Pedang Kiri Pedang Kanan 42
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 42
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L "Hupangcu .... . " Dengan sebelah tangan mendekap lukanya, dengan kencang dia mengudak keluar. "Kongsun-houhoat ..... " Tanpa sadar Bok-tan berteriak mencegah. Kun-gi menghela napas, katanya. "Biarlah dia pergi, Pangcu." "Tapi lukanya belum sembuh, tangannya buntung lagi." "Kongsun-houhoat sudah minum Po bing-hing-kang-san buatan guruku, luka2nya sudah tidak jadi soal lagi, kalau dia berhasil mengejar Hupangcu, setelah amarahnya reda, Kongsun-heng mau berlutut dan minta maaf, mungkin Hupangcu mau mengampuni dan memaafkan kesalahannya." Mengawasi kutungan lengan di lantai, Bok-tan berkata. "Jimoay suka menang dan kepala batu, biasanya suka mengumbar adat, kalau Kongsun-houhoat berhasil mengejar dia, mungkin bisa ditabas mati malah." "Alasan Pangcu memang benar, kalau tidak mati, mungkin juga Kongsun-houhoat akan berhasil membujuknya, terserah kepada takdir. tapi soal ini menyangkut masa depan dan kebahagian hidup mereka berdua, orang lain tak mungkin mencampurinya, dan lagi bila kita mencegah Kongsun-houhoat mengejarnya, mungkin selamanya dia takkan menemukan Hupangcu." Bok-tan manggut2, katanya menghela napas. "Ai, asmara memang suka mempermainkan orang." -Sambil mengusap rambut yang terurai, mendadak dia berpaling, katanya. "Ling heng, Jimoay sudah bisa keluar, orang lain yang terperangkap di dalam mungkin juga akan selekasnya keluar, marilah kita masuk menjemput mereka." Kun-gi, agak bimbang, sebentar dia pikir lalu sodorkan gambar peta itu kepada Bok-tan, katanya. "Tempat ini adalah pusat dari Hwi-liong-koan, ada lorong rahasia pula di balik dinding kanan yang menembus ke Hwi-liong-tong, bila ada orang masuk kemari, asal dia menutup seluruh inti pesawat rahasia di sini, selamanya kita takkan bisa keluar, maka menurut hemat Cayhe, Pangcu boleh bawa peta ini dan tunggu di sini, biar Cayhe sendiri masuk mencari mereka." Bok-tan dapat menerima alasan yang masuk akal ini tapi dia menolak peta itu, katanya. "Kau yang akan masuk ke sana, lebih baik kau yang bawa gambar ini, kalau tersesat, kau bisa mencocokkan petaini supayatidak mengalamikesulitan." Kun-gi simpan peta itu, katanya.. "Baiklah, harap Pangcu tunggu di sini saja, Cayhe akan segera masuk." -Lalu dia beranjak lewat pintu kiri. Lekas Bok-tan memburu maju, teriaknya nyaring. "Ling-heng!" Ling Kun-gi sudah tiba di ambang pintu, segera dia berhenti sambil menoleh. "Ada apa Pangcu?" Jengah muka Bok-tan, katanya lirih. "Kau harus hati2." Melihat sikap orang yang malu2 kucing dan mimiknya yang kasih mesra dan betapa besar perhatian terhadapnya, hati Kun-gi terasa manis dan berdenyut kencang jantungnya, lekas dia alihkan tatapannya serta mengangguk, sahutnya. "Cayhe tahu!" -Dengan mengacungkan Le-liong-cu, dia lantas masuk kedalam. -oooo-" 0 -oooa- Oh Coan-oh ternyata tidak menipu mereka. Tujuh puluh dua kamar batu dalam Hwi-liong-koan ini ternyata tidak kalah rumit dan memusingkan seperti lorong sesat di Ceng-liong-tong. Walau tiga pintu telah dia tutup, kini pada setiap kamar segi empat itu tinggal satu pintu saja yang terbuka, tapi bentuk kamar batu itu mirip satu dengan yang lain, seperti sebuah kotak belaka, yang terbuka juga hanya pintu kiri, bila masuk terus satu kamar demi satu kamar akhirnya pasti akan menemukan jalan keluarnya, Tapi bila sudah melewati dua puluh kotak kamar yang serupa itu, mau tidak mau setiap orang akan pusing juga. Kun-gi sangat sabar, dia maju terus dengan mudah dia menemukan Hu-yong, Hong-sian dan Giok-je, demikian pula dua pelayan pribadi So-yok yang bernama Bok-hung dan Bok-bin. Pelopor jalan Go-bo, Houhoat Toh Kian-ling dan Lo Kun-hun. Hanya Yu-houhoat Coa-liang ketika memasuki Hwi-liong-tong telah menghilang, (nasibnya sudah dituturkan dibagian depan), anggota rombongan boleh dikatakan sudah diketemukan seluruhnya. Kecuali Go-bo, Toh Kian-ling yang mengalami sedikit luka, yang lain tiada kurang suatu apapun. Sejak mereka memasuki Hwi-liong-tong belum pernah bentrok langsung dengan musuh, tapi setelah mereka dipancing masuk ke Hwi-liong-koan, musuh pernah mengutus delapan belas jagonya untuk menyergap mereka sehingga terjadi pertempuran sengit, tapi dengan kerja sama mereka, akhirnya musuh dapat ditumpas seluruhnya, dan karena orang banyak tidak terpencar lagi, maka rangsum yang mereka bawa masih tersedia lengkap, jadi tiada yang kelaparan, cuma air minum saja yang kehabisan. Dikala mereka terkurung dalam kamar kotak2 ini. tengah ubek2an kian kemari tanpa menemukan jalan keluarnya, mendadak ketemu Ling Kun-gi, sudah tentu tidak kepalang kejut dan senang mereka, sepertiketibanrejeki dari langitrasanya. Di antara dua belas pelayan hanya Giok-je yang paling dulu berkenalan dengan Ling Kun-gi, malah dia pula yang menyelundupkan Kun-gi ke-luar dari Coat-ceng-san-ceng dan dibawa ke Pek-hoa pang, maka dia pula yang berjingkrak kegirangan dan memburu maju lebih dulu, teriaknya girang. "Cong-su-cia, bagaimana kau bisa masuk kemari?" Mata Kun-gi mengerling, katanya dengan tertawa. "Syukurlah kalian berada di sini semua, Hek-liong-hwe sudah hancur lebur, Cayhe sengaja mencari kalian." Hong-sian bertanya. "Apakah Cong su-cia pernah bertemu dengan Hupangcu?" Sudah tentu tak enak Kun gi menjelaskan, dia mengangguk, katanya. "Waktu pintu batu terbuka Hupangcu sudah mendahului keluar." Lo Kun hun ikut bicara. "Waktu pertama kali kami masuk kemari, mendadak Coa heng menghilang, apakah Cong-su-cia tahu jejaknya?" Guram wajah Kun-gi, katanya rawan. "Coa-heng terluka parah, sekarang sudah meninggal." Mendengar Coa Liang sudah meninggal, seketika tertekan perasaan semua orang. Kata Kun-gi. "Kalian semua ada di sini, tak perlu kita masuk lebih jauh lagi, biar Cayhe tunjuk jalannya, Pangcu sedang menunggu kalian di luar."-Laludiapimpin orangbanyak keluar.. Bahwa sebentar lagi bakal keluar dari tempat yang menyesatkan ini, sudah tentu langkah semua orang bertambah cepat, hanya sebentar mereka sudah keluar dari kamar kotak yang membingungkan itu. Bok-tan sambut keluarnya orang banyak dengan berjingkrak girang, sudah tentu banyak adegan lucu yang terjadi dalam pertemuan ini. Begitulah di bawah pimpinan Ling Kun-gi, kemudian mereka mengundurkan diri dari Hwi-liong-koan dan bergabung dengan rombongan Yong King-tiong, selanjutnya beramai2 mereka keluar dari lorong serta berkumpul pula dengan rombongan besar. di mana Giok-lan dan lain2 sedang menunggu dengan gelisah. Kini tugas Tu Hong-sing yang pimpin rombongan besar ini keluar dari lorong panjang yang menembus ke Hwi-liong-tong setelah terlebih dulu mematikan jalan yang menuju ke Hwi-liong-koan. Tengah berjalan, lapat2 terdengar suara benturan senjata keras di depan, Yong King tiong merandek, katanya.. "Seperti ada orang bergebrak, mari lekas kita tengok." Kun -gi ingat So-yok yang lari dikejar Kong-sun Siang, kemungkinan mereka kepergok musuh dan kini tengah berhantam. Apalagi luka Kongsun Siang belum sembuh, lengan buntung lagi, maka ia sangat kuatir, ia berkata. "Biar Wanpwe ke sana lebih dulu." -Sebelum Yong King-trong bersuara, sekali melejit dia mendahului lari ke lorong di depan sana. Di ujung lorong adalah sebuah pintu gerbang yang besar tinggi, bentuknya bundar, di luar pintu dihadang sebuah pintu angin yang terbuat dari batu marmer warna hijau setinggi satu tombak, Kun-gi belok ke sebelah kiri pintu angin serta mendapatkan sebuah ruang pendopo yang besar, bagian depan dan belakang sama berundakan batu, tepat di tengah adalah sebuah pelataran, sudah tentu letak pelataran ini masih berada di perut gunung. Tapi keluar dari pendopo besar itu, melalui lorong yang tidak begitu panjang, bagian luarnya lagi sudah kelihatan sinar matahari dan pemandangan alam pegunungan yang menghijau permai. Di pelataran itulah tengah terjadi baku hantam sengit antara lima. laki2 baju hitam yang tengah mengeroyok seorang laki2 baju hijau. Sekali pandang Kun-gi lantas kenal laki2 baju hijau yang dikeroyok ituadalah TingKiauyangterpencardidalamlorong. Meski dikeroyoklima musuh, tapi kipasbesinyaituternyatadapat main dengan gencar dan hebat, begitu keji cara permainannya sehingga kelima musuh yang bersenjata lebih panjang tidak berani mendekat, namun mereka maju mundur kerja sama dengan rapi, sedikitpun Ting Kiau tidak diberi peluang, seakan2 sengaja hendak menguras tenaganya. Girang hati Kun-gi, cepat ia melejit ke tengah pendopo serta membentak. "Berhenti!" Bentakan keras ini laksana guntur menggelegar di siang bolong sehingga orang2 yang lagi berhantam merasa kaget, lekas mereka tarikpedangdan melompatmundurserayamenoleh. Melihat yang datang adalah Ling Kun gi, sudah tentu bukan main girang Ting Kau, teriak-nya. "Cong-coh!" Nyata kelima orang baju hitam itu juga me-lengak heran karena melihat Lang Kun-gi mendadak menerobos keluar dari dalam Hwi liong-tong. Seorang di antaranya angkat pedang seraya membentak. "Lekas cegat dia, jangan biarkan dia lari." -Dua orang kawannya segera menubruk ke arah Ling Kun-gi. Kun-gi berdiri tegak, ia tertawa, katanya lantang. "Kalian berdiri di tempat masing2, ketahuilah bahwa Hek liong hwe sudah lebur, Han Jan-to sudah mampus, Hwi-liong-tongcu Nao Sam jun dan Ui- liong-tongcu Ci Hwi-bing sudah mati, kalian kaum keroco ini masih berani bertingkah. Hayo letakkan senjata dan menyerah, nanti kuampuni jiwa kalian?" Laki2 baju hijau yang jadi memimpin kelima orang itu tambah beringas, serunya. "Jangan kalian percaya ocehannya, hayo bekuk dia," Pada saat itulah Tu Hong-sing, Yong King-tiong dan lain2 juga telah keluar. Yong King-tiong segera bersuara. "Apa yang diucapkan Ling-kongcu memang betul, asal kalian mau letakkan senjata, ku tanggungjiwa kaliantidakakan diusik." Melihat gelagat jelek, orang itu segera menyurut mundur, tiba2 dia berteriak. "Angin kencang, mundur!" -Gerak tubuhnya ternyata sebat sekali, begitu putar tubuh terus lari, keluar pintu. Tak terduga baru beberapa langkah dia lari, waktu dia angkat kepala, entah cara bagaimana pemuda jubah hijau yang tadi berdiri di tengah pendopo tahu2 sudah mengadang di depan pintu dan berkata dengan tertawa. "Kalian ingin lari, kukira tidak segampang itu." Melihat pemuda ini bertangan kosong, laki2 baju hitam ini menjadi berani, dia menjengek. "Cari mampus kau anak muda!" -Sebat sekali dia menyelinap maju, pedang hitam di tangannya langsung menusuk dada. Hanya sedikit miringkan tubuh, dengan mudah Kun-gi hindarkan tusukan orang, berbareng tangan kiri bekerja, dia pencet pergelangan tangan lawan, dua jari tangan kiri langsung menutuk Ling-tai-hiat pula. Kontan laki2 itu gemetar, mulut mengerang tertahan, selebar mukanya kontan pucat pias seperti balon yang kempes, badannya lunglai hampir tak kuat berdiri. Jelas laki2 ini telah dipunahkan ilmu silatnya oleh Ling Kun-gi. Tiba2 Kun-gi membalik badan, matanya menyapu pandang empat orang yang lain, katanya ke-reng. "Kalian kemari, Hek-lionghwe menjadi cakar alap2 kerajaan dan kalian adalah anteknya cakar alap2, kalau cakar alap2 harus diberantas, kalian para anteknya juga harusdihukum, tapicukup dipunahkansaja ilmusilatnya." Keempat orang saling pandang, lalu seorang bersuara. "Kami adalah kaum persilatan, dari pada kehilangan ilmu silat lebih baik kami mati." "Ya, dengan bekal sedikit kepandaian silat itulah kalian telah berbuat kejahatan di Kangouw, kalau ilmu silat dipunahkan, kalian diberi kesempatan untuk menebus dosa dan kembali menjadi manusia baik2." Keempat orang saling pandang pula, mendadak serempak berteriak, empat pedang hitam sekaligus menubruk maju dengan tusukan dan tabasan dari berbagai jurusan. Ting Kiau berjingkrak gusar. "Anak anjing, masih berani kalian main gila!" Kipas lempitnya tiba2 terbentang, baru saja dia hendak turun tangan, didengarnya Ling Kun-gi tertawa panjang, katanya. "Tadi Cayhe sudah bilang, kalian harus dipunahkan ilmu silatnya, siapapun takluputdarihukuman setimpal ini." Belum habis bicara, keempat laki2 itu sudah sama mengerang dan menungging. Tiada hadirin yang melihat jelas cara bagaimana Ling Kun-gi kerja keempat lawannya ini, tapi pedang sudah terpental jatuh, keempat orang itupun sudah duduk lemas di lantai. Kiranya dalam segebrak saja mereka telah sama dipunahkan ilmu silatnya oleh Ling Kun-gi. Seperti tidak terjadi sesuatu apa Kun-gi memandang Yong King- tiong serta bertanya. "Paman Yong, keluar dari sini, apakah sudah berada didunia luar?" "Betul," Ujar Yong King-tiong tertawa. "Inilah Hwi-liong-tong, di luar adalah Hian-koan-giam, terpaut satu puncak gunung dengan Ui-liong-tong, sekarang kita boleh keluar dari sini." Sorot mata Kun gi menyapu kelima jago pedang yang menyerah diHek-liongtam, katanya. "Kalian kemari." Kaget dan pucat muka kelima orang, katanya. "Ling-kongcu, kami berlima sudah menyerah, malah membawa Kongcu menolong orang dalam lorong2 sesat, kami tidak berani bilang ada pahala, paling tidak itu sudah menebus dosa kami, harap Kongcu bermurah hati, ampunilah dosakamiyangdahulu." Kun-gi tertawa tawar, katanya. Kalian bantu aku menolong orang, untuk ini aku pribadi bersyukur dan terima kasih, tapi kalian baru menanjak setengah umur, setelah meninggalkan Hwi-lionghwe, tetap akan berkecimpung di Kangouw kalian masih bisa hidup dua puluh atau tiga puluh tahun lagi, memangnya siapa berani menjaminkaliantidakakan melakukankejahatanpuladiluar?" Kelima orang serempak bersumpah. "Kami bersumpah akan menjadi manusiabaik2, pastitakkan berkecimpung di Kangouw" "Kalau kalian tidak akan berkecimpung lagi di Kangouw lalu buat apa kalian memiliki kepandaian?" Kelima orang segera berlutut, katanya. "Mohon Kongcu suka murah hati, jika kami betul2 menggunakan ilmu silat untuk berbuat jahat, biarlah kami mati tercacah golok dan pedang." "Kalian berdiri, mengingat kalian telah bantu mencari orang, akan kututuk satu jalur Hiat-tomu, kalian tetap mempertahankan lima bagian kepandaian ini cukup untuk melindungi badan dan membela keluarga, cuma selanjutnya takkan bisa berlatih lebih tinggi lagi, asalkan tidak menggunakan tenaga sepenuhnya kalian tidak akan mengalami apa2, dengan adanya pembatasan ini, pasti kalian tidak akan melakukan kejahatan." Kelima orang masih ngotot hendak minta keringanan. Yong Kingtiong tiba2 membentak. "Keputusan Ling-kongcu cukup adil, kalian masih belum puas? Selama dua puluh tahun ini betapa banyak insan persilatan yang terbunuh oleh orang2 Hek-liong-hwe seperti kalian ini, kalian pantas dibunuh untuk menebus dosa, memangnya kalian masih tidakterima?" KarenaditegurYong King-tiong, kelimaorang takberani bersuara lagi, secepat kilat Lin g Kun-gi bekerja, satu persatu dia tutuk tempat yang sama di tubuh kelima orang. Kelima orang sama merinding, hanya itu perasaan mereka, lalu beramai mereka menjura pada Un Hoan-kun, katanya. "Berkat kemurahan hati Lingkongcu kami telah memperoleh pengampunan, sejak kini kami akan meninggalkan Hek-liong-hwe, nona sudah berjanji akan memberiobatpenawar, harapnonabermurah hatipula." "Memangnya kalian terkena racun apa?" Tanya Un Hoan-kun menggoda. "Kami menelan Sip-hun-wan, dalam dua belas jam kalau tidak ditawarkan akan menjadi pikun, sukalah nona tidak menyiksa kami lagi." "O." Un Hoan-kun bersuara dalam mulut, tanyanya berpaling kepada Tu Hong-sing. "Saudara Tu bagaimana? Kaupun ingin obat penawar?" Tu Hong-sing menyengir, katanya. "Nona sendiri telah berjanji, tentunya takkan mempermainkan kami." -Meski dalam hati amat dongkol tapi lahirnya dia tetap tersenyum. "Sip-hun-wan buatan khusus keluarga Un dari Ling-lam, sudah tentu hanya nona saja yang punya obat penawarnya, bukankah nona sudah janji akan memberiobatpenawarnyasebelummeninggalkantempat ini?" "Un Hoan-kun menggigit bibir, katanya dengan tertawa. "Bahwasanya keluarga Un dari Ling-lam tidak pernah membuat atau memiliki Sip hun-wan, darimana pula aku memiliki obat penawarnya?" Gemerobyos keringat To Hong sing karena cemas, katanya. "Agaknya nona sengaja mau merenggut jiwaku ini." "Aku tidak menipumu," Ucap Un Hoan-kun tertawa. "aku betul2 tidak punya obat penawar." Tu Hong-sing menyeka keringat yang membasahi jidatnya, katanya gugup. "Tapi aku jelas sudah menelan Sip-hun-wan. Yong-congkoan, kau sendiri menyaksikan, kita terhitung teman lama, memangnya kautega melihataku tersiksapadaharituaku ini?" Un Hoan-kun morogoh keluar sebuah cupu2 kecil serta menuang keluar sebutir pil dan ditaruh di telapak tangan, katanya. "Bukankah yang kau telan pil ini?" Dengan cermat Tu Hong-sing mengamati pil itu, katanya mengangguk. "Ya, memang pil ini, nona bilang pil ini namanya Sip hun-wan" Un Hoan-kun angsurkan cupu2 kecil itu, katanya. "Kalau saudara Tubisa membaca, silakanlihatsendiriapa, yangtertulisdisini?" Tu Hong-sing terima Cupu2 kecil itu serta membaca tulisan di secarik kertas yang tertempel di cupu2 itu, katanya. "Ciap bi-tan khusus buatan keluarga Un. Jadi nona memberi aku menelan Ciap-bi-tan. Kau tidak menipuku?" Un Hoan-kun terima kembali cupu2 itu, katanya sambil cekikik. "Buat apa aku menipumu?, soalnya paman Yong bilang kau gila pangkat dan tamak harta, belum bisa dipercaya, maka sengaja kucekok kau dengan sebutir pil yang kukatakan Sip-hun-wan, dengan cara ini baru akan memaksa kau bekerja sekuat tenaga, yang benar Ciap-bi-tan ini khusus untuk memunahkan segala macam obat bius, bila kau menelannya sebutir, dalam jangka dua belas jam, kau tak perlu takut terhadap segala macam bebauan yang memabukkan, sudah tentu tidak akan membawa akibat sampingan untuk kesehatan orang, lalu obat penawar apapula yang akan kau minta lagi?" Yong King tiong tergelak2, katanya. "Tu-heng sekarang boleh legakan hatimu?" Merah muka Tu Hong-sing, katanya kikuk. "Nona Un memang pandai mempermainkan orang." Tiba2 tampak serius sikap Yong King tiong, katanya. "Apa yang Tu-heng katakan tadi memang tidak salah, dulu kita sama2 sebagai salah satu dari pada tiga puluh enam panglima Hek-liong-hwe, setelah meninggalkan Kun-lun san kitapun akan berpisah, tiga puluh enam panglima kini tinggal kau dan aku berdua, mengenang masa lalu sungguh bagai mimpi, apakah rencana hidup Tu heng selanjutnya takkan kucampur tangan, tapi perlu kuberi pesan sepatah kata padamu, yaitu kita adalah keturunan bangsa Han, menjadilah manusia yang tahu harga diri, kuharap Tu-heng jangan lupa membina diri." Tu Hong-sing merangkap tangan menjura, katanya. "Nasihat Yong-heng semurni emas, aku terima nasihatmu, semoga kita kelak masih ada kesempatan bertemu. sekarang aku mohon diri." -Setelah menjura dan mohon diri pada seluruh hadirin, cepat2 dia melangkah pergi. "Sekarang kalianpun boleh pergi," Kata Yong King-tiong kepada kelima jago pedangnya. Serentak mereka menjura lalu beriring keluar langsung turun gunung. Yong King tiong menghela napas, katanya menengadah. "Dengan kedua tangannya Lohwecu mendirikan Hek liong-hwe tiga puluh tahun yang lalu dengan mengerek panji kebesaran menentang kerajaan Ceng membela dinasti Bing, dua puluh tahun terakhir ini Hek liong-hwe justeru dikangkangi cakar alap2 kerajaan dan diperalat untuk menumpas patriot bangsa sendiri, selama lima puluh tahun ini, Losiu hidup terkurung di sini empat puluh tahun, dulu waktu datang adalah pemuda yang gagah dan kekar, kini keluarnya telah berubah seorang kakek yang sudah uban dan loyo, proyek besar di dalam -perut gunung hasil jerih payah banyak orang di sini selanjutnya akan terpendam untuk selama2nya." -Sampai akhir katanya, saking sedih air matanya lantas bercucuran. "Yong-lopek," Kata Kun-gi, lorong di perut gunung ini simpang siur dan menyesatkan, jika dibiarkan dalam keadaan utuh seperti ini, sekali tempo mungkin akan digunakan orang2 Kangouw dari golongan hitam sebagai sarang kejahatan, apakah tidak lebih baik disumbat saja?" Yong King-tiong tersenyum, katanya. "Ling-kongcu tak usah kuatir, bahwa Losiu memilih jalan keluar dari sini, sebetulnya memang sudah kurencanakan untuk menutup mati tempat ini, karena pintu rahasia dari berbagai tempat harus dibuka dari dalam, hanya kunci pintu besar Hwi liong-tong ini yang harus dibuka dari luar, setelah kita keluar semua baru ditutup dan kuncinya dirusak, orangluarpun takkanbisa masukpula." "Kalau tempat ini hanya bisa dibuka dari luar, kecuali paman Yong, tentunya masih ada orang lain pula yang tahu." "Soal ini merupakan salah satu rahasia penting dalam Hek-lionghwe, hanya para Tongcu saja yang tahu, kini yang mati sudah pergi, yang masih hidup termasuk Losiu sendiri hanya tinggal tiga orang lagi." "Entah siapa dua orang yang lain?" Tanya Kun-gi. "Seorang adalah ibumu," Ujar Yong King-tiong. "seorang lagi adalahCui Kin-in. Ai, seharusnyatadikita menawannya." Mengingat dua kali gurunya bersuara mencegah Kun-gi melukai dan menahan Cui Kin-in, diam2 dalam hati dia menggerutu. "Entah bagaimana asal usul perempuan ini? Ilmu pedang dan kepandaian silatnyaternyatatidaklebihrendah dari padaku." Sementara mereka berbincang2, rombongan besar itupun telah keluar dari pintu gerbang Hwi-liong-tong, di bagian luar ternyata adalah sebuah gua raksasa yang tingginya ada beberapa tombak dan luasnya ada enamtombak. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setelah orang banyak sama keluar, Yong King-tiong menghampiri dinding sebelah kanan, sebuah batu besar digesernya, lalu tangannya menggagap sekian lamanya, maka terdengarlah suara gemuruh, pelan2 sebuah batu raksasa melorot turun dari atas. Pintu gerbang Hwi-liong-tong seketika tersumbat menjadi sebuah dinding batu yang berlumut. Sambil berjongkok Yong King-tiong menoleh, katanya. "Ling- kongcu, Losiu pinjamSeng-ka-kiammu sebentar." Kun-gi mengiakan, ia keluarkan Seng-ka-kiam dan diangsurkan. Yong King-tiong terima pedang pendek itu lalu menabas, menusuk dan membacok serabutan ke dalam lubang, beruntun terdengar suara besi patah dan berjatuhan, kiranya alat2 rahasia yangmenjadikunci pembukaanpintu gerbangtelahdirusaknya. Yong King-tiong menggeser balik batu besar itu untuk menutup lubang, setelah berdiri wajahnya tampak lesu guram, mimiknya sedih dan rawan, se-olah2 dalam sekejap ini usianya bertambah tua beberapa tahun. Dengan langkah lebar segera dia mendahului berjalan keluar. Sang surya memancarkan cahayanya yang hangat dan cemerlang, alam pegunungan menghijau permai, cuaca cerah, hawa sejuk, cukup lama mereka berada di perut gunung yang sumpek, kini dapat menghirup hawa pegunungan yang segar sepuas2nya. Gua besar ini terletak di sisi kanan Hian-koan-giam, keadaan tebing di sini amat curam dan tingginya ratusan tombak, untuk turun naik bila tidak memiliki kepandaian silat tinggi orang harus merangkak berpegang pada celah2 batu karang seperti naik tangga layaknya, boleh dikatakan seluruh badan terapung di udara, sekali lena bisa terpeleset dan hancur lebur jatuh ke dalam jurang. Yong King-tiong bawa orang banyak turun ke dasar jurang dengan selamat, membelok ke pinggang gunung, meski di sini masih di tempat ketinggian, tapi tempat2 yang harus mereka lewati tidak berbahaya seperti tadi. Rombongan besar ini lebih banyak perempuan daripada laki2, setelah berhasil menempuh perjalanan sukar ini, maka legalah perasaan semua orang. Yong King-tiong melihat cuaca, mentari sudah mulai doyong ke barat, hari menjelang sore, maka dia menoleh dan berkata. "Apakah kalian ingin istirahat?" Kun-gi mengajukan pertanyaan. "Yong-lopek, berapa jauh perjalanandarisini ke Gak koh bio?" "Kalau jalan cepat sebelum magrib mungkin kita bisa sampai tempat tujuan," Sabut Yong King-tiong. Bahwasanya Bok-tan belum tahu kalau Thay-siang sudah mangkat, dia kira orang sedang menunggu kedatangannya di Gak- koh-bio, maka sambil membetulkan letak rambutnya dia berkata. "Kami tidak letih, biarlah kita istirahat di Gak-koh-bio saja." Yong King-tiong mengangguk, katanya. "Begitupun baik, perut kalian kosong, kalau jalan cepat2 mungkin kita masih sempat makan malamdiGak-kohbio." 0000oodwoo0000 Gak-koh-bio terletak di bukit Gak-koh ting, bentuk biara ini cukup megah dan angker, bau dupa sudah tercium dari beberapa li jauhnya. Singkatnya Yong King-tiong telah bawa Kun-gi dan lain2 tiba di bawah Gak koh-ting, dari kejauhan mereka sudah melihat di depan Gak-koh-bio berdiri seorang laki2 tinggi besar berjubah biru seperti sedang memandang ke tempat jauh menunggu kedatangan seseorang. Tong Bun-khing bersuara kaget girang, katanya. "He, itukan Pacongkoan? Ling-toako, bagaimana mungkin Pa congkoan juga berada di sini?" Sudah tentu Kun-gi tak bisa menjawab, terpaksa dia manggut, katanya. "Mungkin sedang mencarimu." Kalau mereka melihat Pa Thian-gi, sudah tentu Pa Thian gi juga sudah melihat kedatangan mereka, dengan langkah lebar segera dia menyongsong dengan tawa lebar. "Ling kongcu, Jikohnio dan Samkohnio (Pui Ji-ping) sama datang, sejak pagi kutunggu di sini, kaki sampai terasa pegal." Belum Kun-gi bersuara, Pui Ji-ping lantas tanya. "Pa congkoan, apa ibu juga datang?" "Tidak, yang kemari adalah Locengcu dan tuan muda," Sahut Pa Thian-gi. "malah paman Sam-koh-nio Cu-cengcu juga berada di sini bersama Un-locengcu dan Un-jicengcu" Kini giliran Cu Ya-khim berjingkrak girang, serunya. "Hah, ayah juga datang!" Sudah tentu Un Hoan-kun kejut2 girang, serunya. "Ayah dan pamanku juga datang?" "Beginilah duduk persoalannya, Siau-yan, pelayan keluarga Un yang ketakutan pulang memberi laporan pada Un-locengcu bahwa nona Un menyelundup ke Pek-hoa-pang dan tiada kabar beritanya lagi. Kebetulan Un locengcu dan Lo cengcu kita sedang bertamu di Liong bin sin ceng, sementara Cu-cengcu juga kehilangan nona Cu dan Jikohnio, maka beramai mereka lantas menyusul ke Pek-hoapang ." Bok-tan berteriak kaget, tanyanya. "Jadi kalian sudah meluruk ke Pek-hoa-ciu?" Seperti diketahui Hoa-keh-ceng di Pek-hoa-ciu dijaga oleh Bwe hoa, Lian hoa dan lain2, tapi yang datang kali ini adalah Tong- cengcu dari Sujoan yang terkenal ahli racun, bersama Un-locengcu yang tersohor menggunakan obat bius serta Ciam-liong Cu Bun-hoa, kalau tiga tokoh silat kelas wahid ini bergabung, umpama Thaysiang sendiri belum tentu dapat melawan mereka. Maklum sebagai Pek hoa-pangcu sudah tentu dia prihatin akan soal ini? Pa Thian-gi tidak tahu asal usul Bok-tan, tapi karena orang datang dengan Ling Kun gi berjalan di depan rombongan lagi, maka katanya dengan tertawa. "Tidak, mereka beramai baru sampai di Ciam-sin, kebetulan bersua dengan guru Ling-kong-cu, maka mereka disuruh langsung datang ke Gak-koh-bio di Kun-lun-san ini." Bok-tan menghelanapaslega dantidakbersuaralagi. Giliran Kun-gibertanya."Kapan kalian datang?" "Kemaren baru tiba di sini." Tengah bicara tampak dari dalam pagar biara berjalan seorang pemuda jubah kuning, melihat kedatangan rombongan orang banyak langkahnya lantas dia percepat, teriaknya. "Ling-heng, kenapa baru sekarang datang?" Lekas Kun-gi memapak maju, teriaknya. "Tong-heng." Yang keluar ternyata adalah tuan muda keluarga Tong, yaitu Tong Siau-khing adanya, mereka berjabat tangan erat." Tong Bun-khing dan Pui Ji-ping maju mendekat, berbareng mereka menyapa. "Toako!" Maka menjadi tugas Kun-gi memperkenalkan Tong Siau-khing kepada Yong King-tiong, Bok-tan, Un Hoan-kun dan lain2. Satu persatu Tong Siau-khing memberi hormat, katanya kemudian. "Ling-pekbo bilang sore hari ini kalian pasti datang, makanan sudah disiapkan. Ling-pekbo bersama ayah dan lain2 sudah lama menunggu di pendopo, mari kutunjukkan jalan." -Lalu dia bawa orang banyak masuk lewat pintu tengah menuju ke biara. Setelah orang banyak masuk ke pendopo besar, Yong King-tiong memberi tanda kepada Siau-tho dan keempat jago pedang baju hitamnyasupayatinggaldi luarpendoposaja. Bok-tan juga suruh Ci-hwi, Hong-sian, Hu-yong, Giok-je bersama Houhoat Ting Kiau, Liang Ih-jun, Toh Kian-ling, Lo Kun-hun serta keempat dayangnya Bak-ni, Swi-hiang, Toh-kian dan Jing-hwi tinggal di pendopo, hanya Pa Thian-gi sebagai Congkoan keluarga Tongtetapikutmasuk melayaniparatamu. Tong Thian-jong, Un It-hong, Cu Bun-hoa dan Thi-hujin tengah berbincang2 dengan paderi tua berjubah kuning. Tiba di depan pintu, Tong Siau-khing mendahului masuk dan berseru. "Yah, inilah Ling-heng telah datang." Orangbanyakdi kamartamu itusamaberdiri. Kun-gi silakan Yong King-tiong masuk lebih dulu. Thi-hujin lalu memperkenalkan Tong Thian-jong dan lain2 kepada Yong Kingtiong, lalu giliran Kun-gi memperkenalkan Ban Jin-cun, Kho Keh- hoa, Bok-tan dan Giok-lan kepada ibunya. Setelah saling basa-basi ala kadarnya, semua orang dipersilahkan duduk. Thi-hujin lantas berkata. "Gi ji, lekas memberi hormat kepada Thian-hi Losiansu, Lo-siansu ini adalah sahabat karib kakek luarmu dulu." Paderi jubah kuning ini beralis panjang putih, wajahnya kelihatan bersih dan terang meski sudah berkeriput, usianya pasti sudah lebih sembilan puluhan, tapi sorot matanya tajam berkilau, jelas seorang paderi sakti yang berkepandaian silat dan Lwekang tinggi. Lekas Kun-gi melangkah maju serta menjura, katanya. "Wanpwe Ling Kun-gi menyampaikansalamsujudkepadaLosiansu," Thian-hi Siansu merangkap kedua tangan, dia manggut2, katanya.."Tidak berani, Siau-sicu jangan banyak adat, jangan pula kau membahasakan Wanpwe padaku." "Kenapa Lo-siansu sungkan pada anak2?" Ucap Thi hujin. Thian-hi Siansu tergelak2, katanya. "Hujin mungkin tidak tahu, dulu Lolap memang bersahabat kental dengan Thi losicu, tapi guru Ling-siau-sicu masih terhitung Susiokku, kalau menurut tingkat perguruan bukankah Ling sicu menjadi suteku?" "Hal iniaku memang tidak tahu,"kataThi-hujin. Diam2 Ling Kun-gi membatin. "Kiranya Lo-siansu ini juga murid cabang Siau-lim." Cu Bun hoa terbahak2, katanya. "Ling-hujin tak usah kesal, Losiansu adalah sahabat kental Thi lohwecu, kalau bicara perguruan masih suheng Ling-lote, maka menurut hematku, bila Thi-hujin hadir, dia dianggap sebagai Wanpwe, kalau Thi-hujin tiada kalian boleh anggap sama angkatan." Berseri wajah Tong Thian-jong, katanya kepada Kun-gi sambil memelintir kumis. "Ling-hiantit, kali ini kau mendirikan pahala besar, sekaligus menghancurkan Hek-liong hwe sehingga kaum Kangouw umumnya mmemperoleh keselamatan, tugas membela bangsa selanjutnya juga terletak di pundak kalian generasi muda." "Paman terlalu memuji," Sahut Kun-gi membungkuk. "Siautit sih hanya menunaikan kewajiban saja," Un It-hong menimbrung. "Hiantit tak usah sungkan, tunas muda kaum Kangouw memang selalu melampaui kaum tua, hanya kaum mudaseusiakaliansajayangmampu menguasaidunia." Sejak berkumpul sesama tahanan di Coat-seng-san-ceng dulu, Tong-cengcu dan Un-cengcu sama membahasakan Ling-lote kepada Kun-gi, tapi sekarang mendadak berubah panggilan, memang tepat juga karena Kun-gi pandang Tong Siau-khing dan Tong Bun-khing seangkatan, adalah jamak kalau Tong-cengcu memangginya Hiantit. Tapi Ling Kun-gi dengan Un Hoan kun ada hubungan cinta, sudah tentu Un Hoan-kun malu memberi tahukan hubungan pribadinya ini kepada sang ayah, tapi bahwa Un-cengcu juga telah ubah panggilannya sebagai Hiantit kepada Kun-gi, ini menandakan bahwa dia telah tahu juga hubungan cinta puterinya. Jelas hal ini dia tahu dari laporan Siau-yan. Kun-gi sudah tentu juga tahu liku2 persoalan ini, terasa mukanya menjadihangat, sesaatdiaberdiri diamdanrada kikuk. Sejak masuk tadi Bok-tan tidak melihat kehadiran Thay-siang, dalam hati dia sudah bingung dan gelisah, gurunya adalah adik Ling-hujin, bahwa dia disuruh menyusul ke Gak-koh bio ini, kini Ling hujin dan lain2 ada di sini, jelas gurunya tak mungkin pergi lebih dulu, lalu di manakah sekarang beliau? Selesai dia duduk termenung itulah, didengarnya Thi-hujin memanggilnya dengan suara lembut. "Nona Bok-tan, apalah nona So-yok tidak datang?" Lekas Bok-tan mengiakan, sahutnya. "Jimoay suka umbar adat, tadi dia menerjang ke luar dari Hwi-liong-koan terus pergi dengan marah, sampaipun pesanguru jugatidakdihiraukan lagi." Thi-hujin mengangguk, katanya. "Betul, memang pesan guru agar kalian kemari, mungkin anak Gi sudah beritahu padamu, Losin adalah kakak guru kalian, sebelum ajalnya dia pernah bicara denganku supaya memandang kalian sebagai keluarga sendiri, baiklah kau panggilakubibi saja." Mendengar kata "sebelum ajalnya", Bok-tan dan Giok-lan seketika terkesima kaget, pikiran seperti butak dan kalut seketika. Bok-tan berdiri dengan berlinang air mata, tanyanya. "Bibi, maksudmu Suhu beliau ......." Sedih juga Thi-hujin, katanya. "Apa anak Gi tidak memberitahukan pada kalian?" "Karena Pangcu dan Congkoan baru saja lolos dari bahaya, maka anak kira lebih baik ibu saja yang "beritahukan mereka," Demikian kata Kun-gi. Bertetesan air mata Bok-tan, tiba2 dia menjatuhkan diri, katanya sesenggukan. "Bibi lekas engkau beritahukan cara bagaimana meninggalnya Suhu?" Karena dia berlutut, ter sipu2 Giok-lan ikut berlutut, air matapun bercucuran. Lekas Thi-hujin bangunkan kedua orang, katanya. "Nak, kalian berdiri saja, dengarkan ceritaku," -Bok-tan dan Giok-lan lantas berdiri, tapi air mata tetap tak terbendung. Dengan lembut Thi-hujin membujuk dan menghibur mereka sekian lama, lalu bercerita tentang riwayat hidup Thay-siang sampai menemui ajalnya. Sejak kecil Bok-tan dan Giok-lan diasuh dan dibesarkan oleh gurunya, tak nyana dalam menunaikan tugas di Kun-lun-san sini mereka harus berpisah untuk selama2nya dengan guru tercinta, sudah tentu tidak kepalang sedih dan pilu mereka, tak tertahan air mata bercucuran lebih deras. Thi-hujin ikut meneteskan air mata, katanya. "Nak, kalian harus ubah kesedihan ini menjadi kekuatan, dikala mendekati ajalnya adik Ji-hoa ada berpesan dua hal dan minta Losin memberitahukan pada kalian." Bok-tan menyeka air mata, katanya. "Bibi, Suhu ada pesan apa?" Kereng sikap Thi-hujin, katanya. "Sebelum mangkat gurumu bilang, dia mengasuh kalian hingga besar dan akhirnya mendirikan Pek hoa-pang, tujuan utama adalah untuk menandingi Hek-lionghwe, kemudian dia mendapat kabar bahwa suamiku sudah almarhum, sementara Hek-liong-hwe jatuh ke tangan kerajaan, maka timbul angan2nya untuk menumpas Hek-liong-hwe, tapi karena ilmu pedang peninggalan Tiong yang Cinjin tersimpan di Hek-liong-tam, bila berhasil mempelajari ilmu pedang itu pasti tiada orang yang dapat menandinginya, maka dia berkeputusan untuk meluruk ke Hek-liong-hwe, lalu kalian dibagi menjadi tiga rombongan untuk memancing perhatian musuh, sementara dia secara diam2 menyelundup ke Hek-liong tam. "Kini Hek-liong-hwe sudah lebur, kejadian sudah lalu, tapi karena kehancuran Hek-liong hwe, pihak kerajaan pasti tidak berpeluk tangan, Pek-hoa-pang merupakan sasaran mereka yang utama, maka hal pertama yaitu supaya kau secepatnya mengirim perintah membubarkan Pek-hoa-pang agar anak buah dan anggota Pek-hoapang tidak menjadi buronan kerajaan." "Keponakan terima perintah," Sahut Bok-tan sambil sesenggukan. "Hal kedua adalah keinginan gurumu yang belum tercapai, soalnya Losin adalah anak angkat Lohwecu, adik Ji-hoa adalah anak kandung tunggal yang harus mewarisi marga Thi, maka sebelum ajalnyadia mintasupayakau mewarisitradisi keluarganya.. .." Mendengar sampai di sini semakin keras tangis Bok-tan, sedih dan pilu. Berkata Thi-hujin lebih lanjut . "Dikala Pek-hoa-pang memilih Cong-hou-hoat-su-cia tempo hari, adik Ji-hoa sudah ada maksud menjodohkan kau dengan anak Gi, tatkala mendekati ajalnya dia usulkan hal ini padaku, peduli anak Gi sudah atau belum bertunangan, dia minta Losin untuk menjodohkan kau dengan anak Gi, kelak setelah punya anak, anak kalian harus menggunakan she Thi, itu berarti kau bukan menantu keluarga Ling, tapi menantu keluarga Thi, ini soal masa depanmu, walau adik Ji-hoa memberi kuasa, tapi Losin tetap minta pertimbanganmu sendiri, entah kau terima tidak keputusan ini?" Bok-tan masih sesenggukan, air mata membasahi selebar mukanya, serta mendengar Thi-hujin membicarakan soal perjodohan dan masa depannya, meski sebagai Pangcu, tapi betapapun dia adalah gadis remaja, maka kepalanya tertunduk dalam, mukanya yang basah tampak merah seperti buah apel masak. Walau hati setuju, tapi saking malu, sukar juga dia bersuara, setelah tergagap2 sekian lamanya, akhirnya dia berkata lirih. "Ini perintah suhu sebelum mangkat, keponakan menyerahkan keputusan kepada bibi saja." -Sampai akhir katanya suaranya lirih seperti bunyi nyamuk. Thi-hujin berkata pula dengan tertawa. "Kalau kau sudah setuju, baiklah hal inidiputuskan demikian."-Sudah tentukeputusan inipun sekaligus memantapkan hati Bok-tan, ia menunduk lebih dalam, mulut mengiakan lirih. "AnakGi,"Thi-hujinberpaling memanggilKun-gi. "Ada pesan apa ibu?" Tanya Kun-gi dengan muka merah seperti kepiting rebus. "Ibumu sudah bicara dengan Tong-locengcu, Tong-lohujin ada maksud menjodohkan puterinya dengan kau, tempo hari dia memberi tanda mata Seng-ka-kiam juga kesitulah maksud tujuannya. Sementara Un-locengcu hanya punya puteri tunggal, persoalannya malah mendahului daripada yang lain, demi menjaga keselamatanmu, Nona Un sampai menyamar dan menyelundup ke Pek-hoa-pang, maka kedua keluarga mohon bantuan Cu-cengcu sebagai perantara untuk mengajukan perjodohan ini kepada ibu, setelah ibu berunding dengan para Cengcu, karena Un-locengcu hanya punya puteri tunggal dia mengusulkan cara yang sama, supaya putera-puterimu kelak dengan nona Un menggunakan she Un, sedang puteri Tong locengcu tetap mewarisi marga Ling kita, dengan demikian tiga marga tetap memperoleh keturunan, tiga isterimu masing2 mempunyai kedudukan yang berbeda pula, maka soal perjodohan rangkap tiga inipun boleh diputuskan demikian, lekas kau memberi hormat kepada para mertuamu." Sudah tentu nona Tong dan nona Un sejak tadi sudah lari sembunyi ke belakang. Mendengar pesan ibunya, dengan muka merah terpaksa Kun-gi menghampiri Tong Thian-jong dan menyembah. Berseri muka Tong Thian-jong. lekas dia bangunkan Kun-gi serta tertawa, katanya. "Hiansay (menantu baik) lekas berdiri. Haha, waktu pertama kali Lohu melihatmu lantas teringat kepada puteriku, taknyanaisteriku lebihdulujugapenujui kau." Kun-gi berdiri lalu, menyembah pula pada Un It-hong. Cepat Un It-hong membimbingnya bangun, katanya tertawa. "Hian say tak usah banyak adat," Setelah bergelak tertawa ia berkata pula,! "Menurut Tong-heng kau dipenujui lebih dulu oleh ibu mertua-mu, tapi menantuku ini justeru puteriku sendiri yang naksir, jadilah kita ini mertua kontan." Maka Yong King-tiong, Bau Jin-cun, Kho Keh-hoa dan lain2 sama memberiselamat kepadaThi-hujin, Tong danUn-cengcu. Dengan mengelus jenggot Yong King-tiong berkata . "Hari ini kita baru pulang menghancurkan sarang penyamun, serangkaian perjodohanpun terjadi, sungguh peristiwa yang menggembirakan, tapi aku berpendapat sesuai tradisi bangsa kita, daripada perjodohan rangkap tiga akan lebih baik kalau rangkap lima sekaligus, untuk ini aku memberani-kan diri menjadi perantara, pertama kutujukan kepada Ling-hujin dan Cu-cengcu, entah kalian suka memberi muka padaku atau tidak?" Thi-hujin keheranan, katanya . "Rangkap lima bagaimana maksud Yong-tayhiap?" Yong King-tiong tergelak2. katanya. "Dua perjodohan yang akan kuusulkan ini dari, keluarga Ban di Ui-san dan keluarga Kho dari Ciok-mui, asal Ling hujin dan Cu-cengcu mengangguk, maka jadilah aku ini perantara resmi." Cu Bun-hoa berpaling ke arah Ban Jin cun dan Kho Keh-hoa, kitanya. "Jadi Yong loko mengajukan lamaran bagi keluarga Ban dan Kho, entah nona keluarga siapa yang dilamar?" "Keluarga Ban dengan Liong-bin san-ceng terhitung keluarga persilatan turun temurun, pasangan setimpal dan jodoh yang cocok, Ban-lote sudah cinta sama cinta dengan puterimu, aku ini hanya perantara formil belaka, entah bagaimana pendapat Cu cengcu?" Cu Bun hoa tertawa lebar, katanya. "Keluarga Ban dari Ui-san secara beruntun menjabat Bu-lim-beng-cu, Yong-tayhiap, perjodohaninijelas menguntungkanputeriku." "Jadi Cu-cengcu sudah setuju, haha. " Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Losiu betu12 jadi Comblang resmi. Nah, Ban-lote, majulah menemui mertuamu." Ban Jin-cun segera menyembah kepada Cu Bun-hoa. Bahwa menantunya gagah dari keluarga persilatan kenamaan lagi, sudah tentu tidak kepalang senang hati Cu Bun-hoa, lekas dia membalas setengah hormat. Kini Yong King-tiong berpaling, kepada Thi-hujin. katanya. "Kini aku mohon arakperjamuan pula kepadaThi-hujin," "Mohon Yong-tayhiap jelaskan," Ucap Thi-hujin. "Berat kata2 Hujin. aku mengajukan lamaran untuk Kho-lote atas perintah Ji-kohnio Pek-hoa-pang harus dibubarkan, nona Giok-lan yang dulu menjabat Congkoan adalah gadis yang lemah lembut, cerdik pandai lagi, dengan Kho-lote merekapun merupakan pasangan yang setimpal, hal ini pernah ku-bicarakan pada Kho-lote, asalHujinmenerimalamaranini, makaperjodohaninipunjadilah." Thi-hujin manggut, katanya. "Jimoay memang berpesan setelah Pek-hoa pang dibubarkan, murid didiknya boleh menempuh cara hidupnya sesuai keinginan masing2, apalagi kalau sudah punya jodoh kan lebih baik, kini Yong-tayhiap mengajukan lamaran, tapi Losin perlu tanya dulu pada Giok-lan." Lalu dengan tertawa dia berpaling kepada Giok-lan, katanya . "Lamaran yang diajukan Yong-tay-hiap sudah kau dengar sendiri, bagaimana kau menerimanya?" Merah muka Giok-lan, langsung dia menjatuhkan diri, katanya dengan menangis. "Kalau Suhu menyerahkan keputusan kepada bibi, keponakan menurut keputusan bibi saja." "Anak baik," Ucap Thi-hujin sambil menarik tangannya, "bangunlah, baiklah bibi menerima.." "Kionghi" (selamat) Kho-lote," Seru Yong King-tiong. "Hujin sudah terima lamaranmu, Pek-hoa-pang Thay-pangcu sudah meninggal, Ling-hujin adalah orang tua mereka, nah, kaupun harus memberi hormat kepada beliau, ya, sekalian kau boleh panggil Gakbo pada beliau." Bahwa Kho Keh-hoa dapat mempersunting isteri cantik, sudah tentu senangnya tak terlukiskan, cepat dia maju ke depan dan berlutut memberi hormat. Kun-gi maju memapahnya bangun. Thi-hujin tertawa, katanya. "Kho-siangkong sudah memanggil Gakbo padaku, sebetulnya Losin tak berani terima. Tapi begitupun baik, Giok-lan juga amat kusayang, anak Gi putera tunggal, tidak punya saudara, biarlah Giok-lan kupungut jadi puteri angkatku, jadi cocok aku menjadi ibu mertua." "Sam-moay," Kata Bok-tan senang. "lekas beri hormat kepada ibu angkat." Giok-lan berlutut dan menyembah sembilan kali, katanya. "Bu, terimalah sembah sujud anak-mu ini." Thi-hujin menariknya bangun serta memeluknya, katanya halus. "Anakbaik, memangkauanakibuyangbaik." Maka beramai2 orang banyak bergiliran menyampaikan selamat kepada Thi-hujin. Tong Bun-khing, Un Hoan-kun, Cu Ya-khim, Bok-tan dan Giok-lan sudah terangkap jodohnya, semua orang sama riang gembira, hanya Pui Ji-ping seorang yang piatu, hidup sebatangkara, tiada ayah, tinggal ibu beranak hidup merana Ke-luarga Pui bukan keluarga persilatan, ibunya tak pandai main silat, tidak seperti Thay siang dari Pek-hoa pang yang tenar dari berkuasa, sudah tentu orang banyak tidak hiraukan dirinya lagi. Pamannya Cu Bun hoa sibuk mengurusi puteri sendiri, ibu angkatnya (Tong hujin) juga sibuk dengan urusan perjodohan puterinya, Mana peduli akan dirinya? Pikir punya pikir rasa sedih seketika merangsang sanubari Pui Ji ping, tapi sedapat mungkin dia tahan air mata yang hampir menetes, dengan lesu diam2 dia ngeluyur keluar, seorang diri dia bersandar di pagar taman melamun dan mengawasi ikan mas dalam kolam. Sementara itu dua meja hidangan sudah disiapkan, meja pertama diperuntukan Yong King-tiong, Ling Kun-gi, Ban Jin cun, Kho Keh-hoa empat orang, meja kedua untuk Tong Bun-khing, Un Hoan-kun, Bok-tan, Giok-lan dan Pui Ji-ping. Diam2 Tong Bun khing menyusul keluar dan mendekati Pui Ji- ping yang sedang melamun, katanya. "Sam-moay, hayo masuk, makanan sudah siap." "Tidak, aku tidak lapar," Sahut Pui Ji-ping ogah2an. Tong Bun khing menarik tangannya, katanya lirih. "Adikku yang baik, jangan nanti kesehatan-mu terganggu karena kelaparan, aku tahu perasaanmu, masuklah, jangan sampai orang lain tahu akan isi hatimu." Merah muka Pui Jiping, omelnya."Akupunyaisi hatiapa?" Tong Bun-khing tertawa, katanya. "Ya, tak perlu kukatakan." -LenganJiping lantasditariknyaterusdiseret masuk. Sudah tentu makanan yang dihidangkan pantang ikan dan barang berjiwa, tapi semua orang sudah kelaparan sekian lama, maka hidangan vegetarian juga dirasakan amat lezat, hanya Pui Ji-pingsajayangtidakdoyan makan. Dalam pada itu Thi hujin, Tong Thian-jong, Un It-hong dan Cu Bun-hoa duduk mengelilingi meja bundar tengah berunding soal pernikahan putera-puteri mereka. Melihat orang banyak sudah selesai makan Cu Bun-hoa lantas berteriak dengan tertawa. "Yong-tayhiap, harap kemari." Sambil memegang cangkir teh Yong King-tiong menghampiri ke sisi kiri, tanyanya."Cu-hengadapetunjukapa?" "Kita sedang merundingkan pelaksanaan pernikahan rangkap ini, kau dan aku sama2 menjadi comblang, adalah jamak kalau kita urun2 pendapat." "Baiklah, biar kududuk di kursi terakhir saja," Ucap Yong Kingtiong sambil menarik kursi. "AnakGi,"panggil Thi-hujin. "kaupun kemari." Kun-gi datang ke samping ibunya, katanya. "Ibu ada pesan apa?", "Menurut Tong-gakhumu, setelah perjodohan ini diresmikan, ada lebih baik kalian lekas melangsungkan pernikahan, ibu sudah tua, lebih baik juga bila kau lekas berkeluarga supaya ibu menunaikan kewajiban sebagai orang tua terhadap ayahmu, maka ibu putuskan untuk merangkap pernikahan sekaligus pada bulan sepuluh yang akandatang...." Sebelum ibunya habis bicara, Kun-gi tiba2 menjatuhkan diri, teriaknya sambil berlinang air mata. "Bu, pernikahan anak lebih baik ditunda saja." "Kenapa?" Tanya Thi-hujin. "Walau kita sudah membunuh Han Jan to, tapi biang keladi yang merebut Hek-liong hwe kan bukan dia, maka anak pikir akan pergi keJiat-ho, dengankeduatangankusendiriakan kupenggal kepala Ki Seng-jiang dan bangsat Ci Kun jin, lalu pergi ke kotaraja pula mencari tulang jenazah ayah." Tong Thian jong melirik ke arah Cu Bun-hoa dan Yong King- tiong. Cu Bun-hoa mengerti, sebelum Thi-hujin bicara dia sudah batuk2 ringan, lalu mendahului buka suara. "Ling-lote memang anak berbakti, tekadnya patut dipuji, tapi ibumu sudah kepingin membopong cucu, apalagi tadi soal ini sudah dirundingkan dan disetujui pernikahan akan dilangsungkan bulan sepuluh, jadi masih ada waktu tiga bulan, maka menurut pendapat Lohu biarlah Linglote menikah dulu baru pergi ke Jiat-ho." Yong King-tiong ikut mengusulkan. "Apa yang dikatakan Cu- cengcu memang tidak salah, kalau Ki Seng-jiang dan Ci Kun-jin berada di Jiat-ho, mereka toh tidak akan merat begitu saja, dengan bekal kepandaian Kongcu sekarang tidak sulit untuk membunuh mereka, soal tulang jenazah Hwecu, urusan sudah terjadi dua puluhan tahun, mungkin sukar untuk menemukan, lebih baik Kongcu turuti keinginan ibumu, kembali dulu ke Kanglam, setelah melangsungkan pernikahan, tahun depan musim semi baru kau mulai bergerak ke utara." "Bu," Seru Kun-gi mendongak. "dendam ayah belum terbalas. tulang ayah belum juga ditemukan, sekali2 anak tidak akan menikah, dari sini ke Jiat-ho tidak jauh, buat apa harus pulang pergi menunda waktu. Menurut pendapat anak, mumpung berita Hekliong-hwe hancur belum mereka dengar, akan lebih mudah aku bekerja di Jiat-ho, keparat Ki Seng jiang itu licik dan culas, pasti dia akan meningkatkan kewaspadaan dan penjagaan, bahwa Ci Kun-jin tidak menjabat pangkat lagi, pasti minta perlindungan pula kepada Ki Seng-jiang di Jiat-ho, orang ini bernyali sekecil tikus, begitu memperoleh kabar tentu menyembunyikan diri, hal ini akan mempersulit usaha anak malah, maka anak pikir, lebih cepat kita bekerja akan lebih baik, biarlah sekarang juga anak berangkat supaya urusan tidak bocor." Thi hujin berpikir sebentar, akhirnya mengangguk, katanya. "Begitupun baik, pernikahan dilangsungkan setelah kau beres menuntut balas sakit hati ayahmu, supaya arwah ayahmu di alam bakaterhiburdan tenteram..... "tak tertahandia meneteskanair mata. Sambil mengelus jenggot, Tong Thian-jong berkata kepada Un Ithong. "Un-heng, kalau demikian keinginan Hiansay karena baktinya terhadap orang tua, biarlah kita racun dan bius para cakar alap2 yangbercokoldiJiatho itu." Cepat Kun-gi bicara. "Perjalanan ke Jiat-ho ini cukup kulakukan sendiri saja, kalau banyak orang mungkin menimbulkan perhatian musuh, untuk ini Siausay takberanibikincapai paraGakhu." "Seorang diri Hiansay tentu kekurangan tenaga, Jiat-ho jangan kau samakan dengan Coat ceng-san-ceng." "Siau-say akan bekerja melihat gelagat," Kun-gi tetap kukuh pendapat. Lalu dia, berpaling kepada Yong King tiong, tanyanya. "Yong-lopek, apakautahu keadaanKiSeng jiang?" Yong King-tiong tertawa, katanya. "Bangsat tua ini adalah biang keladi yang menimbulkan pemberontakan dalam Hek liong hwe sehingga Han Jan-to mengkhianat, Losiu membencinya sampai ketulang sumsum, maka gerak-geriknya selalu kuselidiki dari berbagai pihak, memang sedikit banyak aku tahu keadaannya, sayang selama dua puluh tahun ini hasil yang kuperoleh kurang memuaskan, dari sini dapatlah kita simpulkan betapa licin bangsat tua ini?" "Dia adalah anak angkat almarhum kakek luar-ku, kemungkinan ayahkupun mati oleh muslihatnya," Demikian timbrung Ban Jin cun, "Ling-heng, bagaimana kalau Siaute ikut kau? Akan kutanya dia berhadapan." -Tangan kanannya tampak terkepal, jelas betapa bencidan dendamnya. "Kalau Ban -heng curiga Ki Seng-jiang yang membunuh ayahmu, tak enak aku merintangimu, tapi kita harus bekerja secara diam2 ......" "Bukan hanya membunuh ayah saja," Kata Ban Jin-cun sengit, "keluarga Ban kami tertumpas habis seluruhnya, kemungkinan pula dia yang menjadi biang keladinya." "Ya, itu kemungkinan," Timbrung Yong King-tiong. "Ki Seng-jiang sekarang menjabat Congtay pasukan pengawal yang bertugas di istana peristirahatan kerajaan di Jiat-ho, boleh dikatakan dia yang paling berkuasa di sana, kalau dia bisa berkuasa pula di Coat-sengsan-ceng yang berada di Tay-piat-san, ini membuktikan bahwa mungkin dia pula yang menjadi orang di belakang layar menguasai Hek-liong-hwe selama ini." Sampai di sini mendadak dia menepuk paha, serunya tertawa. "Ya, tidak salah, pernah Losin dengar dari Han Jan-to bahwa jago2 kosen yang sering diutus ke berbagai propinsi kebanyakan datang dari villa kerajaan dan dari anggota bayangkari yang bertugas di Jiat-ho itu, karena raja Boan setahun paling2 datang sekali ke sana, maka hari2 biasa boleh dikatakan amat iseng, maka tugas untuk mengawasi para utusan rahasia dan menumpas para pemberontak seluruhnya dipikul oleh barisan bayangkari di villa kerajaan itu, Hekliong hwe merupakan salah satu komplotan mereka untuk menghadapi kaum persilatan, sudah tentu tugas ini di bawah kekuasaan Ki Seng jiang pula." "Jadi Cui Kin in hanya utusan pula. Ai, sayang tempo hari kita tidak menahannya." "Itu kan kehendak gurumu, pasti beliau punya alasan yang tepat," Ujar Thi hujin. Mendadak Thian-hi Siansu merangkap kedua tangan sambil bersabda, katanya. "Tay-thong Su-siok kemaren malam juga bicara dengan Lolap, katanya Cui-sicu bukan saja adalah murid kesayangan Soat-san Sinni, malah dia punya asal-usul istimewa, terang bukan utusan dari Ki Seng jiang.". "Apa pula yang dikatakan guruku?" Tanya Kun-gi. "bolehkan Losiansu menerangkan?" "Tay thong Taysu hanya bilang demikian, soal lain Lolap tidak tahu, Oya, Cui-tongcu itu pernah kemari dua kali, kalau menurut pandangan Lolap dia tidak mirip manusia yang kejam suka membunuh, bila Ling-sicu kelak bertemu dia, lebih baik tidak menyudutkan dia sehingga membikinnya serba susah, kalau dipaksa dia bisa menempuh jalan lain ini tentu tidak menguntungkan kedua pihak." Kun-gi merasakan omongan paderi tua ini masih terselip hal2 yang kurang dimengerti dikatakan bahwa Cui Kin-in mempunyai asal-usul, tapi tidak mau menjelaskannya. Memangnya kenapa? Apakah karena gurunya, yaitu Soat-san Sinni, maka orang lain harus mengalah kepadanya? Dalam hati berpikir, segera ia bertanya kepada Yong King-tiong. "Paman Yong, setiap tempat mempunyai adat dan kebiasaan sendiri, apakah paman bisa menceritakan keadaan di Jiat-ho pada umumnya?" "Seng-tek-hu berada di sebelah, barat propinsi Jiat-ho, semula merupakan kota pegunungan, maka raja Boan mendirikan Villa disana yang dinamakan Pi-siok-ceng, Ki Seng jiang adalah penguasa Pi-siok-ceng itu, tapi kedudukannya lebih tinggi dari komandan bayangkari yang bertugas di istana raja, malah merangkap wakil gubernur yang berkuasa di seluruh propinsi Jiat-ho, pasukan bayangkari yang ada di villa itu terbagi dua barisan, setiap barisan terdiri sepuluh kelompok, setiap kelompok sebelas orang, itu berarti Ki Seng-jiang mempunyai dua ratusan anak buah yang seluruhnya memiliki kepandaian silat yang tinggi, mereka adalah sampah persilatan yang menjual diri dan rela dijadikan antek, tapi diantara mereka tak sedikit terdapat para cendekia, pendek kata mereka lebih unggul dari para jago pedang Hwi-liong-tong yang bertugas di Hek-liong-hwe," Sebentar berhenti lalu ia menyambung. "O, ya, hampir Losiu lupa, Ki Seng-jiang adalah laki2 yang kemaruk paras cantik, dia punya gundik yang menetap di luar Pi-siok-ceng, konon dalam sebulan ada dua puluhan hari dia menetap di rumah gundiknya itu, kalau Kongcu dapat menyelidiki tempat tinggal gundiknya itu, kukira lebih leluasa turun tangan daripada membunuhnya di Pi-siok-ceng." "Banyak terima kasih atas keterangan paman, Wanpwe pasti dapat menyelidikinya," Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Banjir Darah Di Borobudur Karya Kho Ping Hoo