeram ke dada.   Jurus Kim-hau-tam-jiau ( harimau kumbang mencakar ) dilancarkan secepat kilat, kelima jari masing2 mengincar lima Hiat-to di tubuh Ling Kun-gi.   Sejak tadi Kun-gi sudah waspada dan ber-siap2, sekali tubuhnya berkisar berbareng tangan ka-nan menabas miring, di tengah jalan dia balas menyerang, kelima jarinya setengah tertekuk terus menangkap pergelangan tangan lawan yang menyerang dadanya.   Kim-liong-jiu yang dilancarkan inipun tak kalah cepat dan lihaynya, dengan badan berputar ini, disamping berkelit sekaligus dia balas menyerang.   Kakek sedang mengira dirinya memperoleh peluang, sekali berkelebat dia menyelinap ke depan kiri Ling Kun-gi, telapak tangannya terus menabas miring membelah pinggang Ling Kun-gi.   Begitu tangan mencengkeram dada lawan, si kakek kurus merasakan juga Kun-gi melancarkan serangan yang sama dengan memegang pergelangan tangannya, malah serangan lawan pakai mengunci gerakannya, keruan ia kaget, lekas dia tarik tangan kanan, berbareng tangan kiri mendorong keluar.   Dengan sendirinya cengkeraman balasan Kun-gi juga lantas mengenai tempat kosong, tahu2 dirasakan si kakek sedang membelah piggangnya, ia jadi gusar karena lawan main licik, dengan tertawa ejek dia ayun tangan kiri menepuk ke arah lawan, Pada saat itu si kurus tinggi juga mendorong telapak tangan kiri, tanpa pikir tangan kanan Kun-gi bergerak juga menyongsong ke depan.   "Plak, plok,"   Dua pukulan dari depan dan belakang sekaligus dia sambut dengan tepat, suaranya keras seperti ledakan, sampai telinga Kongsun Siang berdua serasa pekak dan jantung berdetak.   Sebagai murid didik Hoanjiu-ji-lay si kidal, maka Ling Kun-gi pun sudah biasa menggunakan tangan kiri, apalagi dia menjadi gusar menghadapi dua kali pembokongan kakek sedang, maka serang- annya justeru dia titik beratkan pada telapak tangan kiri.   Hoan jiu hud-hun (mengebut mega dengan terbalik) yang dilancarkan ini semula tidak menimbulkan gelombang angin pukulan, tapi begitu kedua pukulan masing2 saling gempur, baru timbul segulung tenaga dahsyat dari telapak tangannya.   Setelah si kakek sedang menyadari betapa dahsyat tenaga pukulan lawan , yang bisa menggetar hancur urat nadi sekujur badannya, untuk mundur sudah tidak mungkin lagi, terpaksa dia menyambut secara kekerasan, seketika dia rasakan isi perutnya jungkir balik, darah bergolak di rongga dada.   Lahirnya memang tidak kelihatan perubahan dirinya, tapi urat nadi tergetar, darah mengalir balik, tersipu2 dia melompat mundur, mencari peluang untuk mengerahkan hawa murni menenteramkan gejolak darahnya.   Melihat Ling Kun gi sanggup sama kuat menandingi pukulan kerasnya, si kakek kurus semakin murka, sambil menggertak dia mendesak maju terus menggenjot dan menjotos secara berantai.   Karena rangsakan sengit dan gencar ini, yang kelihatan hanya bayangan pukulan tangan, dalam sekejap beruntun dia telah lancarkan12 kalipukulan.   Bukansajaserangannyasecepatkilatdan sederas hujan badai, malah kekuatan pukulannyapun rasanya dapat menghancurkan tembok besi, deru angin yang kencang sungguh mengejutkan sekali.   Seluruh tubuh Ling Kun-gi terbungkus dalam bayangan pukulan lawan, sehingga dia terdesak mundur dua langkah, kedua tangan bergerak menyilang, menangkis dan menyampuk, dalam 12 pukulan gencar lawan, dia menyambut empat kali dengan keras, sehingga rangsakan gencar lawan dapat ditandingi.   Dengan Cap-ji-lianhoanciang (atau ilmu pukulan berantai duabelas kali) yang lihay ini, menurut dugaan si kakek kurus semula Ling Kun-gipasti dapatdipukulnyarobohbinasaatauterlukaparah.   Tak tahunya Ling Kun-gi juga gunakan kedua tangannya secara kekerasan dia sambut serangannya, beruntun adu empat kali pukulan, delapan pukulan yang lain kena ditangkis dan dipunahkan.   Keruan semakin besar rasa kagetnya, batinnya.   "Dia masih begini muda, bagaimana mungkin membekal Kungfu setinggi ini."   Dalam dua belas pukulan tadi Kun-gi mengadu empat kali pukulan secara keras, mendadak bayangan kedua orang berpisah, keduanya sama2 tersurut mundur dua langkah. Mata si kakek sedang mendelik, bentaknya.   "Bocah ini tidak boleh diampuni."   Mendadak dia menerjang maju, kedua tangan bergerak mencecar Kun-gi dengan telapak tangan, kepalan dan tendangan yang lihay. Karena dicecar bergantian oleh kedua lawannya, sudah tentu Kun-gi gemas, serunya tertawa.   "Kalian maju bersama, orang she Ling tetap dapat mengalahkan kalian."   Di tengah kumandang suaranya, permainan pukulannya mendadak berubah gencar keras dan ganas, telapak tangan kiri dengan kepalan tangan kanan menyerang secara bersilang.   Lo-sansiang-koay termasuk jago kosen kelas wahid dari golongan hitam, setelah beberapa gebrak menghadapi perlawanan Ling Kungi, dalam hati mereka maklum kalau cuma mengandal kekuatan seorang diri untuk merobohkan Ling Kun-gi, jelas tidak mungkin, apalagi sebelum masuk tadi mereka memang berniat menamatkan jiwa Kun-gi dengan mengeroyoknya, maka setelah mendengar seruan saudarannya tadi, si kakek kurus tinggi segera ter-bahak2, katanya.   "Anak muda, syukurlah kau mampu menandingi kami."   Sekali berkelebat, tahu2 ia sudah menubruk maju.   "Wut, wut", dua kali puku-lan langsung dia menghantam dengan dahsyat. Pukulan telapakan dan kepalan Ling Kun-gi dimainkan dengan berbagai variasi sehingga kakek perawakan sedang kena di desaknya mundur, sigap sekali dia membalik badan, kedua telapak tangan terangkap lalu didorong lurus menggempur dada si kakek tinggi kurus, pukulan dengan kedua tangan ini sungguh bagai gugur gunung dahsyatnya, angin pukulannya menggulung ke depan menerjang si kakek kurus tinggi. Entah betapa banyak jago2 kosen yang pernah dihadapi si kakek kurus, tapi belum pernah dia saksikan apalagi menghadapi pukulan sedahsyat yang dilancarkan Ling Kun-gi ini, Dia sudah maklum bahwa lawannya yang masih muda ini memang ber-kepandaian tinggi, tapi tak terbayang olehnya bahwa Kungfu Ling Kun-gi ternyata jauh diluar perhitungannya. Kalau dirinya baru melawan secara keras gempuran Lwekang yang dahsyat ini, maka yang kuat akan menang dan yang lemah pasti binasa seketika. sudah tentu si kakek kurus tidak mau mempertaruhkan jiwanya, cepat dia menarik napas mengerahkan hawa murni, mendadak ia melejit ke udara menghindari sambaran angin pukulan Ling Kun-gi. Dalam pada itu si kakek perawakan sedang yang didesak mundur oleh Kun-gi, melihat anak muda itu mendorong lurus dengan kedua tangannya, tenaga pukulannya ternyata sedemikian dahsyat dan jiwa saudaranya terancam. Tanpa peduli saudaranya itu akan berkelit atau melawan dengan keras, dalam sekejap ini jelas Ling Kun-gi tak sempat menghadapi serangan dirinya. Maka hatinya senang sekali, tanpa bersuara segera dia menerjang maju, telapak tangannya kembali menggempur punggung Kun-gi. Tak tahunya si kakek kurus tinggi ternyata tidak berani melawan secara keras dan melambungkan tubuhnya ke udara, karena serangannya luput, dengan cepat tubuh Ling Kun-gi mendadak berputar balik, tenaga pukulan kedua tangannya ikut dia tarik terus menghantam kesamping. Tindakan Ling Kun-gi ini sungguh di luar dugaan si kakek berperawakan sedang, malah tenaga pukulan yang menyapu tiba cepatnya luar biasa, untuk berkelit jelas tidak sempat lagi, terpaksa dla kerahkan setaker Lwekangnya dengan kedua telapak tangan melindungi dada, secara keras dia sambut serangan lawan. "Bluk", di tengah benturan keras itu badan si kakek perawakan sedang tampak terpental jauh tersapu oleh pukulan Ling Kun-gi, setelah terbanting jatuh badannya masih ter-guling2 pula, sesaat lamanya tak mampu berdiri, agaknya lukanya tak ringan. Kejadian berlangsung secepat percikan api, sementara itu si kakek kurus yang melambung ke udara berhasil lolos dari gempuran Ling Kun-gi, dari atas dengan jelas dia saksikan saudaranya tersapu jatuh oleh Kun-gi. Padahal dirinyar sedang melambutng tinggi, makaq dia kembangkanr kedua lengan baju dan melayang turun kira2 setombak jauhnya, nafsu membunuhnya segera berkobar, ia menubruk maju pula, dengan jurus Thay-san-ting (gunung Thay-san menindihkepala), segeraiakeprukbatok kepala Ling Kungi. Kun-gi tahu Lo-sanji-koay yang dihadapinya ini memiliki Kungfu tinggi, ia menjadi tidak sabar lagi, segera ia melancarkan Mo-ni-in yang sakti. Ia pikir kalau musuh tidak dirobohkan, malam ini sukar bagi mereka bertiga untuk meloloskan diri dari sarang musuh, maka Kun-gi tidak kepalang tanggung melancarkan ilmu sakti simpanannya ini. Mo-ni-in tidak menimbulkan damparan angin kencang, tidak menimbulkan gelombang kekuatan besar, gerakannya seperti orang bergaya saja meluruskan telapak tangan ke atas, tapi justeru di sinilah letak intisari ilmu sakti aliran Hud yang tiada taranya, yaitu Tat-mo-ciang-hoat. Si Kakek kurus mendadak merasakan telapak tangan Ling Kun-gi yang menyanggah ke atas menimbulkan tekanan yang kuat sehingga pukulan dirinya kena disanggah dan ditolak pula ke atas, ba-dannya yang menubruk maju tahu2 seperti terapung ke udara. Kejap lain terasa pula tenaga pukulan yang dia kerahkan tahu sirna tak keruan paran oleh getaran membalik dari kekuatan lunak di bawah, hawa murni tubuhnya serta merta ikut buyar pula, sampai bernapaspun terasa sesak.   "Bluk", kejap lain badannya telah terbanting di lantai, malahan sebelum badannya jatuh nyawapun telah melayang. Dalam pada itu kakek berperawakan sedang juga sudah terluka parah, melihat saudaranya jatuh tak mampu bangun berdiri, kagetnya bukan kepalang, lekas dia merangkak bangun dan berteriak kaget.   "Lotoa, kau .....   "   Setelah memburu ke samping saudaranya baru dilihatnya kedua tangan saudaranya menekan dada, biji matanya melotot, darah hitam meleleh dari ujung mulutnya.   Kiranya sudah mati karena urat nadi tergetar pecah.   Luluh perasaan kakek berperawakan sedang, air mata bercucuran, tiba2 dia membalik dan melotot pada Ling Kun-gi, desisnya sambil menggertak gigi.   "Bocah keparat, keji amat kau membunuhnya."   Kun-gi menyeringai dingin, jengeknya.   "Kenapa kau menyalahkan aku, kalau tadi aku yang terpukul kalian, bukankah aku yang binasa sekarang?"   Tanpa bersuara lagi, kakek berperawakan sedang memanggul jenazah saudaranya terus melangkah keluar tanpa berpaling lagi.   Lampu kacapun seketika padam, pendopo kembali menjadi sunyi dan gelap gulita, Pada kegelapan itulah dinding sebelah barat terdengar berbunyi kertekan, agaknya terbuka sebuah pintu.   Sementara Kongsun Siang telah serahkan Ih-thian kiam kepada Kun-gi, katanya lirih.   "Biar kulihat ke sana." "Hadapilahsegala kemungkinan denganhati2,"pesan Kun-gi. Seperti lazimnya serigala yang menubruk mangsanya, mendadak Kongsun Siang menubruk masuk dengan lompatan dua kali, dikala badannya hampir mencapai dinding sebelah barat, mendadak "sretstet"   Dua kali jalur samberan angin. seperti ada dua orang menerjang masuk, Kongsun Siang mahir mendengarkan suara.   "cret"   Kontan pedangnya menusuk. Dua orang yang melompat masuk kedalam ruang pendopo ternyata memiliki kepandaian tinggi, dalam kegelapan iapun ayunkan pedangnya.   "Trang", sekali gerak ia sampuk pedang Kongsun Siang. Malah temannya yang lain tidak ayal pula, pedangnya menderu menggaris ke tubuh Kongsun Siang. Tatkala musuh yang pertama menyampuk pedangnya, sementara tubuh Kongsun Siang sudah melangkah ke samping depan sehingga babatanpedangorangkedua mengenaitempatkosong. Bergebrak di tempat gelap hanya mengutama-makan ketajaman pendengaran dan kelincahan, karena kedua musuh sama2 melancarkan serangan pedang, walau Kun-gi masih dalam jarak enam tombak jauhnya, tapi segala gerak gerik musuh dapat diikutinya dengan jelas. Waktu terjaring oleh jala berduri tadi lengan baju dan pundak Kun-gi masih ketinggalan puluhan duri bergantol, selamanya dia tidak pernah menggunakan senjata rahasia, tapi mengingat tujuan kali ini masuk ke sarang harimau, kalau hanya dengan bersenjata pedang saja lawan yang berjarak jauh takkan mampu dicapainya, maka dia sengaja membiarkan saja duri2 itu tetap bergantung di badannya, siapa tahu nanti berguna pada saat genting. Kini setelah dia mendengar posisi kedua lawan Kongsun Siang, segera dia jemput duaduridan beruntundia menyentikduakali. Muka terdengarlah suara jeritan kaget, agaknya seorang tidak siaga dan kena jentikan duri itu tapi seorang yang lain cukup cerdik.   "tring", dengansigapdiapukul jatuhduriyang menyerangnya. Diam2 Kun-gi terkejut, pikirnya.   "Ilmu pedang orang ini ternyata amat lihay."   Di kala dia berpikir inilah dari arah timur kembali terdengar suara deru angin, ada orang melompat masuk pula. Ting Kiau yang berjagadisampingsana lantas menghardik."Kena!"   Kipasnya seketika bergerak mengetuk pundak kanan pendatang itu. Tapi orang itu sempat angkat pedangnya menangkis kipas lempit Ting Kiau. "Bagus,"   Seru Ting Kiau, beruntun kipasnya menyerang pula empat jurus.   Lawan tetap tidak bersuara, di bawah rangsangan gencar Ting Kiau dia hanya mengandalkan ketajaman pendengarannya, pedang panjangnya menyampuk pergi datang memunahkan seluruh serangan kipas lawan.   Maka berulang kali terdengar suara berdering benturan kedua senjata, empat jurus serangan Ting Kiau dapat dipatahkan seluruhnya oleh orang itu.   Dikala pertempuran berlangsung semakin sengit, terdengar kesiur angin pula, beruntun masuk lagi dua orang menduduki posisi di sebelah timur.   Sementara dari pintu sebelah barat melompat masuk empat orang lalu berpencar.   Tapi orang2 yang belakangan ini hanya berpeluk tangan belaka, tidak ikut terjun ke arena.   Dari suara napas mereka Kun-gi dapat mengikuti gerak gerik mereka yang sudah berpencar ini menempati posisi tertentu sehingga dirinya bertiga terkepung, diam2 ia membatin.   "Agaknya secara diam2 mereka mengatur semacam barisan di tempat gelap."   Lalu dia kerahkan ilmu gelombang suara berkata kepada Kongsun Siang.   "Kongsun-heng, lekas mundur ke sampingku saja."   Dengan cara yang sama dia panggil Ting Kiau pula. Cepat sekali Kongsun Siang dan Ting Kiau sudah mundur ke kanan-kirinya, Kongsun Siang bersuara lirih.   "Ada petunjuk apa Ling-heng?" "Mereka sudah membentuk semacam barisan, mungkin sebentar akan mulai bergerak, kita hanya bertiga, maka jarak satu sama lain jangan terlalu jauh, kalau kekuatan terpencar menjadi lemah, maka kalian kusuruhkumpuldisini. "Cong-coh, mereka membentuk barisan apa?"   Tanya Ting Kiau. "Entahlah, orang mereka yang masuk berjumlah sepuluh orang,"   Kata Kun-gi.   Tengah bicara, mendadak dari pintu timur dan barat melangkah masuk empat laki2 yang masing2 mengacungkan sebuah lentera, mereka berpencar di empat penjuru pendopo.   Maka ruang pendopo menjadi terang pula seperti siang hari.   Sesuai dugaan Kun-gi, ke 10 laki2 maju mengelilingi arena.   Kesepuluh orang ini terdiri tua muda campur aduk, yang tua sudah beruban rambut dan jenggotnya, yang masih muda berusia sekitar 25-26 tahun, semua mengenakan seragam hijau dengan potongan yang sama pula, di depan dada mereka tersulam naga terbang.   Di tangan masing2 menyoreng pedang panjang hitam guram.   Hanya ada seorang perempuan di antara ke sepuluh orang ini, kain hijau membungkus rambut kepalanya, usianya sekitar 40-an, wajah dan dandanannya mirip seorang inang yang kejam dan kaku, kulit mukanya yang sudah keriput dibubuhi pupur tebal, sebuah anting2 gelang sebesar buah kelengkeng tergantung di kuping kirinya.   Sepuluh orang berdiri berkeliling menjadi sebuah lingkaran, seorang tepat berada ditengah, agaknya pimpinan dari barisan ini.   Dan orang yang berdiri ditengah ini adalah wakil Tongcu Hwi-liongtong yaitu Tun Thiankhi.   pedang lebar terhunus ditangannya, dia berdiri di depan sambil bertolak pinggang.   Adiknya Tun Thianlay, termasuk satu di antara sembilan orang yang lain, Agaknya Hwiliong-tong kali ini telah memboyong seluruh jago2 lihaynya, besar tekad mereka untuk membereskan Ling Kun-gi bertiga.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Anehnya Hwi-liong-tongcu sendiri yaitu Kim-kau-cian Nao Sam jun tidak kelihatan batang hidungnya, bayangan Ui-liong tongcu Ci Hwi-bing juga tidak kelihatan.   Sebelum lampu menyala tadi Ling Kun-gi su-dah menarik mundur Kongsun Siang dan Ting Kiau, kini mereka berdiri dalam posisi segi tiga.   Kebetulan Ling Kun-gi berhadapan dengan Tun Thianki, sekilas sorot matanya menyapu, dengan angkuh dia berkata.   "Kukira kalian mau pamer barisan apa, ternyata saudara Tun pula yang unjuk gigi." "Orang she Ling,"   Seru Tun Thiankhi.   "kau tahu barisan apakah ini?" "Cayhe tidak perlu tahu barisan apa segala, yang penting aku bisa mengobrak abriknya." "Keparat sombong,"   Teriak Tun Thiankhi.   "kau mampu mengobrak-abrik Cap coat kiam-tin? Bila barisan betul2 sudah kugerakkan, tanggung kepalamu akan terpenggal seketika, bukan saja jiwa melayang, tubuhpun mungkin akan tercacah luluh"   Tanpa diminta dia sudah terpancing menyebutkan nama barisan ini, yaitu Cap-coat-kiam-tin (barisan pedang top sepuluh).   Mungkin ancamannya terlalu membual, tapi dari pernyataannya ini dapat pula dinilai bahwa barisan pedang ini pasti memiliki kehebatannya yang tidak boleh di pandang enteng.   Apalagi kesepuluh orang pelaku2 barisan ini semua memiliki Lwekang yang sukar diukur tingkatannya sorot matanya tajam, pedang terpeluk di depan dada, mereka berdiri tegak sekukuh gunung, sekilas pandang orang sudah akan maklum bahwa mereka adalah ahli2 pedang yang berkepandaian tinggi.   