Ceritasilat Novel Online

Pedang Darah Bunga Iblis 13


Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Bagian 13


Pedang Darah Bunga Iblis Karya dari G K H   "Aku inginkan jiwamu." "Nona, goblok, jangan, beracun..."   Si maling bintang Si Ban-tjwan berteriak gugup dan berjingkrak kalang kabut. Meskipun si maling bintang Si Ban-tjwan sudah berusaha mencegah tapi sudah terlambat telapak tangan Siang Siau-hun sudah menekan tiba didada Racun diracun.   "Blang"   Racun diracun tersurut mundur tiga langkah darah segera meleleh dari ujung bibirnya.   Seketika si maling bintang Si Ban-tjwan terhenyak heran.   Siang Siau-hun sendiri juga tertegun dan kesima ditempatnya.   Bahwa dengan kekuatan Siang Siau-hun dapat sekali pukul membuat Racun diracun muntah darah, kejadian ini benar2 susah dimengerti dan agaknya tak mungkin terjadi, tapi toh kenyataan.   Racun diracun tidak berkelit atau menyingkir, mandah saja dipukul tanpa mengerahkan tenaga atau balas menyerang, mengapa? "Racun!" tiba2 si maling bintang Si Ban-tjwan berpekik kaget.   Sontak Siang Siau-hun juga mendadak sadar dari kagetnya.   Benar juga, lengan kanannya itu sudah membengkak berwarna merah kehitaman besar dan linu tanpa dapat digerakkan lagi.   Racun diracun mengayun sebelah tangannya berkata kepada si maling bintang Si Ban tjwan.   "Inilah obat pemunahnya, ambillah!"   Cepat2 si maling bintang Si Ban-tjwan meraih obat itu kedalam tangannya.   Walaupun luas pengalamannya dikalangan Kangouw, tak urung dia heran dan bertanya2 tak dapat menyelami sebab dari kejadian semua ini.   Mengapa Racun diracun bisa mengeluarkan obatnya? Setelah melemparkan obatnya, Racun diracun melejit terbang menghilang, kecepatan gerak tubuhnya itu benar2 membuat orang merasa kagum, hanya dua kali berkelebat bayangannya sudah menghilang dari pandangan mata.   Biasanya si maling bintang paling membanggakan akan ilmu ringan tubuhnya, kalau dibandingkan dengan apa yang disaksikan sekarang ini, diam2 ia menghela napas mengakui keunggulan orang.   Siang Siau-hun hampir tidak percaya dengan kenyataan ini, tanyanya.   "Lo-cianpwe, mengapa iblis laknat ini bisa berbuat begitu?"   Si maling bintang tertawa pahit, sahutnya sambil menggeleng.   "Aku si maling tua juga tidak mengerti latar belakangnya, paling perlu kau segera telan obat pemunah ini."   "Tidak mau."   "Ha, mengapa?"   "Dendamku sedalam lautan, mana boleh aku menerima obatnya..."   "Apa kau sudah bosan hidup?"   Pertanyaan ini membuat jantung Siang Siau-hun melonjak berdenyutan, rona wajahnya berobah tak menentu sahutnya.   "Tapi aku bersumpah untuk membunuhnya?"   "Itu lain persoalan, paling penting kau makan dulu obat ini."   "Apa aku dapat mempercayai obatnya itu?"   "Pasti dapat dipercaya, dengan Lwekang dan kepandaian Racun diracun, bila dia mau mencabut jiwamu segampang membalikkan tangan. Aku si maling tua juga belum tentu dapat selamat. Tapi kenyataan bahwa dia mandah saja kau pukul sampai muntah darah tanpa membalas, hal ini tentu ada latar belakangnya yang susah dimengerti, kau kena racun karena tanganmu menyentuh badannya, kalau dia mengandung maksud jahat, buat apa dia berbuat demikian ini, maka legakanlah hatimu, marilah kau telan obat ini"   Apa boleh buat akhirnya Siang Siau-hun terima juga obat pemunah itu terus ditelan kedalam mulut. Sebentar saja rasa linu dan bengkak itu mulai hilang tak membekas.   "Nona baik, mari kita pergi!"   "Tapi engkoh Bing...?"   Merah mata Siang Siau-hun hampir menangis, berat rasanya untuk tinggal pergi.   "Orang baik tentu akan mendapat restu tuhan, kalau seumpama memang dia sudah menemui ajalnya didasar jurang, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah nenuntut balas bagi kematiannya itu."   "Menuntut balas... benar, tapi bagaimana jenazahnya..."   "Nona, bodoh, kau tidak perlu berputus asa, sedemikian luhur hatimu, seumpama meninggal juga Suma Bing akan meram. Lembah kematian merupakan salah satu tempat keramat dan bertuah bagi kaum persilatan, manusia siapa pun takkan dapat berkuasa menentang nasib ilahi..." - bicara sampai disini si maling bintang merandek sebentar lalu katanya pula.   "Nona baik, sedemikian besar rasa cintamu kepadanya, maka kau harus mewakilinya melaksanakan cita2nya yang belum selesai dicapainya!"   Siang Siau-hun tertegun, tanyanya.   "Cita2 apa yang belum terlaksana?"   "Mencari ibunya San-hoa-li Ong Fang-lan, entah sudah mati atau masih hidup". Seketika bergidik tubuh Siang Siau-hun, suaranya gemetar.   "Apa, jadi dia adalah keturunan Su-hay-yu-hiap Suma long?" "Benar, mengenai riwayat hidupnya mungkin hanya Lohu dan seorang misterius lainnya yang mengetahui!"   "Konon kabarnya dikalangan Kangouw, dulu kala itu..."   "Kabar angin itu kebanyakan tidak sesuai dengan kenyataan, mana boleh dipercaya."   Rona wajah Siang Siau-hun mengeras penuh kebulatan tekad, serunya.   "Lo-cianpwe, mari kita pergi?"   "Ya, marilah."   Sejenak Siang Siau-hun memandang kebawah jurang sana penuh rasa menyesal, lalu sambil mengertak gigi, bersama si maling bintang dia melompat jauh meninggalkan tempat itu.   Tiba diluar lingkungan pegunungan tak jauh disana terlihat sebuah jalan raya, dipinggir jalan raya itulah terlihat bergelimpangan berpuluh mayat manusia, cara kematian mayat2 itu rada2 sama satu sama lain, rata2 panca indera mereka keluar darah segar kehitam2an, rada2 seperti terpukul mampus oleh sebuah hantaman berat! Dari pertanda dipakaian mereka terang bahwa mereka adalah anak buah dari Bwe-hwa-hwe! Tanpa terasa Siang Siau-hun berseru kejut.   "Inilah buah tangan Racun diracun!"   Si maling bintang memeriksa dengan teliti, lalu menyahut manggut2.   "Benar, racun tanpa bayangan!"   "Untuk apa Racun diracun turun tangan terhadap anak buah Bwe-hwa-hwe?"   "Soal ini sukar dimengerti, para jagoan Bwe-hwa-hwe ini terang juga mengikuti Suma Bing sampai di Bu-kong san ini. Ditinjau dari serangkaian kejadian ini agaknya memang Racun diracun sengaja hendak menuntut balas bagi nasib Suma Bing yang buruk itu, tentang kenapa ia berbuat demikian, soal ini sukar ditebak dan diketahui."   Siang Siau-hun menggeleng hampa penuh tanda tanya lalu melanjutkan perjalanan. Sekarang baiklah kita ikuti keadaan Suma Bing yang terjungkal masuk jurang. Dalam keputus asaannya, mulutnya menggembor keras.   "Aku tidak bisa mati, aku mati penasaran." belum lenyap suaranya tahu2 tubuhnya menumbuk sebuah batu cadas yang menonjol keluar, seketika ia merasa seakan tubuhnya remuk redam kesakitan, tangannya meng-gapai2 coba mencakar dan berpegang, namun tidak membawa hasil, tubuhnya lagi2 terpelanting meluncur kebawah, dan pada lain saat ia sudah kehilangan kesadarannya. Entah sudah berselang berapa lama, waktu sepercik kesadarannya mulai pulih samar2 ia rasakan sejalur hawa hangat ber-gulung2 merembes masuk kedalam tubuhnya melalui jalan darah di-ubun2 kepalanya, sedemikian deras arus panas itu membuat kesadaran dan semangatnya ber- angsur2 pulih kembali, begitu bisa berpikir lantas terlintas suatu pertanyaan dalam benaknya. apa aku belum mati? Terdengar sebuah suara berkata dipinggir kupingnya.   "Himpun semangat dan salurkan tenaga."   Ter-sipu2 Suma Bing himpun semangat dan mulai menjalankan pernapasan mengatur jalan darah, dengan kekuatan tenaga murni dalam tubuhnya ia menuntun arus panas itu mengarungi seluruh tubuhnya, semakin lancar semakin cepat dan semakin bergolak, tanpa terasa tubuhnya semakin bergetar keras.   Saking tak tertahan ia jatuh pingsan lagi.   Waktu siuman lagi, terasa seluruh tubuh segar bugar dan penuh semangat dan nyaman, darah berjalan lancar, sedikit menggunakan tenaga kekuatan dalam badan lantas melanda bagai gelombang ombak lautan.   Terdengar suara itu berkata lagi.   "Sukses, anak muda, jalan darah mati hidupmu sudah tembus, bangunlah!"   Suma Bing sudah pasrah nasib bahwa tubuhnya pasti mati hancur lebur, mimpi juga dia tidak menduga bakal mengalami keanehan yang membawa keberuntungan, hampir2 dia tidak percaya bahwa itu kenyataan.   Maka begitu membuka mata bergegas ia melompat bangun tampak dimana dia berada kiranya didalam sebuah ruang batu yang dipajang sedemikian mewah dan bersih tanpa berdebu, atas bawah dan sekitarnya berwarna putih kehijauan seperti batu giok...   "Anak muda, kau dapat datang kemari, ini boleh terhitung ada jodoh!"   Suara itu kedengaran nyaring merdu dan sudah sangat dikenalnya, naga2nya dia pernah dengar suara itu, entah dimana... waktu ia celingak-celinguk bayangan seseorangpun tidak kelihatan, tanpa terasa giris dan kaget hatinya, serunya penuh hormat.   "Cianpwe yang manakah itu, bisakah Suma Bing minta bertemu untuk menghaturkan terima kasih atas budi pertolongan ini?"   "Anak muda, apa kau masih belum tahu siapa aku?"   Tiba2 Suma Bing berseru kegirangan.   "Kau adalah Lo-cianpwe?"   "Benar, memang akulah."   Begitu suaranya sirap, diatas ranjang batu yang terletak ditengah ruangan itu samar2 mulai kelihatan bayangan orang, eh, benar juga dia tak lain tak bukan adalah Giok li Lo Ci. Suma Bing ter-mangu2 sekian lamanya baru maju memberi hormat.   "Banyak terima kasih atas budi pertolongan Cianpwe yang besar!"   "Tidak perlu banyak peradatan, tentu tadi kau keheranan mendengar suaranya tak kelihatan ujudnya bukan?"   "Ya, memang begitulah!"   "Inilah ilmu Bu-siang-sin-hoat."   "Bu-siang-sin-hoat, Bu-siang-sin-hoat, tanpa ujud..."   Berulangkali Suma Bing menggumam dan me-nyebut2 nama Bu-siang-sin-hoat, agaknya dia menemukan apa2.   Giok-li Lo Ci adalah kekasih Sia-sin Kho Jiang semasa masih muda, untuk cinta ini dia sudah menanti dibibir jurang selama lima puluh tahun, wajahnya yang ayu molek dulu sekarang sudah berkeriput dan rambut juga sudah ubanan.   Suma Bing sendiri juga tidak menduga setelah terjatuh kedalam jurang, dirinya bisa ditolong olehnya, malah membantu dirinya menembus jalan darah mati hidupnya, sehingga Lwekangnya maju berlipat ganda, kini dirinya sudah berganti tulang beralih rupa.   "Nak, Bu-siang-sin-hoat adalah ilmu paling ampuh tiada keduanya di jagad ini, ilmu ini dapat membuat tubuhmu menghilang dari pandangan mata biasa, sejak tadi aku berada disampingmu, tapi selama itu kau tidak melihat aku. Maka itu dinamakan 'Bu-siang' (tanpa ujud), kau sudah paham?"   Suma Bing tengah berpikir, ia berpikir secara mendalam dan menyeluruh, mendadak ia tersentak lantas bertanya.   "Locianpwe, konon di Bu-kong-san ini ada seorang Cianpwe aneh yang menamakan diri Bu-siang-sin-li..."   Berobah wajah Giok-li Lo Ci, tanyanya.   "Jadi tujuanmu kemari adalah hendak mencari jejak Bu-siang-sin li?"   "Benar,"   Sahut Suma Bing penuh haru.   "Harap Cianpwe suka memberi petunjuk..."   "Apa tujuanmu yang utama?"   Sekilas Suma Bing berpikir cepat, lalu sahutnya sungguh2.   "Ingin memohon suatu benda."   "Benda apa?"   "Bunga-iblis!"   Giok-li Lo Ci melompat turun dari ranjang batu, agaknya diapun kaget dan heran.   "Kau ingin minta Bunga-iblis?"   Suma Bing mengiakan.   "Darimana kau bisa tahu kalau Bunga-iblis berada ditangan Bu-siang-sin-li?"   "Diberitahu oleh Bibi Ong Fong-jui!"   "Ong Fong-jui itu orang macam apa?"   "Wanpwe tidak begitu jelas!"   "Berapa usianya?"   "Kurang lebih tigapuluh tahun!"   "Aneh? Tidak mungkin, tiada seorangpun yang tahu soal ini dikalangan Kangouw"   Tergerak hati Suma Bing, tanyanya.   "Apakah Lo-cianpwe adalah..."   "Bukan. Bu-siang-sin-li adalah guruku. Sudah setengah abad yang lalu tidak muncul didunia persilatan, sepuluh tahun yang lalu dia orang tua meninggal..."   Sungguh girang Suma Bing susah dilukiskan dengan kata2, sungguh diluar tahunya bahwa Giok-li Lo Ci ternyata adalah murid tunggal Bu-siang-sin-li.   Karena mengalami bencana dirinya malah mendapat berkah ditambah hubungan dengan gurunya semasa muda, kejadian ini sungguh sangat kebetulan diluar kebetulan, hanya entah...   Terdengar Giok-li Lo Ci bertanya lagi.   "Untuk apa kau hendak minta Bunga iblis?"   "Mendiang suhu..."   Setelah membuka mulut baru Suma Bing sadar telah kelepasan omong, tapi sudah tidak mungkin ditarik kembali lagi.   Sebab pada pertemuan pertama dia pernah membohongi Giok-li Lo Ci bahwa gurunya tengah melatih semacam ilmu dan menutup diri.   Tapi sekarang tanpa sengaja ia menyebut 'mendiang guru'.   Berobah pucat wajah Giok-li Lo Ci, kedua matanya berkilat2 menakutkan, sekali raih ia cengkeram lengan Suma Bing serta tanyanya.   "Apa katamu?"   Suma Bing insaf bahwa tak mungkin ia dapat mengelabui lagi terpaksa ia menjawab penuh kesedihan.   "Dia... dia orang tua sudah meninggal!"   "Apa, dia sudah mati? Mengapa tempo hari kau mengatakan dia sedang bersemayam melatih ilmu?"   "Wanpwe tidak tega melihat Cianpwe mereras diri karena putus asa."   Giok-li Lo Ci melepas cengkeramannya ditangan Suma Bing, sambil mendongak dia tertawa ngakak ter-kekeh2, tawanya ini seperti keluhan binatang yang terluka membuat pendengarnya merinding seram.   Air mata meleleh deras bagai butir2 mutiara yang putus benang.   Hakikatnya tawa itu adalah tangis, tawa yang lebih sedih rawan dan duka nestapa dari tangis.   Suma Bing terhenyak mematung memandang wanita yang tak beruntung ini, entah dia harus berkata apa lagi untuk menghibur kedukaannya itu.   Bagi seseorang selama hidup ini mengejar satu harapan atau cita2, tapi akhirnya harapan atau cita2 itu menjadi hampa seumpama impian saja, betapa besar pukulan ini bagi sanubarinya, betapa perih dan nestapanya dapatlah dibayangkan, rasanya tiada omongan atau bujukan halus dapat menghibur hatinya yang terluka itu, dan cara yang terbaik hanyalah melampiaskan dengan tangis yang memilukan dan merawan hati.   Lama kelamaan berhenti juga suara tawa pilu itu dan berganti sesunggukkan yang lirih.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Mati! Hahahaha! Cinta selamanya membawa duka, impian indah selalu membangunkan tidur, ternyata dia sudah mati!"   Teringat oleh Suma Bing betapa kasih sayang Sia-sin Kho Jiang mengasuh dirinya sejak kecil, tanpa kuasa airmatanya juga ikut meleleh turun, tapi akhirnya tertahan juga, bagi seorang gagah airmata tidak gampang2 dialirkan! Ruang batu itu sesaat menjadi sedemikian sunyi senyap diliputi kabut kesedihan.   Setengah jam kemudian baru suasana yang mencekam sanubari ini mulai mereda.   Dengan lemah dan lesu Giok-li Lo Ci kembali duduk diatas ranjang batunya, se-olah2 dalam sekejap itu usianya bertambah tua dan loyo, pukulan batin yang berat ini, melampaui apa yang dapat diterima olehnya.   Dengan nada rendah berat Suma Bing berkata.   "Cianpwe harap kau mengekang diri."   Giok li Lo Ci pejamkan mata menenangkan gedjolak hatinya lalu bertanya.   "Nak, teruskan ceritamu, cara bagaimana dia sampai meninggal?"   Beringas wajah Suma Bing, serunya sengit.   "Duapuluh tahun yang lalu dia orang tua kena dikorek sebuah matanya dan dikuntungi kedua kakinya oleh musuh..."   "Siapa yang turun tangan?"   "Suhu terjebak dalam suatu tipu muslihat, biang keladinya adalah suheng Loh Tju-gi si murid durhaka. Sebelumnya dia meracuni mendiang suhu sehingga kehilangan sebagian besar tenaga dalamnya. Dan secara kebetulan Bu-lim-sip-yu yang kurang jelas mengetahui duduk perkara sebetulnya datang menuntut balas..."   "Jadi Bu-lim-sip-yu ikut berkomplot dalam kejahatan itu?"   "Tidak, hakikatnya Bu-lim-sip-yu juga salah satu pihak yang kena dikelabui dalam peristiwa itu, mereka juga terjebak dalam adu domba Loh Tju-gi. Sekarang Bu lim sip yu hanya ketinggalan Tiang-un Suseng seorang. Tapi Tiang-un Suseng sebaliknya adalah kekasih suci."   "Lalu bagaimana dengan Loh Tju-gi itu?"   "Limabelas tahun yang lalu setelah menggondol gelar jago nomor satu diseluruh jagat mendadak dia menghilang tidak keruan paran. Kepandaiannya sekarang mungkin sudah lebih tinggi dari mendiang suhu. Maka suhu berpesan kepada Wanpwe supaya berdaya-upaya untuk memperoleh Pedang darah dan Bunga-iblis supaya dapat melatih kepandaian tinggi tiada taranya untuk mencuci nama baik perguruan."   "Sebab itulah maka kau harus memperoleh Bunga-iblis itu?"   Suma Bing mengiakan. Setelah merenung sekian lamanya lalu Giok-li Lo Ci berkata.   "Apakah Pedang darah itu sudah menampakkan diri dimayapada ini?" "Enambelas tahun yang lalu"   Demikian tutur Suma Bing.   "benda bertuah itu diperoleh oleh mendiang ayah Suma Hong, selanjutnya sudah berganti tangan berulangkali dan yang terakhir direbut oleh Rasul penembus dada..."   "Rasul penembus dada? Mengenai urusan dunia persilatan aku sudah lama terpisah dan tidak tahu menahu, orang macam apakah si Rasul penembus dada itu?"   "Konon kabarnya beberapa bulan yang lalu muncul didunia persilatan suatu perkumpulan rahasia yang menamakan diri Jeng-siong-hwe (perkumpulan penembus dada). Rasul penembus dada adalah duta dari perkumpulan itu, betapa tinggi kepandaiannya itu memang sangat mengejutkan. Setiap kali membunuh korbannya dia menggunakan sebilah cundrik menembusi dada sang korban. Dalam jangka waktu yang pendek ini, beberapa tokoh2 lihay dari aliran putih atau hitam tidak kurang dari limapuluh orang kosen yang sudah tertembuskan dadanya oleh senjatanya yang mengerikan itu"   "O."   Giok-li Lo Ci manggut2 paham.   "Harap tanya Cianpwe, bolehkah kiranya Wanpwe minta Bunga-iblis itu?"   "Boleh, tapi ada syaratnya"   Suma Bing membatin.   tak peduli syarat apa itu, aku pasti harus setuju.   Bahwasanya Bunga iblis adalah benda yang harus didapatkan, satu pihak karena pesan suhunya, lain pihak juga untuk melaksanakan cita2 ayahnya semasa masih hidup, maka segera ia menyahut tegas.   "Harap tanya syarat apakah itu?"   Sejenak Giok-li Lo Ci menatap wajah Suma Bing lalu katanya per-lahan2.   "Syarat ini adalah peninggalan dari mendiang guruku, tak boleh dirobah lagi..."   "Harap tanya syarat pertama apa?" "Syarat pertama, kalau kau ingin minta Bunga iblis kau harus membawa Pedang darah kemari, apa syarat ini mampu kau lakukan?"   Seketika Suma Bing melongo tanpa kuasa membuka mulut.   Pedang darah sudah terjatuh ditangan Rasul penembus dada momok paling ditakuti oleh kaum persilatan.   Kehebatan kepandaian orang, seumpama berlatih sepuluh tahun lagi juga belum tentu dirinya dapat menandinginya.   Adalah Rasul penembus dada juga menerima perintah orang lain lagi.   Sudah tentu Pedang darah pasti berada ditangan orang dibelakang layar itu.   Kepandaian seorang Rasul saja sudah cukup malang melintang menyapu seluruh dunia persilatan maka tidak perlu disinggung betapa hebat kepandaian orang dibelakang layar itu.   Kalau dirinya hendak merebut Pedang darah dari Jeng-siong-hwe bukankah bagai memetik bulan dilangit? Tapi Pedang darah adalah benda peninggalan ayahnya, ayahnya mati lantaran benda bertuah itu.   Sebab itu pula hingga mati hidup ibunya belum diketahui.   Sedang dirinya juga lolos dari renggutan elmaut karena benda keramat itu juga, tidak perlukah direbut kembali? "Apa kau ada kesukaran?"   Desak Giok-li Lo Ci dingin.   "Ya"   "Kesukaran apa?"   "Pedang darah terjatuh ditangan Rasul penembus dada tidak mudah untuk merebutnya kembali!"   "Pesan itu adalah peninggalan suhu yang tidak boleh diganggu gugat, dan lagi Pedang darah dan Bunga-iblis adalah dua benda keramat yang harus disatu padukan, hanya memperoleh salah sebuah saja berarti barang rongsokan yang tak berguna."   "Ini wanpwe paham!" "Walaupun aku ada niat membantu kau, tapi aku tidak bisa melanggar peraturan perguruan."   Suma Bing merenung agak lama, lalu berkata tegas.   "Wanpwe tidak hiraukan akan mati atau hidup, aku bersumpah akan merebut kembali Pedang darah itu"   "Baik sekali, kutunggu kedatanganmu!"   "Harap bertanya syarat yang kedua itu."   "Itu harus menunggu setelah kau menyelesaikan syarat pertama baru bisa kuberitahukan. Dingin perasaan Suma Bing, tapi apa boleh buat, ia menghela napas panjang2, katanya.   "Baiklah, kalau begitu wanpwe minta diri?"   "Permisi? Kau tidak bisa keluar!"   "Tidak bisa keluar? Mengapa?"   "Kau tahu tempat apa ini?"   "Tempat apa?"   "Lembah kematian, salah satu tempat kramat bagi kaum persilatan."   Betapa kejut Suma Bing susah dilukiskan dengan kata2, serunya lesu.   "Lembah kematian?"   "Benar, keempat penjuru merupakan dinding licin yang curam tiada jalan keluar atau masuk."   "Lalu bagaimana Cianpwe keluar masuk..."   "Terbang merambat dinding."   Suma Bing tertawa ringan, ujarnya.   "Kalau Cianpwe bisa keluar masuk, wanpwe juga akan mencoba sekuat tenaga." "Kemampuanmu masih terpaut jauh kau takkan berhasil. Kalau sudah dinamakan lembah kematian salah satu dari tiga tempat keramat, kalau semua orang dapat semudah itu keluar masuk, maka lembah kematian dua kata ini boleh dihapus."   "Harap suka memberi penjelasan!"   "Meski dinamakan lembah tapi empat penjuru sekelilingnya terkepung oleh dinding batu yang tinggi dan lempang menyerupai sebuah sumur besar, mulutnya besar dasarnya sempit, sedemikian licin dinding batu itu laksana dipapas golok, seratus tombak tingginya baru ada batu menonjol untuk berpijak, coba apa kau mampu sekali loncat dapat mencapai setinggi ratusan tombak tanpa berpijak benda apa?"   Diam2 Suma Bing melelet lidah, sahutnya.   "Hal itu wanpwe mengakui takkan mampu berbuat begitu"   "Maka kukatakan kau tidak mungkin bisa keluar!"   "Lalu wanpwe..."   "Kau harus bersabar setelah satu bulan kemudian baru kau dapat keluar dengan mudah secara selamat. Menurut apa yang aku tahu, kau terhitung orang pertama yang dapat keluar dari Lembah kematian ini dengan masih hidup. Dulu belum pernah ada, kelak juga mungkin tidak akan ada!"   "Satu bulan, kenapakah?"   Tanya Suma Bing tidak mengerti.   "Akan kuturunkan dua jenis gerak tubuh kepadamu, setelah kau berlatih sempurna kau boleh keluar dari sini!"   "Ini..."   "Suma Bing,"   Ujar Giok-li Lo Ci menyeringai dingin.   "kalau bukan karena hubunganku dengan Sia-sin Khong Jiang, aku tidak akan turunkan ilmu rahasia perguruanku kepada kau. Itu berarti kau juga tidak bakal hidup sampai sekarang, jangan harap lagi kau dapat keluar dari sini dengan masih hidup" "Bukan begitu maksud wanpwe. Hanya aku tidak sudi terima budi orang lain secara gratis"   "Hm, bagus bertulang ksatria, tapi semua pengalamanmu yang membawa berkah bagi kau ini anggap saja sebagai wahyu dari suhumu, tadi aku pernah berkata kalau kau bukan murid Sia-sin Kho Jiang, malah memikul tugas suci yang dibebankan kepada dirimu, seratus Suma Bing juga harus dikubur didasar lembah ini!"   Ini memang kenyataan dan bukan ancaman atau omong kosong melulu.   Sudah tentu Suma Bing sendiri juga maklum akan hal ini.   Terlintas akan pesan suhunya lantas terpikir juga Bunga- iblis harus dicapainya.   Teringat pula orang telah menyembuhkan lukanya, malah menolong jiwanya lagi dan menembuskan jalan darah mati hidupnya, budi sedemikian besar ini, kalau dirinya tidak mau terima kebaikan orang yang hendak menurunkan ilmu, bukankah terlalu tidak mengenal budi malah.   Karena pikirannya ini, terunjuk rasa haru dan syukur, katanya.   "Budi Cianpwe yang besar ini, selama hidup ini mungkin tidak mungkin aku dapat melunasi"   "Ah, omong kosong. Dari sekarang juga, kuturunkan dua gerak tubuh dari Bu siang sin hoat yang dinamakan Sin-sek dan San-sek (gerak naik dan gerik kelit). Gerak naik dapat membuat kau melambung tinggi ratusan tombak tanpa meminjam tenaga luar, sedang gerak kelit adalah suatu gerakan lihay sedemikian cepat sampai dapat mengelabui pandangan musuh. Kalau kedua ilmu ini sudah sempurna kau latih, tidak peduli betapa lihay dan tinggi kepandaian lawanmu itu, dengan mudah kau dapat selamatkan diri. Jalan darah mati hidupmu sudah tembus, lebih gampang lagi mempelajari kedua ilmu itu. Mengandal bakatmu, waktu satu bulan sudah cukup berkelebihan."   Entah karena girang atau terharu tubuh Suma Bing sampai gemetaran.   Pengalaman yang ajaib ini seolah2 dirasakan dalam mimpi.   Waktu menempuh perjalanan menuju ke Bu-kong-san ini, harapannya tidak sedemikian besar.   Sungguh tak sangka kiranya bahwa keinginannya bisa terkabul, dari mengalami bencana malah mendapat rejeki sebesar ini.   Bukan saja Bunga-iblis sudah pasti dapat diketemukan malah memperoleh dua ilmu yang tiada taranya lagi, hal ini benar2 diluar dugaan sebelumnja.   Oleh karena itu terpaksa Suma Bing harus tinggal dalam gua didasar lembah kematian itu selama satu bulan untuk mempelajari dua jenis ilmu dari Bu-siang-sin-hoat.   Sang waktu berjalan sangat cepat, satu bulan dengan cepat sudah berlalu.   Dalam waktu yang pendek itu Suma Bing sudah sempurna mempelajari gerak naik dan gerak kelit serta intisarinya.   Pada hari ketigapuluh Giok-li Lo Ci bicara sungguh2 kepada Suma Bing.   "Nak, kudoakan tugasmu dapat kau laksanakan secara lancar, cepat21ah kau merebut balik Pedang darah itu, untuk dipadukan dengan Bunga-iblis, supaya dapat memperoleh ilmu digdaya yang merajai segala ilmu silat, maka terkabullah cita2 para almarhum yang telah mendahului kita. Sekarang kau boleh segera berangkat!"   "Banyak terima kasih atas budi Cianpwe yang besar dan tak ternilai ini"   "Tidak perlu sungkan2, kuturunkan ilmu perguruanku karena kau memikul tugas perguruan, anggaplah sebagai maksud baikku kepadanya (Sia-sin Kho Jiang). Tentang Bunga-iblis itu, menurut pesan mendiang Suhu siapapun orang itu yang dapat memasuki lembah kematian ini dan bermaksud hendak minta Bunga-iblis itu, setelah dapat memenuhi syarat2 yang ditentukan, dengan mudah dapat memperolehnya, Maka kaupun tidak perlu banyak kuatir."   "Meskipun begitu ketentuannya, hal itu tidak akan merobah pendirian wanpwe akan budi Cianpwe yang besar ini!"   "Marilah, biar kuantar kau keluar lembah!"   Keluar dari dalam gua, tampak keadaan dalam lembah masih sedemikian pekat akan kabut yang tebal ber-gulung2, bagi orang yang Lwekangnya, agak rendah pasti tidak dapat melihat tegas dan membedakan apa yang dipandang didepannya.   Tidak lama kemudian tibalah mereka, dibawah sebuah dinding tinggi yang sebelah atasnya agak sedikit menjorok kedepan.   Segera Giok-li Lo Ci menunjuk dan berkata.   "Terpaut lima tombak dari kaki dinding, gunakanlah gerak naik dari Bu siang sin hoat, kau harus berputar melambung tinggi, kira2 mencapai ketinggian seratus tombak kemudian ada sebuah batu menonjol keluar, batu itu dapat kau gunakan untuk injakan dan seterusnya, terpaut delapan atau sepuluh tombak pasti ada batu2 dapat kau gunakan untuk berloncatan. Pergilah, tapi ingat, kalau kau datang kembali, kau harus menggunakan jalan ini lagi, kalau tidak kau takkan mampu masuk kedalam lembah. Dan masih ada satu soal lagi yang paling penting, keadaan dalam Lembah kematian ini jangan se-kali2 kau uarkan dikalangan Kangouw. Awas jangan lupa!"   Setelah memberi hormat, tubuh Suma Bing segera melejit tinggi beberapa tombak, sambil mengempos semangat dan mengerahkan tenaga seketika ia rasakan badannya sangat enteng bagai kapuk se-akan2 badannya melayang tanpa menggunakan tenaga.   Sekali tumitnya menutul dibatu dinding, tubuhnya terus meluncur lagi lebih cepat menjulang keatas, Tiraik asih Websi tehttp.// kangz usi.co m/ lompatan kali ini tidak kurang dari tigapuluh tombak tingginya dan menurut teori pelajarannya, dia berganti napas dan berobah gaya ditengah udara tubuhnya melengkung membuat setengah lingkaran, dalam sekejap mata kemudian, dia sudah berputar naik sekitar ratusan tombak.   Benar juga dilihatnya sebuah batu menonjol keluar, batu ini tidak lebih dari tiga kaki luasnya, disini ia berhenti sebentar mengganti napas terus terbang naik lagi tak lama kemudian kakinya sudah menginjak puncak jurang.   Ia masih ingat tempat itu adalah dimana untuk pertama kali ia berjumpa dengan Giok-li Lo Ci.   Sudah dua bulan sejak dia datang, dan dalam jangka yang pendek ini se-olah2 Suma Bing sudah berganti tulang dan bersalin rupa.   Bukan saja jalan darah mati hidup sudah tembus malah memperoleh pelajaran Bu-siang-sin-hoat yang sangat ampuh lagi.   -oo0dw0oo-   Jilid 7 25.   RASUL PENEMBUS DADA DIGEBAH LARI OLEH KEHEBATAN ILMU SUMA BING.   Disini ia berdiri sebentar merenungkan apa2, terus mengembangkan ilmu ringan tubuhnya berlarian cepat keluar pegunungan.   Selama dalam perjalanan, dia berpikir dan menimang langkah2 selanjutnya yang harus dilakukan; Pertama, sudah tentu harus mencari tahu dimana alamat dari perkumpulan Jeng siong hwe untuk minta kembali Pedang darah.   Kedua mencari ibunya, entah sudah mati atau masih hidup.   Sejak kematian Iblis timur maka putuslah sumber penyelidikannya untuk menuntut balas, kalau ibunya belum ketemu, maka dendam kesumat ini akan selamanya tenggelam ditelan masa, selain ada kejadian diluar dugaan, hakikatnya tak mungkin dia dapat menyelesaikan semua urusan ini secara sempurna.   Dan yang ketiga adalah menyirapi dimana sekarang Loh Cu gi berada.   Dengan kehebatan ilmu ringan tubuhnya, tak lama kemudian dia sudah menginjak jalan raya dan menempuh perjalanannya yang tiada tujuan yang tertentu.   banyak urusan yang harus dikerjakan, namun setiap pekerjaan itu sangat sukar dan rumit, entah dari mana ia harus mulai turun tangan.   Hari itu tengah ia melakukan perjalanan, tiba2 dilihatnya didepan jalan sana terpaut puluhan tombak tengah berlari kencang dua bayangan orang yang sangat dikenal, tergeraklah hatinya.   begitu mengembangkan gerak kelit dari pelajaran Bu siang Sin hoat, sedemikian hebat dan menakjupkan gerakan itu tahu2 dia malah sudah melampaui didepan kedua orang itu, terus membalik tubuh menghadang ditengah jalan.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Keruan kedua orang itu berseru kaget dan lekas2 menghentikan langkahnya, waktu ditegasi kiranya kedua orang itu bukan lain adalah Siang Siau hun dan Tou sing to gwat Si Ban cwan si maling bintang.   Bahwa Siang Siau hun bisa berjalan bersama Si maling bintang Si Ban cwan, hal ini benar2 mengejutkan dan mengherankan Suma Bing.   Setelah melihat jelas orang yang menghadang mereka ditengah jalan itu ternyata adalah Suma Bing, seketika Siang Siau hun dan Si Ban cwan terhenyak melongo terbelalak...   Segera Suma Bing memberi hormat kepada Si maling tua lalu dengan riang gembira berseru menyapa.   "Adik Hun!"   Wajah Siang Siau hun kelihatan agak kurus pucat, air mukanya tengah ber-kerut2, tubuhnyapun ikut gemetar, matanya, yang bundar jeli dan bening dengan nanap mengawasi wajah Suma Bing, per-lahan2 airmata meleleh keluar dengan derasnya.   Keadaan ini membuatnya melengak dan tak habis herannya.   "Apakah ini bukan mimpi?"   Akhirnya tercetus juga ucapan Siang Siau hun. Lebih besar lagi rasa heran dan kejut Suma Bing, tanyanya tak mengerti.   "Adik Hun, apakah yang telah terjadi?"   "Buyung,"   Si maling bintang akhirnya ikut bicara, suaranya gemetar.   "Apa kau belum mati?"   "Mati? Mengapa aku harus mati, apakah maksudnya ini?."   "Bukankah kau sudah terjungkal masuk Lembah kematian oleh keroyokan dua diantara Si tiau khek?"   Baru sekarang Suma Bing sadar dan paham, sahutnya.   "Memang begitu kejadiannya, dari mana Cianpwe bisa mendapat tahu?"   "Aku si maling tua bersama nona Siang mengejar jejakmu ke Bu kong san, dibibir jurang lembah kematian bersua, dengan Racun diracun, dari mulutnyalah kita ketahui bahwa kau sudah jatuh masuk jurang. Waktu itu nona Siang hampir tidak ingin hidup lagi..."   Suma Bing berpaling kearah Siang Siau hun, suaranya ringan halus.   "Adik Hun!"   Siang Siau hun mengeluh panjang terus menubruk kedalam pelukan Suma Bing, katanya sesenggukkan.   "Engkoh Bing, peluklah aku erat2, biar kurasakan kehadiranmu ini, katakanlah bahwa ini bukan impian!"   Serta merta Suma Bing lantas memeluknya dengan kencang, kedua tangannya melingkar dipinggangnya katanya penuh haru.   "Adik Hun, tenanglah!"   Pertemuan dalam keadaan kurang wajar ini membuat Siang Siau hun lupa diri tanpa hiraukan lagi kehadiran si maling bintang dia terus menubruk kedalam pelukan Suma Bing.   Mendengar ucapan Suma Bing itu, seketika merah jengah selebar mukanya.   ter-sipu2 ia dorong Suma Bing terus mundur tiga langkah.   Suma Bing sendiri juga kikuk dan malu2.   Si maling bintang Si Ban cwan batuk2 lalu berkata.   "Cobalah kau tuturkan pengalamanmu untuk kita dengar!"   "Waktu Wanpwe terjungkal jatuh kedalam jurang oleh pukulan gabungan Heng si khek dan Hui bing khek, untung tiga puluh tombak dibawah sana ada sebuah batu besar yang menonjol keluar, maka selamatlah jiwaku."   Terpaksa Suma Bing berbohong karena ingat pesan Giok Li Lo Ci yang melarangnya membeber rahasia keadaan Lembah kematian itu kepada orang luar.   "0, memang kalau orang baik pasti mendapat rahmat Tuhan!"   Puji si maling bintang lalu katanya kepada Siang Siau hun.   "Bagaimana nona baik, aku pernah berkata bocah ini berumur panjang bukan. Kalau waktu itu kau benar2 menerjunkan diri masuk jurang, bukankah kau mati konyol dan penasaran!"   Tanpa merasa Siang Siau hun tertawa geli. wajahnya yang semula penuh dirundung kesedihan kini berubah cerah dan berseri. Mendadak si maling bintang bertanya.   "Buyung, sebenarnya ada hubungan apakah antara kau dengan Racun diracun" "Hubungan, ada apakah?"   "Kedatangan Racun diracun dibibir jurang itu agaknya hendak menolong kau, tapi dia terlambat setindak. Waktu nona goblok ini menuntut balas kepadanya dia mandah saja, dihantam tanpa memberi perlawanan sehingga muntah darah. Maka karena menyentuh tubuhnya maka tangan nona gendeng ini keracunan hebat, tanpa, diminta dia malah keluarkan obat pemunahnya terus tinggal pergi..."   "Ada kejadian demikian?"   "Masa aku si maling tua pernah berbohong?"   "Urusan ini sangat ganjil dan susah dijelaskan, wanpwe juga tidak mengerti"   "Dan lagi dalam jangka sebulan lebih ini, anak buah Bwe hwa hwe yang mati dibawah racun tanpa bayangan tak terhitung banyaknya. Peristiwa ini menimbulkan gelombang kegusaran dan heboh yang susah dibendung. Menurut kabarnya pihak Bwe hwa hwe sudah mengutus gembong2 silat kelas tinggi untuk menuntut balas kepadanya..."   "Teka-teki yang sukar dipecahkan! Akan tetapi, wanpwe sudah pasti akan memecahkan teka-teki ini!"   Sebuah lengking tawa yang aneh dan menggiriskan mendadak terdengar dari kejauhan. Suma Bing berseru kaget.   "Suara tawa Racun diracun, biar kupergi melihat!" secepat kilat tubuhnya melenting tinggi terus berkelebat kearah datangnya suara, dalam sekejap saja bayangannya sudah menghilang. Si maling bintang melelet lidah, serunya kagum.   "Gerakan apakah itu. kecepatannya benar2 susah dibayangkan. Apa mungkin dia ketiban rejeki apa?"   Siang Siau hun juga tidak kalah heran dan kagetnya.   "Lo cianpwe, mari kita ikut melihat kesana?" "Baik, mari!"   Tua dan muda ini segera berlarian kencang menuju kearah yang sama...   Dalam pada itu, Suma Bing kembangkan ilmu dari Bu siang sin hoat yang belum lama ini dipelajarinya, terus meloncat dengan kecepatan penuh kearah datangnya suara, kecepatannya ini se-olah2 meteor terbang, dalam jangka yang pendek tiga li sudah dicapainya tiba.   Didalam sebuah hutan kecil didepan sana terlihat dua bayangan hitam putih tengah berhadapan dengan bersitegang leher.   Si hitam itu bukan lain adalah Racun diracun, sedang yang putih tak lain adalah Rasul penembus dada.   Bu siang sin hoat benar2 menakjubkan, Suma Bing sudah mendesak maju sejauh tiga tombak masih belum ketahuan oleh kedua tokoh lihay itu.   Terdengar Rasul penembus dada tengah mendesis.   "Racun diracun, kau keluarkan suara iblismu apakah kau hendak mengundang bala bantuan?"   Suara Racun diracun tidak kalah dingin dan kaku.   "Kau tidak perlu tahu!"   "Manusia beracun, sungguh besar nyalimu, berani kau menggunakan Pedang darah palsu untuk mengelabui Pun si cu (aku si Rasul)?"   "Hm, Pedang darah itu adakah kau sendiri yang minta dengan paksa, toh aku tidak memberi pertanggungan jawab akan tulen atau palsu bukan!"   Tergerak hati Suma Bing yang sembunyi dibelakang pohon, sungguh diluar sangkanya bahwa Pedang darah yang direbut Rasul penembus dada dari Racun diracun tempo hari itu ternyata adalah palsu! Rasul penembus dada mengancam penuh kekejaman.   "Kupandang muka pemilik benda yang kau tunjukkan tempo hari, kalau kau mau serahkan Pedang darah itu, aku tidak menarik panjang urusan ini."   "Kalau aku menolak?"   Jengek Racun diracun.   "Kematian bagi kau!"   "Belum tentu!"   "Apa benar kau tidak mau serahkan pedang itu?"   "Pedang bertuah itu kuperoleh dari tangan Iblis timur, tentang tulen atau palsu, lebih baik kau minta pertanggung jawab Iblis timur saja?"   "Iblis timur sudah mati kutembusi dadanya!"   "Kalau begitu, maaf aku tidak ikut campur dalam urusan itu lagi."   "Kau manusia beracun agaknya sebelum melihat peti mati kau takkan menangis?"   "Sembarang waktu aku bersiap untuk gugur bersama kau."   Mendadak Rasul penembus dada perdengarkan suara tawa yang menyedot semangat orang, serunya.   "Kau sedang bermimpi, ketahuilah betapapun berbisanya kau Racun diracun, dapat mengapakan aku?"   Tergetar perasaan Racun diracun, batinnya, apa kedatangannya ini sudah siap sedia? Sementara itu, Suma Bing juga gugup dan bimbang Kalau Pedang darah itu benar2 sebilah pedang palsu, berarti semua rencananya akan gagal total.   Iblis timur sudah mati, maka Pedang darah yang tulen akan terpendam selamanya.   Karena pikirannya ini tanpa dapat mengendalikan perasaannya lagi, ia berkelebat keluar Racun diracun berseru kaget, berulang ia mundur beberapa langkah, tanyanya.   "Suma Bing, kau belum mati?"   Suma Bing manggut2.   "Ya. aku masih hidup!"   Agaknya Rasul penembus dada juga terperanjat.   mengandal kemampuannya ternyata masih tidak mengetahui kedatangan orang, setelah orang muncul baru dirasakan.   Dalam ingatannya, anak muda ini tidak berkepandaian sedemikian tinggi...   Suma Bing bertanya kepada Racun diracun penuh perhatian.   "Pedang darah milik tuan itu apa benar adalah yang palsu?"   Sejenak Racun diracun ragu2, matanya menatap kearah Rasul penembus dada lalu berkata.   "Dalam hal ini boleh kau bertanya kepada saudara ini!"   Terdengar lambaian baju berdesir terbawa angin.   Siang Siau hun bersama si maling bintang memasuki gelanggang! Begitu melihat tokoh2 dihadapan mereka seketika berobah kaget wajah mereka.   Tentang Racun diracun tidak perlu dipersoalkan lagi.   adalah Rasul penembus dada adalah gembong misterius yang paling ditakuti didunia persilatan.   Entah bagaimana Suma Bing bisa ikut terlibat dalam pertikaian kedua orang kosen ini.   Rasul penembus dada berpaling kearah Siang Siau hun dan si maling bintang sambil membentak.   "Enyah dari sini!" suaranya dingin menggiriskan pendengarnya. Tanpa terasa Siang Siau hun dan si maling bintang tergetar dan mundur beberapa langkah. Suma Bing maju dua langkah suaranya berat berkata kepada Rasul penembus dada.   "Dengan bukti apa tuan berani pastikan kalau Pedang darah itu adalah palsu?"   Kedua mata Rasul penembus dada bercahaya menatap kearah Suma Bing, ujarnya.   "Suma Bing, kau ini seumpama kutu terbang menyambar pelita, mengantarkan kematianmu sendiri!" sambil berkata pergelangan tangan dibalikkan, entah bagaimana tahu2 tangannya sudah menggenggam sebilah cundrik yang berkilapan, lalu sambungnya lagi.   "Kau harus mati dibawah cundrik ini!"   Bergolak amarah Suma Bing, saking gusar dia malah tertawa besar.   "Tuan silahkan kau turun tangan!"   "Engkoh Bing!"   Teriak Siang Siau hun sambil menubruk masuk gelanggang.   "Kembali!"   Bentak Rasul penembus dada, begitu sebelah tangan dikebutkan.   kontan Siang Siau hun berpekik kesakitan, tubuhnya terpental balik seperti layang2 yang putus benangnya.   Ter-sipu2 si maling bintang bergerak maju menyambut.   Sedang Suma Bing membentak sengit terus menghantam sekuatnya kearah Rasul penembus dada.   Rasul penembus dada ganda mendengus ejek, sebelah tangannya bergerak melingkar terus ditarik balik, gerak gerik yang aneh ini bukan saja dengan mudah telah punahkan kekuatan pukulan Suma Bing, malah Suma Bing juga rasakan suatu daya tolak yang sangat kuat menyerang tubuhnya hingga terdorong mundur tiga langkah.   Dengan berlipat ganda kekuatan Suma Bing ternyata masih belum kuat menahan kebut sebelah tangan lawan, hal ini betul2 sangat mengejutkan.   Agaknya Racun diracun juga tidak mau tinggal diam melejit maju ditengah ia mengancam.   "Terpaksa aku harus turun tangan!"   "Manusia beracun jangan ter-gesa2,"   Bentak Rasul penembus dada dingin.   "Biar kubereskan yang ini dulu!" membarengi ucapannya Rasul penembus dada mendorong sebuah tangannya kearah Racun diracun. Kekuatan dan kecepatan dorongannya ini boleh dikata secepat kilat, betapa hebat tenaganya benar2 menggetarkan semangat orang. Sampai2 Racun diracun yang berkepandaian sedemikian tinggi juga tidak sempat lagi untuk balas menyerang atau menyingkir. 'Blang' Racun diracun sempoyongan setombak lebih hampir roboh, mulutnya berpekik tertahan. Rasul penembus dada mengayunkan cundriknya serta mengancam.   "Suma Bing, serahkan jiwamu."   Dimana cahaya kilat berkelebat, runcing cundrik itu sudah melesat keluar, cara tusukan ini bukan saja cepat bagai kilat juga aneh, sehingga orang yang diserang tiada kesempatan untuk berkelit atau bersiap siaga...   Ramailah teriakan dan seruan kaget, Racun diracun.   si maling bintang dan Siang Siau hun tanpa berjanji berbareng terbang memburu sambil lancarkan sebuah pukulan.   Hakikatnya bagaimanapun juga tiga orang ini tidak akan mampu merintangi kecepatan Rasul penembus dada.   Diterpa badai pukulan yang ber-gulung2 dari gabungan tiga orang Rasul penembus dada mandah saja punggungnya diserang, tubuhnya bergoyang gontai tanpa tergeser sedikitpun.   Serasa pandangannya kabur, tahu2 Suma Bing yang berada dihadapannya sudah menghilang, matanya ber-kilat2 menyapu kesekelilingnya, tampak Suma Bing tengah berdiri tenang dibelakang Rasul penembus dada.   Keruan kejadian ini membuat ketiga orang itu melongo terkejut.   Kepandaian Rasul penembus dada memang bukan olah hebat, begitu cundriknya mengenai tempat kosong dan kehilangan bayangan musuhnya, sebat sekali tubuhnya terus menggeser kedudukan delapan kaki baru membalik tubuh.   Sekarang dia berhadapan lagi dengan Suma Bing.   "Suma Bing, cundrik penembus dada ini selamanya belum pernah dilancarkan main2 yang dapat terhindar dari tusukannya terhitung kau satu2nya ! Tapi..."   "Bagaimana" "Keajaiban hanya muncul satu kali!"   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kenapa tidak kau coba2 lagi?"   Ejek Suma Bing.   Rasul penembus dada menggeram gusar, ujung cundriknya lagi2 meluncur cepat sekali, dibarengi tangan kiri juga melancarkan sebuah tamparan.   Serangan cundrik dan tamparan itu dilancarkan berbareng.   Rasanya tokoh2 silat jaman itu takkan ada seorangpun yang mampu bertahan, seumpama ada juga dapat dihitung dengan jari.   Tapi sungguh ajaib, begitu Rasul penembus dada turun tangan, bayangan musuhnya lagi2 menghilang tak keruan parasnya, malah bertepatan dengan itu kontan ia merasa badai angin pukulan sudah menerjang tiba dari belakangnya.   Keruan bercekat hati Rasul penembus dada, secepat kilat ia melesat sejauh dua tombak, begitu ia memutar tubuh...   eh heran bin ajaib, lagi2 gulungan angin pukulan menerpa tiba dari belakang.   Tiga orang yang menonton dipinggiran hanya melihat bayangan Suma Bing berkelebatan, kadang2 muncul tiba2 lenyap lagi bagai bayangan setan yang selalu membuntuti tubuh musuhnya.   Gerak tubuh semacam ini, jangan dikata melihat, mendengarpun belum pernah.   Ber-ulang2 Rasul penembus dada berkelebatan berusaha menghindari bayangan lawan, namun sia2 belaka, achirnya karena kewalahan ia berhenti dan berdiri tenang, kedua tangannya dengan gerak2 aneh membuat lingkaran2 disamping belakangnya...   Dar...   dentuman yang menggelegar menggetarkan bumi, badai angin segera mengembang keempat penjuru.   Gerak tubuh Suma Bing seketika berhenti juga.   Meski gerak tubuhnya sangat aneh dan menakjupkan, tapi karena tenaga dalamnya terpaut terlalu jauh dibanding lawan, cukup untuk membela diri tapi tak bakal kuat untuk menyerang musuh.   Kedua lengan Rasul penembus dada tergetar dan bergerak cepat saling berlawanan beruntun membuat beberapa lingkar...   maka kekuatan tenaganya ini menimbulkan angin puyuh yang bergulung saling berlawanan juga, lima tombak sekelilingnya batu pasir beterbangan.   Si maling bintang bertiga juga terdesak mundur ber-ulang2.   Adalah Suma Bing malah seenaknya berdiri diluar lingkungan putaran angin puyuh itu tanpa bergerak tanpa reaksi sedikitpun.   "Bu siang sin hoat!"   Tiba2 Rasul penembus dada berseru kejut.   Ketiga orang yang hadir juga tidak kepalang kejut dan tergetar perasaan mereka.   Menurut kabarnya Bu siang sin hoat adalah pelajaran tunggal dari Bu siang sin li yang sangat rahasia.   Semua tokoh2 silat kosen jaman ini mungkin sudah tiada seorang pun yang pernah melihat.   Bahwa hari ini bisa dipertunjukan oleh Suma Bing, benar2 membuat orang sukar mengerti.   Sebaliknya Suma Bing sendiri juga diam2 merasa terkejut bahwa lawan bisa mengenal asal usul ilmu silatnya itu, ini benar2 sangat aneh dan ganjil.   Sejenak Rasul penembus dada mematung seperti kehilangan sukma lantas tanpa membuka suara lagi mendadak melejit tinggi terus menghilang.   Gembong silat yang paling ditakuti ini bisa mendadak pergi, malah membuat semua orang yang tinggal hadir melengah heran dan bertanya2! Karena gentar akan nama Bu siang sin li ataukah mempunyai perhitungan lain, ini tidak dapat diketahui.   Ingatan Suma Bing selalu dibayangi oleh Pedang darah, sebab ini sangat penting demi sukses atau gagal cita2nya untuk menuntut balas.   Maka segera ia menandaskan kepada Racun diracun.   "Pedang darah yang diperoleh Rasul penembus dada dari tuan itu sebenarnya tulen atau palsu?"   Dingin sikap Racun diracun.   "Buat apa kau tanyakan hal itu?"   "Apa tuan sudah lupa akan janji kita itu?"   "Tidak!"   "Lalu bagaimana tuan hendak menepati..."   "Dalam hal ini kau tidak perlu kuatir, aku juga perlu tahu tugasmu yang harus kau laksanakan itu apakah sudah selesai kau lakukan?"   Si maling bintang dan Siang Siau hun bergantian memandang sini memandang sana, hati mereka bertanya2 entah perjanjian apa yang telah mereka ikrarkan.   Tapi waktu sorot pandangan Siang Siau hun menatap kearah Racun diracun, sinar itu mengandung kebencian yang me-nyala2.   Mendengar pertanyaan itu, bergejolak perasaan Suma Bing suaranya gemetar.   "Aku sudah menyelesaikannya!"   "Jadi kau sudah memperoleh Bunga iblis itu?"   "Bunga iblis sih belum kudapat, tapi pemiliknya sudah berjanji begitu aku memperoleh Pedang darah, segera dia memberikan Bunga iblis itu."   "Siapakah orang itu?"   "Maaf, siapa dia aku tidak bisa menerangkan."   "Suma Bing, dapatkah aku mempercayai ucapanmu?"   "Itu berarti tuan benar2 masih menyimpan Pedang darah yang tulen itu?"   "Sudah tentu!"   Suma Bing berpikir keras, lalu katanya.   "Tuan hendak menyerahkan Pedang darah itu menurut perjanjian kita atau..."   "Atau bagaimana?"   "Kalau tuan dapat menyerahkan secara perjanjian kita dulu, aku rela menukarnya dengan segala syarat, kalau bukan, demi memperoleh Pedang darah itu, aku tidak akan kenal kasihan..."   Racun diracun bicara dengan tenang.   "Aku sudah pernah berkata kuserahkan tanpa syarat, masa kujilat lagi ludahku, tapi..."   "Tapi apa?"   "Saat ini tidak kubawa!"   "Lalu kapan aku bisa menerima?"   "Kelak kalau kita bertemu lagi!"   "Kapan kita bertemu lagi?"   "Sekarang sukar ditentukan, pendek kata tidak akan terlalu lama."   Melihat sorot mata Siang Siau hun yang penuh dendam kebencian itu, tergerak hati Suma Bing, lantas katanya kepada Racun diracun lagi.   "Setengah tahun yang lalu, tuan pernah menggunakan Racun tanpa bayangan membunuh Siang Siau moay dan kekasihnya, aku sudah pernah berkata supaya perhitungan itu diselesaikan sendiri oleh nona Siang, tapi sekarang niatku itu telah kurobah..."   "Niat apakah itu?"   "Sudah pasti Nona Siang bukan tandinganmu, maka aku bersiap untuk mewakili dia..."   "Sekarang juga?" "Bukan, kelak. Tapi perlu ditandaskan, Jikalau tuan tidak dapat menyerahkan Pedang darah itu, kuharap secara terus terang tuan katakan sekarang juga, pasti aku tidak akan memaksa."   Racun diracun mengekeh tawa.   "Suma Bing, itu dua persoalan jangan kau campur adukkan dalam satu penyelesaian. Dengan senang hati kusambut pernyataanmu ini, Sembarang waktu aku siap terima pengajaran di kalangan Kangouw, bolehlah legakan hatimu?"   "Tuan sikapmu ini sungguh menggembirakan, tentang piutang kita berdua kelak pasti aku akan memberikan pertanggungan jawabku."   "Ah, rasanya tidak perlu, antara kita berdua tiada utang piutang apa!"   "Sreng!"   Siang Siau hun mencabut pedang sambil maju beberapa langkah, bentaknya beringas.   "Iblis laknat, sekarang tiba giliran nonamu menuntut keadilan kepadamu."   "Nona Siang, peristiwa dulu hari itu adalah salah paham..."   "Hm, salah paham, dua jiwa manusia lantas dapat dipertanggung jawabkan dengan kata2 salah paham itu!"   "Sukar aku menjelaskan, tapi aku minta keringanan kuharap nona Siang dapat melulusi supaya penuntutan balas sakit hati ini bisa diperpanjang satu tahun!"   "Tidak bisa."   Alis putih si maling bintang berkerut, selanya.   "Nona baik lulusilah!"   "Mengapa?"   Agaknya Suma Bing juga ingat sesuatu, tercetus dari mulutnya.   "Adik Hun, cepat atau lambat hanya satu tahun lulusilah!"   Siang Siau hun menatap Suma Bing dalam2 penuh arti akhirnya pedang disarungkan lagi serta serunya jengkel.   "Iblis laknat, setahun kemudian kalau bukan kau yang mampus biar aku yang mati!"   Dingin Racun diracun menyapu pandang ketiga orang didepannya lalu perlahan2 memutar tubuh tinggal pergi. Kata Siang Siau hun tidak mengerti.   "Locianpwe, mengapa kau rintangi aku?"   Si maling bintang tertawa lebar, ujarnya.   "Pertama sudah pasti kau bukan lawannya, bukankah bocah ini (Suma Bing) sudah berkata saat ini tidak akan menuntut balas kepadanya, itu berarti dia tidak akan turun tangan membantu kau. Mengandal Lwekang aku si maling tua mungkin masih kuat bertahan berapa jurus, tapi kau jangan lupa modal lawan yang terampuh yaitu Racun. Selain bocah ini seluruh kolong langit ini siapa yang berani memandang rendah permainan bisanya. Kedua; dilihat sepak terjang lawan, agaknya mengandung rahasia yang susah dipecahkan, sebelum teka- teki ini terpecahkan adalah lebih baik kau jangan ter-buru2 turun tangan."   Mendengar nasehat yang panjang lebar ini. Siang Siau-hun manggut2 tanpa mengeluarkan suara.   "Adik Hun, hendak kemanakah kau bersama Si cianpwe..."   "Buyung,"   Tukas si maling bintang.   "Aku si maling tua mendapat satu kabar..."   "Kabar apa?"   "Dalam sebuah gua dipuncak Siau sit hong digunung Siong san, terkurung seorang perempuan. Menurut kabarnya sudah dipenjarakan selama dua puluh tahun, aku si maling tua curiga..."   "Curiga apa?" "Aku bercuriga mungkin dia adalah ibundamu yang lolos dari puncak Kepala harimau di Tiam cong san itu!"   Melonjak keras jantung Suma Bing.   "Apa betul?"   Tanyanya penuh keperihan.   "Kenyataan ini sangat bertepatan. Dikatakan dalam waktu, ibumu sudah menghilang selama enam belas tahun, hampir sama dengan kabar 20 tahun itu. Dan lagi dalam pengeroyokan dipuncak kepala harimau dulu ada juga anak murid Siau lim si. Mungkin waktu ibumu menuju kesana hendak menuntut balas lantas terkurung didalam gua. itu..."   Mata Suma Bing mendelik bagai dua butir kelereng, seluruh tubuh bergemetaran. Si maling bintang melanjutkan ceritanya.   "Sejak kau terjungkal kedalam jurang aku simaling tua bersama nona Siang bersiap hendak mewakili kau melaksanakan cita2 mu yang belum terkabul itu untuk mencari jejak ibundamu. Sungguh sangat kebetulan seorang murid preman Siau lim si mengoceh dan membeber rahasia ini diwaktu mabok, setelah kuselidiki dan kuanalisa, maka kita berkeputusan hendak meluruk ke Siau lim si untuk membikin terang rahasia itu. Dan tak tersangka dari kena bencana kau malah mendapat rejeki, memang ini sudah menjadi kehendak Tuhan!"   "Sedemikian luhur hati Locianpwe selama hidup ini Suma Bing akan berterima kasih!"   Saking terharu mata Suma Bing merah hampir menangis.   "Eh, si maling tua hanya ingin menebus kesalahanku dulu, untuk mencari ketenangan hidup dihari tua."   "Baiklah. Wanpwe minta diri!"   "Minta diri, hendak kemana kau?"   "Ke Siau lim si!"   "Bagus, mari kita pergi bersama..."   Tiraik asih Websi tehttp.// kangz usi.co m/ "Ini urusan wanpwe pribadi, tidak enak aku menyusahkan kalian berdua, dan lagi besar hasratku untuk segera terbang tiba di Siau lim si untuk menyelidiki kebenaran kabar itu."   "Sejarah mengakui Siau lim pay sebagai satu perguruan silat terbesar yang memimpin kaum persilatan jago2 silat dalam biara besar itu tak terhitung banyaknya, jangan kau gegabah..."   Suma Bing menjengek dingin lalu menukas ucapan si maling tua.   "Kalau orang yang dipenjarakan itu benar2 adalah Bundaku, hm, darah para pendeta Siau lim si akan mengalir dan menyirami seluruh puncak Siau sit hong."   Ucapan yang mengandung nafsu membunuh yang besar ini membuat si maling tua dan Siang Siau hun bergidik seram. 26. SUMA BING TERTAWAN DIDALAM KUIL SIAU LIM SI.   "Buyung kau akan menimbulkan banjir darah ditempat suci yang agung itu?"   "Bila perlu akan kulakukan!"   "Buyung, jangan kau bersimaha raja dan membunuh tanpa dosa"   "Tanpa dosa, biarlah kenyataan membuktikan apakah benar para pendeta Siau lim itu benar2 tidak berdosa"   "Mari berangkat, kita bisa saling bantu membantu!"   "Jangan, wanpwe ingin berangkat sendiri! Kebaikan Cianpwe yang luhur ini, selamanya takkan kulupakan!" lalu ia berpaling kearah Siang Siau hun dan berkata lagi.   "Adik Hun, maafkan aku, jagalah dirimu baik2, selamat bertemu!"   Alis si maling tua berkerut, serunya lantang.   "Buyung!! itu hanya satu rekaan saja, jangan kau terlalu gagabah, orang yang dipenjarakan itu mungkin bukan ibumu"   "Baik, Wanpwe terima nasehat ini!"   Suara sahutan Suma Bing ini kedengaran sudah sangat jauh sekali. Akhirnya tak tertahan lagi air mata Siang Siau hun meleleh deras membasahi pipi.   "E, nona elok, buat apa kau merengek2 dan sesenggukkan. memang begitulah tabiatnya, bukan dia memandang rendah hubungan kita bersama. Mari kita juga berangkat mengikuti dibelakangnya!"   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Siang Siau hun manggut2, bersama si maling bintang mereka ber-lari2 kencang mengejar dibelakang Suma Bing.   Secepat terbang Suma Bing menempuh perjalanannya menuju ke Siau lim si, siang dan malam hampir belum pernah berhenti.   Besar harapannya bahwa wanita yang terkurung digua puncak Siau sit hong itu adalah ibunya San hoa li Ong Fang lan.    Badik Buntung Karya Gkh Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo Asmara Dibalik Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini