Ceritasilat Novel Online

Pedang Darah Bunga Iblis 1


Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Bagian 1


Pedang Darah Bunga Iblis Karya dari G K H   (Hiat Kiam Mo Hoa) Judul Lama . Terror Bwe Hwa Hwe Diceritakan oleh G.K.H   Jilid 1.   PENDAHULUAN.   Darah yang mengalir memanjang sudah membeku seperti beratur ekor ular hitam yang mati kaku dibawah terik matahari.   Mayat-mayat dengan anggota tubuh yang tidak lengkap bergelimpangan di puncak Hou-thou-hong (puncak kepala harimau) di gunung Tiam-tjong-san; kepala, tangan atau kaki berserakan dimana-mana mengeluarkan bau amis yang memualkan.   Satu jam yang lalu beberapa ratus gembong silat dari berbagai aliran atau golongan hitam dan putih telah melakukan suatu upacara penyembelian besar-besaran di puncak gunung ini, sekarang keadaan sudah tenang, namun bau darah dan keseraman masih meliputi bekas gelanggang jagal manusia ini.   Seorang wanita yang mengemban seorang anak kecil kira- kira berusia tiga tahun berjalan keluar sempoyongan dari balik batu gunung sana, walaupun rambutnya awut-awutan tubuhnya penuh luka dan berlepotan darah, bajunya koyak- koyak tak karuan, namun semua itu masih belum dapat menutupi wajahnya yang ayu molek dan tubuh yang langsing menggiurkan, dibelakangnya muncul pula seorang laki-laki pertengahan umur berdagu panjang dan berwajah putih halus sambil berjalan dia sedang merapikan celana dan bajunya.   Si wanita langsung mendekati sesosok mayat yang penuh luka-luka dan susah dikenal lagi, perlahan-lahan ia berlutut disamping mayat dan menggumam dengan suara igauan seperti orang bermimpi "Hong-ko, aku tidak minta agar kau memaafkan aku, tapi kau harus mengerti, demi keturunan keluarga Suma, demi darah dagingmu dan dendam kesumat ini, terpaksa aku berbuat demikian, aku."   Anak kecil dipelukannya mendadak menggigil gemetar dan mengejang, mulutnya yang kecil megap-megap, bibirnya gemetar tapi sedikitpun tidak mampu mengeluarkan suara.   "Nak, apakah kau sangat menderita, ibumu ingin menggantikan kau, oh ibumu relah menderita segala kesengsaraan dalam dunia fana ini asalkan dapat menggantikan jiwamu nak. kau. kau jangan mati."   Demikian ratap si wanita.   Anak itu tetap membisu, kedua matanya terpejam, tubuhnya basah kuyup oleh keringat, wajahnya penuh diliputi hawa hijau, bibirnya mulai membiru dan tubuhnya tak henti- hentinya berkelejetan, naga-naganya jiwa kecilnya tengah berontak dari renggutan elmaut.   Mendadak si wanita angkat kepala dan berseru kepada laki-laki pertengahan umur yang tengah berdiri kira-kira dua tombak jauhnya.   "Kumohon padamu, tolonglah jiwa anakku ini."   "Menolong dia?"   Sahut si lelaki pertengahan umur sambil menyeriangi. "Suara si wanita penuh mengandung permintaan dan harap"   "   Kau sendiri pernah berjanji hendak menolong jiwanya?"   "Nadi pengantanya sudah putus, kalau aku menolong jiwanya dengan menggunakan Kiu-yang sin-kang, tenaga murniku akan susut terlalu banyak, dalam jangka waktu lima tahun aku tidak dapat bergebrak dengan orang, padahal tahun depan tibalah waktunya mengadu kepandaian di puncak Hoa- san, aku tidak mau kehilangan kesempatan memegang simbol teragung sebagai tokoh silat nomor satu di dunia.!"   Wajah si wanita yang memang pucat kini semakin pucat keabu-abuan, dengan suara hampir menggila ia berseru "tadi kau mengatakan mau menolong anakku, kau menginginkan tubuhku, aku sudah berikan padamu.   Oh.   kumohon padamu, tolonglah jiwanya, aku rela selama hidup ini melayani kau, akan kupersembahkan segala milikku, termasuk jiwa ragaku."   "Tidak bisa!"   "Kau. kau tidak boleh begitu, tolonglah, tolonglah jiwanya."   "Maaf, aku tidak dapat melulusi permintaanmu!"   Seketika kedua mata si wanita mendelik, sambil menuding laki-laki pertengahan umur itu dengan suara melengking menyeramkan ia memaki.   "   Loh Tju-gi, binatang kau, anjing. kau manusia hinda dina, tubuhku sudah kau nodai tapi kau."   Sekilas wajah Lo Tju-gi berubah, tapi lantas pulih lagi seperti semula, katanya.   "San hoa li, aku tidak mungkin menolongnya, tapi aku cinta padamu."   "Tutup mulut, binatang." "San hoa li, memang tidak salah aku telah merasakan kenikmatan tubuhmu, akan tetapi jikalau bukan karena aku, mungkin hari ini kamu sudah menemui ajal!"   "Anjing, karena kau hendak melampiaskan nafsu kebinatanganmu, tujuan kau anjing hina dina ini, bukankah hendak mengangkangi "Hiat-kiam" (Pedang darah)."   Wajah si anak dari hijau telah berubah ungu gelap, berkelejetan semakin menjadi-jadi, rasa sakit yang sangat tengah menyiksa nyawa kecil yang sudah diambang pintu kematian itu.   San hoa li memeluk anaknya semakin kencang, kedua matanya yang redup kuyu mengalirkan air darah dengan suara yang sangat memilukan ia berkata.   "Nak, ibumu tak dapat menolong kau, tapi aku dapat membuatmu tidak menderita terlalu lama, nak kau tidak akan menderita lagi selamanya!"   "Sret!"   Tangan San hoa li tahu-tahu sudah menghunus sebilah cundrik yang berkilauan, sambil menggertak gigi ia tusukkan cundrik itu ke ulu hati anaknya, namun cundrik itu hanya menusuk satu dim tangannya sudah gemetaran hampir tak kuat lagi memegang cundrik itu, Setelah berkelejetan dua kali lagi si anak kecil itu berhenti bergerak.   "Anakku, kau tidurlah tenang menyusul ayahmu."   Diletakkannya jenasah anakanya dipinggir mayat yang penuh berlepotan darah itu, lalu ia berdiri.   "   Lo Tju-gi, kau ingat pada suatu hari tentu cundrik ini akan menusuk kedalam ulu hatimu, termasuk juga dada anak muridmu!"   Mendadak San hoa li mendongak dan tertawa panjang histeris, sekali berkelebat dengan cepat ia berlari turun gunung.   "Dia sudah gila!"   Loh Tju-gi menggumam, dimana tanganya menyapu jenasah anak kecil itu terpental terbang masuk ke dalam jurang yang dalam di samping sana, lalu sekali melejit tubuhnyapun terbang menghilang dari pandangan mata.   1.   BANJIR DARAH DI KUIL KUNO Hujan lebat disertai angin puyuh membuat jagat remangremang gelap, keadaan seluruh kehidupan dalam dunia fana ini menjadi sedemikian sunyi senyap yang terdengar hanyalah deru angin dan hujan, jarang terlihat ada manusia atau insan hidup berlalu lalang dibawah hujan lebat ini.   Tapi didepan pintu sebuah biara "Pek-hun-ko-sat" (biara kuno awan putih) berdirilah seorang pemuda dengan tenangnya diterpa air hujan, dengan nanar kedua matanya memandang pintu biara kuno ini, pemuda ini kira-kira berusia tujuh delapan belas tahun berwajah ganteng dan membawa sedikit sifat keangkuhan, air mukanya penuh diliputi hawa membunuh membuat siapa yang bertemu pandangan bergidik seram ketakutan.   "   Masa para kepala gundul ini semua sudah modar!", si pemuda bicara seorang diri, tangan diangkat dengan ringannya sebuah jarinya menyentil dari kejauhan.   "Blang"   Gelang besi diatas pintu biara itu mengeluarkan suara keras yang menggetarkan telinga, tidak lama kemudian pintu biara terpentang perlahan-lahan, seorang hwesio beralis tebal bermata besar dengan marah-marah melangkah keluar dari dalam, dan sebelum sempat membentak sapa, sinar matanya bentrok dengan pandangan si pemuda yang berdiri dibawah hujan lebat di depan pintu biara, tanpa merasa bulu kudunya mengkirik seran, diam-diam hatinya berkata.   "nafsu membunuh yang besar!"   Dingin si pemudah menyapu pandang kearah si hwesio, kaki diangkat ia langkahi undakan didepan pintu biara, sejenak si hwesio menenangkan hati lalu berkata dengan nada berat .   "Sicu (tuan) harap berhenti!"   Si pemuda berhenti di undakan paling atas. "Apa keperluan sicu berkunjung ke biara kita?"   "Mencari Tji Kong si hwesio tua!"   Berobah wajah si hwesio, semprotnya gusar. dia, adalah taysu ketua, sicu bicaralah mengenal aturan!"   "Ini, sudah terhitung paling beraturan1"   "Huh,"   Jengek si hwesio.   "Kau mengejek siapa?"   Sontak timbullah gelora kemarahan di benak si hwesio, bentaknya keras.   "Pek hun ko sat bukan tempat kau bertingkah tahu?"   Si pemuda melerok hina kearah si hwesio serta ujarnya dingin.   "Kau perlu memberitahukan kedatanganku dulu atau aku harus masuk sendiri?"   "Silahkan sicu sebutkan namamu."   "Bu (go) Bing!"   "Bu bing? (tak bernama)"   "Lebih baik kau jangan cerewet!"   Si hwesio sudah tidak sabar menahan gusar, teriaknya menggeledek.   "Siaucu."   "Plak!"   Seketika si hwesio terhuyung mundur tiga langkah, pipinya berpeta jelas bekas lima jari tangan, agaknya si pemuda masih berdiri tenang di tempatnya, dan bagaimana si hwesio kena ditempeleng dia sendiri tidak melihat, tahu-tahu pipinya sudah bengap.   Nada si pemuda tetap sedingin es.   "berani sekali lagi kau buka mulut kotor, akan kubuat kau selamanya tidak bisa bicara"   Keder dan kuncuplah nyali si hwesio, tahu dia bahwa si pemuda dihadapannya ini ternyata berkepandaian silat sangat tinggi, tanpa merasa ia berdiri termangu ditempatnya tanpa berani membuka suara lagi.   Terdengan langkah berat mendatangai, dua hwesio tua yang berusia 50an bergegas mendatangi, selayang padang terhenyaklah mereka beberapa langkah jauhnya, dua pasang mata yang tajam berbareng menatap kearah si pemuda.   Segera si hwesio yang barusan kena ditempeleng segera bersabda dan melapor dengan suara lirih.   "Lapor Susiok, sicu ini ingin bertemu dengan ketua kita."   Kedua hwesio tua mengiakan berbareng lalu salah seorang diantaranya lantas bertanya.   "Apa sicu benar-benar hendak menemui ketua kami?"   "Tidak salah!"   "Harap sukalah terangkan maksud kedatanganmu ini!"   "Setelah bertemu dengan Tji Khong Hwesio dia sendiri tentu akan tahu!"   Berbareng kedua hwesio tua menarik muka, seorang yang lain segera menyahut.   "Mengapa datang-datang sicu lantas memukul anak murid kami?"   "Itu hanya suatu hukuman kecil bagi mulutnya yang kotor."   Lagi-lagi kedua hwesio tua ini bersungut dongkol, salah seorang yang membuka suara dulu tadi bicara pula dengan sabar.   "Kalau sicu tidak menerangkan maksud kedatanganmu, maaf pinceng tidak dapat melayani?"   Si pemuda mendengus sekali.   "Kalau begitu terpaksa aku mencari sendiri."   Habis berkata dengan langkah lebar ia hendak memasuki pintu besar biara.   "Mana boleh kamu bertingkah ditempat Budha yang tenang suci."   Kedua hwesio tua itu menghardik berbareng dengan melayangkan pukulan masing-masing. Sipemuda tidak peduli dan bagai tak merasa apa2, kakinya masih tetap melangkah maju.   "Plak plok. dua suara nyaring menggema, seketika kedua hwesio tua merasakan pukulan mereka membal atau dirutul balik menerjang mereka sendiri, kontan tubuh mereka tergetar mundur sempoyongan, ditengah suara keluhan mereka, sipemuda sudah memasuki pintu biara dengan tenangnya. Karena ribut2 ini sudah menggemparkan para hwesio lain dalam biara, waktu si pemuda melenggang melalui samping patung pemujaan, belasan hwesio sudah bersiaga mencegat didepannya, dari belakang terdengan seruan gusar kedua hwesio tua tadi;   "Kedatanganya bermaksud jahat, cegat dia!"   Serentak belasan hwesio itu berjajar menghadang ditengah jalan, sambil berjalan si pemuda berkata mengancam.   "Kalau kalian tahu diri lebih baik menyingkir, aku tidak ingin melukai kalian."   "Bocah sombong rasakan ini!"   Serempat kepelan dan jotosan beruntun dilancarkan untuk merintanginya.   Sekilas berkelebat sinar merah dalam mata sipemuda, sebelah tangan diangkat dan diayun, seketika terbit angin badai menghembus deras kedepan, sontak terdengar suara keluhan dan kesakitan, beberapa hwesio yang memberondong tiba terpental jauh oleh gulungan angin kencang yang menerjang mereka, hanya sekali berkelebat bayang sipemuda tahu2 sudah tiba dipekarangan dalam.   "Tang-tang-tang!"   Lonceng tanda bahaya bergema keras maka ributlah suasana dalam biara itu, para hwesio yang tak terhitung banyaknya bergegas berlarian keluar dari empat penjuru sambil membekal golok dan pentungannya, mereka berdiri rapi bagai pagar mengepung sipemuda.   "Kalian mundur!"   Mendengar suara keras berwibawa ini serempat para hwesio membungkuk tubuh dan merangkap tangan terus mundur kesamping, Ditengah ruangan sana berdiri seorang hwesio berusia lanjut mengenakana kas warna merah marong, sepasang matanya berkilat2 menatap si pemuda, tanyanya "Siau-sicu siapakah namamu?"   "Go bing!"   "Ada urusan apa kau mencari lolap?"   Pandangan dingin bagai aliran listrik Go Bing mata menyorong kearah si hwesio tua.   "Kau inikah Tji Kong Hwesio!"   Tanyanya lantang. Ucapannya ini menimbulkan gereman gusar dari semua hwesio yang hadir, tidak ketinggalan si hwesio itupun berobah air mukanya.   "Omitohud, itulah gelarang pinceng". Go Bing ulurkan jari tengah tangan kanannya, secarik sinar terang mencorong keluar dari tengah jarinya, katanya dingin "Apa kau masih kenal ini?"   Seketika wajah Tji Kong Hwesio berobah pucat lesi dan terhuyung mundur ketakutan, mulutnya mendesis.   "Mo hoan (cincin iblis)".   "Tidak salah!"   Begitu "Mo-hoan"   Disebut seketika gemparlah seluruh hadirin, semua hwesio yang hadir berobah pucak dan bergemetaran.   "Apa hubunganmua dengan Sia-Sin Kho Djiang?"   Suara Tji Khong tergetar menahan gelora hatinya.   "Muridnya!"   "Dia. dia. belum mati?"   Hawa membunuh diwajah Go bing semakin memuncak, mendengus sekali dia menjawab.   "   Hal itu kau tidak perlu tahu!"   Otot dijidat Tji Kong Hwesio merongkol keluar, keringatpun membajir membasahi tubuh, tanyanya gemetar.   "Kau. apa maksud kedatanganmu?"   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Mengambil batok kepalamu!"   Betapa keder dan takunya para hwesio mendengar nama Sin-sin Kho Djiang, serta mendengan sipemuda hijau ini berani hendak mengambil batok kepala ketuanya, semua menggeram gusar, masa mereka harus diam saja membiarkan orang memenggal kepala ketuanya, satu bergerak yang lain mengikuti beramai2 mereka merubung tiba di depan ruang besar.   Dengan pandangan dingin Go Bing menyapu pandang kearah para hwesio itu lalu serunya dengan datar.   Tji Khong Hwesio aku tidak suka membunuh orang yang tidak berdosa, lebih baik kau perintahkan mereka menyingkir saja!"   "Sudahlah!"   Teriak Tji Khong keras sambil mengebutkan lengan jubahnya yang besar, seruannya hampir mengeluh.   "Saudara2 dan semua anak muridku, lekas kalian mundur!"   Sejenak para hswesio itu merandek, tidak mundur malah dengan nekad mereka maju lagi.   "Tji Khong maaf aku hendak turun tangan", habis ucapannya tubuhpun menerjang maju, sebuah jotosan mengarah tepat kedada Tji Khong. Serangan pukulan ini bukan saja sangat cepat laksana kilat juga hebat dan seram, meskipun kelihatannya hanya sekali pukulan namun diantaranya mengandung banyak perobahan yang susah diselami, seluruh halan darah didada lawan sudah dalam incaran cengkeramannya. Sudah tentu Tji Khong tidak mandah terima binasa, akan tetapi kecepatan musuh turun tangan tiada kesempatan lai untuk dirinya berkelit atau balas menyerang, dalam saat-saat jiwa diambang pintu kematian sekuatanya ia lintangkan tangannya untuk menjaga didepan data.   "Blang"   Disertai suara keras seperti orang hendak muntah dari mulut Tji Kong tubuhnya terhuyung surut ting langkah ke belakang.   Bersamaan dengan itu dua batang tongkat besar dan tiga sinar pedang berbareng memberondong mengurung tubuh Go Bing dengan serangan yang tidak kalah hebatnya.   Tanpa berpaling lagi, sebelah tangan diajun kebelakang terbitlah angin deras bergulung2 menerpa kebelakang hingga tujuh hwesio yang menyerang didirnya terpental pontang panting keempat penjuru, hampir saja mereka tidak kuat lagi mencekal senjata masing2, masih untung Go Bing masih belu mau turunkan tangan jahatnya, Sebat luar biasa tubuh Tji Khong berkelebat lari memasuki Tay-hiong-po-tian.   "Tji Khong, kemana kau hendak lari?"   Seru Go Bing, belum habis ucapannya tubuhnyapun sudah melejit tiba bagai kilat menghadang dihadapan Tji Khong.   Terasa semangat Tji Khong bagai terbang ke awang2 dilihatnya bibit bencana yang menyertai kedatangan anak muda ini berkepandaian tidak kalah lihay dari Sia sin Kho Djiang dulu, jelas bahwa dirinya tentu bukan tandingan musuh, Elmaut kematian terbayang didepan matanya hingga wajahnya yang pucat lesi berobah kehijau2an.   Go Bing kerahkan tenaganya di jari tengah, maka menyoronglah sinar dingin dari "cincin Iblis"   Itu lebih lebar dan terang, perlahan2 tangan bergerak dimana sinar dingin itu menyambar, terdengarlah suara jeritan panjang yang menyayat hati.   Kepala Tji Khong yang gundul terbang meninggalkan tubuhnya, darahpun menyembur keras bagai mata air dari luka dillehernya, mayatnya terkapar di lantai tanpa bergerak lagi.   Seketika para hwesio yang memburu tiba didepan pintu Tay hiong po tian terkesima menyaksikan adengan pembunuhan yang aneh dan kejam ini, Mereka terlongong bagai patung dan kehilangan semangat dan kesadaran.   Dengan tenang dan seenaknya Go bing mengeluarkan sebuah kantongan dan memasukkan kepala Tji Khong kedalamnya, sekali melejit tubuhnya terbang melewati kepala para hwesio dan menghilang ditengah udara dalam sekejap mata.   Sayup2 terdengar gema lonceng pertanda dukacita dari pada biara pek hun ko sat.   Dalam pada itu begitu sampai diluar dengan kecepatan yang susah diukur Go Bing berlarian keras, cuaca masih tetap gelap, namun hujan dan angin badai sudah lama berhenti, ditengah keremangan cuaca itulah dia berlari tiba didepan sebuah gua.   "Siapa?"   Bentakan dingin dan serak terdengar dari dalam gua.   "Murid sudah kembali, Su."   "Apa tugasmya sudah kau selesaikan?"   "Sudah selesai menurut perintah!"   "Masuklah!"   Sambil menjinjing kantongannya Go Bing berkelebat memasuki gua, gua itu tidak terlalu dalam, ditengah gua tersulut api unggun, dibawah penerangan api unggun itulah terlihat dipojok dinding sebelah dalam sana berduduk sila seorang aneh yang rambut dan cambang bauknya menutupi mukanya, matanya tinggal sebelah dan merem melek, kedua kakinya sudah buntung tinggal tulang keringnya saja yang masih kelihatan memutih.   Go Bing meletakkan buntalan kantongnya serta berkata.   "Suhu."   Mata tunggal si orang aneh mendelik sinar matanya hijau mengancam desisnya gusar.   "Bocah, sekali lagi kau berani memanggil "Suhu", kubunuh kau?"   Go bing menyahut sedih.   "Budi kau orang tua membesarkan murid selama lima belas tahun ini."   "Kentut!, dulu secara kebetulan kau terjatuh dalam tanganku, itu pertanda ajalmu memang belum tiba saatnya, Lohu menolong dan memberi pelajaran silat kepadamu adalah supaya kau kelak dapat menyelesaikan urusanku. Budi apa segala."   "Akan tetap. suhu."   Si orang aneh ayunkan tangannya, seketika Go Bing tersurut mundur tiga langkah dengan ketakutan.   "Bocah, ingat, panggil aku Kho Lo-sia (Kho tua sesat), kau dengan tidak, dulu Lohu sudah bersumpah untuk tidak terima murid selama hidup!"   Dimulut Go Bing mengiyakan namun dalam hati ia membatin; kau melarang aku memanggil kalau dalam hati aku tetap menganggap kau sebagai Suhu, bukankah beres.   Selama lima belas tahun ini berkawan dengan siorang aneh yang cacat kedua kakinya dan sebuah matanya.   Bermula dia menyangka siorang aneh ini sudah gila atau sinting, lama kelamaan menjadi kebiasaan.   Dalam ingatannya yang pertama memang gurunya ini sangat aneh dan sesat tindak tanduk dan ucapannya selalu bertentangan dengan adat dan peraturan umum, selain kata "Sesat"   Susahlah mengungkat keanehan wataknya itu.   Terhadap riwayat hidup suhunya ini boleh dikata hanya samar2 saja diketahui dari mulut orang2 dikelangan kang- ouw.   Yang jelas diketahui hanyalah bahwa nama Sia-sin Kho Djiang (Kho Djiang si malaikat sesat) sudah sejak dua puluh tahun yang lalu menggetarkan dan menciutkan nyali setiap toko silat dari aliran hitam maupun golong putih.   Selama belasan tahun dirinya dibimbing sampai beesar, mengajarkan kepadaian silat lagi kepadanya hakikatnya hubungan mereka adalah guru dan murid, naum dia melarang mengaukui hubungan antara guru dan murid ini.   Teringat sebelum dirinya melaksanakan perintah suhunya pergi membunuh orang, si orang aneh ini hanya menerangkan bahwa orang yang harus dibunuhnya ini adalah salah satu biangkeladi yang menggunakan akal muslihat menyebabkan sebuah mata dan kedua kakinya menjadi cacat selamanya.   Selain itu apapun tidak diterangkan.   "Buka kantongan itu!"   Segera Go Bing mengerjakan apa yang diminta dan mengeluarkan batok kepala gundul itu. Sia-sin Kho Djiang mengekeh tertawa, serunya.   "Tidak salah, memang dialah Tji Khong si kepala gundul itu, bawa kebelakang gua dan direndam dalam obat supaya tidak membusuk."   Go Bing mengiyakan terus masuk ke gua belakang, tidak lama kemudian ia berjalan keluar lagi. Sia-sin Kho Djiang ulapkan tangannya dan berkata.   "Bocah kau duduklah". Go Bing duduk ditepi api unggun. Terdengan Sia-sin Kho Djiang menyambung katanya "Siaucu, Lohu pernah melulusi setiap kali kau selesai mengerjakan tugasmu, aku menjawab satu pertanyaanmu, sekarang kau tanyalah?"   "Murid. aku ingin mengetahui riwayat hidupku!"   "Go Bing atau Bu Bing hampir sama nada ucapannya dan itu berarti kau sendiri tidak mempunyai nama, tentang riwayatmu sedikitpun Lohu tidak mengetahui, sekarang pertanyaan sudah selesai!"   Go Bing menjadi geli dan angkat pundak, pertanyaannya menjadi sia-sia, baru saja ia hendak membuka mulut lagi, Sia- sin Kho djiang sudah menggoyang tangan.   "Kalau maasih ada pertanyaan, tanyakanlah setelah kau selesai mengerjakan tugasmu."   Go Bing menelan ludah dan mengurungkan ucapannya, tapi lanatas timbullah rasa sedih dalam benaknya bahwa ternyata dirinya adalah insan yang harus dikasihani tanpa mengetahui riwayat sendiri.   Suhunya sendiripun tidak mengetahui, bukankah teka-teki riwayat hidupnya takkan terpecahkan selama hidup ini.   Go Bing, Bu bing (tak bernama) sungguh tak terduga hanya nama saja dirinya tidak punya.   Bagaimana dirinya sampai dibimbing dan dibesarkan oleh Sia-sin Kho Djiang, tiada pangkal mulanya yang dapat diingat.   Mungkin dari permulaan apa yang pernah dialami, dapat dicari pangkal sumbernya, akan tetapi dia tahu akan sifat aneh gurunya, tiada gunanya banyak tanya.   Satu2nya jalan hanya menunggu kesempatan lain yang akan datang.   Mata tunggal Sia-sin Kho Djiang berkedi2, katanya.   "Siaucu dengarlah orang kedua yang harus kau bunuh adalah Tiang- un Suseng."   "Tiang-un Suseng (pelajar nestapa)?"   "Tidak salah, apa kau pernah dengar tentang orang itu dikalangan kangouw?"   "Pernah kudengar, nama pendekar dan kepahlawaman Tiang-un Suseng."   "Bohong, nama kosong dan perbuatan palsu kaum keroco di kalangan bulim sangat banyak!"   "Aku hanya dengar dari cerita sementara orang."   "Tiang-un Suseng tiada mempunyai tempat tinggal tetap, kau harus lebih banyak mengeluarkan tenaga untuk mencari jejaknya". "Mengapa kau orang tua tidak secara total menyebutkan nama2 orang yang harus kubunuh, kalau dapat sekaligus kubereskan bukankah menghemat tenaga dan waktu untuk pulang pergi."   "Siaucu ambekmu terlalu besar, apa kau kira setiap orang yang harus kau bunuh ini sama rata dengan Tji Khong sikepala gundul yang tidak becus ini?"   "Maksudku orang yang harus kucari itu mungkin tidak ketemu dan secara kebetulan dapa kebentrok dengan yang lain."   "Memang omonganmua sangat beralasan, tapi apa yang pernah Lohu ucapkan tidak pernah kujilat kembali."   Go bing tidak membuka suara lagi, dengan langkah lebar dia meninggalkan gua itu, sejak kecil hidup bersama Sia-sin Kho Djiang sedikit banyak sifat aneh gurunya itu menular pada muridnya.   "Siaucu kau kembali!"   "Kau masih ada omongan lagi?"   Walaupun Sia-sin tidak mengijinkan dia memanggil Suhu dan harus memanggil Kho Lo-sia, tapi dia tidak mau secara terang2an menyebut itu, sebab meskipun hubungan mereka tidak resmi, tapi hakekatnya adalah guru dan murid, dan sebab yang lebih penting adalah bahwa dirinya senantiasa harus berkelana di kalangan kangouw, sifat menyendiri yang aneh sudah berdarah daging dalam tubuhnya.   Membunuh tji Khong hwesio merupakan tugasnya yang pertama kali, sebelumnya belum ada seorangpun yang mengenal dirinya dikalangan kangouw.   Terdengan Sia-sin berkata haru.   "   Kalau kau bertemu dengan orang yang dapat menggunakan "Pek-pian-kui-djiau", tidak peduli siapa dia dan apa kedudukannya, kau tidak boleh turun tangan, lebih penting lagi jangan kau katakan jejakku ini, ingatlah hal ini." "Lalu mengapa?"   "Kenapa? kau tidak perlu tahu!"   "Masa, murid Sia-sin Kho Djiang harus takut."   "Kentutu, siapa bilang bocah macammu ini adalah muridku?"   "Akan tetap kepandaian silatku dan cincin iblis ini bukankah itu berarti mencuri kelintingan menutupi telinga sendiri?"   "Berani banyak bacot lagi kubunuh kau."   Apa boleh buat Go Bing angkat pundak terus tinggal pergi keluar gua.   Mala itu juga dia tinggalkan gunung dimana Suhunya bersemayam dan menginap disebuah hotel.   Terdengar olehnya banyak para tamu penginapan itu tengah ribut2 mempercakapkan tentang murid Sia-sin Kho djiang yang muncul lagi dikalangan kangouw.   Sekali gebrak menanggalkan batok kepala Tji Khong hwesio ketua biara Pek-hun-ko-sat.   Selama malang melintang dulu Sia-sin Kho Djiang selalu menuruti kata hatinya, sifatnya jahat2 jantan, dikatakan sesat bukan karena dia adalah penjahat besar yang laknat, adalah karena sifatnya yang aneh semua perbuatannya bertentangan dengan kehendak umum, dan lagi ilmunya sangat tinggim maka orang2 memberikan julukan Sia-sin (malaikat sesat) padanya.   Timbullah dugaan dalam benak Go bing, mungkin peristiwa pembunuhan di Pek-hun-ko-sat telah menggemparkan seluruh bulim, untung selain para hwesio itu tiada seorangpun yang mengenal wajah dirinya.   Kalau cincin iblis ditangannya tidak diketahui orang, asal-usul dirinya masih dapat dirahasiakan, kalau tidak tentu membawa banyak kesukaran akan tugas yang harus dilaksanakan itu.   Maka terpaksa ia tanggalkan Mo- hoan dari jarinya dan disimpan di dalam kantong bajunya.   2.   MAYAT JELITA DIDALAM HUTAN Waktu terang tanah dia tinggalkan penginapan dan berjalan seenaknya dijalanan raja tanpa tujuan yang menentu, Tiang-Un Suseng tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, sedemikian besar kangouw ini mencari seorang berarti mencari sebatang jarum dilautan, disamping itu nama Tiang- Un Suseng sangat disanjung puji sebagai seorang pendekar budiman yang tenar, sekali dia menemui ajalnya, geombang heboh kematiannya itu dapatlah dibayangkan, akan tetapi perintah guru bagaimanapun harus dilaksanakan.   Tapi bila teringat kejadian betap kejam waktunya suhunya dikorek sebuah matanya dan kedua kakinya dikutungi, ia maklum akan dendam kesumat suhunya ini, mereka lebih dulu mencelakai gurunya dengan cara keji dan busuk, kini kalau dirinya membunuh mereka agaknya sangat setimpal dan tiada salahnya.   Bagaimana wajah dan perawakan Tiang-Un Suseng sedikitpun dia belum mengetahui, seumpama bertemu ditengah jalan juga tidak mungkin mengenalnya, lagipula tidak mungkin ia tidak mungkin bertanya pada orang lain.   Tengah bejalan sebuah suara yang melengking mengerikan bergema ditengah udara dari kejauhan sana, suara itu membuat bulu kuduk orang mengkirik mendengarnya.   