Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 39


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 39


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Yong King-tiong maju mendekat, katanya setelah memeriksa jenasah Yap Kay-sian.   "Apakah dia juga orang Pek-hoa-pang?"   Dengan prihatin Kun-gi menjawab.   "Dia bernama Yap Kay-sian ialah seorang Houhoat Pek-hoa-pang, ilmu silatnya cukup tinggi, tapi hampir pada saat yang sama sekujur badannya terkena tabasan pedang, menurut luka2nya ini dapatlah diketahui kalau ilmu pedang lawannya itu sangat cepat, telak dan kuat, kukira masih jauh lebih unggul di-bandingkan Cap-coat-kiam-tin, paling sedikit ada delapan belas jago pedang kelas tinggi sekaligus mengeroyok dan menghujani tubuhnya sehingga tak mungkin dia dapat menyelamatkan diri, tubuhnya terluka delapan belas goresan pedang. Yong-lopek, tahukah kau barisan pedang apakah ini, masa begini lihay?"   Yong King-tiong geleng2 kepala, katanya.   "Cui Kinin adalah Ceng-liong-tongcu, tapi diapun merangkap Komisaris umum Hekliong-hwe, tiada bedanya sebagai maha ketua Hek-liong-hwe, Losiu tahu waktu dia datang dari kotaraja hanya membawa seorang Lama yang mengaku saudara seperguruan dengan dia, dua orang lagi adalah Nyo Ci-ko dan Tang Kim-seng, kabarnya merekapun anggota Siwi kelas tiga di istana raja, jabatan dan kedudukan mereka tidak lebih rendah dari Han Janto, kecuali tiga orang ini, seingatku tiada orang lain lagi, kecuali itu Ceng-liong-tong hanya ada beberapa jago pedang dan dayang pribadi Cui Kinin, mengenai jago2 pedang itu memang memiliki Kungfu yang tidak lemah, tapi tingkat mereka setingkat dengan jago2 pedang bawahan Losiu, jadi tiada seorang kosen yang betul2 dapat diagulkan."   Terkerut alis Kun-gi, katanya.   "Aneh kalau begitu, dengan bekal kepandaian silat Yap Kay-sian, jelas tak mungkin dalam waktu sekejap sekaligus badannya terluka oleh delapan belas serangan pedang...." "'Betul", ucap Yong King-tiong manggut2.   "Walau Losiu tak pernah menyaksikan taraf kepandaian orang she Yap ini, tapi kalau Ling-kongcu bilang kungfunya tinggi, jelas tak perlu diragukan, tapi dari delapan belas luka2 ini dapat kita nilai, tampaknya dia tidak mampu lagi membela diri, hanya berdiri diam saja membiarkan tubuhnya dihujani serangan pedang, kalau tidak tak mungkin lukanya bisa begini banyak."   Sesaat Ling Kun-gi berdiri melenggong mengawasi dinding yang mengadang di depan sana, jelas di dinding ini ada pintu rahasia pula, mengingat Bok-tan, Giok-lan, Bikui (Un Hoankun) dan lain2 mungkin berada di balik pintu ini, kemungkinan merekapun telah terluka parah.   Liang Ih-jun dan Yap Kay-sian yang membekal kepandaian setinggi itupun terluka parah, apalagi mereka yang telah terperangkap di dalam sana, jelas setiap saat meng-hadapi mara bahaya juga.   Terbayang akan Bok-tan dia teringat kepada Un Hoankun pula, hatinya menjadi gelisah, katanya.   "Yong-lopek, di sini ada pintu rahasia lagi, entah cara bagaimana membukanya, marilah lekas kita masuk ke sana."   Sekilas Yong King tiong melirik mayat Tang Kim-seng yang menggeletak di kaki tembok sana, mendadak tergerak pikirannya.   "Tang Kim-seng berlari sampai di sini, kenapa tidak buka pintu terus larikesebelahdalam?Tapidiasengajapakai mayatsebagaitameng dan main membokong? Memangnya di balik pintu ini ada perangkap yang amat lihay!"   Karena itu, sambil mengelus jenggot dia ber-kata .   "Losiu tidak tahu alat perangkap yang terpasang di balik pintu, tapi mengingat Tang Kim-seng lari sampai di sini dan tak berani masuk lebih lanjut, dapatlah ditarik kesimpulan pasti ada jebakan lihay di sana, setelah Losiu berhasil membuka pintu rahasia ini, jangan Ling-kongcu berlaku gegabah, lihat dulu keadaan baru masuk." "Wanpwe sama sekali asing mengenai alat2 perangkap, silakan paman memberi petunjuk,"   Kata Kun-gi.   Dengan tersenyum Yong King-tiong lantas maju beberapa langkah, ia mengelus dinding lalu menekannya beberapa kali, setelah itu tangan kanan melindungi dada, cepat dia menyurut mundur pula.   Dinding batu mulai bergetar dan pelan2 terbuka sebuah celah pintu, tapi tak nampak adanya reaksi apa2.   Sudah tentu di balik pintu adalah lorong panjang pula, lebarnya juga hanya tiga kaki, keadaan di sinipun gelap gulita, lima jari sendiripun tidak kelihatan, keadaan hening lelap, tak terdengar suara apapun.   Sementara itu Yong King-tiong telah merogoh keluar dua bumbung besi bundar dari tubuh Tang Kim-seng dan beberapa puluh batang Gin ling-sian, katanya dengan tertawa .   "Ling-kongcu, coba kau mundur beberapa langkah.   biar Losiu mencobanya."   Kun-gi lantas mundur dua langkah.   Yong-King-tiong lantas maju pula, ia pegang sebatang Gin ling-sian terus menimpuknya ke dalam.   Tampak sinar perak berkelebat memecah kegelapan disusul suara ledakan dari permukaan tanah seketika timbul kobaran api perak yang menyala cukup besar.   Dalam lorong sempit yang gelap itu.   tiba2 timbul cahaya yang terang benderang dapat mengawasi dengan seksama, panjang lorong itu kira2 ada delapan tombak lalu membelok ke kiri, bagaimana keadaan di balik pengkolan sudah tentu sukar diketahui, tapi jalan lorong ini kelihatan lurus datar, tiada sesuatu yang mencurigakan.   Setelab ditunggu sekian lamanya tetap tiada reaksi apa2, diam2 Yong King-bong berpikir.   "Kalau tidak ada perangkap dalam lorong ini, kenapa Tang Kim seng tak berani masuk?" "MarilahpamanYong,kitamasuk memeriksanya,"ajakKun-gi.. Yang King-tiong cukup tabah, cermat dan hati2, katanya menggeleng.   "Losiu kira Tang Kim-seng pasti tahu cara membuka alat rahasia di sini, tapi dia lebih rela melawan kita secara mati2an dari pada masuk ke sana, kukira pasti ada sesuatu yang menjadi sebabnya." "'Kalau tidak masuk sarangnya, mana dapat penangkap anak harimau?"   Demikian kata Kun-gi.   "Yang penting kita harus lebih hati2, paman boleh tunggu saja di sini, biar Wanpwe coba masuk ke sana." "Kalau harus masuk marilah bersama supaya bisa saling membantu,"   Ujar Yong King-tiong.   "Jangan, biar Wanpwe masuk sendiri, bila benar ada perangkap, segera Wanpwe akan mundur, kalau banyak orang yang masuk, padahal lorong sesempit itu, kalau mengalami kesulitan tentu sukar bergerak, bukankah semuanya akan terperangkap malah?"   Yong King-tiong mengangguk, katanya.   "Jika demikian keinginan Ling-kongcu, Losiu tidak akan memaksa, cuma jangan kau masuk terlalu jauh, bila menghadapi bahaya harus lekas mundur, nanti kita rundingkan pula cara mengatasinya." "Wanpwe mengerti."   Ujar Kun-gi.   Sambil menenteng pedang dan tangan lain memegang Leliong-cu Kun-gi melangkah masuk ke dalam lorong.   Dengan mendelong Yong King-tiong hanya bisa mengawasi punggung Ling Kun-gi.   Lorong inipun amat gelap tapi ada cahaya mutiara di tangan Ling Kun-gi, maka dia dapat maju pelan2, setiap langkahnya amat hati2 dan diperhitungkan, keadaan terasa tenang dan aman, Yong Kingtiong yang berada di luar pintu semakin terbelalak bingung, kalau betul lorong itu tiada perangkap kenapa Tang Kim-seng tidak berani masukke sana?Memangnyadiatidaktahucara membukapintu ini? Dalam pada itu Kun-gi sudah berjalan setombak lebih dan hampir mencapai dua tombak jauhnya, keadaan tetap tenang dan aman, tapi dikala langkahnya tepat mencapai jarak dua tombah dari pintu, tanpa bersuara pintu lorong mendadak bergerak menutup.   Berdiri di depan pintu perhatian Yong King-tiong tertuju kepada Ling Kun-gi, tak pernah terpikir bahwa daun pintu akan menutup secara mendadak, waktu dia sadar dengan kaget, namun tak keburu lagi berbuat sesuatu apa, dalam hati dia mengeluh.   "Celaka!"   Cepat dia ulur tangan ke tombol untuk membuka pintu lagi.   Waktu pertama kali dia menekan tomboi ini pintu segera terbuka, tapi sekarang meski dia ketuk2 sekerasnya tombol itu, daun pintu tetap tertutup rapat.   Sudab empat puluh tahun Yong King-tiong hidup di lorong2 gua dalam perut gunung ini, sedikit banyak dia sudah cukup apal akan segala peralatan rahasia yang terpasang di sini, biasanya iapun suka memperhatikan, dan mempelajarinya dengan iseng, maka boleh dikatakan sekarang cukup ahli, juga tentang peralatan rahasia di sini.   Malah dari hasil penelitiannya itu dia sendiri telah menciptakan ruang rahasia di kamar pribadinya dengan daun pintu yang amat berat itu.   Beruntun dengan menggunakan beberapa cara ia berusaha membuka daun pintu, tapi tetap gagal, baru sekarang dia sadar bahwa peralatan rahasia di sini agaknya berbeda daripada peralatan di tempat lain, pasti di balik daun pintu ini dipasang peralatan istimewa untuk mengendalikan daun pintu ini.   Apa yang dinamakan peralatan khusus tentunya jauh lebih berbahaya.   Kini Ling Kun-gi terperangkap di dalam, tak heran Tang Kim-seng lebih suka tinggal di luar sini daripada masuk ke sana.   Semakin dipikir semakin gelisah, tanpa terasa keringat membasahi badan Yong King-tiong.   Tiba2 dia mundur dua langkah, obor dia serahkan kepada Siau-tho, pelan2 dia menarik napas.   dua tangan terangkat di depan dada Jubah hijau yang longgar tiba2 melembung, bola matanya mendelik, tiba2 dia menghembuskan napas keras2 dari mulut, berbareng tenaga terkerahkan pada kedua tangannya terus menggempur ke daun pintu batu.   "Blang"   Pukulan menimbulkan getaran yang keras, lorong sempit itu seketika diliputi hawa yang bergolak.   Begitu keras pukulan dan akibatyangtimbulsehinggaYong King-tiongsendiri tertolak mundur selangkah.   Obor padam seketika sehingga lorong menjadi gelap gulita.   Tanpa diminta lekas Siau-tho menyulut obor pula.   Yong King- tiong maju memeriksa, pintu yang terkena pukulan dahsyatnya masih utuh tak kurang suatu apapun.   Sudah tentu dia tidak tinggal diam, beruntun dia memukul lagi lebih keras, tapi hasilnya nihil, daun pintu tidak bergeming sedikitpun malah hawa bergolak semakin keras, lorongsempitiniterasaberguncanghebat.   Tiga pukulan Yong King tiong telah dilancarkan dengan seluruh kekuatannya, akhirnya dia menjadi lemas sendirinya, tiga pukulan tadi boleh dikatakan telah memeras seluruh kekuatannya, maka keadaannya sekarang menjadi loyo, wajahaya kelihatan letih.   Siau-tho maju sambil angkat obor, katanya lirih.   "Yong- congkoan, istirahatlah sebentar."   Yong King-tiong menghela napas, katanya.   "Lohu sudah menduga pasti di sini ada perangkap yang luar biasa. Ai, kalau Lingkongcu sampai mengalami musibah, bagaimana Lohu harus memberitanggung jawabkepada Thi-hujin?"   Siau-tho menggigit bibir, katanya setelah ber-pikir.   "Menurut pendapat hamba, Ling-kongcu memiliki kepandaian tinggi, membawa senjata pusaka lagi, orang baik tentu dikaruniai umur panjang, semoga Thian selalu memberkatinya." "Ya, semoga seperti apa yang kau doakan,"   Yong King-tiong menghela napas pula.   -oo0dw0oo Sekarang marilah, kita ikuti pengalaman Ling Kun gi di dalam lorong, cahaya mutiara di tangannya dapat mencapai sejauh tiga tombak, tapi dalam jarak sepuluh tombak, bila ada musuh sembunyi pasti dapat diketahui juga oleh ketajaman telinganya, setelah menyusuri hampir dua tombak dia yakin kalau dalam lorong ini tiada orang bersembunyi, maka hatinya semakin tabah, karena dia tahu setiap peralatan rahasia menjelang alat itu bergerak pasti akan menimbulkan suara, meski itu hanya suara gesekan lirih sekali pasti tidak akan lepas dari pengamatan mata kupingnya, sedikit peringatan ini sudah cukup baginya untuk secepatnya bersiap menjaga kemungkinan, tapi sejauh hampir dua tombak ini, keadaan tetap tenang dan aman, Kun-gi menjadi geli akan ketegangan sendiri.   Lorong gua di perut gunung dengan segala peralatannya ini adalah hasil ciptaan Sinswi-cu, pada setiap petak lorong pasti di pasang sebuah pintu, maksudnya supaya orang luar tidak leluasa keluar masuk menerjang ke dalam Hek-liong-hwe, pada daun pintu di sini masing2 juga menggunakan cara yang berbeda untuk membukanya.   Sejak masuk dari Ui-liong-tong sampai di sini, entah berapa lorong dan betapa jauh yang telah di tempuh Ling Kun-gi, berapa pintu pula yang berhasil dia dobrak, kecuali sering disergap oleh mu-suh, kapan dia pernah menghadapi alat perangkap yang berbahaya? Karena yakin di depan tiada musuh bersembunyi dan percaya tiada perangkap apa2 di sini, maka Kun-gi mempercepat langkahnya, tapi waktu dia mencapai dua tombak dari dalam pintu, mendadak didengarnya daun pintu di belakang tertutup, seketika Kun-gi tersentak kaget.   Maklumlah bagi seorang persilatan yang berkepandaian tinggi, bila bertindak soal pertama yang dia pikirkan adalah jalan mundur.   Bila dia baru mencapai satu tombak lantas tahu daun pintu akan menutup, mungkin dengan kecepatan gerakannya dia masih sempat melompat keluar, tapi kini dia sudah dua tombak jauhnya, umpama segera tahu juga ti-dak mungkin mundur lagi.   Kejadian bagai percikan api belaka, baru saja Kun-gi mencelos kaget, kupingnya lantas mendengar suara keretekan dari balik dinding di kanan kirinya.   Kejadian teramat cepat, belum lagi suara keretekan itu lenyap mendadak dilihatnya sinar dingin berkelebat, dari dinding sebelah kiri mendadak menusuk keluar pedang yang tak terhitung jumlahnya, dinding batu di sini tinggi tiga tombak panjang delapan tombak itu hampir semuanya merupakan dinding pedang, jumlah pedang yang menusuk keluar dari dinding sedikitnya ada tiga ratusan batang.   Padahal lebar lorong hanya tiga kaki, sedang panjang pedang juga hampir tiga kaki.   Syukur Ling Kun-gi sudah berlaku hati2 dan waspada, begitu mendengar suara dari balik dinding, betapa cekatan dia bergerak, belum lagi pedang menusuk badannya, Seng-ka-kiam di tangan kanannya sudah bekerja, terdengar suara benturan keras disusul suara gemerantang, pedang panjang yang menusuk keluar, seluas lima kaki di sekitarnya kena ditabas kutung berhamburan.   Tapi kejap lain, dari dinding sebelah kanan, kembali muncul sinar dingin, entah berapa banyak pedang menusuk keluar pula.   Tanpa pikir kembali Kun-gi kerjakan Seng-ka-kiam, di mana pedangnya terobat-abit kemba-li suara gemerentang memekak telinga, seluas lima kaki di sekitarnya pedang yang sedang menusuk daridinding kembali disapunyakutung.   Kini Kun-gi aman di lingkaran seluas lima kaki itu.   Hanya di tempat inilah yang paling aman sepanjang lorong ini, meski kutungan pedang yang menempel dinding masih mulur, tapi sudah takbisa melukainyalagi.   Kini Kun-gi bisa memperhatikan dengan seksama, pedang yang menusuk keluar dari kanan-kiri ternyata bergiliran, itu berarti siapapunyang masuk lorong inipasti akanbinasa.   Soalnya bila merasa diserang oleh pedang yang menusuk keluar dari dinding kiri, dengan sendirinya akan berkelit dan mepet dinding kanan, lorong lebar tiga kaki, panjang pedang ada dua kaki tujuh dim, di samping berkelit kaupun harus mengempiskan dada dan perut, tapi pada saat itu pula, dari dinding kanan di belakang punggung juga, menusuk keluar pedang yang tak terhitung banyaknya.   Secara bergiliran maju mundur begini, mustahil kalau sekujur badanmu tidak tertusuk.   Setelah melihat keadaan ini baru Ling Kun-gi paham kenapa sekujur badan Yap Kay-sian sampai terluka sebanyak delapan belas jalur pedang.   Tapi nyatanya dengan luka2 sebanyak itu dia berhasil menerjang keluar dari lorong ini, sungguh sukarnya tak dapat dibayangkan, sebab selain harus memiliki kepandaian tinggi, juga kecerdikan tidak kurang pentingnya, di samping itu harus memiliki Ginkang yang luar biasa pula.   Mengingat Yap Kay-sian, dengan sendirinya dia teringat kepada Bok-tan dan rombongannya, entah berapa orang sudah menjadi korban oleh barisan pedang ini.   Serasa denyut jantungnya bertambah kencang, perasaan seperti tertekan.   Hal ini malah menambah tekadnya untuk menerjang masuk lebih lanjut..   Pedang disinipun harusdilenyapkanseluruhnyalebihdulu.   Seng-ka-kiam segera dia pindah ke tangan kiri, tangan kanan mengeluarkan Ih-thiankiam, dengan kedua tangan sekaligus memainkan kedua pedang pusaka segera dia menerjang masuk lebih dalam.   Tampak dua larik cahaya terang menari turun naik, di mana sinar pedang menyamber, pedang2 selebar itu seketika sama rontok berhamburan.   Ling Kun-gi terus menerjang maju, tiba di belokan lorong, dilihatnya di atas tanah menggeletak sesosok mayat yang berlepotan darah.   Di bawah pancaran cahaya mutiara tampak jelas bahwa orang yang menggeletak ini adalah Coh-houhoat Kiu-ci-boankoan Leng Tio-cong adanya.   Punggungnya terluka sembilan tusukan pedang, dadanya juga tergores beberapa jalur, tapi tusukan dipunggung itu lebih parah sehingga menamatkan jiwanya.   Sebetulnya ilmu silat orang ini lebih tinggi, tapi selama hidup dia tidak pernah pakai senjata, maka kali ini menjadikorbansecarapercuma.   Mungkin dikala mengalami serangan pedang dari dinding kiri, dengan tangan kosong terang tak berani melawan senjata tajam.   Jalan satu2nya ialah berkelit dan mepet ke dinding kanan, tak terduga pedang lantas menusuk keluar juga dari dinding ka-nan sehingga luka dipunggungnya tampak lebih telak daripada luka2 di dadanya.   Diam2 Kun-gi menghela napas, dalam hati dia berdoa .   "Lengheng, istirahatlah dengan tenang!"   Kun-gi menerjang maju lebih lanjut, lorong di situ agak serong dan membelok, kira2 delapan tombak lagi baru sampai di ujung lorong, kembali dia dihadang sebuah dinding.   Waktu dia berpaling, kutungan pedang berserakan memenuhi lorong, syukur dia selalu membekal kedua batang pedang pusaka ini, kalau tidak jangan harap dia bisa menembus hutan pedang di sini.   Dikala dia berpikir itulah, suara keresekan di balik dindingpun berhenti.   Sisa kutungan pedang yang masih menempel dinding dan masih bergerak maju mundur itupun kini sudah hilang ke dalam dinding dan tak berbekas lagi.   Keadaan kembali tenang seperti sediakala.   Pada saat itulah mendadak didengarnya seruan Yong King-tiong.   "Ling-kongcu ....."   Suaranya keras dilandasi kekuatan dalam yang hebat, gema suaranya mendengung di dalam lorong, nadanya kedengaran gugup dan kuattir. "Aaaahhh!"   Sebuah teriakan girang tiba2 berkumandang dari pengkolan sana. Bayangan Yong King-tiong yang tinggi segera muncul, sebat sekali dia sudah melejit tiba di samping Kun-gi, katanyapenuhperhatian."Ling-kongcu, kautidakapa2."   Terharu juga Kun-gi atas perhatian orang, lekas dia memapak maju, katanya.   "Yong-lopek, beruntung Wanpwe membekal kedua pedangini, perangkappedangdisini kuhancurkanseluruhnya."   Dengan seksama Yong King-tiong awasi badan Ling Kun-gi, memang seujung rambutpun tidak kurang suatu apa, maka dengan mengelus jenggot dia berkata tersenyum.   "Untung yang masuk kemari adalah Ling-kongcu, kalau Losiu, tentu sejak tadi sudah menggeletak tak bernyawa"   La-lu dia bertanya.   "Jenazah di pengkolan itu apakah juga orang Pek-hoa-pang?" "Dia itujah Kiu-ci-boankoan LengTio-cong, Coh-houhoat Pek-hoapang, orang ini dari Eng-jiau-bun, kepandaian yang diyakinkan mengutamakan kekerasan jari tangan, selamanya dia tidak pernah pakaialatsenjata, makadi sinidia mengalami nasibnyayangsial." "Betul, hutanpedang di sinibegini lebat, alatperangkapbergerak cara hidup, bagi orang yang tidak bersenjata sudah tentu akan menderita rugi besar,"   Demikian ujar Yong King-tiong. Tengah bicara, tampak Siau-tho dan seorang jago pedang baju hitam sudah menyusul tiba. "Yong-lopek, di sini ada pintu rahasia lagi, tolong paman membukanya,"   Pinta Kun-gi. Cepat sekali Yong King-tiong berhasil mem-buka pintu di dinding, Kembali mereka memasuki sebuah lorong pula. Dengan memegang mutiara dan menenteng pedang Kun-gi jalan ke depan, katanya.   "Yong-lopek, biar Wanpwe memeriksanya dulu." "Biarlah kita masuk bersama,"   Ucap Yong King-tiong, "selanjutnya takkan ada hutan pedang atau perangkap lain lagi, karena pintu2 di sini rada2 sukar dibuka dari luar, orang yang di dalam bila mendekati segera pintu terbuka sendiri, dari sini dapatlah diduga bahwa orang2 Pek-hoa-pang pasti terkurung di sini." "Baiklah, biar Wanpwe membuka jalan,"   Lalu Kun-gi beranjak lebih dulu.   Sambil menenteng pedang Yong King-tiong ikut masuk, di belakangnya adalah Siau-tho dan jago pedang baju hitam yang terakhir.   Ternyata keadaan lorong ini tenang dan aman, kali ini Kungi lebih hati2.   Setelah empat tombak jauhnya tetap tiada kejadian apa2, maka dia percepat langkahnya.   Panjang jalan ini entah berapa li, kira2 semasakan air telah mereka tempuh, tapi bayangan orang Pek-hoa-pang tetap tidak kelihatan, padahal lorong ini sudah berakhir dan diadang sebuah kamar batu, sebuah kamar yang luas dan lebar berbentuk segi enam, di tengah kamar tertaruh sebuah meja bundar warna hijau dikelilingi enamkursi batu, kecuali ini tiada benda lainnya.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Keadaan di sinipun gelap gulita sehingga sukar diketahui keadaan sekelilingnya.   Yong King-tiong berhenti di luar pintu.   tanpa terasa ia bersuara heran.   Kun-gi berpaling, tanyanya.   "Paman Yong, adakah kau melihat gejala yang tidakberes disini?" "Tiga puluh tahun Losiu menjabat Congkoan Hek-liong-hwe tak pernah kuketahui adanya tempat ini." "Paman Yong, bukankah Han Jantotadibilang merekatelahubah lorong gua serta membangunnya lebih rumit, kalau orang2 Pek-hoapang, bergerak menurut peta lama itu berarti masuk perangkap sendiri, mungkin di sinilah tempat yang di maksud itu" "Losiu hanya tahu bahwa di belakang Ceng-liong-tong ditambah bangunan rahasia, tempat untuk menyekap orang, tapi tak tahu kalau di sini ada tempat seluas ini, dinding segi enam ini entah mengapatidakberpintu, lalu ke manakitaharuspergi?"   Kamar yang luas ini terasa sunyi senyap, tapi di dalam sana lapat2 terasa adanya hawa yang mencekam, dia mengerut kening, katanya pula kepada Kun-gi.   "Ling-kongcu tunggu saja di sini, jangan sembarang bergerak, Losiu akan memeriksa ke dalam."   Segera dia kerahkan tenaga dalam, dengan hati2 dia melangkah masuk pelan2.   Kamar ini memang kosong melompong, kecuali meja kursi tiada benda lain, tapi Yong King-tiong bertindak amat hati2, dengan cermat dia periksa meja kursi, lalu berjalan mengelilingi dinding sepanjang ruangan.   Terutamapadasetiap sudutsegi enamitudiaberdiricukup lama, matanyapun menatap ke dalam dengan tajam serta mendengarkan dengan seksama tapi agaknya tetap tidak memperoleh sesuatu yang diharapkan.   Setelah berdiri menunggu sekian lama, Ling Kun-gi jadi hilang sabar, baru saja ia hendak menyusul maju mendadak didengarnya gema suara benturan senjata tajam yang sayup2.   Betapa tajam pendengaran Ling Kun-gi, tiba2 sorot matanya berpaling ke arah sudut ketiga di sebelah kanan, Lwekang Yong King-tiong juga cukup tinggi, iapun mendengar gema suara benturan senjata dari arah yang sama, yaitu dari sudut ketiga, maka iapun membalik ke arah sini.   Di antara anggota rombongan yang dipimpin Bok-tan, Coh- houhoat Leng Tio-cong dan Yap Kay-sian sudah mati, sementara Liang ih-jun luka parah, yang ketinggalan adalah Bok-tan, Giok-lan, Bikui ( Un Hoankun) dan Ci-hwi serta Binggwat Suthay dari Ciok-sin bio yang belum kelihatan muncul.   Suara benturan senjata itu kemungkinan adalah perjuangan para nona yang kesamplok musuh tangguh dan tengah bertempur sengit, keruan Lingkun-gi jadi kuatir.   Maka tanpa ayal segera dia melayang ke dalam kamar serta berkata lirih.   "Yong-lopek harap tunggu di sini, biar Wanpwe masuk menengok ke dalam, mungkin orang Pekhoa-pang sedang melabrak musuh tangguh di dalam sana"   Tanpa menunggu reaksi Yong King-tiong langsung dia berkelebat masuk ke sudut ketiga.   Melihat betapa rasa kuatir Ling Kun-gi, Yong King-tiong jadi tak enak merintangi, bahwasanya memang dia tak sempat mencegahnya karena gerakan Kun-gi terlampau cepat, terpaksa dia berpesan dari belakang.   "Ling-kongcu harus hati2, Losiu rasa keenamsudutpintudisini pastitidak beres."   Kun-gi sudah melayang beberapa tombak jauhnya, sahutnya sambil berpaling.   "Wanpwe mengerti."   Lorong di belakang sudut pintu ketiga ini juga selebar tiga kaki, dengan membawa Leliong-cu, mata dan kuping dipasang tajam2, Kun-gi maju terus ke arah datangnya suara.   Langkahnya cepat sekali, sebentar saja dia sudah mencapai puluhan tombak, di depan mendadak muncul sebuah lorong sempit yang melintang.   Di tempat persimpangan ini sulit membedakan arah datangnya suara benturan senjata, sebetulnya gema suara itu lebih jelas, kadang2 keras tiba2 lirih dan lenyap, dapatlah dibedakan bahwa dua orang yang lagi berhantam itu tidak setanding, atau mungkin seorang melarikan diri dan yang lain mengejar, kini jarak mereka sudah semakin dekat kearah dirinya.   Setiba dipersimpangan jalan terpaksa Kun-gi harus berhenti dan menunggu, dengan penuh perhatian dia bedakan arah datangnya suara, tak nyana waktu dia berhenti dan mendengarkan, itulah suara benturan itu mendadak lenyap.   Sesaat kemudian baru berkumandang lagi, kini jelas datang dari arah sebelah kiri, cuma suaranya kedengaran amat jauh.   Kun-gi tidak ayal lagi, lekas dia membelok ke kiri terus menyusul ke sana dengan kencang.   Tak terduga baru empat tombak dia berlari, mendadak di kejauhan sana didengarnya suara hardikan nyaring.   Suara hardikan nyaring ini serasa sudah amat dikenalnya, cuma sukar dibedakan suara siapa? Keruan dia melenggong, kembali dia menahan lang-kah dan pasang kuping mendengarkan pula.   Tapi suara hardikan itu hanya sekali saja, lalu tak terdengar lagi.   Dari kecermatan cara Kun-gi membedakan suara, dia yakin kalau suara, hardikan itu datang dari belakangnya malah, jadi berlawanan dengan suara benturan senjata tadi.   Sedikit merandek ini suara benturan senjata tadipun sudah lenyap, malah dia memperhitungkan suara hardikan, itu tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri.   Otaknya bekerja seeepat kilat, segera dia putar balik terus menerjang ke persimpangan jalan, kali ini membelok ke arah kanan.   Kali ini hanya berlari kira2 enam tombak lantas dilihatnya sesosok bayangan langsing berkelebat keluar dari tikungan sebelah depan danberlari mendatangi.   Jadikedua orangberlari salingpapak.   Tangkas sekali gerak-kberik bayangan langsing itu, begitu ada orang datang dari arah depan, tanpa tanya siapa dia dan tak peduli apa akibatnya, sekali menghardik kontan dia ayun tangan serta menepuk ke depan.   Tepukan telapak tangan ini ternyata dibarengi dengan taburan gumpalan asap putih yang menerjang ke muka orang.   Syukur Kun-gi sudah menahan langkah dan berdiri menunggu, teriaknya.   "Adik Hoan, inilah aku!"   Gumpalan putih itu bertaburan di muka Ling Kun-gi dan "plak", tepukan tangan orang telak mengenai pundaknya. Sekilas bayangan langsing itu tampak tertegun, habis itu mendadak berjingkrak dan menjerit girang, teriaknya.   "Toako, kau ...."   Sambil berteriak segera ia menubruk maju dan menjatuhkan diri dalam pelukan Kun gi, dengan kencang ia merangkul Kun-gi, kepalanya menempel di pinggir kupingnya, bisiknya lirih penuh rasa haru dan riang serta lega.   "Toako, hampir saja aku tak bisa ketemu lagi dengan kau."   Ternyata dia bukan lain adalah Un Hoan kun yang menyamar Jadi Bikui.   Tampak oleh Kun-gi pakaian Un Hoankun robek dua tempat, keduanya tergores pedang hingga kulit badannya terluka, rambut awut2an, keadaannya kelihatan amat letih dan kehabisan tenaga, timbul rasa iba dan sayangnya, katanya sambil mengelus rambut orang.   "Adik Hoan, kau terluka?" "Untunglah hanya lecet kulit saja,"   Sahut Hoankun.   "Eh, Toako, kapan kau masuk kemari? Kenapa hanya kau saja?" "Panjang ceritanya, aku mencari kalian, kalau tidak mendengar suara hardikanmu, mungkin belumbisa kutemukan kau?"   Kepala Un Hoakun bersandar dipundak Ling Kun-gi, katanya.   "Lorong2 sempit di sini simpang siur, seperti berada di sarang labah2 yang menyesatkan, sukar menemukan jalan keluarnya, lama kelamaan rombongan kami lantas terpencar satu persatu, apalagi musuh selalu menyergap dan membokong, kepandaian silat dan ilmu pedang merekapun teramat tinggi, kalau aku tidak membekal obat bius, mungkin aku sudah terluka parah."   Setelah merandek dan menghela napas, dia menambahkan pula dengan tertawa.   "Tadi dengan obrt biusku juga sudah kubunuh dua orang," "Sejak kapan kalian terpencar?"   Tanya Kun-gi.   "Entah sejak kapan, yang terang sudah cukup lama, semula Ci-hwi masih berada di sampingku, kemudian terdengar suara benturan senjata lawan segera aku memburu ke sana, tak tahunya setiba di tikungan musuh lantas menyergap, setelah aku berhasil membereskan orang itu, bayangan Ci-hwipun telah lenyap." "Jadikau hanyaselalu, beradadi lorong sempit ini."   Suara Un Hoankun seperti minta belas kasihan.   "Ya, obor yang kubawa sudah terbakar ha-bis, seorang diri aku jadi menggeremet di tempat gelap, semakin gugup semakin bingung dan semakin sulit menemukan jalan keluarnya ...."   Kun-gi tertawa, katanya.   "Kau sudah tahu takut sekarang?"   Mengencang pelukan Un Hoankun, katanya sambil membenamkan kepalanya ke dada Ling Kun-gi.   "Memangnya kau saja yang tidak takut?"   Terasa oleh Kun-gi waktu orang bicara bau badan si nona nan harum membuat hatinya rada terguncang, terutama badan orang yang padat berisi menempel kencang di dadanya, jantung mereka yang berdetak seakan saling bertautan menjadi satu, seketika badan terasa hangat.   Pelan2 dia angkat muka si nona, katanya lembut.   "Sekarang kau tak usah takut."   Empat mata beradu pandang, tampak bulu mata Un Hoankun yang panjang melengkung, bola matanya nan bening dan jeli, bibirnya merah seperti delima merekah. Muka mereka memangnya amat dekat, kini semakin mendekat ... ."   Badan Un Hoankun seperti mengejang, mulutnyapun mengeluh lirih.   Sayang pada detik2 romantis itu dari tempat yang gelap sana mendadak kelarik sinar pedang berkelebat, cahaya dingin laksana kilat menusuk ke arah mereka.   Gerak orang ini sangat cepat, kedatangannya tidak menimbulkan suara, tahu2 serangan pedangnya sudah menyambar tiba dengan perbawa yang mengejutkan.   Kun-gi terkejut sadar, lekas, dia miring kekanan sambil menarik badan Un Hoankun, tiga jari tangan kiri dengan cepat menjepit ujung pedang lawan, berbareng kaki kanan melayang ke dada orang.   Karena tangan menjepit ujung pedang lawan, telapak tangannya ikut membalik, cahaya mutiara yang semula teraling kini mendadak terpancar dan menjadikan lorong sempit itu terang.   Tampak orang yang menyergap secara licik ini adalah laki2 berbaju hijau, usianya empat puluhan, dari serangan pedangnya yang lihay serta kedatangannya yang tidak membawa suara, terang dia jago kosen dari Ceng-liong-tong yang berkepandaian tinggi.   Sebetulnya si baju hijau ini tadi hanya melihat segumpal bayangan orang di lorong sempit ini, maka diam2 dia menggeremet maju terus menusukkan pedangnya, sungguh tak nyana bahwa yang diserangnya ini adalah sepasang muda-mudi yang sedang memadu cinta di tempat gelap ini.   Terutama pemuda jubah longgar ini hanya sekali angkat tangan dan ujung pedang lantas terjepit, keruan ia kaget, lekas dia miring badan sambil mundur setengah tindak, berbareng tangan kiri menepuk tendangan kaki Kun-gi, sedang tangan kanan menggentak keras, pergelangan tangan berputar dan pedangpun ditarik.   Dengan gentakan yang dilandasi kekuatan hebat ini, ujung pedangnya bisa menciptakan lingkaran, bagi seorang yang Lwekangnya rendah, jari2 nya yang menjepit ujung pedang pasti bisa tertabas kutung.   Tapi Ling Kun-gi juga mengerahkan tenaga saktinya pada ketiga jarinya yang menjepit ujung pedang lawan.   Maka terdengar "pletak", ujung pedang tiba2 patah.   Kejadian cepat sekali, orang itu tergentak mundur dua tindak baru berdiri tegak, sekilas kelihatan tertegun, katanya dengan tertawamarah."Anakbagus, kiranyakauanakmuridSiau-lim." "Kau salah satu dari tiga puluh enam panglima Haek-liong-hwe?"   Tanya Kun-gi. Orang itu melenggong, jawabnya kemudian. 'Darimana kau dapat tahu?" "Tiga puluh enam panglima adalah orang kepercayaan Lohwecu, seharusnya mereka patriot bangsa dan tuan ......' Tajam tatapan mata si baju hijau, tanyanya.   "Siapa kau?" "Kau tidakperlu tahu siapa diriku."   Mendadak beringas sorot mata si baju hijau, bentaknya bengis. "Kau bocah ini, terlalu banyak yang kau ketahui."   Sret, pedangnya kembali menusuk ke arah Ling Kun-gi. Dengan enteng Kun-gi mengegos kesamping dan balas membentak.   "Bukan saja banyak yang Cayhe ketahui, hari ini malah aku akan mencuci bersih nama baik Hek-liong-hwe di bawah pimpinan Lo-hwecu dulu, sebagai salah seorang tiga puluh enam panglima dulu, kini kau rela menjadi antek musuh, maka kematian adalah bagianmu." "Toako,"   Seru Un Hoankun di belakang,"orang ini harus kita tawan hidup2."   Karena tusukannya luput orang itu jadi melengak, mendengar ancaman Kun-gi lagi, seketika dia naik pitam, dengusnya.   "Anak muda sombong benar kau!"   Sret, sret, kembali pedangnya bergetar menusuk dua kali.   Di mana tangan Kun-gi terangkat tahu2 pedang pandak sudah digenggamnya, tapi dia tidak lantas balas menyerang, kaki tidak bergeming, hanya badan bagian atas bergontai mengikuti gerak tusukan lawan, dua kali tusukan si baju hijau kembali mengenai tempatkosong.   Gerakan bergontaiyanggemulai iniadalah hasildari Hwi-liong-kiu-sekyangtelahdiacangkok dalampraktek.   Dengan gerakan sederhana, tiga kali tusukan lawan yang cukup deras ini berhasil dihindarkan, keruan hati Kun-gi bertambah senang, tangan kanan tiba2 terayun, maka terdengarlah suara "trang"   Pedang panjang lawan yang sudah patah ujungnya itu kena ditekannya ke bawah.   Pada saat itulah, tiba2 terlihat sebuah lengan putih halus terjulur keluar dari samping Kun-gi, begitu kelima jarinya terpentang, segumpalasapberbubukseketikamenyampuk mukaorangitu.   Melihat Un Hoankun menjentikan bubuk kabut pembius, si baju hijau tahu gelagat tidak menguntungkan, tapi pedang sendiri tertindih oleh pedang Ling Kun-gi, jangankan mau mundur, kesempatan menarik pedangpun tak sempat lagi, tahu2 hidungnya mengendus bau harum yang aneh, seketika pandangan menjadi gelap.   "Bluk", seketika roboh tersungkur. Un Hoankun berjingkrak kegirangan.   "Syukurlah, akhirnya dapat kita bekuk seorang musuh hi-dup2."   Demikian teriaknya sambil berkeplok. "Untukapa kau menawannyahidup2?"tanyaKun-gi. Un Hoankun berseri tawa, katanya.   "Lorong sempit ini bercabang sertamembingungkan, kalauadapetunjukjalankanlumayan?"   Mendadak Kun-gi teringat akan perkataan Yong King-tiong. "Losiu hanya tahu bahwa di belakang Ceng-liong-tong telah ditambah bangunan rahasia.. Di sanalah para tawanan disekap, tapi tak pernah kuduga bahwa di sini ada tempat, seperti ini."   Memangnya Tong Bunkhing, Pui Ji-ping berdua disekap di mana? Orang2 Pek-hoa-pangpun terpencar entah ke mana saja di lorong sempit yang membingungkan ini,' baru sekarang dia sadar perlunya seorang penunjuk jalan di tempat yang menyesatkan ini.   Maka dengan mengangguk dia berkata.   "Untung kau berpikir cermat, memang kita perlu bantuannya." "Semula aku amat benci mereka, maka tiada seorangpun yang kuampuni, setelah obor padam, seorang diri aku putar kayun kesasar kian kemari barulah teringat untuk menawan seorang musuh, tapi tiada musuh ,yang muncul lagi, suara bentakan yang kau dengar tadi juga kudengar, maka aku memburu kemari, mungkin dia inilah yang sengaja hendak menjebak orang,"   Lalu dia bertanya lebih prihatin.   "Toako, kedua temanmu apakah sudah kau temukan?" "Belum,"   Sahut Kun-gi sambil menggeleng.   "Nah, kan kebetulan? Orang ini besar sekali manfaatnya bagi kami." "Mungkin dia tidak sudi kita paralat.   Hayolah adik Hoan, kita gusur dia dulu, biar paman Yong membujuk dia, mungkin dia tidak sukarelamenjadiantek musuh." "Siapakah paman Yong?"   Tanya Un Hoankun.   "Dia adalah teman ayahku almarhum, Cong-koan Hek-liong-hwe yang sekarang, dia berada di luar, tadi kudengar suara benturan senjata, maka aku menerjang masuk kemari." "Luar? Tempat apa di luar sana?" "Luar yang kumaksud sudah tentu masih berada di perut gunung Kunlunsan, yang kumaksud adalah bagian luar lorong2 sempit di sini,"   Lalu Ling Kun-gi menambahkan.   "Panjang sekali kejadiannya kalau diceritakan, marilah ke luar dulu saja,"   Dengan mengangkat Leliong-cu dia putar badan terus berjalan balik ke arah datangnya tadi.   Dengan cepat mereka tiba di pintu batu dan kembali ke kamar segi enam.   Yong King-tiong sudah menunggu dengan tidak sabar, untunglah akhirnya dilihatnya, Kun-gi muncul dengan memanggul seorang, lekas dia memapak maju, katanya.   "Kenapa Kongcu pergi selama ini? Losiu sudah ingin menyusulmu ke dalam."   Belum habis bicaranya dilihatnya pula seorang nona berjalan di belakang Kun-gi, dia mengangguk dan menyapa.   "Apakah nona ini yang bentrok dengan musuh?"   Kun-gi tertawa, sahutnya.   "Bukan, suara benturan senjata itu semakin menjauh, Wanpwe tidak menemukannya."   Lalu dia perkenalkan Un Hoankun.   "Hoanmoay, inilah paman Yong."   Kepada Yong King-tiong dia menambahkan.   "Dia bernama Un Hoankun, puterikesayanganUnlocengcu dari Linglam."   Tertunduk kepala Un Hoankun, sapanya.   "Paman Yong!"   Yong King-tiong manggut2, tanyanya heran.   "Bagaimana nona Un bisa masuk kemari?" "Paman jangan salah mengerti, untuk membantu Wanpwe secara diam2, dia menyamar jadi Bikui dan menyelundup ke dalam Pekhoa-pang." "O, kiranya begitu,"   Yong King-tiong mengangguk.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Sementara itu Kun-gi sudah turunkan tawanannya, tanyanya.   "Paman kenalorang ini?" "Dia bernama Tu Hong-sing, salah seorang dari tiga puluh enam panglima dulu, sekarang dia salah seorang dari delapan Koan-tai dari Hek-liong-hwe." "Apa kerja dan tugas seorang Koan-tai?"   Tanya Kun-gi.   "Sesuai namanya, seharusnya Koan-tai memimpin banyak orang, tapi Koan-tai dari Hek-liong-hwe kira2 setingkat dengan Houhoat, jabatan ini tidak terhitung rendah, tapi tidak punya tugas tertentu, semula jabatan ini hanya merupakan simbol dalam kalangan pemerintahan kerajaan, yang terang kedelapan Koan-tai seluruhnya dikerahkan bertugasdiCeng-liong-tong." "Syukurlah kalau paman Yong kenal dia, biar kubikin dia mendusin, Ling-toako bilang supaya engkau membujuknya, mungkin dia mau insaf dan bertobat, karena tidak secara suka rela menjadi antek musuh,"   Kata Un Hoan-kun. Yong King-tiong berpaling kepada Kun-gi, tanyanya.   "Ling- kongcu ingin Losiu membujukdia?"   Maka Kun-gi menjelaskan keadaan di dalam lorong2 sempit yang simpang siur seperti sarang labah2, padahal orang2 Pek-hoa-pang terkurung di dalam dan tak bisa keluar, di samping dua temannya lagi yang disekap entah dimana.   Kemungkinan Tu Hong-sing bisa bantu membereskan soal2 ini, jika dapat membujuknya, tentu segalaurusandi sinitidakakan mengalami kesulitanlagi.   Sambil mengelus jenggot Yong King-tiong manggut2, katanya.   "Sebagai seorang dari tiga puluh enam panglima sudah tentu Losiu cukup kenal pribadi Tu Hong-sin, orang ini cupet pikiran dan sempit pandangan, tamak harta dan gila pangkat.   apalagi sekarang sudah menjadi Koan-tai, jabatan tingkat keenam di istana raja, untuk membujuknya meninggalkan pangkatnya mungkin agak sulit."   Setelah menepekur sebentar akhirnya dia menambahkan.   "Ada satu hal mungkin dapat membuatnya tunduk."   Un Hoan-kun lantas tertawa, katanya.   "Wan-pwe tahu, Wanpwe punya cara supaya dia tunduk dan menyerah." "Kaupunyaakalapa?"   TanyaKun-giheran. "Setiap manusia yang gila pangkat dan tamak harta pasti takut mati,"   Ujar Un Hoan-kun. Yong King-tiong mengangguk.   "Ucapan nona memang betul."   Un Hoan-kun tidak banyak bicara lagi, dia mendekati Tu Hong-sing, mendadak dia ulur dua jari tangannya yang lentik putih beruntun menutuk tiga Hiat-to Tu Hong-sing, lalu ia mengeluarkan satubotolkecil, denganujung kukudia mengambil bubukobatterus dijentikan ke hidung Tu Hong-sing.   Sungguh mujarab obat bubuk dalam botol kecil ini, begitu mencium bau obat itu, Tu Hong-sing yang jatuh pingsan seketika berbangkis dua kali lalu membuka mata.   Sebentar bola matanya berputar mengerling kian kemari, akhirnya melihat Yong King-tiong, Ling Kun-gi, Un Hoan-kun, seketika rona mukanya berubah, mendadak dia bangun berduduk.   Begitu duduk baru dia sadar bahwa beberapa Hiat-to di tubuhnya telah tertutuk, kaki tangan hakikatnya tak mampu bergerak.   "Tu-heng, sudah siuman kau?"   Sapa Yong King-tiong. "Syukurlah Yong-congkoan berada di sini,"   Kata Tu Hong-sing sambil mengawasinya.   "beberapa Hiat-toku tertutuk."-Ternyata betul dia manusia yang takut mati, berhadapan dengan Yong Kingtiong, nada bicaranya seperti minta tolong dan mohon di kasihani. Yong King-tiong berdiri kereng, katanya.   "Apa-kah Tu-heng tahu bahwa Han Jan-to sudah mampus, sementara Cui Kin-in sudah merat setelah keok?"   Tu Hong-sing tampak kaget, katanya.   "Apa betul ucapan Congkoan?" "Sejak kini aku bukan lagi Congkoan Hek-liong-hwe, maka Tuheng jangan memanggilku Cong-koan, empat puluh tahun aku berkumpul di sini dengan Tu-heng, maka ingin kuberi nasehat, kita kan bangsa Han, sesama anggota Thay-yang-kau dan bersumpah setia di depan cakal-bakal, adalah tidak pantas rela menjadi antek dan cakar alap2 musuh. Berubah hebat air muka Tu Hong-sing, serunya dengan terbeliak kaget.   "Yong-congkoan, kau telah berontak?" "Betul, dulu bersama Tu-heng kita sama2 mendapat kebaikan dan bimbingan Lohwecu, tapi sejak Hek-liong-hwe jatuh ke tangan musuh, maka kau lantas diperalat untuk menjadi algojo terhadap sesama pahlawan bangsa, kini tiba saatnya kita harus insaf dan bertobat, tidak pantas selalu tersesat dan diperalat, asal kau mau bekerja sama dengan kami, aku bertanggung jawab, pasti tidak akan membikin rugi kau seujung rambut."   Agaknya terjadi perang batin dalam benak Tu Hong-sing, lama sekali dia sukar ambil keputusan, kedua matanya merem melek, menepekur kebingungan. Un Hoan kun tahu orang agaknya tengah mengerahkan hawa murni, maka dengan tertawa dingin dia mengejek.   "Orang she Tu, ketahuilah, Hiat-to yang kututuk adalah ajaran khas keluarga Un dari Linglam, kalau kau mengerahkan hawa murni ingin menjebolnya, awas kalau tersesat dan malah celaka bagi jiwamu."   Terbeliak Tu Hong-sing, katanya kemudian. "Apa keinginan kalian?" "Bergantung bagaimana sikapmu terhadap uluran tangan kami,"   Jengek Un Hoan-kun. "Cayhe sudah jatuh ke tangan kalian, mati hidupku berada di genggamanmu, memangnya apa lagi yang dapat kulakukan?" "Hanya ada satu jalan bisa kau tempuh, yaitu tunduk akan kemauanku.Nah, matiatauhidupterserahpadapilihanmusendiri."   Tu Hong-sing melirik ke arah Yong King-tiong, Yong King-tiong pura2 tidak melihatnya, malah melengos ke arah lain. "Semut saja ingin hidup apalagi manusia, daripada mati, hidup sengsara juga mending..."   Demikian kata Tu Hong-sin.   "Cuma Cayhe ingin tahu soal mati dan hidup tadi, kalau hidup bagaimana? Jika mati bagaimana pula?" "Soal sederhana. Pertama, seperti yang dikatakan paman Yong tadi, asal kau mau kerja sama dan tidak mengandung maksud jahat serta tidak berusaha melarikan diri lagi, setelah kami keluar dari Kun-lun-san, peduli kau akan berbuat jahat atau bajik, menjadi lawan atau kawan, kami tetap akan melepasmu, soal kedua ...."   Mendadak dia tutup mulut. "Bagaimana dengan syarat kedua?"   Tanya Tu Hong-sing.   "Jalan kedua ialah kau harus tunjukkan keadaan di sini yang simpang siur, di mana pula kalian mengurung tawanan, kalau kau tidak mau menjelaskan, kami akan mengompesmu dengan kekerasan,menyiksamusampai matibilakautidakmenjelaskan."   Terunjuk rasa ngeri pada rona muka Tu Hong-sing, kepala tertunduk, mulutnya bergumam sendiri.   "Orang, she Tu sudah hidup sekian lamanya, memangnya harus mati di sini tanpa diketahui orang?" "Memangnya, setelah keluar dari sini, kami pasti melepasmu, dari pada kau mati tersiksa dengan sia2, bukankah sayang?"   Demikian bujuk Un Hoan-kun. Tu Hong-sing angkat kepala mengawasi Un Hoan-kun, katanya. "Baiklah,"   Coba kau katakan dulu cara bagaimana akan kerja sama itu?" "Jadi kau sudah terima syaratku? Baik, apa yang dikatakan kerja sama ada dua hal.   Pertama, kau menjadi pelopor menunjukkan jalandi sini, cari kembaliorang2 Pek-hoa-pangyangterceraiberai di sini.   Kedua, tunjukkan tempat tahanan, kami akan menolong dua sahabat Ling-toako." "Hanya dua soal ini saja!"   Tu Hong-sing menegas. "Betul,"   Sahut Un Hoan-kun tegas. "Baik, Cayhe terima semua syarat itu, bukalah Hiat-toku." "Paman Yong,"   Tanya Un Hoan-kun kepada Yong King-tiong, "apakah omongannya dapat dipercaya?"   Sambil mengelus jenggot Yong King-tiong bergelak tertawa, katanya.   "Sukar dikatakan, Losiu dengan Tu-heng dulu memang sesama anggota tiga puluh enam panglima, tapi setelah dia menjadi cakar alap2, sukar dikatakan apakah dia dapat dipercaya atau tidak?"   Mengawasi Yong King-tiong, bukan kepalang marah Tu Hong-sing, pikirnya.   "Yong King-tiong, kenapa tidak kau pikir, dulu kaupun menyerah kepada kerajaan sampai sekarang, aku paling2 menjabat Koan-tai kelas enam, kau orang she Yong justeru menjadi Congkoan dengan pangkat lebih tinggi buka mulut tutup mulut kau maki aku sebagaicakaralap2, memangnyakauinibukancakaralap2?"   Sudah tentu hal ini tak berani dia ucapkan, terpaksa hanya menyengir saja, katanya.   "Yong-loko, puluhan tahun kita bersahabat, masa kau tidak percaya padaku?"   Sebelum Yong King-tiong bersuara Un Hoan-kun mendahului menyambung.   "Yong-lopek yang kenal kau puluhan tahun juga masih sangsi terhadapmu, bagaimana aku berani percaya padamu?"   Sampai di sini mendadak dia merogoh keluar sebutir pil, katanya.   "Beginisaja, kau telanobatini, nanti kubukaHiat-tomu."   Tu Hong-sing menatap tangan si nona sekejap, tanyanya. "Apakah obat beracun yang ada di tangan nona?"   Un Hoan-kun tertawa lebar, katanya.   "Bukan, keluarga Un dari Linglam selamanya tidak pernah pakai obat racun, pil ini bernama Sip-hun-wan. setelah kau minum, dalam jangka waktu dua belas jam kalau tidak mmemperoleh obat penawarnya, bila obatnya bekerja, orangnya akan menjadi linglung seperti orang gila yang kehilangan ingatan, segala-nya terlupakan, selamanya tak bisa diohati lagi." "Jahat juga pil ini,"   Kata Tu Hong-sing. "Jangan kuatir, aku punya obat penawarnya,"   Ujar Un Hoan-kun.   "setelah kau telan Sip-hun-wan ini akan kuberikan sebagian obat penawarnya, kau akan tahan enam jam dalam keadaan segar bugar." "Setelah enam jam, harus minum obat penawarnya lagi?"   Tanya Tu Hong-sing.   "Betul, enam jam kemudian, akan kuberikan lagi sisa obat penawarnya." "Jadi maksud nona, setiap enam jam harus minum obat penawarnya?" "Bukan begitu halnya, setelah enam jam, khasiat obat penawar akan lunak, tergantung dari usaha bantuanmu, bila sebelum enam jam kita bisa keluar dari sini, kontan akan kuberi lagi obat penawarnya padamu." "Itu berarti sebelum Cayhe mmemperoleh seluruh obat penawarnya harus sekuat tenaga melindungi keselamatan kalian."   Mengawasi Ling Kun-gi, Un Hoan-kun tersenyum manis, katanya.   "Tak perlu kau melindungi aku, bersama dengan Ling-toako, siapapun jangan harap bisa melukai aku." -Dia bicara dengan jujur dan wajar, tapi siapapun bisa merasakan betapa besar cintanya terhadan Ling Kun-gi.. Un Hoan-kun berkata lebih lanjut.   "Baiklah, sudah kujelaskan seluruhnya, sekarang lekas kau telan obat ini."   Mengawasi obat di tangan Un Hoan-kun, se-saat Tu Hong-sing menjadi bimbang. "Hiat-tomutertutuk, sebetulnyaakutidakperlu membuangwaktu dan banyak bicara dengan kau,"   Kata Hoan-kun, mendadak tangan kirinya terulur jari2nya memencet geraham Tu Hong-sing sehingga mulut orang terbuka, sementara tangan kanan menjejalkan obat ke mulut orang, dia tepuk lagi sekali di belakang leher orang, lalu dengan kedua tangan dia menggablok pula kedua sisi pipinya.   Bahwa dirinya menjadi tawanan, hal ini sudah dianggap suatu penghinaan, hati Tu Hong-sing marah dan penasaran, tapi dia hanya berani marah dihati lahirnya dia seperti pasrah nasib, setelah Un Hoan-kun mengembalikan gerahamnya seperti semula tanpa terasa dia berkata keras.   "Nona mana obat penawarnya?" "Buat apa ter-gesa2, Sudah kujanji memberi, nanti tentu kuberi,"   Sembari bicara berbareng dia buka Hiat-to di badan orang, lalu mengeluarkan dua butir pil warna merah serta diangsurkan, katanya.   "Inilah ini obat penawarnya."   Tu Hong-sing bergegas bangun, begitu terima obat langsung dia jejalkan ke dalam mulut, tapi sebelah tangannya dengan kecepatan kilat tahu2 menyambar pergelangan tangan Un Hoan-kun, sekuatnya dia tarik mundur pula tiga langkah.   Badan orang dia buat tameng di depannya, bentaknya dengan bengis.   "Siapa di antara kalian berani maju orang she Tu segera bunuh dia lebih dulu,"   Kejadian berlangsung terlalu cepat dan mendadak, Ling Kun-gi dan Yong King-tiong tak sempat bertindak, terpaksa mereka mendelong mengawasi Un Hoan-kun di seret mundur oleh Tu Hong-sing. "Tu Hong-sing, tidak salah bukan omonganku?"   Jengek Yong King-tiong.   "barang siapa terima menjadi cakar alap2, jangan harap dapat dipercaya lagi." "Terhadap kalian kaum pemberontak ini, buat apa bicara soal kepercayaan segala?"demikian ejekTu Hong-sing. Un Hoan-kun diam saja dan membiarkan urat nadi pergelangan tangannya dipegang serta diseret, cuma mulutnya berteriak melengking.   "   Apa yang hendak kau lakukan?" "Budak manis,"   Kata Tu Hong-sing sambil ce-ngar-cengir, asalkan kau serahkan seluruh obat penawarnya, aku akan ampuni jiwamu." "Jangan kau lupa aku ini orang dari marga Un di Ling-lam,"   Kata Un Hoan-kun kalem. Seperti diketahui keluarga Un dari Ling-lam terkenal sebagai keluarga pencipta obat bius di kalangan Kangouw, oleh karena itu orang2 Kangouw suka bilang.   "Setiap anggota marga Un, sekujur badannya mengandung obat bius."   Pada saat itulah terdengar seorang menanggapi.   "Tu-heng tutuk dulu Hiat-tonya." "Belum lenyap suaranya, serempak dari enam sudut pintu sana berbareng muncul enam laki2 seragam hijau yang menenteng pedang. Kedua mata Yong King-tiong mencorong terang, hardiknya kereng.   "Nyo Ci-ko, bagus sekali kedatanganmu."   Dalam pada itu, tiba2 terdangar suara "bluk"   Entah mengapa tiba2 Tu Hong-sing terbanting jatuh semaput.   Orang yang muncul dari sudut kiri atas sana adalah laki2 setengah umur bermuka putih berperawakan sedang, dialah Nyo Ciko, salah seorang kepercayaan Cui Kin-in yang dia bawa dari kotaraja, Dari sorot matanya yang gemeredep dapatlah diketahui bukan saja Kungfunya tinggi, diapun seorang cerdik pandai yang bekerja dengan cekatan.   Baru saja Nyo Ci-ko muncul lantas melihat Tu Hong-sing terbanting roboh, keruan ia kaget, lekas dia membentak.,"Tidak lekas kalian membantunya?" --Dua laki2 seragam hijau segera mengiakan dan menubruk ke arah Un Hoan-kun.   Un Hoan-kun menyeringai, jengeknya.   "Siapa berani maju?" -Sekali tangan berayun, segumpal asap segera menabur ke arah musuh. Kedua orang berseragam hijau ini tadi sudah mendengar bahwa nona ini adalah anggota keluarga Un dari Linglam, kini melihat orang menaburkan asap, sudah tentu mereka tak berani ayal, padahal mereka tengah menubruk maju, terpaksa menahan napas sambil mengerem sekuatnya luncuran tubuh serta menjejak balik ke belakang. "Hihi, sungguh menggelikan, hanya segenggam pasir saja sudah bikin kalian ketakutan,"   Demikian ejek Un Hoan-kun.   Yang dia taburkan memang segenggam pasir, tapi orang tak berani mendekati-nya lagi.   Un Hoan-kun tidak hiraukan orang banyak, dia keluarkan botol kecil, dengan kuku dia ambil sedikit bubuk obat terus dijentikan ke hidung Tu Hong sing.   Setelah berbangkis sekali Tu Hong-sing lantas membuka mata dan kucak2 mata serta melompat berdiri.   Mengawasi orang, Un Hoan-kun tertawa geli, katanya.   "Tu-tay-koantai, kau akan pegang tangan-ku lagi dan paksa aku menyerahkan obat penawarnya?"   Setelah mengalami pahit getirnya baru Tu Hong-sing betul2 kapok, sekarang mana berani dia bertingkah pula? Apalagi dia sudah menelan Sip-hun-wan dan baru menelan dua butir obat penawarnya, jika Un Hoan-kun sampai marah dan tak mau memberi obatpenawarnyakandirisendiribisacelaka malah? Terhadap jiwa sendiri dia pandang jauh lebih berharga dari apapun di dunia ini, maka dengan menyengir ia berkata.   "Obat bius nona memang lihay, Cayhe sudah kapok betul2, tadi kita sudah berjanji, maka harus sama2 ditepati, benar tidak?" "Kau tidak usah kuatir, kalau dalam enam jam kita bisa keluar sini, pasti kuberi lagi empat butir obat padamu. Tapi berada di sini, kau harus tundukakan perintahku." "Baiklah,"   Tu Hong-sing setuju. Sekilas mengerling Un Hoan-kun berkata lirih pula.   "Mereka akan segera turun tangan, mari kau ikut aku ke sana." -Lalu dia melangkah ke arah orang banyak, Tu Hong-sing betul2 sudah kapok merasakan kelihayan obat bius Un Hoan-kun, kali ini dia betul2 tidak berani bertingkah pula, dengan jinak dia mengintil di belakang Un Hoan-kun. Ternyata dalam sekejap ini keadaan sudah memuncak tegang, kedua pihak sudah sama2 melolos pedang dan siap tempur. Kun-gi paling perhatikan keselamatan Un Hoan-kun, maka sejak tadi dia perhatikan gerak-gerik pihak lawan, kini setelah melihat Hoan-kun kembali dalam rombongan legalah hatinya. Yong King-tiong merupakan pemimpin rombongan, dia telah berhadapan dengan Nyo Ci-ko, mereka sedang saling cercah dan nista. Terdengar Nyo Ci-ko berkata lantang.   "Yong King-tiong, pihak kerajaan memberi pangkat setinggi itu padamu, ternyata kau berani menghasut orang dan berbuat jahat untuk memberontak?"   Yong King-tiong tergelak2, katanya.   "Nyo Ci-ko, kau juga bangsa Han, kau lupa asal usul leluhur, bangsat kau angkat jadi ayah, kaulah yang khianat dan memberontak. Ketahuilah, Hek-liong-hwe adalah milik Thay-yang-kau, dua puluh tahun kalian kangkangi dan kuasai, menjadi alat kerajaan untuk memberantas sesama golongan Kangouw,"   Setiap orang Bu-lim yang berdarah patriot patut menghukummu, kini Han Jan-to si durjana penjual Hek-liong-hwe sudah mampus menembus dosa-nya, cukong kalian Cui Kin-in utusan istana raja juga sudah melarikan diri, dengan kekuatanmu Nyo Ci-ko memangnya bisa berbuat apa, Lohu malas bergebrak dengan kau, lebih baik kau menyerah saja"    Kesatria Baju Putih Karya Chin Yung Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Asmara Dibalik Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini