Ceritasilat Novel Online

Si Angin Puyuh Tangan Kilat 25


Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Karya Gan Kh Bagian 25


Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Karya dari Gan Kh   Perut kencang dan mabuk arak lagi, begitu rebah Pek Kian bu lantas lelap dalam tidurnya.   Hari kedua pagi-pagi benar terasa bukan saja semangatnya pulih rasa sakit pada lukanyapun berkurang.   Semula ia mengira makanan dan arak itu dibubuhi racun kini benar diluar dugaan semula.Belum lama ia bangun, tampak seorang yang berdandan sebagai tabib berjalan masuk dengan sikap dibuat-buat katanya.   "Semalam sudah kuganti Kim jong yok pada luka-lukamu, jalan darahmu yang tertutupan sudah dibebaskan, bagaimana perasaanmu rada baikkan bukan?"   Pek Kian bu tertawa dingin.   "Apa yang kau ingin lakukan?"   "Cian Tayjin berpesan supaya aku menyembuhkan luka-lukamu selekas mungkin. Toaya, kuharap kau suka percaya kepadaku. Secawan teh obat ini harap kau minum, kutanggung besok pagi kau pasti akan sudah sehat seperti sedia kala."   Berpikir Pek Kian bu.   "Mana mungkin mereka begitu baik terhadapku, secawan teh obat ini pastilah racun. Tapi kalau tidak berani kuminum nanti disangka aku takut kepada mereka. Ya, boleh buat seorang laki laki harus berani mati jangan aku menurunkan derajat dan nama baik Su-tay-kim-kong dari Ceng-liong-pang."   Segera ia tertawa katanya.   "Meski kau beri aku racun memangnya aku takut? baik mari kuminta cawan teh obat itu."   Direbutnya terus ditenggak sampai habis katanya keras.   "Kembalilah, kau terimalah pahalamu kepada Cian Tayjin."   "Omitohut!"   Tabib itu bersabda budha.   "Seorang tabib berpegang pada perikemanusiaan mana bisa mencelakai kau malah? Kau tak percaya, terserahpadamu. Untungnya dalam waktu dekat kau sendiri akan paham."   Betul juga tidak lama kemudian keringat dingin membanjir keluar.   Terasa oleh Pek Kian bu tenaganya perlahan lahan mulai pulih kembali, ia mencoba menggerakkan tangan mengulurkan kaki, luka-luka pada dengkulnyapun sudah tidak sakit lagi.   Kasiat obatnya ternyata lebih cepat dari apa yang dikatakan oleh si tabib, berpikir pula Pek Kian bu.   "Dilihat gelagatnya tidak sampai besok pagi Lwekangku mungkin sudah pulih seluruhnya. Kiranya tabib itu tidak berbohong, aneh, mereka melayaniku sedemikian baik entah apa maksudnya?"   Belum habis berpikir, tampaklah Cian Tiang jun sudah melangkah masuk sambil tertawa, serunya.   "Aku pernah berjanji kepadamu untuk mengobati lukamu. Sekarang kau baru percaya bahwa aku tidak menipu kau bukan?"   Jengek Pek Kian bu.   "Aku terjatuh ke tanganmu, mau bunuh silahkan bunuh, tidak perlu kau gunakan permainan licik untuk menghina aku."   "Pek jiko setulus hati aku ingin berusaha dengan kau, jangan kau banyak curiga."   "Kau toh sudah tahu siapa diriku, salah seorang Su- tay-kim-kong dari Ceng liong-pang memangnya sudi bertekuk lutut kepada kau?""Pek-jiko kau salah paham. Sebagai Enghiong aku menghargai seorang Enghiong ingin aku bersahabat dengan kau, bukan hendak menghina atau menundukkan kau."   "Kau ingin bersahabat dengan aku memangnya siapakah kau?"   Jengek Pek Kian-bu dingin.   "Bicara terus terang aku adalah wakil komandan pasukan Gi lim kun dari negeri kim. Tiang jun adalah namaku, kukira kedudukan dan ketenaranku tidak akan merendahkan derajatmu bila bersahabat dengan aku bukan?"   "O, kiranya Cian Tayjin, maaf aku tidak berani menjajarkan diri dengan orang berpangkat."   "Kau tidak sudi bersahabat dengan aku pun tidak akan memaksa. Baiklah kulepaskan kau pulang saja bagaimana?"   Pek Kian bu tahu urusan pasti tidak segampang itu, katanya pula dingin.   "Aku terjatuh ketangan kau, aku sudah bertekad untuk gugur di sini dan tidak akan pulang dengan hidup."   Pelan pelan ia bangkit berdiri, katanya pula.   "Marilah, aku lebih suka mati ditanganmu!"   "Kau ingin berkelahi dengan aku? Bicara rada sungkan penyakitmu sudah sembuh seluruhnya kalau terkalahkan ditanganku toh terhitung tidak sebagai penghinaan. Lebih baik silahkan kau duduk kembali,"   Dengan enteng tangannya menepuk, tenaga Pek Kianbu tak kuasa dikerahkan untuk bergebrak, terang tidak mungkin terpaksa ia duduk kembali. Cian Tiang jun pura pura menghela napas, katanya;   "Semut saja takut mati, kau adalah seorang laki laki sejati kalau mati begitu saja masakah tidak sayang."   "Kalau aku takut mati masakah sesambat menjadi salah satu Sutay kim kong,"   Seru Pek Kian bu lantang.   "Mau bunuh silahkan kau bunuh jangan cerewet!'' Cian Tiang jun geleng-gelengkan kepala katanya.   "Sama sekali kau salah paham bukan aku ingin bunuh kau. Perkataan orang she Cian pasti dapat dipercaya, aku sudah bilang hendak melepas kau pergi sekarang juga silahkan kau boleh pergi sekali-kali aku pasti tidak akan merintangi kau."   Timbul rasa curiga Pek Kian bu, pikirnya.   "Naga naganya ia memang bersikap menghargai orang gagah. Tapi kenapa pula ia mengatakan sayang bila aku mati? Kalau toh dia rela melepasku pergi tanpa syarat bagaimana pula aku bisa mati?"   Tengah ia tenggelam dalam pikirnya terdengar Cian Tiang jun tertawa dingin dan katanya.   "Aku tidak akan bunuh kau demikian pula anak buahku tidak akan mengganggu seujung rambutmu. Tapi setelah kau kembali ke Ceng liong pang kukira orang- orangmu sendiri belum tentu mau menerima kau tanpa curiga sedikitpun.""Apa maksudmu ini? Hm kau akan menjebak dan mencelakai aku? aku tidak takut."   Sementara dalam hati ia membatin;   "Dia sudah menyembuhkan luka lukaku tidak memaksa aku menyerah pula lantas melepaskan pulang begitu saja, soal itu betul-betul bisa menimbulkan rasa curiga dari saudara. Tapi aku sendiri tahu jelas tidak pernah melakukan perbuatan durhaka akan datang saatnya mereka akan tahu duduk perkara sebetulnya, kelak Toako pasti akan percaya juga kepadaku,"   Katena pikirnya ini segera ia kertak gigi dan bergegas bangkit serunya.   "Kalau kau betul betul melepasku pergi sekarang juga aku pergi tanpa sungkan-sungkan lagi!"   Cian Tiang jun tertawa lebar katanya;   "Nanti dulu kita masih ada omongan."   "Aku tahu memang kau tidak setulus hati melepas aku pergi, sekali coba ternyata sekarang terbukti."   "Setelah kau dengar apa yang kukatakan belum terlambat kau tinggal pergi!"   "Baik lekas katakan!'' Cian Tiang jun menyeringai dingin katanya.   "Buka mulut tutup mulut kau selalu mengagulkan Su tay kim kong kukira belum tentu Nyo Su gi Lo Hou wi dan lain lainnya anggap kau sebagai saudara meraka yang betul betul sepaham."Pek Kian bu tertawa besar serunya.   "Kau hendak menggunakan tipu adu domba? Kau kira Nyo toako itu seorang goblok? Mana bisa dia tertipu olehmu?"   "Tidak perlu aku main adu domba adalah perbuatan rahasiamu yang terkutuk sudah terbongkar seluruhnya."   Berjingkat Pek Kian bu sedapat mungkin dia coba tenangkan diri dan mendampratnya gusar.   "Sering kudengar orang bilang Loji dari Su tay kim kong Ceng liong pang berotak cerdik dan pintar ternyata kau sedemikian gegabah dan goblok sekali. Coba kutanya dua hari yang lalu kau pernah terluka oleh sambitan senjata orang siapakah orang itu apa kau sudah tahu?"   Pertanyaan ini tepat mengenai borok Pek Kian bu seketika ia terlongong ditempatnya, ujarnya.   "Memangnya kau malah sudah tahu?"   "Sudah tentu aku tahu ! Mungkin kau menyangka perbuatan Siau pwelek kami Wanyen Hou bukan ? Tapi kenapa tidak kau pikir mengandal kedudukan dan derajat Siau-pwe-lek, memangnya dia sudi menyerempet bahaya untuk membokong kau ?"   "Lalu siapa orang yang kau maksud ?"   "Orang yang membokong kau adalah seorang gadis yang cantik ayu. Dia bukan lain adalah murid penutup Bulim thian kiau !"Pek Kian-bu melenggong, katanya gemetar.   "Omong kosong, omong kosong !"   Lahir dia berkata demikian, sementara batinnya sudah rada percaya.   "Siau mo-li ini bersama dengan pemuda she Geng. Pemuda itu berusia kira kira dua puluhan tahun rupanya cakap halus, Gin-kangnya teramat tinggi, genggamannya adalah sebatang kipas lempit. Siapa pemuda ini kukira kalian Su tay-kimkong sudah mengenalnya bukan ? He, he, siapa sebetulnya pemuda itu toh bukan karangan cerita bohongku melulu, masih berani kau katakan aku omong kosong ?"   Terbungkam mulut Pek Kian bu, semakin dengar kata-kata orang hatinya semakin mencelos. Batinnya.   "Bukankah pemuda yang dimaksud adalah Geng Tian ? Tak heran sikap Geng Tian malam itu rada ganjil kiranya dia sudah bertemu dengan Siau-mo-li yang membokongnya ternyata aku dikelabui mentah- mentah. Tapi agaknya Nyo Toako sendiri masih belum tahu duduk perkara sebenarnya? Kalau tidak masakah dia masih bersikap begitu prihatin terhadapnya ?"   Secara diam-diam Cian Tian jun perhatikan sikap perobahan roman mukanya tahu ia bahwa orang sudah tujuh delapan bagian percaya segera ia menambah lagi dengan tertawa dingin.   "Bagaimana kau masih berani pulang tidak ?"Pek Kian bu kepepet terpaksa ia mengeraskan kepala katanya .   "Kenapa aku tidak berani pulang ? Seumpama dua orang yang kau sebut tadi bukan karanganmu sendiri, apa yang kau katakan tadi toh tetap membual. Kau hanya bisa menipu bocah cilik, mana bisa menggertak aku."   "Apa ya ? Kalau begitu ingin aku mendengar pembelaanmu."   "Kedua orang yang kau sebut tapi sekali-kali tiada alasan untuk membokong aku."   "Apa sebabnya?"   Ternyata Pek Kian bu cukup cerdik katanya tertawa dingin .   "Kau hendak mengorek keteranganku memangnya aku gampang kau tipu mentah mentah ?"   "Kau tidak bisa mengatakan apa sebabnya dia harus membokong kau, sebaliknya aku malah bisa menjelaskan kepada kau. Pek Kian bu perbuatan rahasiamu yang terkutuk sudah menjadi rahasia umum, apa kau belum tahu ?"   "Kau, kau, kau memperoleh apa ?"   Bentak Pek Kian bu gemetar.   "Selamanya aku berbuat secara..."   Sebetulnya dia masih mengandai hendak bersikap orang gagah, namun toh kata kata terang terangan tidak kuasa ia katakan. Cian Tiang-jun menyeringai ia tukas kata orang .   "Perbuatan tercela apa yang pernah kau lakukan kau tahu sendiri, cara bagaimana kematian adik KhongCeh, yang bernama Khong Ling itu, kenapa Siam pak- siang-hiong dan Ih tiong siang-sat hendak menuntut balas kepada kau, bukankah lantaran persoalan ini ?"   Pucat pasi selembar muka Pek Kian bu, dengan lemas ia meloso duduk pula, desahnya .   "Sudah kau ketahui semua?"   Cian Tiang jun tertawa senang, ujarnya.   "Masih ada yang tidak kau ketahui ? Siau-mo li itu adalah sahabat Khong Ling, sebetulnya dia ingin bunuh kau, malam itu dia hanya melukai kau saja, terhitung nasibmu cukup baik."   Pek Kian bu kertak gigi, serunya .   "Orang she Cian, bunuhlah aku saja !"   "Kenapa aku harus bunuh kau, biar Nyo Sugi belum tahu, Siau-moli pasti akan memberi tahu kepadanya. Kalau Siau-moli tidak membawa rahasia ini biar aku yang memberitahukan kepadanya."   Gemetar seluruh badan Pek Kian bu, mendadak ia mencabut pedang terus menusuk ke dada sendiri tapi tangannya gemetar hanya pakaiannya saja yang tergores sobek tahu-tahu pedangnya sudah terpukul jatuh oleh kebutan lengan baju Cian Tiang jun.   Ciang Tiang-jun tahu bahwasanya orang tidak punya keberanian untuk bunuh diri katanya.   "Asal kau suka menurut segala petunjukku, tidak perlu kau mencari jalan pendek malah banyak manfaat yang dapat kau peroleh!"Bergetar suara Pek Kian bu katanya .   "kau apa yang harus kulakukan ?"   Dalam hati ia menimang.   "Jelek jelek aku ini salah satu Su-tay kim-kong dari Ceng- liong pang, kalau dia ingin aku menyerah kepada Tatcu menghianati pang kita sampai matipun aku tidak akan sudi."   Agaknya Cian Tiang-jun seperti tahu jalan pikirannya, katanya tertawa .   "Legakan hatimu, aku tidak akan membuat kau susah asal kau setulus hati suka bersahabat dengan aku, kelak pasti akan datang kesempatan kau bisa lolos pulang. Umpamanya, kalau ada orang datang menolongi kau, aku tidak akan berusaha merintangi, sampaipun kau membunuh beberapa penjaga Liang chiu, dan berhasil meloloskan diri, akupun tidak akan menyalahkan kau, dengan demikian, siapa lagi yang akan menaruh curiga kepadamu ?"   "Lalu bagaimana dengan Siau-mo li dan Geng kongcu yang kau katakan itu ? Kedua orang ini ..."   "Ya kedua orang ini memang tahu rahasiamu, kalau tidak melenyapkan kedua orang ini kelak memang merupakan bibit bencana!"   Air muka Pek Kian bu berubah, katanya.   "Sedikitpun aku tiada bermaksud demikian."   "Tidak bunuh merekapun boleh. Ada dua cara, pertama kau harus mengambil kepercayaan mereka, biar mereka menganggap didalam persoalan itu kau hanya kena difitnah belaka, untuk ini aku bisamembantumu. Kedua, yaitu berusaha supaya mereka tidak sampai bertemu dengan Liong Jiang-poh, maka rahasiamu tidak terbongkar diantara kalian. Boleh aku beritahu sedikit berita bocoran kepadamu, bocah she Geng itu terang tidak akan bisa tiba di Ki lian-san, maka tinggal Siau mo li seorang saja yang menjadi incaran kita !!"   "Kenapa Geng kongcu tidak akan berhasil tiba di Ki lian-san ?"   "Setelah kami menjadi orang sendiri nanti akan kuberitahu kepada kau. He he, kan kau belum lagi menyetujui persoalan yang kuajukan tadi."   Pek Kian-bu kertak gigi, katanya.   "Kau memberi kelonggaran sehingga aku bisa lolos pulang dengan tidak kehilangan muka, sudah tentu pandang kau sebagai sahabat. Tapi apa sebenarnya yang kau ingin supaya kukerjakan ? Kuharap kau bicara terus terang, setelah kau terangkan baru akan kusetujui."   Cian Tiang-jun bergelak tertawa, ujarnya.   "Kau memang cerdik dan cukup ulet juga, tapi kami sudah bersahabat, memangnya aku mau mencelakai kau ? Seumpama minta kau melakukan sesuatu, aku toh akan mengaturnya sedemikian rupa pasti tidak akan diketahui orang luar, sekarang aku hanya mau tahu apa kau betul-betul setulus hati ?"   "Kalau kau berpikir demi kepentinganku maka akupun rela bersahabat dengan kau.""Bagus kalau begitu biar kutanya sebuah hal, kalau kau menjawab sejujurnya itu membuktikan bahwa kau memang punya iktikad yang baik."   "Hal apa yang ingin kau ketahui?"   "Orang apa bocah she Geng, datang darimana, apa pula hubungannya dengan Ceng-liong pang kalian?"   Pek Kian bu menerawang .   "Mendengar nada bicaranya, asal usul Geng Tian tentulah sudah diselidikinya juga. Pertanyaan ini memang hanya mencoba hatiku saja. Kalau toh dia memang sudah tahu tiada halangannya."   Mana Pek Kian bu tahu bahwa apa yang dia reka hanya sebagian kecil saja, yang ternyata Cian Tiang jun dapat melihat dari luka luka di dengkul Pek Kian- bu siapa sebenarnya yang melukai dirinya.   Seperti diketahui guru Nyo Wan Ceng adalah Bulim thian kiau Tam Ih-tiong.   Tam Ih-tiong sebenarnya adalah pangeran negeri Kim sebelum dia memberontak kepada raja negerinya yang dhalim, pernah menyelidiki rahasia ajaran dari Hiat-to-tong- jin yang bernama Wanyen Tiangci itu komandan Gi- lim-kun dari negeri Kim.   Adalah Cian Tiang-jun merupakan tangan kanan Wanyen Tiangci sudah tentu ia pun cukup paham pelajaran tunggal ini, hari itu Nyo Wan-ceng bergebrak dengan dirinya, orangpun pernah menggunakan ilmu itu.Sebetulnya dia pun tahu gelaran Nyo Wan-ceng adalah Siau-mo li, terhadap asal usul dan namanya sebetulnya tidak tahu menahu.   Setelah bergebrak baru tahu kalau orang adalah murid Bulim-thian kiau.   Nama dan asal usul Geng Tian diapun belum tahu hari itu waktu Nyo Wan-ceng berteriak menyuruh Geng Tian melarikan diri ada memanggilnya sebagai Geng-toako, maka ia hanya bilang kepada Pek Kian- bu.   "Bocah she Geng yang bersama dengan Siau-mo- li."   O^~dwkz^hendra~^O   Jilid 25 Mana Pek Kian bu pernah menduga bahwa orang sebenarnya hanya tahu orang she Geng belaka, sebaliknya dia menyangka orang sudah menyelidiki riwayat hidup Geng Tian.   Tapi perbuatan tercela yang pernah dilakukan Pek Kian bu memang kenyataan dia tahu amat jelas.   Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Karya Gan Kh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kenapa dia bisa tahu, biarlah kelak kami paparkan dalam kesempatan lain.   Setelah dia periksa luka-luka Pek Kian-bu, dia berani pastikan pasti kena dilukai oleh Siau mo li, tapi Siau mo-li sebaliknya adalah murid Bulim-thian kiau, kejadian ini mau tidak mau membuat dia heran dan tertarik.   Bolak balik ia menganalisa akhirnya diaberkepastian sembilan puluh prosen kejadian ini pasti ada sangkut pautnya dengan perbuatan tidak seronok yang pernah dilakukan oleh Pek Kian bu.   Maka setengah pura-pura setengah sungguh-sungguh, dia mengarang dan alasan mengancam dan membujuk secara halus kepada Pek Kian bu.   Benar juga Pek Kian bu berhasil diancam ketakutan dan mau membuka rahasia.   O^~dwkz^hendra~^O Hari itu Gubernur Liang ciu Li Ih siu amat risau den gelisah.   Semalam putrinya pernah memancing kepada isi hatinya, pagi hari ini, waktu dia mengatur rencana bersama putranya cara masuk menyerbu Ceng liong- pang, putranya itu juga menasehati kepadanya.   Untuk kedua persoalan inilah hatinya gelisah dan was-was.   Tatkala itu ia sedang mondar mandir di dalam kamar kerjanya, pikirnya .   "Anak anak yang belum tahu urusan mana boleh aku memberontak ? Dulu betapa tinggi ilmu dan bakat Yalu Ciangkun dari padaku, dia memimpin pasukan dalam negeri akhirnya toh kena dibikin kocar kacir sehingga mereka runtuh keluarga berantakan, sekarang aku hanya mempunyai bala tentara yang sekecil ini mana mampu melawan kekuatan tentara negeri Kim yang begitu besar ? Dan lagi seumpama berhasil membangun negeri Liau kembali, apa pulamanfaatnya bagi diriku ? Aku tidak lebih sebagai rakyat jelata kalau negeri Liau sudah berdiri pula masakah mereka menjadi giliranku menjadi raja, ada lebih mending sekarang aku menjabat Gubernur di Liang ciu, lebih bisa hidup mewah dengan pangkat yang tidak rendah."   Disaat ia mondar mandir dengan tak tenteram itu, mendadak seorang mendorong pintu melangkah masuk.   Kamar kerjanya merupakan daerah terlarang, sebelum mendapat ijinnya, siapapun dilarang masuk kemari, saking kejutnya begitu berpaling mulutnya membentak.   "Siapa ..."   Belum lagi 'kau' sempat diucapkan, dia sudah melihat jelas siapa yang masuk kekamar kerjanya. Orang itu bergelak tertawa, katanya .   "Li-congkoan maaf bila aku menjadi tamu tak diundang."   Ternyata orang ini adalah tamu agung wakil komandan Gi lim-kun dari negeri Kim, tak lain tak bukan Cian Tiang jun adanya. Melihat orang masuk tanpa pamit, mencelos hati Li Ih-siu, pikirnya .   "Apakah di balik dinding ada kuping, percakapanku dengan anak keparat itu kena dicuri dengar oleh orang dan dilaporkan kepadanya ?"   Segera ia tertawa dibuat buat, sapanya .   "Kiranya Cian tay-jin, Cian tayjin malam malam berkunjung, entah ada petunjuk apa ?"Berkata Cian Tiang-jun pelan-pelan.   "Sengaja aku kemari untuk menyampaikan ucapan selamat kepada kau."   Li Ih-siu tertegun, katanya .   "Ucapan selamat dari mana ?"   "Kabarnya putramu berhasil meringkus seorang tawanan penting."   Ternyata seorang perwira bawahan Li Hak siong kemaruk harta, secara diam diam ia lapor kejadian Li Hak-siong meringkus Geng Tian kepada Cian Tiang- jun.   Sudah tentu maksud tujuan serta asal usul dan kedudukan Geng Tian perwira ini masih belum tahu sama sekali.   Mendengar orang melukiskan raut muka Geng Tian, ia tahu pastilah bocah yang bersama dengan Siau-mo li itu maka kemaren ia mengorek keterangan Pek Kian-bu.   Setelah Pek Kian-bu memberikan semua keterangan yang diperlukan, barulah dia tahu duduk persoalannya.   Li Ih siu heran, katanya .   "Apa ya, aku sendiri malah belum tahu hal ini ? Siapakah tawanan itu ?"   "Negeri Song mempunyai seorang panglima bernama Geng Ciau, apa Li-tayjin tahu?"   "Maksudmu adalah komandan tertinggi dari pasukan Hwi-hou kun (pasukan macan terbang) negeri Song.""Benar. Sebelum ia naik pangkat, semula dia kaum persilatan, orang memberi gelar Kanglam Tayhiap kepadanya."   Li Ih-siu menjadi sebal katanya;   "Geng Ciau sebagai Panglima besar negeri Song, mempunyai gelar Kanglam Tayhiap lagi ilmu silatnya pastilah amat tinggi, mana mungkin dia datang ke Liang ciu ? Mana mungkin ?"   "Bukan Geng Ciau yang tertangkap oleh putramu, anaknya Geng Ciau yang bernama Geng Tian."   "Walau kedudukan Geng Tian tidak sepadan dengan ayahnya dia merupakan seorang tokoh penting juga. Mungkin kau masih belum tahu, Liong Jiang poh Pangcu dari Ceng liong pang itu dulu adalah bekas pembantunya yang setia, kepergiannya ke Ki lian-san kali ini, kabarnya Liong Jiang-poh minta dia mewarisi jabatan Pangcu itu."   "Hee... heee, tujuan kita sekarang memang hendak menghadapi Ceng-liong-pang, putramu berhasil menangkap tokoh yang hendak diserahi kedudukan oleh Liong Jiang poh, bukankah merupakan jasa besar?"   Li Ih siu adalah seorang tua yang sudah kenyang makan asam garamnya penghidupan semula ia girang tapi lambat laun hatinya menjadi kaget pikirnya.   "Urusan yang penting begini kenapa Siong ji tidak memberi laporan kepadaku? Sebaliknya Cian Tiang- jun bisa tahu lebih dulu?"Belum habis ia berpikir betul juga didengarnya Cian Tiang jun sedang menyeringai dingin katanya.   "Putramu merahasiakan kejadian ini apakah Li tayjin merasa heran? Hee... hee sebetulnya kejadian isi patut dapat pujian dan diberi selamat itu tergantung pada bagaimana penyelesaian Tayjin sendiri!"   Semakin mencelos hati Li Ih siu, katanya dengan cepat.   "Yaa, memang aku rada heran harap Cian tayjin suka maklum dan memberi petunjuk!"   Berkata Cian Tiang jun perlahan.   "Ketahuilah putramu itu begitu baiknya dengan bocah she Geng itu! Li tayjin kiranya kau sudah paham bukan?"   Bergetar suara Li Ih siu, katanya tergagap.   "Dia lantas dia, dia kenapa dia..."   "Kenapa dia menangkapnya? He he mungkin memang sengaja berbuat demikian supaya Geng Tian pinjam rumah gedungmu itu untuk merawat luka lukanya."   Lekas Li lh siu menutup pinta kamarnya, pintanya dengan suara tertahan.   "Cian Tayjin, seluruh jiwa keluargaku kuserahkan kepada kau. Kuharap kau suka menaruh belas kasihan biarlah aku sendiri yang menghukum bocah keparat tersebut!"   "Lo tayjin setia demi negara sungguh harus dipuji! Harap tanya untuk menghukum putramu?"   Li Ih siu hanya punya seorang putra, pikirnya.   "Kalau kubunuh anak binatang itu, putriku tidak akandapat melanjutkan keturunanku."   Sesaat mulutnya terbungkam katanya dengan suara gemetar.   "Cian tayjin, aku mohon kau suka mengampuni jiwanya, bagaimana hukumannya kau lihat saja kenyataannya."   "Lo tay jin tidak perlu gugup, pepatah berkata kau hormati aku sejengkal aku balas satu depa. Persoalan ini tak akan kubocorkan malah bisa memberi kesempatan kepada putramu untuk merebut pahala."   Li Ih siu kegirangan katanya.   "Budi kebaikan Cian tay jin, Siau koan tidak akan lupa seumur hidup. Siau koan rela mendengar petunjuk Tayjin."   "Lo tayjin begitu sungkan terhadapku, aku jadi rikuh dan tidak berani terima. Menurut pendapatku begini saja. Soal ini tidak usah kau beritahu kepada putramu, hari ini juga kita gerakkan pasukan lebih cepat dari waktu yang ditentukan, begitu dia meninggalkan tempat ini segera kuluruk kesana menjinjing bocah itu keluar langsung akan kugusur ke Tay toh. Peristiwa ini masih merupakan bahaya besar kalian ayah beranak."   Kiranya Cian Tiang jun inipun seorang cerdik cendekia yang pintar mengatur tipu daya didalam gedung Gubernur Liangciu ini dia seumpama burung yang terkurung di dalam sangkar maka dia harus merangkul Li Ih siu kepihaknya sementara memberikan budi pertolongan kepadanya, dia kelak setelah pulang ke kota raja baru akan melaporkan kesalahan orang.   Dia minta Li Hak siong pimpinpasukan besar berangkat lebih dulu maksudnya tidak bentrok langsung dengan dirinya.   Mendapat perintah ayahnya berpikirlah Li Hak siong .   "Tadi pagi aku baru saja membujuk ayah, mana mungkin dia lega hati membiarkan aku menjadi pasukan pelopor?"   Tetapi lantas terpikir juga.   "Beginipun baik, aku menjadi pelopor jauh lebih baik dari pada orang lain. KaIau ada kesempatan dengan diam-diam aku malah bisa memberikan kabar rahasia kepada pihak Ceng liong pang !"   Luka-luka Geng Tian sudah sembuh tujuh bagian, Li Hak siong berpesan kepada adiknya.   "Setelah aku berangkat kau harus merawat Geng heng baik baik terutama harus lebih hati-hati jangan sampai diketahui orang luar."   "Aku sudah tahu,"   Sahut Li Ci hong.   "Apakah Cian Tiang jun juga ikut pergi ke Ki lian san?"   "Dia sebagai panglima tinggi sudah tentu dia pun akan pergi."   "Lebih baik kalau begitu legakan saja hatimu."   "Aku kuatir ayah sudah curiga kepada kami seandainya Geng toako sampai terlihat oleh pelayan kepercayaannya urusan pasti bakal celaka."   "Kalau kau masih kuatir biarlah dia sembunyikan didalam kamarku, pelayan mana yang berani masuk.""Memang akal yang bagus. Kau sembunyikan didalam kamar tidurmu, jangan kata pelayan meski ayah sendiripun takkan berani masuk kedalam kamarmu tapi...."   "Tapi apa?"   Seperti tertawa Li Hak siong memandangnya, katanya.   "Tahun ini kau sudah sembilan belas lho tanggal enam belas bulan yang akan datang hari lahirmu.'' "Memang kenapa?"   "Beberapa hari yang lalu kudengar ayah dan ibu sedang berunding katanya hendak mencarikan calon suami bagi kau."   "Memangnya aku sudi mereka carikan jodoh ?"   "Benar, pilihan ayah bunda masa lebih cocok dari orang yang kau pandang sendiri. Moay moay, bagaimana menurut pendapatmu tentang Geng kongcu ini?"   Seketika Li Ci hong merengut, katanya.   "Koko, kemana sih jalan pikiranmu? Aku sudi menolongnya lantaran untuk kebaikanmu, kau malah menggoda aku, selanjutnya aku tidak mau perduli lagi."   Li Hak siong segera meminta minta dan menjura, katanya.   "Adikku tidak usah marah, aku hanya kelakar saja tapi ..."Semakin dongkol Li Ci hong dibuatnya, semprotnya.   "Tapi apa lagi?'' "Geng toako orang bangsa Han, bangsa Han mempunyai adat istiadat mereka sendiri, aku sendiri tidak tahu apakah dia terlalu mengkukuhi adatnya sendiri? Mungkin kita harus main bujuk kepadanya."   "Serba menyulitkan juga aku tidak perdulikan."   "Menolong orang harus menolongnya sampai sembuh, ayohlah..."   Setengah menyeret ia bawa adiknya ke kamar dimana Geng Tian sedang merawat luka lukanya.   Mendengar rencana mereka betul juga Geng Tian seketika menunjukkan rasa kikuk dan malu.   Gadis muda ini bermaksud baik kalau dia menolaknya kemana pula muka sang gadis harus ditaruh? Terpaksa ia menjawab.   "Lukaku sudah sembuh tujuh bagian, lebih baik biarlah aku menyerempet bahaya di saat hari petang secara diam diam mengeloyor keluar supaya kalian tidak kerembet."   "Tidak mungkin. Aku harus segera berangkat tiada kesempatan mengutus seseorang yang tepat untuk membawa kau keluar, penjagaan dalam gedung ini amat keras dan ketat, kau pasti tak bisa lolos. Kalau kau mau lari harus tunggu tiga hari lagi setelah ilmu silatmu benar benar sudah pulih seluruhnya baru boleh kau meloloskan diri."Li Ci hong ikut berkata.   "Geng toako jangan kau kira aku tidak tahu adat istiadat bangsa Han kalian, aku tahu kau hendak menghindari hubungan bebas antara pria dan wanita, betul tidak? Biarlah kujelaskan kepada kau, kuberikan kamar tidurku kepadamu dan di belakang kamar tidur terdapat kamar pelayanku, pelayan ini adalah kepercayaanku biar aku pindah tidur bersama dia."   Li Ci hong bicara terus terang tanpa tedeng aling- aling, terpaksa Geng Tian menerima kebaikannya. Katanya sambil bersoja.   "Kalian mengatur sedemikian rapinya demi keselamatanku, entah cara bagaimana aku harus menghaturkan terima kasih kepada kalian. Terutama nona Li, aku .., aku..."   Li Ci hong tertawa geli katanya.   "Aku bukan orang Han, aku tidak takut perbedaan laki perempuan, sudahlah jangan berlarut larut menyamarlah jadi pelayanku, ayo jalan! Koko juga harus segera berangkat."   Berkata Geng Tian.   "Li toako setelah sampai di Ki lian san, seumpama bertemu dengan Nyo Su-gi, Lo Hou wi dan Ong Beng im atau salah satu dari mereka boleh kau bicara terus terang kepadanya. Tapi kalau mereka bersama orang lain, sekali kali jangan kau membocorkan rahasiaku."   Geng Tian hanya menyinggung nama tiga orang dari Su tay kim kong tanpa menyebut nama Pek kian bu karena dia mengharap dengan meminjam muIut LiHak siong untuk memberitahu kepada tiga orang lainnya bahwa Pek Kian bu kurang dapat dipercaya.   Sudah tentu itu semua hanya bila ada kesempatan bertemu.   "Baik akan kuingat betul, Geng Tian masih ada pesan apa ??"   "Tiada lagi."   "Masih ada seorang Iagi bukan? Kenapa tidak kau singgung dia?"   "Siapa maksudmu?'' tanya Geng Tian melengak.   "nona Nyomu itu?"   Berdebar jantung Geng Tian.   "Kenapa dia bicara hal itu?"   Dengan muka merah ia menyahut.   "Betul, Li- toako sukalah kau mencarikan kabarnya, apakah dia sudah tiba di ki lian san?"   O^~dwkz^hendra~^O GENG TIAN sedang menguatirkan keadaan Nyo Wan ceng, ia pun was was akan keselamatan Nyo Su gi dan yang lain lain.   Di luar tahunya bahwa kedua orang ini sudah tiba kembali di Liangchiu.   Dalam pada itu dengan menyamar sebagai orang desa yang ingin menengok familinya dikota, diwaktu Nyo Su gi tiba di Liang-chiu kebetulan dia bertemu dengan pasukan pelopor yang dipimpin Li Hak siong.   Nyo Su gi sembunyi di pinggir jalan dilihatnya yangmemimpin pasukan ini adalah perwira muda.   Diam diam kecut hatinya kekuatiran berkecamuk dalam hatinya.   Ceng-liong pang punya agen rahasia yang bernama Ong Kiat yang membuka warung tahu dikota Liang ciu, melihat ia datang, Ong Kiat girang bukan main, lekas ia menempelkan secarik kertas yang bertuliskan.   "Perbaikan dapur tutup sehari", lantas ia tutup warung tahunya, katanya.   "Nyo hiangcu kenapa seorang diri kau kemari?"   "Urusanku nanti kujelaskan kepada kau, katanya kau dulu tahukah kau pasukan tadi keluar kota tahukah kemana tujuannya ?"   "Memangnya kemana lagi kalau tidak untuk menyerbu pangkalan kita di Ki lian san."   "Perwira muda yang memimpin pasukan itu, tahukah kau siapakah dia ?"   "Kabarnya adalah putra gubernur Liang ciu li ih- siu."   Yang dikuatirkan menjadi kenyataan, diam diam Nyo Su-gi mengeluh dalam hati dengan lemas ia duduk di kursi pikirnya;   "Kedatanganku sungguh tidak kebetulan."   Ong Kiat heran katanya.   "Kabarnya putra Li Ih siu punya kepandaian lumayan tapi mengandal kekuatan bocah itu masak ia mampu menggempur Ki lian-san kita ?''"Kau tidak tahu kedatanganku ini secara diam diam ingin bertemu dengan dia."   Semakin heran Ong Kiat dibuatnya, tanyanya.   Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Karya Gan Kh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Nyo hiangcu, bukankah dia yang menjadi pelopor menempur Ki lian san ? untuk apa kau menemui dia??"   "Dengarkan penjelasanku."   Lalu dia menuturkan apa yang perlu diberitahukan kepada Ong Kiat. Baru sekarang Ong Kiat mengetahui betapa penting urusan ini, sungguh diluar dugaannya.   "Dalam gedung gubernuran ada tidak agen kita?"   "Ada saudara kita yang didalam warung arang sebagai tukang kirim, beberapa hari sekali pasti mengirim bahan bakar kesana, tugas tugas di dalam sih tiada orang kita yang dipendam disana."   "Baiklah mari kita menemui saudara itu, mohon dia mencari kabar didalam sana yang penting ada jejak berita Geng Kongcu."   "Yang dia kenal hanyalah orang orang kecil, urusan rahasia yang penting ini kukira sulit untuk mendapatkannya."   Nyo Sugi tertawa getir katanya.   "Memangnya aku tidak tahu, kaIau toh tiada sumber lain yang dapat kita lakukan, terpaksa dicoba dulu."   Baru saja Ong Kiat hendak membuka pintu keluar, tiba tiba didengarnya suara gembreng dipukul bertalutalu, seseorang berteriak lantang.   "Tutup pintu tutup? Ada orang agung lewat semua orang dilarang keluar."   Tak jauh dibelakangnya mendatangi sebarisan tentara yang bersenjata lengkap, suara mereka membentak dan mengumpat caci mengusir orang-orang dipinggir jalan supaya lekas pulang. Berkerut alis Nyo Su gi, katanya.   "Orang agung siapa yang Iewat, perlu mengadakan penjagaan yang begini ketat perlu menabuh gendrang segala untuk membuka jalan?"   Tak lama kemudian keadaan dijalan raya sepi lengang, terdengarlah derap kaki kuda yang riuh semakin mendatangi dari kejauhan.   Diam diam Nyo Sugi mengintip keluar melalui celah pintu, dilihatnya seorang panglima muda menumpang seekor kuda tinggi besar lewat didepan pintu rumah.   Sekilas pandang semula ia sangka putranya Li Ih siu tapi setelah ia tegas, baru tahu terkanya meleset.   Dibelakang perwira muda ini mengintil dua pengikutnya, terasa oleh Nyo Su gi seolah olah pernah mengenal, tiba tiba teringat olehnya, seketika jantungnya berdebar.   Ternyata orang itu bernama Sebun Cu-Ciok seorang keponakan dari iblis besar Sebun Bok ya! Beberapa tahun yang lalu Nyo-Sugi pernah bentrok sekali dengan orang itu.Berpikir Nyo Sugi.   "Keparat ini adalah tokoh dari golongan hitam kenapa rela menjadi pengikut orang agung apa segala?"   Tengah ia mereka2, terdengar Sebun Cu ciok berkata.   "Li Ih siu situa bangka itu kiranya cukup sungkan terhadap kita, dia anggap kita sebagai duta besar."   Perwira muda itu berkata.   "Cian Tiang-jun seharusnya sudah berada di Liang ciu, kenapa tidak terlihat dia keluar menyambut?"   Tak terasa mencelos pula hati Nyo Sugi, pikirnya;   "Besar juga mulut pemuda ini. Cian Tiang jun sebagai wakil komandan Gi lim kun negeri Kim, nada bicaranya seolah olah anggap Cian Tiang jun sebagai hamba dalam rumah."   Setelah rombongan berkuda ini lewat, jalan raya itu kembali ramai seperti sedia kala. Ong kiat keluar mencari kabar pulang ia berkata.   "Nyo hiangcu, coba kau terka siapa perwira muda itu?"   "Apakah dia kerabatnya dari bangsawan negeri Kim?"   "Betul dia adalah putra komandan Gi lim kun yang menjadi paman raja negeri Kim yang bernama Wanyen Tiang ci."   Bercekat hati Nyo Sugi, katanya .   "Oo, jadi dia itulah Wanyen Hou, tidaklah heran mulutnya begitu besar."   Pikirnya.   "Ilmu silatnya Wanyen Hou amattinggi, kedatangannya ke Liang-ciu ini pasti menetap digedungnya kegubernuran, untuk menolong Geng Tian mungkin bertambah sulit."   Karena kedatangan Wanyen Hou seluruh kota Liang ciu dijaga ketat, setelah keadaan diizinkan normal kembali, hari sudah menjelang magrib.   Waktu Nyo Sugi dan Ong Kiat mencari saudara pengangkut arang itu, seperti dugaan semula sedikitpun tidak tahu menahu akan beritanya Geng Tian, orang orang yang dia kenal di dalam gedung gubernur tidak Iebih hanya kawanan kacung kacung atau tukang kebun dan tukang masak, tidak mungkin bila menyerapi berita seseorang disana.   Terpaksa Nyo Su gi memberi pesan kepadanya.   "Besok kirim arang kesana, coba kau mencari alasan untuk tinggal lebih lama disana dan hati-hatilah mendengar percakapan mereka. Bukan mustahil kau mendapat berita yang kami inginkan!"   Tiba di warung tahu Ong Kiat, seorang kakek tua penjual sayuran tetangga disebelah datang, katanya tertawa .   "Lo ong, warung tahumu sekarang cukup tenar ya, hari ini ada orang tamu perempuan dari jauh yang sengaja datang ingin membeli tahumu. Kukatakan kepadanya, warungmu sedang mengadakan perbaikan hari ini kebetulan tutup. Sebelum pergi dia menyatakan besok mau datang lagi."Bercekat hati Ong Kiat tanyanya.   "Darimana kau tahu dia tetamu yang datang dari tempat jauh?"   "Logatnya berlainan dengan penduduk kota sekali dengar aku lantas tahu; akhirnya katanya dia tinggal dimana betul juga ternyata menetap didesa. Ternyata dia budak dari sebuah keluarga besar di desa, katanya mendapat perintah majikannya kemari untuk membeli tahumu."   Ong Kiat tertawa.   "Piausiokku justeru tamu yang datang dari tempat jauh, dia datang dari tempat yang jauhnya tiga ratus li."   Kakek tua itu mengawasi Nyo Sugi katanya meleletkan lidah.   "O, begitu jauh kenapa belum pernah kudengar mengatakan punya famili seperti dia ?"   "Jaman seperti sekarang kaum melarat, siapa yang suka bepergian menyambangi famili? Sudah puluhan tahun aku tidak berhubungan Piausiokku ini. Bicara terus terang, kalau hari ini dia tidak kebetulan datang, kukira sudah lama dia meninggal dunia."   "Memangnya jangan dikata dari tempat jauh, saudara dekat yang tinggal dalam satu kota sebesar ini sajapun setahun belum tentu datang sekali."   "Ada sebuah urusan mohon kau orang tua suka membantu,"   Kata Ong Kiat.   "Sebagai tetangga tua, kalau dapat kukerjakan aku suka membantu katakan saja.""Ketahuilah familiku ini paling takut berurusan dengan para penjabat, maklum orang desa. Malam ini Piausiok tinggal dirumahku, aku tidak ingin pergi lapor kepada kepala desa. Mohon kau orang tua jangan bercerita kepada orang luar kalau hal ini sampai bocor kawanan opas itu pasti bikin gara gara lagi ditempatku."   Kakek tua itu tertawa bergelak sambil manggut- manggut mengiakan. Kata Ong kiat pula.   "Toasiok, aku bukan guyon lho, aku benar benar rada kuatir."   "Kukira persoalan pelik apa, kiranya minta aku tidak banyak bicara, orang sering berkata penyakit masuk dari mulut bencana keluar dari mulut, meski kau tidak berpesan kepadaku aku pun tidak akan cerewet kepada orang lain."   Setelah kakek tua pergi, Ong Kiat menutup warungnya, katanya;   "Urusan ini rada janggal Nyo- hiangcu, lama aku meninggalkan pangkalan, keadaan pang kita aku sudah rada asing, entah apakah datang Thaubak perempuan yang baru?"   "Tidak pernah!'' sahut Nyo Sugi, katanya pula.   "Terang perempuan itu tidak khusus kemari untuk membeli tahumu, tapi golongan mana dia akupun bisa meraba. Malam ini, kita harus lebih waspada adakah tempat cocok untuk sembunyi didalam rumahmu ini?""Kamar adanya tahu disebelah barat sana dindingnya boboI gede aku belum sempat menyumbatnya. Sebelah sana adalah gudang kayu milik Thio-toasiok, kalau terjadi sesuatu boleh kau sembunyikan kesebelah dulu. Nanti sebentar kita pasang tiga batu bata darurat disebelah luarnya ditumpukan beberapa keranjang kacang kedelai, keranjang besar setinggi manusia kebetulan dapat menutupi lobang tembok itu."   "Nanti membawa kesulitan bagi Thio-toasiok?'' "Dibelakang pintu rumah keluarga Thio adalah jalan gelap yang menembus keluar kota, kau tidak usah tinggal dirumahnya langsung saja merat dari sini."   "Kalau begitu pergilah kau berunding sama dia, kalau tidak diijinkan jangan kita lakukan hal itu."   "Thio toasiok orang baik, dia pasti setuju. Kalau sebelumnya minta ijinnya segala, mungkin malah menimbulkan kecurigaannya, asal usul kami sekali kali tidak boleh diketahui oleh dia, menurut pendapatku kita hanya mempersiapkan diri saja, kalau kejadian benar benar berlangsung barulah kau menerobos ke sana secara mendadak. Kita toh hanya pinjam jalan saja."   Berkerut alis Nyo Sugi, katanya.   "Meski hanya pinjam jalan harus dilakukan secara terang terangan. Kukira kurang leluasa kalau kami kelabui dia."Apa boleh buat terpaksa Ong-kiat berkata;   "Baiklah kalau Hiangcu ingin begitu, biar aku kesana berunding sama dia. Tapi orang tua biasanya suka tanya asal usul orang kalau kami kelabuhi dia."   "Kalau terpaksa boleh kaujelaskan asal usulku kepadanya."   Tengah bicara terdengar derap kaki kuda yang berlari kencang dari kejauhan lewat dijalan raya didepan warung tahu Ong Kiat.   Akhirnya ketiga kuda itu berhenti, jelas sekali mereka berhenti didepan warung tahu Ong Kiat dan melompat turun.   Dua diantara tiga penunggangnya membawa obor, dari celah celah pintu, Nyo Sugi dan Ong Kiat mengintip keluar, perwira rendah yang tidak membawa obor itu, bukan lain adalah pengikut Wanyen Hou dalam perjalanan ke Liangciu ini yaitu Sebun Cuciok.   Ong Kiat tertawa getir, katanya.   "Sudah terlambat lekas kau menerobos kesana."   Belum habis ia bicara, didengarnya Sebun Cu-ciok sedang berkata.   "Apakah warung tahu ini?"   Dua perwira lebih rendah yang membawa obor itu mengenakan seragam busu kota Liang ciu, mereka menyahut bersama.   "Di jalan ini hanya terdapat satu warung tahu saja, tidak akan salah.'' Busu dari gedung gubernuran menggerebek sebuah warung tahu yang kecil ini jarang sekali terjadi malahpengikut dari tamu agung gubernur sendiri ikut dalam tugas rahasia ini sungguh kejadian yang luar biasa. Bilamana menghadapi Ong Kiat seorang, tentunya tidak perlu Sebun Cu ciok ikut turun tangan, sudah tentu Nyo Su gi tahu bahwa mereka meluruk datang bertujuan menangkap dirinya. Diam diam ia membatin.   "lnilah benar benar apa boleh buat, tiada jalan lain terpaksa melakukan perbuatan selundup secara kasar."   Secara diam diam Nyo Su gi menyusul masuk ke gudang kayu sebelah melalui lobang tembok, suara gedoran pintu sebelah sana sudah menggelegar seperti guntur.   "Buka pintu, ada pemeriksaan."   Daun pintu dari warung tahu yang tipis itu mana kuat menahan gedoran keras kedua busu itu? "Brang"   Kedua daun pintu itu akhirnya semplak dan roboh berantakan. Setelah membereskan seperlunya dikamar adonan, pura-pura baru bangun dari tidurnya untung Ong Kiat masih sempat menyongsong kedepan. Kedua busu itu segera membentak.   "kenapa begitu lama baru mau buka pintu, apa di dalam kau menyembunyikan buronan ya?"   "Ah, tidak, para Koantiang kalau tidak percaya silahkan masuk menggeledah."   "Jangan kau gertak dia,"   Ujar Sebun Cu-ciok tertawa.   "Biar kutanya dia."Sambil membungkuk kedua Busu itu mengiakan, katanya pula.   "Kalau begitu perlu tidak kami menggeledah kedalam?"   "Tidak perlulah kulihat dia orang jujur tentu suka bicara terus terang."   Kata ini sungguh diluar dugaan Ong Kiat, tak tahu dia kenapa Sebun Cu ciok bersikap halus, katanya.   "Terima kasih akan pujian Tayjin, entah apa yang ingin Tayjin tanyakan?"   "Ada seorang nona muda yang berparas ayu jelita, dia temanmu ataukah familimu?"   Tanya Sebun Cu ciok sementara kedua busu itu menggerakkan kaki tangan melukiskan bentuk dan wajah nona muda itu. Ong Kiat pura pura baru sadar.   "Oh kiranya mereka sedang menyelidiki tamu perempuan itu sudah tentu dia tidak akan menginap di warung tahuku tak heran Sebun Cu ciok berkata tidak usah menggeledah."   Lalu terpikir olehnya.   "Agaknya mereka masih belum tahu bahwa Nyo-hiangcu berada disini, lebih gampang rasanya aku layani mereka."   Maka dengan sejujurnya ia menjawab.   "Aku tidak kenal nona itu."   Mendengar jawaban ini bertaut alis Sebun Cu-ciok, katanya.   "Kau tidak kenal nona itu? Lalu kenapa dia tadi pagi mencari kau?"   Ong Kiat pura-pura merasa heran, ujarnya.   "Ada seorang nona mencari aku? Aku kok tidak tahu. Tungku apiku rusak sejak tadi siang aku sudah tutupwarung, aku keluar untuk memperbaiki tungku itu baru saja pulang."   "Aku tahu itu, waktu kau tiada dirumah, tapi ada orang melihat sendiri nona muda itu datang kewarung ini mencari kau, kejadian ini terang tidak akan salah, kalau dia tiada sanak bukan kadang dengan kau, kenapa datang dari jauh mencari kau? hm, lekas bicara terus terang saja."   "Tamu perempuan hendak beli tahu adalah kejadian biasa, orang yang memberi kabar kepadamu itu mungkin salah faham."   "Brak!"   Mendadak Sebun Cia ciok menggebrak meja, makinya.   "Bagus ya kuberi muka kau tidak mau arak suguhan tidak minta arak hukuman?'' begitu tangannya menepuk meja kayu berterbangan permukaan meja meninggalkan cap tangan yang dalam dan menyolok mata.   "Terus tarang hamba tidak tahu apa2, darimana aku harus memberi keterangan?"   "Siau moli itu datang ke Liang ciu dengan diam- diam memangnya hanya ingin membeli tahumu? Berani kau mengatakan kau tidak kenal dia? Omonganmu dapat mengelabui siapa?"   "Siau moli apa? tayjin omonganmu semakin membuat aku bingung.""Masih pura-pura pikun,"   Damprat Sebun Ciu ciok.   "Lekas katakan dimana Siau moli menyembunyikan diri!"   "Tamu perempuan yang kau katakan aku sendiri belum pernah melihatnya mana bisa tahu dimana jejaknya ?"   "Dia kemari mencari kau itu terbukti bahwa kau pasti sekomplotan dengan dia. Baik seumpama kau tidak tahu jejaknya, dia she apa, siapa namanya, untuk apa mencari kau tentunya kau tahu betul bukan?"   "Tayjin tidak lebih aku hanya penjual tahu, selamanya tidak turut campur urusan. Kata-katamu ini sungguh membuat aku bingung dan heran."   "Kau masih pura pura, baik biar kau rasakan dulu hajaranmu untuk menyegarkan otakmu ini!"   Baru saja ia hendak menghajar Ong Kiat tiba tiba didengarnya sebuah suara nyaring berkata.   "Aku tamu perempuan itu untuk apa kalian mencari aku?"   Kaget sekali Sebun Cu ciok dibuatnya, dilihatnya di ambang pintu berdiri seorang perempuan berpakaian hitam seolah-olah sudah pernah dikenalnya. Sementara kedua Busu dari Liang ciu sudah membentak.   "Iblis perempuan yang bernyali besar berani kau meluruk kemari malah!"   Gadis baju hitam itu tertawa, katanya;   "Bukankah kalian yang ingin mencari aku, kalau aku tidak datang kau bikin celaka orang lain."Sembari membentak kedua Busu itu sudah menubruk maju, bentaknya pula.   "Kau berani muncul menghadapi kita marilah ikut kami kembali kegedung gubernur."   Maka terdengarlah, Blang blum beruntun dua kali tahu-tahu kedua Busu itu sudah terjengkang jatuh menghadap kelangit. Gadis baju hitam itu tertawa dingin, jengeknya.   "Gubernur Liang ciu yang kecil itu tidak masuk dalam pandanganku berani kalian mentang mentang dihadapanku."   Sebun Cu ciok adalah ahli silat, sungguh kejutnya bukan kepalang belum lagi kedua Busu itu sempat menyentuh ujung baju orang tahu tahu sudah roboh terguling, inilah ilmu tingkat tinggi yang dinamakan Can ih-cap pwe thiat (menyentuh baju jatuh delapan belas kali).   Semua hal lain yang membuat Sebun Cu ciok bertanya dalam hati adalah wajah gadis baju hitam ini jauh berlainan dengan laporan yang diterima mengenai diri Siau mo li itu agaknya malah seseorang dulu pernah dilihatnya entah dimana.   Kedua Busu merangkak bangun mengandal kekuatan Sebun Cu ciok mereka mencak mencak gusar;   "Siau mo li, biar kami adu jiwa dengan kau."   Keduanya melolos senjata hendak menubruk maju pula.Mendadak Sebun Cu ciok membentak.   Si Angin Puyuh Si Tangan Kilat Karya Gan Kh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Jangan ribut minggir kesamping!"   Kuncup nyali kedua Busu itu segera mereka menyingkir kesamping, melihat Sebun Cu ciok bersikap begitu menghormat kepada gadis baju hitam ini bukan kepalang kejut hati mereka. Terdengar Sebun Cu ciok berkata.   "Nona agaknya kita pernah bertemu entah di mana kau... kau adalah ..."   "Terhitung matamu melek meski kau hanya seorang hamba waktu di Holin, agaknya kamipun pernah menyambut kau anggap kau sebagai tamu. Sekarang begini sikapmu kepadaku beginikah caramu menyambut tamu?"   Sebun Cu ciok kaget bukan main, teriaknya.   "Ternyata kau adalah Pe.....Pele....."   "Cukup kau sudah tahu, tidak usah kau banyak mulut diluaran, tiada halangan kau tetap memanggilku Siau mo li."   Sebutan kiongcu yang hendak diucapkan Sebun Cu ciok telah ia telan kembali, katanya.   "Tidak berani!! Hamba tidak tahu bila nona sudah tiba, harap nona suka maafkan keteledoranku ini."   Ternyata gadis baju hitam ini bukan lain adalah keponakannya Ogotai, raja agung dari Mongol, yaitu In-tiong yan yang mendapatkan anugerah sebagai Pele kiongcu.Tiga tahun yang lalu, Sebun Cu ciok pernah mengiringi Wanyen Hou pergi ke Mongol dan pada waktu berburu binatang pernah melihatnya sekali.   Diam-diam Sebun Cu ciok berpikir.   "Kabarnya setelah kami pulang dari Mongol, Dulai lantas mengutus keponakannya menyamar sebagai perempuan Han menyelundup kedaerah Tionggoan menyelidiki strategi militer di sana, demi usahanya untuk menyerbu keselatan. Namun demikian, sekali kali aku pantang berbuat salah terhadapnya, maklumlah kekuatan Mongol amat besar sampai berkembang sampai kenegeri Kim, politik luar negeri Kim saat itu justru hendak merangkul dan minta damai kepada pihak Mongol. In tiong yan tertawa dingin katanya.   "Bukanlah kau kemari sengaja hendak menangkap aku? Kenapa pura- pura berkata tidak tahu akan diriku?'' "Sekali kali kami tidak menduga bila nona adanya, apalagi nona suka merendahkan diri berkunjung ketempat yang jorok ini. Orang-orang kami mengira orang lain adanya maka sengaja kemari untuk menyelidiki biar benar, harap nona suka maafkan kesalahan ini."   "Tahu buatannya ini memang paling enak, sudah lama aku mendengarnya. Ingin aku minum secawan wedang tahu, apa pula yang harus dibuat heran? Membuat kalian geger dan bikin ribut disini?"Sebun Cu ciok mengiakan berulang ulang sambil nunduk-nunduk, pikirnya.   "Jelas aku tidak boleh berbuat salah kepadanya, namun urusan ini jelas rada ganjil, urusan tidak boleh anggap beres demikian saja, bagaimana baiknya aku bertindak?'' karena kepepet maka terpikir juga sebuah akal olehnya, katanya;   "Pangeran Wanyen sedang berada digedung gubernuran, dia tahu nona ada datang kekota Liang- ciu, sudah tentu mengharap kedatangan nona. Harap nona suka memberi muka silahkan kesana bersama hamba."   "Ooo, jadi kau ingin supaya aku menyerahkan diri secara sukarela, baru kau tidak ambil perduli kepada pemilik warung ini?"   Sebun Cu ciok pura pura gugup dan menyengir kikuk, katanya.   "Nona sekali kali jangan salah paham. Kalau aku tidak mampu mengundang nona, Pangeran tentu akan menghukum aku, mohon nona suka memberi bantuan sekedarnya."   Berpikir ln-tiong-yan kalau dirinya tidak segera berlalu pasti pemilik warung ini terang kerembet perkara, segera ia berkata.   "kalau Wanyen Hou betul disini memang perlu aku menemuinya. Tapi"   "Tadi apa??"   Tanya Sebun Cu ciok.   "Dari jauh aku kemari tujuanku mau mencicipi wedang tahu kalau belum sempat minum harus berlalu bukankah menyia-yiakan perjalanan belaka?""Warung ini hari ini tidak jualan karena kerusakan tungkunya!!"   Mendengar perkataannya In tiong yan, Ong Kiat lantas paham, katanya tertawa.   "Tungku besar untuk dagang rusak, tungku kecil didapur untuk memasak nasi masih bisa dipakai. Nona, kau hanya ingin mencicipi secawan wedang tahu, gampang sekali segera dapat kusiapkan."   "Baik, pergilah kalian bantu dia membuat api,"   Sebun Cu ciok menyuruh kedua Busu itu. Tak lama kemudian wedang tahu Ong Kiat sudah selesai, waktu keluar masih mengepul asap berbau segar. Berkerut alis In tiong yan, katanya.   "Tabiatku kau sudah tahu belum?"   Sebun Cu ciok melengak, batinnya.   "Tidak kau katakan dari mana aku bisa tahu?"   Katanya unjuk tertawa.   "Entah maksud nona adalah..."   "Aku tidak senang ada orang berdiri mengawasi aku makan, kalian semua keluar."   Apa boleh buat, kata Sebun Cu ciok.   "Baik kami tunggu nona diluar! Ayo keluar!"   Sambil berkata ia menarik Ong Kiat sekalian.   "Aku tidak menyuruh dia keluar, kenapa kau menyeret. Dia sebagai pemilik warung memangnya aku harus mengusir pedagangnya?"Terpaksa Sebun Cu ciok melepas Ong-Kiat bersama kedua Busu ini ia keluar lalu berputar kesamping rumah kuping ditempel kedinding mencuri dengar. In tiong yan tahu mereka pasti mencuri dengar diluar, katanya tertawa.   "Wedang tahumu memang enak sekali rasanya, enak nikmat menyegarkan semangat, cara bagaimana membuatnya, bolehkah kasih tahu padaku?"   Sembari mengobrol dengan Ong Kiat, dengan sumpit yang dia basahi kuah wedang, menulis beberapa huruf dipermukaan meja, tulisan itu berbunyi.   "Ada omongan apa yang perlu kau sampaikan kepadaku, lekas katakan?"   Walau Ong Kiat tidak tahu asal usulnya tapi ia berpikir.   "Dia membantu kesulitanku sudah tentu orang sendiri."   Mengikuti perbuatan orang diatas meja dia pun menulis demikian, ''Geng kongcu kena tertangkap mereka mungkin disergap didalam gedung gubernuran."   In tiong yan kaget tulisnya.   "Apakah Geng Tian?"   Ong Kiat manggut. In tiong yan menulis pula.   "Baik soal ini kau serahkan padaku saja."   Setelah menghabiskan wedang kacangnya ln tiong yan menghapus tulisan diatas meja, katanya.   "Lekas kau perbaiki tungkumu, besok biar aku kemari minum wedang tahumu pula."Bicara sampai besok tangannya digoyang goyangkan, maksudnya memberi tanda supaya malam ini juga dia melarikan diri, besok jangan tinggal diwarung ini. Sebetulnya Ong Kiat hendak memberitahu bahwa Nyo Su gi pun berada di sini, tapi In tiong yan sudah keburu keluar. Setelah mendengar derap langkah, Sebun Cu ciok dan lain lainnya pergi jauh, baru Ong Kiat berlari masuk kedalam kamar adonan sebelum dia menyelinap kesebelah melalui lobang tembok itu, dilihatnya Nyo Sugi sudah menunggu dirinya dikamar adonan. Ong Kiat melengak, tanyanya.   "Nyo-hiangcu kenapa begitu cepat kau sudah kembali pula?"   "Sejak tadi aku sembunyi dirumah keluarga Thio belum sempat lari."   Ong Kiat kaget, tanyanya.   "Kenapa tidak sampai lari? Tadi sungguh berbahaya! Kini meski cakar alap alap itu sudah pergi mungkin akan datang kemari lagi."   "Sebelum aku hendak bertindak sesuai rencanamu semula, merat dari pintu belakang Thio toasiok. Begitu aku menyelinap kesana lantas kulihat Thio Toasiok sedang berdiri di sana. Belum aku sempat bersuara dia lantas berkata kepadaku.   "jalan gelap dibelakang pintu belakang itu sudah penuh sesakdijaga tentara pemerintah, dia minta aku sekali sekali jangan lari dari sana."   "Wah, tidak pernah terpikir olehku soal itu."   "Thio toasiok tidak bertanya apa-apa kepadaku, lalu menyembunyikan aku. Katanya main main untung- untungan saja sembunyi disana umpama cakar alap2 itu menggerebek rumahnya, ia bisa berusaha melayani mereka."   "Lalu Thio toasiok dimana?'' ''Katanya mau keluar melihat keramaian. Setelah aku mendengar orang orang itu pergi baru aku menerobos keluar, tidak sempat aku memberitahu dia."   "Tak nyana tua bangka itu bernyali begitu besar. Nyo hiangcu, disebelah adakah kau dengar kejadian disini?"   "Semua dengar !"   "Siapakah perempuan tadi, tahukah kau?"   "Perempuan itu bernama In tiong yan dan asal usulnya, aku sendiri masih belum tahu dengan jelas."   "Jadi dia bukan orang kita?"   "Naga naganya dia adalah seorang yang punya asal usul rahasia Mongol, tetapi meskipun dia bukan orang Han, namun dia pernah membantu kesulitanku boleh kita anggap sebagai teman."Ong Kiat merasa lega hati, katanya.   "Kalau demikian kukira tiada halangannya bila aku memberi tahu kabar Geng kongcu kepadanya."   "Ada sebuah hal yang membuat aku heran."   "Hal apa?"   "Rahasia dari warung tahumu ini hanya Liong pangcu dan aku saja yang tahu, cara bagaimana dia bisa mencari kamu?"   Baru saja bicara sampai disini terdengar suara ketukan pintu.   "Memangnya dia kembali lagi ?"   Kata Ong Kiat, tanyanya;   "Siapa?"   Orang itu tertawa sahutnya;   "Sudah aman lekas buka pintu, inilah aku."   Kiranya Thio toasiok adanya. Nyo Sugi membuka pintu menarik Thio-toasiok kekamar adonan katanya.   "Toasiok, harap maaf aku tidak bicara sejujurnya kepada kau urusanku padahal harus diterangkan kepada kau."   "Tidak usahlah,"   Ujar Thio toasiok tertawa.   "Orang sering berkata miskin bantu miskin, kaya bantu kaya. Kalian dikejar-kejar cakar alap alap tentunya orang baik. Mana boleh aku tidak membantu kau?"    Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong

Cari Blog Ini