Terkesiap hati Go Bing terbangun semangat dari lamunannya, lalu dengan cermat dia pasang kuping, tapi setelah suara jeritan itu tak terdengar lagi suara lain atau reaksi apa2, dari arah suara yang melengking tinggi itu agaknya tidak jauh didepan jalanan sana, maka sebat sekali tubuh Go Bing berkelebat melayang kedepan dengan kecepatan bagai anak panah.   Sebelah samping kanan dari jalan itu adalah sebuah hutan kecil, sebelah kiri adalah padang rumput yang luas tak berujung pangkal, sekilas ia berpikir cepat2 ia memutar arah memasuki hutan didepannya ini, kedua matanya bagai kilat menyapu keempat penjuru.   Kira2 sepuluh tombak didepan sana tampak sesosok tubuh seorang wanita rebah membujur diatas tanah, baju atasnya hancur lebur, sedang bawah tubuhnya tanpa mengenakan seutas benangpun.   Seketika merah padam wajah Go Bing, hati berdetak keras napaspun memburu, baru saja hendak putar tubuh tinggal pergi, sekonyong2 tergeraklah hatinya, bukankah suara jeritan panjang tadi adalah suara seorang wanita apa mungkin dia ini.   karena pikirannya ini ia putar balik lagi sambil menahan gelora hatinya ia maju mendekat dan melihat lebih tegas.   Terlihat olehnya orang itu adalah seorang gadi remaja, keduanya matanya tertutup rapat dari lobang panca inderanya mengalir darah segara, kedua tangannya mencengkram kencang kedalam tanah, bawah tubuhnya merah bernoda darah.   Tergetar kecut hati Go Bing, batinnya.   "mayat seorang wanita yang diperkosa dulu sebelum dibunuh."   Meski menghadapi sesosok mayat, namun bagi jiwa muda yang belum pengalaman mengalami gelora hidup manusia dan usia yang baru menanjak dewasa seperti Go Bing hampir2 tidak kuat menahan gejolak hatinya, terasa jantungnya hampir melonjak keluar.   Tapi itu kejadian dalam sekejap saja, lantas terpikir olehnya inilah tragedi mengenaskan yang penuh diliputi suasana seram mengerikan, gadis remaja ini kira2 baru berusi lma enam belas, mengapa diperkosa dan dibunuh orang? Lalu siapakah dia, orang dari kalangan persilatan atau.   "Siapakah algojo yang berbuat demikian kejam?".   "harus dibunuh!"   Demikian ia menggumam seorang diri. Lalu terpikir dalam hatinya.   "gadis ini diperkosa dan dibunuh oleh bangsat rendah yang tidak bertanggungjawab, enggenaskan dan harus dikasihani, aku tidak bisa membiarkan jenasanya demikian saja, aku harus menguburkannya!". Baru saja hatinya mengambil ketetapan, mendadak terdengar suara dingin mengejek dibelakangnya.   "bukankah perbuatan sarudara ini sangat telengas!"   Sungguh kejut Go Bing bagai disengat kala, lekas2 ia memutar tubuh, dilihatnya tiga tombak jauhnya berdiri seorang pemuda gagah yang mencoreng pedang tengah mengawasi dirinya, wajahnya membeku geram dan penuh hawa membunuh. Diam2 Go bing mengeluh.   "   Celaka, kalau orang salah paham bagaimanapun susah menerangkan peristiwa ini."   Dari itu diapun balas bertanya dingin.   "Apa yang kau katakan?"   "Disiang hari bolong, saudara berani memperkosa dan membunuh seorang wanita lemah."   "Tutup mulutmu!"   Hardi Go Bing dengan amarah yang menggelora didada.   "Dengan alasan apa kau memfitnah orang semena2?"   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "He he he he, saudara tak perlu main debat, kenyataan didepanmu itu membuktikan "   "Sekali lagi kau berani buka bacot kubunuh kau!"   Wajah beku pemuda itu berobah abu2, maju berapa langkah dia memandang atajam kearah mayat wanitu itu, mendadak ia menggerung gusar dan memaki.   "bangsat cabul, beani kau memperkosa dan membunuh tunanganku, kalau hari ini aku tidak mencacah jiwam, aku bersumpah tidak menjadi manusia!"   Sambil berkata2 itu tubuhnya menerjang maju sambil menggerakkan kedua tangannya melancarkan serangan hebat.   Mendengar sikorban adalah tunangan orang, timbullah rasa simpatik dalam benak Go Bing, tanpa membalas dengan ringan sekali ia berkelit kesamping delapan kaki sambil berseru;   "hai, berhenti dulu!"   Bagai tidak mendengar sipemuda masih lancarkan lagi dua pukulan keras dengan kalap. Laig2 Go bing harus melejit kesamping.   "Sret"   Seketika sinar terang berkilatan, kiranya si pemuda telah menjoreng pendang panjang, dan belum sempat Go Bing membuka suara lagi, sei pemuda telah berteriak panjang, pedang ditangannya menusuk enteng kedepan, kelihatannya tusukan ini biasa saja tapi sebenarnya mengandung perubahan tersembunyi yang susah diukur kehebatannya, sebelum ujung pedang menusuk tiba didepan tubuh, susahlah diduga sasaran mana yang diincarnya, dari sini dapatlah diketahui bahwa ilmu pedang si pemuda sudah hebat dan sempurna betul.   Bagai bayangan setan iblis lagi2 tubuh Go Bing berkelebat menghilang, mulutnyapun berseru.   "Inilah jurus ketiga!"   Begitu sipemuda lancarkan tusukannya, bayangan musuh seketika menghilang, mala suaranya terdengar dibelakangnnya, keruan hatinya tergetar kecut, sambil kertak gigi ia ayunkan pedangnya kebelakang sambil memutar tubuh, gerak perobahan yang cepat ini benar2 membuat orang kagum meleletkan lidah, namun demikian kepandaian lawan beberapa tingkat lebih tinggi dari kemampuannya.   "Lepas tangan!"   Ditengah bentakan dingin itu, sipemuda rasakan pergelangan tangan tergetar, tahu2 pedang panjangnya sudah terampas oleh lawan, saking kecut serasa jiwanya melayang ke awang2, dengan ketakutan ia mundur beberapa langkah.   Ia menyesal karena memandang rendah kepandaian musuhnya ini.   Go Bing membolang-balingkan pedang, lalu melontarkan balik sambil berseru.   "Sambutlah."   Sipemuda menyambut pedang wajahnya berobah2 tak menentu. Go bing mendengus sekali lalu bertanya.   "Sikorban ini benar2 adalah tunanganmu?"   "Tidak salah!"   Sahut sipemuda sambil kertak gigi.   "Kau belum memeriksa lantas dengan alasan apa kau menuduh orang seenakmu dewek?"   "Aku hanya melihat kau disini, masa bisa."   "Aku mendengar teriakan mengerikan lalu bergegas memburu tiba, selain si korban ini tak kulihat bayangan seorangpun, kalu dia benar2 adalah tunanganmu, tentu kau dapat mencari sumber penyelidikanmu."   Pada saat itulah sebuah bayangan langsing terbang tiba dalam gelanggang pertempuran, waktu Go Bing menoleh ternyata sipendatan ini adalah seorang gadis ayu jelita, wajahnya cerah secantik bidadari. Si pemuda berseru girang dalam dukanya.   "Hun-ci, lihatlah adik Moay."   Si Gadis memutar bola matanya melihat jenasah diatas tanah, seketika ia terbelalak ngeri dan berobah air mukanya, mulutnya memekik keras.   "Li Bun siang apakah yang telah terjadi?"   Kirnya nama sipemuda adalah Li Bun siang. Li Bun siang tergagap sambil menunjuk Go Bing.   "Dia."   Bergegas sigadis maju sambil melepaskan mantelnya terus ditutupkan ditubuh adiknya, seketika air mata membanjir bagai air mancur, pekiknya penuh duka.   "Adik Moay, biar cicimu membalas sakit hatimu ini". Memutar tubuh dia menghadapi Go Bing wajah jelita itu menunjukkan nafsu membunuh yang menggelora, serunya bengis.   "Bangsat, aku siang Siau-hun berumpah pasti membeset kulitmu dan mencacah jiwamu"   Go Bing berseru gugup.   "   Nona, aku."   Saking dka hati Siang Siau hun terasa bagai diiris2.   "Serahkan jiwamu!"   Bentaknya diserai serangan kilat me n j o j o h mu k a Go B i n g s e d a n g t a n g a n y a n g l a i n b e r g e r a k s e p e r t i c a k a r g a r u d a me n c e n g k r am k e u l u h h a t i n y a b e t a p a k e j am d a n g a n a s s e r a n g a n i n i s e k a a n 2 s e k a l i g e b r a k i n g i n r a s a n y a me Baganigmkaenarpeumn utasj aGmo m Buliunt gG.o bing susahlah memberi penjelasan, baru saja ia berkelit kesamping lantas terasa samberan angin dingin dari belakangnya, tahu dia bahwa Li Bun siang telah mencuri kesempatan ini untuk membokong dirinya, dibawah gencatatan dari depan dan belakang, musuhpun bukan lawan enteng, cara turun tangannyapun secepat kilat, dalam keadaan gawat itu, tak sempat serangan Siang Siau hun dihiraukan sambil miringkan tubuh ia lancarkan sebuah pukulan menerjang kearah Li Bun Siang.   "Blang!"   Disertai suara tertahan pukulannya membuat Bun siang terpental jauh membawa pedangnya, tapi punggungnya sendiripun tidak urung kena terpukul oleh serangan siang Siau hun tubuhnya terhuyung maju.   Tergetar hati Siang Siau hun bahwa pukulannya itu dilancarkan dalam kegusarannya yang memuncak telah menggunakan seluruh tenaganya, seumpama batu gunung yang keraspun pasti hancur lebur, tapi tidak demikian dengan lawan ini, bukan saja tidak terluka mala timbul suatu tenaga mental balik dari tubuh lawan hingga tangan sendiri tergetar dan linu kesakitan.   Namun gejolak hati ini hanya sekilas saja merisaukan hati, pada lain kejap kedua tangannya bergerak dan tubuh melejit menyerang Go Bing lagi.   Mau tak mau Go Bing harus ambil keputusan nekat dan tegas, kalau lawan tidak ditundukkan hakikatnya tiada kesempatan baginya untuk memberi penjelasan, sebenarnya dengan kepandaiannya gampang saja tinggal pergi tapi dengan tuduhan dosa tak terampunkan itu kalau tersiar luas dikalagan kangouw susahlah dibayangkan akibatnya, sambil berpikir2 itu kedua tangan bergerak melingkar dan menyapu, seruang keras tertahan segera terdengar Siang Siau hun tersurut mundur lima langkah, dari mulut kecilnya melelh keluar darh segar.   Gerak gerak Go bing tidak berhenti sampai disitu, sebat luar biasa ia memutar tubuh terus melesat tiba didepan Li Bun siang, dari sampai dilancarkan sebuah pukulan, tanpa sempat menggerakkan pedangnya Li Bun siang mendem keras badannya meliuk dan jatuh duduk diatas tanah.   Perlahan2 Go Bing putar tubuh menghadapi Siang Siau hun ujarnya.   "Siang-kohnio, maafkan perbuatanku ini, aku tidak sengaja hendak melukaimu, tapi kau terlalu mendesak hingga terpaksa aku harus turun tangan."   "Bangsat cabut, ingin nonamu ini mencacah tubuhmu dan minum darahmu."   "Nona sukalah kau dengan sepata kataku?"   Siang Siau hun sudah nekat, matanya merah membara tubuhnya gemetar saking duka dan gusarm wajahnya membesi tanpa ekspresi, tangan diangkat lagi2 ia hendak lancarkan serangannya.   Pada saat2 genting inilah sebuah bayangan tinggi lencir mendadak terbang datang dari belakang phon lima tombak sana, sekali berkelebat bayanga ini sudah berdiri dihadapan mereka, bayang ini ternyata adalah seorang yang mengenakan pakaian hijau.   Siang siau hun sudah pasti bahwa si algojo yang membunuh dan memperkosa adiknya adalah Go bing, ingin rasanya menelan musuh ini bulat2.   makanya munculnya si orang berkedok ini sedikitpun tidak dihiraukannya, adalah Go Bing malah melihat tegas, cara orang baju hijau ini bergerak sungguh sangat aneh dan menakjubkan ginkang orang ini.   "Nona berhenti sebentar!"   Seru orang berkedok itu, suaranya dingin menggiriskan tubuh membuat bergidik pendengarnya.   Berdetak jantung Siang Siau hun, serangannya dibatalkan lalu mundur satu langkah, baru sekarang ia melihat kehadiran si baju hijau berkedok yang berdiri didepannya.   Suara kata dingin tadi terang diucapkan olehnya, Maka dengan gemes ia bertanya .   "Siapa tuan ini?"   "Orang lewat!"   Sahut siorang berkedok seenaknya.   "Hm, apa tujuan tuan muncul disini? "Untuk melerai!"   "Apa maksudmu?"   "Kepandaian nona tidak lemah, tapi kau masih bukan lawan engkoh kecil ini!". Siang siau hun mengangkat alis, serunya geram.   "Aku ingin mencacah hancur tubuhnya."   "Karena adikmu dibunuh dan diperkosa?"   "Ya, tuan orang lewat, silahkan lanjutkan perjalananmu!".   "Dengan alasan apa nona memastikan bahwa engkoh kecil ini adalah sipembunuh yang memperkosa adikmu itu?"   "Ini."   Siang siau hun melengak bungkam, tergugahlah hatinya, karena pertanyaan ini seketika ia terhenyak ditempatnya, bola matanya melirik kearah Li bun siang yang berdiri disamping sana.   Dengan haru dan rasa terima kasih yang tak terhingga Go Bing meliring kearah siorang berkedok, terdengan si orang berkedok bicaa lagi.   "dalam peristiwa ini Lohu dapat menjadi saksi." "Saksi?"   Jengek Siau siau hun dengan geramnya.   "Ya!"   "Punya bukti apa kau hendak menjadi saksi, apa kau tahu siapa pembunuh itu?"   "Engkoh kecil ini datang kemari setelah mendengar teriakan adikmu yang sudah menjadi korban, ini Lohu melihat sendiri."   Siang Siau hun mendesak maju dan berseru haru.   "jadi tuan mengetahui siapakah pembunuh itu?"   "Sudah tentu!"   Sahutnya, dua jalur sinar dingin mencorong keluar dari belakang kedoknya menatap kearah Li Bun Siang. Li Bun siang bergidik lemas, serunya gugup.   "Hun-ci waktu aku memburu tiba, kulihat bocah ini tengah berdiri disamping jenasah adik Moay, dia."   Mata Go Bing pun tidak kalah tajamnya dan bengisnya menyapu Li Bun siang, suaranya mendesis.   "Siaucu mengingat si korban ini adalah tunanganmu, aku tidak ambil panjang urusan ini, kalau tidak sejak tadi sudah kulumas nyawamu, berani kau memfitnah semen2 tanpa bukti?"   Suara siorang berkedok dingin menyambung ucapan Go Bing.   "Tapi Lohu melihat kau berlari pontang panting dan kembali lagi, waktu engkoh kecil ini datang tadi kebetulan kau baru saja lari pergi."   "Bohong, dia adalah tunanganku, masa."   Dengan penuh kecurigaan Siang Siau hun bertanya pada orang berkedok.   "Apakah keterangan tuan ini dapat dipercaa?"   "Apa faedahnya aku berbohong!"   Pucat pias wajah Li Bun Siang, tubuhnya gemetar keras. Siang siau kun berbalik menghadapi Li Bun siang, sinar matanya mengandung kebencian yang menyala2, hardiknya bengis.   "Li Bun siang coba kau katakan!"   Mendadak Li Bun siang menggembor keras bagai orang gila, tubuhnya terkapar jatuh, kedua tangannya mencakar dan menggaruk keseluruh tubuhnya hingga seketika itu bajunya dedel dowel hancur lebur.   Perobahan mendadak yang tidak terduga ini membuat ketiga orang lainnya bercekat hatinya dan berdiri kesima.   Gesit sekali tubuh orang berkedok melejit maju mendekat, jari tangan menutuk dari jauh mengarah jalan darah Tiong- tong, jalan darah kematian didada Li Bun siang, setelah berkelejet sekali tubuh Li Bun siang diam tak bergerak, mati! Bergetar hati Go Bing, sebelum sempatia buka suara, Siang Siau hun sudah memburu maju beberapa langkah, matanya menatap tajam sambil menuding orang berkedok suaranya gemetar.   "Tuan, apa maksudmu ini? "Membebaskan dia dari penderitaan!"   "Apa bebas dari penderitaan?"   "Ya."   Ucapan ini seakan menhentikan napas Go Bing dan Siang siau hun, wajah mereka menunjukkan perasaan penuh curiga dan ketakutan. Siorang berkedok menggeleng kepala, ujarnya.   "Lohu terburu nafsu menyalahkan dia"   "Jadi dia mati terbokong?"   Tanpa merasa tercetus pertanyaan dari mulut Go Bing. Dengan suara sangat haru siorang berkedok berkata kepada Siang Siau hun.   "Nona siang, coba kau lihat cara kematiannya itu apakah sama dengan kematian adikmu?"   Go bing dan Siang Siau hun berseru kaget hampir bersamaan.   "tujuh lobang (panca indra) keluar darah.", memang darah melelh keluar dari mata, hidung, kuping dan mulut Li Bun siang. Suara siorang berkedok kini tidak lagi dingin dan menggiriskan, tapi berobah haru dan sember.   "Adikmu ini bukan mati lantaran diperkosa, tapi karena keracunan!"   "Keracunan?"   Tergetar suara Siang Siau hun.   "Ya, setelah Lohu meliat bocah ini baru mendadak aku teringat, kalau dugaanku tidak salah racun jahat ini adalah yang sering dikabarkan sebagai bisa paling lihai bernama racun tanpa bayangan."   "Racun tanpa bayangan?"   "Ya, racun tanpa bayangan! racun tanpa bayangan ini boleh dikata merupakan racun yang paling jahat dikolong langit ini, kalau racun ini bekerja dalam tubuh terasa sangat panas, seluruh tubuh gatal2 susah ditahan, maka sipenderita menggaruk dan mencakar badan sendiri, setelah mati darah merembes keluar dari panca indra, selayang pandang tidak kentara adanya bekas2 keracunan, hampir mirip benar karena mati tergetar remuk oleh pukulan berat, maka itu dinamaakan racun tanpa bayangan."   Mendengar keterangan ini Go Bing menghela napas dalam, sungguh ajaib bahwa didunia ini ternyata ada bisa yang sedemikian jahat. Siang Siau hun sesungukan menutupi mukanya, Lagi2 suara siorang berkedok bertanya.   "Apa nona mempunyai musuh besar atau."   "Tidak ada!"   Jawab Siang Siau hun sambil mengusap air mata.   "Apalagi adikku belum penuh berusia enam belas, selama ini belum pernah kelana di kangouw, sudah tentu tak perlu diragukan adanya musuh besar apa segala, adalah kematiannya ini yang membuat aku tak habis mengerti."   "Lalu saudara kecil ini?" "Dia bernama Li Bun siang, kawan karib adikku sejak kanak2, diapun jarang kelana di Bulim."   Go Bing turut bicara.   "Apakah adikmu membawa suatu benda apa yang bisa membuat tokoh kangouw mengincar dan ingin merebutnya?"   "Ya, itu satu kemungkinan"   Sambungnya siorang berkedok sambil manggut2. Siang Siau hun mengiakan, tapi lantas menggeleng kepala.   "Benar2 tidak!"   "Tidak!"   "Inilah mengherankan, mengapa orang membunuh adikmu dan Li Bun siang ini, coba nona pikir2 lagi, sebelum kalian tiba disini, apakah suatu peristiwa terjadi yang harus diambil perhatian."   Mendadak Siang siau hun melompat maju menubruk kearah jenasah adiknya. Siorang berkedok membentak keras"   "jangan sentuh!" ~ disusul tubuhnya menyambar maju dengan kecepatan yagn susah diukur ia menghadang didepan Siang Siau hun, sekuatnya Siang Siau hun menghentikan luncuran tubuhnya, tanyanya kaget.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Mengapa jangan?"   "Menurut kabarnya, racun tanpa bayangan ini melebar keseluruh tubuh sikorban, kalau nona menyentuh kulitnya saja tentu kaupun akan mengikuti jejak adikmu bersama Li Bun siang itu."   Mengkirik bulu tengkuk Siang siau hun, keringat dingin membasahi tubuhnya.   "Nona ada menemukan apa?"   Tanya siorang berkedok lagi. Dengan rasa pedih dan pilu Siang Siau hun memandang jenasah adiknya, sahutnya.   "Mendadak teringat olehku suatu perstiwa."   "Peristiwa apa?"   Karena heran dan ingin tahu perkembangan selanjutnya Go Bing urungkan niatnya hendak tinggal pergi, ia maju mendekat sambil pasang kuping. Kata Siang Siau hun.   "Kira2 sepuluh li didepan jalan tadi kita bertiga bertemu dengan seorang tua yang sudah hampir menemui ajalnya, karena terluka berat, dititipkan kepada kita bertiga sebuah barang yang minta tolong supaya dihantarkan ke Yok-ong bio diluar kota Seng-toh, barang itu harus langsung diserahkan kepada ketua kelenteng itu, karena kasihan kita."   "Lalu kalian melulusi hendak menyampaikan barang itu?"   Tukas siorang berkedok cepat.   "Ya, memang tujuan kitapun hendak ke Seng-toh."   "Barang apakah itu?"   "Agaknya sebuah kotak panjang yang dibungkus kain berminyak."   "Mana barang itu?"   "Disimpan oleh adikku!, justeru tadi aku hendak memeriksa apa barang itu masih ada ditubuhnya."   "Coba nona periksa menggunakan dahan pohon."   Siang Siau hun menjemput sebatang dahan pohon sebesar lengan lalu mengcungkil-cungkil baju yang hancur lebur dan membalikkan juga tubuh adiknya, tapi apapun tidak kelihatan, dengan kejut dan keheranan ia berseru.   "Sudah hilang!"   Siorang berkedok manggut2, ujarnya.   "disitulah pangkal mula peristiwa ini, barang itu pasti suatu benda berharga di bulim, mungkin siorang tua yagn sudah dekat ajal itu memang terluka berat dan terpaksa minta bantuan kalian untuk mengantarkanb enda itu, dan juga mungkin karena dikejar2 musuh besar, lalu pura2 terluka berat dan hendak mati, menitipkan barang itu kepada kalian adalah untuk mengelabuhi musuhnya itu, tapi bagaimana adikmy lantas bisa keluyuran seorang diri."   "Adikku masih bersifat kanak2 karena sedikit selisih mulut dia lantas berlari mendahului kita, aku dan Li Bun siang tidak ambil perhatian, berjalan seenaknya dibelakang, akhirnya karena kuatir seorang diri Li Bun siang berlari menyusul kedepan dan aku bejalan paling belakang, sungguh tak terduga."   Bicara sampai disitu Siang siau hun tidak kuat lagi meneruskan penuturannya, air mata mengucur semakin deras. Siorang berkedok berdehem berat, lalu katanya.   "Benar, menurut dugaan Lohu, buntalan itu pasti berisi suatu benda pusaka apa yang sangat berharga di Bulim, sipembunuh mungkin adalah siorang tua yang pura2 terluka dan hampir mati itu, setelah tipunya dapat mengelabuhi musuh2nya, secepat terbang dia menyusul tiba dan membunuh adikmu untuk menutupi mulutnya, bahwa dia menggunakan racun tanpa bayangan tujuannya adalah hendak sekaligus secara tidak langsung hendak membunuh kalin bertiga, dalam perhtitungannya setelah adikmu mati tentu kalian akan menyentu tubuhnya dan ini berarti sekali panah terkena tiga ekor burung, akan tetapi juga kemungkinan adalah perbuatan musuh yang mengejar siorang tua hampir mati itu, setelah dapat mengetahui tipu licik orang tua hampir mati itu dia menyusul tiba terus membunuh adikmu!"   Tanpa terasa Go Bing mendengus sekali dan menggumam.   "jahat, harus dibunuh!"   Mendengar itu Siang siau hun melirik kearah Go bing, tergerak hatinya baru kini didapatinya pemuda yang salah sangkanya sebagai pembunuh adiknya ini ternyata adalah seorang pemuda yang cakep ganteng, tapi wajah yang ganteng itu bersemu hawa pembunuhan yang lebat, daya tarik laki2 jantan menyedot hatinya, tanpa terasa ia membungkuk minta maaf;   "Sukalah dimaafkan kecerobohan ku tadi"   "Tidak menjadi soal,"   Sahut Go Bing kaku.   "Bolehkan kuketahui nama besarmu?"   Berputarlah otak Go Bing, waktu di Pek hun ko sat ia pernah menyebut namanya sebagai Go Bing kalau sekarang dikatakan bukankah akan membuka rahasia dirinya, hal itu tentu tidak menguntungkan dirinya untuk menuntut balas sakit hati gurunya kelak.   Apabila Go Bing itu berarti dirinya tidak mempunyai nama, karena pikiran ini dengan tawar dia menyahut.   "Aku seorang keroco dari kangouw, kiranya tidak perlu nona mengetahui namaku."   Merah jengah wajah siang Siau hun, berpaling muka dia bertanya kepada siorang berkedok.   "Apakah cianpwe mengetahui siapa2 kiranya yang menggunakan racun tanpa bayangan itu dikalangan kangouw?"   Sejenak siorang berkedok berpikir lalu berkata.   "Racun tanpa bayangan hanya kudenganr dari cerita orang saja, menurut keadaan kematian adikmu itu persis benar dengan kabar cerita itu, jadi itu hanya dugaanku saja, benar atau tidak belum tentu dapat dipastikan, namun dikalangan kangouw sekarang ini yang merajai menggunakan racun berbisa terhitung Pak-tok Tangbun Lu seorang."   "Apa tidak mungkin Pak-tok (racun utara) yang turun tangan?"   "Tidak mungkin!"   "Kenapa?"   "Selain pandai menggunakan racun juga ilmu silat Tangbun Lu lihat jarang ada tandingannya didunia persilatan. Selama hidup ini dia hanya punya seorang musuh yang paling ditakuti, itulah Sia-sin simalaikat sesat Kho Djiang yang berjuluk Lam- sia (sesat dari selatan)."   Bicara sampai disini dengan sengaja siorang berkedok merandek dan entah sengaja atau tidak matanya melerok kearah Go Bing.   Mendengar orang menyinggung nama gurunya, tergerak hati Go Bing, namun sejak kecil dia sudah digembleng simalaikat sesat, tindak tanduk Sia-sin yang bertentangan dengan kebiasaan umum sedikit banyak membawa pengaruh pada jiwanya, perobahan perasaan hatinya tidak kentara dari lahir wajahnya, pikirnya .   kalau kepandaian racun utara sudah jarang menemui lawan didunia persilatan apalagi merupakan musuh bebuyutan suhuna, bukankah itu berarti bahwa kepandaian suhu mungkin lebih tinggi dari racun utara ini, lalu bagaimana terjadinya suhu sampai celaka dibawah tangan orang? Tanpa merasa mulutnya terpentang bicara.   "Antara sesat dari selatan dan racun utara itu siapakah lebih kuat dan lemah?"   "Ilmu Hian-In-kang dari racun utara boleh dikata sukar dicari tandingannya, tapi Kiy-yan-sin-kang dari Lamsia justeru merupakan lawan mematikan bagi ilmu Hian-In-kang itu, tapi karena racun utara berkelbihan pandai menggunakan bisa maka mereka masing2 memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri2"   "Tadi cianpwe belum memberi penjelasan mengapa racun utara tidak mungkin turun tangan?"   Siang Siau hun mengajukan pertanyaan lagi. Siorang berkedok manggut2, sahutnya.   "Pertama. racun utara sangat menjunjung tingkatan dan kepandaianya tentu tidak mungkin ia turunkan tangan jahat kepada tingkatan rendah, hal ini semua orang dikalangan kangouw tentuk maklum, kedua seumpama terdesak oleh keadaan dengan kepandaian silatnyapun tidak perlu dia menggunakan racun, ketiga, sudah belasan tahun dia tidak pernah muncul didunia persilatan, maka kukatakan."   Bola mata Siang Siau hun berputar.   "Apa tidak mungkin perbuatan anak muridnya?"   Siorang berkedok ragu2, lalu sahutnya.   "Ya, itu kemungkinan."   "Aku bersumpah harus mencari tahu perbuatan siapa ini, untuk menuntut balas bagi kematian adikku dan Li Bun siang."   Suara Go Bing dingin kaku menyambung.   "Secara kebetulan aku memergoki peristiwa ini, akan kubantu sekuat tenaga untuk menyelidiki siapa pembunuh adikmu itu."   Ucapan ini diluar dugaan Siang Siau hun, sungguh dia tidak habis mengerti bagaimana watak dan tindak tanduk pemuda ini sebenarnya, bukan saja dingin dan garang serta congkak, namun ucapannya itu menunjukkan pula sifat jujurnya, sinar matanya lagi2 menatap wajah cakep ganteng yang mengandung daya tarik bagi semua lawan kelaminnya, lupa akan sifat dingin dan congkak orang terhadap dirinya, dengan suara lembut ia berkata.   "Saudara menjunjung keadilan dan kebenaran, biarlah sebelumnya aku mengucapkan terima kasih."   Go Bing ulapkan tangannya.   "   Itupun tidak perlu, aku bukan pendekar yang suka menanam budi, tadi sudah kukatakan secara kebetulan saja aku memergoki peristiwa ini, terpaksa aku harus ikut campur."   Sahutan ini membuat Siang Siau hun hampir susah bernapas saking dongkol, raut mukanya mengelam dan sahutnya.   "Kalau begitu tak berani aku menyusahkan saudara."   Go Bing menarik muka wajahnya membesi.   "turut campur atau tidak adalah urusanku, nona tidak perlu banyak komentar, selamanya aku melakukan apa kata isi hatiku, tiada sangkut pautnya dengan orang lain dan orang lainpun tidak perlu memberi pendapat."   Ucapan yang seakan2 benar tapi juga seolah2 tidak mengenal perasaan ini membuat Siang Siau hun serba susah, serunya jengkel.   "   Saudara yang menjadi korban adalah adikku."   "Adikmu adalah orang persilatan."   Tukas Go Bing tegas.   "Sudah tentu sipembunuh itu jug aorang persilatan, orang persilatan mengurus persoalan bulim, lalu apanya lagi yang salah?"   "Orang aneh ucapannyapun aneh"   Gerutu Siang Siau hun sambil berpaling muka, tapi setelah mengatakan itu ia merasa ucapannya rada2 kurang sopan, merah jengahlah raut wajahnya. Siorang berkedok turut bicara lagi.   "Nona Siang, urusan selanjutnya disini biarlah kau bereskan sendiri, Lohu akan mencari jejak siorang tua luka berat hampir mati itu, akan kuperiksa sepanjang jalan sepuluh li ini, jikalau benar jenasah orang itu itu berada disana, maka kau harus mencari tahu ke Yong-ong-bio di Seng-toh itu, atau sebaliknya inilah tipu muslihat orang2 licik dari dunia persilatan, kalau tidak bisa mencari tahu barang macam apakah dalam buntalan itu, maka susahlah untuk mencari tahu siapakah sipenyebar racun itu."   Siang Siau hun terharu dan dan sangat berterima kasih.   "Cianpwe seorang budiman yang suka membantu kesukaran oran glain, tapi bagaimana baik menyukarkan."    Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini