Pedang Kiri Pedang Kanan 7
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 7
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L Di depan pintu terdapat sepucuk pohon, dia berjongkok menghitung setumpukan batu yang ada di bawah pohon lalu menghampiripintuserta mengetuknyatiga kali. Maka terdengarlah ada orang bertanya. "Malam selarut ini, siapakah yang menggedor pintu?" Laki2 tua baju hijau unjuk tawa, sahutnya. "Belum malam, belum malam, akulah Lo-to(bungkuk)yang mengetukpintu." "Kaucarisiapa?"tanyaorangdi dalampintu. "Mencari orang yang menumpuk batu di batu di bawah pohon-" "Kau sudah menghitungnya?" "Sudah, seluruhnya 18 biji, agaknya saudara kurang menumpuk satu biji." Orang di dalam tidak bersuara, pelan2 daun pintu terbuka. Tampak seorang laki2 tua yang mengikat kuncir rambutnya di atas kepala, membawa pipa cangklong, menyambut keluar, katanya. "silakan dudukdidalam." Si tua baju hijau tidak segera masuk, katanya mengerut kening. "Kenapakautidak menyalakanlampudidalam?" Laki2 tua bergelak tawa, katanya. "Saudara tidak bisa melihat dengan jelas tidak menjadi soal, asal aku dapat menghitungnya dengan baik saja." Melihat kata2 rahasia yang ditanyakan terjawab seluruhnya, laki2 tua baju hijau tidak banyak bicara lagi. segera dia angkat langkah masuk ke rumah. Laki2 bergelung kuncir cepat menutup pintu, katanya sambil berpaling. "Mana barangnya, boleh kau keluarkan-" Laki2 baju hijau merogoh kantong dan mengeluarkan sebuah buntalan kain kasar terus diangsurkan, lalu katanya. "Saudara tentu sudah capai, ini-lah perintah dari atasan, malam ini saudara dilarang menginap di dalam kota, kau harus segera menempuh perjalanan pula." Tertegun laki2 baju hijau, katanya. "Aku sudah menunaikan tugas ......." "Pihak atas menghendaki kau segera berangkat, maaf aku tidak bisa menolongmu lagi," Tiba2 tangan kanan dia ulur, tangannya sudah memegang sebuah bumbung hitam. "sret" Segulung cahaya biru segera menyembur keluar dari dalam bumbung melesat ke dada laki2 baju hijau. "Hah" Terpentang mulut si laki2 baju hijau, tapi sebelum dia menyadari apa yang terjadi, cahaya biru itu sudah nancap ke dalam dadanya, badannya seketika terjengkang roboh. Laki2 bergelung kuncir menyimpan kembali bumbung jarumnya, katanya menyeringai sambil mengawasi mayat laki2 baju hijau . "Pihak ataslah yang memberi perintah, jangan kau salahkan aku ......" Sampai di sini dia bicara, tampak kepala mayat laki2 baju hijau mengepulkan asap kuning, dengan cepat sekali jasadnya berubah, ternyata yang disambitkan tadi adalah Hoa-hiat-sian-tong (bumbung jarum pengluluh darah). Bergidik juga laki2 bergelung kuncir melihat hasil karyanya sendiri, tiba2 terasa punggungnya kesemutan Pada saat itulah di belakangnya tahu2 sudah bertambah sesosok bayangan orang, tangan merogoh kantongnya dan mengeluarkan buntalan kain biru tadi. orang ini adalah Ling Kun-gi yang menguntit laki2 tua baju hijau. Setelah menutuk Hiat-to laki2 bergelung kuncir, segera dia buka buntalankainbiru itu, didalamnya berisi kotak persegi. Setelah kotak dibuka, di dalamnya dilapisi kain saten warna kuning, di tengah2 terjahit sebutir mutiara sebesar kacang dengan benang merah. Walau gelap di dalam rumah, tapi Kun-gi dapat melihat jelas, di tengah2 mutiara terdapat ukiran huruf "Ling". Ternyata cin-cu-ling adanya. Mutiara ini mirip dengan yang pernah dilihatnya di tempat Kim Kay-thay itu. "Kemanakah mereka hendak mengantar cin-culing ini?" DemikianLing Kun-giber-tanya2dalamhati. Sejenak dia termenung, lalu menutup dan membungkus pula cincu-ling itu seperti semula dan dikembalikan ke kantong baju laki2 bergelung kuncir, sebelum berlalu dia membuka tutukan tadi dan cepatdia menyelinap sembunyiditempatgelap. Laki2 tua bergelung kuncir menguap sekali lalu menggeliat badan, sebentar dia kucek2 mata, lalu menjura ke arah tanah, katanya dengan tertawa getir. "Saudara mati penasaran, Tapi aku bekerja menjalankan perintah, harap saudara tidak menyalahkan aku." Dia sangka arwah laki2 baju hijau itu tidak menerima kematiannya, barusan dirinya telah ditenung sebentar, maka setelah bicara bergegas dia berlari keluar sipat kuping. Kun-gi menguntitnya dari kejauhan-Laki2 tua bergelung kuncir di kepala itu berjalan cepat sekali, tak lama kemudian dia sampai pada sebuah tempat pemujaan di pinggir jalan yang dibangun menyerupai gundukan tanah, tempat pemujaan ini bukan kuil bukan biara, tapi hanyalah sebuah barak yang beratap rumput alang2 kering, bentuknya kecil dan pendek. di dalamnya dipuja dewi bumi suami-isteri, tanpa meja, hanya terdapat sebuah hiolo, setiap orang yang sembahyang menancapkan dupa di sana, keadaannya amat sederhana. Dengan langkah ter-gopoh2 laki2 itu memasuki barak berdinding tanah liat itu, sejenak dia celingukan, melihat tiada orang lain, tiba2 dia mencincing lengan baju terus ulur tangan meraba ke dalam hiolo, akhirnya dia meraba keluar sebuah bumbung bambu. Setelah membersihkan abu di kedua tangannya, dia membuka sumbat bumbung dan menuang keluar gulungan secarik kertas. Pada saat itulah Kun-gi muncul di belakangnya pula, dengan sekali kebas dia tutuk jalan darah penidur orang, lalu ambil gulungan kertas itu serta merentangnya. Tampak di atas kertas ada tulisan yang berbunyi. "Besok sebelum matahari terbenam, antarkan kepada seorang yang membeli lima blok kain katun di toko kain Tek-bong di kota Thung-seng, tak usah bicara, segera mengundurkan dirisaja." Kun-gi menggulung pula kertas itu, lalu dikembalikan ke tangan si orang tua, kembali ia mengebas, membuka Hiat-to orang. Laki2 tua bergelung kuncir bcrbangkis sekali, cepat dia masukkan gulungan kertas itu ke dalam baju, seenaknya saja dia buang bumbung bambu itu ke semak rumput di luar pintu, dengan langkah cepat dia menempuh perjalanan lagi. Kejadian ini kira2 makan waktu setengah jam, cepat2 Kun-gi kembali ke warung arak. makanan yang dipesannya tadi sudah dingin semua. Untung saat itu keadaan warung ramai dikunjungi orang, yang hendak mengisi perut, orang mengira Pui Ji--ping sedang menunggu seseorang, maka tiada yang memperhatikan- Melihat Kun-gi kembali, Pui Ji-ping tertawa senang, cepat dia menyongsongsambil bertanya."Toako, kenapapergibegini lama?" Melihat hidangan semeja penuh belum disentuh sedikitpun, timbul rasa prihatin Ling Kun-gi, katanya. "Dik, kenapa kau tidak makan dulu?" "Toako ada urusan, sudah tentu aku harus menunggumu untuk makan bersama" Ji-ping menyuguh secangkir teh kepada Kun-gi, katanya. "Bagaimana urusannya Toako? Kau pergi begini lama, aku tidak melihat dia keluar." Kun-gi minum seteguk, katanya. "Sesuai dugaan, dia merat daripintu belakang. Hasil yang kucapai amat memuaskan-" Lalu ia ceritakan pengalamannya secara ringkas. Heran dan kaget Pui Jiping, katanya lirih. "orang yang membeli lima blok kain katun di toko Tek-hong, di kotaThung-seng?Jadi sudahsampaitempattujuanterakhir?" "Belum bisa diraba, kalau tidak pindah tangan lagi, itu berarti memang sudah mencapaitempattujuanterakhir." "Lalu bagaimana tindakan kita selanjutnya, Toako?" Tanya Jiping. "Sampai besok sore, waktunya masih cukup panjang, aku akan cariKim-loyacuuntukberunding duludengan dia." "Tapi di Tho-sip kita tidak menemukan tanda2 yang dia tinggalkan-" "Ya, tapi di San-lam-koan aku melihat tanda2 Kim-loyacu," Alis Kun-gi berkerut, katanya mene-pekur. "Jelas masih ada tanda2 rahasia itu di San--lam-koan, tapi setiba di Tho-sip tanda2 itu lenyap, mungkinkah dia mengalami sesuatu di sekitar Sam--lam-Koan.. Tengah mereka bicara, pelayan sudah antar kembali makanan pesanan mereka. Mereka makan cepat2, setelah bayar rekening terus keluar, dengan menuntun kuda mereka berjalan kaki cukup jauh dijalan raya. Dalam hati Ling Kun-gi menimang2, semula banyak orang menguntit si mata satu, tapi di Sok-seng tiada seorangpun kaum persilatan yang kelihatan, sementara sipicak ini tahu2 muncul dari arah Hoa-ji-kang. datang dari utara, agaknya komplotan cin-cu-ling tahu bahwa mereka dibuntuti, entah dengan cara apa, semua orang yang menguntit itu satu persatu dipancing ke arah lain, Demikian pula Kim-loyacu tiba2 putus hubungan, kemungkinan juga terkena muslihat mereka. Maka besar tekad Kununtukselekasnya menyusul ke Sam-LamKoan. Tengah berjalan, seorang yang berdandan pelayan hotel mengadang mereka sambil munduk2, katanya tertawa. "Kongcu berdua apa cari penginapan, hotel kami serba bersih dan nyaman teduh, service tanggung memuaskan, kuda kalian boleh serahkan kepada hamba." Waktu Kun-gi angkat kepala, dilihatnya di depan sana memang ada sebuah hotel sok-seng, maka dia berpaling, katanya. "Dik, biar kita menginap saja semalam di sini." Panas muka Pui Ji-ping, dia mengiakan sambil manggut sekali. Segera Kun-gi serahkan kudanya, lalu mendahului melangkah masuk. Pelayan lain segera datang menyambut serta antar mereka memilih kamar, akhirnya mereka memilih sebuah kamar besar yang terdiri dua ruangan berdampingan, masing2 ada sebuah ranjang, jadi merekatidurdidua kamarterpisah. Menjelang kentongan kedua Kun-gi siuman dari semadi, dia pasang kuping, tiada suara apa2 di kamar Pui Ji-ping kecuali deru pernapasannya yang teratur, terang si nona sudah tidur nyenyak. Pelan2 dia berdiri membuka jendela terus melompat keluar, dia tutup pula jendelanya dari luar, terus meloncat ke wuwungan rumah. Dengan mengembangkan Ginkang dia meluncur dengan kecepatan luar biasa, hanya setanakan nasi dia sudah tiba di Tho-sip. dari sini ke San-lam-koan dia terus memeriksa dengan teliti, namun tiada tanda2 apapun yang dia temukan, tapi pada sudut sebuah tembok di San-lam-koan masih ada tanda peninggalan Kimloyacu, jelas arahnya menuju ke Tho-sip. Ini membuktikan bahwa Kim-loyacu sudah meninggalkan San-lam-koan, tapi tujuannya bukan ke Tho-sip. Lalu kemana dia? Tiba2 tergerak pikirannya. "Sipicak datang dari Hoaji-kang yang letaknya di sebelah utara Tho-sip. terang mereka sengaja dipancing ke jurusan lain oleh kawan2 si picak." Maka dia menuju ke utara, pada setiap persimpangan jalan dia mengadakan penelitian-Tapi dari Kang-keh-tiam, Han-siau-tiam, Hok-ma-tiam sampai Thong-keh-kang, sejauh puluhan li dia terus mengadakan pemeriksaan tanpa menemukan apa2, se-olah2 Kim- loyacu tak pernah datang ketempat2 ini. Dia tahu Kim-loyacu sudah banyak pengalaman dan berpengetahuan luas, kalau dia sudah me-ninggalkan tanda2 di Sanlam-koan, umpama ter Jilid 6 Halaman 5/6 Hilang Keluar dari hutan, mereka naik kuda menempuh perjalanan pula. Lewat lohor baru mereka tiba di Thong-sengJi-ping apal keadaan kota ini, maka dia menunjuk jalan, setelah membelok kejalan raya sebelah timur sana dia menuding ke depan. "Toako, waktu masih pagi, marilah istirahatdirestoranitu?" "Baik, rumah makan berloteng itu ternyata cukup besar bangunannya." "Tempo hari bersama Piauci kami menyamar laki2 dan pernah melancong kemari. Ketika itu In-congkoan juga naik ke loteng minumteh, tapidiatidak mengenali kami lagi." "Siapakah In-congkoan?"tanyaKun-gi. "In-congkoan bernama In Thian-lok, kepala keluarga paman, katanya berilmu silat tinggi." Waktu itu mereka sudah tiba di depan restoran, pelayan menyambut mereka ke loteng. ji-ping lantas menuding meja dekat jendela."Tempoharikamidudukdi mejaitu." Setelah Kun-gi duduk. waktu dia angkat kepala, dilihatnya di seberang jalan sana adalah sebuah toko kain "LEK HONG". "Kebetulan kau mencaritempatdi sini,"katanyatertawa. "Tempo hari kami berbelanja juga di toka kain di depan itu, malamnya kami jalan2 melihat keramaian kota," Kata Ji-ping. "Toako, jalanan di sini aku lebih apal, nanti biar aku yang menguntit orang yang beli lima blok kain itu. Kau tunggu saja di sini." Ling Kun-gi manggut2 menyetujui usulnya. Pada saat itulah, muncul seorang dari anak tangga, dia mengenakan topi kulit berbulu, memanggul sebuah kotak kayu warna merah, kumisnya panjang, usianya belum 50, dandanannya mirip pengembara, tapijugasepertipedagang perhiasan-. Matanya menjelajah sekelilingnya terus menghampiri meja di sebelah kanan Ling Kun-gi yang berdekatan dengan jendela, peti kayu dia letakan di atas meja, sambil memelintir kumis dia duduk memandang ke arah toko kain di depan sana. Pelayan datang melayani pesanannya. Sejak orang ini masuk Kun-gi sudah lantas memperhatikan, maka dia berbisik kepada Pui Ji--ping. "Sejak kini jangan bicara soal itu pula." Ji-ping melengak. dia berpaling, namun yang dilihat hanya bayangan punggung orang, segera ia bertanya sambil mendekatkan tubuh. "Siapa dia?" Kun-gi menggeleng, lalu dengan ilmu mengirim belombang suara dia berkata. "Nanti kujelaskan." Selanjutnya mereka bergurau dan bicara panjang lebar mengenai iniitusambil memperhatikanpriabertopidisebelah. Menjelang sore, terdengar suara derap kaki kuda yang ramai mendatang dari kejauhan, tampak lima ekor kuda berjalan ke arah sini. orang yang duduk di kuda paling depan berperawakan besar, alis tebal mata cekung, wajahnya kelabu, berpakaian jubah biru, iapun nengenakan topi kecil berbulu burung, kumis di atas bibirnya terawat baik dan rapi, wajahnya kereng berwibawa, betapa gagah dia duduk di atas kudanya. Di belakangnya adalah orang2 yang berpakaian serba ketat, golok tergantung di pinggang masing2, kelihatan angker dan bersemangat barisan lima kuda ini. orang2 yang berlalu lalang sama minggir memberijalan- Melihat laki2 muka kelabu yang bercokol di punggung kuda ini, tak terasa ber-gerak2 bibir Pui Ji-ping, dilihatnya laki2 muka kelabu itu mendahului menghampiri toko kain Tek-heng dan berhenti. Empat orang pengikutnya ter-sipu2 turun, seorang pegang kendali, seorang bantu dia melompat turun, dua orang yang lain melangkah ke dalam toko sebagai pembuka jalan-Jelas toko kain Tek-hang hari ini kedatangan tamu yang akan memborong dagangannya. Maka ributlah keadaan toko kain itu, pelayan sibuk melayani, pemilik toko bersama tuan kasir keluar menyambut. Sudah tentu Kun-gi dan Ji--ping menyaksikan semua ini dengan jelas dari tempatnyayangtinggidiatas loteng. Setelah laki2 muka kelabu duduk. seorang pelayan toko menyuguhkan air teh. Tanpa sungkan2 si muka kelabu angkat cangkir dan minum seteguk. lalu berbicara kepada tuan kasir, tuan kasir tampak munduk2 sambil tertawa lebar seperti mengiakan, cepat dia berpesan apa2 kepada pelayan di sampingnya. Beberapa pelayan toko segera bekerja penuh semangat dan sibuk sekali, mereka membawa beberapa contoh kain sutera ke hadapan si muka kelabu. Dengan seksama laki2 muka kelabu memilih, lalu menuding beberapa di antaranya, barang yang terpilih itu segera di kumpulkan di meja tersendiri. Kembali laki2 muka kelabu berkata kepada tuan kasir seperti ingin membeli kain corak lain-Tuan kasir munduk2 lagi, dia pimpin beberapa pelayan membuka almari dan mengeluarkan lima blok kain katun warna hijau pupus, pelayan toko langsung membawanya keluar dan diserahkan anak buah laki2 muka kelabu, lalu diikat di punggung kuda. Melihat lima blok kain katun hijau pupus ini, hampir saja Pui Jiping berteriak kaget. Laki2 bertopi di meja sebelah segera merogoh saku membayar uang teh terus berlari turun loteng sambil memanggul peti kayunya. Melihat orang pergi ter-gesa2, Ji-ping bertanya. "Toako, siapakah dia?" Kun-gi pandang sekelilingnya baru menerangkan dengan suara rendah. "Dia adalah laki2 tua bergelung kuncir yang mengantar cincu-ling itu, baru hari ini dia memakai topi." "dia turun ter-gesa2, jadi mau menyampaikan barang itu?" "Lima blok kain katun hijau pupus sudah diikat di punggung kuda, itu tanda yang sudah jelas, sudah tentu dia harus lekas2 mengantarkan barangnya." Sedang mereka bicara, tampak laki2 bertopi itu sudah menyeberang jalan langsung menuju ke toko kain itu. Seorang pelayan segera menyambutnya, maksudnya supaya dia tidak serampangan masuk toko yang sedang sibuk melayani pembeli besar. Laki2 bertopi manggut2 minta maaf, dia menuding laki2 muka kelabu di dalam toko serta mengucapkan beberapa patah kata, seperti mengatakan mau menyampaikan sesuatu barang padanya. Pelayan manggut2 serta mempersilakan dia masuk. Menjinjing peti kayunya laki2 bertopi beranjak ke dalam, langsung dia mendekati laki2 muka kelabu dan memberi hormat. Si muka kelabu hanya sedikit mengangguk dan mengajukan beberapa patah pertanyaan-Laki2 bertopi unjuk tawa lebar sambil melangkah maju, peti kayu dia taruh di atas meja, ia mengeluarkan anak kunci dan membuka petinya itu, dari dalam kotak dia keluarkan serenceng kalung mutiara, tusuk kundai, kembang berlian, gelang dan lain2 macam perhiasan, bersama dua buah kotak kecil berlapis kain, sutera biru, satu persatu dia aturkan ke hadapan laki2 muka kelabu, mulutnya tak berhenti menerangkan ini itu seperti penjual perhiasan layaknya yang memuji barang dagangannya.Jadi Cin-cu-ling yang dibawanya itu berada di dalam kotak itu. Seenaknya saja laki2 muka kelabu memilih delapan macam perhiasan, sudah tentu kedua kotak itupun dipilihnya, lalu dari lengan bajunya dia keluarkan selembar uang kertas dan diserahkan kepada laki2 tua bertopi itu. Berseri girang laki bertopi, setelah terima uang kertas (sebangsa cek) itu, dia bereskan dagangannya, sambil munduk2 dan berucap terima kasih terus keluar. Sementara itu pelayan sudah membuntal beberapa blok kain suteralainnyadiatas kudayanglainpula. "Toako, hayo lekas berangkat," Tiba2 ji-ping berkata gugup, "Mau kemana?" Tanya Kun-gi heran "Lekaslah, kalau terlambat, tidak ada kesempatan lagi," Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Desak Jiping. Cepat2 mereka turun terus larikan kuda keluar kota menuju ke utara, diluarkotaji-ping melarikan kudanyaterlebihkencang. Semula Kun-gi kira dia hendak menguntit si tua bergelung kuncir yang menyaru pedagang perhiasan, dari uang kertas yang dia terima dari laki muka kelabu itu pasti bisa diselidiki siapa sebetulnya laki2 muka kelabu itu. Tapi sekarang dia baru menyadari bahwa dugaannya ternyata meleset jauh. Ji-ping bukan mengejar atau menguntit orang, tapi dia membedal kudanya seperti orang kesetanan sampai lima li jauhnya, lalu membelok ke sebuah jalan kecil yang berlapis batu. Waktu itu sudah magrib, sang surya hampir terbenam, burung2 berkicau kembali ke sarangnya, jauh di antara gunung gemunung di antara lebatnya pepohonan sana tampak asap mengepul di angkasa. Betapapun sabar hati Kun-gi, setelah heran sekian lamanya, kini tak tahan lagi, dia bedal kudanya memburu ke depan serta bertanya. "Dik, hendak ke mana kau sebetulnya?" Ji-ping berpaling, sahutnya tertawa. " Kubawa kau menemui seorang." "Siapa dia?" Tanya Kun-gi. "Setelah berhadapan pasti kuperkenalkan." "Orang ini ada hubungannya dengan tujuan perjalanan kita?" Sambil memecut kudanya Ji-ping menjawab. "Toako tak usah banyaktanya, setelahtibasaatnyakauakantahusendiri." Kuda mereka adalah milik keluarga Tong yang terpilih, maka larinya kencang sekali, 20 li sudah mereka tempuh, pegunungan di sini berpanorama indah permai, pohon Siong dan hutan bambu memagari jalanan, keindahan alamnya laksana dalam impian Tiba2 tergeraklah hati Ling Kun-gi, dia ingat Kim Kay-thay pernah menyinggung Liong-bin-san-ceng kepadanya, letaknya di utara kota Thung-seng, mungkinkah Liong-bin san-ceng terletak dipegunungan ini? Sementara itu Pui Ji-ping di sebelah depan sudah tiba di kaki gunung, mendadak dia belokkan kudanya ke dalam hutan serta memperlambat larinya, beberapa jauhnya, dia lompat turun dengan menuntun kuda ia menyelinap semak2 pepohonan yang lebih dalam. LingKun-giikutisinona,tanyanya."Sudahsampaibelum?" "Belum, kita sembunyikan dulu kuda2 ini." "Apa kita mau pergi ke Liong-bin-san-ceng?" Tanya Kun-gi. "Darimana Toako tahu?"balastanyaJi-ping kagetdanheran. "Aku hanya menduga, gunung ini adalah Liong-bin-san (gunung naga tidur) kecuali pergi ke Liong-bin-san-ceng, ke mana lagi?" "Em," Hanya itu suara yang keluar dari teng-gorokan Ji-ping, dia tetap menuntun kuda memasuki hutan. Akhirnya mereka menambat kuda di hutan yang agak gelap dengan pepohonan lebat. Berkata Kun-gi dengan nada serius. "Dik, memang jarang orang2 Liong-bin-san-ceng bergerak di kalangan Kangouw, tapi kabarnya kepandaian sang cengcu, ciam-liong Cu Bun-hoa amat tinggi, iapun pandai membangun berbagai alat perangkap. demikian pula racun dansenjatarahasia, jangankausembarangan main2disini." "Toakotidakusahkuatir, kitatidakakan mengusikmereka." "Jadi siapa sebetulnya yang kau cari?" "Toako ikutisajadiriku" Ji-pingtetaptidak mau menerangkan-Terpaksa Kun-gi mengikuti ke mana saja Ji-ping membawanya, mereka mendaki bukit tandus di sebelah kiri, lalu menyusuri selokan, lompat ke atas pematang dan tiba di sebuah tempat yang banyak pohon siong, tampak sebuah jalan besar yang dibangun dari papan batu hijau menjurus lurus ke arah sebuah perkampungan, agaknya letak perkampungan itu masih satu li jauhnya... Hari sudah mulai gelap. dilihat dari kejauhan hanya kelihatan bayang2 gelap yang bertutup genteng, itulah Liong-bin san-ceng adanya. "Marilah kita turun," Ajak Ji-ping, dia bawa Kun-gi menuruni jalanan kecil dan berputar ke belakang gunung, menembus hutan, tak lama kemudian mereka sudah berada di kiri perkampungan "naga tidur." Pagar tembok yang tebal dan tinggi dari Liong-bin-sanceng sudah tampak jelas. Ji-ping berhenti, dia menggape ke arah Kun-gi menyuruhnya mendekat. "Adaapadik ?" Kun-gitanya. Ji-ping menuding dinding, katanya. "Masuk dari sini, di balik tembok ada sebuah jalan besar yang mengitari seluruh perkampungan untuk masuk ke perkampungan harus melewati jalan besar beralas batu hijau itu, maka penjagaan sepanjang jalan ini amat ketat dan keras, seluruhnya ada delapan pos penjagaan, setiap pos ada dua orang, ditambah seekor anjing pelacak yang amat galak. kalau kita masuk dari sini harus melewati pos pertama ....." "Kita akan masuk?" Tanya Kun-gi. "Sudah tentu, buat apa sejauh ini kita kemari." "Untuk apa kita masuk ke sana ?" "Untuk apa kau tidak usah tahu," Kata Ji-ping. "bila kita melompat naik ke atas tembok, kau harus menggunakan kecepatan luar biasa untuk menutuk Hiat-to kedua orang yang berjaga dipos pertama, kalau anjing datang, biar aku yang menghadapi, cepat kau harus membebaskan pula tutukan Hiat-to kedua orang itu, tapi jangan sampai mereka mengetahui jejakmu, dengan kecepatan gerakanmu, sembunyilah di tempat gelap. di antara deretan rumah di seberang." "Bagaimana kau akan menghadapi anjing galak itu?" Tanya Kungi. "Aku punya caraku sendiri," Sahut Ji-ping. "bekerjalah menurut petunjukku, urusan lain kau tidak usah turut campur." Kun-gi bingung, ia termenung . "Kelihatannya dia apal sekali mengenai seluk-beluk Liong-bin-san-ceng ini." Ji-ping meliriknya, katanya tertawa. "Toako, apa yang sedang kau pikir? Lekas masuk, kalau terlambat, nanti in-congkoan keburu pulang." "Siapakah In-congkoan?" Tanya Ling Kun-gi.. "In-congkoan adalah laki2 muka kelabu yang membeli lima blok kain di toko Tek-hong itu, dia bernama In Thian-lok, Congkoan dari Liong-bin-san-ceng ini." "Kiranya kau kenal dia." "Kalau tidak kenal, untuk apa kita kemari?" Dari kejauhan mereka sudah dengar derap kuda yang lari kencang. "Mereka sudah kembali," Kata Ji-ping., ia tarik tangan Kun-gi serta menambahkan. "Pagar tembok ini ada tiga tombak tingginya, kalau aku melompat setinggi itu mungkin mengeluarkan suara, kau harus bantu menarikku." Berdebur jantung Kun-gi menggandeng tangan yang halus ini. Dengan tangan bergandeng tangan mereka keluar hutan terus mengembangkan Ginkangberlarisecepatterbang. Setiba di kaki tembok. Kun-gi berseru lirih. "Naik" Badan tanpa jongkok, kaki tidak keli-hatan menekuk, hanya kedua lengan saja yang bergerak. sedikit ujung kaki menutul, dengan ringan dia membawa Ji-ping melambung ke atas seringan kapas dan hinggap di atas pagar tembok. Waktu dia melihat ke dalam, ada jalan lebarnya enam kaki. Tak jauh di kaki tembok sana dua orang laki2 bersenjata golok berseragam hijau tua sedang berdiri membelakangi mereka. Di bawah mereka mendekam seekor anjing galak sebesar anak sapi, kelihatan amat cerdas dan tangkas, agaknya lebih sukar dilayani daripada manusia. Sebelum melompat naik tadi Kun-gi sudah menjemput dua butir kerikil, baru saya tapak kaki hinggap di atas tembok. dua butir batu lantas meluncur ke arah kedua orang, sementara mulutnya berseru lirih. "Lekas turun" Tanpa ayal Ji-ping melompat turun-Belum kakinya hinggap di tanah, anjing pelacak itu sudah melompat bangun, bulunya berdiri, giginya menyeringai memburu maju. Begitu berdiri tegak Ji-ping lantas membentak tertahan.. "Jangan menyalak, aku" Mendengar suara Ji-ping, anjing galak itu menurunkan ekor-nya, dengan langkah pelan dia menghampiri Jiping serta meng-endus2 tangan Ji-ping, sikapnya ramah dan aleman-Pui Ji-ping juga ulur tangan menepuk kepalanya, cepat dia melangkahkedepan,anjingitu mengikutdibelakangnya. Kun-gi melongo, pikirnya.. "Mungkin iapun salah seorang dari Liong-bin-san-ceng?" Ji-ping membawa anjing itu ke tempat lain, Kun-gi lantas melompat turun sembari membebas-kan tutukan Hiat-to kedua orang tadi, segera bayangan berkelebat, tahu2 sudah lenyap di balik kegelapan di deretan rumah sana. Terdengar derap kaki kuda yang datang semakin dekat, agaknya sudahsampaididepan perkampungan- Waktu Kun-gi celingukan, dilihatnya Ji-ping sudah berkelebat datang pula, katanya lirih. "Toako, mari ikuti aku" Banyak tanda pertanyaan dalam hati Kun-gi, tapi tak sempat bertanya, terpaksa dia ikuti setiap kehendak Pui Ji-ping, mereka sembunyi di antara bayang2 kegelapan, mereka menyelundup masuklebih dalam. Agaknya Ji-ping apal benar mengenai keadaan Liong-bin-san- ceng, melewati ber-lapis2 rumah, naik ke wuwungan, membelok kian kemari, se-olah2 dia berada di rumah sendiri, cuma kali ini dia main sembunyi2. Untung beberapa bangunan loteng sudah mereka lampaui tanpa konangan seorangpun, akhirnya mereka mengitari sebuah serambi panjang terus memasuki sebuah halaman berbunga, Jiping bawa Kun-gi masuk melalui pintu kanan yang berbentuk bulan, sebelah dalam adalah pekarangan kecil, sebuah empang dikelilingi tanaman bunga yang mekar semerbak. Ada jembatan batu, di antara jalanan kecil yang berliku ke belakangdipagaripot2 kembang dariberbagaijenisyang indah. Di ujung kiri pekarangan terdapat undakan batu, di mana ada tiga baris kamar tulis, jadi untuk masuk ke kamar tulis orang harus lewat ruangan bunga, maka pintu bulan di kanan kiri jarang dibuka, namun enamjendela di tiap2 kamar itu semua terpentang lebar. Pelan2 Ji-ping tarik lengan baju Kun-gi, mereka merunduk ke dalam semak2 bunga terus berjongkok. Di dalam kamar tersulut sebatang lilin. dari jauh terlihat kamar itu penuh rak buku yang berjajar rapi, lukisan memenuhi dinding, pada sebuah kursi di ujung timur duduk seorang yang berpakaian ketat warna biru laut sedang membaca buku di bawah penerangan lilin besar itu. Karena dia duduk miring, yang kelihatan hanya setengah bayangannya, tak jelas raut mukanya. Kun-gi berpaling hendak tanya Pui Ji-ping, tampak sikap sinona agak tegang, sebuah jarinya tegak di depan bibir, maksudnya supaya dia jangan bersuara. Pada saat itulah di luar pintu bulan sabit kedengaran langkah ringan berhenti di depan kamar buku, lalu terdengar suara yang serakrendahberkata."Cengcu, hambasudah kembali." Diam2 Kun-gi terkejut, pikirnya. "Ternyata orang yang membaca buku itu adalah Liong-bin-san-ceng Cengcu Cu Bun-hoa adanya." Terdengarsuaralantangberkatadidalam. "Masuklah?" Lalu seorang membuka pintu, langkah ringan itu masuk ke dalam kamar. Terdengar suara serak itu berkata pula. "Mengingat musim panas sudah menjelang, para saudara perkampungan perlu berganti pakaian, maka dalam perjalanan ke kota kali ini hamba sekalian membeli lima blok kain katun." "Barang2 permintaan Hujin dan Siocia juga sudah kau belikan?" Tanya suara lantang tadi. "Semuanya sudah hamba beli, seluruhnya habis tiga ratus tiga puluh dua tahil perak." "Barang apa yang mereka minta, kenapa sampai keluar uang begitu banyak?" Suara serak melapor. "Tujuh blok kain sutera dan empat blok kain satin, harganya cuma 24 tahil, di samping itu Siocia minta dibelikan kembang berlian dan kalung mutiara, harganya sebanyak seratus lima puluh tahil, sebelum pergi Hujin berpesan, kalau beli harus sepasang, kalau Slocoa dibelikan, Piau-siocia juga harus dibelikan pula ... ." Mendengar sampai di sini, Kun-gi melirik ke-pada Pui Ji-ping dibelakangnya. "o," Suara lantang itu bertanya. "Kau sudah antar ke belakang? Lalu kabar apa yang kau dengar di kota?" "Hamba memang hendak lapor kepada Ceng-cu," Suara serak itu berkata. "dari That-ho dan Ing-ciu diperoleh berita bahwa Lo-sam dan Lo-cit dari keluarga Tong, serta Loji dari keluarga Un, demikian pula Kim Ting Kim Kay-thay yang jarang keluar pintu bersama Thong-pi-thian-ong yang berangasan itu sama muncul di sekitar sana ...." "O," Suara lantang itu berkata. "Tanpa berjanji mereka sama memasuki daerah ini, sudahkah menyelidiki apa tujuan mereka?" "Hamba sudah utus beberapa saudara yang cekatan untuk menyelidiki jejak mereka, sekarang memang belum berhasil diketahui maksud mereka, tapi hamba sudah mendapat laporan anak buah yang ditugaskan ke Thung-seng ... ." "Berita apa yag kau peroleh?" "Kabarnya dari Poh-yang, Ing-ciu sampai ke Sek-song, secara beruntun beberapa kelompok orang itu mendadak lenyap tak keruan paran-" Tergerak hati Ling Kun-gi, pikirnya "Masa orang2 itu lenyap seluruhnya?." "Apa katamu?" Suara lantang itu menegas. "Mereka hilang semuanya?" "Ya, kabarnya mereka bergerak secara sendiri2, tapi tujuan satu, tapi di sinilah letak aneh-nya, sebelum sampai di Sok-seng, orang2 itu seperti mendadak ambles ke bumi. Kini hamba sudah utus orang untuk menyelidiki lebih lanjut." "Bagus, sebelum jelas tujuan orang2 itu, penjagaan kita di sini harus diperketat," Suara lantang berpesan-Suara serak mengiakan, lalu bertanya-"Cengcu ada pesan lain?" "Tiada lagi." "Hamba mohon diri," Kata suara serak terus keluar dari kamar buku. Suara serak itu sudah tentu adalah laki2 muka kelabu yang membeli kain di toko kain Tek-hong, yaitu Cong-koan Liong-bin sonceng In Thian-lok adanya. Setelah dia keluar dari kamar buku, laki2 jubah hijau itupun berbangkit dari kursi malas, sambil menggendong tangan dia berjalan ke jendela, mendongak menghirup hawa segar, katanya menggumam. "orang sebanyak itu mendadak lenyap. ada kejadian aneh apa yang telah mereka alami?" Begitu dia dekat jendela, Kun gi dapat melihat jelas wajahnya, Liong-bin-sun-ceng cengcu yang kenamaan dikalangan Kangouw ini kelihatannya berusia 45-an, wajahnya putih, jenggot hitam menjuntai di dada, tingkah lakunya lemah lembut mirip seorang sekolahan. cuma kedua alisnya tebal, kedua matanya berkilau bagai bintang, sekilas pandang orang akan tahu bahwa dia seorang ahli Lwekang yang lihay. Pui Ji-ping yang sembunyi di semak2 pohon begitu melihat laki2 jubah hijau berdiri di depan jendela, karena hati keder, tanpa terasa dia menarik kencang lengan baju Ling Kun-gi, sedikit gerakan ini menyebabkan daun pohon tersentuh sehingga mengeluarkan suara kresek, walau hanya gerakan lirih sekali, tapi kedua mata laki2 jubah hijau yang mencorong itu sudah memperhatikan ke arah sini, mulutpun membentak kereng. "Siapa?"walausuarabyatidak keras, tapisangatberwibawa. Terpaksa Ji-ping berdiri dan keluar dari semak2, sahutnya pelahan. "Aku paman" Jadi dia adalah keponakan laki2 jubah hijau itu. Lalu dia membalik tubuh serta berkata. "Ling-toako, lekas ikut aku." -dari sebutan Toako men-dadak dia ubah menjadi "Ling-toako" Dihadapan pamannya sehingga kedengaran lebih wajar. Setelah Ji-ping keluar, terpaksa Kun-gi ikut keluar, satu persatu mereka melompati jendela masuk ke dalam dan berdiri di hadapan laki2 jubah hijau. Dengan tajam orang mengawasi mereka, terutama melihat dandanan Pui Ji-ping, seketika dia mengerut alis, katanya. "Kau ini Ji-ping?" Si nona tertawa, katanya. "Sudan kupanggil paman, kalau bukan Ji-ping, siapa lagi?" Lalu ia berpaling kepada Kun-gi, dan berkata. "Ling-toako, inilah pamanku, Cengcu dari Liong-bin-san-ceng ini." Lekas Kun-gi memberi hormat, katanya. "Cayhe Ling Kun-gi memberisalamhormatkepa-daCu-cengcu " "Paman, Ling-toako telah dua kali menolong jiwa keponakanmu, maka sengaja kubawa dia kemari untuk menemui paman," Demikian tutur Ji-ping, Tajam dan lekat pandangan Cu Bun-hoa, sejenak dia awasi Kun- gi, katanya sedikit manggut2. "Silakan duduk saudara Ling, Ji-ping, suruhlah orang menyuguh teh." -dalam hati dia membatin. "Budak ini malam2 menemui aku, entah ada urusan apa." Sambil mengelus jenggot, dan tatap Ji-ping, tanyanya. " Kalian ada urusan apa?" Ji-ping menekan suaranya. "Ada urusan penting yang amat rahasia hendak kami laporkan kepada paman-" Cu Bun-hoa melengak dan bertanya. "Urusan rahasia apa?" Kata Ji-ping sungguh2. "Paman, urusan ini amat penting dan gawat, sekali2 tidak boleh bocor." Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Melihat sikapnya yang prihatin, hati Cu Bun-hoa rada bimbang, katanya. "Ji-ping, siapapun tanpa kupanggil tiada yang berani masuk ke kamar buku paman ini, maka boleh kau terangkan sekarang." "Aku tahu," Sahut Ji-ping. "tapi lebih baik kalau kututup jendela ini." "Memangnya begitu penting?" Tanya Cu Bun-hoa. "Ya" Sahut Ji-ping tertawa. "tadi kami sembunyi di luar jendela, bukankah percakapan paman dengan In-congkoan dapat kami dengarsemua?"-laluiapun menutup jendelanya. Cu Bun-hoa duduk di kursi sebelah atas, tanya-nya. "Ji-ping, apakahToaci (maksudnyaibuJi-ping)baik2sajadirumah?" "Aku belumpulang," Sahut Ji-ping menggeleng. "Lalu ke mana saja kau selama ini?" Merah muka Ji-ping, sekilas dia lirik Kun-gi, katanya. "Di tengah jalan kubertemu dengan Ling-toako, lalu bersama dia." Pandangan Cu Bun-hoa beralih ke arah Kun-gi, katanya tertawa. "Aku sudah tahu, walau usia Ling-lote masih muda, tapi sorot matanya gemilang, kepandaian silatnya tentu tidak rendah, entah siapakah gurunya?" Belum Ling Kun-gi buka suara, Ji-ping sudah mendahului. "pandanganmu memang tajam, Ling-toako adalah murid Hoan-jiu jilay." Melengak Cu Bun-hoa, katanya serius. "Jadi Ling-lote adalah murid kesayangan paderi sakti Hoan-jiu-ji-lay, maaf aku kurang hormat." "cengcuterlalurendahhati" Kun-giberkataramah. Mendengar nada pembicaraan kedua orang Ji-ping tahu kalau pamannya menaruh hormat dan pemuja Hoan-jiu-ji lay, maka hatinya ikut senang, katanya dengan suara hampir berbisik. "Ling-toakokemariuntuk menyelidikiperistiwaCin-Cu-ling." Cu Bun-hoa manggut2, katanya. "Aku pernah dengar berita dari Kangouw bahwa keluarga Un di Ling-lam dan Tong di Sujwan masing2 kehilangan kepala keluarganya, sanak familinya menemukan mutiara berukir huruf Ling di bawah bantal mereka. Cin-Cu-ling memang pernah menggemparkan Kang-ouw beberapa waktu yang lalu, tapi kejadian sudah berlarut, kini sudah mulai dilupakan orang, lalu bagaimana hasil penyelidikan Ling-lote?" Ji-ping mendahului bicara pula. "Paman, karena tiga bulan yang lalu ibu Ling-toako juga mendadak lenyap, maka gurunya menyuruh dia mengembara di Kangouw untuk menyelidiki peristiwa Cin-Cu-ling itu, Langkah pertama Ling-toako pergi ke Kay-hong menemui Kim Ting Kim Kay-thay, karena ketua Yok-ong-tian, Loh-san Taysu dari Siau-lim-s juga telah lenyap tiga bulan yang lalu." Tergetar hati Cu Bun-hoa, katanya. " Ketua Yok-ong-tian Siaulim-sijuga lenyap. kenapaakutidak mendengar?" "Panjang kalau diceritakan, Ling-toako, kau saja yang menjelaskan pada paman-" Maka Kun-gi bercerita tentang pengalaman belakangan ini sejak dia menemui Kim Kay-thay di Kayhong serta terima surat yang serba rahasia dan misterius itu sampai sekarang. "Ling-lote tahu, apa isi kotak sutera itu?" Tanya Cu Bun-hoa. "Paman," Sela Ji-ping. "dengarkan saja dengan sabar, semuanya akan jelas " Kun-gi lalu ceritakan pula penculikan Pui Ji-ping oleh orang2 keluarga Tong yang dipimpin Cit-ya dan terpaksa dirinya sampai meluruk ke Pat-kong-san. Cu Bun-hoa mendengus sambi1 mengelus jenggot. " Keluarga Tong juga berani main kayu terhadap keluargaku. Ji-ping, kapan2 paman juga ringkus Kwi-kianjiu itu, akan kugantung dia tiga hari tiga malam." "Jangan," Seru Ji-ping. "sekarang aku sudah angkat Tong-lohujin sebagai ibu angkatku." "o, apa pula yang telah terjadi ?" Tanya Cu Bun-hoa tak mengerti. "Waktu Ling-toako meluruk ke Pat-kong san, dia pukul hancur Pat-kwa to tin keluarga Tong, Tong-hujin lalu menerimaku sebagai puteri angkat. Toako, untuk selanjutnya kau saja yang bercerita." "Seperti apa yang telah cengcu terima beritanya tadi, sejak mula Wanpwepun terus menguntitnya sampai sini," Demikian sambung Kun-gi setelah bercerita panjang lebar. Berkerut alis Cu Bun-hoa, katanya. " Barang apakah sebenarnya yangdiantarsecaramarathondengan gantiberganti tangan, sampai menimbulkan perhatian banyak orang." Maka Ling Kun-gi bercerita pula akan pengalamannya sejak turun dari Pat-kong-san, dan barang yang diantar itu sekarang kemungkinan sudah mencapai tempat tujuan ya terakhir. "Kemana mereka antar barang itu?" Tanya Cu Bun-hoa kemudian "Yang jelas barang itu cin cu-ling, Wanpwe sudah membuktikan sendiri." "Lalu bagaimana selanjutnya menurut apa yang kau ketahui?" "Menurut hasil penyelidikan Wanpwe, Cin-Cu-ling harus diserahkan kepada seorang yang membeli lima blok kain katun di toko kain Tek-hong di kota Thung-seng." ' Berubah air muka Cu Bun-hoa, tanyanya. "Kalian terus menguntitnya tidak?" "Sudah tentu," Sela Ji-ping. "Jadi kalian sudah melihat Cin-Cu-ling itu di-terimakan kepada orang yang beli lima blok kain katun itu?" "Kami mengamati dari warung teh diseberang jalan toko Tek- hong, semua kejadian kami saksikan dengan jelas," Demikian Ji-ping bercerita. "cuma pengantar barang yang semula menggelung kuncir di atas kepala hari itu menyamar sebagai pedagang perhiasan, dengan caranya yang lihay dia simpan Cin-Cu-ling di antara perhiasan terus dijual kepada pembeli kain itu, orang lain yang tidak tahu tentu menyangka dia membelikan perhiasan untuk anak gadisnya ......" "Jadidia?"desisCuBun-hoadengan mataterbeliak. "Paman tidak percaya?" Ji-ping menegas. Pelan2 mata Cu Bun-hoa tatap mereka berdua, suaranya kalem dan rendah. "Sudah puluhan tahun In Thian-lok mengikuti aku, biasanya amat setia dan menyelesaikan tugasnya dengan baik, selamanya belum pernah melakukan kesalahan, kalau dikatakan dia mempunyai maksud jahat, sungguh sukar dipercaya..... " Dia pandang Ling Kun-gi, lalu menyambung pula. "Ling lote, di atas loteng itu kau menyaksikan dengan jelas, coba kau jelaskan pula lebih teliti." Terpaksa Kun-gi menceritakannya pula lebih terperinci. Lama Cu Bun-hoa menepekur, katanya kemudian. "Mereka serahkan Cin-Cu-ling kepada In Thian-lok. jadi orang berikutnya yang hendakdi-culikadalah diriku." "Kukira demikian adanya," Kata Ji-ping. " Waktu Cayhe meninggaikan Kayhong, Kim-loyacu juga pernah menyinggung diri Cu-cengcu kepada cayhe." "Apa kata Kim Kay-thay?" "Kim-loyacu bilang, orang2 yang diculik oleh komplotan cin-cu ling ini kebanyakan adalah ahli2 racun, obat bius dan obat2an, dalam Bu-lim, kecuali keluarga Tong yang pandai menggunakan racun dan senjata, keluarga Un ahli obat bius, katanya Cu-cengcu jugaseorangahlidalambidang ini....." Hebat perubahan air muka Cu Bun-hoa kali ini, mulutnya menggeram sekali. Terbelalak lebar mata Pui Ji-ping, tanyanya "kenapa tidak pernah kudengar engkau -orang tua juga pandai main racun?" Hanya sebentar perobahan air muka Cu Bun-hoa, tuturnya sambil menghela napas. " Keluarga cu kita selamanya belum pernah berkecimpung di Kangouw, mungkin itu hanya berita kosong belaka diluaran, soalaya kakek luarmu dulu pernah menolong seorang tua yang terluka parah dan hampir ajal di luar perkampungan, tiga bulan lamanya orang tua itu dirawat sampai sembuh, sebelum pergi dia meninggalkan sesuatu resep obat. Waktu itu keamanan sering terganggu, kawanan rampok merajalela. main bunuh, rampok. memperkosa kaum wanita, sehingga jaman itu keadaan kacau balau, orang tua itu pernah berpesan kepada kakek luar-mu supaya membuat obat menurut resep yang di tinggalkan serta ditaburkan di daerah tiga li di luar perkampungan secara melingkar, kemungkinan rampokitu tidak akanberani mengusik kemari ... ." "Tentunyaobatituracun yangamatlihay?"tanyaJi-ping. "Betul," Cu Bun-hoa mengangguk. "tak lama kemudian, sekawanan perampok memang meluruk datang, tapi tiga li di luar perkampungan kita kawanan perampok ini sama terjungkal roboh binasa sehingga Liong-bin-san-ceng tidak terusik sedikitpun, orang luar yang tidak tahu persoalannya menganggap keluarga Cu kita juga ahli dalam bidang ini, begitulah sampai sekarang, berita ini makin tersiar luas di luaran-" "Paman, resepobat itu masih ada?" TanyaPuiJi-ping. Cu Bun-hoa tertawa tawar, ujarnya. " Kejadian ini sudah lima enam puluh, tahun yang lalu, kakek luarmu tidak mewariskan resep itu padaku." "Sayang sekali," Kata Ji-ping gegetun. "Jadi komplotan ini menyogok In Thian-lok dan berusaha menculik diriku, tujuannya tentu juga resep obat beracun itu," Ujar Cu Bun-hoa sambil mengelus jeng got. "Bagaimana sikap paman untuk menghadapi persoalan ini?" Tanya Ji-ping. Cu Bun-hoa naik pitam, katanya gusar. "Biar kupanggil In Thianlok kemari, akan kutanya dia." Cukup lama Kun-gi tidak bersuara, sekarang dia menyela. "Cucengcu, jangan kau menyingkap rumput mengejutkan ular malah." "Secara berhadapan kutanya padanya, memangnya berani dia mungkir?" Ujar Cu Bun-hoa. "Bahwa dalam perkampungan ini ada orang yang kena sogok oleh komplotan itu, mungkin ada mata2 lain pula yang diselundupkan kemari, jumlahnya tentu tidak satu dua orang saja, cara-paman benar In Thian-lok mengaku terus terang dihadapan Cengcu, tapi beberapa mata2 itu tetap. menjadi rahasianya, bagaimana Cengcu bisa membongkar komplotan jahat itu?" "Betul ucapan Ling-lote," Ujar Cu Bun-hoa. "Ai, sudah puluhan tahun In Thian-lok menjadi tangan kananku yang terperCaya, ternyata dia berani menging kariku dan berkomplot dengan musuh, kalau dipikir sungguh amat mengerikan-" "Sudah beberapa bulan ibu menghilang, menurut dugaan Suhu, kemungkinan diapun terculik oleh kawanan Cin-Cu-ling ini, kalau mereka sudah menyogok In Thian-lok untuk melaksanakan perintah mutiara itu, terang tujuannya adalah menculik cengcu secara diam2, cayhepunyapendapatbodoh, entahbisatidakdilaksanakan?" Bersinar mata Cu Bun-hoa, katanya. "coba jelaskan pendapatmu." "Menurut pendapat cayhe, untuk sementara cengcu tetap berlaku wajar, anggaptidaktahuapa2, kitabalas menipu mereka." Tangan mengelus jenggot, dengan tajam Cu Bun-hoa tatap muka Ling Kun-gi, lama diaberdiamdiri, "cayhe sedikit menggunakan tata rias, biar cayhe menyaru Cucengcu dan diculik mereka, dengan cara ini sekaligus aku akan berhasil menyelidiki sarang mereka, akupun akan berhadapan dengan biang keladi dari peristiwa ini dan mengetahui apa tujuannya?" "Baiksekali tipu ini", ujarCu Bun-hoa. "Bagi cayhe dapat bekerja menurut keadaan untuk menolong ibunda, bagi cengcu, secara diam2 dapat mengawasi gerak-gerik In Thian-lok. supaya semua mata2 yang diselundupkan sini bisa terjaring seluruhnya." "Masuk akal," Ujar Cu Bun-hoa manggut2. "baiklah kita bekerja menurut pendapat Ling-lote ini." "Ling toako, kau menyamar paman masuk ke sarang musuh, lalu aku?" Tanya Ji-ping. "Tugas apa yang kau serahkan padaku?" "Kau sudah berada di rumah pamanmu sendiri, boleh mencuci samaranmu. tinggal saja beberapa hari di sini, keadaan Kangouw sekarang sudah kacau balau, tidak baik kau keluyuran lagi di luar." "Tidak keadaanku ini tidak ada yang memperhatikan, secara diam2 aku bisa kuntit mereka dengan leluasa aku bisa mengirim kabar kepada paman-" "Ji-ping, jangan kau nakal, tepat ucapan Ling-lote, kau seorang perempuan, jangan keluyuran saja, tinggal saja beberapa hari di sini, akan kusuruh orang memberi kabar kepada ibumu." Dihadapan pamannya, Ji-ping tidak berani merengek dan banyak bicara lagi. "Malam ini kukira tidak akan ada kejadian, Ling-lote boleh menginap di kamar rahasiaku Ji-ping lekas kau cuci muka, ganti pakaian dan kembali ke belakang. "Tidak paman, Ling-toako besok mungkin pergi, dia sudah janji mengajarkan ilmu tata rias padaku, sebelum dia pergi malam ini aku akan belajar padanya." "Ilmu rias mana bisa dipelajari semalam saja? Belum terlambat untukbelajarsetelah Ling-lote kembali nanti." Sudah tentu dia tidak tahu perhitungan Pui Ji-ping, kata nona itu. "Tidak. malam ini juga aku akan belajar, meski hanya kulitnya saja. Ling-toako sekarang juga kau ajarkan padaku?" Apa boleh buat terpaksa Kun gi manggut2, katanya. "Boleh saja, nantikuajarkan yangpalinggampang dulu." Pui Ji-ping berjingkrak girang, katanya. "Ling-toako, ajarkan cara meriassepertikeadaanku sekarangini." "Kalau belajar, ajaklah Ling-lote ke kamar rahasiaku saja," Kata Cu Bun-hoa. Dengan keheranan Ji-ping Celingukan, tanyanya. "Paman, di mana letak kamarrahasiaitu?Aku koktidak tahu?" "Kamar itu buat latihan kakek luarmu, bibipun tidak tahu. mana kau bisa tahu?" "JadiPiaucijugatidak tahu?Paman, dikamar itu?" Cu Bun-hoa tersenyum sambil menghampiri rak buku di sebelah timur, tangan diulur dan sedikit ditekan, dua rak buku yang semula rapat berjajar tiba2 bergerak pelan2, lalu muncul sebuah pintu di belakangnya. Pui Ji-ping menjerit senang sambil tepuk tangan dan segera dia mendahului menerobos masuk. "Ji-ping, berhenti" Tiba2 Cu Bun-hoa membentak. Baru tiga langkah Ji-ping bergerak lantas dengar seruan pamannya, cepat ia berpaling, tanyanya. "Paman, untuk apa kau memanggilku?" Cu Bun-hoa melangkah maju, tangannya menekan dua kali di pinggir pintu, lalu berkata. "Sekarang boleh masuk." Melihat kelakuan orang, diam2 Kun-gi Membatin. " Kabarnya Cu Bun-hoa pandai memasang alat2 perangkap. Liong-bin-san-ceng di mana2 banyak jebakan, orang luar yang tidak tahu seluk-beluknya jangan harap bisa masuk kemari, tapi sepanjang jalan masuk bersama Ji-ping tadi sedikitpun aku tidak melihat tanda apa2 di kamar ini, terang juga dipasang alat jebakan." Dari meja di sebelah Cu Bun-hoa ambil sebuah lentera yang terbuat dari tembaga dan diangsurkan kepada Ji-ping, katanya. "Sulut apinya dan tunjukan jalan bagi Ling-toako." Pui Ji-ping mengiakan terus menyulut api, katanya. "Mari Ling-toako" Lalu dia mendahului masuk. Kun gi segera ikut masuk, pintu di belakang mereka lantas menutup secara otomatis. Dengan seksama dia mengamati, kamar ini tidak begitu besar, namun serba rapi dan teratur bersih, sebuah dipan kayu terukir indah mepet dinding sebelah kanan, kedua sampingnya masing2 terdapat sebuah meja marmer yang bergambar indah. Delapan lukisan menghias kedua dinding yang luas itu, tepat di tengah kamar ada sebuah meja delapan segi berukir di kelilingi empat buah kursi berpunggung. Sebuah almari buku ada di sebelah kiri, di atasnya berjajar berbagai barang2 antik, dilapisan tengah tertaroh botol2 obat, entah obat2 apa karena tiada keterangan- Melihat gelagatnya, Ciam-Liong (naga terpendam) Cu Bun-hoa sering meyakinkan ilmu dansamadidi kamariniseorangdiri. Dasar nakal, begitu masuk Ji-ping lantas menghampiri dipan dan berduduk. katanya tertawa. "Mungkin Gwakong (kakek luar) sering latihan di atas dipan ini, ukirannya begini indah dan hidup," Entah kenapa, mungkin tanpa sengaja, tangannya yang usil telah menyentuh alat rahasia, tanpa bersuara dipan itu bergeser ke kiri, di bawah segera tampak sebuah lubang dengan deretan undakan menjurus ke bawah, kiranya itulah pintu masuk ke sebuah lorong di bawah tanah. Karena duduk di atas dipan, Ji-ping ikut tergeser ke kiri, keruan kagetnya bukan main, lekas dia melompat turun. Mengawasi lubang gelap di bawah, ia heran dan kaget, katanya. "Toako, mari kita turun melihatnya." "Jangan, inilah kamar rahasia pamanmu, lekas kau betulkan ke tempat semula." "cuma lihat2 saja, kenapa? Diakan pamanku." "Setiap orang pasti punya rahasianya sendiri, bibipun tidak tahu adanya kamar rahasia ini, bahwa dia memberi ijin kita masuk kemari, pertanda dia percaya pada kita, lalu jangan di luar tahunya kita mencuri lihat rahasianya? Lekas kau betulkan ketempat asalnya." "Aku menyentuh tanpa sengaja, entah bagaimana aku harus berbuat untuk membetulkan kembali," Baru berakhir percakapan mereka, terdengarlah suara Cu Bun- hoa dengan tertawa. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Aku punya rahasia apa? Lorong itu menembus ke belakang gunung2an palsu di tengah taman sana, dulu waktu almarhum ayahku latihan suka ber-jalan2 di kamar, jadi tiada rahasia apa2." Sebelum dia selesai bicara, dipan itupun bergerak kembali ke tempat asalnya. Kun-gi cukup tahu diri, dia tahu banyak perangkap dan alat2 rahasia lainnya dalam kamar ini, terbukti percakapan mereka didengar jelas oleh Cu Bun-hoa di kamar buku, secara tak langsung kata2nya telah memberi peringatan supaya mereka tidak sembarang bergerakataumenyentuhapa2yangadadidalamkamar ini. Maka ia lantas berkata. "Nona Pui, lekaslah kemari, sekarang juga mulai kuajarkan padamu," Lalu dia tarik sebuah kursi serta berduduk. dari bajunya dia keluarkan kotak bahan2 rias dan ditaruh di atas meja. Dengan riang Ji-ping lantas duduk di kursi sebelah kanan Kun-gi. Kun-gi keluarkan obat cuci yang berwarna madu dan menyuruhnya mengusap muka sendiri untuk membersihkan wajahnya. Lalu dimulai ajaran menggambar alis, bagaimana menebalkan lekuk bibir mata, bagaimana mencampur bahan2 serta memoleskan ke muka, di sini tebal di sana tipis, sembari memberi penjelasan sebelah tangan memegang kaca kecil serta bergerak menggoles2 muka sendiri, begitu jelas dan teliti sekali penjelasannya. Otak Ji-ping memang cerdas, sudah tentu sekali dijelaskan dia lantas tahu, cepat sekali dia sudah mahir juga menggunakan alat rias itu terus memperagakan diri, wajah sendiri dibuat percobaan dihadapan Ling Kun-gi, bila ada yang salah Kun-gi lalu memberi petunjuk. muka dicuci, diulangi sekali lagi. Mendekati kentongan kedua, pintu kamar di-ketuk orang dari luar, suaranya lirih. Menurut kebiasaan, setiap malam sebelum tidur Cengcu Cu Bun-hoa menyuruh pelayan pribadinya membikin sop sarang burung, Kebiasaan ini sudah berlang-sung beberapa tahun lamanya, pada hari2 biasa ketukan pintu demikian juga sudah terlalu biasa, tapi lain dengan malam ini, mendengar suara ketukan pintu ini, jantung Cu Bun-hoa lantas berdetak tegang. Sarapan pagi setiap harinya dia makan sendiri di kamar buku ini, dalam keadaan terang benderang, komplotan penjahat itu jelas tidak takkan berani turun tangan. Sementara siang dan malam dia makan bersama isteri dan puterinya di belakang, ada pelayan yang melayani kebutuhan mereka, musuh terang tiada kesempatan bekerja. Dan untuk makan malam menjelang tidur ini, selalu diantar dari belakang, hari sudah larut malam, seorang diri dalam kamar buku lagi, inilah kesempatan paling baik untuk turun tangan bagi komplotan itu. Secepat kilat pikirannya bekerja, segera dia bersuara dengan rendah. "Siapa?" Terdengar suara perempuan di luar pintu, sahutnya. " Hamba Kwi-hoa, mengantar bubur sarang burung untuk cengcu." "Ya, bawa masuk" Sera Cu Bun-hoa. Pintu terbuka, tampak Kwi-hoa membawa nampan warna merah, di mana tertaruh sebuah mangkok yang mengepulkan bau sedap. Nampan diletakkan di atas meja, mangkok berisi bubur itu terus diserahkan kepada Cu Bun-hoa, mulutnya berkata manis. "Silakan cengcu makan-" Duduk dikursi malas, dengan pandangan tajam Cu Bun-hoa menatap muka Kwi-hoa. Kwi-hoa adalah nona yang berusia delapan atau sembilan belas tahun, gadis ini amat cekatan dan cerdik, perasaannyapun tajam, terasa olehnya kedua biji mata sang cengcu tengah menatap dirinya lekat2. Biasanya hal ini tidak pernah terjadi, keruan hatinya kebatkebit, wajah seketika merah jengah, berdiri di samping dia menunduk tak berani bergerak. Sambil mengelus jenggot yang terawat baik, dengan suara tertekan Cu Bun-hoa bertanya. "Kwi-hoa, sudah berapa tahun kau bekerja disini?" "Sudah tiga tahun," Sahut Kwi-hoa lirih. "Siapayang membawamu kerja disini?" "In-congkoan." Geram hati Cu Bun-hoa, ternyata memang se-komplotan, demikian batinnya, lalu tanyanya pula. "Bagaimana kau kenaldengan In-congkoan?" "Semula hamba tidak kenal In-congkoan, tiga tahun yang lalu setelah ayah bunda wafat, tiada orang yang kubuat sandaran, terpaksa menjual diri sebagai pelayan, kebetulan In-congkoan lewat, mendengar logat hamba, kiranya kami adalah kelahiran sekampung, setelah tanya jelas riwayat hidup hamba, baru In- congkoan membawaku kemari." Cu Bun-hoa manggut2, tangan membuka tutup mangkok lalu mengangkatnya, pelan2 hendak menghirupnya . Kwi-hoa yang berdiri di samping melirik secara diam2, wajahnya menampilkan rasa senang. Sudah tentu perubahan mimiknya tidak lepas dari pengawasan Cu Bun-boa, seperti merasa buburnya terlalu panas, dia urung menghirupnya, lalu ditaruh kembali di atas meja pula, tanyanya. "Kau yang masak bubur ini?" "Ya, atas petunjuk Hujin," Sahut Kwi-hog. "Waktu kau membawa bubur kemari, adakah ketemu siapa?" Sedikit berubah air muka Kwi-hoa, sahutnya. "Ti ....... tiada." Cu Bun-hoa pura2 mendelik, suaranya kereng. " Waktu kau membuat bubur, pernah kau tinggalkan sebentar?" Kwi-hoa mulai kurang tenteram, sahutnya lirih. "Tidak." Terpentang mata Cu Bun-hoa, katanya. " Kurasa bau bubur ini rada ganjil." "Tidak mungkin," Sahut Kwi-hoa, berubah air mukanya, "bahan2nya pilihan khusus, mangkok ini-pun milik cengcu pribadi, waktu membuatnya hamba tidak lena, mungkin malam ini terlalu banyak kuahnya, sehingga rasanya agak tawar." Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Mustika Gaib Karya Buyung Hok