Terutama Tun Thianlay, sebagaikomandanrondaHwi-liong-tong, kedudukannya saja tidak rendah, tapi dia toh merupakan satu saja di antara ke 10 orang ini, bukan karena jabatannya sebagai komandan ronda lantas dia harus lebih di agulkan.   Dari sini dapat pula disimpulkan bahwa sembilan orang yang lain mempunyai jabatan yang sejajar dengan komandan ronda.   Bagi setiap insan persilatan kalau dia ingin angkat nama maka dia harus memiliki kepandaian sejati.   Bahwa 10 orang ini terpilih dan ikut dalam Cap coat kiam-tin, maka tak perlu disangsikan bahwa mereka memang jago2 kosen kelas wahid dari Hwi-liong-tong.   "Orang she Ling,"   Bentak Tun Thianlay.   "kalau sekarang kau buang pedang dan menyerah masih sempat menyelamatkan jiwamu."   Dia tetap menghendaki Ling Kun-gi menyerah. "Agaknya kau yang menjadi pemimpin Cap-coat-kiam-tin,"   Demikian kata Kun-gi sambil menatap Tun Thiankhi, kukira tak perlu banyakbicaralagi, silakan mulai gerakkan barisanmu." "Kalau barisan bergerak, umpama kau tumbuh sayap juga jangan harap bisa lolos,"   Jengek Tun Thiankhi. Kun gi tertawa, katanya.   "Kalau aku ingin lari, buat apa harus kuluruk ke Hwi-liong-tong sini."   Tun Thiankhi mendengus, pedang lebarnya terayun ke atas terus membelah lurus ke arah Ling Kun-gi.   Bacokan pedangnya ini ternyata merupakan aba2 pula bagi barisan pedangnya.   maka barisanpun segera bergerak, sepuluh batang pedang hitam serentak menyerang ketengah dari arah posisi masing2.   Hawa pedang segera menimbulkan kesiur angin dingin.   "Awas, hadapi musuh dengan hati2,"   Bentak Kun-gi.   Gerakannya sebat luar biasa, Ih-thiankiam dia pindah ke tangan kiri, bayangannya tiba2 menyerobot ke sebelah kiri dengan jurus Tianghong-toh-yam, dari kanan menyapu ke kiri.   Sedang tangan kanan mengeluarkan pula Seng-ka-kiam yang pandak, dengan tipu Yantiau thian ka, ujung pedangnya menutul ke arah pedang lebar Tun Thiankhi.   Serempak pedang Kongsun Siang dan kipas Ting Kiaupun sudah bergerak, tapi sapuan pedang Kun-gi ke arah kiri laksana mata rantai yang kuat paling tidak lima batang pedang musuh di sebelah kiri telah kena dibendungnya.   Agaknya Tun Thian khi tidak ingin berhantam secara keras dengan Ling Kun-gi, di tengah jalan gerak pedang lebarnya berubah, sekali mundur lalu dilancarkan pula, kali ini menusuk iga kiri Kun-gi.   Sekaligus Kun-gi menangkis, serangan lima orang musuh, cahaya Ih-thiankhiam mencorong terang, pedang bergerak dari atas ke bawah dengan tipu Sinliong-wi-thau (naga sakti berpaling kepala).   "Trang", kembali dia tangkis pedang lebar Tunthiankhi. Tak berhenti sampai di sini, badannya ikut bergerak dari kiri ke kanan, pedang pandak di tangan kanan menyerang dengan jurus Liong jiau-hoathun (cakar naga menyingkap mega), cahaya hijau kemilau sekaligus mendesak tiga orang di sebelah kanan, pedangnya itu memancarkan cahaya menyilaukan, di bawah landasan Lwekangnya yang tinggi lagi, maka perbawanya hebat luar biasa, tiga orang di sebelah kanan dipaksa melompat mundur. Sekali gebrak, delapan musuh dari Cap coat-kiam tin telah dibikin kerepotan. Seorang kakek ubanan di sebelah kanan tam-pak membentak gusar.   "Cepat juga bocah ini ber-gerak."   Di tengah suara bentakannya, mendadak dia melompat ke atas, sinar pedang berkelebat, beruntun dua jurus dia mencecar Ling Kun-gi.   Seorang lagi membarengi menerjang maju, pedangnya menusuk perut.   Pedang pandak Kun-gi cepat menyampuk ke kanan, sedikit menggetar pedang, hawa pedang di sertai kemilau cahayanya mengelilingi badan, sekaligus dua serangan lawannya kena dibendungnya di luar lingkaran.   Melihat betapa tangkasnya Ling Kun gi, bertambah murka Tun Thiankhi, sembari menggerung, lengan kanan terangkat, pedang lebarpun menggaris sebuah lingkaran di tengah udara, berbareng dia menubruk maju, sejalur bayangan hitam tahu2 membelah ke batok kepala Ling Kun-gi.   Karena gerak lingkaran pedang lebarnya ini maka ke10 pelaku Cap-coat-tinmendadak bergerak saling pindah tempat, setiap kali melangkah pindah tempat pasti menusuk sekali.   Begitulah secara bergantian 10 orang terus saling berganti posisi disertai pula tusukan pedang mereka.   Hal ini menimbulkan perubahan yang amat gawat bagi Kun-gi bertiga.   Karena setiap berubah posisi, ke10 orang itu pasti menusuk sekali, malish setiap tusukan pedang mengincar Hiat-to mematikan yang harus di selamatkan sebelum sempat balas menyerang, tapi begitu kau menangkis dan balas menyerang, lawan sudah melompat pergi ke tempat lain, sementara pedang orang lain segera ganti mengancam Hiat-tomu.   Lebih hebat lagi ka-rena ke10 orang ini semua adalah ahli pedang yang memiliki kepandaian tingkat tinggi, setiap ju-rus ilmu pedang yang mereka lancarkan memiliki keistimewaannya sendiri2, ada yang lincah, ada yang bertenaga kuat, ada pula yang menyerang secara enteng dan ganas, seperti main sulap saja, gerakkannya sukar diikuti mata.   Baik serangan lincah, berat, ganas atau serba membingungkan, yang jelas setiap jurus serangan mereka ini semuanya lihay mematikan.   Barisan pedang ini terus bergerak secara serempak berganti kedudukan, cara kerja sama dalam menyerangpun amat serasi, sungguh menakjubkan dan amat mengagumkan.   Lawan yang terjatuh ke dalam lingkaran barisan, betapapun tinggi kepandaian silatnya, dalam situasi seperti ini pasti kerepotan setengah mati, tangkis sana tak sempat membendung serangan yang lain, serba terdesak.   Empat lentera yang menerangi pendopo cukup benderang, bayangan orang melulu yang tampak berseliweran di tengah desir angin pedang, hakikatnya sukar membedakan wajah orang lagi.   Deru samberan angin pedang begitu kencang, tapi tak pernah terdengar suara dering pedang sa-ling beradu.   Maka dapatlah dibayangkan betapa hebat dan berbahaya keadaan Ling Kun-gi bertiga.   Tun Thian khi merupakan kunci atau poros dari barisan ke sepuluh jago pedang ini, dia pun mengikuti gerak barisan, bersama dengan sepuluh orang yang lain bergerak berpindah posisi, lompat sana menyelinap kemari, cuma gerak-geriknya lebih leluasa dan bebas tidak terikat oleh gerakan serempet kawannya.   Sehingga setiap gerakannya bukan saja tidak menjadi penghalang dan rintangan para teman2nya, malah selalu memberi peluang dan memudahkan sepuluh orang ahli pedang itu melancarkan serangannya.   Apalagi setiap perkembangan perlawanan musuh selalu berada dalam pengawasannya, kemanapun bergerak yang diperhatikan hanya Ling Kun-gi saja, gaya permainan pedang lebar ditangannya kelihatan amat sederhana, tapi yang benar setiap jurus pedangnya selalu dapat kerja sama dengan ke sepuluh pedang temannya.   Thiansan kiam-hoat memang amat sederhana, setiap tusukan tampaknya hanya serangan yang sepele, lugu dan tidak main gertak, tapi Ling Kun-gi justeru harus tumplek perhatiannya lebih banyak untuk melayani serangannya daripada memecah sisa perhatiannya untuk menghadapi rangsakan pedang ke10 musuhnya.   Sungguh pertempuran yang cukup sengit, hebat dan dahsyat, pertempuran yang adu tenaga, dan pikiran tapi juga pertempuran adu kecerdikan.   Selama Kun-gi mengembara, baru pertama kali ini dia menghadapi pertempuran sengit dan amat memeras keringatnya seperti sekarang ini..   Sebelas pedang hitam yang dilumuri racun jahat berkelebat kian kemari menimbulkan lapisan angin kencang yang selalu menerjang ke tengah lingkaran.   Terpaksa Kun-gi peras segala ketangkasannya, dengan pedang panjang-pendek ditangan, dia menggaris dua lintang membujur miring, cahaya pedangnya tampak kemilau terang menyilaukan, sekuat tenaga dia bendung seluruh rangsakan musuh.   Bukan saja ia harus perhatikan perubahan permainan barisan lawan, langkah kakinya harus selalu berkisar dan pindah kedudukan, serangan setiap pedang dari segala arah yang beraneka tipu dan jurusnya, malah iapun harus pusatkan pikirannya untuk menghadapi Tun Thiankhi.   Tun Thian khi bersikap dingin kereng dan juga kejam, terutama ilmu pedangnya yang kelihatan sederhana dan tumpul, tapi hakikatnya mengandung tipu daya yang amat keji, gerakan pedangnya mantap dan berat, tapi mengandung variasi perubahan yang lincah dan enteng, agaknya dia betul2 sudah mem-peroleh intisariajaran Thiansankiam-hoat.   Sudah tentu yang membuat Kun-gi kuatir adalah keselamatan Kongsun Siang dan Ting Kiau.   Kalau bertanding satu lawan satu, dengan bekal kepandaian silat kedua rekannya ini, kiranya cukup untuk menandingi setiap musuh, tapi di tengah kepungan la-wan yang selalu berkisar dan hanya kelihatan ba-yangan yang berlompatan kian kemari, maka Kun-gi harus membantunya pula membendung serangan musuh untuk menyelamatkan mereka.   Pertempuran berjalan sedemikian rupa dahsyatnya sehingga terasa bagai langit mendung dan bumi gelap, sinar pedang dan deru angin bergolak laksana gempa bumi.   Keempat laki2 yang membawa lampu sebagai penerangan dalam pendopo ini terdesak mundur mepet dinding.   Kun-gi kembangkan ilmu pedangnya dengan seluruh kemampuannya, setelah puluhan jurus, dia lantas merasakan gejala yang tidak menguntungkan pihaknya.   Perlu diketahui bahwa dari gurunya dia memiliki bekal berbagai macam ilmu sakti, ilmu simpanannya itu sebetulnya bisa dikembangkan dengan kombinasi ilmu pedangnya, tapi sekarang kedua tangan harus pegang pedang serta menghadapi rangsakan musuh, hakikatnya tiada kesempatan bagi dia untuk mengem- bangkan ilmu saktinya.   Umpama Hwi-liong-sam-kiam dengan jurusnya yang bernama Liong-jan in (naga bertempur di tegalan), ilmu pedang yang khu-sus untuk menghadapi keroyokan musuh banyak tapi karena Kongsun Siang dan Ting Kiau ada di sampingnya, sulit baginya untuk mengembangkannya, Dia yakin asal sebelah tangannya dapat bekerja secara semestinya, dua atau tiga musuh pasti dapat dia robohkan, tapi keadaan sekarang amat mendesak, tak mungkin dia melepaskan salah satu dari kedua pedang pusakanya.   maka sekarang pedang, di tangan kiri digunakan melindungi badan, sementara pedang di tangan kanan bantu Ting Kiau bertahan, lalu bergantian dengan pedang ditangan kanan melindungi badan sendiri, pedang di tangan kiri menyampuk pedang musuh untuk menolong Kongsun Siang.   Sejauh ini pertempuran berlangsung, keadaan Kongsun Siang dan Ting Kiau betul2 sudah payah, mereka benar2 mengharapkan bantuan, untung Kun-gi telah bantu membendung sebagian besar serangan musuh, kalau tidak sejak tadi pasti mereka sudah terkapar tak bernyawa lagi.   Barisan pedang musuh memang lihay, tapi kipas lempit Ting Kiau masih bergerak dengan tangkas juga, tangkis kiri sampuk kanan, keadaannya sudah terdesak dan hanya mampu mempertahankan diri belaka, sudah tentu hatinyapun gugup dan gelisah.   Maklumlah di dalam rangka kipas besinya itu ada tersimpan jarum2 berbisa, bila dia memperoleh sedetik peluang membuka lebar kipasnya, jarum2 berbisa akan segera memberondong keluar, paling tidak beberapa musuh pasti akan dilukai, sayang selama ini keadaannya amat gawat, tak pernah dia memperoleh kesempatan, kalau situasi begini ber-langsung lebih lama tentu jiwa mereka akan terancam.   Kun-gi cukup paham, Kongsun Siang dan Ting Kiau juga maklum, tapi cara bagaimana mereka harus mengubah posisi dan merebut situasi? Sukar untuk mengatakannya.   Beberapa gebrak telah berlangsung pula, Kun-gi betul2 sudah kerahkan segala daya kemampuannya, tapi barisan pedang musuh justeru semakin rapat dan ketat, serangannya terang makin berat dan gencar.   Semula Kun-gi bertiga berdiri dalam formasi segi tiga dalam jarak cukup rapat, karena tekanan barisan pedang musuh terasa semakin berat, mereka semakin mundur dan jarak mereka tinggal dua tiga kaki.   Apalagi seorang harus bertahan untuk melindungi jiwa tiga orang, sedikit lena satu di antara mereka bertiga akan roboh binasa.   Jelas keadaan gawat ini tidak boleh berlangsung terlalu lama.   Di tengah pertempuran sengit itu, mendadak Ting Kiau berteriak.   "Cong-coh, tolong kau bantu aku menahan musuh."   Sembari berkaokkaki Ting Kiau lantas menyurut mundur.   Sudah tentu Kun-gi kaget, Seng-ka-kiam di tangan kanannya segera menyapu dengan tipu Hing-lanjianli (pagar membentang ribuan li), selarik cahaya hijau segera menggulung ke depan, berbareng dia bertanya.   "Ting-heng apakah kau terluka?"   Daya-pedangnya yang menyapu ini sungguh hebat sekali, sedikitnya empat batang pedang musuh yang mengancam tubuh Ting Kiau telah dipatahkannya di tengah jalan.   Mendengar teriakan Ting Kiau, Tun Tiankhi mengira memperoleh kesempatan baik, begitu Ling Kun gi menyapukan pedang tangan kanan, segera ia berkelebat maju tepat berhadapan dengan Kun-gi, pedang lebarnya dengan deru angin yang keras menusuk ke dada, seranganterjadisecepatkilat menyambar.   Sementara itu pedang Kun-gi berhasil mematahkan empat pedang musuh, iapun mendapat jawaban Ting Kiau yang lagi beringas.   "Hamba baik2 saja' Belum lenyap teriakannya, kipasnya tiba2, menjeplak terbuka dibarengi suara menjepret, serumpun jarum2 halus bagai bulu kerbau segera menyambar ke depan mengarah orang2 yang berada di depannya. Kun-gi tidak kira bahwa Tun Thiankhi dapat menyelinap maju sedemikian cepat dan tangkas, untuk memutar pedang membela diri jelas tak keburu, sementara pedang lebar lawan sudah satu kaki di depan dadanya, jangankan Ih-thiankiam panjangnya empat kaki, sementara Seng-ka-kiam yang pendek juga ada dua kaki panjangnya, untuk di-tarik balik menangkis jelas tidak mungkin. Sekilas darahnya tersirap, menghadapi bahaya timbut hasrat nekat menyerempet bahaya, jari2 tangan kanan yang menggenggam pedang tiba2 sedikit mengendur, jari tengah mendadak menjentik ke bawah pedang panjang musuh. Yang dilancarkan ini adalah It- cay-siankang (selentikan jari sakti), sejalur angin selentikan yang keras seketika menerjang ke depan "Creng", tepat pedang lebar lawan kena diselentiknya sehingga mental ke samping. Pada saat yang sama di tengah gelak tawa Ting Kiau yang beringas, terdengar pula gerungan gusar dan jeritan yang menyayat hati. Yang tertawa beringas adalah Ting Kiau yang berhasil menyambit serumpun jarum2 berbisa. Yang menggerung gusar dan menjerit kesakitan adalah empat orang baju hijau yang keempat pedang mereka kena disampuk pergi oleh pedang Ling Kun-gi. Dua orang sempat melihat bahaya, sembari menggerung gusar mereka putar pedang bagai kitiran sambil melompat mundur, celakalah dua temannya yang melompat maju belakangan, baru sa-ja mereka menempati posisi, tahu2 jarum Ting Kiau sudah memapak mereka, untuk menangkis tidak mungkin, berkelitpun tidak bisa, kontan mereka menjeritngeridanrobohbinasa. Mendengar gerungan gusar dan jeritan ngeri apalagi pedangnya terjentik miring lagi, keruan Tun Thiankhi kaget setengah mati, hampir saja dia tak kuasa memegang pedangnya lagi. Bahwa jentikannrya berhasil mematahkan serangan musuh, Kungi segera kerjakan kedua tangannya, dengan mengembangkan Taybeng-jance (burung galak mengembang sayap), dua larik sinar pedangnya, tiba2 bercerai ke kanan-kiri menyapu dan dibarengi tendangan kaki menggeledek ke arah depan dengan tipu To-sing to, Ling Kun-gi menendang sambil mengapungkan badan ke udara. Karena pedang tersampuk miring sehingga dada Tun Thiankhi terbuka, sementara jarak mereka sedemikian dekat, untuk berkelit sudah tidak mungkin lagi.   "Blang", dengan telak tendangan Kun-gi tepat mengenai dadanya, mulut menguak keras, badan seketika mencelat melampaui kepala orang banyak sambil menyemburkan darah dan ter-banting keras di luar arena, napasnya putus seketika. Dua orang roboh binasa terkena jarum berbisa, Tun Thiankhi yang pegang kendali dan menjadi pimpinan barisan Cap-coat-kiam- tin ini juga binasa ditendang Ling Kun-gi, pelaku2 barisan yang lain tidak tahu kalau Tun Thiankhi sudah putus napas, dikala pertempuran memuncak begini sengit dan seru mendadak terjadi perubahan fatal, keruan barisan pedang menjadi kalang-kabut Sejak mulai gebrak Kongsun Siang selalu terdesak di bawah angin, betapa gusar dan penasarnya sungguh tak terkatakan, kini melihat ada peluang, mendadak dia menggertak keras, segera ia menubruk maju, pedangpun bekerja.   "Creet", seorang baju hijau kena ditusuk iga kirinya, agaknya amarahnya betul2 memuncak, begitu ujung pedang ambles ke iga lawan, menyusul teras dipuntir, seketika orang itu menjerit ngeri, dadanya berlobang besar dengan tulang iganya terpapas kutung seluruhnya. Berhasil menendang roboh Tun Thiankhi, su-dah tentu semangat tempur Ling Kun-gi bertambah besar, sekali ayun tangan kiri, Ihthiankiam memancarkan cahaya kemilau menggulung kedepan, empat orang baju hijau tepat berada di depannya. Baru saja tangan kiri Kun-gi bergerak, tangan kanan dengan pedang pandak bergerak pula, ditengah kemilau cahaya pedangnya memancarkan bintik2 sinar yang dingin. Kiranya Ling Kun-gi telah kembangkan jurus Hingho-liu-sa dari Tat-mo-kiam hoat yang hebat. Empat orang berbaju hijau di depannya itu menjadi mati kutu menghadapi gerakan kedua pedang Ling Kun-gi, untuk menangkispun tak mampu lagi, terpaksa mereka mundur tiga langkah. Bahwa kedudukan barisan sudah goyah, para pelakunya juga sama berguguran lagi, maka Cap-coat-kiam-tin itu semakin kacau, kini keempat orang inipun terdesak mundur, maka pecahlah barisan pedang kesepuluh orang yang amat dibanggakan kedahsyatannya oleh Hek-liong-hwe itu. Beruntun dua kali gerakan pedang Ling Kun-gi menahan keempat orang, Ting Kiau dengan kipas lempitnya juga mencegat seorang lawan dengan permainan kipasnya yang lihay. Di sebelah kiri Kong-sun Siang dengan gerungan mirip serigala kelaparan mengembangkan Thianlong-kiam-hoat, seluruh kekuatan dia kerahkan, badan bergerak setangkas 'serigala mencari mangsa di tengah gerombolan kambing", sinar pedangnya timbul selulup, dua orang musuh kontan dirobohkan. Cap-coat-kiam-tin yang dibentuk dengan mengutamakan saling bantu, ber-pindah2 posisi serta saling isi dari para pelakunya yang memiliki kepandaian ilmu silat beragam itu, kini sudah tercerai-berai menjadi tiga kelompok pertempuran yang berjalan sendiri2, terpaksa mereka kini harus mengandal kekuatan sendiri untuk mengadu jiwa. Melihat Cap-coat-tin sudah pecah, semakin berkobar semangat tempur Kun-gi, segera ia berteriak lantang.   "Kongsun-heng, Tingheng, tahan dan kurung mereka, jangan lepaskan satupun di antara mereka." "Sret", beruntun tiga kali gerakan pedang Ling Kun-gi memancarkan cahaya pedang kemilau membendang empat orang berbaju hijau yang mencoba berpencar, tiba2 pedang pandak di tangan ka-nannya dia tusukan ke bawah tanah sehingga tangan kanannya sekarang tidak bersenjata. Terdengar seorang kakek diantara musuh itu menggerung gusar, bentaknya.   "Bocah keparat she Ling, kau kira kalian sudah pasti menang?"   Mendadak ia menerobos maju, pedang menu-suk lurus ke depan.   Pedang itu berwarna hitam gelap menimbulkan deru angin yang keras.   Kun-gi tahu kakek ubanan ini berkepandaian paling tinggi di antara empat lawan yang ditahannya, karena dia pikir harus secepatnya mengakhiri pertempuran di sini, maka timbul niatnya melenyapkan orang ini lebih dulu, segera ia membentak.   "Sebutkan namamu agar dapat kunilai apakah setimpal aku merenggut jiwamu?".   Berbareng tangan kanan bergerak menepuk sekali, segulung tenaga lunak tak kelihatan menyong-song tusukan pedang lawan, tusukan pedang si kakek ternyata kena di tahannya dan membelok ke samping.   Terkesiap si kakek, dia tarik tangannya, pedang dia tarik mundur, tapi secepat kilat dia tusukkan pula lebih keras, mulutpun menghardik.? "Lohu He Ho-bong adanya!" "O, kiranya kau inilah Jit-poh-tui-hun (tujuh langkah mengejar sukma)", jengek Ling Kun-gi dingin."iblis laknat dari kalangan jahat yang membunuh mangsanya tak pernah berkedip.   Bagus sekali, kedua tanganmu sudah berlumuran darah, dosamu keliwat takaran, hariinitak dapatkuampuni jiwamu."   Sambil bicara dia luruskan lengan kanan ke depan, pelan2 telapak tangannya menepuk. He Ho-hong menjadi gusar, damperatnya.   "Bocah keparat, jangan kau ...."   Sebetulnya dia hendak bilang "jangan kau takabur", tapi kata2 yang terakhir belum sempat dia ucapkan, mendadak rona mukanya berubah hebat.   Duk duk duk, tiba2 ia tergentak mundur beberapa tindak, mulut terbuka darahpun menyembur, pelan2 badannya roboh tersungkur.   Sudah tentu kaget dan ngeri ketiga temannya menyaksikan kawannya gugur, satu di antaranya tiba2 menghardik kalap.   "Hayolah kita adu jiwa dengannya!"   Tiga batang pedang segera menyambar ke depan dengan berbagai tipu ilmu pedang masing2.   Tangan kiri Kun-gi berayun beberapa kali, Ih-thiankiam memancarkan sinar terang, bukan saja serangan lawan dapat dipunahkan, malah badan ketiga lawan seolah terbungkus dalam sinar pedangnya, Kun-gi lantas membentak.   "Kali-an bertiga satu persatu sebutkan nama sendiri2, ingin kutahu apakah kalian penjahat yang pantas dihukum mati atau tidak?"   Tangan kirinya mengembangkan Tat-mo-kiam-hoat, inilah ilmu pedang pelindung Siau-lim-si, setelah digubah oleh Hoan jiu ji-lay, kini dikbembangkan Ling dKun-gi dengan taangan kiri, terbnyata perbawanya jauh lebih meyakinkan.   Dalam sekejap saja ketiga musuh sudah terbungkus oleh cahaya pedang yang menyilaukan, lama2 mereka menjadi pusing tujuh keliling, mata berkunang2, meski sudah terdesak dan terancam jiwanya, tapi ketiga orang tetap bandel, mereka tetap putar pedang melawan dengan nekat.   Akhirnya Kun-gi menjadi tidak sabar, katanya sambil mendengus.   "Kalian tidak mau mengenalkan diri, jelas durjana kejam kelewat takaran dosanya dan pantas dihukum mati."   Belum habis ucapannya, pedang panjang ditangan kanan sudah melancarkan tiga kali serangan, dia tahan serbuan bersama ketiga musuh, berbareng sebelah kakinya menyurut mundur, tangan kanan terangkat, kembali dia menepuk sekali, yang diincar adalah laki2 yang bermuka jelek dengan daging besar menonjol di mukanya.   Sudah tentu laki2 muka buruk ini kaget dan ketakutan, sekuatnya dia putar pedang melindungi badan, tapi Mo-ni-in yang dilancarkan Ling Kun-gi mana bisa ditahan oleh daya putaran sebatang pedang.   Ia menggerung tertahan, pedangnya terlempar, badan terhuyung dan akhirnya roboh tersungkur.   Dalam beberapa gebrak saja dua orang di antara empat lawan telah digasak binasa, sudah tentu dua orang yang masih sisa hidup menjadi kaget dan ketakutan, serempak mereka menyerang beberapa kali, begitu menyurut mundur, sigap sekali mereka putar badansambil melompatberpencarkeduaarahdanlarikeluar.   Kun-gi melotot gusar, serunya.   "Kalian ingin lolos dari tangan orang she Ling, memangnya begini mudah?"   Tangan kanan mencabut Seng-ka-kiam yang menancap di tanah, sekali timpuk dia sambitkan pedang pandak itu ke arah punggung orang baju hijau yang tengah berlari ke arah pintu batu.   Begitu pedang pandak terlepas dari tangan, segera iapun melejit tinggi mengudak ke arah orang berbaju hijau yang lain.   Mimpipun orang yang lari ke arah kanan tidak pernah menduga bahwa Ling Kun-gi akan menimpuknya dengan pedang pandak seperti lembing, ketika dia mendengar samberan angin kencang, untuk berkelit sudah tidak keburu lagi.   Di tengah teriakan kejutnya, tahu2 Seng-ka-kiam telah menusuk punggung dan tembus keluar dada, orang itu masih lari beberapa langkah baru kemudian tersungkur mampus.   Seorang lagi lari ke arah berlawanan, ia sedang girang karena dirinya hampir mencapai pintu, mendadak pandangannya menjadi silau oleh berkelebatnya cahaya kemilau, Kun-gi ternyata sudah menukikturun mengadangdidepannya.   Sekilas kaget segera orang itu mengayun tangan kirinya, segulung asap tebal tiba2 menyembur keluar, sementara pedang di tangan kanan menyerang dengan jurus "mendorong perahu mengikutiarusair", dada Kun-gi ditusuknya, malah sambil menyeringai seram dia mendamperat.   "Anak bagus, kau terlalu pandang rendah diriku, si "pedang dalam kabut"   Ini."   Bu-tiong-kiam atau "pedang dalam kabut"   Cukup menyeramkan juga julukannya ini, dapat pula kita bayangkan betapa kejamnya orang ini, pastilah dia gembong penjahat yang sudah kelewat takaran kejahatannya.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Asap itu kalau bukan mengandung obat bius tentu mengandung racun, tapi Kun-gi tidak takut racun tidak gentar obat bius, dengan tegap dia tetap berdiri di tengah pintu, tangan kanan terangkat, dengan jari telunjuk dan jari tengah dia jepit ujung pedang lawan yang menusuk dadanya itu.   Bahwa pedangnya kena dijepit jari2 Ling Kun-gi, tapi Bu-tiong- kiamtidak kelihatankagetdangugup, dia hanyamenyurutsetengah tindak, sebelah tangan terangkat serta mengulap, katanya tiba2 sambil menyeringaisaja.   "Anak muda, robohlah, robohlah!' Kun-gi tetap berdiri, tak bergeming, jengeknya.   "Kau kira asap racunmu dapat merobohkan aku orang she Ling? Nah pergilah kau!"   Pedang yang dia jepit dengan kedua jarinya mendadak dia dorong ke depan.   Melihat Kun-gi tidak roboh seperti yang dia harapkan, Bu-tiong- kiam sudah mulai jera, belum lagi dia lepas pedang dan hendak melompat mundur, tahu2 gagang pedang sendiri yang dipegangnya telah tergentak mundur oleh dorongan Kun-gi dan "duk"   Dengan telak menyodok dadanya, tanpa mengeluarkan, suara pelan2 dia sendiri yang roboh terjiengkang malah.   Sementara itu musuh yang dihadapi Ting Kiau adalah Tun Thianlay, komandan ronda Hwi-liong-tong.   Senjata yang dipakainya adalah pedang panjang dan lebar, Thiansankiam-hoat yang dia mainkan tampak begitu mahir, meski dia tidak memiliki Lwekang sekuat engkohnya, Tun Thianki, tapi dalam gerakan yang amat sederhana itu, mengandang banyak perubahan yang tidak kalah lihaynya, malah setiap gerak tipu serangannya tidak tanggung2 dan cukup keji.   Sementara kipas Ting Kiau kadang2 terbentang dan tahu2 mengatup, kalau terbentang laksana kampak besar, membelah tegak atau membabat miring, deru anginnya cukup keras mengiria kulit.   Kalau kipas dilempit merupakan tongkat besi sepanjang satu kaki peranti menutuk dan menyodok, di samping untuk mengincar Hiat-todapatpulauntuk melukaisetiapanggotabadan lawan.   Di antara babak pertempuran yang terus berlangsung sengit ini adalah Kongsun Siang yang mengalami tekanan paling berat.   lawannya dua orang, seorang berusia 40-an, berjambang pendek, permainan ilmu pedangnya lebih mirip ilmu golok, pedangnya yang berat itu lebih sering membacok dan membabat.   Seorang lagi adalah satu2nya perempuan di dalam barisan Cap coat kiam-tin, usianya sudah lebih 40, tapi mukanya masih mengenakan pupur tebal dan gincu yang berwarna menyala, kupingnya dihiasi sepasang anting2 gelang sebesar telur ayam, anting2 besar ini gondal gandul mengikuti gerak permainan senjata di tangannya, kecuali pupur, gincu dan anting2 dikupingnya itu orang sukar menemukan ciri2 perempuan pada badannya yang kekar besar ini.   Tapi ilmu pedangnya ternyata lincah, cekatan, ganas dan keji, segala sifat buas yang ada pada binatang seolah2 tercakup seluruhnyadi dalampermainanpedangnya.   Cukup payah dan memeras keringat juga Kongsun Siang menghadapi kedua lawannya ini, tiga orang dalam formasi segi tiga sedang seorang menyerang dengan sengit selama puluhan gebrak, meski belum tampak kalah, tapi juga belum ada tanda2 Akan dapat mengungguli kedua lawannya.   Si baju hijau yang berpedang dengan gaya permainan ilmu golok agaknya tidak sabar lagi, dengan menggerung gusar tiba2 pedangnya berputar kencang, tampak bayangan gelap ber-lapis2, laksana gelombang menggulung tiba.   Sejak tadi Kongsun Siang sudah berusaha menghindari benturan senjata dengan lawan, dalam keadaan kepepet seperti sekarang ini, umpama dia berusaha untuk menghindar lagi juga sudah tidak keburu lagi.   Maka terdengarlah dering nyaring memekak telinga dari benturan dua senjata yang bentrok secara keras, Kongsun Siang merasa telapak tangan sendiri tergetar pegal dan pati rasa, beruntung dia mundur dua langkah, tiba2 sebuah hardikan mengguntur di pinggir telinganya, perempuan baju hijau di sebelahnya telah menubruk maju sambil memutar pedangnya laksana angin lesus menggulung mangsanya.   Sigap sekali Kongsun Siang menubruk ke depan, sementara pedangnya membalik kebelakang menusuk perempuan itu, tapi baru saja gerakan mengegos sambil menyerang ini dia lancarkan, jalur hitam dari bayangan pedang lain tahu2 sudah menyapu tiba pula dan mengincar bagian bawah badannya.   Keruan tidak kepalang kaget Kongsun Siang, cepat2 dia berkelit pula, tapi tak urung pahanya tergores luka juga, darah segera meleleh membasahi celananya.   Untunglah pada saat itu Ling Kun-gi telah menyimpan pedang pandaknya dan segera membentak.   "Kongsun-heng, mundurlah kau.". Kongsun Siang tidak hiraukan seruan ini, sambil menggerung dia tinggalkan perempuan baju hijau lawannya, mendadak dia menubruk ke arah laki2 berewok bersenjata pedang, Sret, sret, sret, sret secepat kilat dia lontarkan tujuh serangan ganas dan lihay dari Thianlong-kiam. Bahwa Cap-coat-tin sudah pecah, kini Kongsun Siang meninggalkan dia, sudah tentu sangat kebetulan bagi perempuan baju itu, tanpa peduli mati hidup temannya, segera dia melejit mundur terus berkelebat ke arah pintu sebelah kiri. Tak terduga Ling Kun-gi ternyata bergerak lebih cepat lagi, tahu2 dia sudah mencegat di depannya, hardiknya.    Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini