Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 45


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 45


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Demikian pikir Lim Cu-jing. Dengan mengangguk dia memberi komentar.   "Ya, tapi belum tentu mereka menuju ke Jiat-ho sini, apakah mereka pernah melihat Tu-heng?" "Tidak,"   Tutur Tu Hong-seng lebih lanjut.   "waktu aku melihat mereka, mereka sudah naik kuda hendak berangkat, kuatir jejakku konangan, maka aku menginap di hotel, petangnya kulihat pula rombongan orang lain." "Siapa pula rombongan ini?" "Dua laki2 kurus membawa seorang gadis, mereka menunggang kereta keledai, merekapun menginap di Kim-kau-tun, gadis itu juga sudah kukenal juga, dia bernama Un Hoan-kun, orang dari keluarga Un di Ling lam yang pandai menggunakan obat bius, aku pernah merasakan kelihayan obat bius si budak centil itu, karena itulah aku menjadi tawanan mereka." "KemudianTu-heng melihat kelompoksiapapula?" "Tidak, karena hari kedua sebelum terang tanah aku sudah buru2 melanjutkan perjalanan ke Jiat-ho sini."   Lim Cu jing tersenyum, katanya.   "Di tengah jalan Tu-heng hanya melihat beberapa gadis yang kau kenal itu, berdasar apa kau berani menyimpulkan bahwa tujuan mereka ke Jiat-ho? Dan lagi hanya beberapa nona2 manis belaka, memangnya apa yang bisa mereka lakukan?" "Benar,"   Sahut Tu Hong-seng yakin.   "jelas mereka bertujuan ke Jiat-ho, walau hanya dua kelompok ini saja yang kulihat, tapi kuduga pasti ada beberapa rombongan yang lain pula, termasuk Ling Kun-gi di dalamnya, bocah she Ling itu katanya murid Hoan-jiu ji lay. ilmu silatnya tinggi, lawan yang paling tangguh di antara mereka." "Bahwa Pek hoa-pang bermusuhan dengan Hek-liong bwe itu merupakan pertikaian orang2 Kangouw, sebetulnya tiada alasan mereka meluruk ke Jiat-ho sini." "Lim-heng, mungkin kau belum tahu, tujuan mereka ke Jiat-ho ini mungkin hendak menuntut balas kepada Jongtai."   Pura2 kaget dan heran Lim Cu-jing, ia bertanya.   "Kawanan pemberontak ini berani menuntut balas apa kepada Jongtai? Apakah mereka bermusuhan dengan Jongtai?" "Agaknya Lim-heng memang tidak tahu, dulu Hek-liong-hwe didirikan untuk melawan pemerintahan kerajaan kita, beberapa jago kosen dari istana raja menjadi korban di sekitar sarang Hek-lionghwe, waktu itu Ki-jongtai baru berpangkat kelas tiga di pasukan bayangkari, dia pula yang ditugaskan untuk mengusut perkara ini, dialah yang membujuk aku dan kawan2 lain untuk menyerah dan berbakti kepada kerajaan sehingga Hek-liong-hwe akhirnya dapat kita gempur dan duduki, belakangan kerajaan mengangkat Kijongtai secara resmi sebagai komisaris Hek-liong-hwe, akupun dinaikkan pangkat menjadi Koan-tai."   Diam2 Lim Cu jing membatin.   "Jadi yang menjual Hek-liong-hwe dulu kaupun ikut ambil bagian, kau memang pantas mampus."   Tapi Cu-jing pura2 melenggong, lekas dia merangkap tangan katanya.   "Jadi selama dua puluhan tahun ini Tu-heng sudah ikut Jongtai, maaf Cayhe berlaku kurang hormat." "Mana berani,"   Terbayang rasa bangga pada mimik muka Tu Hong-seng, katanya.   "Coba Lim-heng bayangkan. Maha Pangcu Pek-hoa pang adalah puteri Thi-hwecu Hek-liong-hwe yang dulu, setelah Hek liong-hwe kita rebut, mana mereka mau melepaskan Ki jongtai?"   Lim Cu jing mendengus, katanya.   "Memangnya mereka berani berontak di wilayah Jiat-ho?"   Tujuan Lim Cu jing kemari adalah untuk melicinkan jalan dalam peranannya untuk bermain sandiwara menyelidiki beberapa kelompok pemberontak sesuai yang dilaporkan Ki Seng-jiang oleh Tu Hong seng, sudah tentu dia harus mencari hubungan pada Tu Hong-seng serta membuktikan alibinya malam ini berada di tempat Tu Hong-seng, Tapi dari pembicaraan ini, secara tak terduga dia memperoleh dua bahan pertimbangan yang amat berharga.   Pertama, Tu Hong-song ternyata adalah salah satu dari anggota Hek-liong-hwe yang khianat, menjual perkumpulan dan pemimpinnya kepada kerajaan, mungkin Yong King-tiong sendiri tidak tahu akan hal ini.   Kedua, Tu Hong-song hanya melihat jejak kelompok Cu Bun-hoa dan Un It-hong di Kim-kou-tun, jejak mereka selanjutnya belum diketahui dengan pasti.   Setelah mengobrol sekian lamanya pula, maka Lim Cu jing berdiri, katanya.   "Tiba saatnya aku harus mohon diri, supaya tidak menarik perhatian lawan, aku menginap di bilangan belakang Tang-sun-can, perkara ini oleh Jongtai sudah diserahkan padaku dan Tuheng diminta membantu, bila Tu-heng menemukan apa2 harap sewaktu2 memberi kabar ke sana" "Sudah tentu,"   Ucap Tu Hong-seng dengan sungguh2, "Lim-heng adalah orangnya Ki-jongtai dan juga atasanku, aku akan tunduk dan patuh pada segala perintah Lim-heng."   Setiba di depan pintu Tu Hong seng masih mau mengantar keluar. Lekas Lim Cu-jing berkata.   "Tu-heng tak usah mengantar, jangan kita perlihatkan jejak di sini." -Lalu dia tarik daun pintu menutupnya dari luar terus melangkah pergi. Waktu tiba di hotel, kentongan pertama sudah lalu, setelah memadamkan lampu, lekas Lim Cu-jing lepas jubah, segesit kucing dia menyelinap keluar melalui jendela. Dengan Ginkang yang tinggi laksana segumpal asap dia melambung .tinggi ke atas terus berlompatandiantarawuwunganrumah ke arahutara. Tak lama kemudian, Pit-siok-san-ceng yang megah dan angker sudah kelihatan dari kejauhan. Diam2 Lim Cu-jing melompat turun ditempat gelap, dengan meminjam bayang2 rumah penduduk dia menyelinap kian kemari dan akhirnya tiba di tempat sepi, dengan gerak kecepatan yang luar biasa dia meluncur kekaki tembok, tanpa mengeluarkansuara, denganringandiahinggapditembok istana. Pagi tadi dia sudah apalkan letak asrama pasukan bayangkari, matanya yang tajam sekilas menyapu pandang sekelilingnya, tempat di mana ia berada kebetulan di sebelah selatan, dari sini ada sebuah jalanan datar menjurus ke asrama pasukan bayangkari itu, jalan lebar ini dipagari pohon2 tua dan tinggi besar, sangat baik untuktempat sembunyi. Tapi jarak pepohonan itu masih ada puluhan, tombak dari tembok, di tengah masih dipisahkan sungai kecil. Tapi Lim Cu-ling tidak banyak pikir, ia meneliti sebentar, seringan burung ia menutul permukaan air, terus melambung tinggi pula dan hinggap di seberang sungai. Hanya sekali tutul pula badannya meluncur maju dan sekali berkelebat ia sudah meluncur ke pinggir hutan di bawah bukit, sebat sekali bayangannya ditelan kegelapan dibalik hutan, setangkas kera dia lompat ke atas pohon terus berlompatan di antara pucuk pohon. Untung dia berlompatan seperti terbang. di pucuk pohon, dari sini didapatinya jalan berbatu di bawah, pada setiap pengkolan pasti dijaga oleh dua orang. Malah ada pula barisan ronda yang mondarmandir. Betapapun villa di sini adalah tempat kediaman raja, meski baginda jarang menetap di sini, tapi aturan dinas tetap berlaku, maka penjagaan tetap amat ketat dan keras. Berlompatan terbang di atas pohon Lim Cu-jing tidak perlu kuatir jejaknya akan konangan, apalagi tanpa rintangan, cepat sekali dia sudah membelok ke lamping gunung dan tiba di belakang pekarangan besar di belakang asrama pasukan bayangkari. Dari ketinggian dia menyapu pandang sekelilingnya, lalu seringan daun jatuh dia menukik turun menyusur tanah lapang yang bersemak2, sekali kakinya menutul, kembali ia melambung ke atap rumah. Asrama pasukan bayangkari amat luas, luar dalam seluruhnya ada tiga lapis bangunan, untung siang tadi Lim Cu-jing pernah kemari, sedikit banyak dia masih apal tempat ini. Dengan gerakan yangluarbiasacepat, langsung dia menuju ke kamarKiSeng jiang. Selamanya keadaan di sini tetap aman, tak pernah terjadi onar, mimpipun mereka tak mengira ada orang yang berani menyelundup kemari, walau ada penjagaan, hakikatnya mereka tidak waspada. Maka dengan leluasa Lim Cu-jing terus maju ke depan tanpa konangan. Sebelah utara kamar buku merupakan kebun bunga yang luas, karena kamar buku merangkap kantor kerja Ki Seng jiang, maka kebun itu dipagari tembok. Dengan enteng Lim Cu jing melayang turun di kebun bunga ini, sekali berkelebat dia menyelinap maju ke bawah jendela, kertas jendela dia tusuk berlubang dengan jari lalu mengintip ke dalam. Waktu sudah menjelang kentongan kedua, sudah tentu kamar buku itu kosongtiadaorang. Pelan2LimCujing menyongkeljendela lalu melejit masuk ke kamar buku. Matanya dapat melihat jelas ditempat gelap, maka langsung dia menghampiri kursi yang berlapis kain sutera tempat duduk Ki Seng-jiang, sekilas dia meneliti meja, laporan Tu Hong-seng tiada lagi, maka pelan2 dia berduduk, pelahan ia menarik laci. Pada detik2 itulah tiba2 ia mendengar suara "trak, trak", dari sandaran kursi mendadak menjepret keluar tiga jepitan baja. Batangan besi menerobos dari bawah ketiak kanan kiri menjepit dada, yang kedua menjepit pinggang dan yang ketiga menjepit kaki kanan kiri. Sudah tentu pada sandaran tangan masing2 juga menjepit keluar borgol tangan, tapi kedua tangan Lim Cu-jing tadi sedang menarik laci sehingga tidak terborgol. Kejadian amat mendadak, keruan Lim Cu jing kaget setengah mati. Laci sudah tertarik, tumpukan kertas laporan Tu Hong-seng memang berada dalam laci. Tapi badan Lim Cu jing sudah terjepit di kursi, kecuali kedua tangan, sekujur badan tak mampu bergerak lagi. Untunglah kedua tangan masih bebas, hal inilah yang menghibur dan menabahkan hatinya, ia yakin dirinya masih mampu meloloskan diri. Lebih celaka lagi begitu ketiga jepitan itu membelenggu badannya, agaknya alat rahasiapun telah bekerja, tepat di atas dinding di belakang kursi itu mendadak terdengar dering kelinting yang berbunyi ramai. Malam gelap nan sunyi, maka suara alarm ini kedengaran jelas dan berkumandang jauh, sebentar lagi seluruh penghuniasramainiakanbangundan memburukesini. Lim Cu jing agak gugup, dia coba membetot jepitan di depan dada, tapi jepitan ini teramat kukuh, maklumlah terbuat dari besi baja. Cepat ia keluarkan Seng-ka-kiam, pedang disusupkan, "Creeng", dengan mudah jepitan baja di depan dada dan pinggang terpotongputus, sigapsekali LimCu-jingterusberdiri. Didengarnya dari kamar sebelah berkumandang bentakan keras. "Pemberontak beryali besar, berani bertingkah di istana raja." -Kain gorden tersingkap, tampak Ki Seng-jiang dengan pakaian ringkas menerobos masuk sambil menenteng Yu-liong-kiam dan langsung menubruk ke arah Lim Cu-jing. Lim Cu-jing semakin gelisah, dari kejauhan tangan kiri menepuk menyongsong kedatangan Ki Seng-jiang, cepat2 tangan kanan menggerakkan pedang pendek untuk memutus jepitan yang mengacip kakinya, dengan mudah kedua jepitan inipun dia putuskan. Ki Seng-jiang memang tidak malu sebagai komandan pasukan bayangkari, gerak-geriknya gesit dan tangkas, padahal dia sedang menubruk dengan sengit, tapi begitu melihat Lim Cu jing menyongsong dengan pukulan tangan, deru angin kencang terasa mengiris mukanya, badan yang terapung itu, lekas2 miring kesamping, sementara pedang ia pindahkan ke tangan kiri, cepat sekalitangan kanan memukul kedepan. Dua angin pukulan bentrok mengakibatkan suara keras menimbulkan pusaran kencang, terasa oleh Lim Cu-jing, meski Ki Seng jiang melontarkan pukulan dikala badannya terapung, ternyata kekuatannya setanding dengan tenaga angin pukulannya, mau tidak mau dia merasa kagum dan mencelos hatinya. Pada saat itulah tampak cahaya benderang, Ki Lok berlari keluar dari balik kamar sebelah sambil membawa lampu sorot jarak jauh, sasarannya tepat ke badan Lim Cu-jing. Kedua mata Ki Seng-jiang tampak mendelik tajam menatap Lim Cu-jing, setelah menggeram sekali dia tanya.   "Anak muda, siapa kau?"   Tak perlu kau tanya siapa aku,"   Jengek Lim Cu-jing.   Sembari bicara pelan2 tangan kanan menekan ke dalam laci di mana laporan Tu Hong-seng berada.   Soalnya laporan ini menyangkut jiwa beberapa orang, jika Ki Seng-jiang sampai melaporkannya ke istana, tentu buntutnya teramat panjang.   Melihat orang mengulur tangan ke dalam laci, Ki Seng jiang mengira orang hendak mencuri laporan itu, keruan ia gusar, hardiknya.   "Lepaskan!"   Sekali berkelebat dia menubruk tiba, tangan kanan terayun, sinar pedangpun menyapu tiba.   Tapi Lim Cu-jing tidak mundur juga tidak berkelit, pedang pendek memancarkan cahaya gemilang, begitu kedua sinar pedang saling bentrok menimbulkan suara nyaring menusuk telinga, hanya sekejap saja kedua orang sudah saling bergebrak tiga kali.   Tampak selarik sinar pedang dingin menggaris lewat di antara perut dan dada Ki Seng-jiang.   Selama hidupnya belum pernah Ki Seng jiang menghadapi ilmu pedang seaneh dan selihay ini, keruan darahnya tersirap, lekas dia menarik napas mendekuk dada serta menyurut mundur sekuatnya, tapi tak urung baju di depan dadanya koyaktergoresolehtajampedang pendek LimCujing itu.   Dikala pedangnya berhasil paksa mundur Ki Seng-jiang inilah, mendadak Lim Cu-jing mendengar sebuah suara halus lirih.   "Lekas mundurLim-heng, kalautertundapastitakkeburulagi!"   Karena, suara bisikan teramat lirih dan halus, sukar bagi Lim Cu jing membedakan suara siapa?"   Muka Ki Seng jiang tampak membesi hijau, pedang melintang di depan dada, hardiknya bengis.   "Kau ini Ling Kun-gi!" -Hanya murid Hoan-jiu ji-lay yang mahir menggunakan pedang dengan tangan kiri, maka segera ia dapat mengenalnya... "Tidak salah,"   Sahut Lim Cu jing, Mendadak pedangnya mendahului bergerak menjadi selarik sinar kilat menerobos jendela diikuti luncuran badannya. Berdiri alis Ki Seng-jiang, hardiknya.   "Masih ingin lari ke mana kau?" -Segera ia mengudak dengan suatu tubrukan. Tapi dikala hampir saja mencapai jendela, mendadak didengarnya sebuah suara membentak.   "Awas!" -Serangkum jarum lembut tahu2 bertaburan ke arah dirinya. Maklumlah dikala Cu-jing menyentuh alat rahasia sehingga menimbulkan dering alarm sampai dia menerjang keluar jendela terpaut hanya beberapa kejap saja, begitu mendengar suara peringatan tadi, tahu2 segenggam jarum menyongsong mukanya dari sebelah atas, sebagai jago yang berpengalaman, lekas Ki Seng jiang kebutkan lengan baju disertai angin pukulan kencang, sementara dengan paksa dia mengerem tubuhnya terus mencelat balik delapan kaki jauhnya.. Pada saat itu pula, dua orang penjaga di luar telah memburu datang. Demikian pula para pimpinan utama dari ketiga barisan pasukan bayangkari karena mendengar dering peringatan be ramai2 juga memburu tiba Ki Seng-jiang mencak2 gusar seperti kebakaran jenggot, bentaknya murka.   "Kalian gentong nasi semua, hayo lekas kejar!"   Waktu Lim Cu jing menerobos keluar dari jendela, dilihatnya di atas tembok di taman belakang sana berdiri seorang pelajar berjubah putih tengah memberi tanda lambaian tangan kearahnya, berbareng ia pun mendengar suara lembut lirih.   "Lekas kemari Limheng, mundurlah dariarahdatangmu tadi."   Semula Lim Cu-jing mengira ada seorang kenalan atau orang pihak sendiri yang membantunya, kini setelah jarak agak dekat baru dia lihat bahwa pemuda pelajar ini selamanya belum pernah dikenalnya, keruan ia melengak, tanyanya."Saudaraini......." "Jangan banyak tanya,"   Kata pemuda pelajar baju putih.   "lekas kau menyingkir dulu." "Dan kau...." "Lekas pergi aku tidak apa2"   Habis berkata mendadak dia melambung tinggi, berbareng menghardik.   "Awas!" -Tangan terayun, diahamburkan segenggamjarumkearah jendela. Lim Cu-jing tidak sempat bicara lagi, segera ia melambungkan tubuh setinggi mungkin, kaki kembali menutul di atas tembok, seenteng burung ia melayang turun di tanah berumput, sekali lompat lagi dia menerobos masuk ke dalam hutan. Waktu dia berpaling, bayangan pemudi pelajar baju putih sudah tidak kelihatan lagi, tapi dilihatnya tujuh delapan bayangan orang sama muncul dari kamar Ki Seng-jiang mengejar ke arah yang berlawanan dengan arah dirinya ini."   Lim Cu-jing maklum bahwa pemuda pelajar baju putih sengaja memancing musuh mengejar ke arah yang berlawanan, supaya dirinya dapat melarikan diri dengan leluasa.   Bila dia tidak apal akan seluk beluk villa raja ini, tak mungkin dia dapat menolong dirinya, memangnya siapakah dia? Benak berpikir sementara langkah Lim Cu-jing tak pernah berhenti, dengan mengembangkan Thin-liong-ih-bong-sin-hoat dia berlompatan dari pucuk pohon yang satu melayang kepucuk pohon yang lain.   Meski terjadi geger dan keributan besar di villa raja itu, tapi seperti apa yang dikatakan pemuda baju putih, sepanjang jalan ini keadaan tetap tenang tidak terlihat adanya gerakan sama sekali.   Dengan leluasa akhirnya Lim Cu jing mengundurkan diri dari villa raja langsung kembali ke dalam kamarnya terus tidur.   Dalam hati dia masih memikirkan keselamatan pemuda pelajar baju putih, entah orang sudah selamat meninggalkan tempat itu tidak? Padahal dirinya tidak mengenalnya, entah dari mana dia tahu dirinya she Lim? Tengah layap2 hampir tertidur, tiba2 di dengarnya derap kaki orang mendatangi dan berhenti di depan kamarnya.   Terdengar pelayan berkata.   "Lim-ya tinggal di dalam kamar ini, mungkin sudah tidur, biar hamba mengetuk pintu." -Lalu terdengar daun pintu diketuk pelahan dari luar dua tiga kali pelayanpun berteriak dengan suara tertahan.   "Lim-ya, Lim-ya, engkau bangunlah sebentar."   Dengan suara di buat2 Lim Cu-jing bertanya.   "Siapa?" "Ada seorang teman datang mencarimu, katanya ada urusan penting,"   Sahut pelayan. Maka didengarnya suara Go Jong-gi berkata.   "Lim-heng, inilah aku, Go Jong-gi."   Lim Cu-jing membuka pintu dengan mata masih kelihatan sepat, melihat Go Jong-gi, dia terbelalak, serunya.   "Memangnya ada urusan apa?"   Agaknya Go Jong -gi gugup dan tidak sabar, lekas dia tarik orang masukke kamar, katanya. "Ada huru-hara di villa, Ki-to suruh aku kemari memanggilmu sebentar."   Lekas Lim Cu-jing pakai jubah luarnya, tanyanya.   "Ada huru hara apa?" "Ki-to sedang menunggu, biar nanti kuceritakan di tengah jalan,"   Ujar Go Jong gi.   Lim Cu-jing mengiakan, bergegas mereka ke-luar, sementara pelayan sudah menyiapkan kuda Lim Cu-jing.   Go Jong-gi juga datang naik kuda, langsung mereka kembali ke istana.   Di tengah jalan secara ringkas Go Jong-gi ceritakan kejadian yang diketahuinya.   Yang dikuatirkan Lim Cu-jing adalah keselamatan pemuda baju putih, maka dia pura2 kaget dan bertanya.   "Ada kejadian begini? Entah tertangkap tidak penyatron itu?" "Entahlah, Jongtai mendesakku kemari menjemput Lim-heng, agaknya pembuat onar itu belum tertangkap, seluruh kekuatan dipencar untuk mencari jejaknya."   Tergerak hati Lim Cu-jing, pikirnya.   "Dari nada bicaranya, agaknya Ki Seng-jiang menaruh curiga terhadap diriku? Hm, soalnya aku kurang leluasa turun tangan membunuhnya di istana, karena kejadian ini akan menimbulkan banyak kesukaran lain, bila samaranku betul2 konangan, hanya pengawalnya yang berkepandaian cakar ayam itu memangnya mampu mengurung dan menangkapku?"   Cepat sekali mereka sudah tiba di istana, suasana terasa tegang, penjaga berbaris dengan senjata terhunus, anak panah terpasang di busur, semuasiapsiaga mirip menghadapiserbuan musuh.   Go Jong-gi bawa Lim Cu-jing langsung ke asrama pasukan bayangkari di belakang istana.   Lampu tampak terang benderang di kamar Ki Seng-jiang, tapi suasana hening, tampak Ki Seng jiang dengan muka bersungut, duduk di kursinya.   Lim Cu-jing masuk diiringi Go Jong-gi.   Lim Cu-jing menjura, katanya."Jongtaimemanggil hamba, pastiadapesanapa2." "Duduklah,"   Ucap Ki Seng-jiang mengulap tangan.   "Ada pembunuh yang membuat onar di sini, kau sudah tahu?" "Di jalan hamba mendengarceritaGo lingpan,"sahutCu-jing. Ki Seng jiang tertawa dingin, dia tuding kursi kebesarannya, katanya.   "Coba kau periksa."   Cu jing maju dan pura2 kaget, katanya.   "Kursi Jongtai dirusak orang," "Kursiku ini dibuat seorang ahli dari kota raja, di dalamnya terpasang alat rahasia, kecuali aku siapapun yang duduk di situ pasti akan terbelenggu oleh jepretan besi, tak nyana Ling Kun gi keparat itu ternyata bernasib mujur, meski sudah terbelenggu tapi kedua tangannya masih bebas. Kalau orang lain, karena jepitan besi itu terbuat dari baja, betapapun tak mungkin bisa meloloskan diri, tapi keparat itu memiliki pedang pusaka, dengan mudah dia berhasil memotong putus jepitan besi ...."   Lalu dia menyambung.   "Coba kautarik laciitu."   Cu-jing segera menarik laci, sekilas dia berpaling ke arah Ki Seng-jiang, maksudnya minta petunjuk apa yang harus dia lakukan lagi. "Coba kau periksa, apakah kertas laporan Tu Hong-seng itu ada kelainan?"   Hamba tidak melihat adanya tanda2 tidak benar? Memangnya ada orang yang menukarnya?" "Coba kau balik satu lembar pertama "   Segera Lim Cu-jing ulurkan tangan tapi setumpukan kertas laporan yang kelihatan utuh itu begitu tersentuh jari lantas remuk menjadi bubuk, keruan dia berjingkat kaget, teriaknya.   "He, apa yang terjadi?"   Ki Seng-jiang terkekeh, katanya .   "Inilah Tu-yang-kang, salah satu daripada ke 72 ilmu Siau-lim-pay, kekuatannya dapat melebur emas dan meremuk batu." "JadiLingKun-giadalah muridSiau-lim-pay?"seruLimCujing. "Dia murid Hoan jiau ji-lay. Hoan-jiau ji-lay pernah berdiam dua puluh tahun di Siau lim si, konon selama seratusan tahun ini tiada seorangpun murid Siau-lim si yang mampu sekaligus mempelajari beberapa ilmu sakti, tapi Hoan-jiau ji-lay sendiri sekaligus dapat mencakup sepuluh macam lebih, malah seluruhnya amat mahir."   Lim Cu jing angkat kepala, katanya-"Laporan Tu Hong-seng ini sudah hancur, apakah perlu suruh dia bikin lagi?"   Ki Seng-jiang mengangguk, katanya.   "Betul, maka itulah kusuruh kau kemari, kalau laporan Tu Hong-seng dihancurkan, maka keselamatan jiwa Tu Hong-seng sendiri pasti terancam, keadaannya jelas amat berbahaya, tapi kemungkinan Ling Kun-gi dan kawan2nya belumtahu jejaknya, maka tugas utama yang terpenting sekarang selekasnya harus kau suruh dia bikin pula laporan itu, lalu suruh seluruh anggota kelompok pertama menyamar dan berpencar di Liong-kip untuk melindunginya secara diam2, kita gunakan dia sebagaiumpan.......   "   Belum habis bicara didengarnya langkah orang mendatangi, terdengar Pui Hok-ki berseru di luar.   "Hamba Pui Hok-ki dan Pi Sihay datang melapor." "Masuk!"   SahutKiSeng-jiang. Pui Hok-ki dan Pi Si-hay beriring masuk, melihat kehadiran Lim Cu-jing, mereka menyapa dengan anggukan kepala. Sebelum kedua orang itu berbicara, Ki Seng-jiang mendahului tanya.   "Bagaimana hasil pemeriksaan kalian?"   Pui Hok-ki menjura, katanya.   "Hamba sudah periksa seluruh pelosok, tapitiadatampak jejakpenyatronitu."   Ki Seng-jiang melirik ke arah Pi Si-hay, tanyanya.   "Pemuda baju putih itu membantu Ling Kun-gi dan lari ke arah barat, apa kalian berhasil mengejarnya?". Sikap Pi Si-hay tampak kikuk, katanya.   "Hamba sudah periksa seluruh istana bilangan barat, dari depan sampai belakang, tapi jejak musuh tidak kelihatan ........   "   Sebelum orang bicara habis, Ki Seng-jiang sudah berjingkrak gusar.   "Memangnya mereka tumbuh sayap dan bisa terbang menghilang?"   Tiba2 terdengar seorang berseru didepan pintu.   "Hamba Hok Ji-liong datang melapor." "Masuk,"bentak KiSeng-jiang. Baru saja Hok ji-liong melangkah masuk, Ki Seng-jiang sudah tanya.   "Kaupun tidak berhasil menemukan jejak pembunuh itu, betul tidak?"   HokJi-liong menunduk sambil mengiakan.. "Blang", Ki Seng-jiang menggebrak meja dengan gusar, teriaknya.   "Kalian gentong nasi semua, pemberontak mengacau ke asrama kita, mereka hanya dua orang, sedang kalian berpuluh orang tak berhasil menangkapnya?"   Tiga pimpinan utama dari ketiga barisan pasukan bayangkari sama menunduk tanpa berani bersuara. Sesaat kemudian, Pui Hok- ki pula yang berkata.   "Lapor Jongtai, menurut pandangan hamba, Ling Kun gi dari orang berbaju putih itu teramat apal akan seluk beluk istana ini, mereka buron ke jurusan Jiang-ciok, daerah belukar yang sepi dan jarang diinjak manusia, penjagaan kitapun terlemah di sebelah sana, asal lolos ke balik gunung sana, maka sukarlah ditemukan."   Ki Seng-jiang mengiakan, lalu katanya dengan tetap muring2.   "Pi Si-hay, tugaskan sekelompok barisanmu keJiang-ciok, penjagaan di daerah belukar itu harus diperketat, beritahukan pula kepada komandan regu yang bertugas di sana, Liok-koantai, suruh dia memperkuat penjagaaan, jangan lalai."   PiSihay mengiakansambil membungkuk. Sesaat Ki Seng jiang berpikir, katanya kemudian.   "Kukira orang berbaju putih itu adalah Pek-hoa-pangcu Bok-tan, cuma bagaimana mungkin mereka begitu apal akan seluk beluk istana kita ini?"   Pui Hok ki kaget dan heran, tanyanya.   "Jong-tai mengira si baju putih itu perempuan?"   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kata Ki Seng jiang sambil mengelus jenggot.   Waktu Ling Kun-gi menerobos keluar, baru saja aku hendak mengejar, kudengar dia membentak "awas", meski sengaja dia tekan suaranya, tapi mana dapat kelabui aku? Jelas itu suara orang perempuan, dan lagi Bwe-hong-ciam yang ia sambitkan itu kebanyakan dipakai oleh kaum perempuan, perawakan orang itupun ramping semampai, kemungkinan dia malah Pek-hoa-pang Pangcu."   Diam2 Lim Cu jing merasa heran, mengingat kejadian semalam, nyata pengalaman Ki Seng-jiang memang luas, apa yang dikatakan tidak salah, pelajar baju putih itu berperawakan ramping, suaranya juga nyaring merdu, tidak mirip suara laki2.   Tapi jelas dia tahu bahwa pemuda pelajar baju putih bukan Bok-tan, malah belum pernah dikenalnya.   Lalu siapa dia? "Peduli siapa mereka, kota Jiat-ho ini jangan disamakan dengan Hek liong hwe,"   Demikian Ki Seng-jiang menggebrak meja pula, "pemberontak takkan kubiarkan bertingkah di depan hidungku, dalam tiga hari kuminta kalian harus membekuk Ling Kun-gi dan orang berbaju putih itu, paling tidak kalian harus melapor jejak mereka kepadaku."   Ketiga pimpinan utama pasukan bayangkari mengiakan bersama. Ki Seng-jiang menoleh, katanya.   "Lim-heng boleh pulang, dua hal kuserahkan padamu. Pertama, lindungilah keselamatan Tu Hongseng secara diam2, suruh dia membuat laporan itu pula secepatnya. Kedua, periksalah seluruh losmen dan hotel di kota ini, adakah orang2 yang patut dicurigai." "Hamba terima tugas,"   Sahut Lim Cu jing terus mengundurkan diri. Ki Seng-jiang berkata pula.   "Go Jong gi, lekas kau bawa anak buahmu ke kota, suruh mereka berdandan menurut keinginan masing2, sebelum malam tiba sudah harus berpencar memasuki losmen Liong-kip. Beritahu mereka supaya hati2 jangan menimbulkan perhatian orang lain atas penyamaran mereka dan lagi mereka dilarang berjudi dan berkumpul lebih dari tiga orang, dilarang minum2, siapa melanggar perintah akan kupenggal kepalanya."   Go Jong-gi meluruskan badan dan mengiakan, segera dia hendak keluar. Tunggu sebentar. Ki Seng jiang menanyainya.   "setelah kau sampaikan perintahku ini harus lekas kembali, masih ada perintah lain untukmu."   Kembali Go Jong-gi mengiakan terus mengundurkan diri. Ki Seng-jiang menyapu pandang ketiga pimpinan utama barisan, katanya.   "Kalian boleh pergi istirahat, setelah terang tanah perintahkan seluruh anak buahmu keluar untuk mencari info. Ohya, harus ingat, Lim Cu-jing sudah kuperintahkan mengawasi setiap penginapan, maka tugas kalian perhatikan saja rumah2 penduduk." "Jongtai... ."HokJi-liongragu2 untuk bicara. "Jangan banyak bicara,"   Ki Seng-jiang menukas sambil mengulap tangan.   "kerjakan menurut perintah, tapi ingat, jangan memukul rumput mengejutkan ular."   Meski hati merasa heran dan tidak tahu ke mana juntrungan perintah Jongtai, tapi tiga pimpinan utama ini tak berani banyak bicara lagi, serempak mereka mengiakan dan mengundurkan diri.   Tak lama kemudian Go-Jong-gi sudah kembali setelah menyampaikan perintah.   Ki-Seng jiang lantas bertanya.   "Waktu kau tiba di Tang-sun-can tadiapakahJilingpan tidur di kamarnya?"   Go Jong gi melengak, cepat dia membenarkan.   "Pelayan hotel yangmengantarmu kekamarnya?"   TanyaKiSeng jiangpula. "Betul,"   Sahut Go Jong gi.   "Kau yang mengetuk pintu atau pelayan yang mengetuk?" "Pelayan yang mengetuk." "Jilingpan tidur nyenyak?" "Agaknya, tapi pelayan mengetuk dua kali Jilingpan lantas membuka pintu." "Kau ikut masuk ke kamarnya?" "Jilingpan memang suruh hamba masuk." "Apa saja yang dia katakan padamu?" "Setelah Jilingpan suruh pelayan pergi, dia lantas tanya hamba ada urusan apa? Hamba bilang disuruh Jongtai mengundangnya pulang,"laludiaceritakan kejadian tadidengan jelas.   Ki Seng-jiang hanya mengangguk2 mendengar ceritanya.   "Apakah hamba berbuat salah?"   Tanya Go Jong-giwas2. Ki Seng-jiang tersenyum, katanya.   "Tidak, aku hanya ingin tahu apakah Jilingpan cukup cerdik dalam menunaikan tugasnya? Dia kutugaskan ke Tang-sun-can secara rahasia, asal-usul kita sekalian tidak boleh bocor. Sudah tiada urusan lain, kau boleh pergi. Tapi jangan kau bocorkan pertanyaan yang barusan kuajukan padamu, tahu tidak?"   Go Jong-gi mengiakan dan mengundurkan diri. Ki Seng jiang mondar-mandir dalam kamarnya sambil menggendong tangan, mulutnya menggumam.   "Kalau begitu, jadi aku yang terlalu banyak curiga padanya."   Dalam pada itu setelah meninggalkan istana, Lim Cu-jing terus larikan kudanya, waktu itu baru menjelang kentongan keempat.   jalan raya masih sepi lenggang tiada orang, kudanya berlari kencang lagi, dalam sekejap saja dia sudah kembali ke Tang-sun- can.   Kacung yang biasa mengurus kuda belum lagi bangun, seorang pelayan melihat dia kembali segera lari menyambut serta menerima kudanya.   Lim Cu-jing langsung kembali ke kamarnya, baru saja melangkah masuk pintu, mendadak terasa olehnya ada seseorang berada di kamarnya, keruan dia melengak, tapi tenang saja dia menutup daun pintu lalu dengan suara kereng membentak.   "Siapa?"   Dari pojok dinding yang gelap sana berkelebat keluar bayangan seorang, sahutnya lirih.   "Inilah aku Ting Kiau."   Kini Lim Cu-jing dapat melihat jelas orang yang sembunyi di kamarnya ini memang Ting Kiau yang menyamar jadi kakek, dia bertanya heran.   "Ada keperluan apa Ting-heng sampai kemari?" "Baru sekarang Ling-heng kembali, dari mana kau?"   Tanya Ting Kiau.   "Cayhe baru kembali dari istana.   setelah terang tanah seluruh pasukan bayangkari akan menggeledah kota dengan pakaian preman, Ting-heng jangan lama2 tinggal di dalam kota." "Lohujin sudah pindah ke Pek-hun-an di luar kota, cuma beliau kuatir akan keselamatanmu maka suruh aku kemari memberi kabar padamu.   Ki Seng-jiang adalah komandan tertinggi pasukan bayangkari, kalau turun tangan di istana, perkaranya bisa menjadi besar dan pasti menimbulkan akibat yang luar biasa, maka Lingheng dipesan supaya tidak turun tangan di istana ...   ."   Lim Cu jing alias Ling Kun-gi tertawa, katanya.   "Ibu terlalu kuatir bagiku, maksud beliau cukup kupahami. Kalau tidak malam tadi sudah kubunuh keparat she Ki itu." "Aku disuruh memberitahu kepada Ling-heng bahwa keluarga Ki Seng-jiang tidak di sini, tapi dia punya seorang gundik yang tinggal di taman keluarga Kauw di barat kota, dalam sepuluh hari sedikitnya adalima haridiangendon dirumah gundiknyaitu." "Darimana Ting-heng tahu hal ini?"   Tanya Cu-Jing heran. Ting Kiau tertawa, ucapnya.   "Kudengar Pangcu Pek-hoa-pang telah menyelundupkan seorang dara kembangnya yang bernama Ing-jun, sekarang dia bekerja di sana."   Nama Ing jun tidak asing lagi bagi Lim Cu-jing, waktu di Coat- seng-san-ceng dulu yang melayani dirinya juga Ing-jun adanya. Akhirnya dia meng-hela napas, ujarnya.   "Pek-hoa-pang cukup lihay dalam menanam mata2nya ke pihak musuh." "Hari hampir terangtanah, akuharuslekas menyingkir darisini." "O, Ting heng, ada suatu hal, sekembali nanti tolong kau tanyakan kepada nona Bok-tan, dulu gubernur Shoatang yang bernama Kok-thay punya seorang sekretaris yang bergetar Im-si- boan koan Ci Kun jin, konon kini menyembunyikan diri di Jiat ho sini, entah dia tahu tidak hal ini? Sudah beberapa hari ini kucari tahu, hasilnya nihil." "Baiklah soal ini akan kusampaikan, bila ada kabarnya segera kulaporkan kemari,"   Habis berkata Ting Kiau tarik pintu terus menyelinap keluar.   Setelah Ting Kiau pergi, Lim Cu-jing bersemadi sebentar, haripun terang tanah.   Setelah makan pagi Lim Cu jing keluar dari Tang-sun-can langsung menuju losmen Liong-kip.   Di depan pintu dia melihat anggota2 barisan kesatu yang menyamar sebagai pedagang, seorang mengenakan topi berbentuk runcing tinggi, mengenakan baju pendek dari kain kasar, tangan memegang pecut, mirip kusir kereta dengan lahapnya tengah makan pagi.   Agaknya kamar losmen penuh dihuni tamu, karena belum ada kamar kosong, terpaksa mereka menunggu di luar.   Lim Cu-jing anggap tak kenal mereka, langsung dia berlenggang ke dalam menuju ke pintu kamar Tu Hong-seng, sekilas dilihatnya Go Jong-gi juga menyamar dan tinggal di kamar sebelah Tu Hongseng, pintu kamarnya terbuka lebar.   Pelan2 Lim Cu-jing lewat di depankamarnya,GoJong-gitersipu2maju menyambut.   Lim Cu jing celingukan, dilihatnya tiada orang, segera dia merendahkan suara bertanya.   "Semuanya sudah menginap di sini?" "Di sini hanya ada lima kamar kelas satu, seluruhnya sudah dihuni orang, sisanya yang lain hanya kamar2 biasa."   Sahut Go Jong-gi. Lim Cu jing mengangguk, katanya.   "Baiklah, kau tidak usah cari hubungan dengan Tu heng."   Go Jong gi mengiakan terus mengundurkan diri tanpa bersuara lagi. Lim Cu jing langsung mendekati pintu dan mengetuk pelahan dua kali, teriaknya.   "Tu-heng, sudah bangun?? Mendengar suara Lim Cu jing, lekas Tu Hong-seng menyahut. "Lim-heng, sejak tadi aku sudah bangun!. silahkan masuk!" -Cepat dia membuka pintu menyilakan orang masuk, lalu menutup pintu pula, katanya.   "Silahkan duduk Lim heng."   Lim Cu jing duduk di kursi dekat jendela, lalu tuturnya. "Semalam ada onar di istana."   Terbelalak kaget Tu Hong-seng, tanyanya.   "Ada onar di istana, ada orang menyelundup ke sana?" "Ya,"   Jawab Lim Cu-jing.   "dengan Tun-yang-kang menghancurkan laporan Tu heng, dengan pedang pusaka yang tajam luar biasa dia memotong besi belenggu di kursi Jongtai pula, setelah bergebrak tiga jurus pedang dan sekali pukulan dengan Jongtai, dia melarikan diri." "Berhasil meloloskan diri?"   Seru Tu Hong seng kaget.   "tujuannya ke sana untuk menghancurkan laporanku itu, bahwa dia mampu lolos dari tangan Jongtai, maka ilmu silatnya pasti amat tinggi, entah siapa dia?"   Lim Cu jing menengadah, katanya.   "Ling Kun-gi." "Ling Kun gi,"   Tanpa terasa Tu Hong-seng bergidik ngeri, mukanya mengejang, mulutpun menggumam.   "Masa dia, betulkah dia sudah datang kemari?" "Agaknya Tu-heng amat takut padanya?"   Tanya Cu-jing. "Bila dia sudah tiba di Jiat-ho, pasti takkan memberi ampun padaku. kalau laporanku telah di hancurkan, memangnya dia mandah membiarkan mulutku bercerita lagi?"   Lim Cu jing tertawa dingin.   "Tu-heng kan seorang kawakan Kangouw yang kenyang mengecap pahit getirnya kehidupan, kepandaian silatmu cukup tinggi, kenapa menyinggung Ling Kun-gi lantas ketakutan begini rupa?"   Tu Hong keng menyengir, katanya.   "Ada yang tidak Lim-heng ketahui, bocah she Ling itu adalah murid Hoan-jiu-ji-lay. Han-hwecu juga bukan tandingannya, dengan sedikit kepandaianku ini mana aku mampu menandangi dia."   Dalam hati Lim Cu-jing membatin.   "Mungkin tiga jurus saja jiwamu akan melayang " -Dengan bertopang dagu lalu dia berkata. "Tu-heng mengagulkan dia begitu lihay, aku jadi ingin menjajalnya." -Dengan tertawa tawar dia lantas menambahkan. "Tapi Tu-heng tak usah kuatir, Jongtai sudah pikirkan kesulitanmu ini, maka aku diperintahkan melindungimu. pagi hari ini kawan2pun telah kukerahkan kemari, dengan menyamar mereka juga menginap di losmen ini, asal dia berani datang, entah mati atau hidup pasti kubekuk dia."   Sedikit lega hati Tu Hong-seng, katanya sambil menghela napas.   "Entahadapetunjuk apapuladari Jongtaiuntukku?"   Lim Cu-jing tertawa, katanya.   "Ya, ada perintah dari Jongtai supaya kau mengulangi laporanmu," "Ya, ya, pasti segera kuselesaikan,"   Sahut Tu hong-seng, lalu tanya.   "Apakah Jongtai membatasi berapa lama harus kuselesaikan laporanku?" ""Batas waktu sih tidak ada, kupikir lebih baik Tu-heng kerjakan secepatnya." "Lim-hengbenar, pastisegerakukerjakan," "Baiklah, lekas Tu heng tulis,"   Ucap Cu jing berdiri.   "aku tidak mengganggumu lagi, kau boleh bekerja dengan tenang, sekeliling kamarmu ini sudah dijaga ketat, apabila di siang hari bolong, pasti diatakkan beranibertindak, nanti malamakudatangpula." "Selamat jalan Lim-heng, aku tidak mengantar,"   Seru Tu Hong-sing.   Sekeluar dari losmen Liong-kip, diam2 Cu jing berpikir, jejak Ki Seng jiang sudah diketahui, entah di mana pula Im-si-boan-koan Ci Kun-jin itu menyembunyikan diri? Sebelum menemukan jejak Cu Kun-jin, tak mungkin dia turun tangan membunuh Ki Seng jiang.   Sebab begitu Ki Seng-jiang mampus, seluruh kota Jiat-ho ini pasti gempar dan begitu mendengar berita kematian Ki Seng-jiang, Ci Kun-jin akan segera angkat langkah seribu, maka tugasnya akan lebih sulit lagi.   Menurut laporan Ting Kiau, Ki Seng-jiang punya seorang gundik yang tinggal di taman bunga keluarga Kauw di sebelah barat kota, untuk ini dia merasa perlu untuk menyelidik ke sana.   Kini dia memperoleh tugas menyelidiki penduduk, kebetulan bisa digunakan sebagaialasanuntuk keluyurankian-kemari.   Dia berlenggang di jalan raya seperti orang tamasya, setiap jalan pasti dia perhatikan dengan seksama, entah itu warung makan, kedai minum, sarang judi, atau tempat mesum.   Tapi hakikatnya dia tidak kenal tampang Ci Kun-jin, kota Jiat-ho sebesar ini, laksana mencari jarum dalam lautan belaka.   Akhirnya dia tiba di kota sebelah barat, haripun sudah lewat lohor.   Kota barat letaknya lebih menjurus ke utara, rumah penduduk cukup padat.   Berdiri pada persilangan jalan, Lim Cu-jing jadi bingung sendiri.   Soalnya Ting Kiau hanya memberitahu bahwa gundik Ki Seng-jiang ada di taman keluarga Kauw di kota barat, padahal dimana letak taman keluarga Kauw dia sendiri tidak tahu, orang yang lalu lalang di jalan raya sinipun tidak banyak, apalagi kurangleluasauntuk mencaritahupadapenduduksetempat.   Bahwa sekarang dia belum punya rencana turun tangan pada Ki Seng-jiang, bila yang dia tanyai kebetulan ada hubungan keluarga dengan keluarga Kauw, bukankah urusan bisa runyam malah.   Sebagai komandan tertinggi pasukan bayangkari, Ki Seng-jiang cukup disegani penduduk kota Jiat-ho, tempat kediaman pribadinya di rumah gundiknya itu tidak diumumkan secara terbuka, tapi hal ini sudah menjadi rahasia umum, bila keluarga Kauw itu ada hubungan dengan gundiknya, bukan mustahil kaki tangan kepercayaannya juga melindungi keluarga itu? Akhirnya Lim Cu-jing ambil keputusan akan maju lebih lanjut untuk menyelidiki daerah ini.   Tak tersangka baru beberapa langkah dia beranjak, dilihatnya di pinggir jalan di ujung gang sana terdapat sebuah batu pertanda perbatasan dari satu jalan dengan jalan yang lain, di atas batu tertulis "batas milik keluarga kauw".   Kiranya gang yang lebarnya cukup untuk jalan dua buah kereta berjajar ini bukan jalan umum, tapi milik pribadi keluarga Kauw.   Maklum gang yang beralas batu gunung putih licin ini menjurus ke pintu gerbang sebuah bangunan gedung yang besar.   Gang ini panjangnya ada seratusan meter, daun pintu gerbang yang bercat merah tertutup rapat, sepasang gelang baja warna hitam bergantung di daun pintu.   Tak perlu disangsikan lagi di sinilah letak gedung keluarga Kauw.   Agaknya orang she Kauw pemilik gedung dan taman ini punya pangkat dan harta yang berlimpah.   Sebagai tokoh yang disegani maka Ki Seng-jiang mendapat pinjam tempat yang biasanya untuk istirahat para pembesar yang lagicutidiJiat-ho sini.   Jalan yang cukup lebar ini dipagari pohon yang tinggi, suasana di sini sunyi, tanpa terasa Lim Cu-jing menyusuri lorong panjang ini dan akhirnya membelok ke kanan menyusuri sebuah sungai kecil, menyeberang jembatan batu dan maju lebih lanjut, di sana keadaan agak belukar, tapi di kejauhan sana tampak tembok kota.   Lim Cujing maju lagi beberapa jauh, kini dia berada di sebelah belakang taman atau gedung megah keluarga Kauw.   Akhirnya Lim Cu-jing naik sebuah bukitan yang cukup tinggi, dari sini dia dapat melihat jelas keadaan sekelilingnya, ternyata tanah milik ke-luarga Kauw bagian belakangnya dipagari tembok tinggi, di luar tembok mengalir sebuah sungai kecil, cuaca memang sudah remang2, tapi masih tampak adanya pepohonan, tanaman bunga, gardu dan tempat duduk di tengah taman serta bangunan berloteng..   Setelah menyaksikan sendiri letak tempat yang dicari, maka legalah hati Lim Cu jing, dia merasa tidak perlu lama2 tinggal di sini, menyusurijalandatangnyatadiiakembali menujukearahtimur.   Waktu itu hari sudah petang, penduduk mulai menyulut pelita, tiba di jalan raya timur, suasana malam ini mulai ramai pula, tengah dia mengayun langkah tiba2 ia mendengar seorang menghardik lirih.   "Awas!" -Lenyap suara peringatan itu, didengarnya pula samberan angin kencang yang mengarah belakang kepalanya. Terkejut Lim Cu-jing, di tengah jalan raya seramai ini kiranya ada juga orang berani menyerang dirinya. Sudah tentu Cu-jin tidak gentar menghadapi sergapan siapapun, tanpa menoleh tangan kirinya seperti meraih ke belakang, dengan mudah dia sambut serangan senjata rahasia itu. Begitu senjata rahasia itu terpegang, seketika ia merasakan bobot senjata rahasia ini amat ringan, tidak mirip senjata rahasia umumnya, kiranya itu hanya segulung kertas. Apalagi suara peringatan"awas"tadi cukup merdu sepertisudahdikenalolehnya. Pemuda pelajar baju putih yang muncul mendadak malam itu, waktu menimpukkan segenggam Bwe-hoa-ciam ke arah Ki Seng- jiangjuga menghardikdengankatayangsama,jelasnadakeduanya mirip. Ki Seng-jiang yang cukup kawakanpun dapat membedakan suara itu keluar dari mulut seorang gadis. Reaksi Lim Cu-jing cukup cekatan dan cepat, sigap sekali dia sudah berputar balik. Tapi suasana pasar malam saat itu masih ramai, orang berjubal di jalan raya, sudah tentu jejak pelajar baju putih tak dilihatnya. Mungkin malam ini dia tidak berpakaian putih, pendek kata Cu-jing tak berhasil menemukan orang yang diharapkan. Gulungan kertas tergenggam di telapak tangan, dia tahu melalui secarik kertas ini orang ingin menyampaikan sesuatu khabar padanya, semalam dia sudah muncul membantu dirinya meloloskan diri darisini dapatdisimpulkanbahwadia kawandan bukan lawan. Sungguh semalam ia tak menduga bahwa Ki seng-jiang tidur dikamar bukunya, bila tiada bantuan pelajar baju putih, untuk menerjang keluar dari kepungan musuh jelas tidak mudah. Memangnya siapakah nona ini, kenapa begini misterius? Malam ini dia menyambitkan gulungan kertas ini, memangnya ada berita penting apa yang hendak disampaikannya padanya? Kini dia harus mencari tempat untuk membuka dan membaca gulungan kertas ini. Segera dia ayun langkah ke depan serta perhatikan kiri-kanan jalan raya, kebetulan tak jauh dilihatnya ada sebuah warung arak, langsung dia masuk ke sana dan duduk di meja paling pojok serta memesan makanan. Sekilas Lim Cu-jing celingukan, dilihatnya tiada orang memperhatikan dirinya, pelan2 dia buka gulungan kertas serta membaca tulisan di kertas itu. Seketika berubah air mukanya. Surat itu berbunyi. "Temanmu menginap di rumah penduduk di pintu selatan jejaknya sudah konangan, kalau tidak lekas ditolong mungkin terlambat!"   Dibagian bawahnya ada sebaris huruf kecil berbunyi. "Kian Te-jin alias Ci Kun-jin ialah Cukong yang memiliki Tang-sun-can, bersama ini kusampaikan keterangan rahasia ini."   Kejut dan girang bukan main hati Lim Cu-jing di samping kuatir pula akan keselamatan temannya, tapi siapakah teman yang dimaksud dalam tulisan ini? Apalagi jejaknya sudah konangan, padahal hari sudah gelap, dirinya tidak tahu di rumah penduduk mana temannya menginap? Bagaimana pula mencarinya? Iapun girang karena Ci Kun-jin yang dicarinya ubek2an selama beberapa hari ini akhirnya diperoleh beritanya dengan mudah.   Karena senang hampir saja dia lupa pada pesanan makanannya, untung pelayan datang menyuguhkan arak, ia hanya minum dua teguk, tak sempat dia makan hidangan yang dipesan terus berbangkit, setelah meninggalkan beberapa keping uang perak, tanpa pamit dia berlari keluar.   Setiba ditempat sepi dan tiada orang, cepat dia mengusap mukanya, obat rias di mukanya seketika rontok, lalu ia berlari ke pintu selatan.   Dia tidak tahu di mana letak Ki-ti-pong? Maka dia tanyapenjualmiditepijalan, lalumenujukesana.   Ki-ti-pong adalah sebuah gang, rumah2 yang memagari gang sempit ini kebanyakan gubuk2 reyot, setiba di ujung gang dilihatnya di tempat gelap sana berdiri satu orang.   Orang ini berpakaian biru, bertopi lebar yang ditekan rendah, melihat ada orang datang, orang itu melangkah ke depan pelan2.   Sebelum orang buka suara Lim Cu-jing sudah mendahului tanya dengan suara rendah.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kau dari barisan keberapa?"   Orang itu tampak melenggong dan menatap tajam Lim Cu-jing, tanyanya kemudian.   "Apa katamu, siapa saudara?" "Kau tidak mengenalku, tapi pasti kenal ini?"   Ucap Cu-jing sambil membuka tangannya, di telapak tangannya menggeletak sebentuk medali perak, melihat medali perak itu, orang itu tertegun dan bersuaralirih.   "0, kau Jilingpan ...."ter-sipu2dia menjura. Cu-jing pegang lengan orang, katanya.   "Di sini jangan disamakan di dalam, saudara tidak usah banyak adat, mari kita bicara sambil berjalan supaya tidak menimbulkan curiga orang."   Dengan gugup orang itu perkenalkan diri.   "Hamba Thio Si-jut, anggota kelompok ketiga dari barisan ke satu, barusan berlaku kurang adat harap ......"   Cu jing tertawa.   "O, kiranya Thio heng kita sama2 belum kenal, kesalahanmu bukan soal, aku Lim Cu-jing, baru kemarin malam memangku jabatan ini, kali ini Jongtai menyerahkan penyelidikan rumah2 penduduk padaku, barusan kuterima perintah rahasia Jongtai, adakah sesuatu yang mencurigakan dalam pengawasan Thio-heng di tempat ini?"   Menurut laporan, rumah kelima di depan sana kemarin malam datang seorang tua dan seorang muda mengiringi dua nona, logat merekadaridaerahselatan,gerak-gerik merekamencurigakan."   Cu-jing pikir tua-muda dan dua nona, jelas itulah Cu Bun-hoa bersama Tong Siau-khing, Tong Bun-khing dan Cu Ya-khim. Sambil menganggukdiabertanya."Mereka mengadakan gerakanapa" "Tiada gerakan apa2"   Sahut Thio Si-jut.   "sejak kemarin mereka tidakpernah muncul."   Lim Cu-jing pura2 mengerut kening, katanya.   "Lingpan hanya suruh kau seorang saja?" "Ada seorang lagi berjaga di ujung sana, dia bernama Kiang It kui."   Lim Cu-jing mendengus, katanya.   "Mereka ada empat orang. Lingpan kalian hanya menugaskan dua orang di sini, bukankah terlalu ceroboh?" "Ya, ya,"   Thio Si jut unjuk senyum getir.   "hamba hanya diperintahkan mengamati gerak gerik mereka secara diam2. Lingpan sudah memberi laporan kepada Toalingpan, katanya pada kentongankeduanantiakan membekukmereka." "Kalau keempat orang ini bukan kaum pemberontak bagaimana?"   Tanya LimCu jing. "Toalingpan pernah berpesan, lebih baik salah menangkap seratus orang, daripada seorang pemberontak lolos." "Memang betul ucapannya."   Ujar Lim Cu-jing.   "coba kau tunjukkan tempatnya padaku."   Thio Si jut kaget. katanya "Jilingpan, kau ........ dia mengawasi Lim Cu-jing, lalu berkata pula.   "barusan Toalingpan ada pesan, karena tenaga belum terkumpul, kami dilarang bergerak supaya tidak menggagalkan rencana." "Aku tahu, Jongtai langsung memberi perintah padaku untuk menyelidiki keadaan di sini, kau harus tunjuk tempatnya supaya aku bisa ikut mengawasi, kalau sampai mereka melarikan diri, kau berani tanggung jawab?"   Thio Si jut tak mau menanggung risikonya, lekas dia munduk2. "Ya, ya, biarlah hamba tunjukkan tempatnya." -Lalu dia mendahului memasuki gang sempit itu. Tujuh delapan langkah kemudian mendadak Thio Si jut berhenti, katanya dengan lirih.   "Rumah di depan itulah."   Cu jing melihat rumah yang ditunjuk adalah sebuah gubuk bobrok, di depan pintu ada sebuah gerobak dorong yang sudah rusak, sekali pandang orang lantas tahu bahwa penghuni rumah ini adalah penjaja kelilingan.   Tiada sinar pelita dalam rumah, keadaan gelap gulita dan tak terdengar suara apapun, mungkin penghuninya sudah tidur nyenyak "Itukan rumahpedagang kelilingan,"ucap LimCu jing.   "Ya, memang rumah itulah,"   Sahut Thio Si-jut.   Mendadak Lim Cu-jing menutuk belakang kepala Thio Si-jut, berbareng tangan kanan mencengkeram lengan orang, sekali kempit dia bawa orang melejit maju ke depan pintu, terus mengetuk pintu.   Tapi dari dalam rumah tiada reaksi apa2.   Cu-jing jadi gelisah, kembali dia mengetok dua kali.   Tetap tiada terdengar suara orang di dalam rumah.   Cu jing kerahkan tenaga pada jari terus menonjok daun pintu, sekali tutul daun pintu lantas tembus dan berlobang, dia dekatkan mulutnya ke lubang serta bersuara dengan Lwekangnya kedalamrumah.   "Adakahorangdidalam."   Orang di luar rumah takkan mendengar suaranya, tapi yang berada di dalam dapat mendengar dengan terang. Betul juga, terdengar seorang tua bersuara serak bertanya.   "Siapa di luar? Tengah malam buta ada keperluan apa?"   Diam2 Lim Cu-jing geli mendengar suara ini, itulah suara Ciam- liong Cu Bun-hoa, betapa-pun dia masih mengenalnya dengan baik. "Waktu amat mendesak, lekas Cu-cengcu buka pintu,"   Desis Cujing.   Sayup2 terdengar suara gemerisik lambaian pakaian orang, jelas ada beberapa orang memburu keluar dari belakang rumah, semuanya berjaga dan sembunyi di belakang pintu.   Sudah tentu semua ini takkan dapat mengelabui pendengaran Lim Cu-jing yang tajam menyusul sinar api menyala, langkah berat dan pelahan terdengar beranjak ke-luar, tak lama kemudian daun pintupun pelan2 terbentang.   Seorang laki2 bungkuk berdiri di tengah pintu, katanya.   "Saudara ada urusan apa?"   Sekali pandang Lim Cu-jing lantas kenal kakek yang pura2 bungkuk ini memang Ciam-liong Cu Bun-hoa adanya, sebelum orang melanjutkan pertanyaan, segera ia menyelinap masuk dengan mengempit Thio Si jut sambil berkata lirih.   "Cu-cengcu lekas tutup pintu."   Pada pintu yang menembus ke belakang berdiri seorang gadis remaja, dia bukan lain adalah Cu Ya khim.   Di belakang pintu samar2 terlihat sembunyi dua orang lagi, jelas mereka adalah Tong Siaukhing dengan Tong Bun-khing yang menyamar.   Baru saja Lim Cu-jing berdiri di ruang tamu, Tong Siau-khing sudah lekas2 merapatkan pintu, berempat mereka mengepung Lim Cu-jingditengah, agaknya merekasiap bertindak bilaperlu.   Tapi belum lagi Cu Bun-hoa bertanya pula, semua orang kini dapat melihat jelas siapa orang yang menyelinap masuk sambil mengempit seorang lagi.   Hampir bersamaan Tong Bun-khing, Cu Ya khim dan Tong Siau-khing berseru girang.   "He, Kau!"   Mata Cu Bun-hoa bercahaya, katanya tertawa.   "Darimana kau tahu kami berada di sini? Eh, siapa dia?"   Setelah meletakkan Thio Si-jut di lantai, Lim Cu jing menjura kepada Cu Bun-hoa, katanya.   "Cu-cengcu, duduk persoalannya kini tak sempat kujelaskan jejak kalian di sini sudah konangan musuh, orang ini adalah cakar alap2 dari pasukan bayangkari, pada kentongan kedua nanti mereka akan menggerebek kalian, maka Cucengcu berempat harus lekas menyingkir, ibu kini tinggal di Pek hun-am di luar pintu kota barat, sementara lebih baik kalian pindah ke sana saja. Cayhe masih ada urusan penting lain yang harus segera kubereskan, baiklah aku mohon diri dulu."   Lalu dia putar badan hendakpergi. "Kau mau ke mana?"   Lekas Tong Bun khing bertanya.   "Disebelah lorong sana masih ada seorang cakar alap2, Cayhe akan bereskan dia." "Bagaimana kitabereskan orang ini?"tanyaCuBun-hoa.   "Sudah kututuk hiat-to kematiannya, biarkan dia di sini, lekas kalian berangkat saja, setelah urusanku selesai Cayhe akan menyusul ke Pek-hun-am."   Habis bicara Cu-jing tarik daun pintu terus menyelinap keluar dan menghilang.   Dengan cepat Lim Cu-jing tiba di ujung gang, dari kejauhan dia melihat adanya bayangan orang yang berdiri di bawah emper.   Betapa cepat gerakan Lin Cu-jing, dikala orang itu terkejut karena merasa kedatangan orang, tahu2 Lim Cu-jing sudah berada di depannya.   Ternyata orang ini cukup cerdik, sebat sekali dia berkisar, berbareng tangan kanan meraba golok di pinggangnya, tegurnya dengan kaget.   "Siapa kau?" "Kau ini Kiang It-kui, betul tidak?"   Kata Lim Cu-jing dengan suara kereng. Keadaan gelap gulita, orang itu tak dapat melihat jelas muka Lim Cu-jing, tapi mendengar Lim Cu-jing menyebut namanya, dia bertanya kaget.   "Kau kenal aku? Kau ... ."   Terbukti bahwa orang ini Kiang It-kui, maka Lim Cu-jing tidak mau banyak omong lagi, mendadak ia menutuk Hiat-tonya sehingga semaput, dia raih badan orang terus dikempitnya dan dibawa lari.   Waktu dia kembali ke gubuk bobrok itu, Cu Bun hoa berempat sudah tak kelihatan bayangannya, kiranya mereka sudah pergi.   Setelah menurunkan Kiang it hui, Cu jing tutup pintu depan, lalu dia buka jendela belakang dan keluar dari situ, dengan cepat ia kembali ke penginapannya.   Sudah tentu anggota pasukan bayangkari yang ditugaskan di losmen Liang-kip untuk melindungi keselamatan Tu Hong-seng tiada yang berani tidur, mereka tidak berani minum arak atau berjudi.   Biasanya bila mereka kumpul bersama, kalau tidak judi pasti minum arak, ini sudah merupakan kerja rutin mereka, tapi malam ini tiada satupun yang berani melanggar perintah.   Go Jong gi adalah pimpinan mereka, sudah tentu dia kelihatan lebih sibuk, daun pintu kamarnya hanya dirapatkan saja, jangankan tidur, rasa kantukpun harus ditahan.   Dia tahu betapa berat tugas mereka melindungijiwaTuHong-seng.   Kelompok pertama barisan bayangkari merupakan satuan yang paling unggul daripada seluruh pasukan, bukan saja mereka pandai silat dan mememiliki Ginkang tinggi, merekapun mahir menggunakan senjata rahasia, kini mereka sudah tersebar di sekitar kamar Tu Hong-seng dan menunggu datangnya musuh.   Tapi ini hanya merupakan salah satu langkah permainan Ki Sengjiang yang banyak muslihatnya.   Dia masih ada langkah kedua, yaitu seluruh anggota kelompok kedua dan ketiga di bawah pimpinan masing2 juga terpencar menginapdihotel2 sekitar losmen Liong-kip.    Rase Emas Karya Chin Yung Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bangau Sakti Karya Chin Tung

Cari Blog Ini