Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 37


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 37


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Karena keduanya belajar dari satu sumber, betapapun banyak ragam perubahan ciptaan masing2, tetap tidak kelihatan lebih menonjol daripada yang lain, se-olah2 mereka seperti sedang latihan belaka, sedikitpun tidak kelihatan letak kehebatan mereka, jadi pertempuran adu jiwa yang sengit ini justeru tiada seorangpun yang mampu mengungguli lawan serta merobohkannya.   Kini keadaan semakin tegang, sekarang hanya soal Lwekang siapa yang lebih asor dan tak tahan, dia yang akan roboh lebih dulu dan itu berarti jiwa akan melayang.   Bagi orang lain yang menyaksikan pertempuran adu jiwa ini kelihatannya amat menakjubkan dan mengerikan, terutama dering benturan senjata kedua orang yang bergelombang memekak telinga sungguh sangat mengganggu perasaan orang, jantung serasa mau meloncat keluar.   Dengan mendelong Kun-gi mengikuti pertempuran sengit ibunya yang melabrak Han Janto, sudah tentu hatinyapun sudah getol menuntut balas kematian ayahnya, tapi dia lebih prihatin akan keselamatan ibunya.   Semakin memuncak pertempuran itu, begitu tegang sehingga napaspun terasa sesak.   Disamping itu iapun menerawang serta menyelami jurus No- liong-bankhong (naga murka melingkar di udara) jurus ketiga dari Hwi-liong-kiam-hoat, bila diubah menjadi jurus ketujuh seperti lukisan yang ditinggalkan oleh Tiong-yang Cinjin di dinding gua itu, dikala badan terapung dan melancarkan serangan badan berputar ke kiri, gaya pedang ditekan ke bawah, maka dengan mudah pedang akan menusuk Hiat-to tertawa Han Janto yang terletak dipinggang kanan.   Sebaliknya bila diganti dengan jurus kesembilan, ujung pedang sedikit ditarik serta menyongkel ke atas, iapun akan berhasil menusuktenggorokanHan Janto, sasaranyangmematikan.   Secara diam2 dia ikuti pertempuran ini sambil putar otak gambar peninggalan Tiong-yang Cinjin di dinding gua yang sembilan jurus itu semuanya dilancarkan dengan badan terapung, sejak mulai jurus pertama terus, berlanjut sampai jurus kesembilan seperti berkelebat dalam benaknya, terasa bila dirinya sendiri yang menggunakan jurus2 ilmu pedang itu, cukup lima jurus saja pasti dirinya dapat membinasakan Han Janto.   Tapi ibunya justeru melarang dia turun tangan, soalnya sejak dua puluh tahun yang lalu beliau sudah bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya dengan kedua tangan sendiri.   Dikala dia menonton dengan terpesona, tiba2 jeritan menyayat hati menyentak lamunannya, Karena terkejut Ling Kun-gi berpaling, dilihatnya sekali tabas Thay-siang telah berhasil membunuh Lama kasa merah, dia bertopang dengan batang pedangnya, mukanya pucat pasi.   Malah badannya mulai sempoyongan dan akhirnya jatuh terkulai.   Kun-gi melompat ke sana serta berjongkok di samping orang.   Yong King-tiong juga ikut memburu maju, menyaksikan keadaan Thay-siang seketika dia mengerut kening, katanya lirih.   "Luka2 Jikohnio agaknya cukup parah." "Apakah Lopek tahu di mana letak luka2 Thay -siang?"   Tanya Kun-gi. "Pasti anjing asing ini, meyakinkan ilmu Yoga, kemungkinan Jikohnio terkenan Toa-jiu-in."   Lekas Kun-gi papah Thay-siang, tangan kiri menekan Ling-tai-hiat di punggung orang, pelan2 dia salurkan hawa murni ke tubuhnya.   Betapa tangguh Lwekang Thay-siang, cukup mendapat sedikit bantuan tenaga dari luar sebagai pendorong hawa murni sendiri, dengan lekas sekali orangnya setengah pingsan segera siuman serta membuka mata.   Melihat Kun-gi lagi menyalurkan tenaga murni ke tubuhnya, agaknya dia amat terharu dan manggut2, katanya tak bertenaga.   "Nak, kaukah ini." "Jangan Thay-siang berbicara ........." "Nak, tak usah kau membuang tenaga, lepas tanganmu, aku masih kuat bertahan." "Luka2 Thay-siang tidak ringan, tapi dengan landasan kekuatan sendiri selama puluhan tahun ini, asal berhasil menuntun hawa murni ke tempatnya semula, setelah beberapa kejap bersemadi, dengancepatkesehatanThay-siangpastiakan sembuh." "Memang betul, apa yang kau maksud aku sudah tahu, tapi Losin dua kali terkena Toa-jiu-in keparat gundul itu, keduanya mengenai tempat fatal di tubuhku, keadaanku cukup parah dan tak berguna lagi, tak usah kau membuang hawa murnimu, hentikanlah, mumpung keadaan Losin belum memburuk, masih ada omongan yanghendakkubicarakandengan kau."   Tapi Kun-gi tidak segera lepas tangan, katanya.   "Apakah Thaysiang tidak berusaha menyembulikan diri?" "Tak usah banyak bicara nak, dua tempat isi perutku sudah hancur, umpama ada obat dewa juga tiada gunanya, syukur aku masih kuat bertahan berkat peyakinan Lwekang selama puluhan tahun, hawa murniku belum lagi buyar, beberapa kejap aku masih kuat bertahan, umpama kau bantu menyalurkan hawa murni juga tiada gunanya. Sebelum ajal ini, Losin ingin bicara dengan kau, waktuamat mendesak, lekaslahdudukdisampingku."   Yong King-thong dapat melihat air muka Thay-siang sudah mulai berubah, lekas dia menimbrung.   "Ling-kongcu, Jikohnio ingin bicara, lekas kau berhenti saja." "Thay-siang . ."   Dengan ragu2 akhirnya Kun-gi menarik tangan. Lwekang Thay-siang memang amat tinggi, meski Kun-gi tarik tangan menghentikan saluran tenaga dalam, hakikatnya tidak membawa pengaruh besar bagi keadaannya, mukanya memang amat pucat, katanya menukas.   "Nak, jangan memanggilku Thaysiang, akuadalah bibimu, kau panggilakubibi saja."   Terasa oleh Kun-gi, perempuan yang berwatak keras sejak muda sampai lanjut usia ini, kini keadaannya betul2 sudah parah, walau orang berhati keji, untuk membunuhnya tak segan2 dia mengorbankan banyak jiwa orang lain, tapi apapun yang telah terjadi, jelek2 dia adalah adik kandung ibunya, apalagi keadaannya sekarang ibarat dian yang sudah kehabisan minyak.   Maka pelan2 Kun-gi berlutut, mulutpun berteriak haru tersendat .   "Bibi!"   Thay-siang tertawa haru, katanya.   "Anak baik, bibimu berbuat salah terhadap kakek luarmu, mengingkari ayah bundamu, demikian pula terhadap kau ..." "Kejadianyangsudahlalu, biarlah takusah diungkatkembali, bibi tak usah bicara urusan ini lagi." "Orang menjelang ajal, apa yang dikatakan adalah bajik, perbuatanku dulu yang memang tidak dilandasi cinta kasih dan kebajikan, sekarang menjadipenyesalanyangamat mendalam."   Setelah Kun-gi menghentikan tambahan hawa murni, kalau Thaysiang tidak menggunakan tenaga, berkat latihannya puluhan tahun dia masih kuat bertahan beberapa kejap lagi, tapi setelah berbicara beberapa patah, lambat laun terasa keadaannya semakin gawat.   Agaknya hawa murni dalam tubuhnya mulai buyar sehingga suara yang keluar dari kerongkongan pun menjadi lemah dan lirih, tapi dia masih berusaha berbicara.   "Nak, kau sudah masuk ke Hekliong-tam, sembilan jurus ilmu pedang peninggalan Tiong-yang Cinjin yang terukir didinding pasti sudah kau pelajari dengan baik, Ih-thiankiam ini diperoleh kakek luarmu di dalam kamar batu didasar kolam itu, hanya pedang inilah yang bisa mengembangkan sembilan jurus ilmu pedang itu hingga puncaknya, lekaslah kau terima ...."   Sampai di sini mendadak dia ter-batuk2, napaspun ter-sengal2.   Pada saat itulah, terdengar benturan nyaring senjata memekak telinga dan menggetar sukma, tanpa tertahan Kun-gi menoleh, dalam beberapa kejap ini, ternyata ibunya sudah terdesak di bawah angin.   Pedang panjang di tangan Hati Janto dimainkan sesakti naga hidup, sinar pedangnya yang semula redup kini mulai menyala meski tetap remang2, sementara ibunya masih bertahan mati2an, permainan memang masih teratur, tapi mau tidak mau dia menjadi cemas juga.   Mendelong pandangan Thay-siang yang sudah pudar, katanya lirih.   "Nak, jangan hiraukan aku, lekas maju ke sana, Toaci bukan tandingan Han Janto, hanya Ih thiankiam yang dapat menundukkan dia....."   Sambil mengawasi Thay-siang, Kun-giragu.   "Tapi, bibi. .. ..   "   Kata Thay-siang dengan ter-senggal2.   "Jangan hiraukan aku, aku akan segera mangkat ... .O. nak, masih ada satu hal, semula aku ingin menjodohkan Bok-tan padamu, Bok-tan anak baik, tapi kalau kau suka So-yok, aku juga tidak menentang, boleh kau pilih dan putuskan sendiri, di antara kedua anak ini, kau harus pilih salah satu, kelak setelah punya anak, jangan lupa berikan satu di antaranya untuk marga Thi supaya tidak putus turunan ... ."   Kembali suara benturan nyaring memekak telinga, terdengar Han Janto tertawa latah.   "Thi Ji-giok, berapa jurus lagi kau mampu menandangi aku?"   Bergetar hati Kun-gi, pelan2 Thay-siang ulur tangannya yang gemetar, katanya gugup.   "Nak ....lekaslah ...."   Pelan2 Ling Kun-gi merebahkan Thay-siang, katanya.   "Bibi istirahat saja, keponakan pasti ... ." "Ingat pesanku,"   Ucap Thay siang lemah.   "setelah kalian punya anak....akuingin memungutsatu...   "   Kun-gi mengangguk dengan berlinang air mata, tak sempat bicara lagi, dia jemput Ih-thiankiam terus melompat ke sana. Ihthiankiam berubah selarik sinar hijau meluncur di tengah udara sambil berteriak keras.   "Bu, biar anak yang membereskan bangsat durjana ini."   Putaran pedang Han Jan to yang kencang itu sudah bikin Thi- hujin terdesak di bawah angin, dia mengejek sambll tertawa senang.   "Bagus, kalian ibu dan anak boleh maju bersama, supaya menghemat waktu dan tidak menghabiskan tenagaku."   Sebagai seorang yang sudah kenyang mencicipi asam garamnya percaturan Kangonw, baru habis kata2nya, seketika dia merasakan keganjilan dari samberan sinar pedang Ling Kun-gi, belum lagi lawan menerjang tiba, hawa pedang yang dingin tajam terasa sudah mencekam perasaannya.   Sudah tentu dia kenal baik Ih-thiankiam di tangan Ling Kun-gi yang tajam luar biasa ini.   Keruan mencelos hatinya.   pikirnya.   "Kepandaian silat bocah ini ternyata tidak lebih asor dari ibunya."   Sebat sekali dia berkisar ke samping, berbareng pedangnya menabas miring.   Ilmu pedangnya boleh dikatakan sudah mencapai tingkatan tertinggi, maka perhitungan waktunya sudah tentu amat tepat, begitu tebasan pedang terayun ke depan, pada saat itu pula Ling Kun-gi akan hinggap turun di tanah, malah dalam waktu yang sama pula dia berhasil menghindarkan ancaman pedang Ling Kun-gi dengan berkelit ke samping.   Walau tebasan pedang itu dilancarkan sambil berkelit, tapideruanginpedangnyaternyatakerassekali.   Dikala melayang turun tadi.   Kun-gi sempat mengegos kesamping, namun dia toh merasakan tekanan hawa perdang musuh, hawa murni pelindung badannya memperlihatkan keampuhannya, pakaiannya tampak melembung, mau tidak mau ia terkejut juga, batinnya.   "Keparat ini memang lihay,"   Begitu Kun-gi hinggap di tanah, Thi-hujin lantas tanya dengan gugup.   "Nak, bagaimana keadaan adik?" "Lekas ibu menengoknya, bibi terluka parah, mungkin tak bertahan lagi,"   Sahut Kun-gi. Tersirap darah Thi-hujin, teriaknya.   "Baik, hadapi dia dengan baik, lebih baik kalau kau bekuk hidup2, ibu akan jaga bibimu."   Cepat dia memburu ke tempat Thay-siang merebahkan diri. Han Jan to menyeringai, serunya.   "Lihat pedang, anak muda!"   Sekali berkelebat bayangannya, orangnyapun mendesak maju, selariksinar kemilau langsung membelah. Pedang Kun-gi pelan2 didorongnya ke depan, mulutnya membentak.   "Orang she Han, ibu berpesan untuk membekukmu hidup2, kalau tidak dalam beberapa jurus saja pasti kubereskan jiwa anjingmu ini." "Anak bagus,"   Teriak Han Janto ter-gelak2.   "agaknya kau lebih congkak daripada bapakmu ....."   Mendengar orang menyinggung ayahnya, semakin berkobar dendam Kun-gi, sekali menghardik, pedang dia pindah ketangan kiri, dengan sengit ia mencecar dengan serangan maut.   Dengan pedang di tangan kiri, dia coba mengembangkan ilmu pedang Tat-mo-kiamhoat secara kidal, pedangnya memancarkan cahaya dingin, rangsakannya sengit dan ketat.   Tat-mo-kiam-hoat ajaran Siau-lim-si memang terkenal ketat, kini dimainkan secara kidal oleh Ling Kungi, permainan yang serba berlawanan dengan aslinya ini kelihatan lebih aneh dan banyak ragamnya, orang sukar berjaga dan meraba arahnya.   Mengingat pesan ibunya tadi agar membekuk lawan ini hidup2, maka dia kombinasikan juga per-mainan telapak tangan kanan dengan Cap-ji-kim-liong jiu yang lihay, jari2 tangan kadang2 menutuk mencengkeram, memegang, menarik, menyodok dan macam2 gerakan lain yang diincar adalah Hiat-to Han Janto.   Perubahannya serba aneh dan lihay.   Han Janto terhitung ahli pedang juga, kapan dia pernah menyaksikan atau berhadapan dengan lawan yang main pedang secara kidal? Yang dimainkan justeru berlawanan dari ilmu pedang aslinya?.   Karena belum menempatkan diri pada posisi yang meyakinkan, dia terdesak mundur, batinnya.   "Apa yang dimainkan bocah ini pasti ilmu pedang ciptaan Hoanjiu-ji-lay, sungguh aneh dan lihay,"   Hati berpikir sementara pedangnya bergerak melingkar2, di samping bertahan iapun berusaha balas menyerang, rangsakan Ling Kun-gi yang aneh2 ternyata dapat ditandingi dengan sengit pula.   Puluhan gebrak kemudian Han Janto menjadi hilang sabar, sambil mengeluarkan suara aneh, mendadak ia meloncat ke udara sambil pedang terayun, pedang berubah sejalur bayangan hitam menjulang tinggi ke udara.   Diam2 Kun-gi tertawa dingin, iapun tidak mau ketinggalan, sekali pedang menggaris iapun enjot tubuh melejit ke atas.   Padahal Han Janto sudah tiga tombak di udara, melihat Ling Kungi juga meniru perbuatannya, diam2 ia bergirang dan menyeringai.   Karena kali ini dia melambung lebih dulu, Kun-gi mengejar selangkah agak terlambat.   Dikala Han Janto mencapai ketinggian tiga tombak, Kun-gi baru mencapai dua tombak, sudah jelas posisinya lebih menguntungkan.   Pada keadaan yang menguntungkan inilah mendadak dia putar haluan, dengan menukik dengan kepala di bawah dan kaki di atas, pedang hitam di tangannya melingkar2 membawa bayangan hitam bagai jala menyebar ke empat penjuru, kepala Ling Kun-gi menjadi sasaran langsung.   Thi-hujin yang menyaksikan di sebelah sana menjadi kaget, teriaknya gugup.   "Awas anak Gi"   Maklum, di tengah udara orang sukar bergerak leluasa seperti di atas tanah, sekali kesempatan di dahului lawan, maka awaksendiri akan menjadibulan2an.   Bagai percikan lelatu api singkatnya, dikala Kun-gi menjulang ke atas mencapai ketinggian dua tombak, badannya yang masih terus menerobos naik itu mendadak meliuk minggir terus menerjang dari samping, secara tepat dan indah dia berhasil menghindarkan jaring pedang Han Jan to yang lihay.   Seperti diketahui Han Janto buru2 menukik turun ketika dia mencapai ketinggian tiga tombak maka terjangan Ling Kun-gi dari samping ini bukan saja berhasil meluputkan diri dari serangan pedang lawan, malah sekaligus mengungguli lawan dan berada di sebelah atas Han Janto.   Hal ini dengan jelas disaksikan oleh Han Janto waktu dia kembangkan serangannya, gaya Ling Kun-gi ternyata amat aneh dan luar biasa seperti naga sakti yang hidup, tahu2 bayangannya sudah menerobos lewat lebih tinggi di sebelah atasnya, seketika dia insaf keadaan berbalik tidak menguntungkannya.   Untunglah selama puluhan tahun meyakinkan Hwi-liong-sam-kiam, ketiga jurus ilmu pedang ini boleh dikatakan sudah mendarah-daging dengan jiwa raganya, sudah tentu permainannya dapat terkendali sesuai jalan pikirannya.   Begitu mengamati gerakan Ling Kun-gi yang aneh, segera dia memberatkan badan, seperti burung merpati yang melingkupkan sayap dan menukik ke bawah, bayangan pedang hitam seketika kuncup, secepat meteor dia jatuh anjlok ke bawah.   Soalnya dia kuatir Kun-gi bakal menyerang dari atas, maka dia merasa perlu buru2 melayang turun.   Di luar dugaan Ling Kun-gi tidak lantas menyerang, tapi iapun mengejar turun pula.   Sudah tentu kali ini Han Janto lebih dulu mencapai tanah.   Diam2 dia tertawa dingin, pikirnya.   "Bocah keparat, bila kau lancarkan serangan dari udara mungkin tuanbesarmu dapat kau kalahkan, tapi kesempatan sebaik ini kan sia2kan, kembali aku mendahului anjlok ke bawah, nah, sekarang rasakan pedangku."   Pikiran berjalan tanganpun bergerak, sebelum Kun-gi hinggap di tanah, mendadak dia menghardik sekali, pedang hitam di tangannya kembali menaburkan jaringan sinar menggulung ke arah Kun-gi.   Kun-gi belum sempat hinggap di tanah, mendadak ia ter-gelak2, bagai angin menghembus dahan pohon, tiba2 tubuhnya melayang ke sana, Ih-thiankiam memancarkan cahaya hijau memanjang, bayangan pedang tampak ber-lapis2 balas menyerang dari sebelah atas.   Betapa hebat dan cepat gempuran kedua pihak ini, begitu cahaya pedang kedua pihak saling bentrok maka terdengarlah suara rentetan nyaring benturan senjata.   Sesosok bayangan orang tahu2 menerjang keluar dari lingkaran sinar pedang.   Itulah Han Janto, jubah abu2 bersulam naga yang indah itu sudah koyak2 di beberapa tempat, pedang panjang tiga kaki di tangannyapun telah terpapas kutung tinggal satu kaki lebih.   Setelah mundur beberapa langkah, mendadak dia menggerung gusar, dia timpukkan pedang kutung sebagai senjata rahasia mengincar dada Ling Kun-gi.   Begitu kutungan pedang lepas dari tangan, sebat sekali dia putar tubuh sambil menjejak kedua kaki, bagai burung yang sudah ketakutan mendengar suara jepretan, cepat2 dia berlari secepat terbang keluar lembah.   Jurus tandingan yang dilancarkan Ling Kun-gi dalam gebrak terakhir ini adalah jurus ke 7 dari ilmu pedang peninggalan Tiongyang Cinjin yang terukir di dinding gua itu.   Maklum, baru pertama kali ini dia kembangkan, latihan belum matang, apalagi mengingat pesan ibunya untuk membekuk lawan hidup2, maka Han Janto sempat lolos dari jaringan sinar pedangnya.   Kini melihat orang menyerang dengan pedang kutung sebagai senjata rahasia, segera ia menyampuk.   "trang", pedang kutung kena diketuk jatuh, mulutnyapun menghardik..   "Mau lari ke mana?"   Baru saja Kun-gi hendak mengejar, didengarnya seorang bersuara dengan nada berat berwibawa.   "Dia tidak akan lolos."   Sesosok bayangan orang meluncur tiba dan tahu2 sudah mencegat jalan lari Han Janto, malah sekaligus dia lancarkan sekali pukulan telapak tangan. Pencegat ini adalah Yong King-tiong. "Yong King-tiong,"   Han Janto berteriak kalap "berani kau merintangi aku!"   Tangan kanan menyodok sementara telapak tangan kiri menggempur.   "Blang", telapak tangan kedua orang beradu dengan telak, masing2 tergentak mundur satu langkah.   Betapapun Han Janto sudah mengalami pertempuran seru sejak tadi, tenaganya banyak terkuras karena adu pukulan secara keras ini, dadanya tampak naik turun, napasnya memburu.   "Han Janto,"   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Bentak Yong King-tiong mendelik.   "keadaanmu sudah payah, lebih baik kau menyerah saja."   Tertampak oleh Han Janto, delapan jago pedang seragam hitam berdiri di belakang Yong King-tiong, semuanya gagah memeluk pedang, naga2nya mereka sudah dibujuk dan tunduk pada Yong King-tiong, kini keadaan awak sendiri sudah terpencil, dia tahu gelagat yang tidak menguntungkan ini.   Cepat sekali otaknya bekerja, tiba2 ia membentak.   "Pengkhianat bernyali besar, memangnya kalian mau berontak?"   Belum habis bicara, kedua telapak tangan terangkap, dengan sekuatnya dia menggempur maju, berbareng kaki kanan menendang dada Yong King-tiong.   Dalamsekali gebrak ini tiga jurus serangan sekaligus dilontarkan.   Yong King-tiong tertawa, kedua telapak tadgan berputar ke atas lalu dari depan dada.   pelan2 dia dorong ke depan, dengan jurus Ji-liong-huncui (dua naga membagi air), dia berusaha mematahkan serangan Han Janto, menyusul tubuh mengapung ke atas, berbareng kaki kanan juga menyepak kaki kanan Han Janto yang menendang datang.   Kedua jarus serangan inipun dilontarkan secepat kilat.   "Blum"   "plak", benturan keras serasa menggoncang bumi, empat telapak tangan beradu lebih dulu disusul kaki masing2pun berhantam. Posisi kedua pihak berbeda, maka kesudahannyasegeratampaksiapalebihunggul danasor. Selama dua puluh tahun ini Yong-King-tiong tak pernah unjuk kepandaian aslinya, betapa tangguh Lwekangnya, begitu anjlok turun dia hanya bertolak mundur selangkah. Tidak demikian dengan Han Janto yang sudah mulai lemah, darah serasa hampir tumpah dari mulutnya, tanpa terasa dia terhuyung tiga tindak. Sekuatnya dia tahan darah yahg hampir menyembur dan menahan sakit luka2 dalamnya, baru saja dia hendak putar badan, mendadak kedua pundak terasa pegal kaku, tulang pundak kanan kiri tahu2 telah terpegang orang, seluruh tenaganya seketika lunglai, mana dia mampu meronta atau melawan lagi? Maka didengarnya suara Ling Kun-gi membentak di belakang. "Han Janto seharusnya kau tahu, sejak tadi orang she Ling sudah berada dibelakangmu"   Terdengar seruan Thi-hujin dari sana.   "Anak Gi, jaga dia, jangan sampai dia menggigit putus lidahnya."   Kun-gi berpaling katanya.   "Ibu tak usah kuatir, anak tidak akan memberi kesempatan padanya untuk bunuh diri."   Tangan kiri segera menutukAh-bunhiatdi belakang leher HanJanto. Thi-hujin mendekatinya, sekali raih, dia tarik kedok muka orang, desisnya dengan menggereget.   "Bangsat she Han, dikala kau menjual Hek-liong-hwe dulu, pernah kau pikirkan akan nasibmu seperti sekarang ini?"   Dulu Han Janto berwajah tampan, putih halus, romannya yang agakkurus dulu kinitampak gemuk.   Cuma hidang betetnya yang tidak berubah, tapi bentuk dan rona mukanya sekarang mempertebal perasaan orang akan jiwanya yang culas dan keji.   Kini jiwa raga sudah jatuh ke tangan musuh, Hiat-to tertutuk, badan lemas lunglai, jangankan melawan untuk merontapun tak mampu lagi, akhirnya dia pasrah nasib memejamkan mata saja tanpa bersuara.   Sebetulnya memang dia tidak mampu bersuara karena Ah-bun hiat tertutuk.   "Anak Gi,"   Kata Thi hujin.   "kau gusur dia marilah, kita ke pusara ayahmu, secara hidup2 akan kukorek ulu hatinya untuk sembayang arwah ayahmu ....... ."   Tanpa terasa suaranya tersendat dan pilu, air matapun bercucuran. Kun-gi menahan isak tangisnya, katanya terguguk.   "Apakah pusara ayah berada di sini?"   Dengan berlinang air mata Thi-hujin menjawab.   "Tidak salah, ayahmu dikebumikan di lembah sebelah timur sana." "Kongcu,"   Yong King-tiong menimbrung.   "serahkan saja. Han Janto pada mereka."   Lalu dia berputar ke arah kedelapan jago pedang seragam hitam, katanya.   "Kalian gusur dia, pergilah ke Say-cu-kau."   Dua diantara jago pedang itu segera tampil ke depan, bahu kanankiri HanJantodikempitterusberjalan mendahuluididepan. 'Hujin", kata Yong King-tiong.   "biarlah Lo-siu berangkat dulu."   Lalu dia mengikuti kedelapan jago pedang itu berangkat lebih dulu. Kun-gi celingukan ke sekelilingnya, bayangan Thay-siang tidak kelihatan, tapi di pinggir Hek-liong-tam sana bertambah satu gundukan tanah, cepat dia bertanya.   "Bu. apakah bibi sudah wafat?"   Ber-kaca2 mata Thi-hujin, katanya mengangguk.   "Adik sudah mangkat, dua puluh tahun perselisihan dengan ibu, sampai detik2 sebelum ajalnya baru dia sadar dan insaf akan kekhilapannya, dia punya sebuah angan2, minta supaya kau menyambung keturunan keluarga Thi, ibu sudah menerima dan berjanji padanya, ibu juga termasuk anggota keluarga Thi, maka adalah pantas kalau kaulah yang harus meneruskan keturunan keluarga Thi ...."   Ia angkat kepala lalu menambahkan.   "Mari!ah kita susul mereka."   Kun-gi mengintil di belakang ibunya.   Jalan kecil ini berliku dan belak-belok, seperti berputar di lereng gunung, kecuali lumut yang licin dan berbahaya, rumput atau tetumbuhan lain tiada yang bersemi di sini.   Kira2 setengah li jauhnya, setelah membelok sebuah pengkolan pinggang gunung, betul juga tam-pak di tengah selat gunung yang diapit dinding curam menjulang tinggi terdapat sebuah batu nisan.   Yong King-tiong bersama kedelapan jago pedang yang menggusur Han Janto sudah menunggu di depan pusara itu, delapan jago pedang itu berpencar berjaga terhadap segala kemungkinan.   Mengikuti langkah ibunya Kun-gi, tiba di depan pusara, tampak di atas sebuah batu nisan besar bertatahkan huruf yang berbunyi "Pusara almarhum Hwecu Ling Tiang-hong".   Yong King-tiong menjura kepada Thi-hujin, katanya.   "Tempat ini terselubung dari tiga jurusan, kalau orang2 Hek-liong-hwe mendengar kabar mungkin bisa meluruk kemari, hal itu akan mendatangkan kesukaran bagi kita. Hujin, Kongcu, silakan bersembahyang, Lobsiu akan bertugas di mulut lembah sana untuk menjaga segala kemungkinan."   Thi-hujin mengangguk, katanya.   "Pendapat Yong-congkoan memang betul, kalau demikian bikin capai dirimu saja." "Hujin terlalu sungkan, ini menjadi tugas dan kewajiban Losiu,"   Ucap Yong King-tiong, dua jago yang menggusur Han Janto ditinggalkan, enam jago pedang yang lain dia bawa naik ke atas ngarai sana." "Anak Gi,"   Ucap Thi-hujin.   "punahkan saja ilmu silat orang she Han, baru kau buka Hiat-tonya."   Kun-gi mengiyakan sambil menghampiri Han Janto, pelan2 telapak tangannya menepuk pundak orang untuk membuka Hiat-to orang, berbareng dua jari tangan kiri secepat kilat menutuk Kui-hayhiat.   Kontan badan Han Jan to mengejang dan gemetar keras, sambil meraung keras ia jatuh terguling.   Tanpa membuang waktu beruntun Kun-gi unjuk kemahiran ilmu tutukannya, cepat sekali kembali dia tutuk Pak-liong dan Bweliong kedua Hiat-to ditubuh orang, terakhir dia menutuk pula Pek-hwehiat diubun2kepalaHan Janto.   Seperti balon yang kempes Han Janto roboh di tanah, badan lunglai tak mampu bergerak, pelan2 dia angkat kepala, kedua bola matanya mendelik berwarna merah menatap Thi-hujin, serunya dengan suara serak.   "Thi Ji-giok, kau ..... bunuhlah aku. Berilah aku kematian secepatnya."   Membesi hijau muka Thi-hujin, teriaknya murka.   "Memberi kematian secepatnya? Kau keparat yang lupa leluhur, rela menjadi budak musuh dengan menjual bangsa dan negara, kau sampah persilatan, kau mencelakai suamiku, betapa banyak patriot yang kau bunuh, ingin aku membeset kulitmu dan mencacah dagingmu, syukurlah Thian maha adil, hari ini kau terjatuh di tanganku, akan kukorek ulu hatimu hidup2 .......   "   Maki punya maki amarahnya semakin memuncak, mendadak ia memburu maju, kaki melayang, muka Han Janto ditendangnya sekali. Bentaknya.   "Hayo berlutut, mintalah ampun dan akui segala dosa dan kejahatanmu dulu."   Karena ilmu silatnya sudah punah, Han Janto meraung kesakitan karena tendangan itu, sesaat lamanya mulutnya masih mengerang dan merintih, mukanya basah kuyup oleh butiran keringat sebesar kacang, tiba2 ia merangkak ke depan batu nisan serta bergelak tertawa dengan mendongak.   "Thi Ji-giok,"   Serunya, "kepada siapa aku harus berlutut? Kau kira di sini kuburan suamimu?"   Thi-hujin melenggong, tanyanya terkesiap.   "Apa? Tulang suamiku tidakdalam kuburan ini?"   HanJanto menyeringaiseram.   "Ketahuilah, ini hanyasegundukan tanah belaka, hakikatnya tiada tulang belulang Ling Tiang-hong." "Kau bohong,"   Teriak Thi-hujin.   "bukankah batu nisan ini sudah terukir namanya?" "Kau tahu tempat apakah ini?"   Jengek Han Janto.   "tempat ini dinamakan Say-cu-kau (mulut singa) karena tiga jurusan terkepung buntu, bisa masuk tapi keluar sukar, memang sengaja kubuat kuburan palsu ini untuk menjebak kedatanganmu, dasar kau yang mujur dan diberkati umur panjang, selama ini tidak pernah muncul, maka kuburanpalsu inipun tetapberadadisini."   Diam2 Kun-gi maklum kenapa Yong King-tiong merasa perlu hawa enam jago pedangnya untuk berjaga di mulut lembah di atas ngarai sana. Tak tertahan dia membentak, gusar.   "Keji benar perbuatan kalian." "Lalu di mana tulang jenazah suamiku?"   Tanya Thi-hujin.   "di mana kalian menguburnya?" "Biar terus terang kuberitahu padamu, Ling Tiang-hong adalah pengkhianat Hek-liong-hwe dan Hwecu buronan, walau dia sudah mampus, tapi pihakpemerintahtetapharus memeriksajenazahnya. ..."   Bagai dihunjam belati perasaan Thi-hujin, badannya sampai gemetar menahan gejolak hati, desisnya sambil menggertak gigi. "Sampaipun jenazahnya juga tidak kalian bebaskan?"   Sudah tentu darah Kun-gi juga mendidih, lekas dia papah sang ibu, katanya sambil berlinang air mata.   "Bu, tenangkan hatimu." "Durjana, katakan siapakah yang berkeputusan tentang hal ini?" . "Hal inijangan salahkan aku,"ujar HanJanto.   "Im-si-boankoanCi Kun jin dan Ki Seng jiang berdualah yang mengajukan tipu muslihat ini, bila buronan tertangkap harus segera diserahkan kepada pihak yang berwenang ...." "Siapa itu Ci Kun jin?"   Tanya Thi-hujin.   'Ci Kunjin adalah penasihat gubernur Soa-tang dua puluh tahun yang lalu.   Dia pula yang mengatur dan merencanakan penyerbuan ke Hek-liong-hwe." "Di mana dia sekarang?" "Setelah Kok Thay, gubernur Soatang meninggal, dia lantas meninggalkan gelanggang pemerintahan, konon dia sekarang berada di Jet-ho." "Dan Ki Seng-jiang,"   Ucap Kun-gi.   "apakah Cengcu dari Coat-seng-sanceng?' "Dia adalah anak angkat Ciok-boh Lojin dari Ui-san, kepandaian silatnya amat tinggi, sejak lama dia sudah berkiblat pada kerajaan, waktu itu dia sudah menjadi Siwi kelas tiga istana raja yang tergabungdalamSinki-engyangtersohoritu ... ." "Dan sekarang?"   Sela Thi-hujin. "Sekarang dia berkuasa diPi-sok-sanceng." "Pi-sok-san ceng? Di mana letaknya?" "Sanceng terletak di Jet-ho, namanya saja perkampungan, yang benar itulah sebuah pesanggerahan yang mirip istana." "Haa,"   Thi-hujin menggeram.   "meski berada di istana raja, tetap akan kurenggut jiwa anjingnya."   Sampai di sini mendadak dia tatap Han Janto, hardiknya beringas.   "Masih ada pesan apa kau?"   Sesaat Han Janto pandang Thi hujin dengan mendelong, katanya kemudian.   "Tiada pesan apa-apa, aku memang berutang dan patut membayar padamu, dapat mati ditanganmu, tiada yang perlu kusesalkan lagi." "Baik!"   Dengus Thi-hujin. Pedang terangkat terus menusuk ulu hati orang. Sambil berlutut di tanah Han Janto sudah pejamkan mata. "Bles"   Ujung pedang menghujam ke dalam dadanya, giginya gemerutuk menahan sakit pelan2 badannya lantas roboh terjengkang ke belakang, darahsegera muncratbagaianakpanah.   Thi-hujin menarik pedang, darah mengalir dan bertetesan di ujung pedangnya, dengan pedang menopang bumi, air matanya bercucuran, kepalanya menengadah, mulutnya bergumam.   "Tianghong, akhirnya berhasil aku menuntut sakit hatimu, dengan tanganku sendiri kubunuh keparat ini, tapi meski berhasil aku menuntut balas, lalu di mana kau? Aku tetap takkan berhasil menemui kau, selamanya takkan bisa menemukan kau .....   "   Tak tertahan akhirnya dia menangis ter-gerung2. Kun-gi berlutut di atas tanab, katanya dengan berlinang air mata.   "Bu, kau telah menuntut balas, di alam baka ayah pasti juga tahu, ibu harus merasa lega hati, anggaplah aku telah berbakti kepada ayah, musuh telah kutawan hidup2." "Nak, ucapanmu hanya untuk menghibur ibu saja, yang benar orang sudah mati, mana dia bisa tahu? Menuntut balas adalah kewajiban setiap orang hidup, meski aku sudah bunuh Han Janto, memangnya dia bisa mengembalikan suamiku dan ayahmu?"   Mendadak pandangannya menatap jauh ke depan, rona mukanya menampilkan tekad yang keras untuk menuntut balas, katanya tegas .   "Tapi aku masih harus menemukan Ci Kunjin dan Ki Sengjiang kedua bangsat itu, patriot bangsa yang gugur harus menuntut balas pula, supaya manusia di kolong langit ini tahu bahwa durjana penjual bangsa dan negara akhirnya pasti mendapat ganj-aran setimpal." "Bu, kau sudah menuntut balas sakit hati ayah, kedua orang itu serahkan saja kepada anak, demikian pula tulang jenazah ayah, anak pasti akan menemukannya kembali,"   Demikian janji Kun-gi kepada ibunya. Menyinggung tulang jenazah suaminya, tak tertahan Thi-hujin mencucurkan air mata pula, katanya sedih.   "Urusan sudah berselang dua puluh tahun, ke mana kau akan mencarinya?" "Mereka mencelakai ayah, pasti menguburnya pada suatu tempat, tentunya ada orang tahu di mana beliau dikubur,"   Kata Kungi. Tengah ber-cakap2, mendadak berkumandang suara benturan senjata dari sebelah atas. Thi-hujin segera melengak, katanya kuatir.   "Agaknya ada orang bertempur dimulut lembah, lekas kita tengok ke sana."   Memang hanya ada satu jalan keluar dari Say-cu-kau, mungkin kawanan bangsat dari Hek-liong-hwe mendapat kabar dan menyusul tiba sehingga terjadilah pertempuran dengan Yong King-tiong serta kedelapan jago pedang yang berjaga di mulut lembah.   Bergegas Thi-hujin bersama Kun-gi berlari ke arah mulut lembah.   Dalam sekejap itu, tampak tanah kuning di atas gundukan bukit sudah berceceran darah segar, empat jago pedang anak buah Yong King-tiong tampak menggeletak binasa dengan tenggorokan tertembus pedang, cara kematian keempat orang ini serupa satu dengan yang lain.   Pemimpin rombongan musuh adalah seorang gadis berpakaian serba putih yang berparas jelita, tampak alisnya lencik, matanya bundar menyerupai mata burung Hong, wajahnya bulat telur cerah bagai bunga mawar, sikapnya agung mempesona.   Cuma sikapnya yang dingin kaku tampak serius dan berwibawa, orang menjadi kederdantakberani memandangnyaterlalu lama.   Empat gadis lagi berada pada dua sisi gadis baju putih, semuanya memegang pedang yang berlepotan darah segar.   Paling belakang adalah sebarisan delapan laki2 baju hijau ketat, mereka adalah orang2 dari Ceng-liong-tong.   Diam2 cemas Ling Kun-gi, dirinya pernah bergebrak dengan jago2 pedang anak buah Yong King-tiong, tarap kepandaian ilmu pedang mereka boleh diagulkan, sejak mendengar benturan senjata tadi sampai dia berlari tiba di tempat ini, paling hanya beberapa kejap saja, entah cara bagaimana keempat jago pedang itu terbunuh oleh pedang para gadis2 jelita ini? Terdengar Yong King-tiong tengah bicara sambil menjura.   "Walau Cui-tongcu telah membunuh empat jago pedangku, tapi ada Losiu di sini, jangan harap Cui-tongcu bisa melampaui diriku untuk ke bawah sana."   Ternyata gadis baju putih ini adalah Cui-tongcu dari Ceng-liongtong. Sorot mata Cui-tongcu yang dingin sekilas melirik ke arah Thi hujin dan Ling Kun-gi yang mendatangi, katanya mengejek.   "Yong King tiong, kau memang berhasil, nah itu mereka telah keluar dari Say-cu-kau."   AgaknyaYongKing-tiong naikpitam, serunya. "Peduli kau ini utusan macam apa dari kotaraja, Losiu tetap ingin menjajal kepandaianmu." "Wut"tiba2 dia menghantamlebihdulu. "Kau ingin gebrak dengan aku?"   Ejek Cui-tongcu, tiada tampak bergeming, kaki tidak bergerak, hanya badan sebelah atas sedikit bergeliat, dengan mudah dia sudah meluputkan diri dari pukulan Yong King-tiong, Segulung angin pukulan kencang menyamber lewat diatas pundaknya.   Setelah menghindari samberan angin pukulan, Cui-tongcu mengejek.   "Peranan penting sudah tiba, aku malas bergebrak dengan kau."   Selama dua puluh tahun ini Yong King-tiong menyembunyikan diri dengan sabar, kepandaian aslinya yang tinggi tak pernah dipamerkan, kini sepak terjang dirinya sudah terang2an, maka dia merasa tidak perlu takut lagi bertindak blak2an, melihat pukulannya dapat dihindarkan lawan, hatinya semakin murka, kembali dia melontarkan pukulan.   Gempuran ulangan ini sudah tentu lebih hebat lagi kekuatan pukulannya, angin pukulan segera mencrpa dengan dahsyatnya.   Cui-tongcu menanggapi dengan tak acuh dan dingin.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kau kira aku tidak berani melawanmu?"   Kali ini dia memang tidak berkelit, tangannya yang halus bergerak memutar, entah bagaimana dia membalik telapak tangan, tahu2 dia sambut pukulan Yong King-Tiong dengan kekerasan pukulan pula.   Dua pukulan dahsyat saling bentrok di udara menimbulkansuarakeras, ternyatasetalitigauang aliassama kuat.   Sudah tentu kesudahan adu kekuatan pukulan ini amat di luar dugaan Yong King-tiong, soalnya dia hanya tahu bahwa Cui-tongcu ini berkepandaian tinggi, tapi tak pernah terpikir bahwa gadis selembut ini memiliki Lwekang setangguh ini.   Thi-hujin ikut kaget, tanpa terasa dia menatap orang lebih tajam, tanyanya.   "Yong-congkoan, siapa-kah nona ini?" "Nona ini?"   Sabut Yong King-Tiong.   "dia inilah pengawas utusan kotaraja, Cui Kinin yang menjabat Ceng-liong-tong Tongcu, atau lebih jelas lagi Han Janto hanyalah seorang pemimpin boneka saja, kekuasaan Hek-liong-hwe hakikatnya berada di tangan perempuan ini."   Cui Kinin tertawa manis, katanya berseri.   "Jelas sekali caramu memperkenalkan diriku,"   Kata nya ditujukan kepada Yqng Kingtiong, tapi dia mengirim senyuman manis ke arah Ling Kun-gi. Semula sikapnya dingin kaku, tapi seri tawanya ini betul2 laksana bunga mekar di musim semi, segar mempesona. Thi-hujin menarik muka, jengeknya.   "Kau bangsa Ki-jin (golongan bangsawan)?" "Apakah aku orang Ki-jin atau bukan, apa sangkut pautnya dengan kau?"   Sahut Cui Kinin. "Kalau betul kau Ki-jin, aku tidak akan melepasmu,"   Ancam Thihujin. "Paling mati di tanganmu?"   Tanya Cui Kinin dingin.   "Betul, aku pula yang membunuh Han Janto." "Kau ini Thay-siang (maha ketua) Pek-hoa-pang." "Bukan." "Lalu siapa kau?"' "Akulah janda Ling Tiong-hong, buronan yang dicari oleh kalian gerombolan cakar alap2." "O, kiranya Ling-hujin,"   Ucap Cui Kinin, matanya melirik ke arah Ling Kun-gi, tanyanya.   "Siapa pula dia?" "CayheLingKun-gi,"lekasKun-gibersuarasambil menjura. Tanpa terasa Cui Kinin memandangnya beberapa kali, katanya kemudian.   "Cong-hou-hoat-su-ciadariPek-hoa-pang?" "Cayhe bukan anggota Pek hoa-pang lagi." "Lho, mengapa bukan?" "KukiraCayhetidakperlu menjelaskanpada-mu." "Ya, betul, kau masuk ke Ui-liong-tong,"   Berapa jiwa orang yang telah melayang di tanganmu,"   Kata Cui Kinin sambil melirik Leliong-cu yang tergantung di pinggang Ling Kun-gi.   "Kupikir, mungkin kau inilahputeraLing Tiang-hong, betultidak?" "Betul, kedatangan Cayhe untuk menuntut balas sakit orang tuaku."   Cui Kinin. menggeleng dan berkata kalem.   "Kalian sudah membunuh HanJanto, sakithatipun sudahterbalas, betultidak?" "Setiap cakar alap2 kerajaan adalah musuh besar kami,"   Thihujin berkata tegas. "Teramat luas arti perkataanmu, hanya kalian ibu beranak ditambah seorang Yong King-tiong? Hek-liong-hwepun belum tentu dapat kalian kuasai." "Aku bisa masuk kemari, sudah tentu juga bisa keluar,"   Jengek Thi-hujin. Kembali Cui Kinin melirik ke arah Ling Kun-gi, katanya.   "Kukira tidak mungkin, sulit kalian bisa menembus pertahananku, tapi .... .."   Suaranya sengaja dia tarik panjang. "Tapi apa?"bentak-Thi-hujin. Gigi Cui Kinin nan rata seperti biji ketimun menggigit bibir, katanya kemudian setelah tepekur sekejap.   "Aku ada sebuah syarat, entah kalian mau terima tidak?" "Kau ada syarat apa?"   Tanya Thi-hujin. "Han Janto meski hanya Siwi kelas tiga, kalian telah membunuhnya, itu berarti kalian membunuh pembesar kerajaan, sepakterjangseorangpemberontaktulen .......   " "Tutup mulutmu!"   Bentak Thi-hujin.   "Jangan naik pitam Ling-hujin, dengarkan penjelasanku." "Baik, katakan!" "Kau menuntutbalassakithati suami ataudendamorangtua, hal ini boleh dianggap sebagai peristiwa balas membalas kaum persilatan umumnya, aku takkan menarik panjang soal ini ......"   Sebagai "pengawas"   Yang berkuasa besar dari kotaraja, sudah tentu dia punya hak dan kewajiban memutuskan sesuatu menurut hematnya sendiri.. Terdengar Cui Kinin berkata lebih lanjut.   "Kecuali Yong King-tiong sebagai Congkoan Hek-liong-hwe dan sekarang sekongkol dengan pembeberontak, aku tidak memberi kebebasan padanya, tentang kalian ibu beranak, asal Ling-kongcu sudi menyerahkan Leliong-cu, aku akan memberi putusan memberi izin pada kalian untuk meninggalkan tempat ini, meninggalkan Kunlunsan dengan selamat, bagaimana?"' Ternyata yang diincar adalah Leliong-cu. Jelas tujuannya untuk mendapatkan buku daftar anggota Thay-yang-kau yang disimpan dalam kamar batu di dasar kolam naga hitam, sedemikian besar arti dan pentingnya buku daftar itu, sampai kematian Han Janto boleh diremehkan. Memangnya Han Janto hanyalah seorang tamak yang mengejar keuntungan pribadi, peranannya tidak penting lagi bagi kerajaan. Dari sini dapat disimpulkan tugas apa yang dipikul Cui Kinin di dalam Hek-liong-hwe.. Sudah tentu di luar tahunya bahwa buku daftar anggota Thay-yang-kau itu sudah dimusnahkan oleh Ling Kun-gi. Belum habis Cui Kinin bicara, mendadak Yong King-tiong mendelik gusar, katanya sambil bergelak tawa.   "Cui-tongcu tidak akan membebaskan Losiu, memangnya Losiu perlu dibebaskan olehmu?" "Yong-congkoan,"   Thi-hujin mengulap tangan.   "biarlah aku menjawab pertanyaannya." "Baiklah Hujin,"   Ujar Yong King-tiong Kaku dan ketus sikap Thi-hujin, katanya.   "Pendapat Cui-tongcu memang tidak keliru." "JadiLing-hujin menerimausulku?" "Cui-tongcu anggap harga jiwa kami ibu beranak lebih tinggi daripada mutiara ini? Tapi bagi pandanganku justeru sebaliknya, mutiara ini berlipat ganda lebih berharga daripada jiwa raga kami berdua. Karena mutiara ini menyangkut laksaan jiwa manusia yang tersebar luas di utara dan selatan sungai besar, oleh karena itu kami ibu beranak sekali2 tidak mau sembarangan menyerahkan mutiara ini kepada siapapun, kecuali Cui-tongcu memiliki kepandaian dan dapatmerebutnyadaritangan kami."   Cui Kinin melenggong sebentar, katanya.   "Jadi Ling-hujin ingin bergebrak dengan aku?" "Keadaan sekarang bagaikan anak panah yang sudah terpasang dibusuryangterentanglebartidakbisatidakharus dibidikkan, selain berhantam mungkin tiada jalan lain lagi." "Baiklah kalau begitu,"ucap Cui Kinin. "Cui-tongcu,"ujarThi-hujin.   "kaupakaisenjataatau........"   Melihat kedua orang siap bergebrak, tak tertahan Yong King- tiong ter-bahak2, serunya.   "Tunggu sebentar Hujin." "Ada apa Congkoan?"   Tanya Thi-hujin. "Maafkan Hujin,"   Ucap Yong King-tiong.   "barusan Cui-tongcu bilang Losiu bersekongkol dengan pemberontak, dosanya tak terampunkan, bahwa Losiu hidup terhina dan sengsara selama 20- an tahun di sarang penyamun ini, kini tibalah saatnya akan kuberitahu kepada Cui-tongcu bahwa Yong King-tiong adalah laki2 sejati, sebagai bangsa Han yang cinta bangsa dan tanah air leluhurnya, anggota Thay-yang-kau yang setia, sebagai Hek-lionghwe Cong-koan dari Hek-liong-hwe yang menentang kerajaan Ceng dan berusaha membangkitkan kembali kerajaar Bing, jadi bukan antek Hek-liong-hwe yang dikua-sai cakar alap2 kerajaan Ceng, padahal di dalam pandangan kalian para cakar alap2 kerajaan ini, tentunya Losiu dianggap sebagai pengkhianat, kenapa harus ditambahiembel2sekongkol denganpemberontak segala."   Cui Kinin tidak berbicara, tapi sorot matanya yang tajam dingin manampilkanhasrat membunuhnyayang mulaiberkobar. Yong King-tiong tidak peduli, katanya lebih lanjut.   "Jabatan dan kedudukan Cui-tongcu di sini cukup istimewa, Komisaris besar utusan kerajaan yang mengusai Hek-liong-hwe ini, kalau Cui-tongcu sudah menyatakan takkan melepaskan Losiu, demi mempertahankan diri adalah pantas kalau aku mohon pengajaran dulu pada Cui-tongcu, karena itu, pertarungan Hujin melawan Cuitongcu ini harap ditunda dulu, biarlah Losiu yang membuka perang tanding ini."   Cui Kinin bersikap semakin dingin, katanya mengejek.   "Bagus sekali, bahwa kau sudah mengakui seluruhnya, sebagai Komisaris umum dari Hek-liong-hwe, sudah semestinya kalau kulabrak kau lebih dulu."   Sampai di sini mendadak dia menoleh, katanya.   "Harap Ling-hujin tunggu sebentar."   Sikapnya angkuh seolah2 tidak memandang sebelah mata kepada Yong King-tiong.   Setelah beradu pukulan tadi Yong King-tiong tahu bahwa lwekang perempuan ini amat tangguh, taraf kepandaiannya agaknya tidak lebih rendah dari dirinya, sudah tentu dia tak berani pandang ringan lawannya yang muda ini, maka di kala orang bicara, diam2 ia kerahkan hawa murni mempersiapkan diri.   Segera dia merangkap kedua tangan, katanya menjura.   "Baiklah, siiakan Cui -tongcu memberi petunjuk."   Cui Kinin nielirik sekejap ke arahnya, suaranya dingin.   "Apakah main kepelan, telapak tangan atau pakai senjata, Yong-congkoan lebih suka yang mana, silakan pilih sendiri?" "Losiu sih terserah saja apa kehendakmu?" "Baiklah, adu kepelan dan pukulan telapak tangan saja." "Silakan Cui-tongcu mulai dulu."   Cui Kinin melangkah maju dua tindak, ia membetulkan dulu sanggul rambutnya, katanya.   "Baiklah, aku mulai lebih dulu."   Tangannya terayun dan menepuksekali.   Jubah hijau Yong King-tiong tampak melembung dan melambai, sigap sekali dia sudah menyingkir beberapa kaki, berkelit sambil balas menyerang, serangan balasannya ternyata tidak kalah cepatnya.   Cui Kinin tidak menghiraukan serangan balasan ini, beruntun dia gunakan kedua tangan memukul pula secara bergantian, jadi menyerang untuk menandingi serangan lawan.   Begitu mulai gebrak kedua orang sama bunjuk kemahirand ilmu pukulan daan kesebatan gebrak badan, serangan semakin gencar, jurus demi jurus semakin cepat dan lihay, ba-yangan kedua orang maju mundur saling berputar dan melejit kian kemari, keduanya sama gesit dan tangkas.   Dengan tekun Kun-gi mengikuti pertempuran kedua orang, pandangannya amat tajam, sudah tentu dia tidak dikaburkan oleh kecepatan gerak yang terselubung oleh bayangan kepelan kedua orang.   Terasa Kungfu Yong King-tiong ternyata beraneka ragam, dalam setiap gerakan kedua kepelan tangannya ternyata mengandung tipu2 Siau-lim, Bu-tong, Hoa-san, Go-bi dan Liok-hap, serta Pat-kwa-bun dan lain2 aliran kelas tinggi, meski jurus yang satu tidak berurut dan bergandeng dengan jurus selanjutnya, tapi perubahan dan variasinya dapat dia mainkan dengan mahir dan leluasa, tak pernah putus dan macet.   Seolah2 dia sudah mahir betul akan ilmu kepalan dari berbagai aliran itu serta dikombinasikan dengan baik, malah perbawanya juga amat mengejutkan.   Tangan Cui Kinin tetap terselubung di dalam lengan bajunya, tapi jari2 tangannya yang runcing halus sering terjulur keluar dikala mencengkeram, menutuk dan menabas, permainan lincah cepat dan rangsakannya deras, bagai bidadari menyebarkan bunga, bayangan telapak tangannya yang putih mu-lus itu bertaburan bagai kuntum bunga, jari2nya yang runcing dengan kuku2nya yang panjang laksana jarum perak, setiap gerakan tutukannya amat aneh dan lihay, agaknya iapun telah keluarkan seluruh kemahirannya.   Terutama gerakan tangan dibarengi dengan permainan langkah yang gesit dan membingungkan, meski Yong King-tiong mencecar dengan pukulan keras, dia dapat berkelit ki-an kemari, Ujung bajupun tak mampu disentuh lawan.   Sekejap saja, keduanya sudah saling labrak lima-enam puluh jurus, keadaan tetap berimbang, tiada satu pihak yang memperoleh keuntungan.   Thi-hujinpun saksikan pertempuran ini tanpa berkedip, lama2 roman mukanya menunjukkan mimik aneh penuh keheranan dan kaget, tanyanya berpaling.   "Anak Gi, kalau kau yang melawan dia kau yakin dapat, mengalahkan dia?" "Ilmu pukulan dan gerak langkahnya serba aneh, paling2 anak hanya sama kuat melawannya, untuk mengalahkan dia agak sulit juga, tapianakyakin sekalipukuldapat membunuhnya."   Thi-hujin mengangguk, katanya.   "Kalau perempuan ini tidak dilenyapkan, kelakpasti menimbulkan marabahayabagi kita."   Tengah bicara, di tengah gelanggang yang sedang berhantam sengit itu terdengar suara Cui Kin in yang merdu.   "Berhenti!"   Sesosok bayangan tiba2 melompat keluar dari arena serta mundur beberapa langkah dan berdiri tak bergerak. Yong King tiong juga menarik kedua tangan, katanya dengan lantang.   "Ada petunjuk apa Cui-tongcu?" "Apakah Kim-biansanjiu dari Kunlun yang kau lancarkan barusan ini?"   Tanya Cui Kinin.   "Losiu tidak menganut sesuatu aliran, bermain sekenanya saja asal dapat menghadapi lawan, tak kupusing apakah Kim-bian atau bukan segala." "Meski Kim-biansanjiu dari Kunlunpay merupakan kombinasi dari inti ilmu silat yang ada di dunia ini, di dalamnya mengandung kesaktian yang tiada taranya, aku tidak percaya tidak mampu memecahkannya."   Yong King-tiong tersenyum lebar, katanya.   "Cui-tongcu, boleh kau coba memecahkannya." "Baik, akan kutunjukkan padamu,"   Jengek Cui Kinin. Mendadak kedua tangan dilancarkan bersama, beruntun dia menyerang tiga jurus. Setiap jurus pukulan menimbulkan kekuatan dahsyat yang menerpa ke depan. "Serangan bagus,"   Yong King-tiong menghardik dengan pujiannya.   Kaki berdiri sekukuh tonggak, kedua tangan berjaga di depan dada, beruntun iapun melontarkan tiga kali pukulan.   Inilah cara adu pukulan secara keras, maka terdengarlah benturan, ternyata tiada satu pihak yang lebih unggul.   Cui Kinin tertawa dingin, kedua ta-ngan kembali melancarkan lima kali pukulan secara berantai, Gelombang pukulannya bagai badai ber- gulung2 menerjang dengan hebat.   Diam2 Yong King-tiong tersirap darahnya, perempuan muda berusia dua puluhan ini bagaimana mungkin memiliki Lwekang seampuh ini? Hati berpikir, keadaan sudah mendesak, tak mungkin dia mundur, maka tenaga dia kerahkan di kedua lengan, mendadak mulutnya menghembuskan serangkum hawa, lima kali ia menyongsong pukulan lawan.   Kali ini tangan kedua pihak sama2 dilandasi kekuatan penuh, begitu pukulan saling beradu, udara menjadi bergolak dan meledak dengan dahsyatnya.   Jenggot ubanan Yong King-tiong tampak bergerak melambai, jubah hijaunyapun seperti terhembus badai, tanpa kuasa badannya terhuyung dua langkah ke belakang.   Kini siapa unggul siapa asor sudah kelihatan, Cui Kinin adalah anak perempuan muda beliau, meski ilmu silatnya maha tinggi, jelas latihannya lebih cetek daripada Yong King-tiong.   Setelah mengalami adu pukulan lima kali, wajahnya yang jelita bagai bunga mekar di musim semi itu seketika berubah pucat, beruntun ia tersurut lima langkah.   Belum lagi berdiri tegak dan napas masih sengal2, mendadak alisnya menegak, sepasang mata burung Hongnya memancarkan kemilau biru, nafsu membunuhnya berkobar, hardiknya.   "Nah, hati2lah kau."   Tangan kiri bergerak naik turun menjaga keseimbangan dan akhirnya berhenti di depan dada, sementara telapak tangan kanan tegak bagai golok pelan2 didorong keluar.   Mehhat gerakan telapak tangan orang, seketika berubah hebat air muka Yong King-tiong, teriaknya tertahan.   "Toa-jiu-in dari Ih-ka bun!"   Mulut berteriak lekas kedua tangannya melindungi dada, kembali kakinya menyurut lebih jauh, matanya menatap tajam, sikapnya amat tegang.   Pada detik gawat itulah didengarnya Ling Kun-gi berteriak.   "Mundurlahpaman Yong, jurus inibiarSiautityang menyambutnya."   Belum habis bicara, bayangannya sudah berkelebat mengadang di depan orang.   Jaraknya dengan Cui Kinin hanya satu tombak, ia berdiri tegak dengan, menekan telapak tangan kiri kebawah, telapak tangan kanan tegak miring, dari kejauhan dia ikuti gerakan Cui Kinin.   Baru saja dia hendak melancarkan Mo-ni-in dari aliran Hud, Mendadak dari tempat kejauhan sana terdengar bentakan serak bertenaga kuat.   "Jangan muridku!"   Suaranya bergema di angkasa, seperti disuarakan dari tempat yang jauh, tapi kedengaran amat jelas seperti berbicara berhadapan.   Kun-gi tersentak kaget mendengar seruan ini, lekas dia menarik tangan dan membatalkan serangannya, tanpa terasa dia mendongakdan berteriak."YaSuhu!"   Perlu diketahui bahwa Mo-ni-in adalah ajaran sakti aliran Hud peranti menundukan dan memecahkan ilmu hitam, kekuatan dan perbawanya tiada taranya.   Walau Kun-gi belum lagi sempat melontarkan pukulan, tapi gaya dan kuda2 yang sudah dia tunjukkan laksana anak panak terpasang dibusur yang terpentang dan siap dilepaskan dengan keku-atan dahsyat.   Hawa murni sudah melingkupi sekujur badannya, dalam jarak beberapa kaki sudah padatdiliputi kekuatansekukuhtembokbajayangtidak kelihatan.   Toa-jiu-in yang dilontarkan Cui Kinin meski lambat, tapi tekanan yang keluar dari pukulan hebat ini sungguh laksana gugur gunung yang menimpa.   Beberapa kaki menerjang ke depan Ling Kun-gi ternyata Toa-jiu-in menemukan pengalang seteguh gunung, bagai air bah yang terintang bendungan.   Air mengalir tersibak ke penjuru lain, meski kuat dan keras daya terjangnya, tapi kebentur kekuatan sekukuh baja ini, sedikitpun kekuatan Toa-jiu-in tak mampu maju lebih lanjut.   Begitu tenaga pukulannya menghadapi rintangan, segera Cui Kinin lantas memperoleh firasat jelek, terasa dinding tak kelihatan sekeras baja pertahanan lawan membendung terjangan Toa-jiu-in, dirinya, daya tolak balik bukan olah2 dahsyatnya, kalau tidak mau dibilang berlipat ganda malah, keruan kagetnya bukan main.   Pikirnya.   "Toa-kok-su pernah bilang bahwa Toa-jiu-in adalah ilmu sakti dari Ih-ka-bun yang tertinggi, tiada ilmu pukulan macam lain dikolong langit ini yang mampu menandinginya, memangnya ilmu apa pula yang di-pertontonkan pemuda ini? Tampaknya dia belum lagi melontarkan kekuatan pukulannya, lantas membatalkan niatnya. Kepada siapa pula dia memanggil Suhu?"   Kiranya dia tidak mendengar suara serak tua yang kumandang seperti dari tempat jauh, karena ilmu gelombang suara itu hanya ditujukan kepada seseorang, maka hanya Kun-gi saja yang mendengarnya.   Sudah tentu Yong King-Tiong dan Thi-hujin juga tidak mendengar, tapi "Ya, Suhu"   Seruan Ling Kun-gi tadi jelas didengar oleh semua orang. Terunjuk mimik bingung dan heran pada wajah Thi-hujin, tanyanya.   "Anak Gi, apakah maksudmu Taysu juga datang?"   Sudah tentu pertanyaan ini juga dia kirim dengan ilmu gelombang suara. Kun-gi mengangguk, dia balas menjawab dengan ilmu yang sama.   "Ya, barusan sebelum anak melancarkan serangan kudengar peringatan Suhu yang melarang anak menggunakan Mo-ni-in." "Aneh kalau begitu,"   Ucap Thi hujin.. Cui Kin in juga tahu diri, lekas dia tarik serangannya, tanyanya sambil menatap Kun-gi.   "Kau berani turun galanggang mewakili Yong King-tiong, kenapa berhenti setengah jalan?"   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Menghadani tatapan mata orang yang bundar jeli, diam2 terkesiap Kun-gi, sesaat dia menjadi bingung, katanya kemudian . "Bukankah Cui-tongcu juga berhenti setengah jalan?"   Sudah tentu dia tidak mau menjelaskan duduk persoalan sebenarnya. Berkedip mata Cui Kinin, katanya .   "Ingin aku tanya, ilmu apa yangbarusanhendakkau lancarkan?"   Sudah tentu Kun-gi tidak mau berterus terang, katanya tertawa tawar .   "Sungguh menyesal, jurus yang akan Cayhe lancarkan tadi tidakpunya nama."   Sedikit berubah rona muka Cui Kinin, katanya sambil menjengek.   "Kenapa tidak kau bilang tak sudi memberitahu? Tidak mau menjelaskan ya sudahlah, memangnya siapa yang pingin tahu?"   Tanpa menunggu reaksi Ling Kun-gi dia menambahkan. "Kau berani tampil ke muka, tentu ingin bergebrak dengan aku, biarlah kita tentukan siapa menang dan kalah."    Pendekar Bunga Karya Chin Yung Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Walet Besi Karya Cu Yi

Cari Blog Ini